GAMBARAN PENGETAHUAN, MASA KERJA PETUGAS DAN WAKTU TUNGGU PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RSUD SURAKARTA TAHUN 2013 ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat Disusun Oleh : DIAN AYUNINGTYAS SURIPTO J 410 111 024 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013 GAMBARAN PENGETAHUAN, MASA KERJA PETUGAS DAN WAKTU TUNGGU PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RSUD SURAKARTA TAHUN 2013 Dian Ayuningtyas Suripto J410 111 024 Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Surakarta 57162 Abstract Pharmacy installation is an essential part in a hospital. Human resources can affect the quality of pharmacy service. Pharmacy service is required to give satisfaction to the patient. The aim of this research is to know the description pharmacy officer’s of knowledge and work length towards the waiting time of the outpatient in in provincial hospital’s pharmacy installation Surakarta. The research method uses observational design with description analyze. The population of this research was the whole pharmacy officers who were 10 respondents and 2835 prescriptions. The choice of the sample for the pharmacy officers were exhaustive sample who were 10 respondents and the sample for the prescription was using purposive sampling amount to 364 prescriptions. The result of this research is 50% pharmacy officer’s good knowledge and 50% not good knowledge, 50% pharmacy officer’s with work length ≤ 3,9 and 50% pharmacy officer’s with work length > 3,9, 42,5% the waiting time ≤ 30 minutes and also 57,5% the waiting time > 30 minute. Key word : knowledge, work length, waiting time Abstrak Instalasi farmasi merupakan bagian penting di sektor rumah sakit. Sumber daya manusia dapat mempengaruhi kualitas pelayanan farmasi. Pelayanan farmasi dituntut untuk memberikan kepuasan pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan, masa kerja petugas dan waktu tunggu pasien rawat jalan di instalasi farmasi RSUD Surakarta. Metode penelitian adalah observasional dengan analisis deskriptif. Populasi penelitian ini adalah seluruh petugas farmasi berjumlah 10 responden dan resep untuk pasien rawat jalan berjumlah 2835 resep. Pengambilan sampel untuk petugas farmasi dengan exhaustive sampling sebanyak 10 responden dan pengambilan sampel untuk pasien dengan purposive sampling sebanyak 351 resep. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 50% petugas farmasi berpengetahuan baik dan 50% petugas farmasi berpengetahuan kurang, 50% petugas dengan masa kerja ≤ 3,9 tahun dan 50% petugas dengan masa kerja > 3,9 tahun, 42,5% waktu tunggu ≤ 30 menit serta 57,5% waktu tunggu > 30 menit. Kata kunci : Pengetahuan, Masa Kerja, Waktu Tunggu PENDAHULUAN Rumah sakit merupakan salah satu sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan kegiatan yang berupa pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, dan pelayanan gawat darurat yang mencakup pelayanan medik dan penunjang medik, salah satu unit pelayanan yang mempunyai peranan yang sangat penting di dalamnya adalah unit kefarmasian. Instalasi farmasi merupakan bagian penting di sektor rumah sakit. Rumah sakit akan kesulitan melakukan kegiatan bila di rumah sakit tersebut tidak tersedia obat. Instalasi farmasi mempunyai pengaruh besar terhadap rumah sakit dan berbagai organisasi pelayanan kesehatan. (Kepmenkes No. 1197 Tahun 2004). Kualitas suatu rumah sakit khususnya di bagian instalasi farmasi dapat dilihat dari sumber daya manusia. Sumber daya manusia mempunyai peranan penting dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena kemajuan dan keberhasilan suatu manajemen rumah sakit tidak lepas dari peran dan kemampuan sumber daya manusia yang baik. Pengetahuan dan masa kerja petugas farmasi merupakan salah satu bagian dari sumber daya manusia. Pengetahuan dan masa kerja dapat mempengaruhi kecepatan pelayanan, terutama berkaitan dengan waktu tunggu pasien dalam pelayanan resep. Waktu tunggu merupakan masalah yang sering menimbulkan kendala pasien di beberapa rumah sakit. Lama waktu tunggu pasien mencerminkan bagaimana rumah sakit mengelola komponen pelayanan yang disesuaikan dengan situasi dan harapan pasien. Waktu tunggu pelayanan obat berdasarkan Kepmenkes RI No. 129/Menkes/SK/II/2008 yaitu waktu tunggu pelayanan obat jadi ≤ 30 menit, sedangkan waktu tunggu pelayanan obat racikan ≤ 60 menit. RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) Surakarta sebagai salah satu rumah sakit umum daerah milik pemerintah yang berada di kota Surakarta yang menerima pasien rawat jalan umum, askes, jamkesmas, dan PKMS (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta). Pelayanan kesehatan di RSUD Surakarta meliputi poliklinik umum, poliklinik mata, poliklinik gigi, poliklinik penyakit dalam, poliklinik KIA (Kesehatan Ibu Anak), poliklinik spesialis anak, poliklinik kulit dan kelamin, poliklinik bedah dan poliklinik gizi dengan pelayanan farmasi 24 jam yang terbagi menjadi 3 shif yaitu shif pagi mulai pukul 07.00-14.00, shif siang mulai pukul 14.00-20.30, dan shif malam mulai pukul 20.30-07.00. Instalasi farmasi RSUD Surakarta mempunyai 1 apoteker, 6 teknik kefarmasian dan 3 tenaga honorer. Jumlah kunjungan pasien rawat jalan tahun 2010 sebesar 44993 pasien dan jumlah pasien yang menebus obat sebesar 35140 pasien. Tahun 2011 sebesar 47274 pasien dan jumlah pasien yang menebus obat sebesar 38714 pasien. Tahun 2012 sebesar 37414 pasien dan jumlah pasien yang menebus obat sebesar 30902 pasien. Data kunjungan pasien tahun 2010-2011 mengalami peningkatan tetapi tahun 2012 mengalami penurunan. Penurunan jumlah pasien yang berkunjung dikarenakan kualitas pelayanan tidak sesuai dengan harapan pasien. Penurunan jumlah pasien menebus obat di farmasi dikarenakan stok obat kosong sehingga pasien rawat jalan harus membeli obat di apotek luar dengan mendapatkan fotocopy resep dari petugas farmasi. Hasil survei pendahuluan menyatakan bahwa pada waktu jam sibuk terdapat banyak antrian di depan instalasi farmasi yang mengakibatkan waktu tunggu pasien menjadi lama, penyerahan obat tidak sesuai dengan nomor antrian, terdapat pasien yang mengeluh tentang kecepatan pelayanan pengambilan obat, dan jarak antara nomor antrian satu dengan nomor antrian berikutnya lama. Waktu tunggu pasien rawat jalan untuk pelayanan obat jadi dengan jumlah sampel 105 resep, diperoleh hasil tertinggi 74 menit dan terendah 10 menit sehingga rata-rata waktu tunggu pasien 39 menit. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan analisis deskriptif. Populasi penelitian ini adalah seluruh petugas farmasi yang berjumlah 10 orang dengan teknik pengambilan sampel menggunakan exhaustive sampling dan resep pasien rawat jalan dengan pelayanan obat jadi yang berjumlah 2835 resep dengan teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Instrumen penelitian ini berupa kuesioner untuk mengetahui pengetahuan dan masa kerja petugas farmasi serta stopwatch untuk pengumpulan data waktu tunggu pasien. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan mendeskripsikan hasil penilaian kuesioner dari pengetahuan, masa kerja dan hasil perhitungan waktu tunggu pasien rawat jalan dengan pelayanan obat jadi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan narasi. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Karakteristik Responden a. Umur No 1 2 3 4 5 6 7 8 Total Tabel 1. Deskriptif Karakteristik Petugas Farmasi Menurut Umur di RSUD Surakarta Umur f % Mean Minimum Maximum 19 tahun 1 10 25 tahun 2 20 28 tahun 1 10 30 tahun 1 10 29,5 tahun 19 tahun 37 tahun 31 tahun 1 10 32 tahun 2 20 36 tahun 1 10 37 tahun 1 10 10 100 Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat 10% petugas farmasi yang berumur 19 tahun, 28 tahun, 30 tahun, 31 tahun, 36 tahun, dan 37 tahun dengan masing-masing berjumlah 1 petugas serta terdapat 20% petugas farmasi yang berumur 25 tahun dan 32 tahun dengan masing-masing berjumlah 2 petugas. Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata umur petugas farmasi adalah 29,5 tahun. Umur tertinggi petugas farmasi yaitu 37 tahun dan yang terendah 19 tahun. b. Jenis Kelamin No 1 2 Total Tabel 2. Deskriptif Karakteristik Petugas Farmasi Menurut Jenis Kelamin di RSUD Surakarta Jenis Kelamin f % Laki-laki 1 10 Perempuan 9 90 10 100 Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat 10% petugas farmasi laki-laki dengan jumlah 1 petugas, dan 90% petugas farmasi perempuan dengan jumlah 9 petugas. c. Pendidikan No 1 2 3 4 Total Tabel 3. Deskriptif Karakteristik Petugas Farmasi Menurut Pendidikan di RSUD Surakarta Pendidikan f SMF 3 D3 Farmasi 3 S1 Farmasi 3 S1 Apoteker 1 10 % 30 30 30 10 100 Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat 30% petugas farmasi berpendidikan SMF dengan jumlah 3 petugas, 30% petugas farmasi berpendidikan D3 Farmasi dengan jumlah 3 petugas, 30% petugas farmasi berpendidikan S1 Farmasi dengan jumlah 3 petugas, dan 10% petugas farmasi berpendidikan S1 Apoteker dengan jumlah 1 petugas. 2. Hasil Penelitian a. Pengetahuan petugas farmasi Tabel 4. Deskriptif Petugas Farmasi Menurut Pengetahuan di RSUD Surakarta Skor No Pengetahuan f % Mean Median Minimum Maximum 1 Baik 5 50 16,3 16,5 13 19 2 Kurang 5 50 Total 10 100 Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat 50% petugas farmasi yang berpengetahuan baik dan kurang dengan masing-masing berjumlah 5 petugas. Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah pertanyaan yang dijawab dengan benar oleh petugas farmasi adalah 16 soal dengan median 16 soal. Jumlah pertanyaan yang dijawab oleh petugas farmasi dengan benar tertinggi yaitu 19 soal dan yang terendah 13 soal. b. Masa kerja petugas farmasi Tabel 5. Deskriptif Petugas Farmasi Berdasarkan Masa Kerja di RSUD Surakarta No Masa Kerja f % Mean Minimum Maximum 1 7 Bulan 1 10 2 8 Bulan 2 20 3 3 Tahun 2 20 4 4 Tahun 1 10 3,9 0,58 8 5 6 Tahun 1 10 6 7 Tahun 2 20 7 8 Tahun 1 10 Total 10 100 Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat 10% petugas farmasi dengan masa kerja 7 bulan, 4 tahun, 6 tahun, dan 8 tahun dengan masing-masing berjumlah 1 petugas serta terdapat 20% petugas farmasi dengan masa kerja 8 bulan, 3 tahun, dan 7 tahun dengan masing-masing berjumlah 2 petugas. Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata lama kerja petugas farmasi adalah 3,9 tahun. Lama kerja tertinggi petugas farmasi yaitu 8 tahun dan yang terendah 0,58 tahun = 7 bulan. c. Waktu Tunggu Pasien Rawat Jalan dengan Pelayanan Obat Jadi Tabel 6. Deskriptif Waktu Tunggu Perhari pada Pasien Rawat Jalan dengan Pelayanan Obat Jadi di RSUD Surakarta Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Lama Waktu Tunggu f Jumlah % Mean Median Min Pelayanan Obat Jadi ≤ 30 menit 8 16 50 49,04 51,5 17 > 30 menit 42 84 ≤ 30 menit 13 40,63 42 40,79 41 16 > 30 menit 29 59,37 ≤ 30 menit 28 70 40 28,18 28 14 > 30 menit 12 30 ≤ 30 menit 18 60 30 28,77 27,5 12 > 30 menit 12 40 ≤ 30 menit 12 60 20 26,6 29 12 > 30 menit 8 40 ≤ 30 menit 13 65 20 26,6 27,5 11 > 30 menit 7 35 ≤ 30 menit 7 14 50 48,24 51 17 > 30 menit 43 86 ≤ 30 menit 17 40,5 42 43,19 45 15 > 30 menit 25 59,5 ≤ 30 menit 16 40 40 39,05 38 14 > 30 menit 24 60 ≤ 30 menit 17 100 17 23,88 26 14 > 30 menit Total Keseluruhan Lama Waktu Tunggu Pelayanan Obat Jadi ≤ 30 menit 149 42,5 351 38,21 35 11 > 30 menit 202 57,5 Max 72 68 62 49 39 37 67 76 69 29 76 Tabel 6 menunjukkan bahwa hari ke-1 penelitian merupakan ratarata tertinggi waktu tunggu pasien rawat jalan dengan pelayanan obat jadi yaitu 49,04 menit dan hari ke-10 penelitian merupakan rata-rata terendah waktu tunggu pasien rawat jalan dengan pelayanan obat jadi yaitu 23,88 menit. Rata-rata waktu tunggu pasien rawat jalan dengan pelayanan obat jadi 351 resep adalah 38,21 menit. Jumlah resep tertinggi yang diteliti adalah hari ke-1 dan hari ke-7 berjumlah 50 resep dan terendah terdapat pada hari ke-10 yaitu 17 resep. Rata-rata resep yang diteliti perhari berjumlah 35 resep dari total 351 resep. B. PEMBAHASAN 1. Pengetahuan Petugas Farmasi Hasil penelitian dari 10 petugas farmasi menunjukkan bahwa terdapat 50% petugas farmasi yang berpengetahuan baik dengan jumlah 5 petugas, dan 50% petugas farmasi berpengetahuan kurang dengan jumlah 5 petugas. Dari 23 pertanyaan yang diberikan pada petugas farmasi, rata-rata jumlah pertanyaan yang dijawab dengan benar oleh petugas farmasi adalah 16 soal dengan median 16 soal. Jumlah pertanyaan yang dijawab oleh petugas farmasi dengan benar dan tertinggi yaitu 19 soal serta terendah 13 soal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertanyaan yang dijawab dengan benar semua oleh 10 petugas farmasi adalah pernyataan tentang pengelolaan perbekalan farmasi yang dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi, berhubungan tentang tujuan pelayanan farmasi, dan tentang tujuan pencatatan dan pelaporan data mengenai jenis dan jumlah penerimaan, persediaan, pengeluaran atau penggunaan serta data mengenai waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat, pernyataan tentang penyusunan stok obat yang disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis, pengaturan tata ruang gudang agar mudah dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian dan pengawasan obat-obatan, tahap pemilihan obat, pengertian dari formularium, serta tentang tanda-tanda perubahan mutu obat. Sedangkan pernyataan tentang pengetahuan yang tidak dapat dijawab oleh semua petugas farmasi adalah pernyataan tentang tujuan penyimpanan obat yang meliputi memelihara mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak bertanggungjawab, menjaga kelangsungan persediaan obat memudahkan pencarian dan pengawasan serta tentang kegiatan pengendalian mutu pelayanan farmasi yang meliputi pemantauan, penilaian, tindakan, evaluasi dan umpan balik. Tingkat pengetahuan petugas farmasi yang berbeda tersebut tidak lepas dari tingkat pendidikan formal yang diselesaikan oleh petugas farmasi. Perbedaan pendidikan petugas farmasi mengakibatkan perbedaan pemahaman tentang segala sesuatu yang diketahui oleh petugas farmasi tentang pelayanan farmasi. Tingkat pendidikan tertinggi petugas farmasi adalah S1 apoteker dan terendah SMF (Sekolah Menengah Farmasi). Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan petugas farmasi tetapi tidak semua petugas farmasi yang berpendidikan tinggi mempunyai pengetahuan baik. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan semakin luas pula pengetahuannya (Notoatmodjo, 2010). Individu yang memiliki pendidikan akan mempunyai pemikiran yang maju dan akan memiliki sikap dan tingkah laku yang baik pula. Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Mubarak, 2006). Namun perlu ditekankan bahwa petugas farmasi yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal seperti mengikuti pelatihan dan seminar. Tingkat pendidikan seseorang dapat menentukan kemampuan intelektual, pemahaman, dan kemampuan berfikir kritis dan logis dalam mengolah informasi dan mengambil keputusan dalam bertindak. Tingginya tingkat pendidikan seseorang tanpa diikuti kemauan belajar, tidak menjamin seseorang untuk memiliki tingkat pengetahuan yang baik sebaliknya seseorang yang mau belajar dan menambah pengetahuannya dengan informasi meskipun latar belakang pendidikan rendah dapat memiliki pengetahuan yang baik (Kurniawan, Asmika dan Sarwono (2008)). Pendidikan yang tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang pemahaman farmasi. Informasi yang diperoleh petugas farmasi berasal dari pendidikan formal maupun non formal yang dapat menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi dan sarana komunikasi yang berbagai bentuk media massa cetak maupun elektronik seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan internet mempunyai pengaruh besar terhadap pengetahuan petugas farmasi. Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat petugas farmasi untuk memperoleh pengetahuan yang baru. Pengalaman juga dapat mempengaruhi pengetahuan petugas farmasi dimana semakin banyak pengalaman seseorang terhadap suatu pengetahuan tertentu maka akan semakin banyak pengetahuan yang didapat. Menurut Notoatmodjo (2007) usia merupakan faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata usia petugas farmasi adalah 29,5 tahun. Usia tertinggi 38 tahun dan terendah 19 tahun. Berdasarkan distribusi umur, petugas farmasi tergolong masih muda. Petugas farmasi yang masih muda relatif cepat dalam melakukan pekerjaan, tetapi dalam penelitian masih terdapat 57,5% waktu tunggu pelayanan obat jadi yang melebihi standar. Hal ini karena petugas farmasi banyak perempuan dan jumlah sumber daya manusia terbatas. Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Semakin tua semakin berpengalaman dan semakin meningkat kemampuan profesionalnya. Usia lanjut umumnya lebih bertanggungjawab dan lebih teliti dibanding dengan usia muda (Dharma, 2004). Namun perlu diketahui bahwa petugas farmasi dengan usia muda mempunyai pengetahuan yang baik. Umur seseorang tidak dapat menggambarkan kematangan seseorang, belum tentu seseorang yang lebih tua memiliki tingkat kematangan yang tinggi dibandingkan dengan seseorang yang lebih muda. Pengalaman yang menentukan tingkat kematangan seseorang. Semakin banyak pengalaman seseorang semakin tinggi pula tingkat kematangan. Kecerdasan seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia (Izza, Salawati, dan Prasida (2009)). 2. Masa Kerja Petugas Farmasi Petugas farmasi terdiri dari 1 petugas laki-laki dan 9 petugas perempuan. Hasil penelitian dari 10 petugas farmasi menunjukkan bahwa terdapat 10% petugas farmasi dengan masa kerja 7 bulan, 4 tahun, 6 tahun, dan 8 tahun, masing-masing berjumlah 1 petugas serta terdapat 20% petugas farmasi dengan masa kerja 8 bulan, 3 tahun, dan 7 tahun, masing-masing berjumlah 2 petugas. Rata-rata lama kerja petugas farmasi adalah 3,9 tahun. Lama kerja tertinggi petugas farmasi yaitu 8 tahun dan yang terendah 7 bulan. Masa kerja petugas farmasi di RSUD Surakarta terdapat 50% petugas dengan masa kerja ≤ 3,9 tahun dan 50% petugas dengan masa kerja > 3,9 tahun. Masa kerja dikaitkan dengan waktu mulai berkerja dengan umur pada saat ini dan berkaitan erat dengan pengalaman yang didapat selama menjalankan tugas, petugas farmasi yang yang berpengalaman dipandang lebih mampu melaksanakan tugas. Semakin lama seseorang bekerja maka semakin tinggi pula produktivitasnya karena semakin berpengalaman dan mempunyai keterampilan yang baik dalam menyelesaikan tugas yang dipercayakan kepadanya (Siagian, 2008). Masa kerja petugas farmasi lama akan lebih cepat melayani pelayanan resep daripada petugas farmasi baru. Masa kerja mempengaruhi kinerja petugas farmasi, semakin lama bekerja maka semakin cepat dalam melayani pengambilan obat sehingga dapat meminimalisir waktu tunggu pasien. Faizin (2007) menyatakan bahwa asumsi yang sering berlaku dan diyakini adalah petugas kesehatan lama dipandang telah memiliki kinerja yang tinggi, sedangkan petugas kesehatan baru masih perlu dikembangkan dan dibina lagi. tetapi petugas kesehatan yang baru lebih dapat bekerja dengan menunjukkan kinerja yang baik daripada petugas kesehatan yang telah lama bekerja. 3. Waktu Tunggu Pasien Rawat Jalan dengan Pelayanan Obat Jadi Waktu tunggu pelayanan resep merupakan salah satu indikator untuk mengevaluasi mutu pelayanan. Oleh karena itu, dilakukan pengukuran waktu tunggu pelayanan resep di RSUD Surakarta untuk mengevaluasi kesesuaian mutu pelayanan dengan standar yang telah ditentukan. Waktu tunggu pelayanan resep obat jadi menurut Kepmenkes RI No. 129/Menkes/SK/II/2008 adalah tenggang waktu mulai pasien menyerahkan resep sampai dengan menerima obat jadi dengan waktu ≤ 30 menit. Sampel yang digunakan adalah resep pasien rawat jalan yang menerima obat jadi. Populasi dalam penelitian ini diperoleh dari jumlah rata-rata resep yang masuk setiap bulan yaitu 2835 resep. Sampel dihitung dengan rumus Slovin dengan tingkat kesalahan yang masih ditolerir 5% sehingga diperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 351 resep. Hasil penelitian 351 resep menunjukkan bahwa rata-rata waktu tunggu pasien rawat jalan dengan pelayanan obat jadi adalah 38,21 menit dengan median 35 menit. Lama waktu tunggu tertinggi rawat jalan dengan pelayanan obat jadi yaitu 76 menit dan yang terendah 11 menit dengan rincian 42,5% lama waktu tunggu pasien rawat jalan ≤ 30 menit dengan pelayanan obat jadi berjumlah 149 resep, serta 57,5% lama waktu tunggu pasien rawat jalan > 30 menit dengan pelayanan obat jadi berjumlah 202 resep. Hari ke-1 penelitian merupakan rata-rata tertinggi waktu tunggu pasien rawat jalan dengan pelayanan obat jadi yaitu 49,04 menit dan hari ke-10 penelitian merupakan rata-rata terendah waktu tunggu pasien rawat jalan dengan pelayanan obat jadi yaitu 23,88 menit. Rata-rata waktu tunggu pasien rawat jalan dengan pelayanan obat jadi 351 resep adalah 38,21 menit. Jumlah resep tertinggi yang diteliti adalah hari ke-1 dan hari ke-7 berjumlah 50 resep dan terendah terdapat pada hari ke-10 yaitu 17 resep. Rata-rata resep yang diteliti perhari berjumlah 35 resep dari total 351 resep. Hari Senin sampai Kamis sekitar pukul 09.30–12.00 banyak pasien rawat jalan yang menebus obat jadi di instalasi farmasi RSUD Surakarta sehingga waktu tunggu pasien rawat jalan dengan pelayanan resep obat jadi menjadi lebih lambat, tetapi sebelum pukul 09.30 dan sesudah pukul 12.00 waktu tunggu pasien rawat jalan dengan pelayanan resep obat jadi menjadi lebih cepat. Hari Jumat dan Sabtu pasien yang menebus obat tidak sebanyak hari Senin sampai Kamis sehingga waktu tunggu pasien rawat jalan dengan pelayanan resep obat jadi menjadi lebih cepat. Berdasarkan jawaban dari petugas farmasi, mereka merasa menjalankan pelayanan resep sesuai dengan standar Kepmenkes RI No. 129/Menkes/SK/II/2008 yaitu untuk pelayanan resep obat jadi ≤ 30 menit. Tetapi setelah diteliti, waktu tunggu pasien rawat jalan dengan pelayanan obat jadi terdapat 57,5% pelayanan resep yang melebihi standar. Kendala pelayanan resep menurut petugas farmasi meliputi stok obat minimum, sumber daya manusia terbatas, resep tidak jelas atau tidak lengkap secara administrasi, dan proses peracikan sulit dan banyak. Sedangkan bagian yang memerlukan penambahan petugas adalah bagian penerimaan resep, bagian penyerahan resep, bagian pengambilan obat, bagian peracikan, bagian gudang, dan bagian administrasi. Faktor yang menyebabkan waktu tunggu pasien rawat jalan dengan pelayanan resep obat jadi menjadi melebihi standar adalah lama tidaknya petugas farmasi dalam melayani resep tergantung dari jumlah obat yang dibuat serta banyak tidaknya resep yang masuk. Semakin banyak jumlah komponen obat dalam satu resep serta semakin banyak resep yang masuk pada waktu yang hampir bersamaan maka semakin lama pula petugas farmasi dalam melayani resep obat jadi. Sebaliknya, bila jumlah resep yang masuk sedikit dan jumlah komponen obat dalam satu resep sedikit maka semakin cepat petugas farmasi dapat melayani resep obat jadi. Resep yang menumpuk menjadi faktor penentu obat lama diserahkan pada pasien rawat jalan. Penumpukan resep terjadi sekitar pukul 09.30–12.00 karena pada jam tersebut banyak pasien rawat jalan yang baru saja berobat di poliklinik menyerahkan resep obat jadi pada petugas farmasi. Resep tidak lengkap secara admistrasi sehingga harus dikonfirmasi terlebih dahulu kepada dokter yang memberi resep. Ketersediaan obat, dimana stok obat di instalasi farmasi sering kosong sehingga pasien harus membeli obat di apotek luar dengan di beri fotocopy resep dari petugas farmasi. Peletakan obat-obatan juga berpengaruh terhadap waktu pelayanan terutama pada proses pengambilan obat dimana pegawai farmasi harus menjelajahi ruangan untuk mencari obat sesuai dengan resep. Tempat pelayanan resep rawat jalan dan rawat inap tidak dipisah. Faktor penyebab waktu tunggu pasien rawat jalan dengan pelayanan resep obat jadi menjadi melebihi standar dapat dikendalikan dengan cara memberikan pembinaan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar dapat memberikan pelayanan yang baik dan tempat pelayanan resep rawat jalan dan rawat inap dipisahkan agar memudahkan pelayanan resep. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan petugas farmasi di RSUD Surakarta terdapat 50% petugas berpengetahuan baik dan 50% petugas berpengetahuan kurang. Masa kerja petugas farmasi di RSUD Surakarta terdapat 50% petugas dengan masa kerja ≤ 3,9 tahun dan 50% petugas dengan masa kerja > 3,9 tahun. Waktu tunggu pasien rawat jalan ≤ 30 menit dengan pelayanan obat jadi berjumlah 149 resep (42,5% ) dan waktu tunggu pasien rawat jalan > 30 menit dengan pelayanan obat jadi berjumlah 202 resep (57,5%). 2. Saran Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dan masukan bagi rumah sakit untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, mutu pelayanan kesehatan, tempat pelayanan resep rawat jalan dan rawat inap sebaiknya dipisahkan agar dapat meminimalisir waktu tunggu pasien sehingga dapat meningkatkan kepuasan pasien. DAFTAR PUSTAKA Dharma A. 2004. Manajemen Supervisi. Jakarta: PT Raja Grafindo. Faizin A. 2007. Hubungan Lama Kerja dan Motivasi Diri dengan Kinerja Perawat Ruangan di RSUD Dr. Muwardi Surakarta. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Izza K, Salawati T, dan Prasida DW. 2009. Perbedaan Pengetahuan dan Sikap Wanita terhadap Pemeriksaan Pap Smear Sebelum dan Sesudah Penyuluhan Tentang Pap Smear di Rumah Bersalin Budi Rahayu di Kelurahan Tandan Kecamatan Tembalang Kota Semarang Tahun 2009. Jurnal. Universitas Muhammadiyah Semarang. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Nomor: 1197/Menkes/SK/X/2004. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2008. 129/Menkes/SK/II/2008. Standar Pelayanan Minimum Rumah Sakit. Nomor: Kurniawan B, Asmika dan Sarwono I. 2008. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Partisipasi pada Pemeriksaan Pap Smear pada Wanita Pekerja Seks Komersial. Jurnal. Universitas Brawijaya. Mubarak WH. 2006. Pengantar Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Sagung Seto. Notoatmodjo S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Siagian. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.