DIMENSI SOSIAL ETNIS TIONGHOA YANG

advertisement
DIMENSI SOSIAL ETNIS TIONGHOA YANG BERMUKIM
DI KOTA BUKITTINGGI
Rahmi Novalita
Dosen Tetap Program Studi Pendidikan Geografi FKIP Universitas Almuslim
ABSTRACT
This study originated from ethnic Chinese social problems such as: the presence of social
inequality among ethnic Chinese with the indigenous people in government. Where ethnic Chinese
have not fully given a chance to sit in the government both from the village or from the scope of local
government. In addition, the local government took over some assets of social amenities such as
ethnic Chinese, a foundation where ethnic Chinese associations currently used by the Faculty of
Engineering Muhammadiayah Bukittinggi. This research is aimed to get information and discuss
chinese social ethnic of dimension in Bukittinggi. This research is qualitative research. The informant
of this research are the tionghoa civilisation that live in Benteng Pasar atas village. Taking
information’s technique by using snomball sampling. The technique of collecting data through
observation, interview and decumentation and data analysis is analysis data reduction, data display,
interpretation of data, and drawing data conclusions. The result of the research is social dimension of
chinese ethnic that live in Bukittinggi city. It show that the number of chinese ethnic decrease in 2012
(±500 orang). It is caused of mobility and migration factor. Generally, mayority the chinese ethnic
live in some place in Bukittinggi. Likes, Guguk Panjang, Benteng Pasar Atas village, Tembok Bawah,
jenjang Empat puluh and Pasar bawah although Aur Tajungkang. Mayority the economi of chinese
etchnic is trade. If we can see in religion they are cristians, and other cilizen are moeslim and
budhisim Bukittinggi. The chinese etchnic are still maintain their customs, such as the lunar new yar
celebration, cap go meh and meriage customs. There are two sosial organisation in Bukittinggi now
especially for chinese etchnic, they are HBT and HTT, they have function to serve death, social, and
chinese culture, in Bukittinggi more facities to inerease the chinese life, bat based on interview resilt
and field observation so many problem has ben found, such as a wede range of issues such as
frequent congestion, flooding, garbage, blockage of drainage channels.
ABSTRAK
Penelitian ini berawal dari masalah sosial etnis Tionghoa seperti: terdapatnya kesenjangan
sosial antara etnis Tionghoa dengan penduduk pribumi dalam bidang pemerintahan. Dimana etnis
Tionghoa belum sepenuhnya diberi kesempatan untuk duduk di dalam pemerintahan baik dari tingkat
kelurahan maupun dari lingkup pemerintahan daerah. Disamping itu, pemerintah daerah mengambil
alih beberapa aset fasilitas sosial etnis Tionghoa seperti, sebuah yayasan tempat perkumpulan etnis
Tionghoa yang sekarang ini dipakai oleh Fakutas Teknik Muhammadiayah Kota Bukittinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan membahas tentang dimensi sosial etnis
Tionghoa yang bermukim di Kota Bukittinggi. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
Informan dalam penelitian ini adalah tokoh dan masyarakat etnis Tionghoa yang bermukin di
Kelurahan Benteng Pasar Atas dengan teknik pengambilan informan dengan menggunakan teknik
bola salju (snowball Sampling). Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah reduksi data, display data, interprestasi data, dan
penarikan kesimpulan. Hasil penelitian yang berjudul dimensi sosial etnis Tionghoa yang bermukim
di Kota Bukittinggi menunjukkan bahwa: jumlah etnis Tionghoa di Bukittinggi pada tahun 2012
mengalami penurunan (±500 orang). Penurunan jumlah etnis Tionghoa di Kota Bukittinggi
disebabkan oleh faktor mobilitas dan migrasi. Mayoritas pemukiman etnis Tionghoa sudah menyebar
dibeberapa tempat di Kota Bukittinggi seperti: Kecematan Guguk Panjang, Kelurahan Benteng
Pasar Atas, sedangkan etnis Tionghoa yang lain menyebar di tempat lain, seperti Tembok Bawah,
Jenjang Empat Puluh, dan Pasar Bawah yang termasuk Kelurahan Aur Tajungkang. Mayoritas etnis
Tionghoa berusaha dibidang perdagangan. Bila ditinjau dari segi agama, pada umunya mayoritas
LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013
41
etnis Tionghoa beragama Kristen. Sedangkan masyarakat yang lainnya beragama islam dan Budha.
Etnis Tionghoa di Kota Bukittinggi masih mempertahankan adat istiadatnya seperti perayaan tahun
baru Imlek, cap go meh, serta adat perkawinan. Di Kota Bukittinggi sekarang ini terdapat dua
organisasi sosial khusus untuk orang Tionghoa yaitu HBT dan HTT yang berfungsi sebagai
perkumpulan yang mengurus kematian, masalah sosial, dan masalah budaya orang Tionghoa. Di
Kota Bukittinggi, sudah banyak fasilitas untuk menunjang kehidupan masyarakat setempat. Tetapi,
berdasarkan wawancara dan pengamatan di lapangan di Kota Bukittinggi ditemukan berbagai
macam permasalahan-permasalahan seperti: sering terjadi kemacetan, banjir, sampah, penyumbatan
saluran drainase.
Kata Kunci: Sosial Etnis Tionghoa
Diantara golongan totok dan golongan
peranakan
di
samping
terdapatnya
perbedaan orientasi politik juga terdapat
perbedaan dalam pandangan hidup, gaya
hidup dan berbagai macam perbedaan
lainnya yang dapat dirasakan oleh kedua
belah pihak secara jelas bahwa mereka
sebenarnya berbeda, tetapi hal ini akan sulit
dirasakan dan di ketahui oleh orang luar. Di
dalam kehidupan sehari-hari golongan asli
lebih suka bekerja untuk diri sendiri dan
banyak bergerak di bidang usaha,
sedangkan golongan peranakan lebih
beraneka ragam pekerjaan.
Keberadaan etnis Tionghoa di daerah
perkotaan, salah satunya adalah berada di
kota Bukittinggi. Selain sebagai kota
perjuangan, kota Bukittinggi juga terkenal
sebagai kota wisata yang berhawa sejuk.
Kota
Bukittinggi
sebagai
pusat
pertumbuhan mengalami perkembangan
wilayah pembangunan yang cukup cepat
dan pesat, pertambahan penduduk yang
tinggi
mengakibatkan
bertambahnya
penduduk baru setiap tahun yang
membutuhkan
tempat
bermukim.
Tabel 1. Data Suku/Etnis di Kota Bukittinggi
Suku/Etnis
Jumlah
Minang,Tionghoa, Batak dan Jawa
111.312
Sumber : Kantor BPPS Kota Bukittinggi Tahun 2010
Kawasan perumahan atau permukiman sebagai suatu kesatuan tempat tinggal.
merupakan suatu lingkungan tempat tinggal Dalam hal ini wujud suatu pemukiman
yang perlu dilindungi dari berbagai meliputi
unsur-unsur
perumahan,
gangguan,
umpamanya,
jauh
dari infrastruktur/prasarana perhubungan dan
kebisingan suara, bau yang tidak sedap dan komunikasi
dan
servis/pelayanan
lain sebagainya, disamping itu harus (Bakaruddin dkk, 1994:26)
disediakan berbagai sarana dan prasarana
Kawasan perumahan atau pemukiman
yang mendukung aktifitas kehidupan di Kota Bukittinggi sudah dilengkapi
PENDAHULUAN
Orang
Tionghoa
di
Indonesia
sebagaimana sudah banyak diketahui sering
dikelompokkan dalam katogori totok dan
peranakan. Ukuran totok dan peranakan itu
bisa bermacam-macam, antara lain ada yang
mengidentikkan totok adalah mereka yang
asli keturunan Cina, sedangkan peranakan
adalah mereka yang merupakan keturunan
campuran. Adapula yang mengkatagorikan
totok itu ialah mereka yang lahir di
Tiongkok. Sedangkan mereka yang lahir di
Indonesia adalah peranakan. Kriteria yang
lain melihat dari kebudayaan masyarakat
atau kelompok orang Tionghoa yang
bersangkutan.
Orang Tionghoa totok adalah mereka
yang masih memiliki dan memegang teguh
tradisi Cina dan masih menggunakan secara
aktif bahasa Tionghoa baik yang Mandarin
maupun dialek Seperti Katon, Hakka,
Teochiu. Sedangkan peranakan adalah
mereka yang sudah kehilangan kemampuan
untuk menggunakan bahasa daerah serta
terintegrasi dengan penduduk setempat.
LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013
42
dengan sarana dan prasarana untuk
menunjang kehidupan masyarakt sekitarnya,
seperti prasarana ibadah, rumah sakit,
sekolah, tempat rekreasi,saluran drainase,
sumber air, pasar dll. Keberadaan suku
bangsa atau etnis salah satunya yang
terdapat di kota Bukittinggi merupakan
sejumlah
perkumpulan
etnis
yang
menghasilkan kontak sosial dengan
masyarakat
pribumi.
Meningkatkanya
kontak sosial ini akan merangsang
terjadinya perubahan-perubahan dalam tiaptiap kebudayaan yang berinteraksi dan turut
memainkan peranan. Sehingga kota
Bukittinggi ditandai dengan heterogenitas
keragaman etnis.
Berdasarkan grand tour penulis tentang
dimensi sosial etnis Tionghoa bemukim di
Kota
Bukittinggi
ditandai
dengan
pemukiman etnis Tionghoa berbentuk
kelompok. Meskipun demikian, mereka
dapat beradaptasi dengan etnis lainnya.
Merayakan adat istiadat, merayakan agama
tanpa mengganggu masyarakat lainnya serta
merasa aman dan nyaman. Hal ini didukung
oleh akses sosial dan fasilitas-fasilitas sosial
untuk bersosialisasi. Disamping itu, etnis
Tionghoa di Kota Bukittinggi memiliki ciri
khas seperti, pemukiman yang menyebar di
beberapa wilayah di Kota Bukiitiinggi,
masih mempertahankan adat istiadat dan
tradisi, dan mampu beradaptasi dengan etnis
lainnya.
Namun, bila ditinjau dari masalah sosial
etnis Tionghoa berdasarkan wawancara
penulis di lapangan terdapat beberapa
masalah sosial etnis Tionghoa seperti,
terdapatnya kesenjangan sosial antara etnis
Tionghoa dengan penduduk pribumi dalam
bidang pemerintahan. Dimana etnis
Tionghoa belum sepenuhnya diberi
kesempatan untuk duduk di dalam
pemerintahan baik dari tingkat kelurahan
maupun dari lingkup pemerintahan daerah.
Disamping
itu,
pemerintah
daerah
mengambil alih beberapa aset fasilitas sosial
etnis Tionghoa seperti, sebuah yayasan
tempat perkumpulan etnis Tionghoa yang
sekarang ini dipakai oleh Fakutas Teknik
Muhammadiayah Kota Bukittinggi.
Walaupun sesungguhnya keberadaan
masyarakat etnis Tionghoa suda sudah
sangat lama, tetapi perjuangan mereka
LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013
dalam menempatkan diri sebagai bagian
dari masyarakat Indonesia, khususnya Kota
Bukittinggi masih terus berlangsung.
Budaya masyarakat etnis Tionghoa yang
beraneka ragam menjadi sumbangan besar
bagi pengembangan budaya Indonesia
khususnya Kota Bukittinggi.
Pemahaman
mendalam
terhadap
golongan masyarakat etnis Tionghoa perlu
diupayakan terus menerus sebagai upaya
untuk menciptakan persatuan dan kesatuan
di bumi Indonesia khususnya Kota
Bukittinggi. Perbedaan sosial budaya
hendaknya
dimaknai
sebagai
keanekaragaman dan kekayaan dari budaya
secara keseluruhan, bukan sebagai sumber
konflik atau faktor pemisah antara
masyarakat
etnis
Tionghoa
dengan
masyarakat lainnya, sebab bagaimanapun
masyarakat etnis Tionghoa adalah bagian
dari masyarakat Kota Bukittinggi yang
mempunyai peran di bidang sosial budaya,
ekonomi
dan
politik.
Berdasarkan
kenyataan tersebut di atas perlu adanya
pengkajian mengenai “Dimensi Sosial
Etnis Tionghoa yang Bermukim di Kota
Bukittinggi”
METODE
Jenis Peneitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian
kualitatif.
Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah
Kampung Tionghoa (Kampung Cina) di
Kelurahan Benteng Pasar Atas Kota
Bukittinggi Sumatera Barat.
Format Penelitian
Informan dalam penelitian ini yaitu
informan kunci, adapun yang menjadi
informan dalam penelitian ini adalah tokoh
masyarakat Tionghoa (orang yang disegani
pada perkumpulan etnis tersebut antara lain
pengurus kongsi-kongsi, pengelola HBT
dan HTT, kepala kelurahan, masyarakat
Tionghoa yang bermukim di Kelurahan
Benteng Pasar Atas.
Teknik pengembilan informan dalam
penelitian ini adalah teknik bola salju
(Snowball Sampling). Snowball sampling
adalah teknik pengambilan informan
sebagai sumber data yang pada awalnya
sedikit lama-lama menjadi besar. hal ini
43
dilakukan karena jumlah data yang sedikit sedikit lama-lama menjadi besar. hal ini
tersebut belum mampu memeberikan data dilakukan.
yang memuaskan, maka akan dicari orang Teknik dan Alat Pengumpulan
lain yang dapat digunakan sebagai sumber
Data
data. Peneliti mengambil informan lapangan 1. Alat Pengumpul Data
sebanyak yang dibutuhkan sampai peneliti
Pengumpulan data melalui wawancara
merasa terjawab peretanyaan penelitian dibantu dengan daftar pertanyaan (format
yang dicari, dari situlah informan diketahui observasi), camera yang telah disiapkan
jumlahnya atau dengan kata lain informan sebelumnya.
sedangkan data lainya
berakhir pada batas dimana tidak dijumpai dikumpulkan dari dokumen-dokumen dan
lagi variasi informasi.
artikel yang berkaitan dengan penelitian
Teknik pengembilan informan dalam 2. Teknik Pengumpulan Data
penelitian ini adalah teknik bola salju
Dalam penelitian kualitatif teknik
(Snowball Sampling). Snowball sampling pengumpulan data yang digunakan adalah
adalah teknik pengambilan informan dengan teknik observasi, wawancara dan
sebagai sumber data yang pada awalnya studi
dokumentasi.
Tabel 2. Jenis Data, Sumber Data, Alat dan Teknik Pengumpulan Data
No
Jenis data
Teknik
Alat
Sumber
1
Dimensi sosial Etnis wawancara
Catatan lapangan, Informan
Tionghoa
yang
Kamera
bermukim di Kota
Bukittinggi
Tabel 3. Kisi-Kisi Panduan Dalam Pengumpulan
Data Penelitian
No
Variabel
Indicator
1
Dimensi Sosial
Kondisi penduduk
Adat Istiadat
Organisasi sosial
Fasilitas sosial
konteks penerima. Dengan demikian
Teknik Pemeriksaan Keabsahan
peneliti bertanggung jawab terhadap
Data
Dalam memperkuat tingkat kesahihan penyediaan
dasar
secukupnya
yang
hasil temuan data penelitian, maka peneliti memungkinkan seseorang merenungkan
menggunakan standar keabsahan data yang suatu aplikasi pada penerima sehingga
dikemukakan oleh Lincoln dan Guba dalam memungkinkan adanya pembanding.
Moleong (2006:326) yang terdiri dari 4 3. Dependabilitas (kebergantungan)
langkah yaitu:
Dependabilitas disebut juga dengan
1. Kredibilitas
realibilitas. Realibilitas ditunjukan dengan
Dalam menguji kredibilitas atau jalan mengadakan replikasi studi. Jika dua
disebut juga dengan validitas internal maka atau beberapa kali diadakan pengulangan
dilakukan: a) Perpanjangan keikutsertaan, suatu studi dalam kondisi yang sama dan
b) Ketekunan pengamatan, c) Triangulasi hasilnya secara esensial sama, maka
yang meliputi: (1). Triangulasi dengan dikatakan realibilitasnya tercapai.
sumber, (2). Triangulasi dengan metode, 4. Konfirmabilitas (Kepastian)
(3). Triangulasi dengan penyidik, dan (4) Konfirmabilitas adalah untuk menguji
Triangulasi teori, d) Pengecekan sejawat,e) keobjektifitas suatu temuan. Peneliti
Analisis kasus negatif, dan f) Pengecekan berusaha untuk melakukan konfirmabilitas
anggota
dengan menuangkan hasil penelitian apa
adanya sesuai dengan data lapangan. Hal ini
2. Transferabilitas (keteralihan)
Dalam penelitian kualitatif keteralihan dimaksudkan agar tidak terjadi bias dalam
bergantung pada pengetahuan seorang temuan.
peneliti tentang konteks pengirim dan Teknik Analisa Data
LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013
44
Teknik Analisis Data dalam penelitian
ini adalah;
1. Reduksi data
Reduksi data Merupakan proses
pemusatan
perhatian
dengan
penyederhanaan,
pengabstrakan,
dan
informasi data kasar yang terlihat dari
catatan tertulis dilapangan.
2. Display data/penyajian data
Display data/penyajian data dilakukan
dengan cara membuat berbagai tabel dari
keseluruhan data yang diperoleh sehingga
lebih mudah untuk menganalisis data yang
diperoleh. Dalam penelitian ini, menyajikan
data dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
tabel, identitas subjek dan pertanyaan
penelitian.
3. Interprestasi Data
Interprestasi data diperoleh melalui
data/informasi yang diperoleh dikumpulkan
untuk menentukan makna terkandung
didalamnya,
kemudian
dipaparkan
menggunakan kata-kata dan kalimat yang
dimengerti
4. Penarikan kesimpulan
Yaitu data yang diperoleh dikumpulkan
dengan menggunakan kata-kata dan kalimat
yang dimengerti, kemudian peneliti menarik
kesimpulan yang akhirnya akan menjadi
hasil penelitian.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil wawancara dan
pengamatan penulis tentang dimensi sosial
etnis Tionghoa yang bermukim di Kota
Bukittinggi menunjukkan bahwa jumlah
etnis Tionghoa di Bukittinggi pada tahun
2012 mengalami penurunan dimana, jumlah
etnis Tionghoa sekitar ±500 orang.
Penurunan jumlah etnis Tionghoa di Kota
Bukittinggi
disebabkan
oleh
faktor
mobilitas dan migrasi. Karena keterbatasan
lapangan pekerjaan di Kota Bukittinggi
sehingga generasi muda etnis Tionghoa
lebih memilih daerah lain untuk bermukim.
disamping itu, anak-anak yang telah
bersekolah dan menekuni pekerjaan di
sejumlah kota lain di Indonesia maupun di
luar negeri lebih cenderung memilih dan
bertempat tinggal di wilayah tersebut.
Migrasi
merupakan
perpindahan
penduduk dari suatu tempat ke tempat lain.
faktor-faktor penarik etnis tionghoa
LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013
melakukan migrasi antara lain :1) adanya
rasa superior di tempat yang baru atau
kesempatan untuk memasuki lapangan
pekerjaan yang cocok, 2) Kesempatan
mendapatkan pendapatan yang lebih baik,
3) Kesempatan mendapatkan pendidikan
yang lebih tinggi, 4) Keadaan lingkungan
dan keadaan hidup yang menyenangkan
misalnya iklim, perumahan, sekolah dan
fasilitas-fasilitas kemasyarakatan lainnya, 4)
tarikan dari orang yang diharapkan sebagai
tempat berlindung, 5) adanya aktivitasaktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik
bagi orang-orang dari desa atau kota kecil.
Menurut Everet S. Lee ada 4 faktor
yang menyebabkan orang mengambil
keputusan untuk melakukan migrasi yaitu:
1) faktor-faktor yang terdapat di daerah
asal, 2) faktor-faktor yang terdapat di
tempat tujuan, 3) rintangan-rintangan yang
menghambat,3) faktor-faktor pribadi.
Berdasarkan hal diatas faktor – faktor
yang menyebabkan keputusan generasi
muda etnis Tionghoa untuk melakukan
migrasi yaitu keterbatasan lapangan
pekerjaan di kota Bukittinggi sehingga
generasi muda etnis tionghoa menunjukkan
orientasi makin terpusat ke wilayah
perkotaan (kota propinsi) di luar kota
Bukittinggi
sehingga
mereka
lebih
menunjukkan perhatian ke kota-kota besar
lainnya di indonesia. Perpindahan atau
migrasi juga didasarkan pada motif yang
direncanakan oleh individu etnis Tionghoa
itu sendiri secara sukarela (voluntary
plannedmigraton). Para penduduk yang
akan berpindah, atau migran, telah
memperhitungkan berbagai kerugian dan
keuntungan yang akan di dapatnya sebelum
yang bersangkutan memutuskan untuk
berpindah atau menetap ditempat asalnya.
Dalam hubungan ini tidak ada unsur
paksaan untuk melakukan migrasi.
Disamping itu, perpindahan penduduk
etnis Tionghoa juga didasarkan atas
keinginan untuk mendapatkan kesejahteraan
yang maksimum serta tempat yang
menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi
diri maupun keluarganya, yang tidak lain
adalah tempat yang lebih berkembang
secara ekonomi dibandingkan dengan
tempat asalnya. Ketimpangan yang terjadi
45
antara etnis Tionghoa dengan masyarakat
pribumi
dibidang
pemerintahan
menyebabkan etnis Tionghoa terdorong atau
tertarik untuk melakukan pergerakan dari
satu daerah ke daerah lainnya.
Jika ditinjau dari pola perpindahan
penduduk etnis Tionghoa di Kota
Bukittinggi dapat dibedakan atas: a) Pola
perpindahan harian, yaitu perpindahan
penduduk setiap hari untuk mencari makan.
Setiap hari melakukan perjalanan pergi
pulang/nglaju (pergi pada pagi hari dan
pulang pada sore hari), b) Pola perpindahan
menetap, yaitu perpindahan penduduk dari
satu tempat ke tempat lain dengan tujuan
menetap sekurang-kurangnya enam bulan
lamanya, c) Pola perpindahan tidak
menetap, yaitu perpindahan penduduk
Dalam jangka waktu pendek, tidak begitu
teratur waktunya, dan hanya berdasarkan
kebutuhan, contoh : anak-anak etnis
Tionghoa yang menempuh pendidikan di
luar Kota Bukittinggi.
Walaupun dengan adanya migrasi dan
mobilitas yang dilakukan oleh etnid
Tionghoa ini memiliki dampak positif
terhadap daerah yang ditinggalkan seperti,
Berkurangnya jumlah penduduk sehingga
mengurangi jumlah pengangguran. Tetapi,
disisi lain juga ada dampak megatif dari
migrasi tersebut bagi daerah yang
ditinggalkan seperti: a) Berkurangnya
tenaga kerja muda daerah, b) Kurang
kuatnya stabilitas keamanan karena hanya
tinggal penduduk tua, c) Semakin
berkurangnya
tenaga
penggerak
pembangunan. d) Terbatasnya jumlah kaum
intelektual karena penduduk yang berhasil
memperoleh pendidikan tinggi pada
umunya enggan kembali ke Kota
Bukittinggi.
Masyarakat etnis Tionghoa yang
bermukim di kawasan Pecinaan Kota
Bukittinggi merupakan WNI keturunan
dimana , etnis Tionghoa ini digolongkan
sebagai masyarakat cina peranakan. Secara
umum penduduk di kawasan pecinan Kota
Bukittinggi terbagi menjadi sebagai berikut
: (a) Penduduk asli yang telah menetap di
kawasan Pecinan ini sejak lahir dan
memiliki tempat tinggal di kawasan tersebut
dari warisan leluhurnya, (b) penduduk asli
yang telah menetap di kawasan Pecinan ini
LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013
sejak lahir, namun hanya menggunakan
tempat tinggalnya sebagai tempat berdagang
atau toko, sedang tempat tinggalnya berada
di luar Pecinanan, dan (c) penduduk yang
tidak tetap, mereka tidak tinggal menetap di
kawasan Pecinan ini. Hanya karena
pekerjaannya mereka berada di kawasan
Pecinan ini, misalnya buruh kerja atau
pedagang non permanen di pasar.
Persebaran atau distribusi penduduk
adalah bentuk penyebaran penduduk di
suatu wilayah atau negara, apakah
penduduk tersebut tersebar merata atau
tidak. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penyebaran tiap-tiap daerah atau negara
sebagai berikut:1) Faktor Fisiografis, 2)
Faktor Biologis,3) Faktor Kebudayaan dan
Teknologi. disamping itu, kondisi geografis
kota Bukittinggi yang sangat strategis yaitu
terletak di antara perlintasan antar daerah di
Propinsi Sumatera Barat. Secara geografis,
letak Kota Bukittinggi berbatasan langsung
dengan kecematan-kecematan di Kabupaten
Agam.
Topografi permukaan bumi Kota
Bukittinggi tidak rata dengan ketinggian
dari permukaan laut sekitar 780-960 meter.
Karena terletak di daerah ketinggian maka
Bukittinggi berudara sejuk sehingga,
menjadikan Kota Bukittinggi sebagai tujuan
utama para imigran untuk mencari
penghidupan dan menjadi pilihan sebagai
tempat
bermukim.
Akibat
adanya
keterbatasan
lahan
pemukiman
mengakibatkan
etnis
Tionghoa
membutuhkan lahan tempat bermukim,
sehingga terbentuklah pemukiman baru di
beberapa tempat di Kota Bukittinggi.
Mayoritas etnis Tioghoa bermukim di
wilayah Pecinan (Kampung Cino). Pecinaan
adalah sebutan untuk kawasan pemukiman
masyarakat etnis Tiongho dengan ciri khas
budaya dan tradisi dari negara asal mereka.
Mayoritas etnis Tionghoa bermukim
sudah menyebar dibeberapa tempat di Kota
Bukittinggi mayoritas etnis Tionghoa
bertempat tinggal di Kecematan Guguk
Panjang, Kelurahan Benteng Pasar Atas,
sedangkan etnis Tionghoa yang lain
menyebar di tempat lain, seperti Tembok
Bawah, Jenjang Empat Puluh, dan Pasar
Bawah yang termasuk Kelurahan Aur
Tajungkang.
46
Di dalam kota diperkirakan akan terjadi
pergeseran penyebaran penduduk yang
cukup besar di masa yang akan datang, baik
antara kelurahan maupun antar kecematan.
Pada beberapa kelurahan terutama di pusat
kota harga lahan semakin tinggi, padat
penduduk, dan relatif sempit untuk
menampung sejumlah penduduk tambahan.
Sebaliknya di pinggir kota terdapat
beberapa kelurahan yang relatif jarang
penduduknya dengan harga lahan yang
relatif rendah. Dalam hubungan ini angka
pertumbuhan penduduk diperkirakan akan
lebih cepat di kawasan yang relatif kosong
dibandingkan dengan kawasan yang lebih
padat penduduk.
Disamping itu faktor-faktor pemilikan
lain seperti pemilikan tanah, penyedian
fasilitas kota, dan proses pembangunan kota
yang akan dilaksanakan juga akan
mempengaruhi pola penyebaran penduduk
di kota Bukittinggi, namun kepadatan yang
lebih tinggi tetap akan terjadi pada
kawasan-kawasan lahan tertentu, khususnya
di pusat kota.
Berdasarkan pengamatan penulis di
lapangan pola Pemukiman etnis Tionghoa
di Kota Bukittinggi adalah: a) Memanjang
(Linear) yaitu Pola pemukiman memanjang
memiliki ciri pemukiman berupa deretan
memanjang karena mengikuti jalan dimana,
pada daerah ini pemukiman etnis Tionghoa
berada di sebelah kanan kiri jalan terbentuk
secara alami untuk mendekati sarana
transportasi, b) Pola Pemukiman Terpusat.
Pola
pemukiman
ini
mengelompok
membentuk unit-unit yang kecil dan
menyebar. Penduduk etnis Tionghoa yang
tinggal di pemukiman terpusat seperti di
Kelurahan Benteng Pasar Atas
masih
memiliki hubungan kekerabatan dan
hubungan dalam pekerjaan hal ini
mempermudah komunikasi anta rkeluarga
atau antar teman bekerja, c) pola
pemukiman tersebar yang di pengaruhi oleh
mata pencaharian penduduk etnis Tionghoa
yang sebagian besar dalam bidang
perdagangan sehingga memilih tempattempat atau lokasi lain disekitar Kota
bukittinggi.
Berdasarkan hal diatas, penyebaran
penduduk yang ideal di kota Bukittinggi
antara lain:a) penyebaran penduduk di kota
LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013
Bukittinggi terutama ditujukan agar
kepadatan penduduk tidak terkonsentarasi
pada pusat kota saja, tetapi diharapkan
menyebar ke bahagian wilayah kota yang
telah di lengkapi dengan fasilitas pelayanan
kota, b) sesuai dengan kecenderungan yang
ada dewasa ini, lingkungan pusat kota di
arahkan untuk tetap berkepadatan tinggi
dan kota secara keseluruhan berkepadatan
sedang. Daerah pinggir sebagai daerah
pertanian diusahakan berkepadatan rendah.
Kepadatan tinggi ditetapkan maksimum 400
jiwa per hektar (200-400 jiwa/Ha,
kepadatan sedang maksimum 200 jiwa/Ha,
dan kepadatan rendah 100 jiwa/Ha, c) untuk
mengurangi kepadatan penduduk yang lebih
banyak di pusat kota maka dilakukan usahausaha untuk mendorong agar penduduk
bermukim di penggiran kota.
Mengenai
mata pencaharian etnis
Tionghoa di kota Bukittinggi khususnya di
Kelurahan Benteng Pasar Atas yaitu,
mengusahakan
bahan-bahan
mentah,
perdagangan, tenaga profesi, dan jenis
pekerjaan lainnya. mayoritas etnis Tionghoa
berusaha dibidang perdagangan yang
meliputi usaha di bidang makanan dan hasil
bumi serta usaha perdaganga kecil seperti
pertokoaan, rumah makan.
Semakin berkembangnya kegiatan
perdagangan di kalangan etnis Tionghoa,
maka jarang terjadinya pergeseran mata
pencaharian penduduk etnis Tionghoa.
Berdasarkan hasil penelitian mayoritas mata
pencaharian etnis Tionghoa adalah sebagai
pedagang. Keterbatasan lapangan pekerjaan
dan
adanya
deskriminasi
dalam
mendapatkan
pekerjaan
di
bidang
pemerintahan.
Dalam pergaulan sehari-hari etnis
Tionghoa menggunakan bahasa Minang dan
bahasa Indonesia karena mereka tidak
menguasai
bahasa
Tionghoa
lagi
dikerenakan etnis Tionghoa yang bermukim
di kota Bukittinggi merupakan kategori
peranakan dimana salah satu ciri-ciri etnis
Tionghoa peranakan adalah mereka yang
sudah kehilangan kemampuan untuk
menggunakan
bahasa
daerah
serta
terintegrasi dengan penduduk setempat .
Mengenai interaksi dengan orang
Minangkabau telah dimulai sejak dahulu
terutama dalam bidang perdagangan, karena
47
kedua etnis ini sama-sama bergerak di
bidang perdagangan. Walaupun demikian
hasil kontak kebudayaan antara kedua etnis
tersebut dapat jelas terlihat pengaruhnya
pada kebudayaan Minangkabau. Contohnya
dapat kita lihat pada pakaian dan pelaminan
pengantin dan warna-warna meriah pada
tata rias penganten Minangkabau.
Dalam bidang pendidikan sebahagian
besar anak-anak etnis Tionghoa menempuh
pendidikan SD, SMP, dan SMA di sekitar
Kota Bukittinggi dan orang Tionghoa
menyekolahkan anak-anaknya di sekolah
katolik/kristen di Padang bagi yang mampu,
namun untuk menempuh pendidikan lebih
tinggi mereka menempuh pendidikan di
Kota Padang, Jakarta, bahkan sampai keluar
negeri.
Pada saat sekarang ini anak-anak etnis
Tionghoa yang memasuki sekolah di Kota
Bukittinggi
sudah
banyak.
Dengan
demikian pergaulan antara orang tionghoa
dan orang minangkabau telah dimulai dan
dibiasakan pada saat masa sekolah.
Sekolah-sekolah yang ada di sekitar Kota
Bukittinggi menampung anak-anak etnis
tionghoa untuk melanjutkan pendidikam di
kota Bukittinggi agar tidak terjadi
pengelompokan. Dengan demikian pada
masa sekarang anak-anak kota Bukittinggi
tidak perlu keluar bukittinggi lagi untuk
tingkat TK sampai sekolah menengah.
Untuk tinggkat perguruan tinggi mereka
melanjutkan ke Padang atau ke pulau Jawa.
Bila ditinjau dari segi agama pada
umunya mayoritas
etnis Tionghoa
beragama Katolik sedangkan masyarakat
yang lainnya bergama islam dan Budha.
Pada umumnya generasi tua masih banyak
yang memeluk agama Budha, sedangkan
agama Katolik dianut oleh generasi muda.
Bahkan dalam satu keluarga ditemui dua
pemeluk agama yang berbeda hidup secara
berdampingan dalam satu rumah tangga.
Tetapi perbedaan ini tidak menimbulkan
perbedaan di antara mereka karena mereka
menganggap setiap agama mengajarkan
kebaikan
dan
di
harapkan
dapat
menjalankan ajaran agama dengan baik dan
benar.
Agama kristen di Sumatera Barat,
khususnya Kota Bukittinggi mendapat
pengikut dari kalangan etnis Tionghoa.
LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013
Disamping penyebaran agama kristen
lainnya perkembangan agama Budha juga
berlangsung aktif . di Bukittinggi umat
Budha mulai mendapat perhatian dengan
didirikannya Vihara Budha Sasana pada
tahun 1984. Akan tetapi sebagian besar
orang Tionghoa di Kota Bukittinggi yang
mengaku
beragama
Budha
kurang
menerima kehadiran Vihara tersebut.
Mereka menganggap ajaran Budha yang
diberikan di Vihara tersebut berbeda dengan
konsep budha yang berada dalam pemikiran
mereka.
Religi masyarakat etnis Tionghoa selalu
dipengaruhi oleh pemujaan terhadap arwah
leluhur dan tiga ajaran utama, yaitu ;
Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhism.
Sebagian masyarakat etnis Tionghoa di
kawasan Pecinan Kota Bukittinggi masih
menganut kepercayaan Tri Dharma
(Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhism).
Ketiga ajaran tersebut terkait erat dan saling
melengkapi. Dan, bagi etnis Tionhoa pada
umumnya, religi mencakup kepercayaan
terhadap dewa-dewa local dan roh-roh, hal
tersebut mempengaruhi keseharian mereka.
Pokok
ajaran
Konfusius
atau
Konghuchu adalah untuk menyelamatkan
dunia melalui pengajaran moral etika
terhadap manusianya. Mereka diarahkan
agar berusaha menyempurnakan serta
menyucikan hati serta pikirannnya menuju
keseimbangan yang harmonis. Taoisme
menekankan
ajarannya
pada
hidup
mengikuti
kehendak
alam,
hakekat
keharmonisan antara kehidupan langit (alam
gaib) dengan kehidupan di bumi dan
manusia (alam, dunia nyata). Taoisme
mengajarkan upacara untuk mencapai
kesempurnaan hidup yang bertemapt di
Klenteng. Inti ajaran Taoisme adalah selalu
berusaha untuk mengikuti kehendak alam,
ajaran Tao mengatur secara hierarkis araharah mata angin.
Sedangkan, Ajaran Buddhism yang
paling menonjol adalah kepercayaan adanya
hidup setelah mati (reinkarnasi). Alam
semesta memiliki tingkatan hirearkis, yaitu
pemutasian
kekuatan
Yin
(wanita/kegelapan) dan Yang (pria/terang)
dan kombinasi lima elemen alam, yaitu:
logam, kayu, api, air, dan tanah/bumi.
48
Kegiatan agama Katolik secara aktif
sudah dimulai di Bukittinggi semenjak
tahun 1920 an. Gereja katolik yang
sekarang berada di Bukittinggi mulai
diletakkan batu pertamanya pada tahun
1928. Selain bergerak dibidang keagamaan,
gereja Katolik juga bergerak di bidang
pendidikan. Di Bukittinggi juga terdapat
sekolah-sekolah katolik dari Taman KanakKanak Sampai Menengah Atas.
Kota merupakan hasil dari kumpulan
ruang-ruang sosial yang dibentuk oleh pola
kehidupan masyarakat yang beraneka ragam
yang senantiasa berkembang dan dicirikan
oleh suatu karateristik sumber alam yang
tersedia. Keadaan sosial dan budaya yang
melekat pada kehidupan masyarakat akan
membentuk struktur suatu kota (Nursyid
Sumaatmadja, 1998:92).
Berdasarkan hal diatas sehubungan
dengan kebudayaan etnis Tinghoa berupa
Adat istiadat etnis Tionghoa di Koto
Bukittinggi masih diterapkan sampai
sekarang ini, seperti perayaan imlek, cap
gomeh, dan ziarah ke makam leluhur. warga
keturunan Tionghoa di manapun berada,
termasuk di Kota Bukittinggi merayakan
Tahun baru Imlek. Sebagaimana perayaan
keagamaan lain, komunitas tersebut
merayakannya dengan suka cita. Tahun
Baru Imlek merupakan perayaan terpenting
bagi etnik Tionghoa. Perayaan tahun baru
imlek dimulai di hari pertama bulan pertama
di penanggalan Tionghoa dan berakhir
dengan Cap Go Meh di tanggal kelima belas
(pada saat bulan purnama). Malam tahun
baru imlek dikenal sebagai Chzxi yang
berarti malam pergantian tahun.
Di Kelurahan Benteng Pasar Atas adat
istiadat etnis Tionghoa masih kuat
merayakan Imlek hal ini dibuktikan dengan
adanya tahun baru imlek yang sudah di akui
oleh pemerintah indonesia. Perayaan Tahun
Baru Imlek merupakan sebuah perayaan
besar
bagi
masyarakat
Tionghoa.
Menggantung lentera merah, membunyikan
petasan dan menyembunyikan sapu adalah
salah satu keunikan dari perayaan ini.
Disamping itu, masyarakat Tionghoa juga
akan mulai menempel gambar Dewa
Penjaga Pintu pada hari-hari perayaan ini.
Walaupun puncak acara Perayaan
Tahun Baru Imlek hanya berlangsung 2-3
LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013
hari termasuk malam tahun baru, tetapi
masa tahun baru sebenarnya berlangsung
mulai pertengahan bulan 12 hari
sebelumnya sampai pertengahan bulan
pertama dari tahun yang baru tersebut. Satu
bulan sebelum tahun baru merupakan bulan
yang bagus untuk berdagang, karena orang
biasanya akan dengan mudah mengeluarkan
isi kantongnya untuk membeli barangbarang
keperluan
tahun
baru.
Transportasipun akan terlihat mulai padat
karena orang biasanya akan pulang ke
kampung halaman untuk merayakan tahun
baru bersama sanak saudara.
Beberapa hari menjelang tahun baru
kesibukan dalam rumah mulai terlihat
dimulai dengan pembersihan rumah secara
besar-besaran bahkan ada yang mengecat
baru pintu-pintu dan jendela. Ini dimaksud
untuk membuang segala kesialan serta hawa
kurang baik yang ada dalam rumah dan
memberikan kesegaran dan jalan bagi hawa
baik serta rejeki untuk masuk.
Acara dilanjutkan dengan memasang
hiasan-hiasan tahun baru yang terbuat dari
guntingan kertas merah maupun tempelan
kata-kata harapan, seperti Kebahagiaan,
Kekayaan,
Panjang
Umur,
serta
Kemakmuran.
Keluarga
melakukan
sembahyang terhadap leluhur, bermacammacam buah diletakkan di depan altar.
Pada malam tahun baru, setiap keluarga
akan mengadakan jamuan keluarga dimana
setiap anggota keluarga akan hadir untuk
bersilaturrahmi. Makanan populer pada
jamuan khusus ini adalah ―Jiao Zi‖
(semacam ronde). Setelah makan, biasanya
mereka akan duduk bersama ngobrol, main
kartu maupun game, atau hanya nonton TV.
Semua lampu dibiarkan menyala sepanjang
malam. Tepat tengah malam, langit akan
bergemuruh dan gemerlap karena petasan.
Semua bergembira.
Keesokan harinya, anak-anak akan
bangun pagi-pagi untuk memberi hormat
dan menyalami orang tua maupun sanak
keluarga dan mereka biasanya akan
mendapat Ang Pau. Acara dilanjutkan
dengan mendatangi saudara yang lebih tua
atau tetangga. Ini adalah saat yang tepat
untuk saling berdamai, melupakan segala
ketidakcocokan.
49
Suasana tahun baru berakhir 15 hari
kemudian, bersamaan dengan dimulainya
―Perayaan Lentera‖. Lentera warna-warni
aneka bentuk akan dipasang memeriahkan
suasana, tarian tradisional digelar. Makanan
khas pada saat itu adalah “Yuan Xiao”,
semacam ronde yang lain. Walaupun tradisi
dan kebiasaan boleh berbeda tetapi ada satu
semangat yang sama dalam merayakan
Tahun Baru, yaitu suatu harapan akan
kedamaian, kebahagiaan keluarga, temanteman ataupun penduduk lainnya.
Sedangkan, untuk kebudayaan lainnya,
seperti Barongsai, permainan naga yang
pada zaman dahulunya dilaksanakan, tetapi
sekarang
tidak
dilaksanakan
lagi
dikarenakan keterbatasan jumlah generasi
muda etnis Tionghoa sangat sedikit,
disamping
itu
untuk
melaksanakan
kebudayaan tersebut membutuhkan tenaga,
jadi khusus untuk barongsai dan permainan
naga hanya dilaksanakan di Kota Padang,
sehingga etnis Tionghoa yang berada di
Kota Bukittinggi berkunjung ke Padang
untuk menyaksikan kebudayaannya.
Mengenai adat pernikahan merupakan
adat perkawinan yang didasarkan atas dan
bersumber kepada kekerabatan, keleluhuran
dan
kemanusiaan
serta
berfungsi
melindungi keluarga. Upacara pernikahan
tidaklah dilakukan secara seragam di semua
tempat, tetapi terdapat berbagai variasi
menurut
tempat
diadakannya
yaitu
disesuaikan dengan pandangan mereka pada
adat tersebut dan pengaruh adat lainnya
pada masa lampau.
Umumnya orang-orang Tionghoa yang
bermigrasi ke Indonesia membawa adat
istiadat dan kebiasaan-kebiasaan mereka.
Salah satu adat yang mereka taati adalah
keluarga yang satu marga (shee ) dilarang
menikah, karena mereka dianggap masih
mempunyai hubungan suku Misalnya,
marga Lie dilarang menikah dengan marga
Lie dari keluarga lain, sekalipun tidak saling
kenal. Akan tetapi pernikahan dalam satu
keluarga sangat diharapkan agar supaya
harta tidak jatuh ke orang lain Misalnya,
pernikahan dengan anak bibi (tidak satu
marga, tapi masih satu nenek moyang). Ada
beberapa yang sekalipun telah memeluk
agama lain, seperti Katolik namun masih
menjalankan adat istiadat ini. Sehingga
LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013
terdapat perbedaan di dalam melihat adat
istiadat
pernikahan
yaitu
terutama
dipengaruhi oleh adat lain, adat setempat,
agama, pengetahuan dan pengalaman
mereka masing-masing.
Dalam pemilihan jodoh oleh orang tua
tidak berlaku lagi di lingkungan masyarakat
etnis tionghoa. Perempuan etnis tionghoa
dapat menentukan sendiri teman hidupnya
baik menikah laki-laki atau perempuan
sekampung, maupun menikah dengan lakilaki atau perempuan diluar daerahnya, dan
setelah menikah ia dapat menentukan
tempat tinggalnya sendiri. Ia dapat tinggal
di rumah suaminya (patrilokal), di rumah
keluarganya sendiri (matrilokal) atau di
rumah
pribadi
(neolokal).
Sistim
kekerabatan dalam keluarga etnis Tionghoa
adalah patrilineal. Dengan demikian
kedudukan anak laki-laki menjadi sangat
penting karena mereka sebagai penerus
garis keturunan keluarga.
Pernikahan
etnis
Tionghoa
ada
beberapa
tahap:
pertama,
upacara
menjelang pernikahan ada beberapa
tahap;1) Melamar memegang peranan
penting pada acara ini adalah mak
comblang. Mak comblang biasanya dari
pihak pria, 2) Penentuan ini merupakan
Bila keahlian mak comblang berhasil, maka
diadakan penentuan bilamana antaran/mas
kawin boleh dilaksanakan,3) Sangjit/Antar
Contoh Baju Pada hari yang sudah
ditentukan, pihak pria/keluarga pria dengan
mak comblang dan kerabat dekat mengantar
seperangkat lengkap pakaian mempelai pria
dan mas kawin. Selain itu juga dilengkapi
dengan uang susu (ang pauw) dan 2 pasang
lilin,dan 5) Tunangan : Pada saat
pertunangan ini, kedua keluarga saling
memperkenalkan diri dengan panggilan
masing-masing. Penentuan Hari Baik,
Bulan Baik : Suku Tionghoa percaya bahwa
dalam setiap melaksanakan suatu upacara,
harus dilihat hari dan bulannya. Apabila
jam, hari dan bulan pernikahan kurang tepat
akan dapat mencelakakan kelanggengan
pernikahan mereka. Oleh karena itu harus
dipilih jam, hari dan bulan yang baik.
Biasanya semuanya serba muda yaitu : jam
sebelum matahari tegak lurus; hari
tergantung perhitungan bulan Tionghoa, dan
50
bulan yang baik adalah bulan naik /
menjelang purnama,
Kedua, upacara pernikahan, dimana, 3–
7 hari menjelang hari pernikahan diadakan
―memajang‖ keluarga mempelai pria dan
famili dekat, mereka berkunjung ke
keluarga mempelai wanita. Ketiga, Upacara
Sembahyang Tuhan (”Cio Tao”) Di pagi
hari pada upacara hari pernikahan, diadakan
Cio Tao. Namun, adakalanya upacara
Sembahyang Tuhan ini diadakan pada
tengah malam menjelang pernikahan.
Upacara Cio Tao ini terdiri dari:a)
Penghormatan
kepada
Tuhan,
b)
Penghormatan
kepada
Alam,c)
Penghormatan
kepada
Leluhur,d)
Penghormatan kepada Orang tua, dan e)
Penghormatan kepada kedua mempelai.
Keempat, Ke Kelenteng Sesudah
upacara di rumah, dilanjutkan ke Klenteng.
Di sini upacara penghormatan kepada
Tuhan dan para leluhur. Kelima,
Penghormatan Orang tua dan Keluarga,
Keenam, Upacara Pesta Pernikahan. Selesai
upacara penghormatan, pakaian kebesaran
ditukar dengan pakaian ―ala barat‖, Ketujuh.
Upacara sesudah pernikahan, Tiga hari
sesudah menikah diadakan upacara yang
terdiri dari :1) Cia Kiangsay, 2) Cia Ce’em.
(‖Cia
Kiangsay‖)
intinya
adalah
memperkenalkan keluarga besar mempelai
pria di rumah mempelai wanita. Mempelai
pria sudah boleh tinggal bersama.
Sedangkan ―Cia Ce’em‖ di rumah
mempelai pria, memperkenalkan seluruh
keluarga besar mempelai wanita. Tujuh hari
sesudah
menikah diadakan
upacara
kunjungan ke rumah-rumah famili yang ada
orang tuanya. Mempelai wanita memakai
pakaian adat Cina yang lebih sederhana‖.
Mengenai organisasi sosial etnis
Tionghoa di kota Bukittinggi sekarang ini
terdapat dua oragnisasi sosial khusus untuk
orang Tionghoa. Organisasi sosial ini
dikenal dengan sebutan perkumpulan
(Kongsi). Perkumpulan tersebut bernama
Himpunan Bersatu Teguh (HBT) dan
Himpunan Tjinta Teman (HTT). Di Kota
Bukittinggi kedua perkumpul an tersebut
merupakan perkumpulan cabang karena
perkumpulan pusat berkedudukan di
Padang. walaupun merupakan perkumpulan
LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013
cabang mereka tetap mempunyai hak
otonomi dalam batas-batas tertentu.
HBT
dan
HTT
merupakan
perkumpulan yang mengurus kematian,
masalah sosial, dan masalah budaya orang
Tionghoa. Pada zaman dahulu Perkumpulan
Bersatu Teguh (HBT) bernama Heng Beng
Tong sedangkan Perkumpulan Tjinta Teman
(HTT) bernama Hok Teng Tong. Setelah
keluarnya peraturan ganti nama, kedua
perkumpulan tersebut berubah namanya
dengan nama Indonesia dengan tetap
mempertahanakan singkatan yang biasa
digunakan sebelumnya, yaitu HBT dan
HTT.
Seperti yang kita ketahui, bahwasnya
sistem kekerabatan etnis tionghoa adalah
patrilinial yang menghitung keturunan dari
pihak bapak atau pihak laki-laki dengan
demikian keanggotaan perkumpulan juga
berdasarkan hal tersebut.kalau kita melihat
adanya
wanita
adanya
wanita
di
perkumpulan tesebut pada saat perayaan
perkumpulan, itu berarti mereka adalah
istri-istri para anggota
Berdasarkan hasil wawancara HBT dan
HTT merupakan perkumpulan (kongsi)
yang mengurus kematian, masalah sosial
dan masalah budaya orang tionghoa.
Fungsinya sama dengan perkumpulanperkumpulan kematian dan sosial budaya
lainnya seperti yang ada di Minangkabau,
batak,dll. Organisasi-organisasi sosial yang
ada diantara penduduk Tionghoa dilakukan
melalui organisasi-organisasi yang ada .ada
organisasi sosial keagamaan, organisasi
wanita. Berdasarkan pengamatan penulis
pada persiapan salah satu etnis tionghoa
yang mengadakan pesta perkawinan di
selenggarakan HBT, maka etnis tionghoa
dari organisasi sosial saling membantu
persiapan pesta tessebut mulai dari dekorasi
gedung
sampai
berakhirnya
pesta
perkawinan tersebut.hal dapat dikatakan
bahwasanya rasa solidar sosial diantara
mereka sangat kuat.
Pada saat sekarang ini, jika ada salah
satu etnis Tionghoa yang meninggal maka
kedua perkumpulan saling membantu dan
saling bekerja sama. Partisipasi warga
masyarakat Tionghoa cukup baik dalam
kegiatan RT dan RW dan biasanya kegiatan
berlangsung pada waktu-waktu tertentu
51
seperti, gotong royong , manunggal sakato
dan sebagainya.
Menurut Dr. Enok Maryani,MS
menjelaskan bahwa daya tarik penduduk
bertempat tinggal pada suatu tempat (Kota)
adanya fasilitas-fasilitas sosial seperti pasar,
pertokoan, rumah sakit, perkantoran, tempat
hiburan, jalan-jalan raya, terminal, industri,
dan sebagaianya. Disamping itu faktor
sosial yang mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan kota diantaranya kondisi
penduduk dan fasilitas sosial.
Sehubungan
dengan
penentu
kepentingan umum di kota harus terdapat
pengaturan untuk penyedian hal-hal tertentu
bagi kehidupan sosial keluarga dan
masyarakat, misalnya pemenuhan kesehatan
bagi suatu rumah hal yang mutlak perlu
adalah; 1) persedian air minum, 2) kamarkamar mandi dan jamban, 3) persediaan
energi bagi penerangan dan kebutuhan
memasak, dan 4) pengaturan air hujan dan
pembuangan sampah serta air limbah
(Bakaruddin dkk, 1994:36).
Di Kota Bukittinggi, khususnya di
Kelurahan Benteng Pasar Atas sudah di
dukung oleh pelayanan dan fasilitas sosial
seperti pasar, pertokoan, rumah sakit,
perkantoran, tempat hiburan, jalan-jalan
raya, terminal, industri, tranportasi, dan
penerangan. dengan adanya fasilitas
tersebut sehingga mereka merasa betah
untuk bermukim di kota Bukittinggi.
Disamping itu Kota Bukitinggi,
khususnya di Kelurahan Benteng Pasar Atas
sudah dilengkapi dengan lembaga antara
lain:a) lembaga ekonomi yang meliputi:
meliputi, koperasi 3 unit, industri makanan
40 unit, warung makanan 35 unit, kios
lontong 15 unit, bengkel 2 unit,
toko/swalayan 202 unit, percetakan 2 unit,
jumlah pasar 2, b) lembaga pendidikan yang
meliputi: Meliputi taman kanak-kanak 1
unit 21 orang guru 125 murid, sekolah dasar
1 unit 18 guru 400 murid, SLTP 0, SLTA 0,
perguruan tinggi 2 unit 34 orang dosen 348
mahasiswa, kursus bahasa 1 unit, warnet 6
unit, menjahit 1unit, perbengkelan 1 unit,
komputer 2 unit, c) lembaga keamanan
meliputi: pos kamling 1 unit, hamsit 6
orang, dan d) sarana dan prasarana yang
meliputi:1) sarana transportasi darat
meliputi jalan kampung, aspal, angkot,
LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013
delman, ojek, 2) sarana komunikasi meliputi
telepon (tut wartel), radio TV,3) sarana
prasarana drainase meliputi saluran drainase
limbah,4) sarana pribadatan meliputi mesjid
2 unit, wihara 1 unit, 5) prasarana kesehatan
meluputi, apotik 4 unit, posyandu 2 unit,
toko obat 6 unit, tempat praktek dokter 3
unit, 6) prasarana penerangan meliputi
lampu penerangan jalan,dan 7) prasarana
hiburan/wisata meliputi hotel bintang 3,
hotel bintang 2 sebanyak 3 unit, hotel
bintang 1 sebanyak 2 unit, hotel melati 12
unit, restoran 9 unit, taman 3 unit.
Kota Bukittinggi merupakan kota
pendidikan di Sumatera Barat. Ini didukung
oleh fasilitas pendidikan yang dimiliki Kota
Bukittinggi, yaitu 65 sekolah dasar, 16
sekolah menengah, 25 sekolah menengah
atas, 2 MI, 6 Mt, 5 MA, dan 18 perguruan
tinggi. Hal ini berarti etnis Tionghoa
diberikan kebebasan dalam melanjutkan
pendidikan dimanapun, baik di Kota
Bukittinggi maupun di daerah lainnya.
Disamping itu bila ditinjau dari fasilitas
kesehatan di Kota Bukittinggi yang
merupakan salah satu potensi unggulan
kota Bukittinggi di bidang pelayanan
kesehatan didukung oleh fasilitas yang
cukup memadai. Pemerintahan Kota
Bukittinggi
menfasilitasi
Pelayanan
kesehatan bagi etnis Tionghoa di tingkat
kelurahan, kecematan, dengan menyediakan
Puskesmas.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis
di lapangan di kota Bukittinggi masih
terdapat beberapa persampahan, saluran
drainase, sanitasi kurang baik hal ini
menimbulkan banjir dan genangan jika
musim hujan datang, serta tidak mampu
memberikan pelayanan air bersih yang lebih
merata kepada seluruh lapisan masyarakat.
Pada saat ini penyediaan air bersih di kota
Bukittinggi didapatkan melalui beberapa
sumber. Rendahnya tingkat pelayanan
disebabakan oleh terbatasnya dana PDAM
untuk melakukan investasi sehubungan
dengan peningkatan kapasitas produksi dan
perluasan jaringan transmisi, kendatipun
permintaan untuk berlangganan terus
meningkat. Masyarakat pada daerah yang
belum terjangkau pelayanan air besih dari
PDAM mendapat air bersih dengan
52
membuat sumur bor dan sumur pompa
sebagai sumber air bersih.
Gerakan kebersihan kota Bukittinggi
sudah dicanangkan semenjak dahulu dan
berlangsung sampai saat sekarang ini. Hal
ini dibuktikan dengan terpilihnya kota
Bukittinggi sebagai kota terbersih dan
mendapatkan piagam Adipura pada
pemerintahan Soeharto. Gerakan tersebut
menganut prinsip keterpaduan antara
masyarakat dengan pemerintahan terutama
untuk membentuk sikap masyarakat agar
bisa hidup secara tertib, bersih, dan indah.
Inti
persoalannya
adalah
merubah
sikap/pandangan
masyarakat
tentang
lingkungan kehidupan yang sehat. Sampah
adalah produk sampingan dari aktifitas
masyrakat kerenanya pemusnahan sampah
juga harus melibatkan masyarakat.
Gerakan ini dikenal dengan program K3 dan merupakan salah satu program
strategis kota. Melalui program ini
pemusnahan sampah di kota Bukittinggi
melalui mekanisme sebagai berukut: a) pada
lingkungan pemukiman yang padat (pusat
kota) sampah rumah tangga dimasukkan
oleh anggota rumah tangga ke dalam
kantong plastik/karung untuk kemudian di
tumpuk
pada
tempat
pengumpulan
sementara (TPS) yang selanjutnya dibawa
petugas DPK ke lokasi pembuangan akhir.
Berbeda dengan pusat kota, pada kawasan
pinggiran kota sampah rumah tangga
dimusnakan dengan membakar, dan
menimbunnya. b) sampah pasar, pertokoan,
perkantoran, jalan, dan industri dari
sumbernya dikumpulkan oleh petugas DPK,
selanjutnya di tumpuk di TPS yang
kemudian di bawa dengan truk menuju
TPA, c) tinja rumah tangga di ambil sesuai
dengan permohonan pemilik/rumag tangga,
untuk di layani oleh petugas dan mobil unit
dari DPK. Namun berdasarkan pengamatan
peneliti ke lapangan terdapat pembuangan
sampah di beberapa titik di kota Bukittinggi
seperti, di Mandiangan yang seharusnya
tempat ini tidak dijadikan sebagai tempat
akhir pembuangan sampah
Mengenai drainase di kota Bukittinggi
secara keseluruhan jaringan drainase di bagi
atas kategori primer, sekunder, dan tersier.
Berdasarkan pengamatan penulis di
lapangan terdapat beberapa titik banjir
LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013
ketika hujan datang. Disamping itu banjir
disebabkan
oleh
penyumbatan
dan
penyempitan saluran aair, sedimentasi pada
jaringan primer dan jaringan sekunder
sehingga menimbulkan genangan-genangan
air.
Semakin
meningkatnya
daerah
terbangun kota dan pemakaian aor oleh
rumah tangga maka akan meningkat pula
aliran permukaan dan limbah domestik yang
harus di tampung melalui jaringan drainase
kota.
Berdasarkan pengamatan penulis di
lapangan Jaringan jalan di kota Bukittinggi
berbentuk
melingkar
(ring)
yang
dihubungkan dengan beberapa jari-jari
(radial) yang kemudian memusat menuju
pusat kota. Secara sistematis jaringan jalan
membentuk suatu hirarki, yang terdiri dari :
a) arteri primer, menghubungkan pusat
utama kota dengan jalu jalan regional, b)
arteri sekunder, menghubungkan pusatpusat utama di dalam kota, c) kolektor
sekunder, menghubungkan sub-sub pusat
atau sub pusat dengan pusat utama kota, dan
d)
jalan
lokal
sekunder,
yang
menghubungkan pusat-pusat lingkungan di
dalam kota atau menghubungkan pusat
lingkungan dengan lingkungan perumahan.
Selain itu jaringan jalan di kota Bukittinggi
dapat dibedakan berdasarkan pengelolanya,
yaitu jalan propinsi, dan jalan kota. Pada
umumnya di pusat kota telah di lengkapi
dengan troktoar yang memadai. Trotoar
terpasang terdiri dari 2 kategori, yakni beton
cor dan paving block.
Mengenai sarana transportasi yang
memiliki
peranan
penting
dalam
mendukung
pembangunan
nasional.
Tranportasi sangat dibutuhkan untuk
menjamin
terselenggaranya
moblitas
penduduk maupun barang. Sebagai bagian
dari sisitem perekonomian, transportasi
memiliki fungsi sangat penting dalam
pembangunan nasional, khususnya Kota
Bukittinggi indonesia merupakan negara
kepulauan daimana pembangunan sektor .
transportasi dirancang untuk tiga tujuan
yaitu: mendukung gerak perekonomian,
stabilitas nasional dan juga mengurangi
ketimpangan pembangunan antar wilayah
dengan memperluas jangkauan arus
distribusi barang dan jasa keseluruh
pelosok.
53
Angkutan darat, sebagai bagian dari
sistem transportasi secara keseluruhan, turut
memberikan
kontribusi
dalam
meningkatkan perekonomian di suatu
wilayah. Ini dapat dilihat bahwa pada
umumnya daerah-daerah yang memiliki
jaringan angkutan darat, sebagai sarana
yang dapat menghubungkan daerah tersebut
dengan daerah lain, akan memiliki
pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat
dibandingkan daerah-daerah yang terisolir.
Melihat
pentingnya
ketersedian
angkutan darat dalam mendukung berbagai
aktifitas ekonomi, dibutuhkan berbagai
indikator yang dpat memberikan gambaran
mengenai kondisi angkutan di Kota
Bukittinggi.
Berdasarkan
pengamatan
penulis di lapangan pada dekade belakangan
ini masalah transportasi di kota Bukittinggi
menunjukkan
tendensi
yang
serius.
Karenanya membutuhkan perhatian yang
lebih mendalam. Beberapa titik rawan yang
menimbulkan kemacetan dan kecelakaan
lalu lintas di kota Bukittinggi. Akibatnya
waktu tempuh perjalanan di dalam kota
menjadi lebih tinggi sehingga biaya
operasional sistem transportasi menjadi
lebih mahal. Tanpa penanggulanagn yang
tepat dikhawatirkan dalam jangka panjang
kemacetan dan kecelakaan lalu lintas lalu
lintas tersebut akan lebih meningkat dan
sekaligus menghambat kelancaran kegiatan
di dalam kota yang selanjutnya dapat
menimbulkan pemborosan dana dan biaya
para pemakai jalan disamping dampak
negatif lainnya.
Berdasarkan pengamatan penulis di
lapangan tiga faktor utmata penyebab
kemacetan dan kecelakaan lalu lintas ini,
yaitu: a) tidak sebandingnya pengadaan
sarana dan prasarana tranportsasi dengan
tingkat motorisasi penduduk, b) kurangnya
disiplin para pemakai jalan, dan c)
terpusatnya pergerakan ) kendaraan umum
dan pribadi) ke pusat kota. Demikian juga
halnya
dengan
penyediaan
sarana
perpakiran dan trotoar, terutama di pusat
kota.
Kota Bukittinggi jumlah kendaraan
yang selalu bertambah, memperbesar
peluang kemacetan dan kecelakaan lalu
lintas. Sementara itu jaringan jalan di kota
Bukittinggi sebahagian besar masih
LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013
memiliki fungsi ganda, yakni melayani
pergerakan kendaraan bermotor, pejalan
kaki, bendi, sepeda, dan bejak barang.
Disamping itu tingkat disiplin masyarakat
pemakai jalan tidak sebanding dengan
tuntutan tingkat perkembangan motorisasi.
Para pemakai jalan sebagian besar terlihat
belum menyadari bahwa penggunaan sarana
dan prasarana transportasi adalah demi
kepentingan bersama. Banyak para pemakai
jalan masih belum terbiasa untuk
memanfaatkan trotoar ataupun tempat
penyeberangan (zabra cross) secara benar.
Para pengemudi kendaraan masih
terbiasa untuk memakirkan kendaraan
mereka
secara
serampangan
atau
mengemudi kendaraan mereka tanpa
mengindahkan rambu-rambu lalu lintas
yang berlaku. Sebaliknya, rambu-rambu
jalan, sinyal lalu lintas, peraturan tentang
kecepatan lalu lintas
di dalam kota,
peraturan tentang kondisi kendaraan belum
sepenuhnya mendapat perhatian yang
penting dari para pemakai jasa tranportasi
maupun para petugas lapangan untuk dapat
dijadikan sebagai alat dalam menciptakan
ketertiban, kelancaran, dan keamanan dalam
berlalu lintas. Akibatnya, meskipun setiap
tahun ada penurunan tetapi kemacetan lalu
lintas di kota Bukittinggi tetap dirasakan
tinggi.
Mayoritas jumlah pergerakan di kota
Bukittinggi tertuju ke pusat kota. Ini dapat
di pahami sebagai konsekuensi logis dari
pola jaringan jalan kota yang berbentuk
konsentris di pusat kota. Pusat kota adalah
pusat dari segala kegiatan yang dominan di
dalam kota, yakni sebagai pusat pemukiman
penduduk, perdagangan lokal dan regional,
pusat perkantoran, pusat rekreasi, dan
tempat berlokasinya terminan lokal dan
regional.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil wawancara dan
pengamatan penulis di lapangan tentang
dimensi sosial etnis Tionghoa yang
bermukim di Kota Bukittinggi dapat
disimpulkan bahwa: 1) Jumlah penduduk
etnis Tionghoa di Kota Bukittinggi di tahun
2012
mengalami
penurunan
yang
disebabkan oleh faktor migrasi dan
mobilitas penduduk ke beberapa tempat
54
diluat Kota Bukittinggi seperti, Kota
padang, Medan, dan Jakarta. Pola
perpindahan penduduk etnis Tionghoa
meliputi: pola perpindahan harian, pola
perpindahan menetap, dan pola perpindahan
tidak menetap. Sedangkan pola pemukiman
etnis Tionghoa terbagi atas: pola
memanjang (Linear), pola terpusat, dan
menyebar. Mayoritas mata pencarian etnis
Tionghoa
adalah
sebagai
pedagang
sedangkan, agama yang dianut oleh etnis
Tionghoa di Kota Bukittinggi Kristen,
Islam, Budha, 2) Etnis Tionghoa di Kota
Bukittinggi masih mempertahankan adat
istiadat dan kebudayaannya seperti, tahun
baru Imlek, Cap Go Meh, serta adat istiadat
perkawinan, 3) Di Kota Bukittinggi
sekarang ini terdapat dua organisasi sosial
khusus untuk orang Tionghoa. Oragnisasi
sosial ini dikenal dengan sebutan
perkumpulan
(Kongsi).
Perkumpulan
tersebut bernama Himpunan Bersatu
Teguh(HBT) dan Himpunan Tjinta Teman
(HTT). HBT dan HTT
merupakan
perkumpulan yang mengurus kematian,
masalah sosial, dan masalah budaya orang
Tionghoa, 4) Kota Bukittinggi sudah
dilengkapi fasilitas sosial seperti fasilitas
pendidikan, kesehatan, serta fasilitas sarana
pemukiman( TPS, saluran drainase, sumber
air, transportasi). Tetapi, berdasarkan
wawancara dan pengamatan penulis di Kota
Bukittinggi masih ditemukan beberapa
permasalahan-permasalahan
seperti:
kemacetan, sampah, banjir, penyumbatan
drainase.
Berdasarkan temuan, bahasan, dan
simpulan penelitian dikemukakan beberapa
saran sebagai berikut: 1) Kota Bukittinggi
yang ditandai dengan heterogenitas etnis
hendaknya saling hidup rukun tanpa
memandang perbedaan antar sesama dengan
cara melakukan pendekatan dengan
masyarakat setempat dalam berintekraksi
sosial, 2) Agar etnis Tionghoa di Kota
Bukittinggi selalu mempertahankan ciri
khas adat istiadat, sosial dan budaya dengan
melakukan
penyuluhan-penyuluhan
terhadap nasyarakat khususnya etnis
Tionghoa, 3) Hendaknya organisasi etnis
Tionghoa di Kota Bukittinggi bersifat
ganda. tidak hanya berfungsi sebagai
organisasi sosial yang mengurus masalah
LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013
sosial, budaya dan kematian saja. Tetapi
ikut serta dalam masalah-masalah sosial
lainnya, 4) Kepada pemerintah kota
Bukittinggi supaya membenahi tata ruang
kota Bukittinggi agar terhindar dari
kemacetan, genangan air, penumpukan
sampah. Hal ini dapat dilakukan dengan
memberikan penyuluhan kepada masyarakat
tentang pentingnya menjaga kelestarian
lingkungan.
DAFTAR RUJUKAN
Andila.serli.2009. Faktor-Faktor Penyebab
Etnis
Tionghoa
Bermukim
diKelurahan Belakang Pondok
Kota Padang‖. Skripsi tidak
diterbitkan
Padang: Fakultas
Ilmu Sosial
Andriani Lubis, Lusiana (2012) Komunikasi
Antarbudaya Etnis Tionghoa dan
Pribumi di Kota Medan. Jurnal
Ilmu Komunikasi Terakreditasi, 10
(1). pp. 13-27. ISSN 1693-3029.
Akhmad Aqil Aziz. 2010. Perbedaan Strata
Sosial dan Kebudayaan antara
Etnis
Tionghoa dan Masyarakat
Pribumi di Kampung Pecinan
Semarang. Semarang: Fakultas
Pendidikan
Badan Pusat Statistik.2010. Bukittinggi
dalam Angka.Bukittinggi
Badan pusat Statistik.2012. Statistik Kota
Bukittinggi. Bukittinggi
Bakaruddin
dkk.2004.
Dasar-Dasar
Geografi kota. Padang: Fakultas
Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial IKIP Padang Press
Budiman, Amen. 1979. Semarang Juwita.
Semarang : Penerbit Tanjung sari.
——————–.1978.
Semarang
Riwayatmu Dulu. Semarang :
Penerbit Tanjung Sari.
Daldjoeni,N. 1998.Studi Geografi (suatu
pendekatan
dan
analisa
keruangan. Bandung
Dian,1996.Logika Feng Shui. Konsep Dan
Metode Untuk Rumah Tinggal
Yang Membawa Keberuntungan
Hidup (Buku Kedua). Jakarta :
Penerbit PT Elex
Media
Komputindo Kelompok Gramedia
Gondomono. 1996. Membanting Tulang
Menyembah Arwah: Kehidupan
55
kekotaan
Masyarakat Cina. Jakarta (Depok)
: Fakultas Sastra Universitas
Indonesia.
Hidayat, Z.M.1993. Masyarakat dan
Kebudayaan Cina di Indonesia.
Bandung : Penerbit Tarsito.
Koenjaraningrat (1999). Manusia dan
kebudayaan
di
Indonesia.
Jakarta:Djambatan
Kusumastuti. 2008 ‖penyediaan sarana dan
prasarana pemukiman sebagai
motor
pertumbuhan
ekonomi
dalam wilayah pekal Benewo‖.
Jurnal aplikasi, 4 (1): 1907-753X.
Leo suryadinata. 2003‖ etnis tionghoa,
pribumi
Indonesia
dan
kemajemukan:
peran
negara,
sejarah, dan budaya dalam
hubungan antar etnis‖. 7(1): 1-7.
Lombard, Denys, 1996. Nusa Jawa: Silang
Budaya, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
Maleong,Lexy. 2000.Metode Penelitian
Kualitatif.Bandung: Rusda Karya
Makmur,
Mariana.1993.
Kebijakan
Pemerintah dan Pedagang Etnis
Tionghoa di Bukittinggi. Forum
penelitian, 1(3):55-76)
Nurullah Ahmad. 2012‖ Imlek dan
pemutihan Etnis tionghoa: jurnal
nasional 1 (1): ISSN 1567-2039.
Rencana Umum Tata Ruang Kota Padang.
1984-2004. Hasil Evaluasi dan
Revisi Rencana Induk Kota
Padang. Padang
Rusliadi, Ernan dkk. 2006. Perencanaan
dan Pengembangan Wilayah.
Fakultas Pertanian. ITB
Revida Erika. 2006‖ Interaksi sosial
masyarakat etnis Cina dan pribumi
di Kota Medan sumatera Utara,
1(1) : 33-47.
Pramono, Lenny. 2005. Karakteristik
Arsitektur
Kawasan
Pecinan
Semarang.
Laporan Skripsi
Universitas Katolik Parahyangan.
Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian
Pendidikan dan sosial (Kuantitatif
dan Kualitatif). Jakarta: Gaung
Persada Press (GP Press)
LENTERA: Vol.13 No.4, Nopember 2013
Vicky
H. Makarau. 2011‖ Tinjauan
penduduk, perumahan pemukiman
perkotaan
dan
pendekatan
kebijakan. 3(1): 2085-7020)
Skinner, Stephen.. 2003. Feng Shui. Ilmu
Tata letak Tanah Dan Kehidupan
Cina Kuno. Semarang : Dahara
Prize.
Soekanto, Soejono(2000). Sosiologi Suatu
Pengantar, Jakarta: PT Raja
Grafindo.
Suryadinata, leo. 1999. Etnis Tionghoa dan
Pembangunan Bangsa. Jakarta:
LP3ES
Sartini Wayan. ― Konsep dan nilai
kehidupan
masyarakat
etnis
Tionghoa(Analisis wacana ritual
tahun baru imlek) 1-15.
Suliyati, Titiek. 2009 ‖melacak Jejak
Budaya Cina di Lasem” makalah
disajikan dalam seminar nasional,
MSI Komisariat Rembang. Jawa
Timur
Suyasa, I wayan,dkk. ―Modal sosial dalam
pengintegrasian etnis Tionghoa
pada masyarakat desa Pakraman
Bali‖. Jurnal penelitian dan
pengembangan sains& humaniora,
5 (3):236-238.
Tan, Mely G.1981. Golongan Etnis
Tionghoa di Indonesia. Suatu
Masalah Pembinaan Kesatuan
Bangsa. Jakarta : PT Gramedia.
Undang- undang RI No 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang. Jakarta:
departemen Pekerjaan Umum
Wahyu
Ratih,dkk.
2010‖
Penataan
pemukiman di kawasan segi empat
Tujnungan Kota surabaya‖. Jurnal
tata kota dan daerah, 2(2)
Zul’Asri, 2001.Bukittinggi 1945-1980:
Perkembangan Kota secara Fisik
dan
Hubungannya
dengan
Pemilikan Tanah. Depok: Program
Pasacasarjana, Ilmu Pengetahuan
Budaya, Fakultas Sastra Indonesia.
56
Download