BAB IV ANALISIS PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA Dalam bab sebelumnya telah di uraikan tentang toleransi antar umat beragama di Desa Jolotigo Kecamatan Talun Kabupaten Pekalongan, maka dalam bab ini peneliti kemukakan secara garis besar mengenai analisis-analisis toleransi antar umat beragama di Desa Jolotigo yang mencakup pemahaman masyarakat Desa Jolotigo terhadap toleransi antar umat beragama dan implementasi toleransi antar umat beragama di Desa Jolotigo Kecamatan Talun Kabupaten Pekalongan. A. Analisis Pemahaman Masyarakat Desa Jolotigo terhadap toleransi antar umat beragama. Kerukunan merupakan kondisi dan proses tercipta dan terpeliharanya pola-pola interaksi yang beragam di antara unit-unit (=unsur / sub sistem) yang otonom. Kerukunan mencerminkan hubungan timbal-balik yang ditandai oleh sikap saling menerima, saling mempercayai, saling menghormati dan menghargai, serta sikap saling memaknai kebersamaan. Sebagai kondisi maupun proses pengembangan pola-pola interaksi sosial, kerukunan memiliki fungsi penting bagi penguatan dan pemeliharaan struktur sosial suatu masyarakat. Kerukunan dapat menjadi katup pengaman (safety valve) bagi disintegrasi sosial. Kerukunan dapat 60 61 mereduksi konflik, di samping secara fungsional-struktural berfungsi membangun keseimbangan masyarakat. Kerukunan dengan demikian berfungsi mengontrol, memelihara, menguatkan dan membangun “ikatan sosial” struktur masyarakat.1 Pemahaman Masyarakat Desa Jolotigo terhadap toleransi antar umat beragama menjadi faktor penentu yang menentukan terjalinnya kerukunan antar pemeluk agama. Selain itu, toleransi yang terjalin di Desa Jolotigo juga dipengaruhi oleh diri sendiri serta dipengaruhi oleh keluarga dan lingkungan dimana mereka tinggal. Lebih dari itu, kesadaran dari mereka yang memahami dan mengerti makna toleransi antar agama yang menjadi penentu kerukunan antar pemeluk agama. Masalah toleransi, pluralism dan cara berdampingan dengan orang yang mempunyai agama lain harus ditumbuhkembangkan melalui pemahaman agama yang baik. Akan menjadi problem jika kita memahami agama secara parsial. Contohnya, akidah menjadi penghalang orang untuk bergaul. Karena aspek kehidupan manusia itu tidak hanya sekedar aspek agama melainkan juga aspek sosial, politik, dan budaya. Saat ini, kita sudah melihat kekaburan batas-batas itu. Agama sesungguhnya bukan penghalang orang untuk meletakkan apa saja bersama orang lain.2 1 M. Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama: Merajut Kerukunan, Kesetaraan Gender dan Demokratisasi Dalam Masyarakat MultiKultural, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama, 2005), hlm. 8. 2 M. Imdadun Rahmat, dkk, Islam Pribumi: Mendialogkan Agama Membaca Realitas, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003), hlm. 190. 62 Sikap toleransi dan pluralisme adalah nilai-nilai yang menjadi pegangan dalam bermasyarakat.3Secara umum masyarakat Desa Jolotigo memahami bahwa toleransi umat beragama adalah hidup bersama secara rukun, saling menghormati, saling menolong, serta berdampingan secara damai tanpa adanya perselisihan satu dengan yang lain. Pemahaman masyarakat Desa Jolotigo terhadap toleransi antar umat beragama ternyata sesuai dengan ajaran Islam yang tercantum dalam QS. al-Mumtāhānah ayat 8-9: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. Dari uraian ayat di atas, peneliti melihat bahwa masyarakat Desa Jolotigo sudah berbuat baik dan berlaku adil. Dapat di lihat pada perayaan hari Raya Idul Fitri dan hari Natal, mereka saling menghormati dengan berkunjung ke rumah warga yang sedang merayakan hari Raya tersebut. 3 M. Imdadun Rahmat, dkk, Islam Pribumi: Mendialogkan Agama Membaca Realitas, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003), hlm.194. 63 Terlihat juga dari pemilihan Kades (Kepala Desa), mereka berhak mencalonkan menjadi Kades tanpa melihat agama yang diyakininya. Masyarakat Desa Jolotigo bermacam-macam dalam memberikan penafsiran terhadap toleransi beragama, tetapi inti dari toleransi antar umat beragama adalah menghormati dan menghargai perbedaan yang ada baik itu berkaitan dengan agama atau keyakinan,sosial, ekonomi, politik serta pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan bahwa pemahaman masyarakat Desa Jolotigo tentang toleransi antar umat beragama adalah saling tolong-menolong antar sesama umat manusia tanpa memandang status sosial, ekonomi, politik maupun agama. Pemahaman masyarakat tersebut sesuai dengan perintah Allah yang ada di dalam al-Qur’an pada surah al-Maidah Ayat 2: ِ وَتَعَاوَنُىاْ عَلًَ الْب ِّر وَالّتَ ْقىَي وَالَ تَعَاوَنُىاْ عَلًَ اإلِثْ ِم وَالْعُ ْدوَا ن “….Bertolong-tolonglah kamu dalam berbuat kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu bertolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan”( QS. al-Maidah Ayat 2). Ayat di atas memerintahkan untuk saling tolong-menolong, peneliti melihat bahwa Desa Jolotigo sudah sesuai dengan ayat tersebut. Seperti halnya yang di alami oleh Ustad Jafar Sidik yang sedang mengadakan hajatan, yaitu sunatan anaknya yang membutuhkan materi yang cukup banyak. Secara tidak langsung Bapak Kris (warga Non Muslim) mendengar dari warga bahwa Bapak Jafar Sidik akan melakukan hajatan, kemudian Bapak Kris berkunjung ke rumah Bapak Jafar Sidik untuk memberikan uang agar bisa sedikit memperlancar sunatan anaknya. 64 Kemudian, pemahaman masyarakat Desa Jolotigo yang lain tentang toleransi antar umat beragama yaitu kebebasan memeluk agama yang diyakininya. Pemahaman masyarakat tersebut ternyata sesuai dengan perintah Allah yang ada di dalam al-Qur’an pada surah al-Kafirun ayat 16: ٌ﴾ وَلَا أَنَا عَابِد٣﴿ ُ﴾ وَلَا أَنّتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُد٢﴿ َ﴾ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُون١﴿ َقُلْ يَا أَيُهَا الْكَافِّرُون ﴾٦﴿ ِ﴾ لَكُمْ دِينُكُ ْم وَلِيَ دِين٥﴿ ُ﴾ وَلَا أَنّتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُد٤﴿ ْمَا عَبَدتُم “Katakanlah, hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang kamu sembah.Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”.(QS. al-Kāfirun ayat:1-6). Dari surah di atas di jelaskan mengenai kebebasan dalam memeluk agama yang diyakininya, di Desa Jolotigo yang peneliti lihat bahwa masyarakat bebas memeluk agama tanpa suatu paksaan, karena itu menyangkut pada keyakinan seseorang dan yang terpenting adalah terciptanya kerukunan bersama tanpa memandang status agama yang diyakininya. Secara garis besar pemahaman masyarakat Desa Jolotigo terhadap toleransi antar umat beragama ternyata sejalan dengan perintah Allah yang terdapat dalam ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan betapa pentingnya toleransi hidup antar umat beragama, meskipun masyarakat tidak mengetahuinya. Akan tetapi secara tidak langsung masyarakat setempat mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari. 65 B. Analisis Implementasi toleransi antar umat beragama di Desa Jolotigo Kecamatan Talun Kabupaten Pekalongan. Salah satu agenda utama yang perlu ditempuh dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama adalah mengembangkan wawasan kebhinekaan atau multikulturalisme di kalangan masyarakat. Agenda ini seyogyanya dilakukan dalam semua tataran kehidupan, seperti dalam keluarga, pendidikan formal dan informal, politik, budaya, hukum, agama, dan lain sebagainya.4 Belakangan ini muncul keinginan yang begitu menggelora dari berbagai komponen masyarakat untuk mewujudkan kerukunan umat beragama. Hal ini berpangkal dari kenyataan bahwa masyarakat ini berada pada kondisi yang sangat majemuk, baik agama, etnis. Budaya, maupun karakter sosial yang terbentuk berdasarkan konfigurasi daerah. Kenyataan ini tidak bisa ditampik bahwa kerukunan hidup umat beragama tidaklah dapat dipandang sebagai suatu hal sudah selesai, tetapi ia secara berkelanjutan memerlukan proses identifikasi masalah yang melingkupinya sehingga dapat ditemukan pemecahannya. Oleh karena itu, kemajemukan di atas dengan sendirinya mengandung berbagai masalah. Berbagai masalah yang ditampiaskan oleh kemajemukan itu menyarankan adanya identifikasi sekaligus solusi, 4 Atho Mudzhar, Meretas Wawasan dan Praksis Kerukunan Umat Beragama di Indonesia dalam Bingkai Masyarakat Multikultural, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama, 2005), hlm. v. 66 dengan memandang beberapa hal yang semula dinilai sebagai hambatan dapat dimodifikasi menjadi peluang.5 Membangun suatu kerukunan dapat dilaksanakan dalam kerangka keterbukaan antara satu dengan agama lain. Keterbukaan menuntut pengakuan kemajemukan atau pluralitas umat manusia. Islam secara normatif, telah memberikan landasan teologis dalam rangka merealisasikan sikap hidup yang toleran, inklusif, dan menghargai pluralitas. Semangat seperti itu menjadi bagian esensial dari visi alQur’an. Oleh karena itu, pluralisme merupakan sunatullah yang bersifat kekal. Pluralisme adalah sebuah realitas kehidupan yang tidak mungkin diingkari.al-Qur’an dengan tegas mengakui hak setiap agama untuk hidup dan menjalankan ajaran masing-masing secara sungguh-sungguh dan bertanggung jawab. Prinsip inilah yang menjadi dasar toleransi di dalam Islam.6 Adapun syarat agar terbangunnya toleransi atau kerukunan antar umat beragama dapat ditempuh melalui beberapa cara antara lain: a. Membentuk wadah musyawarah antar umat beragama yang di dalamnya membicarakan segala sesuatu tentang tanggung jawab 5 M. Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama: Merajut Kerukunan, Kesetaraan Gender dan Demokratisasi Dalam Masyarakat MultiKultural, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama, 2005), hlm. 1. 6 Moh.Slamet Untung, Wacana Islam Kontemporer, (Pekalongan: Stain Pekalongan Press, 2011), hlm, 323. 67 bersama dan kerjasama di antara para warga Negara yang menganut berbagai agama.7 b. Adanya komunikasi secara intensif antar pemuka agama dan sikap saling menghargai, serta senantiasa berupaya mengembangkan visi dan misi bersama di kalangan pemuka agama dalam rangka kerukunan. c. Dialog serta diskusi untuk memecahkan persoalan atau masalahmasalah antar umat beragama.8 Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan bahwa toleransi antar umat beragama pada masyarakat Desa Jolotigo ini dapat di lihat pada waktu pemilihan Kepala Desa (Kades) di Desa Jolotigo pada tahun 2014. Ketoleransian masyarakat Desa Jolotigo terlihat ketika warga non Muslim di perbolehkan mencalonkan menjadi Kades, walaupun akhirnya pemilihan di menangkan oleh warga yang beragama Islam. Dari pemilihan kepala desa tersebut menunjukan bahwa semua warga memiliki hak yang sama tanpa memandang status agamanya, semua warga berhak untuk mencalonkan menjadi Kades. Jika penulis cermati dalam pergaulan masyarakat Desa Jolotigo seharihari, antara warga yang beragama Islam dan Kristen mereka bergaul dengan baik dan mereka tidak memandang agama serta tidak 7 Departemen Agama RI,Kompilasi Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Hidup Umat Beragama, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama, 2002), hlm. 22. 8 Atho Mudzhar, Meretas Wawasan dan Praksis Kerukunan Umat Beragama di Indonesia dalam Bingkai Masyarakat Multikultural, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama, 2005), hlm.136-137. 68 memilih-milih dalam bergaul, mereka berbaur bersama menjadi satu dalam masyarakat. Mereka juga saling berbagi antara sedih maupun senang seperti ketika tetangga sedang mengalami musibah seperti kematian, tetangga yang lain juga ikut membantu atau melayat. Atau jika tetangga membutuhkan bantuan baik itupada masalah ekonomi dan sosial. Dalam suatu kegiatan sosial maupun keagamaan sering kali ada banyak masalah atau perbedaan pendapat tetapi mereka bisa menyelesaikan dengan baik dan mencari solusi untuk semua persoalan yang mereka hadapi. Bentuk toleransi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Jolotigo selain dalam bidang sosial, ekonomi, juga pada bidang agama. Seperti ketika warga yang beragama Islam merayakan hari raya, maka umat agama Kristen ikut merayakan, begitu pula warga yang beragama Islam mendapatkan undangan untuk merayakan hari raya Natal maka mereka juga menghadiri undangannya. Akan tetapi seperti telah dijelaskan di atas bahwa mereka ikutmerayakan hari raya tetangga mereka yang berbeda agama, hanya sebataspada perayaannya saja, tidak sampai masuk pada kegiatan ibadahnya. Karena pada umumnya masyarakat Desa Jolotigo tahu betul batasan toleransi yang harus mereka jalani. Di satu sisi mereka perlu menciptakan kerukunan antarumat beragama, dan disisi lain tidak boleh mencampur adukkan suatu keyakinan. 69 Masyarakat yang beragama Islam di Desa Jolotigo menganggap warga non Muslim adalah saudara begitu juga sebaliknya, karena tidak sedikit dari mereka yang memang masih mempunyai hubungan darah dan mereka menerima dengan baik perbedaan-perbedaan tersebut. Selain didasari oleh rasa kekeluargaan juga didasari oleh rasa ingin hidup rukun dan berdampingan secara damai meskipun berbeda agama. Sedangkan bentuk-bentuk toleransi yang terjalin pada masyarakat Desa Jolotigo berupa perbuatan yang langsung dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang dilakukan oleh masyarakat Desa Jolotigo dalam pelaksanaan toleransi, mereka tidak terpaksa atau dapat tekanan dari orang lain melaikan mereka melakukanya karena telah terbiasa hidup pada masyarakat yang plural dan dapat dengan mudah menerima segala perbedaan-perbedaan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang saya peroleh bahwa toleransi agama yang terjalin di Desa Jolotigo sangat baik sehingga dalam kehidupan sehari-hari belum pernah terjadi konflik dan perselisihan yang berarti. Mereka terlihat hidup rukun, ketika mengikuti perkumpulan-perkumpulan yang dilakukan secara bersama-sama tanpa membedakan agama yang di yakininya. Masyarakat Desa Jolotigo termasuk masyarakat yang dapat dikatakan warga yang menyukai kerukunan, karena peneliti tidak pernah melihat adanya konflik dengan warga lain baik itu sesama pemeluk agama ataupun dengan pemeluk agama lain, kalaupun sampai 70 ada konflik sejauh ini mereka bisa menyelesaikannya dengan kekeluargaan.