33 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS

advertisement
33
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS DAN
CORPORATE SOSIAL RESPONSIBILITY (CSR)
2.1
Pengertian Perseroan Terbatas
Dalam pengertian umum perseroan adalah perusahaan atau organisasi
usaha atau badan usaha. Kata “perseroan” menunjuk kepada modal yang terdiri
atas “sero” (saham). Sedangkan kata “terbatas” menunjuk kepada tanggung jawab
pemegang saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian
dan dimilikinya.40
Perseroan Terbatas merupakan bentuk yang begitu populer dari semua
bentuk usaha bisnis. Perseroan Terbatas
masuk ke dalam ranah Hukum
Perusahaan yang menurut penjelasan resmi tentang definisi perusahaan tidak
diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Pada Pasal 36
KUHD hanya menyebutkan, perseroan tidak dibawah nama bersama dan nama
persero tidak boleh dipakai dalam perseroan, tetapi tujuan perseroannya.
Ketentuan ini hanya menunjukkan bahwa perseroan terbatas modalnya berupa
sero atau saham dan pemakaian nama perseroan dilarang diambil dari nama
pemegang sahamnya.
Secara yuridis, pengertian mengenai perseroan terbatas diatur dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) pada
Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut
40
Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, 2000, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 1.
33
34
perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”
Terhadap perseroan terbatas ini di dalam beberapa bahasa asing disebut
sebagai berikut:
1. Di Inggris disebut dengan Limited (Ltd.) Company,
atau
Limited
Liability Company, ataupun Limited (Ltd.) Corporation.
2. Di Belanda disebut dengan Naamlooze Vennootschap atau yang biasa
sering disebut NV.
3. Di Jerman disebut dengan Gesselschaft mit Beschrankter Haftung.
4. Di Spanyol disebut dengan Sociedad De Responsabilidad Limitada.
5. Di Malaysia perseroan terbatas disebut dengan Sendirian Berhad (SDN
BHD).
6. Di Singapura perseroan terbatas disebut Private Limited (Pte Ltd).
7. Di Jepang perseroan terbatas disebut dengan Kabushiki Kais.41
Secara etimologi, kata “corporation” diturunkan dari bahasa Latin, yaitu
corpus, yang berarti suatu badan (body), yang mewakili “a body of people”; that
is, a group of people authorized to act as an individual (sekelompok orang yang
diberi kuasa untuk bertindak sebagai seorang individu).42
41
Munir Fuady, Op.Cit., hlm. 73.
42
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op.Cit., hlm. 1.
35
Selanjutnya Corporation menurut Black’s Law Dictionary adalah:
An entity (a business) having authority under law to act a single person
distinct from the shareholders who own and having rights to issue stock
and axist indentifinitely; a group of succession of persons established in
accordance with legal rules into a legal or juristic person that has legal
personality distinct from the natural persons who make it up, exists
indentifinitely apart from them, and has the legal powers that its
constitution gives it.43
Bila diterjemahkan, Corporation menurut Black’s Law Dictionary adalah
sebuah kesatuan, biasanya sebuah bisnis, yang mempunyai kewenangan
berdasarkan hukum untuk bertindak seperti seseorang secara nyata dari pemegang
saham yang memiliki dan mempunyai hak untuk mengeluarkan saham dan eksis
untuk jangka waktu yang tidak terbatas; sebuah kelompok pengganti orang yang
didirikan berdasarkan aturan hukum kedalam hukum atau orang yang ahli yang
mempunyai kepribadian hukum secara nyata dari orang yang mengusahakannya,
eksis untuk jangka waktu yang lama terpisah dengan mereka, dan mempunyai
kekuatan hukum yang diberikan konstitusi.
Dari pengertian di atas menunjukkan bahwa korporasi adalah badan
hukum yang dipersamakan dengan manusia. Dalam hal ini semua kewajiban
korporasi dijamin dengan harta kekayaannya sendiri, terlepas dari harta kekayaan
para pemegang sahamnya.
Sehingga dari rumusan tersebut memberikan 5 (lima) kapasitas terhadap
suatu perseroan terbatas, yaitu:
1. Dapat digugat dan menggugat, yang berarti memiliki suatu persona
standi in judicio tersendiri;
43
Bryan A.Garner, 2004, Black’s Law Dictionary, 8 th edition, St.Paul, West, page 365.
36
2. Memiliki harta kekayaan sendiri. Memiliki harta kekayaan disini
bukan memiliki harta kekayaan tetapi dalam makna milik bersama.
Melainkan harta kekayaan dari suatu kesatuan, suatu badan hukum,
yang dapat dicatatkan atas namanya sendiri, yang menandakan bahwa
perseroan adalah suatu subjek hukum yang mandiri;
3. Dapat memberikan kuasa;
4. Dapat membuat perjanjian, tentunya dengan segala akibat hukumnya;
5. Mampu membuat peraturan untuk mengatur kehidupan internalnya
sendiri.
Dilihat dari rumusan tersebut di atas, bahwa yang dinamakan dengan
korporasi adalah kumpulan dari sejumlah manusia dalam suatu kesatuan, dengan
jangka waktu eksistensi yang abadi dalam bentuk yang tidak nyata (artificial),
memiliki kemampuan bertindak sebagaimana layaknya seorang individu manusia,
orang-perorangan, dapat memiliki atau melepaskan pemilikan suatu benda,
membuat perjanjian dan perikatan, menggugat dan digugat, dan hak-hak lainnya
sebagaimana diberikan oleh peraturan yang membentuk dan mengaturnya.
Dalam ensiklopedia bebas Wikipedia, disebutkan Perseroan Terbatas (PT),
dulu disebut juga Naamloze Vennootschap (NV), adalah suatu badan hukum
untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang
pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya
37
terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan
perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan. 44
Perseroan Terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan
tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan
pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Sehingga
sebagai badan hukum, Perseroan Terbatas dianggap layaknya orang-perorangan
secara individu yang dapat melakukan perbuatan hukum sendiri, memiliki harta
kekayaan sendiri, dan dapat dituntut serta menuntut di depan pengadilan. Badan
hukum adalah suatu badan yang ada karena hukum, dan memang diperlukan
keberadaannya sehingga disebut legal entity.45
Selanjutnya dalam konsepsi Modern Business Corporation, dikatakan
lebih lanjut bahwa “In addition to its legal personality, the modern business
corporation has at least three other legal characteristics:
a. transferable shares (shareholders can change without affecting its
status as a legal entity);
b. perpetual succession capacity (its possible continued existence despite
shareholders' death or withdrawal); and
c. limited liability (including, but not limited to: the shareholders' limited
responsibility for corporate debt, insulation from judgments against
the corporation, shareholders' amnesty from criminal actions of the
corporation, and, in some jurisdictions, limited liability for corporate
officers and directors from criminal acts by the corporation).”46
44
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, 2012, Perseroan Terbatas, available
http://id.wikipedia.org/wiki/Perseroan_terbatas, diakses pada tanggal 19 Mei 2012.
45
from
I.G. Rai Widjaya, 2000, Hukum Perusahaan, Kesaint Blanc, Jakarta, hlm. 127.
46
Wikipedia
Ensiklopedia
Bebas,
2007,
Corporations,
http://en.wikipedia.org/wiki/corporations, diakses pada tanggal 19 Mei 2012.
available
from
38
Dari konsep yang diberikan di atas dapat diketahui bahwa suatu perseroan
terbatas sebagai suatu bentuk Modern Corporation memiliki setidaknya
karakteristik tambahan sebagai berikut:
a. kepemilikannya ditandai dengan saham-saham
yang dapat dengan
mudah dipindahtangankan ataupun dialihkan kepada siapapun juga,
b. mempunyai masa hidup yang abadi dengan jangka waktu pendirian
yang tidak ditentukan lamanya, yang tidak digantungkan pada masa
hidup pemegang sahamnya,
c. sifat tanggung jawab yang tidak hanya terbatas pada pemegang saham,
tidak hanya untuk pertanggungjawaban perdata melainkan
juga
tanggung jawab atas suatu tindak pidana yang dilakukan oleh
perseroan.
Berdasarkan hal di atas dapat dikatakan pada suatu perseroan terbatas
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memiliki status hukum tersendiri, yaitu sebagai suatu badan hukum,
yakni subjek hukum artificial, yang sengaja diciptakan oleh hukum
untuk membentuk kegiatan perekonomian, yang dipersamakan dengan
individu manusia, orang perorangan;
2. Memiliki harta kekayaan tersendiri yang dicatatkan atas namanya
sendiri, dan pertanggungjawaban sendiri atas setiap tindakan,
perbuatan, termasuk perjanjian yang dibuat. Ini berarti perseroan dapat
mengikatkan dirinya dalam satu atau lebih perikatan, yang berarti
menjadikan perseroan sebagai subjek hukum mandiri (persona standi
in judicio) yang memiliki kapasitas dan kewenangan untuk dapat
menggugat dan digugat dihadapan pengadilan;
3. Tidak lagi membebankan tanggung jawabnya kepada pendiri, atau
pemegang sahamnya, melainkan hanya untuk dan atas nama dirinya
sendiri, untuk kerugian dan kepentingan dirinya sendiri;
4. Kepemilikannya tidak digantungkan pada orang perorangan tertentu,
yang merupakan pendiri atau pemegang sahamnya. setiap saat saham
perseroan dapat dialihkan kepada siapapun juga menurut ketentuan
yang diatur dalam Anggaran Dasar dan undang-undang yang berlaku;
39
5. Keberadaannya tidak dibatasi jangka waktunya dan tidak lagi
dihubungkan dengan eksistensi dari pemegang sahamnya;
6. Pertanggungjawaban yang mutlak terbatas, selama dan sepanjang para
pengurus (direksi), dewan komisaris dan atau pemegang saham tidak
melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang tidak boleh dilakukan. 47
Dari berbagai pandangan di atas, dapat dimaknai bahwa suatu perusahaan
(company) dikatakan sebagai Perseroan Terbatas (Limited Corporation) apabila
bentuk pertanggung jawaban dari masing-masing pendirinya adalah bersifat
terbatas pada jumlah nominal harta kekayaan yang dimasukkan ke dalam
perusahaan tersebut.
2.2
Pengertian Corporate Sosial Responsibility (CSR)
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan fenomena strategi
perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya.
Kesadaran akan pentingnya sustainability perusahaan jangka panjang daripada
sekedar profitability ini dinilai sudah tidak sesuai dengan pandangan tradisional
yang menyatakan mengenai “The social responsibility of business is that business
should maximize profits for shareholders”.48
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU
PT) memaknai Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) yang
menyebutkan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen
Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna
47
48
Gunawan Widjaja dan Yeremia Ardi Pratama, Op.Cit., hlm.11.
Henry R. Cheeseman, 2000, Contemporary Business Law, 3rd ed., Upper Saddle River,
New Jersey, hlm. 41.
40
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi
Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Corporate Social Responsibility (CSR) menurut World Business Council
for Sustainable Development (WBCSD) dirumuskan sebagai “continuing
commitment by business to behave ethically and contribute to economic
development while improving the quality of life of the workforce and their families
as well as of the local community and society large”.49 Lembaga internasional ini
mendefinisikan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai komitmen
berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberi
kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas hidup
karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas.
Menurut World Bank sebagai lembaga keuangan global merumuskan
“Corporate Social Responsibility is the commitment of business to contribute to
sustainable economic development working with employees and their
representatives, the local community and society at large to improve quality of
life, in ways that are both good for business and good for development”.50 Bank
Dunia memberi pengertian CSR merupakan komitmen bisnis untuk kontribusi
pengembangan ekonomi bekerja dengan karyawan dan representatif mereka,
komunitas lokal dan masyarakat secara luas untuk meningkatkan kualitas
kehidupan, yang mana keduanya baik untuk bisnis dan pengembangan. Dalam hal
49
Departemen Hukum & HAM, 2010, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate
social
Responsibility)
dan
Iklim
Penanaman
Modal,
available
from:
http://www.djpp.depkumham.go.id/index.php/jurnal-legislasi, diakses pada tanggal 8 April 2012.
50
Johannes Simatupang, 2009, Peran Strategis Tanggungjawab Sosial Perusahaan,
available from : http://johannessimatupang.wordpress.com/2009/06/08/memeriksa-tanggungjawab-sosial-perusahaan/, diakses pada tanggal 12 April 2012.
41
ini CSR adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya perusahaan adalah
memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham,
komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.
Selanjutnya The World Bank Institute menjabarkan komponen tanggung
jawab sosial perusahaan sebagai berikut:
a. Proteksi Lingkungan.
Tanggung jawab lingkungan ditekankan pada menemukan cara
penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan untuk mengurangi
dampak operasionalisasi perusahaan terhadap lingkungan.
b. Jaminan Kerja.
Terkait dengan kebebasan berserikat bagi pekerja dan pengenalan
secara efektif terhadap hak dan kewajiban pekerja, khususnya hak
untuk berunding secara kolektif.
c. Hak Asasi Manusia.
Pengembangan tempat kerja yang bebas dari diskriminasi dengan
mengedepankan etika professional yang memperhatikan kreativitas
dan pembelajaran, dan keseimbangan antara pekerjaan aspek lain di
luar pekerjaan.
d. Keterlibatan dalam komunitas.
Merupakan tindakan perusahaan untuk mengoptimalkan dampak dari
donasi uang, waktu, produk, jasa, pengaruh, pengetahuan manajemen
dan sumber daya lainnya pada masyarakat di mana perusahaan tersebut
beroperasi.
e. Standar bisnis.
Standar ini meliputi aktifitas perusahaan secara luas seperti etika,
imbalan keuangan, perlindungan lingkungan, standar kerja, dan HAM.
f. Pasar.
Mencakup aktivitas bisnis secara luas yang menggambarkan hubungan
antara perusahaan dengan konsumen, yang antara lain meliputi etika
pemasaran, penetapan harga, pengenalan produk, kualitas dan
keamanan produk.
g. Pengembangan ekonomi dan badan usaha.
Dalam menjalankan usahanya, perusahaan harus memperhatikan daya
saing, pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) lokal,
kewiraswastaan, pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan keuangan
mikro.
h. Proteksi Kesehatan.
Di banyak negara industri, tempat kerja dikenal sebagai tempat penting
untuk melakukan promosi kesehatan, sehingga perusahaan dapat
berperan sebagai mitra pemerintah dalam pengembangan kesehatan.
42
i.
Pengembangan kepemimpinan dan pendidikan.
Perusahaan dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat sekitar
dengan memberikan akses pendidikan, sehingga perusahaan dapat
memberikan dampak positif pada proses pemberdayaan melalui
standar pengembangan kepemimpinan dan pendidikan dalam
perusahaan dan menularkan praktek-praktek terbaik kepada mitra
perusahaan yang masih berada dalam tingkat perekonomian
berkembang atau transional.
j. Bantuan bencana kemanusiaan.
Perusahaan bekerjasama dengan pemerintah, masyarakat dan LSM
memegang peran penting dalam mendukung operasi bencana
kemanusiaan. Perusahaan diharapkan dapat menerapkan konsep
"respon proaktif" dan memusatkan pada tindakan pencegahan melalui
upaya pemberdayaan.51
Guidance Standard on Social Responsibility International Organization
for Standardization (ISO) 2006 memberikan pengertian tanggung jawab sosial
sebagai tanggung jawab suatu organisasi atas dampak dari keputusan dan
aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan melalui perlakuan yang
transparan dan etis yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan
kesejahteraan masyarakat, memperhatikan kepentingan para stakeholders, sesuai
hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional, serta
terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi baik kegiatan, produk maupun jasa. 52
Dalam ISO 2006 tersebut juga dijabarkan tentang penerapan CSR yang
meliputi 7 (tujuh) isu pokok, yaitu:
1. Pengembangan masyarakat;
2. Konsumen;
51
Jimmy Tanaya, 2004, Tanggung Jawab Sosial Korporasi, Widya Sari Press, Jakarta,
hlm. 46.
52
Victor Emanuel, 2011, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, available from:
http://www.kalimantan-news.com/berita.php?idb=8778, diakses pada tanggal 12 April 2012.
43
3. Praktek kegiatan institusi yang sehat;
4. Lingkungan;
5. Ketenagakerjaan;
6. Hak Asasi Manusia;
7. Organizational Governance (Organisasi Kepemerintahan).
Selanjutnya EU Commision menyatakan bahwa “CSR is a concept where
by companies integrate social and environmental concerns in their business
operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basic.”53
Disini Uni Eropa (EU Green Paper on CSR) menterjemahkan CSR sebagai suatu
konsep
yang mana perusahaan
mengintegrasikan
keprihatinan
terhadap
lingkungan dan sosial terhadap kegiatan bisnis dan interaksi mereka dengan
stakeholders mereka berlandaskan dasar sukarela). Dengan demikian, tujuan
utama dari suatu perusahaan dalam hal ini adalah maksimalisasi laba perusahaan.
Jika manager mengembangkan Corporate Social Responsibility (CSR) di luar
tujuan itu, bisa ditafsirkan manager memasuki ranah politik dengan melakukan
berbagai aktivitas philantrophic. Sebenarnya aktivitas tersebut seharusnya
dilakukan oleh pemerintah sebagai pihak yang harus melakukan pelayanan publik
karena telah memperoleh pajak dari masyarakat.
Selanjutnya Magnan
& Farrel mendefinisikan
Corporate Social
Responsibility (CSR) sebagai “a business acts in socially responsible manner
53
David Crowther and Guler Aras, 2008, Corporate Social Responsibility, David
Crowther, Guler Aras & Ventus Publishing Aps, UK, page 11.
44
when its decision and account for and balance diverse stake holder interest”.54
Definisi ini menekankan kepada perlunya memberikan perhatian secara seimbang
terhadap kepentingan berbagai stakeholders yang beragam dalam setiap keputusan
dan tindakan yang diambil oleh para pelaku yang secara sosial bertanggung
jawab.
Selanjutnya Kotler dan Lee memberikan rumusan “corporate social
responsibility is a commitment to improve community well being through
discretionary business practices and contribution of corporate resources”.55 Pada
definisi ini, Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan komitmen
perusahaan secara sukarela untuk turut meningkatkan kesejahteraan komunitas
dan bukan merupakan aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum dan
perundang-undangan seperti kewajiban untuk membayar pajak atau kepatuhan
perusahaan terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan. Dengan digunakannya
kata “discretionary“ ini dapat memberikan penekanan bahwa perusahaan yang
melakukan aktivitas CSR haruslah perusahaan yang telah menaati hukum dalam
pelaksanaan bisnisnya.
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan tanggung jawab
perusahaan kepada para pemangku kepentingan untuk berlaku etis, meminimalkan
dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek
54
Priyanto Susiloadi, 2008, Implementasi Corporate Social Responsibility
mendukung
Pembangunan
Berkelanjutan,
available
http://www.feedage.com/feeds/11051009/knowledge, diakses pada tanggal 18 April 2012.
55
Untuk
from:
Philip Kotler dan Nancy Lee, 2005, Corporate Social Responsibility: Doing the Most
Good
for
Your
Company
and
Your
Cause,
available
from:
www.csrindonesia.com/data/resensi/resensipamadi1-resdoc.pdf, diakses pada tanggal 18 April
2012.
45
ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan.56
Dalam hal ini CSR berhubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan
suatu
perusahaan
dalam
melaksanakan
aktivitasnya harus
mendasarkan
keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan
atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan
untuk saat ini maupun untuk jangka panjang. Selain itu, CSR sebagai upaya
manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan berdasar keseimbangan ekonomi, sosial, dan lingkungan, dengan
meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif tiap pilar.57
Dari beberapa pengertian di atas, Corporate Social Responsibility (CSR)
dapat dikatakan sebagai suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh
perusahaan sesuai kemampuan perusahaan tersebut sebagai bentuk tanggungjawab
mereka terhadap lingkungan sekitar perusahaan itu berada.
Setidaknya ada tiga hal pokok yang membentuk pemahaman atau konsep
mengenai CSR yaitu:
1. Bahwa sebagai suatu artificial person, perusahaan atau korporasi
tidaklah berdiri sendiri dan terisolasi, perusahaan atau perseroan tidak
dapat menyatakan bahwa mereka tidak memiliki tanggungjawab
terhadap keadaan ekonomi, lingkungan maupun sosialnya;
2. Keberadaan (eksistensi) dan keberlangsungan (sustainability)
perusahaan ataukorporasi sangatlah ditentukan oleh seluruh
stakeholder-nya dan bukan hanya shareholders-nya. Para stakeholders
ini, terdiri dari shareholders, konsumen, pemasok, klien, customer,
karyawan dan keluarganya, masyarakat sekitar dan mereka yang
56
Yusuf Wibisono, 2007, Membedah Konsep dan Aplikasi Corporate Social
Responsibility, Salemba Empat, Jakarta, hlm. 10.
57
Anonim, 2011, CSR Indonesia, available from: http://csrindonesia.com/glos.php,
diakses pada tanggal 26 April 2012.
46
terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
perusahaan (the local cimmunity and society at large);
3. Melaksanakan CSR berarti juga melaksanakan tugas dan kegiatan
sehari-hari perusahaan atau korporasi, sebagai wadah untuk
memperoleh keuntungan melalui usaha yang dijalankan dan atau
dikelola olehnya. Jadi ini berarti CSR adalah bagian terintegrasi dari
kegiatan usaha (bussiness), sehingga CSR berarti juga menjalankan
perusahaan atau korporasi untuk memperoleh keuntungan.58
Tanggung jawab sosial sebuah perusahaan atas dampak dari keputusan dan
aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan dapat diwujudkan melalui
perilaku
transparan
dan
konsisten
dengan
pembangunan
berkelanjutan
(sustainable development). Corporate Social Responsibility (CSR) yang
didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para
stakeholders, terutama komunitas atau masyarakat di sekitar wilayah kerja dan
operasinya, memandang perusahaan sebagai agen moral. Untuk keberhasilan
suatu perusahaan harus mengedepankan prinsip moral dan etis (moral and etics)
yakni menggapai suatu hasil terbaik, tanpa merugikan kelompok masyarakat
lainnya.
2.3.
Konsep Triple Bottom Lines
Konsep
ini
menegaskan
bahwa
jika
sebuah
perusahaan
ingin
mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka perusahaan tersebut harus
memperhatikan “3P” (People, Profit, and Planet).
Selain
mengejar
keuntungan
(profit),
perusahaan
juga
harus
memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people)
58
Gunawan Widjaja dan Yeremia Ardi Pratama, 2008, Op.Cit., hlm. 10.
47
dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).
Suatu kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan
istilah Triple Bottom Lines yaitu Profit, People, dan Planet (3P) dijabarkan
sebagai berikut.
1. Profit
Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan
ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang.
2. People
Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan
manusia. Beberapa perusahaan mengembangkan program CSR seperti
pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana
pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal, dan
bahkan ada perusahaan yang merancang berbagai skema perlindungan
sosial bagi warga setempat.
3. Plannet
Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan
keragaman hayati. Beberapa program CSR yang berpijak pada prinsip
ini biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana
air bersih, perbaikan permukiman, pengembangan pariwisata
(ekoturisme).59
Profit
(Keuntungan
Perusahaan)
Planet
(Keberlanjutan
Lingkungan Hidup)
59
People
(Kesejahteraan
Manusia/Masyarakat)
Edi Suharto, 2009, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri Memperkuat CSR (Corporate
Social Responsibility), Alfabeta, Bandung, hlm. 107.
48
Konsep Triple Bottom Lines mengimplikasikan bahwa perusahaan harus
lebih mengutamakan kepentingan stakeholder (semua pihak yang terlibat dan
terkena dampak dari kegiatan yang dilakukan perusahaan) daripada kepentingan
shareholder (pemegang saham). Dari konsep Triple Bottom Line kemudian
berkembang dengan adanya ISO 26000 mengenai Guidance on Social
Responsibility. Standar ini juga secara langsung akan memberikan warna baru
dalam definisi dan implementasi bentuk Corporate Social Responsibility (CSR).
Selain itu, ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility juga
memberikan definisi CSR. Menurut ISO 26000, Corporate Social Responsibility
(CSR) adalah tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari
keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan
yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan
pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, mempertimbangkan
harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan
norma-norma perilaku internasional serta terintegrasi dengan organisasi secara
menyeluruh (draft 3, 2007).60
Kewajiban perusahaan dalam melaksanakan kegiatan Corporate Social
Responsibility (CSR) adalah untuk merumuskan kebijakan, mengambil keputusan,
dan melaksanakan tindakan yang memberikan manfaat baik bagi perusahaan,
masyarakat, maupun lingkungan. Program CSR merupakan investasi bagi
60
Ibid.
49
perusahaan demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) perusahaan.61
Hal ini berarti CSR bukan lagi dilihat sebagai sentra biaya (cost center) melainkan
sebagai sentra laba (profit center) di masa mendatang.
Corporate Social Responsibility (CSR) memberikan implikasi positif bagi
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat,
meringankan
beban
pembiayaan
pembangunan pemerintah, memperkuat investasi dunia usaha, serta semakin
kuatnya jaringan kemitraan antara masyarakat, pemerintah dengan dunia usaha.62
Dunia usaha memiliki arti penting dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi tanpa mengabaikan faktor lingkungan hidup, sehingga tidak hanya
berpusat pada pemenuhan keuangan perusahaan semata (single bottom line)
melainkan lebih mengarah pada pemenuhan aspek keuangan, sosial, dan
lingkungan (triple bottom line).
Sinergi dari ketiga aspek inilah yang menjadi faktor utama konsep
pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Dengan ini secara tidak
langsung dapat menarik penanam modal asing untuk melakukan suatu penanaman
modal yang selalu membutuhkan suatu keadaan yang kondusif sifatnya, baik
ditinjau dari segi ekonomi, politik, maupun dari segi hukum.63
Suatu negara yang mengedepankan pembangunan dengan bertumpu pada
pertumbuhan berkelanjutan dan mandiri biasanya ditandai dengan adanya upaya
61
Amin Widjaja Tunggal, 2008, Corporate Social Responsibility (CSR), Penerbit
Harvarindo, Jakarta, hlm.1.
62
Isa Wahyudi dan Busyra Azheri, 2008, Corporate Social Responsibility, In-Trans
Publishing, Bandung, hlm.15.
63
Aminuddin Ilmar, 2004, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Prenada Media,
Jakarta, hlm. 69.
50
persuasif dalam bentuk mempromosikan inisiatif masyarakat setempat secara
multilevel maupun multisektoral melalui kerjasama dengan berbagai pelaku
pembangunan yang salah satunya adalah pelaku bisnis.64
2.4
Konsep Good Corporate Government (GCG)
Konsep Good Corporate Government (GCG) dapat dikatakan sebagai
seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta pemegang
saham kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak
dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan
perusahaan. Menurut pedoman umum Good Corporate Governance (GCG)
Indonesia, GCG memiliki prinsip transparansi (transparency), akuntabilitas
(accountability), responsibilitas (responsibility), independensi (indenpendency)
serta kewajaran dan kesetaraan (fairness) yang dijabarkan sebagai berikut:
1. Transparansi (transparency), untuk menjaga objektivitas dalam
menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi relevan
dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku
kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan
tidak hanya masalah yang diisyaratkan oleh peraturan perundangundangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh
pemegang saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya.
2. Akuntabilitas (accountability), perusahaan harus dapat mempertanggung
jawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan
harus dikelola secar benar, terukur, dan sesuai dengan kepentingan
perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham
dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang
diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3. Responsibilitas (responsibility), perusahaan harus mematuhi peraturan
perundang-undnagan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap
masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan
64
Julius Bobo, 2003, Transformasi Ekonomi Rakyat, Pustaka Cidesindo, Jakarta, hlm.58.
51
usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai Good
Corporate Citizen (GCC).
4. Independensi (indenpendency) untuk melancarkan pelaksanaan Good
Corporate Governance (GCG), perusahaan harus dikelola secara
indenpenden, sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
5. Kewajaran dan kesetaraan (fairness) dalam melaksanakan kegiatannya
perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham
dan pemangku kepentingan lainnya berdasakan atas kewajaran dan
kesetaraan.65
Dalam hal transparansi (transparency), perusahaan harus menyediakan
informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan
serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya. Prinsip
keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk
memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundangundangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi. Kebijakan perusahaan harus
tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.
Akuntabilitas (accountability) perusahaan harus menetapkan rincian tugas
dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara
jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values) dan
strategi perusahaan.
Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua
karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan
perannya dalam pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG). “Multinational
oil companies such as Shell could not operate successfully without the
65
Akhmad Naruli, 2011, Asas Good Corporate Governance, available from : http://narulimaestro.blogspot.com/2011/09/asas-good-corporate-goverment.html, diakses pada tanggal 9 Mei
2012.
52
involvement of other stakeholders, who provide the legal guarantees, funding,
equipment, technical expertise for oil operations and legitimacy.”66
Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang
efektif dalam pengelolaan perusahaan. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja
untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan,
serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system).
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan
semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of
conduct) yang telah disepakati.
Selanjutnya, responsibilitas (responsibility) perusahaan harus mematuhi
peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap
masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha
dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai Good Corporate Citizen.
Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan
perusahaan (by-laws). Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial
dengan antara lain peduliterhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan
terutama di sekitar perusahaan denga membuat perencanaan dan pelaksanaan yang
memadai.
Sustainability lingkungan dapat dijaga oleh perusahaan dengan cara
menggunakan teknologi ramah lingkungan demi mengurangi emisi gas buang,
mengimplementasikan sistem manajemen risiko lingkungan yang efektif,
66
Jedrzej George Frynas, 2009, Beyond Corporate Social Responsibility, Oil
Multinationals And Social Challenges, Cambridge University Press, UK, page 49.
53
menerapkan prinsip-prinsip eco-labelling, yakni suatu pemberian label pada suatu
produk yang menunjukkan bahwa produk tersebut sudah memperhatikan kaidahkaidah lingkungan sehingga produknya dapat dikatakan ramah lingkungan.67
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola
secara independent sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Masing-masing organ
perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak
terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict
of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan
keputusan dapat dilakukan secara obyektif. Masing-masing organ perusahaan
harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan
peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan/atau melempar
tanggung jawab antara satu dengan yang lain.
Dalam
melaksanakan
kegiatannya,
perusahaan
harus
senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya
berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan (fairness). Perusahaan dapat
memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan
masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta
membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam
lingkup kedudukan masing-masing.
Selain itu, perusahaan juga harus memberikan perlakuan yang setara dan
wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang
67
Ida Susanti dan Bayu Seto, 2003, Aspek Hukum dari Perdagangan Bebas, Citra Aditya
Bakti, Bandung, hlm. 433.
54
diberikan kepada perusahaan serta memberikan kesempatan yang sama dalam
penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional
tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.
Pada umumnya Good Corporate Governance (GCG) dipahami sebagai
suatu sistem dan seperangkat aturan yang mengatur hubungan para stakeholders.
Dalam arti luas GCG digunakan untuk mengatur hubungan seluruh kepentingan
stakeholders secara proporsional dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan
signifikan dalam strategi perusahaan sekaligus memastikan bahwa kesalahankesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.68
Dari sudut pandang strategis, suatu perusahaan perlu mempertimbangkan
tanggung jawab sosialnya bagi masyarakat dimana manajer organisasi bisnis
menjadi bagian penting didalamnya. Carroll menyatakan bahwa manajer
organisasi bisnis memiliki 4 (empat) tanggung jawab yakni:
1. Tanggung jawab ekonomi yakni memproduksi barang dan jasa yang
bernilai bagi masyarakat.
2. Tanggung jawab hukum yakni perusahaan diharapkan mentaati hukum
yang ditentukan oleh pemerintah.
3. Tanggung jawab etika yakni perusahaan diharapkan dapat mengikuti
keyakinan umum mengenai bagaimana orang harus bertindak dalam
suatu masyarakat.
68
Joni Emrizon, 2007, Prinsip-prinsip Good Corporate Governance, Genta Press,
Yogyakarta, hlm. 67.
55
4. Tanggung jawab kebebasan memilih yakni tanggung jawab yang
diasumsikan bersifat sukarela.69
Dari keempat tanggung jawab tersebut, tanggung jawab ekonomi dan
hukum dinilai sebagai tanggung jawab dasar yang harus dimiliki perusahaan.
Setelah tanggung jawab dasar terpenuhi, maka perusahaan dapat memenuhi
tanggung jawab sosialnya yakni dalam hal etika dan kebebasan memilih.
Pedoman umum selain Good Corporate Government (GCG) juga terdapat
beberapa standarisasi prinsip CSR dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Caux Principles merupakan sekumpulan rekomendasi yang mencakup
banyak wilayah dari corporate behavior. Rekomendasi-rekomendasi
tersebut berupaya untuk mengekspresikan standar umum corporate
behavior yang etis dan bertanggung jawab dan ditawarkan sebagai dasar
untuk dibicarakan dan diimplementasikan oleh kalangan bisnis dan
pemimpin di seluruh dunia. Dikeluarkan pada tahun 1994, Principles
disponsori oleh Caux Roundtable (yang terdiri dari pemimpin bisnis senior
dari Eropa, Jepang dan Amerika). Tidak ada mekanisme formal bagi
perusahaan untuk berkomitmen terhadap prinsip-prinsip ini. Prinsip dalam
Caux ini yakni:
a. Respect Stakeholders Beyond Shareholders (Penghormatan terhadap
Pemegang kepentingan diatas pemegang saham).
Dalam hal ini, business memberikan nilai kepada masyarakat melalui
kekayaan dan menciptakan lapangan kerja dan dipasarkan produk dan
jasa yang memberikan kepada konsumen. Sebuah bisnis yang
bertanggung jawab karena mempertahankan kesehatan dan
kelangsungan hidup ekonomi untuk mempertahankan nilai bukan
hanya bagi para pemegang saham, tetapi juga untuk stakeholder lain,
mengakui bahwa sendiri hidup bukan satu-satunya tujuan perusahaan
yang bertanggung jawab. Sebuah bisnis yang bertanggung jawab juga
menghargai kepentingan, dan bertindak dengan kejujuran dan keadilan
untuk para pelanggan, karyawan, pemasok, pesaing, dan masyarakat
luas untuk memastikan kelangsungan hidup ekonomi mereka.
b. Contribute to Economic, Social, and Environmetal Development
(Berpartisipasi dalam Kemajuan ekonomi, sosial, dan lingkungan).
69
Reditha Retno Pratiwi, 2011, Mengelola Etika dan Tanggung Jawab Sosial, available
from:
http://reditharetnopratiwi.blog.perbanas.ac.id/2011/11/12/bab-6-mengelola-etika-dantanggung-jawab-sosial/, diakses pada 12 Mei 2012.
56
c.
d.
e.
f.
g.
Bisnis tidak dapat secara lestari maupun sejahtera dalam masyarakat
yang gagal. Sebuah bisnis yang bertanggung jawab sehingga
berpengaruh terhadap ekonomi dan sosial dan lingkungan
pengembangan masyarakat di mana ia beroperasi, dalam rangka untuk
mempertahankan esensial operasi modal sosial, manusia, keuangan dan
segala bentuk niat baik. Sebuah bisnis yang bertanggung jawab dapat
meningkatkan efektifitas masyarakat melalui penggunaan sumber daya
bijaksana, gratis dan kompetisi yang adil, serta inovasi dalam
teknologi, metode produksi, pemasaran, dan komunikasi.
Respect Both The Letter and The Spirit of The Law (menaati hukum
tersurat dan tersirat).
Beberapa perilaku bisnis, walaupun sah, memiliki konsekuensi yang
merugikan. Sebuah bisnis yang bertanggung jawab mematuhi
semangat dan maksud di balik hukum, serta hukum yang tersurat, yang
memerlukan perilaku yang melampaui kewajiban hukum minimal.
Terbuka, kejujuran, transparansi, dan menjaga janji-janji dalam
pengambilan keputusan bisnis selalu diperlukan.
Respect the Rules and Conventions (mentaati Peraturan dan Kovensi).
Sebuah bisnis yang bertanggung jawab menghormati budaya lokal dan
tradisi dalam masyarakat di mana beroperasi sesuai dengan prinsipprinsip dasar keadilan dan kesetaraan. Sebuah bisnis yang bertanggung
jawab juga menghormati semua peraturan yang relevan dan konvensi
pada saat melakukan perdagangan yang adil, kompetitif, dan dengan
perlakuan yang sama bagi semua.
Support Responsible Globalisation (mendukung globalisasi).
Sebuah bisnis yang bertanggung jawab ikut serta dalam pasar global
dan mendukung keterbukaan dan keadilan system perdagangan
multilateral.Sebuah bisnis yang bertanggung jawab berusaha untuk
memiliki peraturan domestik dan peraturan berubah, dimana perlakuan
yang tidak wajar dapat menghambat perdagangan global untuk semua.
Respect The Environment (penghormatan terhadap lingkungan).
Sebuah bisnis yang bertanggung jawab memastikan bahwa operasi
yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan. Sebuah binis yang
bertanggung jawab mengemban tanggung jawab untuk melindungi dan
jika mungkin meningkatkan kualitas lingkungan, sementara
menghindari pemborosan penggunaan sumber daya.
Ilegal Avoid Illicit Activities (penghindaran perbuatan ilegal).
Sebuah binis yang bertanggung jawab tidak berpartisipasi dalam atau
membiarkan praktek korupsi, penyuapan pencucian uang, atau
kegiatan terlarang lainnya. Sebuah bisnis yang bertanggung jawab
tidak berpartisipasi atau memfasilitasi perdagangan bahan apapun yang
akan digunakan untuk kegiatan teroris, perdagangan narkoba atau
kriminal lain usaha. Sebuah bisnis yang bertanggung jawab secara
aktif terlibat dalam pengurangan dan pencegahan dari semua tindakan
illegal.
57
2. United Nations Global Compact.
Global Compact (GC) dalam peta praktik dan panduan CSR hanyalah
salah satu model yang diadopsi oleh banyak perusahaan dunia. Di
Indonesia, GC relatif kurang popular dibandingkan Caux Principles.
Prinsip-prinsip yang didorong oleh GC untuk para pebisnis dunia meliputi
empat wilayah utama yakni HAM, tenaga kerja, lingkungan, dan anti
korupsi. Keempat agenda ini dirangkum kedalam sepuluh prinsip GC yang
menjadi semacam ten commandments buat para pelaku bisnis dunia global.
Prinsip-prinsip tersebut yaitu:
a. HAM
Prinsip 1: Bisnis harus mendukung dan menghormati perlindungan
hak asasi manusia internasional menyatakan; dan
Prinsip 2: pastikan bahwa mereka tidak terlibat dalam pelanggaran hak
asasi manusia.
b. Standar Perburuhan
Prinsip 3: Bisnis harus menjunjung tinggi kebebasan berserikat dan
pengakuan yang efektif terhadap hak untuk berunding bersama;
Prinsip 4: penghapusan semua bentuk kerja paksa dan wajib;
Prinsip 5: efektif penghapusan pekerja anak dan;
Prinsip 6: penghapusan diskriminasi dalam hal pekerjaan dan jabatan.
c. Lingkungan
Prinsip 7: Bisnis harus mendukung pendekatan pencegahan terhadap
tantangan-tantangan lingkungan hidup;
Prinsip 8: mengambil inisiatif untuk mempromosikan tanggung jawab
lingkungan yang lebih besar dan;
Prinsip 9: mendorong pengembangan dan difusi teknologi yang ramah
lingkungan.
d. Anti-Korupsi
Prinsip 10: Perusahaan harus bekerja melawan korupsi dalam segala
bentuknya, termasuk pemerasan dan penyuapan.70
Dari keseluruhan prinsip CSR yang tersebar di berbagai komunitas
kemasyarakatan baik itu yang bersifat profit ataupun yang bersifat non-profit pada
dasarnya menekankan pada satu tujuan dimana eksistensi CSR pada saat sekarang
ini bukan hanya sebagai konsep yang harus dilaksanakan secara sukarela
(voluntary) melainkan merupakan suatu urgensi yang harus segera mendapatkan
70
Anonim, 2009, Caux Principles for Business, available from: www.cauxroundtable.org,
diakses pada 12 Mei 2012.
58
pengakuan dan dasar yang lebih kuat untuk merealisasikan CSR ini ke dalam
dunia nyata.
2.5
Konsep Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Perusahaan
Corporate Social Responsibility (CSR) berakar dari etika dan prinsip-
prinsip yang tidak hanya berlaku di perusahaan tetapi juga di masyarakat. Etika
yang dianut merupakan bagian dari budaya perusahaan (corporate culture) dan
yang dianut masyarakat merupakan bagian dari budaya masyarakat. Etika bisnis
merupakan penerapan etika secara umum terhadap perilaku bisnis yang secara
lebih khusus menunjukkan perilaku etis maupun tidak etis yang dilakukan
manajer dan karyawan dari suatu organisasi perusahaan.
Etika bisnis merupakan suatu kode etik perilaku pengusaha berdasarkan
nilai-nilai moral dan norma yang dijadikan tuntunan dan pedoman berprilaku
dalam menjalankan kegiatan perusahaaan untuk melakukan kegiatan bisnis, yang
mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan
juga masyarakat. Hal tersebut mencakup bagaimana kebiasaan dalam menjalankan
bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada
kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Sesuai dengan etika (ethos) yang berasal dari bahasa Yunani “ta etha”
berarti adat istiadat atau kebiasaan.71
Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri
seseorang maupun pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat. Dalam
71
A. Sonny Keraf, 1998, Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta, hlm. 14.
59
kerangka etika, letak etika bisnis itu sendiri berada pada ranah etika terapan.
Dengan
melaksanakan
kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR)
merupakan salah satu bentuk perwujudan dalam menciptakan etika bisnis.
Von der Embse dan R.A. Wagley memberikan 3 (tiga) pendekatan dasar
dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu:
1. Utilitarian Approach.
Setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena
itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang
dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan
cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
2. Individual Rights Approach.
Setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang
harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus
dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan
dengan hak orang lain.
3. Justice Approach.
Para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan
bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik
secara perseorangan ataupun secara kelompok.72
Dalam bukunya A. Sonny Keraf mengklasifikasikan etika secara umum
yang berbicara mengenai norma dan nilai moral, kondisi-kondisi dasar bagi
manusia untuk bertindak, mengambil keputusan secara etis, teori-teori etis dan
semacamnya, sedangkan etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip atau
norma-norma moral dasar dalam bidang kehidupan khusus. 73
Secara
umum
prinsip-prinsip
etika
yang
berlaku
dalam
bisnis
sesungguhnya adalah penerapan dari prinsip etika pada umumnya yang akan
sebagai berikut:
72
Anneahira, 2012, Etika Bisnis, available from : http://www.anneahira.com/artikelumum/etika-bisnis.htm, diakses pada 12 Mei 2012.
73
A. Sonny Keraf, 1991, Etika Bisnis: Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur,
Penerbit Kanisius, Jakarta, hlm. 20.
60
1. Prinsip Otonomi.
Seorang pelaku bisnis hanya mungkin bertindak secara etis apabila ia
diberikan kebebasan dan kewenangan penuh untuk mengambil
keputusan dan bertindak sesuai dengan apa yang dianggapnya baik.
Pada saat pengusaha memperoleh jaminan kebebasan untuk berbisnis
tanpa campur tangan atau paksaan dari pemerintah secara distortif dan
tidak etis, maka disanalah mereka dapat melakukan bisnisnya secara
etis.
2. Prinsip Kejujuran.
Kejujuran terkait erat dengan kepercayaan yang merupakan aset
berharga bagi kegiatan bisnis. Tanpa kepercayaan maka akan sulit
untuk bertahan dalam bisnis terutama dalam menjalin hubungan
dengan pelaku usaha lainnya.
3. Prinsip Keadilan.
Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang dalam kegiatan bisnis
entah dalam relasi eksternal perusahaan maupun relasi internal
perusahaan perlu diperlakukan sesuai dengan haknya masing-masing.
Keadilan menuntut agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan
kepentingannya.
4. Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle).
Prinsip ini menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga
menguntungkan semua pihak. Prinsip saling menguntungkan secara
positif menuntut hal yang sama, yaitu agar semua pihak berusaha
untuk saling menguntungkan satu sama lain. Prinsip ini terutama
mengakomodasi hakikat dan tujuan bisnis. Dengan adanya prinsip ini,
maka dalam bisnis yang kompetitif dituntut agar persaingan yang ada
melahirkan suatu win win situation.
5. Integritas Moral.
Prinsip ini terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri
pelaku bisnis atau perusahaan agar dia perlu menjalankan bisnis
dengan tetap menjaga nama baiknya atau nama baik perusahaannya.
Terdapat imperatif moral yang berlaku bagi diri sendiri dan
perusahaannya untuk berbisnis sedemikian rupa agar tetap dipercaya,
tetap paling unggul, tetap yang terbaik. Jadi prinsip ini merupakan
tuntutan dan dorongan dari dalam diri pelaku dan perusahaan untuk
menjadi yang terbaik dan dibanggakan. Dan ini tercermin dalam
seluruh perilaku bisnisnya dengan siapa saja, baik keluar maupun
kedalam perusahaan.74
Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu
untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang
74
A. Sonny Keraf, 1998, Op.Cit., hlm.73.
61
tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang
tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Hal ini bisa dimulai dari
perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan dan
didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang
dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
Pada dasarnya praktek etika bisnis akan selalu menguntungkan perusahaan
baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang karena mampu
meningkatkan motivasi pekerja dan keunggulan bersaing. Tindakan yang tidak
etis yang dilakukan oleh perusahaan akan memancing tindakan balasan dari
konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui
gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi dan lain sebagainya.
Sehingga hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan.
Perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika bisnis, pada umumnya
termasuk perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi
karena karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi
perusahaan. Sehingga untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam
kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis dapat
dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni dengan cara menuangkan etika
bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct) dan memperkuat sistem
pengawasan serta pelatihan para karyawan.
Dari uraian tentang etika bisnis tersebut di atas, setidaknya terdapat
beberapa alasan mengapa perusahaan harus menjalankan bisnis secara etis, yaitu
sebagai berikut:
62
1. Meningkatnya harapan publik agar perusahaan menjalankan bisnisnya
secara etis. Perusahaan yang tidak berhasil dalam menjalankan
bisnisnya secara etis akan mengalami sorotan, kritik, bahkan hukuman.
2. Agar perusahaan tidak melakukan berbagai tindakan yang
membahayakan pemangku kepentingan lainnya.
3. Penerapan etika bisnis di perusahaan dapat meningkatkan kinerja
perusahaan. Hal ini dapat dicapai melalui terjadinya penurunan risiko
korupsi, manipulasi, penggelapan, dan berbagai bentuk perilaku tidak
etis lainnya.
4. Penerapan etika bisnis seperti kejujuran, menepati janji, dan menolak
suap dapat meningkatkan kualitas hubungan bisnis di antara dua pihak
yang melakukan hubungan bisnis.
5. Agar perusahaan terhindar dari penyalahgunaan yang dilakukan oleh
karyawan maupun competitor yang bertindak tidak etis.
6. Penerapan etika perusahaan secara baik dalam suatu perusahaan dapat
menghindarkan terjadinya pelanggaran hak-hak pekerja oleh pemberi
kerja (employers).
7. Mencegah agar perusahaan (yang diwakili oleh pemimpinnya) tidak
memperoleh sanksi hukum karena telah menjalankan bisnis secara
tidak etis.75
Begitu
juga
dengan
melaksanakan
kegiatan
Corporate
Social
Responsibility (CSR) sangat berkaitan erat dengan nilai dan standar yang berkaitan
dengan beroperasinya sebuah perusahaan dalam suatu masyarakat. CSR yang
diartikan sebagai komitmen usaha untuk beroperasi secara legal dan etis yang
berkonstribusi pada peningkatan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya,
komunitas lokal dan masyarakat luas juga bertujuan mewujudkan pembangunan
berkelanjutan.
Dibutuhkan pedoman bagi perusahaan agar implementasi Corporate
Social Responsibility (CSR) sanggup bahkan berjalan sesuai dengan ide dan
konsep dasarnya.76
75
76
Ismail Solihin, Op.Cit., hlm.13
Dwi Kartini, 2009, Corporate Social Responsibility Transformasi Konsep Sustainability
Management dan Implementasi di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, hlm. 47.
63
Seseorang atau lembaga dapat dinilai membuat keputusan atau bertindak
etis apabila:
1. Keputusan atau tindakan dilakukan berdasarkan nilai atau standar yang
diterima dan berlaku pada lingkungan organisasi yang bersangkutan.
2. Bersedia mengkomunikasikan keputusan tersebut kepada seluruh pihak
yang terkait.
3. Yakin orang lain akan setuju dengan keputusan tersebut atau keputusan
tersebut mungkin diterima dengan alasan etis.77
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat,
mampu mengembangkan dan mengimplementasikan sikap bertanggung jawab
terhadap masyarakat sekitarnya tanpa melanggar aturan hukum yang ada. Pada
dasarnya etika bersumber dari moralitas yang merupakan sistem nilai tentang
bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia. Memisahkan moral dari
hukum, sama saja artimya dengan menjauhkan hukum dari sesuatu yang bernilai
tinggi baginya, yaitu “keadilan”.78
Suatu perusahaan seharusnya tidak hanya memprioritaskan keuntungan
sebanyak mungkin, tetapi juga harus mempunyai etika dalam bertindak
menggunakan sumber daya manusia dan lingkungan guna turut mewujudkan
pembangunan berkelanjutan. Pengukuran kinerja yang semata dicermati dari
77
Hardinsyah, 2008, Lingkungan, Masyarakat dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan –
CSR, available from : http://fema.ipb.ac.id/index.php/lingkungan-masyarakat-dan-tanggungjawab-sosial-perusahaan-csr/, diakses pada 12 Mei 2012.
78
hlm. 124.
Herman Bakir, 2005, Kastil Teori Hukum, PT Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta,
64
komponen keuangan dan keuntungan tidak akan mampu membesarkan dan
melestarikan, karena seringkali berhadapan dengan konflik pekerja, konflik
dengan masyarakat sekitar dan semakin jauh dari prinsip pengelolaan lingkungan
dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Dengan demikian, diperlukan kaidah hukum yang berhasil mengarahkan
perilaku masyarakat, yang biasa disebut keberlakuan faktual hukum atau
efektivitas hukum.79
Menurut pendapat Michael Josephson ada 10 (sepuluh) prinsip etika yang
mengarahkan perilaku, yaitu :
1. Kejujuran (Honesty), yaitu penuh kepercayaan, bersifat jujur, sungguhsungguh, blak-blakan, terus terang, tidak curang, tidak mencuri, tidak
menggelapkan dan tidak berbohong.
2. Integritas (Integrity), yaitu memegang prinsip, melakukan kegiatan
yang terhormat, tulus hati, berani dan penuh pendirian/keyakinan, tidak
bermuka dua, tidak berbuat jahat dan saling percaya.
3. Memelihara janji (Promise Keeping), yaitu selalu mentaati janji, patut
dipercaya, penuh komitmen, patuh, jangan menginterpretasikan
persetujuan dalam bentuk teknikal atau legalistic dengan dalih
ketidakrelaan.
4. Kesetiaan (Fidelity), yaitu hormat dan loyal kepada keluarga, teman,
karyawan, dan Negara, jangan menggunakan atau memperlihatkan
informasi yang diperoleh dalam kerahasiaan, begitu juga dalam suatu
konteks professional, jaga/lindungi kemampuan untuk membuat
keputusan professional yang bebas dan teliti, hindari hal yang tidak
pantas dan konflik kepentingan.
5. Kewajaran/Keadilan (Fairness), yaitu berlaku adil dan berbudi luhur;
bersedia untuk mengakui kesalahan dan memperlihatkan komitmen
keadilan, persamaan perlakuan individual dan toleran terhadap
perbedaan, jangan bertindak melampaui batas atau mengambil
keuntungan yang tidak pantas dari kesalahan atau kemalangan orang
lain.
6. Suka membantu orang lain (Caring for Others), yaitu saling
membantu, berbaik hati, belas kasihan, tolong menolong, kebersamaan
dan menghindari segala sesuatu yang membahayakan orang lain.
79
J.J.H. Bruggink, 1999, Refleksi Tentang Hukum, Diterjemahkan Oleh: B. Arief Sidharta,
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 149.
65
7. Hormat kepada orang lain (Respect for Others), yaitu menghormati
martabat manusia, menghormati kebebasan dan hak untuk menentukan
nasib sendiri bagi semua orang, bersopan santun, jangan merendahkan
diri seseorang, jangan mempermalukan seseorang dan jangan
merendahkan martabat orang lain.
8. Kewarganegaraan yang bertanggung jawab (Resposssibility
Citizenship), yaitu selalu mentaati hukum/aturan, penuh kesadaran
sosial, menghormati proses demokrasi dalam mengambil keputusan.
9. Mengejar keunggulan (Pursuit of Excellence), yaitu mengejar
keunggulan dalam hal, baik dalam pertemuan personal maupun
pertanggung jawaban professional, tekun, dapat dipercaya/diandalkan,
rajin , getol, dan penuh komitmen, melakukan semua tugas dengan
yang terbaik berdasar kemampuan, mengembangkan dan
mempertahankan tingkat kompetensi yang tinggi.
10. Dapat dipertanggungjawabkan (Accountability), yaitu memiliki
tanggung jawab, menerima tanggung jawab atas keputusan dan
konsekuensinya, dan selalu memberi contoh.80
Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis yang baik
sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia, dan
prinsip-prinsip ini sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh masingmasing masyarakat. Berdasarkan prinsip tersebut di atas, dapat dikatakan etika
bisnis sangat penting untuk mempertahankan loyalitas stakeholder dalam
membuat keputusan-keputusan perusahaan dan dalam memecahkan persoalan
perusahaan.
Selain dapat menjamin kepercayaan dan loyalitas dari semua unsur yang
berpengaruh pada perusahaan (stakeholder loyality), juga sangat menentukan
maju atau mundurnya perusahaan. Oleh karena itu, etika bisnis merupakan
landasan penting dan harus diperhatikan terutama untuk menciptakan dan
melindungi reputasi (goodwill) perusahaan.
80
Munif Kholifah Sulistiyoningrum, 2011, Etika Bisnis Dan Kewirausahaan, available
from : http://mamaulis.blogspot.com/2011/05/etika-bisnis-dan-kewirausahaan.html, diakses pada
12 Mei 2012.
66
Perkembangan etika dunia usaha modern menegaskan ada 4 (empat) ruang
lingkup dari Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu :
1. Keterlibatan perusahaan dalam kegiatan-kegiatan sosial yang berguna
bagi kepentingan masyarakat luas.
2. Keuntungan ekonomis yang diperoleh perusahaan.
3. Memenuhi aturan hukum yang berlaku, baik yang berkaitan dengan
kegiatan dunia usaha maupun kehidupan sosial masyarakat pada
umumnya.
4. Menghormati hak dan kepentingan stakeholders atau pihak terkait
yang mempunyai kepentingan langsung maupun tidak langsung
aktivitas perusahaan. 81
Dalam image perusahaan yang berkembang saat ini, justru keterlibatannya
dalam berbagai aktivitas sosial seperti inilah yang menjadi “urgensi” dari CSR,
bahkan inilah satu-satunya yang kegiatan CSR yang dimaksud. Lingkup kegiatan
sosial yang paling banyak mendapat sorotan adalah keterlibatan perusahaan dalam
masalah ketimpangan sosial dan ekonomi. Kesadaran perusahaan ini diilhami oleh
konsep keadilan distributif.
Sehingga bias dilihat ada beberapa alasan mengapa perusahaan dilibatkan
dan/atau melibatkan diri dalam kegiatan sosial tersebut, yakni:
81
Busyra Azheri, 2007, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social
Responsibility)
dan
pengaturannya
dalam
UU
PT,
available
from:
http://www.scribd.com/doc/52629143/Kajian-Kritis-CSR-dalam-UUPT, diakses pada 12 Mei
2012.
67
1. Perusahaan dan karyawan adalah bagian integral dari masyarakat
setempat.
2. Perusahaan telah diuntungkan dengan mendapatkan hak untuk
mengelola sumber daya alam atau aktivitas lainnya yang ada dalam
masyarakat
tersebut
dengan
mendatangkan
keuntungan
pada
perusahaan.
3. Melihatkan komitmen moral perusahaan untuk tidak melakukan
aktivitas yang merugikan masyarakat.
4. Sebagai upaya menjalin interaksi sosial antara perusahaan dengan
masyarakat, supaya keberadaan perusahaan dapat diterima ditengahtengah masyarakat itu sendiri.
Kegiatan usaha modern dewasa ini, sulit untuk memisahkan antara
keuntungan ekonomis dengan keuntungan dari keterlibatannya dalam aktivitas
sosial. Fakta empiris menunjukkan bahwa keterlibatan perusahaan dalam kegiatan
sosial sangat menunjang aktivitas usaha itu sendiri, yang pada akhirnya akan
menguntungkan perusahaan.
Dalam kerangka inilah, keuntungan ekonomi dilihat sebagai sebuah
lingkup tanggung jawab moral dan sosial yang sah dari suatu perusahaan. Jika
suatu perusahaan mengadakan aktivitas sosial, justru aktivitas tersebut sebagai
tanggung jawab sosial dalam arti negatif. Berkaitan dengan hal tersebut, lingkup
tanggung jawab sosial perusahaan yang paling penting adalah “bagaimana suatu
perusahaan mematuhi aturan hukum”. Hal ini tidak terlepas dari integritas
masyarakat itu sendiri, karena perusahaan adalah bagian masyarakat yang
68
bertanggung jawab dan berkewajiban untuk menjaga ketertiban dan keteraturan
tatanan sosial.
Jika suatu perusahaan tidak mematuhi aturan hukum yang ada,
sebagaimana halnya orang lain, maka ketertiban dan keteraturan masyarakat tidak
akan terwujud. Demikian pula dengan perusahaan, dimana tidak akan ada
ketenangan, ketenteraman dan rasa aman dalam melakukan setiap aktivitas
usahanya, jika perusahaan itu tidak menaati ketentuan hukum yang berlaku. Suatu
perusahaan punya tanggung jawab moral dan sosial, hal ini berarti perusahaan
secara moral dituntut dan menuntut dirinya sendiri untuk bertanggung jawab atas
hak dan kepentingan pihak-pihak terkait lainnya yang berkepentingan.
Pemikiran yang mendasari CSR yang sering dianggap inti dari etika bisnis
adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomis
dan
legal
tetapi
juga
kewajiban-kewajiban
terhadap
pihak-pihak yang
berkepentingan (stakeholders), karena perusahaan tidak bisa hidup, beroperasi dan
memperoleh
keuntungan
tanpa
bantuan
pihak lain. Corporate Social
Responsibility (CSR) merupakan pengambilan keputusan perusahaan yang
dikaitkan dengan nilai-nilai etika, dapat memenuhi kaidah-kaidah dan keputusan
hukum dan menjunjung tinggi harkat manusia, masyarakat dan lingkungan.
Di dalam bukunya, Manuel G. Velasquez menyatakan bahwa “Business
ethics is a specialized study of moral right and wrong. It concentrates on moral
standards as they apply to business policies, institutions, and behaviour.” 82 (Etika
bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.
82
Manuel G. Velasquez, 2002, Business Ethics: Concepts and Cares (Fifth Edition),
Pearson Education Inc., New Jersey, hlm. 13.
69
Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam
kebijakan, institusi dan perilaku bisnis).
Perusahaan dalam hal ini dituntut secara moral dalam melaksanakan
kewajiban untuk melakukan tanggung jawab sosial meliputi bidang sosial,
ekonomi dan lingkungan. Karena etika subjektif seseorang akan terefleksikan
dalam aktivitas bisnisnya.
Dengan kata lain, etika bisnis seseorang merupakan perpanjangan sikapsikap tingkah lakunya atau tindakan-tindakan konstan, yang membentuk
keseluruhan citra diri atau akhlak orang itu.83
Diidentikkannya CSR dengan perusahaan besar dan ternama dapat
membawa implikasi lain. Bila perusahaan besar dan ternama tersebut melakukan
perbuatan yang tidak etis, bahkan melanggar hukum, maka sorotan tajam publik
akan mengarah kepada mereka. Namun apabila yang melakukannya perusahaan
kecil atau menengah yang kurang ternama, maka publik cenderung untuk kurang
peduli, ataupun perhatian yang diberikan tidak sebesar bila yang melakukannya
adalah perusahaan besar yang ternama. Padahal perilaku-perilaku yang tidak etis
serta perubahan melanggar hukum yang dilakukan oleh siapapun tidak dapat
diterima.
83
Erni R. Ernawan, 2007, Etika Bisnis, CV. Alfabeta, Bandung, hlm. 28.
Download