panduan investasi

advertisement
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 2015
PANDUAN INVESTASI
SEKTOR KETENAGALISTRIKAN
DI INDONESIA
LAPORAN AKHIR 2015
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
2
KATA PENGANTAR
Penyusunan Panduan Investasi Sektor Ketenagalistrikan didasarkan pada surat perjanjian
kerjasama antara Badan Koordinasi Penanaman Modal (selaku pengguna jasa) dengan
PT Eltra Wiratama Konsultan (selaku penyedia jasa). Berdasarkan perjanjian tersebut, ada
beberapa laporan yang harus disampaikan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, antara
lain adalah Laporan Akhir.
Panduan Investasi Sektor Ketenagalistrikan ini disusun sebagai hasil kajian terhadap berbagai
perizinan dan nonperizinan yang terkait dengan investasi sektor ketenagalistrikan. Berbagai
peraturan perundang-undangan menjadi acuan dalam mengidentifikasi satu per satu jenis
perizinan dan nonperizinan di sektor ini, termasuk insentif fiskal yang digulirkan pemerintah.
Hasil identifikasi disusun menjadi skema perizinan investasi sektor ketenagalistrikan pada
berbagai jenis pembangkit. Meskipun relatif sama, pemisahan berdasarkan jenis pembangkit
dan juga unit pelaksana (investor, khususnya IPP) dalam mendukung program pengadaan
tenaga listrik 35.000 MW.
Harapannya, dokumen ini dapat diterima dengan baik, sebagai laporan hasil pelaksanaan
pekerjaan dan bermanfaat bagi pengguna jasa. Atas perhatian dan kerjasama para pihak,
Kami mengucapkan terima kasih.
Jakarta, Oktober 2015
Tim Penyusun
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
3
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
4
003 I
KATA PENGANTAR
005 I
DAFTAR ISI
008 I
DAFTAR TABEL
010 I
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
012 I
1.1
Latar Belakang
014 I
1.2
Maksud Pelaksanaan Kegiatan
015 I
1.3
Tujuan Pelaksanaan Kegiatan
015 I
1.4
Ruang Lingkup
015 I
1.5
Waktu Pelaksanaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA: SEKTOR
KETENAGALISTRIKAN DI
INDONESIA
016 I
2.1
Gambaran Umum Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia
017 I
2.1.1
Pembangunan Sektor Ketenagalistrikan dalam Rencana
Pembangunan Nasional
019 I
2.1.2
Kapasitas Ketenagalistrikan Indonesia
020 I
2.1.3
Kebutuhan listrik Indonesia
023 I
2.2
Peluang Investasi Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia
023 I
2.2.1
Kebutuhan Investasi Sektor Ketenagalistrikan
026 I
2.2.2
Profil dan Kebutuhan Investasi Sektor Kelistrikan Regional
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
5
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Wilayah Sumatera
035 I
2.2.3
Profil dan Kebutuhan Investasi Sektor Kelistrikan
Regional Wilayah Jawa - Bali
042 I
2.3
Skema Investasi Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia
042 I
2.3.1
Landasan Hukum
043 I
2.3.2
Independent Power Producers (IPP)
047 I
2.3.3
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)
054 I
2.3.4
Swasta Murni
DAFTAR ISI
BAB 3
METODOLOGI
6
056 I
3.1
Pendekatan
058 I
3.2
Metodologi
058 I
3.2.1
Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
059 I
3.2.2
Metode Pengolahan Data
060 I
3.2.3
Beberapa Analisis yang Digunakan
061 I
3.2.4
Policy Dialogue dan Focus Discussion Group (FGD)
062 I
3.3
Penyusunan Buku Panduan Investasi Sektor
Ketenagalistrikan
BAB 4
IDENTIFIKASI PERIZINAN
INVESTASI SEKTOR
KETENAGALISTRIKAN
064 I
4.1
Program Pembangkit Listrik 35.000 MW
065 I
4.2
Mekanisme Pengadaan Listrik 35.000 MW
071 I
4.3
Identifikasi Perizinan Dalam Rangka Program Pengadaan Listrik
35.000 MW
071 I
4.3.1
Izin Prinsip Penamaman Modal
073 I
4.3.2
Pendirian Badan Usaha di Indonesia
079 I
4.3.3
Perizinan Ketenagakerjaan
080 I
4.3.4
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL)
108 I
4.4
Skema Perizinan Investasi Sektor Ketenagalistrikan
BAB 5
INSENTIF INVESTASI SEKTOR
KETENAGALISTRIKAN
BAB 6
SISTEM AKUNTANSI SEKTOR
KETENAGALISTRIKAN
127 I
6.1
ISAK 8 : Interpretasi Perjanjian Mengandung Sewa
128 I
6.2
PSAK 30: Sewa
129 I
6.3
Sewa Dalam Laporan Keuangan Lessee Pada Sewa Pembiayaan
130 I
6.4
Transaksi Jual dan Sewa-Balik
BAB 7
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
133 I
7.1
Kesimpulan
133 I
7.2
Rekomendasi
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
7
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
020 I
Tabel 1
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
021 I
Tabel 2 Pertumbuhan Ekonomi, Proyeksi Kebutuhan Tenaga
Listrik dan Beban Puncak Periode Tahun 2015–2024
021 I
Tabel 3 Proyeksi Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Pelanggan
dan Rasio Elektrifikasi Periode Tahun 2015 – 2024
022 I
Tabel 4 Prakiraan Kebutuhan Listrik, Angka Pertumbuhan dan
Rasio Elektrifikasi
DAFTAR TABEL
024 I
8
Tabel 5 Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik PLN Tahun 20152024 per Kelompok Pelanggan (TWh)
025 I
Tabel 6 Kebutuhan Tambahan Pembangkit Tahun 2015-2019
(MW)
025 I
Tabel 7 Kebutuhan Tambahan Pembangkit berdasarkan
Status Proyek
027 I
Tabel 8 Kapasitas Terpasang Pembangkit Wilayah Sumatera
(MW) sampai dengan Bulan Desember Tahun 2014
027 I
Tabel 9 Perkembangan Kapasitas Trafo GI Wilayah Sumatera
(MVA)
027 I
Tabel 10 Perkembangan Saluran Transmisi Wilayah Sumatera
(kms)
028 I
Tabel 11 Rencana Pengembangan MPP di Sumatera
030 I
Tabel 12 Kebutuhan Pembangkit Wilayah Sumatera (MW)
032 I
Tabel 13 Kebutuhan Fasilitas Transmisi Wilayah Sumatera
032 I
Tabel 14 Kebutuhan Fasilitas Trafo dan Gardu Induk Wilayah
Sumatera
033 I
Tabel 15 Kebutuhan Fasilitas Distribusi Wilayah Sumatera
034 I
Tabel 16 Total Kebutuhan Dana Investasi PLN untuk Wilayah Sumatera
035 I
Tabel 17 KapasitasTerpasang Pembangkit Sistem Jawa-Bali Tahun 2014
035 I
Tabel 18 Perkembangan Kapasitas Trafo GI Sistem Jawa-Bali
035 I
Tabel 19 Perkembangan Saluran Transmisi Sistem Jawa Bali
038 I
Tabel 20 Rencana Penambahan Pembangkit Sistem Jawa-Bali (MW)
039 I
Tabel 21 Kebutuhan Saluran Transmisi Sistem Jawa-Bali
039 I
Tabel 22 Kebutuhan Trafo Sistem Jawa-Bali
040 I
Tabel 23 Kebutuhan Fasilitas Distribusi Sistem Jawa-Bali
041 I
Tabel 24 Kebutuhan Dana Investasi untuk Sistem Jawa – Bali
048 I
Tabel 25 Kerangka Regulasi Investasi Pola KPS
049 I
Tabel 26 Bentuk dan Modalitas KPS
059 I
Tabel 27 Jenis data dan informasi yang dibutuhkan
066 I
Tabel 28 Proyek pembangkit listrik investasi PLN yang pengadaannya akan
dibuka (pelelangan)
067 I
Tabel 29 Proyek pembangkit listrik investasi swasta yang pengadaannya
akan dibuka (pelelangan)
068 I
Tabel 30 Proyek pembangkit listrik investasi swasta yang pengadaannya
akan dibuka (penunjukan langsung)
082 I
Tabel 31 Identifikasi berbagai perizinan / non perizinan terkait investasi
sektor ketenagalistrikan
114 I
Tabel 32 Bidang Usaha Tertentu Dan Daerah Tertentu Yang Mendapat
Fasilitas Tax Allowance
118 I
Tabel 33 Jenis-Jenis Insentif Fiskal Dalam Rangka Pembangkitan Tenaga
Listrik
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
9
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
018 I
Gambar 1
Strategi Pembangunan Nasional, 2015-2019
022 I
Gambar 2
Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik PLN Tahun 2015
dan 2024
023 I
Gambar 3
Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik PLN Tahun 2015-
DAFTAR GAMBAR
2024
10
031 I
Gambar 4
Rencana Pengembangan transmisi Sistem
sumatera Tahun 2015-2024
034 I
Gambar 5
Kebutuhan Dana Investasi PLN untuk Wilayah
Sumatera
039 I
Gambar 6
Rencana Pengembangan transmisi Sistem Jawa-bali
Tahun 2015-2024
041 I
Gambar 7
Kebutuhan Dana Investasi PLN untuk Sistem Jawa –
Bali
044 I
Gambar 8
Mekanisme Pengadaan Ketenagalistrikan dengan
Penunjukkan Langsung
045 I
Gambar 9
Mekanisme Pengadaan Ketenagalistrikan dengan
Pemilihan Langsung
045 I
Gambar 10 Mekanisme Pengadaan Ketenagalistrikan dengan
Lelang Terbuka
046 I
Gambar 11 Tahapan Bisnis Ketenagalistrikan Pola IPP
049 I
Gambar 12 Bentuk dan modalitas KPS
051 I
Gambar 13 Tahapan Pembiayaan Infrastruktur Kerjasama
Pemerintah Swasta
060 I
Gambar 14 Sistem kebijakan
061 I
Gambar 15 Proses analisis kebijakan berdasarkan masalah
kebijakan
069 I
Gambar 16 Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW oleh
Pengembang Swasta (IPP)
069 I
Gambar 17 Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW melalui
Penunjukan Langsung
070 I
Gambar 18 Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW melalui
Pemilihan Langsung
070 I
Gambar 19 Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW melalui
Pelelangan Umum
108 I
Gambar 20 Skema umum perizinan investasi sektor ketenagalistrikan
109 I
Gambar 21 Skema Perizinan untuk PLTA oleh IPP
109 I
Gambar 22 Skema Perizinan untuk PLTU Mulut Tambang / Batubara oleh IPP
110 I
Gambar 23 Skema Perizinan untuk PLTG / PLTGU / PLTMG oleh IPP
110 I
Gambar 24 Skema Perizinan untuk PLTP oleh IPP
114 I
Gambar 25 Skema Fasilitas Fiskal Mendukung Pembangunan Proyek
Ketenagalistrikan 35 000 MW
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
11
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode
2010-2014 rata-rata tumbuh sebesar 5,8%. Pada
tahun 2013 pendapatan perkapita Indonesia
mencapai USD 3.500 yang menempatkan
Indonesia berada pada lapis bawah negaranegara berpenghasilan menengah. Untuk dapat
lepas dari middle income trap dan mencapai
target sebagai negara berpenghasilan tinggi
pada tahun 2030, perekonomian nasional
dituntut tumbuh rata-rata antara 6-8 persen per
tahun.
12
Sebagai salah satu upaya mencapai
pertumbuhan 6-8 persen per tahun, pemerintah
telah menetapkan program-program prioritas
infrastruktur untuk lima tahun kedepan melalui
Nawacita. Pembangunan infrastruktur juga
diperlukan untuk mendorong penanaman
modal yang lebih merata. Pada tahun 20152019 Pemerintah telah berkomitmen untuk
membangun infrastruktur tenaga listrik sebesar
35 ribu MW. Selain itu, akan dibangun 24
pelabuhan baru, 60 pelabuhan penyeberangan,
15 bandara baru, 3.258 km jalur kereta, 2.650 km
jalan baru, dan 1.000 km jalan tol.
Untuk mencapai target tersebut, dalam lima
tahun kedepan kebutuhan investasi infrastruktur
Indonesia adalah Rp 5.519,4 triliun. Dimana
dari jumah tersebut, pendanaan pemerintah
hanya berkisar 40,14% atau sekitar Rp 2.215,6
triliun selama 5 (lima) tahun ke depan. Sehingga
terdapat selisih pendanaan sekitar Rp 3.303,8
trilliun yang akan dikejar dengan partisipasi
swasta.
Dari seluruh proyek infrastruktur yang akan
dibangun selama lima tahun kedepan,
infrastruktur sektor ketenagalistrikan menjadi
perhatian utama pemerintah. Listrik merupakan
kebutuhan dasar yang dibutuhkan Indonesia
untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi
rata-rata 6-8 persen selama 2015-2019. Tidak
hanya penting bagi pertumbuhan ekonomi, listrik
juga memberikan pengaruh yang signifikan bagi
perbaikan Human Development Index (HDI).
Dalam Journal of the Asia Pasific Economy 2011,
seorang peneliti Indonesia yang mengadakan
penelitian di Pulau Jawa menemukan bahwa
setiap kenaikan 1% dari rumah tangga yang
menggunakan listrik akan menaikkan HDI
sebesar 0,2% dalam jangka panjang. Kenaikan
HDI yang dihasilkan dari pembangunan
listrik paling tinggi dibandingkan dengan
pembangunan infrastruktur lainnya seperti 1%
kenaikan di infrastruktur air dan jalan hanya akan
menaikkan HDI sebesar masing-masing 0,03%
dan 0,01%.
Konsumsi listrik dalam kurun waktu tahun
2000-2012 mengalami pertumbuhan rata-rata
6,2% per tahun. Rendahnya pertumbuhan ini
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
13
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
menyebabkan rasio elektrifikasi nasional masih
tertinggal dibadingkan dengan negara-negara
ASEAN lainnya. Data dari Handbook of Energy &
Economic Statitics tahun 2013 dari Kementerian
ESDM menunjukkan bahwa rasio elektrifikasi
Indonesia hanya sebesar 76,56% masih jauh bila
dibandingkan dengan Malaysia (99,4%), Vietnam
(97,6%), Thailand (87,7%), dan bahkan Filipina
(83,3%).
Dalam rangka mencapai target pembangunan
35 ribu GW selama lima tahun kedepan, PLN
melalui RUPTL 2015-2024 telah menetapkan
proyek-proyek infrastruktur ketenagalistrikan.
Selama tahun 2015-2019 akan dibangun 42GW
pembangkit listrik dimana 7 GW merupakan
bagian dari Fast Track Program II dan 35 GW
adalah tambahan program pemerintahan baru.
Dari jumlah tersebut PLN akan membangun
pembangkit sebesar 17,4 GW, transmisi
sepanjang 50 ribu kms dan gardu induk di 743
lokasi dengan kebutuhan capital expenditure
sebesar Rp545 trilliun. Sedangkan sisanya akan
ditawarkan kepada swasta untuk membangun
pembangkit sebesar 24,9 GW dan transmisi
sepanjang 360 kms dengan kebutuhan capital
expenditure sebesar Rp435 trilliun. Proyekproyek ketenagalistrikan ini masih akan
ditambahkan dengan proyek-proyek listrik
diluar rencana PLN. Baik yang diajukan oleh
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,
Bappenas, pengelola kawasan industri maupun
pemerintah daerah seperti yang tertuang dalam
Lampiran III Infrastruktur Rencana Strategis
BKPM 2015-2019.
ketenagalistrikan melalui Investor Relation
Unit di BKPM. Selama bulan Januari-Februari
2015 saja sudah ada 12 (dua belas) pertanyaan
dari calon investor yang masuk. Minat yang
tinggi juga terlihat dari izin Prinsip untuk sektor
ketenagalistrikan yang dikeluarkan BKPM.
Selama kurun waktu 2010-2014 tercatat ada
114 proyek PMA di sektor ketenagalistrikan
dengan nilai investasi sebesar US$ 22.592,50
juta. Namun selama kurun waktu 2011-2014
hanya terdapat realisasi sebanyak 3 proyek PMA
dengan nilai investasi sebesar US$ 215 juta. Agar
minat investasi di sektor listrik dapat terealisasi,
Direktorat Perencanaan Industri Agribisnis dan
Sumber Daya Alam Lainnya merasa perlu untuk
membuat panduan investasi sektor listrik di
Indonesia. Panduan investasi ini akan memuat
peluang investasi di sektor listrik, regulasiregulasi terkait yang perlu diperhatikan oleh
penanam modal baik regulasi teknis maupun
non teknis seperti lahan, penjelasan mengenai
skema-skema investasi, serta penjelasan
mengenai perpajakan di Indonesia.
Dengan adanya panduan investasi ini diharapkan
informasi mengenai investasi di sektor listrik
dapat lebih transparan dan terpercaya sehingga
dapat mendukung perbaikan iklim investasi.
Selain itu, buku panduan investasi ini juga dapat
digunakan sebagai media promosi untuk menarik
lebih banyak calon penanam modal.
1.2
MAKSUD PELAKSANAAN
KEGIATAN
Maksud dari kegiatan ini adalah:
Untuk mencapai target pembangunan
infrastruktur ketenagalistrikan, tantangan
pemerintah khususnya BKPM adalah mendorong
partisipasi swasta dalam pembangunan
infrastruktur baik melalui skema Kerjasama
Pemerintah Swasta (KPS) maupun non KPS
(Business to Business). Untuk itulah diperlukan
perbaikan iklim investasi dan promosi yang tepat
dalam menarik calon penanam modal yang
serius.
Ketertarikan calon penanam modal untuk
berinvestasi di sektor ketenagalistrikan
terlihat dari banyaknya pertanyaan mengenai
14
1. Mendukung perbaikan iklim investasi dengan
menyediakan informasi yang transparan dan
kredibel.
2. Menyediakan buku panduan investasi sektor
ketenagalistrikan bagi calon penanam
modal.
3. Menyediakan buku panduan investasi sektor
ketenagalistrikan sebagai media promosi.
1.3
TUJUAN PELAKSANAAN
KEGIATAN
Tersedianya buku panduan investasi, khususnya
di sektor ketenagalistrikan, yang dapat
dimanfaatkan oleh calon penanam modal untuk
mendukung terealisasinya investasi di sektor
listrik.
1.4
RUANG LINGKUP
3. Focus Group Discussion
Koordinasi dan pertemuan dengan
stakeholder terkait dengan tujuan untuk
memperoleh masukan dan klarifikasi
informasi dari berbagai stakeholder terkait
baik di pusat maupun di daerah untuk
berbagi pengalaman dan memperoleh
gambaran mengenai investasi di sektor
ketenagalistrikan yang dilaksanakan dalam
bentuk Focus Group Discussion (FGD)
bekerjasama dengan pihak BKPM.
Ruang lingkup pelaksanaan kegiatan adalah:
4. Melakukan koordinasi dengan BKPM secara
intensif minimal 2 (dua) kali dalam sebulan,
dalam hal penyusunan materi kajian;
1. Desk Study
Melakukan studi literatur dari berbagai
sumber yang terkait dengan investasi di
sektor ketenagalistrikan.
5. Membuat Laporan hasil survei pengumpulan
data dan informasi;
2. Policy Dialogue
Pengkayaan informasi yang diperoleh
dari wilayah survei di dalam maupun luar
negeri bekerjasama dengan pihak BKPM
dengan tujuan mengumpulkan data primer
dan sekunder dari berbagai instansi terkait
maupun dari industri yang telah ada
mengenai kebijakan investasi di sektor
ketenagalistrikan.
6. Menyusun buku panduan investasi sektor
listrik di Indonesia dalam bahasa Indonesia
dan Inggris.
1.5
WAKTU PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan dalam jangka waktu 4
(empat) bulan, sejak penandatanganan Surat
Perjanjian Kerjasama.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
15
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
2
TINJAUAN PUSTAKA:
SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
2.1
GAMBARAN UMUM SEKTOR
KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
16
2.1.1
Pembangunan Sektor
Ketenagalistrikan dalam Rencana
Pembangunan Nasional
Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
tahun 2015-2019, sektor ketenagalistrikan
menjadi bagian dari strategi pembangunan
nasional, yaitu menjadi salah satu dari tiga
dimensi pembangunan nasional:
1. Dimensi pembangunan manusia dan
masyarakat.
2. Dimensi pembangunan sektor unggulan
dengan prioritas
3. Dimensi pemerataan dan kewilayahan.
Sektor ketenagalistrikan masuk dalam dimensi
salah satu sektor unggulan dan prioritas nasional
selain pangan, energi, kemaritiman, kelautan,
pariwisata dan industri.
Pada tahun 2015 ini dengan jumlah penduduk
yang diperkirakan sudah mencapai 257,9 juta
jiwa, jumlah pelanggan listrik PLN baru mencapai
60,3 juta jiwa atau rasio elektrifikasi sebesar 84%.
Kebutuhan listrik saat ini sudah mencapai 219,1
TWH. Tahun 2024 jumlah penduduk Indonesia
diperkirakan mencapai 284,8 juta jiwa dengan
jumlah pelanggan listrik mencapai 78,4 juta
jiwa, bila pertumbuhan ekonomi diperkirakan
sebesar 6,1 hingga 7,1% maka pada tahun 2024
tambahan kapasitas listrik nasional mencapai
70.400 MW dengan asumsi pertumbuhan
kebutuhan listrik sebesar 8,7% per tahun, rasio
elektrifikasi mencapai 99,4% maka kebutuhan
listrik nasional akan mencapai 464,2 TWH.
Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam
Journal of the Asia Pasific Economy 2011,sektor
ketenagalistrikan merupakan sektor yang
memberikan pengaruh signifikan terhadap
peningkatan kualitas pembangunan manusia
suatu daerah. Setiap kenaikan 1% dari rumah
tangga yang menggunakan listrik akan
menaikkan HDI (Human Development Index)
sebesar 0,2% dalam jangka panjang. Kenaikan
HDI yang dihasilkan dari pembangunan
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
17
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL
NORMAL PEMBANGUNAN KABINET KERJA
Membangun manusia dan masyarakat ;
Upaya meningkatkan kesejahteraan, kemakmuran, produktivitas tidak boleh menciptakan
ketimpangan yang semakin melebar. Perhatian khusus diberikan kepada peningkatan
produktivitas rakyat lapisan menengah bawah, tanpa menghalangi, menghambat,
mengecilkan dan
mengurakngi keleluasaan pelaku-pelaku besar untuk terus menjadi bagian pertumbuhan ;
Ÿ aktivitas pembangunan tidak boleh merusak, menurunkan daya dukung lingkungan dan
keseimbangan
ekosistem
Ÿ
Ÿ
3 DIMENSI PEMBANGUNAN
DIMENSI PEMBANGUNAN
MANUSIA
DIMENSI PEMBANGUNAN
SEKTOR UNGGULAN
DIMENSI PEMERATAAN
DAN PEWILAYAHAN
PENDIDIKAN
KEDAULATAN PANGAN
ANTAR KELOMPOK
PENDAPATAN
KEDAULATAN ENERGI &
KETENAGALISTRIKAN
KEMARITIMAN &
KELAUTAN
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
PARIWISATA & INDUSTRI
ANTAR WILAYAH :
1 DESA
2 PINGGIRAN
3 LUAR JAWA
4. KAWASAN TIMUR
KONDISI PERLU
KEPASTIAN &
PENEGAKAN HUKUM
KEAMANAN &
KETERTIBAN
POLITIK &
DEMOKRASI
TATA KELOLA & RB
QUICK WINS & PROGRAM LANJUTAN LAINNYA
Gambar 1
Strategi Pembangunan Nasional, 2015-2019
listrik paling tinggi dibandingkan dengan
pembangunan infrastruktur lainnya seperti 1%
kenaikan di infrastruktur air dan jalan hanya
akan menaikkan HDI sebesar masing-masing
0,03% dan 0,01%. Hal ini menunjukkan betapa
pentingnya sektor ketenagalistrikan bagi
peningkatan kualitas pembangunan manusia di
Indonesia.
Pada tahun 2014, kapasitas pembangkit listrik
nasional baru mencapai 50,7 Giga Watt, selama
masa pembangunan lima tahun saat ini (20152019) peningkatan kapasitas pembangkit
listrik nasional diharapkan mampu mencapai
peningkatan sebesar 35,9 Giga Watt atau
18
mencapai 86,6 Giga Watt pada akhir tahun
2019. Kondisi ini diharapkan mampu mendorong
rasio elektrifikasi nasional hingga mencapai
96,6 % pada akhir tahun 2019, atau mengalami
peningkatan sebesar 15,1% dari yang saat
ini sudah dicapai. Saat ini masih ada 18,5 %
penduduk Indonesia belum menikmati layanan
energi listrik. Dari tingkat rasio elektrifikasi
tersebut, pelayanan dasar bagi penduduk
rentan dan kurang mampu (40% penduduk yang
berpendapatan terendah), peningkatan akses
penerangan ditargetkan mencapai 100% dari
yang saat ini dicapai (52,3%) atau meningkat
47,7% untuk kurun waktu 5 tahun kedepan.
Arah kebijakan umum pembangunan
nasional 2015-2019 (Perpres Nomor 2 tahun
2015 tentang RPJMN) saat ini terkait sektor
ketenagalistrikan adalah melakukan percepatan
pembangunan infrastruktur untuk pertumbuhan
dan pemerataan. Pembangunan infrastruktur
diarahkan untuk memperkuat konektivitas
nasional untuk mencapai keseimbangan
pembangunan, mempercepat penyediaan
infrastruktur kelistrikan, menjamin ketahanan
energi untuk mendukung ketahanan
nasional. Pelaksanaan pembangunan sektor
ketenagalistrikan ini dilaksanakan secara
terintegrasi dan dengan meningkatkan peran
kerjasama Pemerintah-Swasta.
2.1.2
Kapasitas Ketenagalistrikan Indonesia
Kapasitas ketenagalistrikan di Indonesia
ditinjau berdasarkan daya tersambung. Daya
tersambung, energi terjual, jumlah pelanggan
dan kapasitas terpasang merupakan gambaran
umum dari kemampuan Indonesia dalam
menyediakan energi listrik saat ini. Daya
tersambung yang merupakan besaran daya
yang disepakati oleh PLN dan pelanggan
dalam perjanjian jual beli tenaga listrik,
daya tersambung ini yang menjadi dasar
penghitungan beban.
Daya tersambung listrik di Indonesia totalnya
mencapai 100.030,53 MVA. Pembagian
berdasarkan kelompok pelanggan di Indonesia,
untuk rumah tangga mencapai 48,374,47 MVA
atau 48, 36% dari total daya tersambung, untuk
industri mencapai 23.541,96 MVA atau 23,53%,
untuk bisnis sebesar 21,22% atau mencapai
21.223,71 MVA. Sedangkan sisanya untuk
kebutuhan sosial, gedung kantor pemerintahan
dan penerangan jalan umum.
Daya tersambung untuk Pulau Jawa pada
tahun 2014 mencapai 69.874,20 MVA atau
mencapai 69,85% dari total nasional, dengan
tingkat pemanfaatan daya tersambung terbesar
pada kelompok pelanggan rumah tangga yang
mencapai 30.414,07 MVA atau mencapai 43,16%
dari total daya tersambung di Pulau Jawa.
Sedangkan jumlah energi yang terjual kepada
pelanggan adalah energi (kWh) yang terjual
kepada pelanggan TT (tegangan tinggi), TM
(tegangan menengah) dan TR (tegangan rendah)
sesuai dengan jumlah kWh yang dibuat rekening.
Jumlah energi listrik terjual pada tahun 2014
sebesar 198.601,78 GWh meningkat 5,90%
dibandingkan tahun sebelumnya. Kelompok
pelanggan Industri mengkonsumsi 65.908,68
GWh (33,19%), Rumah Tangga 84.086,46 GWh
(42,34%), Bisnis 36.282,42 GWh (18,27%),
dan Lainnya (sosial, gedung pemerintah dan
penerangan jalan umum) 12.324,21 GWh
(6,21%). Penjualan energi listrik untuk semua
jenis kelompok pelanggan yaitu industri,
rumah tangga, bisnis dan lainnya mengalami
peningkatan masing-masing sebesar 2,37%,
8,90%, 5,17% dan 7,63%. Sedangkan jumlah
pelanggan pada akhir tahun 2014 baru mencapai
57.493.234 pelanggan atau meningkat 6,48%
dari akhir tahun 2013. Harga jual listrik rata-rata
per kWh selama tahun 2014 sebesar Rp 939,74
lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar Rp
818,41.
Kapasitas terpasang dan unit pembangkit PLN
(holding dan anak perusahaan) pada akhir
Desember 2014 mencapai 39.257,53 MW dan
5.007 unit, dengan 31.062,19 MW (79,12%)
berada di Pulau Jawa. Total kapasitas terpasang
meningkat 14,77% dibandingkan dengan akhir
Desember 2013.
Persentase kapasitas terpasang per jenis
pembangkit sebagai berikut : PLTU 20.451,67
MW (52,10%), PLTGU 8.886,11 MW (22,64%),
PLTD 2.798,55 (7,13%), PLTA 3.526,89 MW
(8,98%), PLTG 3.012,10 MW (7,67%), PLTP 573
MW (1,46%), PLT Surya dan PLT Bayu 9,20 MW
(0,02%). Adapun total kapasitas terpasang
nasional termasuk sewa dan IPP adalah
51.620,58 MW.
Selama tahun 2014, jumlah energi listrik produksi
sendiri (termasuk sewa) sebesar 175.296,98
GWh meningkat 6,91% dibandingkan tahun
sebelumnya. Dari jumlah tersebut, 59,12%
diproduksi oleh PLN Holding, dan 40,88%
diproduksi Anak Perusahaan yaitu PT Indonesia
Power, PT PJB, PT PLN Batam dan PT PLN
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
19
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Tarakan. Persentase energi listrik produksi sendiri
(termasuk sewa) per jenis energi primer adalah:
gas alam 49.312,48 GWh (28,13%), batubara
84.076,12 GWh (47,96%), minyak 26.433,18
GWh (15,08%), tenaga air 11.163,62 GWh
(6,37%), dan 4.285,37 GWh (2,44%) berasal dari
panas bumi.
unit, sistem 150 kV sebanyak 1.179 unit, sistem
70 kV sebanyak 192 unit, dan sistem < 30 kV
sebanyak 1 unit. Kapasitas terpasang dan jumlah
trafo gardu distribusi menjadi 46.779 MVA dan
389.302 unit. Kapasitas terpasang dan jumlah
trafo mengalami peningkatan masing-masing
sebesar 8,32% dan 7,32%.
Dibandingkan tahun sebelumnya penggunaan
bahan bakar minyak untuk pembangkit listrik di
Indonesia mengalami peningkatan, sedangkan
pangsa gas alam, batubara, panas bumi dan
air mengalami penurunan. Produksi total PLN
(termasuk pembelian dari luar PLN) pada tahun
2014 sebesar 228.554,91 GWh, mengalami
peningkatan sebesar 12.366,36 GWh atau 5,72%
dari tahun sebelumnya. Dari produksi total PLN
tersebut, energi listrik yang dibeli dari luar PLN
sebesar 53.257,93 GWh (23,30%). Pembelian
energi listrik tersebut meningkat 1.035,14 GWh
atau 1,98% dibandingkan tahun 2013. Dari total
energi listrik yang dibeli, pembelian terbesar
sebanyak 8.434 GWh (21,31%) berasal dari PT
Jawa Power, dan 7.435 GWh (18,79%) berasal
dari PT Paiton Energy Company.
2.1.3
Kebutuhan listrik Indonesia
Pada akhir tahun 2014, total panjang jaringan
transmisi mencapai 39.909,80 kms, yang
terdiri atas jaringan 500 kV sepanjang 5.053,00
kms, 275 kV sepanjang 1.374,30 kms, 150 kV
sepanjang 29.352,85 kms, 70 kV sepanjang
4.125,49 kms dan 25 & 30 kV sepanjang 4,16
kms. Total panjang jaringan distribusi sepanjang
925.311,61 kms, terdiri atas JTM sepanjang
339.558,24 kms dan JTR sepanjang 585.753,37
kms. Kapasitas terpasang trafo gardu induk
sebesar 86.472 MVA, meningkat 6,30% dari
tahun sebelumnya. Jumlah trafo gardu induk
sebanyak 1.429 unit, terdiri atas trafo sistem 500
kV sebanyak 52 unit, sistem 275 kV sebanyak 5
PDB
2004
2005
2006
2007
Pertumbuhan perekonomian Indonesia selama
10 tahun terakhir yang dinyatakan dalam
Produk Domestik Bruto (PDB) dengan harga
konstan tahun 2000 mengalami kenaikan ratarata 5,8% per tahun. Pertumbuhan 4 tahun
terakhir mencapai nilai tertinggi 6,5% seperti
diperlihatkan pada tabel di bawah ini:
Berdasarkan angka pertumbuhan ekonomi pada
RPJMN tahun 2015-2019 yang dikeluarkan oleh
BAPPENAS, ekonomi Indonesia untuk tahun
2015-2019 diperkirakan akan tumbuh antara
6,1%-7,1%, dan untuk periode tahun 2020-2024
mengacu pada RUKN 2015-2034, yaitu rata-rata
7,0% per tahun.
Berdasarkan hal tersebut maka kebutuhan
tenaga listrik selanjutnya diproyeksikan pada
tahun 2024 akan menjadi 464 TWh, atau tumbuh
rata-rata dari tahun 2015-2024 sebesar 8,7% per
tahun. Sedangkan beban puncak non coincident
pada tahun 2024 akan menjadi 74.536 MW atau
tumbuh rata-rata 8,2% per tahun.
Jumlah pelanggan pada tahun 2014 sebesar
57,3 juta akan bertambah menjadi
78,4 juta pada tahun 2024 atau bertambah ratarata 2,2 juta per tahun.
2008
2009
2010
2011
2012
2013
PDB
(103 Triliun, Rp)
Harga Konstan
1,66
1,75
1,85
1,96
,2,08
2,17
2,22
2,46
2,62
2,77
Growth PDB
(%)
5,05
5,67
5,50
6,32
6,06
4,63
6,22
6,49
6,26
5,78
Tabel 1
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Sumber: Statistik Indonesia, BPS
20
Tahun
Pertumbuhan Ekonomi (%)
Sales (TWh)
Beban Puncak (Non-coicident)
(MW)
2015
6,1
219
36.787
2016
6,4
239
39.880
2017
6,8
260
43.154
2018
7,0
283
46.845
2019
7,1
307
50.531
2020
7,0
332
54.505
2021
7
361
58.833
2022
7
392
63.483
2023
7
427
68.805
2024
7
464
74.536
Tabel 2
Pertumbuhan Ekonomi, Proyeksi Kebutuhan Tenaga Listrik dan Beban Puncak Periode Tahun 2015–2024
Sumber : RUPTL PLN 2015-2024
Tahun
Penduduk
(Juta)
Pelanggan
(Juta)
RE RUPTL 2015-2024
(%)
RE RUKN 2008-2027
(%)
RE Draft RUKN
2015-2034 (%)
2015
257,9
60,3
87,7
79,2
85,2
2016
261,1
63,6
91,3
88,2
2017
264,3
66,2
93,6
91,1
2018
267,4
68,7
95,8
93,9
2019
270,4
71,0
97,4
96,6
2020
273,5
72,9
98,4
2021
276,5
74,4
98,9
99,3
2022
279,3
75,8
99,1
99,4
2023
282,1
77,1
99,3
99,4
2024
284,8
78,4
99,4
99,5
90,4
99,2
Tabel 3
Proyeksi Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Pelanggan dan Rasio Elektrifikasi Periode Tahun 2015 – 2024
Sumber : RUPTL PLN 2015-2024
Penambahan pelanggan tersebut akan
meningkatkan rasio elektrifikasi dari
84,4% pada 2014 menjadi 99,4% pada tahun
2024. Proyeksi jumlah penduduk,
pertumbuhan pelanggan dan rasio elektrifikasi
periode tahun 2015-2024.
Proyeksi kebutuhan listrik periode tahun 2015–
2024 ditunjukkan pada tabel 4 dan gambar 2.
Pada periode tahun 2015-2024 kebutuhan
listrik diperkirakan akan meningkat dari 219,1
TWh pada tahun 2015 menjadi 464,2TWh pada
tahun 2024, atau tumbuh rata-rata 8,7% per
tahun. Untuk wilayah Sumatera pada periode
yang sama, kebutuhan listrik akan meningkat
dari 31,2TWh pada tahun 2015 menjadi 82,8
TWh pada tahun 2024 atau tumbuh rata-rata
11,6% per tahun. Wilayah Jawa-Bali tumbuh dari
165,4 TWh pada tahun2015 menjadi 324,4 TWh
pada tahun 2024 atau tumbuh rata-rata 7,8%
pertahun. Wilayah Indonesia Timur tumbuh dari
22,6 TWh menjadi 57,1 TWh atau tumbuh ratarata 11,1% per tahun.
Proyeksi penjualan tenaga listrik per kelompok
pelanggan memperlihatkan bahwa pada
sistem Jawa Bali, kelompok pelanggan industri
mempunyai porsi yang cukup
besar, yaitu rata-rata 41,4% dari total penjualan.
Sedangkan di Indonesia Timur dan Sumatera
rata-rata porsi pelanggan industri adalah
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
21
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Uraian
Energi Demand
Satuan
2014*
2015
2016
2018
2020
2022
2024
Twh
Indonesia
201,5
219,1
238,8
282,9
332,3
392,3
464,2
Jawa Bali
153,6
165,4
178,3
207,1
239,5
278,6
324,4
20,0
22,6
25,8
33,1
40,0
47,8
57,1
27,9
31,2
34,7
42,7
52,8
65,9
82,8
8,6
8,7
9,0
8,9
8,4
8,7
8,8
Indonesia Timur
Sumatera
Pertumbuhan
%
Indonesia
Jawa Bali
8,2
7,6
7,8
7,6
7,5
7,9
7,8
12,2
12,9
14,5
14,2
9,9
9,2
9,2
8,5
11,7
11,1
11,1
11,2
11,8
12,2
Indonesia
84,4
87,7
91,3
95,7
98,4
99,1
99,4
Jawa Bali
96,8
90,5
94,6
98,4
99,8
99,9
99,9
Indonesia Timur
76,1
79,2
82,1
87,9
92,9
95,8
97,5
Sumatera
84,8
87,2
89,8
95,0
99,2
99,9
99,9
Indonesia Timur
Sumatera
Rasio Elektrifikasi
%
*Estimasi realisasi Energi Jual
Tabel 4
Prakiraan Kebutuhan Listrik, Angka Pertumbuhan dan Rasio Elektrifikasi
Sumber : RUPTL PLN 2015-2024
Gambar 2
Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik PLN Tahun 2015 dan 2024
Sumber : RUPTL PLN 2015-2024
relatif kecil, yaitu masing-masing hanya 12%
dan 14,7%. Pelanggan residensial masih
mendominasi penjualan hingga tahun 2024,
22
yaitu 55% untuk Indonesia Timur dan 59% untuk
Sumatera.
Gambar 3
Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik PLN Tahun 2015-2024
Sumber : RUPTL PLN 2015-2024
2.2
PELUANG INVESTASI SEKTOR
KETENAGALISTRIKAN DI
INDONESIA
2.2.1
Kebutuhan Investasi Sektor
Ketenagalistrikan
Kebijakan harga energi (BBM dan listrik)
dengan beban subsidi yang masih sangat besar,
mengakibatkan antara lain pengembangan
infrastruktur energi yang memanfaatkan gas
maupun energi baru terbarukan (EBT) menjadi
terkendala. Hal ini mendorong pemanfaatan
energi secara boros, dan tidak memberikan
insentif bagi pengembangan energi non-BBM
untuk rumah tangga, transportasi, industri
maupun bisnis, serta tercermin dari tingkat
elastisitas energi yang masih cukup tinggi yaitu
sekitar 1,63 (Thailand 1,4 dan Singapura 1,1,
negara maju 0,1 hingga 0,6), tingkat intensitas
energi pada indeks 400 (Amerika Utara 300,
OECD sekitar 200, Thailand 350, dan Jepang
100). Sejak tahun 2010, subsidi BMM telah
meningkat hampir rata-rata sekitar 100 persen
setiap tahun, sedangkan subsidi listrik telah
meningkat rata-rata hampir 20 persen setiap
tahun.
Isu lainnya yang dihadapi adalah masalah
pengadaan lahan. Sifat yang khusus dari sektor
energi dan ketenagalistrikan menimbulkan
berbagai kendala yang belum diakomodasi
secara memadai oleh peraturan yang ada
saat ini. Misalnya untuk memenuhi kewajiban
penyediaan lahan di awal proses pengadaan /
tender pembangunan pembangkit listrik ternyata
tidak dapat dilakukan dalam kasus pembangunan
pembangkit Mulut Tambang dimana lokasi
pembangunan tidak dapat ditentukan di awal.
Selain itu, pengembangan panas bumi untuk
pembangkit listrik lebih banyak berada di area
hutan lindung maupun di kawasan konservasi.
Demikian pula halnya dengan pembangunan
jaringan transmisi baik gas bumi maupun
ketenagalistrikan yang membentang ratusan
kilometer yang membutuhkan waktu yang
sangat panjang untuk proses pengadaan
lahannya. Selanjutnya, penciptaan industri
yang lebih efisien menjadi salah satu kunci
pokok keberhasilan pembangunan energi
dan ketenagalistrikan. Industri energi dan
ketenagalistrikan masih ditandai oleh perilaku
monopoli yang dapat menghambat efisiensi
maupun efektifitas sistem industri secara
keseluruhan. Kebijakan akses terbuka untuk
pemakaian infrastruktur secara bersama (open
access) sebagai prasyarat bagi tumbuhnya
industri yang efisien masih belum berkembang.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
23
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Regional
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Jawa-Bali
Rumah Tangga
59,6
64,2
68,6
73,5
78,5
83,7
89,7
96,1
102,9
110,1
Bisnis
30,0
32,9
35,5
37,9
40,5
43,2
46,3
49,8
53,8
57,8
Publik
8,7
9,5
10,4
11,2
12,1
13,1
14,2
15,5
16,8
18,2
Industri
67,1
71,7
77,9
84,5
91,7
99,4
108,1
117,3
127,3
138,2
Jumlah
165,4
178,3
192,5
207,1
222,8
239,5
258,3
278,6
300,8
324,4
17,6
19,6
21,8
24,4
27,3
30,5
34,3
38,6
43,5
49,2
Bisnis
5,1
5,7
6,5
7,3
8,1
9,1
10,2
11,4
12,7
14,2
Publik
3,2
3,6
4,0
4,5
5,0
5,6
6,2
7,0
7,8
8,8
Industri
5,3
5,8
6,1
6,6
7,1
7,6
8,2
8,9
9,7
10,6
Jumlah
31,2
34,7
38,4
42,7
47,5
52,8
58,9
65,9
73,8
82,8
13,1
14,5
16,1
17,9
19,8
22,0
24,1
26,4
28,8
31,4
Bisnis
5,3
6,0
6,7
7,5
8,3
9,3
10,4
11,6
13,0
14,5
Publik
2,2
2,4
2,6
2,8
3,1
3,5
3,8
4,2
4,6
5,0
Industri
2,0
3,0
3,7
4,9
5,1
5,3
5,5
5,7
5,9
6,1
Jumlah
22,6
25,8
29,0
33,1
36,4
40,0
43,8
47,8
52,2
57,1
Rumah Tangga
90,3
98,3
106,5
115,8
125,6
136,2
148,1
161,0
175,2
190,7
Bisnis
40,4
44,6
48,7
52,7
57,0
61,6
66,9
72,8
79,5
86,6
Publik
14,0
15,4
17,0
18,5
20,3
22,2
24,3
26,6
29,2
32,1
Industri
74,4
80,5
87,7
96,0
103,8
112,3
121,8
131,9
142,9
154,9
Jumlah
219,1
238,8
259,9
282,9
306,7
332,3
361,0
392,3
426,8
464,2
Sumatera
Rumah Tangga
Indonesia Timur
Rumah Tangga
Indonesia
Sumber
Tabel
5 : RUPTL PLN 2015-2024
Tabel 2.5.
ProyeksiTenaga
Penjualan
Tenaga
Listrik PLN
Tahun 2015-2024
per Pelanggan
Kelompok Pelanggan
(TWh)
Proyeksi
Penjualan
Listrik
PLN Tahun
2015-2024
per Kelompok
(TWh)
Sumber : RUPTL PLN 2015-2024
Kesetaraan akses terhadap sistem transmisi
(jaringan gas bumi dan ketenagalistrikan)
diperlukan untuk mendorong kondisi yang lebih
kompetitif baik di sisi pemanfaatan maupun
penyediaannya.
Pembangunan infrastruktur dasar
ketenagalistrikan dalam RPJMN 2015-2019
diarahkan pada Penyediaan Listrik Untuk
Rakyat. Total rasio elektrifikasi pada tahun 2014
diperkirakan baru mencapai sekitar 81,51 persen
atau masih ada sekitar 18,5 persen penduduk
Indonesia belum dapat menikmati layanan
ketenagalistrikan. Aksesibilitas sarana prasarana
ketenagalistrikan sangat timpang, beberapa
daerah yang masih memiliki tingkat rasio
elektrifikasi di bawah 60 persen pada tahun 2013
24
yaitu NTT dan Papua, dimana masing-masing
sebesar 57,58 persen, dan 35,55 persen. Tingkat
layanan ketenagalistrikan yang masih relatif
rendah juga dapat ditunjukkan dari besarnya
konsumsi tenaga listrik per kapita dimana pada
tahun 2012, tingkat konsumsi tenaga listrik
perkapita adalah 0.6 MWh/kapita dengan
produksi tenaga listriksebesar 173,51 ribu GWh.
Penyediaan listrik secara umum untuk menunjang
pertumbuhan ekonomi, dalam kurun lima tahun
terakhir telah dilakukan penambahan kapasitas
pembangkit listrik lebih kurang sebesar 17
GW, sehingga kapasitas pembangkit listrik
nasional sampai akhir tahun 2014 diperkirakan
akan mencapai sekitar 50,7 GW. Hal ini telah
mampu menunjang pertumbuhan ekonomi
Pembangkit PLN
Tahun
Pembangkit IPP
Total
Total
Kapasitas
Lokasi
Total
Total
Tahun
Kapasitas
Lokasi
(MW)
(MW)
2015
26
2,658
2015
13
1,471
2016
40
2,348
2016
13
1,357
2017
43
4,830
2017
39
1,720
2018
30
3,777
2018
33
5,461
2019
17
4,414
2019
37
14,905
Total
156
18,027
Total
135
24,914
Tabel 6
Kebutuhan Tambahan Pembangkit Tahun 2015-2019 (MW)
Tabel 2.6. Kebutuhan Tambahan Pembangkit Tahun 2015-2019 (MW)
Pengembang
2015
2016
2017
2018
Total
2019
Tahap Konstruksi
PLN
2,308
784
339
562
200
4,193
IPP
1,471
971
286
41
55
2,824
Sub-Total
3,779
1,755
625
603
255
7,017
PLN
-
454
2,090
575
2,539
5,658
IPP
3
78
563
5,048
5,737
11,429
Sub-Total
3
532
2,653
5,623
8,276
17,087
PLN
-
1,610
2,251
2,640
1,675
8,175
IPP
-
315
861
372
9,113
10,661
Sub-Total
-
1,925
3,112
3,011
10,788
18,836
3,782
4,212
6,389
9,237
19,319
42,940
Commited
Tahap Rencana
Total
Tabel 7
Kebutuhan Tambahan Pembangkit berdasarkan Status Proyek
Sumber : RUPTL PLN 2015-2024
nasional. Namun, menghadapi kesinambungan
penyediaan listrik untuk kurun waktu beberapa
tahun mendatang, berdasarkan perkiraan
proyeksi neraca daya, diperkirakan akan
terjadi penurunan cadangan daya listrik yang
cukup signifikan, bahkan potensial terjadi
kembali krisis listrik. Hal ini dikarenakan dalam
beberapa tahun terakhir ini, pembangkit
listrik yang sedang berjalan pembangunannya
belum dapat diselesaikan dan masuk ke
dalam sistem ketenagalistrikan sesuai dengan
perencanaan,sehingga perlu segera dilakukan
percepatan pembangunan berbagai pembangkit
listrik.
Program pembangunan ketenagalistrikan
tahun 2015-2019 meliputi pengembangan
pembangkit, jaringan transmisi dan Gardu Induk
(GI) dan jaringan distribusi. Pengembangan
tersebut untuk memenuhi pertumbuhan ekonomi
6,7%, pertumbuhan kebutuhan listrik 8,8% dan
rasio elektrifikasi 97% pada 2019. Program ini
merupakan bagian dari rencana pengembangan
ketenagalistrikan 10 tahun ke depan.
Pembangunan Pembangkit Listrik Tahun 20152019
Tingkat kebutuhan elektifikasi yang masih
tinggi memerlukan tambahan pembangkit baru.
Pembangkit baru yang diperlukan untuk 5 tahun
ke depan sebesar 35 GW tidak termasuk yang
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
25
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
sedang dalam tahap konstruksi sebesar 6,6 GW,
seperti terlihat dalam tabel 6.
Berdasarkan rencana pengembangan listrik
35.GW, persiapan infrastruktur pembangkit listrik
sebesar 6,6 GW saat ini sudah dalam tahap
konstruksi, 17 GW telah committed dan 18,7 GW
saat ini masih dalam tahap rencana. Kondisil ini
ditampilkan pada tabel 7
Pembangunan kelistrikan di Indonesia untuk
tahun 2015-2019 telah ditetapkan dalam
Kepmen 0074.K/21/MEM/2015 tentang rencana
usaha penyediaan tenaga listrik 2015-2024.
Target pengembangan pembangkit listrik
sebesar 35 GW akan dilaksanakan dengan
pembangunan 109 pembangkit listrik baru.
Pengembangan pembangkit listrik ini tidak
hanya dilaksanakan oleh PT PLN (Persero) saja,
tetapi juga akan melibatkan pihak swasta.
Keterlibatan pihak swasta dalam pengembangan
listrik nasional direncanakan mencapai 71%
dari total pembangunan pembangkit listrik yang
direncanakan di Indonesia. Pengembangan listrik
swasta mencapai 25.904 MW dari rencana 36,6
MW, sedangkan sisanya sebesar 29% ( 10.681
MW) dilaksanakan oleh pihak PT PLN (Persero).
Dari 109 pembangkit listrik yang akan
dibangun di seluruh Indonesia, ada 24
rencana pembangunan pembangkit listrik
yang akan dilaksanakan di regional JawaBali, 42 pembangkit listrik akan dibangun di
regional Sumatera, 37 pembangkit listrik yang
akan dibangun di Indonesia Timur (termasuk
Kalimantan) dan sisanya sebanyak 6 pembangkit
listrik yang bersifat mobile yang dapat dipindahpindahkan akan dikembangkan juga di
Indonesia.
Saat ini dari 109 pembangkit listrik yang
akan dibangun tersebut, ada 35 proyek yang
ditangani PT PLN (Persero) dan delapan (8)
proyek pembangkit listrik pengadaannya sudah
berlangsung. Pengadaan pembangkit listrik milik
PLN yang akan dilakukan pelelangan sebanyak
27 proyek. Sedangkan pengembangan listrik
swasta yang saat ini proyek pengadaannya sudah
berlangsung sebanyak 21 proyek, 9 proyek
pengadaannya merupakan penunjukan langsung,
26
1 proyek melalui proses pemilihan langsung,
dan sisanya sebanyak 11 proyek pengadaannya
sudah dilakukan dengan mekanisme pelelangan.
Pengembangan listrik swasta yang
pengadaannya akan dibuka, 16 proyek akan
dilakukan penunjukkan langsung, dan 35 proyek
yang pengadaannya akan dibangun melalui
mekanisme pelelangan.
Rencana pengembangan pembangkit listrik
nasional tahun 2015-2019, ada 45 proyek
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) atau
mencapai 41% dari total proyek pembangkit
listrik yang akan dikembangkan, 15 proyek
atau 14% berupa Pembangkit Listrik Tenaga
Air (PLTA). 10 proyek atau 9% merupakan
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU),
9 proyek atau 8% merupakan Pembangkit Listrik
Tenaga Gas atau Mesin Gas (PLTG/MG), 15
proyek atau 15% merupakan Pembangunan
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap atau
Mesin Gas Uap. Ada 10 proyek atau 9% yang
merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin
Gas (PLTMG), 4 proyek berupa Pembangkit
Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), 1 proyek yang
merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
(PLTD), 1 proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas
(PLTG), 2 proyek Pembangkit Listrik Tenaga
Bayu/Angin (PLTB) dan 1 proyek Pembangkit
Listrik Tenaga Gas/Uap.
2.2.2
Profil dan Kebutuhan Investasi Sektor
Kelistrikan Regional Wilayah Sumatera
1. Sistem Pembangkitan
Kapasitas terpasang pembangkit milik PLN
dan IPP yang tersebar di Sumatera sampai
dengan bulan September 2014 adalah 6.116
MW dengan perincian ditunjukkan pada
tabel 8.
Kapasitas pembangkit tersebut sudah
termasuk IPP dengan kapasitas 818 MW.
Walaupun kapasitas terpasang pembangkit
adalah 6.116 MW, kemampuan netto dari
pembangkit tersebut lebih rendah dari angka
tersebut karena banyak PLTD yang telah
PLN
Unit
PLTU
PLTGU
PLTD
PLTG
PLTP
PLTA
IPP
Jumlah
EBT
Lain
PLTU
PLTGU
PLN+IPP
PLTD
PLTG
PLTP
Jumlah
EBT
PLTA
PLN+IPP
Lain
Aceh
-
-
105
-
-
3
-
108
-
15
-
10
-
1
26
134
Sumut
-
-
14
-
-
-
-
14
-
-
-
-
-
-
-
14
Sumbar
-
-
31
-
-
1
-
32
-
-
-
-
-
9
9
41
Riau
-
7
158
-
-
-
-
165
-
5
2
6
-
-
13
178
S2JB
-
-
57
-
-
2
-
59
-
13
-
65
-
12
90
149
Babel
-
30
89
-
-
-
-
119
-
-
-
-
-
-
13
132
Lampung
-
-
4
-
-
-
-
4
-
-
-
-
-
-
-
4
Kit Sumbagut
818
710
216
340
-
254
-
2,338
-
-
-
-
-
-
-
2,338
Kit Sumbagsel
120
974
241
404
110
610
-
2,459
-
-
-
-
-
-
-
2,459
P3B Sumatera
-
-
-
-
-
-
-
-
-
227
-
260
-
180
667
667
938
1,721
915
744
110
870
-
5,298
-
260
2
341
-
202
818
6,116
Total
Tabel 8
Kapasitas Terpasang Pembangkit Wilayah Sumatera (MW) sampai dengan Bulan Desember Tahun 2014
Region
Sumatera
2009
2011
2012
2013
Sept’14
5,680
6,415
7,020
8,157
8,296
9,396
160
160
410
410
410
910
5,170
5,920
6,215
7,352
7,490
8,000
350
335
395
395
396
486
275/150 kV
150/20 kV
2010
70/20 kV
Tabel 9
Perkembangan Kapasitas Trafo GI Wilayah Sumatera (MVA)
Region
2009
2010
2011
2012
2013
Sept’14
Sumatera
9,769
9,567
9,802
9,956
10,762
11,299
275 kV
1,011
1,011
1,028
1,028
1,374
1,514
150 kV
8,423
8,224
8,439
8,596
9,069
9,416
334
332
334
332
319
369
70 kV
Tabel 10
Perkembangan Saluran Transmisi Wilayah Sumatera (kms)
berusia lebih dari 10 tahun dan mengalami
derating.
Beban puncak sistem kelistrikan wilayah
Sumatera sampai dengan bulan September
2014 mencapai 5.017 MW. Jika beban
puncak dibandingkan dengan daya mampu
pembangkit pada saat ini dan apabila
menerapkan kriteria cadangan 35%, maka
diperkirakan terjadi kekurangan sekitar 2.000
MW. Untuk menanggulangi kekurangan
pembangkit tersebut, hampir seluruh unit
usaha PLN di Wilayah Sumatera telah
melakukan sewa pembangkit.
2. Sistem Transmisi
Sistem penyaluran di Wilayah Sumatera
dalam kurun waktu 5 tahun terakhir
menunjukkan perkembangan yang cukup
berarti terutama di sistem Sumatera.
Pada tabel dibawah ini diperlihatkan
perkembangan kapasitas trafo pada
gardu induk di Luar Jawa-Bali selama 5
tahun terakhir. Kapasitas terpasang gardu
induk pada tahun 2009 sekitar 5.680 MVA
meningkat menjadi 9.396 MVA pada bulan
September 2014. Hal ini menunjukkan
pembangunan gardu induk meningkat ratarata 10,7% per tahun dalam periode tahun
2009-bulan September 2014.
Untuk pengembangan saluran transmisi
dapat dilihat pada tabel 9, yang
menunjukkan bahwa pembangunan sarana
transmisi meningkat rata-rata 4% pertahun
dalam kurun waktu tahun 2009-2014, dimana
panjang saluran transmisi pada tahun 2009
sekitar 9.769 kms meningkat menjadi 11.299
kms pada bulan September 2014.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
27
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
3. Kondisi Sistem Distribusi
Merang sebesar 10 bbtud dan disimpan
sebagai CNG.
Berikut ini diberikan perbaikan susut jaringan
dan keandalan sistem distribusi pada
lima tahun terakhir. Kondisi susut jaringan
distribusi di wilayah Sumatera, realisasi
susut distribusi 12,43% diatas target RKAP
8,82%. Dari perhitungan menggunakan
formulasi Peraturan Dirjen Ketenagalistrikan
susut teknis Sumatera adalah 11,18%. Susut
teknis ini jauh diatas target RKAP. Mengingat
workplan teknis untuk mengatasi susut teknis
tersebut baru dapat dikerjakan fisiknya pada
triwulan IV tahun 2014, maka hasil workplan
tersebut baru bisa berkontribusi pada tahun
2015.
• PLTG/MG Jambi 100 MW yang
diharapkan dapat memperoleh gas dari
Jambi Merang dan disimpan sebagai
CNG.
• PLTG/MG Lampung 200 MW yang
diharapkan akan mendapatkan gas dari
beberapa alternatif sumber gas, juga
perlu disimpan sebagai CNG.
• PLTGU/MGU Sumbagut-3 dan
Sumbagut-4 masing-masing dengan
kapasitas 250 MW akan menggunakan
sumber gas Arun.
4. Penanggulangan Jangka Menengah Tahun
2015-2019
Berdasarkan gambaran diatas maka
upaya-upaya mendesak yang hendaknya
dilaksanakan/diselesaikan pada wilayah
Sumatera adalah sebagai berikut:
A. Pembangkitan
Menyelesaikan pembangunan pembangkit
tenaga listrik dengan total kapasitas 9.915
MW dalam kurun waktu tahun 2015-2019,
yang terdiri dari PLTP sebesar 790 MW, PLTU
Batubara 5.475 MW, PLTA/M 741 MW, PLTG/
MG 1.618 MW dan PLTGU 1.280 MW. Secara
khusus berikut ini disebutkan proyek-proyek
pembangkit peaker dan Load Follower untuk
memenuhi kebutuhan sistem kelistrikan
Sumatera :
• PLTMG Arun 200 MW dan PLTGU/MGU
Sumbagut-1 250 MW yang keduanya
direncanakan beroperasi dengan gas
yang akan dipasok dari regasifikasi LNG di
Arun.
• PLTMG Sei Gelam 104 MW yang akan
dipasok dari gas CNG Sei Gelam sebesar
4,5 bbtud.
• PLTG/MG Riau 200 MW yang
direncanakan akan dipasok dari gas Jambi
28
• PLTGU IPP Riau 250 MW.
No
Sistem Kelistrikan
Provinsi
Kapasitas
(MW)
1
Sumbagut
Sumut
250
2
Sumbagut
Sumut
100
3
Sumbagteng
Jambi
100
4
Sumbagsel
Lampung
100
5
Nias
Sumut
25
6
Bangka
Bangka
50
Tabel 11
Rencana Pengembangan MPP di Sumatera
• Mempercepat pembangunan proyekproyek pembangkit lainnya
Untuk mengurangi pembangkit sewa dalam
mengatasi kondisi kekurangan pasokan daya,
perlu dibangun MPP (Barge Mounted atau
Truck Mounted) dengan total kapasitas 625 MW
dengan rincian seperti dalam tabel 11.
B. Transmisi dan Gardu Induk
• Pembangunan Saluran UdaraTegangan
Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV Sumatera
dari New Aur Duri – Peranap – Perawang
sebagai Back Bone koridor timur
Sumatera.
• Percepatan konstruksi transmisi 275 kV
PLTU Pangkalan Susu - Binjai dan IBT
275/150 kV di Binjai yang harus dapat
beroperasi seiring dengan beroperasinya
PLTU Pangkalan Susu pada tahun 2014.
yang diperkirakan dapat beroperasi pada
bulan Oktober 2015.
• Percepatan pembangunan gardu
induk dan IBT 275/150 kV pada sistem
transmisi 275 kV di jalur barat Sumatera
(Lahat - Lubuk Linggau - Bangko - Muara
Bungo - Kiliranjao) untuk meningkatkan
kemampuan transfer daya dari Sistem
Sumbagsel ke sistem Sumbagteng.
• Percepatan interkoneksi 150 kV Batam –
Bintan melalui kabel laut untuk memenuhi
kebutuhan sistem Bintan dan menurunkan
biaya produksi di pulau Bintan.
• Percepatan interkoneksi 150 kV Sumatera
– Bangka melalui kabel laut. Tujuan
interkoneksi adalah untuk memenuhi
kebutuhan listrik di pulau Bangka karena
ketidakpastian penyelesaian proyek
PLTU disana, menurunkan biaya produksi
dan meningkatkan keandalam sistem
kelistrikan di pulau Bangka. Interkoneksi
dengan kabel laut ini diharapkan dapat
beroperasi pada tahun 2017.
• Percepatan pembangunan transmisi
275 kV jalur timur Sumatera dari New
Aur Duri - Betung - Palembang, untuk
dapat mengevakuasi power dari PLTU IPP
Sumsel-5, Sumsel-7 dan Sumsel-1.
• Pembangunan transmisi 275 kV Muara
Enim - double pi incomer (Lahat Gumawang) dan Gumawang - Lampung
untuk mengevakuasi power dari PLTU IPP
Sumsel-6.
• Percepatan proyek transmisi 275 kV
interkoneksi Kalbar – Serawak agar dapat
beroperasi pada akhir tahun 2015 untuk
memenuhi kebutuhan sistem Kalbar,
mengurangi ketidakpastian kecukupan
daya, menurunkan biaya produksi dan
meningkatkan keandalan.
• Percepatan pembangunan transmisi 275
kV Arun – Langsa – Pangkalan Susu untuk
dapat mengevakuasi power dari PLTMG
Arun (200 MW) dan PLTGU Sumbagut-2
(250 MW).
• Percepatan pembangunan transmisi 275
kV Kiliranjao - Payakumbuh - Padang
Sidempuan dan Payakumbuh - Perawang
untuk meningkatkan kemampuan transfer
daya ke provinsi Sumbar dan Riau.
5. Penambahan Kapasitas Pembangkit
Sistem PLN di wilayah Sumatera terdiri dari 1
sistem interkoneksi, yaitu: Sistem Sumatera.
Di luar sistem interkoneksi tersebut pada
saat ini terdapat 2 sistem isolated yang
cukup besar dengan beban puncak di atas
50 MW, yaitu Bangka dan Tanjung Pinang
serta terdapat beberapa sistem isolated
dengan beban puncak di atas 10 MW, yaitu
Takengon, Sungai Penuh, Rengat, Tanjung
Balai Karimun dan Belitung.
Penambahan Pembangkit Wilayah Sumatera
pada tabel dibawah ini diperlihatkan jumlah
kapasitas dan jenis pembangkit yang
dibutuhkan dalam kurun waktu Tahun 20152024 untuk wilayah Sumatera.
• Percepatan penyelesaian konstruksi
transmisi 275 kV Simangkok - Galang dan
IBT 275/150 kV di Galang untuk evakuasi
daya pembangkit besar berbahan bakar
murah menuju pusat beban di Medan.
• Percepatan pembangunan T/L 150 kV
Tenayan - Teluk Lembu, untuk dapat
mengevakuasi power dari PLTU Tenayan
yang diperkirakan dapat beroperasi pada
akhir tahun 2015.
Tabel 12 menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
• Percepatan pembangunan GI 150 kV
Arun dan transmisi terkait, untuk dapat
mengevakuasi power dari PLTMG Arun
• Tambahan kapasitas pembangkit
tahun 2015-2024 adalah 17,7 GW atau
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
29
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Tahun
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Jumlah
PLN
PLTU
714
21
-
200
600
200
-
-
-
-
1,735
PLTP
-
-
-
-
55
55
-
-
-
110
220
PLTGU
-
-
280
250
500
-
-
-
-
-
1,030
PLTG
200
640
504
-
-
70
65
-
-
-
1,479
PLTD
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTM
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTA
-
-
-
88
174
-
145
132
500
500
1,539
-
-
-
3
610
6,006
PLT Lain
Jumlah
3
-
-
-
-
-
-
325
210
132
500
600
300
-
300
530
5,883
170
257
160
135
330
748
2,365
160
-
-
-
-
-
-
250
234
-
-
41
-
-
-
315
-
-
-
-
-
-
-
-
-
13
250
10
-
-
-
-
-
-
284
-
45
-
77
73
59
175
878
-
-
1,307
8
-
-
-
-
-
-
-
-
-
8
394
263
614
1,528
3,100
916
676
1,013
630
917
661
784
538
1,329
-
IPP
PLTU
PLTP
PLTGU
PLTG
PLTD
PLTM
PLTA
PLT Lain
Jumlah
375
11
150
55
-
14
220
90
40
757
2,857
290
1,278 10,412
-
Unallocated
PLTU
-
-
-
-
-
100
150
-
100
100
450
PLTP
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTGU
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTG
-
-
-
-
-
-
-
-
15
15
30
PLTD
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTM
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTA
-
-
-
-
-
-
-
89
-
739
828
PLT Lain
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Jumlah
-
-
-
-
-
100
150
89
115
854
1,308
PLTU
1,089
171
14
957
3,457
900
450
-
400
630
8,068
PLTP
-
55
220
290
225
312
160
135
330
858
2,585
PLTGU
-
-
370
410
500
-
-
-
-
-
1,280
PLTG
200
640
544
234
-
70
106
-
15
15
1,824
PLTD
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTM
11
13
250
10
-
-
-
-
-
-
284
PLTA
-
45
-
165
247
59
320
1,099
500
1,239
3,674
11
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11
1,310
924
1,398
2,066
4,429
1,341
1,036
1,234
1,245
Total
PLT Lain
Jumlah
Tabel 12
Kebutuhan Pembangkit Wilayah Sumatera (MW)
30
2,742 17,726
penambahan kapasitas rata-rata 1,7
GW per tahun yang terdiri dari sistem
interkoneksi Sumatera 16,2 GW dan luar
sistem interkoneksi sumatera 1,5 GW.
• PLTU batubara akan mendominasi jenis
pembangkit thermal yang akan dibangun,
yaitu mencapai 8,1 GW atau 45,5%,
disusul oleh PLTG/MG dengan kapasitas
1,8 GW atau 10,3% dan PLTGU 1,3 GW
atau 7,2%. Sementara untuk energi
terbarukan khususnya panas bumi sebesar
2,6 GW atau 14,6%, PLTA/PLTM/pumped
storage sebesar 3,9 GW atau 22,3%, dan
pembangkit lainnya 0,01 GW atau 0,1%.
6. Pengembangan Sistem Penyaluran
Pengembangan transmisi di Sumatera
akan membentuk transmisi back-bone 500
kV yang menyatukan sistem interkoneksi
Sumatera pada koridor timur. Pusat-pusat
pembangkit skala besar dan pusat-pusat
beban yang besar di Sumatera akan
tersambung ke sistem transmmisi 500 kV ini.
Transmisi ini juga akan mentransfer tenaga
listrik dari pembangkit listrik di daerah
yang kaya sumber energi primer murah
(Sumbagsel dan Riau) ke daerah pusat beban
yang kurang memiliki sumber energi primer
murah (Sumbagut). Selain itu transmisi 500
kV juga dikembangkan di Sumatera Selatan
sebagai feeder pemasok listrik dari PLTU
mulut tambang ke stasiun konverter transmisi
HVDC yang akan menghubungkan pulau
Sumatera dan pulau Jawa. Pengembangan
transmisi sistem Sumatera sebagaimana
ditunjukkan pada gambar 4.
Rencana pengembangan sistem transmisi
dalam RUPTL 2015-2024 akan banyak
mengubah topologi jaringan dengan
terwujudnya sistem interkoneksi 275 kV
di koridor barat dan 500 kV di koridor
timur Sumatera. Pengembangan juga
banyak dilakukan untuk memenuhi
pertumbuhan demand dalam
bentuk penambahan kapasitas trafo.
Pengembangan untuk meningkatkan
keandalan dan debottlenecking yang juga
terdapat di beberapa sistem, antara lain
rencana pembangunan sirkit kedua dan
reconductoring beberapa ruas transmisi di
Gambar 4
Rencana Pengembangan transmisi Sistem Sumatera Tahun 2015-2024
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
31
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
sistem Sumbagut dan Sumbagsel. Rencana
interkoneksi dengan tegangan 275 kV di
Sumatera diprogramkan untuk terlaksana
seluruhnya pada tahun 2017. Selain itu
terdapat pembangunan beberapa gardu
induk dan transmisi 150 kV untuk mengambil
alih beban dari pembangkit diesel ke sistem
interkoneksi (dedieselisasi).
• Pengembangan transmisi 150 kV yang
ada di lokasi tersebar di sistem Sumatera
dalam rangka memenuhi kriteria
keandalan (N-1) dan untuk mengatasi
bottleneck penyaluran, perbaikan
tegangan pelayanan, dediselisasi dan
fleksibilitas operasi.
• Pembangunan transmisi 275 kV mulai
dari Lahat - Lubuk Linggau – Bangko
Rencana pengembangan sistem penyaluran
Wilayah Sumatera hingga tahun 2024
diproyeksikan sebesar 49.016 MVA untuk
pengembangan gardu induk (500 kV, 275
kV, 150 kV dan 70 kV) serta 23.613 kms
pengembangan transmisi dengan perincian
pada tabel 13 dan tabel 14
• Muara Bungo – Kiliranjau – Payakumbuh –
Padangsidempuan – Sarulla – Simangkok
– Galang – Binjai – Pangkalan Susu
sebagai tulang punggung interkoneksi
Sumatera koridor barat yang akan
mengevakuasi daya dari Sumatera
bagian selatan yang kaya akan sumber
energi primer ke pusat beban terbesar
di Sumatera bagian utara. Interkoneksi
275 kV ini akan dapat beroperasi secara
bertahap mulai tahun 2015, tahun 2016
dan tahun 2017.
Beberapa proyek transmisi strategis di Sumatera
antara lain:
• Pembangunan transmisi baru 150 dan
275 kV terkait dengan proyek pembangkit
PLTU percepatan, PLTA, PLTU IPP dan
PLTP IPP.
Satuan kms
TRANSMISI
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Total
500 kV AC
-
-
860
-
270
1.560
-
-
100
-
2.790
500 kV DC
-
-
-
-
1.243
-
-
-
-
-
1.243
275 kV
1.967
742
30
1.833
510
-
-
40
-
844
5.966
150 kV
3.591
2.755
2.022
1.347
1.525
252
242
344
536
160
450
1
-
-
-
-
-
-
5.718
3.947
2.912
3.180
3.548
1.812
242
384
636
70 kV
Total
390 13.003
-
611
1.234 23.613
Tabel 13
Kebutuhan Fasilitas Transmisi Wilayah Sumatera
Satuan MVA
TRAFO
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Total
500/275 kV
-
-
2.000
-
-
3.000
-
-
-
-
5.000
500/150 kV
-
-
1.000
-
-
2.500
-
-
-
-
3.500
500 kV DC
-
-
-
-
600
-
-
-
-
-
600
5.500
3.500
2.250
2.750
1.500
1.500
-
-
-
150/70 kV
20
30
30
-
-
-
-
-
-
150/20 kV
3.160
2.626
2.730
2.220
1.150
1.960
860
1.650
2.670
-
60
-
30
-
-
90
-
-
8.680
6.216
8.010
5.000
4.500
8.960
950
1.650
2.670
275/150 kV
70/20 kV
Total
Tabel 14
Kebutuhan Fasilitas Trafo dan Gardu Induk Wilayah Sumatera
32
500 18.750
-
80
1.880 20.906
-
180
2.380 49.016
• Proyek transmisi 500 kV mulai dari
Muara Enim – New Aur Duri – Peranap
– Perawang – Rantau Parapat – Kuala
Tanjung – Galang, sebagai tulang
punggung interkoneksi Sumatera koridor
timur yang akan mengevakuasi daya
dari Sumatera bagian selatan yang kaya
akan sumber energi primer ke pusat
beban terbesar di Sumatera bagian
utara. Interkoneksi 500 kV ini akan dapat
beroperasi secara bertahap mulai tahun
2017 sampai dengan tahun 2022.
• Pembangunan transmisi dan kabel laut
±500 kV HVDC Sumatera – Peninsular
Malaysia yang bertujuan untuk
mengoptimalkan operasi kedua sistem
dengan memanfaatkan perbedaan waktu
terjadinya beban puncak pada kedua
sistem tersebut.
• Interkoneksi Batam – Bintan dengan
kabel laut 150 kV dimaksudkan untuk
memenuhi sebagian kebutuhan
tenaga listrik pulau Bintan dengan
tenaga listrik dari Batam 53 dengan
mempertimbangkan rencana
pengembangan pembangkit di Batam
yang akan mencukupi kebutuhan
Batam dan sebagian Bintan 54. Adanya
interkoneksi 150 kV tersebut tidak ada
hubungannya dengan perluasan wilayah
usaha PLN Batam.
• Interkoneksi 150 kV Sumatera – Bangka
dengan kapasitas 200 MW pada kondisi
N-1 dengan perkiraan COD tahun 2017.
Uraian
Satuan 2015
Jaringan
ribu
TM
kms
Jaringan
ribu
TR
kms
Trafo
ribu
Distribusi
MVA
Tambahan
Juta
Pelanggan
plgn
Dengan adanya interkoneksi tersebut,
maka di Bangka dapat dibangun
PLTU dengan kelas yang lebih besar
dibandingkan jika seandainya tidak ada
interkoneksi, yaitu kelas 100 MW.
Dalam kurun waktu tahun 2015-2024,
panjang transmisi yang akan dibangun
mencapai 23.613 kms dan trafo dengan
kapasitas total mencapai 49.016 MVA.
7. Pengembangan Sistem Distribusi
Rencana pengembangan sistem distribusi
untuk Regional Sumatera dapat dilihat
pada tabel di bawah ini. Kebutuhan fisik
sistem distribusi Sumatera hingga tahun
2024 adalah sebesar 40 ribu kms jaringan
tegangan menengah 41 ribu kms jaringan
tegangan rendah 5,3 ribu MVA tambahan
kebutuhan trafo distribusi. Kebutuhan fisik
tersebut diperlukan untuk mempertahankan
keandalan serta untuk menampung
tambahan sekitar 4,8 juta pelanggan.
8. Proyeksi Kebutuhan Investasi
Proyeksi kebutuhan investasi pembangkit, sistem
penyaluran dan distribusi dalam kurun waktu
tahun 2015-2024 untuk Wilayah Sumatera adalah
sebesar US$ 17,8 miliar atau rata-rata US$ 1,78
miliar per tahun, tidak termasuk proyek IPP,
dengan disbursement tahunan seperti pada
tabel 16 dan gambar 5.
Kebutuhan investasi Wilayah Sumatera untuk
proyek pembangkitan sampai tahun 2024 adalah
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024 Jumlah
3,4
3,4
3,7
3,8
3,9
4,0
4,1
4,2
4,4
4,6
39,6
3,9
3,7
3,9
3,8
4,0
4,1
4,2
4,2
4,4
4,5
40,9
0,6
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,6
5,3
0,6
0,6
0,6
0,6
0,6
0,6
0,4
0,3
0,3
0,3
4,8
Tabel 15
Kebutuhan Fasilitas Distribusi Wilayah Sumatera
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
33
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Juta US$
2015
Item
Pembangkit
Penyaluran
Total
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Total
Fc
473,7
528,3
682,8
757,9
819,5
366,0
366,1
494,6
601,4
460,9
5.551,4
Lc
144,3
141,9
211,2
289,4
305,6
198,9
266,7
369,5
438,6
324,9
2.691,0
Total
618,0
670,2
894,0
1.047,3
1.125,1
564,9
632,8
864,1
1.040,0
785,8
8.242,4
Fc
860,8
856,3
900,3
1.106,0
829,8
263,5
97,6
121,6
86,0
38,2
5.160,0
Lc
251,6
271,7
294,0
330,8
221,1
53,0
26,4
27,7
12,1
6,3
1.494,7
1.112,4
1.128,0
1.194,3
1.436,8
1.050,9
316,5
124,0
149,3
98,1
44,5
6.654,7
Fc
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Lc
287,5
271,8
290,4
290,5
299,8
306,6
298,0
293,5
306,4
320,9
2.965,4
Total
287,5
271,8
290,4
290,5
299,8
306,6
298,0
293,5
306,4
320,9
2.965,4
Fc
1.334,5
1.384,6
1.583,1
1.863,9
1.649,3
629,6
463,7
616,2
687,4
499,1 10.711,4
Lc
683,4
685,4
795,7
910,7
826,5
558,4
591,1
690,7
757,1
652,1
2.018,0
2.070,0
2.378,7
2.774,6
2.475,8
1.188,0
1.054,8
1.306,9
1.444,6
Total
Distribusi
2016
Total
7.151,2
1.151,2 17.862,5
Tabel 16
Total Kebutuhan Dana Investasi PLN untuk Wilayah Sumatera
Miliar USD
3.0
Total Investasi
2.5
2.0
Penyaluran
1.5
1.0
Pembangkit
0.5
0.0
Distribusi
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Gambar 5
Kebutuhan Dana Investasi PLN untuk Wilayah Sumatera
sebesar US$ 8,2 miliar, proyek penyaluran
sebesar US$ 6,6 miliar dan distribusi sebesar US$
3,0 miliar. Disbursement proyek pembangkitan
mencapai puncaknya pada tahun 2018 yang
sebagian besar merupakan proyek reguler
dan percepatan tahap 2 (FTP2). Sedangkan
disbursement proyek pembangkitan pada tahun
berikutnya terus menurun karena proyek-proyek
34
IPP akan semakin mendominasi sistem Sumatera.
Proyek transmisi Sumatera didominasi oleh
pengembangan transmisi 275 kV dan 500 kV
untuk interkoneksi seluruh Sumatera, di samping
pengembangan transmisi 150 kV.
2.2.3
Profil dan Kebutuhan Investasi Sektor
Kelistrikan Regional Wilayah Jawa Bali
Bodas (30 MW) dengan total penambahan
kapasitas pembangkit tahun 2014-2015
sebesar 2.990 MW. Penambahan pasokan
daya pembangkit tersebut membantu
meningkatkan kemampuan pasokan sistem
Jawa Bali menjadi total sebesar 35.300
MW pada tahun 2015. Rincian kapasitas
pembangkit sistem Jawa-Bali berdasarkan
jenis pembangkit dapat dilihat pada tabel
17.
1. Sistem Pembangkitan
Pembangkit baru yang masuk ke sistem
Jawa-Bali pada tahun 2014 adalah PLTU
Pelabuhan Ratu unit 2-3 (2x350 MW), PLTU
Tanjung Awar-Awar unit 1(1x350 MW)
dan PLTP Patuha (55 MW). Sedangkan
pembangkit yang akan beroperasi tahun
2015 adalah PLTU Adipala (660 MW), PLTMG
Peaker Pesanggaran (200 MW), PLTU
Celukan Bawang unit 1-2-3 (380 MW), PLTU
Cilacap Ekspansi (614 MW) dan PLTP Karaha
No
Jenis Pembangkit
PLN
2. Sistem Transmisi
Perkembangan kapasitas trafo gardu induk
dan sarana penyaluran sistem Jawa Bali
untuk 5 tahun terakhir ditunjukkan pada
tabel 18 dan tabel 19.
Jumlah
IPP
MW
%
1
PLTA
2.159
150
2.309
6,9%
2
PLTU
15.020
4.525
19.545
58,3%
3
PLTG
1.978
-
1.978
5,9%
4
PLTGU
7.851
420
8.271
24,7%
5
PLTP
360
740
1.100
3,3%
6
PLTD
296
-
296
0,9%
27.664
5.835
33.499
100,0%
Jumlah
Tabel 17
Kapasitas Terpasang Pembangkit Sistem Jawa-Bali Tahun 2014
Level Tegangan
Unit
2009
2010
2011
2012
2013
150/20 kV
MVA
27.080
28.440
33.720
37.680
39.764
42.219
70/20 kV
MVA
2.740
2.750
2.727
3.027
2.702
2.762
Jumlah
MVA
29.820
31.190
36.447
40.707
42.466
44.981
Beban Puncak
MW
17.211
18.100
19.739
21.237
22.575
23.900
2011
2012
2013
2014*
2014*
Tabel 18
Perkembangan Kapasitas Trafo GI Sistem Jawa-Bali
Level Tegangan
Unit
500 kV
Kms
5.110
5.050
5.052
5.052
5.053
5.055
150 kV
Kms
11.970
12.370
12.906
13.100
13.401
13.532
70 kV
Kms
3.610
3.610
3.474
3.239
3.136
3.136
2009
2010
Tabel 19
Perkembangan Saluran Transmisi Sistem Jawa Bali
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
35
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
3. Penanggulangan Jangka Menengah Tahun
2015-2019
Untuk menjaga reserve margin tahun
2015-2017 yang di bawah 30% tidak
makin menipis, diperlukan percepatan
pembangunan pembangkit sebagai berikut:
• Mempercepat penyelesaian
pembangunan PLTU Adipala (660 MW),
PLTMG Peaker Pesanggaran (200 MW),
PLTU Celukan Bawang (380 MW), PLTU
Cilacap ekspansi (614 MW), PLTU Tanjung
Awar-Awar unit-2 (350 MW) dan PLTU
Banten (625 MW) yang diharapkan dapat
beroperasi tahun 2015/2016.
• Mempercepat pembangunan PLTGU
Muara Tawar Add-on (650 MW), PLTGU
Grati Add-on (150 MW), PLTGU Peaker
Grati (450 MW), PLTGU Peaker Muara
Karang (500 MW), PLTGU/MG Peaker
Jawa-Bali 1 (400 MW) indikasi lokasi
Sunyaragi, PLTGU/MG Peaker JawaBali 2 (500 MW) indikasi lokasi Perak,
PLTGU Peaker Jawa-Bali 3 (500 MW)
indikasi lokasi di Provinsi Banten dan
PLTGU/MG Peaker Jawa-Bali 4 (450 MW)
indikasi lokasi di Provinsi Jawa Barat,
yang diharapkan dapat beroperasi tahun
2016/2017.
Untuk menjaga reserve margin sesuai
kriteria pada tahun 2018-2019, diperlukan
percepatan pembangunan pembangkit
sebagai berikut:
• Mempercepat pembangunan PLTGU
Load Follower Jawa-1 (2x800 MW) lokasi
di Provinsi Jawa Barat dengan koneksi ke
GITET Muara Tawar atau GITET Cibatu
Baru, PLTGU Load Follower Jawa-2 (1x800
MW) lokasi Priok, PLTGU Load Follower
Jawa-3 (1x800 MW) lokasi Gresik, PLTU
Lontar ekspansi (315 MW), PLTU Jawa8 (1.000 MW) indikasi lokasi di Provinsi
Jawa Tengah dan PLTU Jawa-9 (600 MW)
indikasi lokasi di Provinsi Banten, yang
diharapkan dapat beroperasi tahun 2018.
• Mempercepat pembangunan PLTU
36
Indramayu-4 (1.000 MW), PLTA Upper
Cisokan (1.040 MW), PLTU Jawa Tengah
(2x950 MW), PLTA Jatigede (110 MW),
PLTU Jawa-1 (1.000 MW), PLTU Jawa-4
(2x1.000 MW), PLTU Jawa-5 (2x1.000
MW), PLTU Jawa-7 (2x1.000 MW), PLTU
Jawa-10 (660 MW), PLTU Sumsel-8 (2x600
MW) dan beberapa PLTP (220 MW) yang
diharapkan dapat beroperasi tahun 2019.
Transmisi dan Gardu Induk
Diperlukan perkuatan SUTET dan GITET 500
kV untuk evakuasi daya dari pembangkit –
pembangkit skala besar yang terhubung ke
sistem 500 kV sebagai berikut:
• Mempercepat penyelesaian
pembangunan SUTET 500 kV dari
PLTU Cilacap – PLTU Adipala – Rawalo
/ Kesugihan, untuk evakuasi daya dari
PLTU Cilacap ekspansi dan PLTU Adipala,
diharapkan dapat beroperasi tahun 2015.
• Mempercepat pembangunan looping
SUTET 500 kV Kembangan – Duri
Kosambi – Muara Karang – Priok – Muara
Tawar dan GITET 500 kV terkaitnya.
SUTET ini diperlukan untuk evakuasi
daya dari PLTGU Jawa-1, PLTGU Jawa2 dan PLTU Jawa-12, diharapkan dapat
beroperasi tahun 2018.
• Mempercepat pelaksanaan
rekonduktoring SUTET 500 kV Suralaya
Baru – Bojanegara- Balaraja, dan
pembangunan SUTET 500 kV Balaraja –
Kembangan untuk evakuasi daya PLTU
Jawa-5, PLTU Jawa-7 dan PLTU Jawa-9,
diharapkan dapat beroperasi tahun 2019.
• Mempercepat pembangunan SUTET
500 KV Tanjung Jati B – Tx Ungaran,
sirkit ke-2 Tx Ungaran – Pedan, sirkit 2-3
(rekonfigurasi sirkit 1 menjadi 2 sirkit)
ruas Mandirancan – Bandung Selatan
dan Bandung Selatan – incomer (Tasik –
Depok) untuk evakuasi daya PLTU Jawa1, PLTU Jawa Tengah dan PLTU Jawa-4,
diharapkan dapat beroperasi tahun 2019.
• Mempercepat pembangunan SUTET 500
kV PLTU Indramayu – Delta Mas dan
GITET baru Delta Mas, untuk evakuasi
daya dari PLTU Indramayu-4, diharapkan
dapat beroperasi tahun 2019.
• Mempercepat pembangunan GITET/
IBT baru yaitu: GITET Lengkong, GITET
Cawang Baru, GITET Cibatu Baru,
GITET Tambun, GITET Delta Mas, GITET
Cikalong, GITET Ampel, GITET Surabaya
Selatan termasuk SUTET Grati – Surabaya
Selatan, GITET Pemalang dan beberapa
tambahan IBT di GITET eksisting.
per tahun, termasuk PLTM skala kecil
tersebar sebesar 333 MW dan PLT Bayu
50 MW.
• PLTU batubara akan mendominasi jenis
pembangkit yang akan dibangun, yaitu
mencapai 27,0 GW atau 70,1%, disusul
oleh PLTGU gas dengan kapasitas 6.8 GW
atau 17,7% dan PLTG/MG 0,2 GW atau
0,6%.
• Rekonfigurasi SUTET Muara Tawar cibinong – Bekasi – Cawang.
Sementara untuk energi terbarukan
khususnya panas bumi sebesar 1,9 GW atau
4,9%, PLTA/PLTM/pumped storage sebesar
2,6 GW atau 6,7%, dan pembangkit lainnya
0,05 GW atau 0,1%.
5. Pengembangan Sistem Penyaluran
Penguatan pasokan lainnya terdiri dari
beberapa program, yaitu:
Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa
pada umumnya dimaksudkan untuk
mengevakuasi daya dari pembangkitpembangkit baru maupun ekspansi skala
besar dan untuk menjaga kriteria security
N-1, baik statik maupun dinamik.Sedangkan
pengembangan transmisi 150 dimaksudkan
untuk menjaga kriteria security N-1 dan
sebagai transmisi yang terkait dengan gardu
induk 150 kV baru. Pengembangan transmisi
Sistem Jawa-Bali sebagimana ditunjukkan
pada Gambar 6.
Memperhatikan pembangunan SUTET dan
SUTT yang sering terlambat karena masalah
perizinan, ROW dan sosial, serta kebutuhan
tambahan daya yang mendesak, maka
PLN perlu melakukan usaha meningkatkan
kapasitas transmisi dalam waktu dekat.
Pembangunan SUTET dengan menggunakan
rute baru akan memerlukan waktu yang lama
sehingga upaya yang dapat dilakukan adalah
rekonduktoring beberapa ruas transmisi
500 kV/150 kV dan mulai akan membangun
under ground cable 500 kV disekitar Jakarta.
Pada tabel 21 dan tabel 22 diperlihatkan
kebutuhan fisik fasilitas penyaluran dan
gardu induk di sistem Jawa-Bali.
• Mempercepat pembangunan transmisi
interkoneksi HVDC 500 kV Sumatera-Jawa
untuk menyalurkan daya dari PLTU mulut
tambang di Sumsel sebesar 3.000 MW
pada tahun 2019.
• Mempercepat pembangunan Jawa Bali
Crossing 500 kV dari PLTU Paiton ke New
Antosari (tahun 2018) dan GITET Antosari,
untuk memperkuat pasokan ke sistem
Bali.
• Mempercepat pembangunan sirkit 3-4
SUTET 500 kV Tx Ungaran – Pemalang –
Mandirancan – Indramayu – Delta Mas.
4. Penambahan Kapasitas Pembangkit
Penambahan Pembangkit Sistem Jawa Bali
pada tabel 20 diperlihatkan jumlah kapasitas
dan jenis pembangkit yang dibutuhkan pada
tahun 2015-2024 untuk wilayah Jawa-Bali.
Tabel 20 menunjukkan hal-hal sebagai
berikut:
• Tambahan kapasitas pembangkit
tahun 2015-2024 adalah 38,5 GW atau
penambahan kapasitas rata-rata 3,8 GW
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
37
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Tahun
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Jumlah
PLN
PLTU
660
350
-
315
1.660
-
-
-
-
-
2.985
PLTP
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTGU
-
450
2.200
1.600
-
-
-
-
-
-
4.250
PLTG
200
4
-
-
-
3
-
-
-
-
207
PLTM
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTA
-
-
-
-
110
-
-
-
-
-
110
PS
-
-
-
-
1.040
-
-
-
-
-
1.040
PLT Lain
-
-
-
-
-
-
1
-
-
-
1
1
-
-
-
8.593
1.200
600
-
-
825
440
205
110
-
1.860
-
-
-
-
-
-
2.550
-
-
-
-
-
-
-
-
55
69
104
-
-
-
-
333
47
-
-
-
-
-
-
-
47
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
50
-
-
-
-
-
50
971
764
3.255 10.439
2.129
1.040
205
110
Jumlah
860
661
2.200
1.915
3
2.810
-
IPP
PLTU
PLTP
PLTGU
PLTG
PLTM
PLTA
PS
PLT Lain
Jumlah
994
30
21
1.045
625
30
300
16
-
650
67
1.600 10,100
1.600
220
- 15.119
- 19.959
-
Unallocated
PLTU
-
-
-
-
-
-
1.260
1.660
3.000
3.000
8.920
PLTP
-
-
-
-
-
-
-
10
-
-
10
PLTGU
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTG
-
-
-
-
-
3
3
-
-
-
6
PLTM
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTA
-
-
-
-
-
137
-
-
-
-
137
PS
-
-
-
-
-
-
-
450
450
-
900
PLT Lain
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Jumlah
-
-
-
-
-
140
1.263
2.120
3.450
3.000
9.973
PLTU
11.654
975
-
1.915 11.760
1.200
1.860
1.660
3.000
3.000 27.024
PLTP
30
30
-
-
220
825
440
215
110
--
1.870
-
750
2.850
3.200
-
-
-
-
-
-
6.800
PLTG
200
4
-
-
-
6
3
-
-
-
213
PLTM
21
16
67
55
69
104
-
-
-
-
333
PLTA
-
-
47
-
110
137
-
-
-
-
294
PS
-
-
-
-
1.040
-
-
450
450
-
1.940
PLT Lain
-
-
-
-
50
-
1
-
-
-
51
1.905
1.775
2.964
5.170 13.249
2.272
2.304
2.325
3.560
Total
PLTGU
Jumlah
Tabel 20
Rencana Penambahan Pembangkit Sistem Jawa-Bali (MW)
38
3.000 38.525
Gambar 6Gambar 2.6. Rencana Pengembangan Transmisi Sistem Jawa-Bali Tahun 2015-2024
Rencana Pengembangan transmisi Sistem Jawa-bali Tahun 2015-2024
Dari Tabel 21 dan 22 terlihat bahwa
sampai dengan tahun 2024 akan dibangun
transmisi 500 kV AC sepanjang 2.806 kms
dan transmisi 500 kV DC sepanjang 300
kms. Transmisi tersebut dimaksudkan untuk
mengevakuasi daya terkait dengan program
percepatan pembangkit PLTU Suralaya
Baru, PLTU Adipala, PLTU IPP Tanjung Jati
Unit 3 dan 4, PLTU IPP Jawa Tengah, PLTU
Indramayu Unit 4 dan 5, Jawa-Bali Crossing
dari Paiton hingga ke pusat beban di Bali,
PLTA pumped storage Upper Cisokan dan
Matenggeng, dan beberapa PLTU skala
besar baru lainnya.
Satuan kms
TRANSMISI
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
500 kV AC
354
318
154
679
906
508
100
20
-
500 kV DC
-
-
-
-
300
-
-
-
-
1.747
3.248
2.472
608
357
459
270
391
92
-
2
42
-
-
50
-
-
-
2.101
3.568
2.667
1.287
1.563
1.017
370
411
92
150 kV
70 kV
Total
Total
Tabel 21
Kebutuhan Saluran Transmisi Sistem Jawa-Bali
Satuan MVA
TRAFO
2015
2016
2017
2018
2019
500/150 kV
6.836
4.337
9.000
8.000
2.000
500
500
-
-
- 31.173
0
0
0
0
3.000
0
0
0
0
0
3.000
150/70 kV
100
-
60
-
-
-
-
-
-
-
160
150/20 kV
9.240
7.160
7.170
5.640
3.080
2.760
2.480
3.390
3.160
280
120
-
60
-
90
30
-
30
16.456 11.617 16.230 13.700
8.080
3.350
3.010
3.390
3.190
500/150 kV DC
70/20 kV
Total
2020
2021
2022
2023
2024
Total
2.830 46.910
-
610
2.830 81.853
Tabel 22
Kebutuhan Trafo Sistem Jawa-Bali
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
39
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Ruas SUTET 500 kV yang harus segera
direkonduktoring terkait dengan evakuasi
daya PLTU Jawa-7 adalah SUTET Suralaya
Baru-Bojanegara-Balaraja (tahun 2019),
SUTET Suralaya Lama-Balaraja-Gandul (tahun
2020).
Selain itu ruas SUTET 500 kV yang harus
segera dilaksanakan adalah sirkit 2 dari
Ungaran-Pedan, sirkit ke 2-3 MandirancanBandung Selatan (modifikasi tower 1 sirkit
menjadi 2 sirkit) dan Bandung Selatan –
Incomer (Tasik – Depok) untuk evakuasi daya
dari PLTU Jawa-1, PLTU Jawa-4 dan PLTU
Jawa Tengah.
pengembangan sistem transmisi Sumatra.
Sistem transmisi 70 kV pada dasarnya
sudah tidak dikembangkan lagi, bahkan di
sistem 70 kV di Jawa Barat banyak yang
ditingkatkan menjadi 150 kV.
Rencana proyek reconductoring SUTT 70 kV
yang memasok konsumen besar dan saluran
distribusi khusus. Program pemasangan
trafo-trafo 50/70 kV dan 70/20 kV pada tabel
tersebut juga hanya merupakan relokasi
trafo-trafo dari Jawa Barat ke Jawa Timur.
Beberapa proyek transmisi strategis di JawaBali antara lain:
Rencana pembangunan SUTET 500 kV
baru adalah ruas SUTET dari Tanjung Jati
B-Pemalang-Indramayu-Delta Mas, ruas
SUTET Balaraja-Kembangan-Durikosambi
dan Durikosambi-Muara Karang-PriokMuaratawar membentuk looping SUTET
jalur utara Jakarta, untuk perkuatan dan
peningkatan keandalan serta fleksibilitas
operasi sistem Jakarta.
• Proyek transmisi SUTET 500 kV Tx
Ungaran-Pemalang-MandirancanIndramayu tahun 2020.
• Pembangunan transmisi 500 kV HVDC
bipole 3,000 MW Sumatra - Jawa
berikut GITET X Bogor - Incomer (Tasik
- Depok dan Cilegon – Cibinong) untuk
menyalurkan listrik dari PLTU mulut
tambang di Sumatra Selatan ke sistem
Jawa Bali tahun 2019.
Rencana kebutuhan GITET 500 kV dan
tambahan trafo interbus 500/150 kV yang
direncanakan merupakan perkuatan grid
yang tersebar di Jawa.
• Pembangunan SUTET 500 kV Paiton –
New Kapal termasuk overhead line 500
kV menyeberangi selat Bali (Jawa Bali
Crossing) tahun 2018 sebagai solusi
jangka panjang pasokan listrik ke pulau
Bali.
Transmisi 500 kV DC adalah transmisi
HVDC interkoneksi Sumatera–Jawa, di sini
hanya diperhitungkan bagian kabel laut
dan overhead line yang berada di pulau
Jawa, selebihnya diperhitungkan sebagai
Uraian
Satuan 2015
Jaringan
ribu
TM
kms
Jaringan
ribu
TR
kms
Trafo
ribu
Distribusi
MVA
Tambahan
Juta
Pelanggan
plgn
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
6,8
7,5
6,9
6,8
7,1
6,8
6,9
7,0
7,2
7,1
70,2
5,0
5,5
5,2
5,4
5,6
5,3
5,3
5,2
5,3
5,1
53,1
2,5
2,7
2,6
2,7
2,8
2,8
2,8
2,8
3,0
3,0
27,8
2,0
2,2
1,4
1,3
1,1
0,7
0,6
0,6
0,6
0,6
11,2
Tabel 23
Kebutuhan Fasilitas Distribusi Sistem Jawa-Bali
40
2024 Jumlah
• SUTET 500 kV Balaraja-KembanganDurikosambi-Muara Karang (tahun 2018)
dan Muara Karang-Priok-Muara Tawar
tahun 2018.
Dalam kurun waktu 10 tahun mendatang
dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2024
untuk sistem Jawa Bali diperlukan tambahan
jaringan tegangan menengah sebanyak 70
ribu kms, jaringan tegangan rendah 53 ribu
kms, kapasitas trafo distribusi 28 ribu MVA
dan jumlah pelanggan 11,2 juta.
6. Pengembangan Sistem Distribusi
Perencanaan kebutuhan fisik untuk
mengantisipasi pertumbuhan penjualan
energi listrik dapat diproyeksikan seperti
pada tabel 23.
7. Proyeksi Kebutuhan Investasi
Pengembangan pembangkitan,
Juta US$
2015
Item
Pembangkit
Penyaluran
Total
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
1.465,6 11.178,7
Total
Fc
796,2
1.364,3
1.789,3
1.111,1
452,7
550,2
1.059,7
1.204,6
1.384,9
Lc
518,1
783,6
627,9
368,4
283,9
340,8
497,2
554,1
698,3
Total
1.314,3
2.148,0
2.417,2
1.479,5
736,6
891,1
1.556,9
1.758,7
2.083,2
Fc
1.613,0
1.676,5
1.664,2
1.530,7
733,4
367,9
400,7
265,0
148,1
35,0
8.434,5
Lc
286,8
281,4
231,5
150,1
82,4
66,3
58,1
35,2
17,1
2,8
1.211,7
1.899,8
1.957,9
1.895,7
1.680,8
815,8
434,2
458,8
300,3
165,2
37,8
9.646,2
Fc
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Lc
795,4
756,1
770,4
767,3
747,3
725,1
733,3
756,2
770,4
588,4
7.409,9
Total
795,4
756,1
770,4
767,3
747,3
725,1
733,3
756,2
770,4
588,4
7.409,9
Fc
2.409,2
3.040,8
3.453,5
2.641,8
1.186,1
918,2
1.460,4
1.469,6
1.533,0
1.500,7 19.613,2
Lc
1.600,3
1.821,2
1.629,7
1.285,8
1,113,6
1.132,2
1.288,6
1.345,5
1.485,7
1.302,7 14.005,4
Total
4.009,4
4.862,0
5.083,3
3.927,6
2.299,6
2.050,4
2.749,0
2.815,2
3.018,7
2.803,3 33.618,6
Total
Distribusi
2016
711,5
5.383,8
2.177,1 16.562,4
Tabel 24
Kebutuhan Dana Investasi untuk Sistem Jawa – Bali
Miliar USD
6.00
5.00
Total Investasi
4.00
3.00
Pembangkit
Penyaluran
2.00
Distribusi
1.00
0.0
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Gambar 7
Kebutuhan Dana Investasi PLN untuk Sistem Jawa – Bali
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
41
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
transmisi dan distribusi oleh PLN sampai
dengan tahun 2024 di sistem Jawa Bali
membutuhkan dana investasi sebesar US$
33,6 miliar dengan disbursement tahunan
sebagaimana diperlihatkan pada tabel dan
gambar dibawah ini. Kebutuhan investasi
untuk proyek pembangkitan sampai tahun
2024 adalah sebesar US$ 16,5 miliar atau
sekitar US$ 1,65 miliar per tahun.
Pembiayaan proyek pembangkitan PLN
berasal dari beberapa sumber. Proyek
percepatan pembangkit melalui Peraturan
Presiden Nomor 71 tahun 2006 didanai
dengan pinjaman luar negeri (Cina) dan
dalam negeri yang diusahakan oleh PLN
dengan jaminan Pemerintah. Proyek Upper
Cisokan pumped storage senilai US$ 800
juta telah diusulkan mendapat pendanaan
dari IBRD yang merupakan lender
multilateral, sedangkan PLTU Indramayu
1x1.000 MW senilai US$ 2.000 juta dengan
pendanaan dari lender bilateral.
Kebutuhan dana investasi untuk penyaluran
dan distribusi masing-masing sebesar
US$ 9,6 miliar dan US$ 7,4 miliar. Proyek
penyaluran pada tahun 2018 cukup besar
karena merupakan disbursement proyek
transmisi interkoneksi HVDC Sumatera –
Jawa dan transmisi Jawa – Bali Crossing 500
kV. Proyek tersebut menurut rencana akan
didanai dari APLN, pinjaman luar negeri (two
step loan) dan kredit ekspor.
1. Pengadaan Investasi Untuk Ketenagalistrikan
Umum
• UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan
• PP Nomor 14 Tahun 2012 tentang
Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
sebagaimana telah diubah dengan PP No
23 Tahun 2014
• Peraturan Menteri ESDM Nomor 03
Tahun 2015 tentang Prosedur Pembelian
Tenaga Listrik dan Harga Patokan
Pembelian Tenaga Listrik dari PLTU Mulut
Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMG,
dan PLTA oleh Perusahaan Listrik Negara
(Persero) Melalui Pemilihan Langsung dan
Penunjukkan Langsung
• Peraturan Menteri ESDM Nomor 01
Tahun 2006 jo No 04 Tahun 2007 tentang
Prosedur Pembelian Tenaga listrik dan
atau Sewa Menyewa Jaringan dalam
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk
Kepentingan Umum
• Peraturan Menteri ESDM Nomor 05 Tahun
2009 tentang Pedoman Harga Pembelian
Tenaga Listrik oleh PT PLN Persero dari
Koperasi atau Badan Usaha Lain
2. Pengadaan Investasi Khusus Energi
Geothermal, ditambah dengan
2.3
SKEMA INVESTASI SEKTOR
KETENAGALISTRIKAN DI
INDONESIA
• UU Nomor 21 Tahun 2016 tentang
Geothermal
2.3.1
Landasan Hukum
• Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun
2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Kegiatan Panas Bumi
Landasan hukum investasi sektor
ketenagalistrikan baik melalui melalui skema
Independent Power Producers (IPP), Kerjasama
Pemerintah Swasta (KPS), Engineering,
Production and Construction (EPC), maupun
Swasta Murni adalah sebagai berikut :
42
• PP Nomor 59 Tahun 2007 jo No 70 Tahun
2010 tentang Kegiatan Geothermal
• Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun
2014 tentang Pembelian Tenaga Listrik
dari PLTP dan Uap Panas Bumi untuk
PLTP oleh PT Perusahaan Listrik Negara
(Persero)
3. Regulasi Pembiayaan melalui Public Private
Partnership (PPP)
dan Pump Storage sebesar 9.250 MW (13%).
PT PLN wajib memenuhi kebutuhan tenaga
listrik dalam wilayah usahanya dengan
melakukan pembelian tenaga listrik dari
PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara,
PLTG/PLTMG dan PLTA. Pembelian dengan
pemegang izin usaha penyediaan tenaga
listrik lainnya dilakukan berdasarkan rencana
usaha penyediaan tenaga listrik.
Pembelian tenaga listrik itu dapat dilakukan
melalui pemilihan langsung dan penunjukkan
langsung sepanjang memenuhi kriteria
sebagai berikut:
• Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005
tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan
Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dan
telah direvisi dengan Perpres Nomor 13
Tahun 2010 (perubahan pertama), Perpres
Nomor 56 Tahun 2011 (perubahan kedua),
dan Perpres Nomor 66 Tahun 2013
(perubahan ketiga).
• Peraturan Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala
BAPPENAS Nomor 3 Tahun 2012 tentang
Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan
Infrastruktur melalui Public Private
Partnership (PPP).
• Pembelian tenaga listrik dilakukan dari
PLTU Mulut Tambang, PLTG marginal dan
PLTA
2.3.2
Independent Power Producers (IPP)
• Pembelian kelebihan tenaga listrik dari
PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara,
PLTG/ PLTMG dan PLTA
1. Konsep
Pembelian Tenaga Listrik dan Harga Patokan
Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN
(Persero) Melalui Pemilihan Langsung dan
Penunjukan Langsung, diatur dalam Permen
ESDM Nomor 3 tahun 2015. Regulasi ini
disusun untuk meningkatkan kapasitas
pembangunan tenaga listrik nasional,
khususnya untuk mendorong pembangunan
pembangkit listrik melalui mekanisme
Independent Power Producers (IPP).
Ketentuan itu untuk mendukung
penyediaan tenaga listrik yang tertuang
dalam RUPTL PT PLN (Persero) 2015-2024
telah mempertimbangkan perencanaan
penyediaan tenaga listrik yang ada dalam
Draft Rencana Umum Ketenagalistrikan
Nasional (RUKN) 2012 hingga 2031 dan
Draft RUKN 2015 hingga 2034. Untuk
sepuluh tahun mendatang, PLTU batubara
masih mendominasi jenis pembangkit yang
akan dibangun, yaitu mencapai 42 GW (60%)
sementara PLTGU sekitar 9 GW (13%) dan
PLTG/MG sekitar 5 GW (7%). Adapun energi
terbarukan yang akan dikembangkan adalah
PLTP sekitar 4,8 GW (7%) dan PLTA/PLTM
• Pembelian tenaga listrik dari PLTU
Mulut Tambang, PLTU Batubara,PLTG/
PLTMG dan PLTA jika sistem tenaga listrik
setempat dalam kondisi krisis atau darurat
penyediaan listrik dan/atau
• Pembelian tenaga listrik dari PLTU Mulut
Tambang, PLTU Batubara,PLTG/PLTMG
dan PLTA dalam rangka penambahan
kapasitas pembangkitan pada pusat
pembangkit tenaga listrik yang telah
beroperasi di lokasi yang sama
2. Mekanisme Pengadaan
A. Prosedur Penunjukan Langsung
Proses penunjukan langsung dengan
uji tuntas atas kemampuan teknis dan
finansial yang dapat dilakukan oleh pihak
procurement agent yang ditunjuk oleh
PT PLN Persero dan sampai dengan
penandatanganan perjanjian jual beli tenaga
listrik, paling lama 30 (tiga puluh) hari.
Mekanisme IPP untuk Penunjukkan Langsung
sebagaimana gambar 8
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
43
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
B. Prosedur Pemilihan Langsung
waktu 321 hari jika tidak ada tender ulang.
Adapun mekanisme disajikan pada gambar
10.
Proses pemilihan langsung didahului
dengan uji tuntas atas kemampuan teknis
dan finansial yang dapat dilakukan oleh
pihak procurement agent yang ditunjuk
oleh PT PLN Persero dan sampai dengan
penandatanganan perjanjian jual beli
tenaga listrik, paling lama 45 (empat puluh
lima) hari. Mekanisme IPP untuk Pemilihan
Langsung sebagaimana gambar 9.
3. Tahapan Bisnis IPP
• Tahapan bisnis ketenagalistrikan melalui
Pola IPP mencakup:
• Tahap pra kualifikasi
• Tahap permintaan proposal
C. Tender / Lelang Terbuka
• Tahap pengajuan surat penawaran
Lelang terbuka dilaksanakan apabila
kondisi IPP tidak layak untuk penunjukkan
langsung atau pemilihan langsung atau
PLN menginginkan Lelang Terbuka
untuk semua jenis tenaga pembangkit.
Pemenang ditetapkan pada pengajuan
tarif terendah. Berdasarkan peraturan IPP,
proses lelang terbuka dengan kapasitas >/=
15 MW dari pengumuman tender sampai
penandatanganan kontrak memerlukan
Listed in RUPTL
Due Diligence Document
Submission
Due Diligence
Document
Evaluation
• Tahap pembayaran sesuai tanggal yang
telah disepakati
• Tahap pelaksanaan komersial
• Tahap akhir masa kontrak
System
Planning and
Project
Feasibility
Evaluation
Pass
Due Diligence Invitation
• Tahap penandatangan kontrak
Unsolicited Proposal and
Feasibility Study Submission
Rejected for Revision
Required Documents
Direct Appoinment
(30 days)
Clarification
and
Revision
IPP Procurement Procedure
(complies to MEMR Regulation
No. 03/2015)
Pass
Appointing Qualified Developer and
Obtaining Director(s) Approval
30 days
PPA Finalization
PPA Signing
Pre Procurement Process
Procurement Process
Gambar 8
Mekanisme Pengadaan Ketenagalistrikan dengan Penunjukkan Langsung
44
Listed in RUPTL
Direct Selection
(45 days)
Due Diligence Invitation to
SPC/Sponsor who have IPP
connected to the same system
and Mine Mouth CDSPP with
candidate participant > 1
IPP Procurement Procedure
(complies to MEMR Regulation
No. 03/2015)
Due Diligence Document
Submission
Due Diligence
Document
Evaluation
Rejected
Fail
Pass
Listing Qualified Developer and
Obtaining Director(s) Approval
45 days
PPA Finalization
PPA Signing
Gambar 9
Mekanisme Pengadaan Ketenagalistrikan dengan Pemilihan Langsung
PQ Doc
collection
PQ proposal
submission
PQ
applicants
>
_ 3?
Announcement/
Advertisement
Start
IPP Procurement Procedure
(based on MEMR Regulation
No 01/2006 Jo 04/2007)
Yes
Yes
Open
Tender
PQ evaluation
P/Q Processes
Passing
applicants
>
_ 3?
No
Passing
applicants
>
_ 2?
Re-P/Q
Yes
Bidding Processes
(RFP issuance)
Bidding
Processes
Bidders
>
_ 2?
Yes
No
Bidders
>
_ 2?
Re-Bid
Yes
No
Pasing
Adm & tech
requirements
Yes
Winning bidder
determination
No
Yes
Bid Evaluation
Fail
No
Lol PPA
Signing
Direct
appoinment
Gambar 10
Mekanisme Pengadaan Ketenagalistrikan dengan Lelang Terbuka
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
45
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Ketentuan Harga Patokan
Berdasarkan Lampiran Permen ESDM Nomor 3
Tahun 2015 tentang tentang Prosedur Pembelian
Tenaga Listrik dan Harga Patokan Pembelian
Tenaga Listrik dari PLTU Mulut Tambang,
PreQualification
PLTU Batubara, PLTG/PLTMG, dan PLTA oleh
Perusahaan Listrik Negara (Persero) Melalui
Pemilihan Langsung dan Penunjukkan Langsung,
telah ditetapkan Harga Patokan Tertinggi
Pembelian Tenaga Listrik.
„ Criteria :
„ Financial Strength : Assets, Net profit
„ Technical Strength : experience in IPP development, EPC and O&M
„ Contains :
„ Information For Bidders
„ Project description
Request for
Proposal
„ Model Power Purchase Agreement
„ Instructions to Bidders
„ Proposal requirements
„ Evaluation Procedure
„ Contains :
Letter of
Intent
„ Agreed major terms & conditions
„ Agreed electricity tarif and basic formula
„ Requirements : Performance Security Stage I, PLN’s corporate approal,
MEMR tariff approval, SPC.
„ Term of the Agreement : Coal (25 years), Hydro (30 years), Geothermal
(30 years), Gas (20 years)
„ Project scheme : BOO or BOT
PPA
Signing
„ Tariff and payment
„ Force majeure : natural & political
„ Government Guarantee (if applicable)
„ Termination
„ Other rights and obligations of the parties
„ Sponsors’ Agreement;
„ Requirements (among other things) :
„ Copies of : EPC Contract; policies of insurance required by the PPA; fuel
Financial
Closure/
Financing
Date
supply plan; Financing Agreements; Foreign Investment approval;
„ The Legal Opinion issued for PLN;
„ The Legal Opinion issued for SELLER;
„ A copy of document(s) providing legal right to use and control over the Site
„ Performance Security Stage II
„ Requirements :
Commercial
Operation
Date (COD)
„ Net Dependable Capacity test procedures completed.
„ Transfer procedure to PLN (if applicable)
End of
Contract
Gambar 11
Tahapan Bisnis Ketenagalistrikan Pola IPP
46
2.3.3
Kerjasama Pemerintah dan Swasta
(KPS)
1. Kerangka Regulasi
Di tengah keterbatasan anggaran pemerintah
untuk mengalokasikan belanja modal untuk
mempercepat pembangunan infrastruktur,
pemerintah memilih suatu konsep yang
mengundang para investor untuk bekerjasama
dan berkontribusi secara aktif dalam penyediaan
pembangunan infrastruktur. Konsep itu dikenal
dengan skema Public Private Partnership (PPP)
atau Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Konsep
ini secara intensif mulai diperkenalkan sejak
tahun 2005.
Regulasi yang terkait dengan proyek KPS
khususnya dalam penyediaan infrastruktur telah
berkembang sejak masa pemerintahan Orde
Baru. Dalam masa tersebut Pemerintah telah
menerbitkan beberapa regulasi sektoral yang
didalamnya terdapat pengaturan berkaitan
dengan KPS, contohnya UU dan PP tentang
Ketenagalistrikan serta UU dan PP tentang Jalan
Tol. Pada masa Orde Baru hanya beberapa jenis
infrastruktur saja yang dikerjasamakan dengan
Badan Usaha Swasta, misalkan jalan tol dan
ketenagalistrikan.
Saat ini kebijakan dan dukungan yang strategis
yang sudah dilakukan oleh Pemerintah dalam
rangka mendukung pelaksanaan pembangunan
infrastruktur dengan skema KPS diantaranya
adalah dengan menerbitkan Peraturan Presiden
Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama
Pemerintahdan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur dan telah direvisi dengan Perpres
Nomor 13 Tahun 2010 (perubahan pertama),
Perpres Nomor 56 Tahun 2011 (perubahan
kedua), dan Perpres Nomor 66 Tahun 2013
(perubahan ketiga). Adapun kerangka regulasi
mengenai KPS disajikan pada tabel 25
2. Konsep
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)
merupakan kerjasama pemerintah dengan swasta
dalam penyediaan infrastruktur yang meliputi:
desain dan konstruksi, peningkatan kapasitas/
rehabilitasi, operasional dan pemeliharaan dalam
rangka memberikan pelayanan Pengembangan
KPS di Indonesia utamanya didasari oleh
keterbatasan sumber pendanaan yang bisa
dialokasikan oleh pemerintah.
Prinsip Dasar KPS adalah :
• Adanya pembagian risiko antara
pemerintah dan swasta dengan memberi
pengelolaan jenis risiko kepada pihak
yang dapat mengelolanya;
• Pembagian risiko ini ditetapkan dengan
kontrak di antara pihak dimana pihak
swasta diikat untuk menyediakan layanan
dan pengelolaannya atau kombinasi
keduanya;
• Pengembalian investasi dibayar melalui
pendapatan proyek (revenue) yang
dibayar oleh pengguna (user charge);
• Kewajiban penyediaan layanan kepada
masyarakat tetap pada pemerintah, untuk
itu bila swasta tidak dapat memenuhi
pelayanan (sesuai kontrak), pemerintah
dapat mengambil alih.
Tujuan pelaksanaan KPS adalah :
• Mencukupi kebutuhan pendanaan secara
berkelanjutan melalui pengerahan dana
swasta;
• Meningkatkan kuantitas, kualitas dan
efisiensi pelayanan melalui persaingan
sehat;
• Meningkatkan kualitas pengelolaan
dan pemeliharaan dalam penyediaan
infrastruktur;
• Mendorong dipakainya prinsip pengguna
membayar pelayanan yang diterima atau
dalam hal tertentu mempertimbangkan
kemampuan membayar pengguna.
Manfaat Skema KPS meliputi:
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
47
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
PERATURAN
Perpres 56/2011
KETENTUAN
Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrasruktur sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Presiden Nomor 13 tahun 2010 dan Peraturan Presiden
Nomor 56 tahun 2011.
Perpres 12/2011
Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang Komite Kebijakan
Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2011.
Perpres 78/2010
Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur
dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang dilakukan
melalui Penjaminan Infrastruktur.
PMK 260/2010
Petunjuk Pelaksanaan Proyek KPS yang merupakan acuan dasar dari
pelaksanaan proyek KPS di tanah air.
Permen PPN
Tata Cara Penyusunan Daftar Rencana Proyek Kerjasama dengan Badan Usaha
03/2009
dalam Penyediaan Infrastruktur.
Permen PPN
Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
04/2010
dalam Penyediaan Infrastruktur.
Permenko
Organisasi dan Tata Kerja Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan
01/2006
Infrastruktur.
Permenko
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
04/2006
Nomor 04/M.Ekon/06/2006 tentang Tata Cara Evaluasi Proyek Kerjasama
Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang
membutuhkan Dukungan Pemerintah.
Perpres 36/2006 jo
Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Perpres 65/2006
Kepentingan Umum.
Permenko
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
03/2006
Nomor 03/M.Ekon/06/2006 tentang Prosedur dan Kriteria Penyusunan Daftar
Prioritas Proyek Infrastruktur Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha.
Tabel 25
Kerangka Regulasi Investasi Pola KPS
• Tersedianya alternatif berbagai sumber
pembiayaan;
• Kinerja layanan masyarakat semakin baik;
• Akuntabilitas dapat lebih ditingkatkan;
• Pelaksanaan penyediaan infrastruktur
lebih cepat;
• Berkurangnya beban (APBN/APBD) dan
risiko pemerintah;
• Infrastruktur yang dapat disediakan
semakin banyak;
48
• Swasta menyumbangkan modal,
teknologi, dan kemampuan manajerial.
3. Kerangka Pengaturan
Kerjasama Pemerintah Swata (KPS) - merupakan
mekanisme pembiayaan alternatif dalam
pengadaan pelayanan publik yang telah
digunakan secara luas di berbagai negara
khususnya negara maju. KPS sering dipandang
sebagai alternatif dari pembiayaan pengadaan
tradisional melalui desain, pengadaan
dan konstruksi (Engineering, Procurement,
Construction) kontrak, di mana sektor publik
melakukan kompetitif penawaran untuk
membuat kontrak terpisah untuk elemen desain
dan konstruksi dari sebuah proyek.
aset dan bertanggung jawab untuk pembiayaan
kebijakan tersebut. KPS atau memungkinkan
sektor publik untuk memanfaatkan kemampuan
manajemen dan keahlian pihak swasta dan juga
meningkatkan dana tambahan untuk mendukung
layanan tertentu. Tergantung pada derajat
keterlibatan swasta dan penggunaan keuangan
swasta, pengaturan pengalihan resiko dalam
proyek KPS dapat bervariasi di seluruh spektrum
risk-return sebagaimana pada gambar 12 dan
tabel 26.
Sektor publik mempertahankan kepemilikan
Increasing
Totally Private
private sector
responsibility,
Totally Private
financing, and
Concession
risk taking
BOT and/or BOO
Joint Initiatives
PPP
System
Leasing
Management Contract
Increasing
contract
duration
Totally Public
Improving Country and Sector Context
BOO = build-own-operate, BOT = build-operate-transfer, PPP = public-private partnership.
Gambar 12
Bentuk dan modalitas KPS
Sumber : Dokumentasi Kerjasama Pemerintah dan Swasta ADB (2012)
No
Jenis
Uraian
1
Design–Build
Sektor publik melakukan kontrak dengan swasta sebagai penyedia tunggal untuk melakukan
desain dan konstruksi. Dengan cara ini, Pemerintah mendapatkan keuntungan dari economies of
scale dan mengalihkan resiko yang terkait dengan desain kepada sektor swasta.
2
Design, Build,
Operate
Sektor publik melakukan kontrak dengan penyedia swasta untuk merancang, membangun dan
mengoperasikan aset modal. Sektor publik tetap bertanggung jawab untuk meningkatkan modal
yang dibutuhkan dan mempertahankan kepemilikan fasilitas.
3
Design, Build,
Finance, Operate
Sektor publik melakukan kontrak dengan penyedia swasta untuk merancang, membangun,
membiayai dan mengoperasikan (DBFO) aset modal. Model ini biasanya melibatkan perjanjian
konsesi jangka panjang. Sektor publik memiliki pilihan untuk mempertahankan kepemilikan aset
atau sewa aset ke sektor swasta untuk periode waktu. Jenis pengaturan ini umumnya dikenal
sebagai inisiatif keuangan swasta (PFI)
4
Design, Build,
Own,
Operate
Sebuah penyedia swasta bertanggung jawab untuk semua aspek proyek. Kepemilikan fasilitas
baru ditransfer kepenyedia swasta,baik tanpa batas waktu atau untuk jangka waktu yang tetap.
Kesepakatan jenis ini juga termasuk dalam domain dari sebuah inisiatif keuangan swasta. Susunan
ini juga dikenal sebagai”membangun, mengoperasikan, memiliki, Transfer” atau BOOT.
Tabel 26
Bentuk dan Modalitas KPS
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
49
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Contoh pengaturan KPS umum meliputi sebagai
berikut:
• Konstruksi dan
• Operasional Pengelolaan proyek.
• Kontrak sektor publik untuk membeli jasa
dari perusahaan swasta atas dasar jangka
panjang, seringkali 15-30 tahun.
Tahapan disajikan pada gambar 13.
Pada tahap awal pengusahaan infrastruktur,
pengadaan tanah merupakan titik kritis
dan mengandung risiko yang paling besar.
Pengelolaan risiko yang telah dilakukan
oleh Pemerintah berupa pengelolaan dana
tanah melalui dana talangan Badan Layanan
Umum (BLU). Untuk memberikan kepastian
terkait besaran biaya pengadaan tanah
juga telah dilaksanakan pengelolaan dana
dukungan Pemerintah (Land Capping). Agar
pengusahaan KPS dapat diterima pasar dan
perbankan (bankable) diperlukan jaminan
atas risiko yang mungkin terjadi (contingent
liability). Proses penjaminan ini diproses
sebelum pelelangan oleh PT PII atas usulan
BPJT selaku Contracting Agency yang
mencakup risiko selama pengusahaan. Risiko
tersebut antara lain menyangkut jaminan
pendapatan minimum, keterlambatan
pengoperasian jaminan konektivitas, dan
sebagainya.
• Sesuai dengan kontrak, perusahaan
membangun dan memelihara infrastruktur
untuk memberikan layanan yang
dibutuhkan.
• Kontrak biasanya disampaikan melalui
special purpose vehicle (SPV) yang
menggunakan keuangan swasta
(campuran dari ekuitas dan utang limited
recourse) untuk membiayai pekerjaan
konstruksi awal.
• SPV kemudian membebankan fee - sering
disebut sebagai unitary charge yang
mencakup pembayaran pokok dan bunga,
biaya layanan manajemen fasilitas yang
dibutuhkan, dan keuntungan ekonomi ke
penyedia swasta.
•Pembayaran unitary charge akan berkaitan
erat terhadap kinerja kontraktor selama
masa kontrak, yaitu pembayaran menurun
jika kinerja berada di bawah standar
yang diperlukan. Dengan demikian,
sektor swasta menerima insentif untuk
memberikan layanan tepat waktu, sesuai
anggaran, serta memenuhi standar yang
dibutuhkan.
5. Skema Pembiayaan KPS
Proyek KPS digagas untuk mengundang
lebih banyak peran dan inisiatif swasta dalam
percepatan pembangunan infrastruktur
di Indonesia. Sementara dana yang
disediakan oleh APBN dipastikan tidak
mampu menutupi keseluruhan biaya yang
dibutuhkan. Dengan menggandeng pihak
swasta, kebutuhan dana ini diharapkandapat
tercukupi. Pihak swasta yang tertarik ambil
bagian dalam program KPS tidak perlu
khawatir atas risiko yang mungkin terjadi.
Melalui PT PII (Penjaminan Infrastruktur
Indonesia), Pemerintah akan menjamin
keberlangsungan proyek yang dijalankan
atas tiga risiko penting investasi di sektor
infrastruktur.
Pemerintah memberikan jaminan bahwa
proyek KPS prioritas yang dibangun oleh
pihak swasta akan dijamin cukup untuk
• Alokasi risiko publik dan swasta harus
dipahami dan didokumentasikan
secara baik, contoh: penyedia
swasta menanggung biaya overruns,
keterlambatan dan risiko layanan standar.
4. Tahapan Kerjasama Pemerintah Swasta
Tahapan KPS mencakup empat tahap:
• Identifikasi proyek yang dapat dibiayai
dengan pola KPS,
• Penyiapan proyek
50
Pemerintah
Dana Pengadaan
Lahan (BLU & Land
Capping)
Pembebasan dan
Pembersihan
Lahan
Pasar Modal
Dana Jaminan
dan
(PT PII)
Reformasi
PT IIF (Private
Sector) & PT SMI
(SOE)
Kebijakan
Dana Pemulihan/
Pembiayaan
Kebijakan Resiko
Proyek
Dana Pembiayaan
Persiapan
Lelang
Badan Usaha/
Lenders
Refinancing
Konstruksi
Operasi
Gambar 13
Tahapan Pembiayaan Infrastruktur Kerjasama Pemerintah Swasta
mengembalikan nilai investasinya yang
disebut juga sebagai resiko pengembalian
atas investasi. Pemerintah juga akan
memberikan jaminan terhadap risiko politik,
apabila selama masa konsesi Pemerintah
melakukan perubahan peraturan yang
mengakibatkan proyek dipandang tidak akan
mampu mengembalikan investasi sesuai
dengan yang diperjanjikan, Pemerintah
akan memberikan kompensasi kepada
penyelenggara proyek.
Sementara itu, risiko ketiga disebut
dengan risiko terminasi. Apabila ke
depan Pemerintahan berganti, sehingga
memungkinkan Pemerintah yang baru
mengubah kebijakan terkait program KPS,
maka jaminan Pemerintah terhadap program
yang sudah berjalan akan tetap diberikan.
Dengan cara seperti itu diharapkan swasta
bersedia membiayai proyek dalam nuansa
atau kerjasama yang disebut dengan
Kemitraan Pemerintah–Swasta.
Tiga risiko di atas akan memberikan
dampak berupa timbulnya term contingent
liabilities atau kewajiban bersyarat bagi
Pemerintah. Meskipun risiko yang dijamin
belum tentu terjadi, sebagai Penjamin
yang sudah menandatangani perjanjian,
Pemerintah harus tetap memasukkan
risiko kontingensi ke dalam APBN. Namun
demikian, penjaminan risiko yang langsung
terekspos ke APBN berpotensi mendorong
terjadinya instabilitas jika seandainya dalam
satu tahun tertentu ada sejumlah klaim atas
risiko yang harus dibayar sekaligus. Untuk itu
dibentuk dua lembaga penjaminan yaitu PT
Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) dan
PT Sarana Multi Finance (SMF)
A. PT PII
PT PII dibentuk dengan modal dari
Pemerintah dan selanjutnya lembaga
tersebut yang akan melakukan penjaminan
terhadap tiga risiko KPS. Pemerintah
tentunya, melalui mekanisme APBN,
melakukan penambahan atau penanaman
modal. Kemudian PT PII melakukan
penjaminan atas nama Pemerintah. Dengan
demikian contingent liabilities di APBN
menjadi berkurang. Dengan kata lain, PT PII
dapat dikatakan sebagai wadah penjamin
yang memungkinkan klaim dari swasta
tidak mempengaruhi stabilitas APBN secara
langsung.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
51
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan
Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama
Pemerintah dengan Badan Usaha yang
Dilakukan melalui Badan Usaha Penjamin
Infrastruktur pasal 18 ayat 1b, dalam rangka
meningkatkan kredibilitas penjaminan
infrastruktur, PT PII dapat bekerja sama
dengan lembaga keuangan multilateral
atau pihak lain yang memiliki maksud dan
tujuan yang sejenis. PT PII tengah menjalin
kerja sama dengan World Bank (WB) dan
juga anak perusahaannya yang bernama
Multilateral Investment Guarantee Agency
(MIGA).
Selain dengan badan tersebut, PT PII
juga menggagas kerjasama dengan Asian
Development Bank (ADB). Berbeda dengan
WB, ADB hanya melakukan kerja sama
penjaminan secara langsung dan tidak
membentuk anak perusahaan. Untuk kerja
sama dengan World Bank yang dilakukan
adalah apabila ada penjaminan oleh PT PII,
maka World Bank memberikan stand by
loan. Sebagai BUMN yang terhitung baru
dibentuk, modal PT PII masih terbatas.
Secara garis besar, fasilitas stand by loan
yang diberikan oleh WB akan memungkinkan
PTPII menjamin proyek proyek bernilai lebih
besar dari modal yang dimilikinya.
Contohnya, modal PT PII saat ini hanya
Rp 3 triliun, akan tetapi PT PII menjamin
proyek senilai Rp 10 triliun, yang sisanya
itu dijamin oleh World Bank berdasarkan
stand by loan. Dengan mengadopsi pola
ini, dapat dikatakan bahwa Pemerintah
tidak berutang kepada WB secara langsung.
Jika tidak ada klaim atas risiko yang harus
dibayarkan, maka Pemerintah hanya harus
membayar fee kepada WB dan biaya
fee tersebut tidak terlalu besar. Dengan
keberadaan PT PII sebagai guarantee fund,
Pemerintah menerapkan kebijakan satu
pelaksana (single window policy) dalam
penyediaan penjaminan Pemerintah atas
proyek-proyek kemitraan. Ini berarti bahwa
semua permintaan penjaminan Pemerintah
harus terlebih dahulu melalui PT PII. Dan
52
semua pemeriksaan serta penilaian terkait
penjaminan akan dilakukan oleh PT PII.
Keterlibatan Kementerian Keuangan dalam
penyediaan penjaminan masih dimungkinkan
sepanjang kemitraan dan kerja sama
dengan penyedia jaminan laintidak mampu
menyediakan penjaminan penuh atas
keputusan penjaminan yang telah disepakati.
Proyek KPS pertama berupa pembangunan
pembangkit tenaga listrik di Jawa Tengah
Proyek IPP PLTU Jawa Tengah (Central Java
Power Plant/CJPP). Nilainya mencapai sekitar
Rp 30 triliun. Mengingat modal PT PII masih
senilai 3 triliun, maka penjaminan proyek
tersebut sekarang dilakukan secara bersamasama antara PT PII dengan Pemerintah.
Mekanisme penjaminan semacam ini juga
dimungkinkan berdasarkan Perpes Nomor
78 tahun 2010. Pasal 25 peraturan tersebut
mengatur bahwa Menteri Keuangan dapat
memberikan penjaminan bersama dengan
Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur dalam
hal modal lembaga bersangkutan belum
mencukupi.
Untuk proyek pembangkit listrik di Jawa
Tengah yang nilainya 30 triliun rupiah,
sebanyak 99% penjaminan dari dana APBN
dijamin oleh Pemerintah. Hanya 1% yang
dijamin oleh PT PII dikarenakan keterbatasan
modalnya. Meskipun begitu, sebagaimana
kebijakan single window policy yang
disebutkan di atas, PT PII berperan sebagai
penanggung jawab utama atas setiap
pemrosesan penjaminan proyek KPS yang
dilaksanakan Pemerintah.
Pada tanggal 6 Oktober 2011 telah dilakukan
penandatanganan dokumen pelaksanaan
dan penjaminan proyek KPS IPP PLTU
Jawa Tengah, yang meliputi (1) Perjanjian
Regres (Recourse Agreement); (2) Perjanjian
Penjaminan (Guarantee Agreement); dan (3)
Perjanjian Jual Beli Listrik (Power Purchase
Agreement).
Proyek CJPP diperkirakan mulai beroperasi
komersial (Commercial Operation Date/
COD) pada akhir 2016. Teknologi yang
digunakan dalam proyek tersebut adalah
ultrasupercritical, yang memiliki tingkat
efisiensi dan emisi karbon lebih baik dari
pembangkitbatu bara yang dimiliki PT PLN
(Persero) saat ini sehingga merupakan proyek
PLTU yang ramah lingkungan.
Menyadari adanya keterbatasan budget
untuk membiayai pembangunan infrastruktur
maka dianggap perlu untuk membuat
vehicle untuk menarik minat investor swasta
dalam pembiayaan infrastruktur. Dalam
menghimpun dana pembiayaan infrastruktur
yang lebih besar, PT SMI menggandeng
sejumlah institusi multilateral untuk
mendirikan anak perusahaan. Saat ini anak
perusahaan yangsudah beroperasi bernama
PT Indonesia Infrastruktur Finance (PT IIF)
agar pola pembiayaan long term financing
dapat terpenuhi. PT IIF saat ini memiliki
modal sebesar Rp1,6 triliun serta dukungan
loan Rp 2 triliun dari World Bank dan Asian
Development Bank (ADB) dengan tenor
25 tahun. Jangka waktu tersebut tidak bisa
ditutup oleh instrument investasi perbankan
yang tenornya rata-rata hanya selama
5 hingga 7 tahun. Diharapkan dengan
terbentuknya PT SMI bisa lebih fleksibel
dalam bekerjasama dengan investor
Selama tiga tahun berdirinya PT SMI,
animo investor lokal maupun asing untuk
membiayai proyek-proyek infrastruktur
sebenarnya sangat besar. Yang menjadi
handicap terbesar adalah kesiapan
dari proyeknya itu sendiri. Terlebih jika
dihadapkan dengan konsep Public
Private Partnership (PPP) atau Kemitraan
Pemerintah-Swasta (KPS). PPP merupakan
proyek Pemerintah sehingga membutuhkan
government support. Tidak hanya
Pemerintah Pusat, tetapi juga Pemerintah
Daerah.
Dengan adanya otonomi daerah, maka
kekuasaan Pemerintah Pusat semakin
tersebar. Ada pro dan kontra terkait
kebijakan otonomi di mana kebijakan pusat
tidak bisa serta merta dilaksanakan dengan
kebijakan pemerintah daerah. Contohnya
adalah industri air minum di mana tarifnya
diputuskan oleh Pemerintah Daerah.
Pemerintah Pusat tidak bisa mengintervensi.
B. PT SARANA MULTI FINANCE (SMF)
Pembentukan PT SMI sebagai infrastructure
fund menjadi salah satu langkah Pemerintah
merangkul swasta. Selain memberikan
dukungan institusi, yaitu melalui perusahaan
pembiayaan dan perusahaan penjaminan
infrastruktur, Pemerintah juga membuat
kerangka kerja, kebijakan, serta regulasi
yang mendukung percepatan pembangunan
sarana infrastruktur.
PT SMI merupakan salah satu bentuk
dukungan institusi Pemerintah untuk
mengurangi adanya ketidaksesuaian
pembiayaan pembangunan infrastruktur.
Melalui PT SMI, mekanisme pembiayaan
long term financing yang dapat dikatakan
identik dengan pola pembiayaan
pembangunan infrastruktur diharapkan
dapat dicapai. Ini menjadi penting
mengingat perbankan pada umumnya
hanya menyediakan produk atau instrumen
investasi dengan tenor jangka pendek.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
75 tahun 2008 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007
tentang Penyertaan Modal Negara Republik
Indonesia untuk Pendirian Perusahaan
Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan
Infrastruktur, PT SMI antara lain memiliki
visi untuk memberikan dan mendukung
percepatan pembangunan infrastruktur yang
menyediakan fungsi cathalical role. Meskipun
baru berdiri pada awal tahun 2009, PT SMI
tetap berkomitmen menjalankan misinya
dalam memitigasi mismatch pembiayaan
infrastruktur. PT SMI berfungsi membuat
suatu industri pembiayaan infrastruktur
yang bisa menyediakan long term financing
dengan dukungan dana loan dari World
Bank dan Asian Development Bank.
C. Engineering, Production and Construction
(EPC)
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
53
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Selain fasilitas jaminan Pemerintah
untuk proyek KPS, Pemerintah juga
memberikan jaminan untuk proyek
Percepatan Pembangunan Pembangkit
Listrik yang menggunakan Batubara (Fast
Track Program-I) dan Proyek Percepatan
Pembangunan Pembangkit Listrik yang
Menggunakan Energi Terbarukan, Batubara,
dan Gas (Fast Track Program-II).
Dasar hukum Proyek Percepatan
Pembangunan Pembangkit Listrik yang
Menggunakan Batubara (FastTrack
Program-I) adalah Peraturan Presiden
Nomor 71 Tahun 2006 tentang Penugasan
Kepada PT Perusahaan Listrik Negara
(Persero) untuk Melakukan Percepatan
Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik
yang Menggunakan Batubara.
Selanjutnya jaminan pemerintah atas
proyek ini diberikan berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 91 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden
Nomor 86 Tahun 2006 tentang Pemberian
Jaminan Pemerintah untuk Percepatan
Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik
yang Menggunakan Batubara.
Dalam skema ini, PT PLN (Persero)
melaksanakan sendiri pembangunan
pembangkit listrik dengan pola Engineering
Procurement and Construction (EPC).
Pembiayaan proyek ini berasal dari Lenders
sebesar 85% dan anggaran PT PLN (Persero)
sebesar 15%. Penjaminan Pemerintah
diberikan secara penuh terhadap kredit
yang diberikan Lenders, bersifat irrevocable
dan unconditional serta mencakup seluruh
kewajiban PT PLN (Persero) dalam Perjanjian
Kredit.
Sampai dengan Desember 2012, Pemerintah
telah mengeluarkan 35 (tiga puluh lima) Surat
Jaminan Pemerintah termasuk untuk tiga
paket proyek transmisi porsi rupiah dan satu
paket proyek transmisi porsi dolar Amerika
Serikat dengan total nilai kredit yang dijamin
sebesar Rp71,8 Triliun.
54
2.3.4
Swasta Murni
Sesuai dengan program Pemerintah tahun
2015-2019, PT PLN dalam RUPTL 2015-2024
telah mencantumkan program pembangunan
ketenagalistrikan sebesar 35.000 MW untuk
periode tahun 2015 2019, di mana peran listrik
swasta diharapkan dapat meningkat secara
signifikan. Peran swasta akan meningkat dari
kontribusi kapasitas sekitar 15% menjadi 32%
pada tahun 2019, dan 41% pada tahun 2024.
Pembiayaan ketenagaan Listrik oleh Swasta
didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor
37 Tahun 1992 tentang Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik oleh Swasta, yaitu semua usaha
penyediaan tenaga listrik yang diselenggarakan
oleh badan usaha Swasta dan Koperasi selaku
Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk
Kepentingan Umum.
Dalam ketentuan itu, Pemerintah mengundang
partisipasi swasta didalam proyek-proyek yang
ditentukan Pemerintah dan disamping itu atas
prakarsa sendiri swasta dapat mengusulkan
proyek-proyek tenaga listrik lain untuk
dipertimbangkan oleh Pemerintah.
Usaha penyediaan tenaga listrik oleh swasta
diutamakan pola pelaksanaan “Membangun,
Memiliki dan Mengoperasikan”. Selain itu
dipertimbangkan kemungkinan penggunaan
pola pelaksanaan lain yang menguntungkan pola
pelaksanaan lain yang menguntungkan bagi
Negara.
Menteri memberikan Izin Usaha Ketenagalistrikan
untuk Kepentingan Umum sebagai dasar
bagi Usaha Penyediaan Tenaga Listrik oleh
Swasta. Izin Usaha Ketenagalistrikan dapat
diberikan untuk salah satu atau gabungan usaha
pembangkitan tenaga listrik, usaha transmisi
dan/atau usaha distribusi untuk dijual kepada
Perusahaan Umum Listrik Negara atau kepada
pihak lain. Penjualan tenaga listrik, sewa jaringan
transmisi dan sewa jaringan distribusidari
Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk
Kepentingan Umum kepada Perusahaan Umum
Listrik Negara atau kepada pihak lain diatur
dalam suatu perjanjian berupa perjanjian jual
beli tenaga listrik atau perjanjian sewa jaringan
transmisi atau perjanjian sewa jaringan distribusi.
Harga jual tenaga listrik, harga sewa jaringan
transmisi dan harga sewa jaringan distribusi
dinyatakan dalam mata uang rupiah dan
dicantumkan dalam perjanjian penjualan yang
dapat disesuaikan berdasarkan perubahan
unsur biaya tertentu yang dicantumkan
dalam perjanjian penjualan. Harga itu wajib
mencerminkan biaya yang paling ekonomis atas
dasar kesepakatan bersama dan perlu mendapat
persetujuan Menteri.
Usaha penyediaan tenaga listrik oleh swasta
hanya dapat dilaksanakan dengan pembiayaan
tanpa jaminan Pemerintah terhadap modal yang
ditanamkan dan kewajiban membayar pinjaman.
Atas impor barang modal dalam rangka Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik oleh Swasta diberikan
fasilitas berupa:
Pembebasan atas pembayaran bea masuk;
Tidak dipungut pajak sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Pajak Penghasilan;
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah (PPn dan PPn BM) yang
terhutang ditangguhkan.
Pembangunan pembangkit tenaga listrik oleh
swasta dilaksanakan sesuai kebijaksanaan
Pemerintah dalam bidang energi dan didasarkan
atas ketersediaan sumber energi primer yang
diperlukan serta pertimbangan keekonomian
usaha tersebut dan dengan memperhatikan
pertimbangan-pertimbangan pelestarian
lingkungan hidup.
Untuk usaha pembangkitan tenaga listrik oleh
swasta diutamakan penggunaan sumber energi
primer di luar minyak bumi, kecuali apabila di
lokasi proyek pembangkitan yang diusulkan
tidak tersedia atau atas dasar keekonomian
tidak mungkin digunakan sumber energi primer
di luar minyak bumi. Pemegang Izin Usaha
Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum
mengusahakan sendiri pemasokan energi primer
yang diperlukannya agar dapat menghasilkan
biaya pembangkitan tenaga listrik yang paling
ekonomis. Pemasokan energi primer di luar
minyak bumi diutamakan yang berasal dari
dalam negeri.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
55
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
3
METODOLOGI
3.1
PENDEKATAN
Dengan mencermati maksud, tujuan dan ruang
lingkup sebagaimana dijelaskan dalam subbab
sebelumnya, maka ada beberapa pendekatan
yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan
hasil / keluaran yang diharapkan.
56
Beberapa pendekatan tersebut adalah:
• Document review
• Pendekatan valuatif – normatif
• Pendekatan partisipatoris / dialogis
1. Document Review
Document review merupakan aktivitas
untuk melakukan kajian terhadap berbagai
dokumen kebijakan pemerintah pusat
dan daerah, baik berupa data-data
atau informasi, maupun hasil kajian /
penelitian terkait pengembangan sektor
ketenagalistrikan.
2. Pendekatan Valuatif – Normatif
Pendekatan ini merupakan pendekatan
untuk menganalisis kebijakan. Metode yang
digunakan adalah sinergisitas / sinkronisasi
kebijakan. Analisis ini membahas tentang
hubungan antar kebijakan baik yang bersifat
paralel maupun yang bersifat horizontal.
Setelah melihat dan mencermati dari
beberapa kebijakan yang ada maka hal yang
paling penting dilakukan adalah membuat
sinergi di antara beberapa kebijakan yang
terkadang saling tumpang tindih.
Dalam analisis sinergitas / sinkronisasi
kebijakan pengembangan investasi sektor
ketenagalistrikan, dilakukan dengan:
A. Sinkronisasi Vertikal
Dilakukan dengan melihat apakah suatu
peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam suatu bidang tertentu
tidak saling bertentangan antara satu
dengan yang lain, serta mengikuti jenis
dan hirarkinya secara jelas. Di samping
harus memperhatikan hirarkhi peraturan
perundang-undangan tersebut di atas,
dalam sinkronisasi vertikal, harus juga
diperhatikan kronologis tahun dan nomor
penetapan peraturan perundang-undangan
yang bersangkutan.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
57
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
B. Sinkronisasi Horisontal
Dalam konteks penyusunan panduan
investasi sektor ketenagalistrikan, pengertian
pendekatan partisipasif merupakan
upaya-upaya pemberdayaan stakeholders
(pemerintah daerah, perguruan tinggi,
pelaku usaha / calon investor, asosiasi
dan masyarakat umum maupun lembaga
keuangan). Stakeholders tersebut dilibatkan
dalam perancangan, perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta
dalam pengambilan keputusan dalam rangka
sektor ketenagalistrikan.
Jamieson (1989) menyatakan bahwa model
partisipasif diarahkan pada dua perspektif,
yaitu: (1) pelibatan stakeholders dalam
pemilihan, perancangan, perencanaan dan
pelaksanaan, sehingga dapat dijamin bahwa
persepsi setempat, pola sikap dan pola
berpikir serta nilai-nilai dan pengetahuan
dapat dipertimbangkan secara penuh; dan
(2) membuat umpan balik (feedback) yang
pada hakikatnya merupakan bagian tak
terlepaskan dari kegiatan partisipatoris.
Model yang digunakan untuk melakukan
pendekatan partisipasif ini adalah melalui
dialog dan Focussed Discussion Group
(FGD).
Dilakukan dengan melihat pada berbagai
peraturan perundang-undangan yang
sederajat dan mengatur bidang yang sama
atau terkait. Sinkronisasi horisontal juga
harus dilakukan secara kronologis, yaitu
sesuai dengan urutan waktu ditetapkannya
peraturan perundangan-undangan yang
bersangkutan.
3. Pendekatan Partisipatoris / Dialogis
Pendekatan partisipasif merupakan model
pemberdayaan stakeholders terkait sesuai
dengan peranan fungsinya masing-masing
secara proporsional dan seimbang. Inti dari
pendekatan ini adalah pelibatan dalam
pengambilan keputusan atas berbagai
permasalahan yang sedang dihadapi
bersama. FAO (1989b) sendiri melihat
pendekatan ini dalam beberapa pengertian,
antara lain:
• Partisipasi adalah ’pemekaan’
(membuat peka) pihak masyarakat untuk
meningkatkan kemauan menerima dan
kemampuan untuk menanggapi proyekproyek pembangunan;
• Partisipasi adalah proses yang aktif, yang
mengandung arti bahwa orang atau
kelompok yang terkait, mengambil inisiatif
dan menggunakan kebebasannya untuk
melakukan hal itu;
• Partisipasi adalah pemantapan dialog
antara pelaku pembangunan yang
melakukan persiapan, pelaksanaan,
monitoring proyek, agar memperoleh
informasi tentang konteks lokal, dan
dampak-dampak sosial;
• Partisipasi adalah keterlibatan sukarela
oleh masyarakat dalam perubahan yang
ditentukan sendiri;
• Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat
dalam pembangunan diri, kehidupan, dan
lingkungan mereka.
58
3.2
METODOLOGI
3.2.1
Metode Pengumpulan dan
Pengolahan Data
Beberapa jenis data dan informasi terkait dengan
sektor ketenagalistrikan diperlukan sebagai
kajian dokumen (document review) dan sekaligus
sebagai informasi awal dalam melakukan kajian
dan analisis berikutnya. Beberapa jenis data
yang diperlukan untuk mendukung kegiatan ini,
disajikan di tabel 27
Data dan informasi, baik primer maupun
sekunder, tersebut di atas dapat dikumpulkan
dengan beberapa metode pengumpulan data,
dengan menggunakan instrumen-instrumen
berikut ini:
No.
Jenis Data dan Informasi
Klasifikasi Data
Metode Pengumpulan Data
1.
Data jenis-jenis perizinan : dasar hukum, prosedur dan
skema perizinan, persyaratan, dan lain sebagainya
Data primer dan data
sekunder
Studi instansional/ statistik,
FGD dan dialog.
2.
Data statistik sektor ketenagalistrikan (sebaran, kapasitas
terpasang, saluran distribusi, dan lain lain sebagainya).
Data primer dan data
sekunder
Studi instansional/ statistik,
FGD.
3.
Kondisi eksisting sektor ketenagalistrikan, yang mencakup
potensi yang dapat dikembangkan
Data primer dan data
sekunder
Studi instansional/ statistik.
4.
Peraturan perundangan yang berlaku, kebijakan dan
strategi pengembangan sektor ketenagalistrikan di
pusat dan daerah
Data sekunder
Studi instansional / BKPM,
BKPMD, Biro Hukum Daerah
5.
Data-data lainnya yang relevan
Data primer dan data
sekunder
Metode yang relevan sesuai
kebutuhan pengumpulan
data
Tabel 27
Jenis data dan informasi yang dibutuhkan
1. Wawancara Mendalam (In-depth Interview)
• Menghitung instrumen yang terkumpul,
kaitannya dengan kecukupan jumlah
sampel;
Wawancara mendalam merupakan instrumen
yang secara langsung menghadapkan
pewawancara dengan responden melalui
serangkaian kegiatan tanya jawab yang
berkaitan dengan calon investor. Jenis
wawancara yang digunakan adalah
wawancara mendalam (in- depth interview)
dengan kombinasi wawancara berstruktur
dan tidak berstruktur.
• Pemeriksaan isian instrumen;
• Penomoran dan kode terhadap instrumen;
dan
• Pembuat pedoman skoring.
2. Memilah data dan informasi
2. Diskusi Publik / Focussed Discussion Group
(FGD)
Diskusi publik ataupun FGD diperlukan untuk
menjaring masukan atau saran dari berbagai
stakeholders yang terlibat, yang dapat
dikategorikan sebagai data primer, yang
dipergunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam menentukan sektor ketenagalistrikan.
.
Data dan informasi dipilah berdasarkan
jenis dan kebutuhan akan informasi. Data
dan informasi yang dibangun (dalam sistem
database) mempengaruhi hasil diagnosis
dan analisa. Pemilahan data dan informasi
dilakukan melalui penomoran, penamaan,
tingkat pengukuran, dan kode kategori.
3. Entry data
3.2.2
Metode Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan melalui beberapa
tahap berikut ini :
.Entri data ke komputer dengan
menggunakan software SPSS, excel atau
yang lainnya, untuk kemudahan aplikasi dan
perhitungan.
1. Pengorganisasian dan editing data
4. Penyajian dan interpretasi data
.Pengorganisasian untuk menelaah dan
memeriksa kembali isi dari instrumen. Cara
yang digunakan :
.Penyajian data hasil olahan di atas
diinterpretasikan serta dianalisa untuk
mendapatkan kesimpulan. Penyajian data
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
59
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
dapat meliputi tabel-tabel dan grafik yang
sudah memiliki keterwakilan dengan sampel
dan kebutuhan data.
nilai konsekuensi alternatif kebijakan di masa
mendatang.
3.2.3
Beberapa Analisis yang Digunakan
D. Deskripsi, menghasilkan informasi tentang
konsekuensi sekarang dan masa lalu dari
diterapkannya alternatif kebijakan.
1. Review / Analisis Kebijakan (dalam Rangka
Kajian Dialogis dan FGD)
E. Evaluasi, kegunaan alternatif kebijakan
dalam memecahkan masalah.
Proses analisis kebijakan (yang berorientasi
pada masalah kebijakan) pada gambar 15.
Analisis kebijakan diambil dari berbagai
disiplin ilmu dengan tujuan memberikan
informasi yang bersifat deskriptif, evaluatif
dan preskriptif. Analisis kebijakan menjawab
tiga macam pertanyaan, yaitu :
Review atau analisis kebijakan adalah
aktivitas intelektual dan praktis yang
ditujuan untuk menciptakan, menilai dan
mengkomunikasikan pengetahuan dalam
proses kebijakan (Dunn, 1990). Analisis
kebijakan diletakkan dalam sistem kebijakan,
yang oleh Dunn (dengan mengutip Thomas
R. Dye) digambar 14.
Menurut Dunn, metode analisis kebijakan
menggabungkan lima prosedur umum dalam
pemecahan masalah, yaitu :
• Nilai, yang pencapaiannya merupakan
tolok ukur utama untuk menilai, apakah
suatu masalah telah teratasi.
A. Definisi, menghasilkan informasi mengenai
kondisi – kondisi yang menimbulkan masalah
kebijakan.
• Fakta, yang keberadaannya dapat
membatasi atau meningkatkan
pencapaian nilai-nilai.
B. Prediksi, menyediakan informasi mengenai
konsekuensi di masa datang dari penerapan
alternatif kebijakan, termasuk jika tidak
melakukan sesuatu.
• Tindakan, yang penerapannya dapat
menghasilkan pencapaian nilai-nilai.
C. Preskripsi, menyediakan informasi mengenai
Pendekatan valuatif-normatif dalam analisis
kebijakan berorientasi pada penilaian atau
evaluasi program yang sedang atau telah
Pelaku Kebijakan
Lingkungan Kebijakan
Gambar 14
Sistem kebijakan (Thomas R. Dye)
60
Kebijakan Publik
Kinerja
Kebijakan
Evaluasi
Hasil
Kebijakan
Peramalan
Perumusan
Masalah
Perumusan
Masalah
Pemantauan
Perumusan
Masalah
Perumusan
Masalah
Masa Depan
Kebijakan
Rekomendasi
Aksi
Kebijakan
Gambar 15
Proses analisis kebijakan berdasarkan masalah kebijakan
berjalan. Terdapat dua substansi yang
didekati secara valuatif – normatif, yaitu:
permintaan dan penawaran digunakan untuk
melihat tingkat ketersediaan pasokan sektor
ketenagalistrikan dan tingkat permintaannya.
Berbagai faktor yang mempengaruhi
permintaan dan penawaran terhadap sektor
ini dianalisis dan diperhitungkan untuk
melihat titik kesetimbangannya.
• Berkaitan dengan evaluasi terhadap
perkembangan kebijakan, baik yang
sedang dalam masa persiapan maupun
yang sedang berjalan; dan
• Berkaitan dengan analisa terhadap
kebijakan-kebijakan yang selama ini telah
dikeluarkan oleh pemerintah.
Melalui pendekatan ini, dapat dikembangkan
suatu sistem evaluasi secara komprehensif
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
Pendekatan ini juga berorientasi pada
penilaian terhadap kelebihan dan kelemahan
program yang telah dijalankan untuk
mendapatkan input berkaitan dengan
upaya perbaikan yang diterapkan, sehingga
menjadi dasar pertimbangan dalam
menentukan kebijakan di masa yang akan
datang.
2. Analisis Pendukung
A. Analisis Supply dan Demand
Analisis supply demand atau analisis
B. Analisis Perwilayahan
Secara deskriptif, analisis perwilayahan
digunakan untuk melihat sebaran / lokasi dari
objek-objek pada sektor ketenagalistrikan,
sehingga dapat tergambarkan secara lebih
detail.
C. Analisis Deskriptif Kualitatif
Merupakan analisis deskriptif untuk
menterjemahkan tabel dan data agar lebih
mudah dipahami.
3.2.4
Policy Dialogue dan Focus Discussion
Group (FGD)
Policy dialogue merupakan kegiatan untuk
pengkayaan informasi yang diperoleh dari
wilayah survei di dalam maupun luar negeri
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
61
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
bekerjasama dengan pihak BKPM dengan tujuan
mengumpulkan data primer dan sekunder
dari berbagai instansi terkait maupun dari
industri yang telah ada mengenai kebijakan
investasi di sektor ketenagalistrikan. Kegiatan ini
dilaksanakan di Yogyakarta dengan mengundang
para pihak yang terkait, baik dari pihak BKPM,
BKPMD, Kementerian / Dinas ESDM, Calon
Investor, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi,
dan lain sebagainya
Focus Group Discussion (FGD), merupakan
koordinasi dan pertemuan dengan stakeholder
terkait dengan tujuan untuk memperoleh
masukan dan klarifikasi informasi dari berbagai
stakeholder terkait baik di pusat maupun
di daerah untuk berbagi pengalaman dan
memperoleh gambaran mengenai investasi di
sektor ketenagalistrikan.
• Profil proyek yang siap ditawarkan
2. Skema Investasi di Sektor Ketenagalistrikan
di Indonesia
A. Independent Power Producers
B. Kerjasama Pemerintah dan Swasta
C. Engineering, Production and Construction
(EPC)
D. Swasta Murni
3. Kerangka Regulasi
A. Daftar Negatif Investasi
B. Regulasi Sektor Ketenagalistrikan
3.3
PENYUSUNAN BUKU
PANDUAN INVESTASI SEKTOR
KETENAGALISTRIKAN
C. Regulasi Bidang Tarif
Hasil kajian literatur, penelusuran data primer,
data sekunder, review kebijakan, serta serta
analisis-analisis pendukung dituangkan dalam
buku panduan investasi sektor ketenagalistrikan
di Indonesia. Sebagai outline atau usulan naskah
panduan investasi, disajikan berikut ini :
F. Insentif Non Fiskal
1. Overview Sektor Ketenagalistrikan di
Indonesia
D. Regulasi Bidang Pertanahan
E. Jaminan Investasi
4. Perpajakan
A. Sistem Perpajakan di Indonesia
B. Insentif Fiskal untuk Sektor Ketenagalistrikan
di Indonesia
5. Akunting untuk Sektor Ketenagalistrikan
A. Kondisi terkini sektor ketenagalistrikan di
Indonesia
A. Sistem akuntansi di Indonesia
B. Kebutuhan listrik Indonesia (supply dan
demand)
B. Akuntasi untuk Sektor Ketenagalistrikan di
Indonesia
C. Kebutuhan investasi sektor ketenagalistrikan
D. Peluang Investasi Pembangkit Listrik
• Kondisi Eksisting
• Daftar proyek
62
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
63
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
4
IDENTIFIKASI PERIZINAN INVESTASI
SEKTOR KETENAGALISTRIKAN
4.1
PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK 35.000 MW
Saat ini, pemerintah sedang menggalakkan
program pembangkitan listrik 35.000 MW, yang
direncanakan terealisasi pada tahun 2015-2019.
Sebagaimana dalam RUPTL PLN, bahwa skema
pembangkitan tersebut dilaksanakan oleh PLN
(10.681 MW) dan Pengembang Listrik Swasta
/ Independent Power Producer (IPP) sebesar
25.904 MW. Dalam rilisnya, PLN membagi
program 35.000 MW tersebut, kedalam
beberapa skema pengadaan. Disajikan di tabel
28, tabel 29 dan tabel 30.
64
4.2
MEKANISME PENGADAAN
LISTRIK 35.000 MW
Pengadaan tenaga listrik 35.000 MW
sebagaimana dijelaskan di atas, dilakukan
melalui beberapa metode, baik pelelangan
umum, penunjukan langsung, maupun pemilihan
langsung. Terkait dengan pelelangan umum,
mengikuti prosedur pelelangan yang telah
dilaksanakan selama ini, sebagaimana tertuang
dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 01
Tahun 2006 jo Nomor 04 Tahun 2007 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri ESDM Nomor
01 Tahun 2006 tentang Prosedur Pembelian
Tenaga Listrik dan/atau Sewa Menyewa
Jaringan dalam Usaha Penyediaan Listrik untuk
Kepentingan Umum.
Secara skematik, keseluruhan proses pengadaan
listrik 35.000 MW yang dicanangkan oleh
Presiden RI Joko Widodo, dapat dilihat pada
Bagan 4.1. Beberapa catatan untuk kriteria
pemilihan langsung adalah:
1. Diversifikasi energi untuk pembangkit listrik
ke non bahan bakar minyak; dan/atau
2. Penambahan kapasitas pembangkit tenaga
listrik yang telah beroperasi di lokasi
yang berbeda pada sistem setempat,
antara badan usaha pemegang izin usaha
penyediaan tenaga listrik atau badan usaha
baru yang dibentuk oleh pengembang
setempat
Sedangkan kriteria untuk penunjukan langsung
adalah:
1. Pembelian tenaga listrik dilakukan dari PLTU
Mulut Tambang, PLTG Marginal dan PLTA
2. Pembelian kelebihan tenaga listrik dari
PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG/
PLTMG, dan PLTA
3. Pembelian tenaga listrik dari PLTU Mulut
Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMGl,
dan PLTA jika sistem tenaga listrik setempat
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
65
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No.
Jenis Pembangkit
Lokasi
Kapasitas (MW)
1.
PLTP
Hululais / Bengkulu
2.
PLTU
Indramayu 4 / Jawa Barat
3.
PLTGU
Muara Karang Peaker / Jakarta
500
4.
PLTGU
Jawa 2 (Tanjung Priok) / Jakarta
800
5.
PLTGU
Grati Add On Blok 2 / Jawa Timur
150
6.
PLTGU
Muara Tawar Add On Unit 2,3,4
650
7.
PLTU
Kalselteng 2 / Kalimantan Tengah
8.
PLTG/PLTMG
Lampung Peaker / Lampung
200
9.
PLTP
Tulehu / Maluku
20
10.
PLTU
Lombok (FTP 2) / Nusa Tenggara Barat
11.
PLTU
Lombok 2 / Nusa Tenggara Barat
12.
PLTU
Timor 1 / Nusa Tenggara Timur
13.
PLTP
Mataloko / Nusa Tenggara Timur
20
14.
PLTP
Ulumbu 5 / Nusa Tenggara Timur
5
15.
PLTG/PLTMG
Riau Peaker / Riau
16.
PLTU
Sulsel Barru 2 / Sulawesi Selatan
17.
PLTGU
Makassar Peaker / Sulawesi Selatan
450
18.
PLTGU
Sulsel Peaker / Sulawesi Selatan
450
19.
PLTU
Sulsel 2 / Sulawesi Selatan
200
20.
PLTU
Palu 3 / Sulawesi Tengah
2x50
21.
PLTU
Bau Bau / Sulawesi Tenggara
2x25
22.
PLTU
Sulut 1/ Sulawesi Utara
2x25
23.
PLTG/PLTMG Mobile Power Plant
Tersebar
1.565
24.
PLTMG
Tersebar
665
25.
PLTGU/MGU
Tersebar
450
26.
PLTG/MG
Tersebar
250
27.
PLTM
Tersebar
50
Tabel 28
Proyek pembangkit listrik investasi PLN yang pengadaannya akan dibuka (pelelangan)
66
55
1.000
2x100
2x50
50
2x25
200
1x100
No.
Jenis Pembangkit
Lokasi
Kapasitas (MW)
1.
PLTU
Muko Muko / Bengkulu
2x7
2.
PLTU
Jambi / Jambi
3.
PLTMG
Luwuk / Sulawesi Tengah
40
4.
PLTGU
Riau / Riau
250
5.
PLTGU
Jawa-1 / Jawa Barat
6.
PLTU
Sinabang / Aceh
2x7
7.
PLTG/MG
Pontianak Peaker/ Kalimantan Barat
100
8.
PLTGU/MGU
Sumut / Belawan / Sumatera Utara
250
9.
PLTGU/MGU
Sulbagut 3 / Sulawesi Utara
200
10.
PLTGU/MGU
Sulsel / Sulawesi Selatan
150
11.
PLTGU/MGU
Kalselteng / Kalimantan Selatan / Tengah
200
12.
PLTGU/MGU
Peaker Jawa-Bali 1 / Jawa Barat
400
13.
PLTGU/MGU
Peaker Jawa-Bali 2 / Jawa Timur
500
14.
PLTGU/MGU
Peaker Jawa-Bali 3 / Banten
500
15.
PLTGU/MGU
Peaker Jawa-Bali 4 / Jawa Barat
450
16.
PLTG/MG
Jambi Peaker / Jambi
100
17.
PLTGU
Jawa-3 / Jawa Timur
1x800
18.
PLTGU/MGU
Sumbagut-1 / Sumatera Utara
250
19.
PLTGU/MGU
Sumbagut-3 / Sumatera Utara
250
20.
PLTGU/MGU
Sumbagut-4 / Aceh
250
21.
PLTU
Sulut-3 / Sulawesi Utara
2x50
22.
PLTG/MG
TB. Karimun / Riau
40
23.
PLTG/MG
Natuna-2 / Riau
25
24.
PLTMG
Tanjung Pinang 2 / Riau
30
25.
PLTMG
Dabo Singkep-1 / Riau
16
26.
PLTMG
Bengkalis / Riau
18
27.
PLTMG
Selat Panjang-1 / Riau
15
28.
PLTMG
Tanjung Batu / Riau
15
29.
PLTG/MG
Belitung / Kep. Bangka Belitung
30
30.
PLTU
Jawa-10 / Jawa Tengah
1x660
31.
PLTU
Riau Kemitraan / Riau
2x600
32.
PLTU
Bangka-1 / Kep. Bangka Belitung
2x100
33.
PLTU
Kalselteng-3 / Kalimantan Tengah
2x100
34.
PLTU
Kalbar-2 / Kalimantan Barat
2x200
35.
PLTG/MG
Natuna-3 / Riau
25
36.
PLTMG
Dabo Singkep-2 / Riau
16
37.
PLTU
Kaltim-3 / Kalimantan Timur
2x600
2x800
2x200
Tabel 29
Proyek pembangkit listrik investasi swasta yang pengadaannya akan dibuka (pelelangan)
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
67
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No.
Jenis Pembangkit
Lokasi
Kapasitas (MW)
1.
PLTG/U
Senipah Exp. (ST) / Kalimantan Timur
1x35
2.
PLTU
Kaltim 4 (Exp-2 Embalut) / Kalimantan Timur
2x100
3.
PLTU
Jawa-4 (Exp. Tj. Jati B) / Jawa Tengah
4.
PLTU
Sulbagut-3 (Exp. Molotabu) / Gorontalo
5.
PLTA
Wai Tina / Maluku
12
6.
PLTA
Sidikalang-1 / Sumatera Utara
15
7.
PLTA
Tabulahan / Sulawesi Barat
20
8.
PLTA
Masupu / Sulawesi Barat
36
9.
PLTA
Salu Uro / Sulawesi Selatan
95
10.
PLTU
Sumsel-7 (Exp. Sumsel-5) / Sumatera Selatan
11.
PLTU
Jawa-8 (Exp. Cilacap)/ Jawa Tengah
12.
PLTA
Kalaena-1 / Sulawesi Selatan
54
13.
PLTA
Paleleng / Sulawesi Selatan
40
14.
PLTA
Poso 1 / Sulawesi Tengah
120
15.
PLTU
Jawa-9 (Exp. Banten) / Banten
16.
PLTA
Air Putih / Sumatera Barat
2x1.000
2x50
1x300
1x1.000
1x600
21
Tabel 30
Proyek pembangkit listrik investasi swasta yang pengadaannya akan dibuka (penunjukan langsung)
dalam kondisi krisis atau darurat penyediaan
tenaga listrik; dan/atau
4. Pembelian tenaga listrik dari PLTU Mulut
Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMG, dan
PLTA dalam rangka penambahan kapasitas
pembangkitan pada pusat pembangkit
tenaga listrik yang telah beroperasi di lokasi
yang sama.
68
Skema pengadaan untuk masing-masing
metode pengadaan pembangkit, baik pemilihan
langsung, penunjukan langsung, maupun
pelelangan umum, dapat dilihat pada gambar
16,17,18 dan 19.
RAGAM PILIHAN
METODE PENGADAAN
PROSES PENGADAAN
Penunjukan Langsung
Pemasukan Proposal oleh Calon
Pengembangan IPP
PLTA
PLTG
Gas Marjinal
Excess
Power
Daftar
Pengadaan
Pembangkit
35.000 MW
(RUPTL 20162024)
Kondisi Sistem
Kritis
Uji Tuntas oleh
Procurement Agen**
Ekspansi
Pemasukan Proposal oleh Para
Calon Pengembang IPP
PLTU Mulut
Tambang
Evaluasi
Harga
Tanda Tangan
Kontrak
Diversifikasi
Energi
Pemilihan Langsung
BUKAN RAGAM
Pemasukan Proposal Lelang
oleh Para Calon Pengembang
IPP
Pelelangan Umum
PILIHAN
Gambar 16
Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW oleh Pengembang Swasta (IPP)
PROCUREMENT PROCEDURE : DIRECT APPOINMENT
Listed in RUPTL
System
Planning and
Project
Feasibility
Evaluation
Pass
Due Diligence Invitation
Due Diligence Document
Submission
Due Diligence
Document
Evaluation
Unsolicited Proposal and
Feasibility Study Submission
Rejected for Revision
Direct Appoinment
(30 days)
Required Documents
IPP Procurement Procedure
(complies to MEMR Regulation
No. 03/2015)
Clarification
and
Revision
Ÿ Condition(s) : Mine Mouth CFSPP
Pass
Appointing Qualified Developer and
Obtaining Director(s) Approval
30 days
(Coal-Fired Steam Power Plant),
Marginal Gas-Fired Power Plant,
Hydroelectric Power Plant,
Emergency or Crisis of Electricity
Power Supply, expansion project of
Power Plant in the same location of
the system.
Ÿ Project Type : Mine Mouth CFSPP
PPA Finalization
(Coal-Fired Steam Power Plant), NonMine Mouth SFSPP (Engine/Turbine/
Combine Cycle), Gas-Fired Power
Plant, Hydroelectric Power Plant.
Ÿ Tariff : Based on MEMR Regulation
PPA Signing
Pre Procurement Process
Procurement Process
No. 03/2015, and/or negotiation,
and/or applicable regulation issued
by MEMR.
Source : IPP Book, PT. PLN (Persero), 2015
Gambar 17
Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW melalui Penunjukan Langsung
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
69
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
PROCUREMENT PROCEDURE : DIRECT SELECTION
Listed in RUPTL
Due Diligence Invitation to
SPC/Sponsor who have IPP
connected to the same system
and Mine Mouth CDSPP with
candidate participant > 1
Direct Selection
(45 days)
IPP Procurement Procedure
(complies to MEMR Regulation
No. 03/2015)
Required Documents
Due Diligence Document
Submission
Ÿ Condition(s) : Energy diversification
Due Diligence
Document
Evaluation
to Non-Fuel Oil, expansion project of
Power Plant in different location of
the same system, more than one (1)
direct appoinment proposals.
Rejected
Fail
Ÿ Project Type : Mine Mouth CFSPP
(Coal-Fired Steam Power Plant), NonMine Mouth SFSPP (Engine/Turbine/
Combine Cycle), Gas-Fired Power
Plant, Hydroelectric Power Plant.
Pass
Listing Qualified Developer and
Obtaining Director(s) Approval
45 days
Ÿ Tariff : Based on MEMR Regulation
No. 03/2015, and/or lowest price
proposal submitted by the
participants.
PPA Finalization
Source : IPP Book, PT. PLN (Persero), 2015
PPA Signing
Pre Procurement Process
Procurement Process
Gambar 18
Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW melalui Pemilihan Langsung
PROCUREMENT PROCEDURE : OPEN TENDER
PQ Doc
collection
PQ proposal
submission
PQ PROCESS
PQ
applicants
>
_ 3?
Start
Yes
PQ evaluation
Yes
Passing
applicants
>
_ 3?
No
Re-P/Q
Bidders
>
_ 2?
No
Re-Bid
No
IPP Procurement Procedure
(based on MEMR Regulation
No 01/2006 Jo 04/2007)
Bidders
>
_ 2?
No
eligible for direct appoinment or
direct selection, or PLN requires
doing an open tender.
Ÿ Project Type : All kind of power
plant..
Ÿ Tariff : Lowest price proposal
submitted by the bidders.
Yes
Bid Evaluation
Yes
Winning bidder
determination
Open
Tender
Ÿ Condition(s) : IPP Project(s) that non
Yes
Pasing
Adm & tech
requirements
Passing
applicants
>
_ 2?
Yes
Bidding Processes
(RFP issuance)
BIDDING PROCESS
Announcement/
Advertisement
No
Fail
Direct
appoinment
Lol PPA
Signing
Gambar 19
Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW melalui Pelelangan Umum
70
4.3
IDENTIFIKASI PERIZINAN
DALAM RANGKA PROGRAM
PENGADAAN LISTRIK 35.000
MW
Dalam tahapan pengadaan tenaga listrik,
selain diidentifikasi proses pengadaannya, juga
diidentifikasi berbagai perizinan / non perizinan
yang terkait, baik pra konstruksi, konstruksi,
maupun operasi (COD, commercial operation
date). Hasil telaah konsultan terhadap berbagai
skema perizinan / non perizinan, antara lain:
4.3.1
Izin Prinsip Penamaman Modal
Izin Prinsip Penanaman Modal diatur dalam Perka
BKPM Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman
dan Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan
Penanaman Modal. Tujuan dari terbitnya Perka
BKPM ini adalah : (a) terwujudnya kesamaan
dan keseragaman prosedur pengajuan dan
persyaratan tata cara perizinan dan non perizinan
penanaman modal di instansi penyelenggara
PTSP di bidang penanaman modal di seluruh
Indonesia; (b) memberikan informasi kepastian
waktu penyelesaian permohonan perizinan
dan non perizinan penanaman modal; dan (c)
tercapainya pelayanan yang mudah, cepat,
tepat, akurat, transparan dan akuntabel.
Dalam Pasal 5, dijelaskan bahwa urusan
pemerintah di bidang penanaman modal
yang menjadi kewenangan pemerintah yang
diselenggarakan di PTSP BKPM, terdiri atas:
1. Penyelenggaraan penanaman modal yang
ruang lingkupnya lintas provinsi
2. Urusan pemerintahan di bidang penanaman
modal, yang meliputi:
yang merupakan prioritas tinggi pada
skala nasional;
C. Penanaman modal yang terkait pada
fungsi pemersatu dan penghubung antar
wilayah atau ruang lingkupnya lintas
provinsi;
D. Penanaman modal yang terkait pada
pelaksanaan strategi pertahanan dan
keamanan nasional;
E. Penanaman modal asing dan penanaman
modal yang menggunakan modal asing,
yang berasal dari pemerintah negara lain,
yang didasarkan perjanjian yang dibuat
oleh pemerintah dan pemerintah negara
lain; dan
F. Bidang penanaman modal lain yang
menjadi urusan pemerintah menurut
Undang-Undang.
Ruang lingkup layanan di PTSP di bidang
penanaman modal terdiri dari:
• Layanan Perizinan Penanaman Modal;
• Layanan Non Perizinan Penanaman
Modal.
Layanan perizinan penanaman modal, terdiri
atas :
1. Izin Prinsip Penanaman Modal;
2. Izin Usaha untuk Berbagai Sektor Usaha;
3. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal;
4. Izin Usaha Perluasan untuk Berbagai Sektor
Usaha;
5. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal;
A. Penanaman modal yang terkait dengan
sumberdaya alam yang tidak terbarukan
dengan tingkat risiko kerusakan
lingkungan yang tinggi;
B. Penanaman modal pada bidang industri
6. Izin Usaha Perubahan Untuk Berbagai Sektor
Usaha;
7. Izin Prinsip Penggabungan Perusahaan
Penanaman Modal;
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
71
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
8. Izin Usaha Penggabungan Perusahaan
Penanaman Modal untuk Berbagai Sektor
Usaha;
9. Izin Pembukaan Kantor Cabang;
B. Rekaman anggaran dasar bagi badan usaha
koperasi, yayasan, dilengkapi pengesahan
anggaran dasar badan usaha koperasi
oleh instansi yang berwenang serta NPWP
perusahaan; atau
10.Izin Kantor Perwakilan Perusahaan Asing
(Kppa); dan
C. Rekaman KTP yang masih berlaku dan NPWP
untuk usaha perorangan.
11.Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan
Perdagangan Asing (SIUP3A)
2. Keterangan rencana kegiatan:
Sedangkan layanan non perizinan penanaman
modal, terdiri atas :
A. Untuk industri, berupa diagram alir produksi
(flow chart of production) dilengkapi dengan
penjelasan detail uraian proses produksi
dengan mencantumkan jenis bahan baku;
1. Fasilitas Bea Masuk atas Impor Mesin;
2. Fasilitas Bea Masuk atas Impor Barang dan
Bahan;
3. Usulan Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh)
Badan untuk Penanaman Modal di BidangBidang Usaha Tertentu dan / atau di DaerahDaerah Tertentu;
4. Angka Pengenal Importir Produsen (API-P);
B. Untuk sektor jasa, berupa uraian kegiatan
yang akan dilakukan dan penjelasan produk
jasa yang dihasilkan.
3. Rekomendasi dari Kementerian / Lembaga
pembina, apabila dipersyaratkan sesuai
ketentuan bidang usaha;
4. Permohonan ditandatangani di atas meterai
cukup oleh direksi / pimpinan perusahaan
dan stempel perusahaan, sebagai pemohon;
5. Angka Pengenal Importir Umum (API-U);
6. Rekomendasi Penggunaan Tenaga Kerja
Asing (RPTKA);
5. Permohonan yang tidak disampaikan secara
langsung oleh pemohon ke PTSP bidang
penanaman modal, harus dilampiri surat
kuasa asli bermeterai cukup.
7. Rekomendasi Visa untuk Bekerja (TA.01); dan
8. Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing
(IMTA).
Permohonan Izin Prinsip Penanaman Modal
Dalam Negeri dilengkapi persyaratan sebagai
berikut :
1. Kelengkapan data pemohon:
A. Rekaman akta pendirian perusahaan
dan perubahannya untuk PT, CV dan Fa
dilengkapi dengan pengesahan anggaran
dasar perusahaan dan persetujuan/
pemberitahuan perubahan, apabila ada,
dari Menteri Hukum dan HAM serta NPWP
perusahaan;
72
Sedangkan untuk permohonan Izin Prinsip
Penanaman Modal Asing dilengkapi
persyaratan sebagai berikut:
1. Bagi pemohon yang belum berbadan hukum
Indonesia, dan pemohon adalah
A. Pemerintah negara lain, melampirkan
surat dari instansi pemerintah negara yang
bersangkutan atau surat yang dikeluarkan
oleh Kedutaan Besar / Kantor Perwakilan
negara yang bersangkutan di Indonesia;
B. Perorangan asing, melampirkan rekaman
lembar paspor yang masih berlaku yang
mencantumkan nama dan tandatangan
pemilik dengan jelas;
C. Badan usaha asing, melampirkan rekaman
anggaran dasar (article of association)
dalam Bahasa Inggris atau terjemahannya
dalam Bahasa Indonesia dari penerjemah
tersumpaj;
D. Untuk peserta Indonesia :
• Perorangan Indonesia, melampirkan
rekaman KTP yang masih berlaku dan
rekaman NPWP; dan/atau
• Perorangan Indonesia, melampirkan
rekaman KTP yang masih berlaku dan
rekaman NPWP;
• Badan Hukum Indonesia, melampirkan
rekaman Akta Pendirian Perusahaan
dan perubahannya lengkap dengan
pengesahan dan persetujuan/
pemberitahuan dari Menteri Hukum dan
HAM serta rekaman NPWP perusahaan.
3. Keterangan rencana kegiatan:
• Badan Hukum Indonesia, melampirkan
rekaman Akta Pendirian Perusahaan
dan perubahannya lengkap dengan
pengasahan dan perserujuan /
pemberitahuan dari Menteri Hukum dan
HAM serta rekaman NPWP perusahaan.
2. Bagi pemohon yang telah berbadan hukum
Indonesia dalam bentuk Perseroan Terbatas,
melampirkan:
A. Rekaman Akta Pendirian Perusahaan
dan perubahannya dilengkapi dengan
pengesahan Anggaran Dasar Perusahaan
dan persetujuan/pemberitahuan perubahan,
apabila ada, dari Menteri Hukum dan HAM,
serta NPWP perusahaan.
B. Bukti diri pemegang saham, dalam hal
pemegang saham adalah:
• Pemerintah negara lain, melampirkan
surat dari instansi pemerintah negara yang
bersangkutan atau surat yang dikeluarkan
oleh Keduataan Besar / Kantor Perwakilan
negara yang bersangkutan di Indonesia;
• Perorangan asing, melampirkan rekaman
paspor yang masih berlaku yang
mencantumkan nama dan tandatangan
pemilik paspor dengan jelas;
•Badan usaha asing, melampirkan rekaman
Anggaran Dasar (Article of Association/
Incorporation) dalam Bahasa Inggris atau
terjemahannya dalam Bahasa Indonesia
dari penerjemah tersumpah;
• Untuk industri, berupa diagram alir
produksi (flow chart of production)
dilengkapi dengan penjelasan detail
uraian proses produksi dengan
mencantumkan jenis bahan baku;
• Untuk sektor jasa, berupa uraian kegiatan
yang akan dilakukan dan penjelasan
produk jasa yang dihasilkan.
4. Rekomendasi dari Kementerian / Lembaga
pembina, apabila dipersyaratkan sesuai
ketentuan bidang usaha;
5. Permohonan ditandatangani di atas meterai
cukup oleh seluruh calon pemegang saham
atau kuasanya; atau direksi / pimpinan
perusahaan dan stempel perusahaan,
sebagai pemohon;
6. Permohonan yang tidak disampaikan secara
langsung oleh pemohon ke PTSP bidang
penanaman modal, harus dilampiri surat
kuasa asli bermeterai cukup.
Proses pengajuan izin prinsip penanaman
modal dilakukan secara online, melalui
aplikasi website: https://online-spipise.bkpm.
go.id/. Paling lambat, 3 (tiga) hari setelah
aplikasi dikirimkan secara lengkap, izin prinsip
penanaman modal dapat diperoleh.
4.3.2
Pendirian Badan Usaha di Indonesia
Beberapa jenis perizinan / non perizinan yang
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
73
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
saling terkait dengan pendirian badan usaha /
badan hukum di Indonesia, antara lain adalah:
2007, didefinisikan bahwa Perseroan
Terbatas adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan.
• Pengajuan Nama Badan Usaha (Perseroan
Terbatas)
• Pembuatan Akta Pendirian dan Anggaran
Dasar Badan Usaha
• Surat Keterangan Domisili Perusahaan
(SKDP)
• Pembuatan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP), Surat Keterangan Terdaftar (SKT),
serta Pengusaha Kena Pajak (PKP, untuk
yang telah beroperasi)
• Ditulis dengan huruf latin;
• Belum dipakai secara sah oleh Perseroan
lain atau tidak sama pada pokoknya
dengan Nama Perseroan lain;
• Pengesahan Akte Pendirian dan Anggaran
Dasar Badan Usaha
• Tidak bertentangan dengan ketertiban
umum dan/atau kesusilaan;
• Pembuatan Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
• Tidak sama atau tidak mirip dengan nama
lembaga negara, lembaga pemerintah,
atau lembaga internasional, kecuali
mendapat izin dari lembaga yang
bersangkutan;
1. Pengajuan Nama Badan Hukum (Perseroan)
Pengajuan Nama Badan Hukum merupakan
tahap paling pertama dalam prose pendirian
badan usaha di Indonesia. Proses ini juga
menjadi prasyarat sebelum mendapatkan
Izin Prinsip Penanaman Modal secara online.
Dasar hukum yang digunakan adalah:
• Tidak terdiri atas angka atau rangkaian
angka, huruf atau rangkaian huruf yang
tidak membentuk kata;
• Tidak mempunyai arti sebagai Perseroan,
badan hukum, atau persekutuan perdata;
• Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas
• Tidak hanya menggunakan maksud dan
tujuan serta kegiatan usaha sebagai Nama
Perseroan; dan
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 43 Tahun 2011 Tentang Tata
Cara Pengajuan dan Pemakaian Nama
Perseroan Terbatas
• Peraturan Menteri Hukum dan HAM
Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Tata Cara
Pengajuan Permohonan Pengesahan
Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan
Anggaran Dasar serta Penyampaian
Pemberitahuan Perubahan Anggaran
Dasar dan Perubahan Data Perseroan
Terbatas
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun
74
Dalam rangka pengajuan nama perseroan,
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2011
mengatur beberapa persyaratan, yaitu:
• Sesuai dengan maksud dan tujuan serta
kegiatan usaha Perseroan, dalam hal
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha
akan digunakan sebagai bagian dari
Nama Perseroan.
Pengajuan nama perseroan secara elektronik
(online) dilakukan melalui alamat website:
www.ahu.go.id. Dalam jangka watu paling
lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak
tanggal pengajuan diterima secara lengkap.
2. Pembuatan Akta Pendirian Badan Usaha
(Perseroan)
Setelah nama perseroan dinyatakan diterima
dan dapat digunakan, maka wajib segera
membuat Akta Pendirian perusahaan di
Kantor Notaris. Perseroan didirikan oleh 2
(dua) orang atau lebih dengan Akta Notaris
yang dibuat dalam Bahasa Indonesia. Setiap
pendiri perseroan wajib mengambil bagian
saham pada saat perseroan didirikan. Akte
Pendirian yang dimaksudkan, setidaktidaknya memuat anggaran dasar dan
keterangan lainnya, sekurang-kurangnya
adalah:
Surat Keterangan Domisili Perusahaan
(SKDP). Selain itu, dalam Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa
domisili perusahaan harus sesuai dengan
penataan ruang.
• Nama lengkap, tempat dan tanggal
lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan
kewarganegaraan pendiri perseroan,
atau nama, tempat kedudukan dan
alamat lengkap serta nomor dan
tanggal Keputusan Menteri mengenai
pengesahan badan hukum dan pendiri
perseroan.
Dalam implementasinya, persyaratan dan
prosedur penerbitan Surat Keterangan
Domisili Perusahaan diatur oleh Perda, yang
biasanya diterbitkan oleh Lurah / Camat
setempat. Sebagai contoh adalah Keputusan
Camat Lubuk Baja Batam Nomor 9 Tahun
2014 tentang Penetapan Standar Pelayanan
Domisili Usaha. Dalam keputusan tersebut,
untuk mendapatkan Surat Keterangan
Domisili Usaha diperlukan beberapa
persyaratan, yaitu:
• Surat Permohonan Kepada Camat
• Rekomendasi Lurah Setempat
• Rekaman KTP Penanggung Jawab
• Rekaman Akte Pendiri Pusat / Cabang
• Nama lengkap, tempat dan tanggal
lahir, pekerjaan, tempat tinggal,
kewarganegaraan anggota direksi dan
dewan komisaris yang pertama kali
diangkat.
• Surat Keterangan Sewa Menyewa Tempat
Usaha
• Denah Lokasi
• Nama pemegang saham yang telah
mengambil bagian saham, rincian jumlah
saham, dan nilai nominal saham yang
telah ditempatkan dan disetor.
Lama proses pembuatan Akta Pendirian
sangat tergantung pada kesepakatan para
pendirian perseroan dengan notaris yang
ditunjuk. Lama prosesnya bisa 3 hari kerja,
hingga 14 hari kerja.
• Pas photo 3 x 4 sebanyak 2 lembar
• Surat Keterangan Sempadan dari Lurah
• Untuk usaha Perorangan melampirkan
surat pernyataan kepemilikan usaha
Diatas materai 6000
Perolehan Surat Keterangan Domisili
Perusahaan sebagaimana ditetapkan di
atas, paling lama 2 (dua) hari kerja setelah
permohonan dan persyaratannya diterima
secara lengkap dan benar.
Selain Surat Keterangan Domisili Perusahaan,
biasanya juga diberlakukan Izin Gangguan,
yang dinyatakan dalam Surat Izin Tempat
Usaha (SITU), yang juga diatur melalui
peraturan daerah. Sebagai contoh adalah
3. Surat Keterangan Domisili Perusahaan dan
Surat Izin Tempat Usaha (Izin Gangguan /
HO)
Amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 dijelaskan bahwa suatu perseroan harus
memiliki tempat kedudukan dan alamat
lengkap perseroan, sehingga diperlukan
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
75
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Perda Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2012
tentang Izin Gangguan dan Retribusi Izin
Gangguan. Beberapa persyaratan yang
dinyatakan dalam perda tersebut adalah :
kewajiban perpajakannya. Nomor ini dipakai
oleh setiap wajib pajak setiap kali mereka
berurusan dengan kantor pajak.
• Mengisi formulir permohonan izin;
• Rekaman KTP pemohon;
• Rekaman Akta Pendirian Perusahaan;
• Rekaman Status Kepemilikan Tanah/Bukti
Kepemilikan Tanah/Surat Perjanjian Sewa/
Surat Persetujuan Pemilik Tanah;
• Rekaman akta pendirian atau dokumen
pendirian dan perubahan bagi Wajib
Pajak badan dalam negeri, atau surat
keterangan penunjukan dari kantor pusat
bagi bentuk usaha tetap;
• Rekaman Surat Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) berikut Lampiran Gambar Denah
dan Situasi;
• Surat Pernyataan Tertulis Tidak Keberatan
dari Lingkungan Sekitar, yang diketahui
pihak RT dan RW setempat;
• Rekaman Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak
salah satu pengurus, atau fotokopi paspor
dan surat keterangan tempat tinggal dari
Pejabat Pemerintah Daerah sekurangkurangnya Lurah atau Kepala Desa dalam
hal penanggung jawab adalah Warga
Negara Asing; dan
• Keterangan Domisili Perusahaan dari
Lurah dan Camat;
• Rekaman Lunas PBB Tahun Terakhir;
• Dokumen Lingkungan, khusus terhadap
kegiatan usaha yang berpotensi
menimbulkan pencemaran lingkungan;
dan
• Rekaman dokumen izin usaha dan/atau
kegiatan yang diterbitkan oleh instansi
yang berwenang atau surat keterangan
tempat kegiatan usaha dari Pejabat
Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya
Lurah atau Kepala Desa atau lembar
tagihan listrik dari Perusahaan Listrik/bukti
pembayaran listrik.
• Surat Pernyataan Kesanggupan
Memenuhi / Mentaati Ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan.
Dalam perda tersebut, ditetapkan penerbitan
perizinan paling lambat 14 hari kerja sejak
dokumen permohonan dan persyaratannya
diterima lengkap dan benar.
4. Pembuatan NPWP, SKT dan PKP
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah
nomor yang diberikan kepada Wajib
Pajak sebagai sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai
tanda pengenal diri atau identitas Wajib
Pajak dalam melaksanakan hak dan
76
Untuk Wajib Pajak badan yang memiliki
kewajiban perpajakan sebagai pembayar
pajak, pemotong dan/atau pemungut
pajak sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, termasuk
bentuk usaha tetap dan kontraktor dan/
atau operator di bidang usaha hulu minyak
dan gas bumi yang berorientasi pada profit
(profit oriented) berupa :
Wajib Pajak badan yang hanya memiliki
kewajiban perpajakan sebagai pemotong
dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan,
termasuk bentuk kerja sama operasi (Joint
Operation), berupa :
• Rekaman Perjanjian Kerjasama/Akte
Pendirian sebagai bentuk kerja sama
operasi (Joint Operation);
• Rekaman Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak
masing-masing anggota bentuk kerja
sama operasi (Joint Operation) yang
diwajibkan untuk memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak;
dengan menyampaikan permohonan
secara tertulis dengan mengisi dan
menandatangani Formulir Pendaftaran
Wajib Pajak. Permohonan tersebut
harus dilengkapi dengan dokumen
yang disyaratkan. Permohonan secara
tertulis disampaikan ke KPP atau
KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan
atau tempat kegiatan usaha Wajib
Pajak. Penyampaian permohonan
secara tertulis dapat dilakukan: secara
langsung, melalui pos; atau melalui
perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
• Rekaman Kartu Nomor Pokok Wajib
Pajak orang pribadi salah satu pengurus
perusahaan anggota bentuk kerja sama
operasi (Joint Operation), atau fotokopi
paspor dan surat keterangan tempat
tinggal dari Pejabat Pemerintah Daerah
sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala
Desa dalam hal penanggung jawab
adalah Warga Negara Asing; dan
• Rekaman dokumen izin usaha dan/atau
kegiatan yang diterbitkan oleh instansi
yang berwenang atau surat keterangan
tempat kegiatan usaha dari Pejabat
Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya
Lurah atau Kepala Desa.
Setelah seluruh persyaratan
Permohonan Pendaftaran diterima
KPP atau KP2KP secara lengkap, KPP
atau KP2KP akan menerbitkan Bukti
Penerimaan Surat. KPP atau KP2KP
menerbitkan Kartu NPWP dan Surat
Keterangan Terdaftar (SKT) paling
lambat 1 (satu) hari kerja setelah Bukti
Penerimaan Surat diterbitkan. NPWP
dan SKT akan dikirimkan melalui Pos
Tercatat.
Pengurusan NPWP Badan dapat dilakukan
melalui 2 (dua) cara, yaitu :
• Secara Elektronik melalui e-Registration
Dilakukan secara elektronik dengan
mengisi Formulir Pendaftaran Wajib
Pajak pada Aplikasi e-Registration yang
tersedia pada laman Direktorat Jenderal
Pajak di www.pajak.go.id. Dokumendokumen yang dipersyaratkan di atas,
kemudian dikirimkan ke KPP tempat
Wajib Pajak mendaftar. Dokumendokumen tersebut paling lambat 14
(empat belas) hari kerja sudah diterima
oleh KPP. Pengiriman dokumen yang
disyaratkan dapat dilakukan dengan cara
mengunggah (upload) salinan digital
(softcopy) dokumen melalui Aplikasi
e-Registration atau mengirimkan
dengan menggunakan Surat Pengiriman
Dokumen yang telah ditandatangani.
5. Pengesahan Akte Pendirian Perusahaan
• Nama dan tempat kedudukan perseroan
• Jangka waktu berdirinya perseroan
• Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha
perseroan
• Jumlah modal dasar, modal yang
ditempatkan, dan modal disetor
• Secara Langsung
Dalam hal Wajib Pajak tidak
dapat mengajukan permohonan
pendaftaran secara elektronik,
permohonan pendaftaran dilakukan
Untuk pembuatan Akta Pendirian, dalam
jangka waktu paling lambat 60 hari,
perseroan wajib mengajukan permohonan
pengesahan badan hukum perseroan melalui
teknologi informasi sistem administrasi dan
badan hukum secara elektronik kepada
Menteri, dengan mengisi format isian
sekurang-kurangnya:
• Alamat lengkap perseroan.
Persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
77
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Menteri Hukum dan HAM Nomor 4 Tahun
2014 adalah:
memuat frasa yang menyatakan “Keputusan
Menteri ini dicetak dari SABH”.
• Mengisi Format Pendirian Perusahaan;
• Bukti Bayar Biaya Pengesahan Badan
Hukum Perseroan yang dibayarkan
melalui Bank Persepsi;
6. Pembuatan SIUP (Surat Izin Usaha
Perdagangan)
SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) adalah
surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan
usaha perdagangan. Ketentuan mengenai
SIUP diatur dalam Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 46/M-DAG/PER/9/2009
tentang Perubahan Permendag Nomor
36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan
Surat Izin Usaha Perdagangan. Penerbitan
SIUP dilakukan berdasarkan tempat
kedudukan tempat usaha, sehingga Menteri
memberikan kewenangan penerbitan
kepada Gubernur / Bupati / Walikota yang
menunjuk dinas setempat yang membidangi
perdagangan.
Berdasarkan peraturan tersebut, persyaratan
penerbitan SIUP untuk perseroan, adalah:
• Minuta Akta Pendirian Perseroan atau
Minuta Akta Perubahan Pendirian
Perseroan;
• Bukti Setor Modal Perseroan;
• Surat Pernyataan Kesanggupan dari
Pendiri untuk memperoleh keputusan,
persetujuan, atau rekomendasi dari
instansi teknis untuk perseroan bidang
usaha tertentu, atau fotokopi keputusan,
persetujuan, dan rekomendasi dari
instansi teknis terkait untuk perseroan
bidang usaha tertentu;
• Rekaman surat keterangan mengenai
alamat lengkap perseroan dari pengelola
gedung atau instansi yang berwenang
atau asli surat pernyataan mengenai
alamat lengkap perseroan yang
ditandatangani oleh semua anggota
direksi bersama-sama semua pendiri
dan semua anggota dewan komisaris
perseroan.
• Surat Permohonan;
• Rekaman Akta Notaris Pendirian
Perusahaan;
• Rekaman Surat Keputusan Pengesahan
Badan Hukum Perseroan Terbatas dari
Kementerian Hukum dan HAM;
• Rekaman Kartu Tanda Penduduk
Penanggungjawab / Direktur Utama
Perusahaan;
Permohonan dan pendaftaran dilakukan
secara elektronik melalui laman Sistem
Administrasi Badan Hukum (SABH)
Kementerian Hukum dan HAM, dengan
alamat: www.ahu.go.id. Paling lambat
14 (empat belas) hari, Menteri telah
menerbitkan Keputusan Menteri mengenai
pengesahan badan hukum.
Notaris dapat melakukan pencetakan sendiri
Keputusan Menteri mengenai Pengesahan
Badan Hukum Perseroan, menggunakan
kertas berwarna putih ukuran F4/Folio
dengan berat 80 (delapan puluh) gram.
Keputusan tersebut wajib ditandatangani
dan dibubuhi cap jabatan oleh Notaris, serta
78
• Surat Pernyataan dari Pemohon SIUP
tentang Lokasi Usaha Perusahaan;
• Foto Penanggungjawab / Direktur Utama
Perusahaan 3x4 (2 lembar)
Proses penerbitan SIUP paling lama 3 (tiga)
hari kerja, setelah dokumen persyaratan
diterima secara lengkap dan benar.
7. Pembuatan TDP (Tanda Daftar Perusahaan)
Wajib Daftar Perusahaan (WDP) diatur dalam
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982
tentang Wajib Daftar Perusahaan. Dalam
ketentuan ini, Daftar Perusahaan adalah
daftar catatan resmi yang diadakan menurut
atau berdasarkan ketentuan Undangundang ini dan atau peraturan-peraturan
pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang
wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan
serta disahkan oleh pejabat yang berwenang
dari kantor pendaftaran perusahaan.
Perusahaan yang wajib didaftar dalam Daftar
Perusahaan adalah setiap perusahaan yang
berkedudukan dan menjalankan usahanya di
wilayah Negara Republik Indonesia menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, termasuk di dalamnya kantor
cabang, kantor pembantu, anak perusahaan
serta agen dan perwakilan dari perusahaan
itu yang mempunyai wewenang untuk
mengadakan perjanjian.
Pengaturan lebih lanjut dapat ditemukan
dalam Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 37/M-DAG/PER/2007 tentang
Penyelenggaraan Pendaftaran Perusahaan
juncto Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun
1998 tentang Usaha atau Kegiatan yang
tidak dikenakan Wajib Daftar Perusahaan.
Pengertian Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
menurut peraturan di atas surat tanda
pengesahan yang diberikan oleh Kantor
Pendaftaran Perusahaan kepada perusahaan
yang telah melakukan pendaftaran
perusahaan. Lebih lanjut diatur tentang
usaha atau kegiatan yang bergerak di
luar bidang perekonomian dan sifat serta
tujuannya tidak semata-mata mencari
keuntungan dan/atau laba, sehingga dengan
demikian tidak dikenakan wajib daftar
perusahaan.
Penerbitan TDP dilimpahkan oleh menteri
kepada gubernur / walikota / bupati, sesuai
kedudukan perseroan terbatas berada. Untuk
mendapatkan TDP, beberapa persyaratannya
diatur sebagai berikut:
• Rekaman Akta Pendirian Perseroan;
• Rekaman Akta Perubahan Perndirian
Perseroan (apabila ada);
• Asli dan rekaman Keputusan Pengesahan
sebagai Badan Hukum dan Persetujuan
Perubahan bagi PT yang telah berbadan
hukum sebelum diberlakukannya UndangUndang Perseroan Terbatas;
• Rekaman Kartu Tanda Penduduk
atau Paspor Pemilik, Pengurus atau
Penanggung Jawab Perusahaan;
• Rekaman Izin Usaha atau Surat
Keterangan yang dipersamakan dengan
itu yang diterbitkan oleh instansi yang
berwenang;
• Rekaman Nomor Pokok Wajib Pajak.
Proses penerbitan TDP adalah 3 (tiga)
hari kerja, sejak diterimanya dokumen
persyaratan secara lengkap dan benar.
4.3.3
Perizinan Ketenagakerjaan
Tenaga Kerja Asing (TKA) adalah warga negara
asing pemegang visa dengan maksud bekerja
di Indonesia. Untuk memperkerjakan TKA
di Indonesia, perusahaan PMA memerlukan
beberapa perizinan yang telah diatur melalui
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16
Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan
Tenaga Kerja Asing. Ada dua tahapan prosedur
perizinan yang diperlukan PMA untuk dapat
memperkerjakan TKA, yaitu:
• mengajukan Rencana Penggunaan Tenaga
Kerja Asing (RPTKA); dan
• Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing
(IMTA).
RPTKA adalah rencana penggunaan TKA pada
jabatan tertentu yang dibuat oleh pemberi
kerja TKA untuk jangka waktu tertentu yang
disahkan oleh menteri atau pejabat yang
ditunjuk. Sedangkan IMTA adalah izin tertulis
yang diberikan oleh menteri atau pejabat yang
ditunjuk kepada pemberi kerja TKA.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
79
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Prosedur dan pelayanan RPTKA dan IMTA
dilakukan melalui aplikasi sistem online: http://
tka-online.depnakertrans.go.id. Persyaratan yang
ditetapkan untuk mendapatkan pengesahan
RPTKA dan IMTA, dijelaskan berikut ini:
• Copy paspor TKA yang akan
dipekerjakan;
1. Pengesahan RPTKA
• Copy ijazah Sarjana atau keterangan
pengalaman kerja TKA atau sertifikat
kompetensi sesuai dengan jabatan yang
akan diduduki;
• Daftar riwayat hidup TKA yang akan
dipekerjakan;
• Surat Permohonan
• Alasan penggunaan TKA;
• Formulir RPTKA yang sudah diisi;
• Copy surat penunjukan tenaga kerja
Indonesia pendamping; dan
• Surat izin usaha dari instansi yang
berwenang;
• Pas photo berwarna ukuran 4 x 6 cm
sebanyak 1 (satu) lembar.
• Akte pendirian sebagai badan hukum
yang sudah disahkan oleh instansi yang
berwenang;
• Keterangan domisili perusahaan dari
pemerintah daerah setempat;
• Bagan struktur organisasi perusahaan;
• Surat penunjukan TKI sebagai
pendamping TKA dan rencana program
pendampingan;
Lama waktu perizinan untuk masing-masing
adalah 3 (tiga) hari kerja, setelah dokumen
diterima (online) secara lengkap dan benar.
Jadi, total waktu yang diperlukan adalah 6
(enam) hari.
4.3.4
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
(IUPTL)
• Copy bukti wajib lapor ketenagakerjaan
yang masih berlaku sesuai UndangUndang Nomor 7 Tahun 1981; dan
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik adalah
pengadaan tenaga listrik meliputi pembangkitan,
transmisi, distribusi, dan penjualan tenaga
listrik kepada konsumen. Izin Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik (IUPTL) adalah izin untuk
melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan umum. Dalam pelaksanaannya,
IUPTL dibuat dalam dua tahap, yaitu: IUPTL
Sementara dan IUPTL Tetap. Penerbitan IUPTL
diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 35
Tahun 2013 tentang Tata Cara Perizinan Usaha
Ketenagalistrikan.
• Rekomendasi jabatan yang akan diduduki
oleh TKA dari instansi teknis apabila
diperlukan.
Dalam peraturan tersebut di atas, beberapa
persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan
IUPTL Sementara adalah:
• Surat pernyataan kesanggupan untuk
melaksanakan pendidikan dan pelatihan
kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai
dengan kualifikasi jabatan yang diduduki
TKA;
2. Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing
1. Persyaratan Administratif :
• Surat Permohonan
• Identitas Pemohon
• Copy keputusan pengesahan RPTKA;
• Profil pemohon
80
•NPWP
2. Persyaratan Teknis :
• Izin lokasi dari instansi yang berwenang
kecuali untuk usaha penjualan tenaga
listrik;
• Studi kelayakan awal
• Diagram satu garis
• Surat penetapan sebagai calon
pengembang penyediaan tenaga listrik
dari pemegang IUPL (PT PLN) selaku
calon pembeli tenaga listrik
• Jenis dan kapasitas usaha yang akan
dilakukan;
Sedangkan untuk mendapatkan IUPTL, beberapa
persyaratannya adalah:
• Jadwal pembangunan dan pengoperasian
• Persetujuan harga jual tenaga listrik atau
sewa jaringan tenaga listrik, dalam hal
permohonan Izin Usaha Penyediaan
1. Persyaratan Administratif :
• Profil pemohon
• Tenaga Listrik diajukan untuk usaha
pembangkitan tenaga listrik, usaha
transmisi tenaga listrik, atau usaha
distribusi tenaga listrik;
•NPWP
• Kesepakatan jual beli tenaga listrik;
• Identitas Pemohon
• Pengesahan sebagai badan hukum
• Kemampuan pendanaan
3. Persyaratan Lingkungan :
• Dokumen AMDAL (KA, Andal, RKL-RPL)
atau UKL-UPL
2. Persyaratan Teknis :
• Dokumen ANDAL Lalu Lintas
• Studi kelayakan Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik
• Lokasi instalasi kecuali untuk usaha
penjualan tenaga listrik;
Pelayanan IUPTL (baik sementara maupun tetap)
untuk PMA, saat ini dilakukan di PTSP BKPM,
sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor
35/2014 tanggal 19 Desember 2014.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
81
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
1.
Izin Prinsip
Penanaman
Modal
PTSP BKPM
Pusat / PTSP
BKPM Daerah
Pendaftaran
Online :
https://onlinespipise.bkpm.
go.id/
Persyaratan
Pendaftaran Penanaman Modal :
1. Surat dari instansi pemerintah negara yang
bersangkutan atau surat yang dikeluarkan
oleh kedutaan besar/kantor perwakilan
negara yang bersangkutan di Indonesia
untuk pemohon adalah pemerintah negara
lain;
2. Rekaman paspor yang masih berlaku untuk
pemohon adalah perseorangan asing;
3. Rekaman Anggaran Dasar (Article of
Association) dalam Bahasa Inggris atau
terjemahannya dalam Bahasa Indonesia dari
penterjemah tersumpah untuk pemohon
adalah untuk badan usaha asing;
4. Rekaman Akta Pendirian perusahaan dan
perubahannya beserta pengesahan dari
Menteri Hukum dan HAM untuk pemohon
adalah badan usaha Indonesia;
5. Rekaman NPWP baik untuk pemohon adalah
perseorangan Indonesia maupun badan
usaha Indonesia;
6. Permohonan Pendaftaran ditandatangani di
atas meterai cukup oleh seluruh pemohon
(bila perusahaan belum berbadan hukum)
atau oleh direksi perusahaan (bila
perusahaan sudah berbadan hukum);
7. Surat Kuasa asli bermeterai cukup untuk
pengurusan permohonan yang tidak
dilakukan secara langsung oleh
pemohon/direksi perusahaan;
8. Keterangan Rencana Penanaman Modal,
mencakup :
82
-
Bidang usaha
-
Lokasi proyek
-
Produksi dan pemasaran per tahun
-
Luas tanah yang diperlukan
-
Tenaga kerja Indonesia
-
Rencana investasi
-
Rencana permodalan
Durasi
(Hari)
3
Dasar Hukum
Perka BKPM
No. 5 Tahun 2013
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
Izin Prinsip Penanaman Modal
1. Bukti diri pemohon, yaitu:
-
Pendaftaran bagi badan usaha yang telah
melakukan pendaftaran
-
Rekaman Akta Pendirian perusahaan dan
perubahannya
-
Rekaman Pengesahan Anggaran Dasar
Perusahaan dari Menteri Hukum dan
HAM
-
Rekaman Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP)
2. Keterangan rencana kegiatan, berupa:
-
Uraian proses produksi yang
mencantumkan jenis bahan-bahan dan
dilengkapi dengan diagram alir
(flowchart);
-
Uraian kegiatan usaha sektor jasa.
-
Rekomendasi dari instansi pemerintah
terkait, bila dipersyaratkan
2.
Pengajuan Nama
Badan Hukum
Sisminbakum,
1. Pengajuan nama perseroan terbatas
-
1
-
Undang-Undang
Pengajuan biasanya dilakukan oleh
No.40 Tahun
Notaris Melalui Sistem Administrasi
diakses melalui :
2007 Tentang
Badan Hukum (Sisminbakum)
http://ahu.go.id/
Perseroan
Kemenkumham
Terbatas
2. Persyaratannya :
-
Melampirkan asli formulir dan pendirian
surat kuasa;
-
Melampirkan fotokopi Kartu Identitas
Penduduk (KTP/paspor) para pendirinya
dan para pengurus perusahaan;
-
Melampirkan fotokopiKartu Keluarga (KK)
pimpinan/pendiri PT untuk WNI
-
Peraturan
Pemerintah
Republik
Indonesia
Nomor 43 Tahun
2011 Tentang
Tata Cara
Pengajuan dan
Pemakaian
Nama Perseroan
Terbatas
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
83
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
3.
Pembuatan Akta
Persyaratan
1. Pembuatan akta pendirian dilakukan oleh
Durasi
(Hari)
30
Dasar Hukum
-
Undang-Undang
Pendirian dan
notaris yang berwenang di seluruh wilayah
No.40 Tahun
Anggaran Dasar
negara Republik Indonesia untuk selanjutnya
2007 Tentang
Perseroan
mendapatkan pesetujuan dari Menteri
Perseroan
Terbatas
Kantor Notaris
Kemenkumham
Terbatas
2. Beberapa hal yang perlu diperhatikan :
-
-
Kedudukan PT, yang mana PT harus
Pemerintah
berada di wilayah Republik Indonesia
Republik
dengan menyebutkan nama Kota dimana
Indonesia
PT melakukan kegiatan usaha sebagai
Nomor 43 Tahun
Kantor Pusat;
-
Pendiri PT minimal 2 orang atau lebih;
-
Menetapkan jangka waktu berdirinya PT:
2011 Tentang
Tata Cara
Pengajuan dan
selama 10 tahun, 20 tahun atau lebih atau
Pemakaian
bahkan tidak perlu ditentukan lamanya
Nama Perseroan
artinya berlaku seumur hidup;
-
Peraturan
Terbatas
Menetapkan Maksud dan Tujuan serta
kegiatan usaha PT;
-
Akta Notaris yang berbahasa Indonesia;
-
Setiap pendiri harus mengambil bagian
atas saham, kecuali dalam rangka
peleburan;
-
Modal dasar minimal Rp.50.000.000,(lima puluh juta Rupiah) dan modal
disetor minimal 25% (duapuluh lima
perseratus) dari modal dasar;
-
Minimal 1 orang Direktur dan 1 orang
Komisaris; dan
-
Pemegang saham harus WNI atau Badan
Hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia, kecuali PT dengan Modal
Asing atau biasa disebut PT PMA
4.
Surat Keterangan
Domisili
kelurahan setempat sesuai dengan alamat
Perusahaan
Kantor Kelurahan
kantor PT anda berada, yang mana sebagai
/ Kecamatan di
perusahaan (domisili gedung, jika di
Masing-Masing
Daerah
84
1. Permohonan SKDP diajukan kepada kantor
bukti keterangan/keberadaan alamat
gedung)
3
Perda
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
2. Persyaratan :
-
Fotokopi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
tahun terakhir,
-
Perjanjian Sewa atau kontrak tempat
usaha bagi yang berdomisili bukan di
gedung perkantoran,
-
Kartu Tanda Penduduk (KTP) Direktur,
-
Izin Mendirikan Bangun (IMB) jika PT tidak
berada di gedung perkantoran
5.
Permohonan
Persyaratannya :
Pembuatan
-
NPWP pribadi Direktur PT
Nomor Pokok
-
Fotokopi KTP Direktur (atau fotokopi Paspor
12
bagi WNA, khusus PT PMA)
Wajib Pajak
(NPWP) dan
-
SKDP
Pengusaha Kena
-
Akta pendirian PT
Pajak (PKP)
Kantor Pajak
Wilayah
6.
Pengesahan
1. Permohonan ini diajukan kepada Menteri
45
-
Undang-Undang
Akte Pendirian
Kemenkumham untuk mendapatkan
No.40 Tahun
dan Anggaran
pengesahan Anggaran Dasar Perseroan (akta
2007 Tentang
Dasar Perseroan
pendirian) sebagai badan hukum PT sesuai
Perseroan
Terbatas
Kementerian
dengan UUPT
Terbatas
Hukum dan
HAM
2. Bukti setor bank senilai modal disetor dalam
akta pendirian;
3. Bukti Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) sebagai pembayaran berita acara
negara;
4. Asli akta pendirian.
-
Peraturan
Pemerintah
Republik
Indonesia
Nomor 43 Tahun
2011 Tentang
Tata Cara
Pengajuan dan
Pemakaian
Nama Perseroan
Terbatas
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
85
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
7.
Tanda Daftar
Persyaratan
1. Akte Notaris Pendirian dan Perubahan (jika
7
Dasar Hukum
-
ada) ;
Perusahaan
(TDP)
Dinas Daerah
Durasi
(Hari)
Undang-undang
Republik
2. SK.Menteri Hukum dan HAM (badan usaha
Indonesia No. 3
berbentuk Perseroan Terbatas [PT]), Terdaftar
tahun 1982
Pada Kantor Pengadilan Negeri (badan
tentang Wajib
usaha berbentuk Persekutuan Komanditer
Daftar
[CV]) ;
Perusahaan
3. Surat Keterangan Domisili Perusahaan ;
-
4. NPWP (Nomor Pokok Wajib
Perda
Pajak) Perusahaan ;
5. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) ;
6. Izin Investasi atau SP.BKPM (untuk
PMDN/PMA) ;
7. KTP Direktur/Penanggung Jawab
Perusahaan ;
8. Kartu Keluarga Direktur/Penanggung Jawab
Perusahaan ;
9. Surat Keterangan Domisili dari Pengelola
Gedung (jika di Komplek Perkantoran) ;
8.
Izin Penggunaan
Tenaga Kerja
Asing
Kementerian
Pengesahan RPTKA
1. Pemberi kerja TKA harus mengajukan
permohonan secara tertulis atau online
kepada Direktur Jenderal Pembinaan
Tenaga Kerja
Penempatan Tenaga Kerja melalui Direktur
Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja
Asing dengan melampirkan :
-
Alasan penggunaan TKA;
-
Formulir RPTKA yang sudah diisi;
-
Surat izin usaha dari instansi yang
berwenang;
-
Akte pendirian sebagai badan hukum yang
sudah disahkan oleh instansi yang
berwenang;
-
Keterangan domisili perusahaan dari
pemerintah daerah setempat;
-
Bagan struktur organisasi perusahaan;
-
Surat penunjukan TKI sebagai pendamping
TKA dan rencana program pendampingan;
-
86
Surat pernyataan kesanggupan untuk
8
Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor
12 Tahun 2013
tentang Tata Cara
Penggunaan
Tenaga Kerja Asing
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja
bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan
kualifikasi jabatan yang diduduki TKA;
-
Copy bukti wajib lapor ketenagakerjaan yang
masih berlaku sesuai Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1981; dan
-
Rekomendasi jabatan yang akan diduduki
oleh TKA dari instansi teknis apabila
diperlukan.
2. Dalam hal hasil penilaian kelayakan RPTKA
telah sesuai, dalam waktu paling lama 4
(empat) hari kerja, Direktur Jenderal
Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja atau
Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga
Kerja Asing harus menerbitkan keputusan
pengesahan RPTKA.
Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTKA)
1. Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan
TKA wajib memiliki izin tertulis dari Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau pejabat
yang ditunjuk. Kewajiban memiliki izin tidak
berlaku bagi perwakilan negara asing yang
mempergunakan TKA sebagai pegawai
diplomatik dan konsuler.
2. Pemberi kerja TKA yang akan mengurus
IMTA, terlebih dahulu harus mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Direktur
Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja
Asing untuk mendapatkan rekomendasi
kawat persetujuan visa (TA-01) dengan
melampirkan:
-
Copy keputusan pengesahan RPTKA;
-
Copy paspor TKA yang akan dipekerjakan;
-
Daftar riwayat hidup TKA yang akan
dipekerjakan;
-
Copy ijazah Sarjana atau keterangan
pengalaman kerja TKA atau sertifikat
kompetensi sesuai dengan jabatan yang
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
87
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Persyaratan
Durasi
(Hari)
Dasar Hukum
akan diduduki;
-
Copy surat penunjukan tenaga kerja
Indonesia pendamping; dan
-
Pas photo berwarna ukuran 4 x 6 cm
sebanyak 1 (satu) lembar.
9.
Izin Usaha
Penyediaan
Tenaga Listrik
Sementara
PTSP BKPM
1. Persyaratan Administratif :
- Identitas Pemohon
- Profil pemohon
- NPWP
2. Persyaratan Teknis :
- Studi kelayakan awal
- Surat penetapan sebagai calon
5
-
Peraturan
Pemerintah No.
14 Tahun 2012
tentang Usaha
Penyediaan
Tenaga Listrik jo.
pengembang penyediaan tenaga listrik
PP No.23 Tahun
dari pemegang IUPL (PT PLN) selaku
2014
calon pembeli tenaga listrik
-
Peraturan
Menteri ESDM
No. 35 Tahun
2013 tentang
Tata Cara
Perizinan Usaha
Ketenagalistrikan
-
Peraturan
Menteri ESDM
No. 12 Tahun
2014 jo
Peraturan
Menteri ESDM
No. 22 Tahun
2014 tentang
Pembelian
Tenaga Listrik
dari Pembangkit
Listrik Tenaga Air
oleh PT
Perusahaan
Listrik Negara
(Persero)
88
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
10. Izin HGB dan
Hak Pakai
Persyaratan
1. Informasi Ketersediaan Tanah
Durasi
(Hari)
92
Dasar Hukum
-
Peraturan
-
Permohonan
Menteri Agraria
-
Identitas pemohon dan kuasa apabila
dan Tata Ruang/
dikuasakan
BPN No 15/
-
Surat Kuasa apabila dikuasakan
2014, tgl 29
-
Dokumen yang menjadi persyaratan yang
Desember 2014
berbentuk fotokopi, dilegalisir oleh
pejabat berwenang
-
Peraturan
Menteri Agraria
2. Pengukuran Bidang Tanah
dan Tata Ruang/
-
Permohonan
-
Syarat pada pelayanan pertimbangan
BPN No 2/2015,
tgl 23 Januari
teknis
2015
-
Izin lokasi (apabila dipersyaratkan)
-
Peta areal tanah yang dimohonkan *)
-
Bukti perolehan tanah/alas hak (Akta Jual
Menteri Agraria
Beli, Pelepasan hak, Letter C, SK
dan Tata Ruang/
Pelepasan Kawasan Hutan **), Daftar
BPN No 5/2015,
Rekapitulasi Perolehan Lahan dan Peta
tgl 28 April 2015
-
Peraturan
Perolehan Lahan sesuai dengan alas
hak*), Bukti Perolehan Lainnya)
-
Surat pernyataan pemasangan tanda
batas.
-
Surat pernyataan tidak sengketa.
-
Surat pernyataan penguasaan fisik bidang
tanah.
-
Dokumen yang menjadi persyaratan yang
berbentuk fotokopi, dilegalisir oleh
pejabat yang berwenang.
*) dalam bentuk cetak dan file elektronik dalam
*dwg atau *shp. Pada peta areal yang
dimohon termasuk layer tanda batas yang
sudah terpasang sesuai daftar koordinat.
**) untuk areal yang berasal dari kawasan hutan
3. Penetapan Hak atas Tanah HGB dan HP
-
Permohonan.
-
Syarat pada pelayanan pengukuran
bidang tanah.
-
Peta Bidang Tanah.
-
Persetujuan Penanaman Modal bagi
perusahaan yang menggunakan fasilitas
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
89
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
11. Izin Lingkungan
Persyaratan
1. Dokumen Pendirian Usaha atau Kegiatan
Durasi
(Hari)
105
Dasar Hukum
Peraturan Menteri
(AMDAL, UKL-
2. Profil Usaha atau Kegiatan
Lingkungan
UPL)
Kementerian LH
3. Dokumen AMDAL
Hidup Nomor 08
-
dan Kehutanan
KA dan SK persetujuan atau konsep KA
Tahun 2013
beserta pernyataankelengkapan
administrasi
12. Izin Pinjam Pakai
Kawasan Hutan
PTSP BKPM
-
Draft Andal
-
Draft RKL-RPL
Izin Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan
177
-
Menteri
1. Persyaratan Administrasi :
·
Surat permohonan
·
Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi (IUP
Kehutanan
Nomor P.16/
Menhut-II/2014
Eksplorasi)/Izin UsahaPertambangan
tentang
Operasi Produksi (IUP Operasi Produksi)
Pedoman Pinjam
atauperizinan/perjanjian lainnya yang
Pakai Kawasan
telah diterbitkan oleh pejabat sesuai
Hutan
kewenangannya, kecuali untuk kegiatan
yang tidak wajib memiliki
·
Keputusan
Direktur Jenderal
Rekomendasi
Planologi
-
gubernur untuk pinjam pakai kawasan
Kehutanan
hutan bagi perizinan di luarbidang
Nomor SK.8/VII-
kehutanan yang diterbitkan oleh
PKH/2013
-
bupati/walikota untuk pinjam pakai
kawasan hutan bagi perizinan diluar
bidang kehutanan yang diterbitkan
oleh gubernur; atau
-
bupati/walikota untuk pinjam pakai
kawasan hutan yang tidakmemerlukan
perizinan sesuai bidangnya
Pernyataan dalam bentuk akta notariil
yang menyatakan :
-
kesanggupan untuk memenuhi semua
kewajiban dan
kesanggupanmenanggung seluruh
biaya sehubungan dengan
permohonan;
-
90
-
perizinan/perjanjian
bupati/walikota danPemerintah; atau
·
Peraturan
semua dokumen yang dilampirkan
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
penanaman modal dari instansi teknis.
-
Keterangan status kawasan hutan dari
-
Keterangan status areal pertambangan
instansi teknis (jika diperlukan).
dari instansi teknis (jika diperlukan).
-
Keterangan bebas garapan masyarakat
apabila tanahnya berasal dari tanah
Negara yang tidak ada penguasaan
masyarakat.
-
Surat Pernyataan Tanah-Tanah yang
dipunyai oleh Pemohon termasuk tanah
yang dimohon.
-
SSP/PPh, apabila tanah yang dimohon
merupakan objek pengenaan SSP/PPh.
-
Dokumen yang menjadi persyaratan
berbentuk fotokopi, dilegalisir oleh
pejabat yang berwenang.
4. Pendaftaran Keputusan Hak atas Tanah
-
Permohonan.
-
Asli Surat Keputusan Pemberian Hak Atas
Tana
-
SPPT PBB Tahun berjalan
-
Asli Penyerahan Bukti SSB (BPHTB)
-
Asli bukti alas hak.
-
Dokumen yang menjadi persyaratan yang
berbentuk fotokopi, dilegalisir oleh
pejabat berwenang.
5. Izin Lokasi
-
Telah memperoleh Ijin Pertimbangan
Teknis Pertanahan
-
Sebagai syarat permohonan hak atas
tanah
-
Untuk satu kabupaten/kota
ditandatangani Bupati/Walikota, kecuali
DKI Jakarta oleh Gubernur
-
Untuk lintas kabupaten/kota
ditandatangani Gubernur
-
Untuk lintas provinsi ditandatangani
Menteri ATR/Ka BPN
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
91
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Persyaratan
dalam permohonan adalah sah; dan
-
tidak melakukan kegiatan di lapangan
sebelum ada izin dari Menteri
·
Dalam hal permohonan diajukan oleh
badan usaha atau yayasan, selain
persyaratan sebagaimana dimaksud pada
huruf a sampai dengan huruf d ditambah
persyaratan
-
akta pendirian dan perubahannya;
-
profile badan usaha/yayasan;
-
Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
-
laporan keuangan terakhir yang telah
diaudit oleh akuntan publik
2. Persyaratan Teknis :
·
Rencana kerja penggunaan kawasan
hutan dilampiri dengan peta lokasi skala
1:50.000 atau skala terbesar pada lokasi
tersebut dengan informasi luas kawasan
hutan yang dimohon
·
Izin lingkungan dan dokumen AMDAL
atau UKL-UPL yang telah disahkan oleh
instansi yang berwenang, untuk kegiatan
yang wajib menyusun AMDAL atau UKLUPL sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
·
Pertimbangan teknis Direktur Jenderal
yang membidangi Mineral dan Batubara
pada Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral untuk perizinan kegiatan
pertambangan yang diterbitkan oleh
gubernur atau bupati/walikota sesuai
kewenangannya, memuat informasi
antara lain bahwa areal yang dimohon di
dalam atau di luar WUPK yang berasal
dari WPN dan pola pertambangan
·
Untuk perizinan kegiatan pertambangan
komoditas mineral jenis batuan dengan
luasan paling banyak 10 (sepuluh) hektar,
pertimbangan teknis sebagaimana
dimaksud pada huruf d, diberikan oleh
92
Durasi
(Hari)
Dasar Hukum
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang
membidangi pertambangan
·
Surat pernyataan Pimpinan Badan Usaha
bermaterai memiliki tenaga teknis
kehutanan untuk permohonan kegiatan
pertambangan operasi produksi
·
Pertimbangan teknis Direktur Utama
Perum Perhutani, dalam hal permohonan
berada dalam wilayah kerja Perum
Perhutani
Prosedur / Flowchart :
1. Menteri dalam jangka waktu paling lama 15
(lima belas) hari kerja setelah menerima
permohonan, memerintahkan Direktur
Jenderal untuk melakukan penilaian
persyaratan dan penelaahan.
2. Dalam hal hasil penilaian tidak memenuhi
ketentuan, Direktur yang membidangi
perizinan penggunaan kawasan hutan atas
nama Direktur Jenderal dalam jangka waktu
paling lama 15 (lima belas) hari kerja,
menerbitkan surat pemberitahuan dan
mengembalikan berkas permohonan.
3. Dalam hal hasil penilaian persyaratan
administrasi dan teknis telah memenuhi
ketentuan, Direktur Jenderal dalam jangka
waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari
kerja melakukan penelaahan.
4. Dalam melakukan penelaahan, Direktur
Jenderal dapat berkoordinasi dengan:
a. Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan,
dalam hal permohonan izin pinjam pakai
kawasan hutan berada pada Kawasan
Hutan Produksi; atau
b. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam, dalam hal
permohonan izin pinjam pakai kawasan
hutan berada pada Kawasan Hutan
Lindung.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
93
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Persyaratan
5. Berdasarkan hasil penelaahan :
a. Direktur Jenderal atas nama Menteri
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima)
hari kerja menerbitkan surat penolakan,
dalam hal permohonan tidak dapat
dipertimbangkan;
b. Menteri dalam jangka waktu paling lama
15 (lima belas) hari kerja menerbitkan
surat persetujuan prinsip penggunaan
kawasan hutan sejak diterimanya hasil
penelaahan dari Direktur Jenderal, dalam
hal permohonan dapat dipertimbangkan.
6. Dalam hal terdapat permohonan perubahan
surat dan/atau peta persetujuan prinsip
penggunaan kawasan hutan, Direktur
Jenderal atas nama Menteri menerbitkan
penolakan atau persetujuan
Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan
Pemenuhan Kewajiban
1. Melaksanakan tata batas kawasan hutan
yang disetujui dan disupervisi oleh Balai
Pemantapan Kawasan Hutan
2. Membuat pernyataan dalam bentuk akta
notariil yang memuat kesanggupan
a. Melaksanakan reklamasi dan revegetasi
pada kawasan hutan yang sudah tidak
dipergunakan tanpa menunggu
selesainya jangka waktu izin pinjam pakai
kawasan hutan
b. Melaksanakan perlindungan hutan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan
c. Memberikan kemudahan bagi aparat
kehutanan baik pusat maupun daerah
pada saat melakukan monitoring dan
evaluasi di lapangan
d. Memenuhi kewajiban keuangan sesuai
peraturan perundang-undangan, meliputi :
-
94
Membayar penggantian nilai tegakan,
Durasi
(Hari)
Dasar Hukum
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), Dana
Reboisasi (DR)
-
Membayar Penerimaan Negara Bukan
Pajak Penggunaan Kawasan Hutan
dalam hal kompensasi berupa
pembayaran Penerimaan Negara
Bukan Pajak Penggunaan Kawasan
Hutan dan melakukan penanaman
dalam rangka rehabilitasi daerah aliran
sungai
-
Membayar ganti rugi nilai tegakan
kepada pemerintah apabila areal yang
dimohon merupakan areal reboisasi
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
-
kewajiban keuangan lainnya akibat
diterbitkannya izin pinjam pakai
kawasan hutan, sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundangundangan
e. Melakukan penanaman dalam rangka
rehabilitasi daerah aliran sungai dalam hal
kompensasi berupa pembayaran
Penerimaan Negara Bukan Pajak
Penggunaan Kawasan Hutan
f. Melakukan pemberdayaan masyarakat
sekitar areal izin pinjam pakai kawasan
hutan
3. Menyampaikan baseline penggunaan
kawasan hutan, untuk persetujuan prinsip
dengan kewajiban kompensasi membayar
Penerimaan Negara Bukan Pajak
Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan
penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah
aliran sungai
4. Menyampaikan rencana reklamasi dan
revegetasi pada kawasan hutan yang
dimohon izin pinjam pakai kawasan hutan
5. Menyampaikan peta lokasi rencana
penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
95
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Persyaratan
aliran sungai dalam hal kompensasi berupa
pembayaran dana Penerimaan Negara
Bukan Pajak penggunaan kawasan hutan dan
penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah
aliran sungai
Prosedur / Flowchart :
1. Berdasarkan pemenuhan kewajiban dalam
persetujuan prinsip penggunaan kawasan
hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20, pemegang persetujuan prinsip
penggunaan kawasan hutan mengajukan
permohonan izin pinjam pakai kawasan
hutan kepada Menteri.
2. Menteri dalam jangka waktu paling lama 15
(lima belas) hari kerja setelah menerima
permohonan memerintahkan Direktur
Jenderal untuk melakukan penilaian
pemenuhan kewajiban.
3. Dalam hal permohonan belum memenuhi
seluruh kewajiban, Direktur Jenderal dalam
jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari
kerja, menerbitkan surat pemberitahuan
kekurangan pemenuhan kewajiban
4. Dalam hal permohonan telah memenuhi
seluruh kewajiban, Direktur Jenderal dalam
jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
kerja menyampaikan usulan penerbitan izin
pinjam pakai kawasan hutan berikut peta
lampiran kepada Sekretaris Jenderal.
5. Sekretaris Jenderal dalam jangka waktu
paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak
menerima usulan penerbitan izin pinjam
pakai kawasan hutan melakukan telaahan
hukum dan menyampaikan konsep
Keputusan izin pinjam pakai kawasan hutan
dan peta lampiran kepada Menteri
6. Menteri dalam jangka waktu paling lama 15
(lima belas) hari kerja setelah menerima
konsep, menerbitkan Keputusan izin pinjam
96
Durasi
(Hari)
Dasar Hukum
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
pakai kawasan hutan.
13. Izin Terminal
Khusus dan
Sarana Bantu
Navigasi
Izin Terminal Khusus
102
-
Persyaratan Dokumen Permohonan ijin Lokasi
Menteri
Perhubungan
1. Permohonan kepada Menteri melalui
Nomor 51 Tahun
Direktur Jenderal Perhubungan Laut,
2011
penilaian pemenuhan persyaratan dalam
jangka waktu 14 hari setelah berkas lengkap,
Peraturan
-
Peraturan
Penetapan oleh menteri jangka waktu 7 hari
Menteri
setelah persyaratan lengkap dan
Perhubungan
mendapatkan rekomendasi dari Gubernur
Nomor 25 Tahun
dan Bupati/Walikota.
2011
2. Persyaratannya mencakup :
a) Salinan surat izin'usaha pokok dari
instansi terkait;
b) Letak lokasi yang diusulkan dilengkapi
dengan koordinat geografis yang
digambarkan dalam peta laut;
c) Studi kelayakan yang paling sedikit
memuat :
-
rencana volume bongkar muat bahan
baku, peralatan penunjang dan hasil
produksi;
-
rencana frekuensi kunjungan kapal;
-
aspek ekonomi yang berisi tentang
efisiensi dibangunnya terminal khusus
dan aspek lingkungan; dan
-
hasil survei yang meliputi
hidrooceanograji (pasang surut,
gelombang, kedalaman dan arus),
topograji, titik nol (benchmark) lokasi
pelabuhan yang dinyatakan dalam
koordinat geografis;
d) Rekomendasi dari Syahbandar
e) Rekomendasi gubenur dan
bupati/walikota setempat
Persyaratan Dokumen Permohonan Izin
Pembangunan
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
97
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Persyaratan
1. Permohonan kepada Direktur Jenderal
Perhubungan Laut, penilaian pemenuhan
persyaratan dalam jangka waktu 30 hari
setelah berkas Permohonan lengkap.
2. Persyaratan Administrasi
a) Akta pendirian perusahaan;
b) Izin usaha pokok dari instansi terkait;
c) Nomor PokokWajib Pajak (NPWP);
d) Bukti penguasaan tanah (bukti
penguasaan tanah yang diterbitkan oleh
Badan Pertanahan Nasional);
e) Bukti kemampuan finansial (ketersediaan
anggaran untuk pembangunan fasilitas
terminal khusus);
f) Proposal rencana tahapan kegiatan
pembangunan jangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang; dan
g) Rekomendasi dari Syahbandar pada
Kantor Unit
3. Persyaratan Teknis
a) gambar hidrografi, topografi, dan
ringkasan laporan hasil survei mengenai
pasang surut dan arus;
b) tata letak dermaga;
c) perhitungan dan gambar konstruksi
bangunan pokok;
d) hasil survei kondisi tanah;
e) hasil kajian keselamatan pelayaran
termasuk alur pelayaran dan kolam
pelabuhan;
f) batas-batas rencana wilayah daratan dan
perairan dilengkapi titik koordinat
geografis serta rencana induk terminal
khusus yang akan ditetapkan sebagai
daerah lingkungan kerja dan daerah
lingkungan kepentingan tertentu; dan
g) kajian lingkungan berupa studi lingkungan
yang telah disahkan oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di
98
Durasi
(Hari)
Dasar Hukum
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
bidang lingkungan hidup.
Persyaratan Permohonan Izin Pengoperasian
(Jangka Waktu 5 Tahun)
1. Permohonan kepada Menteri melalui
Direktur Jenderal Perhubungan Laut,
penilaian pemenuhan persyaratan dalam
jangka waktu 23 hari setelah berkas lengkap,
Penetapan oleh menteri jangka waktu 7 hari
setelah persyaratan lengkap.
2. Persyaratan :
a) Rekomendasi dari Kepala Kantor Unit
PenyelenggaraPelabuhan terdekat yang
sekurang-kurangnya memuat :
-
keterangan bahwa pembangunan
terminal khusus telah selesai
dilaksanakan sesuai dengan izin
pembangunan yang diberikan oleh
Direktur Jenderal dan siap untuk
dioperasikan;
-
hasil pembangunan terminal khusus
telahmemenuhi aspek keamanan,
ketertiban, dan keselamatan
pelayaran; dan
-
pertimbangan dari Distrik Navigasi
setempat mengenai kesiapan alurpelayaran dan Sarana Bantu NavigasiPelayaran.
b) Laporan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan selama masa pembangunan;
c) Memiliki sistem dan prosedur pelayanan;
dantersedianya sumber daya manusia di
bidang teknis pengoperasian pelabuhan
yang memiliki kualifikasi dan kompetensi
yang dibuktikan dengan sertifikat.
Persyaratan Penetapan terminal khusus yang
terbuka bagi perdagangan luar negeri
1. Permohonan kepada Menteri melalui
Direktur Jenderal Perhubungan Laut,
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
99
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Persyaratan
penilaian pemenuhan persyaratan dalam jangka
waktu 21 hari setelah berkas lengkap,
Penetapan oleh menteri jangka waktu 7 hari
setelah persyaratan.
2. Aspek administrasi :
a) rekomendasi dari gubernur,
bupati/walikota; dan
b) rekomendasi dari pejabat pemegang
fungsikeselamatan pelayaran di
pelabuhan.
3. Aspek ekonomi :
a) Menunjang industri tertentu;
b) Arus barang minimal 10.000 tonJtahun;
c) Arus barang ekspor minimal 50.000 ton /
tahun.
4. Aspek keselamatan dan keamanan pelayaran :
a) Kedalaman perairan minimal -6 meter L
WS;
b) Luas kolam cukup untuk olah gerak
minimal 3 (tiga) unit kapal;
c) Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
d) Stasiun radio operasi pantai;
e) Prasarana, sarana dan sumber daya
manusia pandu bagi terminal khusus yang
perairannya telah ditetapkan sebagai
perairan wajib pandu; dan
f) Kapal patroli apabila dibutuhkan.
5. Aspek teknis fasilitas kepelabuhanan:
a) dermaga beton permanen minimal l(satu)
tambatan;
b) gudang tertutup;
c) peralatan bongkar muat;
d) PMK1 (satu) unit;
e) fasilitas bunker, dan
f) fasilitas pencegahan pencemaran.
g) Fasilitas kantor dan peralatan penunjang
bagi instansi pemegang fungsi
keselamatan dan keamanan
pelayaran,instansi bea cukai, imigrasi, dan
karantina; dan Jenis komoditas khusus.
100
Durasi
(Hari)
Dasar Hukum
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
Izin Untuk Kepentingan Sendiri
1. Bukti kerjasama dengan penyelenggara
pelabuhan;
2. Data perusahaan yang meliputi akta
perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan
izin usaha pokok;
3. Gambar tata letak lokasi terminal untuk
kepentingan sendiri dengan skala yang
memadai, gambar konstruksi dermaga, dan
koordinat geografis letak terminal untuk
kepentingan sendiri;
4. Bukti penguasaan tanah;
5. Proposal terminal untuk kepentingan sendiri;
6. Rekomendasi dari Syahbandar pada
pelabuhan setempat;
7. Berita acara hasil peninjauan lokasi oleh tim
teknis terpadu; dan
8. Studi lingkungan yang telah disahkan oleh
pejabat yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Izin Sarana Bantu Navigasi
1. Permohonan Izin pengadaan Sarana Bantu
Navigasi-Pelayaran oleh badan usaha untuk
kepentingan tertentu dan pada lokasi
tertentu diberikan oleh Direktur Jenderal
(paling lambat 14 hari kerja sejak survey
selesai dilakukan oleh tim teknis)
2. Administrasi
a) akte pendirian perusahaan;
b) nomor pokok wajib pajak;
c) izin usaha pokok dari instansi yang
berwenang;
d) bukti penguasaan tanah;
e) penetapan lokasi terminal khusus bagi
sarana bantu navigasi-pelayaran untuk
ditempatkan di terminal khusus;
f) izin pengerukan untuk kegiatan
pengerukan;
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
101
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Persyaratan
g)
Durasi
(Hari)
Dasar Hukum
izin pekerjaan bawah air
(salvage);dan
h) rekomendasi dari distrik navigasi
setempat terkait aspek teknis
3. Teknis
a) peta yang menggambarkan batas-batas
wilayah daratan dan perairan dilengkapi
titik-titik koordinat geografis;
b) peta laut yang menggambarkan titik
koordinat lokasi yang akan dibangun;
c) peta batimetrik yang diperuntukkan untuk
mengetahui kondisi kedalaman dan
kondisi dasar laut lokasi yang akan
dibangun;
d) hasil survei hidrografi, kondisi pasang
surut dan kekuatan arus;
e) dimensi kapal yang akan keluar dan
masuk pada alur pelayaran;
f) posisi koordinat dan gambaran tata letak
dermaga beserta fasilitasnya; dan
g) rencana induk pelabuhan bagi kegiatan
yang berada di dalam Daerah Lingkungan
Kerja dan Daerah Lingkungan
14. Izin Penggunaan
Sumberdaya Air
dan Izin
Konstruksi
Sumber Air
1. Izin Penggunaan Sumberdaya Air
·
Surat Permohonan Izin Penggunaan
Sumberdaya Air
·
Gambar lokasi / peta situasi (disertai titik
koordinat pengambilan)
·
Gambar Desain bangunan pengambilan
dan pembuangan air
·
Spesifikasi Teknis bangunan pengambilan
air
·
Proposal teknis/penjelasan penggunaan
air
·
Surat Keputusan/Rekomendasi AMDAL /
UKL-UPL/SSPL
·
Rekapitulasi volume pengambilan air 1
(satu) tahun terakhir*)
·
102
Bukti setor pembayaran pajak air
30
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum
dan Perumahan
Rakyat No.
37/M/2015 tentang
Izin Penggunaan Air
dan / atau Sumber
Air
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
permukaan 1 (satu) tahun terakhir*)
·
Bukti setor / pembayaran biaya jasa
pengelolaan sumberdaya air 1 (satu)
tahun terakhir *)
·
Laporan pemantauan dan pengelolaan
lingkungan *)
·
Berita Acara Pertemuan Konsultasi
Masyarakat (PKM)
·
Fotokopi kartu tanda penduduk, fotokopi
akta pendirian perusahaan atau surat
keterangan keberadaan kelompok dari
kepala desa atau lurah
·
Izin lingkungan dan persetujuan analisis
mengenai dampak lingkungan atau izin
lingkungan dan rekomendasi upaya
pengelolaan lingkungan hidup-upaya
pemantauan lingkungan hidup atau surat
pernyataan kesanggupan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan hidup dari
instansi yang berwenang.
2. Izin Pelaksanaan Konstruksi pada Sumber Air
·
Surat Permohonan Izin Konstruksi pada
Sumber Air
·
Gambar lokasi atau peta situasi disertai
dengan titik koordinat lokasi atau jalur
konstruksi
·
Gambar desain
·
Spesifikasi teknis
·
Jadwal dan metode pelaksanaan
·
Manual operasi dan pemeliharaan
·
Bukti kepemilikan lahan
·
Izin lingkungan dan persetujuan analisis
mengenai dampak lingkungan atau izin
lingkungan dan rekomendasi upaya
pengelolaan lingkungan hidup-upaya
pemantauan lingkungan hidup atau surat
pernyataan kesanggupan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan hidup dari
instansi yang berwenang
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
103
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Persyaratan
·
Durasi
(Hari)
Dasar Hukum
Berita acara hasil pertemuan
konsultasi masyarakat
·
Fotokopi kartu tanda penduduk, kepala
keluarga atau ketua kelompok atau
fotokopi akta pendirian perusahaan atau
surat keterangan keberadaan kelompok
dari kepala desa atau lurah.
15. Izin Usaha
Penyediaan
Tenaga Listrik
(Tetap)
1. Persyaratan Administratif :
-
Identitas Pemohon
-
Profil pemohon
-
NPWP
-
Pengesahan sebagai badan hukum
-
Kemampuan pendanaan
5
-
Pemerintah No.
14 Tahun 2012
tentang Usaha
Penyediaan
Tenaga Listrik jo.
PP No.23 Tahun
2014
2. Persyaratan Teknis :
-
Studi kelayakan Usaha Penyediaan
Peraturan
-
Peraturan
Tenaga Listrik
Menteri ESDM
Lokasi instalasi kecuali untuk usaha
No. 35 Tahun
penjualan tenaga listrik;
2013 tentang
Izin lokasi dari instansi yang berwenang
Tata Cara
kecuali untuk usaha penjualan tenaga
Perizinan Usaha
-
listrik;
Ketenagalistrikan
-
Diagram satu garis
-
Jenis dan kapasitas usaha yang akan
-
dilakukan;
-
Jadwal pembangunan dan pengoperasian
-
Persetujuan harga jual tenaga listrik atau
sewa jaringan tenaga listrik, dalam hal
permohonan Izin Usaha Penyediaan
-
Tenaga Listrik diajukan untuk usaha
pembangkitan tenaga listrik, usaha
transmisi tenaga listrik, atau usaha
distribusi tenaga listrik;
-
Kesepakatan jual beli tenaga listrik;
3. Persyaratan Lingkungan :
-
Dokumen AMDAL / ANDAL LALIN
-
Peraturan
Menteri ESDM
No. 12 Tahun
2014 jo
Peraturan
Menteri ESDM
No. 22 Tahun
2014 tentang
Pembelian
Tenaga Listrik
dari Pembangkit
Listrik Tenaga Air
oleh PT
Perusahaan
Listrik Negara
(Persero)
104
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
16. Sertifikat Laik
Operasi
Kementerian
ESDM /
Lembaga
Inspkesi Teknis
(Terakreditasi)
Durasi
(Hari)
Persyaratan
1. Persyaratan Administratif :
19
Dasar Hukum
-
UU Nomor 30
Tahun 2009
-
Identitas Pemohon
-
Izin Usaha Penyediaan TL/Izin Operasi
-
Lokasi instalasi
tentang
Ketenagalistrikan
-
2. Persyaratan Teknis :
PP Nomor 14
Tahun 2012
-
Jenis dan kapasitas instalasi
tentang Usaha
-
Gambar instalasi dan tata letak
Penyediaan
-
Diagram satu garis
Tenaga Listrik
-
Spesifikasi peralatan utama
-
Spesifikasi teknik dan standar yang
-
Peraturan
Menteri ESDM
digunakan
Nomor 5 Tahun
2014 tentang
Tata Cara
Akreditasi dan
Sertifikasi
Ketenagalistrikan
17. Izin Panas Bumi
PTSP BKPM
1. Persyaratan
-
4
-
2014 tentang
Akta Pendirian Badan Usaha baru (apabila
Panas Bumi
pemenang pelelangan berbentuk
konsorsium)
-
-
2007 jo. 70
Wilayah Kerja atau bonus sebagai PNBP;
Tahun 2010
dan/atau Bukti pembayaran kompensasi
tentang
data (awarded compensation) kepada
Kegiatan Usaha
Badan Usaha yang melakukan PSP dan
Panas Bumi
2. Prosedur
-
Permen ESDM
No. 11 Tahun
Usulan Peringkat Calon Pemenang
Pelelangan oleh Panitia disampaikan
kepada Menteri paling lama 5 hari kerja
sejak tanggal proses lelang selesai
-
PP No. 59 Tahun
Bukti pembayaran harga dasar data
tidak menjadi pemenang pelelangan.
-
UU No. 21 Tahun
Penetapan pemenang pelelangan oleh
Menteri dalam jangka waktu paling lama
2009 tentang
Pedoman
Penyelenggaraa
n Kegiatan
Usaha Panas
Bumi
7 hari kerja sejak usulan calon pemenang
pelelangan diterima
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
105
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Persyaratan
-
Durasi
(Hari)
Dasar Hukum
Pemenang Lelang dalam jangka waktu
paling lama 30 hari kerja sejak ditetapkan
sebagai pemenang pelelangan wajib
memenuhi kewajibannya.
18. Rencana Impor
1. Badan usaha pemegang IUKU mengajukan
Peraturan Menteri
Barang PTSP
permohonan secara tertulis yang dibubuhi
Keuangan
BKPM
meterai cukup kepada Direktur Jenderal
Nomor154/PMK.01
Ketenagalistrikan c.q. Direktur Teknik dan
1/2008 yang telah
Lingkungan Ketenagalistrikan dengan surat
diubah dengan
pengajuan surveyor yang ditunjuk untuk
Nomor
diberikan pengugasan melakukan verifikasi
128/PMK.011/2009
RIB, dengan memenuhi persyaratana
dan Nomor
dministrasi dan teknis.
154/PMK.011/2012
2. Surat Permohonan dan Pengajuan Surveyor
memberikan fasilitas
ditandatangani oleh pimpinan badan usaha
pembebasan bea
(terdapat dalam akta), diberi nomor dan
masuk atas impor
tanggal.
barang modal
3. Persyaratan Administrasi :
pembangunan
·
Fotokopi Akta Pendirian Badan Usaha
pembangkit tenaga
·
Fotokopi IUKU / IUPTL (IUKU / IUPTL
listrik untuk
Sementara tidak diperkenankan)
kepentingan umum
·
Fotokopi NPWP
·
Fotokopi Perjanjian Jual Beli Tenaga
Listrik (PPA)/Perjanjian Sewa Guna Usaha
(FLA) dengan PT PLN Persero atau
Fotokopi PPA dengan pemegang IUKU
yang memiliki daerah usaha
·
Jadwal pembangunan dan pemasangan
peralatan pembangkit tenaga listrik;
·
Daftar RIB
4. Persyaratan Teknis :
·
Kesesuaian RIB dengan kontrak (jens,
spesifikasi dan jumlah barang)
·
Barang impor di dalam kontrak jual beli /
sewa guna usaha tidak termasuk bea
masuk.
·
Barang impor tidak termasuk dalam daftar
barang yang tidak boleh diimpor
·
106
15
Barang belum diproduksi di dalam negeri
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
·
Dasar Hukum
Barang sudah diproduksi di dalam negeri;
namun tidak memenuhi spesifikasi yang
dibutuhkan
·
Barang sudah diproduksi di dalam negeri
tetapi tidak mencukupi kebutuhan
industri
·
Barang yang diimpor bukan suku cadang,
barang habis pakai dan peralatan bengkel
(workshop tool).
Tabel 31
Identifikasi berbagai perizinan / non perizinan terkait investasi sektor ketenagalistrikan
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
107
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
4.4
SKEMA PERIZINAN INVESTASI
SEKTOR KETENAGALISTRIKAN
Dari hasil identifikasi, digambarkan skema runtut
waktu, pada masing-masing jenis pembangkit,
khususnya pada IPP, sebagai berikut:
Kontraktor EPC
(Engineering Procurement
Construction)
Pembangkit Milik PT. PLN
PT PLN
(PERSERO)
Pembangkit Listrik IPP
(Independent Power
Producers)
Pembangkit Listrik Tenaga Air
(PLTA)
I. PENDIRIAN
BADAN
HUKUM
Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) Batubara /
Mulut Tambang
Pembangkit Listrik Tenaga Gas /
Mini Gas / Gas-Uap (PLTG/
PLTGU/PLTMG)
II. SKEMA
PERIZINAN
INVESTASI
SEKTOR
KETENAGALISTRIKAN
Pembangkit Listrik Tenaga
Panas Bumi (PLTP)
Pembangkit Sendiri
(Captive Power)
Lainnya
Instansi Penerbit Perizinan / Non Perizinan
Kelompok
Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) BKPM
Badan Koordinasi
Penanaman Modal
A
Izin Prinsip
Izin Prinsip Penanaman Modal
(PMA / PMDN)
Rekomendasi Teknis : Rencana
Penggunaan Tenaga Kerja
Asing (RPTKA) dan Izin
Menggunakan Tenaga Kerja
Asing (IMTA)
B
-
Izin Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik Sementara
(IUPTLS)
-
Izin Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik Sementara
(IUPTLS)
Izin Pinjam Pakai Kawasan
Hutan (IPPKH)
Izin Panas Bumi - khusus PLTP
C
Izin Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik Tetap
(IUPTL)
-
Izin Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik
(IUPTL)
fasilitas Pembebasan Bea
Masuk
Gambar 20
Skema umum perizinan investasi sektor ketenagalistrikan
108
Non PTSP
-
-
Pendaftaran Nama Perseroan
Akta Pendiri Perseroan
Izin HO dan Surat Keterangan
Domisili Perusahaan (SKDP)
Pengesahan Akte Pendirian
SIUP
TDP
Penetapan Hak Guna
Bangunan (HGB) dan Hak
Pakai (HP)
AMDAL Terintegrasi, ANDAL
Lalu Lintas dan Izin Lingkungan
Izin Terminal Khusus dan
Sarana Navigasi
Izin Penggunaan Sumber Daya
Air dan Konstruksi Sumber Air
(Izin Bendungan) - Khusus PLTA
Sertifikat Laik Operasi (SLO)
Izin Mendirikan Bangunan
Rencana Impor Barang (RIB)
Izin Pembuangan Limbah Cair
Izin Pemanfaatan Air Tanah
BPJS
Dan Lain-Lain
Gambar 21
Skema Perizinan untuk PLTA oleh IPP
Gambar 22
Skema Perizinan untuk PLTU Mulut Tambang / Batubara oleh IPP
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
109
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Gambar 23
Skema Perizinan untuk PLTG / PLTGU / PLTMG oleh IPP
Gambar 24
Skema Perizinan untuk PLTP oleh IPP
110
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
111
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
5
INSENTIF INVESTASI SEKTOR
KETENAGALISTRIKAN
Dalam rangka mendukung investasi yang
menggunakan fasilitas penanaman modal
(termasuk pembangunan listrik 35.000 MW),
pemerintah telah menerbitkan kebijakan insentif
fiskal melalui fasilitas keringanan perpajakan dan
pengeluaran biaya.
112
Fasilitas keringanan perpajakan berupa :
• Fasilitas Pembebasan Bea Masuk;
• Tax Holiday dan Tax Allowance;
• Fasilitas PPN.
Sedangkan terkait dukungan/jaminan pemerintah
diberikan fasilitas pembiayaan melalui skema
Proyek Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS), yang
saat ini dikenal sebagai Kerjasama PemerintahBadan Usaha (KPBU).
Secara umum kerangka fasilitas fiskal disajikan
pada gambar 25.
1. Fasilitas PPN
Pembebasan Pengenaan PPN diatur dalam
PP Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan
Keempat atas PP Nomor 12 Tahun 2001
Tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang
Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis
yang dibebaskan dari Pengenaan PPN.
PP Nomor 31 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (1)
huruf (a) menetapkan bahwa yang termasuk
pembebasan dari pengenaan PPN adalah
atas penyerahan barang modal berupa
mesin dan peralatan pabrik, baik dalam
keadaan terpasang maupun terlepas, tidak
termasuk suku cadang.
Ketentuan lebih lanjut Pembebasan PPN
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 142/PMK.010/2015 tentang
Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001
Tentang Perlakuan Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah atas Impor Barang Kena Pajak yang
Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk.
Dalam diktum pertimbangan disebutkan
bahwa dalam rangka mendorong
pengembangan energi panas bumi nasional,
perlu memberikan fasilitas tidak dipungut
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah atas impor barang untuk
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
113
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Fasilitas PPH : Tax Holiday, Tax Allowance
Fasilitas PPN
Perpajakan
Fasilitas Pembebasan Bea Masuk
Fasilitas Fiskal untuk
InvestasiPembangkit
Tenaga Listrik
Dukungan dan Jaminan
Pemerintah Dalam
Rangka KPS
Proyek Kerjasama Pemerintah swasta
Gambar 25
Skema Fasilitas Fiskal Mendukung Pembangunan Proyek Ketenagalistrikan 35 000 MW
kegiatan usaha eksploitasi hulu panas bumi.
Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah
Tertentu sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan PP Nomor 52 Tahun
2011 tentang Perubahan Kedua atas PP
No 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak
Penghasilan untuk Penanaman Modal di
Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di
Daerah-daerah Tertentu.
Pasal 2 ayat (3) huruf (m) menetapkan
bahwa Barang Kena Pajak yang dibebaskan
dari pungutan Bea Masuk adalah barang
yang dipergunakan untuk kegiatan usaha
eksplorasi dan eksploitasi hulu minyak dan
gas bumi serta eksplorasi dan eksploitasi
panas bumi.
2. Fasilitas Tax Allowance
Pemerintah telah menerbitkan PP Nomor
18 Tahun 2015 Fasilitas Pajak Penghasilan
Untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang
Usaha Tertentu dan/atau di DaerahDaerah Tertentu. PP itu adalah pengaturan
kembali ketentuan mengenai fasilitas Pajak
Penghasilan untuk penanaman modal di
bidang-bidang usaha tertentu dan/atau
di daerah-daerah tertentu sebagaimana
telah diatur dalam PP Nomor 1 Tahun
2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan
untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang
Bidang Usaha
KBLI
Penerbitan PP Nomor 18 Tahun 2015
dimaksud untuk lebih meningkatkan kegiatan
investasi langsung guna mendorong
pertumbuhan ekonomi, serta untuk
pemerataan pembangunan dan percepatan
pembangunan bagi bidang-bidang usaha
tertentu dan/atau di daerah-daerah
tertentu. Bidang-bidang Usaha Tertentu
adalah bidang usaha di sektor kegiatan
ekonomi yang mendapat prioritas tinggi
dalam skala nasional. Sedangkan Daerahdaerah Tertentu adalah daerah yang secara
ekonomis mempunyai potensi yang layak
dikembangkan.
Cakupan Produk
Pengusahaan Tenaga
Panas Bumi
06202
Pengubahan tenaga panas bumi menjadi tenaga listrik
Pembangkitan Tenaga
Listrik
35101
Pengubahan tenaga energi baru (hidrogen, CBM, batubara tercairkan atau
batubara tergaskan) dan energi terbarukan (tenaga air dan terjunan air; tenaga
surya, angin atau arus laut) menjadi tenaga listrik
Tabel 32
Bidang Usaha Tertentu Dan Daerah Tertentu Yang Mendapat Fasilitas Tax Allowance
114
Fasilitas Pajak Penghasilan berupa:
Dalam diktum pertimbangan disebutkan
bahwa PMK Nomor 159/PMK.010/2015
diterbitkan untuk lebih meningkatkan
kegiatan investasi langsung khususnya
pada industri pionir guna mendorong
pertumbuhan ekonomi, perlu mengganti
ketentuan mengenai pemberian fasilitas
Pajak Penghasilan Badan. Peraturan
Menteri Keuangan tersebut pada dasarnya
merupakan paket kebijakan pemberian
insentif berupa tax holiday bagi industri
pionir, yaitu industri yang memiliki
keterkaitan yang luas, memberi nilai
tambah dan eksternalitas yang tinggi,
memperkenalkan teknologi baru dan
memiliki milai strategis bagi perekonomian
nasional.
Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan
badan diberikan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh dari kegiatan utama
usaha yang merupakan Industri Pionir.
Kegiatan utama usaha dimaksud kegiatan
utama usaha sebagaimana tercantum
dalam izin prinsip dan/atau izin usaha Wajib
Pajak pada saat pengajuan; permohonan
pengurangan Pajak Penghasilan badan
termasuk perubahan dan perluasannya
sepanjang termasuk dalam kriteria Industri
Pionir.
• Pengurangan penghasilan neto sebesar
30% (tiga puluh persen) dari jumlah
penanaman modal berupa aktiva tetap
berwujud termasuk tanah yang digunakan
untuk kegiatan utama usaha, dibebankan
selama 6 (enam) tahun masing-masing
sebesar 5% (lima persen) pertahun yang
dihitung sejak saat mulai berproduksi
secara komersial;
• Penyusutan yang dipercepat atas aktiva
berwujud dan amortisasi yang dipercepat
atas aktiva tak berwujud yang diperoleh
dalam rangka penanaman modal baru
dan/atau perluasan usaha, dengan masa
manfaat dan tarif penyusutan serta tarif
amortisasi;
• Pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen
yang dibayarkan kepada Wajib Pajak
luar negeri selain bentuk usaha tetap di
Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen),
atau tarif yang lebih rendah menurut
perjanjian penghindaran pajak berganda
yang berlaku;
• Kompensasi kerugian yang lebih lama dari
5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10
(sepuluh) tahun.
Fasilitas PPh Badan berupa:
3. Tax Holiday (dengan Diskresi Menteri)
Berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat
(7) UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, Menteri Keuangan diberi
kewenangan untuk mengatur pemberian
fasilitas pembebasan atau pengurangan
Pajak Penghasilan Badan dalam rangka
penanaman modal. Sehubungan dengan
itu, Pemerintah telah menetapkan kebijakan
insentif perpajakan melalui penerbitan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
159/PMK.010/2015. PMK tersebut adalah
pengganti PMK Nomor 130/PMK.011/2011
tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan
atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan
sebagaimana telah diubah dengan PMK
Nomor 192/PMK.011/2014.
• Pengurangan Pajak Penghasilan badan
paling banyak 100% (seratus persen) clan
paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari
jumlah Pajak Penghasilan badan yang
terutang;
• Pengurangan Pajak Penghasilan badan
dapat diberikan untuk jangka waktu
paling lama 15 (lima belas) Tahun Pajak
clan paling singkat 5 (lima) Tahun Pajak,
terhitung sejak Tahun Pajak dimulainya
produksi secara komersial;
• Besarnya pengurangan Pajak Penghasilan
badan diberikan dengan persentase yang
sama setiap tahun selama jangka waktu
tahun pajak;
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
115
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
• Dengan mempertimbangkan kepentingan
inempertahankan daya saing industri
nasional dan nilai strategis dari kegiatan
usaha tertentu, Menteri Keuangan dapat
memberikan fasilitas pengurangan Pajak
Penghasilan badan dengan jangka waktu
paling lama 20 (dua puluh) tahun.
memenuhi persyaratan memperkenalkan
teknologi tinggi (high tech).
• Besaran pengurangan Pajak Penghasilan
badan diberikan paling banyak
sebesar 50% (lima puluh persen) untuk
Industri Pionir dengan nilai rencana
penanaman modal baru kurang dari
Rp l.000.000.000.000,00 (satu triliun
rupiah) dan paling sedikit sebesar Rp
500.000.000.000,00 (lima ratus miliar
rupiah).
Kriteria penerima fasilitas pengurangan PPH
Badan adalah Wajib Pajak yang memenuhi
ketentuan:
• Merupakan wajib pajak baru
• Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan
badan dapat dimanfaatkan oleh Wajib
Pajak, sepanjang memenuhi persyaratan:
• Merupakan Industri Pioner, yang
mencakup :
a).Industri logam hulu;
a).telah berproduksi secara komersial;
b).Industri pengilangan minyak bumi
b).pada saat mulai berproduksi
secara komersial, Wajib Pajak telah
merealisasikan nilai penanaman
modal paling sedikit sebesar rencana
penanaman modalnya; dan
c).Industri kimia dasar organik yang
bersumber dari minyak bumi dan gas
alam;
d).Industri permesinan yang
menghasilkan mesin industri
c).bidang usaha penanaman modal
sesuai dengan rencana bidang usaha
penanaman modal dan termasuk
dalam cakupan Industri Pionir.
e).Industri pengolahan berbasis hasil
pertanian, kehutanan dan perikanan
Pengaturan apabila permohonan fasilitas
Tax Holiday Wajib Pajak ditolak, sesuai
Pasal 7 PMK Nomor 159/PMK.010/2015,
adalah bahwa terhadap Wajib Pajak yang
atas usulan pemberian fasilitas pengurangan
Pajak Penghasilan badan ditolak oleh
Menteri Keuangan dan telah diterbitkan
pemberitahuan secara tertulis mengenai
penolakan dimaksud, diberikan fasilitas Pajak
Penghasilah untuk penanaman modal di
bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di
daerah-daerah tertentu sepanjang memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015
tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk
Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha
Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu
beserta peraturan pelaksanaannya.
Adapun Tata cara pemberian fasilitas Pajak
f).Industri telekomunikasi, informasi dan
komunikasi
g).Industri transportasi kelautan
h).Industri pengolahan yang merupakan
industri utama di Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK); dan/ atau
i).Infrastruktur ekonomi selain yang
menggunakan skema Kerjasama
Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU)
• Batasan nilai rencana penanaman
modal baru yang telah mendapatkan
pengesahan dari instansi yang
berwenang paling sedikit sebesar
Rp 500.000.000.000,00 (lima ratus
miliar rupiah) untuk Industri Pionir dan
116
Penghasilan untuk penanaman modal di
bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di
daerah-daerah tertentu dilaksanakan sesuai
Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur
mengenai tata cara pemberian fasilitas Pajak
Penghasilan untuk penanaman modal di
bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di
daerah-daerah tertentu.
Fasilitas Pajak Penghasilan berupa:
• Pengurangan penghasilan neto sebesar
30% (tiga puluh persen) dari jumlah
Penanaman Modal berupa aktiva tetap
berwujud termasuk tanah yang digunakan
untuk kegiatan utama usaha, dibebankan
selama 6 (enam) tahun masing-masing
sebesar 5% (lima persen) pertahun yang
dihitung sejak saat mulai berproduksi
secara komersial;
• Penyusutan yang dipercepat atas aktiva
berwujud dan amortisasi yang dipercepat
atas aktiva tak berwujud yang diperoleh
dalam rangka Penanaman Modal baru
dan/atau perluasan usaha, dengan masa
manfaat dan tarif penyusutan serta tarif
amortisasi;
• Pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen
yang dibayarkan kepada Wajib Pajak
luar negeri selain bentuk usaha tetap di
Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen),
atau tarif yang lebih rendah menurut
perjanjian penghindaran pajak berganda
yang berlaku;
• Kompensasi kerugian yang lebih lama dari
5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10
(sepuluh) tahun.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
117
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Kriteria / Persyaratan
Jenis Fasilitas Fiskal
Fasilitas yang Diperoleh
I. PERPAJAKAN
Badan usaha yang dapat diberikan
Pembebasan Bea Masuk
Bea Masuk
fasilitas :
atas Impor Barang Modal
(PMKNomor66/PMK.
-
PT PLN Persero Tbk
Pemegang IUPTL yang memiliki
-
wilayah usaha
Pemegang IUPTL yang mempunyai
1. Fasilitas Pembebasan
010/2015 Tentang
Pembebasan Bea
Masuk atas Impor
atau Pengembangan
Badan Usaha
perjanjian jual beli tenaga listrik
Barang Modal Dalam
Rangka Pembangunan
yang dilakukan oleh
-
dengan PLN
Pemegang IUPTL yang mempunyai
perjanjian jual beli tenaga listrik
Industri Pembangkitan
dengan pemegang IUPTL yang
Tenaga Listrik Untuk
memiliki wilayah usaha
Kepentingan Umum)
Barang modal yang nyata-nyata
dipergunakan untuk industri
pembangkitan tenaga listrik dengan
ketentuan :
-
Belum diproduksi di dalam negeri;
Sudah diproduksi di dalam negeri
namun belum memenuhi spesifikasi
-
yang dibutuhkan;atau
Sudah diproduksi di dalam negeri
namun jumlahnya belum mencukupi
kebutuhan industri.
2. Fasilitas PPN
(PP Nomor 31 Tahun
2007 tentang
Perubahan Keempat
atas PP Nomor 12
Tahun 2001 Tentang
Impor dan/atau
Penyerahan Barang
Kena Pajak Tertentu
yang Bersifat Strategis
yang dibebaskan dari
Pengenaan PPN)
118
Barang modal berupa mesin dan
Pembebasan Pengenaan
peralatan pabrik, baik dalam keadaan
PPN
terpasang maupun terlepas, tidak
termasuk suku cadang
3. Fasilitas PPH
a. Tax Holiday
-
Wajib Pajak Baru
Industri Pionir
Mempunyai rencana penanaman
-
modal baru paling sedikit 1 Triliun;
Memenuhi ketentuan besaran
(dengan Dikresi
Menteri)
-
selama 5 - 15 tahun.
Dengan diskresi
Menteri Keuangan,
dapat diberikan paling
modal sebagaimana diatur pada PMK
PMK.010/ 2015
yang mengatur besarnya
Tentang Pemberian
-
perbandingan utang dan modal
Menyampaikan surat pernyataan
Pengurangan PPh
kesang-gupan untuk menempatkan
Badan)
dana 10 % dari total rencana
-
-
lama 20 tahun.
Besaran pengurangan
Pajak Penghasilan
Badan yang diberikan
paling banyak 100%
dan paling sedikit
penanaman modal di perbankan
Indonesia
Berstatus sebagai badan hukum
Pengurangan PPh
Badan yang terutang
perbanding-an antara utang dan
(PMK Nomor 159 /
Fasilitas
Fasilitas yang Diperoleh
Kriteria / Persyaratan
Jenis Fasilitas Fiskal
-
10%.
Untuk rencana
penanaman modal
Indonesia sejak atau setelah 15
sebesar Rp 1 Triliun
Agustus 2011
atau lebih, dapat
diberikan
pengurangan Pajak
Penghasilan Badan
sebesar 100%
b. Tax Allowance
(PP Nomor 18
Tahun 2015
Tentang Fasilitas
-
Memiliki nilai investasi yang tinggi;
-
Memiliki penyerapan tenaga kerja
Penghasilan netto
yang besar; atau
sebesar 30% (tiga
Memiliki kandungan lokal yang tinggi
puluh persen) dari nilai
-
-
investasi selama 6
PPh untuk
tahun (masing-masing
Penanaman Modal
di Bidang-bidang
Usaha Tertentu
-
5% pertahun)
Aktiva disusutkan /
diamortisasi dalam
dan/atau di
jangka waktu lebih
Daerah-daerah
Tertentu)
Pengurangan
-
cepat
Kerugian fiskal pada
suatu tahun pajak
dapat dikompensasi
dengan keuntungan
pada 10 tahun pajak
-
berikutnya
Dividen yang
dibayarkan kepada
pemegang saham luar
negeri, dikenai pajak
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
119
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Fasilitas yang Diperoleh
Kriteria / Persyaratan
Jenis Fasilitas Fiskal
dengan tarif sebesar
10% (sepuluh persen),
atau tarif menurut P3B
jika tarif dalam P3B
tersebut lebih rendah
dari 10%.
II. DUKUNGAN / JAMINAN PEMERINTAH
1. Fasilitas Kerjasama
Pemerintah dan
Swasta/Public Private
Partnership (PPP)
a. Land Fund
(Perpres Nomor 56
Tahun 2011 tentang
Perubahan Kedua
atas Peraturan
Presiden Nomor 67
Tahun 2005 tentang
-
Memiliki nilai investasi yang
Fasilitas yang disediakan
-
besar/sangat besar;
Mempunyai dampak nasional;
Memiliki jangka waktu pengembalian
Pemerintah untuk
yang relatif panjang
mempercepat
pelaksanaan pengadaan
tanah. Fasilitas ini terdiri
dari
- Land capping : dana
Kerjasama
dukungan Pemerintah
Pemerintah dengan
atas yang diberikan
Badan Usaha dalam
atas risiko kenaikan
Penyediaan
harga tanah karena
Infrastruktur)
permasalahan
-
pembebasan tanah
Land Revolving Fund :
dana bergulir untuk
pembebasan tanah.
Skema penggunaan
dana adalah bahwa
Pemerintah akan
membiayai
pembebasan tanah
terlebih dahulu dan
selanjutnya biaya
tersebut akan
dikembalikan oleh
Badan Usaha yang
ditetapkan sebagai
pemegang hak
konsesi.
120
Fasilitas yang Diperoleh
Kriteria / Persyaratan
Jenis Fasilitas Fiskal
Land Revolving Fund
dialokasikan melalui
anggaran APBN
-
Land Acquisition Fund:
dana yang disediakan
oleh Pemerintah untuk
pembebasan tanah
dalam rangka
memberikan dukungan
untuk meningkatkan
kelayakan dari proyek
penyediaan
infrastruktur yang
dilaksanakan dengan
skema Kerja Sama
Pemerintah Swasta
(KPS)
b. Viability Gap Fund
(PMK Nomor
-
namun belum memenuhi kelayakan
bentuk tunai kepada
finansial;
Proyek Kerja Sama menerapkan
Proyek Kerja Sama
-
prinsip pengguna membayar;
Proyek Kerja Sama dengan total
seluruh Biaya
Atas Sebagian Biaya
Pada Proyek Kerja
biaya investasi paling kurang
Sama Pemerintah
Rp100.000.000.000 (seratus miliar
Dengan Badan Usaha
upiah);
Proyek Kerja Sama dijalankan oleh
Dalam
Dukungan Kelayakan
diberikan dalam
Tentang Pemberian
Konstruksi
-
memenuhi kelayakan ekonomi
223/PMK.011/2012
Dukungan Kelayakan
Proyek Kerja Sama yang telah
-
Badan Usaha Penandatangan
Penyediaan
Perjanjian Kerja Sama yang dibentuk
Infrastruktur)
oleh Badan Usaha Pemenang Lelang
yang ditetapkan oleh PJPK melalui
proses lelang yang terbuka dan
kompetitif sesuai dengan peraturan
tentang Kerja Sama Pemerintah dan
-
atas porsi tertentu dari
Konstruksi Proyek
Kerja Sama.
-
Biaya Konstruksi
Proyek Kerja Sama
meliputi biaya
konstruksi, biaya
peralatan, biaya
pemasangan, biaya
bunga atas pinjaman
yang berlaku selama
masa konstruksi, dan
Badan Usaha dalam Penyediaan
biaya-biaya lain terkait
Infrastruktur;
Proyek Kerja Sama dilaksanakan
konstruksi namun tidak
termasuk biaya terkait
berdasarkan Perjanjian Kerja Sama
pengadaan lahan dan
yang mengatur skema pengalihan
insentif perpajakan.
aset dan/atau pengelolaannya dari
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
121
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Fasilitas yang Diperoleh
Kriteria / Persyaratan
Jenis Fasilitas Fiskal
Badan Usaha Penandatangan
-
-
Porsi tidak
Perjanjian Kerja Sama kepada PJPK
mendominasi Biaya
pada akhir periode kerja sama; dan
Hasil Prastudi Kelayakan pada Proyek
Konstruksi Proyek
Kerja Sama.
Kerja Sama: (i) mencantumkan
pembagian risiko yang optimal
antara Pemerintah/ PJPK di satu
-
pihak dan Badan Usaha
Penandatangan Perjanjian Kerja
Sama/Badan Usaha Pemenang
Lelang di pihak lain; (ii)
menyimpulkan bahwa Proyek Kerja
Sama tersebut layak secara ekonomi,
yang juga meliputi aspek teknis,
hukum, lingkungan, dan sosial; dan
(iii) menunjukkan bahwa Proyek Kerja
Sama tersebut menjadi layak secara
finansial dengan diberikannya
Dukungan Kelayakan.
c. Guarantee Fund (PT
-
Penjaminan infrastruktur diberikan
Penjaminan
PII)
(Perpres Nomor 78
Infrastruktur Indonesia
dalam rangka Proyek Kerjasama
Tahun 2010 tntang
(PT PII): yaitu melalui
memuat paling kurang :
Pembagian risiko infrastruktur antara
PT Penjaminan
Infrastruktur dalam
kedua belah pihak sesuai dengan
Proyek Kerjasama
alokasi risiko;
Upaya mitigasi yang relevan dari
yang akan akan
Penjaminan
Pemerintah dengan
-
-
kedua belah pihak untuk mencegah
Badan Usaha yang
terjadinya risiko dan mengurangi
Dilakukan melalui
Badan Usaha
Penjaminan
Infrastruktur)
-
dampaknya, apabila terjadi;
Jumlah kewajiban finansial
penanggung jawab proyek kerjasama
dalam hal risiko infrastruktur yang
menjadi tanggung jawab
penanggung jawab proyek kerjasama
terjadi, atau cara perhitungan untuk
menentukan jumlah kewajiban
finansial penanggung jawab proyek
kerjasama dalam hal jumlah tersebut
belum dapat ditentukan pada saat
perjanjian kerjasama ditandatangangi;
122
-
sepanjang Perjanjian Kerjasama
Infrastruktur Indonesia
memberikan
penjaminan atas risikorisiko infrastruktur
dalam Proyek Kerja
Sama
Kriteria / Persyaratan
Jenis Fasilitas Fiskal
-
Fasilitas yang Diperoleh
Jangka waktu yang cukup untuk
melaksanakan kewajiban finansial
penanggung jawab proyek
kerjasama, termasuk masa tenggang
-
(grace period);
Prosedur yang wajar untuk
menentukan kapan penanggung
jawab proyek kerjasama telah berada
dalam keadaan tidak sanggup untuk
melaksanakan kewajiban finansial
penanggung jawab proyek
-
kerjasama;
Prosedur penyelesaian perselisihan
yang mungkin timbul antara
penanggung jawab proyek kerjasama
dan badan usaha sehubungan
pelaksanaan kewajiban finansial
penanggung jawab proyek kerjasama
yang diprioritaskan melalui
mekanisme alternatif penyelesaian
sengketa dan/atau lembaga
-
arbitrase;
Hukum yang berlaku adalah hukum
-
Indonesia
Penjaminan infrastruktur diberikan
sepanjang penanggung jawab
-
proyek kerjasama sanggup :
Menerbitkan surat pernyataan
mengenai keabsahan perjanjian
-
kerjasama;
Memberikan komitmen tertulis
kepada penjamin untuk :
(I) Melaksanakan usaha terbaiknya
dalam mengendalian, mengelola
atau mencegah, dan mengurangi
dampak terjadinya risiko
infrastruktur yang menjadi
tanggung jawabnya sesuai alokasi
risiko sebagaimana disepakati
dalam perjanjian kerjasama
selama berlakunya perjanjian
penjaminan;
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
123
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Jenis Fasilitas Fiskal
Fasilitas yang Diperoleh
Kriteria / Persyaratan
(ii) Memenuhi regres, yang
dituangkan dalam bentuk
perjanjian dengan badan usaha
penjaminan infrastruktur.
d. Infrastructure Fund (PT
SMI IIFF)
Penjaminan infrastruktur diberikan
-
Infrastructure Fund:
sesuai dengan kecukupan modal badan
yaitu melalui PT Sarana
usaha penjaminan infrastruktur.
Multi Infrastruktur
danPT Indonesia
Infrastructure Finance,
yang akan
menawarkan sumbersumber pendanaan
untuk pembiayaan
Proyek Kerja Sama
Tabel 33
Jenis-Jenis Insentif Fiskal Dalam Rangka Pembangkitan Tenaga Listrik
124
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
125
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
6
SISTEM AKUNTANSI SEKTOR
KETENAGALISTRIKAN
Kegiatan penyediaan tenaga listrik oleh PT PLN
dan IPP dituangkan dalam skema perjanjian
PPA (Purchasing Power Agreement) dan ESC
(Energy Sales Contract). Kajian yang dilakukan
oleh berbagai pihak menunjukkan bahwa
skema PPA dan ESC merupakan perjanjian
yang mengandung sewa. Dalam penerapannya,
interpretasi akuntansi yang secara spesifik
mengatur mengenai akuntansi untuk perjanjian
jual beli tenaga listrik belum ada; sehingga PT
PLN secara sukarela menerapkan ISAK 8 dan
PSAK 30.
126
6.1
ISAK 8 : INTERPRETASI
PERJANJIAN MENGANDUNG
SEWA
ISAK 8 adalah suatu instrumen akuntansi yang
merupakan panduan untuk menilai suatu
perjanjian mengandung sewa atau tidak.
Panduan ini diadopsi daru IFRIC 4: “Determining
Wheter an Arrangement Containsts a Leases”.
Suatu entitas dapat melakukan suatu perjanjian,
yang terdiri dari satu atau serangkaian transaksi
terkait, dimana bentuk legal perjanjian tersebut
bukan sewa tetapi perjanjian itu memberikan
hak kepada pihak lain untuk menggunakan suatu
aset, dengan imbalan suatu atau serangkaian
pembayaran. Dalam praktiknya, untuk melihat
suatu perjanjian mengandung sewa atau pun
tidak, perlu diperhatikan dan dievaluasi subtansi
perjanjian tersebut, apakah:
1. Pemenuhan perjanjian bergantung pada
penggunaan aset tertentu
Aset bukan merupakan subjek sewa jika
pemenuhan perjanjian tidak sepenuhnya
bergantung pada aset tersebut, walaupun
secara eksplisit diidentifikasikan seperti itu di
dalam perjanjian.
2. Perjanjian memberikan hak untuk
menggunakan aset
Suatu perjanjian dianggap memberikan hak
untuk menggunakan aset jika perjanjian
tersebut memberikan hak kepada lessee
untuk mengendalikan penggunaan aset
tersebut. Di dalam ISAK 8, dijelaskan
kondisi-kondisi yang harus dipenuhi agar
dapat pengalihan hak untuk menggunakan
aset, yaitu:
• Lessee mempunyai kemampuan
atau hak untuk mengoperasikan aset
atau mengarahkan pihak lain untuk
mengoperasikan aset tersebut sesuai
dengan cara ditentukan pembeli dan
pada saat yang bersamaan, pembeli
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
127
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
mendapatkan atau mengendalikan
keluaran (output) atau kegunaan lainnya
atas aset tersebut, dalam jumlah yang
lebih dari tidak signifikan.
• Pembeli mempunyai kemampuan atau
hak untuk mengendalikan akses fisik
terhadap aset tersebut dan pada saat
yang bersamaan, pembeli mendapatkan
atau mengendalikan keluaran atau
kegunaan lainnya atas aset tersebut,
dalam jumlah yang lebih dari tidak
signifikan.
• Fakta dan kondisi yang ada menunjukkan
bahwa kecil kemungkinan bagi satu atau
lebih pihak lain seperti pembeli akan
mengambil keluaran atau kegunaan
lainnya dalam jumlah yang tidak lebih
dari tidak signifikan yang akan diproduksi
atau dihasilkan oleh aset tersebut selama
masa perjanjian; dan harga yang dibayar
pembeli untuk keluaran tersebut bukan
harga yang secara kontraktual tetap
untuk setiap unit keluaran ataupun harga
yang sama dengan harga pasar per unit
keluaran ada saat penyerahan keluaran
tersebut.
6.2
PSAK 30: SEWA
Sewa adalah suatu perjanjian dimana lessor
memberikan kepada lessee hak untuk
menggunakan suatu aset selama periode
waktu yang disepakati. Sebagai imbalannya,
lesse melakukan pembayaran atau serangkaian
pembayaran kepada lessor.
Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa
pembiayaan jika sewa tersebut mengalihkan
secara substansial seluruh risiko dan manfaat
yang terkait dengan kepemilikan aset. Suatu
sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika
sewa tidak mengalihkan secara substansial
seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan
kepemilikan aset.
Terkait dengan perjanjian PPA dan/atau ESC
128
PT PLN dengan IPP, disepakati bahwa jenis
sewanya adalah sewa pembiayaan. Situasi yang
secara individual ataupun gabungan dapat
juga menunjukkan bahwa sewa diklasifikasikan
sebagai sewa pembiayaan adalah:
1. Sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada
lessee pada akhir masa sewa;
2. Lessee memiliki opsi untuk membeli
aset pada harga yang cukup rendah
dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi
mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada
awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi akan
dilaksanakan;
3. Masa sewa adalah untuk sebagian besar
umur ekonomik aset meskipun hak milik
tidak dialihkan;
4. Pada awal sewa, nilai kini dari jumlah
pembayaran sewa minimum secara
substansial mendekati nilai wajar aset
sewaan; dan
5. Aset sewaan bersifat khusus dan hanya
lessee yang dapat menggunakannya tanpa
perlu modifikasi secara material.
Indikator dari situasi yang secara individual
ataupun gabungan dapat juga menunjukkan
bahwa sewa diklasifikasikan sebagai sewa
pembiayaan adalah:
1. Jika lessee dapat membatalkan sewa, maka
rugi lessor yang terkait dengan pembatalan
ditanggung oleh lessee; 2. Untung atau rugi dari fluktuasi nilai wajar
residu dibebankan kepada lessee (misalnya,
dalam bentuk potongan harga rental dan
yang setara dengan sebagian besar hasil
penjualan residu pada akhir sewa); dan
3. Lessee memiliki kemampuan untuk
melanjutkan sewa untuk periode kedua
dengan nilai rental yang secara substansial
lebih rendah dari nilai pasar rental.
6.3
SEWA DALAM LAPORAN
KEUANGAN LESSEE PADA
SEWA PEMBIAYAAN
ke jumlah yang diakui sebagai aset.
Liabilitas dari aset sewaan tidak dapat
disajikan sebagai pengurang aset sewaan
dalam laporan keuangan. Jika penyajian
liabilitas dalam laporan keuangan dibedakan
antara liabilitas jangka pendek dan liabilitas
jangka panjang, hal yang sama berlaku untuk
liabilitas sewa.
Biaya langsung awal umumnya terjadi
sehubungan dengan aktivitas negosiasi dan
pemastian pelaksanaan sewa. Biaya-biaya
yang dapat diatribusikan secara langsung
kepada aktivitas lessee untuk suatu sewa
pembiayaan ditambahkan ke jumlah yang
diakui sebagai aset.
1. Pengakuan Awal
Pada awal masa sewa, lesee mengakui sewa
pembiayaan sebagai aset dan liabilitas
dalam laporan posisi keuangan sebesar nilai
wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini
dari pembayaran sewa minimum, jika nilai
kini lebih rendah dari nilai wajar. Tingkat
diskonto yang digunakan dalam perhitungan
nilai kini dari pembayaran sewa minimum
adalah tingkat suku bunga implisit dalam
sewa , jika dapat ditentukan secara praktis,
jika tidak, digunakan tingkat suku bunga
pinjaman inkremental lessee. Biaya langsung
awal yang dikeluarkan lesee ditambahkan ke
dalam jumlah yang diakui sebagai aset.
Meskipun bentuk legal perjanjian sewa
menyatakan bahwa lessee tidak memperoleh
hak legal atas aset sewaan, dalam hal sewa
pembiayaan secara substansi dan realitas
keuangan pihak lessee memperoleh manfaat
ekonomik dari dari pemakaian aset sewaan
tersebut selama sebagian besar umur
ekonomisnya. Sebagai konsekuensinya
lessee menanggung kewajiban untuk
membayar hak tersebut sebesar suatu
jumlah, pada awal sewa, yang mendekati
nilai wajar dari aset dan beban keuangan
terkait. Jika transaksi sewa tersebut tidak tercermin
dalam laporan posisi keuangan lessee,
sumber daya ekonomi an tingkat kewajian
dari entitas menjadi terlalu rendah, sehingga
mendistorsi rasio keuangan. Oleh karena
itu, sewa pembiayaan diakui dalam laporan
posisi keuangan lessee sebagai aset dan
kewajiban untuk pembayaran sewa di masa
depan. Pada awal masa sewa, aset dan
liabilitas untuk pembayaran sewa di masa
depan diakui di laporan posisi keuangan
pada jumlah yang sama, kecuali untuk biaya
langsung awal dari lessee yang ditambahkan
2. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal
Pembayaran sewa minimum dipisahkan
antara bagian yang merupakan beban
keuangan dan bagian yang merupakan
pelunasan liabilitas. Beban keuangan
dialokasikan ke setiap periode selama
masa sewa sedemikian rupa sehingga
menghasilkan suatu tingkat suku bunga
periodik yang konstan atas saldo liabilitas.
Rental kontijen dibebankan pada periode
terjadinya.
Suatu sewa pembiayaan menimbulkan
beban penyusutan untuk aset yang dapat
disusutkan dan beban keuangan dalam
setiap periode akuntansi. Kebijakan
penyusutan untuk aset sewaan konsisten
dengan aset dimiliki sendiri, dan
penghitungan penyusutan yang diakui
berdasarkan PSAK 16 (revisi 2011): Aset
Tetap dan PSAK 19(revisi 2010): Aset Tak
Berwujud. Jika tidak ada kepastian yang
memadai bahwa lessee akan mendapatkan
hak kepemilikan pada akhir masa sewa, aset
sewaan disusutkan secara penuh selama
jangka waktu yang lebih pendek antara
periode masa sewa dan umur manfaatnya.
3. Pengungkapan
Selain memenuhi ketentuan PSAK 60:
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
129
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Instrumen Keuangan: Pengungkapan, lessee
juga mengungkapkan hal-hal berikut yang
berkaitan dengan sewa pembiayaan:
• Jumlah neto jumlah tercatat untuk setiap
kelompok aset pada tanggal pelaporan.
• Rekonsiliasi antara total pembayaran sewa
minimum di masa depan pada tanggal
pelaporan, dengan nilai kininya. Selain itu,
entitas mengungkapan total pembayaran
sewa minimum di masa depan pada
tanggal pelaporan, dan nilai kininya,
untuk setiap periode berikut :
a).Sampai dengan satu tahun
b).Lebih dari satu tahun sampai lima
tahun
c).Lebih dari lima tahun
• Rental kontijen yang diakui sebagai beban
pada periode tersebut.
• Total perkiraan penerimaan pembayaran
minimum sewa-lanjut di masa depan dari
kontrak sewa-lanjut yang tidak dapat
dibatalkan (non-cancelable subleases)
• Penjelasan umum isi perjanjian sewa
yang material, yang meliputi, tetapi tidak
terbatas pada, hal berikut :
a).Dasar penentuan utang rental
kontijen
b).Ada tidaknya klausul-klausul yang
berkaitan dengan opsi perpanjangan
atau pembelian dan eskalasi beserta
syarat-syaratnya c).Pembatasan-pembatasan yang
ditetapkan dalam perjanjian sewa,
misalnya yang terkait dengan dividen,
tambahan utang, dan sewa-lanjut.
130
6.4
TRANSAKSI JUAL DAN SEWABALIK
Jika suatu transaksi jual dan sewa-balik
merupakan sewa pembiayaan, selisih lebih hasil
penjualan dari jumlah tercatat tidak dapat diakui
segera sebagai pendapatan oleh penjual-lessee,
tetapi ditangguhkan dan diamortisasi selama
masa sewa.
Jika transaksi jual dan sewa-balik merupakan
sewa operasi dan jelas bahwa transaksi tersebut
terjadi pada nilai wajar, maka laba rugi diakui
segera, kecuali rugi tersebut dikompensasikan
dengan pembayaran sewa di masa depan yang
lebih rendah dari harga pasar, maka rugi tersebut
harus ditangguhkan dan diamortisasi secara
proporsional dengan pembayaran sewa selama
periode penggunaan aset. Jika harga jual di atas
nilai wajar, selisih lebih dari nilai wajar tersebut
ditangguhkan dan diamortisasi selama periode
penggunaan aset.
Untuk sewa operasi, jika nilai wajar aset pada
saat transaksi jual dan sewa-balik lebih rendah
daripada jumlah tercatatnya, rugi sebesar selisih
antara jumlah tercatat dan nilai wajar diakui
segera.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
131
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
7
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
132
7.1
KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan dari hasil penyusunan
buku Panduan Investasi Sektor Ketenagalistrikan
di Indonesia adalah:
1. Ditemukan banyak jenis perizinan di sektor
ketenagalistrikan, baik di pusat dan di
daerah yang memerlukan waktu cukup lama
untuk perolehannya. Sebagai akibatnya,
proses perizinan hingga operasi bisa
menghabiskan waktu hingga tiga tahun.
2. Berbagai upaya telah dilakukan untuk
dapat menyederhanakan perizinanperizinan sektor ketenagalistrikan, antara
lain melalui pendelegasian wewenang
penerbitan perizinan tersebut ke Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) BKPM. Namun,
rekomendasi teknis yang dipersyaratkan
dalam berbagai jenis perizinan tetap
memerlukan waktu lama, dan tetap
melibatkan instansi teknis di masing-masing
kementerian / lembaga.
3. Pemangkasan waktu perizinan juga menjadi
komitmen para pihak untuk mempercepat
proses perizinan.
4. Berbagai informasi terkait dengan
perizinan mudah diperoleh, namun masih
bersifat parsial, sehingga perlu dilakukan
penggabungan dan penyelarasan, agar lebih
komprehensif menjadi satu panduan untuk
sektor ketenagalistrikan.
7.2
REKOMENDASI
Buku panduan investasi ini perlu diperluas
lagi pada seluruh sektor ketenagalistrikan,
termasuk skema perizinan pengadaan listrik
untuk penggunaan sendiri, dan pengadaan listrik
melalui skema EPC (enginering, procurement,
construction).
Perlu mengembangkan informasi dalam buku
panduan ini dalam suatu media / wadah online,
misalnya website, sehingga lebih mudah diakses.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
133
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Jl. Jend. Gatot Subroto No. 44, Jakarta 12190
P.O. Box 3186, Indonesia
Download