hubungan antara pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi

advertisement
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN STATUS
SOSIAL EKONOMI DENGAN PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI
SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 MOJOLABAN TAHUN
PELAJARAN 2009/2010
Skripsi
Oleh :
MUHAMMAD HASSAN
NIM K 8404101
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
i
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN STATUS
SOSIAL EKONOMI DENGAN PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI
SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 MOJOLABAN TAHUN
PELAJARAN 2009/2010
OLEH :
MUHAMMAD HASSAN
NIM K 8404101
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan
Mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi
Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Noor Muhsin Iskandar, M.Pd
Dr. Zaini Rohmad, M.Pd
NIP. 195111215 1983011 001
NIP. 19581117 1986011 001
iii
PENGESAHAN
Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan
diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari
:_____________
Tanggal
:_____________
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang
Ketua
Tanda Tangan
: Drs. M.H. Sukarno, M.Pd
___________
NIP. 1951 0601 197903 1 001
Sekretaris
: Drs. Soeparno, M.Si
___________
NIP. 1948 1210 147903 1 002
Anggota I
: Drs. Noor Muhsin Iskandar, M.Pd.
___________
NIP. 1951 1215 198301 1 001
Anggota II
: Dr. Zaini Rohmad, M.Pd.
___________
NIP. 19581117 1986011 001
Disyahkan Oleh :
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulloh, M.Pd.
NIP. 1960 0727 198702 1 001
iv
ABSTRAK
Muhammad Hassan. HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA
DAN STATUS SOSIAL EKONOMI DENGAN PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI
SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 MOJOLABAN TAHUN PELAJARAN
2009/2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas
Sebelas Maret Surakarta, Maret 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Hubungan antara Pola Asuh
Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa, (2) Hubungan antara Status Sosial
Ekonomi dengan Prestasi Belajar Siswa, (3) Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua
dan Status Sosial Ekonomi dengan Prestasi Belajar Sosiologi Siswa. Penelitian ini
mengambil lokasi di kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif korelasional.
Populasi penelitian ialah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun
Pelajaran 2009/2010, sejumlah 298 siswa. Sampel diambil dengan teknik cluster
proporsional random sampling sejumlah 60 siswa. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan teknik angket. Teknik analisis data yang digunakan
dengan menggunakan analisis statistik dengan teknik analisis korelasi dan teknik
regresi ganda.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) hipotesis 1 “Ada
hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar siswa
kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010”, diterima. Hal ini
dapat dilihat dari hasil analisis data yang menunjukkan rx1y = 0,397 dan ρ = 0,002.
(2) hipotesis 2 “Ada hubungan yang cukup signifikan antara status sosial ekonomi
dengan prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran
2009/2010”, diterima. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data yang menunjukkan
rx2y = 0,226 dan ρ = 0,080. (3) hipotesis 3 “Ada hubungan yang signifikan antara
pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa kelas X
SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010”, diterima. Hal ini dapat
dilihat dari hasil analisis data yang menunjukkan Ry(x1,2) = 0,452 dan ρ = 0,002.
Orang tua hendaknya benar-benar memahami dengan baik tentang arti
pentingnya menciptakan hubungan pengasuhan yang baik dengan anak.
Perkembangan psikologi anak sangat berhubungan dengan pengasuhan orang tua
setiap hari yaitu bagaimana cara mendidik, membimbing, memberikan keteladanan,
perlindungan yang diberikan oleh orang tua dirumah.
Orang tua hendaknya selalu berusaha mendukung dalam proses belajar anak
dengan segala perhatian, kasih sayang dan juga memfasilitasi segala kebutuhan
belajar anak dengan maksimal sesuai dengan status sosial ekonomi yang dimilikinya.
Karena segala jenis proses belajar itu membutuhkan fasilitas-fasilitas pendukung
yang memadai guna memaksimalkan proses belajar anak dan dapat meningkatkan
prestasi belajar anak khususnya dalam bidang studi sosiologi.
v
ABSTRACK
Muhammad Hassan. THE CORRELATION OF PARENTS NURTURE
PATTERN AND THE SOCIAL ECONOMIC STATUS WITH THE SOCIOLOGY
LEARNING ACHIEVEMENT GRADE AMONG CLASS X STUDENTS OF
SENIOR HIGH SCHOOL SMAN 1 MOJOLABAN, YEAR OF 2009/2010. Essay,
Surakarta: Education Technology Study Program. Sebelas Maret University of
Surakarta, March 2010.
The research aims to find out: (1) the relationship between the upbringing
systems of parents with the learning achievement of the students, (2) the relationship
between economic social status with the learning achievement of the students, (3) the
relationship between the upbringing systems of parents and economic social status
with the sociology learning achievement of the students. This research was done in
the students of X class SMAN 1 Mojolaban.
This research belongs to a descriptive correlation method. The population of
this research is the students of X class SMAN 1 Mojolaban, in the school year of
2009/2010 that amounting to 298 students. The research sampling takes 60 students
by cluster proporsional random sampling technique. The technique of data collecting
was done by questionnaire technique. In this research, the technique of data analysis
is statistic analysis with the correlation analysis technique and technique of double
regression.
From the results of analysis, the result of the data test yields that: (1) first
hypothesis “there is significant relationship between the upbringing systems of
parents with the learning achievement of the students of X class SMAN 1 Mojolaban,
in the school year of 2009/2010” is received. It can be seen from the result of data
analysis which shows rx1y = 0,397 and ρ = 0,002. (2) Second hypothesis “there is
significant relationship between economic social status with the learning achievement
of the students of X class SMAN 1 Mojolaban, in the school year of 2009/2010” is
received. It can be seen from the result of data analysis which shows rx2y = 0,226 and
ρ = 0,080. (3) Third hypothesis “there is significant relationship between the
upbringing systems of parents and economic social status with the learning
achievement of the students of X class SMAN 1 Mojolaban, in the school year of
2009/2010” is received. It can be seen from the result of data analysis which shows
Ry(x1,2) = 0,425 and ρ = 0,002.
The parents have to really understand correctly about in importance to create a
good relationship of upbringing with the children. The developments of children
psychology has a relationship with the daily upbringing of the parents, such as how to
educate, guide, give the good attitude examples, and protect them at home.
The parents should always try to support in the process of children learning by
their attentions, and affections. They can also give the facilities of the study of their
children maximally according to their economic social status. Because all kinds of
learning processes need supporting facilities to get the maximum of children learning
processes and can increase the learning achievement of the children, especially in the
study of sociology field.
vi
MOTTO
”Sesungguhnya Sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka
apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan)
kerjakanlah sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya
kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”.
(Q.S Alam Asyroh : 5-8)
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini aku persembahkan untuk :
1. Bapak (Alm) yang selalu mendoakanku dari
atas.
2. Ibu tercinta, terima kasih atas segala
pengertian,
kesabaran
kasih
dan
sayang,
do’amu
bimbingan,
yang
selalu
menyertaiku.
3. Kakak-kakakku dan keponakanku yang
selalu memberikan semangat dan keceriaan.
4. AdexQ (Ernawatik) yang selalu ada dalam
perjalanan hidupku.
5. Semua sahabat-sahabat terbaikku.
6. Almamater
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan di lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, atas berkat bantuan dari berbagai pihak
peneliti menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Prof.Dr.H.M. Furqon Hidayatulloh, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta,
2. Drs. H. Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Universitas Sebelas Maret Surakarta,
3. Drs.MH. Sukarno, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi
Antropologi Universitas Sebelas Maret Surakarta,
4. Drs. Noor Muhsin Iskandar, M.Pd, Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan saran-saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Dr. Zaini Rohmad, M.Pd, selaku pembimbing II dan penasehat akademik
yang penuh kasih dan kesabaran memberikan masukan dan arahan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Drs. Tukiman, M.Pd, Kepala SMA Negeri 1 Mojolaban yang telah
memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.
7. Suyono, S.H. M.H, Kepala Kepala BAPPEDA Kabupaten Sukoharjo yang
telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.
8. Ibu tercinta, terima kasih atas perjuangan, bimbingan, do’a dan dukungannya
selama ini.
9. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
ix
Peneliti berharap semoga penulisan karya ini dapat berguna bagi semua pihak
yang terkait. Peneliti menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala saran dan
kritik dari pembaca yang budiman sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini.
Surakarta, April 2010
Penulis
Muhammad Hassan
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada era kemajuan informasi dan teknologi, pendidikan memegang peranan
penting utamanya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, sebab kalau tujuan dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa itu sudah tercapai, maka sangat dimungkinkan
pembangunan bangsa akan lancar. Karena pendidikan merupakan bagian terpenting
dari proses Pembangunan Nasional. Dengan pendidikan masyarakat Indonesia akan
dapat mencapai perbaikan-perbaikan disegala bidang pendidikan dan dalam segala
kehidupan.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan
Nasional) Pasal 1 Ayat 1 yang berbunyi :
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan negara”.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan
Nasional, yang berbunyi :
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi Warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Sekolah
merupakan lembaga pendidikan
di
mana
siswa
diberikan
pengetahuan bermacam-macam mata pelajaran yang harus dimilikinya. Siswa akan
memperoleh pengalaman belajar dari pelajaran yang telah diterimanya, dan diberikan
penilaian yang hasil belajarnya dipaparkan dalam buku raport yang biasanya
xi
dinyatakan dalam huruf atau angka. Ngalim Purwanto (1990: 85) menyatakan
“Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku, dimana perubahan itu dapat
mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik tetapi juga ada kemungkinan
mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk”.
Keberhasilan pendidikan siswa disekolah dapat dilihat dari prestasi belajarnya
disekolah. Prestasi belajar merupakan pencerminan dari usaha belajar yang dilakukan
siswa. Keberhasilan atau prestasi siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu dari subjek
belajar, antara lain bakat, minat, dan intelegensi yang dimiliki atau kecerdasan yang
dimiliki, dan juga faktor-faktor dari luar siswa yaitu lingkungan, cara belajar,
kurikulum, program pengajaran dan prasarana belajar yang memadai.
Keluarga yang baik adalah merupakan tempat pendidikan yang baik bagi
anak. Mengingat betapa pentingnya peranan keluarga di dalam pembentukan
kepribadian anak, maka tingkah laku dan pergaulan serta harmonisasi atau kerukunan
orang tua menjadi perhatian dan teladan bagi anak. Keadaan keluarga yang kurang
harmonis dapat membawa pengaruh psykologis buruk bagi perkembangan mental dan
pendidikan anak. Orang tua yang terlalu sibuk diluar rumah tidak dapat memberikan
cukup waktu kepada anak-anaknya dapat mengakibatkan anak merasa dirinya
diabaikan dan tidak dicintai. Kesempatan tersebut digunakan anak untuk mencari
kepuasan diluar dengan kawan-kawannya yang senasib yang akhirnya membentuk
kelompok yang memiliki sifat-sifat agresif dan dapat mengganggu masyarakat,
sehingga keluarga merupakan kelompok pertama yang mengenalkan nilai-nilai
kebudayaan pada anak dan memegang peranan yang sangat penting dalam
pembentukan kepribadian anak. Karena disini orang tua mempunyai peranan dalam 2
hal pokok yaitu peran memelihara dan mendidik anak. Dalam peran memelihara ini
orang tua dituntut untuk memenuhi kebutuhan anak seperti pangan, sandang, papan
atau kebutuhan material lainnya.
Dalam mendidik anak, orang tua dapat memberikan pendidikan secara formal
maupun non formal seperti memberikan perhatian, kasih sayang, pengawasan dan
bimbingan. Dan hal ini hanya akan terwujud jika antara anak dan orang tua terjadi
xii
interaksi yang mendalam. Karena adanya interaksi dengan orang tua dan anak yang
tinggi anak akan menjadi lebih terbuka dengan orang tua sehingga mereka akan
merasa aman dan mempunyai pegangan dalam bertindak. Sedangkan dalam keluarga
yang intensitas interaksinya kurang atau orang tua dan anak maka hal ini akan
menyebabkan munculnya kenakalan anak, karena tidak mempunyai pegangan dan
kontrol dalam bersikap dan bertindak. Intensitas interaksi orang tua dapat terlihat dari
pola asuh orang tua yang diterapkan pada anak.
Dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, keluarga merupakan institusi
terkecil yang secara langsung dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi
dalam perekonomian suatu negara. Padahal jika dikaitkan dengan perkembangan
individu, setiap keluarga memiliki andil yang besar dalam proses kehidupan yang
berkaitan dengan peralihan status ekonomi. Hal ini menjadi ironi disebabkan sebagian
besar masyarakat Indonesia memiliki status ekonomi rendah. Keluarga yang memiliki
status ekonomi tertentu dapat dikatakan memiliki karakteristik tertentu pula.
Dikaitkan dengan status ekonomi keluarga memiliki peran penting. Keluarga dengan
status sosial ekonomi rendah memiliki tingkat pendapatan yang juga rendah,
kehilangan kesempatan kerja akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), serta
semakin tingginya harga barang-barang kebutuhan pokok semakin mempersulit
kehidupan mereka. Semakin tinggi status sosial ekonomi orang tua, maka semakin
positif sikap mereka terhadap pendidikan. sedangkan keluarga dengan status ekonomi
rendah cenderung memandang pendidikan secara negatif.
Faktor yang tidak kalah penting yang dapat mempengaruhi prestasi belajar
adalah status sosial ekonomi keluarga, yang merupakan kedudukan yang diatur secara
sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu didalam struktur sosial
masyarakat, pemberian posisi ini disertai pula dengan seperangkat hak dan
kewajiban. Untuk menentukan tinggi rendahnya status sosial ekonomi seseorang
dapat diukur dari ukuran kekayaan, kekuasaan, ukuran kehormatan dan ilmu
pengetahuan.
xiii
Keadaan sosial ekonomi keluarga mempunyai peranan terhadap prestasi
belajar anak disekolahnya. Bahwa dengan perekonomian yang cukup kepemilikan
materi yang dihadapi anak di dalam keluarganya akan lebih luas, ia mendapat
kesempatan untuk memperkembangkan bermacam-macam kecakapan yang lebih
luas. Selain kepemilikan materi, pendidikan orang tua juga berperan dalam
pendidikan anak, karena tinggi/rendah tingkat pendidikan yang dimilki atau dicapai
orang tua, dimungkinkan akan membawa pengaruh pada anak-anaknya. Keluarga
yang berlatar belakang pendidikan rendah akan cenderung lebih memusatkan
perhatian pada pemenuhan kebutuhan primer sedangkan keluarga yang berlatar
pendidikan tinggi akan lebih memusatkan perhatian pada pendidikan dan
perkembangan anak-anaknya. Orang tua yang hidup dalam status sosial ekonomi
serba cukup dan kurang mengalami tekanan-tekanan fundamental seperti memperoleh
nafkah hidupnya yang memadai. Orang tuanya dapat mencurahkan perhatian lebih
mendalam kepada pendidikan anaknya apabila ia tidak disulitkan dengan perkara
kebutuhan primer kehidupan manusia, sehingga status sosial keluarga memberi
dampak dalam kemajuan siswa dalam prestasi belajarnya.
Teori tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa dipengaruhi
oleh beberapa faktor, salah satunya adalah dari faktor keluarga. Keluarga yang
dimaksud adalah peran orang tua dalam mengasuh dan membesarkan anak, adapun
pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anak tidaklah sama sehingga
pola asuh yang diterapkan orang tua dapat terlihat pada prestasi belajar anak. Pola
asuh yang tepat dan status sosial ekonomi yang memadai akan memajukan potensi
prestasi belajar pada anak.
Bertitik dari pemikiran diatas peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut
apakah ada hubungan atara pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi dengan
prestasi belajar anak. Sehingga penulis mengambil judul: Hubungan Antara Pola
Asuh Orang Tua Dan Status Sosial Ekonomi Dengan Prestasi Belajar Sosiologi
Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010.
xiv
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas identifikasi masalah dapat
dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Suatu prestasi belajar dapat terwujud dengan usaha siswa dalam
memanfaatkan sumber belajar yang ada untuk menunjang kegiatan belajarnya.
2. Siswa yang memiliki motivasi berprestasi akan mempunyai tanggung jawab
yang besar dalam melakukan setiap perbuatan.
3. Adanya sarana dan prasarana yang memadai dapat menunjang siswa dalam
berprestasi.
4. Keluarga yang baik adalah merupakan tempat pendidikan yang baik bagi
anak.
5. Pola asuh orang tua merupakan faktor ekstern yang menetukan prestasi belajar
siswa.
6. Ada sebagian orang tua yang kurang memperhatikan cara mengasuh anak
yang baik, sehingga tahap perkembangan anak tidak diselesaikan dengan baik
pula.
7. Orang tua dengan status sosial ekonomi serba cukup akan mencurahkan
perhatian yang lebih mendalam kepada anak-anaknya.
8. Tinggi rendahnya status sosial ekonomi keluarga dapat diukur dari tingkat
pendidikan, pekerjaan, macam kebutuhan, kekayaan dan kekuasaan.
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah diatas jelas bahwa permasalahan yang terkait dengan
topik penelitian sangat luas. Karena banyaknya permasalahan yang terkait dengan
xv
prestasi belajar, maka peneliti akan memfokuskan penelitian ini pada masalah yang
berkaitan dengan pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan hasil identifikasi permasalahan diatas peneliti merumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua dan prestasi belajar sosiologi
siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010
2. Apakah ada hubungan antara status sosial ekonomi dan prestasi belajar sosiologi
siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010?
3. Apakah ada hubungan secara bersamaan pola asuh orang tua dan status sosial
ekonomi dengan prestasi belajar sosiologi siswa kelas X SMA Negeri 1
Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah untuk :
1. Mendiskripsikan hubungan pola asuh orang tua dengan prestasi belajar siswa
kelas X SMA Negeri
2. Mendiskripsikan hubungan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa
kelas X SMA Negeri
3. Mendiskripsikan hubungan antara pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi
dengan prestasi belajar siswa X SMA Negeri
F. Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui manfaat penelitian akan lebih terarah dan jelas. Adapun
manfaat penelitian ini adalah :
xvi
1. Manfaat teoritis
Memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu pengetahuan khususnya sosiologi
2. Manfaat Praktis
a) Bagi guru
Dapat memberikan perhatian yang lebih terarah bagi perkembangan siswanya.
b) Bagi orang tua
Dapat memberikan perhatian yang lebih terarah bagi perkembangan anak dan
dapat menerapkan pola asuh yang tepat dalam mendidik dan memelihara
anak-anaknya.
c) Bagi penulis
a. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana.
b. Menjadi acuan bagi penulis dalam menerapkan pola asuh yang tepat
nantinya.
c. Sebagai sarana untuk mengembangkan pengetahuan serta menambah
wawasan.
xvii
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Tentang Pola Asuh Orang Tua
a. Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Istilah pola asuh orang tua pada umumnya diartikan secara sederhana
yaitu sikap dan kebiasaan orang tua yang diterapkan dalam mengasuh dan
membesarkan anak dirumah. Sikap dan kebiasaan
yang dimaksud
menunjukkan adanya kecenderungan yang mengarah pada pola pengelolaan
dan perawatan terhadap anak didik sebagai usaha mencapai kebahagiaan
keluarga. Salah satu unsur pengelolaan kesejahteraan keluarga tampak bahwa
disetiap kampung atau desa diadakan kegiatan Pembinaan Keluarga Sejahtera
(PKK).
Menurut Sears dalam Aliah (1990: 40) dalam buku psikologi
pendidikan mengetengahkan bahwa “Pola asuh orang tua merupakan
cerminan interaksi orang tua dengan anak. Komunikasi ini melibatkan sikap,
nilai dan kepercayaan orang tua untuk memelihara anaknya.” Pendapat
tersebut dapat diartikan bahwa pola asuh merupakan cara yang digunakan
orang tua dalam mengasuh (merawat dan mendidik) anak-anaknya terutama
pada sikap, proses pengendalian, pemberian dorongan dan interaksi dalam
mengantarkan anaknya menjadi anak yang berguna. Singgih (2000: 55)
menyatakan
bahwa
“Pola
asuh
xviii
merupakan
perlakuan
orang
tua
memperhatikan keinginan anak.” Kekuasaan atau cara yang digunakan orang
tua cenderung mengarah pada pola asuh yang diterapkan. Lebih lanjut
ditegaskan oleh Sam Vaknin, Ph.D. (2009) mengatakan bahwa “parenting is
interaction between parent’s and children during their care”. Pernyataan
tersebut dapat diterjemahkan secara bebas bahwa pola asuh orang tua adalah
interaksi antara orang tua dengan anaknya selama mengadakan pengasuhan.
Maksud dari pengertian diatas adalah bahwa pola asuh orang tua adalah
perlakuan atau hubungan interaksi yang terjadi antara orang tua dengan
anaknya. Interaksi ini terjadi antara orang tua dengan anak dalam proses
membimbing, mendidik dan mengasuh. Hubungan disini dapat berupa
perlakuan yang diberikan orang tua dalam menunjukkan perhatian kepada
anak-anaknya. Dengan kata lain, bagaimana orang tua memahami keinginankeinginan anaknya dapat terlihat dari cara orang tua mengasuh anaknya.
Kegiatan pengasuhan ini dapat berupa cara-cara yang dilakukan oleh orang
tua untuk mengatur anak-anaknya yang dapat diwujudkan dengan cara
memberitahukan nilai atau hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh
anak.
(http://archive.constantcontact.com/fs056/1101439140372/archive/110210466
3935.html)
Kemudian menurut Turmudji : Pola asuh orang tua merupakan
interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan.
Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan
serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan normanorma
yang
ada
dalam
masyarakat
(Turmudji,
2006).
(http://s10.histats.com/301.swf)
Adapun Eunike R.D.S juga mengemukakan tentang pengertian pola
asuh tua adalah cara yang digunakan orang tua dalam mengasuh anakanaknya yang dianggap paling tepat dan sesuai dengan cita-citanya dalam
xix
mengantar anak-anaknya menjadi manusia yang mandiri dan berguna bagi
keluarga, masyarakat dan Negara (Eunike R.D.S 2008 : 14).
Dalam skripsinya Toma Arfiantoro mendefinisikan pola asuh orang
tua adalah tata cara orang tua dalam memperlakukan anaknya yang diterapkan
dalam usaha memelihara, membimbing, melindungi dan mendidik anak
(Toma Arfiantoro 2007 : 22).
Dari rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang
dimaksud adalah : pola asuh pada dasarnya merupakan sikap, cara dan
kebiasaan orang tua yang diterapkan untuk mengasuh, memelihara dan
membesarkan anak dilingkungan keluarga. Sikap dan kebiasaan ini secara
konsisten cenderung mengarah pada pola tertentu selaras dengan wawasan
orang tua sebagai pimpinan dan nakhoda dilingkungan keluarga.
b. Bentuk-Bentuk pola asuh orang tua
Menanamkan nilai-nilai positif kepada anak, masing-masing orang tua
mempunyai metode untuk menetapkan bimbingannya atau menerapkan pola
asuh yang berbeda-beda. Pola asuh orang tua merupakan factor yang paling
banyak
memberikan
sumbangan
dalam
menentukan
perkembangan
kepribadian anak. Oleh karena itu keberhasilan orang tua dalam mengasuh
dan mendidik anak tergantung dari bagaimana cara yang digunakan oleh
orang tua dalam memberikan perlakuan atau asuhan kepada anaknya. Untuk
itu perlu adanya pengetahuan mengenai bentuk-bentuk pola asuh dari orang
tua.
Pola asuh yang pokok atau ekstrem ada tiga yaitu (1) otoriter (2)
demokratis (3) laissez faire. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh
Elizabeth B. Hurlock terjemahan Meitasari Tjandrasa (1999 : 93)
mengemukakan pola asuh orang tua dibedakan atas :
1) Otoriter yaitu pola asuh orang tua yang mendasarkan pada aturan yang
berlaku dan memaksa anak untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai
dengan keinginan orang tua.
xx
2) Demokratis yaitu pola asuh orang tua yang ditandai sikap orang tua
yang mau menerima, responsif dan sangat memeperhatikan kebutuhan
anak dengan disertai pembatasan yang terkontrol.
3) Laissez faire yaitu pola asuh orang tua yang memberikan kebebasan
penuh kepada anaknya untuk membuat keputusan sendiri sesuai
dengan keinginan dan kemauannya, ini mengarah pada sikap acuh tak
acuh orang tua terhadap anak.
Untuk lebih jelasnya bentuk pola asuh orang tua diatas dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1) Pola Asuh Otoriter
a) Pengertian
Pola asuh otoriter berasal dari kata authoritarium yang artinya
kepatuhan yang mutlak. Pengertian dari pola asuh otoriter adalah :
“Pola asuh yang mendasarkan pada aturan yang kaku dan memaksa
anak untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan keinginan
orang tua sehingga kebebasan anak untuk bertindak sesuai dengan
keinginan diri sendiri sangat terbatas” (Hurlock, 2004: 125).
Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa pola asuh otoriter
merupakan pola asuh dimana orang tua memaksakan kehendaknya,
anak tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya
sehingga orang tua menentukan segala sesuatu. Baumrind (dalam
Hetherington dan Parke 2000: 66) menyatakan bahwa :
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang mendasari pada sikap
orang tua yang terlalu mengontrol anak dengan sedikit kasih
sayang dan tanpa adanya kehangatan dalam rumah sehingga
tidak mendasar pada aspek kedewasaan edukatif dalam
membimbing anak.
Pendapat tersebut dapat ditarik suatu pengertian bahwa pola
asuh otoriter pada dasarnya merupakan pola asuh dimana orang tua
terlalu mengontrol anak-anaknya namun tidak memberikan perhatian
xxi
dan kasih sayang yang cukup pada anak-anaknya dan tidak
mengandung aspek pendidikan pada anak-anaknya.
Dalam pola asuh ini orang tua memiliki peraturan yang kaku
dalam mengasuh anak-anaknya dan membatasi anak untuk bersikap
dan bertingkah laku sesuai kehendak orang tuanya tidak ada kebebasan
dan tidak ada komunikasi timbal balik. Orang tua tidak mendorong
anak untuk membuat peraturan sendiri tetapi menentukan bagaimana
harus berbuat. Setiap pelanggaran baik besar atau kecil selalu diberi
hukuman.
b) Ciri Pola Asuh Otoriter
(1) Ditandai dengan adanya pandangan orang tua yang selalu
menganggap anak sebagai anak kecil yang harus diatur orang tua
dan anak harus patuh seutuhnya, jika anak ingin menjadi anak
baik.
(2) Lebih sering menggunakan hukuman dari pada penghargaan
terhadap perilaku anak, hukuman yang diterapkan dalam pola asuh
ini lebih menggunakan hukuman badan/fisik dari pada hukuman
psikis.
(3) Adanya peraturan yang kaku dan tidak memberikan kesempatan
anak untuk bebas bertindak, kecuali sesuai dengan standar yang
telah ditentukan oleh orang tua.
(4) Komunikasi yang terjadi adalah komunikasi satu arah yang
didominasi para orang tua sehingga jarang terjadi dialog dalam
keluarga, kalau ada lebih berupa larangan, perintah, ataupun
kontrol yang tak dapat dibantah.
c) Dampak Pola Asuh Otoriter terhadap Anak
Pola asuh otoriter akan mengakibatkan anak tumbuh dalam
keluarga yang penuh permusuhan dan pola asuh ini akan lebih
meninggalkan bekas pada perilaku anak dan kepribadian anak. Walau
xxii
terlihat wajar namun dibalik anak terhadap orang tuanya yang
mendidik terlalu keras akan tersimpan kekesalan yang terus
menumpuk, sehingga akan meledak suatu saat. Selanjutnya anak akan
melakukan hal-hal yang tidak semestinya.
Hal tersebut sama dengan pendapat Hurlock (1999: 61) tentang
dampak dari pola asuh semacam ini ; “Anak yang di asuh dengan pola
asuh otoriter merasa bahwa dunia itu penuh permusuhan dan selalu
berperilaku sesuai dengan perasaan itu”. Karena cara mengasuh orang
tua sangat keras dan tanpa toleransi anak menjadi menganggap dunia
ini penuh dengan permusuhan dan sama sekali tidak ada kasih sayang.
Anak tidak pernah diberi kesempatan berpendapat di rumah sehingga
melampiaskan di luar rumah dan sering bersikap agresif.
Pola asuh otoriter ini tepat diterapkan ketika anak masih kecil
(balita) karena dalam usia itu anak belum mengerti benar dan salah,
belum mengenal lingkungan dan juga belum dapat berpikir. Sehingga
orang tua wajib melarang apapun yang dianggap membahayakan jiwa
anak.
2) Pola Asuh Demokratis
a) Pengertian Pola Asuh Demokratis
Menurut Baumrind dalam Hetherington dan Parke (2000: 38) pola
asuh demokratis adalah : “Pola asuh orang tua yang ditandai dengan sifat
orang tua yang mau menerima, responsif, dan sangat memperhatikan
kebutuhan anak yang disertai tuntutan kontrol dan pembatasan”. Pada pola
asuh ini orang tua memberikan kasih sayang dan perhatian yang cukup
pada anak.
Orang tua menggunakan diskusi, penjelasan dan alasan yang
membantu anak agar mengerti mengapa ia diminta untuk mematuhi suatu
aturan. Pola ini lebih memusatkan perhatian pendidikan dari pada aspek
xxiii
hukuman, orang tua memberikan aturan luas serta memberikan penjelasan
tentang sebab diberikannya hukuman serta imbalan tersebut.
b) Ciri dan Sifat Pola Asuh Demokratis
(1) Orang tua memandang anak sebagai individu yang sedang tumbuh
dan berkembang serta mempunyai inisiatif sendiri.
(2) Orang tua bersikap membimbing dengan memberikan penjelasan,
pengertian
dan
penalaran
untuk
membantu
anak
dalam
menentukan dirinya.
(3) Adanya sikap penerimaan orang tua, responsif dan sangat
memperhatikan kebutuhan anaknya disertai pembatasan yang
wajar sehingga anak diberi kekuasaan untuk menyampaikan
masalahnya.
(4) Komunikasi terjadi dua arah, komunikasi dapat berjalan sangat
akrab, lancar dan banyak sekali proses diskusi antar anak dan
orang tua.
(5) Adanya pandangan orang tua yang menganggap anak sebagai
individu sehingga mereka lebih bersifat terbuka, pengambilan
keputusan dalam pembentukan aturan keluarga berdasarkan pada
konsensus bersama.
c) Dampak Pola Asuh Demokratis
Dengan penerapan pola asuh yang demokratis, anak akan
mengalami penyesuaian diri dan sosial yang baik. Seperti pendapat
Baumrind (dalam Hetherington dan Parke, 2000: 92) “…pola asuh
demokratis dapat memberikan kesempatan pada anak untuk mengenal dan
mengerti pada lingkungannya serta dapat meningkatkan hubungan
intrapersonal mereka tanpa ada perasaan cemas dan emosi”.
xxiv
Selain berdampak pada penyesuaian diri dan sosial, pola asuh ini
juga berdampak pada perkembangan kondisi anak. Anak akan lebih
mandiri berpikir penuh inisiatif dalam tindakannya, memiliki konsep diri
yang sehat, positif dan penuh rasa percaya diri yang direfleksikan pada
perilaku yang aktif, terbuka dan spontan. Kebebasan yang ada dalam
keluarga dapat menjadikan anak mempunyai sifat kerja sama yang baik
dan memiliki pengendalian diri yang lebih baik, kreatifitas lebih besar dan
bersifat ramah kepada orang lain sehingga dalam lingkungan sekolahnya
dapat bersosialisasi dengan baik.
Pola asuh ini sangat tepat diterapkan pada anak ketika anak
menginjak masa remaja karena dalam masa remaja terjadi peralihan dari
masa kanak-kanak ke dewasa sehingga dalam diri anak muncul banyak
sekali goncangan-goncangan akibat belum sempurnanya perkembangan
fisik dan psikis pada anak. Anak cenderung keinginan melawan terhadap
orang tua harus menggunakan pola asuh demokratis sehingga dimata anak
orang tua bukanlah sesuatu yang menakutkan tetapi sebagai seorang
sahabat yang mengerti dirinya.
3) Pola Asuh Laissez-Faire (Liberal)
a) Pengertian Pola Asuh Orang tua Yang Laissez-Faire (Liberal)
Pola asuh ini terlihat pada sikap orang tua yang memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk menentukan tingkah
lakunya sendiri yang dianggap benar oleh anak tanpa adanya kendali dari
orang tua. Anak sedikit sekali dituntut suatu tanggung jawab dan
kewajiban. Dengan kata lain orang tua seakan acuh tak acuh melepas
tanggung jawab terhadap apa yang dilakukan anak.
xxv
Menurut pendapat Singgih (1991: 81) menyatakan bahwa :
“Pimpinan dari orang tua yang Laissez Faire kurang begitu tegas”. Anak
menentukan sendiri apa yang dikehendaki, orang tua tidak menggunakan
fungsinya sebagai pimpinan yang mempunyai kewibawaan”.
Menurut Nurbani Yusuf (1998: 76) tipe kepemimipinan laissez
faire adalah “Merupakan sikap dimana orang tua selalu memberikan
kebebasan kepada anak tanpa ada norma tertentu yang harus ditakuti”.
Jadi tipe kepemimipinan laissez faire merupakan
pola kepemimpinan
dimana orang tua memberikan kebebasan sepenuhnya pada anak tanpa
memberikan aturan atau larangan pada anak bertindak atau mengambil
keputusan
sesuai
keinginannya.
Menurut
Gerungan
(2000:
41)
menjelaskan bahwa “pada kepemimpinan laissez faire pemimpin bertindak
acuh tak acuh dan menyerahkan penentuan segala cara, penentuan tujuan,
kegiatan cara-cara pelaksanaan dan lain-lain kepada anggota kelompok
sendiri”. Dari pendapat Gerungan dapat ditarik suatu pengertian bahwa
pemimpin bersikap acuh dan menyerahkan segala keputusan kepada
anggota kelompok tanpa memberikan pengarahan, pemimpin hampir tidak
memberikan nasehat dan bertindak seperti seorang yang hanya datang
untuk melihat-lihat apa yang dilakukannya dalam kelompoknya.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa pola asuh laissez faire adalah pola asuh yang mendasarkan pada
kebebasan anak dalam mengungkapkan keinginan dan kemauannya
sendiri serta diijinkan membuat keputusan sendiri tanpa ada bimbingan
dari orang tua, sehingga dapat dikatakan pola asuh ini adalah pola asuh
yang acuh tak acuh pada anak. Dapat pula dikatakan pola asuh dimana
orang tua memberikan kebebasan sepenuhnya dan anak diijinkan
membuat keputusan sendiri tentang langkah apa yang akan dilakukan
orang tua tidak pernah memberikan penjelasan dan pengarahan kepada
anak tentang apa yang sebaiknya dilakukan anak. Dalam pola asuh laissez
xxvi
faire hampir tidak ada komunikasi antara anak dan orang tua serta tidak
ada disiplin sama sekali.
b) Ciri-ciri Pola Asuh Laissez Faire
(1) Orang tua menuruti kemauan anak baik yang bersifat positif
maupun negatif.
(2) Orang tua juga cenderung sangat memanjakan sehingga dalam
keluarga tidak ada peraturan, hukuman maupun disiplin seperti
yang diterapkan dalam pola asuh otoriter dan demokratis.
(3) Komunikasi terjadi satu arah yang didominasi anak yang berupa
permintaan-permintaan,
pengaduan
atau
rajukan
agar
permintaannya dikabulkan orang tuannya.
(4) Dalam pola asuh ini semua kebutuhan anak akan selalu dituruti
atau dengan kata lain orang tua selalu menuruti permintaan anak
walau sebenarnya permintaannya tidak begitu berguna.
(5) Anak dibiarkan bebas berpendapat dan berperilaku berkembang
tanpa bimbingan orang tua.
c) Dampak Pola Asuh Laissez Faire
Anak yang berkembang dalam pola asuh laissez faire akan
mengalami dampak-dampak seperti berikut :
(1) Mengalami ketidak matangan mental dalam tindakannya.
(2) Tidak bisa mandiri, suka memerintah orang lain untuk semua
keinginannya.
(3) Selalu tergantung pada peranan orang tua.
(4) Merasa tidak aman berada pada lingkungannya.
(5) Anak menjadi tertutup
(6) Tidak suka bekerja sama dengan orang lain.
(7) Menganggap remeh orang lain.
Pola asuh ini sangat tepat jika diterapkan ketika anak mulai
meninggalkan masa balita dan memasuki masa kanak-kanak. Karena
xxvii
pada masa kanak-kanak seorang anak tidak begitu memperhatikan
peraturan dan hukuman bagi mereka kanak-kanak adalah masa yang
paling indah karena setiap orang pasti akan memanjakannya. Orang
tua akan selalu menuruti kemauan dan memanjakan anak.
c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua
Orang tua yang menerapkan pola asuh terhadap anak, belum tentu
menggunakan satu pola asuh saja. Ada kemungkinan menggunakan ketiga
sekaligus atau bergantian. Walaupun demikian ada kecenderungan orang tua
untuk lebih menyukai atau sering menggunakan pola asuh tertentu. Menurut
R. Diniarti F. Soe’oed yang dikutip T.O. Ihromi (1999: 52) faktor yang
mempengaruhi pola asuh adalah :
1) Usia dari orang tua
2) Menyamakan pola yang dianggap paling baik oleh masyarakat sekitar
3) Kursus-kursus
4) Jenis kelamin orang tua
5) Status sosial ekonomi
6) Konsep peranan orang tua
7) Jenis kelamin anak
8) Usia anak
9) Kondisi anak
Afifudin (1999: 87) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi perlakuan atau pola asuh orang tua terhadap anak adalah :
1) Faktor sosial ekonomi orang tua
2) Faktor pendidikan orang tua
3) Faktor lingkungan masyarakat
4) Faktor kepercayaan orang tua
Menurut Mussen (1997: 102) faktor-faktor yang mempengaruhi pola
asuh orang tua adalah :
1) Faktor nilai yang dianut orang tua
xxviii
2) Faktor kepribadian orang tua
3) Faktor tingkat pendidikan orang tua
4) Faktor sosial ekonomi
Sedangkan menutut AN. Markum (1999: 49) faktor-faktor yang
mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anak adalah :
1) Faktor bawaan anak
2) Faktor kebiasaan orang tua mereka
3) Faktor kepribadian orang tua
Elizabeth B Hurlock alih bahasa Meitasari Tjandrasa (1999: 95)
mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua adalah
sebagai berikut :
1) Kesamaan dengan gaya kepemimpinan yang digunakan orang tua
2) Penyesuaian dengan cara yang disetujui kelompok
3) Usia orang tua
4) Pendidikan untuk menjadi orang tua
5) Jenis kelamin orang tua
6) Status sosial ekonomi
7) Konsep mengenai peran orang tua dewasa
8) Jenis kelamin anak
9) Situasi
10) Usia anak
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pola asuh orang tua
tersebut dapat penulis jelaskan sebagai berikut :
1) Kesamaan dengan gaya kepemimpinan yang digunakan orang tua
Orang tua akan mendidik anak mereka seperti bagaimana orang tuanya
dulu mendidik mereka. Apa yang didapatnya dari orang tua mereka dulu
akan diberikan kepada anak-anaknya. Kebanyakan orang tua
akan
melakukan dan meniru apa dan bagaimana orang tua mereka dulu
memperlakukan mereka.
2) Penyesuaian dengan cara yang disetujui kelompok
xxix
Semua orang tua baik yang muda ataupun yang sudah berpengalaman,
terutama orang tua yang berada di pedesaan akan lebih dipengaruhi
anggota kelompok dari pada pendirian mereka. Hal ini karena mereka
cenderung menerapkan pola asuh yang dianggap baik oleh masyarakat
dari pada keyakinannya sendiri. Walaupun pada dasarnya pola asuh yang
digunakan oleh masyarakat belum tentu cocok dan sesuai apabila
diterapkan kepada anaknya.
3) Usia orang tua
Usia orang tua akan mempengaruhi bagaiman cara mendidik dan
mengasuh anak-anak mereka. Hal ini dipengaruhi oleh kematangan
berfikir dan menentukan keputusan. Orang tua yang masih muda memiliki
kecenderungan untuk memaksakan kehendaknya terhadap anak karena
dimungkinkan mereka belum berpengalaman dalam mendidik anak-anak
mereka. Namun semakin tua atau semakin matang usia seseorang sebagai
orang tua maka cara berfikirnyapun semakin bijaksana, sehingga dapat
memperlakukan dan memahami apa yang dibutuhkan oleh seorang anak.
4) Pendidikan untuk menjadi orang tua
Orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung akan lebih luwes dan
pola asuh yang mereka gunakan disesuaikan dengan perkembangan anak.
Sedangkan orang tua yang berpendidikan rendah akan lebih kolot dan
mendominasi anak karena kurangnya pengetahuan orang tua tentang
tumbuh kembang anak-anak. Selain itu, orang tua yang telah mendapat
kursus mengasuh anak dan mengerti kebutuhan anak akan lebih
menggunakan gaya demokratis dibandingkan orang tua yang tidak
mendapatkan pelatihan sebelumnya.
5) Jenis kelamin orang tua
Orang tua menurut Soedomo Hadi (2003: 22) adalah ayah dan ibu
yang menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Pada
umumnya seorang ibu akan lebih dekat dengan anak dan lebih mengerti
xxx
kebutuhan anak sehingga cenderung kurang otoriter dibandingkan seorang
ayah. Peran ibu disini seperti teman bagi anak dibanding peran ayah.
Karena seorang ibu lebih banyak dijadikan sebagai tumpuan kasih sayang
sedangkan ayah adalah seorang pemimpin yang dengan ketegasannya
dapat menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya.
6) Status sosial ekonomi
Orang tua yang berada pada status sosial menengah keatas akan
cenderung lebih menyukai gaya demokratis, lain hanya dengan orang tua
yang berasal dari kelas menengah kebawah, mereka akan cenderung lebih
keras tetapi mereka lebih konsisten. Seorang anak yang berasal dari
keluarga ekonomi menengah keatas lebih cenderung dimanja dan apapun
yang dibutuhkan dan apa yang diinginkannya akan terpenuhi. Lain halnya
dengan seorang anak yang berasal dari keluarga ekonomi menengah
kebawah. Mereka cenderung dididik untuk dapat mandiri dan mampu.
Jadi status ekonomi dapat juga menentukan pola pengasuhan, dimana
status sosial ekonomi mengarah pada terwujudnya cita-cita orang tua dan
anak.
7) Konsep mengenai peran orang tua dewasa
Orang tua yang selalu beranggapan bahwa anak-anak harus tunduk dan
patuh terhadap peraturan yang ditentukan oleh orang dewasa akan
memiliki kecenderungan untuk otoriter. Lain halnya dengan orang tua
yang memahami peranannya sebagai orang tua, bukan untuk memaksakan
namun lebih untuk mendidik dan membimbing maka ia akan cenderung
demokratis. Namun ada sebagian orang tua yang keliru dalam memahami
konsep peran orang tua terhadap anak. Apabila kekeliruan konsep
mengenai peran orang dewasa ini terus berlanjut maka anak tidak akan
memiliki kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. Konsep seperti
ini masih berlaku pada masyarakat tradisional.
8) Jenis kelamin anak
xxxi
Orang tua pada umumnya lebih keras terhadap anak perempuan dan
memberi perlindungan yang lebih dari pada anak laki-laki. Hal ini
berkaitan dengan kodrat antara laki-laki dan perempuan. Perempuan
dianggap lebih penting untuk dilindungi karena seorang perempuan
diibaratkan sebagai bola kaca. Apabila bola itu pecah maka tidak akan
dapat dikembalikan seperti semula, artinya bahwa apabila seorang
perempuan sampai ternoda maka ia tidak akan dapat dikembalikan seperti
semula. Oleh karena itu, seorang anak perempuan membutuhkan
perlindungan yang lebih dibandingkan dengan anak laki-laki.
9) Situasi
Dalam menggunakan pola asuh kadangkala orang tua menggunakan
beberapa tipe pola asuh. Hal ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi
yang sedang berlangsung. Ada saat-saat tertentu orang tua harus
menggunakan pola asuh otoriter kepada anaknya, misalnya ketika si anak
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Namun ada saatnya
pula orang tua perlu memberikan kesempatan kepada anaknya untuk
mengemukakan
pendapat
dan
keinginannya.
Dengan
kata
lain,
penggunaan pola asuh orang tua harus melihat dan memperhatikan situasi
yang sedang berlangsung.
10) Usia anak
Penggunaan pola asuh untuk anak harus disesuaikan dengan usia anak,
karena
kemampuan
berfikir
anak
dipengaruhi
oleh
usia
atau
perkembangan anak itu sendiri. Untuk anak yang masih kecil, lebih cocok
menggunakan pola asuh otoriter karena orang tua merasa anak kecil belum
dapat berfikir dan belum mengetahui hal-hal yang boleh dan tidak boleh
dilakukannya. Namun apabila anak sudah beranjak dewasa maka orang
tua harus menyesuaikan pola asuh yang digunakan, karena pemikiran dan
kebutuhan anak dipengaruhi oleh perkembangannya.
2. Tinjauan Tentang Status Sosial Ekonomi
xxxii
Membahas mengenai status sosial ekonomi tidak dapat dilepaskan dari adanya
stratifikasi sosial yang ada didalam masyarakat selama dalam masyarakat ada sesuatu
yang dihargai oleh masyarakat tersebut, maka hal ini merupakan bibit yang dapat
menumbuhkan
adanya
status
yang
berlapis-lapis
dalam
masyarakat
yang
bersangkutan.
Dengan demikian stratifikasi sosial merupakan pembagaian masyarakat secara
hierarkis, yang didasarkan pada pemilikan atau penguasaan terhadap berbagai hal
yang dianggap bernilai didalam masyarakat. Kelompok-kelompok social yang
tersusun secara hierarkis ini biasanya disebut kelas social. Sistem pelapisan sosial ini
menunjukkan tinggi rendahnya kedudukan atau status seseorang dimata masyrakat.
Barang siapa yang memiliki sesuatu yang berharga didalam jumlah yang banyak
dianggap oleh masyarakat berkedudukan dalam lapisan atas, mereka yang memilki
sedikit sekali atau sama sekali tidak memilki sesuatu yang berharga tersebut dalam
pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah.
a. Pengertian Status Sosial Ekonomi
1) Status
Lapisan masyarakat dalam teori-teori sosiologi memiliki unsur-unsur
yaitu status (kedudukan) dan peranan (role). Soerjono Soekanto
mendefinisikan status sebagai tempat atau posisi seseorang didalam suatu
kelompok sosial, sehubungan dengan orang-orang lainnya dalam
kelompok sosial tersebut atau suatu kelompok dengan kelompok lainnya
di dalam kelompok yang lebih besar (Soerjono Soekanto, 1990: 293). Jadi
status tersebut ada jika dikaitkan dengan hubungan dalam masyarakat
maupun lingkungannya.
Menurut tinjauan kamus besar bahasa Indonesia (2008: 1338) secara
harafiah status memilki difinisi keadaan atau kedudukan (seseorang, atau
badan dan sebagainya) dalam hubungan dengan masyarakat sekelilingnya.
Ada gambaran bahwa status seseorang adalah kedudukannya atau posisi
seseorang dalam suatu kelompok sehubungan dengan orang-orang lainnya
xxxiii
atau masyarakat sekelilingnya dimana ia berada dan disitulah ia
bergantung dengan orang-orang disekitarnya.
Menurut Phil Astrid S. Susanto (1999: 75) “Status adalah merupakan
kedudukan obyektif yang memberi hak dan kewajiban kepada yang
menempati kedudukan tadi”. Pendapat Astrid pada intinya status
merupakan posisi seseorang yang menuntut adanya hak dan kewajiban
bagi yang menempati kedudukan tersebut.
Pengertian diatas dapat diartikan bahwa status adalah keadaan atau
kedudukan seseorang dalam kelompoknya yang membedakan martabat
dari orang satu terhadap lainnya.
2) Sosial
Sosial dalam bahasa latin berasal dari socius yang berarti kawan atau
teman dan sociates yang berarti masyarakat. Uraian diatas menjelaskan
bahwa manusia tak lepas dari kehidupannya berteman atau bermasyarakat.
Sebagai makhluk sosial maka ia akan berintegrasi dengan lingkungan
yang ada disekelilingnya dan keluarga merupakan bentuk sosial pertama
kehidupan anak dimana didalamnya akan terbentuk adanya situasi sosial.
Oleh Gerungan (2000: 72) dijelaskan bahwa “yang diamaksud sosial
adalah situasi dimana saling hubungan antara manusia satu dengan lain”.
Pendapat Gerungan dapat diartikan bahwa suatu kondisi atau situasi
dimana ada interaksi atau hubungan antara manusia.
Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sosial adalah situasi
dimana saling berhubungan antara manusia yang satu dengan manusia
lain.
3) Status Sosial
Soerjono Soekanto, (2002: 264-265) “mengartikan status sosial
sebagai tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan
dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya
dan hak-hak serta kewajibannya”. Ralph Linton mendefinisikan status
xxxiv
sosial adalah sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki seseorang
dalam masyarakatnya (www.organisasi.org).
Orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih
tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status
sosialnya rendah.
Status sosial tidak semata-mata kumpulan kedudukan seseorang dalam
kelompok-kelompok
kedudukan
seseorang
berbeda.
dalam
Dengan
demikian
masyarakat
maka
semakin
tinggi
semakin
tinggi
penghargaan maupun kewajibannya dalam masyarakat. Peranan dan status
itu saling kait-mengkait, karena status adalah kedudukan yang
memberikan hak dan kewajiban. Sedangkan kedua unsur ini tidak ada
artinya kalau tidak dipergunakan karena status merupakan kedudukan
obyektif yang memberikan hak dan kewajiban pada yang menempati
kedudukan tadi.
4) Ekonomi
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah
adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas
dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu
kemudian
menyebabkan
timbulnya
kelangkaan
(http://info.g-
excess.com/id/info/EkonomiPengertian.info)
Tentang ilmu ekonomi Gerardo P Sicat & H.W Ardnt (1990: 4)
menjelaskan sebagai berikut : “sebagai studi mengenai berbagai hal yang
berkaitan dengan kesejahteraan material manusia.” Pendapat tersebut
dapat diartikan bahwa berbagai hal yang menyangkut semua kebutuhan
materi manusia. Ekonomi adalah pengetahuan mengenai peristiwa dan
persoalan yang berkaitan dengan upaya manusia secara perseorangan
(pribadi), kelompok (keluarga, suku, bangsa, oragnisasi) dalam memenuhi
xxxv
kebutuhan yang tidak terbatas dihadapkan pada sumber yang terbatas
(kelangkaan).
Dari urian diatas dapat disimpulkan menurut Fs, Chapin (1928) status sosial
ekonami sebagai “ posisi yang ditempati individu atau keluarga berkenaan dengan
ukuran rata-rata yang umum berlaku tentang pemilikan cultural, pendapatan efektif,
pemilikan barang-barang dan partisipasi
dalam aktivitas kelompok dari
komunitasnya”.
b. Tingkat Status Sosial Ekonomi
Dalam kehidupan di masyarakat kondisi sosial ekonomi masingmasing keluarga tentu berbeda dengan lainnya. Tidak ada lapisan masyarakat
yang homogen atau serba sama. Dalam masyarakat terdapat lapisan-lapisan
masyarakat yang dapat membedakan satu dengan yang lain. Soerjono
Soekanto (2002: 255) dalam bukunya Sosiologi suatu pengantar membedakan
masyarakat menjadi 3 golongan dalam bentuk segitiga bertingkat sebagai
berikut :
Upper Class (lapisan atas)
Middle Class (Lapisan Menengah)
Lower class ( Lapisan bawah)
Dapat diuraikan bahwa status sosial ekonomi adalah tingktan,
kedudukan keluarga yang diberikan oleh kelompok masyarkat atau suatu
kebudayaan tertentu. Tingkat atau kedudukan tersebut ditentukan oleh
kekayaan, pekerjaan, pendidikan dan kelas sosial.
xxxvi
Disini dapat digaris bawahi bahwa status sosial ekonomi dapat
membedakan antara satu dengan yang lainnya. Menurut Soerjono Soekanto
(2002: 237), status sosial ekonomi seseorang dapat diukur dari :
1) Ukuran kekayaan
adalah harta benda atau materi yang dimiliki seseorang. Barangsiapa
memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam lapisan teratas.
Kekayaan tersebut misalnya, dapat dilihat pada bentuk rumah yang
bersangkutan, mobil pribadinya, cara-caranya mempergunakan pakaian
serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja barangbarang mahal dan seterusnya.
2) Ukuran kekuasaan
adalah wewenang atau kewenangan seseorang yang dimilikinya karena
kedudukan
dalam
masyarakat,
lembaga
atau
perusahaan
yang
dipimpinnya. Atau dengan kata lain barangsiapa memiliki kekuasaan atau
yang mempunyai wewenang terbesar menempati lapisan atas.
3) Ukuran kehormatan
adalah kewibawaan yang dimiliki oleh seseorang karena pembawaan atau
kedudukan atau hal lain yang dianggap oleh orang lain sesuatu yang
terpandang.
4) Ukuran ilmu pengetahuan
adalah tingkat pendidikan seseorang, baik pendidikan formal maupun
informal.
Telah dikemukakan diatas bahwa berbagai negara mempunyai sistem
pelapisan sosial termasuk Indonesia, meskipun tidak kelihatan secara tegas.
Stratifikasi sosial dalam masyarakat Indonesia tampak sangat jelas pada
zaman feodal dan kolonial terutama berdasarkan keturunan. Setelah
xxxvii
kemerdekaan terbentuk stratifikasi sosial lain dalam masyarakat Indonesia
yang berdasarkan kedudukan, sumber pendapatan, pendidikan dan lain
sebagainya.
Dalam penelitian ini status sosial ekonomi keluarga dibedakan
menjadi tiga tingkat yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Sedangkan kriteria yang
digunakan untuk membedakan yaitu didasarkan atas tingkat pendidikan,
pekerjaan, pendapatan atau penghasilan orang tua, materi kekayaan yang
dimilki serta kehormatan atau kedudukan orang tua dalam masyarakat.
Kriteria ini didasarkan pada suatu pertimbangan bahwa tingkat pendidikan
seseorang akan mempunyai kecenderungan untuk mempengaruhi bidang
lainnya, misalnya seorang yang berpendidikan tinggi akan cenderung untuk
menduduki jabatan atau kedudukan yang tinggi pula. Dengan jabatan yang
tinggi, maka seseorang juga akan mendapatkan imbalan yang tinggi sehingga
pendapatan ataupun kekayaannya akan semakin bertambah.
Penggolongan status sosial ekonomi keluarga bersifat relatif, sebab
tidak, merupakan suatu jaminan utama bahwa seseorang yang berpendidikan
tinggi akan menduduki jabatan tinggi, bahkan tidak sedikit orang yang
berpendidikan rendah tetapi mempunyai status yang tinggi dalam masyarakat.
Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor keturunan atau faktor kekayaan.
Bertitik tolak dari pendapat diatas, bahwa untuk mengukur tinggi
rendahnya status sosial ekonomi keluarga atau orang tua yaitu : pendidikan
orang tua, pekerjaan, dan penghasilan keluarga, pemilikan barang/kekayaan,
jumlah anggota keluarga dan macam kebutuhannya. Aspek-aspek tersebut
tidak dapat berdiri sendiri, artinya bahwa untuk menetapkan tingkat atau
status sosial ekonomi masing-masing keluarga kita tidak hanya melihat satu
aspek saja. Melainkan kita harus menghubungkan satu aspek dengan aspek
yang lain. Pendidikan orang tua, tinggi rendahnya tingkat pendidikan yang
dimilki atau dicapai oleh orang tua dimungkinkan akan membawa pengaruh
pada anak-anaknya. Pekerjaan orang tua dan penghasilan keluarga
xxxviii
menentukan terpenuhi atau tidaknya kebutuhan keluarga. Sedangkan materi
atau kekayaan merupakan petunjuk tingkat kemakmuran suatu keluarga.
c. Peranan Status Sosial Ekonomi
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia senatiasa tak lepas dari
kehidupan dilingkungan dimana ia berada, baik lingkungan fisik, psikis
mapun spiritual, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat.
Besarnya pengaruh keluarga terhadap anak tidaklah sukar dimengerti karena
keluarga merupakan institusi sosial pertama dalam kehidupan seseorang.
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan seseorang.
Keluarga memang memberikan pengaruh yang paling besar dalam
pembentukan kepribadian anak. Dalam pembentukan pribadi seseorang
dipengaruhi oleh kehidupan seseorang dimana ia tinggal dan bermasyarakat.
Status sosial ekonomi mempunyai pengaruh cukup besar dalam
perkembangan pendidikan anak-anaknya. Dapat diasumsikan, misalnya yang
status sosial ekonominya berkecukupan akan cenderung menyekolahkan anakanaknya sampai keperguruan tinggi. Disamping itu pemberian fasilitas belajar
juga cukup. Sebaliknya keluarga yang mempunyai status sosial ekonomi
rendah mereka mempunyai kecenderungan kurang memperhatikan anakanaknya, apalagi memberikan fasilitas belajar yang memadai. Hal ini
dimungkinkan karena mereka cenderung mempunyai latar belakang
pendidikan rendah, disamping lebih mementingkan untuk pemenuhan
kebutuhan primernya. Padahal fasilitas belajar anak sangat penting bagi
keberhasilan belajarnya. Meskipun asumsi diatas tidak mesti benar karena
perkembangan pendidikan anak banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Faktor ekonomi juga sangat berpengaruh terhadap kehidupan rumah
tangga karena status sosial ekonomi sangat berpangaruh terhadap gaya hidup
yang
mereka
tampilkan.
Keluarga
yang
ekonominya
kekurangan
kemungkinan akan menyebabkan anak-anaknya kekurangan gizi dan
kebutuhan-kebutuhan anak-anaknya kurang terpenuhi.
xxxix
Asumsi diatas juga didukung oleh pendapat Gerungan (2000: 181)
yang mengatakan bahwa “Keluarga yang berada dalam status sosial ekonomi
serba kecukupan, maka orang tua mencurahkan perhatiannya lebih mendalam
kepada pendidikan anak-anaknya. Mereka tidak disulitkan perkara-perkara
kebutuhan primer”. Status sosial ekonomi bukan merupakan faktor mutlak
yang memepengaruhi perkembangan anak-anaknya, namun status sosial
ekonomi tetap dikatakan sebagai suatu faktor penting.
Interaksi sosial atau hubungan antar keluarga erat dengan keadaaan
sosial ekonomi tersebut. Keharmonisan hubungan orang tua dengan anak
kadang tidak terlepas dari faktor ekonomi ini, termasuk keberhasilan
seseorang. Kehidupan sosial ekonomi keluarga yang layak akan tercipta
suasana yag baik, nyaman, aman, damai dan boleh dikatakan kehidupan yang
makmur dimungkinkan akan membawa dampak dalam proses belajar bagi
anak-anak dalam suatu keluarga berjalan baik. Pendidikan dan keluarga
keduanya tidak dapat dipisahkan karena kondisi sosial ekonomi keluarga yang
pada akhirnya dimungkinkan karena kebutuhan anak untuk sekolah terpenuhi,
seperti terpenuhinya buku-buku pelajaran yang diperlukan alat trasnportasi
dan kebutuhan anak yang menunjang kegiatan belajar hampir seluruhnya
dapat terpenuhi.
Menurut S. Nasution (1999: 30) mengemukakan, “jabatan orang tua,
jumlah dan sumber pendapatan, daerah tempat tinggal, tanggapan masingmasing tentang golongan sosialnya dan lambang-lambang lain yang berkaitan
dengan status sosial ada kaitannya dengan tingkat pendidikan anak”. Dengan
demikian status sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap pendidikan anakanaknya. Orang tua yang berstatus sosial ekonominya tinggi mempunyai
kecenderungan lebih memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Orang tua
yang berstatus sosial ekonomi rendah biasanya tingkat perhatian pada anakanaknya rendah dan pemahaman terhadap pendidikan anak-anaknya rendah,
tidak menyimpang dari teori-teori diatas, maka dalam penelitian ini indikator
xl
yang dipakai untuk menentukan status sosial ekonomi adalah pendidikan,
pekerjaan, pendapatan orang tua, materi/kekayaan, macam-macam kebutuhan
serta kehormatan atau kedudukan dalam masyarakat.
3. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar
a. Pengertian prestasi belajar
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
merupakan kegiatan yang paling pokok berarti berhasil tidaknya pencapaian
tujuan pendidikan tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa
sebagai anak didik. Muray dalam Beck (1990 : 290) mendefinisikan prestasi
sebagai berikut :
“To overcome obstacle, to exercise power, to strive to do something difficult
as well and as quickly as possible”.
“Kebutuhan untuk prestasi adalah mengatasi hambatan, melatih kekuatan,
berusaha melakukan sesuatu yang sulit dengan baik dan secepat mungkin”.
(http://sunartombs.wordpress.com)
Ngalim Purwanto (1990 : 85) menyatakan “Belajar merupakan suatu
perubahan tingkah laku yang lebih baik tetapi juga ada kemungkinan
mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk”. Sedangkan Slameto (1995:
2) mengatakan ‘Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya”. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Abu Ahmadi
dan Widodo Supriyono (1991: 121) yang menyatakan “Belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu
itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
xli
Ada beberapa pendapat para ahli tentang definisi belajar, antara lain
yaitu Cronbach, Harold Spears dan Geoch dalam Sardiman A.M (2005:20)
sebagai berikut :
1) Cronbach memberikan definisi :
“Learning is shown by a change in behavior as a result of experience”.
“Belajar adalah memperlihatkan perubahan dalam perilaku sebagai hasil
dari pengalaman”.
2) Harold Spears memberikan batasan:
“Learning is to observe, to read, to initiate, to try something themselves,
to listen, to follow direction”.
Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu
sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk/arahan.
3)
Geoch, mengatakan :
“Learning is a change in performance as a result of practice”.
Belajar adalah perubahan dalam penampilan sebagai hasil praktek.
(http://sunartombs.wordpress.com)
Dari pendapat daiatas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku secara menyeluruh dan
relatif mantap yang terjadi sebagai akibat dari adanya usaha dari seorang
melalui latihan atau pengalaman serta menyangkut aspek kepribadian baik
fisik maupun psikis.
2. Hasil dari belajar adalah adanya suatu perubahan tingkah laku yang baru.
Perubahan tingkah laku yang baru tersebut berbeda untuk setiap orang
walaupun yang dipelajari sesuatu yang sama. Hal tersebut dikarenakan
seperti : faktor usia, tingkat IQ, minat, waktu, faktor lingkungan dan
sebagainya.
Prestasi menurut Zainal Arifin (1990: 2) “Kata prestasi berasal dari
bahasa Belanda prestatie kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi
yang berarti hasil usaha”. Lebih jelasnya beliau mengemukakan “prestasi
xlii
belajar merupakan suatu masalah yang bersifat parential dalam sejarah
kehidupan manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan
masing-masing”. Rochmawati mengungkapkan prestasi belajar adalah hasil
usaha belajar siswa yang dinyatakan dalam bentuk simbol, baik berupa angka
maupun huruf, disebut dengan nilai yang diberikan oleh guru setelah
menempuh pengalaman belajar (Rochmawati 2006 : 13). Sedangkan WS.
Winkel (1991: 162) mengungkapkan “Prestasi adalah suatu bukti ketrampilan
yang telah dicapai”. Menurut Sutratinah Tirtonegoro (2001: 276) memberikan
penjelasan “Nilai prestasi merupakan pencerminan tingkatan-tingkatan siswa
sejauh mana telah dapat mencapai tujuan yang ditetapkan di dalam setiap
mata pelajaran. Simbol yang digunakan untuk menyatakan nilai baik huruf,
angka, hendaknya merupakan gambaran tentang prestasi yang telah dicapai”.
Prestasi belajar memiliki cakupan yang sangat luas seperti prestasi
belajar Sejarah, prestasi belajar Geografi, prestasi belajar ekonomi dan lain
sebagainya, namun dalam penelitian ini dibatasi pada prestasi belajar
Sosiologi. Menurut Depdiknas (2001: 4), “Pengajaran sosiologi mencakup
dua sasaran yang bersifat kognitif dan praktis”. Secara kognitif untuk
memberikan pengetahuan dasar Sosiologi agar siswa mampu memahami dan
menelaah secara rasional komponen-komponen dari individu, kebudayaan,
dan masyarakat. Sasaran yang bersifat praktis untuk mengembangkan
keterampilan sikap dan perilaku siswa dalam menghadapi kemajemukan
masyarakat, kebudayaan, situasi sosial dan berbagai masalah sosial yang
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan prestasi belajar Sosiologi
adalah suatu hasil yang dicapai seseorang dengan usaha maksimal
berdasarkan kemampuan atau potensi terhadap tes materi sosiologi yang telah
dilakukan yang diwujudkan dalam bentuk simbol angka dan atau huruf yang
dilaksanakan dalam periode tertentu.
b. Fungsi prestasi belajar
xliii
Prestasi belajar memberikan informasi seberapa banyak siswa yang
dapat menguasai pelajaran yang telah diberikan selama proses belajar
mengajar berlangsung. Informasi ini dapat diketahui melalui alat ukur yang
berupa tes maupun non tes. Dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar,
prestasi belajar dapat dilambangkan dengan nilai. Nilai tersebut merupakan
gambaran keberhasilan belajar yang dicapai siswa dalam jangka waktu
tertentu. Prestasi belajar merupakan hal yang penting dalam kegiatan belajar
mengajar karena prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi utama.
Fungsi prestasi menurut Zainal Arifin (1990: 3) adalah :
1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan anak
didik.
2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu.
3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.
4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern.
5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan)
anak didik.
Fungsi-fungsi diatas dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang
telah dikuasai anak didik. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana
pemahaman siswa terhadap materi yang telah diterimanya dan seberapa
banyak pengetahuan yang telah siswa serap terhadap materi yang telah
diterimanya.
2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Adanya
hasrat ingin tahu mendorong siswa berusaha secara maksimal mencapai
prestasi belajar sehingga apa yang diperoleh sesuai dengan apa yang
diinginkan dan diusahakan.
3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.
Prestasi dapat dijadikan pendorong bagi siswa untuk meningkatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan berperan dalam meningkatkan mutu
pendidikan.
xliv
4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern. Prestasi belajar dapat
dijadikan indikator tingkat produktivitas atau mutu dari suatu institusi
pendidikan. Sedangkan indikator ekstern dapat dijadikan indikator tingkat
kesuksesan anak didik di masyarakat.
5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan)
anak didik. Dalam proses belajar mengajar anak didik merupakan masalah
utama karena anak didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh
materi pelajaran., karena dengan prestasi belajar dapat diketahui seberapa
jauh siswa dapat menyerap materi pelajaran yang telah diajarkan.
Sedangkan menurut Waridjan (1991: 4-5) manfaat hasil belajar siswa
adalah sebagai sebagai berikut :
(1) Dengan mengetahui hasil belajar siswa, guru mendisain program pengajaran
yang apabila dilaksanakan akan mengisi selisih antara apa yang telah dicapai
oleh siswa dengan apa yang dikehendaki oleh tujuan pengajaran.
(2) Dengan mengetahui hasil belajar siswa dari waktu ke waktu, proses kemajuan
dan kemunduran belajar siswa dapat diikuti untuk maksud-maksud
memberikan motivasi belajar.
(3) Dengan mengetahui hasil belajar siswa, guru mengidentifikasi kesulitan
belajar yang dialami oleh siswa dan konselor pengajaran mendiagnosis
kesulitan belajar siswa dalam rangka memberikan bimbingan dan konseling
pengajaran.
(4) Dengan mengetahui hasil belajar siswa dapat diramalkan keberhasilan belajar
siswa itu melanjutkan sekolahnya atau dapat diramalkan tingkat keberhasilan
kerja siswa itu dimasa depan apabila siswa itu memasuki bidang pekerjaan
tertentu.
(5) Dengan mengetahui hasil belajar siswa, guru menetapkan siswa dalam
kualifikasi tertantu (lulus atau tidak lulus), menetapkan peringkat siswa dalam
prestasi hasil belajar (rangking hasil ujian), menggolongkan siswa ke dalam
kelompok tertentu (kelompok pandai atau kelompok yang kurang pandai) dan
menyeleksi siswa untuk maksud-maksud tertentu (memenuhi syarat atau
tidak).
(6) Dengan mengetahui hasil belajar siswa, guru mempunyai indikator tidak
langsung tentang keberhasilan kerjanya, guru mempertimbangkan untuk
memperbaiki atau mempertahankan komponen-komponen pengajaran yang
selama ini dirakit menjadi sistem pengajaran dan kemungkinan juga
xlv
mempertimbangkan untuk memperbaiki atau mempertahankan secara total
sistem pengajaran itu.
(7) Dengan mengetahui hasil belajarnya, siswa termotivasi untuk belajar secara
lebih bersemangat, tekun dan teliti.
(8) Dengan mengetahui hasil belajarnya, terutama apabila disertai catatan-catatan
dan petunjuk-petunjuk tertentu dari guru yang menilai hasil belajarnya, siswa
juga menempuh proses belajar melalui penyelenggaraan penilaian hasil
belajar.
(9) Dengan mengetahui hasil belajarnya seketika seperti yang diperoleh melalui
modul dan mesin belajar (umpama dalam belajar dengan media komputer atau
“video disc”), siswa mendapatkan banyak petunjuk dan kemudahan dalam
proses belajar mandiri.
(10)
Dengan mengetahui hasil belajarnya, siswa merancang program
belajarnya sesuai dengan kecepatannya dalam laju belajar apabila kurikulum
di sekolahnya menggunakan sistem kredit.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi prestasi
belajar adalah sebagai pendorong atau motivasi bagi anak didik dalam
meningkatkan ilmu pengetahuan, sebagai umpan balik bagi guru atau tenaga
pengajar dalam mengidentifikasi dan menangani kesulitan-kesulitan siswa
dalam proses belajarnya. Selain itu berfungsi sebagai tolok ukur keberhasilan
dalam bidang studi atau materi pembelajaran, prestasi belajar juga berfungsi
sebagai tolok ukur tingkat keberhasilan lembaga pendidikan dalam
menghantar anak didik menyelesaikan belajar.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu baik dari
dalam diri siswa maupun dari luar siswa. Secara garis besar Ngalim Purwanto
(1990: 106) menyebutkan “Faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar
siswa dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal”.
Penjelasan kedua faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1) Faktor Internal
Faktor internal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah
faktor fisik dan psikologis.
a) Faktor fisik
xlvi
Faktor fisik individu yang belajar termasuk panca inderanya sebagai
contoh :
(1) Kelelahan : seseorang tidak akan dapat berkonsentrasi dalam
keadaan lelah, sehingga hasil belajar yang dicapainya juga
tidak optimal.
(2) Kesehatan : jika tubuh sakit, maka konsentrasi belajarnya pun
akan terganggu.
(3) Cacat tubuh : seseorang yang mengalami cacat tubuh tidak
dapat melakukan aktivitas seperti siswa yang normal, sehingga
prestasi belajarnya pun jauh dari siswa yang normal. Untuk itu
siswa yang memilki cacat tubuh hendaknya belajar di
sekolahan khusus.
(4) Kematangan tubuh : pertumbuhan fisik dan fungsi alat tubuh
sangat mempengaruhi seseorang dalam belajar.
(5) Perhatian : guru harus mampu menarik perhatian siswa saat
proses belajar mengajar. Apabila materi pelajaran yang
disampaikan tidak menarik, maka akan timbul rasa bosan dan
akibatnya prestasi belajar menurun.
b) Faktor psikologis
Faktor psikologis dapat berupa :
(1) Bakat : seseorang akan berhasil bila yang dipelajari sesuai
dengan bakat yang ia miliki karena anak akan senang
mempelajarinya.
(2) Minat : semakin besar minat seseorang dalam belajar maka
akan memberikan hasil yang lebih baik.
(3) Kecerdasan : anak yang intelegensinya rendah akan mengalami
kesulitan dalam belajarnya karena lamban dalam menyerap
materi pelajaran yang diberikan, sehingga prestasi belajarnya
tidak bisa optimal.
xlvii
(4) Motivasi : semakin besar dorongan yang dimilki seseorang, ia
akan semakin berusaha untuk lebih giat dalam mencapai tujuan
yang diinginkan.
(5) Intensitas : anak yang mempunyai intensitas/kesungguhan
tinggi,
akan
rajin
belajar.
Sedangkan
anak
yang
kesungguhannya rendah, maka anak itu akan malas belajar.
Sehingga kesungguhan ini mempengaruhi prestasinya.
(6) Sifat kepribadian : setiap orang memilki kepribadian yang
berbeda-beda, ada yang keras kepala, penakut, cemas, dan ada
yang mudah putus asa. Ini sangat mempengaruhi hasil atau
prestasi belajarnya.
(7) Daya ingat : semakin kuat daya ingat seseorang akan semakin
baik dan mudah dalam belajar, sehingga prestasinya pun juga
akan memuaskan.
(8) Konsentrasi/pemusatan perhatian : bila konsentrasi belajarnya
rendah, maka siswa akan mengalami kesulitan belajar sehingga
hasil belajar juga rendah.
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah
faktor lingkungan dan faktor pendukung belajar. Penjelasan dari kedua
faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a) Lingkungan
Lingkungan adalah sesuatu di sekitar siswa yang sifatnya alamiah
maupun sosial.
Lingkungan siswa meliputi :
(1) Lingkungan alam yaitu sesuatu di sekitar siswa yang sifatnya
alami, misalnya kelembaban udara, suhu, cuaca, dan lain-lain. Hal
ini sangat berpengaruh pada kondisi siswa saat belajar.
xlviii
(2) Lingkungan sosial yaitu hubungan individu dengan individu yang
lain. Yang termasuk faktor ini antara lain :
(a) Keadaan keluarga yaitu hubungan antara anggota keluarga dan
perhatian orang tua merupakan faktor yang mendorong anak
untuk belajar. Dalam belajar anak membutuhkan sarana dan
prasarana
sehingga
ketersediaannya
akan
memberikan
dorongan anak dalam belajar, sehingga keadaan ekonomi
keluarga juga mempengaruhi anak dalam belajar.
(b) Motivasi sosial yaitu dorongan yang berasal dari luar individu
yang diberikan orang tua maupun lingkungan tempat
tinggalnya.
b) Instrumental
Instrumental merupakan faktor-faktor yang sengaja dirancang
dan dimanipulasi sesuai dengan tujuan hasil belajar yang diharapkan
antara lain :
(1) Kurikulum/bahan ajar : bahan ajar yang terlalu sulit juga akan
menyebabkan siswa sulit mengatasinya, sehingga akhirnya
siswa kurang faham dengan materi yang disampaikan dan hal
itu menyebabkan prestasinya menjadi turun.
(2) Guru dan cara mengajar : sikap dan cara guru menyampaikan
materi sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
(3) Sarana dan fasilitas : semakin lengkap alat belajar siswa,
semakin
mudah
cara
menggunakannya
akan
semakin
menunjang hasil prestasi belajar siswa.
(4) Administrasi dan manajemen : anak akan semakin giat dalam
belajarnya diadministrasikan dan diatur secara baik.
d. Penilaian prestai belajar
Untuk mengetahui prestasi belajar siswa maka perlu diadakan tes,
seperti yang diungkapakan oleh Saifuddin Azwar (2002: 8) bahwa “tujuan
xlix
dilakukan tes adalah untuk mengungkap keberhasilan seseorang dalam
belajar”. Begitu juga dengan perubahan tingkah laku akibat proses belajar
dapar diketahui seberapa hasilnya terhadap seseorang dengan alat uji tes.
Menurut Zainal Arifin (1990: 47) alat uji tes ada beberapa macam yaitu :
1) Tes Diagnostik, untuk mengetahui kelemahan siswa, sehingga dapat
dilakukan perlakuan yang tepat.
2) Tes Formatif, untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah
mengetahui suatu program atau sub bahan pelajaran tertentu.
3) Tes Sumatif, tes yang dilaksanakan setelah berakhir pembelajaran
program. Tes ini dilakukan setiap caturwulan atau semester.
Pendapat tersebut diperkuat oleh Saifuddin Azwar (2002: 11) yang
mengungkapkan bahwa menurut fungsi tes dapat dibagi dalam beberapa
kelompok, antara lain: 1) Penempatan, 2) Formatif, 3) Diagnostik, 4) Sumatif.
Adapun untuk memperjelas fungsi tes prestasi belajar tersebut akan
dijabarkan sebagai berikut :
1) Penempatan yaitu penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk memasuki
individu ke dalam jurusan sesuai dengan kemampuan yang telah
diperlihatkannya pada hasil belajar yang telah lalu.
2) Formatif yaitu tes harian yang dilakukan setiap setelah habisnya suatu
program pelajaran untuk melihat sejauh mana kemajuan belajar yang telah
dicapai siswa.
3) Diagnostik yaitu penggunaan hasil tes prestasi belajar, untuk mendeteksi
kelemahan-kelemahan pada saat belajar mengajar. Setelah mengetahui
kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam proses belajar mengajar yang
telah dilakukan maka harus segera diperbaiki sehingga siswa dapat
memperoleh prestasi yang optimal.
4) Sumatif yaitu tes yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan belajar
siswa, apakah siswa dapat dinyatakan lulus dan dapat melanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi atau tidak.
Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (1996: 205-206), ada 4 cara
menilai prestasi belajar berupa tes yang dibuat sendiri antara lain :
l
1) Cara pertama meneliti secara jujur soal-soal yang sudah di susun, kadangkadang dapat diperoleh jawaban tentang ketidakjelasan perintah atau
bahasa, taraf kesukaran, dan lain-lain keadaan soal tersebut.
2) Cara kedua adalah mengadakan analisis soal (item analysis). Analisis soal
adalah suatu prosedur yang sistematis, yang akan memberikan informasiinformasi yang sangat khusus terhadap butir tes yang disusun.
3) Cara ketiga adalah mengadakan checking validitas. Validitas yang paling
penting dari tes buatan guru adalah validitas kurikuler (content validity).
Untuk mengadakan checking validitas kurikuler, harus merumuskan
tujuan setiap bagian pelajaran secara khusus dan jelas sehingga setiap soal
dapat dijodohkan dengan setiap tujuan khusus.
4) Cara keempat adalah dengan mengadakan checking reliabilitas. Salah satu
indikator untuk tes yang mempunyai reliabilitas yang tinggi adalah bahwa
kebanyakan dari soal-soal tes itu mempunyai daya pembeda yang tinggi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan belajar yang
berwujud prestasi belajar dapat dilihat dari proses belajar mengajar. Prestasi
belajar yang dicapai siswa dapat dilihat dari nilai yang menunjukkan
kemampuan dan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan
oleh guru dilakukan melalui tes prestasi belajar pada waktu-waktu tertentu.
B. Kerangka Berpikir
Kerangka pemikiran adalah bagan (alur pemikiran yang logis dan
sistematis) untuk menggambarkan keterkaitan antar variabel yang diteliti.
Dalam penelitian ini variabel yang akan dijelaskan adalah variabel
independensi (variabel bebas) dan variabel dependen (variabel terikat)
Variabel tersebut diantarannya :
1. Pola asuh orang tua (Variabel Bebas)
Keputusan dalam pengelolaan yang diterapkan orang tua terhadap
anaknya menunjukkan dan mencerminkan pola asuh yang dipilih. Setiap
orang tua memiliki wawasan dalam mendidik dan membimbing anaknya.
Wawasan yang menunjuk pada persepsi dilingkungan keluargannya dan
yang menjadi pola asuh dalam mengelola anak-anaknya dapat dibedakan
atas tiga bentuk yaitu: pola asuh orang tua yang otoriter, yang demokratis
dan yang laissez faire.
li
2. Status sosial ekonomi (Variabel Bebas)
Keadaan sosial ekonomi keluarga mempunyai peranan terhadap
prestasi belajar anak disekolahnya. Bahwa dengan perekonomian yang
cukup kepemilikan materi yang dihadapi anak di dalam keluarganya akan
lebih luas, ia mendapat kesempatan untuk memperkembangkan bermacammacam kecakapan yang lebih luas. Selain kepemilikan materi, pendidikan
orang tua juga berperan dalam pendidikan anak, karena tinggi/rendah
tingkat pendidikan yang dimilki atau dicapai orang tua, dimungkinkan akan
membawa pengaruh pada anak-anaknya.
3. Prestasi belajar siswa (Variabel Terikat)
Sekolah merupakan lembaga pendidikan di mana siswa diberikan
pengetahuan bermacam-macam mata pelajaran yang harus dimilikinya.
Keberhasilan pendidikan siswa disekolah dapat dilihat dari prestasi belajarnya
disekolah. Prestasi belajar merupakan pencerminan dari usaha belajar yang
dilakukan siswa. Keberhasilan atau prestasi siswa dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu dari subjek belajar, antara lain bakat, minat, dan intelegensi yang
dimiliki atau kecerdasan yang dimiliki, dan juga faktor-faktor dari luar siswa
yaitu lingkungan, cara belajar, kurikulum, program pengajaran dan prasarana
belajar yang memadai.
Untuk lebih jelasnya dapat penulis gambarkan dalam diagram sebagai
berikut :
Pola asuh orang tua
(X1)
Prestasi belajar siswa
(Y)
Status sosial ekonomi
(X2)
lii
C. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka dapat dirumuskan
hipotesis penelitian ini sebagai berikut :
1. Ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar siswa
kelas X SMA Negeri.
2. Ada hubungan antara status sosial dengan prestasi belajar siswa kelas X
SMA Negeri.
3. Ada hubungan bersama antara pola asuh orang tua dan status sosial
ekonomi dengan prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban
Tahun Ajaran 2009/2010.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas 1 Mojolaban. Adapun
yang melatar belakangi pemilihan lokasi tersebut adalah:
a. Tersedianya data yang diperlukan
b. SMA Negeri 1 Mojolaban sesuai sebagai tempat penelitian bagi permasalahan
yang penulis kemukakan
c. SMA Negeri 1 Mojolaban belum pernah dijadikan objek penelitian dengan topik
yang sama dengan penelitian ini sehingga diharapkan akan berguna bagi sekolah
liii
d. Adanya ijin dari pihak SMA Negeri 1 Mojolaban.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan kurang lebih 7 bulan dari bulan Agustus 2009
sampai dengan bulan Februari 2010. Adapun jadwal pelaksanaan kegiatan adalah
sebagai berikut:
No
Bulan
Kegiatan
Agust
1.
2.
3.
4.
5.
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Proposal
Konsultasi Bab
I, II, III
Penelitian dan
Pengumpulan
data
Analisis data
Penyusunan
Laporan
B. Metodelogi Penelitian
Penelitian ilmiah merupakan kegiatan untuk memperoleh kebenaran secara
ilmiah yang dilakukan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran
suatu pengetahuan. Untuk memperoleh suatu kebenaran, suatu penelitian perlu
menggunakan metode ilmiah yang tepat, agar hasil yang diperoleh benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan. Sebagai seorang peneliti, kita dituntut untuk dapat memilih
dan menetapkan metode penelitian yang tepat. Metode penelitian yang kurang tepat
dapat mengakibatkan hasil penelitian yang tidak sesuai dengan tujuan penelitian.
Metodologi berasal dari kata “metode” yang berarti cara yang tepat untuk
melakukan sesuatu dan “logos” yang berarti ilmu atau pengetahuan. Berikut ini akan
liv
penulis ketengahkan beberapa definisi mengenai metodologi penelitian yang
dikemukakan oleh para ahli, yaitu :
1. Menurut Cholid Narbuko dan Abu Achmadi (2007: 1) menyebutkan bahwa
“Metodologi penelitian adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan
pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan”.
Pendapat tersebut mengandung maksud bahwa metodologi merupakan
segala cara dan upaya yang ditempuh oleh seorang peneliti untuk mencapai tujuan
penelitiannya. Cara dan upaya yang dimaksud bukanlah ditempuh dengan jalan
yang asal-asalan, namun cara-cara tersebut
merupakan penggunaan pikiran,
metode atau paradigma yang ilmiah untuk mencapai tujuan suatu penelitian.
2. Hadari Nawawi (1995: 24) mengatakan bahwa ”Ilmu yang memperbincangkan
tentang metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran pengetahuan disebut
metodologi penelitian atau metodologi research”.
Maksud dari pendapat tersebut adalah bahwa semua ilmu yang mengatur
dan membicarakan mengenai cara atau metode-metode ilmiah yang berfungsi
untuk menggali adanya suatu kebenaran sebuah pengetahuan adalah disebut
sebagai metodologi penelitian.
3. Menurut Winarno Surakhmad (1994: 131) “Metode merupakan cara utama yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan. Misalnya untuk menguji hipotesis dengan
menggunakan teknik serta alat- alat tertentu”. Sedangkan pengertian penelitian
(research) merupakan rangkaian kegiatan ilmiah dalam rangka pemecahan suatu
permasalahan”.
Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa metode penelitian merupakan
suatu cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dalam rangka
memecahkan suatu permasalahan yang sedang diteliti.
Dari ketiga pendapat tersebut diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan
bahwa metodologi penelitian merupakan ilmu pengetahuan tentang prosedur atau cara
yang ditempuh untuk mencari sebuah kebenaran yang mencakup teknik-teknik yang
digunakan dalam sebuah penelitian.
lv
Winarno Surakhmad (1994 : 131) “menggolongkan penelitian menjadi tiga
macam, yaitu :
1. Metode penelitian historis
2. Metode penelitian deskriptif
3. Metode penelitian eksperimental”.
Untuk
lebih
memperjelas
pendapat
tersebut,
maka
penulis
dapat
menguraikannya sebagai berikut :
1. Metode penelitian historis
Metode penelitian historis merupakan penelitian yang menerapkan metode
pemecahan yang ilmiah dari perspektif historis suatu masalah. Metode ini
merupakan sebuah proses yang meliputi pengumpulan dan penafsiran gejala,
peristiwa ataupun menemukan gagasan yang timbul dimasa lampau untuk
menemukan generalisasi yang berguna dalam usaha memahami situasi sekarang
dan meramalkan perkembangan yang akan datang.
2. Metode penelitian deskriptif
Metode penelitian deskriptif merupakan cara yang digunakan untuk
memecahkan masalah yang ada pada masa sekarang. Penyelidikan dalam metode
ini dengan menggunakan teknik interview, angket, observasi. Bisa juga dengan
menggunakan teknik tes, studi kasus, studi kooperatif atau operasional.
3. Metode penelitian eksperimental
Metode penelitian eksperimental dilakukan dengan mengadakan kegiatan
percobaan untuk memperoleh suatu hasil. Tujuan eksperimental adalah untuk
menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat. Dengan cara membandingkan
peristiwa dimana terdapat fenomena tertentu.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kuantitatif karena
penelitian ini bermaksud menggambarkan sifat atau keadaan yang sementara sedang
berjalan dan berusaha meneliti sejauh mana hubungan antara variabel satu dengan
variabel lainnya. Penelitian ini tidak hanya berusaha menggambarkan suatu fenomena
lvi
yang sesuai dengan fakta yang ada tetapi juga mencari hubungan diantara variabel –
variabel yang diteliti dengan cara menguji hipotesis. Adapun variabel tersebut adalah
variabel bebas yang dalam hal ini adalah pola asuh orang tua yang diberi kode (X1)
dan status sosial ekonomi yang diberi kode (X2) kemudian variabel terikat dalam hal
ini adalah prestasi belajar siswa yang diberi kode (Y).
Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya mengenai metode deskriptif seperti
berikut ini :
1. Moh. Nazir (1988 : 63) menyatakan “Metode deskriptif adalah suatu metode
dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu
sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang”.
Maksud dari pendapat tersebut diatas adalah bahwa metode penelitian
deskriptif adalah sebuah metode atau cara yang digunakan oleh seorang peneliti
untuk mengetahui keadaan atau fenomena yang terjadi pada masa sekarang.
Fenomena tersebut dapat berupa manusia, benda ataupun peristiwa yang sedang
terjadi.
2. Nana Syaodih Sukmadinata (2004 : 54) mengemukakan “Metode deskriptif
adalah suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomenafenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau”.
Pendapat tersebut mengandung arti bahwa metode deskriptif adalah sebuah
metode penelitian yang bermaksud atau memiliki tujuan untuk menggambarkan
fenomena atau kejadian yang berlangsung pada saat ini atau waktu yang sudah
lampau.
3. Sedangkan Saifuddin Azwar (2002 : 6) berpendapat “Metode deskriptif
melakukan analisis hanya sampai taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan
menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami
dan disimpulkan”.
Pendapat tersebut berarti bahwa metode deskriptif adalah suatu metode
penelitian yang hanya melakukan deskripsi atau penggambaran sebuah fenomena,
lvii
menganalisis fenomena tersebut dan kemudian menyajikan hasil analisisnya
secara sistematis sehingga mudah untuk dipahami.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode deskriptif
merupakan upaya untuk menggambarkan, menganalisis dan menyajikan fakta secara
sistematis dari suatu objek atau sekelompok manusia pada kondisi peristiwa pada
masa sekarang ataupun masa lampau. Peristiwa atau fenomena tersebut dapat berupa
sikap manusia, hewan, benda ataupun sebuah kejadian itu sendiri. Tujuan utama
penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan sifat dari suatu keadaan yang ada
pada waktu penelitian dilakukan dan menjelajahi penyebab dari gejala-gejala tertentu.
Consuelo G Sevilla (1993: 88) menjelaskan bahwa keuntungan metode
deskriptif diantaranya adalah bahwa metode ini banyak memberikan sumbangan pada
ilmu pengetahuan melalui pemberian informasi keadaan mutakhir, membantu kita
dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang berguna untuk pelaksanaan percobaan,
dapat digunakan dalam menggambarkan keadaan-keadaan yang mungkin terdapat
dalam situasi tertentu. Alasan lain digunakannya metode ini adalah karena data yang
dikumpulkan dianggap sangat bermanfaat dalam membantu kita untuk menyesuaikan
diri, atau dapat memecahkan masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan seharihari.
Selain keuntungan metode deskriptif, Consuelo G Sevilla (1993: 89) juga
menyebutkan kerugian metode deskriptif diantaranya adalah :
1. Ada kecenderungan untuk menyalahgunakan dalam pemakaiannya
Kesalahan dalam pemakaian metode deskriptif adalah adanya orang yang
mempersepsikan
bahwa
dengan
menggunakan
metode
deskriptif
dapat
menghindarkan kita pada penggunaan analisis statistik. Apabila hal ini terjadi
maka penelitian kita tidak dapat diklasifikasikan sebagai penelitian, tetapi hanya
merupakan kegiatan pengumpulan informasi saja dan bisa serta prasangka yang
lviii
kita buat menjadi tidak jelas. Oleh karena itu, penelitian kita mengakibatkan
generalisasi yang terlalu luas sehingga dapat dianggap tidak penting.
2. Penelitian tersebut memberikan informasi yang terbatas tentang pengaruh
variabel-variabel yang diteliti. Hal ini terjadi karena kita tidak dapat mengisolasi
atau menekan variabel-variabel lain yang konstan, maka kita tidak bisa
mengharapkan bukti nyata tentang sebab akibat mengapa fenomena tersebut dapat
terjadi.
3. Motivasi subjek yang tidak konsisten. Hal ini berkenaan dengan kerja sama dari
pihak responden. Sebagai peneliti kita perlu memastikan bahwa jawaban yang
diberikan responden adalah dapat dipercaya. Hal ini tergantung pada perhatian,
simpati, minat dan kerjasama para subjek penelitian.
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Dalam sebuah penelitian, tidak akan terlepas dari adanya penetapan mengenai
populasi dan sampel. Ini terjadi karena populasi dan sampel merupakan sebjek
penelitian dan keduanya merupakan sumber data dalam sebuah penelitian. Agar
tujuan dari suatu penelitian dapat tercapai dengan baik, maka adanya populasi dan
sampel yang diambil harus tepat. Sampel yang diambil harus representatif atau dapat
mewakili populasi, dalam arti semua ciri-ciri dan karakteristik yang ada pada
populasi yang tercermin pada sampel.
1. Populasi
Dalam suatu penelitian, pengambilan individu sebagai subjek yang diteliti
merupakan masalah yang sangat penting. Populasi dalam suatu penelitian merupakan
suatu kelompok individu yang menjadi objek yang diselidiki tentang aspek-aspek
yang ada dalam kelompok tersebut. Aspek-aspek yang akan diungkapkan dalam
penelitian ini adalah aspek pola asuh orang tua, aspek status sosial ekonomi dan
prestasi belajar siswa. Berikut adalah beberapa pengertian dari populasi yang
disampaikan oleh para ahli :
lix
a. Menurut Hadari Nawawi (1995: 141) bahwa “Populasi adalah keseluruhan obyek
penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuhtumbuhan, gejala-gejala, nilai tes atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data
yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian”.
Maksud dari pendapat tersebut adalah bahwa populasi merupakan semua
atau keseluruhan dari objek dalam sebuah penelitian. Objek penelitian ini dapat
berupa manusia, benda, hewan, tumbuhan, gejala, hasil tes atau peristiwa yang
memiliki karakteristik tertentu yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai batasan
dalam penentuan populasi.
b. Menurut Saifuddin Azwar (2002: 77) “Populasi didefinisikan sebagai kelompok
subyek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian”.
Pendapat tersebut memiliki arti bahwa populasi adalah sekelompok subjek
yang telah ditentukan oleh peneliti sebagai subjek penelitian yang nantinya akan
dikenai generalisasi hasil penelitian.
c. Sedangkan Y. Slamet (2006: 40) menyebutkan bahwa “Populasi adalah
keseluruhan daripada unit-unit analisis yang memiliki spesifikasi atau ciri-ciri
tertentu”.
Pernyataan diatas memiliki makna bahwa populasi merupakan keseluruhan
dari unit-unit analisis yang memiliki ciri-ciri atau karakteristik tertentu. Dengan
kata lain sebelum melakukan proses penelitian, seorang
peneliti harus
menentukan atau membuat spesifikasi mengenai batasan yang digunakan untuk
menentukan populasi terlebih dahulu.
Dari beberapa pendapat tersebut maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa
populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti. Populasi dalam
penelitian ini adalah manusia yaitu semua siswa siswi. Adapun yang menjadi
populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban
Tahun Pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 298 yang terbagi dalam 7 kelas yaitu
X.1, X.2, X.3, X.4, X.5, X.6, X.7.
2. Sampel
lx
a. Pengertian Sampel
Dalam penelitian sosial, tidak selalu seluruh populasi dikenakan dalam
penelitian. Hal tersebut mengingat besarnya jumlah populasi dan keterbatasan
biaya, waktu dan tenaga. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu adanya
pembatasan yaitu dengan menetapkan jumlah sampel yang representatif yang
dapat mewakili populasi. Berikut adalah beberapa pengertian dari populasi yang
disampaikan oleh para ahli :
1) Menurut Hadari Nawawi (1995: 144) bahwa “Sampel secara sederhana
diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya
dalam suatu penelitian”.
Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa sampel merupakan
bagian dari populasi yang akan menjadi sumber data, artinya bahwa populasi
tidak diteliti seluruhnya namun hanya sebagian saja, bagian inilah yang
disebut sampel.
2) Menurut Winarno Surakhmad (1994: 93) bahwa “Sampel adalah sebagian dari
populasi untuk mewakili seluruh populasi”.
Maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa sampel adalah bagian
dari populasi yang sebelumnya telah ditentukan dengan cara sampling. Hasil
penelitian dari sampel ini nantinya akan mewakili seluruh populasi penelitian.
Dari beberapa pendapat tersebut, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa
sampel adalah sebagian individu yang menjadi anggota populasi yang di peroleh
dengan cara – cara tertentu untuk menjadi wakil dari populasi yang diteliti.
Penentuan sampel ini hendaknya disesuaikan dengan jumlah populasi, karena
nantinya hasil penelitian dari sampel ini nantinya akan digeneralisasikan kepada
populasi. Jadi sampel harus representatif atau mewakili populasi penelitian.
Mengenai besar kecilnya pengambilan sampel, pada prinsipnya tidak ada
peraturan yang mutlak untuk menentukan ukuran sampel.
b. Teknik Sampling
lxi
Untuk memperoleh sejumlah sampel dalam penelitian, maka digunakanlah
teknik sampling agar jumlah sampel sesuai dengan jumlah populasi yang ada.
Maksudnya adalah agar peneliti mendapatkan sampel yang representatif atau
dapat mewakili populasi yang ada. Banyak para ahli yang mendefinisikan teknik
sampling menurut pandangannya masing-masing, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Menurut Sutrisno Hadi (2000: 75) mengemukakan bahwa “Sampling adalah
cara yang digunakan untuk mengambil sampel”.
Pendapat tersebut mengandung arti bahwa teknik sampling adalah caracara yang digunakan untuk mengambil atau menentukan jumlah sampel yang
akan diteliti. Hal ini karena di dalam sebuah penelitian, jumlah populasi
biasanya tidak dikenai penelitian semua, namun hanya sebagian saja atau yang
disebut sebagai sampel.
2) Hadari Nawawi (1995: 152) menyatakan bahwa teknik sampling adalah cara
untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang
akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan
penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif atau benarbenar mewakili populasi”.
Maksud dari pendapat tersebut adalah bahwa teknik sampling
merupakan cara atau upaya pengambilan sampel yang sesuai. Sampel ini
nantinya akan dijadikan data yang sebenarnya, artinya bahwa tidak semua
populasi dikenai penelitian namun hanya sebagian saja yang akan diteliti.
3) Sugiyono (2005 : 56) menyatakan bahwa “Teknik sampling adalah teknik
pengambilan sampel”.
Pendapat tersebut memiliki arti bahwa teknik sampling adalah suatu cara
pengambilan sampel yang representative (mewakili) dari populasi dalam suatu
penelitian.
Dari beberapa definisi yang telah disebutkan diatas, maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa teknik sampling adalah teknik atau cara yang digunakan
lxii
oleh peneliti untuk menentukan jumlah sampel yang akan mewakili jumlah
populasi dalam suatu penelitian. Sampel yang diambil ini diharapkan dapat
mewakili populasi yang ada karena nantinya hasil penelitian yang dikenakan pada
sampel ini akan digunakan sebagai penggeneralisasian terhadap populasi
penelitian.
Menurut Sutrisno Hadi (2000: 75) ada dua macam teknik sampling, yaitu:
1) Teknik Random Sampling
Prosedur random sampling meliputi :
a) Cara undian, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara undian.
b) Cara ordinal, yaitu memilih nomor genap atau ganjil atau kelipatan
tertentu dari suatu daftar yang telah disusun.
c) Cara randomisasi dari tabel bilangan random.
2) Teknik Non Random Sampling meliputi :
a) Proporsional sampling yaitu cara pengambilan sampel dari tiap- tiap sub
populasi dengan memperhitungkan sub- sub populasi.
b) Teknik stratified sampling yaitu pengambilan sampel apabila populasi
terdiri dari susunan kelompok- kelompok yang bertingkat.
c) Teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan ciriciri atau sifat- sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang
erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya.
d) Teknik quota sampling yaitu pengambilan sampel yang berdasarkan ada
quantum.
e) Teknik double sampling yaitu cara pengambilan sampel yang
mengusahakan adanya sampel kembar.
f) Teknik area probability sampling yaitu cara pengambilan sampel dengan
cara pembagian sampel berdasarkan pada area.
g) Teknik cluster sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan atas
kelompok yang ada pada populasi.
Untuk memperjelas kita dalam memahami teknik sampling diatas maka
penulis akan menguraikannya sebagai berikut :
1) Teknik Random Sampling
Teknik random sampling adalah pengambilan sampel secara random
atau tanpa pandang bulu. Dalam random sampling semua individu dalam
populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan
lxiii
yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Adapun cara-cara yang
digunakan dalam random sampling adalah sebagai berikut :
a) Cara Undian
Cara ini dilakukan sebagaimana kita melakukan undian. Jika cara ini
dilakukan terhadap semua individu dalam populasi maka teknik ini
disebut unrestricted random sampling atau random sampling tak bersyarat.
Akan tetapi sangat sulit untuk melakukan cara ini jika jumlah subjek
dalam populasi sangat banyak atau jika kita belum mengatahui secara
pasti semua individu dalam populasi.
b) Cara Ordinal
Cara ini dilakukan dengan mengambil subjek dari atas ke bawah. Ini
dilakukan dengan mengambil mereka-mereka yang bernomor ganjil
genap, nomor kelipatan angka tiga, lima sepuluh dan sebagainya
tergantung ketentuan yang dibuat oleh peneliti yang sebelumnya telah
disusun.
c) Randomisasi dari Tabel Bilangan Random
Tabel bilangan random umumnya terdapat pada buku-buku statistik.
Cara ini paling banyak digunakan oleh para peneliti. Hal ini karena selain
prosedurnya sangat sederhana, kemungkinan penyelewengan juga dapat
dihindari. Randomisasi dapat dikenakan pada semua subjek atau individu
dalam populasi.
2) Teknik Non Random Sampling
Semua sampling yang dilakukan bukan dengan teknik random
sampling disebut nonrandom sampling. Dalam sampling ini tidak semua
individu dalam populasi diberi peluang yang sama untuk ditugaskan menjadi
anggota sampel. Generalisasi dalam nonrandom sampling tidak dapat
memberikan taraf keyakinan yang tinggi kecuali apabila peneliti memiliki
keyakinan dan dapat membuktikan bahwa populasi relatif sangat homogen.
Jenis-jenis nonrandom sampling adalah sebagai berikut :
lxiv
a) Proporsional sampling
Proporsional sampel adalah sampel yang terdiri dari sub-sub sampel
yang pertimbangannya mengikuti pertimbangan sub-sub populasi, artinya
adalah bahwa besarnya sampel ditentukan atau tergantung besar kecilnya
dari tiap sub populasi. Individu yang ditugaskan untuk menjadi sampel
diambil secara random dari sub populasi. Cara ini disebut dengan
proporsional random sampling.
b) Teknik stratified sampling
Stratified sampling biasa digunakan jika populasi terdiri dari
kelompok-kelompok yang mempunyai susunan bertingkat. Banyaknya
tingkat harus diperhatikan, kemudian setiap tingkatan harus mewakilkan
anggotanya untuk menjadi sampel dalam penelitian. Dalam hal ini
proporsi dari jumlah subjek yang ada dalam tiap-tiap tingkatan dalam
populasi yang harus dicerminkan dalam sampel sehingga mereka dapat
dipandang sebagai wakil terbaik bagi populasi.
c) Teknik purposive sampling
Dalam purposif sampling pemilihan sekelompok subjek didasarkan
atas ciri atau sifat tertentu yang dianggap memiliki kesamaan dengan ciri
yang telah diketahui sebelumnya. Oleh karena itu keadaan dan informasi
mengenai populasi tidak perlu diragukan lagi. Secara intensional peneliti
tidak meneliti semua daerah atau kelompok dalam populasi, namun
peneliti hanya perlu mengambil beberapa kelompok kunci saja.
d) Teknik quota sampling
Dalam quota sampling yang harus dan penting untuk dilakukan
adalah
penetapan
jumlah
subjek
yang
akan
diteliti.
Kemudian
permasalahan mengenai siapa yang akan diinterview atau yang menjadi
responden diserahkan kepada sebuah tim. Tim ini bertugas untuk
mengumpulkan informasi-informasi yang dibutuhkan dalm penelitian. Ciri
lxv
utama dari quota sampling adalah jumlah subjek yang sudah ditentukan
akan dipenuhi, permasalahan apakah subjek tersebut mewakili populasi
atau sub populasi tidaklah menjadi persoalan.
e) Teknik double sampling
Teknik ini sangat baik digunakan apabila penelitian menggunakan
angket yang dikirimkan dengan menggunakan jasa pos sebagai usaha
penampungan bagi mereka yang tidak mengembalikan angket. Responden
yang telah mengembalikan daftar angket dimasukkan kedalam sampel
pertama, sedangkan responden yang tidak mengembalikan daftar angket
dimasukkan ke dalam sampel kedua. Pengumpulan data dari sampel kedua
dapat ditempuh dengan jalan interview.
f) Teknik area probability sampling
Area probabiliti sampling membagi daerah-daerah populasi menjadi
sub-sub populasi, dan sub populasi ini dibagi lagi kedalam daerah yang
lebih kecil dan apabila diperlukan maka daerah kecil ini dapat dibagi lagi
kedalam daerah-daerah yang lebih kecil lagi. Adapun besarnya subjek
yang akan diteliti dari masing-masing daerah tersebut tidak dapat
ditetapkan secara umum. Hal ini sangat tergantung pada situasi khusus
yang dihadapi oleh peneliti.
g) Teknik cluster sampling
Dalam cluster sampling satuan-satuan sampel tidak terdiri dari
individu melainkan kelompok-kelompok atau cluster. Sampling ini
dipandang ekonomik karena observasi-observasi yang dilakukan terhadap
cluster dipandang lebih murah dan mudah dari pada observasi terhadap
individu yang terpencar-pencar.
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
teknik cluster proporsional random sampling. Teknik ini merupakan gabungan
antara teknik random sampling dan non random sampling yaitu teknik cluster
sampling.
lxvi
Alasan dipilihnya teknik ini adalah karena jumlah populasi penelitian cukup
banyak dan terbagi ke dalam kelas-kelas atau kelompok. Selain itu, dengan teknik
ini setiap individu dalam populasi akan mendapat kesempatan yang sama untuk
dipilih menjadi anggota sampel dan dari keseluruhan kelas dapat terwakili secara
proporsional. Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
(1) Mengambil lokasi penelitian, yaitu di SMA Negeri 1 Mojolaban
(2) Menetapkan populasi penelitian, yaitu siswa kelas X
(3) Seluruh populasi terbagi menjadi 7 kelas yaitu X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7
(4) Mengambil sampel secara random dari 7 kelas tersebut
(5) Sampel diambil 20% dari jumlah populasi yaitu sejumlah 59 siswa yang
kemudian dibulatkan menjadi 60 siswa.
c. Teknik Pengambilan Sampel
Tidak ada peraturan yang tegas yang mengatur tentang jumlah sampel yang
dipersyaratkan untuk suatu penelitian dari populasi yang tersedia. Selain itu juga
tidak ada batasan yang jelas mengenai sampel yang besar dan sampel yang kecil.
Jumlah sampel juga banyak tergantung pada faktor-faktor seperti biaya, fasilitas,
waktu yang tersedia, jumlah populasi yang ada atau bersedia untuk dijadikan
sampel serta tujuan penelitian. Namun dalam penelitian ini peneliti berkiblat pada
pendapat para ahli berikut ini :
1) Sutrisno Hadi (2001: 221) menyebutkan bahwa “Sampel adalah bagian objek
yang diteliti untuk menetapkan besarnya sampel, langkah yang dilakukan
adalah apabila subjeknya kurang dari 100 atau lebih dari 100 maka sampel
yang diambil adalah 20% sampai 25%”.
2) Donald Ary terjemahan Arief Furchan (1982: 198) menjelaskan bahwa
besarnya sampel sebaiknya menggunakan sampel yang sebesar mungkin
namun disarankan agar penulis memasukkan sedikitnya tiga puluh subyek ke
dalam sampelnya, karena jumlah ini memungkinkan penggunaan statistik
sampel besar. Penelitian deskriptif biasanya menggunakan sampel yang lebih
lxvii
besar; kadang-kadang dianjurkan untuk mengambil 10 sampai 20 persen dari
populasi yang dapat dijangkau.
Sampel yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 298 yang terbagi dalam
7 kelas yaitu X.1, X.2, X.3, X.4, X.5, X.6, dan X.7. Berdasarkan pendapatpendapat tersebut diatas maka peneliti menetapkan jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah sebesar 20% dari jumlah populasi. Jadi jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah sejumlah 59 siswa yang kemudian dibulatkan menjadi 60
siswa.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Identifikasi Variabel
a. Variabel Bebas
Variabel bebas atau disebut juga variabel eksperimental, atau variabel x
adalah variabel yang diselidiki pengaruhnya. Sebagai variabel bebas dalam
penelitian ini adalah Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Status Sosial Ekonomi (X2).
b. Variabel Terikat
Variabel terikat atau disebut juga variabel kontrol, variabel ramalan
ataupun variabel Y, adalah variabel yang diramalkan akan timbul dalam
hubungan yang fungsional (atau sebagai pengaruh dari) variabel bebas. Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah Prestasi Belajar Siswa.
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini data mengenai pola asuh orang tua, status sosial ekonomi
dan prestasi belajar siswa diambil dari siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban
Tahun Pelajaran 2009/2010.
3. Metode Mendapatkan Data
lxviii
Sehubungan dengan masalah penelitian yang penulis angkat, maka teknik yang
digunakan untuk mengumpulkan data menggunakan metode angket. Metode angket
adalah daftar pernyataan atau pertanyaan yang dikirim kepada responden baik secara
langsung atau tidak langsung (melalui pos atau perantara).
Sebagai alat untuk mengumpulkan data, angket memiliki beberapa kelebihan
dan kekurangan, diantaranya adalah sebagai berikut :
Menurut Sutrisno Hadi (2000: 157) metode angket banyak digunakan oleh
peneliti berdasarkan anggapan- anggapan sebagai berikut :
a. Subyek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.
b. Apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat
dipercaya.
c. Interpretasi subyek tentang pertanyaan- pertanyaan yang diajukan kepadanya
adalah sama dengan yang dimaksudkan oleh peneliti.
Anggapan- anggapan tersebut mempunyai beberapa kelemahan, seperti yang
diungkapkan oleh Sutrisno Hadi (2000: 157) yaitu :
a. Unsur- unsur yang tidak disadari akan dapat terungkap.
b. Besar kemungkinan jawaban- jawaban yang diberikan dipengaruhi oleh
keinginan- keinginan pribadi.
c. Ada hal- hal yang dirasa tidak perlu ditanyakan, misalnya hal- hal yang
memalukan atau yang dipandang tidak penting untuk dikemukakan.
d. Kesukaran merumuskan keadaan diri sendiri ke dalam bahasa.
e. Ada kecenderungan untuk berkonstruksi secara logis unsur- unsur yang
dirasa kurang berhubungan secara logis.
Angket atau kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang diajukan secara
tertulis kepada subjek penelitian yang memperoleh jawaban atau tanggapan secara
tertulis seperlunya. Angket pada umumnya meminta keterangan tentang fakta yang
diketahui oleh responden atau juga mengenai pendapat atau sikap. Maksud serta
tujuan penelitian akan mempunyai pengaruh terhadap materi serta bentuk pertanyaan
yang ada dalam angket atau kuesioner.
Suharsimi Arikunto (1996: 140) mengemukakan macam-macam angket, antara
lain :
1) Dipandang dari cara menjawabnya, ada:
lxix
a) Angket terbuka, yang memberi kapada responden untuk menjawab dengan
kalimatnya sendiri.
b) Angket tertutup, yang sudah disediakan jawabannya, sehingga responden
tinggal memilih.
2) Dipandang dari bentuknya, angket dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :
a) Angket pilihan ganda, sebuah pertanyaan disusun dengan berbagai
kemungkinan jawaban, responden diminta memilih salah satu dari beberapa
pilihan jawaban.
b) Angket isian, sebuah pertanyaan ditulis dalam kalimat pertanyaan atau
perumusan dan ada beberapa kalimat yang dihilangkan.
c) Angket chek list, sebuah daftar dimana responden tinggal membubuhkan
tanda chek (V) pada kolom yang sesuai.
d) Rating skale (skala bertingkat), yaitu sebuah pertanyaan diikuti oleh kolomkolom yang menunjukkan tingkat-tingkat, misalnya mulai dari sangat setuju
sampai ke sangat tidak setuju.
Sedangkan langkah-langkah menyusun angket meliputi :
a. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket. Jenis
angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket langsung dan tertutup
yaitu berupa angket yang daftar pernyataannya langsung dikirim kepada orang
yang ingin dimintai pendapat, keyakinannya atau diminta menceritakan tentang
keadaan dirinya sendiri.
b. Kisi-kisi Angket
Sebelum menyusun angket, terlebih dahulu dibuat konsep alat ukur yang
sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Konsep alat ukur ini berupa kisi-kisi
angket. Konsep ini dijabarkan ke dalam variabel dan indikator yang dijadikan
pedoman dalam menyusun item-item angket sebagai instrumen pengukuran.
c. Butir Angket
Penyusunan butir-butir sebagai alat ukur didasarkan pula kisi-kisi angket
yang telah dibuat sebelumnya. Setelah indikator ditetapkan, kemudian dituangkan
kedalam butir-butir angket yang terdiri butir positif dan butir negatif.
d. Prosedur Penyusunan Angket
lxx
Mengenai prosedur yang penulis tempuh dalam penyusunan angket
adalah:
1) Menetapkan tujuan
Dalam penelitian ini tujuan penyusunan angket ini adalah untuk
memperoleh data tentang pola asuh orang tua, status sosial ekonomi dan
prestasi belajar siswa.
2) Menetapkan aspek yang ingin diungkap
Untuk memperjelas aspek yang ingin diungkap maka digunakan kisikisi angket. Kisi- kisi instrument diperlukan untuk memperjelas serta
mempermudah pembuatan item- item instrument. Pembuatan kisi- kisi dalam
instrument ini disesuaikan dengan indikator- indikator yang sudah ditentukan
sebelumnya dan disesuaikan dengan lingkup masalah dan tujuan yang hendak
dicapai
3) Menentukan jenis dan bentuk angket
Dalam penelitian ini, angket yang digunakan adalah angket langsung
tertutup. Alasan digunakan teknik ini adalah karena angket akan diberikan
langsung kepada responden untuk diisi. Bentuk pertanyaannya adalah
pertanyaan tertutup agar memudahkan responden untuk memilih jawaban
yang telah disediakan dan membatasi jawaban yang akan diberikan oleh
responden sehingga hasil penelitian ini sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.
4) Menyusun Item Angket
Angket tersusun atas item-item terdiri dari pertanyaan-pertanyaan
yang dibuat dengan mengacu pada kisi-kisi angket. Instrumen yang dibagikan
dapat disusun dengan langkah sebagai berikut :
a) Membuat item- item pertanyaan.
b) Membuat surat pengantar angket.
c) Menyusun petunjuk dan pedoman pengisian angket.
lxxi
5) Menentukan Skor
Setelah angket disusun maka, kemudian akan disusun skor dari
masing-masing jawaban. Dalam penelitian angket ini, setiap item mcmpunyai
alternatif jawaban dan skor antara 1 sampai 4. Dari alternatif jawaban tersebut
diberikan bobot nilai sebagai berikut:
Bentuk item positif
a) Alternatif jawaban A, mcmpunyai bobot nilai 4
b) Alternatif jawaban B, mempunyai bobot nilai 3
c) Alternatif jawaban C, mempunyai bobot nilai 2
d) Alternatif jawaban D. mempunyai bobot nilai 1
Bentuk Item Negatif
a) Alternatif jawaban A, mempunyai bobot nilai 1
b) Alternatif jawaban B, mempunyai bobot nilai 2
c) Alternatif jawaban C, mempunyai bobot nilai 3
d) Alternatif jawaban D, mempunyai bobot nilai 4
e. Uji Coba (Try Out) Angket
Setelah angket disusun, maka angket tersebut perlu diuji cobakan terlebih
dahulu mengenai validitas dan reliabilitasnya yaitu melalui try out. Tujuan
diadakannya try out ialah agar mendapatkan angket yang benar-benar valid. Oleh
karena itu instrumen penelitian perlu diuji melalui uji validitas dan reliabilitas
sebelum diterapkan di lapangan.
Menurut Sutrisno Hadi (2000 : 166) maksud diadakannya try out adalah
sebagai berikut :
1) Untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan yang kurang jelas maksudnya.
lxxii
2) Untuk meniadakan penggunaan kata-kata yang terlalu asing, terlalu akademik,
atau kata-kata yang menimbulkan kecurigaan.
3) Untuk memperbaiki pertanyaan-pertanyaan yang biasa dilewati atau hanya
menimbulkan jawaban-jawaban yang dangkal.
4) Untuk menambah item yang sangat perlu atau meniadakan item yang ternyata
tidak relevan dengan tujuan research.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maksud peneliti mengadakan tryout angket ini adalah:
1) Menghindari pertanyaan-pertanyaan yang bermakna ganda dan tidak jelas.
2) Menghindari pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya tidak diperlukan
3) Menghindari kata-kata yang kurang dimengerti oleh responden
4) Menghilangkan item-item yang dianggap tidak relevan dengan penelitian.
Selain beberapa maksud diadakannya try-out seperti yang disebutkan di
atas, tujuan diadakan try-out terhadap angket adalah untuk mengetahui kelemahan
angket yang disebarkan kepada responden dan untuk mengetahui sejauh mana
responden mengalami kesulitan di dalam menjawab pertanyaan tersebut, serta
untuk mengetahui apakah angket tersebut memenuhi syarat validitas dan
reabilitas.
1) Uji validitas angket
Menurut Nasution ( 2003 : 74 ) suatu alat pengukur dikatakan valid,
jika alat itu mengukur apa yang harus diukur oleh alat itu. Validitas
menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin
diukur. Dengan kata lain, validitas adalah kesesuaian antara alat ukur dengan
hal yang akan diukur. Dalam hal ini menggunakan teknik validitas internal
yaitu korelasi antara skor dengan skor total untuk menghitung besarnya
koefisien korelasi menggunakan teknik product momen dengan rumus:
rxy
=
{nSC
nSCU - (SC )(SU )
2
{
- (SC ) nSU 2 - (SU )
2
2
}}
(Saifuddin Azwar, 2002: 19)
Keterangan:
lxxiii
rxy
= koefisien korelasi antara variable X dan Y
åX
= Jumlah skor dalam sebaran X
å Y = Jumlah skor dalam sebaran Y
å XY = Jumlah perkalian skor X dan skor Y yang berpasangan
å X = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X
2
åY
n
2
= Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y
= Jumlah subyek
Kriteria uji validitas tersebut adalah jika ρ < 0,050 maka dapat
disimpulkan bahwa butir instrument adalah valid, sebaliknya jika ρ > 0,050
maka butir tersebut dinyatakan tidak valid.
2) Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh
mana suatu hasil pengukuran sampel konsisten apabila pengukuran diulangi
dua kali atau lebih. Dengan kata lain reliabilitas adalah indeks yang
menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat
diandalkan. Untuk
menghitung korelasi
reliabilitas digunakan rumus
alpha cronbach sesuai rumus Saifuddin Azwar (2002: 78) sebagai berikut :
2
é k ùé ås b ù
r11 = ê
1
ú
úê
s t2 úû
ë (k - 1) û êë
Keterangan:
r11
: Reliabilitas instrument
k
: Banyaknya butir pernyataan/banyaknya soal
s b2
: Varians butir
s t2
: Varians total
lxxiv
Kriteria uji reliabilitas tersebut adalah jika ρ < 0,050 maka dapat
disimpulkan bahwa butir instrument adalah reliabel, sebaliknya jika ρ > 0,050
maka butir tersebut dinyatakan tidak reliabel.
Berdasarkan hasil uji coba angket, kemudian dilakukan uji validitas
dan reliabilitas. Adapun hasil dari uji validitas dan reliabilitas adalah sebagai
berikut :
1) Uji Validitas
Untuk menghitung uji validitas digunakan rumus koefisien korelasi
product moment.
a) Variabel Pola Asuh Orang Tua (X1)
Dari hasil analisis butir (item) pada angket yang diuji cobakan
menunjukkan bahwa dari 40 item soal didapat 27 soal yang valid dan 13
butir item yang dinyatakan gugur atau tidak valid. Soal yang dinyatakan
valid adalah soal nomor 2, 3, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 22,
23, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 34, 35, 37, 38, 40 dan item yang dinyatakan
gugur adalah soal nomor 1, 4, 9, 12, 13, 17, 21, 24, 26, 32, 33, 36, dan 39.
Item soal dikatakan valid apabila ρ < 0,050. Perhitungan selengkapnya
dapat dilihat pada (Lampiran 5 hal 112)
b) Variabel Status Sosial Ekonomi (X2)
Dari hasil analisis butir (item) pada angket yang diuji cobakan
menunjukkan bahwa dari 30 item soal didapat 22 soal yang valid dan 8
butir item yang dinyatakan gugur atau tidak valid. Soal yang dinyatakan
valid adalah soal nomor 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18,
20, 21, 22, 23, 25, 30 dan item yang dinyatakan gugur adalah soal nomor
4, 17, 19, 24, 26, 27, 28, dan 29. Item soal dikatakan valid apabila ρ <
0,050. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 6 hal 117)
2) Uji Reliabilitas
Untuk menghiting reliabilitas digunakan rumus alpha cronbach dari
Saifuddin Azwar (1997: 78).
lxxv
a) Variabel Pola Asuh Orang Tua (X1)
Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa hasil perhitungan
diperoleh rtt = 0.918. Karena rtt > rtab 5% yaitu 0.918 > 0,301 maka item soal
dikatakan reliabel. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada
(Lampiran 5 hal 114)
b) Variabel Status Sosial Ekonomi (X2)
Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa hasil perhitungan
diperoleh rtt = 0. 945. Karena rtt > rtab 5% yaitu 0. 945 > 0,301 maka item
soal dikatakan reliabel. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada
(Lampiran 6 hal 119)
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis regresi ganda yaitu cara atau teknik khusus untuk mencari hubungan antar
dua variabel (sebagai prediktor) dengan variabel lain (sebagai kriterium). Alasan
digunakannya teknik ini adalah :
1. Karena dalam penelitian ini terdapat dua variabel predikator dan satu variabel
kriterium,
2. Untuk mengetahui hubungan antara prediktor dengan kriterium, sekaligus dapat
mengetahui signifikan atau tidaknya hubungan tersebut.
Sesuai dengan teknik yang digunakan, peneliti menggunakan dasar dalam
analisis dengan pedoman sebagai berikut :
Kaidah Uji Hipotesis Menggunakan Komputer :
Jika ρ (probabilitas) < 0,01 = sangat signifikan
Jika ρ (probabilitas) < 0,05 = signifikan
Jika ρ (probabilitas) < 0,15 = cukup signifikan
Jika ρ (probabilitas) < 0,30 = kurang signifikan
Jika ρ (probabilitas) > 0,30 = tidak signifikan
Dalam uji butir tes menggunakan signifikansi ρ < 0,05.
lxxvi
Langkah-langkah yang diperlukan dalam penelitian ini untuk menguji
persyaratan analisis regresi ganda adalah :
1. Uji Prasyarat Analisis
2. Uji Hipotesis
1. Uji Persyaratan Analisis
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui penyebaran suatu variabel
acak berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini
menggunakan edisi Prof. Sutrisno Hadi dan Yani
Pamardiningsih, UGM.
Yogyakarta-Indonesia Versi IBM/IN Tahun 2004.
Jika ρ > 0,050 maka data yang diperoleh berdistribusi normal, sebaliknya
jika ρ < 0,050 maka data yang diperoleh berdistribusi tidak normal.
b. Uji Linieritas
Uji linearitas variabel X1 terhadap Y, dan X2 terhadap Y adalah untuk
mengetahui tingkat kelinieran data atau untuk mengetahui bahwa setiap
peningkatan variabel X juga diikuti dengan variabel Y. Uji linieritas dalam
penelitian ini menggunakan edisi Prof. Sutrisno Hadi dan Yani Pamardiningsih,
UGM. Yogyakarta-Indonesia Versi IBM/IN Tahun 2004
Jika ρ > 0,050 maka dapat disimpulkan korelasinya linier, sebaliknya jika
ρ < 0,050 maka korelasinya tidak linier.
2. Uji Hipotesis
Setelah uji prasyarat telah terpenuhi, maka dapat dilakukan pengujian
hipotesis yang telah diajukan. Uji hipotesis ini menggunakan uji regresi ganda.
Adapun langkah-langkah dalam pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah :
a. Uji Hipotesis Pertama dan Kedua :
rC1U =
{nSC
nSC1 U - (SC1 )(SU )
2
}{
- (SC1 ) nSU 2 - (SU )
2
1
lxxvii
2
}
(Sutrisno Hadi, 2001: 4)
Keterangan:
n
: Menyatakan jumlah data observasi
X
: Variabel prediktor
Y
: Variabel kriterium
rX 1Y
: Koefisien korelasi X1 dan Y
rX 2Y
: Koefisien korelasi X2 dan Y
b. Uji Hipotesis Ketiga
Ry(1,2)
=
a 1 å x1 y + a 2 å x 2 y
åy
2
Sutrisno Hadi (2001: 25),
Keterangan:
ry(1,2)
= Koefisien korelasi antara X1 dan X2 dengan Y
a1
= koefisien prediktor X1
a2
= koefisien prediktor x2
S xiy
= jumlah produk antara xi dan y
S x2 y
= jumlah produk antara X2 dan y
Sy
= jumlah kuadrat kriterium Y
2
Jika ρ < 0,050 maka data yang diperoleh korelasinya signifikan, sebaliknya
jika ρ > 0,050 maka data yang dipeoleh korelasinya tidak signifikan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Diskripsi Data
1. Diskripsi Wilayah Penelitian
a. Awal Berdirinya Sekolah SMA Negeri 1 Mojolaban
Pembukaan SMA Negeri 1 Mojolaban Sukoharjo berdasarkan
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
lxxviii
0216/O/1992 tentang Pembukaan dan Penegerian Sekolah Tahun Pelajaran
1991/1992, yang berlaku tanggal 1 April 1992. Sebelumnya, mulai awal tahun
Pelajaran 1990/1991 bertempat di SMP Negeri 1 Mojolaban sore hari sudah
menerima 138 orang siswa baru kelas I tiga kelas.
Sekarang SMA Negeri 1 Mojolaban beralamat di Jalan Bathara Surya
nomor 10, Desa Wirun, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo,
Propinsi Jawa Tengah. Lokasi ini mudah dijangkau kendaraan umum dari
arah timur atau selatan sekolah pada jarak sekitar 400 m. Sertifikat (B
8267434) tanah dengan Hak Pakai nomor 5 di Desa Wirun, lamanya tak
terbatas (selama digunakan gedung SMA). Luas areal tanah sekitar 16.304 m².
Jalan Bathara Surya adalah jalan masuk ke perkampungan yang
mayoritas penduduknya pengrajin genteng. Lokasi Sekolah terletak di tengahtengah mereka, sehingga kebisingan suara mesin pencetak genteng yang
kadang-kadang terdengar dari sekolah bukan hal yang luar biasa. Juga
tumpukan bahan bakar dan jemuran cetakan genteng di kanan-kiri jalan
Bathara Surya merupakan pemandangan sehari-hari.
Diatas areal seluas 16.304 m², telah didirikan bangunan ruang kelas
dan lain-lain seluas sekitar 4.090 m². Sisanya sekitar 12.214 m²berupa
lapangan upacara, kebun/taman, halaman dan areal tanah kosong. Di areal
tanah kosong seluas sekitar 5.016 m² akan dibangun laboratorium IPA, Aula
dan Lapangan Olahraga.
Ditinjau dari standarisasi bangunan dan perabot Sekolah Menengah
Umum (Direktorat Dikmenum, 2003) dan Standar Pelayanan Minimal
(Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 053/U/2001 tentang
Pedoman
Penyusunan
Standar
Pelayanan
Minimal
Penyelenggaraan
Persekolahan Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah), luas, tata letak dan
desain bangunan/ruang yang ada masih perlu dibenahi.
Untuk menunjang supaya proses belajar mengajar dapat berjalan
dengan baik, maka pihak sekolah berusaha untuk melengkapi sarana dan
lxxix
prasarana belajar. Sampai sekarang sekolah sudah memiliki beberapa ruang,
selebihnya dapat dilihat pada lampiran.
Kepala Sekolah yang pernah menjabat sebagai pimpinan di SMA
Negeri 1 Mojolaban :
1. Drs. H. Soegiono (Periode I tahun 1990─1991)
2. Moedjiarno, B.A (Periode II tahun 1991─1993)
3. Drs. Soeroso (Periode III tahun 1993─1997)
4. Drs. Soekardjo (Periode III tahun 1997─2004)
5. Drs. Soeperman (Periode IV tahun 2004/2005 [Almarhum])
6. Drs. H. Sukirno (PLT. Kepala Sekolah Mei 2006)
7. Drs. Juari (Periode VII tahun 2006─2008)
8. Drs. Tukiman, M.Pd. (Periode VIII tahun 2008 Sampai Sekarang)
lxxx
Struktur Organisasi SMA Negeri 1 Mojolaban
Kepala Sekolah
KA. TU
Kurikulum
Sarana
Kesiswaan
Humas
Wali Kelas
Wali Kelas
Wali Kelas
Wali Kelas
Guru
Siswa
lxxxi
b. Profile SMA Negeri 1 Mojolaban
1) Daerah Asal Siswa
Ditinjau dari daerah asla sekolahnya, siswa SMA Negeri 1
Mojolaban berasal dari dalam dan luar Kabupaten Sukoharjo.
Dari dalam Kabupaten Sukoharjo : ± 89,00% berasal dari
Kecamatan Mojolaban, Polokarto, Bendosari, Sukoharjo, Grogol dan
Baki.
Dari luar daerah Kabupaten Sukoharjo : ± 11,00% berasal dari
Kabupaten/kota Karanganyar, Surakarta dan lain-lain.
2) SMA Transit
Saat ini jumlah rombongan belajar adalah 18 kelas atau 6 kelas
pararel, dengan jumlah siswa per kelas berkisar 34-40 orang. Secara
historis daya tampung siswa per kelas 40 orang tidak pernah terpenuhi
sepanjang tahun pelajaran. Mutasi keluar lebih banyak daripada mutasi
masuk, terutama di kelas I/XI dan di kelas II, sehingga jumlah siswa
berkurang rata-rata ± 6,50% per tahun. Dengan melihat arah dan waktu
mutasi keluar, ada kecenderungan untuk menduga bahwa SMA Negeri 1
Mojolaban adalah “SMA Transit”.
3) Hasil Ujian/Lulusan
Hasil Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004 lulus 100% baik
program IPA maupun IPS, dengan kriteria batas kelulusan > 4,01.
Keseluruhan yang lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi ratarata hanya sekitar 14%. Namun, lulusan yang berhasil diterima di
Perguruan Tinggi Negeri tanpa tes tidak ketinggalan dari SMA Negeri lain
yang setaraf. Untuk tahun 2003/2004 sebanyak 17 orang. Sedangkan
untuk tahun 2004/2005 sebanyak 31 orang.
4) Jumlah Tenaga Kependidikan
lxxxii
Jumlah tenaga kependidikan sekarang ini 69 orang, terdiri dari 56
orang guru dan 13 orang non guru.
5) Dukungan Orang Tua/Wali Siswa dan Masyarakat
Dukungan orang tua/wali siswa berupa dan ke sekolah melalui
komite sekolah yang besarnya ditetapkan berdasarkan rapat adalah baik.
Hanya secara ekonomis tingkat penghasilan orang tua/wali rata-rata
tergolong sedang, sehingga tunggukan komite sekolah setiap bulan ratarata sekitar 52%.
Bagi orang tua/wali siswa yang kenyataannya kurang mampu,
disediakan beasiswa (selektif) melalui Pengurus Komite maupun Dinas
Pendidikan Kabupaten Sukoharjo.
Dukungan masyarakat sekitar sekolah yang bermata pencaharian
sebagai pengrajin genteng tergolong sedang/kurang, jika dilihat masih
adanya tetangga yang menyalakan mesin pencetak genteng pada saat
pelajaran berlangsung. Demikian juga kebersihan lingkungan di depan
sekolah terganggu dengan adanya bahan bakar dan genteng-genteng yang
dijemur di tepi jalan dekat pagar sekolah.
Pengurus komite yang berasal dari unsur tokoh masyarakat, orang
tua/wali siswa, alumni dan guru/tenaga kependidikan memberi dukungan
penuh kepada usaha-usaha peningkatan mutu sekolah.
c. Visi, Misi dan Tujuan SMA Negeri 1 Mojolaban
Ø Visi
Unggul dalam prestasi yang berakar pada keimanan dan ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
Indikator :
1) Tercapainya
target
kelulusan
100%
dengan
penguasaan
standar
kompetensi mata pelajaran SMA sesuai dengan standar nasional
2) Meningkatkan jumlah lulusan yang diterima di perguruan tinggi baik
negeri maupan swasta terakreditasi hingga mencapai 25%
lxxxiii
3) Prosentase kenaikan kelas meningkat hingga mencapai 100% tanpa nilai
mata pelajaran yang tidak tuntas.
4) Kualitas penjurusan yang semakin meningkat dengan nilai rata-rata mata
pelajaran ciri khas jurusan 7,5
5) Nilai standar ketentuan belajar minimal semakin meningkat hingga
mencapai nilai 80 tiap mata pelajaran.
6) Dalam kejuaraan lomba antar sekolah.
a. Menjuari siswa teladan tingkat kabupaten hingga mencapai tingkat
provinsi.
b. Menjuarai lomba Mata pelajaran tingkat kabupaten.
c. Menjuarai lomba-lomba pramuka ditingkat kwartir cabang dan kwartir
daerah
d. Menjuarai pertandingan sepak bola antar sekolah pada tingkat
kabupaten maupun provinsi
e. Menjuarai lomba seni tari dan seni suara antar sekolah pada tingkat
kabupaten maupun provinsi.
7) Taat melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan yang
dianutnya.
8) Jiwa keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tercermin
dalam perilaku sehari-hari, berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia.
9) Terciptanya hubungan yang harmonis antar pemeluk agama
10) Terlaksananya program pembinaan dan peningkatan keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Ø Misi
Misi yang dimaksud adalah pola dasar tindakan yang dilakukan oleh SMA
Negeri 1 Mojolaban sehingga Visi yang dimaksud di atas dapat teralisasi.
1) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap
peserta didik berkembang secara optimal sesuai dengan potensial yang
dimiliki.
lxxxiv
2) Mengoptimalkan peran masing-masing komponen pendidikan khususnya
peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai prestasi
belajar yang tinggi.
3) Mendorong dan memebantu setiap peserta didik untuk mengenali potensi
dirinya, sehingga dikembangkan secara optimal.
4) Mendorong seluruh warga sekolah dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan, baik mutu dibidang akademik maupun mutu dibidang non
akademik.
5) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan dalam bidang pembinaan generasi
muda, olahraga, dan seni budaya.
6) Menumbuhkembangkan penghayatan terhadap ajaran agama yang di anut
dan budi pekerti luhur sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak.
7) Membina dan meningkatakan kerukunan dan kebersamaan dalam
kehidupan yang dilandasi budi pekerti luhur, berbudaya dan berwawasan
kebangsaan.
8) Membina
dan
menggerakan
perkembangan
peserta
didik,
baik
perkembangan daya cipta, rasa dan karsa maupun perkembangan
jasmaniah.
Ø Tujuan
Untuk mewujudkan visi dan misi SMA Negeri 1 Mojolaban dapat dirumuskan
tujuan sebagai berikut:
1) Tahun 2008, mampu mengelola pendidikan semakin professional melalui
pendekatan holistik, dengan memberdayakan komponen pendidikan agar
berfungsi optimal, sehingga menghasilkan kinerja yang maksimal.
2) Pada tahun 2008, mampu menciptakan iklim dan suasana sekolah yang
lebih aman, nyaman dan meyenangkan (safer school) untuk mendukung
berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang baik dan optimal.
lxxxv
3) Pada tahun 2008, mampu melaksanakan program penjurusan yang
berkualitas, sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan
intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
4) Pada tahun 2008, proporsi lulusan yang melanjutkan ke perguruan tinggi
terakreditasi minimal 35%
5) Pada tahun 2008, mampu mengikuti lomba KIR, Olimpiade mata
pelajaran, dan pemilihan siswa berprestasi, mencapai finalis tingkat
provinsi
6) Pada tahun 2008, memiliki andalan bidang non akademik yang mampu
menjadi finalis tingkat provinsi.
a. Tim olah raga minimal 4 cabang
b. Tim kesenian
c. Gugus depan pramuka
d. Tim teknologi informasi
7) Pada tahun 2008, seluruh warga sekolah telah menghayati dan
mengamalkan pelajaran agama yang di anut, berbudi pekerti luhur, sopan
santun, jujur, berakhlak mulia, menepati janji dan bertanggung jawab.
8) Pada tahun 2008, tercapainya pola pikIr bagi warga sekolah yang aktif,
kreatif, inovatif, logis terhadap tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan.
2. Diskripsi Data Penelitian
Penelitian tentang hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Status
Sosial Ekonomi (X2) dengan Prestasi Belajar (Y) siswa kelas X SMA Negeri 1
Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010, meliputi tiga macam data yaitu :
1. Pola Asuh Orang Tua yang berasal dari data skor angket responden
2. Status Sosial Ekonomi yang berasal dari data skor angket responden
3. Prestasi Belajar yang berasal dari nilai akhir siswa di sekolah (nilai raport)
Ketiga data tersebut akan dijelaskan dalam uraian di bawah ini :
1. Deskripsi Data Tentang Pola Asuh Orang Tua
lxxxvi
Pola asuh orang tua dalam penelitian ini adalah variabel bebas (X1). Skor
data yang telah diperoleh dapat dilihat pada (Lampiran 9 hal 133). Sedangkan
rangkuman data statistik dapat disajikan dalam uraian sebagai berikut :
1) Nilai terendah
: 83,00
2) Nilai tertinggi
: 108,00
3) Modus
: 85,50
4) Mean
: 94,20
5) Median
: 93,30
6) S.B.
: 8,03
7) S.R.
: 7,15
Adapun distribusi frekuensi data pola asuh orang tua dapat disajikan
dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Data Pola Asuh Orang Tua (X1)
Interval
kelas
Fx atau
Frekuensi
Frekuensi
fX2
Komulatif
Prosentase
(fX %)
F.K.
Prosenta
se
106,5 – 112,5
6
645,00
69,339.00
10.00
100
100,5 – 106,5
9
930,00
96,118.00
15.00
90.00
94,5 – 100,5
13
1,227.00
125,473.00
21.67
73.33
88,5 – 94,5
10
913,00
83,373.00
16.67
53.33
82,5 – 88,5
22
1,887.00
161,917.00
36.67
13.33
Jumlah
60
5,652.00
536,220.00
100
-
Berdasarkan tabel sebaran frekuensi variabel Pola Asuh Orang Tua maka
dapat diketahui bahwa responden paling banyak menempati kelas ke-1 pada
interval 82,5-88,5 dengan prosentase 36,67%. Kemudian diikuti kelas ke-3 pada
interval 94,5-100,5 dengan prosentase 21,67%, lalu diikuti oleh kelas ke-2 pada
lxxxvii
interval 88,5-94,5 dengan prosentase 16,67%. Setelah itu diikuti kelas ke-4 pada
interval 100,5-106,5 dengan prosentase 15%. Sedangkan responden paling sedikit
menempati kelas ke-5 pada interval 106,5-112,5 dengan prosentase kelas 10%.
Penyebaran data dapat diperikasa dalam histogram berikut ini :
Deskripsi Data Pola Asuh Orang Tua
Pola Asuh Orang Tua
25
Frekuansi
20
15
10
5
0
82,5-88,5
88,5-94,5
94,5-100,5
100,5-106,5
106,5-112,5
Interval
Gambar 3. Grafik Histogram Pola Asuh Orang Tua (X1)
2. Deskripsi Data Tentang Status Sosial Ekonomi
Status Sosial Ekonomi dalam penelitian ini adalah variabel bebas (X2).
Skor data yang telah diperoleh dapat dilihat pada (Lampiran 9 hal 134).
Sedangkan rangkuman data statistik dapat disajikan dalam uraian sebagai berikut
:
1) Nilai terendah
: 59,00
2) Nilai tertinggi
: 88,00
3) Modus
:2
4) Mean
: 74,13
lxxxviii
5) Median
: 74,25
6) S.B.
: 7,69
7) S.R.
: 5,89
Adapun distribusi frekuensi data status sosial ekonomi dapat disajikan
dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Status Sosial Ekonomi (X2)
Interval
kelas
fX atau
Frekuensi
F.K.
Frekuensi
fX2
Prosentase
Prosentase
Komulatif
82,5 – 88,5
8
686,00
58,836.00
13,33
100,00
76,5 – 82,5
16
1,269.00
100,669.00
26,67
86,67
70,5 – 76,5
16
1,187.00
88,095.00
26,67
60,00
64,5 – 70,5
13
884,00
60,154.00
21,67
33,33
58,5 – 64,5
7
422,00
25,446.00
11,67
11,67
Jumlah
60
4,448.00
333,230.00
100
Berdasarkan tabel sebaran frekuensi variabel Status Sosial Ekonomi maka
dapat diketahui bahwa responden paling banyak menempati kelas ke-3 dan ke-4
pada interval 70,5-76,5 dan interval 76,5-82,5 dengan prosentase masing-masing
kelas 26,67%, kemudian diikuti oleh kelas ke-2 pada interval 64,5-70,5 dengan
prosentase kelas 21,67%, kemudian diikuti oleh kelas ke-5 pada interval 82,588,5 dengan prosentase 13,33%. Sedangkan responden paling sedikit berada pada
kelas ke-1 pada interval 58,5-64,5 dengan prosentase kelas 11,67%. Penyebaran
data dapat diperiksa dalam histogram berikut ini :
lxxxix
Deskripsi Data Status Sosial Ekonomi
Frekuensi
Status Sosial Ekonomi
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
58,5-64,5
64,5-70,5
70,5-76,5
76,5-87,5
87,5-88,5
Interval
Gambar 4. Grafik Histogram Status Sosial Ekonomi (X2)
3. Deskripsi Data Tentang Prestasi Belajar Sosiologi Siswa
Prestasi Belajar Sosiologi Siswa dalam penelitian ini adalah variabel
terikat (Y). Skor data yang telah diperoleh dapat dilihat pada (Lampiran 9 135).
Sedangkan rangkuman data statistik dapat disajikan dalam uraian sebagai berikut
:
xc
1) Nilai terendah
: 65,00
2) Nilai tertinggi
: 96,00
3) Modus
: 82,00
4) Mean
: 78,65
5) Median
: 78,91
6) S.B.
: 8,55
7) S.R.
: 7,06
Adapun distribusi frekuensi data tentang prestasi belajar sosiologi siswa
dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Sosiologi Siswa (Y)
Interval
kelas
fX atau
Frekuensi
Frekuensi
F.K.
fX
2
Prosentase
Prosentase
Komulatif
92,5 – 99,5
3
286,00
27,266.00
5,00
100.00
85,5 – 92,5
11
976,00
86,636.00
18,33
95,00
78,5 – 85,5
17
1,388.00
113,364.00
28,33
76,67
71,5 – 78,5
13
984,00
74,548.00
21,67
48,33
64,5 – 71,5
16
1,085.00
73,653.00
26,67
26,67
Jumlah
60
4,719.00
375,467.00
100.00
Berdasarkan tabel sebaran frekuensi variabel Prestasi Belajar Sosiologi
Siswa maka dapat diketahui bahwa responden paling banyak menempati kelas ke-
xci
3 pada interval 78,5-85,5 dengan prosentase 28,33% ; kemudian diikuti oleh kelas
ke-1 pada interval 64,5 – 71,5 dengan prosentase kelas 26,67%; kemudian diikuti
oleh kelas ke-2 pada interval 71,5-78,5 dengan prosentase 21,67%; kemudian
diikuti lagi oleh kelas ke-4 pada interval 85,5-92,5 dengan prosentase 18,33%.
Sedangkan responden paling sedikit berada pada kelas ke-5 pada interval 92,599,5 dengan prosentase 5,00%. Penyebaran data dapat diperikasa dalam
histogram berikut ini :
Deskripsi Data Prestasi Belajar
Frekuensi
Prestasi Belajar
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
64,5-71,5
71,5-78,8
78,5-85,5
85,5-92,5
Interval
Gambar 5. Grafik Histogram Prestasi Belajar (Y)
xcii
92,5-99,5
B. Pengujian Prasyarat Analisis Data
Data yang telah tersusun secara sistematis seperti pada (Lampiran 10 hal 137),
selanjutnya dianalisis untuk membuktikan hipotesis yang dirumuskan. Syarat analisis
data yang digunakan analisis regresi linier adalah sebaran populasi data harus
berdistribusi normal dan kedua variabel bebas harus linier dengan variabel terikat.
Hasil uji prasyarat analisis data yang telah dilakukan dapat dijelaskan dalam
uraian sebagai berikut :
1. Uji Normalitas
Jika ρ > 0,050 maka data yang diperoleh berdistribusi normal, dan apabila
ρ < 0,050 maka data yang diperoleh berdistribusi tidak normal.
a. Uji Normalitas Variabel Pola Asuh Orang Tua (X1)
Tabel 5. Hasil Uji Normalitas variabel pola asuh orang tua ( X1 )
Klas
f0
fh
f0- fh
(f0- fh)2
(f 0 - f h ) 2
fh
6
0
1,37
-1,37
1,87
1,37
5
13
8,15
4,85
23,48
2,88
4
15
20,48
-5,48
30,01
1,47
3
19
20,48
-1,48
2,18
0,11
2
13
8,15
4,85
23,48
2,88
1
0
1,37
-1,37
1,87
1,37
xciii
Total
60
Rerata
60,00
0,00
= 94,200
S.B. = 8,027
Kai Kuadrat = 10,068
db = 5
ρ = 0,073
Sesuai program uji normalitas sebaran Edisi : Sutrisno Hadi dan Yuni
Pamardiningsih ( 2004 ) dapat diketahui hasilnya sebagai berikut :
χ2 ( kai kuadrat ) = 10,068
ρ = 0,073.
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa ρ > 0,050 atau 0,073 > 0,050
yang berarti bahwa sampel yang diambil berasal dari populasi yang
berdistribusi normal atau kesimpulannya sebaran normal. Perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 10 hal 138).
b. Uji Normalitas Variabel Status Sosial Ekonomi (X2)
Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Skor Status Sosial Ekonomi
Klas
F0
fh
f0- fh
(f0- fh)2
(f 0 - f h ) 2
fh
10
0
0,49
-0,49
0,24
0,49
9
1
1,66
-0,66
0,44
0,26
8
7
4,75
2,25
5,05
1,06
xciv
7
9
9,55
-0,55
0,30
0,03
6
15
13,54
1,46
2,13
0,16
5
12
13,54
-1,54
2,38
0,18
4
9
9,55
-0,55
0,30
0,03
3
2
4,75
-2,75
7,57
1,59
2
5
1,66
3,34
11,14
6,70
1
0
0,49
-0,49
0,24
0,49
Total
60
60,00
0,00
-
11,01
Rerata
= 74,133
S.B = 7,685
Kai Kuadrat = 11,005
db = 9
ρ = 0,275
Berdasarkan perhitungan tabel uji normalitas sebaran variabel X2
diatas, dapat diperoleh hasil sebagai berikut :
χ2 ( kai kuadrat ) = 11,005
ρ = 0,275
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan ρ > 0,050 atau 0,275 > 0,050 maka
dapat dinyatakan bahwa sampel yang diambil berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Hal ini sesuai dengan kaidah ρ > 0,050 kesimpulannya
normal. Perhitungannya dapat dilihat pada (Lampiran 10 hal 139).
c. Uji Normalitas Variabel Prestasi Belajar Siswa (Y)
Tabel 7. Hasil Uji Normalitas Skor Prestasi Belajar Siswa
Klas
F0
fh
f0- fh
xcv
(f0- fh)2
(f 0 - f h ) 2
fh
10
0
0,49
0,49
0,24
0,49
9
3
1,66
1,34
1,79
1,08
8
6
4,75
1,25
1,56
0,33
7
8
9,55
-1,55
2,41
0,25
6
14
13,54
0,46
0,21
0,02
5
10
13,54
-3,54
12,55
0,93
4
11
9,55
1,45
2,10
0,22
3
8
4,75
3,25
10,55
2,22
2
0
1,66
-1,66
2,76
1,66
1
0
0,49
-0,49
0,24
0,49
Total
60,00
60,00
0,00
-
7,68
Rerata
= 78,650
S.B = 8,555
Kai Kuadrat = 7,685
db = 9
ρ = 0,566
Berdasarkan perhitungan tabel uji normalitas sebaran variabel Y
diatas, dapat diperoleh hasil sebagai berikut :
χ2 ( kai kuadrat ) = 7,685
ρ = 0,566
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan ρ > 0,050 atau 0,566 > 0,050 maka
dapat dinyatakan bahwa sampel yang diambil berasal dari populasi berdistribusi
normal. Hal ini sesuai dengan kaidah ρ > 0,050 kesimpulannya normal.
Penjelasannya dapat dilihat pada (Lampiran 10 hal 140)
2. Uji Linieritas dan Keberartian
Berdasarkan kaidah yang berlaku, data dalam penelitian dikatakan
memiliki korelasi yang linier apabila ρ > 0,050 maka data dalam penelitian
memiliki korelasi yang linier, dan apabila ρ < 0,050 maka data dalam penelitian
korelasinya tidak linier.
a. Uji Linieritas Variabel Pola Asuh Orang Tua (X1) dengan Prestasi
Belajar Siswa (Y)
xcvi
Berdasarkan hasil uji linieritas antara Pola Asuh Orang Tua dengan
Prestasi Belajar Siswa, diperoleh ρ = 0,631 dan F = 0,241. Karena ρ > 0,050
maka dapat diambil kesimpulan bahwa pola asuh orang tua dan prestasi
belajar siswa mempunyai korelasi yang linier. Hasil uji linieritas Pola Asuh
Orang Tua dengan Prestasi Belajar dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 8. Rangkuman Uji Linieritas X1 dengan Y
Sumber
Regresi
Derajat
ke 1
Residu
R2
0,158
db
1
Var
0,158
F
10,864
ρ
0,002
0,842
58
0,015
--
--
Regresi
ke 2
0,241
2
0,121
9,052
0,001
Beda
ke 2 – ke
1
0,083
1
0,083
6,255
0,015
0,759
57
0,013
--
--
Regresi
ke 3
0,244
3
0,081
6,035
0,002
Beda
ke 3 – ke
2
0,003
1
0,003
0,241
0,631
0,756
56
0,013
--
--
residu
residu
Korelasinya Kuadratik
Sebagai bukti bahwa korelasi antara Pola Asuh Orang Tua dengan
Prestasi Belajar Siswa adalah linier dapat dilihat pada (Lampiran 11 hal 143).
b. Uji Linieritas Variabel Status Sosial Ekonomi (X2) dengan Prestasi
Belajar Siswa (Y)
Berdasarkan hasil uji linieritas antara Status Sosial Ekonomi dengan
Prestasi Belajar Siswa, diperoleh ρ = 0,302 dan F = 1,089. Karena ρ > 0,050
maka dapat diambil kesimpulan bahwa status sosila ekonomi dan prestasi
belajar sosiologi siswa mempunyai korelasi yang linier. Hasil uji linieritas
Status Sosial Ekonomi dengan Prestasi Belajar dapat dilihat pada tabel berikut
ini :
Tabel 9. Rangkuman Uji Linieritas X2 dengan Y
xcvii
Sumber
Derajat
R2
db
Var
F
ρ
Regresi
ke 1
0,051
1
0,051
3,108
0,080
0,949
58
0,016
--
--
Residu
Regresi
ke 2
0,069
2
0,034
2,101
0,130
Beda
ke 2 – ke
0,018
1
0,018
1,089
0,302
residu
1
0,931
57
0,016
--
--
Korelasinya Linier
Sebagai bukti bahwa korelasi antara Status Sosila Ekonomi dengan
Prestasi Belajar adalah linier dapat dilihat pada (Lampiran 11 hal 143) dalam
bentuk grafik hasil uji linieritas Status Sosial Ekonomi dengan Prestasi
Belajar.
C. Pengujian Hipotesis
Setelah syarat-syarat tersebut terpenuhi, selanjutnya dapat dilakukan analisis
data untuk mengetahui apakah hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya diterima
atau ditolah. Adapun analisis regresi ganda menggunakan komputer seri SPS edisi :
Prof. Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta tahun 2004 versi
IBM/IN. Berdasarkan perhitungan uji hipotesis diperoleh hasil sebagai berikut :
1. Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi sederhana antara X1 dan Y ; X2 dan Y
a. Koefisien korelasi sederhana antara Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi
Belajar Siswa.
Ha
: Ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar
Ho
: Tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan prestasi
belajar
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan membuat tabel kerja
matriks interkorelasi analisis sebagai berikut :
xcviii
Tabel 10.Interkorelasi Analisis Regresi
R
X1
ρ
X2
ρ
Y
ρ
X1
1,000
0,000
0,025
0,845
0,397
0,002
rxy
= 0,397
ρ
= 0,002
X2
0,025
0,845
1,000
0,000
0,226
0,080
Y
0,397
0,002
0,226
0,080
1,000
0,000
Karena ρ < 0,050, maka berdasarkan pedoman kaidah uji hipotesis
menurut Prof. Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta
tahun 2004 versi IBM/IN dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho
ditolak. Dengan demikian pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini
yang berbunyi “Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua
dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun
Pelajaran 2009/2010” dinyatakan diterima, dengan peluang galat lebih kecil
dari 5%.
b. Koefisien korelasi sederhana antara Status Sosial Ekonomi dengan Prestasi
Belajar Siswa
Ha
: Ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan prestasi belajar
Ho
: Tidak ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan prestasi
belajar
rxy
= 0,226
ρ
= 0,080
Karena ρ < 0,050, maka berdasarkan pedoman kaidah uji hipotesis
menurut Prof. Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta
tahun 2004 versi IBM/IN dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho
ditolak. Dengan demikian pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini
yang berbunyi “Ada hubungan yang cukup signifikan antara status sosial
xcix
ekonomi dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1
Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010” dinyatakan diterima, dengan peluang
galat lebih kecil dari 15%.
2. Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi Ganda antara X1,X2 dengan Y
Ha
: Ada hubungan antara pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi
dengan prestasi belajar.
Ho
: Tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi
dengan prestasi belajar.
Tabel 11. Koefisien Beta dan Korelasi Parsial
X
Beta (B)
SB(B)
r-parsial
t
r
0
21,506600
-
-
-
-
1
0,417586
0,125916
0,402
3,316
0,002
2
0,240200
0,131512
0,235
1,826
0,070
Galat baku = 7,764
Korelasi R = 0,452
Korelasi R sesuaian = 0,452
Tabel 12. Rangkuman Analisis Regresi Model Penuh
JK
db
RK
F
R2
r
Regresi Penuh
882,096
2
441,048
7,318
0,204
0,002
Variabel X1
681,163
1
681,163
11,301
0,158
0,002
Variabel X2
200,933
1
200,933
3,334
0,047
0,070
Residu Penuh
3,435.560
57
60,273
-
-
-
Total
4,317.657
59
-
-
-
-
Sumber
Variasi
Ry(x1,2)
= 0,452
ρ
= 0,002
F
= 7,318
c
Karena ρ < 0,050, maka berdasarkan pedoman kaidah uji hipotesis
menurut Prof. Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta tahun
2004 versi IBM/IN dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan
demikian pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini yang berbunyi “Ada
hubungan yang positif antara pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi
dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun
Pelajaran 2009/2010” diterima.
3. Hasil Perhitungan Sumbangan Masing-masing Variabel X1 dan X2 dengan Y
Tabel 13. Perbandingan Bobot Predikator - Model Penuh
Variabel korelasi
Lugas
korelasi
Parsial
koefisien
determinasi
X
r xy
r
r par-xy
r
1
0,397
0,002
0,402
0,002
77,221
15,776
2
0,226
0,080
0,235
0,070
22,779
4,654
Total
---
---
---
---
100.000
20,430
SD Relatif % SD Efektif %
Berdasarkan tabel perbandingan bobot predikator model penuh tersebut di atas,
maka di peroleh sumbangan determinasi yaitu sumbangan relatif dan sumbangan
efektif dari masing-masing prediktor yang bisa dijelaskan sebagai berikut:
1) Sumbangan Relatif (SR) variabel Pola Asuh Orang Tua (X1) dengan Prestasi
Belajar (Y) sebesar 77,221%. Sedangkan Sumbangan efektif (SE) variabel
Pola Asuh Orang Tua (X1) dengan
variabel Prestasi belajar (Y) sebesar
15,776 %.
2) Sumbangan relatif (SR) variabel Status Sosial Ekonomi (X2) dengan Prestasi
Belajar (Y) sebesar 22,779 %. Sedangkan Sumbangan Efektif (SE) variabel
Status Sosial Ekonomi (X2) dengan variabel Prestasi Belajar (Y) sebesar
4,654%.
ci
3) Sumbangan Relatif (SR) variabel Pola Asuh Orang Tua (X1) dan variabel
Status Sosial Ekonomi (X2) dengan variabel Prestasi Belajar (Y) sebesar
100%. Sedangkan sumbangan Efektif (SE) variabel Pola Asuh Orang Tua
(X1) dan Variabel Status Sosial Ekonomi (X2) dengan variabel Prestasi
Belajar (Y) Sebesar 20,430%.
D. Pembahasan Hasil Analisis Data
Setelah dilakukan analisis data untuk pengujian hipotesis kemudian dilakukan
pembahasan hasil analisis data. Pembahasan analisis data sebagai berikut :
1. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dengan Prestasi Belajar (Y)
2. Hubungan antara Status Sosial Ekonomi (X2) dengan Prestasi Belajar (Y)
3. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Status Sosial Ekonomi
(X2) dengan Prestasi Belajar (Y)
Adapun penjelasan dari masing-masing pembahasan hasil analisis data diatas
adalah sebagai berikut :
1. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dengan Prestasi Belajar (Y)
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar pada siswa kelas
X SMA Negeri 1 Mojolaban tahun pelajaran 2009/2010. Hal ini dapat dibuktikan
dari hasil analisis yang telah dilakukan yaitu menunjukkan ada korelasi rx1y
sebesar 0,397 dan ρ = 0,002. Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif
antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA
Negeri 1 Mojolaban tahun pelajaran 2009/2010. Dikatakan memiliki hubungan
yang positif karena semakin tepat orang tua memberikan pola asuh yang tepat
sesuai dengan situasi dan kondisi anak maka prestasi belajar anak akan semakin
meningkat.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat bahwa pola asuh orang tua
memiliki hubungan dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1
Mojolaban. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Elizabeth B. Hurlock
terjemahan Meitasari Tjandrasa (1999 : 93) mengemukakan pola asuh orang tua
cii
dibedakan atas pola asuh otoriter, laissez faire maupun demokratis sangat
berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar anak. Dengan demikian pola
asuh orang tua dalam memperlakukan anaknya yang diterapkan dalam usaha
memelihara, membimbing, melindungi dan mendidik anak yang diterapkan harus
sesuai dengan perkembangan dan kondisi anak sehingga akan dapat
membantunya untuk meraih prestasi belajar yang maksimal.
2. Hubungan antara Status Sosial Ekonomi (X2) dengan Prestasi Belajar (Y)
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan prestasi belajar pada siswa
kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban tahun pelajaran 2009/2010. Hal ini dapat
dibuktikan dari hasil analisis yang telah dilakukan yaitu menunjukkan ada
korelasi rx2y sebesar 0,226 dan ρ = 0,080. Hal ini menunjukkan adanya hubungan
cukup positif antara status sosial ekonomi dengan prestasi belajar pada siswa
kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban tahun pelajaran 2009/2010.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat bahwa status sosial
ekonomi memiliki hubungan dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA
Negeri 1 Mojolaban. Orang tua yang mempunyai status sosial ekonominya
berkecukupan akan cenderung menyekolahkan anak-anaknya sampai keperguruan
tinggi. Disamping itu pemberian fasilitas belajar juga cukup. Sebaliknya keluarga
yang
mempunyai
status
sosial
ekonomi
rendah
mereka
mempunyai
kecenderungan kurang memeperhatikan anak-anaknya, apalagi memberikan
fasilitas belajar yang memadai. Seperti yang diungkapkan oleh Gerungan (2000:
181) yang mengatakan bahwa “Keluarga yang berada dalam status sosial ekonomi
serba kecukupan, maka orang tua mencurahkan perhatiannya lebih mendalam
kepada pendidikan anak-anaknya. Mereka tidak disulitkan perkara-perkara
kebutuhan primer”. Jadi dengan adanya fasilitas belajar yang memadai ataupun
sarana dan prasarana yang memadai dalam belajar, akan mendorong anak untuk
lebih giat belajar sehingga akan mencapai prestasi belajar yang tinggi.
ciii
3. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Status Sosial Ekonomi (X2)
dengan Prestasi Belajar (Y)
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
ada hubungan positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dan status sosial
ekonomi dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban
tahun Pelajaran 2009/2010. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil analisis koefisien
korelasi ganda Ry(x1,2)
= 0,452 , ρ = 0,002 dan F = 7,318. Hal ini menunjukkan
bahwa pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi secara bersama-sama
mempunyai hubungan positif dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA
Negeri 1 Mojolaban tahun pelajaran 2009/2010.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat bahwa pola asuh orang tua
dan status sosial ekonomi memiliki hubungan dengan prestasi belajar pada siswa
kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban. Hal ini berarti bahwa pola asuh orang tua dan
status sosial ekonomi secara bersama-sama mempunyia korelasi dengan prestasi
belajar. Pola asuh orang tua dalam memperlakukan anaknya yang diterapkan
dalam usaha memelihara, membimbing, melindungi dan mendidik anak yang
diterapkan harus seimbang dengan keadaan status sosial ekonomi orang tua dalam
memenuhi semua kebutuhan sarana dan prasana belajar anak sehingga prestasi
belajar yang diperolehnya pun akan sangat baik.
civ
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan dari deskripsi data dan pengujian hipotesis yang telah
dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari hasil perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa rx1y = 0,397 dan ρ = 0,002. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar pada siswa
kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban. Siswa yang memiliki pola pengasuhan orang
tua yang baik dalam keluarganya maka akan mampu meningkatkan prestasi
belajar anak.
2. Dari hasil perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa rx2y = 0,226 dan ρ = 0,080. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang cukup signifikan antara status sosial ekonomi dengan prestasi belajar pada
siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban. Orang tua yang mempunyai status sosial
ekonominya berkecukupan akan cenderung menyekolahkan anak-anaknya sampai
keperguruan tinggi. Disamping itu pemberian fasilitas belajar juga cukup.
Sebaliknya keluarga yang mempunyai status sosial ekonomi rendah mereka
mempunyai kecenderungan kurang memperhatikan anak-anaknya, apalagi
memberikan fasilitas belajar yang memadai. Jadi dengan adanya fasilitas belajar
yang memadai ataupun sarana dan prasarana yang memadai dalam belajar, akan
cv
mendorong anak untuk lebih giat belajar sehingga akan tercapai prestasi belajar
yang tinggi.
3. Dari hasil perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa Ry(x1,2)= 0,452, ρ = 0,002 dan F = 7,318. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dan status sosial
ekonomi dengan prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban. Siswa
yang memiliki pola pengasuhan orang tua yang baik dalam keluarganya dan status
sosial ekonomi orang tua yang berkecukupan maka akan mendorong anak untuk
berprestasi lebih baik dalam belajarnya.
B. IMPLIKASI
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dikemukakan beberapa implikasi sebagai berikut :
1. Pola asuh orang tua secara empiris memiliki hubungan yang signifikan dengan
prestasi belajar yang dimiliki seorang anak. Dengan adanya hubungan yang
signifikan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar anak, maka
memberikan gambaran akan pengasuhan orang tua kepada anak agar lebih
memperhatikan kondisi anak dengan menjaga hubungan baik antara orang tua
dengan anak sehingga tercipta suasana yang nyaman akan menumbuhkan
motivasi anak untuk meningkatkan prestasi belajarnya.. Dengan demikian pola
asuh orang tua dalam memperlakukan anaknya yang diterapkan dalam usaha
memelihara, membimbing, melindungi dan mendidik anak yang diterapkan harus
sesuai dengan perkembangan dan kondisi anak sehingga akan dapat
membantunya untuk meraih prestasi belajar yang maksimal.
2. Secara empiris status sosial ekonomi orang tua memiliki hubungan dengan
prestasi belajar anak. Orang tua yang mempunyai status sosial ekonominya
berkecukupan akan cenderung menyekolahkan anak-anaknya sampai keperguruan
tinggi. Disamping itu pemberian fasilitas belajar juga cukup. Sebaliknya keluarga
yang
mempunyai
status
sosial
ekonomi
rendah
mereka
mempunyai
kecenderungan kurang memeperhatikan anak-anaknya, apalagi memberikan
cvi
fasilitas belajar yang memadai. Jadi dengan adanya fasilitas belajar yang memadai
ataupun sarana dan prasarana yang memadai dalam belajar, akan mendorong anak
untuk lebih giat belajar sehingga akan mencapai prestasi belajar yang tinggi.
3. Bahwa prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain adalah
pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi orang tua Orang tua yang
berpendidikan tinggi cenderung akan lebih luwes dan pola asuh yang mereka
gunakan disesuaikan dengan perkembangan anak. Sedangkan orang tua yang
berpendidikan rendah akan lebih kolot dan mendominasi anak karena kurangnya
pengetahuan orang tua tentang tumbuh kembang anak-anak. Selain itu, orang tua
yang telah mendapat kursus mengasuh anak dan mengerti kebutuhan anak akan
lebih menggunakan gaya demokratis dibandingkan orang tua yang tidak
mendapatkan pelatihan sebelumnya. Jadi dengan pola pengasuhan yang tepat
dapat meningkatkan prestasi belajar pada anak. Selain itu prestasi belajar anak
juga dipengaruhi oleh status sosial ekonomi dari orang tua. Orang tua yang
mempunyai
status
sosial
ekonominya
berkecukupan
akan
cenderung
menyekolahkan anak-anaknya sampai keperguruan tinggi. Disamping itu
pemberian fasilitas belajar juga cukup. Sebaliknya keluarga yang mempunyai
status sosial ekonomi rendah mereka mempunyai kecenderungan kurang
memeperhatikan anak-anaknya, apalagi memberikan fasilitas belajar yang
memadai. Jadi dengan adanya fasilitas belajar yang memadai ataupun sarana dan
prasarana yang memadai dalam belajar, akan mendorong anak untuk lebih giat
belajar sehingga akan tercapai prestasi belajar yang tinggi.
C. SARAN
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah penulis uraikan diatas,
maka saran-saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Bagi Orang Tua
a. Orang tua hendaknya benar-benar memahami dengan baik tentang arti
pentingnya menciptakan hubungan pengasuhan yang baik dengan anak.
cvii
Perkembangan psikologi anak sangat berhubungan dengan pengasuhan orang
tua setiap hari yaitu bagaimana cara mendidik, membimbing, memberikan
keteladanan, perlindungan yang diberikan oleh orang tua dirumah.
b. Orang tua hendaknya selalu berusaha mendukung dalam proses belajar anak
dengan segala perhatian, kasih sayang dan juga memfasilitasi segala
kebutuhan belajar anak dengan maksimal sesuai dengan status sosial ekonomi
yang dimilikinya. Karena segala jenis proses belajar itu membutuhkan
fasilitas-fasilitas pendukung yang memadai guna memaksimalkan proses
belajar anak dan dapat meningkatkan prestasi belajar anak khususnya dalam
bidang studi sosiologi.
2. Bagi Siswa
Hendaknya menyadari tingkat status sosial ekonomi orang tuanya, sehingga pada
saat melakukan aktivitas belajar bisa memaksimalkan dengan menggunakan
media ataupun fasilitas belajar yang ada.
3. Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti lain yang akan
melakukan penelitian sejenis yang juga berhubungan dengan prestasi belajar
siswa. Sehingga hasil penelitian dapat lebih lengkap dan akurat dibanding
penelitian ini.
cviii
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Affifudin. 1999. Psikologi Keluarga. Jakarta : Aksara
Ary, Donald, 1982, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Terjemahan Arief
Furchan dari judul asli “Introduction to Research in Education”, Surabaya :
Usaha Nasional.
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi
Aksara.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :
PT. Gramedia Pustaka Utama
Depdiknas. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Sosiologi SMU. Jakarta: Pusat
Kurikulum Badan Penelitian Dan Pengembangan.
Gerardo P. Sicat & HW. Arndt. 1990. Ilmu Ekonomi Untuk Konteks Indonesia.
Jakarta: LP3ES.
Gerungan. 2000. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama
Hadari Nawawi. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Hurlock,Elizabeth B.1999. Terjemahan Meitasari Tjandrasa. Perkembangan Anak.
Jakarta: Erlangga
Hurlock,Elizabeth B. 2004. Terjemahan Istiwidayati dan Soejarwo. Psikologi
Perkembangan Suatu Pendekatan Rentang Kehidupan. Jakarta : Anngota
IKAPI.
Hetherington dan Parke, 2000, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Alih
bahasa : Soemitro, Jakarta: Universitas Indonesia.
Yasa
Doantara. 2008. Aktivitas dan Prestasi Belajar. Tersedia pada
http://sunartombs.wordpress.com. Diakses pada tanggal 23 Desember 2009
Ihromi T.O. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta : Yayasan Obor
cix
Markum. An. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI
Moh. Nazir. 1988. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Mugito. 2007. Jenis Macam Tipe Pola Asuh Orang tua Pada Anak & Cara Mendidik
Mengasuh Anak Yang Baik. Tersedia pada www.organisasi.org. Diakses
pada pada tanggal 28 oktober 2009
Mussen. 1997. Perkembangan Anak. Yogyakarta : Eresco.
Nana Syaodih Sukmadinata, 2004, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Nasution S. 1999. Diktatik Azas-azas Mengajar. Bandung : Penerbit Semmars.
Nasution, 2003, Metode Research Jakarta : Bumi Aksara.
Ngalim Purwanto. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya
Nining. 2009. Asuhan Keperawatan. Tersedia pada http://s10.histats.com/301.swf.
Diakses pada tanggal 23 Desember 2009
Nurbani Yusuf. 1998. Bimbingan Konseling Anak Remaja. Yogyakarta: UD.Rama
Rohn Aliah. 1990. Pola Asuh Orang Tua. Yogyakarta: Eresco
Saifuddin Azwar. 2002. Tes Prestasi Fungsi Pengembangan Pengukuran Prestasi
Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saifuddin Azwar. 2002. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
SamVaknin, Ph.D. 2009. Parenting The Irrational Vocation. Tersedia pada
(http://archive.constantcontact.com/fs056/1101439140372/archive/1102104
663935.html). Diakses pada tanggal 23 Desember 2009
Sevilla, Consuelo G,et all. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Terjemahan
Alimuddin Tuwu dari judul asli “An Introduction to Research Methods”.
Jakarta: UI- Press.
Singgih D. Gunarso & Ny Y Singgih D. Gunarso. 2000. Psikologi Perkembangan
Anak dan Remaja. Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia
cx
Singgih D. Gunarso & Ny Y Singgih D. Gunarso. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta :
PT. BPK Gunung Mulia.
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Soedomo Hadi. 2003. Pendidikan (Suatu Pengantar). Surakarta: UNS Press.
Soerjono Soekanto. 1990. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta
Soerjono Soekanto. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Universitas Indonesia:
Yayasan Penerbit Universitas Indonesia
Sudjana. 1996. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiyono, 2005, Statistik untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta
Suharsimi Arikunto. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :
Rineka Cipta.
Susanto, Phil Astrid. 1999. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta :
Anggota IKAPI
Sutratinah Tirtonegoro. 2001. Anak Suernormal dan Program Pendidikannya. Jakarta
: PT. Bumi Aksara
Sutrisno Hadi. 1996. Analisis Regresi. Yogyakarta: Andi Offset.
Sutrisno Hadi. 2000. Metode Research Jilid 1. Yogyakarta: Andi Offset.
Sutrisno Hadi. 2001. Metode Research Jilid 3. Yogyakarta: Andi Offset.
Svalastoga Kaare. 1989. Diferensiasi Sosial. Jakarta. : Bina Aksara
Undang-Undang No.20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Cemerlang.
Winarno Surakhmad. 1994. Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar. Bandung:
Tarsito.
Waridjan. 1991. Tes Hasil Belajar Gaya Objektif. Semarang : IKIP Press
Winkel, W.S. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Grasindo
cxi
Y. Slamet, M.Sc. 2006. Metode Penelitian Sosial. Surakarta : UNS Press.
Zainal Arifin. 1990. Evaluasi Intruksional. Bandung: Remaja Rosda Karya
Zakaria.
2009.
Pengertian
Ekonomi.
Tersedia
pada
http://info.gexcess.com/id/info/EkonomiPengertian.info. Diakses pada tanggal 23
Januari 2010
cxii
Download