1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada saat

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pada saat ini, museum sudah telah menjadi bagian dari kehidupan
modern manusia. Hampir setiap kota setidaknya memiliki satu atau bahkan
beberapa museum. Mayoritas dari museum tersebut dibiayai oleh negara, namun
tidak sedikit pula yang dibiayai oleh swasta. Adanya museum di sebuah kota
yang merupakan bagian dari negara memiliki arti yang sangat penting. Koleksi
yang ada di dalamnya merupakan cerminan dari identitas budaya daerah yang
bersangkutan. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bagi sebuah museum
untuk memiliki beberapa hasil budaya materi dari daerah lain untuk memperkaya
koleksinya, seperti Museum British di Inggris yang memiliki koleksi dari luar
negaranya, yaitu dari Mesir, Yunani, Romawi, Afrika, dan Timur Tengah.
Latar belakang pendirian sebuah museum sendiri tidak dapat dilepaskan
dari hasrat dan naluri manusia untuk mengumpulkan benda-benda antik dan
langka. Pada abad pertengahan, kegiatan seperti ini populer dengan munculnya
kelompok antiquarism yang memiliki hasrat besar dalam menjelajah dunia. Salah
satunya dibuktikan dengan ekspansi bangsa-bangsa Eropa ke luar Eropa pada
abad XVI - XVIII M. Mereka mengumpulkan peninggalan-peninggalan budaya
dari
bangsa
yang
dikunjungi
atau
ditaklukkan
sebagai
koleksi.
Pada
perkembangan selanjutnya, koleksi-koleksi tersebut digunakan sebagai sarana
untuk mempelajari tingkah laku, cara hidup, dan pola pikir bangsa yang
dijajahnya. Hal-hal yang belum pernah mereka ketahui sebelumnya akan
1
2
memberikan informasi baru tentang sejarah kebudayaan (Bahn 1996:21, 35;
Sharer and Ashmore 1993: 47 - 48).
Banyak lembaga yang telah memberikan definisi museum secara umum.
Secara harfiah, kata “museum” berasal dari bahasa Yunani yaitu mouseion, yang
berarti candi yang digunakan sebagai tempat bersemayam para Muse, puteriputeri Dewa Zeus, yang menguasai bermacam-macam ilmu dan seni (Tim
Penulis 1971:1; dalam Wahyudi, 2008:1). Selanjutnya ialah definisi museum
yang telah ditetapkan oleh ICOM (International Council of Museum), sebuah
badan di bawah UNESCO yang mengurusi tentang permuseuman. Menurut
ICOM, museum adalah suatu lembaga yang bersifat badan hukum yang tetap
dan tidak mencari keuntungan dalam pelayanannya kepada masyarakat, tetapi
untuk kemajuan masyarakat dan lingkungannya, serta terbuka untuk umum
(Sutaarga, 2000:31)
Selain itu, seperti yang disebutkan oleh The UK Museum Association
(MA), museum didefinisikan sebagai institusi yang dapat dipercaya untuk
mengumpulkan, melindungi sekaligus memberi akses artefak dan spesimen
kepada masyarakat (Rentschler, 2007) Definisi ini menyimpulkan pula bahwa
tanpa artefak dan spesimen sebagai koleksinya, museum bukanlah apa-apa.
Akan tetapi, museum tentu tidak dapat berjalan hanya dengan adanya koleksi.
Meskipun koleksi sangat esensial, namun juga dibutuhkan orang-orang yang
dapat mengelola dan menginterpretasikan koleksi kepada masyarakat. Selain itu
juga dibutuhkan masyarakat yang akan menerima interpretasi yang ditampilkan.
Ketiga elemen tersebut membentuk sebuah komunikasi yang berkesinambungan
dan menjadikan museum tetap hidup.
3
Di antara banyak museum, terdapat museum yang berada di bawah
lingkup TNI, yaitu Museum Pusat TNI AD Dharma Wiratama di Yogyakarta dan
Museum Perjuangan Mandala Bhakti Kodam IV/Diponegoro di Semarang.
Museum-museum
ini
berisi
berbagai
hal
yang
berhubungan
dengan
kemerdekaan Indonesia, mulai dari foto sampai dengan perlengkapan perang,
seperti senjata dan kendaraan militer.
Museum Perjuangan Mandala Bhakti Kodam IV/Diponegoro merupakan
sebuah museum yang berada di bawah lingkup TNI dan terletak di Jalan
Soegijapranata
No.
1,
Monumen Tugu
Muda.
Semarang,
“Mandala”
serta
berarti
berada
wilayah,
di
dan
sebelah
“Bhakti”
selatan
berarti
pengabdian. Jika diartikan secara harafiah, museum ini ialah tempat pengabdian.
Untuk arti lebih luas, museum ini adalah tempat mengenang perjuangan prajurit
Kodam IV/Dip dan rakyat Jawa Tengah dalam melawan penjajahan. Bangunan
museum pada awal pendiriannya dirancang sebagai Raad van Justitie atau
Pengadilan Tinggi bagi golongan rakyat Eropa di Semarang. Perancangnya
adalah arsitek I. Kuhr E. dari Firma Ooiman dan Van Leeuwen. Melihat dari tahun
berkarya Ir. Kuhr E. di Indonesia, diperkirakan bahwa bangunan Raad van
Justitie ini dibangun sekitar tahun 1930. Pada tahun 1942, kekuasaan Belanda
di Indonesia digulingkan Jepang. Seluruh aset Belanda dikuasai Jepang, begitu
juga gedung Mandala Bhakti. Pada saat itu, gedung ini difungsikan sebagai
markas Keinpietai (Polisi Militer Jepang). Selang tiga tahun kemudian ketika
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, gedung Mandala Bhakti menjadi
milik pemerintah Indonesia. Tahun 1946, Belanda melakukan agresi militer ke
Indonesia. Kota Semarang pun terkena dampak agresi militer tersebut, sehingga
Mandala Bhakti digunakan sebagai markas tentara Belanda. Pada Desember
4
1949, TNI berhasil mengambil alih gedung ini, dan menggunakannya sebagai
markas Divisi III yang saat itu dipimpin oleh Panglima Divisi Kolonel Gatot
Soebroto (Disjarahad, 2012:10).
Markas Divisi III di Jawa Tengah/Daerah Istimewa Yogyakarta berganti
nama menjadi Kodam VII/ Diponegoro dan berganti nama lagi menjadi Kodam
IV/Dip. Kemudian setelah pembangunan markas Kodam IV/Dip di daerah
Watugong selesai, barulah dikeluarkan surat telegram Pangdam IV/Diponegoro
nomor
st/79/1985
bertanggal
22
Januari
1985.
Salah
satu
isinya
menginstruksikan agar markas Kodam VII/Diponegoro pindah ke daerah
Watugong dan bangunan induk gedung Mandala Bhakti, lantai 1 dan 2
digunakan untuk Museum Perjuangan Kodam IV/ Diponegoro. Mandala Bhakti
selanjutnya berganti nama menjadi Museum Perjuangan Mandala Bhakti Kodam
IV/Diponegoro (Disjarahad, 2012:10).
Secara arsitektural, bangunan ini mengandung unsur Eropa. Bertangkup
fasad tunggal, berlantai dua dan menghadap ke utara. Fondasi bangunan terbuat
dari batu, strukturnya terdiri dari batu bata, dan dindingnya tersusun dari bata
berplester. Atap gedung berbentuk limasan dan menggunakan genteng. Baik
lantai pertama maupun lantai dua memiliki serambi di sisi depan. Serambi lantai
pertama dilindungi balkon lantai dua, sementara serambi lantai dua menyatu
dengan atap bangunan utama. Pintu masuk tampak menonjol dan dinding bagian
samping gedung juga dihiasi lubang-lubang, namun tidak untuk menambah
keindahan, tetapi untuk memberikan kesan formal. Gaya bangunan ini tampak
datar dan kaku. Hal ini tidak terlepas dari fungsi awal didirikannya gedung ini,
yaitu sebagai gedung peradilan (Disjarahad, 2012:5)
5
Museum Perjuangan Mandala Bhakti Kodam IV/Diponegoro menyimpan
beberapa koleksi mengenai dokumentasi dan persenjataan TNI, baik yang
tradisional maupun senjata yang lebih modern dari bambu runcing, senjata berat
25 PDR, pistol kuno jenis Luger, senapan mesin Browning, hingga kendaraan
lapis baja.
Museum merupakan institusi yang bergerak di bidang kebudayaan dan
mempunyai aktivitas mengumpulkan, menyimpan, memelihara, memamerkan,
dan mengkomunikasikan benda tinggalan budaya juga merupakan salah satu
dari wujud pengelolaan sumber daya budaya. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pengelolaan museum dengan sistem manajemen sumber daya yang menunjang
aktivitas-aktivitas tersebut. Sistem manajemen yang harus ada di dalam museum
meliputi manajemen administrasi perkantoran, manajemen sumber daya
manusia, dan manajemen koleksi (Dwiyanto, 1998:3).
Untuk mengetahui apakah Museum Perjuangan Mandala Bhakti Kodam
IV/Diponegoro sudah melakukan sistem manajemen permuseuman dengan baik,
maka perlu diadakan evaluasi. Menurut Byrn, evaluasi adalah suatu proses
pengumpulan
informasi
sebagai
dasar
untuk
mengambil
keputusan,
pertimbangan dan penarikan kesimpulan (Abdurrahman, 1986:146)
Definisi lain ialah yang dikatakan oleh Kalsey (1976), bahwa evaluasi
merupakan suatu proses untuk menetapkan nilai terhadap suatu program atau
kegiatan. Kemudian yang kedua, definisi evaluasi bersifat lebih luas, yaitu suatu
metode untuk mengetahui sejauh mana suatu kegiatan telah memperoleh
kemajuan dan mengarah pada tercapainya tujuan. Kentucky Cooperative
Extension Service (1914) mendefinisikan evaluasi sebagai suatu upaya untuk
menetapkan keefektifan suatu program secara menyeluruh, baik dalam hal
6
organisasinya, prosesnya, ruang lingkupnya, maupun pencapaian tujuannya
(Abdurrahman, 1986:147). Evaluasi merupakan suatu himpunan data yang
sistematis yang dapat memberikan informasi mengenai tingkatan atau ukuran
tentang pencapaian sasaran yang telah direncanakan sebelumnya (FFJ.
Schouten 1992, 77).
Pada prinsipnya, beberapa ahli mengemukakan hal yang kurang lebih
sama, bahwa evaluasi dilakukan untuk mengukur tingkat keberhasilan dari
sesuatu dan apakah keberhasilan tersebut sejalan dengan tujuan asal yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu, evaluasi di Museum Perjuangan Mandala Bhakti
Kodam IV/Diponegoro perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
pengelolaan yang dilakukan petugas museum dan seberapa jauh manajemen
permuseuman yang diterapkan di Museum Perjuangan Mandala Bhakti Kodam
IV/Diponegoro.
I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
diketahui rumusan permasalahan dan tujuan penelitian yaitu, apakah manajemen
koleksi yang diterapkan di Museum Perjuangan Mandala Bhakti Kodam
IV/Diponegoro sudah memenuhi standar yang diterapkan oleh Direktorat
Permuseuman?
I.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :
1. Memperoleh gambaran tentang mekanisme manajemen koleksi
permuseuman di Museum Perjuangan Mandala Bhakti Kodam
IV/Diponegoro.
7
2. Mengetahui
sejauh
mana
penerapan
manajemen
koleksi
permuseuman di Museum Perjuangan Mandala Bhakti Kodam
IV/Diponegoro.
3. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan manajemen
koleksi permuseuman di Museum Perjuangan Mandala Bhakti Kodam
IV/Diponegoro.
4. Menghasilkan suatu rekomendasi untuk mengoptimalkan upayaupaya yang telah dilakukan oleh pihak Museum Perjuangan Mandala
Bhakti Kodam IV/Diponegoro dalam menerapkan praktek manajemen
koleksi permuseuman.
I.4. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang pernah dilakukan tentang manajemen koleksi adalah
skripsi yang berjudul “Evaluasi Terhadap Manajemen Permuseuman di Museum
Pusat TNI AD Dharma Wiratama” oleh Dedy Hendra Wahyudi (2008). Skripsi
Dedy menggambarkan bagaimana evaluasi manajemen museum dilakukan.
Pada prakteknya, pelaksanaan manajemen permuseuman di Museum Pusat
TNI-AD Dharma Wiratama belum
sesuai dengan model ideal pengelolaan
museum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
No.KM.33/PL.303/MKP/2004 tentang Museum dikarenakan menemui berbagai
kendala.
Kendala terbesar adalah kurangnya kualitas sumber daya manusia
yang memadai. Adya Grahita pada 2012 menulis tentang “Manajemen Koleksi
Museum Affandi Yogyakarta: Sebuah Evaluasi”. Melalui evaluasi ini dapat
diketahui bahwa Museum Affandi termasuk dalam kategori cukup. Artinya cukup
dalam menerapkan manajemen koleksi yang telah sesuai menurut ICOM. Pada
8
2011, Miftah Fauzi menulis skripsi tentang “Manajemen Museum Kereta Api
Ambarawa”. Pada penelitiannya, Miftah membahas mengenai manajemen yang
diterapkan di Museum Kereta Api Ambarawa.
Penelitian mengenai data kepustakaan sebagai sumber pustaka sebagian
besar membahas tentang evaluasi terhadap museum dari segi manajemen
koleksi, seperti buku pedoman Pengelolaan Koleksi yang dikeluarkan oleh
Direktorat Permuseuman. Akan tetapi, sejauh yang diketahui oleh penulis, skripsi
yang membahas tentang evaluasi terhadap manajemen koleksi permuseuman di
Museum Perjuangan Mandala Bhakti Kodam IV/Diponegoro belum pernah
dilakukan.
I.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Museum Perjuangan Mandala Bhakti Kodam
IV/Diponegoro. Penelitian berfokus pada evaluasi manajemen koleksi yang ada
di Museum Perjuangan Mandala Bhakti Kodam IV/Diponegoro. Manajemen
koleksi berhubungan dengan mutasi dan sirkulasi benda koleksi, baik di
lingkungan museum maupun dengan museum lainnya (Dwiyanto 1999:5)
I.6. Metode Penelitian
Secara garis besar, metode penelitian menggunakan metode dengan tipe
evaluasi. Evaluasi adalah proses mengumpulkan informasi, penetapan kriteria,
analisis, pertimbangan, penarikan kesimpulan, dan pengambilan keputusan
(Abdurrahman,1986:146). Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini
ialah metode penelitian dengan penalaran induktif. Metode penalaran induktif
adalah penalaran yang menjelaskan suatu masalah berdasarkan data yang
9
diperoleh dan kemudian merangkainya menjadi suatu pemecahan atau
generalisasi yang bersifat umum (Tanudirjo,1988 :34-36). Metode yang dalam
penelitian ini menggunakan metode penelitian evaluasi yang dilakukan dengan
penggambaran kondisi eksisting manajemen koleksi di Museum Perjuangan
Mandala Bhakti Kodam IV/Diponegoro lalu dibandingkan dengan pedoman dari
Direktorat
manajemen
Permuseuman.
koleksi
di
Tahapan
Museum
penelitian
Perjuangan
yang
dilakukan
Mandala
Bhakti
terhadap
Kodam
IV/Diponegoro adalah :
1.
Tahap Pengumpulan Data
a. Observasi/pengamatan secara langsung
Pengamatan dilakukan terhadap mekanisme manajemen
permuseuman yang meliputi manajemen koleksi yang meliputi:
perangkat-perangkat seperti registrasi koleksi, buku inventaris,
kartu katalog, dan sertifikat peminjaman.
b. Wawancara kepada narasumber yang mengetahui dan dapat
memberikan informasi dalam penelitian ini. Narasumber yang
dipilih ialah orang yang kesehariannya bekerja di museum ini,
sehingga dapat memberikan gambaran manajemen koleksi
yang dilakukan di Museum Perjuangan Mandala Bhakti Kodam
IV/Diponegoro.
c. Dokumentasi dilakukan sebagai upaya perekaman data untuk
memperoleh bukti visual terhadap penelitian yang dilakukan.
d. Studi Pustaka dilakukan dengan mencari sumber-sumber
pustaka, seperti buku, artikel, laporan penelitian, arsip dan
sumber-sumber yang dapat mendukung penelitian.
10
2.
Tahap Pendeskripsian Data
Dari data-data yang telah terkumpul, kemudian diklasifikasikan dan
diuraikan secara sistematis. Bagaimana manajemen koleksi yang ada di Museum
Perjuangan Mandala Bhakti Kodam IV/Diponegoro saat ini diuraikan, baik melalui
tulisan maupun piktorial (gambar, foto, tabel, dan lain-lain) dan diklasifikasikan
berdasarkan tata ruang.
3. Tahap Analisis Data
Pada tahap analisis, metode evaluasi yang
manajemen
koleksi
di
Museum
Perjuangan
dilakukan terhadap
Mandala
Bhakti
Kodam
IV/Diponegoro didasarkan atas standar yang dikeluarkan oleh Direktorat
Permuseuman.
Referensi
yang
diperoleh
dari
Direktorat
Permuseuman
mengenai manajemen koleksi dibentuk menjadi variabel-variabel utama dengan
sejumlah sub-variabel sebagai rincian dari variabel utama. Variable-variabel
tersebut terdiri dari komponen-komponen dasar dari manajemen koleksi yang
harus dilakukan dan dijalankan oleh museum. Setiap variabel memiliki nilai
berdasarkan jumlah sub-variabel yang terdapat dalam satu variabel utama. Satu
sub-variabel diberi nilai satu. Jika pada sistem manajemen koleksi Museum
Perjuangan Mandala Bhakti Kodam IV/Diponegoro tidak ditemukan satu subvariabel dalam satu variabel utama, maka Museum Perjuangan Mandala Bhakti
Kodam IV/Diponegoro tidak akan memperoleh nilai.
Penilaian atas varibel-variabel tersebut dilakukan dengan cara scoring.
Perolehan data yang awalnya bersifat kualitatif diubah menjadi data bersifat
kuantitatif. Data kuantitatif berupa nilai maksimum dari setiap variabel utama
11
manajemen koleksi Direktorat Permuseuman yang kemudian dijadikan patokan
nilai pada sistem manajemen koleksi Museum Perjuangan Mandala Bhakti
Kodam IV/Diponegoro. Hasil akhir dari penjumlahan nilai setiap variabel utama
kemudian disimpulkan, dan dibagi menjadi beberapa kategori dalam penilaian
sistem manajemen koleksi Museum Perjuangan Mandala Bhakti Kodam
IV/Diponegoro, yaitu sangat kurang, kurang, cukup, baik, dan sangat baik.
Pembagian kategori tersebut dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian
manajemen koleksi Museum Perjuangan Mandala Bhakti Kodam IV/Diponegoro
dengan
standar
manajemen
koleksi
yang
dikeluarkan
oleh
Direktorat
Permuseuman tahun 2007(Grahita, 2012)
4. Kesimpulan dan Rekomendasi
Manajemen koleksi Museum Mandala Bhakti dinyatakan baik jika secara
garis besar memenuhi atau melaksanakan pedoman yang ditetapkan oleh
Direktorat Permuseuman, dan dinyatakan belum atau tidak baik jika secara garis
besar belum memenuhi atau melaksanakan pedoman yang ditetapkan oleh
Direktorat Permuseuman.
Penelitian dan evaluasi yang dilakukan di Museum Perjuangan Mandala
Bhakti Kodam IV/Diponegoro menghasilkan suatu kesimpulan, yang kemudian
dapat diambil rekomendasi berupa uraian dan penjelasan terhadap variabel
sistem yang belum lengkap untuk diperbaiki dan dilengkapi, sehingga dapat
dijadikan acuan untuk menetapkan manajemen koleksi yang lebih baik di
Museum Perjuangan Mandala Bhakti Kodam IV/Diponegoro.
Download