HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP PROGRAM PENGEMBANGAN KARIR DENGAN KOMPETISI KERJA EKA DANTA JAYA GINTING, Psi. Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara BAB I LATAR BELAKANG MASALAH Pada saat ini titik berat hubungan bangsa-bangsa telah berubah dari bidang politik ke bidang ekonomi. Perhatian dunia lebih ditujukan ke dalam upaya pembangunan tata perekonomian yang lebih adil. Untuk itu tiudak saja diperlukan suatu laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang meningkat dan bertumpu pada sektor industri sebagai dinamisator, tapi juga diperlukan suatu imbangan yang lebih baik lagi di bidang ketenagakerjaan. Bidang ketenagakerjaan yang juga merupakan sumber daya manusia mencakup semua energi, ketrampilan, bakat, kemampuan dan pengetahuan manusia yang dapat atau harus digunakan untuk tujuan produksi. Pendekatan sumber daya manusia menekankan bahwa tujuan dari pembangunan adalah memanfaatkan tenaga manusia sebanyak mungkin dalam kegiatan produktif. Salah satu konsekuensi dalam penggunaan pendekatan sumber daya manusia adalah pengembangan manusia Menurut Sembel (Warta Ekonomi, 2002) salah satu isu terbesar yang akan mempengaruhi “ bentuk dan aksi “ organisasi pada era globalisasi mendatang yaitu berkaitan dengan keberadaan organisasi itu sendiri. Organisasi pada era globalisasi adalah organisasi yang diisi oleh para knowledge worker. Dengan demikian kunci sukses untuk menghadapi persaingan berubah dari skala ekonomis menjadi pembelajaran yang terus menerus. Menurut Sidarto (Swa, 2002) para knowledge worker dibutuhkan di dalam organisasi untuk membantu kebutuhan organisasi meningkatkan kreativitas dan produktivitas. Mereka biasanya menjalankan tugas yang sangat kritis terhadap strategi atau misi organisasi karena pendidikan atau keahlian yang dimilikinya. Kesiapan Indonesia dalam menghadapi tantangan penyediaan knowledge worker tersebut ternyata belum maksimal. Menurut hasil penelitian lembaga PBB UNDP tahun 2000 dan lembaga riset PERC di Hongkong tahun 2001 tentang kualitas pendidikan, Indonesia menduduki posisi terendah diantara negara ASEAN. Hal ini juga ditegaskan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2002) bahwa permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam menghadapi pasar global adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia. Pekerja Indonesia sangat memprihatinkan kualitasnya, karena menempati posisi terendah diantara 12 negara ASEAN. Mensikapi hal tersebut, maka mau tidak mau dalam menghadapi era perdagangan bebas, Indonesia harus segera melakukan peningkatan mutu sumber daya manusianya agar perusahaan-perusahaan di Indonesia mampu bersaing dengan perusahaan negara lain. Wanandi (Warta Ekonomi, 2002) mengatakan bahwa jangan harap bisa bersaing keluar kalau di dalam perusahaan belum beres. Kuat-tidaknya kondisi di © 2003 Digitized by USU digital library 1 dalam sebuah perusahaan akan sangat berdampak bagi daya saingnya di luar. Salah satu tools yang diharapkan mampu memperkuat kondisi internal sebuah perusahaan adalah penerapan software bernama Enterprise Resources Planning (ERP). ERP merupakan proses bisnis suatu perusahaan. Aplikasi terpadu dimaksud, misalnya, menyangkut keuangan, logistik, dan sumber daya manusia (SDM). Djawahir (Swa, 2002) mengatakan manajemen masih memposisikan diri sebagai thinkers, sedangkan karyawannya disarankan hanya untuk bekerja. Dengan kata lain, karyawan hanya dijadikan semacam robot. Kenyataan seperti itu hanya akan melahirkan orang-orang yang hanya bisa berpikir, tapi tidak bisa bekerja. Di sisi lain, karyawan hanya bekerja, tapi tidak bisa berpikir. Menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart, & Wright (1994) tantangan kompetisi global yang harus dihadapi perusahaan pada dekade mendatang akan meningkatkan pentingnya manajemen sumber daya manusia. Senada dengan pendapat mereka Pfeffer (1996) menegaskan bahwa pada masa sekarang ini hanya ada satu landasan sukses untuk keunggulan bersaing yang lestari bagi perusahaan-perusahaan, yaitu bagaimana memanajemen faktor manusia dalam perusahaan itu. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannyaakan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya (Anoraga, 2001). Karena harapan akan keadaan yang lebih memuaskan, maka pekerja akan melakukan usaha-usaha untuk mencapai tujuannya tersebut. Disini berarti tidak hanya satu orang pekerja saja yang berpikiran sama, namun semua orang yang bekerja dalam suatu perusahaan. Sehingga jika semua pekerja melakukan usaha dalam mencapai tujuan yang sama, maka akan terjadi kompetisi antar pekerja tersebut. Menurut Deaux, Dane, & Wrightsman (1993) kompetisi adalah aktivitas mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau kelompok memilih untuk bekerja sama atau berkompetisi tergantung dari struktur reward dalam suatu situasi. Sedangkan menurut Chaplin (1999) kompetisi adalah saling mengatasi dan berjuang antara dua individu, atau antara beberapa kelompok untuk memperebutkan objek yang sama. Karyawan melakukan kompetisi didasari oleh karena adanya keinginan tiap karyawan untuk berprestasi dalam pekerjaannya sehingga ia dapat mencapai kedudukan yang lebih tinggi. Hal ini terutama harus didukung oleh kemampuan perusahaan dalam memahami aspek psikologis yang mendasari karyawan melakukan pekerjaan. Salah satunya dengan memberikan kesempatan bagi tiap karyawan untuk mencapai karir yang mantap. Karir merupakan bagian dari upaya pengelolaan sumber daya manusia dan erat sekali dengan motivasi, kepuasan kerja, dan kinerja karyawan (Hidayat, 2002). Karir juga dapat dipandang dari berbagai perspektif yang berbeda. Dari tinjauan umum, karir dipandang sebagai urut-urutan posisi yang diduduki oleh seseorang selama jangka waktu hidupnya. Ini merupakan karir objektif. Dari perspektif lainnya karir sendiri terdiri dari perubahan-perubahan dalam nilai, sikap dan motivasi yang terjadi karena seseorang menjadi semakin tua. Gambaran ini merupakan karir yang subjektif. Kedua perspektif tersebut terfokus pada individu, yang menganggap bahwa orang memiliki beberapa tingkat pengendalian terhadap nasib mereka sehingga mereka dapat memanipulasi peluang untuk memaksimalkan keberhasilan dan kepuasan yang berasal dari karir mereka (Hidayat, 2002). © 2003 Digitized by USU digital library 2 Konon tiga di antara lima manusia karir mendambakan karir mereka menanjak terus dengan pesat. Penghasilan makin besar, kedudukan sosial ekonomi makin tinggi dan mantap, batin makin puas karena berhasil mewujudkan jati diri (Anoraga, 2001). Menurut Flippo (1994) dan Hidayat (2002) keputusan promosi dan rotasi yang dibuat oleh manajemen merupakan imbalan dari program pengembangan karir. Program-program pengembangan seperti pelatihan dan pendidikan serta evaluasi dan bimbingan tidak akan ada artinya kalau karyawan merasa karirnya tidak meningkat. Contohnya PT.Siemens Indonesia, dimana setiap tahunnya mereka melakukan penilaian terhadap karyawannya. Dari hasil penilaian inilah setiap divisi menganalisis dan menentukan karyawan berprestasi. Selanjutnya, dibuatlah rencana pengembangan karir dan pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan karyawan agar prestasi dan kontribusinya kepada perusahaan terus meningkat (Swa, 2002). Usaha pengembangan karir yang didambakan tiap karyawan tergantung bagaimana karyawan tersebut menanggapi dan mengamatinya, atau dengan kata lain adalah bagaimana mereka mempersepsikannya. Artinya pengembangan karir yang diberikan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pribadi tiap karyawan belum tentu karyawan mempersepsikannya demikian. Flippo (1994) berpendapat bahwa karyawan yang mempunyai persepsi positif terhadap pengembangan karirnya dalam perusahaan, cenderung mempunyai kepuasan dan motivasi kerja yang tinggi untuk mendukung pencapaian tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa jika perusahaan memberikan kesempatan pengembangan karir pada karyawan, maka akan timbul dari diri karyawan tersebut untuk lebih meningkatkan karirnya dengan cara berprestasi di tempatnya bekerja, sehingga akan timbullah keinginan untuk berkompetisi dengan teman sekerjanya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kompetisi Kerja A 1. Pengertian Kompetisi Bernstein, Rjkoy, Srull, & Wickens (1988) mengatakan bahwa kompetisi terjadi ketika individu berusaha mencapai tujuan untuk diri mereka sendiri dengan cara mengalahkan orang lain. Menurut Sacks & Krupat (1988) kompetisi adalah usaha untuk melawan atau melebihi orang lain. Sedangkan menurut Hendropuspito (1989) persaingan atau kompetisi ialah suatu proses sosial, di mana beberapa orang atau kelompok berusaha mencapai tujuan yang sama dengan cara yang lebih cepat dan mutu yang lebih tinggi. Wrightsman (1993) mengatakan bahwa kompetisi adalah aktivitas dalam mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau kelompok memilih untuk berkompetisi tergantung dari struktur reward dalam suatu situasi. Salah satunya adalah Competitive reward structure dimana tujuan yang dicapai seseorang memiliki hubungan negatif, artinya ketika kesuksesan telah © 2003 Digitized by USU digital library 3 dicapai oleh satu pihak maka pihak lain akan mengalami kekalahan. Hal ini disebut Deutsch’s (Wrightsman, 1993) sebagai Competitive Interdependence. Setiap individu pada umumnya dikuasai nafsu bersaing. Menurut Teori Seleksi dari D.C. Ammon (Hendropuspito, 1989), berdasarkan pada teori Darwin dan Spencer, sejak dahulu makhluk hidup didorong oleh alamnya sendiri untuk melewati proses seleksi menuju ke keadaan yang makin sempurna. Melalui perjuangan hidup makhluk hidup yang lemah tersingkir dari kehidupan dan yang kuat terus bertahan melewati proses seleksi baru. Prinsip the survival of the fittest (yang bertahan adalah yang bermutu paling baik) kemudian dikembangkan sebagai landasan dari semua bentuk persaingan. Dengan persaingan itulah masyarakat mengadakan seleksi untuk mencapai kemajuan. Jadi persaingan mempunyai beberapa fungsi positif, yaitu : a) Persaingan merupakan pendorong yang positif bagi manusia dan masyarakat untuk terus-menerus mencapai tahap-tahap kemajuan yang makin tinggi. b) Dengan persaingan orang didorong untuk memusatkan perhatian dan pikiran, tenaga dan sarana untuk mencapai hasil yang lebih baik daripada hasil yang dicapai kini, bahkan hasil terbaik di antara orang-orang lain. c) Semangat persaingan mendorong orang untuk membuat penemuan-penemuan baru yang mengungguli penemuan orang lain. Kompetisi merupakan bagian dari konflik, dimana konflik dapat terjadi karena perjuangan individu untuk memperoleh hal-hal yang langka, seperti nilai, status, kekuasaan, otoritas dan lainnya, dimana tujuan dari mereka yang berkonflik itu tidak hanya untuk memperoleh keuntungan, tetapi juga menundukkan saingannya. Dengan potensi yang ada pada dirinya, individu berusaha untuk memaksakan kehendak atau berusaha untuk mendapatkan pengakuan atas kemenangannya, dalam memperebutkan kesempatan (Anoraga, 2001; Widiyanti.,1993). Sedangkan menurut Gitosudarmo & Sudita (2000) persaingan dalam memperebutkan sumber daya tidak akan menimbulkan konflik manakala sumberdaya tersedia secara berlimpah sehingga masing-masing subunit dapat memanfaatkannya sesuai dengan kebutuhannya. Akan tetapi ketika sumberdaya yang ada tidak cukup untuk memenuhi tuntutan dari masing-masing subunit atau kelompok, maka masing-masing subunit atau kelompok berupaya untuk mendapatkan porsi sumberdaya yang langka tersebut lebih besar dari orang lain dan konflik mulai muncul. Menurut Taylor, Peplau, dan Sears (2000), determinan bagi terbentuknya kompetisi adalah sebagai berikut: 1) Struktur reward yang terbatas. Dalam arti ketika individu hendak mencapai reward tersebut harus ada pihak lain yang mengalami kekalahan. 2) Nilai personal individu. Dimana ada individu yang merasa harus melakukan hal yang lebih baik dari orang lain. Banyak manajer menggunakan teknik-teknik untuk merangsang terjadinya kompetisi dalam sebuah kelompok. Salah satu penghargaan yang diberikan agar karyawan menunjukkan unjuk kerja yang efektif adalah dengan pemberian insentif dan bonus (Gibson, Ivancevich, & Donnelly.,1997). Ciri khas dari persaingan menurut Hendropuspito (1989), yaitu : (1) tujuan yang sama yang hendak dicapai. (2) penilaian yang berbeda didasarkan pada cara dan derajat mutu persaingan. (3) kecepatan dan keindahan dalam pencapaian tujuan © 2003 Digitized by USU digital library 4 serta kesesuaiannya dengan “aturan permainan” menentukan mutu persaingan. (4) tidak adanya kekerasan dan ancaman untuk menghancurkan pihak lain. Hal ini memungkinkan persaingan berjalan dengan damai. Dari beberapa pendapat mengenai kompetisi dalam kerja dapat disimpulkan bahwa kompetisi merupakan situasi dimana ada satu tujuan yang hendak diraih oleh banyak individu, sehingga memotivasi individu tersebut untuk melebihi orang lain dengan cara meningkatkan unjuk kerja. A. 2. Faktor-faktor Mempengaruhi Kompetisi Kerja a. Jenis Kelamin Penelitian tentang perbedaan antara pria dan wanita telah banyak dilakukan. Banyak perbedaan yang telah ditemukan, baik dari segi fisik, kepribadian maupun dalam perilaku kerja. Ancok, Faturochman & Sutjipto (1988) mengatakan bahwa salah satu penyebab mengapa wanita kemampuannya lebih rendah dibandingkan pria adalah anggapan bahwa sejak kecil wanita memang lebih rendah dari pria. Stereotipe peran jenis mengatakan bahwa pria lebih kompetitif dibandingkan wanita. Wanita lebih bersifat kooperatif dan kurang kompetitif (Ahlgren, 1983). Keadaan ini disebabkan adanya perasaan takut akan sukses yang dimiliki wanita serta konsekuensi sosial yang negatif yang akan diterimanya. Bila wanita sukses bersaing dengan pria, mungkin akan merasa kehilangan feminimitas, popularitas, takut tidak layak untuk menjadi teman kencan atau pasangan hidup bagi pria, dan takut dikucilkan (Dowling, dalam Arnold & Davey, 1992). Anggapan tersebut didukung oleh penelitian bahwa sikap kooperatif lebih tinggi pada wanita dan sikap kompetitif lebih tinggi pada pria (Ahlgren & Johnson, dalam Ahlgren, 1983). b. Jenis Pekerjaan Gibson (1996) mengatakan bahwa kompetisi akan terjadi pada pekerjaanpekerjaan dimana terdapat insentif, bonus atau hadiah.. Kompetisi secara luas dapat diterima pada pekerja white collar dan juga pada pekerja tingkat manajerial, yaitu mereka yang berada pada tahap tingkat pekerjaan minimal staf. c. Tingkat Pendidikan Liebert & Neake (1977) berpendapat bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi pemilihan pekerjaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka keinginan untuk melakukan pekerjaan dengan tingkat tantangan yang tinggi semakin kuat. Harapan-harapan dan ide kreatif akan dituangkan dalam usaha penyelesaian tugas yang sempurna (Caplow, dalam As’ad, 1987). Ide yang kreatif merupakan simbol aktualisasi diri dan membedakan dirinya dengan orang lain dalam penyelesaian tugas serta kualitas hasil. d. Promosi Karir Berdasarkan penyelidikan di negara-negara barat, ternyata gaji hanya menduduki urutan ketiga sebagai faktor yang merangsang orang untuk bekerja. Sedangkan faktor yang paling utama di dalam memotivisir orang bekerja adalah rasa aman dan kesempatan untuk naik pangkat (promosi) dalam pekerjaanya (Anoraga, 2001). Rosenbaum & Turner (Dreher, dkk. 1991) mengatakan bahwa pengalamanpengalaman individu pada awal bekerja dimana ia mampu mengalahkan rekan kerjanya dalam perolehan pengetahuan, keahlian dan informasi akan memberi © 2003 Digitized by USU digital library 5 dampak positif bagi kecerahan prospek karirnya. Dijelaskan bahwa adanya dukungan dari perusahaan, terutama orang-orang sebagai sponsorship yang memberikan arahan akan mendorong karyawan untuk lebih berhasil dalam pencapaian karir selanjutnya. Sponsor atau yang dikenal dengan mentor memberikan informasi tentang karir, kesempatan yang diperoleh dalam usaha pengembangan pribadi, dan memberikan konseling karir bagi mereka (David & Newstrom, 1989). d. Umur Gellerman (1987) berpendapat bahwa para pekerja muda pada umumnya mempunyai tingkat harapan dan ambisi yang tingi. Mereka mempunyai tantangan dalam pekerjaan dan menjadi bosan dengan tugas-tugas rutin. Mereka tidak puas dengan kedudukan yang kurang berarti. Hal ini juga terjadi pada pekerja usia menengah. Status menjadi sesuatu yang penting. Pada usia inilah mereka akan ditentukan apakah sukses atau tidak. Sebaliknya, di usia lanjut, kompetisi biasanya dielakkan karena menurunnya stamina. e. Sosial Ekonomi Arnold (Freedman, Sears, & Carlsmith, 1981) berpendapat bahwa adanya bonus yang diberikan pihak perusahaan bagi mereka yang dianggap berprestasi merupakan tendensi alami untuk berkompetisi. Bonus yang diberikan umumnya berupa uang, dan sangat mempengaruhi keinginan individu untuk berkompetisi meraihnya. Atkinson (Mc. Clelland, 1987) berpendapat bahwa semakin tinggi ganjaran uang, semakin tinggi pula performansi, terutama saat munculnya kesempatan untuk meraih kemenangan. f. Masa Kerja Para pekerja usia menengah dengan pengalaman kerja yang cukup sangat mementingkan status. Pada usia ini sangatlah menentukan apakah mereka akan sukses selanjutnya atau tidak. Kesuksesan diperoleh melalui keinginan berkompetisi dalam pencapaian tujuan, karena pada tingkat usia menengah mereka telah sampai pada tahap pemeliharaan karir. Usaha mempertahankan dan meningkatkan karir dilakukan dengan menunjukkan prestasi kerja sebaik-baiknya. Prestasi kerja meningkat sejalan dengan bertambahnya pengalaman dalam penyelesaian tugas (Ghiselli & Brown, 1955; Blum & Nayer, 1968). Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa keinginan untuk melakukan kompetisi dalam kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yang bersifat eksternal dan internal. Jenis kelamin, umur, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, masa kerja, promosi karir, dan keinginan untuk meningkatkan status sosial ekonomi sangat mempengaruhi keinginan seseorang untuk berkompetisi. Perbedaan antara pria dan wanita berdasarkan penelitian merupakan hal mendasar yang membedakan keinginan untuk berkompetisi. Karakteristik pribadi yang dimiliki wanita lebih mengarahkan mereka menghindari konflik dan persaingan. B. Persepsi Terhadap Program Pengembangan Karir B.1 Pengertian Persepsi Persepsi adalah proses dimana kita mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus di dalam lingkungan (Atkinson, 1991). Chaplin (1999) memandang persepsi sebagai proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indra. © 2003 Digitized by USU digital library 6 Proses perseptual ini dimulai dengan perhatian, yaitu merupakan proses pengamatan selektif. Didalamnya mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui objek-objek serta kejadian-kejadian (Chaplin, 1999). Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Baltus (1983) adalah : 1. Kemampuan dan keterbatasan fisik dari alat indera dapat mempengaruhi persepsi untuk sementara waktu ataupun permanen. 2. Kondisi lingkungan. 3. Pengalaman masa lalu. Bagaimana cara individu untuk menginterpretasikan atau bereaksi terhadap suatu stimulus tergantung dari pengalaman masa lalunya. 4. Kebutuhan dan keinginan. Ketika seorang individu membutuhkan atau menginginkan sesuatu maka ia akan terus berfokus pada hal yang dibutuhkan dan diinginkannya tersebut. 5. Kepercayan, prasangka dan nilai. Individu akan lebih memperhatikan dan menerima orang lain yang memiliki kepercayaan dan nilai yang sama dengannya. Sedangkan prasangka dapat menimbulkan bias dalam mempersepsi sesuatu. Sedangkan menurut Chaplin (1999) persepsi secara umum bergantung pada faktor-faktor perangsang, cara belajar, keadaan jiwa atau suasana hati, dan faktorfaktor motivasional. Maka, arti suatu objek atau satu kejadian objektif ditentukan baik oleh kondisi perangsang maupun faktor-faktor organisme. Dengan alasan sedemikian, persepsi mengenai dunia oleh pribadi-pribadi yang berbeda juga akan berbeda karena setiap individu menanggapinya berkenaan dengan aspek-aspek situasi tadi yang mengandung arti khusus sekali bagi dirinya. Berdasarkan beberapa pengertian mengenai persepsi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan proses yang melibatkan aspek kognitif dan afektif individu untuk melakukan pemilihan, pengaturan, dan pemahaman serta penginterpretasian rangsang-rangsang indrawi menjadui suatu gambar obyek tertentu secara utuh. B.2 Pengertian Program Pengembangan Karir B.2.1 Pengertian Karir Menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart, & Wright (1994) karir dapat dipandang melalui beberapa cara : (1) rangkaian posisi dalam pekerjaan, contohnya di dalam suatu fakultas terdapat posisi asisten, dosen, dan profesor (2) konteks gerakan/mobilitas dalam organisasi, contohnya seorang insinyur memulai karirnya sebagai staff teknik. Sejalan dengan meningkatnya keahlian, pengalaman, dan performance, maka ia ditempatkan sebagai insinyur teknik senior. (3) karakteristik dari pekerja. Dimana tiap karir pekerja memiliki perbedaan pekerjaan, posisi dan pengalaman. Menurut Hidayat (2002) karir dapat dipandang dari perspektif yang berbeda. Tinjauan umum karir dipandang sebagai urut-urutan posisi yang diduduki oleh seseorang selama jangka waktu hidupnya. Ini merupakan karir objektif. Dari perspektif lainnya karir sendiri terdiri dari perubahan-perubahan dalam nilai, sikap, dan motivasi yang terjadi karena seseorang menjadi semakin tua. Gambaran ini merupakan karir subjektif. Flippo (1984) berpendapat bahwa suatu karir terdiri dari serangkaian pengalaman peran yang menuju kepada peningkatan tanggung jawab, status, © 2003 Digitized by USU digital library 7 kekuasaan dan ganjaran. Peningkatan keempat aspek karir ini mempunyai arti penting bagi harga diri dan karir seseorang. Handoko (1988) mengatakan bahwa suatu karir adalah semua pekerjaan atau jabatan yang dipegang selama kehidupan kerja seseorang. Istilah karir digunakan untuk menunjukkan orang-orang pada masing-masing peranan atau status mereka. Pada umumnya istilah ini digunakan dalam tiga pengertian, yaitu: a) Karir sebagai promosi atau pemindahan (transfer) lateral ke jabatan-jabatan yang lebih menuntut tanggung jawab atau ke lokasi-lokasi yang lebih baik di dalam atau menyilang terhadap hierarki hubungan kerja sama selama kehidupan kerja seseorang. b) Karir sebagai rangkaian petunjuk pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan membentuk suatu pola kemajuan yang sistematis dan jelas. yang c) Karir sebagai sejumlah pekerjaan seseorang atau serangkaian posisi yang dipegangnya selama kehidupan kerja. Dalam konteks ini, semua orang dengan sejarah kerja mereka disebut mempunyai karir. Cascio (1987) berpendapat bahwa suatu karir meliputi suatu rangkaian posisi, pekerjaan atau jabatan yang dialami oleh individu selama kehidupan kerjanya. Dinamika karir tidak selalu bergerak vertikal, tapi juga dapat horizontal. Rotasi pekerjaan menyediakan tantangan kerja yang berbeda, lebih besar, dan memberikan kesempatan-kesempatan pengembangan diri yang lebih besar pula. Berdasarkan uraian teoritik di atas dapat disimpulkan bahwa karir adalah suatu rangkaian posisi, jabatan, atau pekerjaan yang dipegang karyawan selama masa bekerjanya yang meliputi gerakan/mobilitas dalam organisasi. B.2.2 Pengembangan Karir Jaffe & Scott (Kummerouw, 1991) mengatakan bahwa pengembangan karir merupakan sekumpulan tujuan-tujuan pribadi dan gerakan strategis yang mengarah pada pencapaian prestasi yang tinggi dan kemajuan pribadi sepanjang jalur karir. Tujuan pengembangan karir secara umum adalah membantu karyawan memusatkan perhatian pada masa depannya dalam perusahaan dan membantu karyawan mengikuti jalur karir yang melibatkan proses belajar secara terus menerus. Dalam proses pengembangan karir, perusahaan memberikan kesempatan yang sebesarbesarnya pada karyawan untuk untuk mrmpunyai pekerjaan yang berarti bagi karyawan, dan memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam struktur kerja perusahaan. Di lain pihak, karyawan dituntut memiliki tanggung jawab untuk membuat perencanaan karir dan masa depan serta menemukan cara untuk memberikan sumbangan pada perusahaan. Noe, dkk. (1994) berpendapat bahwa pengembangan karir adalah suatu proses yang mana karyawan mengalami kemajuan yang dijalaninya melalui tingkatan-tingkatan tugas tertentu. Masing-masing tingkatan tugas memiliki karakteristik jenis tugas yang berbeda dan semakin berkembang. Karyawan akan mendapatkan tanggung jawab, wewenang, dan jenis-jenis tugas yang semakin besar. Hal ini akan mengarahkan karyawan untuk lebih dapat mengaktualisasikan diri. Manurung (1989) mengemukakan bahwa pada hakekatnya pengembangan karir merupakan suatu keadaan tertentu yang berubah menjadi bentuk atau keadaan yang baru menuju ke arah positif (sesuai dengan yang dikehendaki), dan perubahan © 2003 Digitized by USU digital library 8 tersebut berkaitan dengan kemampuan dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugas dari kurang mampu menjadis ebaliknya. Terjadinya perubahan tersebut diiringi juga dengan bertambahnya tanggung jawab dan peningkatan hasil kerja atau produktivitas baik secara kualitas maupun kuantitas. Ditambahkan pula oleh Glueck (1986) bahwa pengembangan karir merupakan struktur aktivitas normal yang ditawarkan perusahaan kepada karyawannya dengan tujuan meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan kemampuan yang mempengaruhi arah dan kemajuan karir. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan karir merupakan prosesperubahan suatu keadaan atau kondisi tertentu ke arah yang positif melalui serangkaian posisi, pekerjaan atau jabatan, mencakup struktur aktivitas formal yang ditawarkan perusahaan kepada karyawan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan kemampuan kerja yang efektif serta menunjang peningkatan karir karyawan. Hal ini diikuti dengan meningkatnya tanggung jawab, status, kekuasaan dan ganjaran. Adapun dinamika perkembangannya bisa dalam bentuk gerakan ke atas, menyilang menyamping maupun tugas-tugas khusus dalam struktur kerja perusahaan. B.2.3 Tahap-tahap Karir Menurut Noe, dkk (1994) ada tiga model perkembangan karir yang sering dibicarakan : a) Model Siklus Karyawan memiliki tugas yang semakin berkembang dalam karir mereka. Hal ini akan mengarahkan mereka dalam menjalani kehidupan yang nyata dalam karirnya. b) Model Organisasional Bahwa perkembangan karir meliputi proses untuk mempelajari performasi yang berbeda-beda dalam melakukan aktivitas pada tiap tingkatan karir yang dilalui. c) Model Pola Terpimpin Menggambarkan bagaimana pekerja memandang karir mereka, dan memutuskan sendiri mengenai seberapa cepat ia akan melalui tahap-tahap karirnya. Greenhaus (Noe, dkk., 1994) mengkombinasikan ketiga model di atas dan membagi tahap-tahap karir menjadi empat tahapan pengembangan yaitu : tahap eksplorasi, tahap penetapan, tahap pemeliharaan, dan tahap kemunduran atau akhir. Pembagian terperinci adalah sebagai berikut : a) Tahap Eksplorasi (15-24 tahun) Individu berusaha untuk mengidentifikasikan jenis pekerjaan. Mereka mempertimbangkan ketertarikan, nilai, dengan pilihan pekerjaan, serta mencari informasi mengenai pekerjaan, karir dan jabatan dari rekan kerja, teman, dan anggota keluarga. Setelah mereka menemukan jenis pekerjaan atau jabatan yang dirasa menarik, maka individu akan berusaha memenuhi persyaratan pendidikan atau pelatihan yang diperlukan dalam menduduki jabatan tersebut. Terjadi pada usia pertengahan remaja sampai awal/akhir 20 tahun, dimana individu saat itu masik bersekolah di SLTA atau kuliah.. Tahap ini akan berlanjut © 2003 Digitized by USU digital library 9 sampai ketika individu memulai pekerjaan baru. Biasanya karyawan baru masih memerlukan bantuan dan arahan dalam melakukan tugas dan aturan pekerjaan. Dengan kata lain bahwa orang muda memikirkan berbagai alternatif jabatan, tetapi belum mengambil keputusan yang mengikat (Super, dalam Winkel 1997). b. Tahap Pemantapan (25-44 tahun) Dengan bekal pendidikan, ketrampilan dan pelatihan yang dimilikinya, seseorang memulai memasuki dunia pekerjaan yang sebenarnya (Imaco, 1996). Individu mengembangkan perasaan mengenai masa depannya dalam perusahaan. Individu dan perusahaan saling mempelajari kemampuan masingmasing. Pertukaran informasi terjadi secara terbuka, termasuk saling memberikan umpan balik. Fungsinya sebagai pelaksana keputusan dan pemberi keputusan merupakan proses yang harus dialami. Dalam hubungan dengan yang lain, individu merupakan rekan sejawat. Menurut Super (Winkel, 1997) tahap ini bercirikan usaha tekun memantapkan diri melalui seluk-beluk pengalaman selama menjalani karir tertentu dan membuktikan diri mampu memangku jabatan tertentu. c) Tahap Pemeliharaan/Pembinaan (45-64 tahun) Individu dipandang sebagai orang yang memberikan sumbangan yang berarti bagi perusahaan. Karyawan pada tahap ini biasanya memiliki pengalaman kerja dan pengetahuan kerja yang tinggi, serta mengerti tujuan dan harapan perusahaan, ia juga dapat menjadi mentor (penasihat) bagi karyawan baru. Menurut Super (Winkel, 1997) pada tahap ini orang yang sudah dewasa menyesuaikan diri dalam penghayatan jabatannya. d) Tahap Kemunduran atau Akhir Pada tahap ini individu berusaha menjaga keseimbangan antara aktivitas pekerjaan dengan di luar pekerjaan. Karyawan akan memilih untuk meninggalkan pekerjaan dan kemudian mengganti pekerjaan atau jabatan, karena faktor usia. Alasan lainnya dikarenakan penyusutan tenaga kerja atau merjer. Sehingga mereka akan kembali ke tahap eksplorasi. Menurut Super (Winkel, 1997) bila orang memasuki masa pensiun maka ia harus menemukan pola hidup baru sesudah melepaskan jabatannya. C. Pengertian Persepsi Terhadap Program Pengembangan Karir Efektivitas pengembangan karir karyawan dalam perusahan dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, adalah pandangan karyawan yang dipengaruhi oleh interaksi antara nilai-nilai, harapan, dan kebutuhan karyawan yang dibentuk melalui pengalaman sosialisasi dengan teman, keluarga, dan sekolah, dengan pengalaman kerja karyawan dalam perusahaan melalui bermacam-macam peralihan dan pengembangan yang dialami karyawan dalam perusahaan. Interaksi ini akan membentuk semacam unsur pengukuran subyektif dalam diri karyawan yang nantinya akan digunakan sebagai dasar penilaian terhadap segala sesuatu yang ada di luar dirinya. Kedua, adalah pandangan bahwa perusahaan sebagai wadah formal yang memberi pekerjaan kepada karyawan yang berkarir dalam perusahaan. Program pengembangan karir yang dilaksanakan perusahaan adalah salah satu perwujudan pengakuan dan penghargaan perusahaan terhadap keberadaan karyawan sebagai individu yang mempunyai kebutuhan akan aktualisasi diri. Melalui pengembangan karir tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan © 2003 Digitized by USU digital library 10 ketrampilan karyawan dalam kaitannya dengan pelaksanaan pekerjaan dan tugastugas perusahaan yang dibebankan kepadanya. Glueck (1986) mengatakan bahwa pengembangan karir yang paling efektif adalah tumbuh dari tautan antara kebutuhan karyawan dengan kebutuhan perusahaan. Dari konsep persepsi dan kosep pengembangan karir dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap pengembangan karir adalah suatu proses kognitif dan afektif karyawan untuk melakukan pemilihan, pengaturan, dan pemahaman serta penginterpretasian terhadap rangsang-rangsang inderawi mengenai gambaran pengembangan karir karyawan secara utuh dalam organisasi. D. Hubungan Antara Persepsi terhadap Program Pengembangan Karir dengan Kompetisi Kerja. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari tidak dapat dipisahkan dari masalah kerja, karena kerja sebagai salah satu perwujudan dari aktivitasnya, baik fisik maupun mental. Bekerja juga merupakan suatu kegiatan yang unik, menyangkut aspek fisiologis, psikologis, masyarakat, ekonomi, kepribadian, dan aspek kekuasaan (Drucker, dalam Ginting, 1999), sehingga dapat dikatakan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari pekerjaan. Tanpa pekerjaan, manusia mengalami krisis kepribadian Baltus (1983) menyatakan salah satu cara untuk meningkatkan pekerjaan adalah dengan berkompetisi. Biasanya orang yang ambisius tidak hanya tertarik pada pekerjaan mereka dan perusahaan dimana mereka bekerja, namun juga diseluruh lapangan karir di perusahaan mereka. Mereka akan memutuskan untuk bekerja pada bidang pekerjaan lain daripada jabatan yang dipegangnya. Hal ini akan membuat orang tersebut memfokuskan diri pada pekerjaannya, hal ini berguna bagi ekonomi perusahaan. Menurut Ambar (2002) dengan menciptakan iklim kompetisi yang kondusif diantara para karyawan akan mengakibatkan prestasi kerja yang cenderung meningkat. Misalnya dengan pemberian bonus atau transparansi jenjang promosi. Dimana apabila ada beberapa karyawan yang secara bersama-sama berambisi untuk mendapat bonus atau kenaikan pangkat, maka persaingan untuk mendapatkan hal tersebut akan menimbulkan motivasi tersendiri. Penelitian dari Tolman (Rampandayo & Husnan, 1992) menunjukkan bahwa kompetisi timbul karena adanya pengharapan (expectancy) dari apa yang dipercaya akan diperolehnya jika ia menunjukkan suatu perilaku tertentu. Selain itu, adanya valence (kekuatan dari preferensi) terhadap hasil yang diharapkan. Umumnya harapan yang ada pada karyawan berupa penghargaan baik berupa fisik (materi, insentif) dan non fisik (aktualisasi diri dan pengembangan karir). Pada umumnya setiap orang senang bersaing secara jujur. Sikap dasar ini bisa dimanifestasikan oleh pihak perusahaan dengan memberikan rangsangan (motivasi) persaingan yang sehat dalam menjalankan pekerjaannya. Rangsangan ini diwujudkan dalam bentuk hadiah dari promosi karir (Rampandayo & Husnan, 1992). Seseorang berusaha bekerja dengan bersungguh-sungguh untuk mewujudkan tujuan hidupnya. Seperti yang dinyatakan oleh Strauss (Ginting, 1999) bahwa dalam bekerja individu akan memperoleh kepuasan-kepuasan tertentu yang berwujud kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan fisik dan rasa aman serta kebutuhan sosial dan kebutuhan ego. Disimpulkan bahwa seseorang bekerja pasti memiliki tujuan dan harapan yang berusaha untuk dipenuhi dan cara pencapaiannya hanya melalui peningkatan peformansi kerja yang maksimal. © 2003 Digitized by USU digital library 11 Kesamaan tujuan yang ingin dicapai akan melahirkan kompetisi dalam bekerja (Noe, dkk. 1994). Tujuan yang ingin dicapai dapat bersifat materi maupun yang non materi, yaitu aktualisasi diri. Salah satu perwujudan aktualisasi diri karyawan adalah dalam bentuk pengembangan karir. Pada dasarnya, setiap karyawan dalam bekerja mempunyai tujuan-tujuan karir yang ingin dicapai dan dikembangkan secara maksimal dalam perusahaan. Dalam pengembangan karirnya, karyawan mengharapkan adanya kesempatan memperoleh pengalaman bekerja yang berharga dan karir yang memuaskan, seperti peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dalam pelaksanaan pekerjaan yang akan memperoleh arah dan kemajuan karir mereka dalam hierarki perusahaan. Kesuksesan seseorang dalam karir dipengaruhi oleh bentuk dan jenis tugas yang spesifik (Hackman & Oldman, 1976; Wall, Clegg, & Jackson, 1978, dalam Kidd & Killen, 1992). Bentuk dan jenis pekerjaan yang spesifik mendorong orang mencapai penyelesaian yang sempurna dan lebih baik dibandingkan orang lain (London & Stumf, 1982; Mihal & Graumenz, 1984, dalam Arnold & Davey, 1992). Penelitian dari Mc. Enery & Mc. Enery (Arnold & Davey, 1992) menunjukkan bahwa keinginan utnuk sukses dalam karir mendorong seseorang utnuk mencari jalan untuk berkembang melalui pelatihan-pelatihan serta lebih suka memilih tugas-tugas yang penuh tantangan (Hellman, Rivero, & Brett, dalam Arnold & Davey, 1992). Dari uraian di atas maka dapat diperoleh kerangka pemahaman bahwa adanya jenjang karir melahirkan tantangan dalam diri masing-masing indiividu untuk menetapkan strategi pencapaian. Kesamaan tujuan (yakni mengembangkan karir) pada akhirnya menimbulkan kompetisi diantara sesama individu karyawan dalam bekerja. BAB III PEMBAHASAN Perusahaan sebagai tempat yang mem`berikan pekerjaan pada karyawan tidak hanya menganggap karyawan sebagai alat untuk meningkatkan produktivitas semata, tapi juga dituntut memberikan kesempatan pada karyawan untuk mengaktualisasikan dirinya dengan menawarkan program pengembangan karir. Melalui pengembangan karir, diharapkan setiap individu yang bekerja terpacu untuk meraih sukses dalam karir. Adanya kesamaan tujuan dalam pencapaiannya melahirkan peningkatan performansi dan prestasi kerja yang termanifestasi dalam bentuk kompetisi. Tinggi rendahnya keuletan seseorang dalam usaha mengembangkan karirnya mempengaruhi usaha yang dihasilkan dalam bekerja. Mereka yang ingin mencapai karir setinggi-tingginya berusaha mengembangkan sejumlah cara untuk menerapkan kemampuan yang dimiliki dalam situasi tertentu dan mengadakan pembaharuan dengan pelatihan-pelatihan. Situasi yang tertentu ini adalah situasi kompetitif dalam bekerja, terutama kompetisi internal yang ingin dikembangkan oleh masing-masing karyawan. Melalui penelitiannya, Mc. Clelland (Gibson, 1996) menemukan adanya hubungan motivasi berprestasi (need for achievement) dengan keinginan untuk mencapai suatu tujuan. Jika seseorang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, maka ia terdorong untuk menetapkan tujuan yang penuh tantangan, serta menggunakan ketrampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pencapaiannya. Kehadiran orang lain akan lebih memacu produktivitasnya. Orang lain dipandang sebagai saingan yang melahirkan perilaku kompetitif dalam pencapaian tujuan yang menantang, yaitu pengembangan aktualisasi diri dalam bentuk promosi karir. © 2003 Digitized by USU digital library 12 Penelitian tentang motivasi berprestasi ini juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara prestasi dengan keinginan berkompetisi (Johnson, 1981). Kehadiran orang lain juga disebut sebagai pencetus lahirnya evaluation apprehension, yaitu perasaan orang lain turut mengevaluasi penampilan kerjanya (Cotrell, dalam Mc. Clelland, 1987). Pendapat ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara keinginan berkompetisi dengan motivasi berprestasi. Orang-orang yang ingin bersaing dan mengungguli orang lain pada dasarnya memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Menurut Mc. Clelland, bisanya orang dengan n-ach tinggi umumnya memasang target pencapaian yang lebih tinggi dari apa yang bisa ia peroleh. Hal ini yang menyebabkan mengapa mereka selalu berorientasi pada kesuksesan. Ditambahkan dari penelitian Rosenbaum & Turner (Dreher, dkk. 1991) menunjukkan bahwa pengalaman-pengalaman individu pada awal ia bekerja dimana ia mampu mengalahkan rekan kerjanya dalam perolehan pengetahuan, keahlian dan informasi akan memberikan dampak positif bagi kecerahan prospek karirnya. Dijelaskan bahwa adanya dukungan dari perusahaan, terutama orang-orang sebagai sponsorship yang memberikan arahan akan mendorong karyawan untuk lebih berhasil dalam pencapaian karir selanjutnya. Sponsor atau yang dikenal dengan mentor memberikan informasi tentang karir, kesempatan yang diperoleh dalam usaha pengembangan pribadi, dan memberikan konseling karir bagi mereka. (David & Newstrom, 1989). Setiap individu di dalam perusahaan pada dasarnya memiliki motivasi yang berbeda-beda dalam bekerja. Namun motif yang utama adalah ganjaran dan status yang lebih tinggi. Kesemuanya ini hanya dapat dipenuhi melalui promosi dan peningkatan karir. Tujauan yang sama ini akan melahirkan kompetisi dalam pencapaiannya (Noe, dkk. 1994). Persaingan timbul jika ada satu tujuan yang ingin dicapai oleh banyak orang. Karir identik dengan tujuan tersebut. Semakin tinggi hierarki jabatan maka pemegang jabatannya (incumbant) semakin sedikit. Hal ini melahirkan persaingan yang semakin hebat lagi. Pendapat ini menmperkuat pendapat sebelumnya yang dikemukakan oleh Rampandayo & Husnan (1992). Menurut mereka kompetisi lahir karena adanya pengharapan dari apa yang dipercaya akan diperoleh jika menunjukkan suatu perilaku tertentu. Perusahaan yang menyadari dinamika ini akan memberikan rangsangan berupa insentif maupun peningkatan kekuasaan yang diperoleh melalui meningkatnya karir seseorang. Seseorang berusaha bekerja dengan bersungguh-sungguh untuk mewujudkan tujuan hidupnya. Seperti yang dinyatakan oleh oleh Strauss (Ginting, 1999) bahwa dalam bekerja individu akan memperoleh kepuasan-kepuasan tertentu yang ebrwujud kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan fisik dan rasa aman serta kebutuhan sosial dan kebutuhan ego. Disimpulkan bahwa seseorang bekerja pasti memiliki tujuan dan harapan yang berusaha untuk dipenuhi. Cara pencapaiannya hanya melalui peningkatan performansi kerja yang maksimal. Baltus (1983) menyatakan salah satu cara untuk meningkatkan pekerjaan adalah dengan berkompetisi. Biasanya orang yang ambisius tidak hanya tertarik pada pekerjaan mereka dan perusahaan dimana mereka bekerja, namun juga diseluruh lapangan karir di perusahaan mereka. Mereka akan memutuskan untuk bekerja pada bidang pekerjaan lain daripada jabatan yang dipegangnya. Hal ini akan membuat orang tersebut memfokuskan diri pada pekerjaannya, hal ini berguna bagi ekonomi perusahaan. Menurut Ambar (2002) dengan menciptakan iklim kompetisi yang kondusif diantara para karyawan akan mengakibatkan prestasi kerja yang cenderung © 2003 Digitized by USU digital library 13 meningkat. Misalnya dengan pemberian bonus atau transparansi jenjang promosi. Dimana apabila ada beberapa karyawan yang secara bersama-sama berambisi untuk mendapat bonus atau kenaikan pangkat, maka persaingan untuk mendapatkan hal tersebut akan menimbulkan motivasi tersendiri. Motivasi yang meningkat, adanya target pencapaian yang jelas, dalam hal ini langkah-langkah pencapaian karir semuanya ini akan mengarah pada timbulnya kompetisi yang sehat. BAB IV KESIMPULAN Dalam melaksanakan segala sesuatu manusia pasti mempunyai tujuan dan motif tertentu. Ditunjau dari seting organisasi tujuan yang ingin dicapai adalah gaji dan karir yang meningkat dimana peningkatan karir biasanya akan meningkatkan pula gaji, status dan kedudukan seseorang. Harus diakui perusahaan-perusahaan banyak yang masih memandang karyawan sebagai mesin dan obye. Seharusnya untuk saat ini paradigma harus diubah dengan menjadikan karyawan sebagai asset perusahaan yang berharga dan selalu mampu untuk mengembangkan diri ke arah yang lebih baik. Memelihara manusia tidak semudah memelihara asset-asset tradisional seperti sumber daya alam. Manusia memiliki motif yang berbeda-beda. Dalam seting organisasi motif bisa berupa gaji maupun kesempatan untuk mengaktualisasikan diri dengan mencapai status yang terpandang. Status identik dengan karir. Karir yang transparan dan jelas untuk mencapainya akan menimbulkan dampak positif bagi karyawan sendiri. Dampak positif yang diharapkan timbul adalah munculnya performansi kerja yang tinggi dengan berusaha untuk mengungguli orang lain. Dapat dimaklumi mengingat kesamaan tujuan dibatasi oleh ketersediaan jabatan itu sendiri. Untuk itu tentu akan dipilih individu yang terbaik. Proses inilah yang akan melahirkan apa yang disebut dengan kompetisi kerja. Bagi individu karyawan jelasnya arah karir dan persyaratan pencapaiannya akan menguntungkan bagi dirinya untuk menciptakan rencana pencapaian dan mengeksplorasi diri sendiri apakah ia sanggup untuk mencapainya. Selanjutnya akan timbul usaha-usaha yang jika dimenangkan akan memberikan keuntungan baik secara materi (gaji, insentif) maupun non materi (status dan kedudukan). Dari perusahaan sendiri, selain membiasakan diri untuk menciptakan suatu jenjang karir yang terbuka untuk siapa saja maka untuk jangka panjang maka perusahaan akan mengarah pada pengelolaan organsiasi yang profesional. Sedangkan keuntungan lain adalah kemampuan untuk menciptakan iklim prestasi di kalangan karyawannya. Keinginan yang kuat untuk berprestasi di kalangan karyawan akan membuat perusahaan mampu untuk mencapai target, meningkatkan produksi, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Persepsi yang positif dari karyawan bahwa karir yang ada di tempat ia bekerja (transparan dan dimungkinkan untuk dicapai oleh dirinya) sedikit banyak menimbulkan dorongan dari dirinya untuk berprestasi dengan mengungguli orang lain. Sehingga timbul iklim kompetisi yang sehat. Bagi perusahaan sendiri, mereka akan semakin berkembang dan semakin siap menghadapi kompetisi di era globalisasi serta sedikit demi sedikit menghindari praktek proteksi dan subsidi. © 2003 Digitized by USU digital library 14 DAFTAR PUSTAKA Ahlgren, A. 1983. Sex Differences in Correlates of Cooperative School Attitudes. Journal of Developmental Psychology, 19, 6, 881-888. Ambar, A. (2002). Motivasi Tim Kerja. www.arnidaambar.com/casegw2.html. Ancok, J., Faturochman, Sutjipto, H.P. 1988. Persepsi terhadap Kemampuan Kerja Wanita. Jurnal Psikologi. Tahun XVI. No. 1, Juli 1988. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Anoraga, P. (2001). Psikologi Kerja. (Edisi ke-3). Jakarta : Rineka Cipta. Arnold, J., & Davey, K.M. 1992. Self ratings and Supervisors Ratings of Graduate Employee’s Competences during Early Career. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 65, 235-250. As’ad, M. 1987. Hubungan Faktor Umur, Pendidikan, Masa Kerja, dan Kepuasan Kerja terhadap Produktivitas Kerja pada Petugas Dinas Luar Asuransi. Penelitian (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., Hilgard, E.R. (1991). Penghantar Psikologi. (8th ed.). Jakarta : Erlangga. Baltus, R.K. (1983). Personal Psychology for Life and Work. New York : Mc Graw Hill. Bernstein, D.A., Roy, E.J., Srull, T.K., Wickens, C.D. (1988). Psychology. New York : Hougton Mifflin Comp. Blum, M.L., & Nayer. 1968. Industrial Psychology and It’s Social Foundations. New York: Harper & Brothers. Chaplin, J.P. (1999). Kamus Lengkap Psikologi. (Edisi 5). Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Davis, K., & Newstrom, J.W. 1989. Human Behavior at Work: Organizational Behavior. Singapore: Mc. Graw-Hill Book Company Deaux, K., Dane, F.C., Wrightsman, L.S. (1993). Social Psychology in the 90’s. (6th ed.). California : Cole. Djawahir, K.M. (2002, 10-23 Oktober). Tantangan (Makin) Sulit Tumbuhkan Komitmen Karyawan. SWA, 21, 36-38. Dreher, F.G. Bretz, D.R. 1991. Cognitive Ability and Career Attainment: Moderating Effects of Early Career Success. Journal of Applied Psychology, 75, 392-397. Flippo, L. 1994. Karir dalam Organisasi (Terjemahan Susanto Budidharmo). Semarang: BPFE Universitas Diponegoro. Freedman, J.L., Sears, D.G., Carlsmith, J.M. 1981. Social Psychology (Fourth Edition). New Jersey: Prentice Hall, Inc. Gellerman, S.W. 1987. Motivasi & Produktivitas (Terjemahan S. Wandoyo). Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo. Ghiselli, E.E. & Brown, C.W. 1955. Personnel and Industrial Psychology. New York: Mc. Graw-Hill Book. Co. Gibson., Ivancevich., Donnely. (1996). Organizations : Behavior, Processes. (9th ed.). Times Mirror Higher Education Group, Inc. © 2003 Digitized by USU digital library Structure, 15 Ginting, E.D.J. (1999). Hubungan antara Persepsi terhadap Pengembangan Karir dengan Intensi Melakukan Kompetisi Kerja pada Karyawan. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Gitosudarmo, I., Chons, M.C. Sudita, I.N. (2000). Perilaku Keorganisasian. (1st ed.). Yogyakarta : BPFE. Glueck, W.F. 1986. Personnel: A Diagnostic Approach. Texas: Bussiness Publishing Inc. Handoko, T.H. 1988. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia (Edisi 2). Yogyakarta. BPFE. UGM. Hendropuspito, D. (1989). Sosiologi Sistematik. Jakarta : Kanisius. Hidayat, A. (2002). Manajemen Karir dan sumbawa.tripod.com/artimanakarir.html. Pengembangannya. www. Johnson., D.W., Mariyama, G., Johnson, R., Nelson, D., Skon, L. 1981 Effect of Cooperative, Competence and Individualism Goal Structure on Achievement: A Meta Analysis. Psychological Bulletin. I, 47-62. Kidd, J.M., & Killen, J. 1992. Are The Effects of Careers Guidance Woth Having?. Change in Practice and Outcomes. Journal of Occupational and Organizational Psychology. 65, 219-234. Kummerouw, J.M. 1991. New Directions in Careers Planning and the Workplace. California: Palo Alto. Liebert, R.M., & Neale, J.M. 1977. Psychology: A Contemporary View. New York: John Willey & Sons. Manurung, R. 1989. Rencana Karir untuk Karyawan. Majalah Manajemen. 65, 66-71, 6 Agustus 1989. Mc. Clelland, D.C. 1987. The Achieving Society. New York: The Free Press. Noe, R.A., Hollenbeck, J.R., Gerhart, B., Wright, P.M. (1994). Human Resource Management : Gaining a Competitive Advantage. Illnois : Austen Press. Rafick, I. (2002, 5-18 September). Mengelola Orang-orang Brilian. SWA, 18, 100104. Rampandayo, R. & Husnan, A. 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia: Suatu Pengantar. Yogyakarta. BPFE. UGM. Sacks, M.J., Krupat, E. (1988). Social Psychology and its Applications. New York : Harper and Row. Segall, M.H., Dasen, P.R., Berry, J.W., Poortinga, Y.H. (1990). Human Behavior in Global Perspective : an Introduction to Cross-Cultural Psychology. Pergamon Press, Inc. Sembel, R. (2002, 1 April). Globalisasi, Siapa Takut ?. Warta Ekonomi, 10, 66-67. Sidarto, J. (2002, 10-23 Oktober). Memberdayakan SDM. SWA, 21, 60-61. Taylor., Peplau, L.A., Sears, D.O. (2000). Social Psychology. (10th ed.). PrenticeHall.Inc. Wanandi, M. (2002, 1 April). Tidak Ada yang Sudi Jadi “Kambing Hitam”. Warta Ekonomi, 10, 48-54. © 2003 Digitized by USU digital library 16 Winkel, W.S. (1997). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. (edisi Rev). Jakarta : PT Gramedia. © 2003 Digitized by USU digital library 17