(FLY ASH) BATUBARA - Jurnal Untan

advertisement
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura, Pontianak
Hal. 747 - 756
PENENTUAN WAKTU KONTAK DAN pH OPTIMUM PENYERAPAN ZAT WARNA
DIRECT YELLOW MENGGUNAKAN ABU TERBANG (FLY ASH) BATUBARA
(DETERMINATION OF OPTIMUM RETENTION TIME AND pH OF COAL FLY ASH
ADSORBENT FOR REMOVING DIRECT YELLOW DYE)
Hasmalina Nasution*, Mayudendi, Sri Hilma Siregar
Universitas Muhammadiyah Riau
*E-mail : [email protected]
ABSTRACT
Fly ash are hazardous and toxic waste based solid fuel burning. Dyes are widely used for
colouring many product in industries. The dye used rapidly growing in industry that
produced colored liquid waste which significant losses occur during the manufacture
and processing of the product, and these lost chemical are discharged in
surrounding effluent. Adsorption of dyes is an effective technology for treatment of
wastewater contaminated by the mismanaged of different types of dyes. In this research,
we investigated the potential of coal fly ash for removal of direct yellow dyeing
agent in aqueous system. The aim of this research is to find out the optimum
retention time and pH on the adsorption of direct yellow using coal fly ash adsorbent.
Batch kinetics studies were carried out under varying experimental condition of retention
time and pH used spectrophotometry UV-Vis method. Variables which used in this
research are retention 30-210 minutes, pH 2-11. An adsorption equilibrium condition
was reached within 150 minutes with percentage of adsorption 53,07 %, and the
optimum condition for adsorption was at pH 3 with percentage of adsorption 99,49 %.
The adsorption of direct yellow was decreasing with decreasing the solution pH value.
Keywords : Fly ash, direct yellow, adsorption
ABSTRAK
Abu terbang merupakan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) hasil pembakaran
bahan bakar basis padat. Zat Pewarna secara luas telah digunakan pada banyak
produk industri. Di sisi lain penggunaan bahan pewarna pada industri kian pesat dan
menghasilkan limbah cair berwarna yang membahayakan lingkungan. Penyerapan zat
pewarna menggunakan adsorben merupakan salah satu tekhnologi yang efektif untuk
mengurangi kontaminasi zat pewarna tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mencari
solusi kedua permasalahan di atas, dengan menjadikan abu terbang (fly ash)
batubara sebagai adsorben untuk zat warna pada limbah cair. Penelitian ini mempelajari
kemampuan abu terbang batubara sebagai adsorben dalam mengadsorpsi zat warna
direct yellow menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah waktu kontak 30-210 menit, dan pH 2-11.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu kontak optimum adalah 150 menit dengan
persentase adsorpsi 53,07 %, sedangkan nilai pH optimum pada pH 3 persentase
adsorpsi 99,49 % . Konsentrasi direct yellow yang teradsorpsi makin menurun seiring
dengan menurunnya pH
Kata kunci : Abu terbang batubara, direct yellow, adsorpsi.
747
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura, Pontianak
Hal. 747 - 756
1. PENDAHULUAN
Zat warna (dye) adalah bahan yang tidak lepas dari proses industri,
terbanyak berasal dari industri tekstil, kertas, kosmetik, plastik, makanan dan rokok.
Selama ini industri tekstil memiliki rangking tertinggi untuk penggunaan zat warna
[11]. Limbah zat warna ini memiliki sifat non biodegradable karena mengandung
senyawa kompleks aromatik dan
senyawa
organik
yang
sukar diuraikan
oleh
mikroba [6].
Zat warna berdasarkan cara pewarnaan pada bahan yang akan diwarnai ada
beberapa jenis yaitu zat warna asam, zat warna basa, zat warna langsung (direct),
zat warna mordan, zat warna belerang, zat warna azoat, zat warna disperse dan zat
warna reaktif. Zat warna langsung (direct) adalah zat warna yang
dapat
mewarnai
langsung dengan suatu proses penyerapan tanpa bantuan agen pengikat warna [3].
Zat warna kertas seperti dye yellow, dye red, dye blue dan dye violet adalah zat
warna yang sering digunakan pada industri kertas. zat warna tersebut umumnya dibuat
dari senyawa azo dan turunannya yang merupakan gugus benzena. Gugus benzena
sangat sulit didegradasi dan dibutuhkan waktu yang lama. Senyawa azo memilki
struktur umum R–N=N–R’, dengan R dan R’ adalah rantai organik yang sama atau
berbeda. Senyawa ini memilki struktur –N=N– yang dinamakan azo [12]. Senyawa azo
bila terlalu lama berada di lingkungan, akan menjadi sumber penyakit karena
sifatnya karsinogen dan mutagenik. Oleh karena itu perlu dicari alternatif efektif
untuk menguraikan limbah tersebut.
Struktur aromatik pada zat warna sulit dibiodegradasi, khususnya zat warna
reaktif karena terbentuknya ikatan kovalen yang kuat antara atom C dari zat warna
dengan atom O, N atau S dari gugus hidroksi, amina atau thiol dari polimer [12].
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memisahkan zat warna dari limbah
dengan metode adsorpsi menggunakan berbagai jenis adsorben seperti karbon aktif,
abu terbang (fly ash), serbuk
gergaji,
tongkol
jagung,
barley husk,
kulit
jeruk,
biomassa (baik yang hidup ataupun yang telah mati), dan adsorben lainnya.
Adsorben yang paling banyak digunakan untuk tujuan ini adalah karbon aktif, akan
tetapi
karbon
aktif yang
tersedia
biasanya
mahal
dan
tidak ekonomis
untuk
pengolahan limbah. Apabila karbon aktif dengan kapasitas adsorpsi tinggi untuk
pengolahan limbah dapat dihasilkan dari bahan baku yang murah, maka adsorben
tersebut juga bernilai ekonomis [14].
Abu terbang merupakan limbah industri kimia yang menggunakan bahan
bakar berbasis padat yang jumlahnya banyak dan belum banyak dimanfaatkan,
sejauh ini abu terbang batubara hanya dimanfaatkan sebagai bahan campuran
748
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura, Pontianak
Hal. 747 - 756
pembuatan beton, semen, batako, pavin blok, pembenah lahan pertanian, dan lainlain
[8]. Bentuk pemanfaatan lain dari limbah abu terbang batubara adalah dengan
menggunakannya
sebagai
adsorben. Sebagai
adsorben,
memiliki keuntungan yaitu harganya yang ekonomis
dan
abu
baik
terbang
batubara
digunakan
dalam
pengelolaan limbah gas ataupun cair, serta mampu menyerap logam-logam berat
yang terkandung dalam limbah. Belum banyak yang melakukan penelitian tentang abu
terbang digunakan sebagai adsorben zat warna.
Penelitian tentang pengurangan zat warna (Dye) menggunakan abu terbang
batubara telah dilakukan oleh Yamada [13]. Mufrodi juga melakukan penelitian adsorpsi
zat warna tekstil menggunaakan abu terbang pada variasi massa adsorben dan
suhu operasi [8], sedangkan untuk adsorpsi logam berat telah dilakukan oleh Zakaria
[14]. Salah satu karakteristik adsorben yang dibutuhkan untuk adsorpsi adalah
mempunyai luas permukaan yang besar [5].
Abu terbang batubara mempunyai luas area spesifiknya (diukur berdasarkan
metode permeabilitas udara Blaine) antara 170 sampai 1000 m2/kg dan kerapatan
abu terbang berkisar antara 2100 sampai 3000 kg/m3 sehingga abu terbang batubara
berpotensi digunakan sebagai adsorben [9], selain itu komponen utama dari abu
terbang batubara yang berasal dari pembangkit listrik adalah silika (SiO 2), alumina
(Al2O3), dan besi oksida (Fe2O3), sisanya adalah karbon, kalsium, magnesium, dan
belerang [8]. Kandungan silika dan alumina dalam abu terbang batubara yang
cukup besar yang memungkinkan abu terbang digunakan sebagai adsorben yang
potensial.
Dengan
besarnya
kadar
kedua komponen
tersebut
berarti
banyak
pusatpusat aktif dari permukaan padatan yang dapat berinteraksi dengan adsorbat,
misalnya ion logam [1].
2. METODE PENELITIAN
2.1. Alat dan Bahan
2.1.1 Alat yang digunakan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah : peralatan gelas yang
biasa digunakan di laboratorium, neraca, pH meter, spektrofotometer UV-Vis HACH DR
5000, Desikator, Centrifuge, Spatula, Cuvet dan Shaker.
2.1.2. Bahan yang digunakan
Bahan–bahan yang digunakan adalah : pewarna direct yellow, abu terbang
batubara, Larutan NaOH 0,1 M, Larutan HCl 0,1 M dan 6M, aquades.
749
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura, Pontianak
Hal. 747 - 756
2.2. Prosedur Penelitian
Merujuk pada jurnal Yamada et al (2003) maka pelaksanaan penelitian ini terdiri
dari beberapa tahap, yaitu:
2.2.1. Preparasi Abu Terbang (fly ash) Batubara
Analisa kadar air dan kadar C (unburned carbon) abu terbang dilakukan
secara gravimetri. Abu terbang batubara sebanyak 100 gram dikeringkan di oven
pada temperatur 105°C hingga diperoleh berat konstan dan disimpan di desikator
sebelum digunakan. Untuk penentuan kadar karbon yang tidak terbakar (unburned
carbon) diambil 2 gram kemudian dibakar di furnace pada temperatur 1000 °C
hingga diperoleh berat konstan.
2.2.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Pewarna
direct yellow
ditimbang
2 gram.
Kemudian
diencerkan
dengan
aquades sampai 2000 ml dalam labu ukur 2000 ml dan dihomogenkan. Larutan induk
1000mg/l ini kemudian digunakan dalam setiap pembuatan larutan kerja zat warna.
Pembuatan larutan 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50, 60, 80 dan 100 mg/L
diambil dari larutan 200 dan 250 mg/L yang diencerkan dari larutan induk 1000 mg/L.
Kemudian salah satu dari larutan yaitu 30 mg/L
dilakukan
pengukuran
panjang
gelombang maksimumnya menggunakan spektrofotometer UV-Vis HACH DR 5000
pada panjang gelombang 350-420 nm. Hasil panjang gelombang maksimum yang
didapat digunakan untuk pengukuran absorbansi pada tahap berikutnya. Pembuatan
kurva kalibrasi Larutan 5 hingga 100 mg/L diukur absorbansinya
pada
panjang
gelombang maksimum. Kemudian dibuat kurva kalibrasi.
2.2.3. Penentuan panjang gelombang maksimum zat warna
Salah
satu
dari
larutan
gelombang maksimumnya
yaitu
30
menggunakan
mg/L
dilakukan
pengukuran panjang
spektrofotometer UV-Vis HACH DR 5000
pada panjang gelombang 350-420 nm. Hasil panjang gelombang maksimum yang
didapat digunakan untuk pengukuran absorbansi pada tahap berikutnya.
2.2.4. Pembuatan kurva kalibrasi
Larutan
5
hingga
100
mg/L
diukur
absorbansinya
menggunakan
spektrofotometer UV-Vis HACH DR 5000 pada panjang gelombang maksimum.
Dibuat kurva kalibrasi.
2.2.5. Penentuan Waktu Kontak Optimum
Waktu kontak divariasikan pada 30,
60, 90, 120, 150, 180 dan 210 menit.
Ditimbang abu terbang 4 gram dan temperatur 25°C dijaga konstan. Pada penelitian ini
kosentrasi pewarna direct yellow yang digunakan adalah 300 mg/L dengan volume
100 ml. Campuran
diaduk
menggunakan
750
shaker
dengan kecepatan
150
rpm,
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura, Pontianak
Hal. 747 - 756
kemudian dipisahkan menggunakan centrifuge dengan kecepatan 4000 rpm selama 20
menit. Kemudian nilai absorbansi dari adsorbat diukur dengan
spektrofotometer UV-
Vis pada pamjang gelombang maksimum. Nilai absorbansi dimasukkan
pada
persamaan kurva kalibrasi untuk menentukan konsentrasi sisa dari adsorbat.
2.2.6. Penentuan pH optimum
pH divariasikan pada 2, 3, 4, 5, 7, 9 dan 11.2. Kemudian diaduk menggunakan shaker
selama
waktu
Selanjutnya
optimum
dilakukan
dan dipisahkan menggunakan centrifuge
pembacaan
absorbansi
adsorbat
20 menit..
menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. Nilai
absorbansi
dimasukkan pada persamaan kurva kalibrasi untuk menentukan konsentrasi sisa dari
adsorbat.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Preparasi Abu Terbang Batubara
Pada penentuan kadar air, 100 gram abu terbang batubara dikeringkan di
dalam oven pada temperatur 105°C hingga berat konstan (6 jam). Sedangkan
untuk penentuan kadar karbon tidak terbakar (unburned carbon) dilakukan dengan cara :
2 gram abu terbang dibakar di furnace pada temperatur 1000°C hingga berat konstan (2
jam). Persentase kadar air dan kadar karbon tidak terbakar dapat dilihat pada Tabel 3.1
berikut ini :
Tabel 3.1. Hasil Preparasi Abu Terbang Batubara
Jenis Preparasi
Berat Awal (gr)
Berat Akhir (gr)
Hasil (%)
100
96,6211
3,37
2
1,9752
1,24
Penentuan Kadar Air
Penentuan Kadar
Karbon Tidak terbakar
3.2. Penentuan Kurva Kalibrasi
Kurva kalibrasi merupakan grafik yang menyatakan hubungan kadar larutan
sampel
dengan
hasil
pembacaan
absorbansi
yang
merupakan
garis
lurus.
Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan cara mengukur absorbansi larutan
sampel
dengan
konsentrasi
5
hingga
maksimum yaitu 400 nm.
751
100
mg/L
pada
panjang
gelombang
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura, Pontianak
Hal. 747 - 756
Kurva Kalibrasi
Absorbansi
2,5
y = 0,0236x
R² = 0,9991
2
1,5
1
0,5
0
0
20
40
60
80
100
120
Konsentrasi
Gambar 3.1. Kurva kalibrasi Direct Yellow
3.3. Penentuan panjang gelombang maksimum zat warna
Pengukuran panjang gelombang maksimum, diambil salah satu dari larutan
standar yaitu 30 mg/L kemudian diukur pada panjang gelombang 350-420 nm, sehingga
didapat panjang gelombang maksimum 400 nm (Gambar 3.2).
Kurva Panjang Gelombang Maksimum
Absorbansi
0,8
0,6
0,4
0,2
0
340
360
380
400
420
440
Panjang Gelombang
Gambar 3.2. Kurva Panjang Gelombang Maksimum Direct Yellow
3.3. Penentuan Waktu Kontak Optimum
Salah satu variabel yang dapat menentukan banyaknya adsorbat yang dapat
diadsorpsi oleh adsorben adalah waktu kontak. Pengaruh
adsorpsi zat warna direct yellow terlihat pada Gambar 3.3 :
752
waktu kontak terhadap
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura, Pontianak
Hal. 747 - 756
Hubungan Waktu Kontak dan %
Adsorpsi
% Adsorpsi
60
40
43,72
30
52,16
49,76
44,6
50
53,07
48,96
51,42
20
10
0
0
50
100
150
Waktu Kontak (Menit)
200
250
Gambar 3.3. Hubungan Waktu Kontak dan % Adsorpsi
Berdasarkan Gambar 3.3 dapat dilihat bahwa dari waktu 30 menit hingga
150 menit persentase adsorpsi terus mengalami peningkatan, dimana pada waktu 150
menit persentase adsorbat teradsorpsi sebesar 53,07 %, setelah 150 menit
persentase
adsorpsi
cenderung
mengalami
penurunan
yaitu
pada
180
menit
persentasenya sebesar 52,16 % dan pada waktu 210 menit sebesar 51,41 %,
sehingga waktu kontak optimum terdapat pada waktu 150 menit. Waktu optimum tercapai
apabila peningkatan persentase adsorbat yang teradsorpsi mencapai titik maksimal
sehingga penambahan waktu kontak tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap pengurangan kadar zat warna dalam sampel.
Waktu kontak merupakan suatu hal yang sangat menentukan dalam proses
adsorpsi dimana waktu kontak adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
pengadukan antara abu terbang batubara sebagai adorben dan larutan zat warna
sebagai adsorbat. Semakin lama waktu kontak maka kemungkinan proses adsorpsi juga
semakin meningkat, tetapi ketika kondisi setimbang telah tercapai adsorben cenderung
melepas (desorpsi) zat warna sehingga persentase adsoprsi menjadi berkurang, ini
menandakan abu terbang mengalami waktu jenuh. Waktu jenuh adalah keadaan
dimana konsentrasi tidak mengalami perubahan bahkan setelah waktu tertentu abu
terbang mengalami desorpsi yaitu melepaskan kembali zat warna yang telah
diadsorp karena pori-pori abu terbangnya telah jenuh oleh zat warna (Mufrodi et al,
2008).
Menurut Atkin (1999), Waktu kontak yang lebih lama memungkinkan proses
difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik, namun pada
kondisi
tertentu
akan
stabil
karena
sudah
753
jenuh
sehingga
terjadi
proses
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura, Pontianak
Hal. 747 - 756
kesetimbangan. Waktu optimum yang didapatkan pada penelitian ini sama dengan waktu
optimum yang diperoleh Yamada, et al (2003) yaitu 150 menit.
3.4. Penentuan pH optimum
Adsorpsi direct yellow oleh abu terbang batubara dalam larutan bergantung dari
pH larutan tersebut, dimana pH akan mempengaruhi muatan permukaan adsorben,
derajat ionisasi dan spesi apa saja
yang dapat terserap dalam adsorpsi tersebut
(Gambar 3.4.)
Hubungan pH dan % Adsorpsi
120
99,49
% Adsorpsi
100
98,12
80
90,17
86,15
70,79
95,94
60
71,99
40
20
0
0
2
4
6
8
10
12
pH
Dari hasil penelitian diketahui bahwa konsentrasi zat warna direct yellow
yang terserap berkurang seiring dengan kenaikan pH. Mulai dari pH 2 konsentrasi direct
yellow yang terserap meningkat hingga pada pH 3 yaitu 98,12 % dan 99,49 %, namun
setelah pH 3 konsentrasi direct yellow yang teradsorpsi terus menurun hingga pH 11.
Hal ini menunjukkan keterkaitan antara nilai pH dengan senyawa yang diadsorpsi yaitu
zat warna direct yellow.
Menurut Jaslin (2006), kondisi pH sistem mengakibatkan perubahan distribusi
muatan pada adsorben dan zat warna sebagai akibat terjadinya reaksi protonasi dan
deprotonasi gugus-gugus fungsional. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
permukaan adsorben mengalami protonasi di pH rendah, dan terdeprotonasi pada pH
tinggi. Tingginya adsorpsi
pada
pH
asam
hal
ini
dikarenakan
meningkatnya
protonasi oleh penetralan muatan negatif dari permukaan adsorben sehingga hal ini
memudahkan proses difusi di daerah adsorben. Pada pH asam situs aktif yang dominan
dari fly ash seperti SiO2 dan Al2O3 akan terprotonasi, sehingga lebih bermuatan positif
dan dapat terjadi tarik menarik dengan direct yellow yang bermuatan negatif.
Struktur molekul zat warna direct yellow mempunyai empat buah gugus
sulfit, sehingga menyebabkan senyawa ini lebih menyukai keadaan asam daripada basa.
754
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura, Pontianak
Hal. 747 - 756
Selain itu banyaknya jumlah H+ yang
bisa digantikan dengan radikal hidroksil
membuat senyawa ini lebih bersifat asam [10].
4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap larutan zat warna direct yellow
dapat diambil kesimpulan seperti di bawah ini:
1. Abu terbang batubara (fly ash) dapat mengadsorpsi zat warna direct yellow.
2. Waktu kontak optimum yang diperoleh pada penelitian ini adalah 150 menit
dengan persentase adsorpsi 53,07 %.
3. Nilai pH sangat mempengaruhi proses adsorpsi, dimana pH optimum yang
didapat adalah pH 3 dengan persentase adsorpsi 99,49 %.
4.2. Saran
1.
Untuk
penelitian
selanjutnya
perlu
dilakukan
aktivasi
adsorben
untuk
meningkatkan kemampuan adsorpsi dari abu terbang batubara.
2. Perlu dilakukan proses adsorpsi pada variasi suhu, untuk mengetahui pengaruh
perubahan suhu terhadap proses adsorpsi.
5. DAFTAR PUSTAKA
[1]. Astuti, Widi., dan Mahatmanti, F.W., 2008. Aktivasi Abu Layang Batubara Dan
Aplikasinya Sebagai Adsorben Timbal dalam Pengolahan Limbah Electroplating.
Tesis. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
[2]. Atkins, P.W. (1999). Kimia Fisika Edisi keempat Jilid 2. Oxford : University
Lecture and Fellow of Lincolin College.
[3]. Faqihu, Abdullah, 2010. Penurunan Kadar Zat Warna Remazol Yellow FG
Menggunakan Adsorben Semen Portland. Skripsi. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
[4]. Hu, Chun, Xuenxiang Hu, LiushoWang, Jiuhui Qu, aiming Wang, 2006. VisibleLightInduced Photolytic Degradation of Azodyes in Aqueous AgI/TiO2. Journal of
Research Center for Eco-Enviromental Science. Chinese Academy of Science.
Beijing. 100085. China. Vol. 40,7903-7907.
[5]. Imami, Khalif, 2008. Pengujian Alat Pendingin Sistem Adsorbsi Dengan Variasi
Temperatur Masuk Fluida Saat Desorbsi. Skripsi. Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
[6]. Irvan, Renita, 2004, Perombakan zat Warna Azo Reaktif secara anaerobAerob.Skripsi. Universitas Sumatera Utara
755
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura, Pontianak
Hal. 747 - 756
[7]. Jaslin, I. (2006a). Penentuan Reaksi Protonasi dan Deprotonasi Molekul Organik
Serta Konstanta Kesetimbangan Reaksinya Dengan Titrasi Potensiometri.
Prosiding Seminar Nasional Kimia, Nopember 2006, Yogyakarta.
[8]. Mufrodi, Z., Widiastuti, N., dan Ranny C.K.,2008). Adsorpsi Zat Warna Tekstil
Dengan Menggunakan Abu Terbang (Fly Ash) Untuk Variasi Massa Adsorben
dan Suhu Operasi.. Prosiding Seminar Nasional Teknoin 2008
[9]. Putri, M., 2009. Abu Terbang Batubara Sebagai Adsorben. Majari
Magazine.Penerbit : Majari Magazine. p:1. e-Magazine (Diakses 2 Juni 2014).
[10]. Riwiyanto, S., Ridla, Bakri., Anggi, T.A,. 2010. Degradasi Fotokatalitik Zat
Warna Direct Yellow dan Direct Violet dengan Katalis TiO2/AgI- Sinar UV.
ISSN:1978-8193. Valensi Vol.2 No.1, Nop 2010 (319-324).
[11]. Sari, I.P., dan N., Widiastuti., 2010. Adsorpsi Methylen Blue dengan Abu
Dasar PT.IPMOMI Probolinggo Jawa Timur dan Zeolit Berkarbon. Prosiding
Skripsi Semester Gasal. ITS. Surabaya.
[12]. Widjajanti, E., Regina, T.P.dan Pranjoto, M.,U., 2011. Pola Adorpsi Zeolit
Terhadap Pewarna Azo Metil Merah dan Metil Jingga. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Universitas Negeri Jogyakarta. 39
[13].Yamada, K., Kensaku, H., Carmel. C.G., Bussakorn P., Wongsiri dan Mary.L.
2003. Removal of Dyes from Aqueos Solution by Sorption with Caol Fly Ash.
Paper. International Ash Utilization Symposium, Center for Applied Energy
Research. Universitas of Kentucky.
[14]. Zakaria, Ahmad., Henny R., Wittri, D., Yustinus, P.,dan Agus T. 2012.
Karakterisasi dan Pemanfaatan Abu Terbang Aktivasi Fisika Dalam Menjerap
Ion Logam Cu 2+ Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Bahan. Serpong. ISSN 14411-2213.
756
Download