II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Darmawijaya (1990), mendefinisikan tanah sebagai akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagain besar permukaan palnet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu. Sedangkan menurut Soil Survey Staff (1999), tanah merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan, menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua berikut: horison-horison, atau lapisan-lapisan, yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai hasil dari suatu proses penambahan, kehilangan, pemindahan dan transformasi energi dan materi, atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam suatu lingkungan alam. Dalam bidang pertanian tanah didefinisikan oleh Sjamsoe’oed (1993) sebagai media tumbuh alami untuk segala macam tumbuhan dan tanaman di atas permukaan bumi yang terdiri dari bahan-bahan organik dan mineral. Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran penopang tumbuh tegaknya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang hara dan sumber penyuplai hara atau nutrisi dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman, yang ketiganya secara 5 6 integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomasa dan produksi baik bagi tanaman (Hillel, 1997). 2.2 Komponen tanah Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rachman Sutanto (2005) menyebutkan bahwa tanah terbentuk dari pencampuran komponen penyusunan tanah yang bersifat heterogen dan beraneka (Gambar 1). Sutanto (2005) membagi komponen tanah tersebut menjadi tiga fase penyusun tanah, yakni : 1. fase padat : bahan mineral dan bahan organik 2. fase cair : lengas tanah dan air tanah; serta 3. fase gas : udara tanah Ada empat komponen utama peyusun tanah yang tidak dapat dipisahkan dengan pengamatan mata telanjang, yaitu udara, air, mineral dan organik. Gambar 1. Komposisi Tanah yang Ideal (% volume) Sumber: Sutanto, Rachman. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. 2005 7 2.3 Tekstur Tanah Mega, dkk., (2010), menjelaskan tekstur adalah perbandingan relatif fraksi pasir, debu dan liat yang menyusun massa tanah. Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah, berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikat air oleh tanah. Pembatasan ketiga fraksi masing-masing tekstur tanah dapat digambarkan dalam segitiga tekstur atau trianguler texture (Gambar 2). Titik sudutnya menunjukkan 100% salah satu fraksi, sedangkan tiap sisi menggambarkan % berat masing-masing fraksi mulai 0% samapai 100%. Segitiga ini terbagi atas 13 bidang yang menunjukkan masing masing terkstur tanah. Sebagai contoh 35 % liat + 40 % debu + 25 % pasir termasuk tekstur tanah lempung berliat, sedangkan 10 % liat + 5 % debu + 85 % pasir termasuk pasir berlempung. (lihat Gambar 2) Gambar 2. Segitiga Tekstur Tanah Sumber: Sutanto, Rachman. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. 2005 8 Penentuan tekstur tanah dapat dilakukan di lapangan (secara perasaan) dan di laboratorium (metode pipet dan hydrometer). Penetapan tekstur di lapangan dilakukan dengan cara : 1) masa tanah kering atau lembab dibasahi, kemudian dirapatkan diantara ibu jari dan telunjuk sehingga membentuk pita lembab, sambil dirasakan adanya rasa kasar, licin dan lengket; 2) tanah tersebut dibuat bola, digulung dan diamati adanya daya tahan terhadap tekanan dan kelekatan massa tanah sewaktu telunjuk dan ibu jari diregangkan (Harnawan, 2011). 2.4 Konsistensi Tanah Konsistensi tanah adalah derajat kohesi dan adhesi di antara partikel- partikel tanah dan ketahanan massa tanah terdapat perubahan bentuk oleh tekanan dan berbagai kekuatan yang mempengaruhi bentuk tanah (Hardjowigeno, 2003). Konsistensi tanah ditentukan oleh tekstur dan struktur tanah (Buol, 1980). Pentingnya konsistensi tanah adalah untuk menentukan cara penggrapan tanah yang efisien dan penetrasi akar tanaman di lapisan tanah bawahan. Buol (1980), juga mengemukakan bahwa penentuan konsistensi tanah harus disesuaikan dengan kandungan air tanah yaitu dalam keadaan basah, lembab atau kering. 2.5 1. Tanah basah : Kandungan air di atas kapasitas lapang. 2. Tanah lembab : Kandungan air mendekati kapasitas lapang. 3. Tanah kering : Tanah dalam keadaan kering angin. Konduktivitas Listrik Nilai konduktivitas merupakan ukuran terhadap konsentrasi total elektrolit di dalam air. Kandungan elektrolit yang pada prinsipnya merupakan garam-garam 9 yang terlarut dalam air, berkaitan dengan kemampuan air di dalam menghantarkan arus listrik. Konduktivitas listrik adalah ukuran dari kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik. Jika suatu beda potensial listrik ditempatkan pada ujung-ujung sebuah konduktor, muatan-muatan bergeraknya akan berpindah, menghasilkan arus listrik (Chrishemi, 1988). Pike (1991), mendefinisikan daya hantar listrik (konduktivitas) adalah ukuran seberapa kuat suatu larutan dapat menghantarkan listrik. Konduktivitas digunakan untuk ukuran larutan atau cairan elektrolit. Semakin besar jumlah ion dari suatu larutan maka akan semakin tinggi nilai konduktivitasnya. Konduktivitas yang diukur dengan sel konduktivitas dinyatakan dengan rumus : k = C ………………………………………… (1) Dimana : k = konduktivitas, mho/cm C = konduktansi, mho A = Luas elektroda, cm2 l = Jarak antara elektroda, cm Dari persamaan di atas suatu konduktansi dengan nilai 1 mho dapat dinyatakan sebagai kemampuan hantar dari zat cair yang berukuran luas penampang 1 cm2 dan jarak 1 cm atau volume zat cair sebesar 1 cm3 untuk arus 1 ampere dengan tegangan 1 volt. Jika arus yang dapat dihantarkan lebih besar lagi, maka konduktansinya lebih besar pula. Jika pada suatu resistor dialirkan arus yang membesar, maka tahanan atau resistansinya akan mengecil. Hal ini berarti bahwa konduktivitas adalah kebalikan dari dari resistansi, mho = 1/ohm. 10 Tabel 1. Konduktivitas Elektrik Logam Pada Suhu Kamar Material Tipe Ohm Meter Perak (Ag) Konduktor 6,8 x 107 Tembaga (Cu) Konduktor 6,0 x 107 Emas (Au) Konduktor 4,3 x 107 Aluminium (Ac) Konduktor 3,8 x 107 Kuningan (70% Cu – 30% Zn) Konduktor 1,6 x 107 Besi (Fe) Konduktor 1,0 x 107 Baja karbon (Ffe – C) Konduktor 0,6 x 107 Baja tahan karat (Ffe – Cr) Konduktor 0,2 x 107 Sumber: Ferinawan, Dedi, dkk., dari http://www.ilmubahanlistrik.com. 2012. 2.6 Konduktivitas Listrik Tanah Konduktivitas listrik tanah adalah suatu ukuran yang menyatakan keefektifan tanah dalam menghantarkan listrik. Semakin besar nilai konduktivitas suatu tanah, maka tanah tersebut semakin baik menghantarkan listrik (Liana, 2008). Konduktivitas listrik (EC) tanah bervariasi tergantung pada jumlah kelembaban yang dimiliki oleh partikel tanah. Tanah berpasir memiliki konduktivitas rendah, lumpur memiliki konduktivitas menengah, dan tanah liat memiliki konduktivitas yang tinggi. Akibatnya, EC berkorelasi kuat untuk ukuran partikel tanah dan tekstur. Konduktivitas listrik (EC) adalah kemampuan suatu material untuk mengirimkan (menyalurkan) arus listrik (Hariadi, 2012). Konduktivitas tanah sangat dipengaruhi oleh struktur dan tekstur, nilainya meningkat jika tanah mempunyai pori yang besar, mempunyai retakan dan 11 beragregat. Konduktivitas bukan satu-satunya kekhasan tanah, lebih dari itu tergantung oleh gabungan sifat tanah dan cairannya. Karakteristik tanah yang mempengaruhi konduktivitas adalah porositas total, distribusi ukuran pori tanah (Hillel, 1997). Hubungan antara kadar air tanah dan potensial matriks adalah bagian dasar dari sifat hidrolika tanah yang mengacu kepada faktor kapasitas yaitu kadar air dan faktor intensitas yaitu energi dalam air (Klute, 1986). Tanah yang memiliki kadar air tinggi memiliki konduktivitas listrik tinggi, sebaliknya tanah yang memiliki kadar air sedikit/rendah memiliki tahanan tanah yang besar karena kemampuan mengalirkan arus juga kecil (konduktivitas rendah karena arus listrik terhambat). Besarnya tahanan jenis tanah pada setiap daerah tidaklah sama. Beberapa faktor yang mempengaruhi tahanan jenis tanah yaitu : keadaan struktur tanah antara lain ialah struktur geologinya, seperti tanah liat, tanah rawa, tanah berbatu, tanah berpasir, tanah gambut dan sebagainya. Unsur kimia yang terkandung dalam tanah, seperti garam, logam, dan mineral-mineral lainnya. Keadaan iklim, basah atau kering. Temperatur tanah dan jenis tanah (Grisso, 2009). 2.7 Sensor Menurut Lillesand dan Kiefer (2007), sensor adalah ilmu dan seni penginderaan jauh untuk memperoleh informasi tentang obyek, wilayah, atau gejala dengan cara menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, wilayah, atau gejala yang dikaji. Sedangkan Sharon, dkk (1982), mengatakan sensor adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi gejala-gejala atau sinyal-sinyal yang berasal dari 12 perubahan suatu energi seperti energi listrik, energi fisika, energi kimia, energi biologi, energi mekanik dan sebagainya. Petruzella (2001), mendefinisikan sensor adalah alat untuk mendeteksi / mengukur sesuatu, yang digunakan untuk mengubah variasi mekanis, magnetis, panas, sinar dan kimia menjadi tegangan dan arus listrik. Dalam lingkungan sistem pengendali dan robotika, sensor memberikan kesamaan yang menyerupai mata, pendengaran, hidung, lidah yang kemudian akan diolah oleh kontroler sebagai otaknya. 2.8 Persyaratan Umum Sensor Menurut Sharon, (1982), dalam memilih peralatan sensor yang tepat dan sesuai dengan sistem yang akan disensor maka perlu diperhatikan persyaratan umum sensor berikut ini : a. Linearitas Ada banyak sensor yang menghasilkan sinyal keluaran yang berubah secara kontinyu sebagai tanggapan terhadap masukan yang berubah secara kontinyu. Sebagai contoh, sebuah sensor panas dapat menghasilkan tegangan sesuai dengan panas yang dirasakannya. Dalam kasus seperti ini, biasanya dapat diketahui secara tepat bagaimana perubahan keluaran dibandingkan dengan masukannya berupa sebuah grafik. b. Sensitivitas Sensitivitas akan menunjukan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang menunjukan perubahan keluaran dibandingkan unit perubahan masukan. Beberepa sensor panas dapat memiliki kepekaan yang dinyatakan dengan satu volt per 13 derajat, yang berarti perubahan satu derajat pada masukan akan menghasilkan perubahan satu volt pada keluarannya. Sensor panas lainnya dapat saja memiliki kepekaan dua volt per derajat, yang berarti memiliki kepekaan dua kali dari sensor yang pertama. Linieritas sensor juga mempengaruhi sensitivitas dari sensor. Apabila tanggapannya linier, maka sensitivitasnya juga akan sama untuk jangkauan pengukuran keseluruhan. c. Tanggapan Waktu Tanggapan waktu pada sensor menunjukan seberapa cepat tanggapannya terhadap perubahan masukan. Sebagai contoh, instrumen dengan tanggapan frekuensi yang jelek adalah sebuah termometer merkuri. Masukannya adalah temperatur dan keluarannya adalah posisi merkuri. Misalkan perubahan temperatur terjadi sedikit demi sedikit dan kontinyu terhadap waktu. Frekuensi adalah jumlah siklus dalam satu detik dan diberikan dalam satuan hertz (Hz). (1 hertz berarti 1 siklus per detik, 1 kilohertz berarti 1000 siklus per detik). Pada frekuensi rendah, yaitu pada saat temperatur berubah secara lambat, termometer akan mengikuti perubahan tersebut dengan “setia”. Tetapi apabila perubahan temperatur sangat cepat maka tidak diharapkan akan melihat perubahan besar pada termometer merkuri, karena ia bersifat lamban dan hanya akan menunjukan temperatur rata-rata. 2.9 Sensing Unit 2.9.1 Power Supply + Regulator 5 volt Power supply digunakan sebagai sumber tegangan untuk rangkaian sensor, pada rangkaian sensor yang digunakan menggunakan regulator 5 volt. Regulator 14 tegangan adalah bagian power supply yang berfungsi untuk memberikan stabilitas output pada suatu power supply. 2.9.2 Rangkaian Osilator 555 Osilator adalah suatu penggetar dengan frekuensi tertentu yang beraturan. Osilator berfungsi sebagai pembangkit pulsa (pulse generator). Osilator yang digunakan pada penelitian ini adalah IC 555. IC 555 yang mempunyai 8 pin (kaki) ini merupakan salah satu komponen elektronika yang cukup terkenal, sederhana, serba guna dengan ukurannya yang kurang dari 1/2 cm2 dan harganya di pasaran sangat murah. Pada dasarnya aplikasi utama IC 555 ini digunakan sebagai Timer (Pewaktu) dengan operasi rangkaian monostable dan Pulse Generator (Pembangkit Pulsa) dengan operasi rangkaian astable. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai Time Delay, Generator dan Sequential Timing (Anonim3.2011). Gambar pinout IC 555 ditunjukan oleh Gambar 3. Gambar 3. Pinout IC NE555 Sumber : www.datasheetcatalog.com Cara kerja IC 555 secara garis besar dijelaskan sebagai berikut : apabila supply diberikan, Vcc Volt. Kaki 2 memberi trigger dari tegangan yang tinggi 15 (Vcc) menuju 1/3 Vcc (<1/3 Vcc). Turunnya tegangan pada trigger input dibawah 1/3 Vcc, akan membuat kaki 3 (output) akan high sehingga kaki 7 mempunyai nilai hambatan yang besar terhadap ground dan ini akan mematikan discharge transistor. Kaki 3 (output) low terjadi karena tegangan pada kaki 7 (threshold input) melebihi tegangan pada kaki 5 (control voltage) atau 2/3 Vcc. Kaki 7 akan mempunyai nilai hambatan yang rendah sekali terhadap Ground sehingga menyalakan dicharge transistor. Rangkai IC NE555 yang dirancang menggunakan nilai R1 dan R2 masing – masing 10 K, dan nilai C1 ditentukan oleh keadaan tanah yang diukur, sehingga perhitungan frekuensi diperoleh dari persamaan sebagai berikut. f= …………………………………… (2) 2.9.3 LCD LCD merupakan singkatan dari Liquid Crystal Display (Indonesia: Penampilan Kristal Cair) adalah suatu jenis media tampilan yang menggunakan Kristal cair sebagai penampilan utama. Banyak jenis LCD yang beredar di pasaran. Namun ada standarisasi cukup popular digunakan merupakan modul LCD dengan tampilan 2 x 16 (2 baris x 16 kolom) dengan konsumsi daya rendah. Modul tersebut dilengkapi dengan mikrokontroler yang didesain khusus untuk mengendalikan LCD. LCD dengan jenis seperti ini memungkinkan pemrogram untuk mengoprasikan data secara 8 bit atau 4 bit. 2.10 Sensor Kapasitif Kapasitor adalah salah satu komponen pada rangkaian listrik yang dapat menyimpan dan melepas energi listrik dalam bentuk muatan-muatan listrik. Saat 16 pertama kali dihubungkan dengan sumber listrik, kapasitor akan mengisi dirinya dengan muatan-muatan listrik peristiwa inilah yang disebut dengan proses charging. Setelah penuh, kapasitor akan menghentikan arus listrik di dalamnya sehingga rangkaian listrik akan bersifat open. Namun saat sumber listrik dimatikan dari rangkaian, kapasitor dapat bersifat sebagai sumber listrik dengan cara melepas muatan listrik kepada rangkaian peristiwa ini disebut discharging. Kapasitor umumnya terbuat dari dua konduktor yang diantaranya terdapat materi dieleketrik seperti kaca, plastik. Umumnya bahan dielektrik adalah bahan isolator atau bahan yang tidak bisa menghantarkan listrik. Namun akibat adanya aliran listrik yang merupakan aliran elektron, atom penyusun dielektrik menjadi tidak seimbang dan akhirnya menimbulkan muatan-muatan listrik. Sehingga setiap bahan dielektrik memiliki nilai permitivitas masing-masing, yang akhirnya mempengaruhi nilai kapasitansi (Johannson, 2000). Sensor kapasitif merupakan sensor elektronika yang bekerja berdasarkan konsep kapasitif. Sensor ini bekerja berdasarkan perubahan muatan energi listrik yang dapat disimpan oleh sensor akibat perubahan jarak lempeng, perubahan luas penampang dan perubahan volume dielektrikum sensor kapasitif tersebut. Konsep kapasitor yang digunakan dalam sensor kapasitif adalah proses menyimpan dan melepas energi listrik dalam bentuk muatan-muatan listrik pada kapasitor yang dipengaruhi oleh luas permukaan, jarak dan bahan dielektrikum. Sifat sensor kapasitif yang dapat dimanfaatkan dalam proses pengukuran diantaranya adalah sebgai berikut; sifat sensor kapasitif yang dimanfaatkan dalam pengukuran jika luas permukaan dan dielektrika (udara) dalam dijaga konstan, maka perubahan nilai kapasitansi ditentukan oleh jarak antara kedua lempeng logam. Jika luas 17 permukaan dan jarak kedua lempeng logam dijaga konstan dan volume dilektrikum dapat dipengaruhi maka perubahan kapasitansi ditentukan oleh volume atau ketinggian cairan elektrolit yang diberikan. Jika jarak dan dielektrikum (udara) dijaga konstan, maka perubahan kapasitansi ditentukan oleh luas permukaan kedua lempeng logam yang saling berdekatan (Rahmat, 2008). Gambar 4. Konsep Sensor Kapasitif Sumber: from. http://elektronika-dasar.web.id. 2012 Kontruksi sensor kapasitif yang digunakan berupa dua buah lempeng logam yang diletakkan sejajar dan saling berhadapan. Jika diberi beda tegangan antara kedua lempeng logam tersebut, maka akan timbul kapasitansi antara kedua logam tersebut. Nilai kapasitansi yang ditimbulkan berbading lurus dengan luas permukaan lempeng logam, berbanding terbalik dengan jarak antara kedua lempeng dan berbading lurus dengan zat antara kedua lempeng tersebut (dielektrika), seperti ditunjukkan oleh persamaan berikut : 18 C= Dimana : …………………………………………………… (3) C = nilai kapasitansi dalam farad (F) ε = permitivitas mutlak A = luas plat/lempeng dalam m2 d = jarak antara plat /lempeng dalam m 2.11 Dielektrik Kamajaya, (2007), mendefinisikan bahan dielektrik yaitu bahan yang apabila diberikan medan potensial (tegangan) dapat mempertahankan perbedaan potensial yang timbul diantara permukaan yang diberikan potensial tersebut. Sifat dielektrik muncul pada isolator listrik yang tidak dapat melalukan muatan listrik akan tetapi ia peka terhadap suatu medan listrik. Kekuatan dielektrik adalah gradien tegangan yang menghasilkan tegangan tembus listrik melalui isolator. Umumnya konstanta dielektrik nilainya lebih tinggi sedikit pada bahan keramik, karena ion, dan bukan dwikutub molekuler yang dipengaruhi oleh medan listrik. Konstanta dielektrik seperti juga isolator dan polimer peka terhadap frekuensi. Akan tetapi, dalam daerah suhu biasanya hanya ada sedikit variasi pada isolator keramik. Menurut Kamajaya, (2007) masing-masing jenis dielektrik memiliki fungsi dan fungsi yang paling penting dari suatu isolasi adalah: 1. Untuk mengisolasi antara penghantar dengan penghantar yang lain. 2. Menahan gaya mekanis akibat adanya arus pada konduktor yang diisolasi. 3. Mampu menahan tekanan yang diakibatkan panas dan reaksi kimia. 19 Tabel 2. Konstanta Dielektrik Berbagai Bahan Bahan Konstanta Dielektrik (μ) Vakum 1,0000 Udara (1 atm) 1,0006 Parafin 2,2000 Polystyrene 2,6000 Karet 6,7000 Plastik 2,0000 – 4,0000 Kertas 3,7000 Quartz 4,3000 Minyak 4,0000 Kaca 5,0000 Porselen 6,0000 – 8,0000 Mika 7,0000 Air 80,0000 Sumber:Physics for Scientist and Engineer with Modern Physics. 2000 2.12 Muatan Listrik Berpindahnya elektron (muatan negatif) ke plat positif dan proton (muatan positif) ke plat negatif seperti yang terlihat pada gambar merupakan suatu peristiwa perpindahan muatan listrik, tempat berlangsungnya peristiwa tersebut dinyatakan sebagai medan elektrostatis (electrostatic field). Gambar 5. Muatan listrik yang berpindah Sumber: from. http://www.docstoc.com/docs/161222838/Capacitor. 2013 Muatan-muatan listrik yang berpindah pada medan elektrostatis (electrostatic) akan menyebabkan timbulnya beda potensial antara plat positif dan plat negatif. Muatan-muatan listrik yang berpindah tersebut dinyatakan sebagai Q 20 dan memiliki satuan coulomb, sedangkan beda potensial antara kedua plat tersebut dinyatakan sebagai V dan memiliki satuan volt. Hubungan antara kapasitansi (C), muatan listrik (Q) dan tegangan (V) dapat dinyatakan secara matematis sebagai berikut : C= ……………………………………………………… (4) Dimana: C = Kapasitansi (Farad) Q = Muatan listrik (Coulomb) V = Tegangan (Volt) Sedangkan rumus umum muatan listrik adalah sebagai berikut : Q = I x t …………………………………………………… (5) Dimana: I = Arus listrik (Ampere / A) T = waktu (detik) 2.13 Kuat Medan Listrik Ruang di antara plat positif dan negatif pada kapasitor (dielektrik) akan menimbulkan garis-garis gaya listrik yang membentuk sebuah medan listrik. Medan listrik tersebut semakin kuat bila tegangan yang diberikan kepada kapasitor semakin besar dan jarak antara kedua plat (positif dan negatif) tersebut semakin dekat. Hubungan antara tegangan dan jarak tersebut hingga menimbulkan medan listrik disebut sebagai kuat medan listrik dan dinyatakan sebagai E. Secara matematis antara tegangan dan jarak serta kuat medan listrik dapat ditulis sebagai berikut: E = ……………………………………………………… (6) Dimana: V = tagangan (volt) d = jarak antara plat (meter) E = kuat medan listrik (volt/meter) 21 Secara sederhana rumus di atas menjelaskan bahwa: 1. Kuat medan listrik berbanding lurus dengan tegangan 2. Kuat medan listrik berbanding terbalik dengan jarak antara kedua plat 2.14 Hubungan Paralel Setiap kapasitor-kapasitor yang dihubungkan secara paralel akan mendapatkan nilai tegangan yang sama besarnya. Kapasitor-kapasitor tersebut tidak memiliki ketergantungan antara yang satu dengan yang lainnya, jika suatu kapasitor dilepas dari hubungan paralel tersebut maka kapasitor-kapasitor lainnya tetap terhubung dengan sumber daya. Secara matematis hubungan kapasitansi total dengan kapasitor-kapasitor yang dihubungkan secara paralel dapat ditulis sebagai berikut : Cparalel = C1 + C2 + C3 + … + Cn Dimana : Cparalel = kapasitansi total pada sensor kapasitif hubungan paralel C1 = kapasitansi pada kapasitor 1 C2 = kapasitansi pada kapasitor 2 C3 = kapasitansi pada kapasitor 3 Cn = kapasitansi pada kapasitor ke n 2.15 Tembaga Tembaga adalah unsur kimia dengan nomor atom 29 dan nomor massa 63,54, merupakan unsur logam, dengan warna kemerahan. Tembaga mempunyai daya hantar listrik yang tinggi yaitu 57Ω.mm2/m pada suhu 20°C. Koefisien suhu (α) tembaga 0,004 per °C. Tembaga mempunyai ketahanan terhadap korosi, oksidasi. Massa jenis tembaga murni pada 20°C adalah 8,96 g/cd, titik lebur 22 1083°C. Kekuatan tarik tembaga tidak tinggi yaitu berkisar antara 20 hingga 40 kg/mm2, kekuatan tarik batang tembaga akan naik setelah batang tembaga diperkecil penampangnya untuk di jadikan kawat berisolasi atau kabel. Tabel 3. Konstanta Bahan Penghantar Bahan Aluminium Baja Tembaga Air Raksa Molibdenum Wolfram Platina Massa jenis (g/cm3) 2,70 7,70 8,96 13,55 10,22 19,27 21,50 α 0 - 100º Titik leleh x 10-6 (ºC) 23,86 10,5–13,2 16,86 61,00 54,00 4,50 9,09 659,70 1170–1530 1083 -38,86 2620 3390 1769 Titik didih Konduktipanas (ºC) vitas (mho) 2447,00 0,570 0,110 2595,00 0,944 356,73 0,020 4800,00 0,330 5500,00 0,310 4300,00 0,170 Kekuatan tarik (kg/mm2) 20–30 37–64 40 100–250 420 34 Sumber : Nizbah, Bahan-Bahan Penghantar Listrik. 2008. 2.16 Analisis Regresi Analisis regresi adalah analisis statistik yang mempelajari bagaimana membangun sebuah model fungsional dari data untuk dapat menjelaskan ataupun meramalkan suatu fenomena alami atas dasar fenomena yang lain. Suatu model persamaan yang menghasilkan garis regresi linear dengan deviasi kecil bersifat memperkecil angka simpangan baku antara besarnya angka pengamatan dan angka hasil prediksinya (Asdak, 2010). Besarnya angka korelasi menentukan kuat atau lemahnya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Patokan angkanya adalah sebagai berikut, Sarwono (2006): 1. 0-0.25 : Korelasi sangat lemah 2. 0.25-0.5 : Korelasi cukup 3. 0.5-0.75 : Korelasi kuat 4. 0.75-1 : Korelasi sangat kuat 23 Sesuai atau tidaknya model matematis tersebut dengan data yang digunakan dapat ditunjukkan dengan mengetahui besarnya nilai r 2 atau juga disebut sebagai koefisien determinasi. Koefisien determinasi menunjukkan seberapa jauh kesalahan dalam memprakirakan besarnya y dapat direduksi dengan menggunakan informasi yang dimiliki variabel x. Model regresi dianggap sempurna apabila nilai R2 = 1. Sebaliknya, apabila variasi yang ada tidak ada yang bisa dijelaskan oleh model persamaan regresi, maka nilai R2 = 0. Dengan demikian, model persamaan regresi dikatakan semakin baik apabila besarnya R2 mendekati 1 (Asdak, 2010).