1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui hewan perantara (vektor). Contohnya antara lain malaria, filariasis, Deman Berdarah Dengue, Chikungunya, dan Japanese B Encephalitis. Penyakit tersebut sampai sekarang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi (Kemenkes, 2012). Filariasis (kaki gajah) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang menyerang saluran dan kelenjar getah bening. Lebih dari 70 % filariasis di Indonesia disebabkan oleh cacing Brugia malayi (Kemenkes, 2010). Penderita filariasis telah lebih dari 120 juta orang, dengan sekitar 40 juta cacat dan lumpuh oleh karena penyakit ini. Perkembangan penyakit ini sekitar 80% terjadi di negara berkembang yang salah satunya adalah Indonesia (WHO, 2015). Dari tahun ke tahun jumlah kasus filariasis yang dilaporkan semakin bertambah dan bahkan dibeberapa daerah mempunyai tingkat endemisitas yang tinggi. Berdasarkan laporan tahun 2009, tiga provinsi dengan jumlah kasus terbanyak 2 filariasis adalah Nanggroe Aceh Darussalam (2.359 orang), Nusa Tenggara Timur (1.730 orang) dan Papua (1.158 orang) (Kemenkes, 2010). Filariasis dapat menyebar dari satu orang ke orang lain melalui gigitan nyamuk. Nyamuk yang telah terinfeksi akan menularkan larva filarial stadium III (infektif) melalui luka gigitan pada host. Larva infektif bermigrasi ke pembuluh limfatik dan kelenjar getah bening, lalu berkembang menjadi cacing dewasa dalam waktu 6 bulan atau lebih. Cacing betina akan memproduksi jutaan mikrofilaria yang beredar dalam darah dan akan menginfeksi nyamuk yang menghisap darah dari host yang terinfeksi. Mikrofilaria tumbuh dan berkembang di nyamuk. Di dalam tubuh nyamuk, beberapa mikrofilaria akan menuju dinding proventrikulus, jantung nyamuk dan mencapai otot thorax dimana mikrofilaria berkembang dari stadium larva I sampai stadium larva III. Stadium larva III akan berpindah melalui darah menuju probosis nyamuk dan akan menularkan ke host lain melalui gigitan nyamuk (CDC, 2013). Penyakit ini dapat merusak sistem limfe, menimbulkan pembengkakan pada tangan, kaki, glandula mammae, dan skrotum, menimbulkan cacat seumur hidup 3 serta stigma sosial bagi penderita dan keluarganya, penurunan produktivitas kerja, dan dapat menimbulkan kerugian ekonomi bagi Negara yang tidak sedikit (Kemenkes, 2010). Filariasis dapat ditularkan oleh seluruh jenis spesies nyamuk. Di Indonesia diperkirakan terdapat lebih dari 23 spesies vektor nyamuk penular filariasis yang terdiri dari genus Anopheles, Aedes, Culex, Mansonia, dan Armigeres. Culex merupakan salah satu genus dari vektor penyakit filariasis ini (Departemen Kesehatan Indonesia, 2006). Salah satu jenis nyamuk Culex adalah Culex quinquefasciatus (fatigans) yang merupakan vektor umum penyakit filariasis periodisitas nokturnal. bancrofti yang Nyamuk hidup ini mempunyai di daerah tropis dan subtropis, dan merupakan nyamuk penggigit di lingkungan perumahan dan perkotaan yang berkembangbiak dalam air setengah kotor di sekitar tempat tinggal manusia (Chandra, 2006). Dalam upaya untuk penanggulangan penyakit tular vektor, selain dengan pengobatan terhadap penderita, juga dapat dilakukan upaya-upaya pengendalian vektor dengan mencegah kontak dengan vektor guna mencegah 4 penularan penyakit (Kemenkes, 2012). Pemutusan rantai penularan vektor filariasis dapat dengan menghilangkan perkembangbiakan nyamuk, membasmi larva, dan membunuh nyamuk dewasa (Sudarto, 2011). Pada kimiawi masih saat ini, menggunakan merupakan hal pengendalian serangga insektisida (pembunuh yang sering paling secara serangga) dilaksanakan (Soedarto, 2011). Berdasarkan cara insektisida masuk ke dalam tubuh serangga, insektisida dapat dibagi menjadi racun lambung/perut yaitu insektisida yang membunuh serangga sasaran jika termakan serta masuk kedalam organ pencernaanya ; racun kontak yang masuk kedalam tubuh serangga sasaran lewat kulit (kutikula) ; dan racun inhalasi (fumigan) yang bekerja lewat sistem pernapasan (Djojosumarto, 2008). Berdasarkan penggunaannya, insektisida rumah tangga insektisida elektrik yang cair, ada beberapa jenis salah satunya adalah yang berbentuk cairan. Insektisida ini biasanya digunakan untuk membunuh nyamuk dengan menggunakan aliran listrik. Aliran Listrik dapat menimbulkan panas sehingga insektisida yang terkandung dalam cairan menguap. Uap atau gas yang ditimbulkan dapat membunuh serangga seperti nyamuk. Bahan yang digunakan 5 adalah propoksur, piretroid ditambah bahan yang sinergis (Raini, 2009). Piretroid merupakan agen knockdown, seperti allethrin, pyrethrin, dan prallethrin digunakan pada formulasi tersebut (Clark et al., 2009). Prallethrin adalah piretoid knockdown cepat sintetis terhadap yang hama memiliki serangga aktivitas rumah tangga (Matsunaga et al., 1987). Prallethrin biasa digunakan pada pada obat nyamuk elektrik baik yang berbentuk keping (mat) maupun cairan (WHO, 2015). Kontrol mencegah Tetapi nyamuk transmisi saat ini, adalah strategi penyakit telah dan terjadi penting untuk outbreak epidemik. resistensi terhadap berbagai pestisida kimia. Untuk mengatasi hal tersebut, dibutuhkan metode alternatif untuk mengontrol vektor. Saat ini sedang dikembangkan produk alami sebagai alternatif dari bahaya pestisida sintetik. Biopestisida dapat digunakan sebagai alternatif dari insektisida sintetik karena polusi lingkungan yang dihasilkan lebih rendah, efek toksisitas terhadap manusia rendah, dan manfaat lainnya (Elango et al., 2012). 6 Salah satu tanaman yang mempunyai efek insektisidal adalah tanaman tahi kotok (Tagetes erecta L.). Tagetes erecta adalah famili Asteraceae (Compositae). Tagetes erecta merupakan herba hias yang sangat mudah tumbuh di Indonesia, dan mempunyai aroma yang menyengat (Hartati et al., 1999). Tanaman tahi kotok memiliki nama daerah kenikir (Jawa), ades (Sunda) (Hariana, 2004). Berdasarkan hasil penelitian, minyak dari daun Tagetes erecta mengandung geraniol, limonene, linalool dan asetatnya, menthol, ocimene, beta-phellandrene, dipentene, alpha dan beta-pipene, dan tagetona. Telah dilaporkan senyawa-senyawa tersebut memilki aktivitas antifeedant antifeedant terhadap secara (Salinas-Sánchez adalah serangga sementara langsung dapat et al., 2012). yang jika suatu zat akan menghentikan atau permanen digunakan sebagai yang Senyawa diujikan nafsu makan secara agen tidak pengendalian serangga (Salaki et al., 2012). Kandungan terpenoid pada bunga dan daun tagetes telah disebut-sebut sebagai komponen bioaktif utama yang memiliki aktivitas biosidal dan repelan yang dapat melawan berbagai spesies nyamuk meskipun efek terthienyl dan pyrethrin juga telah 7 disebutkan (Vasudevan et al., 1997). Terpenoid elah disebutkan dapat menghambat jalur saraf dari nyamuk, mengganggu metabolism dan pergerakan (Hudayya, 2012). Sehubungan diperoleh dengan dari pengendalian banyaknya minyak serangga, tahi perlu manfaat kotok yang dalam dilakukan bisa metode penelitian terkait potensi minyak tahi kotok (Tagetes erecta L.) sebagai bahan dasar untuk obat nyamuk elektrik dalam membunuh nyamuk Cx. quinqueasciatus. B. Rumusan Masalah 1. Apakah penggunaan minyak atsiri daun Tagetes erecta L. konsentrasi 100% sebagai bahan dasar dari obat nyamuk elektrik terhadap nyamuk 2. Berapakah atsiri waktu Tagetes cair memiliki daya insektisidal Cx. quinquefasciatus dewasa? yang erecta dibutuhkan L. sehingga konsentrasi minyak 100% dapat mematikan nyamuk Cx. quinquefasciatus sebesar 50% dan 90%? 3. Apakah terdapat perbedaan KT50 dan KT90 antara minyak daun Tagetes erecta prallethrin 13,16 g/l? L. konsentrasi 100% dan 8 C. Tujuan Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya bunuh minyak atsiri daun Tagetes erecta L. konsentrasi 100 % sebagai bahan dasar dari obat nyamuk elektrik cair terhadap nyamuk Cx. quinquefasciatus dewasa. 2. Untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan minyak daun Tagetes erecta L. konsentrasi 100% untuk membunuh nyamuk Cx. quinquefasciatus sebesar 50% dan 90%. 3. Untuk membandingkan KT50 dan KT90 antara minyak Tagetes erecta L. konsentrasi 100% dan prallethrin 13,16 g/l. D. Keaslian Penelitian Penelitian terkait efektivitas penggunaan minyak Tagetes erecta L. sebagai metode pengendalian nyamuk pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain: 1. Nikkon et al. (2011) yang menguji efek mosquitosidal ekstrak etanol bunga Tagetes erecta dan fraksinya yaitu kloroform dan petroleum eter dalam melawan larva Cx quinquefasciatus. 2. Bhatt. (2013) menguji aktivitas larvasidal minyak atsiri dari Cymbopogon flexeous (Lemon grass) dan Tagetes erecta (Marigold) dalam melawan larva Aedes aegypti. 3. Salinas-Sánchez et al.(2012) yang menguji 9 aktivitas bioinsektisidal dari ekstrak daun Tagetes erecta L. dengan pelarut hexane , aceton, dan ethanol terhadap larva neonatus Spodoptera frungiperda J.E. Smith (Lepidoptera : Noctuidae). 4. Pavitha and Poornima. (2014) yang menguji efektivitas repelan dari bunga Tagetes erecta dan dan daun Cllistemon brachyandrus Lindl terhadap larva Anopheles stephensi, Culex infulus dan Aedes agepyti. 5. Vaasudevan et al. (2004) yang menguji aktivitas larvasidal dari minyak Tagetes patula untuk melawan instar larva stadium IV Aedes aegypti, Anopheles stephensi, dan Cx. quinquefasciatus. 6. Rahmah. (2013) yang menguji efektivitas ekstrak etanol daun Tagetes erecta L. terhadap mortalitas larva dan imago serangga vektor demam berdarah Aedes aegypti. Beda penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini digunakan minyak atsiri daun Tagetes erecta sebagai bahan dasar obat nyamuk elektrik terhadap nyamuk Culex quinquefasciatus dewasa. 10 E. Manfaat Penelitian 1. Menyediakan data mengenai aktivitas minyak atsiri daun Tagetes erecta L. konsentrasi 100 % sebagai bahan dasar obat nyamuk elektrik cair terhadap mortalitas nymuk Cx. quinquefasciatus dewasa. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi pengendalian vektor nyamuk yang aman untuk kesehatan dan lingkungan dengan penggunaan insektisida dari bahan alami berupa tanaman Tagetes erecta L. 3. Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan metode pengendalian ataupun pemberantasan vektor nyamuk Cx. quinquefasciatus di waktu mendatang.