Pendahuluan Dalam dunia kesehatan penyakit diabetes melitus

advertisement
922
PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PENGGUNAAN INSULIN PADA PASIEN
DIABETES MELITUS DI RS ISLAM FAISAL MAKASSAR
* Darmi Arda *
Dosen tetap Akademi Keperawatan Sandi Karsa Makassar
ABSTRAK
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, saraf dan pembuluh darah.
Pada DM terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor pada membrane sel
yang selnya responsive terhadap insulin, pemahaman tentang pemberian insulin sangat penting
untuk diketahui sehingga pemberiannya tepat. Tujuan penelitian ini adalah di ketahuinya
hambaran pengetahuan perawat tentang penggunaan insulin pada pasien diabetes mellitus di
Rumah Sakit Islam Faisal Makassar.
Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskritif. Penelitian telah dilaksanakan di
Rumah Sakit Islam Faisal Makassar, dari tanggal 01 Juni – 03 Juli. Instrumen pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan Skala Gutman, dimana jumlah
sampel sebanyak 53 responden dengan tehnik pengambilan sampel menggunakan total sampling.
Pengolaan Data menggunakan computer (Microsoft Excel 2007).
Hasil penelitian dari 53 responden diperoleh pengetahuan baik sebanyak 49 (92%)
responden, dan kurang sebanyak 4 (8%) responden.
Berdasarkan analisa data dan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan perawat tentang penggunaan insulin pada
pasien diabetes melitus di Rumah Sakit Islam Faisal Makassar sudah baik yaitu 49 (92%)
responden.
Kata Kunci
: Pengetahuan, Penggunaan Insulin
Pendahuluan
Dalam dunia kesehatan penyakit diabetes
melitus termasuk penyakit yang tidak menular,
namun merupakan salah satu penyakit
degeneratif yang bersifat kronis. Diabetes
Melitus merupakan gangguan kesehatan dan
kumpulan gejala yang disebabkan oleh
peningkatan kadar gula darah akibat
kekurangan ataupun resistensi insulin, serta
adanya komplikasi yang bersifat akut dan
kronik.
Diabetes Militus (DM) adalah keadaan
hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal,
yang menimbulkan berbagai komplikasi
JKSHSK/Volume 1/Nomor 1/Juli 2016. 922-929
kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh
darah (Suyono, 2006).
Penyakit diabetes adalah penyakit yang
timbul dari adanya kondisi kadar gula darah
yang tinggi (Hiperglikemia). Kadar gula darah
yang tinggi bisa disebabkan oleh kelainan
yang berkaitan dengan hormon insulin yang
berfungsi sebagai penyeimbang kadar gula
darah. Gangguan hormon insulin sendiri di
sebabkan oleh ketidakmampuan organ
pankreas dalam memproduksi insulin secara
optimal, yaitu jumlahnya kurang.
Selain
karena ketidakmampuan pankreas dalam
memproduksi insulin, gangguan juga terjadi
karena
sel-sel
tubuh
tidak
dapat
923
mempergunakan
insulin
dengan
baik
(Helmawati, 2014).
Menurut organisasi kesehatan dunia
(WHO) pada tahun 2011 menunjukan jumlah
penderita diabetes militus di Dunia sekitar
200 juta jiwa dan diprediksikan akan
meningkat dua kali, 366 juta jiwa tahun 2030
(WHO, 2011). Berdasarkan problem data
Internasional Diabetes Federation (IDF)
tingkat prevelensi global penderita DM pada
tahun 2012 sebesar 8,4% dari populasi
penduduk dunia dan mengalami peningkatan
382 kasus pada tahun 2013. IDF
memperkirakan pada tahun 2035 jumlah
insiden DM akan mengalami peningkatan
menjadi 55 % (592 juta) diantara usia
penderita DM 40-59 tahun (IDF, 2013).
Di Asia Tenggara terdapat 12,3 juta jiwa
pada tahun 2011 diperkirakan meningkat
menjadi hingga 19,4 juta jiwa pada tahun 2020
(WHO, 2011). Di Indonesia dari 8,4 juta pada
tahun 2008 di perkirakan menjadi 21,3 juta
pada tahun 2030. Indonesia merupakan urutan
kelima di Dunia sebagai negara dengan jumlah
penderita diabetes melitus terbanyak setelah
Banglades, Bhutan, Cina dan India (Bustan,
2009).
Pada tahun 2013, proporsi penduduk
Indonesia yang berusia > 15 tahun dengan
DM adalah 6,9 persen. Prevalensi diabetes
yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di
DI Yogyakarta 2,6%, DKI jakarta 2,5%,
Sulawesi Utara 2,4%, dan Kalimantan timur
2,3%. Prevelensi diabetes yang terdiagnosis
dokter atau berdasarkan gejala, tertinggi
terdapat di Sulawesi Tengah 3,7%, Sulawesi
utara 3,6%, Sulawesi Selatan 3,4%, dan Nusa
Tenggara Timur 3,3% (Kemenkes, 2013).
Selain ditingkat Dunia dan Indonesia,
peningkatan kejadian DM juga tercermin di
tingkat provinsi khususnya di provinsi
Sulawesi Selatan. Berdasarkan surveilans rutin
penyakit tidak menular berbasis Rumah Sakit
di Sulawesi Selatan tahun 2008, DM termasuk
urutan keempat penyakit tidak menular (PTM)
terbanyak yaitu sebesar 6,65% dan urutan
kelima terbesar PTM penyebab kematian
yaitu sebesar 6,28%. Bahkan pada tahun 2010,
DM menjadi penyebab kematian tertinggi
PTM di Sulawesi Selatan yaitu sebesar 41, 56
% (Dinkes Provensi Sulawesi Selatan, 2012).
JKSHSK/Volume 1/Nomor 1/Juli 2016. 922-929
Peningkatan kasus DM juga terjadi di tingkat
kabupaten/kota, khususnya di kota Makassar.
Diabetes Melitus menempati peringkat ke lima
dari sepuluh penyebab utama kematian di
Makassar tahun 2007 dengan jumlah sebanyak
65 kasus. Berdasarkan data dari Dinas
Kesehatan Kota Makassar, angka kejadian
penyakit diabetes melitus pada tahun 2011
yaitu 5700 kasus. Pada tahun 2012 angka
kejadian kasus DM meningkat menjadi 14.067
kasus, tahun 2013 menjadi 14.604 kasus dan
semakin meningkat di tahun 2014 menjadi
21.452 kasus (Dinkes Kota Makassar, 2015).
Berdasarkan data yang di dapatkan dari
catatan medik RS Islam Faisal Makassar pada
bulan juni 2015 di peroleh data tahun 2011
terdapat jumlah pasien penderita DM sebanyak
225 orang, pada tahun 2012 terdapat jumlah
pasien penderita DM sebanyak 141 orang,
tahun 2013 sebanyak 114 orang dan pada
tahun 2014 sebanyak 178 orang (Rekam
Medis RS Islam Faisal, 2015).
Pada DM terdapat kelainan dalam
peningkatan insulin dengan reseptor. Kelainan
ini dapat di sebabkan oleh berkurangnya
jumlah reseptor pada membran sel yang selnya
responsive terhadap insulin atau akibat ketidak
normalan reseptor insulin intrisic. Akibatnya,
terjadi penggabungan abnormal antara
kompleks reseptor insulin dengan sistem
transport glukosa. Pada akhirnya, timbul
kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah
insulin yang beredar dan tidak lagi memadai
untuk
mempertahankan
euglikemia
(Scheteingart, 2005).
Tidak adanya insulin dalam tubuh manusia
akan membuat glukosa yang ada di dalam
pembuluh darah tidak dapat diserap oleh selsel tubuh. Sel-sel tubuh menjadi kelaparan dan
kekurangan energy sehingga merangsang
peningkatan produksi glucagon yang akan
meningkatan pemberontakan jaringan lemak
sebagai tempat penyimpanan cadangan
makanan pada tubuh manusia. Jika lamakelamaan hal ini terjadi maka akan membuat
seseorang akan tampak sangat kurus karena
kehilangan berat badan yang drastic
(Helmawati, 2014).
Keuntungan
yang
mendasar
dari
penggunaan insulin dibandingakan obat
antidiabetik oral dalam pengobatan diabetes
924
militus adalah insulin terdapat didalam tubuh
secara alamiah. Selain itu, pengobatan dengan
insulin dapat diberikan sesuai dengan pola
sekresi insulin endogen. Sementara itu,
kendala utama dalam penggunaannya dapat
lebih sederhana dan menghilangkan ketakutan
terhadap suntikan yang konvesional (Fox,
2010).
Berdasarkan informasi dari beberapa
perawat di ruang perawatan didapatkan bahwa
ketika perawat melakukan pemberian insulin
pada pasien Diabetes Militus, perawat masih
kurang memahami fungsi dan kegunaan
insulin yang diberikan kepada pasien yang
mengalami penyakit Diabetes Melitus .
c.
d.
e.
Tinjauan Pustaka
f.
1.
Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) merupakan
hasil dari tahu dan pengalaman seseorang
dalam melakukan penginderaan terhadap
suatu rangsangan tertentu. Pengetahuan
atau kognitif merupakan dominan yang
sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (overt behavior)
(Notoatmodjo, 2010).
Menurut bloom dalam Notoatmojo
(2007), kedalaman pengetahuan yang
diperoleh
seorang
terhadap
suatu
rangsangan
dapat
diklasifikasikan
berdasarkan enam tingkatan, yakni:
a. Tahu (know)
Merupakan mengingat suatu materi
yang telah dipelajari sebelumnya,
termasuk ke dalam tingkatan ini
adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu spesifik dari seluruh
bahan yang di pelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh
karena itu, tahu merupakan tingkatan
pengalaman yang paling rendah
(Notoatmodjo, 2010).
b. Memahami (comprehension)
Merupakan suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar objek yang
diketahui. Orang telah paham akan
objek atau materi harus mampu
menjelaskan, menyebutkan contoh,
JKSHSK/Volume 1/Nomor 1/Juli 2016. 922-929
2.
menyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya terhadap objek yang di
pelajari (Notoatmodjo, 2010).
Aplikasi (application)
Kemampuan dalam menggunakan
materi yang telah dipelajari pada
situasi dan kondisi yang sebenarnya
(Notoatmodjo, 2010).
Analisis (analysis)
Kemampuan dalam menjabarkan
materi atau suatu objek dalam
komponen, dan masuk kedalam
struktur
organisasi
tersebut
(Notoatmodjo, 2010).
Sintesis (sythensis)
Kemampuan dalam meletakan atau
menghubungkan bagian – bagian
didalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru (Notoatmodjo, 2010).
Evaluasi ( evaluation)
Kemampuan
dalam
melakukan
penilaian terhadap suatu materi atau
objek (Notoatmodjo, 2010).
Perawat
Menurut Undang-Undang RI. No. 38
tahun 2014 tentang keperawatan, perawat
adalah seseorang yang telah lulus
pendidikan tinggi Keperawatan, baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui
oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
Perawat adalah seseorang yang telah
menyelesaikan
program
pendidikan
keperawatan, berwenang di negara
bersangkutan
untuk
memberikan
pelayanan dan bertanggung jawab dalam
peningkatan
kesehatan
pencegahan
penyakit serta pelayanan terhadap
pasien.(Internasional Council of Nursing,
2001).
Perawat adalah seseorang yang telah
lulus pendidikan formal dalam bidang
keperawatan yang program pendidikannya
telah di sahkan, sedangkan perawat
profesional
adalah
perawat
yang
mengikuti
pendidikan
keperawatan
sekurang-kurangnya
Diploma
III
keperawatan.
Keperawatan
sebagai
profesi terdiri atas komponen disiplin dan
praktik (Gartinah.dkk, 2009).
925
a.
Pendidikan Keperawatan
Salah satu ciri profesionalisme
keperawatan adalah adanya pohon ilmu
dan pendidikan tinggi keperawatan.
Pendidikan keperawatan di selenggarakan
berdasarkan kepada kebutuhan akan
pelayanan keperawatan, seperti yang
tercantum
dalam
Undang-Undang
Keperawatan 38 tahun 2014 pasal 32 ayat
3 dan 4 yang antara lain menyebutkan
bahwa Pelimpahan wewenang secara
delegatif hanya dapat diberikan kepada
Perawat profesi atau Perawat vokasi
terlatih yang memiliki kompetensi yang
diperlukan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan
sumber daya keperawatan adalah melalui
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,
mengikuti
pelatihan
perawatan,
keterampilan teknis atau keterampilan
dalam hubungan interpersonal. Sebagian
besar
pendidikan
perawat
adalah
vokasional (D III keperawatan) untuk
menjadi perawat profesional, lulusan
SLTA harus menempuh pendidikan
akademi S1 keperawatan dan Profesi
Ners. Tetapi bila ingin menjadi perawat
vokasional, (primary nurse) dapat
mengambil D III keperawatan atau
Akademi keperawatan. Lulusan SPK yang
masih ingin menjadi perawat harus segera
ke D III keperawatan atau langsung ke S1
keperawatan. Selanjutnya, lulusan D III
keperawatan dapat melanjutkan ke S1
keperawatan dan Ners. Dari pendidikan
S1 dan Ners, baru ke Magister
Keperawatan atau spesialis dan dokter /
Konsultan (Gartinah,dkk. 2009).
1. Peran Perawat
Peran adalah tingkah laku yang di
harapkan oleh orang lain terhadap
seseorang
sesuai
kedudukannya
dalam
sistem,
dimana
dapat
dipengaruhi oleh keadaan sosial baik
dari profesi perawat maupun dari luar
profesi keperawatan yang bersifat
konstan. Peran perawat menurut
Konsorsium ilmu kesehatan 1989
terdiri dari peran sebagai pemberi
asuhan keperawatan, advokat pasien,
pendidik, kodinator, kolaborator,
JKSHSK/Volume 1/Nomor 1/Juli 2016. 922-929
a.
b.
c.
d.
konsultan dan peneliti. Berikut
dibawah ini dapat diuraikan peran
perawat menurut Konsorsium ilmu
kesehatan tahun 1989 dalam Hidayat
(2007) adalah sebagai berikut :
Peran
sebagai
pemberi
asuhan
keperawatan
Peran ini dapat dilakukan perawat dengan
memperhatikan keadaan kebutuhan dasar
manusia melalui pemberian pelayanan
keperawatan dengan menggunakan proses
keperawatan sehingga dapat di tentukan
diagnosis keperawatan agar bisa di
rencanakan dan di laksanakan tindakan
yang tepat sesuai dengan tingkat
kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat
di evaluasi tingkat perkembangannya
(Hidayat, 2007).
Peran sebagai advokat pasien
Peran ini dapat dilakukan perawat dalam
membantu pasien dan keluarga dalam
mengiterprestasikan berbagai informasi
dari pemberi pelayanan atau informasi
lain khususnya dalam pengambilan
persetujuan atas tindakan keperawatan
yang diberikan kepada pasien, juga dapat
berperan
mempertahankan
dan
melindungi hak-hak pasien yang meliputi
hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak
atas informasi tentang penyakitnya, hak
atas privasi, hak untuk menentukan
nasibnya sendiri dan hak untuk menerima
ganti rugi akibat kelalaian (Hidayat,
2007).
Peran sebagai edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu
pasien dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan kesehatan, gejala penyakit,
bahkan tindakan yang diberikan, sehingga
terjadi perubahan prilaku dari pasien
setelah di lakukan pendidikan kesehatan
(Hidayat, 2007).
Peran sebagai koordinator
Peran
ini
dilaksanakan
dengan
mengarahkan,
merencanakan
serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari
tim kesehatan sehingga pemberian
pelayanan kesehatan dapat terarah dan
sesuai dengan kebutuhan pasien (Hidayat,
2007).
926
e.
f.
g.
3.
Peran Kolaborator
Peran perawat disini dilakuakan
karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter,
fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain
dengan berupaya mengidentivikasi
pelayanan
keperawatan
yang
diperlukan termasuk diskusi atau
tukar pendapat dalam penentuan
bentuk
pelayanan
selanjutnya
(Hidayat, 2007).
Peran konsultan
Peran disini sebagai tempat konsultasi
terhadap masalah atau tindakan
keperawatan yang tepat untuk
diberiakan. Peran ini dilakukan atas
permintaan pasien terhadap informasi
tentang
tujuan
pelayanan
keperawatan yang diberikan (Hidayat,
2007).
Peran pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat
dilakukan
dengan
mengadakan
perencanaan, kerjasama, perubahan
yang sistematis dan terarah sesuai
dengan metode pemberian pelayanan
keparawatan (Hidayat, 2007).
Pengertian Diabetes Militus (DM)
DM adalah keadaan hiperglikemia kronik
disertai berbagai kelainan metabolik
akibat
gangguan
hormonal,
yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh
darah (Suyono, 2006).
Pada era globalisasi saat ini telah terjadi
transisi epidemologi yaitu berubahnya
pola penyebaran penyakit dari penyakit
menular menjadi penyakit tidak menular.
Hal ini dikarenakan pola hidup
masyarakat yang tidak sehat mulai dari
pola konsumsi yang serba instan, semakin
canggihnya teknologi yang menyebabkan
seseorang
kurang
bergerak
atau
melakukan aktivitas fisik, life style, dan
lain-lain. Salah satunya penyakit tidak
menular yang banyak di temukan di
masyarakat yaitu diabetes militus (DM)
atau biasa juga disebut penyakit gula atau
kencing manis ( Waspadji dkk, 2009).
JKSHSK/Volume 1/Nomor 1/Juli 2016. 922-929
Diabetes Melitus ditandai dengan keadaan
hiperglikemia kronik yang di tandai oleh
ketiadaan obsolut insulin
atau
intensitivitas sel terhadap insulin disertai
berbagai kelainan metabolik akibat
gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi akut untuk terjadinya
koma hipoglikemia, ketoasidosis dan
hiperosmolar
nonketotik,
sedangkan
kronik pada mata, ginjal, saraf dan
pembuluh darah, dimana gejala ditandai
dengan polyuria, polydipsi, palypaghia,
glikosuria,
berat
badan
menurun,
kesemutan, cepat lelah dan lemah dan
rabun (Sukarmin & Riyadi, 2008).
Komplikasi pada mata dapat terjadi
kebutaan atau komplikasi pada kaki, dapat
terjadi ganggren yang harus di amputasi,
sehingga pada pasien diabetes melitus
mengalami kecemasan dan stres akibat
komplikasi dari diabetes melitus (Utama,
2007).
a. Faktor – Faktor Penyebab Diabetes
Melitus.
Ada banyak faktor yang memicu
terjadinya diabetes. Semakin cepat
kondisi diabetes
diketahui dan
ditangani akan mencegah komplikasi
yang terjadi (Utama, 2009). Faktorfaktor yang dapat dianggap sebagai
penyebab diabetes antara lain
kelainan sel beta pankreas, berkisar
dari hilangnya sel beta sampai
kegagalan sel beta melepas insulin.
Faktor lingkungan yang mengubah
fungsi sel beta, antara lain adanya
infeksi, pola diet, umur, obesitas,
kegemukan, kehamilan, gangguan
sistem imunitas, kelainan insulin.
Diabetes melitus merupakan penyakit
keturunan, bila orang tua menderita
diabetes melitus, anak-anaknya akan
menderita diabetes melitus juga dan
adanya faktor risiko atau faktor
pencetus, seperti infeksi virus pada
diabetes melitus tipe 1, kegemukan,
pola makan yang salah, minum obatobatan yang dapat menaikan kadar
glukosa darah, proses menua dan
stres. Penyebab resistensi insulin
pada diabetes melitus tipe 2 adalah
927
obesitas, diet tinggi lemak dan rendah
karbohidrat, kurang gerak badan dan
faktor keturunan atau herediter. Pada
diabetes melitus tipe 2 jumlah sel beta
berkurang sampai 50-60% dari
normal dan jumlah sel alpa
meningkat (Utama, 2007).
4.
Pengertian Insulin
Insulin adalah suatu hormon yang di
produksi oleh selbeta pulau Langerhans
kelenjar pankreas. Insulin menstimulusi
pemasukan asam amino kedalam sel dan
kemudian meningkatkan sintesa protein.
Insulin meningkatkan penyimpanan lemak
dan mencegah penggunaan lemak sebagai
bahan energi. Insulin menstimulasi
pemasukan glukosa ke dalam sel untuk
digunakan sebagai sumber energi dan
membantu penyimpanan glikogen di
dalam sel otot dan hati. Insulin endogen
adalah insulin yang dihasilkan oleh
pankreas, sedangkan insulin eksogen
adalah insulin yang disuntikan dan
merupakan suatu produk farmasi.
(Soegondo, 2006)
a. Macam – Macam Kerja Insulin
1) Insulin kerja singkat
Yang termasuk disini adalah
insulin regular (Crystal Zinc
Insulin/CZI). Saat ini dikenal 2
macam insulin CZI, yaitu dalam
bentuk asam dan netral. Preparat
yang ada antara lain : Actrapid,
Velosulin, Semilente. Insulin
jenis ini di berikan 30 menit
sebelum
makan,
mencapai
puncak setelah 1-3 macam dan
efeknya dapat bertahan sampai 8
jam.
2) Insulin kerja menengah
Yang dipakai saat ini adalah
Netral Protamine Hegedorn
(NPH). Jenis ini awal kerjanya
1.5-2.5 jam. Puncaknya tercapai
dalam 4-15 jam dan efeknya
dapat bertahan sampai dengan 24
jam.
3) Insulin kerja panjang
Merupakan
campuran
dari
insulin dan protamine, diabsorsi
JKSHSK/Volume 1/Nomor 1/Juli 2016. 922-929
b.
dengan lambat dari tempat
penyuntikan sehingga efek yang
dirasakan cukup lama, yaitu
sekitar 24-36 jam. Preparat :
Protamine Zinc Insuline (PZI),
Ultratard.
4) Insulin campuran
Merupakan kombinasi insulin
kerja cepat dengan kerja sedang.
Insulin jenis ini yang beredar di
Indonesia adalah Mixtard 30/70
dan Humulin 30/70. (Soegondo,
2006)
Peran Insulin
DM dapat dibedakan menjadi DM tipe 1,
adanya gangguan produksi insulin akibat
penyakit autonium atau ediopatik. Tipe ini
sering disebut insulin dependent diabetes
melitus atau IDDM karena pasien mutlak
membutuhkan insulin. DM tipe 2 akibat
resistensi insulin atau gangguan sekresi
insulin. Pada tipe ini tidak selalu di
butuhkan insulin, cukup dengan diet dan
antidiabetik oral. Karenanya tipe ini juga
disebut non insulin dependen diabetes
melitus NIDDM, jenis lainnya misalnya
gestational diabetes melitus, DM pada
kehamilan (Gunawan dkk, 2007).
Kadar glukosa darah sangat di pengaruhi
oleh
fungsi
Hepar,
pangkreas,
adenohiposis dan adrenal. Kecuali fungsi
tiroid, kerja fisik, faktor imunologik dan
genetik dapat mempengaruhi paada kadar
glukosa darah.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah di
laksanakan di Rumah Sakit Islam Faisal pada
tanggal 1-3 Juli 2015,
hasil penelitian
menunjukan bahwa jenis kelamin responden
sebagian besar berjenis kelamin perempuan
dibandingkan dengan laki-laki yaitu sebanyak
41 (77%) responden. Sedangkan hasil
penelitian berdasarkan usia, responden
terbanyak berusia 26-30 tahun sebanyak 36
(68%).
Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa dari
53 responden didapatkan tingkat pengetahuan
perawat mengenai penggunaan insulin pada
pasin diabetes mellitus dengan kategori baik
928
sebanyak 49 (92%) responden dan kategori
kurang baik sebanyak 4 (8%) responden.
Menurut asumsi peneliti, responden sudah
sering mendengar dan memberikan insulin
pada pasien diabetes mellitus dan tahu cara
pemberian insulin baik dari tenaga kesehatan
maupun dari media massa sehingga memiliki
pengetahuan yang baik tentang pemberian
insulin pada pasien diabetes mellitus. Menurut
Notoadmojo (2010) pengetahuan adalah hasil
pengindraan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek mulai indra yang
dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu
pengindraan
sampai
menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat di pengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap
objek.
Berdasarkan hasil analisis data distribusi
frekuensi lama kerja tertinggi yaitu 16-20
tahun sebanyak 1 (2%) responden, 11-15 tahun
sebanyak 5 (9%) responden, 6 -10 tahun
sebanyak 24 (46%) responden, 1-5 tahun
sebanyak 23(43%) responden. Menurut asumsi
peneliti, responden telah mendapat banyak
pengalaman tentang pemberian insulin pada
pasien diabetes mellitus. Menurut Notoadmojo
(2007),
pengalaman
sebagai
sumber
pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan
cara mengulang kembali pengetahuan yang di
peroleh dalam memecahkan masalah yang di
hadapi masa lalu. Pengalaman bekerja akan
dapat
mengembangkan
kemampuan
mengambil keputusan yang merupakan
manifestasi dari keterpaduan menalar secara
ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah
nyata dalam bidang kerjanya.
Distribusi frekuensi pendidikan dimana
tingkat pendidikan terbanyak S1 keperawatan
sebanyak 23 (43%) responden, pendidikan
profesi Ners 12 (23%) responden, D3
sebanyak 15 (28%) responden, pendidikan S2
sebanyak 2 (4%) responden, dan S3 sebanyak
1(2%) responden, ini juga bisa didukung
karena
responden
telah
mendapatkan
pengetahuan tentang penggunaan insulin pada
diabetes
mellitus
selama
dalam
pendidikannnya dan sebagian responden telah
mengaplikasikan langsung pemberian insulin
pada pasien diabetes mellitus.
JKSHSK/Volume 1/Nomor 1/Juli 2016. 922-929
Hal ini didukung oleh teori Notoadmojo
(2007) pengetahuan merupakan hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Ini
juga didukung oleh Notoadmojo (2010),
pendidikan adalah suatu usaha untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan
di dalamm dan di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup. Pendidikan
mempengaruhi proses belajar, makin tinggi
pendidikan seseorang, makin mudah orang
tersebut
menerima
informasi.
Dengan
pendidikan tinggi maka seseorang akan
cenderung untuk mendapatkan informasi, baik
dari orang lain maupun dari media massa.
Semakin banyak informasi yang masuk
semakin banyak pula pengetahuan yang di
dapat tentang kesehatan.
Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh
faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat
erat hubungannya dengan pendidikan, dimana
diharapkan bahwa dengan pendidikan yang
tinggi maka orang tersebut akan semakin luas
pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu
ditekankan, bukan berarti seseorang yang
berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan
rendah pula. Pengetahuan seseorang tentang
suatu objek mengandung dua aspek, yaitu
aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini
yang akan menentukan sikap seseorang
semakin banyak aspek positif dan objek yang
diketahui, maka akan menimbulkan sikap
makin positif terhadap objek tertentu. Menurut
Teori WHO (World Health Organization) yang
di kutip oleh Notoatmodjo (2007), salah satu
bentuk objek kesehatan dapat di jabarkan oleh
pengetahuan yang di peroleh dari pengalaman
sendiri (Dewi & Wawan, 2010).
929
Kesimpulan
Berdasarkan analisa data dan pembahasan
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa
pengetahuan
perawat
tentang
penggunaan insulin pada pasien diabetes
mellitus di Rumah Sakit Islam Faisal
Makassar sudah baik yaitu 49 (92%)
responden.
DAFTAR PUSTAKA
Bustan. (2009). Epidemologi Penyakit Tidak
Menular. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Fox, C. (2010). Bersahabat Dengan Diabetes
Tipe 1. Jakarta: Penebar Plus Rd
Gunawan, Dkk .(2007). Farmakologi dan
Terapi Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Helmawati, Triana. (2014). Hidup Sehat
Tanpa Diabetes Melitus. Yogyakarta:
Notebook.
Hidayat, A.A. (2007). Pengantar Konsep
Dasar Keperawatan Edisi II. Salemba
Medika. Jakarta
Minda. (2012). Perilaku Pengguna Insulin
Terhadap Diabetes Melitus. Universitas
Sumatra Utara, USU.
Notoatmojo, S. (2010). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmojo, S. (2007). Konsep Prilaku dan
Prilaku Kesehatan. Dalam: Promosi
Kesehatan Dan Ilmu Prilaku. Jakarta:
Rineka Cipta
Riyadi,
Sukarmin.
(2008).
Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Eksokrin Dan Endokrin
Pada Pangkreas. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Schteingart, D. S., (2005). Metabolisme
Glukosa dan Diabetes Melitus. Dalam:
Price, S.A.,ed. Patofisiologi, Konsep
Klinis, Dan Proses Penyakit. Edisi ke 5.
Jakarta: EGC.
JKSHSK/Volume 1/Nomor 1/Juli 2016. 922-929
Soegondo, S.(2006). Farmakoterapi Pada
Pengendalian Glikemia Diabetes
Melitus Tipe 2. Dalam: Sudoyono,
A.W.,ed.Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III. Edisi ke 4. Jakarta:
Falkutas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Suyono, K. (2006). Diabetes Melitus Di
Indonesia.
Dalam:
Sudoyono,
A.W,ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III. Edisi 4. Jakarta :
Falkutas Kedokteran Universitas
Indonesia,1852-1856.
Tandra, Hans. (2007). Segala Sesuatu Yang
Anda Ketahui Tentang Diabetes:
Paduan Lengkap Mengenal dan
Mengatasi Diabetes dengan cara
Cepat
dan
Mudah.
Jakarta:
PT.Gramedia Pustaka Utama.
Utama Hendra. (2007). Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadau. Jakarta:
FK UI
Waspadji, S, dkk. (2009). Pedoman Diet
Diabetes Melitus. Jakarta: Falkutas
Kedokteran.
Wawan, A dan Dewi. (2010). Teori &
Pengukuran Pengetahuan, Sikap, Dan
Prilaku Manusia. Yogyakarta :Nuha
Medika.
Download