BAB IV PROGRAM ARSITEKTUR 4.1 Konsep Program 4.1.1 Aspek Citra / Performance Arsitektural Citra yang ingin dibangun pada proyek “Kompleks gereja Katholik Paroki Mijen” ini adalah bangunan tmpat ibadat yang memiliki karakter arsitektur yang mengangkat kekayaan budaya yang terdapat di Kota Semarang Jawa Tengah. Citra Arsitektural yang sederhana dan berbudaya yang menunjukkan kekayaan budaya dan filosofis nilai nilai ajaran Katholik dan mampu menciptakan gereja yang terbuka bagi siapa saja sesuai dengan teladan Romo Petrus Chrysologus Soetapanitro yang setia melayani Tuhan 4.1.2 Aspek Fungsi Kompleks Gereja ini juga dapat memunculkan tatanan ruang dalam bangunan dengan baik, sehingga berfungsi dengan baik dan dapat mendukung umat dalam beribadah serta pelayanan terhadap umat 4 wilayah baik dapat berjalan dengan baik 4.1.3 Aspek Teknologi Bangunan Gereja diharapkan mampu mendukung lingkungan sekitar yang tenang sehingga dapat menjadikan umat yang beribadat dapat khusuk dalam berdoa. Serta bangunan pastoran yang dapat menciptakan suasana yang sama pula. Areal pastoral juga dapat bersinergi sehingga pelayanan terhadap umat dan masyarakat dapat terwujud dengan baik. Dengan didukung pula fasilitas umum yang dapat menampung keperluan rakyat sekitar. 148 Teknologi yang menunjang dalam bangunan gereja diciptakan untuk mendukung suasana khusuk, dan menciptakan dampak positif bagi lingkungan sekitar. 4.2 Tujuan, Faktor Penentu, Faktor Persyaratan Perancangan 4.2.1 Tujuan Perancangan Tujuan dari perencanaan Kompleks Gereja Katholik Paroki Mijen ini untuk menampung lonjakan umat paroki Bongsari sehingga dapat menyediakan kompleks bangunan Gereja Katholik yang berfungsi sebagai tempat beribadat umat Katholik khususnya umat wilayah Ngaliyan I, wilayah Ngaliyan II, wilayah Kedungpane, wilayah Mijen dan Wilayah Boja, yang didukung pula dengan pelayanan pastoral yang baik. 4.2.2 Faktor Penentu Perancangan Dalam melakukan perencanaan Kompleks Gereja katholik Paroki Mijen ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perancangan yakni pengolahan lahan yang baik dan tepat, pemaksimalan potensi dan kekayaan budaya setempat sehingga dapat mampu menciptakan semangat pelayanan bagi umat 4 wilayah. 4.2.3 Faktor Persyaratan Perancangan Persyaratan desain pada proyek ini meliputi persyaratan desain arsitektural, bangunan, dan lingkungan. Persyaratan ini berkaitan Persyaratan Arsitektural Menggunakan material kekayaan alam sekitar dan yang sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar 149 Bangunan memiliki tatanan, ruang, dan bentuk yang saling berintegrasi dalam hal sirkulasi indoor maupun outdoor. Persyaratan Bangunan Menggunakan struktur bangunan yang mendukung kegiatan didalamnya Memiliki landscape area sebagai unsur ruang terbuka hijau. Persyaratan Lingkungan Lahan harus sesuai dengan peraturan pemerintah mengenai fungsi guna lahan pariwisata / pelayanan umum. Diharapkan merupakan lingkungan yang strategis dan berada dalam wilayah perkotaan, sehingga dapat dijangkau oleh kendaraan dan masyarakat urban. Terjangkau oleh beberapa aspek utilitas seperti jaringan air bersih PDAM, jaringan listrik, dan jaringan telepon. Memiliki aksesibilitas kendaraan yang memadai untuk roda empat maupun roda dua. 4.3 Program Arsitektur Tinjauan proyek sejenis dilakukan pada bangunan-bangunan planetarium yang memiliki fasilitas serta pemenuhan persyaratan yang baik, bangunan: 150 4.3.1 Program Kegiatan dan Fasilitas LUASAN JENIS JUMLAH NAMA RUANG FASILITAS TOTAL LUASAN RUANG (m2) RUANG Bangunan Pastoran Bangunan Gereja (m2) Panti Imam 1 225 R. Sakristi Imam 1 87,48 R. Sakristi Umum 1 190 R. Koor 1 201,76 Panti Umat 1 2.356 R. Pengakuan Dosa 4 54,8 Janitor 1 3,6 Hall Entrance / exit 1 274,7 Selasar 1 274,7 R. Kontrol Audio 1 19,2 R. Devosi Maria 1 45 Kamar Tidur Pastor 6 123,6 KM / WC 3 11,4 R. Doa Pribadi 1 14,2 R. Kerja Pribadi 6 30 R. Makan 1 25 R. Rekreasi 1 30,2 Dapur 1 14,2 Janitor 1 2,4 Gudang 2 48 Garasi 1 38,8 4.105,46 459,27 151 R. baca 1 29,2 R. Tamu 1 5,58 Pantry 1 12,16 R. Cuci jemur 1 35 Tabel 35. Tabel Fasilitas Kompleks Gereja Katholik Paroki Mijen Sumber : Analisis Pribadi LUASAN JENIS JUMLAH NAMA RUANG FASILITAS TOTAL LUASAN RUANG (m2) RUANG AREAL PASTORAL (m2) R. Kesekretariatan 1 13 R. Arsip 1 9,6 R. rapat 1 34,8 R. tamu 1 5,58 R. Komunitas Paroki 6 26,4 Janitor + Gudang 1 31 Aula 1 920 1.577,84 Toilet Pria 2 79,6 Toilet Wanita 2 67 Toilet Dissabilities 4 24 Hall entrance / exit 1 27 R. Gamelan 1 64 Gua Maria 1 45 Gudang Peti Mati 1 19,2 Ruang Adorasi 1 68,22 152 Fasilitas Poliklinik 1 106 Umum Ruang Genset 1 58,6 181,06 4.3.3 Program Sistem Struktur dan Enclosure PROGRAM STRUKTUR Sub Structure Bangunan Gereja : Menggunakan pondasi bored pile karena untuk daya dukung struktur bentang lebar yang menumpu beban bangunan yang kuat dan tanah kerasnya dapat ditemukan berdasarkan hasil zondeer Pastoran : menggunakan pondasi footplate merupakan pondasi dangkal yang dapat mendukung low rise building Pelayanan Pastoral : menggunakan pondasi footplate merupakan pondasi dangkal yang dapat mendukung low rise building Pelayanan Umum : menggunakan pondasi batu kali yang dapat mendukung untuk bangunan pelayanan umum Upper Structure Struktur atap menggunakan konstruksi baja konvensional yang dapat digunakan untuk bangunan gereja karena berbentang lebar. Sedangkan untuk Pastoran, pastoral, dan fasilitas umum menggunakan struktur sistem rangka. PROGRAM ENCLOSURE Penutup Lantai Menggunakan pelingkup bangunan batu alam, batu bata yang di ekspose sehingga memunculkan penyatuan dengan alam dan unsur lokalitas Dinding Menggunakan material yang senada dengan batu alam dan ekspose pada material Penutup Atap Penutup atap menggunakan genteng bitumen pada bangunan gereja Gambar 36 Genteng Bitumen dengan warna coklat yang senada dengan alam Sumber diunduh dari : www.popeti.com (September, 2016) Penutup atap pada bangunan pastoran, pelayanan pastoral, dan fasilitas umum menggunakan genteng tanah liat. 153 4.3.4 Program Sistem Pencahayaan dan Penghawaan A. Sistem Pencahayaan a. Pencahayaan alami Pencahayaan alami pada bangunan ini menggunakan skylight dengan kaca, glassblock, serta jendela dan partisi kaca untuk memasukkan cahaya siang hari. Orientasi bangunan juga menjadi pertimbangan dari penempatan penerapan lubang cahaya. b. Pencahayaan Buatan Untuk mendukung aktivitas pada ruang-ruang yang tidak terlingkup oleh cahaya matahari buatan, diberikan pencahayaan buatan berupa lampu LED pada setiap ruang sebagai upaya penghematan energi listrik. B. Sistem Penghawaan a. Penghawaan alami Penghawaan alami pada bangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi dengan menyesuaikan orientasi angin, contoh bukaan penghawaan alami seperti rooster dan jendela. b. Penghawaan buatan Menggunakan alat pengkondisisan AC tipe standing pada ruang ruang tertentu dan menerapkan alat exhaust fan untuk mengeluarkan panas 4.3.5 Program Sistem Utilitas 4.3.5.1 Sistem Distribusi Air Bersih Jenis sistem air bersih yang digunakan adalah berasal dari PDAM dan sumber lain seperti sumur artetis. Untuk sistem 154 distribusi menggunakan sistem down feed. Keuntungan dari penggunaan sistem down feet ini adalah tidak membutuhkan listrik yang terlalu besar karena intensitas penggunaan pompa yang lebih jarang daripada sistem up feed. Namun kekurangannya adalah tekanan air pada sistem ini tidak tetap, sehingga kerap kali mengalami kenaikan debit air. Gambar 37. Sistem Distribusi Air Bersih (down feed) Sumber diunduh dari : http://3.bp.blogspot.com/-A (September, 2016) 4.3.5.2 Fire Fighting System Sistem pemadam kebakaran pasif pada bangunan menggunakan sirkulasi darurat yang langsung menuju ke area luar bangunan, smoke detector, dan sprinkler. Sedangkan sistem pemadaman kebakaran aktif menggunakan metode APAR yang diberikan disetiap ruangan yang memicu potensi terjadinya kebakaran . Selain itu, diadakan juga hydrant yang diletakkan pada setiap radius 30 m di luar dan di dalam bangunan. 155 Gambar 38. Fire Fighting System pada bangunan Sumber diunduh dari : google.com (September 2016) 4.3.5.3 Sistem Transportasi Vertikal Sistem transportasi vertikal yang digunakan pada proyek ini adalah tangga, karena ketinggian maksimal bangunan hanya 2 lantai. Sedangkan untuk bagi umat yang memiliki keterbatasan disediakan ramp untuk sirkulasinya. Dan pada bangunan Gereja di sediakan tempat duduk khusus untuk difabel atau disabilitas. Gambar 39. Ramp untuk Sirkulasi Difabel atau Disabilitas Sumber diunduh dari : google.com (September, 2016) 4.3.5.4 Sistem Keamanan Sistem keamanan yang diterapkan pada bangunan adalah sistem aktif dimana para security memantau aktivitas lapangan. 156 Dan juga sistem keamanan pasif menggunakan CCTV yang dipasang pada ruang-ruang yang rawan terjadi ketidaktertiban. Gambar 40. CCTV keamanan Pasif pada kompleks Gereja Sumber diunduh dari : google.com (September, 2016) 4.3.5.5 Sistem Penangkal Petir Sistem penangkal petir yang digunakan ialah sistem elektrostatis yang memiliki jangkauan luas serta mudah untuk proses maintenence. Gambar 41. Penangkal Petir Elektrostatis Sumber diunduh dari : google.com (September 2016) 4.3.5.6 Elektrikal Kebutuhan sumber listrik pada proyek ini berasal dari jaringan PLN yang dikelola pemerintah Indonesia. Selain jaringan PLN sebagai sumber utama, dan setiap massa bangunan menggunakan MCB sendiri untuk pembaginya, serta genset untuk memenuhi kebutuhan listrik sekunder pada bangunan. 157 Skema 18. Pembagian Listrik dalam bangunan Sumber diunduh dari : google.com (September 2016) 4.3.6 Program Lokasi dan Tapak Lokasi tapak : Jl. Rm. Hadi Soebeno , Kelurahan Wonolopo, Kecamatan Mijen. Berdasarkan Lokasi yang akan digunakan untuk perencanaan kompleks Gereja Paroki ini berada di kota Semarang, Jawa Tengah. Di ambil lokasi di kecamatan Mijen karena lokasi berada di kawasan umat 4 wilayah yang mencakup wilayah Ngaliyan, wilayah Mijen, wilayah Kedungpane dan wilayah Boja. Batas Administratif kota Semarang sebelah Utara dibatasi oleh Laut Jawa dengan panjang garis pantai mencapai 13,6 Km, sebelah Selatan dengan Kabupaten Semarang, Sebelah Timur dengan Kabupaten Demak, Sebelah Barat dengan Kabupaten Kendal. Kota Semarang memiliki posisi Geostrategis karena berada pada jalur lalu lintas ekonomi pulau Jawa dan merupakan koridor pembangunan Provinsi jawa Tengah. Secara Topografis kota Semarang terdiri dari daerah perbukitan, dataran rendah, dan daerah pantai, dengan kemiringan dan tonjolan. 158 Kota Semarang memiliki sepuluh Bagian Wilayah Kota (BWK) dengan kecamatan Mijen masuk ke dalam Bagian Wilayah Kota IX kota Semarang. Secara Adminitrasi Kecamatan Mijen terdiri dari 14 Kelurahan yaitu : Kedungpane, Jatibarang, Pesantren, Cangkiran, Tambangan, Mijen, Ngadirjo,Jatisari, Polaman, Wolopo, Purwosari, Bubakan, Wonoplumbon, dan Karangmalang. Merupakan kecamatan terluas di kota Semarang dan terletak pada Ketinggian 253,00 mdpl sehingga penggunaan lahan yang terdapat di kecamatan Mijen bercirikan pedesaan yang tersebar di seluruh wilayah, sedangkan yang bercirikan perkotaan berada di wilayah pusat aktifitas yaitu kelurahan wonolopo, Mijen dan Cangkiran yang menunjukkan perkembangan kawasan terbangun yang signifikan. Kecamatan Mijen merupakan salah satu Kecamatan dari 16 kecamatan yang berada di Kota Semarang. Kota Semarang memiliki luas wilayah 373,70 Km² dengan kecamatan Mijen merupakan salah satu wilayah terluas dengan luas wilayah 57,55 Km² dan Kecamatan Gunungpati dengan luas wilayah 54,11 Km². Kota Semarang terletak dalam posisi astronomis diantara garis 6º50’ - 7º10’ LS dan garis 109º35’ - 110º50’ BT. Batas-batas Kabupaten Kecamatan Mijen : Sebelah Timur : Kecamatan Gunungpati Sebelah selatan : Kabupaten Semarang Sebelah barat : Kabupaten Kendal Sebelah utara : Kecamatan Ngalian Iklim di daerah Kecamatan Mijen, Semarang : 159 Kondisi iklim kecamatan Mijen secara klimatologi seperti kondisi umum di Indonesia yaitu mempunyai iklim tropik basah. Pada bulan September – Mei 21,1ºC – 24,6 ºC Kelembapan udara relatif minimum 61% pada bulan September Kelembapan udara relatif maksimum 83% pada bulan Januari Curah hujan rata-rata 9.891 mm Kecamatan Mijen (BWK IX) Keterangan : 113. Kelurahan Cangkiran 114. Kelurahan Bubakan 115. Kelurahan Karangmalang 116. Kelurahan Polaman 117. Kelurahan Purwosari 118. Kelurahan Tambangan 119. Kelurahan Wonolopo 120. Kelurahan Mijen 121. Kelurahan Jatibarang 122. Kelurahan Kedungpane 123. Kelurahan Ngadirgo 124. Kelurahan Wonoplumbon 125. Kelurahan Jatisari 126. Kelurahan Pesantren Gambar 42. Peta Kecamatan Mijen BWK IX Sumber : www.semarangkota.go.id, 2016 Keterangan : Potensi Kecamatan Mijen : 127. Kelurahan Cangkiran 128. Kelurahan Bubakan 129. Kelurahan Karangmalang Banyak terdapat pertanian dan perkebunan (area hijau). 130. Kelurahan Polaman 131. dan Kelurahan Purwosarisebagai memadai Memiliki aksesibilitas yang mudah 132. Kelurahan Tambangan Kelurahan Wonolopo wilayah suburban berupa jalan 133. arteri primer dan arteri 134. Kelurahan Mijen sekunder. 135. Kelurahan Jatibarang 136. Kelurahan Kedungpane 137. Kelurahan Ngadirgo 138. Kelurahan Wonoplumbon 139. Kelurahan Jatisari 140. Kelurahan Pesantren 160 Tingkat kemacetan, polusi udara, dan kebisingan yang tidak terlalu tinggi. Merupakan daerah lereng I (kemiringan 0%-2%), mempermudah aksesibilitas urban seperti sepeda dan pejalan kaki. Kendala Kecamatan Mijen : Sangat jauh dari pusat kota yang memiliki fasilitas utama untuk perdagangan dan jasa, sehingga tidak strategis. Infrastruktur dan jaringan utilitas yang memadai masih belum merata. Kelurahan Wonolopo Memiliki luas 403,815 ha Jumlah penduduk ± 6.407 dengan kepadatan ± 16 jiwa/ha Luas fungsi wisata/rekreasi 1,025 ha Jumlah permukiman penduduk : 1.473 Jumlah sekolah dasar (SD) : 3 Jumlah transportasi : - Motor : 811 - Mobil : 64 - Taxi :0 - Bus :3 - Angkot :0 161 Gambar 43. Tapak terpilih Sumber : googlemap Gambar 44. Peta Teknik Tapak B Sumber : Dokumen Pribadi 162 ASPEK KEKUATAN ALAMI Iklim Topografi Beriklim tropis lembab dengan suhu rata-rata berkisar antara 25°C – 34°C. Memiliki varian kemiringan 0% - 2% (Semarang Barat). Potensi Sumber Air Memiliki potensi untuk ditanami tanaman tahunan dan tanaman hortikultura. Sumber air bersih berasal dari PDAM, dan sumur bor buatan Arah Angin Dominan arah Tenggara Barat laut. Keadaan Lingkungan Tapak berupa pertokoan dan berada di jalan kolektor sekunder (Jl. Rm. Hadi Soebeno). Vegetasi ASPEK KEKUATAN BUATAN Peraturan Pemerintah Regulasi Fungsi dan Hirarki View Topografi Air Jaringan Kota / Kawasan Citra Arsitektural Peraturan daerah kota Semarang nomor 14 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota Semarang tahun 2011-2031 dan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) nomor 8 tahun 2004 tentang BWK IX (Kecamatan Mijen) tahun 2000 – 2010. KDB : max. 40% KLB : 0,8 GSB Jl. Rm. Hadi Soebeno, GSB 29 Pusat perkantoran, perdagangan, dan jasa. Sub pusat pelayanan kota ; perdagangan dan jasa, pendidikan, kesehatan, peribadatan, pelayanan umum. ASPEK AMENITAS ALAMI View from site ; view yang terlihat dari perkebunan, jalan raya, dan permukiman penduduk. View to site ; view yang terlihat dari Jalan Rm. Hadi Soebeno Sebagian besar berjenis tanah semi keras Aluvial Hidromorf Grumosol (abu-abu tua). Curah hujan sebesar 126 m3 per tahun dan tingkat kelembaban 50% hingga 70%. ASPEK AMENITAS BUATAN Berada di samping jalan kolektor Sekunder Jl. Rm. Hadi Soebeno Mijen Akses jalan utama melalui Jl. Rm. Hadi Soebeno Terapat jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan drainase tertutup, dan sampah. Bangunan di sekitar tapak dominan pertokoan dengan style arsitektur modern. Permukiman penduduk disekitar memiliki karakter arsitektur modern dan arsitektur jawa. 163 Potensi Alternatif Tapak B : Lokasi berada di jalan kolektor sekunder yang merupakan jalan besar dengan lebar 20 meter sehingga mempermudah aksesibilitas. warga mendukung untuk perencanaan sebuah Kompleks Gereja Katholik Paroki. Memiliki daya dukung dan kestabilan tanah yang baik. Kendala Alternatif Tapak B : Pinggir jalan raya Mijen (semarang – boja) sehingga sangat ramai dipagi hari dan sore hari Aksesibilitas yang relatif ramai dan berpotensi menimbulkan kemacetan. Memiliki vegetasi lingkungan yang kurang memada 164 FOTO EKSISTING Eksisting Site Eksisting bangunan Gereja wilayah Mijen Eksisting Jalan Raya Rm. Hadi Soebeno, Mijen Gambar 45. Foto Eksisting Tapak terpilih Sumber : dokumen pribadi 165