gula merah cair untuk

advertisement
Analisi Komposisi Kimia Daun Kelakai.…………………Nurmilatina
Analisis Komposisi Kimia Daun Kelakai (Stenochlaena palustris Bedd.)
dengan Berbagai Pelarut menggunakan GCMS
Chemical Composition Analysis of Stenochlaena palustris Bedd. Leaves using
Various Solvents on GCMS
Nurmilatina
Balai Riset dan Standardisasi Industri Banjarbaru
Jl. Panglima Batur Barat No. 2, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 70711 Indonesia
Email : [email protected]
Diterima 26 Mei 2017, Direvisi 12 Agustus 2017, Disetujui 11 September 2017
ABSTRAK
Pemilihan pelarut yang sesuai sangat penting untuk menyari senyawa yang
diinginkan dari dalam sel tumbuhan. GCMS merupakan instrumen yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengekstraksi
daun kelakai dengan beberapa variasi pelarut dan menganalisis komposisi senyawa
kimianya menggunakan instrumen GCMS. Daun kelakai diekstrak dengan tiga variasi
pelarut, yaitu a1 = akuades, a2 = etanol, dan a3 = etanol 50%, dan variasi lama
maserasi b1 = 1 hari, b2 = 2 hari dan b3 = 3 hari. Metode ekstraksi terbaik menggunakan
pelarut akuades dengan lama maserasi satu hari. Komponen senyawa kimia yang
diperoleh berupa fenolik, alkaloid dan terpenoid, diantaranya adalah 2,5bis[(trimetilsilil)oksi] benzaldehid 1,86%, linalool 1,28%, fenetil alkohol 3,55% dan 7-kloro5-fenil-1-(trimetilsilil)-1,3-dihidro-2H-1,4-benzodiazepin-2-on 1,16% bk.
Kata Kunci: analisis komposisi, GCMS, maserasi, Stenochlaena palustris Bedd.
ABSTRACT
The selection of suitable solvents is essential for extracting the desired compounds
from plant cells. GCMS is an instrument that can be used to identify such compounds.
Therefore, this study objective is to extract kelakai leaves using various solvents and
analyze the composition of chemical compounds using GCMS instrument. Kelakai leaves
was extracted using three solvent variations: a1 = aquadest, a2 = ethanol, and a3 =
ethanol 50%; and the maceration time variations: b1 = 1 day, b2 = 2 days, and b3 = 3
days. The best extraction method was aquadest as solvent and one day maceration. The
chemical compound extracted were phenolic, alkaloids and terpenoids, such as 2,5-bis
[(trimethylsilyl) oxy] benzaldehyde 1,86%, linalool 1,28%, phenethyl alcohol 3,55% and 7chloro-5-phenyl-1-(trimethylsilyl)-1,3-dihydro-2H-1,4-benzodiazepines-2-on 1,16 % db.
Keywords: composition analysis, GCMS, maceration, Stenochlaena palustris Bedd.
I. PENDAHULUAN
Pemilihan pelarut dalam proses
ekstraksi adalah faktor penting agar
senyawa-senyawa
yang
mempunyai
aktivitas farmakologi dapat diperoleh.
Alkohol atau campurannya dengan air
merupakan pelarut ideal yang sering
digunakan dalam penelitian karena pelarut
ini dapat mengekstrak hampir semua
senyawa dengan berat molekul rendah
(Wijesekera, 1991). Lama maserasi
berpengaruh pada rendemen dan kadar
senyawa yang diperoleh. Waktu optimum
untuk maserasi tergantung pada bahan
yang diekstrak, jenis pelarut dan metode
yang
digunakan
(Donna,
Damanik,
Surbakti, & Hasibuan, 2014).
Kelakai (Stenochlaena palustris Bedd.)
adalah tumbuhan sejenis pakis yang dapat
ditemukan di India, Asia Tenggara,
Polinesia dan Australia. Tumbuhan ini
9
Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.9, No.1, Juni 2017: 9 - 16
memproduksi
daun
subur
yang
mengandung daun steril dan spora
(Giesen, Wulffraat, Zieren, & Scholten,
2006). Zat bioaktif dari daun ini berupa
terpenoid, alkaloid, flavonid dan fenolik
(Ho,
Teai,
Bianchini,
Lafont,
&
Raharivelomana, 2010). Kelakai tumbuh di
lahan rawa dan daun mudanya langsung
dikonsumsi sebagai sayuran (Holdsworth,
1994). Air rebusan kelakai diminum untuk
mengobati demam oleh masyarakat
di Thailand (Neamsuvan, Sengnon,
Seemaphrik, & Chouychoo, 2015). Kelakai
mempunyai zat besi tinggi sehingga
potensial untuk mengatasi anemia. Kelakai
juga mengandung vitamin C, protein, beta
karoten, asam folat (Chotimah, Kresnatita,
& Miranda, 2013), potasium, fosfor,
kalsium, mangan dan seng (Voon,
Sabariah, Sim & Chin, 1992).
Ekstrak kelakai dapat digunakan
sebagai antiinflamasi, antimalaria dan
antioksidan menurut studi empiris (Chai,
Kwek, Ong, & Wong, 2015). Zat aktif yang
ada pada kelakai seperti senyawa fenolik,
tanin, dan β-karoten dapat mereduksi
radikal bebas. Penelitian bioktivitas kelakai
juga menunjukkan sifat antibakteri (Erwin,
Anggraeni, & Suryani, 2016) , dan
antijamur (Sumathy, Zuraini, & Sasidharan,
2010). Kelakai juga diindikasikan dapat
menurunkan demam (Neamsuvan et al.,
2015). Chai et al. (2015) melakukan isolasi
fraksi antiglukosida dan antioksidan dari
kelakai dengan menggunakan pengekstrak
heksana, kloroform, etil asetat, metanol,
dan air. Hasilnya menunjukkan bahwa
ekstrak metanol yang paling optimal untuk
memperoleh senyawa antiglukosida dan
antioksidan.
Ekstrak
kelakai
juga
dilaporkan
berpotensi
menghambat
produksi TNF-α (Tumor Necrosis FactorAlpha) (Margono, Suhartono & Arwati,
2016). Penelitian Suhartono & Bahriansyah
(2016) menunjukkan bahwa ekstrak
akuades daun kelakai dapat menghambat
reaksi glikolisis Cd dan reaksi fruktasi in
vitro dalam tubuh. Catatan farmakologi
terbaru menunjukkan bahwa kelakai dapat
mengobati penyakit testicular atrophy
(Noor & Jahan, 2017).
Analisis komponen kimia daun kelakai
muda, dewasa dan subur telah dilakukan
10
oleh (Chai et al., 2012) dengan
menggunakan instrumen HPLC, diperoleh
kadar polifenol setara dengan asam galat,
flavonoid setara dengan kadar katekin dan
kadar antosianin diukur dengan metode
perbedaan pH sesuai dengan prosedur
kerja (Giusti & Wrolstad, 2015). Hasil
analisa menunjukkan bahwa ekstrak
akuades daun dewasa memiliki kandungan
polifenol total tertinggi, serta flavonoid dan
asam hidroksikinamat, sedangkan ekstrak
daun mudanya dominan mengandung
antosianin (Erwin et al., 2016)
juga
melakukan penelitian analisa komposisi
kimia ekstrak kelakai menggunakan
instrumen
GCMS
dan
aplikasinya
sebagai antibakteri. Penelitian tersebut
menggunakan etanol sebagai pengekstrak,
dan
memperoleh
empat
senyawa
stigmasterol dan turunannya serta sedikit
senyawa etil linoleat.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengekstrak daun kelakai matang/dewasa
dengan variasi pelarut berdasarkan
kepolarannya dan variasi lama maserasi.
Perbedaan senyawa yang terekstrak diuji
menggunakan instrumen GCMS QP 2010
Ultra.
II.
BAHAN DAN METODE
2.1 Bahan dan Peralatan
Bahan baku yang digunakan dalam
penelitian ini adalah daun dewasa tanaman
kelakai yang diperkirakan berumur 6 bulan
yang
diambil
dari
tanaman
yang
dibudidayakan oleh pelaku UKM Komplek
Amaco di Banjarbaru. Bahan penolong
yang digunakan yaitu etanol kadar 96%,
akuades, dan kertas saring. Peralatan yang
digunakan antara lain: blender, peralatan
gelas laboratorium lainnya dan GCMS QP
2010 Ultra untuk alat uji komponen kimia.
2.2 Metode Penelitian
2.2.1. Penyiapan Bahan Penelitian
Daun
kelakai
dibersihkan
menggunakan air kemudian dipotongpotong dalam ukuran panjang 3 cm,
kemudian dikeringkan secara alami dengan
dijemur di bawah sinar matahari sampai
kering udara atau selama 2 sampai 3 hari.
Analisi Komposisi Kimia Daun Kelakai.…………………Nurmilatina
2.2.2. Proses Ekstraksi
Daun yang telah kering ditimbang
sebanyak 50 gram kemudian dimasukkan
dalam erlenmeyer 250 ml dan dilakukan
ekstraksi dengan metode maserasi. Jumlah
pelarut yang digunakan untuk ekstraksi
sebanyak 50 ml.
2.2.3. Perlakuan Ekstraksi
Jenis pelarut (A) yang digunakan yaitu
akuades (a1), etanol (a2) dan etanol 50%
(a3). Lama waktu ekstraksi (B) yang
digunakan meliputi 1 hari (b1), 2 hari (b2)
dan 3 hari (b3). Setiap ekstraksi dilakukan
3 (tiga) kali ulangan. Larutan ekstrak yang
diperoleh kemudian disaring dan diambil
filtratnya untuk dilakukan analisis kimia.
Kode perlakuan penelitian yaitu a1b1
(pelarut akuades, waktu ekstraksi 1 hari);
a1b2 (pelarut akuades, waktu ekstraksi 2
hari); a1b3 (pelarut akuades, waktu
ekstraksi 3 hari); a2b1 (pelarut etanol,
waktu ekstraksi 1 hari); a2b2 (pelarut
etanol, waktu ekstraksi 2 hari); a2b3
(pelarut etanol, waktu ekstraksi 3 hari);
a3b1 (pelarut etanol 50%, waktu ekstraksi
1 hari); a3b2 (pelarut etanol 50%, dan
waktu ekstraksi 2 hari); a3b3 (pelarut
etanol 50%, dan waktu ekstraksi 3 hari).
2.2.4. Pengujian Parameter Uji
Filtrat
dimasukkan
dalam
botol
kemudian dianalisis dengan alat GCMS
Shimadzu QP 2010 Ultra. Sampel
sebanyak 1 µi diinjeksikan ke GCMS
menggunakan kolom dengan panjang 25
cm, diameter 0,25 mm dan ketebalan 0,25
µm. Temperatur oven 50-300oC dengan
laju kenaikan 10oC/menit. Penentuan nama
senyawa hasil analisis berdasarkan pada
pustaka/library alat GCMS yang digunakan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengujian GCMS sampel a1b1
ditunjukkan oleh kromatogram pada
Gambar 1. Senyawa yang diperoleh antara
lain
fenetil
alkohol,
linalool,
2,5-bis[(trimetilsilil)oksi]benzaldehid, asam
benzenasetat
trimetilsilil
ester,
5-hidroksimetil-2-furankarboksaldehid,
7-kloro-5-fenil-1-(trimetilsilil)-1,3dihidro-2H1,4-benzodiazepin-2-on, tetradekametil
Gambar 1. Kromatogram GC-MS Hasil
Analisa Sampel a1b1
siklohptasiloksan dan anion tetramer silikat.
Fenetil alkohol adalah senyawa yang
kadarnya paling tinggi yaitu sebesar 3,55%
(Tabel 1). Fenetil alkohol diketahui sebagai
senyawa antimikroba (Hosseini, Naderi, &
Nasrollahi, 2015) dan sebagai pemberi
aroma
(essence)
pada
makanan
(Unuigboje & Emenike, 2011). Senyawa
lain
yang
diperoleh
adalah
2,5bis[(trimetilsilil)oksi]-benzaldehid
dengan
kadar 1,86%. Senyawa ini termasuk
golongan senyawa organosilane yang
sebagian besar turunannya dapat berfungsi
sebagai antibiotik (Yuen & Yung, 2013).
Senyawa linalol dan 5-hidroksimetil-2furankarboksaldehid merupakan contoh
senyawa
golongan
terpenoid
yang
berpotensi sebagai antibakteri (Zekeya,
Chacha, Shahada, & Kidukuli, 2014).
Terpenoid adalah senyawa bahan alam
yang mengandung unit C5 (isoprena)
(Sjamsul, 1986). Senyawa lainnya juga
diperoleh,
yaitu
seperti
asam
pentadekanoat
(HO2C(CH2)13Me)
dan
asam heksadekanoat (Me(CH2)14C(O)Oet),
heptadekana, siklo heptatriena, dan asam
oktadekanoat.
Senyawa-senyawa
ini
dikenal juga sebagai asam lemak jenuh
yang berfungsi sebagai sumber kalori,
agen anti bakteri, antijamur dan antikanker
(Sjafaraenan & Johannes, 2016). Sampel
a1b1 juga menunjukkan satu senyawa
dengan kandungan nitrogen (alkaloid).
Semua alkaloid mengandung paling sedikit
satu atom nitrogen yang biasanya bersifat
basa dan berada dalam cincin heterosiklik.
Alkaloid terdapat dalam hampir semua
11
Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.9, No.1, Juni 2017: 9 - 16
Tabel 1. Senyawa Hasil Analisa GCMS
Jenis
Pelarut
Akuades
Etanol 50%
Etanol
Akuades
Etanol 50%
Etanol
Akuades
Etanol 50%
Etanol
12
Lama
Maserasi
1 hari
1 hari
1 hari
2 hari
2 hari
2 hari
3 hari
3 hari
3 hari
Kode
Sampel
Senyawa
BK (%)
a1b1
2,5-bis[(trimetilsilil)oksi]benzaldehid
Linalool
Fenetil alkohol
Asam benzenasetat trimetilsilil ester
5-hidroksimetil-2-Furankarboksaldehid
7-kloro-5-fenil-1-(trimetilsilil)-1,3dihidro-2H1,4benzodiazepin-2-on
Tetradekametil siklohptasiloksan
Anion tetramer silikat
1,86
1,28
3,55
1,19
0,01
1,16
0,69
0,28
a2b1
Asam pentadekanoat
Asam heksadekanoat
(Z,Z)-6,9-cis-3,4-epoksi-nondekadiena
Asam linoleat
Monolinolenin
1,17
6,45
0,74
0,60
1,04
a3b1
3-metil-2,5-furandion
3-metil asetat
2,3-dihidro-3,5-dihidroksi-6-metil-4H-piranon
5-hidriksimetil-2-furankarboksaldehid
1,92
1,11
1,26
5,71
a1b2
Asam heksadekanoat etil ester
Heptadekana
1,3,5-sikloheptatriena
3,71
4,02
2,27
a2b2
Asam heksadekanoat etil ester
Asam 9-heksadekanoat
9-oktadesenal
1,3,5-sikloheptatriena
5,70
1,44
0,42
2,43
a3b2
Neofitadiena
Asam heksadekanoat etil ester
3,7,11,15-tetrametil-2-heksadesen-1-ol
2-(2-heptadesiniloksi)-tetrahidro-2H-piran
(3-beta)-stigmast-5-en-3-ol
2,02
3,15
0,45
0,82
3,56
a1b3
Asam heksadekanoat etil ester
Asam heksadekanoat asam palmitat
Neofitadiena
9,12-oktadekadienol klorida
Asam 9-oktadekanoat etil ester
4,97
2,82
0,64
0,97
0,59
a2b3
Asam heksadekanoat etil ester
Asam heksadekanoat asam palmitat
Neofitadiena
Etil linoleat
2-monolinoleni
6,47
1,09
0,61
0,74
1,10
Neofitadiena
Asam pentadekanoat
Asam heksadekanoat etil ester
3,7,11,15-tetrametil-2-heksadesen-1-ol
Asam 9,12-oktadekadieonat
Trisiklo triakontana
(3-beta)-stigmast-5-en-3-ol
1,21
1,86
2,86
0,46
0,72
0,42
2,47
a3b3
Analisi Komposisi Kimia Daun Kelakai.…………………Nurmilatina
Gambar 2. Kromatogram GC-MS Hasil
Analisa Sampel a1b2
bagian tumbuhan yang meliputi biji, daun,
ranting dan kulit batang. Alkaloid umumnya
ditemukan pada Angiospermae (lebih dari
20%). Alkaloid hanya sedikit terdapat pada
jamur, alga, Gymnospermae, Lycopodium,
dan Equisetum. Alkaloid juga ditemukan
pada bakteri, binatang laut, antropoda,
amfibi, burung, dan mamalia. Alkaloid pada
tumbuhan berfungsi untuk melindungi diri
dan melawan herbivor/predator. Beberapa
alkaloid juga dapat berfungsi sebagai
antibakteri,
antijamur,
dan
antiviral
(Fattarusso & Scafati, 2008). Alkaloid dapat
digunakan sebagai antispasmodik, sedatif,
anthelmintik,
analgesik
narkotik,
antimalarial, antibiotik, analgesik dan
antipiretik
tergantung
dari
senyawa
penyusunnya (Saifudin, 2012).
Kromatogram hasil analisis sampel
a1b2 terlihat pada Gambar 2. Kandungan
senyawa yang tersari pada sampel ini
adalah asam heksadekanoat etil ester,
heptadekana dan 1,3,5-sikloheptatriena
dengan persentase kadar pada Tabel 1.
Ketiga senyawa tersebut berfungsi sebagai
antibakteri.
Gambar 3 menunjukkan kromatogram
GCMS untuk sampel a1b3 diperoleh
senyawa yang tidak jauh berbeda dari
a1b2 diantaranya asam heksadekanoat etil
ester, asam heksadekanoat, asam palmitat
dan asam 9-oktadekanoat etil ester. Pada
sampel a2b1 diperoleh senyawa dominan
asam heksadekanoat 6,45% dan terdapat
senyawa etil linoleat/asam linoleat 0,60%.
Senyawa yang dominan pada sampel a2b2
hampir serupa dengan a2b1, yaitu
asam heksadekanoat etil ester (5,70%),
Gambar 3. Kromatogram GC-MS Hasil
Analisa Sampel a1b3
1,3,5-sikloheptatriena (2,43%) dan asam
9-heksadekanoat
(1,44%).
Senyawa
1,3,5-sikloheptatriena termasuk senyawa
sikloalkana
yang
mempunyai
efek
antimikroba
(Yunnikova,
Akent,
Aleksandrova, Mikhailova, & Eliseev, 2014).
Asam heksadekanoat etil ester dan
asam heksadekanoat adalah dua senyawa
paling dominan pada sampel a2b3,
persentase senyawa tersebut berturut-turut
adalah
6,47%
dan
1,09%.
Asam
heksadekanoat yang juga dikenal sebagai
asam palmitat adalah asam lemak jenuh
yang pada umumnya banyak ditemukan
pada hewan maupun tumbuhan (Hudaya &
Wirata, 2014). Selain itu pada sampel ini
juga terdapat 2-monolinoleni 1,10% yang
diketahui berguna sebagai antikanker
(Montrose et al., 2012) dan bahan
tambahan makanan (Tsivileva, Nguyen,
Vu, Yurasov, & Chernyshova, 2016).
Senyawa fenolik yang diperoleh pada
a3b1 adalah 2,3-dihidro-3,5-dihidroksi-6metil-4H-piranon.
Senyawa
fenolik
merupakan bagian dari metabolit sekunder
yaitu flavonoid yang hampir semua
komponen nutrisi yang diidentifikasi
berperan sebagai agen proteksi terhadap
penyakit-penyakit
tertentu
(Madhave,
Deshpande, & Salunkhe, 1996). Senyawa
furandion juga diperoleh dari ekstrak
kelakai dengan pelarut etanol (sampel
a3b1). Senyawa ini adalah turunan
hidrokarbon yang mempunyai efek anti
mikroba (Naibaho, 2015).
Hasil analisa menunjukkan bahwa
sampel
a3b2
mempunyai
senyawa
neofitadiena, asam heksadekanoat etil
13
Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.9, No.1, Juni 2017: 9 - 16
ester
dan
(3-beta)-stigmast-5-en-3-ol.
Sampel a3b3 menghasilkan senyawa
neofitadiena, asam pentadekanoat dan
asam heksadekanoat etil ester (serupa
dengan sampel a2b1). Perbedaan hanya
terdapat pada senyawa neofitadiena yang
diperoleh,
senyawa
ini
merupakan
golongan terpenoid yang berfungsi sebagai
antibakteri (Venkata et al., 2012).
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa perbedaan konsentrasi etanol
sebagai pelarut, yaitu pelarut etanol murni
(a2) dan etanol 50% (a3) tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata,
sedangkan daun kelakai yang diekstrak
dengan akuades (a1) memiliki hasil
senyawa terekstrak yang berbeda. Sifat
dan kepolaran yang berbeda antara
akuades dan etanol yang menyebabkan
perbedaan tersebut. Kesamaan dari tiga
pengekstrak
ini
adalah
ketiganya
menghasilkan asam lemak jenuh, baik
berupa
asam
pentadekanoat
dan
heksadekanoat. Hasil ini menunjukkan
bahwa senyawa tersebut dapat larut baik
dalam pelarut polar maupun nonpolar.
Ekstrak dengan akuades mendapatkan
senyawa alkohol, terpenoid, alkaloid,
organosilane dan asam lemak jenuh. Pada
ekstrak etanol terdapat senyawa linoleat
dan asam lemak jenuh. Ekstrak dengan
etanol 50% menghasilkan neofitadiena
(terpenoid) dan asam lemak jenuh.
Berbeda dengan akuades, etanol memiliki
sifat antimikroba dan dapat memperbaiki
stabilitas bahan terlarut. Pada ekstrak
etanol jumlah senyawa yang terekstrak
lebih stabil, sehingga etanol digunakan
sebagai pelarut dalam ekstraksi karena
dapat melarutkan senyawa polar maupun
nonpolar. Gugus -OH dalam etanol
membantu melarutkan molekul polar dan
ion-ion,
sedangkan
gugus
alkilnya
(CH3CH2-) dapat mengikat senyawa
nonpolar (Aziz, Cindo, & Fresca, 2009).
Faktor yang juga mempengaruhi hasil
ekstraksi adalah waktu ekstraksi (Miryanti,
Sapei, Budiono, & Indra, 2011). Lamanya
waktu maserasi menghasilkan nilai yang
berbeda terhadap nilai senyawa kimia
untuk masing-masing sampel uji. Pada
penelitian ini digunakan 3 variasi lama
maserasi yaitu 1 hari, 2 hari dan 3 hari.
14
Pada ekstrak dengan akuades, semakin
lama waktu maserasi, jumlah senyawa
asam lemak makin berkurang.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
daun kelakai dapat diekstrak dengan
berbagai variasi pelarut. Hasil terbaik
ditunjukkan oleh ekstrak dengan pelarut
akuades dan lama maserasi 1 hari. Analisis
komposisi senyawa dengan menggunakan
instrumen GCMS menghasilkan senyawa
berupa
2,5-bis
[(trimetilsilil)
oksi]
benzaldehid, linalol, fenetil alkohol, asam
benzenasetat
trimetilsilil
ester,
5hidroksimetil-2-Furankarboksaldehid dan 7kloro-5-fenil-1-(trimetilsilil)-1,3-dihidro-2H1,4-benzodiazepin-2-on yang tergolong
senyawa fenolik, terpenoid dan alkaloid.
Pengujian lebih lanjut tentang senyawa
aktif yang terkandung dalam daun kelakai
sebaiknya dilakukan. Penelitian aplikasi
ekstrak kelakai juga dapat dilakukan untuk
menunjang
kelengkapan
penelitian
selanjutnya.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Baristand Industri Banjarbaru yang
telah menyediakan bahan dan peralatan
uji, serta kepada semua pihak yang telah
berjasa membantu hingga terbitnya jurnal
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, T., Cindo, R., & Fresca, A. (2009).
Pengaruh Pelarut Heksana dan
Etanol, Volume Pelarut, dan Waktu
Ekstraksi Terhadap Hasil Ekstraksi
Minyak Kopi. Journal Teknik Kimia,
16(1), 1–8.
Chai, T., Kwek, M., Ong, H., & Wong, F.
(2015). Water Fraction of Edible
Medicinal Fern Stenochlaena palustris
is a Potent a-Glucosidase Inhibitor
with Concurrent Antioxidant Activity.
Food
Chemistry,
186,
26–31.
https://doi.org/10.1016/j.foodchem.201
4.12.099
Analisi Komposisi Kimia Daun Kelakai.…………………Nurmilatina
Chai, T., Panirchellvum, E., Ong, H., &
Wong, F. (2012). Phenolic Contents
and
Antioxidant
Properties
of
Stenochlaena palustris, an Edible
Medicinal fern. Botanical Studies, 53,
439–446.
Chotimah, H. E. N. C., Kresnatita, S., &
Miranda, Y. (2013). Ethnobotanical
Study and Nutrient Content of Local
Vegetables Consumed in Central
Kalimantan, Indonesia. Biodiversitas,
14(2),
106–111.
https://doi.org/10.13057/biodiv/d14020
9
Donna, D., Damanik, P., Surbakti, N., &
Hasibuan, R. (2014). Ektraksi Katekin
dari Daun Gambir (Uncaria gambir
Roxb) dengan Metode Maserasi.
Jurnal Teknik Kimia USU, 3(2), 10–14.
Erwin, Anggraeni, D., & Suryani. (2016).
Chemical Analysis and Antibacterial
Activity of the Ethanolic Extract of
Stenochlaena
palustris.
Scholars
Research, 8(1), 233–236.
Fattarusso, E., & Scafati, O. T. (2008).
Modern Alkaloids Structure, Isolation,
Synthesis and Biology. New York:
Verlag GmbH & Co.
Giesen, W., Wulffraat, S., Zieren, M. and
Scholten,
L.
(2006).
Mangrove
Guidebook. (F. and W. International,
Ed.). Thailand: Dharmasarn Co., Ltd.
Giusti
&
Wrolstad,
R.
(2015).
Characterization and Measurement of
Anthocyanins
by
UV-Visible
Spectroscopy Characterization and
Measurement of Anthocyanins by UVVisible Spectroscopy. Research Gate,
(August
2001),
0–13.
https://doi.org/10.1002/0471142913.
faf0102s00
Ho, R., Teai, T., Bianchini, J.-P., Lafont, R.,
& Raharivelomana, P. (2010). Ferns :
From
Traditional
Uses
to
Pharmaceutical
Development,
Chemical Identification of Active
Principles Ferns : From Traditional
Uses to Pharmaceutical Development,
Chemical Identification of Active.
Issues and Applications, 321–346.
https://doi.org/10.1007/978-1-44197162-3
Holdsworth, F. B. A. & D. K. (1994).
Medicinal Plants of Sabah, Malaysia,
Part II. The Muruts. International
Journal of Pharmacognosy, 32(4),
378–383.
Hosseini, R., Naderi, F., & Nasrollahi, S. A.
(2015). Determination of Phenylethyl
Alcohol by Reversed Phase HighPerformance Liquid Chromatography
(RP-HPLC) in Budesonide Nasal
Spray. Academic Journals, 9(5), 81–
90.
https://doi.org/10.5897/AJPAC2015.06
19
Hudaya, T., & Wirata, I. G. (2014). Kajian
Hidrodeoksigenasi Minyak Biji Kapok
(Ceiba pentandra) dengan Katalis NiMo/γ-Al2O3
untuk
Sintesa
Biohidrokarbon. Laporan Penelitian.
Universitas Katolik Parahyangan.
Bandung.
Madhave, D. L., Deshpande, S. S., &
Salunkhe, D. K. (1996). Food
Antioxidants:
Technological,
Toxicological
and
Health
Perspectives. Nutrition Journal, 18(7–
8), 700–701.
Margono, D. P. N. H., Suhartono, E., &
Arwati, H. (2016). Potensi Ekstrak
Kelakai
(Stenochlaena
palustris
(Burm. f) Bedd) Terhadap Kadar
Tumor Necrosis Factor-Alfa (TNF-α)
pada Mencit Balb/c yang Diinfeksi
Plasmodium berghei ANKA. Journal
Berkala Kedokteran, 12, 77–85.
Miryanti, A., Sapei, L., Budiono, K., & Indra,
S. (2011). Ekstraksi Antioksidan dari
Kulit
Buah
Manggis
(Garcinia
mangostana L.). Laporan Penelitian.
Universitas Katolik Parahyangan.
Bandung.
Montrose, D. C., Zhou, X. K., Kopelovich,
L., Yantiss, R. K., Karoly, E. D.,
Subbaramaiah, K., & Dannenberg, A.
J. (2012). Metabolic Profiling, a Noninvasive Approach for the Detection of
Experimental Colorectal Neoplasia.
Cancer
Prevention
Research,
15
Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.9, No.1, Juni 2017: 9 - 16
5(December),
1358–1368.
https://doi.org/10.1158/19406207.CAPR-12-0160
Naibaho,
F.
G.
(2015).
Aktivitas
Antimikroba dan Identifikasi Senyawa
Bioaktif Ekstrak Bawang Batak (Allium
chinense G. Don.) (Thesis). Institut
Pertanian Bogor.
Neamsuvan, O., Sengnon, N., Seemaphrik,
N., & Chouychoo, M. (2015). A Survey
of Medicinal Plants Around Upper
Songkhla Lake, Thailand. Afr J Tardit
Complement Altern Med, 12, 133–143.
Noor, F. A., & Jahan, S. (2017). Note on
the Use of Stenochlaena palustris
(Burm. f.) Bedd. (Blechnaceae) by a
Chakma Tribal Healer of Khagrachari
District,
Bangladesh
to
Treat
Testicular
Atrophy.
Ethnophatmacological Note, 1(1), 13–
14.
Saifudin, A. (2012). Senyawa Alam
Metabolit Sekunder : Teori, Konsep
dan Teknik Pemurnian. Yogyakarta:
CV Budi Utama.
Sjafaraenan, & Johannes, E. (2016).
Aktivitas Uji Antimitotik Senyawa
Asam Heksadekanoat Isolat Dari
Hydroid
Aglaophenia
cupressina
Lamoureoux pada Cleavage Bulu Babi
Tripneustes gratilia Linn. Jurnal
Biologi Makassar, 1, 24–30.
Sjamsul, A. (1986). Buku Materi Pokok
Kimia Organik Bahan Alam : Kim
4214/2SKS/Modul
4-6.
Jakarta:
Depdikbud.
Suhartono, E., & Bahriansyah, M. (2016).
The Inhibition Effect of Kelakai
(Stenochlaena palustris) Extract on
Cadmium-Induced
Glycation
and
Fructation
In-vitro.
International
Journal of Pharmaceutical and Clinical
Research, 8(4), 248–253.
Sumathy, V., S, J. L., Zuraini, Z., &
Sasidharan, S. (2010). Effects of
Stenochlaena palustris Leaf Extract on
Growth and Morphogenesis of Food
Borne Pathogen, Aspergillus niger.
Malaysia Journal Nutritions, 16(3),
439-446.
16
Tsivileva, O., Nguyen, T., Vu, L., Yurasov,
N., & Chernyshova, M. (2016).
Vietnamese Ganoderma : Growth,
Peculiarities,
and
Low-molecular
Composition Compared to European
and Siberian Strains. Turkish Journal
of
Botany,
40,
269–286.
https://doi.org/10.3906/bot-1410-15
Unuigboje, A., & Emenike, B. (2011).
Convergent
preparation
of
2phenylethanol. African Journal of Pure
and Applied Chemistry, 5(6), 123–126.
Venkata, R., La, S., Pardha, S. M.,
Narashima, R. B., Naga, V. K. .,
Sudhakar, M., & Radhakrishnan, T. M.
(2012).
Antibacterial,
Antioxidant
Activity and GC-MS Analysis of
Eupatorium odoratum. Asian Journal
of
Pharmaceutical and Clinical
Research, 5(3), 99–106.
Voon, B.H., Sabariah P., Sim, C.Y.P. &
Chin, T. H. (1992). Wild Fruits and
Vegetables in Sarawak 2nd Edition.
Sarawak: Department of Agriculture.
Wijesekera, R. O. . (1991). The Medicinal
Plants Industry. Washington: CRC
Press.
Yuen, J., & Yung, J. (2013). Modern
Chemistry & Applications Medical
Implications of Antimicrobial Coating
Polymers- Organosilicon Quaternary
Ammonium
Chloride.
Modern
Chemistry & Applications, 1(3), 1–4.
https://doi.org/10.4172/23296798.1000107
Yunnikova, L. P., Akent, T. A.,
Aleksandrova, G. A., Mikhailova, L. A.,
& Eliseev, S. L. (2014). Synthesis and
Antimicrobial Activity of Anilines with
1,3 ,5-Cycloheptatriene and 5Hdibenzo [a,d] Annulune Fragments.
Pharmaceutical Chemistry Journal,
48(1), 22–25.
Zekeya, N., Chacha, M., Shahada, F., &
Kidukuli, A. (2014). Analysis of
Phytochemical
Composition
of
Bersama
abyssinica
by
Gas
Chromatography–Mass Spectrometry,
3(4), 246–252.
Download