8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Tinjauan Anak Tunarungu
a. Pengertian Anak Tunarungu
Kelainan pendengaran atau tunarungu dalam percakapan sehari-hari di
masyarakat awam sering diasumsikan sebagai orang yang tidak mendengar
sama sekali. Namun demikian, perlu dipahami bahwa kelainan pendengaran
bila dilihat dari derajat ketajaman mendengar dapat dikelompokkan dalam
beberapa tingkatan. Asumsinya makin berat kelainan pendengaran berarti
semakin besar intensitas kekurangan ketajaman pendengraannya.
Definisi tunarungu jika dilihat secara harafiah berasal dari dua kata
tuna yang berarti kurang dan rungu yang berarti dengar. Orang dikatakan
tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu
mendengar suara. Bila dilihat secara fisik, tidak ada beda antara anak
tunarungu dengan anak normal tetapi saat dia berkomunikasi baru diketahui
bahwa mereka tunarungu. Effendi (2006: 57) mengatakan bahwa:
“Jika dalam proses mendengar tersebut terdapat satu atau lebih organ
bagian luar, organ telinga bagian tengah, dan organ telinga bagian
dalam mengalami gangguan atau kerusakan disebabkan penyakit,
kecelakaan, atau sebab lain ang tidak diketahui sehingga orang
tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, keadaan
tersebut dikenal dengan berkelainan pendengaran atau tunarungu.“
Hal di atas diperkuat dengan adanya pendapat Moores (Wardani,
2007: 5.4) yang mengemukakan bahwa:
“A deaf peson is one whose hearing is disabled to an extent (ussualy
70 dB or greater) that precludes the understanding of speech through
the ear alone without or with the use of hearing aid. A hard of hearing
person is one whose hearing is disabled to an extent (ussualy 35 to 69
dB ISO) that makes difficult, but does not precludes the understanding
of speech through thr ear alone without or with the use of a hearing
aid.”
8
9
Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa seseorang dikatakan tuli jika
kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 ISO dB atau lebih,
sehingga
tidak
dapat
mengerti
pembicaraan
orang
lain
melalui
pendengarannya, tanpa atau menggunakan alat bantu dengar. Seseorang
kurang dengar memiliki tingkat 35 dB - 69 dB ISO, sehingga mengalami
kesulitan untuk mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya,
tanpa atau dengan alat bantu mendengar (ABM). Selain itu Somantri (2006:
93) menyatakan bahwa, “anak tunarungu adalah suatu keadaan kehilangan
pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap
berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya”.
Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa
anak tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang
diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat
pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya
dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak dalam kehidupannya.
b. Karakteristik Anak Tunarungu
Anak tunarungu bila dilihat secara kasat mata tidak nampak jelas
ketunaannya, jika ia dibandingkan dengan jenis ketunaan yang lainnya
karena mereka hanya seperti anak normal biasa. Orang akan mengetahui
jika anak itu menyandang ketunarunguan pada saat berinteraksi dengannya.
Untuk mengidentifikasi anak tunarungu, diperlukan kemampuan untuk
mengetahui karateristik yang dimilikinya.
Karakteristik anak tunarungu menurut Haenudin (2013: 66) adalah:
1) Karakteristik dari segi intelegensi
Secara potensial anak tunarungu tidak berbeda dengan intelegensi
anak normal pada umumnya. perkembangan intelegensi pada anak
tunarungu tidak sama cepatnya dengan anak yang mendengar, karena
anak yang mendengar belajar banyak dari apa yang mereka dengar.
2) Karakteristik dari segi Bahasa dan Bicara
Anak tunarungu mengalami hambatan, hal ini disebabkan adanya
hubungan yang erat antara bahasa dan bicara dengan ketajaman
pendengaran, mengingat bahasa dan bicara merupakan hasil proses
10
peniruan sehingga para tunarungu dalam segi bahasa memiliki ciri
yang khas, yaitu sangat terbatas dalam pemilihan kosa kata, sulit
mengartikan arti kiasan dan kata-kata yang bersifat abstrak.
3) Karakteristik dalam segi Emosi dan Sosial
Sedangkan dari segi emosi dan sosial keterbatasan yang terjadi
dalam komunikasi pada anak tunarungu mengakibatkan perasaan
terasing dari lingkungannya.
Somantri (2006: 95) juga berpendapat tentang karakteristik anak
tunarungu adalah
1) Karakteristik dalam segi perkembangan kognitif
Pada umumnya intelegensi anak tunarungu secara potensial sama
dengan anak normal, tetapi secara fungsional perkembangannya
dipengaruhi oleh tingkat kemampuan berbahasanya, keterbatasan
informasi, dan kiranya daya abstraksi anak. Akibata
ketunarunguannya menghambat proses pengetahuan yang lebih
luas.
2) Karakteristik dalam segi perkembangan emosi
Kekurangan akan pemahaman bahasa lisan atau tulisan seringkali
menyebabkan anak tunarungu menafsirkan sesuatu secara negative
atau salah dan ini sering menjadi tekanan bagi emosinya.
3) Karakteristik dalam segi perkembangan sosial
Pada umumnya lingkungan melihat mereka sebagai individu yang
memiliki kekurangan dan menilainya sebagai seseorang yang
kurang berkarya. Dengan penilaian lingkungan yang demikian,
anak tunarungu merasa benar-benar kurang berharga.
4) Karakteristik dalam segi perkembangan bicara dan bahasa
Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman
pendengaran. Akibat terbatas ketajaman pendengaran, anak
tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Dengan demikian
pada anak tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah
masa meraban, proses peniruannya hanya terbatas pada peniruan
visual.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa seorang anak tunarungu memiliki keterbatasan dalam memperoleh
bahasa/ kurang kosakata dan mengalami permasalahan dalam berbicaranya.
Oleh karena itu, seorang anak tunarungu untuk mendapatkan bahasa/
kosakata harus melalui proses belajar malafalkan kata/kalimat dengan
artikulasi yang benar dan jelas, belajar melafalkan kata tersebut harus
dilakukan secara berulang-ulang dan secara benar.
11
c. Penyebab Anak Tunarungu
Berdasarkan saat terjadinya ketunarunguan bisa terjadi pada saat
sebelum lahir (prenatal), saat dilahirkan/kelahiran (natal), dan sesudah
dilahirkan (post natal). Banyak juga para ahli yang mengungkapkan tentang
penyebab ketunarunguan dengan sudut yang berbeda-beda.
Berikut adalah faktor-faktor penyebab ketunarunguan menurut
Haenudin (2013: 63):
1) Faktor dari dalam diri anak
a) Faktor keturunan dari salah satu atau kedua orang tua anak
tersebut yang mengalami ketunarunguan.
b) Ibu yang sedang mengandung menderita penyakit Campak
Jerman (Rubella) pada masa kandungan pada tiga bulan
pertama.
c) Ibu yang sedang hamil mengalami keracunan darah
(toxaminia).
2) Faktor dari luar diri anak
a) Anak mengalami infeksi pada saat dilahirkan.
b) Meninghitis atau Radang Selaput Otak.
c) Otitis Media atau Radang Telinga Bagian Bawah.
d) Penyakit lain atau kecelakaan yang dapat mengakibatkan
kerusakan alat-alat pendengaran bagian tengah dan dalam.
Menurut Wardani (2007: 5.9) penyebab terjadinya tunarungu ada 2
yaitu:
1) Penyebab terjadinya tunarungu tipe konduktif
a) Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga bagian luar
yang dapat disebabkan, antara lain oleh hal-hal berikut.
(1) Tidak terbentuknya lubang telinga bagian luar (traesia
meatus akustikus externus) yang dibawa sejak lahir
(pembawaan).
(2) Terjadinya peradangan pada lubang telinga luar (otitis
externa).
b) Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga tengah, yang
dapat disebabkan oleh hal-hal berikut.
(1) Ruda Paksa, yaitu adanya tekanan/benturan yang keras
pada telinga, seperti jatuh tabrakan, tertusuk, dan
sebagainya.
(2) Terjadinya peradangan/inspeksi pada telinga tengah (otitis
media).
(3) Otosclerosis, yaitu terjadinya pertumbuhan tulang pada
kaki tulang stapes.
12
(4) Tyampanisclerosis, yaitu adanya lapisan kalsium/zat kapur
pada gendang dengar (membran timpani) dan tulang
pendengaran.
(5) Anomaly congenital dari tulang pendengaran atau tidak
terbentuknya tulang pendengaran yang dibawa sejak lahir.
(6) Disfungsi tuba eustaschius (saluran yang menghubungkan
rongga telinga tengah dengan rongga mulut), akibat alergi
atau tumor pada nasopharynx.
2) Penyebab terjadinya tunarungu tipe sensorineural
a) Ketunarunguan yang disebabkan oleh faktor genetik
(keturunan), maksudnya bahwa ketunarunguan tersebut
disebabkan oleh gen ketunarunguan yang menurun dari orang
tua kepada anaknya.
b) Penyebab ketunarunguan faktor non genetik.
(1). Rubella Campak Jerman, yaitu penyakit yang disebabkan
oleh virus yang sering berbahaya dan sulit didiagnosis
secara klinis.
(2). Ketidak sesuaian antara darah ibu dan anak. Apabila
seorang ibu yang mempunyai darah dengan Rhmengandung janin dengan Rh+ maka system pembuangan
antibody pada ibu sampai pada sirkulasi janin dan merusak
sel-sel darah Rh+ pada janin yang mengakibatkan bayi
mengalami kelainan (yang salah satnya adalah tunarungu).
(3). Meningitis, yaitu radang selaput otak yang disebabkan
oleh bakteri yang menyerang labyrinth (telinga dalam)
melalui system sel-sel udara pada telinga tengah.
Menengitis menjadi penyebab yang tetap untuk
ketunarunguan yang bersifat acquired (ketunarunguan
yang didapat setelah lahir).
(4). Trauma akustik, yang disebabkan oleh adanya suara
bising dalam waktu yang lama (misalnya suara mesin di
pabrik).
Dari pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tentang penyebab
ketunarunguan dapat disimpulkan bahwa ketunarunguan bisa terjadi karena
faktor genetik yaitu keturunan gen ketunarunguan dari orang tua dan non
genetik yang disebabkan oleh penyakit seperti rubella.
d. Klasifikasi Anak Tunarungu
Ketunarunguan memiliki derajat gangguan
pendengaran
yang
berbeda-beda, sehingga tunarungu diklasifikasikan ke dalam beberapa
macam kelompok.
13
Menurut Wardani (2007: 5.6) ketunarunguan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1) Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran yang diperoleh
melalui tes dengan menggunakan audiometer, ketunarunguan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Tunarungu Ringan (Mild Hearing Loss)
Siswa yang tergolong tunarungu ringan mengalami kehilangan
pendengaran antara 27-40 dB. Ia sulit mendengar suara yang
jauh sehingga membutuhkan tempat duduk yang letaknya
strategis.
b) Tunarungu Sedang (Moderate Hearing Loss)
Siswa yang tergolong tunarungu sedang mengalami kehilangan
pendengaran antara 41-55 dB. Ia dapat mengerti percakapan
dari jarak 3-5 feet secara berhadapan (face to face), tetapi tidak
dapat mengikuti diskusi kelas. Ia membutuhkan alat bantu
dengar serta terapi bicara.
c) Tunarungu Agak Berat (Moderately Servere Hearing Loss)
Siswa yang tegolong tunarungu agak berat mengalami
kehilangan pendengaran antara 56-70 dB. Ia hanya dapat
mendengar suara dari jarak dekat sehingga ia perlu
menggunakan hearing aid.
d) Tunarungu Berat (Serve Hearing Loss)
Siswa yang tergolong tunarungu berat mengalami kehilangan
pendengaran antara 71-90 dB sehingga ia hanya akan dapat
mendengar suara-suara yang keras dari jarak dekat. Siswa
tersebut membutuhkan pendidikan khusus secara intensif, alat
bantu dengar, serta latihan untuk mengembangkan kemampuan
bicara dan bahasanya.
e) Tunarungu Berat Sekali (Profound Hearing Loss)
Siswa yang tergolong tunarungu berat sekali mengalami
kehilangan pendengaran lebih dari 90 dB. Mungkin ia masih
mendengar suara yang keras, tetapi ia lebih menyadari suara
melalui getarannya daripada melalui pola suara.
2) Berdasarkan saat terjadinya, ketunarunguan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
a) Ketunarunguan prabahasa (prelingual deafness) , yaitu
kehilangan pendengaran yang terjadi sebelum kemampuan
bicara dan bahasa berkembang.
b) Ketunarunguan pasca bahasa (post lingual defness) , yaitu
kehilangan pendengaran yang terjadi beberapa tahun setelah
kemampuan bicara dan bahasa berkembang.
3) Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis,
ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Tunarungu tipe konduktif,
b) Tunarungu tipe sensorineural
14
c) Tunarungu tipe campuran yang merupakan gabungan tipe
konduktif dan sensorineural.
4) Berdasarkan etiologi atau asal usulnya ketunarunguan
diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Tunarungu endogen. Yaitu tunarungu yang disebabkan oleh
faktor genetik (keturunan).
b) Tunarungu eksogen. Yaitu tunarungu yang disebabkan oleh
faktor nongenetik (bukan keturunan).
Sementara
itu,
menurut
Somantri
(2006:
94)
tunarungu
diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1) Klasifikasi secara etiologis
Yaitu pembagian berdasarkan sebab-sebab, dalam hal ini penyebab
ketunarunguan ada beberapa faktor, yaitu:
a) Pada saat sebelum dilahirkan
(1) Salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu
atau mempunyai gen sel pembawa abnormal, misalnya
domin, genes, recesive gen, dan lain-lain.
(2) Karena penyakit; sewaktu ibu mengandung terserang suatu
penyakit terutama penyakit-penyakit yang diderita pada
saat kehamilan tri semsester pertama yaitu pada saat
pembentukan ruang telinga. Penyakit itu ialah rubella,
morbili, dan lain-lain.
(3) Karena kecanduan obat-obatan; pada suatu kehamilan, ibu
meminum obat-obatan terlalu banyak, ibu seorang pecandu
alcohol, atau ibu tidak menghendaki kahadiran anaknya
sehingga ia meminum obat penggugur kandungan, hal ini
akan dapat menyebabkan ketunarunguan pada anak yang
dilahirkan.
b) Pada saat kelahiran
(1) Sewaktu melahirkan, ibu mengalami kesulitan sehingga
persalinan dibantu dengan penyedot (tang).
(2) Prematuritas, yakni bayi yang lahir sebelum waktunya.
c) Pada saat setelah kelahiran (post natal)
(1) Ketulian yang terjadi karena infeksi, misalnya infeksi pada
otak (meningitis) atau infeksi umum seperti difteri, morbili,
dan lain-lain.
(2) Pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-anak.
(3) Karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat
pendengaran bagian dalam, misalnya jatuh.
2) Klasifikasi menurut tarafnya, Andreas Dwidjosumarto dalam
Somantri (2006: 94) mengemukakan:
15
a) Tingkat I, kehilangan kemampuan mendengar antara 35
sampai 54 dB. Penderita hanya memerlukan latihan berbicara
dan bantuan mendengar secara khusus.
b) Tingkat II, kehilangan kemampuan mendengar antara 55
sampai 69 dB. Penderita kadang-kadang memerlukan
penempatan sekolah secara khusus, dalam kebiasaan seharihari memerlukan latihan berbicara dan bantuan latihan
berbahasa secara khusus.
c) Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar antara 70
sampai 89 dB.
d) Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas.
Selain itu, menurut Efendi (2006: 59) tunarungu diklasifikasikan
menjadi 2, yaitu:
1) Ditinjau dari kepentingan tujuan pendidikannya, secara rinci anak
tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
(a) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB
(slight losses)
(b) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30-40 dB (mild
losses)
(c) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB
(moderate losses)
(d) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB
(servere losses)
(e) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran 75 dB ke atas
(profounaly losses)
2) Ditinjau dari lokasi terjadinya ketunarunguan, klasifikasi anak tunarungu
dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
(a) Tunarungu Konduktif
Ketunarunguan konduktif terjadi karena beberapa organ penghantar
suara di telinga bagian luar, seperti liang telinga, selaput gendang,
serta ketiga tulang pendengaran mengalami gangguan.
(b) Tunarungu Perseptif
Ketunarunguan tipe perseptif ini disebabkan terganggunya organorgan pendengaran yang terdapat di belahan telinga dalam.
16
(c) Tunarungu Campuran
Ketunarunguan campuran ini sebenarnya untuk menjelaskan bahwa
pada telinga yang sama rangkaian organ-organ telinga yang
berfungsi sebagai penghantar dan menerima rangsangan suara
mengalami gangguan, sehingga yang tampak pada telinga tersebut
telah terjadi campuran antara ketunarunguan konduktif dan
ketunarunguan perseptif.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu dapat
diklasifikasikan dapat dibedakan berdasarkan saat terjadinya, letak
gangguang pendengaran, etiologi dan berdasarkan tarafnya mild loses
(kehilangan pendengaran 30-40 dB), anak tunarungu moderate loses
(kehilangan pendengaran 40-60 dB), anak tunarungu severe loses
(kehilangan pendengaran 60-75 dB) dan anak tunarungu profoundly loses
(kehilangan pendengaran 75db keatas). Setiap tingkatan kaehilangan
pendengaran memiliki kemampuan mendengar suara yang berbeda-beda,
sehingga mempengaruhi kamampuan berkomunikasi anak tunarungu.
Terutama pada kemampuan artikulasi dan berbicara yang jelas dan benar.
Semakin tinggi kehilangan derajat pendengarannya, maka akan semakin
lemah kemampuan mendengarnya.
2. Tinjauan Minat Berwirausaha
a. Pengertian Minat
Minat adalah tanggapan berupa sikap yang diikuti adanya kesadaran
untuk memberikan perhatian, perasaan tertarik dan perasaan senang
termasuk didalamnya usaha-usaha untuk berkecimpung dalam suatu bidang.
Pengertian tentang minat seperti di atas akan dipertegas oleh kajian kajian
para ahli yang diuraikan pada bagian berikut, menurut Slameto (1995: 180),
“minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau
aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.” Sementara itu, Hurlock (1990: 114)
menyatakan “minat merupakan sumber motivasi untuk melakukan apa yang
mereka inginkan bila mereka bebas memilih.”
17
Hal yang sama dinyatakan oleh Djaali (2012: 121) bahwa “minat
adalah rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas,
tanpa ada yang menyuruh”.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa minat
pada dasarnya merupakan dorongan yang ada pada diri seseorang dalam
melakukan aktivitas dengan bebas.
b. Macam-macam Minat
Ragam minat sangat banyak dilihat dari segi jumlahnya. Berdasarkan
penelitian, minat-minat yang sangat beragam jumlahnya itu dapat juga
diidentifikasi berdasarkan banyaknya jumlah orang yang mengalaminya dan
kedudukan (pentingnya) minat-minat yang bersangkutan bagi banyak orang.
Menurut Slameto (1995: 180) minat dapat dibedakan menjadi dua
yaitu (1) Minat yang diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan
bahwa individu lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya; (2) Minat
yang dimanifestasikan melalui pertisipasi dalam aktifitas.
Sedangkan menurut Mappiare (1983: 66) macam minat dilihat dari
jumlahnya ada empat yaitu (1) minat terhadap penampakan/ penampilan; (2)
minat terhadap pemilikan benda-benda; (3) minat terhadap uang; dan (4)
minat terhadap agama.
Berdasarkan pendapat di atas, maka minat dapat diketahui minat itu
ada berbagai macam yaitu minat terhadap panampilan, minat terhadap
pemilikan benda, minat terhadap uang, minat terhadap agama, minat
terhadap pendidikan, atau jabatan dapat diekspresikan dan dimanifestasikan.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat
Minat berwirausaha tidak dibawa sejak lahir, melainkan tumbuh dan
berkembang dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Alma
(2010: 12) menjelaskan bahwa “faktor-faktor yang mempengaruhi minat
berwirausaha adalah lingkungan pendidikan, kepribadian dan lingkungan
keluarga”. Penjelasannya sebagai berikut ini:
18
1) Lingkungan Pendidikan
Lingkungan pendidikan memegang peran besar untuk membentuk minat
peserta didik terhadap suatu objek. Tidak terkecuali minat berwirausaha,
minat
berwirausaha
tersebut
bisa
didapatkan
dari
kegiatan
ekstrakulikuler, informasi dari guru, dan sosialisasi.
2) Kepribadian
Karakteristik setiap individu sangat berpengaruh pada setiap keberhasilan
usaha. Seorang wiraswasta harus mempunyai jiwa kepemimpinan, siap
mental untuk mengahadapi segala resiko dan tantangan dalam hidupnya.
Kepribadian yang matang untuk dapat mengahadapi masalah dengan
pikiran terbuka adalah sikap yang baik sebaga seorang wirausaha.
3) Lingkungan keluarga
Suatu keluarga akan menciptakan kondisi baik tidaknya suatu hubungan
yang individu lakukan. Keluarga yang menukung akan memberikan
proses kelancaran usahanya. Kondisi sosial ekonomi sebuah keluarga
juga menentukan seseorang berkemauan untuk membuka suatu usaha
baru untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kondisi sosial ekonomi
mempengaruhi seseorang bekerja tergantung dari situasi ketika seseorang
berkeinginan keras membuka usaha maa faktor ekonomi tidak menjadi
permasalahan yang besar.
Menurut Suprapto dalam Kusuma (2015: 9) ada empat faktor yang
mempengaruhi minat berwirausaha, yaitu:
1) Kemauan
Kemauan adalah suatu kegiatan yang menyebabkan seseorang mampu
melakukan tindakan untuk mencapai sebuah tujuan. Adanya kemauan
seseorang untuk mencoba berwirausaha merupakan suatu hal yang baik.
2) Ketertarikan
Ketertarikan adalah perasaan senang, terpikat, menaruh minat kepada
sesuatu. Saat ada ketertarikan dari diri seseorang maka ada daya juang
atau usaha untuk meraihnya. Dalam hal ini adalah ketertarikan untuk
menjadi wirausaha.
19
3) Lingkungan Keluarga
Berkaitan dengan lingkungan keuarga, maka peran keluarga sangat
penting dalam menumbuhkan minat pada diri anak. Orang tua merupakan
pendidik pertama dalam bimbingan kasih sayang yang utama. Maka
orang tualah yang banyak memberikan pengaruh dan warna kepribadian
terhadap seseorang. Mengingat pentingnya sebuah pendidikan di
lingkungan keluarga, maka pengaruh di lingkungan keluarga terhadap
anak dapat mempengaruhi apa yang diminati anak.
4) Lingkungan Sekolah
Pendidikan di sekolah menjadi tanggung jawab guru. Jadi pada dasarnya
yang berpengaruh terhadap perkembangan siswa yaitu proses pendidikan
di sekolah sebagai bekal untuk diterapkan dalam kehidupan di
lingkungan masyarakat. Seorang guru dalam proses pendidikan juga
dapat memberikan motivasi dan dorongan kepada siswa dalam
menumbuhkan minatnya. Sebagai seorang pendidik dalam lembaga
pendidikan formal, maka guru berperan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa, apalagi yang dibutuhkan orang pada dasarnya adalah kea rah
pengembangan kualitas sumber daya manusia yang berguna.
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa ada
beberapa faktor yang berpengaruh terhadap minat seseorang untuk
berwirausaha. Selain dari diri sendiri, faktor dari luar juga mempengaruhi
dan memiliki dampak yang cukup signifikan dalam membentuk minat
berwirausaha seseorang.
d. Pengertian Berwirausaha
Istilah wirausaha yang biasanya kita kenal secara umum adalah
membuka usaha dengan mandiri dalam suatu bidang tertentu. Istilah
kewirausaan itu sendiri mulai dipopulerkan pada tahun 1990-an yang
sebelumnya
lebih
popular
dengan
istilah
kewiraswastaan
dan
entrepreneurship. Istilah kewirausahaan dianggap lebih cocok untuk
dipadankan dengan entrepreneurship dari pada istilah kewiraswastaan yang
20
lebih condong diartikan dengan kepengusahaan bisnis, serta dalam aktivitas
yang bukan di pemerintahan. Menurut Fahmi (2013:1) Wirausaha adalah,
“suatu ilmu yang mengkaji tentang pengembangan dan pembangunan
semangat kreativitas serta berani menanggung resiko terhadap
pekerjaan yang dilakukan demi mewujudkan hasil karya tersebut.
Keberanian mengambil resiko sudah menjadi milik seseorang
wirausahawan karena ia dituntut untuk berani dan siap jika usaha yang
dilakukan tersebut belum memiliki nilai perhatian di pasar, dan ini
harus dilihat sebagai bentuk proses menuju wirausahawan sejati”.
Sementara itu, Kasmir (2011: 19) menyatakan, “wirausaha adalah
orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam
berbagai kesempatan”. Menurut Hendro (2011: 29), “wirausaha adalah
pelaku utama dalan pembangunan ekonomi dan fungsinya melakukan
inovasi atau kombinasi yang baru untuk sebuah inovasi”.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat diambil suatu
pengertian bahwa seorang wirausaha adalah kemampuan seseorang dalam
menciptakan lapangan usaha yang memerlukan adanya kreativitas dan
inovasi untuk memberikan kontribusi bagi masyarakat.
e. Ciri-ciri Wirausaha
Ciri-ciri umum seorang wirausahawan dapat kita lihat dari beberapa
aspek kepribadian seperti jiwa, sikap dan perilaku seseorang. Menurut
Meredith (Suryana, 2013: 22) mengemukakan ciri-ciri dan watak
kewirausahaan seperti dibawah ini:
Tabel 2.1 Ciri-ciri dan Watak Kewirausahaan
Ciri-Ciri
Percaya diri dan
optimis
Berorientasi tugas
dan hasil
Pengambilan resiko
Kepemimpinan
Keorisinilan
Orientasi ke depan
Watak
keyakinan, ketidakbergantungan, individualitas, dan
optimis.
Kebutuhan akan prestasi, berorientasi laba, tekad
kerja keras, inisiatif, dan mempunyai dorongan kuat.
Suka pada tantangan, kemampuan mengambil resiko.
Bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul
dengan orang lain, menanggapi saran dan kritik.
Inovatif dan kreatif, punya banyak sumber, fleksibel,
mengetahui banyak hal.
Pandangan ke depan, perspektif
21
Menurut Suryana (2013: 22) terdapat 6 komponen yang menjadi ciriciri wirausaha, yaitu; percaya diri, berorientasi pada hasil, berani mengambil
resiko, kepemimpinan, keorisinalitasan dan berorientasi pada masa depan.
Ciri-ciri di atas dapat dilihat dari beberapa indicator berikut ini:
1) Percaya diri
Kepercayaan diri adalah sikap dalam keyakinan seseorang dalam
melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugasnya. Kepercayaan diri akan
berpengaruh pada gagasan, karsa, inisiatif, kreativitas, keberanian,
ketekunan, semangat kerja keras, dan kegairahan berkarya.
2) Berorientasi tugas dan hasil
Seseorang yang selalu mengutamakan tugas dan hasil, adalah orang yang
selalu mengutamakan nilai-nilai motif berprestasi, ketekunan dan
ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, enerjik, dan
berinisiatif.
3) Keberanian mengambil resiko
Kemauan dan kemampuan untuk mengambil resiko merupakan salah satu
nilai utama dalam kewirausahaan. Keberanian mengambil resiko
ditentukan
olehkeyakinan
diri,
kesediaan
untuk
menggunakan
kemampuan, kemampuan untuk menilai resiko.
4) Kepemimpinan
Seorang wirausaha yang berhasil selalu memiliki sifat kepemimpinan,
kepeloporan dan keteladanan. Dengan kemampuan kreativitas dan
inovasi, seorang wirausaha selalu menampilkan barang dan jasa yang
dihasilkan dengan lebih cepat, lebih dulu dan segera berada di pasar.
5) Berorientasi ke masa depan
Berorientasi ke masa depan adalah perspektif, selalu mencari peluang,
tidak cepat puas dengan keberhasilan dan berpandangan jauh ke depan.
6) Keorisinilan
Keorisinilan yang dimaksud disini ialah tidak hanya mengekor pada
orang lain, tetapi memiliki pendapat sendiri, ada ide orisinil, ada
kemampuan untuk melaksanakan sesuatu. Orisinil tidak berarti baru sama
22
sekali, tetapi produk tersebut mencerminkan hasil kombinasi baru dari
komponen-komponen yang sudah ada, sehinngga menghasilkan sesuatu
yang baru.
Selain itu, Zimmerer (2008: 7) mengatakan tentang ciri-ciri wirausaha
sebagai berikut:
1) Hasrat akan tanggung jawab
Para wirausahawan merasakan tanggung jawab pribadi yang amat dalam
terhadap hasil atas usaha yang telah mereka mulai. Mereka lebih memilih
dapat mengendalikan sumber-sumber daya mereka untuk mencapai
tujuan-tujuan yang telah mereka tetapkan sendiri.
2) Lebih menyukai resiko menengah
Para wirausahawan bukanlah orang-orang yang mengambil resiko secara
membabi buta, melainkan orang yang mengambil resiko yang
diperhitungkan. Maksutnya para wirausahawan melihat situasi dari sudut
pandang yang berbeda dan yakin bahwa tujuan mereka realistis dan dapat
diraih. Mereka biasanya melihat peluang di bidang-bidang yang sesuai
dengan pengetahuan, latar belakang, dan pengalamannya, yang akan
meningkatkan peluang suksesnya.
3) Meyakini kemampuannya untuk sukses
Para wirausahawan pada umumnya sangat yakin terhadap kemmpuan
mereka untuk sukses. Mereka cenderung optimis terhadap peluang
kesuksesan.
4) Hasrat untuk mendapatkan umpan balik yang sifatnya segar
Wirausahawan menikmati tantangan dalam menjalankan perusahaan dan
mereka ingin mengetahui sebaik apa mereka bekerja terus menerus
mencari umpan balik.
5) Tingkat energi yang tinggi
Wirausahawan lebih energik disbanding orang kebanyakan. Energi ini
merupakan faktor penentu mengingat
diperlukan untuk mendirikan perusahaan.
6) Orientasi masa depan
luarbiasanya upaya
yang
23
Wirausahawan memiliki indera yang kuat dalam mencari peluang.
Mereka melihat ke depan dan tidak begitu mempersoalkan apa yang telah
dikerjakan kemarin, melainkan lebih mempersoalkan apa yang kan
dikerjakan besok.
7) Keterampilan mengorganisasi
Membangun perusahaan “dari nol” ibarat menyusun puzzle raksasa.
Wirausahawan mengetahui cara mengumpukan orang-orang yang tepat
untuk menyelesaikan tugas. Penggabungan orang dan pekerjaan secara
efektif memungkinkan wirausahawan untuk mengubah pandangan ke
depan menjadi kenyataan.
8) Menilai prestasi lebih tinggi daripada uang
Salah satu kesalahan konsep yang paling umum mengenai wiraushawan
adalah anggapan bahwa mereka sepenuhnya terdorong oleh keinginan
menghasilkan uang. sebaliknya, pestasi tampak sebagai motivasi utama
para wirausahawan; uang hanyalah cara sederhana untuk “menghitung
skor” pencapai tujuan-simbol prestasi.
Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang
wirausahawan selalu berkomitmen dalam mengerjakan tugasnya hingga ia
mendapatkan hasil seperti yang diharapkannya. Ia tidak ragu-ragu dalam
melakukan pekerjaannya karena itula ia selalu tekun, ulet dan pantang
menyerah. Wirausahawan selau berani mengambil resiko, keberanian
menghadapi sebuah resiko yang didukung oleh komitmen yang kuat
mendorong seorang wirausahawan untuk terus berjuang mencari peluang
untuk mencapai sebuah hasil.
f. Manfaat Berwirausaha
Pada saat kita memutuskan untuk berwirausaha pasti akan
mendapatkan banyak manfaat dari kegiatan berwirausaha yang kita lakukan,
menurut Zimmerer (2008: 11-14) wirausahawan harus memperimbangkan
manfaat menjadi pemilik bisnis, diantaranya: (1) peluang mengendalikan
nasib anda sendiri, didalam membangun sebuah usaha, wirausahawan bebas
24
untuk mencapai sasaran atau target yang diinginkan, dan dapat mewujudkan
keinginan dalam kehidupan masing-masing serta memperoleh kepuasan
tersendiri. (2) kesempatan melakukan perubahan, menjadi seorang
wirausahawan yang sukses, pasti jeli dalam membaca permasalahan di
sekitarnya, karena dengan adanya permasalahan yang ada di sekitarnya itu,
wirausahawan yang baik akan mampu membaca permasalahan tersebut dan
membuat inovasi untuk mengatasi permasalahan tersebut agar terdapat
perubahan, semakin banyak wirausahawan yang memulai bisnis karena
mereka melihat kesempatan untuk membuat perubahan, maka akan
mengurangi masalah-masalah untuk kehidupan yang lebih baik. (3) peluang
untuk menggunakan potensi seutuhnya, seorang wirausahawan, memiliki
berbagai bisnis dengan tujuan untuk mengaktualisasikan diri, karena bisnis
yang dijalankan telah sesuai dengan potensi, minat dan bakat, sehingga
wirausahawan tidak akan merasa bosan, tidak merasakan tantangan, dan
tidak menarik. (4) peluang untuk meraih keuntungan yang menajubkan,
meskipun uang bukanlah daya dorong utama bagi seorang wirausahawan,
tetapi keuntungan-keuntungan dari bisnis yang mereka jalankan, sangat
penting sebagai faktor motivasi dan pendirian bisnis-bisnis selanjutnya. (5)
peluang untuk berperan dalam masyarakat dan mendapat pengakuan atas
usaha anda, pebisnis kecil biasanya warga masyarakat yang sering dihormati
dan paling dipercaya. (6) peluang untuk melakukan sesuatu yang anda sukai,
sebagian besar wirausahawan memutuskan untuk terjun ke dunia bisnis
yang dijalankan, berdasarkan apa yang mereka sukai, para wirausahawan
mengubah kegemaran mereka menjadi sebuah pekerjaan mereka dan mereka
sangat senang melakukan pekerjaan tersebut.
Selain itu menurut Alma (2010: 1), manfaat wirausaha antara lain:
1) Menambah
daya
tampung
kerja,
sehingga
dapat
mengurangi
pengangguran
2) Sebagai generator pembangunan lingkungan, bidang produksi, distribusi,
pemeliharaan lingkungan, kesejahteraan, dan sebagainya.
25
3) Menjadi contoh bagi anggota masyarakat lain, sebagai pribadi unggul
yang patut dicontoh, diteladani, karena seorang wirausaha itu adalah
orang terpuji, jujur, berani, hidup tidak merugikan orang lain.
4) Selalu menghormati hokum dan peraturan yang berlaku, berusaha selalu
menjaga dan membangun lingkungan.
5) Berusaha memberi bantuan kepada orang lain dan pembangunan sosial,
sesuai kemampuannya.
6) Berusaha mendidik karyawannyan menjadi orang mandiri, disiplin, jujur,
tekun dalam menghadapi pekerjaan.
7) Memberi contoh bagaimana kita harus bekerja keras, tetapi tidak
melupakan perintah-perintah agama, dekat kepada Allah Swt.
8) Hidup secara efisien, tidak berfoya-foya dan tidak boros.
9) Memelihara keserasian lingkungan, baik dalam pergaulan maupun
kebersihan lingkungan. Wirausaha menemukan dan menciptakan
Fungsi wirausaha menurut Suryana (2013: 60) ada dua yaitu sebagai
penemu dan sebagai perencana. Sebagai penemu, wirausaha menemukan
dan menciptakan produk baru. Sedangkan sebagai perencana, wirausaha
berperan merancang usaha baru, merencanakan strategi perusahaan beru,
merencanakan ide-ide dan peluang dalam perusahaan, serta menciptakan
organisasi perusahaan baru.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bila
seseorang menyenangi kegiatan bisnis, maka mereka akan terjun kebidang
bisnis, dikarenakan bidang bisnis cukup menjajikan di masa yang akan
datang. Untuk saat ini paserta didik yang akan berbisnis sebaiknya
mempunyai banyak keerampilan, seperti komputer, akuntansi, otomotif,
elektronik dan sebagainya. Makin banyak keterampilan yang dikuasai, maka
semakin banyak peluang terbuka untuk membuka peluang untuk
berwirausaha. Setelah berwirausaha maka akan bayak manfaat yang akan
diperoleh misalnya membuka lapangan pekerjaan, hidup secara efisien dan
menciptakan organisasi perusahaan baru.
26
g. Keuntungan dan Kerugian Berwirausaha
Seseorang yang ingin menjadi wirausaha sekaligus wiraswasta jelas
akan mempertimbangkan secara matang manfaat dan pengorbanan yang
diperoleh atas pilihan tersebut. Berbagai macam analisis bisnis pasti
menyertai dalam pertimbangannya, serta faktor resiko, faktor kebebasan,
faktor pendapatan individu dan yang tidak kalah penting faktor dukungan
keluarga akan menjadi faktor penentu.
Beberapa pendapat memberikan gambaran dan masukan tentang
keuntungan dan kerugian dalam berwirausaha sebagai berikut:
Menurut Meredith dalam Mudjiarto (2006: 6) mengemukakan
keuntungan dan kerugian wirausaha:
1) Keuntungan
a) Memberi kesempatan kepada tiap pribadi untuk mengontrol jalan
hidup sendiri dengan imbalan kepemilikan yang diperoleh dari
kemerdekaan untuk menambil keputusan dan resiko.
b) Kesempatan menggunakan kemampuan dan potensi pribadi secara
penuh dan aktualisasi diri untuk mencapai cita-cita.
c) Kesempatan untuk meraih keuntungan tak terhingga dan masa depan
yang lebih bai dengan waktu yang relitif singkat.
d) Kesempatan untuk memberikan sumbangan kepada masyarakat
dengan
lapangan
kerja
dan
pengabdian
serta
memperoleh
pengakuan.
2) Kerugian
a) Kepastian pendapatan membuka dan menjalankan usaha tidak
menjamin anda akan memperoleh uang yang cukup untuk hidup.
b) Risiko hilangnya modal/ investasi anda. Usaha kecil mempunyai
tingkat keberhasilan rendah.
c) Kualitas hidup sebelum bisnis mapan, kerja 12-6 jam sehari.
Selain itu, menurut Kuehl dalam Suryana (2013: 112) menyatakan
keuntungan dan kerugian dalam berwirausaha sebagai berikut.
27
1) Keuntungan
a) Otonomi, pengelolaan yang bebas dan tidak terikat membuat
wirausaha menjadi “boss” yang penuh kepuasan.
b) Tantangan awal dan perasaan motif berprestasi merupakan hal yang
menggembirakan. Peluang untuk mengambangkan konsep usaha
yang dapat menghasilkan keuntungan sangat memotivasi wirausaha.
c) Control
finansial.
Wirausahawan
memiliki
kebebasan
untuk
mengelola keuangan dan merasakan kekayaan sebagai milik sendiri.
2) Kerugian
a) Pengorbanan personal. Pada awalnya, wirausahawan harus bekerja
dengan waktu yang lama dan sibuk. Sedikit sekali waktu yang
tersedia untuk kepentingan keluarga ataupun berekreasi karena
hamper sebagian besar waktu dihabiskan untuk krgiatan bisnis.
b) Beban tanggung jawab. Wirausahawan harus mengelola semua fungsi
bisnis, baik pemasaran, keuangan, personal maupun pengadaan dan
pelatihan.
c) Kecilnya margin keuntungan dan besarnya kemungkinan gagal.
Karena wirausahawan menggunakan sumber dana miliknya sendiri,
margin laba/ keuntungan yang diperoleh akan relative kecil.
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
dalam berwirausaha pasti kita akan mendapatkan sebuah keuntungan atau
sebuah kerugian. Contoh sebuah keuntungan antara lain: kesempatan meraih
keuntungan tak terhingga, kita akan menjad boss, dan kita bisa memberikan
sumbangan kepada masyarakat. Sedangkan contoh sebuah kerugian
antaralain: resiko kehilangan modal, beban tanggung jawab yang besar, dan
kecilnay jumlah keuntungan dan besarnya kemungkinan gagal.
h. Pengertian Minat Berwirausaha
Menurut penelitian Fu’adi (2009: 92) menyatakan bahwa “minat
berwirausaha adalah keinginan, ketertarikan, serta kesediaan untuk bekerja
keras atau berkemauan keras untuk berdikari atau berusaha untuk memenuhi
28
kebutuhan hidupnya tanpa merasa takut dengan resiko yang akan terjadi,
serta berkemauan keras untuk belajar dari kegagalan.”
Selain itu menurut penelitian yang dilakukan oleh Nastiti (2010:189),
minat berwirausaha diartikan sebagai proses mencari informasi yang akan
digunakan untuk mendirikan suatu usaha.
Menurut hasil penelitian dari Kurniawan (2015: 15) menyatakan
bahwa, “minat berwirausaha adalah sumber motivasi yang menetap pada
diri individu yang mendorong untuk merasa tertarik dan merasa senang
dalam menerapkan kreatifitas dan inovasi dalam melihat, meraih dan berani
mengambil resiko dari peluang-peluang yang dihadapi setiap harinya
dengan tujuan agar tercapai kemandirian dan kesejahteraan individu.”
Berkaitan dengan masalah minat berwirausaha, hasil penelitian dari
Fu’adi, dkk (2009), yang berjudul “Hubungan Minat Berwirausaha Dengan
Prestasi Praktik Kerja Industri Siswa Kelas XII Teknik Otomotif SMK
Negeri 1 Adiwerna, menemukan bahwa minat berwirausaha siswa kelas XII
SMK Negeri 1 Adiwena” tergolong tinggi. Sebanyak 34 siswa (50%)
memiliki minat yang tinggi, bahkan 30 siswa (44,12%) dalam kategori
sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi psikis sebagian besar
siswa memiliki keinginan yang tinggi untuk berwirausaha dan didukung
dengan usaha yang tinggi untuk menjaga kondisi fisik serta mendapat
dorongan dari kondisi lingkungan baik keluarga, sekolah dan masyarakat.
Dari berbagai pendapat mengenai minat wirausaha maka dapat
disimpulkan bahwa minat wirausaha adalah gejala psikis yang menunjukkan
kesadarannya yang mendorong individu individu cenderung berkeinginan,
memusatkan perhatian dan berbuat sesuatu terhadap wirausaha itu dengan
perasaan karena manfaat bagi dirinya.
3. Kajian Tentang Pelatihan Vokasional
a. Pengertian Pelatihan
Menurut pasal 1 ayat 9 undang-undang No 13 tahun 2013 tentang
ketenagakerjaan, pelatihan kerja adalah semua kegiatan untuk memberi,
29
memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja,
produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan
keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan
pekerjaan.
Selain itu, menurut Handoko (1987: 104) pelatihan adalah suatu
kegiatan
yang bertujuan untuk memperbaiki penguasaan berbagai
keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin.
Menurut Gomes (2003: 197), “pelatihan adalah setiap usaha untuk
memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang
menjadi tanggungjawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan
pekerjaannya.”
Esrawati (2012: 98) dalam jurnalnya yang berjudul “Meningkatkan
Keterampilan Menjahit Rok Melalui Teknik Bantuan Garis Bagi Anak
Tunarungu”. Penelitian ini mengajarkan anak tunarungu untuk menjahit
dengan bantuan garis, dalam penelitian ini dilakukan dua siklus. Siklus I
bertujuan agar anak mampu menjahit lurus dengan baik dan rapi, sedangkan
apda siklus II diharapkan anak mampu menjahit rok dengan baik dan rapi.
Dalam tindakan dilakukan kegiatan pembelajaran yang dimulai dari
kegiatan awal, inti dan kegiatan akhir. Selama pelaksanaan peneliti awalnya
memperagakan sambil menjelaskan kemudian anak berlatih sambil
dibimbing. Anak dibimbing sambil terus memperagakan yang berulangulang. Hal ini bertujuan agar setiap langkah yang diberikan dapat dikuasai
anak. Berdasarkan hasil tes kemampuan awal dan tes setelah diberikan
tindakan terlihat adanya peningkatan keterampilan menjahit rok pada anak
tunarungu tersebut, namun peningkatannya ini sesuai dengan tingkat
kemampuan anak masing –masing.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pelatihan adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan untuk menambah atau
memperbaiki penguasaan keterampilan pelaksanaan kerja tertentu untuk
membantu mencapai suatu tujuan.
30
b. Tujuan pelatihan
Pelaksanaan program pelatihan dalam suatu bidang usaha harus
dilakukan dengan tujuan-tujuan tertentu. Secara umum tujuan suatu program
pelatihan yang dilaksanakan diarahkan untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi perusahaan serta untuk menjembatani kesenjangan antara
pengetahuan, keterampilan serta sikap personil yang ada dan diharapkan
baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Menurut
Handoko (1987: 103) ada 2 tujuan utama dari program pelatihan dan
pendidikan, yaitu:
1) Latihan dan pengembangan dilakukan untuk menutup jarak antar
kecakapan atau kemampuan karyawan dengan permintaan jabatan.
2) Program-program tersebut diharapkan dapat meningkatkan efektivitas
dan efisiensi kerja pegawai dalam mencapai sasaran kerja yang telah
ditetapkan.
Selain itu, menurut Siagian (2008: 77) tujuan dari pelatihan adalah:
1) Produktivitas kerja
Dengan adanya pelatihan, maka produktivitas kerja karyawan akan
emningkat kualitas dan kauntitasnya, karena technical skill karyawan
semakin baik.
2) Efisiensi
Pengembangan karyawan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi
tenaga, waktu, bahan baku, dan mengurangi ausnya mesin. Pemborosan
berkurang, biaya produksi relative kecil sehingga daya saing perusahaan
semakin besar.
3) Kerusakan
Mengurangi kerusakan barang, produksi dan mesin-mesin karena
karyawan semakin ahli dan trampil dalam melaksanakan pekerjaannya.
4) Kecelakaan
Untuk mengurangi tingkat kecelakaan karyawan, sehingga jumlah biaya
pengobatan yang dikeluarkan perusahaan berkurang.
31
5) Pelayanan
Bertujuan untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik dari karyawan
kepada pelanggan, karena pemberian pelayanan yang lebih baik
merupakan daya Tarik yang sangat penting bagi rekan perusahaan yang
bersangkutan.
6) Moral
Moral karywan akan lebih baik karena keahlian dan keterampilan sesuai
dengan pekerjaannya sehingga mereka antusias untuk menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik.
7) Karier
Kesempatan untuk meningkatkan karier karyawan semakin besar, karena
keahlian keterampilan, dan prestasi kerjanya lebih baik. Promosi ilmiah
biasanya didasarkan pada keahlian dan prestasi kerja seseorang.
8) Konseptual
Manajer semakin cakap dan cepat dalam mengambil keputusan yang
lebih baik, karena technical skill, dan managerial skill-nya telah lebih
baik.
9) Kepemimpinan Kepemimpinan seorang manajer akan lebih baik, human
relation-nya lebih luwes, motivasinya lebih terarah sehingga pembinaan
kerjasama vertical dan horizontal semakin harmonis.
10) Balas jasa
Balas jasa (gaji, upah insntif dan benefits) karyawan akan emningkat
karena prestasi kerja mereka semakin besar.
11) Konsumen
Akan memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat konsumen karena
mereka akan memperoleh barang atau pelayanan yang lebih bermutu.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa tujuan pelatihan adalah tolak ukur dari berhasil tidaknya proses
pendidikan yang telah dilaksanakan oleh sutu organisasi atau sebuah
32
lembaga. Tujuan dari pelatihan bisa digunakan sebagai dasar dan pedoman
untuk melakukan penyusunan sebuah program pendidikan.
c. Pengertian Keterampilan Vokasional
Pendidikan keterampilan yang diajarkan pada anak tunarungu
bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia dalam menghadapi
era kerja yang dimulai sedini mungkin. Pendidikan keterampilan yang
diberikan di SLB bertujuan agar peserta didik dapat hidup mandiri dan bisa
mengembangkan
kecakapan
hidupnya
(life
skill)
yang
meliputi:
keterampilan personal, keterampilan sosial, keterampilan vokasional, dan
keterampilan akademik. Soemarjadi (1991: 2) mengatakan bahwa,
“Pendidikan keterampilan adalah pendidikan prakarya. Pengertian
prakarya adalah kegiatan yang mengawali karya atau pekerjaan
sebagai sumber nafkah. Tujuannya agar anak-anak memperoleh
gambaran tentang lapangan-lapangan kerja yang mungkin dapat
ditekuni sebagai pilihan hidupnya di kemudian hari” .
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Windyasari (2014: 61) mengenai Pendidikan Keterampilan Vokasional
untuk Meningkatkan Kemandirian Anak Tunarungu dalam Mempersiapkan
Diri Memasuki Dunia Kerja di Kelas XII SLB Negeri Surakarta, hasil
penelitian diperoleh bahwa pemberian pendidikan keterampilan vokasional
dapat meningkatkan kemandirian anak tunarungu yang erat kaitannya
dengan persiapan mereka memasuki dunia kerja. Oleh karena itu
keterampilan vokasional sangat dianjurkan untuk diterapkan di SLB untuk
bekal masa depan kelak.
Menurut Hadi (2005: 253), vokasi lebih diartikan sebagai suatu tugas
atau pengertian pekerjaan yang lebih luas yang tidak hanya meliputi
pekerjaan-pekerjaan sebagai sumber penghasilan saja.
Menurut penelitian Windyasari (2014: 29) yang menyatakan bahwa,
“Keterampilan vokasional adalah pembelajaran yang berorientasi pada
pengembangan keterampilan (skill), bakat dan minat, serta bertujuan untuk
membentuk pribadi yang disiplin, madiri, terampil, dan berjiwa wirausaha”.
33
Selain itu, Suswandari (2015: 6) menyatakan keterampilan adalah
“sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan
yang dibebankan kepadanya.”
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka bisa ditarik kesimpulan
bahwa ketrampilan vokasional adalah pelajaran yang terpusat pada
pengembangan keterampilan (skill), bakat serta minat, yang bertujuan untuk
membentuk pribadi yang disiplin dan berjiwa wirausaha.
d. Jenis-Jenis Keterampilan Vokasional
Curtis & John dalam Windyasari (2014: 32) mengemukakan bahwa
pendidikan vokasional merupakan pendidikan tinggi yang dilakukan untuk
kepentingan praktis dan merupakan ilmu terapan yang berfungsi
mengembangkan peserta didik agar memiliki pekerjaan keahlian terapan
tertentu melalui pendidikan vokasional dalam rangka mencapai tujuan
tujuan pendidikan nasional. Macam pendidikan vokasional yang merupakan
ilmu terapan tersebut antara lain:
1) Pendidikan Vokasi kesehatan, meliputi: Keperawatan, Kebidanan,
Kesehatan masyarakat, Kesehatan kerja, dll
2) Pendidikan Vokasi Teknik, meliputi: Teknik mesin, Teknik elektro,
Teknik fisika, Teknik Kimia, dan Teknik bangunan
3) Pendidikan Vokasi Peternakan
4) Pendidikan Vokasi Pertanian
5) Pendidikan Vokasi Tata busana
6) Pendidikan Vokasi Tata boga
7) Pendidikan Vokasi Tata rias
8) Pendidikan Desain Komunikasi Visual dan Desain Tekstil
Selain itu menurut Soemarjadi (1991:4) jenis-jenis keterampilan
1) kerajinan, antara lain:
a. kerajinan kertas
b. kerajinan bambu
c. kerajinan tali / makrame
d. kerajinan keramik
2) ketukangan, diantaranya:
a. ketukangan kayu
b. ketukangan batu
c. ketukangan besi
d. ketukangan las
e. kerajinan kulit
f. kerajinan ukir
g. kerajinan batik
e. ketukangan listrik
f. ketukangan elektronika
g. ketukangan motor bakar
34
3) kewanitaan, diantaranya ;
a. tata boga
d. tata rias wajah
b. tata busana
e. tata rias rambut
c. tata graha
4) bercocok tanam, di antaranya:
a. penyemaian bibit
d. bertanam tanaman hias
b. bertanam sayur
e. memberantas hama
c. bertanam buah
f. memupuk
5) peternakan, di antaranya :
a. beternak unggas
d. beternak bekicot
b. beternak kelinci
e. beternak katak
c. beternak lebah
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, pendidikan keterampilan
vokasional tersebut menunjukkan adanya harapan bagi anak berkebutuhan
khusus untuk dapat memiliki kterampilan khusus. Anak tunarungu bisa
melakukan semua keterampilan itu dikarenakan anak tunarung hanya
memiliki gangguan di pendengaran dan berbicaranya, akan tetapi biasanya
di SLB yang banyak dilatihkan ialah pelatihan salon, sablon, menjahit,
merias dan membatik.anak tetai keterampilan vokasional yang dilatihkan
pada penelitian ini berupa jenis keterampilan kerajinan tali yaitu membuat
gelang tali. Dikarenakan untuk membuat gelang tali hanya dibutuhkan
modal yang relatif kecil dan pembuatannya tidak memakan waktu yang
lama, hal ini cocok untuk diajarka pada anak tunarungu yang masih di
dalam sekolah.
e. Pengertian Pelatihan Vokasional
Menurut Hasibuan dalam Rezita (2015: 18) menyatakan bahwa
“Pendidikan dan pelatihan adalah suatu proses untuk meningkatkan keahlian
teoritis, konseptual dan moral pegawai”
Selain itu menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan pasal 9 Nomor
13 Tahun 2003 mengemukakan bahwa,” Pelatihan kerja diselenggarakan
dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan
kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan
kesejahteraan”.
35
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pelatihan vokasional adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan
keahlian yang berguna untuk bekerja dan untuk memenihi kebutuhan
hidupnya sehingga tidak akan bergantung kepada keluarga bahkan orang
lain.
f. Program Keterampilan untuk Anak Tunarungu di SLB-B YRTRW
Pelatihan vokasional yang diberikan pada anak tunarungu bertujuan
untuk mengembangkan sumber daya manusia yang maju dan siap dalam
menghadapi dunia kerja, hal tersebut sesuai dengan Visi dan Misi di SLB-B
YRTRW Surakartya yaitu terwujudnya pelayanan pendidikan yang optimal
bagi anak tunarungu sehingga dapat mandiri dan berperan serta dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara adapun misinya adalah
memberi
pelayanan
pendidikan
untuk
meningkatkan
kecerdasan,
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani. Tujuan dari sekolah adalah
Membantu anak tunarungu untuk dapat bersosialisai dengan masyarakat.
Pelatihan vokasional dikaitkan dengan progam keterampilan yang
dalam penelitian ini diberikan waktu pembelajaran. Jenis keterampilan yang
diberikan di SLB-B YRTRW adalah keterampilan bordir dan menyulam,
keterampilan jahit, keterampilan potong rambut dan rias, keterampilan
sablon, dan keterampilan ukir kayu. Gelang tali belum menjadi bagian dari
program keterampilan bagi mereka sehingga merupakan hal yang baru.
Berdasarkan hal tersebut peneliti akan mengkaji dampak diberikannya
keterampilan gelang tali terhadap minat berwirausaha.
B. Kerangka Berpikir
Anak tunarungu memiliki hambatan dalam mendengar sehingga mengalami
kesulitan dalam berkomunikasi, dengan adanya hambatan tersebut banyak anak
tunarungu yang enggan untuk bersosialisasi dengan anak normal lainnya. Dengan
keadaan tersebut dapat diketahui anak tunarungu memiliki minat wirausaha yang
rendah.
Pemberian pelatihan vokasional harus dilaksanakan di sekolah sebagai suatu
wadah untuk meningkatkan minat berwirausaha anak tunarungu, pemberian
36
pelatihan vokasional yang menarik, inovatif dan kreatif akan membuat anak
tunarungu meningkat minat berwirausahanya.
Program Keterampilan Anak
Tunarungu di SLB-B YRTRW
Surakarta
Pembentukan Minat
Berwirausaha
Pelatihan Vokasional
Minat Berwirausaha
Tinggi
Minat Berwirausaha
rendah
Pemberian Keterampilan
Gelang tali melalui Pelatihan
Vokasional
Minat Berwirausaha Membuat
Gelang Tali Meningkat
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir
C. Hipotesis
Sebuah penelitian harus terdapat hipotesis. Sugiyono (2010:64) menjelaskan
bahwa “hipotesis adalah jawaban sementera terhadap rumusan masalah penelitian,
dimana
rumusan masalah penelitian dinyatakan dalam bentuk kalimat
pernyataan”. Purwanto & Sulistyastuti (2007: 137) menjelaskan bahwa ”hipotesis
adalah pernyataan / tuduhan sementara masalah penelitian yang kebenarannya
masih lemah (belum tentu benar) sehingga harus diuji secara empiris”.
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka dalam
penelitian ini dapat diajukan hipotesis “pelatihan vokasional berupa gelang tali
berpengaruh terhadap minat berwirausaha siswa tunarungu kelas X di SLB-B
YRTRW Surakarta 2015/2016”.
Download