1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak setiap

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hak setiap orang untuk hidup yang memadai termasuk dalam memperoleh
kesehatan dan kesejahteraan diri dan keluarganya merupakan hak asasi manusia
dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan
itu tercantum dalam Pasal 25 ayat (1)1 Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia.2
Di Indonesia, hak setiap orang dalam hal kesehatan termaktub dalam Pasal
28H dan Pasal 34 UUD NRI 1945.3 Pengembangan jaminan sosial juga selaras
dengan tujuan pembentukan negara Indonesia yang manganut paham negara
kesejahteraan (welfare state). Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 antara lain
menyatakan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah “untuk melindungi
1
Pasal 25 Ayat (1) Deklarasi menyatakan, setiap orang berhak atas derajat hidup yang
memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan,
pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak
atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia
lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar
kekuasaannya.
2
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, hlm.8
3
Ibid, hlm. 9
1
2
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum ...”4
Selama kurang lebih 4 (empat) dekade terakhir, Indonesia telah
menjalankan beberapa program jaminan sosial. Pemerintah telah berusaha
menjalankan amanat UUD 1945 mengenai jaminan sosial dengan membentuk
sistem dan kelembagaan jaminan sosial, seperti Sistem Jaminan Sosial Tenaga
Kerja yang diselenggarakan oleh PT Jamsostek (Persero), Sistem Dana Tabungan
dan Asuransi Pegawai Negeri yang diselenggarakan oleh PT Taspen (Persero),
Sistem Jaminan Sosial anggota TNI dan Kepolisian yang diselenggarakan oleh PT
Asabri (Persero) dan Sistem Jaminan Sosial yang diselenggarakan oleh PT Askes
(Persero). Namun, sebagian besar rakyat belum memperoleh perlindungan yang
memadai. Di samping itu, pelaksanaan berbagai program jaminan sosial tersebut
belum mampu memberikan perlindungan yang adil dan memadai kepada para
peserta sesuai dengan manfaat program yang menjadi hak peserta.5
Sehubungan dengan hal tersebut, oleh Pemerintah dipandang perlu
menyusun Sistem Jaminan Sosial Nasional selanjutnya disebut sebagai SJSN,
yang mampu mensinkronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan
sosial yang dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat menjangkau
kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi
4
Hadi Setia Tunggal, 2015, Memahami Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Indonesia, Harvarindo, Jakarta, hlm. 19
5
Penjelasan atas UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, paragraf
keempat-kedelapan
3
setiap peserta. Pemerintah kemudian menetapkan UU Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).6
Lahirnya UU SJSN merupakan bukti kepedulian pemerintah dalam
memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat, tanpa memandang status sosial.
Mekanisme yang dipakai dalam jaminan sosial adalah asuransi sosial, dengan cara
pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan
perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan / atau anggota
keluarganya. Bagi masyarakat miskin atau tidak mampu, iurannya tetap
ditanggung oleh pemerintah.7
Untuk mewujudkan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat sesuai amanat
Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), pemerintah meluncurkan program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada awal tahun 2014. Program JKN
bertujuan untuk memberikan perlindungan kesejahteraan bagi masyarakat
Indonesia dari guncangan kesehatan, dengan target bahwa kepesertaan semesta
akan tercapai dalam jangka waktu lima tahun. Artinya, setiap individu wajib
menjadi peserta dan terlindungi dalam program asuransi kesehatan sosial nasional.
Jaminan kesehatan semesta ini bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat
pada pelayanan kesehatan yang komprehensif, bermutu dan merata bagi seluruh
6
Ibid
Radja, et all. 2015. Asuransi Kesehatan Sosial dan Biaya Out of Pocket di Indonesia
Timur. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, (Online), Vol. 04, No. 02,
(http://jurnal.kebijakankesehatanindonesia.net/images/PDF_Volume/vol_2015/juni/03_Isak_Iskan
dar_Radja.pdf, diakses pada 24 Januari 2016, pukul 10.58 WIB)
7
4
penduduk.8 UU SJSN menetapkan bahwa jaminan sosial nasional akan
diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan
diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya secara bertahap,
yaitu dimulai 1 januari 2014.9
Aspek kepesertaan merupakan indikator keberhasilan penyelenggaraan
JKN dan termasuk 8 sasaran pokok peta jalan JKN. Bahwa pada tahun 2019 nanti,
ditargetkan seluruh penduduk Indonesia sudah terdaftar dalam Jaminan Kesehatan
Nasional dengan harapan minimal 85% peserta puas terhadap pelayanan BPJS
Kesehatan dan penyelenggara pelayanan kesehatan.10 Dewasa ini, masih banyak
ditemukan rasa tidak puas maupun keluhan dari para peserta BPJS Kesehatan.
Kerap kali dalam penyelenggaraan JKN, terdapat masalah yang bersifat kasuistis
salah satunya dalam hal penjaminan. Penolakan penjaminan bagi peserta BPJS
Kesehatan merupakan hal yang lazim ditemui di fasilitas kesehatan rujukan
tingkat lanjutan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Penolakan
penjaminan peserta BPJS Kesehatan merupakan penolakan terhadap pemberian
jaminan akan perlindungan kesehatan bagi peserta. Bahwa peserta BPJS
8
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2015, Perjalanan Menuju
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Kementerian Sekretariat Negara RI Sekretariat Wakil
Presiden Republik Indonesia, Jakarta, hlm. 4
9
Idris, et all. 2015. Perluasan Kepesertaan Jaminan Kesehatan Bagi Pekerja Sektor
Informal Studi Evaluasi Pra dan Pasca Jaminan Kesehatan Nasional. Jurnal Kebijakan Kesehatan
Indonesia,
(Online),
Vol.
04,
No.
04,
(https://doc-00-3cdocs.googleusercontent.com/docs/securesc/ha0ro937gcuc7l7deffksulhg5h7mbp1/1v1bjibbijb378h
eue340qm9ggc8nbs3/1453600800000/02418209348133633081/*/0Bzt046lJwcDdFNwY1hnU0NPM2diN0xPYVRrZDQtMnRaSnpR?e=download, diakses 24 Januari 2016,
pukul 10.37 WIB)
10
Chazali Situmorang, 2013, Reformasi Jaminan Sosial di Indonesia Transformasi BPJS:
“Indahnya Harapan Pahitnya Kegagalan”, Cinta Indonesia, hlm. 252
5
Kesehatan tidak dapat memperoleh jaminan atas manfaat pemeliharaan kesehatan
dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan dikarenakan suatu
sebab-sebab tertentu.
Dalam implementasi di lapangan terkadang peserta BPJS Kesehatan juga
masih harus membayar biaya tambahan yang tidak dibolehkan untuk pelayanan
kesehatan yang sebenarnya termasuk dalam kelompok dijamin. Secara garis besar
biaya tambahan yang dibayarkan oleh peserta BPJS Kesehatan di rumah sakit
dapat dikelompokkan atas dua, yaitu biaya tambahan yang dibolehkan dan biaya
tambahan yang tidak dibolehkan. Biaya tambahan yang dibolehkan, terdiri dari
biaya dikarenakan naik kelas rawat dari kelas rawat yang menjadi haknya (sesuai
Perpres No. 28 Tahun 2016 Pasal 24 dan Permenkes No.71 Tahun 2013) dan
biaya dikarenakan termasuk pelayanan kesehatan yang tidak dijamin. Biaya
tambahan yang tidak dibolehkan, yaitu seluruh yang termasuk pelayanan
kesehatan yang dijamin.11
Di Kudus, keluhan datang dari seorang peserta BPJS Kesehatan yang
kebingungan mencari biaya tambahan untuk operasi ginjal. Keluhan mengenai
penolakan penjaminan juga diterima oleh BPJS Kesehatan dari peserta yang
berasal dari Tanjung Pinang ketika sedang berobat di Yogyakarta.12 Penolakan
11
Gultom, et all. 2015. Survey Pendahuluan Biaya Tambahan* Peserta BPJS Kesehatan
pada Rumah Sakit Faskes BPJS Kesehatan di Jabodetabek. Jurnal Kebijakan Kesehatan
Indonesia,
(Online),
Vol.
04,
No.
01,
(https://doc-0g-3cdocs.googleusercontent.com/docs/securesc/ha0ro937gcuc7l7deffksulhg5h7mbp1/ldjfdcb11n32ddo
101i8d5btd2f7koqe/1453600800000/02418209348133633081/*/0Bzt046lJwcDeS05SzFQVWhnam10Rnd1SUpsS25VdmxsZlRz?e=download, diakses pada 24 Januari 2016
pukul 10.43 WIB)
12
Yusuf Waluyo Jati, “BPJS Kesehatan Diminta Genjot Sosialisasi Tekan
Maladministrasi”,
6
penjaminan juga dialami oleh seorang bayi yang menderita Penyakit Jantung
Bawaan di Jakarta. Keluarganya harus menanggung biaya rumah sakit yang
berjumlah ratusan juta rupiah, sebab tidak terjamin oleh BPJS Kesehatan.13 Tentu
saja hal ini berbanding terbalik dengan tujuan utama dari dikeluarkannya UU
SJSN yakni untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang
layak bagi setiap peserta dan / atau anggota keluarganya.14
Pelayanan kesehatan pada FKRTL yang dijamin dan tidak dijamin dalam
Indonesian Case Based Groups (INA-CBG’s) mengacu pada Pasal 22 ayat (1)
poin b Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2016 mengatur tentang pelayanan
kesehatan yang dijamin pada pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Pasal
25 ayat (1) mengatur tentang pelayanan kesehatan yang tidak dijamin. Secara
teknis, ketentuan mengenai hal yang dijamin dan tidak dijamin ini dituangkan
dalam Perjanjian Kerja Sama dengan FKRTL BPJS Kesehatan, dimana diatur
juga tentang sanksi apabila rumah sakit memungut biaya tambahan kepada peserta
di luar ketentuan.15
http://industri.bisnis.com/read/20150914/12/472278/bpjskesehatandimintagenjotsosialisasitekanm
aladministrasi, diakses pada 23 Desember 2015 pukul 12.14 WIB
13
Eko Nordiansyah, “Klaim BPJS Ditolak, Bayi Khiren Berutang Rp 124 Juta kepada RS
Harapan
Kita”,
http://news.metrotvnews.com/read/2015/08/08/419360/klaimbpjsditolakbayikhirenberutangrp124j
utakepadarsharapankita, diakses pada 20 Januari 2016 pukul 11.27 WIB
14
Chazali Situmorang, Op.Cit., hlm. 153
15
Gultom, et all. 2015. Survey Pendahuluan Biaya Tambahan* Peserta BPJS Kesehatan
pada Rumah Sakit Faskes BPJS Kesehatan di Jabodetabek. Jurnal Kebijakan Kesehatan
Indonesia,
(Online),
Vol.
04,
No.
01,
(https://doc-0g-3cdocs.googleusercontent.com/docs/securesc/ha0ro937gcuc7l7deffksulhg5h7mbp1/ldjfdcb11n32ddo
101i8d5btd2f7koqe/1453600800000/02418209348133633081/*/0Bzt046lJwcDeS05SzFQVWhnam10Rnd1SUpsS25VdmxsZlRz?e=download, diakses pada 24 Januari 2016
pukul 10.43 WIB)
7
Biaya tambahan terjadi disebabkan banyak faktor yang cukup kompleks
dan saling terkait. Namun, terjadinya biaya tambahan bagi peserta BPJS
Kesehatan, khususnya biaya tambahan yang tidak dibolehkan, bisa dikarenakan
tiga aspek penyebab, yaitu aspek Peserta, aspek RS dan aspek INA CBG’s itu
sendiri.16
Untuk dapat meminimalisir penolakan penjaminan dan pengenaan biaya
tambahan yang tidak dibolehkan pada peserta BPJS Kesehatan, perlu diketahui
terlebih dahulu apa yang menjadi penyebabnya agar pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional dapat berjalan sebaik-baiknya seperti yang telah diamanatkan
oleh UUD 1945. Oleh karena itu Peneliti tertarik membuat penulisan hukum
dengan judul PENOLAKAN PENJAMINAN PESERTA BPJS KESEHATAN
DI RUMAH SAKIT WILAYAH KABUPATEN SLEMAN.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah penyebab penolakan penjaminan peserta BPJS Kesehatan di rumah
sakit wilayah Kabupaten Sleman?
2. Bagaimana penyelesaian penolakan penjaminan peserta BPJS Kesehatan di
rumah sakit wilayah Kabupaten Sleman?
16
Ibid
8
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
a. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab dari penolakan
penjaminan peserta BPJS Kesehatan di rumah sakit wilayah Kabupaten
Sleman.
b. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyelesaian penolakan
penjaminan peserta BPJS Kesehatan di rumah sakit wilayah Kabupaten
Sleman.
2. Tujuan Subyektif
Penelitian dalam penulisan hukum ini dilakukan untuk memperoleh data
dan informasi yang lengkap dan akurat yang berhubungan dengan objek
penelitian, sebagai bahan dasar penyusunan penulisan hukum sebagai salah satu
persyaratan memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
9
D. Keaslian Penelitian
Berdasarkan
penelusuran
kepustakaan
yang
telah
dilakukan
di
Perpustakaan Fakultas Hukum UGM, ditemukan 3 (tiga) buah penulisan hukum
yang membahas jaminan sosial kesehatan, yakni:
1. Penulisan hukum yang ditulis pada tahun 2013 oleh Shanty Kusuma
Wardhany, 11/321681/HK/18971 berjudul, “Tinjauan Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Daerah Kota Yogyakarta Sebagai Asuransi Sosial di Rumah Sakit
Bethesda.”
Rumusan masalah :
a. Bagaimana
ketentuan
peraturan
Jaminan
Kesehatan
di
Kota
Yogyakarta?
b. Bagaimana pelaksanaan Jaminan Kesehatan Daerah di Rumah Sakit
Bethesda?
c. Faktor apa saja yang menghambat pelaksanaan pelayanan Jaminan
Kesehatan Daerah di Rumah Sakit Bethesda?
Kesimpulan :
a. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Daerah di Rumah Sakit telah berjalan
dengan baik dikaitkan dengan ketentuan peraturan Jaminan Kesehatan
di Kota Yogyakarta.
10
b. Terdapat beberapa penyimpangan dan hambatan dalam pelaksanaannya
tersebut. Bahwa pasien terkadang memberikan data yang tidak benar
dalam hal Jamkesda dan masih banyak pasien yang belum mengetahui
progam Jamkesda sehingga terlambat memberitahukan penggunaan
Jamkesda.
2. Penulisan hukum yang ditulis pada tahun 2014 oleh Rizky Pratama P. Karo
Karo, 10/299228/HK/18448 berjudul, “Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Nasional Bagi Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Undang-undang Nomor 24
Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Sleman.”
Rumusan masalah :
a. Bagaimana
pelaksanaan
peraturan
Jaminan
Kesehatan
Nasional
berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial bagi Pegawai Negeri Sipil di Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Sleman?
b. Faktor apa saja yang menghambat pelaksanaan pelayanan Jaminan
Kesehatan Nasional bagi Pegawai Negeri Sipil di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Sleman dan bagaimana solusinya?
Kesimpulan :
a. Pelaksanaan layanan Jaminan Kesehatan Nasional bagi PNS di RSUD
Sleman yang belum optimal disebabkan adanya transformasi perubahan
11
PT. Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan walaupun secara umum
telah terlaksana dengan baik.
b. Terdapat beberapa hambatan yakni dari segi pasien yang masih
kebingungan tentang sistem rujukan, dari segi rumah sakit yakni tarif
INA CBG’s yang diterapkan oleh Pemerintah di lapangan terkadang tidak
sesuai, dan yang terakhir hambatan dari aspek Pemerintah ialah belum
selesainya daftar bagi peserta jaminan kesehatan nasional.
c. Solusi yang tepat untuk mengatasi hambatan ini adalah Pemerintah dalam
hal ini Kementerian Kesehatan, BPJS hingga satuan Pemerintah yang
terendah, pihak RT harus lebih sering melakukan sosialisasi tentang
tatacara pelayanan jaminan kesehatan nasional.
3. Penulisan hukum yang ditulis tahun 2014 oleh Muhammad Firdaus
Wibiksana, 08/264983/HK/17687 berjudul, “Tinjauan Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Masyarakat Sebagai Asuransi Sosial Terhadap Penderita
Thalassemmia di Rumah Sakit Bhayangkara Setukpa Lemdikpol di Kota
Sukabumi.”
Rumusan masalah :
a. Bagaimanakah pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat sebagai
Asuransi Sosial terhadap penderita thalassemia di Rumah Sakit
Bhayangkara Setukpa Lemdikpol Kota Sukabumi?
12
b. Apa sajakah kendala yang dihadapi dan bagaimana cara mengatasinya
dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat sebagai Asuransi
Sosial terhadap penderita thalassemia di Rumah Sakit Bhayangkara
Setukpa Lemdikpol Kota Sukabumi?
Kesimpulan :
a. Pelaksanaan
Jaminan
Kesehatan
Masyarakat
di
Rumah
Sakit
Bhayangkara Setukpa Lemdikpol di Kota Sukabumi telah cukup baik
ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang terkait, dengan
memperhatikan kekhususan sebagai lembaga pelayanan kesehatan yang
dioperasikan oleh institusi Polri.
b. Terdapat kendala-kendala dalam pelaksanaan Jamkesmas terhadap
penderita thalassemia menyangkut kepesertaan, pelayanan kesehatan dan
pendanaan.
c. Upaya yang dapat dilakukan ialah upaya perbaikan tarif pelayanan dan
obat serta alat kesehatan lainnya; upaya pendampingan terhadap
penderita thalassemia; lebih memberdayakan Lembaga atau Yayasan
Thalassemia Indonesia, dan; penyempurnaan aturan-aturan.
Ketiga penulisan hukum tersebut menjelaskan tentang pelaksanaan
jaminan kesehatan serta hambatan yang dialami selama pelaksanaan, diberbagai
tempat yang berbeda. Tema pokok penulisan hukum memang sama yakni
mengenai jaminan kesehatan, namun tidak menjadikan penelitian dan penulisan
13
hukum ini menjadi sebuah plagiasi sebab penelitian dilakukan ketika telah
terbentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, dimana kepesertaan
jaminan kesehatan yang berasal dari Askes sosial / PNS, Jamkesmas, Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek, TNI / Polri dan sebagian Jamkesda
dikelola oleh BPJS Kesehatan dimulai per tanggal 1 Januari 2014. Penelitian pada
penulisan hukum ini juga menitikberatkan pada penolakan penjaminan peserta
BPJS Kesehatan di rumah sakit wilayah Kabupaten Sleman. Jika ternyata terdapat
suatu penelitian lain yang sama dengan penelitian dan penulisan hukum Peneliti
dan ditulis lebih awal maka tanpa suatu itikad buruk, Peneliti berharap penelitian
dan penulisan hukum ini dapat menjadi pelengkap bagi penelitian tersebut.
Dengan tidak ditemukannya penelitian dan penulisan hukum lain yang sama,
maka Peneliti menyatakan bahwa penelitian ini adalah asli.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi
kepentingan teoritis maupun kepentingan praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Diketahui penyebab dari penolakan penjaminan peserta BPJS Kesehatan
di rumah sakit wilayah Kabupaten Sleman.
b. Diketahui penyelesaian penolakan penjaminan peserta BPJS Kesehatan
di rumah sakit wilayah Kabupaten Sleman.
14
2. Manfaat Praktis
a. Dapat menjadi masukan kepada stakeholder terkait.
b. Dapat dijadikan sebagai syarat untuk kelulusan studi strata 1 (satu) di
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Download