Adelia dan Anggraini |Skizofrenia Paranoid Remisi Parsial Pada Laki-Laki Usia 51 tahun SKIZOFRENIA PARANOID REMISI PARSIAL PADA LAKI-LAKI USIA 51 TAHUN Adelia Merdiana Dewi, Anggraini Janar Wulan Fakultas Kedokteran, Universita Lampung Abstrak Skizofrenia adalah suatu gangguan psikiatrik yang ditandai dengan perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang.Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu gejala positif dan gejala negatif.Pasien laki-laki Tn. CA, usia 51 tahun dirawat di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung. Pasien dibawa oleh keluarganya karena gaduhgelisah, sering pergi dari rumah, membanting dan melempar barang-barang disekitarnya, sering menghadang mobil dijalan, sulit tidur dan sering terbangun malam hari. Selain keluhan tersebut pasien juga sering mendengar suara– suara yang terdengar olehnya seperti bisikan ramai, suara itu seperti memarahi. Pasien juga sering melihat air yang berubah menjadi orang yang berbicara dan memarahinya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 92x/menit, napas16x/menitdan kondisi medis umum : tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan psikiatri didapatkan halusinasi auditorik, ilusi serta Delusion Of Influence. Pada pasien ini didiagnosis yaitu Aksis I : skizofrenia paranoid remisi parsial (F20.x4), Aksis II : tidak ada diagnosis, Aksis III : Diabetes Militus, Aksis IV : kurangnya pemahaman terkait dengan pengobatan (putus obat), Aksis V : GAF 70-61 (HLPY) dan GAF current 50-41 serta penatalaksanaan pada pasien adalah medikamentosa (psikofarmaka) dan non medikamentosa. Medikamentosa diberikan Risperidon karena efek samping obat yang lebih sedikit, pada non medikamentosa diberikan psikoterapi psikofarmaka pada keluarga. Kata kunci: gelisah, halusinasi, skizofrenia PARANOID SCHIZOPHRENIA PARTIAL REMISSION IN MALE AGE 51 YEARS Abstract Schizophrenia is a psychiatric disorder characterized by a change in perception, thought, affect, and behavior. The symptoms of schizophrenia can be broadly divided into two groups: positive symptoms and negative symptoms. Mr. CA, male patients, age 51 years admitted to the asylum Lampung Province. The patient was brought by his family because of rowdy restless, often go from the house, slamming and throwing things around, often facing the street car, sleeplessness and frequent night waking. In addition to the patient's complaint also frequently heard voices that sounded to him like a whisper crowded, it sounds like a scolding. Patients also often see the water turn into people who speak and scolded him. On physical examination found, blood pressure 120/70 mm Hg, pulse 92x / min, 16x breaths / min and a general medical condition: no abnormalities detected. On psychiatric examination found auditory hallucinations, illusions and Delusion Of Influence. In these patients are diagnosed Axis I: paranoid schizophrenia partial remission (F20.x4), Axis II: there is no diagnosis, Axis III: Diabetes mellitus, Axis IV: lack of understanding related to the treatment (of withdrawal), Axis V: GAF 7061 (HLPY) and current GAF 50-41 as well as the management of patients is medical (psikofarmaka) and non-medical. The drug therapy was Risperidon due to less side effects. Nonpharmacology therapy was psychotherapy to his family. Keywords: hallucinations, restlessness,schizophrenia ... Korespondensi: Adelia Merdiana Dewi S.ked, Alamat: Jln. Kerinci no. 3 Kota Metro, HP 081278736829, e-mail: [email protected] Pendahuluan Gangguan jiwa merupakan salah satumasalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Secara umum gangguan jiwa disebabkan karena adanya tekanan psikologis baik dari luar individu maupun dari dalam individu. Beberapa hal yang menjadi penyebab adalah ketidaktahuan keluarga dan masyarakat terhadap gangguan jiwa ini. Menurut World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini cukup tinggi, 25% dari penduduk dunia pernah menderita masalah kesehatan jiwa, 1% diantaranya adalah gangguan jiwa berat. Potensi seseorang mudah terserang gangguan jiwa memang tinggi, setiap saat 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf, maupun perilaku. Salah satu bentuk gangguan jiwa yang terdapat diseluruh dunia adalah gangguan jiwa berat yaitu Skizofrenia.1 Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. Gejala skizofrenia J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 1 Adelia dan Anggraini |Skizofrenia Paranoid Remisi Parsial Pada Laki-Laki Usia 51 tahun secara garis besar dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa delusi, halusinasi, kekacauan pikiran, gaduh gelisah dan perilaku aneh atau bermusuhan. Gejala negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan, ‘miskin’ kontak emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif. 2 Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa. Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15-25 tahun sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan.3 World Health Organization tahun 2000 menyebutkan bahwa di seluruh dunia terdapat 45 juta orang yang menderita skizofrenia. Lebih dari 50% dari pasien skizofrenia tidak mendapat perhatian dan 90% diantaranya terdapat dinegara berkembang danjumlah pasien yang paling banyak terdapat yaitu di Western Pasifik yaitu 12,7 juta orang. Penyakit ini mempengaruhi lebih banyak dari 1% populasi.4 Persentase tersebut merujuk pada 2,7 juta orang dewasa di Amerika Serikat sedangkan jumlah pasien skizofrenia di Indonesia adalah tiga sampai lima per 1000 penduduk. Mayoritas pasien berada di kota besar. Ini terkait dengan tingginya stress yang muncul didaerah perkotaan. Dari hasil survei dirumah sakit Indonesia, ada 0,5-1,5 perseribu penduduk mengalami gangguan jiwa.5 Data yang didapat di Rumah sakit Jiwa skizofrenia menduduki peringkat pertama dari sepuluh diagnosa penyakit rawat inap dengan jumlah 497 orang (47.02%) dari 1.057 orang. Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat, terutama ketergantungan nikotin. Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan nikotin. Pasien skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan perilaku menyerang. Bunuh diri merupakan penyebab kematian pasien J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 2 skizofrenia yang terbanyak, hampir 10% dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri.3 Kasus Pasien laki-laki Tn. CA, usia 51 tahun dirawat di Ruang Kutilang Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung. Telah dilakukan autoanamnesis pada tanggal 12 februari 2015 di ruang Kutilang. Seorang laki - laki, wajah sesuai dengan usianya menggunakan seragam rumah sakit jiwa terkesan kurang rapih, baju tampak kurang rapi, rambut sudah terdapat uban pendek tidak tersisir rapi, kuku terpotong rapih, perawatan diri cukup. Pasien dibawa oleh keluarganya ke Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung karena sering gelisah dan keluyuran dengan alasan yang tidak jelas. Selain gelisah pasien juga sering pergi dari rumah, pasien sering membanting barang-barang disekitarnya, sering menghadang mobil dijalan, sulit tidur dan sering terbangun pada malam hari. Menurut pasien, jika pasien tidak memiliki kegiatan pasien sering mendengar ada suara – suara yang terdengar olehnya seperti bisikan – bisikan yang sangat ramai, terkadang suara itu seperti memarahi pasien. Pada saat baru dibawa ke rumah sakit menurut pasien suara tersebut semakin sering sehingga membuat takut dan berusaha mengusir suara tersebut dengan melempar barang. Selain keluhan tersebut pasien juga mengatakan sering melihat air yang mengalir berubah menjadi orang yang berbicara. Sama dengan bisikan tersebut suara air itu terdengar dengan pasien seperti bisikan yang ramai, terkadang memarahi pasien dan mengajak untuk berpergian. Hal tersebut lah yang membuat pasien melakukan kegiatan yang tidak wajar seperti berbicara sendiri, merusak barang – barang disekitarnya, suka berpergian dan sampai dengan menghadang kendaraan dijalanan. Selain itu pasien juga merasa dipengaruhi oleh suara-suara bisikan tersebut, pasien cenderung menuruti perintah yang didengarnya. Riwayat perjalanan penyakit, pasiensudah dua kali dirawat di rumah sakit jiwa, yang pertama adalah tahun 2013. Keluhan yang dialami berkurang, rajin kontrol namun pasien tidak mengkonsumsi obat secara teratur. Setelah berhenti minum obat pasien mulai sering menampakkan gejala- Adelia dan Anggraini |Skizofrenia Paranoid Remisi Parsial Pada Laki-Laki Usia 51 tahun gejala seperti awal masuk rumah sakit.Pendidikan terahir pasien adalah SMA dan tidak pernah tinggal kelas. Sampai dengan dilakukan anamnesis pasien tidak mau dikatakan bahwa dia mengalami gangguan jiwa. Gaya hidup pasien dirumah tidak teratur, kurang bersih dan bertingkah sesuai dengan yang diinginkan. Pasien merokok tetapi tidak meminum minuman berakohol dan tidak mengkonsumsi narkoba dan sejenisnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 92x/menit, napas16x/menitdan kondisi medis umum : tidak ditemukan kelainan. Pada status psikiatri didapatkan saat dilakukan pemeriksaan tampak pasien kooperatif. Pasien terlihat nyaman saat diajak tanya jawab, Spontan, volume cukup, intonasi cukup, amplitudo cukup, artikulasi jelas, kualitas cukup, kuantitas cukup. Ketika ditanya pasien, pasien menjawab dengan santai.Terdapat gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik serta terdapat ilusi.Pada isi pikir terdapat gangguan yaitu Delusion Of Influence (+). Sementara pada memori pasien sendiri, memori jangka panjang, menengah, pendek dan segera baik dan untuk orientasi waktu, tempat, dan orang juga baik dan untuk tilikan pasien masuk dalam tilikan I. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDN : 297 mg/dL. Pembahasan Diagnosis ditegakkan pada saat anamnesis dan pemeriksaan psikiatri, pada pasien ini ditemukan adanya gangguan persepsi dan isi pikir yang bermakna serta menimbulkan suatu distress (penderitaan) dan disability (hendaya) dalam pekerjaan dan kehidupan sosial pasien, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami gangguan jiwa.2 Pada diagnosis aksis Iyaitu diagnosis psikiatri pasien , berdasarkan data-data yang didapat melalui anamnesis, tidak terdapat riwayat kecelakaan, tidakterdapat kejang sebelumnya ataupun adanya kelainan organik. Pasien tidak pernah mengkonsumsi alkohol ataupun zat psikoaktif.Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis gangguan mental organik (F.00) dan penggunaan zat psikoaktif (F.1).6, 7 Penegakan diagnosis aksis 1 berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan psikiatri dengan pasien.Pada pasien didapatkan halusinasi auditorik, ilusi serta terdapat delusion of influence.Dari data ini menjadi dasar diagnosis bahwa pasien menderita skizofrenia (F.20),sekaligus menyingkirkan diagnosis gangguan psikotik akut (F.23).Dari anamnesis yang dilakukan didapatkan adanya halusinasi auditorik, ilusi serta terdapat delusion of influence maka didiagnosis pasien menderita skizofrenia paranoid (F20.0).Karena keadaan yang dialami merupakan gejala perulangan atau gejala kekambuhan yang dikarenakan pasien kurang patuh dalam menjalani pengobatan dalam hal ini pasien kurang patuh untuk meminum obat sehingga mengalami kekambuhan.Dari data ini menjadi dasar untuk mendiagnosis bahwa pasien menderitaskizofrenia paranoid remisi parsial (F.20.x4).2 Menurut PPDGJ skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. Seorang dapat dikatakan skizofrenia bila terdapat gejala sedikitnya terdapat satu gejala dari gejala berikut ini yaitu terdapat thought echo, thought insertion or withdrawal, thought broadcasting, delusion of control, delusion of influence, delusion of passivity, delusion of perception, halusinasi auditorik serta waham. Dan dikatakan skizofrenia bila gejala tersebut sudah dirasakan lebih dari 1 bulan. Dan pada pasien ini terdapat gejala berupa delusion of influencedan halusinasi auditorik yang sudah dirasakan sejak tahun 2013 jadi dapat didiagnosis sebagai skizofrenia. Bila pada skizofrenia paranoid harus ditambahkan gejala berupa halusinasi atau waham yang menonjol. Halusinasi yang menojol dapat dilihat dari keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pasien, yaitu mendengar suara-suara bisikan. Karena gejala merupakan perulangan jadi didiagnosis sebagai skizofrenia paranoid remisis partial. Pada aksis II tidak ada diganostik dikarenakan pasien selalu naik kelas dan mampu melanjutkan sekolahnya hingga SMA sehingga menyingkirkan diagnosis adanya retardasi mental.Selain itu tidak ditemukan adanya tanda-tanda gangguan kepribadian J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 3 Adelia dan Anggraini |Skizofrenia Paranoid Remisi Parsial Pada Laki-Laki Usia 51 tahun pada pasien ini.SehinggaAksis II tidak ada diagnosis. Pada aksis III, autoanamnesis dan pemeriksaan laboratorium ditemukan riwayat penyakit fisik.Oleh karena itu aksis IIIdengan penyakit penyertaDiabetes Militus.Harus diperhatikan bila pada pasien skizofrenia disertai dengan diabetes militus karena terdapat obat antipsikotik yang dapat meningkatkan gula darah yaitu contoh obatnya adalah clozapine dan olanzapine. Selain skizofrenia mempengaruhi diabetes militus, diabetes militus pun mempengaruhi terjadinya skizofrenia. Diabetes militus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan polidipsi, polifagi dan poliuri. Serta terdapat peningkatan gula darah. Pada pasien diabetes militus dilakukan pengobatan secara teratur dan terus menerus untuk mengontrol gula darah. Hal ini dapat mempengaruhi dari kejiwaan pasien tersebut.8 Pada aksis IV, sebelumnya mengalami putus obat. Dan pada aksis V, penilaian Global Assessment of Fungtional (GAF) Scale yaitu 5041 karena terdapat gejala yang berat dan disabilitas berat, sedangkan GAF tertinggi selama satu tahun terahir adalah 70-61 yaitu beberapa gejala ringan yang menetap, diabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.9 Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan Psikofarmaka yaitu Risperidon 2x1 mg dipertimbangkan peningkatan dosis berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan.Alasan diberikan obat antipsikotik ini adalah efek samping yang kecil dan dimulai dengan dosis paling kecil. Risperidon memiliki efek samping yang kecil untuk terjadinya sindrom ekstrapiramidal dan efek sedatif, juga tidak membuat perubahan fungsi kognitif pada pasien, dan obat ini juga mudah didapatkan. Pada kasus ini diberikan terapi sampai minimal dua tahun karena pasien ini mengalami kekambuhan yang berulang dan telah mengalami putus obat sebelumya. Sementara obat yang memiliki efek samping sindrom ekstrapiramidal tinggi yaitu Haloperidol, Perphenazine, Fluphenazine, trifluoperazine dll. Serta Non-medikamentosa yaitu Psikoterapi dan Psikoedukasi pada keluarga.9, 10 Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad malam dikarenakan berulangnya penyakit J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 4 yang sama, kondisi ekonomi kepatuhan minum obat kurang.3 kurang, Simpulan Pada pasien ini didiagnosis yaitu Aksis I : skizofrenia paranoid remisi parsial (F20.x4), Aksis II : tidak ada diagnosis, Aksis III : Diabetes Militus, Aksis IV : kurang nya pemahaman terkait dengan pengobatan (putus obat), Aksis V : GAF 70-61 (HLPY) dan GAF current 50-41 serta penatalaksanaan pada pasien adalah medikamentosa (psikofarmaka) yaitu risperidon 2X1 mg dan non medikamentosa.11 Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Hawari D. Pendekatan holistik pada gangguan jiwa skizofrenia. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. Hlm. 31-4. Maslim R. Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ III): Direktoral Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya; 2003. hlm. 46-63. Amir N. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013. hlm. 56-60. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2004. hlm. 76-9. Riza H. Hubungan tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien halusinasi dengan perilaku keluarga dalam merawat pasien halusinasi. [internet]. 2012 [Diakses 6 Juni 2015]. Tersediadari: http://repository.unri.ac.id Kaplan HI. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Bina Rupa Askara; 2005. hlm. 22-30. Kaplan HI, Saddock BJ. Sinopsis Psikiatri. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Bina Rupa Aksara; 2005. hlm 33-7. Lipscombe LL. Antipsychotic Drugs and Hyperglycemia in Older Patients With Adelia dan Anggraini |Skizofrenia Paranoid Remisi Parsial Pada Laki-Laki Usia 51 tahun Diabetes. Arch Intern Med. 2009; 169(14): 1282-9. 9. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Penerbit Airlangga University; 2005. hlm. 85-91. 10. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya; 2007. hlm. 7984. 11. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III. Jakarta: Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika AtmaJaya; 2001. Hlm. 34-8. J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 5