BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Keseimbangan 2.1.1 Pengertian Keseimbangan Keseimbangan diartikan sebagai kemampuan relative untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan di dukung oleh sistem musculoskeletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktifitas secara efektif dan efesien (Indriaf, 2010). Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan tubuh mempertahankan keseimbangan adalah menyangga tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar sejajar dan seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak (Irfan, 2010). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan didukung oleh sistem muskuloskeletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk 9 10 menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien. Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dan integrasi/interaksi sistem sensorik (vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk propioceptor) dan muskuloskeletal (otot, sendi dan jaringan lunak lain) yang dimodifikasi/diatur dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum, dan area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi ekternal dan internal. Serta dipengaruhi oleh faktor lain seperti, usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh obat dan pengalaman terdahulu (Ma’mun & Saputra, 2000). Kemampuan manusia untuk mempertahankan posisi tegak berdiri tergantung pada integritas sistem visual, vestibular, propioseptif, taktil dan juga sensory integration, sistem saraf pusat, tonus otot yang efektif yang mengadaptasi secara cepat perubahan kekuatan otot dan fleksibilitas sendi. Berdiri adalah posisi tak stabil yang membutuhkan regulasi yang konstan dari kontraksi antara anggota gerak atas dan bawah (Jalalin, 2000). Aktivitas somatis motorik sangat tergantung pada tingkat keluarnya motor neuron di tulang belakang yang bercabang juga ke nervus kranial. Jalur akhir saraf ini secara umum berakhir di otot rangka, impuls akan masuk melalui serabut afferent perifer dan juga pada spinal neuron lainnya. Beberapa impuls berakhir langsung di motor neuron, tetapi banyak juga yang mengerahkan melalui interneuron atau melalui motor neuron ke otot spindle dan kembali melalui serat afferent ke sumsum tulang belakang. Kegiatan pada saraf sangat terintegrasi, 11 impuls dapat masuk dari tulang belakang, medula, otak tengah, dan tingkat kortikal yang mengatur postur tubuh dan membuat gerakan terkoordinasi (Ganong, 2010). Input yang masuk berkumpul di motor neuron kemudian di bagi menjadi tiga fungsi: impuls membawa informasi tentang aktivitas yang disadari, postur tubuh akan menyesuaikan impuls yang masuk guna memberikan gerakan yang stabil, impuls dapat mengkoordinasikan tindakan dari berbagai otot untuk membuat gerakan halus dan tepat. Pola aktivitas yang disadari dapat direncanakan dalam otak, dan perintah dikirim ke otot-otot terutama melalui sistem kortikospinalis dan kortikobulbar. Postur terus disesuaikan dan menyesuaikan impuls yang masuk dari batang otak dan serabut afferent perifer selama dan sebelum gerakan itu di bentuk. Gerakan dihaluskan dan dikoordinasikan oleh bagian otak tengah dan spinocerebellum. Ganglia basal dan cerebrocerebellum merupakan bagian dari rangkaian umpan balik ke pre-motor dan korteks motor yang berkaitan dengan perencanaan dan pengorganisasian gerakan yang disadari (Ganong, 2010). Terdapat dua macam keseimbangan menurut (Permana, 2012) yaitu : a. Keseimbangan statis Dalam keseimbangan statis, ruang geraknya sangat kecil, misalnya berdiri di atas dasar yang sempit (balok keseimbangan, rel kereta api), melakukan hand stand, mempertahankan keseimbangan setelah berputar – putar di tempat. 12 b. Keseimbangan dinamis Kemampuan orang untuk bergerak dari satu titik atau ruang ke lain titik dengan mempertahankan keseimbangan, misalnya menari, berjalan, duduk ke berdiri, mengambil benda di bawah dengan posisi berdiri dan sebagainya. 2.1.2 Fisiologi Keseimbangan Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan keseimbangan adalah: menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak (Irfan, 2010). Fisiologi keseimbangan dimulai sejak informasi keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual dan propioseptik. Dari ketiga jenis reseptor tersebut, reseptor vestibuler yang punya kontribusi paling besar (> 50%) kemudian reseptor visual dan yang paling kecil konstibusinya adalah propioseptik. Ketika terjadi gerakan atau perubahan dari kepala atau tubuh, cairan endolimfe pada labirin akan berpindah sehingga hair cells menekuk. Terjadilah permeabilitas membrane sel berubah sehingga ion kalsium menerobos masuk kedalam sel (influx), Influx Ca menyebabkan depolarisasi dan juga merangsang pelepasan NT 13 eksitator (glutamat), saraf aferen (vestibularis) dan pusat – pusat keseimbangan di otak (Rahayu, 2010). Menurut (Sherwood, 2002) mekanisme fisiologi terjadinya keseimbangan dimulai ketika reseptor di mata menerima masukan penglihatan, reseptor di kulit menerima masukan kulit, reseptor di sendi dan otot menerima masukan proprioseptif dan reseptor di kanalis semikularis dan organ otolit menerima masukan vestibular. Seluruh masukan atau input sensoris yang diterima di salurkan ke nuklus vestibularis yang ada di batang otak, kemudian terjadi pemrosesan untuk koordinasi di serebelum, dari serebelum informasi disalurkan kembali ke nuklus vestibularis. Terjadilah output atau keluaran ke neuron motoric otot ekstremitas dan badan berupa pemeliharaan keseimbangan dan postur yang diinginkan, keluaran ke neuron motorik otot mata ekternal berupa control gerakan mata, dan keluaran ke sistem saraf pusat berupa persepsi gerakan dan orientasi. Mekanisme tersebut jika berlangsung dengan optimal akan menghasilkan keseimbangan statis yang optimal. Ada dua jenis motor ouput: disadari dan tidak disadari. Sebuah subdivisi tanggapan refleks mencakup beberapa gerakan ritmis seperti menelan, mengunyah, menggaruk, dan berjalan. Sebagian besar gerakan reflek tidak disadari namun dapat menyesuaikan gerakan yang disadari dan terkontrol. Untuk memindahkan anggota badan,otak harus merencanakan gerakan, mengatur gerakan yang sesuai di berbagai sendi pada saat yang sama, dan menyesuaikan gerakan dengan membandingkan rencana dengan kinerja. Sistem motor "learn by doing" dan meningkatkan kinerja dengan pengulangan. Hal ini melibatkan plastisitas sinaptik (Ganong, 2010). 14 Perintah untuk gerakan yang disadari berasal dari daerah asosiasi kortikal. Mutasi yang direncanakan di korteks serta dalam ganglia basal dan bagian lateral hemisfer cerebellar, seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan aktivitas listrik sebelum gerakan. Thalamus akan mengatur informasi yang diterima kemudian diteruskan ke ganglia basal, saluran otak kecil lalu diteruskan ke pre-motor dan korteks motor. Perintah motor dari korteks motorik diteruskan sebagian besar melalui saluran kortikospinalis ke sumsum tulang belakang dan saluran kortikobulbar yang sesuai untuk motor neuron di batang otak. Jalur collateral dan koneksi langsung dari beberapa korteks motor berakhir pada batang otak. Jalur ini juga dapat memediasi gerakan yang disadari. Perubahan gerakan adalah pengaruh dari masukan sensorik melalui indera dan dari otot, tendon, sendi, dan kulit. Informasi umpan balik ini dapat menyesuaikan dan menghaluskan gerakan. Jalur batang otak yang berkaitan dengan postur tubuh dan koordinasi adalah saluran rubrospinal, reticulospinal, tectospinal, dan vestibulospinal (Ganong, 2010). Pada batang otak dan sumsum tulang belakang ada jalur dan neuron yang berkaitan dengan kontrol otot trunk dan bagian proksimal dari extremitas atas, sedangkan jalur neuron yang terhubung dengan kontrol otot rangka terdapat di bagian distal extremitas atas. Otot - otot axial akan menyesuaikan postural dan gerakan kasar, sedangkan otot - otot ekstremitas distal, akan membuat gerakan menjadi terampil (Ganong, 2010). 15 Gambar 2.1 Proses Fisiologi Terjadinya Keseimbangan Sumber : (Watson & Black, 2008) 2.1.3 Komponen – Komponen Pengontrol Keseimbangan 1. Sistem Informasi Sensoris Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan somatosensoris. A. Sistem Vestibular Sistem vestibular berperan penting dalam keseimbangan, gerakan kepala, dan gerak bola mata. Sistem vestibular meliputi organ-organ di dalam telinga bagian dalam. Berhubungan dengan sistem visual dan pendengaran untuk merasakan arah dan kecepatan gerakan kepala. Sebuah cairan yang disebut endolymph mengalir melalui tiga kanal telinga bagian dalam sebagai reseptor saat kepala bergerak miring dan bergeser. Gangguan fungsi vestibular dapat menyebabkan vertigo atau gangguan keseimbangan. Alergi makanan, dehidrasi, 16 dan trauma kepala / leher dapat menyebabkan disfungsi vestibular. Melalui reflex vestibulo-occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Kemudian pesan diteruskan melalui saraf kranialis VIII ke nucleus vestibular yang berlokasi di batang otak (brain stem). Beberapa stimulus tidak menuju langsung ke nucleus vestibular tetapi ke serebelum, formation retikularis, thalamus dan korteks serebri (Watson & Black, 2008) Gambar 2.2 Sistem Vestibular Sumber: (Komala, 2014) Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, formasi (gabungan reticular), dan cerebelum. Hasil dari nucleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot – otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot – otot punggung (otot – otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot – otot postural (Watson & Black, 2008). 17 B. Sistem Visual Sistem visual (penglihatan) yaitu mata mempunyai tugas penting bagi kehidupan manusia yaitu memberi informasi kepada otak tentang posisi tubuh terhadap lingkungan berdasarkan sudut dan jarak dengan obyek sekitarnya. Dengan input visual, maka tubuh manusia dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi dilingkungan sehingga sistem visual langsung memberikan informasi ke otak, kemudian otak memerikan informasi agar sistem musculoskeletal (otot & tulang) dapat bekerja secara sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh. Pada gambar dibawah ini kita dapat melihat sistem visualisasi pada tubuh manusia (Prasad, et al., 2011). Gambar 2.3 Sistem Visual Sumber: (Prasad, et al., 2011) 18 C. Sistem Somatosensori (Tactile & Proprioceptive). Sistem Somatosensori mempunyai beberapa neuron yang panjang dan saling berhubungan satu sama lainnya yang mana Sistem Somatosensori memiliki tiga neuron yang panjang yaitu : primer, sekunder dan tersier (Pertama, Kedua, dan Ketiga) (Hanes & McCollum, 2006) a. Primer Neuron (Pertama) memiliki badan sel pada dorsal root ganglion didalam saraf spinal (area sensasi berada pada daerah kepala dan leher), dimana bagian ini akan menjadi suatu terminal dari ganglia saraf trigeminal atau ganglia dari saraf sensorik kranial lainnya). b. Second Neuron (kedua) dimana neuron ini berada di medulla spinalis dan brain stem dan memiliki sel tubuh yang baik. Akson neuron ini naik ke sisi berlawan di medulla spinalis dan brain stem, (Akson dari banyak neuron berhenti pada bagian thalamus (Ventral Posterior nucleus, VPN),dan yang lainnya pada sistem retikuler dan cerebellum. c. Third neuron (ketiga) Dalam hal sentuhan dan rangsangan nyeri, neuron ketiga memiliki tubuh sel dalam VPN dari thalamus dan berakhir di gyrus postcentralis dari lobus parietal. Sistem somatosensori tersebar melalui semua bagian utama tubuh mamalia (dan vertebrata lainnya). Terdiri dari reseptor sensori dan motorik (aferen) neuron di pinggiran (kulit, otot dan organ-organ misalnya), ke neuron yang lebih dalam dari sistem saraf pusat (Hanes & McCollum, 2006). 19 Sistem somatosensori adalah sistem sensorik yang beragam yang terdiri dari reseptor dan pusat pengolahan untuk menghasilkan modalitas sensorik seperti sentuhan, temperatur, proprioception (posisi tubuh), dan nociception (nyeri). Reseptor sensorik menutupi kulit dan epitel,otot rangka, tulang dan sendi, organ, dan sistem kardiovaskular.Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan talamus (Willis, 2007). Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung – ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovia dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain, serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang (Irfan, 2010). Gambar 2.4 Sistem Somatosensori Sumber: (Jensen & Eric, 2005) 20 2. Central Processing Central processing berfungsi untuk menentukan titik tumpu tubuh dan alligment gravitasi pada tubuh serta mengorganisasikan respon sensorimotor yang dibutuhkan oleh tubuh. Respon motorik yang dihasilkan oleh sistem saraf pusat berguna untuk menjaga postur tubuh agar tetap seimbang. Sistem saraf pusat menerima input sensorik, menginterpretasikan dan mengintegrasikan kemudian menghubungkan pada sistem neuromuskular untuk memberikan output motorik yang korektif sehingga mampu menciptakan keseimbangan yang baik ketika dalam keadaan diam (statis) ataupun keadaan bergerak (dinamis). Komponen sistem saraf pusat yang terlibat dalam proses kontrol postural yaitu: corteks, thalamus, basal ganglia, nuckelus vestibular, dan cerebellum (Suadnyana, 2013). 3. Efektor A. Respon otot – otot postural yang sinergis (postural muscles response synergies) Respon otot – otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur. Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan postur saat berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan. Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergi 21 sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh (Nugroho, 2011). Kerja otot yang sinergi berarti bahwa adanya respon yang tepat (kecepatan dan kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam melakukan fungsi gerak tertentu. Gerak dengan pola normal berasal dari adanya perencanaan gerak yang diimplementasikan dalam bentuk aktivasi otot dengan kekuatan dan kecepatan yang sesuai (Irfan, 2012). B. Kekuatan otot Kekuatan otot diperlukan saat melakukan aktivitas.Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya suatu peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik. Kekuatan otot dapat dijabarkan sebagai kemampuan otot menahan beban baik berupa beban internal (internal force) maupun beban eksternal (external force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktivasi otot untuk melakukan kontraksi, sehingga semakin banyak serabut otot yang teraktivasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut (Irfan, 2012). Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan otot untuk melawan gaya gravitasi serta beban eksternal lainnya yang secara berkelanjutan mempengaruhi posisi tubuh. Kemampuan otot untuk melakukan reaksi tegak dan stabil merupakan bentuk dari aktivitas otot 22 untuk menjaga keseimbangan baik saat statis maupun dinamis. Hal tersebut dapat dilakukan apabila otot memiliki kekuatan dengan besaran tertentu (Irfan, 2012). C. Range of Motion Range of motion merupakan luas lingkup gerak sendi yang bisa dilakukan oleh sendi. ROM juga merupakan ruang gerak suatu kontraksi otot dalam melakukan gerakan, apakah otot tersebut memendek atau memanjang secara penuh atau tidak sehingga berpengaruh terhadap keseimbangan. ROM menentukan kemampuan sendi dalam membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi, serta keterjangkauan lingkup gerak sendi untuk memenuhi kebutuhan gerak yang memungkinkan untuk seimbang (Suadnyana, 2013). 2.1.4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan 1. Pusat Gravitasi (Center of Gravity-COG) Pusat gravitasi terdapat pada semua objek, pada benda, pusat gravitasi terletak tepat di tengah benda tersebut. Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang. Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat. Pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah tepat di atas pinggang diantara depan dan belakang vertebra sakrum ke dua.Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi 23 oleh empat faktor, yaitu : ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu, serta berat badan (Nugroho, 2011). Semakin rendah atau dekat letak pusat gravitasi ini terhadap bidang tumpuan akan semakin stabil posisi tubuh. Pada posisi berbaring pusat gravitasi tubuh akan rendah, yakni letaknya dekat bidang tumpuan, dibandingkan dalam posisi duduk, berdiri atau melompat ke atas, sehingga posisi tubuh berbaring akan lebih stabil dibandingkan dengan posisi duduk atau berdiri (Nala, 2011). Letak pusat gravitasi berbeda – beda, dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti IMT, umur dan jenis kelamin (Soedarminto, 1992). a. Indeks Massa Tubuh Tinggi badan dan berat badan seseorang mencerminkan proporsi tubuh orang yang bersangkutan. Keadaan ini berkaitan dengan dengan keseimbangan dimana menurut (Pate, et al., 1993) benda dengan masa yang lebih besar mempunyai keseimbangan yang lebih besar dari pada benda berukuran sama yang lebih ringan. Benda – benda yang berat lebih kuat menolak pengaruh gaya dari luar dari pada lawan yang lebih ringan. Terkait dengan tinggi pendek dan berat ringan seseorang akan berbeda letak titik gravitasi yang mempengaruhi keseimbangan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut (WHO, 2003) : Berat Badan (Kg) IMT = ------------------------------------------------------Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m) 24 b. Umur Letak titik gravitasi tubuh berkaitan dengan pertambahan usia pada kanak – kanak letaknya lebih tinggi karena relatif kepalanya lebih besar dari kakinya (Soedarminto, 1992). Keadaan ini akan berpengaruh pada keseimbangan tubuh, semakin rendah letak titik berat terhadap bidang tumpuan akan semakin mantap atau stabil posisi tubuh (Nala, 2011). c. Jenis Kelamin Perbedaan keseimbangan tubuh antara pria dan wanita disebabkan oleh adanya perbedaan letak titik berat. Pada pria letaknya kira – kira 56% dari tinggi badannya sedangkan pada wanita letaknya kira – kira 55% dari tinggi badannya, pada wanita letaknya rendah karena panggul dan paha relative lebih berat dan tungkainya pendek (Soedarminto, 1992). 2. Garis Gravitasi (Line of Gravity-LOG) Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu adalah menentukan derajat stabilitas tubuh. Garis gravitasi didefinisikan sebagai garis imajiner yang melewati pusat objek gravitasi. Garis gravitasi lewat pusat geometris dari base of support pada posisi keseimbangan. Kontrol postur keseimbangan berdiri tegak membentuk garis gravitasi berakhir pada base-nya (Piscopo & Baley, 1981). 25 Gambar 2.5 Garis gravitasi Sumber : (Army, 2012) 3. Bidang Tumpu (Base of Support-BOS) Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi. Posisi keseimbangan statis memiliki base of support yang luas, ketika tumpuan dipersempit cenderung sulit untuk menjaga garis gravitasi selama hal tersebut dilakukan. Berdiri menggunakan satu kaki akan sulit jika dibandingkan dengan berdiri dua kaki. Hal tersebut terjadi karena garis gravitasi 26 yang terkonsentrasi langsung di bawah satu kaki tersebut (Piscopo & Baley, 1981). Gambar 2.6 Bidang Tumpu Sumber : (William, et al., 2015) 2.1.5 Keseimbangan Statis Berdiri Pada posisi berdiri seimbang, susunan saraf pusat berfungsi untuk menjaga pusat massa tubuh (center of body mass) dalam keadaan stabil dengan batas bidang tumpu tidak berubah kecuali tubuh membentuk batas bidang tumpu lain (misalnya: melangkah). Pengontrol keseimbangan pada tubuh manusia terdiri dari tiga komponen penting, yaitu sistem informasi sensorik (visual, vestibular dan somatosensoris), central processing dan efektor. Pada sistem informasi, visual berperan dalam contras sensitifity (membedakan pola dan bayangan) dan membedakan jarak. Selain itu masukan (input) visual berfungsi sebagai control keseimbangan, pemberi informasi, serta memprediksi datangnya gangguan. Bagian vestibular berfungsi sebagai pemberi informasi gerakan dan posisi kepala ke susunan saraf pusat untuk respon sikap dan 27 memberi keputusan tentang perbedaan gambaran visual dan gerak yang sebenarnya. Masukan (input) proprioseptor pada sendi, tendon dan otot dari kulit di telapak kaki juga merupakan hal penting untuk mengatur keseimbangan saat berdiri statis maupun dinamik (Army, 2012). Central processing berfungsi untuk memetakan lokasi titik gravitasi, menata respon sikap, serta mengorganisasikan respon dengan sensorimotor. Selain itu, efektor berfungsi sebagai perangkat biomekanik untuk merealisasikan renspon yang telah terprogram di pusat, yang terdiri dari unsur lingkup gerak sendi, kekuatan otot, alignment sikap, serta stamina (Army, 2012). Postur adalah posisi atau sikap tubuh. Tubuh dapat membentuk banyak postur yang memungkinkan tubuh dalam posisi yang nyaman selama mungkin. Pada saat berdiri tegak, hanya terdapat gerakan kecil yang muncul dari tubuh, yang biasa di sebut dengan ayunan tubuh. Luas dan arah ayunan di ukur dari permukaan tumpuan dengan menghitung gerakan yang menekan di bawah telapak kaki, yang di sebut pusat tekanan (center of pressure-COP). Jumlah ayunan tubuh ketika berdiri tegak di pengaruhi oleh faktor posisi kaki dan lebar dari bidang tumpu (Nugroho, 2011). Posisi tubuh ketika berdiri dapat dilihat kesimetrisannya dengan: kaki selebar sendi pinggul, lengan di sisi tubuh, dan mata menatap ke depan. Walaupun posisi ini dapat dikatakan sebagai posisi yang paling nyaman, tetapi tidak dapat bertahan lama, karena seseorang akan segera berganti posisi untuk mencegah kelelahan (William, et al., 2015). 28 2.2 Karakteristik Anak Usia 8 – 9 Tahun Anak usia 8 – 9 tahun mengalami pertumbuhan dan perkembangan terjadi pada aspek kognitif, kemampuan motorik, kemampuan sosial, kemampuan bahasa. Perkembangan kognitif anak secara kronologis terjadi 4 tahap. Urutan tahap – tahap kognitif tetap bagi setiap orang, akan tetapi adanya variasi terkait usia kronologis masuk dalam tahap perkembangan kognitif pada setiap anak. 1. Tahap sensorimotor usia 0 – 2 tahun, 2. Tahap pra operasional usia 2 -7 tahun, 3. Tahap operasi kongkret usia 7 – 11/12 tahun, 4. Tahap operasi formal usia 11/12 ke atas. Tahapan kognitif anak akan berpengaruhi kemampuan gerakan seperti keseimbangan, koordinasi, kelincahan. Anak usia 8 – 9 tahun termasuk dalam tahapan operasi konkret sehingga anak sudah mampu berpikir bagian per bagian. Anak usia 8 – 9 tahun dapat mengikuti instruksi gerakan dan mengkoordinasikan gerakan. Dalam keadaan normal, pada periode ini pikiran anak berkembang secara berangsur-angsur. Jika pada periode sebelumnya, daya piker anak masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada periode ini daya piker anak sudah berkembang kearah yang lebih kongkrit, rasional dan objektif. Daya ingat sangat kuat, sehingga benar-benar berada pada stadium belajar (Cole, 2005). Dinilai dari perkembangan sosial anak usia 8 – 9 tahun terdapat peningkatan kemampuan sosialisasi terhadap lingkungan. Anak usia 8 – 9 tahun memiliki keinginan melepaskan diri dari otoritas orang tua. Anak usia 8 – 9 tahun memiliki 29 dorongan kuat untuk bermain di luar rumah bergaul dengan teman sebaya dan mulai menyukai permainan sosial, bentuk permainan yang melibatkan banyak orang dengan saling berinteraksi (Syamsu, 2007). Perkembangan motorik anak usia 8 – 9 tahun mengarah gerak yang bersifat lokomotor. Ditinjau dari kemampuan gerak anak usia 8 – 9 tahun sebagai berikut (Ecless, 2008) : 1. Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan. Aktivitas fisik pada anak bermanfaat untuk mengembangkan otot – otot kecil maupun besar. Aktivitas yang dapat dilakukan anak 8 – 9 tahun adalah a. Mampu melompat dan berjoget. b. Berdiri satu kaki dalam waktu 5 – 10 detik. c. Mampu berjalan di bidang miring. d. Mampu melompat dengan satu kaki. e. Meningkatnya koordinasi mata dan tangan. f. Mampu bersisir sendiri g. Mampu berjalan di garis lurus. h. Menggambar bentuk orang dengan lengkap dan mampu menggambar persegi atau segitiga. i. Mewarnai gambar. 2. Perkembangan bahasa anak usia 8 – 9 tahun semakin baik. Anak mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikiran dalam batas – batas tertentu. 30 3. Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa ingin tahu anak yang besar terhadap lingkungan sekitar. Anak menanyakan segala sesuatu yang dilihat. 4. Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial. Walaupun aktivitas bermain dilakukan anak secara bersama. Anak usia 8 – 9 tahun memiliki perkembangan motorik yang mulai terkoordinasi dengan baik. Setiap gerakan yang sudah selaras dengan kebutuhan atau minat namun belum memiliki keseimbangan statis yang baik (Budiman, 2010). Anak laki – laki di bawah 10 tahun jauh lebih tidak stabil dibandingkan anak perempuan pada usia yang sama, disebabkan postural anak laki – laki di usia tersebut lebih tidak stabil dibandingkan anak perempuan (Permana, 2013). Keseimbangan statis anak laki – laki pada usia 8 – 9 tahun dapat mengalami peningkatan maupun penurunan tergantung pada aktifitas fisik yang dilakukan sehari – hari. Sedangkan keseimbangan statis pada anak perempuan usia 8 – 9 tahun akan mengalami kecenderungan lebih baik dari usia sebelumnya, dikarenakan pada usia ini anak perempuan lebih cepat perkembangannya, dan berpengaruh terhadap keseimbanganya (Permana, 2013). 2.3 Proprioceptive Exercise 2.3.1 Pengertian Proprioceptive Exercise Proprioceptive exercise merangsang sistem saraf yang mendorong terjadinya respon otot dalam mengontrol sistem neuromuskuler. Proprioceptive 31 umumnya didefinisikan sebagai kemampuan untuk menilai dimana masing – masing posisi ekstremitas berada tanpa bantuan indera penglihatan. Proprioceptive diatur oleh mekanisme saraf pusat dan saraf tepi yang datang terutama dari reseptor otot, tendon, ligamen, persendiaan dan fascia (Lephart, et al., 2013). Proprioceptive dapat juga diartikan sebagai keseluruhan kesadaran dari posisi tubuh. Kesadaran posisi akan berpengaruh terhadap gerak yang akan dilakukan, gerak yang timbul tersebut akibat impuls yang diberikan stimulus yang diterima dari receptor yang selanjutnya informasi tersebut akan diolah di otak yang kemudian informasi tersebut akan diteruskan oleh reseptor kembali ke bagian tubuh yang bersangkutan. Proprioceptive merupakan rasa sentuhan atau tekanan pada sendi yang disusun oleh komponen pembentuk sendi dari tulang, ligamen dan otot serta jaringan spesifik lainnya (Ismaningsih, 2015). 2.3.2 Proprioceptive Exercise terhadap Keseimbangan Statis Proprioceptive merupakan bagian dari somatosensoris dimana proprioceptive bekerjasama dengan persepsi dan taktil untuk memberikan informasi tentang daerah sekitar, kondisi permukaan sehingga dapat mengirimkan sinyal ke otak untuk mengatur perintah kepada otot dan sendi seberapa menggunakan kekuatan dan bagaimana menyikapi lingkungan. Proprioception memberikan gambaran sama seperti sistem kerja visual, dimana memberikan informasi tentang daerah sekitar, namun hal yang membedakannya adalah proprioceptive bekerja saat sebuah sendi terjadi kontak langsung dengan 32 permukaan sebuah benda. Pada kondisi tanpa cahaya (visual gelap) tidak dapat memberikan banyak informasi untuk tubuh, maka proprioceptive bekerja lebih dominan saat sendi menyentuh atau terjadi tekanan langsung dengan permukaannya. Saat mata tertutup kaki masih bisa merasakan dimana kita berdiri sekarang, tempat miring, berbatu kasar atau datar, dll. Dari informasi yang diterima oleh golgi tendon dan muscle spindle terkumpul cukup baik selanjutnya neuron akan meneruskan untuk dikirim ke sistem saraf pusat melalui ganglion basalis hingga sampai ke sistem saraf pusat seperti perjalanan di gambar kemudian otak menentukan bagaimana kita menyikapi terhadap permukaan tersebut (Kisner & Allen, 2007). Gambar 2.7 Lintasan Proprioceptive Sumber: (Riemer, 2015) Reseptor yang diterima neuron saat menerima rangsangan sendi dikirim ke dua tempat yaitu ke korteks cerebri atau disebut dengan proprioceptive sadar karena dapat dikontrol penuh oleh otak baik penerimaan maupun pengembaliaan impuls 33 ke afektor, dan kortek cerebellum biasa disebut dengan proprioceptive tak sadar atau bekerja otomatis (Scholary, 2011). Neuron yang dikirim melalui lintasan ke korteks cerebri memuat informasi lingkungan dikirim ke otak untuk mengatur kontraksi dan sistem tubuh, sedangkan neuron yang melalui korteks cerebri memuat informasi yang akan diberikan ke otak kecil untuk diolah sehingga hasil yang didapat adalah menjaga keseimbangan tubuh. Cara penyampaian reseptor proprioceptive ke cortex cerebri menggunakan tiga neuron berbeda, neuron I sel berada di ganglion spinal akan dikirimkan melalui Proprioception dihasilkan melalui respon secara simultan, visual, vestibular, dan sistem sensorimotor, yang masing – masing memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas postural. Paling diperhatikan dalam meningkatkan proprioception adalah fungsi dari sitem sensorimotor, meliputi integrasi sensorik, motorik, dan komponen pengolahan yang terlibat dalam mempertahankan homeostasis bersama selama tubuh bergerak, sistem sensorimotor mencakup informasi yang diterima melalui reseptor saraf yang terletak di ligamen, kapsul sendi, tulang rawan dan geometri tulang yang terlibat dalam struktur setiap sendi. Mechanoreceptor sensorik khusus bertanggung jawab secara kuantitatif terhadap peristiwa hantaran mekanis yang terjadi dalam jaringan menjadi impuls saraf (Riemann & Lephart, 2002). 2.3.3 Prinsip Proprioceptive Exercise Prinsip Proprioceptive exercise adalah untuk kontrol postural manusia yaitu fungsi yang kompleks yang mencakup komponen seperti deteksi gerakan serta respon otot bekerja menurut kesadaran untuk membangkitkan dan mengendalikan 34 saat terjadinya gerakan. Reseptor proprioceptive berada di kulit, otot, sendi, ligamen dan tendon. Mereka memberikan informasi kepada CNS berkaitan dengan jaringan deformasi. Pada ujung ruffini terletak di kapsul sendi dan ligamen. Karena mechanoreseptor ini maksimal di rangsang pada sudut sendi tertentu serta menghubungkan sensasi posisi sendi dan perubahan posisi (Ismaningsih, 2015). Proprioceptive berkaitan dengan dimana rasa posisi mekanoreseptor berada. Hal tersebut meliputi dua aspek yaitu posisi statis dan dinamis. Dalam hal ini statis di definisikan yaitu memberikan orientasi sadar pada satu bagian tubuh yang lain sedangkan arti dinamis yaitu memberikan fasilitasi pada sebuah sistem neuromuscular berkaitan dengan tingkat dan arah gerakan. Proprioceptive exercise sangat dianjurkan untuk meningkatkan proprioception untuk meningkatkan keseimbangan (Laskowski, et al., 1997). Dalam hal ini penulis memilih latihan proprioceptive exercise dengan wobble board berupa closed kinetic chain exercise dimana bahwa latihan closed kinetic chain exercise memberikan umpan balik proprioceptive dan kinestetik lebih besar dari pada open kinetic chain exercise. Menurut teori saat bergerak beberapa kelompok otot yang dilintasi untuk menerima impuls, sendi akan diaktifkan selama latihan closed kinetic chain exercise berlangsung sedangkan selama latihan open kinetic chain exercise reseptor sensorik, otot, jaringan intra artikular dan ekstra articular diaktifkan dalam mengendalikan gerak (Kisner & Allen, 2007). Aktifitas closed kinetic chain exercise dilakukan untuk menumpu berat badan, khusus untuk menstimulasi mechanoreseptor dan sekitar sendi maka latihan 35 ini lebih efektif daripada open kinetic chain exercise. Dengan demikian akan menstimulasi kontraksi otot, menambah stabilitas sendi dan meningkatkan keseimbangan pada fungsional tubuh dengan menumpu berat badan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan wobble board (papan keseimbangan). Papan keseimbangan atau lebih dikenal di dunia fisioterapi dan olahraga yang disebut wobble board yaitu sebuah alat yang digunakan untuk melatih proprioceptive ekstremitas atas atau bawah (Kisner & Allen, 2007). Wobble board dapat digunakan sebagai alat ukur atau treatment keseimbangan, stabilisasi, dan koordinasi (Mattacola & Dwyer, 2002). Latihan ini meningkatkan fungsi saraf proprioceptive dari sistem saraf pusat dan mengurangi waktu dalam merespon sehingga dapat memiliki keseimbangan yang baik serta dapat melindungi diri dari cedera (McKeon & Hertel, 2008). Pengertian yang lain tentang wobble board adalah titik tumpu dari semua wobble board berbentuk setengah lingkaran atau semi bola, hal ini dapat memungkinkan papan bergerak ke segala arah, maju – mundur, kiri dan kanan berputar 360 derajat. Wobble board banyak digunakan untuk perkembangan anak, gymnasium, latihan olah raga, mencegah terjadinya cidera pada knee dan ankle, proses rehabilitasi setelah cedera hip, knee dan ankle serta biasa digunakan sebagai salah satu alat fisioterapi (Waddington & Adams, 2004). Prinsip latihan ini adalah meningkatkan fungsi dari pengontrol keseimbangan tubuh yaitu sistem informasi sensoris, central processing, dan affector untuk bisa beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Fungsi dari latihan ini meningkatkan proprioceptive, meningkatkan stabilitas tubuh, dan mengontrol postur alligment (Ismaningsih, 2015). 36 2.4 Brain Gym 2.4.1 Pengertian Brain Gym Brain Gym adalah serangkaian gerakan sederhana untuk merangsang area otak berdasarkan fungsional otak masing-masing. Brain gym terdiri dari gerakan gerakan yang melibatkan komponen keseimbangan. Sistem somatosensori, sistem vestibular teraktivasi secara mekanis sehingga mengaktifkan kedua hemisfer otak melalui korteks motoric dan korteks sensoris. Aktivasi otak akan membuat otak melakukan respon cepat terhadap situasi yang membutuhkan keseimbangan. Kekuatan gerakan – gerakan brain gym mengaktifkan fungsi seluruh otak melalui hubungan yang kompleks dengan gerakan-gerakan tubuh (Dennison & Gaul, 2006). Pada awalnya brain gym dimanfaatkan untuk anak yang mengalami gangguan hiperaktif, kerusakan otak, sulit konsentrasi dan depresi, namun seiring berkembangnya zaman brain gym bermanfaat untuk kematangan pemrosesan otak anak-anak dispraksia dan dapat berikan pada anak normal (Demuth, et al., 2005). Rangkaian gerakan tubuh dalam brain gym, meningkatkan tingkat konsentrasi anak. Brain gym membuat bagian – bagian otak dapat berfungsi maksimal. Selain itu brain gym juga dapat meningkatkan kemampuan berbahasa dan daya ingat, lebih konsentrasi, kreatif dan efisien (Tammasse, 2009). 2.4.2 Brain Gym terhadap Keseimbangan Statis Brain gym ditujukan untuk meningkatkan input propioseptive, dengan cara mengaktivasi sistem neuromuscular dengan cara reedukasi postural. Brain gym 37 merupakan latihan yang ditujukan untuk aktivasi neuromuscular dengan prinsip gerakan yang dilakukan pada berbagai arah dan kecepatan gerak, sehingga menimbulkan stimulus mekanoreseptor, dan dalam tempo yang lambat, sehingga memberi kesempatan kepada nuclei subcortical kemudian membawa umpan balik kepada CPG, dan pada akhirnya timbul pembelajaran pada sistem neuromuscular. Brain gym akan meningkatkan kemampuan sensoris memproses respon terhadap suatu kondisi (Lambourne, 2010). Brain gym dapat mengaktivasi neuromuskular dengan konsep umpan maju dan umpan balik yang dapat mempengaruhi sistem motorik postur dan gerakan. Sistem umpan balik memonitor sinyal sensoris dan menggunakan informasi tersebut untuk bergerak. Sistem umpan maju menggunakan berbagai sinyal sensoris, seperti visual, pendengaran dan sentuhan untuk meninisiasi strategi gerakan secara proaktif berdasarkan pengalaman. Sistem umpan balik maju disebut juga sebagai sistem antisipator (Van der Wal, 2009). Kontrol umpan maju bertindak sebelum adanya gangguan. Kontrol umpan maju digunakan sistem motorik untuk mengontrol postur dan gerakan. Saat berdiri otot tungkai selalu berkontraksi menyesuaikan diri sebagai kompensasi perubahan pusat gravitasi yang terjadi saat gerakan trunk, dan pergerakan ekstremitas (Van der Wal, 2009). Gerakan dalam brain gym yang banyak menggunakan dual task, menyebabkan adanya perbaikan dari proses yang terjadi di otak, dan prinsip spesifikasi otak dan prinsip transfer dari otak. Menurut penelitian yang dilakukan 38 sebelumnya, latihan yang menggunakan dual task mengaktivasi bagian otak yang terdiri dari tiga dimensi. Pemusatan mengkoordinasikan korteks dan batang otak kemudian ke pusat gerak dan pusat nerves cranialis yang akan di respon di cerebellum sehingga akan merangsang vestibular sistem (Thomas, 2012). Dimensi pemfokusan mengkoordinasikan otak bagian depan dan otak bagian belakang, serta dimensi lateralis mengkoordinasikan otak bagian kiri dan otak bagian kanan, menyilang garis tengah pusat tubuh dan bekerja di visual, auditori, sistem vestibular dan kinestetik. Sehingga pengulangan gerakan akan memperbaiki sistem somatosensori, visual dan vestibular untuk merespon keseimbangan. Input sensori yang baik akibat koordinasi multisensory akan memudahkan penyeberangan garis tengah pusat tubuh sehingga koordinasi gerakan menjadi lebih baik (Watson & Black, 2008). Brain gym akan meningkatkan kemampuan untuk berkonsentrasi yang akan meningkatkan stimulasi keseimbangan vestibular dan koordinasi gerakan. Keseimbangan diperoleh akibat adanya gerakan yang spesifik pada brain gym sehingga akan terjadi requitment of motor unit dan memperbaiki koordinasi serabut intrafusal dan serabut ekstrafusal dengan saraf afferent yang ada di muscle spindle sehingga dapat meningkatkan fungsi proprioceptif (Dennison & Gaul, 2006). Pada lintasan propioceptive yang menuju cortex cerebri melewati 3 bagian diantaranya melewati serabut arcuatus externus dorsalis, tractus spinocerebralis dorsalis dan tractus spinocerebellaris ventralis. Bagian pertama melewati serabut arcuatus externus dorsalis, dimana pada neuron I terdapat sel di ganglion spinal 39 menuju funiculus posterior dan neuron II terdapat sel di nucleus cuneatus lateralis ke serabut arcuatus externus dorsalis berjalan secara homolateral ke corpus restiforme menuju cortex cerebelli (Noback, et al., 2005). Pada bagian kedua melewati tractus spinocerebellaris dorsalis, dimana pada neuron I terdapat sel di ganglion spinale menuju columna grisea posterior. Sedangkan pada neuron II terdapat sel di nucleus dorsalis ke tractus spinocerebellaris dorsalis berjalan homolateral ke corpus restiforme dan menuju cortex cerebelli (Sherwood, 2012). Pada bagian ketiga melewati tractus spinocerebellaris ventralis. Pada neuron I terdapat sel di ganglion spinale ke columna grisea posterior. Sedangkan pada neuron II terdapat sel di nucleus proprius ke tractus spinocerebellaris ventralis (homolateral / kontralateral) ke brachium conjunctivum ke velum medullare anterius menuju cortex cerebelli (Siegel, 2006). Dengan meningkatkan propioceptiv maka akan meningkatkan input sensoris yang ada di otak untuk mengorganisasikan respon sensorimotor yang diperlukan tubuh. Selanjutnya, otak akan meneruskan impuls tersebut ke effector agar tubuh mampu menciptakan keseimbangan yang baik ketika diam ataupun dalam keadaan bergerak (Noback, et al., 2005). 2.4.3 Prinsip Brain Gym Prinsip brain gym adalah aktivasi tiga dimensi, menggunakan konsep lateralitas komunikasi, pemfokusan – pemahaman dan pemusatan – pengaturan. 40 Gerakan – gerakan ringan dengan permainan melalui olah tangan dan kaki dapat memberikan rangsangan atau stimulus pada otak.Gerakan yang menghasilkan stimulus itulah yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif (kewaspadaan, konsentrasi, kecepatan, persepsi, belajar, memori, masalah dan kreatifitas), menyelaraskan kemampuan beraktivitas dan berfikir pada saat yang bersamaan, meningkatkan keseimbangan atau harmonisasi kontrol emosi dan logika, mengoptimalkan fungsi kinerja panca indra, menjaga kelenturan dan keseimbangan tubuh (Tammasse, 2009). Brain gym dapat dilakukan dalam waktu singkat (kurang dari lima menit), tidak memerluka bahan atau tempat khusus, kemungkinan belajar tanpa stress, meningkatkan kepercayaan diri, memandirikan seseorang dalam hal belajar, mengaktifkan potensi dan ketrampilan, menyenangkan dan menyehatkan, serta hasilnya bisa segera dirasakan (Demuth, et al., 2005). Menurut (Dennison & Gaul, 2006), ahli brain gym dari lembaga educational kinesiology Amerika Serikat, bahasa tulis maupun lisan menjadi lebih jelas dan lebih hidup ketika sisi kanan dan kiri dari tubuh dan otak bekerja bersama – sama. Ketika integrasi kedua sisi kita menjadi lebih baik, komunikasi diantara kedua hemisfer cerebral menjadi lebih spontan. Dengan brain gym, otak kanan dan otak kiri dapat bekerja lebih sinergis. Otak sebagai pusat kegiatan tubuh akan mengaktifkan seluruh organ dan sistem tubuh melalui pesan yang disampaikan melewati serabut saraf secara sadar maupun tidak sadar. Pada umumnya, otak bagian kiri bertanggung jawab untuk 41 pergerakan bagian kanan tubuh dan sebaliknya. Dengan brain gym, maka tiga dimensi otak akan diaktifkan secara keseluruhan. Ada beberapa gerakan dalam gerak latih otak yaitu: (Dennison & Gaul, 2006). 1. Lateralisasi – Komunikasi (Kanan – Kiri) Gerakan untuk menyebrang garis tengah, menyangkut sikap positif, mendengar, melihat, bergerak. Otak bagian kiri aktif jika sisi kanan tubuh digerakkan dan bagian kanan aktif apabila sisi kiri tubuh digerakkan. Gerakan menyeberang garis tengah, mengaktifkan kerjasama tersebut sehingga kemampuan belajar akan meningkat akibat kedua belah otak bekerjasama dengan baik. 2. Fokus Pemahaman (Muka – Belakang) Gerakan meregangkan otot akan mempengaruhi konsentrasi, pengertian, dan pemahaman. Gerakan pada fokus pemahaman akan menunjang kesiapan untuk menerima hal baru dan mengekspresikan apa yang sudah diketahui. Kalau sulit memahami inti keseluruhan pelajaran, atau orang tidak dapat berkonsentrasi, sebaiknya gerakan ini dilakukan agar otot rileks dan semangat belajar meningkat. 3. Pemusatan-Pengaturan (Atas – Bawah) Gerakan untuk meningkatkan energi, menyangkut: mengorganisasi, mengatur, berjalan, tes atau ujian. Otak terdiri dari milyaran sel saraf kecil bernama neuron yang jalurnya dihubungkan seperti kabel. Bila gerakan terjadi berarti hubungan elektrik jaringan dapat diaktifkan agar dapat 42 berfungsi baik dalam memberikan informasi dari badan ke otak dan sebaliknya. 2.5 Standing Stork Test (SST) Standing Stork Test atau yang biasa disebut one leg stand (berdiri dengan satu kaki) adalah alat ukur untuk mengetest kemampuan keseimbangan statik saat berdiri satu kaki dengan mata tertutup. Penentuan skor pada tes ini dengan mempertahankan keseimbangan tubuh pada posisi berdiri satu kaki dengan mata tertutup selama mungkin dan diukur menggunakan stopwatch dalam satuan detik. Penentuan kategori skor pada standing stork test beragam tergantung pada usia dan jenis kelamin (Sharkey & Gaskill, 2006). a. Alat dan sarana yang diperlukan : 1. Lantai datar 2. Stopwatch b. Prosedur pelaksanaan 1. Tidak menggunakan alas kaki dan berdiri pada laintai yang datar 2. Berdiri satu kaki dengan kaki yang dominan sebagai tumpuan 3. Letakan telapak kaki satunya pada lutut kaki yang dominan dengan kedua tangan berada di pinggang dan mata dalam keadaan tertutup. 4. Saat diberikan perintah “siap” dan “go” sampel langsung melakukan intruksi yang sudah dijelaskan pada point ke 3. 5. Kemudian dilakukan pencatatan lama kemampuan menjaga keseimbangan dalam posisi tersebut menggunakan stopwatch. 43 6. Tes dinyatakan berhenti jika sampel terjatuh, tidak dapat mempertahankan posisi berdiri dengan satu kaki, berpegangan serta membuka mata. Gambar 2.8 Standing Stork Test Sumber: (Sharkey & Gaskill, 2006) Table 2.1 Skor Standing Stork Test pada laki – laki dalam satuan detik. Sumber: (Sharkey & Gaskill, 2006) Age Under 10 10 – 15 Over 15 Low 15 25 35 Average 30 40 50 High 45 55 65 Table 2.2 Skor Standing Stork Test pada perempuan dalam satuan detik. Sumber: (Sharkey & Gaskill, 2006) Age Under 10 10 – 15 Over 15 Low 10 15 25 Average 20 30 40 High 35 45 55