BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karo merupakan salah satu dari beberapa etnis atau suku yang terdapat di daerah Propinsi Sumatera Utara. Nama suku ini dijadikan sebagai nama Kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami yaitu Kabupaten Karo yang terletak di dataran tinggi Tanah Karo. Ibu kota kabupaten Karo adalah Kabanjahe. Berdasarkan wilayah geografis, masyarakat Karo mendiami daerah Kabupaten Karo (meliputi Tanah Karo simalem dan sekitarnya) dan Kabupaten Langkat. Masyarakat Karo yang mendiami daerah kabupaten Karo sering disebut sebagai Karo Gugung yang artinya adalah masyarakat Karo yang mendiami dataran tinggi (pegunungan), dan masyarakat Karo yang menempati Kabupaten Langkat disebut sebagai Karo Jahe yang artinya adalah sebagian masyarakat Karo yang mendiami dataran rendah wilayah Langkat dan Deli Serdang 1. Walaupun secara wilayah budaya berbeda namun masyarakat Karo Jahe dan Karo Gugung memiliki beberapa persamaan dan juga variasi dalam kebudayaan musiknya. Adapun contoh persamaan dalam kebudayaan musik Karo Jahe dan Karo Gugung antara lain adalah gendang patam-patam. Gendang patampatam merupakan sebuah istilah musikal dalam kebudayaan musik Karo. Selain pada kebudayaan musik Karo Istilah ‘patam-patam’ ini juga dapat ditemukan dalam kebudayaan musik Melayu. 1 Lihat Darwin Prints dalam Kamus Karo Indonesia ,2002 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan penelitian pendahuluan yang penulis lakukan, gendang patam-patam merupakan judul sebuah komposisi instrumental musik tradisional Karo 2. Komposisi yang dimaksud disini adalah melodi dan juga ritem yang dihasilkan dari permainan gendang lima sedalanen (lihat lampiran hal 114-117). Pada masyarakat Karo Jahe gendang patam-patam awalnya digunakan untuk upacara penyembuhan baik secara fisik maupun psikis oleh guru perdeweldewel (dukun). Gendang patam-patam dalam konteks kebudayaan musik Karo Jahe, selalu disajikan dengan ensambel gendang binge 3. Berdasarkan hasil diskusi dan wawancara dengan Natangsa Barus mengatakan bahwa terdapat beberapa nama dari gendang patam-patam pada musik tradisional Karo Jahe yaitu patampatam cemet, patam-patam rambung mbungkar, patam-patam bunga ncole, patam-patam gendang sikat, patam-patam anak munte, patam-patam pudi terang, patam-patam malem ate, patam-patam sereng, patam-patam pak-pak, patampatam kebang kiung, patam-patam limbey, patam-patam pudi terang, dan patampatam simpang empat. Penamaan dari Gendang patam-patam sendiri berasal dari guru perdewel-dewel (dukun) yang datang dari daerah yang berbeda 4. Menurut beliau hal inilah yang menyebabkan terdapat beberapa nama dari komposisi gendang patam-patam. Beberapa dari komposisi gendang patam-patam yang berasal dari Karo Jahe ini kemudian menyebar ke dalam kebudayaan musik Karo Gugung, seperti 2 Hasil wawancara dengan Djasa Tarigan 14 maret 2011, Malem Ukur Ginting 22 Maret 2011, Natangsa Barus 5 April 2011. 3 Gendang Binge merupakan ensambel tradisional masyarakat Karo Jahe, jenis instrumennya sama dengan instrumen gendang lima sedalanen pada Karo Gugung hanya saja ukuran gendang dan sarune jauh lebih besar dan panjang dan ukuran gung lebih kecil pada Gendang Binge. 4 Hasil wawancara dengan Natangsa Barus 5 April 2011. Universitas Sumatera Utara patam-patam bunga ncole, patam-patam sereng, patam-patam cemet, patampatam rambung mbungkar, patam-patam kabang kiung, dan patam-patam pudi terang. Pada perkembangannya gendang patam-patam yang berada dalam kebudayaan Karo Gugung ini hanya sedikit yang masih sering disajikan salah satunya adalah gendang patam-patam bunga ncole. Gendang patam-patam bunga ncole inilah yang akan menjadi fokus dalam mendeskripsikan struktur musiknya. Dari berbagai gendang patam-patam yang disebutkan diatas yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah gendang patam-patam yang terdapat pada masyarakat Karo Gugung. Berbeda dari Karo Jahe, pada masyarakat Karo Gugung komposisi gendang patam-patam disajikan sebagai hiburan. Gendang patam-patam ini berawal dan berkembang dalam gendang guro-guro aron 5, sebagi salah satu komposisi dalam mengiringi aron menari. Gendang patam-patam yang berkembang di Karo Gugung pada awalnya dimainkan dengan ensambel gendang lima sedalanen. Namun pada tahun 1991 instrumen keyboard masuk ke dalam kebudayaan musik Karo. Beberapa seniman Karo mengasumsikan bahwa hadirnya instrumen keyboard dalam kebudayaan musik Karo diperkenalkan oleh Djasa Tarigan yang merupakan salah satu seniman dan musisi tradisional Karo yang cukup berpengaruh dalam perkembangan musik Karo khususnya gendang kulcapi, gendang kibod,dan juga dalam memprogram gendang patam-patam. 5 Gendang guro-guro aron adalah suatu pesta muda-mudi yang dilaksanakan berdasarkan adat dan kebudayaan Karo, dengan memakai musik Karo dan perkolong-kolong (Prints, 2004:280). Universitas Sumatera Utara Awalnya instrumen keyboard yang digabungkan dengan gendang lima sedalanen digunakan untuk penambahan bunyi perkusi yang tersedia pada instrumen keyboard. Instrumen keyboard ini kemudian dikenal dengan istilah gendang keyboard (dibaca gendang kibod 6). Gendang kibod merupakan istilah yang sering diucapkan oleh masyarakat Karo terhadap jenis ritem musik yang diprogram secara khusus di dalam keyboard. Pada perkembanganya, gendang kibod dapat dimainkan secara tunggal untuk mengiringi upacara-upacara adat pada masyarakat Karo. Walaupun gendang kibod dapat menggantikan kehadiran dari gendang lima sedalanen, namun gendang patam-patam tetap kontinu dalam kebudayaan musik tradisional Karo. Perubahan yang terjadi pada ensambel musik yang digunakan dari gendang lima sedalanen ke gendang kibod juga memberi perubahan musik pada gendang patam-patam sebagai sebuah komposisi. Dengan menggunakan instrumen keyboard gendang patam-patam diprogram menjadi sebuah pola ritem dengan unsur bunyi yang ditiru atau diimitasi dari bunyi gendang lima sedalanen. Perubahan yang terjadi adalah gendang patam-patam yang sebelumnya merupakan sebuah komposisi musik tradisional Karo kini telah menjadi sebuah format pola ritem yang lagu-lagu apa saja dapat ‘dimasukkan’ atau dimainkan. Dan pada perkembangannya unsur bunyi musikal yang digunakan dalam program gendang patam-patam kini sudah tidak mirip seperti instrumen musik tradisional yang terdapat dalam gendang lima sedalanen. 6 Penyebutan pada masyarakat Karo pada umumnya adalah Gendang kibod yang selanjutnya akan digunakan penulis. Universitas Sumatera Utara Dari pengamatan penulis dan berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa seniman Karo Gugung mengatakan bahwa setiap instrumen keyboard yang mereka gunakan pada upacara-upacara adat sudah memiliki program khusus gendang patam-patam. Program tersebut dapat disimpan dalam disket 7 yang terdapat dalam keyboard atau juga disimpan dalam hard disk 8 atau memory card/chip (penyimpan data). Koleksi program gendang patam-patam yang terdapat pada masing-masing keyboard ada yang sama (dengan variasi) tetapi ada juga yang berbeda, baik dari sisi pola ritem, tempo maupun warna bunyi instrumental serta gaya penggarapan ornamentasi musikal. Seperti yang dibawakan oleh Fakta Ginting, Sakti Sembiring dan Yanto Ginting yang merupakan pemain gendang kibod yang sering sekali diundang untuk mengiringi acara-acara dalam kebudayaan musik Karo. Perbedaan dalam program gendang patam-patam wajar terjadi karena setiap pemain gendang kibod memiliki kemampuan yang berbeda. Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa gendang patam-patam telah mengalami perkembangan dalam musik tradisionalnya oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti bagaimana kontinuitas dan perubahan gendang patampatam dalam musik tradisional Karo. Kotinuitas dan perubahan ini akan dilihat dari era sebelum dan sesudah instrumen keyboard hadir dalam kebudayaan musik Karo atau dari tahun 1990 – sekarang. 7 Disket adalah sebuah perangkat penyimpanan data yang terdiri dari sebuah medium penyimpanan magnetis bulat yang tipis dan lentur dan dilapisi lapisan plastik berbentuk persegi atau persegi panjang. (http://id.wiki.org/wiki/disket) 8 Hard disk adalah sebuah komponen perangkat kerasa yang menyimpan data sekunder dan berisi piringan magnetis. (http://id.wikipedia.org./wiki/cakram_keras) Universitas Sumatera Utara Penelitian ini bermaksud untuk mengungkap bagaimana latar belakang gendang patam-patam, bagaimana kontinuitas dan perubahan gendang patampatam dari ensambel gendang lima sedalanen beralih ke gendang kibod, dan bagaimana pola ritem gendang patam-patam yang umum yang didapat dari tiga perkibod yaitu Fakta Ginting, Sakti Sembiring dan Yanto Ginting. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis memberi judul penelitian ini: Kontinuitas Dan Perubahan Gendang patam-patam Dalam Musik Tradisional Karo. 1.2 Pokok Permasalahan. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka skripsi ini akan membahas dua pokok permasalahan yaitu: 1. Bagaimana kontinuitas dan perubahan yang terjadi pada gendang patam-patam dalam musik tradisional Karo. 2. Bagaimana pola ritem gendang patam-patam yang umum pada gendang kibod Karo. 1.3 Batasan Masalah Agar pembahasan tidak terlalu meluas dan lebih fokus maka penulis memberi batasan masalah. Dalam mengamati kontinuitas dan perubahan gendang patam-patam dalam musik tradisional Karo, penulis akan membatasi berdasarkan era sebelum dan sesudah instrumen keyboard hadir dalam kebudayaan musik Karo atau dari tahun 1990 – sekarang. Penulis juga ingin memberi batasan bahwa Universitas Sumatera Utara gendang patam-patam yang akan menjadi fokus dalam mendeskripsikan struktur musiknya adalah gendang patam-patam bunga ncole. 1.4 Tujuan Penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana kontinuitas dan perubahan gendang patam-patam dalam konteks kebudayaan musik tradisional Karo. 2. Untuk mengetahui bagaimana pola umum ritem gendang patam-patam pada gendang kibod pada Karo. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai dokumentasi dan sarana literatur tentang kontinuitas dan perubahan Gendang patam-patam dalam musik tradisional Karo. 2. Pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Etnomusikologi yang berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai budaya daerah khususnya Karo. Universitas Sumatera Utara 1.6 Konsep Kontinuitas adalah sesuatu yang berlangsung secara berkesinambungan dalam jangka waktu tertentu. Kontinuitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000:591) adalah berkesinambungan; kelangsungan; kelanjutan; keadaan kontinu. Konsep kontinuitas yang dimaksud disini adalah keberlanjutan gendang patam-patam dalam musik tradisional Karo. Dimana dengan adanya fenomena gendang kibod, konsep/ide musik tersebut masih terus berlanjut namun telah terjadi variasi. Perubahan dalam suatu kebudayaan sangat wajar terjadi, karena tidak ada kebudayan yang tidak berubah. Perubahan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000:1234) adalah (1) hal (keadaan) berubah; peralihan; pertukaran. Perubahan merupakan suatu proses dimana suatu keadaan berubah dan bisa juga dikatakan peralihan dari suatu masa/era. Perubahan yang dimaksud dalam konsep ini adalah suatu perubahan/peralihan yang terjadi pada instrumen musik tradisional Karo yang tentu saja memberi perubahan terhadap musiknya khususnya gendang patam-patam. Dalam hal ini penulis bermaksud melihat perubahan yang terjadi merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh seniman Karo dengan adanya inovasi dan kreatifitas dalam musik tradisionalnya. Kontinuitas dan perubahan ini akan dibatasi pada era sebelum dan sesudah instrumen keyboard hadir dalam kebudayaan musik Karo. Universitas Sumatera Utara Pada masyarakat Karo kata gendang mempunyai makna jamak sesuai dengan konteks penggunaanya. Jabatin Bagun menguraikan tujuh pengertian gendang yaitu: (1) gendang sebagai ensambel; gendang lima sedalanen adalah sekumpulan instrumen yang terdiri dari satu buah sarune, dua buah gendang (gendang singanaki dan gendang singindungi: “gendang berarti sebagai instrumen), serta dua buah gong (gung dan penganak). Kelima instrumen tersebut berjalan/ bermain bersama sebagai satu grup atau ensambel; (2) gendang sebagai repertoar (kumpulan komposisi). Gendang guru adalah suatu kumpulan komposisi, yang ditampilkan secara alternatif. Artinya ada beberapa komposisi yang mungkin dipilih untuk ditampilkan, misalnya: komposisi untuk trance (gendang peseluk ken); (3) gendang sebagai upacara, ini dapat dilihat pada gendang cawir metua. Gendang cawir metua adalah satu upacara kematian “sempurna”, dengan pengertian bahwa seluruh keturunannya (anak-anaknya) sudah berkeluarga dan mempunyai keturunan; (4) gendang sebagai instrumen. Masyarakat Karo hanya memiliki dua gendang sebagai instrumen yaitu gendang singanaki dan gendang singindungi; (5) gendang sebagai komposisi (nyanyian). Sebelumnya telah disebutkan gendang sebagai repertoar yang merupakan sekumpulan komposisi. Yaitu, gendang odak-odak, gendang simalungen rayat dan gendang patam; (6) gendang sebagai musik. Musik dalam hal ini mengacu pada pengertian suatu bunyi yang teratur dan yang terdiri dari pola ritmis dan melodi. Bunyi yang ditata dengan berbagai bentuk terlihat dari produk instrumen dan vocal yang ada pada saat pelaksanaan suatu pesta adat perkawinan masyarakat Karo; (7) gendang sebagai arti ganda. Terminologi gendang apabila digabung dengan terminologi kekerabatan, maka gendang mempunyai arti lebih dari satu, dapat dua atau tiga arti sekaligus. Sebagai contoh gendang kalimbubu, pengertian gendang dalam konteks ini berarti acara/ upacara, musik, repertoar/ komposisi untuk kalimbubu. Disisi lain, pengertian gendang pada konteks ini dapat juga berarti waktu atau kesempatan yang diberikan kepada kalimbubu untuk landek (menari). Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa pengertian dari kata ‘gendang’ mengikuti kata di depannya. Dalam penelitian ini kata gendang yang melekat pada kata patam-patam dapat diartikan sebagai sebuah judul komposisi instrumental musik tradisional Karo. Komposisi menurut Kamus Besar Universitas Sumatera Utara Bahasa Indonesia adalah (1) susunan; (2) tata susun; (3) musik gubahan, baik instrumental maupun vokal. Komposisi yang dimaksud penulis disini adalah keseluruhan unsur-unsur musik, baik melodi maupun ritem yang telah ditata atau disusun. Melodi adalah suatu kombinasi dari unsur ritme dan nada didalam satu kesatuan yang berjalan/bergerak di dalam waktu, sedangkan ritem adalah pengaturan bunyi dalam waktu atau dapat juga diartikan sebagai panjang pendeknya bunyi/nada yang digunakan dalam sebuah melodi atau harmoni (akord). Namun setelah masuknya instrumen keyboard kedalam kebudayaan musik Karo pada tahun 1991, yang kemudian dikenal dengan istilah gendang kibod, gendang patam-patam memiliki konsep yang sedikit berbeda. Konsep dari gendang patam-patam yang dimainkan dengan gendang kibod merupakan sebuah format pola ritem yang telah diprogram. Format pola ritem yang dimaksud disini adalah panjang pendeknya bunyi/nada yang digunakan secara teratur dengan pola/bentuk yang tetap. Pada perkembangannya melalui program gendang patam-patam pada gendang kibod lagu-lagu populer apa saja dapat dimainkan dengan pola ritem tersebut. Walaupun secara konsep sedikit berubah namun gaya musik ini tetap disebut sebagai gendang patam-patam. Dalam pembahasan ini ada dua konsep gendang patam-patam yang digunakan penulis sesuai dengan kebutuhan yaitu; pertama sebagai sebuah komposisi yang terdiri dari melodi serta ritem dan yang kedua adalah sebagai format pola ritem yang telah diprogram dengan instrumen keyboard. Seniman atau Universitas Sumatera Utara musisi tradisional Karo lebih sering menggunakan sebutan ‘patam-patam’ tanpa kata ‘gendang’ didepannya, namun penulis akan tetap menggunakan kata ‘gendang’ untuk menegaskan bahwa patam-patam merupakan sebuah komposisi intrumental musik tradisional Karo. Masyarakat Karo memiliki konsep tersendiri tentang musik. Musik dalam masyarakat Karo yaitu; musik instrumental, vokal, dan gabungan keduanya. Dalam melakukan aktifitas bermusik masyarakat Karo memiliki dua konsep yaitu ergendang (bermain musik) dan rende (bernyanyi). Musik yang dimaksud penulis dalam konsep ini adalah musik instrumental. Musik tradisional adalah musik yang hidup di masyarakat secara turun menurun, yang berasal dari suatu daerah dengan ciri khas dari daerah tersebut. Musik tradisional Karo yang dimaksud oleh penulis disini adalah musik yang hidup di masyarakat Karo secara turun temurun dan yang digunakan sebagai sarana adat serta hiburan yang disajikan dalam upacara-upacara tradisional masyarakat Karo 1.7 Teori Teori dapat digunakan sebagai landasan kerangka berfikir dalam membahas permasalahan. Untuk itu penulis mencoba mengambil beberapa teori sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Alan P Merriam (1964:303) mengemukakan bahwa perubahan bisa berasal dari dalam lingkungan kebudayaan atau internal, dan perubahan juga bisa berasal dari luar kebudayaan atau eksternal. Perubahan secara internal merupakan perubahan yang timbul dari dalam dan dilakukan oleh pelaku-pelaku kebudayaan Universitas Sumatera Utara itu sendiri, dan juga disebut inovasi. Sedangkan perubahan eksternal merupakan perubahan yang timbul akibat pengaruh yang dilakukan oleh orang-orang dari luar lingkup budaya tersebut. Perubahan yang terjadi dalam gendang patam-patam merupakan hasil kreatifitas ataupun inovasi secara internal dari seniman Karo itu sendiri melalui instrumen keyboard, inovasi ini secara perlahan diterima oleh masyarakat Karo dan menjadi milik bersama. Meskipun awalnya kehadiran dari instrumen keyboard ditolak karena dianggap dapat mengikis kebudayaan musik Karo namun pada akhirnya masyarakat Karo dapat menerima perubahan instrumen musik tersebut. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kebudayaan luar dapat mempengaruhi kebudayaan lain, hal ini dikemukakan oleh L.Dyson dalam Sujarwa (1987:39) yang mengatakan bahwa sikap menerima dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : faktor kebutuhan, keuntungan langsung yang dapat dinikmati, senang pada satu hal yang baru (novelty), dan sifat inovatif yang ingin slalu berkreasi. Ada juga sikap menolak yang disebabkan oleh anggapan bahwa hal-hal yang baru itu merugikan, atau bertentangan dengan tata nilai yang sudah dianut sebelumnya. Selain itu ada pula yang menolak tanpa alasan. Bagi masyarakat Karo hadirnya gendang kibod sudah menjadi suatu kebutuhan yang memberi keuntungan (dalam hal eknomomis) dalam pelaksanaan upacara adat maupun hiburan. Hal ini terlihat dari banyaknya upacara adat masyarakat Karo maupun hiburan yang lebih dominan diiringi dengan gendang kibod. Universitas Sumatera Utara Gendang patam-patam yang merupakan musik rakyat (folk music) yang dipelajari secara oral oleh seniman Karo dapat mengalami kontinuitas dan perubahan dalam musiknya, hal ini diungkapkan oleh Bruno Nettl dan Gerald Behague (1991:4) yang mengatakan bahwa: ...in a folk or nonliterate culture..a song must be sung, remembered, and taught by one generation to the next. If this does not happen, it dies and is lost forever.There is another alternative: if it is not accepted by it’s audience, it may bechange to fit the needs and desires of the people who perform and hear it. Bruno Nettl dan Gerald Behague mengatakan bahwa sebuah kebudayaan rakyat atau kebudayaan tidak tertulis, sebuah lagu/ musik harus dinyanyikan diingat dan diajarkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jika hal ini tidak terjadi lagu/ musik itu akan mati dan hilang atau punah. Namun ada alternatif lain, jika musik tersebut tidak diterima oleh audiens/penonton, hal ini mungkin dapat diubah untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan dari orang-orang yang mepertunjukkan dan mendengarnya. Berdasarkan pernyataan dari Bruno Nettl dan Gerald Behague tersebut dapat penulis jadikan sebagai acuan bahwa perubahan yang terjadi dalam gendang patam-patam wajar terjadi dan perubahan tersebut merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan musik tradisional Karo agar tidak hilang atau punah. Dalam suatu kebudayaan musik tradisi lisan atau oral suatu perubahan dapat terjadi, karena proses transmisi atau pengajarannya yang dilakukan secara lisan. Menurut Bruno Netll (1983:193) terdapat empat tipe sejarah, perubahan yang terjadi dalam transmisi musik; (1) menyatakan bahwa musik/nyanyian yang diwariskan, tidak mengalami perubahan sama sekali. Dengan kata lain lagu Universitas Sumatera Utara tersebut dinyanyikan sama persis, baik sebelum maupun sesudah diwariskan, (2) menyatakan bahwa musik/nyanyian yang diwariskan, mengalami perubahan, tetapi hanya dalam versi tunggal atau satu petunjuk, sehingga dari warisan itu berbeda dari aslinya tanpa proliferasi dari elemen-elemennya, (3) menyatakan bahwa musik yang diwariskan menghasilkan banyak variasi atau perubahan, bahkan beberapa dari musik itu ditinggalkan dan dilupakan; dengan kata lain sebagai ide tetap stabil, sedangkan selebihnya mengalami perubahan, (4) menyatakan perubahan benar-benar total dari musik yang asli, sebagian besar ide musik/nyanyian/lagu itu dirubah sama sekali, bahkan ada yang cenderung menyimpang dari pengembangan ide aslinya. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Netll diatas, perubahan yang terjadi dalam gendang patam-patam mengarah kepada poin yang ketiga. Hal tersebut terlihat dari adanya perubahan dari gendang patam-patam sebagai komposisi menjadi sebuah format pola ritem dengan adanya instrumen keyboard, namun ide tentang musik itu sendiri tetap stabil. Gendang patam-patam sebagai sebagai sebuah komposisi dan juga style musik tradisional Karo dapat dideskripsikan dengan memperhatikan beberapa aspek tertentu. Mark Slobin dan Jeff Titon (1984:5) mengatakan bahwa style (gaya) musik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan organisasi bunyi musikal itu sendiri antara lain; (1) Elemen nada: tangga nada, modus, melodi, harmoni, sistem laras (2) Elemen waktu: ritem dan meter (3) Elemen warna suara: kualitas suara dan warna suara instrumen (4) Intensitas suara: keras-lembutnya suara. Universitas Sumatera Utara Teori diatas akan penulis jadikan sebagai panduan dalam mendeskripsikan elemen-elemen musik yang terdapat dalam gendang patam-patam, namun ada beberapa bagian dari elemen yang tidak dibahas karena tidak sesuai dan tidak terdapat dalam konsep musik Karo. Adapun elemen yang tidak akan dibahas dalam tulisan ini adalah modus, kualitas suara dan intensitas suara; keraslembutnya suara. 1.8 Metode Penelitian Didalam tulisan ini penulis menggunakan metode penelitian deskrptif yang bersifat kualitatif. Kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 1989:3). Pendekatan emik dan etik juga menjadi penting karena penulis adalah “orang dalam” (insider). Dalam penelitian lapangan, pendekatan emik merupakan identifikasi fenomena budaya menurut pandangan pemilik budaya tersebut, sedangkan etik adalah identifikasi menurut peneliti yang mengacu pada konsepkonsep sebelumnya (Kaplan dan Manners 1999:256-8). Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan pendekatan emik dan etik untuk mendapatkan data yang objektif. Dalam mengumpulkan data-data dilapangan penulis mengacu kepada teknik penelitian yang diungkapkan oleh Curt Sachs dalam Nettl (1964 : 62) yang mengatakan bahwa: Curt Sachs (1962) divides ethnomusicological reserch into two kinds of work, field work and desk work. Field work denotes the gathering Universitas Sumatera Utara of recordings and the first-hand experience of musical life in a particular human culture, while deskwork includes transcription, analysis, and the drawing of conclusions. Menurut Curt Sachs penelitian dalam etnomusikologi dapat di bagi menjadi dua, yaitu: kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan meliputi pengumpulan dan perekaman data dari aktivitas musikal dalam sebuah kebudayaan manusia, sedangkan kerja laboratorium meliputi pentranskripsian, menganalisis data dan membuat kesimpulan dari keseluruha data. Penelitian ini akan menggunakan metode yang diungkapkan oleh Curt Sach, namun sebelum melakukan kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (deks work) penulis akan melakukan studi kepustakaan terlebih dahulu. Adapun tujuan dari studi kepustakaan ini dalah untuk mengumpulkan data-data awal dalam penelitian ini. 1.8.1 Studi kepustakaan Dalam mengumpulkan data-data awal penelitian penulis melakuakan studi kepustakaan. Studi kepustakaan perlu dilakukan untuk mengumpulkan data-data atau sumber bacaan untuk mendukung penelitian. Sumber bacaan ini dapat berupa buku-buku, skripsi etnomusikologi, jurnal, maupun bacaan yang diperlukan untuk mendukung penelitian. Dalam hal ini penulis telah membaca skripsi sarjana Etnomusikologi yaitu Jhon Bregman Ginting, Herujen Tarigan, dan Vanesia Amelia Sebayang, dan skirpsi lainnya yang berhubungan dengan tulisan saya. Penulis juga membaca buku-buku antropologi dan etnomusikologi yaitu Pengantar Ilmu Antropologi, Universitas Sumatera Utara The Anthropology Of Music, Folk and Traditional Music Of The Western Continents, Worlds Of Music, Etnomusikologi, Pluralitas musik Etnik Batak Toba, Mandailing, Melayu, Pakpak-Dairi, Angkola, Karo, Simalungun, dan beberapa buku lainnya. Studi kepustakaan juga dilakukan terhadap topik-topik lain yang berkaitan dengan penelitian skripsi ini antara lain sosiologi, dan topik tentang kebudayaan masyarakat Karo. 1.8.2 Penelitian lapangan Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Lonfland dan Lonfland dalam Moleong, 1989). Selain kata-kata dan tindakan perekaman audio ataupun materi musik juga menjadi sumber data yang utama dalam penelitian ini. Oleh karena itu penulis menggunakan dua teknik dalam pengumpulan data di lapangan yaitu: 1. Wawancara Wawancara diperlukan untuk mendukung penelitian tentang musik Gendang patam-patam dalam kebudayaan masyarakat Karo. Dalam mengambil sumber data dilapangan penulis melakukan wawancara dengan budayawan, seniman dan musisi tradisional Karo maupun informan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Teknik wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara berfokus (focus interview) yaitu melakukan pertanyaan selalu berpusat pada pokok permasalahan. Selain wawancara berfokus peneliti juga melakukan wawancara bebas (free interview) yaitu pertanyaan tidak selalu berpusat pada pokok Universitas Sumatera Utara permasalahan tetapi pertanyaan dapat berkembang ke pokok permasalahan lainnya dengan tujuan untuk memperoleh data yang beraneka ragam namun tidak menyimpang dari pokok permasalahan (Koentjaraningrat 1985:139). 2. Perekaman Perekaman dalam penelitian sangat penting untuk mengumpulkan data dilapangan. Perekaman ini akan menggunakan kamera Sony DSC-T2 dan canon IXUS 80 IS. Penulis akan merekam hasil wawancara dengan narasumber yang dilakukan dilapangan. Adapun narasumber yang penulis wawancarai antara lain Seter Ginting, Djasa Tarigan, Malem Ukur Ginting, Natangsa Barus. Selain merekam hasil wawancara penelitian ini juga akan merekam materi musik yang akan menjadi di deskripsikan nantinya. Untuk materi musik gendang patam-patam pada instrumen keyboard, penulis mengambil sampel dilapangan yang dimainkan oleh tiga pemain keyboard yaitu Fakta Ginting, Sakti Sembiring dan Yanto Ginting. Pengambilan sampel ini dilakukan penulis langsung pada saat gendang guro-guro aron diadakan yaang berlangsung di Tiga Binanga pada tanggal 17-19 Juni 2011, Jambur 9 Tamsaka Medan pada tanggal 29 Juli 2011, dan Juhar 16-18 Agustus 2011. Dan jika diperlukan sampel program gendang patam-patam akan diambil dari rekaman yang sudah sebelumnya. 9 Jambur merupakan sebuah balai yang digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan adat-istiadat masyarakat Karo seperti upacara perkawinan, kematian, gendang guro-guro aron dan lain sebagainya. Universitas Sumatera Utara 1.8.3 Kerja laboratorium (Deks work) Setelah semua data di lapangan diperoleh dan bahan dari hasil studi kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pembahasan dan penyusunan tulisan. Sedangkan untuk mendeksripsikan materi musik terlebih dahulu dilakukan pentranskripsian dan selanjutnya dideskripsikan. Dalam mendeksripsikan materi musik pada kerja laboratorium, terdapat dua pendekatan yang diungkapkan oleh Bruno Nettl (1964:98) sebagai berikut: Approaches to the describe of music: (1) we can analyze and describe what we hear, and (2) we can in some way write it on paper and describe what we see. Nettl mengatakan bahwa ada dua pendekatan untuk mendeskripsikan musik; (1) kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan apa yang didengar, dan (2) kita dapat dengan cara menuliskannya apa yang kita dengar tersebut diatas kertas lalu mendeskripsikan apa yang kita lihat. Dari kedua pendekatan tersebut penulis akan menggunakan pendekatan yang kedua dalam mendeskripsikan struktur gendang patam-patam. Pendekatan pertama tidak dilakukan karena peneliti tidak mungkin hanya mengandalkan pendengaran dan daya ingat yang terbatas tanpa menuliskannya. Hal ini juga dikemukakan oleh Netll (1964:98) dalam pembahasan yang sama yaitu: If human ears were able to preceive all of the acoustic contens of a musical utterance, and if the mind could retain all of what had been perceived, then analysis of what is heard would be preferable. ...But since human memory is hardly able to retain, what was heard ten seconds ago along what is being heard in the present, notation of some sort has become essential for reseacrh in music. Universitas Sumatera Utara Netll mengungkapkan bahwa seandainya telinga manusia dapat merasakan semua isi akustik sebuah ungkapan musik, dan seandainya daya ingat manusia dapat menyimpan semua yang telah dirasakan, maka analisis terhadap apa yang didengar tersebut akan menjadi pilihan utama. Tetapi karena daya ingat manusia hampir tidak dapat mengingat persis apa yang didengar sepuluh detik yang lalu, suatu bentuk notasi menjadi penting dalam penelitian musik. Untuk mendeskripsikan bunyi musikal dari gendang patam-patam harus dilengkapi dengan analisis yang didasarkan atas materi yang terlihat dalam bentuk notasi. Oleh karena itu dalam kerja laboratorium penulis akan melakukan transkripsi. Transkirpsi adalah proses memindahkan bunyi (menotasikan), mengalihkan bunyi yang didengar menjadi simbol visual. 1.8.3.1 Metode Transkripsi Dalam proses transkripsi materi musik atau rekaman dari gendang patampatam, penulis tidak mentranskripsikan sendiri melainkan meminta bantuan kepada seorang teman --Berlin Immanuel Tambunan-- yang sudah mahir dan profesional dalam memainkan instrumen keyboard. Adapun alasan mengapa penulis tidak mentranskripsikan gendang patam-patam sendiri dikarenakan kurangnya pengetahuan penulis akan instrumen keyboard serta keterbatasan penulis dalam mengidentifikasi setiap bunyi instrumen yang dimainkan secara bersamaan pada program gendang patam-patam. Dalam hal ini sipentranskipsi mendapatkan keuntungan karena lebih mengenal dan mengetahui secara langsung bagaimana kejadian bunyi instrumen serta pola ritem pada gendang patam-patam, namun walaupun demikian penulis Universitas Sumatera Utara tetap melakukan komunikasi yang cukup baik dengan sipentranskripsi sehingga sedikit banyak penulis juga mendapatkan informasi penting yang berhubungan dengan kepentingan deskripsi struktur gendang patam-patam. Adapun keuntungan yang penulis dapatkan melalui bantuan tersebut adalah proses pentranskripsian gendang patam-patam dapat diselesaikan lebih cepat, selain itu penulis juga terbantu karena keterbatasan penulis dalam mengidentifikasi bunyi instrumen yang pada akhirnya hasil rekaman dari gendang patam-patam dapat dilihat dalam bentuk notasi. Dalam menganalisa atau mendeskripsikan gendang patam-patam penulis akan melihat berdasarkan hasil transkripsi pola ritem yang dihasilkan dari permainan gendang lima sedalanen dengan pola ritem pada gendang kibod. Dari hasil transkripsi ini penulis akan melihat setiap bagian dari pola ritem masingmasing instrumen perkusif yang masih kontinu atau masih digunakan dan yang telah berubah atau sama sekali tidak ada. 1.8.4 Lokasi penelitian Para budayawan, musisi/seniman tradisional Karo merupakan sumber dari data yang diperlukan oleh penulis dalam penelitian ini. Karena sumber data dalam penelitian ini berupa rekaman audio dan juga wawancara maka lokasi penelitian ini mengacu kepada dimana para seniman/musisi tradisional dan pemain keyboard bertempat tinggal/berdomisili. Dari wawancara yang pernah penulis lakukan ada yang berdomisili di Medan yaitu Djasa Tarigan dan Malem ukur Ginting, ada pula di daerah Deli Serdang yaitu Natangsa Barus dan di Juhar (Taneh Karo) yaitu Seter Ginting. Universitas Sumatera Utara Penulis juga mengamati beberapa acara gendang guro-guro aron yaitu di Tigabinanga 17-19 Juni 2011, Juhar 16-18 Agustus 2011, dan juga di Medan tepatnya di Jambur Tamsaka 29 Juli 2011. Pengamatan dalam gendang guro-guro aron dilakukan karena pada acara inilah gendang patam-patam berkembang. Jadi penelitian ini tidak menetap disatu tempat namun tergantung dimana para seniman Karo berada, sesuai dengan kebutuhan penelitian ini. Universitas Sumatera Utara