10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi sebagai Transaksi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi sebagai Transaksi Pesan melalui Tanda dan Makna
Komunikasi merupakan proses kegiatan yang penting dalam kehidupan
manusia sehari-hari dan sarat akan berbagai tanda dan makna-makna di dalamnya.
Karena komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari satu individu ke
individu lainnya, baik itu bersifat pribadi maupun massal (khalayak umum).
Setiap saat proses berlangsungnya interaksi antar manusia dengan disadari atau
tanpa disadari manusia, kegiatan komunikasi tersebut memproduksi tanda. Tandatanda (signs) adalah dasar dari seluruh komunikasi. Manusia dengan perantara
tanda-tanda, dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Banyak hal yang
bisa dikomunikasikan di dunia ini.5
Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan
menggunakan lambang-lambang. Lambang yang paling umum digunakan dalam
komunikasi manusia adalah bahasa verbal dan non-verbal. 6 Bahasa verbal
biasanya dalam bentuk kata, kalimat, angka, dan tanda-tanda lain, sedang bahasa
non-verbal yang digunakan dalam komunikasi gestura (seperti: gerak tangan,
kaki, atau bagian tubuh lainnya), warna, sikap, jarak. Hal ini dimaksudkan untuk
memperkuat arti dari pesan yang disampaikan pada bahasa verbal. Sehingga
dengan kata lain komunikasi adalah proses pengoperan lambang-lambang yang
5
Alex Sobur, Pengantar : Yasraf Amir Pilliang, Semiotika Komunikasi, Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya,2004, hal.15
6
Burhan Bungin, Op. Cit., hal.10
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
memiliki arti, baik secara lisan maupun tulisan dari seseorang atau badan
(komunikator) dengan maksud agar komunikan tersebut mengerti dan paham apa
yang disampaikan sehingga komunikan tersebut mengubah perilakunya sesuai
dengan keinginan komunikator tersebut.
Menurut John Fiske dalam bukunya yang berjudul Cultural and
Communication Studies, semua komunikasi melibatkan tanda (signs) dan kode
(codes). Tanda adalah artefak atau tindakan yang merujuk pada sesuatu yang lain
di luar tanda itu sendiri, yakni tanda menandakan konstruk. Kode adalah sistem
dimana tanda-tanda diorganisasikan dan yang menentukan bagaimana tanda-tanda
itu mungkin berhubungan satu sama lain. 7 Dalam kegiatan komunikasi yang
dilakukan antar manusia tersebut, komunikasi berfungsi sebagai transaksi makna
baik oleh penyampai atau penerima pesan. Dalam konteks ini komunikasi
merupakan suatu proses personal, karena makna atau pemahaman yang diperoleh
penerima pesan pada dasarnya bersifat pribadi, persepsi seseorang peserta
komunikasi atas orang lain bergantung pada persepsi orang lain tersebut
terhadapnya, bahkan tergantung pula pada persepsi terhadap lingkungan di
sekitarnya, makin banyak kita berbagi kode yang sama, makin banyak kita
menggunakan sistem tanda yang sama, maka makin dekatlah ‘makna’ kita berdua
atas pesan yang dating pada masing-masing kita.8
Dalam sebuah proses berlangsungnya komunikasi, selalu memungkinkan
adanya proses transaksi, dimana komunikasi sebagai proses timbal balik yang
7
8
John Fiske, Cultural and Communication Studies, Yogyakarta : Jalasutra, 2006, hal.8
Ibid, hal.59
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
melibatkan gagasan dan perasaan dimana komunikator melakukan konstruksi
pesan (encoding) dan komunikan menerjemahkannya (decoding), di sinilah proses
transaksional berlangsung seperti yang dinyatakan oleh William I. Gorden bahwa
komunikasi secara ringkas dapat didefinisikan sebagai suatu dinamis yang
melibatkan gagasan dan perasaan.9
Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson menyatakan bahwa komunikasi
adalah proses memahami dan berbagi tanda.10 Seperti yang telah dijelaskan pada
pendapat tersebut bahwa komunikasi menciptakan makna-makna yang dapat
saling dipahami oleh para pelaku komunikasi.
Bagi semiotika, pesan merupakan suatu konstruksi tanda yang melalui
interaksinya
dengan
penerima
menghasilkan
makna.
Pengirim
yang
mendefinisikan sebagai transmitter pesan, meurun arti pentingnya. Penekanan
bergeser pada teks dan bagaimana teks itu ‘dibaca’. Membaca adalah proses
menemukan makna yang terjadi ketika pembaca berinteraksi dan bernegosiasi
dengan teks. Negosisasi ini terjadi karena pembaca membawa aspek-aspek
pengalaman budayanya untuk berhubungan dengan kode dan tanda yang
menyusun teks.11
Dan menurut Bernard dan Gary A. Steiner mendefinisikan komunikasi
adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya, dengan
9
John Fiske, Cultural and Communication Studies : Sebuah Pengantar Paling Komprehensif.
Yogyakarta : Jalasutra,2007,hal. 8-11
10
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung : PT. Rosdakarya,2005,hal.69
11
Ibid
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, figure, grafik, dan sebagainya.
Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasa disebut komunikasi.12
Dengan penjelasan konsep komunikasi sebagai transaksi makna seperti di
atas, dapat disimpulkan bahwa berkomunikasi yang berlangsung, tidak lepas dari
tanda-tanda yang terdapat dalam setiap unsur komunikasi yang menciptakan
makna yang serupa dari penyampai dan penerima pesan. Guna memahami adanya
tanda dan makna yang ada dalam suatu kegiatan komunikasi, maka perlu
digunakan kajian suatu kajian dalam ilmu komunikasi yang disebut dengan studi
semiotika atau semiologi. Yakni studi yang mempelajari tentang makna dari suatu
tanda.
Dan dapat disimpulkan juga bahwa komunikasi merupakan suatu proses
pertukaran makna, makna-makna tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
bahasa, simbol, gambar, gerak tubuh, dan suara, dll. Hal-hal tersebut mengandung
arti-arti tertentu sesuai dengan yang telah disepakati bersama oleh masyarakat.
Dari penjelasan diatas bisa diketahui bahwa iklan juga termasuk komunikasi,
karena suatu iklan mengandung simbol-simbol yang dikreasikan sedemikian rupa
sehingga menghasilkan suatu kesan di balik tampilannya.
12
Deddy Mulyana,Ilmu Komunikasi suatu Pengantar, Bandung : Remaja Rosdakarya,2002, hal.
62
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
2.2 Tanda dan Makna
Bahasa, dalam perspektif semiotika, hanyalah salah satu sistem tandatanda (system of sign).13 Bahasa verbal dan bahasa non-verbal yang digunakan
dalam komunikasi dapat dikatakan sebagai tanda. Kata-kata dalam bahasa bukan
sekedar alat representasi objek yang diwakilinya, melainkan memiliki fungsi
untuk mempertahankan diri.
Tanda adalah hasil asosiasi antara petanda dan penanda. Sebuah tanda
pastilah memiliki penanda dan petanda. Sebuah tanda adalah kombinasi dari
sebuah penanda dengan petanda tertentu. “Tertentu” disini berarti sebuah penanda
yang sama dapat mewakili petanda yang berbeda. Tanda adalah setiap ‘kesan
bunyi’ yang berfungsi sebagai ‘signifikasi’ sesuai yang ‘berarti’ suatu objek atau
konsep dalam dunia pengalaman yang ingin kita komunikasikan. 14
Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna
(meaning) ialah hubungan antara suatu objek atau idea dan suatu tanda.
(Littlejohn,1996:64)15
Implikasi mengenai tanda menurut John Fiske merupakan sesuatu yang
bersifat fisik, bisa dipersepsikan oleh indera kita, dimana tanda mengacu pada
sesuatu di luar tanda itu sendiri dan bergantung pada pengenalan oleh
penggunanya sehingga bisa disebut tanda. Menurut Pierce dalam menjelaskan
modelnya secara sederhana, tanda adalah sesuatu yang dikaitkan pada seseorang
untuk sesuatu dalam beberapa hal atau kapasitas. Tanda merujuk pada seseorang
13
Kris Budiman, Op.Cit., hal. 37
Dennis Mc. Quail, Teori Komunikasi Massa, Erlangga, 1987, hal.181
15
Littlejohn, Stephen W. 1996. Theories of Human Communication. Fifth Editions. New York:
Wadsworth Publishing Company.,hal. 64
14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
yakni menciptakan dibenak orang tersebut suatu tanda yang setara atau barang
kali suatu tanda lebih berkembang. Tanda yang diciptakan dinamakan interpretan
dari tanda pertama. Tanda itu menunjukkan sesuatu yakni objeknya.
Menurut Pierce dalam Eco, tanda (representamen) ialah sesuatu yang
dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu
mengacu (mewakili atau menggantikan) ke sesuatu yang lain, yang disebut objek
(denotatum). Tanda baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak
penerima tanda melalui interpretan, makna dari sebuah tanda.16
Fungsi tanda (sign) adalah alat untuk membangkitkan makna, itu karena
tanda selalu dapat dipersepsi perasaan (sence) dan pikiran (reason). Dengan
menggunakan akal sehatnya seseorang biasanya menghubungkan sebuah tanda
dengan rujukannya (reference) untuk menemukan makna. 17 Setiap tanda yang
digunakan dalam komunikasi pastilah memiliki makna, baik itu secara lisan
maupun tulisan, baik itu perorangan (komunikator) kepada orang lain
(komunikan).
Umar junus menyatakan bahwa makna dianggap sebagai fenomena yang
bisa dilihat sebagai kombinasi beberapa unsur dengan setiap unsur itu. Secara
sendiri-sendiri, unsur tersebut tidak mempunyai makna sepenuhnya.18
Makna merupakan kreasi yang aktif antara sumber dan penerima,
pendengar, penulis, atau pembaca. Suatu pesan bisa mempunyai makna yang
16
M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, Teori dan Aplikasi, Gitanyali,
Yogyakarta, 2004, hal. 43.
17
Winfried North, Handbooks of Semiotic, Bloomington & Indianapolis: Indiana University Press,
1990, hal. 79-92.
18
Alex Sobur, Analisis Teks Media : Suatu pengantar untuk Analisa Wacana, Analisis Semiotik
dan Analisis Framing, PT. Rosdakarya, Bandung, 2001, hal. 126
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
berbeda dari satu individu ke individu lain, karena makna pesan berkaitan erat
dengan masalah penafsiran dari si penerimanya. Makna ada dalam individual dan
tercipta akibat adanya suatu struktur yang dimungkinkan terbentuk oleh adanya
pengalaman-pengalaman keseharian dan kenyataan sosial dari seorang manusia.
Makna dalam komunikasi sangat penting, karena kata-kata atau kalimat
yang tidak mengandung makna tidak dapat mempengaruhi atau memberi
pengertian pada penerima. Fisher dalam ‘Pengantar Komunikasi’, merumuskan
tiga makna, yakni :
1. Makna referensial adalah makna suatu referensial atau istilah mengenai
objek, pikiran ide, atau konsep yang ditunjukan oleh istilah itu. Makna itu
lahir dari pikiran seseorang ketika suatu istilah merujuk pada objek.
2. Makna yang menunjukan arti suatu istilah, sejauh dihubungkan dengan
konsep-konsep lain. Misalnya istilah phylogiston yang dicontohkan Fisher,
kata ini dulu digunakan untuk menjelaskan proses pembakaran, tetapi
setelah ditemukan kata oksigen sebagai bahan pembakar, maka
phylogiston tidak dipakai lagi.
3. Makna internasional, adalah suatu istilah yang dimaksudkan oleh pemakai
lambang itu. Makna istilah itulah yang melahirkan makna individu.19
Makna terjadi ketika isyarat mengacu pada suatu objek dan makna itu
terjadi pada pemikiran pemakainya. Hal ini sesuai dengan teori makna yang
dikemukakan oleh Pierce, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
19
Sasa Djuarsa Sendjaya, Pengantar Ilmu Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta, 1999, hal.
92.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
Gambar 2.1
Hubungan Tanda, Objek, dan Intepretant (Triangle of Meaning)
sign
intepretant
object
Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, 2nd Edition,
Methuen & Co. Ltd, London, 1990, hal.42
Simbol atau isyarat tidak akan berarti bila penerimanya tidak melakukan
penafsiran tentang pesan yang diterimanya. Oleh karena itu makna sangat erat
kaitannya dengan isi isyarat yang disampaikan. Tetapi harus diingat, makna
isyarat tidak sama penafsirannya pada setiap individu, hal ini tergantung pada
kedudukan sosiall individu itu sendiri.
Unsur Makna Pierce : tanda adalah sesuatu yang berkaitan pada seseorang
untuk sesuatu dalam beberapa hal atau kapasitas. Tanda menunjuk pada
seseorang, yakni menciptakan di benak orang tersebut suatu tanda yang setara,
atau barangkali suatu tanda yang lebih berkembang. Tanda yang diciptakannya
dinamakan intrepretan dari tanda pertama. Tanda itu menunjukan sesuatu, yakni
objeknya.20
20
John Fiske, Cultural and Communication Studies, Yogyakarta : Jalasutra, 2006, hal. 63
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
2.3 Semiotika sebagai Sebuah Kajian tentang Tanda
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.
Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha menjalan di
dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika atau
dalam istilah Barthes, semiology, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana
kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam
hal
ini
tidak
dapat
dicampuradukan
dengan
mengkomunikasikan
(to
communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa
informasi, tetapi juga mengkonstitusikan sistem terstruktur tanda.21
Tanda-tanda (signs) adalah basis dari seluruh komunikasi. Manusia dengan
perantara tanda-tanda, dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Banyak
hal bisa dikomunikasikan di dunia ini. 22
Semiotika merupakan sebuah kajian atau ilmu tentang tanda. Kata
semiotika itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘semion’ yang berarti
“tanda”. Semiotika merupakan sebuah studi yang memfokuskan perhatiannya
pada teks, karena semiotika digunakan untuk mencari makna tersembunyi dari
sebuah teks. Semiotika juga merupakan studi tentang tanda dan segala yang
berhubungan dengannya, cara berfungsi, hubungannya dengan tanda-tanda lain,
pengiriman dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakan. Menurut
Preminger (2001), ilmu ini menganggap bahwa fenomena social atau masyarakat
dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotika mempelajari sistem21
22
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,2004, hal. 15
Ibid.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda
tersebut mempunyai arti.23
Semiotika telah berkembang luas setelah De Saussure menempatkannya
sebagai bidang pragmatik yang dihubungkan dengan sosial dan budaya.
Permasalahan semiotika dapat dibaca di jurnal-jurnal ilmiah, kamus, dan
ensiklopedia yang khusus memuat hal itu. Sebaliknya, metode semiotika telah
mempengaruhi ilmu-ilmu sosial, dan pada bidang sastra dan budaya berkaitan
dengan kritik dan representasi
simbolik. Kompleksitas semiotika sebenarnya
berpusat pada dualisme antara De Saussure (lingguistik Eropa) dengan Pierce
(filsafat Amerika). Perkembangan semiotika hingga sekarang merupakan hasil
dari dua tradisi ilmu yang berbeda.24
1. Filsafat; pemikiran filosofis mengenai tanda sudah ada sejak Plato dan
Aristoteles kemudian dilanjutkan oleh Aliaran Stoa, Agustin, 58 aliran
Skolastik,Locke, Leibnis, Wolf, Lambert, Hegel, Bolzano, hingga pada
Frege, Pierce,Wittgenstein, Husserl, Carnap, dan Morris.
2. Linguistik Eropa; meskipun berakar dari filsafat, tetapi melepaskan diri
dari filsafat. Berawal dari Ferdinand de Saussure kemudian Jacobson,
Trubetzkoy,dan Hjelmslevs. Mereka ini membuka jalan untuk berbagai
penelitian ilmiah
yang bersifat semiotis. Semiotika
semacam ini
berkembang terutama di negara-negara yang berbahasa Perancis atau
23
Rachmat Kriyantono,Teknik Praktis Riset Komunikasi, hal.261
Jurnal Ilmiah Tamaddun, ISSN. 0216-809, Vol.9 No.2, Desember 2011, TINJAUAN TEORI
TENTANG SEMIOTIKA. Sitti Rahmawati, Dosen Bahasa & Sastra Indonesia, Universitas
Muslim Indonesia. http://journal.umi.ac.id/pdfs/Tinjauan_Teori_Tentang_Semiotika.pdf.
24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
beorientasi pada kebudayaan Perancis seperti Italia, Jerman, dan Uni
Soviet (Rusia).
Tahun 1960-an kedua aliran ini justru menjadi satu
kesatuan, meskipun masih membingungkan. Tahun 1963 Georg Klaus
memperbandingkan kedua pandangan yang berbeda ini dan kemudian
mengintegrasikannya menjadi satu kesatuan (Trabaut 1996:6-7).
Semiotika banyak dipakai untuk mencari subluminal atau makna
tersembunyi dari sebuah teks. Selain itu, semiotika juga mendiskusikan berbagai
jenis tingkatan pemaknaan terhadap sebuah iklan. Pada fase awal, konsep
semiotika terhadap konotasi dan ideology sebagai kunci untuk menganalisa dalam
struktur. Bahkan berikutnya juga dalam ketidakjelasan antara keterbukaan dan
ketersembunyian makna dalam periklanan.25
Ferdinand de Saussure, seorang ahli linguistic dari Swiss sekaligus tokoh
semiotik mengemukan tanda-tanda yang digunakan dalam proses komunikasi,
dimana tanda (sign) mempunyai dua aspek penting yaitu penanda (signifier) dan
petanda (signified). Dimana penanda berupa bunyi-bunyi dan gambar, dan
petanda berupa konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar.26
Tanda (sign) adalah sesuatu yang berbentuk fisik (any sound-image)
yang dapat dilihat dan didengar yang biasanya merujuk kepada sebuah objek atau
aspek realitas yang ingin dikomunikasikan. Objek tersebut dikenal ‘referent’.
Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna
tentang objek dan orang lain akan mengintepretasikan tanda tersebut. Syaratnya
25
26
Terrence A. Shimp, Periklanan dan Promosi, Jakarta : Erlangga, 2003, hal. 165-166
Rachmat Kriyantono,Teknik Praktis Riset Komunikasi, hal. 265
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
komunikator dan komunikan harus mempunyai bahasa dan pengetahuan yang
sama terhadap sistem tanda agar komunikasi lancar.27
Dalam
perkembangannya,
muncul
pemikiran
yang
mengguncang
pemikiran-pemikiran struktural tentang bahasa, yang disebut postruktualisme.
Dalam pandangan postruktualisme, tidak lagi memusatkan pada sistem tandatanda, melainkan dengan pembentukan subjek serta peranannya dalam perubahan
bahasa. Bagi pemikir postruktualis, bahasa tidak lagi semata sistem pembeda
(defference) akan tetapi jejak (difference); penanda dan petanda tidak lagi satu
kesatuan bagai dua sisi dari selembar kertas, melainkan terpisah; petandatidak saja
begitu hadir, melainkan selalu didekonstruksi hubungan antara penanda dan
petanda tidak lagi bersifat simetris dan stabil berdasarkan konvensi, akan tetapi
terbuka bagi permainan bebas penanda.28
Dari kedua pendekatan di atas, dimana masing-masing pendekatan
memiliki pemikir-pemikir yang menganut paham tersebut. Antara paham
strukturalis dan postrukturalis, gagasan semiosis tersebut diketengahkan oleh
seorang penganut Saussure dari Perancis, yaitu Rolland Barthes. Barthes
menyikap kehadiran ‘mitologi’ dibalik barang-barang biasa dunia sehari-hari.
Bahkan meskipun barang-barang itu tampaknya dipersepsikan secara sederhana
begitu saja tanpa konsep atau verbalisasi, Barthes masih dapat memperlihatkan
bahwa intepretasi kultural adalah yang pertama kali diterima. Dunia yang kita
anggap solid ternyata tidak sesolid yang kita bayangkan. 29 Barthes menambahkan
27
Denis Mc. Quail, Mass Communication Theory,Sage Publications, London,2000.
Pilliang, Dunia yang Dilipat, Op.Cit, 317
29
Richard Harland, Superstrukturalism : Pengantar Komprehensif kepada Semiotika,
Strukturalisme, dan Poststrukturalisme, Yogyakarta : Jalasutetra, 2006, hal 73
28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
bahwa cara tanda-tanda di dalam teks berinteraksi dengan pengalaman personal
dan kultural penggunanya yang memungkinkan untuk dihasilkan makna yang
bertingkat-tingkat, yaitu denotasi dan konotasi. Penanda dan petanda akan
membentuk sebuah tanda yang nantinya akan membentuk penanda dan petanda
lainnya yang mengikuti mitos yang sudah ada.
2.4 Semiotika Charles Sanders Pierce
Semiotika atau semiotic dimunculkan pada akhir abad ke-19 oleh aliran
pragmatic Amerika, Charles Sanders Pierce yang merujuk kepada “doktrin formal
tentang tanda-tanda.” Yang menjadi dasar semiotika adalah konsep tentang tanda:
tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda,
melainkan dunia itu sendiri pun-sejauh terkait dengan pemikiran manusiaseluruhnya terdiri atas tanda-tanda karena, jika tidak begitu, manusia tidak akan
bisa menjalin hubungannya dengan realitas.
Pierce, dikenal sebagai salah satu tokoh besar dalam sejarah ilmu
semiotika dan Pierce-lah penemu teori modern tentang tanda. Titik sentral dari
semiotic Pierce adalah sebuah trikotomi dasariah mengenai relasi “menggantikan”
(stand for) di antara tanda dengan objeknya melalui interpretant. Representamen
adalah sesuatu yang bersifat inderawi yang berfungsi sebagai tanda. Kehadirannya
membangkitkan interpretant, yakni suatu tanda lain yang ekuivalen dengannya, di
dalam benak seseorang. Namun pada dasarnya representamen dan interpretant
adalah tanda, hanya saja representamen muncul mendahului interpretant. Dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
relasi antara representamen, object, dan interpretant ini membentuk struktur
triadik.30
Pierce mengembangkan seluruh klasifikasinya itu berdasarkan tiga
kategori universal dalam uraian di bawah ini :
1. Kepertamaan (firstness) adalah mode berada (mode of being) sebagaimana
adanya, positif dan tidak mengacu kepada sesuatu yang lain. Kategori dari
perasaan yang tidak terefleksikan (unreflected
felling), semata-mata
potensial, bebas, dan langsung; kualitas yang tak terbeda-bedakan
(undifferentiated quality) dan tak tergantung.
2. Kekeduaan (secondness) merupakan kategori perbandingan (comparison),
faktisitas (facticity), tindakan, realitas, dan pengalaman dalam ruang dan
waktu.
3. Keketigaan (thirdness) kategori mediasi, kebiasaan (habit), ingatan,
kontinuitas, sintesis, komunikasi (semiosis), representasi, dan tanda-tanda.
Tanda dibentuk dalam tiga sisi yaitu representamen atau tanda itu sendiri,
objek sesuatu yang dirujuk oleh tanda, dan akan membuatkan interpretant,
interpretant sendiri merupakan tanda seperti diserap oleh benak kita.31
30
Kris Budiman. Ikonisitas Semiotika Sastra dan Seni Visual. Yogyakarta : Buku Baik. 2003. hal.
50.
31
Paul Cobey dan Litza Jansz. Mengenal Semiotika for Beginners. Bandung : Mizan. 2002. hal.23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
Gambar 2.4
Hubungan segitiga Makna Pierce
sign
intepretant
object
Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, 2nd Edition,
Methuen & Co. Ltd, London, 1990, hal.42
Namun sebenarnya yang menjadi fokus dalam kajian semiotik adalah
semiosis itulah dan bukan sekedar tanda. Pierce menyebut proses semiosis seperti
proses “triadik” karena mencakup tiga unsur secara bersama, representamen
(disingkat R), hal yang diwakilinya kita sebut dengan objek (disingkat O), dan
penafsiran yang terjadi pada pikiran seseorang pada waktu menangkap R dan O
kita sebut interpretan (disingkat I). Sebenarnya, seluruh proses semiosi terjadi
hanya jika ada proses kognisi itu.32 Proses semiosis ini sering pula disebut sebagai
signifikasi (signification).33
Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Pierce disebut
ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam
hubungan triadic, yakni ground, object, dan interpretant. Tanda yang dikaitkan
dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign
adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, keras, lemah,
lembut, merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada
pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai
32
33
Benny H. Hoed, Dari Logika Tuyul ke Erotisme, hlm. 144
Kris Budiman, Semiotik Visual. Yogyakarta : Buku Baik. 2003, hlm. 26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign adalah norma
yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan
hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia.
Berdasarkan objeknya, Pierce membagi tanda atas icon (ikon), index
(indeks), dan symbol (simbol). Pertama, dengan mengikuti sifat objeknya, ketika
kita menyebut tanda sebuah ikon. Kedua, menjadi kenyataan dan keberadaannya
berkaitan dengan individual, ketika kita menyebut tanda sebuah index. Ketiga,
kurang lebih, perkiraan yang pasti bahwa hal itu diinterpretasikan sebagai objek
denotatif sebagai akibat dari suatu kebiasaan ketika kita menyebut tanda sebuah
symbol.34
Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat
bersamaan bentuk alamiah. Atau bisa juga, ikon adalah sesuatu yang
melaksanakan fungsi sebagai penanda yang serupa dengan objeknya. Di dalam
ikon, hubungan antara penanda dan petandanya memiliki kesamaan dalam
beberapa kualitas. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan
objek atau acuan yang bersifat kemiripan ; misalnya potret dan peta. Contoh lain
adalah rambu-rambu lalu lintas seperti, “Awas, banyak anak-anak!”, “ramburambu lalu lintas” semua itu memiliki kemiripan visual atau bisa juga disebut
“meniru” dengan objeknya.
Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah antara
tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda
yang langsung mengacu pada kenyataan. Bisa juga, indeks merupakan tanda yang
34
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 2006 hal 35.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
memiliki keterikatan eksistensi terhadap petandanya atau objeknya, atau sesuatu
yang melaksanakan fungsinya sebagai penanda yang mengisyaratkan penandanya.
Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api, bau kentut pertanda
ada orang yang baru saja kentut di tempat itu. Misalnya lagi, tanda panah
menunjukkan kanan dan di bawahnya ada tulisan “SOLO 20KM” adalah indeks
bahwa ke kanan 20 kilometer lagi adalah kota Solo, begitu juga dengan tomboltombol atau link dalam situs website merupakan indeks untuk menuju halaman
web yang dimaksud.
Tanda dapat pula mengacu ke denotatum melalui konvensi. Tanda seperti
itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol jadi, simbol adalah tanda
yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Tanda
linguistik umumnya merupakan simbol. Jadi simbol adalah suatu tanda yang
sudah ada aturan atau kesepakatan yang dipatuhi bersama, dan simbol ini tidak
bersifat global, karena setiap daerah yang satu belum tentu sama dengan adat
istiadat di daerah lainnya. Hubungan di antaranya bersifat arbitrer atau semena,
hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat. Simbol palang putih
dengan latar belakang merah sudah disepakati secara internasional bahwa tanda
itu berarti “STOP” atau larangan masuk.
Pendekatan tanda yang didasarkan pada Pierce (dalam Berger, 2000b :
14) 35 menandaskan bahwa tanda-tanda berkaitan dengan objek-objek yang
menyerupainya, keberadaannya memiliki hubungan sebab-akibat dengan tandatanda atau karena ikatan konvensional dengan tanda-tanda tersebut. Ia
35
Arthur Asa berger. Tanda-Tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, Penerjemah M. Dwi
Marianto dan Sunarto. Yogyakarta: Tiara Wacana. 2000b, hlm.14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
menggunakan istilah icon untuk kesamaannya, index untuk hubungan sebabakibat, dan symbol untuk asosiasi konvensional. Akan dijelaskan dalam tabel di
bawah ini :
TANDA
IKON
INDEKS
Ditandai dengan:
Persamaan (kesamaan)
SIMBOL
Hubungan sebab- Konvensi
akibat
Contoh:
Gambar-gambar
Asap/api
Kata-kata
Patung-patung
Gejala/penyakit
Isyarat
Tokoh besar
Foto Reagen
Bercak
merah/campak
Proses:
Dapat dilihat
Dapat
Harus dipelajari
diperkirakan
Tabel 2.1 Contoh Trikotomi Ikon/Indeks/Simbol Pierce
Sumber:
Arthur Asa
Berger.
2000b,
Tanda-tanda dalam
Kebudayaan
Kontemporer. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana, hlm. 14
Berdasarkan interpretant, tanda (sign, representamen) dibagi atas rheme,
dicent sign, atau dicisign dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan
orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang yang merah matanya
dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit
mata, atau mata dimasuki insekta, atau baru bangun, atau ingin tidur. Dicent sign
atau dicisign adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya, jika pada suatu jalan sering
terjadi kecelakaan, maka di tepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
bahwa disitu sering terjadi kecelakaan. Argument adalah tanda yang langsung
memberikan alasan tentang sesuatu.36
Berdasarkan berbagai klasifikasi tersebut, Pierce (Pateda, 2001: 45-47) 37
membagi tanda menjadi sepulus jenis, yaitu :
1. Qualisign, yakni kualitas sejauh yang dimiliki tanda. Kata “keras”
menunjukkan kualitas tanda. Misalnya, suaranya keras yang menandakan
orang tersebut marah atau ada sesuatu yang diinginkan.
2. Iconic Sinsign, yakni tanda yang memperlihatkan kemiripan. Contoh :
foto, diagram, peta, dan tanda baca.
3. Rhematic Indexical Sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman
langsung, yang secara langsung menarik perhatian karena kehadirannya
disebabkan oleh sesuatu. Contoh : pantai yang sering merenggut nyawa
orang yang mandi disitu akan dipasang bendera bergambar tengkorak yang
bermakna berbahaya, dilarang mandi disini.
4. Dicent Sinsign, yakni tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu.
Misalnya, tanda larangan yang terdapat di pintu masuk sebuah kantor.
5. Iconic Legisign, yakni tanda yang menginformasikan norma atau hokum.
Misalnya, rambu lalu lintas.
6. Rhematic Indexical Legisign, yakni tanda yang mengacu kepada objek
tertentu, misalnya kata ganti penunjuk. Seseorang bertanya, “Mana buku
itu?” dan dijawab ,”Itu!”
36
37
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004, hal 41-43
Pateda, Semantik Leksikal, Jakarta: Rineka Cipta, 2001, hal. 45-47
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
7. Dicent Indexical Legisign, yakni tanda yang bermakna informasi dan
menunjuk subjek informasi. Tanda berupa lampu merah yang berputarputar di atas mobil ambulans menandakan ada orang yang sakit atau orang
yang celaka yang tengah dilarikan ke rumah sakit.
8. Rhematic Symbol atau Symbolic Rheme, yakni tanda yang dihubungkan
dengan objeknya melalui asosiasi ide umum. Misalnya, kita melihat gamar
harimau. Lantas kita katakan, harimau. Mengapa mengatakan demikian,
karena ada asosiasi antara gambar dengan benda atau hewan yang kita
lihat yang namanya harimau.
9. Dicent Symbol atau proposition (proposisi) adalah tanda yang langsung
menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak. Kalau
seseorang berkata,”Pergi!” penafsiran kita langsung berasosiasi dalam
otak, dan sertamerta kita pergi. Padahal proposisi yang kita dengar hanya
kata. Kata-kata yang kita gunakan yang membentuk kalimat, semuanya
adalah proposisi yang mengandung makna yang berasosiasi di dalam otak.
Otak secara otomatis dan cepat menafsirkan proposisi itu, dan seseorang
segera menetapkan pilihan atau sikap.
10. Argument, yakni tanda yang merupakan iferens seseorang terhadap sesuatu
berdasarkan alasan tertentu. Seseorang berkata,”Gelap.” Orang itu berkata
gelap sebab ia menilai ruang itu cocok dikatakan gelap. Dengan demikian
argument merupakan tanda yang berisi penilaian atau alsan, mengapa
seseorang berkata begitu. Tentu saja penilaian tersebut mengandung
kebenaran.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
Berikut akan dijelaskan secara singkat oleh penulis dengan tabel di bawah
ini :
Trichotomy
I.
II.
III.
Of the
representamen
Qualisign
Of relation to
object
Icon
Of relation to
interpretant
Rheme
Kekeduaan
Sinsign
Index
Dicent
Keketigaan
Legisign
Symbol
Argument
Kategori
Kepertamaan
Tabel 2.2 Tiga trichotomics tanda dari Pierce
Sumber : Winfried Noth, Handbook of Semiotics.1990 : Indiana University
Press, Bloomington and Indianapolis, hal.45.
Pierce memiliki konsep penting untuk memahami suatu teks, yaitu tandatanda dalam bahasa tidak memiliki suatu struktur yang tetap tapi membentuk
peristiwa atau kejadian yang dinamik, dan bahasa tersebut tidak bisa cukup untuk
dipelajari dari sistem perspektifnya, tetapi hanya dari proses perspektifnya.(Koller
1977:73)38
2.5 Burung Garuda sebagai Lambang Negara
Setiap negara tentu memiliki simbol tersendiri atau sering disebut
sebagai lambang Negara. Seperti halnya Negara Republik Indonesia yang
memiliki simbol Burung Garuda sebagai lambang Negara. Untuk
menunjukan citra Indonesia, tidak hanya semata-mata Burung Garuda
38
Wilhem Koller.1977. Der Sprachtheoretische wert des SemiotischenZechenmodells. In Spinner,
Kaspar H.,ed., Zeichen, Text, Sinn-Zur Semiotik des literarischen Verstehens, pp.7-77. Gottingen :
Vandenhoek.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
akan tetapi ditetapkan sebagai Garuda Pancasila yang menganut dasardasar Negara Republik Indonesia, yaitu Pancasila.
Garuda
digunakan
sebagai
Lambang
Negara
untuk
menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara
yang
kuat.
Warna keemasan pada
burung
Garuda
melambangkan
keagungan dan kejayaan. Garuda memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar
yang melambangkan kekuatan dan tenaga pembangunan. 39
Burung garuda dalam Garuda Pancasila memiliki :40

17 helai bulu sayap pada masing-masing kanan dan kiri
yang melambangkan tanggal 17 untuk kemerdekaan
Republik Indonesia

8 helai pada ekor garuda melambangkan bulan ke-8 dari
kemerdekaan Republik Indonesia

45 helai bulu pada leher garuda melambangkan tahun
kemerdekaan Republik Indonesia
2.6 Iklan sebagai Susunan Tanda-tanda
Sebagai salah satu media penunjang proses pemasaran, iklan merupakan
media yang tepat untuk berkomunikasi kepada masyarakat tentang suatu produk
atau jasa yang ditawarkan. Sebagai fungsinya untuk mengkomunikasikan sesuatu
iklan harus mampu menyampaikan informasi kepada khalayak, juga mampu
39
40
http://id.wikipedia.org/wiki/Lambang_Indonesia
Ibid.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
membujuk, merayu, dan membuat khalayak melakukan seperti apa yang si
pengiklan inginkan.
Iklan sebagai media komunikasi produk dan jasa, memiliki alat-alat yaitu
bahasa, gambar, warna, dan bunyi, dan untuk dapat meneliti alat-alat tersebut
diperlukanlah cara penelitian secara intepretasi yang nanti pada akhirnya akan
dapat memaknai iklan tersebut.
Iklan terus menyiarkan kepentingan-kepentingan produk atau perusahaan
yang ditujukan ke konsumen dengan melalui pencitraan-pencitraan produk atau
perusahaan.
Produk-produk
tersebut
dicitrakan
melalui
media
dengan
menciptakan model-model iklan yang akan menuntun kesadaran konsumen yang
mengikutinya. Kajian intelektual mengenai realitas sosial dalam kaitannya dengan
iklan, menyatakan bahwa iklan itu bukan sebuah cermin realitas yang jujur. Tapi,
iklan adalah cermin yang cenderung mendistorsi, membuat menjadi cemerlang,
melebih-lebihkan, dan melakukan seleksi atas tanda-tanda atau citra-citra. Tandatanda atau citra itu tidak merefleksikan realitas tetapi mengatakan sesuatu tentang
realitas.41
Dalam membuat suatu iklan diperlukan komunikasi pesan iklan yang jelas,
akurat, dan efektif. Untuk menandai wujud atau bentuk komunikasi, maka
komunikasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu komunikasi dengan kata-kata
(verbal) dan komunikasi tanpa kata-kata (nonverbal). Komunikasi verbal adalah
saran utama untuk menyatakan pikiran, perasaan dan perasaan maksud kita.
Komunikasi verbal menggunakan kata-kata yang mempresentasikan berbagai
41
Ratna Noviani, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,2002, hal.53
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
aspek realitas individual kita.42 Komunikasi nonverbal adalah semua isyarat yang
bukan kata-kata. Menurut Larr A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi
nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu
setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan pengguna lingkungan oleh
individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. 43
Selain itu pula, lambang digunakan dalam iklan terdiri atas lambang non
verbal dan verbal. Lambang non verbal adalah bentuk dan warna yang disajikan
dalam iklan, yang tidak secara khusus meniru rupa atas bentuk realitas. Ikon
adalah bentuk dan warna yang serupa atau mirip dengan keadaan sebenarnya
seperti gambar benda, orang, atau binatang. Ikon di sini digunakan sebagai
lambang. Sedangkan lambang verbal adalah bahasa yang kita kenal.44
2.7 Logo Merupakan Bagian dari Brand Element
Brand atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan merek merupakan
nama, symbol, yang bersifat membedakan dengan maksud mengidentifikasi
barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual
tertentu.45 Dalam buku yang sama, J. Stanton yang mengatakan bahwa brand
merupakan nama, istilah, simbol, atau disain khusus atau beberapa kombinasi
unsur-unsur yang dirancang untuk mengidentifikasikan barang atau jasa yang
ditawarkan oleh penjual. 46
42
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, PT. Rosdakarya : Bandung, 2009, hal. 238
Ibid, hal. 308
44
Ibid, hal. 116
45
Aaker A. David, “Managing Brand Equity : Capitalizing on The Value of A Brand Name.”,
New York : The Free Press. 1991.
46
Ibid
43
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
Dalam suatu merek, tentu memiliki beberapa elemen, kadang disebut
dengan identitas merek, yang dapat berfungsi untuk mengidentifikasi dan
membedakan merek. Elemen-elemen tersebut meliputi nama, alamat web,
logo, symbol, karakter, slogan, jingle, kemasan. 47 Kegunan dari elemen merek
tersebut dipilih untuk memudahkan memperoleh informasi yang kuat,
menyadarkan merk yang baik, serta menyadarkan asosiasi merek yang unik.48
Logo merupakan bagian dalam brand elemen. Logo adalah lambang
atau simbol khusus yang mewakili suatu perusahaan atau organisasi. Sebuah
logo bisa berupa nama, lambang atau elemen grafis lain yang ditampilkan
secara visual. Sebuah logo diciptakan sebagai identitas agar unik dan mudah
dibedakan dengan perusahaan kompetitor/pesaing. Logo bisa diibaratkan
dengan wajah. Setiap orang bisa dengan mudah dikenali antara satu dengan
yang lain hanya dengan melihat wajah. Begitu juga halnya dengan logo. Logo
merupakan sebuah visi penyampaian citra positif melalui sebuah tampilan
sederhana dalam bentuk simbol.49
Logo mepunyai sejarah panjang yang mempunyai arti keaslian,
kepemilikan, atau asosiasi. Macam-macam logo 50 :
 Nama merk sebagai kekuatan logo, contoh : Coca-Cola, Aqua
 Logo Abstrak, contoh : Rolex (crown), Mercedes Benz (lingkaran3garis)
47
Berliani Ardha, Modul Brand Management-Brand Elemen, Chapter 5, hal. 1
Ibid
49
http://www.desainstudio.com/2010/10/logo-dan-brand-pengertian-fungsi-dan.html
50
Modul Brand Management, Berliani Ardha, SE, M.Si
48
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
 Tidak ada nama merk pada logo, yang sering disebut SIMBOL,
contoh : Apple
 Beberapa logo yang menyebutkan secara harafiah nama dari merk
guna meningkatkan kesadaran akan merk (Hammer, Polo)
Bagi sebuah perusahaan, logo merupakan tanda pengenal atau simbol dari
suatu instansi/ perusahaan yang juga merupakan inisial. Kadang logo juga
merupakan singkatan dari kepanjangan nama suatu perusahaan yang dibuat
sedemikian rupa sehingga merupakan ciri khas perusahaan tersebut.51 Bisa berupa
inisial dari nama perusahaan tersebut sehingga sangat terlihat jelas logo tersebut
mewakili perusahaan/instansi tersebut. Dari logo tersebut, dapat tercermin pula
citra perusahaan di mata khalayak. Sama halnya seperti yang diungkapkan oleh
Sularko. Herdi dkk dalam buku yang berjudul How Do They Think pada halamannya
yang ke-6 bahwa logo atau disebut juga dengan Corporate Identity atau ada istilah
lain lagi Brand Identity merupakan sebuah tanda yang secara langsung tidak
menjual, tapi memberi suatu identitas yang pada akhirnya sebagai alat pemasaran
yang signifikan, bahwa logo mampu membantu membedakan suatu produk baik
itu barang atau jasa dari kompetitornya.
51
Sukardi, Imam Haryono, Estetika Lay-Out , h.99
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download