2. Kinorika Dewi.pmd - JURNAL EFEKTIF

advertisement
16
EfEktif
Jurnal Bisnis dan Ekonomi EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Juni
Vol. I, No. 1, Juni 2010, 16 - 30
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJALINNYA
PEMASARAN RELASIONAL PADA KONSUMEN BISNIS ECERAN
MODERN
(Studi pada Konsumen Progo Swalayan)
Kinorika Dewi
Fakultas Ekonomi Universitas Janabadra
ABSTRAK
Konsep pemasaran relasional bertujuan untuk mempertahankan pelanggan dengan menciptakan
superior customer value (SCV) sehingga konsumen akan loyal terhadap perusahaan sehingga pada
akhirnya mereka tidak akan pindah ke perusahaan pesaing. Agar pemasaran relasional dapat terjalin
maka perusahaan harus memandang konsumen sebagai mitra bisnis dimana kedua belah pihak bisa
eksis dalam jangka panjang yang sifatnya saling menguntungkan. Faktor-faktor yang membentuk
terjalinnya pemasaran relasional menjadi urgent untuk dipelajari. Teori Sheth dan Parvatiyar (1995)
menyatakan bahwa pemasaran relasional dipengaruhi oleh variabel-variabel psychological (personal)
motives, sociological motives, dan institutional motives. Dengan responden sebanyak 115 dan analisis
regresi berganda sebagai metode analisis data maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam menjalin hubungan relasional pada
bisnis eceran modern berdasarkan teori yang dikemukan oleh Sheth dan Parvatiyar (1995). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variable psychological (personal) motives tidak berpengaruh terhadap
pemasaran relasional.
Kata kunci: pemasaran relasional, bisnis eceran modern.
PENDAHULUAN
1.
Latar belakang
Pasar bebas yang terjadi dewasa ini telah
berdampak pada meningkatnya kompetisi bisnis
di dunia, termasuk Indonesia sebagai salah satu
negara yang ikut serta dalam berkompetisi. Salah
satu kelompok bisnis di Indonesia yang terkena
dampak berlakunya pasar bebas adalah bisnis
eceran modern. Semenjak diberlakukannya pasar
bebas jumlah bisnis eceran modern di Indonesia
terus berkembang, baik domestic maupun asing
terus bertambah setiap waktu. Hal ini membuat
tingkat kompetisi menjadi sangat kuat. Tak heran
bila kemudian para pelaku bisnis eceran beradu
strategi untuk memenangkan persaingan.
Para pelaku bisnis eceran dituntut untuk
mampu mendesain dan mengimplementasikan
strategi pemasaran yang berhasil menciptakan,
mempertahankan dan meningkatkan kepuasan
pelanggan sehingga pada akhirnya akan
menghasilkan kesetiaan yang tinggi agar
konsumen tidak berpindah atau beralih ke toko
eceran lain. Salah satu alternatif strategi yang
dapat digunakan untuk mempertahankan
pelanggan yang sudah ada adalah konsep marketing relationship atau pemasaran relasional.
Berry (1983) menyatakan bahwa menarik
pelanggan baru hanyalah tahap pertama dalam
proses pemasaran, selanjutnya memperkuat
relasional, mentransformasinya menjadi loyal,
dan memberlakukannya sebagai klien, merupakan
Juni
Kinorika Dewi
proses pemasaran lebih lanjut. Oliver (1999)
menegaskan perusahaan jangan berhenti pada
kepuasan pelanggan, tetapi yang lebih penting
adalah bagaimana menciptakan kesetiaan pada
pelanggan. Konsep pemasaran relasional
bertujuan untuk mempertahankan pelanggan
dengan menciptakan superior customer value
(SCV), sehingga konsumen akan loyal terhadap
perusahaan. Pada akhirnya mereka tidak akan
pindah ke perusahaan pesaing. Agar pemasaran
relasional terbangun perusahaan harus
memandang konsumen sebagai mitra bisnis
dimana kedua belah pihak (konsumen dan
perusahaan) bisa eksis dalam jangka panjang
(long-term collaborations) yang sifatnya saling
menguntungkan. Terbangunnya pemasaran
relasional pada bisnis eceran akan memberi
keuntungan baik bagi konsumen maupun
pemasar. Dari sisi konsumen, melalui pemasaran
relasional konsumen akan merasakan low-risks
dalam berbelanja, sebab mereka telah memiliki
pengetahuan produk dan pengalaman berbalanja
yang cukup. Di sisi pemasar, pemasaran relasional
akan menyulitkan kompetitor untuk bersaing.
Hasil akhir dari kedua keuntungan tersebut adalah
terciptanya kesetiaan pelanggan.
Lawan dari pemasaran relasional adalah
Transactional Marketing atau pemasaran
transaksional. System pemasaran ini hanya
melihat atau berorientasi pada transaksi yang
terjadi (semata-mata mendapatkan konsumen)
tanpa melihat lebih lanjut terhadap pemeliharaan
hubungan dengan konsumen. Hingga saat ini
topic mengenai pemasaran relasional masih
menjadi topic yang menarik untuk dibahas.
Terutama dalam bisnis eceran, pemasaran
relasional menjadi konsep yang relevan untuk
digunakan sebagai dasar menyusun strategi
bersaing. Seperti halnya yang dilakukan oleh
para pelaku bisnis eceren di Yogyakarta. Mereka
bersaing memperebutkan pangsa pasar melalui
strategi cerdas yang telah disusun. Masingmasing toko eceran berupaya menawarkan
17
produk berkualitas dan pelayanan yang istimewa.
Pada situasi ini konsumen memiliki keleluasaan
untuk menentukan toko eceran mana yang akan
dipilih sebagai tempat berbelanja. Konsumen
mempunyai banyak pilihan. Jika konsumen
merasakan kepuasan dari toko eceran pilihannya
maka akan tercipta kesetiaan atau pembelian
berulang pada toko tersebut. Pola perilaku
pembelian berulang ini menunjukkan telah
terbangunnya hubungan relasional konsumen
dengan toko eceran. Terjadinya hubungan
relasional ini tentunya karena dipengaruhi oleh
faktor-faktor tertentu yang harus dipahami oleh
para pelaku bisnis eceran. Dengan memahami
faktor-faktor yang mempengaruhi terbangunnya
hubungan relasional konsumen maka akan
memudahkan pelaku bisnis eceran dalam
menyusun strategi bersaingnya. Sheth dan
Parvatiyar (1995) telah mengembangkan konsep
yang mempelajari perilaku konsumen dalam
melakukan relasional dengan perusahaan.
Disebutkan oleh Sheth dan Parvatiyar bahwa
pelanggan memiliki motivasi tertentu ketika
memutuskan untuk terlibat dalam hubungan
relasional. Motivasi tersebut dapat diidentifikasi
sebagai berikut: psychological (personal) motives, sociological motives, dan institutional motives. Psychological (personal) motives berkaitan
dengan motivasi personal yang dapat didekati
dengan teori pembelajaran konsumen, teori cognitive consistency, pemrosesan informasi dan
memory, serta perceived risk. Hal ini bersumber
dalam diri internal pelanggan masing-masing.
Sociological motives berkaitan dengan pengaruh
keluarga dan kelompok social, serta pengaruh
reference group dan word of mouth communication. Sedangkan institutional motives berkaitan
dengan pengaruh pemerintah, institusi agama,
perusahaan serta pemasar.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini
dilakukan untuk menganalisis perilaku konsumen
dalam menjalin hubungan atau relasional dengan
toko eceran. Penelitian ini akan mengamati
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
18
perilaku konsumen Progo Swalayan dalam
melakukan hubungan relasional dengan toko
Progo Swalayan yang pada saat ini sedang
berkembang pesat.
2.
5.
Perumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: Faktor-faktor apakah yang
mempengaruhi terjalinnya pemasaran relasional
pada konsumen bisnis eceran modern?
Batasan Masalah:
1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
pemasaran relasional didasarkan pada teori
yang dikemukakan oleh Sheth dan Parvatiyar
(1995), yaitu: a) psychological (personal)
motives, b) sociological motives, dan c) institutional motives.
2. Konsumen bisnis eceran modern dibatasi
hanya pada konsumen Progo Swalayan
Yogyakarta.
Definisi Operasional:
1. Psychological (personal) motives atau
motivasi personal adalah kondisi internal
seorang pelanggan yang berkaitan dengan
aspek psikologisnya. Dalam hal ini motivasi
personal berkaitan dengan pembelajaran
konsumen, perceived risk, pemrosesan
informasi dan memori serta konsistensi
kognitif.
2. Sociological motives atau motivasi sosiologis
berkaitan dengan faktor sosiologis yang
terdiri dari pengaruh keluarga dan kelompok
social serta reference group dan word-ofmouth
3. Institutional motives atau motivasi
institusional terdiri dari pengaruh
pemerintah, agama, perusahaan dan pemasar.
4. Pemasaran Relasional adalah hubungan
yang telah terbina antara konsumen dengan
perusahaan, cenderung untuk jangka waktu
yang lama karena upaya-upaya perusahaan
untuk mewujudkannya dengan cara
3.
Juni
memberikan pelayanan yang membuat ikatan
personal dan berorientasi jangka panjang.
Bisnis eceran modern adalah segala aktivitas
yang meliputi penjualan barang dan jasa
secara langsung kepada konsumen untuk
kebutuhan pribadi mereka, bukan untuk
kegunaan bisnis. Aktivitas ini berbasis pada
toko, bukan pasar tradisional.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor yang mendorong konsumen
menjalin hubungan relasional dalam bisnis eceran
modern berdasarkan teori yang dikemukan oleh
Sheth dan Parvatiyar (1995).
TINJAUAN TEORI DAN HIPOTESIS
1.
Bisnis Eceran
Menurut Kotler (2000), bisnis eceran adalah
segala aktivitas yang meliputi penjualan barang
dan jasa secara langsung kepada konsumen untuk
kebutuhan pribadi mereka dan untuk kegunaan
non bisnis.
Karakteristik Bisnis Eceran
Sudjana (2005) mengindentifikasi terdapat
tiga karakteristik bisnis eceran, yaitu:
1. Small enough quantity: penjualan barang/
jasa dalam jumlah kecil, yaitu secukupnya
untuk dikonsumsi sendiri dalam periode
waktu tertentu. Meskpiun pengecer
mendapatkan barang dari pemasok dalam
bentuk kartonan (cases), namun tetap
memajang dan menjualnya dalam bentuk
pecahan per unit.
2. Impulsive buying, yaitu pembelian yang tidak
terencana sebelumnya. Seringkali keputusan
pembelian konsumen terhadap suatu barang
adalah yang sebelumnya tidak tercantum
dalam belanja barang (out of purchase list).
Keputusan pembelian muncul seketika
karena terstimuli oleh variasi bauran produk
(assortment) dan tingkat harga barang
ditawarkan.
Juni
3.
Kinorika Dewi
Store condition, kondisi lingkungan dan interior dalam toko yang menurut Berman dan
Evan (dalam Sudjana, 2005) dipengurhi oleh
lokasi toko, efektivitas penanganan barang,
jam buka toko, dan tingkat harga yang
bersaing.
Klasifikasi Bisnis Eceran
Klasifikasi bisnis eceran menurut Sudjana
(2005) adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan sifat kepemilikan:
a. Single-store retailer: tipe bisnis eceran
yang paling banyak jumlahnya dengan
ukuran toko umumnya di bawah 100m²,
mulai dari kios atau toko di pasar
tradisional sampai minimarket modern;
dengan kepemilikan secara indvidual.
b. Corporate retail chain mengorganisir
dua atau lebih unit toko dan pada
umumnya menangani merek atau jenis
produk yang sama dengan kepemilikan
serta manajemen yang bersifat sentral.
Contoh : Matahari Departement Store,
Hero Supermarket.
c. Franchise Stores, yaitu toko eceran yang
diabngun berdasarkan kontrak kerja
waralaba (bagi hasil) antara terwaralaba
(franchisee) yakni pengusaha investor
perseorangan dengan pewaralaba
(franchisor) yang merupakan pemegang
lisensi nama toko, sponsor dan
pengelola usaha, contohnya Circle K.
2. Berdasarkan merchandise category:
a. Specialty Store : merupakan toko eceran
yang menual satu jenis kategori barang
atau suatu tentang kategori barang yang
relatif sempit. Contoh : apotik, optik,
toko buku.
b. Grocery store: atau toko serba ada,
merupakan toko eceran yang menjual
sebagian besar kategori barangnya
adalah barang groceries (kebutuhan
sehari-hari: fresh food, perishable, dry
3.
19
food, beverage, cleanings dan cosmetics serta household items)
c. Department store: sebagian besar yang
dijual bukan kebutuhan pokok, yaitu
fashion branded items (bermerek)
dengan lebih dari 80% pola konsinyasi.
d. Hyperstore : menjual barang-barang
dalam rentang kategori barang yang
sangat luas, hampir semua jenis barang
kebutuhan, mulai dari barang grosir,
kebutuhan rumah tangga, tekstil, optikal,
dll dengan konsep one-stop-shopping.
Membutuhkan area seluas sekitar
10.000m². Toko-toko di Indoensia
tampaknya belum ada yang dapat
dikategorikan dalam tipe ini, bahkan
Carefour sekalipun.
Berdasarkan luas sales area :
a. Small store, atau kios, merupakan toko
eceran tradisional, dioperasikan sebagai
usaha kecil dengan sales area kurang
dari 100 meter persegi.
b. Minimarket, dioperasikan dengan luas
sales area antara 100 hingga 1.000m²
c. Supermarket, dioperasikan dengan luas
sales area antara 1.000 hingga 5.000m².
4. Hypermarket, dioperasikan dengan luas
sales area lebih dari 5.000m².
5. Berdasarkan Non-store retailer:
a. Multi-Level-Marketing: suatu model
penjualan barang secara langsung (direct selling) dengan sistem komisi
penjulan berperingkat berdasarkan status keanggotaan dalam distribution
lines.
b. Mail & phone order retalier, perusahaan
yang melakukan penjualan berdasarkan
pesanan melalui surat atau telepon.
c. Internet/on-line (e-commerce) : Sistem
ini mengadopsi teknologi internet
kedalam bisnis eceran dalam bentuk
online retailing.
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
20
2.
Relationship Marketing
Konsep relationship marketing pertama kali
dikemukakan oleh Berry (1983), manyatakan relationship marketing merupakan tahap lebih
lanjut dari menarik pelanggan baru, yaitu
membina hubungan dengan pelanggan agar loyal.
Sedangkan Sheth dan Parvatiyar (1995)
menegaskan bahwa pemasaran relasional
merupakan pendekatan untuk menciptakan atau
meningkatkan nilai ekonomi yang saling
menguntungkan melalui kerjasama, kolaborasi
dan program-program dengan perantara atau
konsumen akhir, yang dapat mengurangi biaya.
Demikian pula Kotler (2000) menyatakan bahwa
pemasaran relasional menekankan pada
pentingnya memelihara hubungan jangka panjang
dengan stakeholder kunci
untuk
mempertahankan preferensi dan bisnis. Beberapa
definisi tersebut mengandung esensi bahwa
pemasaran relasional merupakan aktivitas
pemasaran yang ditujukan membangun dan
mempertahankan hubungan jangka panjang
dengan stakeholder kunci, dilandasi prinsip
manfaat saling menguntungkan. Penggunaan
pemasaran relasional sebagai strategi bertolak
belakang dengan penggunaan pendekatan strategi
pemasaran dengan traditional marketing mix
yang kita kenal dengan transactional marketing.
Dalam traditional marketing mix lebih bertujuan
untuk mendapatkan konsumen daripada menjaga
konsumen. Perbedaan antara relationship marketing dengan transactional marketing dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Juni
Shet dan Parvatiyar (1995) menyebutkan
bahwa pelanggan memiliki motivasi tertentu
ketika memutuskan untuk terlibat dalam
hubungan relasional. Motivasi tersebut dapat
dikategorikan sebagai berikut: psychological
(personal) motives, sociological motives, dan institutional motives. Psychological (personal)
motives berkaitan dengan motivasi personal yang
dapat didekati dengan teori pembelajaran
konsumen, teori cognitive consistency,
pemrosesan informasi dan memory, serta perceived risk. Hal ini bersumber dalam diri internal pelanggan masing-masing. Sociological motives berkaitan dengan pengaruh keluarga dan
kelompok social, serta pengaruh reference group
dan word of mouth communication. Sedangkan
institutional motives berkaitan dengan pengaruh
pemerintah, institusi agama, perusahaan serta
pemasar.
3.
Perilaku Konsumen
Konsumen menentukan berbagai pilihan
pembelian. Kebanyakan perusahaan besar
menyelidiki keputusan pembelian konsumen
begitu rincinya untuk menemukan apa yang dibeli
konsumen, di mana mereka membeli, bagaimana
dan berapa banyak yang mereka beli, kapan
mereka membeli, dan mengapa mereka membeli.
Pemasar dapat mempelajari pembelian aktual
konsumen, tetapi menyelidiki sebab musabab
perilaku membeli mereka tidaklah mudah dijawab
seringkali tersimpan dalam dalam di kepala
konsumen.
Tabel 1.
Parameter Transaction Marketing Relationship Marketing
Parameter
Focus
Orientation
Timescale
Customer Services
Customer Commitment
Customer Contact
Quality
Sumber : (Reichheld, 1996)
Transaction Marketing
Single sale
Product Features
Short
Little Emphasis
Limited
Moderate
Primarily a concern of production
Relationship Marketing
Customer Retention
Product benefit
Long
High
High
High
Concern of all
Juni
Pertanyaan utama bagi pemasar adalah:
bagaimana konsumen menanggapi berbagai usaha
pemasaran yang dilakukan perusahaan?
Perusahaan yang benar-benar memahami
bagaimana tanggapan konsumen atas sifat-sifat
produk, harga dan pendekatan iklan yang berbeda
memiliki keunggulan yang besar atas pesaingnya.
Titik awalnya adalah model rangsangan dan
tanggapan dari perilaku membeli (atau black box
analysis). Rangsangan pemasaran terdiri dari dari
empat P : product, price, place, dan promotion.
Rangsangan lainnya mencakup kekuatan dan
peristiwa besar dalam lingkungan pembeli:
ekonomi, teknologi, politik, dan budaya. Seluruh
masukan ini memasuki kotak hitam pembeli yang
dapat diselidiki: pilihan produk, pilihan merek,
pilihan dealer, waktu membeli, dan jumlah
pembelian. Pemasar harus memahami bagaimana
rangsangan tersebut berubah menjadi tanggapantanggapan di dalam kotak hitam konsumen yang
memiliki dua bagian: Pertama, karakteristik
pembeli yang mempengaruhi bagaimana dia
bersikap dan bereaksi terhadap rangsangan;
Kedua, proses keputusan pembeli itu sendiri yang
mempengaruhi perilaku pembelian, lalu
membahas mengenai proses keputusan pembeli.
4.
21
Kinorika Dewi
Hipotesis
H.1 : Psychological (personal) motives, Sociological motives, dan institutional motives
berpengaruh terhadap terjalinnya
pemasaran relasional pada konsumen bisnis
eceran modern.
METODA PENELITIAN
1.
Model Penelitian
MOTIVASI PERSONAL
- Pembelajaran konsumen
- Perceived Risk
- Pemrosesan Informasi dan Memori
- Konsistensi Kognitif
MOTIVASI SOSIOLOGIS
- Keluarga & Kelompok Sosial
PEMASARAN RELASIONAL
- Kelompok Referensi & WOM
MOTIVASI
INSTITUSIONAL
- Agama
Diadopsi dari : Sheth dan Parvatiyar (1995).
2.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
konsumen bisnis eceran modern di Yogyakarta.
Sedangkan sampelnya adalah konsumen Progo
Swalayan Yogyakarta. Progo Swalayan
merupakan salah satu jenis bisnis eceran modern
domestik yang cukup besar di Yogyakarta.
3.
Alat Pengumpul Data
Alat yang dipakai untuk mengumpulkan data
dan informasi adalah melalui kuesioner.
4.
Metode Pengambilan sampel
Metode pengambilan sampelnya adalah nonprobability sampling (tidak acak dan subjektif),
yaitu purposive sampling (sampel non-probabilita
yang menyesuaikan diri dengan kriteria tertentu)
dalam bentuk judgement sampling (memilih
anggota sampel untuk menyesuaikan diri dengan
beberapa kriteria, yakni pelanggan Progo
Swalayan (berbelanja lebih dari satu kali), baik
laki-laki maupun perempuan dan berusia
produktif (diatas 20 tahun).
5.
Analisis data
Menggunakan analisis deskriptif dan
regresi berganda untuk mengetahui apakah
variabel independent Psychological (personal)
motives, Sociological motives, dan institutional
motives berpengaruh terhadap variable dependent
pemasaran relasional pada konsumen bisnis
eceran modern.
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Juni
Berdasarkan tingkat penghasilan,
konsumen Progo Swalayan sebagian besar
berpenghasilan antara Rp 4 juta hingga Rp. 6 juta
rupiah (33%),
dan hanya 9% yang
berpenghasilan kurang dari Rp. 1 juta rupiah.
Masa relasional atau lamanya waktu konsumen
menjalin hubungan dengan Progo Swalayan
terbanyak adalah selama lebih dari 3 (tiga) tahun,
yaitu sebesar 28%, distribusi masa relasional
lainnya adalah antara 2 – 3 tahun (28%), dan
hanya 8% yang menjalin hubungan relasional
kurang dari 6 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa
dari 115 responden konsumen Progo Swalayan
sebagain besar dari mereka (33 responden) adalah
pelanggan yang sudah menjalin hubungan
relasional lebih dari 3 tahun.
Karakteristik Responden
Tabel 2 menjelaskan bahwa dari 115
konsumen Progo Swalayan teridentifikasi
karakteristik jenis kelamin, tingkat pendidikan,
tingkat penghasilan dan durasi masa transaksional
adalah sebagai berikut: berdasarkan jenis
kelamin: dari 115 konsumen Progo Swalayan
73% berjenis kelamin perempuan, sedangkan
sisanya (27%) adalah laki-laki. Hal ini
menunjukkan bahwa aktivitas berbelanja ke toko
eceran sampai saat ini masih didominasi oleh
kaum perempuan. Berdasarkan tingkat
pendidikan, dari 115 konsumen Progo Swalayan
kebanyakan (31 responden) adalah lulusan SMA,
sedangkan distribusi tingkat pendidikan
terbanyak yang lain adalah S1 dan D3.
Tabel 2
Karakteristik Responden
L aki-laki
Pere
T ing kat Pendidikan
Jum lah
Persentase
Jum lah
SM A
3
3%
28
D3
5
4%
19
S1
13
11%
24
S2
8
7%
12
S3
2
2%
1
Jum lah
31
27%
84
> 1 juta
5
4%
10
1 juta - 2 juta
10
9%
26
2 juta - 4 juta
9
8%
34
4 juta - 6 juta
4
3%
8
T ingkat Penghasilan
6 juta <
3
3%
6
Jum lah
31
27%
84
> 6 bulan
3
3%
6
6 bulan - 1 tahun
4
3%
9
1 - 2 tahun
10
9%
18
2 - 3 tahun
9
8%
23
M asa R elasional
lebih dari 3 tahun
5
4%
28
Jum lah
31
27%
84
Total R esponden
Juni
2.
23
Kinorika Dewi
Pengujian Kuesioner
1. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS Versi 16.0 yang bertujuan untuk
mengetahui bahwa setiap butir pertanyaan yang
diajukan kepada responden telah dinyatakan valid
atau tidak. Untuk mengetahui validitas kuesioner
dilakukan dengan membandingkan r tabel dengan
r hitung. Nilai r tabel dilihat pada tabel r dengan
df= n-2 (n= jumlah responden/sampel), df = 30 –
2 = 28 . Pada tingkat kemaknaan 5%, maka akan
didapatkan angka r tabel=0,361. Nilai r hasil/output SPSS dapat dilihat pada kolom “Corrected
item-Total Correlation”. Masing-masing
pertanyaan/pernyataan dibandingkan nilai r hasil/
output dengan nilai r tabel, bila r hasil > r tabel,
maka pertanyaan tersebut valid. Berdasarkan
ketentuan ini menunjukkan bahwa seluruh item
dalam kuesioner adalah valid. Hasil uji validitas
masing-masing item kuesioner dapat dilihat pada
Tabel 3 berikut:
Tabel 3.
Hasil Uji Validitas
Item-Total Statistics
Variabel
Corrected Item-Total
Correlation
Keterangan
MOTIVASI
Pembeljrn Kons1
.732
Valid
PERSONAL
Pembeljrn Kons2
.847
Valid
Pembeljrn Kons3
.601
Valid
Percvd Risk1
.529
Valid
Percvd Risk2
.380
Valid
Percvd Risk3
.576
Valid
Pemrosesn Inf.1
.602
Valid
Pemrosesn Inf 2
.696
Valid
Pemrosesn Inf 3
.505
Valid
Konst.Kognitif1
.731
Valid
Konst. Kognitif2
.892
Valid
Konst. Kognitif3
.824
Valid
MOTIVASI
Kel.& K.Sosial1
.615
Valid
SOSILOGIS
Kel.& K.Sosial2
.693
Valid
Kel.& K.Sosial3
.675
Valid
Kel.Referensi1
.636
Valid
Kel.Referensi2
.547
Valid
Kel.Referensi3
.546
Valid
MOTIVASI
Agama1
.897
Valid
INSTITUSIONAL
Agama2
.952
Valid
Agama3
.872
Valid
Pemasar1
Pemasar2
.709
.787
Valid
Valid
Pemasar3
.729
Valid
PEMASARAN
Pmsrn.Relasional1
.861
Valid
RELASIONAL
Pmsrn.Relasional2
.858
Valid
Pmsrn.Relasional3
.873
Valid
Sumber: Data Primer diolah, 2010
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
24
1.
Uji Reliabiltas
Uji reliabilitas dilakukan dengan menghitung
nilai alfa atau dengan Cronbach’s Alpha.
Penghitungan Cronbach’s Alpha dilakukan
dengan menghitung rata-rata interkorelasi di
antara butir-butir pernyataan dalam kuesioner.
Secara umum, Sekaran (2000) menyatakan bahwa
reliabilitas yang ditentukan oleh nilai Cronbach’s
Alpha – kurang dari 0,06 dinyatakan kurang baik.
Cronbach’s Alpha dengan nilai range 0,70
dinyatakan dapat diterima dan nilai lebih dari 0,80
adalah baik. Hasil uji reliabilitas dapat dilihat
pada Tabel 4 dalam table tersebut dtunjukkan
bahwa seluruh item dalam kuesioner adalah reliable, sehingga kuesioner layak digunakan sebagai
alat pengumpul data dalam penelitian ini.
Tabel 4.
Hasil Uji Reliabilitas
Reliability Statistics
Variabel
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based
on Standardized Items
MOTIVASI
PERSONAL
.919
.922
MOTIVASI SOSIOLOGIS
.777
.781
MOTIVASI
INSTITUSIONAL
.931
.931
PMSRAN RELASIONAL
.934
.934
Sumber: Data Primer diolah, 2010
2.
Uji Asumsi Klasik
Karena dalam penelitian ini digunakan
analisis regresi berganda sebagai metode analisis
data maka agar model regresi tidak bias terlebih
dahulu harus dilakukan pengujian asumsi klasik.
Persamaan regresi berganda ditentukan sebagai
berikut:
β2X2 + β3X3
Y = α + β1X1 +β
(Y = Pemasaran Relasional; α= Intersep ; X1 = Motivasi
Personal ; X2 = Motivasi Sosiologis ;
X3 = Motivasi Institusional ; β1, β2, β3 = Koefisien
regresi)
Model regresi akan dapat dijadikan alat estimasi
yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan
Juni
BLUE (best linear unbiased estimator) yakni
tidak terdapat heteroskedastistas, tidak terdapat
multikolinearitas, dan tidak terdapat autokorelasi.
Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. jika varians
dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas
dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Dalam penelitian ini Uji heteroskedastisitas
dilakukan dengan melihat grafik plot antara nilai
prediksi variable terikat (dependen) yaitu ZPRED
dengan residualnya SRESID. Dari grafik
Scatterplots (Tabel 5) terlihat titiktitik menyebar secara acak serta
Keterangan
tersebar baik di atas maupun di
N of Items
12
Reliabel
bawah angka 0 pada sumbu Y. hal
ini dapat disimpulkan bahwa tidak
6
Reliabel
terjadi heteroskedastisitas pada
6
Reliabel
model regresi, sehingga model
3
Reliabel
regresi layak dipakai utnutk
memprediksi pengaruh motivasi personal,
motivasi sosiologis dan motivasi institusional
terhadap pemasaran transaksional.
Tabel 5.
Uji Heteroskedastisitas metode Scatterplot
Juni
25
Kinorika Dewi
multikolonieritas yang serius. Hasil penghitungan
Tolerance juga menunjukkan tidak ada variabel
independen yang memiliki nilai Tolerance kurang
dari 0.01, artinya tidak ada korelasi antara
variabel independen yang nilainya lebih dari 95%.
Hasil perhitungan nilai VIF menunjukkan hal
yang sama, tidak ada satu variabel independen
yang memiliki nilai VIF lebih dari 10,
disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak ada
multikolonieritas antar variabel independen
dalam model regresi.
Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk
menguji apakah model regresi ditemukan adanya
korelasi antar variabel independen. Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di
antara variable independen. Uji Multikolinearitas
dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan
variance inflation factor (VIF) dari hasil analisis
dengan menggunakan SPSS. Apabila nilai tolerance value lebih tinggi daripada 0,10 atau VIF
lebih kecil daripada 10 maka dapat disimpulkan
tidak terjadi multikolinearitas (Santoso. 2002 :
206). Hasil pengujian mutlikolonieritas adalah
sebagai berikut:
Tabel 6.a
Hasil Uji Multikolonieritas
Coefficient Correlationsa
Motivasi
Institusional
Model
1
Correlations
Covariances
Motivasi
Personal
Motivasi
Sosiologis
Motivasi Institusional
1.000
-.267
Motivasi Personal
-.267
1.000
-.168
Motivasi Sosiologis
-.343
-.168
1.000
Motivasi Institusional
-.343
.014
-.003
-.005
Motivasi Personal
-.003
.011
-.002
Motivasi Sosiologis
-.005
-.002
.016
a. Dependent Variable: Pemasaran Relasional
Tabel 6.b
Hasil Uji Multikolonieritas
Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
Model
1(Constant)
B
Standardized
Coefficients
Std. Error
Collinearity Statistics
t
Beta
Sig.
Tolerance
VIF
.800
.701
1.141
.256
Motivasi Personal
.016
.104
.013
.152
.879
.853
1.173
Motivasi Sosiologis
.444
.126
.316
3.536
.001
.810
1.235
Motivasi Institusional
.398
.116
.313
3.424
.001
.774
1.292
a. Dependent Variable: Pemasaran Relasional
Tabel 6. a dan b menunjukkan besarnya
korelasi antar variabel independen. Variabel
motivasi sosiologis dengan motivasi institusional
tingkat korelasinya -0.343 atau sekitar 34%. Nilai
ini masih di bawah 95% , artinya tidak terjadi
Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi digunakan untuk menguji
apakah dalam sebuah model regresi linier terdapat
korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pada periode t-1
(sebelumnya). Hasil uji pengujian dapat dilihat
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
26
Juni
4.
Uji Normalitas
Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui
apakah data yang diambil adalah data yang
terdistribusi normal, atau data akan mengikuti
bentuk distribusi normal dimana datanya
memusat pada nilai rata-rata dan median. Untuk
menguji normalitas data dalam penelitian ini
digunakan analisis grafis histogram dan grafik
normal plot. Berdasarkan Tabel 8, terlihat bahwa
dari nilai Durbin Watson (DW), jika nilai DW
terletak antara du dan (4 – dU) atau du d” DW d”
(4 – dU), berarti bebas dari Autokorelasi. Jika
nilai DW lebih kecil dari dL atau DW lebih besar
dari (4 – dL) berarti terdapat Autokorelasi. Nilai
dL dan dU dapat dilihat pada tabel Durbin
Watson, yaitu nilai dL ; dU = á ; n ; (k – 1). Ket.:
n = jumlah sampel, k= jumlah variabel, á= taraf
signifikan).
Tabel 7.
Hasil Uji Autokorelasi
b
Model Summary
Model
1
R
.533
R Square
a
Adjusted R
Square
.284
.264
Std. Error of the
Estimate
1.14458
Durbin-Watson
1.873
a. Predictors: (Constant), Motivasi Institusional, Motivasi Personal, Motivasi Sosiologis
b. Dependent Variable: Pemasaran Relasional
Nilai tabel Durbin Watson pada α = 5%; n = 30 ;
k – 1 = 3 adalah dL = 1,21 dan dU = 1,65. Hasil
pengolahan data menunjukkan nilai DW sebesar
1,873, nilai ini berada di antara dU dan (4 – dU)
atau 1,873 lebih besar dari 1,65 dan 1,873 lebih
kecil dari 2,35 maka dapat disimpulkan bahwa
dalam model regresi linier tersebut tidak terdapat
Autokorelasi atau tidak terjadi korelasi di antara
kesalahan penggangu.
sebaran data yang ada menyebar merata ke semua
daerah kurva normal. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa data mempunyai distribusi
normal. Demikian juga dengan normal P-P Plot
memperlihatkan hasil yang sama.
Gambar 1.
Hasil Uji Normalitas Data
Juni
3.
Analisis Regresi
Relasional atau dapat dikatakan bahwa motivasi
personal, motivasi sosiologis dan Berdasarkan
Tabel 9, nilai F hitung sebesar 14,650 dengan
probabilitas 0.00. karena probabilitas jauh lebih
kecil dari 0,05 maka model regresi dapat
digunakan untuk memprediksi Pemasaran
motivasi institusional secara bersama-sama
berpengaruh terhadap Pemasaran Relasional.
Setelah dilakukan pengujian asumsi klasik
sebagai persyaratan layaknya persamaan regresi
yang digunakan, maka selanjutnya dilakukan uji
regresi berganda. Persamaan regresi berganda
ditentukan sebagai berikut: Y = α+ β1X1 + β2X2
+ β3X3
Hasil pengujian regresi berganda dengan
menggunakan SPSS versi 16.0, menunjukkan:
Uji Statistik t
Tiga variabel yang diprediksi berpengaruh
terhadap Pemasaran relasional yaitu motivasi
personal, motivasi sosiologis, dan motivasi
institusional, menunjukkan tingkat signifikansi
yang berbeda-beda. Hal ini ditunjukkan pada
Tabel 10 berikut:
Koefisien Determinasi
Tabel 8 menunjukkan bahwa R² adalah 0,264, hal
ini berarti hanya 26,4% variasi Pemasaran
Relasional dapat dijelaskan oleh variasi dari ke
tiga variabel independen (motivasi personal,
motivasi sosiologis, motivasi institusional).
Sedangkan sisanya (100% - 26,4% = 73,6%)
dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain diluar
model. Standar error of estimate (SEE) sebesar
1,14458. Makin kecil nilai SEE akan membuat
model regresi semakin tepat dalam memprediksi
variabel dependen.
Tabel 8.
Koefisien Determinasi
Tabel 10.
Hasil Uji Statistik t
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Model
1(Constant)
Model
R
R Square
a
1
.533
Adjusted R Square
.284
Std. Error of the
Estimate
.264
1.14458
b. Dependent Variable: Pemasaran Relasional
Uji Statistik F
Tabel 9.
Hasil Uji Statistik F
ANOVAb
Sum of Squares
Regression
df
Mean Square
57.575
3
19.192
Residual
145.416
111
1.310
Total
202.991
114
F
14.650
a. Predictors: (Constant), Motivasi Institusional, Motivasi Personal, Motivasi Sosiologis
b. Dependent Variable: Pemasaran Relasional
Std. Error
.800
.701
Motivasi Personal
.016
.104
Motivasi Sosiologis
.444
Motivasi Institusional
.398
Standardized
Coefficients
t
Beta
Sig.
1.141
.256
.013
.152
.879
.126
.316
3.536
.001
.116
.313
3.424
.001
a. Dependent Variable: Pemasaran Relasional
a. Predictors: (Constant), Motivasi Institusional, Motivasi Personal, Motivasi Sosiologis
Model
B
Model Summaryb
1
27
Kinorika Dewi
Sig.
.000a
Motivasi institusional signifikan terhadap
pemasaran relasional sebesar 0,001, demikian
pula Motivasi sosiologis signifikan terhadap
pemasaran relasional sebesar 0,001, sedangkan
motivasi personal tidak signifikan terhadap
pemasaran relasional (0,879). Hasil ini
menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian
ini yang menyatakan bahwa Psychological (personal) motives, Sociological motives, dan institutional motives berpengaruh terhadap terjalinnya
pemasaran relasional pada konsumen bisnis
eceran modern, tidak terbukti seluruhnya, karena
hanya Sociological motives, dan institutional
motives saja yang berpengaruh terhadap
pemasaran relasional. Berdasarkan hal ini dapat
disimpulkan bahwa Pemasaran relasional
dipengaruhi oleh motivasi institusional dan
motivasi sosiologis dengan persamaan regresi
berganda :
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
28
Y =
0,800 +
(0,256)
0,016 X1 +
(0,879)
R2 = 26,4%
F = 14,650 Sig F = 0,000
** = Sig pada taraf uji 1%
X2 = Sociological motives
X3= Institutional motives
Masing-masing koefisien regresi dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. βo = 0,800 ; Artinya bahwa apabila variable
motivasi personal (X1), motivasi sosiologis
(X2), dan motivasi institusional (X3) sama
dengan nol, maka pemasaran relasional pada
Progo Swalayan sebesar 0,800 satuan
b. β1 = 0,016 ; Artinya bahwa apabila terjadi
kenaikan motivasi personal (X1) sebesar 1
satuan maka pemasaran relasional pada
konsumen Progo Swalayan akan naik sebesar
0,016 satuan
c. β2 = 0,444 ; Artinya bahwa apabila terjadi
kenaikan motivasi sosiologis (X2) sebesar 1
satuan maka pemasaran relasional pada
konsumen Progo Swalayan akan naik sebesar
0,444 satuan
d. β3 = 0,398 ; Arti bahwa apabila terjadi
kenaikan motivasi institusional (X3) sebesar
1 satuan maka pemasaran relasional pada
konsumen Progo Swalayan akan naik sebesar
0,398 satuan.
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah
dilakukan, diketahui bahwa pemasaran relasional
pada konsumen bisnis eceran modern akan
dipengaruhi oleh variabel-variabel motivasi
institusional dan motivasi sosiologis. Kedua
variabel tersebut berpengaruh secara signifikan
terhadap pemasaran relasional. Variabel motivasi
personal (X1) hanya memberi pengaruh sebesar
0.016 dengan tingkat signifikansi 0,879.
Sehingga dikatakan bahwa varibel motivasi per-
0,444 X2 +
(0.001**)
Juni
0,398 X3
(0,001**)
Keterangan:
Y = Pemasaran Relasional
X1 = Psychological (personal) motives
sonal tidak cukup signifikan berpengaruh
terhadap pemasaran relasional. Hal ini berarti
bahwa terjalinnya pemasaran relasional pada
konsumen bisnis eceran tidak dipengaruhi oleh
motivasi personal. Temuan ini tidak sesuai dengan
teori yang dikemukakan oleh Sheth dan
Parvatiyar (1995), bahwa pelanggan memiliki
motivasi tertentu ketika memutuskan untuk
terlibat dalam hubungan relasional. Motivasi
tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut: psychological (personal) motives, sociological motives, dan institutional motives. Dengan kata lain
bahwa teori Sheth dan Parvatiyar (1995) tidak
dapat digenaralisir ke dalam teori perilaku
konsumen bisnis eceran khususnya konsumen
Progo Swalayan Yogyakarta.
1. Variabel Motivasi Personal (X1)
Hasil analisis regresi menujukkan bahwa
variabel motivasi personal terbukti tidak
signifikan terhadap terjalinnya pemasaran
relasional dengan signifikansi 0,879. Hal ini
mengandung arti bahwa motivasi personal
yaitu kondisi internal seorang pelanggan
yang berkaitan dengan aspek psikologisnya
yang terdiri dari: pembelajaran konsumen,
perceived risk, pemrosesan informasi dan
memori serta konsistensi kognitif, bukan
merupakan factor yang berpengaruh terhadap
terjalinnya pemasaran relasional pada
konsumen bisnis eceran modern.
2. Variabel Motivasi Sosiologis (X2)
Variable motivasi sosiologis meliputi
pengaruh keluarga dan kelompok social serta
reference group dan word-of-mouth. Sheth
Juni
3.
29
Kinorika Dewi
dan Parvitayar (1995) menyatakan bahwa
semakin besar orientasi sosial dari pelanggan
akan semakin besar pula kemungkinan
bahwa pelanggan tersebut akan menerima
norma keluarga dan sosial yang berhubungan
dengan relasional. Selain itu pelanggan juga
dipengaruhi oleh kelompok referensi , di
mana pelanggan dapat menjadikan pola
konsumsi anggota kelompok sebagai
panduan. Lebih lanjut, Sheth dan Parvitayar
(1995) menyatakan bahwa pelanggan akan
lebih cenderung untuk melibatkan diri dalam
hubungan relasional dengan rekomendasi
dari opinion leader atau reference group.
Keterlibatan dalam hubungan relasional ini
akan semakin besar pada mereka yang
memiliki orientasi sosial besar. Pendapat
tersebut terbukti dalam penelitian ini. Seperti
dalam analisis regresi tampak bahwa variabel
motivasi sosiologis secara signifikan
berpengaruh terhadap pemasaran relasional
dengan angka signifikansi 0,001.
Motivasi Institusional
Factor ini berkaitan dengan lingkup eksternal
konsumen. Dalam penelitian ini agama dan
pemasar menjadi variabel penentu motivasi
institusional. Menurut Solomon (1996),
tradisi dan kebiasaan yang turun temurun
yang diperoleh melalui proses internalisasi
norma agama dapat tercermin dalam perilaku
pembelian konsumen. Ketika konsumen
membuat keputusan pembelian maka mereka
akan dipengaruhi oleh identitas yang
berkaitan dengan agama, terutama dikaitkan
dengan symbol dan ritual keagamaan. Bila
hal ini terjadi turun temurun, maka perilaku
pembelian tersebut akan menjadi
berkelanjutan yang mengarah kepada
hubungan relasional. Selain itu Sheth dan
Parvatiyar (1995) menyatakan bahwa
elemen-elemen marketing mix sebagaimana
dijabarkan oleh Philip Kotler (1994) dapat
mempengaruhi konsumen untuk melibatkan
diri dalam hubungan relasional. Sejalan
dengan hal tersebut dalam penelitian ini
membuktikan bahwa variable motivasi
institusional berpengaruh terhadap
terjalinnya pemasaran relasional dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,001.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis data dan
pembahasan di atas, dapat disimpulkan :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjalinnya pemasaran relasional pada
konsumen bisnis eceran modern adalah
motivasi sosiologis dan motivasi
institusional. Sedangkan variabel motivasi
personal tidak signifikan berpengaruh
terhadap pemasaran relasional.
2. Besarnya pengaruh variabel-variabel
tersebut (point 1) hanya sebesar 26,4%,
sedangkan sisanya (73,6%) dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini.
3. Point 1 dan 2 di atas menunjukkan bahwa
hasil penelitian ini tidak sepenuhnya sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Sheth
dan Parvatiyar (1995) yang menyatakan
bahwa pemasaran relasional dipengaruhi
oleh variabel-variabel psychological (personal) motives, sociological motives, dan
institutional motives.
Saran
Berdasarkan simpulan di atas maka peneliti
mengajukan saran:
Untuk penelitian yang akan datang sebaiknya
memasukkan variable-variabel lain selain variable-variabel yang telah diteliti dalam peneltian
ini dengan menambah referensi dari hasil
penelitian sejenis lainnya sehingga memberikan
hasil yang lebih berkembang.
30
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Juni
REFERENSI
Berry, Leonard L. 1995, “Relationship Marketing of Services, Growing Interest,
Emerging Perspectives”, Journal of the
Academy of Marketing Sciene, Vol. 23.
(fall) p. 236-45.
Reichheld, Frederick F, 1996, The Loyalty Effect
– The hiddenforce behind growth, profits and lasting value. Boston , MA:
Harvard Business School Press.
Kotler, Philip, 1994, “Marketing Management:
Analysis, Planning, Implementation and
Control”, Englewood Cliffs, NJ.Prentice
Hill.
Santoso, Singgih, 2002, Latihan SPSS Statistik
Parametrik, PT. Elex Media
Computindo, Jakarta.
Sheth, Jagdish N, Parvatiyar, Atul, (1995), “Relationship Marketing in Consumer Market”, Journal of The Academy of Marketing Sciene, Vol. 23, No. 4. p. 255271
Schiffman, Leon. G, dan Kanuk, Leslie Lazar,
(2000), “Consumer Behavior” Seventh
edition, Prentice Hall, London.
Solomon, Michael R, (1996), “Consumer Behavior, Buying, Having, and Being”,
Prentice Hall International, Inc. New
Jersey.
Uma Sekaran (2000). Research methods for business. New York, John Wiley & Sons,
Inc.
Asep ST, Sujana. 2005. Paradigma Baru Dalam
Manajemen Ritel Modern. Graha Ilmu,
Yogykarta.
Dick, A.S, and K. Basu, (1994), “Customer Loyalty: Toward and Integrated Conceptual
Framework”, Journal of the Academy of
Marketing Science, Vol. 22, No.2
(Spring), 99-113.
Download