Kompensasi Daya Reaktif pada Saluran Distribusi Kabel bawah

advertisement
Kompensasi Daya Reaktif pada Saluran Distribusi
Kabel bawah Tanah
1
2
Hamzah , Abdullah Asuhaimi bin Mohd Zin
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Univ. Lancang Kuning1
Departement. of Electrical Power Engineering, Universiti Teknologi Malaysia2
Jl. Yos Sudarso, km 8 Rumbai, Pekanbaru, 28265, Indonesia1
Skudai, Johor Bahru Darul Ta’zim, Johor, 81310, Malaysia2
E-mail : [email protected], [email protected]
Abstrak – Sistem distribusi kabel bawah tanah
merupakan solusi alternatif pada sistem distribusi
energi di perkotaan. Pengaruh kapasitansi yang
besar merupakan persoalan tersendiri yang harus
dicarikan penyelesaiannya.
Efek kapasitansi yang besar pada Express
Feeder sepanjang 10 km ini telah mengakibatkan
rugi daya melebihi 100 MW per bulan. Pada
kondisi tanpa beban, tercatat arus kirim sebesar 10
Ampere, dan tegangan pada sisi terima naik
sebesar 200 – 500 Volt, dengan faktor daya leading.
Pemasangan induktor untuk menurunkan rugi
dielektris kabel dengan merubah faktor daya
(power factor) menjadi 0,85 lagging. Setelah
pemasangan induktor sebesar 5 mH/700 kVAr,
rugi dielektris dapat berkurang sampai 3,61% dari
105.983 kW menjadi 102.195 kWh per bulan.
Sementara arus bocor kapasitif menjadi 245,17
Ampere dimana sebelumnya sebesar 249,61
Ampere.
Kata Kunci : Kompensasi daya reaktif, Kabel
Bawah Tanah, Sistem 20 kV, Kota Pekanbaru
I. PENDAHULUAN
Kuantitas dan kualitas penyaluran energi listrik
sangat di perlukan oleh konsumen ketenagalistrikan.
Kuantitas penyaluran diperlukan untuk lebih
mendistribusikan energi listrik kepada semua
masyarakat / konsumen yang berada pada suatu daerah
atau kawasan yang dilayani, sehingga masyarakat
dapat menikmati manfaat dari keberadaan energi
listrik. Dengan kuantitas penyaluran energi listrik
yang meningkat akan mengakibatkan rasio
elektrifikasi suatu daerah akan meningkat pula.
Sementara Kualitas penyaluran energi listrik
diperlukan untuk menjaga ketersediaan energi listrik
di konsumen sesuai dengan standar yang digunakan.
Kuantitas dan kualitas penyaluran energi listrik di
perkotaan sering menghadapi masalah, antara lain
sulitnya mendapatkan daerah aman (ROW = right of
way) untuk jaringan transmisi maupun distribusi.
Mengingat proses pembebasan lahan untuk keperluan
tersebut bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan
pada saat ini. Karena sempitnya lahan yang dapat
digunakan untuk saluran udara (over head).
Sistem distribusi kabel bawah tanah merupakan
solusi alternatif untuk mendistribusi energi listrik di
perkotaan, agar kota dapat terlihat rapi dan bersih.
Namun biaya yang dikeluarkan untuk membangun
jaringan kabel bawah tanah per km-nya jauh lebih
besar dari saluran udara [1]. Untuk pengembangan
jaringan relatif lebih sulit dilakukan, proses karena
pencabangan (tapping) jauh lebih sulit jika
dibandingkan dengan saluran udara. Namun, saluran
kabel bawah tanah lebih terlindung dari gangguan
angin, sambaran petir, dan gangguan binatang (seperti
kera), yang dapat mengakibatkan gangguan hubung
singkat.
Pelaksanaan Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ)
tingkat nasional yang dilaksanakan pada pertengahan
tahun 1980an di kota Pekanbaru yang merupakan ibu
kota propinsi Riau. Besarnya daya yang dibutuhkan
untuk melayani seluruh kegiatan sudah tidak dapat di
layani oleh penyulang (feeder) yang ada di daerah
“Simpang Tiga” dan sekitarnya. Oleh karena itu
diperlukan penambahan penyulang khusus untuk dapat
melayani kebutuhan beban MTQ dan beban lain yang
berada di sekitar lokasi acara.
Pada saat yang sama, masalah padatnya kota dan
terbatasnya lahan yang dapat digunakan serta
dorongan untuk memperhatikan masalah keindahan
dan penataan kota Pekanbaru. Hal ini mengakibatkan
sudah tidak mungkin untuk penambahan penyulang
baru dengan menggunakan saluran udara tegangan
menengah (SUTM). Maka untuk tetap dapat melayani
kebutuhan daya tersebut, pihak PT. PLN Pekanbaru
membangun Ekspress Feeder saluran kabel bawah
tanah antara Gardu Induk (GI) Teluk Lembu (TLB)
dan Gardu Hubung (GH) MTQ.
II. LANDASAN TEORI
Perbedaan level tegangan pada sisi kirim dan sisi
terima disebabkan oleh parameter dari saluran (R, L,
C) tersebut. Jika level tegangan pada sisi terima lebih
rendah pada sisi kirim hal ini disebabkan oleh
pengaruh R dan L, sehingga dirasakan sebagai beban
induktif. Sementara jika level tegangan pada sisi
terima lebih besar dari sisi kirim, hal ini disebabkan
oleh pengaruh R dan C, sehingga dirasakan sebagai
beban kapasitif. Kedua hal ini dapat diuraikan dari
diagram fasor sebagaimana yang terlihat pada gambar
1.
Gambar 2:
Gambar 1:
Diagram fasor arus dan tegangan pada
saluran tenaga listrik
Pihak PT. PLN (persero) sendiri mempunyai
standar toleransi tegangan yang diterima di sisi
pelanggan adalah sebesar +5% dan -10% dari
tegangan kerja (sistem). Jatuh tegangan (voltage drop)
yang besar akan merugikan kedua belah pihak
pengguna maupun penyedia layanan listrik. Beda
potensial antara sisi kirim dan sisi terima memang
tidak bisa dielakkan, mengingat untuk menjaga
perbedaan tegangan pada kedua sisi biasanya
digunakan kompensasi daya reaktif induktif ataupun
daya reaktif kapasitif.
Banyak penelitian yang dilakukan dalam usaha
memperbaiki level tegangan. Pada saat tegangan pada
sisi terima cukup rendah dari sisi kirim, dilakukan
kompensasi daya reaktif induktif. Sedangkan jika
tegangan pada sisi terima lebih besar pada sisi kirim,
maka dilakukan kompensasi daya reaktif induktif.
Perbaikan level tegangan yang terjadi akan berimbas
berkurangnya rugi-rugi daya yang terjadi pada saluran.
Besar perbaikan ditentukan oleh besar daya reaktif
yang di pasang dan lokasi pemasangan induktor
ataupun kapasitor tersebut. Indrayanti (2011)
menambahkan induktor pada sisi kirim dengan
menggunakan data arus rata-rata yang terjadi pada jam
17.00. Kemudian hasil inilah yang digunakan untuk
menghitung besarnya rugi-rugi dielektrik dari kabel
tanah [2].
Sementara beda potensial juga terjadi antara
konduktor (penghantar) saluran yang digunakan
dengan media yang berhubungan langsung dengan
isolator dari konduktor. Beda potensial ini akan
mengakibatkan timbulnya kapasitansi. Semakin besar
beda potensial yang terjadi, maka akan menimbulkan
distribusi fluks yang cukup kompleks, sebagaimana
dapat dilihat pada gambar 2. Stress (tegangan)
maksimum terjadi pada permukaan konduktor, dan
bervariasi pada permukaan isolator. Tekanan ini akan
berkurang pada daerah yang semakin jauh dari
permukaan konduktor [3].
Distribusi fluks yang terjadi pada kabel
dengan tiga inti.
Kapasitansi Kabel bawah Tanah
Dari gambar 3, dapat didefinisikan besar
kapasitansi kabel tanah untuk yang berinti tunggal
maupun yang berinti tiga[4].
Gambar 3:
Kapasitansi kabel berinti tunggal dan
berinti tiga.
Besar kapasitansi pada kabel bawah tanah yang
berinti tunggal dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (1)
C
2   l
r 
ln  1 
 rc 
 Farad 
(1)
Sementara untuk kabel tanah yang berinti tiga,
besar kapasitansinya dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (2)
C2 
2    l
D
ln  
 rc 
 Farad 
(2)
Untuk jarak antar fasa yang simetris, dan stress
tegangan terdistribusi merata pada isolasi kabel, maka
sebagaimana terlihat pada gambar 4, dapat dihitung
besar kapasitansinya dengan menggunakan persamaan
(3).
Gambar 4:
Rangkaian pengganti dari kabel berinti
berinti tiga.
C0  C1  3  C2  Farad 
(3)
Tabel I memperlihatkan data kelistrikan dari kabel
bawah tanah yang menggunakan bahan isolasi dari
XLPE. Senyawa dengan sifat kelistrikan yang baik
sangat diperlukan untuk kabel distribusi dengan
tegangan operasi di atas 3 kV. Dalam standar IEC502
mensyaratkan produk haruslah yang mempunyai
permitivitas dan sudut rugi-rugi dielektrik (DLA =
Dielectric Loss Angle) tidak lebih besar dari 0.75
dengan rentang sudut ambien 85 oC.
Tabel I
Data Kelistrikan dari Kabel Crosslinked
Polyethylene (XLPE)
Description
Type
Volume resistivity (min)
at 20°C (Ω m)
Permittivity at 50 Hz
tan σ at 50 Hz
Value
GP 8
1 x 1014
2.3-5.2
0.0004-0.005
Ada beberapa model rangkaian yang dapat
digunakan dalam menganalisis saluran transmisi dan
distribusi. Saluran transmisi atau distribusi dapat
dimodelkan
berdasarkan
besar
arus
bocor
kapasitifnya. Nilai ini dipengaruhi oleh beberapa hal,
antara lain panjangnya saluran, level tegangan sistem,
dan jarak konduktor dengan tanah (bumi).
Nilai kapasitansi yang kecil, sehingga dapat
diabaikan. Hal ini biasanya terjadi pada saluran udara
yang kurang dari 80 km (model saluran pendek).
Sementara nilai sudah mulai besar, sehingga harus
dimasukkan dalam analisis. Ada dua model yang bisa
dilakukan, pertama dengan asumsi terdistribusi pada
kedua ujung saluran (model “phi” = Π), atau
diasumsikan pada bagian tengah saluran (model “T”).
Untuk saluran udara, biasanya disebut model saluran
menengah (≤ 240 km). Nilai kapasitansi yang besar,
sehingga harus dianalisis terdistribusi disepanjang
saluran. Untuk saluran udara, biasanya disebut model
saluran panjang (> 240 km) [5, 6].
III. ANALISIS SISTEM
o
Disamping itu DLA pada 80 C tidak boleh
melebihi nilai pada 60 oC. Hal ini utama yang
mensyaratkan ini adalah bahwa ketika terjadi
gangguan hubung terbuka (open circuited) sementara
kabel bertegangan yang cukup tinggi, maka kabel
akan panas meskipun tidak ada arus yang mengalir ke
sisi terima [3].
Rugi-rugi Daya pada Kabel Tanah
Suatu kabel tanah terdiri dari tiga komponen
utama, yaitu konduktor, bahan dielektrik, lapisan luar
kabel yang terbuat dari bahan logam. Pada saat kabel
diberi tegangan maka akan mengalirkan arus listrik,
yang akan menghasilkan panas. Panas ini akan
terdisipasi pada ketiga media utama tersebut.
Rugi-rugi dielektrik pada kabel bawah tanah arus
bolak-balik dipengaruhi oleh besarnya kapasitansi,
frekuensi, tegangan fasa dan faktor daya. Untuk kabel
yang berinti satu, besar rugi-rugi tersebut dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan (4)
PD1  2    f  C  tan   V 2  Watt 
Saluran distribusi kabel bawah tanah bertegangan
menengah yang menghubungkan GI TLB – GH MTQ,
ditanam dengan ke dalam 80 – 100 cm di bawah
permukaan jalan. Jalur yang digunakan adalah
menelusuri pinggir jalan Tanjung Rhu, jalan Dr.
Sutomo, jalan Hang Tuah, jalan Pattimura, dan jalan
Jendral Sudirman. Adapun diagram satu garisnya
adalah sebagaimana terlihat pada gambar 1.
Gambar 3:
Diagram satu garis saluran distribusi GI
Teluk Lembu – GI MTQ.
Gambar 4 :
Gambar Kabel Tanah NA2XSEFGbY
(Courtesy of Kabel Metal Indonesia)
(4)
dimana :
PD1 = Rugi Daya dielektrik [Watt]
f
=
C
=
V
=
tan σ =
Frekuensi [Hz]
Kapasitansi [Farad/meter]
Tegangan fasa-netral [Volt]
Sudut rugi-rugi dielektrik
Sementara untuk kabel yang berinti tiga, bersar rugirugi
dielektriknya
dapat
dihitung
dengan
menggunakan persamaan (5)
PD3  3  PD1  Watt 
(5)
Express Feeder sepanjang 10 km ini menggunakan
konduktor Alumunium yang berisolasikan XLPE
(Cross Linked Poly
Ethylene)
dari
jenis
NA2XSEFGbY yang berukuran 3 x 240 mm2.
Penyulang yang akhirnya dikelola PT. PLN (Persero)
Rayon Simpang Tiga ini mendapat suplai dari Gardu
Induk (GI) Teluk Lembu, dengan menggunakan
saluran kabel bawah tanah 20 kV[7].
TABeL II
Data Teknis Kabel Bawah Tanah
NA2XSEFGbY 240 mm2.
Description
Value
2
Cross Section of Conductor (mm )
Conductor Diameter (mm)
Insulation Thickness (mm)
Insulation Diameter (mm)
Armor Thickness (mm)
Sheath Thickness (mm)
Cable Weight (kg/km)
Min. Bending Radius (mm)
Overall Cable Diameter (mm)
DC Resistance at 20 oC (Ω/km)
DC Insulation Resistance at 20 oC (MΩ.km)
Current Carrying Capacity (A)
Capacitance per phase (µF/km)
Inductance per phase (mH/km)
Max short circuit current of screen (kA/sec)
Max short circuit current of conduct (kA/sec)
Tabel III
Jam
01:00
02:00
03:00
04:00
05:00
06:00
07:00
08:00
09:00
10:00
11:00
12:00
13:00
14:00
15:00
16:00
17:00
18:00
19:00
20:00
21:00
22:00
23:00
24:00
240
18.7
55
31.3
0.80
3.6
9.600
78.0
85
0.125
700
385
0.307
0.302
4.53
22.98
Data Beban GI - Teluk Lembu Feeder
GH - MTQ
Arus Exp MTQ
Tegangan
(kV)
Fasa R Fasa S Fasa T
167
167
178
19.200
165
165
175
19.900
160
160
172
20.100
157
157
168
20.200
155
155
165
20.200
150
150
160
20.300
154
153
163
20.500
170
176
174
20.000
170
177
173
20.000
176
179
178
20.200
182
187
185
20.200
180
179
181
20.300
178
186
183
20.500
187
195
191
20.200
190
197
196
20.300
185
186
194
20.300
187
187
198
20.300
220
219
234
20.600
233
233
247
20.100
231
231
245
20.200
220
220
235
20.200
195
196
196
20.100
199
182
187
20.100
193
192
190
20.200
Gambar 2 memperlihatkan bentuk fisik dari pada
kabel bawah tanah NA2XSEFGbY yang digunakan.
Sementara data teknisnya adalah sebagaimana terlihat
pada Tabel II [8].
Selanjutnya profil tegangan dan arus yang
dikirimkan dari GI Teluk Lembu, berdasarkan data
operasi jam pada tanggal 6 Desember 2010. Datanya
adalah sebagaimana terlihat pada tabel III. Dari tabel,
terlihat bahwa beban puncak bermula pada jam 18.00
sampai dengan jam 21.00 WIB. Dimana beban
maksimumnya terjadi pada fasa ‘T’ pada jam 19.00,
dengan beban puncak rata-ratanya adalah sebesar
237,66 Ampere. Penambahan beban yang cukup besar
terjadi pada saat jam 17.00 – 18.00 WIB. Kenaikannya
mencapai 17%, dimana pada jam 17.00 beban rata-rata
baru sebesar 190,66 Ampere dengan tegangan 20,3
kV, sementara pada jam 18.00 WIB naik menjadi
224.33 Ampere. Sementara beban puncak minimum
terjadi pada jam 06.00 WIB, dengan penurunan
terbesar terjadi pada periode 21.00 – 22.00 WIB.
Selanjutnya data sistem yang ada pada GH MTQ
adalah sebagaimana terlihat pada tabel IV. Dari tabel
terlihat bahwa pada jam 19.00 WIB terjadi beban ratarata terbesar dimana pada saat tersebut tegangan yang
terukur pada GH tersebut adalah lebih rendah dari
pada yang lainnya.
Tabel IV
Data Beban Gardu Hubung MTQ
Outgoing
Waktu
17:00
18:00
19:00
20:00
21:00
Jur
L1
L2
L3
L1
L2
L3
L1
L2
L3
L1
L2
L3
L1
L2
L3
Incoming
Tegangan
I
(kV)
I (Amp) Jur
(Amp)
195
L1
192
201
L2
200
20.5
200
L3
196
211
L1
206
217
L2
213
20.7
216
L3
212
249
L1
245
252
L2
251
20.1
255
L3
254
240
L1
236
242
L2
239
20.8
245
L3
242
236
L1
233
240
L2
239
20.4
242
L3
241
Dari tabel juga terlihat bahwa, tegangan puncak
maksimum terjadi pada jam 18.00 WIB, sebesar
20.600 Volt. Terlihat bahwa tegangan puncak ini
terjadi pada saat beban rata-rata cukup besar (224,33
Ampere). Sementara tegangan puncak minimum
terjadi pada jam 01.00 WIB. Hal lain adalah pada jam
01.00 – 02.00, pada saat ini tegangan sistem berada di
bawah 20 kV. Bisa jadi beberapa saat sebelumnya
telah terjadi gangguan pada saluran ini.
IV. METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam menganalisis
sistem distribusi ini adalah dengan menggunakan
model rangkaian “phi” (π). Dimana diasumsikan
bahwa kapasitansi yang merata disepanjang kabel,
dimodelkan terbagi sama besar pada kedua ujung
saluran kabel bawah tanah sepanjang 10 km ini.
Model rangkaian ini adalah sebagaimana terlihat pada
gambar 5. Dari gambar terlihat bahwa CS dan CR
adalah kapasitansi dari saluran yang berada pada sisi
kirim (sending end) dan sisi terima (receiving end).
I CS
I CR
Selanjutnya dilakukan analisis terhadap sistem.
Rangkaiannya adalah seperti terlihat pada gambar 6.
Sementara
skenario
kedua
adalah
dengan
menempatkan atau memasang Induktor pada sisi
terima (GH) MTQ. Rangkaiannya adalah sebagaimana
terlihat pada gambar 7.
Selanjutnya dihitung kebutuhan daya reaktif
induktif dari sistem. Yang kemudian dengan
menggunakan data itu, dilakukan analisis yang sama
dengan menggunakan skenario 1 dan skenario 2.
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan bantuan
perangkat lunak (software) Matrix Laboratory
(MatLab). Perhitungan dilakukan pada setiap jamnya,
mulai dari jam 01.00 sampai 24.00 WIB.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari analisis yang dilakukan pada ketiga
rangkaian gambar 5, gambar 6 dan gambar 7 adalah
sebagaimana terlihat pada tabel V.
Gambar 5.
Model Jaringan Distribusi GI Teluk
Lembu – GH MTQ
Penggunaan kabel bawah tanah mengakibatkan
besarnya efek kapasitansi. Pada sistem ini faktor
kerjanya (power factor) adalah sebesar 0.9
mendahului (leading). Untuk itu perlu ada faktor
kompensasi daya reaktif. Mengingat sistemnya adalah
kelebihan daya reaktif kapasitif, maka yang perlu
ditambahkan adalah daya reaktif induktif. Untuk itu
perlu ditambahkan Induktor sebagai pensuplai daya
reaktif induktifnya.
I CS
Gambar 6.
Induktor dipasang pada sisi kirim atau
GI Teluk Lembu
I CS
Gambar 7.
I CR
I CR
Induktor dipasang pada sisi terima atau
pada GH MTQ
Analisis penambahan induktor ini dilakukan
dengan 2 (dua) skenario. Skenario pertama ialah
dengan menempatkan atau memasang Induktor pada
sisi kirim (sending end) atau pada sisi GI TLB.
a. Kondisi saat ini (Exsisting)
Pada kondisi ini terlihat bahwa tegangan rata-rata
di sisi GH MTQ lebih besar 2.43% dari sisi kirimnya
(GI TLB). Dengan total arus bocor kapasitif yang
terjadi selama 24 jam adalah 249,61 Ampere.
Sementara rugi-rugi daya yang terjadi pada saluran
adalah sebesar 3,53 MW. Jika diasumsikan 1 bulan
adalah 30 hari dan profil sistem tiap hari selama
sebulan adalah sama, maka rugi-rugi dayanya adalah
sebesar 105,98 MW per bulan.
b. Skenario 1
Induktor diletakkan pada sisi kirim atau GI TLB
(lihat gambar 6). Dengan konfigurasi seperti ini terjadi
perbaikan pada dari pada sistem. Dimana tegangan
yang ada pada sisi terima (GI MTQ) turun rata-rata
2.25% dari tegangan sebelum pemasangan Induktor,
atau hanya naik 0,13% dari sisi kirim. Sementara total
arus bocor kapasitifnya juga turun sebesar 1,06 %
menjadi 248,55 Ampere, dimana sebelumnya 249,61
Ampere. Hal ini berakibat pula pada turunnya rugirugi dayanya menjadi 3,49 MW. Dengan asumsi yang
sama (profil tiap hari selama sebulan adalah sama),
maka perbulannya akan berkurang rugi-rugi daya
sebesar 1,16 MW, menjadi 104,83 MW.
c. Skenario 2
Sementara pada skenario ini hasil yang diperoleh
adalah lebih baik dari skenario pertama. Dimana
tegangan rata-rata yang ada pada isi terima adalah
hampir sama dengan sisi kirim, yaitu rata-ratanya
hanya lebih rendah sebesar 0,01%. Arus bocor
kapasitif turun menjadi 245,17 Ampere saja. Hal ini
mengakibatkan rugi-rugi daya yang terjadi pada
salurannya menjadi turun cukup banyak sebesar
126,25 kW dari kondisi eksisting, menjadi 3,41 MW.
Atau jika dibandingkan skenario 1, maka turunya rugiruginya adalah sebesar 87,69 kW. Dengan asumsi
yang sama (profil tiap hari selama sebulan adalah
sama), maka rugi-rugi per bulannya bisa hemat 3,79
MW (3,61%) menjadi 102,19 MW saja.
TABLE V
Sebelum Pemasangan Induktor
Tegangan
Arus Rugi2
saluran
Bocor
TLB
MTQ
[A] [kWh]
[Volt]
[Volt]
Jam
01:00
02:00
03:00
04:00
05:00
06:00
07:00
08:00
09:00
10:00
11:00
12:00
13:00
14:00
15:00
16:00
17:00
18:00
19:00
20:00
21:00
22:00
23:00
24:00
Profil Tegangan dan Arus sebelum dan setelah Pemasangan Induktor
19,200.00
19,900.00
20,100.00
20,200.00
20,200.00
20,300.00
20,500.00
20,000.00
20,000.00
20,200.00
20,300.00
20,300.00
20,500.00
20,200.00
20,300.00
20,300.00
20,300.00
20,600.00
20,100.00
20,200.00
20,200.00
20,100.00
20,100.00
20,200.00
19,651.42
20,345.78
20,534.70
20,626.15
20,620.13
20,707.28
20,916.00
20,458.75
20,458.75
20,670.06
20,788.20
20,777.86
20,982.28
20,704.51
20,813.18
20,797.67
20,803.70
21,190.93
20,725.20
20,820.07
20,771.75
20,616.52
20,600.15
20,706.23
9.89
10.25
10.35
10.39
10.39
10.44
10.55
10.30
10.30
10.41
10.46
10.46
10.56
10.41
10.47
10.46
10.47
10.64
10.39
10.44
10.43
10.37
10.36
10.42
133.13
142.86
145.63
147.01
146.97
148.32
151.29
144.37
144.37
147.32
148.90
148.83
151.77
147.57
149.08
148.97
149.01
154.03
147.00
148.40
148.05
146.22
146.10
147.58
Induktor di TLB
Rugi2
Tegangan Arus
MTQ
Bocor saluran
[kWh]
[Volt]
[A]
19,223.27
19,922.55
20,121.67
20,221.01
20,220.59
20,319.63
20,520.15
20,023.42
20,023.42
20,224.13
20,325.37
20,324.64
20,524.86
20,226.58
20,327.15
20,326.05
20,326.47
20,632.52
20,135.18
20,234.77
20,231.35
20,127.47
20,126.31
20,226.70
9.85
10.21
10.31
10.35
10.35
10.40
10.51
10.26
10.26
10.36
10.42
10.41
10.52
10.37
10.42
10.42
10.42
10.59
10.34
10.39
10.38
10.32
10.32
10.37
131.73
141.43
144.23
145.62
145.60
146.99
149.92
142.89
142.89
145.79
147.30
147.26
150.17
145.92
147.39
147.33
147.36
152.04
144.92
146.34
146.17
144.53
144.47
145.93
Induktor di MTQ
Rugi2
Tegangan Arus
MTQ
Bocor saluran
[kWh]
[Volt]
[A]
19,196.67
19,894.98
20,093.83
20,193.03
20,192.61
20,291.51
20,491.76
19,995.72
19,995.72
20,196.15
20,297.25
20,296.52
20,496.47
20,198.60
20,299.03
20,297.93
20,298.35
20,603.99
20,107.34
20,206.79
20,203.36
20,099.63
20,098.47
20,198.72
9.72
10.08
10.18
10.23
10.23
10.29
10.39
10.13
10.13
10.23
10.28
10.28
10.38
10.22
10.27
10.28
10.28
10.42
10.16
10.21
10.22
10.17
10.17
10.22
128.53
138.15
141.00
142.44
142.46
143.93
146.77
139.51
139.51
142.29
143.64
143.68
146.52
142.16
143.55
143.61
143.59
147.57
140.32
141.75
141.92
140.71
140.76
142.16
Selanjutnya dengan menggunakan kedua skenario
tersebut terlihat bahwa pemilihan lokasi pemasangan
atau penempatan lokasi induktor juga ikut
mempengaruhi performa dari pada sistem. Skenario
pertama dan kedua sama-sama menunjukkan
perbaikan pada sistem. Namun, apa yang diperoleh
jika menggunakan skenario kedua adalah jauh lebih
baik. Hal ini terlihat dari tegangan pada sisi terima,
arus bocor kapasitif dan rugi-rugi saluran yang
semakin menurun.
Gambar 9.
Gambar 8.
Grafik profil tegangan yang terjadi pada
ketiga keadaan
Grafik besar rugi-rugi daya yang terjadi
selama 24 jam
Dengan demikian, dengan menggunakan skenario
kedua maka akan menghasilkan secara teknis sistem
yang lebih baik. Disamping itu, pihak PT. PLN
(persero) akan dapat menghemat kerugian teknis yang
terjadi pada sistem mereka. Dengan menggunakan
biaya yang hampir sama, tentunya skenario kedua
adalah pilihan yang lebih baik dilakukan, mengingat
hasilnya yang secara signifikan lebih baik.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian, diatas maka terlihat bahwa
skenario kedua adalah jauh lebih baik dari pada
skenario pertama. Dimana dengan posisi induktor
diletakkan pada sisi terima atau pada GH MTQ. Hal
ini dapat menghemat kerugian PT. PLN (persero) per
bulannya sebesar 3,79 MW (3,61%). Jika
dibandingkan dengan skenario pertama hanya
menghemat sebesar 1,16 MW (1,09%) saja
perbualannya.
VII. DAFTAR PUSTAKA
[1] B. L. Theraja, A Textbook of Electrical
Technology: Electronic devices & circuits in S.I.
system of units: S. Chand & Company Ltd., 2005.
[2] V. N. Indrayanti, "Studi Pemasangan Induktor
pada Jaringan Kabel Bawah-Tanah untuk
Kompensasi Arus Kapasitif di Express Feeder 20
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
kV GI. Teluk Lembu - GH. MTQ PT. PLN
(Persero) Cab. Pekanbaru," Teknik Elektro,
Universitas Lancang Kuning, Pekanbaru, 2011.
G. F. Moore and B. C. Ltd, Electric Cables
Handbook: Blackwell Science, 1997.
C. L. Wadhwa, Electrical Power Systems: New
Age International, 2005.
T. Gönen, Electric power transmission system
engineering: analysis and design, 2nd ed.: CRC
Press, 2009.
J. J. Grainger and W. D. Stevenson, Power system
analysis: McGraw-Hill, 1994.
PT.PLN(Persero), "Generating and Transmission
Data of Central Sumatra," P3BS, Ed., ed. Padang,
2010.
S. N. Indonesia, "Persyaratan Umum Instalasi
Listrik 2000,"
vol. SNI 04-0225-2000, ed.
Jakarta: Badan Standardisasi Nasional, 2000.
Download