RINGKASAN PERATURAN BANK INDONESIA (PBI) JANUARI

advertisement
RINGKASAN PERATURAN BANK INDONESIA (PBI)
JANUARI - JUNI 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
1.
17/1/PBI/2015
Peraturan Bank Indonesa
Nomor 17/1/PBI/2015
tanggal 30 Januari 2015
tentang Jumlah dan Nilai
Nominal Uang Rupiah yang
Dimusnahkan Tahun 2014
1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini merupakan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 17/1/PBI/2015 tentang Jumlah dan
Nilai Nominal Uang Rupiah yang Dimusnahkan Tahun 2014.
2. PBI ini merupakan ketentuan yang diterbitkan untuk
menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2011 tentang Mata Uang dan PBI Nomor 14/7/PBI/2012
tentang Pengelolaan Uang Rupiah yang mengatur jumlah
dan nilai nominal uang Rupiah yang dimusnahkan oleh
Bank Indonesia ditempatkan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia (LNRI) secara periodik setiap 1 (satu)
tahun sekali.
3. Hal-hal yang diatur dalam PBI ini meliputi:
a. Kriteria uang Rupiah yang dimusnahkan oleh Bank
Indonesia;
b. Pemusnahan uang Rupiah dituangkan dalam suatu
berita acara;
c. Tata cara pemusnahan uang Rupiah;
d. Informasi jumlah dan nilai nominal uang Rupiah yang
dimusnahkan ditempatkan dalam LNRI secara periodik,
yakni 1 (satu) tahun sekali;
e. Data uang Rupiah yang dimusnahkan menurut jenis
pecahan, jumlah bilyet dan/atau keping dan nilai
nominal, serta disajikan per triwulan;
f. Periode informasi uang Rupiah yang dimusnahkan
adalah tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan tanggal
31 Desember 2014 yang tercantum dalam lampiran PBI.
4. Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggal 30
Januari 2015
2.
17/2/PBI/2015
Suku Bunga Penawaran
AntarBank
I. Latar belakang dan Tujuan
Dalam rangka memperkuat stabilitas moneter dan sistem
keuangan domestik guna mendukung pencapaian tujuan
Bank Indonesia, Bank Indonesia berupaya mendorong
terciptanya pasar uang yang likuid dan dalam melalui
ketersediaan suku bunga referensi yang kredibel yang
dapat digunakan oleh pelaku pasar dalam berbagai transaksi
61
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
keuangan. Sebagai perwujudan dari upaya tersebut, Bank
Indonesia meningkatkan transparansi pembentukan suku
bunga referensi dengan melakukan pengaturan terhadap
Suku Bunga Penawaran Antarbank. Melalui transparansi
pengaturan, diharapkan dapat meningkatkan kredibilitas
Suku Bunga Penawaran Antarbank (Jakarta Interbank
Offered Rate/JIBOR), yang pada akhirnya mendorong
pendalaman pasar keuangan domestik dan memperkuat
stabilitas moneter dan sistem keuangan domestik.
II. Materi Pengaturan
1. Bank Indonesia menetapkan bank-bank yang menjadi
bank kontributor yang memberikan suku bunga indikasi
yang digunakan dalam perhitungan Suku Bunga
Penawaran Antarbank.
2. Bank Indonesia mengatur kewajiban pelaporan suku
bunga indikasi bagi Bank Kontributor, yang tata caranya
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai laporan harian bank umum.
3. Bank Kontributor menyampaikan suku bunga indikasi
berupa offer rate dan bid rate, dengan memperhatikan
spread antara keduanya.
4. Suku bunga indikasi yang disampaikan oleh bank
kontributor dapat ditransaksikan oleh sesama bank
kontributor. Bank Kontributor wajib menerima
permintaan transaksi dari bank kontributor lain,
sepanjang dalam batasan waktu dan batasan tertentu.
5. Pelanggaran terkait pelaporan akan dikenakan sanksi
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai laporan harian bank umum,
sementara pelanggaran terhadap kewajiban pemenuhan
transaksi akan dikenakan sanksi administratif berupa
teguran tertulis.
3.
62
17/3/PBI/2015
Kewajiban Penggunaan
Rupiah di Wilayah Negara
Kesatuan Republik
Indonesia
1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini merupakan PBI Nomor
17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. PBI ini merupakan ketentuan yang diterbitkan untuk
mewujudkan kedaulatan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dan untuk mendukung
tercapainya kestabilan nilai tukar Rupiah.
3. Hal-hal yang diatur dalam PBI ini meliputi:
a. Setiap pihak, baik orang perorangan atau korporasi,
wajib menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi
tunai dan/atau transaksi nontunai di wilayah NKRI.
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
b. Pengecualian kewajiban penggunaan Rupiah yang
meliputi:
1) transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan APBN;
2) penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar
negeri;
3) transaksi perdagangan internasional;
4) simpanan di bank dalam bentuk valuta asing; atau
5) transaksi pembiayaan internasional.
c. Selain pengecualian sebagaimana dimaksud pada huruf
b, kewajiban penggunaan Rupiah juga tidak berlaku
untuk transaksi dalam valuta asing yang dilakukan
berdasarkan ketentuan Undang-Undang yang meliputi:
1) kegiatan usaha dalam valuta asing yang dilakukan
oleh Bank berdasarkan Undang-Undang yang
mengatur mengenai perbankan dan perbankan
syariah;
2) transaksi surat berharga yang diterbitkan oleh
Pemerintah dalam valuta asing di pasar perdana
dan pasar sekunder berdasarkan Undang-Undang
yang mengatur mengenai surat utang negara dan
surat berharga syariah negara; dan
3) transaksi lainnya dalam valuta asing yang dilakukan
berdasarkan Undang-Undang.
d. Larangan untuk menolak Rupiah kecuali terdapat
keraguan atas keaslian Rupiah atau pembayaran/
penyelesaian kewajiban dalam valuta asing telah
diperjanjikan tertulis.
e. Perjanjian tertulis hanya dapat dilakukan untuk: 1)
transaksi yang dikecualikan dari kewajiban penggunaan
Rupiah sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5
Peraturan Bank Indonesia ini; atau 2) proyek infrastruktur
strategis dan mendapat persetujuan Bank Indonesia.
f. Dalam rangka mendukung pelaksanaan kewajiban
penggunaan Rupiah, pelaku usaha wajib mencantumkan
harga barang dan/atau jasa hanya dalam Rupiah
g. Bank Indonesia berwenang untuk meminta laporan,
keterangan, dan/atau data kepada setiap pihak yang
terkait dengan pelaksanaan kewajiban penggunaan
Rupiah dan kewajiban pencantuman harga barang
dan/atau jasa. Pihak dimaksud wajib menyampaikan
laporan, keterangan, dan/atau data yang diminta oleh
Bank Indonesia.
h. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap
kepatuhan setiap pihak dalam melaksanakan kewajiban
penggunaan Rupiah dan kewajiban pencantuman harga
barang dan/atau jasa.
63
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
i. Kegiatan usaha jual beli valuta asing yang dilakukan
oleh pedagang valuta asing yang telah memperoleh
izin Bank Indonesia dan pembawaan uang kertas asing
keluar atau masuk NKRI yang dilakukan sesuai peraturan
perundang-undangan tidak dikategorikan sebagai
transaksi yang wajib menggunakan Rupiah.
j. Dalam melaksanakan Peraturan Bank Indonesia ini Bank
Indonesia dapat melakukan koordinasi dan kerja sama
dengan pihak lain.
k. Dalam hal terdapat permasalahan bagi pelaku usaha
dengan karakteristik tertentu terkait pelaksanaan
kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi
nontunai, Bank Indonesia dapat mengambil kebijakan
tertentu dengan tetap memperhatikan kewajiban
penggunaan Rupiah sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia ini.
l. Terhadap pelanggaran atas: i) kewajiban penggunaan
Rupiah untuk transaksi tunai; dan/atau ii) larangan
menolak Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10, berlaku ketentuan pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011
tentang Mata Uang.
m. Pelanggaran kewajiban penggunaan Rupiah untuk
transaksi nontunai dikenakan sanksi administratif,
meliputi 1) teguran tertulis; 2) denda berupa kewajiban
membayar (1% dari nilai transaksi paling banyak sebesar
Rp1 Miliar); dan/atau 3) larangan untuk ikut dalam lalu
lintas pembayaran.
n. Pelanggaran atas kewajiban pencantuman harga barang
dan/atau jasa dalam Rupiah dan kewajiban penyampaian
laporan, keterangan, dan/atau data dikenakan sanksi
administratif berupa teguran tertulis.
o. Selain mengenakan sanksi administratif, Bank Indonesia
dapat merekomendasikan kepada otoritas yang
berwenang untuk melakukan tindakan sesuai dengan
kewenangannya.
p. Perjanjian tertulis mengenai pembayaran atau
penyelesaian kewajiban dalam valuta asing selain 1)
transaksi yang dikecualikan; atau 2) proyek infrastruktur
strategis dan telah mendapatkan persetujuan Bank
Indonesia yang dibuat sebelum tanggal 1 Juli 2015,
tetap berlaku sampai berakhirnya perjanjian tersebut.
Perpanjangan dan/atau perubahan atas perjanjian
tertulis dimaksud harus tunduk pada Peraturan Bank
Indonesia ini.
64
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
q. Ketentuan lebih lanjut dari Peraturan Bank Indonesia
ini diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
r. Ketentuan mengenai kewajiban penggunaan Rupiah
untuk transaksi nontunai mulai berlaku pada tanggal
1 Juli 2015.
4. Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
4.
17/4/PBI/2015
Pasar Uang AntarBank
Berdasarkan Prinsip Syariah
I. Latar belakang dan Tujuan
Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran akhir
kebijakan moneter, yang antara lain dilakukan melalui
pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah,
dan untuk mendorong ketahanan industri keuangan
syariah, khususnya perbankan syariah, Bank Indonesia
mengembangkan pasar uang antarbank berdasarkan prinsip
Syariah (PUAS). Oleh karena itu, Bank Indonesia mengatur
kembali instrumen dan mekanisme transaksi di PUAS, serta
menambah alternatif transaksi berupa transaksi surat
berharga syariah (SBS) dengan janji membeli kembali
(repurchase agreement) berdasarkan prinsip syariah
(Transaksi Repo Syariah).
II. Materi Pengaturan
1. Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS)
dan Bank Umum Konvensional (BUK) dapat menjadi
peserta PUAS dan dapat melakukan transaksi langsung
atau menggunakan Perusahaan Pialang Pasar Uang.
2. Instrumen PUAS hanya dapat diterbitkan oleh BUS
dan UUS, sedangkan BUK hanya dapat melakukan
penanaman dana dan instrumen PUAS yang dapat
ditransaksikan oleh peserta PUAS adalah instrumen
yang telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
yang mengatur mengenai instrumen PUAS tersebut.
3. BUS dan UUS dapat mengajukan usulan Instrumen
PUAS baru kepada Bank Indonesia apabila telah
memperoleh fatwa dari Dewan Syariah Nasional. Apabila
disetujui oleh Bank Indonesia, maka Bank Indonesia
akan menerbitkan Surat Edaran Bank Indonesia.
4. Transaksi Repo Syariah wajib menggunakanSurat
Berharga Syariah (SBS), dan SBS yang hendak direpokan
wajib menggunakan mekanisme Transaksi Repo Syariah.
SBS dalam hal ini adalah SBS yang diterbitkan oleh
pemerintah atau korporasi.
65
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
5. Transaksi PUAS wajib dilaporkan mengacu pada ketentuan
pelaporan Bank Indonesia.
6. Bank Indonesia menetapkan sanksi kepada peserta PUAS
yang mentransaksikan Instrumen PUAS yang belum diatur
oleh Bank Indonesia, peserta PUAS yang tidak menggunakan
SBS dalam Transaksi Repo Syariah, atau peserta PUAS yang
merepokan SBS tidak dengan mekanisme Transaksi Repo
Syariah.
5.
17/5/PBI/2015
Perubahan Keempat Atas
Peraturan Bank Indonesia
Nomor 5/13/PBI/2003
Tentang Posisi Devisa Neto
Bank Umum
I. Latar belakang dan Tujuan
Dalam rangka mendukung kebijakan moneter dan stabilitas
sistem keuangan diperlukan percepatan pendalaman pasar
keuangan melalui salah satunya peningkatan fleksibilitas
transaksi dan likuiditas pasar valuta asing domestik dengan
tetap memperhatikan penerapan prinsip kehati-hatian
dalam perbankan. Sehubungan dengan hal tersebut,
perubahan keempat PBI Posisi Devisa Neto Bank Umum,
khususnya terkait dengan penghapusan pengaturan PDN
30 Menit, ditujukan untuk memberikan ruang gerak yang
memadai bagi perbankan untuk mengelola eksposur valuta
asing dengan tetap berpedoman pada prinsip kehati-hatian
dan manajemen risiko yang handal, sehingga dapat tercipta
likuiditas dan efisiensi pasar valuta asing domestik yang
sehat.
II. Materi Pengaturan
Pasal 3 dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/13/PBI/2003 tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
PBI Nomor 12/10/PBI/2010 tentang Perubahan Ketiga atas
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/13/PBI/2003 tentang
Posisi Devisa Neto Bank Umum, dihapus.
6.
66
17/6/PBI/2015
Perubahan Atas Peraturan
Bank Indonesia Nomor
16/16/PBI/2014 Tentang
Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah Antara
Bank Dengan Pihak
Domestik
I. Latar belakang dan Tujuan
PBI ini diterbitkan dalam rangka mendukung percepatan
pendalaman pasar valuta asing domestik, diperlukan
peningkatan likuiditas dan variasi instrumen di pasar
keuangan. Upaya percepatan ini juga dilakukan dengan
memperhatikan dampaknya terhadap stabilitas nilat tukar
dan sistem keuangan, sehingga kondisi pasar kondusif
bagi pelaku ekonomi untuk melakukan lindung nilai.
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
Selanjutnya, diharapkan pelaku pasar terdorong untuk
semakin baik dalam mengelola risiko, khususnya risiko
pasar, melalui transaksi lindung nilai. Pada akhirnya,
diharapkan tercapai efisiensi pasar valuta asing domestik
dan ketahanan yang tinggi terhadap gejolak.
II. Materi Pengaturan
1. Definisi Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah Bank
mencakup pula Transaksi Derivatif Valuta Asing terhadap
Rupiah dalam bentuk Cross-Currency Swap disamping
bentuk lainnya yang telah diatur.
2. Dalam melakukan Transaksi Valas terhadap Rupiah,
bank wajib:
a. Memiliki pedoman tertulis;
b. Memenuhi ketentuan otoritas perbankan yang
mengatur kategori bank yang dapat melakukan
transaksi valuta asing;
c. Menerapkan manajemen risiko secara efektif;
d. Melakukan self assesment mengenai kesiapan
manajemen risiko bank;
e. Melakukan mark-to-market untuk Transaksi Derivatif
Valuta Asing terhadap Rupiah;
f. Memberikan edukasi tentang Transaksi Derivatif
Valuta Asing terhadap Rupiah.
3. Cakupan underlying transaksi meliputi juga perkiraan
pendapatan dan biaya (income and expense estimation)
4. Pemberian kredit/pembiayaan untuk kegiatan
perdagangan dan investasi dapat menjadi underlying
transaksi dari Transaksi Derivatif Valuta Asing terhadap
Rupiah dalam rangka lindung nilai.
7.
17/7/PBI/2015
Perubahan Atas Peraturan
Bank Indonesia Nomor
16/17/PBI/2014 Tentang
Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah Antara
Bank Dengan Pihak Asing
I. Latar belakang dan Tujuan
PBI ini diterbitkan dalam rangka mendukung percepatan
pendalaman pasar valuta asing domestik, diperlukan
peningkatan likuiditas dan variasi instrumen di pasar
keuangan. Upaya percepatan ini juga dilakukan dengan
memperhatikan dampaknya terhadap stabilitas nilat tukar
dan sistem keuangan, sehingga kondisi pasar kondusif
bagi pelaku ekonomi untuk melakukan lindung nilai.
Selanjutnya, diharapkan pelaku pasar terdorong untuk
semakin baik dalam mengelola risiko, khususnya risiko
pasar, melalui transaksi lindung nilai. Pada akhirnya,
67
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
diharapkan tercapai efisiensi pasar valuta asing domestik
dan ketahanan yang tinggi terhadap gejolak.
II. Materi Pengaturan
1. Definisi Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah Bank
mencakup pula Transaksi Derivatif Valuta Asing terhadap
Rupiah dalam bentuk Cross-Currency Swap disamping
bentuk lainnya yang telah diatur.
2. Dalam melakukan Transaksi Valas terhadap Rupiah,
bank wajib:
a. Memiliki pedoman tertulis;
b. Memenuhi ketentuan otoritas perbankan yang
mengatur kategori bank yang dapat melakukan
transaksi valuta asing;
c. Menerapkan manajemen risiko secara efektif;
d. Melakukan self assesment mengenai kesiapan
manajemen risiko bank;
e. Melakukan mark-to-market untuk Transaksi Derivatif
Valuta Asing terhadap Rupiah;
f. Memberikan edukasi tentang Transaksi Derivatif
Valuta Asing terhadap Rupiah.
3. Cakupan underlying transaksi meliputi juga perkiraan
pendapatan dan biaya (income and expense estimation)
4. Pengaturan jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu
untuk Transaksi Derivatif Valuta Asing terhadap Rupiah
dihapuskan.
8.
17/8/PBI/2015
Pengaturan dan
Pengawasan Moneter
Latar Belakang Pengaturan:
1. Dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai
Rupiah, salah satu tugas Bank Indonesia adalah menetapkan
dan melaksanakan kebijakan moneter. Kebijakan moneter
yang efektif sangat diperlukan untuk mencapai dan
memelihara stabilitas moneter, baik secara internal maupun
secara eksternal.
2. Tugas Bank Indonesia di bidang moneter tersebut perlu
dibarengi dengan pengaturan dan pengawasan di bidang
moneter agar kestabilan moneter dapat terjaga, kebijakan
moneter dapat lebih efektif, risiko di bidang moneter dapat
dicegah dan dikurangi, dan ketentuan di bidang moneter
dapat dipastikan untuk dipenuhi oleh setiap orang (orang
perseorangan dan korporasi, baik bank maupun non-bank).
68
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
Substansi Pengaturan:
1. Bank Indonesia melakukan pengaturan moneter dalam
rangka:
a. mencapai dan memelihara stabilitas moneter;
b. memastikan efektivitas Kebijakan Moneter; dan
c. mencegah dan mengurangi risiko di bidang moneter.
2. Pengaturan moneter tersebut mencakup antara lain:
a. suku bunga;
b. nilai tukar;
c. likuiditas;
d. lalu lintas devisa; dan
e. pasar uang dan pasar valuta asing.
Ketentuan mengenai pelaporan termasuk di dalamnya.
3. BankIndonesia melakukan pengawasan moneter dalam
rangka:
a. memastikan kepatuhan terhadap ketentuan di bidang
moneter; dan
b. mencegah dan mengurangi risiko di bidang moneter.
4. Pengawasan moneter dilakukan melalui:
a. pengawasan tidak langsung; dan
b. pemeriksaan.
5. Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk
melakukan pemeriksaan untuk dan atas nama Bank
Indonesia. Pihak lain yang ditugaskan oleh Bank Indonesia
antara lain akuntan publik dan penilai publik Dalam hal
ini, pihak lain tersebut wajib untuk menjaga kerahasiaan
data, informasi, dan keterangan yang diperoleh dari hasil
pemeriksaan.
6. Terdapat kewajiban setiap orang antara lain untuk:
a. mematuhi ketentuan Bank Indonesia di bidang moneter.
b. menyediakan dan menyampaikan data, informasi,
dan/atau keterangan yang diperlukan oleh Bank
Indonesia dalam kegiatan pengawasan tidak langsung
Bank Indonesia serta bertanggung jawab atas kebenaran
data, informasi, dan /atau keterangan yang disampaikan
tersebut.
c. memberikan dokumen dan/atau data, informasi dan
keterangan yang berkaitan dengan kegiatan yang
diperiksa, baik lisan maupun tertulis, akses terhadap
sistem informasi dan/atau hal lain yang diperlukan
dalam kegiatanpemeriksaan Bank Indonesia.
d. melaksanakan tindak lanjut atas hasil pengawasan
moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
69
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
7. Sehubungan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh
setiap orang atas kewajiban yang terkait dengan:
a. Pelanggaran terhadap ketentuan pengaturan di bidang
moneter dan/atau pengawasan tidak langsung
dikenakan sanksi sesuai dengan PBI yang terkait.
b. Pelanggaran terhadap kewajiban terkait pemeriksaan
dan/atau kewajiban melaksanakan tindak lanjut atas
hasil pengawasan moneter dikenakan sanksi
administratif berupa teguran tertulis dan tetap wajib
memenuhi ketentuan.
c. Dalam hal setelah dikenakan sanksi administratif berupa
teguran tertulis, orang perseorangan dan korporasi
non-bank tetap melanggar kewajiban terkait dengan
pemeriksaan dan tindak lanjut pemeriksaan, Bank
Indonesia menyampaikan informasi mengenai
pengenaan sanksi administratif kepada pihak-pihak
terkait, antara lain:
i. Kreditor;
ii. Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), bagi korporasi BUMN;
iii. Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal
Pajak;
iv. Otoritas Jasa Keuangan (OJK); dan/atau
v. Bursa Efek Indonesia (BEI), bagi korporasi publik
yang tercatat di BEI.
d. Dalam hal setelah dikenakan sanksi teguran tertulis,
Bank tetap melanggar kewajiban terkait dengan
pemeriksaan dan tindak lanjut pemeriksaan, Bank dapat
dikenakan sanksi berupa:
i. pembatasan dan/atau larangan keikutsertaan dalam
operasi moneter;
ii. penghentian sementara sebagian atau seluruh
kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu
(APMK);
iii. perubahan status kepesertaan dalam Sistem Bank
Indonesia Real Time Gross Settlement (RTGS) dari
status aktif menjadi ditangguhkan (suspended);
dan/atau
iv. penghentian sementara dalam Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia;
e. Bank Indonesia menyampaikan informasi kepada OJK
mengenai pengenaan sanksi kepada Bank.
8. Pelanggaran kewajiban menjaga kerahasiaan yang dilakukan
oleh pihak yang ditugaskan oleh Bank Indonesia untuk
melakukan pemeriksaan, akan diberikan sanksi administratif
berupa:
70
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
a. teguran tertulis;
b. rekomendasi untuk dikeluarkan dari daftar profesi yang
memberikan jasa di sektor keuangan yang dikeluarkan
oleh instansi yang berwenang; dan/atau
c. rekomendasi pencabutan izin usaha kepada instansi
yang berwenang
9.
17/9/PBI/2015
Penyelenggaraan Transfer
Dana dan Kliring Berjadwal
oleh Bank Indonesia
I. Latar Belakang
Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan kliring antar
Bank yang efisien, lancar, dan aman, Bank Indonesia
menyempurnakan penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia yang telah digunakan sejak 2005 antara
lain dengan melakukan:
a. perluasan akses kepesertaan yang tidak terbatas pada
Bank Umum;
b. penambahan jasa layanan transaksi yang bersifat rutin;
c. sentralisasi penyelenggaraan Layanan Kliring Warkat
Debit; dan
d. peningkatan perlindungan kepada nasabah Peserta
SKNBI.
Dengan adanya penyempurnaan tersebut, Bank Indonesia
mengatur kembali pengaturan dalam penyelenggaraan
SKNBI dengan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No.
17/9/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana
dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia.
II. Materi Pengaturan
1. Penyelenggara SKNBI adalah Bank Indonesia c.q.
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran.
2. Penyelenggaraan SKNBI terdiri atas 4 (empat) layanan
yaitu:
a. Layanan Transfer Dana, yaitu layanan dalam SKNBI
yang memproses pemindahan sejumlah dana antar
Peserta dari 1 (satu) pengirim kepada 1 (satu)
penerima.
b. Layanan Kliring Warkat Debit, yaitu layanan dalam
SKNBI yang memproses penagihan sejumlah dana
yang dilakukan antar Peserta dari 1 (satu) pengirim
tagihan kepada 1 (satu) penerima tagihan, disertai
dengan fisik Warkat Debit.
c. Layanan Pembayaran Reguler, yaitu layanan dalam
SKNBI yang memproses pemindahan sejumlah dana
antar Peserta dari 1 (satu) atau beberapa pengirim
kepada 1 (satu) atau beberapa penerima.
71
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
3.
4.
5.
6.
72
d. Layanan Penagihan Reguler, yaitu layanan dalam
SKNBI yang memproses penagihan sejumlah dana
antar Peserta dari 1 (satu) pengirim tagihan kepada
beberapa penerima tagihan.
Pihak yang dapat menjadi Peserta SKNBI adalah: (i)
Bank Indonesia; (ii) Bank Umum; dan (iii) Penyelenggara
Transfer Dana Selain Bank. Khusus untuk Penyelenggara
Transfer Dana Selain Bank, keikutsertaannya dalam
SKNBI hanya terbatas pada Layanan Transfer Dana dan
Layanan Pembayaran Reguler.
Berdasarkan jenis kepesertaan, Peserta SKNBI terdiri
atas:
a. Peserta Langsung Utama (PLU), yaitu Peserta yang
mengirimkan DKE ke Penyelenggara secara langsung
dengan menggunakan infrastruktur SKNBI dan
Setelmen Dana dilakukan ke Rekening Setelmen
DanaPeserta yang bersangkutan.
b. Peserta Langsung Afiliasi (PLA), yaitu Peserta yang
mengirimkan DKE ke Penyelenggara secara langsung
dengan menggunakan infrastruktur SKNBI dan
pelaksanaan Setelmen Dana dilakukan melalui bank
pembayar.
c. Peserta Tidak Langsung (PTL), yaitu Peserta yang
mengirimkan DKE ke Penyelenggara dan pelaksanaan
Setelmen Dana dilakukan melalui bank penerus
Status Peserta SKNBI dibedakan menjadi 4 (empat),
yaitu:
a. aktif, yaitu Peserta dapat melakukan seluruh kegiatan
dalam layanan SKNBI sesuai hak dan akses dari
Peserta yang bersangkutan;
b. ditangguhkan, yaitu Peserta dibatasi kegiatannya
dalam layanan SKNBI dan dapat diberlakukan secara
independen;
c. dibekukan, yaitu Peserta dihentikan sementara
kegiatannya dalam seluruh layanan SKNBI; dan
d. dihentikan, yaitu Peserta dihentikan keikutsertaannya
secara tetap dan tidak dapat diaktifkan kembali
sebagai Peserta.
Peserta wajib penyediaan Prefund dalam rangka
memenuhi kewajibannya dalam penyelenggaraan
SKNBI, yang terdiri atas:
a. Prefund Kredit, untuk memenuhi kewajiban dalam
Layanan Transfer Dana dan Layanan Pembayaran
Reguler; dan
b. Prefund Debit untuk memenuhi kewajiban dalam
Layanan Kliring Warkat Debit dan Layanan Penagihan
Reguler.
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
7. Dengan dilakukannya sentralisasi pada penyelenggaraan
Kliring Debit maka Penyelenggara Kliring Lokal beralih
fungsi menjadi pihak yang melakukan pertukaran
Warkat Debit.
8. Dalam rangka meningkatkan perlindungan kepada
nasabah penguna SKNBI, antara lain diatur hal-hal
sebagai berikut:
a. menetapkan batas paling banyak biaya transaksi
yang dikenakan oleh Peserta kepada nasabah;
b. kewajiban Peserta pengirim untuk meneruskan
perintah transfer dana kepada Peserta penerima
melalui Layanan Transfer Dana paling lama 2 (dua)
jam setelah Peserta pengirim melakukan pengaksepan;
c. kewajiban Peserta penerima untuk meneruskan
dana kepada nasabah penerima paling lama 2 (dua)
jam setelah Penyelenggara melakan Setelmen Dana.
9. Implementasi penyelenggaraan layanan dalam SKNBI
dilakukan secara bertahap. Tahapan implementasi akan
diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
10. Bank Indonesia menetapkan sanksi administratif berupa
(i) teguran tertulis; (ii) kewajiban membayar; dan/atau
(iii) penurunan status kepesertaan, apabila Peserta tidak
memenuhi ketentuan yang diatur dalam PBI ini.
11. Penyelenggara melakukan pemantau kepatuhan Peserta
dan pihak selain kantor Bank Indonesia yang
melaksanakan pertukaran Warkat Debit terhadap
ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
12. Khusus untuk pengenaan sanksi kewajiban membayar
atas pelanggaran:
a. Pengisian kode kota awal pada saat pembuatan
DKE oleh Peserta pengirim;
b. batas waktu penerusan perintah transfer dana oleh
Peserta pengirim dalam Layanan Transfer Dana; dan
c. batas waktu penerusan dana kepada nasabah
Penerima oleh Peserta penerima dalam Layanan
Transfer Dana.
diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2016.
10.
17/10/PBI/2015
Rasio Loan To Value Atau
Rasio Financing To Value
Untuk Kredit Atau
Pembiayaan Properti Dan
Uang Muka Untuk Kredit
Atau Pembiayaan
Kendaraan Bermotor
Latar Belakang Pengaturan:
1. Untuk menjaga pertumbuhan perekonomian nasional agar
tetap berada pada momentum yang positif serta untuk
mendorong berjalannya fungsi intermediasi perbankan
maka perlu dilakukan penyesuaian terhadap kebijakan
makroprudensial secara proporsional dan terukur dalam
73
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
bentuk pelonggaran terhadap ketentuan perkreditan
khususnya di sektor properti dan kendaraan bermotor.
Pemberian kelonggaran didasarkan pada pertimbangan
bahwa kedua sektor tersebut memiliki multiplier effect
dan backward linkage yang cukup besar kepada sektorsektor ekonomi lainnya sehingga dampak lanjutannya
diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
2. Pelonggaran diberikan dalam bentuk peningkatan Rasio
Loan to Value (LTV) atau Rasio Financing to Value (FTV)
untuk kredit properti dan penurunan uang muka untuk
kredit kendaraan bermotor. Disisi lain, untuk mengantisipasi
dan sebagai upaya mitigasi risiko agar pelonggaran yang
diberikan tidak serta merta meningkatkan potensi risiko
kredit/pembiayaan, maka penerapan ketentuan LTV/FTV
dan uang muka yang baru akan dikaitkan dengan kinerja
bank dalam mengelola kredit/pembiayaan bermasalah.
Substansi Pengaturan:
1. Pokok-pokok perubahan PBI mengenai LTV/FTV dan Uang
Muka meliputi beberapa hal berikut:
a. Perubahan besaran rasio LTV untuk Kredit Properti (KP)
dan rasio FTV untuk Kredit Properti (KP) Syariah
sebagaimana tabel berikut:
Kredit Properti & Kredit Properti Syariah Akad
Murabahah & Istishna
Tipe Properti
(m2)
KP & KP Syariah
I
II
III
Rumah Tapak
80%
70%
60%
Tipe 22 - 70
Tipe > 70
-
80%
70%
Tipe ≤ 21
-
-
-
Rumah Susun
74
Tipe > 70
80%
70%
60%
Tipe 22 - 70
90%
80%
70%
Tipe ≤ 21
-
80%
70%
Ruko/Rukan
-
80%
70%
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
Kredit Properti Syariah
Akad MMQ & IMBT
Tipe Properti
(m2)
KP & KP Syariah
I
II
III
Rumah Tapak
85%
75%
65%
Tipe 22 - 70
Tipe > 70
-
80%
70%
Tipe ≤ 21
-
-
-
Rumah Susun
Tipe > 70
85%
75%
65%
Tipe 22 - 70
90%
80%
70%
Tipe ≤ 21
-
80%
70%
Ruko/Rukan
-
80%
70%
b. Perubahan terhadap uang muka untuk kredit atau
pembiayaan kendaraan bermotor (KKB dan KKB Syariah)
sebagaimana tabel berikut:
Bank
Jenis Kendaraan
Konvensional Syariah
Roda 2
20%
20%
Roda 3 atau lebih
non produktif
25%
25%
Roda 3 atau lebih produktif
20%
20%
2. Persyaratan penerapan rasio LTV/FTV yang lebih besar dan
uang muka Kredit/pembiayaan bermotor yang lebih kecil
sebagai berikut:
a. Bank harus memiliki rasio kredit/pembiayaan bermasalah
terhadap total kredit/pembiayaan secara bruto (gross)
kurang dari 5%;
b. Bank harus memiliki rasio kredit/pembiayaan properti
terhadap total kredit/pembiayaan properti secara bruto
(gross) kurang 5%; dan
c. Bank harus memiliki rasio kredit/pembiayaan kendaraan
bermotor bermasalah terhadap total kredit/pembiayaan
bermotor secara bruto (gross) kurang dari 5%.
75
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
3. Apabila Bank tidak dapat memenuhi persyaratan rasio
kredit/pembiayaan bermasalah, maka rasio LTV/FTV dan
uang muka menjadi sebagai berikut:
Kredit Properti & Kredit Properti Syariah Akad
Murabahah & Istishna
Tipe Properti
(m2)
KP & KP Syariah
I
II
III
Rumah Tapak
70%
60%
50%
Tipe 22 - 70
Tipe > 70
-
70%
60%
Tipe ≤ 21
-
-
-
Rumah Susun
Tipe > 70
70%
60%
50%
Tipe 22 - 70
80%
70%
60%
Tipe ≤ 21
-
70%
60%
Ruko/Rukan
-
70%
60%
Kredit Properti Syariah
Akad MMQ & IMBT
Tipe Properti
(m2)
KP & KP Syariah
I
II
III
Rumah Tapak
80%
70%
60%
Tipe 22 - 70
Tipe > 70
-
80%
70%
Tipe ≤ 21
-
-
-
Rumah Susun
Tipe > 70
80%
70%
60%
Tipe 22 - 70
90%
80%
70%
Tipe ≤ 21
-
80%
70%
Ruko/Rukan
-
80%
70%
Sementara, besaran uang muka untuk kredit/pembiayaan
bermotor menjadi sebagai berikut:
76
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
Bank
Jenis Kendaraan
Konvensional Syariah
Roda 2
25%
25%
Roda 3 atau lebih
non produktif
30%
30%
Roda 3 atau lebih produktif
20%
20%
4. Selain pelonggaran rasio LTV/FTV dan uang muka,
pelonggaran juga dilakukan terhadap jaminan yang
diserahkan pengembang kepada bank dalam pemberian
kredit/pembiayaan properti melalui mekanisme inden.
Jaminan tersebut dapat berupa aset tetap, aset bergerak,
bank guarantee, standby letter of credit dan/atau dana
yang dititipkan dan/atau disimpan dalam escrow account
di bank pemberi kredit/pembiayaan. Nilai jaminan yang
diberikan paling kurang sebesar selisih antara komitmen
kredit/pembiayaan dengan pencairan kredit/pembiayaan
yang telah dilakukan oleh bank. Sementara itu, jaminan
yang diberikan oleh pihak lain dapat berbentuk corporate
guarantee, stand by letter of credit atau bank guarantee.
11.
17/11/PBI/2015
Perubahan Atas Peraturan
Bank Indonesia Nomor
15/15/PBI/2013 tentang
Giro Wajib Minimum Bank
Umum Dalam Rupiah Dan
valuta Asing Bagi Bank
Umum
Latar Belakang Pengaturan :
1. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang dilakukan
melalui pertumbuhan kredit perbankan, dilakukan
penyesuaian terhadap kebijakan GWM melalui perhitungan
loan to deposit ratio.
2. Untuk memperjelas pengaturan mengenai kewajiban
pemenuhan GWM bagi wilayah yang mengalami libur
fakultatif.
3. Untuk memperjelas pengaturan kewajiban pemenuhan
GWM bagi bank yang melakukan merger atau konsolidasi,
bank yang melakukan konversi kegiatan usaha dari bank
umum konvensional menjadi bank syariah, dan bank yang
mendapat izin melakukan kegiatan usaha dalam valuta
asing.
77
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
Substansi Pengaturan :
1. Loan to funding ratio (LFR).
a. Memasukkan komponen surat berharga yang
diterbitkan bank dalam perhitungan loan to deposit
ratio (LDR), sehingga formula LDR menjadi : Kredit /
(DPK + Surat Berharga Yang diterbitkan Bank).
b. Seiring berubahnya formula LDR, maka istilah LDR
diganti menjadi loan to funding ratio (LFR). Adapun
besaran dan parameter yang digunakan dalam
perhitungan GWM LFR ditetapkan sebagai berikut :
1) Batas bawah LFR Target sebesar 78%.
2) Batas atas LFR Target sebesar 92%.
3) KPMM Insentif sebesar 14%.
4) Parameter Disinsentif Bawah sebesar 0,1.
5) Parameter Disinsentif Atas sebesar 0,2.
c. Mulai 1 Agustus 2015, batas atas LFR bank dapat
menjadi sebesar 94% dalam hal bank memenuhi kriteria:
1) bank dapat memenuhi rasio kredit UMKM lebih
cepat dari target waktu tahapan pencapaian Rasio
Kredit UMKM sebagaimana ditetapkan dalam PBI
No. 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau
Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis
Dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah;
2) rasio NPL total kredit bank secara bruto (gross) <
5%; dan
3) rasio NPL kredit UMKM bank secara bruto (gross)
< 5%.
d. Di lain pihak, mulai 1 Februari 2016 bank dapat
dikenakan pengurangan jasa giro dalam hal bank tidak
memenuhi kriteria sebagaimana huruf c, yaitu:
1) bank tidak dapat memenuhi rasio kredit UMKM
sebagaimana ditetapkan dalam PBI No.
14/22/PBI/2012;
2) rasio NPL total kredit bank secara bruto (gross) ≥
5%; atau
3) rasio NPL kredit UMKM bank secara bruto (gross)
≥ 5%.
e. Adapun besarnya pengurang jasa giro sebagai berikut:
1) Dalam hal yang tidak dipenuhi adalah rasio kredit
UMKM, maka pengurang jasa giro sebesar 0,5%
+ {0,1 x(rasio kredit UMKM yang ditetapkan – rasio
kredit UMKM bank}.
2) Dalam hal rasio kredit UMKM dapat dipenuhi namun
rasio NPL total kredit dan/atau rasio NPL UMKM ≥
5%, maka pengurang jasa giro sebesar 0,5%.
78
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
f. Bank Indonesia dapat tidak mengenakan pengurang
jasa giro terhadap bank yang sedang dikenakan
pembatasan kegiatan usaha oleh OJK terkait dengan
penyaluran kredit UMKM. Hal tersebut dilakukan atas
dasar permintaan OJK.
2. Laporan surat berharga.
a. Surat berharga yang digunakan dalam perhitungan
LFR adalah surat berharga yang memenuhi kriteria :
1) diterbitkan bank dalam bentuk medium term notes
(MTN), floating rate notes (FRN), dan obligasi selain
obligasi subordinasi;
2) ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum
(public offering);
3) memiliki peringkat yang diterbitkan lembaga
pemeringkat dengan peringkat paling kurang setara
dengan peringkat investasi;
4) dimiliki bukan bank baik penduduk dan bukan
penduduk; dan
5) ditatausahakan di lembaga yang berwenang
memberikan layanan jasa penyimpanan dan
penyelesaian transaksi efek.
b. Bank menyampaikan informasi surat berharga yang
digunakan dalam perhitungan LFR dalam suatu laporan
kepada Bank Indonesia melalui sarana elektronik (email)
dan/atau CD.
c. Periode laporan surat berharga diatur sebagai berikut:
1) Laporan wajib disampaikan paling lambat 10 hari
kerja pada bulan berikutnya setelah berakhirnya
bulan laporan.
2) Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan
setelah batas akhir penyampaian laporan sampai
dengan 5 hari kerja berikutnya.
3) Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan
apabila bank belum menyampaikan laporan setelah
batas waktu keterlambatan penyampaian laporan.
d. Sanksi terkait laporan surat berharga :
1) Bank yang terlambat menyampaikan laporan
dikenakan sanksi teguran tertulis dan kewajiban
membayar sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta
rupiah) per hari kerja keterlambatan.
2) Bank yang yang dinyatakan tidak menyampaikan
laporan dikenakan sanksi teguran tertulis dan
kewajiban membayar sebesar Rp 30.000.000,00
(tiga puluh juta rupiah).
e. Pengenaan sanksi tidak menghilangkan kewajiban bank
untuk menyampaikan laporan surat berharga kepada
Bank Indonesia.
79
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
3. Pemenuhan GWM bagi wilayah yang mengalami libur
fakultatif.
a. Dalam hal Bank Indonesia di wilayah tersebut tutup,
maka bank yang berkantor pusat di wilayah tersebut
tidak diwajibkan memenuhi GWM.
b. Dalam hal Bank Indonesia di wilayah tersebut tetap
beroperasi, maka :
1) Dalam hal bank yang berkantor pusat di wilayah
tersebut beroperasi, maka bank tersebut wajib
memenuhi GWM.
2) Dalam hal yang berkantor pusat di wilayah tersebut
tutup dan menyampaikan pemberitahuan tertulis
kepada Bank Indonesia maka bank tersebut tidak
diwajibkan memenuhi GWM.
4. Pemenuhan GWM bagi bank yang melakukan merger atau
konsolidasi.
a. Perhitungan GWM dalam Rupiah dan valuta asing tetap
dilakukan secara terpisah sampai dengan 2 (dua) hari
kerja sebelum tanggal efektif pelaksanaan merger atau
konsolidasi.
b. Sejak 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif
pelaksanaan merger atau konsolidasi, pemenuhan
GWM dalam Rupiah dan valuta asing hanya dihitung
untuk bank hasil merger atau konsolidasi.
c. Perhitungan pemenuhan GWM dalam Rupiah dan
valuta asing untuk bank hasil merger atau konsolidasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan dengan
menggunakan data gabungan Bank yang melakukan
merger atau konsolidasi sampai dengan data bank hasil
merger atau konsolidasi tersedia.
d. Untuk data KPMM yang digunakan dalam perhitungan
GWM sejak 1 hari kerja sebelum merger diperoleh dari
Bank yang melakukan merger atau konsolidasi
berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh
Bank atas penggabungan data yang digunakan dalam
perhitungan KPMM masing-masing Bank sebelum
tanggal efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi.
e. Dalam hal Bank Indonesia memberikan jasa giro atau
mengenakan sanksi kepada bank yang menggabungkan
diri atau bank yang meleburkan diri setelah tanggal
efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi maka
pemberian jasa giro atau pengenaan sanksi ditujukan
kepada bank hasil merger atau konsolidasi.
5. Pemenuhan GWM bagi bank yang melakukan konversi
kegiatan usaha dari bank umum konvensional menjadi
bank syariah.
80
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
a. Bank harus memenuhi GWM dalam Rupiah dan valuta
asing yang berlaku bagi bank umum konvensional
sampai dengan 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
b. Perhitungan GWM bagi Bank yang telah melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dilakukan
dengan menggunakan data saat Bank masih melakukan
kegiatan usaha sebagai Bank Umum Konvensional
sampai dengan data Bank setelah melakukan kegiatan
usaha sebagai Bank Umum Syariah tersedia
sebagaimana ketentuan yang mengatur mengenai giro
wajib minimum dalam Rupiah dan valuta asing bagi
bank umum syariah dan unit usaha syariah.
6. Pemenuhan GWM bagi bank yang mendapat izin
melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
Perhitungan GWM dalam valuta asing untuk Bank yang
mendapatkan izin melakukan kegiatan usaha dalam valuta
asing berlaku sejak tersedianya data untuk dapat melakukan
perhitungan GWM dalam valuta asing, yaitu data ratarata harian jumlah Dana Pihak Ketiga dalam valuta asing
pada Laporan Berkala Bank Umum.
12.
17/12/PBI/2015
Perubahan atas Peraturan
Bank Indonesia
No.14/22/PBI/2012 tentang
Pemberian Kredit atau
Pembiayaan oleh Bank
Umum dan Bantuan Teknis
dalam rangka
Pengembangan Usaha
Mikro, Kecil, dan
Menengah
I. Latar Belakang dan Tujuan
Masih terdapat kendala dalam penyaluran Kredit atau
Pembiayaan UMKM yang antara lain disebabkan rendahnya
akses UMKM untuk mendapatkan Kredit atau Pembiayaan
dari perbankan. Oleh karena itu, untuk lebih meningkatkan
penyaluran kredit perbankan kepada UMKM dipandang
perlu bauran kebijakan makroprudensial, yaitu kebijakan
giro wajib minimum berdasarkan loan to funding ratio
yang dikaitkan dengan pencapaian rasio kredit UMKM.
II. Materi Pengaturan
1. Bank Umum wajib memberikan pembiayaan kredit
UMKM yang pencapaiannya dilakukan secara bertahap.
2. Bank Umum konvensional harus menjaga rasio Kredit
UMKM secara bulanan atas rasio Kredit UMKM sesuai
tahapan yang telah ditentukan.
3. Pencapaian rasio pemberian Kredit UMKM Bank Umum
konvensional menjadi salah satu faktor untuk
memperoleh insentif berupa kelonggaran batas atas
loan to funding ratio target atau berupa pengurangan
jasa giro.
81
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
4. Pemberian insentif lain kepada Bank Umum yang
menyalurkan Kredit atau Pembiayaan UMKM, berupa
pelatihan kepada pejabat kredit/account officer,
pelatihan kepada Usaha Mikro dan Usaha Kecil, fasilitasi
dalam pemanfaatan pemeringkatan kredit (credit rating)
untuk Usaha Kecil dan Usaha Menengah, dan publikasi
serta pemberian penghargaan (award).
5. Bank Umum wajib menyampaikan laporan realisasi
pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM secara online
melalui Laporan Bulanan Bank Umum atau Laporan
Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah.
6. Apabila laporan secara online untuk laporan realisasi
pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM melalui kerja
sama pola executing belum tersedia, Bank Umum wajib
menyampaikan laporan realisasi pemberian Kredit atau
Pembiayaan UMKM melalui kerja sama pola executing
secara offline.
7. Bank Indonesia menetapkan batas waktu terkait dengan
penyampaian laporan, keterlambatan penyampaian
laporan, dan tidak menyampaikan laporan realisasi
pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKMmelalui kerja
sama pola executing secara offline.
8. Bank Umum syariah yang tidak mencapai rasio
Pembiayaan UMKM sesuai tahapan yang ditetapkan,
dikenakan pembinaan berupa kewajiban
menyelenggarakan pelatihan kepada pelaku UMKM
yang tidak sedang dan/atau belum pernah mendapat
Pembiayaan UMKM.
9. Bank Umum Syariah dikenakansanksi administratif
berupa teguran tertulis dalam hal :
a. tidak mencapai realisasi pemberian kredit atau
pembiayaan UMKM sesuai tahapan.
b. tidak melaksanakan pelatihan, tidak merealisasikan
besarnya dana pelatihan sesuai dengan ketentuan,
dan/atau tidak melaporkan pelatihan paling lambat
bulan September tahun berikutnya.
10. Kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri
dan Bank Campuran dikenakan Sanksi administratif
berupa teguran tertulis apabila menyalurkan kredit
UMKM secara tidak langsung selain melalui kerjasama
pola executing.
11. Bank Umum yang terlambat menyampaikan Laporan
Kredit atau Pembiayaan kepada UMKM pola executing
secara offline dikenakan sanksi teguran tertulis dan
kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah) per hari kerja keterlambatan.
82
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
12. Bank yang tidak menyampaikan Laporan Kredit atau
Pembiayaan kepada UMKM pola executing secara
offline dikenakan sanksi teguran tertulis dan kewajiban
membayar sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta
rupiah).
13. Pengenaan sanksi tidak menghilangkan kewajiban Bank
untuk menyampaikan laporan pemberian Kredit atau
Pembiayaan kepada UMKM.
14. Selain mengenakan sanksi di atas, Bank Indonesia dapat
merekomendasikan kepada otoritas pengawas bank
untuk melakukan tindakan sesuai dengan
kewenangannya.
83
RINGKASAN SURAT EDARAN BANK INDONESIA EKSTERN
JANUARI - JUNI 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
1.
17/1/DSta
Perubahan atas Surat
Edaran Bank Indonesia
Nomor 14/31/DPNP
Tanggal 31 Oktober 2012
Perihal Laporan Kantor
Pusat Bank Umum
1. Ketentuan ini terkait dengan perubahan laporan sebagai
tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic
Money) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014.
2. Secara umum, penyesuaian form di LKPBU adalah sbb:
a. Penambahan 4 (empat) Form terkait Layanan Keuangan
Digital (LKD), yaitu:
1) Form 314 – Laporan Bulanan Perkembangan
Layanan Keuangan Digital
2) Form 315 – Laporan Bulanan Transaksi Layanan
Keuangan Digital
3) Form 315 – Laporan Bulanan Agen Layanan
Keuangan Digital
4) Form 316 – Laporan Bulanan Permasalahan Layanan
Keuangan Digital
Form ini wajib disampaikan oleh Bank yang telah
memperoleh penegasan dari Bank Indonesia terhadap
rencana penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital
(LKD). Batas waktu penyampaian laporan adalah paling
lambat tanggal 15 pada bulan Laporan berikutnya.
b. Penambahan Informasi Profil Penyelenggara Alat
Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan
Profil Penyelenggara Uang Elektronik yang di-update
oleh Bank setiap terjadi perubahan data
c. Penambahan kewajiban pelaporan Form 304 – Laporan
Bulanan Infrastruktur oleh Penerbit Uang Elektronik
3. Selain itu, dilakukan juga perubahan terhadap alamat
penyampaian pemberitahuan tertulis terkait penyampaian
laporan secara offline karena gangguan teknis, dari
Departemen Pengelolaan Sistem Informasi menjadi
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan.
4. Ketentuan ini mulai berlaku untuk pelaporan data bulan
Januari 2015 yang disampaikan pada bulan Februari 2015.
85
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
2.
17/2/DSta
Perubahan Keempat atas
Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor
8/15/DPNP tanggal 12 Juli
2006 perihal Laporan
Berkala Bank Umum
1. Ketentuan ini terkait dengan perubahan laporan sebagai
tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum Bank Umum.
2. Secara umum, penyesuaian form di LBBU adalah sbb:
No.
Form
Perubahan
1.
Form 9.j - Perhitungan
Rasio Kewajiban
Penyediaan Modal
Minimum
2.
Form 9.j - Perhitungan
Rasio Kewajiban
Penyediaan Modal
Minimum secara
Konsolidasi
a. Menghapus sandi
29090
b. Menambahkan sandi
29100, 29105, 29110,
29111, 29112, 29120,
29200, 29300, 29400,
29500, 29510, 29520,
29530, 29540, 29550,
29600, 29700, 29800,
29810, 29820, 29830,
dan 29900
3. Formulir 9.i mulai berlaku untuk data posisi akhir bulan
Januari 2015 yang disampaikan pada periode penyampaian
I bulan Februari 2015. Sedangkan, Formulir 9.j mulai
berlaku untuk data posisi akhir triwulan I-2015 yang
disampaikan pada periode penyampaian III bulan April
2015.
3.
17/3/DSta
Pelaporan Kegiatan
Penerapan Prinsip Kehatihatian dalam Pengelolaan
Utang Luar Negeri
Korporasi Nonbank
I. Latar Belakang
Surat Edaran Bank Indonesia ini diterbitkan sebagai tindak
lanjut dari penerbitan Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian
dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank
dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/22/PBI/2014
tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa dan Pelaporan
Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan
Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank serta dalam rangka
meningkatkan efektivitas pelaksanaan Peraturan Bank
Indonesia tersebut.
II. Pokok-pokok Pengaturan
a. Pelapor
Pelapor adalah Korporasi Nonbank Pelapor LLD yang
merupakan debitur ULN, yang memiliki ULN dalam
Valuta Asing.
86
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
b. Jenis Laporan
1) Laporan KPPK, meliputi keterangan dan data
mengenai Aset Valuta Asing dan Kewajiban Valuta
Asing yang akan jatuh waktu:
a) sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan; dan/atau
b) lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam)
bulan ke depan.
2) Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi,
meliputi:
a) keterangan dan/atau informasi yang merupakan
hasil penilaian oleh akuntan publik independen
berdasarkan Prosedur Atestasi; dan
b) Laporan KPPK Triwulan IV yang telah dikoreksi
berdasarkan hasil Prosedur Atestasi.
3) Informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang
(Credit Rating), berupa peringkat yang masih berlaku
atas korporasi (issuer rating) dan/atau surat utang
(issuer rating) sesuai dengan jenis dan jangka waktu
ULN dalam Valuta Asing.
4) Laporan Keuangan, terdiri atas Laporan Keuangan
triwulanan unaudited dan Laporan Keuangan
tahunan audited, yang meliputi data mengenai
posisi keuangan, laba rugi komprehensif, dan
perubahan ekuitas.
c. Media Penyampaian Laporan
Laporan, koreksi laporan, dan/atau dokumen pendukung
disampaikan kepada Bank Indonesia secara online
melalui website pelaporan di Bank Indonesia dengan
alamat http://www.bi.go.id/lkpbuv2.
d. Batas Waktu Penyampaian Laporan
1) Laporan KPPK dan Laporan Keuangan triwulanan
unaudited disampaikan setiap Triwulan, paling
lambat akhir bulan ketiga setelah akhir Triwulan
laporan pada akhir Jam Kerja dengan masa koreksi
sampai dengan akhir bulan keempat setelah akhir
Triwulan laporan pada akhir Jam Kerja.
2) Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi
dan Laporan Keuangan tahunan audited
disampaikan setiap tahun, paling lambat pada akhir
bulan Juni setelah akhir tahun laporan pada akhir
Jam Kerja dengan masa koreksi sampai dengan
akhir bulan Juli setelah akhir tahun laporan pada
akhir Jam Kerja.
87
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
3) Informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang
(Credit Rating) disampaikan paling lambat pada akhir
bulan berikutnya setelah bulan ditandatanganinya/
diterbitkannya ULN pada akhir Jam Kerja dengan
masa koreksi sampai dengan tanggal 20 setelah
bulan penyampaian laporan yang bersangkutan
pada akhir Jam Kerja.
e. Masa Keterlambatan Penyampaian Laporan
1) Masa keterlambatan untuk penyampaian Laporan
KPPK dan Laporan Keuangan triwulanan unaudited
adalah masa setelah berakhirnya batas waktu
penyampaian laporan sampai dengan akhir bulan
keempat setelah akhir Triwulan laporan pada akhir
Jam Kerja.
2) Masa keterlambatan untuk penyampaian Laporan
KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi dan
Laporan Keuangan tahunan audited adalah masa
setelah berakhirnya batas waktu penyampaian
laporan sampai dengan akhir bulan Juli setelah akhir
tahun laporan pada akhir Jam Kerja.
3) Masa keterlambatan untuk penyampaian informasi
mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit
Rating) adalah masa setelah berakhirnya batas
waktu penyampaian laporan sampai dengan akhir
bulan setelah bulan penyampaian laporan yang
bersangkutan pada akhir Jam Kerja.
f. Tidak Menyampaikan Laporan
Pelapor dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila
sampai dengan batas akhir masa keterlambatan
penyampaian laporan, Bank Indonesia belum menerima
laporan dari Pelapor.
g. Penelitian Kebenaran Laporan
1) Bank Indonesia dapat melakukan penelitian terhadap
kebenaran laporan dan/atau koreksi laporan yang
disampaikan Pelapor.
2) Pelapor harus memberikan bukti pembukuan,
catatan, dokumen, dan penjelasan yang diperlukan
dalam rangka penelitian kebenaran laporan paling
lama 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal
penerbitan surat permintaan.
88
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
3) Dalam hal Pelapor tidak memberikan bukti
pembukuan, catatan, dokumen, dan penjelasan
sesuai jangka yang ditentukan, laporan yang
disampaikan Pelapor kepada Bank Indonesia
dinyatakan tidak benar.
h. Sanksi Administratif
1) Laporan Tidak Lengkap dan/atau Laporan Tidak
Benar
a) Pelapor yang menyampaikan Laporan KPPK tidak
lengkap dan/atau tidak benar dikenakan sanksi
administratif berupa denda sebesar
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk
setiap Laporan KPPK yang tidak lengkap dan/atau
tidak benar.
b) Laporan KPPK yang tidak lengkap adalah apabila
sampai dengan batas waktu penyampaian
laporan, Laporan KPPK tidak disertai dengan
dokumen pendukung yang diminta,
c) Laporan KPPK yang tidak benar adalah apabila
Pelapor tidak memberikan bukti pembukuan,
catatan, dokumen, dan penjelasan dalam rangka
penelitian kebenaran laporan kepada Bank
Indonesia dalam jangka waktu yang ditentukan.
2) Terlambat Menyampaikan Laporan
a) Pelapor yang terlambat menyampaikan Laporan
KPPK, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur
Atestasi, dan/atau Laporan Keuangan, dikenakan
sanksi administratif berupa denda sebesar
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk
setiap hari kerjaketerlambatan dengan denda
paling banyak sebesar Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah).
b) Pelapor yang terlambat menyampaikan informasi
mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit
Rating) beserta dokumen pendukung dikenakan
sanksi administratif berupa teguran tertulis
dan/atau pemberitahuan kepada otoritas atau
instansi yang berwenang.
c) Selain dikenakan sanksi administratif berupa
denda, Pelapor dapat dikenakan sanksi
administratif berupa teguran tertulis dan/atau
pemberitahuan kepada otoritas atau instansi
yang berwenang dalam hal:
89
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
i. Pelapor tidak membayar sanksi administratif
berupa denda; atau
ii. Pelapor telah dikenakan sanksi administratif
berupa denda sebanyak 3 (tiga) kali dalam
1 (satu) tahun kalender.
3) Tidak Menyampaikan Laporan
a) Pelapor yang tidak menyampaikan Laporan
KPPK, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur
Atestasi, dan/atau Laporan Keuangan sampai
dengan berakhirnya masa keterlambatan
penyampaian laporan dikenakan sanksi
administratif berupa denda sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
b) Pelapor yang tidak menyampaikan informasi
mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit
Rating) beserta dokumen pendukung dikenakan
sanksi administratif berupa teguran tertulis
dan/atau pemberitahuan kepada otoritas atau
instansi yang berwenang.
c) Selain dikenakan sanksi administratif berupa
denda, Pelapor dapat dikenakan sanksi
administratif berupa teguran tertulis dan/atau
pemberitahuan kepada otoritas atau instansi
yang berwenang dalam hal:
i. Pelapor tidak membayar sanksi administratif
berupa denda; atau
ii. Pelapor telah dikenakan sanksi administratif
berupa denda sebanyak 3 (tiga) kali dalam
1 (satu) tahun kalender.
i. Pembayaran Sanksi Administratif Berupa Denda
1) Pembayaran sanksi administratif berupa denda
disetorkan ke rekening Bank Indonesia.
2) Pelapor harus memberikan bukti pembayaran sanksi
administratif berupa denda kepada Bank Indonesia
paling lambat akhir bulan berikutnya setelah tanggal
penerbitan surat penetapan sanksi administratif
berupa denda.
j. Keadaan Memaksa
1) Pelapor yang mengalami keadaan memaksa sehingga
menyebabkan keterangan dan data tidak tersedia,
dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan.
90
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
2) Pelapor yang mengalami keadaan memaksa sehingga
menyebabkan penyampaian laporan terhambat,
dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan
dalam batas waktu untuk periode laporan pada saat
keadaan memaksa terjadi.
3) Pelapor wajib menyampaikan laporan setelah Pelapor
kembali melakukan kegiatan operasional secara
normal.
k. Korespondensi dan Help Desk
Penyampaian laporan dan/atau koreksi laporan secara
offline, surat, pertanyaan, dan informasi lainnya
berkaitan dengan pelaporan ditujukan kepada:
Bank Indonesia
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan
Grup Pengelolaan dan Pengawasan Laporan 2
c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan Lalu Lintas
Devisa
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
l. Ketentuan Penutup
1) Penyampaian laporan serta koreksinya, sejak tanggal
1 Januari 2015 sampai dengan tanggal 31 Desember
2015 dilakukan secara offline dengan masa koreksi
15 (lima belas) hari kalender setelah batas akhir
penyampaian laporan atau informasi.
2) Penyampaian secara online mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 2016.
3) Pengenaan sanksi bagi Pelapor terhadap Laporan
KPPK, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur
Atestasi, dan Laporan Keuangan mulai berlaku sejak
pelaporan data Triwulan III tahun 2015.
4) Pengenaan sanksi bagi Pelapor terhadap informasi
mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit
Rating) mulai berlaku bagi ULN yang ditandatangani
atau diterbitkan tanggal 1 Januari 2016.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
6 Maret 2015
91
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
4.
17/4/DSta
Pelaporan Kegiatan Lalu
Lintas Devisa Berupa
Rencana Utang Luar Negeri
dan Perubahan Rencana
Utang Luar Negeri
Ringkasan
1. Latar Belakang
Surat Edaran ini diterbitkan sebagai tindak lanjut dari
penerbitan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/22/PBI/2014
tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa dan Pelaporan
Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan
Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. Surat Edaran ini
berfungsi sebagai ketentuan pelaksanaan mengenai
pelaporan kegiatan lalu lintas devisa (LLD) berupa rencana
utang luar negeri (ULN) dan perubahan rencana ULN.
2. Pokok-pokok Pengaturan
a. Pelapor
1) Pelapor adalah Penduduk selain bank yang
melakukan kegiatan LLD, baik untuk kepentingan
Pelapor yang bersangkutan maupun pihak lain.
2) Korporasi Nonbank yang baru pertama kali
menyampaikan Laporan Rencana ULN harus mengisi
data Profil Pelapor dengan menyertakan dokumen
pendukung.
3) Untuk memperoleh Sandi Pelapor, Korporasi
Nonbank yang baru pertama kali menyampaikan
laporan harus mengajukan surat permohonan
kepada Bank Indonesia.
4) Dalam hal terdapat perubahan atas data Profil
Pelapor, Pelapor harus menyampaikan perubahan
data tersebut kepada Bank Indonesia.
b. Cakupan Laporan
1) Laporan Rencana ULN, meliputi keterangan dan
data mengenai rencana ULN Jangka Panjang selama
1 (satu) tahun berjalan, baik berupa utang baru
maupun perpanjangan (rollover) utang lama
a) sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan; dan/atau
b) lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam)
bulan ke depan.
2) Laporan Perubahan Rencana ULN, meliputi
perubahan atas rencana ULN Jangka Panjang selama
1 (satu) tahun berjalan.
c. Kewajiban Penyampaian Laporan
1) Kewajiban penyampaian Laporan Rencana ULN
berlaku bagi:
a) Pelapor yang berencana untuk memperoleh ULN
Jangka Panjang baru selama 1 (satu) tahun
berjalan;
b) Pelapor yang berencana untuk memperpanjang
(rollover) ULN Jangka Panjang; dan/atau
92
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
c) Pelapor yang berencana memperpanjang ULN
Jangka Pendek menjadi Jangka Panjang.
2) Kewajiban penyampaian Laporan Perubahan Rencana
ULN berlaku bagi Pelapor yang akan mengubah
rencana ULN Jangka Panjang selama 1 (satu) tahun
berjalan.
d. Tata Cara Penyampaian Laporan
Penyampaian laporan dilakukan secara online melalui
website pelaporan kegiatan LLD yang dikelola oleh
Bank Indonesia dengan alamat
http://www.bi.go.id/lkpbuv2.
e. Batas Waktu Penyampaian Laporan
1) Laporan Rencana ULN disampaikan paling lambat
tanggal 15 Maret tahun berjalan.
2) Laporan Perubahan Rencana ULN disampaikan
paling lambat tanggal 1 Juli tahun berjalan.
f. Terlambat dan Tidak Menyampaikan Laporan
1) Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan
Laporan Rencana ULN apabila laporan disampaikan
melampaui batas waktu penyampaian laporan
sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan.
2) Pelapor dinyatakan tidak menyampaikan Laporan
Rencana ULN apabila laporan tidak disampaikan
sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan.
3) Dalam hal terdapat perubahan rencana ULN, Pelapor
dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan
Perubahan Rencana ULN apabila laporan disampaikan
melewati batas waktu penyampaian sampai dengan
akhir bulan yang bersangkutan.
4) Dalam hal terdapat perubahan rencana ULN, Pelapor
dinyatakan tidak menyampaikan Laporan Perubahan
Rencana ULN apabila laporan tidak disampaikan
sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan.
g. Keadaan Memaksa
1) Pelapor yang mengalami keadaan memaksa
sehingga menyebabkan keterangan dan data tidak
tersedia, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan
laporan untuk periode laporan pada saat keadaan
memaksa terjadi.
2) Pelapor yang mengalami keadaan memaksa sehingga
menyebabkan penyampaian laporan terhambat,
dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan
dalam batas waktu penyampaian laporan.
93
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
3) Pelapor wajib menyampaikan laporan setelah Pelapor
kembali melakukan kegiatan operasional secara
normal.
h. Tata Cara Pengenaan Sanksi
1) Pelapor yang terlambat menyampaikan laporan
dikenakan sanksi administratif berupa surat
peringatan dari Bank Indonesia.
2) Pelapor yang tidak menyampaikan laporandikenakan
sanksi administratif berupa surat peringatan dari
Bank Indonesia.
3) Pelapor yang tidak menyampaikan laporan sebanyak
2 (dua) kali atau lebih secara berturut-turut,
dikenakan sanksi administratif berupa:
a) Surat Peringatan dari Bank Indonesia; dan
b) Surat Pemberitahuan kepada otoritas atau
instansi yang berwenang.
i. Korespondensi dan Help Desk
Penyampaian surat menyurat dan komunikasi dengan
Bank Indonesia terkait pelaksanaan Surat Edaran Bank
Indonesia ini, serta pertanyaan yang berkaitan dengan
teknis dan cara pelaporan, data entry, serta materi
laporan ditujukan kepada:
Bank Indonesia
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan
Grup Pengelolaan dan Pengawasan Laporan 2
c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan Lalu Lintas
Devisa
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
j. Ketentuan Penutup
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku,
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/17/DInt tanggal
29 April 2013 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas
Devisa Berupa Rencana Utang Luar Negeri, Perubahan
Rencana Utang Luar Negeri, dan Informasi Keuangan,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
6 Maret 2015.
94
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
5.
17/5/DSta
Perihal
Perubahan Kelima atas
Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor
13/3/DPM tanggal 4
Februari 2011 perihal
Laporan Harian Bank
Umum
Ringkasan
1. Ketentuan ini terkait dengan perubahan laporan sebagai
tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia
No.17/2/PBI/2015 tanggal 26 Maret 2015 tentang Suku
Bunga Penawaran Antarbank
2. Secara umum, perubahan dilakukan terhadap Form 501:
Suku Bunga Penawaran dengan ruang lingkup sbb:
Item Perubahan
Sebelum
Setelah
Pelapor
Semua Bank
Hanya dilaporkan
oleh Bank
Kontributor JIBOR
Mata Uang
Rupiah dan US
Dollar
Rupiah
Batas waktu
penyampaian
Laporan
10:30
09:30
Batas waktu
penyampaian
koreksi online
10:45
09:45
Batas waktu
penyampaian
koreksi offline
11:00
09:45
Cakupan laporan
Offer rate
Offer rate dan
bid rate
3. Adapun penyesuaian terhadap spesifikasi laporan Form
501 adalah sbb:
a. Kolom Mata Uang hanya bisa diisi dengan IDR
b. Kolom Jam Kuotasi diubah menjadi Jenis Suku Bunga
yang hanya dapat diisi dengan 0001: offer rate dan
0002: bid rate
6.
17/6/DPM
Suku Bunga Penawaran
AntaBank
I. Latar belakang dan Tujuan
Dalam rangka memberikan pengaturan lebih lanjut atas
Peraturan Bank Indonesia No.17/2/PBI/2015 tentang Suku
Bunga Penawaran Antarbank, Bank Indonesia mengeluarkan
Surat Edaran Bank Indonesia tentang Suku Bunga Penawaran
Antarbank. Surat Edaran ini diharapkan dapat memberikan
informasi pembentukan Suku Bunga Penawaran Antarbank
yang transparan kepada perbankan pada khususnya dan
95
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
masyarakat luas pada umumnya, yang pada akhirnya
berkontribusi secara positif terhadap upaya pendalaman
pasar keuangan domestik melalui terciptanya suku bunga
referensi yang kredibel.
II. Materi Pengaturan
1. Suku Bunga Penawaran Antarbank yang diatur oleh
Bank Indonesia dalam Surat Edaran ini adalah Jakarta
Interbank Offered Rate (JIBOR).
2. Penetapan Bank Kontributor oleh Bank Indonesia
dilakukan berdasarkan kriteria keaktifan bank dalam
melakukan transaksi pinjaman tanpa agunan (unsecured)
di pasar uang antarbank, credit rating bank dan kriteria
lain yang ditetapkan berdasarkan kewenangan Bank
Indonesia.
3. Bank Indonesia melakukan review berkala terhadap
bank kontributor (daftar Bank Kontributor) 1 tahun
sekali. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia jugadapat
sewaktu-waktu melakukan review atas daftar Bank
Kontributortersebut.
4. Bank Kontributor menyampaikan suku bunga indikasi
yakni bid rate dan offer rate masing-masing untuk tenor
overnight, 1 minggu, 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12
bulan, dengan memperhatikan spread paling lebar
antara offer rate dan bid rate sebesar 10 basis points
(bps) untuk tenor overnight dan 1 minggu serta sebesar
20 bps untuk tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12
bulan.
5. Penetapan JIBOR menggunakan metode rata-rata
sederhana, setelah mengeluarkan 15% data tertinggi
dan 15% data terendah dari seluruh data offer rate
yang masuk.
6. Publikasi JIBOR beserta suku bunga indikasi individual
Bank Kontributor dilakukan melalui situs Bank Indonesia
setiap Hari Kerja pada pukul 10.00 WIB.
7. Bank kontributor wajib memenuhi permintaan transaksi
dari bank kontributor lain sepanjang memenuhi batasan
waktu dan batasan tertentu yakni terkait waktu
permintaan transaksi, tenor transaksi, nominal transaksi,
availability of fund dan credit limit.
8. Dalam hal bank kontributor terbukti tidak mempunyai
alasan yang kuat untuk menolak permintaan transaksi
dari bank kontributor lain maka Bank Indonesia
mengenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.
96
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
7.
17/7/DPM
Perubahan Ketiga Atas
Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor
10/16/DPM Tanggal 31
Maret 2008 Perihal Tata
Cara Penerbitan Sertifikat
Bank Indonesia Syariah
Melalui Lelang
Ringkasan
I. Latar Belakang
Penerbitan ketentuan ini dilakukan guna harmonisasi
ketentuan Operasi Moneter Syariah dan Operasi Moneter.
Surat Edaran Bank Indonesia ini diharapkan dapat
memberikan informasi terkait acuan penentuan tingkat
imbalan yang digunakan pada saat penerbitan SBIS.
II. Materi Pengaturan
1. Bank Indonesia dapat membayar imbalan SBIS milik
Bank Umum Syariah (BUS)/Unit Usaha Syariah (UUS)
pada saat SBIS jatuh waktu atau pada saat sebelum
jatuh waktu dalam hal BUS/UUS tidak dapat memenuhi
kewajiban repo SBIS.
2. Tingkat imbalan yang diberikan mengacu kepada tingkat
diskonto atau tingkat bunga hasil lelang transaksi OPT
dengan jangka waktu yang sama yang ditransaksikan
bersamaan dengan penerbitan SBIS.
3. Dalam hal pada saat yang bersamaan tidak terdapat
lelang transaksi Operasi Pasar Terbuka dengan jangka
waktu yang sama, tingkat imbalan yang diberikan
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 mengacu kepada
data terkini antara tingkat imbalan SBIS atau tingkat
diskonto atau tingkat bunga transaksi Operasi Pasar
Terbuka dengan jangka waktu yang sama.
8.
17/8/DPM
Perubahan atas Surat
Edaran Bank Indonesia
Nomor 16/23/DPM tanggal
24 Desember 2014 perihal
Operasi Pasar Terbuka
1. Surat Edaran Bank Indonesia ini merupakan penyempurnaan
atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal
24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka, yang
dilakukan dalam rangka meningkatkan governance
pelaksanaan Operasi Moneter antara lain melalui
pengembangan infrastruktur transaksi secara otomasi.
2. Bank Indonesia memberikan bunga atas Transaksi Term
Deposit valas. Term Deposit valas dapat dicairkan sebelum
tanggal jatuh waktu (early redemption) baik keseluruhan
atau sebagian serta dapat dialihkan menjadi transaksi swap
jual Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah Bank Indonesia.
3. Peserta OPT yang dapat mengikuti transaksi Term Deposit
valas adalah bank devisa, secara langsung atau melalui
Lembaga Perantara.
4. Pokok pengaturan terkait penyempurnaan ketentuan
transaksi Term Deposit Valas adalah sebagai berikut:
a. Dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
97
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
b. Persiapan pendaftaran untuk mengikuti lelang Term
Deposit Valas diatur sebagai berikut
1) Untuk Peserta OPT, menyampaikan surat
permohonan pendaftaran dengan informasi paling
kurang sebagai berikut:
a) nama Peserta OPT;
b) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID)
dalam hal Peserta OPT telah memiliki TCID; dan
c) dalam hal Peserta OPT memiliki rekening di Bank
Koresponden, menyampaikan:
(1) (satu) nama dan nomor rekening Peserta
OPT di bank koresponden; dan
(2) Bank Identifier Code (BIC) Peserta OPT.
d) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki rekening
di Bank Koresponden, menyampaikan:
(1) 1 (satu) nama dan nomor rekening bank
yang ditunjuk untuk keperluan setelmen;
dan
(2) BIC bank yang ditunjuk untuk keperluan
setelmen.
2) Untuk Lembaga Perantara, menyampaikan surat
permohonan pendaftaran dengan informasi paling
kurang sebagai berikut:
a) nama Lembaga Perantara; dan
b) 1 (satu) TCID dalam hal Pialang telah memiliki
TCID.
c. Bank Indonesia menyampaikan persetujuan pendaftaran
untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit valas
kepada Peserta OPT dan Lembaga Perantara, yang
memuat informasi antara lain sebagai berikut:
1) TCID dalam hal Peserta OPT dan/atau Lembaga
Perantara belum memiliki TCID;
2) kode individual page yang terdiri dari active page,
historical page, dan confirmation page pada sistem
otomasi lelang operasi moneter valas; dan
3) tanggal efektif untuk mengikuti lelang transaksi
Term Deposit valas.
d. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi
Term Deposit Valas paling lambat sebelum window
time (pukul 08.00 WIB s.d pukul 16.00 WIB atau waktu
lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia) melalui Sistem
LHBU dan/atau sarana komunikasi lainnya yang
digunakan Bank Indonesia.
98
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
e. Pengajuan penawaran melalui sarana dealing system
yang ditetapkan Bank Indonesia, yang memuat informasi
paling kurang sebagai berikut:
1) Lelang dengan metode harga tetap (fixed rate tender)
a) nama lelang (auction name);
b) penawaran nominal; dan
c) TCID Peserta OPT dalam hal Lembaga Perantara
mengajukan penawaran untuk dan atas nama
Peserta OPT.
2) Lelang dengan metode harga beragam (variable rate
tender)
a) nama lelang (auction name);
b) tingkat bunga;
c) penawaran nominal; dan
d) TCID Peserta OPT dalam hal Lembaga Perantara
mengajukan penawaran untuk dan atas nama
Peserta OPT.
f. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dapat mengajukan
koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam
window time transaksi, namun dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada Bank
Indonesia.
g. Koreksi dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Bank dapat mengajukan koreksi untuk informasi
penawaran selain informasi nama lelang (auction
name); dan/atau
2) Pialang dapat mengajukan koreksi untuk informasi
penawaran selain TCID Bank dan nama lelang
(auction name).
h. Pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit Valas
1) Seluruh Peserta OPT dan Lembaga Perantara, berupa:
nominal penawaran yang dimenangkan dan ratarata tertimbang tingkat bunga Term Deposit valas,
melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi
lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia.
2) Masing-masing pemenang, berupa:
jangka waktu, nilai nominal, tingkat bunga, dan
nominal bunga Term Deposit valas yang
dimenangkan, melalui sistem otomasi lelang operasi
moneter valas.
99
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
i. Setelmen transaksi Term Deposit valas dilakukan paling
lama 2 hari kerja setelah tanggal transaksi dengan cara
mentransfer kewajiban setelmen untuk setiap penawaran
atau sesuai dengan jumlah nominal yang dimenangkan
ke rekening Bank Indonesia di bank koresponden.
Jika Bank tidak mentransfer kewajiban setelmen maka
transaksi Term Deposit Valas Syariah dinyatakan batal
dan dikenakan sanksi. Bank menyampaikan konfirmasi
setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah melalui
SWIFT message format MT320 atau sarana lain kepada
Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan Devisa.
j. Peserta OPT dapat mengajukan early redemption Term
Deposit valas pada setiap hari kerja kecuali pada hari
pelaksanaan lelang Term Deposit valas dengan jangka
waktu melebihi overnight, baik keseluruhan atau
sebagian yang dilakukan untuk nominal penuh yang
tercantum dalam setiap deal ticket, paling cepat 3 hari
setelah setelmen transaksi melalui sarana dealing system
atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia.
Pengajuan early redemption disertai informasi reference
number dan informasi nama lelang (auction name)
pada saat pengajuan transaksi lelang Term Deposit valas.
k. Dalam hal terjadi kondisi tidak normal pada sistem
otomasi lelang operasi moneter valas, yang
mempengaruhi kelancaran pelaksanaan lelang transaksi
Term Deposit Valas, Bank Indonesia segera membatalkan
proses lelang transaksi Term Deposit Valas yang dilakukan
melalui sistem otomasi lelang operasi moneter valas.
Informasi pembatalan proses lelang disampaikan melalui
Sistem LHBU dan/atau sarana dealing system yang
ditetapkan Bank Indonesia. Bank Indonesia dapat kembali
membuka proses lelang transaksi Term Deposit Valas
yang dilakukan secara manual melalui sarana dealing
system yang ditetapkan Bank Indonesia.
l. Peserta Transaksi Term Deposit Valas dapat mengajukan
pengalihan Term Deposit Valas menjadi Swap melalui
sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia pada setiap hari kerja kecuali pada hari
pelaksanaan lelang Term Deposit Valas dengan jangka
waktu melebihi overnight.
100
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
9.
17/9/DPM
Perubahan atas Surat
Edaran Bank Indonesia
Nomor 16/13/DPM tanggal
24 Juli 2014 perihal Tata
Cara Penempatan
Berjangka (Term Deposit)
Syariah dalam Valuta Asing
1. Surat Edaran Bank Indonesia ini merupakan penyempurnaan
atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/13/DPM
tanggal 24 Juli 2014 perihal Tata Cara Penempatan
Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing, yang
dilakukan dalam rangka meningkatkan governance
pelaksanaan Operasi Moneter Syariah antara lain melalui
pengembangan infrastruktur transaksi secara otomasi.
2. Transaksi Term Deposit Valas Syariah merupakan penempatan
secara berjangka dana valuta asing dalam Dolar Amerika
Serikat milik Bank di Bank Indonesia dengan jangka waktu
paling singkat 1 hari dan paling lama 12 bulan yang
dinyatakan dalam hari yang dihitung setelah tanggal
setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu. Bank
Indonesia memberikan imbalan atas transaksi Term Deposit
Valas Syariah. Term Deposit Valas Syariah dapat dicairkan
sebelum tanggal jatuh waktu (early redemption) baik
keseluruhan atau sebagian.
3. Pokok pengaturan terkait perubahan ketentuan yang
mengatur mengenai transaksi Term Deposit Valas Syariah
adalah sebagai berikut:
a. Dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
b. Persiapan pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi
Term Deposit Valas Syariah diatur sebagai berikut:
1) Untuk Bank, menyampaikan surat permohonan
pendaftaran dengan informasi paling kurang sebagai
berikut:
a) nama Bank;
b) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID),
dalam hal Bank telah memiliki TCID;
c) dalam hal Bank memiliki rekening di bank
koresponden, menyampaikan:
(1) 1 (satu) nama dan nomor rekening Bank di
bank koresponden; dan
(2) Bank Identifier Code (BIC) Bank.
d) dalam hal Bank tidak memiliki rekening di bank
koresponden, menyampaikan:
(1) 1 (satu) nama dan nomor rekening bank
yang ditunjuk untuk keperluan setelmen;
dan
(2) BIC bank yang ditunjuk untuk keperluan
setelmen.
101
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
2) Untuk Pialang, menyampaikan surat permohonan
pendaftaran dengan informasi paling kurang sebagai
berikut:
a) nama Pialang; dan
b) 1 (satu) TCID dalam hal Pialang telah memiliki
TCID.
c. Bank Indonesia menyampaikan persetujuan pendaftaran
untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit Valas
Syariah kepada Bank dan Pialang melalui surat, yang
memuat informasi antara lain sebagai berikut:
1) TCID dalam hal Bank dan/atau Pialang belum
memiliki TCID;
2) kode individual page yang terdiri dari active page,
historical page, dan confirmation page pada sistem
otomasi lelang operasi moneter valas; dan
3) tanggal efektif untuk mengikuti lelang transaksi
Term Deposit Valas Syariah.
d. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan pada
hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan
rencana lelang transaksi diumumkan paling lambat
sebelum window time (pukul 08.00 WIB s.d pukul 16.00
WIB atau waktu lain yang ditetapkan Bank Indonesia)
melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lainnya
yang digunakan Bank Indonesia.
e. Pengajuan penawaran melalui sarana dealing system
yang ditetapkan Bank Indonesia, yang memuat informasi
paling kurang sebagai berikut:
1) nama lelang (auction name);
2) penawaran nominal; dan/atau
3) TCID Bank dalam hal Pialang mengajukan penawaran
atas nama Bank.
f. Bank dan Pialang dapat mengajukan koreksi untuk
setiap informasi penawaran yang diajukan dalam
window time transaksi, namun dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada Bank
Indonesia.
g. Koreksi dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Bank dapat mengajukan koreksi untuk informasi
penawaran selain informasi nama lelang (auction
name); dan/atau
102
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
2) Pialang dapat mengajukan koreksi untuk informasi
penawaran selain TCID Bank dan nama lelang
(auction name).
h. Pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit Valas
Syariah :
1) Seluruh Bank dan Pialang, berupa:
nominal penawaran yang dimenangkan dan tingkat
imbalan Term Deposit Valas Syariah, melalui Sistem
LHBU dan/atau sarana komunikasi lainnya yang
ditetapkan Bank Indonesia.
2) Masing-masing pemenang, berupa:
jangka waktu, nilai nominal, tingkat imbalan, dan
nominal imbalan Term Deposit Valas Syariah yang
dimenangkan, melalui sistem otomasi lelang operasi
moneter valas .
i. Setelmen transaksi Term Deposit valas dilakukan paling
lama 2 hari kerja setelah tanggal transaksi dengan cara
mentransfer kewajiban setelmen transaksi Term Deposit
Valas Syariah untuk setiap penawaran atau sesuai
dengan jumlah nominal yang dimenangkan ke rekening
Bank Indonesia di bank koresponden. Jika Bank tidak
mentransfer kewajiban setelmen maka transaksi Term
Deposit Valas Syariah dinyatakan batal dan dikenakan
sanksi. Bank menyampaikan konfirmasi setelmen
transaksi Term Deposit Valas Syariah melalui SWIFT
message format MT320 atau sarana lain kepada Bank
Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan Devisa.
j. Dalam hal terjadi kondisi tidak normal pada sistem
otomasi lelang operasi moneter valas, yang
mempengaruhi kelancaran pelaksanaan lelang transaksi
Term Deposit Valas Syariah, Bank Indonesia segera
membatalkan proses lelang transaksi Term Deposit
Valas Syariah yang dilakukan melalui sistem otomasi
lelang operasi moneter valas. Informasi pembatalan
proses lelang disampaikan melalui Sistem LHBU dan/atau
sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia.
Bank Indonesia dapat kembali membuka proses lelang
transaksi Term Deposit Valas Syariah yang dilakukan
secara manual melalui sarana dealing system yang
ditetapkan Bank Indonesia.
103
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
10.
17/10/DKMP
Pasar Uang Antarbank
Berdasarkan Prinsip Syariah
Ringkasan
I. Latar belakang dan Tujuan
Dalam rangka memberikan pengaturan lebih lanjut atas
Peraturan Bank Indonesia No.17/4/PBI/2015 tentang Pasar
Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Indonesia
mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia tentang Pasar
Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah. Surat Edaran
ini memberikan informasi antara lain mengenai tata cara
pengajuan usulan Instrumen PUAS, karakteristik dan
mekanisme transaksi surat berharga syariah (SBS) dengan
janji membeli kembali (repurchase agreement) berdasarkan
prinsip syariah (Transaksi Repo Syariah).
II. Materi Pengaturan
1. Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS)
dan Bank Umum Konvensional (BUK) dapat menjadi
peserta PUAS dan dapat melakukan transaksi langsung
atau menggunakan Perusahaan Pialang Pasar Uang.
2. Instrumen PUAS hanya dapat diterbitkan oleh BUS dan
UUS, sedangkan BUK hanya dapat melakukan
penanaman dana dan instrumen PUAS yang dapat
ditransaksikan oleh peserta PUAS adalah instrumen
yang telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
yang mengatur mengenai instrumen PUAS tersebut.
3. BUS dan UUS dapat mengajukan usulan Instrumen
PUAS baru kepada Bank Indonesia apabila telah
memperoleh fatwa dari Dewan Syariah Nasional. Apabila
disetujui oleh Bank Indonesia, maka Bank Indonesia
akan menerbitkan Surat Edaran Bank Indonesia.
4. Transaksi Repo Syariah wajib menggunakan Surat
Berharga Syariah (SBS), dan SBS yang hendak direpokan
wajib menggunakan mekanisme Transaksi Repo Syariah.
SBS dalam hal ini adalah SBS yang diterbitkan oleh
pemerintah atau korporasi.
5. Dalam hal peserta PUAS mentransaksikan Instrumen
PUAS yang belum diatur oleh Bank Indonesia, atau
peserta PUAS tidak menggunakan SBS dalam Transaksi
Repo Syariah, atau peserta PUAS merepokan SBS tidak
dengan mekanisme Transaksi Repo Syariah, maka Bank
Indonesia dapat mengenakan sanksi kepada peserta
PUAS.
104
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
11.
17/11/DKSP
Kewajiban Penggunaan
Rupiah di Wilayah Negara
Kesatuan Republik
Indonesia
1. Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) ini merupakan SEBI
No.17/ 11/DKSP tanggal 1 Juni 2015 perihal Kewajiban
Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2. SEBI ini diterbitkan dengan pertimbangan bahwa perlu
diatur ketentuan pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan
Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5683) dalam bentuk SEBI.
3. Kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia menganut asas teritorial. Setiap transaksi
yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, baik dilakukan oleh penduduk maupun bukan
penduduk, transaksi tunai maupun non tunai, sepanjang
dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
wajib menggunakan Rupiah.
4. Transaksi dan pembayaran merupakan satu kesatuan.
Terhadap transaksi yang dilakukan di Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia maka penerimaan
pembayarannya wajib dalam Rupiah.
5. Kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi
tidak berlaku bagi transaksi sebagai berikut:
a. transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja negara;
b. penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar
negeri yang dilakukan oleh para pihak yang salah
satunya berkedudukan di luar negeri;
c. transaksi perdagangan internasional;
d. simpanan di Bank dalam bentuk valuta asing seperti
tabungan valuta asing atau deposito valuta asing; atau
e. transaksi pembiayaan internasional yang dilakukan oleh
para pihak yang salah satunya berkedudukan di luar
negeri seperti pemberian kredit oleh Bank di luar negeri
kepada nasabah di Indonesia.
6. Kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi
tidak berlaku untuk transfer dana dalam valuta asing dari
individu di dalam negeri kepada pihak di luar negeri yang
tidak dimaksudkan sebagai pembayaran atau penyelesaian
kewajiban yang timbul dari transaksi di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
105
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
7. Kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi juga
tidak berlaku untuk transaksi dalam valuta asing yang
dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang yang
meliputi:
a. Kegiatan usaha dalam valuta asing yang dilakukan oleh
Bank berdasarkan Undang-Undang yang mengatur
mengenai perbankan dan perbankan syariah;
b. Transaksi di pasar perdana dan pasar sekunder atas
surat berharga dalam valuta asing yang diterbitkan
oleh Pemerintah berdasarkan Undang-Undang yang
mengatur mengenai surat utang negara dan surat
berharga syariah negara.
c. Transaksi lainnya dalam valuta asing yang dilakukan
berdasarkan Undang-Undang.
8. Setiap pihak dilarang menolak untuk menerima Rupiah
yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran
atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi
dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya
di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketentuan
dimaksud dikecualikan dalam hal:
a. terdapat keraguan atas keaslian Rupiah yang diterima
untuk transaksi tunai; atau
b. pembayaran atau penyelesaian kewajiban dalam valuta
asing telah diperjanjikan secara tertulis, yang dilakukan
untuk transaksi yang dikecualikan dan proyek
infrastruktur strategis dan mendapat persetujuan
pengecualian kewajiban penggunaan Rupiah dari Bank
Indonesia.
9. Dalam rangka mendukung pelaksanaan kewajiban
penggunaan Rupiah, pelaku usaha baik perseorangan
maupun korporasi wajib mencantumkan harga barang
dan/atau jasa hanya dalam Rupiah, dan dilarang
mencantumkan harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah
dan mata uang asing secara bersamaan (dual quotation).
10. Bank Indonesia berwenang untuk meminta laporan,
keterangan, dan/atau data kepada setiap pihak yang terkait
dengan pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah dan
kewajiban pencantuman harga barang dan/atau jasa dalam
Rupiah.
106
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
11. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap kepatuhan
setiap pihak dalam melaksanakan kewajiban penggunaan
Rupiah dan kewajiban pencantuman harga barang dan/atau
jasa dalam Rupiah, yang dilakukan secara langsung maupun
tidak langsung. Pengawasan secara langsung dilakukan
melalui pemeriksaan yang dapat dilakukan sewaktu-waktu
oleh Bank Indonesia. Pengawasan secara tidak langsung
dilakukan melalui kegiatan analisa dan evaluasi atas laporan
yang disampaikan oleh setiap pihak.
12. Dalam hal terdapat permasalahan bagi pelaku usaha dengan
karakteristik tertentu terkait pelaksanaan kewajiban
penggunaan Rupiah untuk transaksi non tunai, Bank
Indonesia dapat mengambil kebijakan tertentu dengan tetap
memperhatikan kewajiban penggunaan Rupiah. Dalam
menetapkan kebijakan tertentu dimaksud Bank Indonesia
mempertimbangkan antara lain kesiapan pelaku usaha,
kontinuitas kegiatan usaha, kegiatan investasi, dan /atau
kegiatan usaha yang memiliki dampak signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional, serta mempertimbangkan
pula kepatuhan pelaku usaha terhadap ketentuan Bank
Indonesia antara lain mengenai kewajiban penerimaan
devisa hasil ekspor, dan penerapan prinsip kehati-hatian
dalam pengelolaan utang luar negeri korporasi non Bank.
13. Penyampaian permohonan, penyampaian laporan, dan/atau
surat menyurat disampaikan dalam Bahasa Indonesia
kepada Bank Indonesia dengan alamat:
Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran
Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Gedung D lantai 5
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
Dalam hal terjadi perubahan alamat tersebut diatas, Bank
Indonesia akan memberitahukan melalui surat dan/atau
media lainnya.
14. Setiap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap
kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dikenakan sanksi, dengan ketentuan:
a. Terhadap pelanggaran atas kewajiban penggunaan
Rupiah untuk transaksi tunai dan/atau larangan menolak
Rupiah untuk transaksi tunai berlaku ketentuan pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
107
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
b. Penerapan sanksi terhadap pelanggaran atas kewajiban
penggunaan Rupiah untuk transaksi non tunai dikenakan
sanksi administratif berupa:
1) teguran tertulis;
2) kewajiban membayar, ditetapkan sebesar 1% (satu
persen) dari nilai transaksi, dengan jumlah kewajiban
membayar paling banyak sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); dan/atau
3) larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran.
c. Pelanggaran atas kewajiban pencantuman harga barang
dan/atau jasa dalam Rupiah dan kewajiban penyampaian
laporan, keterangan, dan/atau data dikenakan sanksi
administratif berupa teguran tertulis.
15. Terhadap perjanjian tertulis mengenai pembayaran atau
penyelesaian kewajiban dalam valuta asing yang dibuat
sebelum tanggal 1 Juli 2015 berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. Perjanjian tertulis meliputi perjanjian induk, perjanjian
turunan atau dokumen lainnya yang memuat mengenai
transaksi yang akan dilakukan para pihak
b. Perjanjian tertulis yang merupakan turunan atau
pelaksanaan dari perjanjian induk yang dibuat sejak
tanggal 1 Juli 2015 yang diperlakukan sebagai perjanjian
yang berdiri sendiri wajib tunduk pada ketentuan yang
mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Perpanjangan jangka waktu dan/atau perubahan atas
perjanjian tertulis yang dilakukan sejak tanggal 1 Juli
2015 wajib tunduk pada ketentuan yang mengatur
mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan
perjanjian tertulis tersebut antara lain perubahan
mengenai pihak dalam perjanjian, harga barang
dan/atau jasa, dan/atau obyek perjanjian.
16. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
1 Juni 2015.
108
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
12.
17/12/DPSP
Perubahan atas Surat
Edaran Bank Indonesia
Nomor 9/13/DASP tanggal
19 Juni 2007 perihal Daftar
Hitam Nasional Penarik Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong
Ringkasan
I. Latar Belakang
Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan kliring antar
Bank yang efisien, lancar, dan aman, Bank Indonesia
menyempurnakan penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI) antara lain dengan mengubah
layanan kliring warkat debit yang semula desentralisasi
menjadi sentralisasi. Dengan adanya penyempurnaan
tersebut perlu dilakukan perubahan Surat Edaran Bank
Indonesia (SEBI) No. 9/13/DASP tanggal 19 Juni 2007 perihal
Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong.
II. Materi Pengaturan
Perubahan pada SEBI ini dilakukan pada bab yang mengatur
mengenai:
1. mekanisme penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang
dilakukan Bank melalui kliring;
2. perubahan alamat korespondensi atas pendaftaran
Kantor Pusat Daftar Hitam Nasional dan permohonan
pembatalan penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro kosong
kepada:
Bank Indonesia
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
c.q. Divisi Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring
Gedung D Lantai 3
Jl. M. H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
3. perubahan rujukan pengaturan mengenai alasan
penolakan Bilyet Giro.
13.
17/13/DPSP
Penyelenggaraan Transfer
Dana dan Kliring Berjadwal
oleh Bank Indonesia
I. Latar Belakang
Surat Edaran Bank Indonesia No.17/13/DPSP tanggal 5 Juni
2015 perihal Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring
Berjadwal oleh Bank Indonesia yang selanjutnya disebut
SEBI Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal
diterbitkan sebagai aturan pelaksanaan atas Peraturan
Bank Indonesia No.17/9/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan
Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia.
SEBI perihal Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring
Berjadwal ini mencabut SEBI No.12/8/DPSP tanggal 24
Maret 2010 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
yang telah diubah dengan SEBI No.12/34/DPSP tanggal 22
Desember 2010.
109
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
II. Materi Pengaturan
1. Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal
adalah kegiatan dalam rangka memproses perhitungan
hak dan kewajiban antar Peserta yang setelmennya
dilakukan pada waktu tertentu.
2. Infrastruktur yang digunakan dalam penyelenggaraan
transfer dana dan kliring berjadwal adalah Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia atau disingkat SKNBI.
3. Penyelenggaraan SKNBI terdiri atas 4 (empat) layanan
yaitu:
a. Layanan Transfer Dana, yaitu layanan dalam SKNBI
yang memproses pemindahan sejumlah dana antar
Peserta dari 1 (satu) pengirim kepada 1 (satu)
penerima.
b. Layanan Kliring Warkat Debit, yaitu layanan dalam
SKNBI yang memproses penagihan sejumlah dana
yang dilakukan antar Pesertadari 1 (satu) pengirim
tagihan kepada 1 (satu) penerima tagihan, disertai
dengan fisik Warkat Debit.
c. Layanan Pembayaran Reguler, yaitu layanan dalam
SKNBI yang memproses pemindahan sejumlah dana
antar Peserta dari 1 (satu) atau beberapa pengirim
kepada 1 (satu) ataubeberapa penerima.
d. Layanan Penagihan Reguler, yaitu layanan dalam
SKNBI yang memproses penagihan sejumlah dana
antar Peserta dari 1 (satu) pengirim tagihan kepada
beberapa penerima tagihan.
4. SEBI Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring
Berjangka terdiri dari 19 (sembilan belas) bab dengan
pokok-pokok pengaturan antara lain sebagai berikut:
a. Penyelenggara
Dalam bab ini diatur mengenai organisasi dan tugas
penyelenggara transfer dana dan kliring berjadwal.
b. Kepesertaan
Dalam bab ini diatur mengenai persyaratan menjadi
Peserta SKNBI dan prosedur permohonan bagi Bank
dan Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank
menjadi Peserta SKNBI
c. Waktu Operasional SKNBI
Dalam bab ini diatur mengenai penetapan waktu
operasional SKNBI dan perubahan waktu operasional
SKNBI.
110
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
d. Prefund
Dalam bab ini diatur mengenai penyediaan,
penggunaan, dan pengembalian dana oleh Peserta
untuk memenuhi kewajiban dalam penyelenggaraan
SKNBI.
e. Layanan SKNBI
Dalam bab ini diatur megenai Layanan Transfer Dana,
Layanan Kliring Warkat Debit, Layanan Pembayaran
Reguler, dan Layanan Penagihan Reguler serta
tatacara operasional masing-masing layanan dalam
SKNBI dimaksud.
f. Penyediaan Informasi dalam Penyelenggaraan SKNBI
Dalam bab ini diatur mengenai fasilitas informasi
yang disediakan Penyelenggara kepada Peserta yaitu
berupa data hasil perhitungan Peserta dan data hasil
perhitungan secara agregat, untuk setiap layanan
dalam SKNBI.
g. Biaya dalam Penyelenggaraan SKNBI
Dalam bab ini diatur mengenai jenis dan besarnya
biaya dalam penyelenggaraan SKNBI yang dikenakan
Penyelenggara kepada Peserta, serta batas paling
tinggi biaya transaksi melalui SKNBI yang dapat
dikenakan oleh Peserta kepada nasabahnya.
h. Penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat
Dalam bab ini diatur mengenai prosedur penanganan
Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat
baik yang terjadi di Penyelenggara, maupun di Peserta
i. Pemantauan Kepatuhan
Dalam bab ini diatur mengenai metode pemantauan
dan tatacara pemantauan kepatuhan Peserta dan
Koordinator PWD Selain Bank Indonesia terhadap
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal.
5. Implementasi SKNBI dilakukan bertahap. Pada tahap awal
implementasi, penyelenggaraan SKNBI terbatas pada
Layanan Transfer Dana dan Layanan Kliring Warkat Debit
dan kepesertaan terbatas pada Bank. Pada tahap selanjutnya,
layanan SKNBI mencakup Layanan Pembayaran Reguler
dan Layanan Penagihan Reguler serta kepesertaan
mencakup Penyelenggara Transfer Dana selain Bank.
Implementasi tahap ini akan disampaikan melalui Surat
Edaran Bank Indonesia.
111
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
14.
17/14/DPSP
Perlindungan Nasabah
dalam Pelaksanaan Transfer
Dana dan Kliring Berjadwal
melalui Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia
1. Surat Edaran ini merupakan ketentuan pelaksanaan dari
Peraturan Bank Indonesia No.17/9/PBI/2015 tanggal 5 Juni
2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring
Berjadwal oleh Bank Indonesia.
2. Surat Edaran Bank Indonesia ini antara lain memuat materi
pengaturan mengenai:
a. tata cara pengisian perintah transfer dana dan perintah
transfer debit oleh nasabah Peserta yang akan
diperhitungkan dalam Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI).
b. tanggung jawab Peserta dalam meneruskan peritah
transfer dana dan perintah transfer debit dari nasabah
yang akan diperhitungkan dalam Layanan Transfer Dana,
Layanan Kliring Warkat Debit, Layanan Pembayaran
Reguler, dan Layanan Penagihan Reguler melalui SKNBI.
c. kewajiban Peserta pengirim untuk meneruskan perintah
transfer dana kepada Peserta penerima melalui Layanan
Transfer Dana paling lama 2 (dua) jam setelah Peserta
pengirim melakukan pengaksepan;
d. kewajiban Peserta penerima untuk meneruskan dana
kepada nasabah penerima paling lama 2 (dua) jam
setelah Penyelenggara melakukan Setelmen Dana pada
Layanan Transfer Dana;
e. kewajiban Peserta untuk melaksanakan perintah transfer
dana dan perintah transfer debit pada tanggal yang
sama dengan tanggal pengaksepan perintah transfer
dana dan perintah transfer debit dalam Layanan Kliring
Warkat Debit, Layanan Pembayaran Reguler, dan Layanan
Penagihan Reguler;
f. kewajiban pemberian jasa, bunga, atau kompensasi
kepada nasabah apabila peserta tidak dapat
melaksanakan perintah transfer dana dan/atau perintah
transfer debit sesuai dengan amanat dari nasabah dan
telah memenuhi persyaratan untuk dilakukan
pembayaran; dan
g. kewajiban Peserta untuk mengumumkan biaya dalam
penyelenggaraan SKNBI pada tempat yang mudah
dilihat oleh nasabah Peserta.
112
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
15.
17/15/DPM
Perihal
Perubahan Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor
16/14/DPM Perihal
Transaksi Valuta Asing
terhadap Rupiah antara
Bank dengan Pihak
Domestik
Ringkasan
I. Latar belakang dan Tujuan
Dalam rangka mendukung percepatan pendalaman pasar
valuta asing domestik, diperlukan peningkatan likuiditas
dan variasi instrumen di pasar keuangan, antara lain
instrumen derivatif valuta asing terhadap Rupiah.
Selanjutnya diharapkan pelaku pasar terdorong untuk
semakin baik dalam mengelola risiko, khususnya risiko
pasar, melalui instrumen derivatif valuta asing terhadap
Rupiah yang semakin berkembang di pasar. Pada akhirnya,
diharapkan tercapai efisiensi pasar valuta asing domestik
dan ketahanan yang tinggi terhadap gejolak.
II. Materi Pengaturan
1. Bank memiliki kewajiban untuk melakukan edukasi
tentang Transaksi Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah
kepada Pihak Asing antara lain dilakukan melalui
seminar, workshop, Focus Group Discussion (FGD), dan
kegiatan sejenis.
2. Larangan pemberian kredit atau pembiayaan dalam
valuta asing dan/atau Rupiah kepada Nasabah hanya
untuk kredit atau pembiayaan yang diberikan bank
secara khusus untuk membiayai kegiatan Transaksi
Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah Nasabah.
3. Pemberian kredit atau pembiayaan Bank dalam valuta
asing dan/atau dalam Rupiah untuk kegiatan
perdagangan dan investasi, dapat menjadi Underlying
Transaksi derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah dalam
rangka lindung nilai.
16.
17/16/DPM
Perubahan Surat Edaran
Bank Indonesia
No.16/15/DPM perihal
Transaksi Valuta Asing
terhadap Rupiah antara
Bank dengan Pihak Asing
I. Latar belakang dan Tujuan
Dalam rangka mendukung percepatan pendalaman pasar
valuta asing domestik, diperlukan peningkatan likuiditas
dan variasi instrumen di pasar keuangan, antara lain
instrumen derivatif valuta asing terhadap Rupiah.
Selanjutnya diharapkan pelaku pasar terdorong untuk
semakin baik dalam mengelola risiko, khususnya risiko
pasar, melalui instrumen derivatif valuta asing terhadap
Rupiah yang semakin berkembang di pasar. Pada akhirnya,
diharapkan tercapai efisiensi pasar valuta asing domestik
dan ketahanan yang tinggi terhadap gejolak.
113
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
II. Materi Pengaturan
1. Badan hukum asing yang dikecualikan dari pengaturan
transaksi valas terhadap Rupiah mencakup lembaga
multilateral yang bersifat nirlaba.
2. Bank memiliki kewajiban untuk melakukan edukasi
tentang Transaksi Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah
kepada Pihak Asing antara lain dilakukan melalui
seminar, workshop, Focus Group Discussion (FGD), dan
kegiatan sejenis.
3. Jangka waktu minimal transaksi derivatif diubah dari
sebelumnya minimal 1 minggu menjadi tidak diatur.
Selanjutnya terkait dengan jangka waktu maksimal
transaksi derivatif diatur paling lama sesuai dengan sisa
jangka waktu Underlying Transaksi.
4. Penyesuaian mengenai jenis dokumen Underlying
Transaksi.
17.
17/17/DKMP
Perhitungan Giro Wajib
Minimum Bank Umum
dalam Rupiah dan Valuta
Asing Bagi Bank Umum
Konvensional
1. Pokok-pokok pengaturan terdiri dari :
a. Tata cara perhitungan Giro Wajib Minimum (GWM)
Primer, GWM Sekunder, dan GWM Loan to Funding
Ratio (LFR).
b. Pemenuhan GWM bagi bank yang melakukan merger
atau konsolidasi, bank yang melakukan perubahan
kegiatan usaha menjadi bank umum syariah, dan bank
yang mendapatkan izin melakukan kegiatan usaha
dalam valuta asing.
c. Pelaporan surat berharga yang akan digunakan dalam
perhitungan LFR.
d. Tata cara pengenaan sanksi.
e. Korespondensi terkait GWM.
2. GWM Primer.
a. GWM Primer ditetapkan sebesar 8% dari DPK dalam
Rupiah.
b. Pemenuhan GWM Primer dihitung dengan
membandingkan saldo dapat rekening giro bank pada
BI setiap akhir hari dalam 1 masa laporan terhadap
rata-rata harian jumlah DPK dalam 1 masa laporan pada
2 masa laporan sebelumnya.
c. BI dapat memberikan kelonggaran GWM Primer sebesar
1% sehingga menjadi 7% untuk jangka waktu 1 tahun
kepada bank yang melakukan merger atau konsolidasi
berdasarkan permintaan bank yang disertai dengan
rekomendasi dari OJK.
114
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
3. GWM Sekunder.
a. GWM Sekunder ditetapkan sebesar 4% dari DPK dalam
Rupiah.
b. Pemenuhan GWM Sekunder dihitung dengan
membandingkan jumlah SBI, SDBI, SBN, dan/atau Excess
Reserve milik bank yang tercatat di BI setiap akhir hari
dalam 1 masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah
DPK dalam 1 masa laporan pada 2 masa laporan
sebelumnya.
c. SBI, SDBI, dan SBN adalah yang tercatat pada BI-SSSS,
Sub-rekening Investasi dan/atau Sub-rekening
Perdagangan/Aktif, tidak termasuk yang tercatat pada
rekening surat berharga sub-registry.
4. Loan to funding ratio (LFR).
a. Besaran dan parameter yang digunakan dalam
perhitungan GWM LFR ditetapkan sebagai berikut:
1) Batas bawah LFR Target sebesar 78%.
2) Batas atas LFR Target sebesar 92%.
3) KPMM Insentif sebesar 14%.
4) Parameter Disinsentif Bawah sebesar 0,1.
5) Parameter Disinsentif Atas sebesar 0,2.
b. LFR diperoleh dari rumus : Kredit/(DPK + Surat Berharga
Yang Diterbitkan Bank).
c. Sumber data perhitungan LFR :
1) Kredit dan DPK dalam perhitungan LFR diperoleh
dari neraca mingguan pada laporan Berkala Bank
Umum posisi 2 masa laporan sebelumnya.
2) Surat berharga yang diterbitkan bank diperoleh dari
laporan bank kepada BI.
d. Mulai 3 Agustus 2015, batas atas LFR bank dapat
menjadi sebesar 94% dalam hal bank memenuhi kriteria:
1) bank dapat memenuhi rasio kredit UMKM lebih
cepat dari target waktu tahapan pencapaian Rasio
Kredit UMKM sebagaimana ditetapkan dalam PBI
No. 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau
Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis
Dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah;
2) rasio NPL total kredit bank secara bruto (gross)<
5%; dan
3) rasio NPL kredit UMKM bank secara bruto (gross)<
5%.
e. Di lain pihak, mulai 1 Februari 2016 bank dapat
dikenakan pengurangan jasa giro dalam hal bank tidak
memenuhi kriteria sebagaimana huruf c, yaitu:
115
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
1) bank tidak dapat memenuhi rasio kredit UMKM
sebagaimana ditetapkan dalam PBI No.
14/22/PBI/2012;
2) rasio NPL total kredit bank secara bruto (gross) ≥
5%; atau
3) rasio NPL kredit UMKM bank secara bruto (gross)
≥ 5%.
f. Adapun besarnya pengurang jasa giro sebagai berikut:
1) Dalam hal yang tidak dipenuhi adalah rasio kredit
UMKM, maka pengurang jasa giro sebesar 0,5%
+ {0,1 x(rasio kredit UMKM yang ditetapkan - rasio
kredit UMKM bank)}.
2) Dalam hal rasio kredit UMKM dapat dipenuhi namun
rasio NPL total kredit dan/atau rasio NPL UMKM ≥
5%, maka pengurang jasa giro sebesar 0,5%.
g. Bank Indonesia dapat menetapkan untuk tidak
mengenakan pengurang jasa giro terhadap bank dalam
status pengawasan tertentu yang sedang dikenakan
pembatasan kegiatan usaha oleh OJK terkait dengan
penyaluran kredit UMKM, atas dasar permintaan OJK.
5. Pemenuhan GWM bagi bank yang melakukan merger atau
konsolidasi.
a. Sampai dengan 2 hari kerja sebelum tanggal efektif
bank merger atau konsolidasi, pemenuhan GWM
dihitung untuk masing-masing bank.
b. Mulai 1 hari kerja sebelum tanggal efektif bank merger
atau konsolidasi, pemenuhan GWM dihitung untuk
bank hasil merger atau konsolidasi dengan meggunakan
data sebagai berikut :
1) Pada 1 hari kerja sebelum merger, menggunakan
data gabungan bank yang melakukan merger atau
konsolidasi.
2) Mulai tanggal efektif merger atau konsolidasi,
menggunakan saldo giro bank hasil merger atau
konsolidasi dan data gabungan bank yang
melakukan merger atau konsolidasi, sampai
tersedianya data bank hasil merger atau konsolidasi.
3) Untuk data KPMM mulai 1 hari kerja sebelum tanggal
efektif merger atau konsolidasi menggunakan data
KPMM yang disampaikan oleh bank kepada BI yang
menghitung KPMM berdasarkan data gabungan
bank yang melakukan merger atau konsolidasi.
116
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
4) Data KPMM tersebut digunakan sampai tersedia
data KPMM sebagaimana pengaturan Pasal 14
dalam PBI No. 17/11/PBI/2015 tentang Perubahan
PBI No. 15/15/PBI/2015 tentang Giro Wajib Minimum
Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi
Bank Umum Konvensional.
6. Pemenuhan GWM bagi bank yang melakukan perubahan
kegiatan usaha menjadi bank umum syariah.
a. Sampai dengan 1 hari kerja sebelum bank melakukan
kegiatan usaha sebagai bank umum syariah, pemenuhan
GWM dihitung sebagaimana GWM bagi bank umum
konvensional.
b. Setelah bank melakukan kegiatan usaha sebagai bank
umum syariah, pemenuhan GWM dihitung sebagaimana
GWM bagi bank umum syariah dengan menggunakan
data ketika bank belum melaksanakan kegiatan usaha
sebagai bank umum syariah, sampai tersedianya data
bank sebagai bank umum syariah yaitu setelah 2 masa
Laporan Berkala Bank Umum.
7. Pemenuhan GWM bagi bank yang mendapatkan izin
melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
Perhitungan GWM dalam valuta asing untuk Bank yang
mendapatkan izin melakukan kegiatan usaha dalam valuta
asing berlaku sejak tersedianya data untuk dapat melakukan
perhitungan GWM dalam valuta asing, yaitu setelah 2 masa
Laporan Berkala Bank Umum.
8. Laporan surat berharga yang diterbitkan bank.
a. Surat berharga yang digunakan dalam perhitungan
LFR adalah surat berharga yang memenuhi kriteria :
1) diterbitkan bank dalam bentuk medium term notes
(MTN), floating rate notes (FRN), dan obligasi selain
obligasi subordinasi;
2) ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum
(public offering);
3) memiliki peringkat yang diterbitkan lembaga
pemeringkat dengan peringkat paling kurang setara
dengan peringkat investasi;
4) dimiliki bukan bank baik penduduk dan bukan
penduduk; dan
5) ditatausahakan di KSEI.
117
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
b. Bank menyampaikan informasi surat berharga yang
digunakan dalam perhitungan LFR dalam suatu laporan
kepada Bank Indonesia melalui sarana elektronik (email).
c. Periode laporan surat berharga diatur sebagai berikut:
1) Laporan wajib disampaikan paling lambat 10 hari
kerja pada bulan berikutnya setelah berakhirnya
bulan laporan.
2) Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan
setelah batas akhir penyampaian laporan sampai
dengan 5 hari kerja berikutnya.
3) Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan
apabila bank belum menyampaikan laporan setelah
batas waktu keterlambatan penyampaian laporan.
d. Dalam hal bank gagal menyampaikan laporan melalui
email, maka laporan disampaikan dalam bentuk hard
copy dan soft copy (CD) kepada Bank Indonesia dengan
tetap memperhatikan batas waktu laporan sebagaimana
huruf c.
e. Bank yang tidak menerbitkan surat berharga atau
menerbitkan surat berharga namun tidak memenuhi
kriteria pada huruf a tetap diwajibkan menyampaikan
laporan kepada BI berupa laporan nihil.
f. Laporan surat berharga pertama kali dilaporkan adalah
surat berharga posisi bulan Juni 2015 yang dilaporkan
pada bulan Juli 2015.
9. Sanksi
Bank yang melanggar :
a. kewajiban pemenuhan GWM dalam Rupiah;
b. kewajiban pemenuhan GWM dalam valuta asing;
dan/atau
c. kewajiban penyempaian laporan,
dikenakan sanksi teguran tertulis dan kewajiban membayar.
10. Korespondensi dengan BI
a. Pengajuan kelonggaran pemenuhan GWM Primer,
pemenuhan GWM LFR, dan permintaan untuk tidak
dikenakan pengurangan jasa giro diajukan kepada
Departemen Surveillance Sistem Keuangan.
b. Pemberitahuan bank tutup pada hari libur fakultatif
disampaikan kepada :
1) Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan,
bagi bank yang berkantor pusat di wilayan kerja
kantor pusat BI; atau
118
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
2) Kantor Perwakilan BI setempat, bagi bank yang
berkantor pusat selain di wilayan kerja kantor pusat
BI, dengan tembusan kepada Departemen
Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan.
c. Perhitungan KPMM bank hasil merger sebagaimana
butir 5.b.3) disampaikan kepada :
1) Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan,
bagi bank yang berkantor pusat di wilayan kerja
kantor pusat BI; atau
2) Kantor Perwakilan BI setempat, bagi bank yang
berkantor pusat selain di wilayan kerja kantor pusat
BI, dengan tembusan kepada Departemen
Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan.
18.
17/18/DKEM
Perubahan atas Surat
Edaran Nomor
16/24/DKEM tanggal 30
Desember 2014 perihal
Penerapan Prinsip Kehatihatian dalam Pengelolaan
Utang Luar Negeri
Korporasi Nonbank
Ketentuan ini merupakan perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014
perihal Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan
Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank.
I. Latar Belakang
1. Penyelarasan dengan ketentuan Kewajiban Penggunaan
Rupiah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (PBI
17/3/PBI/2015 dan SE No. 17/11/DKSP).
2. Mengakomodasi praktik kegiatan usaha yang umum
terkait kegiatan project financing dan struktur
kepemilikan usaha.
3. Pengkinian alamat korespondensi.
II. Pokok Perubahan
1. Penambahan pengaturan terkait Piutang Usaha: Piutang
usaha kepada Penduduk yang kontrak atau perjanjiannya
ditandatangani sejak tanggal 1 Juli 2015 dapat tetap
dihitung sebagai komponen Aset Valuta Asing sepanjang:
a. berkaitan dengan proyek infrastruktur strategis dan
mendapat persetujuan Bank Indonesia; atau
b. transaksi yang mendasarinya diperkenankan
dilakukan dalam Valuta Asing sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah
negara kesatuan Republik Indonesia.
119
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
No.
Peraturan
Perihal
Ringkasan
2. Penambahan pengaturan terkait Kewajiban Valuta
Asing:
Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu dapat
tidak diperhitungkan sebagai Kewajiban Valuta Asing
jika;
a. sedang dalam proses rollover, revolving, atau
refinancing, sepanjang transaksi yang mendasarinya
sesuai dengan ketentuan kewajiban penggunaan
Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia; dan/atau
b. merupakan Kewajiban Valuta Asing dalam rangka
project financing yang akan jatuh waktu sampai
dengan 6 (enam) bulan ke depan selama telah
dijamin oleh penarikan ULN Valuta Asing dimana
jadwal penarikan tersebut disesuaikan dengan
Kewajiban Valuta Asing yang harus dibayarkan dan
kegiatan transaksinya sesuai dengan ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban
penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
3. Memperjelas bahwa dalam hal Korporasi Nonbank yang
baru berdiri merupakan joint venture, maka pemenuhan
Peringkat Utang dapat menggunakan Peringkat Utang
pemegang saham terbesar yang memiliki hubungan
kepemilikan langsung (direct shareholders).
4. Pengkinian informasi korespondensi mengenai kegiatan
pengaturan yakni menjadi:
Bank Indonesia
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan
Grup Pengelolaan dan Pengawasan Laporan 2
c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan Lalu Lintas
Devisa
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16
Jl. MH. Thamrin No.2
Jakarta 10350
Telepon : 021-29817020, 021-29817022, 02129817023,
021-29817025, 021-29817029, 021-29817030,
021-29817042, 021-29817053, 021-29817063,
021-29817067
021-500131 (call center Bank Indonesia)
Faksimili : 021-3800134, 021-3501974
E-mail : [email protected]
120
Download