BAB 3 INVENTARISASI LEMBAGA PERIKANAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UDANGAN 3.1 Lembaga Pemerintah Lembaga pemerintahan Republik Indonesia mengatur kebijakan-kebijakan yang ditetapkan berdasarkan fungsi dan tanggung jawabnya masing-masing. Dalam bab ini akan dijelaskan masing-masing lembaga pemerintah mulai dari lembaga pemerintah yang mengatur kebijakan secara nasional hingga lembaga pemerintah yang mengatur kebijakan di tingkat daerah. Berikut merupakan lembaga-lembaga pemerintah yang terkait dalam pembangunan perikanan di Indonesia hingga Kabupaten Garut khususnya dalam pengawasan penangkapan hingga pendistribusian perikanan: 1. Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, 2. Direktorat Perikanan Tangkap, 3. Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, 4. Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, dan 5. Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat. 3.1.1 Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Berdasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 9 tahun 2005, tugas pokok Departemen Kelautan dan Perikanan (yang sekarang berubah nama menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan) yaitu membantu presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan. Salah satu tugas pokoknya adalah membuat kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan dalam rangka mengelola dan memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan. Beberapa kebijakan tersebut meliputi pengembangan kapasitas skala usaha nelayan, pembudidaya ikan dan pelaku usaha kelautan dan perikanan lainnya; memperkuat dan mengembangkan usaha perikanan tangkap nasional secara efisien, lestari, dan berbasis kerakyatan; dan mengembangkan industri penanganan dan pengolahan serta pemasaran hasil tangkapan. Visi pembangunan jangka pendek dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia adalah “Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan 17 Terbesar 2015”, dengan tujuan yang dinamakan Grand Strategy atau The Blue Revolution Policies yang terdiri dari: a. Memperkuat kelembagaan dan SDM secara terintegrasi. b. Mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. c. Meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan. d. Memperluas akses pasar domestik dan internasional. Dan beberapa sasaran strategis yang menyangkut peningkatan taraf hidup nelayan: a. Sumber daya kelautan dan perikanan dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. b. Indonesia bebas Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing serta kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan. c. Sarana dan prasarana kelautan dan perikanan mampu memenuhi kebutuhan serta diproduksi dalam negeri dan dibangun secara terintegrasi. d. Seluruh desa mampu memiliki pasar yang mampu memfasilitasi penjualan hasil perikanan. Menteri Kelautan dan Perikanan Staff Ahli Inspektorat Jendral Ditjen Perikanan Tangkap Ditjen Perikanan Budaya Ditjen Pengawasan Sumberdaya KP Sekertariat Jendral Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulaupulau Kecil Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Badan Riset Kelautan dan Perikanan Badan Pengembangan SDM KP 3.1. Kelautan dan dan Perikanan Perikanan Gambar 3. 1 Struktur Organisasi Kementerian Kelautan (sumber: http://kkp.go.id) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia memiliki Rencana Strategis Pembangunan Kelautan dan Perikanan tahun 2010 – 2014 yang merupakan jabaran visi dan misi Kementerian Kelautan dan Perikanan yang menjadi acuan segenap satuan kerja di lingkungan Kementerian. Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010 – 2014 adalah dokumen perencanaan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk periode 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. 18 VISI Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar 2015 MISI Mensejahterakan Masyarakat Kelautan dan Perikanan Memperkuat Kelembagaan dan SDM secara Terintegrasi Mengelola Sumberdaya Kelautan dan Periakan Secara Berkelanjutan Meningkatkan Produktivitas dan Daya Saing Berbasis Pengetahuan Memperluas Akses Pasar Domestik dan Internasional Revolusi Biru Gambar 3. 2 Rencana Strategis Pembangunan Kelautan dan Perikanan 2014http://kkp.go.id) 2010-2014 (sumber: Beberapa arah kebijakan dan strategi Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010 – 2014 akan diimplementasikan dalam program dan kegiatan tahun 2010 – 2014 yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas penangkapan ikan dan pendistribusiannya adalah sbeagai berikut: 1. Program Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan Tangkap Tujuan program adalah meningkatkan produktivitas perikanan tangkap dengan sasaran peningkatan hasil tangkapan dalam setiap upaya tangkap untuk kesejahteraan nelayan yang memiliki indikator sebagai berikut: a. Jumlah produksi perikanan tangkap (ton) dari tahun 2010 hingga tahun 2014 Berdasarkan rencana strategis yang sudah ditentukan, produksi perikanan tangkap di Indonesia untuk tahun 2010 hingga 2014 dapat dilihat pada Tabel 3.1. 19 Tabel 3. 1 Produksi Perikanan Tangkap (Ton) Tahun 2010-2014 No. Tahun Pendapatan (Rp.) 1 2010 5.384.740 2 2011 5.409.100 3 2012 5.436.290 4 2013 5.467.120 5 2014 5.500.000 (Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, 2012) b. Jumlah pendapatan nelayan Berdasarkan rencana strategis yang sudah ditentukan, jumlah pendapatan nelayan pemilik di Indonesia untuk tahun 2010 hingga 2014 dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3. 2 Pendapatan Nelayan Pemilik/bulan (Rp.) Tahun 2010-2014 No. Tahun Pendapatan (Rp.) 1 2010 1.769.220 2 2011 1.903.290 3 2012 2.067.530 4 2013 2.236.900 5 2014 2.441.550 (Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, 2012) Sedangkan untuk pendapatan bagi nelayan buruh di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3. 3 Pendapatan Nelayan Buruh/bulan (Rp.) Tahun 2010-2014 No. Tahun Pendapatan (Rp.) 1 2010 601.730 2 2011 721.384 3 2012 837.038 4 2013 962.692 5 2014 1.200.000 (Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, 2012) 20 Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, kegiatan yang akan dilaksanakan adalah: a. Pengelolaan sumberdaya ikan. b. Pembinaan dan pengembangan kapal perikanan, alat penangkap ikan, dan pengawakan kapal perikanan. c. Pengembangan pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan. d. Pelayanan usaha perikanan tangkap yang efisien, tertib, dan berkelanjutan. e. Pengembangan usaha penangkapan ikan dan pemberdayaan nelayan skala kecil. f. Peningkatan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Direktorat Jendral Perikanan Tangkap (Dirjen PT) 2. Program Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan Tujuan program adalah meningkatkan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan, nilai tambah produk perikanan, investasi, serta distribusi dan akses pemasaran hasil perikanan, dengan sasaran peningkatan volume dan nilai ekspor hasil perikanan serta peningkatan volume produk olahan. Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, kegiatan yang akan dilaksanakan adalah: a. Fasilitas pengembangan industry pengolahan hasil perikanan. b. Fasilitasi pengembangan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan. c. Fasilitasi penguatan dan pengembangan pemasaran dalam negeri hasil perikanan. d. Fasilitasi penguatan dan pengembangan pemasaran luar negeri. e. Fasilitasi pembinaan dan pengembangan sistem usaha dan investasi perikanan. f. Fasilitasi pengembangan usaha industri pengolahan hasil perikanan. g. Peningkatan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP). 21 3.1.2 Direktorat Jendral Perikanan Tangkap Direktorat Jendral Perikanan Tangkap merupakan lembaga dibawah naungan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI yang menangani kegiatan hulu perikanan seperti sumber daya ikan, kapal perikanan, pelabuhan perikanan, alat penangkap ikan, pelayanan usaha penangkapan ikan, serta pengembangannya yang memiliki direktoratnya masing-masing. Direktorat Jendral Perikanan Tangkap memiliki visi yaitu “Usaha Perikanan Tangkap Indonesia yang Kokoh, Mandiri, dan Lestari pada Tahun 2020”. Sedangkan misi yang akan diimplementasikannya adalah: a. Mengelola sumber daya ikan secara bertanggung jawab b. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan c. Mengembangkan usaha perikanan tangkap yang efisien dan berdaya saing d. Memperkuat armada perikanan nasional e. Memfasilitasi ketersediaan pelabuhan perikanan dengan kualitas dan kuantitas yang memadai Direktorat Jendral Perikanan Tangkap Sekertariat Dirjen Perikanan Tangkap Direktorat Sumber Daya Ikan Direktorat Kapal Perikanan dan API Direktorat Pelayaran Usaha dan Penangkapan Ikan Direktorat Pelabuhan Perikanan Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulaupulau Kecil Direktorat Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Gambar3.3.3. StrukturOrganisasi OrganisasiDirektorat DirektoratJendral JendralPerikanan PerikananTangkap Tangkap Gambar 3 Struktur (sumber: http://kkp.go.id) Berdasarkan Peraturan Menteri No. 15 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan pasal 108 dalam melaksanakan tugasnya, Ditjen Perikanan Tangkap menyelnggarakan fungsi: 22 a. Perumusan kebijakan di bidang perikanan tangkap; b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perikanan tangkap; c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perikanan tangkap; d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perikanan tangkap; dan e. Pelaksanaan administrasi Ditjen Perikanan Tangkap. 3.1.3 Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan merupakan lembaga dibawah naungan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI yang menangani kegiatan hilir perikanan seperti pengolahan hasil perikanan, standarisasi pengolahan, pemasaran baik dalam negeri maupun luar negeri, dan investasi. Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan memiliki visi yaitu “Menuju Produk Perikanan Prima”. Sedangkan misi yang akan diimplementasikannya adalah: a. Mendorong berkembangnya usaha pengolahan yang mengasilkan produk yang aman, bermutu, dan ramah lingkungan dalam rangka menciptakan daya saing b. Mengembangkan standarisasi pengolahan dan pemasaran hasil perikanan c. Mengembangkan sistem pemasaran produk perikanan yang higienis, dan efisien d. Memperkuat dan mengembangkan pemasaran luar negeri e. Peningkatkan iklim usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan yang kondusif f. Mewujudakan tata kelola pemerintahan yang baik di bidang pengolahan dan pemasaran 23 Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Sekertariat Dirjen P2HP Direktorat Pengolahan Hasil Direktorat Standarisasi dan Akreditasi Direktorat Pemasaran Dalam Negeri Direktorat Pemasaran Luar Negeri Direktorat Usaha dan Investasi Kelompok Jabatan Fungsional Gambar 3. 4 Struktur Organisasi Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (sumber: http://kkp.go.id) Berdasarkan Peraturan Menteri No. 15 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan pasal 398 dalam melaksanakan tugasnya Ditjen P2HP menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan di bidang pengolahan dan pemasaran hasil perikanan; b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pengolahan dan pemasaran hasil perikanan; c. Penyususnan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengolahan dan pemasaran hasil perikanan; d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan dan pemasaran hasil perikanan; dan e. Pelaksanaan administrasi Ditjen P2HP. 3.1.4 Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat memiliki tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Pemerintah Daerah di bidang perikanan dalam merumuskan kebijaksanaan operasional dan eksploiting kelautan serta melaksanakan kewenangan desentralisasi provinsi dan kewenangan yang dilimpahkan Gubernur. Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat memiliki visi yaitu “Prima dalam Pelayanan Menuju Perikanan Jawa Barat yang Tangguh, Dinamis, dan Mandiri”. Yang diimplementasikan melalui misi sebagai berikut: 24 1. Meningkatkan kualitas dan produktivitas sumberdaya manusia perikanan dan kelautan yang berdaya saing. 2. Mendorong peningkatan pendapatan masyarakat melalui pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan yang bernilai ekonomis dengan penerapan teknologi berwawasan lingkungan. 3. Menigkatkan produk perikanan dan kelautan yang berkualitas untuk pemenuhan gizi masyarakat dan bahan baku olahan secara berkelanjutan. 4. Meningkatkan pelestarian sumberdaya perikanan dan kelautan. Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat memiliki langkah-langkah strategis dalam pelaksanaan pembangunan perikanan dan kelautan yang akan dilakukan. Beberapa langkah-langkah strategis tersebut yaitu: 1. Memanfaatkan sumberdaya perikanan dan kelautan secara optimal, efisien, dan berkelanjutan. 2. Meningkatkan peran serta masyarakan dalam penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana sumberdaya perikanan dan kelautan. 3. Meningkatkan pengawasan dan pengendalian sumberdaya perikanan dan kelautan. 4. Peningkatan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan, dan masyarakat pesisir lainnya. Pemerintah Provisi Jawa Barat memiliki rencana jangka panjang atau disebut Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan menengah atau disebut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dalam melakukan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar Jawa Barat hingga batas waktu tertentu. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah atau disingkat RPJPD Daerah Provinsi Jawa Barat adalah dokumen perencanaan pembangunan yang memuat visi, misi dan arahan pembangunan jangka panjang untuk periode 20 tahun terhitung dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2025. Upaya perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang Jawa Barat dilaksanakan secara bertahap dalam kerangka pembangunan jangka menengah, yang diukur dengan parameter peningkatan kualitas manusia melalui indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM). 25 1. Tahapan pembangunan jangka menengah untuk periode 2005 – 2008 mengenai perikanan dan kelautan adalah: Pembangunan pembenahan bisnis sistem kelautan perikanan diarahakan budidaya, pada pembenahan pemberdayaan TPI/PPI, masyarakat pengolah/pengrajin ikan tradisional, peningkatan fungsi pelabuhan/pangkalan pendaratan ikan, pembuatan database kelautan, dan pembuatan tata ruang wilayah pesisir dan laut. 2. Tahapan pembangunan jangka menengah periode 2008 – 2013 mengenai perikanan dan kelautan adalah: Strategi pengembangan bisnis kelautan Jawa Barat pada tahap ini diarahkan pada pengembangan perikanan komersial di Pantai Selatan dan Pantai Utara, pengembangan usaha saran produksi, pengembangan usaha teknologi komunikasi kelautan, pengembangan jejaring usaha, pengembangan usaha pengolahan hasil serta penguatan pasar untuk industry hilir. Sedangkan salah satu strategi untuk mendukung peningkatan pembangunan ekonomi regional berbasis potensi lokal pada periode pembangunan jangka menengah tahun 2008 – 2013 adalah meningkatkan produksi dan produktivitas nelayan, sarana, dan prasarana perikanan tangkap melalui arah kebijakan: 1. Peningkatan produksi dan produktivitas serta pengolahan hasil perikanan budidaya, dengan mendorong pemanfaatan potensi perairan pantai melalui Gerakan Pengembangan Perikanan Pantai Utara dan Pantai Selatan (GAPURA). 2. Meningkatkan produksi dan produktivitas perikanan tangkap serta pengelolaan dan pengawasan potensi sumber daya kelautan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat tahun 2008 - 2013 terdapat Program Prioritas Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Daerah melalui misi yaitu “Meningkatkan pembangunan perekonomian regional berbasis potensi lokal”. Sehingga implementasi dalam bidang kelautan dan perikanan melalui kebijakan dan program yaitu meningkatkan pengelolaan sumber daya ikan dan flasma nutfah di perairan tawar, payau serta sumber daya kelautan, terutama perikanan komersil di Pantai Selatan dan Pantai Utara dalam Gerakan Pengembangan Perikanan Pantai Utara dan Pantai Selatan (GAPURA), yang dilaksanakan melalui Program Pengembangan Perikanan Tangkap, dengan sasaran: 26 a. Meningkatnya produksi dan produktivitas usaha perikanan tangkap; b. Tidak Berubah; c. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya kelautan; d. Berkembangnya usaha pengolahan hasil serta penguatan pasar untuk industri hilir produk perikanan tangkap. 3.1.5 Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Garut Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Garut memiliki tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Pemerintah Kabupaten yang salah satunya di bidang perikanan dalam merumuskan kebijaksanaan operasional dan eksploiting kelautan serta melaksanakan kewenangan desentralisasi kabupaten dan kewenangan yang dilimpahkan oleh Bupati. Pemerintah Kabupaten Garut telah merancang rencana pembangunan jangka panjang dan menengah yang didasari oleh Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Barat. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Garut tahun 2005 – 2025 memuat visi, misi, dan arah pembangunan jangka panjang daerah untuk periode 20 tahun terhitung sejak tahun 2005 hingga tahun 2025. Salah satu misi dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Garut tahun 2005 – 2025 adalah meningkatkan perekonomian berbasis potensi daerah yang berfokus pada agribisnis, agroindustri, pariwisata, jasa perdagangan dan kelautan dengan memperhatikan kearifan lokal yang berdaya saing disertai pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan, dengan fokus Pembangunan ekonomi dalam arah pembangunan kelautan dan perikanan dikembangkan untuk meningkatkan optimalitas pengelolaan kelautan dan perikanan dalam upaya pemanfaatan dan pengolahan serta pemasaran hasil kelautan dan perikanan. Tahapan strategi dan kebijakan pembangunan: 1. Tahun 2005 – 2009 a. Pemanfaatan dan pengolahan serta pemasaran hasil kelautan dan perikanan. b. Peningkatan pengembangan pengelolaan sumberdaya kelautan. c. Pengembangan usaha dan pemanfaatan sumberdaya kelautan. 27 2. Tahun 2009 – 2014 a. Pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir. b. Pengembangan perikanan tangkap. c. Pengembangan sistem penyuluhan. d. Optimalisasi pengolahan dan pemasaran produksi perikanan. e. Pemberdayaan masyarakat dalam pengawasan dan pengendalian sumber daya kelautan. Adapun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Garut tahun 2009 – 2014 yakni didasari oleh Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJMD) Kabupaten Garut dengan salah satu misinya yaitu Mengembangkan ekonomi kerakyatan berbasis agribisnis, agroindustri, kelautan dan pariwisata disertai pengembangan seni budaya daerah. Tabel 3. 4 Rencana pembangunan ekonomi urusan kelautan dan perikanan dalam RPJMD Kabupaten Garut 2010 – 2012 2010 2011 2012 Perluasan area tangkap ikan laut Perluasan area tangkap ikan laut Perluasan area tangkap ikan laut dan peningkatan kemampuan dan peningkatan kemampuan dan peningkatan kemampuan peralatan tangkap ikan laut peralatan tangkap ikan laut peralatan tangkap ikan laut Diversifikasi usaha Diversifikasi usaha Diversifikasi usaha petani/nelayan ke agroindustri petani/nelayan ke agroindustri petani/nelayan ke agroindustri Peningkatan sarana dan Peningkatan sarana dan - prasarana pengolah hasil prasarana pengolah hasil perikanan perikanan Pemberdayaan ekonomi Pemberdayaan ekonomi Pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir masyarakat pesisir masyarakat pesisir Gerakan ekonomi mandiri Gerakan ekonomi mandiri Gerakan ekonomi mandiri berbasis agribisnis, berbasis agribisnis, berbasis agribisnis, agroindustri, kelautan dan agroindustri, kelautan dan agroindustri, kelautan dan pariwisata pariwisata pariwisata (Sumber: Pemerintah Kabupaten Garut, 2012) Pada kebijakan pemerintah dalam meningkatkan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan yang berwawasan lingkungan, pemerintah Kabupaten Garut memiliki strategi peningkatan penangkapan, budidaya dan nilai tambah melalui perbaikan mutu dan pengembangan produk melalui program kerja sebagai berikut: 28 1. Pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir. Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan aktivitas ekonomi kelautan dan perikanan, yang diukur oleh meningkatnya pendapatan dan taraf hidup nelayan untuk pengentasan kemiskinan. 2. Pengembangan perikanan tangkap. Tujuan dari program ini yang pertama adalah untuk meningkatkan produksi dan produktivitas nelayan, yang diukur oleh meningkatnya hasil tangkapan nelayan. Kedua, program ini diharapkan mampu meningkatkan sarana dan prasarana perikanan tangkap yang diukur oleh beberapa indikator yaitu: a. Meningkatnya sarana TPI/PPI b. Peningkatan jumlah rumponisasi c. Meningkatnya sarana dan prasarana penangkapan ikan (Kapal Motor) 3. Pengembangan sistem penyuluhan. Tujuan program ini agar tertatanya penyelenggaraan penyuluhan perikanan yang diukur oleh perkembangan sistem penyuluhan yang efektif dan tepat sasaran. 4. Optimalisasi pengolahan dan pemasaran produksi perikanan. Tujuan program ini pertama adalah untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil pengolahan yang diukur oleh meningkatnya jenis dan jumlah hasil olahan produk perikanan dan kelautan, dan tersedianya sarana pengolahan hasil perikanan dan kelautan. Tujuan kedua adalah untuk meningkatkan sarana pemasaran jasil perikanan, yang diukur oleh meningkatnya sarana pasar ikan dan meningkatnya volume pemasaran hasil perikanan dan kelautan. 5. Pemberdayaan masyarakat dalam pengawasan dan pengendalian sumber daya kelautan. Tujuan program ini adalah untuk membentuk kelompok masyarakat swakarsa pengaman sumber daya kelautan dan diukur oleh terlaksanannya aktivitas pengawasan dan pengendalian sumberdaya kelautan berbasis masyarakat. 3.2 Peraturan Perundang-undangan Mengelola sumberdaya alam membutuhkan adanya instrument yang digunakan sebagai framework dalam pemecahan masalah dan pencapaian tujuan. Dalam konteks penangkapan ikan hingga pendistribusiannya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup nelayan adalah Undang-Undang Dasar 1945, peraturan perundang- 29 undangan, dan peraturan menteri yang berhubungan dengan penangkapan ikan dan pendistribusiannya. Berikut adalah hirarki atau tata urut peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia berdasarkan UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. UUD 1945 TAP MPR UU/PP Pengganti UU PP Perda Kab/Kota Perda Provinsi Perpres Gambar 3. 5 Hirarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Berdasarkan UU No. 12 tahun 2011 pasal 7, PERMEN & KEPMEN di bawah perpres tapi tidak ada di hirarki, diakui keberadaannya dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Hal-hal detail dijelaskan oleh Peraturan Menteri. Aspek legal yang digunakan sebagai bahan dasar pengkajian antara kebijakan dengan penangkapan hingga pendistribusian ikan di Indonesia khususnya pada daerah PPP Cilauteureun dalam rangka meningkatkan kualitas hidup nelayan kecil adalah: 1. Undang-Undang Dasar 1945 2. Undang-Undang No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan 3. Peraturan Menteri No. 1 tahun 2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 4. Peraturan Menteri No. 2 tahun 2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan RI 5. Peraturan Menteri No. 49 tahun 2011 tentang Usaha Perikanan Tangkap 6. Keputusan Menteri No. 10 tahun 2004 tentang Pelabuhan Perikanan 7. Keputusan Menteri No. 1 tahun 2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi 30 8. Keputusan Menteri No. 6 tahun 2010 tentang Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia 9. Keputusan Menteri No. 45 tahun 2011 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan 3.2.1 Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan konstitusional. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, pada alinea ke-4 diamanatkan bahwa tujuan utama pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pengelolaan kelautan merupakan salah satu upaya untuk memajukan kesejahteraan umum, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dengan memanfaatkan sumber daya perikanan yang ada secara optimal dan mengelolanya dengan baik sebagaimana diamanatkan di dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (3) bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. 3.2.2 Undang-Undang RI No. 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan (Perubahan UU RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan) Dalam UU No. 45 tahun 2009 dijelaskan mengenai beberapa hal seperti pada pasal 1 meliputi (poin 5) penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya; (poin 7) pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati; (poin 9) kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, 31 pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan; (poin 10) nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan; (poin 11) nelayan kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 (lima) gross ton (GT); (poin 23) Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Pada pasal 2 UU No. 45 tahun 2009 ditetapkan bahwa pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kebersamaan, kemitraan, kemandirian, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, kelestarian, dan pembangunan yang berkelanjutan. Selanjutnya pada pasal 3 ditetapkan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan dilaksanakan dengan tujuan: (a) meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil, (b) meningkatkan penerimaan dan devisa negara, (c) mendorong perluasan dan kesempatan kerja, (d) meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan, (e) mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ikan, (f) meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah, dan daya saing, (g) meningkatkan ketersediaan bahan baku untk industri pengolahan ikan, (h) mencapai pemanfaatan sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan lingkungan sumber daya ikan secara optimal dan (i) menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan tata ruang. Pada pasal 5 ayat (1) ditetapkan bahwa wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia untuk penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan meliputi: (a) Perairan Indonesia, (b) ZEEI, dan (c) sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang potensial di wilayah Republik Indonesia. Gambar wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.6. Pada UU No. 45 tahun 2009 pasal 7 ayat (1) ditetapkan bahwa dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan, menteri menetapkan: (a) rencana pengelolaan perikanan, (b) potensi dan alokasi sumber daya ikan di wilayah 32 pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia, (c) jumlah tangkapan yang diperbolehkan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia, (d) potensi dan alokasi lahan pembudidayaan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia, (e) potensi dan alokasi induk serta benih ikan tertentu di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia, (f) jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan, (g) jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu penangkapan ikan, (h) daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan, (i) persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan, (j) pelabuhan perikanan, (k) sistem pemantauan kapal perikanan, (l) pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan serta lingkungannya, (m) rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan serta lingkungannya, (n) ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap. Pada pasal 7 ayat (2) menjelaskan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pengelolaan perikanan wajib mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengenai: (a) jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan, (b) jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu penangkapan ikan, (c) daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan, (d) persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan, (e) sistem pemantauan kapal perikanan, (f) jenis ikan baru yang akan dibudidayakan, (g) jenis ikan dan wilayah penebaran kembali serta penangkapan ikan berbasis budi daya, (h) pembudidayaan ikan dan perlindungannya, (i) pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan serta lingkungannya, (j) ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap, (k) kawasan konservasi perairan, (l) wabah dan wilayah wabah penyakit ikan, (m) jenis ikan yang dilarang untuk diperdagangkan, dimasukkan, dan dikeluarkan ke dan dari wilayah Negara Republik Indonesia, dan (n) jenis ikan yang dilindungi. Khusus pada pasal 7 (ayat 3) menjelaskan bahwa kewajiban mematuhi ketentuan mengenai sistem pemantauan kapal perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e tidak berlaku bagi nelayan kecil dan/atau pembudi daya-ikan kecil. Pada BAB V Undang-Undang RI No. 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan mengatur mengenai pengelolaan ikan serta penditribusiannya. Pasal 25 (ayat 1) menerangkan bahwa usaha perikanan dilaksanakan dalam sistem bisnis perikanan, meliputi praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran dimana untuk ketentuan 33 lebih lanjut mengenai praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran diatur dalam Peraturan Menteri. Pada pasal ini juga menjelaskan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah harus membina dan memfasilitasi pengembangan usaha perikanan agar memenuhi standar mutu hasil perikanan dan berkewajiban menyelenggarakan dan memfasilitasi kegiatan pemasaran usaha perikanan baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Pemerintah juga dituntut untuk membina dan memfasilitasi berkembangnya industri perikanan nasional dengan mengutamakan penggunaan bahan baku dan sumber daya manusia dalam negeri. Industri perikanan diantaranya meliputi industri yang bergerak di bidang penyediaan sarana dan prasarana penangkapan serta industri pengolahan perikanan. Pasal 41 UU No. 45 tahun 2009 menerangkan tentang peran pemerintah dalam menyelenggarakan dan melakukan pembinaan pengelolaan pelabuhan perikanan yakni: (a) rencana induk pelabuhan perikanan secara nasional, (b) klasifikasi pelabuhan perikanan (klasifikasi pelabuhan perikanan termasuk diantaranya pelabuhan perikanan samudera, pelabuhan pelabuhan perikanan nusantara dan pelabuhan perikanan pantai), (c) pengelolaan pelabuhan perikanan, (d) persyaratan dan/atau standar teknis dalam perencanaan, pembangunan, operasional, pembinaan, dan pengawasan pelabuhan perikanan, (e) wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan yang meliputi bagian perairan dan daratan tertentu yang menjadi wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan, dan (f) Untuk mendukung dan menjamin kelancaran operasional pelabuhan perikanan, ditetapkan batas-batas wilayah kerja dan pengoperasian dalam koordinat geografis. Pelabuhan perikanan mempunyai fungsi pemerintahan dan pengusahaan guna mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. Fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: (a) pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan, (b) pelayanan bongkar muat, (c) pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan, (d) pemasaran dan distribusi ikan, (e) pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan, (f) tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan, (g) pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan, (h) tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian 34 sumber daya ikan, (i) pelaksanaan kesyahbandaran, (j) tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan, (k) publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan, (l) tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan, (m) pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari, dan/atau (n) pengendalian lingkungan. Dalam hal wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan berbatasan dan/atau mempunyai kesamaan kepentingan dengan instansi lain, penetapan batasnya dilakukan melalui koordinasi dengan instansi yang bersangkutan. Untuk setiap kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan harus mendaratkan ikan tangkapan di pelabuhan perikanan yang ditetapkan atau pelabuhan lainnya yang ditunjuk. Lalu pada ayat (4) dijelaskan untuk setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan yang tidak melakukan bongkar muat ikan tangkapan di pelabuhan perikanan yang ditetapkan atau pelabuhan lainnya yang ditunjuk dikenai sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan izin, atau pencabutan izin. Pada BAB VII Undang-Undang RI No. 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan mengatur mengenai pungutan perikanan, sehingga pada pasal 48 (ayat 1) menyatakan bahwa setiap orang yang memperoleh manfaat langsung dari sumber daya ikan dan lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan di luar wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dikenakan pungutan perikanan. Kepada setiap orang yang berusaha di bidang penangkapan atau pembudidayaan ikan yang dilakukan di laut atau di perairan lainnya di dalam maupun di luar wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dikenakan pungutan perikanan karena mereka telah memperoleh manfaat langsung dari sumber daya ikan dan/atau lingkungannya. Pungutan perikanan sebagaimana merupakan penerimaan negara bukan pajak dan tidak dikenakan bagi nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil. Pungutan perikanan digunakan untuk pembangunan perikanan serta kegiatan konservasi sumber daya ikan dan lingkungannya. Pada BAB X Undang-Undang RI No. 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan mengatur mengenai pemberdayaan nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil. Pada pasal 60 (ayat 1) pemerintah memberdayakan nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil melalui: (a) penyediaan skim kredit bagi nelayan kecil dan pembudi daya-ikan 35 kecil, baik untuk modal usaha maupun biaya operasional dengan cara yang mudah, bunga pinjaman yang rendah, dan sesuai dengan kemampuan nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil, (b) penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan bagi nelayan kecil serta pembudi daya -ikan kecil untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengolahan, dan pemasaran ikan; dan (c) penumbuhkembangkan kelompok nelayan kecil, kelompok pembudi daya-ikan kecil, dan koperasi perikanan. Pemberdayaan nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil dapat juga dilakukan oleh masyarakat. Nelayan kecil bebas menangkap ikan di seluruh wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dan wajib menaati ketentuan konservasi dan ketentuan lain, dan menjaga kelestarian lingkungan perikanan dan keamanan pangan hasil perikanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil harus mendaftarkan diri, usaha, dan kegiatannya kepada instansi perikanan setempat, tanpa dikenakan biaya, yang dilakukan untuk keperluan statistik serta pemberdayaan nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil. Pada pasal 62 pemerintah menyediakan dan mengusahakan dana untuk memberdayakan nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil, baik dari sumber dalam negeri maupun sumber luar negeri, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan yang berlaku dan pengusaha perikanan mendorong kemitraan usaha yang saling menguntungkan dengan kelompok nelayan kecil atau pembudi daya-ikan kecil dalam kegiatan usaha perikanan. 3.2.3 Peraturan Menteri No. 1 tahun 2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan RI Pada Peraturan Menteri ini menjelaskan mengenai Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI) yang merupakan pembagian wilayah yang diatur oleh pemerintah untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia yang dituangkan ke dalam Peta WPP-RI. Kecamatan Cilauteureun Kabupaten Garut berada pada WPP RI 573 yang meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusatenggara, Laut Sawu dan Laut Timor bagian Barat seperti pada Gambar 3.6. 36 37 Gambar 3. 6 Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (Sumber: PERMEN No. 1 tahun 2009) 3.2.4 Peraturan Menteri No. 2 tahun 2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan RI Tujuan dari Peraturan Menteri ini adalah untuk mewujudkan pemanfaatan sumberdaya ikan yang bertanggung jawab, optimal dan berkelanjutan serta mengurangi konflik pemanfaatan sumber daya ikan berdasarkan prinsip pengelolaan sumber daya ikan. Pada pasal 3 Peraturan Menteri No. 2 tahun 2011 dijelaskan bahwa jalur penangkapan ikan di WPP-NRI terdiri dari: Jalur Penangkapan Ikan I, yang terdiri dari Jalur Penangkapan Ikan IA yang meliputi perairan pantai sampai dengan 2 (dua) mil laut yang diukur dari permukaan air laut pada surut terendah, dan Jalur Penangkapan Ikan IB meliputi perairan pantai di luar 2 (dua) mil laut sampai dengan 4 (empat) mil laut. Jalur Penangkapan Ikan II, yang meliputi perairan di luar jalur penangkapan ikan I sampai dengan 12 (dua belas) mil laut diukur dari permukaan air laut pada surut terendah. Jalur Penangkapan Ikan III yang meliputi ZEEI dan perairan di luar jalur penangkapan ikan II. Pada BAB V pasal 21 hingga 32 Peraturan Menteri No. 2 tahun 2011 menjelaskan mengenai penempatan Alat Penangkapan Ikan (API) dan Alat Bantu Penangkapan Ikan (ABPI) pada jalur penangkapan ikan dan wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia yang disesuaikan dengan: a. Sifat API, yang dibedakan menjadi tiga (3) macam yaitu statis, pasif, dan aktif. Statis merupakan alat penangkap ikan yang dipasang menetap dan tidak dipindahkan untuk jangka waktu lama. Pasif merupakan alat penangkap ikan yang dipasang menetap dalam waktu singkat. Dan aktif merupakan alat penangkapan ikan yang di operasionalkan secara aktif dan bergerak. b. Tingkat selektifitas dan kapasitas API, yang dibedakan berdasarkan ukuran, yaitu; mesh size, nomor mata pancing, tali ris atas, bukaan mulut, luasan, penaju, dan jumlah mata pancing. c. Jenis dan ukuran ABPI, yang terdiri dari jumlah rumpon dan daya/kekuatan lampu 38 d. Ukuran kapal perikanan, yang terdiri dari kapal tanpa motor, kapal motor berukuran lebih kecil dari 5 GT, kapal motor berukuran 5 – 10 GT, kapal motor berukuran 10 – 30 GT, dan kapal motor berukuran diatas 30 GT. e. Wilayah penangkapan, yang dilakukan pada jalur penangkapan ikan di WPP-RI. Gambar 3. 7 Pembagian jalur penangkapan ikan di PPP Cilauteureun, Kab. Garut Gambar 3.7 menunjukan batas antara jalur penangkapan pada wilayah Kec. Pameungpeuk Kab. Garut. Pada pasal 5 Peraturan Menteri No. 2 tahun 2011 ayat (1) jalur penangkapan ikan di WPP-NRI ditetapkan berdasarkan karakteristik kedalaman perairan yang dibedakan menjadi (2) karakteristik yaitu perairan dangkal (≤ 200 meter) dan perairan dalam (> 200 meter). 39 Berikut merupakan penempatan Alat Penangkapan Ikan yang digunakan oleh masyarakat nelayan di PPP Cilauteureun berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan: 1. API tonda (trolling lines) merupakan API yang bersifat aktif dioperasikan dengan jumlah tonda ≤ 10 buah, menggunakan kapal motor berukuran ≤ 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan 1B, II, dan III. 2. API jaring insang tetap (Set gillnets (anchored)) merupakan API yang bersifat pasif dioperasikan dengan menggunakan ukuran: a. Mesh size ≥ 1,5 inch, P ≤ 500 m, menggunakan kapal motor berukuran ≤ 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II, dan III. b. Mesh size ≥ 1,5 inch, P ≤ 1000 m, menggunakan kapal motor berukuran > 10 s/d < 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan II dan III. 3. API jaring insang hanyut (driftnets) merupakan API yang bersifat pasif dioperasikan dengan menggunakan ukuran: a. Mesh size ≥ 1,5 inch, P tali ris ≤ 500 m, menggunakan kapal motor berukuran ≤ 5 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II, dan III. b. Mesh size ≥ 1,5 inch, P tali ris ≤ 1000 m, menggunakan kapal motor berukuran > 5 s/d 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II, dan III. c. Mesh size ≥ 1,5 inch, P tali ris ≤ 2500 m, menggunakan kapal motor berukuran > 10 s/d < 30 GT dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III. 4. API jaring insang lingkar (encircling gillnets) merupakan API yang bersifat aktif dioperasikan dengan menggunakan ukuran mesh size ≥ 1,5 inch, P tali ris ≤ 600 m, menggunakan kapal motor berukuran > 5 s/d 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB dan II. 5. API jaring insang berpancang (fixed gillnets (on stakes)) merupakan API yang bersifat statis dan pasif dioperasikan dengan menggunakan ukuran mesh size ≥ 1,5 inch, P tali ris ≤ 300 m, menggunakan kapal motor berukuran ≤ 5 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IA. 6. API combined grillnets-trammer net merupakan API yang bersifat pasif dioperasikan dengan menggunakan ukuran mesh size ≥ 1 inch, P ≤ 1000 m, menggunakan kapal tanpa motor dan kapal motor menggunakan < 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IA, IB, dan II. 40 7. API payang merupakan API yang bersifat aktif dioperasikan dengan menggunakan ukuran: a. Mesh size ≥ 2 inch dan tali ris atas ≤ 100 m (kecuali mesh size paying teri 1 mm), menggunakan kapal motor berukuran > 5 s/d 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II, dan III. b. Mesh size ≥ 3 inch dan tali ris atas ≤ 200 m, menggunakan kapal motor berukuran > 10 s/d < 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan II dan III. c. Mesh size ≥ 3 inch dan tali ris atas ≤ 300 m, menggunakan kapal motor berukuran ≥ 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III. 8. API pukat tarik pantai (beach seines) merupakan API yang bersifat aktif dioperasikan dengan menggunakan ukuran mesh size ≥ 1 inch dan tali ris atas ≤ 300 m, menggunakan kapal tanpa motor dan kapal motor berukuran ≤ 5 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IA. 3.2.5 Peraturan Menteri No. 49 tahun 2011 tentang Usaha Perikanan Tangkap (Perubahan atas Peraturan Menteri No. 14 tahun 2011 tentang Usaha Perikanan Tangkap) Peraturan Menteri No 49 tahun 2011 menjelaskan mengenai usaha perikanan tangkap, dimana usaha perikanan tangkap adalah usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan penangkapan ikan dan/atau kegiatan pengangkutan. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya. Sedangkan pengankutan ikan adalah kegiatan yang khusus melakukan pengumpulan dan/atau pengangkatan ikan. Orang yang akan melakukan usaha perikanan wajib memiliki surat-surat yang sudah ditentukan pada Peraturan Menteri ini. Yang pertama adalah Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) adalah izin tertulis yang harus dimiliki perusahaan perikanan untuk melakukan usaha perikanan dengan menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin tersebut. Selanjutnya dikenal dengan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari SIUP. 41 Lalu dikenal dengan yang namanya Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan pengangkutan ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari SIUP. Direktur Jenderal berwenang menerbitkan SIUP, SIPI, dan SIKPI untuk kapal perikanan dengan ukuran di atas 30 (tiga puluh) GT. Untuk kapal berukuran antara 10 – 30 GT, kewenangan berada pada tangan gubernur di wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya. Sedangkan kapal berukuran 5 – 10 GT, kewenangan berada pada tangan bupati/walikota di wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya. Namun untuk kewajiban memiliki SIUP, SIPI, dan SIKPI dikecualikan bagi nelayan kecil. 3.2.6 Keputusan Menteri No. 10 tahun 2004 tentang Pelabuhan Perikanan Ketentuan umum pada Keputusan Menteri No. 10 tahun 2004 menyatakan bahwa Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) adalah Pelabuhan Perikanan Klas C yang skala layanannya sekurang-kurangnya mencakup kegiatan usaha perikanan di wilayah perairan pedalaman, perairan kepulauan, perairan territorial, dan Zone Ekonomi Eksklusif. Pasal 3 Keputusan Menteri No. 10 tahun 2004 menjelaskan bahwa pelabuhan perikanan dibangun oleh pemerintah, dimana apabila letak pelabuhan berada pada kabupaten suatu wilayah tertentu maka Pemerintah Kabupaten yang membangun dibawah tanggung jawab Bupati dan unit pelaksana teknis pemerintahnya berada di bawah tanggung jawab Direktur Jenderal. Pasal 6 Keputusan Menteri No. 10 tahun 2004 menjelaskan bahwa Pelabuhan Perikanan mempunyai tugas melaksanakan produksi, fasilitasi penanganan dan hasil pengolahan, fasilitasi pengendalian dan pengawasan mutu, fasilitasi pemasaran hasil perikanan di wilayahnya, fasilitasi dan melakukan pembinaan masyarakat nelayan, pengendalian dan pengawasan pemanfaatan sumberdaya ikan, fasilitasi kelancaran kegiatan kapal perikanan, serta fasilitasi pengumpulan data. Tabel 3.5 merupakan jenis beserta klasifikasi berdasarkan kriteria teknis pelabuhan perikanan di Indonesia sesuai dengan Keputusan Menteri No. 10 tahun 2004 pasal 10. 42 Tabel 3. 5 Jenis dan Klasifikasi Pelabuhan di Indonesia Tipe/Kelas Pelabuhan Kelas Wilayah Perikanan Kapal Daya Tampung Kapal (GT) ≥ 60 > 6000 GT (ekivalen Panjang Dermaga Contoh (m) Pelabuhan Wilayah laut > 300 PPS Cilacap, Perikanan teritorial, dengan 100 buah PPS Teluk Samudera (PPS) ZEEI, dan kapal berukuran 60 Bungus, PPS perairan GT) Belawan internasional 30 – 60 Wilayah laut Perikanan territorial dan dengan 75 buah Cirebon, PPN Nusantara wilayah ZEEI kapal berukuran 60 Pelabuhan Ratu, GT) PPN Untia, PPN (PPN) > 2250 GT (ekivalen 150 – 300 Pelabuhan PPN Kejawanan Ambon 10 – 30 > 300 GT (ekivalen 100 – 150 Pelabuhan Wilayah PPP Perikanan perairan dengan 75 buah Cilauteureun, Pantai (PPP) pedalaman, kapal berukuran 30 PPP Temperan, kepulauan, GT) PPP Teluk laut teritorial, Batang, PPP ZEEI Lempasing 3 – 10 > 60 GT (ekivalen 50 – 100 Pangkalan Wilayah PPI Paotere, PPI Pendaratan Ikan perairan dengan 20 buah Lhok bubon, PPI (PPI) pedalaman kapal berukuran 3 Padang Sarehat dan perairan GT) kepulauan Pada pembangunan pelabuhan perikanan terdapat fasilitas-fasilitas yang harus dimiliki seperti dijelaskan pada pasal 15, fasilitas tersebut terbagi menjadi tiga (3) macam yaitu fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang. Fasilitas pokok terdiri dari: a. Fasilitas pelindung seperti breakwater, revetment, dan groyne. b. Fasilitas tambat seperti dermaga dan jetty. c. Fasilitas perairan seperti kolam dan alur pelayaran. d. Fasilitas penghubung seperti jalan, drainase, gorong-gorong, dan jembatan. e. Fasilitas lahan seperti lahan Pelabuhan Perikanan. 43 Fasilitas fungsional terdiri dari: a. Fasilitas pemasaran hasil perikanan seperti Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan pasar ikan. b. Fasilitas navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB, rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas. c. Fasilitas suplai air bersih, es, listrik, dan bahan bakar. d. Fasilitas pemeliharaan kapal dan alat penangkap ikan seperti dock/slipway, bengkel, dan tempat perbaikan jaring. e. Fasilitas penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheed dan laboratorium pembinaan mutu. f. Fasilitas perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan dan kantor swasta lainnya. g. Fasilitas transportasi seperti alat-alat angkut kan dan es. h. Fasilitas pengolahan limbah seperti IPAL. Fasilitas penunjang terdiri dari: a. Fasilitas pembinaan nelayan seperti Balai Pertemuan Nelayan. b. Fasilitas pengelola pelabuhan seperti mess operator, pos jagam dan pos pelayanan terpadu. c. Fasilitas sosial dan umum seperti tempat penginapan nelayan, tempat peribadatan, MCK, guest house, dan kios. d. Fasilitas kios IPTEK. 3.2.7 Keputusan Menteri No. 1 tahun 2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi Pada Keputusan Menteri No. 1 tahun 2007 menjelaskan mengenai jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada proses produksi, pengolahan, dan distribusi, dimana berdasarkan Undang-Undang No. 45 tahun 2009 (perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan) telah ditetapkan agar produk pangan dalam hal ini hasil perikanan yang dipasarkan untuk dikonsumsi manusia harus mengikuti persyaratan-persyaratan yang ditetapkan sehingga dapat menjamin kesehatan manusia. Maksud ditetapkan keputusan ini untuk mengatur persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada proses produksi, pengolahan, dan ditribusi. 44 Beberapa ruang lingkup yang dibahas pada Keputusan ini meliputi kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan, tempat pendaratan ikan, tempat pelelangan ikan, unit pengolahan ikan, dan sarana distribusi hasil perikanan. 1. Kapal Penangkap Ikan dan Kapal Pengangkut Ikan a. Persyaratan umum kapal penangkap dan pengangkut ikan terdiri dari: Kapal penangkap dan pengangkut ikan yang digunakan untuk melakukan penangkapan dan penanganan di atas kapal harus memenuhi persyaratan ketentuan sanitasi dan hygiene kapal perikanan. Kapal ikan harus didesain dan dikonstruksi sehingga tidak menyebabkan kontaminasi produk dari air kotor, limbah, asap, minyak, oli, gemuk atau bahan-bahan lain. Permukaan kontak langsung dengan produk harus dibuat dari bahan yang tidak korosif yang halus dan mudah dibersihkan. Permukaan yang menggunakan pelapis harus tahan/kuat dan tahan lama serta tidak toksin. Peralatan dan bahan yang digunakan untuk menangani ikan harus terbuat dari bahan yang tidak mudah karat yang mudah dibersihkan dan disanitasi. Bila kapal penangkap dan/atau pengangkut ikan mempunyai penampung air untuk penanganan ikan, maka harus ditempatkan pada lokasi yang terhindar dari kontaminasi. b. Persyaratan khusus struktur dan peralatan kapal penangkap dan pengangkut ikan terdiri dari: Kapal ikan yang didesain dan dilengkapi peralatan untuk mempertahankan kesegaran ikan selama penangkapan hingga 24 jam. Kapal yang didesain dan dilengkapi peralatan untuk menjaga kesegaran ikan hingga 24 jam harus dilengkapi peralatan palka, tanki atau wadah untuk menyimpan ikan dan menjaga suhu pendinginannya pada titik leleh es. Palka harus terpisah dari ruang mesin dan ruang anak buah kapal untuk menjaga kontaminasi. Palka, tangki atau wadah yang digunakan harus menjamin bahwa kondisi penyimpanan dalam menjaga kesegaran ikan memenuhi persyaratan hygine. Kapal yang dilengkapi dengan pendingin dengan air laut bersih dingin, tangki harus dilengkapi dengan peralatan yang menjamin 45 kondisi suhu yang merata pada seluruh bagian tangki dengan suhu < 3oC setelah 6 jam setelah ikan ditangkap dan < 6oC. Kondisi suhu dimonitor dan dicatat. Persyaratan kapal dilengkapi dengan pembeku (freezer), kapal penangkap dan pengangkut ikan dengan freezer harus: Memiliki peralatan pembekuan yang cukup kapasitas untuk menurunkan suhu secara cepat sehingga mencapai suhu pusat ikan sama atau kurang dari -18°C; Mempunyai peralatan pembekuan yang cukup untuk menjaga produk dalam palka tidak lebih besar dari -18oC. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan alat pencatat suhu yang ditempatkan pada tempat yang mudah dibaca. Sensor suhu harus ditempatkan pada tempat suhu tertinggi di dalam palka. c. Registrasi kapal penangkap dan pengangkut ikan terdiri dari: Kapal penangkap dan pengangkut ikan yang telah menerapkan persyaratan diberikan nomor registrasi. Kapal penangkap dan pengangkut ikan wajib menerapkan persyaratan hygiene kapal ikan. Kapal penangkap dan pengangkut ikan wajib menempatkan penanggung jawab mutu di atas kapal dan memiliki sertifikat pengolah ikan (SPI). Persyaratan dan tata cara penempatan penanggung jawab mutu di atas kapal dan pemberian nomor registrasi ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. Persyaratan dan tata cara pemberian SPI sebagaimana poin c ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. d. Persyaratan hygiene kapal penangkap dan pengangkut ikan terdiri dari: Setiap kapal penangkap dan pengangkut ikan harus memenuhi persyaratan hygiene dan penerapan sistem rantai dingin. Ketika digunakan, bagian-bagian dari kapal atau wadah untuk penyimpan hasil tangkap harus dijaga kebersihannya dan dijaga selalu dalam kondisi baik, terutama tidak terkontaminasi bahan bakar dan air kotor. 46 Segera setelah diangkat ke geladak, produk perikanan harus dijaga dari kontaminasi dan dari akibat panas matahari atau sumber panas lainnya. Ketika ikan dicuci, air yang digunakan adalah air minum atau dengan air laut bersih. Produk hasil tangkap harus ditangani dan disimpan sehingga terhindar dari memar. Penanganan menggunakan ganco untuk menangani ikan besar harus dijaga agar tidak melukai daging ikan. Produk perikanan yang tidak disimpan dalam keadaan hidup harus segera didinginkan setelah naik ke kapal penangkap dan/atau pengangkut ikan. Es yang digunakan untuk pendinginan ikan harus terbuat dari air minum atau air laut bersih. Bila ikan dipotong kepala dan/atau dihilangkan isi perut, maka kegiatan tersebut harus dilakukan secara higienis setelah penangkapan, dan produk harus dicuci segera dan menyeluruh dengan air minum atau air laut bersih. Isi perut dan bagian lain yang dapat mengakibatkan bahaya kesehatan harus segera disingkirkan. Hati dan telur yang dapat dikonsumsi harus disimpan dengan es pada suhu dingin (chilling), atau dibekukan. Jika menggunakan pembekuan dengan air garam (brine) untuk ikan utuh sebagai bahan baku pengalengan, suhu tidak boleh lebih besar dari -9oC pada pusat ikan. Air garam harus tidak menjadi sumber kontaminasi ikan. e. Persyaratan hygiene terhadap penanganan di kapal penangkap dan pengangkut ikan terdiri dari: Penanggung jawab penanganan ikan di kapal penangkap dan pengangkut ikan harus bertanggung jawab dalam menerapkan cara pananganan ikan yang baik; Penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada angka 1, harus mempunyai kewenangan untuk menjamin bahwa persyaratan-persyaratan yang tercantum dalam ketentuan ini diterapkan; Penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada angka 1 juga menyediakan program pengendalian bagi Inspektur hasil perikanan untuk tujuan pemeriksaan mutu di atas kapal penangkap dan/atau pengangkut 47 ikan serta menyediakan lembaran catatan yang meliputi lembaran komentar inspektur dan pencatatan suhu; Kondisi umum hygiene tempat dan peralatan harus mempunyai kondisi yang hygiene; Karyawan yang menangani langsung hasil perikanan di atas kapal harus menggunakan pakaian kerja yang bersih dan tutup kepala sehingga menutupi rambut secara sempurna; Karyawan yang menangani hasil perikanan harus mencuci tangan sebelum memulai pekerjaan; Karyawan yang sedang mengalami luka tangan tidak boleh menangani produk; Tidak diperbolehkan merokok, meludah, makan dan minum diruang kerja dan di tempat penyimpanan produk; Pembuangan kepala dan isi perut harus dilakukan secara hygienis dan segera dicuci dengan air minum dan atau air laut bersih; Hasil perikanan yang dibungkus dan dikemas harus dilakukan pada kondisi yang hygienis untuk menghindari kontaminasi; Bahan kemasan dan bahan lain yang kontak langsung dengan hasil perikanan harus memenuhi persyaratan higiene, dan khususnya: Tidak boleh mempengaruhi karakteristik organoleptik dari hasil perikanan; Tidak boleh menularkan bahan-bahan yang membahayakan kesehatan manusia; Harus cukup kuat melindungi hasil perikanan. Penyimpanan hasil perikanan di atas kapal harus dijaga suhunya sesuai dengan persyaratan, khususnya: Hasil perikanan segar atau dilelehkan termasuk krustasea rebus yang didinginkan dan produk kekerangan harus disimpan pada suhu leleh es; Hasil perikanan beku, kecuali ikan beku yang menggunakan air garam untuk keperluan pengalengan, harus dipertahankan pada suhu pusat -18°C atau lebih rendah, untuk semua bagian produk dengan fluktuasi tidak lebih dari 3°C selama pengangkutan; Pelaku usaha penangkapan dan pengangkutan ikan harus: 48 Membuktikan kepada otoritas kompeten atas pemenuhan persyaratan sebagaimana pasal 5 hingga 9; Pelaku usaha Penangkapan dan pengangkutan ikan harus mendokumentasikan GHdP yang diterapkan. menjamin bahwa dokumen yang dikembangkan selalu dijaga tetap terkini; memelihara dokumen lainnya dan rekaman hingga periode waktu tertentu. 2. Tempat Pendaratan Ikan a. Pelaku usaha dalam melakukan bongkar muat produk perikanan di tempat pendaratan ikan wajib: Memastikan bahwa bongkar muat dan peralatan pendaratan yang berhubungan langsung dengan produk perikanan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan disanitasi serta dijaga tetap dalam keadaan baik terpelihara atau dibersihkan; Menghindari kontaminasi produk perikanan selama bongkar muat dan pendaratan khususnya dengan cara: melakukan operasi bongkar muat dan pendaratan dengan cepat; menempatkan produk perikanan dan tidak terlambat dalam melakukan perlindungan suhu sebagaimana yang dipersyaratkan; dan tidak menggunakan peralatan dan perlakuan yang menyebabkan halhal kerusakan yang tidak diinginkan pada bagian produk perikanan. b. Kegiatan penyimpanan dan pengangkutan hasil perikanan dilakukan dengan: Sistem rantai dingin; Menjaga suhu selama penyimpanan dan pengangkutan sesuai dengan persyaratan yang berlaku; Diangkut dari cold storage ke UPI untuk dilelehkan pada saat penerimaan untuk tujuan preparasi dan/atau pengolahan, di mana jarak yang ditempuh singkat, tidak melebihi 50 km atau 1 jam perjalanan; Diangkut atau disimpan dengan produk lain yang dapat mengakibatkan kontaminasi atau mempengaruhi higiene tidak diperkenankan kecuali, produk tersebut dikemas sedemikian rupa, sehingga mampu melindungi produk tersebut; 49 Menggunakan kendaraan pengangkut hasil perikanan dengan kontruksi dan dilengkapi peralatan sedemikian rupa, sehingga suhu dapat dijaga selama pengangkutan. Jika es digunakan untuk pendinginan maka harus ada saluran pembuangan untuk menjamin lelehan es tidak menggenangi produk. Permukaan bagian dalam dari alat transportasi harus didesain sedemikian rupa sehingga tidak merusak produk, di mana permukaannya harus rata, mudah dibersihkan, dan disanitasi; Menggunakan alat pengangkut yang tidak dapat mengkontaminasi produk hasil perikanan; Tidak boleh diangkut dengan menggunakan kendaraan atau wadah yang tidak bersih kecuali disanitasi terlebih dahulu; Persyaratan pengangkutan hasil perikanan yang dipasarkan dalam keadaan hidup harus tidak berpengaruh buruk terhadap hasil perikanan tersebut; Pelaku usaha penyimpanan dan pengangkutan Ikan harus: membuktikan kepada otoritas kompeten atas pemenuhan persyaratan sebagaimana butir 1 hingga 8; pelaku usaha penyimpanan dan pengangkutan Ikan harus menerapkan dan mendokumentasikan GHdP. menjamin bahwa dokumen yang dikembangkan selalu dijaga tetap terkini; memelihara dokumen lainnya dan rekaman hingga periode waktu tertentu. 3. Tempat Pelelangan Ikan a. Tempat pelelangan ikan harus memenuhi persyaratan: terlindung dan mempunyai dinding yang mudah untuk dibersihkan; mempunyai lantai yang kedap air yang mudah dibersihkan dan disanitasi, dilengkapi dengan saluran pembuangan air dan mempunyai sistem pembuangan limbah cair yang higiene; dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti tempat cuci tangan dan toilet dalam jumlah yang mencukupi. Tempat cuci tangan harus dilengkapi dengan bahan pencuci tangan dan pengering sekali pakai; mempunyai penerangan yang cukup untuk memudahkan dalam 50 pengawasan hasil perikanan; kendaraan yang mengeluarkan asap dan binatang yang dapat mempengaruhi mutu hasil perikanan tidak diperbolehkan berada dalam Tempat Pelelangan Ikan/pasar grosir; dibersihkan secara teratur minimal setiap selesai penjualan; wadah harus dibersihkan dan dibilas dengan air bersih atau air laut bersih; dilengkapi dengan tanda peringatan dilarang merokok, meludah, makan dan minum, dan diletakkan di tempat yang mudah dilihat dengan jelas; mempunyai fasilitas pasokan air bersih dan atau air laut bersih yang cukup; mempunyai wadah khusus yang tahan karat dan kedap air untuk menampung hasil perikanan yang tidak layak untuk dimakan; b. Tempat pelelangan ikan harus memenuhi persyaratan higiene dan penerapan sistem rantai dingin; c. Pelaku usaha perikanan yang bertanggungjawab pada pelelangan dan pasar induk atau pasar lainnya yang memaparkan produk, harus memenuhi persyaratan berikut: harus mempunyai fasilitas penyimpanan dingin yang dapat dikunci untuk menyimpan produk perikanan dan mempunyai fasilitas wadah untuk produk yang tidak layak konsumsi pada tempat yang diberi tanda; mempunyai tempat khusus untuk unit pengendalian kemanan hasil perikanan. d. Pada saat memaparkan atau menyimpan hasil perikanan: peralatan harus tidak digunakan untuk tujuan lain; kendaraan yang mengeluarkan asap yang dapat mempengaruhi produk tidak boleh mengkontaminasi ruangan peralatan tersebut; personil yang mempunyai akses ke ruang peralatan tidak diperbolehkan memasukkan binatang lain, dan peralatan harus memungkinkan dilakukan pengendalian oleh Otoritas Kompeten. e. Jika pendinginan tidak memungkinkan dilakukan di atas kapal, ikan segar harus didinginkan sesegera mungkin dan disimpan dengan susu mendekati suhu leleh es; 51 f. Pelaku usaha perikanan harus bekerjasama dengan otoritas kompeten sehingga memungkinkan petugas pengawas mutu dapat melakukan pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku; g. Tempat Pelelangan Ikan harus: membuktikan kepada otoritas kompeten atas pemenuhan persyaratan sebagaimana pada angka 1 hingga 6; tempat Pelelangan Ikan harus menerapkan dan mendokumentasikan GHdP. menjamin bahwa dokumen yang dikembangkan selalu dijaga tetap terkini; memelihara dokumen lainnya dan rekaman hingga periode waktu tertentu. 4. Unit Pengolahan Ikan a. Pelaku usaha perikanan pada tahap pengolahan: Harus memenuhi persyaratan umum hygiene sesuai dengan peraturan yang berlaku; Harus mengadopsi dan menerapkan persyaratan sebagai berikut: sesuai dengan kriteria mikrobiologi, kimia, dan fisik untuk hasil perikanan; prosedur yang diperlukan untuk mencapai target yang ditetapkan oleh peraturan ini; sesuai dengan persyaratan pengendalian suhu pada hasil perikanan; menjaga rantai dingin hasil perikanan; pengambilan contoh dan pengujian. Harus memenuhi kriteria, persyaratan dan target pada butir 2 harus diadopsi berdasarkan standar dan peraturan spesifik produk yang sesuai; Bila peraturan yang ada tidak spesifik dan tidak mencakup suatu produk perikanan, maka pelaku usaha dapat menggunakan standar internasional, atau metode yang dikembangkan sendiri dengan validasi ilmiahnya sesuai dengan standar atau pedoman internasional; (1) membuktikan kepada otoritas kompeten atas pemenuhan persyaratan sebagaimana butir 1 hingga 4; (2) mendokumentasikan sistem manajemen keamanan pangannya yang mencakup GMP, SSOP dan panduan mutu rencana HACCP yang diterapkan. (3) menjamin bahwa dokumen panduan mutu 52 dan dokumen lainnya yang dikembangkan selalu dijaga tetap terkini; (4) memelihara dokumen lainnya dan rekaman hingga periode waktu tertentu. b. Persyaratan Bangunan, Peralatan dan Karyawan yang meliputi: Unit Pengolahan Ikan (UPI) harus memenuhi persyaratan fasilitas minimal sebagai berikut: ruang kerja yang cukup untuk melakukan kegiatan harus mempunyai kondisi yang higiene; bangunan dan peralatan harus mampu menghindari kontaminasi terhadap produk dan terpisah antara bagian yang bersih dan yang terkontaminasi. Unit pengolahan harus dibangun di lokasi yang tidak tercemar dan yang menjamin tersedianya ikan yang bermutu baik; Bangunan unit pengolahan dan sekitarnya harus dirancang dan ditata dengan konstruksi sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan sanitasi; Setiap unit pengolahan harus memiliki laboratorium yang dapat digunakan untuk menunjang pengendalian mutu secara mandiri; Peralatan dan perlengkapan unit pengolahan harus ditata sedemikian rupa sehingga terlihat jelas tahap-tahap proses yang menjamin kelancaran pengolahan, mencegah kontaminasi silang dan mudah dibersihkan; Peralatan dan perlengkapan yang berhubungan langsung dengan ikan yang diolah harus terbuat dari bahan tahan karat, tidak menyerap air, mudah dibersihkan dan tidak menyebabkan kontaminasi sesuatu apapun terhadap bahan baku yang sedang diolah maupun produk akhir serta dirancang sesuai persyaratan sanitasi; Peralatan dan perlengkapan yang dipakai untuk menangani bahan bukan makanan atau bahan yang dapat menyebabkan kontaminasi baik secara langsung maupun tidak langsung, harus diberi tanda dan dipisahkan dengan jelas supaya tidak dipergunakan untuk menangani ikan, bahan penolong, bahan tambahan makanan serta produk akhir; Bangunan unit pengolahan, perlengkapan, peralatan serta semua sarana fisik yang digunakan harus dirawat, dibersihkan dan dipelihara secara saniter dengan tertib dan teratur; 53 Pembuangan kotoran atau limbah (padat, cair atau gas) dari lingkungan kerja harus dilakukan dengan sempurna dan memenuhi ketentuan yang berlaku; Pestisida, fumigan, desinfektan dan deterjen harus disimpan dalam ruangan terpisah dan hanya ditangani di bawah pengawasan petugas yang mengetahui tentang bahayanya untuk menghindari kontaminasi terhadap produk dan penggunaannya harus dalam batas-batas yang tidak membahayakan kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan; Tindakan pencegahan harus diambil untuk mencegah masuknya orang yang berpenyakit menular atau menyebarkan kuman penyakit menular, serangga, tikus, burung dan hama lainnya serta binatang peliharaan ke dalam halaman gedung dan ruang pengolahan; Pada setiap pintu masuk ruang pengolahan dan tempat-tempat tertentu harus disediakan perlengkapan pencuci-hama; Karyawan yang dipekerjakan harus sehat dan tidak menderita penyakit menular atau menyebarkan kuman penyakit menular; Kesehatan para karyawan harus diperiksa secara periodik untuk menghindarkan penularan penyakit baik terhadap produk maupun karyawan lainnya; Setiap karyawan harus dilengkapi dengan pakaian dan perlengkapan kerja sesuai dengan bidangnya masing-masing. c. Penanganan Hasil Perikanan harus memenuhi: Persyaratan produk segar, persyaratan produk beku, produk yang dilelehkan, persyaratan produk olahan, pengalengan, pengasapan, penggaraman, produk crustacea dan kekerangan yang dimasak, pemisahan daging ikan secara mekanis, persyaratan mengenai parasit d. Persyaratan dalam melakukan pengepakan dan pelabelan: Pengepakan harus dilakukan pada kondisi yang higienis untuk menghindari kontaminasi pada hasil perikanan; Bahan pengepak dan bahan lain yang kontak langsung dengan hasil perikanan harus memenuhi persyaratan hygiene; 54 Dengan pengecualian terhadap wadah tertentu yang terbuat dari bahan yang kedap air, halus, dan tahan karat yang mudah dibersihkan dan disanitasi, yang mungkin digunakan kembali setelah pencucian dan sanitasi, bahan pengepakan tidak boleh digunakan kembali. Bahan pengepakan yang digunakan untuk produk segar yang di-es harus dilengkapi dengan saluran pembuangan untuk lelehan air; Bahan pengepak yang tidak digunakan harus disimpan dalam bangunan yang jauh dari tempat produksi dan terlindung dari debu dan kontaminasi; Untuk tujuan pengawasan kemamputelusuran produk dapat digunakan label (untuk produk yang dikemas) atau dokumen yang menyertai (untuk produk yang tidak dikemas). 5. Sarana Distribusi Hasil Perikanan a. Sarana distribusi hasil perikanan baik yang digunakan untuk hasil tangkapan maupun budidaya harus dijaga dalam keadaan bersih dan baik untuk menghindari kontaminasi dan kerusakan fisik, dan didesain agar mudah dibersihkan dan/atau disanitasi. b. Sarana berupa kendaraan pengangkut tidak digunakan untuk tujuan lain selain hasil perikanan yang dapat mengkontaminasi hasil perikanan. c. Bila pada saat yang sama sarana kendaraan yang digunakan juga untuk mengangkut produk lain, harus dipisahkan dan dijamin kebersihannya agar tidak mengkontaminasi hasil perikanan. d. Sarana pengangkut harus dapat melindungi produk dari resiko penurunan mutu dan keamanan hasil perikanan. e. Pelaku usaha distribusi hasil perikanan harus: Membuktikan kepada otoritas kompeten atas pemenuhan persyaratan sebagaimana butir a hingga d; Pelaku usaha distribusi hasil perikanan harus mendokumentasikan sistem manajemen keamanan pangannya yang mencakup GHdP yang diterapkan. Menjamin bahwa dokumen yang dikembangkan selalu dijaga tetap terkini; Memelihara dokumen lainnya dan rekaman hingga periode waktu tertentu. 55 3.2.8 Keputusan Menteri No. 6 tahun 2010 tentang Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan bahwa pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal dan berkelanjutan, perlu menetapkan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Berikut adalah gambar Alat Penangkapan Ikan yang dipakai oleh nelayan di PPP Cilauteureun yang dijelaskan dalam Keputusan Menteri No. 6 tahun 2010: 1. Jenis alat penangkapan ikan pancing (Hook and Lines) Kelompok jenis alat penangkapan ikan pancing adalah kelompok alat penangkapan ikang yang terdiri dari tali dan mata pancing dan atau sejenisnya. Dilengkapi dengan Pengoperasian alat umpan alami, penangkapan umpan ikan buatan panacing atau dan tanpa umpan. atau sejenisnya, menggunakan atau tanpa jorang yang dilengkapi dengan umpan alami, umpan buatan atau tanpa umpan. Pengoperasiannya dilakukan pada permukaan, kolom maupun dasar perairan, umumnya untuk menangkap ikan pelagis maupun ikan demersal tergantung jenis pancing. Tonda dioperasikan di permukaan perairan dengan cara ditarik secara horizontal dengan menggunakan kapal umumnya menangkap ikan pelagis. Salah satu jenis alat penangkapan ikan pancing yang digunakan oleh nelayan di PPP Cilauteureun adalah Tonda (Trolling lines) Gambar 3. 8 Alat Penangkapan Ikan Pancing Tonda (Trolling lines) (sumber: KEPMEN No. 6 tahun 2010) 56 2. Jenis alat penangkapan ikan jaring insang (gillnets) Kelompok jenis alat penangkapan ikan jaring insang adalah kelompok jaring berbentuk empat persegi panjang dilengkapi dengan pelampung, pemberat, tali ris atas dan tali ris bawah atau tanpa tali ris bawah untuk menghadang ikan sehingga ikan tertangkap dengan cara terjerat dan/atau terpuntal dioperasikan di permukaan, pertengahan dan dasar secara menetap, hanyut dan melingkar dengan tujuan menangkap ikan pelagis dan demersal. Pengoperasian jaring insang dilakukan dengan cara menghadang arah renang gerombolan ikan pelagis atau demersal yang menjadi sasaran tangkap sehingga terjerat pada jaring. Pengoperasiannya dilakukan pada permukaan, pertengahan maupun pada dasar perairan, umumnya untuk menangkap ikan pelagis maupun ikan demersal tergantung jenis jaring isang. Jaring insang dioperasikan secara menetap, dihanyutkan, melingkar maupun terpancang pada permukaan, pertengahan maupun dasar perairan. Jaring insang ada yang satu lapis maupun berlapis. Jenis alat penangkapan ikan jaring insang yang digunakan oleh nelayan di PPP Cilauteureun adalah: a. Jaring insang tetap (Set gillnets (anchored)) Gambar 3. 9 Alat Penangkap Ikan Jaring Insang Tetap (Set gillnets (anchored)) (sumber: KEPMEN No. 6 tahun 2010) 57 b. Jaring insang hanyut (Driftnets) Gambar 3. 10 Alat Penangkap Ikan Jaring Insang Hanyut (Driftnets) (sumber: KEPMEN No. 6 tahun 2010) c. Jaring insang lingkar (Encircling gillnets) Gambar 3. 11 Alat Penangkap Ikan Jaring Insang Lingkar (Encircling gillnets) (sumber: KEPMEN No. 6 tahun 2010) 58 d. Jaring insang berpancang (Fixed gillnets (on stakes)) Gambar 3. 12 Alat Penangkap Ikan Jaring Insang Berpancang (Fixed gillnets (on stakes)) (sumber: KEPMEN No. 6 tahun 2010) e. Jaring insang berlapis (Trammel nets) Gambar 3. 13 Alat Penangkap Ikan Jaring Insang Berlapis (Trammel nets) (sumber: KEPMEN No. 6 tahun 2010) 59 f. Combined gillnets-trammel nets Gambar 3. 14 Alat Penangkap Ikan Combined gillnets-trammel nets (sumber: KEPMEN No. 6 tahun 2010) 3. Jenis alat penangkapan ikan pukat tarik Kelompok jenis alat penangkapan ikan pukat tarik adalah kelompok alat penangkapan ikan berkantong (cod-end) tanpa alat pembuka mulut jaring, pengoperasiannya dengan cara melingkari gerombolan (schooling) ikan dan menariknya ke kapal yang sedang berhenti/berlabuh jangkar atau ke darat/pantai melalui kedua bagian sayap dan tali selambar. Pengoperasian alat penangkapan ikan pukat tarik dilakukan dengan cara melingkari gerombolan ikan pelagis atau ikan demersal dengan menggunakan kapal atau tanpa kapal. Pukat ditarik kearah kapal yang sedang berhenti atau berlabuh jangkar atau ke darat/pantai melalui tali selambar di kedua bagian sayapnya. Pengoperasiannya dilakukan pada permukaan , kolom maupun dasar perairan umumnya untuk menangkap ikan pelagis maupun ikan demersal tergantung jenis pukat tarik yang digunakan. Pukat terik pantai dioperasikan di daerah pantai untuk menangkap ikan pelagis dan demersal yang hidup di daerah pantai. Jenis alat penangkapan ikan pukat tarik yang digunakan oleh nelayan di PPP Cilauteureun adalah: 60 a. Pukat tarik pantai (Beach seinses) Gambar 3. 15 Alat Penangkap Ikan Pukat Tarik Pantai (Beach seinses) (sumber: KEPMEN No. 6 tahun 2010) b. Payang Gambar 3. 16 Alat Penangkap Ikan Payang (sumber: KEPMEN No. 6 tahun 2010) 61 3.2.9 Keputusan Menteri No. 45 tahun 2011 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan estimasi potensi sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia tahun 2011. Estimasi potensi sumber daya ikan dapat dipergunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan alokasi sumber daya ikan dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan dengan mempertimbangkan status tingkat eksploitasi sumber daya ikan di masing-masing Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Tabel 3.6 menjelaskan mengenai estimasi potensi sumber daya ikan pada wilayah WPP-NRI 573 dimana Kabupaten Garut berada pada wilayah pengelolaan tersebut. Berdasarkan tabel 3.6 ikan pelagis kecil dan ikan pelagis besar memiliki potensi yang sangat besar untuk diproduksi. Sedangkan lobster, cumi-cumi, dan ikan karang memiliki potensi yang kecil. Tabel 3. 6 Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan pada Wilayah WPP-NRI 573 (dalam ribu ton/tahun) Kelompok Sumberdaya Ikan WPP 573 Ikan Pelagis Besar Ikan Pelagis Kecil Ikan Demersal Udang Penaeid Ikan Karang Konsumsi Lobster Cumi-cumi 201.4 210.6 66.2 5.9 4.5 1 2.1 Total Potensi (1.000 ton/tahun) 491.7 (Sumber: Keputusan Menteri No. 45 tahun 2011) Tabel 3.7 menjelaskan mengenai tingkat eksploitasi sumber daya ikan pada wilayah WPP-NRI 573. Berdasarkan tabel, tingkat eksploitasi tertinggi adalah udang, lemuru, mata besar, dan SBT. Sedangkan tingkat eksploitasi yang kecil adalah kelompok demersal, pelagis kecil, dan cumi-cumi. 62 3.3 Klasifikasi Hasil Inventarisasi Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan hasil inventarisasi peraturan perundang-undangan yang dilakukan pada sub bab sebelumnya, didapat dua komponen utama yang terdiri dari komponen hulu dan hilir. Komponen-kompenen tersebut akan dikelompokan berdasarkan kaitan inventaris undang-undang yang dilakukan pada sub bab sebelumnya. PER-1-MEN-2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan RI Komponen Hulu PER-2-MEN-2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Kewilayahan Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan RI PER-45-MEN-2011 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan KEP-10-MEN-2004 tentang Pelabuhan Perikanan Sarana KEP-6-MEN-2010 tentang Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia Undang-Undang No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan SDM Gambar 3. 17 Kaitan antara Kebijakan Pemerintah dengan Komponen Hulu dalam Pengelolaan Perikanan Gambar 3.16 menjelaskan mengenai kaitan antara kebijakan pemerintah berdasarkan inventarisasi yang dilakukan dengan komponen hulu pengelolaan perikanan, sedangkan pada Gambar 3.17 menjelaskan mengenai kaitan antara kebijakan pemerintah berdasarkan inventarisasi yang dilakukan dengan komponen hilir pada pengelolaan perikanan. Hal ini menunjukan hasil klasifikasi yang dilakukan berdasarkan kaitan antara undang-undang yang sudah terinventarisasi dengan komponen utama yang ditentukan. 63 Berdasarkan Peraturan Menteri No. 1 tahun 2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan RI, Peraturan Menteri No 2 tahun 2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan RI, dan Keputusan Menteri No. 45 tahun 2011 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan dapat dirangkumkan pada komponen hulu kelompok kewilayahan. Secara ringkas undang-undang tersebut menjelaskan mengenai batas-batas wilayah pengelolaan perikanan yang ada di Indonesia, batas wilayah pengelolaan yang ditentukan berdasarkan penempatan alat tangkap yang digunakan, serta sumber daya perikanan yang teralokasi berdasarkan wilayahnya. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri No. 10 tahun 2004 tentang Pelabuhan Perikanan dan Keputusan Menteri No. 6 tahun 2010 tentang Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia merangkumkan komponen hulu untuk kelompok sarana pengelolaan perikanan. Undang-undang tersebut menjelaskan mengenai sarana penangkapan yang digunakan dalam aktivitas penangkapan ikan seperti penjelasan mengenai standarisasi fasilitas pelabuhan serta jenis-jenis alat tangkap pancing dan jaring. Berdasarkan hasil inventarisasi mengenai Peraturan Menteri No. 49 tahun 2011 tentang Usaha Perikanan Tangkap dan Keputusan Menteri No. 1 tahun 2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi, dapat dirangkumkan pada komponen hilir dan dikelompokan pada distribusi hasil produksi, tata kelola, dan penjualan hasil produksi perikanan. Undang-Undang No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan meringkaskan mengenai seluruh komponen dalam pengelolaan perikanan di Indonesia, sehingga setiap komponen utama yang ditentukan di atur dalam peraturan ini. Dan komponen yang menjadi tambahan dalam mengkaji pengelolaan perikanan yaitu komponen hulu dalam kelompok sumber daya manusia perikanan. 64 Komponen Hilir KEP-1-MEN- 2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Distribusi Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi Tata Kelola PER-49-MEN No. 49 tahun 2011 tentang Usaha Perikanan Tangkap Penjualan Gambar 3. 18 Kaitan antara Kebijakan Pemerintah dengan Komponen Hilir dalam Pengelolaan Perikanan 65