Analisi Komposisi Kimia Daun Kelakai.…………………Nurmilatina Analisis Komposisi Kimia Daun Kelakai (Stenochlaena palustris Bedd.) dengan Berbagai Pelarut menggunakan GCMS Chemical Composition Analysis of Stenochlaena palustris Bedd. Leaves using Various Solvents on GCMS Nurmilatina Balai Riset dan Standardisasi Industri Banjarbaru Jl. Panglima Batur Barat No. 2, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 70711 Indonesia Email : [email protected] Diterima 26 Mei 2017, Direvisi 12 Agustus 2017, Disetujui 11 September 2017 ABSTRAK Pemilihan pelarut yang sesuai sangat penting untuk menyari senyawa yang diinginkan dari dalam sel tumbuhan. GCMS merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengekstraksi daun kelakai dengan beberapa variasi pelarut dan menganalisis komposisi senyawa kimianya menggunakan instrumen GCMS. Daun kelakai diekstrak dengan tiga variasi pelarut, yaitu a1 = akuades, a2 = etanol, dan a3 = etanol 50%, dan variasi lama maserasi b1 = 1 hari, b2 = 2 hari dan b3 = 3 hari. Metode ekstraksi terbaik menggunakan pelarut akuades dengan lama maserasi satu hari. Komponen senyawa kimia yang diperoleh berupa fenolik, alkaloid dan terpenoid, diantaranya adalah 2,5bis[(trimetilsilil)oksi] benzaldehid 1,86%, linalool 1,28%, fenetil alkohol 3,55% dan 7-kloro5-fenil-1-(trimetilsilil)-1,3-dihidro-2H-1,4-benzodiazepin-2-on 1,16% bk. Kata Kunci: analisis komposisi, GCMS, maserasi, Stenochlaena palustris Bedd. ABSTRACT The selection of suitable solvents is essential for extracting the desired compounds from plant cells. GCMS is an instrument that can be used to identify such compounds. Therefore, this study objective is to extract kelakai leaves using various solvents and analyze the composition of chemical compounds using GCMS instrument. Kelakai leaves was extracted using three solvent variations: a1 = aquadest, a2 = ethanol, and a3 = ethanol 50%; and the maceration time variations: b1 = 1 day, b2 = 2 days, and b3 = 3 days. The best extraction method was aquadest as solvent and one day maceration. The chemical compound extracted were phenolic, alkaloids and terpenoids, such as 2,5-bis [(trimethylsilyl) oxy] benzaldehyde 1,86%, linalool 1,28%, phenethyl alcohol 3,55% and 7chloro-5-phenyl-1-(trimethylsilyl)-1,3-dihydro-2H-1,4-benzodiazepines-2-on 1,16 % db. Keywords: composition analysis, GCMS, maceration, Stenochlaena palustris Bedd. I. PENDAHULUAN Pemilihan pelarut dalam proses ekstraksi adalah faktor penting agar senyawa-senyawa yang mempunyai aktivitas farmakologi dapat diperoleh. Alkohol atau campurannya dengan air merupakan pelarut ideal yang sering digunakan dalam penelitian karena pelarut ini dapat mengekstrak hampir semua senyawa dengan berat molekul rendah (Wijesekera, 1991). Lama maserasi berpengaruh pada rendemen dan kadar senyawa yang diperoleh. Waktu optimum untuk maserasi tergantung pada bahan yang diekstrak, jenis pelarut dan metode yang digunakan (Donna, Damanik, Surbakti, & Hasibuan, 2014). Kelakai (Stenochlaena palustris Bedd.) adalah tumbuhan sejenis pakis yang dapat ditemukan di India, Asia Tenggara, Polinesia dan Australia. Tumbuhan ini 9 Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.9, No.1, Juni 2017: 9 - 16 memproduksi daun subur yang mengandung daun steril dan spora (Giesen, Wulffraat, Zieren, & Scholten, 2006). Zat bioaktif dari daun ini berupa terpenoid, alkaloid, flavonid dan fenolik (Ho, Teai, Bianchini, Lafont, & Raharivelomana, 2010). Kelakai tumbuh di lahan rawa dan daun mudanya langsung dikonsumsi sebagai sayuran (Holdsworth, 1994). Air rebusan kelakai diminum untuk mengobati demam oleh masyarakat di Thailand (Neamsuvan, Sengnon, Seemaphrik, & Chouychoo, 2015). Kelakai mempunyai zat besi tinggi sehingga potensial untuk mengatasi anemia. Kelakai juga mengandung vitamin C, protein, beta karoten, asam folat (Chotimah, Kresnatita, & Miranda, 2013), potasium, fosfor, kalsium, mangan dan seng (Voon, Sabariah, Sim & Chin, 1992). Ekstrak kelakai dapat digunakan sebagai antiinflamasi, antimalaria dan antioksidan menurut studi empiris (Chai, Kwek, Ong, & Wong, 2015). Zat aktif yang ada pada kelakai seperti senyawa fenolik, tanin, dan β-karoten dapat mereduksi radikal bebas. Penelitian bioktivitas kelakai juga menunjukkan sifat antibakteri (Erwin, Anggraeni, & Suryani, 2016) , dan antijamur (Sumathy, Zuraini, & Sasidharan, 2010). Kelakai juga diindikasikan dapat menurunkan demam (Neamsuvan et al., 2015). Chai et al. (2015) melakukan isolasi fraksi antiglukosida dan antioksidan dari kelakai dengan menggunakan pengekstrak heksana, kloroform, etil asetat, metanol, dan air. Hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak metanol yang paling optimal untuk memperoleh senyawa antiglukosida dan antioksidan. Ekstrak kelakai juga dilaporkan berpotensi menghambat produksi TNF-α (Tumor Necrosis FactorAlpha) (Margono, Suhartono & Arwati, 2016). Penelitian Suhartono & Bahriansyah (2016) menunjukkan bahwa ekstrak akuades daun kelakai dapat menghambat reaksi glikolisis Cd dan reaksi fruktasi in vitro dalam tubuh. Catatan farmakologi terbaru menunjukkan bahwa kelakai dapat mengobati penyakit testicular atrophy (Noor & Jahan, 2017). Analisis komponen kimia daun kelakai muda, dewasa dan subur telah dilakukan 10 oleh (Chai et al., 2012) dengan menggunakan instrumen HPLC, diperoleh kadar polifenol setara dengan asam galat, flavonoid setara dengan kadar katekin dan kadar antosianin diukur dengan metode perbedaan pH sesuai dengan prosedur kerja (Giusti & Wrolstad, 2015). Hasil analisa menunjukkan bahwa ekstrak akuades daun dewasa memiliki kandungan polifenol total tertinggi, serta flavonoid dan asam hidroksikinamat, sedangkan ekstrak daun mudanya dominan mengandung antosianin (Erwin et al., 2016) juga melakukan penelitian analisa komposisi kimia ekstrak kelakai menggunakan instrumen GCMS dan aplikasinya sebagai antibakteri. Penelitian tersebut menggunakan etanol sebagai pengekstrak, dan memperoleh empat senyawa stigmasterol dan turunannya serta sedikit senyawa etil linoleat. Penelitian ini bertujuan untuk mengekstrak daun kelakai matang/dewasa dengan variasi pelarut berdasarkan kepolarannya dan variasi lama maserasi. Perbedaan senyawa yang terekstrak diuji menggunakan instrumen GCMS QP 2010 Ultra. II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan dan Peralatan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun dewasa tanaman kelakai yang diperkirakan berumur 6 bulan yang diambil dari tanaman yang dibudidayakan oleh pelaku UKM Komplek Amaco di Banjarbaru. Bahan penolong yang digunakan yaitu etanol kadar 96%, akuades, dan kertas saring. Peralatan yang digunakan antara lain: blender, peralatan gelas laboratorium lainnya dan GCMS QP 2010 Ultra untuk alat uji komponen kimia. 2.2 Metode Penelitian 2.2.1. Penyiapan Bahan Penelitian Daun kelakai dibersihkan menggunakan air kemudian dipotongpotong dalam ukuran panjang 3 cm, kemudian dikeringkan secara alami dengan dijemur di bawah sinar matahari sampai kering udara atau selama 2 sampai 3 hari. Analisi Komposisi Kimia Daun Kelakai.…………………Nurmilatina 2.2.2. Proses Ekstraksi Daun yang telah kering ditimbang sebanyak 50 gram kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml dan dilakukan ekstraksi dengan metode maserasi. Jumlah pelarut yang digunakan untuk ekstraksi sebanyak 50 ml. 2.2.3. Perlakuan Ekstraksi Jenis pelarut (A) yang digunakan yaitu akuades (a1), etanol (a2) dan etanol 50% (a3). Lama waktu ekstraksi (B) yang digunakan meliputi 1 hari (b1), 2 hari (b2) dan 3 hari (b3). Setiap ekstraksi dilakukan 3 (tiga) kali ulangan. Larutan ekstrak yang diperoleh kemudian disaring dan diambil filtratnya untuk dilakukan analisis kimia. Kode perlakuan penelitian yaitu a1b1 (pelarut akuades, waktu ekstraksi 1 hari); a1b2 (pelarut akuades, waktu ekstraksi 2 hari); a1b3 (pelarut akuades, waktu ekstraksi 3 hari); a2b1 (pelarut etanol, waktu ekstraksi 1 hari); a2b2 (pelarut etanol, waktu ekstraksi 2 hari); a2b3 (pelarut etanol, waktu ekstraksi 3 hari); a3b1 (pelarut etanol 50%, waktu ekstraksi 1 hari); a3b2 (pelarut etanol 50%, dan waktu ekstraksi 2 hari); a3b3 (pelarut etanol 50%, dan waktu ekstraksi 3 hari). 2.2.4. Pengujian Parameter Uji Filtrat dimasukkan dalam botol kemudian dianalisis dengan alat GCMS Shimadzu QP 2010 Ultra. Sampel sebanyak 1 µi diinjeksikan ke GCMS menggunakan kolom dengan panjang 25 cm, diameter 0,25 mm dan ketebalan 0,25 µm. Temperatur oven 50-300oC dengan laju kenaikan 10oC/menit. Penentuan nama senyawa hasil analisis berdasarkan pada pustaka/library alat GCMS yang digunakan. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian GCMS sampel a1b1 ditunjukkan oleh kromatogram pada Gambar 1. Senyawa yang diperoleh antara lain fenetil alkohol, linalool, 2,5-bis[(trimetilsilil)oksi]benzaldehid, asam benzenasetat trimetilsilil ester, 5-hidroksimetil-2-furankarboksaldehid, 7-kloro-5-fenil-1-(trimetilsilil)-1,3dihidro-2H1,4-benzodiazepin-2-on, tetradekametil Gambar 1. Kromatogram GC-MS Hasil Analisa Sampel a1b1 siklohptasiloksan dan anion tetramer silikat. Fenetil alkohol adalah senyawa yang kadarnya paling tinggi yaitu sebesar 3,55% (Tabel 1). Fenetil alkohol diketahui sebagai senyawa antimikroba (Hosseini, Naderi, & Nasrollahi, 2015) dan sebagai pemberi aroma (essence) pada makanan (Unuigboje & Emenike, 2011). Senyawa lain yang diperoleh adalah 2,5bis[(trimetilsilil)oksi]-benzaldehid dengan kadar 1,86%. Senyawa ini termasuk golongan senyawa organosilane yang sebagian besar turunannya dapat berfungsi sebagai antibiotik (Yuen & Yung, 2013). Senyawa linalol dan 5-hidroksimetil-2furankarboksaldehid merupakan contoh senyawa golongan terpenoid yang berpotensi sebagai antibakteri (Zekeya, Chacha, Shahada, & Kidukuli, 2014). Terpenoid adalah senyawa bahan alam yang mengandung unit C5 (isoprena) (Sjamsul, 1986). Senyawa lainnya juga diperoleh, yaitu seperti asam pentadekanoat (HO2C(CH2)13Me) dan asam heksadekanoat (Me(CH2)14C(O)Oet), heptadekana, siklo heptatriena, dan asam oktadekanoat. Senyawa-senyawa ini dikenal juga sebagai asam lemak jenuh yang berfungsi sebagai sumber kalori, agen anti bakteri, antijamur dan antikanker (Sjafaraenan & Johannes, 2016). Sampel a1b1 juga menunjukkan satu senyawa dengan kandungan nitrogen (alkaloid). Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan berada dalam cincin heterosiklik. Alkaloid terdapat dalam hampir semua 11 Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.9, No.1, Juni 2017: 9 - 16 Tabel 1. Senyawa Hasil Analisa GCMS Jenis Pelarut Akuades Etanol 50% Etanol Akuades Etanol 50% Etanol Akuades Etanol 50% Etanol 12 Lama Maserasi 1 hari 1 hari 1 hari 2 hari 2 hari 2 hari 3 hari 3 hari 3 hari Kode Sampel Senyawa BK (%) a1b1 2,5-bis[(trimetilsilil)oksi]benzaldehid Linalool Fenetil alkohol Asam benzenasetat trimetilsilil ester 5-hidroksimetil-2-Furankarboksaldehid 7-kloro-5-fenil-1-(trimetilsilil)-1,3dihidro-2H1,4benzodiazepin-2-on Tetradekametil siklohptasiloksan Anion tetramer silikat 1,86 1,28 3,55 1,19 0,01 1,16 0,69 0,28 a2b1 Asam pentadekanoat Asam heksadekanoat (Z,Z)-6,9-cis-3,4-epoksi-nondekadiena Asam linoleat Monolinolenin 1,17 6,45 0,74 0,60 1,04 a3b1 3-metil-2,5-furandion 3-metil asetat 2,3-dihidro-3,5-dihidroksi-6-metil-4H-piranon 5-hidriksimetil-2-furankarboksaldehid 1,92 1,11 1,26 5,71 a1b2 Asam heksadekanoat etil ester Heptadekana 1,3,5-sikloheptatriena 3,71 4,02 2,27 a2b2 Asam heksadekanoat etil ester Asam 9-heksadekanoat 9-oktadesenal 1,3,5-sikloheptatriena 5,70 1,44 0,42 2,43 a3b2 Neofitadiena Asam heksadekanoat etil ester 3,7,11,15-tetrametil-2-heksadesen-1-ol 2-(2-heptadesiniloksi)-tetrahidro-2H-piran (3-beta)-stigmast-5-en-3-ol 2,02 3,15 0,45 0,82 3,56 a1b3 Asam heksadekanoat etil ester Asam heksadekanoat asam palmitat Neofitadiena 9,12-oktadekadienol klorida Asam 9-oktadekanoat etil ester 4,97 2,82 0,64 0,97 0,59 a2b3 Asam heksadekanoat etil ester Asam heksadekanoat asam palmitat Neofitadiena Etil linoleat 2-monolinoleni 6,47 1,09 0,61 0,74 1,10 Neofitadiena Asam pentadekanoat Asam heksadekanoat etil ester 3,7,11,15-tetrametil-2-heksadesen-1-ol Asam 9,12-oktadekadieonat Trisiklo triakontana (3-beta)-stigmast-5-en-3-ol 1,21 1,86 2,86 0,46 0,72 0,42 2,47 a3b3 Analisi Komposisi Kimia Daun Kelakai.…………………Nurmilatina Gambar 2. Kromatogram GC-MS Hasil Analisa Sampel a1b2 bagian tumbuhan yang meliputi biji, daun, ranting dan kulit batang. Alkaloid umumnya ditemukan pada Angiospermae (lebih dari 20%). Alkaloid hanya sedikit terdapat pada jamur, alga, Gymnospermae, Lycopodium, dan Equisetum. Alkaloid juga ditemukan pada bakteri, binatang laut, antropoda, amfibi, burung, dan mamalia. Alkaloid pada tumbuhan berfungsi untuk melindungi diri dan melawan herbivor/predator. Beberapa alkaloid juga dapat berfungsi sebagai antibakteri, antijamur, dan antiviral (Fattarusso & Scafati, 2008). Alkaloid dapat digunakan sebagai antispasmodik, sedatif, anthelmintik, analgesik narkotik, antimalarial, antibiotik, analgesik dan antipiretik tergantung dari senyawa penyusunnya (Saifudin, 2012). Kromatogram hasil analisis sampel a1b2 terlihat pada Gambar 2. Kandungan senyawa yang tersari pada sampel ini adalah asam heksadekanoat etil ester, heptadekana dan 1,3,5-sikloheptatriena dengan persentase kadar pada Tabel 1. Ketiga senyawa tersebut berfungsi sebagai antibakteri. Gambar 3 menunjukkan kromatogram GCMS untuk sampel a1b3 diperoleh senyawa yang tidak jauh berbeda dari a1b2 diantaranya asam heksadekanoat etil ester, asam heksadekanoat, asam palmitat dan asam 9-oktadekanoat etil ester. Pada sampel a2b1 diperoleh senyawa dominan asam heksadekanoat 6,45% dan terdapat senyawa etil linoleat/asam linoleat 0,60%. Senyawa yang dominan pada sampel a2b2 hampir serupa dengan a2b1, yaitu asam heksadekanoat etil ester (5,70%), Gambar 3. Kromatogram GC-MS Hasil Analisa Sampel a1b3 1,3,5-sikloheptatriena (2,43%) dan asam 9-heksadekanoat (1,44%). Senyawa 1,3,5-sikloheptatriena termasuk senyawa sikloalkana yang mempunyai efek antimikroba (Yunnikova, Akent, Aleksandrova, Mikhailova, & Eliseev, 2014). Asam heksadekanoat etil ester dan asam heksadekanoat adalah dua senyawa paling dominan pada sampel a2b3, persentase senyawa tersebut berturut-turut adalah 6,47% dan 1,09%. Asam heksadekanoat yang juga dikenal sebagai asam palmitat adalah asam lemak jenuh yang pada umumnya banyak ditemukan pada hewan maupun tumbuhan (Hudaya & Wirata, 2014). Selain itu pada sampel ini juga terdapat 2-monolinoleni 1,10% yang diketahui berguna sebagai antikanker (Montrose et al., 2012) dan bahan tambahan makanan (Tsivileva, Nguyen, Vu, Yurasov, & Chernyshova, 2016). Senyawa fenolik yang diperoleh pada a3b1 adalah 2,3-dihidro-3,5-dihidroksi-6metil-4H-piranon. Senyawa fenolik merupakan bagian dari metabolit sekunder yaitu flavonoid yang hampir semua komponen nutrisi yang diidentifikasi berperan sebagai agen proteksi terhadap penyakit-penyakit tertentu (Madhave, Deshpande, & Salunkhe, 1996). Senyawa furandion juga diperoleh dari ekstrak kelakai dengan pelarut etanol (sampel a3b1). Senyawa ini adalah turunan hidrokarbon yang mempunyai efek anti mikroba (Naibaho, 2015). Hasil analisa menunjukkan bahwa sampel a3b2 mempunyai senyawa neofitadiena, asam heksadekanoat etil 13 Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.9, No.1, Juni 2017: 9 - 16 ester dan (3-beta)-stigmast-5-en-3-ol. Sampel a3b3 menghasilkan senyawa neofitadiena, asam pentadekanoat dan asam heksadekanoat etil ester (serupa dengan sampel a2b1). Perbedaan hanya terdapat pada senyawa neofitadiena yang diperoleh, senyawa ini merupakan golongan terpenoid yang berfungsi sebagai antibakteri (Venkata et al., 2012). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi etanol sebagai pelarut, yaitu pelarut etanol murni (a2) dan etanol 50% (a3) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, sedangkan daun kelakai yang diekstrak dengan akuades (a1) memiliki hasil senyawa terekstrak yang berbeda. Sifat dan kepolaran yang berbeda antara akuades dan etanol yang menyebabkan perbedaan tersebut. Kesamaan dari tiga pengekstrak ini adalah ketiganya menghasilkan asam lemak jenuh, baik berupa asam pentadekanoat dan heksadekanoat. Hasil ini menunjukkan bahwa senyawa tersebut dapat larut baik dalam pelarut polar maupun nonpolar. Ekstrak dengan akuades mendapatkan senyawa alkohol, terpenoid, alkaloid, organosilane dan asam lemak jenuh. Pada ekstrak etanol terdapat senyawa linoleat dan asam lemak jenuh. Ekstrak dengan etanol 50% menghasilkan neofitadiena (terpenoid) dan asam lemak jenuh. Berbeda dengan akuades, etanol memiliki sifat antimikroba dan dapat memperbaiki stabilitas bahan terlarut. Pada ekstrak etanol jumlah senyawa yang terekstrak lebih stabil, sehingga etanol digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi karena dapat melarutkan senyawa polar maupun nonpolar. Gugus -OH dalam etanol membantu melarutkan molekul polar dan ion-ion, sedangkan gugus alkilnya (CH3CH2-) dapat mengikat senyawa nonpolar (Aziz, Cindo, & Fresca, 2009). Faktor yang juga mempengaruhi hasil ekstraksi adalah waktu ekstraksi (Miryanti, Sapei, Budiono, & Indra, 2011). Lamanya waktu maserasi menghasilkan nilai yang berbeda terhadap nilai senyawa kimia untuk masing-masing sampel uji. Pada penelitian ini digunakan 3 variasi lama maserasi yaitu 1 hari, 2 hari dan 3 hari. 14 Pada ekstrak dengan akuades, semakin lama waktu maserasi, jumlah senyawa asam lemak makin berkurang. IV. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun kelakai dapat diekstrak dengan berbagai variasi pelarut. Hasil terbaik ditunjukkan oleh ekstrak dengan pelarut akuades dan lama maserasi 1 hari. Analisis komposisi senyawa dengan menggunakan instrumen GCMS menghasilkan senyawa berupa 2,5-bis [(trimetilsilil) oksi] benzaldehid, linalol, fenetil alkohol, asam benzenasetat trimetilsilil ester, 5hidroksimetil-2-Furankarboksaldehid dan 7kloro-5-fenil-1-(trimetilsilil)-1,3-dihidro-2H1,4-benzodiazepin-2-on yang tergolong senyawa fenolik, terpenoid dan alkaloid. Pengujian lebih lanjut tentang senyawa aktif yang terkandung dalam daun kelakai sebaiknya dilakukan. Penelitian aplikasi ekstrak kelakai juga dapat dilakukan untuk menunjang kelengkapan penelitian selanjutnya. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Baristand Industri Banjarbaru yang telah menyediakan bahan dan peralatan uji, serta kepada semua pihak yang telah berjasa membantu hingga terbitnya jurnal ini. DAFTAR PUSTAKA Aziz, T., Cindo, R., & Fresca, A. (2009). Pengaruh Pelarut Heksana dan Etanol, Volume Pelarut, dan Waktu Ekstraksi Terhadap Hasil Ekstraksi Minyak Kopi. Journal Teknik Kimia, 16(1), 1–8. Chai, T., Kwek, M., Ong, H., & Wong, F. (2015). Water Fraction of Edible Medicinal Fern Stenochlaena palustris is a Potent a-Glucosidase Inhibitor with Concurrent Antioxidant Activity. Food Chemistry, 186, 26–31. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.201 4.12.099 Analisi Komposisi Kimia Daun Kelakai.…………………Nurmilatina Chai, T., Panirchellvum, E., Ong, H., & Wong, F. (2012). Phenolic Contents and Antioxidant Properties of Stenochlaena palustris, an Edible Medicinal fern. Botanical Studies, 53, 439–446. Chotimah, H. E. N. C., Kresnatita, S., & Miranda, Y. (2013). Ethnobotanical Study and Nutrient Content of Local Vegetables Consumed in Central Kalimantan, Indonesia. Biodiversitas, 14(2), 106–111. https://doi.org/10.13057/biodiv/d14020 9 Donna, D., Damanik, P., Surbakti, N., & Hasibuan, R. (2014). Ektraksi Katekin dari Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb) dengan Metode Maserasi. Jurnal Teknik Kimia USU, 3(2), 10–14. Erwin, Anggraeni, D., & Suryani. (2016). Chemical Analysis and Antibacterial Activity of the Ethanolic Extract of Stenochlaena palustris. Scholars Research, 8(1), 233–236. Fattarusso, E., & Scafati, O. T. (2008). Modern Alkaloids Structure, Isolation, Synthesis and Biology. New York: Verlag GmbH & Co. Giesen, W., Wulffraat, S., Zieren, M. and Scholten, L. (2006). Mangrove Guidebook. (F. and W. International, Ed.). Thailand: Dharmasarn Co., Ltd. Giusti & Wrolstad, R. (2015). Characterization and Measurement of Anthocyanins by UV-Visible Spectroscopy Characterization and Measurement of Anthocyanins by UVVisible Spectroscopy. Research Gate, (August 2001), 0–13. https://doi.org/10.1002/0471142913. faf0102s00 Ho, R., Teai, T., Bianchini, J.-P., Lafont, R., & Raharivelomana, P. (2010). Ferns : From Traditional Uses to Pharmaceutical Development, Chemical Identification of Active Principles Ferns : From Traditional Uses to Pharmaceutical Development, Chemical Identification of Active. Issues and Applications, 321–346. https://doi.org/10.1007/978-1-44197162-3 Holdsworth, F. B. A. & D. K. (1994). Medicinal Plants of Sabah, Malaysia, Part II. The Muruts. International Journal of Pharmacognosy, 32(4), 378–383. Hosseini, R., Naderi, F., & Nasrollahi, S. A. (2015). Determination of Phenylethyl Alcohol by Reversed Phase HighPerformance Liquid Chromatography (RP-HPLC) in Budesonide Nasal Spray. Academic Journals, 9(5), 81– 90. https://doi.org/10.5897/AJPAC2015.06 19 Hudaya, T., & Wirata, I. G. (2014). Kajian Hidrodeoksigenasi Minyak Biji Kapok (Ceiba pentandra) dengan Katalis NiMo/γ-Al2O3 untuk Sintesa Biohidrokarbon. Laporan Penelitian. Universitas Katolik Parahyangan. Bandung. Madhave, D. L., Deshpande, S. S., & Salunkhe, D. K. (1996). Food Antioxidants: Technological, Toxicological and Health Perspectives. Nutrition Journal, 18(7– 8), 700–701. Margono, D. P. N. H., Suhartono, E., & Arwati, H. (2016). Potensi Ekstrak Kelakai (Stenochlaena palustris (Burm. f) Bedd) Terhadap Kadar Tumor Necrosis Factor-Alfa (TNF-α) pada Mencit Balb/c yang Diinfeksi Plasmodium berghei ANKA. Journal Berkala Kedokteran, 12, 77–85. Miryanti, A., Sapei, L., Budiono, K., & Indra, S. (2011). Ekstraksi Antioksidan dari Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Laporan Penelitian. Universitas Katolik Parahyangan. Bandung. Montrose, D. C., Zhou, X. K., Kopelovich, L., Yantiss, R. K., Karoly, E. D., Subbaramaiah, K., & Dannenberg, A. J. (2012). Metabolic Profiling, a Noninvasive Approach for the Detection of Experimental Colorectal Neoplasia. Cancer Prevention Research, 15 Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.9, No.1, Juni 2017: 9 - 16 5(December), 1358–1368. https://doi.org/10.1158/19406207.CAPR-12-0160 Naibaho, F. G. (2015). Aktivitas Antimikroba dan Identifikasi Senyawa Bioaktif Ekstrak Bawang Batak (Allium chinense G. Don.) (Thesis). Institut Pertanian Bogor. Neamsuvan, O., Sengnon, N., Seemaphrik, N., & Chouychoo, M. (2015). A Survey of Medicinal Plants Around Upper Songkhla Lake, Thailand. Afr J Tardit Complement Altern Med, 12, 133–143. Noor, F. A., & Jahan, S. (2017). Note on the Use of Stenochlaena palustris (Burm. f.) Bedd. (Blechnaceae) by a Chakma Tribal Healer of Khagrachari District, Bangladesh to Treat Testicular Atrophy. Ethnophatmacological Note, 1(1), 13– 14. Saifudin, A. (2012). Senyawa Alam Metabolit Sekunder : Teori, Konsep dan Teknik Pemurnian. Yogyakarta: CV Budi Utama. Sjafaraenan, & Johannes, E. (2016). Aktivitas Uji Antimitotik Senyawa Asam Heksadekanoat Isolat Dari Hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureoux pada Cleavage Bulu Babi Tripneustes gratilia Linn. Jurnal Biologi Makassar, 1, 24–30. Sjamsul, A. (1986). Buku Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam : Kim 4214/2SKS/Modul 4-6. Jakarta: Depdikbud. Suhartono, E., & Bahriansyah, M. (2016). The Inhibition Effect of Kelakai (Stenochlaena palustris) Extract on Cadmium-Induced Glycation and Fructation In-vitro. International Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 8(4), 248–253. Sumathy, V., S, J. L., Zuraini, Z., & Sasidharan, S. (2010). Effects of Stenochlaena palustris Leaf Extract on Growth and Morphogenesis of Food Borne Pathogen, Aspergillus niger. Malaysia Journal Nutritions, 16(3), 439-446. 16 Tsivileva, O., Nguyen, T., Vu, L., Yurasov, N., & Chernyshova, M. (2016). Vietnamese Ganoderma : Growth, Peculiarities, and Low-molecular Composition Compared to European and Siberian Strains. Turkish Journal of Botany, 40, 269–286. https://doi.org/10.3906/bot-1410-15 Unuigboje, A., & Emenike, B. (2011). Convergent preparation of 2phenylethanol. African Journal of Pure and Applied Chemistry, 5(6), 123–126. Venkata, R., La, S., Pardha, S. M., Narashima, R. B., Naga, V. K. ., Sudhakar, M., & Radhakrishnan, T. M. (2012). Antibacterial, Antioxidant Activity and GC-MS Analysis of Eupatorium odoratum. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 5(3), 99–106. Voon, B.H., Sabariah P., Sim, C.Y.P. & Chin, T. H. (1992). Wild Fruits and Vegetables in Sarawak 2nd Edition. Sarawak: Department of Agriculture. Wijesekera, R. O. . (1991). The Medicinal Plants Industry. Washington: CRC Press. Yuen, J., & Yung, J. (2013). Modern Chemistry & Applications Medical Implications of Antimicrobial Coating Polymers- Organosilicon Quaternary Ammonium Chloride. Modern Chemistry & Applications, 1(3), 1–4. https://doi.org/10.4172/23296798.1000107 Yunnikova, L. P., Akent, T. A., Aleksandrova, G. A., Mikhailova, L. A., & Eliseev, S. L. (2014). Synthesis and Antimicrobial Activity of Anilines with 1,3 ,5-Cycloheptatriene and 5Hdibenzo [a,d] Annulune Fragments. Pharmaceutical Chemistry Journal, 48(1), 22–25. Zekeya, N., Chacha, M., Shahada, F., & Kidukuli, A. (2014). Analysis of Phytochemical Composition of Bersama abyssinica by Gas Chromatography–Mass Spectrometry, 3(4), 246–252.