Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura, Pontianak Hal. 747 - 756 PENENTUAN WAKTU KONTAK DAN pH OPTIMUM PENYERAPAN ZAT WARNA DIRECT YELLOW MENGGUNAKAN ABU TERBANG (FLY ASH) BATUBARA (DETERMINATION OF OPTIMUM RETENTION TIME AND pH OF COAL FLY ASH ADSORBENT FOR REMOVING DIRECT YELLOW DYE) Hasmalina Nasution*, Mayudendi, Sri Hilma Siregar Universitas Muhammadiyah Riau *E-mail : [email protected] ABSTRACT Fly ash are hazardous and toxic waste based solid fuel burning. Dyes are widely used for colouring many product in industries. The dye used rapidly growing in industry that produced colored liquid waste which significant losses occur during the manufacture and processing of the product, and these lost chemical are discharged in surrounding effluent. Adsorption of dyes is an effective technology for treatment of wastewater contaminated by the mismanaged of different types of dyes. In this research, we investigated the potential of coal fly ash for removal of direct yellow dyeing agent in aqueous system. The aim of this research is to find out the optimum retention time and pH on the adsorption of direct yellow using coal fly ash adsorbent. Batch kinetics studies were carried out under varying experimental condition of retention time and pH used spectrophotometry UV-Vis method. Variables which used in this research are retention 30-210 minutes, pH 2-11. An adsorption equilibrium condition was reached within 150 minutes with percentage of adsorption 53,07 %, and the optimum condition for adsorption was at pH 3 with percentage of adsorption 99,49 %. The adsorption of direct yellow was decreasing with decreasing the solution pH value. Keywords : Fly ash, direct yellow, adsorption ABSTRAK Abu terbang merupakan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) hasil pembakaran bahan bakar basis padat. Zat Pewarna secara luas telah digunakan pada banyak produk industri. Di sisi lain penggunaan bahan pewarna pada industri kian pesat dan menghasilkan limbah cair berwarna yang membahayakan lingkungan. Penyerapan zat pewarna menggunakan adsorben merupakan salah satu tekhnologi yang efektif untuk mengurangi kontaminasi zat pewarna tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mencari solusi kedua permasalahan di atas, dengan menjadikan abu terbang (fly ash) batubara sebagai adsorben untuk zat warna pada limbah cair. Penelitian ini mempelajari kemampuan abu terbang batubara sebagai adsorben dalam mengadsorpsi zat warna direct yellow menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah waktu kontak 30-210 menit, dan pH 2-11. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu kontak optimum adalah 150 menit dengan persentase adsorpsi 53,07 %, sedangkan nilai pH optimum pada pH 3 persentase adsorpsi 99,49 % . Konsentrasi direct yellow yang teradsorpsi makin menurun seiring dengan menurunnya pH Kata kunci : Abu terbang batubara, direct yellow, adsorpsi. 747 Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura, Pontianak Hal. 747 - 756 1. PENDAHULUAN Zat warna (dye) adalah bahan yang tidak lepas dari proses industri, terbanyak berasal dari industri tekstil, kertas, kosmetik, plastik, makanan dan rokok. Selama ini industri tekstil memiliki rangking tertinggi untuk penggunaan zat warna [11]. Limbah zat warna ini memiliki sifat non biodegradable karena mengandung senyawa kompleks aromatik dan senyawa organik yang sukar diuraikan oleh mikroba [6]. Zat warna berdasarkan cara pewarnaan pada bahan yang akan diwarnai ada beberapa jenis yaitu zat warna asam, zat warna basa, zat warna langsung (direct), zat warna mordan, zat warna belerang, zat warna azoat, zat warna disperse dan zat warna reaktif. Zat warna langsung (direct) adalah zat warna yang dapat mewarnai langsung dengan suatu proses penyerapan tanpa bantuan agen pengikat warna [3]. Zat warna kertas seperti dye yellow, dye red, dye blue dan dye violet adalah zat warna yang sering digunakan pada industri kertas. zat warna tersebut umumnya dibuat dari senyawa azo dan turunannya yang merupakan gugus benzena. Gugus benzena sangat sulit didegradasi dan dibutuhkan waktu yang lama. Senyawa azo memilki struktur umum R–N=N–R’, dengan R dan R’ adalah rantai organik yang sama atau berbeda. Senyawa ini memilki struktur –N=N– yang dinamakan azo [12]. Senyawa azo bila terlalu lama berada di lingkungan, akan menjadi sumber penyakit karena sifatnya karsinogen dan mutagenik. Oleh karena itu perlu dicari alternatif efektif untuk menguraikan limbah tersebut. Struktur aromatik pada zat warna sulit dibiodegradasi, khususnya zat warna reaktif karena terbentuknya ikatan kovalen yang kuat antara atom C dari zat warna dengan atom O, N atau S dari gugus hidroksi, amina atau thiol dari polimer [12]. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memisahkan zat warna dari limbah dengan metode adsorpsi menggunakan berbagai jenis adsorben seperti karbon aktif, abu terbang (fly ash), serbuk gergaji, tongkol jagung, barley husk, kulit jeruk, biomassa (baik yang hidup ataupun yang telah mati), dan adsorben lainnya. Adsorben yang paling banyak digunakan untuk tujuan ini adalah karbon aktif, akan tetapi karbon aktif yang tersedia biasanya mahal dan tidak ekonomis untuk pengolahan limbah. Apabila karbon aktif dengan kapasitas adsorpsi tinggi untuk pengolahan limbah dapat dihasilkan dari bahan baku yang murah, maka adsorben tersebut juga bernilai ekonomis [14]. Abu terbang merupakan limbah industri kimia yang menggunakan bahan bakar berbasis padat yang jumlahnya banyak dan belum banyak dimanfaatkan, sejauh ini abu terbang batubara hanya dimanfaatkan sebagai bahan campuran 748 Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura, Pontianak Hal. 747 - 756 pembuatan beton, semen, batako, pavin blok, pembenah lahan pertanian, dan lainlain [8]. Bentuk pemanfaatan lain dari limbah abu terbang batubara adalah dengan menggunakannya sebagai adsorben. Sebagai adsorben, memiliki keuntungan yaitu harganya yang ekonomis dan abu baik terbang batubara digunakan dalam pengelolaan limbah gas ataupun cair, serta mampu menyerap logam-logam berat yang terkandung dalam limbah. Belum banyak yang melakukan penelitian tentang abu terbang digunakan sebagai adsorben zat warna. Penelitian tentang pengurangan zat warna (Dye) menggunakan abu terbang batubara telah dilakukan oleh Yamada [13]. Mufrodi juga melakukan penelitian adsorpsi zat warna tekstil menggunaakan abu terbang pada variasi massa adsorben dan suhu operasi [8], sedangkan untuk adsorpsi logam berat telah dilakukan oleh Zakaria [14]. Salah satu karakteristik adsorben yang dibutuhkan untuk adsorpsi adalah mempunyai luas permukaan yang besar [5]. Abu terbang batubara mempunyai luas area spesifiknya (diukur berdasarkan metode permeabilitas udara Blaine) antara 170 sampai 1000 m2/kg dan kerapatan abu terbang berkisar antara 2100 sampai 3000 kg/m3 sehingga abu terbang batubara berpotensi digunakan sebagai adsorben [9], selain itu komponen utama dari abu terbang batubara yang berasal dari pembangkit listrik adalah silika (SiO 2), alumina (Al2O3), dan besi oksida (Fe2O3), sisanya adalah karbon, kalsium, magnesium, dan belerang [8]. Kandungan silika dan alumina dalam abu terbang batubara yang cukup besar yang memungkinkan abu terbang digunakan sebagai adsorben yang potensial. Dengan besarnya kadar kedua komponen tersebut berarti banyak pusatpusat aktif dari permukaan padatan yang dapat berinteraksi dengan adsorbat, misalnya ion logam [1]. 2. METODE PENELITIAN 2.1. Alat dan Bahan 2.1.1 Alat yang digunakan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah : peralatan gelas yang biasa digunakan di laboratorium, neraca, pH meter, spektrofotometer UV-Vis HACH DR 5000, Desikator, Centrifuge, Spatula, Cuvet dan Shaker. 2.1.2. Bahan yang digunakan Bahan–bahan yang digunakan adalah : pewarna direct yellow, abu terbang batubara, Larutan NaOH 0,1 M, Larutan HCl 0,1 M dan 6M, aquades. 749 Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura, Pontianak Hal. 747 - 756 2.2. Prosedur Penelitian Merujuk pada jurnal Yamada et al (2003) maka pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu: 2.2.1. Preparasi Abu Terbang (fly ash) Batubara Analisa kadar air dan kadar C (unburned carbon) abu terbang dilakukan secara gravimetri. Abu terbang batubara sebanyak 100 gram dikeringkan di oven pada temperatur 105°C hingga diperoleh berat konstan dan disimpan di desikator sebelum digunakan. Untuk penentuan kadar karbon yang tidak terbakar (unburned carbon) diambil 2 gram kemudian dibakar di furnace pada temperatur 1000 °C hingga diperoleh berat konstan. 2.2.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Pewarna direct yellow ditimbang 2 gram. Kemudian diencerkan dengan aquades sampai 2000 ml dalam labu ukur 2000 ml dan dihomogenkan. Larutan induk 1000mg/l ini kemudian digunakan dalam setiap pembuatan larutan kerja zat warna. Pembuatan larutan 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50, 60, 80 dan 100 mg/L diambil dari larutan 200 dan 250 mg/L yang diencerkan dari larutan induk 1000 mg/L. Kemudian salah satu dari larutan yaitu 30 mg/L dilakukan pengukuran panjang gelombang maksimumnya menggunakan spektrofotometer UV-Vis HACH DR 5000 pada panjang gelombang 350-420 nm. Hasil panjang gelombang maksimum yang didapat digunakan untuk pengukuran absorbansi pada tahap berikutnya. Pembuatan kurva kalibrasi Larutan 5 hingga 100 mg/L diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum. Kemudian dibuat kurva kalibrasi. 2.2.3. Penentuan panjang gelombang maksimum zat warna Salah satu dari larutan gelombang maksimumnya yaitu 30 menggunakan mg/L dilakukan pengukuran panjang spektrofotometer UV-Vis HACH DR 5000 pada panjang gelombang 350-420 nm. Hasil panjang gelombang maksimum yang didapat digunakan untuk pengukuran absorbansi pada tahap berikutnya. 2.2.4. Pembuatan kurva kalibrasi Larutan 5 hingga 100 mg/L diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis HACH DR 5000 pada panjang gelombang maksimum. Dibuat kurva kalibrasi. 2.2.5. Penentuan Waktu Kontak Optimum Waktu kontak divariasikan pada 30, 60, 90, 120, 150, 180 dan 210 menit. Ditimbang abu terbang 4 gram dan temperatur 25°C dijaga konstan. Pada penelitian ini kosentrasi pewarna direct yellow yang digunakan adalah 300 mg/L dengan volume 100 ml. Campuran diaduk menggunakan 750 shaker dengan kecepatan 150 rpm, Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura, Pontianak Hal. 747 - 756 kemudian dipisahkan menggunakan centrifuge dengan kecepatan 4000 rpm selama 20 menit. Kemudian nilai absorbansi dari adsorbat diukur dengan spektrofotometer UV- Vis pada pamjang gelombang maksimum. Nilai absorbansi dimasukkan pada persamaan kurva kalibrasi untuk menentukan konsentrasi sisa dari adsorbat. 2.2.6. Penentuan pH optimum pH divariasikan pada 2, 3, 4, 5, 7, 9 dan 11.2. Kemudian diaduk menggunakan shaker selama waktu Selanjutnya optimum dilakukan dan dipisahkan menggunakan centrifuge pembacaan absorbansi adsorbat 20 menit.. menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. Nilai absorbansi dimasukkan pada persamaan kurva kalibrasi untuk menentukan konsentrasi sisa dari adsorbat. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Preparasi Abu Terbang Batubara Pada penentuan kadar air, 100 gram abu terbang batubara dikeringkan di dalam oven pada temperatur 105°C hingga berat konstan (6 jam). Sedangkan untuk penentuan kadar karbon tidak terbakar (unburned carbon) dilakukan dengan cara : 2 gram abu terbang dibakar di furnace pada temperatur 1000°C hingga berat konstan (2 jam). Persentase kadar air dan kadar karbon tidak terbakar dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini : Tabel 3.1. Hasil Preparasi Abu Terbang Batubara Jenis Preparasi Berat Awal (gr) Berat Akhir (gr) Hasil (%) 100 96,6211 3,37 2 1,9752 1,24 Penentuan Kadar Air Penentuan Kadar Karbon Tidak terbakar 3.2. Penentuan Kurva Kalibrasi Kurva kalibrasi merupakan grafik yang menyatakan hubungan kadar larutan sampel dengan hasil pembacaan absorbansi yang merupakan garis lurus. Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan cara mengukur absorbansi larutan sampel dengan konsentrasi 5 hingga maksimum yaitu 400 nm. 751 100 mg/L pada panjang gelombang Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura, Pontianak Hal. 747 - 756 Kurva Kalibrasi Absorbansi 2,5 y = 0,0236x R² = 0,9991 2 1,5 1 0,5 0 0 20 40 60 80 100 120 Konsentrasi Gambar 3.1. Kurva kalibrasi Direct Yellow 3.3. Penentuan panjang gelombang maksimum zat warna Pengukuran panjang gelombang maksimum, diambil salah satu dari larutan standar yaitu 30 mg/L kemudian diukur pada panjang gelombang 350-420 nm, sehingga didapat panjang gelombang maksimum 400 nm (Gambar 3.2). Kurva Panjang Gelombang Maksimum Absorbansi 0,8 0,6 0,4 0,2 0 340 360 380 400 420 440 Panjang Gelombang Gambar 3.2. Kurva Panjang Gelombang Maksimum Direct Yellow 3.3. Penentuan Waktu Kontak Optimum Salah satu variabel yang dapat menentukan banyaknya adsorbat yang dapat diadsorpsi oleh adsorben adalah waktu kontak. Pengaruh adsorpsi zat warna direct yellow terlihat pada Gambar 3.3 : 752 waktu kontak terhadap Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura, Pontianak Hal. 747 - 756 Hubungan Waktu Kontak dan % Adsorpsi % Adsorpsi 60 40 43,72 30 52,16 49,76 44,6 50 53,07 48,96 51,42 20 10 0 0 50 100 150 Waktu Kontak (Menit) 200 250 Gambar 3.3. Hubungan Waktu Kontak dan % Adsorpsi Berdasarkan Gambar 3.3 dapat dilihat bahwa dari waktu 30 menit hingga 150 menit persentase adsorpsi terus mengalami peningkatan, dimana pada waktu 150 menit persentase adsorbat teradsorpsi sebesar 53,07 %, setelah 150 menit persentase adsorpsi cenderung mengalami penurunan yaitu pada 180 menit persentasenya sebesar 52,16 % dan pada waktu 210 menit sebesar 51,41 %, sehingga waktu kontak optimum terdapat pada waktu 150 menit. Waktu optimum tercapai apabila peningkatan persentase adsorbat yang teradsorpsi mencapai titik maksimal sehingga penambahan waktu kontak tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pengurangan kadar zat warna dalam sampel. Waktu kontak merupakan suatu hal yang sangat menentukan dalam proses adsorpsi dimana waktu kontak adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pengadukan antara abu terbang batubara sebagai adorben dan larutan zat warna sebagai adsorbat. Semakin lama waktu kontak maka kemungkinan proses adsorpsi juga semakin meningkat, tetapi ketika kondisi setimbang telah tercapai adsorben cenderung melepas (desorpsi) zat warna sehingga persentase adsoprsi menjadi berkurang, ini menandakan abu terbang mengalami waktu jenuh. Waktu jenuh adalah keadaan dimana konsentrasi tidak mengalami perubahan bahkan setelah waktu tertentu abu terbang mengalami desorpsi yaitu melepaskan kembali zat warna yang telah diadsorp karena pori-pori abu terbangnya telah jenuh oleh zat warna (Mufrodi et al, 2008). Menurut Atkin (1999), Waktu kontak yang lebih lama memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik, namun pada kondisi tertentu akan stabil karena sudah 753 jenuh sehingga terjadi proses Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura, Pontianak Hal. 747 - 756 kesetimbangan. Waktu optimum yang didapatkan pada penelitian ini sama dengan waktu optimum yang diperoleh Yamada, et al (2003) yaitu 150 menit. 3.4. Penentuan pH optimum Adsorpsi direct yellow oleh abu terbang batubara dalam larutan bergantung dari pH larutan tersebut, dimana pH akan mempengaruhi muatan permukaan adsorben, derajat ionisasi dan spesi apa saja yang dapat terserap dalam adsorpsi tersebut (Gambar 3.4.) Hubungan pH dan % Adsorpsi 120 99,49 % Adsorpsi 100 98,12 80 90,17 86,15 70,79 95,94 60 71,99 40 20 0 0 2 4 6 8 10 12 pH Dari hasil penelitian diketahui bahwa konsentrasi zat warna direct yellow yang terserap berkurang seiring dengan kenaikan pH. Mulai dari pH 2 konsentrasi direct yellow yang terserap meningkat hingga pada pH 3 yaitu 98,12 % dan 99,49 %, namun setelah pH 3 konsentrasi direct yellow yang teradsorpsi terus menurun hingga pH 11. Hal ini menunjukkan keterkaitan antara nilai pH dengan senyawa yang diadsorpsi yaitu zat warna direct yellow. Menurut Jaslin (2006), kondisi pH sistem mengakibatkan perubahan distribusi muatan pada adsorben dan zat warna sebagai akibat terjadinya reaksi protonasi dan deprotonasi gugus-gugus fungsional. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa permukaan adsorben mengalami protonasi di pH rendah, dan terdeprotonasi pada pH tinggi. Tingginya adsorpsi pada pH asam hal ini dikarenakan meningkatnya protonasi oleh penetralan muatan negatif dari permukaan adsorben sehingga hal ini memudahkan proses difusi di daerah adsorben. Pada pH asam situs aktif yang dominan dari fly ash seperti SiO2 dan Al2O3 akan terprotonasi, sehingga lebih bermuatan positif dan dapat terjadi tarik menarik dengan direct yellow yang bermuatan negatif. Struktur molekul zat warna direct yellow mempunyai empat buah gugus sulfit, sehingga menyebabkan senyawa ini lebih menyukai keadaan asam daripada basa. 754 Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura, Pontianak Hal. 747 - 756 Selain itu banyaknya jumlah H+ yang bisa digantikan dengan radikal hidroksil membuat senyawa ini lebih bersifat asam [10]. 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap larutan zat warna direct yellow dapat diambil kesimpulan seperti di bawah ini: 1. Abu terbang batubara (fly ash) dapat mengadsorpsi zat warna direct yellow. 2. Waktu kontak optimum yang diperoleh pada penelitian ini adalah 150 menit dengan persentase adsorpsi 53,07 %. 3. Nilai pH sangat mempengaruhi proses adsorpsi, dimana pH optimum yang didapat adalah pH 3 dengan persentase adsorpsi 99,49 %. 4.2. Saran 1. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan aktivasi adsorben untuk meningkatkan kemampuan adsorpsi dari abu terbang batubara. 2. Perlu dilakukan proses adsorpsi pada variasi suhu, untuk mengetahui pengaruh perubahan suhu terhadap proses adsorpsi. 5. DAFTAR PUSTAKA [1]. Astuti, Widi., dan Mahatmanti, F.W., 2008. Aktivasi Abu Layang Batubara Dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Timbal dalam Pengolahan Limbah Electroplating. Tesis. Universitas Negeri Semarang. Semarang. [2]. Atkins, P.W. (1999). Kimia Fisika Edisi keempat Jilid 2. Oxford : University Lecture and Fellow of Lincolin College. [3]. Faqihu, Abdullah, 2010. Penurunan Kadar Zat Warna Remazol Yellow FG Menggunakan Adsorben Semen Portland. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. [4]. Hu, Chun, Xuenxiang Hu, LiushoWang, Jiuhui Qu, aiming Wang, 2006. VisibleLightInduced Photolytic Degradation of Azodyes in Aqueous AgI/TiO2. Journal of Research Center for Eco-Enviromental Science. Chinese Academy of Science. Beijing. 100085. China. Vol. 40,7903-7907. [5]. Imami, Khalif, 2008. Pengujian Alat Pendingin Sistem Adsorbsi Dengan Variasi Temperatur Masuk Fluida Saat Desorbsi. Skripsi. Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia. [6]. Irvan, Renita, 2004, Perombakan zat Warna Azo Reaktif secara anaerobAerob.Skripsi. Universitas Sumatera Utara 755 Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura, Pontianak Hal. 747 - 756 [7]. Jaslin, I. (2006a). Penentuan Reaksi Protonasi dan Deprotonasi Molekul Organik Serta Konstanta Kesetimbangan Reaksinya Dengan Titrasi Potensiometri. Prosiding Seminar Nasional Kimia, Nopember 2006, Yogyakarta. [8]. Mufrodi, Z., Widiastuti, N., dan Ranny C.K.,2008). Adsorpsi Zat Warna Tekstil Dengan Menggunakan Abu Terbang (Fly Ash) Untuk Variasi Massa Adsorben dan Suhu Operasi.. Prosiding Seminar Nasional Teknoin 2008 [9]. Putri, M., 2009. Abu Terbang Batubara Sebagai Adsorben. Majari Magazine.Penerbit : Majari Magazine. p:1. e-Magazine (Diakses 2 Juni 2014). [10]. Riwiyanto, S., Ridla, Bakri., Anggi, T.A,. 2010. Degradasi Fotokatalitik Zat Warna Direct Yellow dan Direct Violet dengan Katalis TiO2/AgI- Sinar UV. ISSN:1978-8193. Valensi Vol.2 No.1, Nop 2010 (319-324). [11]. Sari, I.P., dan N., Widiastuti., 2010. Adsorpsi Methylen Blue dengan Abu Dasar PT.IPMOMI Probolinggo Jawa Timur dan Zeolit Berkarbon. Prosiding Skripsi Semester Gasal. ITS. Surabaya. [12]. Widjajanti, E., Regina, T.P.dan Pranjoto, M.,U., 2011. Pola Adorpsi Zeolit Terhadap Pewarna Azo Metil Merah dan Metil Jingga. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Universitas Negeri Jogyakarta. 39 [13].Yamada, K., Kensaku, H., Carmel. C.G., Bussakorn P., Wongsiri dan Mary.L. 2003. Removal of Dyes from Aqueos Solution by Sorption with Caol Fly Ash. Paper. International Ash Utilization Symposium, Center for Applied Energy Research. Universitas of Kentucky. [14]. Zakaria, Ahmad., Henny R., Wittri, D., Yustinus, P.,dan Agus T. 2012. Karakterisasi dan Pemanfaatan Abu Terbang Aktivasi Fisika Dalam Menjerap Ion Logam Cu 2+ Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahan. Serpong. ISSN 14411-2213. 756