Model Pembelajaran Al-Qur’an untuk Meningkatkan Kualitas Bacaan Siswa (Studi Kasus di SMK Muhammadiyah Kartasura) NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.) pada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Disusun oleh: Tri Oktiana Endah Pratiwi G000100165 FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013 ABSTRAK Sebagai awal untuk mencetak generasi Islam yang berwawasan Qur’ani adalah menanamkan kecintaan terhadap al-Qur’an. Salah satunya adalah perintah membaca alQur’an yang merupakan langkah awal bagi upaya pemahaman dan pegamalan isi kandungan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Kebanyakan membaca al-Qur’an cenderung hanya sekedar membaca, menghafal, tidak memahami masing-masing huruf. Menyadari hal ini, banyak para pendidik Islam mencoba mencari cara baru yang lebih efektif dan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan siswa dalam mengajarkan alQur’an. Cara ini salah satunya adalah dengan model guru asuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan model guru asuh untuk meningkatkan kualitas bacaan siswa di SMK Muhammadiyah Kartasura serta implementasi setelah penerapan model guru asuh. Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, para guru, dan siswa-siswa SMK Muhammadiyah Kartasura. Pengumpulan data dengan menggunakan metode observasi, dokumentasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan : (1.a) Tujuan pembelajaran al-Qur’an model guru asuh adalah target 3 tahun setelah siswa keluar atau lulus dari SMK Muhammadiyah Kartasura tidak lagi buta huruf al-Qur’an dan mampu membaca al-Qur’an dengan tepat dan lancar. (1.b) Guru yang membimbing baca al-Qur’an dalam model guru asuh tidak hanya guru pendidikan agama Islam, tetapi semua guru diharuskan mampu membimbing siswa membaca al-Qur’an (1.c) Penerapan model guru asuh dalam pembelarjaran alQur’an di SMK Muhammadiyah Kartasura dilakukan cukup intensif selama 3 kali dalam seminngu di luar jam pelajaran yakni di jam-jam istirahat. Dan di laksanakan di luar kelas. (1.d) Tekhnik yang digunakan dalam proses pembelajaran al-Qur’an model guru asuh adalah siswa membaca sendiri jilid al-Qur’an atau iqra terlebih dahulu kemudian jika bacaan mereka kurang benar, guru membenarkannya. Bagi yang belum mampu membaca al-Qur’an sama sekali, guru membaca terlebih dahulu kemudian siswa menirukan atau dengan istilah drill. (2) Implikasi setelah penerapan model guru asuh dalam pembelajaran al-Qur’an di SMK Muhammadiyah Kartasura cukup membawa pengaruh positif bagi siswa dan guru. Bagi siswa, adanya peningkatan bacaan al-Qur’an mereka dan kedekatan emosional dengan guru. Bagi guru, model pembelajaran al-Qur’an guru asuh bisa membuat para guru memahami karakter masing-masing siswanya. Model ini cukup menunjukkan keefektifan dan keberhasilan. Ini bisa dibuktikan dari hasil observasi di lapangan yang menunjukkan adanya hubungan positif antara guru dengan siswa, dimana siswa aktif dan merasa senang dalam proses pembelajaran al-Quran model guru asuh ini. Dari segi hasil, kualitas bacaan al-Qur’an siswa mengalami peningkatan. Hal ini diperoleh dari hasil wawancara penulis dengan para guru dan siswa. Keefektifan dan keberhasilan model guru asuh dalam pembelajaran al-Qur’an ini tidak lepas dari faktor-faktor pendukung dan penghambat. Key Word : Model, Pembelajaran, Al-Qur’an Pendahuluan Sungguhpun lautan dijadikan tinta dan ranting-ranting dijadikan pena, niscaya tidak akan cukup untuk menuliskan ilmu Allah dan nikmat yang diberikan-Nya kepada umat manusia. Saat ini model dan metode dalam pembelajaran al-Qur’an sangat beragam. Dengan metode dan model tersebut, anak didik sangat terbantu dalam membaca al-Qur’an. Bahkan banyak di antara anak-anak mampu membacanya dengan fasih dan mengetahui artinya, akan tetapi kenapa kemampuan mereka yang mereka miliki tidak tercermin dalam kepribadian mereka? Tidak sedikit keluhan orang tua maupun pendidik tentang sikap anak-anak jaman sekarang yang tidak sesuai dengan pengetahuan yang selama ini mereka miliki. Di samping itu masih terdapat anak-anak remaja atau bahkan orang tua yang belum bisa sama sekali membaca al-Qur’an. Berikut penulis paparkan beberapa potongan kisah tentang anak-anak remaja yang berada di jalan kebaikan, tapi kmudian mereka meninggalkannya, dan menodai kebaikan tersebut. Ada orang tua bercerita begini, “Dulu anakku rajin ibadah, santun, dan disiplin dalam menjaga shalat dan akhlaknya. Tapi tidak disangka ia berubah. Ia tidak mau lagi mengerjakan shalat, enggan berpuasa, jarang berada di rumah dan tidak mengindahkan nasehat kami padanya. Bahkan, terkadang ia berani bersuara lantang dan mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan” (Fahd, 2009: 3). Dari pengalaman penulis sendiri, penulis berteman dengan banyak perempuan yang dari segi pakaiannya, mereka memakai pakaian yang sesuai dengan syari’at, ibadah mereka sangat bagus, sholat tepat waktu, tilawatul qur’an tidak pernah ketinggalan setiap harinya. Tetapi yang membuat penulis merasa janggal, di antara mereka masih ada yang berbicara kasar, sehingga membuat orang lain sakit hati. Selain itu penulis menemukan di antara mereka ada yang masih berbincangbincang mesra dengan seorang lakilaki lewat telepon. Penulis berusaha memahami tingkah laku mereka. Mereka mempelajari ajaran seremonial agama dan tata caranya, namun tidak mempelajari makna dan substansinya. Akibatnya mereka melakukan hal-hal di atas. Masih banyak lagi kisah yang serupa dengan kisah-kisah di atas. Semua mengidentifikasikan satu kesimpulan yang sama, yakni tidak adanya ajaran agama dalam tataran perilaku secara nyata, serta tidak adanya norma dan nilai-nilai Islam dalam alam pikir dan hati mereka. Yang selama ini mereka pelajari dari para pendidik hanya simbol dan bentuk lahiriah saja. Pintu pertama dari semua kebaikan dan keutamaan adalah alQur’anul al-Karim. Al-Qur’an-lah yang bisa membimbing kita kepada Allah, menaati-Nya dan mengabdikan diri kepada-Nya dengan baik. Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Kepandaian bangsa Arab, kaum kafir dan yang lainnya, yang ingin membuat tandingan al-Qur’an dibuat tidak berkutik. Al-Qur’an adalah kebanggan, kehormatan dan kemuliaan kita. Dengan al-Qur’an, Nabi Muhammad SAW dan orangorang yang mengikuti beliau bisa merengkuh kejayaan sampai hari pembalasan (Fahd, 2009: 8-12). Perlu ditekankan bahwa yang harus dilakukan untuk mencegah remaja dari ketergelinciran dan kesalahan adalah membaca dan mempelajari kitab Allah SWT. Ia adalah pegangan hidup dan undangundang untuk mengetahui apa yang harus dilakukan manusia, bagaimana ia harus melaksanakannya secara konsisten. Shalat, yang menjadi masalah pertama yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat, tidak sah kecuali dengan membaca al-Qur’an al-Karim (Fahd, 2009: 12). Selain itu, Allah akan melimpahkan kebaikan kepada kita, kaum muslimin, selagi kita tetap tegak di atas petunjuk al-Qur’an alKarim dan menjalankan sunnah. Nabi SAW bersabda: ﻋﻦ ﻋﺜﻤﺎن رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻋﻦ اﻟﻨﱯ َﺧْﻴـُﺮُﻛ ْﻢ َﻣ ْﻦ ﺗَـ َﻌﻠﱠ َﻢ اﻟْ ُﻘْﺮآن: م ﻗﺎل.ص ]َو َﻋﻠﱠ َﻤﻪُ [رواﻩ اﻟﺒﺨﺎري Diriwayatkan dari Utsman ra bahwa Nabi saw bersabda :“sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari alQur’an dan mengajarkannya”. (H.R.Bukhori no 5027). Pada umumnya umat muslim banyak yang mengetahui ganjaran kebaikan membaca al- Qur’an, Namun tak sedikit umat Muslim yang belum mampu membaca al-Qur’an dengan baik. Bahkan, masih ada yang buta mengenal huruf dalam kitabullah ini. Sebuah penelitian tahun 1989 mengungkap, dari 160 juta Muslim Indonesia, sebanyak 59 persennya masih buta huruf Qur’an ( Rudi Agung, 2011: 505). Tak heran, jarang lantunan ayat al-Qur’an terdengar dari balik tembok-tembok rumah warga selepas maghrib. Senandung yang terdengar justru suara televisi, radio atau musikmusik. Sungguh ironi melihat kenyataan ini. Al-Qur’an adalah kitab suci umat muslim yang menjadi pedoman hidup mereka. Tetapi banyak umat muslim yang belum mampu membacanya. Bagaimana mereka bisa berpedoman hidup dengan alQur’an, kalau membuka atau membaca al-qur’an saja mereka belum mampu. Beruntung, seiring dengan fenomena itu, metodologi dan pembelajaran al-qur’an di kalangan umat Islam semakin berkembang. Beragam metode dan model bermunculan agar proses belajar membaca al-qur’an bisa dilakukan secara praktis, efektif dan efisien. Di sinilah peran pendidik khususnya pendidik dalam bidang agama Islam dibutuhkan keseriusannya mendidik dan mengawasi anak-anak didik dalam mempelajari al-Qur’an. Pada dasarnya al-Qur’an tidak bisa dipelajari dengan cara otodidak melainkan harus dilatih dan diawasi oleh seorang yang ahli dalam bidangnya. SMK Muhammadiyah Kartasura Membuat sebuah program pembelajaran al-Qur’an untuk siswa-siswinya yang belum mampu membaca alqur’an. Oleh kepala sekolah, program ini diberi nama “ Model Guru Asuh”. Model pembelajaran ini tidak hanya melibatkan guru agama Islam tetapi semua guru ikut dilibatkan dalam program ini. Model pembelajaran ini menggunakan sistem kelompok, dimana setiap guru mengasuh 5-6 anak. Tahapan pelaksanaannya adalah anak-anak diharuskan belajar terlebih dahulu di rumah masingmasing. Kemudian, ketika jadwal pengasuhan, para guru mengecek bacaan mereka dan memberikan bimbingan membaca bacaan alqur’an secara benar. Selain membimbing membaca alqur’an, para guru juga memberikan bimbingan praktik ibadah shalat dan bimbingan moral. Berdasarkan uraian latar belakang di atas mendorong penulis untuk mengadakan penelitian dengan judul : Model Pembelajaran Al-qur’an untuk meningkatkan kualitas bacaan siswa. Studi kasus di SMK Muhammdiyah Kartasura. LANDASAN TEORI A. Model Qur’an Pembelajaran Al- 1. Model Model dapat diartikan sebagai penyederhanaan (simplikasi) sesuatu yang kompleks agar mudah dipahami. Model dapat pula diartikan sebagai seperangkat langkah atau prosedur secara urut dalam mengerjakan suatu tugas. Model dapat pula diartikan sebagai representasi grafik untuk menggambarkan situasi kehidupan nyata atau seperti yang diharapkan (Wahjudi, 2012 : 23). Menurut Abuddin Nata setidaknya ada 3 (tiga) macam model pembelajaran agar pembelajaran menjadi menyenangkan untuk siswa. Model-model pembelajaran tersebut adalah: 1) Model Teaching Quantum Quantum Teaching adalah ilmu pengetahuan dan metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian, dan fasilitas supercamp yang diciptakan berdasarkan teori-teori pendidikan seperti Eccelerated Learning (Luzanov), Muiltiple Intellegence (Gardner), NeuroLinguistic Programming (Ginder dan Bandler), Experiental Learning (Jhonson and Jhonson), and Elemen of Effective Instruction (Hunter). Selain itu, menurut Nasution (dalam Abuddin, 2009: 231), “Quantum teaching juga dapat diartikan sebagai pendekatan pen gajaran untuk membimbing peserta didik agar mau belajar. Menjadikan sebagai kegiatan yang dibutuhkan peserta didik. Di samping itu untuk memotivasi, menginspirasi dan membimbing guru agar lebih efektif dan sukses dalam mengasup pembelajaran sehingga lebih menarik dan menyenangkan. Dengan demikian, diharapkan akan terjadi lompatan kemampuan peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran yang dilakukan”. 2) Model Problem Base Learning (PBL) Problem Base Learning adalah salah satu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan cara menghadapkan para peserta didik tersebut dengan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Dengan model pembelajaran ini, peserta didik dari sejak awal sudah dihadapkan kepada berbagai masalah kehidupan yang mungkin akan ditemuinya kelak pada saat mereka sudah lulus dari bangku sekolah. Model Kooperatif dan Interaktif Learning Model pembelajaran cooperative learning dan interactive learning adalah model pembelajaran yang terjadi sebagai akibat dari adanya pendekatan pembelajaran yang bersifat kelompok. Pendekatan ini merupakan konsekuensi logis dari penerapan paradigma baru dalam pendidikan yang antara lain, bahwa pendidikan di masa sekarang, bukanlah lagi dilihat semata-mata “mengisi air ke dalam gelas” atau sekedar mengisi otak anak dengan berbagai teori atau konsep ilmu pengetahuan, melainkan pengajaran yang lebih bersifat “menyalakan cahaya”, yaitu mendorong, menggerakkan, dan membimbing peserta didik agar dapat mengembangkan imaginasi dan inspirasinya secara aktual. Model pembelajaran dengan paradigma baru ini menempatkan guru bukan sebagai orang yang serba tahu yang dengan otoritas yang dimilikinya dapat menuangkan berbagai ide dan gagasan, melainkan hanya sebagai salah satu sumber informasi, penggerak, pendorong, dan pembimbing agar peserta didik dengan kemauannya sendiri dapat melakukan kegiatan pembelajaran yang selanjutnya mengarah pada terjadinya masyarakat belajar (learning society) (Abuddin Nata, 2009:231-257). 3) Model guru Asuh Menurut penjelasan kepala SMK Muhammadiyah Kartasura Bapak Haryanto, maksud dari guru asuh dalam model pembelajaran alQur’an adalah bimbingan secara intensif yang diberikan oleh Bapak atau Ibu guru kepada siswa dalam mengenal huruf al-Qur’an, (Hijaiyah), makhorijul huruf dan cara atau kaidah membacanya (tajwid). Sedangkan definisi bimbingan menurut Stoops (dalam Djumhur&Surya, 1995: 25) adalah suatu proses yang terus-menerus dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara maksimal dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi dirinya maupun masyarakat. b. Pembelajaran Al-Qur’an Al-Qur’an menurut bahasa ialah bacaan atau yang dibaca. Al-Qur’an adalah mashdar yang diartikan dengan arti isim maf’ul yaitu maqru yang artinya dibaca. Sedangkan menurut istilah ahli agama (‘urf syara’) ialah nama bagi kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw yang ditulis dalam mushaf (Hasbi, 1994: 1-2). Menurut Fetullah, alQur’an adalah sebuah kitab suci Allah yang telah Dia Swt.benamkan di dalam kalbu Rasul-Nya Muhammad Saw. untuk memberi petunjuk kepada manusia, dan seluruh alam semesta ini, agar berjalan menurut hukum-hukumNya. Sehingga dengan bimbingan al-Qur’an, manusia ada yang memilih kebinasaan, dan ada pula yang meraih hidup bahagia bersamanya ( Fetullah, 2011: 7 ). Sedangkan menurut Qurays Shihab, al-Qur’an secara harfiah berarti “bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena tiada suatu bacaan pun sejak manusia mengenal tulis-baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi alQur’an al-karim, bacaan sempurna lagi mulia itu (Quraish Shihab, 1996:3). Dari pengertianpengertian al-Qur’an di atas dapat dijelaskan bahwa alQur’an adalah bacaan sempurna lagi mulia yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. untuk membimbing manusia ke jalan yang benar. Dengan demikian pembelajaran al-Qur’an adalah proses pendidik dalam mengajarkan dan membimbing al-Qur’an kepada peserta didik agar mampu memilih jalan yang benar. Membaca al-Qur’an tentu saja amalan yang sangat utama, apalagi di bulan Ramadhan yang merupakan bulan diturunkannya alQur’an. Selain menambah perbendaharaan pahala kita, membaca al-Qur’an juga menjadi hiburan batiniah tersendiri yang sangat mengasyikkan. Bacaan ayatayat suci yang mengalir lancar dari bibir seakan mengantarkan perbincangan kita dengan sang khaliq. Namun sayangnya, seiring perkembangan zaman, ketika pengajian al-Qur’an di kota besar tak lagi sesemarak dulu, lancar dan fasih membaca al-Qur’an bukan lagi keterampilan yang mudah ditemukan pada generasi muda Islam. Bahkan maraknya pertumbuhan Taman Pendidikan al-Qur’an dan berbagai metode pengajaran kilat al-Qur’an tak mampu mengimbangi derasnya gelombang modernisasi dan Westernisasi budaya. Mempelajari al-Qur’an termasuk cara membacanya memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, dibutuhkan seorang guru khusus yang benar-benar mempunyai kemampuan dan otoritas (ijazah) pengajaran alQur’an. Sebab proses pembelajaran al-Qur’an menyaratkan adanya talaqqi (pertemuan guru – murid secara langsung) dalam prosesnya. Sebab para ulama ahlul Qur’an meyakini, satusatunya orang yang bisa membaca al-Qur’an dengan fasih dan memahami isinya dengan benar adalah Rasulullah Saw yang mendapat pengajaran langsung dari malaikat Jibril. Sementara tingkat kebenaran bacaan orang-orang selain Rasulullah paling bagus hanya mendekati kefasihan beliau saja. Itu pun jumlahnya tidak banyak. Pengakuan akan ketepatan cara membaca al-qur’an tersebut harus mendapat pengakuan dari Rasulullah Saw. Itulah sebabnya, meski pada zaman Rasulullah banyak sahabat yang hafal alQur’an, tetapi hanya beberapa orang saja yang mendapat mandat untuk mengajarkan al-Qur’an. Artinya hanya mereka inilah yang bacaan al-Qur’annya diakui nyaris sempurna sehingga layak mengajari orang lain. Demikian pula pada generasi berikutnya yang belajar langsung kepada Sahabat Nabi. Meskipun jumlah murid mereka dari kalangan tabiin cukup banyak, namun hanya sebagian kecil saja yang diberi otoritas (ijazah) untuk mengajarkan cara membaca al-Qur’an. Demikian seterusnya pada generasi tabiut tabiin dan generasigenerasi sesudahnya hingga zaman modern yang terus menjaga ketersambungan silsilah sanadnya. Mereka inilah yang biasa disebut ulama ahlul Qur’an. Bagaimana dengan murid-murid lain yang juga menyelesaikan pelajarannya, namun tidak sampai mendapat ijazah pengajaran al-Qur’an. Tentu saja mereka tetap boleh menularkan ilmunya, meski tentu nilai keberkahannya tidak sama dengan yang mendapat ijazah pengajaran al-Qur’an. Paling tidak, dari mereka bisa dipelajari cara membaca alQuran dengan benar, karena mereka juga mendapatkannya dari guru-guru yang Memiliki ijazah pengajaran. Di Indonesia sendiri saat ini berdiri puluhan ribu tempat pengajaran al-Qur’an. Namun hanya sebagian saja yang benar-benar memiliki ijazah pengajaran al-Qur’an. Sebagian lagi tidak memiliki ijazah, namun pernah belajar kepada ulama yang memiliki otoritas pengajaran al-Qur’an. Ada juga yang dengan niat baik, membuka pengajaran al-Qur’an, meski tidak memiliki ijazah dan tidak juga pernah berguru kepada orang Yang mempunyai ijazah. Tempat-tempat pengajaran al-Qur’an, dan jaringannya, yang memiliki ijazah sanad al-Qur’an biasanya berupa pesantren tahfizhul Qur’an (penghafalan al-Qur’an). Dan uniknya hampir semua pesantren al-Qur’an tersebut saling memiliki keterkaitan guru murid. Sebab menurut sejarahnya, seluruh tradisi penghafalan al-Qur’an di pesantren-pesantren tradisional di nusantara ini hanya memang bermuara kepada beberapa nama. K.H. Drs. Muntaha Azhari, pembantu rektor III Institut Perguruan Tinggi Ilmu-ilmu Al-qur’an (PTIQ) Jakarta, yang pernah melakukan penelitian dalam bidang tersebut menyebutkan nama Mbah Kiai Moenauwir Krapyak (Yogyakarta), Syaikh Dimyathi Tremas (Pacitan – Jawa Timur) dan Syaikh As’ad Makassar sebagai tiga dari beberapa tokoh pembawa tradisi penghafalan al-qur’an sekaligus memiliki sanad bersambung hingga Rasulullah. Dari ulama ahlul Qur’an tersebutlah kebanyakan sanad pesantren al-Qur’an modern bermuara (Http://sebagian sejarah. pengajaran Alqur’an.Adib.blogspot.com). B. Usaha meningkatkan kualitas Bacaan Al-Qur’an 1. Kompetensi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran al-Qur’an. Salah satu kewajiban guru adalah meningkatkan kualitas hasil kerjanya. Berbagai cara dapat dilakukan utuk itu, di antaranya adalah meningkatkan kualitas bahan ajar yang dalam hal ini sangat berhubungan dengan sejauh mana guru menguasai bahan ajar yang diajarkannya. Kemampuan dan kemauan untuk terus-menerus meningkatkan mutu keahlian mata pelajaran yang diajarkan, akan meningkatkan salah satu bagian dari kurikulum, yaitu unsur bahan ajar (Soekartawi dkk, 1995 : 22). Sebagai pelaksana kurikulum, maka para guru dituntut untuk memiliki kemampuan (kompetensi) tertentu. Mereka tidak saja harus ahli dalam bidang yang diajarkannya, tetapi juga dalam proses mengajarkan bidang keahlian tersebut. Raka Joni (dalam Soekartawi dkk, 1995: 23) menggambarkan profil kompetensi seorang pendidik atau guru yang terdiri dari 5 komponen yaitu : a). Kompetensi pertama seorang guru sebagai tenaga pengajar adalah penguasaan bahan ajar, termasuk memahami bagian yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan bahan mana yang harus diberikan pada siswanya. b). Kompetensi penguasaan teori kependidikan yang berupa prinsip, strategi dan teknikteknik keguruan kependidikan. Sebagaimana kawasan kegiatan profesional yang lain, profesi tenaga pengajar membutuhkan dukungan keilmuan tertentu. c). Kompetensi berupa kemampuan merancang program pengajaran, baik untuk sajian keseluruhan bahan ajaran dalam satu semester, dalam satu mata kuliah, ataupun dalam satu topik bahasan. d). Kompetensi berupa kemampuan dalam mengadakan penyesuaianpenyesuaian sesaat di dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar. e). Kompetensi berupa kemampuan menguasai sikap, nilai dan kepribadian yang menunjang penyikapan serta pelaksanaan tugastugas sebagai pendidik. Siswa belajar dari gurunya bukan saja dari apa yang secara langsung diajarkan. Tetapi juga dari sikap, nilai dan kepribadian gurunya, yang terlibat saat yang bersangkutan melaksanakan proses belajar mengajar. Bila guru sudah mempunyai kompetensi untuk mengembangkan kualitas PBM, maka ia akan mampu pula merancang, menyajikan dan mengevaluasi pengajarannya. 2. Cara Menguasai Bacaan AlQur’an (As-Suyuthi, 2008:4004001), menurutnya ada tiga cara untuk menguasai bacaan alQur’an, a. Tahqiq, yaitu memberikan kepada setiap huruf hakhaknya, seperti menyempurnakan mad, membaca hamzah dengan tahqiq, menyempurnakan harakat, berpedoman kepada bacaan dengan idzhar dan tasydid, menjelaskan hurufhuruf dan memilahmilahnya serta mengeluarkan dari tempatnya dengan sakt,tartil, pelan-pelan dan memperhatikan waqaf-waqaf yang boleh, tanpa mengurangi dan menyembunyikan, tanpa memberikan sukun kepada huruf yang berharakat dan tanpa meng-idgham- kannya. Ini untuk melatih lidah dan menyempurnakan huruf-huruf. Membaca al-Qur’an dengan cara ini dianjurkan untuk digunakan para pelajar, tanpa melebihi batas, misalnya dengan mengeluarkan huruf dari harakat, membaca taqrir pada ra’, membaca dengan harakat pada hurufhuruf yang dibaca sukun, dan membaca ghunnah dengan berlebih-lebihan. Seperti yang dikatakan Hamzah kepada seseorang yang membaca dengan belebihlebihan, “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa di atas sesuatu yang lebih putih adalah lepra dan berlebihlebihan keriting adalah menjadi awutawutan serta berlebihlebihan dalam cara membaca adalah bukan bacaan”.Membaca dengan cara ini adalah madzhab Hamzah dan Warasy. b. Hadar, yaitu dengan mempercepat bacaan dan meringankannya dengan cara qashr dan sukun, mengganti harakat, idgham yang besar, meringankan bacaan hamzah, dan lainnya yang berpedoman kepada riwayat-riwayat yang shahih dengan memperhatikan kebaikan i’rab dan penyempurnaan lafadz, menyempurnakan huruf-huruf tanpa memotong bacaam mad, dan menghilangkan bacaan harakat dan suara ghunnah serta berlebih-lebihan sampai menyebabkan bacaan itu tidak sah dan tidak dapat disebut sebagai tilawah. Membaca alqur’an dengan cara ini adalah madzhab Ibnu Katsir dan Abu Ja’far serta termasuk membaca dengan qashr pada mad munfashil seperti Abu Amru dan Ya’qub. c. Tadwir, yaitu pertengahan antara dua keadaan, inilah yang diriwayatkan dari kebanyakan imam qira’ah dari mereka yang membaca dengan mad pada mad munfashil dan tidak mencapai derajat penyempurnaan. Inilah madzhab para imam qira’ah yang lain dan inilah yang dipilih oleh kebanyakan para pembaca. METODE PENELITIAN A. 1. Metode Penelitian Jenis dan pendekatan penelitian Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif, karena dalam penelitian ini berusaha menelaah kejadian sosial dalam suasana yang berlangsung secara alamiah. 2. Subyek Penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini : a. Kepala SMK Muhammadiyah Kartasura adalah sebagai sumber data yang utama dalam mengungkap data yang diperlukan dalam penelitian, tentang sejarah perkembangan, struktur organisasi, kondisi dan situasi secara umum serta sarpras yang tersedia. b. Guru-guru yang terlibat dalam pelaksanaan program pembelajaran alQur’an “Guru Asuh” di SMK Muhammadiyah Kartasura, faktor pendukung dan penghambat serta mekanisme pelaksanaannya. c. Peserta didik SMK Muhammadiyah Kartasura. Peserta didik SMK Muhmmadiyah Kartasura merupakan sumber informasi yang pokok, sebab sangat terkait langsung dengan hasil yang dicapai setelah menerapkan model pembelajaran al-Qur’an “Guru Asuh”. B. Tekhnik Pengumpulan Data Tekhnik dan instrumen merupakan cara dan alat yang digunakan dalam mengumpulkan data sebagai salah satu bagian penting dalam penelitian (Mahmud, 2011: 165). Tekhnik pengumpulan data penelitian yang terkait dengan pengumpulan data yang digunakan adalah: a. observasi Observasi atau pengamatan merupakan suatu tekhnik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung (Nana Syaodih, 2009: 220). Metode observasi ini digunakan untuk mendapatkan data secara langsung terhadap model pembelajaran Alqur’an di SMK Muhammadiyah Kartasura (Amirul Hadi, 1998: 129). b. Wawancara Wawancara atau interview merupakan salah satu bentuk tekhnik pengumpulan data yang banyak digunakan dalam penelitian deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Wawancara dilaksanakan secara lisan dalam pertemuan tatap muka secara individual (Nana Syaodih, 2009: 216). c. Dokumentasi Dokumentasi adalah tekhnik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subyek penelitian, tetapi melaui dokumen. Seperti yang diterangkan sedarmayanti yang dikutip oleh Mahmud, “pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa, dan berguna bagi sumber data, bukti, informasi kealamiahan yang sukar diperoleh, sukar ditemukan, dan membuka kesempatan untuk lebih memperluas pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki” (sedarmayanti, 2002: 86) C. Analisis Data Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah mengolah, menganalisa serta mengambil kesimpulan dari data yang terkumpul. Tujuan analisa data dalam penelitian itu adalah untuk memfokuskan dan membatasi penemuan-penemuan sehingga menjadi data yang teratur dan tersusun secara rapi dan berarti. Metode yang digunakan dalam menganalisis data yaitu bersifat kualitatif yang digambarkan dengan katakata atau kalimat yang dipisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. Dalam konteks ini penulis mendiskripsikan secara kualitatif gambaran umum tentang pembelajaran al-Qur’an di SMK Muhammadiyah Kartasura. HASIL PENELITIAN (1.a) Tujuan pembelajaran al-Qur’an model guru asuh adalah target 3 tahun setelah siswa keluar atau lulus dari SMK Muhammadiyah Kartasura tidak lagi buta huruf al-Qur’an dan mampu membaca alQur’an dengan tepat dan lancar. (1.b) Guru yang membimbing baca al-Qur’an dalam model guru asuh tidak hanya guru pendidikan agama Islam, tetapi semua guru diharuskan mampu membimbing siswa membaca al-Qur’an. (1.c) Penerapan model guru asuh dalam pembelarjaran alQur’an di SMK Muhammadiyah Kartasura dilakukan cukup intensif selama 3 kali dalam seminngu di luar jam pelajaran yakni di jam-jam istirahat. Dan di laksanakan di luar kelas. (1.d) Tekhnik yang digunakan dalam proses pembelajaran al-Qur’an model guru asuh adalah siswa membaca sendiri jilid al-Qur’an atau iqra terlebih dahulu kemudian jika bacaan mereka kurang benar, guru membenarkannya. Bagi yang belum mampu membaca alQur’an sama sekali, guru membaca terlebih dahulu kemudian siswa menirukan atau dengan istilah drill. (2) Implikasi setelah penerapan model guru asuh dalam pembelajaran al-Qur’an di SMK Muhammadiyah Kartasura cukup membawa pengaruh positif bagi siswa dan guru. Bagi siswa, adanya peningkatan bacaan al-Qur’an mereka dan kedekatan emosional dengan guru. Bagi guru, model pembelajaran alQur’an guru asuh bisa membuat para guru memahami karakter masingmasing siswanya. Model ini cukup menunjukkan keefektifan dan keberhasilan. Ini bisa dibuktikan dari hasil observasi di lapangan yang menunjukkan adanya hubungan positif antara guru dengan siswa, dimana siswa aktif dan merasa senang dalam proses pembelajaran al-Quran model guru asuh ini. Dari segi hasil, kualitas bacaan alQur’an siswa mengalami peningkatan. Hal ini diperoleh dari hasil wawancara penulis dengan para guru dan siswa. Keefektifan dan keberhasilan model guru asuh dalam pembelajaran al-Qur’an ini tidak lepas dari faktor-faktor pendukung dan penghambat. SIMPULAN 1. Mekanisme pembelajaran al-Qur’an di SMK Muhammadiyah Kartasura menggunakan model guru asuh tidak terlepas dari komponenkomponen. Adapun proses pembelajarannya adalah : a. Tujuan dari penggunaan model guru asuh dalam pembelajaran alQur’an di SMK Muhammadiyah Kartasura adalah target 3 tahun setelah lulus dari SMK Muhammadiyah Kartasura siswa tidak lagi buta huruf alQur’an dan mampu membaca al-Qur’an dengan benar dan lancar. Selain itu dengan model guru asuh ini timbul hubungan yang positif yang antara guru dengan siswa. Guru dengan siswa menjadi semakin akrab dan guru mampu memahami kemampuan masingmasing siswa. Demikian juga dengan siswa, mereka cukup rajin mengikuti bimbingan al-Qur’an. b. Pelaksanaan pembelajaran alQur’an model guru asuh dilaksanakan minimal 3 kali dalam seminggu di jam-jam istirahat. c. Metode dalam pelaksanaan pembelajaran alQur’an model guru asuh ini adalah siswa diharuskan belajar membaca al-Qur’an atau iqro’ terlebih dahulu di rumah. Kemudian ketika waktu bimbingan, guru mengecek bacaan al-Qur’an atau iqra’ masing-masing siswa dengan meminta siswa membaca ulang alQur’an atau iqra’nya. Jika bacaan al-Qur’an atau iqra’ siswa kurang benar, guru membenarkannya. d. Selain membimbing al-Qur’an, guru juga memberikan tausiah dan motivasi kepada siswa. e. Hasil pembelajaran al-Qur’an ini dicatat di buku prestasi siswa. Buku ini digunakan untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat perkembangan kemampuan siswa dalam membaca alQur’an. 2. Implikasi setelah penerapan model guru asuh dalam pembelajaran al-Qur’an di SMK Muhammadiyah Kartasura adalah adanya peningkatan bacaan alQur’an siswa dan adanya hubungan yang positif antara siswa dengan guru. Siswa juga termotivasi untuk belajar al-Qur’an sendiri di rumah masingmasing. Sedangkan bagi guru, para guru merasa cukup puas dengan melihat peningkatan bacaan al-Qur’an siswa meskipun belum sempurna. Dengan demikian para guru mempunyai motivasi untuk melaksanakan pembelajaran al-Qur’an model guru asuh ini dengan tekhnik yang lebih baik. Menurut penulis pembelajaran al-Qur’an dengan model guru asuh di SMK Muhammadiyah Kartasura menunjukkan keberhasilan (cukup efektif). Ini terbukti dengan adanya hasil yang dicapai, yaitu dari segi proses dan segi hasil. a. Pembelajaran alQur’an dengan model guru asuh dikatakan berhasil (cukup efektif) dari segi proses, dilihat dari pengamatan di lapangan bahwasanya ada hubungan yang positif dan interaksi yang aktif di antara guru dengan siswa.. b. Keberhasilan dilihat dari segi hasil terbukti dari hasil wawancara penulis dengan guru dan siswa, bahwa dengan adanya pembelajaran alQur’an model guru asuh ini, kemampuan siswa membaca alQur’an atau iqra’ mengalami peningkatan. Siswa yang sebelumnya sama sekali buta huruf al-Qur’an, sekarang sudah mampu membaca iqra’ antara jilid 2 sampai jilid 3. Siswa yang sudah pada tingkat iqra’, sekarang sudah mampu pada tingkat al-Qur’an. Siswa yang sudah mampu membaca al-Qur’an tetapi belum benar bacaannya, sudah mampu membaca alQur’an dengan tajwid. Di samping itu hubungan guru dengan siswa menjadi dekat. Padahal, model guru asuh ini baru diterapkan selama kurang lebih 5 bulan. Dengan melihat latar belakang siswa SMK Muhammadiyah Kartasura yang ratarata kemampuan membaca al- Qur’annya sangat rendah disertai perilaku mereka yang cukup sulit diatur, membuat para guru cukup bekerja keras membimbing siswanya membaca al-Qur’an. Kerja keras para guru ini cukup membuahkan hasil. 3. Keberhasilan model guru asuh dalam pembelajaran al-Qur’an di SMK Muhammadiyah Kartasura tidak terlepas dari faktor penghambat dan pendukung keberhasilannya. Masalah waktu yang relatif sedikit dan tidak hadirnya siswa dalam bimbingan menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan model pemblajaran al-Qur’an guru asuh ini. Di samping itu minat siswa untuk belajar membaca alqur’an, kerja sama antara guru dengan siswa serta lokasi yang dijadikan tempat untuk bimbingan al-Qur’an merupakan faktor-faktor yang mendukung keefektifan model guru asuh ini. . SARAN 1. Bagi Kepala Sekolah a. Mengusahakan penambahan jam pembelajaran al-Qur’an. b. Melakukan pembenahan dan pengelolaan kegiatan pembelajaran al-Qur’an model guru asuh dimana selama penulis melakukan penelitian, tidak mudah melacak dokumentasi kegiatan pembelajaran al-Qur’an model guru asuh. Dalam hal ini, tata administrasi lebih ditertibkan untuk pengumpulan dokumen agar perkembangan pendidikan dan pengajaran dapat dibaca. 2. Bagi para guru a. Hendaknya para guru konsisten dengan tugas yang telah diberikan sesuai dengan jadwal pengajaran. b. Para guru senantiasa bersifat sabar dan bijaksana dalam pembelajaran al-Qur’an model guru asuh terutama memahami kondisi dan kemampuan siswa. c. Hendaknya para guru menerangkan kepada siswa tentang kandungan al-Qur’an dan keutamaankeutamaan membaca alQur’an, karena al-Qur’an tidak hanya sekedar dibaca, namun harus dihayati dan diamalkan. d. Bagi guru yang belum menguasai bacaan alQur’an, hendaknya senantiasa belajar dan memperbaiki bacaannya agar mampu maksimal mengajarkan al-Qur’an kepada siswa. 3. Bagi siswa a. Hendaknya memulai bimbingan tepat pada waktunya. b. Sebaiknya sebelum memulai bimbingan, terlebih dahulu menentukan apa yang dapat diselesaikan dalam kurun waktu tertentu, sebelum mengaji pada guru pada waktu menunggu giliran belajar secara individu. c. Hendaknya bersabar ketika mempelajari huruf perhuruf dalam bacaan alQur’an baik dari segi makhorijul huruf, shifatul huruf maupun bacaan tajwidnya. d. Hendaknya menyadari tujuan awal bahwa membaca al-Qur’an dengan baik dan benar adalah menjaga kesucian dan kemurnian al-Qur’an. DAFTAR PUSTAKA Agung, Rudi. 2011. Varian Metode Belajar Baca Alqur’an. Bandung : Majalah UMMI. Ash Shiddieqy, M. Hasbi. 1994. Sejarah dan Ilmu Pengantar Ilmu Al-qur’an.Jakarta : Bulan Bintang. As-Suyuthi, Jalaludin. 2008. Studi Al-qur’an Komprehensif. Surakarta : Indiva Pustaka Ats-Tsuwaini, Muhammad Fahd. 2009. 10 Metode Efektif agar Anak Mencintai Al-qur’an. Yogyakarta : Al-Ajda. Az-Zabidi. 2002. Ringkasan Hadis Shahih Bukhari. Jakarta : Pustaka Amani. Djumur&Moh.Surya. 1995. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung : CV Ilmu. Faisal, Sanapiah. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional. Hadi, Amirul. 1998. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia. Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia. Muslim, Romdhoni. 2004. Ilmu Tajwid. Jakarta : Nur Insani. Nata, Abuddin. 2009. Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Nata, Abuddin. 1993. Al-qur’an dan Hadits. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Rahmany, M Ikhsan. 2010. Penerapan metode “Karimah” dalam pembelajaran Al-qur’an di Pusat Pendidikan Al-qur’an Al-Mahir Colomadu Karanganyar Tahun 2010. Solo : UMS. Ramayulis. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam Mulia. Saprun. 2009. Penerapan Metode Al-Baraqy dalam Pembelajaran Al-Qur’an Bagi Siswa Kelas III, IV Dan V Sekolah Dasar Muhammadiyah Kayen Condongcatur Depok Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2008/2009. Solo : UM Shihab, Quraish. 1996. Wawasan Al-qur’an. Bandung : penerbit Mizan. Soekartawi dkk. Meningkatkan Rancangan Instruksional (Instruksional Design) Untuk Memperbaiki Kualitas Belajar Mengajar. 1995. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Sukmadinata, Nana Syaodih. 20089. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Rosdakarya. Sudjana, Nana. 1990. TeoriTeori Belajar Untuk Pengajaran. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Suyono&Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Taufiq, Muhammad. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Klasikal Dalam Pengajaran Membaca AlQur’an (Studi Di SMP Muhammadiyah 8 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010. Solo : UMS. Risalah Surakarta Tahun pelaajaran 2011-2012. UMS. Tomo, Shindu. 2012. Penerapan metode murottal berirama dalam pelajaran membaca alqur’an kelas 2 di SD IT Ar- Http://adip.com.//sebagian sejarah-pengajaran al-Qur’an. Diakses tanggal 15 April 2013 Jam 16.30 WIB.