1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum sekolah. Menurut Dreeben (dalam Juliana, 2012) matematika diajarkan di sekolah dalam rangka memenuhi kebutuhan jangka panjang (long-term functional needs) bagi siswa dan masyarakat, sedangkan menurut Sujono (dalam Setianingsih, 2007) matematika perlu diajarkan di sekolah karena matematika menyiapkan siswa menjadi pemikir dan penemu, menyiapkan siswa menjadi warga negara yang hemat, cermat dan efisien dan matematika juga membantu siswa mengembangkan karakternya. Hudoyo (dalam Nur’aeni, 2008) mengemukakan penguasaan tingkat tertentu terhadap matematika diperlukan siswa agar dalam hidupnya kelak mampu mendapatkan sumber penghidupan yang layak, karena di abad globalisasi tidak ada pekerjaan tanpa matematika. Pendapat lain adalah pendapat Stanic (dalam Setianingsih, 2007), menegaskan bahwa tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah untuk meningkatkan kemampuan berfikir siswa, peningkatan sifat kreativitas dan kritis. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah merupakan hal yang penting untuk meningkatkan kecerdasan siswa. Matematika itu sendiri merupakan mata pelajaran yang bersifat abstrak. Meskipun demikian bila disajikan dan dikemas sedemikian rupa dengan pendekatan pembelajaran tertentu dan disesuaikan dengan perkembangan intelektual siswa, maka akan meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang akan dipelajarinya (Yadil, 2009). Matematika mempunyai banyak cabang, cabang matematika tersebut antara lain adalah geometri. Geometri merupakan cabang mata pelajaran matematika yang memerlukan pemikiran dan penalaran yang kritis, serta kemampuan abstraksi yang logis (Juliana, 2012). Mempelajari geometri dapat menumbuhkan kemampuan berpikir logis dan kreatif (Kurniawati, 2012). Pendapat tersebut sejalan dengan ungkapan Kennedy (dalam Nur’aeni, 2008), bahwa “pengalaman yang didapat dalam mempelajari geometri dapat mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan pemberian alasan serta mendukung banyak topik lainnya dalam matematika”. Sudarman (dalam Abdussakir, 2009) mengemukakan bahwa, bukti-bukti empiris di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar geometri, mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi sehingga hasil belajar geometri siswa masih rendah. Pembelajaran geometri akan efektif apabila kegiatan yang dilakukan sesuai dengan struktur kemampuan berpikir siswa (Sulkha, 2010). Menurut van Hiele (dalam Aisyah dkk, 2007) dalam belajar geometri seseorang harus melewati lima tahap pemahaman geometri yaitu: Pengenalan, Analisis, Pengurutan, Deduksi dan Ketepatan. Teori van Hiele yang dikembangkan oleh dua pendidik berkebangsaan 2 Belanda, Pierre Marie van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof, menjelaskan tahap berpikir siswa dalam belajar geometri (Abdussakir, 2011). Teori van Hiele lebih banyak menjelaskan tahap berpikir siswa dalam konteks bangun ruang dan segiempat dengan hasil bahwa setiap siswa mempunyai tahap-tahap berpikir yang berbeda. Penggunaan Teori van Hiele sudah banyak dibuktikan dalam berbagai penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Nurhasanah (2004) di SLTP menyimpulkan bahwa tahap berpikir siswa pada bangun jajargenjang, belahketupat, layang-layang dan trapesium mempunyai dua tahap berpikir secara bersamaan, terjadi pada tahap berpikir yang rendah yaitu pada tahap 1–3. Penelitian lain juga dilakukan oleh Sutanto (2009) di SMP N 1 Toroh menyimpulkan bahwa tahap berpikir siswa dalam belajar geometri pada pokok bahasan kesebangunan dapat dikelompokkan ke dalam lima tahap. Adapun tahap berpikir van Hiele dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada tahap pengenalan, siswa hanya baru mengenal bangun-bangun geometri. Tahap analisis siswa sudah dapat memahami sifat-sifat bangun geometri. Tahap deduksi informal siswa sudah mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya. Tahap deduksi siswa sudah dapat memahami deduksi, yaitu mampu menarik kesimpulan dan membuktikan teorema. Tahap ketepatan siswa sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian (Pitajeng, 2006). Diharapkan melalui lima tahap pemahaman geometri van Hiele tersebut, akan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep yang akan dipelajarinya Berdasarkan penjelasan di atas, cukup memberikan alasan mengapa geometri adalah bagian dari bidang studi matematika yang penting untuk dipelajari. Tidak hanya bisa membantu proses berpikir siswa, geometri juga sangat mendukung topik-topik lain didalam matematika, oleh karena itu siswa seharusnya memahami konsep-konsep dasar geometri dengan baik dan benar (Nur’aeni, 2010). Kenyataan di lapangan menunjukan bahwa banyak siswa SD mengalami kesulitan dalam mempelajari dan memahami konsep dasar geometri (Nur’aeni, 2008). Segiempat merupakan materi pelajaran dasar. Pada pemahaman konsep segitiga dan segiempat, siswa masih mengalami kesulitan. Clements & Batista (dalam Nur’aeni 2010) melaporkan hasil penelitiannya tentang konsep segiempat, bahwa “siswa beranggapan setiap bentuk yang memiliki empat sisi adalah persegi, dan sebuah bentuk dapat berupa sebuah segitiga hanya jika bentuk tersebut adalah sama sisi”. Pada pokok bahasan segiempat siswa masih sering salah dalam memahami konsep, maka seharusnya konsep tentang geometri diberikan sejak siswa masih duduk di sekolah dasar. Pada penelitian ini, peneliti akan meneliti tentang tahap berpikir siswa tentang konsep geometri di SD N 1 Jobokuto Jepara. SD N 1 Jobokuto terletak di jalan Yos Sudarso no 26 Jepara, Jawa Tengah. Berdasarkan wawancara terhadap guru kelas V di SD N 1 Jobokuto Jepara, siswasiswa di sekolah ini tergolong siswa yang pandai dan cepat dalam menerima suatu materi pelajaran. Meskipun demikian dipandang perlu adanya peningkatan pola 3 berfikir kritis, dan kreatif dalam pembelajaran matematika materi geometri pada pokok bahasan segiempat. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Yadil pada tahun ajaran 2008/2009 dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran van Hiele untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa SMP KARUNADIPA PALU Terhadap Konsep Bangun-Bangun Segiempat”. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa skenario pembelajaran van Hiele dapat meningkatkan pemahaman siswa. Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka akan dilakukan penelitian dengan judul “TAHAP BERPIKIR SISWA TENTANG KONSEP GEOMETRI PADA POKOK BAHASAN SEGIEMPAT BERDASARKAN TEORI VAN HIELE STUDI DI SD N 1 JOBOKUTO JEPARA”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana tahap-tahap berpikir siswa tentang konsep geometri pada pokok bahasan segiempat berdasarkan teori van Hiele?” C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tahap-tahap berpikir siswa tentang konsep geometri pada pokok bahasan segiempat berdasarkan teori van Hiele. D. Manfaat penelitian Manfaat Penelitian 1.Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui tahap-tahap berpikir siswa dan menambah kajian tentang konsep geometri. 2. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak terkait yaitu: Manfaat bagi guru a) Memperoleh pengalaman secara langsung dalam mengetahui tahap berpikir siswa terhadap konsep geometri pada pokok bahasan segiempat. b) Mengetahui perkembangan kemampuan siswa. c) Sebagai bahan pertimbangan untuk menggunakan tahap-tahap pembelajaran geometri van Hiele dalam proses pembelajaran geometri. Manfaat bagi siswa: a) Mengetahui tahap-tahap berpikir siswa terhadap konsep geometri pada pokok bahasan segiempat. b) Memudahkan siswa memahami konsep geometri pada pokok bahasan segiempat. 4 Manfaat bagi sekolah: Dapat dijadikan dasar bagi sekolah dalam memotivasi guru dalam hal penggunaan pembelajaran yang efektif.