1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Profitabilitas
Profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan memperoleh laba atau
ukuran efektivitas pengelolaan manajemen perusahaan. Kemampuan memperoleh
laba bisa diukur dari modal sendiri maupun dari seluruh dana yang diinvestasikan
ke dalam perusahaan (Wiagustini, 2010:81). Ukuran profitabilitas dapat berbagai
macam seperti: laba operasi, laba bersih, tingkat pengembalian investasi/aktiva,
dan tingkat pengembalian ekuitas pemilik. Rasio profitabilitas dan rasio
rentabilitas
menunjukkan
keberhasilan
perusahaan
dalam
menghasilkan
keuntungan, untuk menghasilkan laba dalam kegiatan operasinya merupakan
fokus utama dalam penilaian prestasi perusahaan dan menciptakan nilai
perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan pada masa yang akan dating.
Profitabilitas diproksikan dengan ROA. Semakin besar nilai dari ROA berarti
semakin baik perusahaan menggunakan asetnya untuk mendapat laba, dengan
meningkatnya nilai ROA, profitabilitas dari perusahaan semakin meningkat
(Arista, 2012). Hal ini membuat investor menjadi tertarik untuk membeli saham
perusahaan serta berdampak pada harga saham yang semakin meningkat dan
diikuti dengan tingkat pengembalian return saham yang tinggi.
1
Adapun jenis rasio profitabilitas adalah :
a. Profit margin adalah mengukur laba yang dicapai dibandingkan dengan
penjualan. Wiagustini (2010) menyatakan bahwa profit margin dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
Profit margin
……………………………………..………(1)
b. Return on investment/ return on asets/ earning power adalah mengukur
kemampuan menghasilkan laba dari total aktiva yang digunakan.
Menurut Wiagustini (2010) menyatakan bahwa ROA dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
ROI/ ROA
…………………………………….…………(2)
c. Return on Equity adalah mengukur return atas modal sendiri. Wiagustini
(2010) mengemukakan bahwa ROE dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
ROE
……………………………………………………(3)
2.1.2 Pengertian Saham
Saham (stock) merupakan salah satu alternatif investasi yang dapat
menghasilkan keuntungan dalam bentuk dividen dan capital gain. Apabila
seorang investor membeli saham, maka menjadi pemilik dan disebut sebagai
pemegang saham (shareholders) perusahaan yang menerbitkan saham tersebut.
Darmadji dan Fakhrudin (2006: 6) menyatakan saham (stock atau share) adalah
tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan
atau perseroan terbatas.
2
Jadi, saham merupakan sertifikat atau tanda bukti kepemilikan yang menunjukkan
kepemilikan suatu perusahaan dan pemiliknya disebut pemegang saham yang
berhak untuk memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan serta
berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Saham merupakan instrumen yang paling dominan diperdagangkan.
Darmadji dan Fakhrudin (2006: 6) menyatakan bahwa ada beberapa sudut
pandang untuk membedakan saham, yaitu:
1) Saham biasa (common stocks)
Saham biasa merupakan salah satu komoditas pasar modal yang paling populer.
Pemegang saham adalah pemilik dari perusahaan yang mewakilkan kepada
manajemen untuk menjalankan operasi perusahaan. Beberapa karakteristik
saham biasa:
a. Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba.
b. Memiliki hak suara dalam rapat umum pemegang saham.
c. Memiliki hak terakhir (junior) dalam hal pembagian kekayaan perusahaan
jika perusahaan tersebut dilikuidasi (dibubarkan) setelah semua kewajiban
perusahaan dilunasi.
d. Memiliki tanggung jawab terbatas terhadap klaim pihak lain sebesar
proporsi sahamnya.
e. Hak untuk mengalihkan kepemilikan sahamnya.
3
2) Saham preferen (preferred stocks)
Saham preferen mempunyai sifat gabungan (hybrid) antara obligasi (bond)
dan saham biasa. Seperti bond yang membayarkan bunga atas pinjaman,
saham preferen juga memberikan hasil yang tetap berupa dividen preferen.
Seperti saham biasa, dalam hal likuidasi klaim pemegang saham preferen
dibawah klaim obligasi (bond).
Beberapa karakteristik saham preferen:
a. Memiliki hak lebih dulu dalam memperoleh dividen.
b. Dapat mempengaruhi manajemen perusahaan terutama dalam pencalonan
pengurus perusahaan.
c. Memiliki hak pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham lebih
dahulu setelah kreditur, apabila perusahaan tersebut dilikuidasi (dibubarkan
atau bangkrut).
d. Kemungkinan dapat memperoleh tambahan dari pembagian laba perusahaan
di samping penghasilan yang diterima secara tetap.
e. Apabila perusahaan dilikuidasi, memiliki hak memperoleh pembagian
kekayaan perusahaan di atas pemegang saham biasa setelah semua
kewajiban perusahaan dilunasi.
Harga saham perusahaan sangatlah penting guna ketepatan berinvestasi
saat investor berminat untuk melakukan investasi di pasar modal berupa
pembelian kepemilikan perusahaan dikarenakan harga saham merupakan
komponen penunjang nilai perusahaan. Harga saham merupakan harga yang
terbentuk di pasar jual beli saham (Halim, 2005: 20).
4
Ningsih (2011) menyatakan bahwa selembar saham memiliki suatu nilai atau
harga yang dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu:
1) Harga normal
Harga normal adalah harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang
ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan.
2) Harga perdana
Harga perdana adalah harga pada waktu harga saham tersebut dicatat di
bursa efek. Harga saham pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh
penjamin emisi (underwriter) dan emiten.
3) Harga pasar
Harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang
lain. Harga pasar terjadi setelah saham saham tersebut dicatat di bursa efek.
Fajriyah (2011) menyatakan bahwa kemakmuran pemegang saham dapat
terlihat pada harga saham di pasar modal. Menurut Abdulah (2009) harga saham
ditentukan oleh perkembangan perusahaan penerbitnya. Investor biasanya
bersedia membayar harga saham lebih tinggi bagisaham yang akan memberikan
deviden yang tinggi pula (Arilaha, 2009).
2.1.3 Return Saham
Tandelilin (2010: 102), menyatakan bahwa return adalah keuntungan yang
merupakan kompensasi atas waktu dan risiko terkait dengan investasi yang
dilakukan. Return ini dibedakan menjadi dua, yaitu return realisasi (actual return)
dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi merupakan return yang
sudah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi ini penting
5
dalam mengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar penentuan return dan
risiko di masa mendatang. Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan
di masa mendatang dan masih bersifat tidak pasti. Dalam melakukan investasi
investor dihadapkan pada ketidakpastian antara return yang akan diperoleh
dengan risiko yang akan dihadapinya. Semakin besar return yang diharapkan dari
investasi, semakin besar pula risikonya, sehingga dikatakan bahwa return
ekspektasi memiliki hubungan positif dengan risiko. Risiko yang lebih tinggi
biasanya dikolerasikan dengan peluang untuk mendapatkan return yang lebih
tinggi pula. Return yang tinggi tidak selalu disertai dengan investasi yang
beresiko, hal ini bisa saja terjadi pada pasar yang tidak rasional.
Komponen return saham terdiri dari 2 jenis, yaitu capital gain
(keuntungan selisih harga saham) dan current income (pendapatan lancar).
1) Capital gain merupakan keuntungan yang diterima karena adanya selisih nilai
antara harga jual dan harga beli saham dari suatu instrumen investasi, yang
berarti bahwa instrumen investasi harus diperdagangkan di pasar. Dengan
adanya perdagangan maka akan timbul perubahan nilai suatu instrumen
investasi yang menghasilkan capital gain.
2) Current income, yaitu keuntungan yang diperoleh melalui pembayaran yang
bersifat periodik, misalnya pembayaran bunga deposito, deviden, bunga obligasi,
dan sebagainya. Current income disebut pendapatan lancar karena keuntungan
yang diterima biasanya dalam bentuk kas atau setara kas, sehingga dapat
diuangkan secara cepat. Keuntungan dalam bentuk kas seperti bunga, jasa giro,
dan deviden tunai. Sedangkan keuntungan dalam bentuk setara kas seperti saham
bonus dan dividen saham.
6
Sartono (2010: 83) mengemukakan bahwa faktor penentu harga saham
dapat ditentukan secara fundamental dan teknikal. Analisis fundamental
merupakan analisis yang berbeda dari analisis teknikal, karena analisis teknikal
menggunakan data tren kecendrungan harga saham masa lalu untuk memprediksi
harga saham dimasa mendatang. Menurut Susilo (2009) faktor-faktor yang
mempengaruhi harga saham terdidi dari berbagai faktor fundamental yang sangat
luas dan kompleks. Faktor fundamental yang bersifat internal memberikan
informasi mengenai kinerja perusahaan seperti current ratio, debt to equity ratio,
return on investment, return on asset, return on equity, serta firm size dan faktor
fundamental yang bersifat eksternal meliputi kondisi perekonomian secara umum.
Abdulah (2009) berpendapat bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi
harga saham diantaranya pembagian dividen dan perkembangan perusahaan
penerbitnya. Naik turunnya harga saham dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik
faktor internal maupun faktor eksternal perusahaan (Harjito, 2009:85), yaitu
sebagai berikut:
1) Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berkaitan langsung dengan kinerja atau
kondisi suatu perusahaan. Kinerja atau kondisi suatu perusahaan dilihat dari
data-data laporan keuangan selama perusahaan melakukan kegiatan operasi
perusahaan.
Laporan perusahaan akan menjadi tolak ukur investor untuk mengetahhui
seberapa besar risiko yang akan ditanggungnya dan keuntungan yang didapat.
Sifat laporan keuangan dapat mengetahui perusahaan dalam kinerja baik atau
7
buruk. Semakin baik kinerja dalam suatu perusahaan maka berpengaruh
terhadap kenaikan harga saham dan sebaliknya.
2) Faktor ekstenal
Faktor eksternal adalah faktor yang tidak berkaitan langsung dengan kondisi
perusahaan dan faktor-faktor diluar perusahaan adalah sebagai berikut:
a. Tingkat suku bunga
Faktor suku bunga sangat penting, karena rata-rata semua masyarakat selalu
mengharapkan hasil investasi yang semakin besar termasuk investor saham.
Perubahan suku bunga yang terjadi maka tingkat pengembalian hasil
berbagai sarana investasi akan mengalami perubahan. Suku bunga ini adalah
suku bunga yang ditetapkan oleh bank Indonesia (BI) selaku bank sentral
dengan mengeluarkan sertifikat bank Indonesia (SBI). Langkah bank
Indonesia untuk menaikkan dan menurunkan suku bunga SBI merupakan
bagian dari kebijakan moneter untuk mengawasi perekonomian nasional,
dengan menaikkan suku bunga SBI tersebut, maka akan menyebabkan suku
bunga di pasar uang akan meningkat dan investor cenderung akan
memindahkan dananya ke pasar modal atau sebaliknya. Perilaku investor
tersebut menyebabkan harga suatu saham dapat meningkat atau menurun
yang pada akhirnya akan menyebabkan harga saham secara keseluruhan
terpengaruh.
b. Hukum permintaan dan penawaran
Pergerakan harga saham sangat berpengaruh apabila permintaan terhadap
saham meningkat dan penawaran yang terbatas akan menyebabkan suatu
harga saham akan menjadi meningkat atau menurun.
8
c. News and rumors
Berita dan informasi yang beredar di masyarakat yang
menyangkut
berbagai masalah ekonomi, sosial, politik, dan keamana suatu Negara
sehingga menyebabkan investor kemungkinan melakukan tindakan menjual
atau membeli saham yang akan berdampak pada harga saham keseluruhan.
d. Indeks harga saham
Kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG) sepanjang waktu tentunya
menandakan kondisi investasi dan perekonomian suatu negara dalam
keadaan baik, sebaliknya jika mengalami penurunan berarti iklim investasi
sedang tidak baik. Kondisi demikian akan mempengaruhi meningkat atau
menurunnya harga saham di bursa efek.
e. Valuta asing
Kenaikan suku bunga dalam valuta asing, maka uang khususnya dollar AS
akan berpengaruh, hal ini mengakibatkan banyak investor beralih memilih
investasi ke valuta asing (valas).
Tindakan yang dilakukan oleh para investor
akan mengakibatkan
implikasi yang negatif terhadap harga saham di bursa efek. Faktor-faktor yang
mempengaruhi harga saham dalam penelitian ini adalah faktor internal dan
eksternal perusahaan. Faktor internal merupakan fundamental perusahaan yang
menganalisis kinerja serta kondisi keuangan dan ekonomi perusahaan yang
menerbitkan saham dan menjadi pertimbangan utama dalam berinvestasi saham
sedangkan faktor ekternal adalah faktor makroekonomi yang dapat mempengaruhi
harga saham.
9
2.1.4 Struktur Modal
Struktur modal adalah perbandingan/imbangan pendanaan perusahaan
yang ditunjukkan oleh perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal
sendiri (Martono dan D. Agus Harjito, 2010). Jadi, struktur modal merupakan
proporsi dalam pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dengan sumber
pendanaan jangka panjang yang berasal dari dana internal dan dana eksternal.
Adapun teori dalam struktur modal yaitu:
1. Modligiani and Miller Theory
Teori mengenai struktur modal pertama kali dikembangkan oleh
Modligiani dan Miller (MM) pada tahun 1958. Teori tersebut memaparkan bahwa
struktur modal tidak dapat mempengaruhi nilai perusahaan namun dengan
batasan-batasan tertentu. Batasan-batasan yang dikenakan sehubungan dengan
teori ini adalah tidak adanya pialang, tidak ada pajak, tidak ada biaya
kebangkrutan, investor dapat meminjam pada tingkat yang sama pada perusahaan,
semua investor memiliki informasi yang sama mengenai manajemen tentang
peluang investasi perusahaan dimasa depan, EBIT tidak terpengaruh oleh
penggunaan utang (Brigham dan Houston, 2010).
Teori yang dijelaskan oleh MM merupakan suatu hal yang tidak realistis,
hasil ketidakrelevanan MM memiliki arti yang sangat penting. Dengan
menunjukkan kondisi-kondisi di mana struktur modal tersebut tidak relevan, MM
juga telah memberikan petunjuk mengenai hal-hal apa yang dibutuhkan agar
membuat struktur modal menjadi relevan yang selanjutnya akan mempengaruhi
nilai perusahaan. Hasil karya MM menandai awal penelitian struktur modal
10
modern, dengan penelitian selanjutnya berfokus pada asumsi-asumsi MM guna
mengembangkan suatu teori struktur modal yang lebih realistis.
2. Teori Pertukaran (Trade Off Theory).
Teori Trade off menjelaskan adanya hubungan antara pajak, resiko
kebangkrutan dan penggunaan hutang yang disebabkan keputusan struktur modal
yang diambil perusahaan (Brealey dan Myers dalam Nugroho, 2006:18). Teori ini
merupakan keseimbangan antara keuntungan dan kerugian atas penggunaan utang.
Asumsi dasar yang digunakan dalam trade off theory adalah adanya informasi
asimetris yang menjelaskan keputusan struktur modal yang diambil oleh suatu
perusahaan, yaitu adanya informasi yang dimiliki oleh pihak manajemen suatu
perusahaan dimana perusahaan dapat menyampaikan informasi kepada publik.
Trade off theory secara implisit menyatakan bahwa perusahaan yang tidak
menggunakan pinjaman sama sekali dan perusahaan yang menggunakan
pembiayaan investasinya dengan pinjaman seluruhnya adalah kurang baik.
Keputusan terbaik adalah keputusan yang moderat dengan mempertimbangkan
kedua intrumen pembiayaan. Trade off theory memang tidak dapat digunakan
untuk menentukan modal yang optimal secara akurat dari suatu perusahaan.
Menurut Mirza dalam Nugroho, 2006:19 terdapat tiga kesimpulan tentang
pengunaan leverage:
1) Perusahaan dengan resiko usaha yang lebih rendah dapat meminjam lebih
besar tanpa harus dibebani oleh expected cost of financial distress sehingga
diperoleh keuntungan pajak karena penggunaan yang hutang lebih besar.
2) Perusahaan yang memiliki tangible asset dan marketable assets seperti
realestate seharusnya dapat menggunakan hutang yang lebih besar daripada
11
perusahaan yang memiliki nilai terutama dari intangible assets seperti
patent dan goodwill. Hal ini disebabkan karena intangible assets lebih
mudah untuk kehilangan nilai
apabila terjadi
financial
distress,
dibandingkan standart assets dan tangible assets.
3) Perusahaan-perusahaan di negara yang tingkat pajaknya tinggi seharusnya
memuat hutang yang lebih besar dalam struktur modalnya daripada
perusahaan yang membayar pajak pada tingkat yang lebih rendah, karena
bunga yang dibayar diakui pemerintah sebagai biaya sehingga mengurangi
pajak penghasilan.
3. Pecking Order theory
Myers dalam Kartika (2009:109) menyatakan bahwa dalam teori pecking
order perusahaan lebih memilih membelanjai perusahaan dengan dana internal
yaitu yang berasal dari laba ditahan dan depresiasi aliran kas. Secara singkat teori
ini menyatakan bahwa perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari
hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan). Apabila pendanaan dari luar
(eksternal financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas
yang paling aman terlebih dulu, yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi,
kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi
konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan.
Pecking Order Theory menyatakan bahwa perusahaan lebih memilih
membelanjai perusahaan dengan dana internal yaitu yang berasal dari laba ditahan
dan depresiasi aliran kas). Pecking Order Theory diringkas dalam 4 (empat)
bagian, yaitu:
1) perusahaan menerapkan kebijakan dividen untuk investasi
12
2) perusahaan lebih menyukai dana internal. Dana internal tersebut
diperoleh dari laba yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.
3) Saat pendanaan eksternal dibutuhkan, perusahaan pertama akan
memilih menerbitkan sekuritas utang.
4) Dengan semakin banyaknya dana eksternal yang dibutuhkan untuk
mendanai proyek dengan nilai sekarang positif, pendapatan pecking
order akan diikuti, ini berarti lebih menyukai utang yan berisiko
artinya konvertibel, modal preferen, dan modal biasa sebagai pilihan
terakhir.
4. Teori Keagenan (Agency Theory)
Jensen dan Meckling (1976) dalam Moeljadi (2006) menyatakan teori
keagenan pada awalnya berkaitan dengan masalah kepemilikan perusahaan
melalui pembelian saham. Pada perkembangannya, teori ini digunakan untuk
menjelaskan hubungan antara dua pihak yang bersifat kontraktual.Teori keagenan
dalam manajemen keuangan membahas adanya hubungan agency, yaitu hubungan
mengenai adanya pemisahan antara pemilikan dan pengelolaan yang dilakukan
oleh manajer.
Masalah keagenan (agency problem) yang potensial ini muncul ketika
manajer perusahaan memiliki kurang dari 100 persen saham perusahaan. Masalah
keagenan (agency problem) yaitu konflik kepentingan yang potensial antara agen
(manajer) dan pemegang saham pihak luar atau pemberi utang (kreditur). Konflik
keagenan juga terjadi antara kreditur dan pemegang saham. Konflik antara
manajer dan pemegang saham dapat juga terjadi pada saat manajer menggunakan
kas perusahaan secara berlebihan dengan biaya pemegang saham. Penggunaan
13
utang merupakan suatu mekanisme lain yang bisa digunakan untuk mengurangi
atau mengontrol konflik keagenan (Brigham dan Houston, 2010).
5. Signaling Theory
Signaling Theory merupakan suatu tindakan yang dilakukan manajemen
suatu perusahaan untuk memberikan petunjuk dan
informasi mengenai
bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan (Brigham & Houston,
2010). Arifin (2005) menyatakan bahwa teori signaling (signaling theory)
merupakan teori yang dikembangkan untuk mengetahui kemungkinan bahwa
informasi yang berkaitan dengan kondisi dan prospek perusahaan dimasa depan
lebih banyak diketahui oleh orang dalam (insiders) perusahaan dari pada para
investor yang merupakan orang luar perusahaan, dengan adanya signaling theory
dapat disimpulkan bahwa pihak manajemen perusahaan khususnya perusahaan
yang telah go public pasti memberikan informasi pada para investor sehingga
investor dapat mengetahui keadaan perusahaan dan prospeknya dimasa depan.
Pengambilan
keputusan untuk berinvestasi
investor dapat
membedakan
perusahaan mana yang memiliki nilai perusahaan yang baik sehingga dimasa
mendatang dapat mendatangkan keuntungan bagi investor tersebut. Nilai
perusahaan yang baik salah satunya dapat ditunjukkan dari peningkatan harga
saham perusahaan dari waktu ke waktu.
14
Beberapa faktor yang mempengaruhi struktur modal, yaitu (Brigham,
2009):
1) Stabilitas Penjualan
Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh
lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil.
2) Struktur Aktiva
Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit cenderung
lebih banyak menggunakan utang.
3) Leverage Operasi
Perusahaan dengan leverage operasi yang lebih kecil cenderung lebih mampu
untuk meningkatkan leverage keuangan karena ia akan mempunyai resiko
bisnis yang lebih kecil.
4) Tingkat Pertumbuhan
Perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus lebih banyak mengandalkan
modal eksternal, namun pada saat yang sama perusahaan yang memiliki
pertumbuhan yang pesat sering menghadapi ketidakpastian yang lebih besar
yang cenderung mengurangi keinginannya untuk menggunakan utang.
5) Profitabilitas
Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi hanya
menggunakan utang yang relatif kecil. Perusahaan yang sangat menguntungkan
memang tidak memerlukan banyak pembiayaan dengan utang. Tingkat
pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk membiayai
15
sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara
internal.
6) Pajak
Bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan, dan
pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak
yang tinggi.
7) Pengendalian
Pengaruh utang melawan saham terhadap posisi pengendalian manajemen
dapat mempengaruhi struktur modal. Apabila manajemen saat ini mempunyai
hak suara untuk mengendalikan perusahaan (mempunyai saham lebih dari
50%) tetapi sama sekali tidak diperkenankan untuk membeli saham tambahan,
mereka mungkin akan memilih utang untuk pembiayaan baru, manajemen
mungkin memutuskan untuk menggunakan ekuitas jika kondisi keuangan
perusahaan sangat lemah sehingga penggunaan utang dapat membawa
perusahaan pada risiko kebangkrutan, karena jika perusahaan bangkrut maka
para manajer akan mengambil risiko pengambilalihan. Rasio struktur modal
berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan sehingga rasio struktur
modal memiliki hubungan dengan harga saham perusahaan. Adapun jenis rasio
struktur modal antara lain:
1). Rasio hutang modal (Debt to Equity Ratio)
Rasio hutang modal menggambarkan
sejauh mana modal pemilik dapat
menutupi hutang-hutang kepada pihak luar dan merupakan rasio yang
mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai dari hutang. Rasio ini
disebut juga rasio leverage. Rasio leverage merupakan rasio untuk mengukur
16
seberapa bagus struktur permodalan perusahaan. Struktur permodalan
merupakan pendanaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang,
saham preferen dan modal pemegang saham (Wahyono, 2002:12). Jadi dapat
disimpulkan bahwa DER merupakan perbandingan antara total hutang (hutang
lancar dan hutang jangka panjang) dan modal yang menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan modal yang
ada. Rasio hutang modal dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
………………………..……………….(4)
Syafri (2008: 303), menyatakan bahwa semakin kecil rasio hutang modal
maka semakin baik dan untuk keamanan pihak luar rasio terbaik jika jumlah
modal lebih besar dari jumlah hutang atau minimal sama.
2). Debt Ratio
Debt ratio merupakan perbandingan antara total hutang dengan total
aktiva. Sehingga rasio ini menunjukkan sejauh mana hutang dapat ditutupi oleh
aktiva. Sawir (2008:13) menyatakan debt ratio merupakan rasio yang
memperlihatkan proposi antara kewajiban yang dimiliki perusahaan dan seluruh
kekayaan yang dimiliki perusahaan. Debt ratio dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
……………….…………….(5)
Apabila debt ratio semakin tinggi, sementara proporsi total aktiva tidak
berubah maka hutang yang dimiliki perusahaan semakin besar. Total hutang
semakin besar berarti rasio keuangan atau rasio kegagalan perusahaan untuk
mengembalikan pinjaman semakin tinggi. Sebaliknya apabila debt ratio semakin
17
kecil maka hutang yang dimiliki perusahaan juga akan semakin kecil dan ini
berarti risiko keuangan perusahaan mengembalikan pinjaman juga semakin kecil.
3). Times Interest Earned
Time interest earned merupakan perbandingan antara laba bersih sebelum
bunga dan pajak dengan beban bunga dan merupakan rasio yang mencerminkan
besarnya jaminan keuangan untuk membayar bunga utang jangka panjang. Sawir
(2008:14), menyatakan bahwa rasio penutupan (coverage ratio), yang mengukur
kemampuan pemenuhan kewajiban bunga tahunan dengan laba operasi (EBIT)
dan mengukur sejauh mana laba operasi boleh turun tanpa menyebabkan
kegagalan dari pemenuhan kewajiban membayar bunga pinjaman. Time Interest
Earned dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
IRR
……………..(6)
2.1.10 Inflasi
Inflasi merupakan proses dari kenaikan harga-harga umum barang-barang
secara terus menerus (Nopirin, 2012). Laju inflasi yang tinggi akan mendorong
kenaikan harga bahan baku dan meningkatkan berbagai biaya operasi perusahaan,
menyebabkan harga jual barang meningkat dan menurunkan daya beli
masyarakat. Hal ini berdampak pada turunnya penjualan perusahaan, sehingga
keuntungan dan kinerja keuangan perusahaan mengalami penurunan.
Ali et al (2011) mengemukakan inflasi berpengaruh negatif signifikan
terhadap profitabilitas pada bank umum di Pakistan, karena inflasi yang tinggi
akan berdampak pada kinerja bank dan menjadi salah satu faktor utama kesulitan
dalam institusi keuangan.
18
Tandelilin (2010) menyatakan inflasi dapat dihitung dengan rumus, yaitu:
Inflasi =
………….……..(7)
Keterangan :
t = Periode sampel (dalam tahun)
2.2 Kerangka Konseptual Penelitian
Kerangka
konseptual
penelitian
secara
umum
bertujuan
untuk
mengemukakan mengenai objek penelitian yang dilakukan dalam kerangka
variabel yang diteliti. Kerangka penelitian ini menguraikan variabel yang akan
diteliti yaitu DER, inflasi, ROA dan return saham.
Berdasarkan kajian teori serta hasil-hasil penelitian terdahulu dan dengan
melakukan modifikasi maka diperoleh kerangka konseptual penelitian sebagai
berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Struktur Modal
Profitabilitas
Inflasi
19
Return Saham
2.2 Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas
Debt to Equity Ratio (DER) adalah salah satu proksi yang dipakai untuk
mengukur kinerja perusahaan dari aspek solvabilitas. DER merupakan rasio yang
digunakan untuk menilai hutang dengan seluruh ekuitas serta mampu memberikan
petunjuk umum tentang kelayakan dan risiko keuangan perusahaan.
Tingkat hutang perusahaan yang tinggi jika penggunaannya dioptimalkan seperti
melakukan pengelolaan aset, maka perusahaan berkesempatan mengalami
peningkatan penjualan. Peningkatan penjualan mengakibatkan perolehan laba
perusahaan juga semakin tinggi. Informasi tersebut akan menarik minat investor
untuk melakukan investasi sehingga akan berakibat pada peningkatan harga
saham dan return saham yang diterima pemegang saham. Kondisi ini
menunjukkan bahwa semakin banyak penggunaan sumber pendanaan utang akan
semakin besar profitabilitas perusahaan dihubungkan dengan kemakmuran
pemegang saham. Semakin tinggi rasio utang terhadap ekuitas maka semakin
besar resiko yang dihadapi dan investor akan meminta tingkat keuntungan yang
semakin tinggi (Sartono, 2001).
Hamidy (2014), Sari (2012) dan Vironika (2014) dalam penelitiannya
menyatakan DER mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap ROA.
Hasil pengujian hipotesis dapat diartikan bahwa penambahan hutang yang
dilakukan perusahaan dapat meningkatkan pendapatan bersih dari perusahaan
tersebut. Berdasarkan uraian penelitian dan pemaparan teori dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
H1: Struktur modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas.
20
2.2.2 Pengaruh inflasi terhadap profitabilitas
Inflasi didefinisikan sebagai kecenderungan kenaikan harga secara umum.
Kecenderungan yang dimaksudkan disini adalah bahwa kenaikan tersebut bukan
terjadi sesaat (Djohanputro, 2006). Di bidang moneter, laju inflasi yang tinggi dan
tidak terkendali dapat mengganggu upaya perbankan dalam mengerahkan dana
masyarakat. Hal ini disebabkan, karena tingkat inflasi yang tinggi menyebabkan
tingkat suku bunga riil menjadi menurun. Fakta demikian akan mengurangi hasrat
masyarakat untuk menabung sehingga pertumbuhan dana perbankan yang
bersumber dari masyarakatakan menurun dan tingkat profitabilitas perusahaan
perbankan akan menurun (Pohan, 2008).
Uche dkk (2006) dan Khizer Ali (2011) mengemukakan bahwa inflasi
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA, bahwa inflasi yang tinggi akan
berdampak pada kinerja bank dan menjadi salah satu sebab utama kesulitan dalam
institusi keuangan, inflasi yang tinggi mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi
makro, meningkatkan risiko bank, dan menurunkan profit bank. Berdasarkan
pernyataan tersebut di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2: Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas.
2.2.3 Pengaruh struktur modal terhadap return saham
Return adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu
investasi yang dilakukannya. Apabila investor berinvestasi dalam saham, maka
tingkat keuntungan yang diperolehnya diistilahkan dengan return saham. Dalam
berinvestasi investor selalu menghubungkan return dan risiko. Risiko perusahaan
dari sudut pandang investor dapat berasal dari risiko keuangan. Risiko keuangan
21
perusahaan dapat digambarkan dari struktur modal, yaitu penggunaan hutang atas
modal sebagai dasar investasi perusahaan. Tandelilin (2010) menjelaskan struktur
modal perusahaan yang ditandai dengan nilai DER tinggi, berarti perusahaan
memiliki hutang lebih besar dibandingkan modal sendiri. Perusahaan dengan
hutang yang tinggi jika dioptimalkan maka perusahaan berkesempatan mengalami
peningkatan penjualan seperti melakukan pengelolaan aset. Peningkatan penjualan
menyebabkan perolehan laba perusahaan meningkat dan berdampak pula pada
peningkatan harga saham serta return yang diperoleh investor. Informi tersebut
akan memberikan sinyal kepada investor mengenai prospek perusahaan di masa
mendatang dalam melaksanakan investasi.
Handayani & Saifi (2014) dan Susilowati & Turyanto (2011)
mengemukakan bahhwa DER berpengaruh positif dan signifikan terhadap return
saham. Semakin besar DER menandakan struktur permodalan usaha lebih banyak
memanfaatkan dana eksternal untuk menghasilkan laba.
Berdasarkan penelitian dan pemaparan teori dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H3: Struktur modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham.
2.2.4 Pengaruh inflasi terhadap return saham
Inflasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara teus menerus.
Dilihat dari segi konsumen, inflasi yang tinggi berdampak terhadap daya beli
konsumen (masyarakat) menurun. Jika dilihat dari segi perusahaan perbankan
inflasi mengakibatkan turunya nilai uang karena meningkatnya jumlah uang yang
beredar yang tidak diimbangi dengan persediaan barang. Inflasi tinggi akan
menyebabkan
nilai
riil
tabungan
merosot,
22
karena
masyarakat
akan
mempergunakan hartanya untuk mencukupi biaya pengeluaran akibat naiknya
harga barang, hal tersebut akan menurunkan profitabilitas perbankan serta
berpengaruh terhadap turunnya harga saham dan return yang dihasilkan oleh
investor.
Dwita
dkk
(2012)
dan
Prihantini
(2009)
dalam
penelitiannya
menyimpulkan inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham.
Berdasarkan penelitian dan pemaparan teori dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H4: Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham.
2.2.5 Pengaruh profitabilitas terhadap return saham
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dan
efisiensi secara operasional maupun efisiensi penggunaan harta yang dimilikinya
(Chen, 2004). Profitabilitas diproksikan dengan ROA yaitu mengukur seberapa
besar
laba bersih yang bisa diperolah dari seluruh asset yang dimiliki dan
ditanamkan
meningkatnya
ke
dalam
ROA
sebuah
perusahaan
menandakan
semakin
(efisiensi
aktiva).
efektif
perusahaan
Semakin
dalam
memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak (Ulupui,
2007). Kasmir (2012:202) semakin tinggi nilai ROA maka kinerja perusahaan
dianggap semakin baik dan demikian pula sebaliknya. Mendukung pernyataan
tersebut, Saqafi (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ROA memiliki
hubungan dengan tingkat pengembalian (return) dari suatu investasi dimasa yang
akan datang. Meningkatnya ROA berarti perusahaan dianggap mampu
menghasilkan laba yang tinggi dan sebagai dampaknya harga saham perusahaan
23
mengalami peningkatan. Terjadinya peningkatan harga saham berdampak
terhadap peningkatan return saham perusahaan yang diterima pemegang saham.
Penelitian yang dilakukan oleh Artini dkk (2015) menyimpulkan ROA
berpengaruh positif terhadap return saham, karena semakin meningkatnya ROA
menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik dan para pemegang saham akan
memperoleh keuntungan. Meningkatnya ROA perusahaan menjadi daya tarik bagi
investor untuk menanamkan dananya ke perusahaan. Banyaknya investor yang
tertarik menanamkan modalnya membuat permintaan terhadap saham akan
meningkat. Hasil penelitian ini konsisten dengan Ghi, Trần Nha (2015), Hasanah
(2008), Ulupui (2007), dan Hutomo (2013) menyatakan bahwa ROA bengaruh
positif dan signifikan terhadap return saham. Berdasarkan penelitian dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H5: Profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham.
24
25
Download