BAB I PENDAHULUAN

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karo merupakan salah satu dari beberapa etnis atau suku yang terdapat di
daerah Propinsi Sumatera Utara. Nama suku ini dijadikan sebagai nama
Kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami yaitu Kabupaten Karo yang
terletak di dataran tinggi Tanah Karo. Ibu kota kabupaten Karo adalah Kabanjahe.
Berdasarkan wilayah geografis, masyarakat Karo mendiami daerah Kabupaten
Karo (meliputi Tanah Karo simalem dan sekitarnya) dan Kabupaten Langkat.
Masyarakat Karo yang mendiami daerah kabupaten Karo sering disebut sebagai
Karo Gugung yang artinya adalah masyarakat Karo yang mendiami dataran tinggi
(pegunungan), dan masyarakat Karo yang menempati Kabupaten Langkat disebut
sebagai Karo Jahe yang artinya adalah sebagian masyarakat Karo yang mendiami
dataran rendah wilayah Langkat dan Deli Serdang 1.
Walaupun secara wilayah budaya berbeda namun masyarakat Karo Jahe
dan Karo Gugung memiliki beberapa persamaan dan juga variasi dalam
kebudayaan musiknya. Adapun contoh persamaan dalam kebudayaan musik Karo
Jahe dan Karo Gugung antara lain adalah gendang patam-patam. Gendang patampatam merupakan sebuah istilah musikal dalam kebudayaan musik Karo. Selain
pada kebudayaan musik Karo Istilah ‘patam-patam’ ini juga dapat ditemukan
dalam kebudayaan musik Melayu.
1
Lihat Darwin Prints dalam Kamus Karo Indonesia ,2002
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang penulis lakukan, gendang
patam-patam merupakan judul sebuah komposisi instrumental musik tradisional
Karo 2. Komposisi yang dimaksud disini adalah melodi dan juga ritem yang
dihasilkan dari permainan gendang lima sedalanen (lihat lampiran hal 114-117).
Pada masyarakat Karo Jahe gendang patam-patam awalnya digunakan
untuk upacara penyembuhan baik secara fisik maupun psikis oleh guru perdeweldewel (dukun). Gendang patam-patam dalam konteks kebudayaan musik Karo
Jahe, selalu disajikan dengan ensambel gendang binge 3. Berdasarkan hasil diskusi
dan wawancara dengan Natangsa Barus mengatakan bahwa terdapat beberapa
nama dari gendang patam-patam pada musik tradisional Karo Jahe yaitu patampatam cemet, patam-patam rambung mbungkar, patam-patam bunga ncole,
patam-patam gendang sikat, patam-patam anak munte, patam-patam pudi terang,
patam-patam malem ate, patam-patam sereng, patam-patam pak-pak, patampatam kebang kiung, patam-patam limbey, patam-patam pudi terang, dan patampatam simpang empat. Penamaan dari Gendang patam-patam sendiri berasal dari
guru perdewel-dewel (dukun) yang datang dari daerah yang berbeda 4. Menurut
beliau hal inilah yang menyebabkan terdapat beberapa nama dari komposisi
gendang patam-patam.
Beberapa dari komposisi gendang patam-patam yang berasal dari Karo
Jahe ini kemudian menyebar ke dalam kebudayaan musik Karo Gugung, seperti
2
Hasil wawancara dengan Djasa Tarigan 14 maret 2011, Malem Ukur Ginting 22 Maret 2011,
Natangsa Barus 5 April 2011.
3
Gendang Binge merupakan ensambel tradisional masyarakat Karo Jahe, jenis instrumennya
sama dengan instrumen gendang lima sedalanen pada Karo Gugung hanya saja ukuran gendang
dan sarune jauh lebih besar dan panjang dan ukuran gung lebih kecil pada Gendang Binge.
4
Hasil wawancara dengan Natangsa Barus 5 April 2011.
Universitas Sumatera Utara
patam-patam bunga ncole, patam-patam sereng, patam-patam cemet, patampatam rambung mbungkar, patam-patam kabang kiung, dan patam-patam pudi
terang. Pada perkembangannya gendang patam-patam yang berada dalam
kebudayaan Karo Gugung ini hanya sedikit yang masih sering disajikan salah
satunya adalah gendang patam-patam bunga ncole. Gendang patam-patam bunga
ncole inilah yang akan menjadi fokus dalam mendeskripsikan struktur musiknya.
Dari berbagai gendang patam-patam yang disebutkan diatas yang akan menjadi
fokus dalam penelitian ini adalah gendang patam-patam yang terdapat pada
masyarakat Karo Gugung.
Berbeda dari Karo Jahe, pada masyarakat Karo Gugung komposisi
gendang patam-patam disajikan sebagai hiburan. Gendang patam-patam ini
berawal dan berkembang dalam gendang guro-guro aron 5, sebagi salah satu
komposisi dalam mengiringi aron menari. Gendang patam-patam yang
berkembang di Karo Gugung pada awalnya dimainkan dengan ensambel gendang
lima sedalanen. Namun pada tahun 1991 instrumen keyboard masuk ke dalam
kebudayaan musik Karo. Beberapa seniman Karo mengasumsikan bahwa
hadirnya instrumen keyboard dalam kebudayaan musik Karo diperkenalkan oleh
Djasa Tarigan yang merupakan salah satu seniman dan musisi tradisional Karo
yang cukup berpengaruh dalam perkembangan musik Karo khususnya gendang
kulcapi, gendang kibod,dan juga dalam memprogram gendang patam-patam.
5
Gendang guro-guro aron adalah suatu pesta muda-mudi yang dilaksanakan berdasarkan adat dan
kebudayaan Karo, dengan memakai musik Karo dan perkolong-kolong (Prints, 2004:280).
Universitas Sumatera Utara
Awalnya instrumen keyboard yang digabungkan dengan gendang lima sedalanen
digunakan untuk penambahan bunyi perkusi yang tersedia pada instrumen
keyboard. Instrumen keyboard ini kemudian dikenal dengan istilah gendang
keyboard (dibaca gendang kibod 6). Gendang kibod merupakan istilah yang sering
diucapkan oleh masyarakat Karo terhadap jenis ritem musik yang diprogram
secara khusus di dalam keyboard. Pada perkembanganya, gendang kibod dapat
dimainkan secara tunggal untuk mengiringi upacara-upacara adat pada masyarakat
Karo.
Walaupun gendang kibod dapat menggantikan kehadiran dari gendang
lima sedalanen, namun gendang patam-patam tetap kontinu dalam kebudayaan
musik tradisional Karo. Perubahan yang terjadi pada ensambel musik yang
digunakan dari gendang lima sedalanen ke gendang kibod juga memberi
perubahan musik pada gendang patam-patam sebagai sebuah komposisi. Dengan
menggunakan instrumen keyboard gendang patam-patam diprogram menjadi
sebuah pola ritem dengan unsur bunyi yang ditiru atau diimitasi dari bunyi
gendang lima sedalanen. Perubahan yang terjadi adalah gendang patam-patam
yang sebelumnya merupakan sebuah komposisi musik tradisional Karo kini telah
menjadi sebuah format pola ritem yang lagu-lagu apa saja dapat ‘dimasukkan’
atau dimainkan. Dan pada perkembangannya unsur bunyi musikal yang digunakan
dalam program gendang patam-patam kini sudah tidak mirip seperti instrumen
musik tradisional yang terdapat dalam gendang lima sedalanen.
6
Penyebutan pada masyarakat Karo pada umumnya adalah Gendang kibod yang selanjutnya akan
digunakan penulis.
Universitas Sumatera Utara
Dari pengamatan penulis dan berdasarkan hasil wawancara dengan
beberapa seniman Karo Gugung mengatakan bahwa setiap instrumen keyboard
yang mereka gunakan pada upacara-upacara adat sudah memiliki program khusus
gendang patam-patam. Program tersebut dapat disimpan dalam disket 7 yang
terdapat dalam keyboard atau juga disimpan dalam hard disk 8 atau memory
card/chip (penyimpan data). Koleksi program gendang patam-patam yang
terdapat pada masing-masing keyboard ada yang sama (dengan variasi) tetapi ada
juga yang berbeda, baik dari sisi pola ritem, tempo maupun warna bunyi
instrumental serta gaya penggarapan ornamentasi musikal. Seperti yang
dibawakan oleh Fakta Ginting, Sakti Sembiring dan Yanto Ginting yang
merupakan pemain gendang kibod yang sering sekali diundang untuk mengiringi
acara-acara dalam kebudayaan musik Karo. Perbedaan dalam program gendang
patam-patam wajar terjadi karena setiap pemain gendang kibod memiliki
kemampuan yang berbeda.
Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa gendang patam-patam telah
mengalami perkembangan dalam musik tradisionalnya oleh karena itu penulis
tertarik untuk meneliti bagaimana kontinuitas dan perubahan gendang patampatam dalam musik tradisional Karo. Kotinuitas dan perubahan ini akan dilihat
dari era sebelum dan sesudah instrumen keyboard hadir dalam kebudayaan musik
Karo atau dari tahun 1990 – sekarang.
7
Disket adalah sebuah perangkat penyimpanan data yang terdiri dari sebuah medium penyimpanan
magnetis bulat yang tipis dan lentur dan dilapisi lapisan plastik berbentuk persegi atau persegi
panjang. (http://id.wiki.org/wiki/disket)
8
Hard disk adalah sebuah komponen perangkat kerasa yang menyimpan data sekunder dan berisi
piringan magnetis. (http://id.wikipedia.org./wiki/cakram_keras)
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini bermaksud untuk mengungkap bagaimana latar belakang
gendang patam-patam, bagaimana kontinuitas dan perubahan gendang patampatam dari ensambel gendang lima sedalanen beralih ke gendang kibod, dan
bagaimana pola ritem gendang patam-patam yang umum yang didapat dari tiga
perkibod yaitu Fakta Ginting, Sakti Sembiring dan Yanto Ginting. Berdasarkan
latar belakang tersebut penulis memberi judul penelitian ini: Kontinuitas Dan
Perubahan Gendang patam-patam Dalam Musik Tradisional Karo.
1.2 Pokok Permasalahan.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka skripsi ini akan
membahas dua pokok permasalahan yaitu:
1. Bagaimana kontinuitas dan perubahan yang terjadi pada gendang patam-patam
dalam musik tradisional Karo.
2. Bagaimana pola ritem gendang patam-patam yang umum pada gendang kibod
Karo.
1.3 Batasan Masalah
Agar pembahasan tidak terlalu meluas dan lebih fokus maka penulis
memberi batasan masalah. Dalam mengamati kontinuitas dan perubahan gendang
patam-patam dalam musik tradisional Karo, penulis akan membatasi berdasarkan
era sebelum dan sesudah instrumen keyboard hadir dalam kebudayaan musik
Karo atau dari tahun 1990 – sekarang. Penulis juga ingin memberi batasan bahwa
Universitas Sumatera Utara
gendang patam-patam yang akan menjadi fokus dalam mendeskripsikan struktur
musiknya adalah gendang patam-patam bunga ncole.
1.4 Tujuan Penelitian.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana kontinuitas dan perubahan gendang patam-patam
dalam konteks kebudayaan musik tradisional Karo.
2. Untuk mengetahui bagaimana pola umum ritem gendang patam-patam pada
gendang kibod pada Karo.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai dokumentasi dan sarana literatur tentang kontinuitas dan perubahan
Gendang patam-patam dalam musik tradisional Karo.
2. Pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Etnomusikologi yang berusaha untuk
mempertahankan nilai-nilai budaya daerah khususnya Karo.
Universitas Sumatera Utara
1.6 Konsep
Kontinuitas adalah sesuatu yang berlangsung secara berkesinambungan
dalam jangka waktu tertentu. Kontinuitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2000:591) adalah berkesinambungan; kelangsungan; kelanjutan; keadaan
kontinu. Konsep kontinuitas yang dimaksud disini adalah keberlanjutan gendang
patam-patam dalam musik tradisional Karo. Dimana dengan adanya fenomena
gendang kibod, konsep/ide musik tersebut masih terus berlanjut namun telah
terjadi variasi.
Perubahan dalam suatu kebudayaan sangat wajar terjadi, karena tidak ada
kebudayan yang tidak berubah. Perubahan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2000:1234) adalah (1) hal (keadaan) berubah; peralihan; pertukaran.
Perubahan merupakan suatu proses dimana suatu keadaan berubah dan bisa juga
dikatakan peralihan dari suatu masa/era. Perubahan yang dimaksud dalam konsep
ini adalah suatu perubahan/peralihan yang terjadi pada instrumen musik
tradisional Karo yang tentu saja memberi perubahan terhadap musiknya
khususnya gendang patam-patam. Dalam hal ini penulis bermaksud melihat
perubahan yang terjadi merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh seniman
Karo dengan adanya inovasi dan kreatifitas dalam musik tradisionalnya.
Kontinuitas dan perubahan ini akan dibatasi pada era sebelum dan sesudah
instrumen keyboard hadir dalam kebudayaan musik Karo.
Universitas Sumatera Utara
Pada masyarakat Karo kata gendang mempunyai makna jamak sesuai
dengan konteks penggunaanya. Jabatin Bagun menguraikan tujuh pengertian
gendang yaitu:
(1) gendang sebagai ensambel; gendang lima sedalanen adalah
sekumpulan instrumen yang terdiri dari satu buah sarune, dua buah
gendang (gendang singanaki dan gendang singindungi: “gendang
berarti sebagai instrumen), serta dua buah gong (gung dan
penganak). Kelima instrumen tersebut berjalan/ bermain bersama
sebagai satu grup atau ensambel; (2) gendang sebagai repertoar
(kumpulan komposisi). Gendang guru adalah suatu kumpulan
komposisi, yang ditampilkan secara alternatif. Artinya ada beberapa
komposisi yang mungkin dipilih untuk ditampilkan, misalnya:
komposisi untuk trance (gendang peseluk ken); (3) gendang sebagai
upacara, ini dapat dilihat pada gendang cawir metua. Gendang cawir
metua adalah satu upacara kematian “sempurna”, dengan pengertian
bahwa seluruh keturunannya (anak-anaknya) sudah berkeluarga dan
mempunyai keturunan; (4) gendang sebagai instrumen. Masyarakat
Karo hanya memiliki dua gendang sebagai instrumen yaitu gendang
singanaki dan gendang singindungi; (5) gendang sebagai komposisi
(nyanyian). Sebelumnya telah disebutkan gendang sebagai repertoar
yang merupakan sekumpulan komposisi. Yaitu, gendang odak-odak,
gendang simalungen rayat dan gendang patam; (6) gendang sebagai
musik. Musik dalam hal ini mengacu pada pengertian suatu bunyi
yang teratur dan yang terdiri dari pola ritmis dan melodi. Bunyi yang
ditata dengan berbagai bentuk terlihat dari produk instrumen dan
vocal yang ada pada saat pelaksanaan suatu pesta adat perkawinan
masyarakat Karo; (7) gendang sebagai arti ganda. Terminologi
gendang apabila digabung dengan terminologi kekerabatan, maka
gendang mempunyai arti lebih dari satu, dapat dua atau tiga arti
sekaligus. Sebagai contoh gendang kalimbubu, pengertian gendang
dalam konteks ini berarti acara/ upacara, musik, repertoar/ komposisi
untuk kalimbubu. Disisi lain, pengertian gendang pada konteks ini
dapat juga berarti waktu atau kesempatan yang diberikan kepada
kalimbubu untuk landek (menari).
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa pengertian dari
kata ‘gendang’ mengikuti kata di depannya. Dalam penelitian ini kata gendang
yang melekat pada kata patam-patam dapat diartikan sebagai sebuah judul
komposisi instrumental musik tradisional Karo. Komposisi menurut Kamus Besar
Universitas Sumatera Utara
Bahasa Indonesia adalah (1) susunan; (2) tata susun; (3) musik gubahan, baik
instrumental maupun vokal. Komposisi yang dimaksud penulis disini adalah
keseluruhan unsur-unsur musik, baik melodi maupun ritem yang telah ditata atau
disusun. Melodi adalah suatu kombinasi dari unsur ritme dan nada didalam satu
kesatuan yang berjalan/bergerak di dalam waktu, sedangkan ritem adalah
pengaturan bunyi dalam waktu atau dapat juga diartikan sebagai panjang
pendeknya bunyi/nada yang digunakan dalam sebuah melodi atau harmoni
(akord).
Namun setelah masuknya instrumen keyboard kedalam kebudayaan musik
Karo pada tahun 1991, yang kemudian dikenal dengan istilah gendang kibod,
gendang patam-patam memiliki konsep yang sedikit berbeda. Konsep dari
gendang patam-patam yang dimainkan dengan gendang kibod merupakan sebuah
format pola ritem yang telah diprogram. Format pola ritem yang dimaksud disini
adalah panjang pendeknya bunyi/nada yang digunakan secara teratur dengan
pola/bentuk yang tetap.
Pada perkembangannya melalui program gendang patam-patam pada
gendang kibod lagu-lagu populer apa saja dapat dimainkan dengan pola ritem
tersebut. Walaupun secara konsep sedikit berubah namun gaya musik ini tetap
disebut sebagai gendang patam-patam.
Dalam pembahasan ini ada dua konsep gendang patam-patam yang
digunakan penulis sesuai dengan kebutuhan yaitu; pertama sebagai sebuah
komposisi yang terdiri dari melodi serta ritem dan yang kedua adalah sebagai
format pola ritem yang telah diprogram dengan instrumen keyboard. Seniman atau
Universitas Sumatera Utara
musisi tradisional Karo lebih sering menggunakan sebutan ‘patam-patam’ tanpa
kata ‘gendang’ didepannya, namun penulis akan tetap menggunakan kata
‘gendang’ untuk menegaskan bahwa patam-patam merupakan sebuah komposisi
intrumental musik tradisional Karo.
Masyarakat Karo memiliki konsep tersendiri tentang musik. Musik dalam
masyarakat Karo yaitu; musik instrumental, vokal, dan gabungan keduanya.
Dalam melakukan aktifitas bermusik masyarakat Karo memiliki dua konsep yaitu
ergendang (bermain musik) dan rende (bernyanyi). Musik yang dimaksud penulis
dalam konsep ini adalah musik instrumental.
Musik tradisional adalah musik yang hidup di masyarakat secara turun
menurun, yang berasal dari suatu daerah dengan ciri khas dari daerah tersebut.
Musik tradisional Karo yang dimaksud oleh penulis disini adalah musik yang
hidup di masyarakat Karo secara turun temurun dan yang digunakan sebagai
sarana adat serta hiburan yang disajikan dalam upacara-upacara tradisional
masyarakat Karo
1.7 Teori
Teori dapat digunakan sebagai landasan kerangka berfikir dalam
membahas permasalahan. Untuk itu penulis mencoba mengambil beberapa teori
sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini.
Alan P Merriam (1964:303) mengemukakan bahwa perubahan bisa berasal
dari dalam lingkungan kebudayaan atau internal, dan perubahan juga bisa berasal
dari luar kebudayaan atau eksternal. Perubahan secara internal merupakan
perubahan yang timbul dari dalam dan dilakukan oleh pelaku-pelaku kebudayaan
Universitas Sumatera Utara
itu sendiri, dan juga disebut inovasi. Sedangkan perubahan eksternal merupakan
perubahan yang timbul akibat pengaruh yang dilakukan oleh orang-orang dari
luar lingkup budaya tersebut.
Perubahan yang terjadi dalam gendang patam-patam merupakan hasil
kreatifitas ataupun inovasi secara internal dari seniman Karo itu sendiri melalui
instrumen keyboard, inovasi ini secara perlahan diterima oleh masyarakat Karo
dan menjadi milik bersama.
Meskipun awalnya kehadiran dari instrumen keyboard ditolak karena
dianggap dapat mengikis kebudayaan musik Karo namun pada akhirnya
masyarakat Karo dapat menerima perubahan instrumen musik tersebut. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan kebudayaan luar dapat mempengaruhi
kebudayaan lain, hal ini dikemukakan oleh L.Dyson dalam Sujarwa (1987:39)
yang mengatakan bahwa sikap menerima dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu : faktor kebutuhan, keuntungan langsung yang dapat dinikmati, senang pada
satu hal yang baru (novelty), dan sifat inovatif yang ingin slalu berkreasi. Ada
juga sikap menolak yang disebabkan oleh anggapan bahwa hal-hal yang baru itu
merugikan, atau bertentangan dengan tata nilai yang sudah dianut sebelumnya.
Selain itu ada pula yang menolak tanpa alasan.
Bagi masyarakat Karo hadirnya gendang kibod sudah menjadi suatu
kebutuhan yang memberi keuntungan (dalam hal eknomomis) dalam pelaksanaan
upacara adat maupun hiburan. Hal ini terlihat dari banyaknya upacara adat
masyarakat Karo maupun hiburan yang lebih dominan diiringi dengan gendang
kibod.
Universitas Sumatera Utara
Gendang patam-patam yang merupakan musik rakyat (folk music) yang
dipelajari secara oral oleh seniman Karo dapat mengalami kontinuitas dan
perubahan dalam musiknya, hal ini diungkapkan oleh Bruno Nettl dan Gerald
Behague (1991:4) yang mengatakan bahwa:
...in a folk or nonliterate culture..a song must be sung, remembered,
and taught by one generation to the next. If this does not happen, it
dies and is lost forever.There is another alternative: if it is not
accepted by it’s audience, it may bechange to fit the needs and
desires of the people who perform and hear it.
Bruno Nettl dan Gerald Behague mengatakan bahwa sebuah kebudayaan
rakyat atau kebudayaan tidak tertulis, sebuah lagu/ musik harus dinyanyikan
diingat dan diajarkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jika hal ini tidak
terjadi lagu/ musik itu akan mati dan hilang atau punah. Namun ada alternatif lain,
jika musik tersebut tidak diterima oleh audiens/penonton, hal ini mungkin dapat
diubah untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan dari orang-orang yang
mepertunjukkan dan mendengarnya. Berdasarkan pernyataan dari Bruno Nettl dan
Gerald Behague tersebut dapat penulis jadikan sebagai acuan bahwa perubahan
yang terjadi dalam gendang patam-patam wajar terjadi dan perubahan tersebut
merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan musik tradisional Karo agar
tidak hilang atau punah.
Dalam suatu kebudayaan musik tradisi lisan atau oral suatu perubahan
dapat terjadi, karena proses transmisi atau pengajarannya yang dilakukan secara
lisan. Menurut Bruno Netll (1983:193) terdapat empat tipe sejarah, perubahan
yang terjadi dalam transmisi musik; (1) menyatakan bahwa musik/nyanyian yang
diwariskan, tidak mengalami perubahan sama sekali. Dengan kata lain lagu
Universitas Sumatera Utara
tersebut dinyanyikan sama persis, baik sebelum maupun sesudah diwariskan, (2)
menyatakan bahwa musik/nyanyian yang diwariskan, mengalami perubahan,
tetapi hanya dalam versi tunggal atau satu petunjuk, sehingga dari warisan itu
berbeda dari aslinya tanpa proliferasi dari elemen-elemennya, (3) menyatakan
bahwa musik yang diwariskan menghasilkan banyak variasi atau perubahan,
bahkan beberapa dari musik itu ditinggalkan dan dilupakan; dengan kata lain
sebagai ide tetap stabil, sedangkan selebihnya mengalami perubahan, (4)
menyatakan perubahan benar-benar total dari musik yang asli, sebagian besar ide
musik/nyanyian/lagu itu dirubah sama sekali, bahkan ada yang cenderung
menyimpang dari pengembangan ide aslinya.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Netll diatas, perubahan yang
terjadi dalam gendang patam-patam mengarah kepada poin yang ketiga. Hal
tersebut terlihat dari adanya perubahan dari gendang patam-patam sebagai
komposisi menjadi sebuah format pola ritem dengan adanya instrumen keyboard,
namun ide tentang musik itu sendiri tetap stabil.
Gendang patam-patam sebagai sebagai sebuah komposisi dan juga style
musik tradisional Karo dapat dideskripsikan dengan memperhatikan beberapa
aspek tertentu. Mark Slobin dan Jeff Titon (1984:5) mengatakan bahwa style
(gaya) musik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan organisasi bunyi
musikal itu sendiri antara lain; (1) Elemen nada: tangga nada, modus, melodi,
harmoni, sistem laras (2) Elemen waktu: ritem dan meter (3) Elemen warna suara:
kualitas suara dan warna suara instrumen (4) Intensitas suara: keras-lembutnya
suara.
Universitas Sumatera Utara
Teori diatas akan penulis jadikan sebagai panduan dalam mendeskripsikan
elemen-elemen musik yang terdapat dalam gendang patam-patam, namun ada
beberapa bagian dari elemen yang tidak dibahas karena tidak sesuai dan tidak
terdapat dalam konsep musik Karo. Adapun elemen yang tidak akan dibahas
dalam tulisan ini adalah modus, kualitas suara dan intensitas suara; keraslembutnya suara.
1.8 Metode Penelitian
Didalam tulisan ini penulis menggunakan metode penelitian deskrptif yang
bersifat kualitatif. Kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 1989:3).
Pendekatan emik dan etik juga menjadi penting karena penulis adalah
“orang dalam” (insider). Dalam penelitian lapangan, pendekatan emik merupakan
identifikasi fenomena budaya menurut pandangan pemilik budaya tersebut,
sedangkan etik adalah identifikasi menurut peneliti yang mengacu pada konsepkonsep sebelumnya (Kaplan dan Manners 1999:256-8). Dalam penelitian ini
penulis akan menggunakan pendekatan emik dan etik untuk mendapatkan data
yang objektif.
Dalam mengumpulkan data-data dilapangan penulis mengacu kepada
teknik penelitian yang diungkapkan oleh Curt Sachs dalam Nettl (1964 : 62) yang
mengatakan bahwa:
Curt Sachs (1962) divides ethnomusicological reserch into two kinds
of work, field work and desk work. Field work denotes the gathering
Universitas Sumatera Utara
of recordings and the first-hand experience of musical life in a
particular human culture, while deskwork includes transcription,
analysis, and the drawing of conclusions.
Menurut Curt Sachs penelitian dalam etnomusikologi dapat di bagi
menjadi dua, yaitu: kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk
work). Kerja lapangan meliputi pengumpulan dan perekaman data dari aktivitas
musikal dalam sebuah kebudayaan manusia, sedangkan kerja laboratorium
meliputi pentranskripsian, menganalisis data dan membuat kesimpulan dari
keseluruha data.
Penelitian ini akan menggunakan metode yang diungkapkan oleh Curt
Sach, namun sebelum melakukan kerja lapangan (field work) dan kerja
laboratorium (deks work) penulis akan melakukan studi kepustakaan terlebih
dahulu. Adapun tujuan dari studi kepustakaan ini dalah untuk mengumpulkan
data-data awal dalam penelitian ini.
1.8.1 Studi kepustakaan
Dalam mengumpulkan data-data awal penelitian penulis melakuakan studi
kepustakaan. Studi kepustakaan perlu dilakukan untuk mengumpulkan data-data
atau sumber bacaan untuk mendukung penelitian. Sumber bacaan ini dapat berupa
buku-buku, skripsi etnomusikologi, jurnal, maupun bacaan yang diperlukan untuk
mendukung penelitian.
Dalam hal ini penulis telah membaca skripsi sarjana Etnomusikologi yaitu
Jhon Bregman Ginting, Herujen Tarigan, dan Vanesia Amelia Sebayang, dan
skirpsi lainnya yang berhubungan dengan tulisan saya. Penulis juga membaca
buku-buku antropologi dan etnomusikologi yaitu Pengantar Ilmu Antropologi,
Universitas Sumatera Utara
The Anthropology Of Music, Folk and Traditional Music Of The Western
Continents, Worlds Of Music, Etnomusikologi, Pluralitas musik Etnik Batak Toba,
Mandailing, Melayu, Pakpak-Dairi, Angkola, Karo, Simalungun, dan beberapa
buku lainnya. Studi kepustakaan juga dilakukan terhadap topik-topik lain yang
berkaitan dengan penelitian skripsi ini antara lain sosiologi, dan topik tentang
kebudayaan masyarakat Karo.
1.8.2 Penelitian lapangan
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Lonfland dan
Lonfland dalam Moleong, 1989). Selain kata-kata dan tindakan perekaman audio
ataupun materi musik juga menjadi sumber data yang utama dalam penelitian ini.
Oleh karena itu penulis menggunakan dua teknik dalam pengumpulan data di
lapangan yaitu:
1. Wawancara
Wawancara diperlukan untuk mendukung penelitian tentang musik
Gendang patam-patam dalam kebudayaan masyarakat Karo. Dalam mengambil
sumber data dilapangan penulis melakukan wawancara dengan budayawan,
seniman dan musisi tradisional Karo maupun informan lainnya yang berhubungan
dengan penelitian ini.
Teknik wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara berfokus
(focus interview) yaitu melakukan pertanyaan selalu berpusat pada pokok
permasalahan. Selain wawancara berfokus peneliti juga melakukan wawancara
bebas (free interview) yaitu pertanyaan tidak selalu berpusat pada pokok
Universitas Sumatera Utara
permasalahan tetapi pertanyaan dapat berkembang ke pokok permasalahan
lainnya dengan tujuan untuk memperoleh data yang beraneka ragam namun tidak
menyimpang dari pokok permasalahan (Koentjaraningrat 1985:139).
2. Perekaman
Perekaman dalam penelitian sangat penting untuk mengumpulkan data
dilapangan. Perekaman ini akan menggunakan kamera Sony DSC-T2 dan canon
IXUS 80 IS. Penulis akan merekam hasil wawancara dengan narasumber yang
dilakukan dilapangan. Adapun narasumber yang penulis wawancarai antara lain
Seter Ginting, Djasa Tarigan, Malem Ukur Ginting, Natangsa Barus. Selain
merekam hasil wawancara penelitian ini juga akan merekam materi musik yang
akan menjadi di deskripsikan nantinya.
Untuk materi musik gendang patam-patam pada instrumen keyboard,
penulis mengambil sampel dilapangan yang dimainkan oleh tiga pemain keyboard
yaitu Fakta Ginting, Sakti Sembiring dan Yanto Ginting. Pengambilan sampel ini
dilakukan penulis langsung pada saat gendang guro-guro aron diadakan yaang
berlangsung di Tiga Binanga pada tanggal 17-19 Juni 2011, Jambur 9 Tamsaka
Medan pada tanggal 29 Juli 2011, dan Juhar 16-18 Agustus 2011. Dan jika
diperlukan sampel program gendang patam-patam akan diambil dari rekaman
yang sudah sebelumnya.
9
Jambur merupakan sebuah balai yang digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan
adat-istiadat masyarakat Karo seperti upacara perkawinan, kematian, gendang guro-guro aron dan
lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
1.8.3 Kerja laboratorium (Deks work)
Setelah semua data di lapangan diperoleh dan bahan dari hasil studi
kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pembahasan dan penyusunan
tulisan. Sedangkan untuk mendeksripsikan materi musik terlebih dahulu
dilakukan pentranskripsian dan selanjutnya dideskripsikan.
Dalam mendeksripsikan materi musik pada kerja laboratorium, terdapat
dua pendekatan yang diungkapkan oleh Bruno Nettl (1964:98) sebagai berikut:
Approaches to the describe of music: (1) we can analyze and describe what we
hear, and (2) we can in some way write it on paper and describe
what we see.
Nettl mengatakan bahwa ada dua pendekatan untuk mendeskripsikan
musik; (1) kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan apa yang didengar, dan
(2) kita dapat dengan cara menuliskannya apa yang kita dengar tersebut diatas
kertas lalu mendeskripsikan apa yang kita lihat.
Dari kedua pendekatan tersebut penulis akan menggunakan pendekatan
yang kedua dalam mendeskripsikan struktur gendang patam-patam. Pendekatan
pertama tidak dilakukan karena peneliti tidak mungkin hanya mengandalkan
pendengaran dan daya ingat yang terbatas tanpa menuliskannya. Hal ini juga
dikemukakan oleh Netll (1964:98) dalam pembahasan yang sama yaitu:
If human ears were able to preceive all of the acoustic contens of a
musical utterance, and if the mind could retain all of what had been
perceived, then analysis of what is heard would be preferable. ...But
since human memory is hardly able to retain, what was heard ten
seconds ago along what is being heard in the present, notation of
some sort has become essential for reseacrh in music.
Universitas Sumatera Utara
Netll mengungkapkan bahwa seandainya telinga manusia dapat merasakan
semua isi akustik sebuah ungkapan musik, dan seandainya daya ingat manusia
dapat menyimpan semua yang telah dirasakan, maka analisis terhadap apa yang
didengar tersebut akan menjadi pilihan utama. Tetapi karena daya ingat manusia
hampir tidak dapat mengingat persis apa yang didengar sepuluh detik yang lalu,
suatu bentuk notasi menjadi penting dalam penelitian musik.
Untuk mendeskripsikan bunyi musikal dari gendang patam-patam harus
dilengkapi dengan analisis yang didasarkan atas materi yang terlihat dalam bentuk
notasi. Oleh karena itu dalam kerja laboratorium penulis akan melakukan
transkripsi. Transkirpsi adalah proses memindahkan bunyi (menotasikan),
mengalihkan bunyi yang didengar menjadi simbol visual.
1.8.3.1 Metode Transkripsi
Dalam proses transkripsi materi musik atau rekaman dari gendang patampatam, penulis tidak mentranskripsikan sendiri melainkan meminta bantuan
kepada seorang teman --Berlin Immanuel Tambunan-- yang sudah mahir dan
profesional dalam memainkan instrumen keyboard. Adapun alasan mengapa
penulis tidak mentranskripsikan gendang patam-patam sendiri dikarenakan
kurangnya pengetahuan penulis akan instrumen keyboard serta keterbatasan
penulis dalam mengidentifikasi setiap bunyi instrumen yang dimainkan secara
bersamaan pada program gendang patam-patam.
Dalam hal ini sipentranskipsi mendapatkan keuntungan karena lebih
mengenal dan mengetahui secara langsung bagaimana kejadian bunyi instrumen
serta pola ritem pada gendang patam-patam, namun walaupun demikian penulis
Universitas Sumatera Utara
tetap melakukan komunikasi yang cukup baik dengan sipentranskripsi sehingga
sedikit banyak penulis juga mendapatkan informasi penting yang berhubungan
dengan
kepentingan
deskripsi
struktur
gendang
patam-patam.
Adapun
keuntungan yang penulis dapatkan melalui bantuan tersebut adalah proses
pentranskripsian gendang patam-patam dapat diselesaikan lebih cepat, selain itu
penulis juga terbantu karena keterbatasan penulis dalam mengidentifikasi bunyi
instrumen yang pada akhirnya hasil rekaman dari gendang patam-patam dapat
dilihat dalam bentuk notasi.
Dalam menganalisa atau mendeskripsikan gendang patam-patam penulis
akan melihat berdasarkan hasil transkripsi pola ritem yang dihasilkan dari
permainan gendang lima sedalanen dengan pola ritem pada gendang kibod. Dari
hasil transkripsi ini penulis akan melihat setiap bagian dari pola ritem masingmasing instrumen perkusif yang masih kontinu atau masih digunakan dan yang
telah berubah atau sama sekali tidak ada.
1.8.4 Lokasi penelitian
Para budayawan, musisi/seniman tradisional Karo merupakan sumber dari
data yang diperlukan oleh penulis dalam penelitian ini. Karena sumber data dalam
penelitian ini berupa rekaman audio dan juga wawancara maka lokasi penelitian
ini mengacu kepada dimana para seniman/musisi tradisional dan pemain keyboard
bertempat tinggal/berdomisili. Dari wawancara yang pernah penulis lakukan ada
yang berdomisili di Medan yaitu Djasa Tarigan dan Malem ukur Ginting, ada pula
di daerah Deli Serdang yaitu Natangsa Barus dan di Juhar (Taneh Karo) yaitu
Seter Ginting.
Universitas Sumatera Utara
Penulis juga mengamati beberapa acara gendang guro-guro aron yaitu di
Tigabinanga 17-19 Juni 2011, Juhar 16-18 Agustus 2011, dan juga di Medan
tepatnya di Jambur Tamsaka 29 Juli 2011. Pengamatan dalam gendang guro-guro
aron dilakukan karena pada acara inilah gendang patam-patam berkembang. Jadi
penelitian ini tidak menetap disatu tempat namun tergantung dimana para seniman
Karo berada, sesuai dengan kebutuhan penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
Download