Model Pembelajaran Al-Qur`an untuk Meningkatkan Kualitas

advertisement
Model Pembelajaran Al-Qur’an untuk Meningkatkan Kualitas
Bacaan Siswa
(Studi Kasus di SMK Muhammadiyah Kartasura)
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan Islam (S.Pd.I.) pada Program Studi Pendidikan Agama Islam
(Tarbiyah)
Disusun oleh:
Tri Oktiana Endah Pratiwi
G000100165
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
ABSTRAK
Sebagai awal untuk mencetak generasi Islam yang berwawasan Qur’ani adalah
menanamkan kecintaan terhadap al-Qur’an. Salah satunya adalah perintah membaca alQur’an yang merupakan langkah awal bagi upaya pemahaman dan pegamalan isi
kandungan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Kebanyakan membaca al-Qur’an
cenderung hanya sekedar membaca, menghafal, tidak memahami masing-masing huruf.
Menyadari hal ini, banyak para pendidik Islam mencoba mencari cara baru yang lebih
efektif dan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan siswa dalam mengajarkan alQur’an. Cara ini salah satunya adalah dengan model guru asuh.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan model guru asuh untuk
meningkatkan kualitas bacaan siswa di SMK Muhammadiyah Kartasura serta
implementasi setelah penerapan model guru asuh.
Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, para guru, dan siswa-siswa SMK
Muhammadiyah Kartasura. Pengumpulan data dengan menggunakan metode observasi,
dokumentasi dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan : (1.a) Tujuan pembelajaran al-Qur’an model guru
asuh adalah target 3 tahun setelah siswa keluar atau lulus dari SMK Muhammadiyah
Kartasura tidak lagi buta huruf al-Qur’an dan mampu membaca al-Qur’an dengan tepat
dan lancar. (1.b) Guru yang membimbing baca al-Qur’an dalam model guru asuh tidak
hanya guru pendidikan agama Islam, tetapi semua guru diharuskan mampu membimbing
siswa membaca al-Qur’an (1.c) Penerapan model guru asuh dalam pembelarjaran alQur’an di SMK Muhammadiyah Kartasura dilakukan cukup intensif selama 3 kali dalam
seminngu di luar jam pelajaran yakni di jam-jam istirahat. Dan di laksanakan di luar
kelas. (1.d) Tekhnik yang digunakan dalam proses pembelajaran al-Qur’an model guru
asuh adalah siswa membaca sendiri jilid al-Qur’an atau iqra terlebih dahulu kemudian
jika bacaan mereka kurang benar, guru membenarkannya. Bagi yang belum mampu
membaca al-Qur’an sama sekali, guru membaca terlebih dahulu kemudian siswa
menirukan atau dengan istilah drill. (2) Implikasi setelah penerapan model guru asuh
dalam pembelajaran al-Qur’an di SMK Muhammadiyah Kartasura cukup membawa
pengaruh positif bagi siswa dan guru. Bagi siswa, adanya peningkatan bacaan al-Qur’an
mereka dan kedekatan emosional dengan guru. Bagi guru, model pembelajaran al-Qur’an
guru asuh bisa membuat para guru memahami karakter masing-masing siswanya. Model
ini cukup menunjukkan keefektifan dan keberhasilan. Ini bisa dibuktikan dari hasil
observasi di lapangan yang menunjukkan adanya hubungan positif antara guru dengan
siswa, dimana siswa aktif dan merasa senang dalam proses pembelajaran al-Quran model
guru asuh ini. Dari segi hasil, kualitas bacaan al-Qur’an siswa mengalami peningkatan.
Hal ini diperoleh dari hasil wawancara penulis dengan para guru dan siswa. Keefektifan
dan keberhasilan model guru asuh dalam pembelajaran al-Qur’an ini tidak lepas dari
faktor-faktor pendukung dan penghambat.
Key Word : Model, Pembelajaran, Al-Qur’an
Pendahuluan
Sungguhpun lautan dijadikan
tinta dan ranting-ranting dijadikan
pena, niscaya tidak akan cukup untuk
menuliskan ilmu Allah dan nikmat
yang diberikan-Nya kepada umat
manusia. Saat ini model dan metode
dalam pembelajaran al-Qur’an sangat
beragam. Dengan metode dan model
tersebut, anak didik sangat terbantu
dalam membaca al-Qur’an. Bahkan
banyak di antara anak-anak mampu
membacanya dengan fasih dan
mengetahui artinya, akan tetapi
kenapa kemampuan mereka yang
mereka miliki tidak tercermin dalam
kepribadian mereka? Tidak sedikit
keluhan orang tua maupun pendidik
tentang sikap anak-anak jaman
sekarang yang tidak sesuai dengan
pengetahuan yang selama ini mereka
miliki. Di samping itu masih terdapat
anak-anak remaja atau bahkan orang
tua yang belum bisa sama sekali
membaca al-Qur’an.
Berikut penulis paparkan
beberapa potongan kisah tentang
anak-anak remaja yang berada di
jalan kebaikan, tapi kmudian mereka
meninggalkannya, dan menodai
kebaikan tersebut. Ada orang tua
bercerita begini, “Dulu anakku rajin
ibadah, santun, dan disiplin dalam
menjaga shalat dan akhlaknya. Tapi
tidak disangka ia berubah. Ia tidak
mau lagi mengerjakan shalat,
enggan berpuasa, jarang berada di
rumah dan tidak mengindahkan
nasehat kami padanya. Bahkan,
terkadang ia berani bersuara
lantang dan mengeluarkan kata-kata
yang menyakitkan” (Fahd, 2009: 3).
Dari pengalaman penulis
sendiri, penulis berteman dengan
banyak perempuan yang dari segi
pakaiannya,
mereka
memakai
pakaian yang sesuai dengan syari’at,
ibadah mereka sangat bagus, sholat
tepat waktu, tilawatul qur’an tidak
pernah ketinggalan setiap harinya.
Tetapi yang membuat penulis merasa
janggal, di antara mereka masih ada
yang berbicara kasar, sehingga
membuat orang lain sakit hati. Selain
itu penulis menemukan di antara
mereka ada yang masih berbincangbincang mesra dengan seorang lakilaki lewat telepon. Penulis berusaha
memahami tingkah laku mereka.
Mereka
mempelajari
ajaran
seremonial agama dan tata caranya,
namun tidak mempelajari makna dan
substansinya. Akibatnya mereka
melakukan hal-hal di atas.
Masih banyak lagi kisah yang
serupa dengan kisah-kisah di atas.
Semua mengidentifikasikan satu
kesimpulan yang sama, yakni tidak
adanya ajaran agama dalam tataran
perilaku secara nyata, serta tidak
adanya norma dan nilai-nilai Islam
dalam alam pikir dan hati mereka.
Yang selama ini mereka pelajari dari
para pendidik hanya simbol dan
bentuk lahiriah saja.
Pintu pertama dari semua
kebaikan dan keutamaan adalah alQur’anul al-Karim. Al-Qur’an-lah
yang bisa membimbing kita kepada
Allah,
menaati-Nya
dan
mengabdikan
diri
kepada-Nya
dengan baik. Al-Qur’an adalah
firman Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW. Kepandaian
bangsa Arab, kaum kafir dan yang
lainnya, yang ingin membuat
tandingan al-Qur’an dibuat tidak
berkutik.
Al-Qur’an
adalah
kebanggan,
kehormatan
dan
kemuliaan kita. Dengan al-Qur’an,
Nabi Muhammad SAW dan orangorang yang mengikuti beliau bisa
merengkuh kejayaan sampai hari
pembalasan (Fahd, 2009: 8-12).
Perlu ditekankan bahwa yang
harus dilakukan untuk mencegah
remaja dari ketergelinciran dan
kesalahan adalah membaca dan
mempelajari kitab Allah SWT. Ia
adalah pegangan hidup dan undangundang untuk mengetahui apa yang
harus dilakukan manusia, bagaimana
ia harus melaksanakannya secara
konsisten. Shalat, yang menjadi
masalah
pertama
yang
akan
dipertanggungjawabkan di akhirat,
tidak sah kecuali dengan membaca
al-Qur’an al-Karim (Fahd, 2009: 12).
Selain itu, Allah akan
melimpahkan kebaikan kepada kita,
kaum muslimin, selagi kita tetap
tegak di atas petunjuk al-Qur’an alKarim dan menjalankan sunnah.
Nabi SAW bersabda:
‫ﻋﻦ ﻋﺜﻤﺎن رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻋﻦ اﻟﻨﱯ‬
‫ َﺧْﻴـُﺮُﻛ ْﻢ َﻣ ْﻦ ﺗَـ َﻌﻠﱠ َﻢ اﻟْ ُﻘْﺮآن‬: ‫م ﻗﺎل‬.‫ص‬
]‫َو َﻋﻠﱠ َﻤﻪُ [رواﻩ اﻟﺒﺨﺎري‬
Diriwayatkan dari Utsman ra
bahwa Nabi saw bersabda
:“sebaik-baik kalian adalah
orang yang mempelajari alQur’an dan mengajarkannya”.
(H.R.Bukhori no 5027).
Pada umumnya umat
muslim banyak yang mengetahui
ganjaran kebaikan membaca al-
Qur’an, Namun tak sedikit umat
Muslim yang belum mampu
membaca al-Qur’an dengan baik.
Bahkan, masih ada yang buta
mengenal huruf dalam kitabullah
ini. Sebuah penelitian tahun 1989
mengungkap, dari 160 juta
Muslim Indonesia, sebanyak 59
persennya masih buta huruf
Qur’an ( Rudi Agung, 2011: 505).
Tak
heran,
jarang
lantunan ayat al-Qur’an terdengar
dari balik tembok-tembok rumah
warga
selepas
maghrib.
Senandung yang terdengar justru
suara televisi, radio atau musikmusik. Sungguh ironi melihat
kenyataan ini. Al-Qur’an adalah
kitab suci umat muslim yang
menjadi pedoman hidup mereka.
Tetapi banyak umat muslim yang
belum mampu membacanya.
Bagaimana
mereka
bisa
berpedoman hidup dengan alQur’an, kalau membuka atau
membaca al-qur’an saja mereka
belum mampu.
Beruntung,
seiring
dengan fenomena itu, metodologi
dan pembelajaran al-qur’an di
kalangan umat Islam semakin
berkembang. Beragam metode
dan model bermunculan agar
proses belajar membaca al-qur’an
bisa dilakukan secara praktis,
efektif dan efisien.
Di sinilah peran pendidik
khususnya
pendidik
dalam
bidang agama Islam dibutuhkan
keseriusannya mendidik dan
mengawasi anak-anak didik
dalam mempelajari al-Qur’an.
Pada dasarnya al-Qur’an tidak
bisa dipelajari dengan cara
otodidak melainkan harus dilatih
dan diawasi oleh seorang yang
ahli dalam bidangnya.
SMK
Muhammadiyah
Kartasura
Membuat
sebuah
program pembelajaran al-Qur’an
untuk
siswa-siswinya
yang
belum mampu membaca alqur’an. Oleh kepala sekolah,
program ini diberi nama “ Model
Guru
Asuh”.
Model
pembelajaran ini tidak hanya
melibatkan guru agama Islam
tetapi semua guru ikut dilibatkan
dalam program ini. Model
pembelajaran ini menggunakan
sistem kelompok, dimana setiap
guru mengasuh 5-6 anak.
Tahapan pelaksanaannya adalah
anak-anak diharuskan belajar
terlebih dahulu di rumah masingmasing. Kemudian, ketika jadwal
pengasuhan, para guru mengecek
bacaan mereka dan memberikan
bimbingan membaca bacaan alqur’an secara benar. Selain
membimbing
membaca
alqur’an,
para
guru
juga
memberikan bimbingan praktik
ibadah shalat dan bimbingan
moral.
Berdasarkan uraian latar
belakang di atas mendorong
penulis
untuk
mengadakan
penelitian dengan judul : Model
Pembelajaran Al-qur’an untuk
meningkatkan kualitas bacaan
siswa. Studi kasus di SMK
Muhammdiyah Kartasura.
LANDASAN TEORI
A. Model
Qur’an
Pembelajaran
Al-
1. Model
Model dapat diartikan
sebagai
penyederhanaan
(simplikasi) sesuatu yang
kompleks
agar
mudah
dipahami. Model dapat pula
diartikan sebagai seperangkat
langkah atau prosedur secara
urut dalam mengerjakan
suatu tugas. Model dapat pula
diartikan sebagai representasi
grafik untuk menggambarkan
situasi kehidupan nyata atau
seperti
yang diharapkan
(Wahjudi, 2012 : 23).
Menurut Abuddin
Nata setidaknya ada 3
(tiga) macam model
pembelajaran
agar
pembelajaran
menjadi
menyenangkan
untuk
siswa.
Model-model
pembelajaran
tersebut
adalah:
1) Model
Teaching
Quantum
Quantum Teaching
adalah ilmu pengetahuan
dan metodologi yang
digunakan
dalam
rancangan, penyajian, dan
fasilitas supercamp yang
diciptakan
berdasarkan
teori-teori
pendidikan
seperti
Eccelerated
Learning
(Luzanov),
Muiltiple
Intellegence
(Gardner),
NeuroLinguistic Programming
(Ginder dan Bandler),
Experiental
Learning
(Jhonson and Jhonson),
and Elemen of Effective
Instruction (Hunter).
Selain itu, menurut
Nasution
(dalam
Abuddin, 2009: 231),
“Quantum
teaching
juga
dapat
diartikan
sebagai pendekatan pen
gajaran
untuk
membimbing
peserta
didik agar mau belajar.
Menjadikan
sebagai
kegiatan yang dibutuhkan
peserta didik. Di samping
itu untuk memotivasi,
menginspirasi
dan
membimbing guru agar
lebih efektif dan sukses
dalam
mengasup
pembelajaran
sehingga
lebih
menarik
dan
menyenangkan. Dengan
demikian,
diharapkan
akan terjadi lompatan
kemampuan peserta didik
setelah
mengikuti
kegiatan
pembelajaran
yang dilakukan”.
2) Model Problem Base
Learning (PBL)
Problem Base Learning
adalah salah satu model
pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik dengan
cara menghadapkan para
peserta didik tersebut dengan
berbagai
masalah
yang
dihadapi
dalam
kehidupannya. Dengan model
pembelajaran ini, peserta
didik dari sejak awal sudah
dihadapkan kepada berbagai
masalah kehidupan yang
mungkin akan ditemuinya
kelak pada saat mereka sudah
lulus dari bangku sekolah.
Model Kooperatif dan
Interaktif Learning
Model
pembelajaran
cooperative learning dan
interactive learning adalah
model pembelajaran yang
terjadi sebagai akibat dari
adanya
pendekatan
pembelajaran yang bersifat
kelompok. Pendekatan ini
merupakan konsekuensi logis
dari penerapan paradigma
baru dalam pendidikan yang
antara lain, bahwa pendidikan
di masa sekarang, bukanlah
lagi dilihat semata-mata
“mengisi air ke dalam gelas”
atau sekedar mengisi otak
anak dengan berbagai teori
atau
konsep
ilmu
pengetahuan,
melainkan
pengajaran
yang
lebih
bersifat
“menyalakan
cahaya”, yaitu mendorong,
menggerakkan,
dan
membimbing peserta didik
agar dapat mengembangkan
imaginasi dan inspirasinya
secara aktual.
Model
pembelajaran
dengan paradigma baru ini
menempatkan guru bukan
sebagai orang yang serba
tahu yang dengan otoritas
yang
dimilikinya
dapat
menuangkan berbagai ide dan
gagasan, melainkan hanya
sebagai salah satu sumber
informasi,
penggerak,
pendorong, dan pembimbing
agar peserta didik dengan
kemauannya sendiri dapat
melakukan
kegiatan
pembelajaran
yang
selanjutnya mengarah pada
terjadinya masyarakat belajar
(learning society) (Abuddin
Nata, 2009:231-257).
3) Model guru Asuh
Menurut
penjelasan
kepala SMK Muhammadiyah
Kartasura Bapak Haryanto,
maksud dari guru asuh dalam
model
pembelajaran
alQur’an adalah bimbingan
secara intensif yang diberikan
oleh Bapak atau Ibu guru
kepada
siswa
dalam
mengenal huruf al-Qur’an,
(Hijaiyah), makhorijul huruf
dan
cara
atau
kaidah
membacanya (tajwid).
Sedangkan
definisi
bimbingan menurut Stoops
(dalam
Djumhur&Surya,
1995: 25) adalah suatu proses
yang terus-menerus dalam
membantu
perkembangan
individu untuk mencapai
kemampuannya
secara
maksimal
dalam
mengarahkan manfaat yang
sebesar-besarnya baik bagi
dirinya maupun masyarakat.
b. Pembelajaran Al-Qur’an
Al-Qur’an
menurut
bahasa ialah bacaan atau
yang
dibaca.
Al-Qur’an
adalah
mashdar
yang
diartikan dengan arti isim
maf’ul yaitu maqru yang
artinya dibaca. Sedangkan
menurut istilah ahli agama
(‘urf syara’) ialah nama bagi
kalamullah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad
Saw yang ditulis dalam
mushaf (Hasbi, 1994: 1-2).
Menurut Fetullah, alQur’an adalah sebuah kitab
suci Allah yang telah Dia
Swt.benamkan di dalam
kalbu Rasul-Nya Muhammad
Saw.
untuk
memberi
petunjuk kepada manusia,
dan seluruh alam semesta ini,
agar
berjalan
menurut
hukum-hukumNya. Sehingga
dengan bimbingan al-Qur’an,
manusia ada yang memilih
kebinasaan, dan ada pula
yang meraih hidup bahagia
bersamanya ( Fetullah, 2011:
7 ).
Sedangkan
menurut
Qurays Shihab, al-Qur’an
secara harfiah berarti “bacaan
sempurna” merupakan suatu
nama pilihan Allah yang
sungguh tepat, karena tiada
suatu bacaan pun sejak
manusia mengenal tulis-baca
lima ribu tahun yang lalu
yang dapat menandingi alQur’an al-karim, bacaan
sempurna lagi mulia itu
(Quraish Shihab, 1996:3).
Dari
pengertianpengertian al-Qur’an di atas
dapat dijelaskan bahwa alQur’an
adalah
bacaan
sempurna lagi mulia yang
diturunkan Allah Swt. kepada
Nabi Muhammad Saw. untuk
membimbing manusia ke
jalan yang benar.
Dengan
demikian
pembelajaran
al-Qur’an
adalah proses pendidik dalam
mengajarkan
dan
membimbing
al-Qur’an
kepada peserta didik agar
mampu memilih jalan yang
benar.
Membaca al-Qur’an tentu
saja amalan yang sangat
utama, apalagi di bulan
Ramadhan yang merupakan
bulan diturunkannya alQur’an. Selain menambah
perbendaharaan pahala kita,
membaca al-Qur’an juga
menjadi hiburan batiniah
tersendiri
yang
sangat
mengasyikkan. Bacaan ayatayat suci yang mengalir
lancar dari bibir seakan
mengantarkan perbincangan
kita dengan sang khaliq.
Namun
sayangnya,
seiring perkembangan zaman,
ketika pengajian al-Qur’an di
kota besar tak lagi sesemarak
dulu, lancar dan fasih
membaca al-Qur’an bukan
lagi
keterampilan
yang
mudah
ditemukan
pada
generasi muda Islam. Bahkan
maraknya
pertumbuhan
Taman Pendidikan al-Qur’an
dan
berbagai
metode
pengajaran kilat al-Qur’an tak
mampu
mengimbangi
derasnya
gelombang
modernisasi dan Westernisasi
budaya.
Mempelajari
al-Qur’an
termasuk cara membacanya
memang
tak
semudah
membalikkan telapak tangan.
Untuk mendapatkan hasil
yang diharapkan, dibutuhkan
seorang guru khusus yang
benar-benar
mempunyai
kemampuan dan otoritas
(ijazah)
pengajaran
alQur’an.
Sebab
proses
pembelajaran
al-Qur’an
menyaratkan adanya talaqqi
(pertemuan guru – murid
secara
langsung)
dalam
prosesnya.
Sebab para ulama ahlul
Qur’an
meyakini,
satusatunya orang yang bisa
membaca al-Qur’an dengan
fasih dan memahami isinya
dengan
benar
adalah
Rasulullah
Saw
yang
mendapat
pengajaran
langsung dari malaikat Jibril.
Sementara tingkat kebenaran
bacaan orang-orang selain
Rasulullah paling bagus
hanya mendekati kefasihan
beliau
saja.
Itu
pun
jumlahnya tidak banyak.
Pengakuan akan ketepatan
cara membaca al-qur’an
tersebut harus mendapat
pengakuan dari Rasulullah
Saw.
Itulah sebabnya, meski
pada
zaman
Rasulullah
banyak sahabat yang hafal alQur’an,
tetapi
hanya
beberapa orang saja yang
mendapat mandat untuk
mengajarkan
al-Qur’an.
Artinya hanya mereka inilah
yang bacaan al-Qur’annya
diakui
nyaris
sempurna
sehingga layak mengajari
orang lain.
Demikian pula pada
generasi berikutnya yang
belajar langsung kepada
Sahabat Nabi. Meskipun
jumlah murid mereka dari
kalangan
tabiin
cukup
banyak,
namun
hanya
sebagian kecil saja yang
diberi otoritas (ijazah) untuk
mengajarkan cara membaca
al-Qur’an.
Demikian
seterusnya pada generasi
tabiut tabiin dan generasigenerasi sesudahnya hingga
zaman modern yang terus
menjaga
ketersambungan
silsilah sanadnya. Mereka
inilah yang biasa disebut
ulama ahlul Qur’an.
Bagaimana
dengan
murid-murid lain yang juga
menyelesaikan pelajarannya,
namun
tidak
sampai
mendapat ijazah pengajaran
al-Qur’an. Tentu saja mereka
tetap
boleh
menularkan
ilmunya, meski tentu nilai
keberkahannya tidak sama
dengan yang mendapat ijazah
pengajaran al-Qur’an. Paling
tidak, dari mereka bisa
dipelajari cara membaca alQuran dengan benar, karena
mereka juga mendapatkannya
dari guru-guru yang Memiliki
ijazah pengajaran.
Di Indonesia sendiri saat
ini berdiri puluhan ribu
tempat pengajaran al-Qur’an.
Namun hanya sebagian saja
yang benar-benar memiliki
ijazah pengajaran al-Qur’an.
Sebagian lagi tidak memiliki
ijazah, namun pernah belajar
kepada ulama yang memiliki
otoritas pengajaran al-Qur’an.
Ada juga yang dengan niat
baik, membuka pengajaran
al-Qur’an,
meski
tidak
memiliki ijazah dan tidak
juga pernah berguru kepada
orang Yang mempunyai
ijazah.
Tempat-tempat
pengajaran al-Qur’an, dan
jaringannya, yang memiliki
ijazah
sanad
al-Qur’an
biasanya berupa pesantren
tahfizhul
Qur’an
(penghafalan al-Qur’an). Dan
uniknya
hampir
semua
pesantren al-Qur’an tersebut
saling memiliki keterkaitan
guru murid. Sebab menurut
sejarahnya, seluruh tradisi
penghafalan al-Qur’an di
pesantren-pesantren
tradisional di nusantara ini
hanya memang bermuara
kepada beberapa nama.
K.H.
Drs.
Muntaha
Azhari, pembantu rektor III
Institut Perguruan Tinggi
Ilmu-ilmu Al-qur’an (PTIQ)
Jakarta,
yang
pernah
melakukan penelitian dalam
bidang tersebut menyebutkan
nama Mbah Kiai Moenauwir
Krapyak
(Yogyakarta),
Syaikh Dimyathi Tremas
(Pacitan – Jawa Timur) dan
Syaikh
As’ad
Makassar
sebagai tiga dari beberapa
tokoh
pembawa
tradisi
penghafalan
al-qur’an
sekaligus memiliki sanad
bersambung
hingga
Rasulullah. Dari ulama ahlul
Qur’an
tersebutlah
kebanyakan sanad pesantren
al-Qur’an modern bermuara
(Http://sebagian
sejarah.
pengajaran
Alqur’an.Adib.blogspot.com).
B. Usaha meningkatkan kualitas
Bacaan Al-Qur’an
1. Kompetensi
untuk
meningkatkan
kualitas
pembelajaran al-Qur’an.
Salah satu kewajiban guru
adalah meningkatkan kualitas
hasil kerjanya. Berbagai cara
dapat dilakukan utuk itu, di
antaranya adalah meningkatkan
kualitas bahan ajar yang dalam
hal ini sangat berhubungan
dengan sejauh mana guru
menguasai bahan ajar yang
diajarkannya. Kemampuan dan
kemauan untuk terus-menerus
meningkatkan mutu keahlian
mata pelajaran yang diajarkan,
akan meningkatkan salah satu
bagian dari kurikulum, yaitu
unsur bahan ajar (Soekartawi
dkk, 1995 : 22).
Sebagai
pelaksana
kurikulum, maka para guru
dituntut
untuk
memiliki
kemampuan
(kompetensi)
tertentu. Mereka tidak saja harus
ahli
dalam
bidang
yang
diajarkannya, tetapi juga dalam
proses
mengajarkan
bidang
keahlian tersebut. Raka Joni
(dalam Soekartawi dkk, 1995:
23)
menggambarkan
profil
kompetensi seorang pendidik
atau guru yang terdiri dari 5
komponen yaitu :
a). Kompetensi pertama
seorang guru sebagai
tenaga
pengajar
adalah
penguasaan
bahan ajar, termasuk
memahami
bagian
yang sesuai dengan
tujuan kurikulum dan
bahan mana yang
harus diberikan pada
siswanya.
b).
Kompetensi
penguasaan
teori
kependidikan
yang
berupa
prinsip,
strategi dan teknikteknik
keguruan
kependidikan.
Sebagaimana
kawasan
kegiatan
profesional yang lain,
profesi
tenaga
pengajar
membutuhkan
dukungan keilmuan
tertentu.
c). Kompetensi berupa
kemampuan
merancang program
pengajaran,
baik
untuk
sajian
keseluruhan
bahan
ajaran dalam satu
semester, dalam satu
mata kuliah, ataupun
dalam satu topik
bahasan.
d). Kompetensi berupa
kemampuan
dalam
mengadakan
penyesuaianpenyesuaian sesaat di
dalam
pengelolaan
kegiatan
belajar
mengajar.
e). Kompetensi berupa
kemampuan
menguasai
sikap,
nilai dan kepribadian
yang
menunjang
penyikapan
serta
pelaksanaan
tugastugas
sebagai
pendidik.
Siswa
belajar dari gurunya
bukan saja dari apa
yang secara langsung
diajarkan. Tetapi juga
dari sikap, nilai dan
kepribadian gurunya,
yang terlibat saat
yang
bersangkutan
melaksanakan proses
belajar mengajar.
Bila
guru
sudah
mempunyai kompetensi untuk
mengembangkan kualitas PBM,
maka ia akan mampu pula
merancang, menyajikan dan
mengevaluasi pengajarannya.
2. Cara Menguasai Bacaan AlQur’an
(As-Suyuthi, 2008:4004001), menurutnya ada tiga cara
untuk menguasai bacaan alQur’an,
a. Tahqiq,
yaitu
memberikan kepada
setiap huruf hakhaknya,
seperti
menyempurnakan
mad,
membaca
hamzah
dengan
tahqiq,
menyempurnakan
harakat, berpedoman
kepada bacaan dengan
idzhar dan tasydid,
menjelaskan
hurufhuruf dan memilahmilahnya
serta
mengeluarkan
dari
tempatnya
dengan
sakt,tartil, pelan-pelan
dan memperhatikan
waqaf-waqaf
yang
boleh,
tanpa
mengurangi
dan
menyembunyikan,
tanpa
memberikan
sukun kepada huruf
yang berharakat dan
tanpa meng-idgham-
kannya. Ini untuk
melatih lidah dan
menyempurnakan
huruf-huruf.
Membaca al-Qur’an
dengan
cara
ini
dianjurkan
untuk
digunakan
para
pelajar,
tanpa
melebihi
batas,
misalnya
dengan
mengeluarkan huruf
dari
harakat,
membaca taqrir pada
ra’, membaca dengan
harakat pada hurufhuruf yang dibaca
sukun, dan membaca
ghunnah
dengan
berlebih-lebihan.
Seperti
yang
dikatakan
Hamzah
kepada
seseorang
yang
membaca
dengan
belebihlebihan,
“Apakah
kamu
tidak
mengetahui bahwa di
atas sesuatu yang
lebih putih adalah
lepra dan berlebihlebihan
keriting
adalah menjadi awutawutan serta berlebihlebihan dalam cara
membaca
adalah
bukan
bacaan”.Membaca
dengan cara ini adalah
madzhab Hamzah dan
Warasy.
b. Hadar, yaitu dengan
mempercepat bacaan
dan meringankannya
dengan cara qashr dan
sukun,
mengganti
harakat, idgham yang
besar, meringankan
bacaan hamzah, dan
lainnya
yang
berpedoman kepada
riwayat-riwayat yang
shahih
dengan
memperhatikan
kebaikan i’rab dan
penyempurnaan
lafadz,
menyempurnakan
huruf-huruf
tanpa
memotong
bacaam
mad,
dan
menghilangkan
bacaan harakat dan
suara ghunnah serta
berlebih-lebihan
sampai menyebabkan
bacaan itu tidak sah
dan
tidak
dapat
disebut
sebagai
tilawah. Membaca alqur’an dengan cara ini
adalah madzhab Ibnu
Katsir dan Abu Ja’far
serta
termasuk
membaca
dengan
qashr
pada
mad
munfashil seperti Abu
Amru dan Ya’qub.
c. Tadwir,
yaitu
pertengahan
antara
dua keadaan, inilah
yang
diriwayatkan
dari
kebanyakan
imam qira’ah dari
mereka
yang
membaca dengan mad
pada mad munfashil
dan tidak mencapai
derajat
penyempurnaan.
Inilah madzhab para
imam qira’ah yang
lain dan inilah yang
dipilih
oleh
kebanyakan
para
pembaca.
METODE PENELITIAN
A.
1.
Metode Penelitian
Jenis
dan
pendekatan
penelitian
Jenis penelitian yang
penulis
gunakan
adalah
penelitian lapangan dengan
pendekatan kualitatif, karena
dalam penelitian ini berusaha
menelaah kejadian sosial
dalam
suasana
yang
berlangsung secara alamiah.
2. Subyek
Penelitian
yang
dimaksud dalam penelitian
ini :
a. Kepala
SMK
Muhammadiyah
Kartasura adalah sebagai
sumber data yang utama
dalam mengungkap data
yang diperlukan dalam
penelitian, tentang sejarah
perkembangan, struktur
organisasi, kondisi dan
situasi secara umum serta
sarpras yang tersedia.
b. Guru-guru yang terlibat
dalam
pelaksanaan
program pembelajaran alQur’an “Guru Asuh” di
SMK
Muhammadiyah
Kartasura,
faktor
pendukung
dan
penghambat
serta
mekanisme
pelaksanaannya.
c. Peserta
didik
SMK
Muhammadiyah
Kartasura. Peserta didik
SMK
Muhmmadiyah
Kartasura
merupakan
sumber informasi yang
pokok, sebab sangat
terkait langsung dengan
hasil yang dicapai setelah
menerapkan
model
pembelajaran al-Qur’an
“Guru Asuh”.
B. Tekhnik Pengumpulan Data
Tekhnik dan instrumen
merupakan cara dan alat yang
digunakan
dalam
mengumpulkan data sebagai
salah satu bagian penting
dalam penelitian (Mahmud,
2011:
165).
Tekhnik
pengumpulan data penelitian
yang
terkait
dengan
pengumpulan data yang
digunakan adalah:
a. observasi
Observasi
atau
pengamatan merupakan
suatu tekhnik atau cara
mengumpulkan
data
dengan jalan mengadakan
pengamatan
terhadap
kegiatan yang sedang
berlangsung
(Nana
Syaodih, 2009: 220).
Metode observasi
ini
digunakan
untuk
mendapatkan data secara
langsung terhadap model
pembelajaran Alqur’an di
SMK
Muhammadiyah
Kartasura (Amirul Hadi,
1998: 129).
b. Wawancara
Wawancara atau
interview
merupakan
salah satu bentuk tekhnik
pengumpulan data yang
banyak digunakan dalam
penelitian
deskriptif
kualitatif dan deskriptif
kuantitatif. Wawancara
dilaksanakan secara lisan
dalam pertemuan tatap
muka secara individual
(Nana Syaodih, 2009:
216).
c. Dokumentasi
Dokumentasi
adalah
tekhnik
pengumpulan data yang
tidak langsung ditujukan
pada subyek penelitian,
tetapi melaui dokumen.
Seperti yang diterangkan
sedarmayanti
yang
dikutip oleh Mahmud,
“pernyataan tertulis yang
disusun oleh seseorang
atau
lembaga
untuk
keperluan pengujian suatu
peristiwa, dan berguna
bagi sumber data, bukti,
informasi
kealamiahan
yang sukar diperoleh,
sukar ditemukan, dan
membuka
kesempatan
untuk lebih memperluas
pengetahuan
terhadap
sesuatu yang diselidiki”
(sedarmayanti, 2002: 86)
C. Analisis Data
Setelah data terkumpul,
langkah selanjutnya adalah
mengolah, menganalisa serta
mengambil kesimpulan dari
data yang terkumpul. Tujuan
analisa data dalam penelitian
itu
adalah
untuk
memfokuskan dan membatasi
penemuan-penemuan
sehingga menjadi data yang
teratur dan tersusun secara
rapi dan berarti.
Metode yang digunakan
dalam menganalisis data
yaitu bersifat kualitatif yang
digambarkan dengan katakata atau kalimat yang
dipisahkan menurut kategori
untuk
memperoleh
kesimpulan. Dalam konteks
ini penulis mendiskripsikan
secara kualitatif gambaran
umum tentang pembelajaran
al-Qur’an
di
SMK
Muhammadiyah Kartasura.
HASIL PENELITIAN
(1.a) Tujuan pembelajaran al-Qur’an
model guru asuh adalah target
3 tahun setelah siswa keluar
atau
lulus
dari
SMK
Muhammadiyah
Kartasura
tidak lagi buta huruf al-Qur’an
dan mampu membaca alQur’an dengan tepat dan
lancar.
(1.b) Guru yang membimbing baca
al-Qur’an dalam model guru
asuh tidak hanya guru
pendidikan agama Islam,
tetapi semua guru diharuskan
mampu membimbing siswa
membaca al-Qur’an.
(1.c) Penerapan model guru asuh
dalam
pembelarjaran
alQur’an
di
SMK
Muhammadiyah
Kartasura
dilakukan
cukup
intensif
selama 3 kali dalam seminngu
di luar jam pelajaran yakni di
jam-jam istirahat. Dan di
laksanakan di luar kelas.
(1.d) Tekhnik yang digunakan
dalam proses pembelajaran
al-Qur’an model guru asuh
adalah
siswa
membaca
sendiri jilid al-Qur’an atau
iqra
terlebih
dahulu
kemudian
jika
bacaan
mereka kurang benar, guru
membenarkannya. Bagi yang
belum mampu membaca alQur’an sama sekali, guru
membaca terlebih dahulu
kemudian siswa menirukan
atau dengan istilah drill.
(2) Implikasi setelah penerapan
model guru asuh dalam
pembelajaran al-Qur’an di
SMK
Muhammadiyah
Kartasura cukup membawa
pengaruh positif bagi siswa
dan guru. Bagi siswa, adanya
peningkatan bacaan al-Qur’an
mereka
dan
kedekatan
emosional dengan guru. Bagi
guru, model pembelajaran alQur’an guru asuh bisa
membuat
para
guru
memahami karakter masingmasing siswanya.
Model
ini
cukup
menunjukkan keefektifan dan
keberhasilan.
Ini
bisa
dibuktikan dari hasil observasi
di
lapangan
yang
menunjukkan
adanya
hubungan positif antara guru
dengan siswa, dimana siswa
aktif dan merasa senang dalam
proses pembelajaran al-Quran
model guru asuh ini. Dari segi
hasil, kualitas bacaan alQur’an siswa mengalami
peningkatan. Hal ini diperoleh
dari hasil wawancara penulis
dengan para guru dan siswa.
Keefektifan dan keberhasilan
model guru asuh dalam
pembelajaran al-Qur’an ini
tidak lepas dari faktor-faktor
pendukung dan penghambat.
SIMPULAN
1. Mekanisme pembelajaran
al-Qur’an
di
SMK
Muhammadiyah
Kartasura menggunakan
model guru asuh tidak
terlepas dari komponenkomponen.
Adapun
proses pembelajarannya
adalah :
a. Tujuan
dari
penggunaan
model
guru asuh dalam
pembelajaran
alQur’an
di
SMK
Muhammadiyah
Kartasura
adalah
target 3 tahun setelah
lulus
dari
SMK
Muhammadiyah
Kartasura siswa tidak
lagi buta huruf alQur’an dan mampu
membaca al-Qur’an
dengan benar dan
lancar. Selain itu
dengan model guru
asuh ini
timbul
hubungan yang positif
yang antara guru
dengan siswa. Guru
dengan siswa menjadi
semakin akrab dan
guru
mampu
memahami
kemampuan masingmasing
siswa.
Demikian
juga
dengan siswa, mereka
cukup rajin mengikuti
bimbingan al-Qur’an.
b. Pelaksanaan
pembelajaran
alQur’an model guru
asuh
dilaksanakan
minimal 3 kali dalam
seminggu di jam-jam
istirahat.
c. Metode
dalam
pelaksanaan
pembelajaran
alQur’an model guru
asuh ini adalah siswa
diharuskan
belajar
membaca al-Qur’an
atau iqro’ terlebih
dahulu di rumah.
Kemudian
ketika
waktu
bimbingan,
guru
mengecek
bacaan al-Qur’an atau
iqra’ masing-masing
siswa
dengan
meminta
siswa
membaca ulang alQur’an atau iqra’nya.
Jika bacaan al-Qur’an
atau
iqra’
siswa
kurang benar, guru
membenarkannya.
d. Selain membimbing
al-Qur’an, guru juga
memberikan tausiah
dan motivasi kepada
siswa.
e. Hasil
pembelajaran
al-Qur’an ini dicatat
di
buku
prestasi
siswa.
Buku
ini
digunakan
untuk
mengetahui
sampai
sejauh mana tingkat
perkembangan
kemampuan
siswa
dalam membaca alQur’an.
2. Implikasi
setelah
penerapan model guru
asuh dalam pembelajaran
al-Qur’an
di
SMK
Muhammadiyah
Kartasura adalah adanya
peningkatan bacaan alQur’an siswa dan adanya
hubungan yang positif
antara siswa dengan guru.
Siswa juga termotivasi
untuk belajar al-Qur’an
sendiri di rumah masingmasing. Sedangkan bagi
guru, para guru merasa
cukup
puas
dengan
melihat
peningkatan
bacaan al-Qur’an siswa
meskipun
belum
sempurna.
Dengan
demikian
para
guru
mempunyai
motivasi
untuk
melaksanakan
pembelajaran al-Qur’an
model guru asuh ini
dengan tekhnik yang
lebih baik.
Menurut
penulis
pembelajaran al-Qur’an
dengan model guru asuh
di SMK Muhammadiyah
Kartasura menunjukkan
keberhasilan
(cukup
efektif).
Ini
terbukti
dengan adanya hasil yang
dicapai, yaitu dari segi
proses dan segi hasil.
a. Pembelajaran
alQur’an dengan model
guru asuh dikatakan
berhasil
(cukup
efektif) dari segi
proses, dilihat dari
pengamatan
di
lapangan bahwasanya
ada hubungan yang
positif dan interaksi
yang aktif di antara
guru dengan siswa..
b. Keberhasilan dilihat
dari segi hasil terbukti
dari hasil wawancara
penulis dengan guru
dan siswa, bahwa
dengan
adanya
pembelajaran
alQur’an model guru
asuh ini, kemampuan
siswa membaca alQur’an atau iqra’
mengalami
peningkatan.
Siswa
yang
sebelumnya
sama sekali buta huruf
al-Qur’an, sekarang
sudah
mampu
membaca iqra’ antara
jilid 2 sampai jilid 3.
Siswa yang sudah
pada tingkat iqra’,
sekarang
sudah
mampu pada tingkat
al-Qur’an. Siswa yang
sudah
mampu
membaca al-Qur’an
tetapi belum benar
bacaannya,
sudah
mampu membaca alQur’an dengan tajwid.
Di
samping
itu
hubungan
guru
dengan siswa menjadi
dekat. Padahal, model
guru asuh ini baru
diterapkan
selama
kurang lebih 5 bulan.
Dengan melihat latar
belakang siswa SMK
Muhammadiyah
Kartasura yang ratarata
kemampuan
membaca
al-
Qur’annya
sangat
rendah
disertai
perilaku mereka yang
cukup sulit diatur,
membuat para guru
cukup bekerja keras
membimbing
siswanya
membaca
al-Qur’an. Kerja keras
para guru ini cukup
membuahkan hasil.
3. Keberhasilan model guru
asuh dalam pembelajaran
al-Qur’an
di
SMK
Muhammadiyah
Kartasura tidak terlepas
dari faktor penghambat
dan
pendukung
keberhasilannya. Masalah
waktu yang relatif sedikit
dan tidak hadirnya siswa
dalam bimbingan menjadi
faktor penghambat dalam
pelaksanaan
model
pemblajaran
al-Qur’an
guru asuh ini. Di samping
itu minat siswa untuk
belajar membaca alqur’an, kerja sama antara
guru dengan siswa serta
lokasi yang dijadikan
tempat untuk bimbingan
al-Qur’an
merupakan
faktor-faktor
yang
mendukung keefektifan
model guru asuh ini.
.
SARAN
1. Bagi Kepala Sekolah
a. Mengusahakan
penambahan
jam
pembelajaran al-Qur’an.
b. Melakukan pembenahan
dan pengelolaan kegiatan
pembelajaran al-Qur’an
model guru asuh dimana
selama
penulis
melakukan
penelitian,
tidak mudah melacak
dokumentasi
kegiatan
pembelajaran al-Qur’an
model guru asuh. Dalam
hal ini, tata administrasi
lebih ditertibkan untuk
pengumpulan dokumen
agar
perkembangan
pendidikan
dan
pengajaran dapat dibaca.
2. Bagi para guru
a. Hendaknya para guru
konsisten dengan tugas
yang telah diberikan
sesuai dengan jadwal
pengajaran.
b. Para guru senantiasa
bersifat
sabar
dan
bijaksana
dalam
pembelajaran al-Qur’an
model guru asuh terutama
memahami kondisi dan
kemampuan siswa.
c. Hendaknya para guru
menerangkan
kepada
siswa tentang kandungan
al-Qur’an dan keutamaankeutamaan membaca alQur’an, karena al-Qur’an
tidak
hanya
sekedar
dibaca, namun harus
dihayati dan diamalkan.
d. Bagi guru yang belum
menguasai bacaan alQur’an,
hendaknya
senantiasa belajar dan
memperbaiki bacaannya
agar mampu maksimal
mengajarkan al-Qur’an
kepada siswa.
3. Bagi siswa
a. Hendaknya
memulai
bimbingan tepat pada
waktunya.
b. Sebaiknya
sebelum
memulai
bimbingan,
terlebih
dahulu
menentukan apa yang
dapat diselesaikan dalam
kurun waktu tertentu,
sebelum mengaji pada
guru
pada
waktu
menunggu giliran belajar
secara individu.
c. Hendaknya
bersabar
ketika mempelajari huruf
perhuruf dalam bacaan alQur’an baik dari segi
makhorijul huruf, shifatul
huruf maupun bacaan
tajwidnya.
d. Hendaknya
menyadari
tujuan
awal
bahwa
membaca
al-Qur’an
dengan baik dan benar
adalah menjaga kesucian
dan kemurnian al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Rudi. 2011. Varian
Metode Belajar Baca Alqur’an. Bandung : Majalah
UMMI.
Ash Shiddieqy, M. Hasbi. 1994.
Sejarah dan Ilmu Pengantar
Ilmu Al-qur’an.Jakarta : Bulan
Bintang.
As-Suyuthi, Jalaludin. 2008.
Studi Al-qur’an Komprehensif.
Surakarta : Indiva Pustaka
Ats-Tsuwaini,
Muhammad
Fahd. 2009. 10 Metode Efektif
agar Anak Mencintai Al-qur’an.
Yogyakarta : Al-Ajda.
Az-Zabidi. 2002. Ringkasan
Hadis Shahih Bukhari. Jakarta :
Pustaka Amani.
Djumur&Moh.Surya.
1995.
Bimbingan dan Penyuluhan di
Sekolah. Bandung : CV Ilmu.
Faisal,
Sanapiah.
1982.
Metodologi
Penelitian
Pendidikan. Surabaya : Usaha
Nasional.
Hadi, Amirul. 1998. Metode
Penelitian Pendidikan. Bandung
: Pustaka Setia.
Mahmud.
2011.
Metode
Penelitian
Pendidikan.
Bandung : Pustaka Setia.
Muslim, Romdhoni. 2004. Ilmu
Tajwid. Jakarta : Nur Insani.
Nata, Abuddin. 2009. Perspektif
Islam
tentang
Strategi
Pembelajaran.
Jakarta
:
Kencana Prenada Media Group.
Nata, Abuddin. 1993. Al-qur’an
dan Hadits. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada.
Rahmany, M Ikhsan. 2010.
Penerapan metode “Karimah”
dalam pembelajaran Al-qur’an
di Pusat Pendidikan Al-qur’an
Al-Mahir
Colomadu
Karanganyar Tahun 2010. Solo
: UMS.
Ramayulis.
2006.
Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta :
Kalam Mulia.
Saprun.
2009.
Penerapan
Metode
Al-Baraqy
dalam
Pembelajaran Al-Qur’an Bagi
Siswa Kelas III, IV Dan V
Sekolah Dasar Muhammadiyah
Kayen Condongcatur Depok
Sleman Yogyakarta Tahun
Ajaran 2008/2009. Solo : UM
Shihab,
Quraish.
1996.
Wawasan Al-qur’an. Bandung :
penerbit Mizan.
Soekartawi dkk. Meningkatkan
Rancangan
Instruksional
(Instruksional Design) Untuk
Memperbaiki Kualitas Belajar
Mengajar. 1995. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada.
Sukmadinata, Nana Syaodih.
20089.
Metode
Penelitian
Pendidikan.
Bandung
:
Rosdakarya.
Sudjana, Nana. 1990. TeoriTeori
Belajar
Untuk
Pengajaran. Jakarta : Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Suyono&Hariyanto.
2011.
Belajar dan Pembelajaran.
Bandung
:
PT
Remaja
Rosdakarya.
Taufiq,
Muhammad.
2009.
Penerapan
Model
Pembelajaran Klasikal Dalam
Pengajaran
Membaca
AlQur’an
(Studi
Di
SMP
Muhammadiyah 8 Surakarta
Tahun Ajaran 2009/2010. Solo :
UMS.
Risalah
Surakarta
Tahun
pelaajaran 2011-2012. UMS.
Tomo, Shindu. 2012. Penerapan
metode murottal berirama
dalam pelajaran membaca alqur’an kelas 2 di SD IT Ar-
Http://adip.com.//sebagian
sejarah-pengajaran al-Qur’an.
Diakses tanggal 15 April 2013
Jam 16.30 WIB.
Download