Hakikat Belajar dan Pembelajaran

advertisement
Hakikat Belajar dan Pembelajaran
Badarudin, S.Pd.
KONSEP PENDIDIKAN
1. Pendidikan ialah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 1991).
2. Dalam pengertian sempit pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk
memperoleh pengetahuan (McLeod, 1989).
3. Pendidikan ialah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan
dan sepanjang hidup serta pendidikan dapat diartikan sebagai pengajaran yang
diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal (Mudyahardjo, 2001:6).
4. Dalam pengertian yang agak luas pendidikan diartikan sebagai sebuah proses dengan
metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara
bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (Muhibinsyah, 2003: 10).
5. Pendidikan menurut John Dewey (Sagala, 2010:3) merupakan proses pembentukan
kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir atau daya intelektual,
maupun daya emosional atau perasaan yang diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada
sesamanya.’
6. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN
No. 20 Tahun 2003).
PENGERTIAN BELAJAR
A Pengertian belajar menurut kamus bahasa Indonesia :
Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah
laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
B Pengertian belajar menurut beberapa ahli :
1. James O. Whittaker (Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999)
Belajar adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan
atau pengalaman.
2. Winkel, belajar adalah aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi
aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap.
3. Cronchbach (Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar
adalah suatu aktifitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman.
4. Howard L. Kingskey (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999)
Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui praktek
atau latihan.
5. Drs. Slameto (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya.
Belajar dan Pembelajaran | 1
6.
Djamarah, Syaiful Bahri, (Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999)
Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.
7. R. Gagne (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) hal 22.
Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan,
ketrampilan, kebiasaan dan tingkah laku
8. Herbart (swiss) Belajar adalah suatu proses pengisian jiwa dengan pengetahuan dan
pengalamn yang sebanyak-banyaknya dengan melalui hafaln
9. Robert M. Gagne dalam buku: the conditioning of learning mengemukakan bahwa:
Learning is change in human disposition or capacity, wich persists over a period time,
and which is not simply ascribable to process a groeth. Belajar adalah perubahan yang
terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya
disebabkan karena proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan bahwa belajar
dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalm diri dan keduanya saling
berinteraksi.
10. Lester D. Crow and Alice Crow (WWW. Google.com) Belajar adalah acuquisition of
habits, knowledge and attitudes. Belajar adalah upaya-upaya untuk memperoleh
kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap.
11. Ngalim Purwanto (1992) (WWW. Google.com) Belajar adalah setiap perubahan yang
relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagi hasil dari suatu latihan atau
pengalaman.
12. Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan
oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan,
sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan
lingkungannya”.
13. Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang
dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan,
sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
14. Crow & Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan,
pengetahuan dan sikap baru”.
15. Hilgard (1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku
muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”
16. Di Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif
menetap sebagai hasil dari pengalaman”.
17. Jerome Bruner “ enaktif – ikonik – symbolik “
18. Benjamin S. Bloom : “ tigah ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik”
19. Ki Hajar Dewantara : “Ing Ngarso Suntolodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri
Handayani”
CIRI-CIRI BELAJAR
Ciri-ciri belajar adalah sebagai berikut :
1. Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku bersifat pengetahuan
(kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun nilai dan sikap (afektif).
2. Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja melainkan menetap atau dapat disimpan.
3. Perubahan itu tidak terjadi begitu saja melainkan harus dengan usaha. Perubahan terjadi
akibat interaksi dengan lingkungan.
Belajar dan Pembelajaran | 2
4. Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik/ kedewasaan, tidak
karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan.
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan
perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku,
yaitu :
1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang
bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari
bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin
bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti
suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi
pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi
Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam
dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap
dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.
2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan
kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu
juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar
bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang
mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia
mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan
keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam
mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.
3. Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup
individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa
mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka
pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk
mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan
mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.
4. Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan.
Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap
bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaanperbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun
setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan
untuk menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip
perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru.
5. Perubahan yang bersifat aktif.
Belajar dan Pembelajaran | 3
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan
perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi
pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji
buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan
sebagainya.
6. Perubahan yang bersifat pemanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi
bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan
komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan
menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.
7. Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka
pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar
psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin
memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang
diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka
panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai
tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut.
8. Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi
termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya,
mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau
pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya
seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan
dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.
Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang merupakan
hasil belajar dapat berbentuk :
1. Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis
maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan
sebagainya.
2. Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan
lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol
matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam
membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan
hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.
3. Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan
keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu
kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir agar terjadi aktivitas yang
efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan
strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.
4. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam
tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam diri individu
Belajar dan Pembelajaran | 4
yang akan memberikan kecenderungan vertindak dalam menghadapi suatu obyek atau
peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan
kesiapan untuk bertindak.
5. Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol
oleh otot dan fisik.
Sementara itu, Moh. Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam :
1. Kebiasaan; seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan
penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan
penggunaan bahasa secara baik dan benar.
2. Keterampilan; seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik,
keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran
yang tinggi.
3. Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang
masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai
pengertian yang benar.
4. Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya
dengan menggunakan daya ingat.
5. Berfikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar
pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan
“mengapa” (why).
6. Sikap yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau
buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.
7. Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
8. Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu.
9. Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih,
gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.
Sedangkan menurut Bloom, perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar meliputi
perubahan dalam kawasan (domain) kognitif, afektif dan psikomotor, beserta tingkatan
aspek-aspeknya.
Berikut beberapa faktor pendorong mengapa manusia memiliki keinginan untuk belajar:
1. Adanya dorongan rasa ingin tahu
2. Adanya keinginan untuk menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai tuntutan
zaman dan lingkungan sekitarnya.
3. Mengutip dari istilah Abraham Maslow bahwa segala aktivitas manusia didasari atas
kebutuhan yang harus dipenuhi dari kebutuhan biologis sampai aktualisasi diri.
4. Untuk melakukan penyempurnaan dari apa yang telah diketahuinya.
5. Agar mampu bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungannya.
6. Untuk meningkatkan intelektualitas dan mengembangkan potensi diri.
7. Untuk mencapai cita-cita yang diinginkan.
8. Untuk mengisi waktu luang.
JENIS-JENIS BELAJAR
A Menurut Robert M. Gagne
Belajar dan Pembelajaran | 5
Manusia memilki beragam potensi, karakter, dan kebutuhan dalam belajar. Karena itu
banyak tipre-tipe belajar yang dilakukan manusia. Gagne mencatat ada delapan tipe belajar
:
1. Belajar isyarat (signal learning). Menurut Gagne, ternyata tidak semua reaksi sepontan
manusia terhadap stimulus sebenarnya tidak menimbulkan respon.dalam konteks inilah
signal learning terjadi. Contohnya yaitu seorang guru yang memberikan isyarat kepada
muridnya yang gaduh dengan bahasa tubuh tangan diangkat kemudian diturunkan.
2. Belajar stimulus respon. Belajar tipe ini memberikan respon yang tepat terhadap stimulus
yang diberikan. Reaksi yang tepat diberikan penguatan (reinforcement) sehingga
terbentuk perilaku tertentu (shaping). Contohnya yaitu seorang guru memberikan suatu
bentuk pertanyaan atau gambaran tentang sesuatu yang kemudian ditanggapi oleh
muridnya. Guru member pertanyaan kemudian murid menjawab.
3. Belajar merantaikan (chaining). Tipe ini merupakan belajar dengan membuat gerakangerakan motorik sehingga akhirnya membentuk rangkaian gerak dalam urutan tertentu.
Contohnya yaitu pengajaran tari atau senam yang dari awal membutuhkan proses-proses
dan tahapan untuk mencapai tujuannya.
4. Belajar asosiasi verbal (verbal Association). Tipe ini merupakan belajar menghubungkan
suatu kata dengan suatu obyek yang berupa benda, orang atau kejadian dan
merangkaikan sejumlah kata dalam urutan yang tepat. Contohnya yaitu Membuat
langkah kerja dari suatu praktek dengan bntuan alat atau objek tertentu. Membuat
prosedur dari praktek kayu.
5. Belajar membedakan (discrimination). Tipe belajar ini memberikan reaksi yang berbeda–
beda pada stimulus yang mempunyai kesamaan. Contohnya yaitu seorang guru
memberikan sebuah bentuk pertanyaan dalam berupa kata-kata atau benda yang
mempunyai jawaban yang mempunyai banyak versi tetapi masih dalam satu bagian
dalam jawaban yang benar. Guru memberikan sebuah bentuk (kubus) siswa menerka ada
yang bilang berbentuk kotak, seperti kotak kardus, kubus, dsb.
6. Belajar konsep (concept learning). Belajar mengklsifikasikan stimulus, atau menempatkan
obyek-obyek dalam kelompok tertentu yang membentuk suatu konsep. (konsep : satuan
arti yang mewakili kesamaan ciri). Contohnya yaitu memahami sebuah prosedur dalam
suatu praktek atau juga teori. Memahami prosedur praktek uji bahan sebelum praktek,
atau konsep dalam kuliah mekanika teknik.
7. Belajar dalil (rule learning). Tipe ini meruoakan tipe belajar untuk menghasilkan aturan
atau kaidah yang terdiri dari penggabungan beberapa konsep. Hubungan antara konsep
biasanya dituangkan dalam bentuk kalimat. Contohnya yaitu seorang guru memberikan
hukuman kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas yang merupakan kewajiban siswa,
dalam hal itu hukuman diberikan supaya siswa tidak mengulangi kesalahannya.
8. Belajar memecahkan masalah (problem solving). Tipe ini merupakan tipe belajar yang
menggabungkan beberapa kaidah untuk memecahkan masalah, sehingga terbentuk
kaedah yang lebih tinggi (higher order rule). Contohnya yaitu seorang guru memberikan
kasus atau permasalahan kepada siswa-siswanya untuk memancing otak mereka mencari
jawaban atau penyelesaian dari masalah tersebut.
Selain delapan jenis belajar, Gagne juga membuat semacam sistematika jenis belajar.
Menurutnya sistematika tersebut mengelompokkan hasil-hasil belajar yang mempunyai ciriciri sama dalam satu katagori. Kelima hal tersebut adalah :
Belajar dan Pembelajaran | 6
1. keterampilan intelektual : kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan
lingkungannya dengan menggunakan symbol huruf, angka, kata atau gambar.
2. informasi verbal : seseorang belajar menyatakan atau menceritakan suatu fakta atau
suatu peristiwa secara lisan atau tertulis, termasuk dengan cara menggambar.
3. strategi kognitif : kemampuan seseorang untuk mengatur proses belajarnya sendiri,
mengingat dan berfikir.
4. keterampilan motorik : seseorang belajar melakukan gerakan secara teratur dalam
urutan tertentu (organized motor act). Ciri khasnya adalah otomatisme yaitu gerakan
berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan luwes.
5. sikap keadaan mental yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan pilihan-pilihan
dalam bertindak.
B Menurut Bloom
Benyamin S. Bloom (1956) adalah ahli pendidikan yang terkenal sebagai pencetus
konseptaksonomi belajar. Taksonomi belajar adalah pengelompokkan tujuan berdasarkan
domain atau kawasan belajar. Menurut Bloom ada tiga dmain belajar yaitu :
1. Cognitive Domain (Kawasan Kognitif). Adalah kawasan yang berkaitan dengan aspekaspek intelektual atau secara logis yang bias diukur dengan pikiran atau nalar. Kawasan
ini tediri dari:
 Pengetahuan (Knowledge).
 Pemahaman (Comprehension).
 Penerapan (Aplication)
 Penguraian (Analysis).
 Memadukan (Synthesis).
 Penilaian (Evaluation).
2. Affective Domain (Kawasan afektif). Adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek
emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya.
Kawasan ini terdiri dari:
 Penerimaan (receiving/attending).
 Sambutan (responding).
 Penilaian (valuing).
 Pengorganisasian (organization).
 Karakterisasi (characterization)
3. Psychomotor Domain (Kawasan psikomotorik). Adalah kawasan yang berkaitan dengan
aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot
(neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari:
 Kesiapan (set)
 Meniru (imitation)
 Membiasakan (habitual)
 Adaptasi (adaption)
C Penggabungan Dari Tiga Ahli (A. De Block, Robert M. Gagne, C. Van Parreren)
1. Belajar arti kata-kata. Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap
arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan.
Belajar dan Pembelajaran | 7
2. Belajar Kognitif. Tak dapat disangkal bahwa belajar kognitif bersentuhan dengan masalah
mental. Objek-objek yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan,
gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat mental.
3. Belajar Menghafal. Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal
dalam ingatan, sehingga nantinya dapat diproduksikan {diingat} kembali secara harfiah,
sesuai dengan materi yang asli, dan menyimpan kesan-kesan yang nantinya suatu waktu
bila diperlukan dapat diingat kembali kealam dasar.
4. Belajar Teoritis. Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta
{pengetahuan} dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat difahami dan
digunakan untuk memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang-bidang studi ilmiah.
5. Belajar Konsep. Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek
yang mempunyai ciri-ciri yang sama, orang yang memiliki konsep mampu mengadakan
abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapinya, sehingga objek ditempatkan dalam
golongan tertentu.
6. Belajar Kaidah. Belajar kaidah {rule} termasuk dari jenis belajar kemahiran intelektual
{intellectual skill}, yang dikemukakan oleh Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua konsep
atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang mereprensikan
suatu keteraturan.
7. Belajar Berpikir. Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada suatu masalah yang harus
dipecahkan, tetapi tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam
pengamatan.masalah harus dipecahkan melalui operasi mental, khususnya menggunakan
konsep dan kaidah serta metode-metode bekerja tertentu.
Konsep Dewey tentang berpikir menjadi dasar untuk pemecahan masalah adalah sebagai
berikut:
 Adanya kesulitan yang dirasakan dan kesadaran akan adanya masalah.
 Masalah itu diperjelas dan dibatasi.
 Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan.
 Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesis-hipotesis, kemudian
hipotesis-hipotesis itu dinilai, diuji, agar dapat ditentukan untuk diterima atau ditolak.
 Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku sabagai
pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai pada kesimpulan.
Menurut Dewey, langkah-langkah dalam pemecahan masalah adalah sebagai berikut.
 Kesadaran akan adanya masalah.
 Merumuskan masalah.
 Mencari data dan merumuskan hipotesis-hipotesis.
 Menguji hipotesis-hipotesis itu.
 Menerima hipotesis yang benar.
D Menurut UNESCO
UNESCO telah mengeluarkan kategori jenis belajar yang dikenal sebagai empat pilar dalam
kegiatan belajar ( A. Suhaenah Suparno, 2000 ) :
1. Learning to know. Pada Learning to know ini terkandung makna bagaimana belajar,
dalam hal ini ada tiga aspek : apa yang dipelajari, bagaimana caranya dan siapa yang
belajar.
Belajar dan Pembelajaran | 8
2. Learning to do. Hal ini dikaitkan dengan dunia kerja, membantu seseorang mampu
mempersiapkan diri untuk bekerja atau mencari nafkah. Jadi dalam hal ini menekankan
perkembangan ketrampilan untuk yang berhubungan dengan dunia kerja.
3. Learning to live together. Belajar ini ditekankan seseorang/pihak yang belajar mampu
hidup bersama, dengan memahami orang lain, sejarahnya, budayanya, dan mampu
berinteraksi dengan orang lain secara harmonis.
4. Learning to be. Belajar ini ditekankan pada pengembangan potensi insani secara
maksimal. Setiap individu didorong untuk berkembang dan mengaktualisasikan diri.
Dengan learning to be seseorang akan mengenal jati diri, memahami kemampuan dan
kelemahanya dengan kompetensi-kompetensinya akan membangun pribadi secara utuh.
PENGERTIAN PEMBELAJARAN
Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan pengertian belajar dan mengajar. Belajar,
mengajar dan pembelajaran terjadi bersama-sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau
tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran formal lain. Sedangkan mengajar meliputi
segala hal yang guru lakukan di dalam kelas.
A Pengertian pembelajaran menurut kamus bahasa Indonesia :
Pembelajaran adalah proses, cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.
B Pengertian pembelajaran menurut beberapa ahli :
1. Duffy dan Roehler (1989). Pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan dan
menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan
kurikulum.
2. Gagne dan Briggs (1979:3). Mengartikan instruction atau pembelajaran ini adalah suatu
sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian
peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan
mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.
3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS Pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar.
CIRI-CIRI PEMBELAJARAN
Ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut :
1. merupakan upaya sadar dan disengaja
2. pembelajaran harus membuat siswa belajar
3. tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan
4. pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses maupun hasilnya
PEMBELAJARAN, PENGAJARAN, PEMELAJAR, DAN PEMBELAJAR
Pembelajaran adalah separangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses
belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadia-kejadian ekstrim yang berperan terhadap
rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa (Winkel,1991)
Pengajaran adalah proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan perihal mengajar,
segala sesuatu mengenai mengajar, peringatan (tentang pengalaman, peristiwa yang
dialami atau dilihatnya). (Dariyanto S.S, Kamus Bahasa Indonesia, 1997). Pengajaran adalah
kegiatan yang dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Pengajaran
Belajar dan Pembelajaran | 9
juga diartikan sebagi interaksi belajar dan mengajar. Pengajaran berlangsung sebagai suatu
proses yang saling mempengaruhi antara guru dan siswa.
Pemelajar adalah orang yang melakukan pengajaran.
Pembelajar adalah orang yang melakukan pembelajaran.
Perbedaan antara pengajaran dan pembelajaran:
NO Pengajaran
Pembelajaran
1
Dilaksanakan oleh mereka yang Dilaksanakan oleh mereka yang dapat
berprofesi sebagai pengajar
membuat orang belajar
2
Tujuannya
menyampaikan Tujuannya agar terjadi belajar pada
informasi kepada si belajar
diri siswa
3
Merupakan salah satu penerapan Merupakan
cara
untuk
strategi pembelajaran
mengembangkan
rencana
yang
terorganisasi
untuk
keperluan
belajar.
4
Kegiatan belajar berlangsung bila Kegiatan belajar dapat berlangsung
ada guru atau pengajar
dengan atau tanpa hadirnya guru
PRINSIP PEMBELAJARAN MENURUT GAGNE DAN ATWI SUPARMAN
Beberapa prinsip pembelajaran dikemukakan oleh Atwi Suparman dengan mengadaptasi
pemikiran Fillbeck (1974), sebagai berikut :
1. Respon-respon baru (new responses) diulang sebagai akibat dari respon yang terjadi
sebelumnya.
2. Perilaku tidak hanya dikontrol oleh akibat dari respon, tetapi juga di bawah pengaruh
kondisi atau tanda-tanda dilingkungan siswa.
3. Perilaku yang timbul oleh tanda-tanda tertentu akan hilang atau berkurang frekuensinya
bila tidak diperkuat dengan akibat yang menyenangkan.
4. Belajar yang berbentuk respon terhadap tanda-tanda yang terbatas akan ditransfer
kepada situasi lain yang terbatas pula.
5. Belajar menggeneralisasikan dan membedakan adalah dasar untuk belajar sesuatu yang
kompleks seperti yang berkenaan dengan pemecahan masalah.
6. Situasi mental siswa untuk menghadapi pelajaran akan mempengaruhi perhatian dan
ketekunan siswa selama proses siswa belajar.
7. Kegiatan belajar yang dibagi menjadi langkah-langkah kecil dan disertai umpan balik
menyelesaikan tiap langkah, akan membantu siswa.
8. Kebutuhan memecah materi kompleks menjadi kegiatan-kegiatan kecil dapat dikurangi
dengan mewujudkan dalam suatu model.
9. Keterampilan tingkat tinggi (kompleks) terbentuk dari keterampilan dasar yang lebih
sederhana.
10. Belajar akan lebih cepat, efisien, dan menyenangkan bila siswa diberi informasi tentang
kualitas penampilannya dan cara meningkatkannya.
11. Perkembangan dan kecepatan belajar siswa sangat bervariasi, ada yang maju dengan
cepat ada yang lebih lambat.
12. Dengan persiapan, siswa dapat mengembangkan kemampuan mengorganisasikan
kegiatan belajarnya sendiri dan menimbulkan umpan balik bagi dirinya untuk membuat
respon yang benar.
Belajar dan Pembelajaran | 10
Dalam buku Condition of Learning, Gagne (1997) mengemukakan sembilan prinsip yang
dapat dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran, sebagai berikut:
1. Menarik perhatian (gaining attention) : hal yang menimbulkan minat siswa dengan
mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi, atau kompleks.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran (informing learner of the objectives) :
memberitahukan kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah selesai mengikuti
pelajaran.
3. Mengingatkan konsep/prinsip yang telah dipelajari (stimulating recall or prior learning) :
merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah dipelajari yang menjadi prasyarat
untuk mempelajari materi yang baru.
4. Menyampaikan materi pelajaran (presenting the stimulus) : menyampaikan materi-materi
pembelajaran yang telah direncanakan.
5. Memberikan bimbingan belajar (providing learner guidance) : memberikan pertanyaanpertanyaan yamng membimbing proses/alur berpikir siswa agar memiliki pemahaman
yang lebih baik.
6. memperoleh kinerja/penampilan siswa (eliciting performance) ; siswa diminta untuk
menunjukkan apa yang telah dipelajari atau penguasaannya terhadap materi.
7. memberikan balikan (providing feedback) : memberitahu seberapa jauh ketepatan
performance siswa.
8. Menilai hasil belajar (assessing performance) :memberiytahukan tes/tugas untuk
mengetahui seberapa jauh siswa menguasai tujuan pembelajaran.
9. Memperkuat retensi dan transfer belajar (enhancing retention and transfer): merangsang
kamampuan mengingat-ingat dan mentransfer dengan memberikan rangkuman,
mengadakan review atau mempraktekkan apa yang telah dipelajari.
Teori-Teori Belajar
Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang
bersumber dari aliran-aliran psikologi. Dalam tautan di bawah ini akan dikemukakan empat
jenis teori belajar, yaitu: (A) teori belajar behaviorisme; (B) teori belajar kognitivisme; (C)
teori belajar konstruktivisme; (D) teori belajar humanisme dan (E) teori belajar gestalt.
A. Teori Belajar Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari
sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam
suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa
sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Beberapa hukum belajar yang dihasilkan
dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Belajar dan Pembelajaran | 11
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukumhukum belajar, diantaranya:
 Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan,
maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak
memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang
terjadi antara Stimulus- Respons.
 Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan
organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana
unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu.
 Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan
semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang
atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukumhukum belajar, diantaranya :
 Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua
macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai
reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
 Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks
yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa
menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap
burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
 Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
 Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui
proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut
akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant
adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons
dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang
ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang
meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja
diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori
belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda
dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak
semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang
timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri.
Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam
Belajar dan Pembelajaran | 12
belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku
(modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian
reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial
mana yang perlu dilakukan.
Kajian konsep dasar belajar dalam Teori Behaviorisme didasarkan pada pemikiran
bahwa belajar merupakan salah satu jenis perilaku (behavior) individu atau peserta didik
yang dilakukan secara sadar. Individu berperilaku apabila ada rangsangan (stimuli), sehingga
dapat dikatakan peserta didik di SD/MI akan belajar apabila menerima rangsangan dari
guru. Semakin tepat dan intensif rangsangan yang diberikan oleh guru akan semakin tepat
dan intensif pula kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik. Dalam belajar tersebut
kondisi lingkungan berperan sebagai perangsang (stimulator) yang harus direspon individu
dengan sejumlah konsekuensi tertentu. Konsekuensi yang dihadapi peserta didik, ada yang
bersifat positif (misalnya perasaan puas, gembira, pujian, dan lain-lain sejenisnya) tetapi ada
pula yang bersifat negatif (misalnya perasaan gagal, sedih, teguran, dan lain-lain sejenisnya).
Konsekuensi positif dan negatif tersebut berfungsi sebagai penguat (reinforce) dalam
kegiatan belajar peserta didik.
Seringkali guru mengaplikasikan konsep belajar menurut teori behaviorisme secara
tidak tepat, karena setiap kali peserta didik merespon secara tidak tepat atau tidak benar
suatu tugas, guru memarahi atau menghukum peserta didik tersebut. Tindakan guru seperti
ini (memarahi atau menghukum setiap kali peserta didik merespon secara tidak tepat) dapat
disebut salah atau tidak profesional apabila hukuman (negative consequence) tidak
difungsikan sebagai penguat atau reinforce.
Peserta didik seringkali melakukan perilaku tertentu karena meniru apa yang dilihatnya
dilakukan orang lain di sekitarnya seperti saudara kandungnya, orangtuanya, teman sekolahnya,
bahkan oleh gurunya. Oleh sebab itu dapat dikatakan, apabila lingkungan sosial di mana peserta
didik berada sehari-hari merupakan lingkungan yang mengkondisikan secara efektif
memungkinkan suasana belajar, maka peserta didik akan melakukan kegiatan atau perilaku
belajar yang efektif.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar
behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip
kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan
Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan
Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard
dengan teori pengurangan dorongan.
B. Teori Belajar Kognitivisme
Teori belajar kognitivisme mengacu pada wacana psikologi kognitif, yang didasarkan
pada kegiatan kognitif dalam belajar. Para ahli teori belajar ini berupaya menganalisis secara
ilmiah proses mental dan struktur ingatan atau cognition dalam aktifitas belajar. Cognition
diartikan sebagai aktifitas mengetahui, memperoleh, mengorganisasikan, dan menggunakan
pengetahuan (Lefrancois, 1985). Tekanan utama psikologi kognitif adalah struktur kognitif,
yaitu perbendaharaan pengetahuan pribadi individu yang mencakup ingatan jangka
panjangnya (long-term memory). Psikologi kognitif memandang manusia sebagai makhluk
yang selalu aktif mencari dan menyeleksi informasi untuk diproses. Perkatian utama
psikologi kognitif adalah upaya memahami proses individu mencari, menyeleksi,
Belajar dan Pembelajaran | 13
mengorganisasikan, dan menyimpan informasi. Belajar kognitif berlangsung berdasar
schemata atau struktur mental individu yang mengorganisasikan hasil pengamatannya.
Struktur mental individu tersebut berkembangan sesuai dengan tingkatan
perkembangan kognitif seseorang. Semakin tinggi tingkat perkembangan kognitif seseorang
semakin tinggi pula kemampuan dan keterampilannya dalam memproses berbagai informasi
atau pengetahuan yang diterimanya dari lingkungan, baik lingkungan phisik maupun
lingkungan sosial. Itulah sebabnya, teori belajar kognitivisme dapat disebut sebagai (1) teori
perkembangan kognitif, (2) teori kognisi sosial, dan (3) teori pemrosesan informasi.
1. Perkembangan Kognitif menurut Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai
rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan
perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi
empat tahap yaitu :
(1) sensory motor;
(2) pre operational;
(3) concrete operational dan
(4) formal operational.
Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu
asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the
process by which a person takes material into their mind from the environment, which may
mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the
difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”
Asimilasi ditempuh ketika individu menyatukan informasi baru ke perbendaharaan
informasi yang sudah dimiliki atau diketahuinya kemudian menggantikannya dengan
informasi terbaru. Individu mengorganisasikan makna informasi itu ke dalam ingatan jangka
panjang (long-term memory). Ingatan jangka panjang yang terorganisasikan inilah yang
diartikan sebagai struktur kognitif. Struktur kognitif berisi sejumlah coding yang mengadung
segi-segi intelek yang mengatur atau memerintah perilaku individu; perubahan perilaku
mendasari penetapan tahap-tahap perkembangan kognitif. Tiap tahapan
perkembangan menggambarkan isi struktur kognitif yang khas sesuai perbedaan antar
tahapan. Tahapan perkembangan belajar menurut Piaget di gambarkan pada diagram di
bawah ini :
1) Sensorimotor inteligence (lahir s.d usia 2 tahun): perilaku terikat pada panca indera dan
gerak motorik. Bayi belum mampu berpikir konseptual namun perkembangan kognitif
telah dapat diamati
2)
Preoperation thought (2-7 tahun): tampak kemampuan berbahasa, berkembang
pesat penguasaan konsep. Bayi belum mampu berpikir konseptual namun perkembangan
kognitif telah dapat diamati
3) Concrete Operation (7-11 tahun): berkembang daya mampu anak berpikir logis untuk
memecahkan masalah konkrit. Konsep dasar benda, jumlah waktu, ruang, kausalitas
4) Formal Operations (11-15 tahun): kecakapan kognitif mencapai puncak perkembangan.
Anak mampu memprediksi, berpikir tentang situasi hipotesis, tentang hakekat berpikir
serta mengapresiasi struktur bahasa dan berdialog. Sarkasme, bahasa gaul, mendebat,
Belajar dan Pembelajaran | 14
berdalih adalah sisi bahasa remaja cerminan kecakapan berpikir abstrak dalam/melalui
bahasa
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan
untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan
teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak
memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan
secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori
perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi
dengan teman-temanya.
2. Kognisi Sosial oleh L.S. Vygotsky
L.S. Vygotsky, mendasari pemikiran bahwa budaya berperan penting dalam belajar
seseorang. Budaya adalah penentu perkembangan, tiap individu berkembang dalam
konteks budaya, sehingga proses belajar individu dipengaruhi oleh lingkungan utama
budaya keluarga. Budaya lingkungan individu membelajarkannya apa dan bagaimana
berpikir. Konsep dasar teori ini diringkas sebagai berikut:
a. Budaya memberi sumbangan perkembangan intelektual individu melalui 2 cara, yaitu
melalui (i) budaya dan (ii) lingkungan budaya. Melalui budaya banyak isi pikiran
(pengetahuan) individu diperoleh seseorang, dan melalui lingkungan budaya sarana
adaptasi intelektual bagi individu berupa proses dan sarana berpikir bagi individu
dapat tersedia.
b. Perkembangan kognitif dihasilkan dari proses dialektis (proses percakapan) dengan cara
berbagi pengalaman belajar dan pemecahan masalah bersama orang lain, terutama
orangtua, guru, saudara sekandung dan teman sebaya.
c. Awalnya orang yang berinteraksi dengan individu memikul tanggung jawab membimbing
pemecahan masalah; lambat-laun tanggung jawab itu diambil alih sendiri oleh individu
yang bersangkutan.
d. Bahasa adalah sarana primer interaksi orang dewasa untuk menyalurkan sebagian besar
perbendaharaan pengetahuan yang hidup dalam budayanya.
e. Seraya bertumbuh kembang, bahasa individu sendiri adalah sarana primer adaptasi
intelektual; ia berbahasa batiniah ( internal language) untuk mengendalikan
perilaku.
f. Internalisasi merujuk pada proses belajar. Menginternalisasikan pengetahuan dan alat
berpikir adalah hal yang pertama kali hadir ke kehidupan individu melalui bahasa.
g. Terjadi zone of proximal development atau kesenjangan antara yang sanggup dilakukan
individu sendiri dengan yang dapat dilakukan dengan bantuan orang dewasa.
h. Karena apa yang dipelajari individu berasal dari budaya dan banyak di antara pemecahan
masalahanya ditopang orang dewasa, maka pendidikan hendaknya tidak berpusat
pada individu dalam isolasi dari budayanya.
Belajar dan Pembelajaran | 15
i. Interaksi dengan budaya sekeliling dan lembaga-lembaga sosial sebagaimana orangtua,
saudara sekandung, individu dan teman sebaya yang lebih cakap sangat memberi
sumbangan secara nyata pada perkembangan intelektual individu.
3. Pemprosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang
sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari
pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan
informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil
belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal
dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu
yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam
individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang
mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Model belajar pemrosesan informasi ini sering pula disebut model kognitif
information processing, karena dalam proses belajar ini tersedia tiga taraf struktural sistem
informasi, yaitu:
a. Sensory atau intake register: informasi masuk ke sistem melalui sensory register, tetapi
hanya disimpan untuk periode waktu terbatas. Agar tetap dalam sistem, informasi
masuk ke working memory yang digabungkan dengan informasi di long-term memory.
b. Working memory: pengerjaan atau operasi informasi berlangsung di working memory, dan
di sini berlangsung berpikir yang sadar. Kelemahan working memory sangat terbatas
kapasitas isinya dan memperhatikan sejumlah kecil informasi secara serempak.
c. Long-term memory, yang secara potensial tidak terbatas kapasitas isinya sehingga
mampu menampung seluruh informasi yang sudah dimiliki peserta didik. Kelemahannya
adalah betapa sulit mengakses informasi yang tersimpan di dalamnya.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi;
(2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi;
(7) perlakuan dan (8) umpan balik.
C. Teori Belajar Konstruktivisme
Konsep belajar menurut teori belajar konstruktivisme yaitu pengetahuan baru dikonstruksi
sendiri oleh peserta didik secara aktif berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya .
Pendekatan konstruktivisme dalam proses pembelajaran didasari oleh kenyataan bahwa
tiap individu memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi kembali pengalaman atau
pengetahuan yang telah dimilikinya. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa pembelajaran
konstruktivisme merupakan satu teknik pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk
membina sendiri secara aktif pengetahuan dengan menggunakan pengetahuan yang telah
ada dalam diri mereka masing-masing.
Guru hanya sebagai fasilitator atau pencipta kondisi belajar yang memungkinkan
peserta didik secara aktif mencari sendiri informasi, mengasimilasi dan mengadaptasi sendiri
informasi, dan mengkonstruksinya menjadi pengetahuan yang baru berdasarkan
pengetahuan yang telah dimiliki masing-masing. Berikt tabel peranan peserta didik dan
guru dalam pembelajaran konstruktivisme
Peranan Peserta Didik
 Berinisiatif mengemukakan masalah
dan pokok pikiran, kemudian
Peranan Guru
 Mendorong peserta didik agar
masalah atau pokok pikiran yang
Belajar dan Pembelajaran | 16
menganalisis dan menjawabnya
dikemukakannya sejelas mungkin
sendiri.
agar teman sekelasnya dapat turut
 Bertanggungjawab sendiri terhadap
kegiatan belajarnya atau
penyelesaiakan suatu masalah.
 Secara aktif bersama dengan teman
sekelasnya mendiskusikan
penyelesaian masalah atau pokok
serta menganalisis dan menjawabnya.
 Merancang skenario pembelajaran
agar peserta didik merasa
bertanggungjawab sendiri dalam
kegiatan belajarnya.
 Membantu peserta didik dalam
pikiran yang mereka munculkan, dan
penyelesaian suatu masalah atau
apabila dirasa perlu dapat
pokok pikiran apabila mereka
menanyakannya kepada guru.
mengalami jalan buntu.
 Atas inisiatif sendiri dan mandiri
 Mendorong peserta didik agar
berupaya memperoleh pemahaman
mampu mengemukakan atau
yang mendalam (deep understanding)
menemukan masalah atau pokok
terhadap sesuatu topik masalah
pikiran untuk diselesaikan dalam
belajar.
proses pembelajaran di kelas.
 Secara langsung belajar saling
 Mendorong peserta didik untuk
mengukuhkan pemikiran di antara
belajar secara kooperatif dalam
mereka, sehingga jiwa sosial mereka
menyelesaikan suatu masalah atau
menjadi semakin dikembangkan.
pokok pikiran yang berkembang di
Peranan Peserta Didik
Peranan Guru
 Secara aktif mengajukan dan
menggunakan berbagai hipotesis
 Mendorong peserta didik agar secara
(kemungkinan jawaban) dalam
aktif mengerjakan tugas-tugas yang
memecahkan suatu masalah.
menuntut proses analisis, sintesis,
 Secara aktif menggunakan berbagai
data atau informasi pendukung dalam
kelas.
dan simpulan penyelesaiannya.
 Mengevaluasi hasil belajar peserta
penyelesaian suatu masalah atau
didik, baik dalam bentuk penilaian
pokok pikiran yang dimunculkan
sendiri atau yang dimunculkan oleh
proses maupun dalam bentuk
penilaian produk.
teman sekelas.
Tasker (1992:30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar
konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif peserta didik dalam
mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan
Belajar dan Pembelajaran | 17
antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan
antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.
Wheatley (1991:12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip
utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama,
pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur
kognitif peserta didik. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu
pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler
(1996:20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan
pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan
imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba gagasan
baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki
peserta didik, (5) mendorong peserta didik untuk memikirkan perubahan gagasan
mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Diharapkan melalui pemeblajaran konstruktivisme, peserta didik dapat tumbuh
kembang menjadi individu yang penuh kepercayaan diri yang memiliki sifat-sifat antara
lain:
a. B e r s i k a p t e r b u k a d a l a m m e n e r i m a s e m u a p e n g a l a m a n d a n
mengembangkannya menjadi persepsi atau pengetahuan yang baru dan selalu
diperbaharui;
b. Percaya diri sehingga dapat berperilaku secara tepat dalam menghadapi segala
sesuatu;
c. Berperasaan bebas tanpa merasa terpaksa dalam melakukan segala sesuatu tanpa
mengharapkan atau tergantung pada bantuan orang lain;
d. Kreatif dalam mencari pemecahan masalah atau dalam melakukan tugas yang
dihadapinya.
D. Teori Belajar Humanisme
Teori belajar humanisme memandang kegiatan belajar merupakan kegiatan yang
melibatkan potensi psikis yang bersifat kognitif, afektif, dan konatif. Ibu, yang
dicontohkan di atas hanya melihat kegiatan belajar anaknya dari sisi afektif semata tanpa
menyadari bahwa sisi afektif (perasaan) dan konatif (psikomotorik) turut pula berperan
dalam belajar.
Salah seorang tokoh teori belajar humanisme adalah Carl Ransom Rogers (1902- 1987)
yang lahir di Oak Park, Illinois, Chicago, Amerika Serikat. Rogers terkenal sebagai seorang
tokoh psikologi humanis, aliran fenomenologis-eksistensial, psikolog klinis dan
terapis. Ide dan konsep teorinya banyak didapatkan dalam pengalaman-pengalaman
terapeutiknya yang banyak dipengaruhi oleh teori kebutuhan ( needs) yang
diperkenalkan Abraham H. Maslow.
Menurut teori kebutuhan Maslow, di dalam diri tiap individu terdapat sejumlah
kebutuhan yang tersusun secara berjenjang, mulai dari kebutuhan yang paling rendah
tetapi mendasar (physiological needs) sampai pada jenjang paling tinggi ( self
actualization). Setiap individu mempunyai keinginan untuk mengaktualisasi diri, yang
oleh Carl R. Rogers disebut dorongan untuk menjadi dirinya sendiri ( to becoming a
Belajar dan Pembelajaran | 18
person). Peserta didik pun memiliki dorongan untuk menjadi dirinya sendiri, karena di
dalam dirinya terdapat kemampuan untuk mengerti dirinya sendiri, menentukan hidupnya
sendiri, dan menangani sendiri masalah yang dihadapinya. Itulah sebabnya, dalam
proses pembelajaran hendaknya diciptakan kondisi pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik secara aktif mengaktualisasi dirinya.
Aktualisasi diri merupakan suatu proses menjadi diri sendiri dan
mengembangkan sifat-sifat dan potensi-potensi psikologis yang unik. Proses
aktualisasi diri seseorang berkembang sejalan dengan perkembangan hidupnya
karena setiap individu, dilahirkan disertai potensi tumbuh-kembang baik secara fisik
maupun secara phisik masing-masing. Proses tumbuh-kembang pada setiap individu
mengikuti tahapan, arah, irama, dan tempo sendiri-sendiri, yang ditandai oleh
berbagai ciri atau karakteristiknya masing-masing. Ada individu yang tempo
perkembangannya cepat tetapi iramanya tidak stabil dan arahnya tidak menentu, dan ada
pula individu yang tempo perkembangannya tidak cepat tetapi irama dan arahnya jelas.
Dalam kaitannya dengan proses pendidikan formal (sekolah), Slavin (1994:70- 110)
mengelompokkan tahapan perkembangan anak, yaitu (1) tahapan early childhood,
(2) tahapan middle childhood, dan (3) tahapan adolescence, dengan dimensi utama
perkembangan mencakup (a) dimensi kognitif, (b) dimensi fisik, dan (c) dimensi
sosioemosi. Tiap dimensi perkembangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda
antara tahapan perkembangan yang satu dengan tahapan perkembangan yang lainnya.
Pada tahapan early childhood, perkembangan individu dalam dimensi
perkembangan kognitif lebih ditandai oleh penguasaan bahasa ( language aquisition).
Individu pada tahapan perkembangan ini mendapatkan banyak sekali perbendaharaan
bahasa. Sejak lahir sampai pada usia 2 tahun biasanya individu (bayi) mencoba
memahami dunia sekitarnya melalui penggunaan rasa ( senses). Pengetahuan atau apa yang
diketahuinya lebih banyak didasarkan pada gerakan fisik, dan apa yang dipahaminya
terbatas pada kejadian yang baru saja dialaminya.
Pada tahapan perkembangan middle childhoods, perkembangan kognitif seseorang
mulai bergeser ke perkembangan proses berpikir. Pada awalnya, proses berpikir individu
pada tahapan perkembangan ini dimulai dengan hal-hal konkrit operasional, dan
selanjutnya ke hal-hal abstrak konseptual. Apabila individu gagal dalam
perkembangan proses berpikir dalam hal-hal konkrit operasional, maka besar
kemungkinan mengalami kesulitan dalam proses berpikir abstrak konseptual.
Pada tahapan perkembangan adollescence, perkembangan kognitif lebih ditandai oleh
perkembangan fungsi otak (brain) sebagai instrumen berpikir. Berpikir formal operasional
atau berpikir abstrak konseptual mulai berkembang; di samping itu mulai berkembang pola
pikir reasoning (penalaran) baik secara induktif (khusus=>umum) maupun secara deduktif
(umum=>khusus). Dalam menghadapi segala kejadian atau pengalaman tertentu, individu
mengajukan hipotesis atau jawaban sementara yang menggunakan pola pikir deduktif.
E. Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau
konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan
dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler,
ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa
setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang.
Belajar dan Pembelajaran | 19
2.
3.
4.
5.
6.
Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan
figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi
kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun
ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan
dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada
dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk
tertentu.
Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya
bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan
yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola
obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku
“Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau
keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan
dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah
beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding
dengan perilaku “Molecular”.
2. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan
geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang
sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak.
Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan
behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan
hutan yang lebat (lingkungan geografis).
3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian
peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya,
adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan
sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti
gunung atau binatang tertentu.
4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses
yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan
merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap
rangsangan yang diterima.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam
perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan
tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau
peristiwa.
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang
terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas
makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat
Belajar dan Pembelajaran | 20
penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan
pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik
hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku
bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya
dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika
peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya
menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam
memahami tujuannya.
Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan
lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya
memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar
terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi
tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tatasusunan yang tepat.
3.
4.
5.
Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam
pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer
belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu
persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan
masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik
untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
B. Prinsip Perencanaan Pembelajaran
Sejumlah prinsip yang harus diperhatikan dalam perencanaan pembelajaran yang mendidik atau
dalam pengembangan kurikulum di SD/MI (termasuk pula pada satuan pendidikan lainnya pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah) adalah Kurikulum hendaknya dikembangkan
berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan
kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjaab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut
pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral
berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik. Prinsip ini sesuai dengan konsep dasar
teori belajar konstruktivisme dan humanisme, karena peserta didik melakukan kegiatan belajar
sesuai dengan potensi yang dimilikinya dan diarahkan ke pemenuhan kebutuhan dirinya.
1. Prinsip Kurikulum
(2)
(3)
Prinsip beragam dan terpadu.
Prinsip tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks).
Belajar dan Pembelajaran | 21
(4)
(5)
(6)
Prinsip relevan dengan kebutuhan kehidupan
(7)
Prinsip seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Prinsip menyeluruh dan berkesinambungan.
Prinsip belajar sepanjang hayat
Secara operasional, pengembangan kurikulum harus mengacu pada hal-hal sebagai berikut.
(a) Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.
(b) Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan
kemampuan peserta didik
(c) Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan.
(d) Tuntutan pengembangan daerah dan nasional
(e) Tuntutan dunia kerja
(f) Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks).
(g) Agama.
(h) Dinamika perkembangan social
(i) Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
(j) Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
(k) Kesetaraan jender.
(l) Karakteristik satuan pendidikan.
Prinsip penyusunan silabus
(a) lmiah, artinya keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus
harus benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan, terutama ilmu
pendidikan dan pembelajaran;
(b) Relevan, artinya cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian
materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial,
emosional, dan spiritual peserta didik;
(c) Sistematis, artinya komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional
dalam mencapai kompetensi;
(d) Konsisten, artinya adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara
kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar,
kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian;
(e) Memadai, artinya cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar,
kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian
kompetensi belajar;
(f) Aktual dan Kontekstual, artinya cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber
belajar, kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian meperhatikan perkembangan
ilmu teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi;
Belajar dan Pembelajaran | 22
(g) Fleksibel, artinya keseluruhan komponen pribadi dapat mengakomodasi keragaman
peserta didik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat;
dan
(h) Menyeluruh, artinya komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi
(kognitif, afektif, psikomotor).
Belajar dan Pembelajaran | 23
Download