Kompensasi Daya Reaktif pada Saluran Distribusi Kabel bawah Tanah 1 2 Hamzah , Abdullah Asuhaimi bin Mohd Zin Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Univ. Lancang Kuning1 Departement. of Electrical Power Engineering, Universiti Teknologi Malaysia2 Jl. Yos Sudarso, km 8 Rumbai, Pekanbaru, 28265, Indonesia1 Skudai, Johor Bahru Darul Ta’zim, Johor, 81310, Malaysia2 E-mail : [email protected], [email protected] Abstrak – Sistem distribusi kabel bawah tanah merupakan solusi alternatif pada sistem distribusi energi di perkotaan. Pengaruh kapasitansi yang besar merupakan persoalan tersendiri yang harus dicarikan penyelesaiannya. Efek kapasitansi yang besar pada Express Feeder sepanjang 10 km ini telah mengakibatkan rugi daya melebihi 100 MW per bulan. Pada kondisi tanpa beban, tercatat arus kirim sebesar 10 Ampere, dan tegangan pada sisi terima naik sebesar 200 – 500 Volt, dengan faktor daya leading. Pemasangan induktor untuk menurunkan rugi dielektris kabel dengan merubah faktor daya (power factor) menjadi 0,85 lagging. Setelah pemasangan induktor sebesar 5 mH/700 kVAr, rugi dielektris dapat berkurang sampai 3,61% dari 105.983 kW menjadi 102.195 kWh per bulan. Sementara arus bocor kapasitif menjadi 245,17 Ampere dimana sebelumnya sebesar 249,61 Ampere. Kata Kunci : Kompensasi daya reaktif, Kabel Bawah Tanah, Sistem 20 kV, Kota Pekanbaru I. PENDAHULUAN Kuantitas dan kualitas penyaluran energi listrik sangat di perlukan oleh konsumen ketenagalistrikan. Kuantitas penyaluran diperlukan untuk lebih mendistribusikan energi listrik kepada semua masyarakat / konsumen yang berada pada suatu daerah atau kawasan yang dilayani, sehingga masyarakat dapat menikmati manfaat dari keberadaan energi listrik. Dengan kuantitas penyaluran energi listrik yang meningkat akan mengakibatkan rasio elektrifikasi suatu daerah akan meningkat pula. Sementara Kualitas penyaluran energi listrik diperlukan untuk menjaga ketersediaan energi listrik di konsumen sesuai dengan standar yang digunakan. Kuantitas dan kualitas penyaluran energi listrik di perkotaan sering menghadapi masalah, antara lain sulitnya mendapatkan daerah aman (ROW = right of way) untuk jaringan transmisi maupun distribusi. Mengingat proses pembebasan lahan untuk keperluan tersebut bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan pada saat ini. Karena sempitnya lahan yang dapat digunakan untuk saluran udara (over head). Sistem distribusi kabel bawah tanah merupakan solusi alternatif untuk mendistribusi energi listrik di perkotaan, agar kota dapat terlihat rapi dan bersih. Namun biaya yang dikeluarkan untuk membangun jaringan kabel bawah tanah per km-nya jauh lebih besar dari saluran udara [1]. Untuk pengembangan jaringan relatif lebih sulit dilakukan, proses karena pencabangan (tapping) jauh lebih sulit jika dibandingkan dengan saluran udara. Namun, saluran kabel bawah tanah lebih terlindung dari gangguan angin, sambaran petir, dan gangguan binatang (seperti kera), yang dapat mengakibatkan gangguan hubung singkat. Pelaksanaan Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) tingkat nasional yang dilaksanakan pada pertengahan tahun 1980an di kota Pekanbaru yang merupakan ibu kota propinsi Riau. Besarnya daya yang dibutuhkan untuk melayani seluruh kegiatan sudah tidak dapat di layani oleh penyulang (feeder) yang ada di daerah “Simpang Tiga” dan sekitarnya. Oleh karena itu diperlukan penambahan penyulang khusus untuk dapat melayani kebutuhan beban MTQ dan beban lain yang berada di sekitar lokasi acara. Pada saat yang sama, masalah padatnya kota dan terbatasnya lahan yang dapat digunakan serta dorongan untuk memperhatikan masalah keindahan dan penataan kota Pekanbaru. Hal ini mengakibatkan sudah tidak mungkin untuk penambahan penyulang baru dengan menggunakan saluran udara tegangan menengah (SUTM). Maka untuk tetap dapat melayani kebutuhan daya tersebut, pihak PT. PLN Pekanbaru membangun Ekspress Feeder saluran kabel bawah tanah antara Gardu Induk (GI) Teluk Lembu (TLB) dan Gardu Hubung (GH) MTQ. II. LANDASAN TEORI Perbedaan level tegangan pada sisi kirim dan sisi terima disebabkan oleh parameter dari saluran (R, L, C) tersebut. Jika level tegangan pada sisi terima lebih rendah pada sisi kirim hal ini disebabkan oleh pengaruh R dan L, sehingga dirasakan sebagai beban induktif. Sementara jika level tegangan pada sisi terima lebih besar dari sisi kirim, hal ini disebabkan oleh pengaruh R dan C, sehingga dirasakan sebagai beban kapasitif. Kedua hal ini dapat diuraikan dari diagram fasor sebagaimana yang terlihat pada gambar 1. Gambar 2: Gambar 1: Diagram fasor arus dan tegangan pada saluran tenaga listrik Pihak PT. PLN (persero) sendiri mempunyai standar toleransi tegangan yang diterima di sisi pelanggan adalah sebesar +5% dan -10% dari tegangan kerja (sistem). Jatuh tegangan (voltage drop) yang besar akan merugikan kedua belah pihak pengguna maupun penyedia layanan listrik. Beda potensial antara sisi kirim dan sisi terima memang tidak bisa dielakkan, mengingat untuk menjaga perbedaan tegangan pada kedua sisi biasanya digunakan kompensasi daya reaktif induktif ataupun daya reaktif kapasitif. Banyak penelitian yang dilakukan dalam usaha memperbaiki level tegangan. Pada saat tegangan pada sisi terima cukup rendah dari sisi kirim, dilakukan kompensasi daya reaktif induktif. Sedangkan jika tegangan pada sisi terima lebih besar pada sisi kirim, maka dilakukan kompensasi daya reaktif induktif. Perbaikan level tegangan yang terjadi akan berimbas berkurangnya rugi-rugi daya yang terjadi pada saluran. Besar perbaikan ditentukan oleh besar daya reaktif yang di pasang dan lokasi pemasangan induktor ataupun kapasitor tersebut. Indrayanti (2011) menambahkan induktor pada sisi kirim dengan menggunakan data arus rata-rata yang terjadi pada jam 17.00. Kemudian hasil inilah yang digunakan untuk menghitung besarnya rugi-rugi dielektrik dari kabel tanah [2]. Sementara beda potensial juga terjadi antara konduktor (penghantar) saluran yang digunakan dengan media yang berhubungan langsung dengan isolator dari konduktor. Beda potensial ini akan mengakibatkan timbulnya kapasitansi. Semakin besar beda potensial yang terjadi, maka akan menimbulkan distribusi fluks yang cukup kompleks, sebagaimana dapat dilihat pada gambar 2. Stress (tegangan) maksimum terjadi pada permukaan konduktor, dan bervariasi pada permukaan isolator. Tekanan ini akan berkurang pada daerah yang semakin jauh dari permukaan konduktor [3]. Distribusi fluks yang terjadi pada kabel dengan tiga inti. Kapasitansi Kabel bawah Tanah Dari gambar 3, dapat didefinisikan besar kapasitansi kabel tanah untuk yang berinti tunggal maupun yang berinti tiga[4]. Gambar 3: Kapasitansi kabel berinti tunggal dan berinti tiga. Besar kapasitansi pada kabel bawah tanah yang berinti tunggal dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (1) C 2 l r ln 1 rc Farad (1) Sementara untuk kabel tanah yang berinti tiga, besar kapasitansinya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2) C2 2 l D ln rc Farad (2) Untuk jarak antar fasa yang simetris, dan stress tegangan terdistribusi merata pada isolasi kabel, maka sebagaimana terlihat pada gambar 4, dapat dihitung besar kapasitansinya dengan menggunakan persamaan (3). Gambar 4: Rangkaian pengganti dari kabel berinti berinti tiga. C0 C1 3 C2 Farad (3) Tabel I memperlihatkan data kelistrikan dari kabel bawah tanah yang menggunakan bahan isolasi dari XLPE. Senyawa dengan sifat kelistrikan yang baik sangat diperlukan untuk kabel distribusi dengan tegangan operasi di atas 3 kV. Dalam standar IEC502 mensyaratkan produk haruslah yang mempunyai permitivitas dan sudut rugi-rugi dielektrik (DLA = Dielectric Loss Angle) tidak lebih besar dari 0.75 dengan rentang sudut ambien 85 oC. Tabel I Data Kelistrikan dari Kabel Crosslinked Polyethylene (XLPE) Description Type Volume resistivity (min) at 20°C (Ω m) Permittivity at 50 Hz tan σ at 50 Hz Value GP 8 1 x 1014 2.3-5.2 0.0004-0.005 Ada beberapa model rangkaian yang dapat digunakan dalam menganalisis saluran transmisi dan distribusi. Saluran transmisi atau distribusi dapat dimodelkan berdasarkan besar arus bocor kapasitifnya. Nilai ini dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain panjangnya saluran, level tegangan sistem, dan jarak konduktor dengan tanah (bumi). Nilai kapasitansi yang kecil, sehingga dapat diabaikan. Hal ini biasanya terjadi pada saluran udara yang kurang dari 80 km (model saluran pendek). Sementara nilai sudah mulai besar, sehingga harus dimasukkan dalam analisis. Ada dua model yang bisa dilakukan, pertama dengan asumsi terdistribusi pada kedua ujung saluran (model “phi” = Π), atau diasumsikan pada bagian tengah saluran (model “T”). Untuk saluran udara, biasanya disebut model saluran menengah (≤ 240 km). Nilai kapasitansi yang besar, sehingga harus dianalisis terdistribusi disepanjang saluran. Untuk saluran udara, biasanya disebut model saluran panjang (> 240 km) [5, 6]. III. ANALISIS SISTEM o Disamping itu DLA pada 80 C tidak boleh melebihi nilai pada 60 oC. Hal ini utama yang mensyaratkan ini adalah bahwa ketika terjadi gangguan hubung terbuka (open circuited) sementara kabel bertegangan yang cukup tinggi, maka kabel akan panas meskipun tidak ada arus yang mengalir ke sisi terima [3]. Rugi-rugi Daya pada Kabel Tanah Suatu kabel tanah terdiri dari tiga komponen utama, yaitu konduktor, bahan dielektrik, lapisan luar kabel yang terbuat dari bahan logam. Pada saat kabel diberi tegangan maka akan mengalirkan arus listrik, yang akan menghasilkan panas. Panas ini akan terdisipasi pada ketiga media utama tersebut. Rugi-rugi dielektrik pada kabel bawah tanah arus bolak-balik dipengaruhi oleh besarnya kapasitansi, frekuensi, tegangan fasa dan faktor daya. Untuk kabel yang berinti satu, besar rugi-rugi tersebut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (4) PD1 2 f C tan V 2 Watt Saluran distribusi kabel bawah tanah bertegangan menengah yang menghubungkan GI TLB – GH MTQ, ditanam dengan ke dalam 80 – 100 cm di bawah permukaan jalan. Jalur yang digunakan adalah menelusuri pinggir jalan Tanjung Rhu, jalan Dr. Sutomo, jalan Hang Tuah, jalan Pattimura, dan jalan Jendral Sudirman. Adapun diagram satu garisnya adalah sebagaimana terlihat pada gambar 1. Gambar 3: Diagram satu garis saluran distribusi GI Teluk Lembu – GI MTQ. Gambar 4 : Gambar Kabel Tanah NA2XSEFGbY (Courtesy of Kabel Metal Indonesia) (4) dimana : PD1 = Rugi Daya dielektrik [Watt] f = C = V = tan σ = Frekuensi [Hz] Kapasitansi [Farad/meter] Tegangan fasa-netral [Volt] Sudut rugi-rugi dielektrik Sementara untuk kabel yang berinti tiga, bersar rugirugi dielektriknya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (5) PD3 3 PD1 Watt (5) Express Feeder sepanjang 10 km ini menggunakan konduktor Alumunium yang berisolasikan XLPE (Cross Linked Poly Ethylene) dari jenis NA2XSEFGbY yang berukuran 3 x 240 mm2. Penyulang yang akhirnya dikelola PT. PLN (Persero) Rayon Simpang Tiga ini mendapat suplai dari Gardu Induk (GI) Teluk Lembu, dengan menggunakan saluran kabel bawah tanah 20 kV[7]. TABeL II Data Teknis Kabel Bawah Tanah NA2XSEFGbY 240 mm2. Description Value 2 Cross Section of Conductor (mm ) Conductor Diameter (mm) Insulation Thickness (mm) Insulation Diameter (mm) Armor Thickness (mm) Sheath Thickness (mm) Cable Weight (kg/km) Min. Bending Radius (mm) Overall Cable Diameter (mm) DC Resistance at 20 oC (Ω/km) DC Insulation Resistance at 20 oC (MΩ.km) Current Carrying Capacity (A) Capacitance per phase (µF/km) Inductance per phase (mH/km) Max short circuit current of screen (kA/sec) Max short circuit current of conduct (kA/sec) Tabel III Jam 01:00 02:00 03:00 04:00 05:00 06:00 07:00 08:00 09:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 24:00 240 18.7 55 31.3 0.80 3.6 9.600 78.0 85 0.125 700 385 0.307 0.302 4.53 22.98 Data Beban GI - Teluk Lembu Feeder GH - MTQ Arus Exp MTQ Tegangan (kV) Fasa R Fasa S Fasa T 167 167 178 19.200 165 165 175 19.900 160 160 172 20.100 157 157 168 20.200 155 155 165 20.200 150 150 160 20.300 154 153 163 20.500 170 176 174 20.000 170 177 173 20.000 176 179 178 20.200 182 187 185 20.200 180 179 181 20.300 178 186 183 20.500 187 195 191 20.200 190 197 196 20.300 185 186 194 20.300 187 187 198 20.300 220 219 234 20.600 233 233 247 20.100 231 231 245 20.200 220 220 235 20.200 195 196 196 20.100 199 182 187 20.100 193 192 190 20.200 Gambar 2 memperlihatkan bentuk fisik dari pada kabel bawah tanah NA2XSEFGbY yang digunakan. Sementara data teknisnya adalah sebagaimana terlihat pada Tabel II [8]. Selanjutnya profil tegangan dan arus yang dikirimkan dari GI Teluk Lembu, berdasarkan data operasi jam pada tanggal 6 Desember 2010. Datanya adalah sebagaimana terlihat pada tabel III. Dari tabel, terlihat bahwa beban puncak bermula pada jam 18.00 sampai dengan jam 21.00 WIB. Dimana beban maksimumnya terjadi pada fasa ‘T’ pada jam 19.00, dengan beban puncak rata-ratanya adalah sebesar 237,66 Ampere. Penambahan beban yang cukup besar terjadi pada saat jam 17.00 – 18.00 WIB. Kenaikannya mencapai 17%, dimana pada jam 17.00 beban rata-rata baru sebesar 190,66 Ampere dengan tegangan 20,3 kV, sementara pada jam 18.00 WIB naik menjadi 224.33 Ampere. Sementara beban puncak minimum terjadi pada jam 06.00 WIB, dengan penurunan terbesar terjadi pada periode 21.00 – 22.00 WIB. Selanjutnya data sistem yang ada pada GH MTQ adalah sebagaimana terlihat pada tabel IV. Dari tabel terlihat bahwa pada jam 19.00 WIB terjadi beban ratarata terbesar dimana pada saat tersebut tegangan yang terukur pada GH tersebut adalah lebih rendah dari pada yang lainnya. Tabel IV Data Beban Gardu Hubung MTQ Outgoing Waktu 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 Jur L1 L2 L3 L1 L2 L3 L1 L2 L3 L1 L2 L3 L1 L2 L3 Incoming Tegangan I (kV) I (Amp) Jur (Amp) 195 L1 192 201 L2 200 20.5 200 L3 196 211 L1 206 217 L2 213 20.7 216 L3 212 249 L1 245 252 L2 251 20.1 255 L3 254 240 L1 236 242 L2 239 20.8 245 L3 242 236 L1 233 240 L2 239 20.4 242 L3 241 Dari tabel juga terlihat bahwa, tegangan puncak maksimum terjadi pada jam 18.00 WIB, sebesar 20.600 Volt. Terlihat bahwa tegangan puncak ini terjadi pada saat beban rata-rata cukup besar (224,33 Ampere). Sementara tegangan puncak minimum terjadi pada jam 01.00 WIB. Hal lain adalah pada jam 01.00 – 02.00, pada saat ini tegangan sistem berada di bawah 20 kV. Bisa jadi beberapa saat sebelumnya telah terjadi gangguan pada saluran ini. IV. METODOLOGI Metode yang digunakan dalam menganalisis sistem distribusi ini adalah dengan menggunakan model rangkaian “phi” (π). Dimana diasumsikan bahwa kapasitansi yang merata disepanjang kabel, dimodelkan terbagi sama besar pada kedua ujung saluran kabel bawah tanah sepanjang 10 km ini. Model rangkaian ini adalah sebagaimana terlihat pada gambar 5. Dari gambar terlihat bahwa CS dan CR adalah kapasitansi dari saluran yang berada pada sisi kirim (sending end) dan sisi terima (receiving end). I CS I CR Selanjutnya dilakukan analisis terhadap sistem. Rangkaiannya adalah seperti terlihat pada gambar 6. Sementara skenario kedua adalah dengan menempatkan atau memasang Induktor pada sisi terima (GH) MTQ. Rangkaiannya adalah sebagaimana terlihat pada gambar 7. Selanjutnya dihitung kebutuhan daya reaktif induktif dari sistem. Yang kemudian dengan menggunakan data itu, dilakukan analisis yang sama dengan menggunakan skenario 1 dan skenario 2. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak (software) Matrix Laboratory (MatLab). Perhitungan dilakukan pada setiap jamnya, mulai dari jam 01.00 sampai 24.00 WIB. V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari analisis yang dilakukan pada ketiga rangkaian gambar 5, gambar 6 dan gambar 7 adalah sebagaimana terlihat pada tabel V. Gambar 5. Model Jaringan Distribusi GI Teluk Lembu – GH MTQ Penggunaan kabel bawah tanah mengakibatkan besarnya efek kapasitansi. Pada sistem ini faktor kerjanya (power factor) adalah sebesar 0.9 mendahului (leading). Untuk itu perlu ada faktor kompensasi daya reaktif. Mengingat sistemnya adalah kelebihan daya reaktif kapasitif, maka yang perlu ditambahkan adalah daya reaktif induktif. Untuk itu perlu ditambahkan Induktor sebagai pensuplai daya reaktif induktifnya. I CS Gambar 6. Induktor dipasang pada sisi kirim atau GI Teluk Lembu I CS Gambar 7. I CR I CR Induktor dipasang pada sisi terima atau pada GH MTQ Analisis penambahan induktor ini dilakukan dengan 2 (dua) skenario. Skenario pertama ialah dengan menempatkan atau memasang Induktor pada sisi kirim (sending end) atau pada sisi GI TLB. a. Kondisi saat ini (Exsisting) Pada kondisi ini terlihat bahwa tegangan rata-rata di sisi GH MTQ lebih besar 2.43% dari sisi kirimnya (GI TLB). Dengan total arus bocor kapasitif yang terjadi selama 24 jam adalah 249,61 Ampere. Sementara rugi-rugi daya yang terjadi pada saluran adalah sebesar 3,53 MW. Jika diasumsikan 1 bulan adalah 30 hari dan profil sistem tiap hari selama sebulan adalah sama, maka rugi-rugi dayanya adalah sebesar 105,98 MW per bulan. b. Skenario 1 Induktor diletakkan pada sisi kirim atau GI TLB (lihat gambar 6). Dengan konfigurasi seperti ini terjadi perbaikan pada dari pada sistem. Dimana tegangan yang ada pada sisi terima (GI MTQ) turun rata-rata 2.25% dari tegangan sebelum pemasangan Induktor, atau hanya naik 0,13% dari sisi kirim. Sementara total arus bocor kapasitifnya juga turun sebesar 1,06 % menjadi 248,55 Ampere, dimana sebelumnya 249,61 Ampere. Hal ini berakibat pula pada turunnya rugirugi dayanya menjadi 3,49 MW. Dengan asumsi yang sama (profil tiap hari selama sebulan adalah sama), maka perbulannya akan berkurang rugi-rugi daya sebesar 1,16 MW, menjadi 104,83 MW. c. Skenario 2 Sementara pada skenario ini hasil yang diperoleh adalah lebih baik dari skenario pertama. Dimana tegangan rata-rata yang ada pada isi terima adalah hampir sama dengan sisi kirim, yaitu rata-ratanya hanya lebih rendah sebesar 0,01%. Arus bocor kapasitif turun menjadi 245,17 Ampere saja. Hal ini mengakibatkan rugi-rugi daya yang terjadi pada salurannya menjadi turun cukup banyak sebesar 126,25 kW dari kondisi eksisting, menjadi 3,41 MW. Atau jika dibandingkan skenario 1, maka turunya rugiruginya adalah sebesar 87,69 kW. Dengan asumsi yang sama (profil tiap hari selama sebulan adalah sama), maka rugi-rugi per bulannya bisa hemat 3,79 MW (3,61%) menjadi 102,19 MW saja. TABLE V Sebelum Pemasangan Induktor Tegangan Arus Rugi2 saluran Bocor TLB MTQ [A] [kWh] [Volt] [Volt] Jam 01:00 02:00 03:00 04:00 05:00 06:00 07:00 08:00 09:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 24:00 Profil Tegangan dan Arus sebelum dan setelah Pemasangan Induktor 19,200.00 19,900.00 20,100.00 20,200.00 20,200.00 20,300.00 20,500.00 20,000.00 20,000.00 20,200.00 20,300.00 20,300.00 20,500.00 20,200.00 20,300.00 20,300.00 20,300.00 20,600.00 20,100.00 20,200.00 20,200.00 20,100.00 20,100.00 20,200.00 19,651.42 20,345.78 20,534.70 20,626.15 20,620.13 20,707.28 20,916.00 20,458.75 20,458.75 20,670.06 20,788.20 20,777.86 20,982.28 20,704.51 20,813.18 20,797.67 20,803.70 21,190.93 20,725.20 20,820.07 20,771.75 20,616.52 20,600.15 20,706.23 9.89 10.25 10.35 10.39 10.39 10.44 10.55 10.30 10.30 10.41 10.46 10.46 10.56 10.41 10.47 10.46 10.47 10.64 10.39 10.44 10.43 10.37 10.36 10.42 133.13 142.86 145.63 147.01 146.97 148.32 151.29 144.37 144.37 147.32 148.90 148.83 151.77 147.57 149.08 148.97 149.01 154.03 147.00 148.40 148.05 146.22 146.10 147.58 Induktor di TLB Rugi2 Tegangan Arus MTQ Bocor saluran [kWh] [Volt] [A] 19,223.27 19,922.55 20,121.67 20,221.01 20,220.59 20,319.63 20,520.15 20,023.42 20,023.42 20,224.13 20,325.37 20,324.64 20,524.86 20,226.58 20,327.15 20,326.05 20,326.47 20,632.52 20,135.18 20,234.77 20,231.35 20,127.47 20,126.31 20,226.70 9.85 10.21 10.31 10.35 10.35 10.40 10.51 10.26 10.26 10.36 10.42 10.41 10.52 10.37 10.42 10.42 10.42 10.59 10.34 10.39 10.38 10.32 10.32 10.37 131.73 141.43 144.23 145.62 145.60 146.99 149.92 142.89 142.89 145.79 147.30 147.26 150.17 145.92 147.39 147.33 147.36 152.04 144.92 146.34 146.17 144.53 144.47 145.93 Induktor di MTQ Rugi2 Tegangan Arus MTQ Bocor saluran [kWh] [Volt] [A] 19,196.67 19,894.98 20,093.83 20,193.03 20,192.61 20,291.51 20,491.76 19,995.72 19,995.72 20,196.15 20,297.25 20,296.52 20,496.47 20,198.60 20,299.03 20,297.93 20,298.35 20,603.99 20,107.34 20,206.79 20,203.36 20,099.63 20,098.47 20,198.72 9.72 10.08 10.18 10.23 10.23 10.29 10.39 10.13 10.13 10.23 10.28 10.28 10.38 10.22 10.27 10.28 10.28 10.42 10.16 10.21 10.22 10.17 10.17 10.22 128.53 138.15 141.00 142.44 142.46 143.93 146.77 139.51 139.51 142.29 143.64 143.68 146.52 142.16 143.55 143.61 143.59 147.57 140.32 141.75 141.92 140.71 140.76 142.16 Selanjutnya dengan menggunakan kedua skenario tersebut terlihat bahwa pemilihan lokasi pemasangan atau penempatan lokasi induktor juga ikut mempengaruhi performa dari pada sistem. Skenario pertama dan kedua sama-sama menunjukkan perbaikan pada sistem. Namun, apa yang diperoleh jika menggunakan skenario kedua adalah jauh lebih baik. Hal ini terlihat dari tegangan pada sisi terima, arus bocor kapasitif dan rugi-rugi saluran yang semakin menurun. Gambar 9. Gambar 8. Grafik profil tegangan yang terjadi pada ketiga keadaan Grafik besar rugi-rugi daya yang terjadi selama 24 jam Dengan demikian, dengan menggunakan skenario kedua maka akan menghasilkan secara teknis sistem yang lebih baik. Disamping itu, pihak PT. PLN (persero) akan dapat menghemat kerugian teknis yang terjadi pada sistem mereka. Dengan menggunakan biaya yang hampir sama, tentunya skenario kedua adalah pilihan yang lebih baik dilakukan, mengingat hasilnya yang secara signifikan lebih baik. VI. KESIMPULAN Berdasarkan uraian, diatas maka terlihat bahwa skenario kedua adalah jauh lebih baik dari pada skenario pertama. Dimana dengan posisi induktor diletakkan pada sisi terima atau pada GH MTQ. Hal ini dapat menghemat kerugian PT. PLN (persero) per bulannya sebesar 3,79 MW (3,61%). Jika dibandingkan dengan skenario pertama hanya menghemat sebesar 1,16 MW (1,09%) saja perbualannya. VII. DAFTAR PUSTAKA [1] B. L. Theraja, A Textbook of Electrical Technology: Electronic devices & circuits in S.I. system of units: S. Chand & Company Ltd., 2005. [2] V. N. Indrayanti, "Studi Pemasangan Induktor pada Jaringan Kabel Bawah-Tanah untuk Kompensasi Arus Kapasitif di Express Feeder 20 [3] [4] [5] [6] [7] [8] kV GI. Teluk Lembu - GH. MTQ PT. PLN (Persero) Cab. Pekanbaru," Teknik Elektro, Universitas Lancang Kuning, Pekanbaru, 2011. G. F. Moore and B. C. Ltd, Electric Cables Handbook: Blackwell Science, 1997. C. L. Wadhwa, Electrical Power Systems: New Age International, 2005. T. Gönen, Electric power transmission system engineering: analysis and design, 2nd ed.: CRC Press, 2009. J. J. Grainger and W. D. Stevenson, Power system analysis: McGraw-Hill, 1994. PT.PLN(Persero), "Generating and Transmission Data of Central Sumatra," P3BS, Ed., ed. Padang, 2010. S. N. Indonesia, "Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000," vol. SNI 04-0225-2000, ed. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional, 2000.