PANDANGAN DAN HARAPAN MASYARAKAT TERHADAP LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM MODEREN (STUDY KASUS PADA MASYARAKAT SEKITAR PONDOK PESANTREN BINA INSANI KETAPANG SUSUKAN SEMARANG) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh : ARINA MAGHFIROH NIM. 11106044 JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2011 DEPARTEMEN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar No. 02 Telp (0298) 323706, 323433 fax 323433 Salatiga 50721 DEKLARASI Bismilahirrohmanirrohim Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah di tulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan. Apabila dikemudian hari ternyata materi atau pikiran-pokiran orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggung mempertanggung jawabkan keaslian skripsi ini diharapan sidang munaqosah skrpsi. Demikian deklarasi ini dibuat oleh penelitia untuk dapat dimaklumi. Salatiga, April 2011 Penulis Arina Maghfiroh ii HALAMAN NOTA PEMBIMBING NOTA PEMBIMBING Fatchurrohman, M.Pd Dosen Pembimbing STAIN Salatiga Hal : Skripsi Sdr. Arina Maghfiroh Kepada Yth. Ketua Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga di – Salatiga Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Setelah membaca dan memberikan petunjuk-petunjuk serta perbaikan seperlunya, maka kami selaku pembimbing berpendapat bahwa skripsi saudara : Nama NIM Judul : ARINA MAGHFIROH : 11106044 : Pandangan dan Harapan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen (Studi Kasus pada Masyarakat Sekitar Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang) Telah memenuhi syarat untuk diajukan pada sidang munaqosyah skripsi. Atas perhatiannya diucapkan banyak terima kasih. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Salatiga, Pebruari 2011 Pembimbing Fatchurrohman, M.Pd iii HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI Pandangan dan Harapan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen (Studi Kasus pada Masyarakat Sekitar Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang) Disusun oleh : ARINA MAGHFIROH NIM : 11106044 Telah dipertahankan di depan penguji skripsi Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga pada hari ................ Tanggal .................... dan dinyatakan telah memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam. Salatiga, ....................... Ketua Sidang Sekretaris Sidang NIP. NIP. Penguji I Penguji II NIP. NIP. Ketua Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga NIP. iv HALAMAN MOTTO Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. QS. Al Ahzab : 21 (Departemen Agama RI, 2004 : 595) v PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan : Ayah dan ibunda yang telah banyak membantu baik secara moril maupun materiil serta doa, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan penulisan skripsi. Suami tercinta dan anakku tersayang, yang telah banyak membantu baik dalam keadaan suka maupun duka. Almamaterku STAIN Salatiga. vi KATA PENGANTAR Alhamdulillah atas rahmat Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai jadwal yang telah ditentukan. Penulisan skripsi ini dilakukan secara maksimal, karena keterbatasan disiplin ilmu yang dimiliki tidak tertutup kemungkinan kesalahan-kesalahan baik dalam penulisan maupun penyajian data akan dijumpai, oleh karena itu dengan rendah hati kritik dan saran diharapkan dari pada pembaca yang budiman. Penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada yang terhormat : 1. Yth. Ketua STAIN Salatiga, Dr. Imam Sutomo, M.Ag. 2. Yth. Ketua Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga, Suwardi, M.Pd. 3. Yth. Ketua Program Studi PAI STAIN Salatiga, Dra. Asdiqoh, M.Si. 4. Bapak Fatchurrohman, M.Pd selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan secara ikhlas dan sabar sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu. 5. Bapak dan Ibu dosen, yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan studi di STAIN Salatiga. 6. Yayasan dan staf pondok pesantren Bina Insani yang telah banyak memberikan izin dan data penelitian, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan penulisan skripsi ini. 7. Masyarakat di Desa Ketapang yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan data tentang pandangan dan harapan pondok pesantren Bina Insani. 8. Pimpinan dan staf perpustakaan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta yang telah banyak membantu di dalam memperoleh sumber data yang berkaitan dengan kajian pustaka. 9. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu, khususnya yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. vii Akhirnya penulis mengharap mudah-mudahan skripsi ini berguna dan bermanfaat khususnya bagi penulis pribadi dan para pembaca pada umumnya. Salatiga, Pebruari 2011 Penulis, ARINA MAGFIROH viii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................... i DEKLARASI ............................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv HALAMAN MOTTO ................................................................................... v PERSEMBAHAN......................................................................................... vi KATA PENGANTAR .................................................................................. vii DAFTAR ISI ................................................................................................ ix BAB PENDAHULUAN ....................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah......................................................... 1 B. Fokus Penelitian .................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian ................................................................... 7 D. Kegunaan Penelitian .............................................................. 7 E. Penegasan Istilah ................................................................... 8 F. Metode Penelitian .................................................................. 10 KAJIAN PUSTAKA ................................................................... 15 I BAB II A. Pandangan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen ................................................................................ 15 1. Pengertian Pandangan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen............................................... 15 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pandangan Masyaakat Terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen ................ 21 B. Harapan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen ................................................................................ 27 1. Pengertian Harapan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen............................................... 27 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harapan dalam Pendidikan Agama Islam Moderen................................... ix 43 BAB III HASIL PENELITIAN ................................................................ 55 A. Masyarakat Ketapang Kecamatan Susukan ............................ 55 1. Gambaran Umum Masyarakat Ketapang Kecamatan Susukan ........................................................................... 55 2. Letak Geografis Desa Ketapang Kecamatan Susukan ...... 57 3. Gambaran Umum Pendidikan Masyarakat Ketapang Kecamatan Susukan ........................................................ 58 B. Pondok pesantren Bina Insani Ketapang................................ 59 1. Sejarah Singkat Pondok pesantren Bina Insani Ketapang 59 2. Sarana dan Prasarana pondok pesantren Bina Insani Ketapang ........................................................................ 61 3. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Bina Insani BAB IV Ketapang ......................................................................... 62 4. Proses Pembelajaran Pondok Pesantren Bina Insani ........ 64 5. Tinjauan Umum Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang . 68 6. Data Penelitian.................................................................. 70 PEMBAHASAN ......................................................................... 87 A. Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam Moderen Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang ............................................................. 87 1. Kurikulum ........................................................................ 87 2. Performa Pesantren ........................................................... 92 3. Performa Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Kecamatan Susukan ......................................... 94 4. Sarana Prasarana ............................................................... 95 B. Pandangan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Kecamatan Susukan ................................................................................ 96 1. Program Keunggulan ........................................................ 96 2. Tenaga Pendidik ............................................................... 98 3. Manajemen Pembelajaran ................................................. 99 x 4. Fasilitas Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Kecamatan Susukan ......................................................... 100 5. Ketertiban Masyarakat ...................................................... 101 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 104 A. Kesimpulan............................................................................ 104 B. Saran-saran ........................................................................... 105 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 106 BAB V LAMPIRAN xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi dewasa ini dan di masa yang akan datang sedang dan akan mempengaruhi perkembangan sosial budaya masyarakat muslim Indonesia. Hampir semua sendi kehidupan manusia mengalami perubahan yang sangat dahsyat. Institusi sosial-kemasyarakatan, kenegaraan, keluarga, dan bahkan institusi keagamaan, tidak lepas dari pengaruh arus globalisasi itu (Said Aqiel Siradj, 1999: 141). Istilah institusi keagamaan ini, yang dimaksud adalah lembaga pendidikan keagamaan (Pesantren). Dalam kaitannya dengan pendidikan, modernisasi dapat dilihat dari dua segi, baik dari segi variabel modernisasi ataupun sebagai objek modernisasi (Azyumardi Azra, 2001: 2). Dalam konteks ini, pendidikan secara umum masih dianggap terbelakang dalam berbagai hal, oleh karenanya sistem pendidikan yang ada harus diperbaharui/dimodernisasi (Ismail SM, 2002: 91), termasuk pendidikan Islam. Modernisasi pendidikan Islam di Indonesia, yang berkaitan erat dengan pertumbuhan gagasan modernisasi Islam, mempengaruhi dinamika keilmuan di lingkungan pesantren. Modernisasi sistem pendidikan pesantren itu dapat mengadopsi aspek-aspek tertentu dari sistem pendidikan modern, seperti kurikulum, teknik dan metode pengajarannya (Azyumardi Azra, 2001: 90-91). Dunia pesantren dalam gambaran keseluruhan memperlihatkan dirinya sebagai parameter, suatu faktor yang secara tebal mewarnai kehidupan kelompok masyarakat luas, tetapi dirinya sendiri tak kunjung berubah dan mengikuti 1 2 dinamika yang ada pada masyarakat sekelilingnya. Hal yang demikian dapat melahirkan sebuah gambaran bahwa pesantren merupakan suatu pribadi yang sulit untuk mengikuti perubahan, keadaan ini memunculkan pandangan bahwa dunia pesantren adalah sebagai sebuah kehidupan yang terbelakang dan tradisional (M. Dawam Raharjo, 1995: xiii). Istilah tradisional yang menjadi predikat lembaga pendidikan pesantren, suatu kondisi yang masih terkuat dengan pikiran-pikiran para ulama ahli Fiqh, Hadits, Tafsir, Kalam serta Tasawuf yang hidup pada abad ke-7 hingga abad ke13. Meskipun demikian, bukan berarti pesantren sekarang tetap terbelenggu dalam bentuk-bentuk pikiran dan aspirasi yang diciptakan para ulama pada masa itu. Memang abad ke-13 hingga akhir abad ke-19 pesantren tradisional sedikit sekali mengalami perubahan, namun dalam struktur kehidupan pesantren lebih banyak mengalami perubahan (Zubaidi Habibullah As’ari, 1995: 17-18). Memasuki abad ke-20 pesantren telah banyak mengalami perubahan dari predikat tradisional menuju modern dan tidak meninggalkan ciri dari pesantren itu sendiri, seperti pesantren Futuhiyah Mranggen Demak, pesantren Al-Munawir Krapyak Yogyakarta dan lain sebagainya telah lama membuka pintunya bagi unsur modernitas (Asyhuri, 1989: 28-29). Pondok pesantren tradisional/salafi sudah ikut atau terbukti bisa mencetak generasi-generasi Islam yang unggul dan cerdas. Dalam pengajaran masih menggunakan sistem trasisional, dengan perkembangan zaman sekarang pondok pesantren salafi tidak banyak peminatnya, kaena ada beberapa pondok yang tidak mau merubah cara pengajarannya. Bisa di lihat sekarang banyak pondok pesantren yang banyak ditinggalkan para santrinya, tetapi ada juga 3 pondok pesantren yang berinisiatif merubah sistem pengajarannya menjadi moderen ternyata banyak para santri yang berminat. Predikat keterbelakangan dan ketradisionalan yang identik dengan pesantren sebagaimana diteorikan oleh para penulis tidak selalu benar. Perubahan ini menjadi tantangan baru bagi pesantren untuk terus melakukan modernisasi dan inovasi agar pendidikan pesantren mampu mengikuti perkembangan zaman. Jika pesantren mampu menjawab tantangan itu, maka akan memperoleh kualifikasi sebagai lembaga pendidikan yang modern, tetapi sebaliknya, jika kurang mampu memberikan apresiasi dan respon terhadap kehidupan modern, maka dapat dikatakan sebagai pesantren yang memiliki label ketinggalan zaman seperti kolot dan konservatif (Nurcholish Madjid, 1997: 88). Proses perubahan yang terjadi di berbagai pondok pesantren pasca abad ke-19 pada dasarnya merupakan upaya pesantren secara perlahan-lahan dalam rangka membuka diri bagi masuknya modernisasi. Modernisasi dalam tubuh pesantren berarti sebuah proses menuju perubahan. Modernisasi dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan masa kini (Anton M. Moeliono, 1989: 589). Tantangan zaman modern pada hakekatnya adalah tantangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada masa awalnya implikasi dari kemodernan itu jelas positif, yaitu berupa kemajuan-kemajuan yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam dunia pesantren, wawasan santri terhadap dunia luar kian terbuka. dirasakan pada Pesantren bukan lagi komunitas eksklusif seperti zaman-zaman pra kemerdekaan, namun setelah masa 4 kemerdekaan hingga dewasa ini telah banyak lulusan out put dari pesantren yang telah memiliki bekal untuk melakukan pembaharuan-pembaharuan pemikiran baik di dalam pesantren maupun di luar pesantren (Mansur, 2004: 9-10). Seperti adanya ekspansi sistem pendidikan umum yang berasal dari pemerintah dengan memperluas cakupan pendidikan mereka. Sedikitnya ada dua cara yang dilakukan pesantren dalam hal ini, (1) merevisi kurikulumnya dengan memasukkan mata pelajaran umum atau bahkan keterampilan umum; (2) membuka kelembagaan dan fasilitas-fasilitas pendidikannya bagi kepentingan pendidikan (Azyumardi Azra, 2001: 102). Clifford Geertz meramalkan bahwa jika pesantren tidak dapat memenuhi dua peranan, yakni menyediakan pendidikan agama dan sekuler sekaligus, kyai tidak dapat memimpin Indonesia lebih lama lagi. lebih dari itu, dia hanya punya sedikit harapan yang akan terwujud. Buku ini mendokumentasikan bagaimana dunia pesantren berhasil mengenali kebutuhan bangsa Indonesia, baik kebutuhan terhadap tenaga kerja yang bermoral, maupun terhadap pemimpin yang agamis. Karena itu sistem pendidikannya berusaha mencetak keduanya (Ronald Alan Lukens-Bull, 2004: 250-251). Kurikulum pesantren tidak hanya menyangkut pendidikan, tetapi juga bagaimana corak masyarakat Indonesia di masa yang akan datang, bagaimana Indonesia termasuk pesantren modernisasi diri tanpa harus jatuh pada perangkap moral. Untuk mencapai tujuan tersebut, agar merekonstruksi kembali kebutuhankebutuhan masyarakat. Jika tidak berpartisipasi dalam rekonstruksi ini, maka pesantren akan kehilangan relevansinya. Di masa yang akan datang, pesantren harus mampu membuat dua kontribusi buat masyarakat yaitu tenaga kerja yang 5 memiliki moral dan etika pesantren, serta ulama yang dapat berpartisipasi dalam globalisasi yang masyarakatnya berorientasi teknologi. Sedangkan implikasi negatifnya adalah merosotnya nilai-nilai kehidupan rohani, tercabutnya budaya-budaya lokal, dan degradasi moral (terutama) yang melanda generasi muda (Nurcholish Madjid, 1997: 89). Akibatnya, seperti anggapan masyarakat selama ini, terjadi kemerosotan terhadap out put produk sistem pesantren. Begitu juga, terjadinya kelangkaan yang berkapasitas sebagai “Pewaris Nabi” (warastsatul Anbiya) (Mansur, 2004: 11). Oleh karenanya Gus Zaenal dalam bukunya “Runtuhnya Singgasana Kyai” tengah berupaya mengembalikan dunia pesantren kepada fitrah-nya, yakni sebagai lembaga pendidikan yang lebih mengedepankan kualitas moral (akhlaqul karimah, intelektual dan spiritual) (Zainal Arifin Thoha, 2003: 7). Dengan demikian, perlu dicermati bahwa dalam menghadapi semua perubahan dan tantangan itu, para eksponen kelembagaan pesantren menjadi lembaga pendidikan modern Islam sepenuhnya. Tetapi sebailknya cenderung mempertahankan kebijaksanaan hati-hatiti; mereka menerima baharuan (modernisasi) pendidikan Islam hanya dalam skala yang sangat terbatas, sebatas mampu menjamin pesantren untuk bisa tetap survive (Azyumardi Azra, 1996: 7). Adapun berbagai model pesantren sekarang yang dipandang sebagai pesantren modern adalah sebagai pesantren yang disamping tetap melestarikan unsur-unsur utama pesantren, juga memasukkan unsur-unsur modern, hal ini ditandai dengan adanya perubahan kurikulum, kelembagaan dan metode pengajarannya, dan masih banyak lagi unsur-unsur yang menuju kemodernan (Depag RI, 2003: 8). 6 Bertolak dari pernyataan di atas, maka muncul permasalahan bahwa adanya pesantren modern dengan segala unsur-unsurnya mampu menciptakan kyai dan menciptakan tenaga skil yang islami Lembaga pendidikan Islam moderen, misalnya di Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang mempunyai andil yang cukup besar dalam mencerdaskan anak bangsa. Selain biaya pendidikan rendah dan dapat terjangkau oleh lapisan masyarakat, lembaga pendidikan Islam Pondok Bina Insani dapat dijadikan sebagai pandangan dan harapan masyarakat untuk menitipkan putraputrinya mengikuti proses pembelajaran yang dimulai dari tingkat SMP sampai SMA. Masyarakat memiliki harapan positif, karena menitipkan putra-putri di lembaga pendidikan Islam Pondok Pesantren Bina Insani selain mendapat ilmu pengetahuan umum juga mendapatkan ilmu keagamaan yang dapat diterima, dipahami dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga diharapkan anak terbentuk menjadi anak yang sholeh. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis tertarik dan akan mengadakan penelitian terkait dengan : “Pandangan dan Harapan Masyarakat terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen (Study Kasus pada Masyarakat Sekitar Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang). B. Fokus Penelitian 1. Bagaimanakah pengelolaan lembaga pendidikan Islam Moderen Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang ? 2. Bagaimanakah pandangan masyarakat terhadap lembaga pendidkan Islam Moderen di Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang ? 7 3. Bagaimanakah harapan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam Moderen di Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang ? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian di Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang antara lain : 1. Untuk mengetahui pengelolaan lembaga pendidikan Islami Moderen di Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang. 2. Untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam moderen di Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang. 3. Untuk mengetahui harapan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam moderen di Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu kegunaan penelitian secara teoritis dan praktis. 1. Teoritis a. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pengembangan salah satu teori yang dapat dipakai dalam pandangan dan harapan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam moderen di Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang. b. Penelitian ini dapat berguna sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya. 8 2. Praktis a. Masyarakat Masyarakat memiliki andil yang cukup besar dalam memiliki pandangan dan harapan tentang lembaga pendidikan islam moderen di Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang. Penelitian yang dilakukan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi masyarakat di lingkungan Ketapang Kecamatan Susukan tentang keberadaan Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang yang secara langsung memberikan kemantapan dalam menitipkan putra-putri di Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang. b. Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang merupakan lembaga pendidikan baik formal maupun non formal untuk membantu mendidik putra-putri anak masyarakat muslim di lingkungan Ketapang Kecamatan Susukan. Penelitian yang telah dilakukan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pembelajaran secara maksimal. E. Penegasan Istilah 1. Pandangan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen Pandangan berasal dari kata pandang dan akhiran an. Pandang : “penglihatan yang tetap dan agak lama” (Tri Kurnia Nurhayati, 2003: 510). Harapan berasal dari kata dasar harap mendapat akhiran an. Harapan : “selalu 9 berharap; selalu rindu (akan); selalu menanti” (Tri Kurnia Nurhayati, 2003: 272). Lembaga : “asal mula yang akan menjadi sesuatu, organisasi yang bermaksud melakukan sesuatu penyelidikan keilmuan atau melakukan sesuatu usaha” (Tri Kurnia Nurhayati, 2003: 424). Pendidikan : “usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang” (SISDIKNAS, 1995 : 23). Islam merupakan agama yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada pengikutnya (sebagai penyempurna agama terdahulu). Moderen “yang terbaru” (Tri Kurnia Nurhayati, 2003: 465). Pandangan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam moderen merupakan salah satu pandangan, bahwa keberadaan lembaga pendidikan Islam akan mampu mengikuti perkembangan teknologi, yang selanjutnya pendidikan moderen itu pada prinsipnya akan mempelajari pelajaran umum dan pendidikan agama yang di kemas sedemikian rupa. Pada prinsipnya pendidikan Islam moderen itu mampu menerima perkembangan teknologi yang dikaitkan dengan dasar hukum baik dalam Al Qur’an maupun hadits. 2. Harapan Masyarakat terhadap lembaga Pendidikan Islam Moderen Masyarakat akan memiliki harapan yang baik apabila pendidikan Islam itu betul-betul dapat dilaksanakan secara moderen. Artinya baik pendidikan agama dan pendidikan umum dalam pendidikan Islam betul-betul dipelajari pada akhirnya mampu menghantarkan peserta didik menjadi anak yang cerdas dan beriman. Harapan masyarakat jangan sampai masyarakat muslim tertinggal dengan pendidikan umum. Perpaduan pendidikan umum dan 10 agama merupakan salah satu pendidikan moderen, sebab didalamnya akan terdapat muatan kurikulum yang sama-sama dibutuhkan oleh lembaga pendidikan Islam. Masyarakat akan lebih senang apabila, anak yang dititipkan di lembaga pendidikan Islam itu betul-betul mendapatkan pelajaran agama dan umum, sehingga setelah anak belajar dalam kurun waktu tertentu diharapkan menjadi anak yang sholeh. 3. Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang merupakan salah satu pondok yang didirikan oleh masyarakat muslim di Desa Ketapang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk memberikan ilmu pengetahuan umum dan agama, sehingga mampu membantu masyarakat untuk membina generas-generasi Islami untuk berkembang secara baik sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif merupakan penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantitatif lainnya. Penelitian kualitatif adalah : “Penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lainlain” (Lexy J. Moleong, 2008: 6). 11 Penelitian kualitatif dalam hal ini merupakan penelitian dengan mengadakan pendekatan-pendekatan pandangan dan harapan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam moderen di Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang. 2. Kehadiran Peneliti Peneliti bertindak sebagai instrument sekaligus sebagai pengumpulan data tentang pandangan dan harapan masyarakat terhadap lembaga pendidikan formal di Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang. Peneliti sebagai partisipan penuh, pengamat partisipan atau pengamat penuh terhadap keberadaan Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang. 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di laksanakan di Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang, dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut ; Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang terletak di lokasi pedesaan dan bersahabat dengan masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Kesederhanaan Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang dalam melaksanakan pembelajaran dapat diterima oleh lapisan masyarakat bawah, menengah dan atas. Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang merupakan satu-satunya pondok yang ada di Ketapang yang selalu mengedepankan kepentingan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan baik dalam pengetahuan umum maupun pengetahuan agama. 12 4. Sumber Data Sebagai sumber data dalam penelitian tentang pandangan dan harapan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam moderen di Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang ditujukan kepada informan yang meliputi : masyarakat dan pengelola Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang dan santri yang secara langsung telibat di dalamnya. 5. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya: a. Observasi Observasi adalah : “Pengamatan; peninjauan secara cermat” (Tri Kurnia Nurhayati, 2004: 483). Observasi dilakukan untuk mengadakan pengamatan dan pencatatan secara langsung tentang lembaga pendidikan Islam moderen di Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang yang dilakukan secara langsung dan berkesinambungan sampai betul-betul mendapatkan data yang diharapkan. b. Wawancara Wawancara adalah : “Tanya jawab peneliti dengan nara sumber” (Tri Kurnia Nurhayati, 2004: 928). Wawancara dilakukan untuk memperoleh data yang secara langsung berhadap-hadapan dengan informan yaitu : masyarakat, tokoh masyarakat, wali santri dan pengelola Pondok Bina Insani Ketapang Susukan Semarang dan santri. 13 Pengumpulan data melalui wawancara dapat dijadikan sebagai perolehan data yang kongrit di lapangan yang nantinya dapat dijadikan sebagai data yang dapat diuji kebenarannya. c. Dokumentasi Dokumentasi adalah : “Pemberian atau pengumpulan bukti-bukti dan sebagainya” (Tri Kurnia Nurhayati, 2004: 200). Pengumpulan data melalui dikumentasi diperoleh dengan jalan mempelajari data/dokumen yang ada di lingkungan Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang dan gambar-gambar kegiatan yang dapat mendukung peneliti. 6. Analisis Data Analisis data dilakukan setelah seluruh data di peroleh di Pondok Peseanteren Bina Insani Ketapang Susukan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Analisis dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: a. Reduksi Data Reduksi data dapat diartikan sebagai pengumpulan berbagai nara sumber data dilapangan yang disesuaikan dengan tujuan penelitian mulai dari observasi, dokumentasi maupun wawancara sehingga data yang diperoleh merupakan data yang kongrit dan dapat diuji kebenarannya. b. Penyajian Data Data yang telah dikumpulkan perlu disajikan semaksimal mungkin untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang ada. Penyajian data digunakan untuk menyajikan data yang akutar dari hasil reduksi data baik melalui observasi, dokumentasi maupun wawancara. Tujuannya agar 14 supaya penyajian data yang disusun secara sitematis dapat mudah dibaca atau dipahami secara keseluruhan oleh pembaca, sehingga data yang disajikan mudah dipahami dan dapat teruji kebenarannya. 15 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pandangan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen 1. Pengertian Pandangan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen Masyarakat adalah: ”pergaulan hidup manusia yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu” (Tri Kurnia Nurhayati, 2003: 455). Masyarakat ialah : “Setiap kumpulan manusia yang mengikat dan mempersatukan anggota-anggotanya dengan ikatan materi dan moriel” (Fadhil Al Djamali, 1992: 67). Dalam konteks kemanusiaan, masyarakat dibentuk dan membentuk dengan sendirinya dengan tujuan untuk saling menguatkan, saling menolong, dan saling menyempurnakan (Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Safei, 2001: 5). Secara sederhana masyarakat dapat diartikan : “sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan Negara, kebudayaan dan agama” (Zakiah Daradjat, 2009: 44). Masyarakat merupakan ikatan-ikatan dari beberapa anggota keluarga di suatu tempat yang telah melakukan aktivitas-aktivitas kehidupan sesuai dengan keadaan sosial, sehingga dengan ikatan yang ada mampu menyatukan dalam suatu kelompok yang akhirnya mampu membentuk pengaruh timbal balik dalam masyarakat terhadap semua aspek kehidupan yang mencakup diantaranya : a. Hubungan antara pertumbuhan penduduk dan produksi, distribusi dan penyediaan kebutuhan hidup pokok manusia (pangan, sandang, dan papan). 15 16 b. Hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi, sosial/budaya dan politik, ketahanan nasional dan keamanan. c. Hambatan-hambatan terhadap diterimanya norma keluarga kecil oleh keluarga Indonesia, dengan latar belakang kehidupan ekonomi, sosialbudaya dan agama yang berbeda-beda. (Maftuchah Yusuf, 1985 : ix). Pandangan masyarakat berdampak pada kegiatan sosial, ini akan terjadi keberadaan lingkungan sosial. Lingkungan sosial yaitu merupakan lingkungan masyarakat yang di dalamnya terdapat interaksi individu dengan individu yang lain, (Bimo Walgito, 2003 : 27). Kehidupan masyarakat di lingkungan pada umumnya akan terjadi hubungan timbal balik (interaksi) di antara masyarakat. Dalam hal ini akan terjadi sikap individu terhadap keberadaan lingkungan di antaranya : a. Individu menolak lingkungan, yaitu bila individu tidak sesuai dengan keadaan lingkungannya. b. Individu menerima lingkungan, yaitu bila keadaan lingkungan sesuai atau cocok dengan keadaan individu. c. Invididu bersikap netral atau statuskup, yaitu bila individu tidak cocok dengan keadaan lingkungan, tetapi individu tidak mengambil langkahlangkah bagaimana sebaiknya. (Bimo Walgito, 2003 : 27-28). Keberadaan masyarakat akan tercipta kegiatan belajar. Kehidupan masyarakat selalu diikuti oleh kegiatan belajar baik yang menyangkut urusan dunia maupun urusan akhirat. Kegiatan masyarakat belajar berlangsung seumur hidup. Ketika anak yang baru lahir secara langsung sudah melakukan belajar, bahkan sampai mau meninggal dunia masih dituntun untuk mengucapkan kalimat-kalimat yang baik supaya kehidupan selanjutnya mendapatkan tempat yang layak. Pandangan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam moderen secara umum sangat Baik masyarakat menengah maupun bawah akan memiliki penilaian yang tidak sama. 17 Masyarakat menengah merupakan salah satu keberadaan masyarakat yang memiliki kemampuan yang ada di tengah-tengah. Artinya tingkat ekonomi dan pendidikan ada di posisi tengah. Jika di lihat dari segi ekonomi tidak kaya dan tidak miskin, tetapi dalam kehidupan masyarakat dapat berjalan namun pada kebutuhan yang pas-pasan. Dalam hal belajar masyarakat menengah memiliki kesempatan untuk menikmati, sehingga mampu menghantarkan pada kecerdasan masyarakat. Laju kehidupan yang berlangsung saat ini sangat cepat, dinamis dan diwarnai dengan kompetisi yang sangat tajam, sehingga mau tidak mau menuntut setiap orang untuk senantiasa belajar agar dia memiliki kemamuan antisipatif dan adaptif untuk mencegah dan mengatasi berbagai masalah kehidupan yang serba kompleks (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/05/16/menuju-masyarakatbelajar: 1). Masyarakat memiliki peran dalam proses pendidikan karena anak ternyata lebih sering berada di luar rumah daripada di dalam rumah maupun di sekolah (Moh. Roqib, 2009: 128). Karena itu, masyarakat berperan membentuk dan mengembangkan nilai setiap anak yang hidup dan bergaul di dalamnya. Masyarakat atas merupakan masyarakat yang kehidupannya berada pada posisi kecukupan segala-galanya, baik sandang, papan dan pangan. Kehidupan masyarakat atas dalam segala hal sudah dapat dinikmati dan tidak kekurangan apapun. Sehingga keberadaan masyarakat atas yang serba tercukupi akan memberikan dampak pada kehidupan tingkat masyarakat lain. 18 Dilihat dari keadaan masyaraka atas yang serta ada yang ditunjang oleh berbagai macam fasilitas-fasilitas memberikan leluasa bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan dalam segala bidang. Sehingga di tuntut kedewasaan yang dilandasi oleh iman dan taqwa yang dapat dijadikan sebagai bentuk kepedulian memberikan contoh bagi masyarakat bawah. Segala bentuk aktivitas masyarakat atas akan di jadikan sebagai tauladan bagi masyarakat lain. Artinya tolok ukur masyarakat atas di tengah-tengah masyarakat memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan bermasyarakat. Tingkatan pandangan dan harapan masyarakat dapat diartikan sebagai salah satu tingkatan masyarakat dalam memberikan pandangan terhadap sesuatu, yang mana di dalam pandangan masyarakat terdapat tingkatan-tingkatan yang berbeda-beda yang disebabkan adanya perbedaan masyarakat. Masyarakat memadang lembaga pendidikan (sekolah) sebagai cara yang menyakinkan dalam membina perkembangan para siswa (dan mahasiswa), karena itu masyarakat berpartisipasi dan setia kepadanya (Made Pidarta, 2004: 185). Namun hal ini tidak otomatis terjadi terutama di Negaranegara berkembang termasuk di Indonesia. Hal ini disebabkan karena banyak warga masyarakat yang belum paham akan makna lembaga pendidikan, lebihlebih bila kondisi social ekonomi mereka rendah, mereka hamper tidak hirau akan lembaga pendidikan. kehidupan sehari-hari. Pusat perhatian adalah pada kebutuhan dasar 19 Komunikasi tentang pendidikan kepada masyarakat tidak cukup hanya dengan informasi verbal saja. Informasi ini perlu dilengkapi dengan pengalaman nyata yang ditunjukkan kepada masyarakat, agar timbul cinta positif tentang pendidikan di kalangan mereka. Masyarakat umum pada umumnya memang ingin bukti nyata sebelum mereka memberi dukungan terhadap sesuatu. Begitu pula hanya dengan pendidikan, mereka juga ingin minta bukti. Hal ini perlu diusahakan oleh para manajer pendidikan, misalnya lewat pameran setahun sekali. Dilihat dari segi pendidikan, masyarakat memiliki peranan yang penting. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Sistim Pendidikan Bab XIII pasal 47 ayat 1 dan 2 (Sisdiknas, 1994: 18): 1). Masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperanserta dalam penyelenggaraan pendidikan nasional, 2). Ciri khas satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan. Masyarakat memiliki peranan penting dalam menyelenggarakan pendidikan nasional, yang selanjutnya masyarakat memiliki kemampuan berusaha secara maksimal menyelenggarakan lembaga pendidikan mulai dari dasar sampai perguruan tinggi dengan harapan membantu pemerintah dalam mencerdaskan masyarakat. Walaupun masyarakat mempunyai kewajiban mendirikan lembaga pendidikan, pada prinsipnya masyarakat juga menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat di lingkungannya kaena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan (Moh. Uzer Usman, 1992: 4). Hal ini berarti bahwa guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju 20 kepada pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berdasarkan Pancasilan. Masyarakat dapat diartikan sebagai bentuk kehidupan sosial dan merupakan perluasan dari keluarga (Suparlan Suhartono, 2007: 158-159). Karena itu, suatu kehidupan masyarakat mempunyai bentuk dan struktur berdasarkan tata nilai dan tata budaya sendiri. Tujuan pandangan dan harapan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan adalah: “iuran sebagai sumber daya manusia (SDM) yang cerdas intelektual dan dapat difungsikan jika masyarakat menindaklanjuti pembelajaran tersebut dalam setiap kegiatan bidang hidup masyarakat. Setiap manusia memiliki kesamaan, bahwa tujuan dan pandangan hidup pada akhirnya untuk mencapai suatu kebahagiaan baik kebahagiaan yang dialami di dunia maupun kebahagiaan nanti di akhirat. Karena kebahagiaan selalu diutamakan, tentunya dalam kehidupan ini masyarakat selalu berlomba-lomba untuk menjadi masyarakat yang baik, taat dan patuh baik dalam melaksanakan ajaran agama maupun peraturan pemerintah yang berlaku. Kemampuan masyarakat di antara yang satu dengan lainnya memiliki perbedaan-perbedaan, yang disebakan tingkat IQ dan kemampuan lain tidak sama. Akibatnya dalam memperoleh tujuan di antara masyarakat yang satu dengan lainnya memiliki perbedaan-perbedaan yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan usaha yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Bekerja dengan keras dan berdoa salah satu factor yang mampu 21 menghantarkan pada pencapaian tujuan yang diharapkan masyarakat pada umumnya. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pandangan Masyarakat terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen Faktor-faktor yang mempenaruhi pandangan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam moderen secara umum dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri sendiri dan dari luar diri sendiri. Karena itu dalam pembentukan kepribadian faktor individu sendiri akan ikut serta menentukan terbentuknya kepribadian masyarakat (Bimo Walgito, 2003 : 135) i. Faktor individu itu sendiri atau faktor dalam Bagaimana individu menanggapi dunia luarnya bersifat selektif, ini berarti bahwa apa yang datang dari luar tidak semuanya begitu saja diterima, tetapi individu mengadakan seleksi mana yang akan diterima, dan mana yang akan ditolaknya. Hal ini berkaitan erat dengan apa yang telah ada dalam diri individu dalam menanggapi pengaruh dari luar tersebut. Hal ini akan menentukan apakah sesuatu dari luar itu dapat diterima atau tidak, karena itu faktor individu justru merupakan faktor penentu. ii. Faktor luar atau faktor ekstern Yang dimaksud dengan faktor luar adalah hal-hal atau keadaan yang ada di luar diri individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap. Dalam hal ini dapat terjadi dengan langsung, dalam arti adanya hubungan secara langsung antara individu dengan individu 22 yang lain, antara individu dengan kelompok atau antara kelompok dengan kelompok. Di samping itu dapat secara tidak langsung, yaitu dengan perantaraan alat-alat komunikasi, misal media massa baik yang elektronik maupun yang non-elektronik. Hubungan yang secara langsung ini dapat dengan sengaja diberikan, misal adanya komunikator yang dengan sengaja memberikan sesuatu dengan tujuan untuk membentuk atau mengubah sesuatu kepribadian tertentu, dan ada yang secara tidak langsung atau tidak sengaja diberikan, yaitu menciptakan situasi yang memungkinkan dapat menimbulkan perubahan atau pembentukan sesuatu kepribadian yang dikehendaki oleh masyarakat yang berkenaan dengan harapan pendidikan islam yang moderen. Menurut Hibana S Rahman (2002 : 37) banyak hal yang dapat mempengaruhi kondisi anak usia dini, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : kondisi bawaan dan kondisi lingkungan. Lingkungan dalam kandungan sangat penting bagi perkembangan masyarakat dalam pemahaman pendidikan agama Islam. Karena perkembangan janin dalam kandungan mengalami kecepatan luar biasa, lebih cepat 200.000 kali dibanding perkembangan sesudah lahir. Kemudian di luar kandungan, juga besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak usia dini. Sebab anak belajar dari apa yang dilihat, didengar dan dirasakan, akan menjadi bagaimana seorang anak sangat dipengaruhi oleh bagaimana lingkungan memperlakukan dia. 23 Perlu diketahui bahwa sebaik-baiknya kalbu seseorang adalah ketika dia mampu mengendalikan jasadnya agar selalu melakukan banyak kebaikan, menjalankan segala bentuk syariat agama dengan penuh kesadaran dan penghayatan (Muhammad Nur Abdul Hafizh, 1999 : 161). Untuk memberikan pengetahuan keagaman kepada anak sejak dini perlu diberikan pembinaan, sebab pribadi yang telah dihiasi dengan pembinaan dan pendidikan, memiliki pengaruh yang sangat luar biasa dalam kehidupan pribadi seseorang khususnya dan bagi masyarakat pada umumnya. Pribadi anak seperti ini tidak akan didapatkan kecuali apabila dia telah dididik serta dibina dari segala aspek kehidupan yang dia butuhkan. Dan tidak cukup pembinaan ini didapatkan bersandarkan aspek lahir dalam diri anak saja, tetapi aspek batin juga merupakan kebutuhan anak yang harus terpenuhi. Menurut Muh. S. Darwis (2006 : 206) lingkungan merupakan tempat dimana manusia melaksanakan aktifitas-aktifitasnya terutama dalam pendalaman agama Islam. 1) Lingkungan Keluarga Keluarga merupakan sebuah institusi kecil dimana anak mengenali masa-masa pertumbuhannya. Keluarga merupakan madrasah bagi anak. Pendidikan yang didapatkan merupakan pondasi baginya dalam pembentukan watak, kepribadian dan karakternya. Jika anak dalam keluarga senantiasa terdidik dalam warna keislaman maka kepribadiannya akan terbentuk dengan warna keislaman tersebut. Namun sebaliknya jika anak tumbuh dalam 24 suasana yang jauh dari nilai-nilai keislaman, maka jelas kelak dia akan tumbuh menjadi anak yang tidak bermoral. Untuk itu orang tua harus dapat memanfaatkan saat-saat awal dimana anak kita mengalami pertumbuhannya dengan cara menanamkan dalam jiwa anak kita kecintaan kepada diennya. Cinta terhadap ajaran Allah dan Rasul –Nya, sehingga ketika anak tersebut berhadapan dengan lingkungan lain anak tersebut mempunyai daya resestensi yang dapat menagkal setiap saat pengaruh negative yang akan merusak dirinya. Agar dapat memudahkan jalan bagi pembentukan kepribadian anak yang shalih, maka teladan orang tua merupakan faktor yang sangat menentukan. Oleh karena itu, selaku orang tua yang bijaksana dalam berinteraksi dengan anak pasti memperlihatkan sikap yang sesuai dengan kepribadian yang shahih sehingga anak dapat dengan mudah meniru dan mempraktekkan sifat-sifat orang tuanya. 2) Lingkungan Sekolah Sekolah merupakan lingkungan dimana anak-anak berkumpul bersama teman-temannya yang sebaya dengannya. Belajar, bermain dan bercanda adalah kegiatan rutin mereka disekolah. Sekolah juga merupakan sarana yang cukup efektif dalam membentuk watak dan karakter anak. Disekolah anak-anak akan saling mempengaruhi sesuai dengan watak dan karakter yang diperolehnya dalam keluarga mereka masing-masing. Anak yang 25 terdidik secara baik dalam rumah tentu akan memberikan pengaruh positif terhadap teman-temannya. Sebaliknya anak yang di rumah kurang mendapatkan pendidikan yang baik tentu akan memberikan pengaruh yang negatif menurut karakter dan watak-watak sang anak. Sekolah yang ditata dengan manajemen yang baik tentu akan lebih mampu memberikan hasil memuaskan dibanding sekolah yang tidak memperhatikan sistem manajemen. Sekolah yang sekedar dibangun untuk kepetingan bisnis semata pasti tidak mampu menghasilkan murid-murid yang berkualitas secara maksimal, kualitas dalam pengertian intelektual dan moral keagamaan. Oleh sebab itu orang tua seharusnya harus mampu melihat secara cermat dan jeli. Sekolah yang pantas bagi anak-anak mereka. Orang tua tidak harus memasukkan anak mereka disekolah-sekoalh favorit semata dalam hal intelektual dan mengabaikan faktor perkembangan akhlak bagi sang anak, karena sekolah memberikan warna baru bagi setiap anak didiknya. Keseimbangan pelajaran yang diperoleh murid di sekolah akan lebih baik menyeimbangkan keadaan mental dan intelektualnya. Karena itu sekolah yang memiliki keseimbangan kurikulum antara pelajaran umum dan agama lebih mampu memberikan jaminan bagi seorang anak didik. 3) Lingkungan Masyarakat. Masyarakat adalah komunitas yang terbesar dibandingkan dengan lingkungan yang kita sebutkan sebelumnya. Karena itu 26 pengaruh yang ditimbulkan dalam membentuk kepribadian anak jauh lebih besar.masyarakat yang mayoritas anggotanya hidup dalam kemaksiatan sangat mempengaruhi perubahan watak anak kearah negative. Dalam masyarakat seperti ini tumbuh berbagai masalah yang merusak ketenangan, kedamaian, dan ketentraman. Anak yang telah terdidik secara baik oleh orang tuanya untuk selalu taat dan patuh pada perintah Allh SWT. Dan Rasulnya dapat terpengaruh oleh lembah kemaksiatan yang merajalela di sekitarnya. Oleh kerena itu orang tua harus mancari lingkungan masyarakat yang baik bagi anaknya. Apalagi menemukan lingkungan yang baik maka kemungkinan besar anak akan terbentuk sebagai insane yang baik, dan sebaliknya jika mendapatkan lingkungan yang jelek maka kemungkinan besar akan jelek. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Adapun yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segal sesuatu yang ada di sekitar anak didik baik berupa benda-benda, peristiwa yang terjadi maupun kondisi masyarakat terutama yang dapat memberikan pengaruh kuat kepada anak, dan lingkungan di man anak-anak bergaul sehari-hari (Asnelly Ilyas, 1995 : 64) Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa selain faktor pembawaan, lingkungan juga sangat berpengaruh pada anak. Jika ketiga lingkungan tersebut di atas semuanya itu baik maka dimungkinkan tercipta generasi yang baik mudah kita dapatkan. Namun sebaliknya jika dari ketiga lingkungan ini semuanya atau 27 salah satu dari itu mengalami polusi atau kerusakan maka untuk menciptakan generasi yang benar dan baik sungguh sulit untuk dilakukan. Pada akhirnya dapat di ambil suatu kesimpulan, bahwa pandangan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam moderen dapat di lihat dari beberapa sudut pandangan baik di lihat dari diri sendiri maupun luar diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan yang berdampak pada peningkatan kontribusi keimanan yang lebih baik. B. Harapan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen (Pondok Pesantren Moderen) 1. Pengertian Harapan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen Sebelum disampaikan pengertian harapan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam moderen, terlebih dahulu disampaikan tentang pendidikan, pendidikan Islam dan pendidikan Islam moderen. Menurut Poerbakawatja dan Harahap dalam M. Dalyono (2007: 6) pendidikan adalah : Usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moral dari segala perbuatannya. Orang dewasa itu adalah orang tua si anak atau orang yagn atas dasar tugas dan kedudukannya mempunyai kewajiban untuk mendidik, misalnya: guru sekolah, pendeta atau kiai dalam lingkungan keagamaan, kepala-kepala asrama dan sebagainya. 28 Menurut Tim Dosen FIP-IKIP Malang (1988: 7) pendidikan adalah “Aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-poensi pribadinya, yaitu rokhani (piker, karsa, rasa, cipta dan budinurani) dan jasmani (pancaindera serta ketrampilanketrampilan)”. Definisi yang lain tentang pendidikan ialah : “Suatu usaha yang sadar yang teratur dan sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat dan tabit sesuai dengan cita-cita pendidikan” (Amir Daien Indrakusuma, 1973: 27). Hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia tanggal 7 sampai dengan 11 Mei 1960 di Cipayung Bogor dalam Nur Uhbiyati (198: 11) menyatakan pendidikan Islam adalah: “Bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakuknya semua ajaran Islam”. Definisi lain tentang pendidikan Islam adalah upaya normatif yang berfungsi untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia, maka harus didasarkan pada nilai-nilai tersebut di atas baik dalam menyusun teori maupun praktik pendidikan (Achmadi, 2005: 83). Pada masa moderen ini, Pendidikan Islam pada hakikatnya adalah : “Proses perubahan menuju kearah yang positif” (Moh. Roqib, 2009: 18). Pendidikan Islam dalam konteks perubahan ke arah yang positif ini identik dengan kegiatan dakwah yang biasanya dipahami sebagai upaya untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat. Pendidikan Islam ialah : “Usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah 29 keberagaman (religiousitas) subyek didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengalamkan ajaran-ajaran Islam” (Achmadi, 2005: 29). Berdasarkan pengertian pendidikan di atas, maka yang dimaksud lembaga pendidikan Islam moderen adalah pondok pesantren yang mengajarkan pelajaran umum dan agama yang dikemas dalam pembelajaran yang dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu, sehingga para santri terbekali dengan disiplin ilmu. Sebelum disampaikan permasalahan yang ada kaitannya dengan pesantren moderen terlebih dahulu akan disampaikan pesantren tradisional. Ada beberapa istilah yang ditemukan dan sering digunakan untuk menunjuk jenis pendidikan Islam tradisional khas Indonesia mengenai pesantren. Di Jawa termasuk Sunda dan Madura, umumnya dikenal istilah pesantren atau pondok (Zamakhsyari Dhofier, 1990 : 18) atau pondok pesantren (H.A. Mukti Ali, 1987) istilah Dayah atau Rangkang atau Meunasah, sedangkan di Minangkabau disebut Surau (M. Dawam Raharjo, 1995 : 5). Adapun istilah pesantren sendiri berasal dari kata santri dengan awalan pe dan akhiran an yang berarti tempat tinggal sendiri. Kadang-kadang didefinisikan melalui ikatan kata “Sant” (manusia baik) dihubungkan dengan suku kata “tra” (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik (A. Hamid, 1976: 2). Pesantren berasal dari kata santri yang berarti seorang yang belajar agama Islam (tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam) (Soegarda Poerbakawatja, 1976 : 16). Secara terminologi pengertian pesantren memiliki makna yang berbeda antara tokoh yang satu dengan yang lain seperti Abdurrahman Wahid (1988: 77) 30 memaknai pesantren secara tehnis yaitu a place where santri (student) live. Abdurrahman Mas’ud menguatkan definisi pesantren melalui tulisannya : the word pesantren stems from ”santri” which means one who seeks Islamic knowledge. Usually the word pesantren refers to a place where the santri devotes most of his or her time to live in and acquire knowledge” (Abdurrahman Mas’ud, 1998: 34). Demikianlah pesantren didefinisikan oleh para pengamatnya, variasi definisi yang dihasilkan merupakan apresiasi dari para ilmuwan yang tidak bisa dihindari dan ditolak. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan persepsi, pendapat, latar belakang, pendekatan mereka dalam membidik pesantren sebagai objek perhatian, penelitian dan kajian. Untuk itulah variasi dan perbedaan yang muncul, justru semakin menambah khasanah dan wacana yang sangat diharapkan secara intelektual dan akademik. Pesantren yang diakui sebagai model pendidikan awal (Islam) di Indonesia sampai saat ini masih eksis dan mampu mempertahankan kredibilitasnya di masyarakat (Moh. Roqib, 2009: 149). Meskipun demikian, peran pesantren saat ini boleh dikatakan sangat terbatas karena pengelolaannya kurang kredibel dan fasilitas yang dimiliki juga apa adanya. Lembaga Islam moderen atau pondok pesantren pada akhirnya memiliki prinsip untuk membentuk kader-kader islami yang taat. Ketaatan beragama membawa dampak positif terhadap pembangunan, karena pengalaman, membuktikan bahwa semakin taat seseorang dalam beragama semakin positif sikapnya terhadap peningkatan kesejahteraan umat. Karena 31 agama mengandung ajararn yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat (Jalaluddin dan Ramayulis, 1992: 129). Menurut HA. Timur Jaelani dalam Nur Uhbiyati (1997: 240) mengatakan bahwa dalam kenyataan penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren dapat digolongkan menjadi tiga bentuk yaitu: a. Yang dimaksud dengan pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikal (system bandungan dan sorongan). Dimana seorang kyai mengajar santrisantri berdasarkan kibat-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulamaulama besar sejak abad pertengahan, sedang para santri biasanya tinggal dalam pondok/asrama dalam pesantren tersebut. b. Yang dimaksud dengan pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada dasarnya sama dengan pondok pesantren tersebut di atas tetapi para santrinya tidak disediakan pemondokan di komplek pesantren, namun tinggal tersebar di seluruh penjuru desa sekeliling pesantren tersebut (santri kalong), di mana cara dan metode pendidikan dan pengajaran Islam diberikan dengan system waton yaitu para santri datang berduyun-duyun pada waktu-waktu tertentu (umpama tiap hari Jumat, Minggu, dan sebagainya). c. Pondok pesantren dewasa ini adalah merupakan lembaga gabungan antara system pondok dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan system bandongan, sorongan, ataupun watonan. Para santri disediakan pondokan atau 32 merupakan santri kalong yang dalam istilah pendidikan pondok moderen memenuhi criteria pendidikan nonformal serta menyelenggarakan juga pendidikan formal berbentuk madrasah dan bahkan sekolah umum dalam berbagai bentuk tingkatan dan aneka kejuruan menurut kebutuhan masyarakat masing-masing. Pesantren memiliki unsur minimal tiga hal, yaitu : (1) adanya Kyai yang mengasuh/mendidik, (2) santri yang belajar, dan (3) masjid (Marwan Saridjo, 1982: 9). Tiga unsur ini mewarnai pesantren pada awal berdirinya atau bagi pesantren-pesantren kecil yang belum mampu mengembangkan fasilitasnya. Unsur pesantren dalam bentuk tersebut mendeskripsikan kegiatan belajar-mengajar ke-Islaman yang sederhana (Mujamil Qomar: 19). Seiring dengan perkembangan zaman pesantren terus mengalami perkembangan unsur-unsurnya, seperti dikutip oleh Zamakhsyari Dhofier dalam bukunya Tradisi Pesantren bahwa ada lima elemen dasar dalam sebuah pesantren, yaitu : (1) pondok, (2) masjid, (3) santri, (4) pengajaran kitab-kitab klasik, dan (5) kyai. Sementara Abdurrahman Wahid, membagi lingkungan pesantren menjadi tiga komponen dasar. Pertama, pesantren sebagai institusi pendidikan Islam dan sebagai institusi praktek mistis. Kurikulum yang dipakai bervariasi, mencakup keterampilan membaca dan menulis Arab, membaca Al Qur’an, mempelajari hukum-hukum Islam dan ibadah ritual. Kedua, kyai, mereka adalah para ahli agama yang telah menjadi guru dan pemimpin yang disebabkan oleh kelulusan pengetahuan keagamaan mereka yang disertai kepemilikan kekuatan mistik. Ketiga, pelajaran atau santri, yang 33 sering menyerahkan ketaatan seluruh hidupnya kepada kyainya (Abdurrahman Mas’ud, 2004: 11-12). Kurikulum pada pondok pesantren tradisional hingga sekarang masih diterapkan dan kurikulum modern dikembangkan secara penuh. Pesantren yang menggunakan sistem tradisional dan modern, seperti sekolah/madrasah tidak semuanya mengacu pada kurikulum pemerintah. Manfred Zimek dalam Sujoko Prasodjo (1982 : 83) membagi jenis-jenis pesantren dalam beberapa kategori : Pertama, pesantren yang paling sederhana yaitu masjid digunakan sekaligus sebagai tempat pengajaran agama. Biasanya digunakan oleh para santri yang ikut kegiatan tarikat dan santri tidak tinggal di pesantren. Hal inilah sebagai awal dari berdirinya sebuah pesantren. Kedua, pesantren disamping ada rumah kyai dan masjid, ada asrama yang dapat dijadikan sebagai tempat belajar sekaligus tempat tinggal, inilah yang sering disebut sebagai pondok pesantren klasik. Ketiga, pesantren terdiri dari beberapa komponen, disamping danya komponen-komponen di atas, diperluas lagi dengan adanya madrasah. Hal ini menunjukkan dorongan modernisasi dari Islam pembaharuan. Pesantren disamping mempelajari pengetahuan agama juga mempelajari tentang pengetahuan umum, kurikulum yang digunakan berorientasi pada sekolah yang berada di bawah organisasi pemerintah. Keempat, pesantren paling modern yang sekarang sedang berkembang dan terus bergema di seluruh Indonesia, hampir semua pondok pesantren mengembangkan tipe ini. Pesantren model ini disamping adanya fasilitas yang lengkap juga program-program tambahan yang bisa dijadikan sebagai 34 alat untuk mengembangkan ilmunya setelah selesai mengenyam pendidikan di pesantren. Berbeda dengan Manfred Ziemek, Zamakhsyari Dhofier (1999: 134) mengelompokkan pesantren menjadi dua, Pertama, pesantren Salaf, yaitu pesantren yang pengajarannya terfokus pada kitab-kitab klasik dalam bentuk hafalan, sorogan, bandongan, wetonan dan lain-lain. Santri pada pesantren ini biasanya tunduk pada kyai, penghormatan pada kyai begitu besar. Dalam hal pemikiran, santri salaf kurang menerima adanya pengaruh-pengaruh dari luar baik melalui media cetak maupun media elektronik. Pesantren salaf biasanya pola pikirnya cenderung tekstual, kurang mau mengapresiasi apa yang berkembang di luar, karena wacana berpikirnya terbatas pada teks-teks klasik yang cenderung menonton dan tidak pernah dilatih untuk mengupas teori/realita sosial yang berkembang dalam masyarakat. Kedua, pesantren modern cenderung menggunakan logika dalam berpikir, biasanya lebih menguasai dari pada bahasa Arab dan Inggris. Model pendidikan hampir sama dengan pendidikan sekuler (barat). Pendidikan agamanya tidak terlalu kuat, lebih mengedepankan pada pendidikan umumnya. Buku-buku yang dijadikan bahan rujukan adalah buku ambilan dan tidak belajar kitab kuning Manfred Ziemek, Zamakhsyari Dhofier (1999: 199-200). Abdullah Syukri Zarkasyi memberi tambahan satu yaitu perpaduan antara tradisional dan modern yang hingga sekarang sering kita temui termasuk dalam kajian penulis yaitu pondok pesantren yang setengah tradisional dan setengah modern (Muhammad Yunus, 1983: 226-227). 35 Dalam era globalisasi, hampir semua sendi kehidupan umat manusia mengalami perubahan yang amat dahsyat. Institusi sosial, kemasyarakatan, kenegaraan, keluarga, dan bahkan tidak terkecuali institusi keagamaan, tidak luput dari pengaruh globalisasi, bagaimana reaksi pesantren menghadapi perubahan zaman sudah tentu bermacam-macam, ada yang membuka, ada yang menutup diri karena tantangan kontemporer adalah persoalan “modernitas”, maka tantangan kaum santri adalah merespons perubahan sosial yang diakibatkan oleh munculnya ide-ide atau gagasan “modernitas” itu sendiri. Kaum santri mengukur modernitas berdasarkan tahapan kemajuan yang tampak pada realitas kehidupan manusia dalam suatu masa tertentu. Tak ada kepastian titik awal sejarah yang dapat digunakan sebagai tanda dimulainya suatu era modern. Bahkan pendefinisian kata modern sendiri terkadang tidak bisa menegaskan keberadaannya sebagai konsep pemaknaan terhadap suatu fenomena empirik secara utuh dan menyeluruh. Di bidang keagamaan dapat diungkapkan bahwa modernitas yang dipahami secara relatif, pada hakekatnya bukanlah hal yang asing dalam tradisi Islam. Sejarah abad pertengahan menampilkan bukti empirik bagaimana modernitas malah memberi warna dominan pada wacana keislaman. Pada dasarnya modernitas mengandalkan adanya proses modernisasi, sehingga ia tidak mungkin dipahami sebagai bentuk. Jadi modernitas adalah capaian yang diproduksi oleh perubahan dari hal-hal yang berbau tradisional menuju situasi/kondisi modern. Bila dikelompokkan secara garis besar, perubahan yang terjadi dalam proses modernisasi tersebut dapat dilihat dalam 36 2 segi yaitu : (1) perubahan yang berkaitan dengan tata nilai atau normanorma ideal, dan (2) perubahan yang lebih bersifat materi atau menyangkut sesuatu yang kasat mata Manfred Ziemek, Zamakhsyari Dhofier (1999: 144). Modernisasi pendidikan Islam di Indonesia, yang berkaitan erat dengan pertumbuhan gagasan modernisasi Islam di kawasan mempengaruhi dinamika keilmuan di lingkungan pesantren. ini, Gagasan modernisasi Islam yang menemukan momentumnya sejak awal abad 20, pada lapangan pendidikan direalisasikan dengan membentuk lembaga-lembaga pendidikan modern. Pemrakarsa pertama adalah organisasi-organisasi modern Islam seperti Jami’at Al-Khoir, Al-Irsyad, Muhammadiyah dan lain-lain (Azyumardi Azra, 1998: 90). Keberhasilan tersebut menggugah para ahli dalam merespons perubahan zaman melalui strategi perjuangan yang harus dimiliki para elit dan santri seperti, Nur Cholis Madjid menekankan rekonstruksi pemikiran dengan strategi modernisasi yang diartikan sebagai rasionalisme atau sekularisasi (Nur Cholis Madjid, 1981: 9). Sementara Amin Rais memberi tekanan pada integralisasi berbagai aspek kehidupan dalam konteks tauhid (Amin Rais, 1987 : 102), sedangkan Dawam Raharjo lebih menekankan pengelolaan SDM (Dawam Raharjo, 1981: 22 & 34). Selanjutnya, pemikiran Abdurrahman Wahid yang merupakan bingkai intelektual golongan ulama memberikan tekanan pada legitimasi religi berdasarkan hukum fiqih dalam berbagai masalah kehidupan pragmatis, baik aspek budaya, sosial ekonomi maupun politik (Abdurrahman Wahid, 1984: 31-38). Namun, mereka sepakat dalam menempatkan politik sebagai alt mencapai tujuan dan realisasi cita-cita politik 37 Islam, sehingga sikap dan pandangan politik santri itu berkembang dan berubah sejalan dengan perubahan kondisi objektif kehidupan sosial, ekonomi dan politik (Said Aqiel Siradj: 123). Mengenai sikap kaum santri dalam merespons tantangan modernisasi, dewasa ini ada dua kecenderungan. Pertama, jebolan pesantren an sich adalah memiliki rasa ketaatan dan kepatuhan yang lebih terhadap kyai-ulama sehingga apa saja yang diperintahkan oleh seorang kyai akan selalu dilakukan tanpa ada bantahan. Kedua, sikap seperti itu mulai mencair terutama di kalangan kaum santri jebolan pesantren dan berpendidikan umum, sebab bagi mereka sikap tunduk dan patuh tanpa resurve adalah sikap feodal yang bertentangan dengan inti ajaran Islam sebagaimana firman Allah surat An-Nahl ayat 43 : Artinya : Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (Departemen Agama RI, 2002: 535-536). Dari kedua fenomena itu, agaknya terkesan ada dua komunitas yang kontradiktif sehingga muncul pertanyaan apakah perubahan itu diakibatkan oleh kaum santri terpelajar yang makin menjauhi tradisi pesantren, ataukah pihak para pengasuh podok pesantren sendiri yang tidak mau membuka diri dengan perubahan orientasi atau wawasan masyarakat yang mudah menerima informasi dari berbagi penjuru (Said Aqiel Sirodj : 136-137). 38 Perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosiokultural sering kali membentur pada aneka kemapnan, dan berakibat pada keharusan untuk mengadakan usaha konstektualisasi bangunan sosio-cultural dengan dinamika modernisasi, tak terkecuali pendidikan pesantren. Karena itu, sistem pendidikan pesantren harus selalu melakukan upaya rekonstruksi pemahaman tentang ajaran-ajarannya agar tetap relevan dan survive. Keharusan untuk mengadakan rekonstruksi ini sesungguhnya sudah dimaklumi. Bukankah dunia pesantren telah memperkenalkan sebuah kaidah yang sangat jitu yaitu Al-Mukhafadhah ‘ala al-qadim al-salih wa al-akhdzu bi al-jadid al-aslah. Kaidah ini merupakan legalitas yang kuat atas segala upaya rekonstruksi. Kebebasan membentuk model pesantren merupakan keniscayaan, asalkan tidak terlepas dari bingkai al-ashlah (lebih baik). Begitu pula, ketika dunia pesantren, diharuskan mengadkan rekonstruksi sebagai konsekuensi dari kemajuan dunia modern, maka aspek harus dipegang. al-ashlah menjadi kata kunci yang Pesantren modern berarti pesantren yang selalu tanggap terhadap perubahan dan tuntutan zaman berwawasan masa depan, selalu mengutamakan prinsip efektifitas dan efisiensi (Said Aqiel Sirodj : 216-217). Sementara itu modernisasi terhadap pesantren selama dasawarsa terakhir ini sangat gencar dilakukan munculnya pendidikan formal baik dalam sistem madrasah maupun sekolah-sekolah umum yang mengadopsi Departemen Pendidikan Nasional. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah pesantren mampu bertahan, terutama dalam kedudukannya sebagai sumber kekayaan spiritual seperti pesantren pada masa tradisional itu, sebab proses modernisasi dengan inti liberalisasi dan rasionalisasi adalah sangat mungkin 39 memudahkan watak pesantren (Said Aqiel Sirodj: 101). Karena itu Nurcholish Madjid menilai bahwa ada beberapa faktor mendasar yang perlu diperhatikan. Pertama, kurikulum, karena arah dan tujuan pesantren serta sepak terjangnya dalam kehidupan bermasyarakat akan sangat bergantung pada faktor ini. pesantren pada umumnya tidak memiliki target-target tertentu, dalam capaian pembelajaran. Kedua, materi pelajaran, pesantren terfokus pada disiplin ilmu-ilmu agama tertentu terutama pada fiqh, nahwu sharaf, dan balaghah. Sedangkan ilmu-ilmu lain kurang mendapat perhatian, apalagi keilmuan yang tidak berakar pada konsep agama, tidak mendapat posisi sewajarnya terkecuali sebagian kecil pesantren (Nurcholis Madjid : 93). Pesantren memiliki akar sosio historis yang cukup kuat, sehingga mampu menduduki posisi yang relatif sentral dalam dunia keilmuan masyarakatnya, sekaligus bertahan di tengah berbagai gelombang perubahan. Jika terdapat perubahan dan inovasi pun, hal itu merupakan bagian penting terhadap kelangsungan hidup manusia. Akibatnya muncul perubahan seperti budaya, pendidikan dan lain-lain. Pendidikan bukan hanya menjadi salah satu faktor penting terjadinya perubahan, tetapi secara luas dipandang sebagai alat kekuasaan yang memungkinkan pencapaian sosial dan pribadi. Seperti di dunia ketiga terdapat semboyan : “Pendidikan adalah kunci modernisasi” (Achmad Djaenuri, 2001: 87-88). Pendidikan merupakan kekuatan inovatif yang dapat digunakan untuk proses perubahan lebih lanjut dalam masyarakat, suatu ide yang (meskipun kembali ke Plato) telah mendapat perhatian serius dari tenaga pendidik dan para pembuat keputusan pada kurun waktu terakhir ini. 40 Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat menuntut semua pihak memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif, termasuk para santri di pesantren. Mereka harus memenuhi standar profesionalisme dan spesialisasi pada bidangnya masing-masing, agar dapat bersaing mengikuti kebutuhan zaman. Kenyataan inilah yang mengharuskan pondok pesantren mencari bentuk dan rumusan pendidikan baru sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan kemajuan iptek. Tantangan yang dihadapi pondok pesantren makin hari makin berat, makin kompleks dan mendesak. Tantangan ini menyebabkan terjadinya perubahan nilai di pesantren, bak tentang sumber belajar, pengelolaan pendidikan yang profesional, nilai religius, tata moral kepribadian, dan bahkan muatan kurikulum serta kelembagaannya. (Sahal Mahfudh, 1999 : 47-48). Perubahan itu muncul tidak jelas, kapan waktunya, namun dapat diprediksi + abad 20 pesantren telah mengadakan beberapa perubahan, Pondok Pesantren Mambaul Ulum Surakarta mengambil tempat paling depan dalam merombah bentuk respons terhadap ekspansi Belanda dan pendidikan modern Islam (Azzumardi Azra, 1999 : 100). Selanjutnya pada tahun 1916 dengan seizin KH. Hasyim Asy’ari, Kyai Maskum telah memperkenalkan sistem madrasah di pesantren (Lathiful Khuluq, 2000 : 35-36). Namun pembaharuan tersebut tidak menghilangkan metode pengajaran tradisional semacam halaqoh dan sorogan. Perubahan tersebut bisa dilihat dari model pengajarannya satu tahun kelas persiapan dan lima tahun program madrasah. Kelas persiapan diberi pengajaran bahasa Arab. Kurikulum madrasah hingga 41 tahun 1919 hanya mengajarkan pelajaran agama, Matematika dan Geografi yang diberikan. Secara global, perubahan tata nilai pesantren dapat diidentifikasi melalui beberapa indikator. Pertama, kyai bukan lagi merupakan satu-satunya sumber belajar, karena para santri bisa mendapatkan pelajaran dari sumbersumber baru dari luar. Fenomena ini merupakan efek langsung dari tingginya dinamika komunikasi dan informasi yang masuk ke dunia pesantren. Akibatnya banyak santri yang sudah berani melanggar koridor larangan dan perintah kyai. Keberanian bukan berarti melanggar norma agama, tetapi keberanian membantah dan mendebat akibat dari tumbuhnya daya kritis pikirannya. Dengan daya kritis tersebut maka kharisma dan posisi sakral kyai mulai luntur di mata sebagian para santri. Kedua, banyaknya pesantren yang menyelenggarakan jenis pendidikan formal, seperti madrasah, sekolah umum hingga perguruan tinggi. Kecenderungan ini sedikit banyak akan mempengaruhi ciri khas dan identitas pondok pesantren, sehingga perilaku dan budaya para santri berubah. Hal ini diakibatkan dari terasimilasinya kultur baru yang dibawa oleh murid yang berstatus sebagai santri kalong (tidak menetap, pulang pergi) ke dalam kultur pesantren. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan ini juga memiliki dampak positif. Misalnya, tumbuh suburnya sekolah umum di pondok pesantren akan membawa perubahan baru terhadap orientasi dan performa pondok pesantren itu sendiri, pesantren menjadi lebih terbuka, dinamis, cepat belajar, dan harus senantiasa mengevaluasi perkembangan dirinya. 42 Ketiga, seiring dengan perubahan tersebut, ada tuntutan baru, terutama dari lembaga-lembaga pendidikan di bawah naungan pemerintah yang mensyaratkan setiap santri memiliki surat tanda lulus belajar melalui STTB. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut mendapatkan informasi awal yang cukup untuk mengetahui kemampuan para santri dan latar belakang keilmuannya. STTB tersebut dapat difungsikan untuk melanjutkan ke tingkat pendidkan yang lebih tinggi sesuai bidangnya. Di era modern ini, pesantren tidak cukup hanya mengandalkan moral para santri saja. Para santri perlu dilengkapi dengan keahlian, keterampilan yang relevan enggan kebutuhan lapangan kerja, walaupun bursa kerja bukan merupakan satu-satunya tujuan para santri. Keempat, sehubungan dengan hal tersebut maka di kalangan santri terdapat kecenderungan yang makin kuat untuk mempelajari sains dan teknologi pada lembaga-lembaga pendidikan formal, baik di madrasah maupun sekolah umum. Di sana mereka dapat belajar untuk memperoleh keahlian/ketrampilan yang diinginkan, tetapi mereka juga ingin tetap belajar di pesantren untuk mendalami agama dalam rangka memperoleh moral agama (Abdurrahman Wahid, 1984 : 47-48). Pada tahun 1920-an pondok pesantren mulai ada tanda-tanda perubahan yang diawali adanya eskperimen dengan mendirikan sekolahsekolah di kalangan pondok pesantren sendiri. pada tahun 1930-an pesantren sudah memperlihatkan percampuran kurikulum dan mencapai puncaknya pada tahun 1960-an hingga tahun 1970-an, yaitu adanya sekolah non agama yang berdiri di sekitar pondok pesantren, dengan disiplin agama yang diberikan 43 sebagai pelajaran ekstrakurikuler selama beberapa jam, yang akhirnya menghasilkan jaringan luas dengan sekolah-sekolah di berbagai daerah di Jawa (Said Aqiel Siradj : 19-20). Di masa yang akan datang pesantren harus mampu memberikan kontribusi buat masyarakat, tenaga kerja yang memiliki moral dan etika pesantren, serta ulama yang dapat berpartisipasi dalam globalisasi yang masyarakatnya berorientasi teknologi, serta merekonstruksi diri dalam beberapa aspek/bidang dalam rangka eksistensinya dan kontribusinya bagi masyarakat dan bangsa yang terus berkembang. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harapan dalam Pendidikan Agama Islam Moderen Faktor-faktor yang mempengaruhi harapan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam moderen salah satunya dilihat dari adanya perubahan-perubahan yang positif. Pesantren mulai mengadakan perubahan pada aspek-aspek tertentu, sehingga telah mengalami perubahan dalam suatu pesantren (Abdurrahman Mas’ud: 250-251). Adapun aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut : i. Kurikulum Pendidikan yang dianggap sebagai kekuatan inovatif dapat difungsikan untuk mengadakan proses perubahan lebih dalam terhadap masyarakat. Pada masa lalu, proses belajar mengajar hanya menekankan tentang masa lalu, tidak menekankan masa kini ataupun masa yang akan datang. Fungsi dasar sistem pendidkan biasanya dipandang sebagai 44 pemeliharaan atau transmisi budaya tradisional, namun sekarang lembaga pendidikan dipandang sebagai alat perubahan, dan investasi besar dalam lembaga ini dan dilakukan oleh seluruh dunia (Achmad Djaenuri : 3). Keyakinan terhadap pendidikan modern juga dimiliki oleh masyarakat dunia, di mana-mana pendidikan dianggap sebagai saluran mobilitas pribadi, dan tuntutan akan peluang pendidikan yang lebih tinggi telah menimbulkan tekanan besar bagi pemerintah. Dengan demikian pemerintah segera mendesain kurikulum yang sesuai dengan perkembangan dunia modern termasuk kurikulum dalam pesantren. Pembahasan mengenai kurikulum sebenarnya belum banyak dikenal pesantren, bahkan di Indonesia term kurikulum belum pernah populer pada saat proklamasi kemerdekaan, apalagi sebelumnya. Berbeda dengan kurikulum, istilah materi pelajaran justru mudah dikenal dan mudah dipahami di kalangan pesantren. Namun dalam hal kegiatan baik yang berorientasi pada pengembangan intelektual, ketrampilan, pengabdian maupun kepribadian agaknya lebih tepat digunakan istilah kurikulum (Mujamil Qomar : 108). Dengan demikian rekonstruksi terhadap kurikulum di pesantren pun sudah saatnya berubah. Pesantren tidak dijejali kurikulum-kurikulum yang mengacu pada aspek kognitif seperti pengetahuan (ilmu-ilmu) fiqh, nahwu sharaf dan tasawuf, teapi juga perlu adanya aspek afektif dan psikomotorik. Keadaan kurikulum pendidikan pesantren yang demikian terutama dalam kurikulum fiqh, theologi dan tasawuf memberikan sebuah konsekuensi pada eksklusivisme pondok pesantren dan pemikiran- 45 pemikiran lain, kecuali pemikiran yang dikembangkan oleh madzhab Syafi’i, Asy’ari, dan al Ghazali. Bahkan hampir-hampir ajaran Islam hanya dipahami sebagai ajaran yang menyangkut fiqh, dan tasawuf yang dikembangkan oleh ketiga tokoh pemikir masa lampau itu saja. Implikasi dari eksklusivisme ini terwujud dalam tidaknya budaya kritis, analitis, dan reflektif dalam tradisi pendidikan pesantren. Kebebasan akademik hampir tidak diakui lagi dan sistem munadzarah pun hilang dari tradisi pesantren (Said Aqiel Sirodj : 212-214). Sehubungan dengan hal itu, dapat dipahami bahwa pendidikan pesantren pada masa awal diorientasikan pada ta’abbud kepada Allah dan serangkaian amalan-amalan yang menghiasinya. Pesantren kontemporer sering menawarkan pengetahuan agama secara lengkap dengan memiliki beberapa guru yang mengajar berbagai pelajaran. Pada pesantren yang telah mengadopsi kurikulum dari pemerintah, para santri mendapat pengetahuan lebih luas. Karena para santri ini juga belajar pendidikan umum, waktu untuk mengkaji pelajaran agama berkurang. Oleh karenanya, permasalahan yang muncul adalah dimanakah sekarang memperoleh pendidikan agama yang mendalam untuk bisa menjadi seorang ulama (Abdurrahman Mas’ud : 250-251). Dibalik orientasi yang menuju pada tatanan modernisasi pada dunia pesantren seperti sekarang ini, pesantren justru malah mendapat kesan negatif dari masyarakat, karena telah membiarkan pendidikan moral dengan agamanya terjatuh. Beberapa ulama salaf memandang modernisasi pesantren yang dijalankan dengan cara mengurangi pendidikan agama 46 kurang dari 50% maka kekuatan pada pesantren tradisonal akan runtuh, karena nilai-nilai moralitas akan menurun. Hal ini diakibatkan adanya santri yang tidak lagi berorientasi pada aspek moral tapi berorientasi pada aspek intelektual. Sampai saat ini masih banyak masyarakat yang menginginkan adanya pesantren yang bersifat tradisional dan ingin puteraputerinya dididik dengan cara itu dari pada dididik dengan materi yang bersifat sekunder (kebarat-baratan). Seperti pada Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Pondok Pesantren Tegalrejo Magelang, hingga saat ini tetap eksis di tengah derasanya arus globalisasi. ii. Kelembagaan Barangkali satu-satunya faktor terpenting penyebab terjadinya kerusakan dan stagnasi pendidikan dan pemikiran adalah batasan Islam tentang ilmu pengetahuan yang diterima. Meskipun ilmu pengetahuan sangat dihargai dan pencarian ilmu itu selalu dianggap penting (kedua faktor yang memungkinkan Islam memberikan sumbangan khusus bagi peradaban dunia) (Achmad Djaenuri : 89), batasan yang benar dan pandangan yang mendasarinya tidak sesuai dengan permasalahan. Kebebasan berfikir tidak pernah menjadi nilai sentral kebudayaan dan masyarakat muslim, asal dan karakter sistem pendidikan terefleksikan memperoleh sebanyak mungkin kebijaksanaan yang bisa dipercaya, sehingga proses pendidikan akan mampu mengikuti perkembangan teknologi. 47 Sebagai suatu proses, pendidikan membutuhkan lembaga (institusi), yang salah satu artinya adalah (organisasi) yang bertujuan melakukan penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1991 : 580). lembaga pendidikan merupakan organisasi yang Karena itu bertugas menyelenggarakan kegiatan proses belajar mengajar. Seperti bentuk pendidikan lainnya, pendidikan santri juga membutuhkan lembaga yang terkenal dengan sebutan pesantren. Pesantren juga telah mengalami perubahan dan pengembangan format yang bermacam-macam mulai dari surau (langgar) atau masjid hingga pesantren yang makin lengkap. Pada awal pertumbuhan Islam di Indonesia, masjid atau surau (langgar) memiliki dwi fungsi yaitu sebagai tempat ibadah sekaligus sebagai pusat pendidikan (M. Ali Haidar, 1994 : 84). Institusi pendidikan pada masa ini meskipun masih sangat sederhana namun mampu mendidik para santri secara militan dalam berdakwah atau mengembangkan Islam di lingkungannya masing-masing. Setidaknya proses pendidikan tetap berjalan karena adanya kyai, santri, tempat berlangsungnya pendidikan, tujuan, materi dan metode pendidikan. Dalam perkembangan berikutnya, terutama pada abad ke-19 pesantren mengalami kemajuan dan banyak santri yang berdatangan dari berbagai daerah, oleh karenanya, kyai perlu membuat tempat yang dapat dijadikan asrama bagi santri, istilah ini yang disebut pondok, dan akhirnya lemaga ini terkenal dengan sebutan pondok pesantren. Hal ini 48 melambangkan suatu pengembangan dari pengajian di langgar (surau) atau masjid, baik dilihat dari perspektif jumlah santri, sarana, materi pelajaran, metode pendidikan maupun pengorganisasiannya. Selanjutnya paska abad ke-19 pondok pesantren mengalami pembaharuan. Pembaharuan ini berawal dari penampilan lahiriyah, dengan cara mendirikan pesantren jenis baru yang dikenal dengan sebutan madrasah. Madrasah yang lahir pada abad ke-20 ini dipelopori oleh Madrasah Mambaul Ulum Surakarta pada tahun 1905 dan sekolah Adabiyah yang didirikan oleh Syaikh Abdullah Ahmad di Sumatera Barat pada tahun 1909 (A. Malik Fajar, 1998 : 1). Dalam perkembangannya, secara kelembagaan, berangsur-angsur. madrasah mengalami penyempurnaan secara Eksistensi madrasah di dalam pesantren makin mempertegas keterlibatan lembaga pendidikan Islam tertua ini dalam memperbaiki sistem pendidikannya, sekaligus sebagai lembaga pendidikan yang lebih modern dari sudut metodologi dan kurikulum pengajarannya. Walaupun pesantren sudah mengalami kemajuan dalam pembelajaran, tetapi masih ada pesantren tradisional yang mengeluh tentang kurangnya efek sosial pesantren, tetapi juga madrasah yang tanpa asrama yang mengikuti program Departemen Agama sering mengeluh mengenai efek sosial : suatu hal yang tragis yang dewasa ini diderita oleh anak-anak didik kalangan Islam Indonesia, adalah belum dapat diperolehnya lapangan kehidupan di luar keagamaan setelah mereka berhasil menyelesaikan pendidikannya dari sekolah-sekolah agama seperti 49 madrasah, pesantren maupun perguruan tingginya (Karel A Steenbrink,1986: 215) Pada tahun 1970-an madrasah mengalami perkembangan yang cukup progresif. Keberadaan madrasah di pesantren diharapkan mampu menunjukkan gambaran baru tentang bentuk lembaga pendidikan yang lebih modern. Selanjutnya lembaga ini dapat diadaptasi oleh pesantren dalam memajukan lembaga yang dikendalikan kyai ini. pada tahun ini pula dirintislah lembaga pendidikan umum. Kurang lebih sepuluh tahun kemudian baru memperoleh bentuk standar meskipun kualitas lembaga pendidikan itu kurang memuaskan. Sebagian lembaga pendidikan tersebut baru tumbuh pada taraf pengembangan fisik, namun isi dan kualitasnya belum memadai. Melalui lembaga pendidikan umum kyai bisa menempuh kebijakan dari dua jalur yaitu jalur pertama para santri dilibatkan dalam pendidikan umum agar bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, dan jalur kedua adalah para siswa sekolah umum tersebut diwajibkan mengikuti kegiatan pesantren. iii. Metode Pembelajaran Sistem pembelajaran penggunaan metode merupakan alat yang sangat penting untuk menyampaikan materi pelajaran (kurikulum), penyampaian materi tidak akan berhasil tanpa melibatkan metode. Metode selalu mengikuti materi, dalam arti menyesuaikan bentuk dan coraknya, sehingga metode mengalami transformasi bila materi yang disampaikan 50 berubah. Akan tetapi, materi yang sama bisa menggunakan metode yang berbeda. Jika kyai maupun ustadz mampu memilih metode dengan tepat dan mampu menggunakannya dengan baik, maka mereka memiliki harapan besar terhadap hasil pendidikan dan pengajaran yang dilakukan. Mereka tidak sekedar sanggup mengajar santri, melainkan secara profesional berpotensi memilih model pengajaran yang paling baik diukur dari perspektif didaktik metodik. Maka proses belajar mengajar bisa berlangsung secara efektif dan efisien, yang menjadi pusat perhatian pendidikan modern sekarang ini (Mujamil Qomar : 141). Pertumbuhan pesantren sejak awal hingga sekarang lebih melahirkan kategori tradisional dan modern. Istilah tradisional dan modern dipengaruhi waktu, sistem pendidikan, juga dipengaruhi ciri khasnya. Kategori pesantren tradisional dan modern ternyata mengakibatkan perubahan sistem masyarakat modern, hal ini bisa dilihat dari sisi ketidakampuannya untuk menghadapi transformasi sistematik yang terus menerus (Achmad Djaenuri : 6). Masyarakat tradisional tidak senantiasa dihadapkan pada tuntutan mentransformasi sistem, biasanya baru muncul setelah berabad-abad, sehingga mampu merespons sebagian pengetahuan yang dimiliki. Disisi lain, sistem modern memiliki keluwesan dan kemampuan adaptasi untuk mengatasi perubahan yang demikian cepat dan mendasar di semua sektor masyarakat. Jika kita melacak perubahan sistem dan metode pendidikan di pesantren akan menemukan metode yang bersifat tradisional dan modern. 51 Departemen Agama RI melaporkan bahwa metode penyampaian di pesantren ada yang bersifat tradisional seperti halaqah, wetonan dan sorogan. Ada pula yang menggunakan non tradisional (metode yang baru diintrodusir ke dalam institusi tersebut berdasarkan pendekatan ilmiah). Pada mulanya semua pesantren menggunakan metode yang bersifat tradisional. Bahkan beberapa pesantren tradisional hingga saat ini masih menggunakan metode-metode tradisional. Metode-metode tersebut terdiri atas metode wetonan, metode sorogan, metode muhawarah, metode mudzakarah dan metode majlis ta’lim (Imron Arifin, 1993: 37). Biasanya metode yang digunakan pada pesantren tradisional adalah metode deduktif yang pesantren mengembangkan kajian-kajian partikular terlebih dahulu seperti fiqh dan berbagai tradisi praktis lainnya yang dianggap sebagai ‘ilm al-hal, setelah menguasai baru merambah pada wilayah kajian yang menjadi alat bantu dalam memahami ajaran dasar. Jika metode ini berbalik, yaitu dengan menggunakan metode induktif, maka hasilnya akan berbeda bahkan kajian yang utama adalah alat-alat bantu yang dapat digunakan sebagai pengembang ajaran Islam baru pada materi yang bersifat partikular yaitu ilmu-ilmu fiqh, nahwu, sorof bahkan tasawuf (Said Aqiel Siradj: 210). Metode tradisional saat ini telah mengalami perubahan yaitu dari metode sorogan dan wetonan menjadi ceramah meskipun belum merupakan konsensus para pengajar di pesantren. Said dan Affan melaporkan bahwa metode wetonan dan sorogan yang menjadi ciri khas beberapa pesantren telah diganti dengan metode ceramah sebagai metode mengajar yang pokok 52 dengan sistem klasikal. Tetapi beberapa pesantren lainnya masih menggunakannya, kendati terkadang hanya untuk pelajaran agama, sedang ilmu umum tetap diberikan melalui metode ceramah (Moh. Said dan Junimar Affan, 1987: 91), bahkan akhir-akhir ini metode diskusi, praktik, permainan dan lain-lain banyak bermunculan di pesantren-pesantren. iv. Manajemen Pola manajemen pendidikan pesantren cenderung dilakukan secara tradisional dan kurang memperhatikan tujuan-tujuannya yang telah disistematisasikan secara hierarki. Sistem pendidikan pesantren biasanya dilakukan secara alami dengan pola manajerial yang tetap (sama) tiap tahunnya. Perubahan-perubahan mendasar dalam pengelolaan pesantren agaknya belum terlihat. Penerimaan santri baru, misalnya belum ada sistem seleksi. Semua dilakukan sama dan semua diterima walaupun dengan latar belakang yang berbeda-beda tanpa adanya kategori-kategori khusus (Said Aqiel Sirodj: 214-215). Dewasa ini, sudah saatnya pola manajemen yang cenderung ketinggalan itu sedikit demi sedikit berubah. Hal ini bisa dilakukan dengan adanya pola kerjasama, baik kerja sama dengan lembaga (pesantrenpesantren) lain maupun institusi-institusi yang bersifat formal agar dapat memperdayakan diri dalam menghadapi tantangan kontemporer yang semakin kompleks. Asumsi-asumsi negatif yang dilekatkan pada pesantren: terisolasi, teralienasi, eksklusif, konservatif dan cenderung mempertahankan Status Quo. 53 Pengasuh pesantren, dalam hal ini kyai maupun ustadz, perlu berendah hati untuk menjadi teladan pecinta ilmu. Karena itu pengkaderan pendidik maupun pengelolaan manajemen (pendidikan) pesantren, harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga kyai maupun ustadz memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan atau meningkatkan keilmuannya lagi (secara terus-menerus, sesuai dengan etos keilmuan tersebut) demi peningkatan kualitas keilmuan pesantren. Akibat (dampak) negatif ketika ideologi modernisasi dikembangkan penguasa Orde Baru telah berlangsung demikian massif, pesantren juga terkena imbasnya, ternyata dunia pesantren tidak cukup memiliki filter dan ketangguhan untuk menyaring dan melakukan kemandirian, maka yang madharat dan mana yang betul-betul membawa manfaat, barokah dan maslahah. Modernisasi itu telah mengubah wajah pesantren menjadi mentereng tetapi melompong dari ketangguhan intelektual dan spiritual. Jadinya alim tidak, zuhud pun tidak. Karena itu, baru akhir-akhir ini ada semacam kecenderungan di kalangan pesantren untuk menjadikan Yayasan lembaganya, sebagai upaya pembinaan dan pengembangan dirinya. Kecenderungan muncul pada pesantren-pesantren besar yang memiliki lembaga-lembaga pendidikan formal. Kecenderungan membentuk Yayasan ternyata hanya diminati pesantren yang tergolong modern, dan belum berhasil memikat pesantren tradisional, namun telah ada kecenderungan sebagian pesantren menjadikan Yayasan lembaganya sebagai bentuk pembaharuan. Memang kenyataannya sekarang secara kelembagaan ada pesantren hanya dimiliki oleh seorang 54 kyai dan ada pula yang milik Yayasan dengan manajemen kolektif (Ismail SM, 2002: 58). Tampaknya status pesantren milik institusi akan semakin kuat dan merupakan kebutuhan mendesak dibandingkan dengan status milik pribadi. Penguatan ini menunjukkan mulai timbulnya kesadaran dari umat Islam khususnya kalangan pesantren untuk berfikir strategis dan berwawasan masa depan (Mujamil Qomar : 45-46). Untuk itu, pesantren mesti bereaksi baik sebagai sikap adaptif maupun responsif. menambahkan Konsekuensinya pesantren cenderung berupaya orientasinya pada pemenuhan kebutuhan duniawi. Perubahan nilai pesantren menuju ke orientasi pemikiran yang lebih mendunia, induktif, empiris dan rasional, mengimbangi corak pemikiran yang deduktif-dogmatis sebagaimana selama ini mendominasi pola pemikiran pesantren. Tanda-tanda tersebut antara lain tampak bahwa santri memerlukan ijazah untuk ke sekolah formal yang lebih tinggi (Mastuhu, 1994: 71). Dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya perubahan kepemimpinan pesantren dari kepemimpinan kyai menuju kepemimpinan Yayasan cenderung mengakibatkan terjadinya perubahan otoritas yakni dari otoritas mutlak di tangan kyai berubah menjadi otoritas kolektif di tangan Yayasan. Namun perubahan otoritas itu belum mampu mewujudkan demokrasi di pesantren terutama menyangkut perubahan kepemimpinan. Hal tersebut cenderung menimbulkan pengembangan orientasi ke hal yang lebih baik dan menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. 55 BAB III HASIL PENELITIAN Setelah melakukan penelitian secara langsung ke pondok pesantren bina insani Desa Ketapang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang, selanjutnya disampaikan hasilnya sebagai berikut. A. Masyarakat Desa Ketapang Kecamatan Susukan a. Gambaran Umum Masyarakat Ketapang Kecamatan Susukan Ketapang merupakan nama sebuah kelurahan yang berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Jawa Tengah (Dokumentasi, dikutip tanggal 15 Pebruari 2011) yang terdiri dari 31 RT dan 6 RW. Masyarakat Desa Ketapang laki-laki : 2.958 orang, perempuan : 2.965, dari jumlah masyarakat itu yang beragama Islam ada 5.923 orang dan selebihnya beragama nasrani. Masyarakat Ketapan Kecamatan Susukan merupakan masyarakat yang mayoritas beragama Islam dengan tingkat ekonomi sedang dan bawah. Penghasilan terbesar masyarakat Ketapan Kecamatan Susukan adalah tani, baik tani garap tanah sendiri maupun tani buruh. Dari beberapa penghasilan masyarakat Ketapang yang penting dapat dijadikan sebagai sarana untuk beribadah. Karena masyarakat masyoritas sebagai petani, maka untuk menjalankan ibadah dapat di lihat pada sore hari atau malam hari di tempat-tempat ibadah, baik di mushola maupun di masjid. Lebih jelasnya di bawah ini disampaikan tabel penduduk Desa Ketapang sebagai berikut : 55 pencaharian 56 Tabel 1 Pencaharian Penduduk Desa Ketapang No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pekerjaan Karyawan Wiraswasta Tani Pertukangan Buruh Tani Pensiunan Nelayan Pemulung Jasa PNS Jumlah 54 436 1.823 46 524 36 2 241 156 (Dokumentasi, dikutip 15 Pebruari 2011) Tingkat kemasyarakatan di dukuh Ketapang Kecamatan Susukan cukup baik terutama dalam kegiatan gotong royong masyarakat yang bersifat umum maupun pribadi yang dinilai perlu adanya gotong royong dengan cepat dan tanggap masyarakat berduyun-duyun untuk saling membantu. Masyarakat Ketapang Kecamatan Susukan merupakan masyarakat yang agamis, hal ini terbukti adanya berbagai macam kegiatan masyarakat baik mulai dari orang tua yang giat dalam kegiatan majelis-majelis taklim, sedangkan yang remaja dan anak-anak tergabung dalam kegiatan keagamaan pada sore hari, sepertinya melakukan kegiatan di TPA dengan pembagian tugas remaja yang sudah dipandang cukup menguasai baca Al Qur’an dijadikan sebagai ustadz/ustadzah. Kegiatan keagamaan remaja juga dipengaruhi oleh dukungan dari orang tua dan masyarakat yang dapat dibuktikan dengan adanya donatur setiap bulan untuk membantu pada 57 ustadz/ustadzah walaupun tidak begitu besar tetapi rutin anak-anak dan remaja aktif dalam kegiatan keagamaan. Keberadaan masyarakat Ketapang Kecamatan Susukan merupakan salah satu potret masyarakat yang taat dan tekun beribadah. Selain itu juga bagi masyarakat yang memiliki anak usia sekolah, dengan kesadaran yang tinggi anak dititipkan di lembaga-lembaga pendidikan sesuai dengan jenjang pendidikan anak yang diutamakan di lembaga pendidikan yang pelajaran agamanya lebih banyak misalnya di SMP Islam Bina Insani dan SMA Islam plus Bina Insani. b. Letak Geografis Desa Ketapang Kecamatan Susukan Letak geografis Desa Ketapang Kecamatan Susukan sangat strategis dan cocok untuk lahan pertanian. Selain itu juga Desa Ketapang jauh dengan laut dan keramaian masyarakat, tetapi masalah pengairan cukup untuk kehidupan masyarakat dan untuk menggarap sawah. Kondisi geografis ketinggian tanah dari permukaan laut 634 m, banyak curah hujan 21 m/Thn, Topografi (dataran tinggi, rendah, pantai) tinggi, suhu udara rata-rata 27oC. (Dokumentasi, dikutip 15 Pebruari 2011) Sedangkan Desa Ketapang Kecamatan Susukan dikelilingi dengan beberapa desa, yaitu : sebelah utara dibatasi Desa Sidoharjo, sebelah selatan di batasi Desa Tawang, sebelah barat dibatasi desa Susukan dan sebelah timur desa Gentan, Balakrejo (Dokumentasi, dikutip 15 Pebruari 2011). Kesuburan Desa Ketapang terutama dalam musim hujan akan sangat terasa. Hal ini disebabkan masyarakat berlomba-lomba untuk menggarap 58 sawah atau kebun secara maksimal dengan harapan ada hasilnya dan dapat dijadikan sebagai kebutuhan sehari-hari. c. Gambaran Umum Pendidikan Masyarakat Desa Ketapang Kecamatan Susukan Di lihat dari keberadaan Desa Ketapang Kecamatan Susukan merupakan desa yang cukup potensial dalam melangsungkan kehidupan, maka selayaknya pendidikan masyarakat akan lebih baik dan meningkat. Tebukti saat ini tahun 2011 masyarakat Desa Ketapang Kecamatan Susukan sudah tidak ada lagi masyarakat yang buta huruf artinya masyarakat sudah mampu membaca. Di Desa Ketapang sendiri lembaga pendidikan formal yang ada mulai dari taman-kanak-kanak, SD/MI, MTs/SMP dan SMA/MA/SMK sudah tersedia (Wawancara dengan Sutopo selaku kepala Desda, 12 Pebruari 2011). Masyarakat akan menyekolahkan anak di mana suka baik lembaga pendidikan formal yang umum maupun agama. Karena tingkat ekonomi masyarakat yang berbeda-beda, maka pendidikan yang dimiliki juga berbeda, misalnya ada masyarakat berpendidikan SD, SMP/MTs, SMA/MAN/SMK bahkan ada sebagian kecil masyarakat yang berpendidikan SI. Walaupun tingkat pendidikan yang berbeda-beda, tetapi dalam menjalankan perintah agama secara umum masyarakat sangat tekun yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan. Kelompok pendidikan masyarakat Desa Ketapang Kecamatan Susukan adalah : 59 Tabel 2 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Ketang Umur Jumlah 04 – 06 tahun 106 orang 07 – 12 tahun 497 orang 13 – 15 tahun 529 orang (Dokumentasi, dikutip 15 Pebruari 2011) Dari data yang disampaikan di atas, maka yang paling banyak adalah masyarakat yang mengikuti pembelajaran di kelompook 13 – 15 orang, yang berarti pada tingkat pendidikan SMP/MTs sampai SMA/SMA/MAN. B. Pondok Pesantren Bina Insani a. Sejarah Singkat Pondok Pesantren Bina Insani Ide awal pendirian Pondok pesantren Bina Insani berangkat dari keprihatinan terhadap kenyataan tamatan sekolah akhir-akhir ini kurang agamanya, bidang penguasaan ilmu-ilmu hitung dan bahasa Inggris yang sangat rendah, tidak mempunyai ketrampilan yang memadai, terkana wabah malas, santai dan cenderung lebih kurang ajar. Di sisi lain pondok pesantren lebih banyak mengajarkan ke ilmu-ilmu keahiratan, dan kurang membumi. Karena inilah pondok pesantren Bina Insani sebagai pondok moderen hadir dengan misi membumikan pesantren. Yang dimaksud membumikan pesantren adalah mengarahkan pendidikan pesantren bersifat kekinian, bukan hanya ilmu yang melangit uyanmg buahnya dipanen di akhirat saja, tetapi juga dapat diaplikasikan dan di panen di bumi sekarang itu juga. Pondok pesantren Bina Insani didirikan oleh Yayasan pendidikan Islam Haji Ahmad 60 Tamin Said tahun 1999, nama pewakaf utama (alm) waga Jakarta, di singkat YPI Ahmadina, yang kemudian didaftarkan pada pejabat pembuat akte notaris Hendrati Prasetyowisi, S.H. dengan nomor : 1 tanggal 02 Juni 1999. (Dokumentasi, dikutip 18 Pebruari 2011). Selanjutnya dipilih nama Bina Insani didasari pada cita-cita dan tujuan pendirian lembaga ini, yaitu membina manusia seutuhnya. Kata bina menurut kamur besar bahasa Indonesia berarti membina, membangun, mendirikan, mengusahakan supaya lebih baik (maju, sempurna dan lainlain). Kata Insani berarti bersifat atau menyangkut mansuia; kemanusiaan; manusiawi. Maka bina Insani berarti pembangunan manusia, mengusahakan agar manusia lebih baik, lebih maju, lebih sempurna, dan sebagainya atau dengan ungkapan lain, membangun manusia seutuhnya. Pembangunan seutuhnya adalah pembangunan yang menyangkut bidang spiritual dan material sekaligus. Pembangunan spiritual ditempuh dengan pendalaman dan penghayatan nilai-nilai keislaman melalui program intensif, dan terarah biang kepesantrenan dan bidang material melalui pendidikan sekolah formal yang berorentasi pada sains dan teknologi tepat guna. Untuk menyusun kurikulum pesantren, yayassan membentuk tim sembilan untuk merumuskannya atau juga dikenal tim kopeng yang terdiri dari : Dr.H. Zuhroni, MA., KH. Drs. Muntaha Azhari, MA, KH. Sholih Mubin, S.Ag, Muhammad Munzaini, M.Pd.I, Drs. Mustofa, Munzayinul Arif, S.Ag, Trijono, K. Muhsoni, M. Islam dan menghadirkan pakar pendidikan dari 61 STAIN Salatiga Drs. Imam Baihaqi, MA. (Dokumentasi, dikutip 18 Pebruari 2011). Untuk merealisasikan pesantren berupa memadukan sistem pendidikan Islam tradisional dan modern, dengan spesialisasi yang jelas dan terarah, disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat Islam di masa kini dan masa mendatang, memadukan ilmu akherat dan dunia sekaligus dengan porsi yang sama. Secara umum pengajaran pondok pesantren Bina Insani dibagi menjadi dua, paker sekolah dan paket umum dalam aplikasinya merupakan perpaduan dari keduanya. Seluruh paket tersebut disampaikan dengan sistem klasikal berjenjang, artinya paket pesantren diikuti oleh semua santri dibagi berdasakan kelas-kelas. Pendidikan yang dibuka adalah SMP Islam Bina Insani yang didirikan pada tahun pelajaran 1999/2000 dan SMA Islam Plus Bina Insani didirikan pada tahun pelajaran 2002/2003 (Dokumen, dikutip 18 Pebruari 2011). Siswa baik SMP dan SMA Islam Bina Insani berasal dari masyarakat di lingkungan Ketapang Kecamatan Susukan. b. Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Bina Insani Desa Ketapang Susukan Semarang Pembelajaran di pondok pesantren Bina Insani Ketapang baik di SMP maupun di SMA di dukung dengan sarana dan prasrana yang memadai, diantara yang termasuk sarana prasarana ialah : a. Inventarisasi sarana prasarana 1) Peralatan kantor, kelas 2) Alat-alat, bahan lab, buku-buku 62 3) Perpustakaan b. Pengadaan barang inventaris 1) Pemeliharaan gedung, rehab 2) Inventaris 3) Pendayagunaan sarana dan prasarana (Dokumentasi, dikutip 18 Pebruari 2011). Tersedianya sarana dan prasarana tersebut di atas dapat dijadikan sebagai alat pembelajaran yang disesuaikan dengan materi pelajaran. Mulai dari peralatan kantor, peralatan kelas, alat-alat, bahan lab, buku-buku dan tersedianya perpustakaan dan lain dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran. Baik lembaga pendidikan SMP Islam Bina Insani dan SMA Islam Plus Bina Insani yang menjadi satu atap dalam yayasan menggunakan fasilitas sarana dan prasarana yang ada secara maksimal. Proses pembelajaran masyarakat Susukan dalam menggunakan sarana dan prasarana dilakukan secara maksimal dan seadanya. Artinya keberadaan sarana yang sangat terbatas dapat digunakan secara maksimal, yang penting pembelajaran pendidikan agama Islam dapat dilaksanakan dan tidak membebani biaya yang telalu mahal mengingat tingkat ekonomi masyarakat yang berbeda-beda. c. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang Struktur organisasi pondok pesantren bina insani Ketapang Susukan Semarang dapat disampaikan sebagai berikut : 63 Yayasan Pendidikan Islam Komite Sekolah H. Ahmad Tamin Said Drs. H. Zuhroni, M. Ag Basari Mudzirul Ma’had Kepala Sekolah K. Muhsoni M.Munzaini, S.Ag Waka SMP Wk. Ckurikulum Kesiswaan Sarpras Maskunah, S.Pd.I T. Haryono, S.Pd Samsudin, M.Si Guru Karyawan Murid (Dokumen, dikutip 21 Pebruari 2011) Dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan seluruh anggota organisasi pondok pesantren Bina Insani saling mendukung dan melengkapi yang disesuaikan dengan jabatan yang sedang di emban mulai dari ketua yayasan ke bawah sampai pada murid. Keaktifan dan kerjasama yang baik dalam organisasi pondok pesantren Bina Insani merupakan salah satu langkah awal di dalam menghantarkan pada pencapaian tujuan. 64 d. Proses Pembelajaran Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang Proses pembelajaran pondok pesantren Bina Insani dilaksanakan dengan mengacu pada : a. Kurikulum Lembaga pendidikan Islam secara umum memfokuskan pada ilmu-ilmu keislaman yang dianggap wajib dan tidak boleh berubah, belum sepenuhnya melihat hasil produknya agar menjadikan manusai sebagai pijakan utama, sehingga lebih menonjol dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan Islam di pondok pesantren Bina Insani Ketapang memiliki tujuan untuk membina manusia agar menjadi hamba Allah yang saleh dengan seluruh aspek kehidupannya yang mencakup perbuatan, pikiran, dan perasaan. Pembinaan tersebut diarahkan kepada pembentukan seorang hamba Allah yang saleh (Dokumentasi, dikutip 15 Pebruari 2011). Oleh karenanya pondok pesantren Bina Insani membuat kurikulum untuk memadukan ilmu pengetahuan umum maupun ilmu keagamaan yang nantinya dapat membentuk santri-santri yang tangguh dan beriman. b. Pengajian Al Qur’an Pengajian Al Qur’an merupakan materi utama pendidikan di pondok pesantren Bina Insani Ketapang, setiap santri diwajibkan mengikuti pengajian Al Qur’an, yang dibagi menjadi tiga jenjang menurut MH (Wawancara, 21 Pebruari 2011). 65 1) Tingkat Juz ‘Amma, yaitu tingkatan menghafal Juz ke-30/Juz ‘Amma, semua santri wajib melalui tahap ini. 2) Tingkat Bin-Nadhar, yaitu tingkt membaca fasih 30 juz, diwajibkan bgi santri yang telah menyelesaikan tingkt Juz ‘Amma. 3) Tingkat Bil-Ghaib atau Tahfizh Qur’an, yaitu menghafalkan 30 juz, yang diperuntukkan bagi santri yang telah menyelesaikan tingkat binnadhar dan berminat menghafal Al Qur’an. Target minimal pencapaian pengajian Al Qur’an diatur sebagai berikut : 1) Tingkat Juz ‘Amma khatam 3 semester awal (1,5 tahun) dengan ketentuan sebagai berikut : a) Semester 1 kelas 1 : Sampai Surat Al Bayyinah b) Semester 2 kelas 1 : Sampai Surat At Thariq c) Semester 1 kelas 2 : Sampai Surat An-Naba’ (khatam) 2) Tingkat Bin-Nadhar khatam 3 semester akhir (1,5 tahun) dengan ketentuan sebagai berikut: a) Semester 2 kelas 2 : Sampai juz 10 b) Semester 1 kelas 3 : Sampai juz 20 c) Semester 2 kelas 3 : Sampai juz 30. awancara dengan K. Muhsoni, 21 Pebruari 2001). Bagi santri yang telah khatam bin-nadhar, untuk jadwal pengajian Al Qur’an setelah Maghrib diisi dengan pengajian Kitab Kuning yang berkaitan dengan ilmu-ilmu Al Qur’an. Setiap santri yang telah menyelesaikan satu jenjang pengajian Al Qur’an diwajibkan mengikuti proses khataman. Tujuannya adalah agar sanad Al Qur’an di pondok pesantren Bina Insani Ketapang dapat terus dipertahankan. 66 c. Pengajian Kitab Kuning Disamping pengajian Al Qur’an, materi pelajaran yang diberikan di Pesantren Al-Muayyad adalah pengajian Kitab Kuning, yang dilaksanakan setiap ba’da Isya’. Adapun kitab-kitab yang dikaji disesuaikan dengan tingkat pendidikan santri baik yang belajar pada jenjang SMP maupun SMA sebagai berikut (Dokumentasi, dikutip tanggal 19 Pebruari 2001): 1) Tingkat Awaliyah a) Kelas 1 : Akhlak lil Banin b) Kelas 2 : Sullam al-Taufiq c) Kelas 3 : Riyadhul Badi’ah 2) Tingkat Wustha a) Kelas 1 : Ta’lim al-Muta’alim b) Kelas 2 : Tafsir Yasin, Fathul Qarib, Qathrul Ghaits c) Kelas 3 : Minahus Saniyyah, al-Mawa’idh Selain pengajian Kitab Kuning harian sebagaimana dijelaskan di atas, juga diselenggarakan pengajian Kitab Kuning “kilatan” yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan. Selanjutnya pondok pondok pesantren Bina Insani Ketapang juga melaksanakan pendidikan formal, kurikulumnya mengadopsi dari pemerintah baik dari Departemen Agama maupun Departemen Pendidikan Nasional dan juga kurikulum yang berasal dari pondok pesantren itu sendiri. Dengan demikian bahwa selama pondok pesantren berlangsung sampai saat ini, kurikulumnya terus mengalami perubahan. Hal ini bisa 67 dilihat dari sejak awal berdirinya pondok pesantren. Bahwa kurikulum yang digunakan masih sangat sederhana dan bahkan belum ada program yang terstruktur sama sekali seperti pada masa sekarang ini. kurikulum yang diberikan hanya terbatas pada pengetahuan dasar-dasar Islam dan pengajian Al Qur’an. Kurikulum yang diterapkan tidak hanya terbatas pada pengetahuan dasar-dasar Islam dan pengajian Al Qur’an akan tetapi juga diterapkan kurikulum tentang pendalaman ilmu-ilmu agama Islam melalui pengajian dan pengkajian kitab-kitab klasik. Kurikulum yang digunakan juga melakukan pembenahan sekaligus mengalami perubahan, pada masa sekarang kurikulumnya disamping tetap menerapkan kurikulum yang diajarkan oleh para kyai terdahulu, juga mengembangkan kurikulum pendidikannya dengan cara mengadopsi dari pemerintah baik dari Departemen Agama maupun dari Departemen Pendidikan Nasional. Proses pembelajaran di pondok pesantren Bina Insani dilaksanakan pagi, soren dan malam hari yang disesuaikan dengan jadwal yang sudah di buat. Pembelajaran pagi hari diperuntukkan bagi siswa yang mengikuti pelajaran di SMP dan SMA. Kemudian pmbelajaran pada sore hari dan malam hari merupakan pembelajaran dari pondok pesantren untuk mendalami ajaran agama Islam yang dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinanbungan. 68 e. Tinjauan Umum Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Pondok pesantren bina insani Ketapang Susukan lembaga pendidikan keagamaan yang didalamnya juga menyelenggarakan pendikan agama dan umum yang dipadukan. Artinya pondok pesantren bina insani Ketapang Susukan salah satu lembaga pendidikan moderen yang memadukan pelajaran umum dan pelajaran agama. Pondok pesantren bina insani Ketapang Susukan senantiasa berusaha menghidupkan tradisi-tradisi positif ‘ala pesantren, lembaga ini juga menyelenggarakan pelajaran-pelajaran kepesantrenan yang meliputi pendalaman kitab kuning, baca tulis al-Qur’an, bahasa Arab, bahasa Inggris, ketrampilan, pertanian, kesenian dan lain-lain. Di samping itu juga santri wajib mengikuti tahsin (membaguskan bacaan) Al-Qur’an, bertalaqqi kepada kyai secara langsung perindividu hingga tamat 30 juz, juga wajib tahfidz (menghafal) Al-Qur’an juz Amma selama belajar di tingkat SMP dan ayatayat pilihan untuk tingkat SMA, dan yang berbakat diarahkan untuk menghafal Al-Qur’an. Praktek pidato disampaikan dalam 4 bahasa, Arab, Inggris, Indonesia dan Jawa yang secara rutin dilaksanakan setiap malam Minggu (Dokumentasi, dikutip tanggal 19 Pebruari 2001). Kurikulum yang digunakan di pondok pesantren bina insani Ketapang Susukan terutama dalam pembelajaran di SMP dan SMA sudah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan pengembangan sesuai dengan konteksnya masing-masing jenjang pendidikan. Karena SMP dan SMA didirikan oleh pondok pesantren bina insani Ketapang Susukan, maka pembelajarannya diberikan kepada siswa baik pelajaran umum dan pelajaran 69 agama disesuaikan dengan kurikulum kementerian agama, Dinas dan pesantren. Kegiatan ekstrakurikuler dikembangkan di pondok pesantren bina insani Ketapang baik mulai dari kemah dakwah, kursus pembina pramuka mahir, koperasi pelajaran, kesehatan, olah raga, penggerak bahasa, penerangan. Kemudian kegiatan yang mendukung perkembangan bahasa santri meliputi : tasyji’ul lughoh, insya’ul yaumi, lomba majalah dinding, muhadatsah/ onversation, mufrodat (vocabulary), muhadhoroh, lomba hikayat dan aneka lomba. Sedangkan pelayanan pondok pesantren bina insani Ketapang pada masyarakat disekitarnya terutama dalam pondok pesantren diadakan : TPA, Tahfidhul Qur’an, PKMB, pesantren kilat. Kegiatan di luar pondok dengan memfasilitasi TPA. Kegiatan masalah ubudiyah di pondok pesantren bina insani Ketapang meliputi : bimbingan imam /khotib, bimbingan mubaligh, MTQ dan kegiatan masjid dan mushola. Sedangkan kegiatan muamalah meliputi : usaha pertanian/perkebunan, usaha peternakan/penggaduhan sapi, usaha perikanan, usaha perdagangan/waserda dan koperasi. Di lihat dari kualitas yayasan dan guru di pondok pesantren bina insani Ketapang 70% sudah berpendidkan S-I, sedangkan yang lainnya berpendidikan PGA, MA, SLTA dan D2 yang saat ini sedang menempuh pendidikan S-I guna memenuhi tuntutan Undang-undang Sistim Pendidikan Nasional. Biaya operasional pondok pesantren bina insani Ketapang bagi santri yang belajar di SMP mendapat bantuan dari pemerintah berupa BOS (Bantuan 70 Operasional Sekolah) dan dari orang tua. Sedangkan santri yang ada di tingkat SMA biaya operasional sepenuhnya dari orang tua santri dan juga bantuan bagi siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu atau siswa yang berprestasi. Bagi masyarakat yang kurang mampu atau masyarakat miskin pondok pesantren bina insani Ketapang juga memberikan keringanankeringanan biaya, sehingga diharapkan seluruh masyarakat baik dari masyarakat bawah, menengah dan atas memiliki kesempatan yang sama dalam mengikuti pembelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang. f. Data Penelitian Data penelitian yang akan dipaparkan terdiri dari data hasil surve (observasi) dan interview kepada masyarakat Ketapang berkaitannya dengan pandangan dan harapan masyarakat terhadap lembaga pendidikan islam moderen di pondok pesantren bina insani Ketapang Susukan. Persepsi masyarakat terhadap pondok pesantren bina insani Ketapang Susukan difokuskan pada kurikulum, performa peseta didik, sarana prasarana dan biaya pendidikan. Sedangkan harapan masyarakat difokuskan pada jenis keunggulan, kurikulum, tenaga pendidik, manajemen pembelajaran, fasilitas dan keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Dari hasil temuan penelitian di pondok pesantren bina insani Ketapang Susukan dapat diuraikan sebagai berikut : 71 a. Pengelolaan lembaga pendidikan Islam Moderen Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang 1) Kurikulum / Keagamaan Ketika dimintai pendapatnya tentang muatan kurikulum di pondok pesantren kurikulum bina insani Ketapang, Zh mengatakan : “... pondok pesantren bina insani Ketapang cukup bagus, karena pelajaran yang diberikan sudah memadukan pelajaran umum dan agama yang mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP) baik dari kebijakan pemerintah dalam hal ini kementerian agama, dinas pendidikan dan pondok pesanten. Berbeda dengan pandangan di atas, Mh mengatakan : ”... kalau dibandingkan dengan lembaga pendidikan formal lainnya, kurikulum pondok pesantren bina insani Ketapang termasuk banyak, karena pondok pesantren bina insani Ketapang pembelajaran agamanya lebih ditekankan ada Al Qur’an, Tarih, Fiqih, Aqidah Akhlak, Tajwid dan sebagainya, termasuk bahasa Arab dan bahasa Inggris. Ya memang pondok pesantren bina insani Ketapang seharusnya begitu ... kalau sekolah belajar di pondok pesantren bina insani Ketapang mestinya tahu tentang kurikulum dan beban yang harus dipikul ...”. Sm mengatakan : ”... kalau menurut saya ya cukupan lah mbak kurikulum di pondok pesantren bina insani Ketapang, dikatakan kurang juga ndak, sedikit juga ndak, sangat banyak juga tidak, ya cukupan lah ...” Hal serupa juga dikatakan Zh dan Mt. Sementara itu, berbeda dengan pendapat di atas, Mz mengatakan : ” kalau menurut saya kurikulum pondok pesantren bina insani Ketapang itu masih kurang, karena untuk membentuk anak sholihah itu masih kurang ... di pondok pesantren bina insani Ketapang perlu menambah kurikulum keagamaan seperti seperti pondok pesantren moderen lainnya, yang menerapkan perpaduan beberapa bahasa yang 72 langsung dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya bahasa Arab, bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa yang dijadikan sebagai bahasa percakap-cakapan harian.....”, hal senada juga dikemukakan oleh Zh, Mt dan Sm. Tentang kegiatan keagamaan di pondok pesantren bina insani Ketapang Zh, Mt dan Sm mengatakan : “... kegiatan keagamaan di pondok pesantren bina insani Ketapang sudah sangat baik, baikd ari segi kualitas dan kuantitasnya jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan formal lainnya ...”. Sedangkan Ms, Mz dan Mh mengatakan : “ ... saya kira cukupan lah tentang kegiatan keagamaan di pondok pesantren bina insani Ketapang, belum begitu menonjol dan sedang-sedang saja mbak ...”. Namun Hr mengatakan : “ ... sangat sangat kurang mas kalau kita bicara tentang kegiatan keagamaan di pondok pesantren bina insani Ketapang, karena kegiatannya itu-itu saja, tidak dikembangkan oleh para gurunya yang mengikuti perkembangan teknologi yang semakin canggih ini. Tetapi untuk masyarakat pedesaan kurikulum pondok pesantren bina insani Ketapang sudah lumayan. Kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren bina insani Ketapang menurut Bs : “... sangat bagus mbak, tidak berbeda dengan yang ada di pondok pesantren moderen lainnya, karena pondok pesantren bina insani Ketapang kegiatan ekstranya cukup banyak mulai dari berbagai macam kegiatan olah raga, peternakan, perikanan, wiraswasta dan kegiatan umum dan agama lainnya yang menunjang pelaksanaan pembelajaran. Kalau Bs dan Hr mengatakan : “... saya kira baik kegiatannya cukup bagus, karena pembelajaan pondok pesantren bina insani Ketapang menerapkan pembelajaran agama dan umum yang dipadukan mbak...”. Zh dan Sm mengatakan : ”... kalau menurut saya 73 cukuplah, kegiatan ekstra di pondok pesantren bina insani Ketapang sudah bagus...”. Berbeda dengan yang lain Ms mengatakan : ”... jika dibandingkan dengan pondok pesantren yang moderen,, pembelajaran pondok pesantren bina insani Ketapang masih kurang dan perlu adanya pembenahan-pembenahan baik dalam kegiatan keagamaan maupun kegiatan pembelajaran umum. Hal yang senada juga dikemukakan oleh K, L dan O. 2) Pandangan Masyarakat Terhadap Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Pandangan masyarakat terhadap pondok pesantren bina insani Ketapang sebagaimana dikemukakan oleh O yang mengatakan : ”... kegiatan pembelajaran pondok pesantren bina insani Ketapang berbeda dengan sekolah umum, karena para santri yang masuk di pondok harus beragama Islam dan dan harus bisa membaca Al Qur’an...”. Hal yang senada dikemukakan oleh Bb, Cc dan Dd. Sementara itu N mengatakan : ”... kalau bicara prestasi santri di pondok pesantren bina insani Ketapang baik yang mengikuti pembelajaran di SMP dan SMA ya jelas bagus dibandingkan dengan SMP dan SMA umum ...”. Menurut Ee : ” ... Jauh mbak, jelas pembelajaran pondok pesantren bina insani Ketapang itu lebih profesional jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan formal lainnya SMP dan SMA umum. Pokoknya pembelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang cukup bagus...” Pendapat serupa juga disampaikan oleh K, L dan M. 74 Soal akhlak santri pondok pesantren bina insani Ketapang, O mengatakan : ”... sangat baik .... sangat baik ... saya sering bergaul dan bertemu dengan mereka ... mereka sopan-sopan, bicaranya juga baik, mereka kalau salaman selalu cium tangan, kalau bertemu selalu salam ...”. Menurut N : ”... sama dengan anak lain, tetapi yang membedakan terletak pada pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan seharihari lebih diprioritaskan...”. Hal serupa dikemukakan leh K, L dan Ee. Sementara K mengatakan : ”... kalau saya ditanya tentang akhlaq santri pondok pesantren bina insani Ketapang cukup baik, jika dibandingkan dengan anak yang belajar di lembaga pendidikan formal lainnya santri pondok pesantren bina insani Ketapang memiliki keunggulan...”. Hal yang berbeda juga disampaikan oleh Dd, dia mengatakan : ”... lebih baik akhlak mereka, namun tidak tertutup kemungkinan masih ada beberapa santri yang belum bisa melaksanakan ajaran agama Islam dengan baik dan benar, karena tarafnya baru dalam mengikuti pembelajaran ...”. Pengalaman santri pondok pesantren bina insani Ketapang menurut Jk : ”... sangat bagus, mereka sudah bagus sholat lima waktunya dan bahkan mereka mau shalat sunah dan puasa sunah...”. Menurut Sn : ”... kalau soal pengamalan di pondok pesantren bina insani Ketapang cukup baguslah, karena pondok selalu menekankan dalam pembelajaran teori dan praktik keagamaan...”. Ku mengatakan : ”... menurut saya kok cukupanlah keagamaan mereka itu ... 75 sebagaimana seperti santri lainnya ...” Ln mengatakan : ”di desa saya anak-anak banyak yang tidak dekat dengan masjid atau mushola, sedangkan saya jika tidak ke masjid atau Mushola dalam beribadah merasakan berdosa...” menurut Bn : ”... mbak saya merasa senang bisa belajar di pondok pesantren bina insani Ketapang, karena anakanak seusia saya yang tidak mondok dalam pengamalan agama Islam sangat kurang, misalnya dalam membaca Al Qur’an, shalat wajib dan sunah maupun sopan santun...” Ln : ”... merasa beruntung karena memiliki kesempatan belajar di pondok pesantren bina insani Ketapang yang tadinya buta dengan agama Islam, alkhamdulillah sekarang sudah banyak yang tahu untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Tenaga Pendidik Bb salah seorang wali santri pondok pesantren bina insani Ketapang mengatakan : ”... bagus ... bagus sekali, sekarang gurunya mudah-muda dan pendidikannya tinggi, jadi saya menilai sangat bagus kualitas para guru pondok pesantren bina insani Ketapang ... berbeda dengan dulu ... kalau guru-guru pondok pesantren bina insani Ketapang dulu khan sudah sepuh-sepuh mbak. Hal senada dikemukakan oleh Cc dan Dd. Ee mengatakan: ”... ya ... baguslah mbak jika dibandingkan dengan dulu, tenaga pendidik sudah ada peningkatan karena sudah dapat menyamai dengan guru-guru seperti lembaga pendidian lain yang ada di sekitar pondok...”. Namun K mengatakan: ”... kalau kualitas guru pondok 76 pesantren bina insani Ketapang saya kira sudah cukupanlah, karena proses pembelajaran sudah dapat berjalan dengan baik. L mengatakan: ”.... kalau menurut saya kok masih kurang untuk kualitas guru pondok pesantren bina insani Ketapang, O mengatakan: ”... sangat baik, mereka kebanyakan tokoh agama, pak kyai, ustadz/ustadzah di lingkungan Ketapang..., jadi secara umum akhlaqnya sangat baik sekali. Be mengatakan: ”... soal akhlaknya guru pondok pesantren bina insani Ketapang tentunya sudah terpilih yang bagus-bagus dan mau berjuang demi tegaknya agama Islam, sudah barang tentu akhlak guru diprioritaskan. Hal senada juga dikatakan oleh Cc, Dd dan Ee. Sedangkan menurut N: ”... akhlak guru atau ustdzah/ustadzah pondok pesantren bina insani Ketapang biasa-biasa saja, karena ajaran agama Islam pada prinsipnya mengajarkan pembentukan akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Tentang penampilan guruj pondok pesantren bina insani Ketapang, K mengatakan: ”... sangat bagus mbak, rapi-rapi, bapak/ibu gurunya berpakaian muslim/muslimah...”. Bb mengatakan: ”... kalau penampilan guru pondok pesantren bina insani Ketapang cukupanlah... biasa-biasa saja, karena mayoritas bapak/ibu guru berasal dari putra daerah yang selalu menonjolkan kesederhanaan. Menurut Ee mengatakan: ”.... penampilan guru pondok pesantren bina insani Ketapang dapat dijadikan sebagai contoh tauladan yang baik, karena penampilan bukan satu-satunya cara yang harus dilakukan, tetapi yang 77 terpenting mampu mempengaruhi para santri berpenampilan sederhana dan rapi. 4) Sarana Prasarana Berkaitan dengan keadaan gedung pondok pesantren bina insani Ketapang , Zz mengatakan: ”... pondok pesantren bina insani Ketapang sekarang gedungnya sudah cukup lumayan dan banyak, seluruh bangunan sudah permanen...”. menurut M: ”... gedung pondok pesantren bina insani Ketapang letaknya dekat dengan rumah saya, gedungnya bagus-bagus mulai dari ruang kelas, ruang guru, ruang kepala, ruang laborat, kamar mandi dan lain-lain, setiap hari bersih sekali...” L mengatakan: ”...gedung pondok pesantren bina insani Ketapang bagus-bagus dan nyaman. N mengatakan: ”... gedung pondok pesantren bina insani Ketapang cukuplah mbak... sudah layak untuk pembelajaran...”. Pondok pesantren bina insani Ketapang mengatakan: ”... saya rasa dengan sudah tersedianya sarana gedung masih perlu adanya peningkatan-peningkatan yang lebih baik, karena saat ini sudah banyak lembaga pendidikan yang berstandar ..., jika pondok pesantren bina insani Ketapang tidak mengikuti perkembangan sudah barang tentu akan ketinggalan dengan lainnya. Sarana dan prasarana pondok pesantren bina insani Ketapang dapat disampaikan pada tabel berikut : 78 Tabel 3 Sarana dan Prasarana pondok pesantren bina insani Ketapang No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Nama Meja santri Bangku siswa Meja guru Kursi guru Papan tulis Lemari Mesin Tik Komputer Pengeras OHP Printer Lapangan voly Tenis meja Takraw Drum Band Rebana Ruang lab komputer Komputer Ruang lab IPA Perpustakaan Menjahit Memasak Pertanian Anyaman Asrama putra Asrama putri Ruang kelas Ruang kepala Ruang guru Ruang TU Ruang tamu Perpustakaan Koperasi Kondisi Baik Rusak 250 500 10 12 16 10 1 2 1 5 1 1 2 1 1 1 12 1 1 1 1 1 3 7 15 1 1 1 1 1 1 10 6 4 3 1 1 1 1 8 4 1 - 79 34 35 36 Ruang kegiatan santri K. mandi ustadz/ah K. mandi santri 1 2 23 - (Sumber dikutip dari Dokumen pondok pesantren bina insani Ketapang pata tanggal 19 Februari 2011) Menurut Sm: ”... keberadaan sarana dan prasarana tersebut di atas dapat dijadikan sebagai saranha pembelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang pembelajaran...”. yang disesuaikan dengan kegiatan Bs mengatakan: ”... sarana prasarana di pondok pesantren bina insani Ketapang dapat dimanfaatkan secara maksimal dan disesuaikan dengan materi pembelajaran, sehingga ustadz/ustadzah memegang peranan penting dalam meningkatkan pembelajaran..”. Mh mengatakan: ”... sarana dan prasarana yang ada itu merupakan salah satu alat yang mestinya dapat dijadkan sebagai alat untuk memberkan pelajaran kepada siswa dalam rangka untuk mencapai tujuan yang diharapkan...”. b. Pandangan Masyarakat terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Dalam pembahasan tentang pandangan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam moderen pondok pesantren bina insan Ketapang ditekankan pada keunggulan yang diinginkan: kurikulum, fasilitas, manajemen pembelajaran, keterlibatan masyarakat dan tenaga pendidik. 80 1) Keunggulan Keunggulan yang diinginkan masyarakat terhadap pondok pesantren bina insan Ketapang menurut K adalah: ”... kalau saya prestasi akademik di pondok pesantren bina insan Ketapang baik kegaitan formal maupun non formal itu sangat penting, karena selama ini saya merasa masih kurang berkaitan dengan prestasi akademik baik di SMP maupun SMA, jadi SMP dan SMA di lingkungan pondok pesantren bina insan Ketapang harus unggul dalam berbagai macam prestasi..”. Hal ini didikung oleh L dan M. Di sisi lain, keunggulan pondok pesantren bina insan Ketapang menurut N: ”... karena pondok tidak harus ngaji secara tradisional saja, tetapi unggul dalam berbagai bidang, mulai dari baca Al Qur’an, shalatnya, akhlaqnya dan dimbangi dengan kemampuan teknologi yang semakin meningkat. Gimana nanti kalau santri tidak menguasai teknologi, sedangkan ilmu agama sudah dikuasai, disini perlu adanya keseimbangan pengetahuan umum dan gama. Menurut Bb: ”... keunggulan pondok pesantren bina insan Ketapang dapat diwujudkan dalam berbagai macam kegiatankegiatan baik keagamaan maupun umum”. Menurut Jk: ”... keberadaan SMP dan SMA di pondok pesantren bina insan Ketapang lebih baik jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan formal lainnya, karena siswa selain diajarkan pelajaran umum juga pelajaran agama secara optimal mendapatkan...”. Menurut Sn: ”... pandangan terhadap pondok pesantren bina insani Ketapang cukup bagus, karena selain menyediakan lembaga pendidikan formal SMP dan SMA juga pembelajaran non formal yang berkaitan dengan pembelajaran pesantren diberikan kepada siswa atau santri...” Menurut Ku: ”... pandangan terhadap pondok pesantren bina insan Ketapang yang telah mendirikian lembaga pendidikan formal 81 SMP dan SMA itu paling baik. Dengan alasan sama-sama lembaga pendidikan formal tingkat SMP dan SMA di lihat dari segi kelulusan setap tahunnya di lembagai pendidikan islam moderen pondok pesantren bina insan Ketapang selalu meluluskan muridnya 100%, sedangkan lembaga pendidikan formal lainnya di sekitar Desa Ketapang jarang ditemukan meluluskan 100%. Hal ini merupakan salah satu keberhasilan pembinaan di pondok pesantren bina insan Ketapang yang diimbangi dengan kerjasama yang baik di antara guru dan orang tua santri...”. Berkaitan dengan program keunggulan di pondok pesantren bina insan Ketapang Ln dan Bn: ”... setuju sekali program unggulan diprioritaskan yang menjadikan wajib bagi setiap santri yang belajar, misalnya yang diunggulkan masalah hafalan Al Qur’an, penguasaan tiga bahasa dalam berpidato (bahasa Arab, bahasa Inggris, dan bahsa Jawa). Menurut K: ”... kalau menurut saya program hafalan dan penguasaan tiga bahsa dalam berpidato dapat dijadikan sebagai program unggulan yang betul-betul dapat dilaksanakan secara maksimal, sehingga dengan program unggulan tersebut pondok pesantren bina insan Ketapang akan terangkat dan dipercaya oleh masyarakat untuk menitipkan putra-putrinya belajar dalan kurun waktu tertentu...”. 2) Kurikulum Menurut M, kegiatan yang perlu dilaksanakan di pondok pesantren bina insan Ketapang adalah: ”... dengan membiasakan para santri melaksanakan shalat dhuha dan shalat lail bersamasama dan berkesinambungan, sehingga dengan sendirinya santri akan terlatih dalam melaksanakan ibadah...”. Hal yang senada disampaikan oleh N yang mengatakan: ”.... kalau ibadah yang perlu dilakukan para santri diutamakan shalat wajib lima waktu dulu dengan berjamaah. Karena shalat wajib menjadikan tolok ukur bagi santri di dalam ibadah. Jika 82 tidak diwajibkan shala berjamaah, yang namanya anak orang banyak dikhawatirkan santri tidak terbiasa melaksanakan shalat atau melaksanakan kalau mau saja...” Menurut O: ”... mungkin para santri juga perlu dilatih untuk berpuasa sunah, kalau puasa ramadhan khan pasti mereka sudah melakukannya, nah yang puasa sunah perlu dibiasaskan di pondok, misalnya puasa senin kamis, puasa satu syura dan sebagainya...” Berbeda dengan Bb mengatakan: ”... kalau saya yang perlu dibiasaskan di pondok pesantren bina insan Ketapang terutama membaca Al Qur’an, karena banyak anak-anak yang belum mampu membaca Al Qur’an..”. Tentang kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren bina insan Ketapang menurut Ln: ”... mungkin kegiatan olah raga juga perlu dikembangkan dan diprioritaskan yang nantinya ada harapan untuk mendapatkan berbagai macam juara-juara ketika ada perlombaan-perlombaan baik di tingkat Kecamatan, Kabupaten maupun Provinsi...”. Bn mengatakahn: ”... kalau menurut saya pondok pesantren bina insan Ketapang yang dulunya ada kegiatan dhrumband perlu dihidupkan kembali...”. Menurut Bb ”... kalau estra kurikuluer di pondok pesantren bina insan Ketapang menurut saya mungkin yang perlu itu penguasaan komputer dan internet, karena zaman sekarang ini sudah dituntut penguasaan teknologi, kalau tidak mengikuti zaman pondok akan ketinggalan, sedangkan pondok pesantren bina insan Ketapang sebagai pondok moderen yang mau memberikan pembelajaran baik secara umum dan agama dipadukan menjadi satu...” Menurut Dd, kegiatan ekstrakurikuler yang perlu dikembangkan di pondok pesantren bina insan Ketapang adalah: 83 ”... penguasaan bahasa Inggris dan bahasa Arab, saya kita perlu ditindaklanjuti dan dikebangkan, sekarang belum terlambat, dengan bermodal dua bahasa tersebut dapat dijadikan sebagai modal awal bagi santri...”. 3) Fasilitas Menurut Dd fasilitas yang perlu ada di pondok pesantren bina insan Ketapang adalah : ”... kalau menurut saya fasilitas itu sangat penting, misalnya difasilitasi kemudahan-kemudahan pelayanan bagi santri yang membutuhkanh, juga kesediaan alat teknologi seperti komputer/internet disediakan...” Sementara itu Ee mengatakan: ”... kantin perlu diadakan di dalam pondok, sehingga tidak membiasakan santri jajan di luar pondo...”. menurut Bb: ”... saya sangat setuju kalau pondok pesantren bina insan Ketapang disiapkan fasilitas-fasilitas yang mendukung, mulai dari pengadaan tempat ibadah yang memadai, kamar mandi, kantin dan fasilitas lainnya yang mendukung...”. Ln mengatakan: ”... keberhasilan pondok itu salah satunya dipenuhi fasilitas yang ada, jika zaman sekarang sudah teknologi di pondok harus diadakan fasilitas tentang komputer dan teknologi lainnya, sehingga tidak ketinggalan dengan perkembangan zaman...” 4) Manajemen Pembelajaran Menurut K: ”... bsa ndak mbak pondok pesantren bina insan Ketapang itu dibuat model full day, karena sekarang sudah banyak yang mendirikan lembaga pendidikan formal yang berdirikan 84 Islami dengan embel-embel terpadu, karena pondok pesantren bina insan Ketapang merupakan pondok moderen tentunya pembelajaran lebih ditingkatkan...”. Menurut L: ”... saya setuju sekali pembelajuaran di pondok pesantren bina insan Ketapang dipadatkan, artinya santri banyak belajar dan sedikit istirahat, yang jelas banyaknya kegiatan akan memberkan motivasi belajar santri meningkat...”. Terkait dengan pembelajaran di pondok pesantren bina insan Ketapang N mengatakan: ”... tata tertib perlu diprioritaskan, bagi santri yang melanggar tata tertib, maka sanksi hukum harus dilakukan tanpa memandang anak siapa yang melanggar...” 5) Keterlibatan Masyarakat Masyarakat secara langsung mempunyai keterlibatan di pondok pesantren bina insan Ketapang. Zh mengatakan: ”... karena masyarakat merupakan aset paling penting, setiap ada moment-moment penting masyarakat diundang untuk menghadiri kegiatan pondok...”. Mt mengatakan: ”... kalau menurut saya masyarakat disekitar pondok pesantren bina insan Ketapang secara langsung ada keterlibatannya, sehingga dalam membentuk pengurus atau komite pondok harus melibatkan masyarakat sekitar...”. Menurut Sm: ”... masyarakat itu ada dua macam, yaitu masyarakat yang menitipkan putra-putrinya di pondok pesantren 85 bina insan Ketapang dan masyarakat yang tidak menitipkan putraputrinya di pondok pesantren bina insan Ketapang. Supaya masyarakat memiliki ikatan dengan pondok pesantren bina insan Ketapang perlu adanya keterlibatan seluruh komponen masyarakat mulai dari masyarakat biasa, tokoh masyarakat dan tokoh agama...”. Menurut Mh: ”... masyarakat merasa senang kalau dijadikan sebagai pengurus atau komite di pondok pesantren bina insan Ketapang ...”. Menurut K: ”... saya sebagai masyarakat biasa diberi amanah pondok menjadi komite pondok, alkhamdulillah dengan menjadi anggota komite sekolah saya dapat memberikan sediki8t kontribusi kemajuan pondok...”. 6) Tenaga Pendidik Harapan M terhadap guru/ustadz/ustadzah di pondok pesantren bina insan Ketapang: N menambahkan: ”...kalau guru saya senang guru yang tegas dan disiplin mbak... mereka itu patut dicontoh dan dapat mendidik anak, tetapi kalau sudah tidak disiplin ya sulit bagaimana dia mendidik anak kalau gurunya saja tidak disiplin...”. N mengatakan: ”... kalau idealnya mbak guru itu harus menguasai disiplin ilmu pengetahuan yang ada yang ditunjang dengan pendidikan akhir dari latar belakang pendidikan. Sebab dengan memiliki latar belakang pendidikan ketika mengajar akan berusaha secara 86 maksimal untuk menjadi guru yang baik...”. Ustadz/ustadzah di pondok pesantren bina insan Ketapang merupakan sosok yang diharapkan masyarakat mampu membentuk dan menciptakan anakanak menjadi insan yang sempurna dalam melaksanakan ajaran agama Islam sesuai dengan kemampuan. 87 BAB IV PEMBAHASAN A. Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam Moderen Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang 1. Kurikulum Lembaga pendidikan Islam secara umum memfokuskan pada ilmuilmu keislaman yang dianggap wajib dan tidak boleh berubah, belum sepenuhnya melihat hasil produknya agar menjadikan manusia sebagai pijakan utama, sehingga lebih menonjol dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan Islam di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan memiliki tujuan untuk membina manusia agar menjadi hamba Allah yang saleh dengan seluruh aspek kehidupannya yang mencakup perbuatan, pikiran dan perasaan. Pembiasaan tersebut diarahkan kepada pembentukan seorang hamba Allah yang saleh. Oleh karenanya pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan membuat kurikulum untuk memadukan llmu pengetahuan umum maupun ilmu keagamaan yang nantinya agar membentuk santri-santri yang tangguh dan beriman. (Wawancara, AM: 7 Januari 2011). Kurikulum di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan telah memadukan pelajaran umum dan pelajaran agama menjadi satu. Kurikulum di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan cukup bagus, karena pelajaran yang diberikan sudah memadukan pelajaran umum dan agama yang mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran 89 88 (KTSP) baik dari kebijakan pemerintah dalam hal ini kementerian agama, dinas dan pondok pesantren. Artinya pelajaran umum baik siswa yang belajar di SMP dan SMA diberikan sama dengan pelajaran pada lembaga pendidikan formal lainnya, selain pelajaran umum, pelajaran agama seperti Al-Qur’an, Fiqih, Aqidah Akhlak, Tajwid dan lain sebagainya juga diberikan kepada siswa dalam kurun waktu tertentu. Pelajaran untuk pesantren meliputi: Al Qur’an (tajwid, terjamah, Ulumul Qur’an, Tafsir), Hadits, Tauhid/Ilmu kalam, mantiq, aklaq/tasawuf, fiqih, tareh/sejarah Islam, bahasa (nahwu, shorof, muhadatsah, mudhola’ah, insya’, khot imla’, mahfudat, balaghah), qiro’atul kutub, bahasa inggris (conversation, grammer, reading) dan tarbiyah islamiyah. (Wawancara, MM; 7 Januari 2011). Kurikulum pendidikan dan pengajaran pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan disusun dalam rangka mencapai profil lulusan sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. Hafal Al-Qur’an sekurang-kurangnya juz 30 dan juz 1 dan 2 (3 juz). Mampu menjadi iman dan khotib. Mampu membaca Al-Qur’an dengan tartil. Mampu berkomunikasi teks pidato minimal dalam dua bahasa. Mampu membuat teks pidato minimal dalam dua bahasa. Memiliki jiwa mandiri, ikhlas, sederhana dan ukhuwah islamiyah serta kepemimpinannya. g. Memiliki aqidah salimah dan akhlak karimah serta ibadah shahihah. h. Menguasai dasar-dasar ilmu sosial dan ilmu alam. i. Menguasai dasar-dasar aplikasi komputer. (Sumber dokumentasi pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan dikutip pada tanggal 20 Februari 2011). Lulusan berdasarkan profil pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan dibagi menjadi dua kategori, yaitu sebagai berikut: a. Lulusan dengan kategori watsqah (pernah disebut tashdiq) 1) Mengikuti seluruh rangkaian ujian akhir. 89 2) Membuat karya tulis. 3) Memiliki nilai suluk tayyid. 4) Hafal juz 30 dan juz 1-2 dari Al-Qur’an (3 juz). 5) Hafal hadits arba’in minimal 10 hadits. 6) Memiliki indeks rata-rata minimal 6,00. 7) Nilai baca Al Qur’an minimal 7. b. Lulusan dengan kategori syahadah 1) Mengikuti seluruh rangkaian ujian akhir. 2) Rata-rata nilai ujian kepondokan minimal 8,0 (seluruh mata pelajaran wajib). 3) Membuat karya tulis berbahasa asing. 4) Memiliki nilai suluk jayyid (syarof). 5) Hafal seluruh hadits Arba’in. 6) Hafal Juz 30 dan juz 1, 2, 3, 4 dari Al Qur’an (5 juz). 7) Nilai baca Al Qur’an minimal 8. (Sumber dokumentasi pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan dikutip pada tanggal 20 Februari 2011). Kurikulum pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan merupakan integrasi dari tiga kurikulum pendidikan menjadi satu kesatuan struktur mata pelajaran. Ketiga bangunan kurikulum yang diintegrasikan adalah (1) Kurikulum pondok pesantren, (2) Kurikulum pendidikan nasional, (3) Kurikulum Departemen Agama yang sekarang menjadi Kementerian Agama. Bahkan dalam rangka mendapat mu’adalah (penyetaraan) dengan pendidikan di Timur Tengah, kurikulum pesantren diperkuat pula dengan mata pelajaran yang harus diadakan sebagai syarat mu’adalah. Pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan telah menetapkan mata pelajaran wajib yang harus ada dalam struktur mata pelajaran uni sekolah. Struktur mata pelajaran yang tergambar di bawah ini merupakan mata pelajaran yang diselenggarakan pada waktu kegiatan belajar mengajar pagi, sore dan malam sebagai berikut: kegiatan belajar mengajar pagi hari meliputi: 90 a. b. c. d. e. f. g. h. i. Al-Lughah al-‘Arabiyah. Al-Lughah al-Injliziyah. Aqidah. Akhlaq. Tahfidz. Fiqih. Tarikh al-Islam, Tsaqafah Islamiyah. Thariqah al-Ta’lim. Qiro’atul Qur’an. (Sumber dokumentasi pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan dikutip pada tanggal 20 Februari 2011). Sedangkan kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan pada sore hari dan malam hari meliputi: a. b. c. d. e. f. g. h. Al-Muhadharah, Al-Indonisiyah, Al-‘Arabiyah, Al-Injliziyah Al-Kasyasyafah Tazwid wa Tasyji’ al-Lughah, Al-Arabiyah, Al-Injliyah Al-Muhadatsah, Al-‘Arabiyah, Al-Injliziyah Dirosah at-Tafsir Qiro’ah al-Kitab Ar-Riyadhah Al-Funun. (Sumber dokumentasi pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan dikutip pada tanggal 20 Februari 2011). Selain materi pelajaran di atas, di tingkat pondok juga diselenggarakan kegiatan-kegiatan yang lain seperti: pramuka, khitobah, seni baca Al-Qur’an, kaligrafi, letter, robbana, drum band, bela diri, teater, olah raga (sepak bola, volly ball) dan pertanian. (Sumber dokumentasi pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan dikutip pada tanggal 20 Februari 2011). Menurut SM: “… pelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan baik yang di SMP, SMA dan pondok dibekali dengan berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan baik umum dan agama serta ketrampilan pada akhirnya setelah mengikuti pembelajaran dalam kurun waktu tertentu santri terampil dalam berbagai bidang pengetahuan…”. Berkaitan dengan pembelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan disampaikan komentar dari santri, di antaranya: Sriyatun mengatakan : “…belajar d pondok pesantren bina insani 91 Ketapang Kecamatan Susukan alkhamdulillah pembelajarannya cukup baik dan tidak ada waktu-waktu kosong, karena jadwal sudah dibuat dan dilaksanakan secara maksimal …”. Santri di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan merasa senang karena dapat mengikuti pembelajaran baik pelajaran agama, umum dan ketrampilan, sehingga nanti dapat dijadikan sebagai bekal dalam kehidupan sehari-hari yang disesuaikan dengan skil yang dimiliki. Hal yang senada juga dikatakan oleh Hasan: “…saya anak dari keluarga tidak mampu, alkhamdulillah saya diberi kesempatan belajar di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan dengan bantuan dari berbagai pihak baik dari pondok, pemerintah dan keluarga...”. Ternyata belajar di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan cukup asik dan menyenangkan, yang tadinya takut dengan pelajaran agama, setelah mengikuti pembelajaran yang didukung oleh tenaga pengajar dan pengasuh yang sabar dan penuh perhatian ternyata belajar agama Islam itu mengasikkan, karena dari belum tahu selanjutnya setelah mempelajari pengetahuan selanjutnya tahu dan berusaha untuk melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang senda juga dikatakan oleh santriwati Pujiyati, “…saya cukup bangga belajar di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan, karena selain belajar agama Islam juga mempunyai kesempatan belajar di SMP dan SMA yang pelajarannya dikemas dari pelajaran agama dan umum. Alkhamdulillah setelah saya mengikuti pembelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan ada peningkatan dalam melaksanakan ajaran agama Islam terutama dalam melaksanakan ibadah shalat wajib, membaca Al Qur’an dan sopan santun. 92 2. Performa Pesantren Performa pesantren dalam hal ini mencakup performa akademik, moral, pengamalan ibadah dan penguasaan pengetahuan umum. Dalam pandangan masyarakat, performa merupakan prestasi akademik santri di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan meningkat jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan formal lainnya yang ada di sekitar Kecamatan Susukan. Anggapan bahwa santri di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan sama dengan sekolah formal lainnya, sebenarnya kalau di lihat dari pelajaran umum sudah sesuai dengan pembelajaran sekolah-sekolah umum. Hal ini cukup beralasan, karena dilihat dari struktur kurikulum, perhatian pemerintah, persepsi masyarakat, ketentuan dalam Undang-undang Sisdiknas. Moral pada santri pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan secara umum sangat baik, karena dalam kehidupan sehari-hari santri mendapat pelajaran umum dan agama yang selanjutnya dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Persepsi masyarakat yang mengatakan bahwa pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan dalam realitasnya sebagai sarana belajar bagi warga muslim dengan biaya yang terjangkau. Secara umum masyarakat sudah mempercayakan pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan jika akan menyekolahkan anak-anaknya. Dengan alasan pelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan selain mendapatkan pelajaran umum juga pelajaran agama diprioritaskan. 93 Moral para santri menurut masyarakat sangat baik, jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya yang tidak mondok. Ini mengandung pengertian, bahwa santriwan/santriwati telah teruji dalam belajar kemudian berusaha untuk melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Baiknya moral santriwan/santriwati di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan didukung oleh struktur kurikulum yang memadai dalam pembentukan akhlak santri. Materi-materi pembelajaran keagamaan di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan yang banyak memberikan kontribusi yang positif bagi pembentukan moral santriwan/santriwati. Di samping faktor kurikulum, komponen yang mendukung moral dan pengamalan keagamaan peserta santri di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan adalah lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat yang mendukung. Faktor lain yang mendukung moral dan pengamalan keagamaan peserta santri pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan selain belajar pagi hari mengikuti pelajaran di SMP dan ada yang di SMA, selanjutnya pada sore hari dan malam hari kegiatan keagamaan selalu dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan yang betul-betul mampu membentuk akhlak santri yang lebih baik. Performa lain dari para santri adalah penguasaan pengetahuan umum, dimana masyarakat memandang bahwa pengetahuan umum santri sangat baik yang diimbangi dengan kemampuan santri. Kegiatan ekstra kurikuler diberikan kepada santri dalam rangka untuk membentuk santri yang terampil sesuai dengan bidangnya (Wawancara, KM: 8 Januari 2011). 94 Minat santri dan potensi awal sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar. Prestasi santri yang sebagian besar berasal dari keluarga kelas ekonomi menengah, atas dan bawah akan nampak adanya tingkatan-tingkatan, hal ini disebabkan adanya tingkatan motivasi belajar yang berbeda pula yang disebabkan salah satunya dipengaruhi latar belakang keluarga. 3. Performa Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Kecamatan Susukan Pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan bertanggung jawab dalam pengasuhan santri, terutama di luar program pendidikan formal di luar kelas. Di dalam mengasuh santri pimpinan pondok di bantu oleh beberapa ustadz/ustadzah. Mereka bertanggung jawab di dalam penegakan disiplin, tata tertib, dan sunnah-sunnah pondok pesantren. Namun demikian didalam operasionalnya seluruh ustadz bersama-sama bertanggung jawab dalam melaksanakan pengasuhan dan bimbingan santri. Adapun pola pembinaan yang diharapkan dan bimbingan santri diantaranya: a. Memberikan bimbingan dan konseling bagi santri yang memiliki problem, dan menawarkan solusinya. b. Memberikan tugas-tugas yang dapat mendorong semangat, kreativitas, loyalitas santri dalam beraktrivitas demi agama dan pondok. c. Meningkatkan ubudiyah santri melalui penyelenggaraan sholat tahajjud, dakwah, mujahadah, puasa sunnah dan pembinaan memnbaca Al-Qur’an. 95 d. Pengarahan dan pembnaan ketrampilan berorganisasi dan latihan kepemimpinan bagi para santri. Adapun kegiatan tahunan bagian pengasuhan selain kegiatan rutin seperti tersebut di atas adalah (Dokumentasi, dikutip tanggal 20 Pebruari 2011): a. Khutbatul ‘Arby, materi meliputi: kepondokan, pendidikan dan pengajaran, bahasa, kitab kuning, disiplin. b. Ibadah qurban. c. Gerakan qurban. d. Gerakan menghafal Qur’an e. Khotaman Al-Qur’an 4. Sarana Prasarana Kegiatan pembelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan dilaksanakan dengan menggunakan sarana dan prasarana yang ada dan dilakukan secara maksimal. Pembelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan baik di SMP maupun di SMA dan kegiatan pondok di dukung dengan sarana dan prasarana yang memadai, diantara yang termasuk sarana prasarana ialah: peralatan kantor, kelas, alatalat, bahan lab, buku-buku dan perpustakaan. (Sumber dokumentasi pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan dikutip pada tanggal 20 Februari 2011). Keberadaan sarana dan prasarana tersebut di atas dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang 96 Kecamatan Susukan yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Sarana dan prasrana di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan dapat dimanfaatkan secara maksimal dan disesuaikan dengan materi pembelajaran, sehingga ustadz/ah memegang peranan penting dalam meningkatkan pembelajaran. Artinya sarana dan prasarana yang ada itu merupakan salah satu alat yang mestinya dapat dijadikan sebagai alat untuk memberikan pelajaran kepada siswa dalam rangka untuk mencapai tujuan yang diharapkan. B. Pandangan Masyarakat terhadap Lembaga Pendidikan Islam Moderen Pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan Dalam pembahasan tentang pandangan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam moderen pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan ditekankan pada keunggulan yang diinginkan, kurikulum, fasilitas, manajemen pembelajaran, keterlibatan masyarakat dan tenaga pendidik. 1. Program Keunggulan Masyarakat menginginkan program unggulan di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan secara umum prestasi akademik meningkat dan unggul, baik prestasi dalam pembelajaran pengetahuan umum maupun pembelajaran pengetahuan agama. Jika dicermati, masyarakat menginginkan keberadaan pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan harus unggul dalam bidang akademik dan keagamaan. Prestasi akademik masih menjadi prioritas 97 bagi masyarakat terutama yang menitipkan putra-putrinya di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan. Disamping prestasi, masyarakat juga menginginkan keunggulan dalam pengetahuan umum. Masyarakat lebih memilih lembaga pendidikan yang mampu memberikan jaminan kepada masyarakat untuk menjadi insan yang beragama. Seiring dengan membaiknya tingkat perekonomian masyarakat, pada akhirnya masyarakat tidak lagi mengeluarkan uang demi kepentingan pendidikan anak-anaknya. Namun pembelajaran di pondok itu bukan sekeder hanya belajar pulang- belajar pulang, akan tetapi pembelajaran dilaksanakan secara maksimal dan berkesinambungan. Program tahfidz menjadikan keunggulan di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan, sebab untuk mengetahui santri sudah bisa memaca Al Qur’an atau belum, perlu adanya pengecekan per individu yang selanjutnya pembinaan akan diprioritaskan. (Wawancara, AM: 7 Januari 2011). Pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan sebagai penyelenggara pendidikan keagamaan harus merespon keinginan masyarakat yang positif. Masyarakat selain mengharapkan pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan mampu memberikan pemnbelajaran keagamaan, juga para santri harus dibekali dengan disiplin ilmu pengetahuan umum yang berkembang saat ini, misalnya penguasaan ilmu komputer, internet dan lain sebagainya. 98 2. Tenaga Pendidik Masyarakat sangat setuju adanya tenaga pendidik di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan itu disiplin dan tegas yang disesuaikan dengan kedudukan dan materi pelajaran yang disampaikan. Masyarakat menginginkan tenaga pendidik tegas dan disiplin, karena ustadz/ustadzah yang tegas dan disiplin itu akan mampu merubah dan membentuk watak dan perilaku santri. ustadz/ustadzah yang tidak tegas dan tidak disiplin cenderung mengambil tindakan dengan ragu-ragu dan kurang mampu membentuk atau merubah perilaku santri. Menurut TH (Wawancara, 20 Pebruari 2011) seluruh ustadz/ustadzah di pondok pesantren bina Insani cukup bagus, karena latar belakang pendidikannya mendukung dan memiliki ketrampilan membimbing santri setiap harinya. Ustadz/ustadzah yang disiplin dan tegas dalam hal ini bukan ustadz/ustadzah yang galak, karena ustadz/ustadzah yang tegas dan disiplin itu segala tindakan yang dilakukan atas kesadaran dan hanya berpura-pura dengan mengedepankan nilai-nilai edukasi, sementara itu ustadz/ustadzah yang galak mengambil tindakan tidak mempertimbangkan nilai-nilai edukatif dan dilandasi dengan sifat emosional. ustadz/ustadzah yang tegas dan disiplin mengambil sedikit menyentuh aspek fisik santri, sedangkan ustadz/ustadzah yang galak sering mengambil tindakan yang menyakiti fisik santri tetapi untuk tahun-tahun ini jarang sekali ditemukan ustadz/ustadzah yang galak, sebab secara umum santri yang belajar mudah dan berminat untuk belajar secara maksimal. 99 3. Manajemen Pembelajaran Pandangan masyarakat tentang manajemen pembelajaran pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan cukup bagus. Karena santri yang masuk belajar di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan harus taat dan patuh terhadap tata tertib yang berlaku. Jika tidak melaksanakan tata tertib yang telah diberlakukan, akan mendapat sanksi (hukuman) yang bersifat mendidik, misalnya menghukum santri dengan menghafal do’a-do’a, menulis di depan kelas, menulis di buku dan membersihkan lingkungan pondok (Wawancara, AM: 7 Januari 2011). Sejalan dengan tingkat perekonomian masyarakat yang semakin membaik, rasanya soal biaya pendidikan di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan tidak menjadi persoalan. Biaya pembelajaran bukan masalah, asalkan pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan dapat memberikan pelayanan yang prima bagi pembelajaran santri. Biaya pembelajaran malah bukan terletak pada besar kecilnya angka nominalnya, namun terletak pada ketidak seimbangan antara biaya yang dikeluarkan dengan layanan serta fasilitas yang diterimanya. Masyarakat juga masih menganggap pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan belum moderen, karena pembelajaran pesantren yang kuno masih diajarkan. Masyarakat menginginkan sebagai salah satu pondok yang ada di Ketapang harus tampil beda dan moderen tidak kaku serta mampu mengikuti perkembangan teknologi. Pembelajaran yang sudah diberikan baik secara teori maupun praktik sebenarnya sudah lumayan. Karena santri selain belajar pelajaran umum dan agama juga diberikan 100 tambahan pembelajaran wiraswasta dalam berbagai bidang misalnya: tani, ternak, buka internet dan lain sebagainya (Wawancara, MM; 15 Januari 2011). Masyarakat menginginkan anaknya mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas dan humanis. ustadz/ustadzah sebagai pembimbing yang selama ini masih berpendidikan tingkat atas (SLTA) harus membenahi diri ke jenjang yang lebih tinggi disesuaikan dengan disiplin ilmu yang dimiliki. Sehingga profesionalisme guru merupakan salah satu faktor yang mampu menghantarkan pencapaian pembelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan. 4. Fasilitas Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Kecamatan Susukan Fasilitas yang diinginkan masyarakat dalam pembelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan, misalnya: adanya masjid khusus santri/santriwan, kantin di dalam pondok dan tempat inap santri yang memadai. Masyarakat menginginkan adanya masjid khusus, apabila ada kegiatan keagamaan yang membutuhkan tempat ibadah tidak jauh-jauh ke luar pondok walaupun masyarakat di sekitarnya sudah mendidikan masjid. Masyarakat juga menghendaki adanya fasilitas berupa kantin khusus di dalam pondok. Hal ini dapat dimanfaatkan bagi warga yang ada di dalam pondok, dan sebagai pengelola kantin harus betul-betul melaksanakan syariat Islam di dalam berdagang (Wawancara, O; 19 Pebruari 2011). Masyarakat selalu menilai kegiatan-kegiatan pondok pesantren bina insani, pada 101 umumnya kegiatan pembelajaran dilaksanakan secara maksimal dan sangat bermanfaat bagi masyarakat. Kemudian fasilitas lain yaitu keberadaan tempa inap perlu adanya pembenahan yang lebih baik, mengingat semakin hari jumlah santri selalu bertambah, sedangkan kamar untuk menginap santri belum tercukupi. Tuntutan masyarakat tentang pengadaan tempat penginapan cukup beralasan, sehingga sebagai pengelola pondok segera menindaklanjuti. Masyarakat juga menghendaki penegakan ajaran agama Islam di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan perlu ditingkatkan. Karena ajaran agama Islam sudah ada rambu-rambunya, khususnya dalam kebersihan lingkungan harusa diprioritaskan. Kebersihan itu sebagian dari iman. Setelah lingkungan bersih, selanjutnya membersihkan pribadi mulai dari pengasuh sampai santri yang sesuai dengan syariat Islam. Jika ada hal-hal yang bersfat negatif, pondok dengan cepat dan segera menyelesaikan masalah-masalah yang ada sampai betul-betul kembali kepada ajaran Al Qur’an dan Hadits (Wawancara, O; 19 Pebruari 2011). 5. Ketertiban Masyarakat Keterlibatan masyarakat di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan dapat diwujudkan melalui berbagai macam langkah, misalnya masyarakat dilibatkan dalam kepengurusan kepengurusan komite di SMP atau di SMA. pondok atau Dengan sendirinya setelah masyarakat bergabung dalam pondok secara langsung akan memiliki 102 keterlibatannya di dalam, baik dalam pemikiran maupun lainnya (Wawancara, L; 21 Pebruari 2011). Masyarakat juga menginginkan pondok mempunyai program pengajian baik bulanan, tahunan maupun peringatan-peringatan hari besar Islam yang memberikan ksempatan kepada masyarakat untuk mengikuti kegiatan keagamaan. Masyarakat desa Ketapang secara umum mendukung keberadaan pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan, sehingga pandangan dan harapan masyarakat tentang keberadaan pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan selalu diharapkan. Pandangan kedepan pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan mampu menjalankan pembelajaran secara optimal. Harapannya pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan mampu menciptakan kader-kader Islami yang nantinya dapat dijadikan sebagai sosok yang mampu memberikan suri tauladan yang baik di tengah-tengah masyarakat. Pengelola dan pembina pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan baik yang mengelola SMP dan SMA sudah memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai, sehingga dalam pembelajaran dapat menjalankan secara maksimal dan tepat guna. Harapan masyarakat akan dapat terwujud salah satunya adanya interaksi (hubungan timbal balik) di antara pengelola pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan dengan orang tua santri dan masyarakat disekitarnya (Wawancara, L; 21 Pebruari 2011). Kecamatan Pembelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang Susukan selain pengetahuan agama, juga pembelajaran 103 wiraswasta, pertanian dan lain sebagainya diberikan kepada santri secara terus menerus dan berkesinambungan dengan harapan setelah selesai pendidikan di pondok pesantren bina insani Ketapang Kecamatan Susukan mampu mandiri dan tidak menggantungkan orang lain. Masyarakat secara langsung memiliki keterlibatan dengan proses pembelajaran di pondok pesantren bina insani Ketapang. Karena keterlibatannya baik secara langsung maupun tidak langsung, masyarakat selalu memandang bahwa pendidikan Islam moderen merupakan salah satu terobosan maksimal untuk mempelajari ajaran agama Islam dengan harapan pondok pesantren bina insani mampu mencetak kader-kader yang islami (Wawancara dengan L: 19 Pebruari 2011). 104 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Sesuai dengan data yang telah dikumpulkan di lapangan kemudian di analisis pada bab IV, selanjutnya dapat disimpulkan sebagai berikut : c. Pengelolaan lembaga pendidikan Islam Moderen di Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan dilaksanakan mulai dari penerapan kurikulum yang disesuaikan dengan kementerian agama, pengajian Al Qur’an, pengajian kitab kuning bahkan pendalaman materi pelajaran umum untuk menerapkan teknologi diajarkan kepada santri. Dana operasional pendidikan berasal dari masyarakat, orang tua santri dan bantuan dari pemerintah. Sedangkan tenaga pengelola secara umum mempunyai latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang pelajaran yang diampu. d. Pandangan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam Moderen di Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang cukup baik, karena dengan adanya pondok pesantren Bina Insani dapat dijadikan sebagai sarana menitipkan putra-putrinya untuk dididik dan dibina baik dalam pembelajaran ilmu pengetahuan umum maupun pengetahuan agama Islam sehingga diharapkan anak menjadi anak yang sholeh. e. Harapan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam Moderen di Pondok Pesantren Bina Insani Ketapang Susukan Semarang dapat menyumbangkan pemikirannya untuk kemajuan masyarakat. 104 105 B. Saran Supaya pembelajaran di pondok pesantren Bina Insani Ketapang mampu mencapai tujuan yang diharapkan, pada akhirnya perlu adanya kritik dan saran yang membangun sebagai berikut : i. Bagi pondok pesantren Bina Insani Ketapang Pembelajaran yang sudah berjalan sudah cukup baik, tetapi masih perlu dibenai secara maksimal baik dalam pembelajaran pengetahuan agama maupun pengetahuan umum, sehingga pondok pesantren Bina Insani Ketapang merupakan salah satu pondok pesantren moderen yang dijadikan sebagai pilihan masyarakat islami untuk menuntut ilmu. Pondok merupakan pilihan masyarakat untuk dijadikan sebagai tempat belajar. Karena pondok pesantren bina insani sudah menjadi moderen, maka pelajaran-pelajaran yang masih dirasakan kuno atau tradisional perlu diperbaharui untuk dikembangkan atau dkemas menjadi pembelajaran yang moderen mudah diterima oleh kalangan masyarakat. ii. Bagi masyarakat Masyarakat di sekitar pondok pesantren Bina Insani Ketapang setelah memiliki pandangan dan harapan tentang keberadaan pondok. Selanjutnya diharapkan juga memiliki kontribusi positif untuk memberikan masukanmasukan yang baik demi pencapaian tujuan pembelajaran di pondok pesantren Bina Insani. Bantuan tersebut bisa berupa bantuan material maupun menitipkan anak dan keluarganya untuk belajar di pondok pesantren bina insani. 106 DAFTAR PUSTAKA Abu Ahmadi, 2004. Psikologi Belajar, Jakarta : PT. Rineka Cipta. Achmadi, 2005. Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Adenan Suhalis, 1995, Statistik Ekonomi I, Jakarta : Mawar Gempita. Bimo Walgito, 2003. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), Yogyakarta : Andi. Dadang Hawari, 1997. Al Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Primayasa. Depag RI., 1994. Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum / GBPP Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Umum, Jakarta : Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. Departemen Agama RI. 2002. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam. Djumhur & Moh Surya, 1975, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance & Counseling), Bandung : CV. Ilmu. Endang Saifudin Anshari, 1990. Ilmu Filsafat dan Agama, Surabaya : PT. Bina Ilmu. Erwati Aziz. 2003. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam, Solo : PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandidi. Fadhil Al-Djamali, 1992. Menerabas Krisis Pendidikan Dunia Islam, Jakarta: PT Golden Terayon Press. Gorys Keraf, 1984. Komposisi, Jakarta : Nusa Indah Hery Noer & Munzier, 2000. Insani. Watak Pendidikan Islam, Jakarta : Friska Agung Himpunan Perundang-Undangan RI tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, 2005. Bandung : CV. Nuansa Aulia. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/ 2008/05/16/menuju-masyarakat-belajar. 107 J.J. Hasibuan & Moedjiono, 1993. Proses Belajar Mengajar, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, Cetakan kelima. Jalaludin & Ramayulis, 1992. Pengantar Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Kalam Mulia. Karel A. Steenbrink,, 1986. Pesantren Madrasah Sekolah, Jakarta: LP3 ES. M. Dalyono, 2007. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta. Made Pidarta, 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta. Moh. Roqib, 2009. Ilmu Pendidikan Islam Pengembagnan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, Yogyakarta: PT. LKS Printing Cemerlang. Moh. Uzer Usman, 1992. Rosdakarya. Menjadi Guru Profesional, Bandung : PT. Remaja Mulyono Abdurrahman, 1996. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan. Nanih Machendrawaty & Agus Ahmad Safei, 2001. Pengembangan Masyarakat Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nur Uhbiyati, 1998. Ilmu Pendidikan Islam (IPI), Bandung: CV. Pustaka Setia. Slameto, 1986. Bimbingan di Sekolah, Jakarta : PT Bina Aksara. Subana & Sudrajat, 2005. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, Bandung : Pustaka Setia. Suharsimi Arikunto, 1996. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), Jakarta : PT. Rineke Cipta. Suparlan Suhartono, 2007. Filsafat Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruz Media. Suparta & Herry Noer Aly, 2003. Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta : Amissco. Tim Dosen FIP-IKIP, 1980. Usaha Nasional. Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, Surabaya : Tim Pengembangan MKDK, 1991. Semarang Press. Dasar-Dasar Pendidikan, Semarang : IKIP 108 Tri Kurnia Nuryati, 2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta : Eka Media. Zakiah Daradjat, 1970. Ilmu jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang. _______, 1994. Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, Jakarta : CV. Haji Masagung. _______, 2009. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.