PEMBERIAN MINYAK ZAITUN (OLIVE OIL) TERHADAP DERAJAT RUAM PADA ASUHAN KEPERAWATAN An. A DENGAN DIARE PENGGUNA DIAPERS USIA 0-36 BULAN DIRUANG KEPERAWATAN ANAK RSUD SALATIGA DI SUSUN OLEH: ERNA AMBARWATI NIM. P.13086 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 PEMBERIAN MINYAK ZAITUN (OLIVE OIL) TERHADAP DERAJAT RUAM PADA ASUHAN KEPERAWATAN An. A DENGAN DIARE PENGGUNA DIAPERS USIA 0-36 BULAN DI RUANG KEPERAWATAN ANAK RSUD SALATIGA Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan DI SUSUN OLEH: ERNA AMBARWATI NIM. P.13086 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 i ii iii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Minyak Zaitun (Olive Oil)terhadap Derajat Ruam pada Asuhan Keperawatan An. A dengan Diare Pengguna Diapers Usia 036 bulan Diruang Keperawatan Anak RSUD Kotasalatiga.“ Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta, sekaligus sebagai dosen pengguji II serta dosen pembimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 2. Ns. Alfyana Nadya R,M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. Ns. Happy Indri Hapsari, M.Kep, selaku dosen penguji I yang membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini iv 4. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat 5. Kedua Orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan 6. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga yang telah memberikan ijin untuk mengadakan studi kasus di Ruang Anggrek 7. Terimakasih kepada responden yang telah memberilam ijin serta informasi dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini 8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan moral dan spiritual Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin. Surakarta, 14 Mei 2016 Penulis v DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...........................................................................................i PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .......................................................ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................iii KATA PENGANTAR .......................................................................................iv DAFTAR ISI .......................................................................................................vi DAFTAR TABEL ...............................................................................................ix DARTAF GAMBAR ..........................................................................................x DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................1 B. Tujuan Penulisan ...............................................................................5 C. Manfaat Penulisan .............................................................................6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ...................................................................................8 1. Diare ...........................................................................................8 2. Konsep Asuhan Keperawatan .....................................................14 3. Diapers Rush ...............................................................................30 4. Minyak zaitun .............................................................................34 B. Kerangka Teori .................................................................................38 BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek Aplikasi Riset .......................................................................39 B. Tempat dan Waktu ............................................................................39 C. Media atau Alat yang digunakan.......................................................39 D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset ...................................40 E. Alat ukur evaluasi tindakan aplikasi riset ........................................41 vi BAB IV LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien ................................................................................42 B. Pengkajian .......................................................................................42 C. Perumusan Masalah Keperawatan ..................................................49 D. Intervensi Keperawatan ...................................................................51 E. Implementasi ...................................................................................53 F. Evaluasi Keperawatan .....................................................................61 BAB V PEMBAHASAN A. Pengkajian .......................................................................................67 B. Diagnosa Keperawatan ....................................................................79 C. Intervensi .........................................................................................83 D. Implementasi ...................................................................................85 E. Evaluasi ...........................................................................................90 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ......................................................................................94 B. Saran ................................................................................................96 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP vii DAFTAR TABEL No Keterangang Tabel Halaman 1. Tabel 2.1 Penurunan berat badan pada anak dehidrasi ................................19 2. Tabel 3.1 Prosedur pemberian minyak zaitun .............................................40 3. Tabel 3.2 Alat ukur derajat ruam ................................................................41 viii DAFTAR GAMBAR No 1. Keterangang Gambar Halaman Gambar 2.1 Kerangka Teori.........................................................................38 ix DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2. Usulan Judul Lampiran 3. Surat Pernyataan Lampiran 4. Lembar Observasi Lampiran 5. Jurnal Penelitian Lampiran 6. Asuhan Keperawatan Lampiran 7. Jurnal Bimbingan x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare dapat diartikan suatu keadaan pengeluaran feses yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari. Pada bayi lebih dari 4 kali sehari dengan lendir atau tanpa lendir darah serta lebih dalam dua puluh jam pertama, dengan temperatur rectal 38º C, kolik, dan muntah-muntah dan dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau hanya lendir (Hidayat, 2006). Berdasarkan klasifikasinya diare dibedakan menjadi 2 yaitu diare akutdan diare kronik (Suratmaja 2007). Menurut Daldiyono (2009) Diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi(gangguan penyerapan zat gizi), makanan dan faktor psikologis. Pengeluaran feses yang meningkat pada anak yang menderita diare, mengharuskan orang tua lebih sering menganti popok, Dahulu para orang tua melindungi genetalia anak dengan popok kain, tetapi karena intensitas feses keluar lebih sering maka saat ini kebanyakan orang tua menggunakan diapers, seringnya pengeluaran feses menjadikan daerah disekitar genetalia menjadi lembab dan dan akan mengakibatkan timbulnya ruam akibat lamanya penggunaan diapers (Maryunani 2010). Diapers merupakan popok yang digunakan untuk melindungi genetalia anak yang memiliki daya serap tinggi dan terbuat dari bahan plastik 1 2 serta campuran bahan kimia untuk menampung sisa-sisa metabolisme seperti feses serta urin yang bersifat disposible atau sekali pakai, dalam penggunaan popok yang bersifat disposable ini jika tidak digunakan secara tepat dan benar akan menimbulkan kemerahan atau ruam di sekitar genetalia anak (Diena, 2009). Sedangkan menurut (Syahrani, 2008) ruam popok yang terjadi selama beberapa hari, walaupun tetap rutin diganti, bisa disebabkan oleh jamur Candida albicans. Jenis ruam popok ini berwarna kemerahan dan tidak begitu jelas, serta muncul bintik-bintik merah di sekitar bagian utama ruamnya. Umumnya diawali di bagianbagian lipatan kulit bayi, kemudian meluas ke bagian depan dan belakang tubuhnya. Pemberian antibiotik pada bayi atau ibu menyusui justru akan mengakibatkan infeksi jamur karena antibiotik akan membunuh bakteri baik yang mencegah tumbuhnya jamur Candida. Menurut data World Health Organization(WHO) tahun 2008, diare merupakan penyebab pertama kematian balita di dunia. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian hampir di seluruh negara. Semua kelompok usia bisa terkena diare, tetapi penyakit diare dalam tingkat berat dengan risiko kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan balita. Di negara berkembang, anak-anak balita mengalami rata-rata 3 - 4 kali diare per tahun bahkan lebih (Wulandari, 2009). Sedangkan diare di Jawa Tengah berdasarkan (Dinkes Jateng, 2007) jumlah kasus diare di Jawa Tengah tahun 2007 yaitu sebanyak 625.022 penderita dengan Incidence Rate (IR) 1,93%, sedangkan jumlah kasus diare pada balita yaitu sebanyak 3 269.483 penderita, Jumlah kasus diare setiap tahunnya rata-rata di atas 40%, hal ini menunjukkan bahwa kasus diare masih tetap tinggi dibandingkan golongan umur lainnya. Data pada tahun 2007 memperlihatkan empat juta balita di Indonesiamengalami kekurangan gizi, 700000 di antaranya mengalami gizi buruk (Marimbi,2010). Berdasarkan Profil Kesehatan Jawa Tengah tahun 2003, perkembangankeadaan gizi masyarakat yang dapat dipantau berdasarkan hasil pencatatan danpelaporan program menunjukkan bahwa keadaan gizi masyarakat Jawa Tengah yangtercermin dari hasil penimbangan balita pada tahun 2003 menunjukkan jumlahbalita yang ada 2.816.499 anak, dari jumlah tersebut yang datang ditimbangposyandu sebanyak 1.993.448 anak dengan rincian yang naik berat badannyasebanyak 1.575.486 anak atau 79,03% dan balita yang ada dibawah garis merah(BGM) sebanyak 46.679 anak atau 2,34%. Data tersebut menunjukkan bahwa diJawa Tengah masih banyak balita yang status gizinya berada dibawah standar(Dinkes Jateng, 2003). Sesuai teori penyakit ini terdapat beberapa diagnosa yang akan muncul pada penyakit diare akut. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien gastroeteritis/ diare akut menurut Wilkinston (2007) adalah kekurangan volume cairan berhubungan dengan dehidrasi, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan intake cairan inadekuat, hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi rectal karena diare, resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan lingkungan terhadap patogen, 4 defisit pengetahuan tentang penyakit dan cara perawatannya berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi, ansietas berhubungan dengan hospitalisasi dan stress. kerusakan integritas kulit merupakan salah satu diagnosa yang sering muncul pada anak dengan penyakit diare akut, dalam mengatasi masalah-masalah tersebut dapat dilakukan alternatif tindakan mengoleskan minyak zaitun (olive oil) terhadap integritas kulit pada pengamplikasian jurnal ”pemberian minyak zaitun terhadap derajat ruam popok pada anak usia 0-36 bulan”. Minyak zaitun adalah serupa minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan dingin biji - biji buah tanaman tersebut yang telah masak. Kualitas minyak yang terbaik diperoleh dari buahnya yang tua tetapi belum masak benar (Sutedjo, 2004). Menurut Setyanti 2012 tentang manfaat minyak zaitun (Olive Oil) mengatakan bahwa minyak zaitun (Olive Oil) mengandung emolien yang bermanfaat untuk menjaga kondisi kulit yang rusak seperti psoriaris dan eksim. Minyak zaitun (olive oil) dipercaya dapat digunakan untuk perawatan bekas luka, serta area-area yang terdapat keriput dan pecahpecah akibat kulit kering atau penuaan sel kulit, dapat juga digunakan untuk stretching atau penarikan pada kulit, sehingga dapat mengatasi masalah bekas kehamilan (stretch marks) (Kartika, 2011).Minyak zaitun (olive oil) mempengaruhi masalah kelembaban kulit sehingga terdapat penurunan derajat ruam popok sesudah diberikan minyak zaitun (olive oil). Berdasarkan berbagai data dan informasi diatas maka penulis tertarik untuk pemberian minyak zaitun (olive oil) yang tujuannya untuk menurunkan 5 derajat ruam pada An.A Dengan diare. Maka dari itu penulis tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah tentang “Pemberian Minyak Zaitun (olive oil) terhadap derajat ruam pada Asuhan Keperawatan An.A Dengan Diare di RSUD Salatiga. Berdasarkan data yang diperoleh di ruang Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga, kasus diare rumayan banyak, dimana selama 3 bulan terakir dari bulan Oktober sampay Desember 2015 ada 50 pasien, dan dibulan Januari 2016 ada 12 pasien dengan diare yang dirawat diruang anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga, hal ini membuktikan bahwa prevelensi penyakit diare diruang anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga meningkat (Data Pasien Ruang Anggrek). B. Tujuan 1. Tujuan umum Mengaplikasikan tindakan pemberian minyak zaitun (olive oil) terhadap derajat ruam popok pada asuhan keperawatan An. dengan Diare di Rumah Sakit. 2. Tujuan khusus a. Penulis mampu melaksanakan pengkajian ruam popok pada pasien An. dengan diare di Rumah Sakit. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan ruam popok pada pasien An. dengan diare di Rumah Sakit. 6 c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan ruam popok pada pasien An. dengan diare di Rumah Sakit. d. Penulis mampu melakukan implementasi ruam popok pada pasien An. dengan diare di Rumah Sakit. e. Penulis mampu melakukan evaluasi ruam popok pada pasien An. dengan diare di Rumah Sakit. f. Penulis mampu menganalisis hasil kondisi ruam popok yang terjadi pada pasien An. dengan diare di Rumah Sakit. C. Manfaat Penulisan 1. BagiRumah Sakit Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien yang mengalami ruam popok saat diare dan sebagai pertimbangan perawat dalam meniagnosa kasus sehingga perawat mampu memberikan tindakan yang tepat kepada pasien. 2. Bagi Institusi pendidikan Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang asuhan keperawatan pemberian minyak zaitun dengan ruam popok pada An. dengan diare. Untuk mengetahui kecemasan selama menjalani perawatan dirumah sakit. 7 3. Bagi Pasien Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang pengaruh minyak zaitun terhadap derajat ruam popok penguna diapers pada anak diare. 4. Bagi Penulis Menambah pengetahuan peneliti tentang masalah keperawatan ruam popok pada anak diare dan merupakan satu pengalaman baru bagi penulis atas informasi yang diperoleh selama penelitian. BAB II LANDASAN TEORI A. KONSEP PENYAKIT 1. Definisi Diare Diare adalah pengeluaran tinja tidak normal dan cair buang air besar tidak normal dan bentuk tinja yang cair dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya (Sugeng, 2010). Sedangkan menurut (Ummuauliya, 2008) diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita mencretmencret, tinja encer, dapat bercampur darah dan lendir kadang disertai muntah-muntah sehingga diare dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi dan anak-anak usia dibawah lima tahun. Diare adalah buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinda yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi lebih dari satu bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali (Hasan, 2007). Diare akut yaitu diare yang terjadi sewaktu-waktu secara mendadak pada bayi pada anak yang sebelumnya sehat. Diare kronik yaitu diare yang berkelanjutan sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama diare tersebut Suratmaja (2007). 8 9 2. Etiologi Penyebab diare ada beberapa faktor, yaitu : a. Faktor virus (rota virus,adenovirus, norwalk). Bakteri (shigella salmonela Eccli, vibrio). Parasit (protozoa, Entamoeba, hystolytica, Lambia balantidiumcoli). cacing (Ascaris lumbricoides), trichuris, strongyloides. Infeksi ekstra usus (otitis media akut, infeksi saluran kemih, peneomonia). Terbanyak disebabkan rotavirus (20-40%) b. Alergi makanan yaitu alergi susu sapi, protein kedelai, alergi mutipel. c. Malabsorpsi yaitu karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak dan protein. d. Keracunan makanan misalnya makanan kaleng akibat botulinum. e. Pisikologis yaitu rasa takut, cemas dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih besar (Hasan 2007) 3. Klasifikasi Menurut (Wong 2008) menyatakan bahwa menurut waktu terjadinya diare dapat dibagi menjadi dua yaitu: a. Diare akut merupakan penyabab utama keadaan sakit pada anakanak balita. Diare akut didefinisikan sebagai keadaan peningkatan dan perubahan tiba-tiba frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agens infeksius dalam traktus GI. Keadaan ini dapat menyertai 10 infeksi saluran nafas atas (ISPA) atau saluran kemih (ISK), terapi antibiotik atau pemberian obat pencahar (laksatif). Diare akut biasanya sembuh sendiri (lama sakit kurang dari 14 hari) dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi. Diare infeksius akut (gastroenteritis infeksiosa)dapat disebabkan oleh virus bakteri dan parasit yang patogen. b. Diare kronis didefinisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi dan kandungan air dalam feses dengan lamanya (durasi) sakit lebih dari 14 hari. Kerap kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorpsi, penyakit inflamasi usus, defisiensi kekebalan, yang kronis, atau akibat dari penatalaksanaan diare akutyang tidak memadai. 4. Manifestasi klinis Bayi dan anak yang mengalami diare menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang, kemudian timbul diare tinja cair dan mungkin disertai lendir atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dengan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diapsobsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat sisebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat 11 gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai nampak. Berat badan turun, tugor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering (Hasan,2007). 5. Patofisiologi Mekanisme dasar yang menyebabkan diare menurut Whaley’s and Wong (2001) ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut 12 berkembangbiak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. 6. Pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosis (casual) yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula. Adapun pemeriksaan yang perlu dikerjaan menurut Mansjoer (2009) adalah : 1) Pemeriksaan feses Tes tinja untuk mengetahui makroskopis dan mikroskopis, biakan kuman penyebab, tes resistensi terhadap berbagai antibiotik serta untuk mengetahui pH dan kadar gula jika diduga ada intoleransi glukosa. Karakteristik hasil pemeriksaan feses sebagai berikut : feses berwarna pekat/putih kemungkinan disebabkan karena adanya pigmen empedu (obstruksi empedu). Feses berwarna hitam disebabkan karena efek dari obat seperti Fe, diet tinggi buah merah dan sayur hijau tua seperti bayam. Feses berwarna pucat disebabkan karena malabsorbsi lemak, diet tinggi susu dan produk susu. Feses berwarna orange atau hijau disebabkan karena infeksi usus. Feses cair dan berlendir disebabkan karena diare yang penyebabnya adalah virus. Feses seperti ampas disebabkan karena diare yang penyebabnya adalah parasit. Feses yang didalamnya terdapat unsur 13 pus atau mukus disebabkan karena bakteri, darah jika terjadi peradangan pada usus, terdapat lemak dalam feses jika disebabkan karena malabsorbsi lemak dalam usus halus (Suprianto, 2008). 2) Pemeriksaan darah Darah perifer lengkap, analisa gas darah dan elektrolit (terutama Na, Ca, K dan P serum pada diare yang disertai kejang), anemia (hipokronik, kadang-kadang nikrosiotik) dan dapat terjadi karena malnutrisi/malabsorbsi tekanan fungsi sum-sum tulang (proses inflamasi kronis) peningkatan sel-sel darah putih, pemeriksaan kadar ureum dan creatinin darah untuk mengetahui faal ginjal. 3) Pemeriksaan elektrolit tubuh Untuk mengetahui kadar Natrium, kalium, kalsium, bikarbonat. 4) Duodenal intubation Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik. 7. Penatalaksanaan Menurut Mansjoer (2007), penatalaksanaan diare akut akibat infeksi terdiri atas : a. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan, Empat hal penting yang perlu diperhatikan adalah : 1) Jenis cairan 2) Jumlah cairan 14 3) Jalan masuk atau cara pemberian cairan 4) Jadwal pemberian cairan b. 8. Identifikasi penyebab diare akut karena infeksi Komplikasi Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti: a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik). b. Renjatan hipovolemik c. Hypokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan pada elektrokardiogram). d. Hipoglikemia. e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena kerusakan vili mukosa usus halus. f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik. g. Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah penderita juga mengalami kelaparan. 9. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan 15 dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Dermawan, 2012). Adapun pengkajian menurut winugroho (2008) sebagai berikut : 1) Riwayat keperawatan Identitas pasien meliputi nama, umur, berat badan, jenis kelamin, alamat rumah, suku bangsa, agama dan nama orang tua. 2) Keluhan utama pasien biasanya berak encer dengan atau tanpa adanya lendir dan darah sebanyak lebih dari 3 kali sehari, biasanya disertai muntah, tidak nafsu makan, dan disertai demam ringan atau demam tinggi pada anak-anak yang menderita infeksi usus. 3) Riwayat penyakit sekarang. Mula mula bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang, tinja makin cair makin disertai lendir atau lendir dan darah, anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi, muntah, dehidrasimenurut Suharyono (1999) dalam Susilaningrum dk (2013). 4) Riwayat penyakit dahulu. Riwayat penyakit yang pernah diderita oleh anak maupun keluarga dalam hal ini apakah dalam keluarga pernah mempunyai riwayat penyakit keturunan atau pernah menderita penyakit kronis sehingga harus di rawat diruah sakit. 16 5) Riwayat kesehatan a) Riwayat imunisasi terutama anak yang belum imunisasi campak. Diare lebih sering terjadi dan berqakibat berat pada anak-anak dengan campak atau yang menderita campak dalam empat minggu terakhir, yaitu akibat penurunan kekebalan pada pasien. b) Riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik) karena faktor ini salah satu kemungkinan penyebab diare. c) Riwayat penyakit yang serung pada anak di bawah dua tahun biasanya batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi sebelum, selama, atau setelah diare, seperti OMA, tonsilitis, faringitis, bronko pneumonia, ensefalitis. 6) Riwayat nutrisi Riwayat pemberian makanan sebelum sakit diare meliputi halm sebagai berikut. a) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi risiko diare dan infeksi yang serius. b) Pemberian susu formula, apakah menggunakan air masak, diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan mudah terjadi pencemaran. c) Perassan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum biasa), pada dehidrasi ringan/sedang 17 anak merasa haus, ingin minum banyak, sedangkan pada dehidrasi berat anak malas minumatau tidak bisa minum. 7) Riwayat kehamilan dan kelahiran yang ditanyakan meliputi keadaan ibu saat hamil, dan obat-obatan. Hal tersebut juga mencakup kesehatan anak sebelum lahir, saat lahir dan keadaan anak setelah lahir. 8) Riwayat tumbuh kembang. Hal-hal yang perlu ditanyakan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pertumbuhan dengan perkembangan anak sesuai dengan usia anak sekarang yang meliputi motorik kasar, motorik halus, perkembangan kognitif atau bahasa dan personal sosial atau kemandirian. 9) Psikososial Pada pisikososial ini yang ditanyakan meliputi tugas perkembangan sosial anak, kemmpuan beradaptasi selama sakit, mekanisme koping yang digunakan oleh anak dan keluarga. 10) Kesehatan fisik Kesehatan fisik meliputi pola nutrisi seperti frekuensi makanan, jenis makanan, makanan yang disukai atau tidak disukai dan keinginan untuk makan dan minum. Pola eliminasi seperti buang air besar dan buang air kecil dirumah dan dirumah sakit. Selain itu juga ditanyakan tentang konsistensi, warna dan bau dari objek eliminasi. Kebiasaan tidur seperti tidur siang dan tidur 18 malam kebiasaan sebelum dan sesudah tidur.pola aktifitas juga ditanyakan baik dirumah dan juga bagaimana pola hygiene tubuh seperti mandi, kramas dan ganti baju. 11) Kesehatan mental. Kesehatan mental ini meliputi pola interaksi anak, pola kognitif anak, pola emosi anak saat dirawat, pola pisikologi keluarga serta kopingnya dan pengetahuan keluarga dalam pengetahuan keluarga dalam mengenali penyakit anaknya. 12) Kesehatan sosial dan spiritual Kesehatan ini meliputi pola kultural atau norma yang berlaku dalam keluarga dan pola rekreasi serta keadaan lingkungan rumah. 13) Pemeriksaan fisik. a) Keadaan umum klien Pada anak terdapat kelainan-kelainan yang perlu mendukung perlu dikaji adanya tanda-tanda dehidrasi seperti mata cekung, ubun-ubun besar cekung, mukosa bibir kering, dan tugor kulit kering, kemudian ditanyakan BAB, adanya nyeri atau disentri abdomen, demam dan terjadi penurunan berat badan (Gunawan, 2009). b) Berat badan Anak yang diare dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan sebagai berikut. 19 Tabel 2.1 Penurunan berat badab anak dengan dehidrasi Kehilangan Berat Badan Tingkat Dehidrasi Bayi Anak Besar Dehidrasi ringan 5% (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg) Dehidrasi sedang 5-10%(50-100 ml/kg) 6% (60 ml/kg) Dehidrasi berat 10-15%(100-150 9% (90ml/kg) ml/kg) Sumber : (Susilanigrum, 2013) Presentase penurunan berat badan tersebut dapat diperkirakan saat anak dirawat di rumah sakit. Sedangkan di puskesmas/ fasilitas pelayanan dasar dapat digunakan pedoman MTBS (2008) c) Kulit Untuk mengetahui elastisitas kulit, kita dapat melakukan pemeriksaan turgor, yaitu dengan cara mencubit daerah perut dengan kedua ujung jari (bukan kedua kuku). Turgor kembali cepat kurang dari 2 detik berarti diare tanpa dehidrasi. Turgor kulit kembali lambat bila cubutan kembali dalam waktu 2 detik dan ini berarti diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Turgor kulit kembali sangat lambat bila cubitan kembali lebih dari 2 detik dan ini termasuk diare dengan dehidrasi berat. d) Kepala Anak di bawah 2 tahun mengalami dehidrasi, ubun ubunnya biasanya cekung. 20 e) Mata Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak mata normal. Bila dehidrasi ringan/sedang, kelopak mata cekung (cowong). Sedangkan dehidrasi berat, kelopak mata sangat cekung. f) Mulut dan lidah (1) Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi) (2) Mulut dan lidah kering (dehidrasi ringan/sedang) (3) Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat) g) Abdomen kemungkinan distensi, kram, bising usus meningkat. h) Anus Adakah iritasi pada anus (Susilaningrum, 2013) 14) Pola fungsional kesehatan. Polo fungsional kesehatan dapat dikaji melalui pola gordon dimana pendekatan ini memungkinkan perawat untuk mengumpulkan data secara sitematis dengan cara mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalah khusus. Model konsep dan tipologi pola kesehatan fungsional menurut gordon: a) Pola persepsi- manajemen kesehatan 21 Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan. b) Pola nutrisi dan metabolik Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit. Nafsu makan, pola makanan, diet, flaktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan menelan, mual/muntah. Kebutuhan jumlah zat gizi, masalah/penyembuhan kulit, makanan kesukaan. c) Pola eliminasi Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih dan kulit kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah miksi (oliguri, disuri, dll), penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi, karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi saluran kemih, masalah bau badan, perpirasi berlebihan, dan lain-lain. d) Pola latihan-aktivitas Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi. Pentingnya latihan/gerak dalam keaadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan kesehatan berhubungan satu sama lain. Kemampuan klien dalam menta diri apabila menata diri apabila tingkat kemampuan 0 : mandiri, 1 : 22 dengan alat bantu, 2 : dibantu orang lain, 3 : dibantu orang dan alat, 4 : tergantung dalam melakukan ADL, kekuatan otot dan Range Of Motion, riwayat penyakit jantung, frekuensi irama dan kedalam nafas, bunyi nafas riwayat penyakit paru. e) Pola kognitif perseptual Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi pendengaran, pengkajian perasaan, fungsi pembau dan penglihatan, kompensasinya terhadap tubuh. Sedangkan pola kognitif didalamnya mengandung kemampuan daya ingat klien terhadap peristiwa yang telah lama terjadi dan atau baru terjadi dan kemampuan orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan nama (orang, atau benda yang lain). Tingkat pendidikan, persepsi nyeri, kemampuan untuk mengikuti, menilai nyeri skala 0-10, pemakaian alat bantu dengar, melihat, kehilangan bagian tubuh atau fungsinya, tingkat kesadaran, orientasi pasien, adakah gangguan penglihatan, pendengaran, sensori (nyeri), penciuman, dan lain-lain. f) Pola istirahat dan tidur Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepsi tentang energy. Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah 23 selama tidur, insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih. g) Pola konsep diri- persepsi diri Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan ide diri sendiri, manuasia sebagai system terbuka dimana keseluruhan bagian manusia akan berinteraksi dengan lingkungannya. Disamping sebagai system terbuka, manusia juga sebagai makhluk bio-psiko-sosio-kultural spiritual dan dalam pandangan secara holistic, adanya kecemasan, ketakutan atau penilaian terhadap diri, dampak sakit terhadap diri, kontak mata, asetif atau passive, isyarat non verbal, ekspresi wajah, merasa tak berdaya, gugup/relaks. h) Pola peran dan hubungan. Mengambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien. Pekerjaan, tempat tinggal, tidak punya rumah, tingkah laku yang passive/agresif terhadap orang lain, masalah keuangan, dan lain-lain. i) Pola reproduksi/seksual. 24 Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual atau dirasakan dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas pemeriksaan genetalia. j) Pola pertahanan diri (Coping-Toleransi stres) Mengambarkan kemampuan untuk menagani stress dan penggunaan system pendukung. Penggunaan obat untuk menagani stress, interaksi dengan orang terdekat, menagis, kontak mata, metode koping yang biasa digunakan, efek penyakit terhadap tingkat stress. k) Pola keyakinan dan nilai. Mengambarkan dan menjelaskan pola nilai, keyakinan termasuk spiritual. Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya. Agama, kegiatan keagamaan, dan budaya, berbagi dengan orang lain, bukti melaksanakan nilai, melaksanakan kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan pntangan dalam agama selama sakit (Winugroho, 2008). b. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual/potensial yang merupakan dasar untuk memilih intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tagumh jawab perawat (Dermawan, 2012). Masalah 25 keperawatan yang muncul menurut Nanda Diagnosa (2013) antara lain : 1) Kekuragan volume cairan b.d kehilagan cairan aktif. 2) Kerusakan integritas kulit b.d ekskresi/BAB sering. 3) Ketidak seimbagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan intake makanan. 4) Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi. 5) Resiko syok. 6) Ansietas b.d hospitalisasi c. Perencanaan keperawatan Perencanaan adalah suatu proses dimana pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tenteng sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan semua dari tindakan keperawatan (Dermawan, 2012). Penulis dalam menentukan tujuan dan kateria hasil didasarkan pada metode SMART. S: Spesifik, tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda. M: Measurable, tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya tentang perilaku klien, dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan dan dibau. A: Achievable, tujuan harus dapat dicapai, R: Reasonable, tujuan harus dapat ditaggung jawabkan secara ilmiah, T: Time, mempunyai batasan waktu yang jelas (Nursalam, 2005). Menurut Nanda (2013) diagnosa dan intervensi keperawatan diare adalah : 26 1) Kekuragan volume cairan b.d kehilagan cairan aktif. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kekuragan volume cairan dapan terpenuhi. Dengan kateria hasil NOC: a) Nadi, suhu tubuh dalam batas normal. b) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi. c) Elastisitas tugor kulit baik. d) Membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan. Intervensi keperawatan NIC : a) Monitor tanda-tanda vital. b) Monitor status nutrisi. c) Kolaborasi dengan dokter. d) Berikan cairan IV pada suhu ruang. e) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit. 2) Kerusakan integritas kulit b.d ekskresi/BAB sering. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan Kerusakan integritas kulit dapat teratasi . Dengan kateria hasil NOC : a) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi) b) Tidak ada luka atau lesi pada kulit. c) Perfusi jaringan baik. d) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan alami. 27 Intervensi keperawatan NIC: a) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering. b) Memonitor kulit akan adanya kemerahan. c) Oleskan lotion atau minyak /baby oil pada daerah yang terkena. d) Ajurkan klien untuk menggunakan pakaian yang longgar. e) Menurut aplikasi jurnal pemberian minyak zaitun terhadap ruam popok anak usia 0-36 bulan dapat dilakukan alternatif mengoleskan minyak zaitun pada daerah luka. 3) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan intake makanan. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat terpenuhi. Dengan kateria hasil NOC: a) Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan. b) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi. c) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi. d) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti. Intervensi keperawatan NIC: a) Kaji adanya alergi makanan. b) Kolborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan klien. c) monitor lingkungan selama makan. 28 d) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi. e) Monitor tugor kulit 4) Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah hipertermi dapat teratasi. Dengan kateria hasil NOC: a) Suhu tubuh dalam rentan normal b) Nadi dan pernafasan dalam rentan normal c) Tidak ada perubahan warna kulit Intervensi keperawatan : a) Mengobservasi kenaikan suhu tubuh dan perubahan yang menyertai b) Beri kompres hangat pada daerah dahi, aksila dan lipat paha c) Monitor tanda-tanda vital d) Anjurkan untuk minum yang cukup e) Anjurkan untuk menyelimuti mencegah hilangnya kehagatan tubuh f) Monitor WBC, Hb, dan Hct g) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian atipiretik 5) Resiko syok Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak mengalami resiko syok . Dengan kateria hasil NOC : a) Nadi dalam batas yang diharapkan. b) Frekuensi nafas dalam batas yang diharapkan. 29 c) Mata tidak cekung. d) Tidak mengalami demam. Intervensi keperawatan NIC: a) Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan. b) Monitor tanda awal syok. c) Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala syok. d) Pantau TTV. 6) Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak mengalami hospitalisasi. Dengan kateria hasil NOC: a) Klien mampu mengidentifikasi dan menggungkapkan gejala cemas. b) Tanda-tanda vital dalam batas normal. c) Postur tubuh, ekspresi wajah bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukan kurangnya kecemasan. Intervensi keperawatan NIC: a) Gunakan pendekatan yang menenagkan. b) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur. c) Temani pasien untuk memberikan menggurangi takut. d) Dengarkan dengan penuh perhatian. e) Identifikasi tingkat kecemasan keamanan dan 30 f) Dorong keluarga untuk menemani anak B. Diaper Rush 1. Definisi Diapers rush adalah kelainan pada bayi atau balita yang terjadi karena pemakaian popok, kelainan kulit berupa kelainan pada kulit daerah bokong. Pada kulit yang normal, terdapat jamur candida dalam jumlah yang sedikit, tetapi saat kulit lembab maka jamur akan tumbuh lebih cepat sehingga timbul peradangan yang mengakibatkan timbulnya diapers rush (putra, 2012). Diaper rush atau ruam popok adalah adanya keluhan bintik merah pada kelamin dan bokong bayi atau anak dengan pempers diakibatkan oleh gesekan-gesekan kulit dengan pampers (marmi dan raharjo, 2012). Sedangkan menurut Muslihatun (2010) diapers rush atau ruam popok adalah ruam merah terang yang disebabkan oleh iritasi dari kulit terkena urin atau feses yang berlangsung lama di bagian mana saja di bawah popok anak. 2. Faktor Resiko Ada beberapa faktor penyebab yang diidentifikasi dan berperan menimbulkan diaper rush antara lain faktor fisik, kimiawi, enzimnya dan mikroba. Faktor tersebut berasal dari sejumlah hal yaitu : a. Pemakaian popok moderen dengan kulit anak, feses yang bercampur menghasilkan zat yang menyebabkan peningkatan PH (derajat keasaman) kulit dan enzim dalam kotoran. Tingkat keasaman kulit 31 yang tinggi ini membuat kulit lebih peka, sehingga memudahkan terjadinya iritasi kulit. b. Pemberian susu formula ternyata juga memungkinkan bayi mengalami masalah diaper rush lebih besar dibandingkan dengan ASI (air susu ibu) pada urin atau feses pada anak (Marmi dan Raharjo, 2012). c. Diapers rush bisa terjadi saat, kebersihan kulit yang tidak terjaga, udara atau suhu lingkungan yang terlalu panas atau lembab, akibat diare, reaksi kontak terhadap karet, plastik deterjen. 3. Klasifikasi Menurut Silmiaty (2012) Dermatitis atau sering disebut diapers rush umumya dibagi menjadi 2 tipe, yaitu : a. Dermatitis popok iritan. Dermatitis ini biasanya dijumpai pada balita yang menggunakan popok. Dermatitis popok iritan memberi gejala berupa bercak kemerahan, lembab dan kadang bersisik pada daerah bokong dan genetalia yang menonjol. Kelainan ini dapat tidak bergejala sehinga terasa perih pada daerah yang terkena iritasi. b. Dermatitis popok candida. Merupakan tipe dermatitis keduayang sering dijumpai dan ditandai dengan bercak kemerahan yang lebih terang dan bintik-bintik yang sering dijumpaididaerah selakangan, kadang dijumpai bercak keputihan dimukosa mulut. Infeksi jamur candida sering di jumpai 32 pada dermatitis popok yang telah berlangsung selama 3 hari (biasanya di picu oleh keadaan diare) keadaan lembab. 4. Diagnosa keperawatan. Diagnosa yang mendukung pada ruam popok yaitu gangguan integritas kulit. IntegrItas kulit adalah perubahan atau gangguan pada dermis atau epidermis. Pada diagnosa ini dapat dilakukan tindakan pemberian minyak zaitun (olive oil) yangdipercaya dapat digunakan untuk perawatan bekas luka, serta area-area yang terdapat keriput dan pecah-pecah akibat kulit kering atau penuaan sel kulit, dapat juga digunakan untuk stretching atau penarikan pada kulit, sehingga dapat mengatasi masalah bekas kehamilan (stretch marks) (Kartika, 2011). Seperti yang dikemukakan Nuryadi (2010) mengatakan khasiat dari minyak zaitun (olive oil) salah satunya untuk kesehatan kulit dan untuk kecantikan.Kandungan dari minyak zaitun mempunyai kesamaan dengan baby oil yaitu mineral dan vitamin E yang berfungsi sebagai anti oksidan alami yang mampu melawan radikal bebas sehingga menyebabkan gangguan kulit. 5. Mekanisme terjadinya ruam popok. Diaper rash terdiri dari kulit yang basah dan kotor. Keadaan oklusi (tertutup oleh popok), kelembapan kulit, luka atau gesekan, urine, jamur dan bakteri. Pada keadaan normal memang ada jamur dan kuman pada tubuh kita, tetapi kalau kulit basah, kotor dan berlangsung lama maka akan terjadi diaper rash. Penyebab diaper rash bersifat multifaktorial, 33 antara lain peranan urine, feses, gesekan, kelembapan kulit yang tinggi, bahan iritan kimiawi, penggunaan jenis popok yang tidak baik, dan adanya infeksi bakteri atau jamur. Dampak terburuk dari penggunaan popok selain mengganggu kesehatan kulit juga dapat mengganggu perkembangan pertumbuhan bayi. Bayi yang menderita diaper rash akan mengalami gangguan seperti rewel dan sulit tidur (Arifin, 2007). 6. Tanda dan Gejala Menurut dewi (2010) adapun tanda dan gejala dari diapers rush yaitu : a. Iritasi pada kulit yang terkena muncul sebagian crytaema. b. Erupsi pada daerah kontak yang menonjol, seperti pantat, alat kemaluan, perut bawah paha atas. c. Pada keadaan lebih parah dapat terjadi papilla eritematosa, vasikula dan uleerasi. d. Kurangnya menjaga hygiene, popok jarang diganti atau terlalu lama tidak segera diganti setelah pipis atau BAB. 7. Cara penaganan diapers rush. a. Menggunakan popok sekali pakai sesuai daya tampung. b. Membersihkan kulit dengan air hangat setelah buang air besar. c. Agar kulit bayi atau anak tidak lembab, setiap hari paling sedikit 2-3 jam bayi atau anak tidak memakai popok. d. Memilih popoh sesuai ukuranya dan menggunakan bahan yang menyerap air (putra, 2012). 34 e. Jagan menggunakan bedak bayi atau talk karena menyebabkan poripori tertutup oleh bedak. Hindari terjadinya kelembapan agar tidak menimbulkan ruam popok (rukiyah dan yulisanti, 2010) f. Apabila terjadi ruam popok pada bayi atau anak ada alternatif herbal dari minyak zaitun untuk mengatasi ruam popok pada bayi atau anak (nurlita, 2014) 8. Alat ukur ruam Menurut manjoer (2000) derajat ruam popok di bagi menjadi 3 yaitu derajat ringan, sedang, berat. a. Pada derajat ringan ruam tersebut berupa kemerahan di kulit pada daerah popok yang sifatnya terbatas disertai lecet-lecet ringan. b. Pada derajat sedang ruam berupa kemerahan dengan atau tanpa adanya bintil-bintil yang tersusun seperti satelit, disertai dengan lecet-lecet pada permukaan luas. Biasanya disertai rasa nyeri dan tidak nyaman. c. Pada kondisi yang berat ditemukan kemerahan yang disertai bintilbintil, bernanah dan meliputi daerah kulit yang luas. C. Minyak Zaitun 1. Definisi Tindakan yang terpenting dalam menjaga integritas kulit adalah menjaga hidrasi kulit dalam batas yang wajar (tidak terlalu lembab atau terlalu kering (Yolanda, 2012). Minyak zaitun adalah salah satu minyak 35 yang diperas dari buah zaitun tentang manfaat minyak zaitun (Olive Oil) bahwa minyak zaitun (Olive Oil) mengandung emolien yang bermanfaat untuk menjaga kondisi kulit yang rusak seperti psoriaris dan eksim. Minyak zaitun dapat menghilangkan ruam terutama pada pantat bayi atau anak yang terjadi kemerahan (Setyanti, 2012). Banyak pakar yang mengatakan bahwa minyak zaitun digunakan untuk mengatasi ruam di negri-negri yang memproduksi zaitun seperti Umbria, Italia (Hikmah, 2008). 2. Manfaat minyak zaitun. Minyak zaitun kaya vitamin E yang merupakan anti penemuan dini. Minyak zaitun juga bermanfaat untuk menghaluskan dan melembabkan permukaan kulit tanpa menyumbat pori. Minyak zaitun pelembab yang baik untuk melembabkan kulit selain itu minyak zaitun bermanfaat untuk melepaskan lapisan sel-sel kulit mati. 3. Jenis-jenis Minyak Zaitun a) Extravirgin olive oil : memiliki tingkat keasaman dari %. b) Virgin olive oil : minyak yang hampir menyerupai ekstra virgin oil, bedanya virgin olive oil diambil pada buah yang lebih matang dan tingkat keasamanya lebih tinggi. c) Revinet olive oil : merupakan minyak zaitun yang berasal dari penyulingan, jenis ini tingkat keasamanya lebih dari 3.3%, aromanya kurang begitu baik dan rasanya kurang menggugah lidah. 36 d) Pure olive oil : minyak zaitun yang paling laris dijual di pasaran, warna, rasanya, lebih ringan dari virgin olive oil. e) Extra light olive oil : merupakan campuran minyak zaitun murni dan hasil sulingan, sehingga kualitasnya kurang baik, tetapi jenis ini lebih populer dipasaran karena harganya lebih murah dari pada jenis lainnya. 4. Kandungan minyak zaitun Adapun kandungan dari minyak zaitun itu sendiri adalah : a. Lemak jenuh 1) Asam palmitat 7,5-20,0%. 2) Asam stearat 0,5-5,0%. 3) Asam aracidat <0,8%. 4) Asam behenat <0,1%. 5) Asam mistrat <0,1%. 6) Asam lignocerat <1,0%. b. Lemak tak jenuh 1) MUFA terdiri atas oleat atau omega 9 55-83% dan asam polmito leat 0,3 asam 3,5%. 2) PUFA terdiri dari asam linolet omega 6 3,5-2,1% dan asam linoleta omega 3<1,5%. 3) Vitamin E dan vitamin K. 4) Senyawa oktioksidon fitroestrogen. fenol, tokoferol, sterol, pigmen 37 5. Mekanisme pemberian minyak zaitun terhadap ruam popok. Minyak zaitun akan menjaga kelembaban kulit.Dengan sifatnya sebagai antiseptik oil dapat mengurangi kemerahan pada ruam popok dan mencegah air melakukan kontak langsung dengan kulit yang terkena ruam popok. Secara teori minyak zaitun (olive oil) bermanfaat untuk melembutkan kulit, mempertahankan kekembaban dan elastisitas kulit, sekaligus memperlancar proses regenerasi kulit. Pemberian minyak zaitun (olive oil) yang diberikan pada anak yang mengalami ruam sebanyak 2,5 ml setiap pagi dan sore hari(Nangili, 2013). 38 D. Kerangka teori. 1. 2. 3. 4. 5. Faktor virus Alergi makanan Malabsorpsi Keracunan makanan Pisikologis yaitu rasa takut Diare perubahan Kekurangan Kerusakan resiko nutrisi kurang volume integritas infeksi dari cairan kulit kebutuhan Diapers rush Pemberian minyak zaitun Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : (hasan, 2007; wilkinston, 2013; nurlita 2015) ansietas BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subyek Aplikasi Riset Subyek aplikasi ini adalah aplikasi tindakan pemberian minyak zaitun (olive oil) terhadap derajat ruam popok pada anak diare pengguna diapers usia 0-36 bulan di RSUD Salatiga. B. Tempat dan Waktu 1. Waktu Aplikasi tindakan pemberian minyak zaitun ini dilakukan selama tiga hari pada tanggal 4-8 januari 2015. 2. Tempat Tindakan pemberian minyak zaitun dalam derajat ruam popok yang dilakukan di ruang keperawatan anak RSUD Salatiga. C. Media dan Alat yang digunakan Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan yaitu 1. Handscoon. 2. minyak zaitun. 39 40 D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset Prosedur tindakan yang akan dilakukan pada aplikasi riset tentang pangaruh minyak zaitun terhadap derajat ruam popok anak diare pengguna diapers usia 0-36 bulan. Tabel 3.1 Langkah prosedur Prosedur Pelaksanaan A. 1. 2. 3. 4. 5. B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. C. 1. 2. 3. FASE ORIENTASI Mengucapkan salam Memperkenalkan diri Menjelaskan tujuan Menjelaskan prosedur Menanyakan kesiapan pasien dan keluarga FASE KERJA Mencuci tangan Menutup sampiran / jendela Memakai sarung tangan Memasang pengalas dibawah rektal pasien Melepasken pakaian pasien Memasang selimut pasien Mengoleskan minzak zaitun ditelapak tangan Mengoleskan minzak zaitun di bokong pasien Merapikan kembali alat-alat Melepas sarung tangan Merapikan pasien Menanyakan kenyamanan pasien Mencuci tangan FASE TERMINASI Melakukan evaluasi Menyampaykan rencana tindak lanjut Berpamitan Sumber : Ngastiyah (2005) 41 E. Alat ukur. Alat ukur yang digunakan penulis dalam pengamplikasian tindakan pengaruh minyak zaitun terhadap derajat ruam popok pada anak usia 0-36 bulan dengan diare di ruang keperawatan anak RSUD Salatiga. Tabel 3.2 Alat ukur derajad ruam Ringan Sedang Berat kemerahan berupa ruam dengan atau tanpa kemerahan di kulit adanya bintil-bintil pada daerah popok yang tersusun seperti satelit, disertai dengan yang sifatnya lecet-lecet pada luas. terbatas disertai permukaan Biasanya disertai rasa lecet-lecet ringan. nyeri dan tidak nyaman. ruam kemerahan yang disertai bintil-bintil, bernanah dan meliputi daerah kulit yang luas. Sumber : Mansjoer, (2000) Lembar observasi Sebelum dilakukan tindakan pemberian minyak zaitun terhadap derajat ruam popok No Hari/Tgl Jam Hasil Penilaian TTD Keterangan : a) derajat ringan ruam tersebut berupa kemerahan di kulit pada daerah popok yang sifatnya terbatas disertai lecet-lecet ringan. b) derajat sedang ruam berupa kemerahan dengan atau tanpa adanya bintil-bintil yang tersusun seperti satelit, disertai dengan lecet-lecet pada permukaan luas. Biasanya disertai rasa nyeri dan tidak nyaman. c) kondisi yang berat ditemukan kemerahan yang disertai bintil-bintil, bernanah dan meliputi daerah kulit yang luas. Lembar observasi Setelah dilakukan tindakan pemberian minyak zaitun terhadap ruam popok No Hari/Tgl Jam Hasil Penilaian TTD Keterangan : a) derajat ringan ruam tersebut berupa kemerahan di kulit pada daerah popok yang sifatnya terbatas disertai lecet-lecet ringan. b) derajat sedang ruam berupa kemerahan dengan atau tanpa adanya bintil-bintil yang tersusun seperti satelit, disertai dengan lecet-lecet pada permukaan luas. Biasanya disertai rasa nyeri dan tidak nyaman. c) kondisi yang berat ditemukan kemerahan yang disertai bintil-bintil, bernanah dan meliputi daerah kulit yang luas. BAB IV LAPORAN KASUS Dalam bab ini menjelaskan tentang pengelolaan asuhan keperawatan yang dilakukan pada An.A di Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga, dilaksanakan pada tanggal 4-6 Januari 2016. Asuhan keperawatan ini dimulai pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi. A. Identitas Pasien Pengkajian dimulai pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016 pukul 11.30 WIB. Pada An. A di Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga, adalah anak laki-laki berusia 10 bulan dengan metode wawancara kepada keluarga, observasi langsung pada pasien, pemeriksaan fisik dan melihat catatan medis, penulis mendapatkan data sebagai berikut. Klien masuk rumah sakit tanggal 1 Januari 2016 jam 14.21 WIB. Identitas klien nama An. A, lahir tanggal 17 Februari 2015, umur 10 bulan. Agama Islam, alamat Dusun Karipan, diagnosa medis Diare, penangung jawab Tn. M usia 31 tahun seorang swasta, pendidikan SD. B. Pengkajian Alasan An.A masuk rumah sakit. Ny.S ibu pasien mengatakan sejak hari rabu tanggal 30 Desember 2015 An.A BAB cair sudah 8 kali sehari. An.A kemudian di bawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga klien di 42 43 IGD pada tanggal 1 Januari 2016 dengan keluhan BAB cair 8 kali sehari di IGD klien di periksa suhu : 39ºC, nadi : 139 x/menit Rr : 30 x/menit di IGD klien mendapatkan infus KAEN 3B 12 tpm di ekstremitas kanan, injeksi ceftriaxon 2x200mg, injeksi ranitidine 2x8mg, L-bio 1x½ sachet. Setelah mendapatkan infus dan terapi klien di pindah keruang anggrek, di ruang anggrek klien mendapatkan terapi ceftriaxon 2x200mg, injeksi ranitidine 2x8mg, sanmol 3x80mg pada saat dikaji tanggal 4 januari 2016 jam 11.30 WIB. Klien tampak lemas suhu klien 38ºC nadi : 139 x/menit Rr : 30 x/menit BAB sudah 5 kali sehari, tugor kulit tidak elastis, membran mukosa kering, bising usus 30 x/menit terdapat ruam di daerah bokong. Riwayat penyakit dahulu, Ny.S ibu dari An.A mengatakan saat kehamilan jumlah gravida G1P2A0, Ny.S mengatakan An.A lahir pada tanggal 17 Februari 2015 usia gestasi saat lahir yaitu 38 minggu Ny.S ibu dari An.A mengatakan saat hamil kandungan sehat. Ny.S ibu An.A mengatakan periksa kehamilan rutin satu bulan sekali periksa kandungan dan tidak mengkonsumsi obat-obatan. Ny.S mengatakan An.A lahir di tempat bidan dan lahir sepontan dengan berat badan 3200 gram. Penyakit yang diderita sebelumnya klien pernah dirawat di Rumah Sakit dengan sakit yang sama. Riwayat alergi, ibu pasien mengatakan An.A tidak mempunyai riwayat alergi makanan minuman maupun obat-obatan. Imunisasi, ibu pasien mengatakan An.A sudah diimunisasi, yaitu BCG, hepatitis, polio, DPT, campak. Pertumbuhan dan perkembangan, ibu pasien mengatakan berat badan waktu lahir 3200 gram. Antropometri berat badan An.A sekarang 8 kg 44 dan sebelum sakit 8 kg, panjang badan 80 cm, lingkar dada 65, lingkar lengan 25 cm, lingkar kepala 60 cm. Riwayat kesehatan keluarga, ibu pasien mengatakan dalam anggota keluarga tidak ada yang memiliki penyakit menular atau keturunan lainnya. Genogram: An.A Keterangan : Laki-laki : Perempuan An. A: Pasien : TinggalSatuRumah Riwayat sosial struktur ibu pasien mengatakan tinggal bersama suami dan kedua anak , lingkungan rumah bersih, tidak ada tumpukan sampah disekitar 45 rumah dan berkomunikasi dengan tetangganya baik dan rukun, ibu pasien mengatakan pendidikan terakhir SMP dan bekerja di pabrik, An.A belum sekolah, suami pendidikan terakhir SD dan bekerja sebagai wirasuwasta, ibu pasien mengatakan bahwa keluarganya beragama islam dan menjalankan sholat lima waktu. Pola nutrisi dan cairan pasien, sebelum sakit ibu pasien mengatakan An.A dirumah makan tiga kali sehari bubur, sayur satu porsi habis dan tidak ada keluhan,minum air putih, susu porsi enam sampai tujuh botol dan tidak ada keluhan. Selama sakit di rumah sakit ibu pasien mengatakan An.A makan tiga kali sehari bubur dan sayur, minum air putih, susu ± 4 botol dan tidak ada keluhan, pengkajian antropometri selama sakit berat badan sebelum sakit 8 kg, selama sakit 8 kg tinggi badan 80 cm imt 12,5, biocemical hemoglobin 10.4 g/dl, hematokrit 31.9 %, , clinical lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit kering/tidak elastis, diit bubur, sayur, susu dan air putih. Pola eliminasi pasien, ibu pasien mengatakan sebelum sakit An.A BAB dua kali sehari dengan konsistensi lunak berbentuk berbau khas berwarna kuning kecoklatan dan tidak ada keluhan. Ibu pasien mengatakan An.A BAK ± 7 kali sehari, berbau amoniak berwarna kuning bening dan tidak ada keluhan. Ibu pasien mengatakan selama sakit An.A BAB lima kali sehari dengan konsistensi BAB cair berwarna kuning keluhan BAB cair. Ibu pasien mengatakan An.A BAK ± 7 kali sehari berbau amoniak berwarna kuning bening dan tidak ada keluhan. 46 Pola aktivitas dan latihan, ibu pasien mengatakan An.A sebelum sakit makan, minum, toilleting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi/ROM dilakukan dengan bantuan orang lain. Ibu pasien mengatakan selam sakit makan, minum, toilleting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi/ROM di bantu dengan orang lain. Pola istirahat tidur, ibu pasien mengatakan sebelum sakit An.A tidur nyenyak pada siang hari maupun malam hari. Ibu pasien mengatakan selam sakit An.A istirahat, tidur pasien saat malam hari maupun siang hari jika di temani ibunya. Pola kognitif - perseptual, ibu pasien mengatakan sebelum sakit An.A sangat aktif tidak rewel menagis jika lapar atau ingin minum dan apabila BAB atau BAK. selama sakit ibu pasien mengatakan pasien menagis jika terbagun atau dideketin perawat. Pola persepsi konsep diri, gambaran diri An.A berumur sepuluh bulan, harga diri ibu pasien mengatakan orang tua dan keluarga pasien menyayangi pasien dan senantiasa merawat pasien, identitas pasien ibu pasien mengatakan An.A anak kedua dari dua saudara berjenis kelamin lakilaki, ideal diri ibu pasien mengatakan An.A cepat sembuh dari penyakitnya. Pola hubungan peran, ibu pasien mengatakan hubungan dengan tetangganya cukup baik sebelum maupun selama sakit, ditandai dengan saat pasien sakit banyak tetangga yang menjenguknya. Pola seksualitas reproduksi, ibu pasien mengatakan An.A berjenis kelamin laki-laki. Pola mekanisme koping, ibu pasien mengatakan apabila mendapat masalah kesehatan ataupun yang lainnya selalu di musyawarahkan bersama dan 47 diselesaikan secara bersama. Pola nilai dan keyakinan, ibu pasien mengatakan semua keluarganya beragama islam dan sholat lima waktu. Pada pemeriksaan fisik An.A didapatkan hasil keadaan umum pasien composmentis. Dan setelah dilakkan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil suhu tubuh 380C, respirasi 30 kali permenit, nadi 139 kali permenit. Data subyektif yang diperoleh, ibu pasien mengatakan anaknya BAB cair sudah lima kali sehari dan badan anaknya teraba panas. Pada pemeriksaan sistematis yang dilakukan pada An.A dari pemeriksaan head to toe didapatkan hasil sebagai berikut. Kepala An.A berbentuk mesochepal, kepala bersih, rambut berwarna hitam, tidak ada ketombe. Mata warna sklera putih (tidak ikterik), warna kornea hitam, posisi simetris, gerakan mata normal, keadaan kelopak mata normal (tidak ada mata panda/ warna hitam pada kelopak mata), konjungtiva tidak anemis, pupil isokor normal mengecil apabila diberi rangsangan cahaya. Telinga kebersihan bersih dan tidak ada serumen, kesimetrisan simetris antara kanan kiri, ketajaman pendengaran pendengaran tajam dan tidak ada gangguan pendengaran. Hidung letak simetris, tidak ada polip, penciuman tidak terganggu. Mulut, bibir simetris, mukosa bibir kering, tidak ada sianosis, gerakan lidah normal, tidak ada stomatitis. Leher, tidak ada kaku kudu, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid. Kelenjar limfe, tidak ada pembesaran kelenjar limfe. Kuku bersih tidak ada kotoran, bersih, warna merah muda,rapi dan pendek. Kulit, turgor kulit kering atau tidak elastis, teraba panas. Pada pemeriksaan dada, paru-paru inspeksi bentuk dada simetris antara kanan kiri palpasi vocal premitus sama 48 antara kanan kiri perkusi sonor auskultasi vesikuler tidak ada suara tambahan. Pemeriksaan inspeksi jantung ictus cordis tidak tampak palpasi ictus cordis teraba di SIC V perkusi pekak auskultasi bunyi jantung satu dan bunyi jantung dua sama suara lub ,dup, lup, dup. Pemeriksaan inspeksi abdomen datar dan tidak ada bekas luka auskultasi bising usus 36 kali permenit, pada pemeriksaan palpasi abdomen tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan, dan pada pemeriksaan perkusi terdengar thympani. Genetalia An.A tidak terpasang kateter, tidak ada kelainan pada genetalia dan berjenis kelamin laki-laki. Anus An.A bersih, dan terdapat ruam atau peradangan pada daerah sekitar bokong tidak ada hemoroid. Pada pengkajian ekstremitas tangan kanan dan kiri maupun kaki kanan dan kiri normal kekuatan otot normal, tidak ada perubahan bentuk tulang, ROM aktif, capilary refilekurang dari dua detik, perabaan akral hangat peting edema tidak ada. Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 4 januari 2016 didapatkan hasil: hematologi rutin, hemoglobin 10.4 dengan satuan g/dl, normalnya 1418. Hematokrit 31.9 dengan satuan %, normalnya 29.00-43.00. Leukosit 16.62 dengan satuan 10ÊŒ3/ul, normalnya 4,5-11. Trombosit 221 dengan satuan 10ÊŒ3/ul, normalnya 150-450. Eritrosit 4.31 dengan satuan 10ÊŒ6/ul, normalnya 3.50-5.20. MPV 9.0 dengan satuan FL, normalnya 6.5-12.00. PDW 16.2 normalnya 9.0-17.0 PCT 0.2 dengan satuan % normalnya 0.1080.282. INDEX, MCV 74.1 dengan satuan FL, normalnya 86-108. MCH 24.1 49 dengan satuan pg, normalnya 28-31. MCHC 32.6 dengan satuan g/dl, normalnya 30-35. Terapi yang di peroleh An.A selama perawatan di rumah sakit umum daerah karanganyar adalah paracetamol dengan dosis 3x50 mg termasuk golongan obat analgesik non narkotik berfungsi untuk menurunkan panas, infus KAEN 3B dengan dosis 12 tpm termasuk golongan cairan elektrolit dan berfungsi untuk resusitasi cairan dan mengembalikan keseimbangan cairan, ceftriaxon dengan dosis 2x200mg golongan antibiotik/ceftriaxon berfungsi untuk mengatasi infeksi, ranitidine dengan dosis 2x8mg golongan ranitidin berfungsi untuk tungkak lambung, sanmol dengan dosis 3x60mg berfungsi untuk menurunkan demam. C. Perumusan Masalah Keperawatan Dari pengkajian dan observasi di atas yang diperoleh pada tanggal 4 Januari 2016 penulis melakukan analisa data dan kemudian merumuskan diagnosa keperawatan, masalah keperawatan yang pertama ditandai dengan data subyektif An.A, ibu pasien mengatakan anaknya BAB cair sudah lima kali sehari. Data obyektif yang diperoleh, tugor kulit tidak elastis, membran mukosa kering nadi 139 kali permenit hematokrit 31.9% balance cairan pada tanggal 4 januari 2016 -892cc. Maka penulis merumuskan prioritas masalah keperawatan kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif. 50 Masalah keperawatan kedua adalah ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan. Yang ditandai dengan data subyektif ibu pasien mengatakan anaknya BAB cair sudah lima kali sehari ini. Data obyektif klien terlihat lemas, pengkajian antropometri selama sakit berat badan sebelum sakit 8 kg, selama sakit 8 kg tinggi badan 80 cm imt 12,5, biocemical hemoglobin 10.4 g/dl, hematokrit 31.9 %, clinical mukosa bibir kering, turgor kulit kering/tidak elastis, diit bubur, sayur, susu dan air putih, tanda-tanda vital nadi 139 kali permenit, Rr 30 kali permenit. Masalah keperawatan yang ketiga adalah hipertermi berhubungan dengan dehidrasi. Yang ditandai dengan data subyektif ibu pasien mengatakan anaknya demam. Data obyektif dari masalah keperawatan ini adalah tubuh klien teraba panas, klien tampak rewel, suhu 38ºC Masalah keperawatan keempat adalah kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau BAB sering. Yang ditandai dengan data subyektig ibu klien mengatakan anaknya terdapat kemerahan dan bintil-bintil kecil di bagian bokong. Data obyektif dari masalah keperawatan ini adalah klien menagis, terdapat ruam bibagian bokong berwarna kemerahan serta bintil-bintil kecil, BAB cair lima kali sehari ini. Untuk memprioritaskan masalah keperawatan maka diagnosa keperawatan yang diprioritaskan: 51 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif. 2. Ketidakmampuan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan. 3. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi. 4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau BAB sering. D. Perencanaan Adapun intervensi yang sesuai dengan diagnosa keperawatan An.A yang sedang dirawat di ruang anggrek rumah sakit umum daerah kota salatiga sebagai berikut: untuk diagnosa yang pertama Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif. Tujuan yang ingin dicapai adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien tidak mengalami kekurangan cairan dengan kriteria hasil tugor kulit elastis, membran mukosa lembab, balance cairan normal, tanda-tanda vital dalam batas normal. Intervensi yang pertama monitor status dehidrasi (tugor kulit, membran mukosa, hematokrit, balance cairan), monitor tanda-tanda vital, anjurkan pasien untuk makan dan minum sedikit tapi sering, kolaborasi dengan dokter pemberian terapi cairan intravena. Untuk diagnosa yang kedua ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan. Tujuan yang ingin dicapai adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat 52 terpenuhi dengan kriteria hasil tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti, nafsu makan bertambah, tidak ada tanda-tanda malnutrisi (peningkatan berat badan, mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis). Intervensi yang pertamapantau ABCD, kaji adanya alergi makanan, berikan infurmasi tentang kebutuhan nutrisi, monitor tugor kulit, monitor kulit selama makan, berkolaborasi dengan ahli gizi. Untuk diagnosa ke ketiga hipertermia berhubungan dengan dehidrasi. Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam hipertermia dapat teratasi dengan kriteria hasil suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C37,5OC), perabaan kulit hangat. Intervensi yang pertama monitor suhu tubuh, monitorIWL, berkolaborasi dengan dokter pemberian obat, selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh. Untuk diagnosa ke empat kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi BAB sering. Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria tidak ada luka atau lesi pada kulit, perfusi jaringan baik, mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan alami. Intervensi yang pertama anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longar, jaga kebersihan kulit, monitor kulit akan adanya kemerahan, oleskan lotion atau minyak, pada daerah yang terkena, hindari kerutan pada tempat tidur. 53 E. Implementasi Dalam melakukan implementasi selama 3x24 jam pada An.A yang sedang dirawat di ruang anggrek rumah sakit umum daerah kota salatiga implementasi dimulai pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016. Pada jam 11:45 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan monitor status hidrasi (tugor kulit, membran mukosa, hematokrit, balance cairan), implementasi yang dilakukan memonitor status hidrasi. Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia anaknya diperiksa dan respon obyektif tugor kulit tidak elastis, memberan mukosa kering, hematokrit : 31.9%, balance cairan :-892cc. Jam 11:55 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan monitor tanda-tanda vital pasien, implementasi yang dilakukan memonitor tanda-tanda vital pasien. Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia An.A diperiksa dan respon obyektif nadi 139 kali permenit, respirasi 30 kali permenit, suhu 380C. Jjam 12:00 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan anjurkan pasien untuk makan dan minum sedikit tapi sering, imlementasi yang dilakukan menganjurkan keluarga pasien untuk memberikan makan sedikit tapi sering. Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia untuk memberikan makan sedikit tapi sering dan data obyektif ibu pasien tampak kooperatif. Jam 12:15 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan kolaborasi dengan dokter pemberian terapi cairan intra vena, imlementasi yang dilakukan menganjurkan berkolaborasi dengan dokter pemberian terapi cairan intra vena. Respon subyektif ibu klien mengatakan bersedia bila anaknya diberi 54 cairan, data obyektif klien terpasang infus KAEN 3B 12 tpm di ektremitas kanan. Implementasi hari Selasa 5 Januari 2016 pada jam 14:15 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan monitor status hidrasi (tugor kulit, membran mukosa, hematokrit, balance cairan), implementasi yang dilakukan memonitor status hidrasi. Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia anaknya diperiksa dan respon obyektif tugor kulit tidak elastis, memberan mukosa kering, hematokrit : 31.9%, balance cairan :655cc. Jam 14:30 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan monitor tanda-tanda vital pasien, implementasi yang dilakukan memonitor tanda-tanda vital pasien. Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia An.A diperiksa dan respon obyektif nadi 130 kali permenit, respirasi 28 kali permenit, suhu 37,80C. Jam 14:45 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan kolaborasi dengan dokter pemberian terapi cairan intra vena, imlementasi yang dilakukan menganjurkan berkolaborasi dengan dokter pemberian terapi cairan intra vena. Respon subyektif ibu klien mengatakan bersedia bila anaknya diberi cairan, data obyektif klien terpasang infus KAEN 3B 12 tpm di ektremitas kanan. Implementasi pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 pada jam 14:20 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan monitor status hidrasi (tugor kulit, membran mukosa, hematokrit, balance cairan), implementasi yang dilakukan memonitor status hidrasi. Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia anaknya diperiksa dan respon obyektif tugor 55 kulit elastis, memberan mukosa lembab, hematokrit : 31.9%, balance cairan :255cc. Jam 14:35 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan monitor tanda-tanda vital pasien, implementasi yang dilakukan memonitor tanda-tanda vital pasien. Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia An.A diperiksa dan respon obyektif nadi 120 kali permenit, respirasi 28 kali permenit, suhu 36,80C. Jam 15:00 untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan kolaborasi dengan dokter pemberian terapi cairan intra vena, imlementasi yang dilakukan menganjurkan berkolaborasi dengan dokter pemberian terapi cairan intra vena. Respon subyektif ibu klien mengatakan bersedia bila anaknya diberi cairan, data obyektif klien terpasang infus KAEN 3B 12 tpm di ektremitas kanan. Jam 15:15 membagikan air sibin. Respon subyektif ibu klien mengatakan akan menyibin anaknya, data obyektif air sibin telah dibagikan. Dalam melakukan implementasi selama 3x24 jam pada An.A yang sedang dirawat di ruang anggrek rumah sakit umum daerah kota salatiga implementasi dimulai pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016. Jam 13:15 untuk diagnosa ke dua dengan intervensi yang didelegasikan monitor lingkungan selama makan, implementasi yang dilakukan memonitor lingkungan selama makan. Respon subyektif ibu klien mengatakan anaknya makan dalam lingkungan yang bersih, data obyektif lingkungan klien tampak bersih. Jam 13:25 untuk diagnosa ke dua dengan intervensi yang didelegasikan kolaborasi dengan ahli gizi, implementasi yang dilakukan berkolaborasi dengan ahli gizi. Respon subyektif ibu klien mengatakan 56 bersedia anaknya diberikan gizi yang baik, data obyektif ibu klien tampak kooperatif saat diberi nasehat ahli gizi. Implementasi hari Selasa 5 Januari 2016 padaJam 12:35 untuk diagnosa kedua dengan intervensi yang didelegasikan mantau ABCD implementasi yang dilakukan memantau ABCD. Respon subyektif ibu klien mengatakan bersedia anaknya diperiksa, data obyektif antropometri berat badan sebelum sakit 8 kg selama sakit 8 kg tinggi badan 80 cm imt 12,5, biocemical hasil laboratorium hemoglobin 10.4 g/dl hematokrit 31.9%, clinical mukosa bibir kering, turgor kulit kering/tidak elastis, diit bubur, sayur, susu, dan air putih. Jam 12:48 untuk diagnosa ke dua dengan intervensi yang didelegasikan kaji adanya alergi makanan, implementasi yang dilakukan mengkaji adanya alergi makanan. Respon subyektif ibu klien mengatakan anaknya tidak mempunyai alergi makanan, minuman, dan obat-obatan, data obyektif klien tidak mempunyai alergi makanan, minuman, dan obat-obatan. Implementasi pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 pada Jam 15:25 untuk diagnosa kedua dengan intervensi yang didelegasikan mantau ABCD implementasi yang dilakukan memantau ABCD. Respon subyektif ibu klien mengatakan bersedia anaknya diperiksa, data obyektif antropometri berat badan sebelum sakit 8 kg selama sakit 8 kg tinggi badan 80 cm IMT 12,5, biocemical hasil laboratorium hemoglobin 10.4 g/dl hematokrit 31.9%, clinical mukosa bibir kering, turgor kulit kering/tidak elastis, diit bubur, sayur, susu, dan air putih. Jam 15:42 membagikan air sibin. Respon subyektif 57 ibu klien mengatakan akan menyibin anaknya, data obyektif air sibin telah dibagikan. Dalam melakukan implementasi selama 3x24 jam pada An.A yang sedang dirawat di ruang anggrek rumah sakit umum daerah kota salatiga implementasi dimulai pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016. Jam 14.20 untuk diagnosa ke tiga dengan intervensi yang didelegasikan monitor suhu tubuh, implementasi yang dilakukan memonitor suhu tubuh. Respon subyektif ibu klien mengatakan anaknya demam, data obyektif suhu 38ºC. Jam 14:49 untuk diagnosa ke tiga dengan intervensi yang didelegasikan monitor IWL, implementasi yang dilakukan memonitor IWL. Respon subyektif ibu klien mengatakan bersedia anaknya untuk diperiksa, data obyektif IWL: 120cc. Jam15:00 untuk diagnosa ke tiga dengan intervensi yang didelegasikan kolaborasi dengan dokter pemberian obat, implementasi yang dilakukan berkolaborasi dengan dokter pemberian obat. Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia untuk diberikan obat, data obyektif obat sudah masuk melalui mulut. Jam 15:22 untuk diagnosa ke tiga dengan intervensi yang didelegasikan nyelimuti klien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh, implementasi yang dilakukan menyelimuti klien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh. Respon subyektif ibu klien mengatakan akan menyelimuti anaknya, data obyektif ibu klien tampak mengerti. Implementasi hari Selasa 5 Januari 2016 padauntuk diagnosa ke tiga dengan intervensi yang didelegasikan monitor suhu tubuh, implementasi yang 58 dilakukan memonitor suhu tubuh. Respon subyektif ibu klien mengatakan anaknya teraba hangat, data obyektif suhu 37,8ºC. Jam 18:15 untuk diagnosa ke tiga dengan intervensi yang didelegasikan kolaborasi dengan dokter pemberian obat, implementasi yang dilakukan berkolaborasi dengan dokter pemberian obat. Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia untuk diberikan obat, data obyektif obat sudah masuk melalui mulut. Jam 18:30 untuk diagnosa ke tiga dengan intervensi yang didelegasikan nyelimuti klien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh, implementasi yang dilakukan menyelimuti klien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh. Respon subyektif ibu klien mengatakan akan menyelimuti anaknya, data obyektif ibu klien tampak mengerti. Implementasi pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 pada untuk diagnosa ke tiga dengan intervensi yang didelegasikan kolaborasi dengan dokter pemberian obat, implementasi yang dilakukan berkolaborasi dengan dokter pemberian obat. Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia untuk diberikan obat, data obyektif obat sudah masuk melalui mulut. Jam 18:30 untuk diagnosa ke tiga dengan intervensi yang didelegasikan nyelimuti klien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh, implementasi yang dilakukan menyelimuti klien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh. Respon subyektif ibu klien mengatakan akan menyelimuti anaknya, data obyektif ibu klien tampak mengerti. Dalam melakukan implementasi selama 3x24 jam pada An.A yang sedang dirawat di ruang anggrek rumah sakit umum daerah kota salatiga 59 implementasi dimulai pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016 Jam15:42 untuk diagnosa ke empat dengan intervensi yang didelegasikan anjurkan pada ibu klien untuk anaknya mengunakan pakaian yang longgar, implementasi yang dilakukan menganjurkan pada ibu klien untuk anaknya mengunakan pakaian yang longgar. Respon subyektif ibu klien mengatakan dalam berpakaian anaknya longgar, data subyektif pakaian yang digunakan An.A longgar klien tampak menagis. Jam 16:00 untuk diagnosa ke empat dengan intervensi yang didelegasikan menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih, implementasi yang dilakukan menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih. Respon subyektif ibu klien mengatakan setiap BAB popok selalu diganti dan dibersihkan area sekitarnya, data obyektif klien tampak menagis. Jam 16:15 untuk diagnosa ke empat dengan intervensi yang didelegasikan monitor kulit, implementasi yang dilakukan memonitor kulit. Respon subyektif ibu klien mengatakan terdapat kemerahan bintil-bintil kecil pada daerah bokong, data obyektif klien menagis terdapat kemerahan serta bintil-bintil kecil pada daerah bokong. Jam 16:30 untuk diagnosa ke empat dengan intervensi yang didelegasikan oleskan minyak zaitun, implementasi yang dilakukan mengoleskan minyak zaitun. Respon subyektif ibu klien mengatakan bersedia anaknya diolesi minyak zaitun pada daerah bokong, data obyektif saat diolesi minyak zaitun klien menagis, terdapat kemerahan serta bintil-bintil kecil di daerah bokong. Implementasi hari Selasa 5 Januari 2016 pada Jam 15:48 untuk diagnosa ke empat dengan intervensi yang didelegasikan monitor kulit, implementasi yang dilakukan memonitor kulit. Respon subyektif ibu klien 60 mengatakan adanya kemerahan bintil-bintil kecil sudah berkurang pada daerah bokong, data obyektif klien menagis terdapat kemerahan serta bintilbintil kecil sudah berkurang pada daerah bokong. Jam 16:00 untuk diagnosa ke empat dengan intervensi yang didelegasikan oleskan minyak zaitun, implementasi yang dilakukan mengoleskan minyak zaitun. Respon subyektif ibu klien mengatakan bersedia anaknya diolesi minyak zaitun pada daerah bokong, data obyektif saat diolesi minyak zaitun klien menagis, terdapat kemerahan serta bintil-bintil kecil sudah berkurang pada daerah bokong. Jam 19:15 untuk diagnosa ke empat dengan intervensi yang didelegasikan anjurkan pada ibu klien untuk anaknya mengunakan pakaian yang longgar, implementasi yang dilakukan menganjurkan pada ibu klien untuk anaknya mengunakan pakaian yang longgar. Respon subyektif ibu klien mengatakan dalam berpakaian anaknya longgar, data subyektif pakaian yang digunakan An.A longgar klien tampak menagis. Jam 19:30 untuk diagnosa ke empat dengan intervensi yang didelegasikan menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih, implementasi yang dilakukan menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih. Respon subyektif ibu klien mengatakan setiap BAB popok selalu diganti dan dibersihkan area sekitarnya, data obyektif klien tampak menagis. Implementasi pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 pada jam 14:20 untuk diagnosa keempat Jam 15:15 membagikan air sibin. Respon subyektif ibu klien mengatakan akan menyibin anaknya, data obyektif air sibin telah dibagikan. Jam 15:25 untuk diagnosa ke empat dengan intervensi yang didelegasikan monitor kulit, implementasi yang dilakukan memonitor kulit. 61 Respon subyektif ibu klien mengatakan bintil-bintil kecil sudah berkurang warna kemerahan juga sudah berkurang pada daerah bokong, data obyektif klien tampak tenang bintil-bintil kecil sudah tidak tampak warna kemerahan sudah berkurang di daerah sekitar bokong. Jam 15:30 untuk diagnosa ke empat dengan intervensi yang didelegasikan oleskan minyak zaitun, implementasi yang dilakukan mengoleskan minyak zaitun. Respon subyektif ibu klien mengatakan bersedia anaknya diolesi minyak zaitun pada daerah bokong, data obyektif saat diolesi minyak zaitun klien menagis terdapat warna merah muda pada daerah bokong. Jam 19:15 untuk diagnosa ke empat dengan intervensi yang didelegasikan menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih, implementasi yang dilakukan menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih. Respon subyektif ibu klien mengatakan setiap BAB popok selalu diganti dan dibersihkan area sekitarnya, data obyektif klien tampak tenang. F. Evaluasi Catatan perkembangan pada An.A yang dirawat di ruang anggrek rumah sakit umum daerah kota salatiga dimulai sejak hari Senin tanggal 4 Januari 2016 jam 16:35 untuk diagnosa pertama kekuragan volume cairan berhubungan dengan kehilagan cairan aktif. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An.A mengalami BAB cair sudah lima kali sehari ini. Data obyektif pasien tugor kulit tidak elastis, membran mukosa kering, nadi 139 kali permenit, balance cairan -892 cc, hematokrit 31.9%. Analisis masalah kekuragan volume cairan belum teratasi. Planning lanjutkan 62 intervensi monitor status hidrasi (tugor kulit, membran mukosa, hematokrit, balance cairan), monitor tanda-tanda vital, anjurkan pasien untuk makan dan minum sedikit tapi sering, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi cairan intravena. Catatan perkembangan An.A pada hari Selasa tanggal 5 Januari 2016 jam 20:00 untuk diagnosa pertama kekuragan volume cairan berhubungan dengan kehilagan cairan aktif. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An.A mengalami BAB cair sudah lima kali sehari ini. Data obyektif pasien tugor kulit tidak elastis, membran mukosa kering, nadi 130 kali permenit, balance cairan -655 cc, hematokrit 31.9%. Analisis masalah kekuragan volume cairan belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi monitor status hidrasi (tugor kulit, membran mukosa, hematokrit, balance cairan), anjurkan pasien untuk makan dan minum sedikit tapi sering, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi cairan intravena. Catatan perkembangan An.A pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 jam 19:30 untuk diagnosa pertama kekuragan volume cairan berhubungan dengan kehilagan cairan aktif. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An.A mengalami BAB cair sudah tiga kali sehari ini. Data obyektif pasien mengoceh tugor kulit elastis, membran mukosa lembab, nadi 120 kali permenit, balance cairan -255 cc, hematokrit 31.9%. Analisis masalah kekuragan volume cairan masalah teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi monitor status hidrasi (tugor kulit, membran mukosa, 63 hematokrit, balance cairan), anjurkan pasien untuk makan dan minum sedikit tapi sering, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi cairan intravena. Catatan perkembangan pada An.A hari Senin tanggal 4 Januari 2016 jam 16:40 untuk diagnosa kedua ketidakmampuan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An.A BAB cair. Data obyektif antropometri berat badan sebelum sakit 8 kg selama sakit 8 kg tinggi badan 80 cm IMT 12,5 kg, biocemical hasil laboratorium hemoglobin 10.4 g/dl hematokrit 31.9 %, clinical mukosa bibir kering turgor kulit kering atau tidak elastis, diit bubur, sayur, susu, dan air putih. Analisis masalah ketidakmampuan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi mengkaji ABCD, mengkaji adanya alergi makanan, memberikan informasi tentang pemberian nutrisi, memonitor lingkungan selama makan, kolaborasi dengan ahli gizi. Catatan perkembanagan pada An.A hari Selasa tanggal 5 Januari 2016 jam 20:05 untuk diagnosa kedua ketidakmampuan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An.A BAB cair. Data obyektif antropometri berat badan sebelum sakit 8 kg selama sakit 8 kg tinggi badan 80 cm imt 12,5 kg, biocemical hasil laboratorium hemoglobin 10.4 g/dl hematokrit 31.9 %, clinical mukosa bibir kering turgor kulit kering atau tidak elastis, diit bubur, sayur, susu, dan air putih. Analisis masalah ketidakmampuan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi. 64 Planning lanjutkan intervensi mengkaji ABCD, memonitor lingkungan selama makan, kolaborasi dengan ahli gizi. Catatan perkembanagan pada An.A hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 jam 20:05 untuk diagnosa kedua ketidakmampuan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An.A BAB cair. Data obyektif antropometri berat badan sebelum sakit 8 kg selama sakit 8 kg tinggi badan 80 cm imt 12,5 kg, biocemical hasil laboratorium hemoglobin 10.4 g/dl hematokrit 31.9 %, clinical mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis, diit bubur, sayur, susu, dan air putih. Analisis masalah ketidakmampuan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi mengkaji ABCD, memonitor lingkungan selama makan, kolaborasi dengan ahli gizi. Catatan perkembanagan pada An.A hari Senin tanggal 4 Januari 2016 jam 16:43 untuk diagnosa ketiga hipertermia berhubungan dengan dehidrasi. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan anakanya demam. Data obyektif kulit teraba panas, suhu tubuh 380C, nadi 139 kali permenit, RR 30 kali permenit. Analisis masalah hipertermia belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi monitor tanda-tanda vital, monitor IWL, menyelimuti pasien untuh mencegah hilangnya kehangatan tubuh, kolaborasi dengan dokter pemberian obat. Catatan perkembanagan pada An.A hari Selasa tanggal 5 Januari 2016 jam 20:08 untuk diagnosa ketiga hipertermia berhubungan dengan dehidrasi. 65 Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan anakanya demam. Data obyektif kulit teraba panas, suhu tubuh 37,80C, nadi 130 kali permenit, RR 28 kali permenit. Analisis masalah hipertermia belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi monitor tanda-tanda vital, monitor IWL, menyelimuti pasien untuh mencegah hilangnya kehangatan tubuh, kolaborasi dengan dokter pemberian obat. Catatan perkembanagan pada An.A hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 jam 19:55 untuk diagnosa ketiga hipertermia berhubungan dengan dehidrasi. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan anakanya demam. Data obyektif kulit teraba panas, suhu tubuh 36,80C, nadi 120 kali permenit, RR 28 kali permenit. Analisis masalah hipertermia teratasi. Planning pertahankan intervensi. Catatan perkembanagan An.A pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016 jam 16:45 untuk diagnosa keempat kerusakan integritas kulit berhubungan dengan eskresi BAB sering. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An.A terdapat kemerahan serta bintil-bintil kecil pada daerah bokong. Data obyektif pasien menagis, terdapat kemerahan serta bintil-bintil kecil pada daerah bokong. Analisis masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi anjurkan pada ibu klien untuk anaknya menggunakan pakaian yang longgar, menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering, memonitor kulit, mengoleskan minyak zaitun. Catatan perkembanagan An.A pada hari Selasa tanggal 5 Januari 2016 jam 20:10 untuk diagnosa keempat kerusakan integritas kulit berhubungan 66 dengan eskresi BAB sering. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An.A adanya kemerahan serta bintil-bintil kecil sudah berkurang pada daerah bokong. Data obyektif pasien menagis, terdapat kemerahan serta bintil-bintil kecil sudah berkurang pada daerah bokong. Analisis masalah kerusakan integritas kulit teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi anjurkan pada ibu klien untuk anaknya menggunakan pakaian yang longgar, menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering, memonitor kulit, mengoleskan minyak zaitun. Catatan perkembanagan An.A pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 jam 20:00 untuk diagnosa keempat kerusakan integritas kulit berhubungan dengan eskresi BAB sering. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An.A kemerahan sudah berkurang berwarna merah muda, data obyektif bintil-bintil kecil sudah tidak ada, kemerahan sudah berkurang warna merah muda. Analisis masalah kerusakan integritas kulit teratasi. Planning pertahankan intervensi. BAB V PEMBAHASAN Asuhan keperawatan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia melalui tahap, pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Penulis akan membahas tentang “Pemberian minyak zaitun (olive oil)terhadap derajat ruam pada asuhan keperwatan An. A dengan diare pengguna diapers di ruang anggrek RSUD Kota Salatiga”. Pada bab pembehasan ini penulis juga membahas adakah kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan kasus. A. Pengkajian Penulis melakukan pengkajian pada kasus diperoleh dengan cara autoananemsa dan alloananemsa. Hasil pengkajian yang didapatkan yaitu keluhan utama yang dirasakan pasien adalah ibu pasien mengatakan An.A diare 5 kali dalam sehari. Berdasarkan hasil pengkajian pada An.A dengan kasus diare telah sesuai dengan teori yang ditemukan oleh penulis. Diare adalah perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat kandungan air di dalam tinja melebihi normal (10 mL/kgBB/hari) dengan peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14 hari. Pola defekasi neonatus dan bayi, hingga usia 4-6 bulan, yang defekasi >3 kali/hari dan konsistensinya cair atau lembek masih dianggap normal selama tumbuh kembangnya baik (Cristanto dkk, 2014). Dapat disimpulkan dari keluhan utama yang dialami An. A dengan diare tidak 67 68 terdapat kesenjangan antara fakta/ kenyataan dan teori berupa frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Riwayat penyakit sekarang, ibu pasien mengatakan, sejak hari rabu tanggal 30 Desembar 2015 An. A BAB cair sudah 8 kali sehari. An. A Kemudian dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga klien di IGD pada tanggal 1 Januari 2016 jam 14:21 dengan keluhan BAB cair 5 kali, dan rewel.Menurut Suharyono (1999) dalam Susilaningrum dk (2013) mula mula bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang, tinja makin cair makin disertai lendir atau lendir dan darah, anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi, muntah, dehidrasi.Dapat disimpulkan bahwa terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan, yaitu pasien tidak mengalami muntah saat berada di rumah sakit karena muntah dialami pasien ketika berada dirumah dan sudah diberi obat anti mual muntah oleh bidan terdekat sehingga saat dibawa ke IGD RSUD Kota Salatiga pasien sudah tidak mengalami mual muntah dan hanya ditandai dengan diare, rewel dan demam. Riwayat penyakit dahulu, Ny.S ibu dari An.A mengatakan saat kehamilan jumlah gravida G1P2A0, Ny.S mengatakan An.A lahir pada tanggal 17 Februari 2015 usia gestasi saat lahir yaitu 38 minggu Ny.S ibu dari An.A mengatakan saat hamil kandungan sehat. Ny.S ibu An.A mengatakan periksa kehamilan rutin satu bulan sekali periksa kandungan dan tidak mengkonsumsi obat-obatan. Ny.S mengatakan An.A lahir di tempat bidan dan lahir sepontan dengan berat badan 3200 gram.Imunisasi, ibu pasien mengatakan An.A sudah 69 diimunisasi, yaitu BCG, hepatitis, polio, DPT, campak. Penyakit yang diderita sebelumnya klien pernah dirawat di Rumah Sakit dengan sakit yang sama. Riwayat penyakit yang pernah diderita oleh anak maupun keluarga dalam hal ini apakah dalam keluarga pernah mempunyai riwayat penyakit keturunan atau pernah menderita penyakit kronis sehingga harus di rawat dirumah sakit (Winugroho, 2008). Dapat disimpulkan bahwa terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan, yaitu pasien tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan saat ditanya perawat karena dalam kluarga pasien tidak ada yang menpunyai penyakit menurun. Riwayat alergi, ibu pasien mengatakan pasien tidak mempunyai alergi terhadap obat maupun makanan, pasien tidak pernah mengalami cidera maupun patah tulang, menurut Nursalam (2013) kemungkinan penyebab diare adalah alergi terhadap makanan dan obat obatan. Dapat disimpulkan bahawa tidak ada kesenjengan antara teori dan kenyataan besar kemungkinan penyebab diare dapat terjadi karena alergi makanan, tetapi sudah dijelaskan dalam perjalanan penyakit bahwa An.A mengalami diare setelah memakan roti yang sudah lama tidak dimakan kemugkinan diare yang dialami An.A diakibatkan karena infeksi berbagai macam bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi makanan maupun air minum (enteropathogenic, escherichia coli, salmonella, shigella, V. Cholera, dan clostridium) (Muttaqin, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan, ibu pasien mengatakan berat badan waktu lahir 3200 gram. Antropometri berat badan An.A sekarang 8 kg dan sebelum sakit 8 kg, panjang badan 80 cm, lingkar dada 65, lingkar lengan 25 70 cm, lingkar kepala 60 cm. Menurut teori pertunbuhan dan perkembangan normal berat bayi lahir 2500- 4000 gram, anak/ bayi umur 18 bulan sudah bisa berjalan, berbicara tanpa arti dan memegang benda (Kartika dkk, 2006). pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur. Perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh kematangan. Masa neonatus, terjadi proses penyesuaian dengan kehidupan di luar rahim dan hampir sedikit aspek pertumbuhan fisik dalam perubahan (Hidayat, 2008). Dalam pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dalam hal bertambahnya ukuran fisik, berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar dada, dan lain-lain. Dengan adanya teori diatas, dapat disimpulkan pertumbuhan yang dialami An.A tidak ada kesenjangan dengan teori yang ada. Model pengkajian keperawatan dengan 11 pola kesehatan fungsional dari Gordon berguna untuk mengatur riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik, dan mengelompokkan diagnosa keperawatan (Allen,2005). Pengkajian sebelas pola gordon yang didapat dari wawancara dan observasi An.A dan ibu An.A diantaranya, pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan. ibu pasien mengatakan bahwa sehat merupakan keadaan tidak sakit dan dapat melakukan aktifitas seperti biasanya. Jika An.A sakit, keluarga segera berobat ke pelayanan kesehatan terdekat, yaitu bidan desa. Menurut teori, pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan menggambarkan tentang persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan, 71 kemempuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktik kesehatan (Winugroho, 2008). Dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara fakta dan teori. Kemudian pola nutrisi dan metabolisme, sebelum sakit dari data antropometri didapatkan hasil berat badan 8 kg tinggi 80 cmdan IMT 12,5 (kurang), ibu pasien mengatakan An.A dirumah makan tiga kali sehari bubur, sayur satu porsi habis dan tidak ada keluhan,minum air putih, susu porsi enam sampai tujuh botol dan tidak ada keluhan. Selama sakit di rumah sakit ibu pasien mengatakan An.A makan tiga kali sehari bubur dan sayur, minum air putih, susu ± 4 botol dan tidak ada keluhan, pengkajian antropometri selama sakit berat badan sebelum sakit 8 kg, selama sakit 8 kg tinggi badan 80 cm IMT 12,5, biocemical hemoglobin 10.4 g/dl, hematokrit 31.9 %, , clinical lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit kering/tidak elastis, diit bubur, sayur, susu dan air putih. Kadar hemoglobin yang menurun adalah indikator dari ketidakadekuatan nutrisi terhadap kebutuhan tubuh dalam fungsi fisiologis (Suryano dkk, 2006). Indeks massa tubuh (IMT) didapat dari BB(Kg)/TB²(m), kategori kekurangan berat badan tingkat berat (<17), kekurangan berat badan tingkat sedang (17.0-18.5), normal (18.5-25.0), kelebihan berat badan tingkat ringan (>25.0-27.0), kelebihan berat badan tingkat berat (>27.0) (Asmadi,2008). Dari hasil pengkajian nutrisi didapatkan nilai IMT 12,5 yang menurut teori adalah kekurangan berat badan tingkat sedang. Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian tidak terdapat kesenjangan antara teori dan fakta. 72 Pola eliminasi pasien, ibu pasien mengatakan sebelum sakit An.A BAB dua kali sehari dengan konsistensi lunak berbentuk berbau khas berwarna kuning kecoklatan dan tidak ada keluhan. Ibu pasien mengatakan An.A BAK ± 7 kali sehari, berbau amoniak berwarna kuning bening dan tidak ada keluhan. Ibu pasien mengatakan selama sakit An.A BAB 5 kali sehari dengan konsistensi BAB cair berwarna kuning keluhan BAB cair. Ibu pasien mengatakan An.A BAK ± 5 kali sehari berbau amoniak berwarna kuning bening dan tidak ada keluhan. Pengkajian cairan menurut Nursalam (2013) didapatkan buang air besar sehari lebih dari 3 kali per hari dengan konsistensi cair (dehidrasi ringan), buang air besar 4-10 kali dengan konsistensi cair (dehidrasi ringan/sedang), buang air besar lebih dari 10 kali per hari (dehidrasi berat). Setelah dikaji perawat pasien termasuk diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Pengkajian pola eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang essensial dan berperan penting dalam menentukan kelangsungan kehidupan manusia. Menurut teori eliminasi terbagi dua bagian utama pula, yaitu eliminasi fekal (buang air besar) dan eliminasi urine (buang air kecil) (Asmadi,2008).Dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada An. A yang mengalami diare. Pola aktivitas dan latihan sebelum sakit meliputi makan/minum, mandi toileting, berpakaian dibantu oleh orang lain dan mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi dapat dilakukan secara mandiri. Selama sakit makan/minum, mandi toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi dibantu orang lain. Aktivitas fisik (mekanik tubuh) 73 merupakan irama sirkadian manusia. Tiap individu mempunyai irama atau pola tersendiri dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan kerja, rekreasi, makan, istirahat, dan lain-lain (Asmadi,2008). Dalam teori disebutkan pola aktivitas dan latihan tingkat kemampuan nilai 2 adalah dibantu orang lain (Nurlaila, 2009), sehingga ditarik kesimpulan antara teori dengan pengkajian tidak ada kesenjangan. Pola istirahat tidur sebelum sakit ibu pasien mengatakan pasien dapat tidur dengan nyenyak, pada siang hari maupun malam hari. Selama sakit ibu pasien mengatakan bahwa selama sakit pasien dapat tidur malam maupun siang hari jika ibunya selalu disampingnya. Orang dalam keadaan sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari normal. Namun demikian keadaan sakit dapat menjadikan pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur (Tarwoto dan Wartonah, 2004). Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian terhadap An.A tidak terdapat kesenjangan antara teori dan fakta yang mengalami gangguan pola tidur. Pola kognitif perseptual sebelum sakit dan selama sakit ibu pasien mengatakan pasien tidak mempunyai gangguan terhadap indra penciuman, perabaan, penglihatan maupun pendegaran. Pola kognitif perseptual pasien, menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perabaan, pembau, dan kompensasinya terhadap tubuh (Muttaqin, 2008). Dari hasil pengkajian terhadap An.A tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan. 74 Pola persepsi dan gambaran diri, ibu pasien mengatakan pasien adalah anak pertama berumur 10 bulan, pasien disayangi dan diperhatikan oleh ayah dan ibu pasien, pasien adalah anak kandung sendiri dan berjenis kelamin lakilaki, ibu pasien menginginkan anaknya cepat sembuh, pasien merupakan anak kandung yang pertama. Menurut Tiurlan (2011), konsep diri anak dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal maupun internal. Usia anak, temperamen, dukungan keluarga, status kesehatan dan kecerdasan sangat mempengaruhi pembentukan konsep diri anak dengan diare. Anak dengan kemampuan percaya diri yang tinggi dapat menerima perubahan akibat sakitnya, sehingga dapat tetap menjalani aktivitas sehari-hari dengan tidak dibawah tekananrasa malu atau depresi. Dari teori tersebut An.A termasuk dalam kemapuan percaya diri yang tinggi, sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan. Pola hubungan peran sebelum sakit ibu pasien mengatakan hubungan dengan tetangga sekitar dan saudara-saudaranya cukub baik. Sebelum atau selama sakit, ditandai dengan saat pasien sakit banyak tetangga yang menjenguknya. Pola hubungan peran pasien menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal pasien (Nurlaila,2009). Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian tidak terdapat kesenjanagn antara teori dan kenyataan yang dialami oleh An.A dengan diare. Pola mekanisme koping, ibu pasien mengatakan apabila ada masalah kesehatan atau masalah yang lain selalu bercerita kepada suami terlebih 75 dahulu. Mekanisme koping pada setiap anak memiliki kemampuan adaptasi terhadap setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungannya, namun dalam kapasitas yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuannya. Mekanisme koping adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk mengatur emosi, kognisi, perilaku, fisiologis, dan lingkungan yang dapat menimbulkan stres (Tiurlan, 2011). Anak mengalami berbagai hal yang tidak menyenangkan dari prosedur klinik dan hospitalisai, namun anak menyadari bahwa menjalankan protokol terapi merupakan pilihan yang terbaik untuk mencapai kesembuhan dari penyakitnya (Tiurlan, 2011). Dari teori tersebut mekanisme koping yang ada di An.A mengalami kontrol seperti yang ada pada teori, sehingga tidak terdapat kesenjangan antara teori dan pengkajian pola mekanisme koping An.A. Pada pemeriksaan fisik An.A didapatkan hasil keadaan umum pasien composmentis. Dan setelah dilakkan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil suhu tubuh 380C, respirasi 30 kali permenit, nadi 139 kali permenit. Pada pemeriksaan sistematis yang dilakukan pada An.A dari pemeriksaan head to toe didapatkan hasil sebagai berikut. Kepala An.A berbentuk mesochepal, kepala bersih, rambut berwarna hitam, tidak ada ketombe. Mata warna sklera putih (tidak ikterik), warna kornea hitam, posisi simetris, gerakan mata normal, keadaan kelopak mata normal (tidak ada mata panda/ warna hitam pada kelopak mata), konjungtiva tidak anemis, pupil isokor normal mengecil apabila diberi rangsangan cahaya. Telinga kebersihan bersih dan tidak ada serumen, kesimetrisan simetris antara kanan kiri, 76 ketajaman pendengaran pendengaran tajam dan tidak ada gangguan pendengaran. Hidung letak simetris, tidak ada polip, penciuman tidak terganggu. Mulut, bibir simetris, mukosa bibir kering, tidak ada sianosis, gerakan lidah normal, tidak ada stomatitis. Leher, tidak ada kaku kudu, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid. Kelenjar limfe, tidak ada pembesaran kelenjar limfe. Kuku bersih tidak ada kotoran, bersih, warna merah muda,rapi dan pendek. Kulit, turgor kulit kering atau tidak elastis, teraba panas. Pada penderita diare pada dasarnya mengalami membran mukosa kering dan konjungtiva anemis, hal tersebut dikarenakan terjadinya dehidrasi pada pasien (Nursalam 2013). Dapat disimpulkan dari data pengkajian pemeriksaan fisik bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada anak dengan diare. Pada pemeriksaan dada, paru-paru inspeksi ekspansi dada kanan dan kiri sama dan bentuk dada simetris, palpasi vokal fermitus kanan dan kiri sama, perkusi sonor, auskultasi tidak terdengar bunyi tambahan/vesikuler. Pada pemerikssan jantung inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis teraba di SIC V, perkusi pekak, auskultasi bunyi jantung I dan II reguler. Pada pemeriksaan abdomen inspeksi tidak ada jejas atau lika, bentuk datar, terlihat umbilikus, auskultasi bising usus 36 kali per menit, palpasi tidak ada nyeri tekan, perkusi kuadaran I pekak, kuadran II,III, dan IV terdengar tyimpani. Bising usus normalnya terdengar 5-30 kali per menit, jika kurang dari 5 kali per menit kemungkinan ada peristaltik ileus, konstipasi peritonitis atau obstruksi. Jika peristaltik usus terdengar lebih dari normal 77 kemungkinan pasien sedang mengalami diare (Debora, 2013). Jika perkusi terdengar timpai, berarti perkusi dilakukan di atas organ yang berisi udara, jika terdengar pekak berarti perkusi mengenai organ padat. Perhatikan perubahan bunyi ini, bunyi normal perkusi abdomen adalah timpani, jika ada kelebihan udara terdengar lebih nyaring atau disebut hipertimpani (Debora, 2013). Feses lunak, encer dan sering kali menunjukkan diare; warna feses: feses yang normal biasanya berwarna cokelat akibat adanya pigmen usus yang mengalami modifikasi, feses yang gelap dapat disebabkan oleh konsumsi tablet yang mengandung zat besi, perdarahan GI bagian atas menyebabkan melena, volume feses: terutama jika pasien mengalami diare (Winney, 1998 dalam Philip Jevon dkk, 2008). Dapat disimpulkan dari data pengkajian pemeriksaan diatas bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadipada anak dengan diare akut. Genetalia An.A tidak terpasang kateter, tidak ada kelainan pada genetalia dan berjenis kelamin laki-laki. Anus An.A bersih, dan terdapat ruam atau peradangan pada daerah sekitar bokong tidak ada hemoroid. Pada pengkajian genetalia terdapat kemerahan serta bintil-bintil kecil didaerah bokong. Pada teori menurut (Matondang dkk, 2013) pada anak dengan diaper rush ditandai dengan anak geisah dan timbul bintik-bintik merah pada kulit yang terkena popok daerah bokong . Pada kulit yang normal, terdapat jamur candida dalam jumlah yang sedikit, tetapi saat kulit lembab maka jamur akan tumbuh lebih cepat sehingga timbul peradangan yang mengakibatkan 78 timbulnya diapers rush (putra, 2012). Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian tidak terdapat kesenjangan antara teori dan fakta. Terapi medis yang di berikan pada An.A selama perawatan di rumah sakit umum daerah karanganyar adalah paracetamol dengan dosis 3x50 mg termasuk golongan obat analgesik non narkotik berfungsi untuk menurunkan panas, infus KAEN 3B dengan dosis 12 tpm termasuk golongan cairan elektrolit dan berfungsi untuk resusitasi cairan dan mengembalikan keseimbangan cairan, ceftriaxon dengan dosis 2x200mg golongan antibiotik/ceftriaxon berfungsi untuk mengatasi infeksi, ranitidine dengan dosis 2x8mg golongan ranitidin berfungsi untuk tungkak lambung, sanmol dengan dosis 3x60mg berfungsi untuk menurunkan demam. Terapi cairan bertujuan menggantikan kehilangan air normal harian pada klien rawat inap. Seringkali klien rawat inap karena kondisi sakitnya tidak bisa mengkonsumsi air dan elektrolit dalam jumlah cukup melalui sehingga memerlukan dengan infus untuk memenuhi kebutuhan hariannya agar tidak jatuh dalam keseimbagan air dan elektrolit. Jenis dan jumlah kecepatan cairan yang diberikan kepada klien berbeda dengan cairan resusitasi (Putra dkk, 2014).Berdasarkan teori tersebut, terapi yang diberikan sesuai dengan teori yang ada, sehingga tidak ada kesenjangan dengan teori. 79 B. Diagnosa Keperawatan Pada teori yang didapat penulis, diagnosa yang sering muncul pada penyakit diare adalah kekuragan volume cairan berhubungan dengan kehilagan cairan aktif, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi/BAB sering, ketidak seimbagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan, hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, resiko syok, ansietas berhubungan denganhospitalisasi (Wilkinson, 2007).Dari pengkajian yang dilakukan penulis didapatkan empat masalah keperawatan yaitu pertama kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilagan cairan aktif, kedua perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan, ketiga hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, keempat kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi rectal. Dan dari teori yang tidak muncul adalah resiko syok karena tidak ditemukan tanda-tanda terjadinya syok pada klien, selanjutnya ansietas berhubungan dengan hospitalisasi karena pasien tidak mengalami cemas atau ansietas. Penulis tidak memasukkan dalam asuhan keperawatan An.A karena dalam pengkajian tidak didapatkan tanda dan gejala dariresiko syok dan ansietas. Dalam pelaksanaanya perawat tidak selalu memecahkan masalah satu persatu, tetapi sering pula beberapa masalah dipecahkan pada saat yang sama. Bisa juga dalam melakukan prioritas dengan hirarki “Maslow” yaitu dengan 80 membagi kebutuhan manusia dalam lima tahap yaitu fisiologis, aman dan nyaman, sosial, harga diri, aktualisasi diri (Setiyadi, 2012). Penulis merumuskan diagnosa keperawatan utama yaitu kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, data yang menunjang pada diagnosa keperawatan tersebut adalah data subjektif ibu pasien mengatkan pasien diare 5 kali. Data objektif pasien rewel dan menangis, pasien tampak lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis, terpasang infus 12 tpm (makro), kapilary reftil 2 detik (normal < 2 detik), konsistensi BAB cair dan berwarna kuning bening, mata tampak cekung, denyut nadi 139 kali per menit, respiratory30 kali per menit, suhu 380C, balance cairan – 892 cc. Dari hasil pengkajian tersebut sesuai dengan teori dan batasan karakteristik kekurangan volume cairan yaitu membran mukosa kering, peningkatan frekuensi nadi, haus, kelemahan, peningkatan konsentrasi urin (Nurarif, 2013). Dari hasil pengkajian dan batasan karakteristik terdapat kesamaan, maka dari itu dapat disimpulakan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada An. A yang mengalami diare. Kekurangan volume cairan adalah hilangnya cairan dalam tubuh atau juga masukan cairan yang kurang (Hidayat, 2006). Kekurangan volume cairan disebabkan kehilangan cairan mencapai 5% - 10% dari berat tubuh atau sekitar 2- 4 liter. Kadar natrium serum berkisar 152- 158 mEq/I, salah satu gejalanya adalah mata cekung (Mubarak, 2008). 81 Penulis juga merumuskan diagnosa keperawatan yang ke dua yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan, data yang menunjang pada diagnosa keperawatan tersebut adalah data subjektif ibu pasien mengatakan pasien susah makan, pasien hanya minum susu dan air putih. Data objekif pasien tampak lemas, pasien tampak tidak nafsu makan, bising usus 36 kali per menit (normal bising usus 5 – 30 kali per menit), pada pemeriksaan perkusi abdomen kuadran II, III. IV hipertimpani, makan bubur, minum susu formula, turgor kulit tidak elastis. Pengkajian nutrisi, antropometei didapatkan haril berat badan 8 kg tinggi badan 80 cm dan IMT 12,5, biocemical didapatkan hasil Hb 10,4 g/dl, Ht 31,9 %. Pemeriksaan clinical didapatkan hasil pasien tampak lemas turgor kulit kering, pasien tampak tidak nafsu makan, mukosa bibir kering, diit bubur. Masukan yang tidak adekuat dengan batasan karakteristik kram abdomen , nyeri abdomen, menghindari makanan, berat badab 20% atau lebih dibawah berat badan ideal, kerapuhan kapiler, diare, bising usus hiperaktif, kurang makan , kurang minat pada makanan (Nurarif, 2013). Penulis juga merumuskan diagnosa keperawatan yang ketiga, hipertermi berhubungan dengan dehidrasi. Ibu klien mengatakan An. A badanya demam. Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh diatasa batas normal (Herdman, 2010). Demam juga disertai gejala konstitutional lainnya seperti lesu, tidak mau makan, dan muntah. Selain itu, pada anak lebih sering terjadi gejala facial flush, radang faring serta pilek (Christanto dkk, 2014). Diagnosa hipertermia berhubungan dengan dehidrasi dikarenakan perubahan 82 suhu berpengaruh terhadap kebutuhan fisiologis seseorang, namun dengan tindakan mengkaji tanda dan gejala adanya peningkatan suhu tubuh dan penyebabnya, monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam, monitor tanda-tanda vital, kompres pasien pada lipat paha dan aksila, berikan pengobatan untuk mengatasi demam, kolaborasi pemberian cairan intravena (Nursalam, 2005). Penulis juga merumuskan diagnosa keperawatan yang keempat kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi/BAB sering. Penulis menegakkan diagnosa keperawatan tersebut dengan alasan mengacu pada data pengkajian yaitu data subyektik ibu An. A mengatakan pantat dan sekitar anus mengalami kemerahan di sertai bintil-bintil kecil karena sering buang air besar dan menggunakan popok. Data obyektif klien menagis, terdapat ruam dibagian bokong berwarna kemerahan serta bintil-bintil kecil, BAB cair 5 kali sehari. Integritas kulit adalah menguragi perubahan kulit yang buruk adapun batasan karakteristik ataupun faktor resiko: hipotermi, imobilisasi fisik, perubahan tugor kulit, perubahan pigmentasi, gangguan sirkulasi (Herdman, 2012). Sedangkan dua diagnosa keperawatan dalam teori tetapi tidak ditemukan pada pasien yaitu, resiko syok dan ansietas berhubungan dengan hospitalisasi. Resiko syok adalah beresiko terhadap ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfusi seluler yang mengancam jiwa. Faktor resiko hipotensi, hipovolemia, hipoksemia, infeksi (Wilkinson, 2015). Dari teori diatas data An.A yang menyatakan terdapat diagnosa resiko syok tidak didapatkan dalam pengkajian, karena An.Atidak 83 menggunakan terapi oksigen, tidak terjadi kelelahan umum, tidak terjadi infeksi sehingga faktor berhubungan terkait resiko syok tidak ada. Diagnosa kedua yang tidak muncul yaitu ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekawatiran yg samar disertai respon autonom, perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Batasan karakteristik berupa perilaku, afektif, fisiologis, simpatik, parasimpatik, kognitif. Faktor yang berhubungan dengan ansietas perubahan dalam, penularan penyakit, hospitalisasi, penyalah gunaan zat, ancaman kematian, krisis situasional (Wilkinson, 2015). Dari teori diatas data An. A yang menyatakan terdapat diagnosa ansietas tidak didapatkan dalam pengkajian, karena An. A bisa istirahat, mampu mempertahankan penampilan, tidak ada gangguan persepsi sensori, tidak ada kecemasan secara fisik. C. Intervensi Intervensi atau perencanaan yang akan disampaikan oleh penulis pada diagnosa yang pertama Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, maka perawat melakukan perencanaan keperawatan dengan tujuan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kekuragan volume cairan dapat terpenuhi dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan tugor kulit elastis, membran mukosa lembab, balance cairan normal, tanda-tanda vital dalam batas normal,mata dan ubun-ubun tidak cekung, buang air besar lembek dan frekuensi 1x/hari. Keseimbagan cairan tidak terganggu, asupan makanan dan cairan yang 84 adekuat.Intervensi yang akan dilakukan monitor status dehidrasi (tugor kulit, membran mukosa, hematokrit, balance cairan), monitor tanda-tanda vital, anjurkan pasien untuk makan dan minum sedikit tapi sering, kolaborasi dengan dokter pemberian terapi cairan intravena untuk mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan tepat (Wilkinson, 2007). Intervensi pada diagnosa keperawatan yang kedua ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan, maka perawat melakukan perencanaan keperawatan dengan tujuan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti, nafsu makan bertambah, tidak ada tanda-tanda malnutrisi (peningkatan berat badan, mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis). Intervensi yang dilakukan oleh penulis pantau ABCD, kaji adanya alergi makanan, berikan infurmasi tentang kebutuhan nutrisi, monitor tugor kulit, monitor kulit selama makan, berkolaborasi dengan ahli gizi (Wilkinson, 2007). Intervensi pada diagnosa keperawatan ke ketiga hipertermia berhubungan dengan dehidrasi, maka perawat melakukan perencanaan keperawatan dengan tujuan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan hipertermi dapat teratasi dengan suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C-37,5OC), perabaan kulit hangat. Intervensi yang akan dilakukan oleh penulis monitor suhu tubuh, 85 monitorIWL, berkolaborasi dengan dokter pemberian obat, selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh (Wilkinson, 2007). Intervensi pada diagnosa keperawatan ke empat kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi BAB sering, maka perawat melakukan perencanaan keperawatan dengan tujuan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan integritaskulit dapat teratasi, tidak ada luka atau lesi pada kulit, perfusi jaringan baik, mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan alami. Intervensi yang dilakukan oleh penulis anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longar, jaga kebersihan kulit, monitor kulit akan adanya kemerahan, oleskan lotion atau minyak, pada daerah yang terkena, hindari kerutan pada tempat tidur (Wilkinson, 2007). D. Implementasi Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respons klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah dan Walid, 2012).Berdasarkan terminologi NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melakukan intervensi. Perawat melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap 86 implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan respon klien terhadap tindakan tersebut (Kozier, 2011). Implementasi yang diterapkan penulis untuk mengatasi diagnosa keperawatan yang pertama yaitu dengan diagnosa kekuragan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dilakukan selam tiga hari mulai tanggal 4-6 januari 2016. Tindakan yang dilakukan penulis adalah memonitor status hidrasi, mengobservasi balance cairan, memonitor tanda-tanda vital pasien, menganjurkan keluarga pasien untuk memberikan makan sedikit tapi sering, menganjurkan berkolaborasi dengan dokter pemberian terapi cairan parenteral KAEN 3B 12 tpm mengantikan cairan elektrolit secara adekuat dan cepat. Penulis tidak melakukan tindakan menganjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI pada hari senin tanggal 4 januari 2016 karena ibu klien sudah memberikan dan ibu klien mengatakan klien hanya minum susu formula dan air putih saja, klien tidak mau minum ASI. Pengukuran intake dan output ini harus dilakukan secara kontineu dikarenakan perubahan keseimbagan cairan bisa terjadi sewaktu-waktu, terutama jika diikuti dengan penyakit. Sebagai tenaga yang mendiri, perawat sudah mampu untuk mengidentifikasi mengenai perubahan tersebut tanda nuguarahan dari dokter (perry & potter, 2006).Dalam menejemen keseimbagan cairan dan elektrolit tentunya tidak lepas dengan perhitungan asupan dan haluaran cairan. Cairan yang masuk dan keluar harus dihitung dan dipantau selama 24 jam. Asupan cairan bisa melalui beberapa sumber, antara lain oral, selang NGT, atau melalui infus. Asupan tersebut bisa dalam bentuk 87 cairan maupun makanan (mengandung air, walaupun minimal). Sebagai penyeimbang di inteke, maka juga terjadi pengeuaran dari cairan. Output cairan meliputi urine, feses (terutama jika diare). Muntah, penghisapan gaster, dan drainase dari selang pasca bedah (Pranata,2013). Dapat disimpulkan dari data tindakan implementasi bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada anak dengan diare. Pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu ketidakseimbagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makana, penulis melakukan tindakan selama tiga hari mulai tanggal 4-6 januari 2016. Tindakan yang dilakukan penulis memantau ABCD(antropometri, biocemical, clinical, diit), mengkaji adanya alergi makanan, memonitor lingkungan selama makan, mengkolaborasikan dengan ahli gizi diet bubur lembek membantu proses penyembuhan, memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi. Penulis tidak melakukan tindakan menganjurkan keluarga untuk memberikan makanan yang disukai karena ibu klien mengtakan klien tidak nafsu makan dan hanya minum air putih dan susu formula. Kebutuhan gizi yang harus dipenuhi pada masa balita diantaranya energi dan protein. Kebutuhan energi sehari anak untuk tahun pertama kurang lebih 100-120 Kkal/kg berat badan. Untuk tiga bulan pertambahan umur, kebutuhan energi turun kurang lebih 10 Kkal/kg berat badan. Energi dalam tubuh diperoleh terutama zat gizi karbohidrat, lemak, dan juga protein (Hasdianah dkk, 2014).Dapat disimpulkan dari data tindakan implementasi 88 bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada anak dengan diare. Implementasi yang dilakukan penulis untuk mengatasi diagnosa keperawatan ketiga yaitu hipertermi berhubungan dengan dehidrasi dilakukan selama tiga hari mulai tanggal 4-6 januari 2016. Tindakan yang dilakukan penulis adalah melakukan pengukuran suhu tubuh, berkolaborasi dengan dokter pemberian obat, yang dilakukan menyelimuti klien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh. Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh diatasa batas normal (Herdman, 2010). Demam juga disertai gejala konstitutional lainnya seperti lesu, tidak mau makan, dan muntah. Selain itu, pada anak lebih sering terjadi gejala facial flush, radang faring serta pilek (Christanto dkk, 2014). Dapat disimpulkan dari data tindakan implementasi bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada anak dengan diare. Implementasi yang dilakukan penulis untuk mengatasi diagnosa keperawatan ke empat yaitu kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi/ BAB sering dilakukan selama tiga hari mulai tanggal 4-6 januari 2016. Tindakan yang dilakukan penulis adalah menganjurkan pada ibu klien untuk anaknya mengunakan pakaian yang longgar, menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih, memonitor kulit, mengoleskan minyak zaitun, hindari kerutan pada tempat tidur. Integritas kulit adalah menguragi perubahan kulit yang buruk adapun batasan karakteristik ataupun faktor resiko: hipotermi, 89 imobilisasi fisik, perubahan tugor kulit, perubahan pigmentasi, gangguan sirkulasi (Herdman, 2012). Tindakan yang selanjutnya memonitor kulit dengan derajat ruam sebelum dan sesudah diberikan terapi minyak zaitun, sebelum diberikan minyak zaitun nilai sekala ruam derajat sedang dan setelah diberikan minyak zaitun ada hasilnya dimana derajat ruam menurun menjadi derajat ringan. Berikan minyak zaitun pada bagian bokong yang terjadi kemerahan. Hammad (2012) minyak zaitun adalah yang berasal dari biji zaitun yang mengandung mineral protein dan mengandung vitamin A, B, C, D dan setiap 100 gram mengandung 224 kalori. Menurut RNAO (2005 dalam yolanda, 2012), tindakan yang terpenting dalam integritas kulit adalah menjaga hidrasi kulit dalam btas wajah (tidak terlalu lembab atau terlalu kering) salah intervensi dalam menjaga adalah dengan cara memberikan pelembab seperti lotion, crem dan saleb rendah alkohol. Minyak zaitun akan menjaga kelembaban kulit. Dengan sifatnya sebagai antiseptik oil dapat mengurangi kemerahan pada ruam popok dan mencegah air melakukan kontak langsung dengan kulit yang terkena ruam popok. Secara teori minyak zaitun (olive oil) bermanfaat untuk melembutkan kulit, mempertahankan kekembaban dan elastisitas kulit, sekaligus memperlancar proses regenerasi kulit. Pemberian minyak zaitun (olive oil) yang diberikan pada anak yang mengalami ruam sebanyak 2,5 ml setiap pagi dan sore hari (Nangili, 2013). Menurut Surtiningsih (2005) dalam Yolanda (2012) minyak zaitun dengan kandungan asam oleat 80% dapat 90 mengenyalkan kulit dan melindungi kulit dari kerusakan. Dapat disimpulkan dari data tindakan implementasi bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada anak dengan diare. E. Evaluasi Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil (NOC) yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah dan Walid, 2012). Penulis menggunakan evaluasi formatif yaitu catatan perkembangan yang berorientasi pada masalah yang dialami pasien, dengan menggunakan format SOAP (Subjektif, Obyektif, Analisa, Planning) (Setiadi, 2012). Evaluasi keperawatan pada An. A di Ruang Anggrek RSUD Kota Salatiga dimulai sejak hari senin tanggal 4 januari 2016 sampai hari rabu tanggal 6 januari 2016, untuk diagnosa keperawatan pertama hari rabu tanggal 6 januari 2016 kekuragan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif didapatkan hasil evaluasi data Catatan perkembagan An. A didapatkan evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An.A mengalami BAB cair sudah tiga kali sehari ini. Data obyektif pasien mengoceh tugor kulit elastis, membran mukosa lembab, nadi 120 kali permenit, balance cairan -255 cc, hematokrit 31.9%. Analisis masalah kekuragan volume cairan masalah teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi monitor status hidrasi (tugor kulit, membran mukosa, hematokrit, balance cairan), anjurkan pasien untuk makan dan minum sedikit tapi sering, 91 kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi cairan intravena. Dengan kriteria hasil baance cairan seimbang, klien tidak tiare (Wilkinson, 2007). Hal ini menyatakan masalah kekuragan volume cairan teratasi sebaian dan lanjutkan intervensi. Hasil yang diharapkan menurut NOC (2015) adalah pengisian kembali kapiler < dari 2 detik, turgor elastik, membran mukosa lembab, berat badan tidak menunjukkan penurunan. Dari hasil pengkajian terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan yaitu hasil yang diharapkan belum memenuhi kriteria menurut NOC (2015), hali ini menyatakan kekurangan volume cairan teratasi sebagian. Catatan perkembanagan pada An.A hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 untuk diagnosa kedua ketidakmampuan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An.A BAB cair. Data obyektif antropometri berat badan sebelum sakit 8 kg selama sakit 8 kg tinggi badan 80 cm IMT 12,5 kg, biocemical hasil laboratorium hemoglobin 10.4 g/dl hematokrit 31.9 %, clinical mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis, diit bubur, sayur, susu, dan air putih. Analisis masalah ketidakmampuan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi mengkaji ABCD, memonitor lingkungan selama makan, kolaborasi dengan ahli gizi (Wilkinson, 2007). Hal ini menyatakan masalah ketidakseimbagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian karena tugor kulit elastis, nafsu makan meningkat (Cholid, 2011). 92 Catatan perkembanagan pada An.A hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 untuk diagnosa ketiga hipertermia berhubungan dengan dehidrasi. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan anakanya demam. Data obyektif kulit teraba panas, suhu tubuh 36,80C, nadi 120 kali permenit, Rr 28 kali permenit. Analisis masalah hipertermia teratasi. Planning pertahankan intervensi. Dengan kriteria hasil suhu tubuh menjadi normal dan klien tidak demam (Wilkinson, 2007). Hal ini menyatakan masalah keperawatan hipertermi teratasi dan pertahankan intervensi. Hasil yang diharapkan menurut NOC (2015) adalah suhu tubuh dalam rentang normal, nadi dan pernafasan dalam rentang normal, tidak ada perubahan warna kulit. Dari hasil pengkajian tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yaitu hasil yang diharapkan teratasi. Catatan perkembanagan An.A pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 untuk diagnosa keempat kerusakan integritas kulit berhubungan dengan eskresi BAB sering. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An.A kemerahan sudah berkurang berwarna merah muda, data obyektif bintil-bintil kecil sudah tidak ada, kemerahan sudah berkurang warna merah muda. Analisis masalah kerusakan integritas kulit teratasi. Planningpertahankan intervensi. Hasil yang diharapkan menurut NOC (2015) adalah tidak ada luka atau lesi pada kulit, perfusi jaringan baik, mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan alami. Dari hasil pengkajian tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yaitu hasil yang diharapkan teratasi. 93 Hasil analisa pemberian minyak zaitun selama 3 hari pada An. A dengan diare menunjukan hasil kemajuan selama 3 hari dari derajat sedang menjadi derajat ringan menunjukkan bahwa pemberian minyak zaitun untuk ruam popok sangat efektif. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah penulis melakukan pemberian minyak zaitun terhadap derajat ruam popok selama menjalani perawatan pada asuhan keperawatan An. A dengan diare di Ruang Anggrek RSUD Kota Salatiga, maka penulis dapat menarik kesimpulan: 1. Pengkajian Pengkajian keperawatan pada An.A dengan Diare didapatkan data subyektif dan obyektif, terdapat keluhan utama BAB cair 5 kali sehari. Data obyektif An. A tugor kulit tidak elastis, membran mukosa kering, nafsu makan menurun merupakan tanda dan gejala dari penyakit diare. 2. Diagnosa Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien adalah kekuragan volume cairan berhubungan dengan kehilagan cairan aktif, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan, hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekresi atau BAB sering. 3. Intervensi Pada diagnosa pertama yaitu kekuragan volume cairan intervensi yang diberikan adalah pemberian terapi cairan intravena, monitaor status 94 95 hidrasi, monitor tanda-tanda vital. Pada diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intervensi utama yang dilakukan adalah observasi pemberian makanan, timbang berat badan perhari, anjurkan pasien makan sedikit tapi sering, kolaborasi dengan ahli gizi, monitor tanda-tanda vital. Pada diagnosa ketiga yaitu hipertermia intervensi utama monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam, monitor tandatanda vital, berikan pengobatan untuk mengatasi demam, kolaborasi pemberian cairan intravena. Pada diagnosa keempat kerusakan integritas kulit intervensi yang dilakukan anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar, jaga kebersihan kulit, monitor kulit akan adanya kemerahan, oleskan lotion atau minyak, pad daerah yang terkena, hindari kerutan pada tempat tidur. 4. Implementasi Implementasi yang diberikan penulis sesuai dengan intervensi yang sudah dibuat penulis. Implementasi yang dilakukan pada An. A dengan diare adalah mengkaji tanda-tanda vital, memberikan terapi medis, menganjurkan kepada keluarga pasien untuk pasien menggunakan pakaian yang longgar, memonitor kulit dengan derajat ruam sebelum dan sesudah pemberian minyak zaitun, menjaga kebersihan kulit, hindari kerutan pada tempat tidur. 5. Evaluasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari, evaluasi masalah kekuragan volume cairan teratasi sebagian, ketidakseimbangan nutrisi 96 kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian, masalah hipertermia sudah teratasi, kerusakan integritas kulit sudah teratasi dengan pemberian minyak zaitun dan pertahankan intervensi. 6. Analisa Hasil analisa implementasi aplikasi jurnal penelitian yang telah dilakukan oleh M.V Jelita (2014). Pemberian minyak zaitun yang diberikan selama tiga hari pada An. A, disertai diare yang terjadi ruam popok yang dilakukan setiap sesudah mandi. Hasil analisa dari implementasi pemberian minyak zaitun selama tiga hari berupa penilaian menggunakan derajat ruam, dari derajat sedang menjadi derajat ringan, hal ini menunjukknan bahwa pemberian minyak zaitun pada ruam popok sangat efektif. B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan diare penulis memberikan usulan dan masukan positif pada bidang kesehatan antara lain : 1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit) Diharapkan asuhan keperawatan pada anak saat dilakukan perawatan di rumah sakit dengan diare yang terjadi ruam perlunya memperhatikan kesehatan kulit anak dengan memberikan minyak zaitun. 97 2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat Diharapkan tenaga kesehatan yang memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan diare yang terjadi ruam pada bokong hendaknya lebih intensif pada anak untuk memdapatkan perawatan kulit dalam mempertahankan dan meningkatkan kesehatan kulit yang terjadi ruam pada bokong saat anak diare. 3. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan mampu mewujudkan inovasi dan meningkatkan mutu dalam pembelajaran untuk melahirkan tenaga kesehatan khususnya perawat yang kompetitif, profesional, inovatif, berkualitas, dan komunikatif. DAFTAR PUSTAKA Cristanto dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Debora, O. 2013. Proses Keperawatan Dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba Medika. Dermawan. 2012. Proses Keperawatan; Penerapan Konsep dan Krangka Kerja, Gosyen Publising :Yogyakarta. Dewi. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : salemba medika. Hidayat, A. Aziz alimul 2006. Metode penelitian kebidanan dan teknis analisis data. Edisi pertama. Jakarta : Salemba Medika. Kartika. 2011. Manfaat Minyak Zaitun dan Therapynya. Diperoleh pada tanggal 24 Oktober 2015. Mansjoer, A. Suprohaita, Wardhani, W. I., & Setio Wulan, W. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aescupalius. Marmi, Raharjo, K 2012. Asuhan Neonatus Bayi, Balita, dan anak prasekolah. yogyakarta : pustaka pelajar. Maryunani, Anik., 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan, Jakarta: Trans Info Media. Muslihatun, W.N. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta: fitramaya. Muttaqin, Arif. 2011.Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi asuhan keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : Salemba Medika. Nanda. 2012-2014. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC. Nanda. 2013. NIC NOC. Jakarta : EGC. Nagili. 2013. Manfaat Pemberian Minyak Zaitun Untuk Kulit http:// nagilidi.com/2013/02/manfaat-pemberian-minyak-zaitun-untuk-kulit.html. diperoleh tanggal 24 oktober 2015. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika Nursalam, Susilaningrum M., Utami M. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan), penerbit Salemba Medika, Jakarta. Potter P.A & Perry A.G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4 Volume 2. EGC. Jakarta Putra, S.R 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jogjakarta : D-medika. Rukiyah, A. Y, Yulianti, L. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : CV. Trans Info Medika. Soebagyo, Bambang., 2008. Diare Akut Pada Anak.Surakarta: uns press pp.2-33 Suraatmaja. 2007. Gastroentrrologi anak. Sagung Seto. Jakarta. Suriadi dan Yuliani. 2010.Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta : CV Sugeng Seto Susilaningrum dkk. 2013.Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika. Wilkinson, M, Judith. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC. Winugroho. 2008. Model Konsep Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Wong. 2008. Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Jakarta : EGC. Wulandari, Anjar P. W. 2009. Hubungan Antara Faktor Lingkungan dan Faktor Sosiodemografi dengan Kejadian Diare pada Balita Di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2009. Skripsi : Universitas Muhamadiyah Surakarta.