DIMENSI SOSIAL ETNIS TIONGHOA YANG BERMUKIM DI KOTA BUKITTINGGI Rahmi Novalita Dosen Tetap Program Studi Pendidikan Geografi FKIP Universitas Almuslim ABSTRACT This study originated from ethnic Chinese social problems such as: the presence of social inequality among ethnic Chinese with the indigenous people in government. Where ethnic Chinese have not fully given a chance to sit in the government both from the village or from the scope of local government. In addition, the local government took over some assets of social amenities such as ethnic Chinese, a foundation where ethnic Chinese associations currently used by the Faculty of Engineering Muhammadiayah Bukittinggi. This research is aimed to get information and discuss chinese social ethnic of dimension in Bukittinggi. This research is qualitative research. The informant of this research are the tionghoa civilisation that live in Benteng Pasar atas village. Taking information’s technique by using snomball sampling. The technique of collecting data through observation, interview and decumentation and data analysis is analysis data reduction, data display, interpretation of data, and drawing data conclusions. The result of the research is social dimension of chinese ethnic that live in Bukittinggi city. It show that the number of chinese ethnic decrease in 2012 (±500 orang). It is caused of mobility and migration factor. Generally, mayority the chinese ethnic live in some place in Bukittinggi. Likes, Guguk Panjang, Benteng Pasar Atas village, Tembok Bawah, jenjang Empat puluh and Pasar bawah although Aur Tajungkang. Mayority the economi of chinese etchnic is trade. If we can see in religion they are cristians, and other cilizen are moeslim and budhisim Bukittinggi. The chinese etchnic are still maintain their customs, such as the lunar new yar celebration, cap go meh and meriage customs. There are two sosial organisation in Bukittinggi now especially for chinese etchnic, they are HBT and HTT, they have function to serve death, social, and chinese culture, in Bukittinggi more facities to inerease the chinese life, bat based on interview resilt and field observation so many problem has ben found, such as a wede range of issues such as frequent congestion, flooding, garbage, blockage of drainage channels. ABSTRAK Penelitian ini berawal dari masalah sosial etnis Tionghoa seperti: terdapatnya kesenjangan sosial antara etnis Tionghoa dengan penduduk pribumi dalam bidang pemerintahan. Dimana etnis Tionghoa belum sepenuhnya diberi kesempatan untuk duduk di dalam pemerintahan baik dari tingkat kelurahan maupun dari lingkup pemerintahan daerah. Disamping itu, pemerintah daerah mengambil alih beberapa aset fasilitas sosial etnis Tionghoa seperti, sebuah yayasan tempat perkumpulan etnis Tionghoa yang sekarang ini dipakai oleh Fakutas Teknik Muhammadiayah Kota Bukittinggi. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan membahas tentang dimensi sosial etnis Tionghoa yang bermukim di Kota Bukittinggi. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah tokoh dan masyarakat etnis Tionghoa yang bermukin di Kelurahan Benteng Pasar Atas dengan teknik pengambilan informan dengan menggunakan teknik bola salju (snowball Sampling). Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah reduksi data, display data, interprestasi data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian yang berjudul dimensi sosial etnis Tionghoa yang bermukim di Kota Bukittinggi menunjukkan bahwa: jumlah etnis Tionghoa di Bukittinggi pada tahun 2012 mengalami penurunan (±500 orang). Penurunan jumlah etnis Tionghoa di Kota Bukittinggi disebabkan oleh faktor mobilitas dan migrasi. Mayoritas pemukiman etnis Tionghoa sudah menyebar dibeberapa tempat di Kota Bukittinggi seperti: Kecematan Guguk Panjang, Kelurahan Benteng Pasar Atas, sedangkan etnis Tionghoa yang lain menyebar di tempat lain, seperti Tembok Bawah, Jenjang Empat Puluh, dan Pasar Bawah yang termasuk Kelurahan Aur Tajungkang. Mayoritas etnis Tionghoa berusaha dibidang perdagangan. Bila ditinjau dari segi agama, pada umunya mayoritas LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013 41 etnis Tionghoa beragama Kristen. Sedangkan masyarakat yang lainnya beragama islam dan Budha. Etnis Tionghoa di Kota Bukittinggi masih mempertahankan adat istiadatnya seperti perayaan tahun baru Imlek, cap go meh, serta adat perkawinan. Di Kota Bukittinggi sekarang ini terdapat dua organisasi sosial khusus untuk orang Tionghoa yaitu HBT dan HTT yang berfungsi sebagai perkumpulan yang mengurus kematian, masalah sosial, dan masalah budaya orang Tionghoa. Di Kota Bukittinggi, sudah banyak fasilitas untuk menunjang kehidupan masyarakat setempat. Tetapi, berdasarkan wawancara dan pengamatan di lapangan di Kota Bukittinggi ditemukan berbagai macam permasalahan-permasalahan seperti: sering terjadi kemacetan, banjir, sampah, penyumbatan saluran drainase. Kata Kunci: Sosial Etnis Tionghoa Diantara golongan totok dan golongan peranakan di samping terdapatnya perbedaan orientasi politik juga terdapat perbedaan dalam pandangan hidup, gaya hidup dan berbagai macam perbedaan lainnya yang dapat dirasakan oleh kedua belah pihak secara jelas bahwa mereka sebenarnya berbeda, tetapi hal ini akan sulit dirasakan dan di ketahui oleh orang luar. Di dalam kehidupan sehari-hari golongan asli lebih suka bekerja untuk diri sendiri dan banyak bergerak di bidang usaha, sedangkan golongan peranakan lebih beraneka ragam pekerjaan. Keberadaan etnis Tionghoa di daerah perkotaan, salah satunya adalah berada di kota Bukittinggi. Selain sebagai kota perjuangan, kota Bukittinggi juga terkenal sebagai kota wisata yang berhawa sejuk. Kota Bukittinggi sebagai pusat pertumbuhan mengalami perkembangan wilayah pembangunan yang cukup cepat dan pesat, pertambahan penduduk yang tinggi mengakibatkan bertambahnya penduduk baru setiap tahun yang membutuhkan tempat bermukim. Tabel 1. Data Suku/Etnis di Kota Bukittinggi Suku/Etnis Jumlah Minang,Tionghoa, Batak dan Jawa 111.312 Sumber : Kantor BPPS Kota Bukittinggi Tahun 2010 Kawasan perumahan atau permukiman sebagai suatu kesatuan tempat tinggal. merupakan suatu lingkungan tempat tinggal Dalam hal ini wujud suatu pemukiman yang perlu dilindungi dari berbagai meliputi unsur-unsur perumahan, gangguan, umpamanya, jauh dari infrastruktur/prasarana perhubungan dan kebisingan suara, bau yang tidak sedap dan komunikasi dan servis/pelayanan lain sebagainya, disamping itu harus (Bakaruddin dkk, 1994:26) disediakan berbagai sarana dan prasarana Kawasan perumahan atau pemukiman yang mendukung aktifitas kehidupan di Kota Bukittinggi sudah dilengkapi PENDAHULUAN Orang Tionghoa di Indonesia sebagaimana sudah banyak diketahui sering dikelompokkan dalam katogori totok dan peranakan. Ukuran totok dan peranakan itu bisa bermacam-macam, antara lain ada yang mengidentikkan totok adalah mereka yang asli keturunan Cina, sedangkan peranakan adalah mereka yang merupakan keturunan campuran. Adapula yang mengkatagorikan totok itu ialah mereka yang lahir di Tiongkok. Sedangkan mereka yang lahir di Indonesia adalah peranakan. Kriteria yang lain melihat dari kebudayaan masyarakat atau kelompok orang Tionghoa yang bersangkutan. Orang Tionghoa totok adalah mereka yang masih memiliki dan memegang teguh tradisi Cina dan masih menggunakan secara aktif bahasa Tionghoa baik yang Mandarin maupun dialek Seperti Katon, Hakka, Teochiu. Sedangkan peranakan adalah mereka yang sudah kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa daerah serta terintegrasi dengan penduduk setempat. LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013 42 dengan sarana dan prasarana untuk menunjang kehidupan masyarakt sekitarnya, seperti prasarana ibadah, rumah sakit, sekolah, tempat rekreasi,saluran drainase, sumber air, pasar dll. Keberadaan suku bangsa atau etnis salah satunya yang terdapat di kota Bukittinggi merupakan sejumlah perkumpulan etnis yang menghasilkan kontak sosial dengan masyarakat pribumi. Meningkatkanya kontak sosial ini akan merangsang terjadinya perubahan-perubahan dalam tiaptiap kebudayaan yang berinteraksi dan turut memainkan peranan. Sehingga kota Bukittinggi ditandai dengan heterogenitas keragaman etnis. Berdasarkan grand tour penulis tentang dimensi sosial etnis Tionghoa bemukim di Kota Bukittinggi ditandai dengan pemukiman etnis Tionghoa berbentuk kelompok. Meskipun demikian, mereka dapat beradaptasi dengan etnis lainnya. Merayakan adat istiadat, merayakan agama tanpa mengganggu masyarakat lainnya serta merasa aman dan nyaman. Hal ini didukung oleh akses sosial dan fasilitas-fasilitas sosial untuk bersosialisasi. Disamping itu, etnis Tionghoa di Kota Bukittinggi memiliki ciri khas seperti, pemukiman yang menyebar di beberapa wilayah di Kota Bukiitiinggi, masih mempertahankan adat istiadat dan tradisi, dan mampu beradaptasi dengan etnis lainnya. Namun, bila ditinjau dari masalah sosial etnis Tionghoa berdasarkan wawancara penulis di lapangan terdapat beberapa masalah sosial etnis Tionghoa seperti, terdapatnya kesenjangan sosial antara etnis Tionghoa dengan penduduk pribumi dalam bidang pemerintahan. Dimana etnis Tionghoa belum sepenuhnya diberi kesempatan untuk duduk di dalam pemerintahan baik dari tingkat kelurahan maupun dari lingkup pemerintahan daerah. Disamping itu, pemerintah daerah mengambil alih beberapa aset fasilitas sosial etnis Tionghoa seperti, sebuah yayasan tempat perkumpulan etnis Tionghoa yang sekarang ini dipakai oleh Fakutas Teknik Muhammadiayah Kota Bukittinggi. Walaupun sesungguhnya keberadaan masyarakat etnis Tionghoa suda sudah sangat lama, tetapi perjuangan mereka LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013 dalam menempatkan diri sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, khususnya Kota Bukittinggi masih terus berlangsung. Budaya masyarakat etnis Tionghoa yang beraneka ragam menjadi sumbangan besar bagi pengembangan budaya Indonesia khususnya Kota Bukittinggi. Pemahaman mendalam terhadap golongan masyarakat etnis Tionghoa perlu diupayakan terus menerus sebagai upaya untuk menciptakan persatuan dan kesatuan di bumi Indonesia khususnya Kota Bukittinggi. Perbedaan sosial budaya hendaknya dimaknai sebagai keanekaragaman dan kekayaan dari budaya secara keseluruhan, bukan sebagai sumber konflik atau faktor pemisah antara masyarakat etnis Tionghoa dengan masyarakat lainnya, sebab bagaimanapun masyarakat etnis Tionghoa adalah bagian dari masyarakat Kota Bukittinggi yang mempunyai peran di bidang sosial budaya, ekonomi dan politik. Berdasarkan kenyataan tersebut di atas perlu adanya pengkajian mengenai “Dimensi Sosial Etnis Tionghoa yang Bermukim di Kota Bukittinggi” METODE Jenis Peneitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Setting Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Kampung Tionghoa (Kampung Cina) di Kelurahan Benteng Pasar Atas Kota Bukittinggi Sumatera Barat. Format Penelitian Informan dalam penelitian ini yaitu informan kunci, adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah tokoh masyarakat Tionghoa (orang yang disegani pada perkumpulan etnis tersebut antara lain pengurus kongsi-kongsi, pengelola HBT dan HTT, kepala kelurahan, masyarakat Tionghoa yang bermukim di Kelurahan Benteng Pasar Atas. Teknik pengembilan informan dalam penelitian ini adalah teknik bola salju (Snowball Sampling). Snowball sampling adalah teknik pengambilan informan sebagai sumber data yang pada awalnya sedikit lama-lama menjadi besar. hal ini 43 dilakukan karena jumlah data yang sedikit sedikit lama-lama menjadi besar. hal ini tersebut belum mampu memeberikan data dilakukan. yang memuaskan, maka akan dicari orang Teknik dan Alat Pengumpulan lain yang dapat digunakan sebagai sumber Data data. Peneliti mengambil informan lapangan 1. Alat Pengumpul Data sebanyak yang dibutuhkan sampai peneliti Pengumpulan data melalui wawancara merasa terjawab peretanyaan penelitian dibantu dengan daftar pertanyaan (format yang dicari, dari situlah informan diketahui observasi), camera yang telah disiapkan jumlahnya atau dengan kata lain informan sebelumnya. sedangkan data lainya berakhir pada batas dimana tidak dijumpai dikumpulkan dari dokumen-dokumen dan lagi variasi informasi. artikel yang berkaitan dengan penelitian Teknik pengembilan informan dalam 2. Teknik Pengumpulan Data penelitian ini adalah teknik bola salju Dalam penelitian kualitatif teknik (Snowball Sampling). Snowball sampling pengumpulan data yang digunakan adalah adalah teknik pengambilan informan dengan teknik observasi, wawancara dan sebagai sumber data yang pada awalnya studi dokumentasi. Tabel 2. Jenis Data, Sumber Data, Alat dan Teknik Pengumpulan Data No Jenis data Teknik Alat Sumber 1 Dimensi sosial Etnis wawancara Catatan lapangan, Informan Tionghoa yang Kamera bermukim di Kota Bukittinggi Tabel 3. Kisi-Kisi Panduan Dalam Pengumpulan Data Penelitian No Variabel Indicator 1 Dimensi Sosial Kondisi penduduk Adat Istiadat Organisasi sosial Fasilitas sosial konteks penerima. Dengan demikian Teknik Pemeriksaan Keabsahan peneliti bertanggung jawab terhadap Data Dalam memperkuat tingkat kesahihan penyediaan dasar secukupnya yang hasil temuan data penelitian, maka peneliti memungkinkan seseorang merenungkan menggunakan standar keabsahan data yang suatu aplikasi pada penerima sehingga dikemukakan oleh Lincoln dan Guba dalam memungkinkan adanya pembanding. Moleong (2006:326) yang terdiri dari 4 3. Dependabilitas (kebergantungan) langkah yaitu: Dependabilitas disebut juga dengan 1. Kredibilitas realibilitas. Realibilitas ditunjukan dengan Dalam menguji kredibilitas atau jalan mengadakan replikasi studi. Jika dua disebut juga dengan validitas internal maka atau beberapa kali diadakan pengulangan dilakukan: a) Perpanjangan keikutsertaan, suatu studi dalam kondisi yang sama dan b) Ketekunan pengamatan, c) Triangulasi hasilnya secara esensial sama, maka yang meliputi: (1). Triangulasi dengan dikatakan realibilitasnya tercapai. sumber, (2). Triangulasi dengan metode, 4. Konfirmabilitas (Kepastian) (3). Triangulasi dengan penyidik, dan (4) Konfirmabilitas adalah untuk menguji Triangulasi teori, d) Pengecekan sejawat,e) keobjektifitas suatu temuan. Peneliti Analisis kasus negatif, dan f) Pengecekan berusaha untuk melakukan konfirmabilitas anggota dengan menuangkan hasil penelitian apa adanya sesuai dengan data lapangan. Hal ini 2. Transferabilitas (keteralihan) Dalam penelitian kualitatif keteralihan dimaksudkan agar tidak terjadi bias dalam bergantung pada pengetahuan seorang temuan. peneliti tentang konteks pengirim dan Teknik Analisa Data LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013 44 Teknik Analisis Data dalam penelitian ini adalah; 1. Reduksi data Reduksi data Merupakan proses pemusatan perhatian dengan penyederhanaan, pengabstrakan, dan informasi data kasar yang terlihat dari catatan tertulis dilapangan. 2. Display data/penyajian data Display data/penyajian data dilakukan dengan cara membuat berbagai tabel dari keseluruhan data yang diperoleh sehingga lebih mudah untuk menganalisis data yang diperoleh. Dalam penelitian ini, menyajikan data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, tabel, identitas subjek dan pertanyaan penelitian. 3. Interprestasi Data Interprestasi data diperoleh melalui data/informasi yang diperoleh dikumpulkan untuk menentukan makna terkandung didalamnya, kemudian dipaparkan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dimengerti 4. Penarikan kesimpulan Yaitu data yang diperoleh dikumpulkan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dimengerti, kemudian peneliti menarik kesimpulan yang akhirnya akan menjadi hasil penelitian. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan penulis tentang dimensi sosial etnis Tionghoa yang bermukim di Kota Bukittinggi menunjukkan bahwa jumlah etnis Tionghoa di Bukittinggi pada tahun 2012 mengalami penurunan dimana, jumlah etnis Tionghoa sekitar ±500 orang. Penurunan jumlah etnis Tionghoa di Kota Bukittinggi disebabkan oleh faktor mobilitas dan migrasi. Karena keterbatasan lapangan pekerjaan di Kota Bukittinggi sehingga generasi muda etnis Tionghoa lebih memilih daerah lain untuk bermukim. disamping itu, anak-anak yang telah bersekolah dan menekuni pekerjaan di sejumlah kota lain di Indonesia maupun di luar negeri lebih cenderung memilih dan bertempat tinggal di wilayah tersebut. Migrasi merupakan perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain. faktor-faktor penarik etnis tionghoa LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013 melakukan migrasi antara lain :1) adanya rasa superior di tempat yang baru atau kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan yang cocok, 2) Kesempatan mendapatkan pendapatan yang lebih baik, 3) Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, 4) Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan misalnya iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas kemasyarakatan lainnya, 4) tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung, 5) adanya aktivitasaktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang dari desa atau kota kecil. Menurut Everet S. Lee ada 4 faktor yang menyebabkan orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi yaitu: 1) faktor-faktor yang terdapat di daerah asal, 2) faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan, 3) rintangan-rintangan yang menghambat,3) faktor-faktor pribadi. Berdasarkan hal diatas faktor – faktor yang menyebabkan keputusan generasi muda etnis Tionghoa untuk melakukan migrasi yaitu keterbatasan lapangan pekerjaan di kota Bukittinggi sehingga generasi muda etnis tionghoa menunjukkan orientasi makin terpusat ke wilayah perkotaan (kota propinsi) di luar kota Bukittinggi sehingga mereka lebih menunjukkan perhatian ke kota-kota besar lainnya di indonesia. Perpindahan atau migrasi juga didasarkan pada motif yang direncanakan oleh individu etnis Tionghoa itu sendiri secara sukarela (voluntary plannedmigraton). Para penduduk yang akan berpindah, atau migran, telah memperhitungkan berbagai kerugian dan keuntungan yang akan di dapatnya sebelum yang bersangkutan memutuskan untuk berpindah atau menetap ditempat asalnya. Dalam hubungan ini tidak ada unsur paksaan untuk melakukan migrasi. Disamping itu, perpindahan penduduk etnis Tionghoa juga didasarkan atas keinginan untuk mendapatkan kesejahteraan yang maksimum serta tempat yang menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi diri maupun keluarganya, yang tidak lain adalah tempat yang lebih berkembang secara ekonomi dibandingkan dengan tempat asalnya. Ketimpangan yang terjadi 45 antara etnis Tionghoa dengan masyarakat pribumi dibidang pemerintahan menyebabkan etnis Tionghoa terdorong atau tertarik untuk melakukan pergerakan dari satu daerah ke daerah lainnya. Jika ditinjau dari pola perpindahan penduduk etnis Tionghoa di Kota Bukittinggi dapat dibedakan atas: a) Pola perpindahan harian, yaitu perpindahan penduduk setiap hari untuk mencari makan. Setiap hari melakukan perjalanan pergi pulang/nglaju (pergi pada pagi hari dan pulang pada sore hari), b) Pola perpindahan menetap, yaitu perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan menetap sekurang-kurangnya enam bulan lamanya, c) Pola perpindahan tidak menetap, yaitu perpindahan penduduk Dalam jangka waktu pendek, tidak begitu teratur waktunya, dan hanya berdasarkan kebutuhan, contoh : anak-anak etnis Tionghoa yang menempuh pendidikan di luar Kota Bukittinggi. Walaupun dengan adanya migrasi dan mobilitas yang dilakukan oleh etnid Tionghoa ini memiliki dampak positif terhadap daerah yang ditinggalkan seperti, Berkurangnya jumlah penduduk sehingga mengurangi jumlah pengangguran. Tetapi, disisi lain juga ada dampak megatif dari migrasi tersebut bagi daerah yang ditinggalkan seperti: a) Berkurangnya tenaga kerja muda daerah, b) Kurang kuatnya stabilitas keamanan karena hanya tinggal penduduk tua, c) Semakin berkurangnya tenaga penggerak pembangunan. d) Terbatasnya jumlah kaum intelektual karena penduduk yang berhasil memperoleh pendidikan tinggi pada umunya enggan kembali ke Kota Bukittinggi. Masyarakat etnis Tionghoa yang bermukim di kawasan Pecinaan Kota Bukittinggi merupakan WNI keturunan dimana , etnis Tionghoa ini digolongkan sebagai masyarakat cina peranakan. Secara umum penduduk di kawasan pecinan Kota Bukittinggi terbagi menjadi sebagai berikut : (a) Penduduk asli yang telah menetap di kawasan Pecinan ini sejak lahir dan memiliki tempat tinggal di kawasan tersebut dari warisan leluhurnya, (b) penduduk asli yang telah menetap di kawasan Pecinan ini LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013 sejak lahir, namun hanya menggunakan tempat tinggalnya sebagai tempat berdagang atau toko, sedang tempat tinggalnya berada di luar Pecinanan, dan (c) penduduk yang tidak tetap, mereka tidak tinggal menetap di kawasan Pecinan ini. Hanya karena pekerjaannya mereka berada di kawasan Pecinan ini, misalnya buruh kerja atau pedagang non permanen di pasar. Persebaran atau distribusi penduduk adalah bentuk penyebaran penduduk di suatu wilayah atau negara, apakah penduduk tersebut tersebar merata atau tidak. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran tiap-tiap daerah atau negara sebagai berikut:1) Faktor Fisiografis, 2) Faktor Biologis,3) Faktor Kebudayaan dan Teknologi. disamping itu, kondisi geografis kota Bukittinggi yang sangat strategis yaitu terletak di antara perlintasan antar daerah di Propinsi Sumatera Barat. Secara geografis, letak Kota Bukittinggi berbatasan langsung dengan kecematan-kecematan di Kabupaten Agam. Topografi permukaan bumi Kota Bukittinggi tidak rata dengan ketinggian dari permukaan laut sekitar 780-960 meter. Karena terletak di daerah ketinggian maka Bukittinggi berudara sejuk sehingga, menjadikan Kota Bukittinggi sebagai tujuan utama para imigran untuk mencari penghidupan dan menjadi pilihan sebagai tempat bermukim. Akibat adanya keterbatasan lahan pemukiman mengakibatkan etnis Tionghoa membutuhkan lahan tempat bermukim, sehingga terbentuklah pemukiman baru di beberapa tempat di Kota Bukittinggi. Mayoritas etnis Tioghoa bermukim di wilayah Pecinan (Kampung Cino). Pecinaan adalah sebutan untuk kawasan pemukiman masyarakat etnis Tiongho dengan ciri khas budaya dan tradisi dari negara asal mereka. Mayoritas etnis Tionghoa bermukim sudah menyebar dibeberapa tempat di Kota Bukittinggi mayoritas etnis Tionghoa bertempat tinggal di Kecematan Guguk Panjang, Kelurahan Benteng Pasar Atas, sedangkan etnis Tionghoa yang lain menyebar di tempat lain, seperti Tembok Bawah, Jenjang Empat Puluh, dan Pasar Bawah yang termasuk Kelurahan Aur Tajungkang. 46 Di dalam kota diperkirakan akan terjadi pergeseran penyebaran penduduk yang cukup besar di masa yang akan datang, baik antara kelurahan maupun antar kecematan. Pada beberapa kelurahan terutama di pusat kota harga lahan semakin tinggi, padat penduduk, dan relatif sempit untuk menampung sejumlah penduduk tambahan. Sebaliknya di pinggir kota terdapat beberapa kelurahan yang relatif jarang penduduknya dengan harga lahan yang relatif rendah. Dalam hubungan ini angka pertumbuhan penduduk diperkirakan akan lebih cepat di kawasan yang relatif kosong dibandingkan dengan kawasan yang lebih padat penduduk. Disamping itu faktor-faktor pemilikan lain seperti pemilikan tanah, penyedian fasilitas kota, dan proses pembangunan kota yang akan dilaksanakan juga akan mempengaruhi pola penyebaran penduduk di kota Bukittinggi, namun kepadatan yang lebih tinggi tetap akan terjadi pada kawasan-kawasan lahan tertentu, khususnya di pusat kota. Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan pola Pemukiman etnis Tionghoa di Kota Bukittinggi adalah: a) Memanjang (Linear) yaitu Pola pemukiman memanjang memiliki ciri pemukiman berupa deretan memanjang karena mengikuti jalan dimana, pada daerah ini pemukiman etnis Tionghoa berada di sebelah kanan kiri jalan terbentuk secara alami untuk mendekati sarana transportasi, b) Pola Pemukiman Terpusat. Pola pemukiman ini mengelompok membentuk unit-unit yang kecil dan menyebar. Penduduk etnis Tionghoa yang tinggal di pemukiman terpusat seperti di Kelurahan Benteng Pasar Atas masih memiliki hubungan kekerabatan dan hubungan dalam pekerjaan hal ini mempermudah komunikasi anta rkeluarga atau antar teman bekerja, c) pola pemukiman tersebar yang di pengaruhi oleh mata pencaharian penduduk etnis Tionghoa yang sebagian besar dalam bidang perdagangan sehingga memilih tempattempat atau lokasi lain disekitar Kota bukittinggi. Berdasarkan hal diatas, penyebaran penduduk yang ideal di kota Bukittinggi antara lain:a) penyebaran penduduk di kota LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013 Bukittinggi terutama ditujukan agar kepadatan penduduk tidak terkonsentarasi pada pusat kota saja, tetapi diharapkan menyebar ke bahagian wilayah kota yang telah di lengkapi dengan fasilitas pelayanan kota, b) sesuai dengan kecenderungan yang ada dewasa ini, lingkungan pusat kota di arahkan untuk tetap berkepadatan tinggi dan kota secara keseluruhan berkepadatan sedang. Daerah pinggir sebagai daerah pertanian diusahakan berkepadatan rendah. Kepadatan tinggi ditetapkan maksimum 400 jiwa per hektar (200-400 jiwa/Ha, kepadatan sedang maksimum 200 jiwa/Ha, dan kepadatan rendah 100 jiwa/Ha, c) untuk mengurangi kepadatan penduduk yang lebih banyak di pusat kota maka dilakukan usahausaha untuk mendorong agar penduduk bermukim di penggiran kota. Mengenai mata pencaharian etnis Tionghoa di kota Bukittinggi khususnya di Kelurahan Benteng Pasar Atas yaitu, mengusahakan bahan-bahan mentah, perdagangan, tenaga profesi, dan jenis pekerjaan lainnya. mayoritas etnis Tionghoa berusaha dibidang perdagangan yang meliputi usaha di bidang makanan dan hasil bumi serta usaha perdaganga kecil seperti pertokoaan, rumah makan. Semakin berkembangnya kegiatan perdagangan di kalangan etnis Tionghoa, maka jarang terjadinya pergeseran mata pencaharian penduduk etnis Tionghoa. Berdasarkan hasil penelitian mayoritas mata pencaharian etnis Tionghoa adalah sebagai pedagang. Keterbatasan lapangan pekerjaan dan adanya deskriminasi dalam mendapatkan pekerjaan di bidang pemerintahan. Dalam pergaulan sehari-hari etnis Tionghoa menggunakan bahasa Minang dan bahasa Indonesia karena mereka tidak menguasai bahasa Tionghoa lagi dikerenakan etnis Tionghoa yang bermukim di kota Bukittinggi merupakan kategori peranakan dimana salah satu ciri-ciri etnis Tionghoa peranakan adalah mereka yang sudah kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa daerah serta terintegrasi dengan penduduk setempat . Mengenai interaksi dengan orang Minangkabau telah dimulai sejak dahulu terutama dalam bidang perdagangan, karena 47 kedua etnis ini sama-sama bergerak di bidang perdagangan. Walaupun demikian hasil kontak kebudayaan antara kedua etnis tersebut dapat jelas terlihat pengaruhnya pada kebudayaan Minangkabau. Contohnya dapat kita lihat pada pakaian dan pelaminan pengantin dan warna-warna meriah pada tata rias penganten Minangkabau. Dalam bidang pendidikan sebahagian besar anak-anak etnis Tionghoa menempuh pendidikan SD, SMP, dan SMA di sekitar Kota Bukittinggi dan orang Tionghoa menyekolahkan anak-anaknya di sekolah katolik/kristen di Padang bagi yang mampu, namun untuk menempuh pendidikan lebih tinggi mereka menempuh pendidikan di Kota Padang, Jakarta, bahkan sampai keluar negeri. Pada saat sekarang ini anak-anak etnis Tionghoa yang memasuki sekolah di Kota Bukittinggi sudah banyak. Dengan demikian pergaulan antara orang tionghoa dan orang minangkabau telah dimulai dan dibiasakan pada saat masa sekolah. Sekolah-sekolah yang ada di sekitar Kota Bukittinggi menampung anak-anak etnis tionghoa untuk melanjutkan pendidikam di kota Bukittinggi agar tidak terjadi pengelompokan. Dengan demikian pada masa sekarang anak-anak kota Bukittinggi tidak perlu keluar bukittinggi lagi untuk tingkat TK sampai sekolah menengah. Untuk tinggkat perguruan tinggi mereka melanjutkan ke Padang atau ke pulau Jawa. Bila ditinjau dari segi agama pada umunya mayoritas etnis Tionghoa beragama Katolik sedangkan masyarakat yang lainnya bergama islam dan Budha. Pada umumnya generasi tua masih banyak yang memeluk agama Budha, sedangkan agama Katolik dianut oleh generasi muda. Bahkan dalam satu keluarga ditemui dua pemeluk agama yang berbeda hidup secara berdampingan dalam satu rumah tangga. Tetapi perbedaan ini tidak menimbulkan perbedaan di antara mereka karena mereka menganggap setiap agama mengajarkan kebaikan dan di harapkan dapat menjalankan ajaran agama dengan baik dan benar. Agama kristen di Sumatera Barat, khususnya Kota Bukittinggi mendapat pengikut dari kalangan etnis Tionghoa. LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013 Disamping penyebaran agama kristen lainnya perkembangan agama Budha juga berlangsung aktif . di Bukittinggi umat Budha mulai mendapat perhatian dengan didirikannya Vihara Budha Sasana pada tahun 1984. Akan tetapi sebagian besar orang Tionghoa di Kota Bukittinggi yang mengaku beragama Budha kurang menerima kehadiran Vihara tersebut. Mereka menganggap ajaran Budha yang diberikan di Vihara tersebut berbeda dengan konsep budha yang berada dalam pemikiran mereka. Religi masyarakat etnis Tionghoa selalu dipengaruhi oleh pemujaan terhadap arwah leluhur dan tiga ajaran utama, yaitu ; Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhism. Sebagian masyarakat etnis Tionghoa di kawasan Pecinan Kota Bukittinggi masih menganut kepercayaan Tri Dharma (Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhism). Ketiga ajaran tersebut terkait erat dan saling melengkapi. Dan, bagi etnis Tionhoa pada umumnya, religi mencakup kepercayaan terhadap dewa-dewa local dan roh-roh, hal tersebut mempengaruhi keseharian mereka. Pokok ajaran Konfusius atau Konghuchu adalah untuk menyelamatkan dunia melalui pengajaran moral etika terhadap manusianya. Mereka diarahkan agar berusaha menyempurnakan serta menyucikan hati serta pikirannnya menuju keseimbangan yang harmonis. Taoisme menekankan ajarannya pada hidup mengikuti kehendak alam, hakekat keharmonisan antara kehidupan langit (alam gaib) dengan kehidupan di bumi dan manusia (alam, dunia nyata). Taoisme mengajarkan upacara untuk mencapai kesempurnaan hidup yang bertemapt di Klenteng. Inti ajaran Taoisme adalah selalu berusaha untuk mengikuti kehendak alam, ajaran Tao mengatur secara hierarkis araharah mata angin. Sedangkan, Ajaran Buddhism yang paling menonjol adalah kepercayaan adanya hidup setelah mati (reinkarnasi). Alam semesta memiliki tingkatan hirearkis, yaitu pemutasian kekuatan Yin (wanita/kegelapan) dan Yang (pria/terang) dan kombinasi lima elemen alam, yaitu: logam, kayu, api, air, dan tanah/bumi. 48 Kegiatan agama Katolik secara aktif sudah dimulai di Bukittinggi semenjak tahun 1920 an. Gereja katolik yang sekarang berada di Bukittinggi mulai diletakkan batu pertamanya pada tahun 1928. Selain bergerak dibidang keagamaan, gereja Katolik juga bergerak di bidang pendidikan. Di Bukittinggi juga terdapat sekolah-sekolah katolik dari Taman KanakKanak Sampai Menengah Atas. Kota merupakan hasil dari kumpulan ruang-ruang sosial yang dibentuk oleh pola kehidupan masyarakat yang beraneka ragam yang senantiasa berkembang dan dicirikan oleh suatu karateristik sumber alam yang tersedia. Keadaan sosial dan budaya yang melekat pada kehidupan masyarakat akan membentuk struktur suatu kota (Nursyid Sumaatmadja, 1998:92). Berdasarkan hal diatas sehubungan dengan kebudayaan etnis Tinghoa berupa Adat istiadat etnis Tionghoa di Koto Bukittinggi masih diterapkan sampai sekarang ini, seperti perayaan imlek, cap gomeh, dan ziarah ke makam leluhur. warga keturunan Tionghoa di manapun berada, termasuk di Kota Bukittinggi merayakan Tahun baru Imlek. Sebagaimana perayaan keagamaan lain, komunitas tersebut merayakannya dengan suka cita. Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting bagi etnik Tionghoa. Perayaan tahun baru imlek dimulai di hari pertama bulan pertama di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama). Malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chzxi yang berarti malam pergantian tahun. Di Kelurahan Benteng Pasar Atas adat istiadat etnis Tionghoa masih kuat merayakan Imlek hal ini dibuktikan dengan adanya tahun baru imlek yang sudah di akui oleh pemerintah indonesia. Perayaan Tahun Baru Imlek merupakan sebuah perayaan besar bagi masyarakat Tionghoa. Menggantung lentera merah, membunyikan petasan dan menyembunyikan sapu adalah salah satu keunikan dari perayaan ini. Disamping itu, masyarakat Tionghoa juga akan mulai menempel gambar Dewa Penjaga Pintu pada hari-hari perayaan ini. Walaupun puncak acara Perayaan Tahun Baru Imlek hanya berlangsung 2-3 LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013 hari termasuk malam tahun baru, tetapi masa tahun baru sebenarnya berlangsung mulai pertengahan bulan 12 hari sebelumnya sampai pertengahan bulan pertama dari tahun yang baru tersebut. Satu bulan sebelum tahun baru merupakan bulan yang bagus untuk berdagang, karena orang biasanya akan dengan mudah mengeluarkan isi kantongnya untuk membeli barangbarang keperluan tahun baru. Transportasipun akan terlihat mulai padat karena orang biasanya akan pulang ke kampung halaman untuk merayakan tahun baru bersama sanak saudara. Beberapa hari menjelang tahun baru kesibukan dalam rumah mulai terlihat dimulai dengan pembersihan rumah secara besar-besaran bahkan ada yang mengecat baru pintu-pintu dan jendela. Ini dimaksud untuk membuang segala kesialan serta hawa kurang baik yang ada dalam rumah dan memberikan kesegaran dan jalan bagi hawa baik serta rejeki untuk masuk. Acara dilanjutkan dengan memasang hiasan-hiasan tahun baru yang terbuat dari guntingan kertas merah maupun tempelan kata-kata harapan, seperti Kebahagiaan, Kekayaan, Panjang Umur, serta Kemakmuran. Keluarga melakukan sembahyang terhadap leluhur, bermacammacam buah diletakkan di depan altar. Pada malam tahun baru, setiap keluarga akan mengadakan jamuan keluarga dimana setiap anggota keluarga akan hadir untuk bersilaturrahmi. Makanan populer pada jamuan khusus ini adalah ―Jiao Zi‖ (semacam ronde). Setelah makan, biasanya mereka akan duduk bersama ngobrol, main kartu maupun game, atau hanya nonton TV. Semua lampu dibiarkan menyala sepanjang malam. Tepat tengah malam, langit akan bergemuruh dan gemerlap karena petasan. Semua bergembira. Keesokan harinya, anak-anak akan bangun pagi-pagi untuk memberi hormat dan menyalami orang tua maupun sanak keluarga dan mereka biasanya akan mendapat Ang Pau. Acara dilanjutkan dengan mendatangi saudara yang lebih tua atau tetangga. Ini adalah saat yang tepat untuk saling berdamai, melupakan segala ketidakcocokan. 49 Suasana tahun baru berakhir 15 hari kemudian, bersamaan dengan dimulainya ―Perayaan Lentera‖. Lentera warna-warni aneka bentuk akan dipasang memeriahkan suasana, tarian tradisional digelar. Makanan khas pada saat itu adalah “Yuan Xiao”, semacam ronde yang lain. Walaupun tradisi dan kebiasaan boleh berbeda tetapi ada satu semangat yang sama dalam merayakan Tahun Baru, yaitu suatu harapan akan kedamaian, kebahagiaan keluarga, temanteman ataupun penduduk lainnya. Sedangkan, untuk kebudayaan lainnya, seperti Barongsai, permainan naga yang pada zaman dahulunya dilaksanakan, tetapi sekarang tidak dilaksanakan lagi dikarenakan keterbatasan jumlah generasi muda etnis Tionghoa sangat sedikit, disamping itu untuk melaksanakan kebudayaan tersebut membutuhkan tenaga, jadi khusus untuk barongsai dan permainan naga hanya dilaksanakan di Kota Padang, sehingga etnis Tionghoa yang berada di Kota Bukittinggi berkunjung ke Padang untuk menyaksikan kebudayaannya. Mengenai adat pernikahan merupakan adat perkawinan yang didasarkan atas dan bersumber kepada kekerabatan, keleluhuran dan kemanusiaan serta berfungsi melindungi keluarga. Upacara pernikahan tidaklah dilakukan secara seragam di semua tempat, tetapi terdapat berbagai variasi menurut tempat diadakannya yaitu disesuaikan dengan pandangan mereka pada adat tersebut dan pengaruh adat lainnya pada masa lampau. Umumnya orang-orang Tionghoa yang bermigrasi ke Indonesia membawa adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan mereka. Salah satu adat yang mereka taati adalah keluarga yang satu marga (shee ) dilarang menikah, karena mereka dianggap masih mempunyai hubungan suku Misalnya, marga Lie dilarang menikah dengan marga Lie dari keluarga lain, sekalipun tidak saling kenal. Akan tetapi pernikahan dalam satu keluarga sangat diharapkan agar supaya harta tidak jatuh ke orang lain Misalnya, pernikahan dengan anak bibi (tidak satu marga, tapi masih satu nenek moyang). Ada beberapa yang sekalipun telah memeluk agama lain, seperti Katolik namun masih menjalankan adat istiadat ini. Sehingga LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013 terdapat perbedaan di dalam melihat adat istiadat pernikahan yaitu terutama dipengaruhi oleh adat lain, adat setempat, agama, pengetahuan dan pengalaman mereka masing-masing. Dalam pemilihan jodoh oleh orang tua tidak berlaku lagi di lingkungan masyarakat etnis tionghoa. Perempuan etnis tionghoa dapat menentukan sendiri teman hidupnya baik menikah laki-laki atau perempuan sekampung, maupun menikah dengan lakilaki atau perempuan diluar daerahnya, dan setelah menikah ia dapat menentukan tempat tinggalnya sendiri. Ia dapat tinggal di rumah suaminya (patrilokal), di rumah keluarganya sendiri (matrilokal) atau di rumah pribadi (neolokal). Sistim kekerabatan dalam keluarga etnis Tionghoa adalah patrilineal. Dengan demikian kedudukan anak laki-laki menjadi sangat penting karena mereka sebagai penerus garis keturunan keluarga. Pernikahan etnis Tionghoa ada beberapa tahap: pertama, upacara menjelang pernikahan ada beberapa tahap;1) Melamar memegang peranan penting pada acara ini adalah mak comblang. Mak comblang biasanya dari pihak pria, 2) Penentuan ini merupakan Bila keahlian mak comblang berhasil, maka diadakan penentuan bilamana antaran/mas kawin boleh dilaksanakan,3) Sangjit/Antar Contoh Baju Pada hari yang sudah ditentukan, pihak pria/keluarga pria dengan mak comblang dan kerabat dekat mengantar seperangkat lengkap pakaian mempelai pria dan mas kawin. Selain itu juga dilengkapi dengan uang susu (ang pauw) dan 2 pasang lilin,dan 5) Tunangan : Pada saat pertunangan ini, kedua keluarga saling memperkenalkan diri dengan panggilan masing-masing. Penentuan Hari Baik, Bulan Baik : Suku Tionghoa percaya bahwa dalam setiap melaksanakan suatu upacara, harus dilihat hari dan bulannya. Apabila jam, hari dan bulan pernikahan kurang tepat akan dapat mencelakakan kelanggengan pernikahan mereka. Oleh karena itu harus dipilih jam, hari dan bulan yang baik. Biasanya semuanya serba muda yaitu : jam sebelum matahari tegak lurus; hari tergantung perhitungan bulan Tionghoa, dan 50 bulan yang baik adalah bulan naik / menjelang purnama, Kedua, upacara pernikahan, dimana, 3– 7 hari menjelang hari pernikahan diadakan ―memajang‖ keluarga mempelai pria dan famili dekat, mereka berkunjung ke keluarga mempelai wanita. Ketiga, Upacara Sembahyang Tuhan (”Cio Tao”) Di pagi hari pada upacara hari pernikahan, diadakan Cio Tao. Namun, adakalanya upacara Sembahyang Tuhan ini diadakan pada tengah malam menjelang pernikahan. Upacara Cio Tao ini terdiri dari:a) Penghormatan kepada Tuhan, b) Penghormatan kepada Alam,c) Penghormatan kepada Leluhur,d) Penghormatan kepada Orang tua, dan e) Penghormatan kepada kedua mempelai. Keempat, Ke Kelenteng Sesudah upacara di rumah, dilanjutkan ke Klenteng. Di sini upacara penghormatan kepada Tuhan dan para leluhur. Kelima, Penghormatan Orang tua dan Keluarga, Keenam, Upacara Pesta Pernikahan. Selesai upacara penghormatan, pakaian kebesaran ditukar dengan pakaian ―ala barat‖, Ketujuh. Upacara sesudah pernikahan, Tiga hari sesudah menikah diadakan upacara yang terdiri dari :1) Cia Kiangsay, 2) Cia Ce’em. (‖Cia Kiangsay‖) intinya adalah memperkenalkan keluarga besar mempelai pria di rumah mempelai wanita. Mempelai pria sudah boleh tinggal bersama. Sedangkan ―Cia Ce’em‖ di rumah mempelai pria, memperkenalkan seluruh keluarga besar mempelai wanita. Tujuh hari sesudah menikah diadakan upacara kunjungan ke rumah-rumah famili yang ada orang tuanya. Mempelai wanita memakai pakaian adat Cina yang lebih sederhana‖. Mengenai organisasi sosial etnis Tionghoa di kota Bukittinggi sekarang ini terdapat dua oragnisasi sosial khusus untuk orang Tionghoa. Organisasi sosial ini dikenal dengan sebutan perkumpulan (Kongsi). Perkumpulan tersebut bernama Himpunan Bersatu Teguh (HBT) dan Himpunan Tjinta Teman (HTT). Di Kota Bukittinggi kedua perkumpul an tersebut merupakan perkumpulan cabang karena perkumpulan pusat berkedudukan di Padang. walaupun merupakan perkumpulan LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013 cabang mereka tetap mempunyai hak otonomi dalam batas-batas tertentu. HBT dan HTT merupakan perkumpulan yang mengurus kematian, masalah sosial, dan masalah budaya orang Tionghoa. Pada zaman dahulu Perkumpulan Bersatu Teguh (HBT) bernama Heng Beng Tong sedangkan Perkumpulan Tjinta Teman (HTT) bernama Hok Teng Tong. Setelah keluarnya peraturan ganti nama, kedua perkumpulan tersebut berubah namanya dengan nama Indonesia dengan tetap mempertahanakan singkatan yang biasa digunakan sebelumnya, yaitu HBT dan HTT. Seperti yang kita ketahui, bahwasnya sistem kekerabatan etnis tionghoa adalah patrilinial yang menghitung keturunan dari pihak bapak atau pihak laki-laki dengan demikian keanggotaan perkumpulan juga berdasarkan hal tersebut.kalau kita melihat adanya wanita adanya wanita di perkumpulan tesebut pada saat perayaan perkumpulan, itu berarti mereka adalah istri-istri para anggota Berdasarkan hasil wawancara HBT dan HTT merupakan perkumpulan (kongsi) yang mengurus kematian, masalah sosial dan masalah budaya orang tionghoa. Fungsinya sama dengan perkumpulanperkumpulan kematian dan sosial budaya lainnya seperti yang ada di Minangkabau, batak,dll. Organisasi-organisasi sosial yang ada diantara penduduk Tionghoa dilakukan melalui organisasi-organisasi yang ada .ada organisasi sosial keagamaan, organisasi wanita. Berdasarkan pengamatan penulis pada persiapan salah satu etnis tionghoa yang mengadakan pesta perkawinan di selenggarakan HBT, maka etnis tionghoa dari organisasi sosial saling membantu persiapan pesta tessebut mulai dari dekorasi gedung sampai berakhirnya pesta perkawinan tersebut.hal dapat dikatakan bahwasanya rasa solidar sosial diantara mereka sangat kuat. Pada saat sekarang ini, jika ada salah satu etnis Tionghoa yang meninggal maka kedua perkumpulan saling membantu dan saling bekerja sama. Partisipasi warga masyarakat Tionghoa cukup baik dalam kegiatan RT dan RW dan biasanya kegiatan berlangsung pada waktu-waktu tertentu 51 seperti, gotong royong , manunggal sakato dan sebagainya. Menurut Dr. Enok Maryani,MS menjelaskan bahwa daya tarik penduduk bertempat tinggal pada suatu tempat (Kota) adanya fasilitas-fasilitas sosial seperti pasar, pertokoan, rumah sakit, perkantoran, tempat hiburan, jalan-jalan raya, terminal, industri, dan sebagaianya. Disamping itu faktor sosial yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kota diantaranya kondisi penduduk dan fasilitas sosial. Sehubungan dengan penentu kepentingan umum di kota harus terdapat pengaturan untuk penyedian hal-hal tertentu bagi kehidupan sosial keluarga dan masyarakat, misalnya pemenuhan kesehatan bagi suatu rumah hal yang mutlak perlu adalah; 1) persedian air minum, 2) kamarkamar mandi dan jamban, 3) persediaan energi bagi penerangan dan kebutuhan memasak, dan 4) pengaturan air hujan dan pembuangan sampah serta air limbah (Bakaruddin dkk, 1994:36). Di Kota Bukittinggi, khususnya di Kelurahan Benteng Pasar Atas sudah di dukung oleh pelayanan dan fasilitas sosial seperti pasar, pertokoan, rumah sakit, perkantoran, tempat hiburan, jalan-jalan raya, terminal, industri, tranportasi, dan penerangan. dengan adanya fasilitas tersebut sehingga mereka merasa betah untuk bermukim di kota Bukittinggi. Disamping itu Kota Bukitinggi, khususnya di Kelurahan Benteng Pasar Atas sudah dilengkapi dengan lembaga antara lain:a) lembaga ekonomi yang meliputi: meliputi, koperasi 3 unit, industri makanan 40 unit, warung makanan 35 unit, kios lontong 15 unit, bengkel 2 unit, toko/swalayan 202 unit, percetakan 2 unit, jumlah pasar 2, b) lembaga pendidikan yang meliputi: Meliputi taman kanak-kanak 1 unit 21 orang guru 125 murid, sekolah dasar 1 unit 18 guru 400 murid, SLTP 0, SLTA 0, perguruan tinggi 2 unit 34 orang dosen 348 mahasiswa, kursus bahasa 1 unit, warnet 6 unit, menjahit 1unit, perbengkelan 1 unit, komputer 2 unit, c) lembaga keamanan meliputi: pos kamling 1 unit, hamsit 6 orang, dan d) sarana dan prasarana yang meliputi:1) sarana transportasi darat meliputi jalan kampung, aspal, angkot, LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013 delman, ojek, 2) sarana komunikasi meliputi telepon (tut wartel), radio TV,3) sarana prasarana drainase meliputi saluran drainase limbah,4) sarana pribadatan meliputi mesjid 2 unit, wihara 1 unit, 5) prasarana kesehatan meluputi, apotik 4 unit, posyandu 2 unit, toko obat 6 unit, tempat praktek dokter 3 unit, 6) prasarana penerangan meliputi lampu penerangan jalan,dan 7) prasarana hiburan/wisata meliputi hotel bintang 3, hotel bintang 2 sebanyak 3 unit, hotel bintang 1 sebanyak 2 unit, hotel melati 12 unit, restoran 9 unit, taman 3 unit. Kota Bukittinggi merupakan kota pendidikan di Sumatera Barat. Ini didukung oleh fasilitas pendidikan yang dimiliki Kota Bukittinggi, yaitu 65 sekolah dasar, 16 sekolah menengah, 25 sekolah menengah atas, 2 MI, 6 Mt, 5 MA, dan 18 perguruan tinggi. Hal ini berarti etnis Tionghoa diberikan kebebasan dalam melanjutkan pendidikan dimanapun, baik di Kota Bukittinggi maupun di daerah lainnya. Disamping itu bila ditinjau dari fasilitas kesehatan di Kota Bukittinggi yang merupakan salah satu potensi unggulan kota Bukittinggi di bidang pelayanan kesehatan didukung oleh fasilitas yang cukup memadai. Pemerintahan Kota Bukittinggi menfasilitasi Pelayanan kesehatan bagi etnis Tionghoa di tingkat kelurahan, kecematan, dengan menyediakan Puskesmas. Berdasarkan hasil pengamatan penulis di lapangan di kota Bukittinggi masih terdapat beberapa persampahan, saluran drainase, sanitasi kurang baik hal ini menimbulkan banjir dan genangan jika musim hujan datang, serta tidak mampu memberikan pelayanan air bersih yang lebih merata kepada seluruh lapisan masyarakat. Pada saat ini penyediaan air bersih di kota Bukittinggi didapatkan melalui beberapa sumber. Rendahnya tingkat pelayanan disebabakan oleh terbatasnya dana PDAM untuk melakukan investasi sehubungan dengan peningkatan kapasitas produksi dan perluasan jaringan transmisi, kendatipun permintaan untuk berlangganan terus meningkat. Masyarakat pada daerah yang belum terjangkau pelayanan air besih dari PDAM mendapat air bersih dengan 52 membuat sumur bor dan sumur pompa sebagai sumber air bersih. Gerakan kebersihan kota Bukittinggi sudah dicanangkan semenjak dahulu dan berlangsung sampai saat sekarang ini. Hal ini dibuktikan dengan terpilihnya kota Bukittinggi sebagai kota terbersih dan mendapatkan piagam Adipura pada pemerintahan Soeharto. Gerakan tersebut menganut prinsip keterpaduan antara masyarakat dengan pemerintahan terutama untuk membentuk sikap masyarakat agar bisa hidup secara tertib, bersih, dan indah. Inti persoalannya adalah merubah sikap/pandangan masyarakat tentang lingkungan kehidupan yang sehat. Sampah adalah produk sampingan dari aktifitas masyrakat kerenanya pemusnahan sampah juga harus melibatkan masyarakat. Gerakan ini dikenal dengan program K3 dan merupakan salah satu program strategis kota. Melalui program ini pemusnahan sampah di kota Bukittinggi melalui mekanisme sebagai berukut: a) pada lingkungan pemukiman yang padat (pusat kota) sampah rumah tangga dimasukkan oleh anggota rumah tangga ke dalam kantong plastik/karung untuk kemudian di tumpuk pada tempat pengumpulan sementara (TPS) yang selanjutnya dibawa petugas DPK ke lokasi pembuangan akhir. Berbeda dengan pusat kota, pada kawasan pinggiran kota sampah rumah tangga dimusnakan dengan membakar, dan menimbunnya. b) sampah pasar, pertokoan, perkantoran, jalan, dan industri dari sumbernya dikumpulkan oleh petugas DPK, selanjutnya di tumpuk di TPS yang kemudian di bawa dengan truk menuju TPA, c) tinja rumah tangga di ambil sesuai dengan permohonan pemilik/rumag tangga, untuk di layani oleh petugas dan mobil unit dari DPK. Namun berdasarkan pengamatan peneliti ke lapangan terdapat pembuangan sampah di beberapa titik di kota Bukittinggi seperti, di Mandiangan yang seharusnya tempat ini tidak dijadikan sebagai tempat akhir pembuangan sampah Mengenai drainase di kota Bukittinggi secara keseluruhan jaringan drainase di bagi atas kategori primer, sekunder, dan tersier. Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan terdapat beberapa titik banjir LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013 ketika hujan datang. Disamping itu banjir disebabkan oleh penyumbatan dan penyempitan saluran aair, sedimentasi pada jaringan primer dan jaringan sekunder sehingga menimbulkan genangan-genangan air. Semakin meningkatnya daerah terbangun kota dan pemakaian aor oleh rumah tangga maka akan meningkat pula aliran permukaan dan limbah domestik yang harus di tampung melalui jaringan drainase kota. Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan Jaringan jalan di kota Bukittinggi berbentuk melingkar (ring) yang dihubungkan dengan beberapa jari-jari (radial) yang kemudian memusat menuju pusat kota. Secara sistematis jaringan jalan membentuk suatu hirarki, yang terdiri dari : a) arteri primer, menghubungkan pusat utama kota dengan jalu jalan regional, b) arteri sekunder, menghubungkan pusatpusat utama di dalam kota, c) kolektor sekunder, menghubungkan sub-sub pusat atau sub pusat dengan pusat utama kota, dan d) jalan lokal sekunder, yang menghubungkan pusat-pusat lingkungan di dalam kota atau menghubungkan pusat lingkungan dengan lingkungan perumahan. Selain itu jaringan jalan di kota Bukittinggi dapat dibedakan berdasarkan pengelolanya, yaitu jalan propinsi, dan jalan kota. Pada umumnya di pusat kota telah di lengkapi dengan troktoar yang memadai. Trotoar terpasang terdiri dari 2 kategori, yakni beton cor dan paving block. Mengenai sarana transportasi yang memiliki peranan penting dalam mendukung pembangunan nasional. Tranportasi sangat dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya moblitas penduduk maupun barang. Sebagai bagian dari sisitem perekonomian, transportasi memiliki fungsi sangat penting dalam pembangunan nasional, khususnya Kota Bukittinggi indonesia merupakan negara kepulauan daimana pembangunan sektor . transportasi dirancang untuk tiga tujuan yaitu: mendukung gerak perekonomian, stabilitas nasional dan juga mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah dengan memperluas jangkauan arus distribusi barang dan jasa keseluruh pelosok. 53 Angkutan darat, sebagai bagian dari sistem transportasi secara keseluruhan, turut memberikan kontribusi dalam meningkatkan perekonomian di suatu wilayah. Ini dapat dilihat bahwa pada umumnya daerah-daerah yang memiliki jaringan angkutan darat, sebagai sarana yang dapat menghubungkan daerah tersebut dengan daerah lain, akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan daerah-daerah yang terisolir. Melihat pentingnya ketersedian angkutan darat dalam mendukung berbagai aktifitas ekonomi, dibutuhkan berbagai indikator yang dpat memberikan gambaran mengenai kondisi angkutan di Kota Bukittinggi. Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan pada dekade belakangan ini masalah transportasi di kota Bukittinggi menunjukkan tendensi yang serius. Karenanya membutuhkan perhatian yang lebih mendalam. Beberapa titik rawan yang menimbulkan kemacetan dan kecelakaan lalu lintas di kota Bukittinggi. Akibatnya waktu tempuh perjalanan di dalam kota menjadi lebih tinggi sehingga biaya operasional sistem transportasi menjadi lebih mahal. Tanpa penanggulanagn yang tepat dikhawatirkan dalam jangka panjang kemacetan dan kecelakaan lalu lintas lalu lintas tersebut akan lebih meningkat dan sekaligus menghambat kelancaran kegiatan di dalam kota yang selanjutnya dapat menimbulkan pemborosan dana dan biaya para pemakai jalan disamping dampak negatif lainnya. Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan tiga faktor utmata penyebab kemacetan dan kecelakaan lalu lintas ini, yaitu: a) tidak sebandingnya pengadaan sarana dan prasarana tranportsasi dengan tingkat motorisasi penduduk, b) kurangnya disiplin para pemakai jalan, dan c) terpusatnya pergerakan ) kendaraan umum dan pribadi) ke pusat kota. Demikian juga halnya dengan penyediaan sarana perpakiran dan trotoar, terutama di pusat kota. Kota Bukittinggi jumlah kendaraan yang selalu bertambah, memperbesar peluang kemacetan dan kecelakaan lalu lintas. Sementara itu jaringan jalan di kota Bukittinggi sebahagian besar masih LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013 memiliki fungsi ganda, yakni melayani pergerakan kendaraan bermotor, pejalan kaki, bendi, sepeda, dan bejak barang. Disamping itu tingkat disiplin masyarakat pemakai jalan tidak sebanding dengan tuntutan tingkat perkembangan motorisasi. Para pemakai jalan sebagian besar terlihat belum menyadari bahwa penggunaan sarana dan prasarana transportasi adalah demi kepentingan bersama. Banyak para pemakai jalan masih belum terbiasa untuk memanfaatkan trotoar ataupun tempat penyeberangan (zabra cross) secara benar. Para pengemudi kendaraan masih terbiasa untuk memakirkan kendaraan mereka secara serampangan atau mengemudi kendaraan mereka tanpa mengindahkan rambu-rambu lalu lintas yang berlaku. Sebaliknya, rambu-rambu jalan, sinyal lalu lintas, peraturan tentang kecepatan lalu lintas di dalam kota, peraturan tentang kondisi kendaraan belum sepenuhnya mendapat perhatian yang penting dari para pemakai jasa tranportasi maupun para petugas lapangan untuk dapat dijadikan sebagai alat dalam menciptakan ketertiban, kelancaran, dan keamanan dalam berlalu lintas. Akibatnya, meskipun setiap tahun ada penurunan tetapi kemacetan lalu lintas di kota Bukittinggi tetap dirasakan tinggi. Mayoritas jumlah pergerakan di kota Bukittinggi tertuju ke pusat kota. Ini dapat di pahami sebagai konsekuensi logis dari pola jaringan jalan kota yang berbentuk konsentris di pusat kota. Pusat kota adalah pusat dari segala kegiatan yang dominan di dalam kota, yakni sebagai pusat pemukiman penduduk, perdagangan lokal dan regional, pusat perkantoran, pusat rekreasi, dan tempat berlokasinya terminan lokal dan regional. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan penulis di lapangan tentang dimensi sosial etnis Tionghoa yang bermukim di Kota Bukittinggi dapat disimpulkan bahwa: 1) Jumlah penduduk etnis Tionghoa di Kota Bukittinggi di tahun 2012 mengalami penurunan yang disebabkan oleh faktor migrasi dan mobilitas penduduk ke beberapa tempat 54 diluat Kota Bukittinggi seperti, Kota padang, Medan, dan Jakarta. Pola perpindahan penduduk etnis Tionghoa meliputi: pola perpindahan harian, pola perpindahan menetap, dan pola perpindahan tidak menetap. Sedangkan pola pemukiman etnis Tionghoa terbagi atas: pola memanjang (Linear), pola terpusat, dan menyebar. Mayoritas mata pencarian etnis Tionghoa adalah sebagai pedagang sedangkan, agama yang dianut oleh etnis Tionghoa di Kota Bukittinggi Kristen, Islam, Budha, 2) Etnis Tionghoa di Kota Bukittinggi masih mempertahankan adat istiadat dan kebudayaannya seperti, tahun baru Imlek, Cap Go Meh, serta adat istiadat perkawinan, 3) Di Kota Bukittinggi sekarang ini terdapat dua organisasi sosial khusus untuk orang Tionghoa. Oragnisasi sosial ini dikenal dengan sebutan perkumpulan (Kongsi). Perkumpulan tersebut bernama Himpunan Bersatu Teguh(HBT) dan Himpunan Tjinta Teman (HTT). HBT dan HTT merupakan perkumpulan yang mengurus kematian, masalah sosial, dan masalah budaya orang Tionghoa, 4) Kota Bukittinggi sudah dilengkapi fasilitas sosial seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, serta fasilitas sarana pemukiman( TPS, saluran drainase, sumber air, transportasi). Tetapi, berdasarkan wawancara dan pengamatan penulis di Kota Bukittinggi masih ditemukan beberapa permasalahan-permasalahan seperti: kemacetan, sampah, banjir, penyumbatan drainase. Berdasarkan temuan, bahasan, dan simpulan penelitian dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1) Kota Bukittinggi yang ditandai dengan heterogenitas etnis hendaknya saling hidup rukun tanpa memandang perbedaan antar sesama dengan cara melakukan pendekatan dengan masyarakat setempat dalam berintekraksi sosial, 2) Agar etnis Tionghoa di Kota Bukittinggi selalu mempertahankan ciri khas adat istiadat, sosial dan budaya dengan melakukan penyuluhan-penyuluhan terhadap nasyarakat khususnya etnis Tionghoa, 3) Hendaknya organisasi etnis Tionghoa di Kota Bukittinggi bersifat ganda. tidak hanya berfungsi sebagai organisasi sosial yang mengurus masalah LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013 sosial, budaya dan kematian saja. Tetapi ikut serta dalam masalah-masalah sosial lainnya, 4) Kepada pemerintah kota Bukittinggi supaya membenahi tata ruang kota Bukittinggi agar terhindar dari kemacetan, genangan air, penumpukan sampah. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. DAFTAR RUJUKAN Andila.serli.2009. Faktor-Faktor Penyebab Etnis Tionghoa Bermukim diKelurahan Belakang Pondok Kota Padang‖. Skripsi tidak diterbitkan Padang: Fakultas Ilmu Sosial Andriani Lubis, Lusiana (2012) Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa dan Pribumi di Kota Medan. Jurnal Ilmu Komunikasi Terakreditasi, 10 (1). pp. 13-27. ISSN 1693-3029. Akhmad Aqil Aziz. 2010. Perbedaan Strata Sosial dan Kebudayaan antara Etnis Tionghoa dan Masyarakat Pribumi di Kampung Pecinan Semarang. Semarang: Fakultas Pendidikan Badan Pusat Statistik.2010. Bukittinggi dalam Angka.Bukittinggi Badan pusat Statistik.2012. Statistik Kota Bukittinggi. Bukittinggi Bakaruddin dkk.2004. Dasar-Dasar Geografi kota. Padang: Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial IKIP Padang Press Budiman, Amen. 1979. Semarang Juwita. Semarang : Penerbit Tanjung sari. ——————–.1978. Semarang Riwayatmu Dulu. Semarang : Penerbit Tanjung Sari. Daldjoeni,N. 1998.Studi Geografi (suatu pendekatan dan analisa keruangan. Bandung Dian,1996.Logika Feng Shui. Konsep Dan Metode Untuk Rumah Tinggal Yang Membawa Keberuntungan Hidup (Buku Kedua). Jakarta : Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia Gondomono. 1996. Membanting Tulang Menyembah Arwah: Kehidupan 55 kekotaan Masyarakat Cina. Jakarta (Depok) : Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Hidayat, Z.M.1993. Masyarakat dan Kebudayaan Cina di Indonesia. Bandung : Penerbit Tarsito. Koenjaraningrat (1999). Manusia dan kebudayaan di Indonesia. Jakarta:Djambatan Kusumastuti. 2008 ‖penyediaan sarana dan prasarana pemukiman sebagai motor pertumbuhan ekonomi dalam wilayah pekal Benewo‖. Jurnal aplikasi, 4 (1): 1907-753X. Leo suryadinata. 2003‖ etnis tionghoa, pribumi Indonesia dan kemajemukan: peran negara, sejarah, dan budaya dalam hubungan antar etnis‖. 7(1): 1-7. Lombard, Denys, 1996. Nusa Jawa: Silang Budaya, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Maleong,Lexy. 2000.Metode Penelitian Kualitatif.Bandung: Rusda Karya Makmur, Mariana.1993. Kebijakan Pemerintah dan Pedagang Etnis Tionghoa di Bukittinggi. Forum penelitian, 1(3):55-76) Nurullah Ahmad. 2012‖ Imlek dan pemutihan Etnis tionghoa: jurnal nasional 1 (1): ISSN 1567-2039. Rencana Umum Tata Ruang Kota Padang. 1984-2004. Hasil Evaluasi dan Revisi Rencana Induk Kota Padang. Padang Rusliadi, Ernan dkk. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Fakultas Pertanian. ITB Revida Erika. 2006‖ Interaksi sosial masyarakat etnis Cina dan pribumi di Kota Medan sumatera Utara, 1(1) : 33-47. Pramono, Lenny. 2005. Karakteristik Arsitektur Kawasan Pecinan Semarang. Laporan Skripsi Universitas Katolik Parahyangan. Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan dan sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta: Gaung Persada Press (GP Press) LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013 Vicky H. Makarau. 2011‖ Tinjauan penduduk, perumahan pemukiman perkotaan dan pendekatan kebijakan. 3(1): 2085-7020) Skinner, Stephen.. 2003. Feng Shui. Ilmu Tata letak Tanah Dan Kehidupan Cina Kuno. Semarang : Dahara Prize. Soekanto, Soejono(2000). Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo. Suryadinata, leo. 1999. Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa. Jakarta: LP3ES Sartini Wayan. ― Konsep dan nilai kehidupan masyarakat etnis Tionghoa(Analisis wacana ritual tahun baru imlek) 1-15. Suliyati, Titiek. 2009 ‖melacak Jejak Budaya Cina di Lasem” makalah disajikan dalam seminar nasional, MSI Komisariat Rembang. Jawa Timur Suyasa, I wayan,dkk. ―Modal sosial dalam pengintegrasian etnis Tionghoa pada masyarakat desa Pakraman Bali‖. Jurnal penelitian dan pengembangan sains& humaniora, 5 (3):236-238. Tan, Mely G.1981. Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia. Suatu Masalah Pembinaan Kesatuan Bangsa. Jakarta : PT Gramedia. Undang- undang RI No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta: departemen Pekerjaan Umum Wahyu Ratih,dkk. 2010‖ Penataan pemukiman di kawasan segi empat Tujnungan Kota surabaya‖. Jurnal tata kota dan daerah, 2(2) Zul’Asri, 2001.Bukittinggi 1945-1980: Perkembangan Kota secara Fisik dan Hubungannya dengan Pemilikan Tanah. Depok: Program Pasacasarjana, Ilmu Pengetahuan Budaya, Fakultas Sastra Indonesia. 56