bab ii landasan teori

advertisement
 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Sistem Distribusi Tenaga Listrik
Energi listrik disalurkan melalui penyulang-penyulang yang berupa
saluran udara atau saluran kabel tanah. Pada penyulang distribusi ini terdapat
gardu-gardu
distribusi. Gardu Distribusi berfungsi untuk menurunkan Tegangan
Distribusi
Primer menjadi Tegangan Rendah (JTR). Konsumen tenaga listrik
disambung dari JTR melalui Saluran Rumah (SR). Dari SR, tenaga listrik masuk
ke Alat Pembatas dan Pengukur (APP) terlebih dahulu sebelum memasuki
instalasi rumah milik konsumen. APP berfungsi membatasi daya dan mengukur
pemakaian tenaga listrik oleh konsumen.
Sistem Distribusi berfungsi sebagai pembagi atau penyalur tenaga listrik
ke pelanggan, dan merupakan sub sistem tenaga listrik yang langsung
berhubungan dengan pelanggan, karena catu daya pada pusat-pusat beban
(pelanggan) dilayani langsung melalui jaringan distribusi.
Tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit tenaga listrik besar dengan
tegangan dari 11 kV sampai dengan 24 kV dinaikan tegangannya oleh gardu
induk dengan transformator penaik tegangan menjadi 70 kV, 154 kV, 220 kV
atau 500 kV kemudian disalurkan melalui saluran transmisi.
Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kV dengan
trasformator penurun tegangan pada gardu induk distribusi, kemudian dengan
sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan oleh saluran
distribusi primer. Dari saluran distribusi primer diturunkan tegangannya dengan
trafo distribusi menjadi sistem tegangan rendah, yaitu 220/380 V. Selanjutnya
disalurkan oleh saluran distribusi sekunder ke konsumen-konsumen.
5
6
Gambar 2.1 Sistem Penyaluran Tenaga Listrik
2.1.1 Pengelompokan Jaringan Distribusi Tenaga Listrik
Pengelompokan jaringan distribusi menurut susunan rangkaiannya
dibedakan
menjadi dua yaitu sisitem distribusi primer dan sistem distribusi
sekunder.
1.
Jaringan Sistem Distribusi Primer
Sistem distribusi primer digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik dari
gardu induk distribusi ke pusat-pusat beban. Bentuk rangkaian jaringan
distribusi primer dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu:
a. Jaringan Distribusi Radial
Catu daya berasal dari satu titik sumber dan karena adanya percabanganpercabangan, maka arus beban yang mengalir sepanjang saluran menjadi tidak
sama besar. Untuk melokalisir gangguan pada bentuk jaringan radial ini
biasanya diperlengkapi dengan peralatan pengaman berupa fuse, sectionaliser,
recloser, atau alat pemutus beban lainnya,
Gambar 2.2 Jaringan Distribusi Radial
7
b.
Jaringan Distribusi Ring (loop)
Bila pada titik beban terdapat dua alternatif saluran berasal lebih dari satu
sumber. Jaringan ini merupakan bentuk tertutup, Susunan rangkaian penyulang
membentuk ring, yang memungkinkan titik beban dilayani dari dua arah
penyulang, sehingga kontinuitas pelayanan lebih terjamin,
Gambar 2.3 Jaringan Distribusi Tipe Ring (Loop)
c.
Jaringan Distribusi Spindle
Jaringan Distribusi Spindle biasanya terdiri atas maksimum 6 penyulang
dalam keadaan dibebani dan satu penyulang dalam keadaan kerja tanpa beban.
Saluran 6 penyulang yang beroperasi dalam keadaan berbeban dinamakan
“working feeder” atau saluran kerja dan satu saluran yang dioperasikan tanpa
beban dinamakan “express feeder”.
Gambar 2.4 Jaringan Distribusi Tipe Spindle
8
Fungsi “express feeder” dalam hal ini selain sebagai cadangan pada saat
terjadi gangguan pada salah satu “working feeder”, juga berfungsi untuk
memperkecil terjadinya drop tegangan pada sistem distribusi bersangkutan pada
keadaan
operasi normal. Dalam keadaan normal memang “express feeder” ini
sengaja dioperasikan tanpa beban.
2.
Jaringan Sistem Distribusi Sekunder
Sistem distribusi sekunder digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik
gardu distribusi ke beban-beban pada konsumen. Pada sistem distribusi
dari
sekunder bentuk saluran yang paling banyak digunakan adalah sistem radial.
Sistem ini dapat menggunakan kabel yang berisolasi maupun konduktor tanpa
isolasi. Sistem ini biasanya disebut sistem tegangan rendah yang langsung akan
dihubungkan kepada konsumen tenaga listrik.
Gambar 2.5 Hubungan Tegangan Menengah ke Tegangan Rendah dan Konsumen
2.2
Gangguan pada Sistem Distribusi Tenaga Listrik
2.2.1 Jenis Gangguan
Gangguan utama dalam saluran distribusi tenaga listrik adalah gangguan
hubung singkat. Gangguan hubung singkat ini terjadi karena tembusnya bahan
isolasi, kesalahan teknis, polusi debu, dan pengaruh alam di sekitar saluran
distribusi tenaga listrik, sehingga ada arus yang mengalir dari fasa ke tanah atau
9
antar fasa. Untuk keandalan pelayanan penyaluran tenaga listrik ke pelanggan
maka jaringan distribusi perlu dilengkapi dengan alat pengaman.
Bila ditinjau dari segi lamanya waktu gangguan, maka gangguan pada
saluran distribusi tenaga listrik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Gangguan sementara ( gangguan temporer )
Gangguan sementara ditandai dengan normalnya kerja sistem setelah
pengaman dimasukkan (menutup) kembali. Gangguan temporer yang terjadi
berulang-ulang dapat menyebabkan timbulnya kerusakan pada peralatan
sistem tenaga listrik dan hal ini dapat pula menimbulkan gangguan yang
bersifat permanen sebagai akibat adanya kerusakan peralatan tersebut.
b. Gangguan permanen ( gangguan stationer )
Gangguan permanen (gangguan stationer) ditandai dengan jatuhnya
pengaman setelah dimasukkan kembali, dan biasanya dilakukan sampai tiga
kali. Pada gangguan permanen, pengaman bisa bekerja normal kembali setelah
gangguan tersebut bisa diatasi.. Gangguan yang bersifat permanen disebabkan
karena adanya kerusakan pada peralatan sistem tenaga listrik, sehingga
gangguan ini baru bisa diatasi setelah kerusakan pada peralatan tersebut sudah
diperbaiki.
Ditinjau dari macam gangguannya, maka gangguan hubung singkat dapat
dibedakan menjadi :
a. Gangguan hubung singkat tiga fasa.
b. Gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah.
c. Gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah.
d. Gangguan hubung singkat antar fasa ( dua fasa ).
Dari empat jenis gangguan tersebut dapat dibedakan menjadi dua
kelompok gangguan, yaitu gangguan hubung singkat simetris (gangguan hubung
singkat tiga fasa) dan gangguan hubung singkat tidak simetris (gangguan hubung
singkat satu fasa dan dua fasa)
10
2.2.2 Faktor Penyebab Gangguan
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem
transmisi dan distribusi tenaga listrik antara lain :
a. Surja Petir
Kemungkinan terjadinya gangguan yang disebabkan oleh petir besar sekali,
terutama pada musim hujan. Gangguan yang disebabkan oleh petir ini sangat
berbahaya karena dapat merusak isolasi peralatan.
b. Surja Hubung
Surja hubung adalah kenaikan tegangan pada saat dilangsungkan pemutusan
arus oleh PMT. Kenaikan tegangan yang disebabkan oleh adanya gangguan
surja hubung ini dapat merusak isolasi peralatan.
c. Polusi Debu
Debu-debu yang menempel pada isolator merupakan konduktor yang dapat
menyebabkan terjadinya loncatan bunga api yang pada akhirnya dapat
menyebabkan gangguan hubung singkat fasa ke tanah.
d. Adanya pohon-pohon yang tidak terawat
Pohon-pohon yang dekat dengan saluran transmisi dan distribusi bila tidak
terawat dan rantingnya masuk ke daerah bebas saluran transmisi dan
distribusi, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan hubung singkat
fasa ke tanah.
e. Isolator yang rusak
Isolator yang rusak karena sambaran petir atau karena usia yang sudah tua bisa
menyebabkan terjadinya gangguan hubung singkat antar fasa atau gangguan
hubung singkat dari fasa ke tanah.
f. Daun-daun/sampah yang menempel pada isolator
Daun-daun/sampah yang terbang terbawa angin dan kemudian menempel pada
isolator akan mengakibatkan jarak bebas berkurang sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya loncatan bunga api. Hal ini bisa mengakibatkan
terjadinya gangguan hubung singkat antar fasa atau gangguan hubung singkat
dari fasa ke tanah.
11
2.2.3 Gangguan Hubung Singkat Tiga Fasa
Arus gangguan dihitung dengan menggunakan rumus umum ( Hukum
Ohm ), yaitu :
dengan :
I
= Arus yang mengalir pada hambatan Z (Amp)
V = Tegangan sumber (volt)
Z = Impedansi jaringan. Nilai ekivalen dari seluruh impedansi didalam
jaringan, dari sumber tegangan sampai titik gangguan (ohm).
Dengan mengetahui besarnya tegangan sumber dan nilai impedansi tiap
komponen jaringan, serta bentuk konfigurasinya di dalam sistem, maka besarnya
arus gangguan hubung singkat dapat dihitung dengan rumus di atas. Lebih lanjut,
besarnya arus yang mengalir pada tiap komponen jaringan juga dapat dihitung
dengan bantuan rumus tersebut.
Yang membedakan antara gangguan hubung singkat tiga fasa, dua fasa
atau satu fasa ke tanah adalah impedansi yang terbentuk sesuai dengan jenis
gangguan hubung singkat itu sendiri.
Hal ini ditunjukkan sebagai berikut :
Z untuk gangguan tiga-fasa
Z untuk gangguan dua-fasa
Z untuk gangguan satu-fasa ke tanah
dengan :
Z1 = Impedansi urutan Positif
Z2 = Impedansi urutan Negatif
Z0 = Impedansi urutan Nol
Gangguan hubung singkat tiga fasa adalah gangguan hubung singkat yang
berupa hubungan pendek antara ketiga fasanya. Dengan persamaan sebagai
berikut :
12
dengan :
If3ø
= Arus yang mengalir pada setiap fasa sewaktu terjadi gangguan hubung
singkat di suatu titik di dalam sistem (Ampere)
VL-N = Tegangan tiap fasa terhadap netral sistem (Volt)
Z1
= Impedansi urutan positif
Gambar 2.6 Hubung Singkat 3 Fasa (a), Rangkaian Ekivalen Hubung Singkat 3 Fasa (b).
2.2.4 Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa Ke tanah
Gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah adalah gangguan hubung
singkat yang berupa hubungan pendek dua fasa yang terhubung ke tanah. Apabila
hubung singkat terjadi pada fasa a dan b akan didapat persamaan sebagai berikut :
dengan :
If2ø
= Arus yang mengalir pada setiap fasa sewaktu terjadi gangguan hubung
singkat di suatu titik di dalam sistem (Ampere)
VL-N
= Tegangan tiap fasa terhadap netral sistem (Volt)
Z1
= Impedansi urutan positif
Z2
= Impedansi urutan negatif
Z0
= Impedansi urutan nol
13
2.2.5 Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa
Gangguan hubung singkat dua fasa adalah gangguan hubung singkat yang
berupa hubungan pendek antara satu fasa dengan fasa yang lain. Apabila hubung
singkat terjadi akan didapat persamaan sebagai berikut :
dengan :
= Arus yang mengalir pada setiap fasa sewaktu terjadi gangguan hubung
If2ø
singkat di suatu titik di dalam sistem (Ampere)
VL-N
= Tegangan tiap fasa terhadap netral sistem (Volt)
Z1
= Impedansi urutan positif
Z2
= Impedansi urutan negatif
Gambar 2.7 Hubung Singkat 2 Fasa (a), Rangkaian Ekivalen Hubung Singkat 2 Fasa (b).
2.2.6 Gangguan Hubung Singkat Satu Fasa ke Tanah
Gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah adalah gangguan hubung
singkat yang berupa hubungan pendek antara satu fasa dengan tanah. Apabila
hubung singkat terjadi pada fasa a akan didapat persamaan sebagai berikut :
dengan :
If1ø
= Arus yang mengalir pada setiap fasa sewaktu terjadi gangguan hubung
singkat di suatu titik di dalam sistem (Ampere)
14
VL-N
= Tegangan tiap fasa terhadap netral sistem (Volt)
Z1
= Impedansi urutan positif
Z2
= Impedansi urutan negatif
Z0 = Impedansi urutan nol
Gambar 2.8 Hubung Singkat 1 Fasa ke Tanah
2.3
Relai Proteksi
2.3.1 Pengertian Relai Proteksi
Relai proteksi atau relai pengaman adalah susunan peralatan yang
berfungsi untuk mendeteksi atau merasakan adanya gangguan atau mulai
merasakan adanya ketidaknormalan pada peralatan atau bagian sistem tenaga
listrik. Relai proteksi dapat mendeteksi atau merasakan adanya gangguan pada
peralatan yang diamankan dengan mengukur atau membandingkan besaranbesaran yang diterimanya, misalnya arus, tegangan, daya, sudut fasa, frekuensi,
impedansi dan sebagainya dengan besaran yang telah ditentukan.
Relai secara otomatis membuka Pemutus Tenaga (PMT) atau Circuit
Breaker (CB) untuk memisahkan peralatan atau bagian dari sistem yang
terganggu dan memberi isyarat berupa lampu atau alarm (bel) yang menandakan
sistem telah terjadi gangguan.
2.3.2 Fungsi Relai Proteksi
Dari uraian di atas maka relai proteksi pada sistem tenaga listrik berfungsi
untuk :
a. Merasakan, mengukur dan menentukan bagian sistem yang terganggu serta
memisahkan secepatnya sehingga sistem lainnya tidak terganggu dan dapat
beroperasi secara normal.
15
b. Mengurangi kerusakan yang lebih parah dari peralatan atau bagian sistem
yang terganggu.
c. Mengurangi pengaruh gangguan terhadap bagian sistem lain yang tidak
terganggu di dalam sistem tersebut serta mencegah meluasnya gangguan.
d. Memperkecil bahaya bagi manusia.
2.3.3 Syarat-syarat Relai Proteksi
Relai proteksi dirancang untuk dapat merasakan atau mengukur adanya
gangguan
atau mulai merasakan adanya ketidak normalan pada peralatan atau
bagian sistem tenaga listrik. Maka dari itu relai proteksi harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut :
a. Dapat diandalkan ( Realiable )
Dalam keadaan normal ( tidak ada gangguan ) relai tidak boleh bekerja. Tetapi
bila suatu saat terjadi gangguan yang mengharuskan relai bekerja, maka relai
tidak boleh gagal bekerja untuk mengatasi gangguan tersebut. Disamping itu
relai tidak boleh salah bekerja, sehingga menimbulkan pemadaman yang tidak
seharusnya ataupun menyulitkan analisa gangguan yang terjadi. Relai
pengaman diharapkan mempunyai jangka waktu pemakaian yang lama.
b. Selektif
Relai bertugas mengamankan peralatan atau bagian sistem dalam daerah
pengamanannya. Dengan kata lain pengamanan dinyatakan selektif bila relai
dan PMT yang bekerja hanyalah pada daerah yang terganggu saja.
c. Waktu kerja relai cepat ( Responsif )
Relai pengaman harus dapat bekerja dengan cepat segera setelah merasakan
adanya gangguan pada sistem guna mengurangi kerusakan yang lebih parah
dari peralatan atau bagian sistem yang terganggu.
d. Peka ( Sensitif )
Relai harus dapat bekerja dengan kepekaan yang tinggi, artinya harus cukup
sensiitif terhadap gangguan didaerahnya meskipun gangguan tersebut
minimum.
16
e. Ekonomis dan sederhana
Penggunaan relai pengaman harus dipertimbangkan sisi ekonomisnya tanpa
mempengaruhi fungsi relai tersebut.
2.3.4 Karakteristik Relai Proteksi
Waktu pemutusan gangguan merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam menentukan suatu skema proteksi. Hal ini dikarenakan suatu
peralatan proteksi harus dikoordinasikan waktunya dengan peralatan proteksi
lain agar hanya peralatan proteksi yang paling dekat dengan gangguan saja
yang
yang bekerja. Waktu pemutusan suatu peralatan proteksi berkaitan erat dengan
karakteristik dari peralatan proteksi tersebut.
Karakteristik kerja relai proteksi didasarkan pada waktu kerjanya, yaitu:
1.
Relai arus lebih waktu seketika (moment-instantaneous)
Relai ini akan memberi perintah kepada Pemutus Tenaga ( PMT ) pada
saat terjadi gangguan bila arus gangguan besarnya melampaui penyetelannya, dan
jangka waktu kerja relai mulai pick-up sampai kerja relai sangat singkat tanpa
penundaan waktu yaitu 20 – 60 ms.
Gambar 2.9 Relai Arus Lebih dengan Karakteristik Waktu Kerja Seketika
Keterangan Gambar 2.9 :
P
: Pegas
R
: Relai
TC
A
: Tripping Coil
: Alarm
CT
:Trafo Arus
17
2.
Relai arus lebih waktu tertentu (definite time)
Relai ini akan memberi perintah kepada Pemutus Tenaga ( PMT ) pada
saat terjadi gangguan bila besarnya arus gangguan melampaui penyetelannya, dan
jangka
waktu kerja relai mulai pick-up sampai kerja relai waktunya ditunda
dengan harga tertentu tidak dipengaruhi oleh besarnya arus gangguan.
Gambar 2.10 Relai Arus Lebih dengan Karakteristik Waktu Kerja Tertentu
Keterangan Gambar 2.10 :
CB
: Circuit Breaker
C
: Relai Arus Lebih
3.
TC
A
: Tripping Coil
: Relai Bantu
CT
S
:Trafo Arus
:Relai Sinyal
Relai arus lebih berbanding terbalik ( inverse )
Relai ini akan memberi perintah kepada Pemutus Tenaga ( PMT ) pada
saat terjadi gangguan bila besarnya arus gangguan melampaui penyetelannya, dan
jangka waktu kerja relai mulai pick-up sampai kerja relai waktu tundanya
berbanding terbalik dengan besarnya arus gangguan.
Gambar 2.11 Relai Arus Lebih dengan Karakteristik Waktu Kerja Terbalik
18
Keterangan Gambar 2.11 :
CB
: Circuit Breaker
C/T : Current/Time
TC
: Tripping Coil
CT
:Trafo Arus
Terdapat
4 macam karakteristik Inverse yaitu :
Standard Inverse
Yaitu karakteristik yang menunjukan perbandingan antara besar arus
dengan waktu kerja relai yang standar, ditulis dengan rumus :
!
$ %&
#
" "
Short Inverse
Yaitu karakteristik yang menunjukkan perbandingan antara besar arus
dengan waktu kerja relai yang lebih cepat/tinggi dari standard invers,
ditulis dengan rumus :
' (
$ )&
#
Extremelly Inverse
Yaitu karakteristik yang menunjukkan perbandingan antara besar arus
dengan waktu kerja relai yang lebih cepat/tinggi dari standard invers dan
very invers, ditulis dengan rumus :
*
$ *&
#
Long Time Inverse
Yaitu karakteristik yang menunjukkan perbandingan antara besar arus
dengan waktu kerja relai yang lebih lambat/rendah diantara karakteristik
yang lain, ditulis dengan rumus :
$ +&
#
19
Gambar 2.12 Kurva karakteristik waktu Inverse IEC
2.4
Setelan Ground Fault Relay (GFR)
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan setelan relai arus
ground fault adalah sebagai berikut :
1. Arus kerja minimum relai harus lebih besar dari arus beban maksimum dan
lebih kecil dari arus gangguan hubung singkat terkecil, yaitu arus gangguan
hubung singkat fasa ke tanah di ujung seksi.
2. Penentuan setelan dari seksi yang paling ujung dan secara bertahap dilakukan
untuk seksi-seksi berikutnya kearah sumber. Untuk menentukan setelan waktu
relai perlu diketahui beda waktu koordinasi minimum yang di perbolehkan
sesuai dengan spesifikasi relai dan pemutus daya yang dipakai.
3. Pada saat melakukan setelan waktu relai inverse, lakukanlah pada saat arus
gangguan maksimum karena untuk arus yang lebih kecil waktu kerja relai akan
lebih besar.
20
2.4.1 Setelan Arus Untuk Waktu Tunda ( I>)
Untuk penyetingan arus waktu tunda Ground Fault Relay (GFR) relai
Siemens disesuaikan dengan IEP factory setting dari buku manual Siemens 7SJ600
:
yaitu
,-. /012 3 4 &
dengan :
Iset In
= Arus setelan (Ampere)
= Arus nominal beban
2.4.2 Setelan Arus Untuk Instantaneous ( I>>)
Untuk penyetingan arus waktu seketika (Instantaneous) Ground Fault
Relay (GFR) relai Siemens disesuaikan dengan IEP factory setting dari buku
manual Siemens 7SJ600 yaitu :
IE >> = 0,8x Ifault 2
……………………………………………….….(2.11)[7]
dengan :
IE >> = Arus Setelan Instantaneous (Ampere)
ISet
= Arus Setelan (Ampere)
2.4.3 Setelan Time Multiplier Setting (TMS)
Untuk penyetingan Time Multiplier Setting (TMS) Ground Fault Relay
(GFR) relai Siemens disesuaikan dengan Setelan dari buku manual Siemens
7SJ600 yaitu :
567 ,;<=;;><= " "
8 3 9:
B
# C
,?@A
!
&
21
2.5
Relai Siemens 7SJ600
Gambar 2.13 Relai Siemens Siemens 7SJ600
Siemens Siemens 7SJ600 merupakan relai jenis numeric yang biasa
digunakan pada sistem tenaga distribusi radial dan proteksi motor, alat ini juga
dapat difungsikan sebagai backup pada penyulang, transformator, dan proteksi
diferensial generator.
Siemens 7SJ600 memiliki karakteristrik tipe waktu tertentu (definite) dan
waktu terbalik (inverse) bersamaan dengan proteksi overload dan beban tidak
seimbang sebagai sebuah kesatuan relai pengaman. Pada hal ini, komponenkomponen seperti motor,generator dan transformator dapat diamankan dari bebanbeban asimetris. Arus pendek asimetris dimana arus dapat lebih kecil daripada
arus beban atau gangguan antar fasa yang sangat dimungkinkan terdeteksi.
2.5.1 Spesifikasi Relai Siemens 7SJ600
Relai Siemens 7SJ600 memiliki spesifikasi sebagai berikut :
Frekuensi
Tegangan Kerja
= 50 / 60 Hz
= 24 / 48 Vdc
22
Gambar 2.14 Konstruksi OCR Siemens Siemens 7SJ600
Keterangan gambar 2.14 :
1. Indikator kesiapan alat (Hijau)
2. Indikator gangguan pada unit (Merah)
3. Display dua baris (LCD) dengan 8 karakter tiap barisnya
4. Lampu Indikator 1 – 4 *
5. Panel operasi **
* Keterangan lampu indikator
1. Gangguan L1
2. Gangguan L2
3. Gangguan L3
4. General Fault
23
** Keterangan Panel Operasi
Tabel 2.1 Keterangan Panel Operasi
Tombol
Fungsi
Menaikan Huruf atau nilai pada peralatan
Menurunkan Huruf atau nilai pada peralatan
Tombol ‘yes’ : operator menyetujui item yang diberikan peralatan
Tombol ‘no’ : operator tidak menyetujui item dari peralatan
Tombol ini berfungsi juga sebagai tombol RESET
Tombol Maju : Tampilan selanjutnya atau menu item yang
ditampilkan
Tombol Mundur : Menu tampilan sebelumnya
Tombol untuk ke tingkatan operasi selanjutnya
Tombol untuk ke tingkatan operasi sebelumnya
Tombol Konfirmasi
2.5.2 Penyetingan pada Relai Siemens 7SJ600
Rating arus overcurrent pick up tiap relai berbeda-beda, termasuk rating
pick up antara hubung singkat antar fasa dan fasa ke tanah pada relai Siemens
7SJ600 sendiri. Untuk mengatur input, operator telah disediakan tombol-tombol
pada panel operasi seperti yang telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya. Dari
tombol-tombol tersebut operator dapat memberikan input sesuai dengan yang
diinginkan.
24
Sebelum memasukan input pada relai, operator harus memahami dulu
ketentuan-ketentuan yang ada pada sistem proteksi seperti rumus atau landasan
teori lainya, ini dilakukan supaya tidak terjadi kegagalan sistem pada saat alat
beroperasi.
Selanjutnya operator dapat menyesuaikan input dengan rating yang
telah terpasang di alat.
Berikut ini rating yang ada pada relai untuk kategori proteksi fasa ke tanah :
1. Definite time
Tabel 2.2 Setelan karakteristik Definite Time untuk Gangguan Fasa ke Tanah
OC Pick up I> (Earth)
0,05 – 25,00 A (hingga ∞)
OC Pick up I>> (Earth)
0,05 – 25,00 A (hingga ∞)
Delay times (t) tiap OC pick up
0,00 – 60,00 s
2. Inverse time
Tabel 2.3 Setelan karakteristik Inverse Time untuk Gangguan Fasa ke Tanah
OC Pick up I> (Earth)
0,05 – 4,00 A
Time Multiple Setting (TMS)
0,05 – 3,20 s
OC Pick up I>> (Earth)
0,05 – 25,0 A
Delay times (t) tiap OC pick up
0,00 – 60,00 s
Selanjutnya adalah cara pengaturan input untuk gangguan fasa ke tanah
pada tampilan display relai Siemens 7SJ600 (standar IEC).
Tabel 2.4 Penyetelan Gangguan Fasa ke Tanah
Permulaan pada blok rangkaian :
Proteksi waktu arus lebih pada
gangguan fasa ke tanah
Nilai arus instantaneous (I>>)
25
Trip time delay untuk setelan
karakteristik Instantaneous (I>>)
Nilai Pick up untuk setelan
karakteristik definite
Trip time delay untuk setelan
karakteristik definite
Pengaturan karakteristik inverse time,
diantaranya :
- Very inverse
- Extremely inverse
- Long time inverse
- Never
Time Multiplier setting (TMS) untuk
gangguan fasa ke tanah
Nilai pick up untuk gangguan fasa ke
tanah.
Download