DAMPAK KETERBUKAAN TERHADAP PERMINTAAN TENAGA KERJA DI SEKTOR INDUSTRI INDONESIA Ainul Huda, SE Ratnawati, SE Abstrak Sebagai negara berkembang dengan sumber daya alam melimpah, Indonesia melakukan perdagangan internasionalnya untuk mendapatkan surplus perdagangan. Disamping juga melakukan keterbukaan lainnya dalam berbagai bentuk investasi sebagai saluran perubahan teknologi. Fenomena keterbukaan yang dialami negara maju berdampak relatif merugikan terhadap tenaga kerja tidak ahlinya karena seolah-olah berkompetisi dengan tenaga kerja sejenis dari negara berkembang dengan harga yang lebih murah. Makalah ini melihat dampak ekspor, impor, dan proporsi investasi serta pengaruh asing sebagai variabel-variabel keterbukaan, terhadap permintaan tenaga kerja ahli dan tidak ahli. Estimasi permintaan tenaga kerja menggunakan pendekatan fungsi biaya transcedental logarithmic dengan variabel keterbukaan sebagai shift variables. Data raw statistik industri dan ekspor-impor digunakan pada makalah ini pada tahun 1995-2002. Studi sebelumnya tentang dampak ekspansi ekspor terhadap permintaan tenaga kerja ternyata meningkatkan permintaan terhadap tenaga kerja tidak terampil dan semakin meningkatkan perbedaan tingkat upah antara tenaga kerja terampil dan tidak terampil (Bernard dan Jensen, 1995, 1997). Di lain pihak, peningkatan impor bertendensi menurunkan permintaan terhadap tenaga kerja tidak terampil (Lee, 1995; Revenga, 1992). Sedangkan makalah ini menghasilkan bahwa saat krisis, ekspansi ekspor berdampak positif terhadap tenaga kerja terampil dan penetrasi impor berdampak positif untuk tenaga kerja tidak terampil. Hasil ini kontradiktif dengan Teori Perdagangan Internasional Hecksher Ohlin Samuelson. Bila negara maju dan berkembang melakukan perdagangan maka industri dengan intensitas keahlian yang tinggi akan lebih diuntungkan di negara maju relatif terhadap negara berkembang. Makalah ini menghasilkan perbedaan bahwa permintaan tenaga kerja ahli justru relatif meningkat bila ekspansi ekspor dilakukan dibandingkan dengan tenaga kerja tidak ahli. Hal ini dapat dijelaskan oleh pengaruh jenis perusahaan yang bertahan pada saat krisis adalah termasuk industri besar dan sedang yang umumnya proporsi pekerja ahlinya lebih besar daripada di industri kecil-rumah tangga. Dampak perubahan teknologi terhadap permintaan tenaga kerja menurunkan permintaan terhadap tenaga kerja tidak terampil (Berman dkk, 1994; Lawrence dan Slaughter, 1993). Makalah ini menghasilkan bahwa dampak akumulasi modal berdampak baik terhadap tenaga kerja ahli pada saat krisis. Ternyata hasil ini konsisten dengan penelitian Suryahadi (2001) pada kurun waktu 1975-1993. Akumulasi modal yang merupakan saluran bagi perubahan teknologi ini lebih berdampak positif bgai tenaga kerja tidak ahli. Dapat dikatakan bahwa peranan teknologi telah membiaskan permintaan tenaga kerja walaupun suatu negara adalah labor abundant. -1- Partisipasi perusahaan asing dalam produksi di Indonesia berdampak positif relatif terhadap tenaga kerja tidak ahli. Dimana hasil ini sejalan dengan penelitian Suryahadi (2001). Tetapi hasil ini kontras dengan apa yang dihasilkan oleh Feenstra dan Hansen (1996) di negara berkembang Amerika Latin, yang meningkatkan permintaan terhadap tenaga kerja ahli. Perusahaan asing yang memilih berproduksi di negara berkembang berkaitan dengan biaya produksi tenaga kerja yang murah. Ternyata pada saat krisis ekonomi pun peranan asing masih berdampak positif bagi tenaga kerja tidak ahli karena mereka tetap membutuhkan faktor produksi yang murah karena keadaan pasar domestik mereka yang tidak mengalami kontraksi. Begitupun dampak dari peranan investasi asing positif untuk tenaga kerja tidak ahli dengan alasan yang sama. 1. Ainul Huda, SE ([email protected]) asisten dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEUI (200-sekarang) asisten peneliti di LPEM FEUI 2. Ratnamawti, SE ([email protected]) asisten dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEUI (2004-sekarang) asistn peneliti di Lembaga Demografi FEUI -2-