Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. IV No. 2 September 2017 Partisipasi Politik Tokoh Pemuda Jawa Barat Pada Pemilu Legislatif 2014 Rita Herlina Universitas BSI, [email protected] ABSTRAK Partisipasi politik merupakan bentuk konkret kegiatan politik yang dapat mengabsahkan seseorang berperan serta dalam sistem politik, partisipasi politik sebagai calon legislatif pada pemilu legislatif 2014 memiliki makna tersendiri bagi tokoh pemuda Jawa Barat, dalam hasil penelitian menunjukkan makna tokoh pemuda atas partisipasinya sebagai calon legislatif 2014 adalah : pemuda berperan penting sebagai calon legislatif 2014 dan pemuda memiliki tantangan sebagai calon legislatif` 2014. Kata Kunci: Partisipasi Politik, Tokoh Pemuda. ABSTRACT Political participation is concrete form of political activity which can legitimize a person to participate in the political system, political participation as legislative candidate in legislative elections in 2014 has significance for youth leaders in west Java, the results show the meaning and youth leaders for their participation as a candidate for the legislature in 2014 are : youth plays an important role as a legislative candidate in 2014 and youth have challenges as a candidate for the legislature in 2014. Keywords : Political participations, Youth leaders. Diterima 25 Mei 2017; Revisi 05 Juni 2017; Disetujui 15 September 2017 PENDAHULUAN Pemuda adalah harapan dan penerus perjuangan bangsa, karenanya peran serta pemuda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan kebutuhan utama bagi keberlangsungan hidup di dunia ini. Sebuah bangsa tak akan menjadi bangsa yang besar tanpa ada peran serta pemuda, seperti dalam peribahasa “suatu bangsa yang besar tak akan menjadi besar dan dihargai oleh bangsa lainnya melainkan peran pemuda dan pemudi yang semangat dan jiwa nasionalismenya sangat tinggi terhadap bangsa ini” (Kurniawan (2014). Sulit membayangkan jika di negara ini terhenti regenerasi atau tidak ada peran serta pemudanya, atau juga partisipasi pemudanya dihalangi dan bahkan tidak ada sama sekali maka sehebat-hebatnya sebuah negara jika tidak ada peran serta pemudanya maka apalah artinya negara ini tanpa kehadiran pemuda. Ironinya pemuda hari ini masih terlalu alergi dengan dinamika politik lantas menarik diri dari segala perilaku politik yang ada. Hal ini disebabkan kebanyakan pemuda berada pada titik kejenuhan akan tontonan politik selama ini dengan warna yang terkesan membingungkan, kaku dan kotor. Hal ini ditambah oleh mindset yang berkembang di tataran masyarakat seolah politik adalah opium yang harus dijauhi sehingga menjadikan politik sebagai ladang haram bagi pemuda untuk berkecimpung didalamnya ini merupakan buah dari trauma praktik politik di masa lalu yang akhirnya mewariskan resistensi di tengah masyrakat (Pratama, 2016). ISSN: 2355-0287, E-ISSN: 2549-3299 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jika 106 Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. IV No. 2 September 2017 Partisipasi politik yang rendah dari pemuda di masa kini berbanding terbalik dengan catatan sejarah tentang peran serta pemuda dalam upaya mencapai kemerdekaan Republik Indonesia, melalui berbagai aksi pemuda yang sebagian besar bernaung dalam berbagai wadah organisasi sosial dan kepemudaan. Boedi Utomo 1908 sebagai pelopor organisasi pemuda pertama menggerakan pemuda cendikiawan Indonesia untuk bersatu, melalui aksi sumpah pemuda 1928 mampu menyatukan seluruh pemuda Indonesia untuk memiliki tanah air, berbangsa dan berbahasa satu yaitu Indonesia, hingga pada puncaknya kemerdekaan RI 1945 dapat diraih berkat bersatunya pemuda dan seluruh rakyat Indonesia, kemudian di tahun 1998 gerakan pemuda kembali menggeliat dengan tumbangnya rezim orde baru menuju era reformasi. Jika sebelumnya peranan pemuda di era orde baru terjadi pembukaman politik, sebaliknya peranan pemuda di era reformasi mencapai masa keemasan, di mana banyak bermunculan tokoh pemuda yang terjun ke dunia politik, baik tergabung di dalam wadah organiasi kemasyarakatan, organisasi kepemudaan, maupun aktivis partai politik, dan tidak sedikit para pemuda dari usia 2535 tahun terlibat langsung secara praktis menjadi anggota legislatif. Selama semua syarat terpenuhi, maka setiap warga negara baik itu pemuda, memiliki hak untuk mencalonkan diri menjadi anggota legislatif. Berbicara mengenai calon legislatif pemuda di Jawa Barat, muncul tren baru dikalangan pemuda, seiring dengan kebebasan berdemokrasi, tidaklah sedikit tokoh-tokoh dari kalangan pemuda yang turut andil berpartisipasi terjun di dalam perebutan kursi legislatif. Dalam penelitian ini menunjukkan adanya partisipasi politik di kalangan pemuda Jawa Barat, terutama tokoh pemuda yang aktif di jajaran organisasi kepemudaan, namun dalam hasil keterpilihannya hanya beberapa orang saja diantara pemuda dari provinsi Jawa Barat yang mampu lolos maju dalam pemilu legislatif 2014, dan bahkan dari 4 tokoh pemuda dalam penelitian ini tidak ada satu pun dari mereka yang terpilih menjadi anggota legislatif 2014-2019. Berbagai hambatan dan tantangan menghadang para pemuda untuk maju sebagai calon anggota legislatif 2014, para pemuda memerlukan kekuatan lebih dari sekedar uang sebagai modal untuk melangkah, melainkan juga berbagai macam strategi kampanye politik yang sifatnya murah meriah tetapi mengena di hati rakyat. Masyarakat saat ini sudah cukup kritis, namun juga masih banyak yang pragmatis, artinya masyarakat masih banyak yang mementingkan sisi praktis dibandingkan sisi manfaatnya, karenanya masyarakat masih banyak yang tergiur akan iming-iming hadiah dan bahkan berbagai macam permintaan dalam bentuk infrastruktur yang seringkali di luar kemampuan finansial calon legislatif pemuda. Hirzi (2004) mengungkapkan para kandidat yang sudah dikenal luas, kampanye merupakan pengenalan lanjutan, berbeda dengan yang baru dikenal yang harus mengawali dari bawah dengan ekstra energi. Kemudian sebuah kutipan wawancara dengan tokoh senior KNPI Jawa Barat Agus Salide (2014), diungkapkan mengenai pandangannya atas partisipasi pemuda dan seberapa besar kekuatan mereka atas pemilu legislatif 2014 sebagai berikut “bahwa dalam legislatif memerlukan orang-orang yang matang baik secara mental maupun secara intelektual, karena kaum muda tentunya akan bersaing dengan kaum tua yang lebih berpengalaman dan mapan, bagi orang-orang muda perlu pengasahan diri yang lebih dalam agar keterlibatannya betulbetul diperlukan dalam legislatif, namun kaum muda memiliki keterbatasan dalam hal fianansial, padahal dalam pemilu ini pastinya memerlukan biaya yang tidak sedikit, maka akan sulit bagi kaum muda untuk mencapai jaringan yang sangat luas jika kondisinya seperti itu.” Dengan demikian tentu saja terdapat banyak tantangan bagi pemuda di dalam ISSN: 2355-0287, E-ISSN: 2549-3299 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jika 107 Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. IV No. 2 September 2017 partisipasinya mengikuti pemilihan anggota legislatif 2014. Untuk itu dalam artikel ini, peneliti hendak mengungkap hasil penelitian mengenai makna partisipasi politik tokoh pemuda sebagai calon anggota legislatif 2014, dari pengalaman calon legislatif tokoh pemuda yang aktif dalam jajaran organisasi kepemudaan tingkat Provinsi Jawa Barat KAJIAN LITERATUR Berdasarkan karakteristik usianya pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. (UU RI 2009) Dari karakteristik tersebut, sesungguhnya telah menyempitkan peran politik pemuda dalam batas usia yang belum mencapai tingkat kematangan yang tinggi, sehingga akan sulit mendapatkan figur pemuda yang unggul atau dapat dikatakan sebagai “tokoh pemuda”. Tokoh diartikan sebagai kiasan orang yang mempunyai keunggulan, tentu saja keunggulannya dalam berbagai bidang, termasuk pengalamannya dalam kancah politik (Soetraman el al, 1988). Karena untuk menjadi anggota legislatif, tentunya dibutuhkan figur-figur yang unggul, dalam hal ini tokoh yang benar-benar memiliki kemampuan tinggi di atas rata-rata dari kemampuan orang biasa, dengan memiliki kredibilitas. Seperti dikatakan oleh Cangara (2011), ketokohan ini diperoleh menurut kredibilitas, yakni sejauhmana calon yang bersangkutan memiliki reputasi. Reputasi bisa diperoleh karena adanya kompetensi dan popularitas. Kompetensi adalah keahlian yang dimiliki seseorang yang ingin dicalonkan. Misalnya pendidikannya, peranannya dalam masyarakat, apakah ia sebagai ulama, pendidik/cendekiawan, pengusaha atau birokrat, sedangkan popularitas bisa diperoleh karena kompetensi itu tadi. Selain kredibilitas, tokoh pemuda dilihat dari segi usia mereka dalam batas usia hingga 40 tahun, dengan tingkat kematangan manusia yang lebih terasah berdasarkan pengalaman mereka, terutama aktif sebagai aktivis dalam sebuah organisasi pemuda maupun kemasyarakatan. Seperti menurut definisi pemuda dari Lembaga Pengembangan Potensi Pemuda Nasional (LP3N), dilihat dari sudut ideologis–politis, maka generasi muda adalah calon pengganti generasi terdahulu ; dalam hal ini berumur antara 18 sampai 30 tahun, dan kadang-kadang sampai umur 40 tahun.” (Noer & Ahmad, 2000) Partisipasi politik di era reformasi dapat diartikan sebagai keterlibatan individu secara aktif dan langsung dalam menentukan kebijakan negara, berdasarkan tingkat partisipasi suatu masyarakat terhadap kegiatan politik tertentu, seperti menjadi pemilih atau yang dipilih dalam pemilu. Partisipasi politik adalah keterlibatan individu atau kelompok pada level terendah sampai yang tertinggi dalam sistem politik. Hal ini berarti bahwa partisipasi politik merupakan bentuk konkret kegiatan politik yang dapat mengabsahkan seseorang berperan serta dalam sistem politik (Basrowi el al, 2012). Urutan partisipasi berdasarkan hierarki tertinggi hingga terendah yaitu : 1. Menduduki jabatan politik atau administrasi 2. Mencari jabatan politik atau administrasi 3. Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi politik 4. Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi politik 5. Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi semi politik 6. Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi semi politik 7. Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya 8. Partisipasi dalam diskusi politik inforal 9. Partisipasi dalam pemungutan suara (Basrowi el al, 2012). Melihat hierarki tersebut, tokoh pemuda yang mengikuti sebagai calon anggota legislatif 2014, adalah berada dalam partisipasi aktif tingkat kedua, yaitu partisipasi mencari jabatan politik, kemudian tokoh pemuda sebagai kader atau ISSN: 2355-0287, E-ISSN: 2549-3299 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jika 108 Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. IV No. 2 September 2017 pun partisipan dalam partai politik berada dalam partisipasi tingkat ketiga dan keempat yaitu menjadi anggota aktif dan pasif dalam suatu partai politik, dan tokoh pemuda sebagai anggota dalam suatu organisasi pemuda berada dalam partisipasi aktif tingkat kelima yaitu menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi semi politik yaitu organisasi pemuda. Sedangkan partisipasi sebagai pemilih dalam pemilu adalah partisipasi tingkat terendah pada urutan ke 9 dari seluruh partisipasi masyarakat terhadap politik. METODE PENELITIAN Penelitian ini mengungkapkan suatu realitas sosial yang terjadi mengenai pengalaman tokoh pemuda sebagai calon legislatif dalam aktivitas persiapan pemilu legislatif 2014. Maka penelitian ini sangat tepat menggunakan jenis penelitian kualitatif, agar menghasilkan penelitian yang alami, mendalam dan bermakna. Pendekatan yang paling mendukung dengan konsep kualitatif dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologi, dikarenakan masalah yang dikaji menyangkut pengalaman tokoh pemuda dalam berpartisipasi politik sebagai calon anggota legislatif 2014. Secara kebetulan peristiwa pemilu ini sedang hangat-hangatnya terjadi, di mana peneliti secara leluasa berkesempatan meneliti caleg dalam rangkaian aktivitas persiapan pemilu legislatif 2014. Tokoh pemuda dianggap fenomenal dalam mengikuti pemilihan legislatif 2014, dikarenakan dalam fakta sejarah pemuda selalu menjadi bagian dan pelopor dalam setiap perubahan bangsa ini. Selain itu pemuda dianggap memiliki semangat yang tinggi, kreativitas dalam berkarya, inofatif, dan mempunyai ide-ide yang segar serta brilliant, sehingga pemuda dipandang memiliki kekuatan yang sangat besar dalam menghantar negara ini untuk menjadi lebih baik. Pendekatan fenomenologi berupaya membiarkan realitas mengungkapkan dirinya sendiri secara alami, tujuannya untuk menggali kesadaran terdalam para subjek mengenai pengalamannya dalam suatu peristiwa. (Hasbiansyah, 2008). Melalui pendekatan fenomenologi, peneliti dapat mengangkat lebih dalam mengenai fenomena pemilihan legislatif berdasarkan pengalaman tokoh pemuda sebagai calon legislatif 2014. Peneliti pun tidak berasumsi bahwa peneliti dapat mengetahui semua makna atau mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti, peneliti hanya berusaha memahami peristiwa dan keterkaitan satu sama lain, karena menurut Lexi J. Moleong (2009), fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti oleh mereka. Inquri fenomenologis memulai dengan diam, diam merupakan tindakan untuk menangkap pengertian sesuatu yang sedang diteliti. Yang ditekankan oleh kaum fenomenologis ialah aspek subjektif dari perilaku orang. PEMBAHASAN Tokoh pemuda sebagai calon legislatif 2014 pada konteks fenomenologi merupakan seseorang yang melakukan tindakan sosial dengan seseorang lainnya yang memiliki makna intersubjektif yang sama. Tokoh pemuda mengikuti pemilihan umum legislatif 2014 dilandasi oleh bermacam motif yang mendasari mengikuti dengan tujuan akhir dari calon legislatif ini adalah mencapai kemenangan pada pemilu legislatif 2014 dan dapat menduduki salah satu kursi di parlemen. Dalam penelitian ini ditemukan pemaknaan atas partisipasi politik tokoh pemuda menjadi calon legislatif 2014, pemaknaan tersebut muncul dari adanya persepsi tokoh pemuda mengenai “calon legislatif ” berdasarkan posisinya sebagai pemuda dan pengalamannya berinteraksi dengan konstituen pada saat bersosialisasi dalam kampanye. Pemuda memaknai dirinya berdasarkan pandangan orang lain. Dalam teori ineraksionisme simbolik, hal tersebut sesuai dengan konsep Mead tentang konsep diri. Mead mendefinisikan diri sebagai kemampuan untuk merefleksikan diri ISSN: 2355-0287, E-ISSN: 2549-3299 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jika 109 Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. IV No. 2 September 2017 sendiri dari perspektif orang lain. Konsep diri Mead tersebut sesuai dengan konsep cermin diri (loking glass self) dari Cooley, yang didalamnya terdapat tiga unsur yang dapat dibedakan, yakni : (1) Bayangan mengenai bagaimana orang lain melihat diri kita (2) Bayangan mengenai pendapat yang dipunyai oleh orang lain mengenai diri kita (3) Rasa diri yang bisa bersifat positif maupun negatif. (Soeprapto, 2002) Dalam hal ini Calon legislatif pemuda melaksanakan interaksi dengan konstituennya dalam melaksanakan sosialisasi untuk kampanye tentunya akan terdapat makna yang ditimbulkan atas tindakan sosial yang dilakukannya, dengan memiliki gambaran tentang dirinya sebagai calon legislatif pemuda, sehingga memaknai partisipasinya terbagi ke dalam dua inti pemaknaan : 1. Pemuda berperan penting sebagai caleg 2014. 2. Pemuda memiliki tantangan sebagai caleg 2014. Peranan Penting Pemuda sebagai Caleg 2014. Partisipasi politik pemuda sangat dibutuhkan untuk maju sebagai calon anggota legialatif 2014, karena (1) pemuda adalah pewaris masa depan bangsa, untuk memajukan bangsa maka pemuda harus mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin yang pantas memimpin, (2) pemuda itu tidak mempunyai beban sejarah, karena dalam sejarah pun tercatat pemuda adalah harapan bangsa dan menjadi satusatunya pewaris negeri, (3) pemuda seperti matahari jam 12 siang, yaitu semangatnya dan kegigihan dalam bekerjakeras tidak akan di dapat selain dari pemuda. Tantangan Pemuda sebagai Caleg 2014 Tantangan-tantangan terbesar sebagai caleg pemuda dalam pemilihan ini adalah : (1) Adanya persaingan ketat antara golongan tua dengan golongan muda, karena orang tua pastinya lebih mapan, baik dalam hal finansial maupun pengalaman, serta daya dukung yang telah dibina sejak lama, (2) Perilaku masyarakat yang sulit ditebak, pragmatis dan materialistis adalah tantangan berat para caleg pemuda, (3) tantangan lainnya adanya persaingan dengan caleg tokoh-tokoh lokal yang punya banyak uang, caleg pemuda Provinsi Jabar sendiri kebanyakan bukanlah asli pribumi dari dapil yang diwakilkannya, maka dalam pemilihan ini menjadi hal yang terberat, sehingga perlu mempraktekkan politik cerdas (4) caleg pemuda memiliki tantangan terbesar lainnya ialah pemuda kebanyakan tidak mempunyai basic secara materi, padahal dalam proses kampanye memerlukan biaya yang tidak sedikit guna menjalalankan proses sosialisasi kepada masyarakat (6) selanjutnya tantangan lainnya adalah adanya ketidakpercayaan orang tua terhadap pemuda dalam arti pemuda dianggap masih belum berpengalaman, menjadi ungkapan melekat pada diri pemuda yang maju sebagai calon legislatif . Berdasarkan dua pemaknaan atas partisipasi pemuda sebagai caleg 2014 yaitu pemuda berperan penting sebagai caleg 2014 dan Pemuda memiliki tantangan sebagai caleg 2014, maka tokoh pemuda dalam penelitian ini menunjukkan partisipasinya sebagai caleg 2014 memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan Caleg Tokoh Pemuda Kelebihan caleg tokoh pemuda yaitu “pemuda berperan penting sebagai caleg 2014”, artinya partisipasi politik tokoh pemuda sangat penting dibutuhkan untuk maju sebagai calon anggota legislatif 2014, apabila tokoh pemuda dapat terpilih nanti, maka dapat mengisi jabatan sebagai anggota legislatif 2014 dengan segala kelebihan dalam dirinya yang memiliki semangat tinggi, kekuatan secara fisik dan mental, kecerdasan intelektual, dan pengalamannya dalam berorganisasi. Kelebihan mengani pemuda dapat digambarkan oleh Syamsuddin (2002) berikut ini: Peran pemuda, sebagai sentral dalam perubahan, mengingat dalam jiwa pemuda selalu ada hasrat yang dinamis. Ciri khas dari seorang pemuda adalah semangatnya yang menyalanyala, bahkan terkadang kurang perhitungan. Selain itu, pemuda juga secara fisik lebih kuat dibandingkan usia-usia ISSN: 2355-0287, E-ISSN: 2549-3299 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jika 110 Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. IV No. 2 September 2017 diatasnya. Sehingga, tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa usia muda adalah usia yang paling produktif dalam diri manusia. Sebuah negeri yang memiliki banyak pemuda produktif tentu akan lebih maju dibandingkan negeri yang banyak berisi orang tua. Dengan kelebihannya itu tokoh pemuda dipercaya untuk turut serta maju dalam pemilihan calon anggota legislatif 2014, guna mengisi jabatan dalam legislatif, dengan peranannya yang lebih baik menjadi wakil rakyat yang amanat, dan berpegang teguh atas prinsip kebaikan dan perjuangan untuk rakyat. Kekurangan Caleg Tokoh Pemuda Kekurangan caleg tokoh pemuda, yaitu tokoh pemuda memiliki tantangan sebagai caleg 2014. Kekurangan yang dimakani caleg tersebut, dirasakan tokoh pemuda berdasarkan proses interaksi antara caleg tokoh pemuda dengan konstituen, pada saat melaksanakan sosialisasi untuk kampanye, sehingga membentuk konsep dirinya yang memiliki beberapa tantangan atau kendala sebagai calon anggota legislatif 2014. Dengan menyadari bahwa caleg tokoh pemuda memiliki kendala atau tantangan dalam mengikuti pemilihan calon legislatif 2014, maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai kekurangan caleg tokoh pemuda dalam mengikuti pemilihan calon legislatif 2014. Secara idealis untuk menjadi wakil rakyat, seharusnya ia adalah orang-orang yang memiliki kredibilitas yang tinggi, tanggap dan bermental baja dalam mengatasi berbagai persoalan bangsa ini, karena pada dasarnya tugas utama seorang legislator adalah sebagai wakil rakyat yang bertanggung jawab atas terbentuknya berbagai undang-undang yang mengatur sistem kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Apabila wakil rakyatnya mampu mengarahkan undang-undang ke arah keadilan dan kesejahteraan masyarakat, maka fungsinya dapat dikatakan berhasil, namun jika sebaliknya maka dalam hal ini anggota legislatif harus dipertanyakan kredibilitasnya. Dengan sistem pemilu secara proporsional terbuka dan langsung dipilih oleh rakyat di era reformasi ini, pada kenyataanya belum banyak melahirkan kepemimpinan pemuda yang unggul sebagai wakil rakyat, mereka yang terpilih kebanyakan adalah orangorang yang mampu memasarkan dirinya dengan berbagai macam intrik politik. Sehingga banyak wakil rakyat kita yang sebelumnya terpilih adalah mereka yang berasal dari kalangan tua yang mapan, para pemilik modal, para kapitalisme dan para kalangan pesohor seperti artis, pelawak, atlit dan sebagainya. Kalaupun ada beberapa dari kalangan politisi pemuda yang handal seringkali mereka harus sudah mapan dalam hal ekonomi, atau pun jika mereka tidak mapan, maka mereka harus benar-benar memiliki strategi kampanye yang sangat jitu. Berdasarkan realitas tersebut tidak menuntut kemungkinan keterpilihan orang-orang yang sama seperti pemilu sebelumnya akan terulang kembali di pemilu 2014 ini, yaitu tanpa melihat tua atau muda, cerdas atau tidak cerdas, tetapi dengan berlakunya hukum rimba, yaitu dalam hal ini siapa yang kuat yakni mempunyai uang atau juga memilki popularitas, maka ialah yang yang akan menang. Padahal dengan keterpilihan wakil-wakil rakyat terutama jika hanya bermodalkan uang saja, dalam berbagai hasil penelitian menyebutkan itu adalah salah satu penyebab munculnya koruptorkoruptor di dalam legislatif, dikarenakan uang yang mereka keluarkan pada saat kampanye dikeluarkan dalam jumlah yang sangat besar, pastinya harus dapat mereka kembalikan kembali dengan jumlah yang jauh lebih besar dari biaya yang pernah dikeluarkan. Meskipun uang bukan segala-galanya, namun untuk mengikuti pemilihan calon legislatif 2014, pastinya memerlukan biaya dalam persaingan yang begitu ketat, karena pemilu legislatif menjadi ajang kompetisi yang sah bagi setiap calon anggota legislatif untuk memperebutkan kursi kekuasaan. Dalam kompetisi ini adanya persaingan antara newcomer dengan incumbent dalam ISSN: 2355-0287, E-ISSN: 2549-3299 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jika 111 Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. IV No. 2 September 2017 memperebutkan suara pemilih, selain itu adanya UU dari KPU yang membolehkan partai politik melakukan kegiatan kampanye dalam berbagai bentuk tertentu sejak tiga hari ditetapkan sebagai peserta pemilu, menyebabkan pemilu legislatif satu-satunya yang memiliki rentang masa kampanye yang begitu lama, yaitu sekitar 13 bulan, maka konsekuensi memiliki uang yang lebih bagi setiap caleg adalah mutlak diperlukan. Sebuah tantangan besar bagi caleg-caleg muda, terutama tokoh pemuda dalam penelitian ini, mereka adalah sosok pemuda yang memiliki keunggulan yang dapat diperhitungkan, di sisi lain bisa tidak terpilih hanya karena keterbatasan dana menjadi hambatan mereka. Tantangan ini muncul diakibatkan dalam pemilu ini setiap caleg harus bertaruh dan bersaing dengan sejumlah caleg dalam jumlah nya tidak sebanding dengan jumlah kursi yang diperebutkan di parlemen, belum lagi kondisi masyarakat di Indonesia yang masih banyak yang lebih mengutamakan materialistis dan bersifat transaksional, bahkan diantara masyarakat yang dikatakan cerdas pun masih banyak yang memilih untuk menjadi golput “golongan putih”. Bermacam alasan politis seseorang menjadi golput, diantaranya karena adanya kekecewaan masyarakat terhadap kinerja anggota legislatif sebelumnya yang masih belum membawa perubahan pasti, atau karena masyarakat merasa tidak mengenal caleg, ditambah adanya perasaan tidak ikhlas untuk memilih caleg-caleg yang maju hanya untuk mengahantarkannya menjadi anggota legislatif dengan pekerjaan yang lebih mapan, di mana pada akhirnya rakyat tetap akan ditinggalkan dan dilupakan atau bahkan beberapa dari mereka nantinya akan akan ada yang korupsi juga. Di era keterbukaan kini dengan berbagai tingkat kecerdasan dan kesadaran masyarakat yang berbeda-beda, mulai dari masyarakat yang koperatif, kritis, pragmatis, materialistis hingga yang golput, menjadikan para caleg tokoh pemuda dalam pemilu ini harus dapat memilih cara yang paling tepat dalam mensosialisasikan dirinya. Salah satu cara yang paling efektif adalah dengan memaksimalkan jaringan politik yang ada, sehingga mampu menentukan masyarakat mana yang akan digarap sebagai titik fokus dalam mendokrak suara mereka dan melalui simpul-simpul siapa saja agar dapat mendekatkan mereka langsung kepada masyarakat. Selain melalui jaringan, kreatifitas atau menciptakan sesuatu yang unik atau berbeda bagi seorang caleg tentunya sangat dibutuhkan, sebagai upaya yang paling ampuh untuk mendekatkan langsung dengan rakyat, melalui beragam kegiatan sebagai langkah sosialisasi, dalam rangka mengundang simpatik dan hasrat masyarakat untuk memilih seorang caleg tertentu. PENUTUP Tokoh pemuda memaknai partisipasi politiknya menjadi calon legislatif 2014, yaitu: (1) Pemuda berperan penting sebagai caleg 2014, karena : pemuda adalah pewaris masa depan bangsa, pemuda tidak mempunyai beban sejarah, pemuda seperti matahari jam 12 siang, yaitu semangatnya dan kegigihan dalam bekerjakeras, pemuda lebih diharapkan untuk memajukan bangsa, pemuda mempunyai semangat untuk berjuang. (2) Pemuda memiliki tantangan sebagai caleg 2014, yaitu : persaingan ketat dengan caleg golongan tua yang lebih mapan dan berpengalaman, persaingan dengan caleg tokoh-tokoh lokal yang punya banyak uang, partainya kering suara di dapilnya, pemuda dianggap belum berpengalaman, keterbatasan dana, masyarakat materialistis, masyarakat pragmatis, masyarakat sulit ditebak, dan dapil bukan wilayah asalnya. Berdasarkan dua inti pemaknaan itu, tokoh pemuda sebagai calon anggota legislatif 2014 menunjukkan dirinya memiliki kelebihan sebagai caleg tokoh pemuda, tetapi juga memiliki kekurangan sebagai caleg tokoh pemuda. ISSN: 2355-0287, E-ISSN: 2549-3299 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jika 112 Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. IV No. 2 September 2017 REFERENSI Basrowi, Sukidin, dan Suko Susilo. (2012). Sosiologi Politik. Bogor : Ghalia Indonesia. Cangara, Hafied. (2011). Komunikasi Politik. Jakarta : RajaGrafindo Persada. Hasbiansyah, O. (2008). Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial dan Komunikasi. Jurnal Komunikasi “Mediator” Fikom Unisba vol.9. No.1. UU Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2009, tentang Kepemudaan Bab I Pasal 1. Pratama, Putra Rizki. 2016. Pemuda dalam ruang politik. www.ajnn.net. Biodata Penulis Rita Herlina, Lahir di Purwakarta 9 Oktober 1979. Menamatkan pendidikan S1 (2002) dan S2 (2014) di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung. Saat ini bekerja sebagai Dosen LB di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas BSI Bandung sejak Agustus 2016. Hirzi, Aziz Taufik. (2004). Merancang Kampanye Pemilu. Jurnal Komunikasi “Mediator” Fikom Unisba vol.5 No 1. 83-95. Kurniawan, Muhamad. (2014). SemangatPemuda dan Harapan Bangsa. M.kompasiana.com/www.kernianings ih.com. Moleong, lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Noer, Noery dan Ahmad, Soekrama. 2000. Peran Pemuda dalam Pembangunan dan Permasalahan. Jakarta : Lembaga Pengembangan Potensi Pemuda Nasional (L P3 N). Soeprapto, Riyadi.2002. Interaksionisme Simbolik. Malang : Averroes Press. Soetraman, D, Arifin, dan Yuwono. 1988. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Surabaya : Indah Surabaya. Syamsuddin Aziz. (2010). Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia. Jakarta : Wahana Semesta Intermedia. ISSN: 2355-0287, E-ISSN: 2549-3299 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jika 113