- RP2U Unsyiah - Universitas Syiah Kuala

advertisement
PRAKATA
Buku Ajar ini diperuntukkan bagi mahasiswa program
S1 Agroteknologi di Fakultas Pertanian Universitas Syiah
Kuala. Mengingat sampai saat ini belum ada Modul dalam
mata kuliah Teknologi Pasca Panen, maka penulis mencoba
untuk menyusun buku tersebut, sehingga mempermudah
mahasiswa dalam menerima materi kuliah. Teknologi Pasca
Panen merupakan mata kuliah wajib di Semester VII pada
Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala dengan Kode mata
kuliah AGT 204 dan beban kredit 3 SKS.
Hasil-hasil pertanian merupakan benda hidup dimana
proses metabolisme terus berlangsung dan selalu
mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang akhirnya
akan menyebabkan hasil pertanian menjadi rusak. Pengetahuan
dan ilmu yang ada hubungannya dengan perubahan-perubahan
tersebut harus dikuasai agar penanganan terhadap hasil
pertanian dapat dilakukan dengan baik, sehingga terjadinya
kerusakan dan kebusukan pada bahan pangan dapat dihambat
atau dikurangi semaksimal mungkin.
Secara kualitatif bahwa hasil-hasil pertanian setelah
dipanen mengalami kerusakan yang diperkirakan sekitar 2040%. Kerusakan tersebut pada umumnya disebabkan karena
tidak tepatnya waktu panen yang dilakukan sehingga hasil
panen sudah terlalu matang dan kerusakan yang disebabkan
oleh perlakuan-perlakuan mekanis, fisis dan biologis yang
sesungguhnya dapat ditekan apabila ilmu pasca panen dikuasai.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih
yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga
penyusunan buku ajar ini dapat terselesaikan. Terimakasih juga
disampaikan kepada Program Studi Agroteknologi yang
mendanai Buku Ajar ini melalui DIPA UNIVERSITAS SYIAH
KUALA TAHUN ANGGARAN 2015
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
ii
Penulis selalu mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun karena kesempurnaan hanyalah milik
Allah SWT. Semoga modul ini bermanfaat. Amiin.
Banda Aceh, Oktober 2015
Penulis
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
iii
BUKU AJAR
TEKNOLOGI PASCA
PANEN
TUJUAN PEMBELAJARAN KOMPETENSI TEKNOLOGI
PASCA PANEN :
Mahasiswa akan dapat memahami, menjelaskan prinsip-prinsip
yang mendasari teknologi penanganan pasca panen dan dapat
merumuskan teknik-teknik penanganan pasca panen baik untuk
konsumsi, pemasaran baik dalam bentuk segar, semi ataupun
dalam bentuk olahan.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
iv
DAFTAR ISI
PRAKATA …………………………………………………………..
ii
BUKU AJAR TEKNOLOGI PASCA PANEN ……………………
iv
TUJUAN PEMBELAJARAN KOMPETENSI TEKNOLOGI
v
PASCA PANEN …………………………………………………….
DAFTAR ISI ……………………………………………………….
v
PENDAHULUAN …………………………………………………..
viii
RENCANA PEMBELAJARAN SATU SEMESTER UNTUK
ix
KOMPETENSI: TEKNOLOGI PASCA PANEN ………………..
BAGIAN 1: KOMPETENSI KARAKTER ………………………
1
METODE PEMBELAJARAN KOMPETENSI KARAKTER …..
2
KRITERIA PENILAIAN KOMPETENSI KARAKTER ………..
3
BAB I. PENANGANAN PASCA PANEN ………………………….
4
Suplemen
7
Bab
1.
PERLUNYA
PENANGANAN
DAN
PENGELOLAAN PASCA PANEN
1.1.
Karakteistik Alami Produk Segar Buah dan Sayuran …
7
1.2.
Penyebab Masalah Kehilangan Pasca Panen …………
9
1.3.
Pertimbangan-Pertimbangan Penting dalam Penanganan Pasca
10
Panen Produh Buah Sayur
1.4.
Perlakukan-perlakuan Pasca Panen …………………….
18
BAB II. PANEN DAN PASAR ……………………………………..
25
Suplemen Bab 2. PANEN DAN PERSIAPAN UNTUK PASAR ….
27
2.1.
Panen dan Persiapan untuk Pasar ……………………...
27
2.2.
Keringkihan Relatif dan Masa Simpan Produk Segar …
31
2.3.
Teknik Pemanenan (cara, alat dan wadah pemanenan)
41
BAB III. FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FERMENTASI……
60
Suplemen Bab 3. FISIOLOGI PASCA PANEN …………………..
61
3.1.
Metabolisme dalam bahan ………………………….
62
3.2.
Kelayuan………………………………………………
66
BAB IV. PROSES KLIMAKTERIK DAN NON KLIMAKTERIK…
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
73
v
Suplemen Bab 4. KLIMAKTERIK DAN NON KLIMAKTERIK …
75
4.1.
Pengertian Klimakterik dan Non Klimakterik ……….
75
4.2.
Hubungan Respirasi dengan Klimakterik, Non klimakterik
79
4.3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respirasi
82
4.4.
Pola Respirasi dalam Buah-buahan dan Sayuran di Panen
84
4.5.
Etilen
87
BAB V. PROSES PERUBAHAN BIOKIMIA BUAH-BUAHAN
91
DAN SAYUR-SAYURAN
Suplemen Bab 5. PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN KIMIA PADA
93
PEMATANGAN
5.1.
Perubahan Warna
93
5.2.
Perubahan Karbohidrat
94
5.3.
Perubahan Asam-asam Organik
100
5.4.
Produksi Flavor (Cita Rasa)
101
5.5.
Perubahan Lipida
102
5.6.
Sintesa Protein
102
5.7.
Perubahan Tekstur
103
BAB
VI, VII.
106
CARA PENYIMPANAN HASIL-HASIL
TANAMAN SETELAH PANEN
Suplemen Bab 6, 7. PENYIMPANAN HASIL-HASIL TANAMAN
108
6.1.
Penyimpanan Segar Buah dan Sayuran
108
6.2.
Penyimpanan Bebijian dan Produk Olahannya
121
BAB VIII. MIKROBIOLOGI PENYIMPANAN
Suplemen
Bab
8.
ASPEK
MIKROBIOLOGI
162
DALAM
164
PENYIMPANAN
8.1.
Morfologi dan Taksonomi Bakteri, Kapang dan Kamir
164
8.2.
Kerusakan Berbagai Komoditas Pertanian
179
BAB IX. HAMA GUDANG
186
Suplemen Bab 9. PENGENDALIAN SERANGGA PASCA PANEN
188
9.1.
Taksonomi dan Siklus Hidup Serangga
188
9.2.
Biologi Serangga Hama dan Arti Pentingnya Secara Ekonomis
191
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
vi
9.3.
Ekologi Serangga Hama Gudang
205
9.4.
Teknik Pencegahan dan Pemberantasan
215
BAB X. TRANSPORTASI HASIL PERTANIAN
223
Suplemen Bab 10.
PENGANGKUTAN/TRANSPORTASI HASIL
225
Teknik Pengangkutan dan Cara Penumpukan dalam selama
225
PERTANIAN
10.1.
Transportasi
BAB XI. KUALITAS UNTUK OLAHAN
244
Suplemen Bab 11.
246
MUTU HASIL TANAMAN UNTUK
PENGOLAHAN
11.1.
Peralatan dan Proses Pengolahan
BAB XII. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN PADA
246
269
BUAH
Suplemen Bab 12. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN
271
PADA TOMAT
BAB XIII.
TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN
315
SAYURAN
Suplemen Bab 13. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN
317
BAWANG DAUN
BAB XIV. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN UMBI-
329
UMBIAN
Suplemen Bab 14. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN
330
UBI KAYU
BAB XV.
TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN
349
SEREALIA
Suplemen Bab 15. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN
350
KEDELAI
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
vii
PENDAHULUAN
Produk hortikultura seperti buah-buahan dan sayur-sayuran
merupakan produk hortikultura yang sangat diperlukan oleh
tubuh manusia sebagai sumber vitamin dan mineral. Buahbuahan dan sayuran biasanya dimanfaatkan oleh manusia dalam
keadaan masih segar. Produk hortikultura ini ketika pasca
panen sangat mudah mengalami kemunduran kualitas yang
dicirikan oleh terjadinya proses pelayuan dan kerusakan yang
cepat.
Produk pasca panen hortikultura merupakan merupakan
struktur yang masih hidup walaupun telah terpisah dari
tanaman induknya, dimana sebelum dipanen dan pada saat
pasca panen produk pasca panen tersebut masih melakukan
reaksi-reaksi metabolism dan masih mempertahankan system
fisiologis sebagaimana saat masih melekat pada tanaman
induknya.
Reaksi-reaksi metabolisme ini akan memicu
kerusakan produk hortikultura dengan cepat. Kerusakan pasca
panen buah-buhan dan sayuran relative masih tinggi dimana
menurut Kader (1985), kerusakan pasca panen buah-buahan
dan sayuran bisa mencapai 5-25% pada Negara-negara maju
dan 20-50% pada negara-negara berkembang.
Penanganan pasca panen hasil hortikultura bertujuan untuk
mempertahankan kondisi segarnya dan mencegah perubahanperubahan yang tidak dikehendaki selama penyimpanan seperti
pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, buah keriput, umbi
berwarna hijau (greening) dan terlalu matang. Penyimpanan
pada suhu dingin akan menekan enzim respirasi agar
aktivitanya serendah mungkin sehingga laju respirasinya kecil
serta dapat menurunkan sensivitasnya terhadap gas etilen dan
mengurangi kehilangan air sehingga produk terjaga
kesegarannya.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
viii
Rencana Pembelajaran Satu Semester Untuk Kompetensi:
Teknologi Pasca Panen
Mg
Ke
Entry
Level
I
dan
II
Modul I
Kompetensi
Mahasiswa
mampu
memahami
dan
menjelaskan faktor-faktor
biologi dan lingkungan yang
mempengaruhi kerusakan
pasca panen.
Sub Pokok
Bahasan
Pokok Bahasan
1
Perlunya
penanganan
pasca
panen
sayur-sayuran
dan
buahbuahan
2
3
Mg
Ke
Entry
Level
III
dan
IV
Modul
III/ IV
Kompetensi
Perlunya
penenganan
dan
pengelolaan pasca
panen
Faktor-faktor biologi
yang mempengaruhi
kerusakan
pasca
panen
Faktor-faktor
lingkungan
yang
mempengaruhi
kerusakan
pasca
panen
Sub Pokok
Bahasan
Pokok Bahasan
1
Mahasiswa akan dapat
menjelaskan prinsip-prinsip
yang mendasari teknologi
penanganan pasca panen
Fisiologi pasca
panen dan
pemanenan
Indeks panen dan
keterbatasannya
2
Cara panen
3
4
5
6
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
Pengukuran Proses
Respirasi
Persamaan
Respirasi (respiratory
quotient)
Klimakterik dan non
klimakterik
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
respirasi
Metode/Kegiat
an
Pembelajaran
Indikator
Keberhasil
an
1. Ceramah/
Presentasi
(*3)
2. Self-Direct
Learning (*4)
3.
Pembentukan
kelompok
tugas. Kepada
masing-masing
kelompok
diberikan tugas
untuk mereview
masing-masing
pokok-pokok
bahasan dan
dipresentasikan
pada kegiatan
"Refleksi pada
awal kuliah ke
empat
1. Paham
RPKPS
2. Tingkat
responsif
3.
Kelengkap
an dan
Metode/Kegiat
an
Pembelajaran
Indikator
Keberhasil
an
Penilaian
Proses dan
Kinerja
1. Ceramah/
Presentasi
(*3)
2. Self-Direct
Learning (*4)
3.
Pembentukan
kelompok
tugas. Kepada
masing-masing
kelompok
diberikan tugas
untuk mereview
masing-masing
pokok-pokok
bahasan dan
dipresentasikan
1.
Mengetahui
isi materi
M-II
2. Tingkat
responsif
3.
Kelengkap
an dan
Proses:
1. Keaktivan
(*8)
2.
Pengamatan
(*9)
3. EPBM
Kinerja:
1. Hasil
diskusi dan
tanya jawab
ix
Kebenaran
Penjelasan
4. Hasil
diskusi
kelompok
melalui
tugas
refleksi
pada
pertemuan
ke 4 atau
quis 1.
Kebenaran
penjelasan
4. Hasil
diskusi
kelompok
melalui
tugas
Penilaian
Proses dan
Kinerja
Proses:
1. Keaktivan
(*8)
2.
Pengamatan
(*9)
3. EPBM
Kinerja:
1. Hasil
diskusi dan
tanya jawab.
7
Laju respirasi
8
pada kegiatan
"Refleksi pada
awal kuliah ke
empat
refleksi
pada
pertemuan
ke 4 atau
quis 1.
Metode/Kegiat
an
Pembelajaran
Indikator
Keberhasil
an
Penilaian
Proses dan
Kinerja
1. Ceramah/
Presentasi
(*3)
2. Self-Direct
Learning (*4)
3.
Pembentukan
kelompok
tugas. Kepada
masing-masing
kelompok
diberikan tugas
untuk mereview
masing-masing
pokok-pokok
bahasan dan
dipresentasikan
pada kegiatan
"Refleksi pada
awal kuliah ke
empat
1.
Memahami
materi
kuliah
2.
Kelancaran
Proses:
1. Keaktivan
(*8)
2.
Pengamatan
(*9)
3. EPBM
Kinerja:
1. Hasil
diskusi dan
tanya jawab
Metode/Kegiat
an
Pembelajaran
Indikator
Keberhasil
an
Penilaian
Proses dan
Kinerja
1. Ceramah/
Presentasi
(*3)
2. Self-Direct
Learning (*4)
3. Refleksi
kuliah 1, 2 dan
3 oleh masingmasing
kelompok
tugas.
4. Pemberian
tugas baru
yang akan
1.
Mengetahui
isi
materi
M-III
2. Tingkat
responsif
3.
Kelengkap
an dan
Proses:
1. Keaktivan
2.
Pengamatan
3. EPBM
Senescence
Mg
Ke
Entry
Level
V
Modul
V
Kompetensi
Sub Pokok
Bahasan
Pokok Bahasan
Perubahan fisik,
kimiawi
dan
organoleptik
selama
pematangan
1
Perubahan fisik dan
organoleptik
terhadap
warna,
tekstur, bau dan rasa
2
Mahasiswa akan dapat
menjelaskan prinsip-prinsip
yang mendasari teknologi
penanganan pasca panen
dapat merumuskan teknikteknik penanganan pasca
panen
baik
untuk
pemasaran dalam bentuk
segar
atau
untuk
pengolahan.
Mg
Ke
Entry
Level
VI/VI
I
Modul
VI DAN
VIII
Kompetensi
Perubahan kimiawi :
perubahan warna,
karbohidrat, asamasam
organik,
produksi
flavor,
lipida, sintesa protein
Persamaan
Respirasi (respiratory
quotient)
Sub Pokok
Bahasan
Pokok Bahasan
1
Mahasiswa
dapat
merumuskan pemasaran
dan penyimpanan hasil
tanaman segar: dari sejak
persiapannya, pengemasan
dan
penyimpanannya
sebelum dan sesudah
pemasaran
Penyimpanan
hasil-hasil
tanaman
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
Persiapan
untuk
pemasaran
hasil
tanaman: pemasaran
setempat
dan
pemasaran
jarak
jauh, perlakuan pra
pengiriman
x
Komunikasi
3.
Kerjasama
4. Analisis
dan
Kesimpulan
Kebenaran
Penjelasan
2
Pengemasan
dan
pengepakan
hasil
tanaman: persiapan
pengemasan, dasardasar pengemasan
3
disajikan atau
direfleksikan
pada kuliah ke
tujuh oleh
kelompok
tugas.
1. Pembagian
tugas kelompok
1.
Memahami
materi
kuliah
2.
Kelancaran
3.
Komunikasi
4.
Kerjasama
5. Mampu
mengamalk
an
melaksana
kan dan
menganalis
is.
Proses:
1. Keaktivan
(*8)
2.
Pengamatan
(*9)
3. EPBM
Kinerja:
1. Hasil
diskusi dan
tanya jawab
Metode/Kegiat
an
Pembelajaran
Indikator
Keberhasil
an
Penilaian
Proses dan
Kinerja
1. Ceramah/
Presentasi
(*3)
2. Self-Direct
Learning (*4)
3. Pemberian
tugas baru
yang akan
disajikan atau
direfleksikan
pada kuliah ke
tujuh oleh
kelompok
tugas.
1. Memberikan
petunjuk
(ceramah)
2. Pemutaran
virtual
laboratorium
3.
Pembentukan
kelompok
praktikum
(ekskursi)
1.
Mengetahui
isi
materi
kuliah
2. Tingkat
responsif
3.
Kelengkap
an dan
Proses:
1. Keaktivan
2.
Pengamatan
3. EPBM
Penyimpanan hasil
tanaman: azas-azas
penyimpanan, jenis/
operasi
penyimpanan
termasuk
penyimpanan dingin
dan
penyimpanan
modifikasi atmosfir,
atmosfir terkontrol
dan
penyimpanan
hipobarik
Mg
Ke
Entry
Level
VIII
DAN
IX
Modul
VIII/IX
Kompetensi
Mahasiswa
mampu
memahami
dan
menjelaskan
cara
mengendalikan
penyakit
dan serangga pada hasil
tanaman pasca panen
Sub Pokok
Bahasan
Pokok Bahasan
1
Patologi
panen
Pengendalian
penyakit pasca
panen
pasca
2
Pengendalian
serangga pasca
panen
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
xi
kebenaran
penjelasan
1.
Memahami
materi
praktikum
2.
Kelancaran
3.
Komunikasi
4.
Kerjasama
5. Mampu
Proses:
1. Keaktivan
(*8)
2.
Pengamatan
(*9)
3. EPBM
Kinerja:
1. Hasil
diskusi dan
tanya jawab
Mg
Ke
Entry
Level
X
Modul
X
Kompetensi
Sub Pokok
Bahasan
Pokok Bahasan
1
Mahasiswa dapat
menjelaskan asas-asas
transportasi/ pengangkutan,
perlengkapan/peralatan
pada alat/kendaraan
pengangkut dan operasi
pengangkutan komersial
Pengangkutan/
transportasi hasil
tanaman
Asas-asas
pengangkutan
2
Peralatan pada
kendaraan
pengangkut
3
4.
Melaksanakan
kegiatan.
mengamalk
an
melaksana
kan dan
menganalis
is.
Metode/Kegiat
an
Pembelajaran
Indikator
Keberhasil
an
Penilaian
Proses dan
Kinerja
1. Ceramah/
Presentasi
(*3)
2. Self-Direct
Learning (*4)
3. Pemberian
tugas baru
yang akan
disajikan atau
direfleksikan
pada kuliah ke
tujuh oleh
kelompok
tugas.
1.
Mengetahui
isi
materi
kuliah
2. Tingkat
responsif
3.
Kelengkap
an dan
Proses:
1. Keaktivan
2.
Pengamatan
3. EPBM
1. Memberikan
petunjuk
(ceramah)
2. Pemutaran
virtual
laboratorium
3.
Pembentukan
kelompok
praktikum
(ekskursi)
4.
Melaksanakan
kegiatan.
1.
Memahami
materi
kuliah
2.
Kelancaran
3.
Komunikasi
4.
Kerjasama
5. Mampu
mengamalk
an
melaksana
kan dan
menganalis
is.
Proses:
1. Keaktivan
(*8)
2.
Pengamatan
(*9)
3. EPBM
Kinerja:
1. Hasil
diskusi dan
tanya jawab
Metode/Kegiat
an
Pembelajaran
Indikator
Keberhasil
an
Penilaian
Proses dan
Kinerja
Operasi
pengangkutan
komersial
Mg
Ke
Entry
Level
Kompetensi
Pokok Bahasan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
Sub Pokok
Bahasan
xii
Kebenaran
Penjelasan
XI
Modul
XI
1
Mutu hasil
tanaman untuk
pengolahan
Mutu hasil tanaman
dari segi fisik dan
organoleptik
2
Mutu hasil tanaman
dari segi kimia
Mahasiswa mampu dan
memahami serta
menjelaskan prinsip-prinsip
yang mendasari teknologi
penanganan pasca panen
dapat merumuskan teknikteknik penanganan pasca
panen baik untuk
pemasaran dalam bentuk
segar atau untuk
pengolahan.
Mg
Ke
Entry
Level
XII/X
III
Modul
XII/XIII
Kompetensi
3
Mutu masing-masing
komoditi
untuk
pengolahan
Sub Pokok
Bahasan
Pokok Bahasan
1
Teknik
pasca
panen
hasil
sayur-sayuran
dan
buahbuahan
Teknologi
penanganan pasca
panen buah-buahan
Mahasiswa
mampu
menjelaskan prinsip-prinsip
yang mendasari teknologi
penanganan pasca panen
dapat merumuskan teknikteknik penanganan pasca
panen yur-sayuran dan
buah-buahan
(hasil
hortikultura).
2
Mg
Ke
Entry
Level
Kompetensi
Pokok Bahasan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
1. Ceramah/
Presentasi
(*3)
2. Self-Direct
Learning (*4)
3. Refleksi
kuliah 4, 5 dan
6 oleh masingmasing
kelompok
tugas.
4. Pemberian
tugas baru
yang akan
disajikan atau
direfleksikan
pada kuliah ke
sepuluh oleh
kelompok
tugas.
1.
Mengetahui
isi
materi
M-III
2. Tingkat
responsif
3.
Kelengkap
an dan
Proses:
1. Keaktivan
2.
Pengamatan
3. EPBM
Metode/Kegiat
an
Pembelajaran
Indikator
Keberhasil
an
Penilaian
Proses dan
Kinerja
1. Memberikan
petunjuk
(ceramah)
2. Pemutaran
virtual
laboratorium
3.
Pembentukan
kelompok
praktikum
(ekskursi)
4.
Melaksanakan
kegiatan.
1.
Memahami
materi
kuliah
2.
Kelancaran
3.
Komunikasi
4.
Kerjasama
5. Mampu
mengamalk
an
melaksana
kan dan
menganalis
is.
Proses:
1. Keaktivan
(*8)
2.
Pengamatan
(*9)
3. EPBM
Kinerja:
1. Hasil
diskusi dan
tanya jawab
Metode/Kegiat
an
Pembelajaran
Indikator
Keberhasil
an
Penilaian
Proses dan
Kinerja
Kebenaran
Penjelasan
Teknologi
penanganan pasca
panen sayur-sayuran
Sub Pokok
Bahasan
xiii
XIV/
XV/
XVI
Modul
XIV/XV/
XVI
Mahasiswa
dapat
merumuskan
teknologi
penanganan pasca panen
produk hortikultura, umbiumbian, dan serealia
Teknik pasca
panen hasil
bunga-bungaan,
umbi-umbian
dan serealia
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
1
Teknologi
penenganan pasca
panen bungabungaan
2
Teknologi
penenganan pasca
panenumbi-umbian
3
Teknologi
penanganan pasca
panen serealia
1. Memberikan
petunjuk
(ceramah)
2. Pemutaran
virtual
laboratorium
3.
Pembentukan
kelompok
praktikum
(ekskursi)
4.
Melaksanakan
kegiatan.
xiv
1.
Memahami
materi
kuliah
2.
Kelancaran
3.
Komunikasi
4.
Kerjasama
5. Mampu
mengamalk
an
melaksana
kan dan
menganalis
is.
Proses:
1. Keaktivan
(*8)
2.
Pengamatan
(*9)
3. EPBM
Kinerja:
1. Hasil
diskusi dan
tanya jawab
Pertemuan-pertemuan tersebut menggunakan pendekatan
bentuk pembelajaran yang didasarkan kepada student center
learning. Bentuk pembelajaran yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Small
Group
Discussion
2. Simulasi
3. Discovery
Learning
4. SelfDirected
Learning
 Membentuk
 Membuat
kelompok (5-10)
rancangan bahan
diskusi
dan
 Memilih
bahan
aturan
diskusi
diskusi
 Menjadi
 Mempresentasikan
moderator dan
paper
dan
sekaligus
mendiskusikan
di
mengulas pada
kelas
setiap
akhir
session diskusi
mahasiswa
 Mempelajari
dan  Merancang
menjalankan suatu
situasi/kegiatan
peran
yang
yang
mirip
ditugaskan
dengan
yang
kepadanya
sesungguhnya
 Atau
 Membahas
mempraktekkan/men
kinerja
coba berbagai model
mahasiswa
yang telah disiapkan
 Mencari,
 Menyediakan
mengumpulkan dan
data,
atau
menyusun datayang
metode
untuk
ada
untuk
menelusuri
mendeskripsikan
pengetahuan
suatu pengetahuan
yang
harus
dipelajari
oleh
mahasiswa
 Merencanakan
 Sebagai
kegiatan
belajar,
fasilitator,
melaksanakan
dan
member arahan,
menilai pengalaman
bimbingan dan
belajarnya sendiri
konfirmasi
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
xv
5. Cooperativ
e Learning
 Membahas
dan 
menyimpulkan
masalah/tugas yang
diberikan
dosen
secara berkelompok

6.
Collaborati
ve
Learning
7. Contextual
Instruction
terhadap
kemajuan belajar
yang
telah
dilakukan
individu
mahasiswa
Merancang dan
dimonitor proses
belajar dan hasil
belajar kelompok
mahasiswa atau
bentuk tugas
Menyiapkan
suatu
masalah/kasus
atau bentuk tugas
untuk
diselesaikan oleh
mahasiswa
secara
berkelompok
Merancang tugas
yang
bersifat
open ended
Sebagai
fasilitator
dan
motivator
 Bekerja sama dengan 
anggota
kelompoknya dalam
mengerjakan tugas

 Membuat Rancangan
proses dan bentuk
penilaian
berdasarkan
consensus
kelompoknya sendiri.
 Membahas konsep  Menjelaskan
(teori)
kaitannya
bahan
kajian
dengan situasi nyata
yang
bersifat
teori
dan
 Melakukan
studi
menkaitkannya
lapang/terjun
di
dengan
situasi
dunia nyata untuk
nyata
dalam
mempelajari
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
xvi
kesesuaian teori

8. Project
Based
Learning
 Mengerjakan tugas 
(berupa proyek) ang
telah
dirancang
secara sistematis
 Menujukkan kinerja
dan
mempertanggung
jawabkan
hasil
kerjanya di forum.

9. Problem
Based
Learning
 Belajar
dengan 
menggali/mencari
informasi (inquiry)
serta memanfaatkan
informasi
tersebut 
untuk memecahkan
masalah faktual/yang
dirancang
oleh
dosen.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
kehidupan
sehari-hari, atau
kerja
professional
Menusun tugas
untuk
studi
mahasiswa terjun
ke lapangan
Merancang suatu
tugas (proyek)
yang sistematik
agar mahasiswa
belajar
pengetahuan dan
ketrampilan
melalui proses
pencarian/pengg
alian (inquiry),
yang terstruktur
dan kompleks
Merumuskan dan
melakukan
proses
pembimbingan
dan assessment.
Merancang tugas
untuk mencapai
kompetensi
tertentu
Membuat
petunjuk
(metode) untuk
mahasiswa
dalam mencari
pemecahan
masalah
yang
dipilih
oleh
mahasiswa
xvii
sendiri atau yang
ditetapkan.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
xviii
BAGIAN
1.
KOMPETENSI
PANEN
TEKNOLOGI
PASCA
Pada bagian pertama dari Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
adalah kompetensi. Kompetisi karakter ini disusun dengan
pendekatan rumusan kompetisi sebagai berikut:
BIDANG
KEMAMPUAN
DESKRIPSI
TINGKAT
KEMAMPUAN
KOGNITIF
Memahami
PSIKOMORIK
Spontan
Otomatis
Menjadi
Hidup
AFEKTIF
DESKRIPSI
TINGKAT
KELUASAN DAN
KERUMITAN
MATERI
Pentingnya
Karakter
dalam
Penanganan Pasca
Panen
dan Bersikap
Sopan
dan Arif
Pola Kesehariannya
RUMUSAN: Mampu menjelaskan prinsip-prinsip yang
mendasari teknologi pasca panen dan dapat merumuskan
teknik-teknik penanganan pasca panen hortikultura baik
untuk pemasaran dalam bentuk segar, intermediate
maupun dalam bentuk olahan-olahan.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
1
PEMBELAJARAN KOMPETENSI
Kompetensi tersebut dijabarkan dalam metode pembelajaran
sebagai berikut:
Kompetensi
SGD
Mahasiswa
mampu
memahami
dan
menjelaskan
faktor
biologi dan lingkungan
yang
mempengaruhi
kerusakan pasca panen
Mahasiswa akan dapat
menjelaskan
prinsip
yang
mendasari
teknologi penanganan
pasca panen
Mahasiswa
mampu
merumuskan
teknikteknik
penanganan
pasca
panen
untuk
pemasaran dan hasil
olahannya
Mahasiswa
dapat
merumuskan
sistem
penyimpanan
hasil
tanaman segar dari sejak
persiapannya,
pengemasan
dan
penyimpanan
Mahasiswa
mampu
memahami
dan
menjelaskan
cara
pengendalian penyakit
dan serangga pada hasil
tanaman
Mahasiswa
mampu
menjelaskan
dan
mendeskripsikan mutu
hasil-hasil panen untuk
olahan
S
•
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
DL
Metode Pembelajaran
SDL
CL CL
CI
•
•
PBL
PBL
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
2
Mahasiswa
mampu
menjelaskan
prinsip
penanganan pasca panen
buah-buahan dan sayursayuran
Mahasiswa
mampu
menjelaskan
prinsipprinsip
penanganan
pasca panen
serealia
dan umbi-umbian
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
KRITERIA PENILAIAN
PASCA PANEN
KOMPETENSI
Kategori Nilai Akhir
Fakultas/Universitas:
(NA)
Katergori
Sangat Baik
Baik
Kurang Baik
Sedang
Cukup
Gagal
Grade
A
B+
B
C+
C
D
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
TEKNOLOGI
menggunakan
standar
Nilai Akhir (NA)
85 – 100
75 – 84.99
65 – 74.99
55 – 64.99
45 – 54.99
0 – 44.99
3
BAB 1.
PENANGANAN PASCA PANEN
Produk hortikultura yang telah dipanen dari induk
tanamannya masih melakukan aktivitas metabolisme namun
aktivitas metabolismenya tidaklah sama dengan pada waktu
produk tersebut masih melekat pada induknya. Berbagai
macam stress atau gangguan dialaminya mulai dari saat panen,
penanganan pasca panen, distribusi dan pemasaran, ritel dan
saat ditangan konsumen sebelum siap dikonsumsi atau diolah.
Stress terjadi karena kondisi hidupnya tidak pada kondisi
normal saat di lapangan. Kondisi stress diakibatkan oleh
perlakuan-perlakuan pasca panennya seperti kondisi suhu,
atmosfer, sinar serta perlakuan-perlakuan fisik diluar batas
kehidupan normalnya. Stress adalah gangguan, hambatan atau
percepatan proses metabolisme normal sehingga dipandang
tidak menyenangkan atau suatu keadaan negatif.
Sebelum mempelajari prinsip penanganan pasca panen
pada berbagai produk hasil pertanian, sebaiknya mahasiswa
diberikan pengetahuan tentang karakteristik dari hasil-hasil
pertanian.
Karakteristik merupakan sangat penting pada
produk pertanian khususnya buah dan sayuran, yaitu bahan
tersebut masih hidup dan masih melanjutkan fungsi
metabolism. Akan tetapi metabolismenya tidak sama dengan
tanaman induknya yang tumbuh dengan lingkungan aslinya,
karena produk yang telah dipanen mengalami berbagai bentuk
stress seperti hilangnya nutrisi, kondisi yang berbeda dengan
pertumbuhannya yang ideal dengan adanya peningkatan suhu,
kelembaban, proses panen sering menimbulkan pelukaan
berarti, pengemasan dan transportasi dapat menimbulkan
kerusakan mekanis lebih lanjut, orientasi gravitasi dari produk
pasca panen umumnya sangat berbeda dengan kondisi
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
4
alamiahnya, hambatan ketersediaan CO2 dan O2, hambatan
regim suhu dan sebagainya.Sehingga secara keseluruhan bahan
hidup sayuran pasca panen dapat dikatakan mengalami
berbagai perlakuan yang menyakitkan selama hidup pasca
panennya. Produk harus dipanen dan dipindahkan melalui
beberapa sistem penanganan dan transportasi ke tempat
penggunaannya seperti pasar retail atau langsung ke konsumen
dengan menjaga sedapat mungkin status hidupnya dan dalam
kondisi kesegaran optimum. Jika stress terlalu berlebihan yang
melebihi toleransi fisik dan fisiologis maka terjadi kematian.
Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan pertama:
Rencana
Aktivitas
Perkuliahan
(100 menit)
Langkah 1
Aktivitas 1: Perkenalan
30 menit
1. Pengajar
sebagai
fasilitator
memperkenalkan diri dengan semangat
serta mengenalkan bagaimana pasca panen
merupakan ilmu yang popular
2. Kemudian pengajar meminta kepada
mahasiswa untuk menyebutkan perlakuanperlakuan pasca panen yang telah mereka
ketahui melalui media internet.
3. Setelah itu mahasiswa diminta untuk
menuliskan perlakuan pasca panen
tersebut di selembar kertas
4. Kemudian pengajar akan memanggil
mahasiswa-mahasiswa tersebut untuk
saling mengenal
5. Kemudian pengajar akan menjelaskan
beberapa perlakuan pasca panen dan apa
kepentingannnya
untuk
hasil-hasil
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
5
Langkah 2
50 menit
Langkah
20 menit
pertanian.
Aktivitas 2:
1. Menjelaskan kepada mahasiswa tentang
perkembangan Ilmu teknologi pasca panen
2. Menjelaskan kepentingan dari teknologi
pasca panen
3. Perkembangan teknologi pasca panen di
dunia
1. Menanyakan kepada mahasiswa tentang
materi yang diajarkan
2. Mahasiswa
mengajukan
pertanyaanpertanyaan kepada pengajar
3. Penutup
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
6
SUPLEMEN BAB 1.
PENANGANAN DAN PENGELOLAAN PASCA PANEN
1.1 Karakteristik Alami Produk Segar Buah Dan Sayuran
Karakteristik penting produk pascapanen sayuaran
adalah bahan tersebut masih hidup dan masih melanjutkan
fungsi metabolisme. Akan tetapi metabolisme tidak sama
dengan tanaman induknya yang tumbuh dengan lingkungan
aslinya, karena produk yang telah dipanen mengalami berbagai
bentuk stress seperti hilangnya suplai nutrisi, proses panen
sering menimbulkan pelukaan berarti, pengemasan dan
transportasi dapat menimbulkan kerusakan mekanis lebih
lanjut, orientasi gravitasi dari produk pascapanen umumnya
sangat berbeda dengan kondisi alamiahnya, hambatan
ketersediaan CO2 dan O2, hambatan regim suhu dan
sebagainya. Sehingga secara keseluruhan bahan hidup sayuran
pascapanen dapat dikatakan mengalami berbagai perlakuan
yang menyakitkan selama hidup pascapanennya. Produk harus
dipanen dan dipindahkan melalui beberapa sistem penanganan
dan transportasi ke tempat penggunaannya seperti pasar retail
atau langsung ke konsumen dengan menjaga sedapat mungkin
status hidupnya dan dalam kondisi kesegaran optimum. Jika
stress terlalu berlebihan yang melebihi toleransi fisik dan
fisiologis, maka terjadi kematian.
Aktivitas metabolisme pada buah dan sayuran segar
dicirikan dengan adanya proses respirasi.
Respirasi
menghasilkan panas yang menyebabkan terjadinya peningkatan
panas. Sehingga proses kemunduran seperti kehilangan air,
pelayuan, dan pertumbuhan mikroorganisme akan semakin
meningkat. Mikroorganisme pembusuk akan mendapatkan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
7
kondisi pertumbuhannya yang ideal dengan adanya
peningkatan suhu, kelembaban dan siap menginfeksi sayuran
melalui pelukaan-pelukaan yang sudah ada.
Selama
transportasi ke konsumen, produk sayuran pascapanen
mengalami tekanan fisik, getaran, gesekan pada kondisi dimana
suhu dan kelembaban memacu proses pelayuan. Akhirnya
produk yang demikian tersebut dipersembahkan di pasar retail
ke pada konsumen sebagai produk farm fresh.
Disini dapat dilihat bahwa terjadi konflik antara
kebutuhan manusia dengan sifat alamiah biologis dari produk
ringkih sayuran yang telah dipanen tersebut. Konsekwensi
langsung dari konflik antara kebutuhan hidup dari bagian
tanaman tersebut dan kebutuhan
manusia untuk
mendistribusikan dan memasarkan serta menjaga mutu produk
itu sedapat mungkin dalam jangka waktu tertentu sampai
saatnya dikonsumsi, adalah adanya keharusan untuk melakukan
kompromi-kompromi. Kompromi-kompromi adalah elemen
dasar dari setiap tingkat penanganan pascapanen produkproduk tanaman yang ringkih sayuran dan buah-buahan. Dapat
dalam bentuk kompromi suhu untuk meminimumkan aktivitas
metabolisme namun dihindari adanya kerusakan dingin, atau
kompromi dalah hal konsentrasi oksigen untuk meminimumkan
respirasi namun dihindari terjadinya respirasi anaerobik, atau
kompromi dalam keketatan pengemasan untuk meminimumkan
kerusakan karena tekanan namun dihindari adanya kerusakan
karena fibrasi dan sebagainya.
Pemahaman tentang sifat alami produk panen dan
pengaruh praktik-praktik penanganannya adalah sangat penting
untuk melakukan kompromi terbaik untuk menjaga kondisi
optimum dari produk. Sehingga untuk mendapatkan bentuk
kompromi yang optimal maka beberapa pertimbangan penting
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
8
harus diperhatikan, yaitu pertimbangan fisiologis, fisik,
patologis dan ekonomis.
1.2 Penyebab Dan Masalah Kehilangan Pasca Panen
Dalam menghadapi masalah kecukupan pangan di hari
depan, secara tradisional berbagai negara menempuh dua jalur
kebijksanaan, yaitu menekan pertumbuhan penduduk dan
meningkatkan pengadaan pangan dengan cara meningkatkan
produksi dalam negeri. Langkah ketiga yang juga penting dan
merupakan langkah penunjang adalah upaya pengurangan
kehilangan dan kerusakan sebelum, sewaktu dan sesudah
panen/pasca panen. Masalah pasca panen, khususnya di negara
sedang berkembang masih belum mendapat perhatian sebesar
masalah itu sendiri, demikian juga halnya di Indonesia.
Berbagai studi, observasi dan survai yang dilakukan di
berbagai negara maju menunjukkan bahwa kehilangan dan
kerusakan pasca panen bagi berbagai bahan bahan pangan
hortikultura berkisar antara 20-40%, sedangkan biji-bijian dan
kacang-kacangan berkisar sekitar 25%.
Biji-bijian merupakan hasil pertanian pangan terpenting
di Indonesia, khususnya dalam kaitan pemenuhan kebutuhan
pangan bagi penduduk, karena biji-bijian merupakan sumber
utama bagi kebutuhan protein, kalori dan lemak. Karena itu
masalah dan penanganan biji-bijian di Indonesia penting sekali
diperhatikan.
Jenis kerusakan dan kehilangan yang kurang mendapat
perhatian adalah dalam bentuk kehilangan kualitatif berupa
rusaknya nilai gizi. Data yang telah terkumpul memberi
petunjuk bahwa jenis hama tertentu justru menyerang bagianbagian yang paling bergizi, yang mengandung vitamin dan
protein tertinggi. Meskipun demikian, ungkapan penanganan
pasca panen merupakan suatu pengertian yang kompleks karena
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
9
didalamnya bukan saja melibatkan faktor-faktor teknis tetapi
juga faktor sosial dan ekonomi.
Di dalam suatu sistem yang sederhana, yang para
petaninya menanam, memanen dan mengkonsumsi hasil
panennya sendiri segera setelah panen, masalah kehilangan dan
kerusakan memang kecil dan kurang berarti. Akan tetapi, di
suatu daerah yang para petaninya harus menyimpan hasil
panennya, maka masalah pasca panen mulai timbul. Masalah
tersebut menjadi lebih serius di daerah yang mempunyai iklim
tropis lembab seperti di Indonesia. Dengan alasan-alasan inilah
maka dikembangkanlah penanganan pasca panen yang terpadu
dan efektif dalam usaha meningkatkan persediaan bahan
pangan di Indonesia. Di mana cara penanganan pasca panen
sebaiknya dilakukan dengan pendekatan sistem atau dengan
konsep utuh dan terpadu.
1.3.
Pertimbangan-Pertimbangan Penting Dalam
Penanganan Pasca Panen Produk Buah Dan
Sayuran
Pertimbangan Fisiologis
Laju Respirasi
Secara fisiologis bagian tanaman yang dipanen dan
dimanfaatkan untuk konsumsi segar adalah masih hidup,
dicirikan dengan adanya aktivitas metabolisme yang dinamakan
respirasi. Respirasi berlangsung untuk memperoleh energi
untuk aktivitas hidupnya. Dalam proses respirasi ini, bahan
tanaman terutama kompleks karbohidrat dirombak menjadi
bentuk karbohidrat yang paling sederhana (gula) selanjutnya
dioksidasi untuk menghasilkan energi. Hasil sampingan dari
respirasi ini adalah CO2, uap air dan panas. Semakin tinggi laju
respirasi maka semakin cepat pula perombakan-perombakan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
10
tersebut yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut.
Air yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika tidak dikendalikan
produk akan cepat menjadi layu. Sehingga laju respirasi sering
digunakan sebagai index yang baik untuk menentukan masa
simpan pascapanen produk segar. Berbagai produk mempunyai
laju respirasi berbeda, umumnya tergantung pada struktur
morfologi dan tingkat perkembangan jaringan bagian tanaman
tersebut. Secara umum, sel-sel muda yang tumbuh aktif
cenderung mempunyai laju respirasi lebih tinggi dibandingkan
dengan yang lebih tua atau sel-sel yang lebih dewasa.
Laju respirasi menentukan potensi pasar dan masa
simpan yang berkaitan erat dengan; kehilangan air, kehilangan
kenampakan yang baik, kehilangan nilai nutrisi dan
berkurangnya nilai cita rasa. Masa simpan produk segar dapat
diperpanjang dengan menempatkannya dalam lingkunngan
yang dapat memeperlambat laju respirasi dan transpirasi
melalui penurunan suhu produk, mengurangi ketersediaan O2
atau meningkatkan konsentrasi CO2 , dan menjaga kelembaban
nisbi yang mencukupi dari udara sekitar produk tersebut.
C6H12O6 + O2 -------------> CO2 + H2O + Energi + panas
Tabel 1.
Kelas respirasi dari beberapa produk pertanian
pascapanen pada suhu 5 oC.
KELAS RESPIRASI
Sangat rendah
Rendah
Moderat
KOMODITI
Biji-bijian, kurma, buah kering
dan beberapa sayuran
Apel, jeruk, anggur, kiwi,
bawang putih dan merah,
kentang yang telah matang dan
ketela rambat.
Aprikot, pisang, cherry, peach,
nectarine, kol, wortel, selada,
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
11
tomat. kentang.
Tinggi
Sangat tinggi
Terlalu tinggi
Strawberry, bunga ko, lima
bean, apokat.
Artichoke, snap bean, green
onion, brussel sprout, cut
flower.
Asparagus, brokoli, jamur
pangan, pea, spinach, jagung
manis.
Produksi etilen
Etilen adalah senyawa organik hidrokarbon paling
sederhana (C2H4) berupa gas berpengaruh terhadap proses
fisiologis tanaman. Etilen dikategorikan sebagai hormon alami
untuk penuaan dan pemasakan dan secara fisiologis sangat aktif
dalam konsentarsi sangat rendah (<0.005 μL/L). Klasifikasi
komoditi hortikultura berdasarkan laju respirasinya dapat
dilihat pada Tabel 2.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
12
Tabel 2. Klasifikasi komoditi hortikultura berdasarkan
laju produksi etilen
KLAS LAJU PRODUKSI
ETILEN
Sangat rendah
Rendah
Moderat
Tinggi
Sangat tinggi
JENIS KOMODITI
Artichoke, asparagus, bunga
kol, cherry, jeruk, delima,
strawberry, sayuran daun,
sayuran
umbi,
kentang,
kebanyakan bunga potong.
Blueberry,
cranberry,
mentimun, terung, okra,
olive,
kesemek,
nenas,
pumpkin,
raspberry,
semangka.
Pisang, jambu biji, melon,
mangga, tomat.
Apel, apricot, alpukat, buah
kiwi, nectarine, pepaya,
peach, plum.
Markisa, sapote, cherimoya,
beberapa jenis apel.
Etilen dalam ruang penyimpanan dapat berasal dari
produk atau sumber lainnya. Sering selama pemasaran,
beberapa jenis komoditi disimpan bersama, dan pada kondisi
ini etilen yang dilepaskan oleh satu komoditi dapat merusak
komoditi lainnya. Gas hasil bakaran minyak kendaraan
bermotor mengandung etilen dan kontaminasi terhadap produk
yang disimpan dapat menginisiasi pemasakan dalam buah dan
memacu kemunduran pada produk non-klimakterik dan bungabungaan atau bahan tanaman hias. Kebanyakan bunga potong
sensitive terhadap etilen.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
13
Pertimbangan Fisik
Buah dan sayuran mengandung air sangat banyak antara
80-95% sehingga sangatlah mudah mengalami kerusakan
karena benturan-benturan fisik. Kerusakan fisik dapat terjadi
pada seluruh tahapan dari kegiatan sebelum panen, selanjutnya
pemanenan, penanganan, grading, pengemasan, transportasi,
penyimpanan, dan akhirnya sampai ke tangan konsumen.
Kerusakan yang umum terjadi adalah memar, terpotong, adanya
tusukan-tusukan, bagian yang pecah, lecet dan abrasi.
Kerusakan dapat pula ditunjukkan oleh dihasilkannya stress
metabolat (seperti getah), terjadinya perubahan warna coklat
dari jaringan rusak, menginduksi produksi gas etilen yang
memacu proses kemunduran produk. Kerusakan fisik juga
memacu kerusakan baik fisiologis maupun patologis (serangan
mikroorganisme pembusuk).
Secara morfologis pada jaringan luar permukaan produk
segar dapat mengandung bukaan-bukaan (lubang) alami yang
dinamakan stomata dan lentisel. Stomata adalah bukaan alami
khusus yang memberikan jalan adanya pertukaraan uap air,
CO2 dan O2 dengan udara sekitar produk. Tidak seperti
stomata yang dapat membuka dan menutup, lentisel tidak dapat
menutup. Melalui lentisel ini pula terjadi pertukaran gas dan
uap air. Kehilangan air dari produk secara potensial terjadi
melalui bukaan-bukaan alami ini.
Laju transpirasi atau
kehilangan air dipengaruhi oleh factor-faktor internal
(karakteristik morfologi dan anatomi, nisbah luas permukaan
dan volume, pelukaan pada permukaan dan stadia kematangan),
dan faktor eksternal atau faktor-faktor lingkungan (suhu,
kelembaban, aliran udara dan tekanan atmosfer).
Pada permukaan produk terdapat jaringan yang
mengandung lilin yang dinamakan cuticle yang dapat berperan
sebagai barier penguapan air berlebihan, serangan atau infeksi
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
14
mikroorganisme pembusuk. Sehingga secara umum infeksi
mikroorganisme pembusuk terjadi melalui bagian-bagian yang
luka dari jaringan tersebut.
Jaringan tanaman dapat menghasilkan bahan pelindung
sebagai respon dari adanya pelukaan. Bahan seperti lignin dan
suberin, yang di akumulasikan dan diendapkan mengelilingi
bagian luka, dapat sebagai pelindung dari serangan
mikroorganisme pembusuk.
Pertimbangan Patologis
Buah dan sayuran mengandung air dalam jumlah yang
banyak dan juga nutrisi yang mana sangat baik bagi
pertumbuhan mikroorganisme.
Buah yang baru dipanen
sebenarnya
telah
dilabuhi
oleh
berbagai
macam
mikroorganisme (mikroflora) dari yang tidak menyebabkan
pembusukan sampai yang menyebabkan pembusukan.
Mikroorganisme pembusuk dapat tumbuh bila kondisinya
memungkinkan seperti adanya pelukaan-pelukaan, kondisi suhu
dan kelembaban yang sesuai dan sebagainya. Adanya
mikroorganisme pembusuk pada buah dan sayuran adalah
merupakan faktor pembatas utama di dalam memperpanjang
masa simpan buah dan sayuran.
Mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan susut
pascapanen buah dan sayuran secara umum disebabkan oleh
jamur dan bakteri. Infeksi awal dapat terjadi selama
pertumbuhan dan perkembangan produk tersebut masih
dilapangan akibat adanya kerusakan mekanis selama operasi
pemanenan, atau melalui kerusakan fisiologis akibat dari
kondisi penyimpanan yang tidak baik. Pembusukan pada buahbuahan umumnya sebagai akibat infeksi jamur sedangkan pada
sayur-sayuran lebih banyak diakibatkan oleh bakteri. Hal ini
diperkirakan disebabkan oleh pH yang rendah (kurang dari 4.5)
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
15
atau keasamannya yang tinggi dibandingkan dengan sayuran
yang pH nya rata-rata lebih besar dari 5.
Infeksi mikroorganisme terhadap produk dapat terjadi
semasih buah-dan sayuran tersebut tumbuh dilapangan, namun
mikroorganisme tersebut tidak tumbuh dan berkembang, hanya
berada di dalam jaringan. Bila kondisinya memungkinkan
terutama setelah produk tersebut dipanen dan mengalami
penanganan dan penyimpanan lebih lanjut, maka
mikroorganisme tersebut segera dapat tumbuh dan berkembang
dan menyebabkan pembusukan yang serius.
Infeksi
mikroorganisme di atas di namakan infeksi laten. Contoh
mikroorganisme yang melakukan infeksi laten adalah
Colletotrichum spp yang menyebabkan pembusukan pada buah
mangga, pepaya dan pisang. Ada pula mikroorganisme yang
hanya berlabuh pada bagian permukaan produk namun belum
mampu menginfeksi. Infeksi baru dilakukan bila ada pelukaanpelukaan akibat operasi pemanenan, pasca panen dan
pendistribusiannya.
Ada pula mikroorganisme seperti bakteri pembusuk,
seperti Erwinia carotovora dan Pseudomonas marginalis
(penyebab penyakit busuk lunak) pada sayuran mampu
menghasilkan enzim yang mampu melunakkan jaringan dan
setelah jaringan tersebut lunak baru infeksi dilakukannya. Jadi
jenis mikroorganisme ini tidak perlu menginfeksi lewat
pelukaan, namun infeksi akan sangat jauh lebih memudahkan
bila ada pelukaan-pelukaan.
Pertimbangan kondisi lingkungan
Suhu adalah factor sangat penting yang paling
berpengaruh terhadap laju kemunduran dari komoditi
pascapanen. Setiap peningkatan 10 oC laju kemunduran
meningkat dua sampai tiga kali. Komoditi yang dihadapkan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
16
pada suhu yang tidak sesuai dengan suhu penyimpanan optimal,
menyebabkan terjadinya berbagai kerusakan fisiologis. Suhu
juga berpengaruh terhadap peningkatan produksi etilen,
penurunan O2 dan peningkatan CO2 yang berakibat tidak baik
terhadap komoditi.
Perkecambahan spora dan laju
pertumbuhan mikroorganisme lainnya sangat dipengaruhi oleh
suhu.
Kelembaban ruang adalah salah satu penyebab
kehilangan air setelah panen. Kehilangan air berarti kehilangan
berat dan kenampakan. Kehilangan air tidak dapat dihindarkan
namun dapat ditoleransi. Tanda-tanda kehilangan air bervariasi
pada produk yang berbeda, dan tanda-tanda kerusakan baru
tampak saat jumlah kehilangan air berbeda-beda pula.
Umumnya tanda-tanda kerusakan jelas terlihat bila kehilangan
air antara 3-8% dari beratnya.
Pertimbangan Ekonomis
Kondisi ekonomis dan standard kehidupan konsumen
adalah merupakan factor penting di dalam menentukan
kompromi-kompromi yang dilakukan melalui metode
penanganan dan penyediaan fasilitas. Investasi berlebihan
untuk penanganan buah dapat mengakibatkan economic loss,
karena konsumen tidak mampu menyerap biaya tambahan.
Sebagai contoh, prosedur penyimpanan dengan atmosfer
terkendali yang dikembangkan dengan konsentrasi etilen
rendah dapat menjaga mutu buah lebih lama dengan kondisi
lebih baik.
Diperkirakan teknologi ini akan diadopsi
secepatnya oleh petani di AS untuk meningkatkan mutu apel
yang kemudian dapat dijual pada saat tidak musimnya. Tetapi
dalam realitanya, petani sangat ragu untuk melakukan investasi
untuk mengadopsi metode baru tersebut karena pasar belum
siap membayar lebih untuk mutu apel yang tinggi. Hal ini
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
17
menunjukkan bahwa pnerapan metode penanganan sangat
ditentukan oleh sejauh mana konsumen mau membayar lebih
dengan tingkat penanganan yang lebih baik.
Jarak antara kebun dan pasar adalah salah satu penentu
utama di dalam memutuskan apakah suatu teknologi akan
digunakan. Bila jaraknya dekat, maka metode penanganan
akan lebih sederhana. Terkadang interval waktu antara panen
dan penjualan hanyalah berlangsung beberapa jam. Dalam
kondisi ini, hanya sedikit perlakuan pascapanen yang
diperlukan, dan cara paling efektif untuk mengurangi kerusakan
adalah mengajarkan petani untuk memanen dan menangani
produknya secara hati-hati. Bila interval waktu jauh lebih
panjang dengan lika-liku pemasaran yang lebih kompleks,
maka diperlukan penanganan-penanganan yang lebih kompleks
pula atau dilibatkan teknologi yang lebih banyak, dan jumlah
yeng lebih besar dari faktor manusia dan ekonomi harus
dipertimbangkan.
1.4.
Perlakuan-Perlakukan Pascapanen
Perlakuan-perlakuan pascapanen adalah bertujuan
memberikan penampilan yang baik dan kemudahan-kemudahan
untuk konsumen, memberikan perlindungan produk dari
kerusakan dan memperpanjang masa simpan.
Sukses
penanganan pascapanen memerlukan koordinasi dan integrasi
yang hati-hati dari seluruh tahapan dari operasi pemanenan
sampai ke tingkat konsumen untuk mempertahankan mutu
produk awal. Beberapa tahapan perlakuan umum pascapanen
akan dijelaskan di bawah ini.
Pre-sorting
Pre-sorting biasanya dilakukan untuk mengeliminasi
produk yang luka, busuk atau cacat lainnya sebelum
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
18
pendinginan atau penanganan berikutnya. Pre-sorting akan
menghemat tenaga karena produk-produk cacat tidak ikut
tertangani. Memisahkan produk busuk akan menghindarkan
penyebaran infeksi ke produk-produk lainnya, khususnya bila
pestisida pascapanen tidak dipergunakan.
Pencucian/pembersihan
Kebanyakan buah dan sayuran membutuhkan
pembersihan untuk menghilangkan kotoran seperti debu,
insekta atau residu penyemprotan yang dilakukan sebelum
panen.
Pembersihan dapat dilakukan dengan sikat atau
melalukan pada semprotan udara.
Namun lebih umum
digunakan dengan penyemprotan air atau mencelupkan ke
dalam air. Bila kotoran agak sulit dihilangkan maka dapat
ditambahkan deterjen. Sementara pencucian dilakukan sudah
dengan efektif menghilangkan kotoran, maka disinfektan dapat
ditambahkan untuk mengendalikan bakteri dan beberapa jamur
pembusuk.
Klorin adalah bahan kimia yang umum
ditambahkan untuk pengendalian mikroorganisme tersebut.
Namun klorin efektif bila larutan dijaga pada pH netral.
Perlakuan klorin dengan konsentrasi 100-150 ppm dapat
membantu mengendalikan patogen selama operasi lebih lanjut.
Pelilinan
Pelilinan sayuran dalam bentuk buah seperti mentimun,
terung, tomat dan buah-buahan seperti apel dan peaches adalah
umum dilakukan. Lilin alami yang banyak digunakan adalah
shellac dan carnauba atau beeswax (lilin lebah) yang semuanya
digolongkan sebagai food grade. Pelapisan lilin dilakukan
adalah untuk mengganti lilin alami buah yang hilang karena
operasi pencucian dan pembersihan, dan dapat membantu
mengurangi kehilangan air selama penanganan dan pemasaran
serta membantu memberikan proteksi dari serangan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
19
mikroorganisme pembusuk.
pelapisan harus dibiarkan
berikutnya.
Bila produk dililin, maka
kering sebelum penanganan
Pengendalian Penyakit
Sering dibutuhkan pengendalian terhadap pertumbuhan dan
perkembangan jamur dan bakteri penyebab penyakit.
 Pengendalian penyakit yang baik membutuhkan:
 Indentifikasi yang benar terhadap mikroorganisme
penyebab penyakit.
 Pemilihan cara pengendalian yang tepat yang sangat
dipengaruhi oleh apakah penyebab penyakit tersebut
melakukan infeksi sebelum atau sesudah panen.
 Praktik penanganan yang baik untuk meminimumkan
pelukaan atau kerusakan lainnya dan menjaga
lingkungan untuk tidak memacu perkembangan
penyakit tersebut.
 Memanen produk pada satadia kematangan yang tepat.
Fungisida adalah alat yang penting untuk pengendalian
penyakit pascapanen, namun bukan hanya pendekatan cara ini
yang tersedia. Manajemen suhu adalah cara sangat penting
untuk mengendalikan penyakit. Adalah kenyataan bahwa
seluruh teknik pengendalian lainnya dapat digambarkan sebagai
suplemen dari cara pengelolaan suhu tersebut. Penghilangan
panas lapang secara cepat dan menjaganya tetap pada suhu
rendah, menghambat perkembangan kebanyakan penyakit
pascapanen.
Pengendalian Insekta
Perlakuan pengendalian insekta yang tidak merusak
produk, tidak berbahaya bagi operator dan kunsumen adalah
perlu sehingga tidak terjadi restriksi perpindahan dari produk
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
20
ke pasar terutama pasar internasional. Cara pengendalian
insekta dapat dilakukan dengan pendinginan atau pemanasan.
Penyimpanan pada suhu 0.5 ºC atau dibawahnya selama 14 hari
adalah memenuhi persyaratan karantina pasar dunia untuk
pengendalian lalat buah “Queensland”. Produk yang dapat
diperlakukan dengan cara ini adalah apel, apricot, buah kiwi,
nectarine, peaches, pears, plum, delima dsb. Produk yang
sensitive terhadap kerusakan dingin tidak dapat diperlakukan
dengan cara ini.
Perlakuan panas sudah lama dilakukan namun
pendekatan ini jarang dilakukan untuk pengendalian insekta.
Karena waktu expose yang lama, pentingnya pengendalian
suhu tinggi dan kemungkinan kerusakan pada produk, maka
potensinya untuk pengendalian insekta adalah minimal.
Perlakuan dengan iradiasi sinar Gamma dapat sebagai
alternatif yang baik untuk pengendalian insekta seperti lalat
buah dan ulat biji mangga. Namun masih dibutuhkan approval
dari negara-negara pengimport dan konsumen bisa menerima
produk teriradiasi.
Grading
Buah-buahan, sayur-sayuran dan bunga-bungaan adalah
kelompok produk yang non-homogenous. Mereka bervariasi a)
antar group, b) antar individu dalam kelompok dan c) antar
daerah produksi.
Perbedaan timbul karena perbedaan kondisi lingkungan,
praktik budidaya dan perbedaan varietas. Sebagai akibatnya,
setiap operasi grading harus menangani variasi dalam total
volume produk, ukuran individu produk, kondisi produk
(kematangan dan tingkat kerusakan mekanis) dan keringkihan
dari produk. Beberapa faktor lainnya juga berpengaruh
terhadap mutu sebelum produk degrading, meliputi:
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
21










Stadia kematangan saat pemanenan
Metode untuk mentransfer produk dari lapangan ke
tempat grading
Metode panen dan
Waktu yang dibutuhkan antara panen dan grading.
Grading memberikan manfaat untuk keseluruhan
industri, dari petani, pedagang besar dan pengecer
karena;
Ukurannya seragam untuk dijual
Kematangan seragam
Didapatkan buah yang tidak lecet atau tidak rusak
Tercapai keuntungan lebih baik karena keseragaman
produk, dan
Menghemat biaya dalam transport dan pemasarannya
karena bahan-bahan rusak di sisihkan.
Grading, akan tetapi, membutuhkan biaya. Alat dapat
saja yang canggih dan mahal. Pada sisi lain, system grading
sederhana akan membantu memanfaatkan tenaga kerja manual.
Beberapa parameter dapat digunakan sebagai basis grading:
Ukuran. Parameter ini umum digunakan karena kesesuaiannya
dengan aplikasi mekanis. Ukuran dapat ditentukan oleh berat
atau dimensi.
Menyisihkan produk yang tidak diinginkan.
Ini sering
dibutuhkan untuk memisahkan produk dengan produk yang
luka karena perlakuan mekanis, karena penyakit dan insekta,
karena kotoran yang dibawa dari lapang dan sebagainya.
Warna. Beberapa produk sangat ditentukan oleh warna dalam
penjualannya. Kematangan sering dihubungkan dengan warna
dan digunakan sebagai basis sortasi, seperti pada tomat.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
22
Pemasakan Terkendali
Gas etilen digunakan untuk mengendalikan pemasakan
beberapa jenis buah. Teknik ini cukup cepat dan memberikan
pemasakan yang seragam sebelum dipasarkan. Buah yang
umum dikendalikan pemasakannya dengan etilen adalah
pisang, tomat, pear, dan pepaya. Buah non-klimakterik seperti
anggur, jeruk, nenas, dan strawberry tidak dapat dimasakan
dengan cara ini. Juga buah muda tidak dapat dimasakan
dengan baik dengan cara ini. Tidak ada cara untuk memasakan
buah muda sampai menjadi produk yang dapat diterima.
Degreening
Degreening sering dilakukan untuk memperbaiki nilai
pasar dari produk. Seperti pada buah jeruk Navel atau
Valencia. Pada proses degreening buah diekspose pada etilen
konsentrasi rendah pada suhu dan kelembaban terkendali.
Etilen mempercepat perusakan pimen berwarna coklat,
chlorophyll, dimana memberikan kesempatan pada warna
wortel.
Curing
Proses curing adalah sebagai cara efektif dan efisien
untuk mengurangi kehilangan air, perkembangan penyakit
pada beberapa sayuran umbi. Beberapa jenis komoditi di
curing setelah panen sebelum penyimpanan dan pemasaran
adalah bawang putih, ketela rambat, bawang merah dan sayuran
umbi tropis lainnya seperti Yam dan Casava Ada dua jenis
curing. Pada kentang dan ketela pohon, curing memberikan
kemampuan permukaan yang terpotong, pecah atau memar saat
panen, untuk melakukan penyembuhan melalui perkembangan
jaringan periderm pada bagian yang luka. Pada bawang merah
dan putih, curing adalah berupa pengeringan pada bagian kulit
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
23
luar untuk membentuk barier pelindung terhadap kehilangan air
dan infeksi.
Dalam kaitan dengan ini beberapa masalah, kegunaan
dan penanganan pasca panen akan ditunjukkan dengan
menggunakan teknik video pada penanganan pasca panen padi.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, G.E. 1989. Host defence at the wound site of
harvested crops. Phytopath. 79 (12):1381-1384.
Eckert, J.W. 1978. Pathological disease of fresh fruit and
vegetables. In Postharvest Biology and Biotechnology.
Hultin, H.O. and Miller, N (eds). Food and Nutrition
Press, Westport, Connecticut:161-209.
Kays, S.J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant
Products. Van Nostrand Reinhold, NY.
Liu, 1998. Developing practical methods and facilities for
handling fruits in order to maintain quality and reduce
losses. In Postharvest Handling of Tropical and Subtropical Fruit Crops.
Wills, R.B.H., McGlasson, B., Graham, D., and Joice, D. 1998.
Postharvest, An Introduction to the Physiology and
Handling of Fruit, Vegetables and Ornamentals. 4th Ed.
The Univ. of New South Wales, Sydney. 22pp.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
24
BAB II.
PANEN DAN PASAR
Produk pertanian harus dipanen pada tahap kemasakan
(maturity) yang tepat. Sayuran tertentu harus dipanen pada
tahap pertumbuhan yang tepat, jika tidak, sayuran tersebut akan
cepat tidak dapat dikonsumsi lagi, seperti mentimun gerkhin,
jagung manis, kapri, okra, kedelai, kacang panjang, paria,
terung dan asparagus. Pertimbangan harga merupakan factor
penentu waktu panen. Jarak antara pasar dengan lama waktu
sayuran masih layak dikonsumsi harus pula dipertimbangkan.
Sebagai contoh, untuk pasar yang dekat, tomat dapat dipanen
pada saat sudah matang (warna merah) atau dekat dengan
matang, akan tetapi apabila jarak pasarnya jauh (>500 km)
sehingga rantai pemasarnnya panjang, tomat harus dipanen
pada saat masak hijau (green mature).
Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan pertama:
Rencana
Aktivitas
Perkuliahan
(100 menit)
Langkah 1
Aktivitas 1: Peendahuluan
30 menit
1. Pengajar sebagai fasilitator membuka
perkuliahan tentang pengertian panen
2. Pengajar sebagai fasilitator membuka
perkuliahan tentang pengertian pasar
3. Setelah itu mahasiswa diminta untuk
menuliskan kaitan antara panen dan
pasar
4. Kemudian pengajar akan menjelaskan
kaitan antara panen dan pasar setelah
mendengar tanggapan dari mahasiswa
Langkah 2
Aktivitas 2: Penjelasan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
25
50 menit
Langka 3
20 menit
Aktiitas3: Penutup
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
26
SUPLEMEN BAB 2.
PANEN DAN PERSIAPAN UNTUK PASAR
2.1. Panen Dan Persiapan Untuk Pasar
Tiga tujuan utama untuk menerapkan teknologi pasca
panen buah-buahan dan sayuran adalah: 1. menjaga mutu
(kenampakan, tekstur, citarasa dan nilai nutrisi), 2. untuk
melindungi keamanan pangannya, dan 3. untuk mengurangi
susut dari saat panen sampai produk tersebut dikonsumsi.
Manajemen yang efektif selama periode pasca panen,
dibandingkan dengan tingkat kecangihan berbagai teknologi,
adalah kunci dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Operasi
skala besar dapat menguntungkan karena investasi mesin
penanganan yang biayanya tinggi serta perlakuan-perlakuan
pasca panen berteknologi tinggi, sering pilihan-pilihan tersebut
tidak praktis bagi penanganan skala kecil. Teknologi sederhana
biaya murah sering lebih sesuai untuk volume panen yang
kecil, terbatasnya sumber daya untuk operasi komersial, petani
terlibat langsung dalam pemasaran, serta untuk suplier sampai
eksporter di negara-negara sedang berkembang.
Banyak inovasi teknologi pasca panen terkini di negaranegara berkembang adalah merupakan respon adanya
kebutuhan untuk menghindari penggunaan tenaga kerja yang
mahal dan kebutuhan akan produk secara kosmetik adalah
sempurna.
Metode-metode
tersebut
mungkin
tidak
berkelanjutan dalam jangka waktu lama karena adanya
perhatian masyarakat terhadap faktor sosial-ekonomi, budaya
dan/atau lingkungan. Contohnya, penggunaan pestisida pasca
panen dapat menurunkan kerusakan permukaan produk tetapi
dapat menjadi mahal karena keterkaitan konsekwensinya
terhadap lingkungan dan nilai uang itu sendiri. Terlebih lagi,
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
27
peningkatan permintaan terhadap buah dan sayuran organik
menawarkan peluang baru bagi produsen dan pemasar berskala
kecil.
Kondisi lokal bagi usaha penanganan berskala kecil
dapat meliputi berlimpahnya tenaga kerja, kesenjangan adanya
kredit untuk investasi dalam teknologi pasca panen, tidak
tersedianya tenaga listrik yang memadai, kesenjangan akan
pilihan transportasi dan juga fasilitas dan/atau bahan
pengemasan serta hambatan lainnya. Masih beruntung, terdapat
secara luas berbagai ragam teknologi pasca panen sederhana
yang dapat dipilih, dan berbagai praktik-praktik yang
mempunyai potensi memenuhi kebutuhan khusus untuk
penangan dan pemasar berskala kecil. Banyak cra-cara praktis
yang terdapat dalam manual ini telah berhasil untuk
mengurangi susut dan menjaga mutu produk hortikultura di
berbagai belahan dunia.
Banyak tahapan-tahapan yang saling berinteraksi dalam
sistem pasca panen. Produk sering ditangani oleh orang-orang
berbeda, ditransportasi dan disimpan berulang-ulang antara
waktu panen sampai produk tersebut dikonsumsi. Walau
penanganan khusus dan sekuen operasi akan bervariasi untuk
setiap produk, terdapat seri tahapan umum dalam sistem-sistem
penanganan pasca panen yang akan diikuti. Di bawah ini
ditunjukkan tahapan-tahapan penanganan pasca panen untuk
komoditi tertentu (Gambar 1 ).
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
28
Gambar 1. Tahapan-tahapan penanganan pasca panen untuk
komoditi tertentu
Walau usaha-usaha telah dilakukan beberapa dekade,
penyebab paling umum dan berkelanjutan dari susut pasca
panen di negara-negara sedang berkembang adalah adanya
penanganan yang kasar dan pendinginan serta suhu untuk
mempertahankan suhu dingin masih belum mencukupi.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
29
Tabel 3. Penyebab Mendasar Susut dan Mutu Rendah Pasca
Panen
KELOMPOK
CON TOH
Sayuran dari
akar
Wortel
Beets
Bawang
Bawang
putih
Kentang
Ubi jalar
Sayuran daun
selada
Chard
Spinach
sawi
daun
bawang
Artichokes
Cauliflower
(bunga ko
Broccoli l)
mentimun
Squas
Terong
Peppers
Okra
Snap beans
Sayuran bunga
Sayuran buah
muda
Sayuran buah
matang dan
buah-buahan
Tomat
Melons
Citrus
Pisang
Mangga
Apel
Anggur
Buah
berbiji
PENYEBAB MENDASAR SUSUT
PASCA
PANEN
DAN
(
RENDAHNYA MUTU BER DASAR
URUTAN PENTINGNYA)
Kerusakan mekanis
Curing yang tidak memadai
Perkecambahan dan pertumbuhan akar
Kehilangan air (pengkerutan)
Pembusukan
Kerusakan dingin (untuk sayuran akar
subtropical and tropical)
Kehilangan air (layu)
Kehilangan warna hijau (pe nguningan)
Kerusakan me kanis
Laju respirasi relatif tinggi
Pembusukan
Kerusakan mekanis
Penguningan d an diskolorasi lain nya
Absisi dari floret atau tandan b unga
Pembusukan
Kelewat matang saat panen
Kehilangan air (pe ngkerutan)
Memar dan ke rusakan mekanis lainnya
Kerusak an dingin
Pembusukan
Memar
Lewat masak dan terlalu lembek saat
panen
Kehilangan air
Kerusakan din gin (buah yang sensitif
kerusakan dingin)
Perubahan komposisi
Pembusukan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
30
keras
(Stone
fruits)
Kesenjangan dari sortasi untuk menyisihkan produk
yang rusak sebelum disimpan dan penggunaan bahan kemasan
yang tidak memadai menambah permasalahan. Secara umum,
meminimalkan penanganan yang kasar, sortasi untuk
menghilangkan produk yang rusak dan berpenyakit serta
pengelolaan suhu yang efektif akan membantu secara nyata
menjaga mutu produk dan mengurangi susut penyimpanan.
Masa simpan akan dapat ditingkatkan, apabila periode pasca
panen dijaga sedekat mungkin dengan suhu optimum jika suhu
selama penyimpanan untuk komoditi tertentu.
2.2. Keringkihan Relatif Dan Masa Simpan Produk Segar
Klasifikasi hasil hortikultura berdasarkan keringkihan
relatif serta potensi masa simpan pada kondisi undara
mendekati suhu dan kelembaban relatif optimum (Tabel 4).
Tabel 4. Klasifikasi hasil hortikultura berdasarkan keringkihan
relatif dan masa simpan.
KERING
POTENSI
KOMODITI
KIHAN
MASA
RELATIF
SIMPAN
(MINGGU)
Sangat
<2
Apricot,
blackberry,
blueberry,
Tinggi
cherry, fig, raspberry, strawberry;
asparagus, bean sprouts (tauge), ca
muskmelon, pea, spinach, sweet corn
(jagung manis), toma (tomat masak);
kebanyakan bunga potong and
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
31
Tinggi
2-4
Moderat
4- 8
Rendah
8-16
foliage; buah d sayuran dengan
proses minimum. uliflower, green
onion (daun bawang), leaf lettuce
(daun selada), mushroom (jamur), to
an
Avocado (alpukat), banana (pisang),
grape (Anggur tanpa perlakuan
SO2), guava (jambu biji), loquat,
mandarin, mango (mangga), melons
(honeydew, cren sprouts, cabbage
(sawi), celery (seladri), eggplant
(terong), head lettuce (selada padat),
okra, pepper, summer squash, tomato
(tomat sebagian masak). shaw,
Persian), nectarine, papaya (pepaya),
peach, plum; artichoke, green beans,
Brussels
Apple (apel) dan p 2 nipis), kiwifruit
(buah kiwi), persimmon (kesemek),
pomeg (delima); table beet, carrot
(wortel), radish (lobak), potato
(kentang muda). ear (beberapa
kultivar), grape (anggur dengan
perlakuan SO ), orange, grapefruit
(jeruk besar), lime (jeruk ranate
Apple (apel) dan pear (be (bawang
putih), pumpkin (waluh), winter
squash, sweet potato (ketela rambat),
taro (k berapa kultivar), lemon;
potato (kentang matang), dry onion
(bawang lapisan luar kering), garlic
eladi), yam; bulbs (bulba) dan bagian
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
32
lain dari tanaman hias.
Sangat
Rendah
>16
Tree nuts (hasil kacang-kacangan
tanaman tah unan), buah dan sayursayuran kering.
Produsen berskala kecil mempunyai pilihan untuk
panen lebih awal, ketika sayuran lebih enak dan berharga;
panen dilakukan belakangan, ketika buah pada stadia masak
dan mempunyai rasa penuh; atau panen yang dilakukan
berulang (mengambil manfaat dari beberapa kali panen untuk
mengumpulkan produk ketika dalam tingkat kematangan yang
optimal). Semua pilihan tersebut bisa memberikan keuntungan
yang lebih besar karena nilai produk yang akan memilki daya
jual lebih tinggi.
Salah satu kesalahan yang sering dilakukan oleh petani
adalah memanen buah terlalu awal ketika mereka belum
matang dan belum menghasilkan rasa yang enak. Beberapa
sayuran, jika dibiarkan untuk tumbuh besar, akan menjadi
terlalu berserat atau terlalu banyak biji untuk bisa dimakan
enak. Pada kebanyakan tanaman hortikultura, jika anda
memanennya bersamaan maka anda dipastikan mendapat
banyak produk yang belum matang atau terlalu matang. Dengan
menggunakan indeks kematangan sebagai standard panen maka
akan sangat mengurangi susut saat pre-sortasi. Untuk beberapa
hasil panen ini dapat melibatkan penggunaan refraktometer
untuk mengukur kadar gula atau sebuah alat penetrometer
untuk mengukur kekerasan.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
33
Kerusakan mekanis selama panen bisa menjadi masalah
yang serius, karena kerusakan tersebut menentukan cepatnya
produk untuk membusuk, meningkatnya kehilangan cairan dan
meningkatnya laju respirasi serta produksi etilen yang berakibat
pada cepatnya kemunduran produk. Secara umum, panen
dengan mesin akan lebih merusak daripada panen dengan
tangan, walaupun beberapa umbi-umbian dapat rusak lebih
parah bila dipanen dengan tangan. Kontainer atau wadah yang
digunakan saat pemanenan haruslah bersih, halus bagian
permukaan dalamnya dan tidak mempunyai bagian pinggir
yang tajam. Krat plastik yang bisa ditumpuk, walau biaya
awalnya mahal, namun bisa bertahan lama, dapat dipakai
berulang-ulang dan mudah dibersihkan Jika keranjang yang
harus digunakan, sebaiknya dirajut dengan cara “masukkeluar”
namun ujung-ujung bahan perajut berada di luar keranjang.
Pemanen atau pemetik secara manual sebaiknya terlatih
dengan baik yang bisa memanen dengan cara yang benar untuk
mengurangi kerusakan dan bahan yang tidak bermanfaat atau
waste, dan harus bisa mengetahui secara baik tingkat
kematangan produk yang mereka tangani. Pemetik harus bisa
memanen dengan hati-hati, dengan memetik, memotong atau
menarik buah atau sayuran dari tanaman induknya dengan cara
yang menimbulkan kerusakan sesedikit mungkin. Ujung pisau
sebaiknya berbentuk bulat untuk mengurangi goresan yang
tidak kelihatan dan kerusakan yang berlebihan pada tanaman
perenial. Pisau dan gunting pemotong sebaiknya selalu tajam.
Pemetik sebaiknya dilatih untuk mengosongkan kantong atau
keranjang dari produk dengan sangat hati-hati, dan tidak pernah
menumpahkan atau melempar produk ke dalam kontainer. Jika
pemanen memetik produk dan menempatkannya langsung ke
dalam wadah curah yang besar, produk dapat dilindungi dari
memar dengan menggunakan kanvas penuang untuk
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
34
memperlambat bergulirnya produk. Kontainer yang dapat
ditumpuk dan berventilasi hendaknya selalu dijaga bersih dan
licin.
Kontak langsung dengan sinar matahari sebaiknya
dihindari sedapat mungkin selama dan setelah panen, karena
produk yang dibiarkan pada panas sinar matahari akan semakin
panas dan bisa terbakar (sun-burned). Produk yang dibiarkan di
panas sinar matahari bisa segera bertambah suhunya 4 sampai 6
o
C ( 7 sampai 11 oF) lebih hangat daripada suhu udara. Wadah
pemanenan di lapangan sebaiknya ditaruh di tempat teduh atau
dengan penutup longgar (contonhnya dengan canvas yang
berwarna terang, bahan tanaman berdaun, jerami atau dengan
sebuah kontainer kosong) jika penundaan terjadi untuk
memindahkannnya dari lapangan. Panen malam atau subuh
kadang-kadang menjadi pilihan untuk memanen produk saat
suhu internal produk relative rendah, akan mengurang energi
yang diperlukan untuk pendinginan berikutnya. Aliran getah
atau latex biasanya lebih rendah saat pagi hari daripada saat
sore hari untuk hasil panen seperti mangga dan pepaya, jadi
panen pada saat pagi-pagi sekali bisa mengurangi usaha
nantinya yang akan digunakan untuk membersihkan produk
sebelum pengemasan. Selain itu, buah jeruk sebaiknya jangan
dipanen pagi-pagi sekali saat sedang membengkak (turgid)
karena sifatnya yang lebih ringkih untuk melepaskan minyak
esensial dari glandula-glandula minyak pada flavedo yang
dapat menyebabkan berbintik minyak (bintik hijau pada buah
jeruk setelah dilakukan degreening).
Langsung setelah panen, bila produk dipersiapkan untuk
pemasaran, pendinginan sangat diperlukan. Pendinginan (juga
dikenal dengan nama “pre-cooling”) adalah penghilangan
panas lapang produk langsung setelah panen, sebelum ada
penanganan lebih lanjut. Adanya penundaan pendinginan akan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
35
memperpendek masa hidup pasca panen dan menurunkan mutu.
Walau produk mengalami pendingnan dan pemanasan
berulang-ulang, namun laju kemundurannya lebih lambat
dibandingkan produk yang tidak pernah didinginkan.
Penanganan kasar selama persiapan untuk pasar akan
menambah memar dan kerusakan mekanis dan membatasi
manfaat dari pendinginan. Jalan antara lapangan dan rumah
atau bangsal pengemasan sebaiknya bagus dan bebas dari
benjolan dan lubang besar. Box lapangan haruslah aman saat
transportasi dan, jika ditumpuk, jangan berlebihan. Kecepatan
mobil harus disesuaikan dengan keadaan jalan, dan suspensi
truk dan/atau trailer harus dipelihara tetap baik. Kurangi
tekanan udara dalam ban kendaraan akan mengurangi jumlah
pergerakan yang ditransmisikan pada produk.
Praktek apapun yang mengurangi jumlah atau frekuensi
penanganan produk akan membantu mengurangi susut.
Pengemasan dilapangan (pemilihan, sortasi, pemangkasan dan
pengemasan produk saat panen) dapat sangat mengurangi
jumlah tahapan penanganan yang harus dialami oleh produk
tersebut sebelum pemasaran. Gerobak kecil atau stasiun
pengemasan kecil yang bergerak bisa dirancang bergerak
mengikuti gerakan para pemanen dan menyediakan tempat
teduh untuk operasi pengemasan ( Gambar 2).
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
36
Gambar 2. Kereta Tangan
Standar Kematangan
Standard kematangan telah ditetapkan atau ditentukan
untuk kebanyakan buah, sayuran dan bunga-bungaan.
Memanen saat kematangan produk terbaik memungkinkan
pelaku penanganan memulai pekerjaannya dengan mutu produk
terbaik. Produk yang dipanen terlalu awal dapat miskin cita
rasa atau mungkin tidak masak secara baik, sementara produk
yang dipanen lambat bisa menjadi berserat atau lewat masak.
Pemetik bisa dilatih dengan metode mengidentifikasi produk
yang siap untuk dipanen. Tabel 5 dibawah ini menyediakan
beberapa contoh untuk index kematangan.
Tabel 5. Contoh Indek kematangan
Indeks
Contoh
Waktu dalam hari mulai Apel, pir
pembungaan
sampai
panen.
Rata-rata unit panas
Kacang polong, apel, jagung
selama
manis
perkembangan
Perkembangan dari
Beberapa melon, apel, feijoas
lapisan absisi
Morfologi dan struktur
Formasi kutikula pada anggur,
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
37
permukaan
Ukuran
Berat jenis
Bentuk
Kepadatan
Sifat Tekstur:
Kekerasan
Kelembutan
Warna, luar
Warna dan struktur dalam
Faktor komposisi:
Kandungan tepung
Kandungan gula
Kandungan asam, rasio
gula/asam
Kandungan jus
Kandungan minyak
Kesepetan (kandungan
tannin)
tomat
Pembentukan jarring-jaring
perm ukaan
melon, permukaan bercahaya
(perkembangan lapisan lilin)
Semua buah dan kebanyakan
sayuran
Ceri, semangka, kentang
Bentuk penampang pisang,
penuh atau keberisian
pipi mangga, kekompakan
brokoli dan bunga kol
Selada, kol, brussel sprouts
Apel, pir, stone fruits
Kacang polong
Semua buah dan kebanyakan
sayuran
Pembentukan bahan berbentuk
seperti jeli di dalam
buah tomat, warna daging untuk
beberapa buah
Apel, pir
Apel, pir, buah batu, anggur
Delima, citrus, pepaya, melon,
buah kiwi
Buah citrus
Alpukat
Persimmon, kurma
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
38
Konsentrasi etilen
internal
Apel, pir
Sayuran dipanen dengan kisaran tingkat kematangan
yang luas, tergantung bagian mana dari tanaman tersebut yang
akan digunakan sebagai bahan makanan. Tabel 6 berikut
menyediakan beberapa contoh indeks kematangan sayuran.
Tabel 6. Beberapa Contoh Indeks Kematangan Sayuran.
Hasil Panen
Indeks
Akar, umbi dan umbi lapis
(bulba)
Radish dan wortel
Cukup besar dan renyah
Kentang, bawang merang
Ujung
atasnya
mulai
dan bawang
mengering dan
putih
merunduk
Yam dan Jahe
Cukup besar (terlalu matang
jika keras dan berserat
Daun bawang hijau
Daunnya lebar dan panjang
Sayuran buah
Cowpea, kacang panjang,
Polong berisi dengan baik dan
snap bean,
terbelah
batao, sweet pea, dan winged dengan mudah
bean
Lima bean dan pigeon bean
Polong berisi penuh dan mulai
kehilangan warna hijaunya
Okra
Ukuran
yang
diinginkan
tercapai dan ujungnya mudah
terbelah
Upo, snake gourd dan
Ukuran
yang
diinginkan
dishrag gourd
tercapai dan thumbnail masih
dapat mempenetrasi
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
39
bagian daging (kelewat matang
bila thumbnail tidak dapat
mempenetrasi bagian daging)
Terong, bitter gourd, chayote Ukuran
yang
diinginkan
atau labu
tercapai tetapi
jepang dan mentimun iris
masih lembut (terlalu matang
jika warna memudar atau
berubah dan bijinya keras)
Jagung manis
Mengeluarkan cairan seperti
susu jika kernelnya ditoreh
Tomat
Bijinya terlepas jika dipotong,
atau warna hijau berubah
menjadi merah muda Paprika
Paprika
Warna hijau tua memudar atau
berubah atau berubah merah
Muskmelon
Mudah untuk dipisahkan dari
batang
dengan
cara
memutarnya
dan
tidak
meninggalkan bekas
Melon honeydew
Berubah warna dari sedikit
putih kehijauan menjadi warna
krim; baunya dapat tercium
Semangka
Warna bagian bawah berubah
menjadi
kuning muda, membuat bunyi
seperti berlubang jika diketuk
Sayuran bunga
Bunga kol
Bunganya kompak (kelewat
matang bila tandan bunga
memanjang dan terpisah satu
dengan lainnya
Brokoli
Tunas tandan kompak (kelewat
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
40
matang
jika tandan-tandan terlepas).
Sayuran berdaun
Lettuce
Cabbage
Seledri batang
Cukup besar sebelum
berbunga
Bagian
kepala
kompak
(kelewat
matang
jika
kepalanya ada retakan).
Cukup besar sebelum menjadi
padat lagi
2.3. Teknik Pemanenan
Menggunakan sebuah refractometer
Gula adalah zat padat terlarut yang terbanyak terdapat
dalam jus buah-buahan dan karenanya zat padat terlarut dapat
digunakan sebagai penafsiran rasa manis. Sebuah refraktometer
tangan (Gambar 3) bisa digunakan diluar rumah untuk
mengukur % SSC ( derajat ekuivaln Brix untuk larutan gula)
dalam sampel jus buah yang kecil. Suhu akan mempengarhui
pengukuran (meningkat sekitar 0,5% total padatan terlarut atau
TPT untuk setiap peningkatan 5 oC atau 10 oF), jadi sebaiknya
anda menyesuaikan pengukuran dengan suhu ruang.
Alat press bawang putih dapat digunakan untuk
meremas mendapatkan jus buah untuk contoh pengukuran.
Untuk buah besar, ambil potongan bagian ujung atas, bawah
dan bagian tengah buah. Pisahkan pulpnya dengan menyaring
jus melalui lembaran kecil kain kasa. Anda harus bersihkan dan
standarisasi refraktometer setiap akan melakukan pengukuran
dengan air distilasi ( seharusnya terbaca 0% TPT pada 20 oC
atau 68 oF).
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
41
Gambar 3. Alat Refractometer
Tabel 7 adalah beberapa contoh batas minimum % TPT
untuk komoditas tertentu. Jika pada alat pengukur terbaca %
TPT yang lebih tinggi, maka produk anda lebih baik dari
standar minimum. Stroberi yang mempunyai cita rasa yang
bagus, misalnya, akan mempunyai 8% TPT atau lebih.
Tabel 7. % TPT (Total Padat Terlarut) Minimum
Aprikot
10
Beri biru
10
Cheri
14-16
Anggur
14-17.5
Buah kiwi
6.5
Mangga
10-12
Muskmelon
10
Nectarine
10
Pepaya
11.5
Peach
10
Pir
13
Nenas
12
Plum
12
Delima
17
Stroberi
7
Semangka
10
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
42
Menggunakan penguji kekerasan
Derajat kelembutan atau kerenyahan bisa diukur dengan
cara menekan produk, atau dengan menggigit. Pengukuran
secara obyektif dapat dilakukan dengan menggunakan
penetrometer yang murah. Cara yang paling umum untuk
mengukur kekerasan adalah dengan mengukur daya tahan
terhadap tekanan atau pounds-force (lbf). Penetrometer buah
Effi-gi adalah alat yang mudah dibawa dengan pengukuran
dalam pounds-force.
Untuk mengukur kekerasan, gunakanlah buah yang
suhunya seragam, karena buah hangat biasanya lebih lunak
daripada buah dingin. Gunakanlah buah yang ukurannya
seragam, karena buah besar biasanya lebih lunak daripada buah
kecil. Buat dua tes tekanan atau punkture untuk setiap buah
pada buah ukuran besar, yaitu pada dua bagian equator yang
berlawanan, terletak pada pertengahan antara tangkai dan
pangkal buah. Iris sedikit kulitnya (lebih besar daripada ujung
probe dari penetrometer yang akan digunakan) dan pilih ujung
probe penekan yang sesuai (lihat di bawah). Pegang buah pada
permukaan yang keras dan paksa ujung probe masuk ke dalam
buah dengan kecepatan yang lambat dan seragam ( lamanya 2
detik) sampai garis yang ada di ujung. Baca pengukuran yang
mendekati 0.5 lb-force.
Ukuran ujung penekan Effi-gi yang sesuai untuk
digunakan saat mengukur kekerasan buah tertentu.
1.5mm (1/16 inci) Zaitun
3mm (1/8 inci) Ceri, anggur, stroberi
8 mm (5/16 inci) Aprikot, alpukat, buah kiwi, pir, mangga,
nektarin, pepaya, peach
11 mm (7/16 inci) Apel
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
43
Kalibrasi alat test kekerasan tersebut dengan memegang
alat secara vertical dan tempatkan ujung probe di atas suatu alas
atau panci timbangan. Tekan ke bawah sampai timbangan
menunjukkan berat tertentu, kemudian baca alat pengukur
kekerasan tersebut. Ulang 3-5 kali, jika didapatkan hasil
pembacaan sama seperti pada alat timbangan, maka alat
tersebut siap untuk digunakan. Anda bisa menyesuaikan
penetrometer dengan mengikuti instruksi yang menyertai alat
tersebut.
Praktek Panen
Praktek-praktek pemanenan hendaknya menyebabkan
kerusakan sekecil memungkinkan terhadap produk. Penggalian,
pemetikan dalam pemanenan serta penanganan yang hati-hati
akan membantu mengurangi susut (Gambar 3).
Gambar 4. Cara pemetikan
Untuk beberapa produk, daerah pemisahan alami yang
ada pada titik penyatuan antara tangkai buah dan cabang
terbentuk saat buah telah matang. Pemanen sebaiknya
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
44
memegang produk dengan erat tapi lembut dan menariknya ke
atas seperti yang digambarkan di bawah (Gambar 4).
Gambar 4. Cara pemanenan yang dilakukan dengan
menarik ke atas
Memakai sarung tangan kapas, kuku-kuku yang
dipotong pendek, dan melepaskan perhiasan seperti cincin dan
gelang bisa membantu mengurangi kerusakan mekanis selama
panen.
Jika dalam jumlah kecil dari sayuran daun akan dipanen
untuk rumah tangga atau untuk dijual dipinggir jalan atau pasar
petani, satu ember air dingin dapat digunakan untuk
mendinginkan produk. Air dalam wadah ember dapat di bawa
langsung ke kebun dan digunakan oleh pemanen sebagai wadah
panen lapangan. Air harus bersih untuk setiap kumpulan produk
tertentu. Pendinginan sayuran daun menggunakan air dingin
pada saat panen akan membantu mempertahankan mutu dan
mencegah pelayuan.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
45
Gambar 5. Cara Pemanenan dengan Cara Mencabut
Wadah pemanenan
Keranjang, wadah berupa tas dan wadah yang
menyerupai ember untuk pemetikan dapat dalam berbagai
ukuran dan bentuk. Ember adalah lebih baik dibandingkan
keranjang dalam melindungi produk, karena tidak mudah
ambruk dan tidak menekan produk (Gambar 6).
Gambar 6. Wadah untuk pemanenan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
46
Wadah pemanenan tersebut dapat terbuat dari jaritas tas
dengan bukaan pada ke dua ujungnya, melekatkan kain pada
bagian lubang bawah dari keranjang siap rangkai, menambah
gantungan pada keranjang kecil.
Gambar 7. Wadah pemanenan dari jaritas tangan
Krat plastik adalah relatif mahal namun dapat
digunakan berulang-ulang dan mudah untuk dibersihkan. Saat
kosong, dapat ditempatkan berangkai untuk menghemat ruang
dalam penyimpanan atau transportasi. Saat berisi, krat tersebut
dapat ditumpuk dengan baik jika setiap krat lainnya diputar
kearah berlawanan terhadap lainnya di bawah.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
47
Gambar 8.
Krat plastik yang dapat ditumpuk dan dapat
digunakan berulang-ulang.
Jika krat plastik berventilasi dengan baik sepanjang sisi
dan/atau alas, dia juga dapat digunakan untuk mencuci dan/atau
mendinginkan produk setelah panen.
Gambar 9. Krat plastik yang berlubang-lubang
Alat Panen
Beberapa buah butuh di diputus atau dipotong dari
tanaman induk. Gunting atau pisau hendaknya dijaga
ketajamannya dengan baik. Penduncles atau tangkai buah yang
berkayu atau berduri hendaknya di pangkas sedekat mungkin
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
48
dengan buah untuk mencegah buah untuk menghindari
kerusakan antar buah disampingnya selama transportasinya.
Gambar 10.
Cara pemutusan buah dari tanaman
induknya
Alat pemangkas pohon sering pula digunakan untuk memanen
buah, beberapa sayursayuran dan bunga potong. Berbagai
macam bentuk dan rancangan tersedia berupa alat digenggam
atau model dengan galah, termasuk pemotong yang dapat
memotong dan memegang tangkai dari buah yang terpotong.
Karakteristik atau fitur tersebut memungkinkan pemetik
memanen tanpa memegang wadah tas penangkap dan tanpa
menjatuhkan buah.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
49
Gambar 11. Gunting genggam dengan bilah tajam yang lupus
untuk buah-buahan dan bunga.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
50
Menggunakan alat pemotong dilekatkan pada galah
panjang dapat membantu pemetikan seperti buah mangga dan
alpukat pada buah dimana sulit untuk dijangkau. Pinggiran
pemotong hendaknya dijaga tetap tajam dan tas penangkap
hendaknya relative kecil. Sudut pinggiran pemotong dan bentuk
tas penangkap dapat berpengaruh terhadap mutu buah yang
dipanen, dengan demikian adalah penting untuk memeriksa
performansi secara hati-hati sebelum menggunakan alat baru
(Gambar 12).
Gambar 12. Galah yang dilengkapi dengangunting pemotong
dan pemegang
Gambar 13. Tas pengumpul yang dirajut dengan tangan.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
51
Gambar 14. Sak pengumpul dari kanvas.
Tanaman buah-buahan kadang-kadang cukup tinggi dan
membiarkan buah jatuh ke tanah saat dipotong dari tanamannya
akan mengakibatkan memar berat. Jika dua orang pemetik
bekerjasama, satu memotong atau memetik buah dari pohonnya
dan yang lainnya memegang sak untuk menangkap jatuhannya.
Penangkap memegang sak atau tas dengan tangan-tangannya
dan satu kaki, tangkap buah yang jatuh dan rendahkan bagian
ujung tas untuk memungkinkan buah menggelinding dengan
aman ke tanah.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
52
Gambar 15.
Cara pemanenan dengan menggunakan
pengumpul
sak
Pengemasan di lapang
Bila produk di kemas lapang maka pemanen atau
pemetik memanen dan kemudian segera mengemas produk
setelah hanya penanganan minimum dilakukan. Strawberry
biasanya dikemas di lapang karena walau hanya sedikit
penanganan dilakukan akan mudah mengalami kerusakan
terhadap buah yang lembut tersebut. Bila selada yang di kemas
di lapangan, beberapa daun yang membungkus kepalanya
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
53
dibiarkan untuk digunakan sebagai pelindung produk selama
transportasinya.
Kereta kecil dapat mengurangi jumlah bengkokan dan
digunakan mengangkat serta memindahkan hasil kemasan
produk. Kereta yang diperlihatkan di bawah ini mempunyai
satu roda di depan, dan dapat didorong sepanjang barisanbarisan kebun.
Gambar 16. Pengemasan straberry dan selada di kebun
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
54
Suatu alat bantu sederhana untuk tenaga pengemas di
kebun adalah kereta bergerak dilengkapi dengan rak untuk boxbox dan atap lebar sebagai penaung. Kereta kecil ini dirancang
untuk didorong dengan tangan sepanjang sisi luasan kebun
dimana panen dilakukan. Ini telah digunakan untuk mengemas
anggur meja di kebun.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
55
Gambar
17.
Berbagai macam kereta bergerak untuk
pengemasan di kebun
Kereta yang lebih besar di bawah ini untuk pengemasan
di lapangan dirancang untuk di dorong menggunakan traktor
kecil ke dalam kebun saat tanaman dipanen. Jenis kereta ini
dapat digunakan untuk pengemasan di lapangan berbagai jenis
produk. Atapnya bisa dilipat ke bawah untuk memudahkan
transportasi, dan dibuka untuk menyediakan naungan lebih luas
untuk petugas pengemas dan produk-produk tersebut.
Rancangan kereta dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan
dan sesuai untuk berbagai macam produk dan operasi berbeda.
Sistem pengemasan yang berjalan sendiri atau selfpropelled field pack system memungkinkan petugas lapangan
memotong,
memangkas,
mengikat/membungkus
dan
mengemas di lapangan, dengan demikian menghilangkan
pengeluaran untuk operasi rumah pengemasan. Pada ilustrasi di
bawah ini, truk berbantalan datar bergerak sepanjang sisi kebun
mengikuti field pack system dan produk yang sudah dikemas di
pindahkan ke atas truk untuk ditransportasi.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
56
Gambar 18. Sistem pengemasan yang berjalan sendiri
Pengangkutan ke rumah atau bangsal pengemasan
Saat tanaman dipanen dengan jarak tertentu ke rumah
pengemasan, produk harus diangkut sebelum dilakukan
pengemasan. Sistem konveyor digerakan dengan tenaga
gravitasi untuk pisang yang diilustrasikan di bawah ini
menggambarkan contoh bagaimana penanganan dan
diminimalkan selama persiapan untuk pasar. Pisang yang telah
dipanen dibawa ke flatform yang ditempatkan sepanjang rute
dari konveyor, kemudian mengangkat dan menggantungkannya
pada alat penggantung atau hook yang dilekatkan pada kawat.
Kecepatan pengangkutan dikendalikan oleh petugas untuk
menuntun produk ke rumah pengemasan di bawah bukit
(Gambar 19).
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
57
Gambar 19. Sistem konveyor yang digerakkan dengan tenaga
gravitasi pada pisang.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
58
DAFTAR PUSTAKA
FAO. 1986. Improvement of Post-Harvest Fresh Fruits and
Vegetables Handling. Regional Office for Asia and
the Pacific. Maliwan Mansion, Phra Atit Road,
Bangkok, 10200, Thailand.
FAO. 1989. Prevention of Post-Harvest Food Losses: Fruit.
Vegetables and Root Crops. A Training Manual.
Rome: UNFAO. 157 pp.
Moline, HE. 1984. Postharvest Pathology of Fruits and
Vegetables: Postharvest Losses in Perishable Crops.
U.C. Bulletin 1914, University of California, Division
of Agriculture and Natural Resources, Oakland,
California 94608.
NRC. 1992. Neem: A Tree for Solving Global Problems.
Washington, D.C.: Bostid Publishing Co. 141 pp.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
59
BAB III.
FOTOSINTESIS, RESPIRASI, FERMENTASI
Produk pasca panen hortikultura segar buah-buahan dan
sayur-sayuran adalah produk yang masih hidup dicirikan
dengan adanya aktivitas metabolism yaitu respirasi. Respirasi
adalah proses oksidasi dengan memanfaatkan gula sederhana
dimana dengan keterlibatan enzim dirubah menjadi CO2, H2O
dan energy kimia berupa adenosine triphosphate (ATP)
disamping energy dalam bentuk panas.
Karena suplay
karbohidrat terputus karena aktivitas fotosintesis terhambat
setelah panen untuk produk sayuran dan suplay terputus dari
tanaman induknya untuk buah-buahan, maka suplay untuk
aktivitas respirasi hanya berasal dari tubuh bagian tanaman
yang dipanen itu sendiri.
Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan pertama:
Rencana
Perkuliahan
(100 menit)
Langkah 1
30 menit
Langkah 2
50 menit
Langkah 3
20 menit
Aktivitas
Aktivitas 1: Pendahuluan
Aktivitas 2: Materi
Pengajar menjelaskan suplay karbohidrat
terputus
karena
aktivitas
fotosintesis
terhambat setelah panen untuk produk sayuran
dan suplay terputus dari tanaman induknya
untuk buah-buahan,
Aktivitas 3: Penutup
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
60
SUPLEMEN BAB 3.
FISIOLOGI PASCA PANEN
3.1. Metabolisme dalam Bahan
Benda hidup melakukan metabolisme terutama
ditujukan untuk memenuhi keperluan-keperluan yang
dibutuhkan oleh benda tersebut agar dapat melangsungkan
kehidupannya. Keperluan tersebut terutama dalam bentuk
energi. Dengan adanya energi, maka reaksi-reaksi metabolisme
dapat berlangsung. Dalam sistem biologi, energi dapat
diperoleh dengan beberapa cara, yaitu dapat dengan cara
fotosintesa, respirasi atau fermentasi.
1. Fotosintesa
Fotosintesa adalah suatu proses metabolisme dalam
tanaman untuk membentuk karbohidrat dengan menggunakan
CO2 dari udara dan air dari dalam tanah dengan bantuan sinar
matahari dan klorofil. Sinar matahari dan klorofil
menggalakkan proses pengadaan energi dalam tanaman yang
digunakan untuk sintesa makromolekul di dalam sel, misalnya
untuk membentuk karbohidrat dengan cara mereduksi CO2.
Hasil reaksi sampingan yang terjadi berupa molekul O2 yang
merupakan sumber oksigen dalam udara.
Tanaman yang berklorofil atau jazad renik tertentu,
misalnya ganggang biru atau hijau dapat menggunakan sinar
matahari untuk menaikkan tingkat energi dari elektron-elektron
yang dihasilkan dari oksidasi air dalam proses fotosintesa.
Elektron tersebut yang telah mempunyai tingkat energi
tinggi, setelah kembali ke tingkat energi semula akan
menghasilkan energi.
Energi
yang dihasilkan tersebut
kemudian dapat digunakan untuk keperluan biologis, atau dapat
digunakan dalam sintesa makromolekul dalam sel.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
61
2. Respirasi
Yang dimaksud dengan respirasi atau pernafasan adalah
suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigen
dalam
pembakaran
senyawa
makromolekul
seperti
karbohidarat, protein dan lemak yang akan menghasilkan CO2,
air dan sejumlah besar elektron-elektron. Senyawa
makromolekul dioksidasi dengan membentuk NADH
(Nicotinamida Adenin Dinucleotida) dan ion H+, kemudian
melalui flavoprotein dan sistem cytochrom, elektron yang
dihasilkan akan mereduksi oksigen dan akan diperoleh air.
Dari reaksi yang panjang tersebut, akan dihasilkan energi dalam
bentuk ATP (Adenosin Tri fosfat), yaitu sebesar 38 mol
ATP/mol glukosa. Sebagai gambaran tentang terjadinya proses
respirasi pada senyawa makromolekul dapat dilihat pada
Gambar 20 dibawah ini:
Senyawa makromolekul
Teroksidasi
e- (NADH + H+)
O2
H2O
Gambar 20. Terjadinya proses respirasi pada senyawa
makromolekul
Apabila senyawa makromolekul tersebut adalah glukosa, maka
reaksinya adalah sebagai berikut:
C6H12O6 + 6O2
enzim
6 H2O + 6 CO2
Oksigen merupakan senyawa yang baik untuk direduksi
oleh elektron karena mempunyai harga “electrical potential”
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
62
(Eo) positif dan besar Eo merupakan suatu ukuran kekuatan
untuk melakukan oksidasi dan reduksi. Nilai Eo oksigen adalah
(+0.82) sedangkan nilai Eo senyawa makromolekul umumnya
negatif. Semakin besar perbedaan Eo yang ada, maka semakin
besar energi yang dihasilkan. Di samping hal tersebut di atas,
oksigen mudah didapat dan selalu ada tersedia dalam jumlah
besar di udara, yaitu kira-kira 20.1%.
Dalam pengukuran proses respirasi beberapa senyawa
penting yang dapat digunakan untuk mengukur proses ini
adalah glukosa, ATP, CO2 dan O2. Oleh karena itu, beberapa
cara telah dicoba digunakan untuk mengukur proses-proses
respirasi, yaitu dengan cara mengukur perubahan kandungan
gula, jumlah ATP, jumlah CO2 yang dihasilkan dan jumlah O2
yang digunakan.
Perubahan kandungan gula
Secara teoritis perubahan kandungan gula dalam bahan
dapat digunakan untuk mengukur atau mengetahui keaktifan
respirasi, akan tetapi secara praktis sukar dilakukan karena gula
yang terdapat dalam bahan jumlahnya tidak tetap. Hal ini
disebabkan karena pembentukan gula hasil degradasi
karbohidrat bersamaa dengan degradasi gula dalam proses
glikolisis.
Kandungan ATP
Kandungan ATP yang dihasilkan selama proses
metabolisme secara teoritis dapat diukur, akan tetapi dalam
praktek sangat sukar mengerjakannya, sebab untuk menghitung
jumlah ATP yang terbentuk dibutuhkan waktu yang lama,
ketelitian yang tinggi dan alat-alat yang mahal misalnya
spektrofotometer. Oleh karena itu, meskipun cara ini dapat
digunakan, dalam praktek jarang dilakukan.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
63
Produksi CO2
Jumlah produksi CO2 selama proses respirasi relatif
cukup
besar,
sehingga
mudah
untuk
melakukan
pengukurannya. Dalam tanaman proses respirasi sesungguhnya
dapat terjadi secara aerobik atau anaerobik.
Pengertian
respirasi secara aerobik ialah proses respirasi dengan
menggunakan senyawa penerima elektron bukan oksigen, tetapi
menggunakan senyawa yang terdapat di dalam bahan itu sendiri
yang dikenal sebagai proses fermentasi. Oleh karena itu,
pengukuran proses respirasi dengan mengukur jumlah CO2
yang keluar tersebut, tidak akan dapat diketahui apakah proses
respirasi itu bersifat aerobik atau anaerobik.
Penyerapan O2
Jumlah oksigen yag dapat digunakan dalam proses
respirasi relatif sangat sedikit. Walaupun cara pengukuran ini
mungkin dikerjakan, akan tetapi sukar dilaksanakannya, karena
dibutuhkan alat yang mempunyai kepekaan tinggi terhadap
oksigen misalnya gas khromatografi.
Dari keempat cara tersebut dapat dinyatakan, bahwa
pengukuran yang yang mungkin dilaksanakan dengan
menggunakan cara yang sederhana dan praktis adalah dengan
menghitung produksi CO2. Cara ini mudah dilakukan karena
selama proses respirasi jumlah CO2 yang keluar relatif cukup
banyak.
Untuk mengukur proses respirasi digunakan rumus
sebagai berikut:
RQ =
Volume CO2 yang diproduksi
Volume O2 yang diserap
RQ = Respiratory quotient
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
64
Senyawa-senyawa yang dapat digunakan dalam proses
respirasi dapat terdiri daripada glukosa dan karbohidrat lainnya
atau senyawa lemak dan protein.
Apabila glukosa yang
dioksidasi maka reaksinya akan terlihat sebagai berikut:
C6H12O6 + 6O2
6 CO2 + 6H2O + 675 kalori
RQ = 6/6 = 1.0
Apabila dalam reaksi hanya lemak yang dioksidasi
secara lengkap misalnya tripalmitin, maka akan dihasilkan RQ
sebesar 0.71. Perhitungan dapat dilihat pada reaksi dibawah
ini:
2C51H98O6 + 145 O2
102CO2+98H2O+15.314K
RQ = 102/145 = 0.71
Sedangkan pada respirasi yang dilangsungkan dengan
cara mengoksidasi protein saja, akan dihasilkan RQ sekitar
0.80. Jadi apabila harga RQ = 1.0 kemungkinan besar bahan
yang dioksidasi seluruhnya adalah karbohidrat (gula).
Bila
harga RQ = 0.71 berarti bahan yang digunakan untuk proses
oksidasi adalah lemak, sedangkan bila RQ air antara 0.71 – 1.0
berarti bahwa yang dioksidasi adalah campuran.
3. Fermentasi
Seperti halnya proses biologis yang terdahulu,
fermentasi juga merupakan reaksi- reaksi oksidasi reduksi, di
mana baik zat yang dioksidasi (pemberi elektron) maupun yang
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
65
direduksi (penerima elektron) adalah zat organik. Hal ini
berbeda dengan respirasi di mana zat yang bertindak sebagai
penerima elektronnya adalah zat anorganik (O2).
Senyawa organik
teroksidasi
e- (energi)
Senyawa organik
tereduksi
Senyawa organik yang banyak digunakan dalam proses
fermentasi pada umumnya adalah glukosa. Melalui proses
glikolisis gula tersebut dipecahkan menjadi molekul-molekul
yang lebih sederhana misalnya aldehid, alkohol atau asam.
Dalam buah-buahan atau hasil pertanian lainnya, sistem
fermentasi tersebut dapat berlangsung terutama bila persediaan
oksigen berkurang, sehingga pola pembentukan energi berubah
dari cara respirasi ke fermentasi.
Bila buah-buahan melakukan proses fermentasi, maka
energi yang diperoleh relatif lebih sedikit persatuan berat
substrat yang tersedia. Untuk memenuhi kebutuhan energi,
maka diperlukan sunstrat (glukosa) dalam jumlah yang banyak,
sehingga dalam waktu yang singkat persediaan substrat akan
habis dan akhirnya buah-buahan tersebut akan mati dan busuk.
Didalam proses fermentasi, kapasitas sel untuk melangsungkan
proses oksidasi tergantung dari jumlah senyawa penerima
elektron terakhir yang dapat digunakan.
3.2.
Kelayuan
Kelayuan (senescense) adalah suatu tahap normal yang
selalu terjadi dalam siklus kehidupan tanaman.
Proses
kelayuan dapat terjadi setiap saat dalam tahap-tahap pada siklus
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
66
kehidupan, misalnya ada (A), tanaman masih berada pada tahap
“juvenility” (muda), bila terjadi kerusakan pada bahan tersebut
maka dapat langsung terjadi kelayuan tanpa melalui tahap
dewasa dahulu.
Gejala-gejala kelayuan pada tanaman ditandai dengan
adanya absisi pada daun buah dan bagian bunga, pematangan
buah, pengurangan daya tahan terhadap penyakit. Gejala-gejala
tersebut merupakan hasil perubahan-perubahan yang terjadinya
gejala-gejala ketuan/kematian pada daun yang biasanya
ditandai dengan menguningnya daun/buah yang diikuti dengan
pembentukan bercak-bercak coklat pada bagian-bagian
tersebut.
Perubahan dalam sel waktu proses kelayuan
Pada waktu proses kelayuan terjadi, banyak perubahanperubahan yang terjadi di dalam sel. Demikian juga pada setiap
tahap klimakterik perubahan yang terjadi dalam sel pun
berbeda-beda. Dengan menggunakan elektron mikroskop,
ternyata dinding sel pada waktu proses kelayuan menjadi lebih
tipis.
Pada tahap praklimakterik, sel umumnya masih baik
susunannya, di mana sebagian besar isi sel terdiri dari vakuola.
Pada tahap klimakterik, kloroplas pecah menjadi bagian yang
lebih kecil, endoplasmik retikula menjadi rusak dan sitoplasma
terlihat penuh dengan kotoran-kotoran hasil pecahan tersebut,
tetapi mitikhondrianya masih tetap utuh.
Terjadinya
kerusakan-kerusakan pada mitokhondria pada tahap-tahap
selanjutnya menyebabkan timbulnya penafsiran bahwa
penyediaan energi untuk metabolisme diperoleh dari
mitokhondria.
Perubahan-perubahan lain yang dapat digunakan
sebagai tanda terjadinya kelayuan ialah hilangnya klorofil dari
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
67
tanaman. Hal ini bisa dilihat bila warna hijau berubah menjadi
kuning. Selain itu turunnya kandungan protein juga dapat
menyebabkan terjadinya proses kelayuan.
Tetapi perlu
diketahui bahwa selama proses pematangan (sebelum proses
kelayuan terjadi) kandungan protein menunjukkan jumlah yang
menaik. Pada daun, turunnya kandungan klorofil dan protein
umumnya berlangsung bersamaan.
Kegiatan pernapasan dan fotosintesa pada umumnya
juga menurun. Hal ini disebabkan karena adanya kerusakan
mitokhondria, yang dapat diketahui dengan menghitung harga
perbandingan antara produksi fosfat dengan konsumsi O2 (PO
ratio) yang berlangsung pada mitokhondria tersebut. Sebagai
contoh pada buah tertentu, harga PO ratio pada saat
praklimakterik adalah 2.32 dan pada lepas klimakterik 0.66.
PO ratio = produksi ATP
Konsumsi O2
Dari angka di atas terbukti bahwa penurunan nilai PO
ratio tersebut disebabkan karena terjadinya kerusakan
mitokhondria sehingga produksi ATP menurun. Apabila
diikuti keadaan setelah panen, pada umumnya ternyata bahwa
produksi ATP selalu menurun.
Di samping perubahan di atas, akan terjadi juga
perubahan permeabilitas dari membran sel. Hal ini disebabkan
karena jaringan-jaringan sel terus melemah sehingga sifat
permeabilitasnya pun akan berubah.
Konsep Mengenai Proses Kelayuan
Untuk mengetahui prinsip terjadinya kelayuan, telah
dilakukan percobaan-percobaan khususnya yang menggunakan
hormon tanaman sitokinin. Apabila pada sehelai daun yang
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
68
masih hijau diteteskan hormon sitokinin, maka bial dibiarkan
beberapa hari, bagian daun yang telah diberi sitokinin akan
tetap hijau sedangkan bagian yang lainnya mulai menguning.
Apabila bagian yang mendapat sitokinin tersebut
dianalisa akan diperoleh bahwa jumlah karbohidrat, asam
amino dan ion-ion organik yang dikandungnya relatif lebih
tinggi bila dibandingkan bagian lainnya. Dari hasil tersebut
diperkirakan, bahwa terjadi penarikan molekul-molekul asam
amino dari bagian lain. Hal ini terbukti karena bagian yang
terdapat diluar daerah tidak ditemukan asam amino.
Pada penelitian lainnya yng dilakukan pada daun
tembakau akan lebih mudah diikuti bagaimana terjadinya
kelayuan.
Tabel 8.
Beberapa percobaan proses kelayuan pada daun
tembakau
Perlakuan
Klorofil Protein
RNA
Kontrol (segar)
100
100
100
Direndam dalam H2O
80
64
67
Direndam dalam larutan
95
122
130
kinetin
Direndam dalam larutan
47
44
42
khloramfenikol
Direndam dalam larutan
87
92
123
sitokinin dan kinetin
Direndam dalam larutan
54
36
28
tiourasil
Direndam
dalm
larutan
90
96
95
tiourasil dan kinetin
Pada Tabel 8 di atas dapat dilihat bahwa khloramfenikol
dapat mencegah terjadinya sintesa protein, demikian juga
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
69
tiourasil. Sedangkan kinetin ternyata dapat mensintesa protein
yang lebih besar daripada kontrol. Hal ini diperkuat dengan
naiknya jumlah RNA yang sangat diperlukan oleh sintesa yang
mungkin disebabkan karena dihambatnya proses degradasi
sehingga terjadi peningkatan sintesa protein.
Dari tabel diatas juga dapat dianalisa bahwa sesuatu
yang dapat menghambat sintesa protein berarti dapat
mempercepat terjadinya kelayuan. Sebaliknya pada kinetin
karena dapat mempercepat pembentukan RNA dan protein,
maka dapat menghambat terjadinya proses kelayuan. Pada
hormon tiourasil ternyata menghambat terjadinya RNA, oleh
karena itu tiourasil ternyata menghambat terjadinya RNA, oleh
karena itu tiourasil mempercepat terjadinya kelayuan.
Hormon dalam Proses Kelayuan
Beberapa hormon tanaman yang aktif dalam proses
kelayuan adalah auxin, giberelin, asam absisat, sitokinin dan
etilen.
Auxin banyak peranannya dalam sintesa etilen, di mana
makin tinggi jumlah auxin, maka sintesa etilen pun makin
tinggi. Secara langsung auxin tidak menyebabkan kelayuan,
malahan menghambat terjadinya proses tersebut, sehingga
hilangnya auxin dapat menyebabkan terjadinya kelayuan. Hal
ini dapat dibuktikan dalam percobaan berikut. Pada umumnya
rontoknya buah dari pohon merupakan salah satu gejala proses
kelayuan. Dengan menyemprotkan auxin sintesis, terjadinya
perontokan buah dapat dihambat. Perlakuan tersebut sering
disebut dengan “Stop Drop Dray”.
Hormon giberrelin bekerja secara spesifik pada
tanaman, yaitu dapat menghambat terjadinya pematangan, yang
berarti dapat menhambat terjadinya kelayuan. Tetapi tidak
semua tanaman dapat menberikan respon yang baik terhadap
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
70
hormon ini, misalnya pisang dan tomat dapat dipengaruhi oleh
gibberellin sedangkan apel dan arbei tidak dapat dipengaruhi.
Asam absisat adalah hormon yang dapat merangsang
terjadinya absisi yaitu apabila tanaman disemprot dengan asam
tersebut. Hormon ini dapat ditemukan pada biji kapas.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, hormon sitokinin
dapat menghambat terjadinya proses kelayuan.
Banyak
tanaman yang peka terhadap hormon ini. . Pada tabel 9
terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi sitokinin yang
disintesa, maka semakin banyak kandungan klorofil yang
tertinggal di dalam daun kubis. Atau dengan perkataan lain,
semakin tinggi sitokinin maka daun kubis tersebut akan tetap
segar, dan proses menguningnya daun dapat dihambat.
Tabel 9. Pengaruh sitokinin sintetis (N6-benzyladenine) pada
daun kol selama 45 hari pada suhu 4.5 oC
Konsentasi sitokinin sintetis
(ppm)
0
10
20
30
Kandungan klorofil
(mg/kg berat segar)
0.0221
0.0529
0.0529
0.0950
Dari ke lima jenis hormon tersebut bahwa asam absisat
demikian juga etilen adalah hormon yang dapat mempercepat
terjadinya kelayuan pada tanaman, sedangkan hormon lainnya
yaitu giberellin, auxin dan sitokinin dapat menghambat atau
menangguhkan terjadinya kelayuan.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
71
Proses Kelayuan Pada Beberapa Tanaman
Pada umumnya terjadinya bunga pada tanaman dapat
mempercepat berlangsungnya kelayuan, misalnya pohon tomat,
setelah berbunga pertumbuhannya menjadi lebih lambat dan
akhirnya mati. Pada kubis setelah berbunga akan mati, akan
tetapi bila bunganya dipotong, pertumbuhan akan terus
berlangsung sampai keluar bunga lagi.
Alasan mengapa terjadinya bunga dapat mempercepat
kelayuan atau kematian pada tanaman, mungkin disebabkan
karena adanya mobilisasi makanan untuk pertumbuhan biji, di
mana sebagian besar asam amino digunakan dalam
pembentukan biji. Mungkin dengan adanya mobilisasi asam
amino tersebut dapat menyebabkan terjadinya proses kelayuan.
DAFTAR PUSTAKA
Kartasapoetra, A.G. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen.
Bina Aksara, Jakarta.
Winarno, F. G. 1993. Pangan, gizi, teknologi dan konsumen.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F.G dan Aman, M. 1981. Fisiologi Lepas Panen.
Institut Pertanian Bogor. Penerbit Putra Hudaya, Jakarta.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
72
BAB IV.
PROSES KLIMAKTERIK DAN NON KLIMAKTERIK
Klimakterik adalah suatu periode mendadak yang unik
bagi buah-buahan tertentu, dimana selama proses ini terjadi
serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses
pembuatan etilen. Proses ini ditandai dengan mulainya proses
pematangan. Buah-buahan yang tidak pernah mengalami
periode tersebut di atas digolongkan ke dalam golongan
nonklimakterik. Berdasarkan sifat klimakteriknya, proses
klimakterik dalam buah dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu
klimakterik menaik, puncak klimakterik dan klimakterik
menurun.
Proses metabolik yang terpenting sesudah panen adalah
respirasi yang meliputi perombakan substrat organis. Namun
demikian tidak selalu aktivitas metabolik ini bersifat katabolik
yang merugikan, melainkan juga bisa menguntungkan seperti
sintesa pigmen, enzim dan lain-lain mineral, khususnya
perubahan-perubahan yang terjadi pada pemasakan buahbuahan.
Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan pertama:
Rencana
Perkuliahan
(100 menit)
Langkah 1
30 menit
Langkah 2
50 menit
Aktivitas
Aktivitas 1: Pendahuluan
Aktivitas 2: Penjelasan Materi
Klimakterik adalah suatu periode mendadak
yang unik bagi buah-buahan tertentu, dimana
selama proses ini terjadi serangkaian
perubahan biologis yang diawali dengan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
73
Langkah 3
20 menit
proses pembuatan etilen. Proses ini ditandai
dengan mulainya proses pematangan. Buahbuahan yang tidak pernah mengalami periode
tersebut di atas digolongkan ke dalam
golongan nonklimakterik.
Aktivitas 3: Penutup
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
74
SUPLEMEN BAB 4.
KLIMAKTERIK DAN NON KLIMAKTERIK
4.1. Pengertian Klimakterik dan Non Klimakterik
Terjadinya buah adalah hasil dari beberapa jenis bentuk
pertumbuhan, yaitu dari pembesaran bakal buah, pembesaran
jaringan yang mendukung bakal buah dan gabungan dari kedua
bentuk tersebut.
Pada umumnya tahap-tahap proses pertumbuhan atau
kehidupan buah dan sayuran meliputi pembelahan sel,
pembesaran sel, pendewasaan sel (maturation), pematangan
(ripening),
kelayuan
(senescense)
dan
pembusukan
(deterioration). Khususnya pada buah, pembelahan sel segera
berlangsung setelah terjadinya pembuahan yang diikuti dengan
pembesaran atau pengembangan sel sampai mencapai volume
maksimum. Setelah itu, sel-sel dalam buah berturut-turut
mengikuti proses pendewasaan, pematangan, kelayuan dan
pembusukan. Meskipun tanpa melalui pembuahan, beberapa
sayuran umumnya juga mengalami prose yang sama seperti
pada buah.
Laju proses respirasi tinggi pada saat pembelahan sel
dan menurun pada tahap pembesaran sel. Setelah itu laju
respirasi dapat tiba-tiba naik kemudian turun, atau terus turun
dengan perlahan-lahan sampai pada tahap kelayuan (Gambar
21).
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
75
Gambar 21.
Skema hubungan antara proses pertumbuhan
dengan laju respirasi
Untuk
mengetahui
hubungan
antara
proses
pertumbuhan, dengan jumlah CO2 yang dihasilkan. Hal ini
disebabkan karena laju respirasi berbanding lurus dengan
jumlah produksi CO2. Jumlah CO2 yang dihasilkan terus
menurun sampai mendekati proses kelayuan. Pada saat
kelayuan tiba-tiba produksi CO2 meningkat kemudian turun
lagi.
Gambar 22.
Skema hubungan antara proses pertumbuhan
dengan jumlah CO2
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
76
Perubahan pola respirasi yang mendadak sebelum
terjadi proses kelayuan pada beberapa jenis hasil pertanian
dikenal dengan istilah klimakterik respirasi yang sering
disingkat dengan respirasi.
Beberapa peneliti menyatakan, bahwa klimakterik
adalah suatu fase yang kritis dalam kehidupan buah, dan selama
terjadinya proses ini banyak sekali perubahan yang
berlangsung. Pendapat lain menyatakan, bahwa klimakterik
adalah suatu keadaan “auto stimulation” dari dalam buah
tersebut sehingga buah menjadi matang yang disertai dengan
adanya peningkatan proses respirasi. Selain itu, klimakterik
dapat diartikan sebagai suatu masa peralihan dari proses
pertumbuhan menjadi layu. Meningkatnya proses respirasi
ternyata tergantung pada beberapa hal diantaranya adalah
jumlah etilen yang dihasilkan serta meningkatnya sintesa
protein dan RNA (Ribose Nucleic Acid).
Dari semua pendapat tersebut maka, klimakterik adalah
suatu periode mendadak yang unik bagi buah-buahan tertentu,
dimana selama proses ini terjadi serangkaian perubahan
biologis yang diawali dengan proses pembuatan etilen. Proses
ini ditandai dengan mulainya proses pematangan. Buah-buahan
yang tidak pernah mengalami periode tersebut di atas
digolongkan ke dalam golongan nonklimakterik. Berdasarkan
sifat klimakteriknya, proses klimakterik dalam buah dapat
dibagi dalam tiga tahap, yaitu klimakterik menaik, puncak
klimakterik dan klimakterik menurun (Gambar 23).
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
77
Gambar 23. Pembagian tahap-tahap klimakterik
Proses respirasi pada buah apel yang terjadi selama
pematangan, ternyata mempunyai pola yang sama dengan
proses respirasi buah-buahan lainnya, diantaranya yaitu tomat,
adpokat, pisang, mangga, pepaya, peach dan pear, karena buahbuahan tersebut menunjukkan adanya peningkatan CO2 yang
mendadak selama pematangan buah sehingga dapat
digolongkan ke dalam buah-buahan klimakterik.
Buah-buahan yang mengalami pola berbeda dengan
pola di atas di antaranya adalah ketimun, anggur, limau,
semangka, jeruk, nenas, arbei. Pola respirasi buah tersebut
berbeda karena setelah dipanen, CO2 yang dihasilkan tidak
terus meningkat, tetapi terus turun perlahan-lahan. Buahbuahan tersebut dapat digolongkan ke dalam golongan buahbuahan nonklimakterik.
Terlihat, bahwa produksi CO2 selama klimakterik lebih
besar daripada konsumsi O2, sehingga nilai RQ pada
praklimakterik lebih kecil dari RQ pada puncak klimakterik.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
78
Hal ini mungkin disebabkan karena adanya proses
dekarboksilasi, sedangkan bila nilai RQ pada pra dan puncak
klimakterik sama, berarti proses dekarboksilasi tidak ada atau
sangat sedikit.
4.2.
Hubungan Respirasi dengan Klimakterik, Non
klimakterik
Pada Bab IV sudah dijelaskan, apa yang dimaksud
dengan respirasi dan bagaimana caranya menghitung respirasi.
Pada Bab ini mash juga membicarakan respirasi karena
respirasi sangat berkaitan dengan proses klimaterik dan non
klimakterik.
Respirasi dapat berlangsung secara aerob dan an aerob.
Dengan adanya udara, karbohidrat dioksida selurunya menjadi
air dan CO2 , menghasilka pemecahan sebagian dari
karbohidrat, dan produksi ATP lebih sedikit per unit glukosa
dibandingkan dengan respirasi aerobik. Produk akhir yang
dihasilkan merupakan persenyawaan dengan berat molekul
yang lebih besar seperti etil-alkohol.
Substrat biasa bagi respirasi dalam jaringan tanaman
adalah karbohidrat dan asam-asam organis, lebih banyak
daripada sumber-sumber energi lain seperti lemak dan protein.
Transformasi ini sebenarnya berlangsung dalam
beberapa tahap. Dengan pertolongan berbagai sistem enzim.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
79
Gambar 24. Jalan Embden-Meyer hof-Parnas dariGlukosa
Pada umumnya mula-mula terjadi perombakan
polisakarida menjadi gula sederhana (glukosa). Kemudian
terjadi perombakan atau degradasi glukosa melalui jalan
Embden-Meyer hof-Parnas (EMP) (Gambar 24) dan
dilanjutkan dengan siklus Kreb asam trikarboksilat (Gambar
25).
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
80
Gambar 25. Siklus Kreb asam trikarboksilat
Pada proses jalam EMP terjadi perubahan dari glukosa
menjadi asam piruvat. Asam piruvat ini jika ada oksigen
(aerob) kemudian melalui siklus kreb itu diubah menjadi CO2,
air dan produk-produk asam-asam lain seperti asam sitrat, asam
malat dan lain-lain.
Dalam keadaan an aerob, asam piruvat didekarboksilasi
menjasi asetaldehida yang kemudian dihidrogenasi menjadi etil
alkohol. Sekalipun oksidasi karbohidrat melalui jalan EMP
merupakan jalan yang biasa ditempuh dalam jaringan tanaman,
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
81
namun masih ada jalan lain yang ditempuh terutama pada
jaringan yang tua, yaitu melalui siklus Pentosa Fosfat.
Gambar 26. Siklus Oksidasi Pentosa Fosfat
4.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respirasi
a). Faktor dalam
Tingkat pengembangan
Terdapat variasi dalam respirasi pada waktu buah itu
berkembang. Jika buah menjadi besar, total jumlah CO2 yang
dikeluarkan bertambah. Akan tetapi jika menjadi besar sekali,
maka laju respirasi jika diperhitungkan terhadap satuan berat
berkurang secara terus menerus.
Besarnya komoditi
Kentang yang kecil mempunyai laju repirasi yang relatif
lebih besar (tinggi) dari pada kentang yang besar. Hal ini
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
82
berkaitan dengan fenomena permukaan yang berhubungan
dengan udara yang lebih besar, jadi lebih banyak O2 yang
berdifusi.
Kulit penutup alamiah
Komoditi dengan kulit penutup yang baik akan
mempunyai laju respirasi yang rendah. Hal ini disebabkan
oleh banyaknya CO2 yang terkumpul di dalam ruangan yang
tertutup kulit yang menghambat laju repirasi. Pengupasan kulit
akan mengakibatkan percepatan laju respirasi.
Tipe dari jaringan
Jaringan muda yang aktif bermetabolisme mempunyai
aktivitas respirasi yang lebih tinggi dari pada yang tua.
b) Faktor luar
Temperatur
Pada umumnya laju respirasi secara normal bertambah
dengan bertambah naiknya temperatur. Pada suhu antara 0-35
ºC laju respirasi dari buah-buahan dan sayur-sayuran naik
dengan 2-2,5 kali bagi tiap kenaikan 10 ºC. Pada buah-buahan
klimakterik, penurunan temperatur akan memperlambat
timbulnya peningkatan klimakterik dan juga menurunkan
tingginya puncak klmakterik.
Konsentrasi O2 dan CO2
Pada respirasi aerobik, O2 diabsorpsi dan CO2 dikeluarkan.
Udara mengandung 21% O2 dan 0,3% CO2, sampai kadar
tertentu dengan bertambahnya konsentrasi O2 bertambah pula
respirasi. Pada umumnya,baik reduksi dari tekanan O2 maupun
bertambahnya konsentrasi CO2 akanmengurangi respirasi. Jika
O2 berkurang sampai suatu titik tertentu, respirasi berlangsung
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
83
anaerobik
dan berakumulasi dengan etil alkohol dan
asetaldehida, sedang CO2 yang terlalu tinggi akan
mengakibatkan kerusakan tenunan. Berkurangnya oksigen dan
bertambahnya CO2 merupakan akibat dari respirasi jika buahbuhan dan sayur-sayuran disimpan dalam ruangan yang
tertutup.
Kontrol/pengaturan ventilasi atau pengaturan
komposisi O2-CO2 menghasilkan kontrol laju respirasi.
Hormon-hormon tanaman
Hormon-hormon tanaman merupakan pengatur yang
penting dari proses penuaan. Ada 5 kategori hormon tanaman
yang diketahui, yaitu gas etilen, auxin, sitokinin,
gibberelin,abscisin.
Etilen
Etilen merupakan satu di antara banyak substansi
terbang (volatil) yang dikeluarkan buah-buahan dan sayuran,
dan diketahui sebagai komponen aktif bagi stimulasi
pemasakan. Penjelasan lebih lanjut pada bagian etilen.
Memar
Memar dari buah-buahan bisa menstimulasi respirasi,
sebagai akibat dari efek tidak langsung dari etilen.
4.4.
Pola Respirasi Dalam Buah-Buahan Dan SayurSayuran Dipanen
Secara umum dapat dikatakan, bahwa kecepatan
respirasi merupakan ciri dari cepat tidaknya perubahan
komposisi yang terjadi dalam jaringan. Jika buah dipanen pada
waktu buah sudah matang dan paling optimal untuk dimakan,
maka buah itu akan memperlihatkan respirasi yang cepat dan
akan disertai dengan kebusukan yang cepat pula. Buah-buhan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
84
yang mempunyai intensitas yang rendah, pada umumnya dapat
disimpan lama dalam keadaan segar tanpa kehilangan
akseptabilitas untuk dimakan. Dibawah ini akan ditunjukkan
klasifikasi buah-buahan menurut pola respirasinya (Tabel 10).
Tabel 10. Klasifikasi buah-buahan menurut pola respirasinya
Klimakterik
Non Klimakterik
Nama
Nama Ilmiah
Nama Biasa Nama Ilmiah
Biasa
Apel
Pyrus malus
Mentimun
Cucumis
sativus
Adpokat
Persea
Anggur
Vitus vinifera
gratissima
Pisang
Musa
Lemon
Citrus limon
saplentum
Mangga
Mangifera
Orange
Citrus
indica
sinensis
Papaya
Carica Papaya Nenas
Ananas
comosus
Tomat
Lycopersicum
Arben
Frugaria vesc
esculentum
americana
Kegiatan respirasi dan berbagai buah dan pengaruh temperatur
dapat dilihat pada gambar 27 dan 28 dibawah ini.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
85
Gambar 27. Pola respirasi berbagai buah
Gambar 28. Pengaruh temperatur pada respirasi
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
86
4.5. Etilen
Etilen (C2H4) adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh
yang pada suhu kamar berbentuk gas. Ternyata etilen dapat
dihasilkan oleh jaringan tanaman hidup pada waktu-waktu
tertentu.
Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan
pematangan hasil-hasil pertanian.
Sejak kira-kira pada tahun 1900, di negara Amerika
para petani jeruk mempunyai kebiasaan memanen buah jeruk
waktu masih berwarna hijau.
Jeruk tersebut kemudian
dikumpulkan dalam suatu ruangan tertutup yang diterangi
dengan nyala lampu minyak tanah (kerosin). Setelah beberapa
waktu ternyata buah jeruk yang hijau itu berubah menjadi
kuning. Disangka bahwa kuningnya jeruk disebabkan karena
adanya panas dari lampu minyak tanah. Akan tetapi bila
minyak tanah diganti dengan pemanas listrik, jeruk hijau
tersebut tidak akan berubah warnanya.
Setelah diteliti
kemudian diketahui, bahwa di antara beberapa gas hasil
pembakaran minyak tanah terdapat suatu gas yang dikenal
dengan etilen.
Etilen adalah suatu gas yang dalam kehidupan tanaman
dapat digolongkan sebagai hormon yang aktif dalam proses
pematangan. Etilen disebut hormon karena dapat memenuhi
persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh tanaman,
bersifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa
organik. Pada tahun 1959 diketahui, bahwa etilen tidak hanya
berperanan dalam proses pematangan saja, tetapi juga
berperanan dalam mengatur pertumbuhan tanaman.
Pada buah-buah klimakterik, makin besar konsentrasi
C2H4 sampai tingkat kritis, makin cepat stimulasi respirasi.
Kerjanya yang paling efektif pada waktu tahap pre klimakterik.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
87
Aplikasi C2H4 pada tahap post klimakterik tidak merubah laju
respirasi. C2H4 tidak mempengaruhi respirasi pada buahbuahan yang mentah.
C2H4 mempengaruhi buah-buahan non klimakterik
setiap saat, baik pra panen maupun pasca panen.
Respon
yang terus menerus efektif dengan penambahan etilen pada
buah-buahan non klimakterik disebabkan oleh produksi etilen
yang hanya sedikit pada buah-buahan non klimakterik, sedang
produksinya pada buah-buahan klimakterik sudah cukup
banyak, sehingga penambahan etilen dari luar tidak
menimbulkan respon yang berarti.
Pembentukan etilen tergantung adanya O2 dan dalam
keadaan anaerobik, tidak terjadi pembentukan etilen. Etilen
terdapat dalam ruang interseluler dalam jumlah yang cukup
banyak pada saat timbulnya kenaikan respirasi, adanya etilen
ini dapat diperiksa dengan menggunakan alat gas kromatografi.
Pengaruh dari etilen pada laju respirasi buah-buahan
klimakterik dan non klimakterik diperlihatkan pada gambar 29
dan 30.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
88
Gambar 29. Pemakaian oksigen oleh buah-buahan klimakterik
pada penambahan etilen
Gambar 30.
Pemakaian oksigen oleh buah-buahan non
klimakterik pada penambahan etilen
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
89
DAFTAR PUSTAKA
Kartasapoetra, A.G. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen.
Bina Aksara, Jakarta.
Winarno, F.G. & Aman, M. 1981. Fisiologi Lepas Panen.
Penerbit P.T.
Sastra Hudaya, Jakarta.
Winarno, F. G. 1993. Pangan, gizi, teknologi dan konsumen.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
90
BAB V.
PROSES PERUBAHAN BIOKIMIA BUAH-BUAHAN
DAN SAYUR-SAYURAN
Buah-buahan yang dipanen memperlihatkan gejala
klimakterik lebih cepat apabila dibandingkan masih berada
dipohon, hal ini disebabkan karena adanya suatu zat inhibitor
yang dibawa dari pohon ke buah-buahan yang menyebabkan
tidak adanya reaksi buah terhadap zat-zat pendorong
pemasakan seperti C2H4. Zat-zat inhibitor ini tidak ada pada
buah-buahan yang sudah dipanen. Pada waktu pemasakan
(ripening), buah mengalami suatu rangkaian perubahanperubahan, yaitu perubahan warna, tekstur dan flavor (cita
rasa).
Perubahan warna merupakan perubahan yang paling
menonjol pada waktu pemasakan. Dimana terjadi sintesa dari
pigmen tertentu, seperti karotinoid dan flavonoid, di samping
terjadinya
perombakan
klorofil.
Oleh
karena
perombakan/degradasi dari klorofil, maka karotenoid yang
sudah ada namun tidak nyata, menjadi nyata dan buah berubah
menjadi warna kuning.
Perubahan yang nyata pula pada pemasakan buahbuahan dan penyimpanan sayuran adalah menjadi lunaknya
buah-buahan dan jaringan sayuran.
Hal ini disebabkan
terutama oleh perubahan yang terjadi pada dinding sel dan lainlain substansi pektin, yaitu oleh larutnya dan depolimerisasi
substansi pektin secara progresif.
Timbulnya cita rasa yang enak pada buah masak
tertentu disebabkan oleh berkurangnya asam dan bertambahnya
kadar gula. Rasio antara gula dan asam merupakan indeks bagi
derajat kemasakan dari banyak buah-buahan. Selain daripada
itu, timbul pula produk-produk volatile yang kompleks dan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
91
minyak-minyak essensial., yang sekalipun dalam jumlah yang
kecil, namun sangat berpengaruh pada flavor.
Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan pertama:
Rencana
Perkuliahan
(100 menit)
Langkah 1
30 menit
Langkah 2
50 menit
Langkah 2
20 menit
Aktivitas
Aktivitas 1: Pendahuluan
Aktivitas 2: Materi
Penjelasan tentang adanya zat-zat inhibitor ini
tidak ada pada buah-buahan yang sudah
dipanen. Pada waktu pemasakan (ripening),
buah mengalami suatu rangkaian perubahanperubahan, yaitu perubahan warna, tekstur dan
flavor (cita rasa).
Aktivitas 3: Penutup
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
92
SUPLEMEN BAB 5.
PERUBAHAN SIFAT
PEMATANGAN
FISIK
DAN
KIMIA
PADA
Dalam istilah sehari-hari pada buah-buahan kita kenal 2
macam istilah yang sulit dibedakan, yaitu pematangan atau
maturity yang berarti buah itu menjadi matang atau tua yang
kadang-kadang belum bisa dimakan karena rasanya belum enak
dan istilah ripening atau pemasakan, dimana buah sudah baik
untuk dimakan yang mempunyai rasa enak. Buah-buahan
yang dipanen memperlihatkan gejala klimakterik lebih cepat
apabila dibandingkan masih berada dipohon, hal ini disebabkan
karena adanya suatu zat inhibitor yang dibawa dari pohon ke
buah-buahan yang menyebabkan tidak adanya reaksi buah
terhadap zat-zat pendorong pemasakan seperti C2H4.
Zat-zat inhibitor ini tidak ada pada buah-buahanyang
sudah dipanen. Pada waktu pemasakan (ripening), buah
mengalami suatu rangkaian perubahan-perubahan, yaitu
perubahan warna, tekstur danflavor (cita rasa).
5.1. Perubahan Warna
Perubahan warna merupakan perubahan yang paling
menonjol pada waktu pemasakan. Terjadilah sintesa dari
pigmen tertentu, seperti karotinoid dan flavonoid, di samping
terjadinya
perombakan
klorofil.
Oleh
karena
perombakan/degradasi dari klorofil, maka karotenoid yang
sudah ada namun tidak nyata, menjadi nyata dan buah berubah
menjadi warna kuning. Terjadinya warna kuning dari pisang
disebabkan karena hilangnya klorofil dan menyebabkan
tampaknya warna karotenoid yang kuning, tanpa pembentukan
karotenoid baru atau hanya sedikit saja. Pada tomat terjadi
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
93
sintesa dari likopene yang berwarna merah dan degradasi
klorofil. Pada apel terjadi pembentukan antosianin yang
berwarna merah. Perubahan warna pada buah-buahan masa
praklimakterik dan klimaterik ditunjukkan pada Tabel 11.
Tabel
Perubahan warna pada buah-buahan masa
praklimakterik dan klimakterik
Buah-buahan
Praklimakterik
Klimakterik
Pisang
hijau
Kuning
Apel
hijau
Kuning atau merah
Pepaya
hijau
Kuning
Tomat
hijau
Merah
Mangga
hijau
Kemerah-merahan
1.2.
11.
Perubahan Karbohidrat
Masa Pertumbuhan
Pada waktu masa pertumbuhan
dan pematangan
tanaman dan buah-buahan, gula-gula sederhana dan pati
dibentuk sebagai hasil fotosintesa. Karbohidrat ini kemudian
dipindahkan (di-translokasi) terutama dalam bentuk sakarosa
dari kloroplast kepada sel-sel bentukan penimbun. Sakarosa ini
disini banyak diubah menjadi zat pati.
Jalan metabolik di mana sakarosa diubah menjadi pati
digambarkan pada skema di bawah ini:
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
94
Gambar 31. Proses metabolik sakarosa diubah menjadi pati
Enzim yang mengkatalisa reaksi 1, dinamakan UDPGfruktosa transglikosilasa (UDPG = Uridine Difosfat Glukosa).
Enzim yang mengkatalisa reaksi 2 dinamakan UDPG patiglukosil-transferasa. Ada jalan kedua yang dipostulasikan bagi
konversi sakarosa menjadi pati yang diajukan oleh Recondo
dan Leloir pada tahun 1961.
Jalannya konversi sakarosa menjadi pati diperlihatkan
pada skema dibawah ini (Gambar 32).
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
95
Gambar 32. Konversi sakarosa menjadi pati
Reaksi 3 dikatalisa oleh enzim UDPG piro
fosforilase. Reaksi 4 dikatalisa oleh ADPG pirofosfarilase.
Masa Sesudah Panen
Sebaliknya pati yang terdapat dalam bentukan timbunan
dalam sel atau jaringan, bisa ditransformasi menjadi gula-gula
sakarosa, glukosa dan fruktosa sesudah panen. Perubahan yang
terjadi pada karbohidrat ini merupakan perubahan yang
menyolok pada buah-buahan. Gula bertambah oleh hidrolisa
polisakarida pati ini, sekalipun sebagian dari gula digunakan
untuk respirasi. Pada buah-buahan yang mengadung zat pati
bayak pada waktu dipanen, seperti pisang dan mangga, zat
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
96
patinya pada waktu pemasakan bisa berkurang dari 14-18%
sampai 1%.
Perubahan ini banyak tergantung pada kondisi-kondisi
penyimpanan seperti temperatur, lamanya waktu penyimpanan
dan keadaan fisiologis dari produk, seperti misalnya pertunasan
dari kentang.
Perubahan zat pati menjadi gula dapat dilihat pada
skema dibawah ini (Gambar 33).
Gambar 33. Perubahan zat pati menjadi gula
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
97
Pada skema ini terlihat adanya amilase yang mengubah
pati menjadi maltosa. Amilosa ini sedikit adanya dalam
kentang yang berada dalam keadaan dorman dan sebab itu tidak
merupakan faktor yang penting dalam degradasi pati menjadi
gula-gula pada temperatur rendah.
Aktivitas enzim ini
bertambah sangat menonjol pada waktu kentang bertunas, di
mana pada saat ini diperlukan mobilisasi karbohidrat untuk
dibawa ke tunas yang sedang tumbuh.
Gula-gula bisa berakumulasi dalam buah-buhan dan
sayur-sayuran, atau berfungsi sebagai substrat respirasi. Dalam
penyimpanan temperatur rendah, gula-gula berakumulasi
disebabkan oleh aktivitas enzim yang relatif besar
dibandingkan dengan utilisasi pada respirasi. Pada
penyimpanan dalam temperatur rendah, gula-gula reduksi
berakumulasi lebih cepat daripada sakarosa. Pada waktu
pemasakan mangga, zat pati secara sempurna dihidrolisa
menjadi sakarosa, glukosa dan fruktosa. Jumlah fruktosa
sampai setengah dari glukosa, selain itu juga terjadi
penambahan pentosa.
Diantara sayuran yang berbeda-beda, terdapat
perbedaan akseptabilitas terhadap interkonversi pati-gula, baik
mengenai kualitas untuk langsung dimakan atau untuk diolah.
Untuk menjelaskan ini, dapat diberikan contoh-contoh sebagai
berikut:
1) Kentang harus sedikit mengandung gula-gula.
Gula-gula ini terutama gula pereduksi,
bertanggung jawab terhadap tekstur yang kurang
baik setelah kentang digoreng dan rasanya
manis.
Juga menyebabkan pencoklatan
(Browning) oleh reaksi Mailard, misalnya
apabila kentang tersebut dikeringkan.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
98
2) Kualitas ercis rapat hubungannya dengan rasa
lunaknya ercis itu dan kadar gula yang tinggi.
Pada waktu pematangan (menjadi tua),
konsentrasi gula berkurang dan kadar pati
bertambah. Jadi disini yang enak adalah ercis
yang muda yang manis rasanya, sedikit pati dan
lunak rasanya. Untuk mengurangi kehilangan
kadar gula, ercis-ercis harus didinginkan secepat
mungkin setelah dipanen. Ercis yang disimpan
pada temperatur kamar akan meyebabkan cepat
berkurangnya konsentrasi sakarosa dan banyak
pati.
3) Jika jagung menjadi tua, gula-gula diubah
menjadi pati atau direspirasi menjadi CO2 dan
H2O. Sebab itu perlakuan terhadap jagung
setelah dipanen harus sama denga perlakuan
terhadap ercis.
Pada umunya dapat dikemukakan bahwa pada
penyimpanan terjadi proses sebaliknya pada umbi-umbian dan
biji-bijian, yaitu pada umbi-umbian, pati dihidrolisa menjadi
gula-gula sedangkan pada biji-bijian gula-gul diubah menjadi
zat pati.
Degradasi polisakarida dari dinding sel juga akan
menambah gula. Bahkan pada jeruk bahan dinding sel ini
merupakan sumber utama dari gula, mengingat zat pati pada
jeruk praktis tidak ada. Karbohidrat struktural seperti selulosa
hanya sedikit berubah (dari ± 5 gram/100gram menjadi ± 1
gram/100 gram). Bahan dinding sel seperti hemiselulosa bisa
berkurang dari 8-10% menjadi 1-2%.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
99
Perubahan-perubahan gula pada berbagai buah-buahan
Perubahan-perubahan gula yang terjadi pada buahbuahan adalah sebagai berikut:
 Anggur, arbei, kadar sakarosa tidak berubah pada
pematangan, tetapi gula reduksi bertambah.
 Apel dan peer, fruktosa bertambah lebih banyak dari
pada glukosa
 Nenas, yang bertambah sakarosa, sedang gula
reduksi relatif tetap rendah.
 Mangga, pada mula-mula terdapat banyak sakarosa,
tapi kemudian gula reduksi bertambah cepat oleh
perombakan sakarosa.
 Adpokat, kadar gula berkurang.
5.3. Perubahan Asam-Asam Organik
Kadar asam organik dalam kebanyakan buah-buahan
mula-mula bertambah dan mencapai maksimum pada waktu
pertumbuhan, tapi kemudian berkurang perlahan-lahan pada
waktu pematangan, sehingga pH 2 menjadi 5.5. Hal ini
berbeda yang terjadi pada pisang dan nenas, di mana asamasam organik justru bertambah menjelang matang. Asam
organik, sebagaimana karbohidrat merupakan substrat untuk
respirasi, sebab itu berkurangnya asam ada erat hubungannya
dengan fungsi respirasi.
Asam-asam yang terbanyak adalah asam sitrat, malat,
suksinat. Asam sitrat dan malat merupakan asam utama dari
buah-buahan berdaging, misalnya asam sitrat pada jeruk dan
arbei dan asam malat pada apel. Asam sitrat bisa berkurang
sampai 10 kali, asam malat 40 kali dan asam askorbat 2.5 kali.
Yang berkurang pertama-tama adalah asam malat, kemudian
sitrat. Tetapi pada jeruk, yang kaya akan asam sitrat, jumlah
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
100
asam tetap saja, hal ini mungkin disebabkan karena proses
metabolismenya yang lambat.
Pada kentang, asam askorbat berkurang oleh adanya
oksidasi asam askorbat oleh enzim asam askorbat oksidasi.
Asam askorbat bisa juga bertambah oleh sintesa dari glukosa
pada banyak macam buah-buhan, misalnya pada arbei.
5.4. Produksi Flavor (Cita Rasa)
Timbulnya cita rasa yang enak pada buah masak
tertentu disebabkan oleh berkurangnya asam dan bertambahnya
kadar gula. Rasio antara gula dan asam merupakan indeks bagi
derajat kemasakan dari banyak buah-buahan. Selain daripada
itu, timbul pula produk-produk volatile yang kompleks dan
minyak-minyak essensial., yang sekalipun dalam jumlah yang
kecil, namun sangat berpengaruh pada flavor. Substansisubstansi terbang ini karena sedikitnya hanya bisa dideteksi
oleh gas kromatografi. Kebanyakan adalah dari ester alkohol
alifatis, serta aldehid-aldehid, keton-keton dan lain-lain.
Produksi zat-zat terbang biasanya dimulai pada masa
klimakterik dan dilanjutkan pada proses penuaan.
Beberapa macam buah-buahan terdapat substansisubstansi lain, seperti tannin dan senyawa fenolik. Substansi
fenolik ada 2 macam, yaitu yang dapat dihidrolisa dan yang
tidak dapat dihidrolisa. Yang dapat dihidrolisa menghasilkan
asam galat dan glukosa sebagai hasil hidrolisa, sedangkan yang
tidak dapat dihidrolisa di mana banyak berupa flavonol
menyebabkan rasa sepat (astringen) dalam buah-buahan. Pada
waktu pemasakan, rasa sepat ini banyak sedikit hilang, hal ini
mungkin disebabkan oleh konversi menjadi bentuk tidak larut
oleh polimerisasi.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
101
5.5. Perubahan Lipida
Kadar lipida pada kebanyakan buah-buahan (kecuali
adpokat) biasanya rendah dan mungkin tidak bertambah. Akan
tetapi terjadi penambahan lipida dan asam lemak yang cukup
tinggi pada mangga. Asam lemak yang utama ialah asam-asam
palminat, stearat, oleat, linoleat dan linolenat. Pada waktu
pertumbuhan terdapat banyak ragam asam-asam poli tidak
jenuh (polyunsaturated), namun pada waktu penyimpanan
hanya dua macam asam poli tak jenuh yang dapat dideteksi,
yaitu asam-asam linoleat dan asam linolenat.
Kandungan lipida pada sayuran adalah sedikit, namun
bisa berpengaruh besar pada penyimpanan dan kualitas, karena
bisa terjadi perubahan cita rasa disebabkan terjadinya
ketengikan. Mondey dkk. (1963), melihat varietas kentang
Pontiac terjadi penurunan kadar asam linoleat dan dikuti
dengan peningkatan kadar asam palmitat dan linolenat.
Sedangkan pada varietas Ontario terjadi penurunan asam
palmitat dan linolenat. Pada umumnya kadar asam-asam lemak
yang mengandung lebih dari 18 atom C bertambah kadarnya
pada waktu penyimpanan.
5.6. Sintesa Protein
Pada buah-buahan klimakterik terjadi penigkatan kadar
protein. Banyak indikasi yang menunjukkan bahwa sintesa
protein merupakan kejadian yang penting pada waktu masa
penuaan. Hal ini sangat erat hubungannya dengan bertambah
banyaknya berbagai enzim, seperti aldolase, karboksilase,
klorofilase, fosforilase, fosfatase, invertase, enzim-enzim
pektik,
lipase,
ribonuklease,
peroksidase,
fenolase,
transsaminase, O-metiltransferase, katalase, indol asam asetat
oksidase dan lain-lain.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
102
5.7. Perubahan Tekstur
Perubahan yang nyata pula pada pemasakan buahbuahan dan penyimpanan sayuran adalah menjadi lunaknya
buah-buahan dan jaringan sayuran.
Hal ini disebabkan
terutama oleh perubahan yang terjadi pada dinding sel dan lainlain substansi pektin, yaitu oleh larutnya dan depolimerisasi
substansi pektin secara progresif. Yang termasuk dalam
substansi pektin adalah: protopektin, pektin, asam pektinat,
asam pektat. Struktur utama (basis) dari bahan-bahan pektin ini
adalah rantai panjang dari asam poligalakturonat. Pektin yang
tidak larut dekenal dengan nama protopektin, terdapat di dalam
buah-buhan yang mentah yang kemudian diubah dengan
pertolongan berbagai enzim menjadi pekti yang larut pada
waktu terjadi pemasakan buah-buahan. Pektin yang larut ini
kemudian dipolimerisasi lagi menjadi unit-unit yang lebih kecil
dan mungkin akhirnya menjadi asam galakturonat. Enzimenzim yang aktif dalam pemasakan buah-buahan ini adalah
pektin esterase (PE), poligalakturonase (PG) dan mungkin
protopektinase.
Perubahan inilah yang menyebabkan
perubahan tekstur.
Reaksi perombakan protopektin menjadi produk lain
diperlihatkan pada skema dibawah ini (Gambar 34).
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
103
Gambar 34. Reaksi perombakan protopektin menjadi produk
lain
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
104
Gambar 35.
Perubahan Fisiko kimiawi dari nenas selama
pengembangan
DAFTAR PUSTAKA
Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur.
Alumni Bandung, Bandung.
Penerbit
Kartasapoetra, A.G. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen.
Bina Aksara, Jakarta.
Winarno, F.G. & Aman, M. 1981. Fisiologi Lepas Panen.
Penerbit P.T.
Sastra Hudaya, Jakarta.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
105
BAB VI, VII
CARA PENYIMPANAN
SETELAH PANEN
HASIL-HASIL
TANAMAN
Buah-buahan dan sayuran merupakan komoditas yang mudah
sekali mengalami kerusakan setelah pemanenan, baik
kerusakan fisik, mekanis maupun kerusakan mikrobiologis.
Padahal sebagian besar dari buah-buhan dan syuran lebih
disukai dikonsumsi dalam keadaan segar. Oleh karena itu
diupayakanlah berbagai cara untuk mempertahankan kesegaran
dari buah dan sayuran agar bisa bertahan lebih lama dan bisa
dikonsumsi dalam keadaan segar dalam waktu yang lebih lama
setelah masa panen.
Salah satu cara yang telah digunakan adalah dengan
menyimpannya dalam kamar pendingin. Cara ini walaupun
dapat meningkatkan masa simpan, kurang efektif untuk
mempertahankan mutu sesuai dengan yang dikehendaki, karena
buah dan sayuran masih dalam keadaan hidup dan melakukan
kegiatan respirasi. Karena penyimpanan dingin dirasa belum
cukup memuaskan, maka dikembangkan cara lain yaitu dengan
mengkombinasikan pendinginan dan pengaturan udara di
sekeliling produk
Cara yang sudah dikenal antara lain
penyimpanan dengan pengendalian atmosfer (controlled
atmosphere storage atau CAS), penyimpanan dengan
modifikasi atmosfer (modified atmosphere storage atau MAS)
dan penyimpanan hipobarik (hypobaric storage atau HS).
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
106
Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan pertama:
Rencana
Perkuliahan
(100 menit)
Langkah 1
30 menit
Langkah 2
50 menit
Langkah 2
20 menit
Aktivitas
Aktivitas 1: Pendahuluan
Aktivitas 2: Materi
Penjelasan tentang adanya zat-zat inhibitor ini
tidak ada pada buah-buahan yang sudah
dipanen. Pada waktu pemasakan (ripening),
buah mengalami suatu rangkaian perubahanperubahan, yaitu perubahan warna, tekstur dan
flavor (cita rasa).
Aktivitas 3: Penutup
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
107
SUPLEMEN BAB 6, 7
PENYIMPANAN HASIL-HASIL TANAMAN
6.1. Penyimpanan Segar Buah Dan Sayuran
Penyimpanan pada suhu rendah
Buah-buahan dan sayuran merupakan komoditas yang
mudah sekali mengalami kerusakan setelah pemanenan, baik
kerusakan fisik, mekanis maupun kerusakan mikrobiologis.
Padahal sebagian besar dari buah-buhan dan syuran lebih
disukai dikonsumsi dalam keadaan segar. Oleh karena itu
diupayakanlah berbagai cara untuk mempertahankan kesegaran
dari buah dan sayuran agar bisa bertahan lebih lama dan bisa
dikonsumsi dalam keadaan segar dalam waktu yang lebih lama
setelah masa panen.
Salah satu cara yang telah digunakan adalah dengan
menyimpannya dalam kamar pendingin. Cara ini walaupun
dapat meningkatkan masa simpan, kurang efektif untuk
mempertahankan mutu sesuai dengan yang dikehendaki, karena
buah dan sayuran masih dalam keadaan hidup dan melakukan
kegiatan respirasi. Karena penyimpanan dingin dirasa belum
cukup memuaskan, maka dikembangkan cara lain yaitu dengan
mengkombinasikan pendinginan dan pengaturan udara di
sekeliling produk
Cara yang sudah dikenal antara lain
penyimpanan dengan pengendalian atmosfer (controlled
atmosphere storage atau CAS), penyimpanan dengan
modifikasi atmosfer (modified atmosphere storage atau MAS)
dan penyimpanan hipobarik (hypobaric storage atau HS).
Penyimpanan pada suhu rendah untuk produk
hortikultura beragam menurut jenis komoditas dan kelembaban
relatif (Tabel 12 ).
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
108
Berdasarkan Tabel 12 dapat dijelaskan bahwa buahbuahan dan sayuran yang perlu dilindungi dari etilen seperti
pisang, alpukat, melon, apel dan tomat hendaknya disimpan
secara terpilih dengan buah-buahan dan sayuran yang
memproduksi etilen.
Gas etilen mempercepat proses
pematangan terutama pada suhu tinggi. Pada suhu rendah,
pengaruh etilen terhadap produk hortikultura tidak nyata.
Tabel 12.
Kondisi suhu, Kelembaban Relatif dan Lama
Penyimpanan Buah-buahan dan Sayuran.
Komoditas
Asparagus
Wortel
Kembang kol
Mentimun
Cabe
Melon
Bawang kering
Kentang
Tomat (ranum)
Tomat (hijau
Semangka
Apel
Alpukat
Mangga
Nenas
Pepaya
Suhu
(0C)
0-2
0
0
7-10
7-10
0-4,4
0
5-10
7-10
12-20
4,4-10
1-4,4
4,4-12,5
12
7-12,5
7
RH (%)
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
95
90-95
90-95
90-95
90-95
85-90
65-70
93
85-90
85-90
80-85
90
85-90
85-90
85-90
85-90
Lama
Penyimpanan
2-3 minggu
2-5 minggu
2-4 minggu
10-14 hari
2-3 minggu
5-14 hari
1-8 bulan
2-5 bulan
4-7 hari
1-3 minggu
2-3 minggu
3-8 bulan
2-4 minggu
2-3 minggu
2-4 minggu
1-3 minggu
109
Penyimpanan Dengan Pengendalian Atmosfer
Penyimpanan dengan pengendalian atmosfer dapat
diartikan sebagai suatu teknik atau cara penyimpanan di mana
atmosfer di sekeliling produk diatur konsentrasinya.
Pengaturan ini terutama ditekankan pada konsentrasi gas O2
dan CO2, yaitu konsentrasi CO2 dinaikkan sedangkan O2
diturunkan yang disertai pengontrolan udara disekeliling
produk secara terus-menerus oleh peralatan khusus. Skema
proses respirasi dari kesetimbangan gas di dalam sistem dapat
dilihat pada Gambar 36 .
Dari Gambar 37 dapat dilihat bahwa konsentrasi CO2,
O2 dan N2 diatur melalui filter khusus dan dibantu oleh
“srubber” dan generator gas. Gas CO2, O2 dan N2 terus
menerus diatur oleh kedua alat tersebut di mana bila terjadi
ketidakseimbangan hal tersebut langsung dapat diatasi. Berbeda
dengan cara penyimpanan dengan modifikasi atmosfer yang
pertukaran gasnya hanya melalui lubang-lubang yang terdapat
dalam pengemas, dengan pengendalian atmosfer lebih dapat
diketahui pola respirasi dari produk yang dikemas karena
konsentrasi gas di sekeliling produk terus dikontrol dan
dipantau.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
110
Gambar 36. Skema Respirasi Kesetimbangan Gas di dalam
Penyimpanan dengan Pengendalian Atmosfer.
Penyimpanan Dengan Modifikasi Atmosfer
Teknik modifikasi udara (MAS) merupakan suatu cara
penyimpanan di mana tingkat konsentrasi O2 lebih rendah dan
tingkat konsentrasi CO2 lebih tinggi, bila dibandingkan dengan
udara normal. Hal ini dapat dicapai dengan pengaturan melalui
kemasan. Pengaturan pengemasan akan menghasilkan kondisi
tertentu melalui interaksi beberapa penyerapan dan pernapasan
buah atau sayuran yang disimpan. Pada prakteknya ada dua
macam penyimpanan modifikasi atmosfer yaitu cara pasif dan
cara aktif. Dalam MAS pasif, kesetimbangan antara CO2 dan
O2 di dapat melalui pertukaran udara di dalam kemasan melalui
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
111
film kemasan. Jadi kesetimbangan yang diinginkan tidak
dikontrol pada awalnya, melainkan hanya mengandalkan
permeabilitas dari kemasan yang digunakan. Sedangkan MAS
aktif adalah penyimpanan dengan modifikasi atmosfer di mana
udara dalam kemasan pada awalnya dikontrol dengan cara
menarik semua udara di dalam kemasan untuk kemudian diisi
kembali dengan udara konsentrasi yang telah diatur dengan
menggunakan alat, sehingga kesetimabangan langsung tercapai.
Dalam penyimpanan modifikasi atmosfer permeabilitas
kemasan memegang peranan penting karena pertukaran gas
terjadi lewat kemasan yang digunakan.
Perbedaan antar pengendalian atmosfer dengan
modifikasi atmosfer terletak pada pengontrolan yang dilakukan.
Pada penyimpanan dengan modifikasi atmosfer tidak dilakukan
pengontrolan terhadap udara di sekeliling produk, karena
susunan udara tersebut dibiarkan berubah secara alami dengan
bantuan ventilasi dari bahna pengemas.
Pada penyimpanan dengan pengendalian atmosfer,
udara di sekeliling produk terus-menerus dikontrol baik melalui
ventilasi bahan pengemas atau ruangan penyimpanan maupun
dengan menggunakan alat.
Penyimpanan Hipobarik
Prinsip dasar dari penyimpanan hipobarik (HS) adalah
pengaturan tekanan di seliling produk yang disimpan, di mana
tekanan tersebut lebih rendah dari tekanan atmosfer normal.
Produk dipeliharadalam suhu kontainer tertutup pada tekanan
rendah yang konstan. Ada dua efek yang diakibatkan oleh
penurunan tekanan ini yaitu suplay O2 untuk produksi menurun
yang mengakibatkan penurunan kecepatan respirasi, etilen dan
gas-gas lain yang dihasilkan oleh produk dikeluarkan dengan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
112
cara menghampakan ruangan, akibatnya pematangan dan
proses “aging” terhambat.
Skema dari alat penyimpanan secara hipobarik dapat
dilihat pada Gambar 37 , sedangkan diagram skema alat
penyimpanan secara hipobarik untuk skala laboratorium dapat
dilihat pada Gambar 38.
Gambar 37. Prinsip Dasar Peralatan Penyimpanan Hipobarik
Gambar 38. Diagram Skema dari alat penyimpanan buah Skala
Laboratorium dengan Tekanan di bawah
Atmosfer
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
113
Pengaruh Metabolisme dan Kondisi Penyimpanan
1. Respirasi
Perubahan fisiko-kimiawi yang terjadi dalam buah dan
sayuran yang sudah dipanen sebagian besar berhubungan
dengan metabolisme oksidatif, termasuk di dalamnya respirasi.
Respirasi dapat dibedakan dalam tiga tingkatan yaitu:
a. Pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana
b. Oksidasi gula menjadi asam piruvat
c. Transformasi piruvat dan asam-asam organik
lainnya secara aerobik menjadi CO2, air dan
enersi. Protein dan lemak dapat pula berperan
sebagi substrat dalam pemecahan ini.
Laju respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah
substrat yang hilang, jumlah O2 yang diserap, CO2 yang
dikeluarkan,panas yang dihasilkan dan enersi yang timbul.
Akan tetapi biasanya respirasi hanya ditentukan dengan
mengukur CO2 dan O2 yaitu dengan pengukuran laju
penggunaan O2 atau dengan pengeluaran CO2. Dengan
pengukuran ini dimungkinkan untuk mengevaluasisifat dari
proses respirasi.
Perbandingan CO2 terhadap O2 disebut
kuesien respirasi (RQ). RQ berguna untuk menduga sifat
substrat yang digunakan dalam respirasi sejauh mana reaksi
respirasi telah berlangsung dan sejauh mana proses tersebut
bersifat aerobik atau aerobik. Namun demikian harus disadari
bahwa proses ini mungkin sangat sulit, karena pada suatu saat
mungkin berbagi tipe substrat yang berbeda-beda bersamasama digunakan. Jadi RQ yang diukur hanya merupakan nilai
rata-rata yang bergantung pada sumabangan respirasi masingmasing substrat dan kandungan nisbi karbon hidrogen dan
oksigennya.
Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk
menentukan daya simpan buah dan sayuran setelah dipanen.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
114
Intensitas respirasi dianggap sebagai ukran laju jalnnya
metabolisme dan oleh karena itu sering dianggap sebagui
petunjuk mengenai potensi daya simpan buah dan sayuran.
Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai umur simpan yang
pendek. Hal ini juga merupakan petunjuk penurunan mutu.
Tingkat perkembangan, susunan kimiawi jaringa, ukuran
produk, pelapis alami dan jenis jaringan merupakan faktor
internal yang mempengaruhi laju resspirasi sedangkan faktor
eksternal yang berpengaruh antara lain suhu, etilen dan O2 yang
tersedia, CO2, zat-zat pengatur pertumbuhan dan kerusakan
buah selama pemanenan.
2. Pengaruh metabolisme
Penyimpanan dengan atmosfer
terkendali atau
termoifikasi dapat mempengaruhi respirasi pada tiga tingkat
yaitu respirasi aerobik, respirasi anaerobik dan kombinasi dari
keduanya. Respirasi aerobik berlangsung bila persediaan
O2nya normal dan menghasilkan pembebasan CO2 dan air.
Sedangkan respirasi anaerobik berlangsung tanpa O2 sama
sekali yang kemudian akan menghasilkan CO2 dan etil alkohol
melalui fermentasi. Young et al (1962) dalam Pantastico (1975)
membuktikan bahwa CO2 dapat menunda permulaan
peningkatan respirasi pada buah alpukat dan menurunkan laju
penyerapan O2 pada puncak klimakterik. Diperkirakan bahwa
penurunan O2 dapat menunda pembangkitan klimakterik
dengan penurunan jumlah ATP yang tersdia. Peningkatan CO2
dapat menunda pembentukan asam amino khas yang diperlukan
untuk sintesis enzim tertentu atau menunda penguraian suatu
penghambat enzim. Dengan konsentrasi CO2 kurang dari 10 %
tidak ditemukan perbedaan dalam kandungan asam, sedangkan
bila konsentasi CO2 lebih dari 10% sampai 90%, terjadi
penimbunan asam suksinat, dan amino butirat, sedangkan asam
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
115
malat dan aspartat akan terkuras habis. Asam-asam organik
dan asam-asam amino cenderung menunpuk pada buah-buahan
yang disimpan dalam CAS.
Lingkungan CO2 agaknya menghentikan penurunan
keasaman yang normal dialami selama penyimpanan.
Penurunan asam selama penyimpanan dan CAS dan MAS
kemungkinan diebabkan oleh kegiatan respirasi yang menurun,
peningkatan CO2 atau adanya enzim yang tidak begitu aktif
yang mengubah asam malat menjadi asam piruvat atau
oksaloasetat.
3. Pengaruh fisiologis
Konsentrasi O2 yang rendah dapat mempunyai pengaruh
seperti: laju respirasi dan oksidasi substrat menurun,
pematangan tertunda dan sebagai akibatnya umur komoditas
lebih panjang, perombakan klorofil tertunda, produksi C2H4
rendah, laju pembentukan asam askorbat berkurang,
perbandingan asam-asam lemak tak jenuh berubah dan laju
degradasi senyawa pektin tidak secepat dalam udara.
Bila konsentrasi dalam atmosfer bertambah, jumlah CO2
yang terlarut dalam sel atau yang tergabung dalam beberapa zat
penyusun sel pun meningkat. Kandungan CO2 dalam sel yang
tinggi mengarah pada perubahan-perubahan fisiologis seperti:
penurunan reaksi-reaksi sintesis pematangan (misalnya protein
dan zat warna), penghambatan beberapa kegiatan enzimatik
(misalnya suksinodehidrogenase dan sitokrom oksidase),
penurunan produksi zat-zat atsiri, gangguan metabolisme asam
organik terutama penentuan asam suksinat, kelambatan
pemecahan zat-zat pektin, penghambatan sintesis klorofil dan
penghilangan warna hijau terutama setelan pemanenan dini,
dan perubahan perbandingan berbagai gula (misalnya rasa buah
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
116
kastanye menjad lebih manis sesudah mengalami penyimpanan
pada suhu rendah dan konsentrasi CO2 yang tinggi).
Selain pengaruh-pengaruh tersebut terdapat pula
pengaruh yang diakibatkan oleh gabungan antar O2, CO2 dan
suhu. Adapun pengaruh itu antara lain kehilangan bobot
menurun bila O2 berkurang dan CO2 meningkat, warna hijau
dipertahankan pada kandungan O2 rendah, namun warna tidak
terpengaruh bila kandungan CO2nya ditingkatkan. Selain itu
antara ketegaran dan konsentrasi O2 terdapat korelasi negatif,
tetpi CO2 mempunyai pengaruh yang berlawanan, loyoh
berkurang dengan penurunan kadar O2 namun sekali lagi CO2
cenderung melawah pengaruh O2 yang melunakkan tekstur.
4. Penyimpanan buah-buahan
a. Alpukat
Umur simpan alpukat “fuerte” dapat diperpanjang satu
bulan melebihi waktu simpan secara konvensional dengan
mnggunakan 4-5% CO2 dan 4-5% O2 pada suhu 7 0C.
Sedangkan pendapat Shahl dan Cain (1994) dalam Pantastico
(1975) mencatat bahwa dengan mempertahankan kandungan
CO2 di bawah 3% penyimpanan alpukat Florida dapat lebih
lama pada semua suhu dan juga dapat mengurangi
pembentukan warna perang pada kulit. Selain itu dilaporkan
pula bahwa pada penyimpanan dengan 3-5% O2 dan 3-5% CO2
pada suhu 6 0C umur alpukat “fuerte” dapat diperpanjang 2-3
kali.
b. Pisang
Untuk komoditas pisang tidak ada kombinasi CO2 dan
O2 yang umum yang dapat diterapkan untuk semua varietas
pisang. Untuk jenis pisang “Gross Michael” kombinasi O 2 dan
CO2 dalam jumlah yang sama (5%) pda suhu 12 0C ternyata
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
117
dapat mempertahankan umur simpan sampai
120 hari.
Sedangkan pisang jenis “Lacatan” dan “Dwarf Cavendish”
dapat disimpan dengan hasil baik selama tiga minggu dalam
udata terkendali 6-8% CO2 dan 2% O2 pada suhu 15-15,5 0C.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kombinasi
konsentrasi CO2 tinggi dengan O2 rendah, efektif unuk
memperpanjang umur simpan buah pisang. Di sini produksi
C2H4 dihambat oleh kombinasi kedua gas tersebut, dengan
demikian laju kematangaannya pun dapat dikurangi.
c. Mangga
Berdasarkan penelitian-penelitian ditunjukkan bahwa 5
% CO2 dan O2 pada suhu 13-14,5 0C dapat meningkatkan umur
simpan buah mangga paling tinggi. Mangga hanya mempunyai
toleransi yang rendah terhadap CO2. Pada tingkat kandungan
15% CO2, buah mangga tidak menjadi merah atau jingga
seperti biasa, akan tetapi rasa dan baunya baik.
d. Pepaya
Dari penelitian yang dilakukan ternyata penggunaan
CO2 untuk memodifikasi atmosfer penyimpanan buah pepaya
tidak memberi keuntungan bila dilihat dari segi pengendalian
pembusukan. Buah pepaya yang disimpan dalam 10% CO2
pada suhu 18 0C tetap baik namunn cepat membusuk bila
dipindahkan ke udara biasa. Akan tetapi konsentrasi CO2 5%
dan O2 1% dapat menyimpan buah pepaya selama 21 hari
dengan mutu yang masih dapat diterima.
e. Nenas
Pengaruh penyimpanan dengan atmosfer terkendali
menunjukkan bahwa kombinasi 2% O2 dan 98% N2 pada suhu
7 0C dapat memperpanjang umur simpan nenas.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
118
5. Penyimpanan sayuran
a. Buncis
Kombinasi O2 rendah (2-3%) dan CO2 tinggi dapat
menghambat penguningan pada suhu 7 0C. Kandungan CO2
yang lbih tinggi dapat menimbulkan rasa dan bau yang tidak
dikehendaki.
b. Brokoli
Keuntungan utama penyimpanan brokoli pada 5-20%
CO2 adalah bertahannya warna hijau, kelunakan dan
diperlambatnya pertumbuhan jamur.
c. Kubis
Konsentrasi 1-2.5% O2 dan 5,5% CO2 dapat
menghambat penuaan seperti menjadi liat, kehilangan rasa dan
bau yang sedap serta penguningan dan penurunan timbulnya
bercak akibat virus. Dengan peningkatan konsentrasi CO2
sampai dengan 10% ditemukan adanya penurunan pertumbuhan
akar, pembusukan dan timbulnya tunas-tunas.
d. Tomat
Kondisi atmosfer dengan 3 % O2 tanpa CO2 pada suhu
0
13 C dapat mempertahankan warna dan rasa serta bau dalam
keadaan yang masih dapat diterima selama enam minggu.
Penelitian lain menunjukkan bahwa atmosfer dengan
konsentrasi O2 yang rendah yaitu 10,3 dan 1% dan gas sisanya
adalah N2 dapat memperpanjang umur simpan tomat”Green
Wrap” pada suhu 13 0C berturut-turut menjadi 62,78 dan 87
hari. Wu et al. (1972) juga menunjukkan bahwa tomat
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
119
memungkinkan disimpan sampai 100 hari dengan penyimpanan
di bawah tekanan udara rendah yaitu 102 mmHg.
e. Wortel
Susunan atmosfer yang dianjurkan untuk komoditas lain
tidak dapat digunakan untuk wortel. Susunan atmosfer dengan
3 % O2 dan 6% CO2 ternyata dapat meningkatkan pembusukan
setelah disimpan selama beberapa bulan. Meskipun demikian
wortel dapat disimpan selama 6 bulan pada suhu 2 0C dengan
konsentrasi O2 sebesar 1-2%.
f. Mentimun
Kombinasi 3-5% O2 dengan suhu 8 0C ternyata dapat
sedikit memperpanjang umur angkut timun. Pada suhu rendah
(chilling) 5 0C, konsentrasi O2 tidak banyak berpengaruh
terhadap metimun. Konsentasi CO2 yang tidak merugikan pada
suhu agak tinggi ternya meningkatkan adanya gejala kerusakan
akibat pendinginan.
g. Jagung manis
Konsentrasi CO2 sekitar 5-10% dapat menghambat
kehilangan gula namun lebih dari 10% akan mengakibatkan
kerusakan.
h. Kacang panjang
Kacang panjang yang disimpan pada suhu ruang hanya
tahan selama beberapa hari, tetapi jika disimpan pada suhu 15
0
C dengan konsentrasi O2 9-12% dan 2-8% CO2 ternyata dapat
memperpanjang umur simpan selama 15 hari.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
120
6.2. Penyimpanan Bebijian Dan Produk Olahan
Karakteristik bebijian
Bebijian hasil pertanian dapat diartikan bermacammacam. Pengertian yang umum yaitu sebagai kelompok padipadian atau serealia. Dalam pengertian ini bebijian dihasikan
oleh famili rerumputan yang kaya karbohidrat sehingga
dikonsumsi sebagai makan pokok. Contoh bebijian serealia
yaitu padi (Oryza sativa), jagung (Zea mays), gandum
(Triticum sp), cantel atau sorgum (Sorghum sp), serta bebijian
lain yang jarang dijumpai di Indonesia seperti barley (Hordeum
vulgare), rye (Secale cereale) dan padi liar (Zizania aquatica).
Selain seralia, kekacangan dari famili Leguminosa juga
seringkali dikelompokkan sebagai bebijian. Contoh yang
umum yaitu kedelai (Glycine max) dan kacang hijau (Phaseolus
radiatus). Kekacangan tersebut lebih merupakan sumber utama
protein nabati dan mempunyai daya guna yang sangat luas.
Pengertian bebijian yang lain di samping pepadian dan
kekacangan, meliputi juga hasil pertanian lain yang dipanen
atau diperdagangkan dalam bentuk biji seperti kopi, lada, biji
kapuk (randu) dan biji bunga matahari.
Karakteristik bebijian yang erat kaitannya dengan
penyimpanan yaitu kadar air, daya tumbuh, aktivitas respirasi,
densitas, sudut curah dan sifat-sifat fisik lainnya.
1. Kadar air
Kadar air yang aman untuk penyimpanan ditentukan
berdasrkan pertimbangan teknis dan ekonomis. Pertimbangan
teknis yaitu tingkat kadar air yang seimbang dengan kondisi
lingkungan (suhu dan kelembaban relatif) dan ambang batas
aktivitas air yang aman terhadap kemungkinan berbagai
penyebab kerusakan. Menyimpan bebijian pada kondisi air
yang setimbang dengan lingkungannya dinilai lebih efisien
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
121
secara ekonomis dibandingkan dengan menyimpan pada tingkat
kadar air yang setara dengan nilai aktivitas air yang aman dari
kerusakan. Pada keadaan yang pertama, kadar air seta dengan
kelembaban relatif kserimbangan (RHs) 70% atau aw 0.70 pada
suhu sekitar 27-30 0C. Keadaan ini masih dalam batas aman
untuk penyimpanan bebijian. Kadar ir aman simpan ini
umumnya sekitar 13,5-14% (basis basah), sedangkan kadar air
yang aman dari gangguan keruakan yaitu setara dengan aw 0.62
yaitu sekitar 11-12% (basis basah). Untuk penyimpanan benih
dilakukan pada kadar air yang setara dengan aw 0.62 agar benih
mempunyai mutu yang baik untuk persyaratan tumbuh.
2. Daya Tumbuh dan Aktivitas Respirasi
Di samping kadar air (aw, RH), suhu penyimpanan
terutama penyimpanan yang dikombinasikan dengan
pengeringan sangat berpengaruh terhadap daya tumbuh benih.
Pada Tabel 13 tertera hubungan antara kadar air dan suhu
maksimum pengeringan yang aman untuk benih gandum dan
dapat menjaga mutu “baking” untuk roti yang dihasilkan.
Tabel 13. Kadar air Gandum dan suhu maksimum pengeringan
(penyimpanan-pengeringan) yang dapat menjaga
mutu benih dan mutu “baking’’
Kadar air (% berat
basah)
30
28
26
24
22
20
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
Suhu Maksimum (0C)
49
50
51
53
54
56
122
18
16
14
12
Sumber: WFP (1983)
58
60
62
66
Aktivitas respirasi penting diperhatikan untuk
penyimpanan bebijian yang belum diolah, dan secara fisiologi
masih hidup. Akibat pernapasan bebijian akan dihasilkan
panas, uap air dan karbondioksida. Kecepatan respirasi
beragam menurut jenis bebijian tergantung pada komposisi
kimia yang dikandung hasil pertanian tersebut. Bebijian
penghasil minyak (kedelai) mempunyai laju respirasi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan bebijian lainnya (padi,
jewawut, gandum). Laju respirasi akan berkurang separuhnya
denan pengurangan suhu sebesar 10 0C.
3. Sifat-sifat Fisik
Bebijian bukanlah konduktor panas yang baik. Panas
yang dihasilkan baik yang berasal dari dalam maupun akibat
fluktuasi suhu luar tidak langsung dihantarkan oleh bebijian
dalam jumlah yang besar. Pindah panas yang terjadi dalam
penyimpanan bebijian berlangsung secara konduksi sedangkan
pergerakan air berlangsung secara konversi.
Densitas kamba bebijian beragam menurut jenis dan
varietasnya (Tabel 14). Sifat-sifat aliran bebijian tidak sama
dengan cairan. Tiap jenis bebijian mempunyai sudut curah
yang berlainan, tergantung pada ukuran, bentuk, kadar air dan
tingkat kebersihan. Sudut curah bebijian pada umunya sekitar
30 0C.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
123
Tabel 14. Densitas kamba bebrapa jenis bebijian dan produk
olahan
Komoditas
Densitas kamba
g/ml
kg/m3
Beras sosoh
0.80-0.90
800-900
Jagung pipil
0.64-0.75
640-750
Sorgum
0.65-0.78
650-780
Gandum
0.68-0.83
680-830
Tepung terigu
0.49-0.56
490-560
Kedelai
400-545
Cengkeh biji
769
Sumber: WFP (1983); Considine (1982)
Tabel 15. Sudut curah bebijian
Komoditas
Sudut curah (derajat)
Jagung pipil
27
Sorgum
33
Gabah
36
Kedelai
29
Gandum
28
Sumber: Richey dkk (1980)
Ekosistem Penyimpanan
1. Faktor Abiotik dan Biotik
Dua hal yang seyogyanya mendapat perhatian dalam
sistem penyimpanan, yaitu faktor bahan hasil pertanian dan
faktor lingkungan yang dapat menyebabkan atau sebaliknya
dapat menderita serangan abiotik (faktor lingkungan itu sendiri)
dan biotik (faktor biologi).
Seperti telah diuraikan diatas, bahwa bebijian yang
disimpann adalah makhluk hidup yang memilki sifat alamiah
seperti melakukan pernapasan, oksidasi pada keadaan aerobik,
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
124
kegiatan fermentasi pada anaerobik dan perkecambahan pada
keadaan lembab (Gambar 39).
Gambar 39. Ekosistem bebijian dalam penyimpanan
Sifat-sifat fisik bebijian mempunyai peranan penting
dalam penyimpanan, khususnya dalam hubungan dengan
kesetimbangan hidrotermik. Hubungan tersebut diuraikan
dalam bentuk kurva sorpsi-disorpsi isotermik atau sorpsiisotermik.
Khususnya pada penyimpanan bentuk curah, sekitar
40% dari volume penyimpanan adalah masa udara
intergranulasi. Volume udara ini berada di antara butiranbutiran yang satu dengan lainnya. Suatu hal yang penting
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
125
diperhatikan yaitu bahwa massa udara tersebut cenderung
menuju keadaan setimbang dengan bebijian, yaitu dalam hal
suhu dan tekanannya. Karena itu, suhu dan tekanan udara
intergranulair dinyatakan sama besar dengan suhu dan tekanan
bebijian (sistem penyimpanan).
2. Pindah Panas dan Migrasi Air
Dalam
suatu
sistem
penyimpanan
bebijian,
kemungkinan dapat terjadi pelepasan panas. Sumber panas
terdiri dari sumber internal dan sumber eksternal. Sumber panas
internal disebabkan oleh adanya aktivitas serangga, jasad renik
atau metabolisme bebijian itu sendiri (pernapasan).
Dari proses respirasi bebijian dihasilkan 26.100 kJ
untuk tiap kg bebijian. Panas akibat respirasi ini besarnya
hampir sebelas kali panas yang diperlukan oleh i kg air untuk
mengubah mtnjadi uap (panas laten).Besarnya jumlah panas
respirasi ini memberikan kemungkinan digunakan untuk
pengeringan bebijian itu sendiri.
Sumber panas eksternal berasal dari perubahan suhu
udara luar, biasanya karena adanya perbedaan suhu siang
malam, perubahan cuaca (iklim) atau perbedaan suhu air laut
antara daerah beriklim tropik dengan iklim dingin yang dapat
mempengaruhi suhu bebijian selama pengangkutan dalam
kapal.
Pindah panas yang terjadi pada penyimpanan bebijian
diikuti oleh pergerakan air yang terbawa oleh pergerakan
intergranulasi secara konveksi (Gambar 40). Pada bagianbagian yang lebih dingin dapat terjadi pengembunan yang dapat
menyebabkan berbagai kerusakan. Pada mulanya, kerusakan
terjadi secara lokal, kemudian sedikit demi sedikit merambat ke
bagian-bagian lainnya. Pindah panas terjadi secara konduksi,
walaupun konduktivitas termik dari bebijian sangat rendah.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
126
Kondisi suhu dan kelembaban udara serta kadar air
bahan dalam kaitannya dengan kerusakan biologi bebijian dapat
dikemukakan pada Gambar 41.
Gambar 40. Gerakan konveksi udara (air) dalam penyimpanan
bebijian akibat perbedaan suhu di dalam dan di luar
sistem penyimpanan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
127
Gambar
41. Ambang kondisi fisik (hidrotermik) untuk
perkembangan penyebab kerusakan biologi pada
sistem penyimpanan.
Teknik Penyimpanan
1. Penyimpanan pada kadar air normal
a. Penyimpanan dengan sistem aerasi
Kadar air bebijian dikatakan normal , jika bebijian
tersebut dapat disimpan dengan aman. Artinya kadar air
bebijian berada pada atau di bawah keseimbangan kadar air
pada grafik sorpsi isotherm (13-14%).
Sebelum disimpan, bebijian dibersihkan, dikeringkan
dan didisinfektasikan. Bebijian dapat disimpan dalam bentuk
curah atau dalam silo (konkret, metalatau kayu) dan dalam
bentuk karung (goni).
Pada kondisi tropis, migrasi panas dan uap air terutama
dalam silo merupakan masalah utama yang harus ditangani.
Karena itu, penyimpanan dengan kadar air normal dapat
dipertahankan dengan beberapa teknik antara lain: ventilasi
alami, ventilasi mekanik, pergerakan atau perpindahan dan
pengeringan artifisial selama penyimpanan.
(1) Ventilasi alami
Pengeluaran uap air dengan dua jalan yaitu melalui
difusi uap air bebijian ke dalam ventilator atau dinding ventilasi
dan dengan pergerakan udara di antara bebijian. Secara umum,
ventilasi alami kurang efektif jika kelembaban terlalu tinggi,
kecuali dihasilkan angin yang kuat untuk mengeluarkan uap air
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
128
di antara bebijian. Cara ini dapat mengeluarkan kelebihan uap
air 1-2%.
(2) Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik banyak digunakan di Amerika
Serikat, di gudang dan silo yang besar serta elevator. Ventilasi
mekanik dapat digunakan dalam mengontrol migrasi uap air
dengan cara mendinginkan bebijian.
(3) Pergerakan atau perpindahan
Umumnya bebijian yang disimpan dalam gudang tidak
mempunyai kadar air yang seragam, demikian juga panas yang
mencapai gudang tersebut tidaklah merata.
Dengan
memindahkan bebijian dari suatu tempat ke tempat lain, akan
terjadi efek pendinginan, walaupun tidak sampai tahap
pengeringan. Cara ini dapat mencampurkan bebijian yang
kering dengan yang lembab, maupun yang dingin dengan yang
panas. Jika dilakukan beberapa kali, dapat mempertahankan
kondisi bebijian pada kadar air normal.
(4) Pengeringan artifisial
Metode ini dilakukan bila kondisi area tidak cocok
dilakukan pengeringan dengan udara alami. Sehingg dilakukan
pemanasan udara sampai 5-10 0C di atas suhu awalnya, untuk
menurunkan kelembaban relatif sekitar 30%, dan memaksanya
keluar dari hasil pertanian dengan cara yang sama seperti
ventilasi mekanik.
2. Penyimpanan pada Kadar Air Tinggi
Di daerah beriklim tropis dapat dikembangkan
penyimpanan bebijian dalam keadaan basah, di mana a w
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
129
berkisar antara 0.60 (titik kritis pada kurva sorpsi isotermi)
hingga 0.85 (ambang bawah dari proses fermentasi), dengan
dilengkapi cara stabilisasi kimia, iradiasi atau anaerobik.
Konversi bebijian pada aw lebih besar dari 0.85 dilakukan
apabila dikehendaki terjadinya proses fermentasi (laktik).
Dengan teknik ini bebijian yang baru dipanen dapat langsung
disimpan tanpa proses pengeringan yang memadai.
a. Stabilitas Kimia
Berbagai asam organik dan garam-garamnya seringkali
diguankan sebagai aditif pengawet bahan makan, untuk
menghindari atau setidak-tidaknya menghambat pertumbuhan
jasad renik. Dalam penyimpanan bebijian dapat digunakan
asam propionat, asam format, asam asetat,asam benzoat atau
campuran dari asam0-asam tersebut. Asam-asam organik
stabilisator bersifat volatil, sehingga daya antimikrobanya
terbatas atau memerlukan pengontrolan yang ketat supaya tidak
cepat menguap.
Di samping itu asam organik dapat
menyebabkan pengkaratan atau korosif pada material logam
dan mengeluarkan bau yang tidak menyenangkan.
Cara
penyimpanan sabilisasi kimia praktis tidak berkembang di
lapangan karena dinilai tidak efisien secara ekonomis.
Dikenal pula penggunaan fungisida yang dilakukan
sebelum panen atau pada waktu penyimpanan, di mana bahan
kimi tersebut diduga dapat sekaligus merupakan antimikroba.
Penggunaan amoniak (gas, larutan) seringkali dimaksudkan
selain untuk tujuan detoksifikasi aflatoksin dapat pula
menghambat pertumbuhan jasad renik walaupun hasilnya tidak
begitu nyata, tergantung dosis yang diberikan.
b. Iradiasi Dengan Sinar Gama
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
130
Iradiasi dengan sinar gama memerlukan peralatan yang
canggih, sehingga penggunaannya masih terbatas pada tingkat
penelitian, terutama untuk mengetahui dosis yang paling
optimal. Menurut WHO (1980), iradiasi untuk bahan pangan
dapat diizinkan pada batas 10 Kgy (1.000 Krad) berdasrkan
kemungkinan bahaya keracunan.
c. Teknik Penyimpanan Anaerobik Ketat
Dengan kadar oksigen yang sangat rendah atau dalam
keadaan vakum, penyimpanan bebijian pada kadar air tinggi
masih dapat dilakukan untuk jangka waktu yang lama, asalkan
dipertimbangkan kemungkinan timbulnya proses fermentasi,
baik yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan.
Penyimpanan tanpa oksogen atau vakum lebih efektif apabila
dilakukan pada kadar air bebijian yang rendah.
D. Penyimpanan pada Suhu Rendah
Teknik penyimpanan bebijian pada suhu rendah di
bawah 10 0C untuk daerah-daerah beriklim tropis banyak
dipromosikan oleh berbagai perusahaan yang memproduksi
peralatan untuk penyimpanan. Secara teknis metode-metode
penyimpanan pada suhu rendah dapat dipertanggungjawabkan
akan tetapi kemungkinan penerapannya ditinjau dari segi
ekonomis masih perlu diteliti lebih jauh.
3. Penyimpanan Vakum dan Modifikasi Atmosfer
a. Penyimpanan Vakum
Penyimpanan vakum atau penyimpanan hermetis
didefinisikan sebagi penyimpanan produk pertanian di dalam
wadah yang dibuat sedemikian rupa sehingga produk di
dalamnya terlindung dari pertukaran gas atau air dari luar.
Dalam praktek teknik penyimpanan dapat digunakan untuk
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
131
kadar air bebijian rendah (12% bb) seperti yang dikembangkan
oleh Bulog yang disebut kemas hampa atau dapat juga untuk
menyimpan pada kadar air tinggi (di atas 14% bb).
Penyimpanan vakum mempunyai beberapa keuntungan
sebagai berikut:
1) Kondisi vakum menyebabkab kerusakan serangga dan
binatang kecil lainnya yang terdapat dalam bebijian
pada saat penyimpanan.
2) Mencegah masuknya serangga dan binatang kecil
lainnya ke dalam wadah selama penyimpanan
3) Mencegah pertumbuhan kapang dan timbulnya panas
yang mengurangi kelebihan uap air walaupun tidak
dapat menghentikan produksi asam hasil fermentasi
anaerobik.
4) Produk yang disimpan dalam keadaan kering, akan tetap
dalam kondisi kering karena tidak dapat menyerap uap
air dari atmosfer.
Dalam kondisi penyimpanan hampa, serangga akan
mati dengan sendirinya akibat habisnya oksigen dan
meningkatnya konsentrasi karbondioksida yang dihasilkan
selama respirasi serangga maupun bebijian. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa habisnya oksigen atau meningkatnya
karbondioksida akanmenghancurkan serangga dalam waktu
beberapa jam atau beberapa hari, tergantung konsentrasi
oksigen dan karbondioksida, spesies serangga, dan faktor lain
seperti suhu dan kadar air bahan.
Walaupun sifat-sifat bebijian kering hanya berubah
sedikit selama penyimpanan vakum, tetapi pada bijian yang
berkadar air tinggi (di atas 16%) terjadi perubahan yang dapat
mempengaruhi kualitas bebijian dan hasil olahannya.
Perubahan-perubahan tersebut antara lain:
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
132
(1) Komposisi udara (gas) di antara bebijian
Dengan kelembaban udara lebih dari 70%, umumnya
bebijian serealia akan mempunyai kadar air sekitar 14%,
mikroorganisme yang terdapat dalam bebijian pada saat panen
akan menghabiskan oksigen yang ada, dan menghasilkan
karbondioksida. Beberapa jasad renik yang aerobik tidak
terbunuh dengan habisnya oksigen, tetapi berada dalam
keadaan dorman. Sesudah oksigen habis, jika kadar air diatas
16%, terjadi produksi karbondioksida dalamkondisi aerobik,
sampai 95% dalam intergranular. Kondisi ini akan bertahan
selama wadah tersebut kedap udara.
(2) Suhu
Beberapa pengamatan memperlihatkan bahwa suhu
umumnya meningkat sedikit, begitu silo disegel (ditutup),
selam periode produksi karbondioksida. Karena kenaikan suhu
hanya sedikit, maka tidak terjadi kondisi pemanasan bebijian
yang lembab, yang dapat dikuti pertumbuhan jamur yang pesat.
Pada fase anaerobik hanya dihasilkan sedikit panas.
(3) Penampakan, bau dan rasa
Pada kondisi penyimpanan vakum, biasanya tidak
terjadi perubahan yang berarti pada penampakan bebijian, yang
tetap terlihat segar, dan tanpa adanya pertumbuhan jamur.
Fermentasi aerobik yang terjadi pada kadar air di atas 16%
menghasilkan bau apek dan agak manis serta rasa pahit, yang
meningkat dengan meningkatnya temperatur dan kadar air.
Tabel 16 menunjukkan batas pembentukan odor (bau) pada
bebijian, pada kadar air sekitar 16%. Pada kadar air yang lebih
tinggi, jika periode penyimpanan diperpanjang hingga lebih
dari beberapa bulan, noda (bau yang tajam) tidak dapat
dihilangkan dengan dianginkan atau dikeringkan, dan pada
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
133
waktu penggilingan menjadi tepung, dihasilkan rendemen yang
berkualitas rendah untuk pembuatan roti.
Jika kadar air di atas 25%, maka bebijian terutama
jagung, cenderung menjadi hitam gelap dan lunak, rasanya
kurang manis. Bebijian yang lembab ini memilki kadar gula
yang tinggi, sehingga menyebabkan reaksi nonenzimatis tipe
Maillard.
Tabel 16. Waktu yang diperlukan (hari) untuk pembentukan
odor pada penyimpanan gandum kondisi hampa.
Kadar air
Suhu Penyimpanan
15 C
22 0C
23
10
8
21
23
11
19
40
20
17
60
30-40
15
> 600
150
Sumber: Guilbot dan Poisson (1963)
0
(4) Kadar air
Dalam kontainer yang kedap udara dapat mencegah
masuknya oksigen dan hilangnya karbondioksida. Umumnya
tidak diharapkan perubahan pada kadar air bebijian. Apabila
terjadi peningkatan kadar air bebijian pada puncak dan sisi silo,
hal ini disebabkan oleh peningkatan kelembaban intergranular,
karena lapisan luar bebijian lebih cepat dingin daripada lapisan
dalam tumpukan.
(5) Viabilitas
Kehilangan viabilitas adala salah satu kriteria yang
paling banyak digunakan dalam menlai kerusakan bebijian,
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
134
karena germinasi dapat diketahui dengan cara yang sederhana
dan telah dirusak selama kondisi penyimpanan yang tidak tepat.
Kondisi bebas oksigen selama penyimpanan vakum,
mempunyai efek terhadap germinasi suhu dan kadar air bahan.
Germinasi turun hingga 0 dalam beberapa minggu pada kadar
air 22% atau lebih. Pada kadar air 14% atau kurang,
kemampuan germinasi dapat dipertahankan pada tingkat yang
cukup tinggi selama periode yang cukup panjang.
(6) Komposisi kimia
Beberapa penelitian menunjukkan penyimpanan dengan
kadar air di atas 16% sifat-sifat kimia bebijian tidak berubah.
Pada kadar air yang lebih tinggi tidak ditemukan perubahan
kandungan protein atau total ntrogen. Perubahan utama adalah
peningkatan gula pereduksi dan menurunnya gula
nonpereduksi. Pada kadar air lebih besar dari 25% terdapat
sedikit peningkatan keasaman, karena terjadi produksi asam
laktat.
(7) Kualitas baking
Seperti halnya perubahan kimia, hanya sedikit
kerusakan yang terjadi pada kualitas pembuatan roti bila
gandum disimpan dengan kadar air 16-17%. Kualitas baking
masih memuaskan setelah disimpan selama 2 bulan pada kadar
air 21-22%. Volume roti meningkat setelah gandum disimpan
dalam kondisi vakum dengan kadar air 12-16% peningkatan ini
sebenarnya berhubungan dengan proses aging, yang juga
ditemukan pada penyimpanan bebijian pada tempat terbuka.
Pada bebijian dengan kadar air tinggi (18-20%) kualitas
tepung yang dihasilkan mempunyai efek penyimpanan vakum,
roti yang dihasilkan berbau, namun tidak jauh berbeda dengan
yang dibuat dari bebijian yang lebih kering. Dengan kadar air
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
135
yang tinggi ataupun dengan memperpanjang masa simpan,
protein gluten mempunyai efek yang parah dan juga volume
serta tekstur roti menjadi rusak.
b. Pengaturan Atmosfer Intergranulasi
Sistem ini hampir sama dengan penyimpanan hermetis
tergantung dari komposisi dan jenis gas di dalam atmosfer
intergranulasi. Modifikasi yang sering dilakukan yaitu dengan
menambahkan gas karbon, nitrogen atau dapat juga
penambahan campuran CO2 dan nitrogen, dengan disertai
penurunan kadar oksigen. Penyimpanan dengan cara tersebut
diatas memerlukan peralatan yang canggih, akan tetapi teknik
ini cenderung berkembang pada masa yang akan datang.
Bentuk penyimpanan domestik dan komersial
Bentuk penyimpanan bahan pangan setelah panen
digolongkan menjadi dua golongan yaitu penyimpanan
domestik dan penyimpanan komersial. Sistem penyimpanan
domestik bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
hingga waktu panen berikutnya dan untuk penyimpnan benih,di
samping untuk penyimpanan sebelum bahan pangan dijual
(KUD). Dalam hal ini dikenal penyimpanan sistem curah
dalam karung goni dan dengan cara dikat tangkainya.
Penyimpanan tradisional pada umumnya termasuk pada sistem
penyimpanan domestik.
Wadah penyimpanan bahan pangan yang banyak
digunakan di Indonesia antara lain:
(1) Bin Bambu
Bin bambu ini banyak dijumpai di Sumatera dan
Sulawesi Selatan.
Biasanya dibuat secara lokal dengan
kapasitas yang bervariasi, antara 250 kg sampai 4 ton. Dari
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
136
pegalaman petani di daerah, ternyata bin bambu dapat
dipergunakan selama 15-20 tahun dengan kondisi aerasi yang
sempurna melalui lubang-lubang anyaman. Di Jawa berbagi
macam wadah yng sejenis seringkali digunakan untuk
penyimpanan domestik, seperti dikenal dengan nama daerah:
tumbu, jelebug, tolombong atau dingkul besar.
(2) Bin kayu
Bin kayu umumnya dibuat dari sejenis kayu meranti.
Khusus di Kalimantan dibuat dari bambu dan daun palma
(kindai). Beberapa petani juga menyimpan bahan pngan pada
kaleng pedaringan, karung plastik ataupun gentong.
Penyimpanan secara tradisional seperti geledek (geledengan)
atau grobog sejenis kotak kayu masih dapat dijumpai di
pedesaan.
Setelah pemanenan, tahap pengeringan dan penyimapan
dapat pula dilakukan dengan jalan menumpuk padi atau
bebijian lainnya dalam bentuk ikatan. Biasanya penyimpanan
dilakukan pada para-para (Sulawesi Selatan), pada dinding
bambu (Jawa Barat), diatas tanah berlapis papan kayu atau
disimpan dalam gentong. Karena penyimpann dengan cara ini
terbatas pada jenis-jenis padi yang tidak mudah rontok (padi
bulu dan padi gede), maka berangsur-angsur tradisi ini hilang.
Walaupun demikian sejalan dengan keberhasilan dalam hal
swasembada pangan (beras), cara penyimpanan tersebut
mungkin akan berkembang kembali.
Penyimpanan untuk tujuan komersial dibagi atas sistem
sak (karung goni) dan sistem curah (bulk).
Pemilihan
penggunaan kedua sistem tersebut didasrkan pada jenis produk,
lama penyimpanan, cuaca, sarana, serangan, tikus serta infestasi
serangga.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
137
Beberapa keuntungan dan kerugian sistem penyimpanan
dalam karung dan sistem curah adalah:
Sistem karung
- Fleksibel
- Penanganan lambat
- Lebih banyak
- Biaya operasi tinggi
- Biaya investasi rendah
- Kerusakan oleh tikus tinggi
Sistem curah
- Tidak fleksibel
- Penanganan cepat
- Kurang (rendah)
- Biaya operasi rendah
- Biaya investasi tinggi
- Kerusakan oleh tikus tinggi
Di samping itu wadah juga dapat menyebabkan
berkurangnya (kehilangan) bahan. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut:
1) Penyimpanan karung
Karung harus bersifat antiair, ventilasi ruangan cukup
terkontrol, melindungi bahan dari serangan tikus dan burung,
bebas dari debu dan kotoran, bebas dari cahaya, diletakkan
pada pondasi rendah (sekitar 0.75 m) di atas tanah.
2) Lokasi bangunan dan penyimpanan
Letak bangunan penyimpanan sebaiknya jauh dari
genangan air. Untuk mengurangi terjadinya radiasi oleh sinar
matahari, maka letak bangunan sebaiknya menghadap utara
atau selatan.
3) Struktur penyimpanan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
138
Umumnya terdiri dari fondasi yang terbuat dari semen,
dengan landasan (fondasi) lantai semen, dinding gedung
biasanya dibuat dari semen, alumunium atau seng dilengkapi
dengan pintu, ventilasi (di atas dan di bawah), atap gedung
terbuat dari seng atau asbes yang dapat melindungi dari
serangan burung.
Sistem penyimpanan karung
Sistem penyimpanan karung bertujuan untuk
memudahkan identifikasi stok bahan yang berbeda. Inspeksi
dapat dilakukan setiap saat sehingga sanitasi dan kontrol
perubahan cuaca lebih efektif. Cara meletakkan tumpukan
karung adalah:
1) Sistem tumpukan dengan jumlah dan ukuran yang telah
ditentukan yang disertai adanya fumigasi.
2) Menggunakan hamparan yang berguna untuk membantu
sirkulasi udara dan mencegah kerusakan lantai akibat
kontak air dan tanah.
3) Ukuran tumpukan umumnya adalah 12m x 6 m apabila
ukuran karung 12m x 5m dapat menampung hampir
200 ton, sedangkan untuk ukuran 12m x 9m dapat
menampung sekitar 300 ton.
Standar jumlah tumpukan karung goni yang
dipergunakan oleh Bulog adalah 70-80 kg padi (18 karung); 3040 kg padi (30 karung); 65-75 kg beras (20 karung); 45-50 kg
beras (30 karung) dan 100 kg beras (18 karung). Sedangkan
dengan karung plastik untuk ukuran 40-50 kg beras jumlah
tumpukan dapat mencapai sebanyak 30 karung.
Penumpukan Sistem blok
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
139
Biasanya digunakan di gudang Bulog apabila berat
sekitar 3.600 ton. Dengan ukuran 12m x 9m dapat menumpuk
54 karung. Sistem penumpukan yang digunakan adalah kunci
lima dan bata mati (Gambar 42 ).
Kunci lima
Bata mati
Gambar 42. Sistem penumpukan kunci lima dan bata mati
Kontrol lingkungan
Cara mengontrol lingkungan adalah sebagai berikut:
1) Pintu dan ventilasi dibuka apabila cuaca panas,
sehingga sirkulasi udara dapat diatur.
2) Sebaiknya apabila cuaca mendung atau gerimis, pintu
dan ventilasi ditutup.
3) Apabila turun hujan secara terus-menerus, pintu dan
ventilasi dibuka sekitar 5 jam, yaitu dari pukul 11.0015.00.
4) Tumpukan harus selalu diperksa, apabila ada tandatanda ‘spot’ karung harus diganti.
Kontrol serangga dan tikus
Pengontrolan terhadap keungkinan serangan serangga
dan tikus merupakan faktor penting dalam pemeliharaan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
140
kualitas maupun kuantitas bahan . Contohnya pemasangan
kalis tikus.
Fungsi bangunan gudang
Tujuan utama penggudangan adalah untuk mengurangi
kehilangan bahan (kualitas maupun kuantitas) seminimum
mungkin. Secara terperinci, penggudangan adalah sebagai
berikut:
a) Melindungi bahan dari penyakit dan lingkungan
sekitarnya, yaitu tahan terhadap serangan burung dan
tikus, mudah untuk mengontrol adanya infestasi
serangga, aman dari pencurian dan ventilasi yang
mampu mengatur panas dan kadar air (kelembaban).
b) Memudahkan pemeliharaan dan pemeriksaan di dalam
dan di luar bangunan terutama pengecatan atap dan
membersihkan bagian permukaan yang tidak bersudut
patah.
c) Menciptakan suasana kerja yang aman, termasuk
keamanan, suhu dan ventilasi, cahaya, sanitasi dan
higienis.
d) Menekan biaya operasi.
e) Menekan biaya investasi
f) Menjamin kemungkinan perluasan bangunan atau
fasilitas penyimpanan.
Fungsi bagian bangunan
Atap, haruslah dapat melindungi bahan dari cuaca,
angin dan pengaruh sinar matahari secara langsung, dapat
memberikan hawa sejuk bagi ruangan maupun bahan yang
disimpan serta dapat mencegah masuknya burung yang dapat
merusak bahan.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
141
Dinding, harus dapat melindungi bahan dari angin,
hujan, sinar matahari secara langsung, tikus, pencuri, burung
maupun serangga.
Fondasi, harus dapat mengurangi pergeseran tanah,
menghentikan penyerapan air oleh bahan dan melindungi bahan
dari serangan tikus.
Lantai, dapat menciptakan ruang gerak yang aman,
memudahkan pembersihan dan perawatan, mencegah
masuknya tikus dan serangga, dapat menahan beban bahan
serta dapat mencegah penyerapan kadar air.
Pintu, dapat menciptakan suasana kerja, memperlancar
keluarmasuknya bahan dan mencegah serangan tikus, burung
dan pencuri.
Ventilasi, harus dapat mengontrol suasana di dalam dan
di luar sehingga nyaman bagi pekerja, mencegah hujan dan
udara akibat kelembaban tinggi, mencegah burung, serangga
serta dapat berfungsi sebagai jendela untuk masuknya cahaya.
Jendela, dapat menciptakan suasana kerja bagi pekerja,
mencegah hujan dan mencegah burung dan serangga.
6.3. Penyimpanan Hasil Perkebunan, Rempah-Rempah
Dan Umbi-Umbian
Kopra
Kopra merupakan salah satu produk dari buah kelapa
yang diperoleh melalui beberapa tahap pengeringan sampai
kadar airnya mencapai 5-6%. Beberapa cara pengeringan kopra
yang biasanya dilakukan antara lain:
(a). Penjemuran menggunakan sinar matahari
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
142
(b). Pengasapan
(c).
Pengeringan dengan pemanasan tak langsung
menggunakan alat pengering buatan.
Pada prakteknya cara-cara pengeringan tersebut sering
diko,binasikan untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Pengeringan yang kurang baik atau mencampur kopra yang
bermutu baik dengan yang bermutu jelek akan menyebabkan
kopra mengalami kerusakan baik oleh serangga maupun jasad
renik.
Beberapa faktor yang menyebabkan turunnya mutu
kopra adalah sebagai berikut:
a) Penundaan pengangkutan buah kelapa yang sudah
matang sebelum pengeringan.
b) Pengangkutan dan penumpukan buah yang sudah
dikupas sehingga buah menjadi pecah-pecah.
c) Pengeringan dilakukan terlalu cepat dan lapisan kopra
terlalu tebal (pada penggunaan kiln).
d) Penjemuran dilakukan dengan ceroboh atau terkena
hujan yang tiba-tiba turun.
Kadar air kopra sebaiknya lebih rendah dari 6 %. Jika
kadar air kopra lebih besar dari 6% maka kopra akan
mengalami kerusakan selama penyimpanan. Menurut Southall
(1931) dalam Teknologi Penyimpanan Pangan (1992),
menyatakan bahwa pada kadar aiar yang tinggi kopra akan
terdekomposisi lemaknya.
Dekomposisi ini dapat
menyebabkan kehilangan berat selama penyimpanan.
Pada kadar air 12-50%, kopra akan diserang oleh
Aspergilus flavus, Aspergilus niger dan Aspergilus nigrican,
sedang pada kadar air 8-12% oleh Gaucus sp, Aspergilus
tamarii dan jamur-jamur lain akan merusak kopra dan pada
kadar air rendah dari 8% kopra akan dirusak oleh Aspergilus
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
143
cinnamoeus, Peudomonas glaucum dan Aspergilus glaucus.
Sedangkan bakteri-bakteri akan menyerang kopra pada kadar
air sekitar 15-20%. Serangan mikroba-mikroba tersebut dapat
mengundang pula serangan serangga pada kopra. Spesiesspesies serangga yang sering merusak kopra adalah Necrobia
rufines, Carpophilus dimidiatus, Tribolium castaneum, Doloesa
viridis, Corcyra cephalonica dan Ephestia cantella. Cara
pengendalian atau pencegahan serangan serangga adalah
sebagai berikut:
a) Membuat kopra bermutu baik dengan kadar air kurang
dari 6%.
b) Membersihkan karung kopra dari serangga.
c) Memelihara kondisi penyimpanan yang baik.
d) Selama pengangkutan, jangan mencampur karung kopra
dengan karung barang lain.
e) Mencegah penimbunan kopra di pelabuhan atau di
perkebunan.
Usaha pengawetan yang dilakukann terhadap kopra
pada prinsipnya merupakan usaha untuk mencegah jasad renik
yang menggunakan kopra sebagai media pertumbuhannya,
misalnya dengan mempengaruhi pH daging buah sehingga
enzim jasad renik tidak mampu memetabolisir bahan makanan
pada daging buah. Cara-cara pengawetan yang biasa dilakukan
adalah dengan belerang dioksida, dengan perendaman dalam
larutan asam (proses tapahan), dengan larutan soda (Na2CO3)
atau dengan penambahan natrium chlorida (NaCl).
1. Pengawetan dengan Gas SO2
Cara ini biasanya dilakukan pada kopra yang
dikeringkan dengan sinar matahari. Kopra yang akan
dikeringkan diasapi dengan gas SO2 dalam ruangan tertutup
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
144
dan dibiarkan selama 12 jam, setelah itu dijemur selama dua
minggu. Dengan cara ini biasanya akan diperoleh kopra yang
putih bersih, bebas dari jamur dan minyak perolehannya tidak
berwarna dan tidak tengik. Aktivitas SO2 pada daging buah
kelap adalah merusak spora-spora jamur serta melunakkan
dinding sel daging buah sehingga mempercepat pengeringan.
2. Pengawetan dengan Proses Tapahan
Cara ini dilaksanakan dengan merendam daging buah
kelapa ke dalam campuran asam asetat (5-7%) dan asam sulfat
(5%) atau asam chlorida. Perendaman dilakukan selama 5
menit. Kopra yang dihasilkan dari cara pengawetan ini tahan
terhadap serangan kapang, serangga dan binatang pengerat
(sehingga rendemennya lebih tinggi dari kopra yang tidak
diawetkan), di samping itu minyak yang dihasilkan dapat
terhindar dari warna gelap dan kenaikan asam lemak bebas.
Perlindungan terhadap kapang merupakan hasil kerja dari asam
asetat, dan bila asam asetatnya menguap, serangan kapang
dicegah oleh asam sulfat atau khlorida. Dosis yang digunakan
untuk 1.000 butir kelapa adalah 500 g sampai 1.000 g asam
asetat dan 500 g asam sulfat.
3. Pengawetan dengan Na2CO3
Pengolahan kopra, sebaiknya daging buahnya terlebih
dahulu harus dicelupkan ke dalam larutan Na2CO3 yang
berkonsentrasi rendah. Sementara pendapat dari Somaatmadja
dan Djuwarni (1968) menyatakan bahwa pada buah kelapa
yang direndam dalam larutan Na2CO3 akan terbentuk lapisan
sabun (film) pada permukaan daging buah yang akan
melindungi dari serangan jamur dan serangga.
FAO
menganjurkan penggunaan Na2CO3 pada konsentrasi 30-35%
dengan lama perendaman 5 menit, kemudian dikeringkan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
145
dengan udara panas atau dengan sinar matahari. Dengan cara
ini dihasilkan kopra yang putih bersih, tidak cepat rusak dan
minyaknya bermutu tinggi.
4. Pengawetan dengan NaCl
Telah diketahui bahwa penambahan garam NaCl tang
cukup dapat memperlambat, menurunkan atau mencegah
pertumbuhan mikroba.
Efektifitasnya berkorelasi dengan
konsentrasi garamnya. Merendam daging buah kelapa ke
dalam larutan NaCl sebelum pengeringan dapat menyebabkan
terbentuknya lapisan sabun (film) pada permukaan daging
buah yang merupakan hasil reaksi antara trigliserida dengan
garam NaCl.
Lapsan sabun tersebut berfungsi untuk
melindungi kopra dari serangan mikroba dan serangga. Efek
lainnya adalah dengan tekanan osmotik yang tinggi dari larutan
garam dapat menyebabkan air keluar dari bahan yang
diawetkan maupun dari sel-sel jasad renik sehingga terjadi
plasmolisa.
Kopi (Coffea spp.)
Mutu biji kopi dipengaruhi oleh proses-proses
pengolahan dimulai dari awal sampai siap dipasarkan, misalnya
pada pengeringan, di mana kecepatan pengeringan sangat
menentukan mutu fisik dan organoleptik biji kopi. Pengeringan
yang terlalu cepat dapat menyebabkan case hardening dan
kerusakan flavor.
Begitu juga selama penyimpanan, suhu sangat
berpengaruh. Suhu simpan bersama-sama dengan perubahan
kadar air biji kopi menyebabkan perubahan fisik dan denaturasi
protein (sehingga dapat merusak flavor kopi). Dalam hal ini
terdapat korelasi yang kuat antara kemampuan perkecambahan
biji dengan flavor kopi, biji yang masih bisa berkecambah
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
146
menghasilkan kopi yang berflavor lebih baik. Perkecambahan
merupakan proses yang disertai dengan respirasi dan
metabolisme jika kopi ini dikeringkan (sampai kadar air lebih
kecil dari 13%) perkecambahan tidak terjadi karena respirasi
tercegah. Biji kopi yang masih memilki daya berkecambah
memiliki kelebihan lain, yaitu lebih awet disimpan jika
dibandingkan dengan kopi yang telah kehilangan daya tumbuh.
Kadar air kesetimbangan kopi adalah 12%, dengan
toleransi 1%. Kadar air kopi tersebut tidak banyak berubah
selama penyimpanan dan pengangkutan. Tetapi jika disimpan
terlalu lama maka kadar airnya dapat naik sebesar 1-2%,
sebaliknya jika disimpan pada RH rendah (misalnya 35%)
kadar air kopi dapat turun sebesar 10%.
Cara-cara penyimpanan biji kopi yang umum dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Penyimpanan dengan Pallet
Biji kopi dimasukkan dalam karung-karung yang
kemudian disusun dalam pallet-pallet. Ukuran karung yang
digunakan terbatas pada kemampuan menusia untuk
mengangkatnya. Kelemahan cara ini adalah jik terjadi absorpsi
air mka karung beserta isinya akan membengkak dan dapat
meledak. Sedangkan kelebihannya adalah merupakan cara
yang paling murah.
2. Penyimpanan Curah
Biji kopi disimpan dalam kotak berkerangka kayu,
kemudian diletakkan di gudang-gudang (pelabuhan atau
eksportir). Cara ini membutuhkan sirkulasi udara yang baik
untuk mengendalikan kelembaban kadar air dan suhu.
Kopi bubuk biasanya dikemas dalam pengemas vakum
sehingga aromanya dapat dipertahankan selama beberapa
bulan. Cara lainnya dalah dengan mengisi kemasan dengan gas
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
147
iner dengan hasil yang sama seperti kemas vakum.. Dan cara
yang ketiga adalah dengan kemas bentuk yang terbuat kertas
yang dilaminasi dengan plastik film atau alumunium foil, tetapi
tidak divakum sehingga umur simpannya lebih pendek.
Teh (Camellia sinensis L.)
Daun teh kering mudah menyerap uap air dari udara dan
mudah menyerap bau dari sekelilingnya. Karena itu dalam
penyimpanan teh harus dijauhkan dari bahan-bahan yang
berbau tajam seperti ikan asin dan minyak tanah.
Penyimpanan teh kering yang biasa dilakukan adalah
dengan menyimpannya dalam kotak kayu yang kemudian
dipatri. Di toko-toko, teh umumnya disimpan dalam kertas
berlipat-lipat. Kedua cara ini dapat mempertahankan aroma teh
agar tetap harum dan tidak beragi.
Biji Coklat (Theobroma cacao L.)
Sebelum disimpan, biji coklat kering yang telah
diproses disortasi secara manual. Sortasi berdasarkan keutuhan
biji, warna, kekeringan, kemurnian, ada tidaknya kapang dan
bahan lain. Biji coklat dimasukkan ke dalam karung-karung
goni dengan berat maksimum 60 kg. Kemudian, karungkarung gono tersebut ditempatkan dalam gudang penyimpanan.
Gudang penyimpanan harus bersih dan ada lubang pertukaran
udara. Pada beberapa kebun, gudang penyimpanan dilengkapi
dengan lampu infra merah. Fumugasi dapat dilakukan sebelum
gudang digunakan. Karung-karung goni tersebut tidak boleh
langsung bersentuhan dengan lantai gudang tapi harus berjarak
sekitar 7 cm dari lantai agar sirkulasi udara baik. Pada keadaan
ini, di daerah tropis biji coklat tahan selama 3 bulan dengan
mutu yang dapat dipertahankan. Jika lebih dari 3 bulan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
148
penyimpanan maka biji coklat akan berjamur dan kadar asam
lemak bebasnya meningkat (tengik).
Lada (Piper nigrum L.)
Dalam perdagangan, lada terdiri dari dua jenis yaitu
lada hitam dan lada putih. Lada hitam yang merupakan lada
yang berasal dari buah yang belum matang lalu dijemur. Lada
hitam digunakan sebagai rempah, derivatif maupun sumber
oleoresin dan black pepper oil. Sedangkan lada putih berasal
dari buah yang telah matang dengan pembuangan lapisan
mesocarpnya. Lada putih hanya digunakan sebagai rempahrempah.
Penyimpanan lada yang sudah dibersihkan dan
dikeringkan, dilakukan pada kondisi yang kering pula sehingga
akan mengalami kerusakan yang minimal. Di daerah Serawak,
pengangkutan dan penyimpanan lada dilakukan pada musim
hujan sehingga RH yang tinggi menyebabkan kenaikan kadar
air lada dan mengundang tumbuhnya kapang atau serangan
serangga. Untuk mengatasi hal ini, lada dapat dicuci dan
dikering ulang sampai kadar airnya di bawah 11%, kemudian
segera dikirimkan. Untuk mencegah kontaminasi lebih lanjut
sebaiknya digunakan plastik polietilen yang tebal selain karung
goni. Pada cara ini lada jangan sampai terkena sinar matahari
langsung.
Lada bubuk dikemas dalam kemasan yang direkat untk
mencegah kehilangan minyak volatil dan caking, karena
semakin halus ukuran bubuk lada semakin mudah kehilangan
minyak volatilnya.
Vanili (Vanila fragrance)
Vanili sangat peka terhadap serangan Penicillium dan
Aspergillus selama penyimpanan. Jika kapang-kapang tersebut
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
149
menyerang, tanda-tandanya adalah terdapat noda-noda putih
kemudian menjadi hijau yang kemudian tersebar dengan cepat.
Serangan kapang tersebut mengakibatkan buah vanili menjadi
berkerut, kering dan berbau tidak enak. Adapun penyebab dari
datangnya serangan kapang tersebut adalah buah vanili dipanen
sebelum matang serta pengeringan kurang sempurna. Untuk
mengatasi hal tersebut dapat dilakukan pencucian buah dengan
kain yang telah dicelup alkohol 95% atau dengan membuang
bagian buah yang telah terkena serangan kapang (dikerat).
Selain itu, selama penyimpanan vanili dapat diserang oleh
rayap Tyrophagus dengan cara melubangi buah. Untuk
mengatasi serangan rayap dapat dilakukan pencucian buah
dengan alkohol seperti pada pencegahan serangan kapang.
Penyimpanan vanili kering biasanya dilakukan dalam
kotak-kotak atau pembungkus lainnya dengan maksud agar
diperoleh aroma serta rasa yang sebaik-baiknya.
Pada
penyimpanan ini vanili perlu diikat berdasrkan mutunya dalam
jumlah beberapa puluh tiap ikatan, hal ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya fermentasi lebih lanjut. Pada kotak/peti
penyimpanan bagian dalam dilapisi kertas minyak, begitu juga
bagian tutupnya.
Jahe (Zingiber officinale Rosc.)
Jahe adalah sejenis rempah-rempah yang berupa umbi
akar (rhizoma) yang diperoleh dari tanaman Zingiber officinale
Rosc.
Jahe dapat digunakan sebagai pencampur dalam
makanan, minuman dan sebagai obat tradisional.
Pengawetan dan penyimpanan jahe segar harus segera
dilakukan setelah pemanenan dengan dicuci bersih dan
ditiriskan selama 1-2 hari di tempat teduh. Dengan cara ini
jahe akan awet selama 6 bulan pada suhu 550C dan RH 65%.
Untuk mencegah serangan hama seperti Sitodrepa panicae dan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
150
Lasioderma serricorne, gudang penyimpanan perlu difumugasi.
Sedangkan hama-hama nematoda seperti Meloidogyne
javanica, Meloidogyne indica dan Meloidogyne incognita bisa
dibasmi dengan nematosida seperti DD atau Nemacar.
Untuk jahe yang telah dikeringkan, harus disimpan pada
keadaan kering untuk mencegah serangan kapang.
Penyimpanan jangan terlalu lama karena dapat merusak aroma,
flavor dan kepedasannya.
Cabai kering (Capsicum spp)
Dalam penyimpanan cabai, faktor yang paling utama
untuk diperhatikan adalah warnanya, karena warna cabai
tersebut dapat menjadi penentu harga bagi cabai yang
bersangkutan. Selain penyimpanan, yang berpengaruh terhadap
perubahan warna cabai adalah varietas cabainya sendiri. Ada
varietas yang warnanya tahan setelah disimpan 6 bulan
sementara varietas lainnya mudah rusak.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan
cabai kering agar warnanya dapat dipertahankan yaitu:
a) Pemanenan cabai dilakukan setelah cukup matang.
b) Warna cabai giling lebih cepat rusak dibandingkan
cabai utuh.
c) Kontak cabai kering dengan udara dan cahaya
mempercepat perubahan menjadi pucat sehingga cabai
perlu dikemas dalam kemasan yang kedap cahaya.
d) Kadar air cabai kering mempengaruhi ketahanan warna.
Pada kadar air 11-12%, cabai lebih cepat mengalami
perubahan warna menjadi hitam dibandingkan dengan
cabai yang disimpan pada kadar air 7%.
e) Semakin besar suhu penyimpanan, perubahan warna
cabai semakin cepat. Perubahan warna cabai pada suhu
simpan 50C, lebih lambat dibandingkan pada suhu 370C.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
151
f) Ketengikan cabai berkorelasi dengan perubahan warna.
Ketahanan warna dapat diperbaiki dengan penambahan
antioksidan larut lemak. Dalam penyimpanan cabai,
perlu dilakukan pengendalian hama tikus dan serangga.
Bawang merah (Allium cepa L.)
Penyimpanan bawang merah dalam jangka pendek atau
panjang, sudah menjadi suatu hal yang tidak dapat dielakkan.
Bawang merah yang disimpan sebelum dikeringkan, hanya
dapat tahan disimpan sekitar satu minggu saja. Lebih lama lagi
bawang merah akan banyak diserang penyakit busuk, terutama
busuk hitam atau kapang Aspergillus niger. Karenanya, bawng
merah yang disimpan harus sudah dikeringkan terlebih dahulu.
Pada umumnya, para petani bawang menyimpan
bawang dengan cara menggantungkan ikatan bawang merah
pada para-para di atas perapian dapur. Dengan cara ini, tiap
kali dapar dinyalakan, bawang merah akan mengalami
pengasapan yang dapat memperpanjang daya awetnya.
Akibatnya bawang merah dapat disimpan lama lebih dari 6
bulan tanpa mengalami serangan penyakit umbi. Namun,
jumlah bawang merah yang dapat disimpan dengan cara ini
terbatas, tergantung pada luas dan besar tempat di atas perapian
dapur.
Bawamg merah dalam jumlah yang banyak, tentunya
membutuhkan ruang penyimpanan yang lebih luas. Beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi oleh gudang penyimpanan
bawang merah, yaitu:
a. Kondisi dan perawatan hasil
Bawang merah yang disimpan harus cukup kering,
dengan kadar air 80-85%. Atau pada waktu pengeringan
beratnya susut kira-kira 15-20%. Sebelum disimpan perlu
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
152
disortasi. Bawang merah yang rusak atau terkena penyakit
dipisahkan dan tidak disimpan.
b. Keadaan ruang penyimpanan
Pertama ruang untuk gudang harus bersih, kering dan
tidak lembab. Ventilasi baik dan cukup banyak sehingga dapat
menjaga ruangan tersebut agar tetap kering, tidak lembab dan
tidak gelap. Ventilasi tersebut juga harus dapat memberikan
pergantian udara dalam ruang dengan baik.
Konstruksi
sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan setiap kali
diperlukan dan tiap kali habis dipakai, terutama kemungkinan
adanya umbi-umbi busuk yang tertinggal.
c. Suhu dan kelembaban ruangan
Kelembaban yang terlalu tinggi disertai suhu yang
tinggi, dapat menyebabkan terjadinya pembusukan umbi atau
tumbuh tunas. Suhu yang baik untuk menyimpan bawang
merah adalah 30-340C dan kelembabannya 65-75%. Udara
dalam ruang terlalu kering sehingga kelembabannya terlalu
rendah, lantai gudang dapat dibasahi air atau dapat diembuskan
uap air ke dalam gudang. Sebliknya, jika kelembaban terlalu
tinggi, dapat dikurangi dengan menghembuskan zat yang
bersifat higroskopis seperti CaCl2 atau dengan menempatkan
batu kapur di lantai gudang.
Membangun ruang khusus untuk gudang bawang
merah, sebaiknya dinding terbuat dari bahan yang sekaligus
dapat berfungsi sebagai isolator (papan kayu). Lantai gudang
dapat dibuat dari kayu. Dengan demikian suhu penyimpanan
dalam gudang dapat terkendali. Untuk atap dapat digunakan
seng agar dapat menyerap panas lebih banyak. Letak gudang
usahakan agar ditempatkan ditempat yang banyak menerima
sinar matahari. Dapat juga dipasang bohlam (lampu) yang
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
153
dayanya (watt) tinggi. Kesemua ini dimaksudkan untuk
mempertahankan suhu dalam ruangan agar tetap terkendali,
yaitu sekitar 30-340C.
Di dalam gudang dapat dipasang rak-rak untuk
menenpatkan bawang merah yang akan disimpan dalam bentuk
ikatan. Ada juga yang memasukkan ke dalam karung plastik
yang anyamannya jarang. Bawang dalam bentuk tanpa ikatan
atau bentuk potongan tanpa daun (dipotong daun 1-2 cm dari
ujung umbi). Karung-karung tersebut nantinya sekaligus
dipakai untuk wadah dalam transportasi ke tempat penjualan.
Kelemahan penyimpanan semacam ini, terutama untuk
penyimpanan jangka panjang.
Bawang merah selama
penyimpanan masih hidup dan bernafas meskipun aktivitas
hidupnya sangat rendah. Dalam aktivitas hidup dihasilkan
panas dan uap air. Oleh karena itu, selama dalam tumpukan
kemungkinan
akan
terbentuk
embun
yang
dapat
membahayakan bawang tersebut. Jika menyimpan dalam
karung sebaiknya sering dibuka dan dikering-anginkan di luar.
Atau jangan menyimpan bawang merah dalam karung untuk
jangka waktu panjang.
Menyimpan bawang merah dapat juga dilakukan dalam
kamar pendingin. Kondisi yang baik untuk penyimpanan pada
suhu sekitar 00C dengan kelembabannya 65%. Pada suhu 10150C, umbi bawang merah akan cepat tumbuh dan membentuk
tunas.
Pada suhu 00C dan 300C pertumbuhan tunas
menghambat.
Bawang Putih (Allium sativum L.)
Umbi bawang putih tidak tergolong bahan yang cepat
mengalami kerusakan. Dalam keadaan kering, umbi ini tahan
disimpan sampai 6 buan dengan syarat sewaktu dipanen umbi
tidak rusak.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
154
Pengawetan dengan bahan kimia tidak dikehendaki
karena dikhawatirkan dapat menimbulkan efek negatif bagi
yang mengkonsumsinya. Penyimpanan pada suhu rendah
memerlukan investasi yang besar. Cara paling mudah dan
paling sering dilakukan adalah pengasapan. Pengawetan ini
akan baik jika umbi telah berumur 15-55 hari sesudah panen.
a. Pengawetan dengan pengasapan
Kulit umbi yang terluar dibuang dan ditinggalkan satu
lapis. Hal ini untuk memudahkan kontak asap dengan daging
umbi dan dengan meninggalkan satu lapis kulit terluar
dimaksudkan untuk melindungi daging umbi. Sementara itu
batang dapat dipotong dan disisakan kira-kira 2 cm dari umbi.
Atau dapat tidak dipotong jika pengasapan dilakukan terhadap
sejumlah besar umbi pada loteng pengasap. Selanjutnya umbiumbi tersebut diasap sampai warna kulitnya menjadi kecoklatcoklatan.
Umbi yang dipotong batang, alat pengasapannya terdiri
dari drum-drum untuk pembakaran bahan bakar dan kotakkotak sebagai tempat umbi yang akan diasap. Drum
pembakaran dibuat bercerobong. Dari cerobong ini dipasang
pipa yang dihubungkan dengan kotak tempat umbi. Setelah
umbi dimasukkan dalam kotak, bahan bakar dinyalakan, asap
akan masuk ke dalam kotak yang akan memanasi umbi sampai
berwarna kecoklat-coklatan.
Untuk menghasilkan asap yang banyak, bahan bakar
menggunakan campuran serbuk dan daun kering dengan
perbandingan 9:1. Daun kering diperoleh dari daun bawang
putih tersebut. Asap masuk ke dalam kotak, suhu pengasapan
diperahankan sekitar 650C. Untuk mengatur suhu perlu
dipasang beberapa termometer yang diletakkan pada kotak
pengasap. Dengan suhu ini bawang putih sudah menjadi
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
155
kecoklatan dan pengasapan dihentikan setelah berjalan sekitar
34 jam.
Umbi tidak dipotong batangnya, cara pengasapannya
sama seperti cara pengeringan dengan asap. Hanya saja asap
perlu diperbanyak dengan menggunakan bahan bakar yang
banyak menghasilkan asap. Penyimpanan tradisional yaitu
dengan menggantungkan bawang putih begitu saja di atas parapara perapian dapur.
b. Penyimpanan
Umbi
bawang putih disiman dengan
cara
menggantungkan ikatan pada para atau rak bambu. Biasanya
tiap ikatan sekitar 2 kg. Kebanyakan petani menyimpan dalam
ruangan perapian dapur atau para seperti loteng pengasapan.
Tempat di atas perapian dapur, maka tiap kali dapur dinyalakan
bawang putih akan kena asap. Hal ini menguntungkan karena
asap ini berperan sebagai pengawet.
Penyimpanan umbi untuk bibit, dapat diberikan
fumigasi dengan pestisida sebagai pengawet. Hanya bawang
untuk bibit saja yang diperbolehkan difumigasi dengan
pestisida. Untuk bawang putih yang akan dikonsumsi tida
diperkenankan difumigasi dengan pestisida karena dapat
membahayakan konsumen.
Penyimpanan bawang putih dalam jumlah yang besar,
untuk disimpan di para kurang sesuai. Di samping kurang
praktis, juga membahayakan karena beban terlalu berat yang
dapat merobohkan bangunan dapur. Untuk ini bawang putih
dapat disimpan dalam gudang yang cukup baik ventilasinya,
cukup kering serta tidak lembab. Selama penyimpanan perlu
dilakukan pemeriksaan secara rutin jika ada bawang putih yang
sudah nampak rusak atau terserang penyakit, harus segera
disingkirkan sehingga tidak menular pada bawang putih yang
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
156
lain. Bawang putih yang nampak terserang jamur (hitam),
biasanya cepat merambat ke bagian lain, sehingga perlu segera
diamankan.
Untuk mencegah infeksi hama gudang, gudang yang
luas dapat difumigasi dengan tablet 55% Photoxin.
Menggunakan pestisida ini karena asapnya sangat berbahaya.
Karena itu, fumigasi dengan tablet 55% Photoxin sebaiknya
dilakukan oleh orang yang berpengalaman dan dilengkapi
dengan masker penutup hidung dan mulut. Kalau pengeringan
dan penyimpanan dikerjakan dengan baik, bawang putih dapat
tahan lebih dari 8 bulan.
Ubijalar (Ipomea batatas Poiret)
Ubijalar hanya tahan selam 48 jam setelah dipanen,
setelah itu terjadi warna kecoklatan (kepoyoan), yang
disebabkan oleh aktivitas enzim polifenolae yang terdapat pada
lendir ubi dan yang membentuk warna coklat jika kontak
dengan udara.
Untuk mengatasi masalah tersebut ada beberapa cara
penyimpanan ubijalar seperti berikut ini:
1. Cara-cara tradisional untuk memperpanjang daya
simpan ubijalar dalam jumlah kcil dapat memberikan
hasil yang cukup memuaskan. Misalnya dengan cara
penguburan kembali ubi yang sudah dipanen, atau
membiarkan ubi tidak dipanen dan hanya dipanen dalam
jumlah yang diperlukan. Cara lain adalah membungkus
ubi dengan lumpur dan menyimpan dalam air.
2. Menyimpan ubijalar dengan serbuk gergaji basah dalam
peti. Cara ini dapat mempertahankan mutu ubi jalar
selama 1-2 bulan.
Suhu simpan sekitar 260C
memberikan hasil yang cukup memuaskan, praktis dan
murah bagi petani. Tetapi jika serbuk gergaji terlalu
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
157
kering tidak akan terjadi pengawetan dan sebaliknya
jika serbuk gergaji terlalu basah akan mempercepat
pembusukan.
3. Cara lain yaitu ubijalar yang telah dipanen dibersihkan,
lalu diangin-anginkan selama 2-3 hari, ditimbun di
tempat yang kering dan sejuk dan ditutup dengan pasir
kering/abu setebal 20-30 cm. Ubijalar yang disimpan
dengan cara ini dapat tahan selama 5 bulan tanpa
boleng.
4. Dibuat gaplek dan tepung ubijalar dapat mengawetkan
produk. Ubi dikupas dan dipotong sebesar setengah jari
dibuat gaplek, kemudian dikeringkan dengan panas
matahari lalu disimpan dalam kaleng. Pembuatan
tepung dimulai dengan pemarutan ubijalar yang telah
dikupas dan dicuci, kemudian diremas dengan
menambahkan air, disaring dengan menggunakan kain.
Larutan yang diperoleh diendapkan selama satu malam.
Cairan dibuang dan endapan kering.
Singkong Segar (Manihot utilissima)
Cara penyimpanan singkong segar telah banyak diteliti
dan dipraktekkan.Tanpa perlakuan khusus singkong segar
hanya tahan sekitar 48 jam. Cara-cara penyimpanan singkong
segar adalah sebagai berikut:
1. Singkong segar dipotong sepanjang 5 cm pada tangkainya.
Diangin-anginkan supaya getahnya kering. Singkongsingkong tersebut lalu diatur berjejer rapat dalam bak batu
bata yang ditumpuk tanpa menggunakan semen dan
dasarnya sudah ditutup pasir kering setebal 5 cm. Bak
batu bata berukuran 1,0 m x 1,0 m x 1,0 m. Jejeran
singkong tersebut ditutup lagi dengan pasir setinggi 5 cm,
begitu seterusnya samapi pasir terakhir berjarak 10 cm dari
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
158
2.
tepi bahan. Setelah itu di atas pasir ditutup lagi dengan
batu bata dan yang terakhir ditutup seng.
Pada
penyimpanan seperti ini, bak batu bata harus harus
didirikan pada tempat yang aman serta tidak terkena air
hujan. Singkong segar dapat tahan 1-2 bulan.
Singkong segar dalam keadaan utuh ditumpuk di atas
lapisan jerami, rumput atau daun-dan kering. Diameter
tumpukan jerami 1,5 m, tebalnya 15 cm. Sekitar 300-500
kg sigkong segar ditimbun diatas alas tersebut, kemudian
ditutup dengan lapisan jerami dan ditutup lagi dengan
tanah hingga ketebalan 15 cm. Sekeliling timbunan dibuat
saluran drainase agar tidak terendam air. Keadaan cuaca
sangat mempengaruhi daya tahan singkong yang disimpan.
Perlu diupayakan agar tidak terlalu basah di musim hujan
(Gambar 43 ). Daya simpan singkong cara ini dapat
mencapai 3 bulan.
Gambar 43. Cara pengawetan singkong segar
3.
Singkong disimpan dalam peti (kapasitas 20 kg) yang diisi
serbuk gergaji. Kadar air serbuk gergaji dipertahankan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
159
4.
sebesar 50%, agar kelembabannya terkendali sehingga
singkong awet. Kondisi penyimpanan terlalu kering akan
cepat terjadi kerusakan fisiologis, sebaliknya bila terlalu
basah menyebabkan kebusukan. Seringkali digunakan
sekam padi (pesak) sebagai pengganti serbuk gergaji.
Tetapi sekam dinilai kurang baik karena daya serap dan
distribusi air kurang merata. Cara penyimpanan singkong
segar seperti ini, pada keadaan yang terlindung dari sinar
matahari, dan suhu sekitar 26 0C dapat mempertahankan
singkong segar selama satu bulan.
Singkong segar yang telah dibersihkan dicelup dalam
larutan fungisida thiobendazole, atau fungisida lainnya
seperti maneb dan Benomyl. Kemudian dikemas dalam
kantong plastik polietilen.
Pengemasan ini akan
membantu mengawetkan singkong dari kerusakan
fisiologis, sedangkan pencelupan dalam fungisida dapat
mencegah kerusakan oleh jasad renik. Perlu diperhatikan
agar singkong betul-betul segar (2-3 jam setelah panen)
pada saat dikemas. Cara penyimpanan seperti ini banyak
digunakan di pasar-pasar swalayan. Daya tahan singkong
segar sekitar 1-3 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
Syarief, R dan Halid, H. 1992. Teknologi Penyimpanan
Pangan. Kerja Sama dengan Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi, IPB. Penerbit Arcan, Jakarta.
Syarif, R. & H. Halid. 1995. Teknologi pengemasan pangan.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Winarno, F. G. & Fardiaz, S., Fardiaz, D. 1980. Pengantar
teknologi pangan. PT Gramedia. Jakarta
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
160
Winarno, F.G. & Aman, M. 1981. Fisiologi Lepas Panen.
Penerbit P.T. Sastra Hudaya, Jakarta.
Winarno, F. G. 1993. Pangan, gizi, teknologi dan konsumen.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
161
BAB VIII.
MIKROBIOLOGI PENYIMPANAN
Bermacam-macam mikroba seperti kapang, bakteri dan
ragi mempunyai daya perusak terhadap bahan hasil pertanian.
Cara perusakannya adalah dengan cara menghidrolisa atau
mendegradasi makromolekul-makromolekul yang menyusun
bahan tersebut menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil. Misalnya
karbohidrat menjadi gula sederhana atau pemecahan lebih
lanjut dari gula menjadi asam-asam yang mempunyai atom
karbon yang rendah. Protein dapat dipecahkan menjadi
gugusan peptida dan senyawa amida serta gas amoniak.
Sedangkan lemak dapat pecah menjadi gliserol dan asam-asam
lemak.
Dengan terpecahnya karbohidrat (pati, pektin atau
selulosa), maka bahan dapat mengalami pelunakan. Terjadinya
asam dapat menurunkan pH dan terbentuknya gas-gas hasil
pemecahan dapat mempengaruhi bau dan cita rasa bahan.
Kerusakan mikrobiologis ini merupakan bentuk
kerusakan yang banyak merugikan serta kadang-kadang
berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena racun yang
diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat.
Pada umumnya kerusakan mikrobiologis tidak hanya terjadi
pada bahan yang mentah, tetapi juga pada bahan setengah jadi
maupun bahan hasil olahan. Makanan-makanan dalam kaleng
atau dalam botol dapat rusak dan kadang-kadang berbahaya
karena dapat memproduksi racun.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
162
Berikut
kedelapan:
Rencana
Perkuliahan
(100 menit)
Langkah 1
30 menit
Langkah 2
50 menit
Langkah 3
20 menit
rencana
perkuliahan
untuk
pertemuan
Aktivitas
Aktivitas 1: Pendahuluan
1. Pengajar
sebagai
fasilitator
memperkenalkan bahaya yang disebabkan
oleh gerakan mikroorganisme
2. Kemudian pengajar meminta kepada
mahasiswa untuk menyebutkan perlakuanperlakuan pasca panen yang telah mereka
ketahui, yang dapat mencegah hidupnya
mikroorganisme dalam bahan pertanian
3. Setelah itu mahasiswa diminta untuk
menuliskan perlakuan pasca panen
tersebut di selembar kertas dengan jenis
mikroorganimenya
4. Kemudian pengajar akan menjelaskan
beberapa perlakuan pasca panen dan apa
kepentingannnya
untuk
hasil-hasil
pertanian,
mikroorganisme
yang
berkembang dengan beberapa perlakuan
pasca panen
Aktivitas 2: Materi
Aktivitas 3: Penutup
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
163
SUPLEMEN BAB 8.
ASPEK MIKROBIOLOGI DALAM PENYIMPANAN
8.1. Morfologi dan Taksonomi Bakteri, Kapang dan Kamir
1. Bakteri
Bentuk dan Pengelompokan Sel
Bakteri pada umumnya mempunyai ukuran sel 0.5-1.0
μm kali 2.0-5.0 μm, dan terdiri dari tiga bentuk dasar yaitu : (1)
bentuk bulat atau kokus (jamak : koki), (2) bentuk batang atau
basilus (jamak : basili), dan (3) bentuk spiral. Bakteri ada yang
berukuran relatif besar dengan diameter sekitar 5 μm,
berukuran sedang seperti bakteri penyebab tifus dan disenteri
yang mempunyai ukuran 0.5-1 μm kali 2-3 μm, dan berukuran
sangat kecil seperti mikoplasma yang mempunyai ukuran
diameter 0.1-0.3 μm.
Bakteri berbentuk bulat dapat dibedakan atas beberapa
grup berdasarkan pengelompokan selnya, yang merupakan
salah satu sifat yang penting dalam identifikasi, Gambar 44,
yaitu :
1. Diplokoki
: sel berpasangan (dua sel)
2. Streptokoki : rangkaian sel membentuk rantai
panjang atau pendek
3. Tetrad
: empat sel membentuk persegi
empat
4. Stapilokoki : Kumpulan sel yang tidak
beraturan seperti buah anggur
5. Sarcinae
: kumpulan sel berbentuk kubus
yang terdiri dari 8 sel atau lebih.
Bakteri berbentuk batang terdapat dalam bentuk
berpasangan (diplobasili) atau membentuk rantai (streptobasili).
Pengelompokan ini pada beberapa keadaan bukan merupakan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
164
sifat morfologinya, melainkan dipengaruhi oleh tahap
pertumbuhan atau kondisi kultur.
Bakteri berbentuk spiral (tunggal, spirilum; jamak,
spirila) terdapat secara terpisah-pisah (tunggal), tetapi masingmasing spesies berbeda dalam panjang, jumlah, dan amplitudo
spiralnya, serta ketegaran dinding selnya. Sebagai contoh,
beberapa spesies ukurannya pendek dengan spiral yang padat,
sedangkan spesies lainnya mungkin sangat panjang dengan
bentuk seperti tali berputar (bergelombang). Bakteri yang
ukurannya pendek dengan spiral yang tidak lengkap disebut
bakteri koma atau vibrio.
Bakteri berbentuk bulat pada umumnya lebih tahan
terhadap proses pengolahan, misalnya pemanasan, pendinginan
dan pengeringan, dibandingkan dengan bakteri berbentuk
batang. Demikian pula bakteri yang bergerombol (stapilokoki)
lebih sukar dibunuh dengan proses pengolahan dibandingkan
dengan bakteri di mana selnya terpisah-pisah atau membentuk
rantai.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
165
Gambar 44. Cara perkembangbiakan bakteri bentuk
kokus
Susunan Dinding Sel
Bakteri dibedakan atas dua kelompok berdasarkan
komposisi dinding sel serta sifat pewarnaannya, yaitu bakteri
garam positif dan bakteri garam negatif. Selain perbedaan
dalam sifat pewarnaan bakteri garam positif dan gram negatif
juga berbeda dalam sensivitasnya terhadap kerusakan
mekanis/fisis, terhadap enzim, disinfektan dan antibiotik.
Bakteri garam positif lebih sensitif terhadap penisilin, tetapi
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
166
lebih tahan terhadap perlakuan fisik atau enzim dibandingkan
bakteri gram negatif. Bakteri garam negatif lebih sensitif
terhadap antiobiotik lainnya seperti streptomisin.
Bakteri gram negatif bersifat lebih konstan terhadap
reaksi pewarnaan, tetapi bakteri garam positif sering berubah
sifat pewarnaannya, sehingga menunjukkan reaksi gram
variabel. Sebagai contoh, kultur bakteri garam positif yang
sudah tua dapat kehilangan kemamouannya untuk menyerap
pewarna violet kristal sehingga dapat menyerap pewarna
safranin, dan berwarna merah seperti bakteri gram negatif.
Perubahan tersebut juga dapat disebabkan oleh perubahan
kondisi lingkungan atau modifikasi teknik pewarnaan.
Pembentukan Kapsul
Pembentukan kapsul oleh bakteri dipengaruhi oleh medium
pertumbuhan dan mungkin kkondisi lingkungannya. Beberapa
spesies bakteri, misalnya Lactobacillus bulgaricus membentuk
kapsul jika ditumbuhkan pada susu, tetapi tidak membentuk
kapsul jika ditumbuhkan pada medium Laboratorium, misalnya
Nutrient Broth. Kapsul terutama terdiri dari polisakarida, dan
mungkin polipeptida atau kompleks polisakarida-protein.
Beberapa macam polisakarida yang mungkin menyusun kapsul
adalah dekstran, levan dan selulosa.
Bacillus anthracis
memproduksi kapsul polipeptida yang merupakan polimer dari
asam D-glutamat. Pneumokoki dibedakan atas 70 tipe yang
berbeda berdasarkan perbedaan dalam komposisi kapsulnya.
Bakteri pembentuk kapsul jika tumbuh pada suatu
medium akan membentuk koloni yang bersifat mukoid.
Pembentukan kapsul oleh bakteri meningkatkan ketahanan
bakteri terhadap panas, bahan kimia, maupun sel fagosit jika
bakteri tersebut masuk ke dalam tubuh.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
167
Pembentukan Endospora
Endospora bakteri mulai berbentuk pada akhir fase logaritmik.
Ciri-ciri endospora bakteri adalah sebagai berikut:
1. Dibentuk oleh sel basilus
2. Endospora bakteri sangat tahan terhadap pemanasan,
pengeringan dan desinfektan.
3. Endospora sukar untuk diwarnai, tetapi sekali diwarnai
sukar untuk dihilangkan
4. Dibentuk pada kondisi yang tidak memungkinkan untuk
pertumbuhan sel vegetatif (Gambar 45).
5. Bentuk dan posisi spora di dalam sel mungkin berbeda
pada masing-masing spesies.
6. Spora mungkin terletak pada ujung atau di tengah sel
dan sel vegetatif yang mengandung spora mungkin
mengalami pembenkakan atau ukurannya tetap sama.
Sifat-sifat ini dapat digunakan untuk identifikasi bakteri.
Gambar 45. Bagan pembentukan spora, germinasi dan
pertumbuhan spora germinasi pada bakteri.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
168
Gambar 46. Berbagai bentuk dan lokasi spora di dalam sel
beberapa spesies Bacillus dan Clostridium.
Endospora mengandung ion kalsium dan DPA
(dipicolinic acid) dalam jumlah relatif tinggi, karena selama
pembentukan spora terjadi kenaikan absorpsi ion kalsium dan
sintesis DPA.
Endospora tidak melakukan aktivitas
metabolisme, oleh karena itu bersifat dorman. Pada waktu
germinasi, sifat dorman endospora hilang, sehingga sudah
mulai terjadi aktivitas metabolisme yang mengakibatkan sel
dapat tumbuh. Proses germinasi dirangsang oleh perlakuan
kejutan panan pada suhu subletak (tidak mematikan), adanya
asam amino, glukosa dan ion-ion magnesium dan mangan.
Pertumbuhan Bakteri
Bakteri tumbuh dengan cara pembelahan biner, yang
berarti satu sel membelah menjadi dua sel (Gambar 47). Waktu
generasi, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk
membelah bervariasi tergantung dari spesies dan kondisi
pertumbuhan. Tabel 17 menunjukkan waktu generasi beberapa
bakteri yang sering ditemukan jika ditumbuhkan pada medium
dan suhu tertentu.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
169
Tabel 17.
Perbedaan sifat-sifat antara sel vegetatif dengan
endospora bakteri
Sifat
Sel Vegetatif
Endospora
struktur
Sel bakteri
Korteks
tebal
Gram positif
selubung spora
eksosporium
Mikroskopis
Nonrefraktil
Refraktil
Komposisi kimia:
Kasium
Rendah
Tinggi
Asam dipikolinat
Tidak ada
Ada
Parahidroksi benzoat
Ada
Tidak ada
Polisakarida
Tinggi
Rendah
Protein
Lebih rendah
Lebih tinggi
Asam amino Sulfur
Rendah
Tinggi
Aktivitas enzimatik
Tinggi
Rendah
Metabolisme
Tinggi
Rendah
atau
tidak ada
Sintesis
Ada
Tidak ada
makromolekul
mRNA
Ada
Rendah
atau
tidak ada
Ketahanan panas
Rendah
Tinggi
Ketahanan radiasi
Rendah
Tinggi
Ketahanan terhadap Rendah
Tinggi
bahan kimia dan asam
Kemampuan
untuk Mudah
Hanya
dengan
diwarnai
metode tertentu
Hidrolisis oleh lisozim Sensitif
Tahan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
170
Gambar 47. Pembelahan biner pada bakteri
Semua bakteri yang tumbuh bersifat heterotropik, yaitu
membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya. Dalam
metabolismenya bakteri heterotropik menggunakan protein,
karbohidrat, lemak dan komponen makanan lainnya sebagai
sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Beberapa
bakteri dapat mengoksidasi karbohidrat secara lengkap menjadi
CO2 dan H2O, atau memecahnya menjadi asam, alkohol,
aldehida atau keton. Bakteri juga dapat memecah protein yang
terdapat di dalam makanan menjadi polipeptida, asam amino,
amonia dan amin. Beberapa spesies tertentu dapat memecah
lemak menjadi gliserol dan asam lemak. Meskipun bakteri
membutuhkan vitamin untuk proses metabolismenya, beberapa
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
171
dapat mensintesis vitamin-vitamin tersebut dari komponen
lainnya di dalam medium. Bakteri lainnya tidak dapat tumbuh
jika tidak ada vitamin di dalam mediumnya. Vitamin yang
dibutuhkan oleh beberapa bakteri dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Vitamin yang dibutuhkan oleh beberapa bakteri
BAKTERI
VITAMIN YANG
DIBUTUHKAN
Bacillus anthracis
Thiamin (B1)
Clostridium tetani
Riboflavin (B2)
Brucella abortus
Niasin
Piridoksin
Lactobacillus sp
Kobalamin
Leuconostoc mesenteroides
Biotin
Proteus morganii
Asam pantothenat
Leuconostoc dextranicum
Asam folat
2. Kapang
Sifat-sifat Umum Fungi
Fungi (jamak) atau fungus (tunggal) adalah suatu organisme
eukariotik yang mempunyai ciri-ciri spesifik sebagai berikut:
1. Mempunyai inti sel
2. Memproduksi spora
3. Tidak mempunyai klorofil sehingga tidak dapat
melakukan fotosintesis
4. Dapat berkembang biak secara seksual dan aseksual
5. Beberapa mempunyai bagian-bagian tubuh berbentuk
filamen dengan dinding sel yang mengandung selulosa
atau khitin, atau keduanya
Perbedaan utama antara organisme yang tergolong
fungi, misalnya antara kapang dan khamir, yaitu kapang adalah
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
172
fungi yang mempunyai filamen (miselium), sedangkan khamir
merupakan fungsi sel tunggal tanpa filamen. Beberapa fungi
disebut fungi dimorfik karena dapat tumbuh dalam bentuk
filamen seperti kapang atau berbentuk sel tunggal seperti
khamir.
Fungi sebenarnya merupakan organisme yang
menyerupai tanaman, tetapi mempunyai beberapa perbedaan
sebagai berikut:
1. Tidak mempunyai klorofil
2. Mempunyai dingding sel dengan komposisi berbeda
3. Berkembang biak dengan spora
4. Tidak mempunyai batang/cabang, akar atau daun
5. Tidak mempunyai sistem vascular seperti pada tanaman
6. Bersifat multiseluler tetapi tidak mempunyai pembagian
fungsi masing-masing bagian seperti pada tanaman.
Fungi dapat bersifat parasit yaitu memperoleh makanan
dari benda hidup, atau bersifat saprofit yaitu mmperoleh
makanan dari benda mati. Fungi yang bersifat saprofit obligat
hanya dapat hidup pada benda mati, tetapi tidak dapat hidup
atau melakukan infeksi pada benda hidup. Fungi yang bersifat
parasit/saprofit fakultatif dapat hidup pada bahan organik yang
hidup maupun mati, dan menyebabkan penyakit. Fungi jarang
yang bersifat parasit obligat (protoplasma) yang masih hidup.
Fungi semacam ini tidak dapat dibiakkan pada medium sintetik
tetapi hanya dapat dibiakkan pada jaringan atau tenunan yang
masih hidup, yaitu dengan cara kultur jaringan.
Fungi dapat mensintesis protein dengan mengambil
sumber karbon dari karbohidrat (misalnya glukosa, sukrosa
atau maltosa), sumber nitrogen dari bahan organik atau
anorganik dan mineral dari substratnya. Sumber karbon yang
terbaik adalah glukosa, sedangkan sumber nitrogen yang
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
173
terbaik adalah ntrogen dari bahan organik. Bahan anorganik
yang dapat digunakan sebagai sumber nitrogen adalah
amonium dan nitrat.
Beberapa fungi dapat mensintesis vitamin-vitamin yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan berkembang biak,
sedngkan beberapa fungi lainnya harus mendapatkan vitamin,
misalnya thiamin dan biotin, dari subtrat. Fungi menyimpan
kelebihan makanan dalam bentuk glikogen atau lemak.
Fungi tergolong Eumycota (Eumycetes) dan dapat
dibedakan atas empat kelas yaitu:
1. Phycomycetes yang dapat dibedakan atas
Zygomycetes dan Oommycetes
2. Ascomycetes
3. Basidiomycetes
4. Deuteromycetes
Hifa dan Miselium
Pertumbuhannya mula-mula akan berwarna putih, tetapi
jika spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna
tergantung dari jenis kapang. Kapang terdiri dari suatu thallus
yang tersusun atas filamen yang bercabang yang disebut hifa.
Kumpulan dari hifa disebut miselium. Hifa tumbuh dari spora
yang melakukan germinasi membentuk suatu tuba germ, di
mana tuba ini akan tumbuh terus membentuk filamen yang
panjang dan bercabang yang disebut hifa, kemudian seterusnya
akan membentuk suatu masa hifa yang disebut miselium (
Gambar 14.) Pembentukan miselium merupakan sifat-sifat
yang membedakan grup-grup di dalam fungi.
Pertumbuhan atau perpanjangan hifa dimulai dengan
pembelahan inti, yaitu dapat dimulai dari bagian tengah yang
disebut pertumbuhan interkalar, atau dari bagian ujung hifa
yang disebut pertumbuhan apikal (Gambar 48 ).
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
174
Gambar 48.
Germinasi spora kapang dan perpanjangan sel
dalam pmbentukan hifa
Hifa dapat dibedakan atas dua macam, yaitu, pertama
hifa vegetatif atau hifa tumbuh dan kedua hifa fertil yang
membentuk bagian reproduksi. Kapang sendiri dapat dibagi
atas dua kelompok berdasarkan hifanya, yaitu: hifa tidak
bersekat atau nonseptat dan hifa bersekat septat yang membagi
hifa dalam mangan-mangan, dimana setiap mangan mempunyai
satu atau lebih inti sel (nukleus) (Gambar 49). Dinding
penyekat yang disebut dengan septum (septa) tidak tertutup
rapat sehingga sitoplasma masih bebas bergerak dari suatu
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
175
ruangan ke ruangan lainnya. Kapang yang tergolong septat
terutama termasuk dalam kelas Ascomycetes, Basidiomycetes
dan Deuteromycetes, sedangkan kapang nonseptat terutama
termasuk dalam kelas Phycomycetes (Zygomycetes dan
Oomycetes). Pada kapang nonseptat inti sel tersebar di
sepangjang hifa.
Gambar 49. Bentuk hifa nonseptat dan septat
Hifa pada kebanyakan kapang biasanya terang, tetapi
pada beberapa kapang agak keruh dan gelap. Secara
mikroskopik, hifa terlihat tidak berwarna dan transparan, tetapi
kumpulan hifa secara makroskopik mungkin berwarna.
Struktur miselia mungkin spesifik untuk beberapa jenis
kapang sehingga dapat digunakan untuk identifikasi. Bentukbentuk spesifik tersebut misalnya rhizoid pada Rhizopus dan
Absidia, foot cell pada Aspergillus, percabangan bentuk Y pada
Geotrichum.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
176
3. Khamir
Sel khamir mempunyai ukuran yang bervariasi, yaitu
dengan panjang 1-5 μm, dan lebar 1-10 μm. Bentuk sel khamir
bermacam-macam, yaitu bulat, oval, silinder, ogival yaitu bulat
panjang dengan salah satu ujungnya runcing, segitiga
melengkung (trangular), berbentuk botol. Bentuk apikulat atau
lemon, membentuk pseudomiselium dan sebagainya. Berbagai
bentuk khamir dapat dilihat pada Gambar 50.
Gambar 50. Berbagai bentuk sel khamir
Sel vegetatif yang berbentuk apikulat atau lemon
merupakan karakteristik grup khamir yang ditemukan pada
tahap awal fermentasi alami, misalnya Hanseniaspora dan
Kloeckera. Bentuk ogival adalh bentuk memanjang di mana
salah satu ujungnya bulat dan ujung yang lainnya runcing.
Bentuk ini merupakan karakteristik dari khamir yang disebut
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
177
Brettanomyces. Khamir yang berbentuk bulat misalnya
Debaryomyces, berbentuk oval misalnya Saccharomyces, dan
yang berbentuk triangular misalnya Trygonopsis. Khamir tidak
mempunyai flagela atau organ lain untuk bergerak.
Dalam kultur yang sama, ukuran dan bentuk sel khamir
mungkin berbeda karena pengaruh umur sel dan kondisi
lingkungan selama pertumbuhan. Sel yang muda berbeda
bentuknya dari yang tua karena adanya proses ontogeni, yaitu
perkembangan individu sel. Sebagai contoh, khamir yang
berbentuk apikulat (lemon) pada umumnya berasal dari tunas
berbentuk bulat sampai oval yang terlepas dari induknya,
kemudian tumbuh dan membentuk tunas sendiri (Gambar 51).
Karena proses pertunasannya bersifat bipolar, sel muda yang
berbentuk oval membentuk tunas pada kedua ujungnya
sehingga mempunyai bentuk seperti lemon. Sel-sel yang sudah
tua dan telah mengalami pertunasan beberapa kali, mungkin
mempunyai bentuk yang berbeda-beda.
Gambar 51. Perkembangan bentuk sel pada khamir
berbentuk lemon.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
178
Beberapa bakteri dan semua kapang membutuhkan oksigen
untuk tumbuh, disebut mikroba aerobik. Bakteri yang lain
malahan tidak dapat tumbuh bila ada oksigen., bakteri demikian
disebut dengan bakteri anaerobik.
8.2. Kerusakan Berbagai Komoditas
Sifat-sifat hasil-hasil pertanian, kondisi lingkungan dan
sifat-sifat
jasad
renik
mempengaruhi
pertumbuhan
mikroorganisme serta jenis kerusakan yang terjadi. Sumbersumber karbohidrat seperti serealia dan bebijian cenderung
dicemari oleh berbagai jenis kapang (Aspergillus, Penicillium,
Fusarium, Rhizopus, Monilia).
Evolusi Jasad Renik
1. Bakteri dan Khamir
Dalam Penyimpanan bebijian bakteri dan khamir tidak
banyak pengaruhnya terhadap susut, baik kuantitas maupun
kualitas, kecuali bila kadar air bebijian sangat tinggi (a w di atas
0.9 untuk bakteri dan di atas 0.8 untuk khamir).
Jumlah bakteri awal padi, jagung dan serealia lainnya
berkisar antara 102 hingga 107 germ/g tergantung dari waktu
panen, perlakuan sebelum penyimpanan dan cara pengeringan.
Berbagai hasil penelitian memperlihatkan bahwa bakteri
yang dijumpai pada penyimpanan bebijian umumnya
nonpatogenik dari Enterobactericeae, Pseudomonadaceae,
Lactobacillaceae dan Micrococcaceae. Jumlahnya menurun
dengan cepat selama penyimpanan ( Gambar 52)
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
179
Gambar 52. Perkembangan bakteri selama penyimpanan gabah
2. Kapang
Secara konvensional kapang yang spesifik hasil
pertanian (bebijian) dibedakan atas 3 golongan sebagai berikut:
a. Kapang prapanen, yaitu kapang yang biasa tumbuh pada
saat hasil pertanian belum dipanen, atau pada
tanamannya. Seringkali bersifat parasit dan beberapa
diantaranya merupakan penyakit tumbuhan. Mikroflora
ini dapat berkembang pada awal penyimpanan terutama
apabila kadar air bahan cukup tinggi, karena kapang
prapanen bersifat higrofilik.
Beberapa jenis kapang
prapanen
yaitu:
Alternaria,
Helminthosporium,
Curvularia, Epicoccum, Cladosporium, Phoma,
Trichoderma, Nigrospora dan Fusarium.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
180
b. Kapang pascapanen atau kapang penyimpanan. Bersifat
higrofilik, mesoserofilik dan serofilik. Berkembang dan
melakkan aktivitas metabolisme selama penyimpanan.
Pada umumnya terdiri dari berbagai spesies Aspergillus,
Penicellium dan juga Fusarium.
c. Kapang
intermedier,
kapang
prapanen
yang
berkembang pada awal penyimpanan dan bertahan
untuk beberapa waktu selama penyimpanan, kemudian
menurun dengan hebat. Contoh kapang intermedier
yaitu: Rhizopus, Fusarium, Cladosporium dan
Curvularia. Di samping itu beberapa jenis khamir
(Candida dan Verticillium) menyerupai kapang
intermedier.
Dalam hal penyimpanan bebijian yang memenuhi persyaratan
normal ( kadar air 14%), evolusi mikoflora yang mungkin
terjadi adalah sebagai berikut:
 Mula-mula akan terjadi pertumbuhan yang
sangat lambat dari Aspergillus glaucus yang
kemungkinan diikuti oleh A. restrictus yaitu
jenis kapang yang bersifat sangat serotoleran
dibandingkan dengan kapang penyimpanan
lainnya.
 Perkembangan kapang akan menyebabkan
kenaikan aw dan suhu secara lokal dalam
penyimpanan bebijian. Ketika aw meningkat,
jenis kapang yang memerlukan aw lebih tinggi
akan berkembang dengan cepat.
Kapang
tersebut yaitu: A. Candidus, A.ochraceus, A.
Flavus, Penicellium.
Keadaan ini akan
mempergawat dan mempercepat perubahan atau
kerusakan bebijian. Sedangkan kapang-kapang
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
181
serotoleran akan menghilangkan kembali ke fase
laten.
A. restrictus dapat membunuh daya kecambah dan
penyebab perubahan warna pada biji, kapng ini mencemari
gandum dan jagung (blue-eye) pada penyimpanan dan kadar
air 14 – 14,5% untuk selama beberapa bulan. Demikian halnya
A. glaucus, kapang ini dapat menyebabkan hal yang sama
seperti A. restrictus, akan tetapi pada kadar air lebih tinggi
(14,5 – 15%). A. candidus dapat tumbuh dengan cepat dalam
beberapa hari penyimpanan, hal ini sangat membahayakan bagi
daya kecambah dan dapat mengubah warna biji. Di samping
itu, bila bebijian dicemari oleh A. candidus dapat menaikkkan
suhu penyimpanan hingga di atas 55 ºC. Selain A. candidus
juga A. flavus dikenal sebagai penyebab utama kenaikan suhu.
Penicillium islandicum, dikenal sebagai kapang padi atau beras,
karena dapat menyebabkan warna kuning pada butiran beras.
Kapng ini dikenal pula sebagai penyebab adanya senyawa
beracun Isladitoksin (racun beras kuning). Sedangkan A.
flavus dan A. parasiticus sudah lama dikenal sebagai penyebab
aflatoksin.
Pengertian tingkat kadar air yang aman untuk
penyimpanan tidak selalu berada pada kadar air yang setara
dengan aw 0,62 (ambang batas
minimum pertumbuhan
kapang). Untuk penyimpanan beras misalnya, nilai aw 0,62
menurut isotermi sorpsi setara dengan kadar air 12%.
Sedangkan penyimpanan dinyatakan aman pada kadar air 1314% (kecuali untuk benih), yaitu kondisi dimana kadar air
tersebut setimbang dengan keadaan lingkungan (suhu dan
kelembaban relatif). Beberapa nilai aw yang optimum untuk
perkembangan kapang selama penyimpanan dalam keadaan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
182
setimbang denagn kadar air hasil pertanian diperlihatkan pada
Tabel 19.
Tabel 19. Kapang dan aktivitas air serta kadar air
kesetimbangan optimum pada penyimpanan
bebijian.
Jenis
aw
Beras,
Sorgum Kedel
K.
Kapang
Jagung,
ai
tanah
Gandum
Biji
bunga
mataha
ri
A.restrict 0,6813,5-14,5 14,012,09,0-10,0
us
0,70
14,4
12,5
A.halophi
licus
A.
0,73
14,0-14,5 14,512,58,0-9,0
glaucus
15,0
13,0
A.
0.80
15,0-15,5 16,014,510,0candidus
16,5
15,0
11,0
A.
ochraceu
s
A. flavus 0.85
18,0-18,5 19,017,011,019,5
17,5
12,0
Penicilliu 0.8016,5-19,0 17,016,011,0m sp
0.90
19,5
18,5
13,0
P.
0.8016,5-17,5 16,515,010,0islandicu 0,85
17,5
16,5
11,0
m
Suksesi pertumbuhan kapang selama penyimpanan dapat
digambarkan dalam bentuk kortega floristik (Gambar 53 ).
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
183
Gambar 53. Kortega floristik pada penyimpanan padi dan
jagung.
DAFTAR PUSTAKA
Kartasapoetra, A.G. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen.
Bina Aksara, Jakarta.
Kays, S.J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant
Products. Van Nostrand Reinhold, NY.
Pantastico, ER. B. 1989. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
184
Syarif, R. & H. Halid. 1993. Teknologi penyimpanan
Pangan. Jakarta: Penerbit Arcan.
Syarif, R. & H. Halid. 1995. Teknologi pengemasan pangan.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Winarno, F.G. & Aman, M. 1981. Fisiologi Lepas Panen.
Penerbit P.T.
Sastra Hudaya, Jakarta.
Winarno, F. G. 1993. Pangan, gizi, teknologi dan konsumen.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
185
BAB VIII.
HAMA GUDANG
Serangga hama gudang merupakan salah satu penyebab
kerusakan yang terbesar pada komoditas bahan pangan yang
disimpan. Serangga ini hidup dan berkembang biak di dalam
gudang penyimpanan baik sebagai hama primer, maupun hama
sekunder pemakan kapang (jamur) pada berbagai jenis
komoditas pangan dan bahkan ada yang hidup sebagai predator.
Pada umumnya serangga hama gudang yang penting tergolong
ke dalam 3 ordo yaitu: Coleoptera (kumbang) dengan ciri khas
sayap depannya mengalami pengerasan seperti tanduk (disebut
ellytra). Serangga yang tergolong ke dala ordo Coleoptera
mengalami metamorfosis sempurna. Lepidoptera (moth =
ngengat) mempunyai sayap depan dan belahan yang
mempunyai ciri-ciri khas yang biasanya digunakan untuk
membedakan spesies yang satu dengan lainnya. Psoptea
(Psocid) dengan ciri khas sering tidak bersayap, antena panjang
dengan ruas yang banyak, ukuran bada sangat kecil dan
transparan. Sering kali salah diidentifikasikan sebagai tungau
(mite), mengalami metamorfosis tidak sempurna.
Sistem penyimpanan adalah suatu sistem yang bersifat
artifisial, yang dapat diubah-ubah sesuai dengan kebutuhan
untuk mengendalikan serangga hama gudang. Oleh karena itu,
untuk mengendalikan serangga hama gudang dapat digunakan
berbagai cara yang berbeda baik dari segi prinsip dasarnya
maupun dari tingkat kecanggihannya. Sistem pengendalian
hama terpadu merupakan salah satu langkah yang tepat dalam
pengendalian serangga hama gudang, yaitu dengan memadukan
berbagai cara pengendalian serta digunakan dengan
pendekatan-pendekatan ekologis
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
186
Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan ke
sembilan:
Rencana
Perkuliahan
(100 menit)
Langkah 1
30 menit
Langkah 2
50 menit
Langkah 3
20 menit
Aktivitas
Aktivitas 1: Pendahuluan
Pengajar menjelaskan kepada mahasiswa
bahwa sistem penyimpanan adalah suatu
sistem yang bersifat artifisial, yang dapat
diubah-ubah sesuai dengan kebutuhan untuk
mengendalikan serangga hama gudang. Oleh
karena itu, untuk mengendalikan serangga
hama gudang dapat digunakan berbagai cara
yang berbeda baik dari segi prinsip dasarnya
maupun dari tingkat kecanggihannya.
Aktivitas 2: Materi
Aktivitas 3: Penutup
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
187
SUPLEMEN BAB 9
PENGENDALIAN SERANGGA PASCA PANEN
91. Taksonomi Dan Siklus Hidup Serangga
Serangga hama gudang merupakan salah satu penyebab
kerusakan yang terbesar pada komoditas bahan pangan yang
disimpan. Serangga ini hidup dan berkembang biak di dalam
gudang penyimpanan baik sebagai hama primer, maupun hama
sekunder pemakan kapang (jamur) pada berbagai jenis
komoditas pangan dan bahkan ada yang hidup sebagai predator.
Sebagaimana klasifikasi serangga pada umumnya, serangga
hama gudang mempunyai tanda-tanda spesifik sebagai berikut:
a. Tubuhnya terdiri dari 3 bagian: kepala, dada dan
perut (Gambar 54 dan 55 ).
b. Tubuhnya tertutup kulit luar (external
skeletons).
c. Serangga dewasa mempunyai 3 pasang kaki.
Makhluk lain yang hampir sejenis dan
mempunyai kaki lebih dari 3 pasang (laba-laba,
kalajengking)
tidak
termasuk
golongan
serangga.
d. Selama hidupnya mengalami perubahan bentuk
(metamorfosis).
Serangga tertentu seperti silverfish (kutu buku) tidak
mengalami proses metamorfosis, di mana telur menetas
menjadi serangga kecil yang bentuknya sama dengan induknya.
Apabila serangga kecil ketika menetas dari telurnya
menyerupai bentuk dewasa dan tumbuh tanpa melalui tahap
pupa (kepompong) ataupun tahap istirahat, maka serangga ini
dikatakan mengalami tahap metamorfosis gradual atau
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
188
metamorfosis tidak sempurna (Gambar 54). Misalnya pada
belalang dan kepik badut (yang berbau busuk), serangga muda
(nimfa) bentuknya menyerupai induknya tetapi bagian-bagian
tubuhnya tidak sempurna seperti serangga dewasa.
Serangga yang mengalami metamorfosis sempurna
dalam hidupnya yaitu apabila telur menetas menjadi ulat (larva)
kemudian menjadi kepompong (pupa) dan dari kepompong
menjadi serangga dewasa (imago) (Gambar 55 ). Pada
umumnya serangga hama gudang kecuali Psocoptera termasuk
ke dalam kelompok bermetamorfosis sempurna. Dari fase
pertumbuhan tersebut, fase larva merupakan fase paling
merusak.
Pada umumnya serangga hama gudang yang penting
tergolong ke dalam 3 ordo yaitu:
1.
Coleoptera (kumbang) dengan ciri khas sayap depannya
mengalami pengerasan seperti tanduk (disebut ellytra).
Serangga yang tergolong ke dala ordo Coleoptera
mengalami metamorfosis sempurna (Gambar 54).
2.
Lepidoptera (moth = ngengat) mempunyai sayap depan
dan belahan yang mempunyai ciri-ciri khas yang
biasanya digunakan untuk membedakan spesies yang
satu dengan lainnya.
3.
Psoptea (Psocid) dengan ciri khas sering tidak bersayap,
antena panjang dengan ruas yang banyak, ukuran bada
sangat kecil dan transparan.
Sering kali salah
diidentifikasikan sebagai tungau (mite), mengalami
metamorfosis tidak sempurna.
Di samping 3 ordo serangga hama gudang tersebut, terdapat
beberapa ordo serangga lainnya yang erat kaitannya dengan
penyimpanan bahan pangan. Beberapa di antaranya adalah
sebagai berikut:
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
189
1. Hymenoptera yaitu golongan semut dan tawon nyiruan
(papanting, tabuhan) yang bersifat parasit. Terdapat di
dalam gudang penyimpanan trutama apabila
penyemprotan insektisida jarang dilakukan secara
teratur. Siklus hidup serangga ini dengan metamorfosis
sempurna.
2. Diptera yaitu kelompok lalat yang bermetamorfosis
sempurna. Paling sering dijumpai pada penyimpanan
ikan atau pada saat pengeringan ikan. Jenis lalat ikan
tersebut yaitu Piophila casei. Selain itu lalat akan
meganggu bila bahan pangan yang disimpan dalam
keadaan busuk
3. Hemiptera adalah golongan kepik. Mengalami
metamorfosis tidak sempurna (Gambar 54). Erat
kaitanya dengan kacang tanah, kopra dan biji kapas
sebelum mengalami proses ekstraksi minyak. Dianggap
penyebab pengeriputan (pengisutan) dan pningkatan
konsentrasi asam lemak bebas.
4. Isoptera adalah kelompok rayap. Siklus hidupnya
matamorfosis tidak sempurna. Serangga ini hidup
berkoloni di mana dijumpai adanya pembagian yaitu:
rayap pekerja, tentara, raja dan ratu. Rayap tidak
bersayap, akan tetapi ketika akan membentuk koloni
baru biasanya pada musim hujan, timbul laron (siraru)
yaitu bentuk isoptera bersayap. Rayap jarang merusak
bahan pangan yang disimpan akan tetapi merusak
bangunan penyimpanan yang terbuat dari kayu.
5. Dictyoptera yaitu kelompok kecoak atau cecunguk.
Bermetamorfosis tidak sempurna. Ada yang bersayap
ada pula yang tidak memilkinya. Biasanya terdapat
pada penyimpanan bahan pangan dalam jumlah kecil,
terutama bila kondisi sanitasi kurang baik.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
190
9.2. Biologi Serangga Hama Dan Arti Pentingnya Secara
Ekonomis
1. Coleoptera
a. Lasioderma serricorne Fabricius (Anobiidae;Coleoptera)
Lasioderma serricorne adalah serangga hama gudang yang
penting apad komiditas yang bernilai tinggi seperti coklat dan
tembakau. Walupun bukan sebagai hama yang penting,
serangga ini juga dapat menyerang komoditas seperti sereal,
kacang-kacangan, rempah-rempah, buah-buahan kering dan
tepung sagu. Serangga ini penyebaran bersifat kosmopolitan,
terutama banyak ditemukan di daerah tropis.
Serangga dewasa dapat hidup selama 2-6 minggu.
Kondisi optimum untu berkembang viak adalah suhu 30-35 ºC
dan kelembaban relatif 70 %.
Serangga betina dapat
menghasilkan telur 110 butir. Waktu yang diperlukan untuk
berkembang dari telur hingga dewasa adalah 25 hari. Serangga
dewasa dapat terbang aktif terutama pada sore dan senja hari.
Tanda-tanda yang spesifik: serangga dewasa berukuran
2-3 mm, berwarna coklat muda. Permukaan elytra licin tanpa
bulu-bulu kasar. Panjang antena separuh panjang badan dan
terdiri dari 11 ruas.
b. Stegobium paniceum Linnaeus (Anabiidae; Coleoptera)
Stegobium paniceum merupakan hama penting pada
komoditas, seperti coklat dan biskuit. Serangga ini juga
diketahui menyerang rempah-rempah dan daun obat-obatan
yang dikeringkan. Kondisi optimum untuk berkembang biak
adalah pada suhu 30 ºC dan kelembaban relatif 60-90%.
Serangga betina bertelur sebanyak 75 butir, waktu yang
diperlukan untuk berkembang dari telur hingga dewasa 40 hari.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
191
Serangga dewasa hidup selama 13-65 hari tergantung dari
kondisi lingkungan. Penyebaran kosmopolitan terutama di
daerah sub tropis.
Tanda –tanda spesifik: Serangga dewasa berukuran 2-3
mm, Elytra licin tanpa bulu-bulu kasar.
c. Araecerus fasciculatus Deger (Anthribidae: Coleoptera)
Araecerus fasciculatus sangat dikenal sebagai hama
penting pada biji kopi dan buah coklat yang disimpan. Pada
komoditas dengan nilai tinggi seperti kopi dan coklat kehadiran
serangga Araecerus fasciculatus dapat menurunkan nilai jual
walaupun belum terjadi kerusakan yang berarti. Araecerus
fasciculatus dapat menimbulkan kerusakan berat pada gaplek,
jagung, kacang tanah dan rempah-rempah.
Kondisi optimum untuk berkembang biak adalah pada
suhu 28ºC dan kelembaban relatif 70%. Pada kondisi optimum
ini serangga betiana yang dibiakkan pada biji kopi dapat
bertelur sebanyak 50 butir dan perkembangan dari telur hingga
dewasa memerlukan waktu 44-66 hari. Araecerus fasciculatus
berkembang biak lebih cepata pada kadar air tinggi dan
pertumbuhan terhambat pada kadar air rendah. Serangga
dewasa dapat hidup selama 17 minggu pada kondisi optimum.
Tanda-tanda spesifik: serangga dewasa berukuran 3-5
mm dan berwarna coklat tua. Elytra sedikit lebih pendek dari
abdomen sehingga ruas terakhir ruas terakhir abdomen tampak
dari atas.
d.
Rhyzopertha dominica Fabricus (Bostrichidae:
Coleoptera)
Rhyzopertha dominica merupakan hama penting pada
sereal yang belum diolah. Serangga ini mampu menyerang dan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
192
menimbulkan kerusakan pada gabah yang sangat tahan
terhadap serangan serangga hama gudang pada umumnya.
Kondisi optimum untuk pertumbuhan adalah suhu 34 ºC
dan kelembaban relatif 70%. Kopulasi dapat terjadi segera
setelah serangga dewasa terbnetuk. Pada suhu 25 ºC serangga
betina dapat menghasilkan telur sebanyak 244 butir, jumlah ini
meningkat menjadi 418 butir pada suhu 34 ºC. Masa bertelur
ini dapat berlangsung selama 4 bulan.
Serangga betina biasanya meletakkan telur pada bagian
yang retak atau celah sekam biji-bijian.
Setelah telur
menetaskan larva biasanya akan melakukan penetrasi ke dalam
biji-bijian dan berkembang menjadi dewasa di dalamya.
Di samping serealia yang belum diolah Rhyzopertha
dominica juga menyerang tepung serealia, beras giling dengan
derajat sosoh rendah, gaplek dan beberapa jenis kacangkacangan kecuali lentil dan kedelai.
Tanda-tanda spesifik: serangga dewasa mempunyai
ukuran panjang 2-3 mm. Tubuhnya silindris dan berwarna
coklat. Permukaan dada dan sayap depannya kelihatan kasar.
e. Callosobruchus spp (Bruchidae: Coleoptera)
Callosobruchus mempunyai 2 spesies penting yaitu
Callosobruchus chinensis Linnaeus dan Callosobruchus
maculatus Fabricius. Kedua serangga ini merupakan hama
penting bagi berbagai jenis kacang-kacangan. Di Indonesia
kebnyakan menyerang kacang hijau.
Serangan biasanya
dilakukan pada saat kacang akan dipanen atau segera setelah
panen.
Kondisi optimum untuk pertumbuhan adalah pada suhu
32ºC di kelembaban relatif 90%. Serangga dewasa hidupnya
sangat pendek, biasanya hanya samap 12 hari pada kondisi
optimum, pada periode ini biasanya serangga betina
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
193
menghasilkan 100 butir telur. Serangga betina meletakkan
telurnya paad permukaan biji kacang telur menetas dalam
waktu 5-6 hari setelah itu larva melakukan penetrasi ke dalam
butiran kacang dan tumbuh hingga dewasa. Serangga dewasa
kemudian meninggalkan biji kacang dengan cara melubangi biji
tersebut. Waktu yang dewasa sekitar 21-23 hari.
Tanda-tanda spesifik: Callosobruchus chinensis dan
Callosobruchus maculatus mempunyai bentuk morfologi yang
hampir sama. Panjang badan 2,5-3,5 mm. Kedua spesies ini
dapat dibedakan dengan melihat bentuk gerigi yang terdapat
pada kaki belakang. Pada Callosobruchus analis gerigi sebelah
dalam lebih kecil daripada gerigi sebelah luar, Kadang-kadang
pada Callosobruchus analis gerigi sebelah dalam tidak rampuh.
f. Caryedon serratus Olivier (Bruchidae; Coleoptera)
Caryedon serratus merupakan hama penting pada
kacang tanah terutama yang belum dipipil. Serangga ini juga
menyerang buah asam (tamarind).
Kondisi optimum untuk pertumbuhan adalah suhu 3033ºC dan kelembanan relatif 70-90%. Pada kondisi ini
pertumbuhan dari telur hingga dewasa, 40-41 hari hari.
Serangan Caryedon serratus dapat terjadi terjadi pada saat
proses pengeringan kacang tanah segera setelah panen.
Tanda-tanda spesifik: Caryedon serratus merupakan
serngga yang berukuran besar bila dibandingkan dengan
serangga hama gudang lainnya. Ukuran panjang badan 3,5-6,8
mm. Pada bagian kaki belakang terdapat satu gigi yang
panjang dan 8-12 gigi yang lebih kecil.
g. Necrobia rufipes Degeer (Cleridae; Coleoptera)
Necrobia rufipes dikenal sebagai hama penting pada
kopra. Serangga ini juga dikenal menyerang rempah-rempah,
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
194
ikan kering, keju dan berbagi produk hewani. Serangga ini
dapat berkembang biak dengan cepat pada suhu 30-34ºC da
tidak dapat berkembang biak pada suhu dibawah 20,5ºC. Pada
kopra yang telah terserang kapang Necrobia rufipes dilaporkan
bersifat sebagai predator terhadap serangga pemakan kapang.
Kapang yang tumbuh pada kopra juga merupakan tempat
persembunyian stadia larva dan pupa.
Tanda-tanda spesifik: Necrobia rufipes berwarna hijau
mengkilat atau hijau kebiru-biruan. Ruas antena paling bawah
dan kaki berwarna merah. Panjang badan 4,5 mm.
h. Cryptolestes spp (Cucujidae; Coleoptera)
Pada
beberapa buku pedoman Cryptolestes
digolongkan ke dalam famili Silvanidae. Ada dua sepesies
penting yaitu Cryptolestes ferrugineus Stephens dan
Cryptolestes pusillus Schonherr. Cryptolestes dikenal sebagai
hama sekunder pada sereal, kurma, buah-buahan yang
dikeringkan. Serangga ini biasanya menyerang komoditas yang
telah diserang terlebih dahulu oleh hama primer. Pada sereal
yang belum dilah larva serangga ini baru bisa melakukan
penetrasi apabila terdapat kerusakan pada sekam dan larva tadi
menyerang bagian lembaga biji-bijian sehingga menghambat
proses perkecambahan. Kondisi optimum untuk Cryptolestes
ferrugineus adalah suhu 33ºC dan kelembaban relatif 70%,
pada kondisi ini perkembangan dari telur hingga dewasa
memerlukan waktu 23 hari. Cryptolestes ferrugineus dapat
hidup di daerah beriklim dingin.
Kondisi optimum untuk Cryptolestes pusillus adalah
suhu 33 ºC dan kelembaban relatif 80% pada kondisi optimum
ini perkembangan dari telur menjadi dewasa memerlukan
waktu 27-30 hari.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
195
Tanda-tanda spesifik: Cryptolestes bertubuh sangat
kecil dan pipih. Panjang badan sekitar 2.5 mm dan berwarna
coklat. Sebagian serangga ini mempunyai antena yang sanat
panjang. Cryptolestes ferrugineus dan Cryptolestes pusillus
sangat sukar dibedakan dan di tempat penyimpanan biasanya
acap kali ditemukan populasi campuran dari kedua spesies
tersebut.
i. Sitophilus spp (Curculionidae; Coleoptera)
Sitophilus merupakan serangga yang banyak ditemukan
di gudang penyimpanan komoditas pangan. Di antara serangga
hama gudang, Sitophilus merupakan penyebab kerusakan yang
besar. Serangga ini dapat menyerang biji-bijian yang masih
utuh. Erangga betina melubangi biji-bijian dan meletakkan
telur di dalamnya. Lubang tadi kemudian ditutup kembali
dengan menggunakan sekresi dari mulutnya yang biasa disebut
egg plug. Telur berkembang menjadi dewasa di dalam bijibijian. Serangga dewasa yang baru terbentuk meninggalkan
biji-bijian dengan melubanginya (emergence hole) sehingga
biji-bijian tadi akhirnya menjadi keropos dan timbul bubuk.
Adanya bubuk ini dapat meningkatkan pertumbuhan serangga
hama sekunder lainnya. Dengan demikian Sitophilus tidak saja
menimbulkan kerusakan yang besar tetapi juga menguntungkan
bagi serangga hama lainnya.
Di daerah tropis terdapat dua spesies yang merupakan
hama penting pada sereal yaitu Sitophilus oryzae Linnaeus dan
Sitophilus zeamais Motschulsky. Dalam waktu cukup lama
Sitophilus oryzae dan Sitophilus zeamais dianggap sebagai satu
spesies yang sama, Sitophilus zeamais
disebut sebagai
Sitophilus oryzae large strain. Baru pada tahun 1961, seorang
ahli taksonomi serangga yang bernama Kuschel menegaskan
kembali bahwa yang dimaksud dengan large strain pada
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
196
hakikatnya adalah Sitophilus zeamais yang ditemukan oleh
Motschulsky pada tahun 1855. di samping itu sering kali
dianggap bahwa serangga Sitophilus yang menyerang jagung
pastilah Sitophilus zeamais
sedangkan serangga yang
menyerang gabah/beras adalah Sitophilus oryzae. Anggapan ini
tidaklah benar oleh karena baik Sitophilus zeamais maupun
Sitophilus oryzae kedua-duanya mampu berkembang biak dan
menimbulkan kerusakan pada berbagai jenis sereal termasuk
gabah/beras dan jagung.
Kondisi optimum untuk pertumbuhn adalah pada suhu
25-27 ºC dab kelembabn relatif 70%. Oleh karena stadia belum
dewasa berkembang di dalam butiran sereal, lama waktu yang
diperlukan untuk berkembang dari telur menjadi dewasa sangat
tergantung pada kualitas dan kadar air biji-bijian, demikian pula
halnya dengan jumlah telur yang dihasilkan sangat dipengaruhi
kedua faktor tersebut. Serangga dewasa hidup cukup lama,
yaitu mencapai hingga 1 tahun. Serangga betina bertelur
sepanjang waktu hidupnya walaupun 50% telur dihasilkan pada
minggu ke 4 dan 5 setelah serangga terbentuk.
Tanda-tanda spesifik: Serangga Sitophilus sangat mudah
dibedakan dari serangga hama gudang lainnya dengan adanya
mulut seperti pipa (moncong) yang disebut Snout. Pajang
badan 2.5-3.5 mm, antena terdiri dari 8 ruas. Secara morfologi
Sitophilus oryzae dan Sitophilus zeamais sangat sukuar
dibedakan. Kedua serangga dewasa ini hanya dapat dibedakan
dengan membuka bagian abdomen dan memeriksa permukaan
alat genetalia serangga jantan di bawah mikroskop. Pada
Sitophilus zeamais permukaannya agak bergelombang sedang
pada Sitophilus oryzae rata dan licin.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
197
j. Trogoderma granarium Everts (Dermestide; Coleoptera)
Rogoderma granarium adalah serangga yang berasal
dari India dan kemudian menyebar ke berbagai tempat di dunia.
Serangga ini sangat tahan dengan iklim yang panas dan kering
(suhu lebih tinggi dari 20ºC dan kelembaban relatif di bawah
50%). Serangga ini merupakan hama penting di daerah Timur
tengah dan Afrika.
Di berbagai negara termasuk Indonesia dilakukan
peraturan karantina yang ketat untuk mencegah masuknya
serangga ini. Trogoderma granarium merupakan serangga
yang biasanya menyerang kacang tanah, sereal dan rempahrempah.
Kondisi optimum untuk berkembang viak adalah pada
suhu 35ºC dan kelembaban relatif 73%. Serangga dewasa
hanya berumur kira-kira 14 hari, tidak makan dan tidak terbang.
Pada kondisi yang tidak menguntungkan larva
akan
mengurangi aktivitas matabolik, tidak makan dan tetap hidup
selama 9 bulan. Kondisi ini disebut diapause dan pada kondisi
ini larva sanagt toleran terhadap insektisida dan fumigan.
Kalau kondisi sudah membaik masa larva tadi menjadi aktif
kembali. Serangga betina setelah kawin dapat menghasilkan
telur sebanyak 50-80 butir.
Tanda-tanda spesifik: Serangga dewasa berukuran 2-3
mm. Bentuk tubuh oval dan berwarna coklat tua dengan bintikbintik hitam, dan ditutupi bulu. Tubuh larvanya juga berbulu
dan panjangnya mencapai hingga 5 mm.
k. Dermestes spp (Dermestidae; Coleoptera)
Dermestes merupakan serangga hama penting pada
produk hewani, terutama kulit dan ikan kering. Terdapat dua
spesies penting yaitu Dermetes maculatus Degeer dan
Dermestes frischii Kugelann. Dermestes frischii dilaporkan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
198
lebih banyak menyerang ikan laut yang dikeringkan oleh
karena serangga ini sangat tahan terhadap kadar garam yang
tinggi.
Sedangkan Dermetes maculatus lebih banyak
menyerang ikan air tawar yang dikeringkan. Kondisi optimum
untuk berkembang biak ialah pada suhu 30 ºC dan kelembaban
relatif 75%.
Agar dapat bertelur secara teratur serangga betina
memerlukan banyak air minum. Demikianpula halnya degan
pertumbuhan larva akan sangat terlambat apabila air minum
terbatas. Sehubungan dengan itu serangga Dermetes biasanya
bayak ditemukan menyerang ikan pada tahap awal
pengeringan.
Tanda-Tanda spesifik: Dermetes maculatus dan
Dermestes frischii mempunyai bentuk tubuh yang hampir sama.
Bagian punggung ditumbuhi bulu yang berwarna hitam dan
keabu-abuan. Sedangkan pada bagian perut ditumbuhi bulubulu putih dengan bercak-bercak hitam pada bagian tepi.
Panjang tubuh 6-10 mm. Dermetes maculatus dapat dibedakan
dengan adanya duri pada bagain dalam elytra.
l.
Oryzaephilus surinamensis Linnaeus (Silvanidae;
Coleoptera)
Pada beberapa buku pedoman Oryzaephilus surinamensis
masih digolongkan ke dalam famili Cucujidae. Oryzaephilus
surinamensis dikenal sebagai hama penting pada sereal yang
telah diolah. Di samping itu Oryzaephilus surinamensis
dilaporkan menyerang kopra, remaph-rempah dan buah-buahan
yang dikeringkan.
Kondisi optimum untuk pertumbuhan adalah suhu 3035 ºC dan kelembaban relatif 70%. Serangga ini dapat hidup
dalam kondisi yang sangat ekstrim. Pada kondisi optimum,
serangga betina dapat menghasilkan telur sebanyak 370 butir.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
199
Larva Oryzaephilus surinamensis biasanya menyerang bagian
lembaga biji-bijian hingga menghambat proses perkecambahan.
Di dalam gudang penyimpanan komoditas pangan,
kehadiran serangga tidak dapat dideteksi dengan mudah oleh
karena tubuhnya yang relatif kecil dan serangga dewasanya
jarang sekali terbang, lebih banyak berkumpul di bawah
tumpukan komoditas pangan.
Tanda-tanda spesifik: Panjang badan 2.5-3mm,
berbentuk pipih dan ramping serta berwarna coklat tua. Bagian
dada depan bergerigi, jumlah gerii pada tiap sisi, ada 6 buah.
Larvanya berbentuk pipih panjang berukuran 4-5 mm dan
berwarna putih.
m. Ahasverus advena Waltl (Silvanidae: Coleoptera)
Ahasverus advena lebih dikenal sebagai serangga
pemakan kapang bangkai serangga dan komoditas pangan yang
suda rusak. Akan tetapi di laboratorium Ahasverus advena
dapat tumbuh denganbaik pada kacnag tanah dan gandum,
tanpa adanya kapang. Serangga dewasa aktif terbang.
Kondisi optimum untuk pertumbuhan adalah suhu 30 ºC
dan kelembaban relatif 70%. Ahasverus advena tidak dapat
tumbuh apabila kelembaban relatif di bawah 65%. Serangga
ini merupakan indikator bagi tempat penyimpanan yang
lembab.
Tanda-tanda spesifik: Serangga dewasa berukuran 2-3
mm, berbadan lebar. Bagian depan dada berbentuk segiempat
dan pada kedua sisinya masing-masing terdapat sebuah gigi.
n. Tribolium castaneum Herbst (Tenebrionidae; Coleoptera)
Tribolium castaneum merupakan hama penting yang
selalu ditemukan pada penyimpanan komoditas pangan.
Serangga ini sebenarnya hama sekunder pada sereal, akan tetapi
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
200
pertumbuhan serangga ini menjadi sanat cepat apabila pada
seral tersebut terjadi hambatan baik secara mekanis
(pengolahan, transportasi dan penumpukan) maupun secara
biologis akibat serangan hama primer. Tribolium castaneum
merupakan serangga yang aktif terbang dan sangat cepat
mengkolonisasi lingkungan untuk berkembang biak dan
mencari makanan. Apabila kondisi lingkungan sudah tidak
menunjuang lagi untuk perkembangbiakan serangga ini dengan
cepat akan bermigrasi ke tempat lain. Di samping sereal
Tribolium castaneum juga menyerang komoditas lain seperti
kacang tanah, rempah-rempah, kopi, buah coklat dan buahbuahan yang dikeringkan.
Kondisi optimum untuk perkembangbiakan adalah suhu
35ºC dan kelembaban relatif 75%. Serangga dewasa dapat
hidup samapi 6 bulan, jumlah telur yang dihasilkan serangga
betina santa tergantung pada suhu. Pada suhu 25ºC serangga
bettina bertelur rata-rata 2-5 butir per hari, jumlah ini
meningkat menjadi 11 butir per hari pada temperatur 32.5 ºC.
Serangga dewasa melakukan kopulasi dan menghasilkan telur
sepanjang waktu hidupnya.
Serangga dewasa bersifat
kanibalistik baik paad sesamanya maupun pada serangga
spesies lain. Telur dan pupa seringkali dimakan serangga
dewasanya. Di samping itu serangga dewasa Oryzaephilus
surinamensis. Tribolium castaneum dilaporkan juga menyerang
ngengat hama gudang seperti Plodia interpunctella, Ephestia
cautella dan Corcyra cephalonica.
Tanda-tanda spesifik: Serangga dewasa panjangnya 3-4
mm dan berwarna coklat kemerahan. Larva Tribolium
castaneum mempunyai bentuk khas yaitu adanya tonjolan
runcing pada ruas terakhir dari abdomen yang disebut
Urogomphi.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
201
o. Tenebroides mauritanicus Linnaeus (Trogossitidae;
Coleoptera)
Serangga ini merupakan hama sekunder pada seral dan
tepung sereal. Larvanya dapat menyerang kayu yang lunak.
Pada sereal larva Tenebroides mauritanicus menyerang bagian
lembaga dari biji-bijian. Tenebroides mauritanicus banyak
ditemukan pada gudang penyimpanan yang kotor dan lembab.
Belum ada data yang menyebutkan tentang kondisi optimum
yang dibutuhkan untuk berkmbangbiak. Serangga dewasa
diperkirakan dapat hidup selama 1-2 tahun. Pada waktu larva
akan berubah menjadi kepompong biasanya melubangi kayu
dan menjadi keponpong di dalam kayu tersebut.
Tanda-tanda spesifik: Tubuh Tenebroides mauritanicus
gepeng dan berwarna hitam. Panjang tubuh kira-kira 11-33
mm, antara bagian kepala dan dada terdapat bagian yang
mengecil menyerupai leher. Larva berwarna putih kotor,
merupakan hama yang paling besar di antara hama-hama
gudang lainnya.
2. Lepidoptera
a. Sitotroga cerealela oliver (Gelechiidae; Lepidoptera)
Ngengat Sitotroga cerealela merupakan hama primer
yang banyak menimbulkan kerusakan pada sereal yang belum
diolah seperti padi dan jagung Sitotroga cerealela acap kali
menyerang padi dan jagung sesaat sebelum panen.
Kondisi optimum untuk pertumbuhan adalah pada suhu
30ºC dan kelembaban relatif 80%. Setelah kopulasi serangga
betina meletakkan telurnaya dalam bentuk satu kelompok telur
maupun secara tunggal. Selama hidupnya (5-10 hari) serangga
betina dapat bertelur hingga mencapai 200 butir. Pada waktu
telur menetas larvanya segera menembus sekam dan melubangi
biji-bijian. Larva hidup dan berkembang hingga dewasa di
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
202
dalam biji-bijian. Pada kondisi optimum pertumbuhan dari
telur hingga dewasa memerlukan waktu 28 hari. Seranggaa
dewasa sangat aktif terbang dan suka menyerang jagung sesaat
sebelum panen.
Tanda-tanda spesifik:
Serangga dewasa tubuhnya
berwarna coklat kekuning-kuningan agak pucat. Sayap depan
terdapat satu atau dua noda, sayap belakang engan rambutrambut yang panjang. Ujung sayap bentuknya tajam.
b. Ephestia spp (Pyralidae; Lepidoptera)
Ephestia adalah hama gudang penting pada tepung
sereal, beras giling dan juga dilaporkan menyerang rempahrempah, buah coklat dan buah-buhan yang telah dikeringkan.
Terdapat dua spesies penting yaitu Ephestia (Anagasta)
kuehniela Zaller dan Ephestia (Cadra) cautella Walker.
Kondisi optimum untuk perkembangbiakan adalah suhu
o
28 C dan kelembaban rlatif 75%. Serangga dewasa hidup
selama 4-5 hari. Serangga betina dapat menghasilkan telur
sebanyak 300 butir, kebanyakan telur in diletakkan secara
tersebar di permukaan komoditi atau disela-sela kapang. Larva
biasanya membuat biji-bijian menjadi bergumpal-gumpal
(grain webbing). Gumpalan dimana proses pembentukan pupa
terjadi. Pada kondisi optimum pertumbuhan dari telur hingga
dewasa memerlukan waktu 31 hari.
Tanda-tanda spesifik Ephestia mempunyai sayap
dengan bentuk khas yaitu berwarna coklat kelabu gelap, pada
sisi luarnya terdapat suatu garis berwarna pucat. Di sebelah
dalam garis ini terdapat suatu garis yang agak lebar dan
berwarna gelap. Ephestia kuehniela dapat dibedakan dari
Ephestia cautella dari tangan pada sayapnya yang lebih lebar
(15-25 mm).
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
203
c. Corcyra cephalonica Stainton (Pyralidae;Lepidoptera)
Corcyra cephalonica merupakan hama penting pada
beras giling. Di samping itu dilaporkan juga suka menyerang
tepung sereal, buah coklat dan kopra. Kondisi optimum untuk
perkembangbiakan adalah pada suhu 30 0C dan kelembaban
70%. Serangga dewasa hidup hanya 3-8 hari. Selama periode
ini serangga betina mampu bertelur sebanyak 288 butir.
Pada kondisi optimum perkembangan dari telur hingga
dewasa memerlukan waktu 28 hari. Seperti halnya dengan
Ephestia, larva Corcyra cephalonica menggandengagandengkan butir-butir beras dengan benang kuir sehingga
berbentuk gumpalan (grain webbing). Larva yang hidup di
dalam gumpalan ini kemudian membuat kepompong untuk
proses perubahan menjadi pupa.
Tanda-tanda spesifik adalah sayap depan berwarna
coklat muda, dengan urat sayap (vena) berwarna gelap.
3. Psocoptera
Liposcelis spp (Liposcelidae; Psocoptera)
Serangga ini dikenal dengan nama umum Psocid,
karena bayak ditemukan pada kertas tuan dan buku sehingga
dinamakan “book lice”. Pada gudang penyimpanan pangan
belum diketahui dengan pasti apakah serangga ini memakan
atau menimbulkan kerusakan pada komoditas pangan yang
disimpan. Serangga ini banyak ditemukan pada gudang yang
lemabab. Walaupun belum diketahui apakah serangga ini secra
ekonomis menimbulkan kerusakan besar, tetapi kehadiran
populasi serangga ini menyebabkan gudang menjadi kotor dan
sangat menganngu pekerja. Di samping itu seranggaini sangat
cepat berkembang biak karena sifat parthenogenesis yang
berarti serangga betina mampu menghasilkan keturunan tanpa
kawin.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
204
Tanda – tanda spesifik dari Liposcelis adalah bertubuh
sangat kecil dan berwarna putih kekuningan. Bentuk serangga
dewasa sama dengan tingkat belum dewasa (nympha) karena
serangga ini mengalami metamorfosis tidak sempurna.
Liposcelis acap kali dikacaukan dengan tungau (mite) Acarus
siro karena sangat kecilnya. Tetapi Liposcelis termasuk kelas
insekta oleh karena mempunyai tiga pasang kaki.
9.3.
Ekologi Serangga Hama Gudang
Sistem pascapanen terutama sistem penyimpanan
merupakan sistem yang artifisial oleh karena sangat sedikit
komponen dari sistem tersebut yang dapat dianggap sebagai
bagian dari ekosistem alam. Sistem penyimpanan mempunyai
karakteristik yang sangat menguntungkan bagi pertumbauhan
serangga hama gudang seperti kondisi fisik yang relatif stabil
dan sumber bahan makanan yang melimpah bagi serangga
hama gudang. Berdarkan pola infestasi dan pertumbuhan
populasi, para ahli menggolongkan serangga hama gudang
sebagai golongan hewan “r-strategist” yang mempunyai sifatsifat sebagai berikut:
Ukuran tubuh kecil
Kegiatan reproduksi dimulai sejak awal dari kehidupan
serangga dewasa.
Mempunyai tingkat perkembangviakan sangat tinggi.
Menghasilkan keturunan yang sangat banyak, biasanya
beberapa generasi dalam setahun
Bagi serangga hamagudang komoditas pangan yang
disimpan digudang selain sebagai sumber makanan juga
merupakan habitat untuk berkembang biak. Sehubungan
dengan sifat “r-strategist” yang demikian serangga hama
gudang akan cepat berkembag biak menguasai dan
menghancurkan lingkungan dimana serangga tadi hidup. Di
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
205
samping itu dengan adanya perpindahan komoditas pangan dari
gudang penyimpanan yang satu ke gudang lainnya
menyebabkan serangga hama gudang dapat tersebar dengan
cepat.
Sifat-sifat serangga hama gudang dan kondisi
lingkungan dimana serangga tadi hidup merupakan faktor yang
sangat mempengaruhi kebehasilan usaha pengendalian
serangga hama gudang.
Walaupun sistem penyimpanan
bersifat artifisial dan pat diubah oleh manusia. Namun
demikian pengendalian serangga hama gudang bukan berarti
sesuatu kegiatan yang mudah.
Sistem penyimpanan
meruapakan bagian integral dari sistem pasca panen secara
keseluruhan. Sebagai contoh kerusakan pada komiditas pada
gudang penyimpanan milik pemerintah mungkin bermula pada
saat komoditas pangan ini berada di gudang petani dengan
lokasi yang berbeda dan mungkin pula berasal dari luar negeri.
Hal seperti ini membuat sistem pengendalian serangga hama
gudangg secara terpadu menjadi lebih sukar.
a. Pengaruh faktor fisik lingkungan terhadap kehidupan
serangga
Berbagai aspek kehidupan serangga dipengaruhi oleh
kondisi fisik lingkungan di mana serangga tadi hidup.
Beberapa faktor fisik dari lingkungan yang mempengaruhi
kehidupan serangga antara lain: suhu, kelembaban relatif dan
kadar air dari komoditas pangan yang disimpan. Suhu
mempunyai pengaruh kuantitatif terhadap perkembangbiakan
serangga. Pada suhu rendah pertumbuhan serangga sangat
lambat dan mortalitas relatif tinggi. Aktivitas serangga secara
individual juga sangat lambat dan sebagi akibatnya tingkat
pertumbuhan serangga juga sangat rendah. Bila suhu naik,
tingkat pertumbuhan serangga secara individual juga naik,
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
206
aktivitas bertambah, mortalitas menurun dan pada gilirannya
tingkat pertumbuhan populasi serangga juga naik. Setiap
spesies serangga mempunyai suhu optimum, di mana tingkat
pertumbuhan akan mencapai titik optimum. Bila suhu naik
hingga melebihi suh optimum, maka kondisi lingkungan tidak
lagi menunjuang untuk pertumbuhan serangga dan tingkat
pertumbuhan populasi serangga menurun. Semua serangga
hama gudang penting, di daerah tropika mempunyai suhu
optimum untuk pertumbuhan antara 25-35 0C.
Kadar air dari komoditas pangan yang diserang oleh
serangga hama gudang mempunyai pengaruh yang hampir
sama dengan pengaruh suhu terhadap pertumbuhan serangga.
Seperti halnya dengan suhu, setiap serangga mempunyai kadar
air optimum untuk pertumbuhan. Pada kadar air rendah
serangga munkin masih hidup tetapi tingkat pertumbuhannya
rendah. Sebaliknya pada komoditas pangan dengan kadar air
tinggi pertumbuhan kapang/jamur dan mikroorganisme lain
akan mengurangi kemampuan serangga hama gudang untuk
tetap hidup dan berkembang biak.
Pengaruh kadar air
komoditas pangan terhadap kehidupan serangga sangat erat
hubungannya dengan kelembaban relatif di mana komoditas
pangan tadi disimpan.
Perubahan komposisi gas di udara mempengaruhi
perkembangan serangga. Pertambahan konsentrasi CO2 atau
nitrogen menghambat perkembangan serangga. Demikian juga
pengurangan konsentrasi oksigen. Tabel .. Memperlihatkan
kebutuhan konsentasi oksigen bagi serangga hama gudang yang
dapat dijadikan pegangan bagi usaha pengendalian.
Di samping kondisi fisik lingkungan seperti yang telah
diuraikan, pertumbuhan serangga juga tergantung dari
karakteristik fisik komoditas pangan itu sendiri.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
207
Serangga hama gudang primer memerlukan biji-bijian
yang tidak terlalu keras dan kering agar penetrasi dapat dengan
mudah dilakukan. Sedangkan serangga hama sekunder biasanya
menyerang biji-bijian yang telah mengalami kerusakan terlebih
dahulu baik secara mekanis maupun biologis. Akan tetapi
serangga hama sekunder ini dapat merupakan hama yang
penting dan menimbulkan kerusakan besar pada biji-bijian yang
telah diproses menjadi tepung.
Sistem penyimpanan juga mempengaruhi kehidupan
serangga, pada penyimpanan dengan sistem curah hanya
beberapa spesies tertentu saja yang dapat melakukan penetrasi
cukup dalam, Beberapa spsies lain terutama ngengat (moth)
distribusinya hanya terbatas pada permukaan komoditas pangan
yang disimpan secara curah. Sebaliknya komoditas pangan
yang disimpan dalam karung berupa tumpukan (stack) lebih
mudah diserang oleh serangga hama gudang. Permukaan
karung dan celah di antara karung pada suatu tumpukan lebih
mudah ditembus oleh serangga hama gudang.
Tabel 20. Kebutuhan Konsentrasi Oksigen minimum bagi
beberapa Stadia Serangga
Serangga
T. granarium
R. dominica
S. oryzae
T. costaneum
Stadia
Telur
Larva
Dewasa
Larva
Dewasa
Stadia lain
Dewasa
Larva
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
Oksigen (%)
16.77
1.08-5.33
3.39
11.40
6.70
2.00
7.24
6.37
208
b. Pengaruh faktor biotis terhadap kehidupan serangga
Faktor biotis menyangkut hubungan antara berbagai
organisasi yang hidup di dalam ekosistem penyimpanan.
Faktor biotis bersama dengan faktor fisik lingkungan sangat
mempengaruhi keragaman dan kepadatan populasi serangga di
dalam suatu sistem penyimpanan. Seperti diketahui serangga
hama gudang mempunyai cara makan dan menyerang
komoditas pangan yang berbeda-beda.
Cara makan dan
menyerang komoditas pangan dari berbagai spesies serangga
hama gudang ini saling berhubungan sehingga membentuk
suatu sistem yang disebut “food web” .
Seperti yang tergambar dalam diagram tersebut
serangga hama primer menyerang jagung yang masih utuh dan
menyebabkan jagung menjadi rusak. Kondisi ini menunjang
pertumbuhan serangga hama sekunder. Kerusakan pada jagung
akibat serangga-serangga dan metabolisme serangga
menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk pertumbuhan
kapang. Dengan tumbuhnya kapang ini mka serangga hama
gudang yang memerlukan kapang sebagai sumber makanan
tambahan akan tumbuh dengan pesat.
Dengan adanya
berbagai aktivitas serangga tersebut tercipta pula kondisi
lingkungan yang mnguntungkan untuk pertumbuhan serangga
pemakan bangkai dan kotoran serta parasit dan predator.
Di samping hubungan yang saling menguntungkan di
antara serangga hama gudang dalam suatu sistem penyimpanan,
terjadi pula kompetisi akibat pertumbuhan serangga melebihi
daya dukung lingkungan di mana serangga tadi
hidup.Kompetisi ini dapat terjadi antar individual dari spesies
yang sama. (kompetisi intraspesifik) dan kompetisi antar
spesies (kompetisi interspesifik). Hasil akhir dari kompetisi
antar serangga ini sangat tergantung pada faktor lain seperti
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
209
sumber bahan makanan, kondisi fisik lingkungan dan
sebagainya.
Sebagai contoh, serangga Sitotroga cerealella dan
Trogoderma granarium adalah serangga yang sangat toleran
teehadap keadaan kering dan banyak ditemukan pada daerah
beriklim kering. Walaupun dalam kondisi laboratorium kedua
serangga tadi dapat berkembang biak dengan baik pada kondisi
lembab (RH 70-80%), akan tetapi di alam bebas serangga ini
diperkirakan tidak akan sukses berkompetisi dengan serangga
lain pada kondisi lingkungan dengan kelembaban tinggi.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
210
Gambar 54 . Beberapa spesies penting serangga hama gudang
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
211
Gambar
55
.
Beberapa spesies penting serangga hama
gudang (lanjutan)
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
212
Gambar
56
.
Beberapa spesies penting serangga hama
gudang (lanjutan)
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
213
Gambar
57 .
Beberapa spesies penting serangga hama
gudang (lanjutan)
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
214
9.4.
Teknik Pencegahan Dan Pemberantasan
Seperti diketahui bahwa sistem penyimpanan adalah
suatu sistem yang bersifat artifisial, yang dapat diubah-ubah
sesuai dengan kebutuhan untuk mengendalikan serangga hama
gudang. Sehubungan dengan hal itu, untuk mengendalikan
serangga hama gudang dapat digunakan berbagai cara yang
berbeda baik dari segi prinsip dasarnya maupun dari tingkat
kecanggihannya. Walaupun demikian hanya beberapa cara saja
yang lazim digunakan berdasarkan pertimbangan sosial
maupun ekonomis.
1. Fumigasi
Fumigasi adalah suatu cara untuk membunuh serangga
hama gudang dengan menggunakan senyawa kimia yang dalam
suhu dan tekanan tertentu berbentuk gas. Gas fumigan ini
dalam konsentrasi tertentu dapat membunuh serangga hama.
Dalam suatu sistem penyimpanan walaupun fumigan ini
digunakan membunuh serangga hama tetapi dapat juga
membunuh hama gudang lainnya seperti tikus yang kebetulan
berada di dalam tumpukan bahan pangan yang sedang
difumigasi.
Fumigasi dapat membunuh hama melalui sistem
pernapasan dengan demikian daya bunuhnya sangat tergantung
pada aktivitas pernapasan. Pada serangga hama misalnya
fumigan akan mempunyai daya bunuh yang efektif pada waktu
serangga mempunyai aktivitas pernapasan paling tinggi. Stadia
pupa merupakan stadia yang paling toleran terhadap fumigan
karena aktivitas pernapasannya rendah. Demikian pula halnya
larva yang dalam keadaan tidak aktif (diapause) seperti pada
larva Khapra beetle (Trogoderma granarium) diperlukan dosis
fumigan yang lebih tinggi untuk membunuhnya.
Fumugasi dapat dilakukan pada suatu tumpukan
komoditas pangan yang kemudian ditutup rapat dengan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
215
lembaran plastik fumifasi (stack fumigation). Cara lain adalah
fumigasi pada penyimpanan yang kedap udara seperti
penyimpanan curah dalam silo (air-tight storage fumigation).
Dalam skala kecil fumigasi dapat dilakukan misalnya
pada penyimpanan dengan menggunakan kaleng (pendaringan)
yang dibuat kedap udara.
Fumigasi merupakan tindakan yang bersifat kuratif saja.
Misalnya perlakuan fumigasi pada suatu tumpukan komoditas
pangan di mana gas fumigan dapat membunuh serangga yang
berada dalam tumpukan, dalam karung dan bahkan di dalam
biji-bijian. Akan tetapi setelah gas hilang (fumigasi selesai)
tidak ada residu yang dapat mencegah serangan serangga hama
terhadap tumpukan yang telah difumigasi tadi.
2. Penyemprotan Insektisida
Penyemprotan insektisida adalah tindakan yang
biasanya dilakukan pada kemasan (karung) komoditas pangan
yang telah difumigasi. Di samping itu insektisida dapat juga
disemprotkan terlebih dahulu pada karung-karung kosong
sebelum diisi dengan komoditas pangan.
Dengan
menyemprotkan insektisida pada karung tersebut maka akan
dapat deposit insektisida yang dapat membunuh serangga hama
apabila serangga menyentuh karung tersebut.
Penyemprotan insektisida juga dapat dilakukan sebagai
tindakan yang bersifat kuratif yaitu dengan cara menyemprot
insektisida ke dinding gudang, ke langit-langit gudang untuk
membunuh serangga hama yang hampir sama dengan cara
penyemprotan insektisida adalah cara pengkabutan (fogging).
Dengan alat tertentu (fogger) insektisida cair diubah menjadi
kabut. Kabut insektisida ini memenuhi ruangan gudang,
sehingga dapat membunuh serangga yang berterbangan di
ruangan gudang.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
216
3.
Pencampuran Insektisida Secara Langsung pada
komoditas Pangan
Pada sistem penyimpanan dengan skala kecil di tingkat
petani, cara pengendalian dengan mencampur insektisida
langsung pada biji-bijian dapat dilakukan dengan mudah dan
murah.
Biji-bijian seperti jagung setelah dipipil dan
dikeringkan lalu dicampur dengan insektisida formulasi tepung.
Pencampuran dapat dilakukan di lantai jemur dengan
membauta tumpukan 100-200 kg, kemudian insektisida
formulasi tepung tadi dicampurkan hingga merata. Setelah
proses pencampuran, jagung tadi disimpan di dalam karung
atau tempat penyimpanan lainnya seperti pedaringan dan
keranjang bambu.
Pada penyimpanan skala besar cara pencampuran
insektisida ini hanya dapat dilaksanakan pada sistem
penyimpanan curah (bulk storage) yaitu dengan cara
mencurahkan isi karung, lalu mencampurkan insektisida pada
komoditas pangan kemudian mengkarungkannya kembali di
mana hal ini memerlukan biaya sangat besar, sehingga tidak
ekonomis dan memakan waktu lama.
4. Sistem Pengendalian Atmosfir
Sistem pengendalian atmosfir adalah salah satu cara
untuk membunuh serangga hama dengan mengubah komposisi
udara di dalam ruang penyimpanan. Prinsip dasar dari sistem
ini adalah mengurangi konsentrasi oksigen di dalam tempat
penyimpanan hingga serendah mungkin dan menggantikannya
dengan gas lain yang dialirkan dari luar. Gas pengganti yang
dipakai biasanya adalah karbondioksida (CO2) dan nitrogen
(N2). Sistem pengendalian atmosfir sangat aman untuk
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
217
dilaksanakan oleh karena tidak menggunakan pestisida yang
dapat menimbulkan residu berbahaya bagi manusia.
Pengendalian atmosfer pada penyimpanan bertujuan
untuk membunuh hama serangga secara perlahan-lahan berbeda
bila dibandingkan dengan fumigasi. Proses pengendalian dapat
berlangsung beberapa hari, atau beberapa minggu bahkan
berbulan-bulan untuk menghasikan kematian serangga secara
total. Apabila keadaan atmosfer dijaga pada kadar oksigen
rendah (kurang dari 2%, lebih di sukai sekitar 0.5% O2) atau
kadar CO2 yang tinggi (lebih besar dari 40%, lebih disukai pada
60% CO2), maka iji-bijian akan amanuntuk disimpan dalam
waktu lama dengan mutu yang tetap baik. Bahkan untuk pakan
ternak, dapat dilakukan penyimpanan pada kadar air tinggi (di
atas 18%). Kondisi atmosfir seperti ini mampu membasmi
serangga Sitophilus oryzae, Tribolium castaneum, Rhyzoperta
dominica, Trogoderma granarium, Sitophilus granarius pada
berbagai komoditas biji-bijian.
5. Penggunaan Bahan Alami dan Cara Biologi
Walaupun penggunaan bahan alami seperti tanaman
(ekstrak tanaman minyak nabati), abu, mineral dan bahan
lainnya (silika gel) belum bisa digunakan untuk pengendalain
hama pada penyimpanan bahan pangan secara komersial, akan
tetapi berbagai penelitian telah melaporkan penggunaan bahanbahan tersebut (Tabel 21).
Penelitian mengenai penggunaan predator untuk
membunuh serangga hama telah banyak dilakukan. Tungau
(Blattisocius tarsalis) memakan telur serangga terutama telur
Ephestia cautella. Seekor tungau dewasa memakan 3 buah
telur Ephestia cautella per hari. Ini merupakan salah satu cara
yang baik dalam pengendalian serangga hama gudang di masa
akan datang. Penggunaan spora Bacillus thuringiensis guna
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
218
membasmi larva Lepidoptera telah menujukkan hasil yang
memuaskan.
Tabel 21. Percobaan Penggunaan beberapa jenis bahan alami
untuk Pengendalian Hama Serangga
Jenis Bahan
Komoditas
Jenis Serangga
Pangan
Nem (Azadirachta jagung,
terigu Trogoderma
indica)
dan
biji-bijian granarium,
lainnya
Sitophilus
oryzae,
Rhizopertha
dominica,
Callosobruchus
chinensis
Ekaliptus
Beras sosoh
Sitophilus oryzae
Kayu manis
Beras sosoh
Sitophilus oryzae
Derris
(Derris Sorgum, padi
Oryzaephilus
elliptica)
surinamensis
Tembakau
Kacang merah
Caryedon serratus
(Nicotiana
tabacum)
Lada hitam (Piper Kacang kuning
Acanthoscelides
ningrum)
obtectus
Minyak
nabati Biji-bijian
dan Trogoderma
(kelapa,
sawit, kancang merah
granarium,
C.
jagung,
sesame
Marculatus,
bunga
matahari,
Sitophilus zeamais
bawang putih)
Sekam padi
padi
Sitophilus oryzae
Kaolin
Biji-bijian
Berbagai
jenis
serangga
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
219
6. Cara Pengendalian Serangga Hama Gudang lainnya
Cara pengendalian serangga hama gudang lainnya
adalah dengan memodifikasi kondisi fisik tempat penyimpanan
seperti menaikkan atau menurunkan suu hingga tingkat di mana
pertumbuhan serangga dapat dihambat. Di samping itu dngan
timbulnya berbagai efek samping dari penggunaan pestisida
secara berlebihan dan tidak benar, maka dikembangkan pula
cara lain untuk mngendalikan serangga hama gudang antara
lain: penggunaan “novel insecticide” misalnya hormon
pengatur pertumbuhan serangga (juvenile hormon analogeus),
baksil patogenik (cara biologi seperti telah dikemukakan) dan
radiasi sinar gama baik untuk membunuh serangga secara
langsung maupun untuk sistem jantan mandul.
9.5. Pengendalian Hama Terpadu
Seperti diketahui sistem penyimpanan adalah sistem
yang bersifat artifisial yang dapat diubah-ubah oleh manusia
untuk pengendalian serangga hama. Oleh karena itu sering
dianggap bahwa untuk mengendalikan hama gudang terutama
serangga adalah merupakan suatu hal yang mudah jika
dibandingkan dengan pemberantasan hama dilapangan. Hal ini
tidak seluruhnya benar, oleh karena sistem penyimpanan
merupakan bagian integral dari sistem pasca panen yang
dimulai sejak tahap pemanenan.
Infestasi serangga hama gudang seringkali terjadi jauh
sebelum komoditas pangan disimpan di gudang-gudang
penyimpanan. Infestasi serangga hama ini dapat terjadi segera
setelah panen pada lokasi yang berbeda-beda. Acap kali
infestasi serangga hama ini tidak dapat terdeteksi dengan
mudah pada saat komoditas pangan diterima di gudang. Di
samping itu dengan adanya pergerakan komoditas pangan dari
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
220
tahap pascapanen yang satu ke tahap pasca panen lainnya,
tidaklah mudah untuk menciptakan suatu sistem pengendalian
serangga hama gudang yang efektif dan terpadu.
Selain itu walaupun terdapat berbagai cara pengendalian
serangga hama gudang, orang cenderung untuk menggunakan
suatu cara tertentu saja. Hal ini dapat menimbulkan risiko
kerusakan yang besar akibat serangan serngga hama oleh
karena cara pengendalian tadi mengalami kegagalan.
Sehubungan dengan itu memang perlu dikembangkan suatu
sistem pengendalian serangga hama gudang dengan
memadukan berbagai cara pengendalian serta digunakan
dengan pendekatan-pendekatan ekologis.
Dalam melaksanakan sistem pengendalian serangga
hama gudang terpadu ini haruslah benar-benar disadari bahwa
penggunaan pestisida adalah sebagi komponen penunjang saja.
Komponen utama untuk mengendalikan serangga hama gudang
adalah sistem pergudangan yang baik yang menyangkut hal-hal
sebagai beriku:
a. Sanitasi gudang yang baik
b. Kualitas awal komoditas pangan yang prima
c. Rotasi stok yang efisien
Penggunaan pestisida bukan berdasarkan keharusan
yang sifatnya rutin tetapi haruslah berdasarkan kebutuhan
dengan memperhatikann ambang ekonomik tingkat serangan
serangga hama gudang. Hal-hal yang menghambat
pengembangan strategi pengendalian serangga hama gudang
terpadu yang efektif dan efisien antara lain:
a. Kurangnya pengetahuan tentang kerusakan yang
ditimbulkan oleh spesies serangga hama gudang baik
secara sendiri-sendiri maupun akibat interaksi
antarspesies.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
221
b. Belum adanya sistem yang akurat untuk memonitor
tingkat kepadatan populasi serangga hama maupun
musuh-musuh alami serangga hama tadi.
c. Kurangnya pengetahuan tentang jenis-jenis musuhmusuh alami serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan
serangga hama gudang tersebut.
Ketiga faktor tersebut di atas sangat penting untuk
diketahui apabila kita ingin mengembangkan suatu sistem
pengendalian serangga ama gudang terpadu yang
berdasarkan ratio biaya dan manfaat yang efektif serta
berdasarkan pertimbangan ambang ekonomik tingkat
serangan hama.
DAFTAR PUSTAKA
Syarief, R dan Halid, Hariyadi.
1999.
Teknologi
Penyimpanan Pangan. Kerja sama Dengan Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi IPB. Penerbit Arcan,
Jakarta.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
222
BAB X.
TRANSPORTASI HASIL PERTANIAN
Pengelolaan suhu merupakan hal yang sangat penting dalam
pengangkutan dengan jarak tempuh jauh, untuk itu muatan
harus disusun sedemikian rupa agar terjadi sirkulasi udara yang
baik yang dapat membawa keluar panas yang dihasilkan oleh
produk dan juga akibat hawa panas yang datang dari udara
sekitarnya serta panas jalan. Sarana angkutan yang dipakai
harus mempunyai insulasi yang baik sehingga suhu muatan
yang telah didinginkan terlebih dahulu atau di pre-cool dapat
dijaga dan mempunyai ventilasi yang baik sehingga udara bisa
mengalir melalui produk. Selama pengangkutan, produk hasil
pertanian harus disusun sedemikian rupa sehingga kerusakan
dapat diminimumkan kemudian diperkuat dan aman. Muatan
atau produk dalam kendaraan bak terbuka dapat diatur
sedemikian rupa sehingga udara bisa mengalir melalui produk
yang dapat mendinginkan produk itu sendiri selama kendaraan
melaju.
Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan
kesepuluh:
Rencana
Aktivitas
Perkuliahan
(100 menit)
Langkah 1
Aktivitas 1: Pendahuluan
30 menit
Langkah 2
Aktivitas 2: Penjelasan Materi
50 menit
Sarana angkutan yang dipakai harus
mempunyai insulasi yang baik sehingga suhu
muatan yang telah didinginkan terlebih dahulu
atau di pre-cool dapat dijaga dan mempunyai
ventilasi yang baik sehingga udara bisa
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
223
Langkah 3
20 menit
mengalir melalui produk.
Aktivitas 3: Penutup
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
224
SUPLEMEN BAB 10.
TRANSPORTASI HASIL PERTANIAN
10.1. Teknik Transportasi dan Cara Penumpukan dalam
selama Transportasi
Pengelolaan
suhu
sangatlah
penting
dalam
pengangkutan dengan jarak tempuh jauh, untuk itu muatan
harus disusun sedemikian rupa agar terjadi sirkulasi udara yang
baik yang dapat membawa keluar panas yang dihasilkan oleh
produk dan juga akibat hawa panas yang datang dari udara
sekitarnya serta panas jalan. Sarana angkutan yang dipakai
harus mempunyai insulasi yang baik sehingga suhu muatan
yang telah didinginkan terlebih dahulu atau di pre-cool dapat
dijaga dan mempunyai ventilasi yang baik sehingga udara bisa
mengalir melalui produk. Selama pengangkutan, produk hasil
pertanian harus disusun sedemikian rupa sehingga kerusakan
dapat diminimumkan kemudian diperkuat dan aman. Muatan
atau produk dalam kendaraan bak terbuka dapat diatur
sedemikian rupa sehingga udara bisa mengalir melalui produk
yang dapat mendinginkan produk itu sendiri selama kendaraan
melaju. Perjalanan pada malam dan pagi hari bisa mengurangi
beban panas (heat load) pada kendaraan yang mengangkut hasil
panen. Pengemudi kendaraan yang terlibat dalam pengantaran
produk harus dilatih terlebih dahulu tentang bagaimanan
caranya memuat dan menangani muatan mereka. Pengemudi
kendaraan sering pindah tempat kerja (di Amerika Serikat
dilaporkan pengemudi bekerja di satu perusahaan rata-rata
hanya selama 3.5 tahun) sehingga pelatihan harus selalu
diperhatikan.
Pengangkutan campuran beberapa jenis produk
hortikultura adalah hal yang biasa dilakukan, khususnya untuk
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
225
pengiriman sayur-sayuran. Muatan campuran dapat menjadi
masalah yang serius jika suhu optimal tidak sesuai (contohnya
dalam pengiriman buah yang sensitif terhadap kerusakan suhu
dingin besama-sama dengan komoditas yang membutuhkan
suhu yang sangat rendah) atau ketika pengiriman campuran
antara komoditas yang memproduksi etilen dengan komoditas
yang sensitif terhadap etilen. Komoditas pertanian yang
memproduksi etilen tinggi seperti pisang, apel dan melon yang
matang) bisa menyebabkan kerusakan fisik dan/atau perubahan
warna, rasa dan tekstur yang tidak diinginkan terhadap
komoditas yang sensitif terhadap etilen (seperti selada,
mentimun, wortel, kentang, dan ubi jalar).
Berbagai macam penutup palet bisa digunakan untuk
menutupi produk yang didinginkan selama proses penanganan
dan pengangkutan. Penutup dari bahan polietilen harganya
murah dan ringan, serta melindungi palet dari debu,
kelembaban dan mengurangi peningkatan suhu. Penutup
berinsulasi ringan dapat melindungi muatan dari proses
peningkatan panas untuk beberapa jam (misalnya, jika terjadi
penundaan proses pemuatan). Penutup berinsulasi tebal
terkadang digunakan untuk melindungi produk –produk tropis
dari hawa dingin pada saat pengiriman selama musim dingin.
Kendaraan Terbuka
Buah-buahan dan sayuran yang belum dikemas harus
dimuat dengan hati-hati sehingga tidak terjadi kerusakan
mekanis. Kendaraan pengangkut bisa dialasi atau dilapisi
dengan lapisan jerami tebal. Tikar atau karung bisa dipakai
sebagai alas untuk kendaraan pengangkut berkapasitas kecil.
Muatan lain tidak boleh diletakkan di atas curahan komoditi.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
226
Gambar 58. Model transportasi pada kendaraan terbuka
Pendinginan untuk muatan terbuka sebaiknya dilakukan
jika memungkinkan. Pada kendaraan terbuka tanpa pendingin
yaitu truk bisa dilengkapi dengan ventilasi dengan cara
menutupi permukaan muatan dengan kanvas namun sedikit
longgar dan tambahkan alat penangkap angin terbuat dari
lembaran logam. Sedangkan penangkap angin sebaiknya
diletakkan didepan bak truk dan lebih tinggi dari badan truk.
Kecepatan transportasi yang tinggi dan/atau pengangkutan
jarak jauh bisa menimbulkan pengeringan yang berlebihan pada
produk akibat laju aliran udara yang tinggi.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
227
Gambar 59. Sistem pendinginan untuk muatan terbuka
Sistem ventilasi berikut ini didesain untuk mengangkut
muatan curah kacang fava di Iran. Alat penangkap angin dan
salurannya dibuat dari krat/peti kayu. Setelah panel bagian
belakang dari krat kayu dilepaskan, kemudian peti kayu diikat
satu sama lain seperti pola pada gambar di bawah ini. Selama
proses pengangkutan, udara mengalir ke atas melewati muatan,
membantu menjaga produk dari panas berlebihan. Sistem ini
juga telah diterapkan pada truk terbuka yang digunakan untuk
mengangkut muatan curah sayuran hijau dan buncis. Hasil
terbaik diperoleh ketika pengangkutan dilakukan waktu pagi
hari sekali, sebelum matahari terbit.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
228
Gambar 60. Sistem Ventilasi pada Penganggkutan uatan Curah
Program Pendinginan Pasca Panen
Program pendinginan pasca panen yang dikeluarkan
oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat menekankan pada
petani kecil kebutuhan untuk :
a. Menyortir dan mengklasifikasikan hasil panen di perkebunan
b. Mengemas hasil panen sesuai dengan permintaan pasar
c. Secepatnya mendinginkan hasil panen untuk menghilangkan
panas lapang.
Alat pendingin kecil ini menggunakan AC rumah
berkapasitas 12.000 BTU/jam (1 ton) 110 volt untuk
mendinginkan udara di dalam kotak berinsulasi. Udara dingin
di bagian depan dalam dipaksa mengalir melewati produk
dengan menggunakan kipas bertekanan yang terletak dibagian
dalam dinding kedua. Setelah itu udara balik mengalir melalui
bawah lantai ke bagian depan kotak. Portacooler ini dibangun
atas kerjasama tim dari Departemen Pertanian Amerika Serikat,
Beltsville, Maryland, untuk mendinginkan buah beri yang
sangat mudah rusak dan hasil panen lain yang membutuhkan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
229
pendinginan. Biaya diperkirakan mencapai US$1200, tapi biaya
pembuatannya bisa diperkecil jika menggunakan AC bekas.
Gambar 61. Program pendinginan pasca panen Departemen
Pertanian Amerika Serikat
Truk Gandeng Berpendingin
Untuk mendapatkan suhu pengangkutan yang optimum,
truk gandeng berpendingin memerlukan insulasi, unit pendingin
dan kipas berkapasitas tinggi, serta pipa saluran udara. Daftar
dibawah ini dapat membantu mengecek apakah alat angkut
yang digunakan memenuhi syarat.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
230
Kendaraan berpendingin--Daftar Pengecekan Sebelum
Memuat Produk
___ Apakah unit pendingin bekerja dengan baik?
___ Apakah thermostat sudah dikalibrasi?
___ Apakah penghembusan udara dingin dan saluran sudah
terpasang dengan
tepat dan dalam kondisi yang baik?
___ Apakah segel pintu dalam kondisi baik?
___ Apakah segel pintu tertutup dengan rapat ketika ditutup?
___ Apakah dinding bebas dari retak dan lubang?
___ Apakah bulkhead sudah terpasang?
___ Apakah lubang pembuangan di lantai sudah dibuka?
___ Apakah kendaraan sudah bersih dan bebas bau?
___ Apakah lekukan dilantai sudah bebas dari sisa-sisa puing?
didalam
trukdan
berpendingin
akan mempengaruhi
___ Kondisi
Apakah tinggi,
lebar
panjang ruangan
memadai untuk
kemampuannya
untuk tetap menjaga suhu yang dibutuhkan
muatan ?
selama perjalanan. Pekerja harus memeriksa truk sebelum
dimuati
dan memperhatikan
fitur-fitur
berikut
ini: tersedia untuk
___ Apakah
penguat muatan
dan alat
lainnya
menjamin
Keamanan muatan?
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
231
___ Apakah kendaraan gandeng sudah didinginkan sebelumnya
(atau
dihangatkan)?
Gambar 62. Optimum temperatur dalam Truk
Pola Tumpukan/Penumpukan Dengan Tangan
Keranjang untuk memuat (sangat kuat, dibuat seragam,
bisa ditumpuk) hasil panen bisa di muat ke dalam truk
berpendingin dengan menggunakan pola barisan susunan yang
berbalik sehingga terdapat banyak ruangan antara untuk
sirkulasi udara.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
232
Gambar 63. Proteksi sayuran Selama transportasi didalam truk
Hasil panen yang diangkut menggunakan kotak karton
sebaiknya ditumpuk dan disusun dengan baik sehingga bisa
memberikan sirkulasi udara yang cukup bagi keseluruh muatan.
Pada diagram di bawah digambarkan pengisian bersilang yang
seimbang pada kotak teleskopik sebagian. Pada lantai truk,
harus diletakkan palet atau sarana pendukung lainnya untuk
menjaga karton agar tidak kontak langsung dengan lantai.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
233
Gambar 64. Proteksi sayuran Selama transportasi didalam truk
menggunakan kotak karton
Bila muatan dalam kotak karton dari berbagai ukuran
dimuat secara bersamaan, kotak muatan yang paling besar dan
berat harus diletakkan paling bawah. Disamping itu juga harus
diberi lubang saluran pararel antar kotak agar udara bisa
beredar melewati muatan.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
234
Gambar 65. Saluran Paralel Antar Kotak
Seringkali box besar yang digunakan untuk mengemas
bunga potong, dalam proses pemuatan harus ditumpuk dengan
tangan (manual) ke dalam kendaraan pengangkut. Pola
pengisian yang terbaik untuk bunga potong dikenal sebagai
‘pola lubang merpati’, dimana box ditumpuk satu lapisan tidak
diberi jarak, sementara lapisan yang diatasnya diberi jarak satu
sama lain (lihat gambar). Pada kedua sisi muatan, dibiarakan
terbuka sehingga udara bisa lewat melalui saluran ini. Pola ini
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
235
menyediakan saluran untuk sirkulasi udara menurut panjangnya
muatan dan memberikan kesempatan untuk setiap box kontak
secara langsung dengan udara pendingin.
Gambar 66.
Pengaturan precooling dan temperature pada
bunga potong dalam truk
Pola Penumpukan/Palet dan Penempatan di atas Slip Sheet
Pemuatan produk ke dalam kontainer harus dilakukan
sedemikian rupa sehingga produk tidak bersentuhan langsung
dengan dinding dan lantai kendaraan pengangkut untuk
mengurangi terjadinya perpidahan panas dari lingkungan luar.
Pada diagram di bawah menggambarkan seberapa banyak kotak
karton yang bersentuhan langsung dengan dinding dan lantai
truk ketika kontainer diisi penuh.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
236
Hanya muatan pada gambar kanan bawah yang sepenuhnya
terlindungi dari perpindahan panas. Penggunaan palet menjaga
box karton tidak bersentuhan langsung dengan lantai,
sementara pengaturan muatan dengan meletakkannya pada
bagian tengah, menyisakan isolasi berupa ruang udara antara
muatan dengan dinding luar.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
237
Gambar 67. Pola Penumpukan/Palet dan Penempatan di atas
Slip Sheet
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
238
Kekuatan Penumpukan
Ketika menumpuk kotak, pastikan semua kotak
disejajarkan dengan baik. Jika memungkinkan, tumpuk wadah
tersebut sehingga sudut kotak dan sudut palet bertemu.
Sebagian besar kekuatan dari kotak karton terkorugasi atau
korugated fiber box terletak pada sudutnya; sehingga posisi
bergantung 1 inchi saja akan mengurangi kekuatan
penumpukan sebanyak 15 hingga 34%.
Gambar 68. Kekuatan Penumpukan
Memperkuat Muatan
Harus selalu ada ruang kosong antara tumpukan terakhir
dan bagian belakang kendaraan pengangkut. Maka dari itu
muatan harus diperkuat/diikat untuk mencegah pergeseran pada
bagian belakang kendaraan selama proses pemindahan. Jika
muatan bergeser, hal ini bisa menghalangi sirkulasi udara dan
karton yang berjatuhan bisa berbahaya bagi pekerja yang
membuka pintu di pasar tujuan. Penguat sederhana dari kayu
bisa dibuat dan dipasang untuk mencegah kerusakan selama
pengangkutan.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
239
Gambar 69. Memperkuat Muatan pada transpor
Gambar 69. Memperkuat Muatan dalam truk
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
240
Penguatan muatan bisa dilakukan dengan menggunakan
penguat dari kayu, bantal udara atau blok styrofoam. Kuncinya
adalah untuk menghentikan pergeseran tumpukan produk untuk
mengurangi kerusakan selama pengangkutan.
Angkutan Udara
Untuk mencegah pergerseran muatan dalam kontainer
kargo untuk pengangkutan melalui udara, selembar busa yang
keras atau papan fiber berlipat diletakkan di sepanjang lekukan
atau bagian segitiga pada lantai kontainer. Karton yang
ditumpuk pada bagian atas akan disangga lebih kuat dan
menghadap keatas.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
241
Gambar 70. Pengangkutan dengan Penggunaan Angkutan
Udara.
DAFTAR PUSTAKA
Reyes, M. U. 1988. Design Concept and Operation of ASEAN
Packinghouse Equipment for Fruits and Vegetables.
Postharvest Training and Research Center, University of
the Philippines at Los Baños, College of Agriculture,
Laguna.
Sommer, N.F., R.L. Fortlage and D.C. Edwards. 2002.
Postharvest Diseases of Selected Commodities. In:
Kader, AA (ed). Postharvest Technology of
Horticultural Crops (3rd Edition). UC Publication 3311.
University of California, Division of Agriculture and
Natural Resources pp.197-249.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
242
Wills, R., B. McGlasson, D. Graham, and D. Joyce. 1998.
Postharvest: An Introduction to the Physiology and
Handling of Fruit, Vegetables, and Ornamentals. CAB
International, Wallingford, UK, 262 pp.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
243
BAB XI.
KUALITAS UNTUK OLAHAN
Saat kondisi tidak sesuai untuk penyimpanan atau
pemasaran produk segar dengan segera, banyak hasil
hortikultura dapat diolah menggunakan teknologi sederhana.
Banyak cara pengolahan yang dapat digunakan oleh penangan
skala kecil, termasuk pengeringan, fermentasi, pengalengan,
pembekuan, pengawetan dan pembuatan jus. Buah, sayur dan
bunga semua dapat dikeringkan dan disimpan untuk digunakan
atau dijual pada waktu yang akan datang. Fermentasi adalah
cara yang populer di seluruh dunia sebagai cara pengawetan
makanan, dan lebih dari 3,500 makanan terfermentasi telah
digambarkan oleh Campbell-Platt (1987). Buah-buahan dan
sayuran dapat dikalengkan atau dibekukan, dan buah-buahan
sering diawetkan dalam gula atau dalam bentuk jus.
Produk yang telah diolah harus dibungkus dan disimpan
dengan benar untuk mencapai potensi masa simpan hingga satu
tahun. Produk kering harus dibungkus dalam wadah kedap
udara (gelas atau botol plastik atau kantong plastik yang
tertutup rapat). Produk yang dikalengkan atau dibotolkan harus
melalui proses pemanasan yang cukup menggunakan wadah
atau container dengan kualitas tinggi yang bersegel kuat.
Produk yang dikeringkan dan dikalengkan atau dibotolkan lebih
baik disimpan di tempat dingin dan gelap.
Penanganan pascapanen, pengangkutan dan pemasaran
produk olahan dapat lebih sederhana dan lebih murah daripada
produk segar, karena pendinginan tidak diperlukan. Produk
kering memakan tempat lebih sedikit daripada produk yang
sama dalam bentuk segar, juga mengurangi biaya pengangkutan
dan tempat penyimpanan.
Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
244
kesebelas:
Rencana
Perkuliahan
(100 menit)
Langkah 1
30 menit
Langkah 2
50 menit
Langkah 3
20 menit
Aktivitas
Aktivitas 1: Pendahuluan
Aktivitas 2: Materi
Pengajar menjelaskan Saat kondisi tidak
sesuai untuk penyimpanan atau pemasaran
produk segar dengan segera, banyak hasil
hortikultura dapat diolah menggunakan
teknologi sederhana. Banyak cara pengolahan
yang dapat digunakan oleh penangan skala
kecil, termasuk pengeringan, fermentasi,
pengalengan, pembekuan, pengawetan dan
pembuatan jus
Aktivitas 3: Penutup
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
245
SUPLEMEN BAB 11.
MUTU HASIL TANAMAN UNTUK PENGOLAHAN
11.1. Peralatan dan Proses Pengolahan
Saat kondisi tidak sesuai untuk penyimpanan atau
pemasaran produk segar dengan segera, banyak hasil
hortikultura dapat diolah menggunakan teknologi sederhana.
Banyak cara pengolahan yang dapat digunakan oleh penangan
skala kecil, termasuk pengeringan, fermentasi, pengalengan,
pembekuan, pengawetan dan pembuatan jus. Buah, sayur dan
bunga semua dapat dikeringkan dan disimpan untuk digunakan
atau dijual pada waktu yang akan datang. Fermentasi adalah
cara yang populer di seluruh dunia sebagai cara pengawetan
makanan, dan lebih dari 3,500 makanan terfermentasi telah
digambarkan oleh Campbell-Platt (1987). Buah-buahan dan
sayuran dapat dikalengkan atau dibekukan, dan buah-buahan
sering diawetkan dalam gula atau dalam bentuk jus.
Produk yang telah diolah harus dibungkus dan disimpan
dengan benar untuk mencapai potensi masa simpan hingga satu
tahun. Produk kering harus dibungkus dalam wadah kedap
udara (gelas atau botol plastik atau kantong plastik yang
tertutup rapat). Produk yang dikalengkan atau dibotolkan harus
melalui proses pemanasan yang cukup menggunakan wadah
atau container dengan kualitas tinggi yang bersegel kuat.
Produk yang dikeringkan dan dikalengkan atau dibotolkan lebih
baik disimpan di tempat dingin dan gelap.
Penanganan pascapanen, pengangkutan dan pemasaran
produk olahan dapat lebih sederhana dan lebih murah daripada
produk segar, karena pendinginan tidak diperlukan. Produk
kering memakan tempat lebih sedikit daripada produk yang
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
246
sama dalam bentuk segar, juga mengurangi biaya pengangkutan
dan tempat penyimpanan.
Tabel 22. 25 pounds dalam menghasilkan produk kering
25 pounds (11.3 kg) dari:
Menghasilkan produk
kering:
Buah-buahan
4 lb (1.81 kg)
Wortel dan beet
3 lb (1.36 kg)
Seladri, sawi atau tomat
1.5 lb (0.68 kg)
Bawang atau zucchini
2.5 lb (1.13 kg)
Peralatan Pengolahan
Katalog peralatan pengolahan pascapanen tersedia dari
Intermediate Technology Publications. Terdapat didalamnya
pengering, tempat penyimpanan, wadah, pembersih, penggiling
tangan, penggiling tenaga mesin, alat pembuka kulit, pembersih
biji, peralatan pengolah minyak, pengepresan buah, dan
pengiris hasil dalam bentuk akar-akaran. Beberapa contoh
terdapat dibawah.
Gambar 71. Pengiris singkong oleh dua orang (two-man
cassava grater)
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
247
Gambar 72. Chopper umbi atau akar-akaran dengan empat
pisau (Four-bladed root chopper)
Gambar 73. Pengepresan buah dengan tangan (Hand-operated
fruit press)
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
248
Gambar 74. Cherry pitter
Persiapan untuk Pengolahan
Beberapa produk memerlukan blanching sebelum
pembekuan atau pengeringan. Blanching dengan merebus di air
atau dengan uap panas menghentikan reaksi enzimatik dalam
produk dan membantu mempertahankan warna dan cita-rasa
setelah pengolahan. Selalu bilas produk yang telah di blanching
di air yang sangat dingin atau celupkan produk blanching
dalam air es untuk menghentikan proses pemanasan/pemasakan
atau cooking process dan dengan cepat menurunkan suhu.
Waktu blanching untuk komoditi pilihan {pakai satu
gallon air per pound (8 liter per kg) produk}. Tambah satu
menit untuk setiap ketinggian 2000 ft jika anda tinggal di
ketinggian lebih dari 4000 ft.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
249
Tabel 23. Komoditi dan Waktu Blancing dalam air mendidih
Komoditi
Waktu blanching dalam air
mendidih (menit)
Broccoli
3
3
Polong hijau (Green Beans)
Sawi atau cabbages
(wedges)
Wortel
Bunga kol (Cauliflower)
Collard greens
Jagung manis atau Corn
(sweet)
Terong
Sayur daun hijau (Leafy
greens)
Jamur (Mushrooms)
Peas
Kentang atau Potatoes (new)
Pumpkin
Ubi jalar (Sweet potatoes)
5
5
3 (tambah garam 4 sendok
makan)
3
7
4 (tambah1/2 cup jus jeruk
nipis)
2
3-5
2
4 - 10
2 - 3 atau sampai lembut
15 - 20 atau sampai lembut
Buah seperti apel, pir, peach, dan apricot kadangkadang diperlakukan dengan sulfur saat pengeringan.
Penambahan sulfur {bakar satu sendok makan bubuk sulfur per
pound (12g per kg) buah} atau sulfit (celupkan buah dalam 1%
larutan potassium metabisulfit selama satu menit) membantu
menghindari pencoklatan, kehilangan rasa dan kehilangan
vitamin C.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
250
Sulfur telah menjadi sumber reaksi alergi bagi beberapa
orang, jadi bungkusan produk yang diperlakukan dengan sulfur
harus selalu diberi label. Vitamin C dapat digunakan sebagai
alternative perlakuan awal untuk mencegah warna coklat
selama proses pengeringan. Gunakan 30 ml bubuk asam
askorbat dalam satu liter (atau 2 sendok makan dalam satu
quart) air hangat kuku. Iris buah langsung ke dalam larutan,
aduk merata, tiriskan dengan baik serta keringkan.
Untuk mendapatkan hasil terbaik saat pengeringan
produk segar, buah harus diiris atau dibagi empat, dan sayur
harus diiris tipis, di chop atau dalam bentuk daduatau kubus.
Buah yang dikeringkan dengan matahari akan memakan waktu
2 sampai 3 hari atau lebih, sementara kebanyakan sayur yang di
chop atau dipotong dadu akan kering dalam 1 sampai 2 hari.
Tabel 24. Waktu sulfurisasi untuk buah-buah tertentu
Komoditi
Waktu sulfurisasi
Waktu sulfurisasi
untuk buah
untuk buah
dipotong empat
dipotong dua
Apel
45 menit
Apricot
2 jam
3 jam
Cherry
20 menit
30 menit
Nectarine
2 jam
3 jam
Peach
2 jam
2 - 3 jam
Pir
2 jam
4 - 5 jam
Kotak sulfur dengan biaya murah dapat dibuat dari
kotak kardus besar yang dilubangi atau ditoreh di beberapa
tempat untuk memberi ventilasi yang cukup. Nampan untuk
pengeringan ditumpuk menggunakan batu bata dan potongan
kayu sebagai pengatur jarak. Nampan harus dibuat seluruhnya
dari kayu, karena asap sulfur akan merusak logam. Semua
pemasangan harus ditempatkan di luar, lebih disukai di atas
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
251
tanah kosong. Gunakan satu sendok makan bubuk sulfur per
pound (35 ml per kg) buah. Tempatkan sulfur di wadah jauh
dari sisi kotak karena akan menjadi sedikit panas. Tutup sisi
bawah kotak dengan tanah.
Gambar 75. Kotak sulfur
Gambar 76. Kotak kayu
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
252
Pengeringan dengan Sinar Matahari
Produk horticultural dapat dikeringkan menggunakan
radiasi sinar matahari secara langsung atau tidak langsung. Cara
yang paling sederhana untuk pengeringan dengan sinar
matahari adalah dengan meletakkan produk diatas permukaan
hitam yang datar dan membiarkan matahari dan angin
mengeringkannya. Kacang-kacangan dapat dikeringkan secara
efektif dengan cara ini.
Gambar 77. Pengeringan dengan Sinar Matahari
Pengeringan langsung yang sederhana dapat dibuat
dengan nampan dari bahan penyaringan yang disanggah balok
kayu atau batako untuk memberi sirkulasi udara di bawah
produk. Lapisan kain kasa dapat ditebarkan secara longgar di
atas produk, melindungi dari serangga dan burung saat
pengeringan. Periksa produk setiap hari dan pindahkan jika ada
hujan.
Cara yang sederhana untuk pengeringan matahari
adalah dengan membuat panggung dari kayu dan tutup
kerangka dengan anyaman jerami. Ilustrasi di bawah, potongan
tomat segar sedang dikeringkan dalam sinar matahari langsung
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
253
diatas anyaman jerami. Udara dapat lewat di atas dan di bawah
produk mempercepat pengeringan dan mengurangi susut akibat
terlalu panas.
Gambar 78. Pengeringan dengan anyaman jerami
Kertas aluminum dapat digunakan untuk memantulkan
matahari ke nampan pengering. Contoh di bawah menggunakan
lembaran plastik perangkap panas dan mempercepat waktu
pengeringan.
Gambar 79. Lembaran plastik Penangkap panas
Semua nampan, penyaring atau tikar yang digunakan
untuk pengeringan produk harus bersih. Nampan dibuat dari
stainless steel, plastik atau nilon lebih mudah untuk
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
254
merawatnya dengan bersih dari pada nampan kayu. Beberapa
jus buah akan menempel ke permukaan pada setiap
penanganan. Ini akan mengakibatkan akumulasi kotoran dan
menumpuknya masa jamur yang dapat mengkontaminasi dan
mempengaruhi penampilan produk kering. Gunakan deterjen
yang kuat dan gosok nampan, penyaring atau tikar sampai
bersih. Biarkan kering di matahari sebelum digunakan lagi
untuk mengeringkan produk.
Bahan yang baik untuk mengendapkan debu di jalan
raya, jalan kecil atau lantai tanah adalah kalsium klorida.
Ketika disebarkan di tanah kalsium klorida menyerap
kelembaban dari udara dan menjaga tanah lembab. Sebarkan
kalsium klorida di permukaan dengan takaran ½ pound per yard
persegi.
Untuk mengurangi pertumbuhan jamur di nampan,
penyaring dan tikar saat musim sepi, cuci dan keringkan
menyeluruh, lalu simpan di tempat dengan ventilasi yang baik.
Untuk memperbaiki efisiensi pengeringan, beberapa
macam struktur harus digunakan untuk menangkap radiasi
matahari. Berbagai tipe pengering matahari telah
dikembangkan dan diilustrasikan di bawah.
Tabel 25. Tipe pengering, Deskripsi dan tampak Skematik
Tipe
pengring
Deskripsi
Kabinet
langsung
Chamber pengering diberi kaca
dan tidak ada penggunaan solar
collector terpisah.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
Tampak
skematik untuk
contoh khusus
255
Kabinet
tidak
langsung
Solar collector digunakan yang
terpisah dari chamber tanpa
permukaan transparan.
Model
campuran
atau cabinet
hybrid
Chamber pengeringan diberi
glas sebagian atau seluruhnya
dan digunakan solar collector
terpisah.
Terowongan Biasanya
struktur
rangka
melengkung dengan satu atau
dua lapisan plastik film
berlapis
glas.
Biasanya
pengering langsung tapi dapat
tidak langsung bila film plastic
hitam digunakan untuk lapisan
bagian dalam dari lapisan
plastik ber glas.
Terowongan Pengering langsung sama
rendah
dengan di atas namun dibuat
dekat dengan tanah dan
biasanya mampu menangani
satu lapis produk.
Tenda
Pengering langsung dengan
kerangka
lurus
daripada
lengkung.
Tong


Berbagai pengering, biasanya
tidak
langsung
dengan
konveksi
aliran
udara
bertekanan
yang
dapat
mengeringkan lapisan tebal
(biasanya 300 mm atau lebih)
produk.
Menunjukkan permukaan ber glas.
Sumber: Fuller, R.J. 1993. Solar Drying of Horticultural
Produce: Present Practice and Future Prospects. Postharvest
News and Information 4(5): 131N-136N.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
256
Beberapa lagi model kompleks dari pengering matahari
mempunyai gelas atau jendela plastik bening yang menutup
produk, menyediakan perlindungan dari serangga sementara
menangkap lebih banyak panas dari matahari.
Pengering sinar matahari langsung:
Gambar 80. Pengering sinar Matahari Langsung
Pengering tidak langsung dikontruksi sehingga matahari
memancarkan sinarnya ke solar collector (kotak rendah,
dalamnya dicat hitam, ditutup dengan jendela dari kaca)
memanaskan udara kemudian akan bergerak ke atas melalui
tumpukkan nampan sebanyak empat sampai enam yang berisi
produk.
Gambar 81. Pengering tidak langsung pada produk
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
257
Pengering dengan Udara Bertekanan
Kacang-kacangan dapat dikeringkan secara curah
menggunakan pengering yang mengkombinasikan aliran tetap
udara dengan sumber panas dari luar. Ruang plenum di bawah
produk ditutup dengan lantai dari lembaran logam yang
dilubangi atau kisi-kisi papan kayu. Kipas terletak antara
perapian dan ruang plenum menggerakkan udara panas ke
produk yang dikeringkan.
Gambar 82. Pengering dengan Udara Bertekanan
Pengering dengan Pembakaran Minyak
Pengering tipe batch di bawah dibuat dari kayu,
mempunyai kipas tipe aksial dan bakaran minyak tanah atau
minyak disel. Bermacam pengering tersedia dari pabrik yang
ada di seluruh dunia.
Dua tipe pengering biasa digunakan untuk
mengeringkan kacang-kacangan jumlah kecil. Kereta dengan
dasar berlubang dapat diangkut ke ladang dan tersambungkan
dengan sebuah perapian portable untuk pengeringan tipe batch.
pengering “Pot Hole” yang stasioner dirancang untuk
menggerakkan udara panas sepanjang plenum di bawah
platform tetap dan wadah-wadah atau bins besar dari kacang
ditempatkan di atas platform untuk dikeringkan bersamaan
dengan udara panas naik melalui lantai berperforasi atau
berlubang.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
258
Pengering Wagon:
Gambar 83. Pengering Wagon
Gambar 84. Pengering “Pot Hole”
Pengering Tenaga Listrik
Pengering tenaga listrik sederhana dapat dikonstruksi
menggunakan kayu tripleks, lembaran logam, kipas kecil, lima
bola lampu dengan pitingan porselin dan beberapa bahan
penyaring. Pengering dibawah mempunyai panjang 32 inch
lebar 21 inch dan tinggi 30 inch, dan memuat rak untuk lima
nampan. Kipas dan lembaran logam yang melapisi bagian
bawah kompartemen membantu menyalurkan panas ke atas
melalui kotak.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
259
Gambar 85. Pengering Listrik
Pengering Oven
Buah dan sayuran dapat dikeringkan dalam oven rumah
jika oven dapat dijalankan dalam suhu rendah. Tempatkan
produk yang telah disiapkan di atas nampan kue atau penyaring
logam, pasang suhu oven 140 °F dan biarkan pintu sedikit
terbuka (2 sampai 4 inch). Waktu pengeringan dapat dikurangi
jika ventilasi ditingkatkan dengan menggunakan kipas kecil
yang ditempatkan di luar oven.
Pengeringan Bunga-bungaan
Bunga potong dapat dikeringkan dengan digantung
terbalik atau ditopang tegak dengan kawat ayam. Bunga
tertentu akan terlihat lebih alamiah jika dibiarkan di vas saat
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
260
kering. Anthurium kering paling baik jika dibiarkan mengering
dengan lambat. Potong tangkai dengan sudut tajam, dan
tempatkan bunga kedalam vas berisi air 2 inch. Dalam semua
hal, bunga harus dibiarkan kering angin pada tempat gelap.
Bunga yang mengering dengan baik jika dibiarkan berdiri:
strawflower, delphinium, larkspur, okrapods. Bunga yang
paling baik dikeringkan tergantung terbalik: chrysanthemum,
amaranthus, African daisy, statice, marigold.
Gambar 86. African daisy disangga diatas penyaring kawat
ayam
Bunga potong dapat dikeringkan dengan cepat dan lebih
mudah di dalam pasir atau silica gel. Pasir yang digunakan
untuk mengeringkan bunga harus bersih, halus dan semakin
kecil semakin lebih baik. Mulai dengan satu inchi pasir di
dalam wadah, tempatkan bunga yang akan dikeringkan diatas
pasir dan dengan hati-hati tutup seluruh bunga dengan pasir
lagi. Wadah sebaiknya tidak ditutup dan bunga akan mengering
sekitar tiga minggu. Bunga yang kering dengan baik dalam
pasir adalah shasta daisy, lily-of-the-valley, cosmos, dahlia
sweet william carnation, stock, freesia dan narcissus.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
261
Gambar 87. Pengering bunga dalam Pasir
Silica Gel secara relatip adalah mahal tapi dapat
digunakan kembali jika dipanaskan sampai gel kering setelah
setiap pemakaian. Untuk pemakaiannya, tutup bunga seperti
halnya menutupnya dengan pasir, lalu secara rapat tutup wadah.
Periksa setalah dua atau tiga hari pengeringan. silica Gel sangat
berguna untuk mengeringkan tanaman mudah rusak dan bunga
dengan warna-warna yang lembut. Bunga yang baik
dikeringkan dalam silica gel adalah allium, anemone,
conrflower, mawar, tulip dan zinnia.
Pengalengan
Ada dua tipe pengalengan yang biasa digunakan untuk
mengolah hasil horticultural. Pertama adalah pengalengan
dengan water bath, dimana pot besar dengan tutup longgar dan
satu rak untuk memegang botol leher lebar atau jar pada bagian
bawahnya. Pot harus cukup dalam untuk menutup jars dengan
jarak satu sampai dua inchi dan tetap memiliki ruang lain untuk
memungkinkan pendidihan. Diameter pot harus tidak lebih dari
empat inchi lebih lebar dari diameter pembakar atau burner
pada kompor untuk memastikan pemanasan yang merata.
Makanan mengandung asam seperti buah-buahan, tomat, acar
dan relish, dan makanan dengan kadar gula tinggi seperti sele
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
262
atau jam, sirup dan sele kulit jeruk atau marmalade dapat
dengan aman diolah menggunakan air mendidih.
Gambar 88. Pengalengan dengan Water Bath
Kaleng besar bertekanan direkomendasikan untuk
mengolah makanan dengan asam rendah seperti sayuran.
Kaleng bertekanan khususnya terbuat dari pot tebal dengan
tutup yang dapat dikunci, ada rak dalam dan ventilasi uap pada
tutupnya. Ventilasi dapat diatur menggunakan berat atau
sekrup, tergantung dari tipe panci. Pengukur tekanan (dial
gauge) menunjukkan tekanan udara di dalam kaleng. Alat
pengukur memberi bacaan tekanan aktual, sementara pengukur
berat (weight gauge) akan bergoyang dengan pelan ketika
kaleng dalam tekanan yang diinginkan. Tekanan sepuluh pound
dalam 115 °C (240 °F) direkomendasikan untuk pengalengan
sayuran.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
263
Gambar 89. Kaleng Bertekanan
Ada tiga tipe wadah glas digunakan untuk hasil olahan
produk hortikultura. Wadah tipe penutup bola dan wadah
dengan tutup seng yang keduanya membutuhkan penyekat karet
untuk penutupan yang erat. Ini kadang-kadang susah untuk
didapatkan, tapi jika tersedia secara local, dapat menjadi wadah
yang sangat baik. Sekarang ini wadah glas dengan dua penutup
adalah wadah yang paling biasa digunakan. Tidak masalah
wadah yang mana digunakan, saat mengisi wadah, penting
untuk membiarkan sedikit tempat kosong untuk memberi
pengembangan terhadap makanan saat pengolahan. Jika kendi
diisi terlalu penuh, wadah akan meledak. Jika terlalu banyak
tempat disisakan, makanan akan rusak, karena ekstra udara sisa
tidak dapat dikeluar saat pengolahan.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
264
Gambar 90.
Wadah glas, dari kiri ke kanan: Wadah glas
penutup tipe bola, penutup seng dan penutup dua
bagian.
Pembuatan Jus
Buah
Untuk mengolah tomat atau buah ke dalam bentuk jus,
buah dididihkan dalam air atau jusnya sendiri dalam wadah
satainless steel, gelas atau berlapis enamel,. Saat sudah lembut,
produk dipotong ke dalam bentuk kecil-kecil dan diperas
dengan penggiling makanan, disaring dengan beberapa lapis
kain kasa. Gula atau jus lemon dapat ditambahkan, untuk rasa.
Jus kemudian harus dibekukan dalam wadah atau dikalengkan
untuk penyimpanan. Jus dapat dibekukan dalam kaleng-kaleng
atau wadah pembekuan (tinggalkan ruang atas ½ inch).
Sebagian besar jus buah dapat dikalengkan dalam mangkok air
mendidih selama 20 menit, tapi jus apel dan anggur dapat
diolah dalam air panas (82 °C atau 180 °F) selama 30 menit.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
265
Sayuran
Sayuran harus dipotong atau diparut, kemudian
dididihkan dengan perlahan selama 45 sampai 50 menit sampai
seperti bubur. Jus selanjutnya dapat diperas atau disaring dari
pulp sayuran tersebut, selanjutnya dibekukan atau dikalengkan.
Pengalengan jus sayuran memerlukan pengolahan dengan
memasukkan ke dalam kaleng bertekanan sepuluh pon. Wadah
ukuran Pint harus diolah selama 55 menit, dan wadah ukuran
quart selama 85 menit.
Cara Pengolahan Lain
Pembekuan
Kebanyakan sayuran harus di blansir (blanching)
sebelum dibekukan untuk menghindari kehilangan rasa dan
warna selama penyimpanan. Suhu pembekuan paling baik
diatur antara -21 sampai -18 °C (0 samapai 5 °F). Pembungkus
untuk pembekuan harus tahan lembab dan tahan uap dan
mengandung sedikit udara untuk mencegah oksidasi selama
penyimpanan. Kantong plastik tebal, kertas aluminum tebal,
wadah gelas untuk pembekuan dan karton pembekuan berlapis
lilin semua wadah yang baik.
Jeli dan sele
Membuat sele, jeli dan awetan lain dengan kadar gula
tinggi memerlukan antara buah, asam, pectin dan gula yang
seimbang untuk hasil terbaik. Buah yang belum masak
mengandung pectin lebih banyak daripada buah masak, dan jus
apel sumber baik pectin alami. Jika buah dengan asam rendah,
jus lemon dapat ditambahkan pada campuran buah dan gula.
Gula tebu atau gula bit lebih baik untuk membuat sele daripada
madu atau sirup jagung. Untuk proses awetan buah, buah
dimasak pada panas medium sampai campuran kental pada
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
266
sendok. Hindari pemasakan berlebihan karena ini akan
menurunkan kapasitas jeli dalam campuran. Tuangkan ke
dalam wadah dan tutup dengan sekat lilin paraffin. Proses
berikutnya harus dipanaskan dalam air mendidih selama lima
menit.
Fermentasi
Saat bakteri asam laktat dalam makanan mengubah
karbohidrat menjadi asam laktat, makanan diawetkan dengan
menghasilkan pH rendah. Sauerkraut (kol) dan wine (anggur)
adalah dua contoh dari ribuan fermentasi makanan dibuat
diseluruh dunia.
Pengasaman
Pengasinan adalah pengolahan yang sederhana yang
dapat digunakan dengan segala jenis buah dan sayuran. Larutan
garam (9 bagian sari asam buah apel atau cuka putih, 1 bagian
garam non-iodin, 9 bagian air, ditambah pencita rasa dan
bumbu) dituangkan di atas produk kedalam wadah gelas
(biarkan ruang atas ½ inch). Acar asinan yang terbentuk ditutup
dan biarkan sesuai suhu lingkungan selama tiga minggu atau
lebih, sementara bungkusan acar segar yang telah jadi
dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit.
DAFTAR BACAAN
Fuller, R.J. 1993. Solar Drying of Horticultural Produce:
Present Practice and Future Prospects. Postharvest News
and Information 4(5): 131N-136N.
Kartasapoetra, A.G. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen.
Bina Aksara, Jakarta.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
267
Kays, S.J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant
Products. Van Nostrand Reinhold, NY.
Pantastico, ER. B. 1989. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
268
BAB XII.
TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN PADA
BUAH
Penentuan waktu panen buah tomat oleh petani tomat di daerah
Cisarua Bogor menggunakan cara visual.
Pemanenan
dilakukan secara manual dengan memanen buah pada saat hijau
matang sebelum pecah warna. Pemanenan pertama dilakukan
80 hari setelah tanam, pemanenan berikutnya dilakukan tiap
empat hari hingga buah tomat habis (sekitar 3 – 5 kali panen).
Kerusakan prapanen secara visual yang ditemui di
lapangan adalah kerusakan akibat serangan hama ulat buah,
penyakit busuk lunak bakteri, penyakit busuk ujung buah,
penyakit akibat serangan cendawan, penyakit fisiologi pecah
buah dan pematangan yang tidak merata.
Kerusakan pasca panen yang ditemui di lapangan adalah
kerusakan fisik dan mekanik dan kerusakan akibat
berkembangnya penyakit pasca panen yang diakibatkan oleh
factor-faktor kemasakan, suhu, kelembaban dan pengemasan.
Kerusakan mekanik akibat penanganan yang kurang hati-hati
adalah penyebab kehilangan hasil panen yang paling dominan.
Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan
keduabelas:
Rencana
Perkuliahan
(100 menit)
Langkah 1
30 menit
Langkah 2
50 menit
Aktivitas
Aktivitas 1: Pendahuluan
Aktivitas 2: Materi
Pengajar menjelaskan Penentuan waktu panen
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
269
Langkah 3
20 menit
buah tomat oleh petani tomat di daerah
Cisarua Bogor menggunakan cara visual.
Pemanenan dilakukan secara manual dengan
memanen buah pada saat hijau matang
sebelum pecah warna. Pemanenan pertama
dilakukan 80 hari setelah tanam, pemanenan
berikutnya dilakukan tiap empat hari hingga
buah tomat habis (sekitar 3 – 5 kali panen).
(merupakan studi kasus).
Aktivitas 3: Penutup
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
270
SUPLEMEN BAB 12.
TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN PADA
TOMAT
Pemanenan diartikan sebagai pengambilan sebagian
atau seluruh bagian dari hasil usaha pertanian dan disiapkan
untuk dipasarkan, dimanfaatkan atau diolah lebih lanjut. Pada
pemanenan buah tomat, terjadi proses pemisahan buah dengan
tanaman induknya. Dengan demikian, berarti terputus pula
mekanisme penyerapan zat hara, namun sebenarnya buah tomat
yang dipetik masih melangsungkan kehidupannya berupa
pernapasan atau respirasi. Pemanenan adalah kegiatan akhir
dari prapanen dan merupakan langkah awal dari kegiatan pasca
panen.
Pemanenan merupakan tahap yang paling menentukan
mutu buah tomat. Menentukan waktu dan cara panen yang tepat
merupakan hal yang kritis. Pemanenan harus dilakukan dengan
baik dan benar mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan,
agar dapat diperoleh buah tomat yang memuaskan baik kualitas
maupun kuantitas. Pemanenan dan penanganan yang baik akan
menyebabkan tidak banyak hasil yang terbuang dan rusak
sehingga diperoleh hasil yang maksimal.
Tahap pemanenan harus dilakukan dengan baik dan benar
agar diperoleh buah tomat :
1.
Tetap dalam keadaan baik dari segi mutu dan tetap segar
2.
Memenuhi standar perdagangan, menarik para konsumen
individu atau industri
3.
Selalu dalam keadaan siap dengan mutu yang terjamin
untuk dijadikan bahan baku bagi konsumen/industri yang
membutuhkannya
4.
Dapat
dicegah
dari
kerusakan
dan
dapat
disimpan/diawetkan lebih lanjut dengan baik untuk
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
271
sewaktu-waktu digunakan atau dilempar ke pasaran
dengan kualitas yang tetap terjamin. Pengawetan buah
tomat dalam hal ini dilakukan dengan proses
pendinginan, pelilinan, dan pengemasan dengan atmosfir
terkendali.
Proses respirasi yang masih terus berlangsung
menyebabkan buah tomat harus ditangani dan dikelola dengan
baik. Disamping itu, buah tomat secara fisik memiliki struktur
kulit yang tipis, sehingga sangat rentang terhadap kerusakan
fisik, mekanis, biologis termasuk mikrobiologis.
Selanjutnya, penanganan atau pengelolaan pasca
panen buah tomat perlu diperhatikan sebab :
a. Terjadinya peristiwa-peristiwa fisiologis.
Buah tomat
umumnya dipanen sebelum masak optimal (75 – 80 %
masak), sehingga buah tomat masih terus mengalami
peristiwa-peristiwa fisiologis yang antara lain dapat
menimbulkan kerusakan-kerusakan fisiologis, misalnya
terjadinya pengeriputan akibat penguapan kandungan air.
b. Berkembangnya penyakit yang dapat menimbulkan
kerusakan atau perubahan sifat buah tomat
Selama pertumbuhan tanaman tomat hingga
menghasilkan, terdapat beberapa jenis mikroba tertentu
yang selalu mempengaruhi hasil yang diperoleh.
Kenyataannya, mikroba-mikroba tersebut dapat terus
berkembang selama pasca panen, sehingga dapat
menimbulkan penyakit yang menyebabkan kerusakan atau
perubahan sifat buah tomat.
c. Berkembangnya hama gudang
Hama gudang dapat menyerang setiap saat. Tikus,
kutu, kecoa dan beberapa hama gudang lainnya termasuk
pencemarannya
(telur, kepompong dan kotoranBuku Ajar Teknologi Pasca Panen
272
kotorannya) dapat menurunkan kualitas buah tomat yang
dihasilkan.
d. Kehilangan dan berbagai kerusakan fisik berkaitan dengan
kegiatan penanganan dan pengangkutan
Pemanenan buah tomat hingga dipasarkan seringkali
ditangani dengan kurang hati-hati, sehingga kerusakankerusakan mekanis seperti memar dan pecah dapat saja
terjadi, demikian pula selama transportasinya. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan pada buah tomat sejak pemanenan
hingga siap dipasarkan, maka perlu dilakukan analisis
terhadap faktor-faktor penyebab kerusakan tersebut.
Analisis faktor-faktor kerusakan selama pemanenan perlu
dilakukan.
Hasil yang diperoleh selanjutnnya dapat
digunakan sebagai rekomendasi untuk teknik pelaksanaan
pemanenan selanjutnya, sehingga dapat diperoleh buah
tomat yang bermutu tinggi.
Buah tomat (Lycopersicon lycopersicum, L), berasal dari
daratan Amerika Latin di sekitar Peru, Equador. Merupakan
sayuran buah yang tumbuh subur di daerah tropis, termasuk
Indonesia. Buah tomat dikonsumsi baik dalam keadaan segar
maupun berupa saos tomat. Merupakan sumber vitamin A
(1.500 SI) dan C (40 mg).
Tabel 26. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Buah Tomat per 100
gram Bahan
Komponen
Jumlah
Air
94,1 g
Protein
1,0 g
Lemak
0,3 g
Karbohidrat
4,2 g
Abu
0,6 g
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
273
Kalsium (Ca)
11,0 mg
Phospor (P)
27,0 mg
Ferrum (Fe)
0,6 mg
Vitamin A (karoten)
1500 IU
Vitamin B (tiamin)
60 Ugr
Vitamin C (asam
40 mg
askorbat)
20 kal
Mineral
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes R.I (1981).
Buah tomat berbentuk bulat, bulat apel, atau bulat pipih
dengan warna kuning kemerahan hingga merah jingga, rasanya
asam-asam manis. Beberapa varietas yang tumbuh subur di
Indonesia, antara lain :
a. Tomat ceri; bentuk kecil-kecil, berwarna merah, rasanya
agak manis. Tomat ceri diperkirakan adalah nenek
moyang buah tomat
b. Tomat biasa; bentuk bulat pipih, mempunyai alur-alur
yang jelas dekat tangkai dengan tekstur agak lunak
c. Tomat apel; bentuk bulat, kokoh, agak keras seperti buah
apel atau pir
d. Tomat kentang; bentuk bulat, berukuran agak besar dan
agak padat
e. Tomat keriting; bentuk agak lonjong, keras, memiliki kulit
yang tebal sehingga tahan dalam pengangkutan jarak jauh
Penggolongan buah tomat secara internasional terdiri
atas :
a. Varietas intan; bentuknya bulat apel, berwarna putih
kehijauan pada waktu muda dan merah jingga pada saat
masak, ukurannya rata-rata 45 g/buah
b. Varietas ratna; bentuknya bulat apel, berwarna putih
kehijauan pada waktu muda dan jingga sampai merah pada
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
274
c.
d.
e.
f.
g.
h.
saat masak, permukaannya halus sampai sedikit
bergelombang, ukurannya rata-rata 40 g/buah
Varietas berlian; bentunya bulat oval, berwarna hijau
muda merata pada waktu muda dan jingga sampai merah
pada saat masak, ukurannya rata-rata 43 g/buah
Varietas mutiara; bentunya bulat oval, permukaan licin,
berwarna putih kehijauan pada waktu muda dan merah
pada saat masak, berukuran besar sekitar 75 g/buah
Varietas moneymaker; bentuk bulat, berwarna putih polos
pada waktu muda dan jingga merah pada saat masak,
ukuran sedang rata-rata 50 g/buah
Varietas precious F1 hybrid (TW-375); bentuk lonjong
agak persegi, berwarna putih kehijauan dengan punggung
berwarna hijau pada waktu muda dan merah pada saat tua,
buah sangat kompak dan kurang mengandung air,
sehingga tahan penyimpanan dan pengangkutan, ukuran
90 g/buah
Varietas
farmers
209
F1
hybrid
(TW-369);
karakteristiknya hampir sama dengan TW-375, bentuk
lebih lonjong, berat lebih ringan rata-rata 75 – 80
g/buah
Varietas sugar pearl F1 hibrid (TW-373); bentuk mirip
buah ceri, rasa cukup manis, ukuran lebih kecil sekitar 20
g/buah.
12.1. Pemanenan
Penentuan Waktu Panen
Mutu yang baik dapat diperoleh jika pemanenan dilakukan
pada tingkat kematangan buah yang tepat. Pemanenan
umumnya dilakukan sekitar 60 – 100 hari sejak penanaman.
Panen buah tomat yang belum matang akan menghasilkan
mutu jelek dan proses pematangan yang salah. Sebaliknya
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
275
penundaan waktu panen yang terlalu lama akan
meningkatkan kepekaan buah tomat terhadap pembusukan.
Akibatnya mutu dan nilai jualnya rendah.
Untuk menjaga kualitas buah yang akan dikirim ke tempat
pemasaran yang letaknya jauh, pemanenan harus dilakukan
pada keadaan sudah tua tetapi belum masak. Hal ini
merupakan salah satu kendala yang sering dialami oleh para
petani. Walaupun sudah ada pedoman waktu panen rata-rata
yang biasa dipakai, namun penetapan yang tepat sekali
sukar dilakukan. Batas antara stadium muda dan tua sukar
ditentukan, tidak ada perubahan yang jelas dalam ketegaran
dan warna, disamping itu waktu panen antar varietas
berbeda.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
menetapkan waktu panen antara lain :
a. Secara visual : dengan melihat warna kulit dan ukuran
buah, masih adanya sisa tangkai putik, mengeringnya tepi
daun tua, dan mengeringnya tubuh tanaman.
b. Secara fisik : dilihat dari muda tidaknya buah terlepas dari
tangkai dan berat jenisnya.
c. Secara analisis kimia : kandungan zat padat, asam,
perbandingan zat padat dengan zat asam, serta kandungan
zat pati
d. Secara perhitungan: jumlah pati setelah bunga mekar dan
hubungannya dengan tanggal berbunga
e. Secara fisiologis : dengan melihat pola respirasi
Cara penentuan umur cukup panen tidak mutlak harus
diterapkan karena masing-masing cara panen itu mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Petani tomat biasanya menggunaan
cara visual untuk melihat kematangan. Akan tetapi untuk
perkebunan berskala besar cara ini kurang efektif karena
banyak memakan waktu dan hasilnya kurang dapat diandalkan.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
276
Sebagai contoh perubahan warna tidak dapat ditentukan secara
cermat, tanaman yang dipelihara dengan kadar N tinggi
biasanya mempunyai buah dengan warna hijau yang bertahan
lama.
Ukuran buah juga bukan alat ukur yang terpercaya
sebab buah tomat cukup bervariasi besarnya, misalnya tomat
ceri mempunyai ukuran yang lebih kecil dibanding dengan
tomat lainnya. Penentuan panen dengan cara ini mungkin
masih dapat dilakukan pada tingkat belum masak atau tingkat
kemasakan akhir. Akan tetapi buah yang akan disimpan,
dipanen pada fase yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda.
Penentuan kematangan secara fisik juga mengandung
beberapa kelemahan. Penentuan kemasakan buah atas dasar
mudahnya buah tomat terlepas dari tangkainya juga merupakan
metode yang subyektif. Pemberian pupuk N dalam dosis tinggi
memungkinkan buah tomat terlepas lebih awal, bahkan
mungkin lepas sebelum masak.
Cara penentuan waktu panen secara fisik lainnya
diantaranya dengan melihat zat terlarut dalam buah. Seperti
sudah diketahui pada proses pemasakan terjadi peningkatan zat
terlarut dalam buah, sehingga berat jenisnya juga meningkat.
Karena itulah, penentuan kematangan buah tomat secara tepat
masih diragukan.
Cara menentukan kematangan secara kimiawi,
perhitungan, dan fisiologi masih jarang dilakukan oleh para
petani tomat karena sarana dan prasarana yang terbatas. Akan
tetapi, untuk menyongsong era pertanian modern dan
menunjang industri pengolahan buah, pengetahuan tentang
metode-metode itu penting untuk dipelajari. Hal itu disebabkan
konsumen produk pertanian (termasuk di dalamnya buah tomat)
semakin kritis terhadap kualitas.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
277
Penentuan kematangan secara analisis kimiawi juga
mempunyai banyak kelemahan, karena komposisi kimiawi
buah dipengaruhi beberapa faktor lingkungan dan cara
bercocok tanam.
Metode yang paling tepat sebenarnya adalah dengan
cara fisiologi. Caranya ialah dengan mengukur respirasi pada
tanggal pemanenan yang berbeda-beda, kemudian dibuat kurva
respirasi, sehingga dapat ditentukan waktu panen yang terbaik.
Namun cara ini sangat sulit dilakukan, biayanya mahal, dan
memerlukan ahli yang khusus untuk menangani hal ini.
Meskipun masing-masing cara memiliki kelemahankelemahan, tetapi dengan mengkombinasikan berbagai cara
dapat ditentukan waktu panen yang lebih tepat. Namun hal ini
tentunya memerlukan biaya yang cukup mahal. Sehingga
sekarang petani kebanyakan masih menggunakan cara visual
yang dianggap lebih mudah dan tidak memerlukan biaya yang
besar.
Pemanenan tomat tergantung pada tujuan pemasaran
dan waktu pengangkutan.

Untuk tujuan pemasaran yang jauh dan memerlukan waktu
yang agak lama, biasanya buah tomat dipanen pada fase
hijau masak. Pada fase hijau masak warna kuning
gading pada ujung buah tomat sudah mulai tampak.
Jika buahnya diiris melintang, daging buah di sekitar biji
tampak seperti agar dan biji-bijinya menyamping pada
pengirisan.

Untuk tujuan pemasaran yang tidak terlalu jauh dan tidak
memerlukan waktu pengangkutan yang terlalu lama,
sebaiknya buah tomat dipanen pada fase pecah warna.
Pecah warna merupakan perubahan warna hijau
menjadi kekuningan. Fase ini ditandai dengan ujung
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
278
buah sudah mulai berwarna merah jambu atau kemerahmerahan.

Untuk tujuan pemasaran lokal atau untuk konsumsi
langsung dan pengalengan, sebaiknya buah tomat dipanen
pada fase matang. Buah tomat dikatakan sudah matang
jika sebagian besar permukaan buah sudah berwarna
merah jambu atau merah. Pada tingkat pecah warna dan
matang, buah masih tetap segar, sehingga untuk
pengangkutan jarak dekat masih bisa dilakukan
Buah tomat yang dipetik pada fase hijau matang akan
menjadi matang dengan sempurna setelah 12 hari pada suhu
ruang. Hal ini dapat membantu petani dalam menentukan
waktu panen yang ideal.
Bagi para petani dan pengusaha tomat, penentuan waktu
panen secara tepat merupakan suatu keharusan yang tidak bisa
dihindarkan lagi. Namun, bagi para hobiis, tanaman tomatnya
sudah bisa dipanen setelah mencapai umur 60 - 100 hari
setelah tanam. Walaupun tidak setepat cara di atas, tetapi
waktu panen ini sudah cukup baik untuk digunakan.
a
b
c
Gambar 91. Berbagai Fase Kematangan Buah Tomat : Fase
Hijau
Matang (a), Pecah Warna (b), dan Matang (c)
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
279
2. Cara Pemanenan
Pemanenan buah tomat dapat dilakukan dengan
menggunakan mesin panen atau secara manual
menggunakan tangan. Pemanenan dengan mesin memiliki
keuntungan antara lain cepat dan hanya memerlukan tenaga
kerja yang sedikit, tetapi biayanya lebih mahal, disamping
itu buah yang masih muda akan ikut dalam proses
pemanenan.
Pemanenan secara manual biayanya lebih murah dan hasil
panen dapat seragam (buah yang masih muda tidak ikut
dipanen), meskipun membutuhkan waktu yang lama serta
tenaga kerja yang banyak. Keuntungan pemanenan secara
manual lainnya adalah memungkinkan untuk melakukan
sortasi awal, sehingga memudahkan sortasi selanjutnya.
Pemanenan dilakukan dengan memetik buah tomat satu
persatu dengan memutarnya setengah lingkaran secara hatihati.
Pemanenan buah tomat dengan mesin secara curah
dilakukan dengan cara pemanen tomat mengambil batang
maupun buah tomat ke dalam mesin, yang di dalam mesin
ini keduanya dipisahkan. Buah berjalan melalui alat-alat
penyortir yang dapat mengeluarkan buah tomat yang diafkir
(tidak lolos sortir).
Buah tomat yang baik selanjutnya dibawa ke peti-peti
palet yang dingkut di atas kereta gandengan yang
mempunyai alas beroda. Suatu alat garpu pengangkat
memindahkan peti-peti yang sudah berisi buah tomat
ke truk-truk pengangkut, dan memuati peti-peti yang
masih kosong di atas kereta gandengan
di tempat
pemuatan yang terletak di pinggir kebun. Tiga kereta
gandengan
dengan masing-masing 6 peti dapat
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
280
melayani suatu mesin pemanen dengan keluaran 18 ton tiap
jam.
Kereta
Mesin
peman
Gambar 92. Pemanenan
ganden Buah Tomat Menggunakan Mesin
Panen
gan
en
Salah satu prinsip yang harus diingat dalam pemanenan
tomat, bahwa mutu buah tidak dapat diperbaiki, tetapi dapat
dipertahankan. Untuk mendapatkan mutu produksi tomat yang
baik, pemanenan dan penanganannya perlu dilakukan dengan
hati-hati. Pemanenan yang kurang baik dan penanganan yang
kasar di kebun dapat mempengaruhi mutu pemasaran secara
langsung. Perlakuan itu akan menyebabkan memar dan lukaluka yang nantinya akan
tampak sebagai bercak-bercak
berwarna perang dan hitam. Luka tersebut dapat menjadi pintu
masuk bagi mikroorganisme yang dapat menurunkan kualitas
buah.
Kecerobohan sering timbul pada saat pemetikan tomat,
misalnya buah jatuh karena tergesa-gesa saat memanen atau
mengejar target pemetikan yang lebih banyak. Oleh karena
setiap kerusakan akan mengakibatkan pembusukan, maka buah
menjadi tidak tahan lama dalam penyimpanan dan
pengangkutan.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
281
12.2. Penanganan Pasca Panen
Tahap penanganan buah tomat selanjutnya adalah
sortasi, grading, pembersihan/pencucian, prapendinginan,
penyimpanan sementara dan pengemasan. Sortasi bertujuan
untuk memilih buah tomat yang sehat. Grading merupakan
pemilahan dalam hal mutu.
Tabel 27. Standar Mutu Buah Tomat
Karakteristik
Syarat Mutu I
Keseragaman
Seragam
Tingkat ketuaan
Tua tapi tidak
terlalu matang dan
Keseragaman bentuk tidak lunak
Keseragaman ukuran Seragam
Kadar busuk maks Seragam
(%)
1
Kadar kotoran maks Tidak ada
(%)
5
Kerusakan maks (%)
Sumber : Setyowati dan Budiarti (1992).
Syarat Mutu II
Seragam
Tua tapi terlalu
matang dan lunak
Seragam
Seragam
1
Tidak ada
5
Pembersihan bertujuan untuk membersihkan tomat dari
kotoran-kotoran yang menempel pada buah. Kotoran tersebut
dapat berupa percikan tanah, debu, dan zat-zat kimia berupa
obat-obatan serta pupuk semprot. Selain memberi kesan kotor,
percikan tanah juga dapat membawa penyakit yang sering
mempercepat pembusukan buah, apalagi jika ada luka atau
memar pada buah. Sedangkan zat-zat kimia yang menempel
pada buah mengganggu penampakan dan bisa menyebabkan
keracunan pada konsumen.
Di negara-negara maju biasanya pencucian buah tomat
dilakukan sekaligus dengan proses pengawetan. Caranya,
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
282
dengan memberi zat tertentu yang bisa memperlambat proses
kematangan buah. Buah tomat ditempatkan pada ban berjalan,
sedangkan air yang telah bercampur dengan
bahan
pengawet disemprotkan dari atas melalui beberapa buah
pipa (Gambar 93).
Prapendinginan bertujuan menghilangkan panas kebun,
memperlambat respirasi hasil dan kematangan, memperkecil
kerentanan terhadap serangan mikroorganisme, mengurangi
kehilangan air, menurunkan berat buah, dan mempertahankan
kandungan asam askorbat (vitamin C).
Penyimpanan sementara dilakukan apabila buah tomat
dikirim ke tempat yang jauh (pengiriman jarak jauh), peti-peti
yang berisi buah tomat harus disimpan dalam ruangan dingin
agar dapat bertahan untuk beberapa hari.
Temperatur
penyimpanan bagi buah tomat yang telah berwarna merah
sebaiknya 0oC dengan kelembaban 85 % - 90 %. Apabila buah
tomat tampak belum merah sempurna maka temperatur
penyimpanannya antara 11,5 – 120C.
Buah
tomat
Air pencuci
Gambar 93. Pencucian Buah Tomat
Pengemasan untuk tujuan pasar tradisional umumnya
menggunakan peti kayu berventilasi.
Kemasan yang
digunakan harus cukup kuat untuk penumpukan. Oleh karena
buah tomat termasuk sayuran lunak yang mudah rusak, maka
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
283
kemasan yang digunakan dilengkapi alas bantalan pelapis untuk
menghindarkan
kerusakan
yang
disebabkan
oleh
sentuhan/gesekan dengan permukaan yang kasar.
Cara pengemasan yang baik sebagai berikut : Pertamatama siapkan peti/krat yang akan diisi buah tomat. Bagian
dasar dan pinggir peti/krat dilapisi jerami kering atau potonganpotongan kertas secara merata (Gambar 94a). Pindahkan buah
tomat dari wadah panen sementara (keranjang atau karung)
dengan hati-hati. Bila wadah sementara berupa karung, tomat
dapat dituang dengan membalik karung, mulut
karung
menyentuh dasar peti dan ditarik perlahan-lahan ke atas
(Gambar 94b).
Bila berupa keranjang, buah tomat dipindahkan satu
persatu dengan tangan atau dengan alat bantu sekaligus
letaknya disusun rapi. Pengisian jangan terlalu penuh, sisakan
ruangan bagian atas peti/krat kira-kira 7 cm (Gambar 94c).
Masukkan jerami/potongan kertas di atas buah secara merata,
selanjutnya peti/krat ditutup atau diikat dengan kawat (Gambar
94d). Selain menggunakan peti kayu dan keranjang plastik,
pengemasan dapat juga menggunakan kardus dari bahan kertas
yang tebal dan kuat (Gambar 95).
(a)
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
(b)
284
(c)
(d)
Gambar 94. Cara Pengemasan Buah Tomat Dalam Peti Kayu
Gambar 95. Kemasan Buah Tomat dari Kardus
Untuk tujuan pemasaran di pasar swalayan, pengemasan
menggunakan plastik polyetilen disertai sistem udara
termodifikasi. Metode ini untuk mengurangi hasil respirasi
seperti etilen, karbondioksida dan uap air. Keberadaan hasil
respirasi itu bisa mengurangi umur simpan buah tomat yang
dikemas.
Buah tomat tergolong buah klimakterik, yaitu buah
yang memiliki pola respirasi dengan peningkatan CO2 secara
mendadak dan mengalami penurunan yang cepat setelah proses
pematangan terjadi. Klimakterik ditandai dengan adanya waktu
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
285
proses pematangan yang cepat dan peningkatan respirasi yang
mencolok serta perubahan warna, cita rasa dan tekstur. Adanya
sifat buah tomat seperti ini menyebabkan pengemasan buah
tomat harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh agar
mutunya tetap baik.
Penyimpanan buah tomat dengan menggunakan
kemasan yang komposisi udaranya diatur sedemikian rupa
dilakukan dengan cara mengurangi gas yang berlebihan/tidak
terpakai dalam kemasan, sebaliknya ke dalam kemasan diisikan
gas N2, O2, dan CO2. Penggantian gas menyebabkan komposisi
dalam kemasan O2 di bawah 8 %, CO2 lebih dari 2 %, dan N2
sekitar 90 %. Hal ini berbeda dengan udara bebas yang
mempunyai komposisi N2 78.03 %, O2 20.99 % dan CO2 0.09
%. Sementara itu kelembaban tetap dipertahankan sekitar 85 %.
Dengan teknik tersebut, aktivitas metabolisme akan berkurang
sehingga proses kerusakan dapat dihambat.
Kombinasi 4 % O2, 2 % CO2, dan 5 % CO mampu
mempertahankan mutu
buah tomat hingga 7 minggu,
Sedangkan kombinasi 3 % O2 dan 0 - 3 % CO2 digunakan
untuk mempertahankan mutu buah tomat sampai pada tingkat
yang dapat diterima hingga 6 minggu sebelum pemasakan.
Sedangkan CO2 yang dikeluarkan dari kemasan di atas 3 – 5 %,
dan O2 rendah (1 %) tidak dibenarkan, sebab akan
menyebabkan off-flavors, bau yang tidak normal serta warna
coklat bagian dalam.
Teknik pelilinan dapat pula diterapkan untuk
mempertahankan kesegaran buah tomat. Pelapisan dengan lilin
bermanfaat untuk mencegah penguapan (kehilangan air terlalu
banyak), mencegah respirasi terlalu cepat, serta memperindah
penampakan. Setelah dilapisi dengan lilin, buah tomat akan
tahan lebih lama meskipun disimpan pada suhu ruang.
Pengaruh pelapisan dengan lilin pada buah tomat dengan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
286
emulsi 9 % dapat mempertahankan mutu buah tomat sealam 14
hari pada suhu ruang.
Buah tomat yang banyak dibudidayakan di Cisarua
Bogor adalah jenis tomat apel yang bentuknya bulat dengan
daging buah agak keras, umumnya dikonsumsi langsung tanpa
diolah atau dibuat minuman sari tomat dan selei. Selain itu
dibudidayakan pula tomat rantai (tomat lokal) yang bentuknya
pipih tidak teratur, beralur-alur, ukurannya kecil, umumnya
digunakan untuk sayuran.
Gambar 96. Kebun Tomat Rakyat Di Cisarua Bogor
Pengamatan dilakukan selama proses pemanenan,
pengumpulan, sortasi, grading, pengemasan, dan transportasi.
Wawancara dilakukan kepada petani tomat, pekerja di kebun
dan di tempat pedagang pengumpul.
Pengamatan dilakukan pula terhadap kerusakankerusakan pra panen dan pasca panen, selanjutnya dilakukan
analisis faktor-faktor penyebab kerusakan tersebut.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
287
Tabel 28. Hasil Pengamatan Pemanenan Buah Tomat
Kegiatan
Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan
Pemanenan
 Penentuan waktu panen yang tidak
sesuai dengan lokasi/jarak pemasaran
 Buah tomat terjatuh saat pemanenan
 Benturan antara buah tomat dengan
wadah atau antar buah tomat saat
pemanenan
 Pekerja dan peralatan pemanenan yang
tidak bersih (kontaminasi)
 Kontak langsung buah tomat dengan
tanah setelah pemanenan
 Hasil panen tidak dilindungi dari sinar
matahari
Sortasi
dan  Sortasi dan grading tidak dilakukan
Grading
dengan hati-hati
 Buah
tomat yang rusak lolos
penyortiran
 Pekerja dan peralatan yang tidak
bersih
Pembersihan
 Pencucian tidak dilakukan sebelum
dikemas
 Pencucian tidak dilakukan dengan
baik/bersih
 Menggunakan lap yang tidak bersih
(kontaminasi)
Prapendinginan
 Proses prapendinginan tidak dilakukan
(akumulasi panas kebun)
Penyimpanan
 Tahap penyimpanan sementara tanpa
Sementara
pengaturan suhu dan kelembaban
Pengemasan
 Pengemasan yang melebihi kapasitas
 Pengemas yang tidak sesuai
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
288

Pengemas tidak dilengkapi dengan
alas bantalan pelapis
A. Penentuan Waktu Panen
Penentuan waktu panen buah tomat oleh petani tomat di daerah
Cisarua Bogor umumnya masih menggunakan cara visual, cara
ini dianggap lebih mudah dan tidak memerlukan biaya yang
besar. Pemanenan dilakukan pada buah tomat yang sudah
menguning atau yang sudah berwarna jingga, hal ini ditetapkan
mengingat jarak yang akan ditempuh buah tomat hingga ke
konsumen yang tidak terlalu jauh.
Selain di daerah Lembang Bandung, daerah Cisarua
Bogor merupakan sentra produksi tomat untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi buah tomat segar di daerah Jakarta dan
Jawa Barat, baik untuk tujuan pasar swalayan maupun pasar
tradisional. Berdasarkan hal tersebut maka petani tomat di
daerah Cisarua umumnya memanen buah tomat pada saat pecah
warna atau matang, sehingga diharapkan buah tomat akan
mencapai tingkat kematangan sempurna pada saat tiba di
tangan konsumen.
Penentuan waktu panen tersebut sudah sesuai dengan
yang dianjurkan, yaitu memanen buah tomat pada saat pecah
warna atau matang apabila ditujukan untuk pemasaran lokal.
Pada tingkat pecah warna dan matang, buah tomat masih tetap
segar, sehingga untuk pengangkutan jarak dekat masih bisa
dilakukan.
Umumnya buah tomat produk Cisarua akan tiba di
pasaran pada hari kedua atau ketiga sejak pemanenan dan tiba
di tangan konsumen setelah satu minggu sejak pemanenan.
Pada waktu tersebut, buah tomat sudah mencapai fase
kematangan sempurna.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
289
Menurut salah seorang petugas pengemas buah tomat
yang ada di tingkat pedagang pengumpul, buah tomat yang
mereka terima dari petani adalah buah tomat yang sudah
berwarna kuning kemerahan (jingga) dan ada pula yang sudah
berwarna merah, sehingga pada saat buah tomat akan dikemas
dengan plastik maka buah tomat sudah berwarna merah
sempurna (matang).
Gambar 97. Buah Tomat yang Siap Panen
B. Cara Pemanenan
Petani tomat di Cisarua umumnya melakukan
pemanenan secara manual, yaitu menggunakan tangan. Buah
tomat dipetik satu persatu dengan memutarnya setengah
lingkaran secara hati-hati, atau dengan cara memisahkan buah
tomat dari kelopak bunga (Gambar 30). Cara ini dianggap
merupakan cara yang paling mudah dan murah meskipun
memerlukan tenaga kerja yang agak banyak (sekitar 4 - 5
orang/ha) dan waktu yang lebih lama (hingga semua buah
tomat yang dapat dipanen pada hari itu telah habis). Kelebihan
pemanenan secara manual adalah kita dapat memilih buah
tomat yang sudah layak dipanen, sehingga proses sortasi secara
tidak langsung kita lakukan pada saat pemanenan.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
290
Gambar 98. Cara Pemanenan Buah Tomat
Pemanenan dengan mesin tidak mereka lakukan sebab
biayanya mahal, disampin itu luas kebun yang relatif sempit
serta kondisi kebun yang berteras-teras tentunya tidak
memungkinkan untuk penggunaan mesin pemetik.
Pemanenan pertama umumnya dilakukan 80 hari setelah
tanam, pemanenan berikutnya dilakukan tiap empat hari
hingga buah tomat habis (sekitar 3 – 5 kali panen). Pemanenan
dilakukan pada pagi hari sekitar jam 5 hingga seluruh buah
tomat yang dapat dipanen pada hari itu telah dipanen.
Buah tomat yang dipanen/dipetik dimasukkan ke dalam
keranjang bambu, karung, atau ember plastik untuk selanjutnya
dikumpulkan sebelum disortasi dan digrading.
Semua
peralatan yang digunakan pada saat pemanenan dicuci setelah
digunakan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi
terhadap buah tomat yang akan dipanen selanjutnya. Apabila
peralatan tidak dicuci setelah digunakan maka akan timbul bau
asam yang dapat mengundang serangga-serangga kecil, kutu
dan tikus yang dapat menyebabkan kontaminasi dan penyakit.
Pada waktu buah tomat dikumpulkan di kebun, buah
tomat dialasi dengan tikar supaya tidak langsung bersentuhan
dengan tanah. Hal ini mereka lakukan untuk menghindari
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
291
kotoran berupa tanah. Lokasi yang ditanami tomat memiliki
kondisi tanah yang agak basah akibat hujan yang terjadi
hampir setiap hari, sehingga apabila buah tomat yang
dikumpulkan tidak dialasi dengan tikar, maka buah tomat akan
kotor oleh tanah.
Cara pemanenan buah tomat yang dilakukan oleh petani
tersebut sudah sesuai dengan yang dianjurkan. Pemanenan
mereka tangani secara hati-hati sehingga kerusakan mekanis
dan kontaminasi oleh tanah yang dapat menurunkan mutu buah
tomat dapat dihindari.
(a)
(b)
Gambar 99. Cara Meletakkan Hasil Panen
Gambar 9a merupakan cara meletakkan hasil panen
yang salah sebab tidak menggunakan alas, buah tomat langsung
bersentuhan dengan tanah sehingga kontaminasi dari
mikroorganisme tanah dapat terjadi. Gambar 9b merupakan
cara meletakkan hasil panen yang benar sebab menggunakan
alas tikar sehingga buah tomat tidak langsung bersentuhan
dengan tanah.
C. Penanganan Pasca Panen
Buah tomat yang telah terkumpul selanjutnya dipikul
dengan karung ke pondok kecil yang terletak di tepi kebun
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
292
(Gambar 100), di pondok inilah dilakukan proses sortasi,
grading, serta pengemasan buah tomat.
Pondok kecil
diperlukan untuk mencegah pemanasan langsung sinar
matahari terhadap hasil panen tomat, sebab hal ini dapat
menyebabkan buah tomat kehilangan kandungan air
sehingga buah tampak tidak segar lagi, disamping itu juga
dapat menurunkan berat buah, pondok juga berfungsi untuk
menghindari air hujan yang biasanya terjadi pada sore hari
sebelum semua buah tomat yang telah dipetik selesai
dikemas dan selama menunggu pengangkutan untuk
didistribusikan.
Gambar 100. Pondok Tempat Buah Tomat Disortasi dan
Digrading
Sortasi dilakukan terlebih dahulu sebelum grading
dimana kedua proses tersebut dilakukan secara manual. Buah
tomat yang memiliki cacat fisik dan secara visual kondisinya
tidak normal dipisahkan terlebih dahulu, sisa kelopak bunga
yang masih menempel pada buah dibuang. Selanjutnya
dilakukan grading dengan mengelompokkan buah tomat
berdasarkan ukuran besar, sedang dan kecil (Gambar 101).
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
293
Gambar 101. Buah Tomat yang Telah Disortir dan Digrading
Gambar 102. Buah Tomat yang Tidak Lolos Sortir
Grading dilakukan berdasarkan ukuran dan warna buah,
sedangkan kotoran, buah yang rusak dan busuk telah
dipisahkan pada saat sortasi, sehingga persyaratan mutu seperti
pada Tabel 27 sudah dapat dipenuhi. Buah yang masih
berwarna kuning atau jingga (pecah warna) dipisahkan dengan
buah yang berwarna merah (matang), sedangkan grading
berdasarkan ukuran dilakukan dengan memisahkan buah yang
berukuran besar, sedang dan kecil.
Setelah digrading dan disortir, selanjutnya dapat
ditentukan harga, dan jenis pasar yang cocok untuk buah tomat.
Buah yang berukuran besar, tidak memiliki cacat fisik, kondisi
yang normal serta menarik secara visual ditujukan untuk pasar
swalayan, selebihnya akan dikirim ke pasar-pasar tradisional.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
294
Satu hal yang jarang dilakukan oleh para pekerja di
kebun adalah mencuci tangan setelah pemanenan dan sebelum
melakukan sortasi, grading dan pengemasan. Para pekerja
langsung melakukan sortasi, grading dan pengemasan tanpa
membersihkan tangan terlebih dahulu meskipun fasilitas untuk
mencuci tangan tersedia di lokasi tersebut. Mencuci tangan
baru dilakukan pada waktu makan siang, menurut mereka hal
ini sudah menjadi kebiasaan dan tidak menjadi masalah.
Hal tersebut perlu mendapat perhatian sebab mikroba
yang terbawa dari kebun dapat mengkontaminasi buah tomat
yang disortasi dan digrading sehingga dapat menurunkan daya
tahan buah tomat. Penyuluhan kepada para pekerja di kebun
penting dilakukan agar dapat diperoleh buah tomat yang
bermutu tinggi dan shelf-life yang panjang.
Di Cisarua, petani tomat tidak melakukan proses
pencucian terhadap buah tomat yang dipanen, alasan mereka
karena curah hujan yang tinggi di daerahnya sehingga hampir
tiap hari buah tomat di kebun terbasahi oleh air hujan yang
dengan sendirinya menyebabkan buah tomat tampak bersih,
kalaupun ada buah tomat yang terlihat kotor, mereka cukup
membersihkannya dengan lap bersih yang telah dibasahi.
Alasan lainnya karena pencucian buah tomat yang telah dipetik
biasanya cepat membusuk, kenyataan itulah yang mereka lihat
selama ini sehingga proses pencucian pasca pemanenan tidak
mereka lakukan.
Menurut beberapa petani di Cisarua, hal yang perlu
diperhatikan pada penanganan buah tomat pasca panen adalah
menjaga hasil panen agar tidak bersentuhan dengan tanah atau
sumber kotoran lainnya. Buah tomat yang telah dipanen
selanjutnya dikumpulkan pada suatu tempat yang telah dilapisi
tikar terlebih dahulu, setelah semua hasil panen terkumpul
maka buah tomat segera dimasukkan ke dalam karung untuk
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
295
diangkut ke tempat penyimpanan sementara sebelum buah
tomat dikemas dengan peti kayu.
Hal tersebut secara logika memang dapat kita terima,
hujan yang terjadi hampir tiap hari akan mencuci kotoran/debu
yang melengket pada buah tomat sejak masih dipohonnya,
sehingga buah tomat yang dipanen sudah tampak bersih.
Mencuci buah tomat akan menyebabkan kadar air yang tinggi
pada permukaan/kulit buah tomat yang tidak mungkin mereka
keringkan dengan lap satu persatu mengingat jumlahnya yang
banyak, sehingga hal tersebut dapat mengundang
mikroorganisme.
Sejalan dengan hal tersebut, Pantastico (1989)
menyatakan bahwa buah-buah tomat yang dicuci di lapangan
mungkin mempunyai pengaruh yang meningkatkan adanya
pembusukan oleh bakteri nekrosis. Pencucian dapat pula
menurunkan bobot buah tomat.
Mengeringkan buah tomat dengan membiarkannya pada
suhu ruang justru akan memperpendek self-life buah tomat,
disamping itu perubahan mutu secara visual akan tampak
dengan jelas dengan adanya kulit yang agak keriput.
Sedangkan untuk mengeringkan buah tomat dengan alat
mekanis akan menambah biaya.
Pencucian di kebun bertujuan untuk membersihkan
kotoran yang ada pada hasil panen, selain itu juga untuk
menghilangkan sisa-sisa bahan kimia yang digunakan dalam
penyemprotan. Namun karena petani tomat di Cisarua tidak
melakukan penyemprotan sehingga praktis tidak menggunakan
bahan-bahan kimia, hal tersebut juga menjadi dasar tidak
dilakukannya pencucian. Pemupukan hanya menggunakan
kotoran ayam yang telah dibiarkan terlebih dahulu selama 2
bulan sebelum digunakan, kotoran ayam tersebut dimasukkan
ke dalam lubang yang akan ditanami bibit tomat. Jadi selama
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
296
pertumbuhan tanaman tomat di kebun hingga tanaman berbuah
tidak dilakukan pemupukan lagi.
Untuk meningkatkan produksi buah tomat yang relatif
masih sedikit dibanding kebutuhan konsumsi masyarakat, serta
untuk menghindari terjadinya serangan hama dan penyakit
terhadap tanaman tomat, maka sebaiknya petani tomat di
Cisarua tersebut melakukan pemupukan dan penyemprotan
selama pertumbuhan tanamannya sesuai aturan dan dosis yang
dianjurkan.
Mengingat pupuk organik berupa kotoran ayam tersedia
cukup banyak di daerah tersebut, maka sebaiknya pemupukan
dilakukan dengan pupuk organik tersebut tetapi tidak boleh
menggunakan kotoran ayam yang masih segar. Membiarkan
kotoran ayam selama 2 bulan sebelum digunakan sebagai
pupuk sudah merupakan praktek yang baik oleh petani tomat.
Proses prapendinginan tidak dilakukan oleh petani
tomat di daerah Cisarua.
Proses prapendinginan hanya
dilakukan oleh pedagang pengumpul, sebab selain biayanya
mahal, juga karena suhu lingkungan di daerah Cisarua tidak
terlalu tinggi. Disamping itu, pemanenan buah tomat selalu
dilakukan pada pagi hari, sehingga dapat menghindarkan buah
tomat yang petik dari suhu yang tinggi tersebut.
Selain alasan tersebut, suhu udara yang agak rendah di
lingkungan sekitar kebun menyebabkan proses pendinginan
secara alami pada buah tomat selama proses sortasi, grading
dan pengemasan.
Ketiga proses ini dilakukan sesegera
mungkin mengingat pengangkutan ke tempat-tempat
pendistribusian akan dilakukan pada sore harinya.
Kondisi alam daerah perkebunan tomat memiliki curah
hujan yang tinggi, sehingga keberhasilan memperoleh hasil
buah tomat sebenarnya tergolong kecil akibat seringnya terjadi
pembusukan buah pada saat masih muda. Petani-petani di
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
297
daerah Cisarua tidak berani menanam tomat dalam skala besar
mengingat kondisi alam yang tidak cukup mendukung
keberhasilan perkebunan tomat.
Kebutuhan konsumsi buah tomat di wilayah Jakarta dan
Jawa Barat sebenarnya belum mampu dipenuhi oleh petani
tomat dari Cisarua, namun buah tomat produksi Lembang
Bandung dapat membantu pemenuhan kebutuhan konsumsi
buah tomat di kedua daerah tersebut.
Permintan buah tomat yang tinggi di pasaran
menyebabkan buah tomat yang dipetik segera harus diangkut
ke tempat pedagang pengumpul dan ke pasar induk Kemang
Bogor, sehingga boleh dikata bahwa hal tersebut tidak memberi
kesempatan kepada petani tomat untuk melakukan proses
prapendinginan. Tomat yang telah disortir dan digrading
selanjutnya dimasukkan ke dalam peti kayu berventilasi untuk
segera didistribusikan.
Sebenarnya, apapun alasannya proses prapendinginan
ini sangat dibutuhkan untuk menghilangkan panas kebun.
Semakin cepat panas kebun dihilangkan setelah pemanenan,
makin cepat pula kerusakan-kerusakan fisiologi dan kegiatan
metabolik dapat dihambat, pertumbuhan mikroba pembusuk
dihambat, serta kehilangan air dikurangi.
Proses prapendinginan hanya dilakukan oleh pedagang
pengumpul yang akan mengemas buah tomat dalam plastik
polyetilen untuk tujuan pasar swalayan. Proses tersebut
dilakukan dengan kipas angin. Selanjutnya buah tomat
dikemas dengan plastik.
Penggunaan kipas angin dirasa sudah cukup mengingat
jumlah buah tomat yang ditangani relatif sedikit. Bahkan
proses prapendinginan buah tomat di tingkat pedagang
pengumpul ini digabung dengan proses prapendinginan buah
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
298
dan sayur lainnya yang juga akan didistribusikan pada hari itu
atau keesokan harinya.
Penanganan buah tomat serta buah dan sayur lainnya di
tingkat pedagang pengumpul ini sudah cukup baik. Buah dan
sayur yang berlainan jenisnya masing-masing dipisahkan pada
keranjang plastik tersendiri, sehingga tidak terjadi campur baur
antara buah dan sayur yang jenisnya berlainan tersebut.
Bahkan buah tomat yang memiliki grade yang berlainan juga
dipisahkan pada keranjang plastik tersendiri.
Kebersihan di tempat pedagang pengumpul buah dan
sayur ini cukup baik. Kemasan-kemasan buah dan sayur dari
kebun ditempatkan terpisah dengan keranjang-keranjang plastik
yang mereka gunakan. Keranjang-keranjang plastik senantiasa
dicuci setiap saat setelah pemakaian, demikian pula ruangan
tempat menangani buah dan sayur dibersihkan dengan air
mengalir setiap sore. Program sanitasi dan higiene diperhatikan
dengan baik.
Penyimpanan sementara dilakukan oleh pedagang
pengumpul tanpa adanya pengaturan/pengontrolan suhu, jadi
buah tomat yang tiba dari kebun hanya didinginkan dengan
kipas angin, selanjutnya dibiarkan pada suhu ruang sambil
menungggu proses pengemasan, hal tersebut dilakukan jika
buah tomat yang tiba dari kebun cukup banyak sehingga tidak
sempat dikemas pada hari itu.
Kondisi yang dipraktekkan tersebut sebenarnya bukan
merupakan hal yang salah, sebab buah tomat yang tiba dari
kebun belum mencapai fase masak optimal sehingga buah
tomat masih membutuhkan proses-proses fisiologis pada
kondisi (suhu) yang normal untuk mencapai tahap masak
optimal dan berwarna merah.
Buah tomat yang akan
dipasarkan di swalayan adalah buah tomat yang sudah
berwarna jingga kemerahan atau merah sempurna. Suhu yang
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
299
dingin justru akan memperlambat proses pemasakanan yang
optimal tersebut.
Pengaturan suhu pada penyimpanan sementara
ditujukan untuk buah tomat yang akan dipasarkan jauh dari
lokasi kebun, sehingga proses fisiologis ke arah kemasakan
optimal dapat dihambat, dan diharapkan buah tomat dapat
masak optimal tepat pada saat buah tomat tiba di tempat
pemasaran yang jauh tersebut.
Proses pengemasan seperti petunjuk pada Gambar 6
juga dilakukan oleh para petani tomat di Cisarua. Buah tomat
yang telah dipanen disortir dan digrade, selanjutnya dikemas
dalam kotak peti yang telah dilapisi dengan guntingan koran,
peti kayu ditutup dan diikat dengan tali rapia. Penggunaan tali
rapia sebagai pengikat mengingat tempat pamasaran yang tidak
terlu jauh, sehingga mengikat peti kayu hanya dengan tali rapia
dianggap telah cukup kuat (Gambar 103).
Meskipun buah tomat telah dikemas dengan peti kayu,
tetapi peti kayu tersebut masih harus dialasi dengan tikar untuk
menghindari kontak langsung antara peti kayu dengan
permukaan tanah, hal ini untuk menghindari kontaminasi dari
tanah. Demikian pula pada saat buah tomat tersebut berada di
pasar, kontak langsung antar kemasan dengan permukan tanah
harus selalu dihindari.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
300
Gambar 103. Pengemasan Buah Tomat Pada Peti Kayu
Gambar 104.
Buah Tomat yang Telah Dikemas Siap
Didistribusikan
Pengemasan untuk tujuan pasar swalayan dilakukan
oleh pedagang pengumpul dengan menggunakan plastik
polyetilen. Namun tidak semua buah tomat yang akan
dipasarkan di swalayan dikemas dengan plastik, ada juga yang
tetap menggunakan peti kayu atau keranjang plastik tanpa
dikemas terlebih dahulu dengan plastik polyetilen, setelah tiba
di pasar swalayan barulah buat tomat tersebut disusun kembali
dalam keranjang plastik atau di rak displey swalayan.
Pengemasan untuk pasar swalayan biasanya diperlukan
kemasan untuk konsumen akhir (consumer packaging) sebelum
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
301
dimasukan ke dalam kemasan keranjang plastik, sedangkan
pengemasan untuk restoran atau hotel biasanya langsung
menggunakan keranjang plastik karena langsung dikonsumsi.
Pasar swalayan memerlukan kemasan konsumen untuk
menarik para konsumen. Jadi, kemasan tersebut dibuat
semenarik mungkin.
Kemasan ini bermacam-macam
tergantung kreativitas produsennya. Yang paling sederhana
biasanya menggunakan kantong plastik biasa yang diberi
lubang untuk pertukaran udara. Bisa juga digunakan plastik
polyetilen biasa dengan ketebalan 0,04 mm atau 0,06 mm.
Sedangkan yang lebih bagus biasanya digunakan plastik
polyetilen yang mudah mengerut (polyethylene shrink film).
Tomat yang dikemas dalam kantong plastik perlu diberi
lubang untuk sirkulasi udara. Buah tomat disusun diatas
baki, tiap baki biasanya berisi 4 atau 6 buah tergantung
ukuran buahnya. Baki yang telah berisi buah tomat ditutup
dengan plastik polyetilen (Gambar 105). Tangan kiri
memegang baki dan tangan kanan menarik plastik
polyetilen dari gulungan, ujung plastik ditempelkan pada
bagian bawah baki, plastik ditarik ke atas menutupi seluruh
baki. Kelebihan plastiknya dipotong sehingga seluruh baki
dan buah tertutupi plastik.
Sistem pengemasan modifikasi atmosfir pada buah
tomat yang dikemas dengan plastik serta teknik pelilinan pada
buah tomat yang tidak dikemas dengan plastik tidak diterapkan
dalam pengemasan oleh pedagang pengumpul ini, sebab adanya
keterbatasan alat dan biaya. Selain itu, kedua proses tersebut
dirasa masih belum penting mengingat proses pendistribusian
buah tomat berjalan dengan lancar.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
302
Gambar 105. Buah Tomat yang Dikemas Dalam Plastik
Polyetilen
Pengangkutan ke pasar lokal dan ke tempat pedagang
pengumpul cukup baik dilakukan dengan kendaraan bermotor
(truk, pick up). Buah tomat ditutup dengan kain terpal agar
tidak kepanasan atau kehujanan. Khusus untuk pengiriman ke
pasar antar daerah dengan kendaraan bermotor atau kereta api,
peti-peti
agar
disusun
sedemikian
rupa
sehingga
memungkinkan berlangsungnya aerasi dengan baik. Sedangkan
untuk tujuan ekspor, penempatannya dalam ruangan kapal
sebaiknya dilengkapi dengan alat pendingin.
Buah tomat
Bambar 106. Pengangkutan buah tomat
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
303
Satu hal yang sering ditakutkan oleh petani adalah
kerusakan yang terjadi pada saat pengangkutan, sehingga hal
ini sering menjadi hambatan utama bagi para pedagang untuk
melakukan perdagangan antar pulau. Padahal sering terjadi
harga tomat di daerah produsen sangat rendah, sedangkan di
daerah lain yang jauh dari sentra produksi kekurangan tomat
sehingga harganya bisa lebih tinggi.
Permasalahan ini muncul karena sifat buah tomat yang
mudah rusak dan mudah busuk. Kerusakan yang ditimbulkan
karena benturan dan goncangan sewaktu pengangkutan dapat
mencapai 32 – 47 % dengan menggunakan truk. Pengiriman
jarak jauh dengan pesawat akan lebih baik dan dapat
mengurangi kerusakan. Namun, kendalanya adalah faktor
biaya yang pasti sangat mahal.
Mengingat besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh
kurang baiknya penanganan sistem pengangkutan, maka bagian
ini harus mendapat perhatian yang serius, mulai dari
pengangkutan dari kebun ke tempat pengumpulan, atau dari
tempat pengecer, distributor dan para eksportir ke tempat
pemasaran.
Kerusakan saat pengangkutan banyak disebabkan oleh
penanganan yang kasar, cara kerja yang lambat, pemuatan dan
pembongkaran yang ceroboh, maka sistem ini harus mendapat
perhatian yang serius. Perhatian itu baik untuk pengangkutan
dari kebun ke tempat pengumpulan atau tempat pengecer,
distributor, dan para eksportir ke tempat pemasaran. Kerusakan
saat pengangkutan banyak disebabkan oleh penanganan yang
kasar, adanya kelambatan, pemuatan dan pembongkaran yang
ceroboh, penggunaan wadah yang tidak sesuai, dan kondisi
pengangkutan yang kurang memadai.
Beberapa patokan penting yang perlu diperhatikan
dalam proses pengangkutan ialah penanganan sewaktu
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
304
pemuatan dan pembongkaran dilakukan dengan hati-hati serta
perlu pertimbangan biaya dalam memilih alat pengangkutan.
Sistem pengangkutan di negara maju telah dilengkapi
dengan ruangan yang mempunyai pengatur suhu. Selama
perjalanan, buah tomat mendapat suhu yang sesuai untuk
penyimpanannya, sehingga faktor-faktor yang dapat
menurunkan ketahahanan buah tomat dapat dikontrol dan
sampai ke tangan konsumen dalam keadaan segar.
D. Faktor-Faktor Kerusakan Buah Tomat
Suatu bahan pangan dikatakan rusak bila telah
menunjukkan adanya penyimpangan yang melewati batas yang
dapat diterima secara normal oleh panca indra atau parameter
lain yang biasa digunakan.
Proses pematangan buah merupakan suatu rangkaian
reaksi kimia yang panjang, yang bukan tidak mungkin terjadi
perubahan akibat pengaruh lingkungan yang mengakibatkan
pembusukan yang merupakan suatu kerusakan.
1. Kerusakan Pra Panen
Kerusakan buah tomat sebelum panen dapat disebabkan
oleh serangan hama dan penyakit. Tanaman dikatakan terserang
penyakit bila pertumbuhannya menyimpang dari keadaan
normal, kegiatan fisiologis sehari-harinya terganggu akibat
adanya perubahan dari sebagian atau seluruh bagian tanaman.
Sedangkan penyakit fisiologi adalah gangguan tanaman yang
disebabkan oleh faktor selain hama, bakteri, cendawan, atau
virus, misalnya tanaman kekurangan sejumlah unsur tertentu.
Beberapa hama yang biasanya menyerang tanaman
tomat adalah nematoda penyebab bisul akar, nematoda
penyebab siste akar, ulat tanah, siput, bekicot dan ulat buah.
Sedangkan penyakit disebabkan oleh bakteri (layu bakteri,
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
305
busuk lunak bakteri, cendawan (cekik, busuk daun, bercak
kering, layu cendawan), virus (penyakit ujung keriting, tomato
mozaik virus, potato virus X, potato virus Y), serta beberapa
penyakit fisiologi (busuk ujung buah, dan pecah buah).
Adapun hama dan penyakit yang ditemukan di kebun
tomat Cisarua adalah :
1. Hama ulat buah (Heliothis armigera Hubner). Gejala
serangan hama ini secara visual tampak berupa lubanglubang pada buah yang sudah agak tua dan biasanya
membusuk karena infeksi sekunder. Serangan dimulai
ketika buah masih muda, namun baru jelas terlihat ketika
buah makin besar.
Heliothis armigera memiliki warna yang beragam, dari
hijau kekuningan, hijau kecoklatan, coklat tua, hingga
coklat muda, badannya tertutup dengan kutil dan bulu,
biasanya bertelur pada tanaman yang sedang berbunga,
larvanya memakan buah yang baru berkembang.
Lubang
pada
buah
Gambar 107. Buah Tomat yang terserang Hama Ulat Buah
2. Penyakit busuk lunak bakteri. Disebabkan oleh bakteri
Erwinia carotovora atau Bacillus carotovorus. Gejala
serangan penyakit ini tampak berupa pelunakan disertai
keluarnya cairan berbau busuk.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
306
Gambar 108. Buat Tomat yang Terserang Penyakit Busuk
Lunak Bakteri
3. Busuk ujung buah (blossom end rot), meruapakan penyakit
fisiologis yang menyebabkan pembusukan pada ujung
buah tomat namun buah tampak kering dan bagian-bagian
buah lainnya tampak sehat, akibatnya mutu buah sangat
menurun. Gejala serangan penyakit ini umumnya timbul
pada musim kemarau yang tampak berupa buah terbakar,
hal ini akibat sengatan sinar matahari yang tidak mampu
ditahan oleh buah tomat. Penyakit ini dapat disebabkan
oleh kelembaban tanah yang berfluktuasi tinggi, perubahan
kelembaban udara dan transpirasi yang mendadak, atau
kelebihan unsur nitrogen dan kekurangan unsur kalsium.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
307
Gmbar 109. Buah Tomat yang Terserang Penyakit Busuk
Ujung Buah
4. Penyakit akibat cendawan
Gambar 110. Buah Tomat yang Terserang Cendawan
5. Penyakit fisiologi Pecah Buah. Gejalanya berupa buah
seperti pecah. Luka ini akan berwarna hitam jika telah
sembuh dan guratan retaknya mengeras, penyakit pecah
buah ini umumnya disertai dengan busuk sekunder.
Penyakit ini disebabkan oleh faktor pengairan yang tidak
baik, curah hujan yang tinggi disertai suhu yang tinggi, dan
juga adanya faktor genetis.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
308
Pecah Buah
Gambar 111. Buah Tomat yang Terserang Penyakit Pecah
Buah
6. “Punggung hijau”, merupakan penyakit fisiologi yang
menyebabkan pematangan tidak merata atau penguningan.
Penyakit fisiologi ini sering pula disebut “noda berlilin”
atau “awan”. Diduga hal ini disebabkan oleh kekurangan
kalium atau kelebihan nitrogen.
Gambar 112. Buah Tomat yang Terserang Penyakit Fisiologi
“Punggung Hijau”
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
309
2. Kerusakan Pasca Panen
Kerusakan-kerusakan buah tomat pasca panen berupa
kerusakan fisik, mekanik dan biologik, kerusakan ini dapat
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1. Penanganan dan transportasi yang kurang hati-hati.
Penanganan dalam hal ini meliputi pemanenan, sortasi,
grading, pencucian, prapendinginan, dan pengemasan
2. Terjadinya tindihan antar buah tomat dalam satu kemasan
3. Kemasan yang over volume
4. Kerusakan fisiologi berupa pengeriputan akibat penguapan
kandungan air
5. Berkembangnya penyakit akibat mikroba kontaminan yang
terus berkembang selama pasca panen, menyebabkan
kerusakan dan perubahan sifat buah tomat
6. Berkembangnya hama gudang yang dapat menyerang
setiap saat. Tikus, kutu, kecoa dan beberapa hama gudang
lainnya termasuk pencemarannya (telur, kepompong dan
kotoran-kotorannya) dapat menurunkan kualitas buah
tomat yang disimpan sebelum dipasarkan
Pecah
Memar
Gambar 113. Buah Tomat yang Mengalami Kerusakan
Mekanis
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
310
Kerusakan fisik dan mekanis merupakan pintu masuk
mikroba yang akan merusak dan membusukkan buah tomat.
Proses kerusakan dan pembusukan merupakan serangkaian
reaksi kimia yang panjang, dan pada akhirnya menimbulkan
perubahan bau, flavor dan cita rasa yang tidak dapat diterima.
Beberapa gangguan fisiologi juga diakibatkan oleh
penanganan kasar, yang pada akhirnya juga mengakibatkan
kerusakan mikrobiologi yang merupakan faktor utama
terjadinya kehilangan buah tomat.
Buah tomat yang membusuk menghasilkan C2H4 yang
dapat mengakibatkan pematangan dini pada buah tomat yang
terdapat dalam ruang penyimpanan yang sama. Sisa-sisa
cemaran yang berasal dari buah yang busuk akan mencemari
sejumlah buah tomat lainnya yang masih baik yang terdapat
dalam wadah yang sama.
Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan
penyakit pasca panen adalah :
1. Kemasakan.
Buah yang masak lebih rentang terhadap infeksi oleh
pathogen pasca panen, hal ini disebabkan ketersediaan
nutrisi dan enzim yang lebih banyak
2. Suhu.
Suhu dapat mempengaruhi perkembangan pembusukan
dengan berbagai cara. Suhu rendah cenderung mengurangi
parahnya penyakit pasca panen dengan cara menghambat
pertumbuhan mikroba parasit/patogen
3. Kelembaban.
RH yang melebihi 90 % cenderung mendorong
perkembangan penyakit-penyakit pasca panen, sebab RH
yang tinggi tersebut mempertahankan luka-luka pada
permukaan dalam kondisi basah yang memudahkan
terjadinya infeksi mikroba
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
311
4. Pengemasan.
Kemasan yang terbuat dari film-film plastik yang
mempunyai permeabilitas yang rendah terhadap uap air,
dapat menjadi penyebab terjadinya kerusakan, sehingga
dibutuhkan ventilasi pada kemasan tersebut.
3. Mikroba-Mikroba yang Berperan dalam Pembusukan
Buah Tomat
Beberapa jenis mikroba berperan dalam pembusukan
dan penyakit terhadap buah tomat, beberapa diantaranya
terbawa sejak di kebun. Penyakit yang sering timbul selama
penyimpanan adalah antraknosis atau busuk matang, penyakit
ini disebabkan oleh jamur Colletotrichum phomoides. Busuk
dimulai sebagai luka kecil pada kulit yang akhirnya menjadi
busuk berair.
Jamur-jamur lain yang menyebabkan pembusukan
adalah Helminthosporium spp., Phoma descructiva, Culvularia
lycopersici, Drechslera australiense, Alternaria tenuis,
Fusarium spp., Geotrichum candisum, Pleospora herbarum,
Oospora lactis parasitica, dan Botrytis cinerea.
Jamur-jamur tersebut sudah terdapat pada buah yang
masih hijau jauh sebelum pembusukannya tampak dan hanya
tumbuh selama pematangan buah,
pengangkutan, atau
pemasaran. Bila selama pengangkutan buah tomat yang busuk
terletak di dekat dengan buah yang sehat, maka jamurnya akan
menjalar ke buah yang sehat dan mengakibatkan pembusukan
berantai. Infeksi maksimal biasanya terjadi pada suhu tinggi
sekitar 86 – 95oF dengan RH sekitar 90 %.
Infeksi buah tomat oleh jamur mengubah zat-zat yang
terkandung pada buah tomat. Jaringan-jaringan yang terinfeksi
oleh Drechslera australiense mengandung valin, tirosin,
treonin, dan glutamin yang tidak terdapat pada buah tomat
sehat. Juga mengandung asam fumarat lebih banyak, dan asam
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
312
malonat dan sitrat lebih sedikit dari pada buah tomat sehat.
Asam suksinat hanya dihasilkan oleh buah tomat yang sakit.
Munculnya asam dengan tiba-tiba diperkirakan disebabkan oleh
interaksi patogen dengan inang.
Namun timbulnya pembusukan buah tomat dapat
dicegah dengan pengendalian yang dimulai dari kebun.
Penyemprotan dengan Ziram, Maneb, Captan, Dyrene, dan
Phaltan dengan kepekatan 3 lb/100 galon air, atau Dithane Z-78
0,2 %. Selain itu pemanenan, pengemasan ke dalam peti dan
pengemasan untuk konsumen harus dilakukan dengan hati-hati
untuk menghindarkan luka-luka pada buah. Peralatan yang
digunakan selama pemanenan, sortasi dan grading harus selalu
dibersihkan, bahkan dianjurkan untuk melakukan sterilisasi
pada peralatan tersebut.
Pencelupan buah tomat pada beberapa zat kimia sangat
efektif menghambat pembusukan tersebut. Zat-zat kimia
tersebut antara lain 1 % kalsium klorida atau kloroks, 6 ons
boraks dalam 1 galon air, natrium polisulfida (1 galon untuk
tiap 150 galon air), serta formaldehid. Aureofungin pada 100
dan 200 ppm efektif terhadap Alternaria. Umumnya zat-zat
kimia ini tidak akan meninggalkan residu setelah dicuci dengan
air.
Buah tomat yang terluka memerlukan konsentrasi yang
lebih tinggi. Emulsi-emulsi yang digunakan membuat buah
tetap tegar dan sehat hingga 8 hari. Penyimpanan dengan
atmosfir terkendali dapat mengurangi terjadinya pembusukan.
DAFTAR BACAAN
Kartasapoetra, A.G. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen.
Bina Aksara, Jakarta.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
313
Pantastico, ER. B. 1989. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Ryall, A.L. and Lipton, W.J. 1979. Handling, Transportation
and Storage of fruits and Vegetables. AVI Publishing
Company, Inc, Westport, Connecticut.
Setyowati dan Budiarti. 1992. Pasca Panen Sayur. Penebar
Swadaya, Jakarta
Yani, T dan Ade Iwan, S. 2005. Tomat Pembudidayaan Secara
Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
314
BAB XIII.
TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN PADA
SAYURAN
Produk segar pertanian yang dipanen mengalami
berbagai bentuk stress, seperti stress hilangnya suplai nutrisi
dan mineral dari kondisi pertumbuhan alaminya, stress karena
berbagai perlakuan fisik selama penanganan pascapanen dan
pendistribusiannya, dan stress karena lingkungan sekitarnya
sangat jauh berbeda dengan kondisi pada lingkungan
pertumbuhan dan perkembangan alaminya.
Stress-stress
tersebut mengakibatkan kemunduran dari bagian tanaman yang
dipanen dan secepatnya mengalami pelayuan dan kematian.
Dilain pihak ada kebutuhan manusia yang mengharuskan
bagian tanaman tersebut dipanen dan keinginan untuk
mempertahankan bagian tanaman tersebut setelah panen untuk
hidup segar dalam jangka waktu yang lama. Sehingga terjadi
konflik antara kebutuhan manusia dengan perlakuan yang
menyakitkan bagi bagian tanaman tersebut. Untuk menjaga
produk tersebut tidak segera mengalami kematian maka
dilakukanlah kompromi-kompromi melalui metode-metode
penanganan pascapanen tertentu. Untuk mendapatkan bentuk
kompromi yang optimal maka beberapa pertimbangan penting
harus diperhatikan, yaitu pertimbangan fisiologis, fisik,
patologis dan ekonomis. Bentuk-bentuk kompromi diwujudkan
berupa perlakuan-perlakuan pascapanen seperti pre-sorting,
pencucian/pembersihan, pelilinan, pengendalian penyakit dan
insekta, grading, pemasakan terkendali, degreening dan curing.
.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
315
Berikut
ketigabelas:
Rencana
Perkuliahan
(100 menit)
Langkah 1
30 menit
Langkah 2
50 menit
Langkah 3
20 menit
rencana
perkuliahan
untuk
pertemuan
Aktivitas
Aktivitas 1: Pendahuluan
Aktivitas 2: Materi
Penjelasan tentang teknologi
pasca panen pada sayuran
Aktivitas 3: Penutup
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
penanganan
316
SUPLEMEN BAB 13.
TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN PADA
BAWANG DAUN
Sebutan holtikura meliputi tanaman sayur-sayuran,
buah-buahan, dan bunga-bungaan. Khusus untuk buah dan
sayur sangat dibutuhkan oleh manusia untuk pemenuhan gizi
yang seimbang. Pada umumnya buah dan sayur banyak
mengandung vitamin dan mineral-mineral tertentu khususnya
vitamin A (karotene), serat (dietary fiber), gula dan pemenuhan
vitamin C (asam Askorbat) yang tidak dapat diproduksi oleh
tubuh.
Dewasa ini holtikultura banyak diberi perhatian
pemerintah untuk digalakkan dan dikembangkan secara luas.
Hal ini mengingat tingginya impor produk buah-buahan.
Produk buah-buahan dan sayuran tropis di negara ini
sebenarnya memiliki pangsa pasar yang cukup besar di dalam
negeri dan peluang ekspor yang baik yang memungkinkan
sebagai devisa negara non migas.
Produk holtikultura merupakan produk yang mudah
rusak (perisable), sehingga butuh penanganan khusus pada
tahapan pasca panen. Penanganan pasca panen buah dan
sayuran seperti Indonesia belum mendapat perhatian yang
cukup. Hal ini terlihat dari kerusakan-kerusakan pasca panen
sebesar 25 % -28 %. Oleh sebab itu agar produk holtikultura
terutama buah-buahan dan sayuran dapat sampai ke tangan
konsumen dalam kondisi baik perlu penanganan pasca panen
yang benar dan sesuai. Bila pasca panen dilakukan dengan baik,
kerusakan-kerusakan yang timbul dapat diperkecil bahkan
dihindari, sehingga kerugian di tingkat konsumen dapat
ditekan.
Berbagai cara penanganan pasca panen buah dan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
317
sayuran adalah pendinginan awal (recooling), sortasi,
pencucian/pembersihan, degreening (penghilangan warna hijau)
dan colour adding (perbaikan warna), pelapisan lilin, fumigasi,
pengemasan/pengepakan dan penyimpanan.
Perlakuan-perlakuan tersebut tidak harus dilakukan
semauanya terhadap suatu jenis bahan seperti misalnya tidak
perlu dilakukan penghilangan warna hijau atau pemeraman.
Penanganan Pasca Panen Holtikultura Di Pasar
Tradisional
Di pasar tradisional pada umumnya penanganan pasca
panen holtikultura masih dilakukan sangat sederhana.
Berdasrkan hasil survey dan wawancara dengan berbagai petani
sayur dan buah di daerah Kopeng, di Kabupaten Semarang, di
pasar Ngablak, pasar Bandungan dan di pasar Salatiga, di
tingkat petani, setelah buah dan sayur hanya dikemas dengan
menggunakan keranjang bambu maupun dengan karung plastik.
Di sini tidak dilakukan penanganan pasca panen apa-apa seperti
pencucian, sortasi, pendinginan awal dan sebagainya.
Pengemasan dengan menggunakan keranjang bambu maupun
dengan mengunakan plastik hanya untuk memudahkan
pengangkutan. Setelah sampai pada pedagang, penanganan
pasca panen seperti sortasi dan grading kadang-kadang
dilakukan.sortasi dilakukan untuk memisahkan buahdan sayur
yang mengalami kerusakan dengan yang masih baik, sedangkan
grading dilakukan terutama pada buah-buahnan supaya
diperoleh harga yang lebih bervariasi. Selain itu buah dan buahbuahan supaya diperoleh harga yang diletakkan di tempat
terbuka. Dengan demikian umur simpan dari hasil pertanian
tersebut menjadi pendek, tingkat kerusakan tinggi, sehingga
sampai ke tangan konsumen kualitasnya menjadi rendah.
Tidak dilakukannya penanganan pasca panen di tingkat
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
318
petani karena disebabkan harga buah dan sayuran di tingkat
petani rendah sehingga penanganan pasca panen dirasa mahal,
keterbatasan pengetahuan mengenai penanganan pasca panen
dan hasil panen tersebut langsung di jual. Sedangkan di tingkat
pedagang biaya penanganan pasca panen yang lain dirasa
mahal sehingga tidak sesuai dengan laba yang diperoleh karena
daya beli konsumen yang rendah.
Keuntungan dan kerugian : Harga tidak terlalu mahal
sesuai dengan daya beli masyarakat yang membutuhkan.
Kualitas relatif lebih rendah dibanding buah dan sayuran yang
ditangani secara modern (kualitas cepat menurun/umur simpan
lebih pendek).
Penanganan Pasca Panen Holtikultura Di Pasar Modern
(Super Market)
Buah dan sayuran yang dijual di pasar modern (Super
Market) pada umumnya berasal dari petani yang sudah
mengkhususkan diri melayani permintaan super market
tersebut. Umumnya petani ini biasanya sudah maju dalam arti
memiliki modal besar, pengetahuan yang baik, penggunaan
sarana produksi yang unggul sehingga produk yang dihasilkan
lebih baik dibanding produk yang dihasilkan petani tradisional.
Hasil survey dan wawancara di berbagai super market yang ada
di kota Semarang, hasil panen tersebut setelah sampai di super
market, kemudian dilakukan berbagai penanganan pasca panen
sebelum dijual kepada konsumen misalnya grading,
pencucian/menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat
pada buah/sayur, pemotongan bagian-bagian sayur yang tidak
diperlukan, sortasi dari produk yang mengalami kerusakan
kemudian dilakukan pengemasan.
Untuk pengemasan dapat dilakukan dengan berbagai
cara, untuk yang pertama buah dan sayuran dikemas dalam
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
319
plastik yang memiliki daya lekat yang kuat, lentur dan tidak
mudah sobek sehingga menjadikan buah dan sayuran tetap
segar, tahan lama, tidak kering dan melindungi serta menjaga
tetap bersih. Misalnya pada bunga kol, kobis, brokoli, luttuce
dan lain sebagainya. Cara yang kedua buah dan sayuran
dimasukkan ke dalam plastik polyetilen yang diberi lobanglobang yang memungkinkan terjadinya sirkulasi udara. Cara
yang ketiga adalah tidak dilakukannya pengemasan, tetapi buah
dan sayuran diletakkan pada lemari pendingin yang terbuka
yang kadang-kadang disemprot dengan butir-butir air yang
halus untuk mengurangi penguapan, seperti sayur-sayuran
daun, apel, jeruk, anggur dan lain sebagainya. Sedangkan cara
yang keempat adalah penempatan buah-buahan di udara
terbuka di bawah kondisi AC seperti salak, pepaya, sawo,
mangga atau buah tropis pada umumnya.
Keuntungan dan kerugian : Dengan adanya penanganan
pasca panen holtikultura pada pasar modern menjadikan harga
pasar modern menjadikan harga komoditi tersebut menjadi
lebih tinggi tetapi kualitas barang lebih baik. Untuk melakukan
penanganann pasca panen dibutuhklan tambahan pengetahuan
mengenai pasca panen buah dan sayuran tersebut. Di samping
itu juga dibutuhkan tambahan tenaga, biaya dan peraltan.
Penanganan pasca panen yang dilakukan pada pasar modern
menjadikan umur simpan buah dan sayuaran lebih panjang.
Perlakuan Pascapanen Sayuran
Perlakuan-perlakuan pascapanen adalah bertujuan
memberikan penampilan yang baik dan kemudahan-kemudahan
untuk konsumen, memberikan perlindungan produk dari
kerusakan dan memperpanjang masa simpan.
Sukses
penanganan pascapanen memerlukan koordinasi dan integrasi
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
320
yang hati-hati dari seluruh tahapan dari operasi pemanenan
sampai ke tingkat konsumen untuk mempertahankan mutu
produk awal. Beberapa tahapan perlakuan umum pascapanen
akan dijelaskan di bawah ini.
Pre-sorting
Pre-sorting biasanya dilakukan untuk mengeliminasi
produk yang luka, busuk atau cacat lainnya sebelum
pendinginan atau penanganan berikutnya. Pre-sorting akan
menghemat tenaga karena produk-produk cacat tidak ikut
tertangani. Memisahkan produk busuk akan menghindarkan
penyebaran infeksi ke produk-produk lainnya, khususnya bila
pestisida pascapanen tidak dipergunakan.
Pencucian/pembersihan
Kebanyakan buah dan sayuran membutuhkan
pembersihan untuk menghilangkan kotoran seperti debu,
insekta atau residu penyemprotan yang dilakukan sebelum
panen.
Pembersihan dapat dilakukan dengan sikat atau
melalukan pada semprotan udara.
Namun lebih umum
digunakan dengan penyemprotan air atau mencelupkan ke
dalam air. Bila kotoran agak sulit dihilangkan maka dapat
ditambahkan deterjen. Sementara pencucian dilakukan sudah
dengan efektif menghilangkan kotoran, maka disinfektan dapat
ditambahkan untuk mengendalikan bakteri dan beberapa jamur
pembusuk.
Klorin adalah bahan kimia yang umum
ditambahkan untuk pengendalian mikroorganisme tersebut.
Namun klorin efektif bila larutan dijaga pada pH netral.
Perlakuan klorin dengan konsentrasi 100-150 ppm dapat
membantu mengendalikan patogen selama operasi lebih lanjut.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
321
Pelilinan
Pelilinan sayuran dalam bentuk buah seperti mentimun, terung,
tomat dan buah-buahan seperti apel dan peaches adalah umum
dilakukan. Lilin alami yang banyak digunakan adalah shellac
dan carnauba atau beeswax (lilin lebah) yang semuanya
digolongkan sebagai food grade. Pelapisan lilin dilakukan
adalah untuk mengganti lilin alami buah yang hilang karena
operasi pencucian dan pembersihan, dan dapat membantu
mengurangi kehilangan air selama penanganan dan pemasaran
serta membantu memberikan proteksi dari serangan
mikroorganisme pembusuk.
Bila produk dililin, maka
pelapisan harus dibiarkan kering sebelum penanganan
berikutnya.
Pengendalian Penyakit
Sering dibutuhkan pengendalian terhadap pertumbuhan
dan perkembangan jamur dbakteri penyebab penyakit.
Pengendalian penyakit yang baik membutuhkan:
 Indentifikasi yang benar terhadap mikroorganisme
penyebab penyakit.
 Pemilihan cara pengendalian yang tepat yang sangat
dipengaruhi oleh apakah penyebab penyakit tersebut
melakukan infeksi sebelum atau sesudah panen.
 Praktik penanganan yang baik untuk meminimumkan
pelukaan atau kerusakan lainnya dan menjaga
lingkungan untuk tidak memacu perkembangan
penyakit tersebut.
 Memanen produk pada stadia kematangan yang tepat.
Fungisida adalah alat yang penting untuk pengendalian
penyakit pascapanen, namun bukan hanya pendekatan cara ini
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
322
yang tersedia. Manajemen suhu adalah cara sangat penting
untuk mengendalikan penyakit. Adalah kenyataan bahwa
seluruh teknik pengendalian lainnya dapat digambarkan sebagai
suplemen dari cara pengelolaan suhu tersebut. Penghilangan
panas lapang secara cepat dan menjaganya tetap pada suhu
rendah, menghambat perkembangan kebanyakan penyakit
pascapanen.
Pengendalian Insekta
Perlakuan pengendalian insekta yang tidak merusak
produk, tidak berbahaya bagi operator dan kunsumen adalah
perlu sehingga tidak terjadi restriksi perpindahan dari produk
ke pasar terutama pasar internasional. Cara pengendalian
insekta dapat dilakukan dengan pendinginan atau pemanasan.
Penyimpanan pada suhu 0.5C atau dibawahnya selama 14 hari
adalah memenuhi persyaratan karantina pasar dunia untuk
pengendalian lalat buah “Queensland”. Produk yang dapat
diperlakukan dengan cara ini adalah apel, apricot, buah kiwi,
nectarine, peaches, pears, plum, delima dsb. Produk yang
sensitive terhadap kerusakan dingin tidak dapat diperlakukan
dengan cara ini.
Perlakuan panas sudah lama dilakukan namun
pendekatan ini jarang dilakukan untuk pengendalian insekta.
Karena waktu expose yang lama, pentingnya pengendalian
suhu tinggi dan kemungkinan kerusakan pada produk, maka
potensinya untuk pengendalian insekta adalah minimal.
Perlakuan dengan iradiasi sinar Gamma dapat sebagai
alternatif yang baik untuk pengendalian insekta seperti lalat
buah dan ulat biji mangga. Namun masih dibutuhkan approval
dari negara-negara pengimport dan konsumen bisa menerima
produk teriradiasi.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
323
Grading
Buah-buahan, sayur-sayuran dan bunga-bungaan adalah
kelompok produk yang non-homogenous. Mereka bervariasi a)
antar group, b) antar individu dalam kelompok dan c) antar
daerah produksi.
Perbedaan timbul karena perbedaan kondisi lingkungan, praktik
budidaya dan perbedaan varietas. Sebagai akibatnya, setiap
operasi grading harus menangani variasi dalam total volume
produk, ukuran individu produk, kondisi produk (kematangan
dan tingkat kerusakan mekanis) dan keringkihan dari produk.
Beberapa factor lainnya juga berpengaruh terhadap mutu
sebelum produk degrading, meliputi:
 Stadia kematangan saat pemanenan
 Metode untuk mentransfer produk dari lapangan ke
tempat grading
 Metode panen dan
 Waktu yang dibutuhkan antara panen dan grading.
 Grading memberikan manfaat untuk keseluruhan
industri, dari petani, pedagang besar dan pengecer
karena ukurannya seragam untuk dijual
 Kematangan seragam
 Didapatkan buah yang tidak lecet atau tidak rusak
 Tercapai keuntungan lebih baik karena keseragaman
produk, dan
 Menghemat biaya dalam transport dan pemasarannya
karena bahan-bahan rusak di sisihkan.
Grading, akan tetapi, membutuhkan biaya. Alat dapat saja
yang canggih dan mahal. Pada sisi lain, system grading
sederhana akan membantu memanfaatkan tenaga kerja manual.
Beberapa parameter dapat digunakan sebagai basis grading:
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
324
Ukuran.
Parameter ini umum digunakan karena kesesuaiannya dengan
aplikasi mekanis. Ukuran dapat ditentukan oleh berat atau
dimensi.
Menyisihkan produk yang tidak diinginkan.
Ini sering dibutuhkan untuk memisahkan produk dengan
produk yang luka karena perlakuan mekanis, karena penyakit
dan insekta, karena kotoran yang dibawa dari lapang dan
sebagainya.
Warna.
Beberapa produk sangat ditentukan oleh warna dalam
penjualannya. Kematangan sering dihubungkan dengan warna
dan digunakan sebagai basis sortasi, seperti pada tomat.
Pemasakan Terkendali
Gas etilen digunakan untuk mengendalikan pemasakan
beberapa jenis buah. Teknik ini cukup cepat dan memberikan
pemasakan yang seragam sebelum dipasarkan. Buah yang
umum dikendalikan pemasakannya dengan etilen adalah
pisang, tomat, pear, dan pepaya. Buah non-klimakterik seperti
anggur, jeruk, nenas, dan strawberry tidak dapat dimasakan
dengan cara ini. Juga buah muda tidak dapat dimasakan
dengan baik dengan cara ini. Tidak ada cara untuk memasakan
buah muda sampai menjadi produk yang dapat diterima.
Degreening
Degreening sering dilakukan untuk memperbaiki nila pasar
dari produk. Seperti pada buah jeruk Navel atau Valencia.
Pada proses degreening buah diekspose pada etilen konsentrasi
rendah pada suhu dan kelembaban terkendali.
Etilen
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
325
mempercepat perusakan pimen berwarna coklat, chlorophyll,
dimana memberikan kesempatan pada warna wortel.
Curing
Proses curing adalah sebagai cara efektif dan efisien
untuk mengurangi kehilangan air, perkembangan penyakit
pada beberapa sayuran umbi. Beberapa jenis komoditi di
curing setelah panen sebelum penyimpanan dan pemasaran
adalah bawang putih, ketela rambat, bawang merah dan sayuran
umbi tropis lainnya seperti Yam dan Casava Ada dua jenis
curing. Pada kentang dan ketela pohon, curing memberikan
kemampuan permukaan yang terpotong, pecah atau memar saat
panen, untuk melakukan penyembuhan melalui perkembangan
jaringan periderm pada bagian yang luka. Pada bawang merah
dan putih, curing adalah berupa pengeringan pada bagian kulit
luar untuk membentuk barier pelindung terhadap kehilangan air
dan infeksi.
Contoh penanganan pasca panen pada sayuran bawang daun.
Bawang Daun
Panen
1. Umur panan 2,5 buan dari setelah tanam.
2. Jumlah anakan maksimal
(7-10 anakan), daun
menguning.
3. Seluruh rumpun dibongkar dengan cangkul disore hari
dan pagi hari.
4. Bersihkan akar dari tanah berlebihan.
Pasca Panen
o Bawang daun dikumpulkan ditempat yang teduh, dicuci
bersih dengan air mengalir/disemprot, lalu ditiriskan.
o Diikat dengan tali rafia di bagiab batang dan daunnya.
o Berat tiap ikatan 25-30 kg.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
326
o Daun bawang disortir berdasarkan diameter batang: kecil
(1,0-1,4 cm) dan besar (1,5-2 cm).
o Lalu dicuci dengan air bersih yang mengalir/disemprot dan
dikeringanginkan.
o Ujung daun dipotong sekitar 10 cm.
o Simpan pada temperatur 0,8-1,4 ºCsehari semalam untuk
menekan penguapan dan kehilangan bobot.
o Pengemasan didalam peti kayu 20 x 28 cm tinggi 34 cm
yang diberi ventilasi dan alasnya dilapisi busa. Atau
didalam keranjang plastik kapasitas 20 kg.
DAFTAR PUSTAKA
Kartasapoetra, A.G. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen.
Bina Aksara, Jakarta.
Kays, S.J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant
Products. Van Nostrand Reinhold, NY.
Pantastico, ER. B. 1989. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Ryall, A.L. and Lipton, W.J. 1979. Handling, Transportation
and Storage of fruits and Vegetables. AVI Publishing
Company, Inc, Westport, Connecticut.
Suhardi, 1992. Penanganan Pasca Panen Buah dan Sayuran,
PAV Pangan dan Gizi, UGM. Yogyakarta.
Winarno, F.G. & Aman, M. 1981. Fisiologi Lepas Panen.
Penerbit P.T.
Sastra Hudaya, Jakarta.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
327
Winarno, F. G. 1993. Pangan, gizi, teknologi dan konsumen.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
328
BAB XIII.
TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN UMBIUMBIAN
Penanganan pasca panen ubi kayu adalah semua
kegiatan yang dilakukan sejak ubi kayu dipanen sampai
dipasarkan ke konsumen.
Dengan demikian kegiatan
penenganan pasca panen ubi kayu meliputi semua kegiatan
berikut yaitu pemanenan, pengangkutan, pengupasan kulit,
perajangan, pengeringan dan penyimpanan.
Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan
keempatbelas:
Rencana
Perkuliahan
(100 menit)
Langkah 1
30 menit
Langkah 2
50 menit
Langkah 3
20 menit
Aktivitas
Aktivitas 1: Pendahuluan
Aktivitas 2: Materi
Penjelasan tentang teknologi
pasca panen umbi-umbian
Aktivitas 3: Penutup
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
penanganan
329
SUPLEMEN BAB 14.
TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN PADA
UBI KAYU
Penanganan pasca panen ubi kayu adalah semua kegiatan yang
dilakukan sejak ubi kayu dipanen sampai dipasarkan ke
konsumen.
Dengan demikian kegiatan penenganan pasca
panen ubi kayu meliputi semua kegiatan berikut yaitu
pemanenan, pengangkutan, pengupasan kulit, perajangan,
pengeringan dan penyimpanan. Penanganan pasca panen ubi
kayu bermaksud untuk tujuan berikut:
1. Mempertahankan mutu ubi kayu supaya tetap serupa
seperti pada waktu panen
2. Mengurangi susut tercecer pada semua proses kegitana
yang dilakukan
3. Mendapatkan harga jual ubi kayu yang tinggi
Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan kemampuan
mengelola untuk memadukan unsur-unsur masukan berupa alat
tepat guna, kredit modal, keterampilan dan teknologi. Berkaitan
dengan hal ini cara penanganan pasca panen ubi kayu
tradisional yang biasa dilakukan petani perlu diamati.
Kebiasaan yang baik diteruskan. Kebiasaan yang kurang baik
diganti dengan cara yang lebih baik. Kalau perlu digunakan
peralatan mekanis yang tepat guna.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
330
Mengurangi Susut Tercecer Dan Memperahankan Mutu
Ubi Kayu
Besarnya perkiraan susut ubi kayu karena tercecer dank
arena mutu ubi kayu menurun selama kegiatan pasca panen
yang biasa di lakukan petani ditunjukan dalam Tabel 29 dan 30.
Jumlah susut ubi kayu di tingkat petani pada jalur
penanganan sebagai bahan tapioca adalah 12.4% susut tercecer
dan 0.4% susut mutu, untuk gaplek 12.1% susut tercecer dan
6.8 % susut mutu, serta untuk pelet 15.6% susut tercecer dan
8.8% susut mutu. Besar susut berubah-ubah menurut kebiasan
kegiatan pasca panen yang dilakukan dimasing-masing daerah.
Faktor-faktor yang berkaitan dengan kebiasaan daerah adalah
sebagai berikut:
1. Tingkat kadar air waktu panen
2. Pengaruh musim, mesim kering atau musim
penghujan
3. Cara pemanenan
4. Cara perajangan
5. Cara perbelhan
6. Cara penjemuran
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
331
Tabel
29. Perkiraan susut pasca panen ubi kayu secara
tradisional di tingkat petani pada jalur penanganan
ubi kayu untuk bahan tapioka.
KEGIATAN PASCA PANEN
SUSUT
SUSUT
TERCECER
MUTU
%
%
Panen pencabutan dengan tangan
7.0
0.1
(Kadar Air 65 -75%)
Pemotongan umbi dari batang (Kadar
2.0
0.1
Air 65-75%)
Pengarungan dan pengangkutan ke
tempat pengumpulan berikutnya
0.1
0.1
(Kadar Air 65-75%)
Pengangkutan ke pabrik tapioka
3.3*
0.1
dengan truk (Kadar Air 15-17%)
Jumlah
12.4
0.4
*) Sebetulnya angka ini menunjukkan jumlah pemotongan oleh
pabrik karana bobot kotoran yang meletak pada umbi
Tabel 30. Perkiraan susut pasca panen ubi kayu secara
tradisional di tingkat petani pada jalur penanganan ubi
kayu untuk gaplek.
KEGIATAN PASCA
SUSUT
SUSUT
PANEN
TERCECER
MUTU %
%
Panen pencabutan dengan
tangan
7.0
0.1
(Kadar Air 65 -70%)
Pemotongan umbi dari
batang
2.0
0.1
(Kadar Air 65-70%)
Pengarungan
dan
pengangkutan ke tempat
0.1
0.1
pengumpulan berikutnya
(Kadar Air 65-75%)
Pengirisian dengan tangan
2.0
2.0
(Kadar Air 60-65%)
Penjemuran 5-7 hari
0.5
4.0
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
332
(Kadar Air 13-15%)
Penyimpanan 1-2 minggu
Kadar Air 15-17%
Jumlah
Tabel 31.
0.5
0.5
12.1
6.8
Perkiraan susut pasca panen ubi kayu secara
tradisional di tingkat petani pada jalur penanganan
ubi kayu untuk pelet.
KEGIATAN PASCA
PANEN
Panen pencabutan dengan
tangan
(Kadar Air 65 -70%)
Pemotongan
umbi
dari
batang
(Kadar Air 65-70%)
Pengarungan
dan
pengangkutan ke tempat
pengumpulan berikutnya
(Kadar Air 65-75%)
Pengupasa kulit, pencucian
dan pembelaan umbi dengan
tangan
(Kadar Air 60-65%)
Penjemuran 5-7 hari
(Kadar Air 15-17%)
Penyimpanan 1-2 minggu
Kadar Air 15-17%
Jumlah
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
SUSUT
TERCECER
%
SUSUT
MUTU %
7.0
0.1
2.0
0.1
0.1
0.1
2.0
2.0
0.4
6.0
0.5
0.5
15.6
8.8
333
Standar Mutu Dan Harga Ubi Kayu
Standar mutu ubi kayu seger di tingkat petani tidak
dikenal dewasa ini karena kebanyakan petani tidak menyimpan
ubi kayu dalam keadaan segar tetapi dalam bentuk gaplek.
Persyaratan mutu ubi kayu segar tergantuk pada kadar
air, kadar peti, pembengkokan (deformasi) umbi, kepoyoan dan
keretakan umbi. Makin lama ubi kayu disimpan maka kadar air
dan kadar pati akan menurun, sedangkan
tingkat
pembengkokan, kepoyoan dan keretakan umbi akan meningkat.
Standar mutu ini dipakai karena Thailand adalah Negara
pengespor hasil ubi kayu terbesar di ASEAN. Sedangkan
Negara-negara Eropa adalah Negara pengimpor hasil ubi kayu
Indonesia.
Kecuali persyaratan mutu kandungan pasir,
persyaratan mutu kadar air, kadar pati dan serat dari ubi kayu
harus diperiksa di laboratorium sehingga tidak mungkin untuk
dilakukan di tingkat petani.
Tabel 32. Standar Mutu Gaplek Dari Beberapa Negara Asing.
PERSYARATAN MUTU
1. Umum
Kadar Air, % maksimum
Kadar Pati , % maksimum
Kadar Serat, % maksimum
2. Mutu Istimewa
Kadar air , % maksimum
Kadar pati, % maksimum
Pasir, % maksimum
Serat, % maksimum
Warna
Bau
2. Mutu Pertama
Kadar air , % maksimum
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
THAILAND
1)
Kisaran
Mutu 2)
(Brasilia,
India,
Thailand)
-
10 – 14
70 – 82
2.1 – 5.0
13
72
2
4
Terang
Tidak berbau
-
14
334
Kadar pati, % maksimum
70
Pasir, % maksimum
2
Serat, % maksimum
4
Warna
Terang
Bau
Tidak Berbau
1) Grace, M.R. 1977. Cassava Processing. FAO Plant
Production dan Protection Series No.3 Rome, Italy.
2) Ingram, J.S. 1975. Standards, Specifications dan Quality
Requirement for Processed Cassava Products. TPI, London,
Great Britain.
Tabel 33. Standar Mutu Pelet Impor Yang Diterima Masyarakat
Ekonomi Eropa
PERSYARATAN MUTU
THAILAND 1)
Kadar air , % maksimum
14.0 (bulan Oktober –
Mei)
Kadar pati, % maksimum
14.3
(bulan
Pasir, % maksimum
September)
Serat, % maksimum
62 2)
Juni
–
3
5
1) Ingram J.S. 1975.
2) Dengan Metoda MEE
Pengaruh Penanganan Pasca Panen Terhadap Mutu
Gaplek Dan Pelet
Cara penanganan panen dan pasca panen yang kasar
akan memberikan dampak yang buruk terhadap mutu gaplek
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
335
dan pelet. Apabila mutu gaplek dan pelet menurun, maka harga
jual akan menurun pula dan pendapat petani menjadi lebih
rendah. Jenis faktor mutu gaplek dan pelet yang terpengaruh
oleh penanganan panen dan pasca panen ditunjukan dalam
Tabel 34.
Tabel 34. Harga Dan Tingkat Kadar Air Ubi Kayu Dewasa Ini
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Jenis
Lembaga
Ubi kayu segar
Petani
(di
lahan)
Ubi Kyu segar
Petani (pabrik
tapioka)
Gaplek
kering Petani
dengan kulit
Gaplek
kering Pedagang
dengan kulit
pengumpul
Gaplek
kering Petani
kupas kulit
Gaplek
kering Pedagang
dengan kulit
besar
(di
Pelabuhan)
Kadar
air
(%)
Kadar
Pati
(%)
65-70
70-75
Harga
Pemb
elian
Rp/kg
22-25
65-70
70-75
34
10-15
70-72
50
10-15
70-72
60
10-15
70-72
60
10-15
70-72
80
Tabel 35. Jenis Faktor Mutu Gaplek Dan Pelet Yang Terkena
Dampak Kegiatan Panen Dan Pasca Panen
Kadar Kadar Pasir Warna Bau
Jenis Kegiatan
Serat
air
Pati
Panen
x
x
x
x
Pengangkutan x
Pengupasan
x
x
x
x
x
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
336
Kulit
Perajangan
x
Pengeringan
x
x : terpengaruh
- : tidak terpengaruh
x
x
x
x
x
x
x
x
x
X
Panen
A. Waktu panen
Ubi kayu targantung varietasnya, dapat dipanen sejak usia
7 bulan sampai 15 bulan, ubi kayu varietas umur pendek
misalnya dipanen pada umur 7-9 bulan. Ubi kayu varietas umur
panjang di panen pada umur 9-12 bulan. Ubi kayu yang
ditanam dengan sistem mukibat atau penanaman bibit ubi kaya
yang disambung dengan tanaman ketela karet sebagai batang
atas di panen pada umur 12 -15 bulan.
Makin lama usia ubi kayu pada umur yang layak (7-9, 912, 12-15 bulan), makin tinggi hasil produksi per Ha.
Walaupun demikian panen melewati umur tanaman yang layak
dapat meningkatkan kadar serat dan menurunkan kadar pati.
Disamping itu panen terlalu lambat mungkin tidak akan
menguntungkan karena lama penantian waktu tidak seimbang
lagi dengan kenaikan hasil yang diperoleh.
B.
Cara Panen Dan Pengumpulan Ubi Kayu
Petani biasanya memanen dengan mencabut batang dan
umbi dengan kedua belah tangan, setelah batang ditebas sebatas
pinggang. Batang ubi kayu memang hanya ditinggalkan dua
cabang untuk memudahkan dua cabang untuk memudahkan
pencabutan. Kemudian umbi dipisahkan dari batang dengan
bantuan parang atau golok. Ubi kayu kemudian dimasukkan ke
dalam karung dan diangkut ke tepi jalan untuk perajangan
gaplek, ubi kayu di angkut dengan sepeda atau pedati ke rumah.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
337
Untuk penjualan ke pabrik tapioka, ubi kayu disusun di dalam
bak truk tanpa dikarungkan. Gambar 114 memperlihatkan cara
petani mencabut ubi kayu dan memisahkan umbi dari batang
Dengan cara ini akan terjadi susut panen dalam jumlah yang
cukup besar apabila lapisan tanah kering dan keras. Tingkat
susut maksimum bisa mencapai 7%.
Apabila tanah gembut dan lembab, susut panen dapat
ditekan menjadi 0,5%. Susut panen disebabkan oleh sebagian
umbi yang patah tinggal tersembunyi di bawah permukan
tanah. Susut panen diakibatkan pula oleh sebagian pangkal
umbi yang melekat pada batang karena pemarangan umbi tidak
hati-hati.
Gambar 114. Memperlihatkan cara petani mencabut ubi kayu
dan memisahkan umbi dari batang.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
338
Untuk panen pada lapisan tanah yang kering dan keras
dianjurkan penggunaan alat pengungkit. Beberapa macam alat
pengungkit ditunjukkan dalam Gambar 115.
Gambar 115. Beberapa macam alat pengungkit
Gambar 116. Cara panen dengan pengungkit ubi kayu
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
339
Pada lapisan tanah yang kering dan keras, panen ubi
kayu dengan tangan membutuhkan waktu 17 menit/25m2orang atau 113 jam/ha orang. Sedangkan panen dengan
pengungkit membutuhkan waktu 7menit/25 m2-orang atau 67
jam/ha orang. Susut panen dengan tangan adalah 7% sedangkan
susut panen dengan pengungkit adalah 1.3%
Pada tanah yang gembur dan lembab, pamanenan
dengan tangan akan sama cepetnya dibandingkan dengan
pemanenan dengan pengungkit. Jumlah susut panen akan
menurun menjadi 0.5-1.0%.
C. Perajangan Ubi Kayu
Perajangan gaplek berkulit
Untuk pembuatan gaplek berkulit, umumnya petani
langsung merajang tanpa pengupasan kulit ubi kayu terlebih
dahulu.
Perajangan gaplek tanpa mengupas kulit kurang baik
karena gaplek yang dihasilkan kotor, berwarna keruh, kadar
patinya menurun, serta mudah terserang jemur dari kotoran
yang masih melekat pada kulit ubi kayu.
Tebal irisan paplek yang baik adalah 0.5 -1.0 cm
sehingga pada waktu kering akan menyusut menjadi 0.3-0.7.
Ketebalan irisan 0.5-1.0 cm akan mempermudah penjemuran
yang hanya akan berlangsung 3-5 hari.
Perajangan Gaplek Kupas Kulit
Ubi kayu terlebih dahulu dikupas kulitnya dengan
bantuan parang atau golok. Pembelahan dikakukan dengan
memotong ubi kayu melintang seetebal 4-5 cm terkadang
pemotongan itu masih dibelah menjadi empat bagian atau
dirajang dalam bentuk irisan tipis 0.5 -1.0 cm (Gambar 117)
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
340
,Ubi kayu dicuci sebelum dijemur. Perajangan setebal 4-5cm
kemudian dibelah empat. Perajangan setebal 0,5 -1.0
Pengupasan kulit yang tidak bersih akibat cara
pengupasan dengan memarang kulit ubi akan menyebabkan
kotoran masih banyak melekat dan susut pengupasan dapat
meningkat sampai 4-10%. Kadang-kadang setelah dikupas, ubi
kayu tidak dibelah lagi tetapi langsung dijemur. Perajangan
gaplek kupas kulit dapat pula dalam bentuk yang kecil-kecil
seperti ukuran sebesar jadi atau setangah jari tangan.
Alat Perajang Ubi Kayu
Alat perajang ubi kayu biasanya digunakan oleh
pedagang pengumpul yang membeli ubi kayu segar dari petani
dan menjual gaplek kering setalah mengolah ubi terlebih
dahulu. Perajang ubi kayu antara lain dapat digerakan dengan
tenaga pedal seperta RASINGKO, perajang singkong
rancangan pusat pengembangan teknologi pangan, Institut
Pertanian Bogor (Gambar 118). Alat ini dilayani oleh dua orang
(Gambar 119).
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
341
Gambar 117. Perajangan gaplek kupas kulit
Gambar
118.
Perajang singkong rancangan pusat
pengembangan teknologi pangan, Institut
Pertanian Bogor (RASINGKO).
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
342
Gambar 119. Alat ini dilayani oleh dua orang
D. Pengeringan Ubi Kayu
Penjemuran
Petani biasanya menjemur gaplek irisan tipis (0.5 1.0cm) diatas tikar selama 3-5) Irisan gaplek setebal 4-5 cm
atau gaplek ubi kayu utuh dijemur diatas tanah selama 7- 10
hari. Penjemuran gaplek untuk mempunyai beberapa kerugian
dibandingkan dengan penjemuran gaplek irisan tipis yaitu:
1.
Membutuhkan waktu dua kali lebih lama yaitu 7-10hari
2.
Terjadi pelarutan sebagian pati pada waktu hujan karena
gaplek tidak pernah dibawa masuk ke dalam rumah ,
3.
Terjadi penyusutan dan
4.
Terjadi pencemaran kotoran, sertakemungkinan
kepoyoan sebelum kering.
Cara yang perlu dianjurkan kepada petani adalah sebagai
berikut:
1.
Untuk gaplek irisan tipis, kupas kulitnya lebih dahulu
2.
Untuk gaplek bahan baku pelet, setelah dikupas potong
melintang 4-5 cm, belah empat dan jemur diatas tikar.
Penjemuran gaplek sebaiknya dilakukan diatas lantai
jemur berbentuk gelombangdengan alat-alat garu kayu
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
343
pembalik ( pembalikan 2 kali perjam), garu penyebar dan
sendok pengumpul seperti dalam Gambar 120.
Gambar 120. Alat-alat garu kayu pembalik
E. Pengolahan Tepung Ubi Kayu
Tepung Ubi Kayu
Ubi kayusegar datar diolah menjadi tiga macam bentuk
tepung yaitu tepung ubi kayu (cassava flour), tepung gaplek
(cassava chip flour) dan tepung tapioka (tapioca starch). Di
Indonesia, pabrik tapioka banyak tersebar di berbagai propinsi.
Selain itu, tepung gaplek telah dihasilkan pula dengan cara
menggiling gaplek kupas kulit, tetapi jumlah produksi lebih
kecil dibandikan dengan produksi tapioka. Pada pertengahan
tahun 1989, tepung ubi kayu mulai dianjurkan untuk diproduksi
di Indonesia oleh pemerintah. Tepung ubi kayu mempunya
sifat-sifat yang lebih terigu dibandingkan dengan tapioka.
Sehingga dapat dimanfaat kan sebagai pengganti sebagai terigu
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
344
dalam pembuatan roti dan kue. Harga eceran tepung ubi kayu
diperkirakan lebih murah (Rp 300/kg) dari tepung terigu (Rp
800/kg). Keuntungan tepung ubi kayu dibanding dengan tepung
gaplek adalah sebagai berikut:
1.
Tepung ubi kayu mampunyai kadar HCN yang lebih
rendah dari tepung gaplek.
2.
Tepung ubi kayu lebih tahan terhadap serangan
serangga kumbang selama penyimpanan.
Keuntungan tepung ubi kayu dibandingkan dengan
tapioka adalah sebagai berikut.
1.
Proses pengolahan tepung ubi kayu lebih sederhana dari
proses pengolahan tapioka
2.
Jumlah kebutuhan air dalam proses pengolah tepung ubi
kayu 1/3 – ¼ dari jumlah kebutuah air untuk produksi
tapioka.
3.
Jumlah limbah cair akibat proses produksi tepung ubi
kayu 1/3 – ¼ dari jumlah limbah cair dalam produksi
tapioka.
4.
Tepung ubi kayu lebih tahan terhadap serangan
serangga kumbang selama penyimpanan.
Tepung ubi kayu dan tepung gaplek mempunyai
kandungan lemak (0.3 – 0.9 %) dan protein (0.5 -10 %) yang
sama yaitu sekitar 3 % dibandingkan dengan tapioka 0.6%.
Standar mutu tepung gaplek menuru SII (Standar Industri
Indonesia) dan standar tapioka menurut Departemen
Perdagangan dimuat dalam Tabel 36 bersama hasil analisis
contoh tepung ubi kayu yang diproduksi dalam skala
laboratorium di Balai Besar Indusri Hasil Pertanian, Bogor.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
345
Pengolahan Tepung Ubi Kayu
Tahapan pengolahan tepung ubi kayu diuraikan dalam
Gambar 26 bersama-sama dengan bagan pengolahan tepung
gaplek dan tapioka.
Tabel 36. Standar mutu gaplek (SII) dan tapioka (Departemen
Perdagangan)
Persyaratan mutu
Tepung
Tapioka
Tapung
gaplek
mutu
ubi
kayu
I
II
III
Kadar air, % max
15
17 17 17
7.5
Kadar pati, % min
68
88.8
Serat kasar, % max
3
1.8
Kotoran, % max
1
Serat dan kotoran, %
0.6 0.6 0.6
max
Kadar abu, % max
2
0.6 0.6 0.6
1.2
Derajat asam, maks.
4
4
4
4
<4
Ml lindi 1N/100g
Kadar
maks
HCN,
Derajat putih,
SO4 = 100
ppm
BA -
Kekentalan o Engler
Kehalusan
50
ne
gat
if
Mi
n
94.
5
3-4
Sama
dengan
tapioka
95%
lolos 65
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
ne ne
gat gat
if
if
Mi 92. n
0
92.
0
2.5 2.5 -3
-
-
9
-
346
Logam berbahaya
mesh
Tidak
nyata
-
-
-
-
F. Cara Mengukur Susut Panen Dan Susut Pasca Panen
Susut Tercecer Panen
Susut tercecer panen dapat ditentukan sebagai berikut:
1.
Batasi petakan seluas 5m x 5m dengan patok dan tali
plastik. Luas petakan ubi kayu berbeda dengan luas
ubinan padi (2.5 m x 2.5m) mengingat perbedaan jarak
tanam dan jumlah hasil tanaman perluasan lahan .
2.
Panen ubi kayu dengan tangan seperti cara petani biasa
3.
Pesahkan umbi dari batang dengan parang seperti cara
biasa. Timbang berat umbi hasil panen
4.
Setelah selesai, gali umbi yang tersembunyi di dalam
tanah dengan bantuan garpu atau pengungkit. Timbang
segai berat tercecer 1.
5.
Pisahkan sisa bagian pangkal umbi yang masih melekat
pada batang. Timbang segai berat tercecer 2.
6.
Susut tercecer panen =
berat
(tercecer
1
+tercecer
2)
x 100%
Berat hasil penen + berat berat (tercecer 1
+tercecer 2)
Susut tercecer pengupasan kulit ubi kayu
1.
Ambil cuplikan 10kg ubi kayu secara acak dan merata
dari tempukan yang ada.
2.
Kupas kulitnya sepeti cara yang biasa dilakukan petani.
Timbang berat umbi kupasan dan berat kulit
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
347
3.
4.
5.
Ambil 1 kg kulit ubi kayu secara acak. Pisahkan bagian
ubi yang melekat pada kulit. Timbang sebagai berat
tercecer.
Berat umbi = berat umbi kupasan + berat tercecer x
berat kulit
Susut tercecer pengupasan =
Berat tercecer x berat kulit x 100%
Berat umbi
Susut tercecer perajangan mekanis
1.
Ambil cuplikan contoh 500kg ubi kayu secara acak dan
merata dari tumpukan yang ad sebelum diumpankan ke
dalam mesin.
2.
Umpankan ke dalam mesin perajang yang diletakkan di
atas hamparan plastik 5m x 5m
3.
Timbang hasil rajangan segai berat rajangan
4.
Susut tercecer perajangan =
Berat rajangan x 100%
500kg
5.
Prosedur ini berlaku baik untuk gaplek berkulit maupun
gaplek kupas kulit jumlah susut tercecer perajangan
dengan tangan rendah sehingga dapat diabaikan.
DAFTAR BACAAN
Purwadaria, H.K. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen
Ubi Kayu. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Winarno, F.G. & Aman, M. 1981. Fisiologi Lepas Panen.
Penerbit P.T.
Sastra Hudaya, Jakarta.
Winarno, F. G. 1993. Pangan, gizi, teknologi dan konsumen.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
348
BAB XV.
TEKNOLOGI
SEREALIA
PENANGANAN
PASCA
PANEN
Panen pada tanaman serealia dilakukan polong apabila
polong sudah kelihatan tua, yang dapat dilihat dari warna
polongnya, pada tanaman kedelai polong berwarna kuning
kecoklatan.
Cara melakukan pemanenan pada tanaman serealia
umunya dilakukan secara manual. Perlakukan pasca panen
yang umum dilakukan pada tanaman kacang-kacangan adalah
perontokan,
pembersihan,
pengeringan,
sortasi
dan
penyimpanan.
Berikut rencana perkuliahan untuk pertemuan
kelimabelas:
Rencana
Perkuliahan
(100 menit)
Langkah 1
30 menit
Langkah 2
50 menit
Langkah 3
20 menit
Aktivitas
Aktivitas 1: Pendahuluan
Aktivitas 2: Materi
Penjelasan tentang
pasca panen serealia
Aktivitas 3: Penutup
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
teknologi
penanganan
349
SUPLEMEN BAB 15.
TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN PADA
KEDELAI
Pemanenan kedelai harus segera dilakukan apabila polong
sudah kelihatan tua, dengan tanda-tanda:
- Polong berubah warna dari hijau menjadi kuning
kecoklatan secara merata
- Polong kering dan retak-retak
- Biji telah terisi penuh
- Kulit licin dan keras
Kedelai manis umumnya dipanen pada saat kulit polong masih
hijau, tetapi polong sudah terisi penuh. Kedelai manis
dikonsumsi sebagai polong rebus.
Pemanenan kedelai yang lazim dilakukan ada 2 macam, yaitu:
Pemanenan dengan cara dicabut
Sebelum tanaman dicabut, keadaan tanah perlu
diperhatikan terlebih dahulu. Pada tanah ringan dan berpasir,
proses pencabutan akan lebih mudah. Cara pencabutan yang
benar adalah dengan memegang batang pokok, tangan dalam
posisi tepat di bawah ranting dan cabang yang berbuah,
tanaman kedelai dicabut beserta akar-akarnya. Pencabutan
harus dilakukan dengan hati-hati sebab kedelai yang sudah tua
mudah sekali rontok bila tersentuh tangan. Cara ini hanya
dianjurkan bila lahan pertanaman relatif gembur.
Pemanenan dengan cara dipotong
Alat yang bisa digunakan untuk memotong adalah sabit
yang cukup tajam, sehingga tidak terlalu banyak menimbulkan
goncangan. Di samping itu dengan alat pemotong yang tajam,
pekerjaan bisa dilakukan dengan cepat dan jumlah buah yang
rontok akibat goncangan bisa ditekan. Pemanenan dilakukan
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
350
dengan cara memotong pangkal batang dengan bantuan sabit.
Cara ini dianggap lebih menguntungkan karena lebih
menghemat waktu dan tenaga. Selain itu, bintil akar yang
mengandung Rhizobium akan tetap tertinggal di dalam tanah
sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah. Pada tanah
yang keras, pemanenan dengan cara mencabut sukar dilakukan,
maka pemanenan dengan cara memotong akan sangat
menolong dan cepat.
Brangkasan kedelai yang baruu saja dipanen sebaiknya
langsung dijemur dibawah sinar matahari. Penjemuran disini
adalah pengeringan pendahuluan, karena polong masih bersama
batang dan daun-daunnya, selain itu tingkat pengeringan
sekedar untuk mengeringkan kadar air dari 20-25% hingga
mencapai 13-18%,dengan demikian perlakukan perontokkan
akan lebih mudah. Penjemuran sebaiknya dilakukan diatas
tikar, lembar anyaman bambu, agar memudahkan pengambilan
dan menghindari tercecernya biji.
Penjemuran biasanya
berlangsung 2-3 hari.
Perontokan
Perontokan biasanya dilakukan sekaligus dengan
pemisahan biji dari kulit polong dan batangnya. Perontokan
dapat dilakukan dengan cara tradisional yaitu dengan memukulmukul brangkasan yang telah kering dengan alat dari kayu atau
bambu hingga biji terlepas dari polongnya. Selanjutnya, biji
dipisahkan dari patahan-patahan ranting, pecahan polong dan
kotoran lainnya dengan cara manual yaitu tampi dengan
menggunakan nyiru. Cara demikian pada benih kedelai dapat
dikatakan kurang baik, karena dapat rusak akibat pemukulan,
juga kurang efisien, sebab banyak memakan waktu, dan tenaga.
Untuk mengatasi hal tersebut dapat digunakan mesin perontok
yang lebih cepat dan hasilnya lebih baik, tapi harus
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
351
memperhatikan kecepatan putaran silinder, karena bila terlalu
cepat atau terlalu lambat dapat merugikan. Hasil perontokan
yang masih kotor dapat dimasukkan ke dalam winover,
sehingga kan diperoleh hasil bersih. Setelah biji bersih akan
dijemur kembali untuk penyimpanan.
Pengeringan
Tujuan dari pengeringan adalah untuk menurunkan
kadar air bahan dari 13-18% menjadi sekitar 12-13%. Maksud
penurunan kadar air dibawah standar agar dalam penyimpanan
tidak terjadi perubahan karena faktor luar, peningkatan kadar
air paling tidak mencapa 14% (sama dengan standar).
Pengeringan dapat dilakukan dengan bantuan sinar
matahari atau secara mekanis dengan alat berupa mesin
pengering.
Pengeringan secara alami dilakukan diatas lantai
bersemen atau pada tempat lain dengan terlebih dahulu diberi
alas tikar, lembar anyaman bambu dan plastik tebal. Biji
kedelai dihamparkan dengan ketebalan 2-3 cm, melakukan
pembalikan secara teratur agar tidak terjadi pengerasan di
sekitar kulit biji yang dapat berlangsung 2-3 hari.
Pengeringan secara mekanis dapat menggunakan Sack
Dryer. Bahan-bahan dimasukkan dalam karung selanjutnya
diatur secara tersusun di dalam ruang pengering. Melakukan
pengarturan temperature udara sampai 43 ºC dengan kecepatan
aliran yang disesuaikan
dngan banyaknya bahan yang
dikeringkan. Dengan menggunakan alat pengering mekanis ini
pengeringan akan berlangsung sekitar 6-8 jam, tetapi hal ini
akan sangat tergantung kepada kadar air yang terkandung
dalam bahan sebelum pengeringan dan kecepatan aliran udara
pengeringnya.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
352
Pengeringan benih ditujukan untuk menurunkan kadar
air benih sehingga viabilitas benih dapat dipertahankan selama
penyimpanan. Selama pengeringan, kadar air benih hendaknya
selalu diukur dan diamati agar tidak melampauibatas kadar air
benih yang diinginkan. Suhu serta kecepatan pengeringan pun
dikontrol agar kualitas benih tetap terjaga.Pengukuran kadar air
benih bisa dilakukan dengan menggunakan alat seed moisture
tester. Apabila beratnya telah konstan maka benih tersebut
sudah mencapai kadar air keseimbangan, yaitu 10-11% dan
selanjutnya pengeringan dapat dihentikan.
Biji kedelai dibersihkan dengan cara ditampi. Sortasi pada
kedelai dilakukan dengan menyisihkan biji kedelai dari:
- Kotoran
- Biji yang tidak sehat
- Biji yang rusak
Penyimpanan
Untuk mendapatkan benih murni yang sehat dan
seragam, perlu dibersihkan dan dipilah. Pembersihan benih
dengan alat air screen cleaner dapat menyeragamkanukuran.
Untuk menyeragamkan ukuran (yakni bulat) dapat digunakan
alat spiral separator.
Sedangkan untuk memilah benih
berdasarkan berat jenisnyadapat digunakan alat specific gravity
separator.
Kedelai yang disimpan biasanya berupa biji bukan
polong. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam masalah
penyimpanan ialah bahwa biji yang disimpan harus kering dan
bersih, penyimpanan dilakukan dengan cara yang benar dan
tempat penyimpanan tidak lembab.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
353
Penyimpanan biji untuk konsumsi
Biji yang akan disimpan sebagai bahan konsumsi harus
diseleksi dan dijemur benar-benar hingga kering, dengan
persentase kadar air yang sesuai yaitu 12-13%. Apabila
persentase kadar airnyamasih terlalu tinggi biji kedelai dalam
penyimpanan itu mudah terserang cendawan dan membusuk.
Biji kedelai yang sudah kering dimasukkan dalam
karung untuk disimpan dalam gudang yang kering dan tidak
lembab. Apabila penyimpanan itu dimaksudkan untuk jangka
lama, dapat dimasukkan dalam silo.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam
penyimpanan itu adalah kelembaban, suhu dan latar belakang
biji itu sendiri. Kelembaban gudang merupakan faktor yang
paling penting, sirkulasi udara harus baik agar biji kedelai tetap
kering.
Penyimpanan biji untuk benih
Biji yang akan dijadikan benih harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut:
- Biji dalam keadaan kering sempurna, memenuhi standar
yakni berkadar air 10 – 11%.
- Biji harus sehat, tidak keriput dan tidak tergores atau
luka
- Besar kecilnya biji sesuai varietas
Setelah biji yang akan digunakan sebagai benih diseleksi
kemudian dimasukkan ke dalam penyimpanan seperti kaleng
bekas minyak, drum, kantong plastik, karung goni dan
sebaiknya. Tempat penyimpanan juga harus dipersiapkan
terlebih dahulu, harus bersih, harus kering, kedap air dan tidak
langsung dilettakan di atas lantai, melainkan diatas alas kayu.
Untuk mengurangi kelembaban bijiyang disimpan di dalam
kaleng bisa ditaruh di rak, sehingga sirkulasi udara lancar.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
354
Tempat penyimpanan yang baik memiliki beberapa
keuntungan. Misalnya kantung plastik tebal yang ditutup rapatrapat untuk mempertahankan daya tumbuh kedelai yang baik,
bahkan samai 8 bulan, asalkan benih bebar-benar kering.
Sebaliknya bila benih kedelai tidak dirawat dengan baik dalam
waktu 3-4 bulan, daya tumbuhnya telah menurun terutama bagi
varietas-varietas yang berbiji besar.
Selain keadaan biji dan tempat penyimpanan, faktor lain
yang perlu diperhatikan dalam hal penyimpanan benih ialah
keadaan gudang tempat penyimpanan. Gudang harus selalu
bersih, bebas hama. Oleh karena itu, gudang yang digunakan
sebelumnya harus disemprot dengan insektisida seperti:
Phostoxin (Ceplosdelcia) atau jenis lainnya sebagai fumigan.
Ruang penyimpanan dapat dilengkapi dengan pendingin udara
dan pengatur kelembaban. Dalam ruang bersuhu 18 ºC dan
kelembaban 65%, benih kedelai yang berkadar air 11% mampu
disimpan 6-9 bulan.
Sementara jika disimpan tanpa
penambahan pendingin dan pengatur kelembaban benih kedelai
hanya dapat disimpan selama 3 bulan saja.
Teknik penyimpanan lain adalah dengan menggunakan
garam. Benih kedelai dimasukkan kedalam kaleng atau ember.
Ditengah-tengahnya diberi garam sebanyak 1/10 bagian benih
yang disimpan. Garam ini dibungkus kain kasa bersih dan
diberi alas wadah plastik supaya garam yang terlarut tidak
merembes ke dalam kedelai. Bungkusan garam ini disusun
dalam posisi tegak di tengah-tengah kedelai yang akan
disimpan. Lalu kaleng atau ember ditutup. Penyimpanan
dengan garam ini dapat mempertahankan mutu benih selama 46 bulan.
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
355
DAFTAR PUSTAKA
Baran, W dan Sri, W. 2002. Pascapanen kacang-kacangan.
Pelatihan pertanian Di Dinas Tanaman Pangan Jawa
Barat, Bandung.
Budi, S. 1998. Pascapanen Kacang Hijau.
Bandung.
PT. Angkasa.
Direktorat Perbenihan. 2002. Pasca Panen Tanaman Palawija.
Jakarta.
Lisdiana, F. 2000. Bercocok tanam dan Pasca Panen Kacangkacangan. PT. Indica. Jakarta
Buku Ajar Teknologi Pasca Panen
356
Download