EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS OBAT HIPOGLIKEMIA KOMBINASI PADA PASIEN GERIATRI DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE JANUARI–JUNI 2009 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Farmasi Oleh : Maria FeaYessy Ayuningtyas NIM : 068114152 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010 EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS OBAT HIPOGLIKEMIA KOMBINASI PADA PASIEN GERIATRI DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE JANUARI–JUNI 2009 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Farmasi Oleh : Maria FeaYessy Ayuningtyas NIM : 068114152 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010 ii iii iv Ketika kumohon kepada Tuhan kekuatan, Tuhan memberiku kesulitan agar aku kuat Ketika kumohon kepada Tuhan kebijaksanaan, Tuhan memberiku masalah untuk dipecahkan Ketika kumohon kepada Tuhan kesejahteraan, Tuhan memberiku akal untuk berfikir Ketika kumohon kepada Tuhan keberanian, Tuhan memberiku kondisi bahaya untuk kuatasi Ketika kumohon kepada Tuhan cinta, Tuhan memberiku orang-orang bermasalah untuk kutolong Ketika kumohon kepada Tuhan bantuan, Tuhan memberiku kesempatan untuk berusaha Ketika kumohon kepada Tuhan kesabaran, Tuhan memberiku kesempatan untuk melayani Aku tidak menerima apa yang aku pinta, tetapi aku menerima apa yang aku butuhkan (Anonim, 2002) Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya (Pengkhotbah, 3:11a) Karya ini kupersembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu ada untukku….. Bapak Ibuku yang selalu memberiku dukungan….. Sahabat-sahabatku yang mewaarnai pelangi hidupku….. Almamaterku ….. v vivi Prakata Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Drug Therapy Problems Obat Hipoglikemia Kombinasi pada Pasien Geriatri Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Januari-Juni 2009 ini dengan baik. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi pada program studi Ilmu Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah suatu hal yang mudah, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang kepada: 1. Tuhan yang Maha Baik atas segala berkat dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Kedua orangtuaku Bapak Antonius Purwanto dan Ibu Brigita Sri Setyasih yang dengan tulus mendampingi dengan kasih, memberikan nasehat dan materi untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. 3. Direktur RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk penulis dapat melakukan penelitian. vii 4. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen penguji skripsi atas dukungan, arahan, kritikan dan masukan serta semangat yang diberikan kepada penulis. 5. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, saran, semangat, dan dukungan dalam proses penyusunan skripsi. 6. Ibu dr. Fenty, M.Kes, Sp.PK. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan skripsi ini. 7. Bapak Dr. Osman Sianipar, DMM, M.Sc.,Sp PK (K) selaku kepala Bagian Pendidikan dan Penelitian (Diklit), Bapak Mt. Sutena, SKM., MM.,M.Sc selaku Ka Sub Bag Diklit Keperawatan dan Non Medis dan ibu Mamik selaku staff Diklit 8. Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (Ibu Nani, Pak Dirman, Ibu Dari, Ibu Meta, dr. Endang) atas bantuan dan dukungannya. 9. Seluruh pasien geriatri diabetes mellitus tipe 2 yang menerima terapi obat hipoglikemia kombinasi Yogyakarta yang secara tidak langsung telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Segenap dosen pengajar, staf sekretariat Fakultas Farmasi Sanata Dharma atas dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini. 11. Kakak dan adikku, Lukas Okta Prasetyawanto dan Yohanes Karisma Kristiawanto, atas dukungan dan semangat yang diberikan. viii ix ix x INTISARI Diabetes Mellitus pada orang dewasa hampir 90% masuk diabetes tipe 2. Dari jumlah tersebut bahwa 50% adalah pasien berumur lebih dari 60 tahun. Obat hipoglikemia kombinasi (lebih dari 1 obat hipoglikemia) yang digunakan untuk mengatasi diabetes yang dialami oleh pasien geriatri harus diperhatikan, mengingat fungsi organ dan aktivitas fisik yang sudah mengalami penurunan. Mengingat hal tersebut maka dianjurkan pemilihan dan dosis pemberian untuk pasien usia lanjut harus berhati-hati. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi Drug Therapy Problems pada pasien geriatri. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Bahan yang digunakan adalah lembar rekam medis. Pasien geriatri diabetes mellitus tipe 2 yang menerima obat hipoglikemia kombinasi di instalasi rawat jalan RSUP Dr. Sardjito adalah 26 pasien. Karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan yaitu 57,7% (15 pasien), usia lansia (elderly) terbanyak yaitu 73,1% (19 pasien), komplikasi paling banyak adalah hipertensi 92,3% (24 pasien) dan penyakit penyerta adalah osteoatritis 19,2 % (5 pasien). Terdapat 11 kelas terapi yang diberikan kepada pasien. Drug Therapy Problems (DTPs) yang terjadi adalah dosis terlalu rendah sebanyak 3,8 % (1 pasien) dan Adverse Drug Reaction (ADR) sebanyak 53,8% (14 pasien). Kata kunci : drug therapy problems, obat hipoglikemia kombinasi, Diabetes Mellitus tipe 2 xi ABSTRACT Diabetes Mellitus on adults are almost 90% included in DM Type 2. From that total amount, as much as 50% are patients above 60 years of age. Combined hypoglycemic drugs (more than 1 hypoglycemic drug) used to treat diabetes on geriatric patients need a special attention, remembering their body organs and physically activities are decreasing. Because of that reasons, it is highly recommended to be aware on drugs selection and dosing on geriatrics. Since then, the evaluation of DTPs on geriatric needed to be done. This research is a non experimental with descriptive-evaluative design and also retrospective type. Medical records used as research materials. The total amount of geriatric patients with DM Type 2 who get combined hypoglycemic drugs installation of outpatient RSUP Dr. Sardjito are 26 patients. Percentage for most gender is female with 57,7% (15 patients), the elderly age is 73,1% (19 patients), most complicating disease is hypertension for 92,3% (24 patients) and accompanying disease is ostheoarthritis for 19,2% (5 patients). 11 class of therapy is used. DTPs found are dosage too low as much as 3,8 % (1 patient) and ADR for 53,6% (14 patients). Keywords: DTPs, combined hypoglycemic drugs, DM type 2 xii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMISI .......................................................... vi PRAKATA .......................................................................................................... vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. x INTISARI............................................................................................................ xi ABSTRACT .......................................................................................................... xii DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ...............................................................................................xviii DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xix DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xx BAB I PENGANTAR ......................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................... 1 1. Permasalahan .............................................................................................. 3 2. Keaslian penelitian ..................................................................................... 4 3. Manfaat penelitian ...................................................................................... 5 B. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 6 xiii 1. Tujuan umum ............................................................................................. 6 2. Tujuan khusus............................................................................................. 6 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA.................................................................. 8 A. Drug Therapy Problems ................................................................................. 8 B. Diabetes Mellitus ............................................................................................ 12 1. Klasifikasi ................................................................................................... 12 2. Gejala.......................................................................................................... 14 3. Diagnosis .................................................................................................... 15 4. Komplikasi ................................................................................................ 16 a. Komplikasi Akut..................................................................................... 16 1) Hipoglikemia ...................................................................................... 16 2) Ketoasidosis Diabetik ........................................................................ 16 b. Komplikasi Kronis ................................................................................. 16 1) Makroangiopati (makrovaskuler) ....................................................... 17 2) Mikroangiopati (mikrovaskuler) ........................................................ 17 5. Penatalaksanaan ........................................................................................ 18 a. Terapi non farmakologi ......................................................................... 20 1) Diet .................................................................................................... 20 2) Olah raga ............................................................................................ 20 b. Terapi Farmakologi ............................................................................... 20 1) Terapi Insulin ...................................................................................... 20 2) Terapi Obat Hipoglikemia Oral .......................................................... 22 xiv a. Golongan Sulfonilurea ................................................................... 22 1. Glibenklamid .............................................................................. 23 2. Gliklazid ..................................................................................... 23 3. Glipizid....................................................................................... 24 4. Glikuidon ................................................................................... 24 5. Glimepiride ................................................................................ 24 b. Golongan Meglitinida dan Turunan Fenilalanin ............................ 24 c. Golongan Biguanida ....................................................................... 25 d. Golongan Tiazolidindion ............................................................... 26 e. Golongan Inhibitor α- Glukosidase ................................................ 26 f. Golongan Dipeptidyl-peptidase-4 (DPP-4) .................................... 27 g. Golongan Glucagonlike Peptide-1 Agonist (GLP-) ........................ 27 3) Terapi Kombinasi ................................................................................ 29 C. Geriatri ............................................................................................................ 30 D. Keterangan Empiris ........................................................................................ 31 BAB III METODE PENELITIAN...................................................................... 32 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ..................................................................... 32 B. Definisi Operasional ....................................................................................... 32 C. Subyek Penelitian ........................................................................................... 33 D. Bahan Penelitian ............................................................................................. 33 E. Lokasi Penelitian ............................................................................................ 34 F. Tata Cara Penelitian ........................................................................................ 34 xv 1.Persiapan ..................................................................................................... 35 2. Pengambilan data ....................................................................................... 35 3.Pengolahan data ........................................................................................... 36 F. Tata Cara Analisis Hasil ................................................................................. 37 1. Karakteristik Pasien .................................................................................... 37 2. Profil Obat ................................................................................................... 37 3. Evaluasi Drug Therapy Problem ................................................................ 38 G. Kesulitan Penelitian........................................................................................ 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 40 A. Karakteristik Pasien........................................................................................ 40 1. Berdasarkan jenis kelamin.......................................................................... 40 3. Berdasarkan kelompok usia........................................................................ 41 4. Berdasarkan penyakit komplikasi .............................................................. 42 5. Berdasarkan penyakit penyerta .................................................................. 44 B. Profil Obat ...................................................................................................... 45 a. Obat Susunan Saraf .................................................................................... 46 b. Obat Kardiovaskuler................................................................................... 47 c. Obat Saluran Pernapasan ............................................................................ 48 d. Obat Saluran Cerna .................................................................................... 49 e. Obat Anti Alergi ......................................................................................... 50 f. Cairan untuk Keseimbangan Air, Elektrolit dan Nutrisi ............................. 50 g. Obat Anti Diabetik ..................................................................................... 51 xvi h. Anti Infeksi ................................................................................................. 54 i. Vitamin, Mineral dan Metabolitropikum .................................................... 55 j. Obat yang Mempengaruhi Darah ................................................................ 56 k. Obat Penyakit Kulit .................................................................................... 56 C. Evaluasi DTPs ................................................................................................ 57 a. DTPs dosis terlalu rendah ........................................................................... 58 b. DTPs Advers Drug Reaction ...................................................................... 59 D. Rangkuman Pembahasan................................................................................ 62 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 65 A. Kesimpulan .................................................................................................... 65 B. Saran ............................................................................................................... 65 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 67 BIGRAFI PENULIS ........................................................................................... 103 xvii DAFTAR TABEL Tabel I. Peringkat Signifikansi Klinis Interaksi Obat Menurut Tatro(2001) 10 Tabel II. Korelasi Nilai HbA1C dengan Kadar Glukosa Darah ................... 19 Tabel III. Beberapa Sediaan Insulin di Indonesia .......................................... 21 Tabel IV. Obat Hipoglikemia Oral yang Beredar di Indonesia ..................... 28 Tabel V. Jenis dan Presentase Penyakit Komplikasi .................................... 43 Tabel VI. Jenis dan Persentase Penyakit Penyerta ......................................... 44 Tabel VII. Pengunaan Obat Kelas Terapi Sistem Saraf Pusat......................... 47 Tabel VIII. Pengunaan Obat Kelas Terapi Kardiovaskuler .............................. 48 Tabel IX. Pengunaan Obat Kelas Terapi Saluran Pernapasan ....................... 49 Tabel X. Pengunaan Obat Kelas Terapi Saluran Cerna ................................ 49 Tabel XI. Pengunaan Kelas Terapi Anti Alergi ............................................. 50 Tabel XII. Pengunaan Kelas Terapi Cairan untuk Keseimbangan Air, Elektrolit, Dialisis dan Nutrisi ........................................................................ 51 Tabel XIII. Pengunaan Obat Kelas Terapi Anti Diabetik ................................. 51 Tabel XIV. Penggunaan Obat Hipohlikemia Kombinasi.................................. 53 Tabel XV. Pengunaan Kelas Terapi Vitamin, Mineral dan Metabolitropikum 56 Tabel XVI. Pengunaan Kelas Terapi Obat yang Mempengaruhi Darah ........... 56 Tabel XVII. Pengelompokan Kejadian DTPs .................................................... 58 Tabel XVIII. Kejadian DTPs Dosis Terlalu Rendah .......................................... 59 Tabel XIX. Potensial Kejadian DTPs Advers Drug Reaction .......................... 62 xviii DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Algoritma untuk Mengotrol Glukosa Darah Menurut AACE ........... 19 Gambar 2. Persentase Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ........... 41 Gambar 3. Persentase Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia .......................... 42 Gambar 4. Distribusi Penggunaan Obat Berdasarkan Kelas Terapi ................... 45 xix DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I. Kajian DTPs Pasien Penggunaan Obat Hipoglikemia Kombinasi pada Pasien Geriatri DM Tipe II di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta Periode Januari-Juni 2009 .....................74 Lampiran II. Nilai Rujukan dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta .................. 100 Lampiran III. Obat Paten yang Digunakan ..................................................... 100 Lampiran IV. Daftar Singkatan ....................................................................... 101 Lampiran V. Surat Ijin Penelitian dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta........... 102 Lampiran VI. Surat Kalaikan Etik ................................................................... 103 xx BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) ialah suatu penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa yang tinggi di dalam darah karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara tepat ( Triplitt, Reasner, Isley, 2005). Diabetes Mellitus menjadi salah satu penyakit yang menarik perhatian karena penderitanya terus bertambah banyak. Menurut hasil survei yang dilakukan oleh WHO di Indonesia pada tahun 2000, penderita Diabetes Mellitus sekitar 17 juta orang (8,6 persen dari jumlah penduduk) atau menduduki urutan terbesar ke-4 setelah India, Cina, dan Amerika Serikat (AS). WHO memperkirakan bahwa penderita diabetes di Indonesia akan mengalami kenaikan dari 17 juta jiwa pada tahun 2000, diperkirakan menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun 2030 (Anonim, 2009 b). Hampir 90% Diabetes Mellitus pada orang dewasa merupakan Diabetes Mellitus Tipe 2. Dari jumlah tersebut, 50% adalah pasien berusia lebih dari 60 tahun. Berdasarkan data statistik dunia, pasien geriatri pada tahun 2007 berjumlah sekitar 450 juta jiwa (7% dari total penduduk dunia) dan sekitar 50-92% mengalami gangguan toleransi glukosa. Dapat diperkirakan bahwa dengan laju kenaikan jumlah penduduk geriatri yang semakin cepat, maka prevalensi pasien gangguan toleransi glukosa dan diabetes pada geriatri juga akan semakin cepat (Rochmah, 2006). 1 2 Penyakit diabetes tidak dapat disembuhkan secara total namun bisa dikendalikan dengan 2 cara yaitu secara farmakologis dan nonfarmakologis. Terapi farmakologi yang dapat digunakan adalah terapi obat hipoglikemia yang dapat diberikan secara tunggal maupun kombinasi. Penelitian oleh Turner, Cull, Frighi, dan Holman (1999) menyatakan bahwa DM tipe 2 sangat progresif hingga setelah 3 tahun monoterapi, 50% akan memerlukan lebih dari 1 obat hipoglikemia, dan setelah 9 tahun angka ini akan meningkat menjadi 75%. Bagi pasien geriatri, pemberian terapi kombinasi ini harus diperhatikan mengingat fungsi organ dan aktivitas fisik yang sudah mengalami penurunan. Perubahan fisiologi pada pasien geriatri mempengaruhi kinerja farmakokinetik dan farmodinamik obat. Proses farmakokinetik meliputi absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi, sedangkan proses farmakodinamik berupa antaraksi obat dengan reseptor. Salah satu organ yang mengalami penurunan fungsi yaitu ginjal yang merupakan jalur utama ekskresi mengalami perubahan saluran ginjal (laju filtrasi glomeruler) akibatnya waktu paruh eliminasi obat dapat lebih lama berada dalam tubuh. Hal ini memungkinkan perpanjangan kinerja farmakologi dan toksikologi obat (Donatus, 1999). Maka dianjurkan untuk pemilihan obat yang tepat dan pemberian dosis yang disesuaikan dengan kondisi pasien geriatri, hal tersebut berkaitan dengan pencapaian outcome dan pencegahan terjadinya DTPs. Apoteker memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Apoteker berperan untuk mendampingi, memberikan konseling dan bekerja sama dengan penderita dalam penatalaksanaan diabetes. Selain 3 itu apoteker juga berperan untuk membantu penderita menyesuaikan pola diet sebagaimana yang disarankan ahli gizi, mencegah dan mengendalikan komplikasi yang mungkin timbul, mencegah dan mengendalikan efek samping obat, memberikan rekomendasi penyesuaian rejimen dan dosis obat yang harus dikonsumsi penderita bersama-sama dengan dokter yang merawat penderita. Peran seorang apoteker sangat penting dalam keberhasilan penatalaksanaan dan pemberian terapi yang tepat, sehingga tidak menimbulkan Drug Therapy Problems (DTPs). Dengan demikian diperlukan penelitian tentang keberhasilan penatalaksanaan terapi obat melalui evaluasi DTPs untuk pasien diabetes. Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Sardjito karena rumah sakit ini merupakan paling besar di Yogyakarta, dengan jumlah pasien DM tipe 2 yang mendapatkan terapi kombinasi yang melakukan pemeriksaan rutin di rumah sakit tersebut cukup banyak. Selain itu, RSUP Dr. Sardjito memiliki instalasi famasi, instalasi rawat jalan, unit rekam medis dan unit geriatri yang mendukung pelayanan. Dari data rekam medik yang diperoleh dapat diidentifikasi adanya DTP pada penggunaan obat hipoglikemia sehingga diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas layanan RSUP Dr. Sardjito kepada pasien untuk mendapatkan terapi yang optimal serta untuk mendukung pelaksanaan patient safety saat ini. 1. Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang ada, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah : a. Bagaimana karakteristik pasien geriatri DM tipe 2 yang mendapat terapi obat 4 hipoglikemia kombinasi di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009 (berdasarkan jenis kelamin, usia, penyakit komplikasi dan penyakit penyerta) ? b. Bagaimana profil penggunaan obat pada pasien geriatri DM tipe 2 yang mendapat terapi obat hipoglikemia kombinasi di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009 ? c. Berapa besar angka dan persentase kejadian DTPs pada pengobatan pasien geriatri DM tipe 2 yang mendapat terapi obat hipoglikemia kombinasi di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009 yang meliputi: 1) butuh tambahan obat (need for additional drug therapy) ? 2) obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy) ? 3) salah obat (wrong drug) ? 4) dosis terlalu rendah (dosage too low) ? 5) adverse drug reaction ? 6) dosis terlalu tinggi (dosage too high) ? 2. Keaslian Penelitian Terdapat beberapa penelitian tentang evaluasi DTPs penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 yang sudah dilakukan di RSUP Dr. Sardjito. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada subyek penelitian dalam penelitian ini yaitu pasien geriatri yang mendapat obat hipoglikemia kombinasi di Instalasi Rawat Jalan, periode yang digunakan Januari-Juni 2009, sedangkan penelitian sebelumnya tidak memiliki kriteria inklusi tersebut. Maka dapat dikatakan penelitian mengenai 5 Evaluasi Drug Therapy Problems Obat Hipoglikemia Kombinasi pada Pasien Geriatri Diabetes Mellitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta Periode Januari-Juni 2009 belum pernah dilakukan. Penelitian yang terkait mengenai evaluasi DTPs obat hipoglikemia untuk penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti lain dengan judul sebagai berikut ini : a. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008 oleh Herlinawati pada tahun 2009 . b. Evaluasi Drug Related Problems pada Peresepan Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi Ishemic Heart Disease di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2005- Desember 2007 oleh Larasati pada tahun 2008. c. Identifikasi Drug Related Problems dan Pengaruhnya Terhadap Kontrol Gula Darah pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan yang Diterapi dengan Insulin di Rumah Sakit D. Sardjito oleh Puspitasari pada tahun 2008. 3. Manfaat penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah a. menjadi sumber informasi tentang DTPs pada pengobatan Diabetes Mellitus tipe 2 di RSUP Dr. Sardjito b. menjadi bahan pertimbangan dalam mengembangkan konsep pelayanan farmasi klinik di RSUP Dr Sardjito serta untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. 6 B. Tujuan 1. Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengevaluasi adanya Drug Therapy Problems obat hipoglikemia kombinasi pada pasien geriatri DM tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009 . 2. Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk : a. Mengetahui karakteristik pasien geriatri DM tipe 2 yang mendapat terapi obat hipoglikemia kombinasi di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009 (berdasarkan jenis kelamin, usia, penyakit komplikasi dan penyakit penyerta). b. Mengetahui profil penggunaan obat pada pasien geriatri DM tipe 2 yang mendapat terapi obat hipoglikemia kombinasi di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009. c. Mengetahui besar angka dan persentase kejadian DTPs pada pengobatan pasien geriatri DM tipe 2 yang mendapat terapi obat hipoglikemia kombinasi di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009 yang meliputi: 1) butuh tambahan obat (need for additional drug therapy) 2) obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy) 3) salah obat (wrong drug) 4) dosis terlalu rendah (dosage too low) 7 5) adverse drug reaction 6) dosis terlalu tinggi (dosage too high) BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Drug Therapy Problems Drug Therapy Problems (DTPs) merupakan peristiwa yang tidak diinginkan yang dialami pasien yang memerlukan atau diduga memerlukan terapi obat dan berkaitan dengan tercapainya tujuan terapi yang diinginkan. Identifikasi DTPs menjadi fokus penilaian dan pengambilan keputusan terakhir dalam tahap proses patient care (Cippole, Strand , Morley, 2004). Kejadian DTPs ini menjadi masalah aktual maupun potensial yang kental dibicarakan dalam hubungan antara farmasis dengan dokter. Yang dimaksud dengan masalah aktual DTPs adalah masalah yang sudah terjadi pada pasien dan farmasis harus berusaha menyelesaikannya. Masalah DTPs yang potensial adalah suatu masalah yang mungkin menjadi risiko yang dapat berkembang pada pasien jika farmasis tidak melakukan tindakan untuk mencegah (Rovers, 2003). Mengetahui hal tersebut maka seorang farmasis memegang peran penting dalam mencegah maupun mengendalikan masalah tersebut. Ada beberapa hal yang termasuk dalam kategori penyebab timbulnya permasalahan yang berhubungan dengan DTPs (Cippole dkk., 2004). 1. Butuh tambahan obat (need for additional drug therapy) Pasien mempunyai masalah medis yang membutuhkan terapi obat meliputi kondisi penyakit meningkat sehingga membutuhkan obat baru, mengalami penyakit kronis, terapi obat pencegahan untuk mengurangi risiko berkembangnya kondisi baru 8 9 dan pemberian pengobatan tambahan untuk mencapai sinergi dan efek tambahan. 2. Obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy) Hal ini terjadi jika pasien menggunakan obat tanpa indikasi yang tepat, terapi dengan dosis toksis, kondisi pengobatan lebih tepat ditangani dengan terapi nonfarmakologi, terapi obat diberikan untuk menghindari efek merugikan dari pengobatan yang lain dan penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol atau merokok, polifarmasi yang sebaiknya terapi tunggal dan terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat digantikan dengan obat yang lebih aman. 3. Salah obat (wrong drug) Pasien mendapatkan terapi tidak tepat seperti obat bukan yang paling efektif dan aman, pasien alergi atau kontraindikasi, sudah resisten terhadap infeksi, dan kondisi pengobatan yang tidak dapat sembuh dengan produk obat. 4. Dosis terlalu rendah (dosage too low) Penyebab terjadinya ialah dosis terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang diinginkan, interaksi obat mengurangi jumlah ketersediaan obat yang aktif, durasi obat terlalu singkat untuk menghasilkan respon yang diinginkan, pemilihan obat, dosis, rute pemberian dan sediaan obat tidak tepat. 5. Adverse Drug Reaction Penyebabnya ialah pasien menerima produk obat yang menyebabkan reaksi alergi atau idiosinkrasi, pengaturan dosis obat diganti terlalu cepat, bioavalibilitas atau efek obat diubah oleh obat lain atau makanan dan interaksi obat. 10 Salah satu yang menjadi kriteria terjadinya DTPs Adverse Drug Reaction adalah terjadinya interaksi obat. Tidak semua obat bermakna secara klinis. Beberapa interaksi obat secara teoritis mungkin terjadi, sedangkan interaksi obat yang lain yang harus dihindari atau memerlukan pemantauan yang cermat. Tatro (2001) menilai interaksi obat melalui peringkat signifikasi, onset, tingkat keparahan efek interaksi dan dokumentasinya. a. Peringkat Signifikansi Peringkat signifikansi interaksi bervariasi dari derajat 1 sampai 5. Derajat 1 adalah interaksi yang parah dan telah terdokumentasi dengan baik. Derajat 5 adalah interaksi yang dokumentasinya tidak lebih dari possible atau unlikely. Tabel I. Peringkat Signifikansi Klinis Interaksi Obat Menurut Tatro (2001) Peringkat signifikansi 1 2 3 4 5 Signifikansi Major Moderate Minor Major/Moderate Minor Any Dokumentasi Suspected atau lebih Suspected atau lebih Suspected atau lebih Possible Possible Unlikely b. Onset Onset adalah mulai efek kerja interaksi suatu obat yang terbagi dalam 2 kelompok yaitu rapid dan delayed. Onset rapid ialah efek akan terjadi dalam kurun waktu 24 jam setelah pemakaian obat yang berinteraksi, sehingga diperlukan tindakan segera. Onset delayed ialah efek tidak akan terjadi sampai beberapa hari atau minggu setelah pemakaian obat. Tidak memerlukan tindakan segera. 11 c. Tingkat keparahan efek interaksi Berdasarkan tingkat keparahan efek interaksi suatu obat terbagi dalam 3 kelompok yaitu major, moderate, minor. Tingkat keparahan major ialah efek yang terjadi secara potensial mengancam jiwa atau dapat menyebabkan kerusakan yang bersifat menetap. Efek dapat menyebabkan perubahan status klinik dan penambahan pengobatan merupakan tingkat keparahan moderate. Efek yang biasanya ringan tidak memerlukan tambahan pengobatan merupakan tingkat keparahan minor. d. Dokumentasi Dokumentasi adalah derajat kepercayaan dari interaksi obat yang dapat menyebabkan perubahan respon klinis. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terdokumentasinya suatu efek interaksi obat khususnya pada pasien tertentu. Dokumentasi tidak menunjukkan besarnya insidensi atau frek uensi interaksi, serta tidak tergantung pada keparahan efek interaksi. Dekomentasi terbagi dalam 5 kelompok yaitu established, probable, suspected, possible dan unlikely. Dokumentasi established ialah derajat kepercayaan yang telah dapat membuktikan interaksi terjadi disertai suatu kontrol penelitian yang baik. Kelompok kedua yaitu probable ialah sangat mungkin terjadi interaksi tetapi tidak ada bukti klinis. Yang ketiga yaitu suspected ialah interaksi obat mungkin terjadi dan terdapat beberapa data yang baik, tetapi membutuhkan studi penelitian lebih lanjut. Kelompok keempat yaitu possible ialah interaksi obat dapat terjadi tetapi data masih sangat terbatas. Dan yang kelima yaitu unlikely ialah derajat kepercayaan yang meragukan untuk terjadi interaksi obat dan tidak ada perubahan efek klinis yang jelas. 12 6. Dosis terlalu tinggi (dosage too high ) Beberapa penyebabnya ialah dosis pemberian terlalu tinggi, frekuensi pemberian terlalu cepat, durasi obat terlalu panjang, dan interaksi obat yang terjadi menghasilkan efek toksik. 7. Ketidaktaatan (inappropiate compliance) Beberapa penyebabnya ialah pasien tidak memahami instruksi, lebih memilih untuk tidak melakukan pengobatan, lupa melakukan pengobatan, tidak sanggup menebus obat karena terlalu mahal, tidak dapat menelan atau melakukan pemberian sendiri dengan tepat dan produk obat tidak tersedia. B. Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah (hiperglikemia) disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999). 1. Klasifikasi Berdasarkan etiologi, American Diabetes Association (ADA) mengklasifikasikan Diabetes Mellitus menjadi : a. Diabetes Mellitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Diabetes Mellitus tipe 1 merupakan diabetes yang tergantung pada insulin 13 yang disebabkan oleh adanya reaksi autoimun sehingga sel beta (ß) penghasil insulin pada pulau-pulau langerhans pankreas menjadi rusak, akibatnya tubuh menjadi kekurangan insulin (Triplitt dkk., 2005). Destruksi autoimun dari sel ß langerhans kelenjar pankreas melibatkan defisiensi sekresi insulin sehingga menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM tipe 1. Selain itu, sel alfa (a ) kelenjar pankreas pada penderita DM tipe 1 yang tidak normal. Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, namun pada penderita DM tipe 1 sekresi glukagon tetap tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemi. Hal ini memperparah keadaan ketoasidosis diabetik jika tidak mendapat terapi insulin (Anonim, 2005 a). b. Diabetes Mellitus tipe 2 atau Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) Pada diabetes tipe ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer (resistensi insulin dan disfungsi sel ß). Akibatnya, pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi resistensi insulin. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif (Widijanti, 2006) Berbeda dengan DM tipe 1, pada penderita DM tipe 2 terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat terdeteksi jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, di samping kadar glukosa yang tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM tipe 2 bukan karena kurangnya sekresi insulin, tapi karena sel-sel sasaran insulin tidak mampu merespon insulin secara normal. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangannya penderita DM tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel ß pankreas yang terjadi secara progesif yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi insulin 14 sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen (Anonim, 2005 a). c. Diabetes Mellitus Tipe Spesifik Meliputi individu dengan gangguan genetik fungsi sel ß, gangguan genetik kerja insulin, penyakit endokrin pankreas, endokrinopati (akromegali, sindrom Chusing), Diabetes Mellitus karena obat atau bahan kimia, infeksi dan sindrom genetik (Triplitt dkk., 2005) d. Diabetes Mellitus Gestasional Diabetes Mellitus gestasional adalah diabetes yang dialami oleh wanita terutama pada masa kehamilan yang diakibatkan adanya intoleransi glukosa selama kehamilan. Diabetes gestasional terjadi pada 7% dari seluruh wanita hamil (Triplitt dkk., 2005). 2. Gejala Pada DM Tip e 1 gejala awalnya adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita Diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius (Anonim, 2008 a). Penderita DM tipe 2 bisa tidak menunjukkan gejala- gejala selama beberapa 15 tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala ya ng berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000mg/dL, biasanya terjadi akibat stres misalnya infeksi atau obatobatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, dan kejang (Anonim, 2008 a). 3. Diagnosis Menurut American Association of Clinical Endocrinologists (2007), diagnosa Diabetes Mellitus baru dapat dipastikan jika : a. Adanya gejala seperti poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan yang cepat tanpa sebab yang jelas dan kadar glukosa darah acak = 200mg/dl atau b. Kadar glukosa darah puasa (GDP) (dengan menggunakan plasma vena) = 126mg/dl. Puasa didefinisikan sebagai tidak adanya masukan kalori selama setidaknya 8 jam atau c. Kadar glukosa plasma = 200mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada tes toleransi glukosa oral (TTGO). Untuk kelompok tanpa keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah abnormal tinggi (hiperglikemia) satu kali saja tidak cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan konfirmasi atau pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan paling tidak satu kali lagi kadar gula darah sewaktu yang abnormal (Anonim, 2005 a). 16 4. Komplikasi Komplikasi dapat bersifat akut atau kronis. Komplikasi akut terjadi jika kadar glukosa darah seseorang meningkat atau menurun drastis jika seseorang menjalani diet terlalu ketat. Komplikasi kronis berupa kelainan pembuluh darah yang akhirnya dapat menyebabkan serangan jantung, ginjal, saraf dan penyakit berat lainnya. a. Komplikasi Akut 1) Hipoglikemia Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Hipoglikemia ditandai dengan lemas, gemetar, pusing, pandangan berkunang-kunang, keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai kehilangan kesadaran. Jika tidak tertolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian (Soegondo, 2006 a). 2) Ketoasidosis Diabetik Asidosis yang disebabkan oleh pemecahan lemak yang ber lebih, yang menyebabkan akumulasi asam-asam lemak dan senyawa-senyawa keton di dalam tubuh. Salah satu gejalanya nafas penderita berbau khas seperti buah dan kecepatan nafas lebih cepat dari normal. Keadaan ketoasidosis ini dapat mengakibatkan kehilangan kesadaran, koma dan akhirnya meninggal dunia (Soegondo, 2006 a). b. Komplikasi Kronis Komplikasi kronis Diabetes Mellitus terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh bagian tubuh (angiopati diabetik). Angiopati dibagi menjadi 2 yaitu : 17 1) Makroangiopati (makrovaskuler) Jenis komplikasi makrovaskuler yang umum berkembang adalah penyakit vaskuler perifer, gagal jantung, jantung koroner, infark miokard, dan kematian mendadak. Diabetes Mellitus merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit jantung (Triplitt dkk., 2005). Yang lebih sering merasakan komplikasi ini adalah DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan (Soegondo, 2006 a). 2) Mikroangiopati (mikrovaskuler) Yang termasuk dalam komplikasi mikrovaskuler yaitu retinopati, nefropati dan neuropati. Hal yang dapat mendorong terjadinya komplikasi terseb ut ialah terjadinya hiperglikemia dan pembetukan protein terglikasi yang menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi semakin lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh darah kecil (Soegondo, 2006 a). a) Retinopati Kejadian retinopati diabetik dikarenakan mikroangiopati yang terjadi pada arteriola prekapiler retinal, kapiler, dan venula. Kerusakan disebabkan karena kebocoran mikrovaskuler karena terurainya barier retinal sehingga darah dapat masuk dan adanya sumbatan mikrovaskuler (Watkins, 2003). b) Neuropati Neuropati terjadi, akibat adanya kerusakan pada pembuluh darah kecil yang memberi nutrisi pada saraf perifer dan metabolisme gula yang abnormal (Triplitt dkk., 2005). 18 c) Nefropati Kadar glukosa yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan penurunan kualitas kerja ginjal (Triplitt dkk., 2005). 5. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Tujuan umum penatalaksanaan Diabetes Mellitus adalah memperbaiki kelainan metabolisme pasien sehingga dapat mempertahankan status kesehatan pasien dan memperpanjang harapan hidup pasien. Pendekatan penatalaksanaan terapi Diabetes melitus yang lain dipusatkan pada adanya resistensi insulin dan usaha untuk meningkatkan kemampuan insulin yang tersedia dalam memacu pengambilan glukosa oleh jaringan (Asdie, 2000). Pada penatalaksanaan terapi Diabetes Mellitus terdapat terapi primer dan terapi sekunder. Penatalaksanaan terapi primer meliputi edukasi, diet, dan olahraga sedangkan terapi sekunder dengan insulin , obat hipoglikemia oral dan cangkok pankreas (Asdie, 2000). Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olahraga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya (Anonim, 2005 a). 19 Gambar 1. Algoritma Terapi untuk Pasien DM Tipe 2 Menurut AACE Tabel II. Korelasi Nilai HbA1C dengan Kadar Glukosa Darah HbA1C (%) 6 7 8 9 10 11 12 Kadar Glukosa Darah (mg/dl) 126 154 183 212 240 269 298 (ADA, 2009) 20 a. Terapi non farmakologi 1) Diet Terapi nutrisi medis direkome ndasikan untuk semua penderita DM. Melalui terapi ini diharapkan dapat mencapai outcome metabolik yang optimal dan pencegahan serta terapi komplik asi. Untuk orang dengan DM tipe 1, fokus terutama pada pemberian insulin dan diseimbangkan dengan diet untuk mencapai dan menjaga berat badan yang ideal. Pada pasien DM tipe 2 dilakukan pembatasan kalori untuk mencapai penurunan berat badan. Penurunan berat badan dapat menurunkan faktor risiko pada orang DM tipe 2 (Triplitt dkk., 2005). 2) Olah Raga. Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asalkan dilakukan secara teratur akan bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa (Anonim, 2005 a). b. Terapi Farmakologi 1) Terapi Insulin Bagi penderita DM Tipe 1 terapi insulin sangat dibutuhkan karena pada penderita DM Tipe 1, sel-sel ß Langerhans kelenjar pankreas penderita telah rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Untuk itu penderita harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di 21 dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin apabila terapi lain yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah (Anonim, 2005 a). Dahulu terapi insulin untuk pasien DM tipe 2 dianggap sebagai pilihan yang terakhir, tetapi, hal tersebut mulai berubah seiring dengan waktu. Blonde (2007) menyatakan bahwa terapi insulin intensif pada DM tipe 2 yang baru terdiagnosa dapat meningkatkan kontrol glukosa darah dalam jangka waktu lama menurunkan risiko mikrovaskular dan makrovaskuler, serta potensial meningkatkan fungsi sel ß pankreas. Insulin yang disekresikan oleh sel-sel ß pankreas akan langsung diinfusikan ke dalam hati melalui vena porta, lalu didistribusikan ke seluruh tubuh melalui sirkulasi sistemik yang selanjutnya berperan untuk membantu transpor glukosa dari darah ke dalam sel. Kekurangan insulin menyebabkan glukosa darah tidak dapat atau terhambat masuk ke dalam sel. Akibatnya, glukosa darah akan meningkat, dan sebaliknya sel-sel tubuh kekurangan bahan sumber energi sehingga tidak dapat memproduksi energi sebagaimana seharusnya (Anonim, 2005 a). Tabel III. Beberapa Sediaan Insulin di Indonesia Nama 1. Kerja Cepat Actrapid® Humulin-R® 2. Kerja menengah Insultard® Humulin® N Awal Kerja (jam) Efek Puncak (jam) Lama Kerja (Jam) 0,5-1 0,5-1,5 3-5 2-4 3-4 4-10 4-12 10-16 12-18 22 3. Kerja campur Mixtard® 30 Humulin® 30/70 4. Kerja panjang Lantus® 0,5-1 Tidak ada 10-16 2-4 Tidak ada 24 (Soegondo, 2006 a) 2) Terapi Obat Hipoglikemia Oral Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu: a) Golongan Sulfonilurea Sifat perangsangan obat golongan ini berbeda dengan perangsangan oleh glukosa, karena ketika kondisi hiperglikemia sel pankreas gagal merangsang sekresi insulin, senyawa-senyawa obat ini masih mampu meningkatkan sekresi insulin. Oleh sebab itu, obat-obat golongan sulfonilurea sangat bermanfaat untuk penderita diabetes yang kelenjar pankreasnya masih mampu memproduksi insulin, tetapi karena sesuatu hal terhambat sekresinya (Anonim, 2005 a). Obat golongan sulfonilurea be risiko tinggi terjadi hipoglikemia jika pasien berusia lanjut dan mengalami insufisiensi renal atau gangguan hati (Triplitt dkk., 2005). Golongan sulfonilurea terdiri dari 2 agen generasi. Agen generasi pertama meliputi klorpropamid, tolbutamid, karbutamid, asetoxamid, tolazamid dan glikodiazin. Agen generasi kedua meliputi glibenklamid, glipizid, glik lazid dan glimepirid (Karam, 2007). 23 (1) Glibenklamid Cara kerja glibenklamid adalah dengan meningkatkan sekresi insulin dari sel ß pankreas, menurunkan glukosa dari hati, dan meningkatkan sensitifitas insulin di jaringan perifer. Untuk pasien geriatri dosis awalnya adalah 1,25-5 mg perhari dapat ditingkatkan dengan dosis maksimal yang dianjurkan 20 mg perhari. Obat golongan tiazid dan beta bloker dapat menurunkan efektfitas glibenklamid. Sedangkan penggunaan yang bersamaan dengan golongan obat antikoagulan, salisilat, anti inflamasi non steroid atau pun MAO inhibitor dapat meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia (Lacy, Armstrong, Goldman,Lance, 2006). (2) Glik lazid Durasi obat ini di dalam tubuh adalah 12 jam untuk itu pemberiannya cukup 1-2 kali dalam sehari. Dosis awal penggunaannya 40-80 mg sekali sehari, dosis maksimumnya 320 mg dalam sehari. Obat ini dimetabolisme di hati dan metabolit dan konjugatnya ini tidak menyebabkan efek hipoglikemia (Karam, 2007). (3) Glipizid Efek maksimumnya mampu menurunkan kadar glukosa post prandial. Glipizid mempunyai waktu paruh 2-4 jam dengan lama kerjanya 10-16 jam. Obat ini seharusnya dikonsumsi 30 menit sebelum makan karena jika bersamaan dengan makanan maka kecepatan absorpsinya dapat tertunda (Karam, 2007). Dosis awal 2,5-5 mg 30 menit sebelum sarapan. Bila 24 diperlukan ditingkatkan 5 atau 10 mg sampai 3 kali sehari sebelum makan, maksimal 20 mg sehari (Anonim, 2000). Obat ini dikontraindikasikan untuk pasien yang memiliki gangguan hati atau ginjal, memiliki risiko tinggi terhadap hipoglikemia tetapi karena potensinya lebih rendah dan durasinya lebih singkat maka obat ini lebih baik digunakan untuk pasien lanjut usia dibandingkan dengan gliburid (Karam, 2007). (4) Glikuidon. Dosis awalnya adalah 15 mg sehari, sebelum makan pagi, dapat ditingkatkan menjadi 45-60 mg sehari terbagi dalam 2 atau 3 dosis. Dosis maksimal glikuidon dalam sehari adalah 180 mg (Soegondo, 2006 a). (5) Glimepirid Obat ini diberikan sekali sehari untuk monoterapi namun dapat juga dikombinasikan dengan insulin untuk menurunkan kadar glukosa pasien yang tidak dapat dikontrol hanya dengan diet dan olahraga (Karam, 2007). Dosis awal untuk pasien usia lanjut yaitu 0,5-1 mg sekali konsumsi dan dosis maksimalnya 8 mg per hari (Soegondo, Soewondo, Subekti, 2004). b) Golongan Meglitinida dan Turunan Fenilalanin Obat golongan glinida ini merupakan obat hipoglikemik generasi baru yang kerjanya mirip dengan golongan sulfonilurea. Kedua golongan senyawa hipoglikemik oral ini bekerja meningkatkan sintesis dan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Umumnya senyawa obat hipoglikemik golongan 25 meglitinida dan turunan fenilalanin ini dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik oral lainnya (Carlisle, Kroon, Kimble, 2005). c) Golongan Biguanida Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati dengan menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia. Satu-satunya senyawa biguanida yang masih dipakai sebagai obat hipoglikemik oral di United State adalah metformin. Kerja obat ini adalah meningkatkan sensitivitas insulin pada hati dan jaringan perifer, sehingga meningkatkan ambilan glukosa (Triplitt dkk., 2005). Sangat penting untuk memulai dosis dari dosis rendah dan dapat ditingkatkan secara bertahap digunakan bersama an waktu makan hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko gangguan saluran pencernaan yang mungkin dapat terjadi (Karam, 2007). Tablet 500 mg dapat digunakan 3 kali sehari bersamaan dengan waktu makan, atau 850 mg digunakan 2 kali sehari namun pada beberapa pasien dapat digunakan 3 kali sehari (Semla, Beizer, Higbee, 2002) Monoterapi dengan metformin secara konsisten menurunkan level HbA1c sebanyak 1,5-1,7% dan level GDP sebesar 50-70 mg/dl. Metformin juga menurunkan kadar asam lemak bebas, kolesterol total (5-10%), dan trigliserid plasma (10-20%) dengan sedikit atau tanpa perubahan pada HDL (Carlisle dkk., 2005). 26 Beberapa obat dapat berinteraksi dengan meformin seperti simetidin, nifedipin, furosemid, ranitidin, amiloridine, prokainamid yang dapat meningkatkan efek dari metformin sehingga dapat meningkatkan terjadinya hipoglikemia (Semla dkk., 2002). d) Golongan Tiazolidindio n (TDZ) Golongan obat ini bekerja dengan cara meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin dengan mengikat PPAR? (peroxisome proliferator activated receptor-gamma) yang terutama terdapat pada sel lemak dan sel vaskuler. Dengan demikian thiazolidindion secara tidak langsung meningkatkan sensitivitas insulin pada otot, liver, dan jaringan lemak (Triplitt dkk., 2005). Seperti halnya biguanin, obat golongan ini juga tidak menyebabkan hipoglikemia. Pioglitazone dan rosiglitazone termasuk dalam obat golongan ini, kedua obat ini efektif jika digunakan secara tunggal maupun dikombinasikan dengan golongan sulfonilurea atau metformin atau insulin (Karam, 2007). e) Golongan Inhibitor a-Glukosidase Golongan obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim alfa glukosidase yang terdapat di dinding usus halus. Enzim-enzim a-glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga obat dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita Diabetes. Senyawa inhibitor a- glukosidase juga menghambat enzim a-amilase 27 pankreas yang bekerja menghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus. Sehingga obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu (Triplitt dkk., 2005). Akarbose merupakan obat yang termasuk dalam golongan ini, tersedia dalam tablet 50 mg dan 100 mg. Dosis awal pengunaan dapat dimulai dengan pemberian 50 mg 3 kali sehari, secara bertahap dapat ditingkatkan hingga 100 mg untuk 3 kali sehari. Obat ini memiliki keuntungan untuk mengatasi hiperglikemia postprandial, sehingga alangkah baik jika digunakan setelah suapan pertama saat makan (Karam, 2007). f) Golongan Dipeptidyl-peptidase-4 (DPP-4) DPP 4 inhibitor menurunkan hormon inkretin yang berfungsi meningkatkan sekresi insulin dan menekan produksi glukagon, sehingga dapat memperbaiki fungsi keseimbangan antara glukagon dan insulin (AACE, 2007). DPP 4 menghambat penurunan glukosa darah puasa dan glukosa post prandial. Obat golongan ini berperan untuk menghambat DPP 4. Pada suatu penelitian, efektivitas obat golongan ini sebanding dengan obat golongan sulfonilurea dan metformin. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah vildagliptin, saxagliptin dan sitagliptin yang digunakan satu kali sehari. Sitagliptin dieliminasi melalui ginjal, pada pasien yang menderita insufisiensi renal dosis penggunaannya harus diturunkan (AACE, 2009). g) Glucagonlike Peptide-1 Agonist (GLP-1) Obat golongan ini berperan seperti halnya GLP-1 (glucagon- like Obat golongan ini berperan seperti halnya GLP-1 (glucagon-like peptide-1). GLP-1 berfungsi untuk memacu sekresi insulin dan menghambat pelepasan glucagon. Mekanisme aksi penurunan glukosa darah dari obat golongan ini terjadi secara alami seperti pada hormon inkretin. Aksinya meliputi memacu produksi insulin, dan merespon peningkatan glukosa darah, menghambat pelepasan glukagon setelah makan, dan memperlambat absorbsi makanan. Exenatide merupakan salah satu obat yang termasuk dalam golongan ini. Exenatide dapat dikombinasikan dengan golongan sulfonilurea, metformin, dan tiazollidindion. Tabel IV. Obat Hipoglikemia Oral yang Beredar di Indonesia Nama Generik Nama Dagang Dosis harian (mg) Dosis Awal untuk Elderly (mg/hari) 1. Sulfonilurea Klorpropamid Diabenese® 100-500 300 (100-250 mg) Glibenklamid 2,5-5 Euglucon® (2,5mg-5mg) Prodiabet® Glipizid Minidiab® 5-20 2,5-5 (5 mg-10mg) Glucotrol® Glikazid Diamicron® 30-120 (80 mg) Glucodex® Glikuidon Glurenorrn® 30-120 (30 mg) Glimepirid Amaryl® 6 0,5-1 (1 mg, 2 mg, 3 Gluvas® mg, 4 mg) 2. Short-Acting Insulin Secretagogues (Glinid) Nateglinid Starlix® 360 120 dengan (120 mg) makanan Repaglinid Novonorm® 6 0,5-1 dengan (0,5 mg, 1 mg, makanan 2 mg) Dosis maksimal (mg/hari) Lama kerja (jam) 500 24-36 - 12-24 40 10-16 - 10-20 - - 8 24 360 4 16 4 Nama Generik 3. Biguanid Metformin (500-850mg) Nama Dagang Dosis harian (mg) Glucopaghe® 250-3000 Diabex® Neodipar® 4. Thiazolindione/ Glitazon Pioglitazon Actos® 15-30 (15 mg- 30 mg) 5. Penghambat α-glukosidase25 mg Acarbose Glucobay® 50-300 (50-100 mg) Dosis Awal untuk Elderly (mg/hari) Dosis maksimal (mg/hari) Lama kerja (jam) 1000 2550 6-8 15 45 24 75 300 12-24 (Soegondo, dkk., 2004 dan Semla dkk., 2002) b. Terapi kombinasi Pemberian obat hipoglikemia oral (OHO) maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glokosa darah. Terapi dengan OHO kombinasi, dipilih berdasarkan dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien dengan alasan klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO. Bila kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak dapat terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan insulin saja. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dengan insulin basal (insulin kerja sedang/panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. 30 Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat memperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil (Soegondo, 2006 a). C. Geriatri Istilah geriatri berasal dari geros yang artiny usia lanjut dan iateria yg artinya merawat. Pada usia ini terjadi proses menua yang akan mengakib atkan timbulnya beberapa perubahan fisiologi, anatomi, psikologi dan sosiologi. Keadaan ini cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan (Darmojo dan Martono, 2004). Menurut WHO, geriatri diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu lansia (elderly) dengan kisaran usia 60-75 tahun, tua (old ) dengan kisaran usia 75-90, dan sangat tua (very old) dengan kisaran usia lebih dari 90 tahun (Laksmiarti dan Maryam, 2002). Proses menua dapat mempengaruhi farmakokinetik dan farmakodinamik obat di dalam tubuh. Proses farmakokinetik meliputi absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi, sedangkan proses farmakodinamik berupa antaraksi obat dengan reseptor. Salah satu organ yang mengalami penurunan fungsi yaitu ginjal yang merupakan jalur utama ekskresi mengalami perubahan saluran ginjal (laju filtrasi glomeruler) akibatnya waktu paruh eliminasi obat dapat lebih lama berada dalam tubuh. Hal ini memungkinkan perpanjangan kinerja farmakologi dan toksikologi obat (Donatus, 1999). Maka dianjurkan untuk pemilihan obat hipoglikemia yang tepat dan pemberian dosis yang disesuaikan dengan kondisi pasien geriatri (Rochmah, 2006). 31 D. Keterangan Empiris Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran evaluasi Drug Therapy Problems obat hipoglikemia kombinasi pada pasien geriatri Diabetes Mellitus tipe 2 di instalasi rawat jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian mengenai evaluasi Drug Therapy Problems obat hipoglikemia kombinasi pada pasien geriatri DM tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009 merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Penelitian ini bersifat non eksperimental karena tidak ada perlakuan pada subyek penelitian (Pratiknya, 2001). Rancangan penelitian deskriptif ini karena data yang diperoleh kemudian dievaluasi berdasarkan studi pustaka dan dideskripsikan dengan memaparkan fenomena yang terjadi, yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Penelitian ini bersifat retrospektif karena data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan melakukan penelusuran dokumen terdahulu, yaitu pada lembar rekam medik pasien geriatri DM tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009. B. Definisi Operasional Variabel 1. Geriatri adalah pasien yang berusia lebih atau sama dengan 60 tahun. 2. Rekam medik merupakan lembar catatan dokter dan perawat yang berisi data laboratorium, data klinis serta perkembangan kondisi pasien geriatri DM tipe 2 yang menerima terapi obat hipoglikemia kombinasi di Instalasi Rawat Jalan RSUP 32 33 Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Januari-Juni 2009. 3. Drug Therapy Problems yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah butuh tambahan obat, obat tanpa indikasi, salah obat, dosis terlalu rendah, adverse drug reaction dan dosis terlalu tinggi. 4. Kelas terapi obat adalah kelompok besar obat yang terdiri dari beberapa golongan obat yang mempunyai sasaran pengobatan yang sama, dikelompokkan berdasarkan formularium RSUP Dr. Sardijito tahun 2009. C. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah pasien rawat jalan poliklinik geriatri RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi meliputi pasien geriatri yang berusia 60 tahun atau lebih dengan diagnosa utama Diabetes Mellitus tipe 2, memiliki data laboratorium terutama data glukosa darah (GDP/2JPP) dan menggunakan kombinasi 2 atau lebih obat hipoglikemia oral dan obat hipoglikemi kombinasi dengan insulin. Jumlah pasien DM tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009 adalah sebanyak 185 pasien, di mana yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 26 pasien. D. Bahan Penelitian Alat yang diperlukan berupa lembar pengumpulan data, alat tulis untuk menulis data secara langsung, buku pedoman dan guideline pengobatan Diabetes 34 Mellitus seperti Pharmacotherapy, Informatorium Obat Nasional (IONI), dan Informasi Spesialite Obat (ISO), Guidelines for Clinical Practice for The Management of Diabetes Mellitus, Standard of Medical Care in Diabetes-2009; buku pedoman interaksi obat dan perhitungan dosis meliputi Geriatric Dosage Handbook, Drug Informatorium Handbook, Drug Interaction Fact. Bahan yang digunakan adalah kartu rekam medik pasien yang mencakup data pasien, data obat, riwayat penyakit, kondisi pasien dan data laboratorium pasien. Kartu rekam medik merupakan informasi sekaligus sarana komunikasi yang dibutuhkan pasien, maupun pelayanan kesehatan dan pihak terkait untuk mempertimbangkan dalam menentukan suatu kebijakan tatalaksanan atau tindakan medik. Rekam medik memuat informasi karakteristik demografi pasien, tanggal kunjung, tanggal rawat, tanggal selesai rawat, riwayat penyakit riwayat pengobatan, catatan anamnesis, gejala klinik yang diobservasi, pemeriksaan lain, catatan diagnosis, dan paraf dokter yang menangani, dan petugas perekam medik. E. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Instalasi Catatan Medis RSUP Dr Sardjito Yogyakarta yang terletak di Jalan Kesehatan No. 1 Sekip Yogyakarta. F. Tata Cara Penelitian Penelitian mengenai Evaluasi Drug Therapy Problems Obat hipoglikemia kombinasi pada pasien geriatri penderita DM tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan di RSUP 35 Dr Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009 dilakukan dalam beberapa tahap : 1. Persiapan Tahap ini dilakukan pada bulan Agustus hingga Oktober 2009. Pada tahap awal penelitian ini, peneliti mencari pustaka yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Setelah proposal disusun, kemudian surat ijin penelitian diajukan kepada pihak fakultas dan ditandatangani oleh Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Selanjutnya proposal dan surat tersebut disampaikan kepada Direktur RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta untuk dapat melakukan penelitian dengan tembusan kepada Kepala Bagian Pendidikan dan Penelitian. Setelah mendapat ijin, maka peneliti mengajukan permohonan untuk mendapatkan keterangan kelaikan etik (Ethical Clearance) kepada kepala Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan di Departemen Pendidikan Nasional Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah mendapatkan keterangan kelaikan etik (Ethical Clearance), peneliti kembali ke bagian pendidikan dan penelitian RSUP Dr Sardjito Yogyakarta untuk menyelesaikan administrasi. 2. Pengambilan data Tahap pengambilan data dilakukan beberapa proses, yaitu : a. Penelusuran dan pengumpulan data Proses ini dilakukan dengan cara melihat data di bagian Instalasi Catatan Medis yang memuat laporan jenis penyakit pasien rawat jalan. Berdasarkan laporan tersebut, kita dapat mencatat nomor rekam medik, umur, jenis kelamin, anamnesis, diagnosis, hasil pemeriksaan fisik maupun laboratorium pasien, golongan dan jenis 36 obat, jumlah obat, bentuk sediaan, aturan pakai obat. b. Pencatatan data Dari proses penelusuran data diketahui bahwa jumlah pasien geriatri penderita DM tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta periode JanuariJuni 2009 adalah sebanyak 185 pasien, di mana yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 26 pasien. Maka proses selanjutnya ialah pencatatan data 26 pasien tersebut. Data yang diambil adalah nomor rekam medik, umur, jenis kelamin, anamnesis, diagnosis, hasil pemeriksaan laboratorium pasien, golongan dan jenis obat, jumlah obat, dan aturan pakai obat. 3. Pengolahan data Pengolahan data dilakukan secara deskriptif dengan mengelompokkan pasien berdasarkan usia, jenis kelamin, penyakit komplikasi, penyakit penyerta dan mengelompokkan obat yang digunakan dalam pengobatan Diabetes Mellitus tipe 2 berdasarkan kelas terapi, golongan obat, jenis obat, jumlah obat dan menganalisis terjadinya DTPs. Evaluasi DTPs dilakukan per pasien dengan menggunakan referensi Geriatric Dosage Handbook, Drug Interaction Fact, Drug Information Handbook, Stockley’s Drug Interaction, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Informatorium Standar Obat, Standar of Medical Care in Diabetes 2009, AACE Guidelines. 37 G. Tata Cara Analisis Hasil Data dibahas secara deskriptif evaluatif dalam bentuk tabel dan gambar 1. Karakteristik Pasien a. Persentase jenis kelamin pasien geriatri penderita DM tipe 2 dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin dibagi dengan jumlah pasien yang dianalisis kemudian dikalikan 100% b. Persentase umur pasien pasien geriatri penderita DM tipe 2 dikelompokkan menjadi 3 kelompok umur yaitu : 60-75 tahun, 76-90 tahun, > 90 tahun. Masing-masing dibagi dengan jumlah pasien yang dianalisis kemudian dikalikan 100%. c. Persentase jenis penyakit komplikasi pasien geriatri penderita DM tipe 2 dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien berdasarkan jenis penyakit komplikasi dibagi dengan jumlah kasus yang dianalisis kemudian dikalikan 100%. d. Persentase jenis penyakit penyerta pasien geriatri penderita DM tipe 2 dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien berdasarkan jenis penyakit penyerta dibagi dengan jumlah pasien yang dianalisis kemudian dikalikan 100% 2. Profil Obat Pengelompokan kelas terapi pada profil obat menggunakan Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito dan Informatorium Obat Nasional (IONI). Persentase kelas terapi obat dihitung berdasarkan jumlah pasien yang 37 menggunakan kelas terapi obat tertentu dibagi jumlah pasien yang dianalisis dan dikalikan 100%. 3. Evaluasi Drug Therapy Problems Mengevaluasi kerasionalan terapi berdasarkan Drug Therapy Problem dengan metode SOAP secara per kasus : a. menentukan subyek b. menentukan obyek c. menentukan assessment meliputi : butuh obat hipoglikemia, tidak perlu obat hipoglikemia, obat hipoglikemia yang diberikan tidak sesuai dengan indikasi, pasien mendapat dosis obat hipoglikemia yang kurang, mengalami Adverse Drug Reaction, dosis obat yang diterima pasien terlalu tinggi. d. menentukan plan/ rekomendasi H. Kesulitan Penelitian Proses pengambilan data untuk evaluasi Drug Therapy Problems obat hipoglikemia kombinasi pada pasien geriatri DM tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009 yang dilakukan di unit rekam medik mengalami beberapa kesulitan meliputi : 1. Belum terdapat rekam tahunan, maka peneliti harus membuka semua data rekam medis pasien geriatri yang didiagnosa DM tipe 2 baru kemudian diambil yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian. 39 2. Beberapa data tidak dapat ditemukan karena ada beberapa dokter yang tidak menulis rekam medik pasien. Selain itu ada beberapa rekam medik yang tidak tertulis lengkap misalnya diagnosis, terapi yang diberikan serta data laboratoriumnya. Hal tersebut diatasi dengan memasukkan ke daftar subyek eksklusi. 3. Kesulitan dalam membaca beberapa tulisan yang ada di rekam medik. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, maka peneliti menanyakan kepada beberapa pihak yang mengerti seperti petugas rekam medik atau dokter yang kebetulan juga sedang mengadakan penelitian. 4. Selain itu tidak adanya catatan keluhan pasien, di mana hal ini sangat berguna bagi evaluasi DTPs yang mungkin terjadi. Hal tersebut diatasi dengan menentukan DTPs pada penelitian ini bersifat aktual dan potensial. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian mengenai “Evaluasi Drug Therapy Problems Obat Hipoglikemia Kombinasi pada Pasien Geriatri DM Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Januari-Juni 2009” dilakukan dengan penelusuran data rekam medik. Berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditentukan maka diperoleh 26 pasien sebagai subyek penelitian. Hasil dan pembahasan penelitian ini dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama berisi karakteristik pasien ditinjau dari jenis kelamin, usia, penyakit komplikasi dan penyakit penyerta yang dialami oleh pasien. Bagian kedua yaitu menggambarkan profil obat meliputi kelas terapi, golongan dan jenis obat yang digunakan untuk mengatasi penyakit yang dialami oleh pasien. Dan bagian yang ketiga berupa evaluasi DTPs yang bersifat aktual dan atau potensial yang dikemukakan oleh peneliti. A. Karakteristik Pasien Di bawah ini akan dideskripsikan karakteristik pasien menurut jenis kelamin, usia, penyakit komplikasi dan penyakit penyerta. 1. Berdasarkan jenis kelamin Deskripsi jenis kelamin diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya dominasi antara pasien laki-laki dan perempuan. Dari data yang diperoleh, jumlah pasien rawat jalan yang terdiagnosa Diabetes tipe 2 yang mendapat terapi obat 40 41 hipoglikemia kombinasi di RSUP Dr. Sardjito periode Januari-Juni 2009 adalah 26 pasien dengan perbandingan laki-laki sebanyak 11 pasien (42,3 %) dan perempuan sebanyak 15 pasien (57,7%). Gambar 2. Persentase Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Adanya perbedaan jumlah antara pasien laki-laki dan perempuan tidak menandakan bahwa perempuan lebih berisiko menderita DM dikarenakan jenis kelamin bukanlah suatu faktor risiko terjadinya DM. Risiko terjadinya DM pada perempuan adalah sama yang terjadi pada laki-laki (ADA, 2009). 2. Berdasarkan kelompok usia Pengelompokan pasien berdasarkan usia dilakukan untuk mengetahui karakteristik usia pasien geriatri yang terdiagnosis DM tipe 2 yang mendapat terapi obat hipoglikemia kombinasi. Menurut WHO, pembagian terhadap populasi geriatri meliputi 3 kelompok yaitu lansia (elderly) dengan kisaran usia 60-75 tahun, tua (old) 42 dengan kisaran usia 75-90, dan sangat tua (very old) dengan kisaran usia lebih dari 90 tahun (Laksmiarti dan Maryam, 2002). Gambar 3. Persentase Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia Gambar tersebut menunjukkan bahwa jumlah penderita DM yang paling banyak adalah pada usia lansia (elderly) sebanyak 19 pasien (73,1%), selebihnya pada usia tua (old) sebanyak 7 pasien (27,9%) dan tidak terdapat pasien dengan usia lebih dari 90 tahun. Hal ini mungkin dikarenakan pada saat penelitian ini jumlah pasien yang menjalani di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito sebagian besar ialah pasien usia lansia yaitu antara 60-75 tahun. 3. Berdasarkan penyakit komplikasi Komplikasi adalah penyakit yang menyertai DM tipe 2 terkait dengan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler. Komplikasi ini muncul seiring dengan kondisi pasien yang semakin parah. Beberapa pasien mungkin saja dapat menderita bermacam-macam komplikasi. Hal tersebut tergantung dari pengendalian serta keberhasilan terapi yang dijalani. Semakin rendah kesadaran pasien untuk 43 memperhatikan kondisi kesehatan terutama dalam hal menjaga kestabilan glukosa darahnya, maka semakin tinggi pula risiko pasien tersebut mengidap penyakit komplikasi. Tabel V. Jenis dan Persentase Komplikasi No Jenis komplikasi 1. Hipertensi 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Dislipidemia IHD (Ischemic Heart Disease) HHD (Hipertensive Heart Disease) APS (Angina Pektoris) AKD (Acute Kidney Disease) CKD (Chronic Kidney Disease) Insufisiensi Renal Neuropati No Pasien 1,2,3,5,6,7,8,9,10, 11,12,13,14,15,16 ,17,18,19,20,21, 22,24,25,26 1,2,3,17,19,23,25 6 7,10,14,17 1 12 12 1,19 18 Jumlah pasien 24 Persentase (%) 92,3 7 1 4 1 1 1 2 1 26,9 3,8 15,4 3,8 3,8 3,8 7,7 3,8 Berdasarkan data yang diambil, penyakit komplikasi yang terbanyak diderita pasien adalah hipertensi sebesar 92,3% . Proses terjadinya DM komplikasi hipertensi adalah saat kadar glukosa darah yang terlalu banyak akan menyebabkan cairan ekstraselular menjadi lebih pekat karena glukosa darah tidak mudah berdifusi melalui pori-pori membran sehingga menarik cairan dari dalam sel dan menyebabkan volume cairan menjadi bertambah. Kenaikan volume cairan ini akan meningkatkan cardiac output sehingga pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah pasien. Hipertensi memiliki kemungkinan dua kali lebih besar terjadi pada pasien diabetes dari pada pasien non diabetes, di mana patogenesis terjadinya komplikasi terkait dengan resistensi terhadap insulin dan hiperinsulinnemia. Untuk 44 itu perlu dilakukan manajemen terapi untuk mengurangi risiko (Guyton dan Hall, 1996). 4. Berdasarkan penyakit penyerta Pasien DM tipe 2 yang menjalani rawat jalan mengalami keluhan yang dirasakan sangat mengganggu. Selain keluhan akibat penyakit DM dan komplikasi yang dialami, ada beberapa yang mengeluh akibat penyakit penyerta yang dialaminya seperti gangguan saluran pernapasan, gangguan saluran pencernaan, gangguan otot skelet dan sendi serta penyakit penyerta lain. Pada penelitian ini yang disertai penyakit penyerta sebanyak 14 pasien (53,6%,), sedangkan yang tidak disertai penyakit penyerta sebanyak 12 pasien (46,4%). Dari data penyakit penyerta yang paling banyak diderita adalah osteoatritis sebanyak 5 pasien (19,2 %). Tabel VI. Jenis dan Persentase Penyakit Penyerta No Penyakit Penyerta 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Athralgia Asma Benign Prostat Hipertropi Dermatitis alergi Digitate Pedis Dispepsia Gastropati Hiperuremia Konstipasi Low back pain (LBP) Osteoartritis Pneumonia Vertigo Jumlah Pasien (n=26) 1 3 1 1 1 2 1 1 1 1 5 1 1 Persentase (%) 3,8 11,5 3,8 3,8 3,8 7,7 3,8 3,8 3,8 3,8 19,2 3,8 3,8 45 B. Profil Obat Kelas terapi obat adalah kelompok obat yang terdiri atas beberapa golongan obat yang mempunyai tujuan pengobatan yang sama yang diberikan kepada pasien, baik obat hipoglikemia maupun obat lain yang digunakan untuk mengobati penyakit komplikasi dan penyerta yang diderita. Gambar 4. Distribusi Penggunaan Obat Berdasarkan Kelas Terapi Penggolongan kelas terapi obat dilakukan berdasarkan formularium RSUP Dr. Sardjito tahun 2009 hal ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi rumah sakit tentang profil obat yang digunakan untuk menangani pasien geriatri DM tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan rumah sakit tersebut. Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa obat hipoglikemia digunakan oleh semua pasien. Obat kardiovaskuler berada diurutan kedua dari kelas terapi yang banyak digunakan. Obat kardiovaskuler digunakan untuk menangani penyakit komplikasi yang diderita oleh beberapa pasien. 46 Penggolongan obat pada pasien geriatri penderita DM tipe 2 yang mendapat obat hipoglikemia kombinasi ini terdiri dari 11 kelas terapi meliputi : a. Obat Susunan Saraf Obat susunan saraf terdiri dari beberapa golongan yaitu analgesik narkotik, anestetik lokal atau regional, anti inflamasi nonsteroid dan antipirai, anti migren, anti parkinson, anti psikotik, anti vertigo, obat miastenia gravis, obat tonus, otot rangka, dan pelumpuh otot. Tidak semua penggunaan golongan tersebut ditemukan pada penelitian ini, hanya beberapa obat tertentu saja seperti obat analgetik narkotik, dan psikofarmaka. Kelompok antiinflamasi non steroid, antipirai adalah obat untuk penyakit reumatik dan gout. Obat rematik diperlukan untuk pasien DM yang telah lanjut karena lapisan pelindung persendian yang menghalangi terjadinya gesekan dengan tulang sudah menipis dan cairan tulang sudah mengental, menyebabkan tubuh menjadi kaku dan sakit saat digerakkan. Obat yang banyak digunakan adalah meloksikam yang diindikasikan untuk menangani nyeri dan radang, gangguan otot skelet dan osteoatritis. Pada penelitian ini obat meloksikam terutama digunakan untuk menangani penyakit osteoatritis yang merupakan penyakit penyerta yang paling banyak diderita oleh pasien geriatri penderita DM tipe 2. Pasien usia lanjut memiliki kerentaan terhadap efek samping obat golongan AINS yaitu gangguan saluran cerna, untuk itu diperlukan pemantauan yang lebih (Anonim, 2000). 47 Tabel VII. Penggunaan Kelas Terapi Sistem Obat Saraf Pusat No 1. 2. Golongan Obat Analgetik narkotik Psikofarmaka Kelompok Analgesik non opioid Anti Inflamasi non steroid, antipirai Anti ansietas dan anti insomnia Anti depresi dan anti mania Anti vertigo Nama Generik asam salisilat allopurinol meloksikam diazepam alprazolam loprazolam amitriptiline betahistine mesylate No Pasien 1,3,6, 11 6,12 2,6,7, 11,24, 26 24 8 12 18 Jumlah Pasien 4 19 1 Persentase (%) 2 6 50% 1 1 1 1 Beberapa obat golongan psikofarmaka digunakan oleh subyek penelitian ini. Psikofarmaka terutama hipnotik dan ansiolitik berfungsi dalam membantu pasien tertidur serta mengatasi kecemasan akibat stres dengan mekanisme meningkatkan neurotrasmiter GABA (Gama Amino Butyric Acid), suatu neurotransmiter penghambat yang penting di sistem saraf pusat (Anonim, 2000). Sedangkan amitriptiline yang termasuk dalam golongan anti depresi dan anti mania dalam dosis pemberiannya berfungsi untuk mengatasi neuropati yang dialami oleh pasien. b. Obat Kardiovaskuler Penggunaan obat kardiovaskuler yang paling banyak digunakan oleh pasien adalah golongan obat antihipertensi yaitu kelompok Angiotensin Receptor Blockers (ARBs) yaitu valsartan sebesar 50% dari 26 pasien. 48 Valsartan menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat angitensin II agar tidak bertemu dengan reseptor (AT1), yang terletak pada kelenjar adrenal yang dapat mensekresikan aldosteron. Aldosteron ini yang menyebabkan reabsorbsi sodium dan cairan dari ginjal sehingga terjadi peningkatan volume plasma dan mengakibatkan tekanan darah menjadi naik. Penggunaan obat golongan anti hipertensi cukup banyak, hal ini sesuai seperti yang digambarkan pada karakteristik subyek penelitian berdasarkan penyakit komplikasi yang paling banyak diderita yaitu penyakit hipertensi. Tabel VIII. Penggunaan Kelas Terapi Obat Kardiovaskuler No 1. Golongan Obat Anti Hipertensi Kelompok Angiotensin Reseptor Blockers α blocker ACE inhibitor β Blocker Antagonis Kalsium Diuretik 2. c. Anti Angina Nama Generik valsartan tertrazosin hidroklorida kaptopril lisinopril bisoprolol amlodipine besylate hidroklortiazid CCB nifedipin Nitrat isosorbit dinitrat No Pasien 1,2,7,8,10 12,13,14, 16,18,20, 22,26 1 Jumlah Pasien 13 5 9,15,25 1,21 10,15,21 1 3 2 3 1,2,5,12,2 2 1,2,5,6,7, 11,24 1,6,11,17 5 Persentase (%) 1 84,6 % 6 4 Obat Saluran Pernapasan Terdapat 2 golongan obat yang digunakan pada kelas terapi obat saluran pernapasan ini yaitu anti asma dan ekspektoran. Obat saluran pernapasan terutama 49 asma, digunakan untuk mengatasi penyakit asma yang menyertai perjalanan penyakit pasien. Fenoterol merupakan salah satu obat asma yang digunakan, obat ini berperan sebagai bronkodilator. Bronkodilator digunakan untuk melegakan jalan napas sehingga dapat mengurangi gejala sesak napas. Obat ekspektoran digunakan untuk mengurangi batuk berdahak yang dialami oleh pasien (Anonim,2000). Tabel IX. Penggunaan Kelas Terapi Obat Saluran Pernapasan No 1. 2. d. Golongan Obat Anti Asma Ekspektoran Nama Generik teofilin fenoterol HBr salbutamol obat batuk hitam gliseril guaiakolat No Pasien 8 8 8,9 12,14 8 Jumlah Pasien 1 1 2 2 1 Persentase (%) 15,4 Obat Saluran Cerna Obat saluran cerna yang digunakan dalam penelitian ini adalah obat antitukak dan pencahar. Obat-obat tersebut digunakan untuk mengatasi efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan obat hipoglikemia dan obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang digunakan oleh pasien selain itu juga digunakan untuk mengatasi dispepsia dan konstipasi yang dialami oleh pasien. Tabel X. Penggunaan Kelas Terapi Obat Saluran Cerna No 1. 2 Golongan Obat Anti Tukak Pencahar Kelompok Antagonis Histamin H2 Menghambat pompa proton Nama Generik ranitidin No Pasien 1,6,8,9 Jumlah Pasien 4 Persentase (%) omeprazol 17 1 26,9 fenolftalein 7,24 2 50 Obat kelompok antagonis histamin H2 yaitu ranitidin digunakan oleh beberapa pasien pada penelitian ini yakni sebesar 3 pasien. Mekanisme kerja ranitidin yaitu menghambat reseptor histamin H2 yang terdapat di lambung akibatnya sekresi asam lambung menjadi terhambat, volume asam lambung dan ion hidrogen dapat berkurang (Lacy dkk., 2006). Dengan begitu diharapkan obat ini dapat menangani dispepsia dan efek samping AINS. e. Obat Anti Alergi Obat anti alergi yaitu loratadin diindikasikan untuk gejala alergi hay fever dan urtikaria. Sedangkan kortikosteroid digunakan karena efektif untuk asma dengan cara mengurangi inflamasi pada mukosa bronkus dengan mengurangi edema dan sekresi mukus pada saluran napas (Anonim,2000). Tabel XI. Penggunaan Kelas Terapi Anti Alergi No 1. 2. Golongan Obat Anti Histamin Kortikosteroid Kelompok Anti histamin non sedative Glukokorikoid Nama Generik Loratadin No Pasien 25 Jumlah pasien 1 Persentase (%) 11,5 budesonide 8,9 2 f. Cairan untuk Keseimbangan Air, Elektrolit, Dialisis dan Nutrisi Obat yang digunakan dalam kelas terapi ini adalah kalsium karbonat (CaCO3) yang diberikan dalam bentuk sediaan tablet. Pada pasien yang mengalami gangguan ginjal akan mengalami gangguan ekskresi ion H+ sehingga dapat menyebabkan asidosis sistemik dengan penurunan pH plasma dan darah. Tablet kalsium karbonat 51 diberikan pada pasien yang mengalami insufisiensi renal untuk mengatasi risiko asidosis yang dapat terjadi. Tabel XII. Penggunaan Kelas Terapi untuk Keseimbangan Air, Elektrolit, Dialisis dan Nutrisi No g. Golongan Obat Elektrolit Kelompok kalsium karbonat Nama Generik CaCO3 No Pasien 1,12,22 Jumlah Pasien 3 Persentase (%) 11,5% Obat Anti Diabetik Obat hipoglikemia adalah obat yang digunakan untuk menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi karena glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam jaringan dan akibat dari defisiensi produksi insulin. Obat yang mempunyai persentase tertinggi dari pemakaian obat antidiabetik adalah golongan biguanida yaitu metformin dan golongan α glukosidase inhibitor yaitu akarbose. Metformin mendorong sensitivitas insulin di jaringan perifer dan menurunkan glukogenesis hati (Semla,2002). Risiko terhadap terjadinya hipoglikemi sangat kecil pada penggunaan obat ini, dengan alasan tersebut maka metformin digunakan sebagai pilihan pertama dalam penanganan DM tipe 2 yang diderita oleh pasien geriatri. Tabel XIII. Penggunaan Kelas Terapi Obat Anti Diabetik No 1 Golongan Obat Anti Diabetik Parenteral Kelompok campuran tunggal Nama Generik 30% soluble insulin & 70% NPH Regular soluble human insulin aspart 30% + aspartprotamine insulin glargine No Pasien 1,3,7,12, 13 4,20 Jumlah Pasien 5 Persentase (%) 2 100 12,13,25 3 20 1 52 No 2 Golongan Obat Anti Diabetik Oral Kelompok Nama Generik Sulfonilurea glikuidon 30 mg glikazid 80 mg Biguanida glipizide 5 mg glimepirid 2 mg metformin 500 mg metformin 850 mg α glukosidase inhibitor akarbose 100 mg No Pasien 1,4,5,10, 15,16 2,6,8,9, 14,18,19 ,22,26 23 21 2,3,7,8,9 ,10,11, 13,14,16 ,17,18, 20,21,24 4,5,6,19 1,8,9,11, 12,15,16 17,18,19 20,22,23 ,24,25, 26 Jumlah Pasien 5 Persentase (%) 9 1 1 15 100 5 15 Golongan α glukosidase inhibitor bekerja dengan cara menghambat enzim α glukosidase yang terdapat di dinding usus halus. Enzim-enzim α-glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita Diabetes (Triplitt, dkk., 2005). Obat ini menjadi pilihan karena memiliki risiko hipoglikemia yang rendah jika diberikan secara tunggal. Untuk terapi kombinasi pada pasien usia lanjut, beberapa diabetologist menggunakan golongan ini sebagai fist-line karena dipercaya aman dan manjur (Chehade, 2001). Pada penelitian ini akarbose dikombinasikan 53 dengan obat hipoglikemia lain seperti golongan sulfonilurea, biguanida, maupun insulin. Jika penggunaannya tepat maka dapat menghasilkan efek yang diinginkan yaitu pencapaian target terapi. Berikut ini menggambarkan pola penggunaan obat hipoglikemia yang terdiri atas 2 atau 3 kombinasi obat hipoglikemia oral atau bersama dengan insulin. Kombinasi golongan obat hipoglikemia yang berbeda mekanisme diharapkan menghasilkan efek terapi yang berpengaruh baik pada pencapaian target terapi. Tabel XIV. Penggunaan Obat Hipoglikemia Kombinasi No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Jenis Kombinasi akarbose + glikuidon akarbose + gliklazid akarbose + glipizide akarbose + insulin akarbose + metformin akarbose+ metformin + glikuidon akarbose +metformin +insulin metformin +insulin metformin + glimepiride metformin +glikuidon+insulin metfomin + glikuidon metformin + gliklazid metformin + gliklazid + akarbose No Pasien 1,15, 22,25,26 23 1,12, 11,17,24 16 20 3,7,13 21 4 5,10 2,6,14 8,9,18,19 Jumlah pasien 2 3 1 2 3 1 1 3 1 1 2 3 4 Persentase (%) 7,7 7,7 3,8 7,7 11,5 3,8 3,8 11,5 3,8 3,8 7,7 11,5 15,4 Terlihat bahwa kombinasi yang paling banyak digunakan adalah kombinasi 3 obat hipoglikemia oral yaitu metformin, akarbose dan gliklazid. Metformin digunakan sebagai terapi dasar karena obat berperan mendorong sensitivitas insulin dan aman untuk digunakan karena risiko terhadap hipoglikemianya rendah. Golongan 54 α glukosidase inhibitor yaitu karbose digunakan sebagai komponen kedua yang aman digunakan dan manjur jika dikombinasikan dengan metformin (AACE, 2009). Belum terdapat bukti yang menyatakan suatu kombinasi tertentu dengan agen tertentu lebih efektif dalam menurunkan kadar kadar gula darah atau lebih efektif dalam mencegah berkembangnya komplikasi. Pada prakteknya, penentuan kombinasi sebaiknya dipakai harus didasarkan pada kriteria spesifik pasien (Inzucci, 2002). RSUP Dr. Sardjito merupakan rumah sakit yang dijadikan rujukan dari beberapa rumah sakit di Yogyakarta maupun Jawa Tengah di mana mayoritas pasiennya adalah pasien anggota asuransi kesehatan (ASKES) dan keluarga miskin. Beberapa obat dimasukkan dalam Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) yang nantinya obat dimasukkan dalam klaim dari perusahan asuransi. Dari penelitian ini terlihat pada terapi kombinasi yang diberikan tidak terdapat golongan thiazolidinedion dan meglitinid hal ini mungkin disebabkan karena obat golongan tersebut termasuk obat yang mahal sehingga tidak masuk dalam Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) sehingga obat golongan ini jarang diresepkan oleh dokter. Dengan demikian, dokter lebih sering meresepkan biguanida, α glukosidase inhibitor, sulfonilurea, dan insulin (Sariningtyas, 2008). h. Anti Infeksi Penggunaan anti infeksi sebagai agen antibakteri pada pasien DM sangat penting karena jika terjadi luka akan lebih sukar sembuh. Hal ini karena pada lingkungan yang mengandung kadar glukosa yang tinggi merupakan tempat perkembangbiakan bakteri yang baik. 55 Pada penelitian ini pasien no 8 menggunakan antibiotik yaitu siprofloksasin yang termasuk dalam kelompok kuinolon. Antibiotik ini diindikasikan untuk mengobati pneumonia yang dialami oleh pasien. Mekanisme aksi obat siprofloksasin ini dengan menghambat DNA-gyrase yang terdapat pada bakteri penginfeksi selain itu juga mendorong pemecahan rantai ganda dari DNA sehingga sintesis DNA bakteri terganggu (Anonim, 2000). i. Vitamin, Mineral dan Metabolitropikum Obat golongan ini digunakan untuk menambah kondisi kesehatan pasien yang tentunya diharapkan mampu mempercepat proses penyembuhan, menjaga organ agar tetap berfungsi dengan baik, menambah tenaga serta mengatasi gejala kekurangan nutrisi(Anonim, 2000). Obat yang banyak digunakan dari golongan ini yaitu vitamin B kompleks. Vitamin B kompleks sebagai vitamin neurotropik yang sangat baik diberikan pada pasien lanjut usia. Selain itu kombinasi vitamin B1, B6 dan B12 sangat baik digunakan pada pasien Diabetes Melitus karena dapat membantu jalannya proses metabolisme dalam tubuh. Obat simvastatin yang merupakan kelompok statin bekerja menghambat secara kompetitif enzim 3-hidroksi-3-metiglutaril-coenzim A (HMG CoA) reduktase (Lacy, dkk., 2006). Statin lebih efektif dibanding resin penukar anion dalam menurunkan LDL, tetapi kurang efektif dibandingkan kelompok fibrat dalam menurunkan trigliserida dan meningkatkan HDL. Statin dapat sebagai pilihan pertama karena lebih poten menurunkan LDL (Anonim, 2000). 56 Tabel XIV. Penggunaan Kelas Terapi Vitamin, Mineral dan Metabolitropikum No Golongan Kelompok Nama No Jumlah Persentase Generik Pasien Pasien (%) vitamin B kompleks 2,4,6,8,9 ,11,12,1 3,14,16, 18,19,20 ,21,22,2 4,25,26 18 Obat 1. 2. Vitamin Metabolitropikum Vitamin B - glucosamin 20,23 2 Antihiperlipi demia simvastatin 1,2,9,11, 17,19,22 ,23,25 2 9 gemfibrozil j. 80,8 1 Obat yang Mempengaruhi Darah Asam folat termasuk dalam golongan obat yang mempengaruhi darah dan berperan sebagai suplemen penambah darah. Tabel XVI. Penggunaan Kelas Terapi Obat yang Mempengaruhi Darah No 1. k. Golongan Obat Anti anemia Nama Generik asam folat No Pasien 1,12,22 Jumlah Pasien 3 Persentase (%) 11,5 Obat Penyakit Kulit Obat yang digunakan adalah golongan anestetika topikal yang termasuk dalam kelompok kortikosteroid lokal. Desoximetason digunakan untuk mengobati dermatitis yang dialami oleh pasien, digunakan 1-2 kali dioleskan tipis dalam sehari. 57 C. Evaluasi DTPs Penatalaksanaan DM dengan pemberian terapi dengan obat terkadang dapat menimbulkan masalah-masalah penggunaan obat (DTPs) yang sebaiknya dihindari karena berdampak pada pencapaian tujuan terapi. Farmasis berperan penting untuk meminimalkan risiko yang dapat terjadi akibat DTPs pada penggunaan obat. Evaluasi DTPs dilakukan untuk mengetahui masalah-masalah yang berkaitan dengan peresepan pada pasien geriatri penderita DM tipe 2 yang mendapatkan terapi obat hipoglikemia kombinasi di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. DTPs yang diamati pada penelitian ini meliputi butuh obat, tidak butuh obat, obat salah, dosis terlalu rendah, dosis terlalu tinggi dan Adverse Drug Reaction (ADRs). Ketidaktaatan pasien dalam penggunaan obat yang diresepkan tidak dapat dilakukan karena penelitian ini bersifat retrospektif. Dari penelitian ini ditemukan 14 pasien mengalami DTPs dan 12 pasien tidak mengalami DTPs. Beberapa kejadian DTPs yang dialami, meliputi dosis terlalu rendah dan Adverse Drug Reaction (ADR), sedangkan jenis DTPs yang lain tidak ditemukan sehingga tidak dibahas lebih lanjut oleh peneliti. Pada penelitian ini yang paling banyak ditemukan adalah kejadian DTPs Adverse Drug Reaction yaitu terdapat 14 kejadian pada penelitian ini. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena penggunaan berbagai jenis obat (polifarmasi) pada pasien geriatri yang menjalani rawat jalan. Kejadian DTPs yang ditemukan dalam penelitian ini terdapat 2 jenis DTPs yang bersifat aktual dan potensial. Kejadian DTPs dosis terlalu rendah bersifat aktual 58 artinya kejadian tersebut sudah terjadi dan tanggung jawab sebagai farmasis berusaha menyelesaikannya. Sedangkan DTPs Adverse Drug Reaction bersifat potensial yakni suatu masalah yang mungkin menjadi risiko namun belum tentu dialami oleh pasien. Mengetahui hal tersebut maka dibutuhkan pemantauan terhadap kejadian DTPs yang potensial terjadi sehingga jika sungguh terjadi maka dapat dilakukan evaluasi pemberian terapi dan rekomendasi yang tepat. Tabel XVII. Pengelompokan Kejadian DTPs Jenis DTPs Jumlah yang Terjadi No Pasien 1 14 7 Dosis terlalu rendah Adverse Drug Reaction a. 1,2,5,6,7,8,9,11, 16,17,18,19,20,24 DTPs dosis terlalu rendah Pemberian obat dengan dosis yang terlalu rendah mengakibatkan ketidakefektifan terapi obat yang diterima. Cara menentukan dosis terlalu rendah adalah dengan melihat terapi yang diberikan dan melihat glukosa darah puasa dan kadar glukosa darah post-prandial yang terukur setelah pemantauan 2-3 bulan masih lebih tinggi dari nilai rujukan dari rumah sakit namun obat yang diresepkan kurang dari dosis yang digunakan sesuai standar Geriatic Dosage Handbook, Drug Information Handbook, dan Informatorium Obat Nasional Indonesia. Sedangkan dosis insulin, karena tidak memiliki dosis tetap dan pemberian dosis sangat individual sehingga dikatakan dosis terlalu rendah apabila dosis yang diresepkan pada bulan tersebut tidak mengalami peningkatan dosis dari dosis 2-3 bulan sebelumnya, 59 sedangkan selama pemantauan 2-3 bulan kadar glukosa puasa dan atau kadar glukosa darah post-prandial masih di atas target glukosa dari rumah sakit. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pasien geriatri no 7 mengalami kejadian dosis terlalu rendah. Dosis yang terlalu rendah dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan terapi, sehingga hal ini tidak menguntungkan bagi pasien. Menurut peneliti sebaiknya dilakukan peninjauan ulang terhadap terapi yang diberikan kepada pasien jika ditemukan bahwa dosisnya terlalu rendah maka sebaiknya dilakukan evaluasi terhadap hal tersebut agar target terapi dapat tercapai. Tabel XVIII. Kejadian DTPs Dosis Terlalu Rendah Pasien 7 DTPs Rekomendasi Pasien mendapatkan terapi metformin 500 mg 2x1kombinasi dengan mixtard, tapi nilai GDP dan 2 JPP belum mencapai target terapi Lakukan pemantauan glukosa darah, jika nilai GDP dan 2JJP tetap di atas target terapi, maka lakukan evaluasi terhadap terapi yang diberikan. b. DTPs Adverse Drug Reaction Pasien geriatri DM tipe 2 dikaitkan dengan banyak penyakit lain baik penyakit komplikasi maupun penyakit penyerta yang memerlukan terapi farmakologis, sehingga pasien tersebut seringkali menerima beberapa jenis obat (polifarmasi). Polifarmasi akan meningkatkan kemungkinan risiko interaksi obat. Interaksi obat merupakan salah satu kriteria dari kejadian DTPs jenis Adverse Drug Reaction. Interaksi obat didefinisikan sebagai modifikasi efek satu obat akibat obat lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan, atau bila dua atau lebih 60 obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas satu obat atau lebih berubah (Aslam, 2003). Fakta pada pasien DM tipe 2 terdapat banyak kejadian interaksi obat yang meningkatkan risiko kematian. Solusinya adalah dengan melakukan pemantauan interaksi obat yang potensial dan meningkatkan keamanan pasien (AACE, 2007). Interaksi obat dilihat dulu secara teoritis pada Geriatric Dosage Handbook, Drug Information Handbook dan Drug Interaction Fact kemudian dilihat apakah interaksi obat bermakna secara klinik (dilihat dari kadar gula darah yang terukur) setelah terapi. Interaksi yang diihat hanya interaksi obat yang mempengaruhi pencapaian target glukosa darah. Dari hasil penelitian ditemukan 14 kejadian interaksi obat atau 53,85% dari total 26 pasien dalam penelitian. Yang paling banyak ditemukan adalah potensial interaksi antara obat metformin dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor, yang terjadi pada pasien 8,9,11,16,17,18,19,20, dan 24. Efek yang dapat ditimbulkan akibat interaksi metformin dengan akarbose yaitu akarbose dapat menunda onset metformin dan dapat menurunkan bioavailabilitasnya. Hal tersebut dapat terjadi karena akarbose dapat menunda absorpsi metformin ketika ada di saluran pencernaan. Jika ditinjau dari kecepatan terjadinya efek klinik, maka interaksi kedua obat ini tergolong pada kelompok interaksi dengan onset rapidly, yaitu efek akan terjadi dalam waktu 24 jam setelah pemakaian obat yang berinteraksi. Secara potensial interaksi kedua obat tersebut dapat dengan cepat dirasakan oleh pasien. Jika ditinjau dari potensial interaksinya maka metformin dengan akarbose berada di level 5 yang 61 berarti bahwa efek biasanya ringan, efek terapetik tidak bermakna dan biasanya tidak dibutuhkan tambahan pengobatan. Jika dilihat dari derajat kepercayaan, interaksi antara metformin dengan akarbose dapat terjadi, namun data yang menyatakan hal tersebut masih sangat terbatas. Walaupun demikian, perlu dilakukan pemantauan terhadap terapi yang diberikan pada pasien karena hal ini berguna untuk meminimalkan atau mencegah interaksi agar tidak merugikan pasien. Selain itu perlu pemantauan yang intensif karena tidak dapat dijamin apakah efek dari interaksi tersebut tidak akan muncul pada semua pasien. Hal tersebut dikarenakan kondisi fisiologi setiap manusia berbeda satu dengan yang lain, sehingga nasib obat di dalam tubuh setiap orang juga tidak sama. Interaksi antara metformin dengan nifedipin berada diurutan kedua terbanyak dari potensial kejadian interaksi obat. Penggunaan nifedipin bersamaan dengan metformin dapat meningkatkan absorbsi metformin, meningkatkan konsentrasinya di plasma darah, selain itu juga meningkatkan ekskresi metformin (McEvoy, 2005). Pada penelitian ini juga ditemukan 3 pasien potensial mengalami DTPs Adverse Drug Reaction akibat dari interaksi antara metformin dengan ranitidin. Mekanisme interaksinya belum diketahui secara jelas, namun jika dilihat dari golongan obatnya yaitu antagonis histamin H2, kemungkinan mekanismenya mirip dengan obat simetidin. Simetidin dapat menurunkan ekskresi metformin akibatnya metformin menjadi lebih lama dan lebih banyak tertahan di darah sehingga efek metformin meningkat dan dapat menimbulkan terjadinya hipoglikemia (McEvoy, 2005). 62 Kriteria lain dari DTPs terjadinya efek samping akibat obat yang diberikan. Pasien 1 mengalami kembung dan kentut terus, akibat efek samping dari akarbose maka sebaiknya dilakukan pemantauan terhadap efek samping yang dialami oleh pasien, jika masih berlanjut maka hentikan penggunaan obat akarbose dan diberikan obat pilihan lain. Di bawah ini merupakan tabel yang memuat adanya potensi interaksi yang ditemukan pada penelitian ini. Mengetahui hal tersebut maka penting dilakukan pemantauan terhadap terapi yang diberikan agar kejadian DTPs dapat diminimalkan dan dapat segera ditangani jika terjadi. Tabel XIX. Potensial Kejadian DTPs Adverse Drug Reaction Pasien 8,9,11,1 6,17,18, 19,20, 24 Keterangan interaksi metformin, akarbose 2,5,6,7, 11, 24, metformin, nifedipin 6, 8, 9, metformin, ranitidin DTPs Rekomendasi metformin berinteraksi dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor. Hal ini menyebabkan bioavailabilitas metformin dapat menurun jika digunakan bersamaan dengan akarbose. Pemberian bersamaan antara metformin dengan nifedipin dapat meningkatkan efek metformin yang berakibat munculnya efek hipoglikemia. Ranitidin dapat meningkatkan efek farmakologi metformin sehingga dapat menyebabkan hipoglikemia. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien dan interaksi obat yang minor dapat terjadi. lakukan pemantauan terhadap terapi yang diberikan jika muncul efek hipoglikemia sebaiknya diberi alternatif obat hipoglikemia lain Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien dan interaksi obat yang potensial terjadi. 63 D. Rangkuman Pembahasan Selama periode Januari-Juni 2009 terdapat 185 pasien geriatri penderita DM tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Setelah dilakukan sensus berdasarkan pada kriteria inklusi penelitian maka dari 185 pasien tersebut didapatkan 26 pasien untuk dievaluasi DTPs. Sampel yang diambil berupa rekam medik yang diambil dari nstalsi catatan rekam medik RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Berdasarkan karakteristik pasien dilihat berdasarkan usia subyek penelitian yang paling banyak yaitu pasien lansia dengan range umur 60-75 tahun yaitu sebesar 73,1% (19 pasien). Subyek penelitian pada penelitian ini lebih banyak wanita dibandingkan pria yaitu 57,7% (15 pasien) sedangkan pada pria 42,3%. Jika dilihat dari penyakit komplikasi dan penyakit penyerta yang terbanyak diderita pasien, dapat diketahui bahwa hipertensi merupakan penyakit komplikasi yang paling banyak diderita yaitu sebesar 92,3% (24 pasien) dan osteoatritis sebagai penyakit penyerta yang paling banyak diderita yaitu sebesar 19,2 % (5 pasien). Obat yang diberikan pada pasien geriatri penderita DM tipe 2 dibagi menjadi 11 kelas terapi yaitu obat susunan saraf, obat kardiovaskuler, obat saluran pernapasan, obat saluran cerna, obat anti alergi, cairan untuk keseimbangan air, elektrolit, dialisis dan nutrisi, obat anti diabetik, anti infeksi, vitamin, mineral dan metabolitropikum, obat yang mempengaruhi darah, dan obat penyakit kulit. Obat yang paling banyak digunakan yaitu obat kelas terapi kardiovaskuler. Kejadian DTPs yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu 2 jenis DTPs yang bersifat aktual dan potensial. Kejadian DTPs dosis terlalu rendah bersifat aktual 64 artinya kejadian tersebut sudah terjadi dan tanggung jawab farmasis untuk menyelesaikannya. Sedangkan DTPs Adverse Drug Reaction yang potensial adalah suatu masalah yang mungkin menjadi risiko namun belum tentu dialami oleh pasien. Mengetahui hal tersebut maka dibutuhkan pemantauan terhadap kejadian DTPs yang potensial terjadi sehingga jika sungguh terjadi maka dapat dilakukan evaluasi pemberian terapi dan rekomendasi yang tepat. Kejadian DTPs yang paling banyak terjadi adalah Adverse Drug Reaction (ADR) yaitu sebesar 53,8% (14 pasien) dan dosis terlalu rendah sebanyak 3,8% (1 pasien). BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari penelitian “Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) pada Pasien Geriatri Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Januari-Juni 2009” diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin yang terbanyak yakni perempuan sebanyak 15 pasien (57,7%). Berdasarkan usia yakni usia lansia (elderly) sebanyak 19 pasien (73,1%). Berdasarkan penyakit komplikasi yang terbanyak diderita pasien adalah hipertensi sebanyak 24 pasien (92,3 %) dan berdasarkan penyakit penyerta yang paling banyak muncul adalah osteoatritis sebanyak 5 pasien (19,2 %). 2. Terdapat 11 kelas terapi yang diberikan pada pasien dengan penggunaan terbesar adalah obat kelas terapi kardiova skuler sebesar 84,6 %. 3. Drug Therapy Problems (DTPs) yang terjadi adalah dosis terlalu rendah sebanyak 1 pasien (3,8%) dan Adverse Drug Reaction (ADR) sebanyak 14 pasien (53,8%). B. Saran Saran yang dapat penulis berikan adalah : a. Bagi Rumah Sakit 1. Penulisan rekam medik sebaiknya dilakukan secara lengkap dan teliti. Karena rekam medik merupakan informasi sekaligus sarana komunikasi yang dibutuhkan pasien, maupun pelayanan kesehatan dan pihak terkait 65 66 untuk mempertimbangkan dalam menentukan suatu kebijakan tatalaksana atau tindakan medik. 2. Sebaiknya dilakukan pengukuran HbA1C setiap 3 bulan sekali. Karena pengukuran HbA1C berguna untuk mengetahui kepatuhan pasien dan pemberian terapi yang tepat bagi pasien. b. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk evaluasi Drug Therapy Problems obat hipoglikemia kombinasi pada pasien geriatri Diabetes Mellitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada periode yang berbeda secara prospektif. Daftar pustaka AACE, 2007, American Association of Clinical Endocrinologists Medical Guidelines for Clinical Practice for The Management of Diabetes Mellitus, Endocrine Practice, Vol 13 (suppl 1), American Association of Clinical Endocrinologists Medical AACE, 2009, Statement by an American Association of Clinical Endocrinologists Consensus Panel On Type 2 Diabetes Mellitus : An Algoritm for Glycemic Control, Vol 15 No 6, American Association of Clinical Endocrinologists Medical ADA, 2006, Standar of Medical Care in Diabetes-2006, http://care.diabetesjournals.org/content/29/suppl_1/s4.full.pdf+html, diakses 22 November 2009 ADA, 2009, Standar of Medical Care in Diabetes-2009, http://care.diabetesjournals.org/content/32/Supplement_1/S13.full.pdf+html, diakses 22 November 2009 Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, 19-21, 263-269, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2002, Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, Penerbit PERKENI, Jakarta Anonim, 2005 a, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus, 8- 76, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI Anonim, 2005 b, Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito, Medika Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta Anonim, 2008 a, Diabetes Mellitus, http://www.fortunestar.co.id/content/view/24/24/ diakses 22 Oktober 2008 Anonim, 2009 a, Informasi Spesialite Obat Indonesia, Edisi 44, 3, 238-246, 276, 281, 297, 298, 300,445-446, PT ISFI Penerbitan, Jakarta Barat Anonim, 2009 b, 2030 Penderita Diabetes Indonesia Berjumlah 21,3 Juta Jiwa, http://www.indofamilyhealth.com, diakses 22 Maret 2009 67 68 Asdie, A.H., 2000, Patogenesis dan Terapi Diabetes Mellitus Tipe 2, 11,41-67, Penerbit Medika UGM, Yogyakarta Aslam, M, dkk., 2003, Farmasi Klilnik (Clinical Pharmacy), PT. Elex Media Komputindo, Jakarta Bexter, K., 2006, Stockley’s Drug Interaction : A Source Book of Interaction, Their Mechanism, Clinical Impportance and Management, Sevent Edition, 1-11, 389,-424, Pharmaceutical Press, London Blonde, L., 2007, Easing the Transition to Insulin Therapy in People with type 2 Diabetes, Diabetes Clinical Research Unit, Ochsner Clinic Foundation, New Orleans Carlisle, B.A., Kroon, L.A., Koda.Kimble, M.A., 2005, Diabetes Mellitus, dalam Koda. Kimble,M.A., Young, L.Y., Kradjan, W.A., Guglielmo, B.J.,(eds), Applied Therapeutics : The Clinical Use of Drugs, Seven Edition, 50-58, Lippincot Williams & Walkin, Philadelpia Chehade, J.M., and Mooradian, A.D., 2001, Drug Therapy : Current and Emerging Agent, diakses tanggal 15 Desember 2009 Cipolle, R.J, Strand, L.M., Morley P.C., 2004, Pharmaceutical Care Practice The Clinician’s Guide, Second Edition, 73-119, McGraw-Hill, New York Darmojo, R.B., dan Martono, H.H., 2004, Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Edisi 3 114, Balai Penerbit FKUI, Jakarta Donatus, 1999, Nasib Obat dalam Diri Usia Lanjut, Majalah Sains dan Teknologi, Volume 2, No. 2, 1-10, Bandar Lampung Feingold K.R., and Funk, J.L., 2000, Disorder of the Endocrine Pancreas, dalam McPee, S.J., Lingappa, W.F., Lange J.D., Pathophysology of Disease : An Introduction to Clinical Medicine,Third Edition, 432-458, The McGrawHill Companies Inc., New York Guyton, A.C., dan Hall, J.E., 1996, Textbook of Medical Physiology, EGC, Jakarta Ikram, H.A., 1996, Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut dalam Noer, S.H., Waspaji, S., Lesmana, L.A., Widodo, D., Isbagio, H., Alwi, I., (Editor), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi III, 692-696, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta 69 Inzucchi, S.E., 2002, Oral Antihyperglycemic Therapy for Type 2 Diabetes: Scientific Review, Vol.287, No.3, 360-372, JAMA, America Kimble, M.A.K, Young L.Y., Kradjan W.A., Guglielmo B.J., 2005, Handbook of Applied Therapeutics, Seve nth Edition, 47.1-47.39, Lippincot Williams & Walkins, Philadelphia Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.O., and Lance L.L., 2006, Drug Information Handbook, 14th Ed., 735-736, 741-742, 1016-1018, Lexi-comp, Ohio Laksmiarti, T., dan Maryam, H., 2002, Tetap Sehat di Usia Lanjut dengan Gizi Sehat, Medika Jurnal Kedokteran dan Farmasi, Tahun XXVIII, No.7, 599600, PT. Grafiti Medika Pers, Jakarta Karam, J.H., 2007, Diabetes Mellitus and Hypoglicemia, dalam McPee S.J. and Papadakis M.A., Current Medical Diagnosis and Treatment, 1231-1241, McGraw Hill Medical, New York McEvoy, G.K., 2005, AHFS Drug Information 2005, 3015-3016, American Society of Health System Pharmacists, Avenus Pratiknya, A.W., 2001, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, 10-18; 176-183, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Prest, M., 2003, Penggunaan Obat pada Lanjut Usia, dalam Aslam, M., Tan, C.K., Prayitno., A., Farmasi Klinis, 203-215, PT. Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia, Jakarta Rochmah, W., 2006, Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut, dalam Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simabrata M., Setiati S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV, 1937- 1939, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Rovers J.P., 2003, Identifying Drug Therapy Problems, dalam Rovers J.P., Currie J.D., Hagel H.P., McDonough R.P., Sobotka J.L., A Practical Guide to Pharmaceutical Care, Second Edition, 2003, 15-25, 54-64, American Pharmaceutical Association, Washington D.C Sariningtyas, A.T., 2008, Evaluasi Keamanan Terapi Kombinasi Tiga Antidiabetika Oral pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUP Dr. 70 Sardjito Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Semla, T.P., Beizer, J.L., Higbee. M.D., 2002, Geriatric Dosage Handbook, 7th Edition,16-17, 463-468, 528-536, 652-653, American Pharmaceutical Assotiation, USA Soegondo S., Soewondo P., Subekti I., (eds), 2004, Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Cipto Mangunkusumo-FKUI, Jakarta Soegondo S., 2006 a, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, Penerbit Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), Jakarta Soegondo S., 2006 b, Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes Mellitus Tipe 2, dalam Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simabrata M., Setiati S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV, 1882- 1887, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Stockley, and Ivan.H., 1994, Drug Interaction, third edition, 540-560, University of Notingham Medical School, UK Tatro, D.S. 2001, Drug Interaction Fact, Fact and Comparison, xiv-xvii, 846854, 992-996, A Walters Kluwer Company, St. Louis, Missouri Tjokroprawiro, A., 2001, Diabetes Mellitus (Klasifikasi, Diagnosis, dan Terapi), Ed. III, PT Gramedia Pustaka, Jakarta Triplitt, C.L., Reasner, C.A. Isley.L.I., 2005, Diabetes Mellitus, dalam Dipro, J.T, Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Welss, B.G., Posey, L.M., (Eds.), Pharmacotherapy a Phathophysiologic Approach, sixth edition 1333-1365, Appleton and Lange, Standford Canneticut Turner, R.C., Cull, C.A., Frighi, V., Holman, R.R., 1999, Glicemic Control With Diet, Sulfonilurea, Metformin, or Insulin in Patient With Type 2 Diabetes Mellitus, Progessive Requirement for Multiple Therapies (UKPDS 49), Volume 281, No. 21, The Journal of the American Medical Association (JAMA), American 71 Watkins, P.J., 2003, ABC of Diabetes, Fifth Edition, BMJ Publishing Group Ltd, London Widijanti, A., 2006, Pemeriksaan Laboratorium Penderita Diabetes Mellitus, http://www.tempo.co.id/medika/temp.online.old/pus-i diakses 13 April 2009 World Health Organization, 1999, Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its Complications Report of a WHO Consultation Part 1: Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus, WHO Department of Noncommunicable Disease Surveillance, Geneva 73 LAMPIRAN 74 Lampiran I. Kajian DTPs Pasien Penggunaan Obat Hipoglikemia Kombinasi pada Pasien Geriatri DM Tipe II di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta Periode Januari-Juni 2009 Pasien 1 No. RM 00-68-33-66 Subyektif Perempuan, 69 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Dislipidemia, Benign Prostat Hipertropi, Angina Pektoris, Insufisiensi Renal. Riwayat penyakit : pada bulan April, pasien mengalami kembung dan kentut terus menerus, dokter mendiagnosis hal ini akibat efek samping dari obat Glukobay (akarbose) Obyektif Tanggal Periksa (2009) Parameter 9 Jan 7 Feb 7 Mar 4 Apr TD 110/80 130/80 130/70 130/80 GDP 90 93 118 129 2JPP 211 201 229 243 Kolesterol 189 189 167 Trigliserida 78 79 262 LDL 122 122 92 HDL 40,3 49,3 32,8 Penatalaksanaan Tanggal Periksa (2009) 9 7 7 4 Nama obat Jan Feb Mar Apr Glucobay® (akarbose 100 mg) 1-1-1 √ √ √ √ Glurenorm® (glikuidon 30 mg) 1-0-0 √ √ √ Mixtard® (insulin campuran) 6-0-2 √ Adalat Oros® (nifedipin 30 mg) (60) 1x1 √ √ √ √ Hytrin® (terazosin HCL) (30) 1x1 √ √ √ √ simvastatin 10 mg (30) 0-0-1 √ √ √ √ hidroklortiazid 25 mg (30) 1x1 √ Aspilet® ( asam salisilat 80 mg) (30) 1x1 √ ranitidin 15 mg (60)2x1 √ valsartan 80 mg (30) 1x1 √ bisoprolol 5 mg (30) 1x1 √ √ √ √ asam folat 3x1 √ √ √ √ CaCO3 (60) 3x1 √ √ √ √ isosorbit dinitrat(kalau perlu)(30) √ √ √ √ Penilaian pasien mengalami kembung dan kentut terus, akibat efek samping dari akarbose. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction Rekomendasi 1. lakukan pemantauan terhadap glukosa darah pasien 2. lakukan pemantauan terhadap efek samping yang dialami oleh pasien, jika masih berlanjut maka hentikan penggunaan obat akarbose dan diberikan obat pilihan lain. 75 Pasien 2 No. RM 01.16.18.54 Subyektif Perempuan, 74 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Dislipidemia, Osteoatritis Obyektif Tanggal Periksa (2009) Parameter 22 Jan 19 Feb 20 Mar 18 Apr 22 Mei TD 125/80 135/80 120/80 130/80 110/70 GDP 122 90 152 118 129 2JPP 151 116 139 178 149 BUN 13,1 Kreatinin 1,03 Kolesterol 187 167 HDL 38,1 Trigliserida 99 182 Penatalaksanaan Tanggal Periksa (2009) 22 19 20 18 22 Nama obat Jan Feb Mar Apr Mei Glucodex® (gliklazid 80 mg)(30) - -0 √ √ √ √ √ metformin 500 mg(30) 0-0-1 √ √ √ √ √ valsartan 80 mg (30) 1x1 √ √ √ √ √ Adalat Oros® (nifedipin 30 mg) (60) 1x1 √ √ √ √ √ hidroklortiazid 25 mg (30) 1x1 √ √ √ √ √ simvastatin 10 mg (30) 0-0-1 √ √ √ gemfibrozil 30 mg (30) 1x1 √ meloxicam 7,5 mg (30) 1x1 √ Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 √ Penilaian pemberian bersamaan antara metformin dengan nifedipin dapat meningkatkan efek metformin yang berakibat munculnya efek hipoglikemia. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction Rekomendasi 1. lakukan pemantauan terhadap terapi yang diberikan jika muncul efek hipoglikemia sebaiknya diberi alternatif obat hipoglikemia lain 2. pantau glukosa darah secara rutin 76 Pasien 3 No. RM 01.16.18.54 Subyektif Laki-laki, 74 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Dislipidemia, Post Stroke, Digitate Pedis Obyektif Tanggal Periksa (2009) Parameter 11 Feb 11 Mar 11 Apr 20 Mei TD 110/70 100/60 120/80 100/80 GDP 149 94 125 190 2JPP 249 177 133 214 Trigliserida 233 168 212 275 Penatalaksanaan Tanggal Periksa (2009) 11 11 11 20 Feb Mar Apr Mei √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Nama obat Mixtard® (insulin campuran) 1 x 30 unit Gludepatic® (metformin HCl 500 mg) (30) 2x1 Aspilet®(asam salisilat 80 mg) (30) 1x1 efedrin (30) 1x1 Penilaian Nilai glukosa darah pasien tidak teratur, kadang terkontrol dan terkadang melebihi dari nilai rujukan dari rumah sakit. Rekomendasi Lakukan pemantauan glukosa darah jika nilai GDP dan 2JJP 77 Pasien 4 No. RM 00.03.13.15 Subyektif Laki-laki, 70 tahun. Diagnosa : DM tipe 2 Obyektif Parameter TD GDP 2JPP Tanggal Periksa (2009) 31 Jan 12 Mei 110/70 100/60 128 129 183 179 Penatalaksanaan Nama obat Humulin® (insulin campuran) 0-0-10 Glurenorm® (glikuidon 30 mg) 1-0-0 metformin 850 mg (30) 1-1-1 Sohobion® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1 x 1 Tanggal Periksa (2009) 31 Jan 12 Mei √ √ √ √ √ √ √ √ Penilaian Nilai glukosa darah pasien belum mencapai target terapi Rekomendasi 1. Lakukan pemantauan terhadap glukosa darah pasien jika masih lebih tinggi dari target terapi maka dapat dilakukan evaluasi terapi dengan peningkatan dosis atau penggantian kombinasi terapi. 2. Lakukan pemantauan terhadap glukosa darah dan potensi interaksi yang dapat terjadi 78 Pasien 5 No. RM 00.87.29.11 Subyektif Laki-laki, 70 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi Obyektif Tanggal Periksa (2009) Parameter 31 Jan 22 Mei TD 130/80 150/90 GDP 208 187 2JPP 269 208 Penatalaksanaan Tanggal Periksa (2009) Nama obat 31 Jan 22 Mei Glurenorm® (glikuidon 30 mg) 1-0-0 √ √ metformin 850 mg (30) 1-1-1 √ √ √ √ Adalat oros® (nifedipin 30 mg) 1x 1 (30) √ √ hidroklortiazid 25 mg 1-0-0 (30) √ kaptopril 25 mg (90) 1-1-1 Penilaian Pemberian bersamaan antara metformin dengan nifedipin dapat meningkatkan efek metformin yang berakibat munculnya efek hipoglikemia. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction Rekomendasi 1. Lakukan pemantauan terhadap glukosa darah pasien jika masih lebih tinggi dari target terapi maka dapat dilakukan evaluasi terapi dengan peningkatan dosis atau penggantian kombinasi terapi. 2. Lakukan pemantauan terhadap glukosa darah dan potensi interaksi yang dapat terjadi 79 Pasien 6 No. RM 00.01.96.51 Subyektif Laki-laki, 67 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Ischemik Heart Disease, Ostreoatritis Obyektif Tanggal Periksa (2009) Parameter 31 Jan 12 Mei TD 140/80 130/80 GDP 130 126 2JPP 144 131 Ureum 334 Asam Urat 60,1 Kreatinin 1,47 Penatalaksanaan 1. Tanggal Periksa (2009) Nama obat 31 Jan 25 Feb 22 Mei Glucodex® (gliklazid 80 mg)(30)1 -0 -0 √ √ √ metformin 850 mg (30) 1-1-1 √ √ √ ranitidin 15 mg (60)2x1 √ isosorbit dinitrat (kalau perlu)(30) √ √ √ Adalat oros® (nifedipin 30 mg) (30) 1x1 √ √ √ meloxicam 7,5 mg (30) 1x1 √ Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 √ √ √ allopurinol (30) 1x1 √ √ Aspilet® (asam salisilat 80 mg) (30) 1x1 √ Penilaian 1. Penggunaan ranitidin yang bersamaan dengan metformin dapat meningkatkan efek farmakologi sehingga dapat menyebabkan hipoglikemia. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction 2. Penggunaan nifedipin dapat meningkatkan efek metformin yang berakibat munculnya efek hipoglikemia. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction Rekomendasi 1. Lakukan pemantauan terhadap glukosa darah pasien dan potensi interaksi obat tersebut. Jika interaksi berefek klinik menyebabkan hipoglikemia maka dapat diberikan pilihan obat hipoglikemia lain. 80 Pasien 7 No. RM 00.53.42.91 Subyektif Laki-laki, 78 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Athralgia, Hipertensi Heart Disease, Osteoatritis Riwayat : rujukan dari puskesmas kotagedhe Obyektif Tanggal Periksa (2009) 23 Mei 20 Juni 24 Mar 22 Apr Parameter 21 Jan 5 Feb 120/80 120/80 TD 120/80 135/80 130/70 120/70 145 175 GDP 185 185 190 180 167 2JPP 171 170 200 BUN 18,2 Kreatinin 0,97 Urat 4,2 Penatalaksanaan Tanggal Periksa (2009) 21 5 24 22 23 20 Nama obat Jan Feb Mar Apr Mei Juni Mixtard® (insulin campuran) 12-0-8 √ √ √ √ Mixtard® (insulin campuran) 14-0-10 √ √ √ √ metformin 500 mg(30) 1-0-1 √ √ √ √ valsartan 80 mg (30) 1x1 √ √ √ √ Adalat Oros® (nifedipin 30 mg) (60) 1x1 √ √ √ √ meloxicam 7,5 mg (30) 1x1 √ Laxadin® (fenoftalin) syr 1x CII (1) √ Penilaian 1. DTPs aktual yang terjadi pasien mengalami dosis terlalu rendah, hal ini diketahui dari nilai GDP dan 2JPP yang masih tinggi dibanding nilai rujukan 3. Pemberian bersamaan antara metformin dengan nifedipin dapat meningkatkan efek hipoglikemia. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction Rekomendasi 1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien jika masih tinggi maka dapat dilakukan evaluasi terapi. 2. Lakukan pemantauan terhadap glukosa darah dan potensi interaksi yang dapat terjadi 81 Pasien 8 No. RM 00.41.85.86 Subyektif Laki-laki, 84 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Asma, Pneumonia, Dispepsia, Obyektif Tanggal Periksa (2009) Parameter 20 Jan 25 Feb 18 Mar 15 Apr 12 Mei 18 Juni TD 130/80 135/80 140/80 180/70 120/80 120/80 GDP 85 135 120 84,7 111 100 2JPP 136 233 189 214 213 190 BUN 65,7 Kreatinin 1,37 Kolesterol 147,2 HDL 57,8 LDL 64,2 Urat 5,9 Penatalaksanaan Tanggal Periksa (2009) 20 25 18 15 12 18 Nama obat Jan Feb Mar Apr Mei Juni Glucodex® (gliklazid 80 mg) (30)2-2-0 √ √ √ √ √ √ metformin 500 mg (30) 1-0-1 √ √ √ √ √ √ Glucobay® (akarbose 100 mg) 1-1-1 √ √ √ √ √ √ valsartan 80 mg (30) 1x1 √ √ √ √ √ √ alprazolam 0,5 mg (30) 1 x1 √ Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) √ √ √ √ √ 1x1 √ Inflammide® (budesonid)3 x 2 puff (I) √ √ √ siprofloxacin 500 mg 2 x 1 √ Benotec (fenoterol HBr)® 3 x II √ √ ranitidin 15 mg (60)2x1 √ √ teofilin 10 mg gliseril guaikolat 50 mg 3x1kapsul √ √ √ √ √ √ salbutamol 2 mg Penilaian 1. Penggunaan ranitidin yang bersamaan dengan metformin dapat meningkatkan efek farmakologi sehingga dapat menyebabkan hipoglikemia. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction 2. metformin berinteraksi dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor. Hal ini menyebabkan bioavailabilitas metformin dapat menurun jika digunakan bersamaan dengan akarbose. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction Rekomendasi Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien dan interaksi obat yang potensial terjadi. Selain itu sarankan pasien untuk mengatur pola makan dengan baik dan melakukan aktivitas atau olahraga yang masih mungkin dapat dilakukan. 82 Pasien 9 No. RM 00.97.70.42 Subyektif Laki-laki, 78 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Asma, Obyektif Tanggal Periksa (2009) Parameter 1 Jan 16 Mar 14 Apr 13 Mei TD 130/80 100/60 120/70 125/70 GDP 124 122 132 145 2JPP 144 150 166 189 BUN 12,1 Kreatinin 1,34 Kolesterol 171 HDL 53,5 LDL 110 Ureum 5,1 Penatalaksanaan Tanggal Periksa (2009) 1 16 14 13 Nama obat Jan Mar Apr Mei Glucodex® (gliklazid 80 mg)(30)2-2-0 √ √ √ √ Gludepatic® (metformin 500 mg) (30) 3x1 √ √ √ √ Glucobay® (akarbose 100 mg) 1-1-1 √ √ √ √ Ventolin® (salbutamol) 3x puff (1) √ √ √ Noperten® (lisinopril 10 mg) 1x1 √ √ √ Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 √ √ Inflammide® (budesonid) 3 x 2 puff (I) √ √ simvastatin 10 mg (30) 0-0-1 √ √ ranitidin 15 mg (60)2x1 √ Penilaian 1. Penggunaan ranitidin yang bersamaan dengan metformin dapat meningkatkan efek farmakologi sehingga dapat menyebabkan hipoglikemia. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction 2. Metformin berinteraksi dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor. Hal ini menyebabkan bioavailabilitas metformin dapat menurun jika digunakan bersamaan dengan akarbose. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction Rekomendasi 1. Lakukan pemantauan terhadap glukosa darah dan potensi interaksi obat yang mungkin dapat terjadi. 83 Pasien 10 No. RM 00.03.13.15 Subyektif Perempuan, 62 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Hipertensive Heart Disease, Rematoid Riwayat : diagnosis menderita DM tipe 2 pertama kali tanggal l3 Agustus 2006. Obat hipoglikemia yang diberikan adalah glibenklamid dan mulai mendapat terapi kombinasi sejak 4 Januari 2008 Obyektif Tanggal Periksa (2009) Parameter 27 Feb TD 130/80 GDP 125 2JPP 205 Penatalaksanaan Nama obat Gludepatic® (metformin 500 mg) (30) 3x1 Glurenorm® (glikuidon 30 mg) 1-0-0 valsartan 80 mg (30) 1x1 Amdixal® (amlodipin maleat 5 mg) 1x1 Tanggal Periksa (2009) 27 Feb √ √ √ √ Penilaian Nilai glukosa darah pasien lebih tinggi dari nilai rujukan rumah sakit yaitu 70-120 mg/dl untuk GDP dan 85-145 mg/dl nilai rujukan 2JPP Rekomendasi 1. Lakukan pemantauan glukosa darah pasien 2. Pengaturan pola makan yang baik dan olahraga yang teratur dapat menbantu pencapaian target terapi 84 Pasien 11 No. RM 00.56.77.67 Subyektif Perempuan, 71 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Osteoatritis Obyektif Tanggal Periksa (2009) Parameter 12 Jan 13 Mei 17 Juni TD 130/80 130/90 110/60 GDP 111 135 118 2JPP 184 195 182 BUN 14,9 Kreatinin 0,86 Urat 5,9 Kolesterol 165 Trigliserida 107 HDL 48 44,3 LDL 114 103 Penatalaksanaan Tanggal Periksa (2009) Nama obat 12 Jan 13 Mei 17 Juni metformin 500 mg (30) 1-0-1 √ √ √ Glucobay® (akarbose 100 mg) 1-1-1 √ √ √ simvastatin 10 mg (30) 0-0-1 √ √ isosorbit dinitrat (kalau perlu)(30) Adalat oros® (nifedipin 30 mg) (30) 1x1 √ √ √ meloxicam 7,5 mg (30) 1x1 √ √ √ Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 √ √ √ Aspilet® (asam salisilat 80 mg) (30) 1x1 √ √ √ Penilaian Metformin berinteraksi dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor. Hal ini menyebabkan bioavailabilitas metformin dapat menurun jika digunakan bersamaan dengan akarbose. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction Rekomendasi Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien dan interaksi obat yang mungkin dapat terjadi 85 Pasien 12 No. RM 00.01.14.53 Subyektif Laki-laki, 76 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Chronic Kidney Disease (CKD), Akut Kidney Injury (AKI), dispepsia. Riwayat : pada bulan Mei dan Juni pasien tidak menyuntikkan insulin Obyektif Tanggal Periksa (2009) Parameter 5 Jan 5 Feb 5 Mar 2 Apr 11 Mei 25 Juni TD 130/70 120/80 130/80 130/70 110/80 120/80 GDP 226 118 110 114 330 374 2JPP 189 179 214 490 376 BUN 14,9 9 Kreatinin 1,44 1,36 Na 119 K 4,3 Cl 91 Urat 8,1 5,1 Glukosa + Protein + Keton + Penatalaksanaan Tanggal Periksa (2009) 5 5 5 2 11 25 Nama obat Jan Feb Mar Apr Mei Juni Mixtard® (insulin campuran) 30-0-10 √ Novomix® (insulin campuran) 30 20-0-14 √ √ √ √ √ Glucobay® (akarbose 100 mg) 1-1-1 √ √ √ √ √ √ valsartan 80 mg (30) 1x1 √ √ √ √ hidroklortiazid 25 mg 1-0-0 (30) √ √ √ √ √ Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 √ √ √ √ Sohobion® (vit B1,vit B6, vit B12)1x1 √ laprazolam 1x1 √ asam folat(50) 3x1 √ √ √ √ CaCO3 (60)3x1 √ allopurinol 10 mg 1 x 1 √ obat batuk hitam syr 3 x CI √ √ √ Penilaian Nilai glukosa darah pasien tidak teratur, kadang terkontrol dan terkadang melebihi dari nilai rujukan dari rumah sakit. Rekomendasi Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah dan sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat serta melakukan aktivitas/ olahraga yang masih mungkin dapat dilakukan. 86 Pasien 13 No. RM 00.36.81.17 Subyektif Perempuan, 69 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi Obyektif Tanggal Periksa (2009) 3 April 11 Mei 15 Juni Parameter 19 Jan 23 Feb TD 120/70 130/70 130/80 120/70 125/70 GDP 161 374 146 146 102 2JPP 188 376 166 166 112 BUN 9 Kreatinin 1,36 Urat 5,1 Protein ++ Penatalaksanaan Tanggal Periksa (2009) 19 23 3 11 15 Nama obat Jan Feb Apr Mei Juni Mixtard® (insulin campuran) 10-0-10 √ Novomix® 18-0-10 √ √ √ √ Gludepatic® (metformin 500 mg) (30) 3x1 √ √ √ √ √ metformin 850 mg (30) 1-0-1 valsartan 80 mg (30) 1x1 √ √ √ √ √ Sohobion® (vit B1,vit B6, vit B12)1x1 √ √ √ √ √ Penilaian Nilai glukosa darah pasien tidak teratur, kadang terkontrol dan terkadang melebihi dari nilai rujukan dari rumah sakit. Rekomendasi 1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah 2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga yang masih mungkin dapat dilakukan 87 Pasien 14 No. RM 00.02.85.08 Subyektif Perempuan, 68 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi,Hipertensi Heart Disease ,Remathoid Obyektif Tanggal Periksa (2009) Parameter 7 Jun TD 130/80 GDP 107 2JPP 144 Penatalaksanaan Nama obat metformin 500 mg (30) 1-0-1 Glucodex® (gliklazid 80 mg)(30)1-0-0 valsartan 80 mg (30) 1x1 Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 Obat batuk hitam syr 3 x CI Tanggal Periksa (2009) 7 Jun √ √ √ √ √ Penilaian Terapi yang diberikan dapat mengontrol kadar glukosa darah pasien. Rekomendasi 1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah 2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga yang masih mungkin dapat dilakukan 88 Pasien 15 No. RM 00.43.37.19 Subyektif Perempuan, 74 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Asma Obyektif Tanggal Periksa (2009) Parameter 2 Feb 6 Mar TD 120/80 110/70 GDP 164 148 2JPP Penatalaksanaan Nama obat Glurenorm® (glikuidon 30 mg) 1x1 Glucobay® (akarbose 50 mg) 1-1-1 amlodipin 5 mg (30) 1x1 Noperten® (lisinopril 10 mg) (30) 1x1 Tanggal Periksa (2009) 7 Jun √ √ √ √ Penilaian Terapi yang diberikan belum mampu mengotrol glukosa darah pasien, hal ini diketahui dari nilai glukosa yang masih lebih tinggi dari nilai rujukan. Rekomendasi 1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah 2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga yang masih mungkin dapat dilakukan 89 Pasien 16 No. RM 00.61.05.98 Subyektif Perempuan, 71 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi Obyektif Tanggal Periksa (2009) Parameter 22 Jan 20 Feb 30 Apr 26 Mei TD 130/80 130/70 120/70 110/80 GDP 143 127 107 134 2JPP 140 181 144 198 BUN 12,1 Kreatinin 1,06 Urat 5,4 Protein ++ Penatalaksanaan Tanggal Periksa (2009) 22 20 30 26 Nama obat Jan Feb Apr Mei Gludepatic® (metformin 500 mg) (30) 3x1 √ √ √ √ Glurenorm® (glikuidon 30 mg) 1x1 √ √ √ √ Glucobay® (akarbose 50 mg) 1-1-1 √ √ √ √ glikuidon 30 mg (30) 1x1 √ valsartan 80 mg (30) 1x1 √ √ √ √ Sohobion® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 √ Neurodex(vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 √ √ √ Penilaian metformin berinteraksi dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor. Hal ini menyebabkan bioavailabilitas metformin dapat menurun jika digunakan bersamaan dengan akarbose. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction Rekomendasi 1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien dan interaksi obat yang mungkin dapat terjadi 2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olah raga yang masih dapat dilakukan. 90 Pasien 17 No. RM 00.02.85.08 Subyektif Perempuan, 77 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Dislipidemia, Hipertensive Heart Disease (HHD), Osteoporosis, dispepsia dengan gastropati Riwayat penyakit: keluhan saat kontrol ialah perut kembung dan sulit buang air besar Obyektif Tanggal Periksa (2009) Parameter 14 Mei TD 120/80 GDP 62 2JPP 220 Kolesterol 166 Trigliserida 133 HDL 67 LDL 72 T score 3,2 Penatalaksanaan Tanggal Periksa (2009) Nama obat 14 Mei metformin 500 mg (30) 1-0-1 √ √ Glucobay® (akarbose 100 mg) 2 x1 √ omeprazole 30 mg (30)1x 1 √ simvastatin 10 mg 0-0-1 (30) √ isosorbit dinitrat kl perlu (30) Penilaian metformin berinteraksi dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor. Hal ini menyebabkan bioavailabilitas metformin dapat menurun jika digunakan bersamaan dengan akarbose. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction Rekomendasi 1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien dan interaksi obat yang minor dapat terjadi 2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga yang masih dapat dilakukan. 91 Pasien 18 No. RM 00.38.11.98 Subyektif Perempuan, 68 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Neuropati Obyektif Parameter TD GDP 2JPP Tanggal Periksa (2009) 27 Jun 15 Jan 10 Mar 130/80 130/80 150/100 82 80 127 138 136 123 Penatalaksanaan Nama obat Gludepatic® (metformin 500 mg) (30) 3x1 Glucodex® (gliklazid 80 mg)(90) 3x1 Glucobay® (akarbose 50 mg) 1-1-1 Neurodex® (30) 1x1 valsartan 80 mg (30) 1x1 1 amitrptilin (15) 1x 2 Tanggal Periksa (2009) 15 10 27 Jan Mar Jun √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - √ √ - Penilaian metformin berinteraksi dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor. Hal ini menyebabkan bioavailabilitas metformin dapat menurun jika digunakan bersamaan dengan akarbose. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction Rekomendasi 1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien dan interaksi obat yang mungkin dapat terjadi 2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga yang masih dapat dilakukan. 92 Pasien 19 No. RM 00.61.90.36 Subyektif Laki-laki, 84 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Dislipidemia,Insufisiensi renal, Osteoatritis, Vertigo Riwayat : pada bulan april, pasien disarankan menggunakan insulin tapi pasien tidak bersedia Obyektif Tanggal Periksa (2009) Parameter 12 Jan 12 Feb 3 Apr 22 Mei 30 Jun TD 110/70 120/80 120/70 120/80 120/80 GDP 140 91 115 111 111 2JPP 269 179 177 233 170 BUN 13 9,8 Kreatinin 0,84 0,71 Trigliserida 94 134 HDL 42,4 44,3 LDL 149,3 168 Kolesterol 239 Penatalaksanaan Tanggal Periksa (2009) 12 12 3 22 30 Nama obat Jan Feb Apr Mei Jun Glidabet® (gliklazid 80 mg) 1-1-0 √ √ √ √ √ metformin 850 mg (30) 1-0-1 √ √ √ √ √ Glucobay® (akarbose 100 mg) 1-1-1 √ √ √ √ √ Sohobion®(vit B1,vit B6, vit B12) 1x1 √ √ √ simvastatin 10 mg 0-0-1 √ √ √ √ Mertigo (betahistin mesylate) 1x1 √ Penilaian metformin berinteraksi dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor. Hal ini menyebabkan bioavailabilitas metformin dapat menurun jika digunakan bersamaan dengan akarbose. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction Rekomendasi 1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien dan interaksi obat yang mungkin dapat terjadi 2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga yang masih dapat dilakukan. 93 Pasien 20 No. RM 00.03.07.42 Subyektif Perempuan, 70 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi Riwayat : Pada bulan Maret, pasien tidak menyuntikkan insulin selama 4 hari Obyektif Tanggal Periksa (2009) Parameter 8 Jan 25 Feb 16 Mar 2 Apr 7 Mei 8 Juni TD 160/90 110/70 110/80 130/90 130/70 120/80 GDP 221 220 226 165 105 100 2JPP 445 335 402 299 175 190 BUN 15 21 Kreatinin 1,06 1,01 Kolesterol HDL LDL Urat 4,1 Penatalaksanaan Tanggal Periksa (2009) 8 25 16 2 7 8 Nama obat Jan Feb Mar Apr Mei Juni Humulin® 30/70 (insulin campur) 42-0-20 √ √ √ √ √ Lantus® (insulin kerja panjang) 0-0-164 √ Humulin® N (insulin kerja sedang) 0-0-164 √ Humulin® N (insulin kerja sedang) 0-0-20 √ √ Humulin® 30/70 (insulin campur) 14-0-10 √ metformin 500 mg (30) 1-0-1 √ √ √ √ √ √ √ √ Glucobay® (akarbose 100 mg) 1-1-1 glukosamin (30) 1x1 √ √ valsartan 80 mg (30) 1x1 √ √ √ Sohobion® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 √ √ Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 √ tanjil 200 mg (30) 1x1 √ √ Penilaian metformin berinteraksi dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor. Hal ini menyebabkan bioavailabilitas metformin dapat menurun jika digunakan bersamaan dengan akarbose. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction Rekomendasi 1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien dan interaksi obat yang mungkin dapat terjadi 2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga yang masih dapat dilakukan. 94 Pasien 21 No. RM 01.30.13.48 Subyektif Perempuan, 62 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi Obyektif Parameter TD GDP 2JPP 28 Jan 130/80 125 145 Tanggal Periksa (2009) 28 Feb 18 Apr 4 Mei 130/80 120/80 130/70 130 110 124 124 168 155 Penatalaksanaan Nama obat glimepired 2 mg (30) 1x1 metformin 500 mg (30) 1-0-1 bisoprolol 5 mg (30) 1x1 Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 Norvark® (amilodipin) (30) 1x1 Tanggal Periksa (2009) 28 28 18 4 Jan Feb Apr Mei √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Penilaian Nilai glukosa darah pasien tidak teratur, kadang terkontrol dan terkadang melebihi dari nilai rujukan dari rumah sakit. Rekomendasi 1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah. 2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga dengan rutin. 95 Pasien 22 No. RM 00.17.60.62 Subyektif Laki-laki, 77 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Dermatitis alergi, Rematoid, Insufisiensi renal Obyektif Tanggal Periksa (2009) 23 Juni 30 Mar 27 Apr Parameter 3 Jan 26 Feb 130/80 TD 110/70 150/90 130/80 130/90 151 GDP 98 110 109 166 195 2JPP 141 175 185 133 23 BUN 30 31,3 2,04 Kreatinin 2,04 2,28 Trigliserida 67 HDL 34 LDL 133 6,5 Urat 6,5 Penatalaksanaan Tanggal Periksa (2009) 3 26 30 27 23 Nama obat Jan Feb Mar Apr Juni √ Glidabet (gliklazid 80 mg) (30)1-0-0 √ √ √ √ √ √ √ √ √ Glucobay® (akarbose 100 mg) 1-1-1 √ √ √ √ √ hidroklortiazid 12,5 mg (30) 1-0-0 √ √ √ √ √ valsartan 80 mg (30) 1x1 √ √ √ simvastatin 10 mg 0-0-1 √ √ √ √ Sohobion®(vit B1,vit B6, vit B12) (30)1x1 √ √ √ √ asam folat 3x1 √ Inevson (desoximetason) 3dd ve √ Infenhistin 2x1 (5 hari) √ √ √ CaCO3 3x1 √ √ Penilaian Nilai glukosa darah pasien tidak teratur, kadang terkontrol dan terkadang melebihi dari nilai rujukan dari rumah sakit. Rekomendasi 1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah. 2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga dengan rutin. 96 Pasien 23 No. RM 00.41.76.52 Subyektif Laki-laki, 77 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Dislipidemia, Riwayat : pasien rujukan dari tegalrejo. Mulai menggunakan obat hipoglikemia kombinasi sejak 10 Juni sebelumnya obat tunggal glukobay (akarbose 50 mg) Obyektif Tanggal Periksa (2009) Parameter 10 Jun TD 110/70 2JPP 203 Trigliserida 201 Kolesterol 307 Penatalaksanaan Tanggal Periksa (2009) Nama obat 10 Jun Aldiabet® (Glipizide 5 mg) (30) -0Glucobay® (akarbose 50 mg) 1-1-1 simvastatin 10 mg 0-0-1 Fitbon® (glukosamin) 1x1 √ √ √ - Penilaian Nilai glukosa darah pasien jauh melebihi dari target terapi yang dianjurkan oleh rumah sakit. Rekomendasi 1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah. 2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga dengan rutin. 97 Pasien 24 No. RM 00.02.18.17 Subyektif Laki-laki, 76 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Post Stroke, Myalgia, low back pain, konstipasi Obyektif Tanggal Periksa (2009) Parameter 12 Jan 16 Feb 16 Mar 17 Jun TD 120/80 120/80 110/70 110/70 GDP 120,2 139 14 149 2JPP 178,6 197,5 208 Penatalaksanaan Nama obat Glucobay® (akarbose 50 mg) 1-1-1 metformin 500 mg (30) 1-0-1 Adalat oros ®(nifedipin 30 mg) 1x1 Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 meloxicam 7,5 mg 1x1 diazepam 2 mg 2x1 Laxadin® (fenolftalin) syr 1x CII Penilaian Tanggal Periksa (2009) 12 16 16 17 Jan Feb Mar Jun √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - 1. Pemberian bersamaan antara metformin dengan nifedipin dapat meningkatkan efek metformin yang berakibat munculnya efek hipoglikemia. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction 2. metformin berinteraksi dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor. Hal ini menyebabkan bioavailabilitas metformin dapat menurun jika digunakan bersamaan dengan akarbose. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction Rekomendasi 1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien dan interaksi obat yang mungkin dapat terjadi 2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga yang masih dapat dilakukan. 98 Pasien 25 No. RM 01.01.26.28 Subyektif Perempuan, 74 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Dislipidemia, Insufisiensi Renal, Pruritis Obyektif Tanggal Periksa (2009) Parameter 13 Jan 13 Feb 13 Mar 7 Apr 14 Mei 9 Jun TD 140/80 130/80 120/80 110/70 120/80 120/80 GDP 114 119 141 105 137 97 2JPP 150 139 228 149 200 144 BUN 31,8 27,5 Kreatinin 1,44 1,57 Kolesterol 231 224 HDL 53,7 50,2 LDL 159 141 Urea 7,2 7,2 Penatalaksanaan Tanggal Periksa (2009) 13 13 13 7 14 9 Nama obat Jan Feb Mar Apr Mei Jun Novomix® 6-0-2 √ √ √ √ √ √ Glucobay® (akarbose 100 mg)(90) √ √ √ √ √ √ 1-1-1 loratadin 10 mg 1x1 √ Noperten® (lisinopril10 mg) (30) 1x1 √ √ √ √ √ √ √ simvastatin 10 mg (30) 0-0-1 √ Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) √ √ √ √ √ 1x1 √ Normofet® (simvastatin10 mg) (30)1x1 √ √ Penilaian Kontrol glukosa pasien cukup baik namun terkadang nilai glukosanya lebih tinggi dari nilai rujukan dari rumah sakit. Rekomendasi 1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah. 2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga dengan rutin. 99 Pasien 26 No. RM 00.52.64.76 Subyektif Laki-laki, 76 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Obyektif Tanggal Periksa (2009) Parameter 20 Feb 24 Apr TD 140/90 150/80 GDP 150 240 2JPP 206 308 Penatalaksanaan Nama obat Glucobay® (akarbose 50 mg) 1-1-1 Glidabet (gliklazid 80 mg) 1-0-0 valsartan 80 mg 1x1 Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 meloxicam 7,5 mg 1x1 Tanggal Periksa (2009) 20 24 Feb Apr √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Penilaian Glukosa darah pasien jauh dari nilai rujukan yaitu 70-120 mg/dl untuk GDP dan 85-145 mg/dl nilai rujukan 2JPP. Rekomendasi 1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah. 2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga dengan rutin. 100 Lampiran II. Nilai Rujukan dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 8. 9. Parameter Kadar glukosa puasa (mg/dl) Kadar glukosa 2JPP (mg/dl) Kolesterol (mg/dl) LDL (mg/dl) HDL (mg/dl) Trigliserida(mg/dl) Kreatinin (mg/dl) Klirens Kreatinin (ml/menit) BUN(mg/dl) Asam Urat (mg/dl) Nilai Rujukan 70,00-120,00 85,00-145,00 0,00-200,00 0,00-130,00 41,50-66,70 0,00-200,00 0,60-1,30 95-109 7,00-18,00 2,5-8,5 Lampiran III. Obat Paten yang Digunakan No Nama Generik akarbose 100 mg amilodipine besylate amlodipine maleat aspart 30% + aspart-protamine bedesonide betahistine mesylate desoximetason gliklazid 80 mg glikuidon 30 mg glipizide 5 mg fenoftaline fenoterol HBr insulin glargine lisinopril metformin 500 mg nifedipin Regular soluble human insulin salbutamol simvastatin tertrazosin hidroklorida vitamin B kompleks 30% soluble insulin & 70% NPH Nama Dagang Glucobay® Norvask® Amdixal® Novomix® Inflammide® Mertigo® Inerson® Glidabet®, Glucodex® Glurenorm® Aldiab® Laxadin® Benotec® Latus® Noperten® Gludepathic®, Glucophage® Adalat Oros® Humulin® R Ventolin® Normofet® Hytrin® Neurodex®, Sohobion® Mixtard® 101 Lampiran IV. Daftar Singkatan ADR = Adverse Drug Reaction AGI = α Glukosidase Inhibitor BUN = Blood Urea Nitrogen DM = Diabetes Mellitus DTPs = Drug Therapy Problems GDP = Glukosa Darah Puasa GLP-1 = Glucagonlike Peptide-1 Agonist GPP-4 = Dipeptidyl-peptidase-4 LDL = Low Density Lipid Met = metformin HDL = High Density Lipid SU = Sulfonilurea TD = Tekanan Darah TDZ = Thiazolidinedione 2JPP = 2 jam post prandial 102 Lampiran V. Surat Ijin Penelitian dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta 103 Lampiran VI. Surat Kalaikan Etik 104 BIOGRAFI PENULIS Penulis skripsi “Evaluasi Drug Therapy Problems Obat Hipoglikemia Kombinasi pada Pasien Geriatri Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi rawat Jalan RSUP Dr. Sardijito Yogyakarta Periode Januari-Juni 2009” ini memiliki nama lengkap Maria Fea Yessy Ayuningtyas. Penulis dilahirkan di Bantul 8 Februari 1988 dari pasangan Antonius Purwanto dan Brigita Sri Setyasih sebagai putri kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis yaitu tahun 1992-1994 di TK Dharma IV Bakti Ngebel, tahun 1994-2000 di SD N Tlogo Kasihan Bantul, tahun 2000-2003 di SLTP N 1 Yogyakarta, tahun 2003-2006 di SMU N 8 Yogyakarta. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan antara lain tergabung dalam UKF JMKI tahun 20062007, Panitia Pengobatan Gratis JMKI 2007, Panitia Inisiasi Fakultas Farmasi (TITRASI) 2007, Panitia Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia (POKJANAS TOI) 2009, Panitia Seminar Ilmiah Nasional 2009, Peserta Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2009.