PENGENDALIAN PENYAKIT REBAH SEMAI PADA PERSEMAIAN TANAMAN TEMBAKAU DELI (Nicotiana tabacum L.) DENGAN MEMANFAATKAN ZAT EKSTRAKTIF KULIT MINDI (Melia azedarach Linn.) HASIL PENELITIAN HARTINI NASUTION 051203023/Teknologi Hasil Hutan DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. HALAMAN PENGESAHAN Judul Usulan Nama NIM Departemen Program Studi : Pengendalian Penyakit Rebah Semai pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.) : Hartini Nasution : 051203023 : Kehutanan : Teknologi Hasil Hutan Disetujui Oleh Komisi Pembimbing Ridwanti Batubara, S. Hut., MP. Ketua Iwan Risnasari, S. Hut., M. Si Anggota Mengetahui, Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS Ketua Departemen Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. ABSTRAK HARTINI NASUTION. Pengendalian Penyakit Rebah Semai pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.). Dibimbing Oleh RIDWANTI BATUBARA dan IWAN RISNASARI. Indonesia merupakan salah satu penghasil tembakau dengan mutu yang terbaik. Karena beberapa faktor, terjadi penurunan produksi tembakau yang salah satunya adalah penyakit rebah semai yang disebabkan oleh fungi Phytium sp. Penelitian ini bertujuan untuk menguji zat ekstraktif kulit mindi (Melia azedarach Linn.) sebagai bahan fungisida alami terhadap penyakit rebah semai pada persemaian tembakau deli. Sebanyak 500 gram serbuk kulit mindi masing-masing diekstrak dengan pelarut aseton, metanol dan aquades. Hasil ekstrak tersebut dijadikan sebagai bahan fungisida alami dengan berbagai taraf konsentrasi dan selanjutnya diujikan pada Phytium sp. Hasil penelitian menunjukkan kandungan ekstrak kulit mindi pada pelarut aseton, metanol dan aquades adalah 3,24%; 5,16% dan 5,24%. Ekstrak kulit mindi menggunakan pelarut aseton dan metanol memberikan penekanan pertumbuhan sangat berat terhadap pertumbuhan Phytium sp. Sedangkan pelarut akuades memberikan penekanan pertumbuhan yang bervariasi. Perbedaan jenis pelarut, tingkat konsentrasi ekstrak dan interaksi keduanya memberikan pengaruh nyata terhadap penekanan pertumbuhan Phytium sp. Perlakuan ekstrak dengan pelarut akuades 2% dan akuades 3% berbeda nyata dengan semua perlakuan yang diujikan. Ekstraktif kulit kayu mindi dengan menggunakan pelarut aseton dan metanol berpotensi sebagai fungisida alami terhadap penyakit rebah semai. Kata kunci : Ekstraktif kulit, mindi (Melia azedarach Linn.), rebah semai, Phytium sp., fungisida alami. Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. ABSTRACT HARTINI NASUTION. Controlling of Disease Damping Off at Nursery Tobacco Deli (Nicotiana tabacum L.) by Use Mindi Bark Extractive (Melia azedarach Linn.). Under the supervision of RIDWANTI BATUBARA and IWAN RISNASARI. Indonesia is one of tobacco producer with the best quality. Because of some factor, happened degradation of tobacco production by disease damping off which caused by Phytium sp. The aims of this research is to essay extractive of mindi’s bark (Melia azedarach Linn.) as natural fungicide of damping off disease at seedbed of tobacco deli. As amount 500 gr of dust bark each extract by aceton, methanol and aquadest. The result of it became as natural fungicide with various concentrate and tested to Phytium sp. The result of this research shown extractive content of mindi’s bark extract at aceton, methanol and aquadest are 3,24%; 5,16% and 5,24%. Mindi’s bark extract at aceton and metanol give very heavy pressure of Phytium sp. growth. Nevertheless extract at akuades gives variious pressure. Difference of type of solvent, extract’s concentration and interaction of both are significant to pressure of Phytium sp. growth. Extract treatment at aquadest 2% and 3% are significant with all of tested treatment. Extractive of mindi’s bark at acetone and methanol have potency as natural fungicide of damping off. Key word : extractive of bark, mindi (Melia azedarach L.), Phytium sp., natural fungicide. Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 31 Juli 1987 dari ayah Asmuddin Nasution dan ibu Sari Hartati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 7, Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memeilih program studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis telah melaksanakan praktek pengelolaan dan pengenalan hutan (P3H) di hutan mangrove Kabupaten Asahan dan hutan pegunungan Kabupaten Karo dari tanggal 5 Juni sampai 14 Juni 2007. Penulis juga telah melaksanakan kerja lapang (PKL) di PT. Sumatera Riang Lestari sektor Sei Kebaro Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penulis melaksanakan PKL dari tanggal 2 Febuari sampai 2 April 2009. Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengendalian Penyakit Rebah Semai pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.)”. Pada kesempatan ini penulis menghanturkan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orangtua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Ridwanti Batubara, S. Hut., MP dan Ibu Iwan Risnasari, S.Hut., M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. DAFTAR ISI ABSTRACT ............................................................................................ ABSTRAK ............................................................................................. RIWAYAT HIDUP ............................................................................... KATA PENGANTAR ........................................................................... DAFTAR TABEL ................................................................................. DAFTAR GAMBAR ............................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... Hal. i ii iii iv vi vii viii PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................ Tujuan Penelitian ........................................................................ Kegunaan Penelitian .................................................................... Hipotesis Penelitian ..................................................................... 1 3 3 3 TINJAUAN PUSTAKA Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) ....................................... Rebah Semai (Damping Off) ........................................................ Phytium sp. .................................................................................. Ekstraktif Kulit Kayu .................................................................. Mindi (Melia azedarach Linn.) .................................................... 4 6 7 8 9 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... Bahan dan Alat ............................................................................ Metode Penelitian ........................................................................ Persiapan Bahan Baku ........................................................... Ekstraksi Kulit Kayu Mindi ................................................... Penyediaan Biakan Fungi Phytium sp. ................................... Pembuatan Konsentrasi Larutan untuk Aplikasi ..................... Perlakuan Fungi Phytium sp. dengan Ekstrak Kulit Mindi ...... Pengukuran Penekanan Pertumbuhan Fungi ........................... Perhitungan Penekanan Pertumbuhan Fungi .......................... Analisa Data ................................................................................ 12 12 12 12 13 14 15 16 16 16 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Ekstraktif Kulit Mindi ......................................... Penekanan Pertumbuhan Fungi Phytium sp. dengan Ekstraktif Kulit Mindi ................................................................................. 20 21 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ................................................................................. Saran ........................................................................................... 28 28 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ LAMPIRAN .......................................................................................... 29 31 Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. DAFTAR TABEL No. Hal. 1. Kandungan zat ekstraktif kulit mindi ................................................... 20 2. Rata-rata luas pertumbuhan dan penekanan Phytium sp. pada hari ke-5 dengan perlakuan ekstrak kulit mindi pada berbagai pelarut dan konsentrasi .......................................................................................... 22 3. Uji fitokimia ekstrak kulit mindi ......................................................... 25 4. Uji lanjut penekanan pertumbuhan fungi Phytium sp. dengan ekstraktif kulit mindi .......................................................................................... 27 Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. DAFTAR GAMBAR No. 1. Oospora Phytium sp. ......................................................................... 2. a. batang pohon mimba ..................................................................... b. batang pohon mindi ....................................................................... 3. a. daun mimba-daun mindi ................................................................ b. daun mindi muda-daun mimba muda ............................................. 4. Serbuk kulit mindi ............................................................................. 5. Biakan murni Phytium sp. ................................................................. 6. Bibit tembakau deli yang terserang penyakit rebah semai .................. 7. Luas pertumbuhan Phytium sp. selama 5 hari pada pengujian ekstrak kulit mindi dengan pelarut aseton ...................................................... 8. Pertumbuhan Phyitum sp. selama 5 hari pada pengujian ekstrak kulit mindi dengan pelarut aseton .............................................................. 9. Luas pertumbuhan Phytium sp. selama 5 hari pada pengujian ekstrak kulit mindi dengan pelarut metanol ................................................... 10. Pertumbuhan Phytium sp. selama 5 hari pada pengujian ekstrak kulit mindi dengan pelarut metanol ........................................................... 11. Luas pertumbuhan Phytium sp. selama 5 hari pada pengujian ekstrak kulit mindi dengan pelarut akuades ................................................... 12. Pertumbuhan Phytium sp. selama 5 hari pada pengujian ekstrak kulit mindi dengan pelarut akuades ........................................................... Hal. 7 11 11 11 11 13 15 21 23 23 24 24 26 26 Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. DAFTAR LAMPIRAN No. Hal. 1. Kadar air serbuk sebelum ekstraksi ................................................... 31 2. Ekstraktif kulit mindi dengan perlarut aseton pada berberapa konsentrasi ........................................................................................ 31 3. Ekstraktif kulit mindi dengan perlarut metanol pada beberapa konsentrasi ........................................................................................ 31 4. Ekstraktif kulit mindi dengan perlarut akuades pada beberapa konsentrasi ........................................................................................ 31 5. Pertumbuhan miselium fungi (kontrol) pada hari ke-5 seluas 6362 mm2 .................................................................................................. 32 6. Rata-rata luas pertumbuhan dan penekanan pertumbuhan fungi Phytium sp. pada hari ke-5 dengan pelakuan ekstrak kulit mindi pada berberapa pelarut dan konsentrasi ...................................................... 32 7. Uji statistik persen penekanan pertumbuhan Phytium sp. setelah aplikasi dengan ekstrak kulit mindi ................................................... 33 Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu penghasil tembakau dengan mutu yang terbaik. Salah satu tembakau yang terkenal di pasar global adalah tembakau deli yang merupakan komoditas daerah Sumatera Utara. Mutu tembakau deli belum tertandingi oleh tembakau-tembakau dari daerah lain, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Karena beberapa faktor, terjadi penurunan produksi tembakau yang salah satunya adalah hama dan penyakit yang tidak terkendali pada bibit tembakau. Persemaian merupakan kunci dari produksi tembakau. Hal ini dikarenakan persemaian merupakan awal dari kegiatan penanaman, sehingga bibit yang akan ditanam haruslah bibit yang sehat dan bebas dari serangan penyakit. Salah satu penyakit pada persemaian tembakau adalah penyakit rebah semai yang disebabkan oleh fungi Phytium sp. (Erwin, 2000). Tanpa perhatian serius dari berbagai pihak, keberadaan tembakau deli yang khas akan menurun reputasinya sehingga Indonesia akan kehilangan salah satu produk kebanggannya. Salah satu cara untuk mengantisipasinya adalah mengendalikan dan menjaganya dari serangan penyakit dengan cara yang mungkin menyerangnya. Pengendalian penyakit yang dapat dilakukan adalah dengan menyemprotkan fungisida pada bibit tembakau. Penggunaan fungisida kimia selain dapat meninggalkan residu yang berbahaya bagi tanaman yang diaplikasikan juga berbahaya bagi lingkungan hidup. Untuk itu dalam pengendalian penyakit pada bibit tembakau diperlukan Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. alternatif fungisida kimia yaitu fungisida alami. Fungisida alami dapat dibuat dari ekstraktif beberapa jenis tumbuhan, sebagaimana yang kita ketahui bahwa beberapa bagian tumbuhan mengandung zat ekstraktif yang bersifat racun pada faktor perusak kayu. Mindi merupakan tumbuhan yang memiliki persebaran alami di India dan Burma, banyak ditanam di daerah tropis dan sub tropis, di Indoanesia banyak ditanam di daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Irian Jaya. Daun dan biji mindi telah dilaporkan dapat digunakan sebagai pestisida nabati. Daun mindi berpotensi sebagai bahan alami pengendali nematoda sista kentang (Hardiansyah, 2006). Suatu glycopeptide yang disebut meliacin diisolasi dari daun dan akar mindi berperan dalam menghambat perkembangan beberapa DNA dan RNA dari beberapa virus misalnya virus polio (Qitanonq, 2006). Penelitian Febrina (2009) melaporkan bahwa ekstrak kulit mindi bersifat racun terhadap ulat grayak. Kayu mindi dapat digunakan sebagai bahan baku mebel sedangkan kulitnya tidak dipergunakan sehingga perlu diteliti kegunaan kulit mindi. Berdasarkan pemikiran diatas maka dirasa perlu untuk mencoba memanfaatkan zat ekstraktif kulit mindi (Melia azedarach Linn.) untuk mengendalikan penyakit rebah semai pada persemaian tanaman tembakau deli (Nicotiana tabacum L.). Mengingat serangannya pada tanaman khas Sumatera Utara (tembakau deli) sangat merugikan dan pengendalian penyakit ini sampai saat ini masih ditekankan pada fungisida yang bukan berasal dari bahan alami. Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. Tujuan penelitian Menguji zat ekstraktif kulit kayu mindi (M. azedarach Linn.) terhadap penyakit rebah semai (Phytium sp.) pada persemaian tanaman tembakau deli (N. tabacum L.) pada berbagai pelarut dan konsentrasi. Kegunaan penelitian Penelitian ini berguna untuk menyediakan data dan informasi tentang pemanfaatan kulit kayu mindi sebagai bahan fungisida alami pada penyakit rebah semai (Phytium sp.) pada persemaian tanaman tembakau deli (N. tabacum L.). Hipotesis penelitian Jenis pelarut dan konsentrasi zat ekstraktif kulit kayu mindi serta interaksi antara keduanya berpengaruh terhadap penekanan pertumbuhan Phytium sp. Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. TINJAUAN PUSTAKA Tembakau Deli (N. tabacum L.) Tembakau merupakan bahan pembalut cerutu atau rokok. Tembakau yang paling terkenal di pasar dunia adalah tembakau deli. Tembakau ini disebut tembakau deli sesuai dengan daerah pengembangannya yang berada di daerah Deli Serdang, Sumatera Utara (Suwarso, 2007). Tembakau deli dicirikan dengan keadaan tanaman yang kokoh dan besar dengan ketinggian tanaman sedang; daunnya tipis dan elastis; bentuk daun bulat lebar; kedudukannya pada batang tampak mendatar; bermahkota tipe silinder; dan daun berwarna cerah. Daun tembakau deli yang telah mengalami pengolahan berwarna cokelat agak kelabu yang merupakan ciri khas daun tembakau deli yang siap untuk dijadikan pembalut cerutu. Daun yang demikian diperoleh dari daun pasir dan sebagian daun kaki (Cahyono, 1998). Tembakau ini merupakan penghasil bahan pembalut (wrapper, dekblad) cerutu yang bermutu sangat tinggi. Daun tembakau deli berwarna coklat, lembut, tipis, urat-urat daunnya sangat halus, dan elastis sehingga tidak mudah robek waktu diproses dalam pembuatan cerutu (Suwarso, 2007). Klasifikasi Botani Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Solanales Suku : Solanaceae Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. Marga : Nicotiana Jenis : N. tabacum L. Tembakau mempunyai nama dagang tembakau dan beberapa nama daerah seperti: Bakong (Aceh), Bako (Gayo), Timbako (Batak Kara), Timbaho (Batak Toba), Bago (Nias), Tembakau (Melayu), Temakaw (Bengkulu), Tembakau (Minangkabau), Tembaku (Lampung), Bako (Sunda), Bako (Jawa Tengah), Debak (Madura), Bako (Bali), Tembako (Sasak), Modo (Roti), Tabako (Timor), Tambako (Makasar), Tabaku (Seram), Tabaku (Ternate) (Departemen Kesehatan, 2006). Deskripsi morfologi tembakau adalah sebagai berikut: Habitus : Semak, semusim, tinggi ± 2 m. Batang : Berkayu, bulat, berbulu, diameter ± 2 cm, hijau. Daun : Tunggal, berbulu, bulat telur, tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul, panjang 20-50 cm, lebar 5-30 cm, tangkai panjang 1-2 cm, hijau keputih-putihan. Bunga : Majemuk, tumbuh di ujung batang. kelopak bunga berbulu, pangkal berlekatan. ujung terbagi lima, tangkai bunga berbulu, hijau. benang sari lima, kepala sari abu-abu, putik panjang 3-3,5 cm, kepala putik satu, putih, mahkota bentuk terompet, merah muda. Buah : Kotak, bulat telur, masih muda hijau setelah tua coklat. Biji : Kecil, coklat. Akar : Tunggang, putih. (Departemen Kesehatan, 2006). Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. Mutu tembakau deli belum dapat tertandingi oleh mutu tembakau yang ditanam di daerah lain. Apabila tembakau deli ditanam di daerah lain di luar Sumatera Utara maka mutu yang dihasilkannya pun berbeda, bisa jadi lebih rendah. Daun N. tabacum mengandung alkaloida, saponin, flavonoida dan politenol (Departemen Kesehatan, 2006). Sedangkan menurut Wikipedia (2008), tembakau mengandung zat alkaloid nikotin, sejenis neurotoxin yang sangat ampuh jika digunakan pada serangga. Zat ini sering digunakan sebagai bahan utama insektisida. Rebah Semai (Damping Off) Penyakit rebah semai (damping off) pada tembakau umumnya hanya dijumpai di pembibitan dan jarang dijumpai di pertanaman. Bila menyerang di pertanaman biasanya terjadi pada tanaman muda yang baru ditanam dan menyebabkan penyakit busuk pada pangkal batang. Bibit yang terserang pangkal batangnya membusuk sehingga layu dan terkulai. Infeksi terjadi pada akar atau pangkal batang, kadang-kadang perakaran yang muda juga terserang sehingga membusuk, bila menyerang daun muda maka daun menjadi busuk basah. Akar tanaman yang terinfeksi berwarna cokelat muda dan berair (Erwin, 2000). Penyakit tembakau yang disebabkan oleh Phytium meliputi rebah semai pada bibit, akar dan batang pada tanaman yang masih muda dan juga terjadi nekrosis pada tanaman. Penyakit ini terjadi di setiap tempat dimana tanaman tembakau ditanam (Erwin, 2000). Gejala serangan Phytium mirip dengan gejala serangan Phytophthora, sehingga tanpa pengamatan mikroskopis keduanya tidak mungkin dibedakan (Semangun, 2000). Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. Phytium sp. Penyebab penyakit rebah semai adalah fungi Phytium sp. Fungi ini adalah organisme yang kecil, bersifat filamen yang kekurangan klorofil. Oleh karena itu organisme ini mendapatkan makanannya dari tanaman ataupun binatang yang mengandung bahan organik, apakah sebagai saprofit ataupun sebagai parasit dan patogen (Erwin, 2000). Phytium ini tergolong kedalam klas Phycomycetes dan penyakit ini menyebabkan turunnya produksi sampai 20%, karena tidak baiknya bibit. Fungi ini umumnya berkembang di daerah tropika. Penyakit yang disebabkan fungi ini bersifat universal, untuk semaian tembakau yang dipelihara. Sumber penyakit umumnya terdapat di dalam tanah yang dipergunakan, atau terikut oleh aliran air hujan dan sebagainya (Erwin, 2000). Klasifikasi Phytium sp. Kelas : Oomycetes Bangsa : Peronosporales Suku : Phytiaceae Marga : Phytium Jenis : Phytium sp. (Erwin, 2000). Gambar 1. Oospora Phytium sp. Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. Phytium sp. mempunyai miselium yang kasar, lebarnya kadang-kadang sampai 7 µm. Selain membentuk sporangium yang biasa (berbentuk bulat atau lonjong), juga membentuk sporangium yang bentuknya tidak teratur seperti batang atau bercabang-cabang, yang dipisahkan dari ujung hifa. Bagian ini sering disebut presporangium dan ukurannya dapat mencapai 800 x 20 µm, sedangkan oospora memiliki dinding yang agak tebal dan halus, diameter 17-19 µm. Hifa Phytium sp. adalah hyaline, tidak bersepta dan umumnya memiliki lebar 4-6 µm (Erwin, 2000). Ekstraktif Kulit Kayu Komposisi kimia kulit kayu sangat kompleks, bervariasi diantara berbagai spesies pohon dan juga tergantung pada unsur-unsur morfologi yang bersangkutan. Banyak konsituen yang terdapat dalam kayu juga terdapat dalam kulit, meskipun proporsinya berbeda. Kekhasan kulit adalah tingginya kandungan konstituen-konstituen tertentu (ekstraktif) yang dapat larut seperti pektin dan senyawa-senyawa fenol maupun suberin. Kandungan mineral dalam kulit juga jauh lebih tinggi daripada dalam kayu (Sjöström, 1995). Kandungan ekstraktif kulit tidak hanya tergantung pada spesies, tetapi juga pada pelarut yang digunakan. Keanekaragaman senyawa yang dapat diekstrak biasanya membutuhkan serangkaian ekstraksi, yang hasilnya memberikan ciri awal komposisi variasi (Fengel dan Wegener, 1995 dalam Batubara, 2005). Zat ekstraktif beberapa jenis kayu memang telah terbukti mengandung senyawa bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan organisme, misalnya Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. seperti ekstrak kulit Gmelina mempunyai sifat anti rayap (Azhabi 2006). Ekstraktif kulit kayu medang bersifat racun pada jamur (Batubara, 2005). Mindi (M. azedarach Linn.) Tanaman mindi (M. azedarach Linn.) merupakan tanaman serbaguna karena dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Seluruh bagian tanaman mulai dari akar, batang yang berkayu, kulit batang, daun, buah dan bijinya dapat dimanfaatkan. Kayu mindi dapat digunakan dalam bentuk kayu utuh misalnya sebagi komponen rumah, komponen mebel dan barang kerajinan. Kayu mindi dapat juga digunakan dalam bentuk panel misalnya sebagai kayu lapis indah dan vinir lamina indah. Daun dan biji mindi digunakan sebagi pestisida alami dan kulitnya digunakan sebagai obat (Martawijaya dkk, 1989). Mindi merupakan pohon berumah dua yang tingginya mencapai 45 m, garis tengah batang dapat berukuran 60-120 cm. Kulit batang coklat keabuan, bertekstur halus, berlentisel, semakin tua kulit akan pecah atau bersisik (Gambar 2b). Daun majemuk menyirip ganda dua namun terkadang melingkar atau sebagian daun menyirip ganda tiga, berhadapan, berlentisel, berbentuk bulat telur hingga jorong, pangkal daun berbentuk runcing hingga membulat, tepi daun rata sampai bergerigi. Perbungaan muncul dari bagian aksiler daun-daun, daun penumpu berbentuk benang; bunga-bunga berwarna keunguan, berbau harum. Buah berupa buah batu, berbentuk jorong-bundar, berwarna kuning kecoklatan ketika ranum, permukaannya halus, mengandung 5 biji. Biji berbentuk memanjang, berukuran panjang 3,5 mm dan lebar 1,6 mm, berwarna coklat (Wardiyono, 2008). Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. Kayu teras berwarna merah coklat muda semu-semu ungu, gubal berwarna putih kemerah-merahan dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras. Serat lurus atau agak berpadu, berat jenis rata-rata 0,53. Kayu mindi tergolong kelas kuat III-II, setara dengan mahoni, sungkai, meranti merah dan kelas awet IV (Qitanonq, 2006). Mindi memiliki adaptasi tinggi dan toleran dengan berbagai kondisi lingkungan yang beragam. Jenis ini tumbuh pada tempat-tempat dengan rata-rata suhu maksimum dan minimum per tahun, berturut-turut 39°C dan -5°C. Umumnya tumbuhan ini tumbuh dari ketinggian 0-1200 mdpl, dan di pegunungan Himalaya tumbuh pada ketinggian 1800 sampai 2200 m. Curah hujan tahunan di habitat alaminya berkisar antara 600-2000 mm. Di Afrika, jenis tumbuhan ini ditanam sebagai pohon pelindung yang toleran terhadap kekeringan. Mindi tersebar luas di daerah-daerah kering di bagian selatan dan barat daya Amerika Serikat, yang memiliki curah hujan kurang dari 600 mm. Mindi dapat tumbuh pada tanah-tanah berkadar garam, tanah dengan pH basa kuat, tapi tidak terlalu asam. Jenis ini juga tumbuh pada tanah-tanah miskin, tanah marjinal, tanah miring, dan tanah berbatu atau pada tebing curam berbatu (Wardiyono, 2008). Kandungan bahan aktif mindi sama dengan mimba (Azadirachta indica) yaitu azadirachtin, selanin dan meliantriol. Namun kandungan bahan aktifnya lebih rendah dibandingkan dengan mimba sehingga efektivitasnya lebih rendah pula. Ekstrak daun mindi dapat digunakan pula sebagai bahan untuk mengendalikan hama termasuk belalang. Kulit mindi dipakai sebagai penghasil obat untuk mengeluarkan cacing usus. Kulit daun dan akar mindi telah digunakan sebagai obat rematik, demam, bengkak dan radang. Hal ini dikarenakan kulit Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. mindi mengandung toosendanin (C3OH38O11), komponen yang larut (C3OH40O12), alkaloid azaridine (margosina), kaempferol, resin, tanin, n- riacontane, βsitosterol, dan triterpene kulinone (Qitanonq, 2006). Mindi sekilas terlihat hampir sama dengan mimba, tetapi ada beberapa perbedaan diantara keduanya, antara lain : kulit batang pohon mindi bertekstur lebih halus sedangkan kulit batang pohon mimba bertekstur lebih kasar (Gambar 2.). Jika daun mimba dicicipi, rasanya jauh lebih pahit daripada rasa daun mindi. Selain itu pada daun mindi, masih terlihat bekas gigitan serangga, berbeda dengan daun mimba, yang biasanya bersih dari bekas gigitan serangga (Gambar 3.) (Kardinan dkk, 2003). a b Gambar 2. a. batang pohon mimba; b. batang pohon mindi. a b Gambar 3. a. daun mimba-daun mindi; b. daun mindi muda (kiri)-daun mimba muda (kanan). Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan dan untuk pengujian terhadap fungi Phytium sp. dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hutan Departemen Kehutanan, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan mulai dari Bulan Juni sampai Bulan September 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk kulit mindi (M. azedarach Linn.), fungi Phytium sp., pelarut aseton, metanol, akuades, kertas saring, kentang, agar-agar, dekstrosa, kain katun yang tipis, kapas steril, aluminium foil, tissue steril, chlorox 1%, buku acuan hama dan penyakit tembakau deli. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: blender untuk menghaluskan serbuk, saringan dengan ukuran 40-60 mesh, batang pengaduk untuk mengaduk larutan, labu erlenmeyer, autoclave, labu separator, cawan petri, rotary evaporator, timbangan, oven, camera, mikroskop, sprayer, kaca preparat dan cover glass. Metode Penelitian Persiapan Bahan Baku Diambil kulit batang mindi yang segar kemudian bahan dikeringkan hingga mencapai kadar air kering udara, dan dihaluskan atau ditumbuk dengan menggunakan tumbukan atau blender, kemudian bahan disaring dengan ukuran Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. 40-60 mesh dan dimasukkan masing-masing bahan kedalam kantungan plastik yang berukuran besar. Gambar 4. Serbuk kulit mindi. Ekstraksi Kulit Kayu Mindi Serbuk kayu Mindi yang telah kering diambil sebanyak 500 gram, masingmasing diekstrak dengan pelarut aseton, metanol dan aquadest dengan metode perendaman pada suhu ruangan selama 2 hari dengan perbandingan tinggi serbuk dan pelarut 1:3 dalam stoplest, campuran ini diaduk dengan selang waktu 2 jam dengan menggunakan spatula. Hasil ekstraksi tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring, hasil saringan tersebut di masukkan ke dalam botol residunya direndam kembali selama 2 hari. Kegiatan perendaman dan penyaringan ini diulang sebanyak 3 kali. Hasil masing-masing ekstraksi tersebut kemudian dievaporasi sampai volumenya 100 mililiter. Dari ekstraksi kemudian dievaporasi sampai kering setelah itu baru dioven untuk mengetahui kadar ekstraknya. Kadar ekstrak = bobot ker ingekstrak × 100% bobot ker ingserbuksebelumekstraksi Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. Penyediaan Biakan Fungi Phytium sp. a. Pembuatan Potato Dextrose Agar (PDA) Kentang yang telah dikupas dan dipotong-potong dengan ukuran ± 1 x 1 x 1 cm sebanyak 200 gram direbus dalam 500 ml air suling sampai cukup empuk. Hal ini dapat diketahui dengan menusuk kentang dengan garpu jika ditusuk terasa mudah berarti kentang telah mengeluarkan sarinya. Kemudian 15 gram agar-agar dimasak dengan menggunakan air steril sebanyak 500 ml sampai agar-agar larut, selanjutnya dekstrosa (dapat diganti dengan gula pasir) sebanyak 15 gram dimasukkan ke dalamnya. Air ekstrak kentang selanjutnya dituangkan ke dalam larutan agar-agar. Larutan ini kemudian disaring dengan kain katun yang tipis. Larutan ditambahkan air steril sampai volumenya menjadi 1000 ml. Setelah dididihkan, larutan PDA dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian ditutup dengan kapas steril dan ditutup lagi dengan menggunakan alumunium foil. Kemudian disterilkan di dalam autoclave selama lebih kurang 15 menit dengan suhu 121-124 oC pada tekanan 1,25 atm. Setelah itu, PDA dikeluarkan dan dibiarkan hingga dingin (10-20 oC), kemudian dituangkan ke dalam cawan petri. b. Isolasi Fungi Bagian batang yang terinfeksi Phytium sp. diambil, kemudian dibersihkan dengan menggunakan air steril, dipotong persegi 0,5 x 0,5 x 0,2 cm lalu disterilkan dengan chlorox 1 % selama 15 – 30 detik lalu potongan tersebut diambil dengan menggunakan pinset dan dicuci dengan air dan dikeringkan di atas kertas tissue steril. Selanjutnya bagian tersebut ditanam dalam media PDA, Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. dimana tiap cawan petri ditanam secara tiga ulangan dan dibiarkan sampai miselium fungi tumbuh pada media biakan tersebut. Lalu diisolasi kembali sampai didapat biakan murni dari tiap warna biakan untuk memperoleh biakan murni fungi yang telah dibiakan. Hal ini dilakukan berkali-kali sampai diperoleh biakan yang benar-benar murni. Gambar 5. Biakan murni Phytium sp. c. Identifikasi Fungi Biakan murni fungi yang tumbuh pada media biakan diisolasi dan diletakkan di atas kaca preparat yang telah steril lalu ditutup dengan cover glass kemudian diamati di bawah mikroskop untuk diidentifikasi dengan menggunakan buku acuan hama dan penyakit tembakau deli. Pembuatan Konsentrasi Larutan untuk Aplikasi Tahap selanjutnya setelah melakukan ekstraksi dan diperoleh padatan ekstraktif yang dilakukan dengan pengeringan oven pada suhu 35oC adalah pembuatan konsentrasi larutan zat ekstraktif dengan menggunakan pelarut aseton, metanol dan akuades. Masing-masing ekstraktif terlarut (pada aseton, metanol, dan aquadest) dibuat 5 taraf konsentrasi larutan ekstraktif, yaitu : 0, 1, 2, 3, 4%. Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. Penentuan konsentrasi larutan berdasarkan volume aplikasi (Lampiran 1., 2., dan 3.). Perlakuan Fungi Phytium sp. dengan Ekstraktif Kulit Mindi Media PDA yang berada di dalam cawan petri diteteskan 1 tetes ekstraktif kulit mindi (± 0,5 ml) sesuai konsentrasinya dan digoyang-goyang supaya merata pada seluruh media cawan petri tersebut kemudian diinokulasi dengan fungi yang telah tumbuh aktif, dengan cara meletakan satu isolat seukuran ± 12 mm2. Sedangkan kontrol ditetesi pelarut (aseton, metanol, akuades) untuk mengetahui pengaruh murni dari fungisida terhadap pertumbuhan fungi. Masing-masing perlakuan terdiri dari 3 cawan petri sebagai ulangan. Pengukuran Penekanan Pertumbuhan Fungi Pengamatan pertumbuhan fungi dilakukan setiap hari dengan mengukur luasan pertumbuhan miselium fungi. Pengukuran dilakukan sampai dengan hari ke-5. Perhitungan Penekanan Pertumbuhan Fungi Perhitungan penekanan pertumbuhan fungi didasarkan pada rumus : Penekanan pertumbuhan = MK − MP × 100% MK MK = Luas pertumbuhan miselium fungi dari perlakuan kontrol (mm2) MP = Luas pertumbuhan miselium fungi dari perlakuan fungisida (mm2) Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. Tingkatan penekanan pertumbuhan fungi untuk mengetahui yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan fungi ditentukan sebagai berikut : a. Sehat, bila pertumbuhan fungi tidak tertekan sama sekali b. Tertekan ringan, bila penekanan pertumbuhan fungi 0-25% c. Tertekan sedang, bila penekanan pertumbuhan fungi 25-50% d. Tertekan berat, bila penekanan pertumbuhan fungi 50-75% e. Tertekan sangat berat, bila penekanan pertumbuhan fungi 75-99% f. Mati, bila tidak ada tanda-tanda pertumbuhan fungi. (Philip, 1994 dalam Batubara, 2005). Analisa Data Analisa data dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan pelarut ekstraktif kulit mindi dengan perbedaan perlakuan pelarut dan konsentrasi digunakan statistik Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan menggunakan 2 faktor yaitu : Faktor 1 : jenis pelarut (P) yang digunakan terdiri dari : P1 = aseton P2 = metanol P3 = aquadest Faktor 2 : Konsentrasi (K) bahan pelarut yang dibuat menjadi 5 taraf terdiri dari : K1 = 0% K4 = 3% K2 = 1% K5 = 4% K3 = 2% Kombinasi perlakuan yang dibuat adalah sebagai berikut : P1K1 P1K2 P1K3 P1K4 P1K5 P2K1 P2K2 P2K3 P2K4 P2K5 P3K1 P3K2 P3K3 P3K4 P3K5 Dengan ulangan sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 45 satuan percobaan. Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. Model analisa yang digunakan dalam percobaan ini adalah : Yijk Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + Σijk = nilai pengamatan bahan pelarut ke-i, dengan konsentrasi ke-j, dan pada ulangan ke-k μ = rata-rata umum αi = pengaruh jenis pelarut ke-i βj = pengaruh konsentrasi larutan ke-j (αβ)ij = pengaruh interaksi antara jenis pelarut ke-i dengan konsentrasi ke-j Σijk = pengaruh acak (galad) percobaan pelarut ke-i dan konsentrasi larutan ke-j serta pada ulangan ke-k Hipotesis yang digunakan adalah : 1. Pengaruh utama jenis pelarut H0 : Jenis pelarut tidak berpengaruh terhadap penekanan pertumbuhan Phytium sp. H1 : Jenis pelarut berpengaruh terhadap penekanan pertumbuhan Phytium sp. 2. Pengaruh utama variasi konsentrasi H0 : Variasi konsentrasi tidak berpengaruh terhadap penekanan pertumbuhan Phytium sp. H1 : Variasi konsentrasi berpengaruh terhadap penekanan pertumbuhan Phytium sp. 3. Pengaruh interaksi jenis pelarut dan variasi konsentrasi H0 : Interaksi jenis pelarut dan variasi konsentrasi tidak berpengaruh terhadap penekanan pertumbuhan Phytium sp. Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. H1 : Interaksi jenis pelarut dan variasi konsentrasi berpengaruh terhadap penekanan pertumbuhan Phytium sp. Untuk mengetahui pengaruh dari faktor perlakuan yang dicoba, dilakukan analisis keragaman dengan kriteria uji jika F hitung ≤ F tabel maka H0 diterima dan jika F hitung > F tabel maka H0 ditolak. Untuk mengetahui taraf perlakuan mana yang berpengaruh diantara faktor perlakuan maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan (Duncan Multi Range Test). Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Ekstraktif Kulit Mindi Kandungan ekstraktif kulit kayu umumnya lebih besar daripada kandungan ekstraktif kayu. Serbuk sebelum diekstraksi berada pada keadaan kering udara dengan kadar air 11,11% (Lampiran 4). Menurut Browning (1967), kadar ekstraktif yang diperoleh tergantung pada pengeringan dan pengkondisian serbuk kayu sebelum diekstrak. Kadar air serbuk mempengaruhi proses ekstraksi. Banyaknya zat ekstraktif yang dapat larut dalam pelarut polar biasanya lebih sedikit, namun adanya pengeringan serbuk sebelum ekstraksi, jumlah bahan yang akan terlarut lebih banyak. Kandungan zat ekstraktif kulit mindi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan zat ekstraktif kulit mindi Jenis Pelarut Berat Padatan Ekstrak (Gram) Aseton 16,2 Metanol 25,8 Akuades 26,2 Persentase Kandungan Zat Ekstraktif (%) 3,24 5,16 5,24 Tabel 1. menunjukkan bahwa kandungan ekstraktif kulit mindi dengan pelarut akuades paling besar yaitu 5,24%, sedangkan yang paling rendah adalah dengan pelarut aseton yaitu sebesar 3,24%. Dari hasil penelitian diketahui bahwa jenis pelarut yang digunakan sangat menentukan banyaknya kandungan ekstraktif yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sjöström (1995), yang menyatakan bahwa penentuan ekstraktif secara kuantitatif dalam kayu dilakukan dengan metode-metode yang distandarisasi setelah ekstraksi dengan pelarutpelarut organik, seperti heksana, diklorometana, dietil eter, aseton, atau etanol. Kandungan ekstraktif biasanya kurang dari 10%. Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jumlah zat ekstraktif antara lain yaitu : jenis kayu, bagian yang digunakan, umur pohon, tempat tumbuh, genetika, jenis pelarut, proses ekstraksi dan ukuran serbuk yang digunakan. Menurut Sjöström (1995), bagian-bagian yang berbeda dari pohon yang sama, yaitu, batang, cabang, akar, dan kulit kayu, berbeda banyak jumlah maupun komposisi ekstraktifnya. Dalam hal pinus, kayu teras secara khas mengandung ekstraktif jauh lebih banyak daripada kayu gubal. Menurut Guenther (1987) dalam Batubara (2006) menyatakan banyaknya zat ekstraktif yang dapat larut tidak terlepas dari faktor pemilihan pelarutnya. Pelarut yang ideal digunakan untuk proses ekstraksi harus memenuhi syarat-syarat yaitu : dapat melarutkan zat ekstraktif, pelarut harus bersifat inert (tidak beraksi dengan zat yang akan diekstraksi) dan mempunyai titik didih yang rendah agar pelarut mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu yang tinggi. Penekanan Pertumbuhan Fungi Phytium sp. dengan Ekstraktif Kulit Mindi Fungi Phytium sp. diperoleh dengan mengisolasi bagian pangkal batang bibit tembakau deli yang terserang penyakit rebah semai (Gamabar 6.). Bibit tembakau deli yang terserang diambil dari PTPN II kebun Bulu Cina. Gambar 6. Bibit tembakau deli yang terserang penyakit rebah semai. Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. Pengamatan terhadap pertumbuhan Phytium sp. tanpa perlakuan (kontrol) yang menggunakan media PDA menunjukkan bahwa pada hari ke-5 fungi telah memenuhi cawan dengan luas pertumbuhan miselium fungi seluas 6362 mm2 (Lampiran 5.). Penekanan pertumbuhan fungi dengan menggunakan zat ekstraktif kulit mindi dengan pelarut aseton, metanol dan akuades menunjukkan hasil yang berbeda (Tabel 2). Tabel 2. Rata-rata luas pertumbuhan dan penekanan pertumbuhan Phytium sp. pada hari ke-5 dengan perlakuan ekstrak kulit mindi pada berbagai pelarut dan konsentrasi Luas pertumbuhan % Pelarut Konsentrasi Keterangan hari ke-5 Penekanan 2 (mm ) 0 6362 0,00 Sehat 1 475 92,53 Tertekan sangat berat Aseton 2 645 89,86 Tertekan sangat berat 3 760 88,05 Tertekan sangat berat 4 378 94,06 Tertekan sangat berat 0 6362 0,00 Sehat 1 139 97,81 Tertekan sangat berat Metanol 2 69 98,92 Tertekan sangat berat 3 93 98,54 Tertekan sangat berat 4 83 98,69 Tertekan sangat berat 0 6362 0,00 Sehat 1 712 88,81 Tertekan sangat berat Akuades 2 2453 61,44 Tertekan berat 3 4963 21,99 Tertekan ringan 4 6362 00,00 Sehat Pertumbuhan fungi Phytium sp. mengalami keadaan tertekan sangat berat bila diberi ekstrak kulit mindi dengan menggunakan pelarut aseton dan metanol sedangkan bila diberi ekstrak kulit mindi dengan pelarut akuades mengalami keadaan yang bervariasi dari sehat, tertekan ringan, tertekan berat dan tertekan sangat berat. Pertumbuhan fungi dengan ekstraksi menggunakan aseton yang paling rendah adalah konsentrasi 3% dengan persen penekanan 88,05% dan yang Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. paling tinggi adalah konsentrasi 4% dengan persen penekanan 94,06%. Hasil yang paling baik adalah ekstrak yang mampu menghambat pertumbuhan fungi dengan maksimal dengan konsentrasi paling tinggi tetapi pada Tabel 2. dapat dilihat bahwa ekstrak kulit mindi menggunakan aseton tidak begitu berbeda dalam menghambat pertumbuhan fungi pada berbagai konsentrasi. Hal ini berarti bahwa ekstrak kulit mindi dengan pelarut aseton pada konsentrasi yang rendah sudah efektif dalam menghambat pertumbuhan Phytium sp. 378 760 645 475 5 6362 261 438 471 340 4 Konsentrasi 4 5505 231 328 349 295 Hari Ke- 3 159 63 131464 2 81 37 54 47 27 1 0 Konsentrasi 2 3853 Konsentrasi 1 1203 2000 Konsentrasi 3 Konsentrasi 0 4000 6000 2 Pertum buhan Hari Ke-5 (m m ) Gambar 7. Luas pertumbuhan Phytium sp. selama 5 hari pada pengujian ekstrak kulit mindi dengan pelarut aseton. P1K4 (Tertekan sangat berat) P1K2 (Tertekan sangat berat) P1K1 (Sehat) P1K5 (Tertekan sangat berat) Gambar 8. P1K3 (Tertekan sangat berat) Pertumbuhan Phytium sp. selama 5 hari pada pengujian ekstrak kulit mindi dengan pelarut aseton Pertumbuhan fungi selama 5 hari pada kontrol dan dengan perlakuan ekstrak aseton terlihat sangat berbeda nyata (Gambar 7). Pada kontrol, fungi Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. tumbuh hingga memenuhi cawan sedangkan pada perlakuan yang diberi ekstrak aseton dapat menghambat pertumbuhan fungi (Gambar 8.). Hal ini disebabkan karena adanya senyawa saponin dan alkoloida pada zat ekstraktif dari kulit mindi yang bersifat racun terhadap jamur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sjöström (1995), ekstraktif yang berbeda perlu untuk mempertahankan fungsi biologi pohon yang bermacam-macam. Sebagai contoh, senyawa-senyawa fenol melindungi kayu terhadap kerusakan secara mikrobiologi atau serangan serangga. 5 83 66 69 139 4 62 66 45 77 Hari Ke- 3 61 66 45 69 2 60 66 45 58 57 50 42 41 27 1 0 6362 Konsentrasi 4 5505 Konsentrasi 2 3853 Konsentrasi 1 1203 2000 Konsentrasi 3 Konsentrasi 0 4000 6000 2 Pertum buhan Hari Ke-5 (m m ) Gambar 9. Luas pertumbuhan Phytium sp. selama 5 hari pada pengujian ekstrak kulit mindi dengan pelarut metanol. P2K4 (Tertekan sangat berat) P2K2 (Tertekan sangat berat) P2K1 (Sehat) P2K5 (Tertekan sangat berat) P2K3 (Tertekan sangat berat) Gambar 10. Pertumbuhan Phytium sp. selama 5 hari pada pengujian ekstrak kulit mindi dengan pelarut metanol. Hasil yang terlihat pada Tabel 2. menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi ekstrak metanol tidak berbeda nyata dalam menekan pertumbuhan fungi. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa konsentrasi yang paling Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. mampu menekan pertumbuhan fungi yang paling besar adalah konsentrasi 2% dengan persen penekanan 98,92% dan yang paling rendah adalah konsentrasi 1% dengan persen penekanan 97,81%. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kulit mindi dengan menggunakan pelarut metanol pada konsentrasi 2% sudah efektif dalam menghambat pertumbuhan fungi. Penekanan pertumbuhan fungi dengan perlakuan ekstrak metanol adalah yang paling baik dari ketiga jenis pelarut yang digunakan (Gambar 10). Hal ini juga dapat dilihat dari Gambar 9. yang menunjukkan bahwa dari keempat konsentrasi (tidak termasuk kontrol) yang diujikan pada Phytium sp. sangat menekan pertumbuhan fungi. Hal ini terjadi karena metanol berupa pelarut polar jadi dapat melarutkan zat-zat ekstraktif yang sebagian besar bersifat polar. Yang perlu diperhatikan adalah banyaknya ekstraktif yang dihasilkan bukan satusatunya tolok ukur keefektifan ekstrak tersebut, tetapi yang paling utama yaitu zat toksik yang terlarut (Tarmadi dkk, 2007). Menurut penelitian Febrina (2009), terdapat zat alkoloid yang bersifat racun terhadap serangga dan organisme lainnya pada ekstrak kulit mindi. Kandungan senyawa mindi yang mengandung alkoloida yang terbanyak pada ekstrak mindi dengan metanol. Selain alkoloida senyawa aglikon quersetin juga terdapat di dalam kulit kayu mindi. Tabel 3. Uji fitokimia ekstrak kulit mindi No. Pelarut Zat Kimia 1. Metanol Alkoloida 2. Aseton Saponin Alkoloida 3. Aquades Alkoloida Sumber : Febrina (2009). Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. Pertumbuhan fungi dengan perlakuan ekstrak akuades yang paling rendah adalah konsentrasi 4% dengan persen penekanan 0,00% dan yang paling tinggi adalah konsentrasi 1% dengan persen penekanan 88,81%. Tingkat penekanan pertumbuhan fungi yang paling rendah adalah dengan menggunakan ekstrak kulit mindi dengan akuades. 2453 5 2188 4 492 Hari Ke- 3 388 1464 1068 715 658 186504 2 223 157 232 134 27 1 0 6362 6362 2725 2618 6362 4963 712 5505 Konsentrasi 3 Konsentrasi 2 3853 Konsentrasi 1 1203 2000 Konsentrasi 4 Konsentrasi 0 4000 6000 2 Pertum buhan Hari Ke-5 (m m ) Gambar 11. Luas pertumbuhan Phytium sp. selama 5 hari pada pengujian ekstrak kulit mindi dengan pelarut akuades. P3K4 (Tertekan ringan) P3K2 (Tertekan sangat berat) P3K1 (Sehat) P3K5 (Sehat) P3K3 (Tertekan berat) Gambar 12. Pertumbuhan Phytium sp. selama 5 hari pada pengujian ekstrak kulit mindi dengan pelarut akuades. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, konsentrasi ekstrak kulit mindi dengan pelarut akuades yang semakin tinggi menunjukkan pertumbuhan fungi yang semakin luas bahkan ada yang sampai memenuhi cawan (Gambar 12.). Hal ini membuktikan bahwa ekstrak kulit mindi menggunakan pelarut akuades kurang efektif dalam menekan pertumbuhan Phytium sp. kecuali pada konsentrasi 1% dan Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. 2% (Gambar 11.). Perbedaan tingkat penekanan pertumbuhan Phytium sp. dengan ekstrak akuades disebabkan karena ekstraksi menggunakan akuades menghasilkan tanin, getah, gula, bahan pewarna dan pati (Fengel dan Wegener 1995, Anonim 1996 dalam Wardhani dkk, 2004). Gula merupakan senyawa karbohidrat yang menjadi sumber makanan pada Phytium sp. Hal ini berarti semakin tinggi konsentrasi maka semakin luas pertumbuhan Phytium sp. Tabel 4. Uji lanjut penekanan pertumbuhan fungi Phytium sp. dengan ekstraktif kulit mindi Konsentrasi Pelarut 0 1 2 3 4 a d d d Aseton 0,00 92,53 89,86 88,05 94,06d Metanol 0,00a 97,81d 98,92d 98,54d 98,69d Akuades 0,00a 88,81d 61,64c 21,99b 0,00a Catatan : Angka-angka yang diikuti dengan notasi yang sama tidak berbeda nyata. Berdasarkan uji statistik yang dilakukan terhadap penekanan pertumbuhan Phytium sp. menunjukkan bahwa pelarut aseton, metanol dan akuades memberikan pengaruh yang nyata terhadap penekanan pertumbuhan fungi, begitu pula dengan konsentrasi yang digunakan (0%, 1%, 2%, 3%, 4%) serta interaksi diantara keduanya. Perlakuan ekstrak dengan pelarut akuades 2% dan akuades 3% berbeda nyata dengan semua perlakuan yang diujikan. Dari tabel 4. diketahui bahwa ekstraktif kulit mindi pada pelarut aseton dan metanol efektif dalam menekan pertumbuhan fungi Phytium sp. Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Zat ekstraktif kulit kayu mindi dapat menghambat pertumbuhan Phytium sp. yang menyebabkan penyakit rebah semai pada persemaian tembakau deli. Ekstrak dengan pelarut metanol dan aseton efektif dalam menekan pertumbuhan Phytium sp. dibandingkan dengan ekstrak menggunakan pelarut akuades dan berpotensi sebagai fungisida alami terhadap penyakit rebah semai. Namun dari nilai penekanan pertumbuhan yang paling menekan pertumbuhan Phytium sp adalah metanol 2% dengan persen penekanan pertumbuhan sebesar 98,92%. Saran Agar lebih mengetahui efektifitas zat ekstraktif dalam mengendalikan penyakit rebah semai maka sebaiknya dilakukan pengujian di lapangan. Perlu diteliti lebih lanjut senyawa yang aktif dalam menekan pertumbuhan Phytium sp. baik pada pelarut metanol maupun aseton. Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. DAFTAR PUSTAKA Azhabi, H. 2006. Zat ekstraktif Kulit Kayu Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) dan Pengaruhnya Terhadap Rayap Tanah. Skripsi Jurusan Kehutanan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. Tidak Dipublikasikan. Batubara, R. 2005. Identifikasi Sifat Ekstrak Kulit Kayu Medang hitam (Cinnamomum porrectum Roxb.) sebagai Bahan Pengawet Kayu. Tesis Pasca Sarjana. Universitas Mulawarman. Samarinda. Tidak Dipublikasikan. Cahyono, B. 1998. Tembakau: Budi Daya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta. Departemen Kesehatan. 2006. Tembakau. Diambil dari : http://72.14.235.132/search?q=cache:adApZ9LzOBcJ:ftp.ui.edu/bebas/v1 2/artikel/ttg_tanaman_obat/depkes/buku1/1206.pdf+tembakau&hl=en&ct=clnk&cd=14&gl=id&client=firefox-a [27/12/2008] Erwin. 2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian Tembakau Deli PTP. Nusantara II (Persero). Medan. Febrina, S. 2009. Pemanfaatan Zat Ekstraktif Kulit Kayu Mindi dalam Pengendalian Ulat Grayak pada Tanaman Tembakau Deli. Skripsi Jurusan Kehutanan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. Tidak Dipublikasikan. Hardiansyah, H. 2006. Pengujian Dosis Serbuk Daun Mindi Melia azedarach L. dan Kirinyuh Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robinson Terhadap Populasi Nematoda Sista Kentang Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens Pada Tanaman Kentang di Rumah Kaca. Diambil dari : http://hpt.unpad.ac.id/pengujian-dosis-serbuk-daun-mindi-meliaazedarach-l-dan-kirinyuh-chromolaena-odorata/ [27/12/2008] Kardinan, A., Azmi Dhalimi, dan Balitro, 2003. Mimba (Azadirachta indica). Diambil dari : http://bptsitubondo.wordpress.com/2008/06/05/mimbaazadirachta-indica-ajuss-bag-i/ [07/12/2009] Martawijaya, A., I. Kartasujana, Y. I. Mandang, S. A. Prawira dan K. Kadir. 1989. Atlas kayu Indonesia. Jilid II. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. Qitanonq. 2006. Agromania: Mindi. Diambil dari : www.mailarchive.com/[email protected]/msg01923.html [27/12/2008] Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. Suwarso. 2007. Peluang Penerapan Indikasi Geografis pada Tembakau di Indonesia. Diambil dari : http://www.dgip.go.id/ebhtml/hki/filecontent.php?fid=9907 [27/12/2008] Tarmadi, D. dkk. 2007. Pengaruh Ekstrak Bintaro (Carbera odollam Gaertn) dan Kecubung (Brugmansia candida Pers) terhadap Rayap Tanah Coptotermes sp. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. Vol.5. No. 1. Hal 38-42. Diambil dari : http%3A%2F%2Fjurnalmapeki.biomateriallipi.org%2Fjurnal%2F02012004%2FJ.MapekiVol.2No.12004.pdf&ei=QY oYS56vMouTkAWOiLnQAw&usg=AFQjCNEHgl0BmId09gg2sbWQkA 4XxLaVnQ [04/12/2009] Wardhani, I. Y. dkk. 2004. Distribusi Kandungan Kimia Kayu Kelapa (Cocos nucifera L). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. Vol.2. No. 1. Hal 17. Diambil dari : http://74.125.153.132/search?q=cache:A6ulIdOqzSQJ:jurnalmapeki.bioma teriallipi.org/jurnal/02012004/J.MapekiVol.2No.12004.pdf+senyawa+zat+ekstr aktif+yang+larut+pada+pelarut+akuades&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id [04/12/2009] Wardiyono. 2008. Melia azedarach Linn. Diambil dari : http://www.kehati.or.id/florakita/browser.php?docsid=588 [27/12/2008] Wikipedia. 2008. Tembakau. Diambil : http://id.wikipedia.org/wiki/Tembakau [04/12/2009] dari Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. Lampiran 1. Ekstraktif kulit mindi dengan pelarut aseton pada beberapa konsentrasi Lampiran 2. Ekstraktif kulit mindi dengan pelarut metanol pada beberapa konsentrasi Lampiran 3. Ekstraktif kulit mindi dengan pelarut akuades pada beberapa konsentrasi E Lampiran 4. Kadar air serbuk sebelum ekstraksi Ulangan 1. 2. 3. Berat Cawan (gr) 51,4 42,3 96,0 Berat Awal (gr) BA BA + Cwn 53,4 44,3 98,0 2 2 2 Rata-rata Berat Kering Oven (gr) BKO BKO + Cwn 53,2 44,1 97,8 1,8 1,8 1,8 Kadar Air (%) 11,1 11,1 11,1 11,1 Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. Lampiran 5. Pertumbuhan miselium fungi (kontrol) pada hari ke-5 seluas 6362 mm2 Lampiran 6. Rata-rata luas pertumbuhan dan penekanan pertumbuhan Phytium sp. pada hari ke-5 dengan perlakuan ekstrak kulit mindi pada berbagai pelarut dan konsentrasi Pelarut Konsentrasi Ulangan Aseton 0 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4 Metanol 0 1 2 3 4 Akuades 0 Luas pertumbuhan hari ke-5 (mm2) 6362 6362 6362 49 57 1320 573 52 1309 683 840 757 266 471 397 6362 6362 6362 155 199 63 61 102 44 72 45 161 76 120 54 6362 6362 6362 % Penekanan 0,00 0,00 0,00 99,23 99,10 79,25 90,99 99,18 79,42 89,26 86,60 88,10 95,82 92,60 93,76 0,00 0,00 0,00 97,56 96,87 99,01 99,04 98,40 99,31 98,87 99,29 97,47 98,81 98,11 99,15 0,00 0,00 0,00 Keterangan Sehat Sehat Sehat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Sehat Sehat Sehat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Sehat Sehat Sehat Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010. Pelarut Konsentrasi Ulangan Akuades 1 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 2 3 4 Luas pertumbuhan hari ke-5 (mm2) 908 830 398 2291 2290 2779 2165 6362 6362 6362 6362 6362 % Penekanan 85,73 86,95 93,74 63,99 64,01 56,32 65,97 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Keterangan Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan sangat berat Tertekan berat Tertekan berat Tertekan berat Tertekan berat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Lampiran 7. Uji Statistik persen penekanan pertumbuhan Phytium sp. setelah aplikasi dengan ekstrak kulit mindi SUMBER Pelarut Konsentrasi Interaksi Galat Total S = 10.73 Pelarut 1 2 3 DB 2 4 8 30 44 R-Sq = 95.83% Mean 72.9007 78.7927 34.4460 Konsentrasi 0 1 2 3 4 JK 17400.5 47950.9 13960.2 3453.1 82764.7 KT 8700.3 11987.7 1745.0 115.1 F 75.59 104.15 15.16 P 0.000 0.000 0.000 F. Tabel 3.316* 2.690* 2.266* R-Sq(adj) = 93.88% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -+---------+---------+---------+-------(---*--) (---*--) (---*---) -+---------+---------+---------+-------30 45 60 75 Mean 0.0000 93.0467 83.4067 69.5289 64.2500 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev --+---------+---------+---------+------(-*-) (-*-) (--*-) (-*--) (-*--) --+---------+---------+---------+------0 30 60 90 Hartini Nasution : Pengendalian Penyakit Rebah Semai Pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Dengan Memanfaatkan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.), 2010.