PEMBERIAN MINYAK Z DERAJAT RUAM PAD An. A DENGAN DIA

advertisement
PEMBERIAN MINYAK ZAITUN (OLIVE OIL) TERHADAP
DERAJAT RUAM PADA ASUHAN KEPERAWATAN
An. A DENGAN DIARE PENGGUNA DIAPERS
USIA 0-36 BULAN DIRUANG
KEPERAWATAN ANAK
RSUD SALATIGA
DI SUSUN OLEH:
ERNA AMBARWATI
NIM. P.13086
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PEMBERIAN MINYAK ZAITUN (OLIVE OIL) TERHADAP
DERAJAT RUAM PADA ASUHAN KEPERAWATAN
An. A DENGAN DIARE PENGGUNA DIAPERS
USIA 0-36 BULAN DI RUANG
KEPERAWATAN ANAK
RSUD SALATIGA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH:
ERNA AMBARWATI
NIM. P.13086
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
i
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Minyak Zaitun (Olive Oil)terhadap Derajat
Ruam pada Asuhan Keperawatan An. A dengan Diare Pengguna Diapers Usia 036 bulan Diruang Keperawatan Anak RSUD Kotasalatiga.“
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes
Kusuma Husada Surakarta, sekaligus sebagai dosen pengguji II serta dosen
pembimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
2. Ns. Alfyana Nadya R,M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Happy Indri Hapsari, M.Kep, selaku dosen penguji I yang membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini
iv
4. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat
5. Kedua Orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan
6. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga yang telah memberikan ijin untuk
mengadakan studi kasus di Ruang Anggrek
7. Terimakasih kepada responden yang telah memberilam ijin serta informasi
dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini
8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, yang telah memberikan dukungan moral dan spiritual
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, 14 Mei 2016
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .......................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................vi
DAFTAR TABEL ...............................................................................................ix
DARTAF GAMBAR ..........................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................1
B. Tujuan Penulisan ...............................................................................5
C. Manfaat Penulisan .............................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ...................................................................................8
1. Diare ...........................................................................................8
2. Konsep Asuhan Keperawatan .....................................................14
3. Diapers Rush ...............................................................................30
4. Minyak zaitun .............................................................................34
B. Kerangka Teori .................................................................................38
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset .......................................................................39
B. Tempat dan Waktu ............................................................................39
C. Media atau Alat yang digunakan.......................................................39
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset ...................................40
E. Alat ukur evaluasi tindakan aplikasi riset ........................................41
vi
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien ................................................................................42
B. Pengkajian .......................................................................................42
C. Perumusan Masalah Keperawatan ..................................................49
D. Intervensi Keperawatan ...................................................................51
E. Implementasi ...................................................................................53
F. Evaluasi Keperawatan .....................................................................61
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian .......................................................................................67
B. Diagnosa Keperawatan ....................................................................79
C. Intervensi .........................................................................................83
D. Implementasi ...................................................................................85
E. Evaluasi ...........................................................................................90
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ......................................................................................94
B. Saran ................................................................................................96
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vii
DAFTAR TABEL
No
Keterangang Tabel
Halaman
1.
Tabel 2.1 Penurunan berat badan pada anak dehidrasi ................................19
2.
Tabel 3.1 Prosedur pemberian minyak zaitun .............................................40
3.
Tabel 3.2 Alat ukur derajat ruam ................................................................41
viii
DAFTAR GAMBAR
No
1.
Keterangang Gambar
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori.........................................................................38
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2.
Usulan Judul
Lampiran 3.
Surat Pernyataan
Lampiran 4. Lembar Observasi
Lampiran 5.
Jurnal Penelitian
Lampiran 6.
Asuhan Keperawatan
Lampiran 7.
Jurnal Bimbingan
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare dapat diartikan suatu keadaan pengeluaran feses yang tidak
normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume,
keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari. Pada bayi lebih dari 4 kali
sehari dengan lendir atau tanpa lendir darah serta lebih dalam dua puluh jam
pertama, dengan temperatur rectal 38º C, kolik, dan muntah-muntah dan
dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau hanya
lendir (Hidayat, 2006). Berdasarkan klasifikasinya diare dibedakan menjadi 2
yaitu diare akutdan diare kronik (Suratmaja 2007). Menurut Daldiyono
(2009) Diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi(gangguan
penyerapan zat gizi), makanan dan faktor psikologis. Pengeluaran feses yang
meningkat pada anak yang menderita diare, mengharuskan orang tua lebih
sering menganti popok, Dahulu para orang tua melindungi genetalia anak
dengan popok kain, tetapi karena intensitas feses keluar lebih sering maka
saat ini kebanyakan orang tua menggunakan diapers, seringnya pengeluaran
feses menjadikan daerah disekitar genetalia menjadi lembab dan dan akan
mengakibatkan timbulnya ruam akibat lamanya penggunaan diapers
(Maryunani 2010).
Diapers merupakan popok yang digunakan untuk melindungi
genetalia anak yang memiliki daya serap tinggi dan terbuat dari bahan plastik
1
2
serta campuran bahan kimia untuk menampung sisa-sisa metabolisme seperti
feses serta urin yang bersifat disposible atau sekali pakai, dalam penggunaan
popok yang bersifat disposable ini jika tidak digunakan secara tepat dan
benar akan menimbulkan kemerahan atau ruam di sekitar genetalia anak
(Diena, 2009). Sedangkan menurut (Syahrani, 2008) ruam popok yang terjadi
selama beberapa hari, walaupun tetap rutin diganti, bisa disebabkan oleh
jamur Candida albicans. Jenis ruam popok ini berwarna kemerahan dan tidak
begitu jelas, serta muncul bintik-bintik merah di sekitar bagian utama
ruamnya. Umumnya diawali di bagianbagian lipatan kulit bayi, kemudian
meluas ke bagian depan dan belakang tubuhnya. Pemberian antibiotik pada
bayi atau ibu menyusui justru akan mengakibatkan infeksi jamur karena
antibiotik akan membunuh bakteri baik yang mencegah tumbuhnya jamur
Candida.
Menurut data World Health Organization(WHO) tahun 2008, diare
merupakan penyebab pertama kematian balita di dunia. Penyakit diare
merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian hampir di
seluruh negara. Semua kelompok usia bisa terkena diare, tetapi penyakit diare
dalam tingkat berat dengan risiko kematian yang tinggi terutama terjadi pada
bayi dan balita. Di negara berkembang, anak-anak balita mengalami rata-rata
3 - 4 kali diare per tahun bahkan lebih (Wulandari, 2009). Sedangkan diare di
Jawa Tengah berdasarkan (Dinkes Jateng, 2007) jumlah kasus diare di Jawa
Tengah tahun 2007 yaitu sebanyak 625.022 penderita dengan Incidence Rate
(IR) 1,93%, sedangkan jumlah kasus diare pada balita yaitu sebanyak
3
269.483 penderita, Jumlah kasus diare setiap tahunnya rata-rata di atas 40%,
hal ini menunjukkan bahwa kasus diare masih tetap tinggi dibandingkan
golongan umur lainnya. Data pada tahun 2007 memperlihatkan empat juta
balita di Indonesiamengalami kekurangan gizi, 700000 di antaranya
mengalami gizi buruk (Marimbi,2010).
Berdasarkan
Profil
Kesehatan
Jawa
Tengah
tahun
2003,
perkembangankeadaan gizi masyarakat yang dapat dipantau berdasarkan hasil
pencatatan danpelaporan program menunjukkan bahwa keadaan gizi
masyarakat Jawa Tengah yangtercermin dari hasil penimbangan balita pada
tahun 2003 menunjukkan jumlahbalita yang ada 2.816.499 anak, dari jumlah
tersebut yang datang ditimbangposyandu sebanyak 1.993.448 anak dengan
rincian yang naik berat badannyasebanyak 1.575.486 anak atau 79,03% dan
balita yang ada dibawah garis merah(BGM) sebanyak 46.679 anak atau
2,34%. Data tersebut menunjukkan bahwa diJawa Tengah masih banyak
balita yang status gizinya berada dibawah standar(Dinkes Jateng, 2003).
Sesuai teori penyakit ini terdapat beberapa diagnosa yang akan
muncul pada penyakit diare akut. Diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada pasien gastroeteritis/ diare akut menurut Wilkinston (2007)
adalah kekurangan volume cairan berhubungan dengan dehidrasi, perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan
intake cairan inadekuat, hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan iritasi rectal karena diare, resiko infeksi
berhubungan dengan peningkatan paparan lingkungan terhadap patogen,
4
defisit pengetahuan tentang penyakit dan cara perawatannya berhubungan
dengan kurang paparan sumber informasi, ansietas berhubungan dengan
hospitalisasi dan stress. kerusakan integritas kulit merupakan salah satu
diagnosa yang sering muncul pada anak dengan penyakit diare akut, dalam
mengatasi masalah-masalah tersebut dapat dilakukan alternatif tindakan
mengoleskan minyak zaitun (olive oil) terhadap integritas kulit pada
pengamplikasian jurnal ”pemberian minyak zaitun terhadap derajat ruam
popok pada anak usia 0-36 bulan”.
Minyak zaitun adalah serupa minyak lemak yang diperoleh dengan
pemerasan dingin biji - biji buah tanaman tersebut yang telah masak. Kualitas
minyak yang terbaik diperoleh dari buahnya yang tua tetapi belum masak
benar (Sutedjo, 2004). Menurut Setyanti 2012 tentang manfaat minyak zaitun
(Olive Oil) mengatakan bahwa minyak zaitun (Olive Oil) mengandung
emolien yang bermanfaat untuk menjaga kondisi kulit yang rusak seperti
psoriaris dan eksim. Minyak zaitun (olive oil) dipercaya dapat digunakan
untuk perawatan bekas luka, serta area-area yang terdapat keriput dan pecahpecah akibat kulit kering atau penuaan sel kulit, dapat juga digunakan untuk
stretching atau penarikan pada kulit, sehingga dapat mengatasi masalah bekas
kehamilan (stretch marks) (Kartika, 2011).Minyak zaitun (olive oil)
mempengaruhi masalah kelembaban kulit sehingga terdapat penurunan
derajat ruam popok sesudah diberikan minyak zaitun (olive oil).
Berdasarkan berbagai data dan informasi diatas maka penulis tertarik
untuk pemberian minyak zaitun (olive oil) yang tujuannya untuk menurunkan
5
derajat ruam pada An.A Dengan diare. Maka dari itu penulis tertarik untuk
menyusun Karya Tulis Ilmiah tentang “Pemberian Minyak Zaitun (olive oil)
terhadap derajat ruam pada Asuhan Keperawatan An.A Dengan Diare di
RSUD Salatiga.
Berdasarkan data yang diperoleh di ruang Anggrek Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Salatiga, kasus diare rumayan banyak, dimana selama 3 bulan
terakir dari bulan Oktober sampay Desember 2015 ada 50 pasien, dan dibulan
Januari 2016 ada 12 pasien dengan diare yang dirawat diruang anggrek
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga, hal ini membuktikan bahwa
prevelensi penyakit diare diruang anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Salatiga meningkat (Data Pasien Ruang Anggrek).
B. Tujuan
1.
Tujuan umum
Mengaplikasikan tindakan pemberian minyak zaitun (olive oil) terhadap
derajat ruam popok pada asuhan keperawatan An. dengan Diare di
Rumah Sakit.
2.
Tujuan khusus
a.
Penulis mampu melaksanakan pengkajian ruam popok pada pasien
An. dengan diare di Rumah Sakit.
b.
Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan ruam popok
pada pasien An. dengan diare di Rumah Sakit.
6
c.
Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan ruam popok
pada pasien An. dengan diare di Rumah Sakit.
d.
Penulis mampu melakukan implementasi ruam popok pada pasien
An. dengan diare di Rumah Sakit.
e.
Penulis mampu melakukan evaluasi ruam popok pada pasien An.
dengan diare di Rumah Sakit.
f.
Penulis mampu menganalisis hasil kondisi ruam popok yang terjadi
pada pasien An. dengan diare di Rumah Sakit.
C. Manfaat Penulisan
1.
BagiRumah Sakit
Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien yang mengalami
ruam popok saat diare dan sebagai pertimbangan perawat dalam
meniagnosa kasus sehingga perawat mampu memberikan tindakan yang
tepat kepada pasien.
2.
Bagi Institusi pendidikan
Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang
asuhan keperawatan pemberian minyak zaitun dengan ruam popok pada
An. dengan diare. Untuk mengetahui kecemasan selama menjalani
perawatan dirumah sakit.
7
3.
Bagi Pasien
Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang pengaruh
minyak zaitun terhadap derajat ruam popok penguna diapers pada anak
diare.
4.
Bagi Penulis
Menambah pengetahuan peneliti tentang masalah keperawatan ruam
popok pada anak diare dan merupakan satu pengalaman baru bagi penulis
atas informasi yang diperoleh selama penelitian.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. KONSEP PENYAKIT
1.
Definisi Diare
Diare adalah pengeluaran tinja tidak normal dan cair buang air
besar tidak normal dan bentuk tinja yang cair dengan frekuensi lebih
banyak dari biasanya (Sugeng, 2010). Sedangkan menurut (Ummuauliya,
2008) diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita mencretmencret, tinja encer, dapat bercampur darah dan lendir kadang disertai
muntah-muntah sehingga diare dapat menyebabkan kematian terutama
pada bayi dan anak-anak usia dibawah lima tahun. Diare adalah buang air
besar yang tidak normal atau bentuk tinda yang encer dengan frekuensi
lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi
buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi lebih dari
satu bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali (Hasan, 2007).
Diare akut yaitu diare yang terjadi sewaktu-waktu secara mendadak
pada bayi pada anak yang sebelumnya sehat. Diare kronik yaitu diare
yang berkelanjutan sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan berat
badan atau berat badan tidak bertambah selama diare tersebut Suratmaja
(2007).
8
9
2.
Etiologi
Penyebab diare ada beberapa faktor, yaitu :
a.
Faktor virus (rota virus,adenovirus, norwalk). Bakteri (shigella
salmonela Eccli, vibrio). Parasit (protozoa, Entamoeba, hystolytica,
Lambia balantidiumcoli). cacing (Ascaris lumbricoides), trichuris,
strongyloides. Infeksi ekstra usus (otitis media akut, infeksi saluran
kemih, peneomonia). Terbanyak disebabkan rotavirus (20-40%)
b.
Alergi makanan yaitu alergi susu sapi, protein kedelai, alergi
mutipel.
c.
Malabsorpsi yaitu karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak dan
protein.
d.
Keracunan makanan misalnya makanan kaleng akibat botulinum.
e.
Pisikologis yaitu rasa takut, cemas dan tegang, jika terjadi pada anak
dapat menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak
balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih besar (Hasan 2007)
3.
Klasifikasi
Menurut (Wong 2008) menyatakan bahwa menurut waktu
terjadinya diare dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a.
Diare akut merupakan penyabab utama keadaan sakit pada anakanak balita. Diare akut didefinisikan sebagai keadaan peningkatan
dan perubahan tiba-tiba frekuensi defekasi yang sering disebabkan
oleh agens infeksius dalam traktus GI. Keadaan ini dapat menyertai
10
infeksi saluran nafas atas (ISPA) atau saluran kemih (ISK), terapi
antibiotik atau pemberian obat pencahar (laksatif). Diare akut
biasanya sembuh sendiri (lama sakit kurang dari 14 hari) dan akan
mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi. Diare
infeksius akut (gastroenteritis infeksiosa)dapat disebabkan oleh virus
bakteri dan parasit yang patogen.
b.
Diare kronis didefinisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi
dan kandungan air dalam feses dengan lamanya (durasi) sakit lebih
dari 14 hari. Kerap kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis
seperti sindrom malabsorpsi, penyakit inflamasi usus, defisiensi
kekebalan, yang kronis, atau akibat dari penatalaksanaan diare
akutyang tidak memadai.
4.
Manifestasi klinis
Bayi dan anak yang mengalami diare menjadi cengeng, gelisah,
suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang, kemudian
timbul diare tinja cair dan mungkin disertai lendir atau darah. Warna tinja
makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan
empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi
dengan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya
asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diapsobsi usus
selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan
dapat sisebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat
11
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila penderita telah
banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai
nampak. Berat badan turun, tugor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun
besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering (Hasan,2007).
5.
Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare menurut Whaley’s and
Wong (2001) ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya
makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Kedua
akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula. Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat
masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil
melewati
rintangan
asam
lambung,
mikroorganisme
tersebut
12
berkembangbiak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin
tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
6.
Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan
diagnosis (casual) yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang
tepat pula. Adapun pemeriksaan yang perlu dikerjaan menurut Mansjoer
(2009) adalah :
1) Pemeriksaan feses
Tes tinja untuk mengetahui makroskopis dan mikroskopis, biakan
kuman penyebab, tes resistensi terhadap berbagai antibiotik serta
untuk mengetahui pH dan kadar gula jika diduga ada intoleransi
glukosa.
Karakteristik hasil pemeriksaan feses sebagai berikut : feses
berwarna pekat/putih kemungkinan disebabkan karena adanya
pigmen empedu (obstruksi empedu). Feses berwarna hitam
disebabkan karena efek dari obat seperti Fe, diet tinggi buah merah
dan sayur hijau tua seperti bayam. Feses berwarna pucat disebabkan
karena malabsorbsi lemak, diet tinggi susu dan produk susu. Feses
berwarna orange atau hijau disebabkan karena infeksi usus. Feses
cair dan berlendir disebabkan karena diare yang penyebabnya adalah
virus. Feses seperti
ampas disebabkan karena diare
yang
penyebabnya adalah parasit. Feses yang didalamnya terdapat unsur
13
pus atau mukus disebabkan karena bakteri, darah jika terjadi
peradangan pada usus, terdapat lemak dalam feses jika disebabkan
karena malabsorbsi lemak dalam usus halus (Suprianto, 2008).
2) Pemeriksaan darah
Darah perifer lengkap, analisa gas darah dan elektrolit (terutama Na,
Ca, K dan P serum pada diare yang disertai kejang), anemia
(hipokronik, kadang-kadang nikrosiotik) dan dapat terjadi karena
malnutrisi/malabsorbsi tekanan fungsi sum-sum tulang (proses
inflamasi kronis) peningkatan sel-sel darah putih, pemeriksaan kadar
ureum dan creatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.
3) Pemeriksaan elektrolit tubuh
Untuk mengetahui kadar Natrium, kalium, kalsium, bikarbonat.
4) Duodenal intubation
Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif
terutama pada diare kronik.
7.
Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2007), penatalaksanaan diare akut akibat infeksi
terdiri atas :
a.
Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan, Empat hal penting
yang perlu diperhatikan adalah :
1) Jenis cairan
2) Jumlah cairan
14
3) Jalan masuk atau cara pemberian cairan
4) Jadwal pemberian cairan
b.
8.
Identifikasi penyebab diare akut karena infeksi
Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak,
dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti:
a.
Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik).
b.
Renjatan hipovolemik
c.
Hypokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardia, perubahan pada elektrokardiogram).
d.
Hipoglikemia.
e.
Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase
karena kerusakan vili mukosa usus halus.
f.
Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
g.
Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah penderita
juga mengalami kelaparan.
9.
Asuhan Keperawatan
a.
Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan
15
dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan
(Dermawan, 2012). Adapun pengkajian menurut winugroho (2008)
sebagai berikut :
1) Riwayat keperawatan
Identitas pasien meliputi nama, umur, berat badan, jenis
kelamin, alamat rumah, suku bangsa, agama dan nama orang
tua.
2) Keluhan utama
pasien biasanya berak encer dengan atau tanpa adanya lendir
dan darah sebanyak lebih dari 3 kali sehari, biasanya disertai
muntah, tidak nafsu makan, dan disertai demam ringan atau
demam tinggi pada anak-anak yang menderita infeksi usus.
3) Riwayat penyakit sekarang.
Mula mula bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan
meningkat, nafsu makan berkurang, tinja makin cair makin
disertai lendir atau lendir dan darah, anus dan daerah sekitarnya
timbul lecet karena sering defekasi, muntah, dehidrasimenurut
Suharyono (1999) dalam Susilaningrum dk (2013).
4) Riwayat penyakit dahulu.
Riwayat penyakit yang pernah diderita oleh anak maupun
keluarga dalam hal ini apakah dalam keluarga pernah
mempunyai riwayat penyakit keturunan atau pernah menderita
penyakit kronis sehingga harus di rawat diruah sakit.
16
5) Riwayat kesehatan
a) Riwayat imunisasi terutama anak yang belum imunisasi
campak. Diare lebih sering terjadi dan berqakibat berat pada
anak-anak dengan campak atau yang menderita campak
dalam empat minggu terakhir, yaitu akibat penurunan
kekebalan pada pasien.
b) Riwayat
alergi
terhadap
makanan
atau
obat-obatan
(antibiotik) karena faktor ini salah satu kemungkinan
penyebab diare.
c) Riwayat penyakit yang serung pada anak di bawah dua
tahun biasanya batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi
sebelum, selama, atau setelah diare, seperti OMA, tonsilitis,
faringitis, bronko pneumonia, ensefalitis.
6) Riwayat nutrisi
Riwayat pemberian makanan sebelum sakit diare meliputi halm
sebagai berikut.
a) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat
mengurangi risiko diare dan infeksi yang serius.
b) Pemberian susu formula, apakah menggunakan air masak,
diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak
bersih akan mudah terjadi pencemaran.
c) Perassan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak
merasa haus (minum biasa), pada dehidrasi ringan/sedang
17
anak merasa haus, ingin minum banyak, sedangkan pada
dehidrasi berat anak malas minumatau tidak bisa minum.
7) Riwayat kehamilan dan kelahiran yang ditanyakan meliputi
keadaan ibu saat hamil, dan obat-obatan. Hal tersebut juga
mencakup kesehatan anak sebelum lahir, saat lahir dan keadaan
anak setelah lahir.
8) Riwayat tumbuh kembang.
Hal-hal yang perlu ditanyakan adalah hal-hal yang berhubungan
dengan pertumbuhan dengan perkembangan anak sesuai dengan
usia anak sekarang yang meliputi motorik kasar, motorik halus,
perkembangan kognitif atau bahasa dan personal sosial atau
kemandirian.
9) Psikososial
Pada
pisikososial
ini
yang
ditanyakan
meliputi
tugas
perkembangan sosial anak, kemmpuan beradaptasi selama sakit,
mekanisme koping yang digunakan oleh anak dan keluarga.
10) Kesehatan fisik
Kesehatan fisik meliputi pola nutrisi seperti frekuensi makanan,
jenis makanan, makanan yang disukai atau tidak disukai dan
keinginan untuk makan dan minum. Pola eliminasi seperti buang
air besar dan buang air kecil dirumah dan dirumah sakit. Selain
itu juga ditanyakan tentang konsistensi, warna dan bau dari
objek eliminasi. Kebiasaan tidur seperti tidur siang dan tidur
18
malam kebiasaan sebelum dan sesudah tidur.pola aktifitas juga
ditanyakan baik dirumah dan juga bagaimana pola hygiene
tubuh seperti mandi, kramas dan ganti baju.
11) Kesehatan mental.
Kesehatan mental ini meliputi pola interaksi anak, pola kognitif
anak, pola emosi anak saat dirawat, pola pisikologi keluarga
serta kopingnya dan pengetahuan keluarga dalam pengetahuan
keluarga dalam mengenali penyakit anaknya.
12) Kesehatan sosial dan spiritual
Kesehatan ini meliputi pola kultural atau norma yang berlaku
dalam keluarga dan pola rekreasi serta keadaan lingkungan
rumah.
13) Pemeriksaan fisik.
a) Keadaan umum klien
Pada
anak
terdapat
kelainan-kelainan
yang
perlu
mendukung perlu dikaji adanya tanda-tanda dehidrasi
seperti mata cekung, ubun-ubun besar cekung, mukosa bibir
kering, dan tugor kulit kering, kemudian ditanyakan BAB,
adanya nyeri atau disentri abdomen, demam dan terjadi
penurunan berat badan (Gunawan, 2009).
b) Berat badan
Anak yang diare dengan dehidrasi biasanya mengalami
penurunan berat badan sebagai berikut.
19
Tabel 2.1
Penurunan berat badab anak dengan dehidrasi
Kehilangan Berat Badan
Tingkat Dehidrasi
Bayi
Anak Besar
Dehidrasi ringan
5% (50 ml/kg)
3% (30 ml/kg)
Dehidrasi sedang
5-10%(50-100 ml/kg)
6% (60 ml/kg)
Dehidrasi berat
10-15%(100-150
9% (90ml/kg)
ml/kg)
Sumber : (Susilanigrum, 2013)
Presentase penurunan berat badan tersebut dapat
diperkirakan saat anak dirawat di rumah sakit. Sedangkan di
puskesmas/ fasilitas pelayanan dasar dapat digunakan
pedoman MTBS (2008)
c) Kulit
Untuk mengetahui elastisitas kulit, kita dapat melakukan
pemeriksaan turgor, yaitu dengan cara mencubit daerah
perut dengan kedua ujung jari (bukan kedua kuku). Turgor
kembali cepat kurang dari 2 detik berarti diare tanpa
dehidrasi. Turgor kulit kembali lambat bila cubutan kembali
dalam waktu 2 detik dan ini berarti diare dengan dehidrasi
ringan/sedang. Turgor kulit kembali sangat lambat bila
cubitan kembali lebih dari 2 detik dan ini termasuk diare
dengan dehidrasi berat.
d) Kepala
Anak di bawah 2 tahun mengalami dehidrasi, ubun ubunnya
biasanya cekung.
20
e) Mata
Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak mata
normal. Bila dehidrasi ringan/sedang, kelopak mata cekung
(cowong). Sedangkan dehidrasi berat, kelopak mata sangat
cekung.
f)
Mulut dan lidah
(1) Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi)
(2) Mulut dan lidah kering (dehidrasi ringan/sedang)
(3) Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat)
g) Abdomen kemungkinan distensi, kram, bising usus
meningkat.
h) Anus
Adakah iritasi pada anus (Susilaningrum, 2013)
14) Pola fungsional kesehatan.
Polo fungsional kesehatan dapat dikaji melalui pola gordon
dimana
pendekatan
ini
memungkinkan
perawat
untuk
mengumpulkan data secara sitematis dengan cara mengevaluasi
pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik
kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalah
khusus. Model konsep dan tipologi pola kesehatan fungsional
menurut gordon:
a) Pola persepsi- manajemen kesehatan
21
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan
kesehatan.
Persepsi
terhadap
arti
kesehatan,
dan
penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun tujuan,
pengetahuan tentang praktek kesehatan.
b) Pola nutrisi dan metabolik
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan
elektrolit. Nafsu makan, pola makanan, diet, flaktuasi BB
dalam 6 bulan terakhir, kesulitan menelan, mual/muntah.
Kebutuhan jumlah zat gizi, masalah/penyembuhan kulit,
makanan kesukaan.
c) Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih dan kulit
kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah miksi (oliguri,
disuri, dll),
penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan
miksi, karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi
saluran kemih, masalah bau badan, perpirasi berlebihan, dan
lain-lain.
d) Pola latihan-aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan
dan sirkulasi. Pentingnya latihan/gerak dalam keaadaan
sehat dan sakit, gerak tubuh dan kesehatan berhubungan
satu sama lain. Kemampuan klien dalam menta diri apabila
menata diri apabila tingkat kemampuan 0 : mandiri, 1 :
22
dengan alat bantu, 2 : dibantu orang lain, 3 : dibantu orang
dan alat, 4 : tergantung dalam melakukan ADL, kekuatan
otot dan Range Of Motion, riwayat penyakit jantung,
frekuensi irama dan kedalam nafas, bunyi nafas riwayat
penyakit paru.
e) Pola kognitif perseptual
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi
sensori
meliputi
pendengaran,
pengkajian
perasaan,
fungsi
pembau
dan
penglihatan,
kompensasinya
terhadap tubuh. Sedangkan pola kognitif didalamnya
mengandung kemampuan daya ingat klien terhadap
peristiwa yang telah lama terjadi dan atau baru terjadi dan
kemampuan orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan
nama (orang, atau benda yang lain). Tingkat pendidikan,
persepsi nyeri, kemampuan untuk mengikuti, menilai nyeri
skala 0-10, pemakaian alat bantu dengar, melihat,
kehilangan bagian tubuh atau fungsinya, tingkat kesadaran,
orientasi
pasien,
adakah
gangguan
penglihatan,
pendengaran, sensori (nyeri), penciuman, dan lain-lain.
f)
Pola istirahat dan tidur
Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepsi tentang
energy. Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah
23
selama tidur, insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat,
mengeluh letih.
g) Pola konsep diri- persepsi diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi
terhadap kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain
gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan ide diri
sendiri,
manuasia
sebagai
system
terbuka
dimana
keseluruhan bagian manusia akan berinteraksi dengan
lingkungannya. Disamping sebagai system terbuka, manusia
juga sebagai makhluk bio-psiko-sosio-kultural spiritual dan
dalam pandangan secara holistic, adanya kecemasan,
ketakutan atau penilaian terhadap diri, dampak sakit
terhadap diri, kontak mata, asetif atau passive, isyarat non
verbal, ekspresi wajah, merasa tak berdaya, gugup/relaks.
h) Pola peran dan hubungan.
Mengambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal
klien. Pekerjaan, tempat tinggal, tidak punya rumah, tingkah
laku yang passive/agresif terhadap orang lain, masalah
keuangan, dan lain-lain.
i)
Pola reproduksi/seksual.
24
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual atau
dirasakan dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap
seksualitas pemeriksaan genetalia.
j)
Pola pertahanan diri (Coping-Toleransi stres)
Mengambarkan kemampuan untuk menagani stress dan
penggunaan system pendukung. Penggunaan obat untuk
menagani stress, interaksi dengan orang terdekat, menagis,
kontak mata, metode koping yang biasa digunakan, efek
penyakit terhadap tingkat stress.
k) Pola keyakinan dan nilai.
Mengambarkan dan menjelaskan pola nilai, keyakinan
termasuk spiritual. Menerangkan sikap dan keyakinan klien
dalam
melaksanakan
agama
yang
dipeluk
dan
konsekuensinya. Agama, kegiatan keagamaan, dan budaya,
berbagi dengan orang lain, bukti melaksanakan nilai,
melaksanakan kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan
pntangan dalam agama selama sakit (Winugroho, 2008).
b.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon
individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan/proses
kehidupan yang aktual/potensial yang merupakan dasar untuk
memilih intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang
merupakan tagumh jawab perawat (Dermawan, 2012). Masalah
25
keperawatan yang muncul menurut Nanda Diagnosa (2013) antara
lain :
1) Kekuragan volume cairan b.d kehilagan cairan aktif.
2) Kerusakan integritas kulit b.d ekskresi/BAB sering.
3) Ketidak seimbagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
penurunan intake makanan.
4) Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi.
5) Resiko syok.
6) Ansietas b.d hospitalisasi
c.
Perencanaan keperawatan
Perencanaan adalah suatu proses dimana pemecahan masalah
yang merupakan keputusan awal tenteng sesuatu apa yang akan
dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang
melakukan semua dari tindakan keperawatan (Dermawan, 2012).
Penulis dalam menentukan tujuan dan kateria hasil didasarkan pada
metode SMART. S: Spesifik, tujuan harus spesifik dan tidak
menimbulkan arti ganda. M: Measurable, tujuan keperawatan harus
dapat diukur, khususnya tentang perilaku klien, dapat dilihat,
didengar, diraba, dirasakan dan dibau. A: Achievable, tujuan harus
dapat dicapai, R: Reasonable, tujuan harus dapat ditaggung
jawabkan secara ilmiah, T: Time, mempunyai batasan waktu yang
jelas (Nursalam, 2005). Menurut Nanda (2013) diagnosa dan
intervensi keperawatan diare adalah :
26
1) Kekuragan volume cairan b.d kehilagan cairan aktif.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kekuragan
volume cairan dapan terpenuhi. Dengan kateria hasil NOC:
a) Nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
b) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
c) Elastisitas tugor kulit baik.
d) Membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang
berlebihan.
Intervensi keperawatan NIC :
a) Monitor tanda-tanda vital.
b) Monitor status nutrisi.
c) Kolaborasi dengan dokter.
d) Berikan cairan IV pada suhu ruang.
e) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit.
2) Kerusakan integritas kulit b.d ekskresi/BAB sering.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan Kerusakan
integritas kulit dapat teratasi . Dengan kateria hasil NOC :
a) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi,
elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
b) Tidak ada luka atau lesi pada kulit.
c) Perfusi jaringan baik.
d) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan
kulit dan perawatan alami.
27
Intervensi keperawatan NIC:
a) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
b) Memonitor kulit akan adanya kemerahan.
c) Oleskan lotion atau minyak /baby oil pada daerah yang
terkena.
d) Ajurkan klien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
e) Menurut aplikasi jurnal pemberian minyak zaitun terhadap
ruam popok anak usia 0-36 bulan dapat dilakukan alternatif
mengoleskan minyak zaitun pada daerah luka.
3) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
penurunan intake makanan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan Ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat
terpenuhi. Dengan kateria hasil NOC:
a) Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan.
b) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
c) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
d) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
Intervensi keperawatan NIC:
a) Kaji adanya alergi makanan.
b) Kolborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan klien.
c) monitor lingkungan selama makan.
28
d) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
e) Monitor tugor kulit
4) Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah
hipertermi dapat teratasi. Dengan kateria hasil NOC:
a) Suhu tubuh dalam rentan normal
b) Nadi dan pernafasan dalam rentan normal
c) Tidak ada perubahan warna kulit
Intervensi keperawatan :
a)
Mengobservasi kenaikan suhu tubuh dan perubahan yang
menyertai
b) Beri kompres hangat pada daerah dahi, aksila dan lipat paha
c)
Monitor tanda-tanda vital
d) Anjurkan untuk minum yang cukup
e)
Anjurkan
untuk
menyelimuti
mencegah
hilangnya
kehagatan tubuh
f)
Monitor WBC, Hb, dan Hct
g) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian atipiretik
5) Resiko syok
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak
mengalami resiko syok . Dengan kateria hasil NOC :
a) Nadi dalam batas yang diharapkan.
b) Frekuensi nafas dalam batas yang diharapkan.
29
c) Mata tidak cekung.
d) Tidak mengalami demam.
Intervensi keperawatan NIC:
a) Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan.
b) Monitor tanda awal syok.
c) Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala syok.
d) Pantau TTV.
6) Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak
mengalami hospitalisasi. Dengan kateria hasil NOC:
a) Klien mampu mengidentifikasi dan menggungkapkan gejala
cemas.
b) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
c) Postur tubuh, ekspresi wajah bahasa tubuh dan tingkat
aktivitas menunjukan kurangnya kecemasan.
Intervensi keperawatan NIC:
a) Gunakan pendekatan yang menenagkan.
b) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
prosedur.
c) Temani
pasien
untuk
memberikan
menggurangi takut.
d) Dengarkan dengan penuh perhatian.
e) Identifikasi tingkat kecemasan
keamanan
dan
30
f)
Dorong keluarga untuk menemani anak
B. Diaper Rush
1.
Definisi
Diapers rush adalah kelainan pada bayi atau balita yang terjadi
karena pemakaian popok, kelainan kulit berupa kelainan pada kulit
daerah bokong. Pada kulit yang normal, terdapat jamur candida dalam
jumlah yang sedikit, tetapi saat kulit lembab maka jamur akan tumbuh
lebih cepat sehingga timbul peradangan yang mengakibatkan timbulnya
diapers rush (putra, 2012). Diaper rush atau ruam popok adalah adanya
keluhan bintik merah pada kelamin dan bokong bayi atau anak dengan
pempers diakibatkan oleh gesekan-gesekan kulit dengan pampers (marmi
dan raharjo, 2012). Sedangkan menurut Muslihatun (2010) diapers rush
atau ruam popok adalah ruam merah terang yang disebabkan oleh iritasi
dari kulit terkena urin atau feses yang berlangsung lama di bagian mana
saja di bawah popok anak.
2.
Faktor Resiko
Ada beberapa faktor penyebab yang diidentifikasi dan berperan
menimbulkan diaper rush antara lain faktor fisik, kimiawi, enzimnya dan
mikroba. Faktor tersebut berasal dari sejumlah hal yaitu :
a.
Pemakaian popok moderen dengan kulit anak, feses yang bercampur
menghasilkan zat yang menyebabkan peningkatan PH (derajat
keasaman) kulit dan enzim dalam kotoran. Tingkat keasaman kulit
31
yang tinggi ini membuat kulit lebih peka, sehingga memudahkan
terjadinya iritasi kulit.
b.
Pemberian susu formula ternyata juga memungkinkan bayi
mengalami masalah diaper rush lebih besar dibandingkan dengan
ASI (air susu ibu) pada urin atau feses pada anak (Marmi dan
Raharjo, 2012).
c.
Diapers rush bisa terjadi saat, kebersihan kulit yang tidak terjaga,
udara atau suhu lingkungan yang terlalu panas atau lembab, akibat
diare, reaksi kontak terhadap karet, plastik deterjen.
3.
Klasifikasi
Menurut Silmiaty (2012) Dermatitis atau sering disebut diapers rush
umumya dibagi menjadi 2 tipe, yaitu :
a.
Dermatitis popok iritan.
Dermatitis ini biasanya dijumpai pada balita yang menggunakan
popok. Dermatitis popok iritan memberi gejala berupa bercak
kemerahan, lembab dan kadang bersisik pada daerah bokong dan
genetalia yang menonjol. Kelainan ini dapat tidak bergejala sehinga
terasa perih pada daerah yang terkena iritasi.
b.
Dermatitis popok candida.
Merupakan tipe dermatitis keduayang sering dijumpai dan ditandai
dengan bercak kemerahan yang lebih terang dan bintik-bintik yang
sering dijumpaididaerah selakangan, kadang dijumpai bercak
keputihan dimukosa mulut. Infeksi jamur candida sering di jumpai
32
pada dermatitis popok yang telah berlangsung selama 3 hari
(biasanya di picu oleh keadaan diare) keadaan lembab.
4.
Diagnosa keperawatan.
Diagnosa yang mendukung pada ruam popok yaitu gangguan
integritas kulit. IntegrItas kulit adalah perubahan atau gangguan pada
dermis atau epidermis. Pada diagnosa ini dapat dilakukan tindakan
pemberian minyak zaitun (olive oil) yangdipercaya dapat digunakan
untuk perawatan bekas luka, serta area-area yang terdapat keriput dan
pecah-pecah akibat kulit kering atau penuaan sel kulit, dapat juga
digunakan untuk stretching atau penarikan pada kulit, sehingga dapat
mengatasi masalah bekas kehamilan (stretch marks) (Kartika, 2011).
Seperti yang dikemukakan Nuryadi (2010) mengatakan khasiat dari
minyak zaitun (olive oil) salah satunya untuk kesehatan kulit dan untuk
kecantikan.Kandungan dari minyak zaitun mempunyai kesamaan dengan
baby oil yaitu mineral dan vitamin E yang berfungsi sebagai anti oksidan
alami yang mampu melawan radikal bebas sehingga menyebabkan
gangguan kulit.
5.
Mekanisme terjadinya ruam popok.
Diaper rash terdiri dari kulit yang basah dan kotor. Keadaan oklusi
(tertutup oleh popok), kelembapan kulit, luka atau gesekan, urine, jamur
dan bakteri. Pada keadaan normal memang ada jamur dan kuman pada
tubuh kita, tetapi kalau kulit basah, kotor dan berlangsung lama maka
akan terjadi diaper rash. Penyebab diaper rash bersifat multifaktorial,
33
antara lain peranan urine, feses, gesekan, kelembapan kulit yang tinggi,
bahan iritan kimiawi, penggunaan jenis popok yang tidak baik, dan
adanya infeksi bakteri atau jamur. Dampak terburuk dari penggunaan
popok selain mengganggu kesehatan kulit juga dapat mengganggu
perkembangan pertumbuhan bayi. Bayi yang menderita diaper rash akan
mengalami gangguan seperti rewel dan sulit tidur (Arifin, 2007).
6.
Tanda dan Gejala
Menurut dewi (2010) adapun tanda dan gejala dari diapers rush
yaitu :
a.
Iritasi pada kulit yang terkena muncul sebagian crytaema.
b.
Erupsi pada daerah kontak yang menonjol, seperti pantat, alat
kemaluan, perut bawah paha atas.
c.
Pada keadaan lebih parah dapat terjadi papilla eritematosa, vasikula
dan uleerasi.
d.
Kurangnya menjaga hygiene, popok jarang diganti atau terlalu lama
tidak segera diganti setelah pipis atau BAB.
7.
Cara penaganan diapers rush.
a.
Menggunakan popok sekali pakai sesuai daya tampung.
b.
Membersihkan kulit dengan air hangat setelah buang air besar.
c.
Agar kulit bayi atau anak tidak lembab, setiap hari paling sedikit 2-3
jam bayi atau anak tidak memakai popok.
d.
Memilih popoh sesuai ukuranya dan menggunakan bahan yang
menyerap air (putra, 2012).
34
e.
Jagan menggunakan bedak bayi atau talk karena menyebabkan poripori tertutup oleh bedak. Hindari terjadinya kelembapan agar tidak
menimbulkan ruam popok (rukiyah dan yulisanti, 2010)
f.
Apabila terjadi ruam popok pada bayi atau anak ada alternatif herbal
dari minyak zaitun untuk mengatasi ruam popok pada bayi atau anak
(nurlita, 2014)
8.
Alat ukur ruam
Menurut manjoer (2000) derajat ruam popok di bagi menjadi 3
yaitu derajat ringan, sedang, berat.
a.
Pada derajat ringan ruam tersebut berupa kemerahan di kulit pada
daerah popok yang sifatnya terbatas disertai lecet-lecet ringan.
b.
Pada derajat sedang ruam berupa kemerahan dengan atau tanpa
adanya bintil-bintil yang tersusun seperti satelit, disertai dengan
lecet-lecet pada permukaan luas. Biasanya disertai rasa nyeri dan
tidak nyaman.
c.
Pada kondisi yang berat ditemukan kemerahan yang disertai bintilbintil, bernanah dan meliputi daerah kulit yang luas.
C. Minyak Zaitun
1.
Definisi
Tindakan yang terpenting dalam menjaga integritas kulit adalah
menjaga hidrasi kulit dalam batas yang wajar (tidak terlalu lembab atau
terlalu kering (Yolanda, 2012). Minyak zaitun adalah salah satu minyak
35
yang diperas dari buah zaitun tentang manfaat minyak zaitun (Olive Oil)
bahwa minyak zaitun (Olive Oil) mengandung emolien yang bermanfaat
untuk menjaga kondisi kulit yang rusak seperti psoriaris dan eksim.
Minyak zaitun dapat menghilangkan ruam terutama pada pantat bayi atau
anak yang terjadi
kemerahan (Setyanti, 2012). Banyak pakar yang
mengatakan bahwa minyak zaitun digunakan untuk mengatasi ruam di
negri-negri yang memproduksi zaitun seperti Umbria, Italia (Hikmah,
2008).
2.
Manfaat minyak zaitun.
Minyak zaitun kaya vitamin E yang merupakan anti penemuan
dini. Minyak zaitun juga bermanfaat untuk menghaluskan dan
melembabkan permukaan kulit tanpa menyumbat pori. Minyak zaitun
pelembab yang baik untuk melembabkan kulit selain itu minyak zaitun
bermanfaat untuk melepaskan lapisan sel-sel kulit mati.
3.
Jenis-jenis Minyak Zaitun
a) Extravirgin olive oil : memiliki tingkat keasaman dari %.
b) Virgin olive oil : minyak yang hampir menyerupai ekstra virgin oil,
bedanya virgin olive oil diambil pada buah yang lebih matang dan
tingkat keasamanya lebih tinggi.
c) Revinet olive oil : merupakan minyak zaitun yang berasal dari
penyulingan, jenis ini tingkat keasamanya lebih dari 3.3%, aromanya
kurang begitu baik dan rasanya kurang menggugah lidah.
36
d) Pure olive oil : minyak zaitun yang paling laris dijual di pasaran,
warna, rasanya, lebih ringan dari virgin olive oil.
e) Extra light olive oil : merupakan campuran minyak zaitun murni dan
hasil sulingan, sehingga kualitasnya kurang baik, tetapi jenis ini
lebih populer dipasaran karena harganya lebih murah dari pada jenis
lainnya.
4.
Kandungan minyak zaitun
Adapun kandungan dari minyak zaitun itu sendiri adalah :
a.
Lemak jenuh
1) Asam palmitat 7,5-20,0%.
2) Asam stearat 0,5-5,0%.
3) Asam aracidat <0,8%.
4) Asam behenat <0,1%.
5) Asam mistrat <0,1%.
6) Asam lignocerat <1,0%.
b.
Lemak tak jenuh
1) MUFA terdiri atas oleat atau omega 9 55-83% dan asam polmito
leat 0,3 asam 3,5%.
2) PUFA terdiri dari asam linolet omega 6 3,5-2,1% dan asam
linoleta omega 3<1,5%.
3) Vitamin E dan vitamin K.
4) Senyawa
oktioksidon
fitroestrogen.
fenol,
tokoferol,
sterol,
pigmen
37
5.
Mekanisme pemberian minyak zaitun terhadap ruam popok.
Minyak zaitun akan menjaga kelembaban kulit.Dengan sifatnya
sebagai antiseptik oil dapat mengurangi kemerahan pada ruam popok dan
mencegah air melakukan kontak langsung dengan kulit yang terkena
ruam popok. Secara teori minyak zaitun (olive oil) bermanfaat untuk
melembutkan kulit, mempertahankan kekembaban dan elastisitas kulit,
sekaligus memperlancar proses regenerasi kulit. Pemberian minyak
zaitun (olive oil) yang diberikan pada anak yang mengalami ruam
sebanyak 2,5 ml setiap pagi dan sore hari(Nangili, 2013).
38
D. Kerangka teori.
1.
2.
3.
4.
5.
Faktor virus
Alergi makanan
Malabsorpsi
Keracunan makanan
Pisikologis yaitu rasa
takut
Diare
perubahan
Kekurangan
Kerusakan
resiko
nutrisi kurang
volume
integritas
infeksi
dari
cairan
kulit
kebutuhan
Diapers rush
Pemberian minyak
zaitun
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber : (hasan, 2007; wilkinston, 2013; nurlita 2015)
ansietas
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subyek Aplikasi Riset
Subyek aplikasi ini adalah aplikasi tindakan pemberian minyak zaitun (olive
oil) terhadap derajat ruam popok pada anak diare pengguna diapers usia 0-36
bulan di RSUD Salatiga.
B. Tempat dan Waktu
1.
Waktu
Aplikasi tindakan pemberian minyak zaitun ini dilakukan selama tiga
hari pada tanggal 4-8 januari 2015.
2.
Tempat
Tindakan pemberian minyak zaitun dalam derajat ruam popok yang
dilakukan di ruang keperawatan anak RSUD Salatiga.
C. Media dan Alat yang digunakan
Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan yaitu
1.
Handscoon.
2.
minyak zaitun.
39
40
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset
Prosedur tindakan yang akan dilakukan pada aplikasi riset tentang pangaruh
minyak zaitun terhadap derajat ruam popok anak diare pengguna diapers usia
0-36 bulan.
Tabel 3.1
Langkah prosedur
Prosedur Pelaksanaan
A.
1.
2.
3.
4.
5.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
C.
1.
2.
3.
FASE ORIENTASI
Mengucapkan salam
Memperkenalkan diri
Menjelaskan tujuan
Menjelaskan prosedur
Menanyakan kesiapan pasien dan keluarga
FASE KERJA
Mencuci tangan
Menutup sampiran / jendela
Memakai sarung tangan
Memasang pengalas dibawah rektal pasien
Melepasken pakaian pasien
Memasang selimut pasien
Mengoleskan minzak zaitun ditelapak tangan
Mengoleskan minzak zaitun di bokong pasien
Merapikan kembali alat-alat
Melepas sarung tangan
Merapikan pasien
Menanyakan kenyamanan pasien
Mencuci tangan
FASE TERMINASI
Melakukan evaluasi
Menyampaykan rencana tindak lanjut
Berpamitan
Sumber : Ngastiyah (2005)
41
E. Alat ukur.
Alat ukur yang digunakan penulis dalam pengamplikasian tindakan pengaruh
minyak zaitun terhadap derajat ruam popok pada anak usia 0-36 bulan dengan
diare di ruang keperawatan anak RSUD Salatiga.
Tabel 3.2
Alat ukur derajad ruam
Ringan
Sedang
Berat
kemerahan
berupa ruam
dengan atau tanpa
kemerahan di kulit
adanya
bintil-bintil
pada daerah popok yang tersusun seperti
satelit, disertai dengan
yang
sifatnya
lecet-lecet
pada
luas.
terbatas
disertai permukaan
Biasanya disertai rasa
lecet-lecet ringan.
nyeri
dan
tidak
nyaman.
ruam
kemerahan
yang
disertai bintil-bintil,
bernanah
dan
meliputi daerah kulit
yang luas.
Sumber : Mansjoer, (2000)
Lembar observasi Sebelum dilakukan tindakan pemberian
minyak zaitun terhadap derajat ruam popok
No
Hari/Tgl
Jam
Hasil
Penilaian
TTD
Keterangan :
a) derajat ringan ruam tersebut berupa kemerahan di kulit pada daerah
popok yang sifatnya terbatas disertai lecet-lecet ringan.
b) derajat sedang ruam berupa kemerahan dengan atau tanpa adanya
bintil-bintil yang tersusun seperti satelit, disertai dengan lecet-lecet
pada permukaan luas. Biasanya disertai rasa nyeri dan tidak nyaman.
c) kondisi yang berat ditemukan kemerahan yang disertai bintil-bintil,
bernanah dan meliputi daerah kulit yang luas.
Lembar observasi Setelah dilakukan tindakan pemberian
minyak zaitun terhadap ruam popok
No
Hari/Tgl
Jam
Hasil
Penilaian
TTD
Keterangan :
a) derajat ringan ruam tersebut berupa kemerahan di kulit pada daerah
popok yang sifatnya terbatas disertai lecet-lecet ringan.
b) derajat sedang ruam berupa kemerahan dengan atau tanpa adanya
bintil-bintil yang tersusun seperti satelit, disertai dengan lecet-lecet
pada permukaan luas. Biasanya disertai rasa nyeri dan tidak
nyaman.
c) kondisi yang berat ditemukan kemerahan yang disertai bintil-bintil,
bernanah dan meliputi daerah kulit yang luas.
BAB IV
LAPORAN KASUS
Dalam bab ini menjelaskan tentang pengelolaan asuhan keperawatan yang
dilakukan pada An.A di Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah
Kota
Salatiga, dilaksanakan pada tanggal 4-6 Januari 2016. Asuhan keperawatan ini
dimulai pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
keperawatan dan evaluasi.
A. Identitas Pasien
Pengkajian dimulai pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016 pukul 11.30
WIB. Pada An. A di Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Salatiga, adalah anak laki-laki berusia 10 bulan dengan metode wawancara
kepada keluarga, observasi langsung pada pasien, pemeriksaan fisik dan
melihat catatan medis, penulis mendapatkan data sebagai berikut.
Klien masuk rumah sakit tanggal 1 Januari 2016 jam 14.21 WIB. Identitas
klien nama An. A, lahir tanggal 17 Februari 2015, umur 10 bulan. Agama
Islam, alamat Dusun Karipan, diagnosa medis Diare, penangung jawab Tn. M
usia 31 tahun seorang swasta, pendidikan SD.
B. Pengkajian
Alasan An.A masuk rumah sakit. Ny.S ibu pasien mengatakan sejak hari
rabu tanggal 30 Desember 2015 An.A BAB cair sudah 8 kali sehari. An.A
kemudian di bawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga klien di
42
43
IGD pada tanggal 1 Januari 2016 dengan keluhan BAB cair 8 kali sehari di
IGD klien di periksa suhu : 39ºC, nadi : 139 x/menit Rr : 30 x/menit di IGD
klien mendapatkan infus KAEN 3B 12 tpm di ekstremitas kanan, injeksi
ceftriaxon 2x200mg, injeksi ranitidine 2x8mg, L-bio 1x½ sachet. Setelah
mendapatkan infus dan terapi klien di pindah keruang anggrek, di ruang
anggrek klien mendapatkan terapi ceftriaxon 2x200mg, injeksi ranitidine
2x8mg, sanmol 3x80mg pada saat dikaji tanggal 4 januari 2016 jam 11.30
WIB. Klien tampak lemas suhu klien 38ºC nadi : 139 x/menit Rr : 30 x/menit
BAB sudah 5 kali sehari, tugor kulit tidak elastis, membran mukosa kering,
bising usus 30 x/menit terdapat ruam di daerah bokong.
Riwayat penyakit dahulu, Ny.S ibu dari An.A mengatakan saat kehamilan
jumlah gravida G1P2A0, Ny.S mengatakan An.A lahir pada tanggal 17
Februari 2015 usia gestasi saat lahir yaitu 38 minggu Ny.S ibu dari An.A
mengatakan saat hamil kandungan sehat. Ny.S ibu An.A mengatakan periksa
kehamilan rutin satu bulan sekali periksa kandungan dan tidak mengkonsumsi
obat-obatan. Ny.S mengatakan An.A lahir di tempat bidan dan lahir sepontan
dengan berat badan 3200 gram. Penyakit yang diderita sebelumnya klien
pernah dirawat di Rumah Sakit dengan sakit yang sama.
Riwayat alergi, ibu pasien mengatakan An.A tidak mempunyai riwayat
alergi makanan minuman maupun obat-obatan. Imunisasi, ibu pasien
mengatakan An.A sudah diimunisasi, yaitu BCG, hepatitis, polio, DPT,
campak. Pertumbuhan dan perkembangan, ibu pasien mengatakan berat
badan waktu lahir 3200 gram. Antropometri berat badan An.A sekarang 8 kg
44
dan sebelum sakit 8 kg, panjang badan 80 cm, lingkar dada 65, lingkar lengan
25 cm, lingkar kepala 60 cm.
Riwayat kesehatan keluarga, ibu pasien mengatakan dalam anggota
keluarga tidak ada yang memiliki penyakit menular atau keturunan lainnya.
Genogram:
An.A
Keterangan
: Laki-laki
: Perempuan
An. A: Pasien
: TinggalSatuRumah
Riwayat sosial struktur ibu pasien mengatakan tinggal bersama suami dan
kedua anak , lingkungan rumah bersih, tidak ada tumpukan sampah disekitar
45
rumah dan berkomunikasi dengan tetangganya baik dan rukun, ibu pasien
mengatakan pendidikan terakhir SMP dan bekerja di pabrik, An.A belum
sekolah, suami pendidikan terakhir SD dan bekerja sebagai wirasuwasta, ibu
pasien mengatakan bahwa keluarganya beragama islam dan menjalankan
sholat lima waktu.
Pola nutrisi dan cairan pasien, sebelum sakit ibu pasien mengatakan An.A
dirumah makan tiga kali sehari bubur, sayur satu porsi habis dan tidak ada
keluhan,minum air putih, susu porsi enam sampai tujuh botol dan tidak ada
keluhan. Selama sakit di rumah sakit ibu pasien mengatakan An.A makan
tiga kali sehari bubur dan sayur, minum air putih, susu ± 4 botol dan tidak ada
keluhan, pengkajian antropometri selama sakit berat badan sebelum sakit 8
kg, selama sakit 8 kg tinggi badan 80 cm imt 12,5, biocemical hemoglobin
10.4 g/dl, hematokrit 31.9 %, , clinical lemas, mukosa bibir kering, turgor
kulit kering/tidak elastis, diit bubur, sayur, susu dan air putih.
Pola eliminasi pasien, ibu pasien mengatakan sebelum sakit An.A BAB
dua kali sehari dengan konsistensi lunak berbentuk berbau khas berwarna
kuning kecoklatan dan tidak ada keluhan. Ibu pasien mengatakan An.A BAK
± 7 kali sehari, berbau amoniak berwarna kuning bening dan tidak ada
keluhan. Ibu pasien mengatakan selama sakit An.A BAB lima kali sehari
dengan konsistensi BAB cair berwarna kuning keluhan BAB cair. Ibu pasien
mengatakan An.A BAK ± 7 kali sehari berbau amoniak berwarna kuning
bening dan tidak ada keluhan.
46
Pola aktivitas dan latihan, ibu pasien mengatakan An.A sebelum sakit
makan, minum, toilleting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah,
ambulasi/ROM dilakukan dengan bantuan orang lain. Ibu pasien mengatakan
selam sakit makan, minum, toilleting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur,
berpindah, ambulasi/ROM di bantu dengan orang lain. Pola istirahat tidur, ibu
pasien mengatakan sebelum sakit An.A tidur nyenyak pada siang hari
maupun malam hari. Ibu pasien mengatakan selam sakit An.A istirahat, tidur
pasien saat malam hari maupun siang hari jika di temani ibunya. Pola kognitif
- perseptual, ibu pasien mengatakan sebelum sakit An.A sangat aktif tidak
rewel menagis jika lapar atau ingin minum dan apabila BAB atau BAK.
selama sakit ibu pasien mengatakan pasien menagis jika terbagun atau
dideketin perawat. Pola persepsi konsep diri, gambaran diri An.A berumur
sepuluh bulan, harga diri ibu pasien mengatakan orang tua dan keluarga
pasien menyayangi pasien dan senantiasa merawat pasien, identitas pasien ibu
pasien mengatakan An.A anak kedua dari dua saudara berjenis kelamin lakilaki, ideal diri ibu pasien mengatakan An.A cepat sembuh dari penyakitnya.
Pola hubungan peran, ibu pasien mengatakan hubungan dengan
tetangganya cukup baik sebelum maupun selama sakit, ditandai dengan saat
pasien sakit banyak tetangga yang menjenguknya. Pola seksualitas
reproduksi, ibu pasien mengatakan An.A berjenis kelamin laki-laki. Pola
mekanisme koping, ibu pasien mengatakan apabila mendapat masalah
kesehatan ataupun yang lainnya selalu di musyawarahkan bersama dan
47
diselesaikan secara bersama. Pola nilai dan keyakinan, ibu pasien mengatakan
semua keluarganya beragama islam dan sholat lima waktu.
Pada pemeriksaan fisik An.A didapatkan hasil keadaan umum pasien
composmentis. Dan setelah dilakkan pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan hasil suhu tubuh 380C, respirasi 30 kali permenit, nadi 139 kali
permenit. Data subyektif yang diperoleh, ibu pasien mengatakan anaknya
BAB cair sudah lima kali sehari dan badan anaknya teraba panas. Pada
pemeriksaan sistematis yang dilakukan pada An.A dari pemeriksaan head to
toe didapatkan hasil sebagai berikut. Kepala An.A berbentuk mesochepal,
kepala bersih, rambut berwarna hitam, tidak ada ketombe. Mata warna sklera
putih (tidak ikterik), warna kornea hitam, posisi
simetris, gerakan mata
normal, keadaan kelopak mata normal (tidak ada mata panda/ warna hitam
pada kelopak mata), konjungtiva tidak anemis, pupil isokor normal mengecil
apabila diberi rangsangan cahaya. Telinga kebersihan bersih dan tidak ada
serumen, kesimetrisan simetris antara kanan kiri, ketajaman pendengaran
pendengaran tajam dan tidak ada gangguan pendengaran. Hidung letak
simetris, tidak ada polip, penciuman tidak terganggu. Mulut, bibir simetris,
mukosa bibir kering, tidak ada sianosis, gerakan lidah normal, tidak ada
stomatitis. Leher, tidak ada kaku kudu, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid.
Kelenjar limfe, tidak ada pembesaran kelenjar limfe. Kuku bersih tidak ada
kotoran, bersih, warna
merah muda,rapi dan pendek. Kulit, turgor kulit
kering atau tidak elastis, teraba panas. Pada pemeriksaan dada, paru-paru
inspeksi bentuk dada simetris antara kanan kiri palpasi vocal premitus sama
48
antara kanan kiri perkusi sonor auskultasi vesikuler tidak ada suara tambahan.
Pemeriksaan inspeksi jantung ictus cordis tidak tampak palpasi ictus cordis
teraba di SIC V perkusi pekak auskultasi bunyi jantung satu dan bunyi
jantung dua sama suara lub ,dup, lup, dup. Pemeriksaan inspeksi abdomen
datar dan tidak ada bekas luka auskultasi bising usus 36 kali permenit, pada
pemeriksaan palpasi abdomen tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan,
dan pada pemeriksaan perkusi terdengar thympani.
Genetalia An.A tidak terpasang kateter, tidak ada kelainan pada genetalia
dan berjenis kelamin laki-laki. Anus An.A bersih, dan terdapat ruam atau
peradangan pada daerah sekitar bokong tidak ada hemoroid. Pada pengkajian
ekstremitas tangan kanan dan kiri maupun kaki kanan dan kiri normal
kekuatan otot normal, tidak ada perubahan bentuk tulang, ROM aktif,
capilary refilekurang dari dua detik, perabaan akral hangat peting edema
tidak ada.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 4 januari 2016 didapatkan
hasil: hematologi rutin, hemoglobin 10.4 dengan satuan g/dl, normalnya 1418. Hematokrit 31.9 dengan satuan %, normalnya 29.00-43.00. Leukosit
16.62 dengan satuan 10ʌ3/ul, normalnya 4,5-11. Trombosit 221 dengan
satuan 10ʌ3/ul, normalnya 150-450. Eritrosit 4.31 dengan satuan 10ʌ6/ul,
normalnya 3.50-5.20. MPV 9.0 dengan satuan FL, normalnya 6.5-12.00.
PDW 16.2 normalnya 9.0-17.0 PCT 0.2 dengan satuan % normalnya 0.1080.282. INDEX, MCV 74.1 dengan satuan FL, normalnya 86-108. MCH 24.1
49
dengan satuan pg, normalnya 28-31. MCHC 32.6 dengan satuan g/dl,
normalnya 30-35.
Terapi yang di peroleh An.A selama perawatan di rumah sakit umum
daerah karanganyar adalah paracetamol dengan dosis 3x50 mg termasuk
golongan obat analgesik non narkotik berfungsi untuk menurunkan panas,
infus KAEN 3B dengan dosis 12 tpm termasuk golongan cairan elektrolit dan
berfungsi untuk resusitasi cairan dan mengembalikan keseimbangan cairan,
ceftriaxon dengan dosis 2x200mg golongan antibiotik/ceftriaxon berfungsi
untuk mengatasi infeksi, ranitidine dengan dosis 2x8mg golongan ranitidin
berfungsi untuk tungkak lambung, sanmol dengan dosis 3x60mg berfungsi
untuk menurunkan demam.
C. Perumusan Masalah Keperawatan
Dari pengkajian dan observasi di atas yang diperoleh pada tanggal 4
Januari 2016 penulis melakukan analisa data dan kemudian merumuskan
diagnosa keperawatan, masalah keperawatan yang pertama ditandai dengan
data subyektif An.A, ibu pasien mengatakan anaknya BAB cair sudah lima
kali sehari. Data obyektif yang diperoleh, tugor kulit tidak elastis, membran
mukosa kering nadi 139 kali permenit hematokrit 31.9% balance cairan pada
tanggal 4 januari 2016 -892cc. Maka penulis merumuskan prioritas masalah
keperawatan kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif.
50
Masalah keperawatan kedua adalah ketidak seimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan. Yang
ditandai dengan data subyektif ibu pasien mengatakan anaknya BAB cair
sudah lima kali sehari ini. Data obyektif klien terlihat lemas, pengkajian
antropometri selama sakit berat badan sebelum sakit 8 kg, selama sakit 8 kg
tinggi badan 80 cm imt 12,5, biocemical hemoglobin 10.4 g/dl, hematokrit
31.9 %, clinical mukosa bibir kering, turgor kulit kering/tidak elastis, diit
bubur, sayur, susu dan air putih, tanda-tanda vital nadi 139 kali permenit, Rr
30 kali permenit.
Masalah keperawatan yang ketiga adalah hipertermi berhubungan dengan
dehidrasi. Yang ditandai dengan data subyektif ibu pasien mengatakan
anaknya demam. Data obyektif dari masalah keperawatan ini adalah tubuh
klien teraba panas, klien tampak rewel, suhu 38ºC
Masalah keperawatan
keempat
adalah kerusakan integritas
kulit
berhubungan dengan ekskresi atau BAB sering. Yang ditandai dengan data
subyektig ibu klien mengatakan anaknya terdapat kemerahan dan bintil-bintil
kecil di bagian bokong. Data obyektif dari masalah keperawatan ini adalah
klien menagis, terdapat ruam bibagian bokong berwarna kemerahan serta
bintil-bintil kecil, BAB cair lima kali sehari ini.
Untuk memprioritaskan masalah keperawatan maka diagnosa keperawatan
yang diprioritaskan:
51
1.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
2.
Ketidakmampuan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake makanan.
3.
Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi.
4.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau BAB
sering.
D. Perencanaan
Adapun intervensi yang sesuai dengan diagnosa keperawatan An.A
yang sedang dirawat di ruang anggrek rumah sakit umum daerah kota salatiga
sebagai berikut: untuk diagnosa yang pertama Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif. Tujuan yang ingin dicapai
adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien tidak
mengalami kekurangan cairan dengan kriteria hasil tugor kulit elastis,
membran mukosa lembab, balance cairan normal, tanda-tanda vital dalam
batas normal. Intervensi yang pertama monitor status dehidrasi (tugor kulit,
membran mukosa, hematokrit, balance cairan), monitor tanda-tanda vital,
anjurkan pasien untuk makan dan minum sedikit tapi sering, kolaborasi
dengan dokter pemberian terapi cairan intravena.
Untuk diagnosa yang kedua ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan. Tujuan
yang ingin dicapai adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat
52
terpenuhi dengan kriteria hasil tidak terjadi penurunan berat badan yang
berarti, nafsu makan
bertambah,
tidak
ada tanda-tanda
malnutrisi
(peningkatan berat badan, mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis).
Intervensi yang pertamapantau ABCD, kaji adanya alergi makanan, berikan
infurmasi tentang kebutuhan nutrisi, monitor tugor kulit, monitor kulit selama
makan, berkolaborasi dengan ahli gizi.
Untuk diagnosa ke ketiga hipertermia berhubungan dengan dehidrasi.
Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam hipertermia
dapat teratasi dengan kriteria hasil suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C37,5OC), perabaan kulit hangat. Intervensi yang pertama monitor suhu tubuh,
monitorIWL, berkolaborasi dengan dokter pemberian obat, selimuti pasien
untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh.
Untuk diagnosa ke empat kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan ekskresi BAB sering. Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria tidak
ada luka atau lesi pada kulit, perfusi jaringan baik, mampu melindungi kulit
dan mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan alami. Intervensi yang
pertama anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longar, jaga
kebersihan kulit, monitor kulit akan adanya kemerahan, oleskan lotion atau
minyak, pada daerah yang terkena, hindari kerutan pada tempat tidur.
53
E. Implementasi
Dalam melakukan implementasi selama 3x24 jam pada An.A yang
sedang dirawat di ruang anggrek rumah sakit umum daerah kota salatiga
implementasi dimulai pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016. Pada jam 11:45
untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan monitor status
hidrasi (tugor kulit, membran mukosa, hematokrit, balance cairan),
implementasi yang dilakukan memonitor status hidrasi. Respon subyektif ibu
pasien mengatakan bersedia anaknya diperiksa dan respon obyektif tugor
kulit tidak elastis, memberan mukosa kering, hematokrit : 31.9%, balance
cairan :-892cc. Jam 11:55 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang
didelegasikan monitor tanda-tanda vital pasien, implementasi yang dilakukan
memonitor tanda-tanda vital pasien. Respon subyektif ibu pasien mengatakan
bersedia An.A diperiksa dan respon obyektif nadi 139 kali permenit, respirasi
30 kali permenit, suhu 380C. Jjam 12:00 untuk diagnosa pertama dengan
intervensi yang didelegasikan anjurkan pasien untuk makan dan minum
sedikit tapi sering, imlementasi yang dilakukan menganjurkan keluarga
pasien untuk memberikan makan sedikit tapi sering. Respon subyektif ibu
pasien mengatakan bersedia untuk memberikan makan sedikit tapi sering dan
data obyektif ibu pasien tampak kooperatif.
Jam 12:15 untuk diagnosa
pertama dengan intervensi yang didelegasikan kolaborasi dengan dokter
pemberian
terapi
cairan
intra
vena,
imlementasi
yang
dilakukan
menganjurkan berkolaborasi dengan dokter pemberian terapi cairan intra
vena. Respon subyektif ibu klien mengatakan bersedia bila anaknya diberi
54
cairan, data obyektif klien terpasang infus KAEN 3B 12 tpm di ektremitas
kanan.
Implementasi hari Selasa 5 Januari 2016 pada jam 14:15 untuk
diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan monitor status hidrasi
(tugor kulit, membran mukosa, hematokrit, balance cairan), implementasi
yang dilakukan memonitor status hidrasi. Respon subyektif ibu pasien
mengatakan bersedia anaknya diperiksa dan respon obyektif tugor kulit tidak
elastis, memberan mukosa kering, hematokrit : 31.9%, balance cairan :655cc. Jam 14:30 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang
didelegasikan monitor tanda-tanda vital pasien, implementasi yang dilakukan
memonitor tanda-tanda vital pasien. Respon subyektif ibu pasien mengatakan
bersedia An.A diperiksa dan respon obyektif nadi 130 kali permenit, respirasi
28 kali permenit, suhu 37,80C. Jam 14:45 untuk diagnosa pertama dengan
intervensi yang didelegasikan kolaborasi dengan dokter pemberian terapi
cairan intra vena, imlementasi yang dilakukan menganjurkan berkolaborasi
dengan dokter pemberian terapi cairan intra vena. Respon subyektif ibu klien
mengatakan bersedia bila anaknya diberi cairan, data obyektif klien terpasang
infus KAEN 3B 12 tpm di ektremitas kanan.
Implementasi pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 pada jam 14:20
untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan monitor status
hidrasi (tugor kulit, membran mukosa, hematokrit, balance cairan),
implementasi yang dilakukan memonitor status hidrasi. Respon subyektif ibu
pasien mengatakan bersedia anaknya diperiksa dan respon obyektif tugor
55
kulit elastis, memberan mukosa lembab, hematokrit : 31.9%, balance cairan :255cc. Jam 14:35 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang
didelegasikan monitor tanda-tanda vital pasien, implementasi yang dilakukan
memonitor tanda-tanda vital pasien. Respon subyektif ibu pasien mengatakan
bersedia An.A diperiksa dan respon obyektif nadi 120 kali permenit, respirasi
28 kali permenit, suhu 36,80C. Jam 15:00 untuk diagnosa pertama dengan
intervensi yang didelegasikan kolaborasi dengan dokter pemberian terapi
cairan intra vena, imlementasi yang dilakukan menganjurkan berkolaborasi
dengan dokter pemberian terapi cairan intra vena. Respon subyektif ibu klien
mengatakan bersedia bila anaknya diberi cairan, data obyektif klien terpasang
infus KAEN 3B 12 tpm di ektremitas kanan. Jam 15:15 membagikan air
sibin. Respon subyektif ibu klien mengatakan akan menyibin anaknya, data
obyektif air sibin telah dibagikan.
Dalam melakukan implementasi selama 3x24 jam pada An.A yang
sedang dirawat di ruang anggrek rumah sakit umum daerah kota salatiga
implementasi dimulai pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016. Jam 13:15
untuk diagnosa ke dua dengan intervensi yang didelegasikan monitor
lingkungan selama makan, implementasi yang dilakukan memonitor
lingkungan selama makan. Respon subyektif ibu klien mengatakan anaknya
makan dalam lingkungan yang bersih, data obyektif lingkungan klien tampak
bersih. Jam 13:25 untuk diagnosa ke dua dengan intervensi yang
didelegasikan kolaborasi dengan ahli gizi, implementasi yang dilakukan
berkolaborasi dengan ahli gizi. Respon subyektif ibu klien mengatakan
56
bersedia anaknya diberikan gizi yang baik, data obyektif ibu klien tampak
kooperatif saat diberi nasehat ahli gizi.
Implementasi hari Selasa 5 Januari 2016 padaJam 12:35 untuk diagnosa
kedua dengan intervensi yang didelegasikan mantau ABCD implementasi
yang dilakukan memantau ABCD. Respon subyektif ibu klien mengatakan
bersedia anaknya diperiksa, data obyektif antropometri berat badan sebelum
sakit 8 kg selama sakit 8 kg tinggi badan 80 cm imt 12,5, biocemical hasil
laboratorium hemoglobin 10.4 g/dl hematokrit 31.9%, clinical mukosa bibir
kering, turgor kulit kering/tidak elastis, diit bubur, sayur, susu, dan air putih.
Jam 12:48 untuk diagnosa ke dua dengan intervensi yang didelegasikan kaji
adanya alergi makanan, implementasi yang dilakukan mengkaji adanya alergi
makanan. Respon subyektif ibu klien mengatakan anaknya tidak mempunyai
alergi makanan, minuman, dan obat-obatan, data obyektif klien tidak
mempunyai alergi makanan, minuman, dan obat-obatan.
Implementasi pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 pada Jam 15:25
untuk diagnosa kedua dengan intervensi yang didelegasikan mantau ABCD
implementasi yang dilakukan memantau ABCD. Respon subyektif ibu klien
mengatakan bersedia anaknya diperiksa, data obyektif antropometri berat
badan sebelum sakit 8 kg selama sakit 8 kg tinggi badan 80 cm IMT 12,5,
biocemical hasil laboratorium hemoglobin 10.4 g/dl hematokrit 31.9%,
clinical mukosa bibir kering, turgor kulit kering/tidak elastis, diit bubur,
sayur, susu, dan air putih. Jam 15:42 membagikan air sibin. Respon subyektif
57
ibu klien mengatakan akan menyibin anaknya, data obyektif air sibin telah
dibagikan.
Dalam melakukan implementasi selama 3x24 jam pada An.A yang
sedang dirawat di ruang anggrek rumah sakit umum daerah kota salatiga
implementasi dimulai pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016. Jam 14.20
untuk diagnosa ke tiga dengan intervensi yang didelegasikan monitor suhu
tubuh, implementasi yang dilakukan memonitor suhu tubuh. Respon
subyektif ibu klien mengatakan anaknya demam, data obyektif suhu 38ºC.
Jam 14:49 untuk diagnosa ke tiga dengan intervensi yang didelegasikan
monitor IWL, implementasi yang dilakukan memonitor IWL. Respon
subyektif ibu klien mengatakan bersedia anaknya untuk diperiksa, data
obyektif IWL: 120cc. Jam15:00 untuk diagnosa ke tiga dengan intervensi
yang didelegasikan kolaborasi dengan dokter pemberian obat, implementasi
yang dilakukan berkolaborasi dengan dokter pemberian obat. Respon
subyektif ibu pasien mengatakan bersedia untuk diberikan obat, data obyektif
obat sudah masuk melalui mulut. Jam 15:22 untuk diagnosa ke tiga dengan
intervensi yang didelegasikan nyelimuti klien untuk mencegah hilangnya
kehangatan tubuh, implementasi yang dilakukan menyelimuti klien untuk
mencegah hilangnya kehangatan tubuh. Respon subyektif ibu klien
mengatakan akan menyelimuti anaknya, data obyektif ibu klien tampak
mengerti.
Implementasi hari Selasa 5 Januari 2016 padauntuk diagnosa ke tiga
dengan intervensi yang didelegasikan monitor suhu tubuh, implementasi yang
58
dilakukan memonitor suhu tubuh. Respon subyektif ibu klien mengatakan
anaknya teraba hangat, data obyektif suhu 37,8ºC. Jam 18:15 untuk diagnosa
ke tiga dengan intervensi yang didelegasikan kolaborasi dengan dokter
pemberian obat, implementasi yang dilakukan berkolaborasi dengan dokter
pemberian obat. Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia untuk
diberikan obat, data obyektif obat sudah masuk melalui mulut. Jam 18:30
untuk diagnosa ke tiga dengan intervensi yang didelegasikan nyelimuti klien
untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh, implementasi yang dilakukan
menyelimuti klien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh. Respon
subyektif ibu klien mengatakan akan menyelimuti anaknya, data obyektif ibu
klien tampak mengerti.
Implementasi pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 pada untuk
diagnosa ke tiga dengan intervensi yang didelegasikan kolaborasi dengan
dokter pemberian obat, implementasi yang dilakukan berkolaborasi dengan
dokter pemberian obat. Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia
untuk diberikan obat, data obyektif obat sudah masuk melalui mulut. Jam
18:30 untuk diagnosa ke tiga dengan intervensi yang didelegasikan nyelimuti
klien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh, implementasi yang
dilakukan menyelimuti klien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh.
Respon subyektif ibu klien mengatakan akan menyelimuti anaknya, data
obyektif ibu klien tampak mengerti.
Dalam melakukan implementasi selama 3x24 jam pada An.A yang
sedang dirawat di ruang anggrek rumah sakit umum daerah kota salatiga
59
implementasi dimulai pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016 Jam15:42 untuk
diagnosa ke empat dengan intervensi yang didelegasikan anjurkan pada ibu
klien untuk anaknya mengunakan pakaian yang longgar, implementasi yang
dilakukan menganjurkan pada ibu klien untuk anaknya mengunakan pakaian
yang longgar. Respon subyektif ibu klien mengatakan dalam berpakaian
anaknya longgar, data subyektif pakaian yang digunakan An.A longgar klien
tampak menagis. Jam 16:00 untuk diagnosa ke empat dengan intervensi yang
didelegasikan menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih, implementasi yang
dilakukan menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih. Respon subyektif ibu
klien mengatakan setiap BAB popok selalu diganti dan dibersihkan area
sekitarnya, data obyektif klien tampak menagis. Jam 16:15 untuk diagnosa ke
empat dengan intervensi yang didelegasikan monitor kulit, implementasi
yang dilakukan memonitor kulit. Respon subyektif ibu klien mengatakan
terdapat kemerahan bintil-bintil kecil pada daerah bokong, data obyektif klien
menagis terdapat kemerahan serta bintil-bintil kecil pada daerah bokong. Jam
16:30 untuk diagnosa ke empat dengan intervensi yang didelegasikan oleskan
minyak zaitun, implementasi yang dilakukan mengoleskan minyak zaitun.
Respon subyektif ibu klien mengatakan bersedia anaknya diolesi minyak
zaitun pada daerah bokong, data obyektif saat diolesi minyak zaitun klien
menagis, terdapat kemerahan serta bintil-bintil kecil di daerah bokong.
Implementasi hari Selasa 5 Januari 2016 pada Jam 15:48 untuk
diagnosa ke empat dengan intervensi yang didelegasikan monitor kulit,
implementasi yang dilakukan memonitor kulit. Respon subyektif ibu klien
60
mengatakan adanya kemerahan bintil-bintil kecil sudah berkurang pada
daerah bokong, data obyektif klien menagis terdapat kemerahan serta bintilbintil kecil sudah berkurang pada daerah bokong. Jam 16:00 untuk diagnosa
ke empat dengan intervensi yang didelegasikan oleskan minyak zaitun,
implementasi yang dilakukan mengoleskan minyak zaitun. Respon subyektif
ibu klien mengatakan bersedia anaknya diolesi minyak zaitun pada daerah
bokong, data obyektif saat diolesi minyak zaitun klien menagis, terdapat
kemerahan serta bintil-bintil kecil sudah berkurang pada daerah bokong. Jam
19:15 untuk diagnosa ke empat dengan intervensi yang didelegasikan
anjurkan pada ibu klien untuk anaknya mengunakan pakaian yang longgar,
implementasi yang dilakukan menganjurkan pada ibu klien untuk anaknya
mengunakan pakaian yang longgar. Respon subyektif ibu klien mengatakan
dalam berpakaian anaknya longgar, data subyektif pakaian yang digunakan
An.A longgar klien tampak menagis. Jam 19:30 untuk diagnosa ke empat
dengan intervensi yang didelegasikan menjaga kebersihan kulit agar tetap
bersih, implementasi yang dilakukan menjaga kebersihan kulit agar tetap
bersih. Respon subyektif ibu klien mengatakan setiap BAB popok selalu
diganti dan dibersihkan area sekitarnya, data obyektif klien tampak menagis.
Implementasi pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 pada jam 14:20
untuk diagnosa keempat Jam 15:15 membagikan air sibin. Respon subyektif
ibu klien mengatakan akan menyibin anaknya, data obyektif air sibin telah
dibagikan. Jam 15:25 untuk diagnosa ke empat dengan intervensi yang
didelegasikan monitor kulit, implementasi yang dilakukan memonitor kulit.
61
Respon subyektif ibu klien mengatakan bintil-bintil kecil sudah berkurang
warna kemerahan juga sudah berkurang pada daerah bokong, data obyektif
klien tampak tenang bintil-bintil kecil sudah tidak tampak warna kemerahan
sudah berkurang di daerah sekitar bokong. Jam 15:30 untuk diagnosa ke
empat dengan intervensi yang didelegasikan oleskan minyak zaitun,
implementasi yang dilakukan mengoleskan minyak zaitun. Respon subyektif
ibu klien mengatakan bersedia anaknya diolesi minyak zaitun pada daerah
bokong, data obyektif saat diolesi minyak zaitun klien menagis terdapat
warna merah muda pada daerah bokong. Jam 19:15 untuk diagnosa ke empat
dengan intervensi yang didelegasikan menjaga kebersihan kulit agar tetap
bersih, implementasi yang dilakukan menjaga kebersihan kulit agar tetap
bersih. Respon subyektif ibu klien mengatakan setiap BAB popok selalu
diganti dan dibersihkan area sekitarnya, data obyektif klien tampak tenang.
F. Evaluasi
Catatan perkembangan pada An.A yang dirawat di ruang anggrek
rumah sakit umum daerah kota salatiga dimulai sejak hari Senin tanggal 4
Januari 2016 jam 16:35 untuk diagnosa pertama kekuragan volume cairan
berhubungan dengan kehilagan cairan aktif. Didapatkan hasil evaluasi data
subyektif ibu pasien mengatakan An.A mengalami BAB cair sudah lima kali
sehari ini. Data obyektif pasien tugor kulit tidak elastis, membran mukosa
kering, nadi 139 kali permenit, balance cairan -892 cc, hematokrit 31.9%.
Analisis masalah kekuragan volume cairan belum teratasi. Planning lanjutkan
62
intervensi monitor status hidrasi (tugor kulit, membran mukosa, hematokrit,
balance cairan), monitor tanda-tanda vital, anjurkan pasien untuk makan dan
minum sedikit tapi sering, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi
cairan intravena.
Catatan perkembangan An.A pada hari Selasa tanggal 5 Januari 2016
jam 20:00 untuk diagnosa pertama kekuragan volume cairan berhubungan
dengan kehilagan cairan aktif. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu
pasien mengatakan An.A mengalami BAB cair sudah lima kali sehari ini.
Data obyektif pasien tugor kulit tidak elastis, membran mukosa kering, nadi
130 kali permenit, balance cairan -655 cc, hematokrit 31.9%. Analisis
masalah kekuragan volume cairan belum teratasi. Planning lanjutkan
intervensi monitor status hidrasi (tugor kulit, membran mukosa, hematokrit,
balance cairan), anjurkan pasien untuk makan dan minum sedikit tapi sering,
kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi cairan intravena.
Catatan perkembangan An.A pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016
jam 19:30 untuk diagnosa pertama kekuragan volume cairan berhubungan
dengan kehilagan cairan aktif. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu
pasien mengatakan An.A mengalami BAB cair sudah tiga kali sehari ini. Data
obyektif pasien mengoceh tugor kulit elastis, membran mukosa lembab, nadi
120 kali permenit, balance cairan -255 cc, hematokrit 31.9%. Analisis
masalah kekuragan volume cairan masalah teratasi sebagian. Planning
lanjutkan intervensi monitor status hidrasi (tugor kulit, membran mukosa,
63
hematokrit, balance cairan), anjurkan pasien untuk makan dan minum sedikit
tapi sering, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi cairan intravena.
Catatan perkembangan pada An.A hari Senin tanggal 4 Januari 2016
jam 16:40 untuk diagnosa kedua ketidakmampuan nutrisi kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
penurunan
intake
makanan.
Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An.A BAB
cair. Data obyektif antropometri berat badan sebelum sakit 8 kg selama sakit
8 kg tinggi badan 80 cm IMT 12,5 kg, biocemical hasil laboratorium
hemoglobin 10.4 g/dl hematokrit 31.9 %, clinical mukosa bibir kering turgor
kulit kering atau tidak elastis, diit bubur, sayur, susu, dan air putih. Analisis
masalah ketidakmampuan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi.
Planning lanjutkan intervensi mengkaji ABCD, mengkaji adanya alergi
makanan, memberikan informasi tentang pemberian nutrisi, memonitor
lingkungan selama makan, kolaborasi dengan ahli gizi.
Catatan perkembanagan pada An.A hari Selasa tanggal 5 Januari 2016
jam 20:05 untuk diagnosa kedua ketidakmampuan nutrisi kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
penurunan
intake
makanan.
Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An.A BAB
cair. Data obyektif antropometri berat badan sebelum sakit 8 kg selama sakit
8 kg tinggi badan 80 cm imt 12,5 kg, biocemical hasil laboratorium
hemoglobin 10.4 g/dl hematokrit 31.9 %, clinical mukosa bibir kering turgor
kulit kering atau tidak elastis, diit bubur, sayur, susu, dan air putih. Analisis
masalah ketidakmampuan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi.
64
Planning lanjutkan intervensi mengkaji ABCD, memonitor lingkungan
selama makan, kolaborasi dengan ahli gizi.
Catatan perkembanagan pada An.A hari Rabu tanggal 6 Januari 2016
jam 20:05 untuk diagnosa kedua ketidakmampuan nutrisi kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
penurunan
intake
makanan.
Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An.A BAB
cair. Data obyektif antropometri berat badan sebelum sakit 8 kg selama sakit
8 kg tinggi badan 80 cm imt 12,5 kg, biocemical hasil laboratorium
hemoglobin 10.4 g/dl hematokrit 31.9 %, clinical mukosa bibir lembab,
turgor kulit elastis, diit bubur, sayur, susu, dan air putih. Analisis masalah
ketidakmampuan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian.
Planning lanjutkan intervensi mengkaji ABCD, memonitor lingkungan
selama makan, kolaborasi dengan ahli gizi.
Catatan perkembanagan pada An.A hari Senin tanggal 4 Januari 2016
jam 16:43 untuk diagnosa ketiga hipertermia berhubungan dengan dehidrasi.
Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan anakanya
demam. Data obyektif kulit teraba panas, suhu tubuh 380C, nadi 139 kali
permenit, RR 30 kali permenit. Analisis masalah hipertermia belum teratasi.
Planning lanjutkan intervensi monitor tanda-tanda vital, monitor IWL,
menyelimuti pasien untuh mencegah hilangnya kehangatan tubuh, kolaborasi
dengan dokter pemberian obat.
Catatan perkembanagan pada An.A hari Selasa tanggal 5 Januari 2016
jam 20:08 untuk diagnosa ketiga hipertermia berhubungan dengan dehidrasi.
65
Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan anakanya
demam. Data obyektif kulit teraba panas, suhu tubuh 37,80C, nadi 130 kali
permenit, RR 28 kali permenit. Analisis masalah hipertermia belum teratasi.
Planning lanjutkan intervensi monitor tanda-tanda vital, monitor IWL,
menyelimuti pasien untuh mencegah hilangnya kehangatan tubuh, kolaborasi
dengan dokter pemberian obat.
Catatan perkembanagan pada An.A hari Rabu tanggal 6 Januari 2016
jam 19:55 untuk diagnosa ketiga hipertermia berhubungan dengan dehidrasi.
Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan anakanya
demam. Data obyektif kulit teraba panas, suhu tubuh 36,80C, nadi 120 kali
permenit, RR 28 kali permenit. Analisis masalah hipertermia teratasi.
Planning pertahankan intervensi.
Catatan perkembanagan An.A pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016
jam 16:45 untuk diagnosa keempat kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan eskresi BAB sering. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu
pasien mengatakan An.A terdapat kemerahan serta bintil-bintil kecil pada
daerah bokong. Data obyektif pasien menagis, terdapat kemerahan serta
bintil-bintil kecil pada daerah bokong. Analisis masalah kerusakan integritas
kulit belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi anjurkan pada ibu klien
untuk anaknya menggunakan pakaian yang longgar, menjaga kebersihan kulit
agar tetap bersih dan kering, memonitor kulit, mengoleskan minyak zaitun.
Catatan perkembanagan An.A pada hari Selasa tanggal 5 Januari 2016
jam 20:10 untuk diagnosa keempat kerusakan integritas kulit berhubungan
66
dengan eskresi BAB sering. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu
pasien mengatakan An.A adanya kemerahan serta bintil-bintil kecil sudah
berkurang pada daerah bokong. Data obyektif pasien menagis, terdapat
kemerahan serta bintil-bintil kecil sudah berkurang pada daerah bokong.
Analisis masalah kerusakan integritas kulit teratasi sebagian. Planning
lanjutkan intervensi anjurkan pada ibu klien untuk anaknya menggunakan
pakaian yang longgar, menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering,
memonitor kulit, mengoleskan minyak zaitun.
Catatan perkembanagan An.A pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016
jam 20:00 untuk diagnosa keempat kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan eskresi BAB sering. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu
pasien mengatakan An.A kemerahan sudah berkurang berwarna merah muda,
data obyektif bintil-bintil kecil sudah tidak ada, kemerahan sudah berkurang
warna merah muda. Analisis masalah kerusakan integritas kulit teratasi.
Planning pertahankan intervensi.
BAB V
PEMBAHASAN
Asuhan keperawatan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar
manusia
melalui
tahap,
pengkajian,
diagnosa
keperawatan,
intervensi,
implementasi, dan evaluasi. Penulis akan membahas tentang “Pemberian minyak
zaitun (olive oil)terhadap derajat ruam pada asuhan keperwatan An. A dengan
diare pengguna diapers di ruang anggrek RSUD Kota Salatiga”. Pada bab
pembehasan ini penulis juga membahas adakah kesesuaian maupun kesenjangan
antara teori dengan kasus.
A. Pengkajian
Penulis melakukan pengkajian pada kasus diperoleh dengan cara
autoananemsa dan alloananemsa. Hasil pengkajian yang didapatkan yaitu
keluhan utama yang dirasakan pasien adalah ibu pasien mengatakan An.A
diare 5 kali dalam sehari. Berdasarkan hasil pengkajian pada An.A dengan
kasus diare telah sesuai dengan teori yang ditemukan oleh penulis. Diare
adalah perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat kandungan air
di dalam tinja melebihi normal (10 mL/kgBB/hari) dengan peningkatan
frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari
14 hari. Pola defekasi neonatus dan bayi, hingga usia 4-6 bulan, yang
defekasi >3 kali/hari dan konsistensinya cair atau lembek masih dianggap
normal selama tumbuh kembangnya baik (Cristanto dkk, 2014). Dapat
disimpulkan dari keluhan utama yang dialami An. A dengan diare tidak
67
68
terdapat kesenjangan antara fakta/ kenyataan dan teori berupa frekuensi
defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam.
Riwayat penyakit sekarang, ibu pasien mengatakan, sejak hari rabu
tanggal 30 Desembar 2015 An. A BAB cair sudah 8 kali sehari. An. A
Kemudian dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga klien di
IGD pada tanggal 1 Januari 2016 jam 14:21 dengan keluhan BAB cair 5 kali,
dan rewel.Menurut Suharyono (1999) dalam Susilaningrum dk (2013) mula
mula bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu
makan berkurang, tinja makin cair makin disertai lendir atau lendir dan darah,
anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi, muntah,
dehidrasi.Dapat disimpulkan bahwa terdapat kesenjangan antara teori dan
kenyataan, yaitu pasien tidak mengalami muntah saat berada di rumah sakit
karena muntah dialami pasien ketika berada dirumah dan sudah diberi obat
anti mual muntah oleh bidan terdekat sehingga saat dibawa ke IGD RSUD
Kota Salatiga pasien sudah tidak mengalami mual muntah dan hanya ditandai
dengan diare, rewel dan demam.
Riwayat penyakit dahulu, Ny.S ibu dari An.A mengatakan saat
kehamilan jumlah gravida G1P2A0, Ny.S mengatakan An.A lahir pada tanggal
17 Februari 2015 usia gestasi saat lahir yaitu 38 minggu Ny.S ibu dari An.A
mengatakan saat hamil kandungan sehat. Ny.S ibu An.A mengatakan periksa
kehamilan rutin satu bulan sekali periksa kandungan dan tidak mengkonsumsi
obat-obatan. Ny.S mengatakan An.A lahir di tempat bidan dan lahir sepontan
dengan berat badan 3200 gram.Imunisasi, ibu pasien mengatakan An.A sudah
69
diimunisasi, yaitu BCG, hepatitis, polio, DPT, campak. Penyakit yang
diderita sebelumnya klien pernah dirawat di Rumah Sakit dengan sakit yang
sama. Riwayat penyakit yang pernah diderita oleh anak maupun keluarga
dalam hal ini apakah dalam keluarga pernah mempunyai riwayat penyakit
keturunan atau pernah menderita penyakit kronis sehingga harus di rawat
dirumah sakit (Winugroho, 2008). Dapat disimpulkan bahwa terdapat
kesenjangan antara teori dan kenyataan, yaitu pasien tidak mempunyai
riwayat penyakit keturunan saat ditanya perawat karena dalam kluarga pasien
tidak ada yang menpunyai penyakit menurun.
Riwayat alergi, ibu pasien mengatakan pasien tidak mempunyai alergi
terhadap obat
maupun makanan, pasien tidak pernah mengalami cidera
maupun patah tulang, menurut Nursalam (2013) kemungkinan penyebab
diare adalah alergi terhadap makanan dan obat obatan. Dapat disimpulkan
bahawa tidak ada kesenjengan antara teori dan kenyataan besar kemungkinan
penyebab diare dapat terjadi karena alergi makanan, tetapi sudah dijelaskan
dalam perjalanan penyakit bahwa An.A mengalami diare setelah memakan
roti yang sudah lama tidak dimakan kemugkinan diare yang dialami An.A
diakibatkan karena infeksi berbagai macam bakteri yang disebabkan oleh
kontaminasi makanan maupun air minum (enteropathogenic, escherichia coli,
salmonella, shigella, V. Cholera, dan clostridium) (Muttaqin, 2011).
Pertumbuhan dan perkembangan, ibu pasien mengatakan berat badan
waktu lahir 3200 gram. Antropometri berat badan An.A sekarang 8 kg dan
sebelum sakit 8 kg, panjang badan 80 cm, lingkar dada 65, lingkar lengan 25
70
cm, lingkar kepala 60 cm. Menurut teori pertunbuhan dan perkembangan
normal berat bayi lahir 2500- 4000 gram, anak/ bayi umur 18 bulan sudah
bisa berjalan, berbicara tanpa arti dan memegang benda (Kartika dkk, 2006).
pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh
bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur. Perkembangan merupakan
bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh
kematangan. Masa neonatus, terjadi proses penyesuaian dengan kehidupan di
luar rahim dan hampir sedikit aspek pertumbuhan fisik dalam perubahan
(Hidayat, 2008). Dalam pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dalam
hal bertambahnya ukuran fisik, berat badan, tinggi badan, lingkar kepala,
lingkar dada, dan lain-lain. Dengan adanya teori diatas, dapat disimpulkan
pertumbuhan yang dialami An.A tidak ada kesenjangan dengan teori yang
ada.
Model pengkajian keperawatan dengan 11 pola kesehatan fungsional
dari Gordon berguna untuk mengatur riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik,
dan mengelompokkan diagnosa keperawatan (Allen,2005). Pengkajian
sebelas pola gordon yang didapat dari wawancara dan observasi An.A dan
ibu An.A diantaranya, pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan. ibu pasien
mengatakan bahwa sehat merupakan keadaan tidak sakit dan dapat
melakukan aktifitas seperti biasanya. Jika An.A sakit, keluarga segera berobat
ke pelayanan kesehatan terdekat, yaitu bidan desa. Menurut teori, pola
persepsi dan pemeliharaan kesehatan menggambarkan tentang persepsi,
pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan,
71
kemempuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktik kesehatan
(Winugroho, 2008). Dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara
fakta dan teori.
Kemudian pola nutrisi dan metabolisme, sebelum sakit dari data
antropometri didapatkan hasil berat badan 8 kg tinggi 80 cmdan IMT 12,5
(kurang), ibu pasien mengatakan An.A dirumah makan tiga kali sehari bubur,
sayur satu porsi habis dan tidak ada keluhan,minum air putih, susu porsi
enam sampai tujuh botol dan tidak ada keluhan. Selama sakit di rumah sakit
ibu pasien mengatakan An.A makan tiga kali sehari bubur dan sayur, minum
air putih, susu ± 4 botol dan tidak ada keluhan, pengkajian antropometri
selama sakit berat badan sebelum sakit 8 kg, selama sakit 8 kg tinggi badan
80 cm IMT 12,5, biocemical hemoglobin 10.4 g/dl, hematokrit 31.9 %, ,
clinical lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit kering/tidak elastis, diit
bubur, sayur, susu dan air putih. Kadar hemoglobin yang menurun adalah
indikator dari ketidakadekuatan nutrisi terhadap kebutuhan tubuh dalam
fungsi fisiologis (Suryano dkk, 2006). Indeks massa tubuh (IMT) didapat dari
BB(Kg)/TB²(m), kategori kekurangan berat badan tingkat berat (<17),
kekurangan berat badan tingkat sedang (17.0-18.5), normal (18.5-25.0),
kelebihan berat badan tingkat ringan (>25.0-27.0), kelebihan berat badan
tingkat berat (>27.0) (Asmadi,2008). Dari hasil pengkajian nutrisi didapatkan
nilai IMT 12,5 yang menurut teori adalah kekurangan berat badan tingkat
sedang. Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian tidak terdapat kesenjangan
antara teori dan fakta.
72
Pola eliminasi pasien, ibu pasien mengatakan sebelum sakit An.A BAB
dua kali sehari dengan konsistensi lunak berbentuk berbau khas berwarna
kuning kecoklatan dan tidak ada keluhan. Ibu pasien mengatakan An.A BAK
± 7 kali sehari, berbau amoniak berwarna kuning bening dan tidak ada
keluhan. Ibu pasien mengatakan selama sakit An.A BAB 5 kali sehari dengan
konsistensi BAB cair berwarna kuning keluhan BAB cair. Ibu pasien
mengatakan An.A BAK ± 5 kali sehari berbau amoniak berwarna kuning
bening dan tidak ada keluhan. Pengkajian cairan menurut Nursalam (2013)
didapatkan buang air besar sehari lebih dari 3 kali per hari dengan konsistensi
cair (dehidrasi ringan), buang air besar 4-10 kali dengan konsistensi cair
(dehidrasi ringan/sedang), buang air besar lebih dari 10 kali per hari
(dehidrasi berat). Setelah dikaji perawat pasien termasuk diare dengan
dehidrasi ringan/sedang. Pengkajian pola eliminasi merupakan kebutuhan
dasar manusia yang essensial dan berperan penting dalam menentukan
kelangsungan kehidupan manusia. Menurut teori eliminasi terbagi dua bagian
utama pula, yaitu eliminasi fekal (buang air besar) dan eliminasi urine (buang
air kecil) (Asmadi,2008).Dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan
antara teori dan kenyataan yang terjadi pada An. A yang mengalami diare.
Pola aktivitas dan latihan sebelum sakit meliputi makan/minum, mandi
toileting, berpakaian dibantu oleh orang lain dan mobilitas ditempat tidur,
berpindah, ambulasi dapat dilakukan secara mandiri. Selama sakit
makan/minum, mandi toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur,
berpindah, ambulasi dibantu orang lain. Aktivitas fisik (mekanik tubuh)
73
merupakan irama sirkadian manusia. Tiap individu mempunyai irama atau
pola tersendiri dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan kerja, rekreasi,
makan, istirahat, dan lain-lain (Asmadi,2008). Dalam teori disebutkan pola
aktivitas dan latihan tingkat kemampuan nilai 2 adalah dibantu orang lain
(Nurlaila, 2009), sehingga ditarik kesimpulan antara teori dengan pengkajian
tidak ada kesenjangan.
Pola istirahat tidur sebelum sakit ibu pasien mengatakan pasien dapat
tidur dengan nyenyak, pada siang hari maupun malam hari. Selama sakit ibu
pasien mengatakan bahwa selama sakit pasien dapat tidur malam maupun
siang hari jika ibunya selalu disampingnya. Orang dalam keadaan sakit
memerlukan waktu tidur lebih banyak dari normal. Namun demikian keadaan
sakit dapat menjadikan pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur (Tarwoto
dan Wartonah, 2004). Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian terhadap An.A
tidak terdapat kesenjangan antara teori dan fakta yang mengalami gangguan
pola tidur.
Pola kognitif perseptual sebelum sakit dan selama sakit ibu pasien
mengatakan pasien tidak mempunyai gangguan terhadap indra penciuman,
perabaan, penglihatan maupun pendegaran. Pola kognitif perseptual pasien,
menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi
pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perabaan, pembau, dan
kompensasinya terhadap tubuh (Muttaqin, 2008). Dari hasil pengkajian
terhadap An.A tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan.
74
Pola persepsi dan gambaran diri, ibu pasien mengatakan pasien adalah
anak pertama berumur 10 bulan, pasien disayangi dan diperhatikan oleh ayah
dan ibu pasien, pasien adalah anak kandung sendiri dan berjenis kelamin lakilaki, ibu pasien menginginkan anaknya cepat sembuh, pasien merupakan anak
kandung yang pertama. Menurut Tiurlan (2011), konsep diri anak
dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal maupun internal. Usia anak,
temperamen, dukungan keluarga, status kesehatan dan kecerdasan sangat
mempengaruhi pembentukan konsep diri anak dengan diare. Anak dengan
kemampuan percaya diri yang tinggi dapat menerima perubahan akibat
sakitnya, sehingga dapat tetap menjalani aktivitas sehari-hari dengan tidak
dibawah tekananrasa malu atau depresi. Dari teori tersebut An.A termasuk
dalam kemapuan percaya diri yang tinggi, sehingga tidak ada kesenjangan
antara teori dan kenyataan.
Pola hubungan peran sebelum sakit ibu pasien mengatakan hubungan
dengan tetangga sekitar dan saudara-saudaranya cukub baik. Sebelum atau
selama sakit, ditandai dengan saat pasien sakit banyak tetangga yang
menjenguknya. Pola hubungan peran pasien menggambarkan dan mengetahui
hubungan dan peran klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat
tinggal pasien (Nurlaila,2009). Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian tidak
terdapat kesenjanagn antara teori dan kenyataan yang dialami oleh An.A
dengan diare.
Pola mekanisme koping, ibu pasien mengatakan apabila ada masalah
kesehatan atau masalah yang lain selalu bercerita kepada suami terlebih
75
dahulu. Mekanisme koping pada setiap anak memiliki kemampuan adaptasi
terhadap setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungannya, namun dalam
kapasitas yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuannya. Mekanisme
koping adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk mengatur emosi,
kognisi, perilaku, fisiologis, dan lingkungan yang dapat menimbulkan stres
(Tiurlan, 2011). Anak mengalami berbagai hal yang tidak menyenangkan dari
prosedur klinik dan hospitalisai, namun anak menyadari bahwa menjalankan
protokol terapi merupakan pilihan yang terbaik untuk mencapai kesembuhan
dari penyakitnya (Tiurlan, 2011). Dari teori tersebut mekanisme koping yang
ada di An.A mengalami kontrol seperti yang ada pada teori, sehingga tidak
terdapat kesenjangan antara teori dan pengkajian pola mekanisme koping
An.A.
Pada pemeriksaan fisik An.A didapatkan hasil keadaan umum pasien
composmentis. Dan setelah dilakkan pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan hasil suhu tubuh 380C, respirasi 30 kali permenit, nadi 139 kali
permenit. Pada pemeriksaan sistematis yang dilakukan pada An.A dari
pemeriksaan head to toe didapatkan hasil sebagai berikut. Kepala An.A
berbentuk
mesochepal, kepala bersih, rambut berwarna hitam, tidak ada
ketombe. Mata warna sklera putih (tidak ikterik), warna kornea hitam, posisi
simetris, gerakan mata normal, keadaan kelopak mata normal (tidak ada mata
panda/ warna hitam pada kelopak mata), konjungtiva tidak anemis, pupil
isokor normal mengecil apabila diberi rangsangan cahaya. Telinga kebersihan
bersih dan tidak ada serumen, kesimetrisan simetris antara kanan kiri,
76
ketajaman pendengaran pendengaran tajam dan tidak ada gangguan
pendengaran. Hidung letak simetris, tidak ada polip, penciuman tidak
terganggu. Mulut, bibir simetris, mukosa bibir kering, tidak ada sianosis,
gerakan lidah normal, tidak ada stomatitis. Leher, tidak ada kaku kudu, tidak
ada pembesaran kelenjar tyroid. Kelenjar limfe, tidak ada pembesaran
kelenjar limfe. Kuku bersih tidak ada kotoran, bersih, warna
merah
muda,rapi dan pendek. Kulit, turgor kulit kering atau tidak elastis, teraba
panas. Pada penderita diare pada dasarnya mengalami membran mukosa
kering dan konjungtiva anemis, hal tersebut dikarenakan terjadinya dehidrasi
pada pasien (Nursalam 2013). Dapat disimpulkan dari data pengkajian
pemeriksaan fisik bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan
yang terjadi pada anak dengan diare.
Pada pemeriksaan dada, paru-paru inspeksi ekspansi dada kanan dan
kiri sama dan bentuk dada simetris, palpasi vokal fermitus kanan dan kiri
sama, perkusi sonor, auskultasi tidak terdengar bunyi tambahan/vesikuler.
Pada pemerikssan jantung inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus
cordis teraba di SIC V, perkusi pekak, auskultasi bunyi jantung I dan II
reguler. Pada pemeriksaan abdomen inspeksi tidak ada jejas atau lika, bentuk
datar, terlihat umbilikus, auskultasi bising usus 36 kali per menit, palpasi
tidak ada nyeri tekan, perkusi kuadaran I pekak, kuadran II,III, dan IV
terdengar tyimpani. Bising usus normalnya terdengar 5-30 kali per menit, jika
kurang dari 5 kali per menit kemungkinan ada peristaltik ileus, konstipasi
peritonitis atau obstruksi. Jika peristaltik usus terdengar lebih dari normal
77
kemungkinan pasien sedang mengalami diare (Debora, 2013). Jika perkusi
terdengar timpai, berarti perkusi dilakukan di atas organ yang berisi udara,
jika terdengar pekak berarti perkusi mengenai organ padat. Perhatikan
perubahan bunyi ini, bunyi normal perkusi abdomen adalah timpani, jika ada
kelebihan udara terdengar lebih nyaring atau disebut hipertimpani (Debora,
2013). Feses lunak, encer dan sering kali menunjukkan diare; warna feses:
feses yang normal biasanya berwarna cokelat akibat adanya pigmen usus
yang mengalami modifikasi, feses yang gelap dapat disebabkan oleh
konsumsi tablet yang mengandung zat besi, perdarahan GI bagian atas
menyebabkan melena, volume feses: terutama jika pasien mengalami diare
(Winney, 1998 dalam Philip Jevon dkk, 2008). Dapat disimpulkan dari data
pengkajian pemeriksaan diatas bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan
kenyataan yang terjadipada anak dengan diare akut.
Genetalia An.A tidak terpasang kateter, tidak ada kelainan pada
genetalia dan berjenis kelamin laki-laki. Anus An.A bersih, dan terdapat ruam
atau peradangan pada daerah sekitar bokong tidak ada hemoroid. Pada
pengkajian genetalia terdapat kemerahan serta bintil-bintil kecil didaerah
bokong. Pada teori menurut (Matondang dkk, 2013) pada anak dengan diaper
rush ditandai dengan anak geisah dan timbul bintik-bintik merah pada kulit
yang terkena popok daerah bokong . Pada kulit yang normal, terdapat jamur
candida dalam jumlah yang sedikit, tetapi saat kulit lembab maka jamur akan
tumbuh lebih cepat sehingga timbul peradangan yang mengakibatkan
78
timbulnya diapers rush (putra, 2012). Dapat disimpulkan dari hasil
pengkajian tidak terdapat kesenjangan antara teori dan fakta.
Terapi medis yang di berikan pada An.A selama perawatan di rumah
sakit umum daerah karanganyar adalah paracetamol dengan dosis 3x50 mg
termasuk golongan obat analgesik non narkotik berfungsi untuk menurunkan
panas, infus KAEN 3B dengan dosis 12 tpm termasuk golongan cairan
elektrolit dan berfungsi untuk resusitasi cairan dan mengembalikan
keseimbangan
cairan,
ceftriaxon
dengan
dosis
2x200mg
golongan
antibiotik/ceftriaxon berfungsi untuk mengatasi infeksi, ranitidine dengan
dosis 2x8mg golongan ranitidin berfungsi untuk tungkak lambung, sanmol
dengan dosis 3x60mg berfungsi untuk menurunkan demam. Terapi cairan
bertujuan menggantikan kehilangan air normal harian pada klien rawat inap.
Seringkali klien rawat inap karena kondisi sakitnya tidak bisa mengkonsumsi
air dan elektrolit dalam jumlah cukup melalui sehingga memerlukan dengan
infus untuk memenuhi kebutuhan hariannya agar tidak jatuh dalam
keseimbagan air dan elektrolit. Jenis dan jumlah kecepatan cairan yang
diberikan kepada klien berbeda dengan cairan resusitasi (Putra dkk,
2014).Berdasarkan teori tersebut, terapi yang diberikan sesuai dengan teori
yang ada, sehingga tidak ada kesenjangan dengan teori.
79
B. Diagnosa Keperawatan
Pada teori yang didapat penulis, diagnosa yang sering muncul pada
penyakit diare adalah kekuragan volume cairan berhubungan dengan
kehilagan cairan aktif, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
ekskresi/BAB sering, ketidak seimbagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan intake makanan, hipertermi berhubungan
dengan dehidrasi, resiko syok, ansietas berhubungan denganhospitalisasi
(Wilkinson, 2007).Dari pengkajian yang dilakukan penulis didapatkan empat
masalah keperawatan yaitu pertama kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilagan cairan aktif, kedua perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan, ketiga hipertermi
berhubungan dengan dehidrasi, keempat
kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan iritasi rectal.
Dan dari teori yang tidak muncul adalah resiko syok karena tidak
ditemukan tanda-tanda terjadinya syok pada klien, selanjutnya
ansietas
berhubungan dengan hospitalisasi karena pasien tidak mengalami cemas atau
ansietas. Penulis tidak memasukkan dalam asuhan keperawatan An.A karena
dalam pengkajian tidak didapatkan tanda dan gejala dariresiko syok dan
ansietas.
Dalam pelaksanaanya perawat tidak selalu memecahkan masalah satu
persatu, tetapi sering pula beberapa masalah dipecahkan pada saat yang sama.
Bisa juga dalam melakukan prioritas dengan hirarki “Maslow” yaitu dengan
80
membagi kebutuhan manusia dalam lima tahap yaitu fisiologis, aman dan
nyaman, sosial, harga diri, aktualisasi diri (Setiyadi, 2012).
Penulis merumuskan diagnosa keperawatan utama yaitu kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, data yang
menunjang pada diagnosa keperawatan tersebut adalah data subjektif ibu
pasien mengatkan pasien diare 5 kali. Data objektif pasien rewel dan
menangis, pasien tampak lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit tidak
elastis, terpasang infus 12 tpm (makro), kapilary reftil 2 detik (normal < 2
detik), konsistensi BAB cair dan berwarna kuning bening, mata tampak
cekung, denyut nadi 139 kali per menit, respiratory30 kali per menit, suhu
380C, balance cairan – 892 cc. Dari hasil pengkajian tersebut sesuai dengan
teori dan batasan karakteristik kekurangan volume cairan yaitu membran
mukosa kering, peningkatan frekuensi nadi, haus, kelemahan, peningkatan
konsentrasi urin (Nurarif, 2013). Dari hasil pengkajian dan batasan
karakteristik terdapat kesamaan, maka dari itu dapat disimpulakan bahwa
tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada An. A
yang mengalami diare.
Kekurangan volume cairan adalah hilangnya cairan dalam tubuh atau
juga masukan cairan yang kurang (Hidayat, 2006).
Kekurangan volume
cairan disebabkan kehilangan cairan mencapai 5% - 10% dari berat tubuh
atau sekitar 2- 4 liter. Kadar natrium serum berkisar 152- 158 mEq/I, salah
satu gejalanya adalah mata cekung (Mubarak, 2008).
81
Penulis juga merumuskan diagnosa keperawatan yang ke dua yaitu
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan intake makanan, data yang menunjang pada diagnosa keperawatan
tersebut adalah data subjektif ibu pasien mengatakan pasien susah makan,
pasien hanya minum susu dan air putih. Data objekif pasien tampak lemas,
pasien tampak tidak nafsu makan, bising usus 36 kali per menit (normal
bising usus 5 – 30 kali per menit), pada pemeriksaan perkusi abdomen
kuadran II, III. IV hipertimpani, makan bubur, minum susu formula, turgor
kulit tidak elastis. Pengkajian nutrisi, antropometei didapatkan haril berat
badan 8 kg tinggi badan 80 cm dan IMT 12,5, biocemical didapatkan hasil Hb
10,4 g/dl, Ht 31,9 %. Pemeriksaan clinical didapatkan hasil pasien tampak
lemas turgor kulit kering, pasien tampak tidak nafsu makan, mukosa bibir
kering, diit bubur. Masukan yang tidak adekuat dengan batasan karakteristik
kram abdomen , nyeri abdomen, menghindari makanan, berat badab 20% atau
lebih dibawah berat badan ideal, kerapuhan kapiler, diare, bising usus
hiperaktif, kurang makan , kurang minat pada makanan (Nurarif, 2013).
Penulis juga merumuskan diagnosa keperawatan yang ketiga,
hipertermi berhubungan dengan dehidrasi. Ibu klien mengatakan An. A
badanya demam. Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh diatasa batas
normal (Herdman, 2010). Demam juga disertai gejala konstitutional lainnya
seperti lesu, tidak mau makan, dan muntah. Selain itu, pada anak lebih sering
terjadi gejala facial flush, radang faring serta pilek (Christanto dkk, 2014).
Diagnosa hipertermia berhubungan dengan dehidrasi dikarenakan perubahan
82
suhu berpengaruh terhadap kebutuhan fisiologis seseorang, namun dengan
tindakan mengkaji tanda dan gejala adanya peningkatan suhu tubuh dan
penyebabnya, monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam, monitor tanda-tanda
vital, kompres pasien pada lipat paha dan aksila, berikan pengobatan untuk
mengatasi demam, kolaborasi pemberian cairan intravena (Nursalam, 2005).
Penulis juga merumuskan diagnosa keperawatan yang keempat
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi/BAB sering. Penulis
menegakkan diagnosa keperawatan tersebut dengan alasan mengacu pada
data pengkajian yaitu data subyektik ibu An. A mengatakan pantat dan sekitar
anus mengalami kemerahan di sertai bintil-bintil kecil karena sering buang air
besar dan menggunakan popok. Data obyektif klien menagis, terdapat ruam
dibagian bokong berwarna kemerahan serta bintil-bintil kecil, BAB cair 5 kali
sehari. Integritas kulit adalah menguragi perubahan kulit yang buruk adapun
batasan karakteristik ataupun faktor resiko: hipotermi, imobilisasi fisik,
perubahan
tugor
kulit,
perubahan
pigmentasi,
gangguan
sirkulasi
(Herdman, 2012).
Sedangkan dua diagnosa keperawatan dalam teori tetapi tidak
ditemukan pada pasien yaitu, resiko syok dan ansietas berhubungan dengan
hospitalisasi. Resiko syok adalah beresiko terhadap ketidakcukupan aliran
darah ke jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfusi seluler yang
mengancam jiwa. Faktor resiko hipotensi, hipovolemia, hipoksemia, infeksi
(Wilkinson, 2015). Dari teori diatas data An.A yang menyatakan terdapat
diagnosa resiko syok tidak didapatkan dalam pengkajian, karena An.Atidak
83
menggunakan terapi oksigen, tidak terjadi kelelahan umum, tidak terjadi
infeksi sehingga faktor berhubungan terkait resiko syok tidak ada.
Diagnosa kedua yang tidak muncul yaitu ansietas adalah perasaan tidak
nyaman atau kekawatiran yg samar disertai respon autonom, perasaan takut
yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Batasan karakteristik
berupa perilaku, afektif, fisiologis, simpatik, parasimpatik, kognitif. Faktor
yang berhubungan dengan ansietas perubahan dalam, penularan penyakit,
hospitalisasi, penyalah gunaan zat, ancaman kematian, krisis situasional
(Wilkinson, 2015). Dari teori diatas data An. A yang menyatakan terdapat
diagnosa ansietas tidak didapatkan dalam pengkajian, karena An. A bisa
istirahat, mampu mempertahankan penampilan, tidak ada gangguan persepsi
sensori, tidak ada kecemasan secara fisik.
C. Intervensi
Intervensi atau perencanaan yang akan disampaikan oleh penulis pada
diagnosa yang pertama Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif, maka perawat melakukan perencanaan keperawatan
dengan tujuan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan kekuragan volume cairan dapat terpenuhi dengan
kriteria hasil yang sudah ditetapkan tugor kulit elastis, membran mukosa
lembab, balance cairan normal, tanda-tanda vital dalam batas normal,mata
dan ubun-ubun tidak cekung, buang air besar lembek dan frekuensi 1x/hari.
Keseimbagan cairan tidak terganggu, asupan makanan dan cairan yang
84
adekuat.Intervensi yang akan dilakukan monitor status dehidrasi (tugor kulit,
membran mukosa, hematokrit, balance cairan), monitor tanda-tanda vital,
anjurkan pasien untuk makan dan minum sedikit tapi sering, kolaborasi
dengan dokter pemberian terapi cairan intravena untuk mengganti cairan dan
elektrolit secara adekuat dan tepat (Wilkinson, 2007).
Intervensi pada diagnosa keperawatan yang kedua ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake
makanan, maka perawat melakukan perencanaan keperawatan dengan tujuan
kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti, nafsu makan bertambah, tidak ada tanda-tanda
malnutrisi (peningkatan berat badan, mukosa bibir lembab, turgor kulit
elastis). Intervensi yang dilakukan oleh penulis pantau ABCD, kaji adanya
alergi makanan, berikan infurmasi tentang kebutuhan nutrisi, monitor
tugor kulit, monitor kulit selama makan, berkolaborasi dengan ahli gizi
(Wilkinson, 2007).
Intervensi pada diagnosa keperawatan
ke ketiga hipertermia
berhubungan dengan dehidrasi, maka perawat melakukan perencanaan
keperawatan dengan tujuan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan hipertermi dapat teratasi dengan
suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C-37,5OC), perabaan kulit hangat.
Intervensi yang akan dilakukan oleh penulis monitor suhu tubuh,
85
monitorIWL, berkolaborasi dengan dokter pemberian obat, selimuti pasien
untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh (Wilkinson, 2007).
Intervensi pada diagnosa keperawatan ke empat kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan ekskresi BAB sering, maka perawat melakukan
perencanaan keperawatan dengan tujuan kriteria hasil setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan integritaskulit dapat
teratasi, tidak ada luka atau lesi pada kulit, perfusi jaringan baik, mampu
melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan
alami. Intervensi yang dilakukan oleh penulis anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang longar, jaga kebersihan kulit, monitor kulit akan
adanya kemerahan, oleskan lotion atau minyak, pada daerah yang terkena,
hindari kerutan pada tempat tidur (Wilkinson, 2007).
D. Implementasi
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam
pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respons klien selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah dan
Walid, 2012).Berdasarkan terminologi NIC, implementasi terdiri atas
melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan
keperawatan khusus yang diperlukan untuk melakukan intervensi. Perawat
melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi
yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap
86
implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan respon klien
terhadap tindakan tersebut (Kozier, 2011).
Implementasi yang diterapkan penulis untuk mengatasi diagnosa
keperawatan yang pertama yaitu dengan diagnosa kekuragan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dilakukan selam tiga hari mulai
tanggal 4-6 januari 2016. Tindakan yang dilakukan penulis adalah memonitor
status hidrasi, mengobservasi balance cairan, memonitor tanda-tanda vital
pasien, menganjurkan keluarga pasien untuk memberikan makan sedikit tapi
sering, menganjurkan berkolaborasi dengan dokter pemberian terapi cairan
parenteral KAEN 3B 12 tpm mengantikan cairan elektrolit secara adekuat
dan cepat. Penulis tidak melakukan tindakan menganjurkan ibu untuk tetap
memberikan ASI pada hari senin tanggal 4 januari 2016 karena ibu klien
sudah memberikan dan ibu klien mengatakan klien hanya minum susu
formula dan air putih saja, klien tidak mau minum ASI.
Pengukuran intake dan output ini harus dilakukan secara kontineu
dikarenakan perubahan keseimbagan cairan bisa terjadi sewaktu-waktu,
terutama jika diikuti dengan penyakit. Sebagai tenaga yang mendiri, perawat
sudah mampu untuk mengidentifikasi mengenai perubahan tersebut tanda
nuguarahan dari dokter (perry & potter, 2006).Dalam menejemen
keseimbagan cairan dan elektrolit tentunya tidak lepas dengan perhitungan
asupan dan haluaran cairan. Cairan yang masuk dan keluar harus dihitung dan
dipantau selama 24 jam. Asupan cairan bisa melalui beberapa sumber, antara
lain oral, selang NGT, atau melalui infus. Asupan tersebut bisa dalam bentuk
87
cairan maupun makanan (mengandung air, walaupun minimal). Sebagai
penyeimbang di inteke, maka juga terjadi pengeuaran dari cairan. Output
cairan meliputi urine, feses (terutama jika diare). Muntah, penghisapan gaster,
dan drainase dari selang pasca bedah (Pranata,2013). Dapat disimpulkan dari
data tindakan implementasi bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan
kenyataan yang terjadi pada anak dengan diare.
Pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu ketidakseimbagan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makana,
penulis melakukan tindakan selama tiga hari mulai tanggal 4-6 januari 2016.
Tindakan
yang
dilakukan
penulis
memantau
ABCD(antropometri,
biocemical, clinical, diit), mengkaji adanya alergi makanan, memonitor
lingkungan selama makan, mengkolaborasikan dengan ahli gizi diet bubur
lembek membantu proses penyembuhan, memberikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi. Penulis tidak melakukan tindakan menganjurkan keluarga
untuk memberikan makanan yang disukai karena ibu klien mengtakan klien
tidak nafsu makan dan hanya minum air putih dan susu formula.
Kebutuhan gizi yang harus dipenuhi pada masa balita diantaranya
energi dan protein. Kebutuhan energi sehari anak untuk tahun pertama kurang
lebih 100-120 Kkal/kg berat badan. Untuk tiga bulan pertambahan umur,
kebutuhan energi turun kurang lebih 10 Kkal/kg berat badan. Energi dalam
tubuh diperoleh terutama zat gizi karbohidrat, lemak, dan juga protein
(Hasdianah dkk, 2014).Dapat disimpulkan dari data tindakan implementasi
88
bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada
anak dengan diare.
Implementasi yang dilakukan penulis untuk mengatasi diagnosa
keperawatan ketiga yaitu hipertermi berhubungan dengan dehidrasi dilakukan
selama tiga hari mulai tanggal 4-6 januari 2016. Tindakan yang dilakukan
penulis adalah melakukan pengukuran suhu tubuh, berkolaborasi dengan
dokter pemberian obat, yang dilakukan menyelimuti klien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh. Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh
diatasa batas normal (Herdman, 2010). Demam
juga disertai gejala
konstitutional lainnya seperti lesu, tidak mau makan, dan muntah. Selain itu,
pada anak lebih sering terjadi gejala facial flush, radang faring serta pilek
(Christanto dkk, 2014). Dapat disimpulkan dari data tindakan implementasi
bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada
anak dengan diare.
Implementasi yang dilakukan penulis untuk mengatasi diagnosa
keperawatan ke empat yaitu kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
ekskresi/ BAB sering dilakukan selama tiga hari mulai tanggal 4-6 januari
2016. Tindakan yang dilakukan penulis adalah menganjurkan pada ibu klien
untuk anaknya mengunakan pakaian yang longgar, menjaga kebersihan kulit
agar tetap bersih,
memonitor kulit, mengoleskan minyak zaitun, hindari
kerutan pada tempat tidur. Integritas kulit adalah menguragi perubahan kulit
yang buruk adapun batasan karakteristik ataupun faktor resiko: hipotermi,
89
imobilisasi fisik, perubahan tugor kulit, perubahan pigmentasi, gangguan
sirkulasi (Herdman, 2012).
Tindakan yang selanjutnya memonitor kulit dengan derajat ruam
sebelum dan sesudah diberikan terapi minyak zaitun, sebelum diberikan
minyak zaitun nilai sekala ruam derajat sedang dan setelah diberikan minyak
zaitun ada hasilnya dimana derajat ruam menurun menjadi derajat ringan.
Berikan minyak zaitun pada bagian bokong yang terjadi kemerahan. Hammad
(2012) minyak zaitun adalah yang berasal dari biji zaitun yang mengandung
mineral protein dan mengandung vitamin A, B, C, D dan setiap 100 gram
mengandung 224 kalori. Menurut RNAO (2005 dalam yolanda, 2012),
tindakan yang terpenting dalam integritas kulit adalah menjaga hidrasi kulit
dalam btas wajah (tidak terlalu lembab atau terlalu kering) salah intervensi
dalam menjaga adalah dengan cara memberikan pelembab seperti lotion,
crem dan saleb rendah alkohol.
Minyak zaitun akan menjaga kelembaban kulit. Dengan sifatnya
sebagai antiseptik oil dapat mengurangi kemerahan pada ruam popok dan
mencegah air melakukan kontak langsung dengan kulit yang terkena ruam
popok. Secara teori minyak zaitun (olive oil) bermanfaat untuk melembutkan
kulit,
mempertahankan
kekembaban
dan
elastisitas
kulit,
sekaligus
memperlancar proses regenerasi kulit. Pemberian minyak zaitun (olive oil)
yang diberikan pada anak yang mengalami ruam sebanyak 2,5 ml setiap pagi
dan sore hari (Nangili, 2013). Menurut Surtiningsih (2005) dalam Yolanda
(2012) minyak zaitun dengan kandungan asam oleat 80% dapat
90
mengenyalkan kulit dan melindungi kulit dari kerusakan. Dapat disimpulkan
dari data tindakan implementasi bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan
kenyataan yang terjadi pada anak dengan diare.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil (NOC)
yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah dan Walid, 2012). Penulis
menggunakan evaluasi formatif yaitu catatan perkembangan yang berorientasi
pada masalah yang dialami pasien, dengan menggunakan format SOAP
(Subjektif, Obyektif, Analisa, Planning) (Setiadi, 2012).
Evaluasi keperawatan pada An. A di Ruang Anggrek RSUD Kota
Salatiga dimulai sejak hari senin tanggal 4 januari 2016 sampai hari rabu
tanggal 6 januari 2016, untuk diagnosa keperawatan pertama hari rabu
tanggal 6 januari 2016 kekuragan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif didapatkan hasil evaluasi data Catatan perkembagan
An. A didapatkan evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An.A
mengalami BAB cair sudah tiga kali sehari ini. Data obyektif pasien
mengoceh tugor kulit
elastis, membran mukosa lembab, nadi 120 kali
permenit, balance cairan -255 cc, hematokrit 31.9%. Analisis masalah
kekuragan volume cairan masalah teratasi sebagian. Planning lanjutkan
intervensi monitor status hidrasi (tugor kulit, membran mukosa, hematokrit,
balance cairan), anjurkan pasien untuk makan dan minum sedikit tapi sering,
91
kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi cairan intravena. Dengan
kriteria hasil baance cairan seimbang, klien tidak tiare (Wilkinson, 2007). Hal
ini menyatakan masalah kekuragan volume cairan teratasi sebaian dan
lanjutkan intervensi. Hasil yang diharapkan menurut NOC (2015) adalah
pengisian kembali kapiler < dari 2 detik, turgor elastik, membran mukosa
lembab, berat badan tidak menunjukkan penurunan. Dari hasil pengkajian
terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan yaitu hasil yang diharapkan
belum memenuhi kriteria menurut NOC (2015), hali ini menyatakan
kekurangan volume cairan teratasi sebagian.
Catatan perkembanagan pada An.A hari Rabu tanggal 6 Januari 2016
untuk diagnosa kedua ketidakmampuan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan intake makanan. Didapatkan hasil evaluasi
data subyektif ibu pasien mengatakan An.A BAB cair. Data obyektif
antropometri berat badan sebelum sakit 8 kg selama sakit 8 kg tinggi badan
80 cm IMT 12,5 kg, biocemical hasil laboratorium hemoglobin 10.4 g/dl
hematokrit 31.9 %, clinical mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis, diit
bubur, sayur, susu, dan air putih. Analisis masalah ketidakmampuan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi
mengkaji ABCD, memonitor lingkungan selama makan, kolaborasi dengan
ahli gizi (Wilkinson, 2007). Hal ini menyatakan masalah ketidakseimbagan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian karena tugor kulit
elastis, nafsu makan meningkat (Cholid, 2011).
92
Catatan perkembanagan pada An.A hari Rabu tanggal 6 Januari 2016
untuk diagnosa ketiga hipertermia berhubungan dengan dehidrasi. Didapatkan
hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan anakanya demam. Data
obyektif kulit teraba panas, suhu tubuh 36,80C, nadi 120 kali permenit, Rr 28
kali permenit. Analisis masalah hipertermia teratasi. Planning pertahankan
intervensi. Dengan kriteria hasil suhu tubuh menjadi normal dan klien tidak
demam (Wilkinson, 2007). Hal ini menyatakan masalah keperawatan
hipertermi teratasi dan pertahankan intervensi. Hasil yang diharapkan
menurut NOC (2015) adalah suhu tubuh dalam rentang normal, nadi dan
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada perubahan warna kulit. Dari hasil
pengkajian tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yaitu hasil yang
diharapkan teratasi.
Catatan perkembanagan An.A pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016
untuk diagnosa keempat kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
eskresi BAB sering. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien
mengatakan An.A kemerahan sudah berkurang berwarna merah muda, data
obyektif bintil-bintil kecil sudah tidak ada, kemerahan sudah berkurang warna
merah
muda.
Analisis
masalah
kerusakan
integritas
kulit
teratasi.
Planningpertahankan intervensi. Hasil yang diharapkan menurut NOC (2015)
adalah tidak ada luka atau lesi pada kulit, perfusi jaringan baik, mampu
melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan
alami.
Dari hasil pengkajian tidak ada kesenjangan antara teori dan
kenyataan yaitu hasil yang diharapkan teratasi.
93
Hasil analisa pemberian minyak zaitun selama 3 hari pada An. A
dengan diare menunjukan hasil kemajuan selama 3 hari dari derajat sedang
menjadi derajat ringan menunjukkan bahwa pemberian minyak zaitun untuk
ruam popok sangat efektif.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan pemberian minyak zaitun terhadap derajat
ruam popok selama menjalani perawatan pada asuhan keperawatan An. A
dengan diare di Ruang Anggrek RSUD Kota Salatiga, maka penulis dapat
menarik kesimpulan:
1.
Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada An.A dengan Diare didapatkan data
subyektif dan obyektif, terdapat keluhan utama BAB cair 5 kali sehari.
Data obyektif An. A tugor kulit tidak elastis, membran mukosa kering,
nafsu makan menurun merupakan tanda dan gejala dari penyakit diare.
2.
Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien adalah kekuragan
volume
cairan
berhubungan
dengan
kehilagan
cairan
aktif,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake makanan, hipertermi berhubungan dengan
dehidrasi, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekresi atau
BAB sering.
3.
Intervensi
Pada diagnosa pertama yaitu kekuragan volume cairan intervensi yang
diberikan adalah pemberian terapi cairan intravena, monitaor status
94
95
hidrasi, monitor tanda-tanda vital. Pada diagnosa ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intervensi utama yang dilakukan
adalah observasi pemberian makanan, timbang berat badan perhari,
anjurkan pasien makan sedikit tapi sering, kolaborasi dengan ahli gizi,
monitor tanda-tanda vital. Pada diagnosa ketiga yaitu hipertermia
intervensi utama monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam, monitor tandatanda vital, berikan pengobatan untuk mengatasi demam, kolaborasi
pemberian cairan intravena. Pada diagnosa keempat kerusakan integritas
kulit intervensi yang dilakukan anjurkan pasien untuk menggunakan
pakaian yang longgar, jaga kebersihan kulit, monitor kulit akan adanya
kemerahan, oleskan lotion atau minyak, pad daerah yang terkena, hindari
kerutan pada tempat tidur.
4.
Implementasi
Implementasi yang diberikan penulis sesuai dengan intervensi yang
sudah dibuat penulis. Implementasi yang dilakukan pada An. A dengan
diare adalah mengkaji tanda-tanda vital, memberikan terapi medis,
menganjurkan kepada keluarga pasien untuk pasien menggunakan
pakaian yang longgar, memonitor kulit dengan derajat ruam sebelum dan
sesudah pemberian minyak zaitun, menjaga kebersihan kulit, hindari
kerutan pada tempat tidur.
5.
Evaluasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari, evaluasi masalah
kekuragan volume cairan teratasi sebagian, ketidakseimbangan nutrisi
96
kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian, masalah hipertermia
sudah teratasi, kerusakan integritas kulit sudah teratasi dengan pemberian
minyak zaitun dan pertahankan intervensi.
6.
Analisa
Hasil analisa implementasi aplikasi jurnal penelitian yang telah dilakukan
oleh M.V Jelita (2014). Pemberian minyak zaitun yang diberikan selama
tiga hari pada An. A, disertai diare yang terjadi ruam popok yang
dilakukan setiap sesudah mandi. Hasil analisa dari implementasi
pemberian minyak zaitun selama tiga hari berupa penilaian menggunakan
derajat ruam, dari derajat sedang menjadi derajat ringan, hal ini
menunjukknan bahwa pemberian minyak zaitun pada ruam popok sangat
efektif.
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan
diare penulis memberikan usulan dan masukan positif pada bidang kesehatan
antara lain :
1.
Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit)
Diharapkan asuhan keperawatan pada anak saat dilakukan perawatan di
rumah sakit dengan diare yang terjadi ruam perlunya memperhatikan
kesehatan kulit anak dengan memberikan minyak zaitun.
97
2.
Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat
Diharapkan tenaga kesehatan yang memberikan asuhan keperawatan
pada anak dengan diare yang terjadi ruam pada bokong hendaknya lebih
intensif pada anak untuk memdapatkan perawatan kulit dalam
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan kulit yang terjadi ruam
pada bokong saat anak diare.
3.
Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan mampu mewujudkan inovasi dan meningkatkan mutu dalam
pembelajaran untuk melahirkan tenaga kesehatan khususnya perawat
yang kompetitif, profesional, inovatif, berkualitas, dan komunikatif.
DAFTAR PUSTAKA
Cristanto dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC
Debora, O. 2013. Proses Keperawatan Dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba
Medika.
Dermawan. 2012. Proses Keperawatan; Penerapan Konsep dan Krangka Kerja,
Gosyen Publising :Yogyakarta.
Dewi. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : salemba medika.
Hidayat, A. Aziz alimul 2006. Metode penelitian kebidanan dan teknis analisis
data. Edisi pertama. Jakarta : Salemba Medika.
Kartika. 2011. Manfaat Minyak Zaitun dan Therapynya. Diperoleh pada tanggal
24 Oktober 2015.
Mansjoer, A. Suprohaita, Wardhani, W. I., & Setio Wulan, W. 2000. Kapita
Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aescupalius.
Marmi, Raharjo, K 2012. Asuhan Neonatus Bayi, Balita, dan anak prasekolah.
yogyakarta : pustaka pelajar.
Maryunani, Anik., 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan, Jakarta: Trans
Info Media.
Muslihatun, W.N. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta:
fitramaya.
Muttaqin, Arif. 2011.Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi asuhan keperawatan
Medikal Bedah.Jakarta : Salemba Medika.
Nanda. 2012-2014. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
Nanda. 2013. NIC NOC. Jakarta : EGC.
Nagili. 2013. Manfaat Pemberian Minyak Zaitun Untuk Kulit http://
nagilidi.com/2013/02/manfaat-pemberian-minyak-zaitun-untuk-kulit.html.
diperoleh tanggal 24 oktober 2015.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
Nursalam, Susilaningrum M., Utami M. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan
Anak (untuk perawat dan bidan), penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Potter P.A & Perry A.G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik Edisi 4 Volume 2. EGC. Jakarta
Putra, S.R 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jogjakarta : D-medika.
Rukiyah, A. Y, Yulianti, L. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta
: CV. Trans Info Medika.
Soebagyo, Bambang., 2008. Diare Akut Pada Anak.Surakarta: uns press pp.2-33
Suraatmaja. 2007. Gastroentrrologi anak. Sagung Seto. Jakarta.
Suriadi dan Yuliani. 2010.Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta : CV
Sugeng Seto
Susilaningrum dkk. 2013.Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak Edisi 2. Jakarta :
Salemba Medika.
Wilkinson, M, Judith. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.
Winugroho. 2008. Model Konsep Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Wong. 2008. Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Wulandari, Anjar P. W. 2009. Hubungan Antara Faktor Lingkungan dan Faktor
Sosiodemografi dengan Kejadian Diare pada Balita Di Desa Blimbing
Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2009. Skripsi :
Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Download