60 BAB IV ANALISIS PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI

advertisement
BAB IV
ANALISIS PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI TOLERANSI
ANTAR UMAT BERAGAMA
Dalam bab sebelumnya telah di uraikan tentang toleransi antar
umat beragama di Desa Jolotigo Kecamatan Talun Kabupaten Pekalongan,
maka dalam bab ini peneliti kemukakan secara garis besar mengenai
analisis-analisis toleransi antar umat beragama di Desa Jolotigo yang
mencakup pemahaman masyarakat Desa Jolotigo terhadap toleransi antar
umat beragama dan implementasi toleransi antar umat beragama di Desa
Jolotigo Kecamatan Talun Kabupaten Pekalongan.
A. Analisis Pemahaman Masyarakat Desa Jolotigo terhadap toleransi
antar umat beragama.
Kerukunan
merupakan
kondisi
dan
proses
tercipta
dan
terpeliharanya pola-pola interaksi yang beragam di antara unit-unit
(=unsur / sub sistem) yang otonom. Kerukunan mencerminkan hubungan
timbal-balik
yang
ditandai
oleh
sikap
saling
menerima,
saling
mempercayai, saling menghormati dan menghargai, serta sikap saling
memaknai kebersamaan.
Sebagai kondisi maupun proses pengembangan pola-pola interaksi
sosial, kerukunan memiliki fungsi penting bagi penguatan dan
pemeliharaan struktur sosial suatu masyarakat. Kerukunan dapat menjadi
katup pengaman (safety valve) bagi disintegrasi sosial. Kerukunan dapat
60
61
mereduksi konflik, di samping secara fungsional-struktural berfungsi
membangun keseimbangan masyarakat. Kerukunan dengan demikian
berfungsi mengontrol, memelihara, menguatkan dan membangun “ikatan
sosial” struktur masyarakat.1
Pemahaman Masyarakat Desa Jolotigo terhadap toleransi antar
umat beragama menjadi faktor penentu yang menentukan terjalinnya
kerukunan antar pemeluk agama. Selain itu, toleransi yang terjalin di Desa
Jolotigo juga dipengaruhi oleh diri sendiri serta dipengaruhi oleh keluarga
dan lingkungan dimana mereka tinggal. Lebih dari itu, kesadaran dari
mereka yang memahami dan mengerti makna toleransi antar agama yang
menjadi penentu kerukunan antar pemeluk agama.
Masalah toleransi, pluralism dan cara berdampingan dengan orang
yang mempunyai agama lain harus ditumbuhkembangkan melalui
pemahaman agama yang baik. Akan menjadi problem jika kita memahami
agama secara parsial. Contohnya, akidah menjadi penghalang orang untuk
bergaul. Karena aspek kehidupan manusia itu tidak hanya sekedar aspek
agama melainkan juga aspek sosial, politik, dan budaya. Saat ini, kita
sudah melihat kekaburan batas-batas itu. Agama sesungguhnya bukan
penghalang orang untuk meletakkan apa saja bersama orang lain.2
1
M. Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama: Merajut Kerukunan, Kesetaraan Gender
dan Demokratisasi Dalam Masyarakat MultiKultural, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama,
2005), hlm. 8.
2
M. Imdadun Rahmat, dkk, Islam Pribumi: Mendialogkan Agama Membaca Realitas,
(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003), hlm. 190.
62
Sikap toleransi dan pluralisme adalah nilai-nilai yang menjadi
pegangan dalam bermasyarakat.3Secara umum masyarakat Desa Jolotigo
memahami bahwa toleransi umat beragama adalah hidup bersama secara
rukun, saling menghormati, saling menolong, serta berdampingan secara
damai tanpa adanya perselisihan satu dengan yang lain.
Pemahaman masyarakat Desa Jolotigo terhadap toleransi antar
umat beragama ternyata sesuai dengan ajaran Islam yang tercantum dalam
QS. al-Mumtāhānah ayat 8-9:
             
            
         
        
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan
tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai
kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan
mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk
mengusirmu. dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan,
Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.
Dari uraian ayat di atas, peneliti melihat bahwa masyarakat Desa
Jolotigo sudah berbuat baik dan berlaku adil. Dapat di lihat pada perayaan
hari Raya Idul Fitri dan hari Natal, mereka saling menghormati dengan
berkunjung ke rumah warga yang sedang merayakan hari Raya tersebut.
3
M. Imdadun Rahmat, dkk, Islam Pribumi: Mendialogkan Agama Membaca Realitas,
(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003), hlm.194.
63
Terlihat juga dari pemilihan Kades (Kepala Desa), mereka berhak
mencalonkan menjadi Kades tanpa melihat agama yang diyakininya.
Masyarakat Desa Jolotigo bermacam-macam dalam memberikan
penafsiran terhadap toleransi beragama, tetapi inti dari toleransi antar umat
beragama adalah menghormati dan menghargai perbedaan yang ada baik
itu berkaitan dengan agama atau keyakinan,sosial, ekonomi, politik serta
pendidikan.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan bahwa
pemahaman masyarakat Desa Jolotigo tentang toleransi antar umat
beragama adalah saling tolong-menolong antar sesama umat manusia
tanpa memandang status sosial, ekonomi, politik maupun agama.
Pemahaman masyarakat tersebut sesuai dengan perintah Allah yang ada di
dalam al-Qur’an pada surah al-Maidah Ayat 2:
ِ ‫وَتَعَاوَنُىاْ عَلًَ الْب ِّر وَالّتَ ْقىَي وَالَ تَعَاوَنُىاْ عَلًَ اإلِثْ ِم وَالْعُ ْدوَا‬
‫ن‬
“….Bertolong-tolonglah kamu dalam berbuat kebaikan dan taqwa
dan janganlah kamu bertolong-menolong dalam perbuatan dosa dan
permusuhan”( QS. al-Maidah Ayat 2).
Ayat di atas memerintahkan untuk saling tolong-menolong, peneliti
melihat bahwa Desa Jolotigo sudah sesuai dengan ayat tersebut. Seperti
halnya yang di alami oleh Ustad Jafar Sidik yang sedang mengadakan
hajatan, yaitu sunatan anaknya yang membutuhkan materi yang cukup
banyak. Secara tidak langsung Bapak Kris (warga Non Muslim)
mendengar dari warga bahwa Bapak Jafar Sidik akan melakukan hajatan,
kemudian Bapak Kris berkunjung ke rumah Bapak Jafar Sidik untuk
memberikan uang agar bisa sedikit memperlancar sunatan anaknya.
64
Kemudian, pemahaman masyarakat Desa Jolotigo yang lain
tentang toleransi antar umat beragama yaitu kebebasan memeluk agama
yang diyakininya. Pemahaman masyarakat tersebut ternyata sesuai dengan
perintah Allah yang ada di dalam al-Qur’an pada surah al-Kafirun ayat 16:
ٌ‫﴾ وَلَا أَنَا عَابِد‬٣﴿ ُ‫﴾ وَلَا أَنّتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُد‬٢﴿ َ‫﴾ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُون‬١﴿ َ‫قُلْ يَا أَيُهَا الْكَافِّرُون‬
﴾٦﴿ ِ‫﴾ لَكُمْ دِينُكُ ْم وَلِيَ دِين‬٥﴿ ُ‫﴾ وَلَا أَنّتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُد‬٤﴿ ْ‫مَا عَبَدتُم‬
“Katakanlah, hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah
apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang
aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang
kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah
Tuhan yang kamu sembah.Untukmulah agamamu dan untukkulah
agamaku”.(QS. al-Kāfirun ayat:1-6).
Dari surah di atas di jelaskan mengenai kebebasan dalam memeluk
agama yang diyakininya, di Desa Jolotigo yang peneliti lihat bahwa
masyarakat bebas memeluk agama tanpa suatu paksaan, karena itu
menyangkut pada keyakinan seseorang dan yang terpenting adalah
terciptanya kerukunan bersama tanpa memandang status agama yang
diyakininya.
Secara garis besar pemahaman masyarakat Desa Jolotigo terhadap
toleransi antar umat beragama ternyata sejalan dengan perintah Allah
yang terdapat dalam ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan betapa
pentingnya toleransi hidup antar umat beragama, meskipun masyarakat
tidak mengetahuinya. Akan tetapi secara tidak langsung masyarakat
setempat mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari.
65
B. Analisis Implementasi toleransi antar umat beragama di Desa Jolotigo
Kecamatan Talun Kabupaten Pekalongan.
Salah satu agenda utama yang perlu ditempuh dalam menciptakan
kerukunan antar umat beragama adalah mengembangkan wawasan
kebhinekaan atau multikulturalisme di kalangan masyarakat. Agenda ini
seyogyanya dilakukan dalam semua tataran kehidupan, seperti dalam
keluarga, pendidikan formal dan informal, politik, budaya, hukum, agama,
dan lain sebagainya.4
Belakangan ini muncul keinginan yang begitu menggelora dari
berbagai komponen masyarakat untuk mewujudkan kerukunan umat
beragama. Hal ini berpangkal dari kenyataan bahwa masyarakat ini berada
pada kondisi yang sangat majemuk, baik agama, etnis. Budaya, maupun
karakter sosial yang terbentuk berdasarkan konfigurasi daerah. Kenyataan
ini tidak bisa ditampik bahwa kerukunan hidup umat beragama tidaklah
dapat dipandang sebagai suatu hal sudah selesai, tetapi ia secara
berkelanjutan
memerlukan
proses
identifikasi
masalah
yang
melingkupinya sehingga dapat ditemukan pemecahannya.
Oleh karena itu, kemajemukan di atas dengan sendirinya
mengandung berbagai masalah. Berbagai masalah yang ditampiaskan oleh
kemajemukan itu menyarankan adanya identifikasi sekaligus solusi,
4
Atho Mudzhar, Meretas Wawasan dan Praksis Kerukunan Umat Beragama di Indonesia
dalam Bingkai Masyarakat Multikultural, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama, 2005), hlm.
v.
66
dengan memandang beberapa hal yang semula dinilai sebagai hambatan
dapat dimodifikasi menjadi peluang.5
Membangun suatu kerukunan dapat dilaksanakan dalam kerangka
keterbukaan antara satu dengan agama lain. Keterbukaan menuntut
pengakuan kemajemukan atau pluralitas umat manusia. Islam secara
normatif,
telah
memberikan
landasan
teologis
dalam
rangka
merealisasikan sikap hidup yang toleran, inklusif, dan menghargai
pluralitas. Semangat seperti itu menjadi bagian esensial dari visi alQur’an.
Oleh karena itu, pluralisme merupakan sunatullah yang bersifat
kekal. Pluralisme adalah sebuah realitas kehidupan yang tidak mungkin
diingkari.al-Qur’an dengan tegas mengakui hak setiap agama untuk hidup
dan menjalankan ajaran masing-masing secara sungguh-sungguh dan
bertanggung jawab. Prinsip inilah yang menjadi dasar toleransi di dalam
Islam.6
Adapun syarat agar terbangunnya toleransi atau kerukunan antar
umat beragama dapat ditempuh melalui beberapa cara antara lain:
a. Membentuk wadah musyawarah antar umat beragama yang di
dalamnya membicarakan segala sesuatu tentang tanggung jawab
5
M. Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama: Merajut Kerukunan, Kesetaraan Gender
dan Demokratisasi Dalam Masyarakat MultiKultural, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama,
2005), hlm. 1.
6
Moh.Slamet Untung, Wacana Islam Kontemporer, (Pekalongan: Stain Pekalongan Press,
2011), hlm, 323.
67
bersama dan kerjasama di antara para warga Negara yang menganut
berbagai agama.7
b. Adanya komunikasi secara intensif antar pemuka agama dan sikap
saling menghargai, serta senantiasa berupaya mengembangkan visi dan
misi bersama di kalangan pemuka agama dalam rangka kerukunan.
c. Dialog serta diskusi untuk memecahkan persoalan atau masalahmasalah antar umat beragama.8
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan bahwa
toleransi antar umat beragama pada masyarakat Desa Jolotigo ini dapat
di lihat pada waktu pemilihan Kepala Desa (Kades) di Desa Jolotigo
pada tahun 2014. Ketoleransian masyarakat Desa Jolotigo terlihat
ketika warga non Muslim di perbolehkan mencalonkan menjadi Kades,
walaupun akhirnya pemilihan di menangkan oleh warga yang beragama
Islam.
Dari pemilihan kepala desa tersebut menunjukan bahwa semua
warga memiliki hak yang sama tanpa memandang status agamanya,
semua warga berhak untuk mencalonkan menjadi Kades.
Jika penulis cermati dalam pergaulan masyarakat Desa Jolotigo
seharihari, antara warga yang beragama Islam dan Kristen mereka
bergaul dengan baik dan mereka tidak memandang agama serta tidak
7
Departemen Agama RI,Kompilasi Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Hidup
Umat Beragama, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama, 2002), hlm. 22.
8
Atho Mudzhar, Meretas Wawasan dan Praksis Kerukunan Umat Beragama di
Indonesia dalam Bingkai Masyarakat Multikultural, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama,
2005), hlm.136-137.
68
memilih-milih dalam bergaul, mereka berbaur bersama menjadi satu
dalam masyarakat.
Mereka juga saling berbagi antara sedih maupun senang seperti
ketika tetangga sedang mengalami musibah seperti kematian, tetangga
yang lain juga ikut membantu atau melayat. Atau jika tetangga
membutuhkan bantuan baik itupada masalah ekonomi dan sosial.
Dalam suatu kegiatan sosial maupun keagamaan sering kali ada
banyak masalah atau perbedaan pendapat tetapi mereka bisa
menyelesaikan dengan baik dan mencari solusi untuk semua persoalan
yang mereka hadapi.
Bentuk toleransi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Jolotigo
selain dalam bidang sosial, ekonomi, juga pada bidang agama. Seperti
ketika warga yang beragama Islam merayakan hari raya, maka umat
agama Kristen ikut merayakan, begitu pula warga yang beragama Islam
mendapatkan undangan untuk merayakan hari raya Natal maka mereka
juga menghadiri undangannya.
Akan tetapi seperti telah dijelaskan di atas bahwa mereka
ikutmerayakan hari raya tetangga mereka yang berbeda agama, hanya
sebataspada perayaannya saja, tidak sampai masuk pada kegiatan
ibadahnya. Karena pada umumnya masyarakat Desa Jolotigo tahu betul
batasan toleransi yang harus mereka jalani. Di satu sisi mereka perlu
menciptakan kerukunan antarumat beragama, dan disisi lain tidak boleh
mencampur adukkan suatu keyakinan.
69
Masyarakat yang beragama Islam di Desa Jolotigo menganggap
warga non Muslim adalah saudara begitu juga sebaliknya, karena tidak
sedikit dari mereka yang memang masih mempunyai hubungan darah
dan mereka menerima dengan baik perbedaan-perbedaan tersebut.
Selain didasari oleh rasa kekeluargaan juga didasari oleh rasa ingin
hidup rukun dan berdampingan secara damai meskipun berbeda agama.
Sedangkan
bentuk-bentuk
toleransi
yang
terjalin
pada
masyarakat Desa Jolotigo berupa perbuatan yang langsung dipraktikan
dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang dilakukan oleh masyarakat
Desa Jolotigo dalam pelaksanaan toleransi, mereka tidak terpaksa atau
dapat tekanan dari orang lain melaikan mereka melakukanya karena
telah terbiasa hidup pada masyarakat yang plural dan dapat dengan
mudah menerima segala perbedaan-perbedaan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian yang saya peroleh bahwa toleransi
agama yang terjalin di Desa Jolotigo sangat baik sehingga dalam
kehidupan sehari-hari belum pernah terjadi konflik dan perselisihan
yang berarti. Mereka terlihat hidup rukun, ketika mengikuti
perkumpulan-perkumpulan yang dilakukan secara bersama-sama tanpa
membedakan agama yang di yakininya.
Masyarakat Desa Jolotigo termasuk masyarakat yang dapat
dikatakan warga yang menyukai kerukunan, karena peneliti tidak
pernah melihat adanya konflik dengan warga lain baik itu sesama
pemeluk agama ataupun dengan pemeluk agama lain, kalaupun sampai
70
ada konflik sejauh ini mereka bisa menyelesaikannya dengan
kekeluargaan.
Download