56 BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Setelah penulis

advertisement
56
BAB 4
SIMPULAN DAN SARAN
4.1
Simpulan
Setelah penulis melakukan analisa data-data mengenai kimono-kimono Zaman
Monarki (330 – 1185) dan Zaman Feodal (1185 – 1868) yang mencakup periode Asuka
(552 – 710) hingga periode Azuchi-Momoyama (1573 – 1615), ditemukan beberapa
pengaruh yang menjadi penyebah perubahan bentuk kimono yang cukup drastis.
Pengaruh agama Buddha dari China maupun dari jalur Korea pada periode
Asuka membawa proses akulturasi kebudayaan Jepang karena Jepang mulai meniru
kebudayaan China. Salah satu hasil akulturasi tersebut adalah pengadopsian kimono
prototipe China yang kemudian diterima secara umum.
Setelah proses akulturasi, Jepang memasuki proses asimilasi pada periode Nara
di mana pengaruh agama Buddha dan kebudayaan China khususnya pada Dinasti Tang
yang sedang mengalami masa kejayaan, sangat kental. Kimono wanita bangsawan pada
periode ini masih berdasarkan kimono prototipe China namun bentuknya cukup berubah
karena bahan yang digunakan lebih halus dan lembut.
Kejayaan Dinasti Tang China mulai memudar pada abad IX sehingga pengaruh
China di Jepang pada periode Heian juga mulai memudar. Sesudah mengalami proses
asimilasi, kini Jepang berniat mengembangkan karakteristiknya untuk menyesuaikan dan
memperkuat estetik idealisme yang telah mereka terima sejak pembaharuan kebudayaan
dan kesenian pada periode Asuka. Bentuk kimono wanita bangsawan pada periode ini
berubah drastis karena kimono tidak lagi dipandang hanya sebagai pakaian saja namun
juga mencerminkan kepribadian dan perasaan si pemakai sehingga mereka lebih
57
menekankan ‘keanggunan’, ‘keindahan’ dan ‘kemewahan’. Pemindahan ibukota ke
Kyoto juga turut mempengaruhi kimono pada masa itu karena pengaruh feminismenya
yang kuat.
Perang-perang sipil mulai terjadi pada periode Kamakura dan kekuasaan
pemerintahan berada di tangan keshogunan dan kaisar yang merupakan pemegang
kekuasaan sebenarnya hanya dijadikan boneka atau simbol kekuasaan semata. Klan
Minamoto yang keluar sebagai pemenang mendirikan keshogunan pertama dan ibukota
dipindahkan ke Kamakura. Perubahan struktur pemerintahan dari monarki menjadi
feodal dan Buddhisme Zen, intisari murni ajaran Buddha, yang diimpor dari Dinasti
Sung China juga mempengaruhi kimono bentuk kimono pada periode ini.Wanita
bangsawan membuang hampir semua lapisan kimono jyuuni-hitoe yang ribet dan
berukuran besar pada periode sebelumnya sehingga kimono pada periode ini menjadi
jauh lebih sederhana yang disebut dengan kinubakama.
Ketika Keshogunan Kamakura jatuh ke tangan Keshogunan Ashikaga yang tidak
kalah diktatornya, ibukota kembali dipindahkan ke Kyoto. Perang-perang sipil yang
berkecamuk dan gerombolan para pendeta perompak yang meneror negeri serta harta
kekayaan negara yang habis karena difoya-foyakan menyebabkan kimono wanita
bangsawan pada periode ini menjadi lebih sederhana. Kosode yang pada awalnya
dipakai sebagai baju dalam, kini telah diterima secara umum sebagai pakaian luar yang
disebut dengan kosode bakama atau kosode yumaki. Kosode inilah yang akan menjadi
cikal bakal dari kimono pada masa sekarang.
Toyotomi Hideyoshi yang merupakan Taikou Jepang (tokoh pemersatu Jepang)
melakukan berbagai berubahan dalam bidang kesenian termasuk bidang pakaian dengan
memanggil kembali para seniman yang tercerai-berai akibat perang sipil. Dasar dari
58
kimono wanita bangsawan pada periode ini yang merupakan gambaran dari kimono
masa kini adalah kosode Akan tetapi, bila ditinjau dari segi bahan, motif, teknik
pencelupan dan sebagainya, kimono pada periode ini agak berbeda dengan kimono pada
periode sebelumnya. Selain itu, terdapat perubahan pada bagian permukaan kerah yang
menjadi lebih melebar atau pada bagian lengan yang ujungnya menjadi lebih bulat.
Oleh karena itu, perbedaan bentuk kimono yang disebabkan oleh pengaruhpengaruh yang sedang ‘tren’ pada periode-periode di antara zaman monarki dan feodal
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa bentuk kimono pada zaman feodal lebih
sederhana namun lebih kaya motif dan sulaman apabila dibandingkan dengan bentuk
kimono pada zaman monarki.
4.2
Saran
Kimono setelah periode Azuchi-Momoyama memang tidak mengalami banyak
perubahan dalam bentuknya. Akan tetapi, hiasan, motif, teknik dan gaya yang dipakai
dalam membuat sebuah kimono berkembang pesat. Begitu juga dengan obi yang dipakai
sebagai alat untuk mengikat dan memperapi kimono yang dipakai.
Kimono pada masa kini memang keindahannya terletak pada motif dan
warnanya, serta gaya mengikat obi. Namun alangkah bagusnya jika kimono jyuuni-hitoe
yang terdiri dari berbagai lapisan dan memiliki keharmonian warna yang indah tersebut
dapat dipakai oleh masyarakat awam. Hal tersebut dikarenakan oleh hanya kerabat
kaisar yang diperbolehkan memakai kimono seperti itu. dan dalam upacara-upacara
tertentu pula. Memang tidak harus memakai hingga dua belas lapis kimono tetapi dapat
diakali dengan lapisan-lapisan palsu seperti kimono jyuuni-hitoe pada periode
Muromachi.
Download