PRAKATA Buku Ajar ini diperuntukkan bagi mahasiswa program S1 Agroteknologi di Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala. Mengingat sampai saat ini belum ada Modul dalam mata kuliah Teknologi Pasca Panen, maka penulis mencoba untuk menyusun buku tersebut, sehingga mempermudah mahasiswa dalam menerima materi kuliah. Teknologi Pasca Panen merupakan mata kuliah wajib di Semester VII pada Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala dengan Kode mata kuliah AGT 204 dan beban kredit 3 SKS. Hasil-hasil pertanian merupakan benda hidup dimana proses metabolisme terus berlangsung dan selalu mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang akhirnya akan menyebabkan hasil pertanian menjadi rusak. Pengetahuan dan ilmu yang ada hubungannya dengan perubahan-perubahan tersebut harus dikuasai agar penanganan terhadap hasil pertanian dapat dilakukan dengan baik, sehingga terjadinya kerusakan dan kebusukan pada bahan pangan dapat dihambat atau dikurangi semaksimal mungkin. Secara kualitatif bahwa hasil-hasil pertanian setelah dipanen mengalami kerusakan yang diperkirakan sekitar 2040%. Kerusakan tersebut pada umumnya disebabkan karena tidak tepatnya waktu panen yang dilakukan sehingga hasil panen sudah terlalu matang dan kerusakan yang disebabkan oleh perlakuan-perlakuan mekanis, fisis dan biologis yang sesungguhnya dapat ditekan apabila ilmu pasca panen dikuasai. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga penyusunan buku ajar ini dapat terselesaikan. Terimakasih juga disampaikan kepada Program Studi Agroteknologi yang mendanai Buku Ajar ini melalui DIPA UNIVERSITAS SYIAH KUALA TAHUN ANGGARAN 2015 Buku Ajar Teknologi Pasca Panen ii Penulis selalu mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Semoga modul ini bermanfaat. Amiin. Banda Aceh, Oktober 2015 Penulis Buku Ajar Teknologi Pasca Panen iii BUKU AJAR TEKNOLOGI PASCA PANEN TUJUAN PEMBELAJARAN KOMPETENSI TEKNOLOGI PASCA PANEN : Mahasiswa akan dapat memahami, menjelaskan prinsip-prinsip yang mendasari teknologi penanganan pasca panen dan dapat merumuskan teknik-teknik penanganan pasca panen baik untuk konsumsi, pemasaran baik dalam bentuk segar, semi ataupun dalam bentuk olahan. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen iv DAFTAR ISI PRAKATA ………………………………………………………….. ii BUKU AJAR TEKNOLOGI PASCA PANEN …………………… iv TUJUAN PEMBELAJARAN KOMPETENSI TEKNOLOGI v PASCA PANEN ……………………………………………………. DAFTAR ISI ………………………………………………………. v PENDAHULUAN ………………………………………………….. viii RENCANA PEMBELAJARAN SATU SEMESTER UNTUK ix KOMPETENSI: TEKNOLOGI PASCA PANEN ……………….. BAGIAN 1: KOMPETENSI KARAKTER ……………………… 1 METODE PEMBELAJARAN KOMPETENSI KARAKTER ….. 2 KRITERIA PENILAIAN KOMPETENSI KARAKTER ……….. 3 BAB I. PENANGANAN PASCA PANEN …………………………. 4 Suplemen 7 Bab 1. PERLUNYA PENANGANAN DAN PENGELOLAAN PASCA PANEN 1.1. Karakteistik Alami Produk Segar Buah dan Sayuran … 7 1.2. Penyebab Masalah Kehilangan Pasca Panen ………… 9 1.3. Pertimbangan-Pertimbangan Penting dalam Penanganan Pasca 10 Panen Produh Buah Sayur 1.4. Perlakukan-perlakuan Pasca Panen ……………………. 18 BAB II. PANEN DAN PASAR …………………………………….. 25 Suplemen Bab 2. PANEN DAN PERSIAPAN UNTUK PASAR …. 27 2.1. Panen dan Persiapan untuk Pasar ……………………... 27 2.2. Keringkihan Relatif dan Masa Simpan Produk Segar … 31 2.3. Teknik Pemanenan (cara, alat dan wadah pemanenan) 41 BAB III. FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FERMENTASI…… 60 Suplemen Bab 3. FISIOLOGI PASCA PANEN ………………….. 61 3.1. Metabolisme dalam bahan …………………………. 62 3.2. Kelayuan……………………………………………… 66 BAB IV. PROSES KLIMAKTERIK DAN NON KLIMAKTERIK… Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 73 v Suplemen Bab 4. KLIMAKTERIK DAN NON KLIMAKTERIK … 75 4.1. Pengertian Klimakterik dan Non Klimakterik ………. 75 4.2. Hubungan Respirasi dengan Klimakterik, Non klimakterik 79 4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respirasi 82 4.4. Pola Respirasi dalam Buah-buahan dan Sayuran di Panen 84 4.5. Etilen 87 BAB V. PROSES PERUBAHAN BIOKIMIA BUAH-BUAHAN 91 DAN SAYUR-SAYURAN Suplemen Bab 5. PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN KIMIA PADA 93 PEMATANGAN 5.1. Perubahan Warna 93 5.2. Perubahan Karbohidrat 94 5.3. Perubahan Asam-asam Organik 100 5.4. Produksi Flavor (Cita Rasa) 101 5.5. Perubahan Lipida 102 5.6. Sintesa Protein 102 5.7. Perubahan Tekstur 103 BAB VI, VII. 106 CARA PENYIMPANAN HASIL-HASIL TANAMAN SETELAH PANEN Suplemen Bab 6, 7. PENYIMPANAN HASIL-HASIL TANAMAN 108 6.1. Penyimpanan Segar Buah dan Sayuran 108 6.2. Penyimpanan Bebijian dan Produk Olahannya 121 BAB VIII. MIKROBIOLOGI PENYIMPANAN Suplemen Bab 8. ASPEK MIKROBIOLOGI 162 DALAM 164 PENYIMPANAN 8.1. Morfologi dan Taksonomi Bakteri, Kapang dan Kamir 164 8.2. Kerusakan Berbagai Komoditas Pertanian 179 BAB IX. HAMA GUDANG 186 Suplemen Bab 9. PENGENDALIAN SERANGGA PASCA PANEN 188 9.1. Taksonomi dan Siklus Hidup Serangga 188 9.2. Biologi Serangga Hama dan Arti Pentingnya Secara Ekonomis 191 Buku Ajar Teknologi Pasca Panen vi 9.3. Ekologi Serangga Hama Gudang 205 9.4. Teknik Pencegahan dan Pemberantasan 215 BAB X. TRANSPORTASI HASIL PERTANIAN 223 Suplemen Bab 10. PENGANGKUTAN/TRANSPORTASI HASIL 225 Teknik Pengangkutan dan Cara Penumpukan dalam selama 225 PERTANIAN 10.1. Transportasi BAB XI. KUALITAS UNTUK OLAHAN 244 Suplemen Bab 11. 246 MUTU HASIL TANAMAN UNTUK PENGOLAHAN 11.1. Peralatan dan Proses Pengolahan BAB XII. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN PADA 246 269 BUAH Suplemen Bab 12. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN 271 PADA TOMAT BAB XIII. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN 315 SAYURAN Suplemen Bab 13. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN 317 BAWANG DAUN BAB XIV. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN UMBI- 329 UMBIAN Suplemen Bab 14. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN 330 UBI KAYU BAB XV. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN 349 SEREALIA Suplemen Bab 15. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN 350 KEDELAI Buku Ajar Teknologi Pasca Panen vii PENDAHULUAN Produk hortikultura seperti buah-buahan dan sayur-sayuran merupakan produk hortikultura yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia sebagai sumber vitamin dan mineral. Buahbuahan dan sayuran biasanya dimanfaatkan oleh manusia dalam keadaan masih segar. Produk hortikultura ini ketika pasca panen sangat mudah mengalami kemunduran kualitas yang dicirikan oleh terjadinya proses pelayuan dan kerusakan yang cepat. Produk pasca panen hortikultura merupakan merupakan struktur yang masih hidup walaupun telah terpisah dari tanaman induknya, dimana sebelum dipanen dan pada saat pasca panen produk pasca panen tersebut masih melakukan reaksi-reaksi metabolism dan masih mempertahankan system fisiologis sebagaimana saat masih melekat pada tanaman induknya. Reaksi-reaksi metabolisme ini akan memicu kerusakan produk hortikultura dengan cepat. Kerusakan pasca panen buah-buhan dan sayuran relative masih tinggi dimana menurut Kader (1985), kerusakan pasca panen buah-buahan dan sayuran bisa mencapai 5-25% pada Negara-negara maju dan 20-50% pada negara-negara berkembang. Penanganan pasca panen hasil hortikultura bertujuan untuk mempertahankan kondisi segarnya dan mencegah perubahanperubahan yang tidak dikehendaki selama penyimpanan seperti pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, buah keriput, umbi berwarna hijau (greening) dan terlalu matang. Penyimpanan pada suhu dingin akan menekan enzim respirasi agar aktivitanya serendah mungkin sehingga laju respirasinya kecil serta dapat menurunkan sensivitasnya terhadap gas etilen dan mengurangi kehilangan air sehingga produk terjaga kesegarannya. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen viii Rencana Pembelajaran Satu Semester Untuk Kompetensi: Teknologi Pasca Panen Mg Ke Entry Level I dan II Modul I Kompetensi Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan faktor-faktor biologi dan lingkungan yang mempengaruhi kerusakan pasca panen. Sub Pokok Bahasan Pokok Bahasan 1 Perlunya penanganan pasca panen sayur-sayuran dan buahbuahan 2 3 Mg Ke Entry Level III dan IV Modul III/ IV Kompetensi Perlunya penenganan dan pengelolaan pasca panen Faktor-faktor biologi yang mempengaruhi kerusakan pasca panen Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kerusakan pasca panen Sub Pokok Bahasan Pokok Bahasan 1 Mahasiswa akan dapat menjelaskan prinsip-prinsip yang mendasari teknologi penanganan pasca panen Fisiologi pasca panen dan pemanenan Indeks panen dan keterbatasannya 2 Cara panen 3 4 5 6 Buku Ajar Teknologi Pasca Panen Pengukuran Proses Respirasi Persamaan Respirasi (respiratory quotient) Klimakterik dan non klimakterik Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi Metode/Kegiat an Pembelajaran Indikator Keberhasil an 1. Ceramah/ Presentasi (*3) 2. Self-Direct Learning (*4) 3. Pembentukan kelompok tugas. Kepada masing-masing kelompok diberikan tugas untuk mereview masing-masing pokok-pokok bahasan dan dipresentasikan pada kegiatan "Refleksi pada awal kuliah ke empat 1. Paham RPKPS 2. Tingkat responsif 3. Kelengkap an dan Metode/Kegiat an Pembelajaran Indikator Keberhasil an Penilaian Proses dan Kinerja 1. Ceramah/ Presentasi (*3) 2. Self-Direct Learning (*4) 3. Pembentukan kelompok tugas. Kepada masing-masing kelompok diberikan tugas untuk mereview masing-masing pokok-pokok bahasan dan dipresentasikan 1. Mengetahui isi materi M-II 2. Tingkat responsif 3. Kelengkap an dan Proses: 1. Keaktivan (*8) 2. Pengamatan (*9) 3. EPBM Kinerja: 1. Hasil diskusi dan tanya jawab ix Kebenaran Penjelasan 4. Hasil diskusi kelompok melalui tugas refleksi pada pertemuan ke 4 atau quis 1. Kebenaran penjelasan 4. Hasil diskusi kelompok melalui tugas Penilaian Proses dan Kinerja Proses: 1. Keaktivan (*8) 2. Pengamatan (*9) 3. EPBM Kinerja: 1. Hasil diskusi dan tanya jawab. 7 Laju respirasi 8 pada kegiatan "Refleksi pada awal kuliah ke empat refleksi pada pertemuan ke 4 atau quis 1. Metode/Kegiat an Pembelajaran Indikator Keberhasil an Penilaian Proses dan Kinerja 1. Ceramah/ Presentasi (*3) 2. Self-Direct Learning (*4) 3. Pembentukan kelompok tugas. Kepada masing-masing kelompok diberikan tugas untuk mereview masing-masing pokok-pokok bahasan dan dipresentasikan pada kegiatan "Refleksi pada awal kuliah ke empat 1. Memahami materi kuliah 2. Kelancaran Proses: 1. Keaktivan (*8) 2. Pengamatan (*9) 3. EPBM Kinerja: 1. Hasil diskusi dan tanya jawab Metode/Kegiat an Pembelajaran Indikator Keberhasil an Penilaian Proses dan Kinerja 1. Ceramah/ Presentasi (*3) 2. Self-Direct Learning (*4) 3. Refleksi kuliah 1, 2 dan 3 oleh masingmasing kelompok tugas. 4. Pemberian tugas baru yang akan 1. Mengetahui isi materi M-III 2. Tingkat responsif 3. Kelengkap an dan Proses: 1. Keaktivan 2. Pengamatan 3. EPBM Senescence Mg Ke Entry Level V Modul V Kompetensi Sub Pokok Bahasan Pokok Bahasan Perubahan fisik, kimiawi dan organoleptik selama pematangan 1 Perubahan fisik dan organoleptik terhadap warna, tekstur, bau dan rasa 2 Mahasiswa akan dapat menjelaskan prinsip-prinsip yang mendasari teknologi penanganan pasca panen dapat merumuskan teknikteknik penanganan pasca panen baik untuk pemasaran dalam bentuk segar atau untuk pengolahan. Mg Ke Entry Level VI/VI I Modul VI DAN VIII Kompetensi Perubahan kimiawi : perubahan warna, karbohidrat, asamasam organik, produksi flavor, lipida, sintesa protein Persamaan Respirasi (respiratory quotient) Sub Pokok Bahasan Pokok Bahasan 1 Mahasiswa dapat merumuskan pemasaran dan penyimpanan hasil tanaman segar: dari sejak persiapannya, pengemasan dan penyimpanannya sebelum dan sesudah pemasaran Penyimpanan hasil-hasil tanaman Buku Ajar Teknologi Pasca Panen Persiapan untuk pemasaran hasil tanaman: pemasaran setempat dan pemasaran jarak jauh, perlakuan pra pengiriman x Komunikasi 3. Kerjasama 4. Analisis dan Kesimpulan Kebenaran Penjelasan 2 Pengemasan dan pengepakan hasil tanaman: persiapan pengemasan, dasardasar pengemasan 3 disajikan atau direfleksikan pada kuliah ke tujuh oleh kelompok tugas. 1. Pembagian tugas kelompok 1. Memahami materi kuliah 2. Kelancaran 3. Komunikasi 4. Kerjasama 5. Mampu mengamalk an melaksana kan dan menganalis is. Proses: 1. Keaktivan (*8) 2. Pengamatan (*9) 3. EPBM Kinerja: 1. Hasil diskusi dan tanya jawab Metode/Kegiat an Pembelajaran Indikator Keberhasil an Penilaian Proses dan Kinerja 1. Ceramah/ Presentasi (*3) 2. Self-Direct Learning (*4) 3. Pemberian tugas baru yang akan disajikan atau direfleksikan pada kuliah ke tujuh oleh kelompok tugas. 1. Memberikan petunjuk (ceramah) 2. Pemutaran virtual laboratorium 3. Pembentukan kelompok praktikum (ekskursi) 1. Mengetahui isi materi kuliah 2. Tingkat responsif 3. Kelengkap an dan Proses: 1. Keaktivan 2. Pengamatan 3. EPBM Penyimpanan hasil tanaman: azas-azas penyimpanan, jenis/ operasi penyimpanan termasuk penyimpanan dingin dan penyimpanan modifikasi atmosfir, atmosfir terkontrol dan penyimpanan hipobarik Mg Ke Entry Level VIII DAN IX Modul VIII/IX Kompetensi Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan cara mengendalikan penyakit dan serangga pada hasil tanaman pasca panen Sub Pokok Bahasan Pokok Bahasan 1 Patologi panen Pengendalian penyakit pasca panen pasca 2 Pengendalian serangga pasca panen Buku Ajar Teknologi Pasca Panen xi kebenaran penjelasan 1. Memahami materi praktikum 2. Kelancaran 3. Komunikasi 4. Kerjasama 5. Mampu Proses: 1. Keaktivan (*8) 2. Pengamatan (*9) 3. EPBM Kinerja: 1. Hasil diskusi dan tanya jawab Mg Ke Entry Level X Modul X Kompetensi Sub Pokok Bahasan Pokok Bahasan 1 Mahasiswa dapat menjelaskan asas-asas transportasi/ pengangkutan, perlengkapan/peralatan pada alat/kendaraan pengangkut dan operasi pengangkutan komersial Pengangkutan/ transportasi hasil tanaman Asas-asas pengangkutan 2 Peralatan pada kendaraan pengangkut 3 4. Melaksanakan kegiatan. mengamalk an melaksana kan dan menganalis is. Metode/Kegiat an Pembelajaran Indikator Keberhasil an Penilaian Proses dan Kinerja 1. Ceramah/ Presentasi (*3) 2. Self-Direct Learning (*4) 3. Pemberian tugas baru yang akan disajikan atau direfleksikan pada kuliah ke tujuh oleh kelompok tugas. 1. Mengetahui isi materi kuliah 2. Tingkat responsif 3. Kelengkap an dan Proses: 1. Keaktivan 2. Pengamatan 3. EPBM 1. Memberikan petunjuk (ceramah) 2. Pemutaran virtual laboratorium 3. Pembentukan kelompok praktikum (ekskursi) 4. Melaksanakan kegiatan. 1. Memahami materi kuliah 2. Kelancaran 3. Komunikasi 4. Kerjasama 5. Mampu mengamalk an melaksana kan dan menganalis is. Proses: 1. Keaktivan (*8) 2. Pengamatan (*9) 3. EPBM Kinerja: 1. Hasil diskusi dan tanya jawab Metode/Kegiat an Pembelajaran Indikator Keberhasil an Penilaian Proses dan Kinerja Operasi pengangkutan komersial Mg Ke Entry Level Kompetensi Pokok Bahasan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen Sub Pokok Bahasan xii Kebenaran Penjelasan XI Modul XI 1 Mutu hasil tanaman untuk pengolahan Mutu hasil tanaman dari segi fisik dan organoleptik 2 Mutu hasil tanaman dari segi kimia Mahasiswa mampu dan memahami serta menjelaskan prinsip-prinsip yang mendasari teknologi penanganan pasca panen dapat merumuskan teknikteknik penanganan pasca panen baik untuk pemasaran dalam bentuk segar atau untuk pengolahan. Mg Ke Entry Level XII/X III Modul XII/XIII Kompetensi 3 Mutu masing-masing komoditi untuk pengolahan Sub Pokok Bahasan Pokok Bahasan 1 Teknik pasca panen hasil sayur-sayuran dan buahbuahan Teknologi penanganan pasca panen buah-buahan Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip-prinsip yang mendasari teknologi penanganan pasca panen dapat merumuskan teknikteknik penanganan pasca panen yur-sayuran dan buah-buahan (hasil hortikultura). 2 Mg Ke Entry Level Kompetensi Pokok Bahasan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 1. Ceramah/ Presentasi (*3) 2. Self-Direct Learning (*4) 3. Refleksi kuliah 4, 5 dan 6 oleh masingmasing kelompok tugas. 4. Pemberian tugas baru yang akan disajikan atau direfleksikan pada kuliah ke sepuluh oleh kelompok tugas. 1. Mengetahui isi materi M-III 2. Tingkat responsif 3. Kelengkap an dan Proses: 1. Keaktivan 2. Pengamatan 3. EPBM Metode/Kegiat an Pembelajaran Indikator Keberhasil an Penilaian Proses dan Kinerja 1. Memberikan petunjuk (ceramah) 2. Pemutaran virtual laboratorium 3. Pembentukan kelompok praktikum (ekskursi) 4. Melaksanakan kegiatan. 1. Memahami materi kuliah 2. Kelancaran 3. Komunikasi 4. Kerjasama 5. Mampu mengamalk an melaksana kan dan menganalis is. Proses: 1. Keaktivan (*8) 2. Pengamatan (*9) 3. EPBM Kinerja: 1. Hasil diskusi dan tanya jawab Metode/Kegiat an Pembelajaran Indikator Keberhasil an Penilaian Proses dan Kinerja Kebenaran Penjelasan Teknologi penanganan pasca panen sayur-sayuran Sub Pokok Bahasan xiii XIV/ XV/ XVI Modul XIV/XV/ XVI Mahasiswa dapat merumuskan teknologi penanganan pasca panen produk hortikultura, umbiumbian, dan serealia Teknik pasca panen hasil bunga-bungaan, umbi-umbian dan serealia Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 1 Teknologi penenganan pasca panen bungabungaan 2 Teknologi penenganan pasca panenumbi-umbian 3 Teknologi penanganan pasca panen serealia 1. Memberikan petunjuk (ceramah) 2. Pemutaran virtual laboratorium 3. Pembentukan kelompok praktikum (ekskursi) 4. Melaksanakan kegiatan. xiv 1. Memahami materi kuliah 2. Kelancaran 3. Komunikasi 4. Kerjasama 5. Mampu mengamalk an melaksana kan dan menganalis is. Proses: 1. Keaktivan (*8) 2. Pengamatan (*9) 3. EPBM Kinerja: 1. Hasil diskusi dan tanya jawab Pertemuan-pertemuan tersebut menggunakan pendekatan bentuk pembelajaran yang didasarkan kepada student center learning. Bentuk pembelajaran yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Small Group Discussion 2. Simulasi 3. Discovery Learning 4. SelfDirected Learning Membentuk Membuat kelompok (5-10) rancangan bahan diskusi dan Memilih bahan aturan diskusi diskusi Menjadi Mempresentasikan moderator dan paper dan sekaligus mendiskusikan di mengulas pada kelas setiap akhir session diskusi mahasiswa Mempelajari dan Merancang menjalankan suatu situasi/kegiatan peran yang yang mirip ditugaskan dengan yang kepadanya sesungguhnya Atau Membahas mempraktekkan/men kinerja coba berbagai model mahasiswa yang telah disiapkan Mencari, Menyediakan mengumpulkan dan data, atau menyusun datayang metode untuk ada untuk menelusuri mendeskripsikan pengetahuan suatu pengetahuan yang harus dipelajari oleh mahasiswa Merencanakan Sebagai kegiatan belajar, fasilitator, melaksanakan dan member arahan, menilai pengalaman bimbingan dan belajarnya sendiri konfirmasi Buku Ajar Teknologi Pasca Panen xv 5. Cooperativ e Learning Membahas dan menyimpulkan masalah/tugas yang diberikan dosen secara berkelompok 6. Collaborati ve Learning 7. Contextual Instruction terhadap kemajuan belajar yang telah dilakukan individu mahasiswa Merancang dan dimonitor proses belajar dan hasil belajar kelompok mahasiswa atau bentuk tugas Menyiapkan suatu masalah/kasus atau bentuk tugas untuk diselesaikan oleh mahasiswa secara berkelompok Merancang tugas yang bersifat open ended Sebagai fasilitator dan motivator Bekerja sama dengan anggota kelompoknya dalam mengerjakan tugas Membuat Rancangan proses dan bentuk penilaian berdasarkan consensus kelompoknya sendiri. Membahas konsep Menjelaskan (teori) kaitannya bahan kajian dengan situasi nyata yang bersifat teori dan Melakukan studi menkaitkannya lapang/terjun di dengan situasi dunia nyata untuk nyata dalam mempelajari Buku Ajar Teknologi Pasca Panen xvi kesesuaian teori 8. Project Based Learning Mengerjakan tugas (berupa proyek) ang telah dirancang secara sistematis Menujukkan kinerja dan mempertanggung jawabkan hasil kerjanya di forum. 9. Problem Based Learning Belajar dengan menggali/mencari informasi (inquiry) serta memanfaatkan informasi tersebut untuk memecahkan masalah faktual/yang dirancang oleh dosen. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen kehidupan sehari-hari, atau kerja professional Menusun tugas untuk studi mahasiswa terjun ke lapangan Merancang suatu tugas (proyek) yang sistematik agar mahasiswa belajar pengetahuan dan ketrampilan melalui proses pencarian/pengg alian (inquiry), yang terstruktur dan kompleks Merumuskan dan melakukan proses pembimbingan dan assessment. Merancang tugas untuk mencapai kompetensi tertentu Membuat petunjuk (metode) untuk mahasiswa dalam mencari pemecahan masalah yang dipilih oleh mahasiswa xvii sendiri atau yang ditetapkan. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen xviii BAGIAN 1. KOMPETENSI PANEN TEKNOLOGI PASCA Pada bagian pertama dari Buku Ajar Teknologi Pasca Panen adalah kompetensi. Kompetisi karakter ini disusun dengan pendekatan rumusan kompetisi sebagai berikut: BIDANG KEMAMPUAN DESKRIPSI TINGKAT KEMAMPUAN KOGNITIF Memahami PSIKOMORIK Spontan Otomatis Menjadi Hidup AFEKTIF DESKRIPSI TINGKAT KELUASAN DAN KERUMITAN MATERI Pentingnya Karakter dalam Penanganan Pasca Panen dan Bersikap Sopan dan Arif Pola Kesehariannya RUMUSAN: Mampu menjelaskan prinsip-prinsip yang mendasari teknologi pasca panen dan dapat merumuskan teknik-teknik penanganan pasca panen hortikultura baik untuk pemasaran dalam bentuk segar, intermediate maupun dalam bentuk olahan-olahan. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 1 PEMBELAJARAN KOMPETENSI Kompetensi tersebut dijabarkan dalam metode pembelajaran sebagai berikut: Kompetensi SGD Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan faktor biologi dan lingkungan yang mempengaruhi kerusakan pasca panen Mahasiswa akan dapat menjelaskan prinsip yang mendasari teknologi penanganan pasca panen Mahasiswa mampu merumuskan teknikteknik penanganan pasca panen untuk pemasaran dan hasil olahannya Mahasiswa dapat merumuskan sistem penyimpanan hasil tanaman segar dari sejak persiapannya, pengemasan dan penyimpanan Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan cara pengendalian penyakit dan serangga pada hasil tanaman Mahasiswa mampu menjelaskan dan mendeskripsikan mutu hasil-hasil panen untuk olahan S • Buku Ajar Teknologi Pasca Panen DL Metode Pembelajaran SDL CL CL CI • • PBL PBL • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • 2 Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip penanganan pasca panen buah-buahan dan sayursayuran Mahasiswa mampu menjelaskan prinsipprinsip penanganan pasca panen serealia dan umbi-umbian • • • • • • • • • • KRITERIA PENILAIAN PASCA PANEN KOMPETENSI Kategori Nilai Akhir Fakultas/Universitas: (NA) Katergori Sangat Baik Baik Kurang Baik Sedang Cukup Gagal Grade A B+ B C+ C D Buku Ajar Teknologi Pasca Panen TEKNOLOGI menggunakan standar Nilai Akhir (NA) 85 – 100 75 – 84.99 65 – 74.99 55 – 64.99 45 – 54.99 0 – 44.99 3 BAB 1. PENANGANAN PASCA PANEN Produk hortikultura yang telah dipanen dari induk tanamannya masih melakukan aktivitas metabolisme namun aktivitas metabolismenya tidaklah sama dengan pada waktu produk tersebut masih melekat pada induknya. Berbagai macam stress atau gangguan dialaminya mulai dari saat panen, penanganan pasca panen, distribusi dan pemasaran, ritel dan saat ditangan konsumen sebelum siap dikonsumsi atau diolah. Stress terjadi karena kondisi hidupnya tidak pada kondisi normal saat di lapangan. Kondisi stress diakibatkan oleh perlakuan-perlakuan pasca panennya seperti kondisi suhu, atmosfer, sinar serta perlakuan-perlakuan fisik diluar batas kehidupan normalnya. Stress adalah gangguan, hambatan atau percepatan proses metabolisme normal sehingga dipandang tidak menyenangkan atau suatu keadaan negatif. Sebelum mempelajari prinsip penanganan pasca panen pada berbagai produk hasil pertanian, sebaiknya mahasiswa diberikan pengetahuan tentang karakteristik dari hasil-hasil pertanian. Karakteristik merupakan sangat penting pada produk pertanian khususnya buah dan sayuran, yaitu bahan tersebut masih hidup dan masih melanjutkan fungsi metabolism. Akan tetapi metabolismenya tidak sama dengan tanaman induknya yang tumbuh dengan lingkungan aslinya, karena produk yang telah dipanen mengalami berbagai bentuk stress seperti hilangnya nutrisi, kondisi yang berbeda dengan pertumbuhannya yang ideal dengan adanya peningkatan suhu, kelembaban, proses panen sering menimbulkan pelukaan berarti, pengemasan dan transportasi dapat menimbulkan kerusakan mekanis lebih lanjut, orientasi gravitasi dari produk pasca panen umumnya sangat berbeda dengan kondisi Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 4 alamiahnya, hambatan ketersediaan CO2 dan O2, hambatan regim suhu dan sebagainya.Sehingga secara keseluruhan bahan hidup sayuran pasca panen dapat dikatakan mengalami berbagai perlakuan yang menyakitkan selama hidup pasca panennya. Produk harus dipanen dan dipindahkan melalui beberapa sistem penanganan dan transportasi ke tempat penggunaannya seperti pasar retail atau langsung ke konsumen dengan menjaga sedapat mungkin status hidupnya dan dalam kondisi kesegaran optimum. Jika stress terlalu berlebihan yang melebihi toleransi fisik dan fisiologis maka terjadi kematian. Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan pertama: Rencana Aktivitas Perkuliahan (100 menit) Langkah 1 Aktivitas 1: Perkenalan 30 menit 1. Pengajar sebagai fasilitator memperkenalkan diri dengan semangat serta mengenalkan bagaimana pasca panen merupakan ilmu yang popular 2. Kemudian pengajar meminta kepada mahasiswa untuk menyebutkan perlakuanperlakuan pasca panen yang telah mereka ketahui melalui media internet. 3. Setelah itu mahasiswa diminta untuk menuliskan perlakuan pasca panen tersebut di selembar kertas 4. Kemudian pengajar akan memanggil mahasiswa-mahasiswa tersebut untuk saling mengenal 5. Kemudian pengajar akan menjelaskan beberapa perlakuan pasca panen dan apa kepentingannnya untuk hasil-hasil Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 5 Langkah 2 50 menit Langkah 20 menit pertanian. Aktivitas 2: 1. Menjelaskan kepada mahasiswa tentang perkembangan Ilmu teknologi pasca panen 2. Menjelaskan kepentingan dari teknologi pasca panen 3. Perkembangan teknologi pasca panen di dunia 1. Menanyakan kepada mahasiswa tentang materi yang diajarkan 2. Mahasiswa mengajukan pertanyaanpertanyaan kepada pengajar 3. Penutup Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 6 SUPLEMEN BAB 1. PENANGANAN DAN PENGELOLAAN PASCA PANEN 1.1 Karakteristik Alami Produk Segar Buah Dan Sayuran Karakteristik penting produk pascapanen sayuaran adalah bahan tersebut masih hidup dan masih melanjutkan fungsi metabolisme. Akan tetapi metabolisme tidak sama dengan tanaman induknya yang tumbuh dengan lingkungan aslinya, karena produk yang telah dipanen mengalami berbagai bentuk stress seperti hilangnya suplai nutrisi, proses panen sering menimbulkan pelukaan berarti, pengemasan dan transportasi dapat menimbulkan kerusakan mekanis lebih lanjut, orientasi gravitasi dari produk pascapanen umumnya sangat berbeda dengan kondisi alamiahnya, hambatan ketersediaan CO2 dan O2, hambatan regim suhu dan sebagainya. Sehingga secara keseluruhan bahan hidup sayuran pascapanen dapat dikatakan mengalami berbagai perlakuan yang menyakitkan selama hidup pascapanennya. Produk harus dipanen dan dipindahkan melalui beberapa sistem penanganan dan transportasi ke tempat penggunaannya seperti pasar retail atau langsung ke konsumen dengan menjaga sedapat mungkin status hidupnya dan dalam kondisi kesegaran optimum. Jika stress terlalu berlebihan yang melebihi toleransi fisik dan fisiologis, maka terjadi kematian. Aktivitas metabolisme pada buah dan sayuran segar dicirikan dengan adanya proses respirasi. Respirasi menghasilkan panas yang menyebabkan terjadinya peningkatan panas. Sehingga proses kemunduran seperti kehilangan air, pelayuan, dan pertumbuhan mikroorganisme akan semakin meningkat. Mikroorganisme pembusuk akan mendapatkan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 7 kondisi pertumbuhannya yang ideal dengan adanya peningkatan suhu, kelembaban dan siap menginfeksi sayuran melalui pelukaan-pelukaan yang sudah ada. Selama transportasi ke konsumen, produk sayuran pascapanen mengalami tekanan fisik, getaran, gesekan pada kondisi dimana suhu dan kelembaban memacu proses pelayuan. Akhirnya produk yang demikian tersebut dipersembahkan di pasar retail ke pada konsumen sebagai produk farm fresh. Disini dapat dilihat bahwa terjadi konflik antara kebutuhan manusia dengan sifat alamiah biologis dari produk ringkih sayuran yang telah dipanen tersebut. Konsekwensi langsung dari konflik antara kebutuhan hidup dari bagian tanaman tersebut dan kebutuhan manusia untuk mendistribusikan dan memasarkan serta menjaga mutu produk itu sedapat mungkin dalam jangka waktu tertentu sampai saatnya dikonsumsi, adalah adanya keharusan untuk melakukan kompromi-kompromi. Kompromi-kompromi adalah elemen dasar dari setiap tingkat penanganan pascapanen produkproduk tanaman yang ringkih sayuran dan buah-buahan. Dapat dalam bentuk kompromi suhu untuk meminimumkan aktivitas metabolisme namun dihindari adanya kerusakan dingin, atau kompromi dalah hal konsentrasi oksigen untuk meminimumkan respirasi namun dihindari terjadinya respirasi anaerobik, atau kompromi dalam keketatan pengemasan untuk meminimumkan kerusakan karena tekanan namun dihindari adanya kerusakan karena fibrasi dan sebagainya. Pemahaman tentang sifat alami produk panen dan pengaruh praktik-praktik penanganannya adalah sangat penting untuk melakukan kompromi terbaik untuk menjaga kondisi optimum dari produk. Sehingga untuk mendapatkan bentuk kompromi yang optimal maka beberapa pertimbangan penting Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 8 harus diperhatikan, yaitu pertimbangan fisiologis, fisik, patologis dan ekonomis. 1.2 Penyebab Dan Masalah Kehilangan Pasca Panen Dalam menghadapi masalah kecukupan pangan di hari depan, secara tradisional berbagai negara menempuh dua jalur kebijksanaan, yaitu menekan pertumbuhan penduduk dan meningkatkan pengadaan pangan dengan cara meningkatkan produksi dalam negeri. Langkah ketiga yang juga penting dan merupakan langkah penunjang adalah upaya pengurangan kehilangan dan kerusakan sebelum, sewaktu dan sesudah panen/pasca panen. Masalah pasca panen, khususnya di negara sedang berkembang masih belum mendapat perhatian sebesar masalah itu sendiri, demikian juga halnya di Indonesia. Berbagai studi, observasi dan survai yang dilakukan di berbagai negara maju menunjukkan bahwa kehilangan dan kerusakan pasca panen bagi berbagai bahan bahan pangan hortikultura berkisar antara 20-40%, sedangkan biji-bijian dan kacang-kacangan berkisar sekitar 25%. Biji-bijian merupakan hasil pertanian pangan terpenting di Indonesia, khususnya dalam kaitan pemenuhan kebutuhan pangan bagi penduduk, karena biji-bijian merupakan sumber utama bagi kebutuhan protein, kalori dan lemak. Karena itu masalah dan penanganan biji-bijian di Indonesia penting sekali diperhatikan. Jenis kerusakan dan kehilangan yang kurang mendapat perhatian adalah dalam bentuk kehilangan kualitatif berupa rusaknya nilai gizi. Data yang telah terkumpul memberi petunjuk bahwa jenis hama tertentu justru menyerang bagianbagian yang paling bergizi, yang mengandung vitamin dan protein tertinggi. Meskipun demikian, ungkapan penanganan pasca panen merupakan suatu pengertian yang kompleks karena Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 9 didalamnya bukan saja melibatkan faktor-faktor teknis tetapi juga faktor sosial dan ekonomi. Di dalam suatu sistem yang sederhana, yang para petaninya menanam, memanen dan mengkonsumsi hasil panennya sendiri segera setelah panen, masalah kehilangan dan kerusakan memang kecil dan kurang berarti. Akan tetapi, di suatu daerah yang para petaninya harus menyimpan hasil panennya, maka masalah pasca panen mulai timbul. Masalah tersebut menjadi lebih serius di daerah yang mempunyai iklim tropis lembab seperti di Indonesia. Dengan alasan-alasan inilah maka dikembangkanlah penanganan pasca panen yang terpadu dan efektif dalam usaha meningkatkan persediaan bahan pangan di Indonesia. Di mana cara penanganan pasca panen sebaiknya dilakukan dengan pendekatan sistem atau dengan konsep utuh dan terpadu. 1.3. Pertimbangan-Pertimbangan Penting Dalam Penanganan Pasca Panen Produk Buah Dan Sayuran Pertimbangan Fisiologis Laju Respirasi Secara fisiologis bagian tanaman yang dipanen dan dimanfaatkan untuk konsumsi segar adalah masih hidup, dicirikan dengan adanya aktivitas metabolisme yang dinamakan respirasi. Respirasi berlangsung untuk memperoleh energi untuk aktivitas hidupnya. Dalam proses respirasi ini, bahan tanaman terutama kompleks karbohidrat dirombak menjadi bentuk karbohidrat yang paling sederhana (gula) selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan energi. Hasil sampingan dari respirasi ini adalah CO2, uap air dan panas. Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat pula perombakan-perombakan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 10 tersebut yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut. Air yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika tidak dikendalikan produk akan cepat menjadi layu. Sehingga laju respirasi sering digunakan sebagai index yang baik untuk menentukan masa simpan pascapanen produk segar. Berbagai produk mempunyai laju respirasi berbeda, umumnya tergantung pada struktur morfologi dan tingkat perkembangan jaringan bagian tanaman tersebut. Secara umum, sel-sel muda yang tumbuh aktif cenderung mempunyai laju respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih tua atau sel-sel yang lebih dewasa. Laju respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan erat dengan; kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai nutrisi dan berkurangnya nilai cita rasa. Masa simpan produk segar dapat diperpanjang dengan menempatkannya dalam lingkunngan yang dapat memeperlambat laju respirasi dan transpirasi melalui penurunan suhu produk, mengurangi ketersediaan O2 atau meningkatkan konsentrasi CO2 , dan menjaga kelembaban nisbi yang mencukupi dari udara sekitar produk tersebut. C6H12O6 + O2 -------------> CO2 + H2O + Energi + panas Tabel 1. Kelas respirasi dari beberapa produk pertanian pascapanen pada suhu 5 oC. KELAS RESPIRASI Sangat rendah Rendah Moderat KOMODITI Biji-bijian, kurma, buah kering dan beberapa sayuran Apel, jeruk, anggur, kiwi, bawang putih dan merah, kentang yang telah matang dan ketela rambat. Aprikot, pisang, cherry, peach, nectarine, kol, wortel, selada, Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 11 tomat. kentang. Tinggi Sangat tinggi Terlalu tinggi Strawberry, bunga ko, lima bean, apokat. Artichoke, snap bean, green onion, brussel sprout, cut flower. Asparagus, brokoli, jamur pangan, pea, spinach, jagung manis. Produksi etilen Etilen adalah senyawa organik hidrokarbon paling sederhana (C2H4) berupa gas berpengaruh terhadap proses fisiologis tanaman. Etilen dikategorikan sebagai hormon alami untuk penuaan dan pemasakan dan secara fisiologis sangat aktif dalam konsentarsi sangat rendah (<0.005 μL/L). Klasifikasi komoditi hortikultura berdasarkan laju respirasinya dapat dilihat pada Tabel 2. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 12 Tabel 2. Klasifikasi komoditi hortikultura berdasarkan laju produksi etilen KLAS LAJU PRODUKSI ETILEN Sangat rendah Rendah Moderat Tinggi Sangat tinggi JENIS KOMODITI Artichoke, asparagus, bunga kol, cherry, jeruk, delima, strawberry, sayuran daun, sayuran umbi, kentang, kebanyakan bunga potong. Blueberry, cranberry, mentimun, terung, okra, olive, kesemek, nenas, pumpkin, raspberry, semangka. Pisang, jambu biji, melon, mangga, tomat. Apel, apricot, alpukat, buah kiwi, nectarine, pepaya, peach, plum. Markisa, sapote, cherimoya, beberapa jenis apel. Etilen dalam ruang penyimpanan dapat berasal dari produk atau sumber lainnya. Sering selama pemasaran, beberapa jenis komoditi disimpan bersama, dan pada kondisi ini etilen yang dilepaskan oleh satu komoditi dapat merusak komoditi lainnya. Gas hasil bakaran minyak kendaraan bermotor mengandung etilen dan kontaminasi terhadap produk yang disimpan dapat menginisiasi pemasakan dalam buah dan memacu kemunduran pada produk non-klimakterik dan bungabungaan atau bahan tanaman hias. Kebanyakan bunga potong sensitive terhadap etilen. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 13 Pertimbangan Fisik Buah dan sayuran mengandung air sangat banyak antara 80-95% sehingga sangatlah mudah mengalami kerusakan karena benturan-benturan fisik. Kerusakan fisik dapat terjadi pada seluruh tahapan dari kegiatan sebelum panen, selanjutnya pemanenan, penanganan, grading, pengemasan, transportasi, penyimpanan, dan akhirnya sampai ke tangan konsumen. Kerusakan yang umum terjadi adalah memar, terpotong, adanya tusukan-tusukan, bagian yang pecah, lecet dan abrasi. Kerusakan dapat pula ditunjukkan oleh dihasilkannya stress metabolat (seperti getah), terjadinya perubahan warna coklat dari jaringan rusak, menginduksi produksi gas etilen yang memacu proses kemunduran produk. Kerusakan fisik juga memacu kerusakan baik fisiologis maupun patologis (serangan mikroorganisme pembusuk). Secara morfologis pada jaringan luar permukaan produk segar dapat mengandung bukaan-bukaan (lubang) alami yang dinamakan stomata dan lentisel. Stomata adalah bukaan alami khusus yang memberikan jalan adanya pertukaraan uap air, CO2 dan O2 dengan udara sekitar produk. Tidak seperti stomata yang dapat membuka dan menutup, lentisel tidak dapat menutup. Melalui lentisel ini pula terjadi pertukaran gas dan uap air. Kehilangan air dari produk secara potensial terjadi melalui bukaan-bukaan alami ini. Laju transpirasi atau kehilangan air dipengaruhi oleh factor-faktor internal (karakteristik morfologi dan anatomi, nisbah luas permukaan dan volume, pelukaan pada permukaan dan stadia kematangan), dan faktor eksternal atau faktor-faktor lingkungan (suhu, kelembaban, aliran udara dan tekanan atmosfer). Pada permukaan produk terdapat jaringan yang mengandung lilin yang dinamakan cuticle yang dapat berperan sebagai barier penguapan air berlebihan, serangan atau infeksi Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 14 mikroorganisme pembusuk. Sehingga secara umum infeksi mikroorganisme pembusuk terjadi melalui bagian-bagian yang luka dari jaringan tersebut. Jaringan tanaman dapat menghasilkan bahan pelindung sebagai respon dari adanya pelukaan. Bahan seperti lignin dan suberin, yang di akumulasikan dan diendapkan mengelilingi bagian luka, dapat sebagai pelindung dari serangan mikroorganisme pembusuk. Pertimbangan Patologis Buah dan sayuran mengandung air dalam jumlah yang banyak dan juga nutrisi yang mana sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Buah yang baru dipanen sebenarnya telah dilabuhi oleh berbagai macam mikroorganisme (mikroflora) dari yang tidak menyebabkan pembusukan sampai yang menyebabkan pembusukan. Mikroorganisme pembusuk dapat tumbuh bila kondisinya memungkinkan seperti adanya pelukaan-pelukaan, kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai dan sebagainya. Adanya mikroorganisme pembusuk pada buah dan sayuran adalah merupakan faktor pembatas utama di dalam memperpanjang masa simpan buah dan sayuran. Mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan susut pascapanen buah dan sayuran secara umum disebabkan oleh jamur dan bakteri. Infeksi awal dapat terjadi selama pertumbuhan dan perkembangan produk tersebut masih dilapangan akibat adanya kerusakan mekanis selama operasi pemanenan, atau melalui kerusakan fisiologis akibat dari kondisi penyimpanan yang tidak baik. Pembusukan pada buahbuahan umumnya sebagai akibat infeksi jamur sedangkan pada sayur-sayuran lebih banyak diakibatkan oleh bakteri. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh pH yang rendah (kurang dari 4.5) Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 15 atau keasamannya yang tinggi dibandingkan dengan sayuran yang pH nya rata-rata lebih besar dari 5. Infeksi mikroorganisme terhadap produk dapat terjadi semasih buah-dan sayuran tersebut tumbuh dilapangan, namun mikroorganisme tersebut tidak tumbuh dan berkembang, hanya berada di dalam jaringan. Bila kondisinya memungkinkan terutama setelah produk tersebut dipanen dan mengalami penanganan dan penyimpanan lebih lanjut, maka mikroorganisme tersebut segera dapat tumbuh dan berkembang dan menyebabkan pembusukan yang serius. Infeksi mikroorganisme di atas di namakan infeksi laten. Contoh mikroorganisme yang melakukan infeksi laten adalah Colletotrichum spp yang menyebabkan pembusukan pada buah mangga, pepaya dan pisang. Ada pula mikroorganisme yang hanya berlabuh pada bagian permukaan produk namun belum mampu menginfeksi. Infeksi baru dilakukan bila ada pelukaanpelukaan akibat operasi pemanenan, pasca panen dan pendistribusiannya. Ada pula mikroorganisme seperti bakteri pembusuk, seperti Erwinia carotovora dan Pseudomonas marginalis (penyebab penyakit busuk lunak) pada sayuran mampu menghasilkan enzim yang mampu melunakkan jaringan dan setelah jaringan tersebut lunak baru infeksi dilakukannya. Jadi jenis mikroorganisme ini tidak perlu menginfeksi lewat pelukaan, namun infeksi akan sangat jauh lebih memudahkan bila ada pelukaan-pelukaan. Pertimbangan kondisi lingkungan Suhu adalah factor sangat penting yang paling berpengaruh terhadap laju kemunduran dari komoditi pascapanen. Setiap peningkatan 10 oC laju kemunduran meningkat dua sampai tiga kali. Komoditi yang dihadapkan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 16 pada suhu yang tidak sesuai dengan suhu penyimpanan optimal, menyebabkan terjadinya berbagai kerusakan fisiologis. Suhu juga berpengaruh terhadap peningkatan produksi etilen, penurunan O2 dan peningkatan CO2 yang berakibat tidak baik terhadap komoditi. Perkecambahan spora dan laju pertumbuhan mikroorganisme lainnya sangat dipengaruhi oleh suhu. Kelembaban ruang adalah salah satu penyebab kehilangan air setelah panen. Kehilangan air berarti kehilangan berat dan kenampakan. Kehilangan air tidak dapat dihindarkan namun dapat ditoleransi. Tanda-tanda kehilangan air bervariasi pada produk yang berbeda, dan tanda-tanda kerusakan baru tampak saat jumlah kehilangan air berbeda-beda pula. Umumnya tanda-tanda kerusakan jelas terlihat bila kehilangan air antara 3-8% dari beratnya. Pertimbangan Ekonomis Kondisi ekonomis dan standard kehidupan konsumen adalah merupakan factor penting di dalam menentukan kompromi-kompromi yang dilakukan melalui metode penanganan dan penyediaan fasilitas. Investasi berlebihan untuk penanganan buah dapat mengakibatkan economic loss, karena konsumen tidak mampu menyerap biaya tambahan. Sebagai contoh, prosedur penyimpanan dengan atmosfer terkendali yang dikembangkan dengan konsentrasi etilen rendah dapat menjaga mutu buah lebih lama dengan kondisi lebih baik. Diperkirakan teknologi ini akan diadopsi secepatnya oleh petani di AS untuk meningkatkan mutu apel yang kemudian dapat dijual pada saat tidak musimnya. Tetapi dalam realitanya, petani sangat ragu untuk melakukan investasi untuk mengadopsi metode baru tersebut karena pasar belum siap membayar lebih untuk mutu apel yang tinggi. Hal ini Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 17 menunjukkan bahwa pnerapan metode penanganan sangat ditentukan oleh sejauh mana konsumen mau membayar lebih dengan tingkat penanganan yang lebih baik. Jarak antara kebun dan pasar adalah salah satu penentu utama di dalam memutuskan apakah suatu teknologi akan digunakan. Bila jaraknya dekat, maka metode penanganan akan lebih sederhana. Terkadang interval waktu antara panen dan penjualan hanyalah berlangsung beberapa jam. Dalam kondisi ini, hanya sedikit perlakuan pascapanen yang diperlukan, dan cara paling efektif untuk mengurangi kerusakan adalah mengajarkan petani untuk memanen dan menangani produknya secara hati-hati. Bila interval waktu jauh lebih panjang dengan lika-liku pemasaran yang lebih kompleks, maka diperlukan penanganan-penanganan yang lebih kompleks pula atau dilibatkan teknologi yang lebih banyak, dan jumlah yeng lebih besar dari faktor manusia dan ekonomi harus dipertimbangkan. 1.4. Perlakuan-Perlakukan Pascapanen Perlakuan-perlakuan pascapanen adalah bertujuan memberikan penampilan yang baik dan kemudahan-kemudahan untuk konsumen, memberikan perlindungan produk dari kerusakan dan memperpanjang masa simpan. Sukses penanganan pascapanen memerlukan koordinasi dan integrasi yang hati-hati dari seluruh tahapan dari operasi pemanenan sampai ke tingkat konsumen untuk mempertahankan mutu produk awal. Beberapa tahapan perlakuan umum pascapanen akan dijelaskan di bawah ini. Pre-sorting Pre-sorting biasanya dilakukan untuk mengeliminasi produk yang luka, busuk atau cacat lainnya sebelum Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 18 pendinginan atau penanganan berikutnya. Pre-sorting akan menghemat tenaga karena produk-produk cacat tidak ikut tertangani. Memisahkan produk busuk akan menghindarkan penyebaran infeksi ke produk-produk lainnya, khususnya bila pestisida pascapanen tidak dipergunakan. Pencucian/pembersihan Kebanyakan buah dan sayuran membutuhkan pembersihan untuk menghilangkan kotoran seperti debu, insekta atau residu penyemprotan yang dilakukan sebelum panen. Pembersihan dapat dilakukan dengan sikat atau melalukan pada semprotan udara. Namun lebih umum digunakan dengan penyemprotan air atau mencelupkan ke dalam air. Bila kotoran agak sulit dihilangkan maka dapat ditambahkan deterjen. Sementara pencucian dilakukan sudah dengan efektif menghilangkan kotoran, maka disinfektan dapat ditambahkan untuk mengendalikan bakteri dan beberapa jamur pembusuk. Klorin adalah bahan kimia yang umum ditambahkan untuk pengendalian mikroorganisme tersebut. Namun klorin efektif bila larutan dijaga pada pH netral. Perlakuan klorin dengan konsentrasi 100-150 ppm dapat membantu mengendalikan patogen selama operasi lebih lanjut. Pelilinan Pelilinan sayuran dalam bentuk buah seperti mentimun, terung, tomat dan buah-buahan seperti apel dan peaches adalah umum dilakukan. Lilin alami yang banyak digunakan adalah shellac dan carnauba atau beeswax (lilin lebah) yang semuanya digolongkan sebagai food grade. Pelapisan lilin dilakukan adalah untuk mengganti lilin alami buah yang hilang karena operasi pencucian dan pembersihan, dan dapat membantu mengurangi kehilangan air selama penanganan dan pemasaran serta membantu memberikan proteksi dari serangan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 19 mikroorganisme pembusuk. pelapisan harus dibiarkan berikutnya. Bila produk dililin, maka kering sebelum penanganan Pengendalian Penyakit Sering dibutuhkan pengendalian terhadap pertumbuhan dan perkembangan jamur dan bakteri penyebab penyakit. Pengendalian penyakit yang baik membutuhkan: Indentifikasi yang benar terhadap mikroorganisme penyebab penyakit. Pemilihan cara pengendalian yang tepat yang sangat dipengaruhi oleh apakah penyebab penyakit tersebut melakukan infeksi sebelum atau sesudah panen. Praktik penanganan yang baik untuk meminimumkan pelukaan atau kerusakan lainnya dan menjaga lingkungan untuk tidak memacu perkembangan penyakit tersebut. Memanen produk pada satadia kematangan yang tepat. Fungisida adalah alat yang penting untuk pengendalian penyakit pascapanen, namun bukan hanya pendekatan cara ini yang tersedia. Manajemen suhu adalah cara sangat penting untuk mengendalikan penyakit. Adalah kenyataan bahwa seluruh teknik pengendalian lainnya dapat digambarkan sebagai suplemen dari cara pengelolaan suhu tersebut. Penghilangan panas lapang secara cepat dan menjaganya tetap pada suhu rendah, menghambat perkembangan kebanyakan penyakit pascapanen. Pengendalian Insekta Perlakuan pengendalian insekta yang tidak merusak produk, tidak berbahaya bagi operator dan kunsumen adalah perlu sehingga tidak terjadi restriksi perpindahan dari produk Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 20 ke pasar terutama pasar internasional. Cara pengendalian insekta dapat dilakukan dengan pendinginan atau pemanasan. Penyimpanan pada suhu 0.5 ºC atau dibawahnya selama 14 hari adalah memenuhi persyaratan karantina pasar dunia untuk pengendalian lalat buah “Queensland”. Produk yang dapat diperlakukan dengan cara ini adalah apel, apricot, buah kiwi, nectarine, peaches, pears, plum, delima dsb. Produk yang sensitive terhadap kerusakan dingin tidak dapat diperlakukan dengan cara ini. Perlakuan panas sudah lama dilakukan namun pendekatan ini jarang dilakukan untuk pengendalian insekta. Karena waktu expose yang lama, pentingnya pengendalian suhu tinggi dan kemungkinan kerusakan pada produk, maka potensinya untuk pengendalian insekta adalah minimal. Perlakuan dengan iradiasi sinar Gamma dapat sebagai alternatif yang baik untuk pengendalian insekta seperti lalat buah dan ulat biji mangga. Namun masih dibutuhkan approval dari negara-negara pengimport dan konsumen bisa menerima produk teriradiasi. Grading Buah-buahan, sayur-sayuran dan bunga-bungaan adalah kelompok produk yang non-homogenous. Mereka bervariasi a) antar group, b) antar individu dalam kelompok dan c) antar daerah produksi. Perbedaan timbul karena perbedaan kondisi lingkungan, praktik budidaya dan perbedaan varietas. Sebagai akibatnya, setiap operasi grading harus menangani variasi dalam total volume produk, ukuran individu produk, kondisi produk (kematangan dan tingkat kerusakan mekanis) dan keringkihan dari produk. Beberapa faktor lainnya juga berpengaruh terhadap mutu sebelum produk degrading, meliputi: Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 21 Stadia kematangan saat pemanenan Metode untuk mentransfer produk dari lapangan ke tempat grading Metode panen dan Waktu yang dibutuhkan antara panen dan grading. Grading memberikan manfaat untuk keseluruhan industri, dari petani, pedagang besar dan pengecer karena; Ukurannya seragam untuk dijual Kematangan seragam Didapatkan buah yang tidak lecet atau tidak rusak Tercapai keuntungan lebih baik karena keseragaman produk, dan Menghemat biaya dalam transport dan pemasarannya karena bahan-bahan rusak di sisihkan. Grading, akan tetapi, membutuhkan biaya. Alat dapat saja yang canggih dan mahal. Pada sisi lain, system grading sederhana akan membantu memanfaatkan tenaga kerja manual. Beberapa parameter dapat digunakan sebagai basis grading: Ukuran. Parameter ini umum digunakan karena kesesuaiannya dengan aplikasi mekanis. Ukuran dapat ditentukan oleh berat atau dimensi. Menyisihkan produk yang tidak diinginkan. Ini sering dibutuhkan untuk memisahkan produk dengan produk yang luka karena perlakuan mekanis, karena penyakit dan insekta, karena kotoran yang dibawa dari lapang dan sebagainya. Warna. Beberapa produk sangat ditentukan oleh warna dalam penjualannya. Kematangan sering dihubungkan dengan warna dan digunakan sebagai basis sortasi, seperti pada tomat. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 22 Pemasakan Terkendali Gas etilen digunakan untuk mengendalikan pemasakan beberapa jenis buah. Teknik ini cukup cepat dan memberikan pemasakan yang seragam sebelum dipasarkan. Buah yang umum dikendalikan pemasakannya dengan etilen adalah pisang, tomat, pear, dan pepaya. Buah non-klimakterik seperti anggur, jeruk, nenas, dan strawberry tidak dapat dimasakan dengan cara ini. Juga buah muda tidak dapat dimasakan dengan baik dengan cara ini. Tidak ada cara untuk memasakan buah muda sampai menjadi produk yang dapat diterima. Degreening Degreening sering dilakukan untuk memperbaiki nilai pasar dari produk. Seperti pada buah jeruk Navel atau Valencia. Pada proses degreening buah diekspose pada etilen konsentrasi rendah pada suhu dan kelembaban terkendali. Etilen mempercepat perusakan pimen berwarna coklat, chlorophyll, dimana memberikan kesempatan pada warna wortel. Curing Proses curing adalah sebagai cara efektif dan efisien untuk mengurangi kehilangan air, perkembangan penyakit pada beberapa sayuran umbi. Beberapa jenis komoditi di curing setelah panen sebelum penyimpanan dan pemasaran adalah bawang putih, ketela rambat, bawang merah dan sayuran umbi tropis lainnya seperti Yam dan Casava Ada dua jenis curing. Pada kentang dan ketela pohon, curing memberikan kemampuan permukaan yang terpotong, pecah atau memar saat panen, untuk melakukan penyembuhan melalui perkembangan jaringan periderm pada bagian yang luka. Pada bawang merah dan putih, curing adalah berupa pengeringan pada bagian kulit Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 23 luar untuk membentuk barier pelindung terhadap kehilangan air dan infeksi. Dalam kaitan dengan ini beberapa masalah, kegunaan dan penanganan pasca panen akan ditunjukkan dengan menggunakan teknik video pada penanganan pasca panen padi. DAFTAR PUSTAKA Brown, G.E. 1989. Host defence at the wound site of harvested crops. Phytopath. 79 (12):1381-1384. Eckert, J.W. 1978. Pathological disease of fresh fruit and vegetables. In Postharvest Biology and Biotechnology. Hultin, H.O. and Miller, N (eds). Food and Nutrition Press, Westport, Connecticut:161-209. Kays, S.J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. Van Nostrand Reinhold, NY. Liu, 1998. Developing practical methods and facilities for handling fruits in order to maintain quality and reduce losses. In Postharvest Handling of Tropical and Subtropical Fruit Crops. Wills, R.B.H., McGlasson, B., Graham, D., and Joice, D. 1998. Postharvest, An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit, Vegetables and Ornamentals. 4th Ed. The Univ. of New South Wales, Sydney. 22pp. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 24 BAB II. PANEN DAN PASAR Produk pertanian harus dipanen pada tahap kemasakan (maturity) yang tepat. Sayuran tertentu harus dipanen pada tahap pertumbuhan yang tepat, jika tidak, sayuran tersebut akan cepat tidak dapat dikonsumsi lagi, seperti mentimun gerkhin, jagung manis, kapri, okra, kedelai, kacang panjang, paria, terung dan asparagus. Pertimbangan harga merupakan factor penentu waktu panen. Jarak antara pasar dengan lama waktu sayuran masih layak dikonsumsi harus pula dipertimbangkan. Sebagai contoh, untuk pasar yang dekat, tomat dapat dipanen pada saat sudah matang (warna merah) atau dekat dengan matang, akan tetapi apabila jarak pasarnya jauh (>500 km) sehingga rantai pemasarnnya panjang, tomat harus dipanen pada saat masak hijau (green mature). Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan pertama: Rencana Aktivitas Perkuliahan (100 menit) Langkah 1 Aktivitas 1: Peendahuluan 30 menit 1. Pengajar sebagai fasilitator membuka perkuliahan tentang pengertian panen 2. Pengajar sebagai fasilitator membuka perkuliahan tentang pengertian pasar 3. Setelah itu mahasiswa diminta untuk menuliskan kaitan antara panen dan pasar 4. Kemudian pengajar akan menjelaskan kaitan antara panen dan pasar setelah mendengar tanggapan dari mahasiswa Langkah 2 Aktivitas 2: Penjelasan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 25 50 menit Langka 3 20 menit Aktiitas3: Penutup Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 26 SUPLEMEN BAB 2. PANEN DAN PERSIAPAN UNTUK PASAR 2.1. Panen Dan Persiapan Untuk Pasar Tiga tujuan utama untuk menerapkan teknologi pasca panen buah-buahan dan sayuran adalah: 1. menjaga mutu (kenampakan, tekstur, citarasa dan nilai nutrisi), 2. untuk melindungi keamanan pangannya, dan 3. untuk mengurangi susut dari saat panen sampai produk tersebut dikonsumsi. Manajemen yang efektif selama periode pasca panen, dibandingkan dengan tingkat kecangihan berbagai teknologi, adalah kunci dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Operasi skala besar dapat menguntungkan karena investasi mesin penanganan yang biayanya tinggi serta perlakuan-perlakuan pasca panen berteknologi tinggi, sering pilihan-pilihan tersebut tidak praktis bagi penanganan skala kecil. Teknologi sederhana biaya murah sering lebih sesuai untuk volume panen yang kecil, terbatasnya sumber daya untuk operasi komersial, petani terlibat langsung dalam pemasaran, serta untuk suplier sampai eksporter di negara-negara sedang berkembang. Banyak inovasi teknologi pasca panen terkini di negaranegara berkembang adalah merupakan respon adanya kebutuhan untuk menghindari penggunaan tenaga kerja yang mahal dan kebutuhan akan produk secara kosmetik adalah sempurna. Metode-metode tersebut mungkin tidak berkelanjutan dalam jangka waktu lama karena adanya perhatian masyarakat terhadap faktor sosial-ekonomi, budaya dan/atau lingkungan. Contohnya, penggunaan pestisida pasca panen dapat menurunkan kerusakan permukaan produk tetapi dapat menjadi mahal karena keterkaitan konsekwensinya terhadap lingkungan dan nilai uang itu sendiri. Terlebih lagi, Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 27 peningkatan permintaan terhadap buah dan sayuran organik menawarkan peluang baru bagi produsen dan pemasar berskala kecil. Kondisi lokal bagi usaha penanganan berskala kecil dapat meliputi berlimpahnya tenaga kerja, kesenjangan adanya kredit untuk investasi dalam teknologi pasca panen, tidak tersedianya tenaga listrik yang memadai, kesenjangan akan pilihan transportasi dan juga fasilitas dan/atau bahan pengemasan serta hambatan lainnya. Masih beruntung, terdapat secara luas berbagai ragam teknologi pasca panen sederhana yang dapat dipilih, dan berbagai praktik-praktik yang mempunyai potensi memenuhi kebutuhan khusus untuk penangan dan pemasar berskala kecil. Banyak cra-cara praktis yang terdapat dalam manual ini telah berhasil untuk mengurangi susut dan menjaga mutu produk hortikultura di berbagai belahan dunia. Banyak tahapan-tahapan yang saling berinteraksi dalam sistem pasca panen. Produk sering ditangani oleh orang-orang berbeda, ditransportasi dan disimpan berulang-ulang antara waktu panen sampai produk tersebut dikonsumsi. Walau penanganan khusus dan sekuen operasi akan bervariasi untuk setiap produk, terdapat seri tahapan umum dalam sistem-sistem penanganan pasca panen yang akan diikuti. Di bawah ini ditunjukkan tahapan-tahapan penanganan pasca panen untuk komoditi tertentu (Gambar 1 ). Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 28 Gambar 1. Tahapan-tahapan penanganan pasca panen untuk komoditi tertentu Walau usaha-usaha telah dilakukan beberapa dekade, penyebab paling umum dan berkelanjutan dari susut pasca panen di negara-negara sedang berkembang adalah adanya penanganan yang kasar dan pendinginan serta suhu untuk mempertahankan suhu dingin masih belum mencukupi. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 29 Tabel 3. Penyebab Mendasar Susut dan Mutu Rendah Pasca Panen KELOMPOK CON TOH Sayuran dari akar Wortel Beets Bawang Bawang putih Kentang Ubi jalar Sayuran daun selada Chard Spinach sawi daun bawang Artichokes Cauliflower (bunga ko Broccoli l) mentimun Squas Terong Peppers Okra Snap beans Sayuran bunga Sayuran buah muda Sayuran buah matang dan buah-buahan Tomat Melons Citrus Pisang Mangga Apel Anggur Buah berbiji PENYEBAB MENDASAR SUSUT PASCA PANEN DAN ( RENDAHNYA MUTU BER DASAR URUTAN PENTINGNYA) Kerusakan mekanis Curing yang tidak memadai Perkecambahan dan pertumbuhan akar Kehilangan air (pengkerutan) Pembusukan Kerusakan dingin (untuk sayuran akar subtropical and tropical) Kehilangan air (layu) Kehilangan warna hijau (pe nguningan) Kerusakan me kanis Laju respirasi relatif tinggi Pembusukan Kerusakan mekanis Penguningan d an diskolorasi lain nya Absisi dari floret atau tandan b unga Pembusukan Kelewat matang saat panen Kehilangan air (pe ngkerutan) Memar dan ke rusakan mekanis lainnya Kerusak an dingin Pembusukan Memar Lewat masak dan terlalu lembek saat panen Kehilangan air Kerusakan din gin (buah yang sensitif kerusakan dingin) Perubahan komposisi Pembusukan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 30 keras (Stone fruits) Kesenjangan dari sortasi untuk menyisihkan produk yang rusak sebelum disimpan dan penggunaan bahan kemasan yang tidak memadai menambah permasalahan. Secara umum, meminimalkan penanganan yang kasar, sortasi untuk menghilangkan produk yang rusak dan berpenyakit serta pengelolaan suhu yang efektif akan membantu secara nyata menjaga mutu produk dan mengurangi susut penyimpanan. Masa simpan akan dapat ditingkatkan, apabila periode pasca panen dijaga sedekat mungkin dengan suhu optimum jika suhu selama penyimpanan untuk komoditi tertentu. 2.2. Keringkihan Relatif Dan Masa Simpan Produk Segar Klasifikasi hasil hortikultura berdasarkan keringkihan relatif serta potensi masa simpan pada kondisi undara mendekati suhu dan kelembaban relatif optimum (Tabel 4). Tabel 4. Klasifikasi hasil hortikultura berdasarkan keringkihan relatif dan masa simpan. KERING POTENSI KOMODITI KIHAN MASA RELATIF SIMPAN (MINGGU) Sangat <2 Apricot, blackberry, blueberry, Tinggi cherry, fig, raspberry, strawberry; asparagus, bean sprouts (tauge), ca muskmelon, pea, spinach, sweet corn (jagung manis), toma (tomat masak); kebanyakan bunga potong and Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 31 Tinggi 2-4 Moderat 4- 8 Rendah 8-16 foliage; buah d sayuran dengan proses minimum. uliflower, green onion (daun bawang), leaf lettuce (daun selada), mushroom (jamur), to an Avocado (alpukat), banana (pisang), grape (Anggur tanpa perlakuan SO2), guava (jambu biji), loquat, mandarin, mango (mangga), melons (honeydew, cren sprouts, cabbage (sawi), celery (seladri), eggplant (terong), head lettuce (selada padat), okra, pepper, summer squash, tomato (tomat sebagian masak). shaw, Persian), nectarine, papaya (pepaya), peach, plum; artichoke, green beans, Brussels Apple (apel) dan p 2 nipis), kiwifruit (buah kiwi), persimmon (kesemek), pomeg (delima); table beet, carrot (wortel), radish (lobak), potato (kentang muda). ear (beberapa kultivar), grape (anggur dengan perlakuan SO ), orange, grapefruit (jeruk besar), lime (jeruk ranate Apple (apel) dan pear (be (bawang putih), pumpkin (waluh), winter squash, sweet potato (ketela rambat), taro (k berapa kultivar), lemon; potato (kentang matang), dry onion (bawang lapisan luar kering), garlic eladi), yam; bulbs (bulba) dan bagian Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 32 lain dari tanaman hias. Sangat Rendah >16 Tree nuts (hasil kacang-kacangan tanaman tah unan), buah dan sayursayuran kering. Produsen berskala kecil mempunyai pilihan untuk panen lebih awal, ketika sayuran lebih enak dan berharga; panen dilakukan belakangan, ketika buah pada stadia masak dan mempunyai rasa penuh; atau panen yang dilakukan berulang (mengambil manfaat dari beberapa kali panen untuk mengumpulkan produk ketika dalam tingkat kematangan yang optimal). Semua pilihan tersebut bisa memberikan keuntungan yang lebih besar karena nilai produk yang akan memilki daya jual lebih tinggi. Salah satu kesalahan yang sering dilakukan oleh petani adalah memanen buah terlalu awal ketika mereka belum matang dan belum menghasilkan rasa yang enak. Beberapa sayuran, jika dibiarkan untuk tumbuh besar, akan menjadi terlalu berserat atau terlalu banyak biji untuk bisa dimakan enak. Pada kebanyakan tanaman hortikultura, jika anda memanennya bersamaan maka anda dipastikan mendapat banyak produk yang belum matang atau terlalu matang. Dengan menggunakan indeks kematangan sebagai standard panen maka akan sangat mengurangi susut saat pre-sortasi. Untuk beberapa hasil panen ini dapat melibatkan penggunaan refraktometer untuk mengukur kadar gula atau sebuah alat penetrometer untuk mengukur kekerasan. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 33 Kerusakan mekanis selama panen bisa menjadi masalah yang serius, karena kerusakan tersebut menentukan cepatnya produk untuk membusuk, meningkatnya kehilangan cairan dan meningkatnya laju respirasi serta produksi etilen yang berakibat pada cepatnya kemunduran produk. Secara umum, panen dengan mesin akan lebih merusak daripada panen dengan tangan, walaupun beberapa umbi-umbian dapat rusak lebih parah bila dipanen dengan tangan. Kontainer atau wadah yang digunakan saat pemanenan haruslah bersih, halus bagian permukaan dalamnya dan tidak mempunyai bagian pinggir yang tajam. Krat plastik yang bisa ditumpuk, walau biaya awalnya mahal, namun bisa bertahan lama, dapat dipakai berulang-ulang dan mudah dibersihkan Jika keranjang yang harus digunakan, sebaiknya dirajut dengan cara “masukkeluar” namun ujung-ujung bahan perajut berada di luar keranjang. Pemanen atau pemetik secara manual sebaiknya terlatih dengan baik yang bisa memanen dengan cara yang benar untuk mengurangi kerusakan dan bahan yang tidak bermanfaat atau waste, dan harus bisa mengetahui secara baik tingkat kematangan produk yang mereka tangani. Pemetik harus bisa memanen dengan hati-hati, dengan memetik, memotong atau menarik buah atau sayuran dari tanaman induknya dengan cara yang menimbulkan kerusakan sesedikit mungkin. Ujung pisau sebaiknya berbentuk bulat untuk mengurangi goresan yang tidak kelihatan dan kerusakan yang berlebihan pada tanaman perenial. Pisau dan gunting pemotong sebaiknya selalu tajam. Pemetik sebaiknya dilatih untuk mengosongkan kantong atau keranjang dari produk dengan sangat hati-hati, dan tidak pernah menumpahkan atau melempar produk ke dalam kontainer. Jika pemanen memetik produk dan menempatkannya langsung ke dalam wadah curah yang besar, produk dapat dilindungi dari memar dengan menggunakan kanvas penuang untuk Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 34 memperlambat bergulirnya produk. Kontainer yang dapat ditumpuk dan berventilasi hendaknya selalu dijaga bersih dan licin. Kontak langsung dengan sinar matahari sebaiknya dihindari sedapat mungkin selama dan setelah panen, karena produk yang dibiarkan pada panas sinar matahari akan semakin panas dan bisa terbakar (sun-burned). Produk yang dibiarkan di panas sinar matahari bisa segera bertambah suhunya 4 sampai 6 o C ( 7 sampai 11 oF) lebih hangat daripada suhu udara. Wadah pemanenan di lapangan sebaiknya ditaruh di tempat teduh atau dengan penutup longgar (contonhnya dengan canvas yang berwarna terang, bahan tanaman berdaun, jerami atau dengan sebuah kontainer kosong) jika penundaan terjadi untuk memindahkannnya dari lapangan. Panen malam atau subuh kadang-kadang menjadi pilihan untuk memanen produk saat suhu internal produk relative rendah, akan mengurang energi yang diperlukan untuk pendinginan berikutnya. Aliran getah atau latex biasanya lebih rendah saat pagi hari daripada saat sore hari untuk hasil panen seperti mangga dan pepaya, jadi panen pada saat pagi-pagi sekali bisa mengurangi usaha nantinya yang akan digunakan untuk membersihkan produk sebelum pengemasan. Selain itu, buah jeruk sebaiknya jangan dipanen pagi-pagi sekali saat sedang membengkak (turgid) karena sifatnya yang lebih ringkih untuk melepaskan minyak esensial dari glandula-glandula minyak pada flavedo yang dapat menyebabkan berbintik minyak (bintik hijau pada buah jeruk setelah dilakukan degreening). Langsung setelah panen, bila produk dipersiapkan untuk pemasaran, pendinginan sangat diperlukan. Pendinginan (juga dikenal dengan nama “pre-cooling”) adalah penghilangan panas lapang produk langsung setelah panen, sebelum ada penanganan lebih lanjut. Adanya penundaan pendinginan akan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 35 memperpendek masa hidup pasca panen dan menurunkan mutu. Walau produk mengalami pendingnan dan pemanasan berulang-ulang, namun laju kemundurannya lebih lambat dibandingkan produk yang tidak pernah didinginkan. Penanganan kasar selama persiapan untuk pasar akan menambah memar dan kerusakan mekanis dan membatasi manfaat dari pendinginan. Jalan antara lapangan dan rumah atau bangsal pengemasan sebaiknya bagus dan bebas dari benjolan dan lubang besar. Box lapangan haruslah aman saat transportasi dan, jika ditumpuk, jangan berlebihan. Kecepatan mobil harus disesuaikan dengan keadaan jalan, dan suspensi truk dan/atau trailer harus dipelihara tetap baik. Kurangi tekanan udara dalam ban kendaraan akan mengurangi jumlah pergerakan yang ditransmisikan pada produk. Praktek apapun yang mengurangi jumlah atau frekuensi penanganan produk akan membantu mengurangi susut. Pengemasan dilapangan (pemilihan, sortasi, pemangkasan dan pengemasan produk saat panen) dapat sangat mengurangi jumlah tahapan penanganan yang harus dialami oleh produk tersebut sebelum pemasaran. Gerobak kecil atau stasiun pengemasan kecil yang bergerak bisa dirancang bergerak mengikuti gerakan para pemanen dan menyediakan tempat teduh untuk operasi pengemasan ( Gambar 2). Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 36 Gambar 2. Kereta Tangan Standar Kematangan Standard kematangan telah ditetapkan atau ditentukan untuk kebanyakan buah, sayuran dan bunga-bungaan. Memanen saat kematangan produk terbaik memungkinkan pelaku penanganan memulai pekerjaannya dengan mutu produk terbaik. Produk yang dipanen terlalu awal dapat miskin cita rasa atau mungkin tidak masak secara baik, sementara produk yang dipanen lambat bisa menjadi berserat atau lewat masak. Pemetik bisa dilatih dengan metode mengidentifikasi produk yang siap untuk dipanen. Tabel 5 dibawah ini menyediakan beberapa contoh untuk index kematangan. Tabel 5. Contoh Indek kematangan Indeks Contoh Waktu dalam hari mulai Apel, pir pembungaan sampai panen. Rata-rata unit panas Kacang polong, apel, jagung selama manis perkembangan Perkembangan dari Beberapa melon, apel, feijoas lapisan absisi Morfologi dan struktur Formasi kutikula pada anggur, Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 37 permukaan Ukuran Berat jenis Bentuk Kepadatan Sifat Tekstur: Kekerasan Kelembutan Warna, luar Warna dan struktur dalam Faktor komposisi: Kandungan tepung Kandungan gula Kandungan asam, rasio gula/asam Kandungan jus Kandungan minyak Kesepetan (kandungan tannin) tomat Pembentukan jarring-jaring perm ukaan melon, permukaan bercahaya (perkembangan lapisan lilin) Semua buah dan kebanyakan sayuran Ceri, semangka, kentang Bentuk penampang pisang, penuh atau keberisian pipi mangga, kekompakan brokoli dan bunga kol Selada, kol, brussel sprouts Apel, pir, stone fruits Kacang polong Semua buah dan kebanyakan sayuran Pembentukan bahan berbentuk seperti jeli di dalam buah tomat, warna daging untuk beberapa buah Apel, pir Apel, pir, buah batu, anggur Delima, citrus, pepaya, melon, buah kiwi Buah citrus Alpukat Persimmon, kurma Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 38 Konsentrasi etilen internal Apel, pir Sayuran dipanen dengan kisaran tingkat kematangan yang luas, tergantung bagian mana dari tanaman tersebut yang akan digunakan sebagai bahan makanan. Tabel 6 berikut menyediakan beberapa contoh indeks kematangan sayuran. Tabel 6. Beberapa Contoh Indeks Kematangan Sayuran. Hasil Panen Indeks Akar, umbi dan umbi lapis (bulba) Radish dan wortel Cukup besar dan renyah Kentang, bawang merang Ujung atasnya mulai dan bawang mengering dan putih merunduk Yam dan Jahe Cukup besar (terlalu matang jika keras dan berserat Daun bawang hijau Daunnya lebar dan panjang Sayuran buah Cowpea, kacang panjang, Polong berisi dengan baik dan snap bean, terbelah batao, sweet pea, dan winged dengan mudah bean Lima bean dan pigeon bean Polong berisi penuh dan mulai kehilangan warna hijaunya Okra Ukuran yang diinginkan tercapai dan ujungnya mudah terbelah Upo, snake gourd dan Ukuran yang diinginkan dishrag gourd tercapai dan thumbnail masih dapat mempenetrasi Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 39 bagian daging (kelewat matang bila thumbnail tidak dapat mempenetrasi bagian daging) Terong, bitter gourd, chayote Ukuran yang diinginkan atau labu tercapai tetapi jepang dan mentimun iris masih lembut (terlalu matang jika warna memudar atau berubah dan bijinya keras) Jagung manis Mengeluarkan cairan seperti susu jika kernelnya ditoreh Tomat Bijinya terlepas jika dipotong, atau warna hijau berubah menjadi merah muda Paprika Paprika Warna hijau tua memudar atau berubah atau berubah merah Muskmelon Mudah untuk dipisahkan dari batang dengan cara memutarnya dan tidak meninggalkan bekas Melon honeydew Berubah warna dari sedikit putih kehijauan menjadi warna krim; baunya dapat tercium Semangka Warna bagian bawah berubah menjadi kuning muda, membuat bunyi seperti berlubang jika diketuk Sayuran bunga Bunga kol Bunganya kompak (kelewat matang bila tandan bunga memanjang dan terpisah satu dengan lainnya Brokoli Tunas tandan kompak (kelewat Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 40 matang jika tandan-tandan terlepas). Sayuran berdaun Lettuce Cabbage Seledri batang Cukup besar sebelum berbunga Bagian kepala kompak (kelewat matang jika kepalanya ada retakan). Cukup besar sebelum menjadi padat lagi 2.3. Teknik Pemanenan Menggunakan sebuah refractometer Gula adalah zat padat terlarut yang terbanyak terdapat dalam jus buah-buahan dan karenanya zat padat terlarut dapat digunakan sebagai penafsiran rasa manis. Sebuah refraktometer tangan (Gambar 3) bisa digunakan diluar rumah untuk mengukur % SSC ( derajat ekuivaln Brix untuk larutan gula) dalam sampel jus buah yang kecil. Suhu akan mempengarhui pengukuran (meningkat sekitar 0,5% total padatan terlarut atau TPT untuk setiap peningkatan 5 oC atau 10 oF), jadi sebaiknya anda menyesuaikan pengukuran dengan suhu ruang. Alat press bawang putih dapat digunakan untuk meremas mendapatkan jus buah untuk contoh pengukuran. Untuk buah besar, ambil potongan bagian ujung atas, bawah dan bagian tengah buah. Pisahkan pulpnya dengan menyaring jus melalui lembaran kecil kain kasa. Anda harus bersihkan dan standarisasi refraktometer setiap akan melakukan pengukuran dengan air distilasi ( seharusnya terbaca 0% TPT pada 20 oC atau 68 oF). Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 41 Gambar 3. Alat Refractometer Tabel 7 adalah beberapa contoh batas minimum % TPT untuk komoditas tertentu. Jika pada alat pengukur terbaca % TPT yang lebih tinggi, maka produk anda lebih baik dari standar minimum. Stroberi yang mempunyai cita rasa yang bagus, misalnya, akan mempunyai 8% TPT atau lebih. Tabel 7. % TPT (Total Padat Terlarut) Minimum Aprikot 10 Beri biru 10 Cheri 14-16 Anggur 14-17.5 Buah kiwi 6.5 Mangga 10-12 Muskmelon 10 Nectarine 10 Pepaya 11.5 Peach 10 Pir 13 Nenas 12 Plum 12 Delima 17 Stroberi 7 Semangka 10 Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 42 Menggunakan penguji kekerasan Derajat kelembutan atau kerenyahan bisa diukur dengan cara menekan produk, atau dengan menggigit. Pengukuran secara obyektif dapat dilakukan dengan menggunakan penetrometer yang murah. Cara yang paling umum untuk mengukur kekerasan adalah dengan mengukur daya tahan terhadap tekanan atau pounds-force (lbf). Penetrometer buah Effi-gi adalah alat yang mudah dibawa dengan pengukuran dalam pounds-force. Untuk mengukur kekerasan, gunakanlah buah yang suhunya seragam, karena buah hangat biasanya lebih lunak daripada buah dingin. Gunakanlah buah yang ukurannya seragam, karena buah besar biasanya lebih lunak daripada buah kecil. Buat dua tes tekanan atau punkture untuk setiap buah pada buah ukuran besar, yaitu pada dua bagian equator yang berlawanan, terletak pada pertengahan antara tangkai dan pangkal buah. Iris sedikit kulitnya (lebih besar daripada ujung probe dari penetrometer yang akan digunakan) dan pilih ujung probe penekan yang sesuai (lihat di bawah). Pegang buah pada permukaan yang keras dan paksa ujung probe masuk ke dalam buah dengan kecepatan yang lambat dan seragam ( lamanya 2 detik) sampai garis yang ada di ujung. Baca pengukuran yang mendekati 0.5 lb-force. Ukuran ujung penekan Effi-gi yang sesuai untuk digunakan saat mengukur kekerasan buah tertentu. 1.5mm (1/16 inci) Zaitun 3mm (1/8 inci) Ceri, anggur, stroberi 8 mm (5/16 inci) Aprikot, alpukat, buah kiwi, pir, mangga, nektarin, pepaya, peach 11 mm (7/16 inci) Apel Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 43 Kalibrasi alat test kekerasan tersebut dengan memegang alat secara vertical dan tempatkan ujung probe di atas suatu alas atau panci timbangan. Tekan ke bawah sampai timbangan menunjukkan berat tertentu, kemudian baca alat pengukur kekerasan tersebut. Ulang 3-5 kali, jika didapatkan hasil pembacaan sama seperti pada alat timbangan, maka alat tersebut siap untuk digunakan. Anda bisa menyesuaikan penetrometer dengan mengikuti instruksi yang menyertai alat tersebut. Praktek Panen Praktek-praktek pemanenan hendaknya menyebabkan kerusakan sekecil memungkinkan terhadap produk. Penggalian, pemetikan dalam pemanenan serta penanganan yang hati-hati akan membantu mengurangi susut (Gambar 3). Gambar 4. Cara pemetikan Untuk beberapa produk, daerah pemisahan alami yang ada pada titik penyatuan antara tangkai buah dan cabang terbentuk saat buah telah matang. Pemanen sebaiknya Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 44 memegang produk dengan erat tapi lembut dan menariknya ke atas seperti yang digambarkan di bawah (Gambar 4). Gambar 4. Cara pemanenan yang dilakukan dengan menarik ke atas Memakai sarung tangan kapas, kuku-kuku yang dipotong pendek, dan melepaskan perhiasan seperti cincin dan gelang bisa membantu mengurangi kerusakan mekanis selama panen. Jika dalam jumlah kecil dari sayuran daun akan dipanen untuk rumah tangga atau untuk dijual dipinggir jalan atau pasar petani, satu ember air dingin dapat digunakan untuk mendinginkan produk. Air dalam wadah ember dapat di bawa langsung ke kebun dan digunakan oleh pemanen sebagai wadah panen lapangan. Air harus bersih untuk setiap kumpulan produk tertentu. Pendinginan sayuran daun menggunakan air dingin pada saat panen akan membantu mempertahankan mutu dan mencegah pelayuan. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 45 Gambar 5. Cara Pemanenan dengan Cara Mencabut Wadah pemanenan Keranjang, wadah berupa tas dan wadah yang menyerupai ember untuk pemetikan dapat dalam berbagai ukuran dan bentuk. Ember adalah lebih baik dibandingkan keranjang dalam melindungi produk, karena tidak mudah ambruk dan tidak menekan produk (Gambar 6). Gambar 6. Wadah untuk pemanenan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 46 Wadah pemanenan tersebut dapat terbuat dari jaritas tas dengan bukaan pada ke dua ujungnya, melekatkan kain pada bagian lubang bawah dari keranjang siap rangkai, menambah gantungan pada keranjang kecil. Gambar 7. Wadah pemanenan dari jaritas tangan Krat plastik adalah relatif mahal namun dapat digunakan berulang-ulang dan mudah untuk dibersihkan. Saat kosong, dapat ditempatkan berangkai untuk menghemat ruang dalam penyimpanan atau transportasi. Saat berisi, krat tersebut dapat ditumpuk dengan baik jika setiap krat lainnya diputar kearah berlawanan terhadap lainnya di bawah. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 47 Gambar 8. Krat plastik yang dapat ditumpuk dan dapat digunakan berulang-ulang. Jika krat plastik berventilasi dengan baik sepanjang sisi dan/atau alas, dia juga dapat digunakan untuk mencuci dan/atau mendinginkan produk setelah panen. Gambar 9. Krat plastik yang berlubang-lubang Alat Panen Beberapa buah butuh di diputus atau dipotong dari tanaman induk. Gunting atau pisau hendaknya dijaga ketajamannya dengan baik. Penduncles atau tangkai buah yang berkayu atau berduri hendaknya di pangkas sedekat mungkin Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 48 dengan buah untuk mencegah buah untuk menghindari kerusakan antar buah disampingnya selama transportasinya. Gambar 10. Cara pemutusan buah dari tanaman induknya Alat pemangkas pohon sering pula digunakan untuk memanen buah, beberapa sayursayuran dan bunga potong. Berbagai macam bentuk dan rancangan tersedia berupa alat digenggam atau model dengan galah, termasuk pemotong yang dapat memotong dan memegang tangkai dari buah yang terpotong. Karakteristik atau fitur tersebut memungkinkan pemetik memanen tanpa memegang wadah tas penangkap dan tanpa menjatuhkan buah. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 49 Gambar 11. Gunting genggam dengan bilah tajam yang lupus untuk buah-buahan dan bunga. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 50 Menggunakan alat pemotong dilekatkan pada galah panjang dapat membantu pemetikan seperti buah mangga dan alpukat pada buah dimana sulit untuk dijangkau. Pinggiran pemotong hendaknya dijaga tetap tajam dan tas penangkap hendaknya relative kecil. Sudut pinggiran pemotong dan bentuk tas penangkap dapat berpengaruh terhadap mutu buah yang dipanen, dengan demikian adalah penting untuk memeriksa performansi secara hati-hati sebelum menggunakan alat baru (Gambar 12). Gambar 12. Galah yang dilengkapi dengangunting pemotong dan pemegang Gambar 13. Tas pengumpul yang dirajut dengan tangan. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 51 Gambar 14. Sak pengumpul dari kanvas. Tanaman buah-buahan kadang-kadang cukup tinggi dan membiarkan buah jatuh ke tanah saat dipotong dari tanamannya akan mengakibatkan memar berat. Jika dua orang pemetik bekerjasama, satu memotong atau memetik buah dari pohonnya dan yang lainnya memegang sak untuk menangkap jatuhannya. Penangkap memegang sak atau tas dengan tangan-tangannya dan satu kaki, tangkap buah yang jatuh dan rendahkan bagian ujung tas untuk memungkinkan buah menggelinding dengan aman ke tanah. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 52 Gambar 15. Cara pemanenan dengan menggunakan pengumpul sak Pengemasan di lapang Bila produk di kemas lapang maka pemanen atau pemetik memanen dan kemudian segera mengemas produk setelah hanya penanganan minimum dilakukan. Strawberry biasanya dikemas di lapang karena walau hanya sedikit penanganan dilakukan akan mudah mengalami kerusakan terhadap buah yang lembut tersebut. Bila selada yang di kemas di lapangan, beberapa daun yang membungkus kepalanya Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 53 dibiarkan untuk digunakan sebagai pelindung produk selama transportasinya. Kereta kecil dapat mengurangi jumlah bengkokan dan digunakan mengangkat serta memindahkan hasil kemasan produk. Kereta yang diperlihatkan di bawah ini mempunyai satu roda di depan, dan dapat didorong sepanjang barisanbarisan kebun. Gambar 16. Pengemasan straberry dan selada di kebun Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 54 Suatu alat bantu sederhana untuk tenaga pengemas di kebun adalah kereta bergerak dilengkapi dengan rak untuk boxbox dan atap lebar sebagai penaung. Kereta kecil ini dirancang untuk didorong dengan tangan sepanjang sisi luasan kebun dimana panen dilakukan. Ini telah digunakan untuk mengemas anggur meja di kebun. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 55 Gambar 17. Berbagai macam kereta bergerak untuk pengemasan di kebun Kereta yang lebih besar di bawah ini untuk pengemasan di lapangan dirancang untuk di dorong menggunakan traktor kecil ke dalam kebun saat tanaman dipanen. Jenis kereta ini dapat digunakan untuk pengemasan di lapangan berbagai jenis produk. Atapnya bisa dilipat ke bawah untuk memudahkan transportasi, dan dibuka untuk menyediakan naungan lebih luas untuk petugas pengemas dan produk-produk tersebut. Rancangan kereta dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan sesuai untuk berbagai macam produk dan operasi berbeda. Sistem pengemasan yang berjalan sendiri atau selfpropelled field pack system memungkinkan petugas lapangan memotong, memangkas, mengikat/membungkus dan mengemas di lapangan, dengan demikian menghilangkan pengeluaran untuk operasi rumah pengemasan. Pada ilustrasi di bawah ini, truk berbantalan datar bergerak sepanjang sisi kebun mengikuti field pack system dan produk yang sudah dikemas di pindahkan ke atas truk untuk ditransportasi. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 56 Gambar 18. Sistem pengemasan yang berjalan sendiri Pengangkutan ke rumah atau bangsal pengemasan Saat tanaman dipanen dengan jarak tertentu ke rumah pengemasan, produk harus diangkut sebelum dilakukan pengemasan. Sistem konveyor digerakan dengan tenaga gravitasi untuk pisang yang diilustrasikan di bawah ini menggambarkan contoh bagaimana penanganan dan diminimalkan selama persiapan untuk pasar. Pisang yang telah dipanen dibawa ke flatform yang ditempatkan sepanjang rute dari konveyor, kemudian mengangkat dan menggantungkannya pada alat penggantung atau hook yang dilekatkan pada kawat. Kecepatan pengangkutan dikendalikan oleh petugas untuk menuntun produk ke rumah pengemasan di bawah bukit (Gambar 19). Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 57 Gambar 19. Sistem konveyor yang digerakkan dengan tenaga gravitasi pada pisang. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 58 DAFTAR PUSTAKA FAO. 1986. Improvement of Post-Harvest Fresh Fruits and Vegetables Handling. Regional Office for Asia and the Pacific. Maliwan Mansion, Phra Atit Road, Bangkok, 10200, Thailand. FAO. 1989. Prevention of Post-Harvest Food Losses: Fruit. Vegetables and Root Crops. A Training Manual. Rome: UNFAO. 157 pp. Moline, HE. 1984. Postharvest Pathology of Fruits and Vegetables: Postharvest Losses in Perishable Crops. U.C. Bulletin 1914, University of California, Division of Agriculture and Natural Resources, Oakland, California 94608. NRC. 1992. Neem: A Tree for Solving Global Problems. Washington, D.C.: Bostid Publishing Co. 141 pp. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 59 BAB III. FOTOSINTESIS, RESPIRASI, FERMENTASI Produk pasca panen hortikultura segar buah-buahan dan sayur-sayuran adalah produk yang masih hidup dicirikan dengan adanya aktivitas metabolism yaitu respirasi. Respirasi adalah proses oksidasi dengan memanfaatkan gula sederhana dimana dengan keterlibatan enzim dirubah menjadi CO2, H2O dan energy kimia berupa adenosine triphosphate (ATP) disamping energy dalam bentuk panas. Karena suplay karbohidrat terputus karena aktivitas fotosintesis terhambat setelah panen untuk produk sayuran dan suplay terputus dari tanaman induknya untuk buah-buahan, maka suplay untuk aktivitas respirasi hanya berasal dari tubuh bagian tanaman yang dipanen itu sendiri. Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan pertama: Rencana Perkuliahan (100 menit) Langkah 1 30 menit Langkah 2 50 menit Langkah 3 20 menit Aktivitas Aktivitas 1: Pendahuluan Aktivitas 2: Materi Pengajar menjelaskan suplay karbohidrat terputus karena aktivitas fotosintesis terhambat setelah panen untuk produk sayuran dan suplay terputus dari tanaman induknya untuk buah-buahan, Aktivitas 3: Penutup Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 60 SUPLEMEN BAB 3. FISIOLOGI PASCA PANEN 3.1. Metabolisme dalam Bahan Benda hidup melakukan metabolisme terutama ditujukan untuk memenuhi keperluan-keperluan yang dibutuhkan oleh benda tersebut agar dapat melangsungkan kehidupannya. Keperluan tersebut terutama dalam bentuk energi. Dengan adanya energi, maka reaksi-reaksi metabolisme dapat berlangsung. Dalam sistem biologi, energi dapat diperoleh dengan beberapa cara, yaitu dapat dengan cara fotosintesa, respirasi atau fermentasi. 1. Fotosintesa Fotosintesa adalah suatu proses metabolisme dalam tanaman untuk membentuk karbohidrat dengan menggunakan CO2 dari udara dan air dari dalam tanah dengan bantuan sinar matahari dan klorofil. Sinar matahari dan klorofil menggalakkan proses pengadaan energi dalam tanaman yang digunakan untuk sintesa makromolekul di dalam sel, misalnya untuk membentuk karbohidrat dengan cara mereduksi CO2. Hasil reaksi sampingan yang terjadi berupa molekul O2 yang merupakan sumber oksigen dalam udara. Tanaman yang berklorofil atau jazad renik tertentu, misalnya ganggang biru atau hijau dapat menggunakan sinar matahari untuk menaikkan tingkat energi dari elektron-elektron yang dihasilkan dari oksidasi air dalam proses fotosintesa. Elektron tersebut yang telah mempunyai tingkat energi tinggi, setelah kembali ke tingkat energi semula akan menghasilkan energi. Energi yang dihasilkan tersebut kemudian dapat digunakan untuk keperluan biologis, atau dapat digunakan dalam sintesa makromolekul dalam sel. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 61 2. Respirasi Yang dimaksud dengan respirasi atau pernafasan adalah suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa makromolekul seperti karbohidarat, protein dan lemak yang akan menghasilkan CO2, air dan sejumlah besar elektron-elektron. Senyawa makromolekul dioksidasi dengan membentuk NADH (Nicotinamida Adenin Dinucleotida) dan ion H+, kemudian melalui flavoprotein dan sistem cytochrom, elektron yang dihasilkan akan mereduksi oksigen dan akan diperoleh air. Dari reaksi yang panjang tersebut, akan dihasilkan energi dalam bentuk ATP (Adenosin Tri fosfat), yaitu sebesar 38 mol ATP/mol glukosa. Sebagai gambaran tentang terjadinya proses respirasi pada senyawa makromolekul dapat dilihat pada Gambar 20 dibawah ini: Senyawa makromolekul Teroksidasi e- (NADH + H+) O2 H2O Gambar 20. Terjadinya proses respirasi pada senyawa makromolekul Apabila senyawa makromolekul tersebut adalah glukosa, maka reaksinya adalah sebagai berikut: C6H12O6 + 6O2 enzim 6 H2O + 6 CO2 Oksigen merupakan senyawa yang baik untuk direduksi oleh elektron karena mempunyai harga “electrical potential” Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 62 (Eo) positif dan besar Eo merupakan suatu ukuran kekuatan untuk melakukan oksidasi dan reduksi. Nilai Eo oksigen adalah (+0.82) sedangkan nilai Eo senyawa makromolekul umumnya negatif. Semakin besar perbedaan Eo yang ada, maka semakin besar energi yang dihasilkan. Di samping hal tersebut di atas, oksigen mudah didapat dan selalu ada tersedia dalam jumlah besar di udara, yaitu kira-kira 20.1%. Dalam pengukuran proses respirasi beberapa senyawa penting yang dapat digunakan untuk mengukur proses ini adalah glukosa, ATP, CO2 dan O2. Oleh karena itu, beberapa cara telah dicoba digunakan untuk mengukur proses-proses respirasi, yaitu dengan cara mengukur perubahan kandungan gula, jumlah ATP, jumlah CO2 yang dihasilkan dan jumlah O2 yang digunakan. Perubahan kandungan gula Secara teoritis perubahan kandungan gula dalam bahan dapat digunakan untuk mengukur atau mengetahui keaktifan respirasi, akan tetapi secara praktis sukar dilakukan karena gula yang terdapat dalam bahan jumlahnya tidak tetap. Hal ini disebabkan karena pembentukan gula hasil degradasi karbohidrat bersamaa dengan degradasi gula dalam proses glikolisis. Kandungan ATP Kandungan ATP yang dihasilkan selama proses metabolisme secara teoritis dapat diukur, akan tetapi dalam praktek sangat sukar mengerjakannya, sebab untuk menghitung jumlah ATP yang terbentuk dibutuhkan waktu yang lama, ketelitian yang tinggi dan alat-alat yang mahal misalnya spektrofotometer. Oleh karena itu, meskipun cara ini dapat digunakan, dalam praktek jarang dilakukan. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 63 Produksi CO2 Jumlah produksi CO2 selama proses respirasi relatif cukup besar, sehingga mudah untuk melakukan pengukurannya. Dalam tanaman proses respirasi sesungguhnya dapat terjadi secara aerobik atau anaerobik. Pengertian respirasi secara aerobik ialah proses respirasi dengan menggunakan senyawa penerima elektron bukan oksigen, tetapi menggunakan senyawa yang terdapat di dalam bahan itu sendiri yang dikenal sebagai proses fermentasi. Oleh karena itu, pengukuran proses respirasi dengan mengukur jumlah CO2 yang keluar tersebut, tidak akan dapat diketahui apakah proses respirasi itu bersifat aerobik atau anaerobik. Penyerapan O2 Jumlah oksigen yag dapat digunakan dalam proses respirasi relatif sangat sedikit. Walaupun cara pengukuran ini mungkin dikerjakan, akan tetapi sukar dilaksanakannya, karena dibutuhkan alat yang mempunyai kepekaan tinggi terhadap oksigen misalnya gas khromatografi. Dari keempat cara tersebut dapat dinyatakan, bahwa pengukuran yang yang mungkin dilaksanakan dengan menggunakan cara yang sederhana dan praktis adalah dengan menghitung produksi CO2. Cara ini mudah dilakukan karena selama proses respirasi jumlah CO2 yang keluar relatif cukup banyak. Untuk mengukur proses respirasi digunakan rumus sebagai berikut: RQ = Volume CO2 yang diproduksi Volume O2 yang diserap RQ = Respiratory quotient Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 64 Senyawa-senyawa yang dapat digunakan dalam proses respirasi dapat terdiri daripada glukosa dan karbohidrat lainnya atau senyawa lemak dan protein. Apabila glukosa yang dioksidasi maka reaksinya akan terlihat sebagai berikut: C6H12O6 + 6O2 6 CO2 + 6H2O + 675 kalori RQ = 6/6 = 1.0 Apabila dalam reaksi hanya lemak yang dioksidasi secara lengkap misalnya tripalmitin, maka akan dihasilkan RQ sebesar 0.71. Perhitungan dapat dilihat pada reaksi dibawah ini: 2C51H98O6 + 145 O2 102CO2+98H2O+15.314K RQ = 102/145 = 0.71 Sedangkan pada respirasi yang dilangsungkan dengan cara mengoksidasi protein saja, akan dihasilkan RQ sekitar 0.80. Jadi apabila harga RQ = 1.0 kemungkinan besar bahan yang dioksidasi seluruhnya adalah karbohidrat (gula). Bila harga RQ = 0.71 berarti bahan yang digunakan untuk proses oksidasi adalah lemak, sedangkan bila RQ air antara 0.71 – 1.0 berarti bahwa yang dioksidasi adalah campuran. 3. Fermentasi Seperti halnya proses biologis yang terdahulu, fermentasi juga merupakan reaksi- reaksi oksidasi reduksi, di mana baik zat yang dioksidasi (pemberi elektron) maupun yang Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 65 direduksi (penerima elektron) adalah zat organik. Hal ini berbeda dengan respirasi di mana zat yang bertindak sebagai penerima elektronnya adalah zat anorganik (O2). Senyawa organik teroksidasi e- (energi) Senyawa organik tereduksi Senyawa organik yang banyak digunakan dalam proses fermentasi pada umumnya adalah glukosa. Melalui proses glikolisis gula tersebut dipecahkan menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana misalnya aldehid, alkohol atau asam. Dalam buah-buahan atau hasil pertanian lainnya, sistem fermentasi tersebut dapat berlangsung terutama bila persediaan oksigen berkurang, sehingga pola pembentukan energi berubah dari cara respirasi ke fermentasi. Bila buah-buahan melakukan proses fermentasi, maka energi yang diperoleh relatif lebih sedikit persatuan berat substrat yang tersedia. Untuk memenuhi kebutuhan energi, maka diperlukan sunstrat (glukosa) dalam jumlah yang banyak, sehingga dalam waktu yang singkat persediaan substrat akan habis dan akhirnya buah-buahan tersebut akan mati dan busuk. Didalam proses fermentasi, kapasitas sel untuk melangsungkan proses oksidasi tergantung dari jumlah senyawa penerima elektron terakhir yang dapat digunakan. 3.2. Kelayuan Kelayuan (senescense) adalah suatu tahap normal yang selalu terjadi dalam siklus kehidupan tanaman. Proses kelayuan dapat terjadi setiap saat dalam tahap-tahap pada siklus Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 66 kehidupan, misalnya ada (A), tanaman masih berada pada tahap “juvenility” (muda), bila terjadi kerusakan pada bahan tersebut maka dapat langsung terjadi kelayuan tanpa melalui tahap dewasa dahulu. Gejala-gejala kelayuan pada tanaman ditandai dengan adanya absisi pada daun buah dan bagian bunga, pematangan buah, pengurangan daya tahan terhadap penyakit. Gejala-gejala tersebut merupakan hasil perubahan-perubahan yang terjadinya gejala-gejala ketuan/kematian pada daun yang biasanya ditandai dengan menguningnya daun/buah yang diikuti dengan pembentukan bercak-bercak coklat pada bagian-bagian tersebut. Perubahan dalam sel waktu proses kelayuan Pada waktu proses kelayuan terjadi, banyak perubahanperubahan yang terjadi di dalam sel. Demikian juga pada setiap tahap klimakterik perubahan yang terjadi dalam sel pun berbeda-beda. Dengan menggunakan elektron mikroskop, ternyata dinding sel pada waktu proses kelayuan menjadi lebih tipis. Pada tahap praklimakterik, sel umumnya masih baik susunannya, di mana sebagian besar isi sel terdiri dari vakuola. Pada tahap klimakterik, kloroplas pecah menjadi bagian yang lebih kecil, endoplasmik retikula menjadi rusak dan sitoplasma terlihat penuh dengan kotoran-kotoran hasil pecahan tersebut, tetapi mitikhondrianya masih tetap utuh. Terjadinya kerusakan-kerusakan pada mitokhondria pada tahap-tahap selanjutnya menyebabkan timbulnya penafsiran bahwa penyediaan energi untuk metabolisme diperoleh dari mitokhondria. Perubahan-perubahan lain yang dapat digunakan sebagai tanda terjadinya kelayuan ialah hilangnya klorofil dari Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 67 tanaman. Hal ini bisa dilihat bila warna hijau berubah menjadi kuning. Selain itu turunnya kandungan protein juga dapat menyebabkan terjadinya proses kelayuan. Tetapi perlu diketahui bahwa selama proses pematangan (sebelum proses kelayuan terjadi) kandungan protein menunjukkan jumlah yang menaik. Pada daun, turunnya kandungan klorofil dan protein umumnya berlangsung bersamaan. Kegiatan pernapasan dan fotosintesa pada umumnya juga menurun. Hal ini disebabkan karena adanya kerusakan mitokhondria, yang dapat diketahui dengan menghitung harga perbandingan antara produksi fosfat dengan konsumsi O2 (PO ratio) yang berlangsung pada mitokhondria tersebut. Sebagai contoh pada buah tertentu, harga PO ratio pada saat praklimakterik adalah 2.32 dan pada lepas klimakterik 0.66. PO ratio = produksi ATP Konsumsi O2 Dari angka di atas terbukti bahwa penurunan nilai PO ratio tersebut disebabkan karena terjadinya kerusakan mitokhondria sehingga produksi ATP menurun. Apabila diikuti keadaan setelah panen, pada umumnya ternyata bahwa produksi ATP selalu menurun. Di samping perubahan di atas, akan terjadi juga perubahan permeabilitas dari membran sel. Hal ini disebabkan karena jaringan-jaringan sel terus melemah sehingga sifat permeabilitasnya pun akan berubah. Konsep Mengenai Proses Kelayuan Untuk mengetahui prinsip terjadinya kelayuan, telah dilakukan percobaan-percobaan khususnya yang menggunakan hormon tanaman sitokinin. Apabila pada sehelai daun yang Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 68 masih hijau diteteskan hormon sitokinin, maka bial dibiarkan beberapa hari, bagian daun yang telah diberi sitokinin akan tetap hijau sedangkan bagian yang lainnya mulai menguning. Apabila bagian yang mendapat sitokinin tersebut dianalisa akan diperoleh bahwa jumlah karbohidrat, asam amino dan ion-ion organik yang dikandungnya relatif lebih tinggi bila dibandingkan bagian lainnya. Dari hasil tersebut diperkirakan, bahwa terjadi penarikan molekul-molekul asam amino dari bagian lain. Hal ini terbukti karena bagian yang terdapat diluar daerah tidak ditemukan asam amino. Pada penelitian lainnya yng dilakukan pada daun tembakau akan lebih mudah diikuti bagaimana terjadinya kelayuan. Tabel 8. Beberapa percobaan proses kelayuan pada daun tembakau Perlakuan Klorofil Protein RNA Kontrol (segar) 100 100 100 Direndam dalam H2O 80 64 67 Direndam dalam larutan 95 122 130 kinetin Direndam dalam larutan 47 44 42 khloramfenikol Direndam dalam larutan 87 92 123 sitokinin dan kinetin Direndam dalam larutan 54 36 28 tiourasil Direndam dalm larutan 90 96 95 tiourasil dan kinetin Pada Tabel 8 di atas dapat dilihat bahwa khloramfenikol dapat mencegah terjadinya sintesa protein, demikian juga Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 69 tiourasil. Sedangkan kinetin ternyata dapat mensintesa protein yang lebih besar daripada kontrol. Hal ini diperkuat dengan naiknya jumlah RNA yang sangat diperlukan oleh sintesa yang mungkin disebabkan karena dihambatnya proses degradasi sehingga terjadi peningkatan sintesa protein. Dari tabel diatas juga dapat dianalisa bahwa sesuatu yang dapat menghambat sintesa protein berarti dapat mempercepat terjadinya kelayuan. Sebaliknya pada kinetin karena dapat mempercepat pembentukan RNA dan protein, maka dapat menghambat terjadinya proses kelayuan. Pada hormon tiourasil ternyata menghambat terjadinya RNA, oleh karena itu tiourasil ternyata menghambat terjadinya RNA, oleh karena itu tiourasil mempercepat terjadinya kelayuan. Hormon dalam Proses Kelayuan Beberapa hormon tanaman yang aktif dalam proses kelayuan adalah auxin, giberelin, asam absisat, sitokinin dan etilen. Auxin banyak peranannya dalam sintesa etilen, di mana makin tinggi jumlah auxin, maka sintesa etilen pun makin tinggi. Secara langsung auxin tidak menyebabkan kelayuan, malahan menghambat terjadinya proses tersebut, sehingga hilangnya auxin dapat menyebabkan terjadinya kelayuan. Hal ini dapat dibuktikan dalam percobaan berikut. Pada umumnya rontoknya buah dari pohon merupakan salah satu gejala proses kelayuan. Dengan menyemprotkan auxin sintesis, terjadinya perontokan buah dapat dihambat. Perlakuan tersebut sering disebut dengan “Stop Drop Dray”. Hormon giberrelin bekerja secara spesifik pada tanaman, yaitu dapat menghambat terjadinya pematangan, yang berarti dapat menhambat terjadinya kelayuan. Tetapi tidak semua tanaman dapat menberikan respon yang baik terhadap Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 70 hormon ini, misalnya pisang dan tomat dapat dipengaruhi oleh gibberellin sedangkan apel dan arbei tidak dapat dipengaruhi. Asam absisat adalah hormon yang dapat merangsang terjadinya absisi yaitu apabila tanaman disemprot dengan asam tersebut. Hormon ini dapat ditemukan pada biji kapas. Seperti telah disebutkan sebelumnya, hormon sitokinin dapat menghambat terjadinya proses kelayuan. Banyak tanaman yang peka terhadap hormon ini. . Pada tabel 9 terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi sitokinin yang disintesa, maka semakin banyak kandungan klorofil yang tertinggal di dalam daun kubis. Atau dengan perkataan lain, semakin tinggi sitokinin maka daun kubis tersebut akan tetap segar, dan proses menguningnya daun dapat dihambat. Tabel 9. Pengaruh sitokinin sintetis (N6-benzyladenine) pada daun kol selama 45 hari pada suhu 4.5 oC Konsentasi sitokinin sintetis (ppm) 0 10 20 30 Kandungan klorofil (mg/kg berat segar) 0.0221 0.0529 0.0529 0.0950 Dari ke lima jenis hormon tersebut bahwa asam absisat demikian juga etilen adalah hormon yang dapat mempercepat terjadinya kelayuan pada tanaman, sedangkan hormon lainnya yaitu giberellin, auxin dan sitokinin dapat menghambat atau menangguhkan terjadinya kelayuan. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 71 Proses Kelayuan Pada Beberapa Tanaman Pada umumnya terjadinya bunga pada tanaman dapat mempercepat berlangsungnya kelayuan, misalnya pohon tomat, setelah berbunga pertumbuhannya menjadi lebih lambat dan akhirnya mati. Pada kubis setelah berbunga akan mati, akan tetapi bila bunganya dipotong, pertumbuhan akan terus berlangsung sampai keluar bunga lagi. Alasan mengapa terjadinya bunga dapat mempercepat kelayuan atau kematian pada tanaman, mungkin disebabkan karena adanya mobilisasi makanan untuk pertumbuhan biji, di mana sebagian besar asam amino digunakan dalam pembentukan biji. Mungkin dengan adanya mobilisasi asam amino tersebut dapat menyebabkan terjadinya proses kelayuan. DAFTAR PUSTAKA Kartasapoetra, A.G. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Bina Aksara, Jakarta. Winarno, F. G. 1993. Pangan, gizi, teknologi dan konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Winarno, F.G dan Aman, M. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Institut Pertanian Bogor. Penerbit Putra Hudaya, Jakarta. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 72 BAB IV. PROSES KLIMAKTERIK DAN NON KLIMAKTERIK Klimakterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah-buahan tertentu, dimana selama proses ini terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembuatan etilen. Proses ini ditandai dengan mulainya proses pematangan. Buah-buahan yang tidak pernah mengalami periode tersebut di atas digolongkan ke dalam golongan nonklimakterik. Berdasarkan sifat klimakteriknya, proses klimakterik dalam buah dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu klimakterik menaik, puncak klimakterik dan klimakterik menurun. Proses metabolik yang terpenting sesudah panen adalah respirasi yang meliputi perombakan substrat organis. Namun demikian tidak selalu aktivitas metabolik ini bersifat katabolik yang merugikan, melainkan juga bisa menguntungkan seperti sintesa pigmen, enzim dan lain-lain mineral, khususnya perubahan-perubahan yang terjadi pada pemasakan buahbuahan. Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan pertama: Rencana Perkuliahan (100 menit) Langkah 1 30 menit Langkah 2 50 menit Aktivitas Aktivitas 1: Pendahuluan Aktivitas 2: Penjelasan Materi Klimakterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah-buahan tertentu, dimana selama proses ini terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 73 Langkah 3 20 menit proses pembuatan etilen. Proses ini ditandai dengan mulainya proses pematangan. Buahbuahan yang tidak pernah mengalami periode tersebut di atas digolongkan ke dalam golongan nonklimakterik. Aktivitas 3: Penutup Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 74 SUPLEMEN BAB 4. KLIMAKTERIK DAN NON KLIMAKTERIK 4.1. Pengertian Klimakterik dan Non Klimakterik Terjadinya buah adalah hasil dari beberapa jenis bentuk pertumbuhan, yaitu dari pembesaran bakal buah, pembesaran jaringan yang mendukung bakal buah dan gabungan dari kedua bentuk tersebut. Pada umumnya tahap-tahap proses pertumbuhan atau kehidupan buah dan sayuran meliputi pembelahan sel, pembesaran sel, pendewasaan sel (maturation), pematangan (ripening), kelayuan (senescense) dan pembusukan (deterioration). Khususnya pada buah, pembelahan sel segera berlangsung setelah terjadinya pembuahan yang diikuti dengan pembesaran atau pengembangan sel sampai mencapai volume maksimum. Setelah itu, sel-sel dalam buah berturut-turut mengikuti proses pendewasaan, pematangan, kelayuan dan pembusukan. Meskipun tanpa melalui pembuahan, beberapa sayuran umumnya juga mengalami prose yang sama seperti pada buah. Laju proses respirasi tinggi pada saat pembelahan sel dan menurun pada tahap pembesaran sel. Setelah itu laju respirasi dapat tiba-tiba naik kemudian turun, atau terus turun dengan perlahan-lahan sampai pada tahap kelayuan (Gambar 21). Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 75 Gambar 21. Skema hubungan antara proses pertumbuhan dengan laju respirasi Untuk mengetahui hubungan antara proses pertumbuhan, dengan jumlah CO2 yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena laju respirasi berbanding lurus dengan jumlah produksi CO2. Jumlah CO2 yang dihasilkan terus menurun sampai mendekati proses kelayuan. Pada saat kelayuan tiba-tiba produksi CO2 meningkat kemudian turun lagi. Gambar 22. Skema hubungan antara proses pertumbuhan dengan jumlah CO2 Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 76 Perubahan pola respirasi yang mendadak sebelum terjadi proses kelayuan pada beberapa jenis hasil pertanian dikenal dengan istilah klimakterik respirasi yang sering disingkat dengan respirasi. Beberapa peneliti menyatakan, bahwa klimakterik adalah suatu fase yang kritis dalam kehidupan buah, dan selama terjadinya proses ini banyak sekali perubahan yang berlangsung. Pendapat lain menyatakan, bahwa klimakterik adalah suatu keadaan “auto stimulation” dari dalam buah tersebut sehingga buah menjadi matang yang disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi. Selain itu, klimakterik dapat diartikan sebagai suatu masa peralihan dari proses pertumbuhan menjadi layu. Meningkatnya proses respirasi ternyata tergantung pada beberapa hal diantaranya adalah jumlah etilen yang dihasilkan serta meningkatnya sintesa protein dan RNA (Ribose Nucleic Acid). Dari semua pendapat tersebut maka, klimakterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah-buahan tertentu, dimana selama proses ini terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembuatan etilen. Proses ini ditandai dengan mulainya proses pematangan. Buah-buahan yang tidak pernah mengalami periode tersebut di atas digolongkan ke dalam golongan nonklimakterik. Berdasarkan sifat klimakteriknya, proses klimakterik dalam buah dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu klimakterik menaik, puncak klimakterik dan klimakterik menurun (Gambar 23). Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 77 Gambar 23. Pembagian tahap-tahap klimakterik Proses respirasi pada buah apel yang terjadi selama pematangan, ternyata mempunyai pola yang sama dengan proses respirasi buah-buahan lainnya, diantaranya yaitu tomat, adpokat, pisang, mangga, pepaya, peach dan pear, karena buahbuahan tersebut menunjukkan adanya peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah sehingga dapat digolongkan ke dalam buah-buahan klimakterik. Buah-buahan yang mengalami pola berbeda dengan pola di atas di antaranya adalah ketimun, anggur, limau, semangka, jeruk, nenas, arbei. Pola respirasi buah tersebut berbeda karena setelah dipanen, CO2 yang dihasilkan tidak terus meningkat, tetapi terus turun perlahan-lahan. Buahbuahan tersebut dapat digolongkan ke dalam golongan buahbuahan nonklimakterik. Terlihat, bahwa produksi CO2 selama klimakterik lebih besar daripada konsumsi O2, sehingga nilai RQ pada praklimakterik lebih kecil dari RQ pada puncak klimakterik. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 78 Hal ini mungkin disebabkan karena adanya proses dekarboksilasi, sedangkan bila nilai RQ pada pra dan puncak klimakterik sama, berarti proses dekarboksilasi tidak ada atau sangat sedikit. 4.2. Hubungan Respirasi dengan Klimakterik, Non klimakterik Pada Bab IV sudah dijelaskan, apa yang dimaksud dengan respirasi dan bagaimana caranya menghitung respirasi. Pada Bab ini mash juga membicarakan respirasi karena respirasi sangat berkaitan dengan proses klimaterik dan non klimakterik. Respirasi dapat berlangsung secara aerob dan an aerob. Dengan adanya udara, karbohidrat dioksida selurunya menjadi air dan CO2 , menghasilka pemecahan sebagian dari karbohidrat, dan produksi ATP lebih sedikit per unit glukosa dibandingkan dengan respirasi aerobik. Produk akhir yang dihasilkan merupakan persenyawaan dengan berat molekul yang lebih besar seperti etil-alkohol. Substrat biasa bagi respirasi dalam jaringan tanaman adalah karbohidrat dan asam-asam organis, lebih banyak daripada sumber-sumber energi lain seperti lemak dan protein. Transformasi ini sebenarnya berlangsung dalam beberapa tahap. Dengan pertolongan berbagai sistem enzim. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 79 Gambar 24. Jalan Embden-Meyer hof-Parnas dariGlukosa Pada umumnya mula-mula terjadi perombakan polisakarida menjadi gula sederhana (glukosa). Kemudian terjadi perombakan atau degradasi glukosa melalui jalan Embden-Meyer hof-Parnas (EMP) (Gambar 24) dan dilanjutkan dengan siklus Kreb asam trikarboksilat (Gambar 25). Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 80 Gambar 25. Siklus Kreb asam trikarboksilat Pada proses jalam EMP terjadi perubahan dari glukosa menjadi asam piruvat. Asam piruvat ini jika ada oksigen (aerob) kemudian melalui siklus kreb itu diubah menjadi CO2, air dan produk-produk asam-asam lain seperti asam sitrat, asam malat dan lain-lain. Dalam keadaan an aerob, asam piruvat didekarboksilasi menjasi asetaldehida yang kemudian dihidrogenasi menjadi etil alkohol. Sekalipun oksidasi karbohidrat melalui jalan EMP merupakan jalan yang biasa ditempuh dalam jaringan tanaman, Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 81 namun masih ada jalan lain yang ditempuh terutama pada jaringan yang tua, yaitu melalui siklus Pentosa Fosfat. Gambar 26. Siklus Oksidasi Pentosa Fosfat 4.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respirasi a). Faktor dalam Tingkat pengembangan Terdapat variasi dalam respirasi pada waktu buah itu berkembang. Jika buah menjadi besar, total jumlah CO2 yang dikeluarkan bertambah. Akan tetapi jika menjadi besar sekali, maka laju respirasi jika diperhitungkan terhadap satuan berat berkurang secara terus menerus. Besarnya komoditi Kentang yang kecil mempunyai laju repirasi yang relatif lebih besar (tinggi) dari pada kentang yang besar. Hal ini Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 82 berkaitan dengan fenomena permukaan yang berhubungan dengan udara yang lebih besar, jadi lebih banyak O2 yang berdifusi. Kulit penutup alamiah Komoditi dengan kulit penutup yang baik akan mempunyai laju respirasi yang rendah. Hal ini disebabkan oleh banyaknya CO2 yang terkumpul di dalam ruangan yang tertutup kulit yang menghambat laju repirasi. Pengupasan kulit akan mengakibatkan percepatan laju respirasi. Tipe dari jaringan Jaringan muda yang aktif bermetabolisme mempunyai aktivitas respirasi yang lebih tinggi dari pada yang tua. b) Faktor luar Temperatur Pada umumnya laju respirasi secara normal bertambah dengan bertambah naiknya temperatur. Pada suhu antara 0-35 ºC laju respirasi dari buah-buahan dan sayur-sayuran naik dengan 2-2,5 kali bagi tiap kenaikan 10 ºC. Pada buah-buahan klimakterik, penurunan temperatur akan memperlambat timbulnya peningkatan klimakterik dan juga menurunkan tingginya puncak klmakterik. Konsentrasi O2 dan CO2 Pada respirasi aerobik, O2 diabsorpsi dan CO2 dikeluarkan. Udara mengandung 21% O2 dan 0,3% CO2, sampai kadar tertentu dengan bertambahnya konsentrasi O2 bertambah pula respirasi. Pada umumnya,baik reduksi dari tekanan O2 maupun bertambahnya konsentrasi CO2 akanmengurangi respirasi. Jika O2 berkurang sampai suatu titik tertentu, respirasi berlangsung Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 83 anaerobik dan berakumulasi dengan etil alkohol dan asetaldehida, sedang CO2 yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kerusakan tenunan. Berkurangnya oksigen dan bertambahnya CO2 merupakan akibat dari respirasi jika buahbuhan dan sayur-sayuran disimpan dalam ruangan yang tertutup. Kontrol/pengaturan ventilasi atau pengaturan komposisi O2-CO2 menghasilkan kontrol laju respirasi. Hormon-hormon tanaman Hormon-hormon tanaman merupakan pengatur yang penting dari proses penuaan. Ada 5 kategori hormon tanaman yang diketahui, yaitu gas etilen, auxin, sitokinin, gibberelin,abscisin. Etilen Etilen merupakan satu di antara banyak substansi terbang (volatil) yang dikeluarkan buah-buahan dan sayuran, dan diketahui sebagai komponen aktif bagi stimulasi pemasakan. Penjelasan lebih lanjut pada bagian etilen. Memar Memar dari buah-buahan bisa menstimulasi respirasi, sebagai akibat dari efek tidak langsung dari etilen. 4.4. Pola Respirasi Dalam Buah-Buahan Dan SayurSayuran Dipanen Secara umum dapat dikatakan, bahwa kecepatan respirasi merupakan ciri dari cepat tidaknya perubahan komposisi yang terjadi dalam jaringan. Jika buah dipanen pada waktu buah sudah matang dan paling optimal untuk dimakan, maka buah itu akan memperlihatkan respirasi yang cepat dan akan disertai dengan kebusukan yang cepat pula. Buah-buhan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 84 yang mempunyai intensitas yang rendah, pada umumnya dapat disimpan lama dalam keadaan segar tanpa kehilangan akseptabilitas untuk dimakan. Dibawah ini akan ditunjukkan klasifikasi buah-buahan menurut pola respirasinya (Tabel 10). Tabel 10. Klasifikasi buah-buahan menurut pola respirasinya Klimakterik Non Klimakterik Nama Nama Ilmiah Nama Biasa Nama Ilmiah Biasa Apel Pyrus malus Mentimun Cucumis sativus Adpokat Persea Anggur Vitus vinifera gratissima Pisang Musa Lemon Citrus limon saplentum Mangga Mangifera Orange Citrus indica sinensis Papaya Carica Papaya Nenas Ananas comosus Tomat Lycopersicum Arben Frugaria vesc esculentum americana Kegiatan respirasi dan berbagai buah dan pengaruh temperatur dapat dilihat pada gambar 27 dan 28 dibawah ini. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 85 Gambar 27. Pola respirasi berbagai buah Gambar 28. Pengaruh temperatur pada respirasi Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 86 4.5. Etilen Etilen (C2H4) adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas. Ternyata etilen dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman hidup pada waktu-waktu tertentu. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Sejak kira-kira pada tahun 1900, di negara Amerika para petani jeruk mempunyai kebiasaan memanen buah jeruk waktu masih berwarna hijau. Jeruk tersebut kemudian dikumpulkan dalam suatu ruangan tertutup yang diterangi dengan nyala lampu minyak tanah (kerosin). Setelah beberapa waktu ternyata buah jeruk yang hijau itu berubah menjadi kuning. Disangka bahwa kuningnya jeruk disebabkan karena adanya panas dari lampu minyak tanah. Akan tetapi bila minyak tanah diganti dengan pemanas listrik, jeruk hijau tersebut tidak akan berubah warnanya. Setelah diteliti kemudian diketahui, bahwa di antara beberapa gas hasil pembakaran minyak tanah terdapat suatu gas yang dikenal dengan etilen. Etilen adalah suatu gas yang dalam kehidupan tanaman dapat digolongkan sebagai hormon yang aktif dalam proses pematangan. Etilen disebut hormon karena dapat memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Pada tahun 1959 diketahui, bahwa etilen tidak hanya berperanan dalam proses pematangan saja, tetapi juga berperanan dalam mengatur pertumbuhan tanaman. Pada buah-buah klimakterik, makin besar konsentrasi C2H4 sampai tingkat kritis, makin cepat stimulasi respirasi. Kerjanya yang paling efektif pada waktu tahap pre klimakterik. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 87 Aplikasi C2H4 pada tahap post klimakterik tidak merubah laju respirasi. C2H4 tidak mempengaruhi respirasi pada buahbuahan yang mentah. C2H4 mempengaruhi buah-buahan non klimakterik setiap saat, baik pra panen maupun pasca panen. Respon yang terus menerus efektif dengan penambahan etilen pada buah-buahan non klimakterik disebabkan oleh produksi etilen yang hanya sedikit pada buah-buahan non klimakterik, sedang produksinya pada buah-buahan klimakterik sudah cukup banyak, sehingga penambahan etilen dari luar tidak menimbulkan respon yang berarti. Pembentukan etilen tergantung adanya O2 dan dalam keadaan anaerobik, tidak terjadi pembentukan etilen. Etilen terdapat dalam ruang interseluler dalam jumlah yang cukup banyak pada saat timbulnya kenaikan respirasi, adanya etilen ini dapat diperiksa dengan menggunakan alat gas kromatografi. Pengaruh dari etilen pada laju respirasi buah-buahan klimakterik dan non klimakterik diperlihatkan pada gambar 29 dan 30. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 88 Gambar 29. Pemakaian oksigen oleh buah-buahan klimakterik pada penambahan etilen Gambar 30. Pemakaian oksigen oleh buah-buahan non klimakterik pada penambahan etilen Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 89 DAFTAR PUSTAKA Kartasapoetra, A.G. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Bina Aksara, Jakarta. Winarno, F.G. & Aman, M. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Penerbit P.T. Sastra Hudaya, Jakarta. Winarno, F. G. 1993. Pangan, gizi, teknologi dan konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 90 BAB V. PROSES PERUBAHAN BIOKIMIA BUAH-BUAHAN DAN SAYUR-SAYURAN Buah-buahan yang dipanen memperlihatkan gejala klimakterik lebih cepat apabila dibandingkan masih berada dipohon, hal ini disebabkan karena adanya suatu zat inhibitor yang dibawa dari pohon ke buah-buahan yang menyebabkan tidak adanya reaksi buah terhadap zat-zat pendorong pemasakan seperti C2H4. Zat-zat inhibitor ini tidak ada pada buah-buahan yang sudah dipanen. Pada waktu pemasakan (ripening), buah mengalami suatu rangkaian perubahanperubahan, yaitu perubahan warna, tekstur dan flavor (cita rasa). Perubahan warna merupakan perubahan yang paling menonjol pada waktu pemasakan. Dimana terjadi sintesa dari pigmen tertentu, seperti karotinoid dan flavonoid, di samping terjadinya perombakan klorofil. Oleh karena perombakan/degradasi dari klorofil, maka karotenoid yang sudah ada namun tidak nyata, menjadi nyata dan buah berubah menjadi warna kuning. Perubahan yang nyata pula pada pemasakan buahbuahan dan penyimpanan sayuran adalah menjadi lunaknya buah-buahan dan jaringan sayuran. Hal ini disebabkan terutama oleh perubahan yang terjadi pada dinding sel dan lainlain substansi pektin, yaitu oleh larutnya dan depolimerisasi substansi pektin secara progresif. Timbulnya cita rasa yang enak pada buah masak tertentu disebabkan oleh berkurangnya asam dan bertambahnya kadar gula. Rasio antara gula dan asam merupakan indeks bagi derajat kemasakan dari banyak buah-buahan. Selain daripada itu, timbul pula produk-produk volatile yang kompleks dan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 91 minyak-minyak essensial., yang sekalipun dalam jumlah yang kecil, namun sangat berpengaruh pada flavor. Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan pertama: Rencana Perkuliahan (100 menit) Langkah 1 30 menit Langkah 2 50 menit Langkah 2 20 menit Aktivitas Aktivitas 1: Pendahuluan Aktivitas 2: Materi Penjelasan tentang adanya zat-zat inhibitor ini tidak ada pada buah-buahan yang sudah dipanen. Pada waktu pemasakan (ripening), buah mengalami suatu rangkaian perubahanperubahan, yaitu perubahan warna, tekstur dan flavor (cita rasa). Aktivitas 3: Penutup Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 92 SUPLEMEN BAB 5. PERUBAHAN SIFAT PEMATANGAN FISIK DAN KIMIA PADA Dalam istilah sehari-hari pada buah-buahan kita kenal 2 macam istilah yang sulit dibedakan, yaitu pematangan atau maturity yang berarti buah itu menjadi matang atau tua yang kadang-kadang belum bisa dimakan karena rasanya belum enak dan istilah ripening atau pemasakan, dimana buah sudah baik untuk dimakan yang mempunyai rasa enak. Buah-buahan yang dipanen memperlihatkan gejala klimakterik lebih cepat apabila dibandingkan masih berada dipohon, hal ini disebabkan karena adanya suatu zat inhibitor yang dibawa dari pohon ke buah-buahan yang menyebabkan tidak adanya reaksi buah terhadap zat-zat pendorong pemasakan seperti C2H4. Zat-zat inhibitor ini tidak ada pada buah-buahanyang sudah dipanen. Pada waktu pemasakan (ripening), buah mengalami suatu rangkaian perubahan-perubahan, yaitu perubahan warna, tekstur danflavor (cita rasa). 5.1. Perubahan Warna Perubahan warna merupakan perubahan yang paling menonjol pada waktu pemasakan. Terjadilah sintesa dari pigmen tertentu, seperti karotinoid dan flavonoid, di samping terjadinya perombakan klorofil. Oleh karena perombakan/degradasi dari klorofil, maka karotenoid yang sudah ada namun tidak nyata, menjadi nyata dan buah berubah menjadi warna kuning. Terjadinya warna kuning dari pisang disebabkan karena hilangnya klorofil dan menyebabkan tampaknya warna karotenoid yang kuning, tanpa pembentukan karotenoid baru atau hanya sedikit saja. Pada tomat terjadi Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 93 sintesa dari likopene yang berwarna merah dan degradasi klorofil. Pada apel terjadi pembentukan antosianin yang berwarna merah. Perubahan warna pada buah-buahan masa praklimakterik dan klimaterik ditunjukkan pada Tabel 11. Tabel Perubahan warna pada buah-buahan masa praklimakterik dan klimakterik Buah-buahan Praklimakterik Klimakterik Pisang hijau Kuning Apel hijau Kuning atau merah Pepaya hijau Kuning Tomat hijau Merah Mangga hijau Kemerah-merahan 1.2. 11. Perubahan Karbohidrat Masa Pertumbuhan Pada waktu masa pertumbuhan dan pematangan tanaman dan buah-buahan, gula-gula sederhana dan pati dibentuk sebagai hasil fotosintesa. Karbohidrat ini kemudian dipindahkan (di-translokasi) terutama dalam bentuk sakarosa dari kloroplast kepada sel-sel bentukan penimbun. Sakarosa ini disini banyak diubah menjadi zat pati. Jalan metabolik di mana sakarosa diubah menjadi pati digambarkan pada skema di bawah ini: Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 94 Gambar 31. Proses metabolik sakarosa diubah menjadi pati Enzim yang mengkatalisa reaksi 1, dinamakan UDPGfruktosa transglikosilasa (UDPG = Uridine Difosfat Glukosa). Enzim yang mengkatalisa reaksi 2 dinamakan UDPG patiglukosil-transferasa. Ada jalan kedua yang dipostulasikan bagi konversi sakarosa menjadi pati yang diajukan oleh Recondo dan Leloir pada tahun 1961. Jalannya konversi sakarosa menjadi pati diperlihatkan pada skema dibawah ini (Gambar 32). Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 95 Gambar 32. Konversi sakarosa menjadi pati Reaksi 3 dikatalisa oleh enzim UDPG piro fosforilase. Reaksi 4 dikatalisa oleh ADPG pirofosfarilase. Masa Sesudah Panen Sebaliknya pati yang terdapat dalam bentukan timbunan dalam sel atau jaringan, bisa ditransformasi menjadi gula-gula sakarosa, glukosa dan fruktosa sesudah panen. Perubahan yang terjadi pada karbohidrat ini merupakan perubahan yang menyolok pada buah-buahan. Gula bertambah oleh hidrolisa polisakarida pati ini, sekalipun sebagian dari gula digunakan untuk respirasi. Pada buah-buahan yang mengadung zat pati bayak pada waktu dipanen, seperti pisang dan mangga, zat Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 96 patinya pada waktu pemasakan bisa berkurang dari 14-18% sampai 1%. Perubahan ini banyak tergantung pada kondisi-kondisi penyimpanan seperti temperatur, lamanya waktu penyimpanan dan keadaan fisiologis dari produk, seperti misalnya pertunasan dari kentang. Perubahan zat pati menjadi gula dapat dilihat pada skema dibawah ini (Gambar 33). Gambar 33. Perubahan zat pati menjadi gula Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 97 Pada skema ini terlihat adanya amilase yang mengubah pati menjadi maltosa. Amilosa ini sedikit adanya dalam kentang yang berada dalam keadaan dorman dan sebab itu tidak merupakan faktor yang penting dalam degradasi pati menjadi gula-gula pada temperatur rendah. Aktivitas enzim ini bertambah sangat menonjol pada waktu kentang bertunas, di mana pada saat ini diperlukan mobilisasi karbohidrat untuk dibawa ke tunas yang sedang tumbuh. Gula-gula bisa berakumulasi dalam buah-buhan dan sayur-sayuran, atau berfungsi sebagai substrat respirasi. Dalam penyimpanan temperatur rendah, gula-gula berakumulasi disebabkan oleh aktivitas enzim yang relatif besar dibandingkan dengan utilisasi pada respirasi. Pada penyimpanan dalam temperatur rendah, gula-gula reduksi berakumulasi lebih cepat daripada sakarosa. Pada waktu pemasakan mangga, zat pati secara sempurna dihidrolisa menjadi sakarosa, glukosa dan fruktosa. Jumlah fruktosa sampai setengah dari glukosa, selain itu juga terjadi penambahan pentosa. Diantara sayuran yang berbeda-beda, terdapat perbedaan akseptabilitas terhadap interkonversi pati-gula, baik mengenai kualitas untuk langsung dimakan atau untuk diolah. Untuk menjelaskan ini, dapat diberikan contoh-contoh sebagai berikut: 1) Kentang harus sedikit mengandung gula-gula. Gula-gula ini terutama gula pereduksi, bertanggung jawab terhadap tekstur yang kurang baik setelah kentang digoreng dan rasanya manis. Juga menyebabkan pencoklatan (Browning) oleh reaksi Mailard, misalnya apabila kentang tersebut dikeringkan. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 98 2) Kualitas ercis rapat hubungannya dengan rasa lunaknya ercis itu dan kadar gula yang tinggi. Pada waktu pematangan (menjadi tua), konsentrasi gula berkurang dan kadar pati bertambah. Jadi disini yang enak adalah ercis yang muda yang manis rasanya, sedikit pati dan lunak rasanya. Untuk mengurangi kehilangan kadar gula, ercis-ercis harus didinginkan secepat mungkin setelah dipanen. Ercis yang disimpan pada temperatur kamar akan meyebabkan cepat berkurangnya konsentrasi sakarosa dan banyak pati. 3) Jika jagung menjadi tua, gula-gula diubah menjadi pati atau direspirasi menjadi CO2 dan H2O. Sebab itu perlakuan terhadap jagung setelah dipanen harus sama denga perlakuan terhadap ercis. Pada umunya dapat dikemukakan bahwa pada penyimpanan terjadi proses sebaliknya pada umbi-umbian dan biji-bijian, yaitu pada umbi-umbian, pati dihidrolisa menjadi gula-gula sedangkan pada biji-bijian gula-gul diubah menjadi zat pati. Degradasi polisakarida dari dinding sel juga akan menambah gula. Bahkan pada jeruk bahan dinding sel ini merupakan sumber utama dari gula, mengingat zat pati pada jeruk praktis tidak ada. Karbohidrat struktural seperti selulosa hanya sedikit berubah (dari ± 5 gram/100gram menjadi ± 1 gram/100 gram). Bahan dinding sel seperti hemiselulosa bisa berkurang dari 8-10% menjadi 1-2%. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 99 Perubahan-perubahan gula pada berbagai buah-buahan Perubahan-perubahan gula yang terjadi pada buahbuahan adalah sebagai berikut: Anggur, arbei, kadar sakarosa tidak berubah pada pematangan, tetapi gula reduksi bertambah. Apel dan peer, fruktosa bertambah lebih banyak dari pada glukosa Nenas, yang bertambah sakarosa, sedang gula reduksi relatif tetap rendah. Mangga, pada mula-mula terdapat banyak sakarosa, tapi kemudian gula reduksi bertambah cepat oleh perombakan sakarosa. Adpokat, kadar gula berkurang. 5.3. Perubahan Asam-Asam Organik Kadar asam organik dalam kebanyakan buah-buahan mula-mula bertambah dan mencapai maksimum pada waktu pertumbuhan, tapi kemudian berkurang perlahan-lahan pada waktu pematangan, sehingga pH 2 menjadi 5.5. Hal ini berbeda yang terjadi pada pisang dan nenas, di mana asamasam organik justru bertambah menjelang matang. Asam organik, sebagaimana karbohidrat merupakan substrat untuk respirasi, sebab itu berkurangnya asam ada erat hubungannya dengan fungsi respirasi. Asam-asam yang terbanyak adalah asam sitrat, malat, suksinat. Asam sitrat dan malat merupakan asam utama dari buah-buahan berdaging, misalnya asam sitrat pada jeruk dan arbei dan asam malat pada apel. Asam sitrat bisa berkurang sampai 10 kali, asam malat 40 kali dan asam askorbat 2.5 kali. Yang berkurang pertama-tama adalah asam malat, kemudian sitrat. Tetapi pada jeruk, yang kaya akan asam sitrat, jumlah Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 100 asam tetap saja, hal ini mungkin disebabkan karena proses metabolismenya yang lambat. Pada kentang, asam askorbat berkurang oleh adanya oksidasi asam askorbat oleh enzim asam askorbat oksidasi. Asam askorbat bisa juga bertambah oleh sintesa dari glukosa pada banyak macam buah-buhan, misalnya pada arbei. 5.4. Produksi Flavor (Cita Rasa) Timbulnya cita rasa yang enak pada buah masak tertentu disebabkan oleh berkurangnya asam dan bertambahnya kadar gula. Rasio antara gula dan asam merupakan indeks bagi derajat kemasakan dari banyak buah-buahan. Selain daripada itu, timbul pula produk-produk volatile yang kompleks dan minyak-minyak essensial., yang sekalipun dalam jumlah yang kecil, namun sangat berpengaruh pada flavor. Substansisubstansi terbang ini karena sedikitnya hanya bisa dideteksi oleh gas kromatografi. Kebanyakan adalah dari ester alkohol alifatis, serta aldehid-aldehid, keton-keton dan lain-lain. Produksi zat-zat terbang biasanya dimulai pada masa klimakterik dan dilanjutkan pada proses penuaan. Beberapa macam buah-buahan terdapat substansisubstansi lain, seperti tannin dan senyawa fenolik. Substansi fenolik ada 2 macam, yaitu yang dapat dihidrolisa dan yang tidak dapat dihidrolisa. Yang dapat dihidrolisa menghasilkan asam galat dan glukosa sebagai hasil hidrolisa, sedangkan yang tidak dapat dihidrolisa di mana banyak berupa flavonol menyebabkan rasa sepat (astringen) dalam buah-buahan. Pada waktu pemasakan, rasa sepat ini banyak sedikit hilang, hal ini mungkin disebabkan oleh konversi menjadi bentuk tidak larut oleh polimerisasi. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 101 5.5. Perubahan Lipida Kadar lipida pada kebanyakan buah-buahan (kecuali adpokat) biasanya rendah dan mungkin tidak bertambah. Akan tetapi terjadi penambahan lipida dan asam lemak yang cukup tinggi pada mangga. Asam lemak yang utama ialah asam-asam palminat, stearat, oleat, linoleat dan linolenat. Pada waktu pertumbuhan terdapat banyak ragam asam-asam poli tidak jenuh (polyunsaturated), namun pada waktu penyimpanan hanya dua macam asam poli tak jenuh yang dapat dideteksi, yaitu asam-asam linoleat dan asam linolenat. Kandungan lipida pada sayuran adalah sedikit, namun bisa berpengaruh besar pada penyimpanan dan kualitas, karena bisa terjadi perubahan cita rasa disebabkan terjadinya ketengikan. Mondey dkk. (1963), melihat varietas kentang Pontiac terjadi penurunan kadar asam linoleat dan dikuti dengan peningkatan kadar asam palmitat dan linolenat. Sedangkan pada varietas Ontario terjadi penurunan asam palmitat dan linolenat. Pada umumnya kadar asam-asam lemak yang mengandung lebih dari 18 atom C bertambah kadarnya pada waktu penyimpanan. 5.6. Sintesa Protein Pada buah-buahan klimakterik terjadi penigkatan kadar protein. Banyak indikasi yang menunjukkan bahwa sintesa protein merupakan kejadian yang penting pada waktu masa penuaan. Hal ini sangat erat hubungannya dengan bertambah banyaknya berbagai enzim, seperti aldolase, karboksilase, klorofilase, fosforilase, fosfatase, invertase, enzim-enzim pektik, lipase, ribonuklease, peroksidase, fenolase, transsaminase, O-metiltransferase, katalase, indol asam asetat oksidase dan lain-lain. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 102 5.7. Perubahan Tekstur Perubahan yang nyata pula pada pemasakan buahbuahan dan penyimpanan sayuran adalah menjadi lunaknya buah-buahan dan jaringan sayuran. Hal ini disebabkan terutama oleh perubahan yang terjadi pada dinding sel dan lainlain substansi pektin, yaitu oleh larutnya dan depolimerisasi substansi pektin secara progresif. Yang termasuk dalam substansi pektin adalah: protopektin, pektin, asam pektinat, asam pektat. Struktur utama (basis) dari bahan-bahan pektin ini adalah rantai panjang dari asam poligalakturonat. Pektin yang tidak larut dekenal dengan nama protopektin, terdapat di dalam buah-buhan yang mentah yang kemudian diubah dengan pertolongan berbagai enzim menjadi pekti yang larut pada waktu terjadi pemasakan buah-buahan. Pektin yang larut ini kemudian dipolimerisasi lagi menjadi unit-unit yang lebih kecil dan mungkin akhirnya menjadi asam galakturonat. Enzimenzim yang aktif dalam pemasakan buah-buahan ini adalah pektin esterase (PE), poligalakturonase (PG) dan mungkin protopektinase. Perubahan inilah yang menyebabkan perubahan tekstur. Reaksi perombakan protopektin menjadi produk lain diperlihatkan pada skema dibawah ini (Gambar 34). Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 103 Gambar 34. Reaksi perombakan protopektin menjadi produk lain Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 104 Gambar 35. Perubahan Fisiko kimiawi dari nenas selama pengembangan DAFTAR PUSTAKA Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Alumni Bandung, Bandung. Penerbit Kartasapoetra, A.G. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Bina Aksara, Jakarta. Winarno, F.G. & Aman, M. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Penerbit P.T. Sastra Hudaya, Jakarta. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 105 BAB VI, VII CARA PENYIMPANAN SETELAH PANEN HASIL-HASIL TANAMAN Buah-buahan dan sayuran merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan setelah pemanenan, baik kerusakan fisik, mekanis maupun kerusakan mikrobiologis. Padahal sebagian besar dari buah-buhan dan syuran lebih disukai dikonsumsi dalam keadaan segar. Oleh karena itu diupayakanlah berbagai cara untuk mempertahankan kesegaran dari buah dan sayuran agar bisa bertahan lebih lama dan bisa dikonsumsi dalam keadaan segar dalam waktu yang lebih lama setelah masa panen. Salah satu cara yang telah digunakan adalah dengan menyimpannya dalam kamar pendingin. Cara ini walaupun dapat meningkatkan masa simpan, kurang efektif untuk mempertahankan mutu sesuai dengan yang dikehendaki, karena buah dan sayuran masih dalam keadaan hidup dan melakukan kegiatan respirasi. Karena penyimpanan dingin dirasa belum cukup memuaskan, maka dikembangkan cara lain yaitu dengan mengkombinasikan pendinginan dan pengaturan udara di sekeliling produk Cara yang sudah dikenal antara lain penyimpanan dengan pengendalian atmosfer (controlled atmosphere storage atau CAS), penyimpanan dengan modifikasi atmosfer (modified atmosphere storage atau MAS) dan penyimpanan hipobarik (hypobaric storage atau HS). Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 106 Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan pertama: Rencana Perkuliahan (100 menit) Langkah 1 30 menit Langkah 2 50 menit Langkah 2 20 menit Aktivitas Aktivitas 1: Pendahuluan Aktivitas 2: Materi Penjelasan tentang adanya zat-zat inhibitor ini tidak ada pada buah-buahan yang sudah dipanen. Pada waktu pemasakan (ripening), buah mengalami suatu rangkaian perubahanperubahan, yaitu perubahan warna, tekstur dan flavor (cita rasa). Aktivitas 3: Penutup Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 107 SUPLEMEN BAB 6, 7 PENYIMPANAN HASIL-HASIL TANAMAN 6.1. Penyimpanan Segar Buah Dan Sayuran Penyimpanan pada suhu rendah Buah-buahan dan sayuran merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan setelah pemanenan, baik kerusakan fisik, mekanis maupun kerusakan mikrobiologis. Padahal sebagian besar dari buah-buhan dan syuran lebih disukai dikonsumsi dalam keadaan segar. Oleh karena itu diupayakanlah berbagai cara untuk mempertahankan kesegaran dari buah dan sayuran agar bisa bertahan lebih lama dan bisa dikonsumsi dalam keadaan segar dalam waktu yang lebih lama setelah masa panen. Salah satu cara yang telah digunakan adalah dengan menyimpannya dalam kamar pendingin. Cara ini walaupun dapat meningkatkan masa simpan, kurang efektif untuk mempertahankan mutu sesuai dengan yang dikehendaki, karena buah dan sayuran masih dalam keadaan hidup dan melakukan kegiatan respirasi. Karena penyimpanan dingin dirasa belum cukup memuaskan, maka dikembangkan cara lain yaitu dengan mengkombinasikan pendinginan dan pengaturan udara di sekeliling produk Cara yang sudah dikenal antara lain penyimpanan dengan pengendalian atmosfer (controlled atmosphere storage atau CAS), penyimpanan dengan modifikasi atmosfer (modified atmosphere storage atau MAS) dan penyimpanan hipobarik (hypobaric storage atau HS). Penyimpanan pada suhu rendah untuk produk hortikultura beragam menurut jenis komoditas dan kelembaban relatif (Tabel 12 ). Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 108 Berdasarkan Tabel 12 dapat dijelaskan bahwa buahbuahan dan sayuran yang perlu dilindungi dari etilen seperti pisang, alpukat, melon, apel dan tomat hendaknya disimpan secara terpilih dengan buah-buahan dan sayuran yang memproduksi etilen. Gas etilen mempercepat proses pematangan terutama pada suhu tinggi. Pada suhu rendah, pengaruh etilen terhadap produk hortikultura tidak nyata. Tabel 12. Kondisi suhu, Kelembaban Relatif dan Lama Penyimpanan Buah-buahan dan Sayuran. Komoditas Asparagus Wortel Kembang kol Mentimun Cabe Melon Bawang kering Kentang Tomat (ranum) Tomat (hijau Semangka Apel Alpukat Mangga Nenas Pepaya Suhu (0C) 0-2 0 0 7-10 7-10 0-4,4 0 5-10 7-10 12-20 4,4-10 1-4,4 4,4-12,5 12 7-12,5 7 RH (%) Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 95 90-95 90-95 90-95 90-95 85-90 65-70 93 85-90 85-90 80-85 90 85-90 85-90 85-90 85-90 Lama Penyimpanan 2-3 minggu 2-5 minggu 2-4 minggu 10-14 hari 2-3 minggu 5-14 hari 1-8 bulan 2-5 bulan 4-7 hari 1-3 minggu 2-3 minggu 3-8 bulan 2-4 minggu 2-3 minggu 2-4 minggu 1-3 minggu 109 Penyimpanan Dengan Pengendalian Atmosfer Penyimpanan dengan pengendalian atmosfer dapat diartikan sebagai suatu teknik atau cara penyimpanan di mana atmosfer di sekeliling produk diatur konsentrasinya. Pengaturan ini terutama ditekankan pada konsentrasi gas O2 dan CO2, yaitu konsentrasi CO2 dinaikkan sedangkan O2 diturunkan yang disertai pengontrolan udara disekeliling produk secara terus-menerus oleh peralatan khusus. Skema proses respirasi dari kesetimbangan gas di dalam sistem dapat dilihat pada Gambar 36 . Dari Gambar 37 dapat dilihat bahwa konsentrasi CO2, O2 dan N2 diatur melalui filter khusus dan dibantu oleh “srubber” dan generator gas. Gas CO2, O2 dan N2 terus menerus diatur oleh kedua alat tersebut di mana bila terjadi ketidakseimbangan hal tersebut langsung dapat diatasi. Berbeda dengan cara penyimpanan dengan modifikasi atmosfer yang pertukaran gasnya hanya melalui lubang-lubang yang terdapat dalam pengemas, dengan pengendalian atmosfer lebih dapat diketahui pola respirasi dari produk yang dikemas karena konsentrasi gas di sekeliling produk terus dikontrol dan dipantau. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 110 Gambar 36. Skema Respirasi Kesetimbangan Gas di dalam Penyimpanan dengan Pengendalian Atmosfer. Penyimpanan Dengan Modifikasi Atmosfer Teknik modifikasi udara (MAS) merupakan suatu cara penyimpanan di mana tingkat konsentrasi O2 lebih rendah dan tingkat konsentrasi CO2 lebih tinggi, bila dibandingkan dengan udara normal. Hal ini dapat dicapai dengan pengaturan melalui kemasan. Pengaturan pengemasan akan menghasilkan kondisi tertentu melalui interaksi beberapa penyerapan dan pernapasan buah atau sayuran yang disimpan. Pada prakteknya ada dua macam penyimpanan modifikasi atmosfer yaitu cara pasif dan cara aktif. Dalam MAS pasif, kesetimbangan antara CO2 dan O2 di dapat melalui pertukaran udara di dalam kemasan melalui Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 111 film kemasan. Jadi kesetimbangan yang diinginkan tidak dikontrol pada awalnya, melainkan hanya mengandalkan permeabilitas dari kemasan yang digunakan. Sedangkan MAS aktif adalah penyimpanan dengan modifikasi atmosfer di mana udara dalam kemasan pada awalnya dikontrol dengan cara menarik semua udara di dalam kemasan untuk kemudian diisi kembali dengan udara konsentrasi yang telah diatur dengan menggunakan alat, sehingga kesetimabangan langsung tercapai. Dalam penyimpanan modifikasi atmosfer permeabilitas kemasan memegang peranan penting karena pertukaran gas terjadi lewat kemasan yang digunakan. Perbedaan antar pengendalian atmosfer dengan modifikasi atmosfer terletak pada pengontrolan yang dilakukan. Pada penyimpanan dengan modifikasi atmosfer tidak dilakukan pengontrolan terhadap udara di sekeliling produk, karena susunan udara tersebut dibiarkan berubah secara alami dengan bantuan ventilasi dari bahna pengemas. Pada penyimpanan dengan pengendalian atmosfer, udara di sekeliling produk terus-menerus dikontrol baik melalui ventilasi bahan pengemas atau ruangan penyimpanan maupun dengan menggunakan alat. Penyimpanan Hipobarik Prinsip dasar dari penyimpanan hipobarik (HS) adalah pengaturan tekanan di seliling produk yang disimpan, di mana tekanan tersebut lebih rendah dari tekanan atmosfer normal. Produk dipeliharadalam suhu kontainer tertutup pada tekanan rendah yang konstan. Ada dua efek yang diakibatkan oleh penurunan tekanan ini yaitu suplay O2 untuk produksi menurun yang mengakibatkan penurunan kecepatan respirasi, etilen dan gas-gas lain yang dihasilkan oleh produk dikeluarkan dengan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 112 cara menghampakan ruangan, akibatnya pematangan dan proses “aging” terhambat. Skema dari alat penyimpanan secara hipobarik dapat dilihat pada Gambar 37 , sedangkan diagram skema alat penyimpanan secara hipobarik untuk skala laboratorium dapat dilihat pada Gambar 38. Gambar 37. Prinsip Dasar Peralatan Penyimpanan Hipobarik Gambar 38. Diagram Skema dari alat penyimpanan buah Skala Laboratorium dengan Tekanan di bawah Atmosfer Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 113 Pengaruh Metabolisme dan Kondisi Penyimpanan 1. Respirasi Perubahan fisiko-kimiawi yang terjadi dalam buah dan sayuran yang sudah dipanen sebagian besar berhubungan dengan metabolisme oksidatif, termasuk di dalamnya respirasi. Respirasi dapat dibedakan dalam tiga tingkatan yaitu: a. Pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana b. Oksidasi gula menjadi asam piruvat c. Transformasi piruvat dan asam-asam organik lainnya secara aerobik menjadi CO2, air dan enersi. Protein dan lemak dapat pula berperan sebagi substrat dalam pemecahan ini. Laju respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, jumlah O2 yang diserap, CO2 yang dikeluarkan,panas yang dihasilkan dan enersi yang timbul. Akan tetapi biasanya respirasi hanya ditentukan dengan mengukur CO2 dan O2 yaitu dengan pengukuran laju penggunaan O2 atau dengan pengeluaran CO2. Dengan pengukuran ini dimungkinkan untuk mengevaluasisifat dari proses respirasi. Perbandingan CO2 terhadap O2 disebut kuesien respirasi (RQ). RQ berguna untuk menduga sifat substrat yang digunakan dalam respirasi sejauh mana reaksi respirasi telah berlangsung dan sejauh mana proses tersebut bersifat aerobik atau aerobik. Namun demikian harus disadari bahwa proses ini mungkin sangat sulit, karena pada suatu saat mungkin berbagi tipe substrat yang berbeda-beda bersamasama digunakan. Jadi RQ yang diukur hanya merupakan nilai rata-rata yang bergantung pada sumabangan respirasi masingmasing substrat dan kandungan nisbi karbon hidrogen dan oksigennya. Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk menentukan daya simpan buah dan sayuran setelah dipanen. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 114 Intensitas respirasi dianggap sebagai ukran laju jalnnya metabolisme dan oleh karena itu sering dianggap sebagui petunjuk mengenai potensi daya simpan buah dan sayuran. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai umur simpan yang pendek. Hal ini juga merupakan petunjuk penurunan mutu. Tingkat perkembangan, susunan kimiawi jaringa, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan merupakan faktor internal yang mempengaruhi laju resspirasi sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh antara lain suhu, etilen dan O2 yang tersedia, CO2, zat-zat pengatur pertumbuhan dan kerusakan buah selama pemanenan. 2. Pengaruh metabolisme Penyimpanan dengan atmosfer terkendali atau termoifikasi dapat mempengaruhi respirasi pada tiga tingkat yaitu respirasi aerobik, respirasi anaerobik dan kombinasi dari keduanya. Respirasi aerobik berlangsung bila persediaan O2nya normal dan menghasilkan pembebasan CO2 dan air. Sedangkan respirasi anaerobik berlangsung tanpa O2 sama sekali yang kemudian akan menghasilkan CO2 dan etil alkohol melalui fermentasi. Young et al (1962) dalam Pantastico (1975) membuktikan bahwa CO2 dapat menunda permulaan peningkatan respirasi pada buah alpukat dan menurunkan laju penyerapan O2 pada puncak klimakterik. Diperkirakan bahwa penurunan O2 dapat menunda pembangkitan klimakterik dengan penurunan jumlah ATP yang tersdia. Peningkatan CO2 dapat menunda pembentukan asam amino khas yang diperlukan untuk sintesis enzim tertentu atau menunda penguraian suatu penghambat enzim. Dengan konsentrasi CO2 kurang dari 10 % tidak ditemukan perbedaan dalam kandungan asam, sedangkan bila konsentasi CO2 lebih dari 10% sampai 90%, terjadi penimbunan asam suksinat, dan amino butirat, sedangkan asam Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 115 malat dan aspartat akan terkuras habis. Asam-asam organik dan asam-asam amino cenderung menunpuk pada buah-buahan yang disimpan dalam CAS. Lingkungan CO2 agaknya menghentikan penurunan keasaman yang normal dialami selama penyimpanan. Penurunan asam selama penyimpanan dan CAS dan MAS kemungkinan diebabkan oleh kegiatan respirasi yang menurun, peningkatan CO2 atau adanya enzim yang tidak begitu aktif yang mengubah asam malat menjadi asam piruvat atau oksaloasetat. 3. Pengaruh fisiologis Konsentrasi O2 yang rendah dapat mempunyai pengaruh seperti: laju respirasi dan oksidasi substrat menurun, pematangan tertunda dan sebagai akibatnya umur komoditas lebih panjang, perombakan klorofil tertunda, produksi C2H4 rendah, laju pembentukan asam askorbat berkurang, perbandingan asam-asam lemak tak jenuh berubah dan laju degradasi senyawa pektin tidak secepat dalam udara. Bila konsentrasi dalam atmosfer bertambah, jumlah CO2 yang terlarut dalam sel atau yang tergabung dalam beberapa zat penyusun sel pun meningkat. Kandungan CO2 dalam sel yang tinggi mengarah pada perubahan-perubahan fisiologis seperti: penurunan reaksi-reaksi sintesis pematangan (misalnya protein dan zat warna), penghambatan beberapa kegiatan enzimatik (misalnya suksinodehidrogenase dan sitokrom oksidase), penurunan produksi zat-zat atsiri, gangguan metabolisme asam organik terutama penentuan asam suksinat, kelambatan pemecahan zat-zat pektin, penghambatan sintesis klorofil dan penghilangan warna hijau terutama setelan pemanenan dini, dan perubahan perbandingan berbagai gula (misalnya rasa buah Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 116 kastanye menjad lebih manis sesudah mengalami penyimpanan pada suhu rendah dan konsentrasi CO2 yang tinggi). Selain pengaruh-pengaruh tersebut terdapat pula pengaruh yang diakibatkan oleh gabungan antar O2, CO2 dan suhu. Adapun pengaruh itu antara lain kehilangan bobot menurun bila O2 berkurang dan CO2 meningkat, warna hijau dipertahankan pada kandungan O2 rendah, namun warna tidak terpengaruh bila kandungan CO2nya ditingkatkan. Selain itu antara ketegaran dan konsentrasi O2 terdapat korelasi negatif, tetpi CO2 mempunyai pengaruh yang berlawanan, loyoh berkurang dengan penurunan kadar O2 namun sekali lagi CO2 cenderung melawah pengaruh O2 yang melunakkan tekstur. 4. Penyimpanan buah-buahan a. Alpukat Umur simpan alpukat “fuerte” dapat diperpanjang satu bulan melebihi waktu simpan secara konvensional dengan mnggunakan 4-5% CO2 dan 4-5% O2 pada suhu 7 0C. Sedangkan pendapat Shahl dan Cain (1994) dalam Pantastico (1975) mencatat bahwa dengan mempertahankan kandungan CO2 di bawah 3% penyimpanan alpukat Florida dapat lebih lama pada semua suhu dan juga dapat mengurangi pembentukan warna perang pada kulit. Selain itu dilaporkan pula bahwa pada penyimpanan dengan 3-5% O2 dan 3-5% CO2 pada suhu 6 0C umur alpukat “fuerte” dapat diperpanjang 2-3 kali. b. Pisang Untuk komoditas pisang tidak ada kombinasi CO2 dan O2 yang umum yang dapat diterapkan untuk semua varietas pisang. Untuk jenis pisang “Gross Michael” kombinasi O 2 dan CO2 dalam jumlah yang sama (5%) pda suhu 12 0C ternyata Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 117 dapat mempertahankan umur simpan sampai 120 hari. Sedangkan pisang jenis “Lacatan” dan “Dwarf Cavendish” dapat disimpan dengan hasil baik selama tiga minggu dalam udata terkendali 6-8% CO2 dan 2% O2 pada suhu 15-15,5 0C. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kombinasi konsentrasi CO2 tinggi dengan O2 rendah, efektif unuk memperpanjang umur simpan buah pisang. Di sini produksi C2H4 dihambat oleh kombinasi kedua gas tersebut, dengan demikian laju kematangaannya pun dapat dikurangi. c. Mangga Berdasarkan penelitian-penelitian ditunjukkan bahwa 5 % CO2 dan O2 pada suhu 13-14,5 0C dapat meningkatkan umur simpan buah mangga paling tinggi. Mangga hanya mempunyai toleransi yang rendah terhadap CO2. Pada tingkat kandungan 15% CO2, buah mangga tidak menjadi merah atau jingga seperti biasa, akan tetapi rasa dan baunya baik. d. Pepaya Dari penelitian yang dilakukan ternyata penggunaan CO2 untuk memodifikasi atmosfer penyimpanan buah pepaya tidak memberi keuntungan bila dilihat dari segi pengendalian pembusukan. Buah pepaya yang disimpan dalam 10% CO2 pada suhu 18 0C tetap baik namunn cepat membusuk bila dipindahkan ke udara biasa. Akan tetapi konsentrasi CO2 5% dan O2 1% dapat menyimpan buah pepaya selama 21 hari dengan mutu yang masih dapat diterima. e. Nenas Pengaruh penyimpanan dengan atmosfer terkendali menunjukkan bahwa kombinasi 2% O2 dan 98% N2 pada suhu 7 0C dapat memperpanjang umur simpan nenas. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 118 5. Penyimpanan sayuran a. Buncis Kombinasi O2 rendah (2-3%) dan CO2 tinggi dapat menghambat penguningan pada suhu 7 0C. Kandungan CO2 yang lbih tinggi dapat menimbulkan rasa dan bau yang tidak dikehendaki. b. Brokoli Keuntungan utama penyimpanan brokoli pada 5-20% CO2 adalah bertahannya warna hijau, kelunakan dan diperlambatnya pertumbuhan jamur. c. Kubis Konsentrasi 1-2.5% O2 dan 5,5% CO2 dapat menghambat penuaan seperti menjadi liat, kehilangan rasa dan bau yang sedap serta penguningan dan penurunan timbulnya bercak akibat virus. Dengan peningkatan konsentrasi CO2 sampai dengan 10% ditemukan adanya penurunan pertumbuhan akar, pembusukan dan timbulnya tunas-tunas. d. Tomat Kondisi atmosfer dengan 3 % O2 tanpa CO2 pada suhu 0 13 C dapat mempertahankan warna dan rasa serta bau dalam keadaan yang masih dapat diterima selama enam minggu. Penelitian lain menunjukkan bahwa atmosfer dengan konsentrasi O2 yang rendah yaitu 10,3 dan 1% dan gas sisanya adalah N2 dapat memperpanjang umur simpan tomat”Green Wrap” pada suhu 13 0C berturut-turut menjadi 62,78 dan 87 hari. Wu et al. (1972) juga menunjukkan bahwa tomat Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 119 memungkinkan disimpan sampai 100 hari dengan penyimpanan di bawah tekanan udara rendah yaitu 102 mmHg. e. Wortel Susunan atmosfer yang dianjurkan untuk komoditas lain tidak dapat digunakan untuk wortel. Susunan atmosfer dengan 3 % O2 dan 6% CO2 ternyata dapat meningkatkan pembusukan setelah disimpan selama beberapa bulan. Meskipun demikian wortel dapat disimpan selama 6 bulan pada suhu 2 0C dengan konsentrasi O2 sebesar 1-2%. f. Mentimun Kombinasi 3-5% O2 dengan suhu 8 0C ternyata dapat sedikit memperpanjang umur angkut timun. Pada suhu rendah (chilling) 5 0C, konsentrasi O2 tidak banyak berpengaruh terhadap metimun. Konsentasi CO2 yang tidak merugikan pada suhu agak tinggi ternya meningkatkan adanya gejala kerusakan akibat pendinginan. g. Jagung manis Konsentrasi CO2 sekitar 5-10% dapat menghambat kehilangan gula namun lebih dari 10% akan mengakibatkan kerusakan. h. Kacang panjang Kacang panjang yang disimpan pada suhu ruang hanya tahan selama beberapa hari, tetapi jika disimpan pada suhu 15 0 C dengan konsentrasi O2 9-12% dan 2-8% CO2 ternyata dapat memperpanjang umur simpan selama 15 hari. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 120 6.2. Penyimpanan Bebijian Dan Produk Olahan Karakteristik bebijian Bebijian hasil pertanian dapat diartikan bermacammacam. Pengertian yang umum yaitu sebagai kelompok padipadian atau serealia. Dalam pengertian ini bebijian dihasikan oleh famili rerumputan yang kaya karbohidrat sehingga dikonsumsi sebagai makan pokok. Contoh bebijian serealia yaitu padi (Oryza sativa), jagung (Zea mays), gandum (Triticum sp), cantel atau sorgum (Sorghum sp), serta bebijian lain yang jarang dijumpai di Indonesia seperti barley (Hordeum vulgare), rye (Secale cereale) dan padi liar (Zizania aquatica). Selain seralia, kekacangan dari famili Leguminosa juga seringkali dikelompokkan sebagai bebijian. Contoh yang umum yaitu kedelai (Glycine max) dan kacang hijau (Phaseolus radiatus). Kekacangan tersebut lebih merupakan sumber utama protein nabati dan mempunyai daya guna yang sangat luas. Pengertian bebijian yang lain di samping pepadian dan kekacangan, meliputi juga hasil pertanian lain yang dipanen atau diperdagangkan dalam bentuk biji seperti kopi, lada, biji kapuk (randu) dan biji bunga matahari. Karakteristik bebijian yang erat kaitannya dengan penyimpanan yaitu kadar air, daya tumbuh, aktivitas respirasi, densitas, sudut curah dan sifat-sifat fisik lainnya. 1. Kadar air Kadar air yang aman untuk penyimpanan ditentukan berdasrkan pertimbangan teknis dan ekonomis. Pertimbangan teknis yaitu tingkat kadar air yang seimbang dengan kondisi lingkungan (suhu dan kelembaban relatif) dan ambang batas aktivitas air yang aman terhadap kemungkinan berbagai penyebab kerusakan. Menyimpan bebijian pada kondisi air yang setimbang dengan lingkungannya dinilai lebih efisien Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 121 secara ekonomis dibandingkan dengan menyimpan pada tingkat kadar air yang setara dengan nilai aktivitas air yang aman dari kerusakan. Pada keadaan yang pertama, kadar air seta dengan kelembaban relatif kserimbangan (RHs) 70% atau aw 0.70 pada suhu sekitar 27-30 0C. Keadaan ini masih dalam batas aman untuk penyimpanan bebijian. Kadar ir aman simpan ini umumnya sekitar 13,5-14% (basis basah), sedangkan kadar air yang aman dari gangguan keruakan yaitu setara dengan aw 0.62 yaitu sekitar 11-12% (basis basah). Untuk penyimpanan benih dilakukan pada kadar air yang setara dengan aw 0.62 agar benih mempunyai mutu yang baik untuk persyaratan tumbuh. 2. Daya Tumbuh dan Aktivitas Respirasi Di samping kadar air (aw, RH), suhu penyimpanan terutama penyimpanan yang dikombinasikan dengan pengeringan sangat berpengaruh terhadap daya tumbuh benih. Pada Tabel 13 tertera hubungan antara kadar air dan suhu maksimum pengeringan yang aman untuk benih gandum dan dapat menjaga mutu “baking” untuk roti yang dihasilkan. Tabel 13. Kadar air Gandum dan suhu maksimum pengeringan (penyimpanan-pengeringan) yang dapat menjaga mutu benih dan mutu “baking’’ Kadar air (% berat basah) 30 28 26 24 22 20 Buku Ajar Teknologi Pasca Panen Suhu Maksimum (0C) 49 50 51 53 54 56 122 18 16 14 12 Sumber: WFP (1983) 58 60 62 66 Aktivitas respirasi penting diperhatikan untuk penyimpanan bebijian yang belum diolah, dan secara fisiologi masih hidup. Akibat pernapasan bebijian akan dihasilkan panas, uap air dan karbondioksida. Kecepatan respirasi beragam menurut jenis bebijian tergantung pada komposisi kimia yang dikandung hasil pertanian tersebut. Bebijian penghasil minyak (kedelai) mempunyai laju respirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bebijian lainnya (padi, jewawut, gandum). Laju respirasi akan berkurang separuhnya denan pengurangan suhu sebesar 10 0C. 3. Sifat-sifat Fisik Bebijian bukanlah konduktor panas yang baik. Panas yang dihasilkan baik yang berasal dari dalam maupun akibat fluktuasi suhu luar tidak langsung dihantarkan oleh bebijian dalam jumlah yang besar. Pindah panas yang terjadi dalam penyimpanan bebijian berlangsung secara konduksi sedangkan pergerakan air berlangsung secara konversi. Densitas kamba bebijian beragam menurut jenis dan varietasnya (Tabel 14). Sifat-sifat aliran bebijian tidak sama dengan cairan. Tiap jenis bebijian mempunyai sudut curah yang berlainan, tergantung pada ukuran, bentuk, kadar air dan tingkat kebersihan. Sudut curah bebijian pada umunya sekitar 30 0C. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 123 Tabel 14. Densitas kamba bebrapa jenis bebijian dan produk olahan Komoditas Densitas kamba g/ml kg/m3 Beras sosoh 0.80-0.90 800-900 Jagung pipil 0.64-0.75 640-750 Sorgum 0.65-0.78 650-780 Gandum 0.68-0.83 680-830 Tepung terigu 0.49-0.56 490-560 Kedelai 400-545 Cengkeh biji 769 Sumber: WFP (1983); Considine (1982) Tabel 15. Sudut curah bebijian Komoditas Sudut curah (derajat) Jagung pipil 27 Sorgum 33 Gabah 36 Kedelai 29 Gandum 28 Sumber: Richey dkk (1980) Ekosistem Penyimpanan 1. Faktor Abiotik dan Biotik Dua hal yang seyogyanya mendapat perhatian dalam sistem penyimpanan, yaitu faktor bahan hasil pertanian dan faktor lingkungan yang dapat menyebabkan atau sebaliknya dapat menderita serangan abiotik (faktor lingkungan itu sendiri) dan biotik (faktor biologi). Seperti telah diuraikan diatas, bahwa bebijian yang disimpann adalah makhluk hidup yang memilki sifat alamiah seperti melakukan pernapasan, oksidasi pada keadaan aerobik, Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 124 kegiatan fermentasi pada anaerobik dan perkecambahan pada keadaan lembab (Gambar 39). Gambar 39. Ekosistem bebijian dalam penyimpanan Sifat-sifat fisik bebijian mempunyai peranan penting dalam penyimpanan, khususnya dalam hubungan dengan kesetimbangan hidrotermik. Hubungan tersebut diuraikan dalam bentuk kurva sorpsi-disorpsi isotermik atau sorpsiisotermik. Khususnya pada penyimpanan bentuk curah, sekitar 40% dari volume penyimpanan adalah masa udara intergranulasi. Volume udara ini berada di antara butiranbutiran yang satu dengan lainnya. Suatu hal yang penting Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 125 diperhatikan yaitu bahwa massa udara tersebut cenderung menuju keadaan setimbang dengan bebijian, yaitu dalam hal suhu dan tekanannya. Karena itu, suhu dan tekanan udara intergranulair dinyatakan sama besar dengan suhu dan tekanan bebijian (sistem penyimpanan). 2. Pindah Panas dan Migrasi Air Dalam suatu sistem penyimpanan bebijian, kemungkinan dapat terjadi pelepasan panas. Sumber panas terdiri dari sumber internal dan sumber eksternal. Sumber panas internal disebabkan oleh adanya aktivitas serangga, jasad renik atau metabolisme bebijian itu sendiri (pernapasan). Dari proses respirasi bebijian dihasilkan 26.100 kJ untuk tiap kg bebijian. Panas akibat respirasi ini besarnya hampir sebelas kali panas yang diperlukan oleh i kg air untuk mengubah mtnjadi uap (panas laten).Besarnya jumlah panas respirasi ini memberikan kemungkinan digunakan untuk pengeringan bebijian itu sendiri. Sumber panas eksternal berasal dari perubahan suhu udara luar, biasanya karena adanya perbedaan suhu siang malam, perubahan cuaca (iklim) atau perbedaan suhu air laut antara daerah beriklim tropik dengan iklim dingin yang dapat mempengaruhi suhu bebijian selama pengangkutan dalam kapal. Pindah panas yang terjadi pada penyimpanan bebijian diikuti oleh pergerakan air yang terbawa oleh pergerakan intergranulasi secara konveksi (Gambar 40). Pada bagianbagian yang lebih dingin dapat terjadi pengembunan yang dapat menyebabkan berbagai kerusakan. Pada mulanya, kerusakan terjadi secara lokal, kemudian sedikit demi sedikit merambat ke bagian-bagian lainnya. Pindah panas terjadi secara konduksi, walaupun konduktivitas termik dari bebijian sangat rendah. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 126 Kondisi suhu dan kelembaban udara serta kadar air bahan dalam kaitannya dengan kerusakan biologi bebijian dapat dikemukakan pada Gambar 41. Gambar 40. Gerakan konveksi udara (air) dalam penyimpanan bebijian akibat perbedaan suhu di dalam dan di luar sistem penyimpanan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 127 Gambar 41. Ambang kondisi fisik (hidrotermik) untuk perkembangan penyebab kerusakan biologi pada sistem penyimpanan. Teknik Penyimpanan 1. Penyimpanan pada kadar air normal a. Penyimpanan dengan sistem aerasi Kadar air bebijian dikatakan normal , jika bebijian tersebut dapat disimpan dengan aman. Artinya kadar air bebijian berada pada atau di bawah keseimbangan kadar air pada grafik sorpsi isotherm (13-14%). Sebelum disimpan, bebijian dibersihkan, dikeringkan dan didisinfektasikan. Bebijian dapat disimpan dalam bentuk curah atau dalam silo (konkret, metalatau kayu) dan dalam bentuk karung (goni). Pada kondisi tropis, migrasi panas dan uap air terutama dalam silo merupakan masalah utama yang harus ditangani. Karena itu, penyimpanan dengan kadar air normal dapat dipertahankan dengan beberapa teknik antara lain: ventilasi alami, ventilasi mekanik, pergerakan atau perpindahan dan pengeringan artifisial selama penyimpanan. (1) Ventilasi alami Pengeluaran uap air dengan dua jalan yaitu melalui difusi uap air bebijian ke dalam ventilator atau dinding ventilasi dan dengan pergerakan udara di antara bebijian. Secara umum, ventilasi alami kurang efektif jika kelembaban terlalu tinggi, kecuali dihasilkan angin yang kuat untuk mengeluarkan uap air Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 128 di antara bebijian. Cara ini dapat mengeluarkan kelebihan uap air 1-2%. (2) Ventilasi mekanik Ventilasi mekanik banyak digunakan di Amerika Serikat, di gudang dan silo yang besar serta elevator. Ventilasi mekanik dapat digunakan dalam mengontrol migrasi uap air dengan cara mendinginkan bebijian. (3) Pergerakan atau perpindahan Umumnya bebijian yang disimpan dalam gudang tidak mempunyai kadar air yang seragam, demikian juga panas yang mencapai gudang tersebut tidaklah merata. Dengan memindahkan bebijian dari suatu tempat ke tempat lain, akan terjadi efek pendinginan, walaupun tidak sampai tahap pengeringan. Cara ini dapat mencampurkan bebijian yang kering dengan yang lembab, maupun yang dingin dengan yang panas. Jika dilakukan beberapa kali, dapat mempertahankan kondisi bebijian pada kadar air normal. (4) Pengeringan artifisial Metode ini dilakukan bila kondisi area tidak cocok dilakukan pengeringan dengan udara alami. Sehingg dilakukan pemanasan udara sampai 5-10 0C di atas suhu awalnya, untuk menurunkan kelembaban relatif sekitar 30%, dan memaksanya keluar dari hasil pertanian dengan cara yang sama seperti ventilasi mekanik. 2. Penyimpanan pada Kadar Air Tinggi Di daerah beriklim tropis dapat dikembangkan penyimpanan bebijian dalam keadaan basah, di mana a w Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 129 berkisar antara 0.60 (titik kritis pada kurva sorpsi isotermi) hingga 0.85 (ambang bawah dari proses fermentasi), dengan dilengkapi cara stabilisasi kimia, iradiasi atau anaerobik. Konversi bebijian pada aw lebih besar dari 0.85 dilakukan apabila dikehendaki terjadinya proses fermentasi (laktik). Dengan teknik ini bebijian yang baru dipanen dapat langsung disimpan tanpa proses pengeringan yang memadai. a. Stabilitas Kimia Berbagai asam organik dan garam-garamnya seringkali diguankan sebagai aditif pengawet bahan makan, untuk menghindari atau setidak-tidaknya menghambat pertumbuhan jasad renik. Dalam penyimpanan bebijian dapat digunakan asam propionat, asam format, asam asetat,asam benzoat atau campuran dari asam0-asam tersebut. Asam-asam organik stabilisator bersifat volatil, sehingga daya antimikrobanya terbatas atau memerlukan pengontrolan yang ketat supaya tidak cepat menguap. Di samping itu asam organik dapat menyebabkan pengkaratan atau korosif pada material logam dan mengeluarkan bau yang tidak menyenangkan. Cara penyimpanan sabilisasi kimia praktis tidak berkembang di lapangan karena dinilai tidak efisien secara ekonomis. Dikenal pula penggunaan fungisida yang dilakukan sebelum panen atau pada waktu penyimpanan, di mana bahan kimi tersebut diduga dapat sekaligus merupakan antimikroba. Penggunaan amoniak (gas, larutan) seringkali dimaksudkan selain untuk tujuan detoksifikasi aflatoksin dapat pula menghambat pertumbuhan jasad renik walaupun hasilnya tidak begitu nyata, tergantung dosis yang diberikan. b. Iradiasi Dengan Sinar Gama Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 130 Iradiasi dengan sinar gama memerlukan peralatan yang canggih, sehingga penggunaannya masih terbatas pada tingkat penelitian, terutama untuk mengetahui dosis yang paling optimal. Menurut WHO (1980), iradiasi untuk bahan pangan dapat diizinkan pada batas 10 Kgy (1.000 Krad) berdasrkan kemungkinan bahaya keracunan. c. Teknik Penyimpanan Anaerobik Ketat Dengan kadar oksigen yang sangat rendah atau dalam keadaan vakum, penyimpanan bebijian pada kadar air tinggi masih dapat dilakukan untuk jangka waktu yang lama, asalkan dipertimbangkan kemungkinan timbulnya proses fermentasi, baik yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan. Penyimpanan tanpa oksogen atau vakum lebih efektif apabila dilakukan pada kadar air bebijian yang rendah. D. Penyimpanan pada Suhu Rendah Teknik penyimpanan bebijian pada suhu rendah di bawah 10 0C untuk daerah-daerah beriklim tropis banyak dipromosikan oleh berbagai perusahaan yang memproduksi peralatan untuk penyimpanan. Secara teknis metode-metode penyimpanan pada suhu rendah dapat dipertanggungjawabkan akan tetapi kemungkinan penerapannya ditinjau dari segi ekonomis masih perlu diteliti lebih jauh. 3. Penyimpanan Vakum dan Modifikasi Atmosfer a. Penyimpanan Vakum Penyimpanan vakum atau penyimpanan hermetis didefinisikan sebagi penyimpanan produk pertanian di dalam wadah yang dibuat sedemikian rupa sehingga produk di dalamnya terlindung dari pertukaran gas atau air dari luar. Dalam praktek teknik penyimpanan dapat digunakan untuk Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 131 kadar air bebijian rendah (12% bb) seperti yang dikembangkan oleh Bulog yang disebut kemas hampa atau dapat juga untuk menyimpan pada kadar air tinggi (di atas 14% bb). Penyimpanan vakum mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut: 1) Kondisi vakum menyebabkab kerusakan serangga dan binatang kecil lainnya yang terdapat dalam bebijian pada saat penyimpanan. 2) Mencegah masuknya serangga dan binatang kecil lainnya ke dalam wadah selama penyimpanan 3) Mencegah pertumbuhan kapang dan timbulnya panas yang mengurangi kelebihan uap air walaupun tidak dapat menghentikan produksi asam hasil fermentasi anaerobik. 4) Produk yang disimpan dalam keadaan kering, akan tetap dalam kondisi kering karena tidak dapat menyerap uap air dari atmosfer. Dalam kondisi penyimpanan hampa, serangga akan mati dengan sendirinya akibat habisnya oksigen dan meningkatnya konsentrasi karbondioksida yang dihasilkan selama respirasi serangga maupun bebijian. Hasil percobaan menunjukkan bahwa habisnya oksigen atau meningkatnya karbondioksida akanmenghancurkan serangga dalam waktu beberapa jam atau beberapa hari, tergantung konsentrasi oksigen dan karbondioksida, spesies serangga, dan faktor lain seperti suhu dan kadar air bahan. Walaupun sifat-sifat bebijian kering hanya berubah sedikit selama penyimpanan vakum, tetapi pada bijian yang berkadar air tinggi (di atas 16%) terjadi perubahan yang dapat mempengaruhi kualitas bebijian dan hasil olahannya. Perubahan-perubahan tersebut antara lain: Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 132 (1) Komposisi udara (gas) di antara bebijian Dengan kelembaban udara lebih dari 70%, umumnya bebijian serealia akan mempunyai kadar air sekitar 14%, mikroorganisme yang terdapat dalam bebijian pada saat panen akan menghabiskan oksigen yang ada, dan menghasilkan karbondioksida. Beberapa jasad renik yang aerobik tidak terbunuh dengan habisnya oksigen, tetapi berada dalam keadaan dorman. Sesudah oksigen habis, jika kadar air diatas 16%, terjadi produksi karbondioksida dalamkondisi aerobik, sampai 95% dalam intergranular. Kondisi ini akan bertahan selama wadah tersebut kedap udara. (2) Suhu Beberapa pengamatan memperlihatkan bahwa suhu umumnya meningkat sedikit, begitu silo disegel (ditutup), selam periode produksi karbondioksida. Karena kenaikan suhu hanya sedikit, maka tidak terjadi kondisi pemanasan bebijian yang lembab, yang dapat dikuti pertumbuhan jamur yang pesat. Pada fase anaerobik hanya dihasilkan sedikit panas. (3) Penampakan, bau dan rasa Pada kondisi penyimpanan vakum, biasanya tidak terjadi perubahan yang berarti pada penampakan bebijian, yang tetap terlihat segar, dan tanpa adanya pertumbuhan jamur. Fermentasi aerobik yang terjadi pada kadar air di atas 16% menghasilkan bau apek dan agak manis serta rasa pahit, yang meningkat dengan meningkatnya temperatur dan kadar air. Tabel 16 menunjukkan batas pembentukan odor (bau) pada bebijian, pada kadar air sekitar 16%. Pada kadar air yang lebih tinggi, jika periode penyimpanan diperpanjang hingga lebih dari beberapa bulan, noda (bau yang tajam) tidak dapat dihilangkan dengan dianginkan atau dikeringkan, dan pada Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 133 waktu penggilingan menjadi tepung, dihasilkan rendemen yang berkualitas rendah untuk pembuatan roti. Jika kadar air di atas 25%, maka bebijian terutama jagung, cenderung menjadi hitam gelap dan lunak, rasanya kurang manis. Bebijian yang lembab ini memilki kadar gula yang tinggi, sehingga menyebabkan reaksi nonenzimatis tipe Maillard. Tabel 16. Waktu yang diperlukan (hari) untuk pembentukan odor pada penyimpanan gandum kondisi hampa. Kadar air Suhu Penyimpanan 15 C 22 0C 23 10 8 21 23 11 19 40 20 17 60 30-40 15 > 600 150 Sumber: Guilbot dan Poisson (1963) 0 (4) Kadar air Dalam kontainer yang kedap udara dapat mencegah masuknya oksigen dan hilangnya karbondioksida. Umumnya tidak diharapkan perubahan pada kadar air bebijian. Apabila terjadi peningkatan kadar air bebijian pada puncak dan sisi silo, hal ini disebabkan oleh peningkatan kelembaban intergranular, karena lapisan luar bebijian lebih cepat dingin daripada lapisan dalam tumpukan. (5) Viabilitas Kehilangan viabilitas adala salah satu kriteria yang paling banyak digunakan dalam menlai kerusakan bebijian, Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 134 karena germinasi dapat diketahui dengan cara yang sederhana dan telah dirusak selama kondisi penyimpanan yang tidak tepat. Kondisi bebas oksigen selama penyimpanan vakum, mempunyai efek terhadap germinasi suhu dan kadar air bahan. Germinasi turun hingga 0 dalam beberapa minggu pada kadar air 22% atau lebih. Pada kadar air 14% atau kurang, kemampuan germinasi dapat dipertahankan pada tingkat yang cukup tinggi selama periode yang cukup panjang. (6) Komposisi kimia Beberapa penelitian menunjukkan penyimpanan dengan kadar air di atas 16% sifat-sifat kimia bebijian tidak berubah. Pada kadar air yang lebih tinggi tidak ditemukan perubahan kandungan protein atau total ntrogen. Perubahan utama adalah peningkatan gula pereduksi dan menurunnya gula nonpereduksi. Pada kadar air lebih besar dari 25% terdapat sedikit peningkatan keasaman, karena terjadi produksi asam laktat. (7) Kualitas baking Seperti halnya perubahan kimia, hanya sedikit kerusakan yang terjadi pada kualitas pembuatan roti bila gandum disimpan dengan kadar air 16-17%. Kualitas baking masih memuaskan setelah disimpan selama 2 bulan pada kadar air 21-22%. Volume roti meningkat setelah gandum disimpan dalam kondisi vakum dengan kadar air 12-16% peningkatan ini sebenarnya berhubungan dengan proses aging, yang juga ditemukan pada penyimpanan bebijian pada tempat terbuka. Pada bebijian dengan kadar air tinggi (18-20%) kualitas tepung yang dihasilkan mempunyai efek penyimpanan vakum, roti yang dihasilkan berbau, namun tidak jauh berbeda dengan yang dibuat dari bebijian yang lebih kering. Dengan kadar air Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 135 yang tinggi ataupun dengan memperpanjang masa simpan, protein gluten mempunyai efek yang parah dan juga volume serta tekstur roti menjadi rusak. b. Pengaturan Atmosfer Intergranulasi Sistem ini hampir sama dengan penyimpanan hermetis tergantung dari komposisi dan jenis gas di dalam atmosfer intergranulasi. Modifikasi yang sering dilakukan yaitu dengan menambahkan gas karbon, nitrogen atau dapat juga penambahan campuran CO2 dan nitrogen, dengan disertai penurunan kadar oksigen. Penyimpanan dengan cara tersebut diatas memerlukan peralatan yang canggih, akan tetapi teknik ini cenderung berkembang pada masa yang akan datang. Bentuk penyimpanan domestik dan komersial Bentuk penyimpanan bahan pangan setelah panen digolongkan menjadi dua golongan yaitu penyimpanan domestik dan penyimpanan komersial. Sistem penyimpanan domestik bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi hingga waktu panen berikutnya dan untuk penyimpnan benih,di samping untuk penyimpanan sebelum bahan pangan dijual (KUD). Dalam hal ini dikenal penyimpanan sistem curah dalam karung goni dan dengan cara dikat tangkainya. Penyimpanan tradisional pada umumnya termasuk pada sistem penyimpanan domestik. Wadah penyimpanan bahan pangan yang banyak digunakan di Indonesia antara lain: (1) Bin Bambu Bin bambu ini banyak dijumpai di Sumatera dan Sulawesi Selatan. Biasanya dibuat secara lokal dengan kapasitas yang bervariasi, antara 250 kg sampai 4 ton. Dari Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 136 pegalaman petani di daerah, ternyata bin bambu dapat dipergunakan selama 15-20 tahun dengan kondisi aerasi yang sempurna melalui lubang-lubang anyaman. Di Jawa berbagi macam wadah yng sejenis seringkali digunakan untuk penyimpanan domestik, seperti dikenal dengan nama daerah: tumbu, jelebug, tolombong atau dingkul besar. (2) Bin kayu Bin kayu umumnya dibuat dari sejenis kayu meranti. Khusus di Kalimantan dibuat dari bambu dan daun palma (kindai). Beberapa petani juga menyimpan bahan pngan pada kaleng pedaringan, karung plastik ataupun gentong. Penyimpanan secara tradisional seperti geledek (geledengan) atau grobog sejenis kotak kayu masih dapat dijumpai di pedesaan. Setelah pemanenan, tahap pengeringan dan penyimapan dapat pula dilakukan dengan jalan menumpuk padi atau bebijian lainnya dalam bentuk ikatan. Biasanya penyimpanan dilakukan pada para-para (Sulawesi Selatan), pada dinding bambu (Jawa Barat), diatas tanah berlapis papan kayu atau disimpan dalam gentong. Karena penyimpann dengan cara ini terbatas pada jenis-jenis padi yang tidak mudah rontok (padi bulu dan padi gede), maka berangsur-angsur tradisi ini hilang. Walaupun demikian sejalan dengan keberhasilan dalam hal swasembada pangan (beras), cara penyimpanan tersebut mungkin akan berkembang kembali. Penyimpanan untuk tujuan komersial dibagi atas sistem sak (karung goni) dan sistem curah (bulk). Pemilihan penggunaan kedua sistem tersebut didasrkan pada jenis produk, lama penyimpanan, cuaca, sarana, serangan, tikus serta infestasi serangga. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 137 Beberapa keuntungan dan kerugian sistem penyimpanan dalam karung dan sistem curah adalah: Sistem karung - Fleksibel - Penanganan lambat - Lebih banyak - Biaya operasi tinggi - Biaya investasi rendah - Kerusakan oleh tikus tinggi Sistem curah - Tidak fleksibel - Penanganan cepat - Kurang (rendah) - Biaya operasi rendah - Biaya investasi tinggi - Kerusakan oleh tikus tinggi Di samping itu wadah juga dapat menyebabkan berkurangnya (kehilangan) bahan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: 1) Penyimpanan karung Karung harus bersifat antiair, ventilasi ruangan cukup terkontrol, melindungi bahan dari serangan tikus dan burung, bebas dari debu dan kotoran, bebas dari cahaya, diletakkan pada pondasi rendah (sekitar 0.75 m) di atas tanah. 2) Lokasi bangunan dan penyimpanan Letak bangunan penyimpanan sebaiknya jauh dari genangan air. Untuk mengurangi terjadinya radiasi oleh sinar matahari, maka letak bangunan sebaiknya menghadap utara atau selatan. 3) Struktur penyimpanan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 138 Umumnya terdiri dari fondasi yang terbuat dari semen, dengan landasan (fondasi) lantai semen, dinding gedung biasanya dibuat dari semen, alumunium atau seng dilengkapi dengan pintu, ventilasi (di atas dan di bawah), atap gedung terbuat dari seng atau asbes yang dapat melindungi dari serangan burung. Sistem penyimpanan karung Sistem penyimpanan karung bertujuan untuk memudahkan identifikasi stok bahan yang berbeda. Inspeksi dapat dilakukan setiap saat sehingga sanitasi dan kontrol perubahan cuaca lebih efektif. Cara meletakkan tumpukan karung adalah: 1) Sistem tumpukan dengan jumlah dan ukuran yang telah ditentukan yang disertai adanya fumigasi. 2) Menggunakan hamparan yang berguna untuk membantu sirkulasi udara dan mencegah kerusakan lantai akibat kontak air dan tanah. 3) Ukuran tumpukan umumnya adalah 12m x 6 m apabila ukuran karung 12m x 5m dapat menampung hampir 200 ton, sedangkan untuk ukuran 12m x 9m dapat menampung sekitar 300 ton. Standar jumlah tumpukan karung goni yang dipergunakan oleh Bulog adalah 70-80 kg padi (18 karung); 3040 kg padi (30 karung); 65-75 kg beras (20 karung); 45-50 kg beras (30 karung) dan 100 kg beras (18 karung). Sedangkan dengan karung plastik untuk ukuran 40-50 kg beras jumlah tumpukan dapat mencapai sebanyak 30 karung. Penumpukan Sistem blok Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 139 Biasanya digunakan di gudang Bulog apabila berat sekitar 3.600 ton. Dengan ukuran 12m x 9m dapat menumpuk 54 karung. Sistem penumpukan yang digunakan adalah kunci lima dan bata mati (Gambar 42 ). Kunci lima Bata mati Gambar 42. Sistem penumpukan kunci lima dan bata mati Kontrol lingkungan Cara mengontrol lingkungan adalah sebagai berikut: 1) Pintu dan ventilasi dibuka apabila cuaca panas, sehingga sirkulasi udara dapat diatur. 2) Sebaiknya apabila cuaca mendung atau gerimis, pintu dan ventilasi ditutup. 3) Apabila turun hujan secara terus-menerus, pintu dan ventilasi dibuka sekitar 5 jam, yaitu dari pukul 11.0015.00. 4) Tumpukan harus selalu diperksa, apabila ada tandatanda ‘spot’ karung harus diganti. Kontrol serangga dan tikus Pengontrolan terhadap keungkinan serangan serangga dan tikus merupakan faktor penting dalam pemeliharaan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 140 kualitas maupun kuantitas bahan . Contohnya pemasangan kalis tikus. Fungsi bangunan gudang Tujuan utama penggudangan adalah untuk mengurangi kehilangan bahan (kualitas maupun kuantitas) seminimum mungkin. Secara terperinci, penggudangan adalah sebagai berikut: a) Melindungi bahan dari penyakit dan lingkungan sekitarnya, yaitu tahan terhadap serangan burung dan tikus, mudah untuk mengontrol adanya infestasi serangga, aman dari pencurian dan ventilasi yang mampu mengatur panas dan kadar air (kelembaban). b) Memudahkan pemeliharaan dan pemeriksaan di dalam dan di luar bangunan terutama pengecatan atap dan membersihkan bagian permukaan yang tidak bersudut patah. c) Menciptakan suasana kerja yang aman, termasuk keamanan, suhu dan ventilasi, cahaya, sanitasi dan higienis. d) Menekan biaya operasi. e) Menekan biaya investasi f) Menjamin kemungkinan perluasan bangunan atau fasilitas penyimpanan. Fungsi bagian bangunan Atap, haruslah dapat melindungi bahan dari cuaca, angin dan pengaruh sinar matahari secara langsung, dapat memberikan hawa sejuk bagi ruangan maupun bahan yang disimpan serta dapat mencegah masuknya burung yang dapat merusak bahan. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 141 Dinding, harus dapat melindungi bahan dari angin, hujan, sinar matahari secara langsung, tikus, pencuri, burung maupun serangga. Fondasi, harus dapat mengurangi pergeseran tanah, menghentikan penyerapan air oleh bahan dan melindungi bahan dari serangan tikus. Lantai, dapat menciptakan ruang gerak yang aman, memudahkan pembersihan dan perawatan, mencegah masuknya tikus dan serangga, dapat menahan beban bahan serta dapat mencegah penyerapan kadar air. Pintu, dapat menciptakan suasana kerja, memperlancar keluarmasuknya bahan dan mencegah serangan tikus, burung dan pencuri. Ventilasi, harus dapat mengontrol suasana di dalam dan di luar sehingga nyaman bagi pekerja, mencegah hujan dan udara akibat kelembaban tinggi, mencegah burung, serangga serta dapat berfungsi sebagai jendela untuk masuknya cahaya. Jendela, dapat menciptakan suasana kerja bagi pekerja, mencegah hujan dan mencegah burung dan serangga. 6.3. Penyimpanan Hasil Perkebunan, Rempah-Rempah Dan Umbi-Umbian Kopra Kopra merupakan salah satu produk dari buah kelapa yang diperoleh melalui beberapa tahap pengeringan sampai kadar airnya mencapai 5-6%. Beberapa cara pengeringan kopra yang biasanya dilakukan antara lain: (a). Penjemuran menggunakan sinar matahari Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 142 (b). Pengasapan (c). Pengeringan dengan pemanasan tak langsung menggunakan alat pengering buatan. Pada prakteknya cara-cara pengeringan tersebut sering diko,binasikan untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Pengeringan yang kurang baik atau mencampur kopra yang bermutu baik dengan yang bermutu jelek akan menyebabkan kopra mengalami kerusakan baik oleh serangga maupun jasad renik. Beberapa faktor yang menyebabkan turunnya mutu kopra adalah sebagai berikut: a) Penundaan pengangkutan buah kelapa yang sudah matang sebelum pengeringan. b) Pengangkutan dan penumpukan buah yang sudah dikupas sehingga buah menjadi pecah-pecah. c) Pengeringan dilakukan terlalu cepat dan lapisan kopra terlalu tebal (pada penggunaan kiln). d) Penjemuran dilakukan dengan ceroboh atau terkena hujan yang tiba-tiba turun. Kadar air kopra sebaiknya lebih rendah dari 6 %. Jika kadar air kopra lebih besar dari 6% maka kopra akan mengalami kerusakan selama penyimpanan. Menurut Southall (1931) dalam Teknologi Penyimpanan Pangan (1992), menyatakan bahwa pada kadar aiar yang tinggi kopra akan terdekomposisi lemaknya. Dekomposisi ini dapat menyebabkan kehilangan berat selama penyimpanan. Pada kadar air 12-50%, kopra akan diserang oleh Aspergilus flavus, Aspergilus niger dan Aspergilus nigrican, sedang pada kadar air 8-12% oleh Gaucus sp, Aspergilus tamarii dan jamur-jamur lain akan merusak kopra dan pada kadar air rendah dari 8% kopra akan dirusak oleh Aspergilus Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 143 cinnamoeus, Peudomonas glaucum dan Aspergilus glaucus. Sedangkan bakteri-bakteri akan menyerang kopra pada kadar air sekitar 15-20%. Serangan mikroba-mikroba tersebut dapat mengundang pula serangan serangga pada kopra. Spesiesspesies serangga yang sering merusak kopra adalah Necrobia rufines, Carpophilus dimidiatus, Tribolium castaneum, Doloesa viridis, Corcyra cephalonica dan Ephestia cantella. Cara pengendalian atau pencegahan serangan serangga adalah sebagai berikut: a) Membuat kopra bermutu baik dengan kadar air kurang dari 6%. b) Membersihkan karung kopra dari serangga. c) Memelihara kondisi penyimpanan yang baik. d) Selama pengangkutan, jangan mencampur karung kopra dengan karung barang lain. e) Mencegah penimbunan kopra di pelabuhan atau di perkebunan. Usaha pengawetan yang dilakukann terhadap kopra pada prinsipnya merupakan usaha untuk mencegah jasad renik yang menggunakan kopra sebagai media pertumbuhannya, misalnya dengan mempengaruhi pH daging buah sehingga enzim jasad renik tidak mampu memetabolisir bahan makanan pada daging buah. Cara-cara pengawetan yang biasa dilakukan adalah dengan belerang dioksida, dengan perendaman dalam larutan asam (proses tapahan), dengan larutan soda (Na2CO3) atau dengan penambahan natrium chlorida (NaCl). 1. Pengawetan dengan Gas SO2 Cara ini biasanya dilakukan pada kopra yang dikeringkan dengan sinar matahari. Kopra yang akan dikeringkan diasapi dengan gas SO2 dalam ruangan tertutup Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 144 dan dibiarkan selama 12 jam, setelah itu dijemur selama dua minggu. Dengan cara ini biasanya akan diperoleh kopra yang putih bersih, bebas dari jamur dan minyak perolehannya tidak berwarna dan tidak tengik. Aktivitas SO2 pada daging buah kelap adalah merusak spora-spora jamur serta melunakkan dinding sel daging buah sehingga mempercepat pengeringan. 2. Pengawetan dengan Proses Tapahan Cara ini dilaksanakan dengan merendam daging buah kelapa ke dalam campuran asam asetat (5-7%) dan asam sulfat (5%) atau asam chlorida. Perendaman dilakukan selama 5 menit. Kopra yang dihasilkan dari cara pengawetan ini tahan terhadap serangan kapang, serangga dan binatang pengerat (sehingga rendemennya lebih tinggi dari kopra yang tidak diawetkan), di samping itu minyak yang dihasilkan dapat terhindar dari warna gelap dan kenaikan asam lemak bebas. Perlindungan terhadap kapang merupakan hasil kerja dari asam asetat, dan bila asam asetatnya menguap, serangan kapang dicegah oleh asam sulfat atau khlorida. Dosis yang digunakan untuk 1.000 butir kelapa adalah 500 g sampai 1.000 g asam asetat dan 500 g asam sulfat. 3. Pengawetan dengan Na2CO3 Pengolahan kopra, sebaiknya daging buahnya terlebih dahulu harus dicelupkan ke dalam larutan Na2CO3 yang berkonsentrasi rendah. Sementara pendapat dari Somaatmadja dan Djuwarni (1968) menyatakan bahwa pada buah kelapa yang direndam dalam larutan Na2CO3 akan terbentuk lapisan sabun (film) pada permukaan daging buah yang akan melindungi dari serangan jamur dan serangga. FAO menganjurkan penggunaan Na2CO3 pada konsentrasi 30-35% dengan lama perendaman 5 menit, kemudian dikeringkan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 145 dengan udara panas atau dengan sinar matahari. Dengan cara ini dihasilkan kopra yang putih bersih, tidak cepat rusak dan minyaknya bermutu tinggi. 4. Pengawetan dengan NaCl Telah diketahui bahwa penambahan garam NaCl tang cukup dapat memperlambat, menurunkan atau mencegah pertumbuhan mikroba. Efektifitasnya berkorelasi dengan konsentrasi garamnya. Merendam daging buah kelapa ke dalam larutan NaCl sebelum pengeringan dapat menyebabkan terbentuknya lapisan sabun (film) pada permukaan daging buah yang merupakan hasil reaksi antara trigliserida dengan garam NaCl. Lapsan sabun tersebut berfungsi untuk melindungi kopra dari serangan mikroba dan serangga. Efek lainnya adalah dengan tekanan osmotik yang tinggi dari larutan garam dapat menyebabkan air keluar dari bahan yang diawetkan maupun dari sel-sel jasad renik sehingga terjadi plasmolisa. Kopi (Coffea spp.) Mutu biji kopi dipengaruhi oleh proses-proses pengolahan dimulai dari awal sampai siap dipasarkan, misalnya pada pengeringan, di mana kecepatan pengeringan sangat menentukan mutu fisik dan organoleptik biji kopi. Pengeringan yang terlalu cepat dapat menyebabkan case hardening dan kerusakan flavor. Begitu juga selama penyimpanan, suhu sangat berpengaruh. Suhu simpan bersama-sama dengan perubahan kadar air biji kopi menyebabkan perubahan fisik dan denaturasi protein (sehingga dapat merusak flavor kopi). Dalam hal ini terdapat korelasi yang kuat antara kemampuan perkecambahan biji dengan flavor kopi, biji yang masih bisa berkecambah Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 146 menghasilkan kopi yang berflavor lebih baik. Perkecambahan merupakan proses yang disertai dengan respirasi dan metabolisme jika kopi ini dikeringkan (sampai kadar air lebih kecil dari 13%) perkecambahan tidak terjadi karena respirasi tercegah. Biji kopi yang masih memilki daya berkecambah memiliki kelebihan lain, yaitu lebih awet disimpan jika dibandingkan dengan kopi yang telah kehilangan daya tumbuh. Kadar air kesetimbangan kopi adalah 12%, dengan toleransi 1%. Kadar air kopi tersebut tidak banyak berubah selama penyimpanan dan pengangkutan. Tetapi jika disimpan terlalu lama maka kadar airnya dapat naik sebesar 1-2%, sebaliknya jika disimpan pada RH rendah (misalnya 35%) kadar air kopi dapat turun sebesar 10%. Cara-cara penyimpanan biji kopi yang umum dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Penyimpanan dengan Pallet Biji kopi dimasukkan dalam karung-karung yang kemudian disusun dalam pallet-pallet. Ukuran karung yang digunakan terbatas pada kemampuan menusia untuk mengangkatnya. Kelemahan cara ini adalah jik terjadi absorpsi air mka karung beserta isinya akan membengkak dan dapat meledak. Sedangkan kelebihannya adalah merupakan cara yang paling murah. 2. Penyimpanan Curah Biji kopi disimpan dalam kotak berkerangka kayu, kemudian diletakkan di gudang-gudang (pelabuhan atau eksportir). Cara ini membutuhkan sirkulasi udara yang baik untuk mengendalikan kelembaban kadar air dan suhu. Kopi bubuk biasanya dikemas dalam pengemas vakum sehingga aromanya dapat dipertahankan selama beberapa bulan. Cara lainnya dalah dengan mengisi kemasan dengan gas Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 147 iner dengan hasil yang sama seperti kemas vakum.. Dan cara yang ketiga adalah dengan kemas bentuk yang terbuat kertas yang dilaminasi dengan plastik film atau alumunium foil, tetapi tidak divakum sehingga umur simpannya lebih pendek. Teh (Camellia sinensis L.) Daun teh kering mudah menyerap uap air dari udara dan mudah menyerap bau dari sekelilingnya. Karena itu dalam penyimpanan teh harus dijauhkan dari bahan-bahan yang berbau tajam seperti ikan asin dan minyak tanah. Penyimpanan teh kering yang biasa dilakukan adalah dengan menyimpannya dalam kotak kayu yang kemudian dipatri. Di toko-toko, teh umumnya disimpan dalam kertas berlipat-lipat. Kedua cara ini dapat mempertahankan aroma teh agar tetap harum dan tidak beragi. Biji Coklat (Theobroma cacao L.) Sebelum disimpan, biji coklat kering yang telah diproses disortasi secara manual. Sortasi berdasarkan keutuhan biji, warna, kekeringan, kemurnian, ada tidaknya kapang dan bahan lain. Biji coklat dimasukkan ke dalam karung-karung goni dengan berat maksimum 60 kg. Kemudian, karungkarung gono tersebut ditempatkan dalam gudang penyimpanan. Gudang penyimpanan harus bersih dan ada lubang pertukaran udara. Pada beberapa kebun, gudang penyimpanan dilengkapi dengan lampu infra merah. Fumugasi dapat dilakukan sebelum gudang digunakan. Karung-karung goni tersebut tidak boleh langsung bersentuhan dengan lantai gudang tapi harus berjarak sekitar 7 cm dari lantai agar sirkulasi udara baik. Pada keadaan ini, di daerah tropis biji coklat tahan selama 3 bulan dengan mutu yang dapat dipertahankan. Jika lebih dari 3 bulan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 148 penyimpanan maka biji coklat akan berjamur dan kadar asam lemak bebasnya meningkat (tengik). Lada (Piper nigrum L.) Dalam perdagangan, lada terdiri dari dua jenis yaitu lada hitam dan lada putih. Lada hitam yang merupakan lada yang berasal dari buah yang belum matang lalu dijemur. Lada hitam digunakan sebagai rempah, derivatif maupun sumber oleoresin dan black pepper oil. Sedangkan lada putih berasal dari buah yang telah matang dengan pembuangan lapisan mesocarpnya. Lada putih hanya digunakan sebagai rempahrempah. Penyimpanan lada yang sudah dibersihkan dan dikeringkan, dilakukan pada kondisi yang kering pula sehingga akan mengalami kerusakan yang minimal. Di daerah Serawak, pengangkutan dan penyimpanan lada dilakukan pada musim hujan sehingga RH yang tinggi menyebabkan kenaikan kadar air lada dan mengundang tumbuhnya kapang atau serangan serangga. Untuk mengatasi hal ini, lada dapat dicuci dan dikering ulang sampai kadar airnya di bawah 11%, kemudian segera dikirimkan. Untuk mencegah kontaminasi lebih lanjut sebaiknya digunakan plastik polietilen yang tebal selain karung goni. Pada cara ini lada jangan sampai terkena sinar matahari langsung. Lada bubuk dikemas dalam kemasan yang direkat untk mencegah kehilangan minyak volatil dan caking, karena semakin halus ukuran bubuk lada semakin mudah kehilangan minyak volatilnya. Vanili (Vanila fragrance) Vanili sangat peka terhadap serangan Penicillium dan Aspergillus selama penyimpanan. Jika kapang-kapang tersebut Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 149 menyerang, tanda-tandanya adalah terdapat noda-noda putih kemudian menjadi hijau yang kemudian tersebar dengan cepat. Serangan kapang tersebut mengakibatkan buah vanili menjadi berkerut, kering dan berbau tidak enak. Adapun penyebab dari datangnya serangan kapang tersebut adalah buah vanili dipanen sebelum matang serta pengeringan kurang sempurna. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan pencucian buah dengan kain yang telah dicelup alkohol 95% atau dengan membuang bagian buah yang telah terkena serangan kapang (dikerat). Selain itu, selama penyimpanan vanili dapat diserang oleh rayap Tyrophagus dengan cara melubangi buah. Untuk mengatasi serangan rayap dapat dilakukan pencucian buah dengan alkohol seperti pada pencegahan serangan kapang. Penyimpanan vanili kering biasanya dilakukan dalam kotak-kotak atau pembungkus lainnya dengan maksud agar diperoleh aroma serta rasa yang sebaik-baiknya. Pada penyimpanan ini vanili perlu diikat berdasrkan mutunya dalam jumlah beberapa puluh tiap ikatan, hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya fermentasi lebih lanjut. Pada kotak/peti penyimpanan bagian dalam dilapisi kertas minyak, begitu juga bagian tutupnya. Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Jahe adalah sejenis rempah-rempah yang berupa umbi akar (rhizoma) yang diperoleh dari tanaman Zingiber officinale Rosc. Jahe dapat digunakan sebagai pencampur dalam makanan, minuman dan sebagai obat tradisional. Pengawetan dan penyimpanan jahe segar harus segera dilakukan setelah pemanenan dengan dicuci bersih dan ditiriskan selama 1-2 hari di tempat teduh. Dengan cara ini jahe akan awet selama 6 bulan pada suhu 550C dan RH 65%. Untuk mencegah serangan hama seperti Sitodrepa panicae dan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 150 Lasioderma serricorne, gudang penyimpanan perlu difumugasi. Sedangkan hama-hama nematoda seperti Meloidogyne javanica, Meloidogyne indica dan Meloidogyne incognita bisa dibasmi dengan nematosida seperti DD atau Nemacar. Untuk jahe yang telah dikeringkan, harus disimpan pada keadaan kering untuk mencegah serangan kapang. Penyimpanan jangan terlalu lama karena dapat merusak aroma, flavor dan kepedasannya. Cabai kering (Capsicum spp) Dalam penyimpanan cabai, faktor yang paling utama untuk diperhatikan adalah warnanya, karena warna cabai tersebut dapat menjadi penentu harga bagi cabai yang bersangkutan. Selain penyimpanan, yang berpengaruh terhadap perubahan warna cabai adalah varietas cabainya sendiri. Ada varietas yang warnanya tahan setelah disimpan 6 bulan sementara varietas lainnya mudah rusak. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan cabai kering agar warnanya dapat dipertahankan yaitu: a) Pemanenan cabai dilakukan setelah cukup matang. b) Warna cabai giling lebih cepat rusak dibandingkan cabai utuh. c) Kontak cabai kering dengan udara dan cahaya mempercepat perubahan menjadi pucat sehingga cabai perlu dikemas dalam kemasan yang kedap cahaya. d) Kadar air cabai kering mempengaruhi ketahanan warna. Pada kadar air 11-12%, cabai lebih cepat mengalami perubahan warna menjadi hitam dibandingkan dengan cabai yang disimpan pada kadar air 7%. e) Semakin besar suhu penyimpanan, perubahan warna cabai semakin cepat. Perubahan warna cabai pada suhu simpan 50C, lebih lambat dibandingkan pada suhu 370C. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 151 f) Ketengikan cabai berkorelasi dengan perubahan warna. Ketahanan warna dapat diperbaiki dengan penambahan antioksidan larut lemak. Dalam penyimpanan cabai, perlu dilakukan pengendalian hama tikus dan serangga. Bawang merah (Allium cepa L.) Penyimpanan bawang merah dalam jangka pendek atau panjang, sudah menjadi suatu hal yang tidak dapat dielakkan. Bawang merah yang disimpan sebelum dikeringkan, hanya dapat tahan disimpan sekitar satu minggu saja. Lebih lama lagi bawang merah akan banyak diserang penyakit busuk, terutama busuk hitam atau kapang Aspergillus niger. Karenanya, bawng merah yang disimpan harus sudah dikeringkan terlebih dahulu. Pada umumnya, para petani bawang menyimpan bawang dengan cara menggantungkan ikatan bawang merah pada para-para di atas perapian dapur. Dengan cara ini, tiap kali dapar dinyalakan, bawang merah akan mengalami pengasapan yang dapat memperpanjang daya awetnya. Akibatnya bawang merah dapat disimpan lama lebih dari 6 bulan tanpa mengalami serangan penyakit umbi. Namun, jumlah bawang merah yang dapat disimpan dengan cara ini terbatas, tergantung pada luas dan besar tempat di atas perapian dapur. Bawamg merah dalam jumlah yang banyak, tentunya membutuhkan ruang penyimpanan yang lebih luas. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh gudang penyimpanan bawang merah, yaitu: a. Kondisi dan perawatan hasil Bawang merah yang disimpan harus cukup kering, dengan kadar air 80-85%. Atau pada waktu pengeringan beratnya susut kira-kira 15-20%. Sebelum disimpan perlu Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 152 disortasi. Bawang merah yang rusak atau terkena penyakit dipisahkan dan tidak disimpan. b. Keadaan ruang penyimpanan Pertama ruang untuk gudang harus bersih, kering dan tidak lembab. Ventilasi baik dan cukup banyak sehingga dapat menjaga ruangan tersebut agar tetap kering, tidak lembab dan tidak gelap. Ventilasi tersebut juga harus dapat memberikan pergantian udara dalam ruang dengan baik. Konstruksi sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan setiap kali diperlukan dan tiap kali habis dipakai, terutama kemungkinan adanya umbi-umbi busuk yang tertinggal. c. Suhu dan kelembaban ruangan Kelembaban yang terlalu tinggi disertai suhu yang tinggi, dapat menyebabkan terjadinya pembusukan umbi atau tumbuh tunas. Suhu yang baik untuk menyimpan bawang merah adalah 30-340C dan kelembabannya 65-75%. Udara dalam ruang terlalu kering sehingga kelembabannya terlalu rendah, lantai gudang dapat dibasahi air atau dapat diembuskan uap air ke dalam gudang. Sebliknya, jika kelembaban terlalu tinggi, dapat dikurangi dengan menghembuskan zat yang bersifat higroskopis seperti CaCl2 atau dengan menempatkan batu kapur di lantai gudang. Membangun ruang khusus untuk gudang bawang merah, sebaiknya dinding terbuat dari bahan yang sekaligus dapat berfungsi sebagai isolator (papan kayu). Lantai gudang dapat dibuat dari kayu. Dengan demikian suhu penyimpanan dalam gudang dapat terkendali. Untuk atap dapat digunakan seng agar dapat menyerap panas lebih banyak. Letak gudang usahakan agar ditempatkan ditempat yang banyak menerima sinar matahari. Dapat juga dipasang bohlam (lampu) yang Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 153 dayanya (watt) tinggi. Kesemua ini dimaksudkan untuk mempertahankan suhu dalam ruangan agar tetap terkendali, yaitu sekitar 30-340C. Di dalam gudang dapat dipasang rak-rak untuk menenpatkan bawang merah yang akan disimpan dalam bentuk ikatan. Ada juga yang memasukkan ke dalam karung plastik yang anyamannya jarang. Bawang dalam bentuk tanpa ikatan atau bentuk potongan tanpa daun (dipotong daun 1-2 cm dari ujung umbi). Karung-karung tersebut nantinya sekaligus dipakai untuk wadah dalam transportasi ke tempat penjualan. Kelemahan penyimpanan semacam ini, terutama untuk penyimpanan jangka panjang. Bawang merah selama penyimpanan masih hidup dan bernafas meskipun aktivitas hidupnya sangat rendah. Dalam aktivitas hidup dihasilkan panas dan uap air. Oleh karena itu, selama dalam tumpukan kemungkinan akan terbentuk embun yang dapat membahayakan bawang tersebut. Jika menyimpan dalam karung sebaiknya sering dibuka dan dikering-anginkan di luar. Atau jangan menyimpan bawang merah dalam karung untuk jangka waktu panjang. Menyimpan bawang merah dapat juga dilakukan dalam kamar pendingin. Kondisi yang baik untuk penyimpanan pada suhu sekitar 00C dengan kelembabannya 65%. Pada suhu 10150C, umbi bawang merah akan cepat tumbuh dan membentuk tunas. Pada suhu 00C dan 300C pertumbuhan tunas menghambat. Bawang Putih (Allium sativum L.) Umbi bawang putih tidak tergolong bahan yang cepat mengalami kerusakan. Dalam keadaan kering, umbi ini tahan disimpan sampai 6 buan dengan syarat sewaktu dipanen umbi tidak rusak. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 154 Pengawetan dengan bahan kimia tidak dikehendaki karena dikhawatirkan dapat menimbulkan efek negatif bagi yang mengkonsumsinya. Penyimpanan pada suhu rendah memerlukan investasi yang besar. Cara paling mudah dan paling sering dilakukan adalah pengasapan. Pengawetan ini akan baik jika umbi telah berumur 15-55 hari sesudah panen. a. Pengawetan dengan pengasapan Kulit umbi yang terluar dibuang dan ditinggalkan satu lapis. Hal ini untuk memudahkan kontak asap dengan daging umbi dan dengan meninggalkan satu lapis kulit terluar dimaksudkan untuk melindungi daging umbi. Sementara itu batang dapat dipotong dan disisakan kira-kira 2 cm dari umbi. Atau dapat tidak dipotong jika pengasapan dilakukan terhadap sejumlah besar umbi pada loteng pengasap. Selanjutnya umbiumbi tersebut diasap sampai warna kulitnya menjadi kecoklatcoklatan. Umbi yang dipotong batang, alat pengasapannya terdiri dari drum-drum untuk pembakaran bahan bakar dan kotakkotak sebagai tempat umbi yang akan diasap. Drum pembakaran dibuat bercerobong. Dari cerobong ini dipasang pipa yang dihubungkan dengan kotak tempat umbi. Setelah umbi dimasukkan dalam kotak, bahan bakar dinyalakan, asap akan masuk ke dalam kotak yang akan memanasi umbi sampai berwarna kecoklat-coklatan. Untuk menghasilkan asap yang banyak, bahan bakar menggunakan campuran serbuk dan daun kering dengan perbandingan 9:1. Daun kering diperoleh dari daun bawang putih tersebut. Asap masuk ke dalam kotak, suhu pengasapan diperahankan sekitar 650C. Untuk mengatur suhu perlu dipasang beberapa termometer yang diletakkan pada kotak pengasap. Dengan suhu ini bawang putih sudah menjadi Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 155 kecoklatan dan pengasapan dihentikan setelah berjalan sekitar 34 jam. Umbi tidak dipotong batangnya, cara pengasapannya sama seperti cara pengeringan dengan asap. Hanya saja asap perlu diperbanyak dengan menggunakan bahan bakar yang banyak menghasilkan asap. Penyimpanan tradisional yaitu dengan menggantungkan bawang putih begitu saja di atas parapara perapian dapur. b. Penyimpanan Umbi bawang putih disiman dengan cara menggantungkan ikatan pada para atau rak bambu. Biasanya tiap ikatan sekitar 2 kg. Kebanyakan petani menyimpan dalam ruangan perapian dapur atau para seperti loteng pengasapan. Tempat di atas perapian dapur, maka tiap kali dapur dinyalakan bawang putih akan kena asap. Hal ini menguntungkan karena asap ini berperan sebagai pengawet. Penyimpanan umbi untuk bibit, dapat diberikan fumigasi dengan pestisida sebagai pengawet. Hanya bawang untuk bibit saja yang diperbolehkan difumigasi dengan pestisida. Untuk bawang putih yang akan dikonsumsi tida diperkenankan difumigasi dengan pestisida karena dapat membahayakan konsumen. Penyimpanan bawang putih dalam jumlah yang besar, untuk disimpan di para kurang sesuai. Di samping kurang praktis, juga membahayakan karena beban terlalu berat yang dapat merobohkan bangunan dapur. Untuk ini bawang putih dapat disimpan dalam gudang yang cukup baik ventilasinya, cukup kering serta tidak lembab. Selama penyimpanan perlu dilakukan pemeriksaan secara rutin jika ada bawang putih yang sudah nampak rusak atau terserang penyakit, harus segera disingkirkan sehingga tidak menular pada bawang putih yang Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 156 lain. Bawang putih yang nampak terserang jamur (hitam), biasanya cepat merambat ke bagian lain, sehingga perlu segera diamankan. Untuk mencegah infeksi hama gudang, gudang yang luas dapat difumigasi dengan tablet 55% Photoxin. Menggunakan pestisida ini karena asapnya sangat berbahaya. Karena itu, fumigasi dengan tablet 55% Photoxin sebaiknya dilakukan oleh orang yang berpengalaman dan dilengkapi dengan masker penutup hidung dan mulut. Kalau pengeringan dan penyimpanan dikerjakan dengan baik, bawang putih dapat tahan lebih dari 8 bulan. Ubijalar (Ipomea batatas Poiret) Ubijalar hanya tahan selam 48 jam setelah dipanen, setelah itu terjadi warna kecoklatan (kepoyoan), yang disebabkan oleh aktivitas enzim polifenolae yang terdapat pada lendir ubi dan yang membentuk warna coklat jika kontak dengan udara. Untuk mengatasi masalah tersebut ada beberapa cara penyimpanan ubijalar seperti berikut ini: 1. Cara-cara tradisional untuk memperpanjang daya simpan ubijalar dalam jumlah kcil dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan. Misalnya dengan cara penguburan kembali ubi yang sudah dipanen, atau membiarkan ubi tidak dipanen dan hanya dipanen dalam jumlah yang diperlukan. Cara lain adalah membungkus ubi dengan lumpur dan menyimpan dalam air. 2. Menyimpan ubijalar dengan serbuk gergaji basah dalam peti. Cara ini dapat mempertahankan mutu ubi jalar selama 1-2 bulan. Suhu simpan sekitar 260C memberikan hasil yang cukup memuaskan, praktis dan murah bagi petani. Tetapi jika serbuk gergaji terlalu Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 157 kering tidak akan terjadi pengawetan dan sebaliknya jika serbuk gergaji terlalu basah akan mempercepat pembusukan. 3. Cara lain yaitu ubijalar yang telah dipanen dibersihkan, lalu diangin-anginkan selama 2-3 hari, ditimbun di tempat yang kering dan sejuk dan ditutup dengan pasir kering/abu setebal 20-30 cm. Ubijalar yang disimpan dengan cara ini dapat tahan selama 5 bulan tanpa boleng. 4. Dibuat gaplek dan tepung ubijalar dapat mengawetkan produk. Ubi dikupas dan dipotong sebesar setengah jari dibuat gaplek, kemudian dikeringkan dengan panas matahari lalu disimpan dalam kaleng. Pembuatan tepung dimulai dengan pemarutan ubijalar yang telah dikupas dan dicuci, kemudian diremas dengan menambahkan air, disaring dengan menggunakan kain. Larutan yang diperoleh diendapkan selama satu malam. Cairan dibuang dan endapan kering. Singkong Segar (Manihot utilissima) Cara penyimpanan singkong segar telah banyak diteliti dan dipraktekkan.Tanpa perlakuan khusus singkong segar hanya tahan sekitar 48 jam. Cara-cara penyimpanan singkong segar adalah sebagai berikut: 1. Singkong segar dipotong sepanjang 5 cm pada tangkainya. Diangin-anginkan supaya getahnya kering. Singkongsingkong tersebut lalu diatur berjejer rapat dalam bak batu bata yang ditumpuk tanpa menggunakan semen dan dasarnya sudah ditutup pasir kering setebal 5 cm. Bak batu bata berukuran 1,0 m x 1,0 m x 1,0 m. Jejeran singkong tersebut ditutup lagi dengan pasir setinggi 5 cm, begitu seterusnya samapi pasir terakhir berjarak 10 cm dari Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 158 2. tepi bahan. Setelah itu di atas pasir ditutup lagi dengan batu bata dan yang terakhir ditutup seng. Pada penyimpanan seperti ini, bak batu bata harus harus didirikan pada tempat yang aman serta tidak terkena air hujan. Singkong segar dapat tahan 1-2 bulan. Singkong segar dalam keadaan utuh ditumpuk di atas lapisan jerami, rumput atau daun-dan kering. Diameter tumpukan jerami 1,5 m, tebalnya 15 cm. Sekitar 300-500 kg sigkong segar ditimbun diatas alas tersebut, kemudian ditutup dengan lapisan jerami dan ditutup lagi dengan tanah hingga ketebalan 15 cm. Sekeliling timbunan dibuat saluran drainase agar tidak terendam air. Keadaan cuaca sangat mempengaruhi daya tahan singkong yang disimpan. Perlu diupayakan agar tidak terlalu basah di musim hujan (Gambar 43 ). Daya simpan singkong cara ini dapat mencapai 3 bulan. Gambar 43. Cara pengawetan singkong segar 3. Singkong disimpan dalam peti (kapasitas 20 kg) yang diisi serbuk gergaji. Kadar air serbuk gergaji dipertahankan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 159 4. sebesar 50%, agar kelembabannya terkendali sehingga singkong awet. Kondisi penyimpanan terlalu kering akan cepat terjadi kerusakan fisiologis, sebaliknya bila terlalu basah menyebabkan kebusukan. Seringkali digunakan sekam padi (pesak) sebagai pengganti serbuk gergaji. Tetapi sekam dinilai kurang baik karena daya serap dan distribusi air kurang merata. Cara penyimpanan singkong segar seperti ini, pada keadaan yang terlindung dari sinar matahari, dan suhu sekitar 26 0C dapat mempertahankan singkong segar selama satu bulan. Singkong segar yang telah dibersihkan dicelup dalam larutan fungisida thiobendazole, atau fungisida lainnya seperti maneb dan Benomyl. Kemudian dikemas dalam kantong plastik polietilen. Pengemasan ini akan membantu mengawetkan singkong dari kerusakan fisiologis, sedangkan pencelupan dalam fungisida dapat mencegah kerusakan oleh jasad renik. Perlu diperhatikan agar singkong betul-betul segar (2-3 jam setelah panen) pada saat dikemas. Cara penyimpanan seperti ini banyak digunakan di pasar-pasar swalayan. Daya tahan singkong segar sekitar 1-3 bulan. DAFTAR PUSTAKA Syarief, R dan Halid, H. 1992. Teknologi Penyimpanan Pangan. Kerja Sama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Penerbit Arcan, Jakarta. Syarif, R. & H. Halid. 1995. Teknologi pengemasan pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Winarno, F. G. & Fardiaz, S., Fardiaz, D. 1980. Pengantar teknologi pangan. PT Gramedia. Jakarta Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 160 Winarno, F.G. & Aman, M. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Penerbit P.T. Sastra Hudaya, Jakarta. Winarno, F. G. 1993. Pangan, gizi, teknologi dan konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 161 BAB VIII. MIKROBIOLOGI PENYIMPANAN Bermacam-macam mikroba seperti kapang, bakteri dan ragi mempunyai daya perusak terhadap bahan hasil pertanian. Cara perusakannya adalah dengan cara menghidrolisa atau mendegradasi makromolekul-makromolekul yang menyusun bahan tersebut menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil. Misalnya karbohidrat menjadi gula sederhana atau pemecahan lebih lanjut dari gula menjadi asam-asam yang mempunyai atom karbon yang rendah. Protein dapat dipecahkan menjadi gugusan peptida dan senyawa amida serta gas amoniak. Sedangkan lemak dapat pecah menjadi gliserol dan asam-asam lemak. Dengan terpecahnya karbohidrat (pati, pektin atau selulosa), maka bahan dapat mengalami pelunakan. Terjadinya asam dapat menurunkan pH dan terbentuknya gas-gas hasil pemecahan dapat mempengaruhi bau dan cita rasa bahan. Kerusakan mikrobiologis ini merupakan bentuk kerusakan yang banyak merugikan serta kadang-kadang berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena racun yang diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat. Pada umumnya kerusakan mikrobiologis tidak hanya terjadi pada bahan yang mentah, tetapi juga pada bahan setengah jadi maupun bahan hasil olahan. Makanan-makanan dalam kaleng atau dalam botol dapat rusak dan kadang-kadang berbahaya karena dapat memproduksi racun. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 162 Berikut kedelapan: Rencana Perkuliahan (100 menit) Langkah 1 30 menit Langkah 2 50 menit Langkah 3 20 menit rencana perkuliahan untuk pertemuan Aktivitas Aktivitas 1: Pendahuluan 1. Pengajar sebagai fasilitator memperkenalkan bahaya yang disebabkan oleh gerakan mikroorganisme 2. Kemudian pengajar meminta kepada mahasiswa untuk menyebutkan perlakuanperlakuan pasca panen yang telah mereka ketahui, yang dapat mencegah hidupnya mikroorganisme dalam bahan pertanian 3. Setelah itu mahasiswa diminta untuk menuliskan perlakuan pasca panen tersebut di selembar kertas dengan jenis mikroorganimenya 4. Kemudian pengajar akan menjelaskan beberapa perlakuan pasca panen dan apa kepentingannnya untuk hasil-hasil pertanian, mikroorganisme yang berkembang dengan beberapa perlakuan pasca panen Aktivitas 2: Materi Aktivitas 3: Penutup Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 163 SUPLEMEN BAB 8. ASPEK MIKROBIOLOGI DALAM PENYIMPANAN 8.1. Morfologi dan Taksonomi Bakteri, Kapang dan Kamir 1. Bakteri Bentuk dan Pengelompokan Sel Bakteri pada umumnya mempunyai ukuran sel 0.5-1.0 μm kali 2.0-5.0 μm, dan terdiri dari tiga bentuk dasar yaitu : (1) bentuk bulat atau kokus (jamak : koki), (2) bentuk batang atau basilus (jamak : basili), dan (3) bentuk spiral. Bakteri ada yang berukuran relatif besar dengan diameter sekitar 5 μm, berukuran sedang seperti bakteri penyebab tifus dan disenteri yang mempunyai ukuran 0.5-1 μm kali 2-3 μm, dan berukuran sangat kecil seperti mikoplasma yang mempunyai ukuran diameter 0.1-0.3 μm. Bakteri berbentuk bulat dapat dibedakan atas beberapa grup berdasarkan pengelompokan selnya, yang merupakan salah satu sifat yang penting dalam identifikasi, Gambar 44, yaitu : 1. Diplokoki : sel berpasangan (dua sel) 2. Streptokoki : rangkaian sel membentuk rantai panjang atau pendek 3. Tetrad : empat sel membentuk persegi empat 4. Stapilokoki : Kumpulan sel yang tidak beraturan seperti buah anggur 5. Sarcinae : kumpulan sel berbentuk kubus yang terdiri dari 8 sel atau lebih. Bakteri berbentuk batang terdapat dalam bentuk berpasangan (diplobasili) atau membentuk rantai (streptobasili). Pengelompokan ini pada beberapa keadaan bukan merupakan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 164 sifat morfologinya, melainkan dipengaruhi oleh tahap pertumbuhan atau kondisi kultur. Bakteri berbentuk spiral (tunggal, spirilum; jamak, spirila) terdapat secara terpisah-pisah (tunggal), tetapi masingmasing spesies berbeda dalam panjang, jumlah, dan amplitudo spiralnya, serta ketegaran dinding selnya. Sebagai contoh, beberapa spesies ukurannya pendek dengan spiral yang padat, sedangkan spesies lainnya mungkin sangat panjang dengan bentuk seperti tali berputar (bergelombang). Bakteri yang ukurannya pendek dengan spiral yang tidak lengkap disebut bakteri koma atau vibrio. Bakteri berbentuk bulat pada umumnya lebih tahan terhadap proses pengolahan, misalnya pemanasan, pendinginan dan pengeringan, dibandingkan dengan bakteri berbentuk batang. Demikian pula bakteri yang bergerombol (stapilokoki) lebih sukar dibunuh dengan proses pengolahan dibandingkan dengan bakteri di mana selnya terpisah-pisah atau membentuk rantai. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 165 Gambar 44. Cara perkembangbiakan bakteri bentuk kokus Susunan Dinding Sel Bakteri dibedakan atas dua kelompok berdasarkan komposisi dinding sel serta sifat pewarnaannya, yaitu bakteri garam positif dan bakteri garam negatif. Selain perbedaan dalam sifat pewarnaan bakteri garam positif dan gram negatif juga berbeda dalam sensivitasnya terhadap kerusakan mekanis/fisis, terhadap enzim, disinfektan dan antibiotik. Bakteri garam positif lebih sensitif terhadap penisilin, tetapi Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 166 lebih tahan terhadap perlakuan fisik atau enzim dibandingkan bakteri gram negatif. Bakteri garam negatif lebih sensitif terhadap antiobiotik lainnya seperti streptomisin. Bakteri gram negatif bersifat lebih konstan terhadap reaksi pewarnaan, tetapi bakteri garam positif sering berubah sifat pewarnaannya, sehingga menunjukkan reaksi gram variabel. Sebagai contoh, kultur bakteri garam positif yang sudah tua dapat kehilangan kemamouannya untuk menyerap pewarna violet kristal sehingga dapat menyerap pewarna safranin, dan berwarna merah seperti bakteri gram negatif. Perubahan tersebut juga dapat disebabkan oleh perubahan kondisi lingkungan atau modifikasi teknik pewarnaan. Pembentukan Kapsul Pembentukan kapsul oleh bakteri dipengaruhi oleh medium pertumbuhan dan mungkin kkondisi lingkungannya. Beberapa spesies bakteri, misalnya Lactobacillus bulgaricus membentuk kapsul jika ditumbuhkan pada susu, tetapi tidak membentuk kapsul jika ditumbuhkan pada medium Laboratorium, misalnya Nutrient Broth. Kapsul terutama terdiri dari polisakarida, dan mungkin polipeptida atau kompleks polisakarida-protein. Beberapa macam polisakarida yang mungkin menyusun kapsul adalah dekstran, levan dan selulosa. Bacillus anthracis memproduksi kapsul polipeptida yang merupakan polimer dari asam D-glutamat. Pneumokoki dibedakan atas 70 tipe yang berbeda berdasarkan perbedaan dalam komposisi kapsulnya. Bakteri pembentuk kapsul jika tumbuh pada suatu medium akan membentuk koloni yang bersifat mukoid. Pembentukan kapsul oleh bakteri meningkatkan ketahanan bakteri terhadap panas, bahan kimia, maupun sel fagosit jika bakteri tersebut masuk ke dalam tubuh. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 167 Pembentukan Endospora Endospora bakteri mulai berbentuk pada akhir fase logaritmik. Ciri-ciri endospora bakteri adalah sebagai berikut: 1. Dibentuk oleh sel basilus 2. Endospora bakteri sangat tahan terhadap pemanasan, pengeringan dan desinfektan. 3. Endospora sukar untuk diwarnai, tetapi sekali diwarnai sukar untuk dihilangkan 4. Dibentuk pada kondisi yang tidak memungkinkan untuk pertumbuhan sel vegetatif (Gambar 45). 5. Bentuk dan posisi spora di dalam sel mungkin berbeda pada masing-masing spesies. 6. Spora mungkin terletak pada ujung atau di tengah sel dan sel vegetatif yang mengandung spora mungkin mengalami pembenkakan atau ukurannya tetap sama. Sifat-sifat ini dapat digunakan untuk identifikasi bakteri. Gambar 45. Bagan pembentukan spora, germinasi dan pertumbuhan spora germinasi pada bakteri. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 168 Gambar 46. Berbagai bentuk dan lokasi spora di dalam sel beberapa spesies Bacillus dan Clostridium. Endospora mengandung ion kalsium dan DPA (dipicolinic acid) dalam jumlah relatif tinggi, karena selama pembentukan spora terjadi kenaikan absorpsi ion kalsium dan sintesis DPA. Endospora tidak melakukan aktivitas metabolisme, oleh karena itu bersifat dorman. Pada waktu germinasi, sifat dorman endospora hilang, sehingga sudah mulai terjadi aktivitas metabolisme yang mengakibatkan sel dapat tumbuh. Proses germinasi dirangsang oleh perlakuan kejutan panan pada suhu subletak (tidak mematikan), adanya asam amino, glukosa dan ion-ion magnesium dan mangan. Pertumbuhan Bakteri Bakteri tumbuh dengan cara pembelahan biner, yang berarti satu sel membelah menjadi dua sel (Gambar 47). Waktu generasi, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk membelah bervariasi tergantung dari spesies dan kondisi pertumbuhan. Tabel 17 menunjukkan waktu generasi beberapa bakteri yang sering ditemukan jika ditumbuhkan pada medium dan suhu tertentu. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 169 Tabel 17. Perbedaan sifat-sifat antara sel vegetatif dengan endospora bakteri Sifat Sel Vegetatif Endospora struktur Sel bakteri Korteks tebal Gram positif selubung spora eksosporium Mikroskopis Nonrefraktil Refraktil Komposisi kimia: Kasium Rendah Tinggi Asam dipikolinat Tidak ada Ada Parahidroksi benzoat Ada Tidak ada Polisakarida Tinggi Rendah Protein Lebih rendah Lebih tinggi Asam amino Sulfur Rendah Tinggi Aktivitas enzimatik Tinggi Rendah Metabolisme Tinggi Rendah atau tidak ada Sintesis Ada Tidak ada makromolekul mRNA Ada Rendah atau tidak ada Ketahanan panas Rendah Tinggi Ketahanan radiasi Rendah Tinggi Ketahanan terhadap Rendah Tinggi bahan kimia dan asam Kemampuan untuk Mudah Hanya dengan diwarnai metode tertentu Hidrolisis oleh lisozim Sensitif Tahan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 170 Gambar 47. Pembelahan biner pada bakteri Semua bakteri yang tumbuh bersifat heterotropik, yaitu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya. Dalam metabolismenya bakteri heterotropik menggunakan protein, karbohidrat, lemak dan komponen makanan lainnya sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Beberapa bakteri dapat mengoksidasi karbohidrat secara lengkap menjadi CO2 dan H2O, atau memecahnya menjadi asam, alkohol, aldehida atau keton. Bakteri juga dapat memecah protein yang terdapat di dalam makanan menjadi polipeptida, asam amino, amonia dan amin. Beberapa spesies tertentu dapat memecah lemak menjadi gliserol dan asam lemak. Meskipun bakteri membutuhkan vitamin untuk proses metabolismenya, beberapa Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 171 dapat mensintesis vitamin-vitamin tersebut dari komponen lainnya di dalam medium. Bakteri lainnya tidak dapat tumbuh jika tidak ada vitamin di dalam mediumnya. Vitamin yang dibutuhkan oleh beberapa bakteri dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Vitamin yang dibutuhkan oleh beberapa bakteri BAKTERI VITAMIN YANG DIBUTUHKAN Bacillus anthracis Thiamin (B1) Clostridium tetani Riboflavin (B2) Brucella abortus Niasin Piridoksin Lactobacillus sp Kobalamin Leuconostoc mesenteroides Biotin Proteus morganii Asam pantothenat Leuconostoc dextranicum Asam folat 2. Kapang Sifat-sifat Umum Fungi Fungi (jamak) atau fungus (tunggal) adalah suatu organisme eukariotik yang mempunyai ciri-ciri spesifik sebagai berikut: 1. Mempunyai inti sel 2. Memproduksi spora 3. Tidak mempunyai klorofil sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis 4. Dapat berkembang biak secara seksual dan aseksual 5. Beberapa mempunyai bagian-bagian tubuh berbentuk filamen dengan dinding sel yang mengandung selulosa atau khitin, atau keduanya Perbedaan utama antara organisme yang tergolong fungi, misalnya antara kapang dan khamir, yaitu kapang adalah Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 172 fungi yang mempunyai filamen (miselium), sedangkan khamir merupakan fungsi sel tunggal tanpa filamen. Beberapa fungi disebut fungi dimorfik karena dapat tumbuh dalam bentuk filamen seperti kapang atau berbentuk sel tunggal seperti khamir. Fungi sebenarnya merupakan organisme yang menyerupai tanaman, tetapi mempunyai beberapa perbedaan sebagai berikut: 1. Tidak mempunyai klorofil 2. Mempunyai dingding sel dengan komposisi berbeda 3. Berkembang biak dengan spora 4. Tidak mempunyai batang/cabang, akar atau daun 5. Tidak mempunyai sistem vascular seperti pada tanaman 6. Bersifat multiseluler tetapi tidak mempunyai pembagian fungsi masing-masing bagian seperti pada tanaman. Fungi dapat bersifat parasit yaitu memperoleh makanan dari benda hidup, atau bersifat saprofit yaitu mmperoleh makanan dari benda mati. Fungi yang bersifat saprofit obligat hanya dapat hidup pada benda mati, tetapi tidak dapat hidup atau melakukan infeksi pada benda hidup. Fungi yang bersifat parasit/saprofit fakultatif dapat hidup pada bahan organik yang hidup maupun mati, dan menyebabkan penyakit. Fungi jarang yang bersifat parasit obligat (protoplasma) yang masih hidup. Fungi semacam ini tidak dapat dibiakkan pada medium sintetik tetapi hanya dapat dibiakkan pada jaringan atau tenunan yang masih hidup, yaitu dengan cara kultur jaringan. Fungi dapat mensintesis protein dengan mengambil sumber karbon dari karbohidrat (misalnya glukosa, sukrosa atau maltosa), sumber nitrogen dari bahan organik atau anorganik dan mineral dari substratnya. Sumber karbon yang terbaik adalah glukosa, sedangkan sumber nitrogen yang Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 173 terbaik adalah ntrogen dari bahan organik. Bahan anorganik yang dapat digunakan sebagai sumber nitrogen adalah amonium dan nitrat. Beberapa fungi dapat mensintesis vitamin-vitamin yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan berkembang biak, sedngkan beberapa fungi lainnya harus mendapatkan vitamin, misalnya thiamin dan biotin, dari subtrat. Fungi menyimpan kelebihan makanan dalam bentuk glikogen atau lemak. Fungi tergolong Eumycota (Eumycetes) dan dapat dibedakan atas empat kelas yaitu: 1. Phycomycetes yang dapat dibedakan atas Zygomycetes dan Oommycetes 2. Ascomycetes 3. Basidiomycetes 4. Deuteromycetes Hifa dan Miselium Pertumbuhannya mula-mula akan berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang. Kapang terdiri dari suatu thallus yang tersusun atas filamen yang bercabang yang disebut hifa. Kumpulan dari hifa disebut miselium. Hifa tumbuh dari spora yang melakukan germinasi membentuk suatu tuba germ, di mana tuba ini akan tumbuh terus membentuk filamen yang panjang dan bercabang yang disebut hifa, kemudian seterusnya akan membentuk suatu masa hifa yang disebut miselium ( Gambar 14.) Pembentukan miselium merupakan sifat-sifat yang membedakan grup-grup di dalam fungi. Pertumbuhan atau perpanjangan hifa dimulai dengan pembelahan inti, yaitu dapat dimulai dari bagian tengah yang disebut pertumbuhan interkalar, atau dari bagian ujung hifa yang disebut pertumbuhan apikal (Gambar 48 ). Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 174 Gambar 48. Germinasi spora kapang dan perpanjangan sel dalam pmbentukan hifa Hifa dapat dibedakan atas dua macam, yaitu, pertama hifa vegetatif atau hifa tumbuh dan kedua hifa fertil yang membentuk bagian reproduksi. Kapang sendiri dapat dibagi atas dua kelompok berdasarkan hifanya, yaitu: hifa tidak bersekat atau nonseptat dan hifa bersekat septat yang membagi hifa dalam mangan-mangan, dimana setiap mangan mempunyai satu atau lebih inti sel (nukleus) (Gambar 49). Dinding penyekat yang disebut dengan septum (septa) tidak tertutup rapat sehingga sitoplasma masih bebas bergerak dari suatu Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 175 ruangan ke ruangan lainnya. Kapang yang tergolong septat terutama termasuk dalam kelas Ascomycetes, Basidiomycetes dan Deuteromycetes, sedangkan kapang nonseptat terutama termasuk dalam kelas Phycomycetes (Zygomycetes dan Oomycetes). Pada kapang nonseptat inti sel tersebar di sepangjang hifa. Gambar 49. Bentuk hifa nonseptat dan septat Hifa pada kebanyakan kapang biasanya terang, tetapi pada beberapa kapang agak keruh dan gelap. Secara mikroskopik, hifa terlihat tidak berwarna dan transparan, tetapi kumpulan hifa secara makroskopik mungkin berwarna. Struktur miselia mungkin spesifik untuk beberapa jenis kapang sehingga dapat digunakan untuk identifikasi. Bentukbentuk spesifik tersebut misalnya rhizoid pada Rhizopus dan Absidia, foot cell pada Aspergillus, percabangan bentuk Y pada Geotrichum. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 176 3. Khamir Sel khamir mempunyai ukuran yang bervariasi, yaitu dengan panjang 1-5 μm, dan lebar 1-10 μm. Bentuk sel khamir bermacam-macam, yaitu bulat, oval, silinder, ogival yaitu bulat panjang dengan salah satu ujungnya runcing, segitiga melengkung (trangular), berbentuk botol. Bentuk apikulat atau lemon, membentuk pseudomiselium dan sebagainya. Berbagai bentuk khamir dapat dilihat pada Gambar 50. Gambar 50. Berbagai bentuk sel khamir Sel vegetatif yang berbentuk apikulat atau lemon merupakan karakteristik grup khamir yang ditemukan pada tahap awal fermentasi alami, misalnya Hanseniaspora dan Kloeckera. Bentuk ogival adalh bentuk memanjang di mana salah satu ujungnya bulat dan ujung yang lainnya runcing. Bentuk ini merupakan karakteristik dari khamir yang disebut Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 177 Brettanomyces. Khamir yang berbentuk bulat misalnya Debaryomyces, berbentuk oval misalnya Saccharomyces, dan yang berbentuk triangular misalnya Trygonopsis. Khamir tidak mempunyai flagela atau organ lain untuk bergerak. Dalam kultur yang sama, ukuran dan bentuk sel khamir mungkin berbeda karena pengaruh umur sel dan kondisi lingkungan selama pertumbuhan. Sel yang muda berbeda bentuknya dari yang tua karena adanya proses ontogeni, yaitu perkembangan individu sel. Sebagai contoh, khamir yang berbentuk apikulat (lemon) pada umumnya berasal dari tunas berbentuk bulat sampai oval yang terlepas dari induknya, kemudian tumbuh dan membentuk tunas sendiri (Gambar 51). Karena proses pertunasannya bersifat bipolar, sel muda yang berbentuk oval membentuk tunas pada kedua ujungnya sehingga mempunyai bentuk seperti lemon. Sel-sel yang sudah tua dan telah mengalami pertunasan beberapa kali, mungkin mempunyai bentuk yang berbeda-beda. Gambar 51. Perkembangan bentuk sel pada khamir berbentuk lemon. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 178 Beberapa bakteri dan semua kapang membutuhkan oksigen untuk tumbuh, disebut mikroba aerobik. Bakteri yang lain malahan tidak dapat tumbuh bila ada oksigen., bakteri demikian disebut dengan bakteri anaerobik. 8.2. Kerusakan Berbagai Komoditas Sifat-sifat hasil-hasil pertanian, kondisi lingkungan dan sifat-sifat jasad renik mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme serta jenis kerusakan yang terjadi. Sumbersumber karbohidrat seperti serealia dan bebijian cenderung dicemari oleh berbagai jenis kapang (Aspergillus, Penicillium, Fusarium, Rhizopus, Monilia). Evolusi Jasad Renik 1. Bakteri dan Khamir Dalam Penyimpanan bebijian bakteri dan khamir tidak banyak pengaruhnya terhadap susut, baik kuantitas maupun kualitas, kecuali bila kadar air bebijian sangat tinggi (a w di atas 0.9 untuk bakteri dan di atas 0.8 untuk khamir). Jumlah bakteri awal padi, jagung dan serealia lainnya berkisar antara 102 hingga 107 germ/g tergantung dari waktu panen, perlakuan sebelum penyimpanan dan cara pengeringan. Berbagai hasil penelitian memperlihatkan bahwa bakteri yang dijumpai pada penyimpanan bebijian umumnya nonpatogenik dari Enterobactericeae, Pseudomonadaceae, Lactobacillaceae dan Micrococcaceae. Jumlahnya menurun dengan cepat selama penyimpanan ( Gambar 52) Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 179 Gambar 52. Perkembangan bakteri selama penyimpanan gabah 2. Kapang Secara konvensional kapang yang spesifik hasil pertanian (bebijian) dibedakan atas 3 golongan sebagai berikut: a. Kapang prapanen, yaitu kapang yang biasa tumbuh pada saat hasil pertanian belum dipanen, atau pada tanamannya. Seringkali bersifat parasit dan beberapa diantaranya merupakan penyakit tumbuhan. Mikroflora ini dapat berkembang pada awal penyimpanan terutama apabila kadar air bahan cukup tinggi, karena kapang prapanen bersifat higrofilik. Beberapa jenis kapang prapanen yaitu: Alternaria, Helminthosporium, Curvularia, Epicoccum, Cladosporium, Phoma, Trichoderma, Nigrospora dan Fusarium. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 180 b. Kapang pascapanen atau kapang penyimpanan. Bersifat higrofilik, mesoserofilik dan serofilik. Berkembang dan melakkan aktivitas metabolisme selama penyimpanan. Pada umumnya terdiri dari berbagai spesies Aspergillus, Penicellium dan juga Fusarium. c. Kapang intermedier, kapang prapanen yang berkembang pada awal penyimpanan dan bertahan untuk beberapa waktu selama penyimpanan, kemudian menurun dengan hebat. Contoh kapang intermedier yaitu: Rhizopus, Fusarium, Cladosporium dan Curvularia. Di samping itu beberapa jenis khamir (Candida dan Verticillium) menyerupai kapang intermedier. Dalam hal penyimpanan bebijian yang memenuhi persyaratan normal ( kadar air 14%), evolusi mikoflora yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut: Mula-mula akan terjadi pertumbuhan yang sangat lambat dari Aspergillus glaucus yang kemungkinan diikuti oleh A. restrictus yaitu jenis kapang yang bersifat sangat serotoleran dibandingkan dengan kapang penyimpanan lainnya. Perkembangan kapang akan menyebabkan kenaikan aw dan suhu secara lokal dalam penyimpanan bebijian. Ketika aw meningkat, jenis kapang yang memerlukan aw lebih tinggi akan berkembang dengan cepat. Kapang tersebut yaitu: A. Candidus, A.ochraceus, A. Flavus, Penicellium. Keadaan ini akan mempergawat dan mempercepat perubahan atau kerusakan bebijian. Sedangkan kapang-kapang Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 181 serotoleran akan menghilangkan kembali ke fase laten. A. restrictus dapat membunuh daya kecambah dan penyebab perubahan warna pada biji, kapng ini mencemari gandum dan jagung (blue-eye) pada penyimpanan dan kadar air 14 – 14,5% untuk selama beberapa bulan. Demikian halnya A. glaucus, kapang ini dapat menyebabkan hal yang sama seperti A. restrictus, akan tetapi pada kadar air lebih tinggi (14,5 – 15%). A. candidus dapat tumbuh dengan cepat dalam beberapa hari penyimpanan, hal ini sangat membahayakan bagi daya kecambah dan dapat mengubah warna biji. Di samping itu, bila bebijian dicemari oleh A. candidus dapat menaikkkan suhu penyimpanan hingga di atas 55 ºC. Selain A. candidus juga A. flavus dikenal sebagai penyebab utama kenaikan suhu. Penicillium islandicum, dikenal sebagai kapang padi atau beras, karena dapat menyebabkan warna kuning pada butiran beras. Kapng ini dikenal pula sebagai penyebab adanya senyawa beracun Isladitoksin (racun beras kuning). Sedangkan A. flavus dan A. parasiticus sudah lama dikenal sebagai penyebab aflatoksin. Pengertian tingkat kadar air yang aman untuk penyimpanan tidak selalu berada pada kadar air yang setara dengan aw 0,62 (ambang batas minimum pertumbuhan kapang). Untuk penyimpanan beras misalnya, nilai aw 0,62 menurut isotermi sorpsi setara dengan kadar air 12%. Sedangkan penyimpanan dinyatakan aman pada kadar air 1314% (kecuali untuk benih), yaitu kondisi dimana kadar air tersebut setimbang dengan keadaan lingkungan (suhu dan kelembaban relatif). Beberapa nilai aw yang optimum untuk perkembangan kapang selama penyimpanan dalam keadaan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 182 setimbang denagn kadar air hasil pertanian diperlihatkan pada Tabel 19. Tabel 19. Kapang dan aktivitas air serta kadar air kesetimbangan optimum pada penyimpanan bebijian. Jenis aw Beras, Sorgum Kedel K. Kapang Jagung, ai tanah Gandum Biji bunga mataha ri A.restrict 0,6813,5-14,5 14,012,09,0-10,0 us 0,70 14,4 12,5 A.halophi licus A. 0,73 14,0-14,5 14,512,58,0-9,0 glaucus 15,0 13,0 A. 0.80 15,0-15,5 16,014,510,0candidus 16,5 15,0 11,0 A. ochraceu s A. flavus 0.85 18,0-18,5 19,017,011,019,5 17,5 12,0 Penicilliu 0.8016,5-19,0 17,016,011,0m sp 0.90 19,5 18,5 13,0 P. 0.8016,5-17,5 16,515,010,0islandicu 0,85 17,5 16,5 11,0 m Suksesi pertumbuhan kapang selama penyimpanan dapat digambarkan dalam bentuk kortega floristik (Gambar 53 ). Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 183 Gambar 53. Kortega floristik pada penyimpanan padi dan jagung. DAFTAR PUSTAKA Kartasapoetra, A.G. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Bina Aksara, Jakarta. Kays, S.J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. Van Nostrand Reinhold, NY. Pantastico, ER. B. 1989. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 184 Syarif, R. & H. Halid. 1993. Teknologi penyimpanan Pangan. Jakarta: Penerbit Arcan. Syarif, R. & H. Halid. 1995. Teknologi pengemasan pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Winarno, F.G. & Aman, M. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Penerbit P.T. Sastra Hudaya, Jakarta. Winarno, F. G. 1993. Pangan, gizi, teknologi dan konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 185 BAB VIII. HAMA GUDANG Serangga hama gudang merupakan salah satu penyebab kerusakan yang terbesar pada komoditas bahan pangan yang disimpan. Serangga ini hidup dan berkembang biak di dalam gudang penyimpanan baik sebagai hama primer, maupun hama sekunder pemakan kapang (jamur) pada berbagai jenis komoditas pangan dan bahkan ada yang hidup sebagai predator. Pada umumnya serangga hama gudang yang penting tergolong ke dalam 3 ordo yaitu: Coleoptera (kumbang) dengan ciri khas sayap depannya mengalami pengerasan seperti tanduk (disebut ellytra). Serangga yang tergolong ke dala ordo Coleoptera mengalami metamorfosis sempurna. Lepidoptera (moth = ngengat) mempunyai sayap depan dan belahan yang mempunyai ciri-ciri khas yang biasanya digunakan untuk membedakan spesies yang satu dengan lainnya. Psoptea (Psocid) dengan ciri khas sering tidak bersayap, antena panjang dengan ruas yang banyak, ukuran bada sangat kecil dan transparan. Sering kali salah diidentifikasikan sebagai tungau (mite), mengalami metamorfosis tidak sempurna. Sistem penyimpanan adalah suatu sistem yang bersifat artifisial, yang dapat diubah-ubah sesuai dengan kebutuhan untuk mengendalikan serangga hama gudang. Oleh karena itu, untuk mengendalikan serangga hama gudang dapat digunakan berbagai cara yang berbeda baik dari segi prinsip dasarnya maupun dari tingkat kecanggihannya. Sistem pengendalian hama terpadu merupakan salah satu langkah yang tepat dalam pengendalian serangga hama gudang, yaitu dengan memadukan berbagai cara pengendalian serta digunakan dengan pendekatan-pendekatan ekologis Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 186 Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan ke sembilan: Rencana Perkuliahan (100 menit) Langkah 1 30 menit Langkah 2 50 menit Langkah 3 20 menit Aktivitas Aktivitas 1: Pendahuluan Pengajar menjelaskan kepada mahasiswa bahwa sistem penyimpanan adalah suatu sistem yang bersifat artifisial, yang dapat diubah-ubah sesuai dengan kebutuhan untuk mengendalikan serangga hama gudang. Oleh karena itu, untuk mengendalikan serangga hama gudang dapat digunakan berbagai cara yang berbeda baik dari segi prinsip dasarnya maupun dari tingkat kecanggihannya. Aktivitas 2: Materi Aktivitas 3: Penutup Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 187 SUPLEMEN BAB 9 PENGENDALIAN SERANGGA PASCA PANEN 91. Taksonomi Dan Siklus Hidup Serangga Serangga hama gudang merupakan salah satu penyebab kerusakan yang terbesar pada komoditas bahan pangan yang disimpan. Serangga ini hidup dan berkembang biak di dalam gudang penyimpanan baik sebagai hama primer, maupun hama sekunder pemakan kapang (jamur) pada berbagai jenis komoditas pangan dan bahkan ada yang hidup sebagai predator. Sebagaimana klasifikasi serangga pada umumnya, serangga hama gudang mempunyai tanda-tanda spesifik sebagai berikut: a. Tubuhnya terdiri dari 3 bagian: kepala, dada dan perut (Gambar 54 dan 55 ). b. Tubuhnya tertutup kulit luar (external skeletons). c. Serangga dewasa mempunyai 3 pasang kaki. Makhluk lain yang hampir sejenis dan mempunyai kaki lebih dari 3 pasang (laba-laba, kalajengking) tidak termasuk golongan serangga. d. Selama hidupnya mengalami perubahan bentuk (metamorfosis). Serangga tertentu seperti silverfish (kutu buku) tidak mengalami proses metamorfosis, di mana telur menetas menjadi serangga kecil yang bentuknya sama dengan induknya. Apabila serangga kecil ketika menetas dari telurnya menyerupai bentuk dewasa dan tumbuh tanpa melalui tahap pupa (kepompong) ataupun tahap istirahat, maka serangga ini dikatakan mengalami tahap metamorfosis gradual atau Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 188 metamorfosis tidak sempurna (Gambar 54). Misalnya pada belalang dan kepik badut (yang berbau busuk), serangga muda (nimfa) bentuknya menyerupai induknya tetapi bagian-bagian tubuhnya tidak sempurna seperti serangga dewasa. Serangga yang mengalami metamorfosis sempurna dalam hidupnya yaitu apabila telur menetas menjadi ulat (larva) kemudian menjadi kepompong (pupa) dan dari kepompong menjadi serangga dewasa (imago) (Gambar 55 ). Pada umumnya serangga hama gudang kecuali Psocoptera termasuk ke dalam kelompok bermetamorfosis sempurna. Dari fase pertumbuhan tersebut, fase larva merupakan fase paling merusak. Pada umumnya serangga hama gudang yang penting tergolong ke dalam 3 ordo yaitu: 1. Coleoptera (kumbang) dengan ciri khas sayap depannya mengalami pengerasan seperti tanduk (disebut ellytra). Serangga yang tergolong ke dala ordo Coleoptera mengalami metamorfosis sempurna (Gambar 54). 2. Lepidoptera (moth = ngengat) mempunyai sayap depan dan belahan yang mempunyai ciri-ciri khas yang biasanya digunakan untuk membedakan spesies yang satu dengan lainnya. 3. Psoptea (Psocid) dengan ciri khas sering tidak bersayap, antena panjang dengan ruas yang banyak, ukuran bada sangat kecil dan transparan. Sering kali salah diidentifikasikan sebagai tungau (mite), mengalami metamorfosis tidak sempurna. Di samping 3 ordo serangga hama gudang tersebut, terdapat beberapa ordo serangga lainnya yang erat kaitannya dengan penyimpanan bahan pangan. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 189 1. Hymenoptera yaitu golongan semut dan tawon nyiruan (papanting, tabuhan) yang bersifat parasit. Terdapat di dalam gudang penyimpanan trutama apabila penyemprotan insektisida jarang dilakukan secara teratur. Siklus hidup serangga ini dengan metamorfosis sempurna. 2. Diptera yaitu kelompok lalat yang bermetamorfosis sempurna. Paling sering dijumpai pada penyimpanan ikan atau pada saat pengeringan ikan. Jenis lalat ikan tersebut yaitu Piophila casei. Selain itu lalat akan meganggu bila bahan pangan yang disimpan dalam keadaan busuk 3. Hemiptera adalah golongan kepik. Mengalami metamorfosis tidak sempurna (Gambar 54). Erat kaitanya dengan kacang tanah, kopra dan biji kapas sebelum mengalami proses ekstraksi minyak. Dianggap penyebab pengeriputan (pengisutan) dan pningkatan konsentrasi asam lemak bebas. 4. Isoptera adalah kelompok rayap. Siklus hidupnya matamorfosis tidak sempurna. Serangga ini hidup berkoloni di mana dijumpai adanya pembagian yaitu: rayap pekerja, tentara, raja dan ratu. Rayap tidak bersayap, akan tetapi ketika akan membentuk koloni baru biasanya pada musim hujan, timbul laron (siraru) yaitu bentuk isoptera bersayap. Rayap jarang merusak bahan pangan yang disimpan akan tetapi merusak bangunan penyimpanan yang terbuat dari kayu. 5. Dictyoptera yaitu kelompok kecoak atau cecunguk. Bermetamorfosis tidak sempurna. Ada yang bersayap ada pula yang tidak memilkinya. Biasanya terdapat pada penyimpanan bahan pangan dalam jumlah kecil, terutama bila kondisi sanitasi kurang baik. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 190 9.2. Biologi Serangga Hama Dan Arti Pentingnya Secara Ekonomis 1. Coleoptera a. Lasioderma serricorne Fabricius (Anobiidae;Coleoptera) Lasioderma serricorne adalah serangga hama gudang yang penting apad komiditas yang bernilai tinggi seperti coklat dan tembakau. Walupun bukan sebagai hama yang penting, serangga ini juga dapat menyerang komoditas seperti sereal, kacang-kacangan, rempah-rempah, buah-buahan kering dan tepung sagu. Serangga ini penyebaran bersifat kosmopolitan, terutama banyak ditemukan di daerah tropis. Serangga dewasa dapat hidup selama 2-6 minggu. Kondisi optimum untu berkembang viak adalah suhu 30-35 ºC dan kelembaban relatif 70 %. Serangga betina dapat menghasilkan telur 110 butir. Waktu yang diperlukan untuk berkembang dari telur hingga dewasa adalah 25 hari. Serangga dewasa dapat terbang aktif terutama pada sore dan senja hari. Tanda-tanda yang spesifik: serangga dewasa berukuran 2-3 mm, berwarna coklat muda. Permukaan elytra licin tanpa bulu-bulu kasar. Panjang antena separuh panjang badan dan terdiri dari 11 ruas. b. Stegobium paniceum Linnaeus (Anabiidae; Coleoptera) Stegobium paniceum merupakan hama penting pada komoditas, seperti coklat dan biskuit. Serangga ini juga diketahui menyerang rempah-rempah dan daun obat-obatan yang dikeringkan. Kondisi optimum untuk berkembang biak adalah pada suhu 30 ºC dan kelembaban relatif 60-90%. Serangga betina bertelur sebanyak 75 butir, waktu yang diperlukan untuk berkembang dari telur hingga dewasa 40 hari. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 191 Serangga dewasa hidup selama 13-65 hari tergantung dari kondisi lingkungan. Penyebaran kosmopolitan terutama di daerah sub tropis. Tanda –tanda spesifik: Serangga dewasa berukuran 2-3 mm, Elytra licin tanpa bulu-bulu kasar. c. Araecerus fasciculatus Deger (Anthribidae: Coleoptera) Araecerus fasciculatus sangat dikenal sebagai hama penting pada biji kopi dan buah coklat yang disimpan. Pada komoditas dengan nilai tinggi seperti kopi dan coklat kehadiran serangga Araecerus fasciculatus dapat menurunkan nilai jual walaupun belum terjadi kerusakan yang berarti. Araecerus fasciculatus dapat menimbulkan kerusakan berat pada gaplek, jagung, kacang tanah dan rempah-rempah. Kondisi optimum untuk berkembang biak adalah pada suhu 28ºC dan kelembaban relatif 70%. Pada kondisi optimum ini serangga betiana yang dibiakkan pada biji kopi dapat bertelur sebanyak 50 butir dan perkembangan dari telur hingga dewasa memerlukan waktu 44-66 hari. Araecerus fasciculatus berkembang biak lebih cepata pada kadar air tinggi dan pertumbuhan terhambat pada kadar air rendah. Serangga dewasa dapat hidup selama 17 minggu pada kondisi optimum. Tanda-tanda spesifik: serangga dewasa berukuran 3-5 mm dan berwarna coklat tua. Elytra sedikit lebih pendek dari abdomen sehingga ruas terakhir ruas terakhir abdomen tampak dari atas. d. Rhyzopertha dominica Fabricus (Bostrichidae: Coleoptera) Rhyzopertha dominica merupakan hama penting pada sereal yang belum diolah. Serangga ini mampu menyerang dan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 192 menimbulkan kerusakan pada gabah yang sangat tahan terhadap serangan serangga hama gudang pada umumnya. Kondisi optimum untuk pertumbuhan adalah suhu 34 ºC dan kelembaban relatif 70%. Kopulasi dapat terjadi segera setelah serangga dewasa terbnetuk. Pada suhu 25 ºC serangga betina dapat menghasilkan telur sebanyak 244 butir, jumlah ini meningkat menjadi 418 butir pada suhu 34 ºC. Masa bertelur ini dapat berlangsung selama 4 bulan. Serangga betina biasanya meletakkan telur pada bagian yang retak atau celah sekam biji-bijian. Setelah telur menetaskan larva biasanya akan melakukan penetrasi ke dalam biji-bijian dan berkembang menjadi dewasa di dalamya. Di samping serealia yang belum diolah Rhyzopertha dominica juga menyerang tepung serealia, beras giling dengan derajat sosoh rendah, gaplek dan beberapa jenis kacangkacangan kecuali lentil dan kedelai. Tanda-tanda spesifik: serangga dewasa mempunyai ukuran panjang 2-3 mm. Tubuhnya silindris dan berwarna coklat. Permukaan dada dan sayap depannya kelihatan kasar. e. Callosobruchus spp (Bruchidae: Coleoptera) Callosobruchus mempunyai 2 spesies penting yaitu Callosobruchus chinensis Linnaeus dan Callosobruchus maculatus Fabricius. Kedua serangga ini merupakan hama penting bagi berbagai jenis kacang-kacangan. Di Indonesia kebnyakan menyerang kacang hijau. Serangan biasanya dilakukan pada saat kacang akan dipanen atau segera setelah panen. Kondisi optimum untuk pertumbuhan adalah pada suhu 32ºC di kelembaban relatif 90%. Serangga dewasa hidupnya sangat pendek, biasanya hanya samap 12 hari pada kondisi optimum, pada periode ini biasanya serangga betina Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 193 menghasilkan 100 butir telur. Serangga betina meletakkan telurnya paad permukaan biji kacang telur menetas dalam waktu 5-6 hari setelah itu larva melakukan penetrasi ke dalam butiran kacang dan tumbuh hingga dewasa. Serangga dewasa kemudian meninggalkan biji kacang dengan cara melubangi biji tersebut. Waktu yang dewasa sekitar 21-23 hari. Tanda-tanda spesifik: Callosobruchus chinensis dan Callosobruchus maculatus mempunyai bentuk morfologi yang hampir sama. Panjang badan 2,5-3,5 mm. Kedua spesies ini dapat dibedakan dengan melihat bentuk gerigi yang terdapat pada kaki belakang. Pada Callosobruchus analis gerigi sebelah dalam lebih kecil daripada gerigi sebelah luar, Kadang-kadang pada Callosobruchus analis gerigi sebelah dalam tidak rampuh. f. Caryedon serratus Olivier (Bruchidae; Coleoptera) Caryedon serratus merupakan hama penting pada kacang tanah terutama yang belum dipipil. Serangga ini juga menyerang buah asam (tamarind). Kondisi optimum untuk pertumbuhan adalah suhu 3033ºC dan kelembanan relatif 70-90%. Pada kondisi ini pertumbuhan dari telur hingga dewasa, 40-41 hari hari. Serangan Caryedon serratus dapat terjadi terjadi pada saat proses pengeringan kacang tanah segera setelah panen. Tanda-tanda spesifik: Caryedon serratus merupakan serngga yang berukuran besar bila dibandingkan dengan serangga hama gudang lainnya. Ukuran panjang badan 3,5-6,8 mm. Pada bagian kaki belakang terdapat satu gigi yang panjang dan 8-12 gigi yang lebih kecil. g. Necrobia rufipes Degeer (Cleridae; Coleoptera) Necrobia rufipes dikenal sebagai hama penting pada kopra. Serangga ini juga dikenal menyerang rempah-rempah, Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 194 ikan kering, keju dan berbagi produk hewani. Serangga ini dapat berkembang biak dengan cepat pada suhu 30-34ºC da tidak dapat berkembang biak pada suhu dibawah 20,5ºC. Pada kopra yang telah terserang kapang Necrobia rufipes dilaporkan bersifat sebagai predator terhadap serangga pemakan kapang. Kapang yang tumbuh pada kopra juga merupakan tempat persembunyian stadia larva dan pupa. Tanda-tanda spesifik: Necrobia rufipes berwarna hijau mengkilat atau hijau kebiru-biruan. Ruas antena paling bawah dan kaki berwarna merah. Panjang badan 4,5 mm. h. Cryptolestes spp (Cucujidae; Coleoptera) Pada beberapa buku pedoman Cryptolestes digolongkan ke dalam famili Silvanidae. Ada dua sepesies penting yaitu Cryptolestes ferrugineus Stephens dan Cryptolestes pusillus Schonherr. Cryptolestes dikenal sebagai hama sekunder pada sereal, kurma, buah-buahan yang dikeringkan. Serangga ini biasanya menyerang komoditas yang telah diserang terlebih dahulu oleh hama primer. Pada sereal yang belum dilah larva serangga ini baru bisa melakukan penetrasi apabila terdapat kerusakan pada sekam dan larva tadi menyerang bagian lembaga biji-bijian sehingga menghambat proses perkecambahan. Kondisi optimum untuk Cryptolestes ferrugineus adalah suhu 33ºC dan kelembaban relatif 70%, pada kondisi ini perkembangan dari telur hingga dewasa memerlukan waktu 23 hari. Cryptolestes ferrugineus dapat hidup di daerah beriklim dingin. Kondisi optimum untuk Cryptolestes pusillus adalah suhu 33 ºC dan kelembaban relatif 80% pada kondisi optimum ini perkembangan dari telur menjadi dewasa memerlukan waktu 27-30 hari. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 195 Tanda-tanda spesifik: Cryptolestes bertubuh sangat kecil dan pipih. Panjang badan sekitar 2.5 mm dan berwarna coklat. Sebagian serangga ini mempunyai antena yang sanat panjang. Cryptolestes ferrugineus dan Cryptolestes pusillus sangat sukar dibedakan dan di tempat penyimpanan biasanya acap kali ditemukan populasi campuran dari kedua spesies tersebut. i. Sitophilus spp (Curculionidae; Coleoptera) Sitophilus merupakan serangga yang banyak ditemukan di gudang penyimpanan komoditas pangan. Di antara serangga hama gudang, Sitophilus merupakan penyebab kerusakan yang besar. Serangga ini dapat menyerang biji-bijian yang masih utuh. Erangga betina melubangi biji-bijian dan meletakkan telur di dalamnya. Lubang tadi kemudian ditutup kembali dengan menggunakan sekresi dari mulutnya yang biasa disebut egg plug. Telur berkembang menjadi dewasa di dalam bijibijian. Serangga dewasa yang baru terbentuk meninggalkan biji-bijian dengan melubanginya (emergence hole) sehingga biji-bijian tadi akhirnya menjadi keropos dan timbul bubuk. Adanya bubuk ini dapat meningkatkan pertumbuhan serangga hama sekunder lainnya. Dengan demikian Sitophilus tidak saja menimbulkan kerusakan yang besar tetapi juga menguntungkan bagi serangga hama lainnya. Di daerah tropis terdapat dua spesies yang merupakan hama penting pada sereal yaitu Sitophilus oryzae Linnaeus dan Sitophilus zeamais Motschulsky. Dalam waktu cukup lama Sitophilus oryzae dan Sitophilus zeamais dianggap sebagai satu spesies yang sama, Sitophilus zeamais disebut sebagai Sitophilus oryzae large strain. Baru pada tahun 1961, seorang ahli taksonomi serangga yang bernama Kuschel menegaskan kembali bahwa yang dimaksud dengan large strain pada Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 196 hakikatnya adalah Sitophilus zeamais yang ditemukan oleh Motschulsky pada tahun 1855. di samping itu sering kali dianggap bahwa serangga Sitophilus yang menyerang jagung pastilah Sitophilus zeamais sedangkan serangga yang menyerang gabah/beras adalah Sitophilus oryzae. Anggapan ini tidaklah benar oleh karena baik Sitophilus zeamais maupun Sitophilus oryzae kedua-duanya mampu berkembang biak dan menimbulkan kerusakan pada berbagai jenis sereal termasuk gabah/beras dan jagung. Kondisi optimum untuk pertumbuhn adalah pada suhu 25-27 ºC dab kelembabn relatif 70%. Oleh karena stadia belum dewasa berkembang di dalam butiran sereal, lama waktu yang diperlukan untuk berkembang dari telur menjadi dewasa sangat tergantung pada kualitas dan kadar air biji-bijian, demikian pula halnya dengan jumlah telur yang dihasilkan sangat dipengaruhi kedua faktor tersebut. Serangga dewasa hidup cukup lama, yaitu mencapai hingga 1 tahun. Serangga betina bertelur sepanjang waktu hidupnya walaupun 50% telur dihasilkan pada minggu ke 4 dan 5 setelah serangga terbentuk. Tanda-tanda spesifik: Serangga Sitophilus sangat mudah dibedakan dari serangga hama gudang lainnya dengan adanya mulut seperti pipa (moncong) yang disebut Snout. Pajang badan 2.5-3.5 mm, antena terdiri dari 8 ruas. Secara morfologi Sitophilus oryzae dan Sitophilus zeamais sangat sukuar dibedakan. Kedua serangga dewasa ini hanya dapat dibedakan dengan membuka bagian abdomen dan memeriksa permukaan alat genetalia serangga jantan di bawah mikroskop. Pada Sitophilus zeamais permukaannya agak bergelombang sedang pada Sitophilus oryzae rata dan licin. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 197 j. Trogoderma granarium Everts (Dermestide; Coleoptera) Rogoderma granarium adalah serangga yang berasal dari India dan kemudian menyebar ke berbagai tempat di dunia. Serangga ini sangat tahan dengan iklim yang panas dan kering (suhu lebih tinggi dari 20ºC dan kelembaban relatif di bawah 50%). Serangga ini merupakan hama penting di daerah Timur tengah dan Afrika. Di berbagai negara termasuk Indonesia dilakukan peraturan karantina yang ketat untuk mencegah masuknya serangga ini. Trogoderma granarium merupakan serangga yang biasanya menyerang kacang tanah, sereal dan rempahrempah. Kondisi optimum untuk berkembang viak adalah pada suhu 35ºC dan kelembaban relatif 73%. Serangga dewasa hanya berumur kira-kira 14 hari, tidak makan dan tidak terbang. Pada kondisi yang tidak menguntungkan larva akan mengurangi aktivitas matabolik, tidak makan dan tetap hidup selama 9 bulan. Kondisi ini disebut diapause dan pada kondisi ini larva sanagt toleran terhadap insektisida dan fumigan. Kalau kondisi sudah membaik masa larva tadi menjadi aktif kembali. Serangga betina setelah kawin dapat menghasilkan telur sebanyak 50-80 butir. Tanda-tanda spesifik: Serangga dewasa berukuran 2-3 mm. Bentuk tubuh oval dan berwarna coklat tua dengan bintikbintik hitam, dan ditutupi bulu. Tubuh larvanya juga berbulu dan panjangnya mencapai hingga 5 mm. k. Dermestes spp (Dermestidae; Coleoptera) Dermestes merupakan serangga hama penting pada produk hewani, terutama kulit dan ikan kering. Terdapat dua spesies penting yaitu Dermetes maculatus Degeer dan Dermestes frischii Kugelann. Dermestes frischii dilaporkan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 198 lebih banyak menyerang ikan laut yang dikeringkan oleh karena serangga ini sangat tahan terhadap kadar garam yang tinggi. Sedangkan Dermetes maculatus lebih banyak menyerang ikan air tawar yang dikeringkan. Kondisi optimum untuk berkembang biak ialah pada suhu 30 ºC dan kelembaban relatif 75%. Agar dapat bertelur secara teratur serangga betina memerlukan banyak air minum. Demikianpula halnya degan pertumbuhan larva akan sangat terlambat apabila air minum terbatas. Sehubungan dengan itu serangga Dermetes biasanya bayak ditemukan menyerang ikan pada tahap awal pengeringan. Tanda-Tanda spesifik: Dermetes maculatus dan Dermestes frischii mempunyai bentuk tubuh yang hampir sama. Bagian punggung ditumbuhi bulu yang berwarna hitam dan keabu-abuan. Sedangkan pada bagian perut ditumbuhi bulubulu putih dengan bercak-bercak hitam pada bagian tepi. Panjang tubuh 6-10 mm. Dermetes maculatus dapat dibedakan dengan adanya duri pada bagain dalam elytra. l. Oryzaephilus surinamensis Linnaeus (Silvanidae; Coleoptera) Pada beberapa buku pedoman Oryzaephilus surinamensis masih digolongkan ke dalam famili Cucujidae. Oryzaephilus surinamensis dikenal sebagai hama penting pada sereal yang telah diolah. Di samping itu Oryzaephilus surinamensis dilaporkan menyerang kopra, remaph-rempah dan buah-buahan yang dikeringkan. Kondisi optimum untuk pertumbuhan adalah suhu 3035 ºC dan kelembaban relatif 70%. Serangga ini dapat hidup dalam kondisi yang sangat ekstrim. Pada kondisi optimum, serangga betina dapat menghasilkan telur sebanyak 370 butir. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 199 Larva Oryzaephilus surinamensis biasanya menyerang bagian lembaga biji-bijian hingga menghambat proses perkecambahan. Di dalam gudang penyimpanan komoditas pangan, kehadiran serangga tidak dapat dideteksi dengan mudah oleh karena tubuhnya yang relatif kecil dan serangga dewasanya jarang sekali terbang, lebih banyak berkumpul di bawah tumpukan komoditas pangan. Tanda-tanda spesifik: Panjang badan 2.5-3mm, berbentuk pipih dan ramping serta berwarna coklat tua. Bagian dada depan bergerigi, jumlah gerii pada tiap sisi, ada 6 buah. Larvanya berbentuk pipih panjang berukuran 4-5 mm dan berwarna putih. m. Ahasverus advena Waltl (Silvanidae: Coleoptera) Ahasverus advena lebih dikenal sebagai serangga pemakan kapang bangkai serangga dan komoditas pangan yang suda rusak. Akan tetapi di laboratorium Ahasverus advena dapat tumbuh denganbaik pada kacnag tanah dan gandum, tanpa adanya kapang. Serangga dewasa aktif terbang. Kondisi optimum untuk pertumbuhan adalah suhu 30 ºC dan kelembaban relatif 70%. Ahasverus advena tidak dapat tumbuh apabila kelembaban relatif di bawah 65%. Serangga ini merupakan indikator bagi tempat penyimpanan yang lembab. Tanda-tanda spesifik: Serangga dewasa berukuran 2-3 mm, berbadan lebar. Bagian depan dada berbentuk segiempat dan pada kedua sisinya masing-masing terdapat sebuah gigi. n. Tribolium castaneum Herbst (Tenebrionidae; Coleoptera) Tribolium castaneum merupakan hama penting yang selalu ditemukan pada penyimpanan komoditas pangan. Serangga ini sebenarnya hama sekunder pada sereal, akan tetapi Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 200 pertumbuhan serangga ini menjadi sanat cepat apabila pada seral tersebut terjadi hambatan baik secara mekanis (pengolahan, transportasi dan penumpukan) maupun secara biologis akibat serangan hama primer. Tribolium castaneum merupakan serangga yang aktif terbang dan sangat cepat mengkolonisasi lingkungan untuk berkembang biak dan mencari makanan. Apabila kondisi lingkungan sudah tidak menunjuang lagi untuk perkembangbiakan serangga ini dengan cepat akan bermigrasi ke tempat lain. Di samping sereal Tribolium castaneum juga menyerang komoditas lain seperti kacang tanah, rempah-rempah, kopi, buah coklat dan buahbuahan yang dikeringkan. Kondisi optimum untuk perkembangbiakan adalah suhu 35ºC dan kelembaban relatif 75%. Serangga dewasa dapat hidup samapi 6 bulan, jumlah telur yang dihasilkan serangga betina santa tergantung pada suhu. Pada suhu 25ºC serangga bettina bertelur rata-rata 2-5 butir per hari, jumlah ini meningkat menjadi 11 butir per hari pada temperatur 32.5 ºC. Serangga dewasa melakukan kopulasi dan menghasilkan telur sepanjang waktu hidupnya. Serangga dewasa bersifat kanibalistik baik paad sesamanya maupun pada serangga spesies lain. Telur dan pupa seringkali dimakan serangga dewasanya. Di samping itu serangga dewasa Oryzaephilus surinamensis. Tribolium castaneum dilaporkan juga menyerang ngengat hama gudang seperti Plodia interpunctella, Ephestia cautella dan Corcyra cephalonica. Tanda-tanda spesifik: Serangga dewasa panjangnya 3-4 mm dan berwarna coklat kemerahan. Larva Tribolium castaneum mempunyai bentuk khas yaitu adanya tonjolan runcing pada ruas terakhir dari abdomen yang disebut Urogomphi. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 201 o. Tenebroides mauritanicus Linnaeus (Trogossitidae; Coleoptera) Serangga ini merupakan hama sekunder pada seral dan tepung sereal. Larvanya dapat menyerang kayu yang lunak. Pada sereal larva Tenebroides mauritanicus menyerang bagian lembaga dari biji-bijian. Tenebroides mauritanicus banyak ditemukan pada gudang penyimpanan yang kotor dan lembab. Belum ada data yang menyebutkan tentang kondisi optimum yang dibutuhkan untuk berkmbangbiak. Serangga dewasa diperkirakan dapat hidup selama 1-2 tahun. Pada waktu larva akan berubah menjadi kepompong biasanya melubangi kayu dan menjadi keponpong di dalam kayu tersebut. Tanda-tanda spesifik: Tubuh Tenebroides mauritanicus gepeng dan berwarna hitam. Panjang tubuh kira-kira 11-33 mm, antara bagian kepala dan dada terdapat bagian yang mengecil menyerupai leher. Larva berwarna putih kotor, merupakan hama yang paling besar di antara hama-hama gudang lainnya. 2. Lepidoptera a. Sitotroga cerealela oliver (Gelechiidae; Lepidoptera) Ngengat Sitotroga cerealela merupakan hama primer yang banyak menimbulkan kerusakan pada sereal yang belum diolah seperti padi dan jagung Sitotroga cerealela acap kali menyerang padi dan jagung sesaat sebelum panen. Kondisi optimum untuk pertumbuhan adalah pada suhu 30ºC dan kelembaban relatif 80%. Setelah kopulasi serangga betina meletakkan telurnaya dalam bentuk satu kelompok telur maupun secara tunggal. Selama hidupnya (5-10 hari) serangga betina dapat bertelur hingga mencapai 200 butir. Pada waktu telur menetas larvanya segera menembus sekam dan melubangi biji-bijian. Larva hidup dan berkembang hingga dewasa di Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 202 dalam biji-bijian. Pada kondisi optimum pertumbuhan dari telur hingga dewasa memerlukan waktu 28 hari. Seranggaa dewasa sangat aktif terbang dan suka menyerang jagung sesaat sebelum panen. Tanda-tanda spesifik: Serangga dewasa tubuhnya berwarna coklat kekuning-kuningan agak pucat. Sayap depan terdapat satu atau dua noda, sayap belakang engan rambutrambut yang panjang. Ujung sayap bentuknya tajam. b. Ephestia spp (Pyralidae; Lepidoptera) Ephestia adalah hama gudang penting pada tepung sereal, beras giling dan juga dilaporkan menyerang rempahrempah, buah coklat dan buah-buhan yang telah dikeringkan. Terdapat dua spesies penting yaitu Ephestia (Anagasta) kuehniela Zaller dan Ephestia (Cadra) cautella Walker. Kondisi optimum untuk perkembangbiakan adalah suhu o 28 C dan kelembaban rlatif 75%. Serangga dewasa hidup selama 4-5 hari. Serangga betina dapat menghasilkan telur sebanyak 300 butir, kebanyakan telur in diletakkan secara tersebar di permukaan komoditi atau disela-sela kapang. Larva biasanya membuat biji-bijian menjadi bergumpal-gumpal (grain webbing). Gumpalan dimana proses pembentukan pupa terjadi. Pada kondisi optimum pertumbuhan dari telur hingga dewasa memerlukan waktu 31 hari. Tanda-tanda spesifik Ephestia mempunyai sayap dengan bentuk khas yaitu berwarna coklat kelabu gelap, pada sisi luarnya terdapat suatu garis berwarna pucat. Di sebelah dalam garis ini terdapat suatu garis yang agak lebar dan berwarna gelap. Ephestia kuehniela dapat dibedakan dari Ephestia cautella dari tangan pada sayapnya yang lebih lebar (15-25 mm). Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 203 c. Corcyra cephalonica Stainton (Pyralidae;Lepidoptera) Corcyra cephalonica merupakan hama penting pada beras giling. Di samping itu dilaporkan juga suka menyerang tepung sereal, buah coklat dan kopra. Kondisi optimum untuk perkembangbiakan adalah pada suhu 30 0C dan kelembaban 70%. Serangga dewasa hidup hanya 3-8 hari. Selama periode ini serangga betina mampu bertelur sebanyak 288 butir. Pada kondisi optimum perkembangan dari telur hingga dewasa memerlukan waktu 28 hari. Seperti halnya dengan Ephestia, larva Corcyra cephalonica menggandengagandengkan butir-butir beras dengan benang kuir sehingga berbentuk gumpalan (grain webbing). Larva yang hidup di dalam gumpalan ini kemudian membuat kepompong untuk proses perubahan menjadi pupa. Tanda-tanda spesifik adalah sayap depan berwarna coklat muda, dengan urat sayap (vena) berwarna gelap. 3. Psocoptera Liposcelis spp (Liposcelidae; Psocoptera) Serangga ini dikenal dengan nama umum Psocid, karena bayak ditemukan pada kertas tuan dan buku sehingga dinamakan “book lice”. Pada gudang penyimpanan pangan belum diketahui dengan pasti apakah serangga ini memakan atau menimbulkan kerusakan pada komoditas pangan yang disimpan. Serangga ini banyak ditemukan pada gudang yang lemabab. Walaupun belum diketahui apakah serangga ini secra ekonomis menimbulkan kerusakan besar, tetapi kehadiran populasi serangga ini menyebabkan gudang menjadi kotor dan sangat menganngu pekerja. Di samping itu seranggaini sangat cepat berkembang biak karena sifat parthenogenesis yang berarti serangga betina mampu menghasilkan keturunan tanpa kawin. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 204 Tanda – tanda spesifik dari Liposcelis adalah bertubuh sangat kecil dan berwarna putih kekuningan. Bentuk serangga dewasa sama dengan tingkat belum dewasa (nympha) karena serangga ini mengalami metamorfosis tidak sempurna. Liposcelis acap kali dikacaukan dengan tungau (mite) Acarus siro karena sangat kecilnya. Tetapi Liposcelis termasuk kelas insekta oleh karena mempunyai tiga pasang kaki. 9.3. Ekologi Serangga Hama Gudang Sistem pascapanen terutama sistem penyimpanan merupakan sistem yang artifisial oleh karena sangat sedikit komponen dari sistem tersebut yang dapat dianggap sebagai bagian dari ekosistem alam. Sistem penyimpanan mempunyai karakteristik yang sangat menguntungkan bagi pertumbauhan serangga hama gudang seperti kondisi fisik yang relatif stabil dan sumber bahan makanan yang melimpah bagi serangga hama gudang. Berdarkan pola infestasi dan pertumbuhan populasi, para ahli menggolongkan serangga hama gudang sebagai golongan hewan “r-strategist” yang mempunyai sifatsifat sebagai berikut: Ukuran tubuh kecil Kegiatan reproduksi dimulai sejak awal dari kehidupan serangga dewasa. Mempunyai tingkat perkembangviakan sangat tinggi. Menghasilkan keturunan yang sangat banyak, biasanya beberapa generasi dalam setahun Bagi serangga hamagudang komoditas pangan yang disimpan digudang selain sebagai sumber makanan juga merupakan habitat untuk berkembang biak. Sehubungan dengan sifat “r-strategist” yang demikian serangga hama gudang akan cepat berkembag biak menguasai dan menghancurkan lingkungan dimana serangga tadi hidup. Di Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 205 samping itu dengan adanya perpindahan komoditas pangan dari gudang penyimpanan yang satu ke gudang lainnya menyebabkan serangga hama gudang dapat tersebar dengan cepat. Sifat-sifat serangga hama gudang dan kondisi lingkungan dimana serangga tadi hidup merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kebehasilan usaha pengendalian serangga hama gudang. Walaupun sistem penyimpanan bersifat artifisial dan pat diubah oleh manusia. Namun demikian pengendalian serangga hama gudang bukan berarti sesuatu kegiatan yang mudah. Sistem penyimpanan meruapakan bagian integral dari sistem pasca panen secara keseluruhan. Sebagai contoh kerusakan pada komiditas pada gudang penyimpanan milik pemerintah mungkin bermula pada saat komoditas pangan ini berada di gudang petani dengan lokasi yang berbeda dan mungkin pula berasal dari luar negeri. Hal seperti ini membuat sistem pengendalian serangga hama gudangg secara terpadu menjadi lebih sukar. a. Pengaruh faktor fisik lingkungan terhadap kehidupan serangga Berbagai aspek kehidupan serangga dipengaruhi oleh kondisi fisik lingkungan di mana serangga tadi hidup. Beberapa faktor fisik dari lingkungan yang mempengaruhi kehidupan serangga antara lain: suhu, kelembaban relatif dan kadar air dari komoditas pangan yang disimpan. Suhu mempunyai pengaruh kuantitatif terhadap perkembangbiakan serangga. Pada suhu rendah pertumbuhan serangga sangat lambat dan mortalitas relatif tinggi. Aktivitas serangga secara individual juga sangat lambat dan sebagi akibatnya tingkat pertumbuhan serangga juga sangat rendah. Bila suhu naik, tingkat pertumbuhan serangga secara individual juga naik, Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 206 aktivitas bertambah, mortalitas menurun dan pada gilirannya tingkat pertumbuhan populasi serangga juga naik. Setiap spesies serangga mempunyai suhu optimum, di mana tingkat pertumbuhan akan mencapai titik optimum. Bila suhu naik hingga melebihi suh optimum, maka kondisi lingkungan tidak lagi menunjuang untuk pertumbuhan serangga dan tingkat pertumbuhan populasi serangga menurun. Semua serangga hama gudang penting, di daerah tropika mempunyai suhu optimum untuk pertumbuhan antara 25-35 0C. Kadar air dari komoditas pangan yang diserang oleh serangga hama gudang mempunyai pengaruh yang hampir sama dengan pengaruh suhu terhadap pertumbuhan serangga. Seperti halnya dengan suhu, setiap serangga mempunyai kadar air optimum untuk pertumbuhan. Pada kadar air rendah serangga munkin masih hidup tetapi tingkat pertumbuhannya rendah. Sebaliknya pada komoditas pangan dengan kadar air tinggi pertumbuhan kapang/jamur dan mikroorganisme lain akan mengurangi kemampuan serangga hama gudang untuk tetap hidup dan berkembang biak. Pengaruh kadar air komoditas pangan terhadap kehidupan serangga sangat erat hubungannya dengan kelembaban relatif di mana komoditas pangan tadi disimpan. Perubahan komposisi gas di udara mempengaruhi perkembangan serangga. Pertambahan konsentrasi CO2 atau nitrogen menghambat perkembangan serangga. Demikian juga pengurangan konsentrasi oksigen. Tabel .. Memperlihatkan kebutuhan konsentasi oksigen bagi serangga hama gudang yang dapat dijadikan pegangan bagi usaha pengendalian. Di samping kondisi fisik lingkungan seperti yang telah diuraikan, pertumbuhan serangga juga tergantung dari karakteristik fisik komoditas pangan itu sendiri. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 207 Serangga hama gudang primer memerlukan biji-bijian yang tidak terlalu keras dan kering agar penetrasi dapat dengan mudah dilakukan. Sedangkan serangga hama sekunder biasanya menyerang biji-bijian yang telah mengalami kerusakan terlebih dahulu baik secara mekanis maupun biologis. Akan tetapi serangga hama sekunder ini dapat merupakan hama yang penting dan menimbulkan kerusakan besar pada biji-bijian yang telah diproses menjadi tepung. Sistem penyimpanan juga mempengaruhi kehidupan serangga, pada penyimpanan dengan sistem curah hanya beberapa spesies tertentu saja yang dapat melakukan penetrasi cukup dalam, Beberapa spsies lain terutama ngengat (moth) distribusinya hanya terbatas pada permukaan komoditas pangan yang disimpan secara curah. Sebaliknya komoditas pangan yang disimpan dalam karung berupa tumpukan (stack) lebih mudah diserang oleh serangga hama gudang. Permukaan karung dan celah di antara karung pada suatu tumpukan lebih mudah ditembus oleh serangga hama gudang. Tabel 20. Kebutuhan Konsentrasi Oksigen minimum bagi beberapa Stadia Serangga Serangga T. granarium R. dominica S. oryzae T. costaneum Stadia Telur Larva Dewasa Larva Dewasa Stadia lain Dewasa Larva Buku Ajar Teknologi Pasca Panen Oksigen (%) 16.77 1.08-5.33 3.39 11.40 6.70 2.00 7.24 6.37 208 b. Pengaruh faktor biotis terhadap kehidupan serangga Faktor biotis menyangkut hubungan antara berbagai organisasi yang hidup di dalam ekosistem penyimpanan. Faktor biotis bersama dengan faktor fisik lingkungan sangat mempengaruhi keragaman dan kepadatan populasi serangga di dalam suatu sistem penyimpanan. Seperti diketahui serangga hama gudang mempunyai cara makan dan menyerang komoditas pangan yang berbeda-beda. Cara makan dan menyerang komoditas pangan dari berbagai spesies serangga hama gudang ini saling berhubungan sehingga membentuk suatu sistem yang disebut “food web” . Seperti yang tergambar dalam diagram tersebut serangga hama primer menyerang jagung yang masih utuh dan menyebabkan jagung menjadi rusak. Kondisi ini menunjang pertumbuhan serangga hama sekunder. Kerusakan pada jagung akibat serangga-serangga dan metabolisme serangga menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk pertumbuhan kapang. Dengan tumbuhnya kapang ini mka serangga hama gudang yang memerlukan kapang sebagai sumber makanan tambahan akan tumbuh dengan pesat. Dengan adanya berbagai aktivitas serangga tersebut tercipta pula kondisi lingkungan yang mnguntungkan untuk pertumbuhan serangga pemakan bangkai dan kotoran serta parasit dan predator. Di samping hubungan yang saling menguntungkan di antara serangga hama gudang dalam suatu sistem penyimpanan, terjadi pula kompetisi akibat pertumbuhan serangga melebihi daya dukung lingkungan di mana serangga tadi hidup.Kompetisi ini dapat terjadi antar individual dari spesies yang sama. (kompetisi intraspesifik) dan kompetisi antar spesies (kompetisi interspesifik). Hasil akhir dari kompetisi antar serangga ini sangat tergantung pada faktor lain seperti Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 209 sumber bahan makanan, kondisi fisik lingkungan dan sebagainya. Sebagai contoh, serangga Sitotroga cerealella dan Trogoderma granarium adalah serangga yang sangat toleran teehadap keadaan kering dan banyak ditemukan pada daerah beriklim kering. Walaupun dalam kondisi laboratorium kedua serangga tadi dapat berkembang biak dengan baik pada kondisi lembab (RH 70-80%), akan tetapi di alam bebas serangga ini diperkirakan tidak akan sukses berkompetisi dengan serangga lain pada kondisi lingkungan dengan kelembaban tinggi. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 210 Gambar 54 . Beberapa spesies penting serangga hama gudang Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 211 Gambar 55 . Beberapa spesies penting serangga hama gudang (lanjutan) Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 212 Gambar 56 . Beberapa spesies penting serangga hama gudang (lanjutan) Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 213 Gambar 57 . Beberapa spesies penting serangga hama gudang (lanjutan) Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 214 9.4. Teknik Pencegahan Dan Pemberantasan Seperti diketahui bahwa sistem penyimpanan adalah suatu sistem yang bersifat artifisial, yang dapat diubah-ubah sesuai dengan kebutuhan untuk mengendalikan serangga hama gudang. Sehubungan dengan hal itu, untuk mengendalikan serangga hama gudang dapat digunakan berbagai cara yang berbeda baik dari segi prinsip dasarnya maupun dari tingkat kecanggihannya. Walaupun demikian hanya beberapa cara saja yang lazim digunakan berdasarkan pertimbangan sosial maupun ekonomis. 1. Fumigasi Fumigasi adalah suatu cara untuk membunuh serangga hama gudang dengan menggunakan senyawa kimia yang dalam suhu dan tekanan tertentu berbentuk gas. Gas fumigan ini dalam konsentrasi tertentu dapat membunuh serangga hama. Dalam suatu sistem penyimpanan walaupun fumigan ini digunakan membunuh serangga hama tetapi dapat juga membunuh hama gudang lainnya seperti tikus yang kebetulan berada di dalam tumpukan bahan pangan yang sedang difumigasi. Fumigasi dapat membunuh hama melalui sistem pernapasan dengan demikian daya bunuhnya sangat tergantung pada aktivitas pernapasan. Pada serangga hama misalnya fumigan akan mempunyai daya bunuh yang efektif pada waktu serangga mempunyai aktivitas pernapasan paling tinggi. Stadia pupa merupakan stadia yang paling toleran terhadap fumigan karena aktivitas pernapasannya rendah. Demikian pula halnya larva yang dalam keadaan tidak aktif (diapause) seperti pada larva Khapra beetle (Trogoderma granarium) diperlukan dosis fumigan yang lebih tinggi untuk membunuhnya. Fumugasi dapat dilakukan pada suatu tumpukan komoditas pangan yang kemudian ditutup rapat dengan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 215 lembaran plastik fumifasi (stack fumigation). Cara lain adalah fumigasi pada penyimpanan yang kedap udara seperti penyimpanan curah dalam silo (air-tight storage fumigation). Dalam skala kecil fumigasi dapat dilakukan misalnya pada penyimpanan dengan menggunakan kaleng (pendaringan) yang dibuat kedap udara. Fumigasi merupakan tindakan yang bersifat kuratif saja. Misalnya perlakuan fumigasi pada suatu tumpukan komoditas pangan di mana gas fumigan dapat membunuh serangga yang berada dalam tumpukan, dalam karung dan bahkan di dalam biji-bijian. Akan tetapi setelah gas hilang (fumigasi selesai) tidak ada residu yang dapat mencegah serangan serangga hama terhadap tumpukan yang telah difumigasi tadi. 2. Penyemprotan Insektisida Penyemprotan insektisida adalah tindakan yang biasanya dilakukan pada kemasan (karung) komoditas pangan yang telah difumigasi. Di samping itu insektisida dapat juga disemprotkan terlebih dahulu pada karung-karung kosong sebelum diisi dengan komoditas pangan. Dengan menyemprotkan insektisida pada karung tersebut maka akan dapat deposit insektisida yang dapat membunuh serangga hama apabila serangga menyentuh karung tersebut. Penyemprotan insektisida juga dapat dilakukan sebagai tindakan yang bersifat kuratif yaitu dengan cara menyemprot insektisida ke dinding gudang, ke langit-langit gudang untuk membunuh serangga hama yang hampir sama dengan cara penyemprotan insektisida adalah cara pengkabutan (fogging). Dengan alat tertentu (fogger) insektisida cair diubah menjadi kabut. Kabut insektisida ini memenuhi ruangan gudang, sehingga dapat membunuh serangga yang berterbangan di ruangan gudang. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 216 3. Pencampuran Insektisida Secara Langsung pada komoditas Pangan Pada sistem penyimpanan dengan skala kecil di tingkat petani, cara pengendalian dengan mencampur insektisida langsung pada biji-bijian dapat dilakukan dengan mudah dan murah. Biji-bijian seperti jagung setelah dipipil dan dikeringkan lalu dicampur dengan insektisida formulasi tepung. Pencampuran dapat dilakukan di lantai jemur dengan membauta tumpukan 100-200 kg, kemudian insektisida formulasi tepung tadi dicampurkan hingga merata. Setelah proses pencampuran, jagung tadi disimpan di dalam karung atau tempat penyimpanan lainnya seperti pedaringan dan keranjang bambu. Pada penyimpanan skala besar cara pencampuran insektisida ini hanya dapat dilaksanakan pada sistem penyimpanan curah (bulk storage) yaitu dengan cara mencurahkan isi karung, lalu mencampurkan insektisida pada komoditas pangan kemudian mengkarungkannya kembali di mana hal ini memerlukan biaya sangat besar, sehingga tidak ekonomis dan memakan waktu lama. 4. Sistem Pengendalian Atmosfir Sistem pengendalian atmosfir adalah salah satu cara untuk membunuh serangga hama dengan mengubah komposisi udara di dalam ruang penyimpanan. Prinsip dasar dari sistem ini adalah mengurangi konsentrasi oksigen di dalam tempat penyimpanan hingga serendah mungkin dan menggantikannya dengan gas lain yang dialirkan dari luar. Gas pengganti yang dipakai biasanya adalah karbondioksida (CO2) dan nitrogen (N2). Sistem pengendalian atmosfir sangat aman untuk Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 217 dilaksanakan oleh karena tidak menggunakan pestisida yang dapat menimbulkan residu berbahaya bagi manusia. Pengendalian atmosfer pada penyimpanan bertujuan untuk membunuh hama serangga secara perlahan-lahan berbeda bila dibandingkan dengan fumigasi. Proses pengendalian dapat berlangsung beberapa hari, atau beberapa minggu bahkan berbulan-bulan untuk menghasikan kematian serangga secara total. Apabila keadaan atmosfer dijaga pada kadar oksigen rendah (kurang dari 2%, lebih di sukai sekitar 0.5% O2) atau kadar CO2 yang tinggi (lebih besar dari 40%, lebih disukai pada 60% CO2), maka iji-bijian akan amanuntuk disimpan dalam waktu lama dengan mutu yang tetap baik. Bahkan untuk pakan ternak, dapat dilakukan penyimpanan pada kadar air tinggi (di atas 18%). Kondisi atmosfir seperti ini mampu membasmi serangga Sitophilus oryzae, Tribolium castaneum, Rhyzoperta dominica, Trogoderma granarium, Sitophilus granarius pada berbagai komoditas biji-bijian. 5. Penggunaan Bahan Alami dan Cara Biologi Walaupun penggunaan bahan alami seperti tanaman (ekstrak tanaman minyak nabati), abu, mineral dan bahan lainnya (silika gel) belum bisa digunakan untuk pengendalain hama pada penyimpanan bahan pangan secara komersial, akan tetapi berbagai penelitian telah melaporkan penggunaan bahanbahan tersebut (Tabel 21). Penelitian mengenai penggunaan predator untuk membunuh serangga hama telah banyak dilakukan. Tungau (Blattisocius tarsalis) memakan telur serangga terutama telur Ephestia cautella. Seekor tungau dewasa memakan 3 buah telur Ephestia cautella per hari. Ini merupakan salah satu cara yang baik dalam pengendalian serangga hama gudang di masa akan datang. Penggunaan spora Bacillus thuringiensis guna Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 218 membasmi larva Lepidoptera telah menujukkan hasil yang memuaskan. Tabel 21. Percobaan Penggunaan beberapa jenis bahan alami untuk Pengendalian Hama Serangga Jenis Bahan Komoditas Jenis Serangga Pangan Nem (Azadirachta jagung, terigu Trogoderma indica) dan biji-bijian granarium, lainnya Sitophilus oryzae, Rhizopertha dominica, Callosobruchus chinensis Ekaliptus Beras sosoh Sitophilus oryzae Kayu manis Beras sosoh Sitophilus oryzae Derris (Derris Sorgum, padi Oryzaephilus elliptica) surinamensis Tembakau Kacang merah Caryedon serratus (Nicotiana tabacum) Lada hitam (Piper Kacang kuning Acanthoscelides ningrum) obtectus Minyak nabati Biji-bijian dan Trogoderma (kelapa, sawit, kancang merah granarium, C. jagung, sesame Marculatus, bunga matahari, Sitophilus zeamais bawang putih) Sekam padi padi Sitophilus oryzae Kaolin Biji-bijian Berbagai jenis serangga Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 219 6. Cara Pengendalian Serangga Hama Gudang lainnya Cara pengendalian serangga hama gudang lainnya adalah dengan memodifikasi kondisi fisik tempat penyimpanan seperti menaikkan atau menurunkan suu hingga tingkat di mana pertumbuhan serangga dapat dihambat. Di samping itu dngan timbulnya berbagai efek samping dari penggunaan pestisida secara berlebihan dan tidak benar, maka dikembangkan pula cara lain untuk mngendalikan serangga hama gudang antara lain: penggunaan “novel insecticide” misalnya hormon pengatur pertumbuhan serangga (juvenile hormon analogeus), baksil patogenik (cara biologi seperti telah dikemukakan) dan radiasi sinar gama baik untuk membunuh serangga secara langsung maupun untuk sistem jantan mandul. 9.5. Pengendalian Hama Terpadu Seperti diketahui sistem penyimpanan adalah sistem yang bersifat artifisial yang dapat diubah-ubah oleh manusia untuk pengendalian serangga hama. Oleh karena itu sering dianggap bahwa untuk mengendalikan hama gudang terutama serangga adalah merupakan suatu hal yang mudah jika dibandingkan dengan pemberantasan hama dilapangan. Hal ini tidak seluruhnya benar, oleh karena sistem penyimpanan merupakan bagian integral dari sistem pasca panen yang dimulai sejak tahap pemanenan. Infestasi serangga hama gudang seringkali terjadi jauh sebelum komoditas pangan disimpan di gudang-gudang penyimpanan. Infestasi serangga hama ini dapat terjadi segera setelah panen pada lokasi yang berbeda-beda. Acap kali infestasi serangga hama ini tidak dapat terdeteksi dengan mudah pada saat komoditas pangan diterima di gudang. Di samping itu dengan adanya pergerakan komoditas pangan dari Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 220 tahap pascapanen yang satu ke tahap pasca panen lainnya, tidaklah mudah untuk menciptakan suatu sistem pengendalian serangga hama gudang yang efektif dan terpadu. Selain itu walaupun terdapat berbagai cara pengendalian serangga hama gudang, orang cenderung untuk menggunakan suatu cara tertentu saja. Hal ini dapat menimbulkan risiko kerusakan yang besar akibat serangan serngga hama oleh karena cara pengendalian tadi mengalami kegagalan. Sehubungan dengan itu memang perlu dikembangkan suatu sistem pengendalian serangga hama gudang dengan memadukan berbagai cara pengendalian serta digunakan dengan pendekatan-pendekatan ekologis. Dalam melaksanakan sistem pengendalian serangga hama gudang terpadu ini haruslah benar-benar disadari bahwa penggunaan pestisida adalah sebagi komponen penunjang saja. Komponen utama untuk mengendalikan serangga hama gudang adalah sistem pergudangan yang baik yang menyangkut hal-hal sebagai beriku: a. Sanitasi gudang yang baik b. Kualitas awal komoditas pangan yang prima c. Rotasi stok yang efisien Penggunaan pestisida bukan berdasarkan keharusan yang sifatnya rutin tetapi haruslah berdasarkan kebutuhan dengan memperhatikann ambang ekonomik tingkat serangan serangga hama gudang. Hal-hal yang menghambat pengembangan strategi pengendalian serangga hama gudang terpadu yang efektif dan efisien antara lain: a. Kurangnya pengetahuan tentang kerusakan yang ditimbulkan oleh spesies serangga hama gudang baik secara sendiri-sendiri maupun akibat interaksi antarspesies. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 221 b. Belum adanya sistem yang akurat untuk memonitor tingkat kepadatan populasi serangga hama maupun musuh-musuh alami serangga hama tadi. c. Kurangnya pengetahuan tentang jenis-jenis musuhmusuh alami serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan serangga hama gudang tersebut. Ketiga faktor tersebut di atas sangat penting untuk diketahui apabila kita ingin mengembangkan suatu sistem pengendalian serangga ama gudang terpadu yang berdasarkan ratio biaya dan manfaat yang efektif serta berdasarkan pertimbangan ambang ekonomik tingkat serangan hama. DAFTAR PUSTAKA Syarief, R dan Halid, Hariyadi. 1999. Teknologi Penyimpanan Pangan. Kerja sama Dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Penerbit Arcan, Jakarta. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 222 BAB X. TRANSPORTASI HASIL PERTANIAN Pengelolaan suhu merupakan hal yang sangat penting dalam pengangkutan dengan jarak tempuh jauh, untuk itu muatan harus disusun sedemikian rupa agar terjadi sirkulasi udara yang baik yang dapat membawa keluar panas yang dihasilkan oleh produk dan juga akibat hawa panas yang datang dari udara sekitarnya serta panas jalan. Sarana angkutan yang dipakai harus mempunyai insulasi yang baik sehingga suhu muatan yang telah didinginkan terlebih dahulu atau di pre-cool dapat dijaga dan mempunyai ventilasi yang baik sehingga udara bisa mengalir melalui produk. Selama pengangkutan, produk hasil pertanian harus disusun sedemikian rupa sehingga kerusakan dapat diminimumkan kemudian diperkuat dan aman. Muatan atau produk dalam kendaraan bak terbuka dapat diatur sedemikian rupa sehingga udara bisa mengalir melalui produk yang dapat mendinginkan produk itu sendiri selama kendaraan melaju. Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan kesepuluh: Rencana Aktivitas Perkuliahan (100 menit) Langkah 1 Aktivitas 1: Pendahuluan 30 menit Langkah 2 Aktivitas 2: Penjelasan Materi 50 menit Sarana angkutan yang dipakai harus mempunyai insulasi yang baik sehingga suhu muatan yang telah didinginkan terlebih dahulu atau di pre-cool dapat dijaga dan mempunyai ventilasi yang baik sehingga udara bisa Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 223 Langkah 3 20 menit mengalir melalui produk. Aktivitas 3: Penutup Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 224 SUPLEMEN BAB 10. TRANSPORTASI HASIL PERTANIAN 10.1. Teknik Transportasi dan Cara Penumpukan dalam selama Transportasi Pengelolaan suhu sangatlah penting dalam pengangkutan dengan jarak tempuh jauh, untuk itu muatan harus disusun sedemikian rupa agar terjadi sirkulasi udara yang baik yang dapat membawa keluar panas yang dihasilkan oleh produk dan juga akibat hawa panas yang datang dari udara sekitarnya serta panas jalan. Sarana angkutan yang dipakai harus mempunyai insulasi yang baik sehingga suhu muatan yang telah didinginkan terlebih dahulu atau di pre-cool dapat dijaga dan mempunyai ventilasi yang baik sehingga udara bisa mengalir melalui produk. Selama pengangkutan, produk hasil pertanian harus disusun sedemikian rupa sehingga kerusakan dapat diminimumkan kemudian diperkuat dan aman. Muatan atau produk dalam kendaraan bak terbuka dapat diatur sedemikian rupa sehingga udara bisa mengalir melalui produk yang dapat mendinginkan produk itu sendiri selama kendaraan melaju. Perjalanan pada malam dan pagi hari bisa mengurangi beban panas (heat load) pada kendaraan yang mengangkut hasil panen. Pengemudi kendaraan yang terlibat dalam pengantaran produk harus dilatih terlebih dahulu tentang bagaimanan caranya memuat dan menangani muatan mereka. Pengemudi kendaraan sering pindah tempat kerja (di Amerika Serikat dilaporkan pengemudi bekerja di satu perusahaan rata-rata hanya selama 3.5 tahun) sehingga pelatihan harus selalu diperhatikan. Pengangkutan campuran beberapa jenis produk hortikultura adalah hal yang biasa dilakukan, khususnya untuk Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 225 pengiriman sayur-sayuran. Muatan campuran dapat menjadi masalah yang serius jika suhu optimal tidak sesuai (contohnya dalam pengiriman buah yang sensitif terhadap kerusakan suhu dingin besama-sama dengan komoditas yang membutuhkan suhu yang sangat rendah) atau ketika pengiriman campuran antara komoditas yang memproduksi etilen dengan komoditas yang sensitif terhadap etilen. Komoditas pertanian yang memproduksi etilen tinggi seperti pisang, apel dan melon yang matang) bisa menyebabkan kerusakan fisik dan/atau perubahan warna, rasa dan tekstur yang tidak diinginkan terhadap komoditas yang sensitif terhadap etilen (seperti selada, mentimun, wortel, kentang, dan ubi jalar). Berbagai macam penutup palet bisa digunakan untuk menutupi produk yang didinginkan selama proses penanganan dan pengangkutan. Penutup dari bahan polietilen harganya murah dan ringan, serta melindungi palet dari debu, kelembaban dan mengurangi peningkatan suhu. Penutup berinsulasi ringan dapat melindungi muatan dari proses peningkatan panas untuk beberapa jam (misalnya, jika terjadi penundaan proses pemuatan). Penutup berinsulasi tebal terkadang digunakan untuk melindungi produk –produk tropis dari hawa dingin pada saat pengiriman selama musim dingin. Kendaraan Terbuka Buah-buahan dan sayuran yang belum dikemas harus dimuat dengan hati-hati sehingga tidak terjadi kerusakan mekanis. Kendaraan pengangkut bisa dialasi atau dilapisi dengan lapisan jerami tebal. Tikar atau karung bisa dipakai sebagai alas untuk kendaraan pengangkut berkapasitas kecil. Muatan lain tidak boleh diletakkan di atas curahan komoditi. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 226 Gambar 58. Model transportasi pada kendaraan terbuka Pendinginan untuk muatan terbuka sebaiknya dilakukan jika memungkinkan. Pada kendaraan terbuka tanpa pendingin yaitu truk bisa dilengkapi dengan ventilasi dengan cara menutupi permukaan muatan dengan kanvas namun sedikit longgar dan tambahkan alat penangkap angin terbuat dari lembaran logam. Sedangkan penangkap angin sebaiknya diletakkan didepan bak truk dan lebih tinggi dari badan truk. Kecepatan transportasi yang tinggi dan/atau pengangkutan jarak jauh bisa menimbulkan pengeringan yang berlebihan pada produk akibat laju aliran udara yang tinggi. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 227 Gambar 59. Sistem pendinginan untuk muatan terbuka Sistem ventilasi berikut ini didesain untuk mengangkut muatan curah kacang fava di Iran. Alat penangkap angin dan salurannya dibuat dari krat/peti kayu. Setelah panel bagian belakang dari krat kayu dilepaskan, kemudian peti kayu diikat satu sama lain seperti pola pada gambar di bawah ini. Selama proses pengangkutan, udara mengalir ke atas melewati muatan, membantu menjaga produk dari panas berlebihan. Sistem ini juga telah diterapkan pada truk terbuka yang digunakan untuk mengangkut muatan curah sayuran hijau dan buncis. Hasil terbaik diperoleh ketika pengangkutan dilakukan waktu pagi hari sekali, sebelum matahari terbit. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 228 Gambar 60. Sistem Ventilasi pada Penganggkutan uatan Curah Program Pendinginan Pasca Panen Program pendinginan pasca panen yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat menekankan pada petani kecil kebutuhan untuk : a. Menyortir dan mengklasifikasikan hasil panen di perkebunan b. Mengemas hasil panen sesuai dengan permintaan pasar c. Secepatnya mendinginkan hasil panen untuk menghilangkan panas lapang. Alat pendingin kecil ini menggunakan AC rumah berkapasitas 12.000 BTU/jam (1 ton) 110 volt untuk mendinginkan udara di dalam kotak berinsulasi. Udara dingin di bagian depan dalam dipaksa mengalir melewati produk dengan menggunakan kipas bertekanan yang terletak dibagian dalam dinding kedua. Setelah itu udara balik mengalir melalui bawah lantai ke bagian depan kotak. Portacooler ini dibangun atas kerjasama tim dari Departemen Pertanian Amerika Serikat, Beltsville, Maryland, untuk mendinginkan buah beri yang sangat mudah rusak dan hasil panen lain yang membutuhkan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 229 pendinginan. Biaya diperkirakan mencapai US$1200, tapi biaya pembuatannya bisa diperkecil jika menggunakan AC bekas. Gambar 61. Program pendinginan pasca panen Departemen Pertanian Amerika Serikat Truk Gandeng Berpendingin Untuk mendapatkan suhu pengangkutan yang optimum, truk gandeng berpendingin memerlukan insulasi, unit pendingin dan kipas berkapasitas tinggi, serta pipa saluran udara. Daftar dibawah ini dapat membantu mengecek apakah alat angkut yang digunakan memenuhi syarat. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 230 Kendaraan berpendingin--Daftar Pengecekan Sebelum Memuat Produk ___ Apakah unit pendingin bekerja dengan baik? ___ Apakah thermostat sudah dikalibrasi? ___ Apakah penghembusan udara dingin dan saluran sudah terpasang dengan tepat dan dalam kondisi yang baik? ___ Apakah segel pintu dalam kondisi baik? ___ Apakah segel pintu tertutup dengan rapat ketika ditutup? ___ Apakah dinding bebas dari retak dan lubang? ___ Apakah bulkhead sudah terpasang? ___ Apakah lubang pembuangan di lantai sudah dibuka? ___ Apakah kendaraan sudah bersih dan bebas bau? ___ Apakah lekukan dilantai sudah bebas dari sisa-sisa puing? didalam trukdan berpendingin akan mempengaruhi ___ Kondisi Apakah tinggi, lebar panjang ruangan memadai untuk kemampuannya untuk tetap menjaga suhu yang dibutuhkan muatan ? selama perjalanan. Pekerja harus memeriksa truk sebelum dimuati dan memperhatikan fitur-fitur berikut ini: tersedia untuk ___ Apakah penguat muatan dan alat lainnya menjamin Keamanan muatan? Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 231 ___ Apakah kendaraan gandeng sudah didinginkan sebelumnya (atau dihangatkan)? Gambar 62. Optimum temperatur dalam Truk Pola Tumpukan/Penumpukan Dengan Tangan Keranjang untuk memuat (sangat kuat, dibuat seragam, bisa ditumpuk) hasil panen bisa di muat ke dalam truk berpendingin dengan menggunakan pola barisan susunan yang berbalik sehingga terdapat banyak ruangan antara untuk sirkulasi udara. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 232 Gambar 63. Proteksi sayuran Selama transportasi didalam truk Hasil panen yang diangkut menggunakan kotak karton sebaiknya ditumpuk dan disusun dengan baik sehingga bisa memberikan sirkulasi udara yang cukup bagi keseluruh muatan. Pada diagram di bawah digambarkan pengisian bersilang yang seimbang pada kotak teleskopik sebagian. Pada lantai truk, harus diletakkan palet atau sarana pendukung lainnya untuk menjaga karton agar tidak kontak langsung dengan lantai. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 233 Gambar 64. Proteksi sayuran Selama transportasi didalam truk menggunakan kotak karton Bila muatan dalam kotak karton dari berbagai ukuran dimuat secara bersamaan, kotak muatan yang paling besar dan berat harus diletakkan paling bawah. Disamping itu juga harus diberi lubang saluran pararel antar kotak agar udara bisa beredar melewati muatan. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 234 Gambar 65. Saluran Paralel Antar Kotak Seringkali box besar yang digunakan untuk mengemas bunga potong, dalam proses pemuatan harus ditumpuk dengan tangan (manual) ke dalam kendaraan pengangkut. Pola pengisian yang terbaik untuk bunga potong dikenal sebagai ‘pola lubang merpati’, dimana box ditumpuk satu lapisan tidak diberi jarak, sementara lapisan yang diatasnya diberi jarak satu sama lain (lihat gambar). Pada kedua sisi muatan, dibiarakan terbuka sehingga udara bisa lewat melalui saluran ini. Pola ini Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 235 menyediakan saluran untuk sirkulasi udara menurut panjangnya muatan dan memberikan kesempatan untuk setiap box kontak secara langsung dengan udara pendingin. Gambar 66. Pengaturan precooling dan temperature pada bunga potong dalam truk Pola Penumpukan/Palet dan Penempatan di atas Slip Sheet Pemuatan produk ke dalam kontainer harus dilakukan sedemikian rupa sehingga produk tidak bersentuhan langsung dengan dinding dan lantai kendaraan pengangkut untuk mengurangi terjadinya perpidahan panas dari lingkungan luar. Pada diagram di bawah menggambarkan seberapa banyak kotak karton yang bersentuhan langsung dengan dinding dan lantai truk ketika kontainer diisi penuh. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 236 Hanya muatan pada gambar kanan bawah yang sepenuhnya terlindungi dari perpindahan panas. Penggunaan palet menjaga box karton tidak bersentuhan langsung dengan lantai, sementara pengaturan muatan dengan meletakkannya pada bagian tengah, menyisakan isolasi berupa ruang udara antara muatan dengan dinding luar. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 237 Gambar 67. Pola Penumpukan/Palet dan Penempatan di atas Slip Sheet Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 238 Kekuatan Penumpukan Ketika menumpuk kotak, pastikan semua kotak disejajarkan dengan baik. Jika memungkinkan, tumpuk wadah tersebut sehingga sudut kotak dan sudut palet bertemu. Sebagian besar kekuatan dari kotak karton terkorugasi atau korugated fiber box terletak pada sudutnya; sehingga posisi bergantung 1 inchi saja akan mengurangi kekuatan penumpukan sebanyak 15 hingga 34%. Gambar 68. Kekuatan Penumpukan Memperkuat Muatan Harus selalu ada ruang kosong antara tumpukan terakhir dan bagian belakang kendaraan pengangkut. Maka dari itu muatan harus diperkuat/diikat untuk mencegah pergeseran pada bagian belakang kendaraan selama proses pemindahan. Jika muatan bergeser, hal ini bisa menghalangi sirkulasi udara dan karton yang berjatuhan bisa berbahaya bagi pekerja yang membuka pintu di pasar tujuan. Penguat sederhana dari kayu bisa dibuat dan dipasang untuk mencegah kerusakan selama pengangkutan. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 239 Gambar 69. Memperkuat Muatan pada transpor Gambar 69. Memperkuat Muatan dalam truk Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 240 Penguatan muatan bisa dilakukan dengan menggunakan penguat dari kayu, bantal udara atau blok styrofoam. Kuncinya adalah untuk menghentikan pergeseran tumpukan produk untuk mengurangi kerusakan selama pengangkutan. Angkutan Udara Untuk mencegah pergerseran muatan dalam kontainer kargo untuk pengangkutan melalui udara, selembar busa yang keras atau papan fiber berlipat diletakkan di sepanjang lekukan atau bagian segitiga pada lantai kontainer. Karton yang ditumpuk pada bagian atas akan disangga lebih kuat dan menghadap keatas. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 241 Gambar 70. Pengangkutan dengan Penggunaan Angkutan Udara. DAFTAR PUSTAKA Reyes, M. U. 1988. Design Concept and Operation of ASEAN Packinghouse Equipment for Fruits and Vegetables. Postharvest Training and Research Center, University of the Philippines at Los Baños, College of Agriculture, Laguna. Sommer, N.F., R.L. Fortlage and D.C. Edwards. 2002. Postharvest Diseases of Selected Commodities. In: Kader, AA (ed). Postharvest Technology of Horticultural Crops (3rd Edition). UC Publication 3311. University of California, Division of Agriculture and Natural Resources pp.197-249. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 242 Wills, R., B. McGlasson, D. Graham, and D. Joyce. 1998. Postharvest: An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit, Vegetables, and Ornamentals. CAB International, Wallingford, UK, 262 pp. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 243 BAB XI. KUALITAS UNTUK OLAHAN Saat kondisi tidak sesuai untuk penyimpanan atau pemasaran produk segar dengan segera, banyak hasil hortikultura dapat diolah menggunakan teknologi sederhana. Banyak cara pengolahan yang dapat digunakan oleh penangan skala kecil, termasuk pengeringan, fermentasi, pengalengan, pembekuan, pengawetan dan pembuatan jus. Buah, sayur dan bunga semua dapat dikeringkan dan disimpan untuk digunakan atau dijual pada waktu yang akan datang. Fermentasi adalah cara yang populer di seluruh dunia sebagai cara pengawetan makanan, dan lebih dari 3,500 makanan terfermentasi telah digambarkan oleh Campbell-Platt (1987). Buah-buahan dan sayuran dapat dikalengkan atau dibekukan, dan buah-buahan sering diawetkan dalam gula atau dalam bentuk jus. Produk yang telah diolah harus dibungkus dan disimpan dengan benar untuk mencapai potensi masa simpan hingga satu tahun. Produk kering harus dibungkus dalam wadah kedap udara (gelas atau botol plastik atau kantong plastik yang tertutup rapat). Produk yang dikalengkan atau dibotolkan harus melalui proses pemanasan yang cukup menggunakan wadah atau container dengan kualitas tinggi yang bersegel kuat. Produk yang dikeringkan dan dikalengkan atau dibotolkan lebih baik disimpan di tempat dingin dan gelap. Penanganan pascapanen, pengangkutan dan pemasaran produk olahan dapat lebih sederhana dan lebih murah daripada produk segar, karena pendinginan tidak diperlukan. Produk kering memakan tempat lebih sedikit daripada produk yang sama dalam bentuk segar, juga mengurangi biaya pengangkutan dan tempat penyimpanan. Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 244 kesebelas: Rencana Perkuliahan (100 menit) Langkah 1 30 menit Langkah 2 50 menit Langkah 3 20 menit Aktivitas Aktivitas 1: Pendahuluan Aktivitas 2: Materi Pengajar menjelaskan Saat kondisi tidak sesuai untuk penyimpanan atau pemasaran produk segar dengan segera, banyak hasil hortikultura dapat diolah menggunakan teknologi sederhana. Banyak cara pengolahan yang dapat digunakan oleh penangan skala kecil, termasuk pengeringan, fermentasi, pengalengan, pembekuan, pengawetan dan pembuatan jus Aktivitas 3: Penutup Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 245 SUPLEMEN BAB 11. MUTU HASIL TANAMAN UNTUK PENGOLAHAN 11.1. Peralatan dan Proses Pengolahan Saat kondisi tidak sesuai untuk penyimpanan atau pemasaran produk segar dengan segera, banyak hasil hortikultura dapat diolah menggunakan teknologi sederhana. Banyak cara pengolahan yang dapat digunakan oleh penangan skala kecil, termasuk pengeringan, fermentasi, pengalengan, pembekuan, pengawetan dan pembuatan jus. Buah, sayur dan bunga semua dapat dikeringkan dan disimpan untuk digunakan atau dijual pada waktu yang akan datang. Fermentasi adalah cara yang populer di seluruh dunia sebagai cara pengawetan makanan, dan lebih dari 3,500 makanan terfermentasi telah digambarkan oleh Campbell-Platt (1987). Buah-buahan dan sayuran dapat dikalengkan atau dibekukan, dan buah-buahan sering diawetkan dalam gula atau dalam bentuk jus. Produk yang telah diolah harus dibungkus dan disimpan dengan benar untuk mencapai potensi masa simpan hingga satu tahun. Produk kering harus dibungkus dalam wadah kedap udara (gelas atau botol plastik atau kantong plastik yang tertutup rapat). Produk yang dikalengkan atau dibotolkan harus melalui proses pemanasan yang cukup menggunakan wadah atau container dengan kualitas tinggi yang bersegel kuat. Produk yang dikeringkan dan dikalengkan atau dibotolkan lebih baik disimpan di tempat dingin dan gelap. Penanganan pascapanen, pengangkutan dan pemasaran produk olahan dapat lebih sederhana dan lebih murah daripada produk segar, karena pendinginan tidak diperlukan. Produk kering memakan tempat lebih sedikit daripada produk yang Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 246 sama dalam bentuk segar, juga mengurangi biaya pengangkutan dan tempat penyimpanan. Tabel 22. 25 pounds dalam menghasilkan produk kering 25 pounds (11.3 kg) dari: Menghasilkan produk kering: Buah-buahan 4 lb (1.81 kg) Wortel dan beet 3 lb (1.36 kg) Seladri, sawi atau tomat 1.5 lb (0.68 kg) Bawang atau zucchini 2.5 lb (1.13 kg) Peralatan Pengolahan Katalog peralatan pengolahan pascapanen tersedia dari Intermediate Technology Publications. Terdapat didalamnya pengering, tempat penyimpanan, wadah, pembersih, penggiling tangan, penggiling tenaga mesin, alat pembuka kulit, pembersih biji, peralatan pengolah minyak, pengepresan buah, dan pengiris hasil dalam bentuk akar-akaran. Beberapa contoh terdapat dibawah. Gambar 71. Pengiris singkong oleh dua orang (two-man cassava grater) Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 247 Gambar 72. Chopper umbi atau akar-akaran dengan empat pisau (Four-bladed root chopper) Gambar 73. Pengepresan buah dengan tangan (Hand-operated fruit press) Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 248 Gambar 74. Cherry pitter Persiapan untuk Pengolahan Beberapa produk memerlukan blanching sebelum pembekuan atau pengeringan. Blanching dengan merebus di air atau dengan uap panas menghentikan reaksi enzimatik dalam produk dan membantu mempertahankan warna dan cita-rasa setelah pengolahan. Selalu bilas produk yang telah di blanching di air yang sangat dingin atau celupkan produk blanching dalam air es untuk menghentikan proses pemanasan/pemasakan atau cooking process dan dengan cepat menurunkan suhu. Waktu blanching untuk komoditi pilihan {pakai satu gallon air per pound (8 liter per kg) produk}. Tambah satu menit untuk setiap ketinggian 2000 ft jika anda tinggal di ketinggian lebih dari 4000 ft. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 249 Tabel 23. Komoditi dan Waktu Blancing dalam air mendidih Komoditi Waktu blanching dalam air mendidih (menit) Broccoli 3 3 Polong hijau (Green Beans) Sawi atau cabbages (wedges) Wortel Bunga kol (Cauliflower) Collard greens Jagung manis atau Corn (sweet) Terong Sayur daun hijau (Leafy greens) Jamur (Mushrooms) Peas Kentang atau Potatoes (new) Pumpkin Ubi jalar (Sweet potatoes) 5 5 3 (tambah garam 4 sendok makan) 3 7 4 (tambah1/2 cup jus jeruk nipis) 2 3-5 2 4 - 10 2 - 3 atau sampai lembut 15 - 20 atau sampai lembut Buah seperti apel, pir, peach, dan apricot kadangkadang diperlakukan dengan sulfur saat pengeringan. Penambahan sulfur {bakar satu sendok makan bubuk sulfur per pound (12g per kg) buah} atau sulfit (celupkan buah dalam 1% larutan potassium metabisulfit selama satu menit) membantu menghindari pencoklatan, kehilangan rasa dan kehilangan vitamin C. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 250 Sulfur telah menjadi sumber reaksi alergi bagi beberapa orang, jadi bungkusan produk yang diperlakukan dengan sulfur harus selalu diberi label. Vitamin C dapat digunakan sebagai alternative perlakuan awal untuk mencegah warna coklat selama proses pengeringan. Gunakan 30 ml bubuk asam askorbat dalam satu liter (atau 2 sendok makan dalam satu quart) air hangat kuku. Iris buah langsung ke dalam larutan, aduk merata, tiriskan dengan baik serta keringkan. Untuk mendapatkan hasil terbaik saat pengeringan produk segar, buah harus diiris atau dibagi empat, dan sayur harus diiris tipis, di chop atau dalam bentuk daduatau kubus. Buah yang dikeringkan dengan matahari akan memakan waktu 2 sampai 3 hari atau lebih, sementara kebanyakan sayur yang di chop atau dipotong dadu akan kering dalam 1 sampai 2 hari. Tabel 24. Waktu sulfurisasi untuk buah-buah tertentu Komoditi Waktu sulfurisasi Waktu sulfurisasi untuk buah untuk buah dipotong empat dipotong dua Apel 45 menit Apricot 2 jam 3 jam Cherry 20 menit 30 menit Nectarine 2 jam 3 jam Peach 2 jam 2 - 3 jam Pir 2 jam 4 - 5 jam Kotak sulfur dengan biaya murah dapat dibuat dari kotak kardus besar yang dilubangi atau ditoreh di beberapa tempat untuk memberi ventilasi yang cukup. Nampan untuk pengeringan ditumpuk menggunakan batu bata dan potongan kayu sebagai pengatur jarak. Nampan harus dibuat seluruhnya dari kayu, karena asap sulfur akan merusak logam. Semua pemasangan harus ditempatkan di luar, lebih disukai di atas Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 251 tanah kosong. Gunakan satu sendok makan bubuk sulfur per pound (35 ml per kg) buah. Tempatkan sulfur di wadah jauh dari sisi kotak karena akan menjadi sedikit panas. Tutup sisi bawah kotak dengan tanah. Gambar 75. Kotak sulfur Gambar 76. Kotak kayu Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 252 Pengeringan dengan Sinar Matahari Produk horticultural dapat dikeringkan menggunakan radiasi sinar matahari secara langsung atau tidak langsung. Cara yang paling sederhana untuk pengeringan dengan sinar matahari adalah dengan meletakkan produk diatas permukaan hitam yang datar dan membiarkan matahari dan angin mengeringkannya. Kacang-kacangan dapat dikeringkan secara efektif dengan cara ini. Gambar 77. Pengeringan dengan Sinar Matahari Pengeringan langsung yang sederhana dapat dibuat dengan nampan dari bahan penyaringan yang disanggah balok kayu atau batako untuk memberi sirkulasi udara di bawah produk. Lapisan kain kasa dapat ditebarkan secara longgar di atas produk, melindungi dari serangga dan burung saat pengeringan. Periksa produk setiap hari dan pindahkan jika ada hujan. Cara yang sederhana untuk pengeringan matahari adalah dengan membuat panggung dari kayu dan tutup kerangka dengan anyaman jerami. Ilustrasi di bawah, potongan tomat segar sedang dikeringkan dalam sinar matahari langsung Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 253 diatas anyaman jerami. Udara dapat lewat di atas dan di bawah produk mempercepat pengeringan dan mengurangi susut akibat terlalu panas. Gambar 78. Pengeringan dengan anyaman jerami Kertas aluminum dapat digunakan untuk memantulkan matahari ke nampan pengering. Contoh di bawah menggunakan lembaran plastik perangkap panas dan mempercepat waktu pengeringan. Gambar 79. Lembaran plastik Penangkap panas Semua nampan, penyaring atau tikar yang digunakan untuk pengeringan produk harus bersih. Nampan dibuat dari stainless steel, plastik atau nilon lebih mudah untuk Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 254 merawatnya dengan bersih dari pada nampan kayu. Beberapa jus buah akan menempel ke permukaan pada setiap penanganan. Ini akan mengakibatkan akumulasi kotoran dan menumpuknya masa jamur yang dapat mengkontaminasi dan mempengaruhi penampilan produk kering. Gunakan deterjen yang kuat dan gosok nampan, penyaring atau tikar sampai bersih. Biarkan kering di matahari sebelum digunakan lagi untuk mengeringkan produk. Bahan yang baik untuk mengendapkan debu di jalan raya, jalan kecil atau lantai tanah adalah kalsium klorida. Ketika disebarkan di tanah kalsium klorida menyerap kelembaban dari udara dan menjaga tanah lembab. Sebarkan kalsium klorida di permukaan dengan takaran ½ pound per yard persegi. Untuk mengurangi pertumbuhan jamur di nampan, penyaring dan tikar saat musim sepi, cuci dan keringkan menyeluruh, lalu simpan di tempat dengan ventilasi yang baik. Untuk memperbaiki efisiensi pengeringan, beberapa macam struktur harus digunakan untuk menangkap radiasi matahari. Berbagai tipe pengering matahari telah dikembangkan dan diilustrasikan di bawah. Tabel 25. Tipe pengering, Deskripsi dan tampak Skematik Tipe pengring Deskripsi Kabinet langsung Chamber pengering diberi kaca dan tidak ada penggunaan solar collector terpisah. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen Tampak skematik untuk contoh khusus 255 Kabinet tidak langsung Solar collector digunakan yang terpisah dari chamber tanpa permukaan transparan. Model campuran atau cabinet hybrid Chamber pengeringan diberi glas sebagian atau seluruhnya dan digunakan solar collector terpisah. Terowongan Biasanya struktur rangka melengkung dengan satu atau dua lapisan plastik film berlapis glas. Biasanya pengering langsung tapi dapat tidak langsung bila film plastic hitam digunakan untuk lapisan bagian dalam dari lapisan plastik ber glas. Terowongan Pengering langsung sama rendah dengan di atas namun dibuat dekat dengan tanah dan biasanya mampu menangani satu lapis produk. Tenda Pengering langsung dengan kerangka lurus daripada lengkung. Tong Berbagai pengering, biasanya tidak langsung dengan konveksi aliran udara bertekanan yang dapat mengeringkan lapisan tebal (biasanya 300 mm atau lebih) produk. Menunjukkan permukaan ber glas. Sumber: Fuller, R.J. 1993. Solar Drying of Horticultural Produce: Present Practice and Future Prospects. Postharvest News and Information 4(5): 131N-136N. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 256 Beberapa lagi model kompleks dari pengering matahari mempunyai gelas atau jendela plastik bening yang menutup produk, menyediakan perlindungan dari serangga sementara menangkap lebih banyak panas dari matahari. Pengering sinar matahari langsung: Gambar 80. Pengering sinar Matahari Langsung Pengering tidak langsung dikontruksi sehingga matahari memancarkan sinarnya ke solar collector (kotak rendah, dalamnya dicat hitam, ditutup dengan jendela dari kaca) memanaskan udara kemudian akan bergerak ke atas melalui tumpukkan nampan sebanyak empat sampai enam yang berisi produk. Gambar 81. Pengering tidak langsung pada produk Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 257 Pengering dengan Udara Bertekanan Kacang-kacangan dapat dikeringkan secara curah menggunakan pengering yang mengkombinasikan aliran tetap udara dengan sumber panas dari luar. Ruang plenum di bawah produk ditutup dengan lantai dari lembaran logam yang dilubangi atau kisi-kisi papan kayu. Kipas terletak antara perapian dan ruang plenum menggerakkan udara panas ke produk yang dikeringkan. Gambar 82. Pengering dengan Udara Bertekanan Pengering dengan Pembakaran Minyak Pengering tipe batch di bawah dibuat dari kayu, mempunyai kipas tipe aksial dan bakaran minyak tanah atau minyak disel. Bermacam pengering tersedia dari pabrik yang ada di seluruh dunia. Dua tipe pengering biasa digunakan untuk mengeringkan kacang-kacangan jumlah kecil. Kereta dengan dasar berlubang dapat diangkut ke ladang dan tersambungkan dengan sebuah perapian portable untuk pengeringan tipe batch. pengering “Pot Hole” yang stasioner dirancang untuk menggerakkan udara panas sepanjang plenum di bawah platform tetap dan wadah-wadah atau bins besar dari kacang ditempatkan di atas platform untuk dikeringkan bersamaan dengan udara panas naik melalui lantai berperforasi atau berlubang. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 258 Pengering Wagon: Gambar 83. Pengering Wagon Gambar 84. Pengering “Pot Hole” Pengering Tenaga Listrik Pengering tenaga listrik sederhana dapat dikonstruksi menggunakan kayu tripleks, lembaran logam, kipas kecil, lima bola lampu dengan pitingan porselin dan beberapa bahan penyaring. Pengering dibawah mempunyai panjang 32 inch lebar 21 inch dan tinggi 30 inch, dan memuat rak untuk lima nampan. Kipas dan lembaran logam yang melapisi bagian bawah kompartemen membantu menyalurkan panas ke atas melalui kotak. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 259 Gambar 85. Pengering Listrik Pengering Oven Buah dan sayuran dapat dikeringkan dalam oven rumah jika oven dapat dijalankan dalam suhu rendah. Tempatkan produk yang telah disiapkan di atas nampan kue atau penyaring logam, pasang suhu oven 140 °F dan biarkan pintu sedikit terbuka (2 sampai 4 inch). Waktu pengeringan dapat dikurangi jika ventilasi ditingkatkan dengan menggunakan kipas kecil yang ditempatkan di luar oven. Pengeringan Bunga-bungaan Bunga potong dapat dikeringkan dengan digantung terbalik atau ditopang tegak dengan kawat ayam. Bunga tertentu akan terlihat lebih alamiah jika dibiarkan di vas saat Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 260 kering. Anthurium kering paling baik jika dibiarkan mengering dengan lambat. Potong tangkai dengan sudut tajam, dan tempatkan bunga kedalam vas berisi air 2 inch. Dalam semua hal, bunga harus dibiarkan kering angin pada tempat gelap. Bunga yang mengering dengan baik jika dibiarkan berdiri: strawflower, delphinium, larkspur, okrapods. Bunga yang paling baik dikeringkan tergantung terbalik: chrysanthemum, amaranthus, African daisy, statice, marigold. Gambar 86. African daisy disangga diatas penyaring kawat ayam Bunga potong dapat dikeringkan dengan cepat dan lebih mudah di dalam pasir atau silica gel. Pasir yang digunakan untuk mengeringkan bunga harus bersih, halus dan semakin kecil semakin lebih baik. Mulai dengan satu inchi pasir di dalam wadah, tempatkan bunga yang akan dikeringkan diatas pasir dan dengan hati-hati tutup seluruh bunga dengan pasir lagi. Wadah sebaiknya tidak ditutup dan bunga akan mengering sekitar tiga minggu. Bunga yang kering dengan baik dalam pasir adalah shasta daisy, lily-of-the-valley, cosmos, dahlia sweet william carnation, stock, freesia dan narcissus. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 261 Gambar 87. Pengering bunga dalam Pasir Silica Gel secara relatip adalah mahal tapi dapat digunakan kembali jika dipanaskan sampai gel kering setelah setiap pemakaian. Untuk pemakaiannya, tutup bunga seperti halnya menutupnya dengan pasir, lalu secara rapat tutup wadah. Periksa setalah dua atau tiga hari pengeringan. silica Gel sangat berguna untuk mengeringkan tanaman mudah rusak dan bunga dengan warna-warna yang lembut. Bunga yang baik dikeringkan dalam silica gel adalah allium, anemone, conrflower, mawar, tulip dan zinnia. Pengalengan Ada dua tipe pengalengan yang biasa digunakan untuk mengolah hasil horticultural. Pertama adalah pengalengan dengan water bath, dimana pot besar dengan tutup longgar dan satu rak untuk memegang botol leher lebar atau jar pada bagian bawahnya. Pot harus cukup dalam untuk menutup jars dengan jarak satu sampai dua inchi dan tetap memiliki ruang lain untuk memungkinkan pendidihan. Diameter pot harus tidak lebih dari empat inchi lebih lebar dari diameter pembakar atau burner pada kompor untuk memastikan pemanasan yang merata. Makanan mengandung asam seperti buah-buahan, tomat, acar dan relish, dan makanan dengan kadar gula tinggi seperti sele Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 262 atau jam, sirup dan sele kulit jeruk atau marmalade dapat dengan aman diolah menggunakan air mendidih. Gambar 88. Pengalengan dengan Water Bath Kaleng besar bertekanan direkomendasikan untuk mengolah makanan dengan asam rendah seperti sayuran. Kaleng bertekanan khususnya terbuat dari pot tebal dengan tutup yang dapat dikunci, ada rak dalam dan ventilasi uap pada tutupnya. Ventilasi dapat diatur menggunakan berat atau sekrup, tergantung dari tipe panci. Pengukur tekanan (dial gauge) menunjukkan tekanan udara di dalam kaleng. Alat pengukur memberi bacaan tekanan aktual, sementara pengukur berat (weight gauge) akan bergoyang dengan pelan ketika kaleng dalam tekanan yang diinginkan. Tekanan sepuluh pound dalam 115 °C (240 °F) direkomendasikan untuk pengalengan sayuran. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 263 Gambar 89. Kaleng Bertekanan Ada tiga tipe wadah glas digunakan untuk hasil olahan produk hortikultura. Wadah tipe penutup bola dan wadah dengan tutup seng yang keduanya membutuhkan penyekat karet untuk penutupan yang erat. Ini kadang-kadang susah untuk didapatkan, tapi jika tersedia secara local, dapat menjadi wadah yang sangat baik. Sekarang ini wadah glas dengan dua penutup adalah wadah yang paling biasa digunakan. Tidak masalah wadah yang mana digunakan, saat mengisi wadah, penting untuk membiarkan sedikit tempat kosong untuk memberi pengembangan terhadap makanan saat pengolahan. Jika kendi diisi terlalu penuh, wadah akan meledak. Jika terlalu banyak tempat disisakan, makanan akan rusak, karena ekstra udara sisa tidak dapat dikeluar saat pengolahan. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 264 Gambar 90. Wadah glas, dari kiri ke kanan: Wadah glas penutup tipe bola, penutup seng dan penutup dua bagian. Pembuatan Jus Buah Untuk mengolah tomat atau buah ke dalam bentuk jus, buah dididihkan dalam air atau jusnya sendiri dalam wadah satainless steel, gelas atau berlapis enamel,. Saat sudah lembut, produk dipotong ke dalam bentuk kecil-kecil dan diperas dengan penggiling makanan, disaring dengan beberapa lapis kain kasa. Gula atau jus lemon dapat ditambahkan, untuk rasa. Jus kemudian harus dibekukan dalam wadah atau dikalengkan untuk penyimpanan. Jus dapat dibekukan dalam kaleng-kaleng atau wadah pembekuan (tinggalkan ruang atas ½ inch). Sebagian besar jus buah dapat dikalengkan dalam mangkok air mendidih selama 20 menit, tapi jus apel dan anggur dapat diolah dalam air panas (82 °C atau 180 °F) selama 30 menit. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 265 Sayuran Sayuran harus dipotong atau diparut, kemudian dididihkan dengan perlahan selama 45 sampai 50 menit sampai seperti bubur. Jus selanjutnya dapat diperas atau disaring dari pulp sayuran tersebut, selanjutnya dibekukan atau dikalengkan. Pengalengan jus sayuran memerlukan pengolahan dengan memasukkan ke dalam kaleng bertekanan sepuluh pon. Wadah ukuran Pint harus diolah selama 55 menit, dan wadah ukuran quart selama 85 menit. Cara Pengolahan Lain Pembekuan Kebanyakan sayuran harus di blansir (blanching) sebelum dibekukan untuk menghindari kehilangan rasa dan warna selama penyimpanan. Suhu pembekuan paling baik diatur antara -21 sampai -18 °C (0 samapai 5 °F). Pembungkus untuk pembekuan harus tahan lembab dan tahan uap dan mengandung sedikit udara untuk mencegah oksidasi selama penyimpanan. Kantong plastik tebal, kertas aluminum tebal, wadah gelas untuk pembekuan dan karton pembekuan berlapis lilin semua wadah yang baik. Jeli dan sele Membuat sele, jeli dan awetan lain dengan kadar gula tinggi memerlukan antara buah, asam, pectin dan gula yang seimbang untuk hasil terbaik. Buah yang belum masak mengandung pectin lebih banyak daripada buah masak, dan jus apel sumber baik pectin alami. Jika buah dengan asam rendah, jus lemon dapat ditambahkan pada campuran buah dan gula. Gula tebu atau gula bit lebih baik untuk membuat sele daripada madu atau sirup jagung. Untuk proses awetan buah, buah dimasak pada panas medium sampai campuran kental pada Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 266 sendok. Hindari pemasakan berlebihan karena ini akan menurunkan kapasitas jeli dalam campuran. Tuangkan ke dalam wadah dan tutup dengan sekat lilin paraffin. Proses berikutnya harus dipanaskan dalam air mendidih selama lima menit. Fermentasi Saat bakteri asam laktat dalam makanan mengubah karbohidrat menjadi asam laktat, makanan diawetkan dengan menghasilkan pH rendah. Sauerkraut (kol) dan wine (anggur) adalah dua contoh dari ribuan fermentasi makanan dibuat diseluruh dunia. Pengasaman Pengasinan adalah pengolahan yang sederhana yang dapat digunakan dengan segala jenis buah dan sayuran. Larutan garam (9 bagian sari asam buah apel atau cuka putih, 1 bagian garam non-iodin, 9 bagian air, ditambah pencita rasa dan bumbu) dituangkan di atas produk kedalam wadah gelas (biarkan ruang atas ½ inch). Acar asinan yang terbentuk ditutup dan biarkan sesuai suhu lingkungan selama tiga minggu atau lebih, sementara bungkusan acar segar yang telah jadi dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit. DAFTAR BACAAN Fuller, R.J. 1993. Solar Drying of Horticultural Produce: Present Practice and Future Prospects. Postharvest News and Information 4(5): 131N-136N. Kartasapoetra, A.G. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Bina Aksara, Jakarta. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 267 Kays, S.J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. Van Nostrand Reinhold, NY. Pantastico, ER. B. 1989. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 268 BAB XII. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN PADA BUAH Penentuan waktu panen buah tomat oleh petani tomat di daerah Cisarua Bogor menggunakan cara visual. Pemanenan dilakukan secara manual dengan memanen buah pada saat hijau matang sebelum pecah warna. Pemanenan pertama dilakukan 80 hari setelah tanam, pemanenan berikutnya dilakukan tiap empat hari hingga buah tomat habis (sekitar 3 – 5 kali panen). Kerusakan prapanen secara visual yang ditemui di lapangan adalah kerusakan akibat serangan hama ulat buah, penyakit busuk lunak bakteri, penyakit busuk ujung buah, penyakit akibat serangan cendawan, penyakit fisiologi pecah buah dan pematangan yang tidak merata. Kerusakan pasca panen yang ditemui di lapangan adalah kerusakan fisik dan mekanik dan kerusakan akibat berkembangnya penyakit pasca panen yang diakibatkan oleh factor-faktor kemasakan, suhu, kelembaban dan pengemasan. Kerusakan mekanik akibat penanganan yang kurang hati-hati adalah penyebab kehilangan hasil panen yang paling dominan. Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan keduabelas: Rencana Perkuliahan (100 menit) Langkah 1 30 menit Langkah 2 50 menit Aktivitas Aktivitas 1: Pendahuluan Aktivitas 2: Materi Pengajar menjelaskan Penentuan waktu panen Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 269 Langkah 3 20 menit buah tomat oleh petani tomat di daerah Cisarua Bogor menggunakan cara visual. Pemanenan dilakukan secara manual dengan memanen buah pada saat hijau matang sebelum pecah warna. Pemanenan pertama dilakukan 80 hari setelah tanam, pemanenan berikutnya dilakukan tiap empat hari hingga buah tomat habis (sekitar 3 – 5 kali panen). (merupakan studi kasus). Aktivitas 3: Penutup Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 270 SUPLEMEN BAB 12. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN PADA TOMAT Pemanenan diartikan sebagai pengambilan sebagian atau seluruh bagian dari hasil usaha pertanian dan disiapkan untuk dipasarkan, dimanfaatkan atau diolah lebih lanjut. Pada pemanenan buah tomat, terjadi proses pemisahan buah dengan tanaman induknya. Dengan demikian, berarti terputus pula mekanisme penyerapan zat hara, namun sebenarnya buah tomat yang dipetik masih melangsungkan kehidupannya berupa pernapasan atau respirasi. Pemanenan adalah kegiatan akhir dari prapanen dan merupakan langkah awal dari kegiatan pasca panen. Pemanenan merupakan tahap yang paling menentukan mutu buah tomat. Menentukan waktu dan cara panen yang tepat merupakan hal yang kritis. Pemanenan harus dilakukan dengan baik dan benar mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan, agar dapat diperoleh buah tomat yang memuaskan baik kualitas maupun kuantitas. Pemanenan dan penanganan yang baik akan menyebabkan tidak banyak hasil yang terbuang dan rusak sehingga diperoleh hasil yang maksimal. Tahap pemanenan harus dilakukan dengan baik dan benar agar diperoleh buah tomat : 1. Tetap dalam keadaan baik dari segi mutu dan tetap segar 2. Memenuhi standar perdagangan, menarik para konsumen individu atau industri 3. Selalu dalam keadaan siap dengan mutu yang terjamin untuk dijadikan bahan baku bagi konsumen/industri yang membutuhkannya 4. Dapat dicegah dari kerusakan dan dapat disimpan/diawetkan lebih lanjut dengan baik untuk Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 271 sewaktu-waktu digunakan atau dilempar ke pasaran dengan kualitas yang tetap terjamin. Pengawetan buah tomat dalam hal ini dilakukan dengan proses pendinginan, pelilinan, dan pengemasan dengan atmosfir terkendali. Proses respirasi yang masih terus berlangsung menyebabkan buah tomat harus ditangani dan dikelola dengan baik. Disamping itu, buah tomat secara fisik memiliki struktur kulit yang tipis, sehingga sangat rentang terhadap kerusakan fisik, mekanis, biologis termasuk mikrobiologis. Selanjutnya, penanganan atau pengelolaan pasca panen buah tomat perlu diperhatikan sebab : a. Terjadinya peristiwa-peristiwa fisiologis. Buah tomat umumnya dipanen sebelum masak optimal (75 – 80 % masak), sehingga buah tomat masih terus mengalami peristiwa-peristiwa fisiologis yang antara lain dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan fisiologis, misalnya terjadinya pengeriputan akibat penguapan kandungan air. b. Berkembangnya penyakit yang dapat menimbulkan kerusakan atau perubahan sifat buah tomat Selama pertumbuhan tanaman tomat hingga menghasilkan, terdapat beberapa jenis mikroba tertentu yang selalu mempengaruhi hasil yang diperoleh. Kenyataannya, mikroba-mikroba tersebut dapat terus berkembang selama pasca panen, sehingga dapat menimbulkan penyakit yang menyebabkan kerusakan atau perubahan sifat buah tomat. c. Berkembangnya hama gudang Hama gudang dapat menyerang setiap saat. Tikus, kutu, kecoa dan beberapa hama gudang lainnya termasuk pencemarannya (telur, kepompong dan kotoranBuku Ajar Teknologi Pasca Panen 272 kotorannya) dapat menurunkan kualitas buah tomat yang dihasilkan. d. Kehilangan dan berbagai kerusakan fisik berkaitan dengan kegiatan penanganan dan pengangkutan Pemanenan buah tomat hingga dipasarkan seringkali ditangani dengan kurang hati-hati, sehingga kerusakankerusakan mekanis seperti memar dan pecah dapat saja terjadi, demikian pula selama transportasinya. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada buah tomat sejak pemanenan hingga siap dipasarkan, maka perlu dilakukan analisis terhadap faktor-faktor penyebab kerusakan tersebut. Analisis faktor-faktor kerusakan selama pemanenan perlu dilakukan. Hasil yang diperoleh selanjutnnya dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk teknik pelaksanaan pemanenan selanjutnya, sehingga dapat diperoleh buah tomat yang bermutu tinggi. Buah tomat (Lycopersicon lycopersicum, L), berasal dari daratan Amerika Latin di sekitar Peru, Equador. Merupakan sayuran buah yang tumbuh subur di daerah tropis, termasuk Indonesia. Buah tomat dikonsumsi baik dalam keadaan segar maupun berupa saos tomat. Merupakan sumber vitamin A (1.500 SI) dan C (40 mg). Tabel 26. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Buah Tomat per 100 gram Bahan Komponen Jumlah Air 94,1 g Protein 1,0 g Lemak 0,3 g Karbohidrat 4,2 g Abu 0,6 g Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 273 Kalsium (Ca) 11,0 mg Phospor (P) 27,0 mg Ferrum (Fe) 0,6 mg Vitamin A (karoten) 1500 IU Vitamin B (tiamin) 60 Ugr Vitamin C (asam 40 mg askorbat) 20 kal Mineral Sumber : Direktorat Gizi, Depkes R.I (1981). Buah tomat berbentuk bulat, bulat apel, atau bulat pipih dengan warna kuning kemerahan hingga merah jingga, rasanya asam-asam manis. Beberapa varietas yang tumbuh subur di Indonesia, antara lain : a. Tomat ceri; bentuk kecil-kecil, berwarna merah, rasanya agak manis. Tomat ceri diperkirakan adalah nenek moyang buah tomat b. Tomat biasa; bentuk bulat pipih, mempunyai alur-alur yang jelas dekat tangkai dengan tekstur agak lunak c. Tomat apel; bentuk bulat, kokoh, agak keras seperti buah apel atau pir d. Tomat kentang; bentuk bulat, berukuran agak besar dan agak padat e. Tomat keriting; bentuk agak lonjong, keras, memiliki kulit yang tebal sehingga tahan dalam pengangkutan jarak jauh Penggolongan buah tomat secara internasional terdiri atas : a. Varietas intan; bentuknya bulat apel, berwarna putih kehijauan pada waktu muda dan merah jingga pada saat masak, ukurannya rata-rata 45 g/buah b. Varietas ratna; bentuknya bulat apel, berwarna putih kehijauan pada waktu muda dan jingga sampai merah pada Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 274 c. d. e. f. g. h. saat masak, permukaannya halus sampai sedikit bergelombang, ukurannya rata-rata 40 g/buah Varietas berlian; bentunya bulat oval, berwarna hijau muda merata pada waktu muda dan jingga sampai merah pada saat masak, ukurannya rata-rata 43 g/buah Varietas mutiara; bentunya bulat oval, permukaan licin, berwarna putih kehijauan pada waktu muda dan merah pada saat masak, berukuran besar sekitar 75 g/buah Varietas moneymaker; bentuk bulat, berwarna putih polos pada waktu muda dan jingga merah pada saat masak, ukuran sedang rata-rata 50 g/buah Varietas precious F1 hybrid (TW-375); bentuk lonjong agak persegi, berwarna putih kehijauan dengan punggung berwarna hijau pada waktu muda dan merah pada saat tua, buah sangat kompak dan kurang mengandung air, sehingga tahan penyimpanan dan pengangkutan, ukuran 90 g/buah Varietas farmers 209 F1 hybrid (TW-369); karakteristiknya hampir sama dengan TW-375, bentuk lebih lonjong, berat lebih ringan rata-rata 75 – 80 g/buah Varietas sugar pearl F1 hibrid (TW-373); bentuk mirip buah ceri, rasa cukup manis, ukuran lebih kecil sekitar 20 g/buah. 12.1. Pemanenan Penentuan Waktu Panen Mutu yang baik dapat diperoleh jika pemanenan dilakukan pada tingkat kematangan buah yang tepat. Pemanenan umumnya dilakukan sekitar 60 – 100 hari sejak penanaman. Panen buah tomat yang belum matang akan menghasilkan mutu jelek dan proses pematangan yang salah. Sebaliknya Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 275 penundaan waktu panen yang terlalu lama akan meningkatkan kepekaan buah tomat terhadap pembusukan. Akibatnya mutu dan nilai jualnya rendah. Untuk menjaga kualitas buah yang akan dikirim ke tempat pemasaran yang letaknya jauh, pemanenan harus dilakukan pada keadaan sudah tua tetapi belum masak. Hal ini merupakan salah satu kendala yang sering dialami oleh para petani. Walaupun sudah ada pedoman waktu panen rata-rata yang biasa dipakai, namun penetapan yang tepat sekali sukar dilakukan. Batas antara stadium muda dan tua sukar ditentukan, tidak ada perubahan yang jelas dalam ketegaran dan warna, disamping itu waktu panen antar varietas berbeda. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menetapkan waktu panen antara lain : a. Secara visual : dengan melihat warna kulit dan ukuran buah, masih adanya sisa tangkai putik, mengeringnya tepi daun tua, dan mengeringnya tubuh tanaman. b. Secara fisik : dilihat dari muda tidaknya buah terlepas dari tangkai dan berat jenisnya. c. Secara analisis kimia : kandungan zat padat, asam, perbandingan zat padat dengan zat asam, serta kandungan zat pati d. Secara perhitungan: jumlah pati setelah bunga mekar dan hubungannya dengan tanggal berbunga e. Secara fisiologis : dengan melihat pola respirasi Cara penentuan umur cukup panen tidak mutlak harus diterapkan karena masing-masing cara panen itu mempunyai kelebihan dan kekurangan. Petani tomat biasanya menggunaan cara visual untuk melihat kematangan. Akan tetapi untuk perkebunan berskala besar cara ini kurang efektif karena banyak memakan waktu dan hasilnya kurang dapat diandalkan. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 276 Sebagai contoh perubahan warna tidak dapat ditentukan secara cermat, tanaman yang dipelihara dengan kadar N tinggi biasanya mempunyai buah dengan warna hijau yang bertahan lama. Ukuran buah juga bukan alat ukur yang terpercaya sebab buah tomat cukup bervariasi besarnya, misalnya tomat ceri mempunyai ukuran yang lebih kecil dibanding dengan tomat lainnya. Penentuan panen dengan cara ini mungkin masih dapat dilakukan pada tingkat belum masak atau tingkat kemasakan akhir. Akan tetapi buah yang akan disimpan, dipanen pada fase yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Penentuan kematangan secara fisik juga mengandung beberapa kelemahan. Penentuan kemasakan buah atas dasar mudahnya buah tomat terlepas dari tangkainya juga merupakan metode yang subyektif. Pemberian pupuk N dalam dosis tinggi memungkinkan buah tomat terlepas lebih awal, bahkan mungkin lepas sebelum masak. Cara penentuan waktu panen secara fisik lainnya diantaranya dengan melihat zat terlarut dalam buah. Seperti sudah diketahui pada proses pemasakan terjadi peningkatan zat terlarut dalam buah, sehingga berat jenisnya juga meningkat. Karena itulah, penentuan kematangan buah tomat secara tepat masih diragukan. Cara menentukan kematangan secara kimiawi, perhitungan, dan fisiologi masih jarang dilakukan oleh para petani tomat karena sarana dan prasarana yang terbatas. Akan tetapi, untuk menyongsong era pertanian modern dan menunjang industri pengolahan buah, pengetahuan tentang metode-metode itu penting untuk dipelajari. Hal itu disebabkan konsumen produk pertanian (termasuk di dalamnya buah tomat) semakin kritis terhadap kualitas. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 277 Penentuan kematangan secara analisis kimiawi juga mempunyai banyak kelemahan, karena komposisi kimiawi buah dipengaruhi beberapa faktor lingkungan dan cara bercocok tanam. Metode yang paling tepat sebenarnya adalah dengan cara fisiologi. Caranya ialah dengan mengukur respirasi pada tanggal pemanenan yang berbeda-beda, kemudian dibuat kurva respirasi, sehingga dapat ditentukan waktu panen yang terbaik. Namun cara ini sangat sulit dilakukan, biayanya mahal, dan memerlukan ahli yang khusus untuk menangani hal ini. Meskipun masing-masing cara memiliki kelemahankelemahan, tetapi dengan mengkombinasikan berbagai cara dapat ditentukan waktu panen yang lebih tepat. Namun hal ini tentunya memerlukan biaya yang cukup mahal. Sehingga sekarang petani kebanyakan masih menggunakan cara visual yang dianggap lebih mudah dan tidak memerlukan biaya yang besar. Pemanenan tomat tergantung pada tujuan pemasaran dan waktu pengangkutan. Untuk tujuan pemasaran yang jauh dan memerlukan waktu yang agak lama, biasanya buah tomat dipanen pada fase hijau masak. Pada fase hijau masak warna kuning gading pada ujung buah tomat sudah mulai tampak. Jika buahnya diiris melintang, daging buah di sekitar biji tampak seperti agar dan biji-bijinya menyamping pada pengirisan. Untuk tujuan pemasaran yang tidak terlalu jauh dan tidak memerlukan waktu pengangkutan yang terlalu lama, sebaiknya buah tomat dipanen pada fase pecah warna. Pecah warna merupakan perubahan warna hijau menjadi kekuningan. Fase ini ditandai dengan ujung Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 278 buah sudah mulai berwarna merah jambu atau kemerahmerahan. Untuk tujuan pemasaran lokal atau untuk konsumsi langsung dan pengalengan, sebaiknya buah tomat dipanen pada fase matang. Buah tomat dikatakan sudah matang jika sebagian besar permukaan buah sudah berwarna merah jambu atau merah. Pada tingkat pecah warna dan matang, buah masih tetap segar, sehingga untuk pengangkutan jarak dekat masih bisa dilakukan Buah tomat yang dipetik pada fase hijau matang akan menjadi matang dengan sempurna setelah 12 hari pada suhu ruang. Hal ini dapat membantu petani dalam menentukan waktu panen yang ideal. Bagi para petani dan pengusaha tomat, penentuan waktu panen secara tepat merupakan suatu keharusan yang tidak bisa dihindarkan lagi. Namun, bagi para hobiis, tanaman tomatnya sudah bisa dipanen setelah mencapai umur 60 - 100 hari setelah tanam. Walaupun tidak setepat cara di atas, tetapi waktu panen ini sudah cukup baik untuk digunakan. a b c Gambar 91. Berbagai Fase Kematangan Buah Tomat : Fase Hijau Matang (a), Pecah Warna (b), dan Matang (c) Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 279 2. Cara Pemanenan Pemanenan buah tomat dapat dilakukan dengan menggunakan mesin panen atau secara manual menggunakan tangan. Pemanenan dengan mesin memiliki keuntungan antara lain cepat dan hanya memerlukan tenaga kerja yang sedikit, tetapi biayanya lebih mahal, disamping itu buah yang masih muda akan ikut dalam proses pemanenan. Pemanenan secara manual biayanya lebih murah dan hasil panen dapat seragam (buah yang masih muda tidak ikut dipanen), meskipun membutuhkan waktu yang lama serta tenaga kerja yang banyak. Keuntungan pemanenan secara manual lainnya adalah memungkinkan untuk melakukan sortasi awal, sehingga memudahkan sortasi selanjutnya. Pemanenan dilakukan dengan memetik buah tomat satu persatu dengan memutarnya setengah lingkaran secara hatihati. Pemanenan buah tomat dengan mesin secara curah dilakukan dengan cara pemanen tomat mengambil batang maupun buah tomat ke dalam mesin, yang di dalam mesin ini keduanya dipisahkan. Buah berjalan melalui alat-alat penyortir yang dapat mengeluarkan buah tomat yang diafkir (tidak lolos sortir). Buah tomat yang baik selanjutnya dibawa ke peti-peti palet yang dingkut di atas kereta gandengan yang mempunyai alas beroda. Suatu alat garpu pengangkat memindahkan peti-peti yang sudah berisi buah tomat ke truk-truk pengangkut, dan memuati peti-peti yang masih kosong di atas kereta gandengan di tempat pemuatan yang terletak di pinggir kebun. Tiga kereta gandengan dengan masing-masing 6 peti dapat Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 280 melayani suatu mesin pemanen dengan keluaran 18 ton tiap jam. Kereta Mesin peman Gambar 92. Pemanenan ganden Buah Tomat Menggunakan Mesin Panen gan en Salah satu prinsip yang harus diingat dalam pemanenan tomat, bahwa mutu buah tidak dapat diperbaiki, tetapi dapat dipertahankan. Untuk mendapatkan mutu produksi tomat yang baik, pemanenan dan penanganannya perlu dilakukan dengan hati-hati. Pemanenan yang kurang baik dan penanganan yang kasar di kebun dapat mempengaruhi mutu pemasaran secara langsung. Perlakuan itu akan menyebabkan memar dan lukaluka yang nantinya akan tampak sebagai bercak-bercak berwarna perang dan hitam. Luka tersebut dapat menjadi pintu masuk bagi mikroorganisme yang dapat menurunkan kualitas buah. Kecerobohan sering timbul pada saat pemetikan tomat, misalnya buah jatuh karena tergesa-gesa saat memanen atau mengejar target pemetikan yang lebih banyak. Oleh karena setiap kerusakan akan mengakibatkan pembusukan, maka buah menjadi tidak tahan lama dalam penyimpanan dan pengangkutan. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 281 12.2. Penanganan Pasca Panen Tahap penanganan buah tomat selanjutnya adalah sortasi, grading, pembersihan/pencucian, prapendinginan, penyimpanan sementara dan pengemasan. Sortasi bertujuan untuk memilih buah tomat yang sehat. Grading merupakan pemilahan dalam hal mutu. Tabel 27. Standar Mutu Buah Tomat Karakteristik Syarat Mutu I Keseragaman Seragam Tingkat ketuaan Tua tapi tidak terlalu matang dan Keseragaman bentuk tidak lunak Keseragaman ukuran Seragam Kadar busuk maks Seragam (%) 1 Kadar kotoran maks Tidak ada (%) 5 Kerusakan maks (%) Sumber : Setyowati dan Budiarti (1992). Syarat Mutu II Seragam Tua tapi terlalu matang dan lunak Seragam Seragam 1 Tidak ada 5 Pembersihan bertujuan untuk membersihkan tomat dari kotoran-kotoran yang menempel pada buah. Kotoran tersebut dapat berupa percikan tanah, debu, dan zat-zat kimia berupa obat-obatan serta pupuk semprot. Selain memberi kesan kotor, percikan tanah juga dapat membawa penyakit yang sering mempercepat pembusukan buah, apalagi jika ada luka atau memar pada buah. Sedangkan zat-zat kimia yang menempel pada buah mengganggu penampakan dan bisa menyebabkan keracunan pada konsumen. Di negara-negara maju biasanya pencucian buah tomat dilakukan sekaligus dengan proses pengawetan. Caranya, Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 282 dengan memberi zat tertentu yang bisa memperlambat proses kematangan buah. Buah tomat ditempatkan pada ban berjalan, sedangkan air yang telah bercampur dengan bahan pengawet disemprotkan dari atas melalui beberapa buah pipa (Gambar 93). Prapendinginan bertujuan menghilangkan panas kebun, memperlambat respirasi hasil dan kematangan, memperkecil kerentanan terhadap serangan mikroorganisme, mengurangi kehilangan air, menurunkan berat buah, dan mempertahankan kandungan asam askorbat (vitamin C). Penyimpanan sementara dilakukan apabila buah tomat dikirim ke tempat yang jauh (pengiriman jarak jauh), peti-peti yang berisi buah tomat harus disimpan dalam ruangan dingin agar dapat bertahan untuk beberapa hari. Temperatur penyimpanan bagi buah tomat yang telah berwarna merah sebaiknya 0oC dengan kelembaban 85 % - 90 %. Apabila buah tomat tampak belum merah sempurna maka temperatur penyimpanannya antara 11,5 – 120C. Buah tomat Air pencuci Gambar 93. Pencucian Buah Tomat Pengemasan untuk tujuan pasar tradisional umumnya menggunakan peti kayu berventilasi. Kemasan yang digunakan harus cukup kuat untuk penumpukan. Oleh karena buah tomat termasuk sayuran lunak yang mudah rusak, maka Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 283 kemasan yang digunakan dilengkapi alas bantalan pelapis untuk menghindarkan kerusakan yang disebabkan oleh sentuhan/gesekan dengan permukaan yang kasar. Cara pengemasan yang baik sebagai berikut : Pertamatama siapkan peti/krat yang akan diisi buah tomat. Bagian dasar dan pinggir peti/krat dilapisi jerami kering atau potonganpotongan kertas secara merata (Gambar 94a). Pindahkan buah tomat dari wadah panen sementara (keranjang atau karung) dengan hati-hati. Bila wadah sementara berupa karung, tomat dapat dituang dengan membalik karung, mulut karung menyentuh dasar peti dan ditarik perlahan-lahan ke atas (Gambar 94b). Bila berupa keranjang, buah tomat dipindahkan satu persatu dengan tangan atau dengan alat bantu sekaligus letaknya disusun rapi. Pengisian jangan terlalu penuh, sisakan ruangan bagian atas peti/krat kira-kira 7 cm (Gambar 94c). Masukkan jerami/potongan kertas di atas buah secara merata, selanjutnya peti/krat ditutup atau diikat dengan kawat (Gambar 94d). Selain menggunakan peti kayu dan keranjang plastik, pengemasan dapat juga menggunakan kardus dari bahan kertas yang tebal dan kuat (Gambar 95). (a) Buku Ajar Teknologi Pasca Panen (b) 284 (c) (d) Gambar 94. Cara Pengemasan Buah Tomat Dalam Peti Kayu Gambar 95. Kemasan Buah Tomat dari Kardus Untuk tujuan pemasaran di pasar swalayan, pengemasan menggunakan plastik polyetilen disertai sistem udara termodifikasi. Metode ini untuk mengurangi hasil respirasi seperti etilen, karbondioksida dan uap air. Keberadaan hasil respirasi itu bisa mengurangi umur simpan buah tomat yang dikemas. Buah tomat tergolong buah klimakterik, yaitu buah yang memiliki pola respirasi dengan peningkatan CO2 secara mendadak dan mengalami penurunan yang cepat setelah proses pematangan terjadi. Klimakterik ditandai dengan adanya waktu Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 285 proses pematangan yang cepat dan peningkatan respirasi yang mencolok serta perubahan warna, cita rasa dan tekstur. Adanya sifat buah tomat seperti ini menyebabkan pengemasan buah tomat harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh agar mutunya tetap baik. Penyimpanan buah tomat dengan menggunakan kemasan yang komposisi udaranya diatur sedemikian rupa dilakukan dengan cara mengurangi gas yang berlebihan/tidak terpakai dalam kemasan, sebaliknya ke dalam kemasan diisikan gas N2, O2, dan CO2. Penggantian gas menyebabkan komposisi dalam kemasan O2 di bawah 8 %, CO2 lebih dari 2 %, dan N2 sekitar 90 %. Hal ini berbeda dengan udara bebas yang mempunyai komposisi N2 78.03 %, O2 20.99 % dan CO2 0.09 %. Sementara itu kelembaban tetap dipertahankan sekitar 85 %. Dengan teknik tersebut, aktivitas metabolisme akan berkurang sehingga proses kerusakan dapat dihambat. Kombinasi 4 % O2, 2 % CO2, dan 5 % CO mampu mempertahankan mutu buah tomat hingga 7 minggu, Sedangkan kombinasi 3 % O2 dan 0 - 3 % CO2 digunakan untuk mempertahankan mutu buah tomat sampai pada tingkat yang dapat diterima hingga 6 minggu sebelum pemasakan. Sedangkan CO2 yang dikeluarkan dari kemasan di atas 3 – 5 %, dan O2 rendah (1 %) tidak dibenarkan, sebab akan menyebabkan off-flavors, bau yang tidak normal serta warna coklat bagian dalam. Teknik pelilinan dapat pula diterapkan untuk mempertahankan kesegaran buah tomat. Pelapisan dengan lilin bermanfaat untuk mencegah penguapan (kehilangan air terlalu banyak), mencegah respirasi terlalu cepat, serta memperindah penampakan. Setelah dilapisi dengan lilin, buah tomat akan tahan lebih lama meskipun disimpan pada suhu ruang. Pengaruh pelapisan dengan lilin pada buah tomat dengan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 286 emulsi 9 % dapat mempertahankan mutu buah tomat sealam 14 hari pada suhu ruang. Buah tomat yang banyak dibudidayakan di Cisarua Bogor adalah jenis tomat apel yang bentuknya bulat dengan daging buah agak keras, umumnya dikonsumsi langsung tanpa diolah atau dibuat minuman sari tomat dan selei. Selain itu dibudidayakan pula tomat rantai (tomat lokal) yang bentuknya pipih tidak teratur, beralur-alur, ukurannya kecil, umumnya digunakan untuk sayuran. Gambar 96. Kebun Tomat Rakyat Di Cisarua Bogor Pengamatan dilakukan selama proses pemanenan, pengumpulan, sortasi, grading, pengemasan, dan transportasi. Wawancara dilakukan kepada petani tomat, pekerja di kebun dan di tempat pedagang pengumpul. Pengamatan dilakukan pula terhadap kerusakankerusakan pra panen dan pasca panen, selanjutnya dilakukan analisis faktor-faktor penyebab kerusakan tersebut. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 287 Tabel 28. Hasil Pengamatan Pemanenan Buah Tomat Kegiatan Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Pemanenan Penentuan waktu panen yang tidak sesuai dengan lokasi/jarak pemasaran Buah tomat terjatuh saat pemanenan Benturan antara buah tomat dengan wadah atau antar buah tomat saat pemanenan Pekerja dan peralatan pemanenan yang tidak bersih (kontaminasi) Kontak langsung buah tomat dengan tanah setelah pemanenan Hasil panen tidak dilindungi dari sinar matahari Sortasi dan Sortasi dan grading tidak dilakukan Grading dengan hati-hati Buah tomat yang rusak lolos penyortiran Pekerja dan peralatan yang tidak bersih Pembersihan Pencucian tidak dilakukan sebelum dikemas Pencucian tidak dilakukan dengan baik/bersih Menggunakan lap yang tidak bersih (kontaminasi) Prapendinginan Proses prapendinginan tidak dilakukan (akumulasi panas kebun) Penyimpanan Tahap penyimpanan sementara tanpa Sementara pengaturan suhu dan kelembaban Pengemasan Pengemasan yang melebihi kapasitas Pengemas yang tidak sesuai Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 288 Pengemas tidak dilengkapi dengan alas bantalan pelapis A. Penentuan Waktu Panen Penentuan waktu panen buah tomat oleh petani tomat di daerah Cisarua Bogor umumnya masih menggunakan cara visual, cara ini dianggap lebih mudah dan tidak memerlukan biaya yang besar. Pemanenan dilakukan pada buah tomat yang sudah menguning atau yang sudah berwarna jingga, hal ini ditetapkan mengingat jarak yang akan ditempuh buah tomat hingga ke konsumen yang tidak terlalu jauh. Selain di daerah Lembang Bandung, daerah Cisarua Bogor merupakan sentra produksi tomat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi buah tomat segar di daerah Jakarta dan Jawa Barat, baik untuk tujuan pasar swalayan maupun pasar tradisional. Berdasarkan hal tersebut maka petani tomat di daerah Cisarua umumnya memanen buah tomat pada saat pecah warna atau matang, sehingga diharapkan buah tomat akan mencapai tingkat kematangan sempurna pada saat tiba di tangan konsumen. Penentuan waktu panen tersebut sudah sesuai dengan yang dianjurkan, yaitu memanen buah tomat pada saat pecah warna atau matang apabila ditujukan untuk pemasaran lokal. Pada tingkat pecah warna dan matang, buah tomat masih tetap segar, sehingga untuk pengangkutan jarak dekat masih bisa dilakukan. Umumnya buah tomat produk Cisarua akan tiba di pasaran pada hari kedua atau ketiga sejak pemanenan dan tiba di tangan konsumen setelah satu minggu sejak pemanenan. Pada waktu tersebut, buah tomat sudah mencapai fase kematangan sempurna. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 289 Menurut salah seorang petugas pengemas buah tomat yang ada di tingkat pedagang pengumpul, buah tomat yang mereka terima dari petani adalah buah tomat yang sudah berwarna kuning kemerahan (jingga) dan ada pula yang sudah berwarna merah, sehingga pada saat buah tomat akan dikemas dengan plastik maka buah tomat sudah berwarna merah sempurna (matang). Gambar 97. Buah Tomat yang Siap Panen B. Cara Pemanenan Petani tomat di Cisarua umumnya melakukan pemanenan secara manual, yaitu menggunakan tangan. Buah tomat dipetik satu persatu dengan memutarnya setengah lingkaran secara hati-hati, atau dengan cara memisahkan buah tomat dari kelopak bunga (Gambar 30). Cara ini dianggap merupakan cara yang paling mudah dan murah meskipun memerlukan tenaga kerja yang agak banyak (sekitar 4 - 5 orang/ha) dan waktu yang lebih lama (hingga semua buah tomat yang dapat dipanen pada hari itu telah habis). Kelebihan pemanenan secara manual adalah kita dapat memilih buah tomat yang sudah layak dipanen, sehingga proses sortasi secara tidak langsung kita lakukan pada saat pemanenan. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 290 Gambar 98. Cara Pemanenan Buah Tomat Pemanenan dengan mesin tidak mereka lakukan sebab biayanya mahal, disampin itu luas kebun yang relatif sempit serta kondisi kebun yang berteras-teras tentunya tidak memungkinkan untuk penggunaan mesin pemetik. Pemanenan pertama umumnya dilakukan 80 hari setelah tanam, pemanenan berikutnya dilakukan tiap empat hari hingga buah tomat habis (sekitar 3 – 5 kali panen). Pemanenan dilakukan pada pagi hari sekitar jam 5 hingga seluruh buah tomat yang dapat dipanen pada hari itu telah dipanen. Buah tomat yang dipanen/dipetik dimasukkan ke dalam keranjang bambu, karung, atau ember plastik untuk selanjutnya dikumpulkan sebelum disortasi dan digrading. Semua peralatan yang digunakan pada saat pemanenan dicuci setelah digunakan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi terhadap buah tomat yang akan dipanen selanjutnya. Apabila peralatan tidak dicuci setelah digunakan maka akan timbul bau asam yang dapat mengundang serangga-serangga kecil, kutu dan tikus yang dapat menyebabkan kontaminasi dan penyakit. Pada waktu buah tomat dikumpulkan di kebun, buah tomat dialasi dengan tikar supaya tidak langsung bersentuhan dengan tanah. Hal ini mereka lakukan untuk menghindari Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 291 kotoran berupa tanah. Lokasi yang ditanami tomat memiliki kondisi tanah yang agak basah akibat hujan yang terjadi hampir setiap hari, sehingga apabila buah tomat yang dikumpulkan tidak dialasi dengan tikar, maka buah tomat akan kotor oleh tanah. Cara pemanenan buah tomat yang dilakukan oleh petani tersebut sudah sesuai dengan yang dianjurkan. Pemanenan mereka tangani secara hati-hati sehingga kerusakan mekanis dan kontaminasi oleh tanah yang dapat menurunkan mutu buah tomat dapat dihindari. (a) (b) Gambar 99. Cara Meletakkan Hasil Panen Gambar 9a merupakan cara meletakkan hasil panen yang salah sebab tidak menggunakan alas, buah tomat langsung bersentuhan dengan tanah sehingga kontaminasi dari mikroorganisme tanah dapat terjadi. Gambar 9b merupakan cara meletakkan hasil panen yang benar sebab menggunakan alas tikar sehingga buah tomat tidak langsung bersentuhan dengan tanah. C. Penanganan Pasca Panen Buah tomat yang telah terkumpul selanjutnya dipikul dengan karung ke pondok kecil yang terletak di tepi kebun Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 292 (Gambar 100), di pondok inilah dilakukan proses sortasi, grading, serta pengemasan buah tomat. Pondok kecil diperlukan untuk mencegah pemanasan langsung sinar matahari terhadap hasil panen tomat, sebab hal ini dapat menyebabkan buah tomat kehilangan kandungan air sehingga buah tampak tidak segar lagi, disamping itu juga dapat menurunkan berat buah, pondok juga berfungsi untuk menghindari air hujan yang biasanya terjadi pada sore hari sebelum semua buah tomat yang telah dipetik selesai dikemas dan selama menunggu pengangkutan untuk didistribusikan. Gambar 100. Pondok Tempat Buah Tomat Disortasi dan Digrading Sortasi dilakukan terlebih dahulu sebelum grading dimana kedua proses tersebut dilakukan secara manual. Buah tomat yang memiliki cacat fisik dan secara visual kondisinya tidak normal dipisahkan terlebih dahulu, sisa kelopak bunga yang masih menempel pada buah dibuang. Selanjutnya dilakukan grading dengan mengelompokkan buah tomat berdasarkan ukuran besar, sedang dan kecil (Gambar 101). Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 293 Gambar 101. Buah Tomat yang Telah Disortir dan Digrading Gambar 102. Buah Tomat yang Tidak Lolos Sortir Grading dilakukan berdasarkan ukuran dan warna buah, sedangkan kotoran, buah yang rusak dan busuk telah dipisahkan pada saat sortasi, sehingga persyaratan mutu seperti pada Tabel 27 sudah dapat dipenuhi. Buah yang masih berwarna kuning atau jingga (pecah warna) dipisahkan dengan buah yang berwarna merah (matang), sedangkan grading berdasarkan ukuran dilakukan dengan memisahkan buah yang berukuran besar, sedang dan kecil. Setelah digrading dan disortir, selanjutnya dapat ditentukan harga, dan jenis pasar yang cocok untuk buah tomat. Buah yang berukuran besar, tidak memiliki cacat fisik, kondisi yang normal serta menarik secara visual ditujukan untuk pasar swalayan, selebihnya akan dikirim ke pasar-pasar tradisional. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 294 Satu hal yang jarang dilakukan oleh para pekerja di kebun adalah mencuci tangan setelah pemanenan dan sebelum melakukan sortasi, grading dan pengemasan. Para pekerja langsung melakukan sortasi, grading dan pengemasan tanpa membersihkan tangan terlebih dahulu meskipun fasilitas untuk mencuci tangan tersedia di lokasi tersebut. Mencuci tangan baru dilakukan pada waktu makan siang, menurut mereka hal ini sudah menjadi kebiasaan dan tidak menjadi masalah. Hal tersebut perlu mendapat perhatian sebab mikroba yang terbawa dari kebun dapat mengkontaminasi buah tomat yang disortasi dan digrading sehingga dapat menurunkan daya tahan buah tomat. Penyuluhan kepada para pekerja di kebun penting dilakukan agar dapat diperoleh buah tomat yang bermutu tinggi dan shelf-life yang panjang. Di Cisarua, petani tomat tidak melakukan proses pencucian terhadap buah tomat yang dipanen, alasan mereka karena curah hujan yang tinggi di daerahnya sehingga hampir tiap hari buah tomat di kebun terbasahi oleh air hujan yang dengan sendirinya menyebabkan buah tomat tampak bersih, kalaupun ada buah tomat yang terlihat kotor, mereka cukup membersihkannya dengan lap bersih yang telah dibasahi. Alasan lainnya karena pencucian buah tomat yang telah dipetik biasanya cepat membusuk, kenyataan itulah yang mereka lihat selama ini sehingga proses pencucian pasca pemanenan tidak mereka lakukan. Menurut beberapa petani di Cisarua, hal yang perlu diperhatikan pada penanganan buah tomat pasca panen adalah menjaga hasil panen agar tidak bersentuhan dengan tanah atau sumber kotoran lainnya. Buah tomat yang telah dipanen selanjutnya dikumpulkan pada suatu tempat yang telah dilapisi tikar terlebih dahulu, setelah semua hasil panen terkumpul maka buah tomat segera dimasukkan ke dalam karung untuk Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 295 diangkut ke tempat penyimpanan sementara sebelum buah tomat dikemas dengan peti kayu. Hal tersebut secara logika memang dapat kita terima, hujan yang terjadi hampir tiap hari akan mencuci kotoran/debu yang melengket pada buah tomat sejak masih dipohonnya, sehingga buah tomat yang dipanen sudah tampak bersih. Mencuci buah tomat akan menyebabkan kadar air yang tinggi pada permukaan/kulit buah tomat yang tidak mungkin mereka keringkan dengan lap satu persatu mengingat jumlahnya yang banyak, sehingga hal tersebut dapat mengundang mikroorganisme. Sejalan dengan hal tersebut, Pantastico (1989) menyatakan bahwa buah-buah tomat yang dicuci di lapangan mungkin mempunyai pengaruh yang meningkatkan adanya pembusukan oleh bakteri nekrosis. Pencucian dapat pula menurunkan bobot buah tomat. Mengeringkan buah tomat dengan membiarkannya pada suhu ruang justru akan memperpendek self-life buah tomat, disamping itu perubahan mutu secara visual akan tampak dengan jelas dengan adanya kulit yang agak keriput. Sedangkan untuk mengeringkan buah tomat dengan alat mekanis akan menambah biaya. Pencucian di kebun bertujuan untuk membersihkan kotoran yang ada pada hasil panen, selain itu juga untuk menghilangkan sisa-sisa bahan kimia yang digunakan dalam penyemprotan. Namun karena petani tomat di Cisarua tidak melakukan penyemprotan sehingga praktis tidak menggunakan bahan-bahan kimia, hal tersebut juga menjadi dasar tidak dilakukannya pencucian. Pemupukan hanya menggunakan kotoran ayam yang telah dibiarkan terlebih dahulu selama 2 bulan sebelum digunakan, kotoran ayam tersebut dimasukkan ke dalam lubang yang akan ditanami bibit tomat. Jadi selama Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 296 pertumbuhan tanaman tomat di kebun hingga tanaman berbuah tidak dilakukan pemupukan lagi. Untuk meningkatkan produksi buah tomat yang relatif masih sedikit dibanding kebutuhan konsumsi masyarakat, serta untuk menghindari terjadinya serangan hama dan penyakit terhadap tanaman tomat, maka sebaiknya petani tomat di Cisarua tersebut melakukan pemupukan dan penyemprotan selama pertumbuhan tanamannya sesuai aturan dan dosis yang dianjurkan. Mengingat pupuk organik berupa kotoran ayam tersedia cukup banyak di daerah tersebut, maka sebaiknya pemupukan dilakukan dengan pupuk organik tersebut tetapi tidak boleh menggunakan kotoran ayam yang masih segar. Membiarkan kotoran ayam selama 2 bulan sebelum digunakan sebagai pupuk sudah merupakan praktek yang baik oleh petani tomat. Proses prapendinginan tidak dilakukan oleh petani tomat di daerah Cisarua. Proses prapendinginan hanya dilakukan oleh pedagang pengumpul, sebab selain biayanya mahal, juga karena suhu lingkungan di daerah Cisarua tidak terlalu tinggi. Disamping itu, pemanenan buah tomat selalu dilakukan pada pagi hari, sehingga dapat menghindarkan buah tomat yang petik dari suhu yang tinggi tersebut. Selain alasan tersebut, suhu udara yang agak rendah di lingkungan sekitar kebun menyebabkan proses pendinginan secara alami pada buah tomat selama proses sortasi, grading dan pengemasan. Ketiga proses ini dilakukan sesegera mungkin mengingat pengangkutan ke tempat-tempat pendistribusian akan dilakukan pada sore harinya. Kondisi alam daerah perkebunan tomat memiliki curah hujan yang tinggi, sehingga keberhasilan memperoleh hasil buah tomat sebenarnya tergolong kecil akibat seringnya terjadi pembusukan buah pada saat masih muda. Petani-petani di Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 297 daerah Cisarua tidak berani menanam tomat dalam skala besar mengingat kondisi alam yang tidak cukup mendukung keberhasilan perkebunan tomat. Kebutuhan konsumsi buah tomat di wilayah Jakarta dan Jawa Barat sebenarnya belum mampu dipenuhi oleh petani tomat dari Cisarua, namun buah tomat produksi Lembang Bandung dapat membantu pemenuhan kebutuhan konsumsi buah tomat di kedua daerah tersebut. Permintan buah tomat yang tinggi di pasaran menyebabkan buah tomat yang dipetik segera harus diangkut ke tempat pedagang pengumpul dan ke pasar induk Kemang Bogor, sehingga boleh dikata bahwa hal tersebut tidak memberi kesempatan kepada petani tomat untuk melakukan proses prapendinginan. Tomat yang telah disortir dan digrading selanjutnya dimasukkan ke dalam peti kayu berventilasi untuk segera didistribusikan. Sebenarnya, apapun alasannya proses prapendinginan ini sangat dibutuhkan untuk menghilangkan panas kebun. Semakin cepat panas kebun dihilangkan setelah pemanenan, makin cepat pula kerusakan-kerusakan fisiologi dan kegiatan metabolik dapat dihambat, pertumbuhan mikroba pembusuk dihambat, serta kehilangan air dikurangi. Proses prapendinginan hanya dilakukan oleh pedagang pengumpul yang akan mengemas buah tomat dalam plastik polyetilen untuk tujuan pasar swalayan. Proses tersebut dilakukan dengan kipas angin. Selanjutnya buah tomat dikemas dengan plastik. Penggunaan kipas angin dirasa sudah cukup mengingat jumlah buah tomat yang ditangani relatif sedikit. Bahkan proses prapendinginan buah tomat di tingkat pedagang pengumpul ini digabung dengan proses prapendinginan buah Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 298 dan sayur lainnya yang juga akan didistribusikan pada hari itu atau keesokan harinya. Penanganan buah tomat serta buah dan sayur lainnya di tingkat pedagang pengumpul ini sudah cukup baik. Buah dan sayur yang berlainan jenisnya masing-masing dipisahkan pada keranjang plastik tersendiri, sehingga tidak terjadi campur baur antara buah dan sayur yang jenisnya berlainan tersebut. Bahkan buah tomat yang memiliki grade yang berlainan juga dipisahkan pada keranjang plastik tersendiri. Kebersihan di tempat pedagang pengumpul buah dan sayur ini cukup baik. Kemasan-kemasan buah dan sayur dari kebun ditempatkan terpisah dengan keranjang-keranjang plastik yang mereka gunakan. Keranjang-keranjang plastik senantiasa dicuci setiap saat setelah pemakaian, demikian pula ruangan tempat menangani buah dan sayur dibersihkan dengan air mengalir setiap sore. Program sanitasi dan higiene diperhatikan dengan baik. Penyimpanan sementara dilakukan oleh pedagang pengumpul tanpa adanya pengaturan/pengontrolan suhu, jadi buah tomat yang tiba dari kebun hanya didinginkan dengan kipas angin, selanjutnya dibiarkan pada suhu ruang sambil menungggu proses pengemasan, hal tersebut dilakukan jika buah tomat yang tiba dari kebun cukup banyak sehingga tidak sempat dikemas pada hari itu. Kondisi yang dipraktekkan tersebut sebenarnya bukan merupakan hal yang salah, sebab buah tomat yang tiba dari kebun belum mencapai fase masak optimal sehingga buah tomat masih membutuhkan proses-proses fisiologis pada kondisi (suhu) yang normal untuk mencapai tahap masak optimal dan berwarna merah. Buah tomat yang akan dipasarkan di swalayan adalah buah tomat yang sudah berwarna jingga kemerahan atau merah sempurna. Suhu yang Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 299 dingin justru akan memperlambat proses pemasakanan yang optimal tersebut. Pengaturan suhu pada penyimpanan sementara ditujukan untuk buah tomat yang akan dipasarkan jauh dari lokasi kebun, sehingga proses fisiologis ke arah kemasakan optimal dapat dihambat, dan diharapkan buah tomat dapat masak optimal tepat pada saat buah tomat tiba di tempat pemasaran yang jauh tersebut. Proses pengemasan seperti petunjuk pada Gambar 6 juga dilakukan oleh para petani tomat di Cisarua. Buah tomat yang telah dipanen disortir dan digrade, selanjutnya dikemas dalam kotak peti yang telah dilapisi dengan guntingan koran, peti kayu ditutup dan diikat dengan tali rapia. Penggunaan tali rapia sebagai pengikat mengingat tempat pamasaran yang tidak terlu jauh, sehingga mengikat peti kayu hanya dengan tali rapia dianggap telah cukup kuat (Gambar 103). Meskipun buah tomat telah dikemas dengan peti kayu, tetapi peti kayu tersebut masih harus dialasi dengan tikar untuk menghindari kontak langsung antara peti kayu dengan permukaan tanah, hal ini untuk menghindari kontaminasi dari tanah. Demikian pula pada saat buah tomat tersebut berada di pasar, kontak langsung antar kemasan dengan permukan tanah harus selalu dihindari. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 300 Gambar 103. Pengemasan Buah Tomat Pada Peti Kayu Gambar 104. Buah Tomat yang Telah Dikemas Siap Didistribusikan Pengemasan untuk tujuan pasar swalayan dilakukan oleh pedagang pengumpul dengan menggunakan plastik polyetilen. Namun tidak semua buah tomat yang akan dipasarkan di swalayan dikemas dengan plastik, ada juga yang tetap menggunakan peti kayu atau keranjang plastik tanpa dikemas terlebih dahulu dengan plastik polyetilen, setelah tiba di pasar swalayan barulah buat tomat tersebut disusun kembali dalam keranjang plastik atau di rak displey swalayan. Pengemasan untuk pasar swalayan biasanya diperlukan kemasan untuk konsumen akhir (consumer packaging) sebelum Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 301 dimasukan ke dalam kemasan keranjang plastik, sedangkan pengemasan untuk restoran atau hotel biasanya langsung menggunakan keranjang plastik karena langsung dikonsumsi. Pasar swalayan memerlukan kemasan konsumen untuk menarik para konsumen. Jadi, kemasan tersebut dibuat semenarik mungkin. Kemasan ini bermacam-macam tergantung kreativitas produsennya. Yang paling sederhana biasanya menggunakan kantong plastik biasa yang diberi lubang untuk pertukaran udara. Bisa juga digunakan plastik polyetilen biasa dengan ketebalan 0,04 mm atau 0,06 mm. Sedangkan yang lebih bagus biasanya digunakan plastik polyetilen yang mudah mengerut (polyethylene shrink film). Tomat yang dikemas dalam kantong plastik perlu diberi lubang untuk sirkulasi udara. Buah tomat disusun diatas baki, tiap baki biasanya berisi 4 atau 6 buah tergantung ukuran buahnya. Baki yang telah berisi buah tomat ditutup dengan plastik polyetilen (Gambar 105). Tangan kiri memegang baki dan tangan kanan menarik plastik polyetilen dari gulungan, ujung plastik ditempelkan pada bagian bawah baki, plastik ditarik ke atas menutupi seluruh baki. Kelebihan plastiknya dipotong sehingga seluruh baki dan buah tertutupi plastik. Sistem pengemasan modifikasi atmosfir pada buah tomat yang dikemas dengan plastik serta teknik pelilinan pada buah tomat yang tidak dikemas dengan plastik tidak diterapkan dalam pengemasan oleh pedagang pengumpul ini, sebab adanya keterbatasan alat dan biaya. Selain itu, kedua proses tersebut dirasa masih belum penting mengingat proses pendistribusian buah tomat berjalan dengan lancar. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 302 Gambar 105. Buah Tomat yang Dikemas Dalam Plastik Polyetilen Pengangkutan ke pasar lokal dan ke tempat pedagang pengumpul cukup baik dilakukan dengan kendaraan bermotor (truk, pick up). Buah tomat ditutup dengan kain terpal agar tidak kepanasan atau kehujanan. Khusus untuk pengiriman ke pasar antar daerah dengan kendaraan bermotor atau kereta api, peti-peti agar disusun sedemikian rupa sehingga memungkinkan berlangsungnya aerasi dengan baik. Sedangkan untuk tujuan ekspor, penempatannya dalam ruangan kapal sebaiknya dilengkapi dengan alat pendingin. Buah tomat Bambar 106. Pengangkutan buah tomat Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 303 Satu hal yang sering ditakutkan oleh petani adalah kerusakan yang terjadi pada saat pengangkutan, sehingga hal ini sering menjadi hambatan utama bagi para pedagang untuk melakukan perdagangan antar pulau. Padahal sering terjadi harga tomat di daerah produsen sangat rendah, sedangkan di daerah lain yang jauh dari sentra produksi kekurangan tomat sehingga harganya bisa lebih tinggi. Permasalahan ini muncul karena sifat buah tomat yang mudah rusak dan mudah busuk. Kerusakan yang ditimbulkan karena benturan dan goncangan sewaktu pengangkutan dapat mencapai 32 – 47 % dengan menggunakan truk. Pengiriman jarak jauh dengan pesawat akan lebih baik dan dapat mengurangi kerusakan. Namun, kendalanya adalah faktor biaya yang pasti sangat mahal. Mengingat besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh kurang baiknya penanganan sistem pengangkutan, maka bagian ini harus mendapat perhatian yang serius, mulai dari pengangkutan dari kebun ke tempat pengumpulan, atau dari tempat pengecer, distributor dan para eksportir ke tempat pemasaran. Kerusakan saat pengangkutan banyak disebabkan oleh penanganan yang kasar, cara kerja yang lambat, pemuatan dan pembongkaran yang ceroboh, maka sistem ini harus mendapat perhatian yang serius. Perhatian itu baik untuk pengangkutan dari kebun ke tempat pengumpulan atau tempat pengecer, distributor, dan para eksportir ke tempat pemasaran. Kerusakan saat pengangkutan banyak disebabkan oleh penanganan yang kasar, adanya kelambatan, pemuatan dan pembongkaran yang ceroboh, penggunaan wadah yang tidak sesuai, dan kondisi pengangkutan yang kurang memadai. Beberapa patokan penting yang perlu diperhatikan dalam proses pengangkutan ialah penanganan sewaktu Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 304 pemuatan dan pembongkaran dilakukan dengan hati-hati serta perlu pertimbangan biaya dalam memilih alat pengangkutan. Sistem pengangkutan di negara maju telah dilengkapi dengan ruangan yang mempunyai pengatur suhu. Selama perjalanan, buah tomat mendapat suhu yang sesuai untuk penyimpanannya, sehingga faktor-faktor yang dapat menurunkan ketahahanan buah tomat dapat dikontrol dan sampai ke tangan konsumen dalam keadaan segar. D. Faktor-Faktor Kerusakan Buah Tomat Suatu bahan pangan dikatakan rusak bila telah menunjukkan adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indra atau parameter lain yang biasa digunakan. Proses pematangan buah merupakan suatu rangkaian reaksi kimia yang panjang, yang bukan tidak mungkin terjadi perubahan akibat pengaruh lingkungan yang mengakibatkan pembusukan yang merupakan suatu kerusakan. 1. Kerusakan Pra Panen Kerusakan buah tomat sebelum panen dapat disebabkan oleh serangan hama dan penyakit. Tanaman dikatakan terserang penyakit bila pertumbuhannya menyimpang dari keadaan normal, kegiatan fisiologis sehari-harinya terganggu akibat adanya perubahan dari sebagian atau seluruh bagian tanaman. Sedangkan penyakit fisiologi adalah gangguan tanaman yang disebabkan oleh faktor selain hama, bakteri, cendawan, atau virus, misalnya tanaman kekurangan sejumlah unsur tertentu. Beberapa hama yang biasanya menyerang tanaman tomat adalah nematoda penyebab bisul akar, nematoda penyebab siste akar, ulat tanah, siput, bekicot dan ulat buah. Sedangkan penyakit disebabkan oleh bakteri (layu bakteri, Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 305 busuk lunak bakteri, cendawan (cekik, busuk daun, bercak kering, layu cendawan), virus (penyakit ujung keriting, tomato mozaik virus, potato virus X, potato virus Y), serta beberapa penyakit fisiologi (busuk ujung buah, dan pecah buah). Adapun hama dan penyakit yang ditemukan di kebun tomat Cisarua adalah : 1. Hama ulat buah (Heliothis armigera Hubner). Gejala serangan hama ini secara visual tampak berupa lubanglubang pada buah yang sudah agak tua dan biasanya membusuk karena infeksi sekunder. Serangan dimulai ketika buah masih muda, namun baru jelas terlihat ketika buah makin besar. Heliothis armigera memiliki warna yang beragam, dari hijau kekuningan, hijau kecoklatan, coklat tua, hingga coklat muda, badannya tertutup dengan kutil dan bulu, biasanya bertelur pada tanaman yang sedang berbunga, larvanya memakan buah yang baru berkembang. Lubang pada buah Gambar 107. Buah Tomat yang terserang Hama Ulat Buah 2. Penyakit busuk lunak bakteri. Disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora atau Bacillus carotovorus. Gejala serangan penyakit ini tampak berupa pelunakan disertai keluarnya cairan berbau busuk. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 306 Gambar 108. Buat Tomat yang Terserang Penyakit Busuk Lunak Bakteri 3. Busuk ujung buah (blossom end rot), meruapakan penyakit fisiologis yang menyebabkan pembusukan pada ujung buah tomat namun buah tampak kering dan bagian-bagian buah lainnya tampak sehat, akibatnya mutu buah sangat menurun. Gejala serangan penyakit ini umumnya timbul pada musim kemarau yang tampak berupa buah terbakar, hal ini akibat sengatan sinar matahari yang tidak mampu ditahan oleh buah tomat. Penyakit ini dapat disebabkan oleh kelembaban tanah yang berfluktuasi tinggi, perubahan kelembaban udara dan transpirasi yang mendadak, atau kelebihan unsur nitrogen dan kekurangan unsur kalsium. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 307 Gmbar 109. Buah Tomat yang Terserang Penyakit Busuk Ujung Buah 4. Penyakit akibat cendawan Gambar 110. Buah Tomat yang Terserang Cendawan 5. Penyakit fisiologi Pecah Buah. Gejalanya berupa buah seperti pecah. Luka ini akan berwarna hitam jika telah sembuh dan guratan retaknya mengeras, penyakit pecah buah ini umumnya disertai dengan busuk sekunder. Penyakit ini disebabkan oleh faktor pengairan yang tidak baik, curah hujan yang tinggi disertai suhu yang tinggi, dan juga adanya faktor genetis. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 308 Pecah Buah Gambar 111. Buah Tomat yang Terserang Penyakit Pecah Buah 6. “Punggung hijau”, merupakan penyakit fisiologi yang menyebabkan pematangan tidak merata atau penguningan. Penyakit fisiologi ini sering pula disebut “noda berlilin” atau “awan”. Diduga hal ini disebabkan oleh kekurangan kalium atau kelebihan nitrogen. Gambar 112. Buah Tomat yang Terserang Penyakit Fisiologi “Punggung Hijau” Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 309 2. Kerusakan Pasca Panen Kerusakan-kerusakan buah tomat pasca panen berupa kerusakan fisik, mekanik dan biologik, kerusakan ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : 1. Penanganan dan transportasi yang kurang hati-hati. Penanganan dalam hal ini meliputi pemanenan, sortasi, grading, pencucian, prapendinginan, dan pengemasan 2. Terjadinya tindihan antar buah tomat dalam satu kemasan 3. Kemasan yang over volume 4. Kerusakan fisiologi berupa pengeriputan akibat penguapan kandungan air 5. Berkembangnya penyakit akibat mikroba kontaminan yang terus berkembang selama pasca panen, menyebabkan kerusakan dan perubahan sifat buah tomat 6. Berkembangnya hama gudang yang dapat menyerang setiap saat. Tikus, kutu, kecoa dan beberapa hama gudang lainnya termasuk pencemarannya (telur, kepompong dan kotoran-kotorannya) dapat menurunkan kualitas buah tomat yang disimpan sebelum dipasarkan Pecah Memar Gambar 113. Buah Tomat yang Mengalami Kerusakan Mekanis Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 310 Kerusakan fisik dan mekanis merupakan pintu masuk mikroba yang akan merusak dan membusukkan buah tomat. Proses kerusakan dan pembusukan merupakan serangkaian reaksi kimia yang panjang, dan pada akhirnya menimbulkan perubahan bau, flavor dan cita rasa yang tidak dapat diterima. Beberapa gangguan fisiologi juga diakibatkan oleh penanganan kasar, yang pada akhirnya juga mengakibatkan kerusakan mikrobiologi yang merupakan faktor utama terjadinya kehilangan buah tomat. Buah tomat yang membusuk menghasilkan C2H4 yang dapat mengakibatkan pematangan dini pada buah tomat yang terdapat dalam ruang penyimpanan yang sama. Sisa-sisa cemaran yang berasal dari buah yang busuk akan mencemari sejumlah buah tomat lainnya yang masih baik yang terdapat dalam wadah yang sama. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit pasca panen adalah : 1. Kemasakan. Buah yang masak lebih rentang terhadap infeksi oleh pathogen pasca panen, hal ini disebabkan ketersediaan nutrisi dan enzim yang lebih banyak 2. Suhu. Suhu dapat mempengaruhi perkembangan pembusukan dengan berbagai cara. Suhu rendah cenderung mengurangi parahnya penyakit pasca panen dengan cara menghambat pertumbuhan mikroba parasit/patogen 3. Kelembaban. RH yang melebihi 90 % cenderung mendorong perkembangan penyakit-penyakit pasca panen, sebab RH yang tinggi tersebut mempertahankan luka-luka pada permukaan dalam kondisi basah yang memudahkan terjadinya infeksi mikroba Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 311 4. Pengemasan. Kemasan yang terbuat dari film-film plastik yang mempunyai permeabilitas yang rendah terhadap uap air, dapat menjadi penyebab terjadinya kerusakan, sehingga dibutuhkan ventilasi pada kemasan tersebut. 3. Mikroba-Mikroba yang Berperan dalam Pembusukan Buah Tomat Beberapa jenis mikroba berperan dalam pembusukan dan penyakit terhadap buah tomat, beberapa diantaranya terbawa sejak di kebun. Penyakit yang sering timbul selama penyimpanan adalah antraknosis atau busuk matang, penyakit ini disebabkan oleh jamur Colletotrichum phomoides. Busuk dimulai sebagai luka kecil pada kulit yang akhirnya menjadi busuk berair. Jamur-jamur lain yang menyebabkan pembusukan adalah Helminthosporium spp., Phoma descructiva, Culvularia lycopersici, Drechslera australiense, Alternaria tenuis, Fusarium spp., Geotrichum candisum, Pleospora herbarum, Oospora lactis parasitica, dan Botrytis cinerea. Jamur-jamur tersebut sudah terdapat pada buah yang masih hijau jauh sebelum pembusukannya tampak dan hanya tumbuh selama pematangan buah, pengangkutan, atau pemasaran. Bila selama pengangkutan buah tomat yang busuk terletak di dekat dengan buah yang sehat, maka jamurnya akan menjalar ke buah yang sehat dan mengakibatkan pembusukan berantai. Infeksi maksimal biasanya terjadi pada suhu tinggi sekitar 86 – 95oF dengan RH sekitar 90 %. Infeksi buah tomat oleh jamur mengubah zat-zat yang terkandung pada buah tomat. Jaringan-jaringan yang terinfeksi oleh Drechslera australiense mengandung valin, tirosin, treonin, dan glutamin yang tidak terdapat pada buah tomat sehat. Juga mengandung asam fumarat lebih banyak, dan asam Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 312 malonat dan sitrat lebih sedikit dari pada buah tomat sehat. Asam suksinat hanya dihasilkan oleh buah tomat yang sakit. Munculnya asam dengan tiba-tiba diperkirakan disebabkan oleh interaksi patogen dengan inang. Namun timbulnya pembusukan buah tomat dapat dicegah dengan pengendalian yang dimulai dari kebun. Penyemprotan dengan Ziram, Maneb, Captan, Dyrene, dan Phaltan dengan kepekatan 3 lb/100 galon air, atau Dithane Z-78 0,2 %. Selain itu pemanenan, pengemasan ke dalam peti dan pengemasan untuk konsumen harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindarkan luka-luka pada buah. Peralatan yang digunakan selama pemanenan, sortasi dan grading harus selalu dibersihkan, bahkan dianjurkan untuk melakukan sterilisasi pada peralatan tersebut. Pencelupan buah tomat pada beberapa zat kimia sangat efektif menghambat pembusukan tersebut. Zat-zat kimia tersebut antara lain 1 % kalsium klorida atau kloroks, 6 ons boraks dalam 1 galon air, natrium polisulfida (1 galon untuk tiap 150 galon air), serta formaldehid. Aureofungin pada 100 dan 200 ppm efektif terhadap Alternaria. Umumnya zat-zat kimia ini tidak akan meninggalkan residu setelah dicuci dengan air. Buah tomat yang terluka memerlukan konsentrasi yang lebih tinggi. Emulsi-emulsi yang digunakan membuat buah tetap tegar dan sehat hingga 8 hari. Penyimpanan dengan atmosfir terkendali dapat mengurangi terjadinya pembusukan. DAFTAR BACAAN Kartasapoetra, A.G. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Bina Aksara, Jakarta. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 313 Pantastico, ER. B. 1989. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Ryall, A.L. and Lipton, W.J. 1979. Handling, Transportation and Storage of fruits and Vegetables. AVI Publishing Company, Inc, Westport, Connecticut. Setyowati dan Budiarti. 1992. Pasca Panen Sayur. Penebar Swadaya, Jakarta Yani, T dan Ade Iwan, S. 2005. Tomat Pembudidayaan Secara Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 314 BAB XIII. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN PADA SAYURAN Produk segar pertanian yang dipanen mengalami berbagai bentuk stress, seperti stress hilangnya suplai nutrisi dan mineral dari kondisi pertumbuhan alaminya, stress karena berbagai perlakuan fisik selama penanganan pascapanen dan pendistribusiannya, dan stress karena lingkungan sekitarnya sangat jauh berbeda dengan kondisi pada lingkungan pertumbuhan dan perkembangan alaminya. Stress-stress tersebut mengakibatkan kemunduran dari bagian tanaman yang dipanen dan secepatnya mengalami pelayuan dan kematian. Dilain pihak ada kebutuhan manusia yang mengharuskan bagian tanaman tersebut dipanen dan keinginan untuk mempertahankan bagian tanaman tersebut setelah panen untuk hidup segar dalam jangka waktu yang lama. Sehingga terjadi konflik antara kebutuhan manusia dengan perlakuan yang menyakitkan bagi bagian tanaman tersebut. Untuk menjaga produk tersebut tidak segera mengalami kematian maka dilakukanlah kompromi-kompromi melalui metode-metode penanganan pascapanen tertentu. Untuk mendapatkan bentuk kompromi yang optimal maka beberapa pertimbangan penting harus diperhatikan, yaitu pertimbangan fisiologis, fisik, patologis dan ekonomis. Bentuk-bentuk kompromi diwujudkan berupa perlakuan-perlakuan pascapanen seperti pre-sorting, pencucian/pembersihan, pelilinan, pengendalian penyakit dan insekta, grading, pemasakan terkendali, degreening dan curing. . Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 315 Berikut ketigabelas: Rencana Perkuliahan (100 menit) Langkah 1 30 menit Langkah 2 50 menit Langkah 3 20 menit rencana perkuliahan untuk pertemuan Aktivitas Aktivitas 1: Pendahuluan Aktivitas 2: Materi Penjelasan tentang teknologi pasca panen pada sayuran Aktivitas 3: Penutup Buku Ajar Teknologi Pasca Panen penanganan 316 SUPLEMEN BAB 13. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN PADA BAWANG DAUN Sebutan holtikura meliputi tanaman sayur-sayuran, buah-buahan, dan bunga-bungaan. Khusus untuk buah dan sayur sangat dibutuhkan oleh manusia untuk pemenuhan gizi yang seimbang. Pada umumnya buah dan sayur banyak mengandung vitamin dan mineral-mineral tertentu khususnya vitamin A (karotene), serat (dietary fiber), gula dan pemenuhan vitamin C (asam Askorbat) yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh. Dewasa ini holtikultura banyak diberi perhatian pemerintah untuk digalakkan dan dikembangkan secara luas. Hal ini mengingat tingginya impor produk buah-buahan. Produk buah-buahan dan sayuran tropis di negara ini sebenarnya memiliki pangsa pasar yang cukup besar di dalam negeri dan peluang ekspor yang baik yang memungkinkan sebagai devisa negara non migas. Produk holtikultura merupakan produk yang mudah rusak (perisable), sehingga butuh penanganan khusus pada tahapan pasca panen. Penanganan pasca panen buah dan sayuran seperti Indonesia belum mendapat perhatian yang cukup. Hal ini terlihat dari kerusakan-kerusakan pasca panen sebesar 25 % -28 %. Oleh sebab itu agar produk holtikultura terutama buah-buahan dan sayuran dapat sampai ke tangan konsumen dalam kondisi baik perlu penanganan pasca panen yang benar dan sesuai. Bila pasca panen dilakukan dengan baik, kerusakan-kerusakan yang timbul dapat diperkecil bahkan dihindari, sehingga kerugian di tingkat konsumen dapat ditekan. Berbagai cara penanganan pasca panen buah dan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 317 sayuran adalah pendinginan awal (recooling), sortasi, pencucian/pembersihan, degreening (penghilangan warna hijau) dan colour adding (perbaikan warna), pelapisan lilin, fumigasi, pengemasan/pengepakan dan penyimpanan. Perlakuan-perlakuan tersebut tidak harus dilakukan semauanya terhadap suatu jenis bahan seperti misalnya tidak perlu dilakukan penghilangan warna hijau atau pemeraman. Penanganan Pasca Panen Holtikultura Di Pasar Tradisional Di pasar tradisional pada umumnya penanganan pasca panen holtikultura masih dilakukan sangat sederhana. Berdasrkan hasil survey dan wawancara dengan berbagai petani sayur dan buah di daerah Kopeng, di Kabupaten Semarang, di pasar Ngablak, pasar Bandungan dan di pasar Salatiga, di tingkat petani, setelah buah dan sayur hanya dikemas dengan menggunakan keranjang bambu maupun dengan karung plastik. Di sini tidak dilakukan penanganan pasca panen apa-apa seperti pencucian, sortasi, pendinginan awal dan sebagainya. Pengemasan dengan menggunakan keranjang bambu maupun dengan mengunakan plastik hanya untuk memudahkan pengangkutan. Setelah sampai pada pedagang, penanganan pasca panen seperti sortasi dan grading kadang-kadang dilakukan.sortasi dilakukan untuk memisahkan buahdan sayur yang mengalami kerusakan dengan yang masih baik, sedangkan grading dilakukan terutama pada buah-buahnan supaya diperoleh harga yang lebih bervariasi. Selain itu buah dan buahbuahan supaya diperoleh harga yang diletakkan di tempat terbuka. Dengan demikian umur simpan dari hasil pertanian tersebut menjadi pendek, tingkat kerusakan tinggi, sehingga sampai ke tangan konsumen kualitasnya menjadi rendah. Tidak dilakukannya penanganan pasca panen di tingkat Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 318 petani karena disebabkan harga buah dan sayuran di tingkat petani rendah sehingga penanganan pasca panen dirasa mahal, keterbatasan pengetahuan mengenai penanganan pasca panen dan hasil panen tersebut langsung di jual. Sedangkan di tingkat pedagang biaya penanganan pasca panen yang lain dirasa mahal sehingga tidak sesuai dengan laba yang diperoleh karena daya beli konsumen yang rendah. Keuntungan dan kerugian : Harga tidak terlalu mahal sesuai dengan daya beli masyarakat yang membutuhkan. Kualitas relatif lebih rendah dibanding buah dan sayuran yang ditangani secara modern (kualitas cepat menurun/umur simpan lebih pendek). Penanganan Pasca Panen Holtikultura Di Pasar Modern (Super Market) Buah dan sayuran yang dijual di pasar modern (Super Market) pada umumnya berasal dari petani yang sudah mengkhususkan diri melayani permintaan super market tersebut. Umumnya petani ini biasanya sudah maju dalam arti memiliki modal besar, pengetahuan yang baik, penggunaan sarana produksi yang unggul sehingga produk yang dihasilkan lebih baik dibanding produk yang dihasilkan petani tradisional. Hasil survey dan wawancara di berbagai super market yang ada di kota Semarang, hasil panen tersebut setelah sampai di super market, kemudian dilakukan berbagai penanganan pasca panen sebelum dijual kepada konsumen misalnya grading, pencucian/menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat pada buah/sayur, pemotongan bagian-bagian sayur yang tidak diperlukan, sortasi dari produk yang mengalami kerusakan kemudian dilakukan pengemasan. Untuk pengemasan dapat dilakukan dengan berbagai cara, untuk yang pertama buah dan sayuran dikemas dalam Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 319 plastik yang memiliki daya lekat yang kuat, lentur dan tidak mudah sobek sehingga menjadikan buah dan sayuran tetap segar, tahan lama, tidak kering dan melindungi serta menjaga tetap bersih. Misalnya pada bunga kol, kobis, brokoli, luttuce dan lain sebagainya. Cara yang kedua buah dan sayuran dimasukkan ke dalam plastik polyetilen yang diberi lobanglobang yang memungkinkan terjadinya sirkulasi udara. Cara yang ketiga adalah tidak dilakukannya pengemasan, tetapi buah dan sayuran diletakkan pada lemari pendingin yang terbuka yang kadang-kadang disemprot dengan butir-butir air yang halus untuk mengurangi penguapan, seperti sayur-sayuran daun, apel, jeruk, anggur dan lain sebagainya. Sedangkan cara yang keempat adalah penempatan buah-buahan di udara terbuka di bawah kondisi AC seperti salak, pepaya, sawo, mangga atau buah tropis pada umumnya. Keuntungan dan kerugian : Dengan adanya penanganan pasca panen holtikultura pada pasar modern menjadikan harga pasar modern menjadikan harga komoditi tersebut menjadi lebih tinggi tetapi kualitas barang lebih baik. Untuk melakukan penanganann pasca panen dibutuhklan tambahan pengetahuan mengenai pasca panen buah dan sayuran tersebut. Di samping itu juga dibutuhkan tambahan tenaga, biaya dan peraltan. Penanganan pasca panen yang dilakukan pada pasar modern menjadikan umur simpan buah dan sayuaran lebih panjang. Perlakuan Pascapanen Sayuran Perlakuan-perlakuan pascapanen adalah bertujuan memberikan penampilan yang baik dan kemudahan-kemudahan untuk konsumen, memberikan perlindungan produk dari kerusakan dan memperpanjang masa simpan. Sukses penanganan pascapanen memerlukan koordinasi dan integrasi Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 320 yang hati-hati dari seluruh tahapan dari operasi pemanenan sampai ke tingkat konsumen untuk mempertahankan mutu produk awal. Beberapa tahapan perlakuan umum pascapanen akan dijelaskan di bawah ini. Pre-sorting Pre-sorting biasanya dilakukan untuk mengeliminasi produk yang luka, busuk atau cacat lainnya sebelum pendinginan atau penanganan berikutnya. Pre-sorting akan menghemat tenaga karena produk-produk cacat tidak ikut tertangani. Memisahkan produk busuk akan menghindarkan penyebaran infeksi ke produk-produk lainnya, khususnya bila pestisida pascapanen tidak dipergunakan. Pencucian/pembersihan Kebanyakan buah dan sayuran membutuhkan pembersihan untuk menghilangkan kotoran seperti debu, insekta atau residu penyemprotan yang dilakukan sebelum panen. Pembersihan dapat dilakukan dengan sikat atau melalukan pada semprotan udara. Namun lebih umum digunakan dengan penyemprotan air atau mencelupkan ke dalam air. Bila kotoran agak sulit dihilangkan maka dapat ditambahkan deterjen. Sementara pencucian dilakukan sudah dengan efektif menghilangkan kotoran, maka disinfektan dapat ditambahkan untuk mengendalikan bakteri dan beberapa jamur pembusuk. Klorin adalah bahan kimia yang umum ditambahkan untuk pengendalian mikroorganisme tersebut. Namun klorin efektif bila larutan dijaga pada pH netral. Perlakuan klorin dengan konsentrasi 100-150 ppm dapat membantu mengendalikan patogen selama operasi lebih lanjut. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 321 Pelilinan Pelilinan sayuran dalam bentuk buah seperti mentimun, terung, tomat dan buah-buahan seperti apel dan peaches adalah umum dilakukan. Lilin alami yang banyak digunakan adalah shellac dan carnauba atau beeswax (lilin lebah) yang semuanya digolongkan sebagai food grade. Pelapisan lilin dilakukan adalah untuk mengganti lilin alami buah yang hilang karena operasi pencucian dan pembersihan, dan dapat membantu mengurangi kehilangan air selama penanganan dan pemasaran serta membantu memberikan proteksi dari serangan mikroorganisme pembusuk. Bila produk dililin, maka pelapisan harus dibiarkan kering sebelum penanganan berikutnya. Pengendalian Penyakit Sering dibutuhkan pengendalian terhadap pertumbuhan dan perkembangan jamur dbakteri penyebab penyakit. Pengendalian penyakit yang baik membutuhkan: Indentifikasi yang benar terhadap mikroorganisme penyebab penyakit. Pemilihan cara pengendalian yang tepat yang sangat dipengaruhi oleh apakah penyebab penyakit tersebut melakukan infeksi sebelum atau sesudah panen. Praktik penanganan yang baik untuk meminimumkan pelukaan atau kerusakan lainnya dan menjaga lingkungan untuk tidak memacu perkembangan penyakit tersebut. Memanen produk pada stadia kematangan yang tepat. Fungisida adalah alat yang penting untuk pengendalian penyakit pascapanen, namun bukan hanya pendekatan cara ini Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 322 yang tersedia. Manajemen suhu adalah cara sangat penting untuk mengendalikan penyakit. Adalah kenyataan bahwa seluruh teknik pengendalian lainnya dapat digambarkan sebagai suplemen dari cara pengelolaan suhu tersebut. Penghilangan panas lapang secara cepat dan menjaganya tetap pada suhu rendah, menghambat perkembangan kebanyakan penyakit pascapanen. Pengendalian Insekta Perlakuan pengendalian insekta yang tidak merusak produk, tidak berbahaya bagi operator dan kunsumen adalah perlu sehingga tidak terjadi restriksi perpindahan dari produk ke pasar terutama pasar internasional. Cara pengendalian insekta dapat dilakukan dengan pendinginan atau pemanasan. Penyimpanan pada suhu 0.5C atau dibawahnya selama 14 hari adalah memenuhi persyaratan karantina pasar dunia untuk pengendalian lalat buah “Queensland”. Produk yang dapat diperlakukan dengan cara ini adalah apel, apricot, buah kiwi, nectarine, peaches, pears, plum, delima dsb. Produk yang sensitive terhadap kerusakan dingin tidak dapat diperlakukan dengan cara ini. Perlakuan panas sudah lama dilakukan namun pendekatan ini jarang dilakukan untuk pengendalian insekta. Karena waktu expose yang lama, pentingnya pengendalian suhu tinggi dan kemungkinan kerusakan pada produk, maka potensinya untuk pengendalian insekta adalah minimal. Perlakuan dengan iradiasi sinar Gamma dapat sebagai alternatif yang baik untuk pengendalian insekta seperti lalat buah dan ulat biji mangga. Namun masih dibutuhkan approval dari negara-negara pengimport dan konsumen bisa menerima produk teriradiasi. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 323 Grading Buah-buahan, sayur-sayuran dan bunga-bungaan adalah kelompok produk yang non-homogenous. Mereka bervariasi a) antar group, b) antar individu dalam kelompok dan c) antar daerah produksi. Perbedaan timbul karena perbedaan kondisi lingkungan, praktik budidaya dan perbedaan varietas. Sebagai akibatnya, setiap operasi grading harus menangani variasi dalam total volume produk, ukuran individu produk, kondisi produk (kematangan dan tingkat kerusakan mekanis) dan keringkihan dari produk. Beberapa factor lainnya juga berpengaruh terhadap mutu sebelum produk degrading, meliputi: Stadia kematangan saat pemanenan Metode untuk mentransfer produk dari lapangan ke tempat grading Metode panen dan Waktu yang dibutuhkan antara panen dan grading. Grading memberikan manfaat untuk keseluruhan industri, dari petani, pedagang besar dan pengecer karena ukurannya seragam untuk dijual Kematangan seragam Didapatkan buah yang tidak lecet atau tidak rusak Tercapai keuntungan lebih baik karena keseragaman produk, dan Menghemat biaya dalam transport dan pemasarannya karena bahan-bahan rusak di sisihkan. Grading, akan tetapi, membutuhkan biaya. Alat dapat saja yang canggih dan mahal. Pada sisi lain, system grading sederhana akan membantu memanfaatkan tenaga kerja manual. Beberapa parameter dapat digunakan sebagai basis grading: Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 324 Ukuran. Parameter ini umum digunakan karena kesesuaiannya dengan aplikasi mekanis. Ukuran dapat ditentukan oleh berat atau dimensi. Menyisihkan produk yang tidak diinginkan. Ini sering dibutuhkan untuk memisahkan produk dengan produk yang luka karena perlakuan mekanis, karena penyakit dan insekta, karena kotoran yang dibawa dari lapang dan sebagainya. Warna. Beberapa produk sangat ditentukan oleh warna dalam penjualannya. Kematangan sering dihubungkan dengan warna dan digunakan sebagai basis sortasi, seperti pada tomat. Pemasakan Terkendali Gas etilen digunakan untuk mengendalikan pemasakan beberapa jenis buah. Teknik ini cukup cepat dan memberikan pemasakan yang seragam sebelum dipasarkan. Buah yang umum dikendalikan pemasakannya dengan etilen adalah pisang, tomat, pear, dan pepaya. Buah non-klimakterik seperti anggur, jeruk, nenas, dan strawberry tidak dapat dimasakan dengan cara ini. Juga buah muda tidak dapat dimasakan dengan baik dengan cara ini. Tidak ada cara untuk memasakan buah muda sampai menjadi produk yang dapat diterima. Degreening Degreening sering dilakukan untuk memperbaiki nila pasar dari produk. Seperti pada buah jeruk Navel atau Valencia. Pada proses degreening buah diekspose pada etilen konsentrasi rendah pada suhu dan kelembaban terkendali. Etilen Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 325 mempercepat perusakan pimen berwarna coklat, chlorophyll, dimana memberikan kesempatan pada warna wortel. Curing Proses curing adalah sebagai cara efektif dan efisien untuk mengurangi kehilangan air, perkembangan penyakit pada beberapa sayuran umbi. Beberapa jenis komoditi di curing setelah panen sebelum penyimpanan dan pemasaran adalah bawang putih, ketela rambat, bawang merah dan sayuran umbi tropis lainnya seperti Yam dan Casava Ada dua jenis curing. Pada kentang dan ketela pohon, curing memberikan kemampuan permukaan yang terpotong, pecah atau memar saat panen, untuk melakukan penyembuhan melalui perkembangan jaringan periderm pada bagian yang luka. Pada bawang merah dan putih, curing adalah berupa pengeringan pada bagian kulit luar untuk membentuk barier pelindung terhadap kehilangan air dan infeksi. Contoh penanganan pasca panen pada sayuran bawang daun. Bawang Daun Panen 1. Umur panan 2,5 buan dari setelah tanam. 2. Jumlah anakan maksimal (7-10 anakan), daun menguning. 3. Seluruh rumpun dibongkar dengan cangkul disore hari dan pagi hari. 4. Bersihkan akar dari tanah berlebihan. Pasca Panen o Bawang daun dikumpulkan ditempat yang teduh, dicuci bersih dengan air mengalir/disemprot, lalu ditiriskan. o Diikat dengan tali rafia di bagiab batang dan daunnya. o Berat tiap ikatan 25-30 kg. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 326 o Daun bawang disortir berdasarkan diameter batang: kecil (1,0-1,4 cm) dan besar (1,5-2 cm). o Lalu dicuci dengan air bersih yang mengalir/disemprot dan dikeringanginkan. o Ujung daun dipotong sekitar 10 cm. o Simpan pada temperatur 0,8-1,4 ºCsehari semalam untuk menekan penguapan dan kehilangan bobot. o Pengemasan didalam peti kayu 20 x 28 cm tinggi 34 cm yang diberi ventilasi dan alasnya dilapisi busa. Atau didalam keranjang plastik kapasitas 20 kg. DAFTAR PUSTAKA Kartasapoetra, A.G. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Bina Aksara, Jakarta. Kays, S.J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. Van Nostrand Reinhold, NY. Pantastico, ER. B. 1989. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Ryall, A.L. and Lipton, W.J. 1979. Handling, Transportation and Storage of fruits and Vegetables. AVI Publishing Company, Inc, Westport, Connecticut. Suhardi, 1992. Penanganan Pasca Panen Buah dan Sayuran, PAV Pangan dan Gizi, UGM. Yogyakarta. Winarno, F.G. & Aman, M. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Penerbit P.T. Sastra Hudaya, Jakarta. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 327 Winarno, F. G. 1993. Pangan, gizi, teknologi dan konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 328 BAB XIII. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN UMBIUMBIAN Penanganan pasca panen ubi kayu adalah semua kegiatan yang dilakukan sejak ubi kayu dipanen sampai dipasarkan ke konsumen. Dengan demikian kegiatan penenganan pasca panen ubi kayu meliputi semua kegiatan berikut yaitu pemanenan, pengangkutan, pengupasan kulit, perajangan, pengeringan dan penyimpanan. Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan keempatbelas: Rencana Perkuliahan (100 menit) Langkah 1 30 menit Langkah 2 50 menit Langkah 3 20 menit Aktivitas Aktivitas 1: Pendahuluan Aktivitas 2: Materi Penjelasan tentang teknologi pasca panen umbi-umbian Aktivitas 3: Penutup Buku Ajar Teknologi Pasca Panen penanganan 329 SUPLEMEN BAB 14. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN PADA UBI KAYU Penanganan pasca panen ubi kayu adalah semua kegiatan yang dilakukan sejak ubi kayu dipanen sampai dipasarkan ke konsumen. Dengan demikian kegiatan penenganan pasca panen ubi kayu meliputi semua kegiatan berikut yaitu pemanenan, pengangkutan, pengupasan kulit, perajangan, pengeringan dan penyimpanan. Penanganan pasca panen ubi kayu bermaksud untuk tujuan berikut: 1. Mempertahankan mutu ubi kayu supaya tetap serupa seperti pada waktu panen 2. Mengurangi susut tercecer pada semua proses kegitana yang dilakukan 3. Mendapatkan harga jual ubi kayu yang tinggi Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan kemampuan mengelola untuk memadukan unsur-unsur masukan berupa alat tepat guna, kredit modal, keterampilan dan teknologi. Berkaitan dengan hal ini cara penanganan pasca panen ubi kayu tradisional yang biasa dilakukan petani perlu diamati. Kebiasaan yang baik diteruskan. Kebiasaan yang kurang baik diganti dengan cara yang lebih baik. Kalau perlu digunakan peralatan mekanis yang tepat guna. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 330 Mengurangi Susut Tercecer Dan Memperahankan Mutu Ubi Kayu Besarnya perkiraan susut ubi kayu karena tercecer dank arena mutu ubi kayu menurun selama kegiatan pasca panen yang biasa di lakukan petani ditunjukan dalam Tabel 29 dan 30. Jumlah susut ubi kayu di tingkat petani pada jalur penanganan sebagai bahan tapioca adalah 12.4% susut tercecer dan 0.4% susut mutu, untuk gaplek 12.1% susut tercecer dan 6.8 % susut mutu, serta untuk pelet 15.6% susut tercecer dan 8.8% susut mutu. Besar susut berubah-ubah menurut kebiasan kegiatan pasca panen yang dilakukan dimasing-masing daerah. Faktor-faktor yang berkaitan dengan kebiasaan daerah adalah sebagai berikut: 1. Tingkat kadar air waktu panen 2. Pengaruh musim, mesim kering atau musim penghujan 3. Cara pemanenan 4. Cara perajangan 5. Cara perbelhan 6. Cara penjemuran Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 331 Tabel 29. Perkiraan susut pasca panen ubi kayu secara tradisional di tingkat petani pada jalur penanganan ubi kayu untuk bahan tapioka. KEGIATAN PASCA PANEN SUSUT SUSUT TERCECER MUTU % % Panen pencabutan dengan tangan 7.0 0.1 (Kadar Air 65 -75%) Pemotongan umbi dari batang (Kadar 2.0 0.1 Air 65-75%) Pengarungan dan pengangkutan ke tempat pengumpulan berikutnya 0.1 0.1 (Kadar Air 65-75%) Pengangkutan ke pabrik tapioka 3.3* 0.1 dengan truk (Kadar Air 15-17%) Jumlah 12.4 0.4 *) Sebetulnya angka ini menunjukkan jumlah pemotongan oleh pabrik karana bobot kotoran yang meletak pada umbi Tabel 30. Perkiraan susut pasca panen ubi kayu secara tradisional di tingkat petani pada jalur penanganan ubi kayu untuk gaplek. KEGIATAN PASCA SUSUT SUSUT PANEN TERCECER MUTU % % Panen pencabutan dengan tangan 7.0 0.1 (Kadar Air 65 -70%) Pemotongan umbi dari batang 2.0 0.1 (Kadar Air 65-70%) Pengarungan dan pengangkutan ke tempat 0.1 0.1 pengumpulan berikutnya (Kadar Air 65-75%) Pengirisian dengan tangan 2.0 2.0 (Kadar Air 60-65%) Penjemuran 5-7 hari 0.5 4.0 Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 332 (Kadar Air 13-15%) Penyimpanan 1-2 minggu Kadar Air 15-17% Jumlah Tabel 31. 0.5 0.5 12.1 6.8 Perkiraan susut pasca panen ubi kayu secara tradisional di tingkat petani pada jalur penanganan ubi kayu untuk pelet. KEGIATAN PASCA PANEN Panen pencabutan dengan tangan (Kadar Air 65 -70%) Pemotongan umbi dari batang (Kadar Air 65-70%) Pengarungan dan pengangkutan ke tempat pengumpulan berikutnya (Kadar Air 65-75%) Pengupasa kulit, pencucian dan pembelaan umbi dengan tangan (Kadar Air 60-65%) Penjemuran 5-7 hari (Kadar Air 15-17%) Penyimpanan 1-2 minggu Kadar Air 15-17% Jumlah Buku Ajar Teknologi Pasca Panen SUSUT TERCECER % SUSUT MUTU % 7.0 0.1 2.0 0.1 0.1 0.1 2.0 2.0 0.4 6.0 0.5 0.5 15.6 8.8 333 Standar Mutu Dan Harga Ubi Kayu Standar mutu ubi kayu seger di tingkat petani tidak dikenal dewasa ini karena kebanyakan petani tidak menyimpan ubi kayu dalam keadaan segar tetapi dalam bentuk gaplek. Persyaratan mutu ubi kayu segar tergantuk pada kadar air, kadar peti, pembengkokan (deformasi) umbi, kepoyoan dan keretakan umbi. Makin lama ubi kayu disimpan maka kadar air dan kadar pati akan menurun, sedangkan tingkat pembengkokan, kepoyoan dan keretakan umbi akan meningkat. Standar mutu ini dipakai karena Thailand adalah Negara pengespor hasil ubi kayu terbesar di ASEAN. Sedangkan Negara-negara Eropa adalah Negara pengimpor hasil ubi kayu Indonesia. Kecuali persyaratan mutu kandungan pasir, persyaratan mutu kadar air, kadar pati dan serat dari ubi kayu harus diperiksa di laboratorium sehingga tidak mungkin untuk dilakukan di tingkat petani. Tabel 32. Standar Mutu Gaplek Dari Beberapa Negara Asing. PERSYARATAN MUTU 1. Umum Kadar Air, % maksimum Kadar Pati , % maksimum Kadar Serat, % maksimum 2. Mutu Istimewa Kadar air , % maksimum Kadar pati, % maksimum Pasir, % maksimum Serat, % maksimum Warna Bau 2. Mutu Pertama Kadar air , % maksimum Buku Ajar Teknologi Pasca Panen THAILAND 1) Kisaran Mutu 2) (Brasilia, India, Thailand) - 10 – 14 70 – 82 2.1 – 5.0 13 72 2 4 Terang Tidak berbau - 14 334 Kadar pati, % maksimum 70 Pasir, % maksimum 2 Serat, % maksimum 4 Warna Terang Bau Tidak Berbau 1) Grace, M.R. 1977. Cassava Processing. FAO Plant Production dan Protection Series No.3 Rome, Italy. 2) Ingram, J.S. 1975. Standards, Specifications dan Quality Requirement for Processed Cassava Products. TPI, London, Great Britain. Tabel 33. Standar Mutu Pelet Impor Yang Diterima Masyarakat Ekonomi Eropa PERSYARATAN MUTU THAILAND 1) Kadar air , % maksimum 14.0 (bulan Oktober – Mei) Kadar pati, % maksimum 14.3 (bulan Pasir, % maksimum September) Serat, % maksimum 62 2) Juni – 3 5 1) Ingram J.S. 1975. 2) Dengan Metoda MEE Pengaruh Penanganan Pasca Panen Terhadap Mutu Gaplek Dan Pelet Cara penanganan panen dan pasca panen yang kasar akan memberikan dampak yang buruk terhadap mutu gaplek Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 335 dan pelet. Apabila mutu gaplek dan pelet menurun, maka harga jual akan menurun pula dan pendapat petani menjadi lebih rendah. Jenis faktor mutu gaplek dan pelet yang terpengaruh oleh penanganan panen dan pasca panen ditunjukan dalam Tabel 34. Tabel 34. Harga Dan Tingkat Kadar Air Ubi Kayu Dewasa Ini No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Jenis Lembaga Ubi kayu segar Petani (di lahan) Ubi Kyu segar Petani (pabrik tapioka) Gaplek kering Petani dengan kulit Gaplek kering Pedagang dengan kulit pengumpul Gaplek kering Petani kupas kulit Gaplek kering Pedagang dengan kulit besar (di Pelabuhan) Kadar air (%) Kadar Pati (%) 65-70 70-75 Harga Pemb elian Rp/kg 22-25 65-70 70-75 34 10-15 70-72 50 10-15 70-72 60 10-15 70-72 60 10-15 70-72 80 Tabel 35. Jenis Faktor Mutu Gaplek Dan Pelet Yang Terkena Dampak Kegiatan Panen Dan Pasca Panen Kadar Kadar Pasir Warna Bau Jenis Kegiatan Serat air Pati Panen x x x x Pengangkutan x Pengupasan x x x x x Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 336 Kulit Perajangan x Pengeringan x x : terpengaruh - : tidak terpengaruh x x x x x x x x x X Panen A. Waktu panen Ubi kayu targantung varietasnya, dapat dipanen sejak usia 7 bulan sampai 15 bulan, ubi kayu varietas umur pendek misalnya dipanen pada umur 7-9 bulan. Ubi kayu varietas umur panjang di panen pada umur 9-12 bulan. Ubi kayu yang ditanam dengan sistem mukibat atau penanaman bibit ubi kaya yang disambung dengan tanaman ketela karet sebagai batang atas di panen pada umur 12 -15 bulan. Makin lama usia ubi kayu pada umur yang layak (7-9, 912, 12-15 bulan), makin tinggi hasil produksi per Ha. Walaupun demikian panen melewati umur tanaman yang layak dapat meningkatkan kadar serat dan menurunkan kadar pati. Disamping itu panen terlalu lambat mungkin tidak akan menguntungkan karena lama penantian waktu tidak seimbang lagi dengan kenaikan hasil yang diperoleh. B. Cara Panen Dan Pengumpulan Ubi Kayu Petani biasanya memanen dengan mencabut batang dan umbi dengan kedua belah tangan, setelah batang ditebas sebatas pinggang. Batang ubi kayu memang hanya ditinggalkan dua cabang untuk memudahkan dua cabang untuk memudahkan pencabutan. Kemudian umbi dipisahkan dari batang dengan bantuan parang atau golok. Ubi kayu kemudian dimasukkan ke dalam karung dan diangkut ke tepi jalan untuk perajangan gaplek, ubi kayu di angkut dengan sepeda atau pedati ke rumah. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 337 Untuk penjualan ke pabrik tapioka, ubi kayu disusun di dalam bak truk tanpa dikarungkan. Gambar 114 memperlihatkan cara petani mencabut ubi kayu dan memisahkan umbi dari batang Dengan cara ini akan terjadi susut panen dalam jumlah yang cukup besar apabila lapisan tanah kering dan keras. Tingkat susut maksimum bisa mencapai 7%. Apabila tanah gembut dan lembab, susut panen dapat ditekan menjadi 0,5%. Susut panen disebabkan oleh sebagian umbi yang patah tinggal tersembunyi di bawah permukan tanah. Susut panen diakibatkan pula oleh sebagian pangkal umbi yang melekat pada batang karena pemarangan umbi tidak hati-hati. Gambar 114. Memperlihatkan cara petani mencabut ubi kayu dan memisahkan umbi dari batang. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 338 Untuk panen pada lapisan tanah yang kering dan keras dianjurkan penggunaan alat pengungkit. Beberapa macam alat pengungkit ditunjukkan dalam Gambar 115. Gambar 115. Beberapa macam alat pengungkit Gambar 116. Cara panen dengan pengungkit ubi kayu Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 339 Pada lapisan tanah yang kering dan keras, panen ubi kayu dengan tangan membutuhkan waktu 17 menit/25m2orang atau 113 jam/ha orang. Sedangkan panen dengan pengungkit membutuhkan waktu 7menit/25 m2-orang atau 67 jam/ha orang. Susut panen dengan tangan adalah 7% sedangkan susut panen dengan pengungkit adalah 1.3% Pada tanah yang gembur dan lembab, pamanenan dengan tangan akan sama cepetnya dibandingkan dengan pemanenan dengan pengungkit. Jumlah susut panen akan menurun menjadi 0.5-1.0%. C. Perajangan Ubi Kayu Perajangan gaplek berkulit Untuk pembuatan gaplek berkulit, umumnya petani langsung merajang tanpa pengupasan kulit ubi kayu terlebih dahulu. Perajangan gaplek tanpa mengupas kulit kurang baik karena gaplek yang dihasilkan kotor, berwarna keruh, kadar patinya menurun, serta mudah terserang jemur dari kotoran yang masih melekat pada kulit ubi kayu. Tebal irisan paplek yang baik adalah 0.5 -1.0 cm sehingga pada waktu kering akan menyusut menjadi 0.3-0.7. Ketebalan irisan 0.5-1.0 cm akan mempermudah penjemuran yang hanya akan berlangsung 3-5 hari. Perajangan Gaplek Kupas Kulit Ubi kayu terlebih dahulu dikupas kulitnya dengan bantuan parang atau golok. Pembelahan dikakukan dengan memotong ubi kayu melintang seetebal 4-5 cm terkadang pemotongan itu masih dibelah menjadi empat bagian atau dirajang dalam bentuk irisan tipis 0.5 -1.0 cm (Gambar 117) Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 340 ,Ubi kayu dicuci sebelum dijemur. Perajangan setebal 4-5cm kemudian dibelah empat. Perajangan setebal 0,5 -1.0 Pengupasan kulit yang tidak bersih akibat cara pengupasan dengan memarang kulit ubi akan menyebabkan kotoran masih banyak melekat dan susut pengupasan dapat meningkat sampai 4-10%. Kadang-kadang setelah dikupas, ubi kayu tidak dibelah lagi tetapi langsung dijemur. Perajangan gaplek kupas kulit dapat pula dalam bentuk yang kecil-kecil seperti ukuran sebesar jadi atau setangah jari tangan. Alat Perajang Ubi Kayu Alat perajang ubi kayu biasanya digunakan oleh pedagang pengumpul yang membeli ubi kayu segar dari petani dan menjual gaplek kering setalah mengolah ubi terlebih dahulu. Perajang ubi kayu antara lain dapat digerakan dengan tenaga pedal seperta RASINGKO, perajang singkong rancangan pusat pengembangan teknologi pangan, Institut Pertanian Bogor (Gambar 118). Alat ini dilayani oleh dua orang (Gambar 119). Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 341 Gambar 117. Perajangan gaplek kupas kulit Gambar 118. Perajang singkong rancangan pusat pengembangan teknologi pangan, Institut Pertanian Bogor (RASINGKO). Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 342 Gambar 119. Alat ini dilayani oleh dua orang D. Pengeringan Ubi Kayu Penjemuran Petani biasanya menjemur gaplek irisan tipis (0.5 1.0cm) diatas tikar selama 3-5) Irisan gaplek setebal 4-5 cm atau gaplek ubi kayu utuh dijemur diatas tanah selama 7- 10 hari. Penjemuran gaplek untuk mempunyai beberapa kerugian dibandingkan dengan penjemuran gaplek irisan tipis yaitu: 1. Membutuhkan waktu dua kali lebih lama yaitu 7-10hari 2. Terjadi pelarutan sebagian pati pada waktu hujan karena gaplek tidak pernah dibawa masuk ke dalam rumah , 3. Terjadi penyusutan dan 4. Terjadi pencemaran kotoran, sertakemungkinan kepoyoan sebelum kering. Cara yang perlu dianjurkan kepada petani adalah sebagai berikut: 1. Untuk gaplek irisan tipis, kupas kulitnya lebih dahulu 2. Untuk gaplek bahan baku pelet, setelah dikupas potong melintang 4-5 cm, belah empat dan jemur diatas tikar. Penjemuran gaplek sebaiknya dilakukan diatas lantai jemur berbentuk gelombangdengan alat-alat garu kayu Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 343 pembalik ( pembalikan 2 kali perjam), garu penyebar dan sendok pengumpul seperti dalam Gambar 120. Gambar 120. Alat-alat garu kayu pembalik E. Pengolahan Tepung Ubi Kayu Tepung Ubi Kayu Ubi kayusegar datar diolah menjadi tiga macam bentuk tepung yaitu tepung ubi kayu (cassava flour), tepung gaplek (cassava chip flour) dan tepung tapioka (tapioca starch). Di Indonesia, pabrik tapioka banyak tersebar di berbagai propinsi. Selain itu, tepung gaplek telah dihasilkan pula dengan cara menggiling gaplek kupas kulit, tetapi jumlah produksi lebih kecil dibandikan dengan produksi tapioka. Pada pertengahan tahun 1989, tepung ubi kayu mulai dianjurkan untuk diproduksi di Indonesia oleh pemerintah. Tepung ubi kayu mempunya sifat-sifat yang lebih terigu dibandingkan dengan tapioka. Sehingga dapat dimanfaat kan sebagai pengganti sebagai terigu Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 344 dalam pembuatan roti dan kue. Harga eceran tepung ubi kayu diperkirakan lebih murah (Rp 300/kg) dari tepung terigu (Rp 800/kg). Keuntungan tepung ubi kayu dibanding dengan tepung gaplek adalah sebagai berikut: 1. Tepung ubi kayu mampunyai kadar HCN yang lebih rendah dari tepung gaplek. 2. Tepung ubi kayu lebih tahan terhadap serangan serangga kumbang selama penyimpanan. Keuntungan tepung ubi kayu dibandingkan dengan tapioka adalah sebagai berikut. 1. Proses pengolahan tepung ubi kayu lebih sederhana dari proses pengolahan tapioka 2. Jumlah kebutuhan air dalam proses pengolah tepung ubi kayu 1/3 – ¼ dari jumlah kebutuah air untuk produksi tapioka. 3. Jumlah limbah cair akibat proses produksi tepung ubi kayu 1/3 – ¼ dari jumlah limbah cair dalam produksi tapioka. 4. Tepung ubi kayu lebih tahan terhadap serangan serangga kumbang selama penyimpanan. Tepung ubi kayu dan tepung gaplek mempunyai kandungan lemak (0.3 – 0.9 %) dan protein (0.5 -10 %) yang sama yaitu sekitar 3 % dibandingkan dengan tapioka 0.6%. Standar mutu tepung gaplek menuru SII (Standar Industri Indonesia) dan standar tapioka menurut Departemen Perdagangan dimuat dalam Tabel 36 bersama hasil analisis contoh tepung ubi kayu yang diproduksi dalam skala laboratorium di Balai Besar Indusri Hasil Pertanian, Bogor. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 345 Pengolahan Tepung Ubi Kayu Tahapan pengolahan tepung ubi kayu diuraikan dalam Gambar 26 bersama-sama dengan bagan pengolahan tepung gaplek dan tapioka. Tabel 36. Standar mutu gaplek (SII) dan tapioka (Departemen Perdagangan) Persyaratan mutu Tepung Tapioka Tapung gaplek mutu ubi kayu I II III Kadar air, % max 15 17 17 17 7.5 Kadar pati, % min 68 88.8 Serat kasar, % max 3 1.8 Kotoran, % max 1 Serat dan kotoran, % 0.6 0.6 0.6 max Kadar abu, % max 2 0.6 0.6 0.6 1.2 Derajat asam, maks. 4 4 4 4 <4 Ml lindi 1N/100g Kadar maks HCN, Derajat putih, SO4 = 100 ppm BA - Kekentalan o Engler Kehalusan 50 ne gat if Mi n 94. 5 3-4 Sama dengan tapioka 95% lolos 65 Buku Ajar Teknologi Pasca Panen ne ne gat gat if if Mi 92. n 0 92. 0 2.5 2.5 -3 - - 9 - 346 Logam berbahaya mesh Tidak nyata - - - - F. Cara Mengukur Susut Panen Dan Susut Pasca Panen Susut Tercecer Panen Susut tercecer panen dapat ditentukan sebagai berikut: 1. Batasi petakan seluas 5m x 5m dengan patok dan tali plastik. Luas petakan ubi kayu berbeda dengan luas ubinan padi (2.5 m x 2.5m) mengingat perbedaan jarak tanam dan jumlah hasil tanaman perluasan lahan . 2. Panen ubi kayu dengan tangan seperti cara petani biasa 3. Pesahkan umbi dari batang dengan parang seperti cara biasa. Timbang berat umbi hasil panen 4. Setelah selesai, gali umbi yang tersembunyi di dalam tanah dengan bantuan garpu atau pengungkit. Timbang segai berat tercecer 1. 5. Pisahkan sisa bagian pangkal umbi yang masih melekat pada batang. Timbang segai berat tercecer 2. 6. Susut tercecer panen = berat (tercecer 1 +tercecer 2) x 100% Berat hasil penen + berat berat (tercecer 1 +tercecer 2) Susut tercecer pengupasan kulit ubi kayu 1. Ambil cuplikan 10kg ubi kayu secara acak dan merata dari tempukan yang ada. 2. Kupas kulitnya sepeti cara yang biasa dilakukan petani. Timbang berat umbi kupasan dan berat kulit Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 347 3. 4. 5. Ambil 1 kg kulit ubi kayu secara acak. Pisahkan bagian ubi yang melekat pada kulit. Timbang sebagai berat tercecer. Berat umbi = berat umbi kupasan + berat tercecer x berat kulit Susut tercecer pengupasan = Berat tercecer x berat kulit x 100% Berat umbi Susut tercecer perajangan mekanis 1. Ambil cuplikan contoh 500kg ubi kayu secara acak dan merata dari tumpukan yang ad sebelum diumpankan ke dalam mesin. 2. Umpankan ke dalam mesin perajang yang diletakkan di atas hamparan plastik 5m x 5m 3. Timbang hasil rajangan segai berat rajangan 4. Susut tercecer perajangan = Berat rajangan x 100% 500kg 5. Prosedur ini berlaku baik untuk gaplek berkulit maupun gaplek kupas kulit jumlah susut tercecer perajangan dengan tangan rendah sehingga dapat diabaikan. DAFTAR BACAAN Purwadaria, H.K. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen Ubi Kayu. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Winarno, F.G. & Aman, M. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Penerbit P.T. Sastra Hudaya, Jakarta. Winarno, F. G. 1993. Pangan, gizi, teknologi dan konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 348 BAB XV. TEKNOLOGI SEREALIA PENANGANAN PASCA PANEN Panen pada tanaman serealia dilakukan polong apabila polong sudah kelihatan tua, yang dapat dilihat dari warna polongnya, pada tanaman kedelai polong berwarna kuning kecoklatan. Cara melakukan pemanenan pada tanaman serealia umunya dilakukan secara manual. Perlakukan pasca panen yang umum dilakukan pada tanaman kacang-kacangan adalah perontokan, pembersihan, pengeringan, sortasi dan penyimpanan. Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan kelimabelas: Rencana Perkuliahan (100 menit) Langkah 1 30 menit Langkah 2 50 menit Langkah 3 20 menit Aktivitas Aktivitas 1: Pendahuluan Aktivitas 2: Materi Penjelasan tentang pasca panen serealia Aktivitas 3: Penutup Buku Ajar Teknologi Pasca Panen teknologi penanganan 349 SUPLEMEN BAB 15. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN PADA KEDELAI Pemanenan kedelai harus segera dilakukan apabila polong sudah kelihatan tua, dengan tanda-tanda: - Polong berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan secara merata - Polong kering dan retak-retak - Biji telah terisi penuh - Kulit licin dan keras Kedelai manis umumnya dipanen pada saat kulit polong masih hijau, tetapi polong sudah terisi penuh. Kedelai manis dikonsumsi sebagai polong rebus. Pemanenan kedelai yang lazim dilakukan ada 2 macam, yaitu: Pemanenan dengan cara dicabut Sebelum tanaman dicabut, keadaan tanah perlu diperhatikan terlebih dahulu. Pada tanah ringan dan berpasir, proses pencabutan akan lebih mudah. Cara pencabutan yang benar adalah dengan memegang batang pokok, tangan dalam posisi tepat di bawah ranting dan cabang yang berbuah, tanaman kedelai dicabut beserta akar-akarnya. Pencabutan harus dilakukan dengan hati-hati sebab kedelai yang sudah tua mudah sekali rontok bila tersentuh tangan. Cara ini hanya dianjurkan bila lahan pertanaman relatif gembur. Pemanenan dengan cara dipotong Alat yang bisa digunakan untuk memotong adalah sabit yang cukup tajam, sehingga tidak terlalu banyak menimbulkan goncangan. Di samping itu dengan alat pemotong yang tajam, pekerjaan bisa dilakukan dengan cepat dan jumlah buah yang rontok akibat goncangan bisa ditekan. Pemanenan dilakukan Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 350 dengan cara memotong pangkal batang dengan bantuan sabit. Cara ini dianggap lebih menguntungkan karena lebih menghemat waktu dan tenaga. Selain itu, bintil akar yang mengandung Rhizobium akan tetap tertinggal di dalam tanah sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah. Pada tanah yang keras, pemanenan dengan cara mencabut sukar dilakukan, maka pemanenan dengan cara memotong akan sangat menolong dan cepat. Brangkasan kedelai yang baruu saja dipanen sebaiknya langsung dijemur dibawah sinar matahari. Penjemuran disini adalah pengeringan pendahuluan, karena polong masih bersama batang dan daun-daunnya, selain itu tingkat pengeringan sekedar untuk mengeringkan kadar air dari 20-25% hingga mencapai 13-18%,dengan demikian perlakukan perontokkan akan lebih mudah. Penjemuran sebaiknya dilakukan diatas tikar, lembar anyaman bambu, agar memudahkan pengambilan dan menghindari tercecernya biji. Penjemuran biasanya berlangsung 2-3 hari. Perontokan Perontokan biasanya dilakukan sekaligus dengan pemisahan biji dari kulit polong dan batangnya. Perontokan dapat dilakukan dengan cara tradisional yaitu dengan memukulmukul brangkasan yang telah kering dengan alat dari kayu atau bambu hingga biji terlepas dari polongnya. Selanjutnya, biji dipisahkan dari patahan-patahan ranting, pecahan polong dan kotoran lainnya dengan cara manual yaitu tampi dengan menggunakan nyiru. Cara demikian pada benih kedelai dapat dikatakan kurang baik, karena dapat rusak akibat pemukulan, juga kurang efisien, sebab banyak memakan waktu, dan tenaga. Untuk mengatasi hal tersebut dapat digunakan mesin perontok yang lebih cepat dan hasilnya lebih baik, tapi harus Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 351 memperhatikan kecepatan putaran silinder, karena bila terlalu cepat atau terlalu lambat dapat merugikan. Hasil perontokan yang masih kotor dapat dimasukkan ke dalam winover, sehingga kan diperoleh hasil bersih. Setelah biji bersih akan dijemur kembali untuk penyimpanan. Pengeringan Tujuan dari pengeringan adalah untuk menurunkan kadar air bahan dari 13-18% menjadi sekitar 12-13%. Maksud penurunan kadar air dibawah standar agar dalam penyimpanan tidak terjadi perubahan karena faktor luar, peningkatan kadar air paling tidak mencapa 14% (sama dengan standar). Pengeringan dapat dilakukan dengan bantuan sinar matahari atau secara mekanis dengan alat berupa mesin pengering. Pengeringan secara alami dilakukan diatas lantai bersemen atau pada tempat lain dengan terlebih dahulu diberi alas tikar, lembar anyaman bambu dan plastik tebal. Biji kedelai dihamparkan dengan ketebalan 2-3 cm, melakukan pembalikan secara teratur agar tidak terjadi pengerasan di sekitar kulit biji yang dapat berlangsung 2-3 hari. Pengeringan secara mekanis dapat menggunakan Sack Dryer. Bahan-bahan dimasukkan dalam karung selanjutnya diatur secara tersusun di dalam ruang pengering. Melakukan pengarturan temperature udara sampai 43 ºC dengan kecepatan aliran yang disesuaikan dngan banyaknya bahan yang dikeringkan. Dengan menggunakan alat pengering mekanis ini pengeringan akan berlangsung sekitar 6-8 jam, tetapi hal ini akan sangat tergantung kepada kadar air yang terkandung dalam bahan sebelum pengeringan dan kecepatan aliran udara pengeringnya. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 352 Pengeringan benih ditujukan untuk menurunkan kadar air benih sehingga viabilitas benih dapat dipertahankan selama penyimpanan. Selama pengeringan, kadar air benih hendaknya selalu diukur dan diamati agar tidak melampauibatas kadar air benih yang diinginkan. Suhu serta kecepatan pengeringan pun dikontrol agar kualitas benih tetap terjaga.Pengukuran kadar air benih bisa dilakukan dengan menggunakan alat seed moisture tester. Apabila beratnya telah konstan maka benih tersebut sudah mencapai kadar air keseimbangan, yaitu 10-11% dan selanjutnya pengeringan dapat dihentikan. Biji kedelai dibersihkan dengan cara ditampi. Sortasi pada kedelai dilakukan dengan menyisihkan biji kedelai dari: - Kotoran - Biji yang tidak sehat - Biji yang rusak Penyimpanan Untuk mendapatkan benih murni yang sehat dan seragam, perlu dibersihkan dan dipilah. Pembersihan benih dengan alat air screen cleaner dapat menyeragamkanukuran. Untuk menyeragamkan ukuran (yakni bulat) dapat digunakan alat spiral separator. Sedangkan untuk memilah benih berdasarkan berat jenisnyadapat digunakan alat specific gravity separator. Kedelai yang disimpan biasanya berupa biji bukan polong. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam masalah penyimpanan ialah bahwa biji yang disimpan harus kering dan bersih, penyimpanan dilakukan dengan cara yang benar dan tempat penyimpanan tidak lembab. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 353 Penyimpanan biji untuk konsumsi Biji yang akan disimpan sebagai bahan konsumsi harus diseleksi dan dijemur benar-benar hingga kering, dengan persentase kadar air yang sesuai yaitu 12-13%. Apabila persentase kadar airnyamasih terlalu tinggi biji kedelai dalam penyimpanan itu mudah terserang cendawan dan membusuk. Biji kedelai yang sudah kering dimasukkan dalam karung untuk disimpan dalam gudang yang kering dan tidak lembab. Apabila penyimpanan itu dimaksudkan untuk jangka lama, dapat dimasukkan dalam silo. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penyimpanan itu adalah kelembaban, suhu dan latar belakang biji itu sendiri. Kelembaban gudang merupakan faktor yang paling penting, sirkulasi udara harus baik agar biji kedelai tetap kering. Penyimpanan biji untuk benih Biji yang akan dijadikan benih harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut: - Biji dalam keadaan kering sempurna, memenuhi standar yakni berkadar air 10 – 11%. - Biji harus sehat, tidak keriput dan tidak tergores atau luka - Besar kecilnya biji sesuai varietas Setelah biji yang akan digunakan sebagai benih diseleksi kemudian dimasukkan ke dalam penyimpanan seperti kaleng bekas minyak, drum, kantong plastik, karung goni dan sebaiknya. Tempat penyimpanan juga harus dipersiapkan terlebih dahulu, harus bersih, harus kering, kedap air dan tidak langsung dilettakan di atas lantai, melainkan diatas alas kayu. Untuk mengurangi kelembaban bijiyang disimpan di dalam kaleng bisa ditaruh di rak, sehingga sirkulasi udara lancar. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 354 Tempat penyimpanan yang baik memiliki beberapa keuntungan. Misalnya kantung plastik tebal yang ditutup rapatrapat untuk mempertahankan daya tumbuh kedelai yang baik, bahkan samai 8 bulan, asalkan benih bebar-benar kering. Sebaliknya bila benih kedelai tidak dirawat dengan baik dalam waktu 3-4 bulan, daya tumbuhnya telah menurun terutama bagi varietas-varietas yang berbiji besar. Selain keadaan biji dan tempat penyimpanan, faktor lain yang perlu diperhatikan dalam hal penyimpanan benih ialah keadaan gudang tempat penyimpanan. Gudang harus selalu bersih, bebas hama. Oleh karena itu, gudang yang digunakan sebelumnya harus disemprot dengan insektisida seperti: Phostoxin (Ceplosdelcia) atau jenis lainnya sebagai fumigan. Ruang penyimpanan dapat dilengkapi dengan pendingin udara dan pengatur kelembaban. Dalam ruang bersuhu 18 ºC dan kelembaban 65%, benih kedelai yang berkadar air 11% mampu disimpan 6-9 bulan. Sementara jika disimpan tanpa penambahan pendingin dan pengatur kelembaban benih kedelai hanya dapat disimpan selama 3 bulan saja. Teknik penyimpanan lain adalah dengan menggunakan garam. Benih kedelai dimasukkan kedalam kaleng atau ember. Ditengah-tengahnya diberi garam sebanyak 1/10 bagian benih yang disimpan. Garam ini dibungkus kain kasa bersih dan diberi alas wadah plastik supaya garam yang terlarut tidak merembes ke dalam kedelai. Bungkusan garam ini disusun dalam posisi tegak di tengah-tengah kedelai yang akan disimpan. Lalu kaleng atau ember ditutup. Penyimpanan dengan garam ini dapat mempertahankan mutu benih selama 46 bulan. Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 355 DAFTAR PUSTAKA Baran, W dan Sri, W. 2002. Pascapanen kacang-kacangan. Pelatihan pertanian Di Dinas Tanaman Pangan Jawa Barat, Bandung. Budi, S. 1998. Pascapanen Kacang Hijau. Bandung. PT. Angkasa. Direktorat Perbenihan. 2002. Pasca Panen Tanaman Palawija. Jakarta. Lisdiana, F. 2000. Bercocok tanam dan Pasca Panen Kacangkacangan. PT. Indica. Jakarta Buku Ajar Teknologi Pasca Panen 356