HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN STATUS SOSIAL EKONOMI DENGAN PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 MOJOLABAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010 Skripsi Oleh : MUHAMMAD HASSAN NIM K 8404101 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 i HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN STATUS SOSIAL EKONOMI DENGAN PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 MOJOLABAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010 OLEH : MUHAMMAD HASSAN NIM K 8404101 SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 ii PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Persetujuan Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Drs. Noor Muhsin Iskandar, M.Pd Dr. Zaini Rohmad, M.Pd NIP. 195111215 1983011 001 NIP. 19581117 1986011 001 iii PENGESAHAN Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Pada hari :_____________ Tanggal :_____________ Tim Penguji Skripsi : Nama Terang Ketua Tanda Tangan : Drs. M.H. Sukarno, M.Pd ___________ NIP. 1951 0601 197903 1 001 Sekretaris : Drs. Soeparno, M.Si ___________ NIP. 1948 1210 147903 1 002 Anggota I : Drs. Noor Muhsin Iskandar, M.Pd. ___________ NIP. 1951 1215 198301 1 001 Anggota II : Dr. Zaini Rohmad, M.Pd. ___________ NIP. 19581117 1986011 001 Disyahkan Oleh : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan, Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulloh, M.Pd. NIP. 1960 0727 198702 1 001 iv ABSTRAK Muhammad Hassan. HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN STATUS SOSIAL EKONOMI DENGAN PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 MOJOLABAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Maret 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa, (2) Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Prestasi Belajar Siswa, (3) Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dan Status Sosial Ekonomi dengan Prestasi Belajar Sosiologi Siswa. Penelitian ini mengambil lokasi di kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif korelasional. Populasi penelitian ialah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010, sejumlah 298 siswa. Sampel diambil dengan teknik cluster proporsional random sampling sejumlah 60 siswa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik angket. Teknik analisis data yang digunakan dengan menggunakan analisis statistik dengan teknik analisis korelasi dan teknik regresi ganda. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) hipotesis 1 “Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010”, diterima. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data yang menunjukkan rx1y = 0,397 dan ρ = 0,002. (2) hipotesis 2 “Ada hubungan yang cukup signifikan antara status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010”, diterima. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data yang menunjukkan rx2y = 0,226 dan ρ = 0,080. (3) hipotesis 3 “Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010”, diterima. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data yang menunjukkan Ry(x1,2) = 0,452 dan ρ = 0,002. Orang tua hendaknya benar-benar memahami dengan baik tentang arti pentingnya menciptakan hubungan pengasuhan yang baik dengan anak. Perkembangan psikologi anak sangat berhubungan dengan pengasuhan orang tua setiap hari yaitu bagaimana cara mendidik, membimbing, memberikan keteladanan, perlindungan yang diberikan oleh orang tua dirumah. Orang tua hendaknya selalu berusaha mendukung dalam proses belajar anak dengan segala perhatian, kasih sayang dan juga memfasilitasi segala kebutuhan belajar anak dengan maksimal sesuai dengan status sosial ekonomi yang dimilikinya. Karena segala jenis proses belajar itu membutuhkan fasilitas-fasilitas pendukung yang memadai guna memaksimalkan proses belajar anak dan dapat meningkatkan prestasi belajar anak khususnya dalam bidang studi sosiologi. v ABSTRACK Muhammad Hassan. THE CORRELATION OF PARENTS NURTURE PATTERN AND THE SOCIAL ECONOMIC STATUS WITH THE SOCIOLOGY LEARNING ACHIEVEMENT GRADE AMONG CLASS X STUDENTS OF SENIOR HIGH SCHOOL SMAN 1 MOJOLABAN, YEAR OF 2009/2010. Essay, Surakarta: Education Technology Study Program. Sebelas Maret University of Surakarta, March 2010. The research aims to find out: (1) the relationship between the upbringing systems of parents with the learning achievement of the students, (2) the relationship between economic social status with the learning achievement of the students, (3) the relationship between the upbringing systems of parents and economic social status with the sociology learning achievement of the students. This research was done in the students of X class SMAN 1 Mojolaban. This research belongs to a descriptive correlation method. The population of this research is the students of X class SMAN 1 Mojolaban, in the school year of 2009/2010 that amounting to 298 students. The research sampling takes 60 students by cluster proporsional random sampling technique. The technique of data collecting was done by questionnaire technique. In this research, the technique of data analysis is statistic analysis with the correlation analysis technique and technique of double regression. From the results of analysis, the result of the data test yields that: (1) first hypothesis “there is significant relationship between the upbringing systems of parents with the learning achievement of the students of X class SMAN 1 Mojolaban, in the school year of 2009/2010” is received. It can be seen from the result of data analysis which shows rx1y = 0,397 and ρ = 0,002. (2) Second hypothesis “there is significant relationship between economic social status with the learning achievement of the students of X class SMAN 1 Mojolaban, in the school year of 2009/2010” is received. It can be seen from the result of data analysis which shows rx2y = 0,226 and ρ = 0,080. (3) Third hypothesis “there is significant relationship between the upbringing systems of parents and economic social status with the learning achievement of the students of X class SMAN 1 Mojolaban, in the school year of 2009/2010” is received. It can be seen from the result of data analysis which shows Ry(x1,2) = 0,425 and ρ = 0,002. The parents have to really understand correctly about in importance to create a good relationship of upbringing with the children. The developments of children psychology has a relationship with the daily upbringing of the parents, such as how to educate, guide, give the good attitude examples, and protect them at home. The parents should always try to support in the process of children learning by their attentions, and affections. They can also give the facilities of the study of their children maximally according to their economic social status. Because all kinds of learning processes need supporting facilities to get the maximum of children learning processes and can increase the learning achievement of the children, especially in the study of sociology field. vi MOTTO ”Sesungguhnya Sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”. (Q.S Alam Asyroh : 5-8) vii PERSEMBAHAN Skripsi ini aku persembahkan untuk : 1. Bapak (Alm) yang selalu mendoakanku dari atas. 2. Ibu tercinta, terima kasih atas segala pengertian, kesabaran kasih dan sayang, do’amu bimbingan, yang selalu menyertaiku. 3. Kakak-kakakku dan keponakanku yang selalu memberikan semangat dan keceriaan. 4. AdexQ (Ernawatik) yang selalu ada dalam perjalanan hidupku. 5. Semua sahabat-sahabat terbaikku. 6. Almamater viii KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan di lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, atas berkat bantuan dari berbagai pihak peneliti menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Prof.Dr.H.M. Furqon Hidayatulloh, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2. Drs. H. Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sebelas Maret Surakarta, 3. Drs.MH. Sukarno, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi Universitas Sebelas Maret Surakarta, 4. Drs. Noor Muhsin Iskandar, M.Pd, Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan saran-saran dalam penyusunan skripsi ini. 5. Dr. Zaini Rohmad, M.Pd, selaku pembimbing II dan penasehat akademik yang penuh kasih dan kesabaran memberikan masukan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Drs. Tukiman, M.Pd, Kepala SMA Negeri 1 Mojolaban yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian. 7. Suyono, S.H. M.H, Kepala Kepala BAPPEDA Kabupaten Sukoharjo yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian. 8. Ibu tercinta, terima kasih atas perjuangan, bimbingan, do’a dan dukungannya selama ini. 9. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. ix Peneliti berharap semoga penulisan karya ini dapat berguna bagi semua pihak yang terkait. Peneliti menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala saran dan kritik dari pembaca yang budiman sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini. Surakarta, April 2010 Penulis Muhammad Hassan x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era kemajuan informasi dan teknologi, pendidikan memegang peranan penting utamanya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, sebab kalau tujuan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa itu sudah tercapai, maka sangat dimungkinkan pembangunan bangsa akan lancar. Karena pendidikan merupakan bagian terpenting dari proses Pembangunan Nasional. Dengan pendidikan masyarakat Indonesia akan dapat mencapai perbaikan-perbaikan disegala bidang pendidikan dan dalam segala kehidupan. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) Pasal 1 Ayat 1 yang berbunyi : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan negara”. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional, yang berbunyi : “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi Warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Sekolah merupakan lembaga pendidikan di mana siswa diberikan pengetahuan bermacam-macam mata pelajaran yang harus dimilikinya. Siswa akan memperoleh pengalaman belajar dari pelajaran yang telah diterimanya, dan diberikan penilaian yang hasil belajarnya dipaparkan dalam buku raport yang biasanya xi dinyatakan dalam huruf atau angka. Ngalim Purwanto (1990: 85) menyatakan “Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk”. Keberhasilan pendidikan siswa disekolah dapat dilihat dari prestasi belajarnya disekolah. Prestasi belajar merupakan pencerminan dari usaha belajar yang dilakukan siswa. Keberhasilan atau prestasi siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu dari subjek belajar, antara lain bakat, minat, dan intelegensi yang dimiliki atau kecerdasan yang dimiliki, dan juga faktor-faktor dari luar siswa yaitu lingkungan, cara belajar, kurikulum, program pengajaran dan prasarana belajar yang memadai. Keluarga yang baik adalah merupakan tempat pendidikan yang baik bagi anak. Mengingat betapa pentingnya peranan keluarga di dalam pembentukan kepribadian anak, maka tingkah laku dan pergaulan serta harmonisasi atau kerukunan orang tua menjadi perhatian dan teladan bagi anak. Keadaan keluarga yang kurang harmonis dapat membawa pengaruh psykologis buruk bagi perkembangan mental dan pendidikan anak. Orang tua yang terlalu sibuk diluar rumah tidak dapat memberikan cukup waktu kepada anak-anaknya dapat mengakibatkan anak merasa dirinya diabaikan dan tidak dicintai. Kesempatan tersebut digunakan anak untuk mencari kepuasan diluar dengan kawan-kawannya yang senasib yang akhirnya membentuk kelompok yang memiliki sifat-sifat agresif dan dapat mengganggu masyarakat, sehingga keluarga merupakan kelompok pertama yang mengenalkan nilai-nilai kebudayaan pada anak dan memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian anak. Karena disini orang tua mempunyai peranan dalam 2 hal pokok yaitu peran memelihara dan mendidik anak. Dalam peran memelihara ini orang tua dituntut untuk memenuhi kebutuhan anak seperti pangan, sandang, papan atau kebutuhan material lainnya. Dalam mendidik anak, orang tua dapat memberikan pendidikan secara formal maupun non formal seperti memberikan perhatian, kasih sayang, pengawasan dan bimbingan. Dan hal ini hanya akan terwujud jika antara anak dan orang tua terjadi xii interaksi yang mendalam. Karena adanya interaksi dengan orang tua dan anak yang tinggi anak akan menjadi lebih terbuka dengan orang tua sehingga mereka akan merasa aman dan mempunyai pegangan dalam bertindak. Sedangkan dalam keluarga yang intensitas interaksinya kurang atau orang tua dan anak maka hal ini akan menyebabkan munculnya kenakalan anak, karena tidak mempunyai pegangan dan kontrol dalam bersikap dan bertindak. Intensitas interaksi orang tua dapat terlihat dari pola asuh orang tua yang diterapkan pada anak. Dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, keluarga merupakan institusi terkecil yang secara langsung dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam perekonomian suatu negara. Padahal jika dikaitkan dengan perkembangan individu, setiap keluarga memiliki andil yang besar dalam proses kehidupan yang berkaitan dengan peralihan status ekonomi. Hal ini menjadi ironi disebabkan sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki status ekonomi rendah. Keluarga yang memiliki status ekonomi tertentu dapat dikatakan memiliki karakteristik tertentu pula. Dikaitkan dengan status ekonomi keluarga memiliki peran penting. Keluarga dengan status sosial ekonomi rendah memiliki tingkat pendapatan yang juga rendah, kehilangan kesempatan kerja akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), serta semakin tingginya harga barang-barang kebutuhan pokok semakin mempersulit kehidupan mereka. Semakin tinggi status sosial ekonomi orang tua, maka semakin positif sikap mereka terhadap pendidikan. sedangkan keluarga dengan status ekonomi rendah cenderung memandang pendidikan secara negatif. Faktor yang tidak kalah penting yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah status sosial ekonomi keluarga, yang merupakan kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu didalam struktur sosial masyarakat, pemberian posisi ini disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban. Untuk menentukan tinggi rendahnya status sosial ekonomi seseorang dapat diukur dari ukuran kekayaan, kekuasaan, ukuran kehormatan dan ilmu pengetahuan. xiii Keadaan sosial ekonomi keluarga mempunyai peranan terhadap prestasi belajar anak disekolahnya. Bahwa dengan perekonomian yang cukup kepemilikan materi yang dihadapi anak di dalam keluarganya akan lebih luas, ia mendapat kesempatan untuk memperkembangkan bermacam-macam kecakapan yang lebih luas. Selain kepemilikan materi, pendidikan orang tua juga berperan dalam pendidikan anak, karena tinggi/rendah tingkat pendidikan yang dimilki atau dicapai orang tua, dimungkinkan akan membawa pengaruh pada anak-anaknya. Keluarga yang berlatar belakang pendidikan rendah akan cenderung lebih memusatkan perhatian pada pemenuhan kebutuhan primer sedangkan keluarga yang berlatar pendidikan tinggi akan lebih memusatkan perhatian pada pendidikan dan perkembangan anak-anaknya. Orang tua yang hidup dalam status sosial ekonomi serba cukup dan kurang mengalami tekanan-tekanan fundamental seperti memperoleh nafkah hidupnya yang memadai. Orang tuanya dapat mencurahkan perhatian lebih mendalam kepada pendidikan anaknya apabila ia tidak disulitkan dengan perkara kebutuhan primer kehidupan manusia, sehingga status sosial keluarga memberi dampak dalam kemajuan siswa dalam prestasi belajarnya. Teori tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah dari faktor keluarga. Keluarga yang dimaksud adalah peran orang tua dalam mengasuh dan membesarkan anak, adapun pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anak tidaklah sama sehingga pola asuh yang diterapkan orang tua dapat terlihat pada prestasi belajar anak. Pola asuh yang tepat dan status sosial ekonomi yang memadai akan memajukan potensi prestasi belajar pada anak. Bertitik dari pemikiran diatas peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut apakah ada hubungan atara pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar anak. Sehingga penulis mengambil judul: Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dan Status Sosial Ekonomi Dengan Prestasi Belajar Sosiologi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010. xiv B. Identifikasi Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas identifikasi masalah dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Suatu prestasi belajar dapat terwujud dengan usaha siswa dalam memanfaatkan sumber belajar yang ada untuk menunjang kegiatan belajarnya. 2. Siswa yang memiliki motivasi berprestasi akan mempunyai tanggung jawab yang besar dalam melakukan setiap perbuatan. 3. Adanya sarana dan prasarana yang memadai dapat menunjang siswa dalam berprestasi. 4. Keluarga yang baik adalah merupakan tempat pendidikan yang baik bagi anak. 5. Pola asuh orang tua merupakan faktor ekstern yang menetukan prestasi belajar siswa. 6. Ada sebagian orang tua yang kurang memperhatikan cara mengasuh anak yang baik, sehingga tahap perkembangan anak tidak diselesaikan dengan baik pula. 7. Orang tua dengan status sosial ekonomi serba cukup akan mencurahkan perhatian yang lebih mendalam kepada anak-anaknya. 8. Tinggi rendahnya status sosial ekonomi keluarga dapat diukur dari tingkat pendidikan, pekerjaan, macam kebutuhan, kekayaan dan kekuasaan. C. Pembatasan Masalah Dari identifikasi masalah diatas jelas bahwa permasalahan yang terkait dengan topik penelitian sangat luas. Karena banyaknya permasalahan yang terkait dengan xv prestasi belajar, maka peneliti akan memfokuskan penelitian ini pada masalah yang berkaitan dengan pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi. D. Perumusan Masalah Berdasarkan hasil identifikasi permasalahan diatas peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua dan prestasi belajar sosiologi siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010 2. Apakah ada hubungan antara status sosial ekonomi dan prestasi belajar sosiologi siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010? 3. Apakah ada hubungan secara bersamaan pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar sosiologi siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah untuk : 1. Mendiskripsikan hubungan pola asuh orang tua dengan prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri 2. Mendiskripsikan hubungan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri 3. Mendiskripsikan hubungan antara pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa X SMA Negeri F. Manfaat Penelitian Dengan mengetahui manfaat penelitian akan lebih terarah dan jelas. Adapun manfaat penelitian ini adalah : xvi 1. Manfaat teoritis Memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu pengetahuan khususnya sosiologi 2. Manfaat Praktis a) Bagi guru Dapat memberikan perhatian yang lebih terarah bagi perkembangan siswanya. b) Bagi orang tua Dapat memberikan perhatian yang lebih terarah bagi perkembangan anak dan dapat menerapkan pola asuh yang tepat dalam mendidik dan memelihara anak-anaknya. c) Bagi penulis a. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana. b. Menjadi acuan bagi penulis dalam menerapkan pola asuh yang tepat nantinya. c. Sebagai sarana untuk mengembangkan pengetahuan serta menambah wawasan. xvii BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Tentang Pola Asuh Orang Tua a. Pengertian Pola Asuh Orang Tua Istilah pola asuh orang tua pada umumnya diartikan secara sederhana yaitu sikap dan kebiasaan orang tua yang diterapkan dalam mengasuh dan membesarkan anak dirumah. Sikap dan kebiasaan yang dimaksud menunjukkan adanya kecenderungan yang mengarah pada pola pengelolaan dan perawatan terhadap anak didik sebagai usaha mencapai kebahagiaan keluarga. Salah satu unsur pengelolaan kesejahteraan keluarga tampak bahwa disetiap kampung atau desa diadakan kegiatan Pembinaan Keluarga Sejahtera (PKK). Menurut Sears dalam Aliah (1990: 40) dalam buku psikologi pendidikan mengetengahkan bahwa “Pola asuh orang tua merupakan cerminan interaksi orang tua dengan anak. Komunikasi ini melibatkan sikap, nilai dan kepercayaan orang tua untuk memelihara anaknya.” Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa pola asuh merupakan cara yang digunakan orang tua dalam mengasuh (merawat dan mendidik) anak-anaknya terutama pada sikap, proses pengendalian, pemberian dorongan dan interaksi dalam mengantarkan anaknya menjadi anak yang berguna. Singgih (2000: 55) menyatakan bahwa “Pola asuh xviii merupakan perlakuan orang tua memperhatikan keinginan anak.” Kekuasaan atau cara yang digunakan orang tua cenderung mengarah pada pola asuh yang diterapkan. Lebih lanjut ditegaskan oleh Sam Vaknin, Ph.D. (2009) mengatakan bahwa “parenting is interaction between parent’s and children during their care”. Pernyataan tersebut dapat diterjemahkan secara bebas bahwa pola asuh orang tua adalah interaksi antara orang tua dengan anaknya selama mengadakan pengasuhan. Maksud dari pengertian diatas adalah bahwa pola asuh orang tua adalah perlakuan atau hubungan interaksi yang terjadi antara orang tua dengan anaknya. Interaksi ini terjadi antara orang tua dengan anak dalam proses membimbing, mendidik dan mengasuh. Hubungan disini dapat berupa perlakuan yang diberikan orang tua dalam menunjukkan perhatian kepada anak-anaknya. Dengan kata lain, bagaimana orang tua memahami keinginankeinginan anaknya dapat terlihat dari cara orang tua mengasuh anaknya. Kegiatan pengasuhan ini dapat berupa cara-cara yang dilakukan oleh orang tua untuk mengatur anak-anaknya yang dapat diwujudkan dengan cara memberitahukan nilai atau hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anak. (http://archive.constantcontact.com/fs056/1101439140372/archive/110210466 3935.html) Kemudian menurut Turmudji : Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan normanorma yang ada dalam masyarakat (Turmudji, 2006). (http://s10.histats.com/301.swf) Adapun Eunike R.D.S juga mengemukakan tentang pengertian pola asuh tua adalah cara yang digunakan orang tua dalam mengasuh anakanaknya yang dianggap paling tepat dan sesuai dengan cita-citanya dalam xix mengantar anak-anaknya menjadi manusia yang mandiri dan berguna bagi keluarga, masyarakat dan Negara (Eunike R.D.S 2008 : 14). Dalam skripsinya Toma Arfiantoro mendefinisikan pola asuh orang tua adalah tata cara orang tua dalam memperlakukan anaknya yang diterapkan dalam usaha memelihara, membimbing, melindungi dan mendidik anak (Toma Arfiantoro 2007 : 22). Dari rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang dimaksud adalah : pola asuh pada dasarnya merupakan sikap, cara dan kebiasaan orang tua yang diterapkan untuk mengasuh, memelihara dan membesarkan anak dilingkungan keluarga. Sikap dan kebiasaan ini secara konsisten cenderung mengarah pada pola tertentu selaras dengan wawasan orang tua sebagai pimpinan dan nakhoda dilingkungan keluarga. b. Bentuk-Bentuk pola asuh orang tua Menanamkan nilai-nilai positif kepada anak, masing-masing orang tua mempunyai metode untuk menetapkan bimbingannya atau menerapkan pola asuh yang berbeda-beda. Pola asuh orang tua merupakan factor yang paling banyak memberikan sumbangan dalam menentukan perkembangan kepribadian anak. Oleh karena itu keberhasilan orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak tergantung dari bagaimana cara yang digunakan oleh orang tua dalam memberikan perlakuan atau asuhan kepada anaknya. Untuk itu perlu adanya pengetahuan mengenai bentuk-bentuk pola asuh dari orang tua. Pola asuh yang pokok atau ekstrem ada tiga yaitu (1) otoriter (2) demokratis (3) laissez faire. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Elizabeth B. Hurlock terjemahan Meitasari Tjandrasa (1999 : 93) mengemukakan pola asuh orang tua dibedakan atas : 1) Otoriter yaitu pola asuh orang tua yang mendasarkan pada aturan yang berlaku dan memaksa anak untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan keinginan orang tua. xx 2) Demokratis yaitu pola asuh orang tua yang ditandai sikap orang tua yang mau menerima, responsif dan sangat memeperhatikan kebutuhan anak dengan disertai pembatasan yang terkontrol. 3) Laissez faire yaitu pola asuh orang tua yang memberikan kebebasan penuh kepada anaknya untuk membuat keputusan sendiri sesuai dengan keinginan dan kemauannya, ini mengarah pada sikap acuh tak acuh orang tua terhadap anak. Untuk lebih jelasnya bentuk pola asuh orang tua diatas dapat dijabarkan sebagai berikut : 1) Pola Asuh Otoriter a) Pengertian Pola asuh otoriter berasal dari kata authoritarium yang artinya kepatuhan yang mutlak. Pengertian dari pola asuh otoriter adalah : “Pola asuh yang mendasarkan pada aturan yang kaku dan memaksa anak untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan keinginan orang tua sehingga kebebasan anak untuk bertindak sesuai dengan keinginan diri sendiri sangat terbatas” (Hurlock, 2004: 125). Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa pola asuh otoriter merupakan pola asuh dimana orang tua memaksakan kehendaknya, anak tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya sehingga orang tua menentukan segala sesuatu. Baumrind (dalam Hetherington dan Parke 2000: 66) menyatakan bahwa : Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang mendasari pada sikap orang tua yang terlalu mengontrol anak dengan sedikit kasih sayang dan tanpa adanya kehangatan dalam rumah sehingga tidak mendasar pada aspek kedewasaan edukatif dalam membimbing anak. Pendapat tersebut dapat ditarik suatu pengertian bahwa pola asuh otoriter pada dasarnya merupakan pola asuh dimana orang tua terlalu mengontrol anak-anaknya namun tidak memberikan perhatian xxi dan kasih sayang yang cukup pada anak-anaknya dan tidak mengandung aspek pendidikan pada anak-anaknya. Dalam pola asuh ini orang tua memiliki peraturan yang kaku dalam mengasuh anak-anaknya dan membatasi anak untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai kehendak orang tuanya tidak ada kebebasan dan tidak ada komunikasi timbal balik. Orang tua tidak mendorong anak untuk membuat peraturan sendiri tetapi menentukan bagaimana harus berbuat. Setiap pelanggaran baik besar atau kecil selalu diberi hukuman. b) Ciri Pola Asuh Otoriter (1) Ditandai dengan adanya pandangan orang tua yang selalu menganggap anak sebagai anak kecil yang harus diatur orang tua dan anak harus patuh seutuhnya, jika anak ingin menjadi anak baik. (2) Lebih sering menggunakan hukuman dari pada penghargaan terhadap perilaku anak, hukuman yang diterapkan dalam pola asuh ini lebih menggunakan hukuman badan/fisik dari pada hukuman psikis. (3) Adanya peraturan yang kaku dan tidak memberikan kesempatan anak untuk bebas bertindak, kecuali sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh orang tua. (4) Komunikasi yang terjadi adalah komunikasi satu arah yang didominasi para orang tua sehingga jarang terjadi dialog dalam keluarga, kalau ada lebih berupa larangan, perintah, ataupun kontrol yang tak dapat dibantah. c) Dampak Pola Asuh Otoriter terhadap Anak Pola asuh otoriter akan mengakibatkan anak tumbuh dalam keluarga yang penuh permusuhan dan pola asuh ini akan lebih meninggalkan bekas pada perilaku anak dan kepribadian anak. Walau xxii terlihat wajar namun dibalik anak terhadap orang tuanya yang mendidik terlalu keras akan tersimpan kekesalan yang terus menumpuk, sehingga akan meledak suatu saat. Selanjutnya anak akan melakukan hal-hal yang tidak semestinya. Hal tersebut sama dengan pendapat Hurlock (1999: 61) tentang dampak dari pola asuh semacam ini ; “Anak yang di asuh dengan pola asuh otoriter merasa bahwa dunia itu penuh permusuhan dan selalu berperilaku sesuai dengan perasaan itu”. Karena cara mengasuh orang tua sangat keras dan tanpa toleransi anak menjadi menganggap dunia ini penuh dengan permusuhan dan sama sekali tidak ada kasih sayang. Anak tidak pernah diberi kesempatan berpendapat di rumah sehingga melampiaskan di luar rumah dan sering bersikap agresif. Pola asuh otoriter ini tepat diterapkan ketika anak masih kecil (balita) karena dalam usia itu anak belum mengerti benar dan salah, belum mengenal lingkungan dan juga belum dapat berpikir. Sehingga orang tua wajib melarang apapun yang dianggap membahayakan jiwa anak. 2) Pola Asuh Demokratis a) Pengertian Pola Asuh Demokratis Menurut Baumrind dalam Hetherington dan Parke (2000: 38) pola asuh demokratis adalah : “Pola asuh orang tua yang ditandai dengan sifat orang tua yang mau menerima, responsif, dan sangat memperhatikan kebutuhan anak yang disertai tuntutan kontrol dan pembatasan”. Pada pola asuh ini orang tua memberikan kasih sayang dan perhatian yang cukup pada anak. Orang tua menggunakan diskusi, penjelasan dan alasan yang membantu anak agar mengerti mengapa ia diminta untuk mematuhi suatu aturan. Pola ini lebih memusatkan perhatian pendidikan dari pada aspek xxiii hukuman, orang tua memberikan aturan luas serta memberikan penjelasan tentang sebab diberikannya hukuman serta imbalan tersebut. b) Ciri dan Sifat Pola Asuh Demokratis (1) Orang tua memandang anak sebagai individu yang sedang tumbuh dan berkembang serta mempunyai inisiatif sendiri. (2) Orang tua bersikap membimbing dengan memberikan penjelasan, pengertian dan penalaran untuk membantu anak dalam menentukan dirinya. (3) Adanya sikap penerimaan orang tua, responsif dan sangat memperhatikan kebutuhan anaknya disertai pembatasan yang wajar sehingga anak diberi kekuasaan untuk menyampaikan masalahnya. (4) Komunikasi terjadi dua arah, komunikasi dapat berjalan sangat akrab, lancar dan banyak sekali proses diskusi antar anak dan orang tua. (5) Adanya pandangan orang tua yang menganggap anak sebagai individu sehingga mereka lebih bersifat terbuka, pengambilan keputusan dalam pembentukan aturan keluarga berdasarkan pada konsensus bersama. c) Dampak Pola Asuh Demokratis Dengan penerapan pola asuh yang demokratis, anak akan mengalami penyesuaian diri dan sosial yang baik. Seperti pendapat Baumrind (dalam Hetherington dan Parke, 2000: 92) “…pola asuh demokratis dapat memberikan kesempatan pada anak untuk mengenal dan mengerti pada lingkungannya serta dapat meningkatkan hubungan intrapersonal mereka tanpa ada perasaan cemas dan emosi”. xxiv Selain berdampak pada penyesuaian diri dan sosial, pola asuh ini juga berdampak pada perkembangan kondisi anak. Anak akan lebih mandiri berpikir penuh inisiatif dalam tindakannya, memiliki konsep diri yang sehat, positif dan penuh rasa percaya diri yang direfleksikan pada perilaku yang aktif, terbuka dan spontan. Kebebasan yang ada dalam keluarga dapat menjadikan anak mempunyai sifat kerja sama yang baik dan memiliki pengendalian diri yang lebih baik, kreatifitas lebih besar dan bersifat ramah kepada orang lain sehingga dalam lingkungan sekolahnya dapat bersosialisasi dengan baik. Pola asuh ini sangat tepat diterapkan pada anak ketika anak menginjak masa remaja karena dalam masa remaja terjadi peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa sehingga dalam diri anak muncul banyak sekali goncangan-goncangan akibat belum sempurnanya perkembangan fisik dan psikis pada anak. Anak cenderung keinginan melawan terhadap orang tua harus menggunakan pola asuh demokratis sehingga dimata anak orang tua bukanlah sesuatu yang menakutkan tetapi sebagai seorang sahabat yang mengerti dirinya. 3) Pola Asuh Laissez-Faire (Liberal) a) Pengertian Pola Asuh Orang tua Yang Laissez-Faire (Liberal) Pola asuh ini terlihat pada sikap orang tua yang memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk menentukan tingkah lakunya sendiri yang dianggap benar oleh anak tanpa adanya kendali dari orang tua. Anak sedikit sekali dituntut suatu tanggung jawab dan kewajiban. Dengan kata lain orang tua seakan acuh tak acuh melepas tanggung jawab terhadap apa yang dilakukan anak. xxv Menurut pendapat Singgih (1991: 81) menyatakan bahwa : “Pimpinan dari orang tua yang Laissez Faire kurang begitu tegas”. Anak menentukan sendiri apa yang dikehendaki, orang tua tidak menggunakan fungsinya sebagai pimpinan yang mempunyai kewibawaan”. Menurut Nurbani Yusuf (1998: 76) tipe kepemimipinan laissez faire adalah “Merupakan sikap dimana orang tua selalu memberikan kebebasan kepada anak tanpa ada norma tertentu yang harus ditakuti”. Jadi tipe kepemimipinan laissez faire merupakan pola kepemimpinan dimana orang tua memberikan kebebasan sepenuhnya pada anak tanpa memberikan aturan atau larangan pada anak bertindak atau mengambil keputusan sesuai keinginannya. Menurut Gerungan (2000: 41) menjelaskan bahwa “pada kepemimpinan laissez faire pemimpin bertindak acuh tak acuh dan menyerahkan penentuan segala cara, penentuan tujuan, kegiatan cara-cara pelaksanaan dan lain-lain kepada anggota kelompok sendiri”. Dari pendapat Gerungan dapat ditarik suatu pengertian bahwa pemimpin bersikap acuh dan menyerahkan segala keputusan kepada anggota kelompok tanpa memberikan pengarahan, pemimpin hampir tidak memberikan nasehat dan bertindak seperti seorang yang hanya datang untuk melihat-lihat apa yang dilakukannya dalam kelompoknya. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh laissez faire adalah pola asuh yang mendasarkan pada kebebasan anak dalam mengungkapkan keinginan dan kemauannya sendiri serta diijinkan membuat keputusan sendiri tanpa ada bimbingan dari orang tua, sehingga dapat dikatakan pola asuh ini adalah pola asuh yang acuh tak acuh pada anak. Dapat pula dikatakan pola asuh dimana orang tua memberikan kebebasan sepenuhnya dan anak diijinkan membuat keputusan sendiri tentang langkah apa yang akan dilakukan orang tua tidak pernah memberikan penjelasan dan pengarahan kepada anak tentang apa yang sebaiknya dilakukan anak. Dalam pola asuh laissez xxvi faire hampir tidak ada komunikasi antara anak dan orang tua serta tidak ada disiplin sama sekali. b) Ciri-ciri Pola Asuh Laissez Faire (1) Orang tua menuruti kemauan anak baik yang bersifat positif maupun negatif. (2) Orang tua juga cenderung sangat memanjakan sehingga dalam keluarga tidak ada peraturan, hukuman maupun disiplin seperti yang diterapkan dalam pola asuh otoriter dan demokratis. (3) Komunikasi terjadi satu arah yang didominasi anak yang berupa permintaan-permintaan, pengaduan atau rajukan agar permintaannya dikabulkan orang tuannya. (4) Dalam pola asuh ini semua kebutuhan anak akan selalu dituruti atau dengan kata lain orang tua selalu menuruti permintaan anak walau sebenarnya permintaannya tidak begitu berguna. (5) Anak dibiarkan bebas berpendapat dan berperilaku berkembang tanpa bimbingan orang tua. c) Dampak Pola Asuh Laissez Faire Anak yang berkembang dalam pola asuh laissez faire akan mengalami dampak-dampak seperti berikut : (1) Mengalami ketidak matangan mental dalam tindakannya. (2) Tidak bisa mandiri, suka memerintah orang lain untuk semua keinginannya. (3) Selalu tergantung pada peranan orang tua. (4) Merasa tidak aman berada pada lingkungannya. (5) Anak menjadi tertutup (6) Tidak suka bekerja sama dengan orang lain. (7) Menganggap remeh orang lain. Pola asuh ini sangat tepat jika diterapkan ketika anak mulai meninggalkan masa balita dan memasuki masa kanak-kanak. Karena xxvii pada masa kanak-kanak seorang anak tidak begitu memperhatikan peraturan dan hukuman bagi mereka kanak-kanak adalah masa yang paling indah karena setiap orang pasti akan memanjakannya. Orang tua akan selalu menuruti kemauan dan memanjakan anak. c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua Orang tua yang menerapkan pola asuh terhadap anak, belum tentu menggunakan satu pola asuh saja. Ada kemungkinan menggunakan ketiga sekaligus atau bergantian. Walaupun demikian ada kecenderungan orang tua untuk lebih menyukai atau sering menggunakan pola asuh tertentu. Menurut R. Diniarti F. Soe’oed yang dikutip T.O. Ihromi (1999: 52) faktor yang mempengaruhi pola asuh adalah : 1) Usia dari orang tua 2) Menyamakan pola yang dianggap paling baik oleh masyarakat sekitar 3) Kursus-kursus 4) Jenis kelamin orang tua 5) Status sosial ekonomi 6) Konsep peranan orang tua 7) Jenis kelamin anak 8) Usia anak 9) Kondisi anak Afifudin (1999: 87) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perlakuan atau pola asuh orang tua terhadap anak adalah : 1) Faktor sosial ekonomi orang tua 2) Faktor pendidikan orang tua 3) Faktor lingkungan masyarakat 4) Faktor kepercayaan orang tua Menurut Mussen (1997: 102) faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua adalah : 1) Faktor nilai yang dianut orang tua xxviii 2) Faktor kepribadian orang tua 3) Faktor tingkat pendidikan orang tua 4) Faktor sosial ekonomi Sedangkan menutut AN. Markum (1999: 49) faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anak adalah : 1) Faktor bawaan anak 2) Faktor kebiasaan orang tua mereka 3) Faktor kepribadian orang tua Elizabeth B Hurlock alih bahasa Meitasari Tjandrasa (1999: 95) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua adalah sebagai berikut : 1) Kesamaan dengan gaya kepemimpinan yang digunakan orang tua 2) Penyesuaian dengan cara yang disetujui kelompok 3) Usia orang tua 4) Pendidikan untuk menjadi orang tua 5) Jenis kelamin orang tua 6) Status sosial ekonomi 7) Konsep mengenai peran orang tua dewasa 8) Jenis kelamin anak 9) Situasi 10) Usia anak Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pola asuh orang tua tersebut dapat penulis jelaskan sebagai berikut : 1) Kesamaan dengan gaya kepemimpinan yang digunakan orang tua Orang tua akan mendidik anak mereka seperti bagaimana orang tuanya dulu mendidik mereka. Apa yang didapatnya dari orang tua mereka dulu akan diberikan kepada anak-anaknya. Kebanyakan orang tua akan melakukan dan meniru apa dan bagaimana orang tua mereka dulu memperlakukan mereka. 2) Penyesuaian dengan cara yang disetujui kelompok xxix Semua orang tua baik yang muda ataupun yang sudah berpengalaman, terutama orang tua yang berada di pedesaan akan lebih dipengaruhi anggota kelompok dari pada pendirian mereka. Hal ini karena mereka cenderung menerapkan pola asuh yang dianggap baik oleh masyarakat dari pada keyakinannya sendiri. Walaupun pada dasarnya pola asuh yang digunakan oleh masyarakat belum tentu cocok dan sesuai apabila diterapkan kepada anaknya. 3) Usia orang tua Usia orang tua akan mempengaruhi bagaiman cara mendidik dan mengasuh anak-anak mereka. Hal ini dipengaruhi oleh kematangan berfikir dan menentukan keputusan. Orang tua yang masih muda memiliki kecenderungan untuk memaksakan kehendaknya terhadap anak karena dimungkinkan mereka belum berpengalaman dalam mendidik anak-anak mereka. Namun semakin tua atau semakin matang usia seseorang sebagai orang tua maka cara berfikirnyapun semakin bijaksana, sehingga dapat memperlakukan dan memahami apa yang dibutuhkan oleh seorang anak. 4) Pendidikan untuk menjadi orang tua Orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung akan lebih luwes dan pola asuh yang mereka gunakan disesuaikan dengan perkembangan anak. Sedangkan orang tua yang berpendidikan rendah akan lebih kolot dan mendominasi anak karena kurangnya pengetahuan orang tua tentang tumbuh kembang anak-anak. Selain itu, orang tua yang telah mendapat kursus mengasuh anak dan mengerti kebutuhan anak akan lebih menggunakan gaya demokratis dibandingkan orang tua yang tidak mendapatkan pelatihan sebelumnya. 5) Jenis kelamin orang tua Orang tua menurut Soedomo Hadi (2003: 22) adalah ayah dan ibu yang menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Pada umumnya seorang ibu akan lebih dekat dengan anak dan lebih mengerti xxx kebutuhan anak sehingga cenderung kurang otoriter dibandingkan seorang ayah. Peran ibu disini seperti teman bagi anak dibanding peran ayah. Karena seorang ibu lebih banyak dijadikan sebagai tumpuan kasih sayang sedangkan ayah adalah seorang pemimpin yang dengan ketegasannya dapat menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. 6) Status sosial ekonomi Orang tua yang berada pada status sosial menengah keatas akan cenderung lebih menyukai gaya demokratis, lain hanya dengan orang tua yang berasal dari kelas menengah kebawah, mereka akan cenderung lebih keras tetapi mereka lebih konsisten. Seorang anak yang berasal dari keluarga ekonomi menengah keatas lebih cenderung dimanja dan apapun yang dibutuhkan dan apa yang diinginkannya akan terpenuhi. Lain halnya dengan seorang anak yang berasal dari keluarga ekonomi menengah kebawah. Mereka cenderung dididik untuk dapat mandiri dan mampu. Jadi status ekonomi dapat juga menentukan pola pengasuhan, dimana status sosial ekonomi mengarah pada terwujudnya cita-cita orang tua dan anak. 7) Konsep mengenai peran orang tua dewasa Orang tua yang selalu beranggapan bahwa anak-anak harus tunduk dan patuh terhadap peraturan yang ditentukan oleh orang dewasa akan memiliki kecenderungan untuk otoriter. Lain halnya dengan orang tua yang memahami peranannya sebagai orang tua, bukan untuk memaksakan namun lebih untuk mendidik dan membimbing maka ia akan cenderung demokratis. Namun ada sebagian orang tua yang keliru dalam memahami konsep peran orang tua terhadap anak. Apabila kekeliruan konsep mengenai peran orang dewasa ini terus berlanjut maka anak tidak akan memiliki kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. Konsep seperti ini masih berlaku pada masyarakat tradisional. 8) Jenis kelamin anak xxxi Orang tua pada umumnya lebih keras terhadap anak perempuan dan memberi perlindungan yang lebih dari pada anak laki-laki. Hal ini berkaitan dengan kodrat antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap lebih penting untuk dilindungi karena seorang perempuan diibaratkan sebagai bola kaca. Apabila bola itu pecah maka tidak akan dapat dikembalikan seperti semula, artinya bahwa apabila seorang perempuan sampai ternoda maka ia tidak akan dapat dikembalikan seperti semula. Oleh karena itu, seorang anak perempuan membutuhkan perlindungan yang lebih dibandingkan dengan anak laki-laki. 9) Situasi Dalam menggunakan pola asuh kadangkala orang tua menggunakan beberapa tipe pola asuh. Hal ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang sedang berlangsung. Ada saat-saat tertentu orang tua harus menggunakan pola asuh otoriter kepada anaknya, misalnya ketika si anak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Namun ada saatnya pula orang tua perlu memberikan kesempatan kepada anaknya untuk mengemukakan pendapat dan keinginannya. Dengan kata lain, penggunaan pola asuh orang tua harus melihat dan memperhatikan situasi yang sedang berlangsung. 10) Usia anak Penggunaan pola asuh untuk anak harus disesuaikan dengan usia anak, karena kemampuan berfikir anak dipengaruhi oleh usia atau perkembangan anak itu sendiri. Untuk anak yang masih kecil, lebih cocok menggunakan pola asuh otoriter karena orang tua merasa anak kecil belum dapat berfikir dan belum mengetahui hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukannya. Namun apabila anak sudah beranjak dewasa maka orang tua harus menyesuaikan pola asuh yang digunakan, karena pemikiran dan kebutuhan anak dipengaruhi oleh perkembangannya. 2. Tinjauan Tentang Status Sosial Ekonomi xxxii Membahas mengenai status sosial ekonomi tidak dapat dilepaskan dari adanya stratifikasi sosial yang ada didalam masyarakat selama dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai oleh masyarakat tersebut, maka hal ini merupakan bibit yang dapat menumbuhkan adanya status yang berlapis-lapis dalam masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian stratifikasi sosial merupakan pembagaian masyarakat secara hierarkis, yang didasarkan pada pemilikan atau penguasaan terhadap berbagai hal yang dianggap bernilai didalam masyarakat. Kelompok-kelompok social yang tersusun secara hierarkis ini biasanya disebut kelas social. Sistem pelapisan sosial ini menunjukkan tinggi rendahnya kedudukan atau status seseorang dimata masyrakat. Barang siapa yang memiliki sesuatu yang berharga didalam jumlah yang banyak dianggap oleh masyarakat berkedudukan dalam lapisan atas, mereka yang memilki sedikit sekali atau sama sekali tidak memilki sesuatu yang berharga tersebut dalam pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah. a. Pengertian Status Sosial Ekonomi 1) Status Lapisan masyarakat dalam teori-teori sosiologi memiliki unsur-unsur yaitu status (kedudukan) dan peranan (role). Soerjono Soekanto mendefinisikan status sebagai tempat atau posisi seseorang didalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang-orang lainnya dalam kelompok sosial tersebut atau suatu kelompok dengan kelompok lainnya di dalam kelompok yang lebih besar (Soerjono Soekanto, 1990: 293). Jadi status tersebut ada jika dikaitkan dengan hubungan dalam masyarakat maupun lingkungannya. Menurut tinjauan kamus besar bahasa Indonesia (2008: 1338) secara harafiah status memilki difinisi keadaan atau kedudukan (seseorang, atau badan dan sebagainya) dalam hubungan dengan masyarakat sekelilingnya. Ada gambaran bahwa status seseorang adalah kedudukannya atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sehubungan dengan orang-orang lainnya xxxiii atau masyarakat sekelilingnya dimana ia berada dan disitulah ia bergantung dengan orang-orang disekitarnya. Menurut Phil Astrid S. Susanto (1999: 75) “Status adalah merupakan kedudukan obyektif yang memberi hak dan kewajiban kepada yang menempati kedudukan tadi”. Pendapat Astrid pada intinya status merupakan posisi seseorang yang menuntut adanya hak dan kewajiban bagi yang menempati kedudukan tersebut. Pengertian diatas dapat diartikan bahwa status adalah keadaan atau kedudukan seseorang dalam kelompoknya yang membedakan martabat dari orang satu terhadap lainnya. 2) Sosial Sosial dalam bahasa latin berasal dari socius yang berarti kawan atau teman dan sociates yang berarti masyarakat. Uraian diatas menjelaskan bahwa manusia tak lepas dari kehidupannya berteman atau bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial maka ia akan berintegrasi dengan lingkungan yang ada disekelilingnya dan keluarga merupakan bentuk sosial pertama kehidupan anak dimana didalamnya akan terbentuk adanya situasi sosial. Oleh Gerungan (2000: 72) dijelaskan bahwa “yang diamaksud sosial adalah situasi dimana saling hubungan antara manusia satu dengan lain”. Pendapat Gerungan dapat diartikan bahwa suatu kondisi atau situasi dimana ada interaksi atau hubungan antara manusia. Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sosial adalah situasi dimana saling berhubungan antara manusia yang satu dengan manusia lain. 3) Status Sosial Soerjono Soekanto, (2002: 264-265) “mengartikan status sosial sebagai tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya dan hak-hak serta kewajibannya”. Ralph Linton mendefinisikan status xxxiv sosial adalah sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya (www.organisasi.org). Orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosialnya rendah. Status sosial tidak semata-mata kumpulan kedudukan seseorang dalam kelompok-kelompok kedudukan seseorang berbeda. dalam Dengan demikian masyarakat maka semakin tinggi semakin tinggi penghargaan maupun kewajibannya dalam masyarakat. Peranan dan status itu saling kait-mengkait, karena status adalah kedudukan yang memberikan hak dan kewajiban. Sedangkan kedua unsur ini tidak ada artinya kalau tidak dipergunakan karena status merupakan kedudukan obyektif yang memberikan hak dan kewajiban pada yang menempati kedudukan tadi. 4) Ekonomi Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan (http://info.g- excess.com/id/info/EkonomiPengertian.info) Tentang ilmu ekonomi Gerardo P Sicat & H.W Ardnt (1990: 4) menjelaskan sebagai berikut : “sebagai studi mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan kesejahteraan material manusia.” Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa berbagai hal yang menyangkut semua kebutuhan materi manusia. Ekonomi adalah pengetahuan mengenai peristiwa dan persoalan yang berkaitan dengan upaya manusia secara perseorangan (pribadi), kelompok (keluarga, suku, bangsa, oragnisasi) dalam memenuhi xxxv kebutuhan yang tidak terbatas dihadapkan pada sumber yang terbatas (kelangkaan). Dari urian diatas dapat disimpulkan menurut Fs, Chapin (1928) status sosial ekonami sebagai “ posisi yang ditempati individu atau keluarga berkenaan dengan ukuran rata-rata yang umum berlaku tentang pemilikan cultural, pendapatan efektif, pemilikan barang-barang dan partisipasi dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya”. b. Tingkat Status Sosial Ekonomi Dalam kehidupan di masyarakat kondisi sosial ekonomi masingmasing keluarga tentu berbeda dengan lainnya. Tidak ada lapisan masyarakat yang homogen atau serba sama. Dalam masyarakat terdapat lapisan-lapisan masyarakat yang dapat membedakan satu dengan yang lain. Soerjono Soekanto (2002: 255) dalam bukunya Sosiologi suatu pengantar membedakan masyarakat menjadi 3 golongan dalam bentuk segitiga bertingkat sebagai berikut : Upper Class (lapisan atas) Middle Class (Lapisan Menengah) Lower class ( Lapisan bawah) Dapat diuraikan bahwa status sosial ekonomi adalah tingktan, kedudukan keluarga yang diberikan oleh kelompok masyarkat atau suatu kebudayaan tertentu. Tingkat atau kedudukan tersebut ditentukan oleh kekayaan, pekerjaan, pendidikan dan kelas sosial. xxxvi Disini dapat digaris bawahi bahwa status sosial ekonomi dapat membedakan antara satu dengan yang lainnya. Menurut Soerjono Soekanto (2002: 237), status sosial ekonomi seseorang dapat diukur dari : 1) Ukuran kekayaan adalah harta benda atau materi yang dimiliki seseorang. Barangsiapa memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut misalnya, dapat dilihat pada bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-caranya mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja barangbarang mahal dan seterusnya. 2) Ukuran kekuasaan adalah wewenang atau kewenangan seseorang yang dimilikinya karena kedudukan dalam masyarakat, lembaga atau perusahaan yang dipimpinnya. Atau dengan kata lain barangsiapa memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar menempati lapisan atas. 3) Ukuran kehormatan adalah kewibawaan yang dimiliki oleh seseorang karena pembawaan atau kedudukan atau hal lain yang dianggap oleh orang lain sesuatu yang terpandang. 4) Ukuran ilmu pengetahuan adalah tingkat pendidikan seseorang, baik pendidikan formal maupun informal. Telah dikemukakan diatas bahwa berbagai negara mempunyai sistem pelapisan sosial termasuk Indonesia, meskipun tidak kelihatan secara tegas. Stratifikasi sosial dalam masyarakat Indonesia tampak sangat jelas pada zaman feodal dan kolonial terutama berdasarkan keturunan. Setelah xxxvii kemerdekaan terbentuk stratifikasi sosial lain dalam masyarakat Indonesia yang berdasarkan kedudukan, sumber pendapatan, pendidikan dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini status sosial ekonomi keluarga dibedakan menjadi tiga tingkat yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Sedangkan kriteria yang digunakan untuk membedakan yaitu didasarkan atas tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan atau penghasilan orang tua, materi kekayaan yang dimilki serta kehormatan atau kedudukan orang tua dalam masyarakat. Kriteria ini didasarkan pada suatu pertimbangan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan mempunyai kecenderungan untuk mempengaruhi bidang lainnya, misalnya seorang yang berpendidikan tinggi akan cenderung untuk menduduki jabatan atau kedudukan yang tinggi pula. Dengan jabatan yang tinggi, maka seseorang juga akan mendapatkan imbalan yang tinggi sehingga pendapatan ataupun kekayaannya akan semakin bertambah. Penggolongan status sosial ekonomi keluarga bersifat relatif, sebab tidak, merupakan suatu jaminan utama bahwa seseorang yang berpendidikan tinggi akan menduduki jabatan tinggi, bahkan tidak sedikit orang yang berpendidikan rendah tetapi mempunyai status yang tinggi dalam masyarakat. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor keturunan atau faktor kekayaan. Bertitik tolak dari pendapat diatas, bahwa untuk mengukur tinggi rendahnya status sosial ekonomi keluarga atau orang tua yaitu : pendidikan orang tua, pekerjaan, dan penghasilan keluarga, pemilikan barang/kekayaan, jumlah anggota keluarga dan macam kebutuhannya. Aspek-aspek tersebut tidak dapat berdiri sendiri, artinya bahwa untuk menetapkan tingkat atau status sosial ekonomi masing-masing keluarga kita tidak hanya melihat satu aspek saja. Melainkan kita harus menghubungkan satu aspek dengan aspek yang lain. Pendidikan orang tua, tinggi rendahnya tingkat pendidikan yang dimilki atau dicapai oleh orang tua dimungkinkan akan membawa pengaruh pada anak-anaknya. Pekerjaan orang tua dan penghasilan keluarga xxxviii menentukan terpenuhi atau tidaknya kebutuhan keluarga. Sedangkan materi atau kekayaan merupakan petunjuk tingkat kemakmuran suatu keluarga. c. Peranan Status Sosial Ekonomi Dalam kehidupan sehari-hari, manusia senatiasa tak lepas dari kehidupan dilingkungan dimana ia berada, baik lingkungan fisik, psikis mapun spiritual, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Besarnya pengaruh keluarga terhadap anak tidaklah sukar dimengerti karena keluarga merupakan institusi sosial pertama dalam kehidupan seseorang. Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan seseorang. Keluarga memang memberikan pengaruh yang paling besar dalam pembentukan kepribadian anak. Dalam pembentukan pribadi seseorang dipengaruhi oleh kehidupan seseorang dimana ia tinggal dan bermasyarakat. Status sosial ekonomi mempunyai pengaruh cukup besar dalam perkembangan pendidikan anak-anaknya. Dapat diasumsikan, misalnya yang status sosial ekonominya berkecukupan akan cenderung menyekolahkan anakanaknya sampai keperguruan tinggi. Disamping itu pemberian fasilitas belajar juga cukup. Sebaliknya keluarga yang mempunyai status sosial ekonomi rendah mereka mempunyai kecenderungan kurang memperhatikan anakanaknya, apalagi memberikan fasilitas belajar yang memadai. Hal ini dimungkinkan karena mereka cenderung mempunyai latar belakang pendidikan rendah, disamping lebih mementingkan untuk pemenuhan kebutuhan primernya. Padahal fasilitas belajar anak sangat penting bagi keberhasilan belajarnya. Meskipun asumsi diatas tidak mesti benar karena perkembangan pendidikan anak banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor ekonomi juga sangat berpengaruh terhadap kehidupan rumah tangga karena status sosial ekonomi sangat berpangaruh terhadap gaya hidup yang mereka tampilkan. Keluarga yang ekonominya kekurangan kemungkinan akan menyebabkan anak-anaknya kekurangan gizi dan kebutuhan-kebutuhan anak-anaknya kurang terpenuhi. xxxix Asumsi diatas juga didukung oleh pendapat Gerungan (2000: 181) yang mengatakan bahwa “Keluarga yang berada dalam status sosial ekonomi serba kecukupan, maka orang tua mencurahkan perhatiannya lebih mendalam kepada pendidikan anak-anaknya. Mereka tidak disulitkan perkara-perkara kebutuhan primer”. Status sosial ekonomi bukan merupakan faktor mutlak yang memepengaruhi perkembangan anak-anaknya, namun status sosial ekonomi tetap dikatakan sebagai suatu faktor penting. Interaksi sosial atau hubungan antar keluarga erat dengan keadaaan sosial ekonomi tersebut. Keharmonisan hubungan orang tua dengan anak kadang tidak terlepas dari faktor ekonomi ini, termasuk keberhasilan seseorang. Kehidupan sosial ekonomi keluarga yang layak akan tercipta suasana yag baik, nyaman, aman, damai dan boleh dikatakan kehidupan yang makmur dimungkinkan akan membawa dampak dalam proses belajar bagi anak-anak dalam suatu keluarga berjalan baik. Pendidikan dan keluarga keduanya tidak dapat dipisahkan karena kondisi sosial ekonomi keluarga yang pada akhirnya dimungkinkan karena kebutuhan anak untuk sekolah terpenuhi, seperti terpenuhinya buku-buku pelajaran yang diperlukan alat trasnportasi dan kebutuhan anak yang menunjang kegiatan belajar hampir seluruhnya dapat terpenuhi. Menurut S. Nasution (1999: 30) mengemukakan, “jabatan orang tua, jumlah dan sumber pendapatan, daerah tempat tinggal, tanggapan masingmasing tentang golongan sosialnya dan lambang-lambang lain yang berkaitan dengan status sosial ada kaitannya dengan tingkat pendidikan anak”. Dengan demikian status sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap pendidikan anakanaknya. Orang tua yang berstatus sosial ekonominya tinggi mempunyai kecenderungan lebih memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Orang tua yang berstatus sosial ekonomi rendah biasanya tingkat perhatian pada anakanaknya rendah dan pemahaman terhadap pendidikan anak-anaknya rendah, tidak menyimpang dari teori-teori diatas, maka dalam penelitian ini indikator xl yang dipakai untuk menentukan status sosial ekonomi adalah pendidikan, pekerjaan, pendapatan orang tua, materi/kekayaan, macam-macam kebutuhan serta kehormatan atau kedudukan dalam masyarakat. 3. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar a. Pengertian prestasi belajar Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Muray dalam Beck (1990 : 290) mendefinisikan prestasi sebagai berikut : “To overcome obstacle, to exercise power, to strive to do something difficult as well and as quickly as possible”. “Kebutuhan untuk prestasi adalah mengatasi hambatan, melatih kekuatan, berusaha melakukan sesuatu yang sulit dengan baik dan secepat mungkin”. (http://sunartombs.wordpress.com) Ngalim Purwanto (1990 : 85) menyatakan “Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang lebih baik tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk”. Sedangkan Slameto (1995: 2) mengatakan ‘Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (1991: 121) yang menyatakan “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. xli Ada beberapa pendapat para ahli tentang definisi belajar, antara lain yaitu Cronbach, Harold Spears dan Geoch dalam Sardiman A.M (2005:20) sebagai berikut : 1) Cronbach memberikan definisi : “Learning is shown by a change in behavior as a result of experience”. “Belajar adalah memperlihatkan perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari pengalaman”. 2) Harold Spears memberikan batasan: “Learning is to observe, to read, to initiate, to try something themselves, to listen, to follow direction”. Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk/arahan. 3) Geoch, mengatakan : “Learning is a change in performance as a result of practice”. Belajar adalah perubahan dalam penampilan sebagai hasil praktek. (http://sunartombs.wordpress.com) Dari pendapat daiatas maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku secara menyeluruh dan relatif mantap yang terjadi sebagai akibat dari adanya usaha dari seorang melalui latihan atau pengalaman serta menyangkut aspek kepribadian baik fisik maupun psikis. 2. Hasil dari belajar adalah adanya suatu perubahan tingkah laku yang baru. Perubahan tingkah laku yang baru tersebut berbeda untuk setiap orang walaupun yang dipelajari sesuatu yang sama. Hal tersebut dikarenakan seperti : faktor usia, tingkat IQ, minat, waktu, faktor lingkungan dan sebagainya. Prestasi menurut Zainal Arifin (1990: 2) “Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda prestatie kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha”. Lebih jelasnya beliau mengemukakan “prestasi xlii belajar merupakan suatu masalah yang bersifat parential dalam sejarah kehidupan manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing”. Rochmawati mengungkapkan prestasi belajar adalah hasil usaha belajar siswa yang dinyatakan dalam bentuk simbol, baik berupa angka maupun huruf, disebut dengan nilai yang diberikan oleh guru setelah menempuh pengalaman belajar (Rochmawati 2006 : 13). Sedangkan WS. Winkel (1991: 162) mengungkapkan “Prestasi adalah suatu bukti ketrampilan yang telah dicapai”. Menurut Sutratinah Tirtonegoro (2001: 276) memberikan penjelasan “Nilai prestasi merupakan pencerminan tingkatan-tingkatan siswa sejauh mana telah dapat mencapai tujuan yang ditetapkan di dalam setiap mata pelajaran. Simbol yang digunakan untuk menyatakan nilai baik huruf, angka, hendaknya merupakan gambaran tentang prestasi yang telah dicapai”. Prestasi belajar memiliki cakupan yang sangat luas seperti prestasi belajar Sejarah, prestasi belajar Geografi, prestasi belajar ekonomi dan lain sebagainya, namun dalam penelitian ini dibatasi pada prestasi belajar Sosiologi. Menurut Depdiknas (2001: 4), “Pengajaran sosiologi mencakup dua sasaran yang bersifat kognitif dan praktis”. Secara kognitif untuk memberikan pengetahuan dasar Sosiologi agar siswa mampu memahami dan menelaah secara rasional komponen-komponen dari individu, kebudayaan, dan masyarakat. Sasaran yang bersifat praktis untuk mengembangkan keterampilan sikap dan perilaku siswa dalam menghadapi kemajemukan masyarakat, kebudayaan, situasi sosial dan berbagai masalah sosial yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan prestasi belajar Sosiologi adalah suatu hasil yang dicapai seseorang dengan usaha maksimal berdasarkan kemampuan atau potensi terhadap tes materi sosiologi yang telah dilakukan yang diwujudkan dalam bentuk simbol angka dan atau huruf yang dilaksanakan dalam periode tertentu. b. Fungsi prestasi belajar xliii Prestasi belajar memberikan informasi seberapa banyak siswa yang dapat menguasai pelajaran yang telah diberikan selama proses belajar mengajar berlangsung. Informasi ini dapat diketahui melalui alat ukur yang berupa tes maupun non tes. Dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar, prestasi belajar dapat dilambangkan dengan nilai. Nilai tersebut merupakan gambaran keberhasilan belajar yang dicapai siswa dalam jangka waktu tertentu. Prestasi belajar merupakan hal yang penting dalam kegiatan belajar mengajar karena prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi utama. Fungsi prestasi menurut Zainal Arifin (1990: 3) adalah : 1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan anak didik. 2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. 3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. 4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern. 5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan) anak didik. Fungsi-fungsi diatas dapat dijabarkan sebagai berikut : 1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai anak didik. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang telah diterimanya dan seberapa banyak pengetahuan yang telah siswa serap terhadap materi yang telah diterimanya. 2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Adanya hasrat ingin tahu mendorong siswa berusaha secara maksimal mencapai prestasi belajar sehingga apa yang diperoleh sesuai dengan apa yang diinginkan dan diusahakan. 3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. Prestasi dapat dijadikan pendorong bagi siswa untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan berperan dalam meningkatkan mutu pendidikan. xliv 4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern. Prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas atau mutu dari suatu institusi pendidikan. Sedangkan indikator ekstern dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan anak didik di masyarakat. 5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan) anak didik. Dalam proses belajar mengajar anak didik merupakan masalah utama karena anak didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh materi pelajaran., karena dengan prestasi belajar dapat diketahui seberapa jauh siswa dapat menyerap materi pelajaran yang telah diajarkan. Sedangkan menurut Waridjan (1991: 4-5) manfaat hasil belajar siswa adalah sebagai sebagai berikut : (1) Dengan mengetahui hasil belajar siswa, guru mendisain program pengajaran yang apabila dilaksanakan akan mengisi selisih antara apa yang telah dicapai oleh siswa dengan apa yang dikehendaki oleh tujuan pengajaran. (2) Dengan mengetahui hasil belajar siswa dari waktu ke waktu, proses kemajuan dan kemunduran belajar siswa dapat diikuti untuk maksud-maksud memberikan motivasi belajar. (3) Dengan mengetahui hasil belajar siswa, guru mengidentifikasi kesulitan belajar yang dialami oleh siswa dan konselor pengajaran mendiagnosis kesulitan belajar siswa dalam rangka memberikan bimbingan dan konseling pengajaran. (4) Dengan mengetahui hasil belajar siswa dapat diramalkan keberhasilan belajar siswa itu melanjutkan sekolahnya atau dapat diramalkan tingkat keberhasilan kerja siswa itu dimasa depan apabila siswa itu memasuki bidang pekerjaan tertentu. (5) Dengan mengetahui hasil belajar siswa, guru menetapkan siswa dalam kualifikasi tertantu (lulus atau tidak lulus), menetapkan peringkat siswa dalam prestasi hasil belajar (rangking hasil ujian), menggolongkan siswa ke dalam kelompok tertentu (kelompok pandai atau kelompok yang kurang pandai) dan menyeleksi siswa untuk maksud-maksud tertentu (memenuhi syarat atau tidak). (6) Dengan mengetahui hasil belajar siswa, guru mempunyai indikator tidak langsung tentang keberhasilan kerjanya, guru mempertimbangkan untuk memperbaiki atau mempertahankan komponen-komponen pengajaran yang selama ini dirakit menjadi sistem pengajaran dan kemungkinan juga xlv mempertimbangkan untuk memperbaiki atau mempertahankan secara total sistem pengajaran itu. (7) Dengan mengetahui hasil belajarnya, siswa termotivasi untuk belajar secara lebih bersemangat, tekun dan teliti. (8) Dengan mengetahui hasil belajarnya, terutama apabila disertai catatan-catatan dan petunjuk-petunjuk tertentu dari guru yang menilai hasil belajarnya, siswa juga menempuh proses belajar melalui penyelenggaraan penilaian hasil belajar. (9) Dengan mengetahui hasil belajarnya seketika seperti yang diperoleh melalui modul dan mesin belajar (umpama dalam belajar dengan media komputer atau “video disc”), siswa mendapatkan banyak petunjuk dan kemudahan dalam proses belajar mandiri. (10) Dengan mengetahui hasil belajarnya, siswa merancang program belajarnya sesuai dengan kecepatannya dalam laju belajar apabila kurikulum di sekolahnya menggunakan sistem kredit. Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi prestasi belajar adalah sebagai pendorong atau motivasi bagi anak didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan, sebagai umpan balik bagi guru atau tenaga pengajar dalam mengidentifikasi dan menangani kesulitan-kesulitan siswa dalam proses belajarnya. Selain itu berfungsi sebagai tolok ukur keberhasilan dalam bidang studi atau materi pembelajaran, prestasi belajar juga berfungsi sebagai tolok ukur tingkat keberhasilan lembaga pendidikan dalam menghantar anak didik menyelesaikan belajar. c. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu baik dari dalam diri siswa maupun dari luar siswa. Secara garis besar Ngalim Purwanto (1990: 106) menyebutkan “Faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal”. Penjelasan kedua faktor tersebut adalah sebagai berikut : 1) Faktor Internal Faktor internal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor fisik dan psikologis. a) Faktor fisik xlvi Faktor fisik individu yang belajar termasuk panca inderanya sebagai contoh : (1) Kelelahan : seseorang tidak akan dapat berkonsentrasi dalam keadaan lelah, sehingga hasil belajar yang dicapainya juga tidak optimal. (2) Kesehatan : jika tubuh sakit, maka konsentrasi belajarnya pun akan terganggu. (3) Cacat tubuh : seseorang yang mengalami cacat tubuh tidak dapat melakukan aktivitas seperti siswa yang normal, sehingga prestasi belajarnya pun jauh dari siswa yang normal. Untuk itu siswa yang memilki cacat tubuh hendaknya belajar di sekolahan khusus. (4) Kematangan tubuh : pertumbuhan fisik dan fungsi alat tubuh sangat mempengaruhi seseorang dalam belajar. (5) Perhatian : guru harus mampu menarik perhatian siswa saat proses belajar mengajar. Apabila materi pelajaran yang disampaikan tidak menarik, maka akan timbul rasa bosan dan akibatnya prestasi belajar menurun. b) Faktor psikologis Faktor psikologis dapat berupa : (1) Bakat : seseorang akan berhasil bila yang dipelajari sesuai dengan bakat yang ia miliki karena anak akan senang mempelajarinya. (2) Minat : semakin besar minat seseorang dalam belajar maka akan memberikan hasil yang lebih baik. (3) Kecerdasan : anak yang intelegensinya rendah akan mengalami kesulitan dalam belajarnya karena lamban dalam menyerap materi pelajaran yang diberikan, sehingga prestasi belajarnya tidak bisa optimal. xlvii (4) Motivasi : semakin besar dorongan yang dimilki seseorang, ia akan semakin berusaha untuk lebih giat dalam mencapai tujuan yang diinginkan. (5) Intensitas : anak yang mempunyai intensitas/kesungguhan tinggi, akan rajin belajar. Sedangkan anak yang kesungguhannya rendah, maka anak itu akan malas belajar. Sehingga kesungguhan ini mempengaruhi prestasinya. (6) Sifat kepribadian : setiap orang memilki kepribadian yang berbeda-beda, ada yang keras kepala, penakut, cemas, dan ada yang mudah putus asa. Ini sangat mempengaruhi hasil atau prestasi belajarnya. (7) Daya ingat : semakin kuat daya ingat seseorang akan semakin baik dan mudah dalam belajar, sehingga prestasinya pun juga akan memuaskan. (8) Konsentrasi/pemusatan perhatian : bila konsentrasi belajarnya rendah, maka siswa akan mengalami kesulitan belajar sehingga hasil belajar juga rendah. 2) Faktor Eksternal Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor lingkungan dan faktor pendukung belajar. Penjelasan dari kedua faktor tersebut adalah sebagai berikut : a) Lingkungan Lingkungan adalah sesuatu di sekitar siswa yang sifatnya alamiah maupun sosial. Lingkungan siswa meliputi : (1) Lingkungan alam yaitu sesuatu di sekitar siswa yang sifatnya alami, misalnya kelembaban udara, suhu, cuaca, dan lain-lain. Hal ini sangat berpengaruh pada kondisi siswa saat belajar. xlviii (2) Lingkungan sosial yaitu hubungan individu dengan individu yang lain. Yang termasuk faktor ini antara lain : (a) Keadaan keluarga yaitu hubungan antara anggota keluarga dan perhatian orang tua merupakan faktor yang mendorong anak untuk belajar. Dalam belajar anak membutuhkan sarana dan prasarana sehingga ketersediaannya akan memberikan dorongan anak dalam belajar, sehingga keadaan ekonomi keluarga juga mempengaruhi anak dalam belajar. (b) Motivasi sosial yaitu dorongan yang berasal dari luar individu yang diberikan orang tua maupun lingkungan tempat tinggalnya. b) Instrumental Instrumental merupakan faktor-faktor yang sengaja dirancang dan dimanipulasi sesuai dengan tujuan hasil belajar yang diharapkan antara lain : (1) Kurikulum/bahan ajar : bahan ajar yang terlalu sulit juga akan menyebabkan siswa sulit mengatasinya, sehingga akhirnya siswa kurang faham dengan materi yang disampaikan dan hal itu menyebabkan prestasinya menjadi turun. (2) Guru dan cara mengajar : sikap dan cara guru menyampaikan materi sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. (3) Sarana dan fasilitas : semakin lengkap alat belajar siswa, semakin mudah cara menggunakannya akan semakin menunjang hasil prestasi belajar siswa. (4) Administrasi dan manajemen : anak akan semakin giat dalam belajarnya diadministrasikan dan diatur secara baik. d. Penilaian prestai belajar Untuk mengetahui prestasi belajar siswa maka perlu diadakan tes, seperti yang diungkapakan oleh Saifuddin Azwar (2002: 8) bahwa “tujuan xlix dilakukan tes adalah untuk mengungkap keberhasilan seseorang dalam belajar”. Begitu juga dengan perubahan tingkah laku akibat proses belajar dapar diketahui seberapa hasilnya terhadap seseorang dengan alat uji tes. Menurut Zainal Arifin (1990: 47) alat uji tes ada beberapa macam yaitu : 1) Tes Diagnostik, untuk mengetahui kelemahan siswa, sehingga dapat dilakukan perlakuan yang tepat. 2) Tes Formatif, untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengetahui suatu program atau sub bahan pelajaran tertentu. 3) Tes Sumatif, tes yang dilaksanakan setelah berakhir pembelajaran program. Tes ini dilakukan setiap caturwulan atau semester. Pendapat tersebut diperkuat oleh Saifuddin Azwar (2002: 11) yang mengungkapkan bahwa menurut fungsi tes dapat dibagi dalam beberapa kelompok, antara lain: 1) Penempatan, 2) Formatif, 3) Diagnostik, 4) Sumatif. Adapun untuk memperjelas fungsi tes prestasi belajar tersebut akan dijabarkan sebagai berikut : 1) Penempatan yaitu penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk memasuki individu ke dalam jurusan sesuai dengan kemampuan yang telah diperlihatkannya pada hasil belajar yang telah lalu. 2) Formatif yaitu tes harian yang dilakukan setiap setelah habisnya suatu program pelajaran untuk melihat sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai siswa. 3) Diagnostik yaitu penggunaan hasil tes prestasi belajar, untuk mendeteksi kelemahan-kelemahan pada saat belajar mengajar. Setelah mengetahui kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan maka harus segera diperbaiki sehingga siswa dapat memperoleh prestasi yang optimal. 4) Sumatif yaitu tes yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan belajar siswa, apakah siswa dapat dinyatakan lulus dan dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi atau tidak. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (1996: 205-206), ada 4 cara menilai prestasi belajar berupa tes yang dibuat sendiri antara lain : l 1) Cara pertama meneliti secara jujur soal-soal yang sudah di susun, kadangkadang dapat diperoleh jawaban tentang ketidakjelasan perintah atau bahasa, taraf kesukaran, dan lain-lain keadaan soal tersebut. 2) Cara kedua adalah mengadakan analisis soal (item analysis). Analisis soal adalah suatu prosedur yang sistematis, yang akan memberikan informasiinformasi yang sangat khusus terhadap butir tes yang disusun. 3) Cara ketiga adalah mengadakan checking validitas. Validitas yang paling penting dari tes buatan guru adalah validitas kurikuler (content validity). Untuk mengadakan checking validitas kurikuler, harus merumuskan tujuan setiap bagian pelajaran secara khusus dan jelas sehingga setiap soal dapat dijodohkan dengan setiap tujuan khusus. 4) Cara keempat adalah dengan mengadakan checking reliabilitas. Salah satu indikator untuk tes yang mempunyai reliabilitas yang tinggi adalah bahwa kebanyakan dari soal-soal tes itu mempunyai daya pembeda yang tinggi. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan belajar yang berwujud prestasi belajar dapat dilihat dari proses belajar mengajar. Prestasi belajar yang dicapai siswa dapat dilihat dari nilai yang menunjukkan kemampuan dan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan oleh guru dilakukan melalui tes prestasi belajar pada waktu-waktu tertentu. B. Kerangka Berpikir Kerangka pemikiran adalah bagan (alur pemikiran yang logis dan sistematis) untuk menggambarkan keterkaitan antar variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini variabel yang akan dijelaskan adalah variabel independensi (variabel bebas) dan variabel dependen (variabel terikat) Variabel tersebut diantarannya : 1. Pola asuh orang tua (Variabel Bebas) Keputusan dalam pengelolaan yang diterapkan orang tua terhadap anaknya menunjukkan dan mencerminkan pola asuh yang dipilih. Setiap orang tua memiliki wawasan dalam mendidik dan membimbing anaknya. Wawasan yang menunjuk pada persepsi dilingkungan keluargannya dan yang menjadi pola asuh dalam mengelola anak-anaknya dapat dibedakan atas tiga bentuk yaitu: pola asuh orang tua yang otoriter, yang demokratis dan yang laissez faire. li 2. Status sosial ekonomi (Variabel Bebas) Keadaan sosial ekonomi keluarga mempunyai peranan terhadap prestasi belajar anak disekolahnya. Bahwa dengan perekonomian yang cukup kepemilikan materi yang dihadapi anak di dalam keluarganya akan lebih luas, ia mendapat kesempatan untuk memperkembangkan bermacammacam kecakapan yang lebih luas. Selain kepemilikan materi, pendidikan orang tua juga berperan dalam pendidikan anak, karena tinggi/rendah tingkat pendidikan yang dimilki atau dicapai orang tua, dimungkinkan akan membawa pengaruh pada anak-anaknya. 3. Prestasi belajar siswa (Variabel Terikat) Sekolah merupakan lembaga pendidikan di mana siswa diberikan pengetahuan bermacam-macam mata pelajaran yang harus dimilikinya. Keberhasilan pendidikan siswa disekolah dapat dilihat dari prestasi belajarnya disekolah. Prestasi belajar merupakan pencerminan dari usaha belajar yang dilakukan siswa. Keberhasilan atau prestasi siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu dari subjek belajar, antara lain bakat, minat, dan intelegensi yang dimiliki atau kecerdasan yang dimiliki, dan juga faktor-faktor dari luar siswa yaitu lingkungan, cara belajar, kurikulum, program pengajaran dan prasarana belajar yang memadai. Untuk lebih jelasnya dapat penulis gambarkan dalam diagram sebagai berikut : Pola asuh orang tua (X1) Prestasi belajar siswa (Y) Status sosial ekonomi (X2) lii C. Perumusan Hipotesis Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut : 1. Ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri. 2. Ada hubungan antara status sosial dengan prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri. 3. Ada hubungan bersama antara pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Ajaran 2009/2010. BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas 1 Mojolaban. Adapun yang melatar belakangi pemilihan lokasi tersebut adalah: a. Tersedianya data yang diperlukan b. SMA Negeri 1 Mojolaban sesuai sebagai tempat penelitian bagi permasalahan yang penulis kemukakan c. SMA Negeri 1 Mojolaban belum pernah dijadikan objek penelitian dengan topik yang sama dengan penelitian ini sehingga diharapkan akan berguna bagi sekolah liii d. Adanya ijin dari pihak SMA Negeri 1 Mojolaban. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini direncanakan kurang lebih 7 bulan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Februari 2010. Adapun jadwal pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut: No Bulan Kegiatan Agust 1. 2. 3. 4. 5. Sep Okt Nov Des Jan Feb Proposal Konsultasi Bab I, II, III Penelitian dan Pengumpulan data Analisis data Penyusunan Laporan B. Metodelogi Penelitian Penelitian ilmiah merupakan kegiatan untuk memperoleh kebenaran secara ilmiah yang dilakukan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. Untuk memperoleh suatu kebenaran, suatu penelitian perlu menggunakan metode ilmiah yang tepat, agar hasil yang diperoleh benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai seorang peneliti, kita dituntut untuk dapat memilih dan menetapkan metode penelitian yang tepat. Metode penelitian yang kurang tepat dapat mengakibatkan hasil penelitian yang tidak sesuai dengan tujuan penelitian. Metodologi berasal dari kata “metode” yang berarti cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dan “logos” yang berarti ilmu atau pengetahuan. Berikut ini akan liv penulis ketengahkan beberapa definisi mengenai metodologi penelitian yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu : 1. Menurut Cholid Narbuko dan Abu Achmadi (2007: 1) menyebutkan bahwa “Metodologi penelitian adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan”. Pendapat tersebut mengandung maksud bahwa metodologi merupakan segala cara dan upaya yang ditempuh oleh seorang peneliti untuk mencapai tujuan penelitiannya. Cara dan upaya yang dimaksud bukanlah ditempuh dengan jalan yang asal-asalan, namun cara-cara tersebut merupakan penggunaan pikiran, metode atau paradigma yang ilmiah untuk mencapai tujuan suatu penelitian. 2. Hadari Nawawi (1995: 24) mengatakan bahwa ”Ilmu yang memperbincangkan tentang metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran pengetahuan disebut metodologi penelitian atau metodologi research”. Maksud dari pendapat tersebut adalah bahwa semua ilmu yang mengatur dan membicarakan mengenai cara atau metode-metode ilmiah yang berfungsi untuk menggali adanya suatu kebenaran sebuah pengetahuan adalah disebut sebagai metodologi penelitian. 3. Menurut Winarno Surakhmad (1994: 131) “Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan. Misalnya untuk menguji hipotesis dengan menggunakan teknik serta alat- alat tertentu”. Sedangkan pengertian penelitian (research) merupakan rangkaian kegiatan ilmiah dalam rangka pemecahan suatu permasalahan”. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dalam rangka memecahkan suatu permasalahan yang sedang diteliti. Dari ketiga pendapat tersebut diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa metodologi penelitian merupakan ilmu pengetahuan tentang prosedur atau cara yang ditempuh untuk mencari sebuah kebenaran yang mencakup teknik-teknik yang digunakan dalam sebuah penelitian. lv Winarno Surakhmad (1994 : 131) “menggolongkan penelitian menjadi tiga macam, yaitu : 1. Metode penelitian historis 2. Metode penelitian deskriptif 3. Metode penelitian eksperimental”. Untuk lebih memperjelas pendapat tersebut, maka penulis dapat menguraikannya sebagai berikut : 1. Metode penelitian historis Metode penelitian historis merupakan penelitian yang menerapkan metode pemecahan yang ilmiah dari perspektif historis suatu masalah. Metode ini merupakan sebuah proses yang meliputi pengumpulan dan penafsiran gejala, peristiwa ataupun menemukan gagasan yang timbul dimasa lampau untuk menemukan generalisasi yang berguna dalam usaha memahami situasi sekarang dan meramalkan perkembangan yang akan datang. 2. Metode penelitian deskriptif Metode penelitian deskriptif merupakan cara yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada pada masa sekarang. Penyelidikan dalam metode ini dengan menggunakan teknik interview, angket, observasi. Bisa juga dengan menggunakan teknik tes, studi kasus, studi kooperatif atau operasional. 3. Metode penelitian eksperimental Metode penelitian eksperimental dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk memperoleh suatu hasil. Tujuan eksperimental adalah untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat. Dengan cara membandingkan peristiwa dimana terdapat fenomena tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kuantitatif karena penelitian ini bermaksud menggambarkan sifat atau keadaan yang sementara sedang berjalan dan berusaha meneliti sejauh mana hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya. Penelitian ini tidak hanya berusaha menggambarkan suatu fenomena lvi yang sesuai dengan fakta yang ada tetapi juga mencari hubungan diantara variabel – variabel yang diteliti dengan cara menguji hipotesis. Adapun variabel tersebut adalah variabel bebas yang dalam hal ini adalah pola asuh orang tua yang diberi kode (X1) dan status sosial ekonomi yang diberi kode (X2) kemudian variabel terikat dalam hal ini adalah prestasi belajar siswa yang diberi kode (Y). Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya mengenai metode deskriptif seperti berikut ini : 1. Moh. Nazir (1988 : 63) menyatakan “Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang”. Maksud dari pendapat tersebut diatas adalah bahwa metode penelitian deskriptif adalah sebuah metode atau cara yang digunakan oleh seorang peneliti untuk mengetahui keadaan atau fenomena yang terjadi pada masa sekarang. Fenomena tersebut dapat berupa manusia, benda ataupun peristiwa yang sedang terjadi. 2. Nana Syaodih Sukmadinata (2004 : 54) mengemukakan “Metode deskriptif adalah suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomenafenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau”. Pendapat tersebut mengandung arti bahwa metode deskriptif adalah sebuah metode penelitian yang bermaksud atau memiliki tujuan untuk menggambarkan fenomena atau kejadian yang berlangsung pada saat ini atau waktu yang sudah lampau. 3. Sedangkan Saifuddin Azwar (2002 : 6) berpendapat “Metode deskriptif melakukan analisis hanya sampai taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan”. Pendapat tersebut berarti bahwa metode deskriptif adalah suatu metode penelitian yang hanya melakukan deskripsi atau penggambaran sebuah fenomena, lvii menganalisis fenomena tersebut dan kemudian menyajikan hasil analisisnya secara sistematis sehingga mudah untuk dipahami. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode deskriptif merupakan upaya untuk menggambarkan, menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis dari suatu objek atau sekelompok manusia pada kondisi peristiwa pada masa sekarang ataupun masa lampau. Peristiwa atau fenomena tersebut dapat berupa sikap manusia, hewan, benda ataupun sebuah kejadian itu sendiri. Tujuan utama penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan sifat dari suatu keadaan yang ada pada waktu penelitian dilakukan dan menjelajahi penyebab dari gejala-gejala tertentu. Consuelo G Sevilla (1993: 88) menjelaskan bahwa keuntungan metode deskriptif diantaranya adalah bahwa metode ini banyak memberikan sumbangan pada ilmu pengetahuan melalui pemberian informasi keadaan mutakhir, membantu kita dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang berguna untuk pelaksanaan percobaan, dapat digunakan dalam menggambarkan keadaan-keadaan yang mungkin terdapat dalam situasi tertentu. Alasan lain digunakannya metode ini adalah karena data yang dikumpulkan dianggap sangat bermanfaat dalam membantu kita untuk menyesuaikan diri, atau dapat memecahkan masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan seharihari. Selain keuntungan metode deskriptif, Consuelo G Sevilla (1993: 89) juga menyebutkan kerugian metode deskriptif diantaranya adalah : 1. Ada kecenderungan untuk menyalahgunakan dalam pemakaiannya Kesalahan dalam pemakaian metode deskriptif adalah adanya orang yang mempersepsikan bahwa dengan menggunakan metode deskriptif dapat menghindarkan kita pada penggunaan analisis statistik. Apabila hal ini terjadi maka penelitian kita tidak dapat diklasifikasikan sebagai penelitian, tetapi hanya merupakan kegiatan pengumpulan informasi saja dan bisa serta prasangka yang lviii kita buat menjadi tidak jelas. Oleh karena itu, penelitian kita mengakibatkan generalisasi yang terlalu luas sehingga dapat dianggap tidak penting. 2. Penelitian tersebut memberikan informasi yang terbatas tentang pengaruh variabel-variabel yang diteliti. Hal ini terjadi karena kita tidak dapat mengisolasi atau menekan variabel-variabel lain yang konstan, maka kita tidak bisa mengharapkan bukti nyata tentang sebab akibat mengapa fenomena tersebut dapat terjadi. 3. Motivasi subjek yang tidak konsisten. Hal ini berkenaan dengan kerja sama dari pihak responden. Sebagai peneliti kita perlu memastikan bahwa jawaban yang diberikan responden adalah dapat dipercaya. Hal ini tergantung pada perhatian, simpati, minat dan kerjasama para subjek penelitian. C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Dalam sebuah penelitian, tidak akan terlepas dari adanya penetapan mengenai populasi dan sampel. Ini terjadi karena populasi dan sampel merupakan sebjek penelitian dan keduanya merupakan sumber data dalam sebuah penelitian. Agar tujuan dari suatu penelitian dapat tercapai dengan baik, maka adanya populasi dan sampel yang diambil harus tepat. Sampel yang diambil harus representatif atau dapat mewakili populasi, dalam arti semua ciri-ciri dan karakteristik yang ada pada populasi yang tercermin pada sampel. 1. Populasi Dalam suatu penelitian, pengambilan individu sebagai subjek yang diteliti merupakan masalah yang sangat penting. Populasi dalam suatu penelitian merupakan suatu kelompok individu yang menjadi objek yang diselidiki tentang aspek-aspek yang ada dalam kelompok tersebut. Aspek-aspek yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah aspek pola asuh orang tua, aspek status sosial ekonomi dan prestasi belajar siswa. Berikut adalah beberapa pengertian dari populasi yang disampaikan oleh para ahli : lix a. Menurut Hadari Nawawi (1995: 141) bahwa “Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuhtumbuhan, gejala-gejala, nilai tes atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian”. Maksud dari pendapat tersebut adalah bahwa populasi merupakan semua atau keseluruhan dari objek dalam sebuah penelitian. Objek penelitian ini dapat berupa manusia, benda, hewan, tumbuhan, gejala, hasil tes atau peristiwa yang memiliki karakteristik tertentu yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai batasan dalam penentuan populasi. b. Menurut Saifuddin Azwar (2002: 77) “Populasi didefinisikan sebagai kelompok subyek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian”. Pendapat tersebut memiliki arti bahwa populasi adalah sekelompok subjek yang telah ditentukan oleh peneliti sebagai subjek penelitian yang nantinya akan dikenai generalisasi hasil penelitian. c. Sedangkan Y. Slamet (2006: 40) menyebutkan bahwa “Populasi adalah keseluruhan daripada unit-unit analisis yang memiliki spesifikasi atau ciri-ciri tertentu”. Pernyataan diatas memiliki makna bahwa populasi merupakan keseluruhan dari unit-unit analisis yang memiliki ciri-ciri atau karakteristik tertentu. Dengan kata lain sebelum melakukan proses penelitian, seorang peneliti harus menentukan atau membuat spesifikasi mengenai batasan yang digunakan untuk menentukan populasi terlebih dahulu. Dari beberapa pendapat tersebut maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah manusia yaitu semua siswa siswi. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 298 yang terbagi dalam 7 kelas yaitu X.1, X.2, X.3, X.4, X.5, X.6, X.7. 2. Sampel lx a. Pengertian Sampel Dalam penelitian sosial, tidak selalu seluruh populasi dikenakan dalam penelitian. Hal tersebut mengingat besarnya jumlah populasi dan keterbatasan biaya, waktu dan tenaga. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu adanya pembatasan yaitu dengan menetapkan jumlah sampel yang representatif yang dapat mewakili populasi. Berikut adalah beberapa pengertian dari populasi yang disampaikan oleh para ahli : 1) Menurut Hadari Nawawi (1995: 144) bahwa “Sampel secara sederhana diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penelitian”. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa sampel merupakan bagian dari populasi yang akan menjadi sumber data, artinya bahwa populasi tidak diteliti seluruhnya namun hanya sebagian saja, bagian inilah yang disebut sampel. 2) Menurut Winarno Surakhmad (1994: 93) bahwa “Sampel adalah sebagian dari populasi untuk mewakili seluruh populasi”. Maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa sampel adalah bagian dari populasi yang sebelumnya telah ditentukan dengan cara sampling. Hasil penelitian dari sampel ini nantinya akan mewakili seluruh populasi penelitian. Dari beberapa pendapat tersebut, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa sampel adalah sebagian individu yang menjadi anggota populasi yang di peroleh dengan cara – cara tertentu untuk menjadi wakil dari populasi yang diteliti. Penentuan sampel ini hendaknya disesuaikan dengan jumlah populasi, karena nantinya hasil penelitian dari sampel ini nantinya akan digeneralisasikan kepada populasi. Jadi sampel harus representatif atau mewakili populasi penelitian. Mengenai besar kecilnya pengambilan sampel, pada prinsipnya tidak ada peraturan yang mutlak untuk menentukan ukuran sampel. b. Teknik Sampling lxi Untuk memperoleh sejumlah sampel dalam penelitian, maka digunakanlah teknik sampling agar jumlah sampel sesuai dengan jumlah populasi yang ada. Maksudnya adalah agar peneliti mendapatkan sampel yang representatif atau dapat mewakili populasi yang ada. Banyak para ahli yang mendefinisikan teknik sampling menurut pandangannya masing-masing, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Menurut Sutrisno Hadi (2000: 75) mengemukakan bahwa “Sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel”. Pendapat tersebut mengandung arti bahwa teknik sampling adalah caracara yang digunakan untuk mengambil atau menentukan jumlah sampel yang akan diteliti. Hal ini karena di dalam sebuah penelitian, jumlah populasi biasanya tidak dikenai penelitian semua, namun hanya sebagian saja atau yang disebut sebagai sampel. 2) Hadari Nawawi (1995: 152) menyatakan bahwa teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif atau benarbenar mewakili populasi”. Maksud dari pendapat tersebut adalah bahwa teknik sampling merupakan cara atau upaya pengambilan sampel yang sesuai. Sampel ini nantinya akan dijadikan data yang sebenarnya, artinya bahwa tidak semua populasi dikenai penelitian namun hanya sebagian saja yang akan diteliti. 3) Sugiyono (2005 : 56) menyatakan bahwa “Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel”. Pendapat tersebut memiliki arti bahwa teknik sampling adalah suatu cara pengambilan sampel yang representative (mewakili) dari populasi dalam suatu penelitian. Dari beberapa definisi yang telah disebutkan diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa teknik sampling adalah teknik atau cara yang digunakan lxii oleh peneliti untuk menentukan jumlah sampel yang akan mewakili jumlah populasi dalam suatu penelitian. Sampel yang diambil ini diharapkan dapat mewakili populasi yang ada karena nantinya hasil penelitian yang dikenakan pada sampel ini akan digunakan sebagai penggeneralisasian terhadap populasi penelitian. Menurut Sutrisno Hadi (2000: 75) ada dua macam teknik sampling, yaitu: 1) Teknik Random Sampling Prosedur random sampling meliputi : a) Cara undian, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara undian. b) Cara ordinal, yaitu memilih nomor genap atau ganjil atau kelipatan tertentu dari suatu daftar yang telah disusun. c) Cara randomisasi dari tabel bilangan random. 2) Teknik Non Random Sampling meliputi : a) Proporsional sampling yaitu cara pengambilan sampel dari tiap- tiap sub populasi dengan memperhitungkan sub- sub populasi. b) Teknik stratified sampling yaitu pengambilan sampel apabila populasi terdiri dari susunan kelompok- kelompok yang bertingkat. c) Teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan ciriciri atau sifat- sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. d) Teknik quota sampling yaitu pengambilan sampel yang berdasarkan ada quantum. e) Teknik double sampling yaitu cara pengambilan sampel yang mengusahakan adanya sampel kembar. f) Teknik area probability sampling yaitu cara pengambilan sampel dengan cara pembagian sampel berdasarkan pada area. g) Teknik cluster sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan atas kelompok yang ada pada populasi. Untuk memperjelas kita dalam memahami teknik sampling diatas maka penulis akan menguraikannya sebagai berikut : 1) Teknik Random Sampling Teknik random sampling adalah pengambilan sampel secara random atau tanpa pandang bulu. Dalam random sampling semua individu dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan lxiii yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Adapun cara-cara yang digunakan dalam random sampling adalah sebagai berikut : a) Cara Undian Cara ini dilakukan sebagaimana kita melakukan undian. Jika cara ini dilakukan terhadap semua individu dalam populasi maka teknik ini disebut unrestricted random sampling atau random sampling tak bersyarat. Akan tetapi sangat sulit untuk melakukan cara ini jika jumlah subjek dalam populasi sangat banyak atau jika kita belum mengatahui secara pasti semua individu dalam populasi. b) Cara Ordinal Cara ini dilakukan dengan mengambil subjek dari atas ke bawah. Ini dilakukan dengan mengambil mereka-mereka yang bernomor ganjil genap, nomor kelipatan angka tiga, lima sepuluh dan sebagainya tergantung ketentuan yang dibuat oleh peneliti yang sebelumnya telah disusun. c) Randomisasi dari Tabel Bilangan Random Tabel bilangan random umumnya terdapat pada buku-buku statistik. Cara ini paling banyak digunakan oleh para peneliti. Hal ini karena selain prosedurnya sangat sederhana, kemungkinan penyelewengan juga dapat dihindari. Randomisasi dapat dikenakan pada semua subjek atau individu dalam populasi. 2) Teknik Non Random Sampling Semua sampling yang dilakukan bukan dengan teknik random sampling disebut nonrandom sampling. Dalam sampling ini tidak semua individu dalam populasi diberi peluang yang sama untuk ditugaskan menjadi anggota sampel. Generalisasi dalam nonrandom sampling tidak dapat memberikan taraf keyakinan yang tinggi kecuali apabila peneliti memiliki keyakinan dan dapat membuktikan bahwa populasi relatif sangat homogen. Jenis-jenis nonrandom sampling adalah sebagai berikut : lxiv a) Proporsional sampling Proporsional sampel adalah sampel yang terdiri dari sub-sub sampel yang pertimbangannya mengikuti pertimbangan sub-sub populasi, artinya adalah bahwa besarnya sampel ditentukan atau tergantung besar kecilnya dari tiap sub populasi. Individu yang ditugaskan untuk menjadi sampel diambil secara random dari sub populasi. Cara ini disebut dengan proporsional random sampling. b) Teknik stratified sampling Stratified sampling biasa digunakan jika populasi terdiri dari kelompok-kelompok yang mempunyai susunan bertingkat. Banyaknya tingkat harus diperhatikan, kemudian setiap tingkatan harus mewakilkan anggotanya untuk menjadi sampel dalam penelitian. Dalam hal ini proporsi dari jumlah subjek yang ada dalam tiap-tiap tingkatan dalam populasi yang harus dicerminkan dalam sampel sehingga mereka dapat dipandang sebagai wakil terbaik bagi populasi. c) Teknik purposive sampling Dalam purposif sampling pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri atau sifat tertentu yang dianggap memiliki kesamaan dengan ciri yang telah diketahui sebelumnya. Oleh karena itu keadaan dan informasi mengenai populasi tidak perlu diragukan lagi. Secara intensional peneliti tidak meneliti semua daerah atau kelompok dalam populasi, namun peneliti hanya perlu mengambil beberapa kelompok kunci saja. d) Teknik quota sampling Dalam quota sampling yang harus dan penting untuk dilakukan adalah penetapan jumlah subjek yang akan diteliti. Kemudian permasalahan mengenai siapa yang akan diinterview atau yang menjadi responden diserahkan kepada sebuah tim. Tim ini bertugas untuk mengumpulkan informasi-informasi yang dibutuhkan dalm penelitian. Ciri lxv utama dari quota sampling adalah jumlah subjek yang sudah ditentukan akan dipenuhi, permasalahan apakah subjek tersebut mewakili populasi atau sub populasi tidaklah menjadi persoalan. e) Teknik double sampling Teknik ini sangat baik digunakan apabila penelitian menggunakan angket yang dikirimkan dengan menggunakan jasa pos sebagai usaha penampungan bagi mereka yang tidak mengembalikan angket. Responden yang telah mengembalikan daftar angket dimasukkan kedalam sampel pertama, sedangkan responden yang tidak mengembalikan daftar angket dimasukkan ke dalam sampel kedua. Pengumpulan data dari sampel kedua dapat ditempuh dengan jalan interview. f) Teknik area probability sampling Area probabiliti sampling membagi daerah-daerah populasi menjadi sub-sub populasi, dan sub populasi ini dibagi lagi kedalam daerah yang lebih kecil dan apabila diperlukan maka daerah kecil ini dapat dibagi lagi kedalam daerah-daerah yang lebih kecil lagi. Adapun besarnya subjek yang akan diteliti dari masing-masing daerah tersebut tidak dapat ditetapkan secara umum. Hal ini sangat tergantung pada situasi khusus yang dihadapi oleh peneliti. g) Teknik cluster sampling Dalam cluster sampling satuan-satuan sampel tidak terdiri dari individu melainkan kelompok-kelompok atau cluster. Sampling ini dipandang ekonomik karena observasi-observasi yang dilakukan terhadap cluster dipandang lebih murah dan mudah dari pada observasi terhadap individu yang terpencar-pencar. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik cluster proporsional random sampling. Teknik ini merupakan gabungan antara teknik random sampling dan non random sampling yaitu teknik cluster sampling. lxvi Alasan dipilihnya teknik ini adalah karena jumlah populasi penelitian cukup banyak dan terbagi ke dalam kelas-kelas atau kelompok. Selain itu, dengan teknik ini setiap individu dalam populasi akan mendapat kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel dan dari keseluruhan kelas dapat terwakili secara proporsional. Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Mengambil lokasi penelitian, yaitu di SMA Negeri 1 Mojolaban (2) Menetapkan populasi penelitian, yaitu siswa kelas X (3) Seluruh populasi terbagi menjadi 7 kelas yaitu X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7 (4) Mengambil sampel secara random dari 7 kelas tersebut (5) Sampel diambil 20% dari jumlah populasi yaitu sejumlah 59 siswa yang kemudian dibulatkan menjadi 60 siswa. c. Teknik Pengambilan Sampel Tidak ada peraturan yang tegas yang mengatur tentang jumlah sampel yang dipersyaratkan untuk suatu penelitian dari populasi yang tersedia. Selain itu juga tidak ada batasan yang jelas mengenai sampel yang besar dan sampel yang kecil. Jumlah sampel juga banyak tergantung pada faktor-faktor seperti biaya, fasilitas, waktu yang tersedia, jumlah populasi yang ada atau bersedia untuk dijadikan sampel serta tujuan penelitian. Namun dalam penelitian ini peneliti berkiblat pada pendapat para ahli berikut ini : 1) Sutrisno Hadi (2001: 221) menyebutkan bahwa “Sampel adalah bagian objek yang diteliti untuk menetapkan besarnya sampel, langkah yang dilakukan adalah apabila subjeknya kurang dari 100 atau lebih dari 100 maka sampel yang diambil adalah 20% sampai 25%”. 2) Donald Ary terjemahan Arief Furchan (1982: 198) menjelaskan bahwa besarnya sampel sebaiknya menggunakan sampel yang sebesar mungkin namun disarankan agar penulis memasukkan sedikitnya tiga puluh subyek ke dalam sampelnya, karena jumlah ini memungkinkan penggunaan statistik sampel besar. Penelitian deskriptif biasanya menggunakan sampel yang lebih lxvii besar; kadang-kadang dianjurkan untuk mengambil 10 sampai 20 persen dari populasi yang dapat dijangkau. Sampel yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 298 yang terbagi dalam 7 kelas yaitu X.1, X.2, X.3, X.4, X.5, X.6, dan X.7. Berdasarkan pendapatpendapat tersebut diatas maka peneliti menetapkan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 20% dari jumlah populasi. Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sejumlah 59 siswa yang kemudian dibulatkan menjadi 60 siswa. D. Metode Pengumpulan Data 1. Identifikasi Variabel a. Variabel Bebas Variabel bebas atau disebut juga variabel eksperimental, atau variabel x adalah variabel yang diselidiki pengaruhnya. Sebagai variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Status Sosial Ekonomi (X2). b. Variabel Terikat Variabel terikat atau disebut juga variabel kontrol, variabel ramalan ataupun variabel Y, adalah variabel yang diramalkan akan timbul dalam hubungan yang fungsional (atau sebagai pengaruh dari) variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Prestasi Belajar Siswa. 2. Sumber Data Dalam penelitian ini data mengenai pola asuh orang tua, status sosial ekonomi dan prestasi belajar siswa diambil dari siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010. 3. Metode Mendapatkan Data lxviii Sehubungan dengan masalah penelitian yang penulis angkat, maka teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data menggunakan metode angket. Metode angket adalah daftar pernyataan atau pertanyaan yang dikirim kepada responden baik secara langsung atau tidak langsung (melalui pos atau perantara). Sebagai alat untuk mengumpulkan data, angket memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, diantaranya adalah sebagai berikut : Menurut Sutrisno Hadi (2000: 157) metode angket banyak digunakan oleh peneliti berdasarkan anggapan- anggapan sebagai berikut : a. Subyek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri. b. Apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya. c. Interpretasi subyek tentang pertanyaan- pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan yang dimaksudkan oleh peneliti. Anggapan- anggapan tersebut mempunyai beberapa kelemahan, seperti yang diungkapkan oleh Sutrisno Hadi (2000: 157) yaitu : a. Unsur- unsur yang tidak disadari akan dapat terungkap. b. Besar kemungkinan jawaban- jawaban yang diberikan dipengaruhi oleh keinginan- keinginan pribadi. c. Ada hal- hal yang dirasa tidak perlu ditanyakan, misalnya hal- hal yang memalukan atau yang dipandang tidak penting untuk dikemukakan. d. Kesukaran merumuskan keadaan diri sendiri ke dalam bahasa. e. Ada kecenderungan untuk berkonstruksi secara logis unsur- unsur yang dirasa kurang berhubungan secara logis. Angket atau kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang diajukan secara tertulis kepada subjek penelitian yang memperoleh jawaban atau tanggapan secara tertulis seperlunya. Angket pada umumnya meminta keterangan tentang fakta yang diketahui oleh responden atau juga mengenai pendapat atau sikap. Maksud serta tujuan penelitian akan mempunyai pengaruh terhadap materi serta bentuk pertanyaan yang ada dalam angket atau kuesioner. Suharsimi Arikunto (1996: 140) mengemukakan macam-macam angket, antara lain : 1) Dipandang dari cara menjawabnya, ada: lxix a) Angket terbuka, yang memberi kapada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri. b) Angket tertutup, yang sudah disediakan jawabannya, sehingga responden tinggal memilih. 2) Dipandang dari bentuknya, angket dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu : a) Angket pilihan ganda, sebuah pertanyaan disusun dengan berbagai kemungkinan jawaban, responden diminta memilih salah satu dari beberapa pilihan jawaban. b) Angket isian, sebuah pertanyaan ditulis dalam kalimat pertanyaan atau perumusan dan ada beberapa kalimat yang dihilangkan. c) Angket chek list, sebuah daftar dimana responden tinggal membubuhkan tanda chek (V) pada kolom yang sesuai. d) Rating skale (skala bertingkat), yaitu sebuah pertanyaan diikuti oleh kolomkolom yang menunjukkan tingkat-tingkat, misalnya mulai dari sangat setuju sampai ke sangat tidak setuju. Sedangkan langkah-langkah menyusun angket meliputi : a. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket. Jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket langsung dan tertutup yaitu berupa angket yang daftar pernyataannya langsung dikirim kepada orang yang ingin dimintai pendapat, keyakinannya atau diminta menceritakan tentang keadaan dirinya sendiri. b. Kisi-kisi Angket Sebelum menyusun angket, terlebih dahulu dibuat konsep alat ukur yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Konsep alat ukur ini berupa kisi-kisi angket. Konsep ini dijabarkan ke dalam variabel dan indikator yang dijadikan pedoman dalam menyusun item-item angket sebagai instrumen pengukuran. c. Butir Angket Penyusunan butir-butir sebagai alat ukur didasarkan pula kisi-kisi angket yang telah dibuat sebelumnya. Setelah indikator ditetapkan, kemudian dituangkan kedalam butir-butir angket yang terdiri butir positif dan butir negatif. d. Prosedur Penyusunan Angket lxx Mengenai prosedur yang penulis tempuh dalam penyusunan angket adalah: 1) Menetapkan tujuan Dalam penelitian ini tujuan penyusunan angket ini adalah untuk memperoleh data tentang pola asuh orang tua, status sosial ekonomi dan prestasi belajar siswa. 2) Menetapkan aspek yang ingin diungkap Untuk memperjelas aspek yang ingin diungkap maka digunakan kisikisi angket. Kisi- kisi instrument diperlukan untuk memperjelas serta mempermudah pembuatan item- item instrument. Pembuatan kisi- kisi dalam instrument ini disesuaikan dengan indikator- indikator yang sudah ditentukan sebelumnya dan disesuaikan dengan lingkup masalah dan tujuan yang hendak dicapai 3) Menentukan jenis dan bentuk angket Dalam penelitian ini, angket yang digunakan adalah angket langsung tertutup. Alasan digunakan teknik ini adalah karena angket akan diberikan langsung kepada responden untuk diisi. Bentuk pertanyaannya adalah pertanyaan tertutup agar memudahkan responden untuk memilih jawaban yang telah disediakan dan membatasi jawaban yang akan diberikan oleh responden sehingga hasil penelitian ini sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. 4) Menyusun Item Angket Angket tersusun atas item-item terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dibuat dengan mengacu pada kisi-kisi angket. Instrumen yang dibagikan dapat disusun dengan langkah sebagai berikut : a) Membuat item- item pertanyaan. b) Membuat surat pengantar angket. c) Menyusun petunjuk dan pedoman pengisian angket. lxxi 5) Menentukan Skor Setelah angket disusun maka, kemudian akan disusun skor dari masing-masing jawaban. Dalam penelitian angket ini, setiap item mcmpunyai alternatif jawaban dan skor antara 1 sampai 4. Dari alternatif jawaban tersebut diberikan bobot nilai sebagai berikut: Bentuk item positif a) Alternatif jawaban A, mcmpunyai bobot nilai 4 b) Alternatif jawaban B, mempunyai bobot nilai 3 c) Alternatif jawaban C, mempunyai bobot nilai 2 d) Alternatif jawaban D. mempunyai bobot nilai 1 Bentuk Item Negatif a) Alternatif jawaban A, mempunyai bobot nilai 1 b) Alternatif jawaban B, mempunyai bobot nilai 2 c) Alternatif jawaban C, mempunyai bobot nilai 3 d) Alternatif jawaban D, mempunyai bobot nilai 4 e. Uji Coba (Try Out) Angket Setelah angket disusun, maka angket tersebut perlu diuji cobakan terlebih dahulu mengenai validitas dan reliabilitasnya yaitu melalui try out. Tujuan diadakannya try out ialah agar mendapatkan angket yang benar-benar valid. Oleh karena itu instrumen penelitian perlu diuji melalui uji validitas dan reliabilitas sebelum diterapkan di lapangan. Menurut Sutrisno Hadi (2000 : 166) maksud diadakannya try out adalah sebagai berikut : 1) Untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan yang kurang jelas maksudnya. lxxii 2) Untuk meniadakan penggunaan kata-kata yang terlalu asing, terlalu akademik, atau kata-kata yang menimbulkan kecurigaan. 3) Untuk memperbaiki pertanyaan-pertanyaan yang biasa dilewati atau hanya menimbulkan jawaban-jawaban yang dangkal. 4) Untuk menambah item yang sangat perlu atau meniadakan item yang ternyata tidak relevan dengan tujuan research. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maksud peneliti mengadakan tryout angket ini adalah: 1) Menghindari pertanyaan-pertanyaan yang bermakna ganda dan tidak jelas. 2) Menghindari pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya tidak diperlukan 3) Menghindari kata-kata yang kurang dimengerti oleh responden 4) Menghilangkan item-item yang dianggap tidak relevan dengan penelitian. Selain beberapa maksud diadakannya try-out seperti yang disebutkan di atas, tujuan diadakan try-out terhadap angket adalah untuk mengetahui kelemahan angket yang disebarkan kepada responden dan untuk mengetahui sejauh mana responden mengalami kesulitan di dalam menjawab pertanyaan tersebut, serta untuk mengetahui apakah angket tersebut memenuhi syarat validitas dan reabilitas. 1) Uji validitas angket Menurut Nasution ( 2003 : 74 ) suatu alat pengukur dikatakan valid, jika alat itu mengukur apa yang harus diukur oleh alat itu. Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Dengan kata lain, validitas adalah kesesuaian antara alat ukur dengan hal yang akan diukur. Dalam hal ini menggunakan teknik validitas internal yaitu korelasi antara skor dengan skor total untuk menghitung besarnya koefisien korelasi menggunakan teknik product momen dengan rumus: rxy = {nSC nSCU - (SC )(SU ) 2 { - (SC ) nSU 2 - (SU ) 2 2 }} (Saifuddin Azwar, 2002: 19) Keterangan: lxxiii rxy = koefisien korelasi antara variable X dan Y åX = Jumlah skor dalam sebaran X å Y = Jumlah skor dalam sebaran Y å XY = Jumlah perkalian skor X dan skor Y yang berpasangan å X = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X 2 åY n 2 = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y = Jumlah subyek Kriteria uji validitas tersebut adalah jika ρ < 0,050 maka dapat disimpulkan bahwa butir instrument adalah valid, sebaliknya jika ρ > 0,050 maka butir tersebut dinyatakan tidak valid. 2) Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran sampel konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih. Dengan kata lain reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Untuk menghitung korelasi reliabilitas digunakan rumus alpha cronbach sesuai rumus Saifuddin Azwar (2002: 78) sebagai berikut : 2 é k ùé ås b ù r11 = ê 1 ú úê s t2 úû ë (k - 1) û êë Keterangan: r11 : Reliabilitas instrument k : Banyaknya butir pernyataan/banyaknya soal s b2 : Varians butir s t2 : Varians total lxxiv Kriteria uji reliabilitas tersebut adalah jika ρ < 0,050 maka dapat disimpulkan bahwa butir instrument adalah reliabel, sebaliknya jika ρ > 0,050 maka butir tersebut dinyatakan tidak reliabel. Berdasarkan hasil uji coba angket, kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Adapun hasil dari uji validitas dan reliabilitas adalah sebagai berikut : 1) Uji Validitas Untuk menghitung uji validitas digunakan rumus koefisien korelasi product moment. a) Variabel Pola Asuh Orang Tua (X1) Dari hasil analisis butir (item) pada angket yang diuji cobakan menunjukkan bahwa dari 40 item soal didapat 27 soal yang valid dan 13 butir item yang dinyatakan gugur atau tidak valid. Soal yang dinyatakan valid adalah soal nomor 2, 3, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 22, 23, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 34, 35, 37, 38, 40 dan item yang dinyatakan gugur adalah soal nomor 1, 4, 9, 12, 13, 17, 21, 24, 26, 32, 33, 36, dan 39. Item soal dikatakan valid apabila ρ < 0,050. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 5 hal 112) b) Variabel Status Sosial Ekonomi (X2) Dari hasil analisis butir (item) pada angket yang diuji cobakan menunjukkan bahwa dari 30 item soal didapat 22 soal yang valid dan 8 butir item yang dinyatakan gugur atau tidak valid. Soal yang dinyatakan valid adalah soal nomor 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 20, 21, 22, 23, 25, 30 dan item yang dinyatakan gugur adalah soal nomor 4, 17, 19, 24, 26, 27, 28, dan 29. Item soal dikatakan valid apabila ρ < 0,050. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 6 hal 117) 2) Uji Reliabilitas Untuk menghiting reliabilitas digunakan rumus alpha cronbach dari Saifuddin Azwar (1997: 78). lxxv a) Variabel Pola Asuh Orang Tua (X1) Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa hasil perhitungan diperoleh rtt = 0.918. Karena rtt > rtab 5% yaitu 0.918 > 0,301 maka item soal dikatakan reliabel. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 5 hal 114) b) Variabel Status Sosial Ekonomi (X2) Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa hasil perhitungan diperoleh rtt = 0. 945. Karena rtt > rtab 5% yaitu 0. 945 > 0,301 maka item soal dikatakan reliabel. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 6 hal 119) E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis regresi ganda yaitu cara atau teknik khusus untuk mencari hubungan antar dua variabel (sebagai prediktor) dengan variabel lain (sebagai kriterium). Alasan digunakannya teknik ini adalah : 1. Karena dalam penelitian ini terdapat dua variabel predikator dan satu variabel kriterium, 2. Untuk mengetahui hubungan antara prediktor dengan kriterium, sekaligus dapat mengetahui signifikan atau tidaknya hubungan tersebut. Sesuai dengan teknik yang digunakan, peneliti menggunakan dasar dalam analisis dengan pedoman sebagai berikut : Kaidah Uji Hipotesis Menggunakan Komputer : Jika ρ (probabilitas) < 0,01 = sangat signifikan Jika ρ (probabilitas) < 0,05 = signifikan Jika ρ (probabilitas) < 0,15 = cukup signifikan Jika ρ (probabilitas) < 0,30 = kurang signifikan Jika ρ (probabilitas) > 0,30 = tidak signifikan Dalam uji butir tes menggunakan signifikansi ρ < 0,05. lxxvi Langkah-langkah yang diperlukan dalam penelitian ini untuk menguji persyaratan analisis regresi ganda adalah : 1. Uji Prasyarat Analisis 2. Uji Hipotesis 1. Uji Persyaratan Analisis a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui penyebaran suatu variabel acak berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan edisi Prof. Sutrisno Hadi dan Yani Pamardiningsih, UGM. Yogyakarta-Indonesia Versi IBM/IN Tahun 2004. Jika ρ > 0,050 maka data yang diperoleh berdistribusi normal, sebaliknya jika ρ < 0,050 maka data yang diperoleh berdistribusi tidak normal. b. Uji Linieritas Uji linearitas variabel X1 terhadap Y, dan X2 terhadap Y adalah untuk mengetahui tingkat kelinieran data atau untuk mengetahui bahwa setiap peningkatan variabel X juga diikuti dengan variabel Y. Uji linieritas dalam penelitian ini menggunakan edisi Prof. Sutrisno Hadi dan Yani Pamardiningsih, UGM. Yogyakarta-Indonesia Versi IBM/IN Tahun 2004 Jika ρ > 0,050 maka dapat disimpulkan korelasinya linier, sebaliknya jika ρ < 0,050 maka korelasinya tidak linier. 2. Uji Hipotesis Setelah uji prasyarat telah terpenuhi, maka dapat dilakukan pengujian hipotesis yang telah diajukan. Uji hipotesis ini menggunakan uji regresi ganda. Adapun langkah-langkah dalam pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah : a. Uji Hipotesis Pertama dan Kedua : rC1U = {nSC nSC1 U - (SC1 )(SU ) 2 }{ - (SC1 ) nSU 2 - (SU ) 2 1 lxxvii 2 } (Sutrisno Hadi, 2001: 4) Keterangan: n : Menyatakan jumlah data observasi X : Variabel prediktor Y : Variabel kriterium rX 1Y : Koefisien korelasi X1 dan Y rX 2Y : Koefisien korelasi X2 dan Y b. Uji Hipotesis Ketiga Ry(1,2) = a 1 å x1 y + a 2 å x 2 y åy 2 Sutrisno Hadi (2001: 25), Keterangan: ry(1,2) = Koefisien korelasi antara X1 dan X2 dengan Y a1 = koefisien prediktor X1 a2 = koefisien prediktor x2 S xiy = jumlah produk antara xi dan y S x2 y = jumlah produk antara X2 dan y Sy = jumlah kuadrat kriterium Y 2 Jika ρ < 0,050 maka data yang diperoleh korelasinya signifikan, sebaliknya jika ρ > 0,050 maka data yang dipeoleh korelasinya tidak signifikan. BAB IV HASIL PENELITIAN A. Diskripsi Data 1. Diskripsi Wilayah Penelitian a. Awal Berdirinya Sekolah SMA Negeri 1 Mojolaban Pembukaan SMA Negeri 1 Mojolaban Sukoharjo berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor lxxviii 0216/O/1992 tentang Pembukaan dan Penegerian Sekolah Tahun Pelajaran 1991/1992, yang berlaku tanggal 1 April 1992. Sebelumnya, mulai awal tahun Pelajaran 1990/1991 bertempat di SMP Negeri 1 Mojolaban sore hari sudah menerima 138 orang siswa baru kelas I tiga kelas. Sekarang SMA Negeri 1 Mojolaban beralamat di Jalan Bathara Surya nomor 10, Desa Wirun, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, Propinsi Jawa Tengah. Lokasi ini mudah dijangkau kendaraan umum dari arah timur atau selatan sekolah pada jarak sekitar 400 m. Sertifikat (B 8267434) tanah dengan Hak Pakai nomor 5 di Desa Wirun, lamanya tak terbatas (selama digunakan gedung SMA). Luas areal tanah sekitar 16.304 m². Jalan Bathara Surya adalah jalan masuk ke perkampungan yang mayoritas penduduknya pengrajin genteng. Lokasi Sekolah terletak di tengahtengah mereka, sehingga kebisingan suara mesin pencetak genteng yang kadang-kadang terdengar dari sekolah bukan hal yang luar biasa. Juga tumpukan bahan bakar dan jemuran cetakan genteng di kanan-kiri jalan Bathara Surya merupakan pemandangan sehari-hari. Diatas areal seluas 16.304 m², telah didirikan bangunan ruang kelas dan lain-lain seluas sekitar 4.090 m². Sisanya sekitar 12.214 m²berupa lapangan upacara, kebun/taman, halaman dan areal tanah kosong. Di areal tanah kosong seluas sekitar 5.016 m² akan dibangun laboratorium IPA, Aula dan Lapangan Olahraga. Ditinjau dari standarisasi bangunan dan perabot Sekolah Menengah Umum (Direktorat Dikmenum, 2003) dan Standar Pelayanan Minimal (Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 053/U/2001 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Penyelenggaraan Persekolahan Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah), luas, tata letak dan desain bangunan/ruang yang ada masih perlu dibenahi. Untuk menunjang supaya proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik, maka pihak sekolah berusaha untuk melengkapi sarana dan lxxix prasarana belajar. Sampai sekarang sekolah sudah memiliki beberapa ruang, selebihnya dapat dilihat pada lampiran. Kepala Sekolah yang pernah menjabat sebagai pimpinan di SMA Negeri 1 Mojolaban : 1. Drs. H. Soegiono (Periode I tahun 1990─1991) 2. Moedjiarno, B.A (Periode II tahun 1991─1993) 3. Drs. Soeroso (Periode III tahun 1993─1997) 4. Drs. Soekardjo (Periode III tahun 1997─2004) 5. Drs. Soeperman (Periode IV tahun 2004/2005 [Almarhum]) 6. Drs. H. Sukirno (PLT. Kepala Sekolah Mei 2006) 7. Drs. Juari (Periode VII tahun 2006─2008) 8. Drs. Tukiman, M.Pd. (Periode VIII tahun 2008 Sampai Sekarang) lxxx Struktur Organisasi SMA Negeri 1 Mojolaban Kepala Sekolah KA. TU Kurikulum Sarana Kesiswaan Humas Wali Kelas Wali Kelas Wali Kelas Wali Kelas Guru Siswa lxxxi b. Profile SMA Negeri 1 Mojolaban 1) Daerah Asal Siswa Ditinjau dari daerah asla sekolahnya, siswa SMA Negeri 1 Mojolaban berasal dari dalam dan luar Kabupaten Sukoharjo. Dari dalam Kabupaten Sukoharjo : ± 89,00% berasal dari Kecamatan Mojolaban, Polokarto, Bendosari, Sukoharjo, Grogol dan Baki. Dari luar daerah Kabupaten Sukoharjo : ± 11,00% berasal dari Kabupaten/kota Karanganyar, Surakarta dan lain-lain. 2) SMA Transit Saat ini jumlah rombongan belajar adalah 18 kelas atau 6 kelas pararel, dengan jumlah siswa per kelas berkisar 34-40 orang. Secara historis daya tampung siswa per kelas 40 orang tidak pernah terpenuhi sepanjang tahun pelajaran. Mutasi keluar lebih banyak daripada mutasi masuk, terutama di kelas I/XI dan di kelas II, sehingga jumlah siswa berkurang rata-rata ± 6,50% per tahun. Dengan melihat arah dan waktu mutasi keluar, ada kecenderungan untuk menduga bahwa SMA Negeri 1 Mojolaban adalah “SMA Transit”. 3) Hasil Ujian/Lulusan Hasil Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004 lulus 100% baik program IPA maupun IPS, dengan kriteria batas kelulusan > 4,01. Keseluruhan yang lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi ratarata hanya sekitar 14%. Namun, lulusan yang berhasil diterima di Perguruan Tinggi Negeri tanpa tes tidak ketinggalan dari SMA Negeri lain yang setaraf. Untuk tahun 2003/2004 sebanyak 17 orang. Sedangkan untuk tahun 2004/2005 sebanyak 31 orang. 4) Jumlah Tenaga Kependidikan lxxxii Jumlah tenaga kependidikan sekarang ini 69 orang, terdiri dari 56 orang guru dan 13 orang non guru. 5) Dukungan Orang Tua/Wali Siswa dan Masyarakat Dukungan orang tua/wali siswa berupa dan ke sekolah melalui komite sekolah yang besarnya ditetapkan berdasarkan rapat adalah baik. Hanya secara ekonomis tingkat penghasilan orang tua/wali rata-rata tergolong sedang, sehingga tunggukan komite sekolah setiap bulan ratarata sekitar 52%. Bagi orang tua/wali siswa yang kenyataannya kurang mampu, disediakan beasiswa (selektif) melalui Pengurus Komite maupun Dinas Pendidikan Kabupaten Sukoharjo. Dukungan masyarakat sekitar sekolah yang bermata pencaharian sebagai pengrajin genteng tergolong sedang/kurang, jika dilihat masih adanya tetangga yang menyalakan mesin pencetak genteng pada saat pelajaran berlangsung. Demikian juga kebersihan lingkungan di depan sekolah terganggu dengan adanya bahan bakar dan genteng-genteng yang dijemur di tepi jalan dekat pagar sekolah. Pengurus komite yang berasal dari unsur tokoh masyarakat, orang tua/wali siswa, alumni dan guru/tenaga kependidikan memberi dukungan penuh kepada usaha-usaha peningkatan mutu sekolah. c. Visi, Misi dan Tujuan SMA Negeri 1 Mojolaban Ø Visi Unggul dalam prestasi yang berakar pada keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indikator : 1) Tercapainya target kelulusan 100% dengan penguasaan standar kompetensi mata pelajaran SMA sesuai dengan standar nasional 2) Meningkatkan jumlah lulusan yang diterima di perguruan tinggi baik negeri maupan swasta terakreditasi hingga mencapai 25% lxxxiii 3) Prosentase kenaikan kelas meningkat hingga mencapai 100% tanpa nilai mata pelajaran yang tidak tuntas. 4) Kualitas penjurusan yang semakin meningkat dengan nilai rata-rata mata pelajaran ciri khas jurusan 7,5 5) Nilai standar ketentuan belajar minimal semakin meningkat hingga mencapai nilai 80 tiap mata pelajaran. 6) Dalam kejuaraan lomba antar sekolah. a. Menjuari siswa teladan tingkat kabupaten hingga mencapai tingkat provinsi. b. Menjuarai lomba Mata pelajaran tingkat kabupaten. c. Menjuarai lomba-lomba pramuka ditingkat kwartir cabang dan kwartir daerah d. Menjuarai pertandingan sepak bola antar sekolah pada tingkat kabupaten maupun provinsi e. Menjuarai lomba seni tari dan seni suara antar sekolah pada tingkat kabupaten maupun provinsi. 7) Taat melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya. 8) Jiwa keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tercermin dalam perilaku sehari-hari, berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia. 9) Terciptanya hubungan yang harmonis antar pemeluk agama 10) Terlaksananya program pembinaan dan peningkatan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ø Misi Misi yang dimaksud adalah pola dasar tindakan yang dilakukan oleh SMA Negeri 1 Mojolaban sehingga Visi yang dimaksud di atas dapat teralisasi. 1) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap peserta didik berkembang secara optimal sesuai dengan potensial yang dimiliki. lxxxiv 2) Mengoptimalkan peran masing-masing komponen pendidikan khususnya peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi. 3) Mendorong dan memebantu setiap peserta didik untuk mengenali potensi dirinya, sehingga dikembangkan secara optimal. 4) Mendorong seluruh warga sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, baik mutu dibidang akademik maupun mutu dibidang non akademik. 5) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan dalam bidang pembinaan generasi muda, olahraga, dan seni budaya. 6) Menumbuhkembangkan penghayatan terhadap ajaran agama yang di anut dan budi pekerti luhur sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak. 7) Membina dan meningkatakan kerukunan dan kebersamaan dalam kehidupan yang dilandasi budi pekerti luhur, berbudaya dan berwawasan kebangsaan. 8) Membina dan menggerakan perkembangan peserta didik, baik perkembangan daya cipta, rasa dan karsa maupun perkembangan jasmaniah. Ø Tujuan Untuk mewujudkan visi dan misi SMA Negeri 1 Mojolaban dapat dirumuskan tujuan sebagai berikut: 1) Tahun 2008, mampu mengelola pendidikan semakin professional melalui pendekatan holistik, dengan memberdayakan komponen pendidikan agar berfungsi optimal, sehingga menghasilkan kinerja yang maksimal. 2) Pada tahun 2008, mampu menciptakan iklim dan suasana sekolah yang lebih aman, nyaman dan meyenangkan (safer school) untuk mendukung berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang baik dan optimal. lxxxv 3) Pada tahun 2008, mampu melaksanakan program penjurusan yang berkualitas, sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik. 4) Pada tahun 2008, proporsi lulusan yang melanjutkan ke perguruan tinggi terakreditasi minimal 35% 5) Pada tahun 2008, mampu mengikuti lomba KIR, Olimpiade mata pelajaran, dan pemilihan siswa berprestasi, mencapai finalis tingkat provinsi 6) Pada tahun 2008, memiliki andalan bidang non akademik yang mampu menjadi finalis tingkat provinsi. a. Tim olah raga minimal 4 cabang b. Tim kesenian c. Gugus depan pramuka d. Tim teknologi informasi 7) Pada tahun 2008, seluruh warga sekolah telah menghayati dan mengamalkan pelajaran agama yang di anut, berbudi pekerti luhur, sopan santun, jujur, berakhlak mulia, menepati janji dan bertanggung jawab. 8) Pada tahun 2008, tercapainya pola pikIr bagi warga sekolah yang aktif, kreatif, inovatif, logis terhadap tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan. 2. Diskripsi Data Penelitian Penelitian tentang hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Status Sosial Ekonomi (X2) dengan Prestasi Belajar (Y) siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010, meliputi tiga macam data yaitu : 1. Pola Asuh Orang Tua yang berasal dari data skor angket responden 2. Status Sosial Ekonomi yang berasal dari data skor angket responden 3. Prestasi Belajar yang berasal dari nilai akhir siswa di sekolah (nilai raport) Ketiga data tersebut akan dijelaskan dalam uraian di bawah ini : 1. Deskripsi Data Tentang Pola Asuh Orang Tua lxxxvi Pola asuh orang tua dalam penelitian ini adalah variabel bebas (X1). Skor data yang telah diperoleh dapat dilihat pada (Lampiran 9 hal 133). Sedangkan rangkuman data statistik dapat disajikan dalam uraian sebagai berikut : 1) Nilai terendah : 83,00 2) Nilai tertinggi : 108,00 3) Modus : 85,50 4) Mean : 94,20 5) Median : 93,30 6) S.B. : 8,03 7) S.R. : 7,15 Adapun distribusi frekuensi data pola asuh orang tua dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 2. Distribusi Frekuensi Data Pola Asuh Orang Tua (X1) Interval kelas Fx atau Frekuensi Frekuensi fX2 Komulatif Prosentase (fX %) F.K. Prosenta se 106,5 – 112,5 6 645,00 69,339.00 10.00 100 100,5 – 106,5 9 930,00 96,118.00 15.00 90.00 94,5 – 100,5 13 1,227.00 125,473.00 21.67 73.33 88,5 – 94,5 10 913,00 83,373.00 16.67 53.33 82,5 – 88,5 22 1,887.00 161,917.00 36.67 13.33 Jumlah 60 5,652.00 536,220.00 100 - Berdasarkan tabel sebaran frekuensi variabel Pola Asuh Orang Tua maka dapat diketahui bahwa responden paling banyak menempati kelas ke-1 pada interval 82,5-88,5 dengan prosentase 36,67%. Kemudian diikuti kelas ke-3 pada interval 94,5-100,5 dengan prosentase 21,67%, lalu diikuti oleh kelas ke-2 pada lxxxvii interval 88,5-94,5 dengan prosentase 16,67%. Setelah itu diikuti kelas ke-4 pada interval 100,5-106,5 dengan prosentase 15%. Sedangkan responden paling sedikit menempati kelas ke-5 pada interval 106,5-112,5 dengan prosentase kelas 10%. Penyebaran data dapat diperikasa dalam histogram berikut ini : Deskripsi Data Pola Asuh Orang Tua Pola Asuh Orang Tua 25 Frekuansi 20 15 10 5 0 82,5-88,5 88,5-94,5 94,5-100,5 100,5-106,5 106,5-112,5 Interval Gambar 3. Grafik Histogram Pola Asuh Orang Tua (X1) 2. Deskripsi Data Tentang Status Sosial Ekonomi Status Sosial Ekonomi dalam penelitian ini adalah variabel bebas (X2). Skor data yang telah diperoleh dapat dilihat pada (Lampiran 9 hal 134). Sedangkan rangkuman data statistik dapat disajikan dalam uraian sebagai berikut : 1) Nilai terendah : 59,00 2) Nilai tertinggi : 88,00 3) Modus :2 4) Mean : 74,13 lxxxviii 5) Median : 74,25 6) S.B. : 7,69 7) S.R. : 5,89 Adapun distribusi frekuensi data status sosial ekonomi dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 3. Distribusi Frekuensi Status Sosial Ekonomi (X2) Interval kelas fX atau Frekuensi F.K. Frekuensi fX2 Prosentase Prosentase Komulatif 82,5 – 88,5 8 686,00 58,836.00 13,33 100,00 76,5 – 82,5 16 1,269.00 100,669.00 26,67 86,67 70,5 – 76,5 16 1,187.00 88,095.00 26,67 60,00 64,5 – 70,5 13 884,00 60,154.00 21,67 33,33 58,5 – 64,5 7 422,00 25,446.00 11,67 11,67 Jumlah 60 4,448.00 333,230.00 100 Berdasarkan tabel sebaran frekuensi variabel Status Sosial Ekonomi maka dapat diketahui bahwa responden paling banyak menempati kelas ke-3 dan ke-4 pada interval 70,5-76,5 dan interval 76,5-82,5 dengan prosentase masing-masing kelas 26,67%, kemudian diikuti oleh kelas ke-2 pada interval 64,5-70,5 dengan prosentase kelas 21,67%, kemudian diikuti oleh kelas ke-5 pada interval 82,588,5 dengan prosentase 13,33%. Sedangkan responden paling sedikit berada pada kelas ke-1 pada interval 58,5-64,5 dengan prosentase kelas 11,67%. Penyebaran data dapat diperiksa dalam histogram berikut ini : lxxxix Deskripsi Data Status Sosial Ekonomi Frekuensi Status Sosial Ekonomi 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 58,5-64,5 64,5-70,5 70,5-76,5 76,5-87,5 87,5-88,5 Interval Gambar 4. Grafik Histogram Status Sosial Ekonomi (X2) 3. Deskripsi Data Tentang Prestasi Belajar Sosiologi Siswa Prestasi Belajar Sosiologi Siswa dalam penelitian ini adalah variabel terikat (Y). Skor data yang telah diperoleh dapat dilihat pada (Lampiran 9 135). Sedangkan rangkuman data statistik dapat disajikan dalam uraian sebagai berikut : xc 1) Nilai terendah : 65,00 2) Nilai tertinggi : 96,00 3) Modus : 82,00 4) Mean : 78,65 5) Median : 78,91 6) S.B. : 8,55 7) S.R. : 7,06 Adapun distribusi frekuensi data tentang prestasi belajar sosiologi siswa dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 4. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Sosiologi Siswa (Y) Interval kelas fX atau Frekuensi Frekuensi F.K. fX 2 Prosentase Prosentase Komulatif 92,5 – 99,5 3 286,00 27,266.00 5,00 100.00 85,5 – 92,5 11 976,00 86,636.00 18,33 95,00 78,5 – 85,5 17 1,388.00 113,364.00 28,33 76,67 71,5 – 78,5 13 984,00 74,548.00 21,67 48,33 64,5 – 71,5 16 1,085.00 73,653.00 26,67 26,67 Jumlah 60 4,719.00 375,467.00 100.00 Berdasarkan tabel sebaran frekuensi variabel Prestasi Belajar Sosiologi Siswa maka dapat diketahui bahwa responden paling banyak menempati kelas ke- xci 3 pada interval 78,5-85,5 dengan prosentase 28,33% ; kemudian diikuti oleh kelas ke-1 pada interval 64,5 – 71,5 dengan prosentase kelas 26,67%; kemudian diikuti oleh kelas ke-2 pada interval 71,5-78,5 dengan prosentase 21,67%; kemudian diikuti lagi oleh kelas ke-4 pada interval 85,5-92,5 dengan prosentase 18,33%. Sedangkan responden paling sedikit berada pada kelas ke-5 pada interval 92,599,5 dengan prosentase 5,00%. Penyebaran data dapat diperikasa dalam histogram berikut ini : Deskripsi Data Prestasi Belajar Frekuensi Prestasi Belajar 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 64,5-71,5 71,5-78,8 78,5-85,5 85,5-92,5 Interval Gambar 5. Grafik Histogram Prestasi Belajar (Y) xcii 92,5-99,5 B. Pengujian Prasyarat Analisis Data Data yang telah tersusun secara sistematis seperti pada (Lampiran 10 hal 137), selanjutnya dianalisis untuk membuktikan hipotesis yang dirumuskan. Syarat analisis data yang digunakan analisis regresi linier adalah sebaran populasi data harus berdistribusi normal dan kedua variabel bebas harus linier dengan variabel terikat. Hasil uji prasyarat analisis data yang telah dilakukan dapat dijelaskan dalam uraian sebagai berikut : 1. Uji Normalitas Jika ρ > 0,050 maka data yang diperoleh berdistribusi normal, dan apabila ρ < 0,050 maka data yang diperoleh berdistribusi tidak normal. a. Uji Normalitas Variabel Pola Asuh Orang Tua (X1) Tabel 5. Hasil Uji Normalitas variabel pola asuh orang tua ( X1 ) Klas f0 fh f0- fh (f0- fh)2 (f 0 - f h ) 2 fh 6 0 1,37 -1,37 1,87 1,37 5 13 8,15 4,85 23,48 2,88 4 15 20,48 -5,48 30,01 1,47 3 19 20,48 -1,48 2,18 0,11 2 13 8,15 4,85 23,48 2,88 1 0 1,37 -1,37 1,87 1,37 xciii Total 60 Rerata 60,00 0,00 = 94,200 S.B. = 8,027 Kai Kuadrat = 10,068 db = 5 ρ = 0,073 Sesuai program uji normalitas sebaran Edisi : Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih ( 2004 ) dapat diketahui hasilnya sebagai berikut : χ2 ( kai kuadrat ) = 10,068 ρ = 0,073. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa ρ > 0,050 atau 0,073 > 0,050 yang berarti bahwa sampel yang diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau kesimpulannya sebaran normal. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 10 hal 138). b. Uji Normalitas Variabel Status Sosial Ekonomi (X2) Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Skor Status Sosial Ekonomi Klas F0 fh f0- fh (f0- fh)2 (f 0 - f h ) 2 fh 10 0 0,49 -0,49 0,24 0,49 9 1 1,66 -0,66 0,44 0,26 8 7 4,75 2,25 5,05 1,06 xciv 7 9 9,55 -0,55 0,30 0,03 6 15 13,54 1,46 2,13 0,16 5 12 13,54 -1,54 2,38 0,18 4 9 9,55 -0,55 0,30 0,03 3 2 4,75 -2,75 7,57 1,59 2 5 1,66 3,34 11,14 6,70 1 0 0,49 -0,49 0,24 0,49 Total 60 60,00 0,00 - 11,01 Rerata = 74,133 S.B = 7,685 Kai Kuadrat = 11,005 db = 9 ρ = 0,275 Berdasarkan perhitungan tabel uji normalitas sebaran variabel X2 diatas, dapat diperoleh hasil sebagai berikut : χ2 ( kai kuadrat ) = 11,005 ρ = 0,275 Hasil perhitungan tersebut menunjukkan ρ > 0,050 atau 0,275 > 0,050 maka dapat dinyatakan bahwa sampel yang diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hal ini sesuai dengan kaidah ρ > 0,050 kesimpulannya normal. Perhitungannya dapat dilihat pada (Lampiran 10 hal 139). c. Uji Normalitas Variabel Prestasi Belajar Siswa (Y) Tabel 7. Hasil Uji Normalitas Skor Prestasi Belajar Siswa Klas F0 fh f0- fh xcv (f0- fh)2 (f 0 - f h ) 2 fh 10 0 0,49 0,49 0,24 0,49 9 3 1,66 1,34 1,79 1,08 8 6 4,75 1,25 1,56 0,33 7 8 9,55 -1,55 2,41 0,25 6 14 13,54 0,46 0,21 0,02 5 10 13,54 -3,54 12,55 0,93 4 11 9,55 1,45 2,10 0,22 3 8 4,75 3,25 10,55 2,22 2 0 1,66 -1,66 2,76 1,66 1 0 0,49 -0,49 0,24 0,49 Total 60,00 60,00 0,00 - 7,68 Rerata = 78,650 S.B = 8,555 Kai Kuadrat = 7,685 db = 9 ρ = 0,566 Berdasarkan perhitungan tabel uji normalitas sebaran variabel Y diatas, dapat diperoleh hasil sebagai berikut : χ2 ( kai kuadrat ) = 7,685 ρ = 0,566 Hasil perhitungan tersebut menunjukkan ρ > 0,050 atau 0,566 > 0,050 maka dapat dinyatakan bahwa sampel yang diambil berasal dari populasi berdistribusi normal. Hal ini sesuai dengan kaidah ρ > 0,050 kesimpulannya normal. Penjelasannya dapat dilihat pada (Lampiran 10 hal 140) 2. Uji Linieritas dan Keberartian Berdasarkan kaidah yang berlaku, data dalam penelitian dikatakan memiliki korelasi yang linier apabila ρ > 0,050 maka data dalam penelitian memiliki korelasi yang linier, dan apabila ρ < 0,050 maka data dalam penelitian korelasinya tidak linier. a. Uji Linieritas Variabel Pola Asuh Orang Tua (X1) dengan Prestasi Belajar Siswa (Y) xcvi Berdasarkan hasil uji linieritas antara Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa, diperoleh ρ = 0,631 dan F = 0,241. Karena ρ > 0,050 maka dapat diambil kesimpulan bahwa pola asuh orang tua dan prestasi belajar siswa mempunyai korelasi yang linier. Hasil uji linieritas Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi Belajar dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 8. Rangkuman Uji Linieritas X1 dengan Y Sumber Regresi Derajat ke 1 Residu R2 0,158 db 1 Var 0,158 F 10,864 ρ 0,002 0,842 58 0,015 -- -- Regresi ke 2 0,241 2 0,121 9,052 0,001 Beda ke 2 – ke 1 0,083 1 0,083 6,255 0,015 0,759 57 0,013 -- -- Regresi ke 3 0,244 3 0,081 6,035 0,002 Beda ke 3 – ke 2 0,003 1 0,003 0,241 0,631 0,756 56 0,013 -- -- residu residu Korelasinya Kuadratik Sebagai bukti bahwa korelasi antara Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa adalah linier dapat dilihat pada (Lampiran 11 hal 143). b. Uji Linieritas Variabel Status Sosial Ekonomi (X2) dengan Prestasi Belajar Siswa (Y) Berdasarkan hasil uji linieritas antara Status Sosial Ekonomi dengan Prestasi Belajar Siswa, diperoleh ρ = 0,302 dan F = 1,089. Karena ρ > 0,050 maka dapat diambil kesimpulan bahwa status sosila ekonomi dan prestasi belajar sosiologi siswa mempunyai korelasi yang linier. Hasil uji linieritas Status Sosial Ekonomi dengan Prestasi Belajar dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 9. Rangkuman Uji Linieritas X2 dengan Y xcvii Sumber Derajat R2 db Var F ρ Regresi ke 1 0,051 1 0,051 3,108 0,080 0,949 58 0,016 -- -- Residu Regresi ke 2 0,069 2 0,034 2,101 0,130 Beda ke 2 – ke 0,018 1 0,018 1,089 0,302 residu 1 0,931 57 0,016 -- -- Korelasinya Linier Sebagai bukti bahwa korelasi antara Status Sosila Ekonomi dengan Prestasi Belajar adalah linier dapat dilihat pada (Lampiran 11 hal 143) dalam bentuk grafik hasil uji linieritas Status Sosial Ekonomi dengan Prestasi Belajar. C. Pengujian Hipotesis Setelah syarat-syarat tersebut terpenuhi, selanjutnya dapat dilakukan analisis data untuk mengetahui apakah hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya diterima atau ditolah. Adapun analisis regresi ganda menggunakan komputer seri SPS edisi : Prof. Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta tahun 2004 versi IBM/IN. Berdasarkan perhitungan uji hipotesis diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi sederhana antara X1 dan Y ; X2 dan Y a. Koefisien korelasi sederhana antara Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa. Ha : Ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar Ho : Tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan membuat tabel kerja matriks interkorelasi analisis sebagai berikut : xcviii Tabel 10.Interkorelasi Analisis Regresi R X1 ρ X2 ρ Y ρ X1 1,000 0,000 0,025 0,845 0,397 0,002 rxy = 0,397 ρ = 0,002 X2 0,025 0,845 1,000 0,000 0,226 0,080 Y 0,397 0,002 0,226 0,080 1,000 0,000 Karena ρ < 0,050, maka berdasarkan pedoman kaidah uji hipotesis menurut Prof. Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta tahun 2004 versi IBM/IN dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini yang berbunyi “Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010” dinyatakan diterima, dengan peluang galat lebih kecil dari 5%. b. Koefisien korelasi sederhana antara Status Sosial Ekonomi dengan Prestasi Belajar Siswa Ha : Ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan prestasi belajar Ho : Tidak ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan prestasi belajar rxy = 0,226 ρ = 0,080 Karena ρ < 0,050, maka berdasarkan pedoman kaidah uji hipotesis menurut Prof. Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta tahun 2004 versi IBM/IN dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini yang berbunyi “Ada hubungan yang cukup signifikan antara status sosial xcix ekonomi dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010” dinyatakan diterima, dengan peluang galat lebih kecil dari 15%. 2. Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi Ganda antara X1,X2 dengan Y Ha : Ada hubungan antara pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar. Ho : Tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar. Tabel 11. Koefisien Beta dan Korelasi Parsial X Beta (B) SB(B) r-parsial t r 0 21,506600 - - - - 1 0,417586 0,125916 0,402 3,316 0,002 2 0,240200 0,131512 0,235 1,826 0,070 Galat baku = 7,764 Korelasi R = 0,452 Korelasi R sesuaian = 0,452 Tabel 12. Rangkuman Analisis Regresi Model Penuh JK db RK F R2 r Regresi Penuh 882,096 2 441,048 7,318 0,204 0,002 Variabel X1 681,163 1 681,163 11,301 0,158 0,002 Variabel X2 200,933 1 200,933 3,334 0,047 0,070 Residu Penuh 3,435.560 57 60,273 - - - Total 4,317.657 59 - - - - Sumber Variasi Ry(x1,2) = 0,452 ρ = 0,002 F = 7,318 c Karena ρ < 0,050, maka berdasarkan pedoman kaidah uji hipotesis menurut Prof. Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta tahun 2004 versi IBM/IN dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini yang berbunyi “Ada hubungan yang positif antara pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010” diterima. 3. Hasil Perhitungan Sumbangan Masing-masing Variabel X1 dan X2 dengan Y Tabel 13. Perbandingan Bobot Predikator - Model Penuh Variabel korelasi Lugas korelasi Parsial koefisien determinasi X r xy r r par-xy r 1 0,397 0,002 0,402 0,002 77,221 15,776 2 0,226 0,080 0,235 0,070 22,779 4,654 Total --- --- --- --- 100.000 20,430 SD Relatif % SD Efektif % Berdasarkan tabel perbandingan bobot predikator model penuh tersebut di atas, maka di peroleh sumbangan determinasi yaitu sumbangan relatif dan sumbangan efektif dari masing-masing prediktor yang bisa dijelaskan sebagai berikut: 1) Sumbangan Relatif (SR) variabel Pola Asuh Orang Tua (X1) dengan Prestasi Belajar (Y) sebesar 77,221%. Sedangkan Sumbangan efektif (SE) variabel Pola Asuh Orang Tua (X1) dengan variabel Prestasi belajar (Y) sebesar 15,776 %. 2) Sumbangan relatif (SR) variabel Status Sosial Ekonomi (X2) dengan Prestasi Belajar (Y) sebesar 22,779 %. Sedangkan Sumbangan Efektif (SE) variabel Status Sosial Ekonomi (X2) dengan variabel Prestasi Belajar (Y) sebesar 4,654%. ci 3) Sumbangan Relatif (SR) variabel Pola Asuh Orang Tua (X1) dan variabel Status Sosial Ekonomi (X2) dengan variabel Prestasi Belajar (Y) sebesar 100%. Sedangkan sumbangan Efektif (SE) variabel Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Variabel Status Sosial Ekonomi (X2) dengan variabel Prestasi Belajar (Y) Sebesar 20,430%. D. Pembahasan Hasil Analisis Data Setelah dilakukan analisis data untuk pengujian hipotesis kemudian dilakukan pembahasan hasil analisis data. Pembahasan analisis data sebagai berikut : 1. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dengan Prestasi Belajar (Y) 2. Hubungan antara Status Sosial Ekonomi (X2) dengan Prestasi Belajar (Y) 3. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Status Sosial Ekonomi (X2) dengan Prestasi Belajar (Y) Adapun penjelasan dari masing-masing pembahasan hasil analisis data diatas adalah sebagai berikut : 1. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dengan Prestasi Belajar (Y) Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban tahun pelajaran 2009/2010. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil analisis yang telah dilakukan yaitu menunjukkan ada korelasi rx1y sebesar 0,397 dan ρ = 0,002. Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban tahun pelajaran 2009/2010. Dikatakan memiliki hubungan yang positif karena semakin tepat orang tua memberikan pola asuh yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi anak maka prestasi belajar anak akan semakin meningkat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat bahwa pola asuh orang tua memiliki hubungan dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Elizabeth B. Hurlock terjemahan Meitasari Tjandrasa (1999 : 93) mengemukakan pola asuh orang tua cii dibedakan atas pola asuh otoriter, laissez faire maupun demokratis sangat berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar anak. Dengan demikian pola asuh orang tua dalam memperlakukan anaknya yang diterapkan dalam usaha memelihara, membimbing, melindungi dan mendidik anak yang diterapkan harus sesuai dengan perkembangan dan kondisi anak sehingga akan dapat membantunya untuk meraih prestasi belajar yang maksimal. 2. Hubungan antara Status Sosial Ekonomi (X2) dengan Prestasi Belajar (Y) Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban tahun pelajaran 2009/2010. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil analisis yang telah dilakukan yaitu menunjukkan ada korelasi rx2y sebesar 0,226 dan ρ = 0,080. Hal ini menunjukkan adanya hubungan cukup positif antara status sosial ekonomi dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban tahun pelajaran 2009/2010. Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat bahwa status sosial ekonomi memiliki hubungan dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban. Orang tua yang mempunyai status sosial ekonominya berkecukupan akan cenderung menyekolahkan anak-anaknya sampai keperguruan tinggi. Disamping itu pemberian fasilitas belajar juga cukup. Sebaliknya keluarga yang mempunyai status sosial ekonomi rendah mereka mempunyai kecenderungan kurang memeperhatikan anak-anaknya, apalagi memberikan fasilitas belajar yang memadai. Seperti yang diungkapkan oleh Gerungan (2000: 181) yang mengatakan bahwa “Keluarga yang berada dalam status sosial ekonomi serba kecukupan, maka orang tua mencurahkan perhatiannya lebih mendalam kepada pendidikan anak-anaknya. Mereka tidak disulitkan perkara-perkara kebutuhan primer”. Jadi dengan adanya fasilitas belajar yang memadai ataupun sarana dan prasarana yang memadai dalam belajar, akan mendorong anak untuk lebih giat belajar sehingga akan mencapai prestasi belajar yang tinggi. ciii 3. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Status Sosial Ekonomi (X2) dengan Prestasi Belajar (Y) Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban tahun Pelajaran 2009/2010. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil analisis koefisien korelasi ganda Ry(x1,2) = 0,452 , ρ = 0,002 dan F = 7,318. Hal ini menunjukkan bahwa pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi secara bersama-sama mempunyai hubungan positif dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban tahun pelajaran 2009/2010. Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat bahwa pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi memiliki hubungan dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban. Hal ini berarti bahwa pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi secara bersama-sama mempunyia korelasi dengan prestasi belajar. Pola asuh orang tua dalam memperlakukan anaknya yang diterapkan dalam usaha memelihara, membimbing, melindungi dan mendidik anak yang diterapkan harus seimbang dengan keadaan status sosial ekonomi orang tua dalam memenuhi semua kebutuhan sarana dan prasana belajar anak sehingga prestasi belajar yang diperolehnya pun akan sangat baik. civ BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan dari deskripsi data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari hasil perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa rx1y = 0,397 dan ρ = 0,002. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban. Siswa yang memiliki pola pengasuhan orang tua yang baik dalam keluarganya maka akan mampu meningkatkan prestasi belajar anak. 2. Dari hasil perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa rx2y = 0,226 dan ρ = 0,080. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup signifikan antara status sosial ekonomi dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban. Orang tua yang mempunyai status sosial ekonominya berkecukupan akan cenderung menyekolahkan anak-anaknya sampai keperguruan tinggi. Disamping itu pemberian fasilitas belajar juga cukup. Sebaliknya keluarga yang mempunyai status sosial ekonomi rendah mereka mempunyai kecenderungan kurang memperhatikan anak-anaknya, apalagi memberikan fasilitas belajar yang memadai. Jadi dengan adanya fasilitas belajar yang memadai ataupun sarana dan prasarana yang memadai dalam belajar, akan cv mendorong anak untuk lebih giat belajar sehingga akan tercapai prestasi belajar yang tinggi. 3. Dari hasil perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa Ry(x1,2)= 0,452, ρ = 0,002 dan F = 7,318. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban. Siswa yang memiliki pola pengasuhan orang tua yang baik dalam keluarganya dan status sosial ekonomi orang tua yang berkecukupan maka akan mendorong anak untuk berprestasi lebih baik dalam belajarnya. B. IMPLIKASI Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan diatas, maka dapat dikemukakan beberapa implikasi sebagai berikut : 1. Pola asuh orang tua secara empiris memiliki hubungan yang signifikan dengan prestasi belajar yang dimiliki seorang anak. Dengan adanya hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar anak, maka memberikan gambaran akan pengasuhan orang tua kepada anak agar lebih memperhatikan kondisi anak dengan menjaga hubungan baik antara orang tua dengan anak sehingga tercipta suasana yang nyaman akan menumbuhkan motivasi anak untuk meningkatkan prestasi belajarnya.. Dengan demikian pola asuh orang tua dalam memperlakukan anaknya yang diterapkan dalam usaha memelihara, membimbing, melindungi dan mendidik anak yang diterapkan harus sesuai dengan perkembangan dan kondisi anak sehingga akan dapat membantunya untuk meraih prestasi belajar yang maksimal. 2. Secara empiris status sosial ekonomi orang tua memiliki hubungan dengan prestasi belajar anak. Orang tua yang mempunyai status sosial ekonominya berkecukupan akan cenderung menyekolahkan anak-anaknya sampai keperguruan tinggi. Disamping itu pemberian fasilitas belajar juga cukup. Sebaliknya keluarga yang mempunyai status sosial ekonomi rendah mereka mempunyai kecenderungan kurang memeperhatikan anak-anaknya, apalagi memberikan cvi fasilitas belajar yang memadai. Jadi dengan adanya fasilitas belajar yang memadai ataupun sarana dan prasarana yang memadai dalam belajar, akan mendorong anak untuk lebih giat belajar sehingga akan mencapai prestasi belajar yang tinggi. 3. Bahwa prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain adalah pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi orang tua Orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung akan lebih luwes dan pola asuh yang mereka gunakan disesuaikan dengan perkembangan anak. Sedangkan orang tua yang berpendidikan rendah akan lebih kolot dan mendominasi anak karena kurangnya pengetahuan orang tua tentang tumbuh kembang anak-anak. Selain itu, orang tua yang telah mendapat kursus mengasuh anak dan mengerti kebutuhan anak akan lebih menggunakan gaya demokratis dibandingkan orang tua yang tidak mendapatkan pelatihan sebelumnya. Jadi dengan pola pengasuhan yang tepat dapat meningkatkan prestasi belajar pada anak. Selain itu prestasi belajar anak juga dipengaruhi oleh status sosial ekonomi dari orang tua. Orang tua yang mempunyai status sosial ekonominya berkecukupan akan cenderung menyekolahkan anak-anaknya sampai keperguruan tinggi. Disamping itu pemberian fasilitas belajar juga cukup. Sebaliknya keluarga yang mempunyai status sosial ekonomi rendah mereka mempunyai kecenderungan kurang memeperhatikan anak-anaknya, apalagi memberikan fasilitas belajar yang memadai. Jadi dengan adanya fasilitas belajar yang memadai ataupun sarana dan prasarana yang memadai dalam belajar, akan mendorong anak untuk lebih giat belajar sehingga akan tercapai prestasi belajar yang tinggi. C. SARAN Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah penulis uraikan diatas, maka saran-saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Bagi Orang Tua a. Orang tua hendaknya benar-benar memahami dengan baik tentang arti pentingnya menciptakan hubungan pengasuhan yang baik dengan anak. cvii Perkembangan psikologi anak sangat berhubungan dengan pengasuhan orang tua setiap hari yaitu bagaimana cara mendidik, membimbing, memberikan keteladanan, perlindungan yang diberikan oleh orang tua dirumah. b. Orang tua hendaknya selalu berusaha mendukung dalam proses belajar anak dengan segala perhatian, kasih sayang dan juga memfasilitasi segala kebutuhan belajar anak dengan maksimal sesuai dengan status sosial ekonomi yang dimilikinya. Karena segala jenis proses belajar itu membutuhkan fasilitas-fasilitas pendukung yang memadai guna memaksimalkan proses belajar anak dan dapat meningkatkan prestasi belajar anak khususnya dalam bidang studi sosiologi. 2. Bagi Siswa Hendaknya menyadari tingkat status sosial ekonomi orang tuanya, sehingga pada saat melakukan aktivitas belajar bisa memaksimalkan dengan menggunakan media ataupun fasilitas belajar yang ada. 3. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian sejenis yang juga berhubungan dengan prestasi belajar siswa. Sehingga hasil penelitian dapat lebih lengkap dan akurat dibanding penelitian ini. cviii DAFTAR PUSTAKA Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta Affifudin. 1999. Psikologi Keluarga. Jakarta : Aksara Ary, Donald, 1982, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Terjemahan Arief Furchan dari judul asli “Introduction to Research in Education”, Surabaya : Usaha Nasional. Cholid Narbuko dan Abu Achmadi. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara. Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Depdiknas. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Sosiologi SMU. Jakarta: Pusat Kurikulum Badan Penelitian Dan Pengembangan. Gerardo P. Sicat & HW. Arndt. 1990. Ilmu Ekonomi Untuk Konteks Indonesia. Jakarta: LP3ES. Gerungan. 2000. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama Hadari Nawawi. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hurlock,Elizabeth B.1999. Terjemahan Meitasari Tjandrasa. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga Hurlock,Elizabeth B. 2004. Terjemahan Istiwidayati dan Soejarwo. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Rentang Kehidupan. Jakarta : Anngota IKAPI. Hetherington dan Parke, 2000, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Alih bahasa : Soemitro, Jakarta: Universitas Indonesia. Yasa Doantara. 2008. Aktivitas dan Prestasi Belajar. Tersedia pada http://sunartombs.wordpress.com. Diakses pada tanggal 23 Desember 2009 Ihromi T.O. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta : Yayasan Obor cix Markum. An. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI Moh. Nazir. 1988. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Mugito. 2007. Jenis Macam Tipe Pola Asuh Orang tua Pada Anak & Cara Mendidik Mengasuh Anak Yang Baik. Tersedia pada www.organisasi.org. Diakses pada pada tanggal 28 oktober 2009 Mussen. 1997. Perkembangan Anak. Yogyakarta : Eresco. Nana Syaodih Sukmadinata, 2004, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Nasution S. 1999. Diktatik Azas-azas Mengajar. Bandung : Penerbit Semmars. Nasution, 2003, Metode Research Jakarta : Bumi Aksara. Ngalim Purwanto. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Nining. 2009. Asuhan Keperawatan. Tersedia pada http://s10.histats.com/301.swf. Diakses pada tanggal 23 Desember 2009 Nurbani Yusuf. 1998. Bimbingan Konseling Anak Remaja. Yogyakarta: UD.Rama Rohn Aliah. 1990. Pola Asuh Orang Tua. Yogyakarta: Eresco Saifuddin Azwar. 2002. Tes Prestasi Fungsi Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Saifuddin Azwar. 2002. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. SamVaknin, Ph.D. 2009. Parenting The Irrational Vocation. Tersedia pada (http://archive.constantcontact.com/fs056/1101439140372/archive/1102104 663935.html). Diakses pada tanggal 23 Desember 2009 Sevilla, Consuelo G,et all. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Terjemahan Alimuddin Tuwu dari judul asli “An Introduction to Research Methods”. Jakarta: UI- Press. Singgih D. Gunarso & Ny Y Singgih D. Gunarso. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia cx Singgih D. Gunarso & Ny Y Singgih D. Gunarso. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia. Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Soedomo Hadi. 2003. Pendidikan (Suatu Pengantar). Surakarta: UNS Press. Soerjono Soekanto. 1990. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta Soerjono Soekanto. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Universitas Indonesia: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia Sudjana. 1996. Metode Statistika. Bandung: Tarsito. Sugiyono, 2005, Statistik untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta Suharsimi Arikunto. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. Susanto, Phil Astrid. 1999. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta : Anggota IKAPI Sutratinah Tirtonegoro. 2001. Anak Suernormal dan Program Pendidikannya. Jakarta : PT. Bumi Aksara Sutrisno Hadi. 1996. Analisis Regresi. Yogyakarta: Andi Offset. Sutrisno Hadi. 2000. Metode Research Jilid 1. Yogyakarta: Andi Offset. Sutrisno Hadi. 2001. Metode Research Jilid 3. Yogyakarta: Andi Offset. Svalastoga Kaare. 1989. Diferensiasi Sosial. Jakarta. : Bina Aksara Undang-Undang No.20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Cemerlang. Winarno Surakhmad. 1994. Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar. Bandung: Tarsito. Waridjan. 1991. Tes Hasil Belajar Gaya Objektif. Semarang : IKIP Press Winkel, W.S. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Grasindo cxi Y. Slamet, M.Sc. 2006. Metode Penelitian Sosial. Surakarta : UNS Press. Zainal Arifin. 1990. Evaluasi Intruksional. Bandung: Remaja Rosda Karya Zakaria. 2009. Pengertian Ekonomi. Tersedia pada http://info.gexcess.com/id/info/EkonomiPengertian.info. Diakses pada tanggal 23 Januari 2010 cxii