Islam Kontemporer: Jurnal Studi Keislaman/Vol. 1 No. 1 2016 POLA PENDIDIKAN BERKEMAJUAN (Perspektif Sosiologi Pendidikan) Oleh : Rusman, M.Pd.I [email protected] Abstract Outdoor life and human life and human is willing to accept the influence of the outside world, ready to communicate with the possibility of exchange of alternatives patterns of thought and behavior deeds. Criteria level of openness of human and moral life of society is determined by the level by level or speed tempo changes and problems faced. Patterns of thought and behavior that is based on the open view of cultural relativity and pluralism or diversity of truth and reality. Instead of society and human beings against which to be covered is marked by a denial of justice could have taken third and only one true law used as guidelines in determining the truth about reality, either about to culture-an, patterns of thought and behavior deeds. In many ways and basically the truth and reality possessed rated dignified absolute, applies whenever and wherever. Resulting symptoms conservative attitudes which do not want changes that may be as a result of the influence that comes from the outside world and different. There are three educational social problems that lead to educational berkemajuan namely: (1) Problems of social progress of students, (2) Problems teacher social progress, and (3) Problems of social advancement of educational institutions (schools). Of these problems can be overcome by implementing three patterns: (1) Pattern nomothetic, (2) Patterns idiographic, and (3) Transactional Pattern. Their harmonious and balanced cooperation, give and receive mutual control and control between teacher education institutions and schools in order devotion to children, students and the development of education in general, will determine much of the future development of the communities. Keywords :Pendidikan, Sosiologi, Pola Pendidikan PENDAHULUAN Salah satu rumusan pendidikan adalah :Education is the process by which a person is adjusted to those elements of his environment which are of concern in modern life so as to prepare his successful adult living.(Pendidikan adalahproses dengan mana seseorang diberi aspek-aspek kehidupan kesempatan menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berkaitan dengan kehidupan modern untuk mempersiapkan agar berhasil dalam kehidupan orang dewasa). ISSN: 2540-8151 (Print) ISSN: 2549-3264 (Online) Islam Kontemporer: Jurnal Studi Keislaman/Vol. 1 No. 1 2016 Rumus pendidikan di atas menetapkan, bahwa pendidikan adalah proses yang diawali dengan kegiatan mengantarkan seseorang mengadakan perubahan penyesuaian terhadap unsur-unsr lingkungan yang ada sangkut pautnya dengan kehidupan modern. Aspek-aspek kehidupan yang klasik tradisional harus dilempar jauh dari horizon pemikiran dan minat perhatiannya. Suatu konsep pendidikan yang lebih berorientasi pada masa kini dan masa yang akan datang, sehingga dapat dikategorikan pada pola sikap mental yang menghormati tradisi dan yang tidak menghormati tradisi sosial masyarakat. Kehidupan modern adalah suatu perwujudan dari sikap mental modern, dan sesuai pula dengan pendidikan adalah proses normatif, maka perbedaan antara aspek kehidupan modern dan tradisional akan didekati dari sudut perbedaan nilai sikap yang berkembang dalam kedua pola hidup yang berbeda. Kehidupan dan masyarakat modern adalah suatu pola kehidupan sosial yang menghormati nilai sikap keterbukaan, individualitas, dan progressif berhadapan dengan pola kehidupan sosial tradisional dengan ciri tertutup, keelektrifistis dan konservatif. Kehidupan dan manusia yang terbuka adalah kehidupan dan manusia yang bersedia menerima pengaruh dari dunia luar, siap berkomunikasi dengan kemungkinan terjadinya pertukaran alternatif-alternatif pola pemikiran dan tingkah-laku perbuatan. Kriteria tingkat keterbukaan manusia dan kehidupan susila masyarakat ditentukan oleh tingkat oleh tingkat atau tempo kecepatan perubahan dan permasalahan yang dihadapi. Pola pemikiran dan tingkah-laku yang terbuka ini didasarkan pada pandangan relatifitas kebudayaan, dan pluralisme atau keragaman kebenaran dan kenyataan. Sebaliknya masyarakat dan manu-sia yang bersikap tertutup ditandai dengan penolakan hukum kemung-kinan ketiga dan hanya hukum benar salah yang dijadikan pedoman dalam menentukan kebenaran tentang kenyataan, baik tentang kebudaya-an, pola pemikiran dan tingkah-laku perbuatan. Dalam banyak hal dan pada dasarnya kebenaran dan kenyataan yang dimiliki dinilai bermartabat mutlak , berlaku bilamana dan dimana saja. Sehingga terjadi gejala sikap konservatif yang tidak menghendaki perubahan yang mungkin sebagai akibat pengaruh yang datangnya dari dunia luar dan berbeda. ISSN: 2540-8151 (Print) ISSN: 2549-3264 (Online) Islam Kontemporer: Jurnal Studi Keislaman/Vol. 1 No. 1 2016 Individual sebagai suatu sistem nilai dan pola tingkah-laku adalah pandangan tentang sumber dan sifat kebenaran dan kenyataan, yang menetapkan bahwa sumber kebenaran adalah individu, sehingga kebena-ran tentang kenyataan kebudayaan, pemikiran dan tingkah-laku bersifat individual sesuai perbedaan individualitas masing-masing pribadi, baik dalam minat kepentingan maupun bakatnya. Kebudayaan dalam masyara-kat yang individual berpola majemuk plural, sesuai dengan kenyataan dua kembar pun tidak identik sama. Masyarakat individualistis menempatkan individu sebagai tujuan dan lebih kaya serta indah, sehingga tidak membosankan. Dalam masyarakat tradisional yang mengormati ikatan kekerabatan keluarga yang kuat dan ketat, menuntut agar setiap anggota keluarga menjunjung nilai ketaatan, kesetiaan, penghormatan orang tua dan melestarikan tradisi yang berlaku selama ini. Sebaliknya dalam masyarakat modern yang ikatan dalam keluarga lebih longgar kepada anak dituntut agar mengembangkan nilai sikap, kesamaan derajat, rasional dan rasa tanggung jawab yang kuat. Dengan demikian rumus pendidikan sebagai proses akan diakhiri dengan terwujudnya manusia dewasa yang sukses dalam kehidupannya. Manusia dewasa modern sebagai tujuan pendidikan adalah seorang priba-di terbuka, yang mampu mengambil keputusan sendiri dalam tingkah-lakunya serta berorientasi pada masa kini dan masa yang akan datang. Seorang dewasa modern tidak hanya modern dalam cara berpakaian dan bentuk-bentuk luar atau gambaran luar dari manusia modern, tetapi yang lebih penting utama adalah sikap modern seperti memiliki pengetahuan yang luas dan berpikir bebas dalam mengahadapi problema kehidupan modern yang terus timbul, banyak jenis dan rumit kaitannya. Manusia modern selalu saja dihadapkan pada alternatif-alternatif pilihan tingkah-laku yang mungkin bersifat antagonistis, sama tidak enak atau sama-sama bervariasi positif. Sikap mental manusia modern yang lain adalah manusia yang mampu memisahkan antara pengertian berbeda dengan bertengkar, dan menganggap segala macam alternatif pilihan tidak boleh didekati dari sudut pandangan salah atau benar, tetapi semua benar atau semuannya mungkin salah. Hanya berbeda penggunaannya sesuai dengan perbedaan tuntutan situasi perubahan sosial. ISSN: 2540-8151 (Print) ISSN: 2549-3264 (Online) Islam Kontemporer: Jurnal Studi Keislaman/Vol. 1 No. 1 2016 SUMBER-SUMBER SOSIAL PROBLEMA PENDIDIKAN Sesuai dengan pembahasan tentang pendekatan sosiologi pendidikan dan dalil-dalil pendidikan dalam hubungannya dengan perubahan sosial masyarakat, maka pada suatu ketika kita akan mengadakan penilaian tentang kemajuan sistem persekolahan suatu hal yang diharapkan agar faktor –faktor di luar gedung sekolah yaitu faktor-faktor sosial harus dipertimbangkan dalam penilaiannya. Oleh sebab pendekatan sistem menetapkan bahwa sumber-sumber sosial tidak jarang menyebabkan problema-problema pendidikan dan dapat pula menunjang perkembangan kemajuan sekolah. 1. Faktor-faktor sosial dari kemajuan murid. Hasil belajar murid, kemajuan atau kemundurannya, ditentukan oleh beberapa faktor sosial , baik yang terdapat di dalam sekolah maupun yang di luar sekolah, seperti bakat anak, tuntutan guru, kondisi keluarga, kebu-dayaan kelompok sebaya dan pribadi acuan. Bakat atau kemampuan dan ciri kepribadian murid, baik secara individual atau kolektif dapat menentukan kecepatan anak, sikap anak terhadap guru, bahkan pelajaran dan pendidikan pada umumnya. Dengan kata lain faktor bakat, minat dan ciri atau sifat karakteristik anak dapat menentukan motivasi belajar mereka rendah, tinggi atau sedang , dan usaha-usaha sekolah untuk menangani motivasi salah satunya adalah mengadakan kelompok kemampuan, atau kelas paralel, sehingga memudahkan penyusunan bahan dan meningkat-kan relasi antaraksi sosial mereka. Pengelompokan lebih memudahkan pengawasan mereka, sehingga meningkatkan kemajuan murid, tetapi dapat mengembangkan rasa diri kurang dan rasa harga diri lebih, dan mengarahkan ke kepribadian yang tidak demokratis. Faktor kedua adalah keadaan keluarga pelajar, seperti jumlah saudara, tingkat status sosial, akademis dan ekonomis, dan pola pendidi-kan dalam keluarga, serta sikap orang-tua terhadap pendidikan. Status sosial orang-tua anak pada suatu ketika dapat menentukan sikap mereka terhadap pendidikan atau peranan pendidikan dalam kehidupan manusia, status akademis akan menentukan kemampuan orang-tua dalam memberi-kan informasi-informasi tentang bahan pelajaran sekolah yang diperlukan oleh anak yaitu bimbingan pendidikan yang ISSN: 2540-8151 (Print) ISSN: 2549-3264 (Online) Islam Kontemporer: Jurnal Studi Keislaman/Vol. 1 No. 1 2016 mungkin dapat diberikan oleh orang-tua. status ekonomis banyak menentukan kemampuan keluar-ga dalam menyediakan fasilitas sarana yang diperlukan anak dalam menelaah bahan pelajaran di sekolah, dari soal makanan sampai ke soal buku-buku pelajaran. Ketiga jenis status di atas dalam banyak hal sangat menentukan sikap orang-tua terhadap pendidikan dan pola-pola kehidu-pan keluarga yang menunjang perkembangan pendidikan anak di sekolah. Sebagai faktor sosial ketiga yang menyebabkan maju mundurnya perkembangan pendidikan anak di sekolah adalah faktor masyarakat kelompok sebaya dengan siapa anak-anak mengadakan kegiatan di luar sekolah dan keluarga. Positif atau negatif pengaruh yang diberikan oleh kelompok ini terhadap kemajuan anak di sekolah banyak kaitannya dengan jenis dan jumlah kegiatan yang dilakukan oleh mereka. Apabila kegiatan mereka banyak yang bersifat non pendidikan, kegiatan sosial dan rekreasi umpamanya, maka akan mengurangi dan menghambat kemajuan kegiatan akademis kurikuler anak-anak. Suatu kegiatan anak di luar jam-jam sekolah, menyalurkan dan mengarahkannya ke kegiatan yang menunjang perkembangan akademis sebagai fungsi primer sekolah. Suatu yang mungkin bagi guru untuk menemukan pimpinan kelompok sebaya dan menempatkannya pada posisi pimpinan belajar di sekolah dan memberi tugastugas kegiatan mereka kelompok sebaya sesuai dengan tuntutan primer sekolah sebagai lembaga pendidikan. Perkembangan media komunikasi massa yang pesat telah menyi-ta waktu dan tenaga serta minat perhatian anak, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kemajuan belajar anak di sekolah, dan muncullah faktor sosial keempat yaitu pemujaan anak pada pribadi atau tokoh sosial di luar keluarga dan sekolah anak. Tokoh atau pribadi ini disebut pribadi acuan kepada setiap anak akan mengidentifikasikan diri, menyesuaikan diri atau mengadakan perubahan penyesuaian tingkah-laku mereka. Tokoh acuan disini mungkin tokoh dalam dan dari masyarakat keagama-an, cendekiawan, budaya seni drama dan film dan lain sebagainnya, yang tidak jarang akan menentukan cita-cita mereka di masa mendatang dan besar pengaruhnya terhadap bahan pelajaran apa, jurusan apa, keahlian apa yang dipilih mereka selama pendidikan persiapan mereka. ISSN: 2540-8151 (Print) ISSN: 2549-3264 (Online) Islam Kontemporer: Jurnal Studi Keislaman/Vol. 1 No. 1 2016 Faktor sosial kelima yang menentukan kemajuan murid di sekolah adalah tinggi rendahnya dan berat-ringannya beban bahan pelajaran yang dituntut oleh guru. Dengan kata lain kemajuan belajar murid dapat ditentukan oleh bahan-bahan yang dihadapi dan harus dikuasai oleh para pelajar. Bahan-bahan yang terlalu jauh dari perkembangan anak dalam bakat, minat dan kemampuannya akan memberikan pengaruh pada motivasi anak untuk mempelajarinnya. Konsep pendidikan modern memandang anak didik sebagai subyek, yang memilki individualitas yang berbeda-beda, baik dalam keadaan fisik jasmaniahnya, bakat, minat dan kemampuaannya. Anak didik dalam sistem pendidikan modern sikap selektif dalam menerima pengaruh dari lingkungan sosial dan pendidikannya. Oleh sebab itu berikan bimbingan dan pengarahan kepada mereka dalam mengambil keputusan-keputusan pilihan alternatif tingkahlaku penyesuaian mereka terhadap kondisi dan situasi sosial yang cepat berubah dan rumit jalinan kaitannya. Berikan kesempatan untuk berbeda dan menentukan masa depannya sendiri. 2. Faktor sosial dari kemajuan guru Kemajuan pelaksanaan tugas-tugas guru dalam lembaga pendidikan formal sekolah antara lain seperti sifat karakteristik murid, personalia administratif, orang-tua murid, keluarga guru dan organisasi profesi guru di dalam masyarakat. Faktor bakat, minat dan kemampuan anak akan menentukan struktur susunan kelas yang dihadapi guru, dan yang akan menunjang lancar tidaknya pelaksanaan tugas pendidikan guru. Struktur susunan kelas dapat homogin dan heterogin dalam bakat dan kemampuan murid akan mempermudah menyusun persiapan bahan dan penyampaian bahan pelajaran kepada anak. Demikian pula struk-tur susunan kegiatan murid apakah terpusat pada kegiatan fungsi primer sekolah, yaitu kegiatan akademis kurikuler atau ke arah kegia-tan sosial yang terpencarpencar yang mungkin bertentangan. Kegia-tan fungsi primer sekolah dapat pula menentukan kesulitan pelaksana-an tugas guru di muka kelas. Kemajuan guru ditentukan pula oleh faktor kedua yaitu kebijaksana-an dan tuntutan serta relasi personalia administratif pendidikan dan ini meliputi kebijakan tentang pertumbuhan jabatan guru, apakah didasarkan atas masa kerja ISSN: 2540-8151 (Print) ISSN: 2549-3264 (Online) Islam Kontemporer: Jurnal Studi Keislaman/Vol. 1 No. 1 2016 atau hasil karya mereka. Oleh sebab kebijakan ini akan mempengaruhi motivasi kerja guru dalam melaksanakan tugas. Tuntutan beban mengajar guru, baik tingkatannya, jumlah dan jenisnya serta relasi sosial psikologis, iklim sosial psikologis guru dengan personalia pendidi-kan yang lain akan mempengaruhi pelaksanaan tugas mereka. Hubungan saling percaya mempercayai, rasa aman dari segala macam rongrongan, saling hormat menghormati faktor yang tidak dapat diabaikan dalam pelaksanaan tugas. Tuntutan beban tugas personalia administratif pendidi-kan kepada guru akan menentukan tuntutan beban bahan pelajaran guru pada murid, dan secara keseluruhn keduannya akan menentukan kemajuan pendidikan di sekolah. Pola relasi guru dan personalia administratif pendidikan akan berbeda dalam antara masyarakat yang masing-masing mempertahankan sistem ujian negara dengan telah mengganti sistem sekolah, sehingga sekolah tidak lagi merupakan lembaga sosial persiapan ujian negara. Kebebasan guru dalam menentukan buku-buku pelajaran, menyusun bahan pelajaran dan metode penyampaian banyak pengaruhnya terhadap motivasi kerja guru dalam lembaga pendidikan formal sekolah, dan tingkat pengembangan hasil karya mereka bagi pembaharuan perkembangan pendidikan serta pengabdiannya kepada anak didik. Hubungan guru dengan orang-tua merupakan faktor ketiga, yang pada dasarnya tugas guru adalah memberikan pelayanan kepada keluarga atau orangtua. Tetapi peranan pelayanan di atas tidak berlangsung wajar dan semestinya sebagai akibat beberapa faktor kurang kontak antara kedua lembaga sosial yang berkepentingan dalam pendidikan anak. Jarak antara sekolah dengan keluarga merupakan halangan pertama yaitu sikap orang-tua terhadap pendidikan pada umumnya dan sekolah dan guru khususnya. Hubungan yang lain adalah yang bersifat akademis dima-napendidikan orang-tua jauh berbeda tingkah-lakunya dan jenisnya, sehingga jarang dan tidak terjadi komunikasi yang lancar dan akrab, anatara orang-tua dan guru di sekolah, hubungan pelayan guru pada orang-tua terhalang pula oleh kebijakan personalia adiministrasi sekolah, kepala sekolah umpamannya yang tidak menghendaki relasi langsung antara guru dan orang-tua dalam menyelesaikan sumber-sumber sosial ISSN: 2540-8151 (Print) ISSN: 2549-3264 (Online) Islam Kontemporer: Jurnal Studi Keislaman/Vol. 1 No. 1 2016 dari problema-problema pendidikan seperti kemunduran belajar atau kenakalan remaja. Keadaan keluarga guru, yaitu kondisi kesehatan, sosial psikologis serta kesejahteraan ekonomi, merupakan penghalang atau faktor sosial yang mempengaruhi kemajuan pelaksanaan tugas guru. Iklim sosial psikologis yang tidak tentram, kesehatan keluarga yang kurang memenu-hi persyaratan kesehatan dan keadaan kesejahteraan kehidupan ekonomi mereka kurang terjamin dapat mengggagu tugas kerja mereka di sekolah. Organisasi profesional gurudalam banyak hal dapat membantu peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi guru, di samping usaha-usaha lain dalam rangka meningkatkan pertumbuhan jabatan guru. Usaha-usaha organisasi profesional ini antara penyelenggaraan seminar, workshop atau bengkel kerja, dan segala bentuk penataran yang lain. Penyebaran informasi-informasi profesional melalui media massa banyak artinya dan kuat pengaruhnyabagi perkembangan pelaksanaan tugas. Majalah profesional merupakan media komunikasi bagi penyebaran informasi-informasi profesional, hasil-hasil penelitian, hasil seminar dan kongres profesional guru, langsung maupun tidak langsung membawa pengaruh yang positif bagi pelaksanaan tugas mereka, terutama mereka yang bertugas pada daerah atau kota yang sedikit terpncil dan kurang terjagkau oleh media. 3. Faktor sosial dari kemajuan sekolah Suatu kenyataan yanng tidak dapat diungkiri adalah bahwa tidak ada dua sekolah yang dapat dikatakan sama, oleh sebab lingkungan sekolah dimana sekolah didirikan atau berperan tidak munngkin sama dan tentu bervariasi. Padahal keadaan sosial pada suatu ketika membe-rikan pengaruh yang penting terhadap apa yang terdapat di dalam kelas dan sekolah. Faktor sosial yang mempengaruhi kemajuan sekolah adalah sumbersumber dana yang tersedia dalam masyarakat dan yang disediakan bagi pembangunan sistem persekolahan. Lingkungan sosial sekolah yang terdiri atas keluarga yang relatif keadaan sosial dan ekonominya baik dan demikian pula pemerintah daerah yang memiliki ISSN: 2540-8151 (Print) ISSN: 2549-3264 (Online) Islam Kontemporer: Jurnal Studi Keislaman/Vol. 1 No. 1 2016 sumber-sumber alam, taraf hidup yang tinggi dan sumber pajak banyak pada suatu ketika dapat berpengaruh pada kemajuan pendidikan di sekolah. Struktur susunan status sosial, kelas ekonomi, kelompok ras dan suku bangsa adalah faktor kedua yang menentukan kemajuan sekolah. Homogenitas atau heterogenitas kelas-kelas sosial akan mempengaruhi pengambilan keputusan tentang sistem nilai, penyusunan bahan, dan pengaruh dari kelompok penekan yang berkepentingan dalam pendidikan serta sikap-sikap mereka tentang peranan pendidikan dalam kehidupan manusia. Tidak kalah pentingnya adalah struktur susunan umur populasi, yang pada suatu ketika akan menentukan jumlah murid dalam setiap kelas, ratio perimbangan guru dengan murid penyediaan dana bagi penyediaan fasilitas pendidikan sekolah yang diperlukan dalam suatu masyarakat. Dengan kata lain, struktur umur akan menentukan tingkat kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan, dimana dapat kita saksikan apabila anak berusia sekolah lebih banyak, yaitu antara umur 6 sampai 9 tahun, maka dengan sendirinya kebutuhan akan pendidikan sangat mendesak sekali. Hal sedemikian ini dapat terjadi karena mereka itu adalah anak yang merupakan tenaga kerja yang tidak produktif dan masih harus memenuhi umur masa kewajiban belajar yang harus dipenuhi dan dikuasai setiap warga negara. Pada negara yang sudah maju, sangsi hukuman dikenakan pada mereka yang tidak memenuhi masa kewajiban belajar ini. Beberapa faktor lain yang tidak kurang pentingnya adalah keadaan stabil atau lebih penghuni suatu daerah tertentu, pengolaan sistem sekolah yang baik atau tidak, dan terutama pada lembaga pendidikan sekolah menegah atas ke bawah, yaitu terdapat tidaknya lembaga pendidikan guru disekitar daerah dimana sekolah didirikan. Lembaga-lembaga pendidikan guru yang terdapat di suatu daerah tertentu akan memberikan sumbangan yang positif bagi kemajuan, dengan menyediakan lulusan tenaga pengajar, informasi-informasi profesi dan lembaga sumber bagi pembaha-ruan dan penyelesaian masalah-masalah pendidikan yang dihadapi oleh sekolah. POLA KEGIATAN SOSIAL PENDIDIKAN ISSN: 2540-8151 (Print) ISSN: 2549-3264 (Online) Islam Kontemporer: Jurnal Studi Keislaman/Vol. 1 No. 1 2016 Individu adalah manusia perseorangan sebagai satu kesatuan yang tak dapat dibagi, unik, dan sebagai subjek otonom. Masyarakat di definisikan Ralph Linton sebagai “setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas”; sedangkan Selo Sumardjan mendefinisikan masyarakat sebagai “orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan. Koentjaraningrat (1985) mendefinisikan kebudayaan sebagai “keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar”. Di dalam masyarakat terdapat struktur sosial, dan dalam struktur sosial tersebut setiap individu menduduki status dan peranan tertentu. Dalam rangka memenuhi kebutuhan atau untuk mencapai tujuannya, setiap indivdu maupun kelompok melakukan interaksi sosial, adapun dalam interaksi sosialnya mereka melakukan tindakan sosial. Tindakan sosial yang dilakukan individu hendaknya sesuai dengan status dan perananya yang mengacu pada sistem nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat, atau secara umum harus sesuai dengan kebudayaan masyarakatnya. Masyarakat menuntut demikian agar terjadi conformity. Jika tidak demikian halnya, idividu akan dipandang melakukan penyimpangan tingkah laku terhadap nilai dan norma masyarakat (deviant behavior).Terhadap individu demikian masyarakat akan melakukan social control. Manusia hakikatnya adalah makhluk bermasyarakat dan berbudaya, dan masyarakat menuntut setiap individu mampu hidup demikian. Namun karena manusia tidak secara otomatis mampu hidup bermasyarakat dan berbudaya, maka masyarakat melakukan pendidikan atau sosialisi (socialization) dan atau enkulturasi (enculturation). Dengan demikian diharapkan setiap individumampuhidup bermasyarakat dan berbudaya sehingga tidak terjadi penyimpangan tingkah laku terhadap sistem nilai dan norma masyarakat. Masyarakat sebagai suatu kesatuan individu-indi vidu mempunyai berbagai kebutuhan. untuk memenuhi berbagai kebutuhan tersebut masyarakat membangun atau mempunyai pranata sosial. Salah satu diantaranya adalah pranata pendidikan. Pendidikan merupakan pranata sosial yang berfungsi ISSN: 2540-8151 (Print) ISSN: 2549-3264 (Online) Islam Kontemporer: Jurnal Studi Keislaman/Vol. 1 No. 1 2016 melaksanakan sosialisasi atau enkulturasi. Terdapat hubungan antara pendidikan dengan masyarakat dan kebudayaannya. Kebudayaan menentukan arah, isi dan proses pendidikan (sosialisasi atau enkulturasi). Sedangkan pendidikan memilki fungsi konservasi dan atau fungsi kreasi (perubahan, inovasi) bagi masyarakat dan kebudayaannya. Berbagai pandangan atau teori antropologi dan sosiologi yang menggambarkan fungsi atau peranan pendidikan dalam hubungannya dengan masyarakat dan kebudayaannya antara lain: pandangan Superorganik dan Konseptualis (antropologi); sedangkan teori sosiologis meliputi : teori Struktural Fungsional, Konflik, Interaksi Simbolik, dan teori Labeling. Ada tiga pola kegiatan social dalam pendidikan , yaitu (a) Pola Nomothetis (The nomothetic style); (b) pola idiografis (the idiografic style), dan (c) pola transaksional (the transactional style). 1. Pola Nomothetis Pola nomothetis lebih menekankan pada dimensi tingkah laku yang bersifat normatif atau nomothetis, dengan demikian pendidikan lebih mengutamakan pada tuntutan-tuntutan instiitusi (pranata), peranan yang seharusnya (ascribed role) dan harapan-harapan atau cita-cita social, dari pada tuntutan-tuntutan yang bersifat perorangan, kepribadian dan kebutuhan individu. Dalam hal ini pendidikan dibataskan sebagai urusan mewariskan milik social kepada generasi muda, pendidikan adalah proses sosialisasi individu ( socialization of personality). Hal ini menimbulkan aliran sosiologisme dalam pendidikan. Sesuatu fenomena yang nampaknya paradoksal dengan kenyataan hidup manusia, di mana makhluk yang diciptakan untuk hidup tanpa tujuan yang pasti. Fenomena problema tujuan pendidikan tanpa tujuan diselesaikan dengan argumentasi logis bahwa tujuan pendidikan adalah membina manusia susila padahal tingkah-laku jaman generasi kakek, bapak dan anak sangat berbeda-beda dan mungkin bertentangan, disamping pengalaman-pengalaman yang bersifat individual tentang fenomena tingkah-laku susila antara pribadi yang satu dengan pribadi yang lain, meskipun dapat dimasukkan kesatuan satu generasi. Proses pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan dengan mana akan ditanamkan kepada anak nilai norma individualitas, pluralitas, liberalitas dan ISSN: 2540-8151 (Print) ISSN: 2549-3264 (Online) Islam Kontemporer: Jurnal Studi Keislaman/Vol. 1 No. 1 2016 novalitas, yang berarti penghormatan atas perbedaan individualitas manusia, keragaman kenyataan dan kebenaran, kebebasan pribadi dan kreativitas untuk menciptakan yang baru. Suatu rumpun nilai yang menghormati tradisi kehidupan sosial yang tidak menghormati tradisi. Dalam hal ini proses pendidikan dapat diartikan sebagai indoktrinasi, tetapi yang tidak bersifat indoktrinatip, oleh sebab nilai doktrin yang diajarkan atau ditanamkan adalah nilai keragaman pendapat, kebebasan, pembaharuan dan perbedaan individu. Ke dalam diri setiap anak didik ditanamkan pola-pola sikap dan tingkah-laku yang tetap terhadap situasi sosial yang tidak tetap, yang selalu dalam ketidakpastian, yang selalu timbul problema baru dan berbeda-beda. Pola reaksi yang tetap disini ialah pola reaksi tingkah-laku pemecahan masalah, yaitu tahapan atau tangga proses berpikir manusia yang hidup dalam kondisi dan situasi sosial yang terlalu menciptakan kebenaran, kenyataan dan problema baru dan berbeda-beda. Suatu metode berpikir yang tetap dalam rangka penyelesaian problema yang terus timbul sebagai akibat situasi sosial yang cepat bervariasi. Suatu metode berfikir yang didasarkan pada pandangan konsep hakekat psikis manusia adalah instrumen atau alat untuk mengadakan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya. Proses penyesuaian diri ini diartikan sebagai proses rekonstruksi dan reorganisasi pengalaman dalam rangka pengarahan ketujuan yang terdapat dalam isi pengalaman itu sendiri dan tuntutan keadaan situasi yang dihadapi di sini dan di saat ini. Hasil dari metode atau proses berpikir sedemikian ini merupakan pengayaan dan pengarahan bahan-bahan pengalaman yang lebih berdaya cipta dalam kegiatan penyesuaian diri. Kriteria atau norma penilaian terhadap proses penyesuaian diri dengan metode pemecahan masalah keempat sistem nilai di atas, juga merupakan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan yang sesuai dengan konsep rumus pendidikan di atas adalah menciptakan kebenaran dan kenyataan baru yang berbeda-beda secara bebas dalam masyarakat majemuk yang menghormati perbedaan individualitas manusia. Tinggi rendahnya kehidupan moral kesusilaan manusia dan masyarakat relatif ditentukan oleh tingkat terapan keempat rumpun sistem nilai di atas, fungsi ISSN: 2540-8151 (Print) ISSN: 2549-3264 (Online) Islam Kontemporer: Jurnal Studi Keislaman/Vol. 1 No. 1 2016 rumpun nilai tersebut tidak saja sebagai nilai instrumental tetapi juga nilai teological yang akan dibina dan dicapai. Dengan demikian ilmu pengetahuan dan filsafat pendidikan bersumber dan didasarkan pada rumpun sistem nilai yang sama. Manusia yang akan dibina adalah manusia yang bebas, aktif, kreatif, terbuka dan kooperatif. Nilai sikap seprti keikhlasan, cinta kasih, sopan-santun dan semacamnya diakui sebagai nilai yang tidak benar dan berguna dalam masyarakat yang majemuk plural dan cepat berubah. Suatu gejala dalam kehidupan manusia, bahwa sesuatu yang baik tidak selalu identik dengan sesuatu yang benar, dalam rumusan konsep penidikan di atas lebih mendekati persoalan pendekatan ilmiah, dan bukan pendekatan moral kesusilaan sebagaimana yang ditetapkan oleh ilmu etika. Pengertian konsep tingkah-laku yang baik dan susila diganti dengan konsep nilai atau tingkah-laku yang benar dan berguna dalam memecahkan persoalan-persoalan yang timbul akibat situasi yang cepat berubah. Rumus konsep di atas meminta kesadaran manusia bahwa untuk tujuan yang sama dapat dicapai dengan cara-cara yang berbeda, dan sebaliknya cara-cara yang berbeda dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang sama sebagai bukti kemampuan kita mengadakan penyusunan kembali dan pembangunan kembali pengalaman-pengalaman yang lalu. Khasanah pengalaman manusia telah menyediakan banyak cara-cara untuk mencapai tujuan mengembangan cinta kasih orang-tua terhadap anaknya, tujuan membimbing anak remaja menuju ke jenjang kehidupan orang dewasa yang wajar dan benar. 2. PolaIdiografis . Pola Idiografis lebih mnekankan pada dimensi tingkah laku yang bersifat tuntuitan individual, kepribadian dan persorangan. Pendidikan dibataskan sebagai urusan membantu seseorang mengembangkan kepribadiannya seoptimal mungkin. Pendidikan adalah personalisasi peranan ( personalization of role). Hal ini menumbuhkan Psikologisme dalam pendidikan atau developmentalisme. Pola ini menekankan betapa pentingnya dan kuatnya peranan pendidikan dalam pembinaan manusia. Pendidikan diartikan sebagai proses pembinaan sikap mental dengan jalan atau cara melatih dan mengembangkannya ke arah nilai sikap yang diinginkan, yang dalam rumus konsep di atas yaitu nilai sikap kesetiaan dan ISSN: 2540-8151 (Print) ISSN: 2549-3264 (Online) Islam Kontemporer: Jurnal Studi Keislaman/Vol. 1 No. 1 2016 ketaatan. Dengan kata lain pendidikan adalah suatu kegiatan pembinaan sikap mental yang akan menetukan tingkah-lakunya. Pendidikan adalah pembentukan kebiasaan dalam banyak hal sering dijumpai pada masyarakat yang relatif tetap macet, paling tidak lambat tempo perkembangannya, atau dalam tata susunan kehidupan sosial yang tidak menghendaki kebebasan pendapat atau keragaman pendapat di antara anggota masyarakat. Suatu pola atau sistem pendidikan yang banyak disaksikan pada negara totalitas, yang hanya mengakui satu sumber dan satu sistem kebenaran dan kenyataan, serta sistem kebudayaan tunggal, seperti umpamanya dalam negara yunani kuno sparta atau negara sosialis proletar. Dalam masyarakat yang relatif statis, dengan sendirinya pola-pola tingkahlakunya relatif tetap, kepada seluruh anggota masyarakat dituntut agar mentaati dan melestarikan bentuk-bentuk tigkah-laku tersebut.pemimpin sosial masyarakat berusaha mempertahankan pola-pola tingkah-laku tersebut dengan cara-caraatau alat-alat pendidikan yang bersifat keras, seperti hukuman, disiplin, kekerasan dan pengawasan yang ketat serta sangsi sosial yang berat pula. Penyelewengan, pelanggaran atas pola tingkah-laku yang relatif tetap berarti dosa dan harus ditindak dengan sangsi sosial yang berat dan keras. Alat-alat pendidikan yang lebih lunak, seperti contoh, anjuran, nasehat dan pemberian kesempatan serta mempersamakan pikiran dan perbuatan tidak pernah digunakan, yang dalam banyak hal akan menimbulkan tingkah-laku yang bertentangan dengan nilai dan pola kehidupan yang diakui dan dilestarikan selama ini. Di negara totaliter monistis, yaitu sistem politik pemerintah yang segalagalanya demi kepentingan negara dan monisme kebudayaan atau kebudayaan tunggal, menetapkan bahwa pendidikan atau edukasi adalah satu dan sama dengan indoktrinasi, tujuan pendidikan membina manusia susila yang cakap diganti dengan pembinaan warga negara yang setia, taat tanpa syarat dan disiplin membaja. Tidak dapat disangkal kenyataan, bahwa setiap proses pendidikan selalu saja tersimpul kegiatan indoktrinasi, oleh sebab ilmu pendidikan sebagai pengetahuan praktis menuntut kepada pengusahanya agar menanamkan atau ISSN: 2540-8151 (Print) ISSN: 2549-3264 (Online) Islam Kontemporer: Jurnal Studi Keislaman/Vol. 1 No. 1 2016 mengindoktrinasikan nilai atau norma-norma tertentu sesuai dengan dasar-dasar filsafat pendidikannya. Dengan demikian beda antara edukasi atau pendidikan dengan indoktrinasi salah satunya adalah norma-norma apa yang diindoktrinasikan. Apabila demikian indoktrinasi dapat disamakan dengan pendidikan atau edukasi bila norma-norma pendidikan yang di-indoktrinasikan seperti umpamanya kebebasan, penghormatan perbedaan individual, kebebasan mimbar, keragaman pendapat atau hak untuk berbeda-beda, dan perbedaan pendapat bukan merupakan dosa dan yang harus menerima sangsi-sangsi sosial yang berat. Sebaliknya edukasi dapat disamakan dengan indoktrinasi bila saja kita menanamkan nilai atau norma yang bertentangan, dengan yang disebutkan di atas, seperti ketaatan, kesetiaan membuta, disiplin membaja dan nilai semacamnya, yang mengarah kepeniadaan kebebasan dan perbedaan individual seperti yang tercermin dalam hak-hak asasi manusia. 3. Pola Transaksional. Pola transaksional berusaha menjembatani antara pola nomothetis dan pola idiografis, hal ini berarti menjembatani anatara tuntutan, harapan dan peranan social dengan tuntutan, kebutuhan dan individual. Pola transaksional memandang pendidikan sebagai sebuah sistem social yang mengndung ciri-ciri bahwa (1) setiap individu mengenali betul tujuan system sehingga tujuan tersebut menjadi bagian dari kebutuhan dirinya, (2) setiap indiiviidu yakin bahwa harapan-harapan social yang dikenakan pada dirinya masuk akal untuk dapat dicapainya, dan (3) setiap individu merasa bahwa dia termasuk dalam sebuah kelompok dengan suasana emosional yang sama. Eric Berne dalam bukunya “ Games people play” dan A. Harris dalam bukunya “ Iam O.K. You are O.K.. A Practical Guide to Transactional Analysis “ mengemukakan empat pola dasar hubungan transaksional, yaitu : (1) Iam not O.K. - You are O.K.; (2) I am O.K.– You are not O.K.; (3) I am not O.K. – You are not O.K., (4) I am O.K. – You are O.K.. Pola keempatlah yang diharapkan menjadi dasar pola hubungan dalam pendidikan. ISSN: 2540-8151 (Print) ISSN: 2549-3264 (Online) Islam Kontemporer: Jurnal Studi Keislaman/Vol. 1 No. 1 2016 PENUTUP Ada tiga problem social pendidikan yang mengarah pada pendidikan berkemajuan yaitu : (1) Problema social kemajuan murid, (2) Problema social kemajuan guru, dan (3) Problema social kemajuan lembaga pendidikan (sekolah).Dari problema tersebut dapat diatasi dengan melaksanakan tiga pola yaitu (1) Pola Nomotetis, (2) Pola Idiografis, dan (3) Pola Transaksional. Adanya kerjasama yang serasi dan seimbang, saling memberi dan menerima saling kontrol dan mengontrol antara lembaga pendidikan guru dan sekolah dalam rangka pengabdian kita kepada anak-didik dan perkembangan pendidikan pada umumnya, akan banyak menentukan perkembangan masyarakat di masa mendatang. DAFTAR PUSTAKA Ali Saifullah, Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Pendidikan sebagai gejala kebudayaan, 1998. Butt, Freeman, Cultural History of Western Education, McGraw- Hill Company, Inc., New York, Toronto, London, 1985 Goslin, David A.,School in Contemporary Society, The Macmillan Company, New York, 1985 Wild & Lottich, Foundation of Modern Education, Holt Rinehart Winston, New York, 1981. Syaripudin, T., Implikasi Eksistensi Manusia terhadap Konsep Pendidikan Umum, (Tesis), PPS IKIP Bandung, 1994. -------------------, Landasan Antropo-filosofis Pendidikan, dalam Landasan Kependidikan TK., Jurusan FSP FIP UPI, 2002. Callahan, J.F. and Clark, L.H., Foundation of Education, Mcmillan Publishing, New York, 1983 Adiwikarta, Sudardja, Sosiologi Pendidikan, Isyu dan Hipotesis tentang Hubungan Pendidikan dan Masyarakat, P2LPTK Dirjen Dikti Depdikbud, Jakarta, 1988. ISSN: 2540-8151 (Print) ISSN: 2549-3264 (Online) Islam Kontemporer: Jurnal Studi Keislaman/Vol. 1 No. 1 2016 Kamanto, Sunarto, Pengantar Sosiologi, Lembaga Penerbitan Fakultas Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia, 1993. Manan, Imran, Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan, P2LPTK Dirjen Dikti depdikbud, Jakarta, 1989. Wuradji, Sosiologi Pendidikan: Sebuah Pendekatan Sosio-Antropologi, P2LPTK Dirjen Dikti Depdikbud, Jakarta, 1988. Eric Berne “ Games people play, A. Harris “ Iam O.K. You are O.K.. A Practical Guide to Transactional Analysis, 1980. Muchtar, Odang, Dasar-Dasar Kependidikan. IKIP Bandung, 1991. . ISSN: 2540-8151 (Print) ISSN: 2549-3264 (Online)