pandangan dan harapan masyarakat terhadap lembaga pendidikan

advertisement
PANDANGAN DAN HARAPAN MASYARAKAT TERHADAP
LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM MODEREN (STUDY KASUS
PADA MASYARAKAT SEKITAR PONDOK PESANTREN
BINA INSANI KETAPANG SUSUKAN SEMARANG)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh :
ARINA MAGHFIROH
NIM. 11106044
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2011
DEPARTEMEN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
Jl. Tentara Pelajar No. 02 Telp (0298) 323706, 323433 fax 323433
Salatiga 50721
DEKLARASI
Bismilahirrohmanirrohim
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang pernah di tulis oleh orang lain atau diterbitkan.
Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali
informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Apabila dikemudian hari ternyata materi atau pikiran-pokiran orang lain di
luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggung mempertanggung
jawabkan keaslian skripsi ini diharapan sidang munaqosah skrpsi.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh penelitia untuk dapat dimaklumi.
Salatiga,
April 2011
Penulis
Arina Maghfiroh
ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING
NOTA PEMBIMBING
Fatchurrohman, M.Pd
Dosen Pembimbing STAIN Salatiga
Hal
: Skripsi Sdr. Arina Maghfiroh
Kepada Yth.
Ketua Jurusan Tarbiyah
STAIN Salatiga
di – Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Setelah membaca dan memberikan petunjuk-petunjuk serta perbaikan seperlunya,
maka kami selaku pembimbing berpendapat bahwa skripsi saudara :
Nama
NIM
Judul
: ARINA MAGHFIROH
: 11106044
: Pandangan dan Harapan Masyarakat Terhadap Lembaga
Pendidikan Islam Moderen (Studi Kasus pada Masyarakat Sekitar
Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang)
Telah memenuhi syarat untuk diajukan pada sidang munaqosyah skripsi.
Atas perhatiannya diucapkan banyak terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Salatiga,
Pebruari 2011
Pembimbing
Fatchurrohman, M.Pd
iii
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
Pandangan dan Harapan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen
(Studi Kasus pada Masyarakat Sekitar Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang
Susukan Semarang)
Disusun oleh :
ARINA MAGHFIROH
NIM : 11106044
Telah dipertahankan di depan penguji skripsi Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri Salatiga pada hari ................ Tanggal .................... dan
dinyatakan telah memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Agama Islam.
Salatiga, .......................
Ketua Sidang
Sekretaris Sidang
NIP.
NIP.
Penguji I
Penguji II
NIP.
NIP.
Ketua Jurusan Tarbiyah
STAIN Salatiga
NIP.
iv
HALAMAN MOTTO
            
    
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. QS. Al Ahzab :
21 (Departemen Agama RI, 2004 : 595)
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan :
 Ayah dan ibunda yang telah banyak membantu baik
secara moril maupun materiil serta doa, sehingga
penulis dapat menyelesaikan studi dan penulisan
skripsi.
 Suami tercinta dan anakku tersayang, yang telah
banyak membantu baik dalam keadaan suka
maupun duka.
 Almamaterku STAIN Salatiga.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah atas rahmat Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Penulisan skripsi ini dilakukan secara maksimal, karena keterbatasan
disiplin ilmu yang dimiliki tidak tertutup kemungkinan kesalahan-kesalahan baik
dalam penulisan maupun penyajian data akan dijumpai, oleh karena itu dengan
rendah hati kritik dan saran diharapkan dari pada pembaca yang budiman.
Penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dorongan dan
bantuan dari berbagai pihak, penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada
yang terhormat :
1.
Yth. Ketua STAIN Salatiga, Dr. Imam Sutomo, M.Ag.
2.
Yth. Ketua Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga, Suwardi, M.Pd.
3.
Yth. Ketua Program Studi PAI STAIN Salatiga, Dra. Asdiqoh, M.Si.
4.
Bapak Fatchurrohman, M.Pd selaku pembimbing, yang telah banyak
memberikan bimbingan secara ikhlas dan sabar sehingga penulisan skripsi ini
dapat diselesaikan tepat waktu.
5.
Bapak dan Ibu dosen, yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis,
sehingga penulis mampu menyelesaikan studi di STAIN Salatiga.
6.
Yayasan dan staf pondok pesantren Bina Insani yang telah banyak memberikan
izin dan data penelitian, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan penulisan
skripsi ini.
7.
Masyarakat di Desa Ketapang yang telah banyak membantu penulis dalam
memberikan data tentang pandangan dan harapan pondok pesantren Bina Insani.
8.
Pimpinan dan staf perpustakaan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta
yang telah banyak membantu di dalam memperoleh sumber data yang berkaitan
dengan kajian pustaka.
9.
Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu, khususnya yang telah
memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
vii
Akhirnya penulis mengharap mudah-mudahan skripsi ini berguna dan
bermanfaat khususnya bagi penulis pribadi dan para pembaca pada umumnya.
Salatiga,
Pebruari 2011
Penulis,
ARINA MAGFIROH
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
DEKLARASI ...............................................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
iv
HALAMAN MOTTO ...................................................................................
v
PERSEMBAHAN.........................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................
vii
DAFTAR ISI ................................................................................................
ix
BAB
PENDAHULUAN .......................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah.........................................................
1
B. Fokus Penelitian ....................................................................
6
C. Tujuan Penelitian ...................................................................
7
D. Kegunaan Penelitian ..............................................................
7
E. Penegasan Istilah ...................................................................
8
F. Metode Penelitian ..................................................................
10
KAJIAN PUSTAKA ...................................................................
15
I
BAB II
A. Pandangan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan Islam
Moderen ................................................................................
15
1. Pengertian Pandangan Masyarakat Terhadap Lembaga
Pendidikan Islam Moderen...............................................
15
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pandangan Masyaakat
Terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen ................
21
B. Harapan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan Islam
Moderen ................................................................................
27
1. Pengertian Harapan Masyarakat Terhadap Lembaga
Pendidikan Islam Moderen...............................................
27
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harapan dalam
Pendidikan Agama Islam Moderen...................................
ix
43
BAB III HASIL PENELITIAN ................................................................
55
A. Masyarakat Ketapang Kecamatan Susukan ............................
55
1. Gambaran Umum Masyarakat Ketapang Kecamatan
Susukan ...........................................................................
55
2. Letak Geografis Desa Ketapang Kecamatan Susukan ......
57
3. Gambaran Umum Pendidikan Masyarakat Ketapang
Kecamatan Susukan ........................................................
58
B. Pondok pesantren Bina Insani Ketapang................................
59
1. Sejarah Singkat Pondok pesantren Bina Insani Ketapang
59
2. Sarana dan Prasarana pondok pesantren Bina Insani
Ketapang ........................................................................
61
3. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Bina Insani
BAB IV
Ketapang .........................................................................
62
4. Proses Pembelajaran Pondok Pesantren Bina Insani ........
64
5. Tinjauan Umum Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang .
68
6. Data Penelitian..................................................................
70
PEMBAHASAN .........................................................................
87
A. Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam Moderen Pondok
Pesantren Bina Insani Ketapang Kecamatan Susukan
Kabupaten Semarang .............................................................
87
1. Kurikulum ........................................................................
87
2. Performa Pesantren ...........................................................
92
3. Performa Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insani
Ketapang Kecamatan Susukan .........................................
94
4. Sarana Prasarana ...............................................................
95
B. Pandangan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan Islam
Moderen Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Kecamatan
Susukan ................................................................................
96
1. Program Keunggulan ........................................................
96
2. Tenaga Pendidik ...............................................................
98
3. Manajemen Pembelajaran .................................................
99
x
4. Fasilitas Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang
Kecamatan Susukan .........................................................
100
5. Ketertiban Masyarakat ......................................................
101
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................
104
A. Kesimpulan............................................................................
104
B. Saran-saran ...........................................................................
105
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
106
BAB V
LAMPIRAN
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era globalisasi dewasa ini dan di masa yang akan datang sedang dan
akan mempengaruhi perkembangan sosial budaya masyarakat muslim Indonesia.
Hampir semua sendi kehidupan manusia mengalami perubahan yang sangat
dahsyat.
Institusi sosial-kemasyarakatan, kenegaraan, keluarga, dan bahkan
institusi keagamaan, tidak lepas dari pengaruh arus globalisasi itu (Said Aqiel
Siradj, 1999: 141).
Istilah institusi keagamaan ini, yang dimaksud adalah
lembaga pendidikan keagamaan (Pesantren).
Dalam kaitannya dengan pendidikan, modernisasi dapat dilihat dari dua
segi, baik dari segi variabel modernisasi ataupun sebagai objek modernisasi
(Azyumardi Azra, 2001: 2). Dalam konteks ini, pendidikan secara umum masih
dianggap terbelakang dalam berbagai hal, oleh karenanya sistem pendidikan yang
ada harus diperbaharui/dimodernisasi (Ismail SM, 2002: 91), termasuk
pendidikan Islam. Modernisasi pendidikan Islam di Indonesia, yang berkaitan
erat dengan pertumbuhan gagasan modernisasi Islam, mempengaruhi dinamika
keilmuan di lingkungan pesantren. Modernisasi sistem pendidikan pesantren itu
dapat mengadopsi aspek-aspek tertentu dari sistem pendidikan modern, seperti
kurikulum, teknik dan metode pengajarannya (Azyumardi Azra, 2001: 90-91).
Dunia pesantren dalam gambaran keseluruhan memperlihatkan dirinya
sebagai parameter, suatu faktor yang secara tebal mewarnai kehidupan kelompok
masyarakat luas, tetapi dirinya sendiri tak kunjung berubah dan mengikuti
1
2
dinamika yang ada pada masyarakat sekelilingnya. Hal yang demikian dapat
melahirkan sebuah gambaran bahwa pesantren merupakan suatu pribadi yang
sulit untuk mengikuti perubahan, keadaan ini memunculkan pandangan bahwa
dunia pesantren adalah sebagai sebuah kehidupan yang terbelakang dan
tradisional (M. Dawam Raharjo, 1995: xiii).
Istilah tradisional yang menjadi predikat lembaga pendidikan pesantren,
suatu kondisi yang masih terkuat dengan pikiran-pikiran para ulama ahli Fiqh,
Hadits, Tafsir, Kalam serta Tasawuf yang hidup pada abad ke-7 hingga abad ke13.
Meskipun demikian, bukan berarti pesantren sekarang tetap terbelenggu
dalam bentuk-bentuk pikiran dan aspirasi yang diciptakan para ulama pada masa
itu. Memang abad ke-13 hingga akhir abad ke-19 pesantren tradisional sedikit
sekali mengalami perubahan, namun dalam struktur kehidupan pesantren lebih
banyak mengalami perubahan (Zubaidi Habibullah As’ari, 1995: 17-18).
Memasuki abad ke-20 pesantren telah banyak mengalami perubahan dari predikat
tradisional menuju modern dan tidak meninggalkan ciri dari pesantren itu sendiri,
seperti pesantren Futuhiyah Mranggen Demak, pesantren Al-Munawir Krapyak
Yogyakarta dan lain sebagainya telah lama membuka pintunya bagi unsur
modernitas (Asyhuri, 1989: 28-29).
Pondok pesantren tradisional/salafi sudah ikut atau terbukti bisa
mencetak generasi-generasi Islam yang unggul dan cerdas. Dalam pengajaran
masih menggunakan sistem trasisional, dengan perkembangan zaman sekarang
pondok pesantren salafi tidak banyak peminatnya, kaena ada beberapa pondok
yang tidak mau merubah cara pengajarannya. Bisa di lihat sekarang banyak
pondok pesantren yang banyak ditinggalkan para santrinya, tetapi ada juga
3
pondok pesantren yang berinisiatif merubah sistem pengajarannya menjadi
moderen ternyata banyak para santri yang berminat.
Predikat keterbelakangan dan ketradisionalan yang identik dengan
pesantren sebagaimana diteorikan oleh para penulis tidak selalu benar. Perubahan
ini menjadi tantangan baru bagi pesantren untuk terus melakukan modernisasi dan
inovasi agar pendidikan pesantren mampu mengikuti perkembangan zaman. Jika
pesantren mampu menjawab tantangan itu, maka akan memperoleh kualifikasi
sebagai lembaga pendidikan yang modern, tetapi sebaliknya, jika kurang mampu
memberikan apresiasi dan respon terhadap kehidupan modern, maka dapat
dikatakan sebagai pesantren yang memiliki label ketinggalan zaman seperti kolot
dan konservatif (Nurcholish Madjid, 1997: 88).
Proses perubahan yang terjadi di berbagai pondok pesantren pasca abad
ke-19 pada dasarnya merupakan upaya pesantren secara perlahan-lahan dalam
rangka membuka diri bagi masuknya modernisasi.
Modernisasi dalam tubuh
pesantren berarti sebuah proses menuju perubahan. Modernisasi dapat diartikan
sebagai suatu proses perubahan sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat
untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan masa kini (Anton M. Moeliono, 1989:
589).
Tantangan zaman modern pada hakekatnya adalah tantangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pada masa awalnya implikasi dari kemodernan itu
jelas positif, yaitu berupa kemajuan-kemajuan yang dihasilkan oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dalam dunia pesantren, wawasan santri terhadap
dunia luar kian terbuka.
dirasakan
pada
Pesantren bukan lagi komunitas eksklusif seperti
zaman-zaman
pra
kemerdekaan,
namun
setelah
masa
4
kemerdekaan hingga dewasa ini telah banyak lulusan out put dari pesantren yang
telah memiliki bekal untuk melakukan pembaharuan-pembaharuan pemikiran
baik di dalam pesantren maupun di luar pesantren (Mansur, 2004: 9-10). Seperti
adanya ekspansi sistem pendidikan umum yang berasal dari pemerintah dengan
memperluas cakupan pendidikan mereka.
Sedikitnya ada dua cara yang
dilakukan pesantren dalam hal ini, (1) merevisi kurikulumnya dengan
memasukkan mata pelajaran umum atau bahkan keterampilan umum; (2)
membuka kelembagaan dan fasilitas-fasilitas pendidikannya bagi kepentingan
pendidikan (Azyumardi Azra, 2001: 102).
Clifford Geertz meramalkan bahwa jika pesantren tidak dapat memenuhi
dua peranan, yakni menyediakan pendidikan agama dan sekuler sekaligus, kyai
tidak dapat memimpin Indonesia lebih lama lagi. lebih dari itu, dia hanya punya
sedikit harapan yang akan terwujud. Buku ini mendokumentasikan bagaimana
dunia pesantren berhasil mengenali kebutuhan bangsa Indonesia, baik kebutuhan
terhadap tenaga kerja yang bermoral, maupun terhadap pemimpin yang agamis.
Karena itu sistem pendidikannya berusaha mencetak keduanya (Ronald Alan
Lukens-Bull, 2004: 250-251).
Kurikulum pesantren tidak hanya menyangkut pendidikan, tetapi juga
bagaimana corak masyarakat Indonesia di masa yang akan datang, bagaimana
Indonesia termasuk pesantren modernisasi diri tanpa harus jatuh pada perangkap
moral. Untuk mencapai tujuan tersebut, agar merekonstruksi kembali kebutuhankebutuhan masyarakat. Jika tidak berpartisipasi dalam rekonstruksi ini, maka
pesantren akan kehilangan relevansinya. Di masa yang akan datang, pesantren
harus mampu membuat dua kontribusi buat masyarakat yaitu tenaga kerja yang
5
memiliki moral dan etika pesantren, serta ulama yang dapat berpartisipasi dalam
globalisasi yang masyarakatnya berorientasi teknologi.
Sedangkan implikasi negatifnya adalah merosotnya nilai-nilai kehidupan
rohani, tercabutnya budaya-budaya lokal, dan degradasi moral (terutama) yang
melanda generasi muda (Nurcholish Madjid, 1997: 89).
Akibatnya, seperti
anggapan masyarakat selama ini, terjadi kemerosotan terhadap out put produk
sistem pesantren. Begitu juga, terjadinya kelangkaan yang berkapasitas sebagai
“Pewaris Nabi” (warastsatul Anbiya) (Mansur, 2004: 11). Oleh karenanya Gus
Zaenal dalam bukunya “Runtuhnya Singgasana Kyai” tengah berupaya
mengembalikan dunia pesantren kepada fitrah-nya, yakni sebagai lembaga
pendidikan yang lebih mengedepankan kualitas moral (akhlaqul karimah,
intelektual dan spiritual) (Zainal Arifin Thoha, 2003: 7).
Dengan demikian, perlu dicermati bahwa dalam menghadapi semua
perubahan dan tantangan itu, para eksponen kelembagaan pesantren menjadi
lembaga pendidikan modern Islam sepenuhnya. Tetapi sebailknya cenderung
mempertahankan
kebijaksanaan
hati-hatiti;
mereka
menerima
baharuan
(modernisasi) pendidikan Islam hanya dalam skala yang sangat terbatas, sebatas
mampu menjamin pesantren untuk bisa tetap survive (Azyumardi Azra, 1996: 7).
Adapun berbagai model pesantren sekarang yang dipandang sebagai
pesantren modern adalah sebagai pesantren yang disamping tetap melestarikan
unsur-unsur utama pesantren, juga memasukkan unsur-unsur modern, hal ini
ditandai dengan adanya perubahan kurikulum, kelembagaan dan metode
pengajarannya, dan masih banyak lagi unsur-unsur yang menuju kemodernan
(Depag RI, 2003: 8).
6
Bertolak dari pernyataan di atas, maka muncul permasalahan bahwa
adanya pesantren modern dengan segala unsur-unsurnya mampu menciptakan
kyai dan menciptakan tenaga skil yang islami
Lembaga pendidikan Islam
moderen, misalnya di Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Kecamatan
Susukan Kabupaten Semarang mempunyai andil yang cukup besar dalam
mencerdaskan anak bangsa. Selain biaya pendidikan rendah dan dapat terjangkau
oleh lapisan masyarakat, lembaga pendidikan Islam Pondok Bina Insani dapat
dijadikan sebagai pandangan dan harapan masyarakat untuk menitipkan putraputrinya mengikuti proses pembelajaran yang dimulai dari tingkat SMP sampai
SMA. Masyarakat memiliki harapan positif, karena menitipkan putra-putri di
lembaga pendidikan Islam Pondok Pesantren Bina Insani selain mendapat ilmu
pengetahuan umum juga mendapatkan ilmu keagamaan yang dapat diterima,
dipahami dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga diharapkan
anak terbentuk menjadi anak yang sholeh.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis tertarik dan
akan mengadakan penelitian terkait dengan : “Pandangan dan Harapan
Masyarakat terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen (Study Kasus pada
Masyarakat Sekitar Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang).
B. Fokus Penelitian
1. Bagaimanakah pengelolaan lembaga pendidikan Islam Moderen Pondok
Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang ?
2. Bagaimanakah pandangan masyarakat terhadap lembaga pendidkan Islam
Moderen di Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang ?
7
3. Bagaimanakah harapan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam
Moderen di Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian di Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang
antara lain :
1. Untuk mengetahui pengelolaan lembaga pendidikan Islami Moderen di
Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang.
2. Untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam
moderen di Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang.
3. Untuk mengetahui harapan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam
moderen di Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu kegunaan
penelitian secara teoritis dan praktis.
1. Teoritis
a. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pengembangan
salah satu teori yang dapat dipakai dalam pandangan dan harapan
masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam moderen di Pondok Bina
Insani Ketapang Susukan Semarang.
b. Penelitian ini dapat berguna sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya.
8
2. Praktis
a. Masyarakat
Masyarakat memiliki andil yang cukup besar dalam memiliki
pandangan dan harapan tentang lembaga pendidikan islam moderen di
Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang.
Penelitian yang
dilakukan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi masyarakat di
lingkungan Ketapang Kecamatan Susukan tentang keberadaan Pondok
Bina Insani Ketapang Susukan Semarang yang secara langsung
memberikan kemantapan dalam menitipkan putra-putri di Pondok Bina
Insani Ketapang Susukan Semarang.
b. Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang
Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang merupakan
lembaga pendidikan baik formal maupun non formal untuk membantu
mendidik putra-putri anak masyarakat muslim di lingkungan Ketapang
Kecamatan Susukan.
Penelitian yang telah dilakukan dapat dijadikan
sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pembelajaran secara
maksimal.
E. Penegasan Istilah
1. Pandangan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen
Pandangan berasal dari kata pandang dan akhiran an.
Pandang :
“penglihatan yang tetap dan agak lama” (Tri Kurnia Nurhayati, 2003: 510).
Harapan berasal dari kata dasar harap mendapat akhiran an. Harapan : “selalu
9
berharap; selalu rindu (akan); selalu menanti” (Tri Kurnia Nurhayati, 2003:
272).
Lembaga : “asal mula yang akan menjadi sesuatu, organisasi yang
bermaksud melakukan sesuatu penyelidikan keilmuan atau melakukan sesuatu
usaha” (Tri Kurnia Nurhayati, 2003: 424). Pendidikan : “usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau
latihan bagi peranannya di masa yang akan datang” (SISDIKNAS, 1995 : 23). Islam merupakan agama yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW
untuk disampaikan kepada pengikutnya (sebagai penyempurna agama
terdahulu). Moderen “yang terbaru” (Tri Kurnia Nurhayati, 2003: 465).
Pandangan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam moderen
merupakan salah satu pandangan, bahwa keberadaan lembaga pendidikan
Islam akan mampu mengikuti perkembangan teknologi, yang selanjutnya
pendidikan moderen itu pada prinsipnya akan mempelajari pelajaran umum
dan pendidikan agama yang di kemas sedemikian rupa.
Pada prinsipnya
pendidikan Islam moderen itu mampu menerima perkembangan teknologi
yang dikaitkan dengan dasar hukum baik dalam Al Qur’an maupun hadits.
2. Harapan Masyarakat terhadap lembaga Pendidikan Islam Moderen
Masyarakat akan memiliki harapan yang baik apabila pendidikan Islam
itu betul-betul dapat dilaksanakan secara moderen. Artinya baik pendidikan
agama dan pendidikan umum dalam pendidikan Islam betul-betul dipelajari
pada akhirnya mampu menghantarkan peserta didik menjadi anak yang cerdas
dan beriman.
Harapan masyarakat jangan sampai masyarakat muslim
tertinggal dengan pendidikan umum.
Perpaduan pendidikan umum dan
10
agama merupakan salah satu pendidikan moderen, sebab didalamnya akan
terdapat muatan kurikulum yang sama-sama dibutuhkan oleh lembaga
pendidikan Islam.
Masyarakat akan lebih senang apabila, anak yang dititipkan di lembaga
pendidikan Islam itu betul-betul mendapatkan pelajaran agama dan umum,
sehingga setelah anak belajar dalam kurun waktu tertentu diharapkan menjadi
anak yang sholeh.
3. Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang
Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang merupakan salah
satu pondok yang didirikan oleh masyarakat muslim di Desa Ketapang
Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang yang dapat dijadikan sebagai
tempat untuk memberikan ilmu pengetahuan umum dan agama, sehingga
mampu membantu masyarakat untuk membina generas-generasi Islami untuk
berkembang secara baik sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kualitatif
deskriptif.
Penelitian kualitatif
deskriptif merupakan penelitian yang
menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis
statistik atau cara kuantitatif lainnya. Penelitian kualitatif adalah : “Penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lainlain” (Lexy J. Moleong, 2008: 6).
11
Penelitian kualitatif dalam hal ini merupakan penelitian dengan
mengadakan pendekatan-pendekatan pandangan dan harapan masyarakat
terhadap lembaga pendidikan Islam moderen di Pondok Bina Insani Ketapang
Susukan Semarang.
2. Kehadiran Peneliti
Peneliti bertindak sebagai instrument sekaligus sebagai pengumpulan
data tentang pandangan dan harapan masyarakat terhadap lembaga pendidikan
formal di Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang. Peneliti sebagai
partisipan penuh, pengamat partisipan atau pengamat penuh terhadap
keberadaan Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di laksanakan di Pondok Bina Insani Ketapang
Susukan Semarang, dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut ;
Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang terletak di lokasi pedesaan
dan bersahabat dengan masyarakat yang mayoritas beragama Islam.
Kesederhanaan Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang dalam
melaksanakan pembelajaran dapat diterima oleh lapisan masyarakat bawah,
menengah dan atas.
Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang
merupakan satu-satunya pondok yang ada di Ketapang yang selalu
mengedepankan kepentingan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan
baik dalam pengetahuan umum maupun pengetahuan agama.
12
4. Sumber Data
Sebagai sumber data dalam penelitian tentang pandangan dan harapan
masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam moderen di Pondok Bina
Insani Ketapang Susukan Semarang
ditujukan kepada informan yang
meliputi : masyarakat dan pengelola Pondok Bina Insani Ketapang Susukan
Semarang dan santri yang secara langsung telibat di dalamnya.
5. Metode Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan
data
dilakukan
dengan
beberapa
cara,
diantaranya:
a. Observasi
Observasi adalah : “Pengamatan; peninjauan secara cermat” (Tri
Kurnia Nurhayati, 2004: 483).
Observasi dilakukan untuk mengadakan
pengamatan dan pencatatan secara langsung tentang lembaga pendidikan
Islam moderen di Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang yang
dilakukan secara langsung dan berkesinambungan sampai betul-betul
mendapatkan data yang diharapkan.
b. Wawancara
Wawancara adalah : “Tanya jawab peneliti dengan nara sumber”
(Tri Kurnia Nurhayati, 2004: 928).
Wawancara dilakukan untuk
memperoleh data yang secara langsung berhadap-hadapan dengan
informan yaitu : masyarakat, tokoh masyarakat, wali santri dan pengelola
Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang dan santri.
13
Pengumpulan data melalui wawancara dapat dijadikan sebagai
perolehan data yang kongrit di lapangan yang nantinya dapat dijadikan
sebagai data yang dapat diuji kebenarannya.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah : “Pemberian atau pengumpulan bukti-bukti
dan sebagainya” (Tri Kurnia Nurhayati, 2004: 200). Pengumpulan data
melalui dikumentasi diperoleh dengan jalan mempelajari data/dokumen
yang ada di lingkungan Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan
Semarang dan gambar-gambar kegiatan yang dapat mendukung peneliti.
6. Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah seluruh data di peroleh di Pondok
Peseanteren Bina Insani Ketapang Susukan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Analisis dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Reduksi data dapat diartikan sebagai pengumpulan berbagai nara
sumber data dilapangan yang disesuaikan dengan tujuan penelitian mulai
dari observasi, dokumentasi maupun wawancara sehingga data yang
diperoleh merupakan data yang kongrit dan dapat diuji kebenarannya.
b. Penyajian Data
Data yang telah dikumpulkan perlu disajikan semaksimal mungkin
untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang ada. Penyajian data
digunakan untuk menyajikan data yang akutar dari hasil reduksi data baik
melalui observasi, dokumentasi maupun wawancara.
Tujuannya agar
14
supaya penyajian data yang disusun secara sitematis dapat mudah dibaca
atau dipahami secara keseluruhan oleh pembaca, sehingga data yang
disajikan mudah dipahami dan dapat teruji kebenarannya.
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pandangan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen
1. Pengertian Pandangan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan
Islam Moderen
Masyarakat adalah: ”pergaulan hidup manusia yang hidup bersama
dalam suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu” (Tri Kurnia
Nurhayati, 2003: 455). Masyarakat ialah : “Setiap kumpulan manusia yang
mengikat dan mempersatukan anggota-anggotanya dengan ikatan materi dan
moriel” (Fadhil Al Djamali, 1992: 67).
Dalam konteks kemanusiaan,
masyarakat dibentuk dan membentuk dengan sendirinya dengan tujuan untuk
saling menguatkan, saling menolong, dan saling menyempurnakan (Nanih
Machendrawaty dan Agus Ahmad Safei, 2001: 5).
Secara sederhana masyarakat dapat diartikan : “sebagai kumpulan
individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan Negara, kebudayaan dan
agama” (Zakiah Daradjat, 2009: 44). Masyarakat merupakan ikatan-ikatan
dari beberapa anggota keluarga di suatu tempat yang telah melakukan
aktivitas-aktivitas kehidupan sesuai dengan keadaan sosial, sehingga dengan
ikatan yang ada mampu menyatukan dalam suatu kelompok yang akhirnya
mampu membentuk pengaruh timbal balik dalam masyarakat terhadap semua
aspek kehidupan yang mencakup diantaranya :
a. Hubungan antara pertumbuhan penduduk dan produksi, distribusi dan
penyediaan kebutuhan hidup pokok manusia (pangan, sandang, dan
papan).
15
16
b. Hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi,
sosial/budaya dan politik, ketahanan nasional dan keamanan.
c. Hambatan-hambatan terhadap diterimanya norma keluarga kecil oleh
keluarga Indonesia, dengan latar belakang kehidupan ekonomi, sosialbudaya dan agama yang berbeda-beda. (Maftuchah Yusuf, 1985 : ix).
Pandangan masyarakat berdampak pada kegiatan sosial, ini akan terjadi
keberadaan lingkungan sosial.
Lingkungan sosial yaitu merupakan
lingkungan masyarakat yang di dalamnya terdapat interaksi individu dengan
individu yang lain, (Bimo Walgito, 2003 : 27). Kehidupan masyarakat di
lingkungan pada umumnya akan terjadi hubungan timbal balik (interaksi) di
antara masyarakat.
Dalam hal ini akan terjadi sikap individu terhadap
keberadaan lingkungan di antaranya :
a. Individu menolak lingkungan, yaitu bila individu tidak sesuai dengan
keadaan lingkungannya.
b. Individu menerima lingkungan, yaitu bila keadaan lingkungan sesuai atau
cocok dengan keadaan individu.
c. Invididu bersikap netral atau statuskup, yaitu bila individu tidak cocok
dengan keadaan lingkungan, tetapi individu tidak mengambil langkahlangkah bagaimana sebaiknya. (Bimo Walgito, 2003 : 27-28).
Keberadaan masyarakat akan tercipta kegiatan belajar.
Kehidupan
masyarakat selalu diikuti oleh kegiatan belajar baik yang menyangkut urusan
dunia maupun urusan akhirat.
Kegiatan masyarakat belajar berlangsung
seumur hidup. Ketika anak yang baru lahir secara langsung sudah melakukan
belajar, bahkan sampai mau meninggal dunia masih dituntun untuk
mengucapkan kalimat-kalimat yang baik supaya kehidupan selanjutnya
mendapatkan tempat yang layak. Pandangan masyarakat terhadap lembaga
pendidikan Islam moderen secara umum sangat Baik masyarakat menengah
maupun bawah akan memiliki penilaian yang tidak sama.
17
Masyarakat menengah merupakan salah satu keberadaan masyarakat
yang memiliki kemampuan yang ada di tengah-tengah.
Artinya tingkat
ekonomi dan pendidikan ada di posisi tengah. Jika di lihat dari segi ekonomi
tidak kaya dan tidak miskin, tetapi dalam kehidupan masyarakat dapat
berjalan namun pada kebutuhan yang pas-pasan. Dalam hal belajar
masyarakat menengah memiliki kesempatan untuk menikmati, sehingga
mampu menghantarkan pada kecerdasan masyarakat. Laju kehidupan yang
berlangsung saat ini sangat cepat, dinamis dan diwarnai dengan kompetisi
yang sangat tajam, sehingga mau tidak mau menuntut setiap orang untuk
senantiasa belajar agar dia memiliki kemamuan antisipatif dan adaptif untuk
mencegah dan mengatasi berbagai masalah kehidupan yang serba kompleks
(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/05/16/menuju-masyarakatbelajar: 1).
Masyarakat memiliki peran dalam proses pendidikan karena anak
ternyata lebih sering berada di luar rumah daripada di dalam rumah maupun di
sekolah (Moh.
Roqib, 2009: 128). Karena itu, masyarakat berperan
membentuk dan mengembangkan nilai setiap anak yang hidup dan bergaul di
dalamnya.
Masyarakat atas merupakan masyarakat yang kehidupannya berada
pada posisi kecukupan segala-galanya, baik sandang, papan dan pangan.
Kehidupan masyarakat atas dalam segala hal sudah dapat dinikmati dan tidak
kekurangan apapun. Sehingga keberadaan masyarakat atas yang serba
tercukupi akan memberikan dampak pada kehidupan tingkat masyarakat lain.
18
Dilihat dari keadaan masyaraka atas yang serta ada yang ditunjang
oleh berbagai macam fasilitas-fasilitas memberikan leluasa bagi masyarakat
untuk melakukan kegiatan dalam segala bidang.
Sehingga di tuntut
kedewasaan yang dilandasi oleh iman dan taqwa yang dapat dijadikan sebagai
bentuk kepedulian memberikan contoh bagi masyarakat bawah. Segala bentuk
aktivitas masyarakat atas akan di jadikan sebagai tauladan bagi masyarakat
lain.
Artinya tolok ukur masyarakat atas
di tengah-tengah masyarakat
memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan bermasyarakat.
Tingkatan pandangan dan harapan masyarakat dapat diartikan
sebagai salah satu tingkatan masyarakat dalam memberikan pandangan
terhadap sesuatu, yang mana di dalam pandangan masyarakat terdapat
tingkatan-tingkatan yang berbeda-beda yang disebabkan adanya perbedaan
masyarakat.
Masyarakat memadang lembaga pendidikan (sekolah) sebagai cara
yang menyakinkan dalam membina perkembangan para siswa (dan
mahasiswa), karena itu masyarakat berpartisipasi dan setia kepadanya (Made
Pidarta, 2004: 185). Namun hal ini tidak otomatis terjadi terutama di Negaranegara berkembang termasuk di Indonesia. Hal ini disebabkan karena banyak
warga masyarakat yang belum paham akan makna lembaga pendidikan, lebihlebih bila kondisi social ekonomi mereka rendah, mereka hamper tidak hirau
akan lembaga pendidikan.
kehidupan sehari-hari.
Pusat perhatian adalah pada kebutuhan dasar
19
Komunikasi tentang pendidikan kepada masyarakat tidak cukup
hanya dengan informasi verbal saja. Informasi ini perlu dilengkapi dengan
pengalaman nyata yang ditunjukkan kepada masyarakat, agar timbul cinta
positif tentang pendidikan di kalangan mereka.
Masyarakat umum pada
umumnya memang ingin bukti nyata sebelum mereka memberi dukungan
terhadap sesuatu. Begitu pula hanya dengan pendidikan, mereka juga ingin
minta bukti. Hal ini perlu diusahakan oleh para manajer pendidikan, misalnya
lewat pameran setahun sekali.
Dilihat dari segi pendidikan, masyarakat memiliki peranan yang
penting. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Sistim Pendidikan Bab XIII
pasal 47 ayat 1 dan 2 (Sisdiknas, 1994: 18): 1). Masyarakat sebagai mitra
pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperanserta dalam
penyelenggaraan pendidikan nasional, 2). Ciri khas satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.
Masyarakat memiliki
peranan penting dalam menyelenggarakan pendidikan nasional, yang
selanjutnya masyarakat memiliki kemampuan berusaha secara maksimal
menyelenggarakan lembaga pendidikan mulai dari dasar sampai perguruan
tinggi
dengan
harapan
membantu
pemerintah
dalam
mencerdaskan
masyarakat.
Walaupun masyarakat mempunyai kewajiban mendirikan lembaga
pendidikan, pada prinsipnya masyarakat juga menempatkan guru pada tempat
yang lebih terhormat di lingkungannya kaena dari seorang guru diharapkan
masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan (Moh. Uzer Usman, 1992:
4). Hal ini berarti bahwa guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju
20
kepada pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berdasarkan
Pancasilan.
Masyarakat dapat diartikan sebagai bentuk kehidupan sosial dan
merupakan perluasan dari keluarga (Suparlan Suhartono, 2007: 158-159).
Karena itu, suatu kehidupan masyarakat mempunyai bentuk dan struktur
berdasarkan tata nilai dan tata budaya sendiri.
Tujuan pandangan dan
harapan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan adalah: “iuran
sebagai sumber daya manusia (SDM) yang cerdas intelektual dan dapat
difungsikan jika masyarakat menindaklanjuti pembelajaran tersebut dalam
setiap kegiatan bidang hidup masyarakat.
Setiap manusia memiliki
kesamaan, bahwa tujuan dan pandangan hidup pada akhirnya untuk mencapai
suatu kebahagiaan baik kebahagiaan yang dialami di dunia maupun
kebahagiaan nanti di akhirat.
Karena kebahagiaan selalu diutamakan, tentunya dalam kehidupan ini
masyarakat selalu berlomba-lomba untuk menjadi masyarakat yang baik, taat
dan patuh baik dalam melaksanakan ajaran agama maupun peraturan
pemerintah yang berlaku.
Kemampuan masyarakat di antara yang satu dengan lainnya memiliki
perbedaan-perbedaan, yang disebakan tingkat IQ dan kemampuan lain tidak
sama. Akibatnya dalam memperoleh tujuan di antara masyarakat yang satu
dengan lainnya memiliki perbedaan-perbedaan yang disesuaikan dengan
tingkat kemampuan dan usaha yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Bekerja dengan keras dan berdoa salah satu factor yang mampu
21
menghantarkan pada pencapaian tujuan yang diharapkan masyarakat pada
umumnya.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pandangan Masyarakat terhadap
Lembaga Pendidikan Islam Moderen
Faktor-faktor yang mempenaruhi pandangan masyarakat terhadap
lembaga pendidikan Islam moderen secara umum dipengaruhi oleh faktor
yang berasal dari dalam diri sendiri dan dari luar diri sendiri. Karena itu dalam
pembentukan kepribadian faktor individu sendiri akan ikut serta menentukan
terbentuknya kepribadian masyarakat (Bimo Walgito, 2003 : 135)
i.
Faktor individu itu sendiri atau faktor dalam
Bagaimana individu menanggapi dunia luarnya bersifat selektif, ini
berarti bahwa apa yang datang dari luar tidak semuanya begitu saja
diterima, tetapi individu mengadakan seleksi mana yang akan diterima,
dan mana yang akan ditolaknya. Hal ini berkaitan erat dengan apa yang
telah ada dalam diri individu dalam menanggapi pengaruh dari luar
tersebut. Hal ini akan menentukan apakah sesuatu dari luar itu dapat
diterima atau tidak, karena itu faktor individu justru merupakan faktor
penentu.
ii.
Faktor luar atau faktor ekstern
Yang dimaksud dengan faktor luar adalah hal-hal atau keadaan
yang ada di luar diri individu yang merupakan stimulus untuk membentuk
atau mengubah sikap. Dalam hal ini dapat terjadi dengan langsung, dalam
arti adanya hubungan secara langsung antara individu dengan individu
22
yang lain, antara individu dengan kelompok atau antara kelompok dengan
kelompok. Di samping itu dapat secara tidak langsung, yaitu dengan
perantaraan alat-alat komunikasi, misal media massa baik yang elektronik
maupun yang non-elektronik.
Hubungan yang secara langsung ini dapat dengan sengaja
diberikan, misal adanya komunikator yang dengan sengaja memberikan
sesuatu dengan tujuan untuk membentuk atau mengubah sesuatu
kepribadian tertentu, dan ada yang secara tidak langsung atau tidak
sengaja diberikan, yaitu menciptakan situasi yang memungkinkan dapat
menimbulkan perubahan atau pembentukan sesuatu kepribadian yang
dikehendaki oleh masyarakat yang berkenaan dengan harapan pendidikan
islam yang moderen.
Menurut Hibana S Rahman (2002 : 37) banyak hal yang dapat
mempengaruhi kondisi anak usia dini, secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu : kondisi bawaan dan kondisi
lingkungan.
Lingkungan dalam kandungan sangat penting bagi perkembangan
masyarakat dalam pemahaman pendidikan agama Islam.
Karena
perkembangan janin dalam kandungan mengalami kecepatan luar biasa,
lebih cepat 200.000 kali dibanding perkembangan sesudah lahir.
Kemudian di luar kandungan, juga besar pengaruhnya terhadap
perkembangan anak usia dini. Sebab anak belajar dari apa yang dilihat,
didengar dan dirasakan, akan menjadi bagaimana seorang anak sangat
dipengaruhi oleh bagaimana lingkungan memperlakukan dia.
23
Perlu diketahui bahwa sebaik-baiknya kalbu seseorang adalah
ketika dia mampu mengendalikan jasadnya agar selalu melakukan banyak
kebaikan, menjalankan segala bentuk syariat agama dengan penuh
kesadaran dan penghayatan (Muhammad Nur Abdul Hafizh, 1999 : 161).
Untuk memberikan pengetahuan keagaman kepada anak sejak dini perlu
diberikan pembinaan, sebab pribadi yang telah dihiasi dengan pembinaan
dan pendidikan, memiliki pengaruh yang sangat luar biasa dalam
kehidupan pribadi seseorang khususnya dan bagi masyarakat pada
umumnya. Pribadi anak seperti ini tidak akan didapatkan kecuali apabila
dia telah dididik serta dibina dari segala aspek kehidupan yang dia
butuhkan. Dan tidak cukup pembinaan ini didapatkan bersandarkan aspek
lahir dalam diri anak saja, tetapi aspek batin juga merupakan kebutuhan
anak yang harus terpenuhi.
Menurut Muh. S. Darwis (2006 : 206) lingkungan merupakan
tempat dimana manusia melaksanakan aktifitas-aktifitasnya terutama
dalam pendalaman agama Islam.
1) Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan sebuah institusi kecil dimana anak
mengenali
masa-masa
pertumbuhannya.
Keluarga
merupakan
madrasah bagi anak. Pendidikan yang didapatkan merupakan pondasi
baginya dalam pembentukan watak, kepribadian dan karakternya.
Jika anak dalam keluarga senantiasa terdidik dalam warna
keislaman maka kepribadiannya akan terbentuk dengan warna
keislaman tersebut. Namun sebaliknya jika anak tumbuh dalam
24
suasana yang jauh dari nilai-nilai keislaman, maka jelas kelak dia
akan tumbuh menjadi anak yang tidak bermoral.
Untuk itu orang tua harus dapat memanfaatkan saat-saat
awal dimana anak kita mengalami pertumbuhannya dengan cara
menanamkan dalam jiwa anak kita kecintaan kepada diennya. Cinta
terhadap ajaran Allah dan Rasul –Nya, sehingga ketika anak tersebut
berhadapan dengan lingkungan lain anak tersebut mempunyai daya
resestensi yang dapat menagkal setiap saat pengaruh negative yang
akan merusak dirinya.
Agar
dapat
memudahkan
jalan
bagi
pembentukan
kepribadian anak yang shalih, maka teladan orang tua merupakan
faktor yang sangat menentukan. Oleh karena itu, selaku orang tua
yang bijaksana dalam berinteraksi dengan anak pasti memperlihatkan
sikap yang sesuai dengan kepribadian yang shahih sehingga anak
dapat dengan mudah meniru dan mempraktekkan sifat-sifat orang
tuanya.
2) Lingkungan Sekolah
Sekolah
merupakan
lingkungan
dimana
anak-anak
berkumpul bersama teman-temannya yang sebaya dengannya.
Belajar, bermain dan bercanda adalah kegiatan rutin mereka
disekolah. Sekolah juga merupakan sarana yang cukup efektif dalam
membentuk watak dan karakter anak. Disekolah anak-anak akan
saling mempengaruhi sesuai dengan watak dan karakter yang
diperolehnya dalam keluarga mereka masing-masing. Anak yang
25
terdidik secara baik dalam rumah tentu akan memberikan pengaruh
positif terhadap teman-temannya. Sebaliknya anak yang di rumah
kurang mendapatkan pendidikan yang baik tentu akan memberikan
pengaruh yang negatif menurut karakter dan watak-watak sang anak.
Sekolah yang ditata dengan manajemen yang baik tentu
akan lebih mampu memberikan hasil memuaskan dibanding sekolah
yang tidak memperhatikan sistem manajemen. Sekolah yang sekedar
dibangun untuk kepetingan bisnis semata pasti tidak mampu
menghasilkan murid-murid yang berkualitas secara maksimal,
kualitas dalam pengertian intelektual dan moral keagamaan. Oleh
sebab itu orang tua seharusnya harus mampu melihat secara cermat
dan jeli. Sekolah yang pantas bagi anak-anak mereka. Orang tua
tidak harus memasukkan anak mereka disekolah-sekoalh favorit
semata dalam hal intelektual dan mengabaikan faktor perkembangan
akhlak bagi sang anak, karena sekolah memberikan warna baru bagi
setiap anak didiknya.
Keseimbangan pelajaran yang diperoleh murid di sekolah
akan lebih baik menyeimbangkan keadaan mental dan intelektualnya.
Karena itu sekolah yang memiliki keseimbangan kurikulum antara
pelajaran umum dan agama lebih mampu memberikan jaminan bagi
seorang anak didik.
3) Lingkungan Masyarakat.
Masyarakat adalah komunitas yang terbesar dibandingkan
dengan lingkungan yang kita sebutkan sebelumnya. Karena itu
26
pengaruh yang ditimbulkan dalam membentuk kepribadian anak jauh
lebih besar.masyarakat yang mayoritas anggotanya hidup dalam
kemaksiatan sangat mempengaruhi perubahan watak anak kearah
negative. Dalam masyarakat seperti ini tumbuh berbagai masalah
yang merusak ketenangan, kedamaian, dan ketentraman.
Anak yang telah terdidik secara baik oleh orang tuanya
untuk selalu taat dan patuh pada perintah Allh SWT. Dan Rasulnya
dapat terpengaruh oleh lembah kemaksiatan yang merajalela di
sekitarnya. Oleh kerena itu orang tua harus mancari lingkungan
masyarakat yang baik bagi anaknya. Apalagi menemukan lingkungan
yang baik maka kemungkinan besar anak akan terbentuk sebagai
insane yang baik, dan sebaliknya jika mendapatkan lingkungan yang
jelek maka kemungkinan besar akan jelek.
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan
anak. Adapun yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segal
sesuatu yang ada di sekitar anak didik baik berupa benda-benda,
peristiwa yang terjadi maupun kondisi masyarakat terutama yang
dapat memberikan pengaruh kuat kepada anak, dan lingkungan di
man anak-anak bergaul sehari-hari (Asnelly Ilyas, 1995 : 64)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa selain faktor
pembawaan, lingkungan juga sangat berpengaruh pada anak. Jika
ketiga lingkungan tersebut di atas semuanya itu baik maka
dimungkinkan tercipta generasi yang baik mudah kita dapatkan.
Namun sebaliknya jika dari ketiga lingkungan ini semuanya atau
27
salah satu dari itu mengalami polusi atau kerusakan maka untuk
menciptakan generasi yang benar dan baik sungguh sulit untuk
dilakukan.
Pada akhirnya dapat di ambil suatu kesimpulan, bahwa pandangan
masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam moderen dapat di lihat dari
beberapa sudut pandangan baik di lihat dari diri sendiri maupun luar diri
sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan
pendidikan yang berdampak pada peningkatan kontribusi keimanan yang lebih
baik.
B. Harapan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen
(Pondok Pesantren Moderen)
1. Pengertian Harapan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan Islam
Moderen
Sebelum disampaikan pengertian harapan masyarakat terhadap
lembaga pendidikan Islam moderen, terlebih dahulu disampaikan tentang
pendidikan, pendidikan Islam dan pendidikan Islam moderen.
Menurut Poerbakawatja dan Harahap dalam M. Dalyono (2007: 6)
pendidikan adalah :
Usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya
meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu
menimbulkan tanggung jawab moral dari segala perbuatannya.
Orang dewasa itu adalah orang tua si anak atau orang yagn atas dasar
tugas dan kedudukannya mempunyai kewajiban untuk mendidik,
misalnya: guru sekolah, pendeta atau kiai dalam lingkungan
keagamaan, kepala-kepala asrama dan sebagainya.
28
Menurut Tim Dosen FIP-IKIP Malang (1988: 7) pendidikan adalah
“Aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan
jalan membina potensi-poensi pribadinya, yaitu rokhani (piker, karsa, rasa,
cipta dan budinurani) dan jasmani (pancaindera serta ketrampilanketrampilan)”. Definisi yang lain tentang pendidikan ialah : “Suatu usaha
yang sadar yang teratur dan sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang yang
diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat dan
tabit sesuai dengan cita-cita pendidikan” (Amir Daien Indrakusuma, 1973:
27).
Hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia tanggal 7 sampai
dengan 11 Mei 1960 di Cipayung Bogor dalam Nur Uhbiyati (198: 11)
menyatakan pendidikan Islam adalah: “Bimbingan terhadap pertumbuhan
rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan,
mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakuknya semua ajaran
Islam”. Definisi lain tentang pendidikan Islam adalah upaya normatif yang
berfungsi untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia, maka harus
didasarkan pada nilai-nilai tersebut di atas baik dalam menyusun teori maupun
praktik pendidikan (Achmadi, 2005: 83).
Pada masa moderen ini, Pendidikan Islam pada hakikatnya adalah :
“Proses perubahan menuju kearah yang positif” (Moh. Roqib, 2009: 18).
Pendidikan Islam dalam konteks perubahan ke arah yang positif ini identik
dengan kegiatan dakwah yang biasanya dipahami sebagai upaya untuk
menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat. Pendidikan Islam ialah :
“Usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah
29
keberagaman (religiousitas) subyek didik agar lebih mampu memahami,
menghayati dan mengalamkan ajaran-ajaran Islam” (Achmadi, 2005: 29).
Berdasarkan pengertian pendidikan di atas, maka yang dimaksud
lembaga pendidikan Islam moderen adalah pondok pesantren yang
mengajarkan pelajaran umum dan agama yang dikemas dalam pembelajaran
yang dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu, sehingga para santri terbekali
dengan disiplin ilmu. Sebelum disampaikan permasalahan yang ada kaitannya
dengan pesantren moderen terlebih dahulu akan disampaikan pesantren
tradisional. Ada beberapa istilah yang ditemukan dan sering digunakan untuk
menunjuk jenis pendidikan Islam tradisional khas Indonesia mengenai
pesantren. Di Jawa termasuk Sunda dan Madura, umumnya dikenal istilah
pesantren atau pondok (Zamakhsyari Dhofier, 1990 : 18) atau pondok
pesantren (H.A. Mukti Ali, 1987) istilah Dayah atau Rangkang atau
Meunasah, sedangkan di Minangkabau disebut Surau (M. Dawam Raharjo,
1995 : 5).
Adapun istilah pesantren sendiri berasal dari kata santri dengan
awalan pe dan akhiran an yang berarti tempat tinggal sendiri. Kadang-kadang
didefinisikan melalui ikatan kata “Sant” (manusia baik) dihubungkan dengan
suku kata “tra” (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat
pendidikan manusia baik-baik (A. Hamid,
1976: 2). Pesantren berasal dari
kata santri yang berarti seorang yang belajar agama Islam (tempat orang
berkumpul untuk belajar agama Islam) (Soegarda Poerbakawatja, 1976 : 16).
Secara terminologi pengertian pesantren memiliki makna yang berbeda antara
tokoh yang satu dengan yang lain seperti Abdurrahman Wahid (1988: 77)
30
memaknai pesantren secara tehnis yaitu a place where santri (student) live.
Abdurrahman Mas’ud menguatkan definisi pesantren melalui tulisannya : the
word pesantren stems from ”santri” which means one who seeks Islamic
knowledge. Usually the word pesantren refers to a place where the santri
devotes most of his or her time to live in and acquire knowledge”
(Abdurrahman Mas’ud, 1998: 34).
Demikianlah pesantren didefinisikan oleh para pengamatnya, variasi
definisi yang dihasilkan merupakan apresiasi dari para ilmuwan yang tidak
bisa dihindari dan ditolak.
Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan
persepsi, pendapat, latar belakang, pendekatan mereka dalam membidik
pesantren sebagai objek perhatian, penelitian dan kajian. Untuk itulah variasi
dan perbedaan yang muncul, justru semakin menambah khasanah dan wacana
yang sangat diharapkan secara intelektual dan akademik.
Pesantren yang
diakui sebagai model pendidikan awal (Islam) di Indonesia sampai saat ini
masih eksis dan mampu mempertahankan kredibilitasnya di masyarakat (Moh.
Roqib, 2009: 149).
Meskipun demikian, peran pesantren saat ini boleh
dikatakan sangat terbatas karena pengelolaannya kurang kredibel dan fasilitas
yang dimiliki juga apa adanya.
Lembaga Islam moderen atau pondok pesantren pada akhirnya
memiliki prinsip untuk membentuk kader-kader islami yang taat. Ketaatan
beragama membawa dampak positif terhadap pembangunan, karena
pengalaman, membuktikan bahwa semakin taat seseorang dalam beragama
semakin positif sikapnya terhadap peningkatan kesejahteraan umat. Karena
31
agama
mengandung ajararn yang
berhubungan dengan kepentingan
masyarakat (Jalaluddin dan Ramayulis, 1992: 129).
Menurut HA. Timur Jaelani dalam Nur Uhbiyati (1997: 240)
mengatakan bahwa dalam kenyataan
penyelenggaraan pendidikan dan
pengajaran di pondok pesantren dapat digolongkan menjadi tiga bentuk yaitu:
a.
Yang dimaksud dengan pondok pesantren adalah
lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam pada umumnya
pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikal
(system bandungan dan sorongan). Dimana seorang kyai mengajar santrisantri berdasarkan kibat-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulamaulama besar sejak abad pertengahan, sedang para santri biasanya tinggal
dalam pondok/asrama dalam pesantren tersebut.
b.
Yang dimaksud dengan pondok pesantren adalah
lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada dasarnya
sama dengan pondok pesantren tersebut di atas tetapi para santrinya tidak
disediakan pemondokan di komplek pesantren, namun tinggal tersebar di
seluruh penjuru desa sekeliling pesantren tersebut (santri kalong), di mana
cara dan metode pendidikan dan pengajaran Islam diberikan dengan
system waton yaitu para santri datang berduyun-duyun pada waktu-waktu
tertentu (umpama tiap hari Jumat, Minggu, dan sebagainya).
c.
Pondok pesantren dewasa ini adalah merupakan
lembaga gabungan antara system pondok dan pesantren yang memberikan
pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan system bandongan,
sorongan, ataupun watonan.
Para santri disediakan pondokan atau
32
merupakan santri kalong yang dalam istilah pendidikan pondok moderen
memenuhi criteria pendidikan nonformal serta menyelenggarakan juga
pendidikan formal berbentuk madrasah dan bahkan sekolah umum dalam
berbagai bentuk tingkatan dan aneka kejuruan menurut kebutuhan
masyarakat masing-masing.
Pesantren memiliki unsur minimal tiga hal, yaitu : (1) adanya Kyai
yang mengasuh/mendidik, (2) santri yang belajar, dan (3) masjid (Marwan
Saridjo, 1982: 9). Tiga unsur ini mewarnai pesantren pada awal berdirinya
atau bagi pesantren-pesantren kecil yang belum mampu mengembangkan
fasilitasnya.
Unsur pesantren dalam bentuk tersebut mendeskripsikan
kegiatan belajar-mengajar ke-Islaman yang sederhana (Mujamil Qomar: 19).
Seiring dengan perkembangan zaman pesantren terus mengalami
perkembangan unsur-unsurnya, seperti dikutip oleh Zamakhsyari Dhofier
dalam bukunya Tradisi Pesantren bahwa ada lima elemen dasar dalam sebuah
pesantren, yaitu : (1) pondok, (2) masjid, (3) santri, (4) pengajaran kitab-kitab
klasik, dan (5) kyai. Sementara Abdurrahman Wahid, membagi lingkungan
pesantren menjadi tiga komponen dasar. Pertama, pesantren sebagai institusi
pendidikan Islam dan sebagai institusi praktek mistis.
Kurikulum yang
dipakai bervariasi, mencakup keterampilan membaca dan menulis Arab,
membaca Al Qur’an, mempelajari hukum-hukum Islam dan ibadah ritual.
Kedua, kyai, mereka adalah para ahli agama yang telah menjadi guru dan
pemimpin yang disebabkan oleh kelulusan pengetahuan keagamaan mereka
yang disertai kepemilikan kekuatan mistik. Ketiga, pelajaran atau santri, yang
33
sering menyerahkan ketaatan seluruh hidupnya kepada kyainya (Abdurrahman
Mas’ud, 2004: 11-12).
Kurikulum pada pondok pesantren tradisional hingga sekarang masih
diterapkan dan kurikulum modern dikembangkan secara penuh. Pesantren
yang menggunakan sistem tradisional dan modern, seperti sekolah/madrasah
tidak semuanya mengacu pada kurikulum pemerintah. Manfred Zimek dalam
Sujoko Prasodjo (1982 : 83) membagi jenis-jenis pesantren dalam beberapa
kategori : Pertama, pesantren yang paling sederhana yaitu masjid digunakan
sekaligus sebagai tempat pengajaran agama. Biasanya digunakan oleh para
santri yang ikut kegiatan tarikat dan santri tidak tinggal di pesantren. Hal
inilah sebagai awal dari berdirinya sebuah pesantren.
Kedua, pesantren
disamping ada rumah kyai dan masjid, ada asrama yang dapat dijadikan
sebagai tempat belajar sekaligus tempat tinggal, inilah yang sering disebut
sebagai pondok pesantren klasik.
Ketiga, pesantren terdiri dari beberapa
komponen, disamping danya komponen-komponen di atas, diperluas lagi
dengan adanya madrasah. Hal ini menunjukkan dorongan modernisasi dari
Islam pembaharuan.
Pesantren
disamping
mempelajari
pengetahuan
agama
juga
mempelajari tentang pengetahuan umum, kurikulum yang digunakan
berorientasi pada sekolah yang berada di bawah organisasi pemerintah.
Keempat, pesantren paling modern yang sekarang sedang berkembang dan
terus bergema di seluruh Indonesia, hampir semua pondok pesantren
mengembangkan tipe ini. Pesantren model ini disamping adanya fasilitas
yang lengkap juga program-program tambahan yang bisa dijadikan sebagai
34
alat untuk mengembangkan ilmunya setelah selesai mengenyam pendidikan di
pesantren.
Berbeda dengan Manfred Ziemek, Zamakhsyari Dhofier (1999: 134)
mengelompokkan pesantren menjadi dua, Pertama, pesantren Salaf, yaitu
pesantren yang pengajarannya terfokus pada kitab-kitab klasik dalam bentuk
hafalan, sorogan, bandongan, wetonan dan lain-lain. Santri pada pesantren ini
biasanya tunduk pada kyai, penghormatan pada kyai begitu besar. Dalam hal
pemikiran, santri salaf kurang menerima adanya pengaruh-pengaruh dari luar
baik melalui media cetak maupun media elektronik. Pesantren salaf biasanya
pola pikirnya cenderung tekstual, kurang mau mengapresiasi apa yang
berkembang di luar, karena wacana berpikirnya terbatas pada teks-teks klasik
yang cenderung menonton dan tidak pernah dilatih untuk mengupas
teori/realita sosial yang berkembang dalam masyarakat.
Kedua, pesantren modern cenderung menggunakan logika dalam
berpikir, biasanya lebih menguasai dari pada bahasa Arab dan Inggris. Model
pendidikan hampir sama dengan pendidikan sekuler (barat).
Pendidikan
agamanya tidak terlalu kuat, lebih mengedepankan pada pendidikan
umumnya. Buku-buku yang dijadikan bahan rujukan adalah buku ambilan
dan tidak belajar kitab kuning Manfred Ziemek, Zamakhsyari Dhofier (1999:
199-200). Abdullah Syukri Zarkasyi memberi tambahan satu yaitu perpaduan
antara tradisional dan modern yang hingga sekarang sering kita temui
termasuk dalam kajian penulis yaitu pondok pesantren yang setengah
tradisional dan setengah modern (Muhammad Yunus, 1983: 226-227).
35
Dalam era globalisasi, hampir semua sendi kehidupan umat manusia
mengalami perubahan yang amat dahsyat. Institusi sosial, kemasyarakatan,
kenegaraan, keluarga, dan bahkan tidak terkecuali institusi keagamaan, tidak
luput dari pengaruh globalisasi, bagaimana reaksi pesantren menghadapi
perubahan zaman sudah tentu bermacam-macam, ada yang membuka, ada
yang menutup diri karena tantangan kontemporer adalah persoalan
“modernitas”, maka tantangan kaum santri adalah merespons perubahan
sosial yang diakibatkan oleh munculnya ide-ide atau gagasan “modernitas”
itu sendiri.
Kaum santri mengukur modernitas berdasarkan tahapan kemajuan
yang tampak pada realitas kehidupan manusia dalam suatu masa tertentu. Tak
ada kepastian titik awal sejarah yang dapat digunakan sebagai tanda
dimulainya suatu era modern.
Bahkan pendefinisian kata modern sendiri
terkadang tidak bisa menegaskan keberadaannya sebagai konsep pemaknaan
terhadap suatu fenomena empirik secara utuh dan menyeluruh. Di bidang
keagamaan dapat diungkapkan bahwa modernitas yang dipahami secara
relatif, pada hakekatnya bukanlah hal yang asing dalam tradisi Islam. Sejarah
abad pertengahan menampilkan bukti empirik bagaimana modernitas malah
memberi warna dominan pada wacana keislaman.
Pada dasarnya modernitas mengandalkan adanya proses modernisasi,
sehingga ia tidak mungkin dipahami sebagai bentuk. Jadi modernitas adalah
capaian yang diproduksi oleh perubahan dari hal-hal yang berbau tradisional
menuju situasi/kondisi modern.
Bila dikelompokkan secara garis besar,
perubahan yang terjadi dalam proses modernisasi tersebut dapat dilihat dalam
36
2 segi yaitu : (1) perubahan yang berkaitan dengan tata nilai atau normanorma ideal, dan (2) perubahan yang lebih bersifat materi atau menyangkut
sesuatu yang kasat mata Manfred Ziemek, Zamakhsyari Dhofier (1999: 144).
Modernisasi pendidikan Islam di Indonesia, yang berkaitan erat
dengan
pertumbuhan
gagasan
modernisasi
Islam
di
kawasan
mempengaruhi dinamika keilmuan di lingkungan pesantren.
ini,
Gagasan
modernisasi Islam yang menemukan momentumnya sejak awal abad 20, pada
lapangan pendidikan direalisasikan dengan membentuk lembaga-lembaga
pendidikan modern. Pemrakarsa pertama adalah organisasi-organisasi modern
Islam seperti Jami’at Al-Khoir, Al-Irsyad, Muhammadiyah dan lain-lain
(Azyumardi Azra, 1998: 90).
Keberhasilan tersebut menggugah para ahli dalam merespons
perubahan zaman melalui strategi perjuangan yang harus dimiliki para elit dan
santri seperti, Nur Cholis Madjid menekankan rekonstruksi pemikiran dengan
strategi modernisasi yang diartikan sebagai rasionalisme atau sekularisasi
(Nur Cholis Madjid, 1981: 9). Sementara Amin Rais memberi tekanan pada
integralisasi berbagai aspek kehidupan dalam konteks tauhid (Amin Rais,
1987 : 102), sedangkan Dawam Raharjo lebih menekankan pengelolaan SDM
(Dawam Raharjo, 1981: 22 & 34). Selanjutnya, pemikiran Abdurrahman
Wahid yang merupakan bingkai intelektual golongan ulama memberikan
tekanan pada legitimasi religi berdasarkan hukum fiqih dalam berbagai
masalah kehidupan pragmatis, baik aspek budaya, sosial ekonomi maupun
politik (Abdurrahman Wahid, 1984: 31-38). Namun, mereka sepakat dalam
menempatkan politik sebagai alt mencapai tujuan dan realisasi cita-cita politik
37
Islam, sehingga sikap dan pandangan politik santri itu berkembang dan
berubah sejalan dengan perubahan kondisi objektif kehidupan sosial, ekonomi
dan politik (Said Aqiel Siradj: 123).
Mengenai
sikap
kaum
santri
dalam
merespons
tantangan
modernisasi, dewasa ini ada dua kecenderungan. Pertama, jebolan pesantren
an sich adalah memiliki rasa ketaatan dan kepatuhan yang lebih terhadap
kyai-ulama sehingga apa saja yang diperintahkan oleh seorang kyai akan
selalu dilakukan tanpa ada bantahan. Kedua, sikap seperti itu mulai mencair
terutama di kalangan kaum santri jebolan pesantren dan berpendidikan umum,
sebab bagi mereka sikap tunduk dan patuh tanpa resurve adalah sikap feodal
yang bertentangan dengan inti ajaran Islam sebagaimana firman Allah surat
An-Nahl ayat 43 :
              
 
Artinya : Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang
lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah
kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui. (Departemen Agama RI, 2002: 535-536).
Dari kedua fenomena itu, agaknya terkesan ada dua komunitas yang
kontradiktif sehingga muncul pertanyaan apakah perubahan itu diakibatkan
oleh kaum santri terpelajar yang makin menjauhi tradisi pesantren, ataukah
pihak para pengasuh podok pesantren sendiri yang tidak mau membuka diri
dengan perubahan orientasi atau wawasan masyarakat yang mudah menerima
informasi dari berbagi penjuru (Said Aqiel Sirodj : 136-137).
38
Perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosiokultural sering
kali membentur pada aneka kemapnan, dan berakibat pada keharusan untuk
mengadakan usaha konstektualisasi bangunan sosio-cultural dengan dinamika
modernisasi, tak terkecuali pendidikan pesantren.
Karena itu, sistem
pendidikan pesantren harus selalu melakukan upaya rekonstruksi pemahaman
tentang ajaran-ajarannya agar tetap relevan dan survive. Keharusan untuk
mengadakan rekonstruksi ini sesungguhnya sudah dimaklumi.
Bukankah
dunia pesantren telah memperkenalkan sebuah kaidah yang sangat jitu yaitu
Al-Mukhafadhah ‘ala al-qadim al-salih wa al-akhdzu bi al-jadid al-aslah.
Kaidah ini merupakan legalitas yang kuat atas segala upaya rekonstruksi.
Kebebasan membentuk model pesantren merupakan keniscayaan, asalkan
tidak terlepas dari bingkai al-ashlah (lebih baik). Begitu pula, ketika dunia
pesantren, diharuskan mengadkan rekonstruksi sebagai konsekuensi dari
kemajuan dunia modern, maka aspek
harus dipegang.
al-ashlah menjadi kata kunci yang
Pesantren modern berarti pesantren yang selalu tanggap
terhadap perubahan dan tuntutan zaman berwawasan masa depan, selalu
mengutamakan prinsip efektifitas dan efisiensi (Said Aqiel Sirodj : 216-217).
Sementara itu modernisasi terhadap pesantren selama dasawarsa
terakhir ini sangat gencar dilakukan munculnya pendidikan formal baik dalam
sistem
madrasah
maupun
sekolah-sekolah
umum
yang
mengadopsi
Departemen Pendidikan Nasional. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah
pesantren mampu bertahan, terutama dalam kedudukannya sebagai sumber
kekayaan spiritual seperti pesantren pada masa tradisional itu, sebab proses
modernisasi dengan inti liberalisasi dan rasionalisasi adalah sangat mungkin
39
memudahkan watak pesantren (Said Aqiel Sirodj: 101).
Karena itu
Nurcholish Madjid menilai bahwa ada beberapa faktor mendasar yang perlu
diperhatikan. Pertama, kurikulum, karena arah dan tujuan pesantren serta
sepak terjangnya dalam kehidupan bermasyarakat akan sangat bergantung
pada faktor ini.
pesantren pada umumnya tidak memiliki target-target
tertentu, dalam capaian pembelajaran. Kedua, materi pelajaran, pesantren
terfokus pada disiplin ilmu-ilmu agama tertentu terutama pada fiqh, nahwu
sharaf, dan balaghah. Sedangkan ilmu-ilmu lain kurang mendapat perhatian,
apalagi keilmuan yang tidak berakar pada konsep agama, tidak mendapat
posisi sewajarnya terkecuali sebagian kecil pesantren (Nurcholis Madjid : 93).
Pesantren memiliki akar sosio historis yang cukup kuat, sehingga
mampu menduduki posisi yang relatif sentral dalam dunia keilmuan
masyarakatnya, sekaligus bertahan di tengah berbagai gelombang perubahan.
Jika terdapat perubahan dan inovasi pun, hal itu merupakan bagian penting
terhadap kelangsungan hidup manusia. Akibatnya muncul perubahan seperti
budaya, pendidikan dan lain-lain. Pendidikan bukan hanya menjadi salah satu
faktor penting terjadinya perubahan, tetapi secara luas dipandang sebagai alat
kekuasaan yang memungkinkan pencapaian sosial dan pribadi. Seperti di
dunia ketiga terdapat semboyan : “Pendidikan adalah kunci modernisasi”
(Achmad Djaenuri, 2001: 87-88).
Pendidikan merupakan kekuatan inovatif yang dapat digunakan untuk
proses perubahan lebih lanjut dalam masyarakat, suatu ide yang (meskipun
kembali ke Plato) telah mendapat perhatian serius dari tenaga pendidik dan
para pembuat keputusan pada kurun waktu terakhir ini.
40
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang
pesat menuntut semua pihak memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan
kompetitif, termasuk para santri di pesantren.
Mereka harus memenuhi
standar profesionalisme dan spesialisasi pada bidangnya masing-masing, agar
dapat bersaing mengikuti kebutuhan zaman.
Kenyataan inilah yang
mengharuskan pondok pesantren mencari bentuk dan rumusan pendidikan
baru sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan kemajuan iptek. Tantangan
yang dihadapi pondok pesantren makin hari makin berat, makin kompleks dan
mendesak.
Tantangan ini menyebabkan terjadinya perubahan nilai di
pesantren, bak tentang sumber belajar, pengelolaan pendidikan yang
profesional, nilai religius, tata moral kepribadian, dan bahkan muatan
kurikulum serta kelembagaannya. (Sahal Mahfudh, 1999 : 47-48).
Perubahan itu muncul tidak jelas, kapan waktunya, namun dapat
diprediksi + abad 20 pesantren telah mengadakan beberapa perubahan,
Pondok Pesantren Mambaul Ulum Surakarta mengambil tempat paling depan
dalam merombah bentuk respons terhadap ekspansi Belanda dan pendidikan
modern Islam (Azzumardi Azra, 1999 : 100). Selanjutnya pada tahun 1916
dengan seizin KH. Hasyim Asy’ari, Kyai Maskum telah memperkenalkan
sistem madrasah di pesantren (Lathiful Khuluq, 2000 : 35-36).
Namun
pembaharuan tersebut tidak menghilangkan metode pengajaran tradisional
semacam halaqoh dan sorogan. Perubahan tersebut bisa dilihat dari model
pengajarannya satu tahun kelas persiapan dan lima tahun program madrasah.
Kelas persiapan diberi pengajaran bahasa Arab. Kurikulum madrasah hingga
41
tahun 1919 hanya mengajarkan pelajaran agama, Matematika dan Geografi
yang diberikan.
Secara global, perubahan tata nilai pesantren dapat diidentifikasi
melalui beberapa indikator. Pertama, kyai bukan lagi merupakan satu-satunya
sumber belajar, karena para santri bisa mendapatkan pelajaran dari sumbersumber baru dari luar. Fenomena ini merupakan efek langsung dari tingginya
dinamika komunikasi dan informasi yang masuk ke dunia pesantren.
Akibatnya banyak santri yang sudah berani melanggar koridor larangan dan
perintah kyai.
Keberanian bukan berarti melanggar norma agama, tetapi
keberanian membantah dan mendebat akibat dari tumbuhnya daya kritis
pikirannya. Dengan daya kritis tersebut maka kharisma dan posisi sakral kyai
mulai luntur di mata sebagian para santri.
Kedua,
banyaknya
pesantren
yang
menyelenggarakan
jenis
pendidikan formal, seperti madrasah, sekolah umum hingga perguruan tinggi.
Kecenderungan ini sedikit banyak akan mempengaruhi ciri khas dan identitas
pondok pesantren, sehingga perilaku dan budaya para santri berubah. Hal ini
diakibatkan dari terasimilasinya kultur baru yang dibawa oleh murid yang
berstatus sebagai santri kalong (tidak menetap, pulang pergi) ke dalam kultur
pesantren. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan ini juga memiliki
dampak positif.
Misalnya, tumbuh suburnya sekolah umum di pondok
pesantren akan membawa perubahan baru terhadap orientasi dan performa
pondok pesantren itu sendiri, pesantren menjadi lebih terbuka, dinamis, cepat
belajar, dan harus senantiasa mengevaluasi perkembangan dirinya.
42
Ketiga, seiring dengan perubahan tersebut, ada tuntutan baru,
terutama dari lembaga-lembaga pendidikan di bawah naungan pemerintah
yang mensyaratkan setiap santri memiliki surat tanda lulus belajar melalui
STTB. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut mendapatkan informasi awal
yang cukup untuk mengetahui kemampuan para santri dan latar belakang
keilmuannya. STTB tersebut dapat difungsikan untuk melanjutkan ke tingkat
pendidkan yang lebih tinggi sesuai bidangnya. Di era modern ini, pesantren
tidak cukup hanya mengandalkan moral para santri saja. Para santri perlu
dilengkapi dengan keahlian, keterampilan yang relevan enggan kebutuhan
lapangan kerja, walaupun bursa kerja bukan merupakan satu-satunya tujuan
para santri.
Keempat, sehubungan dengan hal tersebut maka di kalangan santri
terdapat kecenderungan yang makin kuat untuk mempelajari sains dan
teknologi pada lembaga-lembaga pendidikan formal, baik di madrasah
maupun sekolah umum. Di sana mereka dapat belajar untuk memperoleh
keahlian/ketrampilan yang diinginkan, tetapi mereka juga ingin tetap belajar
di pesantren untuk mendalami agama dalam rangka memperoleh moral agama
(Abdurrahman Wahid, 1984 : 47-48).
Pada tahun 1920-an pondok pesantren mulai ada tanda-tanda
perubahan yang diawali adanya eskperimen dengan mendirikan sekolahsekolah di kalangan pondok pesantren sendiri. pada tahun 1930-an pesantren
sudah memperlihatkan percampuran kurikulum dan mencapai puncaknya pada
tahun 1960-an hingga tahun 1970-an, yaitu adanya sekolah non agama yang
berdiri di sekitar pondok pesantren, dengan disiplin agama yang diberikan
43
sebagai pelajaran ekstrakurikuler selama beberapa jam, yang akhirnya
menghasilkan jaringan luas dengan sekolah-sekolah di berbagai daerah di
Jawa (Said Aqiel Siradj : 19-20).
Di masa yang akan datang pesantren harus mampu memberikan
kontribusi buat masyarakat, tenaga kerja yang memiliki moral dan etika
pesantren, serta ulama yang dapat berpartisipasi dalam globalisasi yang
masyarakatnya berorientasi teknologi, serta merekonstruksi diri dalam
beberapa aspek/bidang dalam rangka eksistensinya dan kontribusinya bagi
masyarakat dan bangsa yang terus berkembang.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harapan dalam Pendidikan Agama
Islam Moderen
Faktor-faktor yang mempengaruhi harapan masyarakat terhadap
lembaga pendidikan Islam moderen salah satunya dilihat dari adanya
perubahan-perubahan yang positif. Pesantren mulai mengadakan perubahan
pada aspek-aspek tertentu, sehingga telah mengalami perubahan dalam suatu
pesantren (Abdurrahman Mas’ud: 250-251). Adapun aspek-aspek tersebut
adalah sebagai berikut :
i. Kurikulum
Pendidikan yang dianggap sebagai kekuatan inovatif dapat
difungsikan untuk mengadakan proses perubahan lebih dalam terhadap
masyarakat. Pada masa lalu, proses belajar mengajar hanya menekankan
tentang masa lalu, tidak menekankan masa kini ataupun masa yang akan
datang.
Fungsi dasar sistem pendidkan biasanya dipandang sebagai
44
pemeliharaan atau transmisi budaya tradisional, namun sekarang lembaga
pendidikan dipandang sebagai alat perubahan, dan investasi besar dalam
lembaga ini dan dilakukan oleh seluruh dunia (Achmad Djaenuri : 3).
Keyakinan terhadap pendidikan modern juga dimiliki oleh masyarakat
dunia, di mana-mana pendidikan dianggap sebagai saluran mobilitas
pribadi, dan tuntutan akan peluang pendidikan yang lebih tinggi telah
menimbulkan tekanan besar bagi pemerintah.
Dengan demikian
pemerintah segera mendesain kurikulum yang sesuai dengan perkembangan
dunia modern termasuk kurikulum dalam pesantren.
Pembahasan mengenai kurikulum sebenarnya belum banyak dikenal
pesantren, bahkan di Indonesia term kurikulum belum pernah populer pada
saat proklamasi kemerdekaan, apalagi sebelumnya.
Berbeda dengan
kurikulum, istilah materi pelajaran justru mudah dikenal dan mudah
dipahami di kalangan pesantren. Namun dalam hal kegiatan baik yang
berorientasi pada pengembangan intelektual, ketrampilan, pengabdian
maupun kepribadian agaknya lebih tepat digunakan istilah kurikulum
(Mujamil Qomar : 108).
Dengan demikian rekonstruksi terhadap kurikulum di pesantren pun
sudah saatnya berubah. Pesantren tidak dijejali kurikulum-kurikulum yang
mengacu pada aspek kognitif seperti pengetahuan (ilmu-ilmu) fiqh, nahwu
sharaf dan tasawuf, teapi juga perlu adanya aspek afektif dan psikomotorik.
Keadaan kurikulum pendidikan pesantren yang demikian terutama
dalam kurikulum fiqh, theologi dan tasawuf memberikan sebuah
konsekuensi pada eksklusivisme pondok pesantren dan pemikiran-
45
pemikiran lain, kecuali pemikiran yang dikembangkan oleh madzhab
Syafi’i, Asy’ari, dan al Ghazali. Bahkan hampir-hampir ajaran Islam hanya
dipahami sebagai ajaran yang menyangkut fiqh, dan tasawuf yang
dikembangkan oleh ketiga tokoh pemikir masa lampau itu saja.
Implikasi dari eksklusivisme ini terwujud dalam tidaknya budaya
kritis, analitis, dan reflektif dalam tradisi pendidikan pesantren. Kebebasan
akademik hampir tidak diakui lagi dan sistem munadzarah pun hilang dari
tradisi pesantren (Said Aqiel Sirodj : 212-214). Sehubungan dengan hal itu,
dapat dipahami bahwa pendidikan pesantren pada masa awal diorientasikan
pada ta’abbud kepada Allah dan serangkaian amalan-amalan yang
menghiasinya.
Pesantren kontemporer sering menawarkan pengetahuan agama
secara lengkap dengan memiliki beberapa guru yang mengajar berbagai
pelajaran.
Pada pesantren yang telah mengadopsi kurikulum dari
pemerintah, para santri mendapat pengetahuan lebih luas. Karena para
santri ini juga belajar pendidikan umum, waktu untuk mengkaji pelajaran
agama berkurang.
Oleh karenanya, permasalahan yang muncul adalah
dimanakah sekarang memperoleh pendidikan agama yang mendalam untuk
bisa menjadi seorang ulama (Abdurrahman Mas’ud : 250-251).
Dibalik orientasi yang menuju pada tatanan modernisasi pada dunia
pesantren seperti sekarang ini, pesantren justru malah mendapat kesan
negatif dari masyarakat, karena telah membiarkan pendidikan moral dengan
agamanya terjatuh.
Beberapa ulama salaf memandang modernisasi
pesantren yang dijalankan dengan cara mengurangi pendidikan agama
46
kurang dari 50% maka kekuatan pada pesantren tradisonal akan runtuh,
karena nilai-nilai moralitas akan menurun.
Hal ini diakibatkan adanya
santri yang tidak lagi berorientasi pada aspek moral tapi berorientasi pada
aspek intelektual.
Sampai saat ini masih banyak masyarakat yang
menginginkan adanya pesantren yang bersifat tradisional dan ingin puteraputerinya dididik dengan cara itu dari pada dididik dengan materi yang
bersifat sekunder (kebarat-baratan).
Seperti pada Pondok Pesantren
Lirboyo Kediri, Pondok Pesantren Tegalrejo Magelang, hingga saat ini
tetap eksis di tengah derasanya arus globalisasi.
ii.
Kelembagaan
Barangkali satu-satunya faktor terpenting penyebab terjadinya
kerusakan dan stagnasi pendidikan dan pemikiran adalah batasan Islam
tentang ilmu pengetahuan yang diterima.
Meskipun ilmu pengetahuan
sangat dihargai dan pencarian ilmu itu selalu dianggap penting (kedua
faktor yang memungkinkan Islam memberikan sumbangan khusus bagi
peradaban dunia) (Achmad Djaenuri : 89), batasan yang benar dan
pandangan yang mendasarinya tidak sesuai dengan permasalahan.
Kebebasan berfikir tidak pernah menjadi nilai sentral kebudayaan dan
masyarakat muslim, asal dan karakter sistem pendidikan terefleksikan
memperoleh sebanyak mungkin kebijaksanaan yang bisa dipercaya,
sehingga proses pendidikan akan mampu mengikuti perkembangan
teknologi.
47
Sebagai suatu proses, pendidikan membutuhkan lembaga (institusi),
yang salah satu artinya adalah (organisasi) yang bertujuan melakukan
penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha (Tim Penyusun Kamus
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1991 : 580).
lembaga
pendidikan
merupakan
organisasi
yang
Karena itu
bertugas
menyelenggarakan kegiatan proses belajar mengajar.
Seperti bentuk pendidikan lainnya, pendidikan santri juga
membutuhkan lembaga yang terkenal dengan sebutan pesantren. Pesantren
juga telah mengalami perubahan dan pengembangan format yang
bermacam-macam mulai dari surau (langgar) atau masjid hingga pesantren
yang makin lengkap.
Pada awal pertumbuhan Islam di Indonesia, masjid atau surau
(langgar) memiliki dwi fungsi yaitu sebagai tempat ibadah sekaligus
sebagai pusat pendidikan (M. Ali Haidar, 1994 : 84). Institusi pendidikan
pada masa ini meskipun masih sangat sederhana namun mampu mendidik
para santri secara militan dalam berdakwah atau mengembangkan Islam di
lingkungannya masing-masing.
Setidaknya proses pendidikan tetap
berjalan karena adanya kyai, santri, tempat berlangsungnya pendidikan,
tujuan, materi dan metode pendidikan.
Dalam perkembangan berikutnya, terutama pada abad ke-19
pesantren mengalami kemajuan dan banyak santri yang berdatangan dari
berbagai daerah, oleh karenanya, kyai perlu membuat tempat yang dapat
dijadikan asrama bagi santri, istilah ini yang disebut pondok, dan akhirnya
lemaga ini terkenal dengan sebutan pondok pesantren.
Hal ini
48
melambangkan suatu pengembangan dari pengajian di langgar (surau) atau
masjid, baik dilihat dari perspektif jumlah santri, sarana, materi pelajaran,
metode pendidikan maupun pengorganisasiannya.
Selanjutnya paska abad ke-19 pondok pesantren mengalami
pembaharuan. Pembaharuan ini berawal dari penampilan lahiriyah, dengan
cara mendirikan pesantren jenis baru yang dikenal dengan sebutan
madrasah.
Madrasah yang lahir pada abad ke-20 ini dipelopori oleh
Madrasah Mambaul Ulum Surakarta pada tahun 1905 dan sekolah
Adabiyah yang didirikan oleh Syaikh Abdullah Ahmad di Sumatera Barat
pada tahun 1909 (A. Malik Fajar, 1998 : 1). Dalam perkembangannya,
secara
kelembagaan,
berangsur-angsur.
madrasah
mengalami
penyempurnaan
secara
Eksistensi madrasah di dalam pesantren makin
mempertegas keterlibatan lembaga pendidikan Islam tertua ini dalam
memperbaiki sistem pendidikannya, sekaligus sebagai lembaga pendidikan
yang lebih modern dari sudut metodologi dan kurikulum pengajarannya.
Walaupun
pesantren
sudah
mengalami
kemajuan
dalam
pembelajaran, tetapi masih ada pesantren tradisional yang mengeluh
tentang kurangnya efek sosial pesantren, tetapi juga madrasah yang tanpa
asrama yang mengikuti program Departemen Agama sering mengeluh
mengenai efek sosial : suatu hal yang tragis yang dewasa ini diderita oleh
anak-anak
didik
kalangan
Islam Indonesia,
adalah
belum dapat
diperolehnya lapangan kehidupan di luar keagamaan setelah mereka
berhasil menyelesaikan pendidikannya dari sekolah-sekolah agama seperti
49
madrasah,
pesantren
maupun
perguruan
tingginya
(Karel
A
Steenbrink,1986: 215)
Pada tahun 1970-an madrasah mengalami perkembangan yang
cukup progresif. Keberadaan madrasah di pesantren diharapkan mampu
menunjukkan gambaran baru tentang bentuk lembaga pendidikan yang
lebih modern. Selanjutnya lembaga ini dapat diadaptasi oleh pesantren
dalam memajukan lembaga yang dikendalikan kyai ini. pada tahun ini pula
dirintislah lembaga pendidikan umum.
Kurang lebih sepuluh tahun
kemudian baru memperoleh bentuk standar meskipun kualitas lembaga
pendidikan itu kurang memuaskan. Sebagian lembaga pendidikan tersebut
baru tumbuh pada taraf pengembangan fisik, namun isi dan kualitasnya
belum memadai.
Melalui lembaga pendidikan umum kyai bisa menempuh kebijakan
dari dua jalur yaitu jalur pertama para santri dilibatkan dalam pendidikan
umum agar bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, dan jalur
kedua adalah para siswa sekolah umum tersebut diwajibkan mengikuti
kegiatan pesantren.
iii.
Metode Pembelajaran
Sistem pembelajaran penggunaan metode merupakan alat yang
sangat penting untuk menyampaikan materi pelajaran (kurikulum),
penyampaian materi tidak akan berhasil tanpa melibatkan metode. Metode
selalu mengikuti materi, dalam arti menyesuaikan bentuk dan coraknya,
sehingga metode mengalami transformasi bila materi yang disampaikan
50
berubah. Akan tetapi, materi yang sama bisa menggunakan metode yang
berbeda.
Jika kyai maupun ustadz mampu memilih metode dengan tepat dan
mampu menggunakannya dengan baik, maka mereka memiliki harapan
besar terhadap hasil pendidikan dan pengajaran yang dilakukan. Mereka
tidak sekedar sanggup mengajar santri, melainkan secara profesional
berpotensi memilih model pengajaran yang paling baik diukur dari
perspektif didaktik metodik.
Maka proses belajar mengajar bisa
berlangsung secara efektif dan efisien, yang menjadi pusat perhatian
pendidikan modern sekarang ini (Mujamil Qomar : 141).
Pertumbuhan pesantren sejak
awal
hingga
sekarang
lebih
melahirkan kategori tradisional dan modern. Istilah tradisional dan modern
dipengaruhi waktu, sistem pendidikan, juga dipengaruhi ciri khasnya.
Kategori pesantren tradisional dan modern ternyata mengakibatkan
perubahan sistem masyarakat modern, hal ini bisa dilihat dari sisi
ketidakampuannya untuk menghadapi transformasi sistematik yang terus
menerus (Achmad Djaenuri : 6). Masyarakat tradisional tidak senantiasa
dihadapkan pada tuntutan mentransformasi sistem, biasanya baru muncul
setelah berabad-abad, sehingga mampu merespons sebagian pengetahuan
yang dimiliki.
Disisi lain, sistem modern memiliki keluwesan dan
kemampuan adaptasi untuk mengatasi perubahan yang demikian cepat dan
mendasar di semua sektor masyarakat.
Jika kita melacak perubahan sistem dan metode pendidikan di
pesantren akan menemukan metode yang bersifat tradisional dan modern.
51
Departemen Agama RI melaporkan bahwa metode penyampaian di
pesantren ada yang bersifat tradisional seperti halaqah, wetonan dan
sorogan. Ada pula yang menggunakan non tradisional (metode yang baru
diintrodusir ke dalam institusi tersebut berdasarkan pendekatan ilmiah).
Pada mulanya semua pesantren menggunakan metode yang bersifat
tradisional. Bahkan beberapa pesantren tradisional hingga saat ini masih
menggunakan metode-metode tradisional. Metode-metode tersebut terdiri
atas metode wetonan, metode sorogan, metode muhawarah, metode
mudzakarah dan metode majlis ta’lim (Imron Arifin, 1993: 37).
Biasanya metode yang digunakan pada pesantren tradisional adalah
metode deduktif yang pesantren mengembangkan kajian-kajian partikular
terlebih dahulu seperti fiqh dan berbagai tradisi praktis lainnya yang
dianggap sebagai ‘ilm al-hal, setelah menguasai baru merambah pada
wilayah kajian yang menjadi alat bantu dalam memahami ajaran dasar. Jika
metode ini berbalik, yaitu dengan menggunakan metode induktif, maka
hasilnya akan berbeda bahkan kajian yang utama adalah alat-alat bantu
yang dapat digunakan sebagai pengembang ajaran Islam baru pada materi
yang bersifat partikular yaitu ilmu-ilmu fiqh, nahwu, sorof bahkan tasawuf
(Said Aqiel Siradj: 210).
Metode tradisional saat ini telah mengalami perubahan yaitu dari
metode sorogan dan wetonan menjadi ceramah meskipun belum merupakan
konsensus para pengajar di pesantren. Said dan Affan melaporkan bahwa
metode wetonan dan sorogan yang menjadi ciri khas beberapa pesantren
telah diganti dengan metode ceramah sebagai metode mengajar yang pokok
52
dengan sistem klasikal.
Tetapi beberapa pesantren lainnya masih
menggunakannya, kendati terkadang hanya untuk pelajaran agama, sedang
ilmu umum tetap diberikan melalui metode ceramah (Moh. Said dan
Junimar Affan, 1987: 91), bahkan akhir-akhir ini metode diskusi, praktik,
permainan dan lain-lain banyak bermunculan di pesantren-pesantren.
iv. Manajemen
Pola manajemen pendidikan pesantren cenderung dilakukan secara
tradisional dan kurang memperhatikan tujuan-tujuannya yang telah
disistematisasikan secara hierarki. Sistem pendidikan pesantren biasanya
dilakukan secara alami dengan pola manajerial yang tetap (sama) tiap
tahunnya. Perubahan-perubahan mendasar dalam pengelolaan pesantren
agaknya belum terlihat. Penerimaan santri baru, misalnya belum ada sistem
seleksi. Semua dilakukan sama dan semua diterima walaupun dengan latar
belakang yang berbeda-beda tanpa adanya kategori-kategori khusus (Said
Aqiel Sirodj: 214-215).
Dewasa ini, sudah saatnya pola manajemen yang cenderung
ketinggalan itu sedikit demi sedikit berubah. Hal ini bisa dilakukan dengan
adanya pola kerjasama, baik kerja sama dengan lembaga (pesantrenpesantren) lain maupun institusi-institusi yang bersifat formal agar dapat
memperdayakan diri dalam menghadapi tantangan kontemporer yang
semakin kompleks.
Asumsi-asumsi negatif yang dilekatkan pada
pesantren: terisolasi, teralienasi, eksklusif, konservatif dan cenderung
mempertahankan Status Quo.
53
Pengasuh pesantren, dalam hal ini kyai maupun ustadz, perlu
berendah hati untuk menjadi teladan pecinta ilmu. Karena itu pengkaderan
pendidik maupun pengelolaan manajemen (pendidikan) pesantren, harus
dilakukan sedemikian rupa, sehingga kyai maupun ustadz memiliki
kesempatan untuk melanjutkan pendidikan atau meningkatkan keilmuannya
lagi (secara terus-menerus, sesuai dengan etos keilmuan tersebut) demi
peningkatan kualitas keilmuan pesantren.
Akibat (dampak) negatif ketika ideologi modernisasi dikembangkan
penguasa Orde Baru telah berlangsung demikian massif, pesantren juga
terkena imbasnya, ternyata dunia pesantren tidak cukup memiliki filter dan
ketangguhan untuk menyaring dan melakukan kemandirian, maka yang
madharat dan mana yang betul-betul membawa manfaat, barokah dan
maslahah.
Modernisasi itu telah mengubah wajah pesantren menjadi
mentereng tetapi melompong dari ketangguhan intelektual dan spiritual.
Jadinya alim tidak, zuhud pun tidak. Karena itu, baru akhir-akhir ini ada
semacam kecenderungan di kalangan pesantren untuk menjadikan Yayasan
lembaganya, sebagai upaya pembinaan dan pengembangan dirinya.
Kecenderungan muncul pada pesantren-pesantren besar yang memiliki
lembaga-lembaga pendidikan formal.
Kecenderungan membentuk Yayasan ternyata hanya diminati
pesantren yang tergolong modern, dan belum berhasil memikat pesantren
tradisional, namun telah ada kecenderungan sebagian pesantren menjadikan
Yayasan lembaganya sebagai bentuk pembaharuan. Memang kenyataannya
sekarang secara kelembagaan ada pesantren hanya dimiliki oleh seorang
54
kyai dan ada pula yang milik Yayasan dengan manajemen kolektif (Ismail
SM, 2002: 58). Tampaknya status pesantren milik institusi akan semakin
kuat dan merupakan kebutuhan mendesak dibandingkan dengan status
milik pribadi. Penguatan ini menunjukkan mulai timbulnya kesadaran dari
umat Islam khususnya kalangan pesantren untuk berfikir strategis dan
berwawasan masa depan (Mujamil Qomar : 45-46).
Untuk itu, pesantren mesti bereaksi baik sebagai sikap adaptif
maupun responsif.
menambahkan
Konsekuensinya pesantren cenderung berupaya
orientasinya
pada
pemenuhan
kebutuhan
duniawi.
Perubahan nilai pesantren menuju ke orientasi pemikiran yang lebih
mendunia, induktif, empiris dan rasional, mengimbangi corak pemikiran
yang deduktif-dogmatis sebagaimana selama ini mendominasi pola
pemikiran pesantren. Tanda-tanda tersebut antara lain tampak bahwa santri
memerlukan ijazah untuk ke sekolah formal yang lebih tinggi (Mastuhu,
1994: 71).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya perubahan kepemimpinan
pesantren dari kepemimpinan kyai menuju kepemimpinan Yayasan
cenderung mengakibatkan terjadinya perubahan otoritas yakni dari otoritas
mutlak di tangan kyai berubah menjadi otoritas kolektif di tangan Yayasan.
Namun perubahan otoritas itu belum mampu mewujudkan demokrasi di
pesantren terutama menyangkut perubahan kepemimpinan. Hal tersebut
cenderung menimbulkan pengembangan orientasi ke hal yang lebih baik
dan menyesuaikan dengan perkembangan teknologi.
55
BAB III
HASIL PENELITIAN
Setelah melakukan penelitian secara langsung ke pondok pesantren bina
insani Desa Ketapang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang, selanjutnya
disampaikan hasilnya sebagai berikut.
A.
Masyarakat Desa Ketapang Kecamatan Susukan
a. Gambaran Umum Masyarakat Ketapang Kecamatan Susukan
Ketapang merupakan nama sebuah kelurahan yang berada dalam
wilayah administrasi Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Jawa
Tengah (Dokumentasi, dikutip tanggal 15 Pebruari 2011) yang terdiri dari 31
RT dan 6 RW.
Masyarakat Desa Ketapang laki-laki : 2.958 orang,
perempuan : 2.965, dari jumlah masyarakat itu yang beragama Islam ada
5.923 orang dan selebihnya beragama nasrani. Masyarakat Ketapan
Kecamatan Susukan merupakan masyarakat yang mayoritas beragama Islam
dengan tingkat ekonomi sedang dan bawah.
Penghasilan terbesar
masyarakat Ketapan Kecamatan Susukan adalah tani, baik tani garap tanah
sendiri maupun tani buruh. Dari beberapa penghasilan masyarakat Ketapang
yang penting dapat dijadikan sebagai sarana untuk beribadah.
Karena
masyarakat masyoritas sebagai petani, maka untuk menjalankan ibadah dapat
di lihat pada sore hari atau malam hari di tempat-tempat ibadah, baik di
mushola maupun di masjid.
Lebih jelasnya di bawah ini disampaikan tabel
penduduk Desa Ketapang sebagai berikut :
55
pencaharian
56
Tabel 1
Pencaharian Penduduk Desa Ketapang
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pekerjaan
Karyawan
Wiraswasta
Tani
Pertukangan
Buruh Tani
Pensiunan
Nelayan
Pemulung
Jasa
PNS
Jumlah
54
436
1.823
46
524
36
2
241
156
(Dokumentasi, dikutip 15 Pebruari 2011)
Tingkat kemasyarakatan di dukuh Ketapang Kecamatan Susukan
cukup baik terutama dalam kegiatan gotong royong masyarakat yang bersifat
umum maupun pribadi yang dinilai perlu adanya gotong royong dengan cepat
dan tanggap masyarakat berduyun-duyun untuk saling membantu.
Masyarakat Ketapang Kecamatan Susukan merupakan masyarakat
yang agamis, hal ini terbukti adanya berbagai macam kegiatan masyarakat
baik mulai dari orang tua yang giat dalam kegiatan majelis-majelis taklim,
sedangkan yang remaja dan anak-anak tergabung dalam kegiatan keagamaan
pada sore hari, sepertinya melakukan kegiatan di TPA dengan pembagian
tugas remaja yang sudah dipandang cukup menguasai baca Al Qur’an
dijadikan sebagai ustadz/ustadzah.
Kegiatan keagamaan remaja juga
dipengaruhi oleh dukungan dari orang tua dan masyarakat yang dapat
dibuktikan dengan adanya donatur setiap bulan untuk membantu pada
57
ustadz/ustadzah walaupun tidak begitu besar tetapi rutin anak-anak dan remaja
aktif dalam kegiatan keagamaan.
Keberadaan masyarakat Ketapang Kecamatan Susukan merupakan
salah satu potret masyarakat yang taat dan tekun beribadah. Selain itu juga
bagi masyarakat yang memiliki anak usia sekolah, dengan kesadaran yang
tinggi anak dititipkan di lembaga-lembaga pendidikan sesuai dengan jenjang
pendidikan anak yang diutamakan di lembaga pendidikan yang pelajaran
agamanya lebih banyak misalnya di SMP Islam Bina Insani dan SMA Islam
plus Bina Insani.
b. Letak Geografis Desa Ketapang Kecamatan Susukan
Letak geografis Desa Ketapang Kecamatan Susukan sangat strategis
dan cocok untuk lahan pertanian. Selain itu juga Desa Ketapang jauh dengan
laut dan keramaian masyarakat, tetapi masalah pengairan cukup untuk
kehidupan masyarakat dan untuk menggarap sawah.
Kondisi geografis
ketinggian tanah dari permukaan laut 634 m, banyak curah hujan 21 m/Thn,
Topografi (dataran tinggi, rendah, pantai)  tinggi, suhu udara rata-rata
27oC. (Dokumentasi, dikutip 15 Pebruari 2011)
Sedangkan Desa Ketapang Kecamatan Susukan dikelilingi dengan
beberapa desa, yaitu : sebelah utara dibatasi Desa Sidoharjo, sebelah selatan
di batasi Desa Tawang, sebelah barat dibatasi desa Susukan dan sebelah
timur desa Gentan, Balakrejo (Dokumentasi, dikutip 15 Pebruari 2011).
Kesuburan Desa Ketapang terutama dalam musim hujan akan sangat
terasa.
Hal ini disebabkan masyarakat berlomba-lomba untuk menggarap
58
sawah atau kebun secara maksimal dengan harapan ada hasilnya dan dapat
dijadikan sebagai kebutuhan sehari-hari.
c. Gambaran Umum Pendidikan Masyarakat Desa Ketapang Kecamatan
Susukan
Di lihat dari keberadaan Desa Ketapang Kecamatan Susukan
merupakan desa yang cukup potensial dalam melangsungkan kehidupan,
maka selayaknya pendidikan masyarakat akan lebih baik dan meningkat.
Tebukti saat ini tahun 2011 masyarakat Desa Ketapang Kecamatan Susukan
sudah tidak ada lagi masyarakat yang buta huruf artinya masyarakat sudah
mampu membaca.
Di Desa Ketapang sendiri lembaga pendidikan formal yang ada mulai
dari taman-kanak-kanak, SD/MI, MTs/SMP dan SMA/MA/SMK sudah
tersedia (Wawancara dengan Sutopo selaku kepala Desda, 12 Pebruari 2011).
Masyarakat akan menyekolahkan anak di mana suka baik lembaga pendidikan
formal yang umum maupun agama. Karena tingkat ekonomi masyarakat yang
berbeda-beda, maka pendidikan yang dimiliki juga berbeda, misalnya ada
masyarakat berpendidikan SD, SMP/MTs, SMA/MAN/SMK bahkan ada
sebagian kecil masyarakat yang berpendidikan SI.
Walaupun tingkat
pendidikan yang berbeda-beda, tetapi dalam menjalankan perintah agama
secara umum masyarakat sangat tekun yang disesuaikan dengan tingkat
kemampuan.
Kelompok pendidikan masyarakat Desa Ketapang Kecamatan
Susukan adalah :
59
Tabel 2
Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Ketang
Umur
Jumlah
04 – 06 tahun
106 orang
07 – 12 tahun
497 orang
13 – 15 tahun
529 orang
(Dokumentasi, dikutip 15 Pebruari 2011)
Dari data yang disampaikan di atas, maka yang paling banyak adalah
masyarakat yang mengikuti pembelajaran di kelompook 13 – 15 orang, yang
berarti pada tingkat pendidikan SMP/MTs sampai SMA/SMA/MAN.
B.
Pondok Pesantren Bina Insani
a. Sejarah Singkat Pondok Pesantren Bina Insani
Ide awal pendirian Pondok pesantren Bina Insani berangkat dari
keprihatinan terhadap kenyataan tamatan sekolah akhir-akhir ini kurang
agamanya, bidang penguasaan ilmu-ilmu hitung dan bahasa Inggris yang
sangat rendah, tidak mempunyai ketrampilan yang memadai, terkana wabah
malas, santai dan cenderung lebih kurang ajar. Di sisi lain pondok pesantren
lebih banyak mengajarkan ke ilmu-ilmu keahiratan, dan kurang membumi.
Karena inilah pondok pesantren Bina Insani sebagai pondok moderen hadir
dengan misi membumikan pesantren. Yang dimaksud membumikan
pesantren adalah mengarahkan pendidikan pesantren bersifat kekinian, bukan
hanya ilmu yang melangit uyanmg buahnya dipanen di akhirat saja, tetapi
juga dapat diaplikasikan dan di panen di bumi sekarang itu juga. Pondok
pesantren Bina Insani didirikan oleh Yayasan pendidikan Islam Haji Ahmad
60
Tamin Said tahun 1999, nama pewakaf utama (alm) waga Jakarta, di singkat
YPI Ahmadina, yang kemudian didaftarkan pada pejabat pembuat akte
notaris Hendrati Prasetyowisi, S.H. dengan nomor : 1 tanggal 02 Juni 1999.
(Dokumentasi, dikutip 18 Pebruari 2011).
Selanjutnya dipilih nama Bina Insani didasari pada cita-cita dan
tujuan pendirian lembaga ini, yaitu membina manusia seutuhnya. Kata bina
menurut kamur besar bahasa Indonesia
berarti membina, membangun,
mendirikan, mengusahakan supaya lebih baik (maju, sempurna dan lainlain). Kata Insani berarti bersifat atau menyangkut mansuia; kemanusiaan;
manusiawi. Maka bina Insani berarti pembangunan manusia, mengusahakan
agar manusia lebih baik, lebih maju, lebih sempurna, dan sebagainya atau
dengan ungkapan lain, membangun manusia seutuhnya.
Pembangunan
seutuhnya adalah pembangunan yang menyangkut bidang spiritual dan
material sekaligus.
Pembangunan
spiritual
ditempuh
dengan
pendalaman
dan
penghayatan nilai-nilai keislaman melalui program intensif, dan terarah
biang kepesantrenan dan bidang material melalui pendidikan sekolah formal
yang berorentasi pada sains dan teknologi tepat guna. Untuk menyusun
kurikulum
pesantren,
yayassan
membentuk
tim
sembilan
untuk
merumuskannya atau juga dikenal tim kopeng yang terdiri dari : Dr.H.
Zuhroni, MA., KH. Drs. Muntaha Azhari, MA, KH. Sholih Mubin, S.Ag,
Muhammad Munzaini, M.Pd.I, Drs. Mustofa, Munzayinul Arif, S.Ag,
Trijono, K. Muhsoni, M. Islam dan menghadirkan pakar pendidikan dari
61
STAIN Salatiga Drs. Imam Baihaqi, MA. (Dokumentasi, dikutip 18 Pebruari
2011).
Untuk
merealisasikan
pesantren
berupa
memadukan
sistem
pendidikan Islam tradisional dan modern, dengan spesialisasi yang jelas dan
terarah, disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat Islam di
masa kini dan masa mendatang, memadukan ilmu akherat dan dunia
sekaligus dengan porsi yang sama.
Secara umum pengajaran pondok
pesantren Bina Insani dibagi menjadi dua, paker sekolah dan paket umum
dalam aplikasinya merupakan perpaduan dari keduanya.
Seluruh paket
tersebut disampaikan dengan sistem klasikal berjenjang, artinya paket
pesantren diikuti oleh semua santri dibagi berdasakan kelas-kelas.
Pendidikan yang dibuka adalah SMP Islam Bina Insani yang
didirikan pada tahun pelajaran 1999/2000 dan SMA Islam Plus Bina Insani
didirikan pada tahun pelajaran 2002/2003 (Dokumen, dikutip 18 Pebruari
2011). Siswa baik SMP dan SMA Islam Bina Insani berasal dari masyarakat
di lingkungan Ketapang Kecamatan Susukan.
b. Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Bina Insani Desa Ketapang
Susukan Semarang
Pembelajaran di pondok pesantren Bina Insani Ketapang baik di
SMP maupun di SMA di dukung dengan sarana dan prasrana yang memadai,
diantara yang termasuk sarana prasarana ialah :
a. Inventarisasi sarana prasarana
1) Peralatan kantor, kelas
2) Alat-alat, bahan lab, buku-buku
62
3) Perpustakaan
b. Pengadaan barang inventaris
1) Pemeliharaan gedung, rehab
2) Inventaris
3) Pendayagunaan sarana dan prasarana
(Dokumentasi, dikutip 18 Pebruari 2011).
Tersedianya sarana dan prasarana tersebut di atas dapat dijadikan
sebagai alat pembelajaran yang disesuaikan dengan materi pelajaran. Mulai
dari peralatan kantor, peralatan kelas, alat-alat, bahan lab, buku-buku dan
tersedianya perpustakaan dan lain dapat dijadikan sebagai sarana
pembelajaran. Baik lembaga pendidikan SMP Islam Bina Insani dan SMA
Islam Plus Bina Insani yang menjadi satu atap dalam yayasan menggunakan
fasilitas sarana dan prasarana yang ada secara maksimal.
Proses pembelajaran masyarakat Susukan dalam menggunakan
sarana dan prasarana dilakukan secara maksimal dan seadanya.
Artinya
keberadaan sarana yang sangat terbatas dapat digunakan secara maksimal,
yang penting pembelajaran pendidikan agama Islam dapat dilaksanakan dan
tidak membebani biaya yang telalu mahal mengingat tingkat ekonomi
masyarakat yang berbeda-beda.
c. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan
Semarang
Struktur organisasi pondok pesantren bina insani Ketapang Susukan
Semarang dapat disampaikan sebagai berikut :
63
Yayasan Pendidikan Islam
Komite Sekolah
H. Ahmad Tamin Said
Drs. H. Zuhroni, M. Ag
Basari
Mudzirul Ma’had
Kepala Sekolah
K. Muhsoni
M.Munzaini, S.Ag
Waka SMP
Wk. Ckurikulum
Kesiswaan
Sarpras
Maskunah, S.Pd.I
T. Haryono, S.Pd
Samsudin, M.Si
Guru
Karyawan
Murid
(Dokumen, dikutip 21 Pebruari 2011)
Dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan seluruh anggota organisasi
pondok pesantren Bina Insani saling mendukung dan melengkapi yang
disesuaikan dengan jabatan yang sedang di emban mulai dari ketua yayasan
ke bawah sampai pada murid. Keaktifan dan kerjasama yang baik dalam
organisasi pondok pesantren Bina Insani merupakan salah satu langkah awal
di dalam menghantarkan pada pencapaian tujuan.
64
d. Proses Pembelajaran Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan
Semarang
Proses pembelajaran pondok pesantren Bina Insani dilaksanakan
dengan mengacu pada :
a. Kurikulum
Lembaga pendidikan Islam secara umum memfokuskan pada
ilmu-ilmu keislaman yang dianggap wajib dan tidak boleh berubah,
belum sepenuhnya melihat hasil produknya agar menjadikan manusai
sebagai pijakan utama, sehingga lebih menonjol dalam kehidupan
bermasyarakat.
Pendidikan Islam di pondok pesantren Bina Insani
Ketapang memiliki tujuan untuk membina manusia agar menjadi hamba
Allah yang saleh dengan seluruh aspek kehidupannya yang mencakup
perbuatan, pikiran, dan perasaan. Pembinaan tersebut diarahkan kepada
pembentukan seorang hamba Allah yang saleh (Dokumentasi, dikutip 15
Pebruari 2011). Oleh karenanya pondok pesantren Bina Insani membuat
kurikulum untuk memadukan ilmu pengetahuan umum maupun ilmu
keagamaan yang nantinya dapat membentuk santri-santri yang tangguh
dan beriman.
b.
Pengajian Al Qur’an
Pengajian Al Qur’an merupakan materi utama pendidikan di
pondok pesantren Bina Insani Ketapang, setiap santri diwajibkan
mengikuti pengajian Al Qur’an, yang dibagi menjadi tiga jenjang
menurut MH (Wawancara, 21 Pebruari 2011).
65
1) Tingkat Juz ‘Amma, yaitu tingkatan menghafal Juz ke-30/Juz
‘Amma, semua santri wajib melalui tahap ini.
2) Tingkat Bin-Nadhar, yaitu tingkt membaca fasih 30 juz, diwajibkan
bgi santri yang telah menyelesaikan tingkt Juz ‘Amma.
3) Tingkat Bil-Ghaib atau Tahfizh Qur’an, yaitu menghafalkan 30 juz,
yang diperuntukkan bagi santri yang telah menyelesaikan tingkat binnadhar dan berminat menghafal Al Qur’an.
Target minimal pencapaian pengajian Al Qur’an diatur sebagai
berikut :
1) Tingkat Juz ‘Amma khatam 3 semester awal (1,5 tahun) dengan
ketentuan sebagai berikut :
a) Semester 1 kelas 1 : Sampai Surat Al Bayyinah
b) Semester 2 kelas 1 : Sampai Surat At Thariq
c) Semester 1 kelas 2 : Sampai Surat An-Naba’ (khatam)
2) Tingkat Bin-Nadhar khatam 3 semester akhir (1,5 tahun) dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) Semester 2 kelas 2 : Sampai juz 10
b) Semester 1 kelas 3 : Sampai juz 20
c) Semester 2 kelas 3 : Sampai juz 30.
awancara dengan K.
Muhsoni, 21 Pebruari 2001).
Bagi santri yang telah khatam bin-nadhar, untuk jadwal
pengajian Al Qur’an setelah Maghrib diisi dengan pengajian Kitab
Kuning yang berkaitan dengan ilmu-ilmu Al Qur’an. Setiap santri yang
telah menyelesaikan satu jenjang pengajian Al Qur’an diwajibkan
mengikuti proses khataman. Tujuannya adalah agar sanad Al Qur’an di
pondok pesantren Bina Insani Ketapang dapat terus dipertahankan.
66
c. Pengajian Kitab Kuning
Disamping pengajian Al Qur’an, materi pelajaran yang diberikan
di Pesantren Al-Muayyad adalah pengajian Kitab Kuning, yang
dilaksanakan setiap ba’da Isya’.
Adapun kitab-kitab yang dikaji
disesuaikan dengan tingkat pendidikan santri baik yang belajar pada
jenjang SMP maupun SMA sebagai berikut (Dokumentasi, dikutip tanggal
19 Pebruari 2001):
1) Tingkat Awaliyah
a)
Kelas 1 : Akhlak lil Banin
b)
Kelas 2 : Sullam al-Taufiq
c)
Kelas 3 : Riyadhul Badi’ah
2) Tingkat Wustha
a)
Kelas 1 : Ta’lim al-Muta’alim
b)
Kelas 2 : Tafsir Yasin, Fathul Qarib, Qathrul Ghaits
c)
Kelas 3 : Minahus Saniyyah, al-Mawa’idh
Selain pengajian Kitab Kuning harian sebagaimana dijelaskan di
atas, juga diselenggarakan pengajian Kitab Kuning “kilatan” yang
dilaksanakan pada bulan Ramadhan.
Selanjutnya pondok pondok
pesantren Bina Insani Ketapang juga melaksanakan pendidikan formal,
kurikulumnya mengadopsi dari pemerintah baik dari Departemen Agama
maupun Departemen Pendidikan Nasional dan juga kurikulum yang
berasal dari pondok pesantren itu sendiri.
Dengan demikian bahwa selama pondok pesantren berlangsung
sampai saat ini, kurikulumnya terus mengalami perubahan. Hal ini bisa
67
dilihat dari sejak awal berdirinya pondok pesantren. Bahwa kurikulum
yang digunakan masih sangat sederhana dan bahkan belum ada program
yang terstruktur sama sekali seperti pada masa sekarang ini. kurikulum
yang diberikan hanya terbatas pada pengetahuan dasar-dasar Islam dan
pengajian Al Qur’an.
Kurikulum yang diterapkan tidak hanya terbatas pada pengetahuan
dasar-dasar Islam dan pengajian Al Qur’an akan tetapi juga diterapkan
kurikulum tentang pendalaman ilmu-ilmu agama Islam melalui pengajian
dan pengkajian kitab-kitab klasik.
Kurikulum yang digunakan juga melakukan pembenahan sekaligus
mengalami perubahan, pada masa sekarang kurikulumnya disamping tetap
menerapkan kurikulum yang diajarkan oleh para kyai terdahulu, juga
mengembangkan kurikulum pendidikannya dengan cara mengadopsi dari
pemerintah baik dari Departemen Agama maupun dari Departemen
Pendidikan Nasional.
Proses pembelajaran di pondok pesantren Bina Insani dilaksanakan
pagi, soren dan malam hari yang disesuaikan dengan jadwal yang sudah di
buat.
Pembelajaran pagi hari diperuntukkan bagi siswa yang mengikuti
pelajaran di SMP dan SMA.
Kemudian pmbelajaran pada sore hari dan
malam hari merupakan pembelajaran dari pondok pesantren untuk mendalami
ajaran agama Islam yang dilaksanakan secara terus menerus dan
berkesinanbungan.
68
e. Tinjauan Umum Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang
Pondok pesantren bina insani Ketapang Susukan lembaga pendidikan
keagamaan yang didalamnya juga menyelenggarakan pendikan agama dan
umum yang dipadukan.
Artinya pondok pesantren bina insani Ketapang
Susukan salah satu lembaga pendidikan moderen yang memadukan pelajaran
umum dan pelajaran agama.
Pondok pesantren bina insani Ketapang Susukan senantiasa berusaha
menghidupkan tradisi-tradisi positif ‘ala pesantren, lembaga ini juga
menyelenggarakan
pelajaran-pelajaran
kepesantrenan
yang
meliputi
pendalaman kitab kuning, baca tulis al-Qur’an, bahasa Arab, bahasa Inggris,
ketrampilan, pertanian, kesenian dan lain-lain. Di samping itu juga santri
wajib mengikuti tahsin (membaguskan bacaan) Al-Qur’an, bertalaqqi kepada
kyai secara langsung perindividu hingga tamat 30 juz, juga wajib tahfidz
(menghafal) Al-Qur’an juz Amma selama belajar di tingkat SMP dan ayatayat pilihan untuk tingkat SMA, dan yang berbakat diarahkan untuk
menghafal Al-Qur’an. Praktek pidato disampaikan dalam 4 bahasa, Arab,
Inggris, Indonesia dan Jawa yang secara rutin dilaksanakan setiap malam
Minggu (Dokumentasi, dikutip tanggal 19 Pebruari 2001).
Kurikulum yang digunakan di pondok pesantren bina insani Ketapang
Susukan terutama dalam pembelajaran di SMP dan SMA sudah menerapkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan pengembangan sesuai
dengan konteksnya masing-masing jenjang pendidikan. Karena SMP dan
SMA didirikan oleh pondok pesantren bina insani Ketapang Susukan, maka
pembelajarannya diberikan kepada siswa baik pelajaran umum dan pelajaran
69
agama disesuaikan dengan kurikulum kementerian agama, Dinas dan
pesantren.
Kegiatan ekstrakurikuler dikembangkan di pondok pesantren bina
insani Ketapang baik mulai dari kemah dakwah, kursus pembina pramuka
mahir, koperasi pelajaran, kesehatan, olah raga, penggerak bahasa,
penerangan.
Kemudian kegiatan yang mendukung perkembangan bahasa
santri meliputi : tasyji’ul lughoh, insya’ul yaumi, lomba majalah dinding,
muhadatsah/ onversation, mufrodat (vocabulary), muhadhoroh, lomba hikayat
dan aneka lomba.
Sedangkan pelayanan pondok pesantren bina insani Ketapang pada
masyarakat disekitarnya terutama dalam pondok pesantren diadakan : TPA,
Tahfidhul Qur’an, PKMB, pesantren kilat. Kegiatan di luar pondok dengan
memfasilitasi TPA. Kegiatan masalah ubudiyah di pondok pesantren bina
insani Ketapang meliputi : bimbingan imam /khotib, bimbingan mubaligh,
MTQ dan kegiatan masjid dan mushola.
Sedangkan kegiatan muamalah
meliputi : usaha pertanian/perkebunan, usaha peternakan/penggaduhan sapi,
usaha perikanan, usaha perdagangan/waserda dan koperasi.
Di lihat dari kualitas yayasan dan guru di pondok pesantren bina insani
Ketapang
70%
sudah
berpendidkan
S-I,
sedangkan
yang
lainnya
berpendidikan PGA, MA, SLTA dan D2 yang saat ini sedang menempuh
pendidikan S-I guna memenuhi tuntutan Undang-undang Sistim Pendidikan
Nasional.
Biaya operasional pondok pesantren bina insani Ketapang bagi santri
yang belajar di SMP mendapat bantuan dari pemerintah berupa BOS (Bantuan
70
Operasional Sekolah) dan dari orang tua.
Sedangkan santri yang ada di
tingkat SMA biaya operasional sepenuhnya dari orang tua santri dan juga
bantuan bagi siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu atau siswa yang
berprestasi. Bagi masyarakat yang kurang mampu atau masyarakat miskin
pondok pesantren bina insani Ketapang juga memberikan keringanankeringanan biaya, sehingga diharapkan seluruh masyarakat baik dari
masyarakat bawah, menengah dan atas memiliki kesempatan yang sama
dalam mengikuti pembelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang.
f. Data Penelitian
Data penelitian yang akan dipaparkan terdiri dari data hasil surve
(observasi) dan interview kepada masyarakat Ketapang berkaitannya dengan
pandangan dan harapan masyarakat terhadap lembaga pendidikan islam
moderen di pondok pesantren bina insani Ketapang Susukan.
Persepsi
masyarakat terhadap pondok pesantren bina insani Ketapang Susukan
difokuskan pada kurikulum, performa peseta didik, sarana prasarana dan biaya
pendidikan.
Sedangkan harapan masyarakat difokuskan pada jenis
keunggulan, kurikulum, tenaga pendidik, manajemen pembelajaran, fasilitas
dan keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dari hasil temuan penelitian di pondok pesantren bina insani Ketapang
Susukan dapat diuraikan sebagai berikut :
71
a. Pengelolaan lembaga pendidikan Islam Moderen Pondok Pesantren
Bina Insani Ketapang Susukan Semarang
1) Kurikulum / Keagamaan
Ketika dimintai pendapatnya tentang muatan kurikulum di
pondok pesantren
kurikulum
bina insani Ketapang, Zh mengatakan : “...
pondok pesantren bina insani Ketapang cukup bagus,
karena pelajaran yang diberikan sudah memadukan pelajaran umum
dan agama yang mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran
(KTSP) baik dari kebijakan pemerintah dalam hal ini kementerian
agama, dinas pendidikan dan pondok pesanten.
Berbeda dengan pandangan di atas, Mh mengatakan :
”... kalau dibandingkan dengan lembaga pendidikan formal lainnya,
kurikulum pondok pesantren bina insani Ketapang termasuk banyak,
karena pondok pesantren bina insani Ketapang pembelajaran
agamanya lebih ditekankan ada Al Qur’an, Tarih, Fiqih, Aqidah
Akhlak, Tajwid dan sebagainya, termasuk bahasa Arab dan bahasa
Inggris.
Ya memang pondok pesantren bina insani Ketapang
seharusnya begitu ... kalau sekolah belajar di pondok pesantren bina
insani Ketapang mestinya tahu tentang kurikulum dan beban yang
harus dipikul ...”.
Sm mengatakan : ”... kalau menurut saya ya cukupan lah mbak
kurikulum di pondok pesantren bina insani Ketapang, dikatakan
kurang juga ndak, sedikit juga ndak, sangat banyak juga tidak, ya
cukupan lah ...” Hal serupa juga dikatakan Zh dan Mt. Sementara itu,
berbeda dengan pendapat di atas, Mz mengatakan :
”
kalau menurut saya kurikulum pondok pesantren bina insani
Ketapang itu masih kurang, karena untuk membentuk anak sholihah
itu masih kurang ... di pondok pesantren bina insani Ketapang perlu
menambah kurikulum keagamaan seperti seperti pondok pesantren
moderen lainnya, yang menerapkan perpaduan beberapa bahasa yang
72
langsung dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya bahasa
Arab, bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa yang dijadikan
sebagai bahasa percakap-cakapan harian.....”, hal senada juga
dikemukakan oleh Zh, Mt dan Sm.
Tentang kegiatan keagamaan di pondok pesantren bina insani
Ketapang Zh, Mt dan Sm mengatakan : “... kegiatan keagamaan di
pondok pesantren bina insani Ketapang sudah sangat baik, baikd ari
segi kualitas dan kuantitasnya jika dibandingkan dengan lembaga
pendidikan formal lainnya ...”.
Sedangkan Ms, Mz dan Mh
mengatakan : “ ... saya kira cukupan lah tentang kegiatan keagamaan
di pondok pesantren bina insani Ketapang, belum begitu menonjol
dan sedang-sedang saja mbak ...”. Namun Hr mengatakan :
“ ... sangat sangat kurang mas kalau kita bicara tentang kegiatan
keagamaan di pondok pesantren bina insani Ketapang, karena
kegiatannya itu-itu saja, tidak dikembangkan oleh para gurunya yang
mengikuti perkembangan teknologi yang semakin canggih ini. Tetapi
untuk masyarakat pedesaan kurikulum pondok pesantren bina insani
Ketapang sudah lumayan.
Kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren
bina insani
Ketapang menurut Bs :
“... sangat bagus mbak, tidak berbeda dengan yang ada di pondok
pesantren moderen lainnya, karena pondok pesantren bina insani
Ketapang kegiatan ekstranya cukup banyak mulai dari berbagai
macam kegiatan olah raga, peternakan, perikanan, wiraswasta dan
kegiatan umum dan agama lainnya yang menunjang pelaksanaan
pembelajaran.
Kalau Bs dan Hr mengatakan : “... saya kira baik kegiatannya
cukup bagus, karena pembelajaan pondok pesantren bina insani
Ketapang menerapkan pembelajaran agama dan umum yang
dipadukan mbak...”. Zh dan Sm mengatakan : ”... kalau menurut saya
73
cukuplah, kegiatan ekstra di pondok pesantren bina insani Ketapang
sudah bagus...”. Berbeda dengan yang lain Ms mengatakan :
”... jika dibandingkan dengan pondok pesantren yang moderen,,
pembelajaran pondok pesantren bina insani Ketapang masih kurang
dan perlu adanya pembenahan-pembenahan baik dalam kegiatan
keagamaan maupun kegiatan pembelajaran umum. Hal yang senada
juga dikemukakan oleh K, L dan O.
2) Pandangan Masyarakat Terhadap Pondok Pesantren Bina Insani
Ketapang
Pandangan masyarakat terhadap pondok pesantren bina insani
Ketapang sebagaimana dikemukakan oleh O yang mengatakan : ”...
kegiatan pembelajaran pondok pesantren bina insani Ketapang berbeda
dengan sekolah umum, karena para santri yang masuk di pondok harus
beragama Islam dan dan harus bisa membaca Al Qur’an...”. Hal yang
senada dikemukakan oleh Bb, Cc dan Dd.
Sementara itu N mengatakan : ”... kalau bicara prestasi santri di
pondok pesantren bina insani Ketapang baik yang mengikuti
pembelajaran di SMP dan SMA ya jelas bagus dibandingkan dengan
SMP dan SMA umum ...”. Menurut Ee :
” ... Jauh mbak, jelas pembelajaran pondok pesantren bina insani
Ketapang itu lebih profesional jika dibandingkan dengan lembaga
pendidikan formal lainnya SMP dan SMA umum.
Pokoknya
pembelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang cukup
bagus...” Pendapat serupa juga disampaikan oleh K, L dan M.
74
Soal akhlak santri pondok pesantren bina insani Ketapang, O
mengatakan : ”... sangat baik .... sangat baik ... saya sering bergaul dan
bertemu dengan mereka ... mereka sopan-sopan, bicaranya juga baik,
mereka kalau salaman selalu cium tangan, kalau bertemu selalu salam
...”. Menurut N : ”... sama dengan anak lain, tetapi yang membedakan
terletak pada pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan seharihari lebih diprioritaskan...”. Hal serupa dikemukakan leh K, L dan Ee.
Sementara K mengatakan : ”... kalau saya ditanya tentang akhlaq
santri pondok pesantren bina insani Ketapang cukup baik, jika
dibandingkan dengan anak yang belajar di lembaga pendidikan formal
lainnya santri pondok pesantren bina insani Ketapang memiliki
keunggulan...”.
Hal yang berbeda juga disampaikan oleh Dd, dia
mengatakan :
”... lebih baik akhlak mereka, namun tidak tertutup
kemungkinan
masih
ada
beberapa
santri
yang
belum
bisa
melaksanakan ajaran agama Islam dengan baik dan benar, karena
tarafnya baru dalam mengikuti pembelajaran ...”.
Pengalaman
santri pondok pesantren bina insani Ketapang
menurut Jk : ”... sangat bagus, mereka sudah bagus sholat lima
waktunya dan bahkan mereka mau shalat sunah dan puasa sunah...”.
Menurut Sn : ”... kalau soal pengamalan di pondok pesantren bina
insani Ketapang cukup baguslah, karena pondok selalu menekankan
dalam pembelajaran teori dan praktik keagamaan...”. Ku mengatakan :
”... menurut saya kok cukupanlah keagamaan mereka itu ...
75
sebagaimana seperti santri lainnya ...” Ln mengatakan : ”di desa saya
anak-anak banyak yang tidak dekat dengan masjid atau mushola,
sedangkan saya jika tidak ke masjid atau Mushola dalam beribadah
merasakan berdosa...” menurut Bn : ”... mbak saya merasa senang
bisa belajar di pondok pesantren bina insani Ketapang, karena anakanak seusia saya yang tidak mondok dalam pengamalan agama Islam
sangat kurang, misalnya dalam membaca Al Qur’an, shalat wajib dan
sunah maupun sopan santun...” Ln : ”... merasa beruntung karena
memiliki kesempatan belajar di pondok pesantren bina insani
Ketapang yang tadinya buta dengan agama Islam, alkhamdulillah
sekarang sudah banyak yang tahu untuk dilaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari.
3) Tenaga Pendidik
Bb salah seorang wali santri pondok pesantren bina insani
Ketapang mengatakan :
”... bagus ... bagus sekali, sekarang gurunya mudah-muda dan
pendidikannya tinggi, jadi saya menilai sangat bagus kualitas para
guru pondok pesantren bina insani Ketapang ... berbeda dengan dulu ...
kalau guru-guru pondok pesantren bina insani Ketapang dulu khan
sudah sepuh-sepuh mbak.
Hal senada dikemukakan oleh Cc dan Dd. Ee mengatakan:
”... ya ... baguslah mbak jika dibandingkan dengan dulu, tenaga
pendidik sudah ada peningkatan karena sudah dapat menyamai dengan
guru-guru seperti lembaga pendidian lain yang ada di sekitar
pondok...”. Namun K mengatakan: ”... kalau kualitas guru pondok
76
pesantren bina insani Ketapang saya kira sudah cukupanlah, karena
proses pembelajaran sudah dapat berjalan dengan baik.
L mengatakan: ”.... kalau menurut saya kok masih kurang
untuk kualitas guru pondok pesantren bina insani Ketapang, O
mengatakan: ”... sangat baik, mereka kebanyakan tokoh agama, pak
kyai, ustadz/ustadzah di lingkungan Ketapang..., jadi secara umum
akhlaqnya sangat baik sekali. Be mengatakan: ”... soal akhlaknya guru
pondok pesantren bina insani Ketapang tentunya sudah terpilih yang
bagus-bagus dan mau berjuang demi tegaknya agama Islam, sudah
barang tentu akhlak guru diprioritaskan. Hal senada juga dikatakan
oleh Cc, Dd dan Ee. Sedangkan menurut N: ”... akhlak guru atau
ustdzah/ustadzah pondok pesantren bina insani Ketapang biasa-biasa
saja, karena ajaran agama Islam pada prinsipnya mengajarkan
pembentukan akhlak dalam kehidupan sehari-hari.
Tentang penampilan guruj pondok pesantren bina insani
Ketapang, K mengatakan: ”... sangat bagus mbak, rapi-rapi, bapak/ibu
gurunya berpakaian muslim/muslimah...”. Bb mengatakan: ”... kalau
penampilan guru pondok pesantren bina insani Ketapang cukupanlah...
biasa-biasa saja, karena mayoritas bapak/ibu guru berasal dari putra
daerah yang selalu menonjolkan kesederhanaan.
Menurut Ee
mengatakan: ”.... penampilan guru pondok pesantren bina insani
Ketapang dapat dijadikan sebagai contoh tauladan yang baik, karena
penampilan bukan satu-satunya cara yang harus dilakukan, tetapi yang
77
terpenting mampu mempengaruhi para santri berpenampilan sederhana
dan rapi.
4) Sarana Prasarana
Berkaitan dengan keadaan gedung pondok pesantren bina
insani Ketapang , Zz mengatakan: ”... pondok pesantren bina insani
Ketapang sekarang gedungnya sudah cukup lumayan dan banyak,
seluruh bangunan sudah permanen...”. menurut M: ”... gedung pondok
pesantren bina insani Ketapang letaknya dekat dengan rumah saya,
gedungnya bagus-bagus mulai dari ruang kelas, ruang guru, ruang
kepala, ruang laborat, kamar mandi dan lain-lain, setiap hari bersih
sekali...”
L mengatakan: ”...gedung pondok pesantren bina insani
Ketapang bagus-bagus dan nyaman.
N mengatakan: ”... gedung
pondok pesantren bina insani Ketapang cukuplah mbak... sudah layak
untuk pembelajaran...”.
Pondok pesantren bina insani Ketapang
mengatakan: ”... saya rasa dengan sudah tersedianya sarana gedung
masih perlu adanya peningkatan-peningkatan yang lebih baik, karena
saat ini sudah banyak lembaga pendidikan yang berstandar ..., jika
pondok pesantren bina insani Ketapang tidak mengikuti perkembangan
sudah barang tentu akan ketinggalan dengan lainnya.
Sarana dan prasarana pondok pesantren bina insani Ketapang
dapat disampaikan pada tabel berikut :
78
Tabel 3
Sarana dan Prasarana pondok pesantren bina insani Ketapang
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
Nama
Meja santri
Bangku siswa
Meja guru
Kursi guru
Papan tulis
Lemari
Mesin Tik
Komputer
Pengeras
OHP
Printer
Lapangan voly
Tenis meja
Takraw
Drum Band
Rebana
Ruang lab komputer
Komputer
Ruang lab IPA
Perpustakaan
Menjahit
Memasak
Pertanian
Anyaman
Asrama putra
Asrama putri
Ruang kelas
Ruang kepala
Ruang guru
Ruang TU
Ruang tamu
Perpustakaan
Koperasi
Kondisi
Baik
Rusak
250
500
10
12
16
10
1
2
1
5
1
1
2
1
1
1
12
1
1
1
1
1
3
7
15
1
1
1
1
1
1
10
6
4
3
1
1
1
1
8
4
1
-
79
34
35
36
Ruang kegiatan santri
K. mandi ustadz/ah
K. mandi santri
1
2
23
-
(Sumber dikutip dari Dokumen pondok pesantren bina insani
Ketapang pata tanggal 19 Februari 2011)
Menurut Sm: ”... keberadaan sarana dan prasarana tersebut di
atas dapat dijadikan sebagai saranha pembelajaran di pondok pesantren
bina
insani
Ketapang
pembelajaran...”.
yang
disesuaikan
dengan
kegiatan
Bs mengatakan: ”... sarana prasarana di pondok
pesantren bina insani Ketapang dapat dimanfaatkan secara maksimal
dan
disesuaikan
dengan
materi
pembelajaran,
sehingga
ustadz/ustadzah memegang peranan penting dalam meningkatkan
pembelajaran..”. Mh mengatakan: ”... sarana dan prasarana yang ada
itu merupakan salah satu alat yang mestinya dapat dijadkan sebagai
alat untuk memberkan pelajaran kepada siswa dalam rangka untuk
mencapai tujuan yang diharapkan...”.
b. Pandangan Masyarakat terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen
Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Kecamatan Susukan
Kabupaten Semarang
Dalam pembahasan tentang pandangan masyarakat terhadap
lembaga pendidikan Islam moderen pondok pesantren bina insan
Ketapang ditekankan pada keunggulan yang diinginkan: kurikulum,
fasilitas, manajemen pembelajaran, keterlibatan masyarakat dan tenaga
pendidik.
80
1) Keunggulan
Keunggulan yang diinginkan masyarakat terhadap pondok
pesantren bina insan Ketapang menurut K adalah:
”... kalau saya prestasi akademik di pondok pesantren bina insan
Ketapang baik kegaitan formal maupun non formal itu sangat
penting, karena selama ini saya merasa masih kurang berkaitan
dengan prestasi akademik baik di SMP maupun SMA, jadi SMP
dan SMA di lingkungan pondok pesantren bina insan Ketapang
harus unggul dalam berbagai macam prestasi..”. Hal ini didikung
oleh L dan M.
Di sisi lain, keunggulan pondok pesantren bina insan
Ketapang menurut N:
”... karena pondok tidak harus ngaji secara tradisional saja, tetapi
unggul dalam berbagai bidang, mulai dari baca Al Qur’an,
shalatnya, akhlaqnya dan dimbangi dengan kemampuan teknologi
yang semakin meningkat. Gimana nanti kalau santri tidak
menguasai teknologi, sedangkan ilmu agama sudah dikuasai, disini
perlu adanya keseimbangan pengetahuan umum dan gama.
Menurut Bb: ”... keunggulan pondok pesantren bina insan
Ketapang dapat diwujudkan dalam berbagai macam kegiatankegiatan baik keagamaan maupun umum”.
Menurut Jk: ”...
keberadaan SMP dan SMA di pondok pesantren bina insan
Ketapang lebih baik jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan
formal lainnya, karena siswa selain diajarkan pelajaran umum juga
pelajaran agama secara optimal mendapatkan...”.
Menurut Sn: ”... pandangan terhadap pondok pesantren bina insani
Ketapang cukup bagus, karena selain menyediakan lembaga
pendidikan formal SMP dan SMA juga pembelajaran non formal
yang berkaitan dengan pembelajaran pesantren diberikan kepada
siswa atau santri...”
Menurut Ku: ”... pandangan terhadap pondok pesantren bina insan
Ketapang yang telah mendirikian lembaga pendidikan formal
81
SMP dan SMA itu paling baik. Dengan alasan sama-sama
lembaga pendidikan formal tingkat SMP dan SMA di lihat dari
segi kelulusan setap tahunnya di lembagai pendidikan islam
moderen pondok pesantren bina insan Ketapang selalu meluluskan
muridnya 100%, sedangkan lembaga pendidikan formal lainnya di
sekitar Desa Ketapang jarang ditemukan meluluskan 100%. Hal
ini merupakan salah satu keberhasilan pembinaan di pondok
pesantren bina insan Ketapang yang diimbangi dengan kerjasama
yang baik di antara guru dan orang tua santri...”.
Berkaitan dengan program keunggulan di pondok pesantren
bina insan Ketapang Ln dan Bn: ”... setuju sekali program
unggulan diprioritaskan yang menjadikan wajib bagi setiap santri
yang belajar, misalnya yang diunggulkan masalah hafalan Al
Qur’an, penguasaan tiga bahasa dalam berpidato (bahasa Arab,
bahasa Inggris, dan bahsa Jawa). Menurut K:
”... kalau menurut saya program hafalan dan penguasaan tiga bahsa
dalam berpidato dapat dijadikan sebagai program unggulan yang
betul-betul dapat dilaksanakan secara maksimal, sehingga dengan
program unggulan tersebut pondok pesantren bina insan Ketapang
akan terangkat dan dipercaya oleh masyarakat untuk menitipkan
putra-putrinya belajar dalan kurun waktu tertentu...”.
2) Kurikulum
Menurut M, kegiatan yang perlu dilaksanakan di pondok
pesantren bina insan Ketapang adalah: ”... dengan membiasakan
para santri melaksanakan shalat dhuha dan shalat lail bersamasama dan berkesinambungan, sehingga dengan sendirinya santri
akan terlatih dalam melaksanakan ibadah...”. Hal yang senada
disampaikan oleh N yang mengatakan:
”.... kalau ibadah yang perlu dilakukan para santri diutamakan
shalat wajib lima waktu dulu dengan berjamaah. Karena shalat
wajib menjadikan tolok ukur bagi santri di dalam ibadah. Jika
82
tidak diwajibkan shala berjamaah, yang namanya anak orang
banyak dikhawatirkan santri tidak terbiasa melaksanakan shalat
atau melaksanakan kalau mau saja...”
Menurut O:
”... mungkin para santri juga perlu dilatih untuk berpuasa sunah,
kalau puasa ramadhan khan pasti mereka sudah melakukannya,
nah yang puasa sunah perlu dibiasaskan di pondok, misalnya puasa
senin kamis, puasa satu syura dan sebagainya...”
Berbeda dengan Bb mengatakan: ”... kalau saya yang perlu
dibiasaskan di pondok pesantren bina insan Ketapang terutama
membaca Al Qur’an, karena banyak anak-anak yang belum
mampu membaca Al Qur’an..”.
Tentang kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren bina
insan Ketapang menurut Ln: ”... mungkin kegiatan olah raga juga
perlu dikembangkan dan diprioritaskan yang nantinya ada harapan
untuk mendapatkan berbagai macam juara-juara ketika ada
perlombaan-perlombaan baik di tingkat Kecamatan, Kabupaten
maupun Provinsi...”. Bn mengatakahn: ”... kalau menurut saya
pondok pesantren bina insan Ketapang yang dulunya ada kegiatan
dhrumband perlu dihidupkan kembali...”.
Menurut Bb ”... kalau estra kurikuluer di pondok pesantren bina
insan Ketapang menurut saya mungkin yang perlu itu penguasaan
komputer dan internet, karena zaman sekarang ini sudah dituntut
penguasaan teknologi, kalau tidak mengikuti zaman pondok akan
ketinggalan, sedangkan pondok pesantren bina insan Ketapang
sebagai pondok moderen yang mau memberikan pembelajaran
baik secara umum dan agama dipadukan menjadi satu...”
Menurut
Dd,
kegiatan
ekstrakurikuler
yang
perlu
dikembangkan di pondok pesantren bina insan Ketapang adalah:
83
”... penguasaan bahasa Inggris dan bahasa Arab, saya kita perlu
ditindaklanjuti dan dikebangkan, sekarang belum terlambat,
dengan bermodal dua bahasa tersebut dapat dijadikan sebagai
modal awal bagi santri...”.
3) Fasilitas
Menurut Dd fasilitas yang perlu ada di pondok pesantren
bina insan Ketapang adalah : ”... kalau menurut saya fasilitas itu
sangat penting, misalnya difasilitasi kemudahan-kemudahan
pelayanan bagi santri yang membutuhkanh, juga kesediaan alat
teknologi seperti komputer/internet disediakan...”
Sementara itu Ee mengatakan: ”... kantin perlu diadakan di
dalam pondok, sehingga tidak membiasakan santri jajan di luar
pondo...”.
menurut Bb: ”... saya sangat setuju kalau pondok
pesantren bina insan Ketapang disiapkan fasilitas-fasilitas yang
mendukung, mulai dari pengadaan tempat ibadah yang memadai,
kamar mandi, kantin dan fasilitas lainnya yang mendukung...”.
Ln mengatakan: ”... keberhasilan pondok itu salah satunya
dipenuhi fasilitas yang ada, jika zaman sekarang sudah teknologi
di pondok harus diadakan fasilitas tentang komputer dan teknologi
lainnya, sehingga tidak ketinggalan dengan perkembangan
zaman...”
4) Manajemen Pembelajaran
Menurut K: ”... bsa ndak mbak pondok pesantren bina insan
Ketapang itu dibuat model full day, karena sekarang sudah banyak
yang mendirikan lembaga pendidikan formal yang berdirikan
84
Islami dengan embel-embel terpadu, karena pondok pesantren bina
insan
Ketapang
merupakan
pondok
moderen
tentunya
pembelajaran lebih ditingkatkan...”. Menurut L: ”... saya setuju
sekali pembelajuaran di pondok pesantren bina insan Ketapang
dipadatkan, artinya santri banyak belajar dan sedikit istirahat, yang
jelas banyaknya kegiatan akan memberkan motivasi belajar santri
meningkat...”.
Terkait dengan pembelajaran di pondok pesantren bina insan
Ketapang N mengatakan: ”... tata tertib perlu diprioritaskan, bagi
santri yang melanggar tata tertib, maka sanksi hukum harus
dilakukan tanpa memandang anak siapa yang melanggar...”
5) Keterlibatan Masyarakat
Masyarakat secara langsung mempunyai keterlibatan di
pondok pesantren bina insan Ketapang.
Zh mengatakan: ”...
karena masyarakat merupakan aset paling penting, setiap ada
moment-moment penting masyarakat diundang untuk menghadiri
kegiatan pondok...”.
Mt mengatakan: ”... kalau menurut saya
masyarakat disekitar pondok pesantren bina insan Ketapang secara
langsung ada keterlibatannya, sehingga dalam membentuk
pengurus atau komite pondok harus melibatkan masyarakat
sekitar...”.
Menurut Sm: ”... masyarakat itu ada dua macam, yaitu
masyarakat yang menitipkan putra-putrinya di pondok pesantren
85
bina insan Ketapang dan masyarakat yang tidak menitipkan putraputrinya di pondok pesantren bina insan Ketapang.
Supaya
masyarakat memiliki ikatan dengan pondok pesantren bina insan
Ketapang perlu adanya keterlibatan seluruh komponen masyarakat
mulai dari masyarakat biasa, tokoh masyarakat dan tokoh
agama...”.
Menurut Mh: ”... masyarakat merasa senang kalau
dijadikan sebagai pengurus atau komite di pondok pesantren bina
insan Ketapang ...”.
Menurut K: ”... saya sebagai masyarakat biasa diberi
amanah pondok menjadi komite pondok, alkhamdulillah dengan
menjadi anggota komite sekolah saya dapat memberikan sediki8t
kontribusi kemajuan pondok...”.
6) Tenaga Pendidik
Harapan M terhadap guru/ustadz/ustadzah di pondok
pesantren bina insan Ketapang:
N menambahkan:
”...kalau guru saya senang guru yang tegas dan disiplin mbak...
mereka itu patut dicontoh dan dapat mendidik anak, tetapi kalau
sudah tidak disiplin ya sulit bagaimana dia mendidik anak kalau
gurunya saja tidak disiplin...”.
N mengatakan:
”... kalau idealnya mbak guru itu harus menguasai disiplin ilmu
pengetahuan yang ada yang ditunjang dengan pendidikan akhir
dari latar belakang pendidikan.
Sebab dengan memiliki latar
belakang pendidikan ketika mengajar akan berusaha secara
86
maksimal untuk menjadi guru yang baik...”. Ustadz/ustadzah di
pondok pesantren bina insan Ketapang merupakan sosok yang
diharapkan masyarakat mampu membentuk dan menciptakan anakanak menjadi insan yang sempurna dalam melaksanakan ajaran
agama Islam sesuai dengan kemampuan.
87
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam Moderen Pondok Pesantren Bina
Insani Ketapang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang
1. Kurikulum
Lembaga pendidikan Islam secara umum memfokuskan pada ilmuilmu keislaman yang dianggap wajib dan tidak boleh berubah, belum
sepenuhnya melihat hasil produknya agar menjadikan manusia sebagai
pijakan utama, sehingga lebih menonjol dalam kehidupan bermasyarakat.
Pendidikan Islam di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan
Susukan memiliki tujuan untuk membina manusia agar menjadi hamba Allah
yang saleh dengan seluruh aspek kehidupannya yang mencakup perbuatan,
pikiran dan perasaan. Pembiasaan tersebut diarahkan kepada pembentukan
seorang hamba Allah yang saleh. Oleh karenanya pondok pesantren bina
insani Ketapang Kecamatan Susukan membuat kurikulum untuk memadukan
llmu pengetahuan umum maupun ilmu keagamaan yang nantinya agar
membentuk santri-santri yang tangguh dan beriman. (Wawancara, AM:
7 Januari 2011).
Kurikulum di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan
Susukan telah memadukan pelajaran umum dan pelajaran agama menjadi satu.
Kurikulum di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan
cukup bagus, karena pelajaran yang diberikan sudah memadukan pelajaran
umum dan agama yang mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran
89
88
(KTSP) baik dari kebijakan pemerintah dalam hal ini kementerian agama,
dinas dan pondok pesantren. Artinya pelajaran umum baik siswa yang belajar
di SMP dan SMA diberikan sama dengan pelajaran pada lembaga pendidikan
formal lainnya, selain pelajaran umum, pelajaran agama seperti Al-Qur’an,
Fiqih, Aqidah Akhlak, Tajwid dan lain sebagainya juga diberikan kepada
siswa dalam kurun waktu tertentu. Pelajaran untuk pesantren meliputi: Al
Qur’an (tajwid, terjamah, Ulumul Qur’an, Tafsir), Hadits, Tauhid/Ilmu kalam,
mantiq, aklaq/tasawuf, fiqih, tareh/sejarah Islam, bahasa (nahwu, shorof,
muhadatsah, mudhola’ah, insya’, khot imla’, mahfudat, balaghah), qiro’atul
kutub, bahasa inggris (conversation, grammer, reading) dan tarbiyah
islamiyah. (Wawancara, MM; 7 Januari 2011).
Kurikulum pendidikan dan pengajaran pondok pesantren bina insani
Ketapang Kecamatan Susukan disusun dalam rangka mencapai profil lulusan
sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Hafal Al-Qur’an sekurang-kurangnya juz 30 dan juz 1 dan 2 (3 juz).
Mampu menjadi iman dan khotib.
Mampu membaca Al-Qur’an dengan tartil.
Mampu berkomunikasi teks pidato minimal dalam dua bahasa.
Mampu membuat teks pidato minimal dalam dua bahasa.
Memiliki jiwa mandiri, ikhlas, sederhana dan ukhuwah islamiyah serta
kepemimpinannya.
g. Memiliki aqidah salimah dan akhlak karimah serta ibadah shahihah.
h. Menguasai dasar-dasar ilmu sosial dan ilmu alam.
i. Menguasai dasar-dasar aplikasi komputer. (Sumber dokumentasi pondok
pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan dikutip pada tanggal
20 Februari 2011).
Lulusan berdasarkan profil pondok pesantren bina insani Ketapang
Kecamatan Susukan dibagi menjadi dua kategori, yaitu sebagai berikut:
a. Lulusan dengan kategori watsqah (pernah disebut tashdiq)
1) Mengikuti seluruh rangkaian ujian akhir.
89
2) Membuat karya tulis.
3) Memiliki nilai suluk tayyid.
4) Hafal juz 30 dan juz 1-2 dari Al-Qur’an (3 juz).
5) Hafal hadits arba’in minimal 10 hadits.
6) Memiliki indeks rata-rata minimal 6,00.
7) Nilai baca Al Qur’an minimal 7.
b. Lulusan dengan kategori syahadah
1) Mengikuti seluruh rangkaian ujian akhir.
2) Rata-rata nilai ujian kepondokan minimal 8,0 (seluruh mata pelajaran
wajib).
3) Membuat karya tulis berbahasa asing.
4) Memiliki nilai suluk jayyid (syarof).
5) Hafal seluruh hadits Arba’in.
6) Hafal Juz 30 dan juz 1, 2, 3, 4 dari Al Qur’an (5 juz).
7) Nilai baca Al Qur’an minimal 8. (Sumber dokumentasi pondok
pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan dikutip pada
tanggal 20 Februari 2011).
Kurikulum pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan
Susukan merupakan integrasi dari tiga kurikulum pendidikan menjadi satu
kesatuan struktur mata pelajaran.
Ketiga bangunan kurikulum yang
diintegrasikan adalah (1)
Kurikulum pondok pesantren, (2)
Kurikulum
pendidikan nasional, (3)
Kurikulum Departemen Agama yang sekarang
menjadi Kementerian Agama. Bahkan dalam rangka mendapat mu’adalah
(penyetaraan) dengan pendidikan di Timur Tengah, kurikulum pesantren
diperkuat pula dengan mata pelajaran yang harus diadakan sebagai syarat
mu’adalah.
Pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan telah
menetapkan mata pelajaran wajib yang harus ada dalam struktur mata
pelajaran uni sekolah. Struktur mata pelajaran yang tergambar di bawah ini
merupakan mata pelajaran yang diselenggarakan pada waktu kegiatan belajar
mengajar pagi, sore dan malam sebagai berikut: kegiatan belajar mengajar
pagi hari meliputi:
90
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Al-Lughah al-‘Arabiyah.
Al-Lughah al-Injliziyah.
Aqidah.
Akhlaq.
Tahfidz.
Fiqih.
Tarikh al-Islam, Tsaqafah Islamiyah.
Thariqah al-Ta’lim.
Qiro’atul Qur’an. (Sumber dokumentasi pondok pesantren bina insani
Ketapang Kecamatan Susukan dikutip pada tanggal 20 Februari 2011).
Sedangkan kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan pada sore hari
dan malam hari meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Al-Muhadharah, Al-Indonisiyah, Al-‘Arabiyah, Al-Injliziyah
Al-Kasyasyafah
Tazwid wa Tasyji’ al-Lughah, Al-Arabiyah, Al-Injliyah
Al-Muhadatsah, Al-‘Arabiyah, Al-Injliziyah
Dirosah at-Tafsir
Qiro’ah al-Kitab
Ar-Riyadhah
Al-Funun. (Sumber dokumentasi pondok pesantren bina insani Ketapang
Kecamatan Susukan dikutip pada tanggal 20 Februari 2011).
Selain materi pelajaran di atas, di tingkat pondok juga diselenggarakan
kegiatan-kegiatan yang lain seperti: pramuka, khitobah, seni baca Al-Qur’an,
kaligrafi, letter, robbana, drum band, bela diri, teater, olah raga (sepak bola,
volly ball) dan pertanian. (Sumber dokumentasi pondok pesantren bina insani
Ketapang Kecamatan Susukan dikutip pada tanggal 20 Februari 2011).
Menurut SM: “… pelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang
Kecamatan Susukan baik yang di SMP, SMA dan pondok dibekali dengan
berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan baik umum dan agama serta
ketrampilan pada akhirnya setelah mengikuti pembelajaran dalam kurun
waktu tertentu santri terampil dalam berbagai bidang pengetahuan…”.
Berkaitan dengan pembelajaran di pondok pesantren bina insani
Ketapang Kecamatan Susukan disampaikan komentar dari santri, di
antaranya: Sriyatun mengatakan : “…belajar d pondok pesantren bina insani
91
Ketapang Kecamatan Susukan alkhamdulillah pembelajarannya cukup baik
dan tidak ada waktu-waktu kosong, karena jadwal sudah dibuat dan
dilaksanakan secara maksimal …”.
Santri di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan
merasa senang karena dapat mengikuti pembelajaran baik pelajaran agama,
umum dan ketrampilan, sehingga nanti dapat dijadikan sebagai bekal dalam
kehidupan sehari-hari yang disesuaikan dengan skil yang dimiliki. Hal yang
senada juga dikatakan oleh Hasan: “…saya anak dari keluarga tidak mampu,
alkhamdulillah saya diberi kesempatan belajar di pondok pesantren bina
insani Ketapang Kecamatan Susukan dengan bantuan dari berbagai pihak baik
dari pondok, pemerintah dan keluarga...”.
Ternyata belajar di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan
Susukan cukup asik dan menyenangkan, yang tadinya takut dengan pelajaran
agama, setelah mengikuti pembelajaran yang didukung oleh tenaga pengajar
dan pengasuh yang sabar dan penuh perhatian ternyata belajar agama Islam itu
mengasikkan, karena dari belum tahu selanjutnya setelah mempelajari
pengetahuan selanjutnya tahu dan berusaha untuk melaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari. Hal yang senda juga dikatakan oleh santriwati Pujiyati,
“…saya cukup bangga belajar di pondok pesantren bina insani Ketapang
Kecamatan Susukan, karena selain belajar agama Islam juga mempunyai
kesempatan belajar di SMP dan SMA yang pelajarannya dikemas dari
pelajaran agama dan umum.
Alkhamdulillah setelah saya mengikuti
pembelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan
ada peningkatan dalam melaksanakan ajaran agama Islam terutama dalam
melaksanakan ibadah shalat wajib, membaca Al Qur’an dan sopan santun.
92
2. Performa Pesantren
Performa pesantren dalam hal ini mencakup performa akademik,
moral, pengamalan ibadah dan penguasaan pengetahuan umum.
Dalam
pandangan masyarakat, performa merupakan prestasi akademik santri di
pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan meningkat jika
dibandingkan dengan lembaga pendidikan formal lainnya yang ada di sekitar
Kecamatan Susukan.
Anggapan bahwa santri di pondok pesantren bina insani Ketapang
Kecamatan Susukan sama dengan sekolah formal lainnya, sebenarnya kalau di
lihat dari pelajaran umum sudah sesuai dengan pembelajaran sekolah-sekolah
umum.
Hal ini cukup beralasan, karena dilihat dari struktur kurikulum,
perhatian pemerintah, persepsi masyarakat, ketentuan dalam Undang-undang
Sisdiknas.
Moral pada santri pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan
Susukan secara umum sangat baik, karena dalam kehidupan sehari-hari santri
mendapat pelajaran umum dan agama yang selanjutnya dilaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari.
Persepsi masyarakat yang mengatakan bahwa pondok pesantren bina
insani Ketapang Kecamatan Susukan dalam realitasnya sebagai sarana belajar
bagi warga muslim dengan biaya yang terjangkau. Secara umum masyarakat
sudah mempercayakan pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan
Susukan jika akan menyekolahkan anak-anaknya. Dengan alasan pelajaran di
pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan selain
mendapatkan pelajaran umum juga pelajaran agama diprioritaskan.
93
Moral para santri menurut masyarakat sangat baik, jika dibandingkan
dengan anak-anak seusianya yang tidak mondok. Ini mengandung pengertian,
bahwa santriwan/santriwati telah teruji dalam belajar kemudian berusaha
untuk melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
Baiknya moral santriwan/santriwati di pondok pesantren bina insani
Ketapang Kecamatan Susukan didukung oleh struktur kurikulum yang
memadai dalam pembentukan akhlak santri.
Materi-materi pembelajaran
keagamaan di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan
yang banyak memberikan kontribusi yang positif bagi pembentukan moral
santriwan/santriwati.
Di samping faktor kurikulum, komponen yang mendukung moral dan
pengamalan keagamaan peserta santri di pondok pesantren bina insani
Ketapang Kecamatan Susukan adalah lingkungan keluarga dan lingkungan
masyarakat yang mendukung.
Faktor lain yang mendukung moral dan
pengamalan keagamaan peserta santri pondok pesantren bina insani Ketapang
Kecamatan Susukan selain belajar pagi hari mengikuti pelajaran di SMP dan
ada yang di SMA, selanjutnya pada sore hari dan malam hari kegiatan
keagamaan selalu dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan
yang betul-betul mampu membentuk akhlak santri yang lebih baik.
Performa lain dari para santri adalah penguasaan pengetahuan umum,
dimana masyarakat memandang bahwa pengetahuan umum santri sangat baik
yang diimbangi dengan kemampuan santri.
Kegiatan ekstra kurikuler
diberikan kepada santri dalam rangka untuk membentuk santri yang terampil
sesuai dengan bidangnya (Wawancara, KM: 8 Januari 2011).
94
Minat santri dan potensi awal sangat berpengaruh terhadap prestasi
belajar.
Prestasi santri yang sebagian besar berasal dari keluarga kelas
ekonomi menengah, atas dan bawah akan nampak adanya tingkatan-tingkatan,
hal ini disebabkan adanya tingkatan motivasi belajar yang berbeda pula yang
disebabkan salah satunya dipengaruhi latar belakang keluarga.
3. Performa Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Kecamatan
Susukan
Pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan
bertanggung jawab dalam pengasuhan santri, terutama di luar program
pendidikan formal di luar kelas. Di dalam mengasuh santri pimpinan pondok
di bantu oleh beberapa ustadz/ustadzah. Mereka bertanggung jawab di dalam
penegakan disiplin, tata tertib, dan sunnah-sunnah pondok pesantren. Namun
demikian didalam operasionalnya seluruh ustadz bersama-sama bertanggung
jawab dalam melaksanakan pengasuhan dan bimbingan santri.
Adapun pola pembinaan yang diharapkan dan bimbingan santri
diantaranya:
a. Memberikan bimbingan dan konseling bagi santri yang memiliki problem,
dan menawarkan solusinya.
b. Memberikan tugas-tugas yang dapat mendorong semangat, kreativitas,
loyalitas santri dalam beraktrivitas demi agama dan pondok.
c. Meningkatkan ubudiyah santri melalui penyelenggaraan sholat tahajjud,
dakwah, mujahadah, puasa sunnah dan pembinaan memnbaca Al-Qur’an.
95
d. Pengarahan dan pembnaan ketrampilan berorganisasi dan latihan
kepemimpinan bagi para santri.
Adapun kegiatan tahunan bagian pengasuhan selain kegiatan rutin
seperti tersebut di atas adalah (Dokumentasi, dikutip tanggal 20 Pebruari
2011):
a. Khutbatul
‘Arby,
materi
meliputi:
kepondokan,
pendidikan
dan
pengajaran, bahasa, kitab kuning, disiplin.
b. Ibadah qurban.
c. Gerakan qurban.
d. Gerakan menghafal Qur’an
e. Khotaman Al-Qur’an
4. Sarana Prasarana
Kegiatan pembelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang
Kecamatan Susukan dilaksanakan dengan menggunakan sarana dan prasarana
yang ada dan dilakukan secara maksimal. Pembelajaran di pondok pesantren
bina insani Ketapang Kecamatan Susukan baik di SMP maupun di SMA dan
kegiatan pondok di dukung dengan sarana dan prasarana yang memadai,
diantara yang termasuk sarana prasarana ialah: peralatan kantor, kelas, alatalat, bahan lab, buku-buku dan perpustakaan. (Sumber dokumentasi pondok
pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan dikutip pada tanggal 20
Februari 2011).
Keberadaan sarana dan prasarana tersebut di atas dapat dijadikan
sebagai sarana pembelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang
96
Kecamatan Susukan yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Sarana
dan prasrana di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan
dapat dimanfaatkan secara maksimal dan disesuaikan dengan materi
pembelajaran, sehingga ustadz/ah memegang peranan penting dalam
meningkatkan pembelajaran.
Artinya sarana dan prasarana yang ada itu
merupakan salah satu alat yang mestinya dapat dijadikan sebagai alat untuk
memberikan pelajaran kepada siswa dalam rangka untuk mencapai tujuan
yang diharapkan.
B. Pandangan Masyarakat terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen
Pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan
Dalam pembahasan tentang pandangan masyarakat terhadap lembaga
pendidikan Islam moderen pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan
Susukan ditekankan pada keunggulan yang diinginkan, kurikulum, fasilitas,
manajemen pembelajaran, keterlibatan masyarakat dan tenaga pendidik.
1. Program Keunggulan
Masyarakat menginginkan program unggulan di pondok pesantren
bina insani Ketapang Kecamatan Susukan secara umum prestasi akademik
meningkat dan unggul, baik prestasi dalam pembelajaran pengetahuan umum
maupun pembelajaran pengetahuan agama.
Jika dicermati,
masyarakat
menginginkan keberadaan pondok
pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan harus unggul dalam
bidang akademik dan keagamaan. Prestasi akademik masih menjadi prioritas
97
bagi masyarakat terutama yang menitipkan putra-putrinya di pondok
pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan.
Disamping prestasi, masyarakat juga menginginkan keunggulan dalam
pengetahuan umum. Masyarakat lebih memilih lembaga pendidikan yang
mampu memberikan jaminan kepada masyarakat untuk menjadi insan yang
beragama. Seiring dengan membaiknya tingkat perekonomian masyarakat,
pada akhirnya masyarakat tidak lagi mengeluarkan uang demi kepentingan
pendidikan anak-anaknya. Namun pembelajaran di pondok itu bukan sekeder
hanya belajar pulang- belajar pulang, akan tetapi pembelajaran dilaksanakan
secara maksimal dan berkesinambungan.
Program tahfidz menjadikan keunggulan di pondok pesantren bina
insani Ketapang Kecamatan Susukan, sebab untuk mengetahui santri sudah
bisa memaca Al Qur’an atau belum, perlu adanya pengecekan per individu
yang selanjutnya pembinaan akan diprioritaskan. (Wawancara, AM: 7 Januari
2011).
Pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan sebagai
penyelenggara pendidikan keagamaan harus merespon keinginan masyarakat
yang positif. Masyarakat selain mengharapkan pondok pesantren bina insani
Ketapang
Kecamatan
Susukan
mampu
memberikan
pemnbelajaran
keagamaan, juga para santri harus dibekali dengan disiplin ilmu pengetahuan
umum yang berkembang saat ini, misalnya penguasaan ilmu komputer,
internet dan lain sebagainya.
98
2. Tenaga Pendidik
Masyarakat sangat setuju adanya tenaga pendidik di pondok pesantren
bina insani Ketapang Kecamatan Susukan itu disiplin dan tegas yang
disesuaikan dengan kedudukan dan materi pelajaran yang disampaikan.
Masyarakat menginginkan tenaga pendidik tegas dan disiplin, karena
ustadz/ustadzah yang tegas dan disiplin itu akan mampu merubah dan
membentuk watak dan perilaku santri. ustadz/ustadzah yang tidak tegas dan
tidak disiplin cenderung mengambil tindakan dengan ragu-ragu dan kurang
mampu membentuk atau merubah perilaku santri.
Menurut TH (Wawancara, 20 Pebruari 2011) seluruh ustadz/ustadzah
di pondok pesantren bina Insani cukup bagus, karena latar belakang
pendidikannya mendukung dan memiliki ketrampilan membimbing santri
setiap harinya.
Ustadz/ustadzah yang disiplin dan tegas dalam hal ini bukan
ustadz/ustadzah yang galak, karena ustadz/ustadzah yang tegas dan disiplin itu
segala tindakan yang dilakukan atas kesadaran dan hanya berpura-pura
dengan mengedepankan nilai-nilai edukasi, sementara itu ustadz/ustadzah
yang galak mengambil tindakan tidak mempertimbangkan nilai-nilai edukatif
dan dilandasi dengan sifat emosional. ustadz/ustadzah yang tegas dan disiplin
mengambil sedikit menyentuh aspek fisik santri, sedangkan ustadz/ustadzah
yang galak sering mengambil tindakan yang menyakiti fisik santri tetapi untuk
tahun-tahun ini jarang sekali ditemukan ustadz/ustadzah yang galak, sebab
secara umum santri yang belajar mudah dan berminat untuk belajar secara
maksimal.
99
3. Manajemen Pembelajaran
Pandangan masyarakat tentang manajemen pembelajaran pondok
pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan cukup bagus. Karena
santri yang masuk belajar di pondok pesantren bina insani Ketapang
Kecamatan Susukan harus taat dan patuh terhadap tata tertib yang berlaku.
Jika tidak melaksanakan tata tertib yang telah diberlakukan, akan mendapat
sanksi (hukuman) yang bersifat mendidik, misalnya menghukum santri
dengan menghafal do’a-do’a, menulis di depan kelas, menulis di buku dan
membersihkan lingkungan pondok (Wawancara, AM: 7 Januari 2011).
Sejalan dengan tingkat perekonomian masyarakat yang semakin
membaik, rasanya soal biaya pendidikan di pondok pesantren bina insani
Ketapang Kecamatan Susukan tidak menjadi persoalan. Biaya pembelajaran
bukan masalah, asalkan pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan
Susukan dapat memberikan pelayanan yang prima bagi pembelajaran santri.
Biaya pembelajaran malah bukan terletak pada besar kecilnya angka
nominalnya, namun terletak pada ketidak seimbangan antara biaya yang
dikeluarkan dengan layanan serta fasilitas yang diterimanya.
Masyarakat juga masih menganggap pondok pesantren bina insani
Ketapang Kecamatan Susukan belum moderen, karena pembelajaran
pesantren yang kuno masih diajarkan.
Masyarakat menginginkan sebagai
salah satu pondok yang ada di Ketapang harus tampil beda dan moderen tidak
kaku serta mampu mengikuti perkembangan teknologi. Pembelajaran yang
sudah diberikan baik secara teori maupun praktik sebenarnya sudah lumayan.
Karena santri selain belajar pelajaran umum dan agama juga diberikan
100
tambahan pembelajaran wiraswasta dalam berbagai bidang misalnya: tani,
ternak, buka internet dan lain sebagainya (Wawancara, MM;
15 Januari
2011).
Masyarakat menginginkan anaknya mendapatkan layanan pendidikan
yang berkualitas dan humanis. ustadz/ustadzah sebagai pembimbing yang
selama ini masih berpendidikan tingkat atas (SLTA) harus membenahi diri ke
jenjang yang lebih tinggi disesuaikan dengan disiplin ilmu yang dimiliki.
Sehingga profesionalisme guru merupakan salah satu faktor yang mampu
menghantarkan pencapaian pembelajaran di pondok pesantren bina insani
Ketapang Kecamatan Susukan.
4. Fasilitas Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Kecamatan Susukan
Fasilitas yang diinginkan masyarakat dalam pembelajaran di pondok
pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan, misalnya: adanya masjid
khusus santri/santriwan, kantin di dalam pondok dan tempat inap santri yang
memadai.
Masyarakat menginginkan adanya masjid khusus, apabila ada kegiatan
keagamaan yang membutuhkan tempat ibadah tidak jauh-jauh ke luar pondok
walaupun masyarakat di sekitarnya sudah mendidikan masjid.
Masyarakat juga menghendaki adanya fasilitas berupa kantin khusus
di dalam pondok. Hal ini dapat dimanfaatkan bagi warga yang ada di dalam
pondok, dan sebagai pengelola kantin harus betul-betul melaksanakan syariat
Islam di dalam berdagang (Wawancara, O; 19 Pebruari 2011). Masyarakat
selalu menilai kegiatan-kegiatan pondok pesantren bina insani, pada
101
umumnya kegiatan pembelajaran dilaksanakan secara maksimal dan sangat
bermanfaat bagi masyarakat.
Kemudian fasilitas lain yaitu keberadaan tempa inap perlu adanya
pembenahan yang lebih baik, mengingat semakin hari jumlah santri selalu
bertambah, sedangkan kamar untuk menginap santri belum tercukupi.
Tuntutan masyarakat tentang pengadaan tempat penginapan cukup beralasan,
sehingga sebagai pengelola pondok segera menindaklanjuti.
Masyarakat juga menghendaki penegakan ajaran agama Islam di
pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan perlu
ditingkatkan.
Karena ajaran agama Islam sudah ada rambu-rambunya,
khususnya dalam kebersihan lingkungan harusa diprioritaskan. Kebersihan
itu sebagian dari iman. Setelah lingkungan bersih, selanjutnya membersihkan
pribadi mulai dari pengasuh sampai santri yang sesuai dengan syariat Islam.
Jika ada hal-hal yang bersfat negatif, pondok dengan cepat dan segera
menyelesaikan masalah-masalah yang ada sampai betul-betul kembali kepada
ajaran Al Qur’an dan Hadits (Wawancara, O; 19 Pebruari 2011).
5. Ketertiban Masyarakat
Keterlibatan masyarakat di pondok pesantren bina insani Ketapang
Kecamatan Susukan dapat diwujudkan melalui berbagai macam langkah,
misalnya
masyarakat
dilibatkan
dalam
kepengurusan
kepengurusan komite di SMP atau di SMA.
pondok
atau
Dengan sendirinya setelah
masyarakat bergabung dalam pondok secara langsung akan memiliki
102
keterlibatannya di dalam, baik dalam pemikiran maupun lainnya (Wawancara,
L; 21 Pebruari 2011).
Masyarakat
juga
menginginkan
pondok
mempunyai
program
pengajian baik bulanan, tahunan maupun peringatan-peringatan hari besar
Islam yang memberikan ksempatan kepada masyarakat untuk mengikuti
kegiatan keagamaan. Masyarakat desa Ketapang secara umum mendukung
keberadaan pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan,
sehingga pandangan dan harapan masyarakat tentang keberadaan pondok
pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan selalu diharapkan.
Pandangan kedepan pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan
Susukan mampu menjalankan pembelajaran secara optimal.
Harapannya
pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan mampu
menciptakan kader-kader Islami yang nantinya dapat dijadikan sebagai sosok
yang mampu memberikan suri tauladan yang baik di tengah-tengah
masyarakat.
Pengelola dan pembina pondok pesantren bina insani Ketapang
Kecamatan Susukan baik yang mengelola SMP dan SMA sudah memiliki
latar belakang pendidikan yang sesuai, sehingga dalam pembelajaran dapat
menjalankan secara maksimal dan tepat guna.
Harapan masyarakat akan
dapat terwujud salah satunya adanya interaksi (hubungan timbal balik) di
antara pengelola pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan
dengan orang tua santri dan masyarakat disekitarnya (Wawancara, L; 21
Pebruari 2011).
Kecamatan
Pembelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang
Susukan
selain
pengetahuan
agama,
juga
pembelajaran
103
wiraswasta, pertanian dan lain sebagainya diberikan kepada santri secara terus
menerus dan berkesinambungan dengan harapan setelah selesai pendidikan di
pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan mampu mandiri
dan tidak menggantungkan orang lain.
Masyarakat secara langsung memiliki keterlibatan dengan proses
pembelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang.
Karena
keterlibatannya baik secara langsung maupun tidak langsung, masyarakat
selalu memandang bahwa pendidikan Islam moderen merupakan salah satu
terobosan maksimal untuk mempelajari ajaran agama Islam dengan harapan
pondok pesantren bina insani mampu mencetak kader-kader yang islami
(Wawancara dengan L: 19 Pebruari 2011).
104
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Sesuai dengan data yang telah dikumpulkan di lapangan kemudian di
analisis pada bab IV, selanjutnya dapat disimpulkan sebagai berikut :
c. Pengelolaan lembaga pendidikan Islam Moderen di Pondok Pesantren Bina
Insani Ketapang Susukan dilaksanakan mulai dari penerapan kurikulum yang
disesuaikan dengan kementerian agama, pengajian Al Qur’an, pengajian kitab
kuning bahkan pendalaman materi pelajaran umum untuk menerapkan
teknologi diajarkan kepada santri. Dana operasional pendidikan berasal dari
masyarakat, orang tua santri dan bantuan dari pemerintah. Sedangkan tenaga
pengelola secara umum mempunyai latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang pelajaran yang diampu.
d. Pandangan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam Moderen di
Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang cukup baik,
karena dengan adanya pondok pesantren Bina Insani dapat dijadikan sebagai
sarana menitipkan putra-putrinya untuk dididik dan dibina baik dalam
pembelajaran ilmu pengetahuan umum maupun pengetahuan agama Islam
sehingga diharapkan anak menjadi anak yang sholeh.
e. Harapan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam Moderen di Pondok
Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang dapat menyumbangkan
pemikirannya untuk kemajuan masyarakat.
104
105
B.
Saran
Supaya pembelajaran di pondok pesantren Bina Insani Ketapang
mampu mencapai tujuan yang diharapkan, pada akhirnya perlu adanya kritik dan
saran yang membangun sebagai berikut :
i.
Bagi pondok pesantren Bina Insani Ketapang
Pembelajaran yang sudah berjalan sudah cukup baik, tetapi masih
perlu dibenai secara maksimal baik dalam pembelajaran pengetahuan agama
maupun pengetahuan umum, sehingga pondok pesantren Bina Insani
Ketapang merupakan salah satu pondok pesantren moderen yang dijadikan
sebagai pilihan masyarakat islami untuk menuntut ilmu. Pondok merupakan
pilihan masyarakat untuk dijadikan sebagai tempat belajar. Karena pondok
pesantren bina insani sudah menjadi moderen, maka pelajaran-pelajaran
yang masih dirasakan kuno atau tradisional perlu diperbaharui untuk
dikembangkan atau dkemas menjadi pembelajaran yang moderen mudah
diterima oleh kalangan masyarakat.
ii.
Bagi masyarakat
Masyarakat di sekitar pondok pesantren Bina Insani Ketapang setelah
memiliki pandangan dan harapan tentang keberadaan pondok. Selanjutnya
diharapkan juga memiliki kontribusi positif untuk memberikan masukanmasukan yang baik demi pencapaian tujuan pembelajaran di pondok
pesantren Bina Insani.
Bantuan tersebut bisa berupa bantuan material
maupun menitipkan anak dan keluarganya untuk belajar di pondok pesantren
bina insani.
106
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi, 2004. Psikologi Belajar, Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Achmadi, 2005. Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Adenan Suhalis, 1995, Statistik Ekonomi I, Jakarta : Mawar Gempita.
Bimo Walgito, 2003. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), Yogyakarta : Andi.
Dadang Hawari, 1997. Al Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,
Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Primayasa.
Depag RI., 1994. Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum / GBPP Pendidikan Agama
Islam Sekolah Menengah Umum, Jakarta : Dirjen Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam.
Departemen Agama RI. 2002. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Dirjen
Kelembagaan Agama Islam.
Djumhur & Moh Surya, 1975, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance &
Counseling), Bandung : CV. Ilmu.
Endang Saifudin Anshari, 1990. Ilmu Filsafat dan Agama, Surabaya : PT. Bina Ilmu.
Erwati Aziz. 2003. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam, Solo : PT. Tiga Serangkai
Pustaka Mandidi.
Fadhil Al-Djamali, 1992. Menerabas Krisis Pendidikan Dunia Islam, Jakarta: PT
Golden Terayon Press.
Gorys Keraf, 1984. Komposisi, Jakarta : Nusa Indah
Hery Noer & Munzier, 2000.
Insani.
Watak Pendidikan Islam, Jakarta : Friska Agung
Himpunan Perundang-Undangan RI tentang Sistem Pendidikan Nasional
(SISDIKNAS) Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, 2005. Bandung :
CV. Nuansa Aulia.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/ 2008/05/16/menuju-masyarakat-belajar.
107
J.J. Hasibuan & Moedjiono, 1993. Proses Belajar Mengajar, Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, Cetakan kelima.
Jalaludin & Ramayulis, 1992. Pengantar Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Kalam Mulia.
Karel A. Steenbrink,, 1986. Pesantren Madrasah Sekolah, Jakarta: LP3 ES.
M. Dalyono, 2007. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Made Pidarta, 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta.
Moh. Roqib, 2009. Ilmu Pendidikan Islam Pengembagnan Pendidikan Integratif di
Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, Yogyakarta: PT. LKS Printing
Cemerlang.
Moh. Uzer Usman, 1992.
Rosdakarya.
Menjadi Guru Profesional, Bandung : PT. Remaja
Mulyono Abdurrahman, 1996.
Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan.
Nanih Machendrawaty & Agus Ahmad Safei, 2001. Pengembangan Masyarakat
Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nur Uhbiyati, 1998. Ilmu Pendidikan Islam (IPI), Bandung: CV. Pustaka Setia.
Slameto, 1986. Bimbingan di Sekolah, Jakarta : PT Bina Aksara.
Subana & Sudrajat, 2005. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, Bandung : Pustaka Setia.
Suharsimi Arikunto, 1996. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek),
Jakarta : PT. Rineke Cipta.
Suparlan Suhartono, 2007. Filsafat Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruz Media.
Suparta & Herry Noer Aly, 2003. Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta :
Amissco.
Tim Dosen FIP-IKIP, 1980.
Usaha Nasional.
Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, Surabaya :
Tim Pengembangan MKDK, 1991.
Semarang Press.
Dasar-Dasar Pendidikan, Semarang : IKIP
108
Tri Kurnia Nuryati, 2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta : Eka Media.
Zakiah Daradjat, 1970. Ilmu jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang.
_______, 1994. Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, Jakarta : CV. Haji
Masagung.
_______, 2009. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
Download