BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 2015 PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA LAPORAN AKHIR 2015 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 2 KATA PENGANTAR Penyusunan Panduan Investasi Sektor Ketenagalistrikan didasarkan pada surat perjanjian kerjasama antara Badan Koordinasi Penanaman Modal (selaku pengguna jasa) dengan PT Eltra Wiratama Konsultan (selaku penyedia jasa). Berdasarkan perjanjian tersebut, ada beberapa laporan yang harus disampaikan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, antara lain adalah Laporan Akhir. Panduan Investasi Sektor Ketenagalistrikan ini disusun sebagai hasil kajian terhadap berbagai perizinan dan nonperizinan yang terkait dengan investasi sektor ketenagalistrikan. Berbagai peraturan perundang-undangan menjadi acuan dalam mengidentifikasi satu per satu jenis perizinan dan nonperizinan di sektor ini, termasuk insentif fiskal yang digulirkan pemerintah. Hasil identifikasi disusun menjadi skema perizinan investasi sektor ketenagalistrikan pada berbagai jenis pembangkit. Meskipun relatif sama, pemisahan berdasarkan jenis pembangkit dan juga unit pelaksana (investor, khususnya IPP) dalam mendukung program pengadaan tenaga listrik 35.000 MW. Harapannya, dokumen ini dapat diterima dengan baik, sebagai laporan hasil pelaksanaan pekerjaan dan bermanfaat bagi pengguna jasa. Atas perhatian dan kerjasama para pihak, Kami mengucapkan terima kasih. Jakarta, Oktober 2015 Tim Penyusun PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 3 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 4 003 I KATA PENGANTAR 005 I DAFTAR ISI 008 I DAFTAR TABEL 010 I DAFTAR GAMBAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 012 I 1.1 Latar Belakang 014 I 1.2 Maksud Pelaksanaan Kegiatan 015 I 1.3 Tujuan Pelaksanaan Kegiatan 015 I 1.4 Ruang Lingkup 015 I 1.5 Waktu Pelaksanaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA: SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 016 I 2.1 Gambaran Umum Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia 017 I 2.1.1 Pembangunan Sektor Ketenagalistrikan dalam Rencana Pembangunan Nasional 019 I 2.1.2 Kapasitas Ketenagalistrikan Indonesia 020 I 2.1.3 Kebutuhan listrik Indonesia 023 I 2.2 Peluang Investasi Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia 023 I 2.2.1 Kebutuhan Investasi Sektor Ketenagalistrikan 026 I 2.2.2 Profil dan Kebutuhan Investasi Sektor Kelistrikan Regional PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 5 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Wilayah Sumatera 035 I 2.2.3 Profil dan Kebutuhan Investasi Sektor Kelistrikan Regional Wilayah Jawa - Bali 042 I 2.3 Skema Investasi Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia 042 I 2.3.1 Landasan Hukum 043 I 2.3.2 Independent Power Producers (IPP) 047 I 2.3.3 Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) 054 I 2.3.4 Swasta Murni DAFTAR ISI BAB 3 METODOLOGI 6 056 I 3.1 Pendekatan 058 I 3.2 Metodologi 058 I 3.2.1 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data 059 I 3.2.2 Metode Pengolahan Data 060 I 3.2.3 Beberapa Analisis yang Digunakan 061 I 3.2.4 Policy Dialogue dan Focus Discussion Group (FGD) 062 I 3.3 Penyusunan Buku Panduan Investasi Sektor Ketenagalistrikan BAB 4 IDENTIFIKASI PERIZINAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN 064 I 4.1 Program Pembangkit Listrik 35.000 MW 065 I 4.2 Mekanisme Pengadaan Listrik 35.000 MW 071 I 4.3 Identifikasi Perizinan Dalam Rangka Program Pengadaan Listrik 35.000 MW 071 I 4.3.1 Izin Prinsip Penamaman Modal 073 I 4.3.2 Pendirian Badan Usaha di Indonesia 079 I 4.3.3 Perizinan Ketenagakerjaan 080 I 4.3.4 Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) 108 I 4.4 Skema Perizinan Investasi Sektor Ketenagalistrikan BAB 5 INSENTIF INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN BAB 6 SISTEM AKUNTANSI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN 127 I 6.1 ISAK 8 : Interpretasi Perjanjian Mengandung Sewa 128 I 6.2 PSAK 30: Sewa 129 I 6.3 Sewa Dalam Laporan Keuangan Lessee Pada Sewa Pembiayaan 130 I 6.4 Transaksi Jual dan Sewa-Balik BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 133 I 7.1 Kesimpulan 133 I 7.2 Rekomendasi PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 7 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 020 I Tabel 1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 021 I Tabel 2 Pertumbuhan Ekonomi, Proyeksi Kebutuhan Tenaga Listrik dan Beban Puncak Periode Tahun 2015–2024 021 I Tabel 3 Proyeksi Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Pelanggan dan Rasio Elektrifikasi Periode Tahun 2015 – 2024 022 I Tabel 4 Prakiraan Kebutuhan Listrik, Angka Pertumbuhan dan Rasio Elektrifikasi DAFTAR TABEL 024 I 8 Tabel 5 Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik PLN Tahun 20152024 per Kelompok Pelanggan (TWh) 025 I Tabel 6 Kebutuhan Tambahan Pembangkit Tahun 2015-2019 (MW) 025 I Tabel 7 Kebutuhan Tambahan Pembangkit berdasarkan Status Proyek 027 I Tabel 8 Kapasitas Terpasang Pembangkit Wilayah Sumatera (MW) sampai dengan Bulan Desember Tahun 2014 027 I Tabel 9 Perkembangan Kapasitas Trafo GI Wilayah Sumatera (MVA) 027 I Tabel 10 Perkembangan Saluran Transmisi Wilayah Sumatera (kms) 028 I Tabel 11 Rencana Pengembangan MPP di Sumatera 030 I Tabel 12 Kebutuhan Pembangkit Wilayah Sumatera (MW) 032 I Tabel 13 Kebutuhan Fasilitas Transmisi Wilayah Sumatera 032 I Tabel 14 Kebutuhan Fasilitas Trafo dan Gardu Induk Wilayah Sumatera 033 I Tabel 15 Kebutuhan Fasilitas Distribusi Wilayah Sumatera 034 I Tabel 16 Total Kebutuhan Dana Investasi PLN untuk Wilayah Sumatera 035 I Tabel 17 KapasitasTerpasang Pembangkit Sistem Jawa-Bali Tahun 2014 035 I Tabel 18 Perkembangan Kapasitas Trafo GI Sistem Jawa-Bali 035 I Tabel 19 Perkembangan Saluran Transmisi Sistem Jawa Bali 038 I Tabel 20 Rencana Penambahan Pembangkit Sistem Jawa-Bali (MW) 039 I Tabel 21 Kebutuhan Saluran Transmisi Sistem Jawa-Bali 039 I Tabel 22 Kebutuhan Trafo Sistem Jawa-Bali 040 I Tabel 23 Kebutuhan Fasilitas Distribusi Sistem Jawa-Bali 041 I Tabel 24 Kebutuhan Dana Investasi untuk Sistem Jawa – Bali 048 I Tabel 25 Kerangka Regulasi Investasi Pola KPS 049 I Tabel 26 Bentuk dan Modalitas KPS 059 I Tabel 27 Jenis data dan informasi yang dibutuhkan 066 I Tabel 28 Proyek pembangkit listrik investasi PLN yang pengadaannya akan dibuka (pelelangan) 067 I Tabel 29 Proyek pembangkit listrik investasi swasta yang pengadaannya akan dibuka (pelelangan) 068 I Tabel 30 Proyek pembangkit listrik investasi swasta yang pengadaannya akan dibuka (penunjukan langsung) 082 I Tabel 31 Identifikasi berbagai perizinan / non perizinan terkait investasi sektor ketenagalistrikan 114 I Tabel 32 Bidang Usaha Tertentu Dan Daerah Tertentu Yang Mendapat Fasilitas Tax Allowance 118 I Tabel 33 Jenis-Jenis Insentif Fiskal Dalam Rangka Pembangkitan Tenaga Listrik PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 9 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 018 I Gambar 1 Strategi Pembangunan Nasional, 2015-2019 022 I Gambar 2 Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik PLN Tahun 2015 dan 2024 023 I Gambar 3 Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik PLN Tahun 2015- DAFTAR GAMBAR 2024 10 031 I Gambar 4 Rencana Pengembangan transmisi Sistem sumatera Tahun 2015-2024 034 I Gambar 5 Kebutuhan Dana Investasi PLN untuk Wilayah Sumatera 039 I Gambar 6 Rencana Pengembangan transmisi Sistem Jawa-bali Tahun 2015-2024 041 I Gambar 7 Kebutuhan Dana Investasi PLN untuk Sistem Jawa – Bali 044 I Gambar 8 Mekanisme Pengadaan Ketenagalistrikan dengan Penunjukkan Langsung 045 I Gambar 9 Mekanisme Pengadaan Ketenagalistrikan dengan Pemilihan Langsung 045 I Gambar 10 Mekanisme Pengadaan Ketenagalistrikan dengan Lelang Terbuka 046 I Gambar 11 Tahapan Bisnis Ketenagalistrikan Pola IPP 049 I Gambar 12 Bentuk dan modalitas KPS 051 I Gambar 13 Tahapan Pembiayaan Infrastruktur Kerjasama Pemerintah Swasta 060 I Gambar 14 Sistem kebijakan 061 I Gambar 15 Proses analisis kebijakan berdasarkan masalah kebijakan 069 I Gambar 16 Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW oleh Pengembang Swasta (IPP) 069 I Gambar 17 Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW melalui Penunjukan Langsung 070 I Gambar 18 Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW melalui Pemilihan Langsung 070 I Gambar 19 Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW melalui Pelelangan Umum 108 I Gambar 20 Skema umum perizinan investasi sektor ketenagalistrikan 109 I Gambar 21 Skema Perizinan untuk PLTA oleh IPP 109 I Gambar 22 Skema Perizinan untuk PLTU Mulut Tambang / Batubara oleh IPP 110 I Gambar 23 Skema Perizinan untuk PLTG / PLTGU / PLTMG oleh IPP 110 I Gambar 24 Skema Perizinan untuk PLTP oleh IPP 114 I Gambar 25 Skema Fasilitas Fiskal Mendukung Pembangunan Proyek Ketenagalistrikan 35 000 MW PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 11 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode 2010-2014 rata-rata tumbuh sebesar 5,8%. Pada tahun 2013 pendapatan perkapita Indonesia mencapai USD 3.500 yang menempatkan Indonesia berada pada lapis bawah negaranegara berpenghasilan menengah. Untuk dapat lepas dari middle income trap dan mencapai target sebagai negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2030, perekonomian nasional dituntut tumbuh rata-rata antara 6-8 persen per tahun. 12 Sebagai salah satu upaya mencapai pertumbuhan 6-8 persen per tahun, pemerintah telah menetapkan program-program prioritas infrastruktur untuk lima tahun kedepan melalui Nawacita. Pembangunan infrastruktur juga diperlukan untuk mendorong penanaman modal yang lebih merata. Pada tahun 20152019 Pemerintah telah berkomitmen untuk membangun infrastruktur tenaga listrik sebesar 35 ribu MW. Selain itu, akan dibangun 24 pelabuhan baru, 60 pelabuhan penyeberangan, 15 bandara baru, 3.258 km jalur kereta, 2.650 km jalan baru, dan 1.000 km jalan tol. Untuk mencapai target tersebut, dalam lima tahun kedepan kebutuhan investasi infrastruktur Indonesia adalah Rp 5.519,4 triliun. Dimana dari jumah tersebut, pendanaan pemerintah hanya berkisar 40,14% atau sekitar Rp 2.215,6 triliun selama 5 (lima) tahun ke depan. Sehingga terdapat selisih pendanaan sekitar Rp 3.303,8 trilliun yang akan dikejar dengan partisipasi swasta. Dari seluruh proyek infrastruktur yang akan dibangun selama lima tahun kedepan, infrastruktur sektor ketenagalistrikan menjadi perhatian utama pemerintah. Listrik merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan Indonesia untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi rata-rata 6-8 persen selama 2015-2019. Tidak hanya penting bagi pertumbuhan ekonomi, listrik juga memberikan pengaruh yang signifikan bagi perbaikan Human Development Index (HDI). Dalam Journal of the Asia Pasific Economy 2011, seorang peneliti Indonesia yang mengadakan penelitian di Pulau Jawa menemukan bahwa setiap kenaikan 1% dari rumah tangga yang menggunakan listrik akan menaikkan HDI sebesar 0,2% dalam jangka panjang. Kenaikan HDI yang dihasilkan dari pembangunan listrik paling tinggi dibandingkan dengan pembangunan infrastruktur lainnya seperti 1% kenaikan di infrastruktur air dan jalan hanya akan menaikkan HDI sebesar masing-masing 0,03% dan 0,01%. Konsumsi listrik dalam kurun waktu tahun 2000-2012 mengalami pertumbuhan rata-rata 6,2% per tahun. Rendahnya pertumbuhan ini PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 13 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL menyebabkan rasio elektrifikasi nasional masih tertinggal dibadingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Data dari Handbook of Energy & Economic Statitics tahun 2013 dari Kementerian ESDM menunjukkan bahwa rasio elektrifikasi Indonesia hanya sebesar 76,56% masih jauh bila dibandingkan dengan Malaysia (99,4%), Vietnam (97,6%), Thailand (87,7%), dan bahkan Filipina (83,3%). Dalam rangka mencapai target pembangunan 35 ribu GW selama lima tahun kedepan, PLN melalui RUPTL 2015-2024 telah menetapkan proyek-proyek infrastruktur ketenagalistrikan. Selama tahun 2015-2019 akan dibangun 42GW pembangkit listrik dimana 7 GW merupakan bagian dari Fast Track Program II dan 35 GW adalah tambahan program pemerintahan baru. Dari jumlah tersebut PLN akan membangun pembangkit sebesar 17,4 GW, transmisi sepanjang 50 ribu kms dan gardu induk di 743 lokasi dengan kebutuhan capital expenditure sebesar Rp545 trilliun. Sedangkan sisanya akan ditawarkan kepada swasta untuk membangun pembangkit sebesar 24,9 GW dan transmisi sepanjang 360 kms dengan kebutuhan capital expenditure sebesar Rp435 trilliun. Proyekproyek ketenagalistrikan ini masih akan ditambahkan dengan proyek-proyek listrik diluar rencana PLN. Baik yang diajukan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Bappenas, pengelola kawasan industri maupun pemerintah daerah seperti yang tertuang dalam Lampiran III Infrastruktur Rencana Strategis BKPM 2015-2019. ketenagalistrikan melalui Investor Relation Unit di BKPM. Selama bulan Januari-Februari 2015 saja sudah ada 12 (dua belas) pertanyaan dari calon investor yang masuk. Minat yang tinggi juga terlihat dari izin Prinsip untuk sektor ketenagalistrikan yang dikeluarkan BKPM. Selama kurun waktu 2010-2014 tercatat ada 114 proyek PMA di sektor ketenagalistrikan dengan nilai investasi sebesar US$ 22.592,50 juta. Namun selama kurun waktu 2011-2014 hanya terdapat realisasi sebanyak 3 proyek PMA dengan nilai investasi sebesar US$ 215 juta. Agar minat investasi di sektor listrik dapat terealisasi, Direktorat Perencanaan Industri Agribisnis dan Sumber Daya Alam Lainnya merasa perlu untuk membuat panduan investasi sektor listrik di Indonesia. Panduan investasi ini akan memuat peluang investasi di sektor listrik, regulasiregulasi terkait yang perlu diperhatikan oleh penanam modal baik regulasi teknis maupun non teknis seperti lahan, penjelasan mengenai skema-skema investasi, serta penjelasan mengenai perpajakan di Indonesia. Dengan adanya panduan investasi ini diharapkan informasi mengenai investasi di sektor listrik dapat lebih transparan dan terpercaya sehingga dapat mendukung perbaikan iklim investasi. Selain itu, buku panduan investasi ini juga dapat digunakan sebagai media promosi untuk menarik lebih banyak calon penanam modal. 1.2 MAKSUD PELAKSANAAN KEGIATAN Maksud dari kegiatan ini adalah: Untuk mencapai target pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, tantangan pemerintah khususnya BKPM adalah mendorong partisipasi swasta dalam pembangunan infrastruktur baik melalui skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) maupun non KPS (Business to Business). Untuk itulah diperlukan perbaikan iklim investasi dan promosi yang tepat dalam menarik calon penanam modal yang serius. Ketertarikan calon penanam modal untuk berinvestasi di sektor ketenagalistrikan terlihat dari banyaknya pertanyaan mengenai 14 1. Mendukung perbaikan iklim investasi dengan menyediakan informasi yang transparan dan kredibel. 2. Menyediakan buku panduan investasi sektor ketenagalistrikan bagi calon penanam modal. 3. Menyediakan buku panduan investasi sektor ketenagalistrikan sebagai media promosi. 1.3 TUJUAN PELAKSANAAN KEGIATAN Tersedianya buku panduan investasi, khususnya di sektor ketenagalistrikan, yang dapat dimanfaatkan oleh calon penanam modal untuk mendukung terealisasinya investasi di sektor listrik. 1.4 RUANG LINGKUP 3. Focus Group Discussion Koordinasi dan pertemuan dengan stakeholder terkait dengan tujuan untuk memperoleh masukan dan klarifikasi informasi dari berbagai stakeholder terkait baik di pusat maupun di daerah untuk berbagi pengalaman dan memperoleh gambaran mengenai investasi di sektor ketenagalistrikan yang dilaksanakan dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) bekerjasama dengan pihak BKPM. Ruang lingkup pelaksanaan kegiatan adalah: 4. Melakukan koordinasi dengan BKPM secara intensif minimal 2 (dua) kali dalam sebulan, dalam hal penyusunan materi kajian; 1. Desk Study Melakukan studi literatur dari berbagai sumber yang terkait dengan investasi di sektor ketenagalistrikan. 5. Membuat Laporan hasil survei pengumpulan data dan informasi; 2. Policy Dialogue Pengkayaan informasi yang diperoleh dari wilayah survei di dalam maupun luar negeri bekerjasama dengan pihak BKPM dengan tujuan mengumpulkan data primer dan sekunder dari berbagai instansi terkait maupun dari industri yang telah ada mengenai kebijakan investasi di sektor ketenagalistrikan. 6. Menyusun buku panduan investasi sektor listrik di Indonesia dalam bahasa Indonesia dan Inggris. 1.5 WAKTU PELAKSANAAN Kegiatan dilaksanakan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan, sejak penandatanganan Surat Perjanjian Kerjasama. PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 15 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 2 TINJAUAN PUSTAKA: SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 2.1 GAMBARAN UMUM SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 16 2.1.1 Pembangunan Sektor Ketenagalistrikan dalam Rencana Pembangunan Nasional Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 2015-2019, sektor ketenagalistrikan menjadi bagian dari strategi pembangunan nasional, yaitu menjadi salah satu dari tiga dimensi pembangunan nasional: 1. Dimensi pembangunan manusia dan masyarakat. 2. Dimensi pembangunan sektor unggulan dengan prioritas 3. Dimensi pemerataan dan kewilayahan. Sektor ketenagalistrikan masuk dalam dimensi salah satu sektor unggulan dan prioritas nasional selain pangan, energi, kemaritiman, kelautan, pariwisata dan industri. Pada tahun 2015 ini dengan jumlah penduduk yang diperkirakan sudah mencapai 257,9 juta jiwa, jumlah pelanggan listrik PLN baru mencapai 60,3 juta jiwa atau rasio elektrifikasi sebesar 84%. Kebutuhan listrik saat ini sudah mencapai 219,1 TWH. Tahun 2024 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 284,8 juta jiwa dengan jumlah pelanggan listrik mencapai 78,4 juta jiwa, bila pertumbuhan ekonomi diperkirakan sebesar 6,1 hingga 7,1% maka pada tahun 2024 tambahan kapasitas listrik nasional mencapai 70.400 MW dengan asumsi pertumbuhan kebutuhan listrik sebesar 8,7% per tahun, rasio elektrifikasi mencapai 99,4% maka kebutuhan listrik nasional akan mencapai 464,2 TWH. Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of the Asia Pasific Economy 2011,sektor ketenagalistrikan merupakan sektor yang memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan kualitas pembangunan manusia suatu daerah. Setiap kenaikan 1% dari rumah tangga yang menggunakan listrik akan menaikkan HDI (Human Development Index) sebesar 0,2% dalam jangka panjang. Kenaikan HDI yang dihasilkan dari pembangunan PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 17 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL NORMAL PEMBANGUNAN KABINET KERJA Membangun manusia dan masyarakat ; Upaya meningkatkan kesejahteraan, kemakmuran, produktivitas tidak boleh menciptakan ketimpangan yang semakin melebar. Perhatian khusus diberikan kepada peningkatan produktivitas rakyat lapisan menengah bawah, tanpa menghalangi, menghambat, mengecilkan dan mengurakngi keleluasaan pelaku-pelaku besar untuk terus menjadi bagian pertumbuhan ; Ÿ aktivitas pembangunan tidak boleh merusak, menurunkan daya dukung lingkungan dan keseimbangan ekosistem Ÿ Ÿ 3 DIMENSI PEMBANGUNAN DIMENSI PEMBANGUNAN MANUSIA DIMENSI PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN DIMENSI PEMERATAAN DAN PEWILAYAHAN PENDIDIKAN KEDAULATAN PANGAN ANTAR KELOMPOK PENDAPATAN KEDAULATAN ENERGI & KETENAGALISTRIKAN KEMARITIMAN & KELAUTAN PENDIDIKAN PENDIDIKAN PENDIDIKAN PARIWISATA & INDUSTRI ANTAR WILAYAH : 1 DESA 2 PINGGIRAN 3 LUAR JAWA 4. KAWASAN TIMUR KONDISI PERLU KEPASTIAN & PENEGAKAN HUKUM KEAMANAN & KETERTIBAN POLITIK & DEMOKRASI TATA KELOLA & RB QUICK WINS & PROGRAM LANJUTAN LAINNYA Gambar 1 Strategi Pembangunan Nasional, 2015-2019 listrik paling tinggi dibandingkan dengan pembangunan infrastruktur lainnya seperti 1% kenaikan di infrastruktur air dan jalan hanya akan menaikkan HDI sebesar masing-masing 0,03% dan 0,01%. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya sektor ketenagalistrikan bagi peningkatan kualitas pembangunan manusia di Indonesia. Pada tahun 2014, kapasitas pembangkit listrik nasional baru mencapai 50,7 Giga Watt, selama masa pembangunan lima tahun saat ini (20152019) peningkatan kapasitas pembangkit listrik nasional diharapkan mampu mencapai peningkatan sebesar 35,9 Giga Watt atau 18 mencapai 86,6 Giga Watt pada akhir tahun 2019. Kondisi ini diharapkan mampu mendorong rasio elektrifikasi nasional hingga mencapai 96,6 % pada akhir tahun 2019, atau mengalami peningkatan sebesar 15,1% dari yang saat ini sudah dicapai. Saat ini masih ada 18,5 % penduduk Indonesia belum menikmati layanan energi listrik. Dari tingkat rasio elektrifikasi tersebut, pelayanan dasar bagi penduduk rentan dan kurang mampu (40% penduduk yang berpendapatan terendah), peningkatan akses penerangan ditargetkan mencapai 100% dari yang saat ini dicapai (52,3%) atau meningkat 47,7% untuk kurun waktu 5 tahun kedepan. Arah kebijakan umum pembangunan nasional 2015-2019 (Perpres Nomor 2 tahun 2015 tentang RPJMN) saat ini terkait sektor ketenagalistrikan adalah melakukan percepatan pembangunan infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan. Pembangunan infrastruktur diarahkan untuk memperkuat konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan, mempercepat penyediaan infrastruktur kelistrikan, menjamin ketahanan energi untuk mendukung ketahanan nasional. Pelaksanaan pembangunan sektor ketenagalistrikan ini dilaksanakan secara terintegrasi dan dengan meningkatkan peran kerjasama Pemerintah-Swasta. 2.1.2 Kapasitas Ketenagalistrikan Indonesia Kapasitas ketenagalistrikan di Indonesia ditinjau berdasarkan daya tersambung. Daya tersambung, energi terjual, jumlah pelanggan dan kapasitas terpasang merupakan gambaran umum dari kemampuan Indonesia dalam menyediakan energi listrik saat ini. Daya tersambung yang merupakan besaran daya yang disepakati oleh PLN dan pelanggan dalam perjanjian jual beli tenaga listrik, daya tersambung ini yang menjadi dasar penghitungan beban. Daya tersambung listrik di Indonesia totalnya mencapai 100.030,53 MVA. Pembagian berdasarkan kelompok pelanggan di Indonesia, untuk rumah tangga mencapai 48,374,47 MVA atau 48, 36% dari total daya tersambung, untuk industri mencapai 23.541,96 MVA atau 23,53%, untuk bisnis sebesar 21,22% atau mencapai 21.223,71 MVA. Sedangkan sisanya untuk kebutuhan sosial, gedung kantor pemerintahan dan penerangan jalan umum. Daya tersambung untuk Pulau Jawa pada tahun 2014 mencapai 69.874,20 MVA atau mencapai 69,85% dari total nasional, dengan tingkat pemanfaatan daya tersambung terbesar pada kelompok pelanggan rumah tangga yang mencapai 30.414,07 MVA atau mencapai 43,16% dari total daya tersambung di Pulau Jawa. Sedangkan jumlah energi yang terjual kepada pelanggan adalah energi (kWh) yang terjual kepada pelanggan TT (tegangan tinggi), TM (tegangan menengah) dan TR (tegangan rendah) sesuai dengan jumlah kWh yang dibuat rekening. Jumlah energi listrik terjual pada tahun 2014 sebesar 198.601,78 GWh meningkat 5,90% dibandingkan tahun sebelumnya. Kelompok pelanggan Industri mengkonsumsi 65.908,68 GWh (33,19%), Rumah Tangga 84.086,46 GWh (42,34%), Bisnis 36.282,42 GWh (18,27%), dan Lainnya (sosial, gedung pemerintah dan penerangan jalan umum) 12.324,21 GWh (6,21%). Penjualan energi listrik untuk semua jenis kelompok pelanggan yaitu industri, rumah tangga, bisnis dan lainnya mengalami peningkatan masing-masing sebesar 2,37%, 8,90%, 5,17% dan 7,63%. Sedangkan jumlah pelanggan pada akhir tahun 2014 baru mencapai 57.493.234 pelanggan atau meningkat 6,48% dari akhir tahun 2013. Harga jual listrik rata-rata per kWh selama tahun 2014 sebesar Rp 939,74 lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar Rp 818,41. Kapasitas terpasang dan unit pembangkit PLN (holding dan anak perusahaan) pada akhir Desember 2014 mencapai 39.257,53 MW dan 5.007 unit, dengan 31.062,19 MW (79,12%) berada di Pulau Jawa. Total kapasitas terpasang meningkat 14,77% dibandingkan dengan akhir Desember 2013. Persentase kapasitas terpasang per jenis pembangkit sebagai berikut : PLTU 20.451,67 MW (52,10%), PLTGU 8.886,11 MW (22,64%), PLTD 2.798,55 (7,13%), PLTA 3.526,89 MW (8,98%), PLTG 3.012,10 MW (7,67%), PLTP 573 MW (1,46%), PLT Surya dan PLT Bayu 9,20 MW (0,02%). Adapun total kapasitas terpasang nasional termasuk sewa dan IPP adalah 51.620,58 MW. Selama tahun 2014, jumlah energi listrik produksi sendiri (termasuk sewa) sebesar 175.296,98 GWh meningkat 6,91% dibandingkan tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, 59,12% diproduksi oleh PLN Holding, dan 40,88% diproduksi Anak Perusahaan yaitu PT Indonesia Power, PT PJB, PT PLN Batam dan PT PLN PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 19 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Tarakan. Persentase energi listrik produksi sendiri (termasuk sewa) per jenis energi primer adalah: gas alam 49.312,48 GWh (28,13%), batubara 84.076,12 GWh (47,96%), minyak 26.433,18 GWh (15,08%), tenaga air 11.163,62 GWh (6,37%), dan 4.285,37 GWh (2,44%) berasal dari panas bumi. unit, sistem 150 kV sebanyak 1.179 unit, sistem 70 kV sebanyak 192 unit, dan sistem < 30 kV sebanyak 1 unit. Kapasitas terpasang dan jumlah trafo gardu distribusi menjadi 46.779 MVA dan 389.302 unit. Kapasitas terpasang dan jumlah trafo mengalami peningkatan masing-masing sebesar 8,32% dan 7,32%. Dibandingkan tahun sebelumnya penggunaan bahan bakar minyak untuk pembangkit listrik di Indonesia mengalami peningkatan, sedangkan pangsa gas alam, batubara, panas bumi dan air mengalami penurunan. Produksi total PLN (termasuk pembelian dari luar PLN) pada tahun 2014 sebesar 228.554,91 GWh, mengalami peningkatan sebesar 12.366,36 GWh atau 5,72% dari tahun sebelumnya. Dari produksi total PLN tersebut, energi listrik yang dibeli dari luar PLN sebesar 53.257,93 GWh (23,30%). Pembelian energi listrik tersebut meningkat 1.035,14 GWh atau 1,98% dibandingkan tahun 2013. Dari total energi listrik yang dibeli, pembelian terbesar sebanyak 8.434 GWh (21,31%) berasal dari PT Jawa Power, dan 7.435 GWh (18,79%) berasal dari PT Paiton Energy Company. 2.1.3 Kebutuhan listrik Indonesia Pada akhir tahun 2014, total panjang jaringan transmisi mencapai 39.909,80 kms, yang terdiri atas jaringan 500 kV sepanjang 5.053,00 kms, 275 kV sepanjang 1.374,30 kms, 150 kV sepanjang 29.352,85 kms, 70 kV sepanjang 4.125,49 kms dan 25 & 30 kV sepanjang 4,16 kms. Total panjang jaringan distribusi sepanjang 925.311,61 kms, terdiri atas JTM sepanjang 339.558,24 kms dan JTR sepanjang 585.753,37 kms. Kapasitas terpasang trafo gardu induk sebesar 86.472 MVA, meningkat 6,30% dari tahun sebelumnya. Jumlah trafo gardu induk sebanyak 1.429 unit, terdiri atas trafo sistem 500 kV sebanyak 52 unit, sistem 275 kV sebanyak 5 PDB 2004 2005 2006 2007 Pertumbuhan perekonomian Indonesia selama 10 tahun terakhir yang dinyatakan dalam Produk Domestik Bruto (PDB) dengan harga konstan tahun 2000 mengalami kenaikan ratarata 5,8% per tahun. Pertumbuhan 4 tahun terakhir mencapai nilai tertinggi 6,5% seperti diperlihatkan pada tabel di bawah ini: Berdasarkan angka pertumbuhan ekonomi pada RPJMN tahun 2015-2019 yang dikeluarkan oleh BAPPENAS, ekonomi Indonesia untuk tahun 2015-2019 diperkirakan akan tumbuh antara 6,1%-7,1%, dan untuk periode tahun 2020-2024 mengacu pada RUKN 2015-2034, yaitu rata-rata 7,0% per tahun. Berdasarkan hal tersebut maka kebutuhan tenaga listrik selanjutnya diproyeksikan pada tahun 2024 akan menjadi 464 TWh, atau tumbuh rata-rata dari tahun 2015-2024 sebesar 8,7% per tahun. Sedangkan beban puncak non coincident pada tahun 2024 akan menjadi 74.536 MW atau tumbuh rata-rata 8,2% per tahun. Jumlah pelanggan pada tahun 2014 sebesar 57,3 juta akan bertambah menjadi 78,4 juta pada tahun 2024 atau bertambah ratarata 2,2 juta per tahun. 2008 2009 2010 2011 2012 2013 PDB (103 Triliun, Rp) Harga Konstan 1,66 1,75 1,85 1,96 ,2,08 2,17 2,22 2,46 2,62 2,77 Growth PDB (%) 5,05 5,67 5,50 6,32 6,06 4,63 6,22 6,49 6,26 5,78 Tabel 1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Sumber: Statistik Indonesia, BPS 20 Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%) Sales (TWh) Beban Puncak (Non-coicident) (MW) 2015 6,1 219 36.787 2016 6,4 239 39.880 2017 6,8 260 43.154 2018 7,0 283 46.845 2019 7,1 307 50.531 2020 7,0 332 54.505 2021 7 361 58.833 2022 7 392 63.483 2023 7 427 68.805 2024 7 464 74.536 Tabel 2 Pertumbuhan Ekonomi, Proyeksi Kebutuhan Tenaga Listrik dan Beban Puncak Periode Tahun 2015–2024 Sumber : RUPTL PLN 2015-2024 Tahun Penduduk (Juta) Pelanggan (Juta) RE RUPTL 2015-2024 (%) RE RUKN 2008-2027 (%) RE Draft RUKN 2015-2034 (%) 2015 257,9 60,3 87,7 79,2 85,2 2016 261,1 63,6 91,3 88,2 2017 264,3 66,2 93,6 91,1 2018 267,4 68,7 95,8 93,9 2019 270,4 71,0 97,4 96,6 2020 273,5 72,9 98,4 2021 276,5 74,4 98,9 99,3 2022 279,3 75,8 99,1 99,4 2023 282,1 77,1 99,3 99,4 2024 284,8 78,4 99,4 99,5 90,4 99,2 Tabel 3 Proyeksi Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Pelanggan dan Rasio Elektrifikasi Periode Tahun 2015 – 2024 Sumber : RUPTL PLN 2015-2024 Penambahan pelanggan tersebut akan meningkatkan rasio elektrifikasi dari 84,4% pada 2014 menjadi 99,4% pada tahun 2024. Proyeksi jumlah penduduk, pertumbuhan pelanggan dan rasio elektrifikasi periode tahun 2015-2024. Proyeksi kebutuhan listrik periode tahun 2015– 2024 ditunjukkan pada tabel 4 dan gambar 2. Pada periode tahun 2015-2024 kebutuhan listrik diperkirakan akan meningkat dari 219,1 TWh pada tahun 2015 menjadi 464,2TWh pada tahun 2024, atau tumbuh rata-rata 8,7% per tahun. Untuk wilayah Sumatera pada periode yang sama, kebutuhan listrik akan meningkat dari 31,2TWh pada tahun 2015 menjadi 82,8 TWh pada tahun 2024 atau tumbuh rata-rata 11,6% per tahun. Wilayah Jawa-Bali tumbuh dari 165,4 TWh pada tahun2015 menjadi 324,4 TWh pada tahun 2024 atau tumbuh rata-rata 7,8% pertahun. Wilayah Indonesia Timur tumbuh dari 22,6 TWh menjadi 57,1 TWh atau tumbuh ratarata 11,1% per tahun. Proyeksi penjualan tenaga listrik per kelompok pelanggan memperlihatkan bahwa pada sistem Jawa Bali, kelompok pelanggan industri mempunyai porsi yang cukup besar, yaitu rata-rata 41,4% dari total penjualan. Sedangkan di Indonesia Timur dan Sumatera rata-rata porsi pelanggan industri adalah PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 21 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Uraian Energi Demand Satuan 2014* 2015 2016 2018 2020 2022 2024 Twh Indonesia 201,5 219,1 238,8 282,9 332,3 392,3 464,2 Jawa Bali 153,6 165,4 178,3 207,1 239,5 278,6 324,4 20,0 22,6 25,8 33,1 40,0 47,8 57,1 27,9 31,2 34,7 42,7 52,8 65,9 82,8 8,6 8,7 9,0 8,9 8,4 8,7 8,8 Indonesia Timur Sumatera Pertumbuhan % Indonesia Jawa Bali 8,2 7,6 7,8 7,6 7,5 7,9 7,8 12,2 12,9 14,5 14,2 9,9 9,2 9,2 8,5 11,7 11,1 11,1 11,2 11,8 12,2 Indonesia 84,4 87,7 91,3 95,7 98,4 99,1 99,4 Jawa Bali 96,8 90,5 94,6 98,4 99,8 99,9 99,9 Indonesia Timur 76,1 79,2 82,1 87,9 92,9 95,8 97,5 Sumatera 84,8 87,2 89,8 95,0 99,2 99,9 99,9 Indonesia Timur Sumatera Rasio Elektrifikasi % *Estimasi realisasi Energi Jual Tabel 4 Prakiraan Kebutuhan Listrik, Angka Pertumbuhan dan Rasio Elektrifikasi Sumber : RUPTL PLN 2015-2024 Gambar 2 Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik PLN Tahun 2015 dan 2024 Sumber : RUPTL PLN 2015-2024 relatif kecil, yaitu masing-masing hanya 12% dan 14,7%. Pelanggan residensial masih mendominasi penjualan hingga tahun 2024, 22 yaitu 55% untuk Indonesia Timur dan 59% untuk Sumatera. Gambar 3 Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik PLN Tahun 2015-2024 Sumber : RUPTL PLN 2015-2024 2.2 PELUANG INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 2.2.1 Kebutuhan Investasi Sektor Ketenagalistrikan Kebijakan harga energi (BBM dan listrik) dengan beban subsidi yang masih sangat besar, mengakibatkan antara lain pengembangan infrastruktur energi yang memanfaatkan gas maupun energi baru terbarukan (EBT) menjadi terkendala. Hal ini mendorong pemanfaatan energi secara boros, dan tidak memberikan insentif bagi pengembangan energi non-BBM untuk rumah tangga, transportasi, industri maupun bisnis, serta tercermin dari tingkat elastisitas energi yang masih cukup tinggi yaitu sekitar 1,63 (Thailand 1,4 dan Singapura 1,1, negara maju 0,1 hingga 0,6), tingkat intensitas energi pada indeks 400 (Amerika Utara 300, OECD sekitar 200, Thailand 350, dan Jepang 100). Sejak tahun 2010, subsidi BMM telah meningkat hampir rata-rata sekitar 100 persen setiap tahun, sedangkan subsidi listrik telah meningkat rata-rata hampir 20 persen setiap tahun. Isu lainnya yang dihadapi adalah masalah pengadaan lahan. Sifat yang khusus dari sektor energi dan ketenagalistrikan menimbulkan berbagai kendala yang belum diakomodasi secara memadai oleh peraturan yang ada saat ini. Misalnya untuk memenuhi kewajiban penyediaan lahan di awal proses pengadaan / tender pembangunan pembangkit listrik ternyata tidak dapat dilakukan dalam kasus pembangunan pembangkit Mulut Tambang dimana lokasi pembangunan tidak dapat ditentukan di awal. Selain itu, pengembangan panas bumi untuk pembangkit listrik lebih banyak berada di area hutan lindung maupun di kawasan konservasi. Demikian pula halnya dengan pembangunan jaringan transmisi baik gas bumi maupun ketenagalistrikan yang membentang ratusan kilometer yang membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk proses pengadaan lahannya. Selanjutnya, penciptaan industri yang lebih efisien menjadi salah satu kunci pokok keberhasilan pembangunan energi dan ketenagalistrikan. Industri energi dan ketenagalistrikan masih ditandai oleh perilaku monopoli yang dapat menghambat efisiensi maupun efektifitas sistem industri secara keseluruhan. Kebijakan akses terbuka untuk pemakaian infrastruktur secara bersama (open access) sebagai prasyarat bagi tumbuhnya industri yang efisien masih belum berkembang. PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 23 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Regional 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 Jawa-Bali Rumah Tangga 59,6 64,2 68,6 73,5 78,5 83,7 89,7 96,1 102,9 110,1 Bisnis 30,0 32,9 35,5 37,9 40,5 43,2 46,3 49,8 53,8 57,8 Publik 8,7 9,5 10,4 11,2 12,1 13,1 14,2 15,5 16,8 18,2 Industri 67,1 71,7 77,9 84,5 91,7 99,4 108,1 117,3 127,3 138,2 Jumlah 165,4 178,3 192,5 207,1 222,8 239,5 258,3 278,6 300,8 324,4 17,6 19,6 21,8 24,4 27,3 30,5 34,3 38,6 43,5 49,2 Bisnis 5,1 5,7 6,5 7,3 8,1 9,1 10,2 11,4 12,7 14,2 Publik 3,2 3,6 4,0 4,5 5,0 5,6 6,2 7,0 7,8 8,8 Industri 5,3 5,8 6,1 6,6 7,1 7,6 8,2 8,9 9,7 10,6 Jumlah 31,2 34,7 38,4 42,7 47,5 52,8 58,9 65,9 73,8 82,8 13,1 14,5 16,1 17,9 19,8 22,0 24,1 26,4 28,8 31,4 Bisnis 5,3 6,0 6,7 7,5 8,3 9,3 10,4 11,6 13,0 14,5 Publik 2,2 2,4 2,6 2,8 3,1 3,5 3,8 4,2 4,6 5,0 Industri 2,0 3,0 3,7 4,9 5,1 5,3 5,5 5,7 5,9 6,1 Jumlah 22,6 25,8 29,0 33,1 36,4 40,0 43,8 47,8 52,2 57,1 Rumah Tangga 90,3 98,3 106,5 115,8 125,6 136,2 148,1 161,0 175,2 190,7 Bisnis 40,4 44,6 48,7 52,7 57,0 61,6 66,9 72,8 79,5 86,6 Publik 14,0 15,4 17,0 18,5 20,3 22,2 24,3 26,6 29,2 32,1 Industri 74,4 80,5 87,7 96,0 103,8 112,3 121,8 131,9 142,9 154,9 Jumlah 219,1 238,8 259,9 282,9 306,7 332,3 361,0 392,3 426,8 464,2 Sumatera Rumah Tangga Indonesia Timur Rumah Tangga Indonesia Sumber Tabel 5 : RUPTL PLN 2015-2024 Tabel 2.5. ProyeksiTenaga Penjualan Tenaga Listrik PLN Tahun 2015-2024 per Pelanggan Kelompok Pelanggan (TWh) Proyeksi Penjualan Listrik PLN Tahun 2015-2024 per Kelompok (TWh) Sumber : RUPTL PLN 2015-2024 Kesetaraan akses terhadap sistem transmisi (jaringan gas bumi dan ketenagalistrikan) diperlukan untuk mendorong kondisi yang lebih kompetitif baik di sisi pemanfaatan maupun penyediaannya. Pembangunan infrastruktur dasar ketenagalistrikan dalam RPJMN 2015-2019 diarahkan pada Penyediaan Listrik Untuk Rakyat. Total rasio elektrifikasi pada tahun 2014 diperkirakan baru mencapai sekitar 81,51 persen atau masih ada sekitar 18,5 persen penduduk Indonesia belum dapat menikmati layanan ketenagalistrikan. Aksesibilitas sarana prasarana ketenagalistrikan sangat timpang, beberapa daerah yang masih memiliki tingkat rasio elektrifikasi di bawah 60 persen pada tahun 2013 24 yaitu NTT dan Papua, dimana masing-masing sebesar 57,58 persen, dan 35,55 persen. Tingkat layanan ketenagalistrikan yang masih relatif rendah juga dapat ditunjukkan dari besarnya konsumsi tenaga listrik per kapita dimana pada tahun 2012, tingkat konsumsi tenaga listrik perkapita adalah 0.6 MWh/kapita dengan produksi tenaga listriksebesar 173,51 ribu GWh. Penyediaan listrik secara umum untuk menunjang pertumbuhan ekonomi, dalam kurun lima tahun terakhir telah dilakukan penambahan kapasitas pembangkit listrik lebih kurang sebesar 17 GW, sehingga kapasitas pembangkit listrik nasional sampai akhir tahun 2014 diperkirakan akan mencapai sekitar 50,7 GW. Hal ini telah mampu menunjang pertumbuhan ekonomi Pembangkit PLN Tahun Pembangkit IPP Total Total Kapasitas Lokasi Total Total Tahun Kapasitas Lokasi (MW) (MW) 2015 26 2,658 2015 13 1,471 2016 40 2,348 2016 13 1,357 2017 43 4,830 2017 39 1,720 2018 30 3,777 2018 33 5,461 2019 17 4,414 2019 37 14,905 Total 156 18,027 Total 135 24,914 Tabel 6 Kebutuhan Tambahan Pembangkit Tahun 2015-2019 (MW) Tabel 2.6. Kebutuhan Tambahan Pembangkit Tahun 2015-2019 (MW) Pengembang 2015 2016 2017 2018 Total 2019 Tahap Konstruksi PLN 2,308 784 339 562 200 4,193 IPP 1,471 971 286 41 55 2,824 Sub-Total 3,779 1,755 625 603 255 7,017 PLN - 454 2,090 575 2,539 5,658 IPP 3 78 563 5,048 5,737 11,429 Sub-Total 3 532 2,653 5,623 8,276 17,087 PLN - 1,610 2,251 2,640 1,675 8,175 IPP - 315 861 372 9,113 10,661 Sub-Total - 1,925 3,112 3,011 10,788 18,836 3,782 4,212 6,389 9,237 19,319 42,940 Commited Tahap Rencana Total Tabel 7 Kebutuhan Tambahan Pembangkit berdasarkan Status Proyek Sumber : RUPTL PLN 2015-2024 nasional. Namun, menghadapi kesinambungan penyediaan listrik untuk kurun waktu beberapa tahun mendatang, berdasarkan perkiraan proyeksi neraca daya, diperkirakan akan terjadi penurunan cadangan daya listrik yang cukup signifikan, bahkan potensial terjadi kembali krisis listrik. Hal ini dikarenakan dalam beberapa tahun terakhir ini, pembangkit listrik yang sedang berjalan pembangunannya belum dapat diselesaikan dan masuk ke dalam sistem ketenagalistrikan sesuai dengan perencanaan,sehingga perlu segera dilakukan percepatan pembangunan berbagai pembangkit listrik. Program pembangunan ketenagalistrikan tahun 2015-2019 meliputi pengembangan pembangkit, jaringan transmisi dan Gardu Induk (GI) dan jaringan distribusi. Pengembangan tersebut untuk memenuhi pertumbuhan ekonomi 6,7%, pertumbuhan kebutuhan listrik 8,8% dan rasio elektrifikasi 97% pada 2019. Program ini merupakan bagian dari rencana pengembangan ketenagalistrikan 10 tahun ke depan. Pembangunan Pembangkit Listrik Tahun 20152019 Tingkat kebutuhan elektifikasi yang masih tinggi memerlukan tambahan pembangkit baru. Pembangkit baru yang diperlukan untuk 5 tahun ke depan sebesar 35 GW tidak termasuk yang PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 25 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL sedang dalam tahap konstruksi sebesar 6,6 GW, seperti terlihat dalam tabel 6. Berdasarkan rencana pengembangan listrik 35.GW, persiapan infrastruktur pembangkit listrik sebesar 6,6 GW saat ini sudah dalam tahap konstruksi, 17 GW telah committed dan 18,7 GW saat ini masih dalam tahap rencana. Kondisil ini ditampilkan pada tabel 7 Pembangunan kelistrikan di Indonesia untuk tahun 2015-2019 telah ditetapkan dalam Kepmen 0074.K/21/MEM/2015 tentang rencana usaha penyediaan tenaga listrik 2015-2024. Target pengembangan pembangkit listrik sebesar 35 GW akan dilaksanakan dengan pembangunan 109 pembangkit listrik baru. Pengembangan pembangkit listrik ini tidak hanya dilaksanakan oleh PT PLN (Persero) saja, tetapi juga akan melibatkan pihak swasta. Keterlibatan pihak swasta dalam pengembangan listrik nasional direncanakan mencapai 71% dari total pembangunan pembangkit listrik yang direncanakan di Indonesia. Pengembangan listrik swasta mencapai 25.904 MW dari rencana 36,6 MW, sedangkan sisanya sebesar 29% ( 10.681 MW) dilaksanakan oleh pihak PT PLN (Persero). Dari 109 pembangkit listrik yang akan dibangun di seluruh Indonesia, ada 24 rencana pembangunan pembangkit listrik yang akan dilaksanakan di regional JawaBali, 42 pembangkit listrik akan dibangun di regional Sumatera, 37 pembangkit listrik yang akan dibangun di Indonesia Timur (termasuk Kalimantan) dan sisanya sebanyak 6 pembangkit listrik yang bersifat mobile yang dapat dipindahpindahkan akan dikembangkan juga di Indonesia. Saat ini dari 109 pembangkit listrik yang akan dibangun tersebut, ada 35 proyek yang ditangani PT PLN (Persero) dan delapan (8) proyek pembangkit listrik pengadaannya sudah berlangsung. Pengadaan pembangkit listrik milik PLN yang akan dilakukan pelelangan sebanyak 27 proyek. Sedangkan pengembangan listrik swasta yang saat ini proyek pengadaannya sudah berlangsung sebanyak 21 proyek, 9 proyek pengadaannya merupakan penunjukan langsung, 26 1 proyek melalui proses pemilihan langsung, dan sisanya sebanyak 11 proyek pengadaannya sudah dilakukan dengan mekanisme pelelangan. Pengembangan listrik swasta yang pengadaannya akan dibuka, 16 proyek akan dilakukan penunjukkan langsung, dan 35 proyek yang pengadaannya akan dibangun melalui mekanisme pelelangan. Rencana pengembangan pembangkit listrik nasional tahun 2015-2019, ada 45 proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) atau mencapai 41% dari total proyek pembangkit listrik yang akan dikembangkan, 15 proyek atau 14% berupa Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). 10 proyek atau 9% merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU), 9 proyek atau 8% merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Gas atau Mesin Gas (PLTG/MG), 15 proyek atau 15% merupakan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap atau Mesin Gas Uap. Ada 10 proyek atau 9% yang merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG), 4 proyek berupa Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), 1 proyek yang merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), 1 proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), 2 proyek Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin (PLTB) dan 1 proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas/Uap. 2.2.2 Profil dan Kebutuhan Investasi Sektor Kelistrikan Regional Wilayah Sumatera 1. Sistem Pembangkitan Kapasitas terpasang pembangkit milik PLN dan IPP yang tersebar di Sumatera sampai dengan bulan September 2014 adalah 6.116 MW dengan perincian ditunjukkan pada tabel 8. Kapasitas pembangkit tersebut sudah termasuk IPP dengan kapasitas 818 MW. Walaupun kapasitas terpasang pembangkit adalah 6.116 MW, kemampuan netto dari pembangkit tersebut lebih rendah dari angka tersebut karena banyak PLTD yang telah PLN Unit PLTU PLTGU PLTD PLTG PLTP PLTA IPP Jumlah EBT Lain PLTU PLTGU PLN+IPP PLTD PLTG PLTP Jumlah EBT PLTA PLN+IPP Lain Aceh - - 105 - - 3 - 108 - 15 - 10 - 1 26 134 Sumut - - 14 - - - - 14 - - - - - - - 14 Sumbar - - 31 - - 1 - 32 - - - - - 9 9 41 Riau - 7 158 - - - - 165 - 5 2 6 - - 13 178 S2JB - - 57 - - 2 - 59 - 13 - 65 - 12 90 149 Babel - 30 89 - - - - 119 - - - - - - 13 132 Lampung - - 4 - - - - 4 - - - - - - - 4 Kit Sumbagut 818 710 216 340 - 254 - 2,338 - - - - - - - 2,338 Kit Sumbagsel 120 974 241 404 110 610 - 2,459 - - - - - - - 2,459 P3B Sumatera - - - - - - - - - 227 - 260 - 180 667 667 938 1,721 915 744 110 870 - 5,298 - 260 2 341 - 202 818 6,116 Total Tabel 8 Kapasitas Terpasang Pembangkit Wilayah Sumatera (MW) sampai dengan Bulan Desember Tahun 2014 Region Sumatera 2009 2011 2012 2013 Sept’14 5,680 6,415 7,020 8,157 8,296 9,396 160 160 410 410 410 910 5,170 5,920 6,215 7,352 7,490 8,000 350 335 395 395 396 486 275/150 kV 150/20 kV 2010 70/20 kV Tabel 9 Perkembangan Kapasitas Trafo GI Wilayah Sumatera (MVA) Region 2009 2010 2011 2012 2013 Sept’14 Sumatera 9,769 9,567 9,802 9,956 10,762 11,299 275 kV 1,011 1,011 1,028 1,028 1,374 1,514 150 kV 8,423 8,224 8,439 8,596 9,069 9,416 334 332 334 332 319 369 70 kV Tabel 10 Perkembangan Saluran Transmisi Wilayah Sumatera (kms) berusia lebih dari 10 tahun dan mengalami derating. Beban puncak sistem kelistrikan wilayah Sumatera sampai dengan bulan September 2014 mencapai 5.017 MW. Jika beban puncak dibandingkan dengan daya mampu pembangkit pada saat ini dan apabila menerapkan kriteria cadangan 35%, maka diperkirakan terjadi kekurangan sekitar 2.000 MW. Untuk menanggulangi kekurangan pembangkit tersebut, hampir seluruh unit usaha PLN di Wilayah Sumatera telah melakukan sewa pembangkit. 2. Sistem Transmisi Sistem penyaluran di Wilayah Sumatera dalam kurun waktu 5 tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang cukup berarti terutama di sistem Sumatera. Pada tabel dibawah ini diperlihatkan perkembangan kapasitas trafo pada gardu induk di Luar Jawa-Bali selama 5 tahun terakhir. Kapasitas terpasang gardu induk pada tahun 2009 sekitar 5.680 MVA meningkat menjadi 9.396 MVA pada bulan September 2014. Hal ini menunjukkan pembangunan gardu induk meningkat ratarata 10,7% per tahun dalam periode tahun 2009-bulan September 2014. Untuk pengembangan saluran transmisi dapat dilihat pada tabel 9, yang menunjukkan bahwa pembangunan sarana transmisi meningkat rata-rata 4% pertahun dalam kurun waktu tahun 2009-2014, dimana panjang saluran transmisi pada tahun 2009 sekitar 9.769 kms meningkat menjadi 11.299 kms pada bulan September 2014. PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 27 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 3. Kondisi Sistem Distribusi Merang sebesar 10 bbtud dan disimpan sebagai CNG. Berikut ini diberikan perbaikan susut jaringan dan keandalan sistem distribusi pada lima tahun terakhir. Kondisi susut jaringan distribusi di wilayah Sumatera, realisasi susut distribusi 12,43% diatas target RKAP 8,82%. Dari perhitungan menggunakan formulasi Peraturan Dirjen Ketenagalistrikan susut teknis Sumatera adalah 11,18%. Susut teknis ini jauh diatas target RKAP. Mengingat workplan teknis untuk mengatasi susut teknis tersebut baru dapat dikerjakan fisiknya pada triwulan IV tahun 2014, maka hasil workplan tersebut baru bisa berkontribusi pada tahun 2015. • PLTG/MG Jambi 100 MW yang diharapkan dapat memperoleh gas dari Jambi Merang dan disimpan sebagai CNG. • PLTG/MG Lampung 200 MW yang diharapkan akan mendapatkan gas dari beberapa alternatif sumber gas, juga perlu disimpan sebagai CNG. • PLTGU/MGU Sumbagut-3 dan Sumbagut-4 masing-masing dengan kapasitas 250 MW akan menggunakan sumber gas Arun. 4. Penanggulangan Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Berdasarkan gambaran diatas maka upaya-upaya mendesak yang hendaknya dilaksanakan/diselesaikan pada wilayah Sumatera adalah sebagai berikut: A. Pembangkitan Menyelesaikan pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan total kapasitas 9.915 MW dalam kurun waktu tahun 2015-2019, yang terdiri dari PLTP sebesar 790 MW, PLTU Batubara 5.475 MW, PLTA/M 741 MW, PLTG/ MG 1.618 MW dan PLTGU 1.280 MW. Secara khusus berikut ini disebutkan proyek-proyek pembangkit peaker dan Load Follower untuk memenuhi kebutuhan sistem kelistrikan Sumatera : • PLTMG Arun 200 MW dan PLTGU/MGU Sumbagut-1 250 MW yang keduanya direncanakan beroperasi dengan gas yang akan dipasok dari regasifikasi LNG di Arun. • PLTMG Sei Gelam 104 MW yang akan dipasok dari gas CNG Sei Gelam sebesar 4,5 bbtud. • PLTG/MG Riau 200 MW yang direncanakan akan dipasok dari gas Jambi 28 • PLTGU IPP Riau 250 MW. No Sistem Kelistrikan Provinsi Kapasitas (MW) 1 Sumbagut Sumut 250 2 Sumbagut Sumut 100 3 Sumbagteng Jambi 100 4 Sumbagsel Lampung 100 5 Nias Sumut 25 6 Bangka Bangka 50 Tabel 11 Rencana Pengembangan MPP di Sumatera • Mempercepat pembangunan proyekproyek pembangkit lainnya Untuk mengurangi pembangkit sewa dalam mengatasi kondisi kekurangan pasokan daya, perlu dibangun MPP (Barge Mounted atau Truck Mounted) dengan total kapasitas 625 MW dengan rincian seperti dalam tabel 11. B. Transmisi dan Gardu Induk • Pembangunan Saluran UdaraTegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV Sumatera dari New Aur Duri – Peranap – Perawang sebagai Back Bone koridor timur Sumatera. • Percepatan konstruksi transmisi 275 kV PLTU Pangkalan Susu - Binjai dan IBT 275/150 kV di Binjai yang harus dapat beroperasi seiring dengan beroperasinya PLTU Pangkalan Susu pada tahun 2014. yang diperkirakan dapat beroperasi pada bulan Oktober 2015. • Percepatan pembangunan gardu induk dan IBT 275/150 kV pada sistem transmisi 275 kV di jalur barat Sumatera (Lahat - Lubuk Linggau - Bangko - Muara Bungo - Kiliranjao) untuk meningkatkan kemampuan transfer daya dari Sistem Sumbagsel ke sistem Sumbagteng. • Percepatan interkoneksi 150 kV Batam – Bintan melalui kabel laut untuk memenuhi kebutuhan sistem Bintan dan menurunkan biaya produksi di pulau Bintan. • Percepatan interkoneksi 150 kV Sumatera – Bangka melalui kabel laut. Tujuan interkoneksi adalah untuk memenuhi kebutuhan listrik di pulau Bangka karena ketidakpastian penyelesaian proyek PLTU disana, menurunkan biaya produksi dan meningkatkan keandalam sistem kelistrikan di pulau Bangka. Interkoneksi dengan kabel laut ini diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2017. • Percepatan pembangunan transmisi 275 kV jalur timur Sumatera dari New Aur Duri - Betung - Palembang, untuk dapat mengevakuasi power dari PLTU IPP Sumsel-5, Sumsel-7 dan Sumsel-1. • Pembangunan transmisi 275 kV Muara Enim - double pi incomer (Lahat Gumawang) dan Gumawang - Lampung untuk mengevakuasi power dari PLTU IPP Sumsel-6. • Percepatan proyek transmisi 275 kV interkoneksi Kalbar – Serawak agar dapat beroperasi pada akhir tahun 2015 untuk memenuhi kebutuhan sistem Kalbar, mengurangi ketidakpastian kecukupan daya, menurunkan biaya produksi dan meningkatkan keandalan. • Percepatan pembangunan transmisi 275 kV Arun – Langsa – Pangkalan Susu untuk dapat mengevakuasi power dari PLTMG Arun (200 MW) dan PLTGU Sumbagut-2 (250 MW). • Percepatan pembangunan transmisi 275 kV Kiliranjao - Payakumbuh - Padang Sidempuan dan Payakumbuh - Perawang untuk meningkatkan kemampuan transfer daya ke provinsi Sumbar dan Riau. 5. Penambahan Kapasitas Pembangkit Sistem PLN di wilayah Sumatera terdiri dari 1 sistem interkoneksi, yaitu: Sistem Sumatera. Di luar sistem interkoneksi tersebut pada saat ini terdapat 2 sistem isolated yang cukup besar dengan beban puncak di atas 50 MW, yaitu Bangka dan Tanjung Pinang serta terdapat beberapa sistem isolated dengan beban puncak di atas 10 MW, yaitu Takengon, Sungai Penuh, Rengat, Tanjung Balai Karimun dan Belitung. Penambahan Pembangkit Wilayah Sumatera pada tabel dibawah ini diperlihatkan jumlah kapasitas dan jenis pembangkit yang dibutuhkan dalam kurun waktu Tahun 20152024 untuk wilayah Sumatera. • Percepatan penyelesaian konstruksi transmisi 275 kV Simangkok - Galang dan IBT 275/150 kV di Galang untuk evakuasi daya pembangkit besar berbahan bakar murah menuju pusat beban di Medan. • Percepatan pembangunan T/L 150 kV Tenayan - Teluk Lembu, untuk dapat mengevakuasi power dari PLTU Tenayan yang diperkirakan dapat beroperasi pada akhir tahun 2015. Tabel 12 menunjukkan hal-hal sebagai berikut: • Percepatan pembangunan GI 150 kV Arun dan transmisi terkait, untuk dapat mengevakuasi power dari PLTMG Arun • Tambahan kapasitas pembangkit tahun 2015-2024 adalah 17,7 GW atau PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 29 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Tahun 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 Jumlah PLN PLTU 714 21 - 200 600 200 - - - - 1,735 PLTP - - - - 55 55 - - - 110 220 PLTGU - - 280 250 500 - - - - - 1,030 PLTG 200 640 504 - - 70 65 - - - 1,479 PLTD - - - - - - - - - - - PLTM - - - - - - - - - - - PLTA - - - 88 174 - 145 132 500 500 1,539 - - - 3 610 6,006 PLT Lain Jumlah 3 - - - - - - 325 210 132 500 600 300 - 300 530 5,883 170 257 160 135 330 748 2,365 160 - - - - - - 250 234 - - 41 - - - 315 - - - - - - - - - 13 250 10 - - - - - - 284 - 45 - 77 73 59 175 878 - - 1,307 8 - - - - - - - - - 8 394 263 614 1,528 3,100 916 676 1,013 630 917 661 784 538 1,329 - IPP PLTU PLTP PLTGU PLTG PLTD PLTM PLTA PLT Lain Jumlah 375 11 150 55 - 14 220 90 40 757 2,857 290 1,278 10,412 - Unallocated PLTU - - - - - 100 150 - 100 100 450 PLTP - - - - - - - - - - - PLTGU - - - - - - - - - - - PLTG - - - - - - - - 15 15 30 PLTD - - - - - - - - - - - PLTM - - - - - - - - - - - PLTA - - - - - - - 89 - 739 828 PLT Lain - - - - - - - - - - - Jumlah - - - - - 100 150 89 115 854 1,308 PLTU 1,089 171 14 957 3,457 900 450 - 400 630 8,068 PLTP - 55 220 290 225 312 160 135 330 858 2,585 PLTGU - - 370 410 500 - - - - - 1,280 PLTG 200 640 544 234 - 70 106 - 15 15 1,824 PLTD - - - - - - - - - - - PLTM 11 13 250 10 - - - - - - 284 PLTA - 45 - 165 247 59 320 1,099 500 1,239 3,674 11 - - - - - - - - - 11 1,310 924 1,398 2,066 4,429 1,341 1,036 1,234 1,245 Total PLT Lain Jumlah Tabel 12 Kebutuhan Pembangkit Wilayah Sumatera (MW) 30 2,742 17,726 penambahan kapasitas rata-rata 1,7 GW per tahun yang terdiri dari sistem interkoneksi Sumatera 16,2 GW dan luar sistem interkoneksi sumatera 1,5 GW. • PLTU batubara akan mendominasi jenis pembangkit thermal yang akan dibangun, yaitu mencapai 8,1 GW atau 45,5%, disusul oleh PLTG/MG dengan kapasitas 1,8 GW atau 10,3% dan PLTGU 1,3 GW atau 7,2%. Sementara untuk energi terbarukan khususnya panas bumi sebesar 2,6 GW atau 14,6%, PLTA/PLTM/pumped storage sebesar 3,9 GW atau 22,3%, dan pembangkit lainnya 0,01 GW atau 0,1%. 6. Pengembangan Sistem Penyaluran Pengembangan transmisi di Sumatera akan membentuk transmisi back-bone 500 kV yang menyatukan sistem interkoneksi Sumatera pada koridor timur. Pusat-pusat pembangkit skala besar dan pusat-pusat beban yang besar di Sumatera akan tersambung ke sistem transmmisi 500 kV ini. Transmisi ini juga akan mentransfer tenaga listrik dari pembangkit listrik di daerah yang kaya sumber energi primer murah (Sumbagsel dan Riau) ke daerah pusat beban yang kurang memiliki sumber energi primer murah (Sumbagut). Selain itu transmisi 500 kV juga dikembangkan di Sumatera Selatan sebagai feeder pemasok listrik dari PLTU mulut tambang ke stasiun konverter transmisi HVDC yang akan menghubungkan pulau Sumatera dan pulau Jawa. Pengembangan transmisi sistem Sumatera sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4. Rencana pengembangan sistem transmisi dalam RUPTL 2015-2024 akan banyak mengubah topologi jaringan dengan terwujudnya sistem interkoneksi 275 kV di koridor barat dan 500 kV di koridor timur Sumatera. Pengembangan juga banyak dilakukan untuk memenuhi pertumbuhan demand dalam bentuk penambahan kapasitas trafo. Pengembangan untuk meningkatkan keandalan dan debottlenecking yang juga terdapat di beberapa sistem, antara lain rencana pembangunan sirkit kedua dan reconductoring beberapa ruas transmisi di Gambar 4 Rencana Pengembangan transmisi Sistem Sumatera Tahun 2015-2024 PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 31 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL sistem Sumbagut dan Sumbagsel. Rencana interkoneksi dengan tegangan 275 kV di Sumatera diprogramkan untuk terlaksana seluruhnya pada tahun 2017. Selain itu terdapat pembangunan beberapa gardu induk dan transmisi 150 kV untuk mengambil alih beban dari pembangkit diesel ke sistem interkoneksi (dedieselisasi). • Pengembangan transmisi 150 kV yang ada di lokasi tersebar di sistem Sumatera dalam rangka memenuhi kriteria keandalan (N-1) dan untuk mengatasi bottleneck penyaluran, perbaikan tegangan pelayanan, dediselisasi dan fleksibilitas operasi. • Pembangunan transmisi 275 kV mulai dari Lahat - Lubuk Linggau – Bangko Rencana pengembangan sistem penyaluran Wilayah Sumatera hingga tahun 2024 diproyeksikan sebesar 49.016 MVA untuk pengembangan gardu induk (500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV) serta 23.613 kms pengembangan transmisi dengan perincian pada tabel 13 dan tabel 14 • Muara Bungo – Kiliranjau – Payakumbuh – Padangsidempuan – Sarulla – Simangkok – Galang – Binjai – Pangkalan Susu sebagai tulang punggung interkoneksi Sumatera koridor barat yang akan mengevakuasi daya dari Sumatera bagian selatan yang kaya akan sumber energi primer ke pusat beban terbesar di Sumatera bagian utara. Interkoneksi 275 kV ini akan dapat beroperasi secara bertahap mulai tahun 2015, tahun 2016 dan tahun 2017. Beberapa proyek transmisi strategis di Sumatera antara lain: • Pembangunan transmisi baru 150 dan 275 kV terkait dengan proyek pembangkit PLTU percepatan, PLTA, PLTU IPP dan PLTP IPP. Satuan kms TRANSMISI 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 Total 500 kV AC - - 860 - 270 1.560 - - 100 - 2.790 500 kV DC - - - - 1.243 - - - - - 1.243 275 kV 1.967 742 30 1.833 510 - - 40 - 844 5.966 150 kV 3.591 2.755 2.022 1.347 1.525 252 242 344 536 160 450 1 - - - - - - 5.718 3.947 2.912 3.180 3.548 1.812 242 384 636 70 kV Total 390 13.003 - 611 1.234 23.613 Tabel 13 Kebutuhan Fasilitas Transmisi Wilayah Sumatera Satuan MVA TRAFO 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 Total 500/275 kV - - 2.000 - - 3.000 - - - - 5.000 500/150 kV - - 1.000 - - 2.500 - - - - 3.500 500 kV DC - - - - 600 - - - - - 600 5.500 3.500 2.250 2.750 1.500 1.500 - - - 150/70 kV 20 30 30 - - - - - - 150/20 kV 3.160 2.626 2.730 2.220 1.150 1.960 860 1.650 2.670 - 60 - 30 - - 90 - - 8.680 6.216 8.010 5.000 4.500 8.960 950 1.650 2.670 275/150 kV 70/20 kV Total Tabel 14 Kebutuhan Fasilitas Trafo dan Gardu Induk Wilayah Sumatera 32 500 18.750 - 80 1.880 20.906 - 180 2.380 49.016 • Proyek transmisi 500 kV mulai dari Muara Enim – New Aur Duri – Peranap – Perawang – Rantau Parapat – Kuala Tanjung – Galang, sebagai tulang punggung interkoneksi Sumatera koridor timur yang akan mengevakuasi daya dari Sumatera bagian selatan yang kaya akan sumber energi primer ke pusat beban terbesar di Sumatera bagian utara. Interkoneksi 500 kV ini akan dapat beroperasi secara bertahap mulai tahun 2017 sampai dengan tahun 2022. • Pembangunan transmisi dan kabel laut ±500 kV HVDC Sumatera – Peninsular Malaysia yang bertujuan untuk mengoptimalkan operasi kedua sistem dengan memanfaatkan perbedaan waktu terjadinya beban puncak pada kedua sistem tersebut. • Interkoneksi Batam – Bintan dengan kabel laut 150 kV dimaksudkan untuk memenuhi sebagian kebutuhan tenaga listrik pulau Bintan dengan tenaga listrik dari Batam 53 dengan mempertimbangkan rencana pengembangan pembangkit di Batam yang akan mencukupi kebutuhan Batam dan sebagian Bintan 54. Adanya interkoneksi 150 kV tersebut tidak ada hubungannya dengan perluasan wilayah usaha PLN Batam. • Interkoneksi 150 kV Sumatera – Bangka dengan kapasitas 200 MW pada kondisi N-1 dengan perkiraan COD tahun 2017. Uraian Satuan 2015 Jaringan ribu TM kms Jaringan ribu TR kms Trafo ribu Distribusi MVA Tambahan Juta Pelanggan plgn Dengan adanya interkoneksi tersebut, maka di Bangka dapat dibangun PLTU dengan kelas yang lebih besar dibandingkan jika seandainya tidak ada interkoneksi, yaitu kelas 100 MW. Dalam kurun waktu tahun 2015-2024, panjang transmisi yang akan dibangun mencapai 23.613 kms dan trafo dengan kapasitas total mencapai 49.016 MVA. 7. Pengembangan Sistem Distribusi Rencana pengembangan sistem distribusi untuk Regional Sumatera dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Kebutuhan fisik sistem distribusi Sumatera hingga tahun 2024 adalah sebesar 40 ribu kms jaringan tegangan menengah 41 ribu kms jaringan tegangan rendah 5,3 ribu MVA tambahan kebutuhan trafo distribusi. Kebutuhan fisik tersebut diperlukan untuk mempertahankan keandalan serta untuk menampung tambahan sekitar 4,8 juta pelanggan. 8. Proyeksi Kebutuhan Investasi Proyeksi kebutuhan investasi pembangkit, sistem penyaluran dan distribusi dalam kurun waktu tahun 2015-2024 untuk Wilayah Sumatera adalah sebesar US$ 17,8 miliar atau rata-rata US$ 1,78 miliar per tahun, tidak termasuk proyek IPP, dengan disbursement tahunan seperti pada tabel 16 dan gambar 5. Kebutuhan investasi Wilayah Sumatera untuk proyek pembangkitan sampai tahun 2024 adalah 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 Jumlah 3,4 3,4 3,7 3,8 3,9 4,0 4,1 4,2 4,4 4,6 39,6 3,9 3,7 3,9 3,8 4,0 4,1 4,2 4,2 4,4 4,5 40,9 0,6 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,6 5,3 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,4 0,3 0,3 0,3 4,8 Tabel 15 Kebutuhan Fasilitas Distribusi Wilayah Sumatera PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 33 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Juta US$ 2015 Item Pembangkit Penyaluran Total 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 Total Fc 473,7 528,3 682,8 757,9 819,5 366,0 366,1 494,6 601,4 460,9 5.551,4 Lc 144,3 141,9 211,2 289,4 305,6 198,9 266,7 369,5 438,6 324,9 2.691,0 Total 618,0 670,2 894,0 1.047,3 1.125,1 564,9 632,8 864,1 1.040,0 785,8 8.242,4 Fc 860,8 856,3 900,3 1.106,0 829,8 263,5 97,6 121,6 86,0 38,2 5.160,0 Lc 251,6 271,7 294,0 330,8 221,1 53,0 26,4 27,7 12,1 6,3 1.494,7 1.112,4 1.128,0 1.194,3 1.436,8 1.050,9 316,5 124,0 149,3 98,1 44,5 6.654,7 Fc - - - - - - - - - - - Lc 287,5 271,8 290,4 290,5 299,8 306,6 298,0 293,5 306,4 320,9 2.965,4 Total 287,5 271,8 290,4 290,5 299,8 306,6 298,0 293,5 306,4 320,9 2.965,4 Fc 1.334,5 1.384,6 1.583,1 1.863,9 1.649,3 629,6 463,7 616,2 687,4 499,1 10.711,4 Lc 683,4 685,4 795,7 910,7 826,5 558,4 591,1 690,7 757,1 652,1 2.018,0 2.070,0 2.378,7 2.774,6 2.475,8 1.188,0 1.054,8 1.306,9 1.444,6 Total Distribusi 2016 Total 7.151,2 1.151,2 17.862,5 Tabel 16 Total Kebutuhan Dana Investasi PLN untuk Wilayah Sumatera Miliar USD 3.0 Total Investasi 2.5 2.0 Penyaluran 1.5 1.0 Pembangkit 0.5 0.0 Distribusi 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 Gambar 5 Kebutuhan Dana Investasi PLN untuk Wilayah Sumatera sebesar US$ 8,2 miliar, proyek penyaluran sebesar US$ 6,6 miliar dan distribusi sebesar US$ 3,0 miliar. Disbursement proyek pembangkitan mencapai puncaknya pada tahun 2018 yang sebagian besar merupakan proyek reguler dan percepatan tahap 2 (FTP2). Sedangkan disbursement proyek pembangkitan pada tahun berikutnya terus menurun karena proyek-proyek 34 IPP akan semakin mendominasi sistem Sumatera. Proyek transmisi Sumatera didominasi oleh pengembangan transmisi 275 kV dan 500 kV untuk interkoneksi seluruh Sumatera, di samping pengembangan transmisi 150 kV. 2.2.3 Profil dan Kebutuhan Investasi Sektor Kelistrikan Regional Wilayah Jawa Bali Bodas (30 MW) dengan total penambahan kapasitas pembangkit tahun 2014-2015 sebesar 2.990 MW. Penambahan pasokan daya pembangkit tersebut membantu meningkatkan kemampuan pasokan sistem Jawa Bali menjadi total sebesar 35.300 MW pada tahun 2015. Rincian kapasitas pembangkit sistem Jawa-Bali berdasarkan jenis pembangkit dapat dilihat pada tabel 17. 1. Sistem Pembangkitan Pembangkit baru yang masuk ke sistem Jawa-Bali pada tahun 2014 adalah PLTU Pelabuhan Ratu unit 2-3 (2x350 MW), PLTU Tanjung Awar-Awar unit 1(1x350 MW) dan PLTP Patuha (55 MW). Sedangkan pembangkit yang akan beroperasi tahun 2015 adalah PLTU Adipala (660 MW), PLTMG Peaker Pesanggaran (200 MW), PLTU Celukan Bawang unit 1-2-3 (380 MW), PLTU Cilacap Ekspansi (614 MW) dan PLTP Karaha No Jenis Pembangkit PLN 2. Sistem Transmisi Perkembangan kapasitas trafo gardu induk dan sarana penyaluran sistem Jawa Bali untuk 5 tahun terakhir ditunjukkan pada tabel 18 dan tabel 19. Jumlah IPP MW % 1 PLTA 2.159 150 2.309 6,9% 2 PLTU 15.020 4.525 19.545 58,3% 3 PLTG 1.978 - 1.978 5,9% 4 PLTGU 7.851 420 8.271 24,7% 5 PLTP 360 740 1.100 3,3% 6 PLTD 296 - 296 0,9% 27.664 5.835 33.499 100,0% Jumlah Tabel 17 Kapasitas Terpasang Pembangkit Sistem Jawa-Bali Tahun 2014 Level Tegangan Unit 2009 2010 2011 2012 2013 150/20 kV MVA 27.080 28.440 33.720 37.680 39.764 42.219 70/20 kV MVA 2.740 2.750 2.727 3.027 2.702 2.762 Jumlah MVA 29.820 31.190 36.447 40.707 42.466 44.981 Beban Puncak MW 17.211 18.100 19.739 21.237 22.575 23.900 2011 2012 2013 2014* 2014* Tabel 18 Perkembangan Kapasitas Trafo GI Sistem Jawa-Bali Level Tegangan Unit 500 kV Kms 5.110 5.050 5.052 5.052 5.053 5.055 150 kV Kms 11.970 12.370 12.906 13.100 13.401 13.532 70 kV Kms 3.610 3.610 3.474 3.239 3.136 3.136 2009 2010 Tabel 19 Perkembangan Saluran Transmisi Sistem Jawa Bali PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 35 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 3. Penanggulangan Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Untuk menjaga reserve margin tahun 2015-2017 yang di bawah 30% tidak makin menipis, diperlukan percepatan pembangunan pembangkit sebagai berikut: • Mempercepat penyelesaian pembangunan PLTU Adipala (660 MW), PLTMG Peaker Pesanggaran (200 MW), PLTU Celukan Bawang (380 MW), PLTU Cilacap ekspansi (614 MW), PLTU Tanjung Awar-Awar unit-2 (350 MW) dan PLTU Banten (625 MW) yang diharapkan dapat beroperasi tahun 2015/2016. • Mempercepat pembangunan PLTGU Muara Tawar Add-on (650 MW), PLTGU Grati Add-on (150 MW), PLTGU Peaker Grati (450 MW), PLTGU Peaker Muara Karang (500 MW), PLTGU/MG Peaker Jawa-Bali 1 (400 MW) indikasi lokasi Sunyaragi, PLTGU/MG Peaker JawaBali 2 (500 MW) indikasi lokasi Perak, PLTGU Peaker Jawa-Bali 3 (500 MW) indikasi lokasi di Provinsi Banten dan PLTGU/MG Peaker Jawa-Bali 4 (450 MW) indikasi lokasi di Provinsi Jawa Barat, yang diharapkan dapat beroperasi tahun 2016/2017. Untuk menjaga reserve margin sesuai kriteria pada tahun 2018-2019, diperlukan percepatan pembangunan pembangkit sebagai berikut: • Mempercepat pembangunan PLTGU Load Follower Jawa-1 (2x800 MW) lokasi di Provinsi Jawa Barat dengan koneksi ke GITET Muara Tawar atau GITET Cibatu Baru, PLTGU Load Follower Jawa-2 (1x800 MW) lokasi Priok, PLTGU Load Follower Jawa-3 (1x800 MW) lokasi Gresik, PLTU Lontar ekspansi (315 MW), PLTU Jawa8 (1.000 MW) indikasi lokasi di Provinsi Jawa Tengah dan PLTU Jawa-9 (600 MW) indikasi lokasi di Provinsi Banten, yang diharapkan dapat beroperasi tahun 2018. • Mempercepat pembangunan PLTU 36 Indramayu-4 (1.000 MW), PLTA Upper Cisokan (1.040 MW), PLTU Jawa Tengah (2x950 MW), PLTA Jatigede (110 MW), PLTU Jawa-1 (1.000 MW), PLTU Jawa-4 (2x1.000 MW), PLTU Jawa-5 (2x1.000 MW), PLTU Jawa-7 (2x1.000 MW), PLTU Jawa-10 (660 MW), PLTU Sumsel-8 (2x600 MW) dan beberapa PLTP (220 MW) yang diharapkan dapat beroperasi tahun 2019. Transmisi dan Gardu Induk Diperlukan perkuatan SUTET dan GITET 500 kV untuk evakuasi daya dari pembangkit – pembangkit skala besar yang terhubung ke sistem 500 kV sebagai berikut: • Mempercepat penyelesaian pembangunan SUTET 500 kV dari PLTU Cilacap – PLTU Adipala – Rawalo / Kesugihan, untuk evakuasi daya dari PLTU Cilacap ekspansi dan PLTU Adipala, diharapkan dapat beroperasi tahun 2015. • Mempercepat pembangunan looping SUTET 500 kV Kembangan – Duri Kosambi – Muara Karang – Priok – Muara Tawar dan GITET 500 kV terkaitnya. SUTET ini diperlukan untuk evakuasi daya dari PLTGU Jawa-1, PLTGU Jawa2 dan PLTU Jawa-12, diharapkan dapat beroperasi tahun 2018. • Mempercepat pelaksanaan rekonduktoring SUTET 500 kV Suralaya Baru – Bojanegara- Balaraja, dan pembangunan SUTET 500 kV Balaraja – Kembangan untuk evakuasi daya PLTU Jawa-5, PLTU Jawa-7 dan PLTU Jawa-9, diharapkan dapat beroperasi tahun 2019. • Mempercepat pembangunan SUTET 500 KV Tanjung Jati B – Tx Ungaran, sirkit ke-2 Tx Ungaran – Pedan, sirkit 2-3 (rekonfigurasi sirkit 1 menjadi 2 sirkit) ruas Mandirancan – Bandung Selatan dan Bandung Selatan – incomer (Tasik – Depok) untuk evakuasi daya PLTU Jawa1, PLTU Jawa Tengah dan PLTU Jawa-4, diharapkan dapat beroperasi tahun 2019. • Mempercepat pembangunan SUTET 500 kV PLTU Indramayu – Delta Mas dan GITET baru Delta Mas, untuk evakuasi daya dari PLTU Indramayu-4, diharapkan dapat beroperasi tahun 2019. • Mempercepat pembangunan GITET/ IBT baru yaitu: GITET Lengkong, GITET Cawang Baru, GITET Cibatu Baru, GITET Tambun, GITET Delta Mas, GITET Cikalong, GITET Ampel, GITET Surabaya Selatan termasuk SUTET Grati – Surabaya Selatan, GITET Pemalang dan beberapa tambahan IBT di GITET eksisting. per tahun, termasuk PLTM skala kecil tersebar sebesar 333 MW dan PLT Bayu 50 MW. • PLTU batubara akan mendominasi jenis pembangkit yang akan dibangun, yaitu mencapai 27,0 GW atau 70,1%, disusul oleh PLTGU gas dengan kapasitas 6.8 GW atau 17,7% dan PLTG/MG 0,2 GW atau 0,6%. • Rekonfigurasi SUTET Muara Tawar cibinong – Bekasi – Cawang. Sementara untuk energi terbarukan khususnya panas bumi sebesar 1,9 GW atau 4,9%, PLTA/PLTM/pumped storage sebesar 2,6 GW atau 6,7%, dan pembangkit lainnya 0,05 GW atau 0,1%. 5. Pengembangan Sistem Penyaluran Penguatan pasokan lainnya terdiri dari beberapa program, yaitu: Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkitpembangkit baru maupun ekspansi skala besar dan untuk menjaga kriteria security N-1, baik statik maupun dinamik.Sedangkan pengembangan transmisi 150 dimaksudkan untuk menjaga kriteria security N-1 dan sebagai transmisi yang terkait dengan gardu induk 150 kV baru. Pengembangan transmisi Sistem Jawa-Bali sebagimana ditunjukkan pada Gambar 6. Memperhatikan pembangunan SUTET dan SUTT yang sering terlambat karena masalah perizinan, ROW dan sosial, serta kebutuhan tambahan daya yang mendesak, maka PLN perlu melakukan usaha meningkatkan kapasitas transmisi dalam waktu dekat. Pembangunan SUTET dengan menggunakan rute baru akan memerlukan waktu yang lama sehingga upaya yang dapat dilakukan adalah rekonduktoring beberapa ruas transmisi 500 kV/150 kV dan mulai akan membangun under ground cable 500 kV disekitar Jakarta. Pada tabel 21 dan tabel 22 diperlihatkan kebutuhan fisik fasilitas penyaluran dan gardu induk di sistem Jawa-Bali. • Mempercepat pembangunan transmisi interkoneksi HVDC 500 kV Sumatera-Jawa untuk menyalurkan daya dari PLTU mulut tambang di Sumsel sebesar 3.000 MW pada tahun 2019. • Mempercepat pembangunan Jawa Bali Crossing 500 kV dari PLTU Paiton ke New Antosari (tahun 2018) dan GITET Antosari, untuk memperkuat pasokan ke sistem Bali. • Mempercepat pembangunan sirkit 3-4 SUTET 500 kV Tx Ungaran – Pemalang – Mandirancan – Indramayu – Delta Mas. 4. Penambahan Kapasitas Pembangkit Penambahan Pembangkit Sistem Jawa Bali pada tabel 20 diperlihatkan jumlah kapasitas dan jenis pembangkit yang dibutuhkan pada tahun 2015-2024 untuk wilayah Jawa-Bali. Tabel 20 menunjukkan hal-hal sebagai berikut: • Tambahan kapasitas pembangkit tahun 2015-2024 adalah 38,5 GW atau penambahan kapasitas rata-rata 3,8 GW PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 37 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Tahun 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 Jumlah PLN PLTU 660 350 - 315 1.660 - - - - - 2.985 PLTP - - - - - - - - - - - PLTGU - 450 2.200 1.600 - - - - - - 4.250 PLTG 200 4 - - - 3 - - - - 207 PLTM - - - - - - - - - - - PLTA - - - - 110 - - - - - 110 PS - - - - 1.040 - - - - - 1.040 PLT Lain - - - - - - 1 - - - 1 1 - - - 8.593 1.200 600 - - 825 440 205 110 - 1.860 - - - - - - 2.550 - - - - - - - - 55 69 104 - - - - 333 47 - - - - - - - 47 - - - - - - - - - - - - - 50 - - - - - 50 971 764 3.255 10.439 2.129 1.040 205 110 Jumlah 860 661 2.200 1.915 3 2.810 - IPP PLTU PLTP PLTGU PLTG PLTM PLTA PS PLT Lain Jumlah 994 30 21 1.045 625 30 300 16 - 650 67 1.600 10,100 1.600 220 - 15.119 - 19.959 - Unallocated PLTU - - - - - - 1.260 1.660 3.000 3.000 8.920 PLTP - - - - - - - 10 - - 10 PLTGU - - - - - - - - - - - PLTG - - - - - 3 3 - - - 6 PLTM - - - - - - - - - - - PLTA - - - - - 137 - - - - 137 PS - - - - - - - 450 450 - 900 PLT Lain - - - - - - - - - - - Jumlah - - - - - 140 1.263 2.120 3.450 3.000 9.973 PLTU 11.654 975 - 1.915 11.760 1.200 1.860 1.660 3.000 3.000 27.024 PLTP 30 30 - - 220 825 440 215 110 -- 1.870 - 750 2.850 3.200 - - - - - - 6.800 PLTG 200 4 - - - 6 3 - - - 213 PLTM 21 16 67 55 69 104 - - - - 333 PLTA - - 47 - 110 137 - - - - 294 PS - - - - 1.040 - - 450 450 - 1.940 PLT Lain - - - - 50 - 1 - - - 51 1.905 1.775 2.964 5.170 13.249 2.272 2.304 2.325 3.560 Total PLTGU Jumlah Tabel 20 Rencana Penambahan Pembangkit Sistem Jawa-Bali (MW) 38 3.000 38.525 Gambar 6Gambar 2.6. Rencana Pengembangan Transmisi Sistem Jawa-Bali Tahun 2015-2024 Rencana Pengembangan transmisi Sistem Jawa-bali Tahun 2015-2024 Dari Tabel 21 dan 22 terlihat bahwa sampai dengan tahun 2024 akan dibangun transmisi 500 kV AC sepanjang 2.806 kms dan transmisi 500 kV DC sepanjang 300 kms. Transmisi tersebut dimaksudkan untuk mengevakuasi daya terkait dengan program percepatan pembangkit PLTU Suralaya Baru, PLTU Adipala, PLTU IPP Tanjung Jati Unit 3 dan 4, PLTU IPP Jawa Tengah, PLTU Indramayu Unit 4 dan 5, Jawa-Bali Crossing dari Paiton hingga ke pusat beban di Bali, PLTA pumped storage Upper Cisokan dan Matenggeng, dan beberapa PLTU skala besar baru lainnya. Satuan kms TRANSMISI 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 500 kV AC 354 318 154 679 906 508 100 20 - 500 kV DC - - - - 300 - - - - 1.747 3.248 2.472 608 357 459 270 391 92 - 2 42 - - 50 - - - 2.101 3.568 2.667 1.287 1.563 1.017 370 411 92 150 kV 70 kV Total Total Tabel 21 Kebutuhan Saluran Transmisi Sistem Jawa-Bali Satuan MVA TRAFO 2015 2016 2017 2018 2019 500/150 kV 6.836 4.337 9.000 8.000 2.000 500 500 - - - 31.173 0 0 0 0 3.000 0 0 0 0 0 3.000 150/70 kV 100 - 60 - - - - - - - 160 150/20 kV 9.240 7.160 7.170 5.640 3.080 2.760 2.480 3.390 3.160 280 120 - 60 - 90 30 - 30 16.456 11.617 16.230 13.700 8.080 3.350 3.010 3.390 3.190 500/150 kV DC 70/20 kV Total 2020 2021 2022 2023 2024 Total 2.830 46.910 - 610 2.830 81.853 Tabel 22 Kebutuhan Trafo Sistem Jawa-Bali PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 39 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Ruas SUTET 500 kV yang harus segera direkonduktoring terkait dengan evakuasi daya PLTU Jawa-7 adalah SUTET Suralaya Baru-Bojanegara-Balaraja (tahun 2019), SUTET Suralaya Lama-Balaraja-Gandul (tahun 2020). Selain itu ruas SUTET 500 kV yang harus segera dilaksanakan adalah sirkit 2 dari Ungaran-Pedan, sirkit ke 2-3 MandirancanBandung Selatan (modifikasi tower 1 sirkit menjadi 2 sirkit) dan Bandung Selatan – Incomer (Tasik – Depok) untuk evakuasi daya dari PLTU Jawa-1, PLTU Jawa-4 dan PLTU Jawa Tengah. pengembangan sistem transmisi Sumatra. Sistem transmisi 70 kV pada dasarnya sudah tidak dikembangkan lagi, bahkan di sistem 70 kV di Jawa Barat banyak yang ditingkatkan menjadi 150 kV. Rencana proyek reconductoring SUTT 70 kV yang memasok konsumen besar dan saluran distribusi khusus. Program pemasangan trafo-trafo 50/70 kV dan 70/20 kV pada tabel tersebut juga hanya merupakan relokasi trafo-trafo dari Jawa Barat ke Jawa Timur. Beberapa proyek transmisi strategis di JawaBali antara lain: Rencana pembangunan SUTET 500 kV baru adalah ruas SUTET dari Tanjung Jati B-Pemalang-Indramayu-Delta Mas, ruas SUTET Balaraja-Kembangan-Durikosambi dan Durikosambi-Muara Karang-PriokMuaratawar membentuk looping SUTET jalur utara Jakarta, untuk perkuatan dan peningkatan keandalan serta fleksibilitas operasi sistem Jakarta. • Proyek transmisi SUTET 500 kV Tx Ungaran-Pemalang-MandirancanIndramayu tahun 2020. • Pembangunan transmisi 500 kV HVDC bipole 3,000 MW Sumatra - Jawa berikut GITET X Bogor - Incomer (Tasik - Depok dan Cilegon – Cibinong) untuk menyalurkan listrik dari PLTU mulut tambang di Sumatra Selatan ke sistem Jawa Bali tahun 2019. Rencana kebutuhan GITET 500 kV dan tambahan trafo interbus 500/150 kV yang direncanakan merupakan perkuatan grid yang tersebar di Jawa. • Pembangunan SUTET 500 kV Paiton – New Kapal termasuk overhead line 500 kV menyeberangi selat Bali (Jawa Bali Crossing) tahun 2018 sebagai solusi jangka panjang pasokan listrik ke pulau Bali. Transmisi 500 kV DC adalah transmisi HVDC interkoneksi Sumatera–Jawa, di sini hanya diperhitungkan bagian kabel laut dan overhead line yang berada di pulau Jawa, selebihnya diperhitungkan sebagai Uraian Satuan 2015 Jaringan ribu TM kms Jaringan ribu TR kms Trafo ribu Distribusi MVA Tambahan Juta Pelanggan plgn 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 6,8 7,5 6,9 6,8 7,1 6,8 6,9 7,0 7,2 7,1 70,2 5,0 5,5 5,2 5,4 5,6 5,3 5,3 5,2 5,3 5,1 53,1 2,5 2,7 2,6 2,7 2,8 2,8 2,8 2,8 3,0 3,0 27,8 2,0 2,2 1,4 1,3 1,1 0,7 0,6 0,6 0,6 0,6 11,2 Tabel 23 Kebutuhan Fasilitas Distribusi Sistem Jawa-Bali 40 2024 Jumlah • SUTET 500 kV Balaraja-KembanganDurikosambi-Muara Karang (tahun 2018) dan Muara Karang-Priok-Muara Tawar tahun 2018. Dalam kurun waktu 10 tahun mendatang dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2024 untuk sistem Jawa Bali diperlukan tambahan jaringan tegangan menengah sebanyak 70 ribu kms, jaringan tegangan rendah 53 ribu kms, kapasitas trafo distribusi 28 ribu MVA dan jumlah pelanggan 11,2 juta. 6. Pengembangan Sistem Distribusi Perencanaan kebutuhan fisik untuk mengantisipasi pertumbuhan penjualan energi listrik dapat diproyeksikan seperti pada tabel 23. 7. Proyeksi Kebutuhan Investasi Pengembangan pembangkitan, Juta US$ 2015 Item Pembangkit Penyaluran Total 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 1.465,6 11.178,7 Total Fc 796,2 1.364,3 1.789,3 1.111,1 452,7 550,2 1.059,7 1.204,6 1.384,9 Lc 518,1 783,6 627,9 368,4 283,9 340,8 497,2 554,1 698,3 Total 1.314,3 2.148,0 2.417,2 1.479,5 736,6 891,1 1.556,9 1.758,7 2.083,2 Fc 1.613,0 1.676,5 1.664,2 1.530,7 733,4 367,9 400,7 265,0 148,1 35,0 8.434,5 Lc 286,8 281,4 231,5 150,1 82,4 66,3 58,1 35,2 17,1 2,8 1.211,7 1.899,8 1.957,9 1.895,7 1.680,8 815,8 434,2 458,8 300,3 165,2 37,8 9.646,2 Fc - - - - - - - - - - - Lc 795,4 756,1 770,4 767,3 747,3 725,1 733,3 756,2 770,4 588,4 7.409,9 Total 795,4 756,1 770,4 767,3 747,3 725,1 733,3 756,2 770,4 588,4 7.409,9 Fc 2.409,2 3.040,8 3.453,5 2.641,8 1.186,1 918,2 1.460,4 1.469,6 1.533,0 1.500,7 19.613,2 Lc 1.600,3 1.821,2 1.629,7 1.285,8 1,113,6 1.132,2 1.288,6 1.345,5 1.485,7 1.302,7 14.005,4 Total 4.009,4 4.862,0 5.083,3 3.927,6 2.299,6 2.050,4 2.749,0 2.815,2 3.018,7 2.803,3 33.618,6 Total Distribusi 2016 711,5 5.383,8 2.177,1 16.562,4 Tabel 24 Kebutuhan Dana Investasi untuk Sistem Jawa – Bali Miliar USD 6.00 5.00 Total Investasi 4.00 3.00 Pembangkit Penyaluran 2.00 Distribusi 1.00 0.0 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 Gambar 7 Kebutuhan Dana Investasi PLN untuk Sistem Jawa – Bali PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 41 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL transmisi dan distribusi oleh PLN sampai dengan tahun 2024 di sistem Jawa Bali membutuhkan dana investasi sebesar US$ 33,6 miliar dengan disbursement tahunan sebagaimana diperlihatkan pada tabel dan gambar dibawah ini. Kebutuhan investasi untuk proyek pembangkitan sampai tahun 2024 adalah sebesar US$ 16,5 miliar atau sekitar US$ 1,65 miliar per tahun. Pembiayaan proyek pembangkitan PLN berasal dari beberapa sumber. Proyek percepatan pembangkit melalui Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2006 didanai dengan pinjaman luar negeri (Cina) dan dalam negeri yang diusahakan oleh PLN dengan jaminan Pemerintah. Proyek Upper Cisokan pumped storage senilai US$ 800 juta telah diusulkan mendapat pendanaan dari IBRD yang merupakan lender multilateral, sedangkan PLTU Indramayu 1x1.000 MW senilai US$ 2.000 juta dengan pendanaan dari lender bilateral. Kebutuhan dana investasi untuk penyaluran dan distribusi masing-masing sebesar US$ 9,6 miliar dan US$ 7,4 miliar. Proyek penyaluran pada tahun 2018 cukup besar karena merupakan disbursement proyek transmisi interkoneksi HVDC Sumatera – Jawa dan transmisi Jawa – Bali Crossing 500 kV. Proyek tersebut menurut rencana akan didanai dari APLN, pinjaman luar negeri (two step loan) dan kredit ekspor. 1. Pengadaan Investasi Untuk Ketenagalistrikan Umum • UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan • PP Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana telah diubah dengan PP No 23 Tahun 2014 • Peraturan Menteri ESDM Nomor 03 Tahun 2015 tentang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMG, dan PLTA oleh Perusahaan Listrik Negara (Persero) Melalui Pemilihan Langsung dan Penunjukkan Langsung • Peraturan Menteri ESDM Nomor 01 Tahun 2006 jo No 04 Tahun 2007 tentang Prosedur Pembelian Tenaga listrik dan atau Sewa Menyewa Jaringan dalam Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum • Peraturan Menteri ESDM Nomor 05 Tahun 2009 tentang Pedoman Harga Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN Persero dari Koperasi atau Badan Usaha Lain 2. Pengadaan Investasi Khusus Energi Geothermal, ditambah dengan 2.3 SKEMA INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA • UU Nomor 21 Tahun 2016 tentang Geothermal 2.3.1 Landasan Hukum • Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Panas Bumi Landasan hukum investasi sektor ketenagalistrikan baik melalui melalui skema Independent Power Producers (IPP), Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS), Engineering, Production and Construction (EPC), maupun Swasta Murni adalah sebagai berikut : 42 • PP Nomor 59 Tahun 2007 jo No 70 Tahun 2010 tentang Kegiatan Geothermal • Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari PLTP dan Uap Panas Bumi untuk PLTP oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) 3. Regulasi Pembiayaan melalui Public Private Partnership (PPP) dan Pump Storage sebesar 9.250 MW (13%). PT PLN wajib memenuhi kebutuhan tenaga listrik dalam wilayah usahanya dengan melakukan pembelian tenaga listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMG dan PLTA. Pembelian dengan pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik lainnya dilakukan berdasarkan rencana usaha penyediaan tenaga listrik. Pembelian tenaga listrik itu dapat dilakukan melalui pemilihan langsung dan penunjukkan langsung sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut: • Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dan telah direvisi dengan Perpres Nomor 13 Tahun 2010 (perubahan pertama), Perpres Nomor 56 Tahun 2011 (perubahan kedua), dan Perpres Nomor 66 Tahun 2013 (perubahan ketiga). • Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Infrastruktur melalui Public Private Partnership (PPP). • Pembelian tenaga listrik dilakukan dari PLTU Mulut Tambang, PLTG marginal dan PLTA 2.3.2 Independent Power Producers (IPP) • Pembelian kelebihan tenaga listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG/ PLTMG dan PLTA 1. Konsep Pembelian Tenaga Listrik dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN (Persero) Melalui Pemilihan Langsung dan Penunjukan Langsung, diatur dalam Permen ESDM Nomor 3 tahun 2015. Regulasi ini disusun untuk meningkatkan kapasitas pembangunan tenaga listrik nasional, khususnya untuk mendorong pembangunan pembangkit listrik melalui mekanisme Independent Power Producers (IPP). Ketentuan itu untuk mendukung penyediaan tenaga listrik yang tertuang dalam RUPTL PT PLN (Persero) 2015-2024 telah mempertimbangkan perencanaan penyediaan tenaga listrik yang ada dalam Draft Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2012 hingga 2031 dan Draft RUKN 2015 hingga 2034. Untuk sepuluh tahun mendatang, PLTU batubara masih mendominasi jenis pembangkit yang akan dibangun, yaitu mencapai 42 GW (60%) sementara PLTGU sekitar 9 GW (13%) dan PLTG/MG sekitar 5 GW (7%). Adapun energi terbarukan yang akan dikembangkan adalah PLTP sekitar 4,8 GW (7%) dan PLTA/PLTM • Pembelian tenaga listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara,PLTG/ PLTMG dan PLTA jika sistem tenaga listrik setempat dalam kondisi krisis atau darurat penyediaan listrik dan/atau • Pembelian tenaga listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara,PLTG/PLTMG dan PLTA dalam rangka penambahan kapasitas pembangkitan pada pusat pembangkit tenaga listrik yang telah beroperasi di lokasi yang sama 2. Mekanisme Pengadaan A. Prosedur Penunjukan Langsung Proses penunjukan langsung dengan uji tuntas atas kemampuan teknis dan finansial yang dapat dilakukan oleh pihak procurement agent yang ditunjuk oleh PT PLN Persero dan sampai dengan penandatanganan perjanjian jual beli tenaga listrik, paling lama 30 (tiga puluh) hari. Mekanisme IPP untuk Penunjukkan Langsung sebagaimana gambar 8 PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 43 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL B. Prosedur Pemilihan Langsung waktu 321 hari jika tidak ada tender ulang. Adapun mekanisme disajikan pada gambar 10. Proses pemilihan langsung didahului dengan uji tuntas atas kemampuan teknis dan finansial yang dapat dilakukan oleh pihak procurement agent yang ditunjuk oleh PT PLN Persero dan sampai dengan penandatanganan perjanjian jual beli tenaga listrik, paling lama 45 (empat puluh lima) hari. Mekanisme IPP untuk Pemilihan Langsung sebagaimana gambar 9. 3. Tahapan Bisnis IPP • Tahapan bisnis ketenagalistrikan melalui Pola IPP mencakup: • Tahap pra kualifikasi • Tahap permintaan proposal C. Tender / Lelang Terbuka • Tahap pengajuan surat penawaran Lelang terbuka dilaksanakan apabila kondisi IPP tidak layak untuk penunjukkan langsung atau pemilihan langsung atau PLN menginginkan Lelang Terbuka untuk semua jenis tenaga pembangkit. Pemenang ditetapkan pada pengajuan tarif terendah. Berdasarkan peraturan IPP, proses lelang terbuka dengan kapasitas >/= 15 MW dari pengumuman tender sampai penandatanganan kontrak memerlukan Listed in RUPTL Due Diligence Document Submission Due Diligence Document Evaluation • Tahap pembayaran sesuai tanggal yang telah disepakati • Tahap pelaksanaan komersial • Tahap akhir masa kontrak System Planning and Project Feasibility Evaluation Pass Due Diligence Invitation • Tahap penandatangan kontrak Unsolicited Proposal and Feasibility Study Submission Rejected for Revision Required Documents Direct Appoinment (30 days) Clarification and Revision IPP Procurement Procedure (complies to MEMR Regulation No. 03/2015) Pass Appointing Qualified Developer and Obtaining Director(s) Approval 30 days PPA Finalization PPA Signing Pre Procurement Process Procurement Process Gambar 8 Mekanisme Pengadaan Ketenagalistrikan dengan Penunjukkan Langsung 44 Listed in RUPTL Direct Selection (45 days) Due Diligence Invitation to SPC/Sponsor who have IPP connected to the same system and Mine Mouth CDSPP with candidate participant > 1 IPP Procurement Procedure (complies to MEMR Regulation No. 03/2015) Due Diligence Document Submission Due Diligence Document Evaluation Rejected Fail Pass Listing Qualified Developer and Obtaining Director(s) Approval 45 days PPA Finalization PPA Signing Gambar 9 Mekanisme Pengadaan Ketenagalistrikan dengan Pemilihan Langsung PQ Doc collection PQ proposal submission PQ applicants > _ 3? Announcement/ Advertisement Start IPP Procurement Procedure (based on MEMR Regulation No 01/2006 Jo 04/2007) Yes Yes Open Tender PQ evaluation P/Q Processes Passing applicants > _ 3? No Passing applicants > _ 2? Re-P/Q Yes Bidding Processes (RFP issuance) Bidding Processes Bidders > _ 2? Yes No Bidders > _ 2? Re-Bid Yes No Pasing Adm & tech requirements Yes Winning bidder determination No Yes Bid Evaluation Fail No Lol PPA Signing Direct appoinment Gambar 10 Mekanisme Pengadaan Ketenagalistrikan dengan Lelang Terbuka PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 45 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Ketentuan Harga Patokan Berdasarkan Lampiran Permen ESDM Nomor 3 Tahun 2015 tentang tentang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik dari PLTU Mulut Tambang, PreQualification PLTU Batubara, PLTG/PLTMG, dan PLTA oleh Perusahaan Listrik Negara (Persero) Melalui Pemilihan Langsung dan Penunjukkan Langsung, telah ditetapkan Harga Patokan Tertinggi Pembelian Tenaga Listrik. „ Criteria : „ Financial Strength : Assets, Net profit „ Technical Strength : experience in IPP development, EPC and O&M „ Contains : „ Information For Bidders „ Project description Request for Proposal „ Model Power Purchase Agreement „ Instructions to Bidders „ Proposal requirements „ Evaluation Procedure „ Contains : Letter of Intent „ Agreed major terms & conditions „ Agreed electricity tarif and basic formula „ Requirements : Performance Security Stage I, PLN’s corporate approal, MEMR tariff approval, SPC. „ Term of the Agreement : Coal (25 years), Hydro (30 years), Geothermal (30 years), Gas (20 years) „ Project scheme : BOO or BOT PPA Signing „ Tariff and payment „ Force majeure : natural & political „ Government Guarantee (if applicable) „ Termination „ Other rights and obligations of the parties „ Sponsors’ Agreement; „ Requirements (among other things) : „ Copies of : EPC Contract; policies of insurance required by the PPA; fuel Financial Closure/ Financing Date supply plan; Financing Agreements; Foreign Investment approval; „ The Legal Opinion issued for PLN; „ The Legal Opinion issued for SELLER; „ A copy of document(s) providing legal right to use and control over the Site „ Performance Security Stage II „ Requirements : Commercial Operation Date (COD) „ Net Dependable Capacity test procedures completed. „ Transfer procedure to PLN (if applicable) End of Contract Gambar 11 Tahapan Bisnis Ketenagalistrikan Pola IPP 46 2.3.3 Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) 1. Kerangka Regulasi Di tengah keterbatasan anggaran pemerintah untuk mengalokasikan belanja modal untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, pemerintah memilih suatu konsep yang mengundang para investor untuk bekerjasama dan berkontribusi secara aktif dalam penyediaan pembangunan infrastruktur. Konsep itu dikenal dengan skema Public Private Partnership (PPP) atau Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Konsep ini secara intensif mulai diperkenalkan sejak tahun 2005. Regulasi yang terkait dengan proyek KPS khususnya dalam penyediaan infrastruktur telah berkembang sejak masa pemerintahan Orde Baru. Dalam masa tersebut Pemerintah telah menerbitkan beberapa regulasi sektoral yang didalamnya terdapat pengaturan berkaitan dengan KPS, contohnya UU dan PP tentang Ketenagalistrikan serta UU dan PP tentang Jalan Tol. Pada masa Orde Baru hanya beberapa jenis infrastruktur saja yang dikerjasamakan dengan Badan Usaha Swasta, misalkan jalan tol dan ketenagalistrikan. Saat ini kebijakan dan dukungan yang strategis yang sudah dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka mendukung pelaksanaan pembangunan infrastruktur dengan skema KPS diantaranya adalah dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintahdan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dan telah direvisi dengan Perpres Nomor 13 Tahun 2010 (perubahan pertama), Perpres Nomor 56 Tahun 2011 (perubahan kedua), dan Perpres Nomor 66 Tahun 2013 (perubahan ketiga). Adapun kerangka regulasi mengenai KPS disajikan pada tabel 25 2. Konsep Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) merupakan kerjasama pemerintah dengan swasta dalam penyediaan infrastruktur yang meliputi: desain dan konstruksi, peningkatan kapasitas/ rehabilitasi, operasional dan pemeliharaan dalam rangka memberikan pelayanan Pengembangan KPS di Indonesia utamanya didasari oleh keterbatasan sumber pendanaan yang bisa dialokasikan oleh pemerintah. Prinsip Dasar KPS adalah : • Adanya pembagian risiko antara pemerintah dan swasta dengan memberi pengelolaan jenis risiko kepada pihak yang dapat mengelolanya; • Pembagian risiko ini ditetapkan dengan kontrak di antara pihak dimana pihak swasta diikat untuk menyediakan layanan dan pengelolaannya atau kombinasi keduanya; • Pengembalian investasi dibayar melalui pendapatan proyek (revenue) yang dibayar oleh pengguna (user charge); • Kewajiban penyediaan layanan kepada masyarakat tetap pada pemerintah, untuk itu bila swasta tidak dapat memenuhi pelayanan (sesuai kontrak), pemerintah dapat mengambil alih. Tujuan pelaksanaan KPS adalah : • Mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan melalui pengerahan dana swasta; • Meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan sehat; • Meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam penyediaan infrastruktur; • Mendorong dipakainya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima atau dalam hal tertentu mempertimbangkan kemampuan membayar pengguna. Manfaat Skema KPS meliputi: PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 47 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL PERATURAN Perpres 56/2011 KETENTUAN Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrasruktur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 tahun 2010 dan Peraturan Presiden Nomor 56 tahun 2011. Perpres 12/2011 Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2011. Perpres 78/2010 Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang dilakukan melalui Penjaminan Infrastruktur. PMK 260/2010 Petunjuk Pelaksanaan Proyek KPS yang merupakan acuan dasar dari pelaksanaan proyek KPS di tanah air. Permen PPN Tata Cara Penyusunan Daftar Rencana Proyek Kerjasama dengan Badan Usaha 03/2009 dalam Penyediaan Infrastruktur. Permen PPN Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha 04/2010 dalam Penyediaan Infrastruktur. Permenko Organisasi dan Tata Kerja Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan 01/2006 Infrastruktur. Permenko Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian 04/2006 Nomor 04/M.Ekon/06/2006 tentang Tata Cara Evaluasi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang membutuhkan Dukungan Pemerintah. Perpres 36/2006 jo Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Perpres 65/2006 Kepentingan Umum. Permenko Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian 03/2006 Nomor 03/M.Ekon/06/2006 tentang Prosedur dan Kriteria Penyusunan Daftar Prioritas Proyek Infrastruktur Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha. Tabel 25 Kerangka Regulasi Investasi Pola KPS • Tersedianya alternatif berbagai sumber pembiayaan; • Kinerja layanan masyarakat semakin baik; • Akuntabilitas dapat lebih ditingkatkan; • Pelaksanaan penyediaan infrastruktur lebih cepat; • Berkurangnya beban (APBN/APBD) dan risiko pemerintah; • Infrastruktur yang dapat disediakan semakin banyak; 48 • Swasta menyumbangkan modal, teknologi, dan kemampuan manajerial. 3. Kerangka Pengaturan Kerjasama Pemerintah Swata (KPS) - merupakan mekanisme pembiayaan alternatif dalam pengadaan pelayanan publik yang telah digunakan secara luas di berbagai negara khususnya negara maju. KPS sering dipandang sebagai alternatif dari pembiayaan pengadaan tradisional melalui desain, pengadaan dan konstruksi (Engineering, Procurement, Construction) kontrak, di mana sektor publik melakukan kompetitif penawaran untuk membuat kontrak terpisah untuk elemen desain dan konstruksi dari sebuah proyek. aset dan bertanggung jawab untuk pembiayaan kebijakan tersebut. KPS atau memungkinkan sektor publik untuk memanfaatkan kemampuan manajemen dan keahlian pihak swasta dan juga meningkatkan dana tambahan untuk mendukung layanan tertentu. Tergantung pada derajat keterlibatan swasta dan penggunaan keuangan swasta, pengaturan pengalihan resiko dalam proyek KPS dapat bervariasi di seluruh spektrum risk-return sebagaimana pada gambar 12 dan tabel 26. Sektor publik mempertahankan kepemilikan Increasing Totally Private private sector responsibility, Totally Private financing, and Concession risk taking BOT and/or BOO Joint Initiatives PPP System Leasing Management Contract Increasing contract duration Totally Public Improving Country and Sector Context BOO = build-own-operate, BOT = build-operate-transfer, PPP = public-private partnership. Gambar 12 Bentuk dan modalitas KPS Sumber : Dokumentasi Kerjasama Pemerintah dan Swasta ADB (2012) No Jenis Uraian 1 Design–Build Sektor publik melakukan kontrak dengan swasta sebagai penyedia tunggal untuk melakukan desain dan konstruksi. Dengan cara ini, Pemerintah mendapatkan keuntungan dari economies of scale dan mengalihkan resiko yang terkait dengan desain kepada sektor swasta. 2 Design, Build, Operate Sektor publik melakukan kontrak dengan penyedia swasta untuk merancang, membangun dan mengoperasikan aset modal. Sektor publik tetap bertanggung jawab untuk meningkatkan modal yang dibutuhkan dan mempertahankan kepemilikan fasilitas. 3 Design, Build, Finance, Operate Sektor publik melakukan kontrak dengan penyedia swasta untuk merancang, membangun, membiayai dan mengoperasikan (DBFO) aset modal. Model ini biasanya melibatkan perjanjian konsesi jangka panjang. Sektor publik memiliki pilihan untuk mempertahankan kepemilikan aset atau sewa aset ke sektor swasta untuk periode waktu. Jenis pengaturan ini umumnya dikenal sebagai inisiatif keuangan swasta (PFI) 4 Design, Build, Own, Operate Sebuah penyedia swasta bertanggung jawab untuk semua aspek proyek. Kepemilikan fasilitas baru ditransfer kepenyedia swasta,baik tanpa batas waktu atau untuk jangka waktu yang tetap. Kesepakatan jenis ini juga termasuk dalam domain dari sebuah inisiatif keuangan swasta. Susunan ini juga dikenal sebagai”membangun, mengoperasikan, memiliki, Transfer” atau BOOT. Tabel 26 Bentuk dan Modalitas KPS PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 49 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Contoh pengaturan KPS umum meliputi sebagai berikut: • Konstruksi dan • Operasional Pengelolaan proyek. • Kontrak sektor publik untuk membeli jasa dari perusahaan swasta atas dasar jangka panjang, seringkali 15-30 tahun. Tahapan disajikan pada gambar 13. Pada tahap awal pengusahaan infrastruktur, pengadaan tanah merupakan titik kritis dan mengandung risiko yang paling besar. Pengelolaan risiko yang telah dilakukan oleh Pemerintah berupa pengelolaan dana tanah melalui dana talangan Badan Layanan Umum (BLU). Untuk memberikan kepastian terkait besaran biaya pengadaan tanah juga telah dilaksanakan pengelolaan dana dukungan Pemerintah (Land Capping). Agar pengusahaan KPS dapat diterima pasar dan perbankan (bankable) diperlukan jaminan atas risiko yang mungkin terjadi (contingent liability). Proses penjaminan ini diproses sebelum pelelangan oleh PT PII atas usulan BPJT selaku Contracting Agency yang mencakup risiko selama pengusahaan. Risiko tersebut antara lain menyangkut jaminan pendapatan minimum, keterlambatan pengoperasian jaminan konektivitas, dan sebagainya. • Sesuai dengan kontrak, perusahaan membangun dan memelihara infrastruktur untuk memberikan layanan yang dibutuhkan. • Kontrak biasanya disampaikan melalui special purpose vehicle (SPV) yang menggunakan keuangan swasta (campuran dari ekuitas dan utang limited recourse) untuk membiayai pekerjaan konstruksi awal. • SPV kemudian membebankan fee - sering disebut sebagai unitary charge yang mencakup pembayaran pokok dan bunga, biaya layanan manajemen fasilitas yang dibutuhkan, dan keuntungan ekonomi ke penyedia swasta. •Pembayaran unitary charge akan berkaitan erat terhadap kinerja kontraktor selama masa kontrak, yaitu pembayaran menurun jika kinerja berada di bawah standar yang diperlukan. Dengan demikian, sektor swasta menerima insentif untuk memberikan layanan tepat waktu, sesuai anggaran, serta memenuhi standar yang dibutuhkan. 5. Skema Pembiayaan KPS Proyek KPS digagas untuk mengundang lebih banyak peran dan inisiatif swasta dalam percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Sementara dana yang disediakan oleh APBN dipastikan tidak mampu menutupi keseluruhan biaya yang dibutuhkan. Dengan menggandeng pihak swasta, kebutuhan dana ini diharapkandapat tercukupi. Pihak swasta yang tertarik ambil bagian dalam program KPS tidak perlu khawatir atas risiko yang mungkin terjadi. Melalui PT PII (Penjaminan Infrastruktur Indonesia), Pemerintah akan menjamin keberlangsungan proyek yang dijalankan atas tiga risiko penting investasi di sektor infrastruktur. Pemerintah memberikan jaminan bahwa proyek KPS prioritas yang dibangun oleh pihak swasta akan dijamin cukup untuk • Alokasi risiko publik dan swasta harus dipahami dan didokumentasikan secara baik, contoh: penyedia swasta menanggung biaya overruns, keterlambatan dan risiko layanan standar. 4. Tahapan Kerjasama Pemerintah Swasta Tahapan KPS mencakup empat tahap: • Identifikasi proyek yang dapat dibiayai dengan pola KPS, • Penyiapan proyek 50 Pemerintah Dana Pengadaan Lahan (BLU & Land Capping) Pembebasan dan Pembersihan Lahan Pasar Modal Dana Jaminan dan (PT PII) Reformasi PT IIF (Private Sector) & PT SMI (SOE) Kebijakan Dana Pemulihan/ Pembiayaan Kebijakan Resiko Proyek Dana Pembiayaan Persiapan Lelang Badan Usaha/ Lenders Refinancing Konstruksi Operasi Gambar 13 Tahapan Pembiayaan Infrastruktur Kerjasama Pemerintah Swasta mengembalikan nilai investasinya yang disebut juga sebagai resiko pengembalian atas investasi. Pemerintah juga akan memberikan jaminan terhadap risiko politik, apabila selama masa konsesi Pemerintah melakukan perubahan peraturan yang mengakibatkan proyek dipandang tidak akan mampu mengembalikan investasi sesuai dengan yang diperjanjikan, Pemerintah akan memberikan kompensasi kepada penyelenggara proyek. Sementara itu, risiko ketiga disebut dengan risiko terminasi. Apabila ke depan Pemerintahan berganti, sehingga memungkinkan Pemerintah yang baru mengubah kebijakan terkait program KPS, maka jaminan Pemerintah terhadap program yang sudah berjalan akan tetap diberikan. Dengan cara seperti itu diharapkan swasta bersedia membiayai proyek dalam nuansa atau kerjasama yang disebut dengan Kemitraan Pemerintah–Swasta. Tiga risiko di atas akan memberikan dampak berupa timbulnya term contingent liabilities atau kewajiban bersyarat bagi Pemerintah. Meskipun risiko yang dijamin belum tentu terjadi, sebagai Penjamin yang sudah menandatangani perjanjian, Pemerintah harus tetap memasukkan risiko kontingensi ke dalam APBN. Namun demikian, penjaminan risiko yang langsung terekspos ke APBN berpotensi mendorong terjadinya instabilitas jika seandainya dalam satu tahun tertentu ada sejumlah klaim atas risiko yang harus dibayar sekaligus. Untuk itu dibentuk dua lembaga penjaminan yaitu PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) dan PT Sarana Multi Finance (SMF) A. PT PII PT PII dibentuk dengan modal dari Pemerintah dan selanjutnya lembaga tersebut yang akan melakukan penjaminan terhadap tiga risiko KPS. Pemerintah tentunya, melalui mekanisme APBN, melakukan penambahan atau penanaman modal. Kemudian PT PII melakukan penjaminan atas nama Pemerintah. Dengan demikian contingent liabilities di APBN menjadi berkurang. Dengan kata lain, PT PII dapat dikatakan sebagai wadah penjamin yang memungkinkan klaim dari swasta tidak mempengaruhi stabilitas APBN secara langsung. PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 51 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan melalui Badan Usaha Penjamin Infrastruktur pasal 18 ayat 1b, dalam rangka meningkatkan kredibilitas penjaminan infrastruktur, PT PII dapat bekerja sama dengan lembaga keuangan multilateral atau pihak lain yang memiliki maksud dan tujuan yang sejenis. PT PII tengah menjalin kerja sama dengan World Bank (WB) dan juga anak perusahaannya yang bernama Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA). Selain dengan badan tersebut, PT PII juga menggagas kerjasama dengan Asian Development Bank (ADB). Berbeda dengan WB, ADB hanya melakukan kerja sama penjaminan secara langsung dan tidak membentuk anak perusahaan. Untuk kerja sama dengan World Bank yang dilakukan adalah apabila ada penjaminan oleh PT PII, maka World Bank memberikan stand by loan. Sebagai BUMN yang terhitung baru dibentuk, modal PT PII masih terbatas. Secara garis besar, fasilitas stand by loan yang diberikan oleh WB akan memungkinkan PTPII menjamin proyek proyek bernilai lebih besar dari modal yang dimilikinya. Contohnya, modal PT PII saat ini hanya Rp 3 triliun, akan tetapi PT PII menjamin proyek senilai Rp 10 triliun, yang sisanya itu dijamin oleh World Bank berdasarkan stand by loan. Dengan mengadopsi pola ini, dapat dikatakan bahwa Pemerintah tidak berutang kepada WB secara langsung. Jika tidak ada klaim atas risiko yang harus dibayarkan, maka Pemerintah hanya harus membayar fee kepada WB dan biaya fee tersebut tidak terlalu besar. Dengan keberadaan PT PII sebagai guarantee fund, Pemerintah menerapkan kebijakan satu pelaksana (single window policy) dalam penyediaan penjaminan Pemerintah atas proyek-proyek kemitraan. Ini berarti bahwa semua permintaan penjaminan Pemerintah harus terlebih dahulu melalui PT PII. Dan 52 semua pemeriksaan serta penilaian terkait penjaminan akan dilakukan oleh PT PII. Keterlibatan Kementerian Keuangan dalam penyediaan penjaminan masih dimungkinkan sepanjang kemitraan dan kerja sama dengan penyedia jaminan laintidak mampu menyediakan penjaminan penuh atas keputusan penjaminan yang telah disepakati. Proyek KPS pertama berupa pembangunan pembangkit tenaga listrik di Jawa Tengah Proyek IPP PLTU Jawa Tengah (Central Java Power Plant/CJPP). Nilainya mencapai sekitar Rp 30 triliun. Mengingat modal PT PII masih senilai 3 triliun, maka penjaminan proyek tersebut sekarang dilakukan secara bersamasama antara PT PII dengan Pemerintah. Mekanisme penjaminan semacam ini juga dimungkinkan berdasarkan Perpes Nomor 78 tahun 2010. Pasal 25 peraturan tersebut mengatur bahwa Menteri Keuangan dapat memberikan penjaminan bersama dengan Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur dalam hal modal lembaga bersangkutan belum mencukupi. Untuk proyek pembangkit listrik di Jawa Tengah yang nilainya 30 triliun rupiah, sebanyak 99% penjaminan dari dana APBN dijamin oleh Pemerintah. Hanya 1% yang dijamin oleh PT PII dikarenakan keterbatasan modalnya. Meskipun begitu, sebagaimana kebijakan single window policy yang disebutkan di atas, PT PII berperan sebagai penanggung jawab utama atas setiap pemrosesan penjaminan proyek KPS yang dilaksanakan Pemerintah. Pada tanggal 6 Oktober 2011 telah dilakukan penandatanganan dokumen pelaksanaan dan penjaminan proyek KPS IPP PLTU Jawa Tengah, yang meliputi (1) Perjanjian Regres (Recourse Agreement); (2) Perjanjian Penjaminan (Guarantee Agreement); dan (3) Perjanjian Jual Beli Listrik (Power Purchase Agreement). Proyek CJPP diperkirakan mulai beroperasi komersial (Commercial Operation Date/ COD) pada akhir 2016. Teknologi yang digunakan dalam proyek tersebut adalah ultrasupercritical, yang memiliki tingkat efisiensi dan emisi karbon lebih baik dari pembangkitbatu bara yang dimiliki PT PLN (Persero) saat ini sehingga merupakan proyek PLTU yang ramah lingkungan. Menyadari adanya keterbatasan budget untuk membiayai pembangunan infrastruktur maka dianggap perlu untuk membuat vehicle untuk menarik minat investor swasta dalam pembiayaan infrastruktur. Dalam menghimpun dana pembiayaan infrastruktur yang lebih besar, PT SMI menggandeng sejumlah institusi multilateral untuk mendirikan anak perusahaan. Saat ini anak perusahaan yangsudah beroperasi bernama PT Indonesia Infrastruktur Finance (PT IIF) agar pola pembiayaan long term financing dapat terpenuhi. PT IIF saat ini memiliki modal sebesar Rp1,6 triliun serta dukungan loan Rp 2 triliun dari World Bank dan Asian Development Bank (ADB) dengan tenor 25 tahun. Jangka waktu tersebut tidak bisa ditutup oleh instrument investasi perbankan yang tenornya rata-rata hanya selama 5 hingga 7 tahun. Diharapkan dengan terbentuknya PT SMI bisa lebih fleksibel dalam bekerjasama dengan investor Selama tiga tahun berdirinya PT SMI, animo investor lokal maupun asing untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur sebenarnya sangat besar. Yang menjadi handicap terbesar adalah kesiapan dari proyeknya itu sendiri. Terlebih jika dihadapkan dengan konsep Public Private Partnership (PPP) atau Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS). PPP merupakan proyek Pemerintah sehingga membutuhkan government support. Tidak hanya Pemerintah Pusat, tetapi juga Pemerintah Daerah. Dengan adanya otonomi daerah, maka kekuasaan Pemerintah Pusat semakin tersebar. Ada pro dan kontra terkait kebijakan otonomi di mana kebijakan pusat tidak bisa serta merta dilaksanakan dengan kebijakan pemerintah daerah. Contohnya adalah industri air minum di mana tarifnya diputuskan oleh Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat tidak bisa mengintervensi. B. PT SARANA MULTI FINANCE (SMF) Pembentukan PT SMI sebagai infrastructure fund menjadi salah satu langkah Pemerintah merangkul swasta. Selain memberikan dukungan institusi, yaitu melalui perusahaan pembiayaan dan perusahaan penjaminan infrastruktur, Pemerintah juga membuat kerangka kerja, kebijakan, serta regulasi yang mendukung percepatan pembangunan sarana infrastruktur. PT SMI merupakan salah satu bentuk dukungan institusi Pemerintah untuk mengurangi adanya ketidaksesuaian pembiayaan pembangunan infrastruktur. Melalui PT SMI, mekanisme pembiayaan long term financing yang dapat dikatakan identik dengan pola pembiayaan pembangunan infrastruktur diharapkan dapat dicapai. Ini menjadi penting mengingat perbankan pada umumnya hanya menyediakan produk atau instrumen investasi dengan tenor jangka pendek. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 75 tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur, PT SMI antara lain memiliki visi untuk memberikan dan mendukung percepatan pembangunan infrastruktur yang menyediakan fungsi cathalical role. Meskipun baru berdiri pada awal tahun 2009, PT SMI tetap berkomitmen menjalankan misinya dalam memitigasi mismatch pembiayaan infrastruktur. PT SMI berfungsi membuat suatu industri pembiayaan infrastruktur yang bisa menyediakan long term financing dengan dukungan dana loan dari World Bank dan Asian Development Bank. C. Engineering, Production and Construction (EPC) PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 53 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Selain fasilitas jaminan Pemerintah untuk proyek KPS, Pemerintah juga memberikan jaminan untuk proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik yang menggunakan Batubara (Fast Track Program-I) dan Proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik yang Menggunakan Energi Terbarukan, Batubara, dan Gas (Fast Track Program-II). Dasar hukum Proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik yang Menggunakan Batubara (FastTrack Program-I) adalah Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2006 tentang Penugasan Kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk Melakukan Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batubara. Selanjutnya jaminan pemerintah atas proyek ini diberikan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2006 tentang Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batubara. Dalam skema ini, PT PLN (Persero) melaksanakan sendiri pembangunan pembangkit listrik dengan pola Engineering Procurement and Construction (EPC). Pembiayaan proyek ini berasal dari Lenders sebesar 85% dan anggaran PT PLN (Persero) sebesar 15%. Penjaminan Pemerintah diberikan secara penuh terhadap kredit yang diberikan Lenders, bersifat irrevocable dan unconditional serta mencakup seluruh kewajiban PT PLN (Persero) dalam Perjanjian Kredit. Sampai dengan Desember 2012, Pemerintah telah mengeluarkan 35 (tiga puluh lima) Surat Jaminan Pemerintah termasuk untuk tiga paket proyek transmisi porsi rupiah dan satu paket proyek transmisi porsi dolar Amerika Serikat dengan total nilai kredit yang dijamin sebesar Rp71,8 Triliun. 54 2.3.4 Swasta Murni Sesuai dengan program Pemerintah tahun 2015-2019, PT PLN dalam RUPTL 2015-2024 telah mencantumkan program pembangunan ketenagalistrikan sebesar 35.000 MW untuk periode tahun 2015 2019, di mana peran listrik swasta diharapkan dapat meningkat secara signifikan. Peran swasta akan meningkat dari kontribusi kapasitas sekitar 15% menjadi 32% pada tahun 2019, dan 41% pada tahun 2024. Pembiayaan ketenagaan Listrik oleh Swasta didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 1992 tentang Usaha Penyediaan Tenaga Listrik oleh Swasta, yaitu semua usaha penyediaan tenaga listrik yang diselenggarakan oleh badan usaha Swasta dan Koperasi selaku Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum. Dalam ketentuan itu, Pemerintah mengundang partisipasi swasta didalam proyek-proyek yang ditentukan Pemerintah dan disamping itu atas prakarsa sendiri swasta dapat mengusulkan proyek-proyek tenaga listrik lain untuk dipertimbangkan oleh Pemerintah. Usaha penyediaan tenaga listrik oleh swasta diutamakan pola pelaksanaan “Membangun, Memiliki dan Mengoperasikan”. Selain itu dipertimbangkan kemungkinan penggunaan pola pelaksanaan lain yang menguntungkan pola pelaksanaan lain yang menguntungkan bagi Negara. Menteri memberikan Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum sebagai dasar bagi Usaha Penyediaan Tenaga Listrik oleh Swasta. Izin Usaha Ketenagalistrikan dapat diberikan untuk salah satu atau gabungan usaha pembangkitan tenaga listrik, usaha transmisi dan/atau usaha distribusi untuk dijual kepada Perusahaan Umum Listrik Negara atau kepada pihak lain. Penjualan tenaga listrik, sewa jaringan transmisi dan sewa jaringan distribusidari Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum kepada Perusahaan Umum Listrik Negara atau kepada pihak lain diatur dalam suatu perjanjian berupa perjanjian jual beli tenaga listrik atau perjanjian sewa jaringan transmisi atau perjanjian sewa jaringan distribusi. Harga jual tenaga listrik, harga sewa jaringan transmisi dan harga sewa jaringan distribusi dinyatakan dalam mata uang rupiah dan dicantumkan dalam perjanjian penjualan yang dapat disesuaikan berdasarkan perubahan unsur biaya tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian penjualan. Harga itu wajib mencerminkan biaya yang paling ekonomis atas dasar kesepakatan bersama dan perlu mendapat persetujuan Menteri. Usaha penyediaan tenaga listrik oleh swasta hanya dapat dilaksanakan dengan pembiayaan tanpa jaminan Pemerintah terhadap modal yang ditanamkan dan kewajiban membayar pinjaman. Atas impor barang modal dalam rangka Usaha Penyediaan Tenaga Listrik oleh Swasta diberikan fasilitas berupa: Pembebasan atas pembayaran bea masuk; Tidak dipungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Pajak Penghasilan; Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn dan PPn BM) yang terhutang ditangguhkan. Pembangunan pembangkit tenaga listrik oleh swasta dilaksanakan sesuai kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang energi dan didasarkan atas ketersediaan sumber energi primer yang diperlukan serta pertimbangan keekonomian usaha tersebut dan dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan pelestarian lingkungan hidup. Untuk usaha pembangkitan tenaga listrik oleh swasta diutamakan penggunaan sumber energi primer di luar minyak bumi, kecuali apabila di lokasi proyek pembangkitan yang diusulkan tidak tersedia atau atas dasar keekonomian tidak mungkin digunakan sumber energi primer di luar minyak bumi. Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum mengusahakan sendiri pemasokan energi primer yang diperlukannya agar dapat menghasilkan biaya pembangkitan tenaga listrik yang paling ekonomis. Pemasokan energi primer di luar minyak bumi diutamakan yang berasal dari dalam negeri. PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 55 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 3 METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN Dengan mencermati maksud, tujuan dan ruang lingkup sebagaimana dijelaskan dalam subbab sebelumnya, maka ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan hasil / keluaran yang diharapkan. 56 Beberapa pendekatan tersebut adalah: • Document review • Pendekatan valuatif – normatif • Pendekatan partisipatoris / dialogis 1. Document Review Document review merupakan aktivitas untuk melakukan kajian terhadap berbagai dokumen kebijakan pemerintah pusat dan daerah, baik berupa data-data atau informasi, maupun hasil kajian / penelitian terkait pengembangan sektor ketenagalistrikan. 2. Pendekatan Valuatif – Normatif Pendekatan ini merupakan pendekatan untuk menganalisis kebijakan. Metode yang digunakan adalah sinergisitas / sinkronisasi kebijakan. Analisis ini membahas tentang hubungan antar kebijakan baik yang bersifat paralel maupun yang bersifat horizontal. Setelah melihat dan mencermati dari beberapa kebijakan yang ada maka hal yang paling penting dilakukan adalah membuat sinergi di antara beberapa kebijakan yang terkadang saling tumpang tindih. Dalam analisis sinergitas / sinkronisasi kebijakan pengembangan investasi sektor ketenagalistrikan, dilakukan dengan: A. Sinkronisasi Vertikal Dilakukan dengan melihat apakah suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu bidang tertentu tidak saling bertentangan antara satu dengan yang lain, serta mengikuti jenis dan hirarkinya secara jelas. Di samping harus memperhatikan hirarkhi peraturan perundang-undangan tersebut di atas, dalam sinkronisasi vertikal, harus juga diperhatikan kronologis tahun dan nomor penetapan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 57 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL B. Sinkronisasi Horisontal Dalam konteks penyusunan panduan investasi sektor ketenagalistrikan, pengertian pendekatan partisipasif merupakan upaya-upaya pemberdayaan stakeholders (pemerintah daerah, perguruan tinggi, pelaku usaha / calon investor, asosiasi dan masyarakat umum maupun lembaga keuangan). Stakeholders tersebut dilibatkan dalam perancangan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta dalam pengambilan keputusan dalam rangka sektor ketenagalistrikan. Jamieson (1989) menyatakan bahwa model partisipasif diarahkan pada dua perspektif, yaitu: (1) pelibatan stakeholders dalam pemilihan, perancangan, perencanaan dan pelaksanaan, sehingga dapat dijamin bahwa persepsi setempat, pola sikap dan pola berpikir serta nilai-nilai dan pengetahuan dapat dipertimbangkan secara penuh; dan (2) membuat umpan balik (feedback) yang pada hakikatnya merupakan bagian tak terlepaskan dari kegiatan partisipatoris. Model yang digunakan untuk melakukan pendekatan partisipasif ini adalah melalui dialog dan Focussed Discussion Group (FGD). Dilakukan dengan melihat pada berbagai peraturan perundang-undangan yang sederajat dan mengatur bidang yang sama atau terkait. Sinkronisasi horisontal juga harus dilakukan secara kronologis, yaitu sesuai dengan urutan waktu ditetapkannya peraturan perundangan-undangan yang bersangkutan. 3. Pendekatan Partisipatoris / Dialogis Pendekatan partisipasif merupakan model pemberdayaan stakeholders terkait sesuai dengan peranan fungsinya masing-masing secara proporsional dan seimbang. Inti dari pendekatan ini adalah pelibatan dalam pengambilan keputusan atas berbagai permasalahan yang sedang dihadapi bersama. FAO (1989b) sendiri melihat pendekatan ini dalam beberapa pengertian, antara lain: • Partisipasi adalah ’pemekaan’ (membuat peka) pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyekproyek pembangunan; • Partisipasi adalah proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu; • Partisipasi adalah pemantapan dialog antara pelaku pembangunan yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar memperoleh informasi tentang konteks lokal, dan dampak-dampak sosial; • Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri; • Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan mereka. 58 3.2 METODOLOGI 3.2.1 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data Beberapa jenis data dan informasi terkait dengan sektor ketenagalistrikan diperlukan sebagai kajian dokumen (document review) dan sekaligus sebagai informasi awal dalam melakukan kajian dan analisis berikutnya. Beberapa jenis data yang diperlukan untuk mendukung kegiatan ini, disajikan di tabel 27 Data dan informasi, baik primer maupun sekunder, tersebut di atas dapat dikumpulkan dengan beberapa metode pengumpulan data, dengan menggunakan instrumen-instrumen berikut ini: No. Jenis Data dan Informasi Klasifikasi Data Metode Pengumpulan Data 1. Data jenis-jenis perizinan : dasar hukum, prosedur dan skema perizinan, persyaratan, dan lain sebagainya Data primer dan data sekunder Studi instansional/ statistik, FGD dan dialog. 2. Data statistik sektor ketenagalistrikan (sebaran, kapasitas terpasang, saluran distribusi, dan lain lain sebagainya). Data primer dan data sekunder Studi instansional/ statistik, FGD. 3. Kondisi eksisting sektor ketenagalistrikan, yang mencakup potensi yang dapat dikembangkan Data primer dan data sekunder Studi instansional/ statistik. 4. Peraturan perundangan yang berlaku, kebijakan dan strategi pengembangan sektor ketenagalistrikan di pusat dan daerah Data sekunder Studi instansional / BKPM, BKPMD, Biro Hukum Daerah 5. Data-data lainnya yang relevan Data primer dan data sekunder Metode yang relevan sesuai kebutuhan pengumpulan data Tabel 27 Jenis data dan informasi yang dibutuhkan 1. Wawancara Mendalam (In-depth Interview) • Menghitung instrumen yang terkumpul, kaitannya dengan kecukupan jumlah sampel; Wawancara mendalam merupakan instrumen yang secara langsung menghadapkan pewawancara dengan responden melalui serangkaian kegiatan tanya jawab yang berkaitan dengan calon investor. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam (in- depth interview) dengan kombinasi wawancara berstruktur dan tidak berstruktur. • Pemeriksaan isian instrumen; • Penomoran dan kode terhadap instrumen; dan • Pembuat pedoman skoring. 2. Memilah data dan informasi 2. Diskusi Publik / Focussed Discussion Group (FGD) Diskusi publik ataupun FGD diperlukan untuk menjaring masukan atau saran dari berbagai stakeholders yang terlibat, yang dapat dikategorikan sebagai data primer, yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan sektor ketenagalistrikan. . Data dan informasi dipilah berdasarkan jenis dan kebutuhan akan informasi. Data dan informasi yang dibangun (dalam sistem database) mempengaruhi hasil diagnosis dan analisa. Pemilahan data dan informasi dilakukan melalui penomoran, penamaan, tingkat pengukuran, dan kode kategori. 3. Entry data 3.2.2 Metode Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahap berikut ini : .Entri data ke komputer dengan menggunakan software SPSS, excel atau yang lainnya, untuk kemudahan aplikasi dan perhitungan. 1. Pengorganisasian dan editing data 4. Penyajian dan interpretasi data .Pengorganisasian untuk menelaah dan memeriksa kembali isi dari instrumen. Cara yang digunakan : .Penyajian data hasil olahan di atas diinterpretasikan serta dianalisa untuk mendapatkan kesimpulan. Penyajian data PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 59 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL dapat meliputi tabel-tabel dan grafik yang sudah memiliki keterwakilan dengan sampel dan kebutuhan data. nilai konsekuensi alternatif kebijakan di masa mendatang. 3.2.3 Beberapa Analisis yang Digunakan D. Deskripsi, menghasilkan informasi tentang konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan. 1. Review / Analisis Kebijakan (dalam Rangka Kajian Dialogis dan FGD) E. Evaluasi, kegunaan alternatif kebijakan dalam memecahkan masalah. Proses analisis kebijakan (yang berorientasi pada masalah kebijakan) pada gambar 15. Analisis kebijakan diambil dari berbagai disiplin ilmu dengan tujuan memberikan informasi yang bersifat deskriptif, evaluatif dan preskriptif. Analisis kebijakan menjawab tiga macam pertanyaan, yaitu : Review atau analisis kebijakan adalah aktivitas intelektual dan praktis yang ditujuan untuk menciptakan, menilai dan mengkomunikasikan pengetahuan dalam proses kebijakan (Dunn, 1990). Analisis kebijakan diletakkan dalam sistem kebijakan, yang oleh Dunn (dengan mengutip Thomas R. Dye) digambar 14. Menurut Dunn, metode analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum dalam pemecahan masalah, yaitu : • Nilai, yang pencapaiannya merupakan tolok ukur utama untuk menilai, apakah suatu masalah telah teratasi. A. Definisi, menghasilkan informasi mengenai kondisi – kondisi yang menimbulkan masalah kebijakan. • Fakta, yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkan pencapaian nilai-nilai. B. Prediksi, menyediakan informasi mengenai konsekuensi di masa datang dari penerapan alternatif kebijakan, termasuk jika tidak melakukan sesuatu. • Tindakan, yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai. C. Preskripsi, menyediakan informasi mengenai Pendekatan valuatif-normatif dalam analisis kebijakan berorientasi pada penilaian atau evaluasi program yang sedang atau telah Pelaku Kebijakan Lingkungan Kebijakan Gambar 14 Sistem kebijakan (Thomas R. Dye) 60 Kebijakan Publik Kinerja Kebijakan Evaluasi Hasil Kebijakan Peramalan Perumusan Masalah Perumusan Masalah Pemantauan Perumusan Masalah Perumusan Masalah Masa Depan Kebijakan Rekomendasi Aksi Kebijakan Gambar 15 Proses analisis kebijakan berdasarkan masalah kebijakan berjalan. Terdapat dua substansi yang didekati secara valuatif – normatif, yaitu: permintaan dan penawaran digunakan untuk melihat tingkat ketersediaan pasokan sektor ketenagalistrikan dan tingkat permintaannya. Berbagai faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran terhadap sektor ini dianalisis dan diperhitungkan untuk melihat titik kesetimbangannya. • Berkaitan dengan evaluasi terhadap perkembangan kebijakan, baik yang sedang dalam masa persiapan maupun yang sedang berjalan; dan • Berkaitan dengan analisa terhadap kebijakan-kebijakan yang selama ini telah dikeluarkan oleh pemerintah. Melalui pendekatan ini, dapat dikembangkan suatu sistem evaluasi secara komprehensif berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Pendekatan ini juga berorientasi pada penilaian terhadap kelebihan dan kelemahan program yang telah dijalankan untuk mendapatkan input berkaitan dengan upaya perbaikan yang diterapkan, sehingga menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan kebijakan di masa yang akan datang. 2. Analisis Pendukung A. Analisis Supply dan Demand Analisis supply demand atau analisis B. Analisis Perwilayahan Secara deskriptif, analisis perwilayahan digunakan untuk melihat sebaran / lokasi dari objek-objek pada sektor ketenagalistrikan, sehingga dapat tergambarkan secara lebih detail. C. Analisis Deskriptif Kualitatif Merupakan analisis deskriptif untuk menterjemahkan tabel dan data agar lebih mudah dipahami. 3.2.4 Policy Dialogue dan Focus Discussion Group (FGD) Policy dialogue merupakan kegiatan untuk pengkayaan informasi yang diperoleh dari wilayah survei di dalam maupun luar negeri PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 61 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL bekerjasama dengan pihak BKPM dengan tujuan mengumpulkan data primer dan sekunder dari berbagai instansi terkait maupun dari industri yang telah ada mengenai kebijakan investasi di sektor ketenagalistrikan. Kegiatan ini dilaksanakan di Yogyakarta dengan mengundang para pihak yang terkait, baik dari pihak BKPM, BKPMD, Kementerian / Dinas ESDM, Calon Investor, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, dan lain sebagainya Focus Group Discussion (FGD), merupakan koordinasi dan pertemuan dengan stakeholder terkait dengan tujuan untuk memperoleh masukan dan klarifikasi informasi dari berbagai stakeholder terkait baik di pusat maupun di daerah untuk berbagi pengalaman dan memperoleh gambaran mengenai investasi di sektor ketenagalistrikan. • Profil proyek yang siap ditawarkan 2. Skema Investasi di Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia A. Independent Power Producers B. Kerjasama Pemerintah dan Swasta C. Engineering, Production and Construction (EPC) D. Swasta Murni 3. Kerangka Regulasi A. Daftar Negatif Investasi B. Regulasi Sektor Ketenagalistrikan 3.3 PENYUSUNAN BUKU PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN C. Regulasi Bidang Tarif Hasil kajian literatur, penelusuran data primer, data sekunder, review kebijakan, serta serta analisis-analisis pendukung dituangkan dalam buku panduan investasi sektor ketenagalistrikan di Indonesia. Sebagai outline atau usulan naskah panduan investasi, disajikan berikut ini : F. Insentif Non Fiskal 1. Overview Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia D. Regulasi Bidang Pertanahan E. Jaminan Investasi 4. Perpajakan A. Sistem Perpajakan di Indonesia B. Insentif Fiskal untuk Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia 5. Akunting untuk Sektor Ketenagalistrikan A. Kondisi terkini sektor ketenagalistrikan di Indonesia A. Sistem akuntansi di Indonesia B. Kebutuhan listrik Indonesia (supply dan demand) B. Akuntasi untuk Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia C. Kebutuhan investasi sektor ketenagalistrikan D. Peluang Investasi Pembangkit Listrik • Kondisi Eksisting • Daftar proyek 62 PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 63 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 4 IDENTIFIKASI PERIZINAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN 4.1 PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK 35.000 MW Saat ini, pemerintah sedang menggalakkan program pembangkitan listrik 35.000 MW, yang direncanakan terealisasi pada tahun 2015-2019. Sebagaimana dalam RUPTL PLN, bahwa skema pembangkitan tersebut dilaksanakan oleh PLN (10.681 MW) dan Pengembang Listrik Swasta / Independent Power Producer (IPP) sebesar 25.904 MW. Dalam rilisnya, PLN membagi program 35.000 MW tersebut, kedalam beberapa skema pengadaan. Disajikan di tabel 28, tabel 29 dan tabel 30. 64 4.2 MEKANISME PENGADAAN LISTRIK 35.000 MW Pengadaan tenaga listrik 35.000 MW sebagaimana dijelaskan di atas, dilakukan melalui beberapa metode, baik pelelangan umum, penunjukan langsung, maupun pemilihan langsung. Terkait dengan pelelangan umum, mengikuti prosedur pelelangan yang telah dilaksanakan selama ini, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 01 Tahun 2006 jo Nomor 04 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 01 Tahun 2006 tentang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik dan/atau Sewa Menyewa Jaringan dalam Usaha Penyediaan Listrik untuk Kepentingan Umum. Secara skematik, keseluruhan proses pengadaan listrik 35.000 MW yang dicanangkan oleh Presiden RI Joko Widodo, dapat dilihat pada Bagan 4.1. Beberapa catatan untuk kriteria pemilihan langsung adalah: 1. Diversifikasi energi untuk pembangkit listrik ke non bahan bakar minyak; dan/atau 2. Penambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik yang telah beroperasi di lokasi yang berbeda pada sistem setempat, antara badan usaha pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik atau badan usaha baru yang dibentuk oleh pengembang setempat Sedangkan kriteria untuk penunjukan langsung adalah: 1. Pembelian tenaga listrik dilakukan dari PLTU Mulut Tambang, PLTG Marginal dan PLTA 2. Pembelian kelebihan tenaga listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG/ PLTMG, dan PLTA 3. Pembelian tenaga listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMGl, dan PLTA jika sistem tenaga listrik setempat PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 65 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL No. Jenis Pembangkit Lokasi Kapasitas (MW) 1. PLTP Hululais / Bengkulu 2. PLTU Indramayu 4 / Jawa Barat 3. PLTGU Muara Karang Peaker / Jakarta 500 4. PLTGU Jawa 2 (Tanjung Priok) / Jakarta 800 5. PLTGU Grati Add On Blok 2 / Jawa Timur 150 6. PLTGU Muara Tawar Add On Unit 2,3,4 650 7. PLTU Kalselteng 2 / Kalimantan Tengah 8. PLTG/PLTMG Lampung Peaker / Lampung 200 9. PLTP Tulehu / Maluku 20 10. PLTU Lombok (FTP 2) / Nusa Tenggara Barat 11. PLTU Lombok 2 / Nusa Tenggara Barat 12. PLTU Timor 1 / Nusa Tenggara Timur 13. PLTP Mataloko / Nusa Tenggara Timur 20 14. PLTP Ulumbu 5 / Nusa Tenggara Timur 5 15. PLTG/PLTMG Riau Peaker / Riau 16. PLTU Sulsel Barru 2 / Sulawesi Selatan 17. PLTGU Makassar Peaker / Sulawesi Selatan 450 18. PLTGU Sulsel Peaker / Sulawesi Selatan 450 19. PLTU Sulsel 2 / Sulawesi Selatan 200 20. PLTU Palu 3 / Sulawesi Tengah 2x50 21. PLTU Bau Bau / Sulawesi Tenggara 2x25 22. PLTU Sulut 1/ Sulawesi Utara 2x25 23. PLTG/PLTMG Mobile Power Plant Tersebar 1.565 24. PLTMG Tersebar 665 25. PLTGU/MGU Tersebar 450 26. PLTG/MG Tersebar 250 27. PLTM Tersebar 50 Tabel 28 Proyek pembangkit listrik investasi PLN yang pengadaannya akan dibuka (pelelangan) 66 55 1.000 2x100 2x50 50 2x25 200 1x100 No. Jenis Pembangkit Lokasi Kapasitas (MW) 1. PLTU Muko Muko / Bengkulu 2x7 2. PLTU Jambi / Jambi 3. PLTMG Luwuk / Sulawesi Tengah 40 4. PLTGU Riau / Riau 250 5. PLTGU Jawa-1 / Jawa Barat 6. PLTU Sinabang / Aceh 2x7 7. PLTG/MG Pontianak Peaker/ Kalimantan Barat 100 8. PLTGU/MGU Sumut / Belawan / Sumatera Utara 250 9. PLTGU/MGU Sulbagut 3 / Sulawesi Utara 200 10. PLTGU/MGU Sulsel / Sulawesi Selatan 150 11. PLTGU/MGU Kalselteng / Kalimantan Selatan / Tengah 200 12. PLTGU/MGU Peaker Jawa-Bali 1 / Jawa Barat 400 13. PLTGU/MGU Peaker Jawa-Bali 2 / Jawa Timur 500 14. PLTGU/MGU Peaker Jawa-Bali 3 / Banten 500 15. PLTGU/MGU Peaker Jawa-Bali 4 / Jawa Barat 450 16. PLTG/MG Jambi Peaker / Jambi 100 17. PLTGU Jawa-3 / Jawa Timur 1x800 18. PLTGU/MGU Sumbagut-1 / Sumatera Utara 250 19. PLTGU/MGU Sumbagut-3 / Sumatera Utara 250 20. PLTGU/MGU Sumbagut-4 / Aceh 250 21. PLTU Sulut-3 / Sulawesi Utara 2x50 22. PLTG/MG TB. Karimun / Riau 40 23. PLTG/MG Natuna-2 / Riau 25 24. PLTMG Tanjung Pinang 2 / Riau 30 25. PLTMG Dabo Singkep-1 / Riau 16 26. PLTMG Bengkalis / Riau 18 27. PLTMG Selat Panjang-1 / Riau 15 28. PLTMG Tanjung Batu / Riau 15 29. PLTG/MG Belitung / Kep. Bangka Belitung 30 30. PLTU Jawa-10 / Jawa Tengah 1x660 31. PLTU Riau Kemitraan / Riau 2x600 32. PLTU Bangka-1 / Kep. Bangka Belitung 2x100 33. PLTU Kalselteng-3 / Kalimantan Tengah 2x100 34. PLTU Kalbar-2 / Kalimantan Barat 2x200 35. PLTG/MG Natuna-3 / Riau 25 36. PLTMG Dabo Singkep-2 / Riau 16 37. PLTU Kaltim-3 / Kalimantan Timur 2x600 2x800 2x200 Tabel 29 Proyek pembangkit listrik investasi swasta yang pengadaannya akan dibuka (pelelangan) PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 67 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL No. Jenis Pembangkit Lokasi Kapasitas (MW) 1. PLTG/U Senipah Exp. (ST) / Kalimantan Timur 1x35 2. PLTU Kaltim 4 (Exp-2 Embalut) / Kalimantan Timur 2x100 3. PLTU Jawa-4 (Exp. Tj. Jati B) / Jawa Tengah 4. PLTU Sulbagut-3 (Exp. Molotabu) / Gorontalo 5. PLTA Wai Tina / Maluku 12 6. PLTA Sidikalang-1 / Sumatera Utara 15 7. PLTA Tabulahan / Sulawesi Barat 20 8. PLTA Masupu / Sulawesi Barat 36 9. PLTA Salu Uro / Sulawesi Selatan 95 10. PLTU Sumsel-7 (Exp. Sumsel-5) / Sumatera Selatan 11. PLTU Jawa-8 (Exp. Cilacap)/ Jawa Tengah 12. PLTA Kalaena-1 / Sulawesi Selatan 54 13. PLTA Paleleng / Sulawesi Selatan 40 14. PLTA Poso 1 / Sulawesi Tengah 120 15. PLTU Jawa-9 (Exp. Banten) / Banten 16. PLTA Air Putih / Sumatera Barat 2x1.000 2x50 1x300 1x1.000 1x600 21 Tabel 30 Proyek pembangkit listrik investasi swasta yang pengadaannya akan dibuka (penunjukan langsung) dalam kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik; dan/atau 4. Pembelian tenaga listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMG, dan PLTA dalam rangka penambahan kapasitas pembangkitan pada pusat pembangkit tenaga listrik yang telah beroperasi di lokasi yang sama. 68 Skema pengadaan untuk masing-masing metode pengadaan pembangkit, baik pemilihan langsung, penunjukan langsung, maupun pelelangan umum, dapat dilihat pada gambar 16,17,18 dan 19. RAGAM PILIHAN METODE PENGADAAN PROSES PENGADAAN Penunjukan Langsung Pemasukan Proposal oleh Calon Pengembangan IPP PLTA PLTG Gas Marjinal Excess Power Daftar Pengadaan Pembangkit 35.000 MW (RUPTL 20162024) Kondisi Sistem Kritis Uji Tuntas oleh Procurement Agen** Ekspansi Pemasukan Proposal oleh Para Calon Pengembang IPP PLTU Mulut Tambang Evaluasi Harga Tanda Tangan Kontrak Diversifikasi Energi Pemilihan Langsung BUKAN RAGAM Pemasukan Proposal Lelang oleh Para Calon Pengembang IPP Pelelangan Umum PILIHAN Gambar 16 Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW oleh Pengembang Swasta (IPP) PROCUREMENT PROCEDURE : DIRECT APPOINMENT Listed in RUPTL System Planning and Project Feasibility Evaluation Pass Due Diligence Invitation Due Diligence Document Submission Due Diligence Document Evaluation Unsolicited Proposal and Feasibility Study Submission Rejected for Revision Direct Appoinment (30 days) Required Documents IPP Procurement Procedure (complies to MEMR Regulation No. 03/2015) Clarification and Revision Ÿ Condition(s) : Mine Mouth CFSPP Pass Appointing Qualified Developer and Obtaining Director(s) Approval 30 days (Coal-Fired Steam Power Plant), Marginal Gas-Fired Power Plant, Hydroelectric Power Plant, Emergency or Crisis of Electricity Power Supply, expansion project of Power Plant in the same location of the system. Ÿ Project Type : Mine Mouth CFSPP PPA Finalization (Coal-Fired Steam Power Plant), NonMine Mouth SFSPP (Engine/Turbine/ Combine Cycle), Gas-Fired Power Plant, Hydroelectric Power Plant. Ÿ Tariff : Based on MEMR Regulation PPA Signing Pre Procurement Process Procurement Process No. 03/2015, and/or negotiation, and/or applicable regulation issued by MEMR. Source : IPP Book, PT. PLN (Persero), 2015 Gambar 17 Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW melalui Penunjukan Langsung PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 69 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL PROCUREMENT PROCEDURE : DIRECT SELECTION Listed in RUPTL Due Diligence Invitation to SPC/Sponsor who have IPP connected to the same system and Mine Mouth CDSPP with candidate participant > 1 Direct Selection (45 days) IPP Procurement Procedure (complies to MEMR Regulation No. 03/2015) Required Documents Due Diligence Document Submission Ÿ Condition(s) : Energy diversification Due Diligence Document Evaluation to Non-Fuel Oil, expansion project of Power Plant in different location of the same system, more than one (1) direct appoinment proposals. Rejected Fail Ÿ Project Type : Mine Mouth CFSPP (Coal-Fired Steam Power Plant), NonMine Mouth SFSPP (Engine/Turbine/ Combine Cycle), Gas-Fired Power Plant, Hydroelectric Power Plant. Pass Listing Qualified Developer and Obtaining Director(s) Approval 45 days Ÿ Tariff : Based on MEMR Regulation No. 03/2015, and/or lowest price proposal submitted by the participants. PPA Finalization Source : IPP Book, PT. PLN (Persero), 2015 PPA Signing Pre Procurement Process Procurement Process Gambar 18 Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW melalui Pemilihan Langsung PROCUREMENT PROCEDURE : OPEN TENDER PQ Doc collection PQ proposal submission PQ PROCESS PQ applicants > _ 3? Start Yes PQ evaluation Yes Passing applicants > _ 3? No Re-P/Q Bidders > _ 2? No Re-Bid No IPP Procurement Procedure (based on MEMR Regulation No 01/2006 Jo 04/2007) Bidders > _ 2? No eligible for direct appoinment or direct selection, or PLN requires doing an open tender. Ÿ Project Type : All kind of power plant.. Ÿ Tariff : Lowest price proposal submitted by the bidders. Yes Bid Evaluation Yes Winning bidder determination Open Tender Ÿ Condition(s) : IPP Project(s) that non Yes Pasing Adm & tech requirements Passing applicants > _ 2? Yes Bidding Processes (RFP issuance) BIDDING PROCESS Announcement/ Advertisement No Fail Direct appoinment Lol PPA Signing Gambar 19 Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW melalui Pelelangan Umum 70 4.3 IDENTIFIKASI PERIZINAN DALAM RANGKA PROGRAM PENGADAAN LISTRIK 35.000 MW Dalam tahapan pengadaan tenaga listrik, selain diidentifikasi proses pengadaannya, juga diidentifikasi berbagai perizinan / non perizinan yang terkait, baik pra konstruksi, konstruksi, maupun operasi (COD, commercial operation date). Hasil telaah konsultan terhadap berbagai skema perizinan / non perizinan, antara lain: 4.3.1 Izin Prinsip Penamaman Modal Izin Prinsip Penanaman Modal diatur dalam Perka BKPM Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan Penanaman Modal. Tujuan dari terbitnya Perka BKPM ini adalah : (a) terwujudnya kesamaan dan keseragaman prosedur pengajuan dan persyaratan tata cara perizinan dan non perizinan penanaman modal di instansi penyelenggara PTSP di bidang penanaman modal di seluruh Indonesia; (b) memberikan informasi kepastian waktu penyelesaian permohonan perizinan dan non perizinan penanaman modal; dan (c) tercapainya pelayanan yang mudah, cepat, tepat, akurat, transparan dan akuntabel. Dalam Pasal 5, dijelaskan bahwa urusan pemerintah di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah yang diselenggarakan di PTSP BKPM, terdiri atas: 1. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi 2. Urusan pemerintahan di bidang penanaman modal, yang meliputi: yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional; C. Penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antar wilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi; D. Penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional; E. Penanaman modal asing dan penanaman modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh pemerintah dan pemerintah negara lain; dan F. Bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan pemerintah menurut Undang-Undang. Ruang lingkup layanan di PTSP di bidang penanaman modal terdiri dari: • Layanan Perizinan Penanaman Modal; • Layanan Non Perizinan Penanaman Modal. Layanan perizinan penanaman modal, terdiri atas : 1. Izin Prinsip Penanaman Modal; 2. Izin Usaha untuk Berbagai Sektor Usaha; 3. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal; 4. Izin Usaha Perluasan untuk Berbagai Sektor Usaha; 5. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal; A. Penanaman modal yang terkait dengan sumberdaya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat risiko kerusakan lingkungan yang tinggi; B. Penanaman modal pada bidang industri 6. Izin Usaha Perubahan Untuk Berbagai Sektor Usaha; 7. Izin Prinsip Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal; PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 71 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 8. Izin Usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal untuk Berbagai Sektor Usaha; 9. Izin Pembukaan Kantor Cabang; B. Rekaman anggaran dasar bagi badan usaha koperasi, yayasan, dilengkapi pengesahan anggaran dasar badan usaha koperasi oleh instansi yang berwenang serta NPWP perusahaan; atau 10.Izin Kantor Perwakilan Perusahaan Asing (Kppa); dan C. Rekaman KTP yang masih berlaku dan NPWP untuk usaha perorangan. 11.Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing (SIUP3A) 2. Keterangan rencana kegiatan: Sedangkan layanan non perizinan penanaman modal, terdiri atas : A. Untuk industri, berupa diagram alir produksi (flow chart of production) dilengkapi dengan penjelasan detail uraian proses produksi dengan mencantumkan jenis bahan baku; 1. Fasilitas Bea Masuk atas Impor Mesin; 2. Fasilitas Bea Masuk atas Impor Barang dan Bahan; 3. Usulan Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) Badan untuk Penanaman Modal di BidangBidang Usaha Tertentu dan / atau di DaerahDaerah Tertentu; 4. Angka Pengenal Importir Produsen (API-P); B. Untuk sektor jasa, berupa uraian kegiatan yang akan dilakukan dan penjelasan produk jasa yang dihasilkan. 3. Rekomendasi dari Kementerian / Lembaga pembina, apabila dipersyaratkan sesuai ketentuan bidang usaha; 4. Permohonan ditandatangani di atas meterai cukup oleh direksi / pimpinan perusahaan dan stempel perusahaan, sebagai pemohon; 5. Angka Pengenal Importir Umum (API-U); 6. Rekomendasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA); 5. Permohonan yang tidak disampaikan secara langsung oleh pemohon ke PTSP bidang penanaman modal, harus dilampiri surat kuasa asli bermeterai cukup. 7. Rekomendasi Visa untuk Bekerja (TA.01); dan 8. Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Permohonan Izin Prinsip Penanaman Modal Dalam Negeri dilengkapi persyaratan sebagai berikut : 1. Kelengkapan data pemohon: A. Rekaman akta pendirian perusahaan dan perubahannya untuk PT, CV dan Fa dilengkapi dengan pengesahan anggaran dasar perusahaan dan persetujuan/ pemberitahuan perubahan, apabila ada, dari Menteri Hukum dan HAM serta NPWP perusahaan; 72 Sedangkan untuk permohonan Izin Prinsip Penanaman Modal Asing dilengkapi persyaratan sebagai berikut: 1. Bagi pemohon yang belum berbadan hukum Indonesia, dan pemohon adalah A. Pemerintah negara lain, melampirkan surat dari instansi pemerintah negara yang bersangkutan atau surat yang dikeluarkan oleh Kedutaan Besar / Kantor Perwakilan negara yang bersangkutan di Indonesia; B. Perorangan asing, melampirkan rekaman lembar paspor yang masih berlaku yang mencantumkan nama dan tandatangan pemilik dengan jelas; C. Badan usaha asing, melampirkan rekaman anggaran dasar (article of association) dalam Bahasa Inggris atau terjemahannya dalam Bahasa Indonesia dari penerjemah tersumpaj; D. Untuk peserta Indonesia : • Perorangan Indonesia, melampirkan rekaman KTP yang masih berlaku dan rekaman NPWP; dan/atau • Perorangan Indonesia, melampirkan rekaman KTP yang masih berlaku dan rekaman NPWP; • Badan Hukum Indonesia, melampirkan rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan perubahannya lengkap dengan pengesahan dan persetujuan/ pemberitahuan dari Menteri Hukum dan HAM serta rekaman NPWP perusahaan. 3. Keterangan rencana kegiatan: • Badan Hukum Indonesia, melampirkan rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan perubahannya lengkap dengan pengasahan dan perserujuan / pemberitahuan dari Menteri Hukum dan HAM serta rekaman NPWP perusahaan. 2. Bagi pemohon yang telah berbadan hukum Indonesia dalam bentuk Perseroan Terbatas, melampirkan: A. Rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan perubahannya dilengkapi dengan pengesahan Anggaran Dasar Perusahaan dan persetujuan/pemberitahuan perubahan, apabila ada, dari Menteri Hukum dan HAM, serta NPWP perusahaan. B. Bukti diri pemegang saham, dalam hal pemegang saham adalah: • Pemerintah negara lain, melampirkan surat dari instansi pemerintah negara yang bersangkutan atau surat yang dikeluarkan oleh Keduataan Besar / Kantor Perwakilan negara yang bersangkutan di Indonesia; • Perorangan asing, melampirkan rekaman paspor yang masih berlaku yang mencantumkan nama dan tandatangan pemilik paspor dengan jelas; •Badan usaha asing, melampirkan rekaman Anggaran Dasar (Article of Association/ Incorporation) dalam Bahasa Inggris atau terjemahannya dalam Bahasa Indonesia dari penerjemah tersumpah; • Untuk industri, berupa diagram alir produksi (flow chart of production) dilengkapi dengan penjelasan detail uraian proses produksi dengan mencantumkan jenis bahan baku; • Untuk sektor jasa, berupa uraian kegiatan yang akan dilakukan dan penjelasan produk jasa yang dihasilkan. 4. Rekomendasi dari Kementerian / Lembaga pembina, apabila dipersyaratkan sesuai ketentuan bidang usaha; 5. Permohonan ditandatangani di atas meterai cukup oleh seluruh calon pemegang saham atau kuasanya; atau direksi / pimpinan perusahaan dan stempel perusahaan, sebagai pemohon; 6. Permohonan yang tidak disampaikan secara langsung oleh pemohon ke PTSP bidang penanaman modal, harus dilampiri surat kuasa asli bermeterai cukup. Proses pengajuan izin prinsip penanaman modal dilakukan secara online, melalui aplikasi website: https://online-spipise.bkpm. go.id/. Paling lambat, 3 (tiga) hari setelah aplikasi dikirimkan secara lengkap, izin prinsip penanaman modal dapat diperoleh. 4.3.2 Pendirian Badan Usaha di Indonesia Beberapa jenis perizinan / non perizinan yang PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 73 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL saling terkait dengan pendirian badan usaha / badan hukum di Indonesia, antara lain adalah: 2007, didefinisikan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. • Pengajuan Nama Badan Usaha (Perseroan Terbatas) • Pembuatan Akta Pendirian dan Anggaran Dasar Badan Usaha • Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP) • Pembuatan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Surat Keterangan Terdaftar (SKT), serta Pengusaha Kena Pajak (PKP, untuk yang telah beroperasi) • Ditulis dengan huruf latin; • Belum dipakai secara sah oleh Perseroan lain atau tidak sama pada pokoknya dengan Nama Perseroan lain; • Pengesahan Akte Pendirian dan Anggaran Dasar Badan Usaha • Tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan; • Pembuatan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) • Tidak sama atau tidak mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari lembaga yang bersangkutan; 1. Pengajuan Nama Badan Hukum (Perseroan) Pengajuan Nama Badan Hukum merupakan tahap paling pertama dalam prose pendirian badan usaha di Indonesia. Proses ini juga menjadi prasyarat sebelum mendapatkan Izin Prinsip Penanaman Modal secara online. Dasar hukum yang digunakan adalah: • Tidak terdiri atas angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf yang tidak membentuk kata; • Tidak mempunyai arti sebagai Perseroan, badan hukum, atau persekutuan perdata; • Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas • Tidak hanya menggunakan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha sebagai Nama Perseroan; dan • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pengajuan dan Pemakaian Nama Perseroan Terbatas • Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 74 Dalam rangka pengajuan nama perseroan, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2011 mengatur beberapa persyaratan, yaitu: • Sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan, dalam hal maksud dan tujuan serta kegiatan usaha akan digunakan sebagai bagian dari Nama Perseroan. Pengajuan nama perseroan secara elektronik (online) dilakukan melalui alamat website: www.ahu.go.id. Dalam jangka watu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal pengajuan diterima secara lengkap. 2. Pembuatan Akta Pendirian Badan Usaha (Perseroan) Setelah nama perseroan dinyatakan diterima dan dapat digunakan, maka wajib segera membuat Akta Pendirian perusahaan di Kantor Notaris. Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan Akta Notaris yang dibuat dalam Bahasa Indonesia. Setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan. Akte Pendirian yang dimaksudkan, setidaktidaknya memuat anggaran dasar dan keterangan lainnya, sekurang-kurangnya adalah: Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP). Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa domisili perusahaan harus sesuai dengan penataan ruang. • Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perseroan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum dan pendiri perseroan. Dalam implementasinya, persyaratan dan prosedur penerbitan Surat Keterangan Domisili Perusahaan diatur oleh Perda, yang biasanya diterbitkan oleh Lurah / Camat setempat. Sebagai contoh adalah Keputusan Camat Lubuk Baja Batam Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penetapan Standar Pelayanan Domisili Usaha. Dalam keputusan tersebut, untuk mendapatkan Surat Keterangan Domisili Usaha diperlukan beberapa persyaratan, yaitu: • Surat Permohonan Kepada Camat • Rekomendasi Lurah Setempat • Rekaman KTP Penanggung Jawab • Rekaman Akte Pendiri Pusat / Cabang • Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota direksi dan dewan komisaris yang pertama kali diangkat. • Surat Keterangan Sewa Menyewa Tempat Usaha • Denah Lokasi • Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor. Lama proses pembuatan Akta Pendirian sangat tergantung pada kesepakatan para pendirian perseroan dengan notaris yang ditunjuk. Lama prosesnya bisa 3 hari kerja, hingga 14 hari kerja. • Pas photo 3 x 4 sebanyak 2 lembar • Surat Keterangan Sempadan dari Lurah • Untuk usaha Perorangan melampirkan surat pernyataan kepemilikan usaha Diatas materai 6000 Perolehan Surat Keterangan Domisili Perusahaan sebagaimana ditetapkan di atas, paling lama 2 (dua) hari kerja setelah permohonan dan persyaratannya diterima secara lengkap dan benar. Selain Surat Keterangan Domisili Perusahaan, biasanya juga diberlakukan Izin Gangguan, yang dinyatakan dalam Surat Izin Tempat Usaha (SITU), yang juga diatur melalui peraturan daerah. Sebagai contoh adalah 3. Surat Keterangan Domisili Perusahaan dan Surat Izin Tempat Usaha (Izin Gangguan / HO) Amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dijelaskan bahwa suatu perseroan harus memiliki tempat kedudukan dan alamat lengkap perseroan, sehingga diperlukan PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 75 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Perda Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2012 tentang Izin Gangguan dan Retribusi Izin Gangguan. Beberapa persyaratan yang dinyatakan dalam perda tersebut adalah : kewajiban perpajakannya. Nomor ini dipakai oleh setiap wajib pajak setiap kali mereka berurusan dengan kantor pajak. • Mengisi formulir permohonan izin; • Rekaman KTP pemohon; • Rekaman Akta Pendirian Perusahaan; • Rekaman Status Kepemilikan Tanah/Bukti Kepemilikan Tanah/Surat Perjanjian Sewa/ Surat Persetujuan Pemilik Tanah; • Rekaman akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri, atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap; • Rekaman Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) berikut Lampiran Gambar Denah dan Situasi; • Surat Pernyataan Tertulis Tidak Keberatan dari Lingkungan Sekitar, yang diketahui pihak RT dan RW setempat; • Rekaman Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak salah satu pengurus, atau fotokopi paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurangkurangnya Lurah atau Kepala Desa dalam hal penanggung jawab adalah Warga Negara Asing; dan • Keterangan Domisili Perusahaan dari Lurah dan Camat; • Rekaman Lunas PBB Tahun Terakhir; • Dokumen Lingkungan, khusus terhadap kegiatan usaha yang berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan; dan • Rekaman dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa atau lembar tagihan listrik dari Perusahaan Listrik/bukti pembayaran listrik. • Surat Pernyataan Kesanggupan Memenuhi / Mentaati Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Dalam perda tersebut, ditetapkan penerbitan perizinan paling lambat 14 hari kerja sejak dokumen permohonan dan persyaratannya diterima lengkap dan benar. 4. Pembuatan NPWP, SKT dan PKP Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan 76 Untuk Wajib Pajak badan yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai pembayar pajak, pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk bentuk usaha tetap dan kontraktor dan/ atau operator di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi yang berorientasi pada profit (profit oriented) berupa : Wajib Pajak badan yang hanya memiliki kewajiban perpajakan sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk bentuk kerja sama operasi (Joint Operation), berupa : • Rekaman Perjanjian Kerjasama/Akte Pendirian sebagai bentuk kerja sama operasi (Joint Operation); • Rekaman Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak masing-masing anggota bentuk kerja sama operasi (Joint Operation) yang diwajibkan untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; dengan menyampaikan permohonan secara tertulis dengan mengisi dan menandatangani Formulir Pendaftaran Wajib Pajak. Permohonan tersebut harus dilengkapi dengan dokumen yang disyaratkan. Permohonan secara tertulis disampaikan ke KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak. Penyampaian permohonan secara tertulis dapat dilakukan: secara langsung, melalui pos; atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir. • Rekaman Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi salah satu pengurus perusahaan anggota bentuk kerja sama operasi (Joint Operation), atau fotokopi paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa dalam hal penanggung jawab adalah Warga Negara Asing; dan • Rekaman dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa. Setelah seluruh persyaratan Permohonan Pendaftaran diterima KPP atau KP2KP secara lengkap, KPP atau KP2KP akan menerbitkan Bukti Penerimaan Surat. KPP atau KP2KP menerbitkan Kartu NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah Bukti Penerimaan Surat diterbitkan. NPWP dan SKT akan dikirimkan melalui Pos Tercatat. Pengurusan NPWP Badan dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu : • Secara Elektronik melalui e-Registration Dilakukan secara elektronik dengan mengisi Formulir Pendaftaran Wajib Pajak pada Aplikasi e-Registration yang tersedia pada laman Direktorat Jenderal Pajak di www.pajak.go.id. Dokumendokumen yang dipersyaratkan di atas, kemudian dikirimkan ke KPP tempat Wajib Pajak mendaftar. Dokumendokumen tersebut paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sudah diterima oleh KPP. Pengiriman dokumen yang disyaratkan dapat dilakukan dengan cara mengunggah (upload) salinan digital (softcopy) dokumen melalui Aplikasi e-Registration atau mengirimkan dengan menggunakan Surat Pengiriman Dokumen yang telah ditandatangani. 5. Pengesahan Akte Pendirian Perusahaan • Nama dan tempat kedudukan perseroan • Jangka waktu berdirinya perseroan • Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan • Jumlah modal dasar, modal yang ditempatkan, dan modal disetor • Secara Langsung Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan pendaftaran secara elektronik, permohonan pendaftaran dilakukan Untuk pembuatan Akta Pendirian, dalam jangka waktu paling lambat 60 hari, perseroan wajib mengajukan permohonan pengesahan badan hukum perseroan melalui teknologi informasi sistem administrasi dan badan hukum secara elektronik kepada Menteri, dengan mengisi format isian sekurang-kurangnya: • Alamat lengkap perseroan. Persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 77 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Menteri Hukum dan HAM Nomor 4 Tahun 2014 adalah: memuat frasa yang menyatakan “Keputusan Menteri ini dicetak dari SABH”. • Mengisi Format Pendirian Perusahaan; • Bukti Bayar Biaya Pengesahan Badan Hukum Perseroan yang dibayarkan melalui Bank Persepsi; 6. Pembuatan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) adalah surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan. Ketentuan mengenai SIUP diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46/M-DAG/PER/9/2009 tentang Perubahan Permendag Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan. Penerbitan SIUP dilakukan berdasarkan tempat kedudukan tempat usaha, sehingga Menteri memberikan kewenangan penerbitan kepada Gubernur / Bupati / Walikota yang menunjuk dinas setempat yang membidangi perdagangan. Berdasarkan peraturan tersebut, persyaratan penerbitan SIUP untuk perseroan, adalah: • Minuta Akta Pendirian Perseroan atau Minuta Akta Perubahan Pendirian Perseroan; • Bukti Setor Modal Perseroan; • Surat Pernyataan Kesanggupan dari Pendiri untuk memperoleh keputusan, persetujuan, atau rekomendasi dari instansi teknis untuk perseroan bidang usaha tertentu, atau fotokopi keputusan, persetujuan, dan rekomendasi dari instansi teknis terkait untuk perseroan bidang usaha tertentu; • Rekaman surat keterangan mengenai alamat lengkap perseroan dari pengelola gedung atau instansi yang berwenang atau asli surat pernyataan mengenai alamat lengkap perseroan yang ditandatangani oleh semua anggota direksi bersama-sama semua pendiri dan semua anggota dewan komisaris perseroan. • Surat Permohonan; • Rekaman Akta Notaris Pendirian Perusahaan; • Rekaman Surat Keputusan Pengesahan Badan Hukum Perseroan Terbatas dari Kementerian Hukum dan HAM; • Rekaman Kartu Tanda Penduduk Penanggungjawab / Direktur Utama Perusahaan; Permohonan dan pendaftaran dilakukan secara elektronik melalui laman Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Kementerian Hukum dan HAM, dengan alamat: www.ahu.go.id. Paling lambat 14 (empat belas) hari, Menteri telah menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum. Notaris dapat melakukan pencetakan sendiri Keputusan Menteri mengenai Pengesahan Badan Hukum Perseroan, menggunakan kertas berwarna putih ukuran F4/Folio dengan berat 80 (delapan puluh) gram. Keputusan tersebut wajib ditandatangani dan dibubuhi cap jabatan oleh Notaris, serta 78 • Surat Pernyataan dari Pemohon SIUP tentang Lokasi Usaha Perusahaan; • Foto Penanggungjawab / Direktur Utama Perusahaan 3x4 (2 lembar) Proses penerbitan SIUP paling lama 3 (tiga) hari kerja, setelah dokumen persyaratan diterima secara lengkap dan benar. 7. Pembuatan TDP (Tanda Daftar Perusahaan) Wajib Daftar Perusahaan (WDP) diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Dalam ketentuan ini, Daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan Undangundang ini dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan. Perusahaan yang wajib didaftar dalam Daftar Perusahaan adalah setiap perusahaan yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk di dalamnya kantor cabang, kantor pembantu, anak perusahaan serta agen dan perwakilan dari perusahaan itu yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian. Pengaturan lebih lanjut dapat ditemukan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 37/M-DAG/PER/2007 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Perusahaan juncto Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1998 tentang Usaha atau Kegiatan yang tidak dikenakan Wajib Daftar Perusahaan. Pengertian Tanda Daftar Perusahaan (TDP) menurut peraturan di atas surat tanda pengesahan yang diberikan oleh Kantor Pendaftaran Perusahaan kepada perusahaan yang telah melakukan pendaftaran perusahaan. Lebih lanjut diatur tentang usaha atau kegiatan yang bergerak di luar bidang perekonomian dan sifat serta tujuannya tidak semata-mata mencari keuntungan dan/atau laba, sehingga dengan demikian tidak dikenakan wajib daftar perusahaan. Penerbitan TDP dilimpahkan oleh menteri kepada gubernur / walikota / bupati, sesuai kedudukan perseroan terbatas berada. Untuk mendapatkan TDP, beberapa persyaratannya diatur sebagai berikut: • Rekaman Akta Pendirian Perseroan; • Rekaman Akta Perubahan Perndirian Perseroan (apabila ada); • Asli dan rekaman Keputusan Pengesahan sebagai Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan bagi PT yang telah berbadan hukum sebelum diberlakukannya UndangUndang Perseroan Terbatas; • Rekaman Kartu Tanda Penduduk atau Paspor Pemilik, Pengurus atau Penanggung Jawab Perusahaan; • Rekaman Izin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang; • Rekaman Nomor Pokok Wajib Pajak. Proses penerbitan TDP adalah 3 (tiga) hari kerja, sejak diterimanya dokumen persyaratan secara lengkap dan benar. 4.3.3 Perizinan Ketenagakerjaan Tenaga Kerja Asing (TKA) adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di Indonesia. Untuk memperkerjakan TKA di Indonesia, perusahaan PMA memerlukan beberapa perizinan yang telah diatur melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Ada dua tahapan prosedur perizinan yang diperlukan PMA untuk dapat memperkerjakan TKA, yaitu: • mengajukan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA); dan • Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). RPTKA adalah rencana penggunaan TKA pada jabatan tertentu yang dibuat oleh pemberi kerja TKA untuk jangka waktu tertentu yang disahkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk. Sedangkan IMTA adalah izin tertulis yang diberikan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk kepada pemberi kerja TKA. PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 79 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Prosedur dan pelayanan RPTKA dan IMTA dilakukan melalui aplikasi sistem online: http:// tka-online.depnakertrans.go.id. Persyaratan yang ditetapkan untuk mendapatkan pengesahan RPTKA dan IMTA, dijelaskan berikut ini: • Copy paspor TKA yang akan dipekerjakan; 1. Pengesahan RPTKA • Copy ijazah Sarjana atau keterangan pengalaman kerja TKA atau sertifikat kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki; • Daftar riwayat hidup TKA yang akan dipekerjakan; • Surat Permohonan • Alasan penggunaan TKA; • Formulir RPTKA yang sudah diisi; • Copy surat penunjukan tenaga kerja Indonesia pendamping; dan • Surat izin usaha dari instansi yang berwenang; • Pas photo berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 1 (satu) lembar. • Akte pendirian sebagai badan hukum yang sudah disahkan oleh instansi yang berwenang; • Keterangan domisili perusahaan dari pemerintah daerah setempat; • Bagan struktur organisasi perusahaan; • Surat penunjukan TKI sebagai pendamping TKA dan rencana program pendampingan; Lama waktu perizinan untuk masing-masing adalah 3 (tiga) hari kerja, setelah dokumen diterima (online) secara lengkap dan benar. Jadi, total waktu yang diperlukan adalah 6 (enam) hari. 4.3.4 Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) • Copy bukti wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku sesuai UndangUndang Nomor 7 Tahun 1981; dan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik adalah pengadaan tenaga listrik meliputi pembangkitan, transmisi, distribusi, dan penjualan tenaga listrik kepada konsumen. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) adalah izin untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Dalam pelaksanaannya, IUPTL dibuat dalam dua tahap, yaitu: IUPTL Sementara dan IUPTL Tetap. Penerbitan IUPTL diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perizinan Usaha Ketenagalistrikan. • Rekomendasi jabatan yang akan diduduki oleh TKA dari instansi teknis apabila diperlukan. Dalam peraturan tersebut di atas, beberapa persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan IUPTL Sementara adalah: • Surat pernyataan kesanggupan untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki TKA; 2. Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing 1. Persyaratan Administratif : • Surat Permohonan • Identitas Pemohon • Copy keputusan pengesahan RPTKA; • Profil pemohon 80 •NPWP 2. Persyaratan Teknis : • Izin lokasi dari instansi yang berwenang kecuali untuk usaha penjualan tenaga listrik; • Studi kelayakan awal • Diagram satu garis • Surat penetapan sebagai calon pengembang penyediaan tenaga listrik dari pemegang IUPL (PT PLN) selaku calon pembeli tenaga listrik • Jenis dan kapasitas usaha yang akan dilakukan; Sedangkan untuk mendapatkan IUPTL, beberapa persyaratannya adalah: • Jadwal pembangunan dan pengoperasian • Persetujuan harga jual tenaga listrik atau sewa jaringan tenaga listrik, dalam hal permohonan Izin Usaha Penyediaan 1. Persyaratan Administratif : • Profil pemohon • Tenaga Listrik diajukan untuk usaha pembangkitan tenaga listrik, usaha transmisi tenaga listrik, atau usaha distribusi tenaga listrik; •NPWP • Kesepakatan jual beli tenaga listrik; • Identitas Pemohon • Pengesahan sebagai badan hukum • Kemampuan pendanaan 3. Persyaratan Lingkungan : • Dokumen AMDAL (KA, Andal, RKL-RPL) atau UKL-UPL 2. Persyaratan Teknis : • Dokumen ANDAL Lalu Lintas • Studi kelayakan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik • Lokasi instalasi kecuali untuk usaha penjualan tenaga listrik; Pelayanan IUPTL (baik sementara maupun tetap) untuk PMA, saat ini dilakukan di PTSP BKPM, sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 35/2014 tanggal 19 Desember 2014. PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 81 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit 1. Izin Prinsip Penanaman Modal PTSP BKPM Pusat / PTSP BKPM Daerah Pendaftaran Online : https://onlinespipise.bkpm. go.id/ Persyaratan Pendaftaran Penanaman Modal : 1. Surat dari instansi pemerintah negara yang bersangkutan atau surat yang dikeluarkan oleh kedutaan besar/kantor perwakilan negara yang bersangkutan di Indonesia untuk pemohon adalah pemerintah negara lain; 2. Rekaman paspor yang masih berlaku untuk pemohon adalah perseorangan asing; 3. Rekaman Anggaran Dasar (Article of Association) dalam Bahasa Inggris atau terjemahannya dalam Bahasa Indonesia dari penterjemah tersumpah untuk pemohon adalah untuk badan usaha asing; 4. Rekaman Akta Pendirian perusahaan dan perubahannya beserta pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM untuk pemohon adalah badan usaha Indonesia; 5. Rekaman NPWP baik untuk pemohon adalah perseorangan Indonesia maupun badan usaha Indonesia; 6. Permohonan Pendaftaran ditandatangani di atas meterai cukup oleh seluruh pemohon (bila perusahaan belum berbadan hukum) atau oleh direksi perusahaan (bila perusahaan sudah berbadan hukum); 7. Surat Kuasa asli bermeterai cukup untuk pengurusan permohonan yang tidak dilakukan secara langsung oleh pemohon/direksi perusahaan; 8. Keterangan Rencana Penanaman Modal, mencakup : 82 - Bidang usaha - Lokasi proyek - Produksi dan pemasaran per tahun - Luas tanah yang diperlukan - Tenaga kerja Indonesia - Rencana investasi - Rencana permodalan Durasi (Hari) 3 Dasar Hukum Perka BKPM No. 5 Tahun 2013 No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit Durasi (Hari) Persyaratan Dasar Hukum Izin Prinsip Penanaman Modal 1. Bukti diri pemohon, yaitu: - Pendaftaran bagi badan usaha yang telah melakukan pendaftaran - Rekaman Akta Pendirian perusahaan dan perubahannya - Rekaman Pengesahan Anggaran Dasar Perusahaan dari Menteri Hukum dan HAM - Rekaman Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 2. Keterangan rencana kegiatan, berupa: - Uraian proses produksi yang mencantumkan jenis bahan-bahan dan dilengkapi dengan diagram alir (flowchart); - Uraian kegiatan usaha sektor jasa. - Rekomendasi dari instansi pemerintah terkait, bila dipersyaratkan 2. Pengajuan Nama Badan Hukum Sisminbakum, 1. Pengajuan nama perseroan terbatas - 1 - Undang-Undang Pengajuan biasanya dilakukan oleh No.40 Tahun Notaris Melalui Sistem Administrasi diakses melalui : 2007 Tentang Badan Hukum (Sisminbakum) http://ahu.go.id/ Perseroan Kemenkumham Terbatas 2. Persyaratannya : - Melampirkan asli formulir dan pendirian surat kuasa; - Melampirkan fotokopi Kartu Identitas Penduduk (KTP/paspor) para pendirinya dan para pengurus perusahaan; - Melampirkan fotokopiKartu Keluarga (KK) pimpinan/pendiri PT untuk WNI - Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pengajuan dan Pemakaian Nama Perseroan Terbatas PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 83 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit 3. Pembuatan Akta Persyaratan 1. Pembuatan akta pendirian dilakukan oleh Durasi (Hari) 30 Dasar Hukum - Undang-Undang Pendirian dan notaris yang berwenang di seluruh wilayah No.40 Tahun Anggaran Dasar negara Republik Indonesia untuk selanjutnya 2007 Tentang Perseroan mendapatkan pesetujuan dari Menteri Perseroan Terbatas Kantor Notaris Kemenkumham Terbatas 2. Beberapa hal yang perlu diperhatikan : - - Kedudukan PT, yang mana PT harus Pemerintah berada di wilayah Republik Indonesia Republik dengan menyebutkan nama Kota dimana Indonesia PT melakukan kegiatan usaha sebagai Nomor 43 Tahun Kantor Pusat; - Pendiri PT minimal 2 orang atau lebih; - Menetapkan jangka waktu berdirinya PT: 2011 Tentang Tata Cara Pengajuan dan selama 10 tahun, 20 tahun atau lebih atau Pemakaian bahkan tidak perlu ditentukan lamanya Nama Perseroan artinya berlaku seumur hidup; - Peraturan Terbatas Menetapkan Maksud dan Tujuan serta kegiatan usaha PT; - Akta Notaris yang berbahasa Indonesia; - Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham, kecuali dalam rangka peleburan; - Modal dasar minimal Rp.50.000.000,(lima puluh juta Rupiah) dan modal disetor minimal 25% (duapuluh lima perseratus) dari modal dasar; - Minimal 1 orang Direktur dan 1 orang Komisaris; dan - Pemegang saham harus WNI atau Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia, kecuali PT dengan Modal Asing atau biasa disebut PT PMA 4. Surat Keterangan Domisili kelurahan setempat sesuai dengan alamat Perusahaan Kantor Kelurahan kantor PT anda berada, yang mana sebagai / Kecamatan di perusahaan (domisili gedung, jika di Masing-Masing Daerah 84 1. Permohonan SKDP diajukan kepada kantor bukti keterangan/keberadaan alamat gedung) 3 Perda No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit Durasi (Hari) Persyaratan Dasar Hukum 2. Persyaratan : - Fotokopi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir, - Perjanjian Sewa atau kontrak tempat usaha bagi yang berdomisili bukan di gedung perkantoran, - Kartu Tanda Penduduk (KTP) Direktur, - Izin Mendirikan Bangun (IMB) jika PT tidak berada di gedung perkantoran 5. Permohonan Persyaratannya : Pembuatan - NPWP pribadi Direktur PT Nomor Pokok - Fotokopi KTP Direktur (atau fotokopi Paspor 12 bagi WNA, khusus PT PMA) Wajib Pajak (NPWP) dan - SKDP Pengusaha Kena - Akta pendirian PT Pajak (PKP) Kantor Pajak Wilayah 6. Pengesahan 1. Permohonan ini diajukan kepada Menteri 45 - Undang-Undang Akte Pendirian Kemenkumham untuk mendapatkan No.40 Tahun dan Anggaran pengesahan Anggaran Dasar Perseroan (akta 2007 Tentang Dasar Perseroan pendirian) sebagai badan hukum PT sesuai Perseroan Terbatas Kementerian dengan UUPT Terbatas Hukum dan HAM 2. Bukti setor bank senilai modal disetor dalam akta pendirian; 3. Bukti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai pembayaran berita acara negara; 4. Asli akta pendirian. - Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pengajuan dan Pemakaian Nama Perseroan Terbatas PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 85 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit 7. Tanda Daftar Persyaratan 1. Akte Notaris Pendirian dan Perubahan (jika 7 Dasar Hukum - ada) ; Perusahaan (TDP) Dinas Daerah Durasi (Hari) Undang-undang Republik 2. SK.Menteri Hukum dan HAM (badan usaha Indonesia No. 3 berbentuk Perseroan Terbatas [PT]), Terdaftar tahun 1982 Pada Kantor Pengadilan Negeri (badan tentang Wajib usaha berbentuk Persekutuan Komanditer Daftar [CV]) ; Perusahaan 3. Surat Keterangan Domisili Perusahaan ; - 4. NPWP (Nomor Pokok Wajib Perda Pajak) Perusahaan ; 5. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) ; 6. Izin Investasi atau SP.BKPM (untuk PMDN/PMA) ; 7. KTP Direktur/Penanggung Jawab Perusahaan ; 8. Kartu Keluarga Direktur/Penanggung Jawab Perusahaan ; 9. Surat Keterangan Domisili dari Pengelola Gedung (jika di Komplek Perkantoran) ; 8. Izin Penggunaan Tenaga Kerja Asing Kementerian Pengesahan RPTKA 1. Pemberi kerja TKA harus mengajukan permohonan secara tertulis atau online kepada Direktur Jenderal Pembinaan Tenaga Kerja Penempatan Tenaga Kerja melalui Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing dengan melampirkan : - Alasan penggunaan TKA; - Formulir RPTKA yang sudah diisi; - Surat izin usaha dari instansi yang berwenang; - Akte pendirian sebagai badan hukum yang sudah disahkan oleh instansi yang berwenang; - Keterangan domisili perusahaan dari pemerintah daerah setempat; - Bagan struktur organisasi perusahaan; - Surat penunjukan TKI sebagai pendamping TKA dan rencana program pendampingan; - 86 Surat pernyataan kesanggupan untuk 8 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 12 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit Durasi (Hari) Persyaratan Dasar Hukum melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki TKA; - Copy bukti wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981; dan - Rekomendasi jabatan yang akan diduduki oleh TKA dari instansi teknis apabila diperlukan. 2. Dalam hal hasil penilaian kelayakan RPTKA telah sesuai, dalam waktu paling lama 4 (empat) hari kerja, Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja atau Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing harus menerbitkan keputusan pengesahan RPTKA. Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTKA) 1. Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan TKA wajib memiliki izin tertulis dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau pejabat yang ditunjuk. Kewajiban memiliki izin tidak berlaku bagi perwakilan negara asing yang mempergunakan TKA sebagai pegawai diplomatik dan konsuler. 2. Pemberi kerja TKA yang akan mengurus IMTA, terlebih dahulu harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing untuk mendapatkan rekomendasi kawat persetujuan visa (TA-01) dengan melampirkan: - Copy keputusan pengesahan RPTKA; - Copy paspor TKA yang akan dipekerjakan; - Daftar riwayat hidup TKA yang akan dipekerjakan; - Copy ijazah Sarjana atau keterangan pengalaman kerja TKA atau sertifikat kompetensi sesuai dengan jabatan yang PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 87 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit Persyaratan Durasi (Hari) Dasar Hukum akan diduduki; - Copy surat penunjukan tenaga kerja Indonesia pendamping; dan - Pas photo berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 1 (satu) lembar. 9. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Sementara PTSP BKPM 1. Persyaratan Administratif : - Identitas Pemohon - Profil pemohon - NPWP 2. Persyaratan Teknis : - Studi kelayakan awal - Surat penetapan sebagai calon 5 - Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2012 tentang Usaha Penyediaan Tenaga Listrik jo. pengembang penyediaan tenaga listrik PP No.23 Tahun dari pemegang IUPL (PT PLN) selaku 2014 calon pembeli tenaga listrik - Peraturan Menteri ESDM No. 35 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perizinan Usaha Ketenagalistrikan - Peraturan Menteri ESDM No. 12 Tahun 2014 jo Peraturan Menteri ESDM No. 22 Tahun 2014 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Air oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) 88 No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit 10. Izin HGB dan Hak Pakai Persyaratan 1. Informasi Ketersediaan Tanah Durasi (Hari) 92 Dasar Hukum - Peraturan - Permohonan Menteri Agraria - Identitas pemohon dan kuasa apabila dan Tata Ruang/ dikuasakan BPN No 15/ - Surat Kuasa apabila dikuasakan 2014, tgl 29 - Dokumen yang menjadi persyaratan yang Desember 2014 berbentuk fotokopi, dilegalisir oleh pejabat berwenang - Peraturan Menteri Agraria 2. Pengukuran Bidang Tanah dan Tata Ruang/ - Permohonan - Syarat pada pelayanan pertimbangan BPN No 2/2015, tgl 23 Januari teknis 2015 - Izin lokasi (apabila dipersyaratkan) - Peta areal tanah yang dimohonkan *) - Bukti perolehan tanah/alas hak (Akta Jual Menteri Agraria Beli, Pelepasan hak, Letter C, SK dan Tata Ruang/ Pelepasan Kawasan Hutan **), Daftar BPN No 5/2015, Rekapitulasi Perolehan Lahan dan Peta tgl 28 April 2015 - Peraturan Perolehan Lahan sesuai dengan alas hak*), Bukti Perolehan Lainnya) - Surat pernyataan pemasangan tanda batas. - Surat pernyataan tidak sengketa. - Surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah. - Dokumen yang menjadi persyaratan yang berbentuk fotokopi, dilegalisir oleh pejabat yang berwenang. *) dalam bentuk cetak dan file elektronik dalam *dwg atau *shp. Pada peta areal yang dimohon termasuk layer tanda batas yang sudah terpasang sesuai daftar koordinat. **) untuk areal yang berasal dari kawasan hutan 3. Penetapan Hak atas Tanah HGB dan HP - Permohonan. - Syarat pada pelayanan pengukuran bidang tanah. - Peta Bidang Tanah. - Persetujuan Penanaman Modal bagi perusahaan yang menggunakan fasilitas PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 89 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit 11. Izin Lingkungan Persyaratan 1. Dokumen Pendirian Usaha atau Kegiatan Durasi (Hari) 105 Dasar Hukum Peraturan Menteri (AMDAL, UKL- 2. Profil Usaha atau Kegiatan Lingkungan UPL) Kementerian LH 3. Dokumen AMDAL Hidup Nomor 08 - dan Kehutanan KA dan SK persetujuan atau konsep KA Tahun 2013 beserta pernyataankelengkapan administrasi 12. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan PTSP BKPM - Draft Andal - Draft RKL-RPL Izin Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan 177 - Menteri 1. Persyaratan Administrasi : · Surat permohonan · Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi (IUP Kehutanan Nomor P.16/ Menhut-II/2014 Eksplorasi)/Izin UsahaPertambangan tentang Operasi Produksi (IUP Operasi Produksi) Pedoman Pinjam atauperizinan/perjanjian lainnya yang Pakai Kawasan telah diterbitkan oleh pejabat sesuai Hutan kewenangannya, kecuali untuk kegiatan yang tidak wajib memiliki · Keputusan Direktur Jenderal Rekomendasi Planologi - gubernur untuk pinjam pakai kawasan Kehutanan hutan bagi perizinan di luarbidang Nomor SK.8/VII- kehutanan yang diterbitkan oleh PKH/2013 - bupati/walikota untuk pinjam pakai kawasan hutan bagi perizinan diluar bidang kehutanan yang diterbitkan oleh gubernur; atau - bupati/walikota untuk pinjam pakai kawasan hutan yang tidakmemerlukan perizinan sesuai bidangnya Pernyataan dalam bentuk akta notariil yang menyatakan : - kesanggupan untuk memenuhi semua kewajiban dan kesanggupanmenanggung seluruh biaya sehubungan dengan permohonan; - 90 - perizinan/perjanjian bupati/walikota danPemerintah; atau · Peraturan semua dokumen yang dilampirkan No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit Durasi (Hari) Persyaratan Dasar Hukum penanaman modal dari instansi teknis. - Keterangan status kawasan hutan dari - Keterangan status areal pertambangan instansi teknis (jika diperlukan). dari instansi teknis (jika diperlukan). - Keterangan bebas garapan masyarakat apabila tanahnya berasal dari tanah Negara yang tidak ada penguasaan masyarakat. - Surat Pernyataan Tanah-Tanah yang dipunyai oleh Pemohon termasuk tanah yang dimohon. - SSP/PPh, apabila tanah yang dimohon merupakan objek pengenaan SSP/PPh. - Dokumen yang menjadi persyaratan berbentuk fotokopi, dilegalisir oleh pejabat yang berwenang. 4. Pendaftaran Keputusan Hak atas Tanah - Permohonan. - Asli Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tana - SPPT PBB Tahun berjalan - Asli Penyerahan Bukti SSB (BPHTB) - Asli bukti alas hak. - Dokumen yang menjadi persyaratan yang berbentuk fotokopi, dilegalisir oleh pejabat berwenang. 5. Izin Lokasi - Telah memperoleh Ijin Pertimbangan Teknis Pertanahan - Sebagai syarat permohonan hak atas tanah - Untuk satu kabupaten/kota ditandatangani Bupati/Walikota, kecuali DKI Jakarta oleh Gubernur - Untuk lintas kabupaten/kota ditandatangani Gubernur - Untuk lintas provinsi ditandatangani Menteri ATR/Ka BPN PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 91 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit Persyaratan dalam permohonan adalah sah; dan - tidak melakukan kegiatan di lapangan sebelum ada izin dari Menteri · Dalam hal permohonan diajukan oleh badan usaha atau yayasan, selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d ditambah persyaratan - akta pendirian dan perubahannya; - profile badan usaha/yayasan; - Nomor Pokok Wajib Pajak; dan - laporan keuangan terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik 2. Persyaratan Teknis : · Rencana kerja penggunaan kawasan hutan dilampiri dengan peta lokasi skala 1:50.000 atau skala terbesar pada lokasi tersebut dengan informasi luas kawasan hutan yang dimohon · Izin lingkungan dan dokumen AMDAL atau UKL-UPL yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang, untuk kegiatan yang wajib menyusun AMDAL atau UKLUPL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; · Pertimbangan teknis Direktur Jenderal yang membidangi Mineral dan Batubara pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk perizinan kegiatan pertambangan yang diterbitkan oleh gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangannya, memuat informasi antara lain bahwa areal yang dimohon di dalam atau di luar WUPK yang berasal dari WPN dan pola pertambangan · Untuk perizinan kegiatan pertambangan komoditas mineral jenis batuan dengan luasan paling banyak 10 (sepuluh) hektar, pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada huruf d, diberikan oleh 92 Durasi (Hari) Dasar Hukum No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit Durasi (Hari) Persyaratan Dasar Hukum Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi pertambangan · Surat pernyataan Pimpinan Badan Usaha bermaterai memiliki tenaga teknis kehutanan untuk permohonan kegiatan pertambangan operasi produksi · Pertimbangan teknis Direktur Utama Perum Perhutani, dalam hal permohonan berada dalam wilayah kerja Perum Perhutani Prosedur / Flowchart : 1. Menteri dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah menerima permohonan, memerintahkan Direktur Jenderal untuk melakukan penilaian persyaratan dan penelaahan. 2. Dalam hal hasil penilaian tidak memenuhi ketentuan, Direktur yang membidangi perizinan penggunaan kawasan hutan atas nama Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja, menerbitkan surat pemberitahuan dan mengembalikan berkas permohonan. 3. Dalam hal hasil penilaian persyaratan administrasi dan teknis telah memenuhi ketentuan, Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja melakukan penelaahan. 4. Dalam melakukan penelaahan, Direktur Jenderal dapat berkoordinasi dengan: a. Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan, dalam hal permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan berada pada Kawasan Hutan Produksi; atau b. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, dalam hal permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan berada pada Kawasan Hutan Lindung. PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 93 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit Persyaratan 5. Berdasarkan hasil penelaahan : a. Direktur Jenderal atas nama Menteri dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja menerbitkan surat penolakan, dalam hal permohonan tidak dapat dipertimbangkan; b. Menteri dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja menerbitkan surat persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan sejak diterimanya hasil penelaahan dari Direktur Jenderal, dalam hal permohonan dapat dipertimbangkan. 6. Dalam hal terdapat permohonan perubahan surat dan/atau peta persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan penolakan atau persetujuan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Pemenuhan Kewajiban 1. Melaksanakan tata batas kawasan hutan yang disetujui dan disupervisi oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan 2. Membuat pernyataan dalam bentuk akta notariil yang memuat kesanggupan a. Melaksanakan reklamasi dan revegetasi pada kawasan hutan yang sudah tidak dipergunakan tanpa menunggu selesainya jangka waktu izin pinjam pakai kawasan hutan b. Melaksanakan perlindungan hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan c. Memberikan kemudahan bagi aparat kehutanan baik pusat maupun daerah pada saat melakukan monitoring dan evaluasi di lapangan d. Memenuhi kewajiban keuangan sesuai peraturan perundang-undangan, meliputi : - 94 Membayar penggantian nilai tegakan, Durasi (Hari) Dasar Hukum No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit Durasi (Hari) Persyaratan Dasar Hukum Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), Dana Reboisasi (DR) - Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dalam hal kompensasi berupa pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai - Membayar ganti rugi nilai tegakan kepada pemerintah apabila areal yang dimohon merupakan areal reboisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan - kewajiban keuangan lainnya akibat diterbitkannya izin pinjam pakai kawasan hutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan e. Melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai dalam hal kompensasi berupa pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan f. Melakukan pemberdayaan masyarakat sekitar areal izin pinjam pakai kawasan hutan 3. Menyampaikan baseline penggunaan kawasan hutan, untuk persetujuan prinsip dengan kewajiban kompensasi membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai 4. Menyampaikan rencana reklamasi dan revegetasi pada kawasan hutan yang dimohon izin pinjam pakai kawasan hutan 5. Menyampaikan peta lokasi rencana penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 95 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit Persyaratan aliran sungai dalam hal kompensasi berupa pembayaran dana Penerimaan Negara Bukan Pajak penggunaan kawasan hutan dan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai Prosedur / Flowchart : 1. Berdasarkan pemenuhan kewajiban dalam persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, pemegang persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan mengajukan permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan kepada Menteri. 2. Menteri dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah menerima permohonan memerintahkan Direktur Jenderal untuk melakukan penilaian pemenuhan kewajiban. 3. Dalam hal permohonan belum memenuhi seluruh kewajiban, Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja, menerbitkan surat pemberitahuan kekurangan pemenuhan kewajiban 4. Dalam hal permohonan telah memenuhi seluruh kewajiban, Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja menyampaikan usulan penerbitan izin pinjam pakai kawasan hutan berikut peta lampiran kepada Sekretaris Jenderal. 5. Sekretaris Jenderal dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak menerima usulan penerbitan izin pinjam pakai kawasan hutan melakukan telaahan hukum dan menyampaikan konsep Keputusan izin pinjam pakai kawasan hutan dan peta lampiran kepada Menteri 6. Menteri dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah menerima konsep, menerbitkan Keputusan izin pinjam 96 Durasi (Hari) Dasar Hukum No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit Durasi (Hari) Persyaratan Dasar Hukum pakai kawasan hutan. 13. Izin Terminal Khusus dan Sarana Bantu Navigasi Izin Terminal Khusus 102 - Persyaratan Dokumen Permohonan ijin Lokasi Menteri Perhubungan 1. Permohonan kepada Menteri melalui Nomor 51 Tahun Direktur Jenderal Perhubungan Laut, 2011 penilaian pemenuhan persyaratan dalam jangka waktu 14 hari setelah berkas lengkap, Peraturan - Peraturan Penetapan oleh menteri jangka waktu 7 hari Menteri setelah persyaratan lengkap dan Perhubungan mendapatkan rekomendasi dari Gubernur Nomor 25 Tahun dan Bupati/Walikota. 2011 2. Persyaratannya mencakup : a) Salinan surat izin'usaha pokok dari instansi terkait; b) Letak lokasi yang diusulkan dilengkapi dengan koordinat geografis yang digambarkan dalam peta laut; c) Studi kelayakan yang paling sedikit memuat : - rencana volume bongkar muat bahan baku, peralatan penunjang dan hasil produksi; - rencana frekuensi kunjungan kapal; - aspek ekonomi yang berisi tentang efisiensi dibangunnya terminal khusus dan aspek lingkungan; dan - hasil survei yang meliputi hidrooceanograji (pasang surut, gelombang, kedalaman dan arus), topograji, titik nol (benchmark) lokasi pelabuhan yang dinyatakan dalam koordinat geografis; d) Rekomendasi dari Syahbandar e) Rekomendasi gubenur dan bupati/walikota setempat Persyaratan Dokumen Permohonan Izin Pembangunan PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 97 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit Persyaratan 1. Permohonan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut, penilaian pemenuhan persyaratan dalam jangka waktu 30 hari setelah berkas Permohonan lengkap. 2. Persyaratan Administrasi a) Akta pendirian perusahaan; b) Izin usaha pokok dari instansi terkait; c) Nomor PokokWajib Pajak (NPWP); d) Bukti penguasaan tanah (bukti penguasaan tanah yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional); e) Bukti kemampuan finansial (ketersediaan anggaran untuk pembangunan fasilitas terminal khusus); f) Proposal rencana tahapan kegiatan pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang; dan g) Rekomendasi dari Syahbandar pada Kantor Unit 3. Persyaratan Teknis a) gambar hidrografi, topografi, dan ringkasan laporan hasil survei mengenai pasang surut dan arus; b) tata letak dermaga; c) perhitungan dan gambar konstruksi bangunan pokok; d) hasil survei kondisi tanah; e) hasil kajian keselamatan pelayaran termasuk alur pelayaran dan kolam pelabuhan; f) batas-batas rencana wilayah daratan dan perairan dilengkapi titik koordinat geografis serta rencana induk terminal khusus yang akan ditetapkan sebagai daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan tertentu; dan g) kajian lingkungan berupa studi lingkungan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di 98 Durasi (Hari) Dasar Hukum No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit Durasi (Hari) Persyaratan Dasar Hukum bidang lingkungan hidup. Persyaratan Permohonan Izin Pengoperasian (Jangka Waktu 5 Tahun) 1. Permohonan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Perhubungan Laut, penilaian pemenuhan persyaratan dalam jangka waktu 23 hari setelah berkas lengkap, Penetapan oleh menteri jangka waktu 7 hari setelah persyaratan lengkap. 2. Persyaratan : a) Rekomendasi dari Kepala Kantor Unit PenyelenggaraPelabuhan terdekat yang sekurang-kurangnya memuat : - keterangan bahwa pembangunan terminal khusus telah selesai dilaksanakan sesuai dengan izin pembangunan yang diberikan oleh Direktur Jenderal dan siap untuk dioperasikan; - hasil pembangunan terminal khusus telahmemenuhi aspek keamanan, ketertiban, dan keselamatan pelayaran; dan - pertimbangan dari Distrik Navigasi setempat mengenai kesiapan alurpelayaran dan Sarana Bantu NavigasiPelayaran. b) Laporan pengelolaan dan pemantauan lingkungan selama masa pembangunan; c) Memiliki sistem dan prosedur pelayanan; dantersedianya sumber daya manusia di bidang teknis pengoperasian pelabuhan yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat. Persyaratan Penetapan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri 1. Permohonan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Perhubungan Laut, PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 99 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit Persyaratan penilaian pemenuhan persyaratan dalam jangka waktu 21 hari setelah berkas lengkap, Penetapan oleh menteri jangka waktu 7 hari setelah persyaratan. 2. Aspek administrasi : a) rekomendasi dari gubernur, bupati/walikota; dan b) rekomendasi dari pejabat pemegang fungsikeselamatan pelayaran di pelabuhan. 3. Aspek ekonomi : a) Menunjang industri tertentu; b) Arus barang minimal 10.000 tonJtahun; c) Arus barang ekspor minimal 50.000 ton / tahun. 4. Aspek keselamatan dan keamanan pelayaran : a) Kedalaman perairan minimal -6 meter L WS; b) Luas kolam cukup untuk olah gerak minimal 3 (tiga) unit kapal; c) Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; d) Stasiun radio operasi pantai; e) Prasarana, sarana dan sumber daya manusia pandu bagi terminal khusus yang perairannya telah ditetapkan sebagai perairan wajib pandu; dan f) Kapal patroli apabila dibutuhkan. 5. Aspek teknis fasilitas kepelabuhanan: a) dermaga beton permanen minimal l(satu) tambatan; b) gudang tertutup; c) peralatan bongkar muat; d) PMK1 (satu) unit; e) fasilitas bunker, dan f) fasilitas pencegahan pencemaran. g) Fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi instansi pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran,instansi bea cukai, imigrasi, dan karantina; dan Jenis komoditas khusus. 100 Durasi (Hari) Dasar Hukum No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit Durasi (Hari) Persyaratan Dasar Hukum Izin Untuk Kepentingan Sendiri 1. Bukti kerjasama dengan penyelenggara pelabuhan; 2. Data perusahaan yang meliputi akta perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan izin usaha pokok; 3. Gambar tata letak lokasi terminal untuk kepentingan sendiri dengan skala yang memadai, gambar konstruksi dermaga, dan koordinat geografis letak terminal untuk kepentingan sendiri; 4. Bukti penguasaan tanah; 5. Proposal terminal untuk kepentingan sendiri; 6. Rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan setempat; 7. Berita acara hasil peninjauan lokasi oleh tim teknis terpadu; dan 8. Studi lingkungan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Izin Sarana Bantu Navigasi 1. Permohonan Izin pengadaan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran oleh badan usaha untuk kepentingan tertentu dan pada lokasi tertentu diberikan oleh Direktur Jenderal (paling lambat 14 hari kerja sejak survey selesai dilakukan oleh tim teknis) 2. Administrasi a) akte pendirian perusahaan; b) nomor pokok wajib pajak; c) izin usaha pokok dari instansi yang berwenang; d) bukti penguasaan tanah; e) penetapan lokasi terminal khusus bagi sarana bantu navigasi-pelayaran untuk ditempatkan di terminal khusus; f) izin pengerukan untuk kegiatan pengerukan; PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 101 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit Persyaratan g) Durasi (Hari) Dasar Hukum izin pekerjaan bawah air (salvage);dan h) rekomendasi dari distrik navigasi setempat terkait aspek teknis 3. Teknis a) peta yang menggambarkan batas-batas wilayah daratan dan perairan dilengkapi titik-titik koordinat geografis; b) peta laut yang menggambarkan titik koordinat lokasi yang akan dibangun; c) peta batimetrik yang diperuntukkan untuk mengetahui kondisi kedalaman dan kondisi dasar laut lokasi yang akan dibangun; d) hasil survei hidrografi, kondisi pasang surut dan kekuatan arus; e) dimensi kapal yang akan keluar dan masuk pada alur pelayaran; f) posisi koordinat dan gambaran tata letak dermaga beserta fasilitasnya; dan g) rencana induk pelabuhan bagi kegiatan yang berada di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan 14. Izin Penggunaan Sumberdaya Air dan Izin Konstruksi Sumber Air 1. Izin Penggunaan Sumberdaya Air · Surat Permohonan Izin Penggunaan Sumberdaya Air · Gambar lokasi / peta situasi (disertai titik koordinat pengambilan) · Gambar Desain bangunan pengambilan dan pembuangan air · Spesifikasi Teknis bangunan pengambilan air · Proposal teknis/penjelasan penggunaan air · Surat Keputusan/Rekomendasi AMDAL / UKL-UPL/SSPL · Rekapitulasi volume pengambilan air 1 (satu) tahun terakhir*) · 102 Bukti setor pembayaran pajak air 30 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 37/M/2015 tentang Izin Penggunaan Air dan / atau Sumber Air No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit Durasi (Hari) Persyaratan Dasar Hukum permukaan 1 (satu) tahun terakhir*) · Bukti setor / pembayaran biaya jasa pengelolaan sumberdaya air 1 (satu) tahun terakhir *) · Laporan pemantauan dan pengelolaan lingkungan *) · Berita Acara Pertemuan Konsultasi Masyarakat (PKM) · Fotokopi kartu tanda penduduk, fotokopi akta pendirian perusahaan atau surat keterangan keberadaan kelompok dari kepala desa atau lurah · Izin lingkungan dan persetujuan analisis mengenai dampak lingkungan atau izin lingkungan dan rekomendasi upaya pengelolaan lingkungan hidup-upaya pemantauan lingkungan hidup atau surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dari instansi yang berwenang. 2. Izin Pelaksanaan Konstruksi pada Sumber Air · Surat Permohonan Izin Konstruksi pada Sumber Air · Gambar lokasi atau peta situasi disertai dengan titik koordinat lokasi atau jalur konstruksi · Gambar desain · Spesifikasi teknis · Jadwal dan metode pelaksanaan · Manual operasi dan pemeliharaan · Bukti kepemilikan lahan · Izin lingkungan dan persetujuan analisis mengenai dampak lingkungan atau izin lingkungan dan rekomendasi upaya pengelolaan lingkungan hidup-upaya pemantauan lingkungan hidup atau surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dari instansi yang berwenang PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 103 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit Persyaratan · Durasi (Hari) Dasar Hukum Berita acara hasil pertemuan konsultasi masyarakat · Fotokopi kartu tanda penduduk, kepala keluarga atau ketua kelompok atau fotokopi akta pendirian perusahaan atau surat keterangan keberadaan kelompok dari kepala desa atau lurah. 15. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Tetap) 1. Persyaratan Administratif : - Identitas Pemohon - Profil pemohon - NPWP - Pengesahan sebagai badan hukum - Kemampuan pendanaan 5 - Pemerintah No. 14 Tahun 2012 tentang Usaha Penyediaan Tenaga Listrik jo. PP No.23 Tahun 2014 2. Persyaratan Teknis : - Studi kelayakan Usaha Penyediaan Peraturan - Peraturan Tenaga Listrik Menteri ESDM Lokasi instalasi kecuali untuk usaha No. 35 Tahun penjualan tenaga listrik; 2013 tentang Izin lokasi dari instansi yang berwenang Tata Cara kecuali untuk usaha penjualan tenaga Perizinan Usaha - listrik; Ketenagalistrikan - Diagram satu garis - Jenis dan kapasitas usaha yang akan - dilakukan; - Jadwal pembangunan dan pengoperasian - Persetujuan harga jual tenaga listrik atau sewa jaringan tenaga listrik, dalam hal permohonan Izin Usaha Penyediaan - Tenaga Listrik diajukan untuk usaha pembangkitan tenaga listrik, usaha transmisi tenaga listrik, atau usaha distribusi tenaga listrik; - Kesepakatan jual beli tenaga listrik; 3. Persyaratan Lingkungan : - Dokumen AMDAL / ANDAL LALIN - Peraturan Menteri ESDM No. 12 Tahun 2014 jo Peraturan Menteri ESDM No. 22 Tahun 2014 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Air oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) 104 No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit 16. Sertifikat Laik Operasi Kementerian ESDM / Lembaga Inspkesi Teknis (Terakreditasi) Durasi (Hari) Persyaratan 1. Persyaratan Administratif : 19 Dasar Hukum - UU Nomor 30 Tahun 2009 - Identitas Pemohon - Izin Usaha Penyediaan TL/Izin Operasi - Lokasi instalasi tentang Ketenagalistrikan - 2. Persyaratan Teknis : PP Nomor 14 Tahun 2012 - Jenis dan kapasitas instalasi tentang Usaha - Gambar instalasi dan tata letak Penyediaan - Diagram satu garis Tenaga Listrik - Spesifikasi peralatan utama - Spesifikasi teknik dan standar yang - Peraturan Menteri ESDM digunakan Nomor 5 Tahun 2014 tentang Tata Cara Akreditasi dan Sertifikasi Ketenagalistrikan 17. Izin Panas Bumi PTSP BKPM 1. Persyaratan - 4 - 2014 tentang Akta Pendirian Badan Usaha baru (apabila Panas Bumi pemenang pelelangan berbentuk konsorsium) - - 2007 jo. 70 Wilayah Kerja atau bonus sebagai PNBP; Tahun 2010 dan/atau Bukti pembayaran kompensasi tentang data (awarded compensation) kepada Kegiatan Usaha Badan Usaha yang melakukan PSP dan Panas Bumi 2. Prosedur - Permen ESDM No. 11 Tahun Usulan Peringkat Calon Pemenang Pelelangan oleh Panitia disampaikan kepada Menteri paling lama 5 hari kerja sejak tanggal proses lelang selesai - PP No. 59 Tahun Bukti pembayaran harga dasar data tidak menjadi pemenang pelelangan. - UU No. 21 Tahun Penetapan pemenang pelelangan oleh Menteri dalam jangka waktu paling lama 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraa n Kegiatan Usaha Panas Bumi 7 hari kerja sejak usulan calon pemenang pelelangan diterima PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 105 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit Persyaratan - Durasi (Hari) Dasar Hukum Pemenang Lelang dalam jangka waktu paling lama 30 hari kerja sejak ditetapkan sebagai pemenang pelelangan wajib memenuhi kewajibannya. 18. Rencana Impor 1. Badan usaha pemegang IUKU mengajukan Peraturan Menteri Barang PTSP permohonan secara tertulis yang dibubuhi Keuangan BKPM meterai cukup kepada Direktur Jenderal Nomor154/PMK.01 Ketenagalistrikan c.q. Direktur Teknik dan 1/2008 yang telah Lingkungan Ketenagalistrikan dengan surat diubah dengan pengajuan surveyor yang ditunjuk untuk Nomor diberikan pengugasan melakukan verifikasi 128/PMK.011/2009 RIB, dengan memenuhi persyaratana dan Nomor dministrasi dan teknis. 154/PMK.011/2012 2. Surat Permohonan dan Pengajuan Surveyor memberikan fasilitas ditandatangani oleh pimpinan badan usaha pembebasan bea (terdapat dalam akta), diberi nomor dan masuk atas impor tanggal. barang modal 3. Persyaratan Administrasi : pembangunan · Fotokopi Akta Pendirian Badan Usaha pembangkit tenaga · Fotokopi IUKU / IUPTL (IUKU / IUPTL listrik untuk Sementara tidak diperkenankan) kepentingan umum · Fotokopi NPWP · Fotokopi Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PPA)/Perjanjian Sewa Guna Usaha (FLA) dengan PT PLN Persero atau Fotokopi PPA dengan pemegang IUKU yang memiliki daerah usaha · Jadwal pembangunan dan pemasangan peralatan pembangkit tenaga listrik; · Daftar RIB 4. Persyaratan Teknis : · Kesesuaian RIB dengan kontrak (jens, spesifikasi dan jumlah barang) · Barang impor di dalam kontrak jual beli / sewa guna usaha tidak termasuk bea masuk. · Barang impor tidak termasuk dalam daftar barang yang tidak boleh diimpor · 106 15 Barang belum diproduksi di dalam negeri No Jenis Perizinan / Instansi Penerbit Durasi (Hari) Persyaratan · Dasar Hukum Barang sudah diproduksi di dalam negeri; namun tidak memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan · Barang sudah diproduksi di dalam negeri tetapi tidak mencukupi kebutuhan industri · Barang yang diimpor bukan suku cadang, barang habis pakai dan peralatan bengkel (workshop tool). Tabel 31 Identifikasi berbagai perizinan / non perizinan terkait investasi sektor ketenagalistrikan PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 107 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 4.4 SKEMA PERIZINAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN Dari hasil identifikasi, digambarkan skema runtut waktu, pada masing-masing jenis pembangkit, khususnya pada IPP, sebagai berikut: Kontraktor EPC (Engineering Procurement Construction) Pembangkit Milik PT. PLN PT PLN (PERSERO) Pembangkit Listrik IPP (Independent Power Producers) Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) I. PENDIRIAN BADAN HUKUM Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara / Mulut Tambang Pembangkit Listrik Tenaga Gas / Mini Gas / Gas-Uap (PLTG/ PLTGU/PLTMG) II. SKEMA PERIZINAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Pembangkit Sendiri (Captive Power) Lainnya Instansi Penerbit Perizinan / Non Perizinan Kelompok Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) BKPM Badan Koordinasi Penanaman Modal A Izin Prinsip Izin Prinsip Penanaman Modal (PMA / PMDN) Rekomendasi Teknis : Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) B - Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Sementara (IUPTLS) - Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Sementara (IUPTLS) Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) Izin Panas Bumi - khusus PLTP C Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Tetap (IUPTL) - Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) fasilitas Pembebasan Bea Masuk Gambar 20 Skema umum perizinan investasi sektor ketenagalistrikan 108 Non PTSP - - Pendaftaran Nama Perseroan Akta Pendiri Perseroan Izin HO dan Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP) Pengesahan Akte Pendirian SIUP TDP Penetapan Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai (HP) AMDAL Terintegrasi, ANDAL Lalu Lintas dan Izin Lingkungan Izin Terminal Khusus dan Sarana Navigasi Izin Penggunaan Sumber Daya Air dan Konstruksi Sumber Air (Izin Bendungan) - Khusus PLTA Sertifikat Laik Operasi (SLO) Izin Mendirikan Bangunan Rencana Impor Barang (RIB) Izin Pembuangan Limbah Cair Izin Pemanfaatan Air Tanah BPJS Dan Lain-Lain Gambar 21 Skema Perizinan untuk PLTA oleh IPP Gambar 22 Skema Perizinan untuk PLTU Mulut Tambang / Batubara oleh IPP PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 109 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Gambar 23 Skema Perizinan untuk PLTG / PLTGU / PLTMG oleh IPP Gambar 24 Skema Perizinan untuk PLTP oleh IPP 110 PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 111 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 5 INSENTIF INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN Dalam rangka mendukung investasi yang menggunakan fasilitas penanaman modal (termasuk pembangunan listrik 35.000 MW), pemerintah telah menerbitkan kebijakan insentif fiskal melalui fasilitas keringanan perpajakan dan pengeluaran biaya. 112 Fasilitas keringanan perpajakan berupa : • Fasilitas Pembebasan Bea Masuk; • Tax Holiday dan Tax Allowance; • Fasilitas PPN. Sedangkan terkait dukungan/jaminan pemerintah diberikan fasilitas pembiayaan melalui skema Proyek Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS), yang saat ini dikenal sebagai Kerjasama PemerintahBadan Usaha (KPBU). Secara umum kerangka fasilitas fiskal disajikan pada gambar 25. 1. Fasilitas PPN Pembebasan Pengenaan PPN diatur dalam PP Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat atas PP Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang dibebaskan dari Pengenaan PPN. PP Nomor 31 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (1) huruf (a) menetapkan bahwa yang termasuk pembebasan dari pengenaan PPN adalah atas penyerahan barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang. Ketentuan lebih lanjut Pembebasan PPN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 142/PMK.010/2015 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 Tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang Kena Pajak yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk. Dalam diktum pertimbangan disebutkan bahwa dalam rangka mendorong pengembangan energi panas bumi nasional, perlu memberikan fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor barang untuk PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 113 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Fasilitas PPH : Tax Holiday, Tax Allowance Fasilitas PPN Perpajakan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Fasilitas Fiskal untuk InvestasiPembangkit Tenaga Listrik Dukungan dan Jaminan Pemerintah Dalam Rangka KPS Proyek Kerjasama Pemerintah swasta Gambar 25 Skema Fasilitas Fiskal Mendukung Pembangunan Proyek Ketenagalistrikan 35 000 MW kegiatan usaha eksploitasi hulu panas bumi. Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PP Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas PP No 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu. Pasal 2 ayat (3) huruf (m) menetapkan bahwa Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk adalah barang yang dipergunakan untuk kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi hulu minyak dan gas bumi serta eksplorasi dan eksploitasi panas bumi. 2. Fasilitas Tax Allowance Pemerintah telah menerbitkan PP Nomor 18 Tahun 2015 Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di DaerahDaerah Tertentu. PP itu adalah pengaturan kembali ketentuan mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu sebagaimana telah diatur dalam PP Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Bidang Usaha KBLI Penerbitan PP Nomor 18 Tahun 2015 dimaksud untuk lebih meningkatkan kegiatan investasi langsung guna mendorong pertumbuhan ekonomi, serta untuk pemerataan pembangunan dan percepatan pembangunan bagi bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu. Bidang-bidang Usaha Tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional. Sedangkan Daerahdaerah Tertentu adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan. Cakupan Produk Pengusahaan Tenaga Panas Bumi 06202 Pengubahan tenaga panas bumi menjadi tenaga listrik Pembangkitan Tenaga Listrik 35101 Pengubahan tenaga energi baru (hidrogen, CBM, batubara tercairkan atau batubara tergaskan) dan energi terbarukan (tenaga air dan terjunan air; tenaga surya, angin atau arus laut) menjadi tenaga listrik Tabel 32 Bidang Usaha Tertentu Dan Daerah Tertentu Yang Mendapat Fasilitas Tax Allowance 114 Fasilitas Pajak Penghasilan berupa: Dalam diktum pertimbangan disebutkan bahwa PMK Nomor 159/PMK.010/2015 diterbitkan untuk lebih meningkatkan kegiatan investasi langsung khususnya pada industri pionir guna mendorong pertumbuhan ekonomi, perlu mengganti ketentuan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan Badan. Peraturan Menteri Keuangan tersebut pada dasarnya merupakan paket kebijakan pemberian insentif berupa tax holiday bagi industri pionir, yaitu industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru dan memiliki milai strategis bagi perekonomian nasional. Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan diberikan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan utama usaha yang merupakan Industri Pionir. Kegiatan utama usaha dimaksud kegiatan utama usaha sebagaimana tercantum dalam izin prinsip dan/atau izin usaha Wajib Pajak pada saat pengajuan; permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan termasuk perubahan dan perluasannya sepanjang termasuk dalam kriteria Industri Pionir. • Pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) pertahun yang dihitung sejak saat mulai berproduksi secara komersial; • Penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud yang diperoleh dalam rangka penanaman modal baru dan/atau perluasan usaha, dengan masa manfaat dan tarif penyusutan serta tarif amortisasi; • Pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku; • Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun. Fasilitas PPh Badan berupa: 3. Tax Holiday (dengan Diskresi Menteri) Berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (7) UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Menteri Keuangan diberi kewenangan untuk mengatur pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan Badan dalam rangka penanaman modal. Sehubungan dengan itu, Pemerintah telah menetapkan kebijakan insentif perpajakan melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 159/PMK.010/2015. PMK tersebut adalah pengganti PMK Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 192/PMK.011/2014. • Pengurangan Pajak Penghasilan badan paling banyak 100% (seratus persen) clan paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang; • Pengurangan Pajak Penghasilan badan dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 15 (lima belas) Tahun Pajak clan paling singkat 5 (lima) Tahun Pajak, terhitung sejak Tahun Pajak dimulainya produksi secara komersial; • Besarnya pengurangan Pajak Penghasilan badan diberikan dengan persentase yang sama setiap tahun selama jangka waktu tahun pajak; PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 115 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL • Dengan mempertimbangkan kepentingan inempertahankan daya saing industri nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu, Menteri Keuangan dapat memberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dengan jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun. memenuhi persyaratan memperkenalkan teknologi tinggi (high tech). • Besaran pengurangan Pajak Penghasilan badan diberikan paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen) untuk Industri Pionir dengan nilai rencana penanaman modal baru kurang dari Rp l.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) dan paling sedikit sebesar Rp 500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah). Kriteria penerima fasilitas pengurangan PPH Badan adalah Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan: • Merupakan wajib pajak baru • Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak, sepanjang memenuhi persyaratan: • Merupakan Industri Pioner, yang mencakup : a).Industri logam hulu; a).telah berproduksi secara komersial; b).Industri pengilangan minyak bumi b).pada saat mulai berproduksi secara komersial, Wajib Pajak telah merealisasikan nilai penanaman modal paling sedikit sebesar rencana penanaman modalnya; dan c).Industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam; d).Industri permesinan yang menghasilkan mesin industri c).bidang usaha penanaman modal sesuai dengan rencana bidang usaha penanaman modal dan termasuk dalam cakupan Industri Pionir. e).Industri pengolahan berbasis hasil pertanian, kehutanan dan perikanan Pengaturan apabila permohonan fasilitas Tax Holiday Wajib Pajak ditolak, sesuai Pasal 7 PMK Nomor 159/PMK.010/2015, adalah bahwa terhadap Wajib Pajak yang atas usulan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan ditolak oleh Menteri Keuangan dan telah diterbitkan pemberitahuan secara tertulis mengenai penolakan dimaksud, diberikan fasilitas Pajak Penghasilah untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu beserta peraturan pelaksanaannya. Adapun Tata cara pemberian fasilitas Pajak f).Industri telekomunikasi, informasi dan komunikasi g).Industri transportasi kelautan h).Industri pengolahan yang merupakan industri utama di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK); dan/ atau i).Infrastruktur ekonomi selain yang menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) • Batasan nilai rencana penanaman modal baru yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang paling sedikit sebesar Rp 500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) untuk Industri Pionir dan 116 Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu. Fasilitas Pajak Penghasilan berupa: • Pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Penanaman Modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) pertahun yang dihitung sejak saat mulai berproduksi secara komersial; • Penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud yang diperoleh dalam rangka Penanaman Modal baru dan/atau perluasan usaha, dengan masa manfaat dan tarif penyusutan serta tarif amortisasi; • Pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku; • Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun. PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 117 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Kriteria / Persyaratan Jenis Fasilitas Fiskal Fasilitas yang Diperoleh I. PERPAJAKAN Badan usaha yang dapat diberikan Pembebasan Bea Masuk Bea Masuk fasilitas : atas Impor Barang Modal (PMKNomor66/PMK. - PT PLN Persero Tbk Pemegang IUPTL yang memiliki - wilayah usaha Pemegang IUPTL yang mempunyai 1. Fasilitas Pembebasan 010/2015 Tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor atau Pengembangan Badan Usaha perjanjian jual beli tenaga listrik Barang Modal Dalam Rangka Pembangunan yang dilakukan oleh - dengan PLN Pemegang IUPTL yang mempunyai perjanjian jual beli tenaga listrik Industri Pembangkitan dengan pemegang IUPTL yang Tenaga Listrik Untuk memiliki wilayah usaha Kepentingan Umum) Barang modal yang nyata-nyata dipergunakan untuk industri pembangkitan tenaga listrik dengan ketentuan : - Belum diproduksi di dalam negeri; Sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi - yang dibutuhkan;atau Sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri. 2. Fasilitas PPN (PP Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat atas PP Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang dibebaskan dari Pengenaan PPN) 118 Barang modal berupa mesin dan Pembebasan Pengenaan peralatan pabrik, baik dalam keadaan PPN terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang 3. Fasilitas PPH a. Tax Holiday - Wajib Pajak Baru Industri Pionir Mempunyai rencana penanaman - modal baru paling sedikit 1 Triliun; Memenuhi ketentuan besaran (dengan Dikresi Menteri) - selama 5 - 15 tahun. Dengan diskresi Menteri Keuangan, dapat diberikan paling modal sebagaimana diatur pada PMK PMK.010/ 2015 yang mengatur besarnya Tentang Pemberian - perbandingan utang dan modal Menyampaikan surat pernyataan Pengurangan PPh kesang-gupan untuk menempatkan Badan) dana 10 % dari total rencana - - lama 20 tahun. Besaran pengurangan Pajak Penghasilan Badan yang diberikan paling banyak 100% dan paling sedikit penanaman modal di perbankan Indonesia Berstatus sebagai badan hukum Pengurangan PPh Badan yang terutang perbanding-an antara utang dan (PMK Nomor 159 / Fasilitas Fasilitas yang Diperoleh Kriteria / Persyaratan Jenis Fasilitas Fiskal - 10%. Untuk rencana penanaman modal Indonesia sejak atau setelah 15 sebesar Rp 1 Triliun Agustus 2011 atau lebih, dapat diberikan pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebesar 100% b. Tax Allowance (PP Nomor 18 Tahun 2015 Tentang Fasilitas - Memiliki nilai investasi yang tinggi; - Memiliki penyerapan tenaga kerja Penghasilan netto yang besar; atau sebesar 30% (tiga Memiliki kandungan lokal yang tinggi puluh persen) dari nilai - - investasi selama 6 PPh untuk tahun (masing-masing Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu - 5% pertahun) Aktiva disusutkan / diamortisasi dalam dan/atau di jangka waktu lebih Daerah-daerah Tertentu) Pengurangan - cepat Kerugian fiskal pada suatu tahun pajak dapat dikompensasi dengan keuntungan pada 10 tahun pajak - berikutnya Dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham luar negeri, dikenai pajak PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 119 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Fasilitas yang Diperoleh Kriteria / Persyaratan Jenis Fasilitas Fiskal dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif menurut P3B jika tarif dalam P3B tersebut lebih rendah dari 10%. II. DUKUNGAN / JAMINAN PEMERINTAH 1. Fasilitas Kerjasama Pemerintah dan Swasta/Public Private Partnership (PPP) a. Land Fund (Perpres Nomor 56 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang - Memiliki nilai investasi yang Fasilitas yang disediakan - besar/sangat besar; Mempunyai dampak nasional; Memiliki jangka waktu pengembalian Pemerintah untuk yang relatif panjang mempercepat pelaksanaan pengadaan tanah. Fasilitas ini terdiri dari - Land capping : dana Kerjasama dukungan Pemerintah Pemerintah dengan atas yang diberikan Badan Usaha dalam atas risiko kenaikan Penyediaan harga tanah karena Infrastruktur) permasalahan - pembebasan tanah Land Revolving Fund : dana bergulir untuk pembebasan tanah. Skema penggunaan dana adalah bahwa Pemerintah akan membiayai pembebasan tanah terlebih dahulu dan selanjutnya biaya tersebut akan dikembalikan oleh Badan Usaha yang ditetapkan sebagai pemegang hak konsesi. 120 Fasilitas yang Diperoleh Kriteria / Persyaratan Jenis Fasilitas Fiskal Land Revolving Fund dialokasikan melalui anggaran APBN - Land Acquisition Fund: dana yang disediakan oleh Pemerintah untuk pembebasan tanah dalam rangka memberikan dukungan untuk meningkatkan kelayakan dari proyek penyediaan infrastruktur yang dilaksanakan dengan skema Kerja Sama Pemerintah Swasta (KPS) b. Viability Gap Fund (PMK Nomor - namun belum memenuhi kelayakan bentuk tunai kepada finansial; Proyek Kerja Sama menerapkan Proyek Kerja Sama - prinsip pengguna membayar; Proyek Kerja Sama dengan total seluruh Biaya Atas Sebagian Biaya Pada Proyek Kerja biaya investasi paling kurang Sama Pemerintah Rp100.000.000.000 (seratus miliar Dengan Badan Usaha upiah); Proyek Kerja Sama dijalankan oleh Dalam Dukungan Kelayakan diberikan dalam Tentang Pemberian Konstruksi - memenuhi kelayakan ekonomi 223/PMK.011/2012 Dukungan Kelayakan Proyek Kerja Sama yang telah - Badan Usaha Penandatangan Penyediaan Perjanjian Kerja Sama yang dibentuk Infrastruktur) oleh Badan Usaha Pemenang Lelang yang ditetapkan oleh PJPK melalui proses lelang yang terbuka dan kompetitif sesuai dengan peraturan tentang Kerja Sama Pemerintah dan - atas porsi tertentu dari Konstruksi Proyek Kerja Sama. - Biaya Konstruksi Proyek Kerja Sama meliputi biaya konstruksi, biaya peralatan, biaya pemasangan, biaya bunga atas pinjaman yang berlaku selama masa konstruksi, dan Badan Usaha dalam Penyediaan biaya-biaya lain terkait Infrastruktur; Proyek Kerja Sama dilaksanakan konstruksi namun tidak termasuk biaya terkait berdasarkan Perjanjian Kerja Sama pengadaan lahan dan yang mengatur skema pengalihan insentif perpajakan. aset dan/atau pengelolaannya dari PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 121 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Fasilitas yang Diperoleh Kriteria / Persyaratan Jenis Fasilitas Fiskal Badan Usaha Penandatangan - - Porsi tidak Perjanjian Kerja Sama kepada PJPK mendominasi Biaya pada akhir periode kerja sama; dan Hasil Prastudi Kelayakan pada Proyek Konstruksi Proyek Kerja Sama. Kerja Sama: (i) mencantumkan pembagian risiko yang optimal antara Pemerintah/ PJPK di satu - pihak dan Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama/Badan Usaha Pemenang Lelang di pihak lain; (ii) menyimpulkan bahwa Proyek Kerja Sama tersebut layak secara ekonomi, yang juga meliputi aspek teknis, hukum, lingkungan, dan sosial; dan (iii) menunjukkan bahwa Proyek Kerja Sama tersebut menjadi layak secara finansial dengan diberikannya Dukungan Kelayakan. c. Guarantee Fund (PT - Penjaminan infrastruktur diberikan Penjaminan PII) (Perpres Nomor 78 Infrastruktur Indonesia dalam rangka Proyek Kerjasama Tahun 2010 tntang (PT PII): yaitu melalui memuat paling kurang : Pembagian risiko infrastruktur antara PT Penjaminan Infrastruktur dalam kedua belah pihak sesuai dengan Proyek Kerjasama alokasi risiko; Upaya mitigasi yang relevan dari yang akan akan Penjaminan Pemerintah dengan - - kedua belah pihak untuk mencegah Badan Usaha yang terjadinya risiko dan mengurangi Dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur) - dampaknya, apabila terjadi; Jumlah kewajiban finansial penanggung jawab proyek kerjasama dalam hal risiko infrastruktur yang menjadi tanggung jawab penanggung jawab proyek kerjasama terjadi, atau cara perhitungan untuk menentukan jumlah kewajiban finansial penanggung jawab proyek kerjasama dalam hal jumlah tersebut belum dapat ditentukan pada saat perjanjian kerjasama ditandatangangi; 122 - sepanjang Perjanjian Kerjasama Infrastruktur Indonesia memberikan penjaminan atas risikorisiko infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Kriteria / Persyaratan Jenis Fasilitas Fiskal - Fasilitas yang Diperoleh Jangka waktu yang cukup untuk melaksanakan kewajiban finansial penanggung jawab proyek kerjasama, termasuk masa tenggang - (grace period); Prosedur yang wajar untuk menentukan kapan penanggung jawab proyek kerjasama telah berada dalam keadaan tidak sanggup untuk melaksanakan kewajiban finansial penanggung jawab proyek - kerjasama; Prosedur penyelesaian perselisihan yang mungkin timbul antara penanggung jawab proyek kerjasama dan badan usaha sehubungan pelaksanaan kewajiban finansial penanggung jawab proyek kerjasama yang diprioritaskan melalui mekanisme alternatif penyelesaian sengketa dan/atau lembaga - arbitrase; Hukum yang berlaku adalah hukum - Indonesia Penjaminan infrastruktur diberikan sepanjang penanggung jawab - proyek kerjasama sanggup : Menerbitkan surat pernyataan mengenai keabsahan perjanjian - kerjasama; Memberikan komitmen tertulis kepada penjamin untuk : (I) Melaksanakan usaha terbaiknya dalam mengendalian, mengelola atau mencegah, dan mengurangi dampak terjadinya risiko infrastruktur yang menjadi tanggung jawabnya sesuai alokasi risiko sebagaimana disepakati dalam perjanjian kerjasama selama berlakunya perjanjian penjaminan; PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 123 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Jenis Fasilitas Fiskal Fasilitas yang Diperoleh Kriteria / Persyaratan (ii) Memenuhi regres, yang dituangkan dalam bentuk perjanjian dengan badan usaha penjaminan infrastruktur. d. Infrastructure Fund (PT SMI IIFF) Penjaminan infrastruktur diberikan - Infrastructure Fund: sesuai dengan kecukupan modal badan yaitu melalui PT Sarana usaha penjaminan infrastruktur. Multi Infrastruktur danPT Indonesia Infrastructure Finance, yang akan menawarkan sumbersumber pendanaan untuk pembiayaan Proyek Kerja Sama Tabel 33 Jenis-Jenis Insentif Fiskal Dalam Rangka Pembangkitan Tenaga Listrik 124 PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 125 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 6 SISTEM AKUNTANSI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN Kegiatan penyediaan tenaga listrik oleh PT PLN dan IPP dituangkan dalam skema perjanjian PPA (Purchasing Power Agreement) dan ESC (Energy Sales Contract). Kajian yang dilakukan oleh berbagai pihak menunjukkan bahwa skema PPA dan ESC merupakan perjanjian yang mengandung sewa. Dalam penerapannya, interpretasi akuntansi yang secara spesifik mengatur mengenai akuntansi untuk perjanjian jual beli tenaga listrik belum ada; sehingga PT PLN secara sukarela menerapkan ISAK 8 dan PSAK 30. 126 6.1 ISAK 8 : INTERPRETASI PERJANJIAN MENGANDUNG SEWA ISAK 8 adalah suatu instrumen akuntansi yang merupakan panduan untuk menilai suatu perjanjian mengandung sewa atau tidak. Panduan ini diadopsi daru IFRIC 4: “Determining Wheter an Arrangement Containsts a Leases”. Suatu entitas dapat melakukan suatu perjanjian, yang terdiri dari satu atau serangkaian transaksi terkait, dimana bentuk legal perjanjian tersebut bukan sewa tetapi perjanjian itu memberikan hak kepada pihak lain untuk menggunakan suatu aset, dengan imbalan suatu atau serangkaian pembayaran. Dalam praktiknya, untuk melihat suatu perjanjian mengandung sewa atau pun tidak, perlu diperhatikan dan dievaluasi subtansi perjanjian tersebut, apakah: 1. Pemenuhan perjanjian bergantung pada penggunaan aset tertentu Aset bukan merupakan subjek sewa jika pemenuhan perjanjian tidak sepenuhnya bergantung pada aset tersebut, walaupun secara eksplisit diidentifikasikan seperti itu di dalam perjanjian. 2. Perjanjian memberikan hak untuk menggunakan aset Suatu perjanjian dianggap memberikan hak untuk menggunakan aset jika perjanjian tersebut memberikan hak kepada lessee untuk mengendalikan penggunaan aset tersebut. Di dalam ISAK 8, dijelaskan kondisi-kondisi yang harus dipenuhi agar dapat pengalihan hak untuk menggunakan aset, yaitu: • Lessee mempunyai kemampuan atau hak untuk mengoperasikan aset atau mengarahkan pihak lain untuk mengoperasikan aset tersebut sesuai dengan cara ditentukan pembeli dan pada saat yang bersamaan, pembeli PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 127 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL mendapatkan atau mengendalikan keluaran (output) atau kegunaan lainnya atas aset tersebut, dalam jumlah yang lebih dari tidak signifikan. • Pembeli mempunyai kemampuan atau hak untuk mengendalikan akses fisik terhadap aset tersebut dan pada saat yang bersamaan, pembeli mendapatkan atau mengendalikan keluaran atau kegunaan lainnya atas aset tersebut, dalam jumlah yang lebih dari tidak signifikan. • Fakta dan kondisi yang ada menunjukkan bahwa kecil kemungkinan bagi satu atau lebih pihak lain seperti pembeli akan mengambil keluaran atau kegunaan lainnya dalam jumlah yang tidak lebih dari tidak signifikan yang akan diproduksi atau dihasilkan oleh aset tersebut selama masa perjanjian; dan harga yang dibayar pembeli untuk keluaran tersebut bukan harga yang secara kontraktual tetap untuk setiap unit keluaran ataupun harga yang sama dengan harga pasar per unit keluaran ada saat penyerahan keluaran tersebut. 6.2 PSAK 30: SEWA Sewa adalah suatu perjanjian dimana lessor memberikan kepada lessee hak untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati. Sebagai imbalannya, lesse melakukan pembayaran atau serangkaian pembayaran kepada lessor. Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan jika sewa tersebut mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset. Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika sewa tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset. Terkait dengan perjanjian PPA dan/atau ESC 128 PT PLN dengan IPP, disepakati bahwa jenis sewanya adalah sewa pembiayaan. Situasi yang secara individual ataupun gabungan dapat juga menunjukkan bahwa sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah: 1. Sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa; 2. Lessee memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi akan dilaksanakan; 3. Masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomik aset meskipun hak milik tidak dialihkan; 4. Pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan; dan 5. Aset sewaan bersifat khusus dan hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material. Indikator dari situasi yang secara individual ataupun gabungan dapat juga menunjukkan bahwa sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah: 1. Jika lessee dapat membatalkan sewa, maka rugi lessor yang terkait dengan pembatalan ditanggung oleh lessee; 2. Untung atau rugi dari fluktuasi nilai wajar residu dibebankan kepada lessee (misalnya, dalam bentuk potongan harga rental dan yang setara dengan sebagian besar hasil penjualan residu pada akhir sewa); dan 3. Lessee memiliki kemampuan untuk melanjutkan sewa untuk periode kedua dengan nilai rental yang secara substansial lebih rendah dari nilai pasar rental. 6.3 SEWA DALAM LAPORAN KEUANGAN LESSEE PADA SEWA PEMBIAYAAN ke jumlah yang diakui sebagai aset. Liabilitas dari aset sewaan tidak dapat disajikan sebagai pengurang aset sewaan dalam laporan keuangan. Jika penyajian liabilitas dalam laporan keuangan dibedakan antara liabilitas jangka pendek dan liabilitas jangka panjang, hal yang sama berlaku untuk liabilitas sewa. Biaya langsung awal umumnya terjadi sehubungan dengan aktivitas negosiasi dan pemastian pelaksanaan sewa. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung kepada aktivitas lessee untuk suatu sewa pembiayaan ditambahkan ke jumlah yang diakui sebagai aset. 1. Pengakuan Awal Pada awal masa sewa, lesee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan liabilitas dalam laporan posisi keuangan sebesar nilai wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini lebih rendah dari nilai wajar. Tingkat diskonto yang digunakan dalam perhitungan nilai kini dari pembayaran sewa minimum adalah tingkat suku bunga implisit dalam sewa , jika dapat ditentukan secara praktis, jika tidak, digunakan tingkat suku bunga pinjaman inkremental lessee. Biaya langsung awal yang dikeluarkan lesee ditambahkan ke dalam jumlah yang diakui sebagai aset. Meskipun bentuk legal perjanjian sewa menyatakan bahwa lessee tidak memperoleh hak legal atas aset sewaan, dalam hal sewa pembiayaan secara substansi dan realitas keuangan pihak lessee memperoleh manfaat ekonomik dari dari pemakaian aset sewaan tersebut selama sebagian besar umur ekonomisnya. Sebagai konsekuensinya lessee menanggung kewajiban untuk membayar hak tersebut sebesar suatu jumlah, pada awal sewa, yang mendekati nilai wajar dari aset dan beban keuangan terkait. Jika transaksi sewa tersebut tidak tercermin dalam laporan posisi keuangan lessee, sumber daya ekonomi an tingkat kewajian dari entitas menjadi terlalu rendah, sehingga mendistorsi rasio keuangan. Oleh karena itu, sewa pembiayaan diakui dalam laporan posisi keuangan lessee sebagai aset dan kewajiban untuk pembayaran sewa di masa depan. Pada awal masa sewa, aset dan liabilitas untuk pembayaran sewa di masa depan diakui di laporan posisi keuangan pada jumlah yang sama, kecuali untuk biaya langsung awal dari lessee yang ditambahkan 2. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Pembayaran sewa minimum dipisahkan antara bagian yang merupakan beban keuangan dan bagian yang merupakan pelunasan liabilitas. Beban keuangan dialokasikan ke setiap periode selama masa sewa sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu tingkat suku bunga periodik yang konstan atas saldo liabilitas. Rental kontijen dibebankan pada periode terjadinya. Suatu sewa pembiayaan menimbulkan beban penyusutan untuk aset yang dapat disusutkan dan beban keuangan dalam setiap periode akuntansi. Kebijakan penyusutan untuk aset sewaan konsisten dengan aset dimiliki sendiri, dan penghitungan penyusutan yang diakui berdasarkan PSAK 16 (revisi 2011): Aset Tetap dan PSAK 19(revisi 2010): Aset Tak Berwujud. Jika tidak ada kepastian yang memadai bahwa lessee akan mendapatkan hak kepemilikan pada akhir masa sewa, aset sewaan disusutkan secara penuh selama jangka waktu yang lebih pendek antara periode masa sewa dan umur manfaatnya. 3. Pengungkapan Selain memenuhi ketentuan PSAK 60: PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 129 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Instrumen Keuangan: Pengungkapan, lessee juga mengungkapkan hal-hal berikut yang berkaitan dengan sewa pembiayaan: • Jumlah neto jumlah tercatat untuk setiap kelompok aset pada tanggal pelaporan. • Rekonsiliasi antara total pembayaran sewa minimum di masa depan pada tanggal pelaporan, dengan nilai kininya. Selain itu, entitas mengungkapan total pembayaran sewa minimum di masa depan pada tanggal pelaporan, dan nilai kininya, untuk setiap periode berikut : a).Sampai dengan satu tahun b).Lebih dari satu tahun sampai lima tahun c).Lebih dari lima tahun • Rental kontijen yang diakui sebagai beban pada periode tersebut. • Total perkiraan penerimaan pembayaran minimum sewa-lanjut di masa depan dari kontrak sewa-lanjut yang tidak dapat dibatalkan (non-cancelable subleases) • Penjelasan umum isi perjanjian sewa yang material, yang meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal berikut : a).Dasar penentuan utang rental kontijen b).Ada tidaknya klausul-klausul yang berkaitan dengan opsi perpanjangan atau pembelian dan eskalasi beserta syarat-syaratnya c).Pembatasan-pembatasan yang ditetapkan dalam perjanjian sewa, misalnya yang terkait dengan dividen, tambahan utang, dan sewa-lanjut. 130 6.4 TRANSAKSI JUAL DAN SEWABALIK Jika suatu transaksi jual dan sewa-balik merupakan sewa pembiayaan, selisih lebih hasil penjualan dari jumlah tercatat tidak dapat diakui segera sebagai pendapatan oleh penjual-lessee, tetapi ditangguhkan dan diamortisasi selama masa sewa. Jika transaksi jual dan sewa-balik merupakan sewa operasi dan jelas bahwa transaksi tersebut terjadi pada nilai wajar, maka laba rugi diakui segera, kecuali rugi tersebut dikompensasikan dengan pembayaran sewa di masa depan yang lebih rendah dari harga pasar, maka rugi tersebut harus ditangguhkan dan diamortisasi secara proporsional dengan pembayaran sewa selama periode penggunaan aset. Jika harga jual di atas nilai wajar, selisih lebih dari nilai wajar tersebut ditangguhkan dan diamortisasi selama periode penggunaan aset. Untuk sewa operasi, jika nilai wajar aset pada saat transaksi jual dan sewa-balik lebih rendah daripada jumlah tercatatnya, rugi sebesar selisih antara jumlah tercatat dan nilai wajar diakui segera. PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 131 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 132 7.1 KESIMPULAN Beberapa kesimpulan dari hasil penyusunan buku Panduan Investasi Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia adalah: 1. Ditemukan banyak jenis perizinan di sektor ketenagalistrikan, baik di pusat dan di daerah yang memerlukan waktu cukup lama untuk perolehannya. Sebagai akibatnya, proses perizinan hingga operasi bisa menghabiskan waktu hingga tiga tahun. 2. Berbagai upaya telah dilakukan untuk dapat menyederhanakan perizinanperizinan sektor ketenagalistrikan, antara lain melalui pendelegasian wewenang penerbitan perizinan tersebut ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) BKPM. Namun, rekomendasi teknis yang dipersyaratkan dalam berbagai jenis perizinan tetap memerlukan waktu lama, dan tetap melibatkan instansi teknis di masing-masing kementerian / lembaga. 3. Pemangkasan waktu perizinan juga menjadi komitmen para pihak untuk mempercepat proses perizinan. 4. Berbagai informasi terkait dengan perizinan mudah diperoleh, namun masih bersifat parsial, sehingga perlu dilakukan penggabungan dan penyelarasan, agar lebih komprehensif menjadi satu panduan untuk sektor ketenagalistrikan. 7.2 REKOMENDASI Buku panduan investasi ini perlu diperluas lagi pada seluruh sektor ketenagalistrikan, termasuk skema perizinan pengadaan listrik untuk penggunaan sendiri, dan pengadaan listrik melalui skema EPC (enginering, procurement, construction). Perlu mengembangkan informasi dalam buku panduan ini dalam suatu media / wadah online, misalnya website, sehingga lebih mudah diakses. PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 133 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Jl. Jend. Gatot Subroto No. 44, Jakarta 12190 P.O. Box 3186, Indonesia