kebijakan penerbitan surat berharga syariah negara (sbsn) sebagai

advertisement
“KEBIJAKAN PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH
NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMENT PEMBIAYAAN
DEFISIT APBN”
(Analisis Kebijakan Fiskal Islam)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh:
Fadlyka Himmah Syahputera Harahap
NIM. 104046101582
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH (EKONOMI ISLAM)
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H./2009 M.
KEBIJAKAN PENERBITAN SURAT BERHARGA
SYARIAH NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSRUMENT
PEMBIAYAAN DEFISIT APBN
(Analisis Kebijakan Fiskal Islam)
NAMA : Fadlka Himmah Syahputera Harahap
NIM
: 104046101582
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430/2009
“KEBIJAKAN PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA
(SBSN) SEBAGAI INSTRUMENT PEMBIAYAAN DEFISIT APBN”
(Analisis Kebijakan Fiskal Islam)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh:
Fadlyka Himmah Syahputera Harahap
NIM: 1040 4610 1582
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH (EKONOMI ISLAM)
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H./2009 M.
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul Kebijakan Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
Sebagai Instrumen Pembiayaan Defisit APBN (Analisis Kebijakan Fiskal Islam)
telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada 10 Juni 2009. Skripsi telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (SE.I) pada Program Studi
Muamalat (Ekonomi Islam).
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ciputat,
22
Juni
2009 M
29 Jumadis Tsani 1430 H
Fadlyka Himmah Syahputera Harahap
KATA PENGANTAR
‫ ا
ا ا‬
Tiada kata yang pantas diucapkan dan tiada kalimat yang pantas dilafazkan kecuali
segala puja-puji kehadirat Tuhan yang senantiasa konsisten mencurahkan segala rahmat dan
kekuatan-Nya untuk bergerak, berfikir, dan berkarya menggapai rido-Nya. Shalawat dan
Salam kejunjungan Nabi Muhammad Saw, yang telah menyebarkan risalah Islam bukan
sebagai pegangan dan jalan dalam segala dimensi kehidupan.
Dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan segala bentuk bantuan dan dukungan hingga penelitian ini
selesai, terkhusus kepada:
1.
Drs. Lokot Harahap dan Bunda Netty Helena, BA., ayahanda dan ibunda yang
senantiasa memberikan segala sentuhan kasih sayangnya yang tak ternilai,
penulis tidak yakin penelitian ini akan rampung tanpa segala bentuk dukungan
dan motivasi yang dicurahkan yang begitu tulus.
2.
Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, sebagai pemimpin yang tetap menjaga kampus ini tidak
hilang daya kritis para mahasiswanya.
3.
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai
pendidik, dosen sekaligus bapak yang pantas digugu dan ditiru.
4.
Dr. Euis Amalia, M.Ag, Ketua Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan
Syariah dan Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, Sekretaris Program Studi
Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah, atas semua perhatian, teguran serta
arahan yang sangat membangun dan bermakna.
5.
Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, MA, selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah membimbing, memberikan pemikiran-pemikiran, arahan, koreksi,serta
saran hingga penulisan skripsi ini dapat selesai.
6.
Dr. Muhammad. Taufiki, M.Ag, sebagai dosen pembimbing akademik penulis,
yang sering diusik penulis untuk diluangkan watu dan diberikan pemikiran serta
teguran dan bimbingannya.
7.
Dr. Yayan Sopyan, Kanda M Fahmi Ahmadi, M.Si, Dr.Jenal Aripin, Kanda Ade
Syukron Hanas, SH.I, Ihdi Karim Makin Ara, SH.I, Abdul Rasyid M, SS, M.
Isnur, SH.I, Irsad Maulana, SH.I, kanda-kandaku yang senantiasa memberikan
dedikasinya, pemikiraan dan waktunya untuk pengembanagan intelektual
penulis.
8.
Selurun Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang memberikan tauladan dan ilmu
dan pandangan dan pemikirannya selama penulis berinteraksi dan menimba ilmu
at this beloved campus.
9.
Seluruh Staff
Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Jakarta yang telah banyak membantu dalam mendapatkan bukubuku atau referensi lainnya yang berkaitan dengan skripsi ini.
10. Kakak Fathma Sylvana Dewi Harahap, S.T & Bang Firmanto beserta Bre Farhat
Fadlurrahman Tyas, Bre Fathin Zafira Queena, Kakak Fithry Zulaikha Harahap,
SE.Ak & Bang Sofyan Abdi Siregar, S.Sc beserta Bereku Hafiz Zakir Abdillah
Siregar, Adinda Fakhruddin Ali Mansur Harahap, dan Adinda nan Imoet
Fadhilah Khoirinnisa Harahap, do’a, dukungan, dan sapa mereka kapan lulus
yang menjadi cambuk penyemangat bagi penulis.
11. Reva Arbano, SE.I, yang memberikan masukan dan meluangkan waktunya untuk
sekedar berdiskusi bertukar fikiran tentang penelitian ini.
12. Anggoro, Staff Direktorat Pembiayaan Syariah Departemen Keuangan RI, yang
telah bersedia memberikan data-data otenktik untuk penelitian ini.
13. Rekan-rekan seperjuangan di Perbankan Syariah khususnya PS A 2004 yang
selalu menghadirkan kehangatan kebersaman dalam berfikir dan berbuat.
14. Arif Nur Prabowo, S.Psi, Ahmad Hafizullah Amin, SH.I, Faishal, S.Hum, M.
Towil Akhiruddin, Mukhtar Effendi, Aep Saefullah, SH.I,Yudi Jenggot, Sofyan
Hadi, Usep Romdhoni, Iwan Taunuzi, M Yan, dan seluruh Kawan-kawan Red
Generation C21 dan kawan-kawan ITTC Darussalam, lanjutkan bisnis jumbo
kita, till we can master the world.
15. Ahmad Rifai Fauzi, Agussalim, Ervin Nazar Lee, Cece, Faishal dan Bim-bim,
kawan-kawan Majestic Generation MR. 22 IETC Arrisalah, yang selalu menegur
penuh kebersamaan dan cita.
16. Sahabat-sahabat sehimpun serasa Himpunan Mahasiswa Islam, Bang Fakhruddin
Muktar, Ahmad Muttaqin, Muhamamad Ali Fernandes, SH.I, Muhammad Hafiz,
, Bang M Said Lubis, Asep Jubaeidillah,Fathul Arif, Raden Mas Zamroni, Sidiq,
Dinur Darista, Teuku Mahdar Ardiansyah, Fauzul Azim, Hamdan Raziana, Bayu
Purwananda, Asep Syamsuri, Irawati, Gita Prima Lestari, Nurisma Latri, Sarah
Safira, Adi Putro, Rahmat Hamdani, Jhoni, Dwima, Aji, Asep Solahuddin,
Febrina Naory Qisthy, Fithri Ristiani, and especially for Niken Febria Larasati,
thanks very much atas doanya, serta seluruh Kanda, Yunda, Dinda, Pengurus dan
Kader di Lingkungan HMI (LKBHMI, LEMI, LAPENMI) Cabang Ciputat yang
telah mewarnai kehidupan, paradigma berfikir, menumbuhkan dedikasi penulis,
menghadirkan canda tawa dan rasa kebersamaan yang tidak mudah dilupakan.
17. Dongan-dongan Armando Medan, Ridho Akmal Nasution, Andre Sinaga,
Raidong Habibi Rambe, Irsyad Harahap, Slamet Lahir Bathin, Audi,
marhahorasan hamu, ulang hamu lupa tu damang dainang dah!
18. Dan semua pihak yang telah memberi dukungan, spiritual, motivasi, moril dan
materi hingga selesainya penelitian ini, yang tidak dapat kami sebutkan satu
persatu.
Ciputat,
22
Juni
2009 M
28 Jumadis Tsani 1430 H
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ..................................................................................................
iv
DAFTAR ISI ................................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL
....................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xiii
BAB
BAB
I
II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .....................................................................
1
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah...................................................
5
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................
6
D. Kajian Kepustakaan (Studi Review Terdahulu) ..................................
7
E.
Kerangka Teori ..................................................................................
9
F.
Kerangka Konseptual..........................................................................
10
G. Metode Penelitian ...............................................................................
11
H. Sistematika Penulisan..........................................................................
14
KONSEP SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA NEGARA
MENURUT HUKUM ISLAM
A. Tinjauan Umum tentang Negara.................................................. 16
1.
Pengertian Sukuk Negara ..................................................... 16
2.
Karakteristik Sukuk Negara ................................................. 19
3.
Tujuan Penerbitan Sukuk Negara ......................................... 25
4.
Pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan Sukuk ............... 26
B. Dasar Hukum Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara ........... 27
C. Jenis-jenis SBSN (Sukuk) ........................................................... 31
BAB III
D. Perbedaan Konsep Dasar Obliagasi Konvensional dan Sukuk..............
38
E.
41
Kebijakan Fiskal dalam Islam .............................................................
GAMBARAN UMUM PERTUMBUHAN SUKUK
A. Landasan Historis Sukuk............................................................. 48
B. Penerbitan dan Perkembangan Sukuk di Beberapa Negara .......... 49
BAB IV
1.
Pertumbuhan Sukuk di Beberapa Negara.............................. 49
2.
Sukuk Korporasi .................................................................. 52
3.
Sukuk Ritel .......................................................................... 55
4.
Sukuk Global ....................................................................... 60
ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL ISLAM TERHADAP KEBIJAKAN
PENERBITAN SERTIFIKAT BERHARGA SYARIAH NEGARA
A. Kebijakan Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara sebagai
Instrument Fiskal dalam Pembiayaan Defisit APBN ........................ 65
B. Analisa Kebijakan Fiskal Islam Terhadap Kebijakan Penerbitan
Sertifikat Berharga Syariah Negara (SBSN) ................................. 71
1. Politik Ekonomi Kebijakan Fiskal Islam .................................. 71
2. Sukuk sebagai pengganti utang ......................................................78
3. Sukuk dalam Kebijakan Fiskal Islam............................................ 80
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................. 89
B. Saran .......................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
: Perbandingan Sukuk dengan Obligasi ......................................................
26
Tabel 2.1
: Deskripsi Penerbitan Sukuk Ritel .............................................................
56
Tabel 3.1
: Pangsa Pasar Sukuk Global (20 Sovereign Terbesar) ...............................
63
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
: Tabulasi Penerbitan Sukuk Global (Berdasarkan Mata Uang) .............
Gambar 2.2
: Tabulasi Penerbitan Sukuk Global (Berdasarkan Jumlah
51
Penerbitan) ................................................................................. 51
Gambar 3.1
: Tabulasi Perkembangan Outstanding Sukuk Korporasi .............. 52
Gambar 4.1
: Diagram Bentuk Penerbitan Sukuk.............................................. 54
Gambar 5.1 : Diagram Volume Pemesanan Sukuk Ritel.................................... 57
Gambar 5.2 : Diagram Jumlah Investor Sukuk.................................................. 57
Gambar 6.1 : Diagram Penggolongan Profesi Investor Sukuk Ritel.................. 58
Gambar 6.2 : Diagram Jumlah Pemesanan Pembelian........................................ 58
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1
UU No.19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara
2. Lampiran 2
Fatwa DSN No: 69/DSN-MUI/VI/2008
3. Lampiran 3
Fatwa DSN No: 72/DSN-MUI/VI/2008
4. Lampiran 4
Pencatatan Sukuk
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kegiatan ekonomi dalam kaca mata islam memiliki kode etik yang bisa
memelihara kejernihan aturan Tuhan, sehingga membuat kegiatan atau transaksi
tersebut sebagai mediator dalam membentuk masyarakat yang saling mengutungkan
dan bermanfaat satu sama lain. Untuk membuat sistem ekonomi yang kuat dan kokoh
dibutuhkan prinsip-prinsip hukum yang dapat menyulut tegaknya sistem ekonomi
tersebut. Taqiyuddin An-Nabhani mengemukakan bahwa ekonomi Islam berdiri atas
tiga kaidah: kepemilikan (property), pengelolaan (tasarruf), serta distribusi kekayaan.1
Dan ada tiga karakter yang lekat pada ekonomi Islam; Pertama, diilhami dan
bersumber dari al-Qur'an dan Sunnah. Kedua, memandang bahwa peradaban Islam
sebagai sumber prespektif dan wawasan ekonomi yang tidak ada dalam tradisi
filosofis sekuler. Ketiga, bertujuan menemukan dan menghidupkan kembali nilai
ekonomi, prioritas,dan adat-istiadat umat muslim.2
Dewasa ini perkembangan keuangan syariah di Indonesia, sebagai gerakan
kemasyarakatan mulai menapak
keberhasilan. Namun perkembangan selanjutnya
1
Taqyudin an-Nabhani,An-Nidzam al-Iqtishody fil Islam, Munawwar Ismail (terj),
Membangun Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (Surabaya:Risalah Gusti, 2000) cet.i, hal. 30
2
John L. Esposito, Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic Word, terj. Eva.Y.N, Femy.
S, dkk., Ensiklopedi Oxfor Dunia Islam Modern, (Bandung:Mizan, 2001), cet. i, hlm. 1.
sehingga lembaga keuangan bisa berperan penting dan signifikan yang ditunjukkan
oleh indikator nilai asset dan pangsa pasar, membutuhkan
langkah-langkah
terobosan, antara lain berwujud Undang-undang Perbankan Syariah. Legislasi ini
membutuhkan perjuangan politik. Dan perjuangan politik ini membutuhkan dukungan
empiris, yaitu bukti kinerja lembaga keuangan syariah bukan saja bisa bekeja
(workable), tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat luas sesuai dengan prinsip
rahmatan lilialamin.
Pada dasarnya ada tiga prosedur yang perlu ditempuh dalam pelaksanaan
syariat islam, khususnya di bidang ekonomi. Pertama, adalah prosedur ilmiah,
melalui proses rasionalisasi dan objektivitas. Kedua, kontekstualisasi budaya dan
masyarakat. Dan ketiga, harus diperjuangkan secara demokratis. Dalam perjuangan
tersebut, diperlukan perjuangan politik, termasuk dalam legislasi syariah menjadi
hukum positif.3
Dalam struktur hukum Indonesia, Undang-undang menempati posisi kedua
setelah Undang-undang Dasar 1945. Artinya Undang-undang menjadi peraturan baku
yang menjadi sumber hukum dari aktivitas atau kegiatan di berbagai ranah kehidupan
di sebuah Negara. Berkenaan dengan ekonomi dan keuangan syariah, Alquran dan
Hadis menjadi dasar aturan normatif, sedangkan Undang-undang menjadi panduan
hukum praktis. Menilik tujuan dari perekonomian Islam, Umer Chapra dalam
bukunya The Economic Challenge menegaskan, ekonomi Islam bertujuan
3
M Dawam Rahardjo, Menegakkan Syariah Islam di Bidang Ekonomi,disampaikan pada
Acara Orasi Ilmiah Program Pasca Sarjana Universiatas Muhammadiyah Jakarta, pada mata kuliah “
Islam dan masalah-masalah Kontemporer” di Jakarta tanggal 18 Januari 2003.
menciptakan kefalahan. Falah artinya sejahtera di dunia dan akhirat.4 Maka peranan
pemerintah Indonesia dan para legislator dituntut untuk membentuk Undang-undang
untuk mendorong stimulus fiskal yang berdasarkan keuangan syariah sangat
diperlukan ditengah resesi ekonomi dunia yang tengah melanda saat ini demi
menghadirkan kefalahan di tengah masyarakat.
Berkaca pada pemerintah di beberapa negara juga telah menyatakan
kesiapannya untuk mengeluarkan paket stimulus fiskal yang cukup substansial yang
ditujukan untuk mendorong permintaan masyarakat, peningkatan pengeluaran
infrastruktur, dan pemotongan sementara pajak yang terkait dengan investasi swasta.
Terutama di beberapa negara di kawasan Asia seperti China, India telah
mengeluarkan paket stimulus ekonomi dalam bentuk peningkatan pengeluaran
infrastruktur dan pengurangan pajak. 5
Keuangan syariah dunia yang digagas oleh para pakar ekonomi syariah yang
diharapkan mampu menjadi prinsip alternatif untuk menyelamatkan dunia dari krisisi
ekonomi global. Bila ditinjau dari perspektif pasar global, dengan jumlah populasi
penduduk muslim di seluruh dunia yang mencapai 1,5 miliar yang merupakan 29%
dari keseluruhan penduduk dunia yang berjumlah 6,3 miliar pada akhir tahun 2006,
maka selayaknya potensi ekonomi Islam dalam pasar global juga sebesar 24 %
dengan perkiraan nilai kapitalisasi sebesar US$ 9,36 miliar. Tetapi pada
4
Sharing, Majalah Ekonomi dan Bisnis Syariah, Berkah Duo UU untuk Ekonomi Indonesia,
edisi 20 Thn II, Agustus 2008, hal.3
5
Endy Dwi Tjahjono, dkk., Outlook Ekonomi Indonesia Krisis Finansial Global dan
Dampaknya terhadap Perekonomian Indonesia 2009-2014, Biro Riset Ekonomi Direktorat Riset
Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia diakses dari http://www.bi.go.id
kenyataannya untuk akhir tahun 2006 penetrasi pasar modal yang berbasis Islam
hanya mampu meraih US$ 400 miliar saja, dengan dana yang dimiliki oleh umat
Islam yang berinvestasi di pasar global yang mencapai US$ 1,3 triliun.
Dari urain diatas tampak terdapat perbedaan yang besar dengan pasar modal
global yang diestimasikan berada pada kisaran US$ 39 triliun dengan komposisi 39%
dikuasai oleh pasar modal Amerika dengan kemampuan menyerap dana sebanyak
US$ 15,2 triliun. Oleh sebab itu perbedaan yang mencolok ini diharapkan dapat
dikejar oleh sistem ekonomi Islam dengan potensi perkembangan pasar modalnya
yang bertumbuh sekitar 15- 20% per tahun (ICM, 2004).
Indonesia sebagai Negara yang memiliki populasi muslim terbesar di dunia
memilik potensi untuk menyerap dana investor timur tengah dan lainnya, dan juga
mempunyai prospek yang menjanjikan untuk mengejar ketinggalan pasar keuangan
syariah.
Untuk itu diharapkan peranan pemerintah Indonesia untuk mendorong
keuangan syariah, saat ini ada kemajuan dalam political will yang kongkrit dari
pemerintah Indonesia untuk lebih mengembangkan keuangan syariah dengan
disahkannya UU No. 19 tentang Sertifikat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan
dikeluarkannya empat draft Fatwa Dewan Syaraih Nasional-Majelis Ulama Indonesia
untuk mendukung legislasi penerbitan SBSN tersebut sesuai dengan sharia proceed
dan UU No. 21 tentang Perbankan Syariah.
Ekspektasi pada konsep penerbitan SBSN dapat dijadikan sebagai Instrumen
fiskal yang dapat mengurangi defisit Anggaran Pembiayaan dan Belanja Negara, dan
menjadi instrument yang diandalkan yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi
khususnya di bidang pengembangan infrastruktur serta fasilitas umum. Infrastruktur
merupakan aset pemerintah yang dibangun dalam rangka memberikan pelayanan
kepada masyarakat, seperti jalan raya, jembatan, pertamanan, gedung kantor, rumah
sakit, dan sebagainya.6
Berbagai harapan dari kebijakan pemerintah menerbitan Surat Berharga
Syariah Negara sebagai salah satu instrument kebijakan fiskal adalah untuk
mewujudkan kefalahan salah satunya seperti pengembangan infrastruktur dan
berbagai fasilitas umum sebagaimana tersebut dia atas yang dapat dirasakan
masyarakat luas.
Bertumpu pada uraian yang penulis paparkan di atas, penulis memandang
perlu mengadakan penelitian untuk melakukan suatu pembahasan yang komprehensif
tentang kebijakan pemerintah untuk mendapatkan dana (red.berutang) dari investor
luar negeri dan investor domestik, serta prioritas distribusi pembiayaan dari dana
yang didapatkan dari penerbitan Surat Berharga Syariah Negara sebagai salah satu
instrument pembiayaan deficit APBN dalam sebuah kajian kebijakan fiskal islam.
Pembahasan ini dituangkan dalam sebuah skripsi berjudul: “KEBIJAKAN
PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SBSN) SEBAGAI
6
Purwoko, Analisis Peluang Penerbitan Obligasi Daerah Sebagai Alternatif Pembiayaan
Infrastruktur Daerah, Kajian Ekonomi dan Keuangan, (Jakarta : Pusat Pengkajian Ekonomi dan
Keuangan BAPEKKI Depkeu RI, 2005), Edisi Khusus November, h.29
INSTRUMENT PEMBIAYAAN DEFISIT APBN" (Analisis Kebijakan Fiskal
Islam)
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berkaitan dengan apa yang telah diutarakan di atas agar tulisan ini terarah dan
mencapai tujuan yang diharapkan, maka penulis membatasi penulisan skripsi ini
fokus pada arah implikasi hukum otoritas suatu negara dalam meminjam dana
(berutang) kepada pihak asing dalam perspektif kebijakan fiskal islam. Dan ke arah
mana seharusnya pembiayaan diprioritaskan dana asing yang didapatkan melalui
kebijakan Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara.
Rumusan masalah yang dikemukakan dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Bagaimana kedudukan SBSN sebagai instrumen pembiayaan defisit APBN
dalam Kebijakan Fiskal Islam ?
2. Bagaimana seharusnya prioritas pembiayaan dari dana asing yang didapatkan
melalui kebijakan Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui bagaimana implikasi hukum otoritas suatu negara
berutang dari pihak asing untuk mengurangi degisit APBN?
2.
Untuk memperoleh analisa penjelasan yang komprehensif tentang arah
pendanaan/pembiayaan dari kebijakan Pemerintah Indonesia menerbitkan
SBSN
Manfaat dari Penelitian ini:
1. Masyarakat
Memberikan informasi yang komprehensif tentang analisa kebijakan
Pemerintah Indonesia menerbitkan SBSN dalam kajian Kebijakan Fiskal
Islam dan arah distribusi yang tepat dari dana yang didapatkan dari pihak
asing.
2.
Akademik
Memberikan sumbangsih hasil pemikiran tentang pasar modal khususnya
sukuk Negara dan analisa kebijakan kebijakan fiskal islam tentang penerbitan
SBSN, dan juga menambah literature kepustakaan khususnya mengenai sukuk
Negara.
3.
Penulis
Menambah wawasan mengenai kebijakan Negara dalam skala makro untuk
mendukung iklim investasi khususnya pada keuangan syariah.
D. Kajian Kepustakaan ( Studi Review Terdahulu)
Penelitian ini pada dasarnya mengangkat tema yang tergolong bukan hal yang
baru, namun penulis mencoba menyajikan permasalah yang berbeda dengan
penelitian yang lain. Penulis akan menjelaskan kedudukan penelitian yang penulis
ketengahkan. Sejauh manakah penelitian ini otentik dan orisinil. Berikut, penulis
sajikan beberapa anotasi dari beberapa hasil penelitian sebelumnya yang punya
kedekatan tema dan mungkin berkaitan dengan skripsi ini.
Penelitian pertama yang dilakukan ole Amelia Febriani dari Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Jakarta ( Juni 2005) berjudul “Obligasi Syariah” ; Studi Analisis
Fatwa DSN MUI , yang dilakukan pada tahun 2005 ini fokus pada penjelasan aplikasi
dan perbedaan Obligasi Obligasi Konvensional dan Obligasi Syariah dan Analisis
Fatwa DSN-MUI tentang obligasi Syariah serta aplikasinya. Dari sisi metode
penelitian, penelitian yang dilikukan oleh Amelia Febriani menggunakan pendekatan
normatif empiris. Kemudian instrument pengumpulan data yang digunakan adalah
melalui studi pustaka, Alquaran dan Hadis, buku-buku, surat kabar dan juga dengan
menggunakan wawancara, dengan mewawancarai nara sumber terkai seperti anggota
DSN-MUI dengan metode kualitatif. Penelitian yang ditulis oleh Amelia Febriani,
jelas berbeda dengan yang penulis bahas. Perbedaannya terletak pada objek
penelitian, objek penelitian yang penulis angkat disini adalah sukuk Negara/surat
berharga syariah Negara.
Penelitian kedua yang dilakukan oleh Siti Anugrah Hasanah dari Fakultas
Ekonomi dan Ilmu Sosial dilaksanakan pada tahun 2006 berjudul Analisis
Comparative Profitabilitas, Solvabilitas, dan Return Saham terhadap penerbitan
Obligasi Syariah ini berkonsentrasi pada uji kinerjaa perusahaan yang digambarkan
oleh rasio Profitabilitas, Solvabilitas, dan Return saham. Sebuah studi empiris pada
perusahan Penerbit Obligasi Syariah tahun 2002 sampai dengan 2004. Dari segi
penelitian, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang diukur menggunakan
abnormal return disekitar obligasi syariah dan pembahasan dampak Obligasi Syariah
terhadap pasar saham. Penelitian yang diteliti oleh Siti Anugrah Hasanah jelas
berbeda dengan penelitian yang penulis sajikan. Objek penelitian yang penulis sajikan
adalah Surat Berharga Syariah Negara/sukuk Negara dan analisa pengesahan undangundang yang menaunginya dan potensi sukuk Negara bagi perkembangan ekonomi
makro, sedangkan Siti Anugarah Hasanah terfokus pengaruh obligasi syariah dalam
pasar modal dengan instrument data yang diproleh dengan studi empirik
dari
perusahaan penerbit obligasi syariah.
E. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual
1. Kerangka Teori
Teori merupakan pengarah atau petunjuk dalam menentukan tujuan dan arah
penelitian. Teori menurut Robert K Yin, sebagaimana disarikan oleh Dr. H. Tan
Kamelo, SH.,MS., menyatakan sebagai berikut: “Theory means the design of
research steps according to some relationship to the literature, policy issues or orther
substance source”7. Teori adalah serangkaian atau keterangan yang saling
berhubungan dan tersusun dalam sistem deduksi, yang mengemukakan penjelasan
atas suatu gejala.
Sukuk adalah suatu catatan pengakuan atas suatu property dan jenis lainnya8,
dan Pengertian SBSN menurut UU Nomor19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga
Syariah Negara adalah: "surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip
7
Dr. H. Tan Kamelo, SH, MS, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan,
(Bandung : Alumni, 2004) hal. 2
syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata
uang rupiah maupun valuta asing. 9
Fungsi teori dalam suatu penelitian adalah untuk memberikan pengarahan
pada penelitian yang dilakukan. Dengan kata lain dengan adanya teori, penelitian
yang dilakukan agar terarah dan terfokus dari teori yang dimunculkan. Penelitian kali
ini terfokus pada pembahasan Surat Berharga Syariah Negara yang diterbitkan
pemerintah sebagai instrumen pembiayaan defisit APBN. Dan bagaimana sebenarnya
perspektif kebijakan fiskal islam menerangkan dibolehkan atau tidaknya sebuah
negara berutang dalam rangka mengurangi defisit APBN.
3. Kerangka Konseptual
Kemaslahatan manusia, baik bersifat individu maupun yang terkait dengan
kelompok (masyarakat), sangat ditentukan oleh perkembangan lingkungan dimasa
kapan mereka hidup. Masyarakat senantiasa berubah, karena tidak ada satu
masyarakat yang berhenti pada satu titik tertentu dalam membentuk peradabannya
sepanjang zaman. Contoh paling kongkrit telah terjadi perubahan dalam bentuk
transaksi dari bentuk:
1. Barter,
8
Al Munjid, Fil-lughoh wal-A’lam, (Beirut : Darul Masyriq Al-Maktabah a-Syarkiyyah,
2002), cet. 39 hal- 430-431
2. Jual beli barang,
3. Jual beli Jasa
4. Jual beli Saham (Sekuritas)
5. Jual beli Obligasi
Begitu juga dengan tempat dimana transaksi jual beli itu dilakukan, telah
banyak mengalami inovasi sesuai dengan kebutuhan seseorang atau suatu komponen
masyarakat bahkan suatu Negara
untuk tujuan menyelenggarkan kesejahteraan,
bermula dari:
1. Pasar Traditional
2. Mini Market, Fanchise Shop, Plaza, Mall
3. Bank
4. Investasi, saham, reksadana, obligasi dan sukuk
Dan perlu digarisbawahi,perubahan masyarakat tersebut dapat mengenai nilainilai
sosial,
pola-pola
keprilakuan,
organisasi,
susunan
lembaga-lembaga
kemasyrakatan, kekeuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya.
Perubahan tersebut dapat membawa nilai-nilai positif terhadap masyarakat dan dapat
pula membawa kepada nilai-nilai negative.10 Mengaca pada kondisi perekonomian
global saat ini, mengingatkan kita pada tulisan Helmut Schmidth, bahwa “ ekonomi
dunia tengah memasuki fase yang sangat tidak stabil dan masa mendatang sama
9
Pasal 1 UU No 19 Tahun 2008 tentang Sertifikat Berharga Syariah Negara Departemen
Keuangan Repubik Indonesia
sekali tidak menentu”.11 Sehingga upaya pemulihannya harus tetap diupayakan.
Pasca krisis moneter tahun 1997-1998 yang melanda sistem moneter dan perbankan
Indonesia, rupiah terpuruk ditelan dolar yang melumpuhkan ekonomi Indonesia dan
sampai saat ini Indonesia belum bisa dikatakan telah pulih betul dari dampak krisis
tersebut.
F. Metode Penelitian
1.
Jenis dan Pendekatan Penelitian
Secara keseluruhan jenis penelitian yang dilakukan pada penulisan
skripsi ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan
perhitungan matematis, statistik dan sebagainya, melainkan menggunakan
penekanan ilmiah12 atau temuan-temuan yang tidak dapat dicapai dengan
menggunakan prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi.
Bilamana terdapat ilustrasi yang menunjukkan data-data berupa angka-angka
dan tabulasi, hal tersebut dimaksudkan untuk lebih mempertajam analisa dan
menguatkan argumentasi penelitian. Dan pendekatan penelitian pada skripsi
ini adalah analisis deskriptif.
2.
Metodologi
10
11
Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta : Rake Sarasin, 1990), hal. 46
Helmut Schemidt, The Structure of The World Product, (Germany : Foreign Affair,1974).
hal. 437
12
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ed: revisi (Bandung : PT. Remaja Rosda
Karya, 1997), cet ke-8, h. 6
Metodologi penelitian adalah cara untuk menjawab dan memecahkan
masalah yang timbul dalam perumusan masalah. Penulisan ini menggunakan
jenis penelitian kepustakaan.
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Yaitu suatu penelitian yang bertujuan mendapatkan data sekunder
dengan cara melakukan penelaahan terhadap beberapa buku literature
Fiqh, Undang-undang, Jurnal, tulisan ilmiah yang berkaitan dengan bahanbahan tertulis yang berkaitan dengan penelitian.
b. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian kepustakaan ini adalah
data sekunder, dan bahan-bahan penelitian yang digunakan adalah:
1) Bahan Primer
a. Undang-undang Republik Indonesia No. 19 tentang Surat
Berharga Syariah Negara
b. Undang-undang Republik Indonesia No. 21 tentang Surat
Berharga Syariah Negara tentang Perbankan Syariah
c. Fatwa Nomor: 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan
Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar
Modal
d. Fatwa Nomor: 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara
e. Fatwa Nomor: 70/DSN-MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan
Surat Berharga Syariah Negara
f. Fatwa Nomor: 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease
Back
g. Fatwa Nomor: 72/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara Ijarah Sale and Lease Back
h. Data-data resmi dari Direktorat Pengelolaan Utang Negara dan
Pembiayaan Syariah Departemen Keuangan Republik Indonesia
2) Bahan Sekunder
a. buku-buku mengenai instrument pasar modal syariah, khususnya
mengenai Sukuk Negara
b. artikel, majalah, jurnal perbankan, karya ilmiah, dan bahan-bahan
penelitian yang relevan terhadap penulisan skripsi ini.
3). Bahan Tertier
a. Kamus Ekonomi
b. Data-data elektronis (dari Internet).
3.
Teknik penulisan
Teknik penulisan dalam penelitian ini penulis menggunakan buku
Pedoman Penulisan skripsi tahun 2007 yang diterbitkan oleh Fakultas
Syariah & Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam sistematika penulisan akan kami paparkan dibawah ini;
BAB I:
Pada bab ini diawali dengan Latar belakang masalah, Pembatasan dan
perumusan masalah, Tujuan dan manfaat penelitian, Kajian kepustaan
(studi review terdahulu), Kerangka konseptual, Metode penelitian, dan
Sistematika penulisan.
BAB II: Dalam bab ini akan dibahas Konsep sukuk Negara menurut hokum islam
yang dimulai dari tinjauan Umum tentang sukuk negara, yang
meliputi
Pengertian sukuk negara, Karakeristik sukuk negara, Tujuan
penerbitan
sukuk Negara, dan Pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan sukuk,
dilanjutkan dengan pembahasan Dasar
hukum penerbitan SBSN,
Jenis-jenis SBSN, Perbedaan konsep dasar obligasi konvensional dan
sukuk , Kebijakan Fiskal Islam.
BAB III: Dalam bab ini dibahas Gambaran umum pertumbuhan sukuk, dilanjutkan
Penebitan dan Perkembangan sukuk di beberapa Negara, yang diuraikan
dengan penjelasan pertumbuhan sukuk di beberapa Negara, pertumbuhan
sukuk korporasi, sukuk ritel, dan sukuk global.
Bab IV: Bab ini adalah inti dari pembahasan pada skripsi ini yang menerangkan
kebijakan perbitan SBSN sebagai instrument fiskal dalam pembiayaan
defisit APBN dan dilanjutkan dengan analisis Kebijakan Fiskal Islam
terhadap kebijakan penerbitan SBSN.
BAB V: Pada bab terakhir dari rangkaian skripsi ini akan berisi kesimpulan dan
saran, untuk menerangkan dan menjawab pertanyaan dari masalah yang
dirumuskan.
BAB II
KONSEP SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA
MENURUT HUKUM ISLAM
A. Tinjauan Umum tentang Sukuk
1. Pengertian Sukuk
Kata sukuk berasal dari bahasa Arab dari fi’il َُ - َ‫( ﺹ‬shokka – yashukku)
dan bentuk masdarnya adalah َّ‫( ﺹ‬shokkun), dan bentuk jamaknya adalah ٌ‫ﺹُُْك‬
(shukûk) yang artinya dokumen, piagam, akte13. Dalam Kamus Bahasa Arab AlMunjid disebutkan; sukuk berasal dari bentuk mufrod ; َ‫( ﺹ‬shokkun), dan bentuk
jamaknya ; ُ‫( أَﺹ‬ashukkun) –ٌ‫( ﺹُُْك‬shukûk) – ٌ‫ ﺹَِك‬shikâk yang definisinya adalah
kitabul iqraar bil-maali aw ghoiru dzalik, artinya : suatu catatan pengakuan atas suatu
property dan jenis lainnya14, dan dalam istilah lain disebutkan juga sukûk istitsmâr
(‫َِِْْر‬l ٌ‫ ) ﺹُُْك‬yang artinya secara etimologi adalah sertifikat investasi.
Akan tetapi sejumlah penulis barat tentang sejarah perdagangan Arab abad
pertengehan memberikan kesimpulan bahwa kata shakk merupakan kata dari suara
Latin ”Cheque” yang biasa digunakan pada perbankan kontemporer.15
Secara terminologi sukuk memiliki berbagai definisi, yang didefinisikan oleh
beberapa instansi atau lembaga yang concern dan berwenang, sebagai
13
berikut :
AW. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya : Pustaka
Progressif ,2002), Cet ke-25, , hal. 787
a. Accounting and Auditing Organisaton for Islamic Financial Institution
(AAOIFI) 16
Sesuai dengan Sharia Standard No.17 tentang Investment menyatakan
definisi sukuk adalah: “Investment sukuk are certificates of equal value
representing undivided shares in ownership of tangible assets, usufruct and
services or (in the ownership of) the assets or particular projects or special
investment activity, however, this is true after receipt of the value of the
sukuk, the closing of subcription and the employment of funds received for
the purpose for which the sukuk were issued.” Artinya Sukuk adalah
sertifikat dengan nilai yang sama
dengan bagian atau seluruhnya dari
kepemilikan harta berwujud nyatauntuk mendapatkan hasil dan jasa di dalam
kepemilikan asset dari proyek tertentu atauaktivitas investasi khusus,
sertifikat ini berlaku setelah menerima nilai sukuk, di saat jatuh tempo
dengan menerima dana seutuhnya sesuai dengan tujuan sukuk.
b. Bapepam-LK17
Dalam Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah, Sukuk
didefinisikan sebagai efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan
yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan
14
Al Munjid, Fil-lughoh wal-A’lam,, (Beirut : Darul Masyriq Al-Maktabah a-Syarkiyyah,
2002), cet. 39 hal- 430-431
15
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, h.136
16
Mohd Daud Bakar. Round-table Discussion on Internasional Islamic Sovereign Bond
(Sukuk), Foreign Debt Division Directorate of Internasional Affair Bank Indonesia 2006, h.129.
17
Tim Studi Standar Akuntansi Syariah di Pasar Modal, Studi Standar Akuntansi Syariah Di
Pasar Modal Indonesia, BAPEPAM 2007. h.10.
atau tidak erbagi atas: kepemilikan asset berwujud tertentu, nilai manfaat dan
jasa atas asset proyek tertentu.
c. DSN-MUI18
Definisi Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dapat kita temukan juga
dalam
Fatwa
Dewan
MUI/VI/2008 disebutkan
Syariah
Nasional
(DSN)
No.
69/DSN-
pengertian (SBSN) adalah: “Surat Berharga
Syariah Negara atau dapat disebut sukuk negara adalah Surat Berharga
Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti
atas bagian kepemilikan aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah
maupun valuta asing.”
e. Direktorat Pembiayaan Syariah Departemen Keuangan19
Sukuk adalah sertifikat yang bernilai sama yang mewakili kepemilikan yang
tidak dibagikan atas suatu asset berwujud, nilai manfaat (usufruct),
atau kepemilikan atas asset dari proyek tertentu atau kegiatan investasi
tertentu, dan sukuk tidak memberikan bunga melainkan imbalan, margin,
atau bagi hasil dan penerbitannya sukuk memerlukan underlying asset
sehingga benar-benar aman dari riba.
f. Undang-undang Nomor19 Tahun 2008 20
18
Fatwa DSN No:69/DSN-MUI/VI/2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara.
Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah, Mengenal Sukuk Instrumen Keuangan Berbasis
Syariah, Brosur Departemen Keuangan.
20
Pasal 1 UU No 19 Tahun 2008 tentang Sertifikat Berharga Syariah Negara Departemen
Keuangan Repubik Indonesia
19
Pengertian SBSN menurut UU Nomor19 Tahun 2008 Tentang Surat
Berharga Syariah Negara adalah: "surat berharga negara yang diterbitkan
berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap
aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Yang
mana aset SBSN adalah Barang Milik Negara (BMN)". Dan untuk
memberikan yang pengertian yang
komprehensif,
penulis
menyajikan terminologi umum tentang sukuk sebagai berikut:
1.
SBSN atau Sukuk Negara adalah surat berharga Negara yang diterbitkan
berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan
terhadap asset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta
asing.
2.
Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi hasil atau
margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai dengan akad penerbitan
SBSN; yang diberikan kepada pemegang SBSN sampai dengan
berakhirnya periode SBSN.
3.
Asset SBSN adalah obyek pembiayaan SBSN dan / atau Barang Milik
Negara yang memeiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/ atau
bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar
penerbitan SBSN.
4.
Wali Amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang SBSN
sesuai dengan yang diperjanjikan.
5.
Perusahaan penerbit SBSN adalah Badan Hukum yang didirikan
berdasarkan ketentuan Undang-Undang untuk melaksanakan kegiatan
penerbitan SBSN.
2. Karakteristik sukuk
Pada dasarnya Instrument Obligasi dan Sukuk mempunyai banyak persamaan
namun dalam berbagai hal terdapat juga perbedaan-perbedaan mendasar yang
menjadi ciri khusus kedua instrumen keuangan tersebut, yakni: Sukuk merupakan
bukti kepemilikan suatu aset berwujud (tangible) atau hak manfaat (beneficial title)
dari suatu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk, sedangkan bila dibandingkan
dengan obligasi, dapat disimpulkan bahwa obligasi merupakan instrumen utang.21
Dan sudah jelas dinyatakan dalam terminologinya; Sukuk tidak mewakili
sebuah hutang yang diserahkan kepada emiten oleh pemegang sertifikat. Sukuk
diterbitkan berdasarkan sebuah kontrak yang dirujuk sesuai dengan peraturan syariah
yang mengatur penerbitan dan perdagangannya. Perdagangan sukuk tergantung
kepada syarat-syarat yang mengatur perdagangan hak yang mewakilinya. 22
21
Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Tanya
Jawab Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk Negara) Instrumen Keuangan Bebasis Syariah,
(Jakarta : Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta ), cet I, hal. 11
22
Cecep Maskanul Hakim Obligasi Syariah Kendala dan Prospek, Peneliti Bank Yunior Biro
Perbankan Syariah, Brosur Bank Indonesia.
Pengunaan dana hasil penjualan Sukuk juga tidak boleh bertentangan dengan
prinsip syariah. Berbeda dengan proceed obligasi dapat digunakan secara bebas tanpa
memperhatikan ketentuan syariah.23
Penerbitan sukuk memerlukan adanya underlaying transaction sebagai dasar
penebitan, sedangkan obligasi tidak memerlukan underlaying tansaction tersebut.
Penghasilan yang diberikan sukuk bukan berupa bunga melainkan berupa
imbalan/sewa, bagi hasil atau margin, sedangkan penghasilan oblogasi berupa bunga
yang merupakan harga dari uang.
Penerbitan sukuk pada umumnya memerlukan SPV24 sebagai penerbit,
sedangkan obligasi diterbitkan secara langsung oleh obligor. Dan perlu dipahami,
bahwa sukuk merupakan instrumen penyertaan sementara obligasi adalah adalah
instument utang.25
Seperti yang diketahui penerbitan SBSN ditujukan untuk membiayai defisit
APBN, dalam hal ini berarti SBSN memiliki fungsi yang sama dengan SUN atau
obligasi konvensional yang diterbitkan pemerintah, yaitu sama-sama menjadi
instument yang membiayai defisit APBN. Namun yang terjadi pada SUN disini tidak
semua komponen yang diterbitkan menghasilkan pendapatan, hal inilah yang
membedakan dengan SBSN. Dalam hal ini SBSN haruslah memiliki alur pendapatan,
23
24
Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, hal. 12
Special Purpose Vechicle: Badan hukum yang didirikan khusus untuk kepentingan
penerbitan sukuk yang memiliki fungsi sebagai; penerbit sukuk, counterpart pemerintah dalam
transaksi pengalihan asset, bertindak sebagai wali amanat (trustee) yang mewakili kepentingan
investor.
yaitu jika ada uang atau harta yang dikeluarkan maka ada pendapatan yang dihasilkan
dalam konteks penerbitan SBSN, artinya dana yang dihimpun dari SBSN sebaiknya
di alokasikan untuk membiayai proyek negara yang jelas, seperti pembangunan
infrastruktur negara.26
SBSN dalam penerbitannya di Indonesia sekarang banyak menggunakan skim
jual dan sewa balik (buy and lease back), artinya pemerintah menjual asetnya dan
menyewa kembali, ini merupakan bentuk ijarah mumtahia bit-tamliik yang dalam
aplikasinya terdapat tambahan akad, yaitu akad ba’i dan adanya perjanjian untuk
tidak menjual kembali aset yang telah dibeli (wa’ad) sesuai dengan proses penerbitan
SBSN yang ada sekarang,
Dalam penerbitannya SBSN bersandar pada Konsep Keuangan Islam (Islamic
finance) dimana didalamnya terdapat prinsip moralitas dan keadilan, oleh karena itu
sesuai dengan dasar operasionalnya yakni syariah Islam yang bersumber dari Al
Qur’an dan Hadits serta Ijma’ (hasil kesepakatan para ahli), instrumen pembiayaan
syariah harus selaras dan memenuhi prinsip-prinsip syariah,27 yaitu antara lain
transaksi yang dilakukan oleh para pihak harus bersifat adil, halal, dan maslahat.
Begitu juga Penerbitan SBSN haruslah sesuai dengan syariah dan terbebas dari unsurunsur berikut:
25
Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, hal. 11
Arlyana dkk, Round-table Discussion on Internasional Islamic Sukuk, Foreign Debt
Division Directorate of Internasional Affair Bank Indonesia, 2005, h.154-155.
27
Mustafa Kamal Rokan ”Konsep Dasar Keuangan Islam” Diakses pada tanggal 28 Juli 2008
http://www.waspada.co.id Menggunakan Joomla!.
26
a.
Riba, yaitu suatu keuntungan moneter yang tanpa ada nilai imbangan
yang ditetapkan untuk salah satu dari dua pihak yang mengadakan kontrak dalam
pertukaran dua nilai moneter.28 Dalam definisi lain disebutkan yakni, tambahan
yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang yang diperhitungkan dari pokok
pinjaman Para fuqoha membagi riba menjadi riba dua yakni riba al-nasiah dan
riba al-fadl. Secara garis besar dari pandangan empat mazhab utama sunni,
Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali berpendapat:
1. Riba al-fadl terjadi ketika, dalam transaksi kontan (tangan ke tangan ), ada
tambahan pada salah satu dari nilai-nilai imbangan yang tergolong sejenis dan
kedua nilai imbangan itu: (i) dapat ditakar (Hanafi); (ii) dapat berupa mata
uang atau makanan yang dapat sisimpan untuk manusia (Maliki); (iii) dapat
berupa mata uang atu bahan makanan (Syafi’i); dan (iv) dapat berupa mata
uang atau barang yang dapat ditimbang dan ditakar (Hanbali).
2. Riba nasi’ah terjadi bila penyerahan salah satu jual beli yang melibatkan nilainilai imbangan yang ditangguhkan dalam suatu transaksi jual beli yang
melibatkan nilai-nilai imbangan yang rentan terkena riba. Nilai-nilai
imbangan yang dimaksud berupa: (i) barng-barang dari satu jenis atau
keduanya dapat ditimbang dan ditakar (Hanafi); (ii) makanan yang bisa
disimpan untuk manusia, atu keduanya bisa berupa uang (Maliki); (iii)
keduanya adalah bahan makanan, atu keduanya adalah mata uang (Syafi’i);
atau (iv) keduanya dapat ditakar, atau ditimbang, atau berupa mata uang
28
Mervyn K. Lewis & Latifa M. Algaoud, Perbankan Syariah: Prinsip, Praktik dan Prospek,
(Hanbali).29 Dan dapat diringkas dengan definisi lain yakni, riba yang timbul
akibat hutang-piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama
resiko dan hasil usaha muncul besama biaya. Riba ini muncul akibat
perbedaan, perubahan, atau tambahan antara barang yang diserahkan hari ini
dengan barang yang diserahkan kemudian.
b. Maysir, yaitu unsur spekulasi, judi, dan sikap untung-untungan; dan
c. Gharar, yaitu unsur ketidakpastian yang antara lain terkait dengan penyerahan,
kualitas, kuantitas dan sebagainya.
Dan perlu diketahui bahwa akad yang yang paling sering digunakan pada
penerbitan SBSN di Indonesia adalah skim ijarah, dan karakteristik pada SBSN
dengan skim ijarah adalah sebagi berikut:
1. Terlengkapinya rukun-rukunnya sebagaimana berikut:
a. pemberi sewa / pemberi jasa (mu’jir)
b. penyewa / pengguna jasa (musta’jir) untuk memperoleh manfaat atas
Objek yang disewakan.
c. obyek yang disewakan (ma’jur) yang dikuasai oleh mu’ajir dimana
musta’jir membayar harga Sewa (ujrah) kepada mu’ajir untuk jangka waktu
tertentu.
(Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), cet.i, h.51
29
Abdullah Saeed, PhD, Menyoal Bank Syariah : Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum
Neo-Revivalis, (Jakarta : Paramadina, 2006), cet. iii, h. 47
Dalam hal ini rukun tergantung dengan akad yang dipakai, karena pada
saat ini Indonesia menggunakan ijarah, maka rukunnya yang digunakan adalah
seperti diatas.
2. Syarat, meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang
haram menjadi batal demi hukum syariah;
b. harga barang dan jasa harus jelas;
c. tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada
biaya transportasi;
d. barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan
karena tidak boleh menjual barang yang belum dimiliki atau dikuasai
seperti yang terjadi pada transaksi short selling dalam pasar modal. 30
Disini penulis menyimpulkan, Karakteristik sukuk negara atau SBSN sebagai
instrumen keuangan berbasis syariah secara umum diterbitkan dengan berlandaskan
beberapa prinsip di bawah ini:
a. Sukuk adalah sertifikat bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat
(beneficial title), dan sukuk tidak mewakili utang dari orang yang diberi utang
oleh penerbit kepada pemegang sukuk, tetapi merupakan pemegang sertifikat
yang berbagi return.31
b. Imbal hasil sukuk berupa sewa, margin, atau bagi hasil.
30
h.223.
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta : Ekonisia, 2003),
c. Bebas dari unsur, gharar, maysir, yaitu dokumen prospektus yang menawarkan
sukuk harus menggambarkan keterbukaan secara menyeluruh agar terhindar
dari kekeliruan (jahalah).
d. Memerlukan SPV (Special Purpose Vehicle).
e. Menggunakan underlying asset.32
f. Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip syariah
3. Tujuan Penerbitan Sukuk Negara (SBSN)
Penerbitan sukuk bagi pemerintah sesuai dengan Undang-undang No 19
Tahun 2008, ditujukan untuk membiayai APBN termasuk membiayai proyek-proyek
negara yang telah disetujui oleh negara. Di bawah ini merupakan tujuan
diterbitkannya SBSN atau sukuk negara:
a. Memperluas basis sumber pembiayaan anggaran negara
b. Mendorong pertumbuhan dan pengembangan pasar keuangan syariah di
dalam negeri
c. Menciptakan benchmark di pasar keuangan syariah baik dalam negeri
maupun luar negeri
d. Memperluas dan mendiversifikasi basis investor
e. Mengembangkan alternatif instrumen investasi
f. Mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara
31
Nurul Huda, Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Padar Modal Syariah, (Jakarta :
Kencana, 2007), h.162.
32
Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah, Mengenal Sukuk Instrumen Keuangan Berbasis
Syariah, Brosur Departemen Keuangan Republik Indonesia.
g. Memanfaatkan dana-dana masyarakat yang belum terjaring oleh sistem
perbankan konvensional,33
4. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Penerbitan SBSN/Sukuk
Dalam transaksi sukuk ada beberapa pihak yang terlibat
lansung
penerbitannya yakni;
a. Emiten, adalah pihak yang bertanggung jawab atas pembayaran pokok serta
imbal hasil sukuk yang diterbitkan, dalam hal ini yang berwenang adalah
pemerintah yaitu departemen keuangan.
b. Special Purpose Vehicle (SPV), badan hukum yang didirikan khusus untuk
kepentingan penerbitan sukuk yang memiliki fungsi sebagai; penerbit sukuk,
counterpart pemerintah dalam transaksi pengalihan asset, bertindak sebagai
wali amanat (trustee) yang mewakili kepentingan investor.
c. Investor adalah pihak pemegang sertifikat sukuk yang memiliki hak
kepemilikan atas underlying asset, akan tetapi hanya memiliki hak atas
manfaat saja dan bersifat sementara sampai jatuh tempo, oleh karena itu
investor berhak mendapat imbal hasil berupa sewa, margin, atau bagi hasil. 34
Di bawah ini akan memperjelas kembali perbandingan antara sukuk dan
obligasi secara rinci, menurut Departemen Keuangan selaku pemegang kebijakan
keuangan di Indonesia.
33
Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang,
Mengenal Sukuk Instrument Pembiayaan & Investasi berbasis Syariah, Brosur Departemen Keuangan
Repupblik Indonesia
34
Direktorat Pembiayaan Syariah, Mengenal Sukuk Instrumen Keuangan Berbasis Syariah,
Brosur Departemen Keuangan
Tabel 1.1: Perbandingan Sukuk dengan Obligasi35
35
Deskripsi
Sukuk
Obligasi
Dasar Hukum
- Undang-Undang
UndangUndang
Penerbit
- Pemerintah
- Korporasi
- Pemerintah
- Korporasi
Metode
Penerbitan
- Lelang
- Bookbuilding
- Private Placement
- Lelang
Bookbuilding
- Private
Placement
Ketentuan
Perdagangan
Tradable36
Tradable
Sifat
Instrument
Sertifikat
kepemilikan/
penyertaan atas aset
Pengakuan
utang
Tipe Investor
- Konvensional
- Syariah
Kovensional
Penghasilan
bagi Investor
Imbalan, bagi hasil,
Margin
Bunga/kupon,
Capital Gain
Dokumen
yang
diperlukan
- Dokumen Pasar
Modal
- Dokumen Syariah
Dokumen
Pasar Modal
Underlying
Asset
Perlu
Tidak Perlu
Penggunaan
hasil
penjualan
(proceed)
Harus sesuai syariah
Bebas
Lembaga
terkait
SPV, Trustee,
Custodian, Agen
Trustee,
Custodian,
Dr. Rahmat Waluyanto “Potensi Sukuk Negara (Surat Berharga Syariah Negara) Sebagai
Sumber Pembiayaan APBN dan Investasi” Presentasi dalam Seminar Indonesia Syariah Expo Jakarata
pada tanggal 27 oktober Tahun 2007.
36
Yang dimaksud tradable disini adalah dapat diperdagangkan, namun tergantung pada
akadnya.
Syariah
Endorsement
B.
Pembayar
Agen
Pembayar
Perlu
Tidak perlu
Dasar Hukum Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara
Dengan telah disahkannya undang-undang penerbitan SBSN, maka
DSN-MUI pun mengeluarkan syariah opinion dan fatwa mengenai hal-hal yang
menyangkut penerbitan SBSN, yaitu ada 4 fatwa yang dikeluarkan yakni:
Fatwa No:69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah
Negara (SBSN), Fatwa DSN No:70/DSN-MUI/VI/2008 tentang metode
penerbitan
SBSN, Fatwa DSN No:71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and
Lease Back, Fatwa DSN No:72/DSN-MUI/VI/2008 tentang SBSN Ijarah Sale
and Lease Back.
Menurut syariah opinion yang dikeluarkan oleh Tim Ahli Syariah untuk
penerbitan SBSN, bahwa penerbitan SBSN tidak bertentangan dengan syariah
sebagaimana diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI tentang SBSN,
dan memutuskan bahwa akad yang digunakan dalam penerbitan surat berharga
syariah negara adalah akad ba'i dan ijarah.37
37
Surat Pernyataan Kesesuaian Syariah, Tim Ahli Syariah untuk Penerbitan SBSN DSNMUI, 2008.
Sebagaimana fatwa yang telah dikeluarkan DSN-MUI No: 69 mengenai
SBSN, di bawah ini kami sertakan beberapa nash yang menjadi dasar hukum
penerbitan SBSN.
1. Al-Quran
Firman Allah SWT, QS. Al-Baqarah [2]: 275:
&
"☺⌧%
!
123+4567 )*+,-".
/
'
>?@ABC! ";<3= 9:"☺4 81
FH E45
;4 "☺AB! D*3
M
JF")CKLC
I
&:")LC "E45
;4
1R
PQ3>
NOL*"1
1"☺3
NK33
T"@
/B3
S)!O:T
Y WOX! VNO4CKLC "O"U
+2"3_`CK ";]A23C^3 "[
Z
LC
eC!2"8 Qcd >?b TJa
( 275: ‫)ا ة‬
Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang
yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti
(dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang
yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya.
Dalam ayat ini menjelaskan bahwa riba adalah haram dan dilarang dalam
aktivitas perdagangan atau jual beli, begitu juga dengan SBSN yang dalam
pengambilan imbal hasil diharamkan menggunakan bunga, akan tetapi profit
yang didapatkan dari pembayaran hak manfaat, sewa, upah ataupun bagi hasil,
karena di dalam akad SBSN terdapat akad jual beli dan sewa maka penggunaan
instrumen ini jelas harus berdasarkan prinsip syariah.
2. Hadis
Penerbitan SBSN juga diperkuat oleh hadist Nabi riwayat Imam alTirmidzi dari Amr bin Auf al-Muzani, Nabi SAW bersabda:
ً@ْ9َA 0ِ‫ُوْ@ِ?ِ>ْ إ‬9ُA <9َ(َ= َ‫ْ(ُِْن‬/9ُ ‫ً وَا‬9‫ ﺡََاﻡ‬89َ‫ً أَوْ اَﺡ‬0َ6َ‫ً ﺡَ مَ ﺡ‬3ْ(ُ‫ ﺹ‬0ِ‫َ إ‬,ْ-ِِ(ْ/ُ ‫َ ا‬,ْ-َ‫َءِزٌ ﺏ‬+ ُ'ْ(ٌُ ‫ا‬
38
(E33‫ى وﺹ‬D‫ ا ﻡ‬B‫)روا‬
ً‫ ﺡََاﻡ‬8َ‫ أَوْ اَﺡ‬0َ6َ‫ﺡَمَ ﺡ‬
Artinya : Perdamaian boleh dilakukan antara kaum muslim kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram,
dan kaum muslim terkait dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.
Hadits ini menegaskan bahwa segala perjanjian yang dilakukan oleh
umat Islam adalah boleh selama tidak keluar dari koridor syariah, seperti SBSN
misalnya investor yang membeli instrumen ini bukan hanya umat Islam,
melainkan non muslim pun dapat berinvestasi disini, dan juga model dari
penerbitan SBSN serupa dengan obligasi konvensional, akan tetapi selama
38
Muhammad Ibn Ismail al-Kahlani, Subulussalam, (Bandung : Dahlan TT), Jilid 3, h.59.
instrumen syariah ini masih sesuai dengan prinsip syariah maka dibolehkan.
Kemudian hadits riwayat Ibnu Majah dikatakan:
39
( >‫ ه‬-J‫< و‬GHI‫ ار‬D ‫ وا‬E+‫ ﻡ‬,‫ اﺏ‬B‫َِار )روا‬F َ0َ‫ََرَ و‬F َ0
Artinya : Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri maupun orang
lain (HR Ibnu Majah )
Hadits ini menegaskan bahwa dalam transaksi atau perjanjian tidak
diperbolehkan untuk merugikan negara atau pihak lain, seperti penerbitan
SBSN saat ini, bahwa hasil penjualan SBSN harus digunakan dengan hati-hati
agar terhindar dari kerugian dari kedua belah pihak.
3. Kaidah Fiqih
Kemudian kaidah fiqih yang mendasari di bolehkannya penerbitan
SBSN adalah:
40
َ?ِْ ِْ3َ‫ً =َ(َ< ﺕ‬6ْ-َِ‫ُل د‬Rَ ْ‫ أَن‬0‫ُ إ‬Pَ‫تِ أِْﺏَﺡ‬6َ‫َﻡ‬Oُْ ‫ِ< ا‬M ُ8ْ‫َﺹ‬L‫ا‬
Artinya : " Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali
ada dalil yang mengharamkannya ".
Kaidah fiqih diatas menunjukan bahwa asal dari segala bentuk mumalah
adalah boleh sampai terdapat dalil yang mengindikasin pengharaman transaksi
39
Muhammad Fuad Abduh al-Baaqi, Sunan Ibn Majah, (Mesir : Darul Fiqr TT), Jilid 2, h.784
tersebut, begitu juga dengan SBSN karena penerbitannya menggunakan akad
ijarah. Sebagaimana telah kita telaah dan telah diketahui akad tersebut sesuai
dengan syariah.
C. Jenis-jenis SBSN (Sukuk) serta Tinjauan Fiqh Mengenai Akad dan
Penerbitannya
Jenis obligasi syariah sebagai bentuk pendanaan (financing) dan sekaligus
investasi (Investment) terbagi dalam 7 akad yang telah diaplikasikan di dunia. Di
bawah ini akan dijelaskan jenis-jenis sukuk, antara lain:
1. Ijarah (sale and lease back)
Al-Ijarah berasal dari bahasa arab al-ajru yang berarti al-iwadhu
(ganti). Sukuk Ijarah adalah sekuritas yang mewakili kepemilikam aset yang
keberadaannya jelas dan diketahui. 41 Berdasarkan Fatwa DSN-MUI
No.72/DSN-MUI/VI Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara
Ijarah Sale And Lease Back, SBSN ijarah sale and lease back adalah surat
berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti
atas bagian kepemilikan aset SBSN yang diterbitkan dengan menggunakan
akad ijarah dengan mekanisme seale and lease back.
Mekanisme sale and lease back adalah jual beli suatu aset yang
kemudian pembeli menyewakan kembali aset tersebut kepada penjual.
40
Al-Syaukani, Irsyad al-Fuhul Ila Tahqiq, Ilm Al-Ushul, (Makkah : Maktabah Al-Tijariyah,
1993), Cet. i, h.104.
Kemudian pendapat ulama mengenai akad ijarah dalam kitab alMuhadzadzab juz I kitab al-Ijarah:
ِWْ-َ ‫ُ ا‬Rَْ= َ‫َز‬+ ٌَ>َ(َM ِ‫َن‬-ْ=َL‫ِ إَِ< ا‬Pَ+َ3ْ َ‫ِ آ‬W ِMَGَْ ‫َ إَِ< ا‬Pَ+َ3ْ ‫َنٌَ ا‬Lَ‫ِ و‬Pَ‫ِ ا َُْﺡ‬W ِMَGَْ ‫َرَةِ =َ(َ< ا‬+ِ‫ُ ا‬RْVَ= ُ‫ُ ْز‬Uَ
42
ِWِMَGَْ ‫َرَةِ =ََدى ا‬+ِ0‫ُ ا‬Rَْ= َ‫ُْز‬Uَ ْ‫َ أَن‬Yَ+َ‫و‬, ِ‫َن‬-ْ=َL‫=َ(َ< ا‬
Artinya: “Boleh melakukan akad ijarah (sewa menyewa) atas manfaat yang
dibolehkan karena keperluan terhadap manfaat sama dengan keperluan
terhadap benda. Oleh karena akad jual beli atas benda dibolehkan, maka
seharusnya boleh pula akad ijarah atas manfaat.”
Kemudian pendapat Ibnu Qudamah, dalam kitab al-Mughni,
menyatakan bahwa ijarah adalah jual beli manfaat, dan manfaat berkedudukan
sama dengan benda. Dalam hal ini terdapat persamaan antara jual beli benda
dan jual beli manfaat, karena keduanya sama-sama bermanfaat, seperti halnya
barang dijual atau dibeli karena manfaatnya, sehingga antara barang dan
manfaaat memiliki kedudukan yang sama.
Dalam mekanismenya Ijarah seperti sale lease contract atau hire
contract karena dalam akad Ijarah hanya ada perpindahan manfaat dari aset
bukan kepemilikan bentuk fisik aset seperti pada leasing.43
Setelah penerbit sukuk memberikan status kepemilikan manfaat
kepada investor terhadap suatu aset lalu disewakan kembali ke penerbit sukuk
41
Nurul Huda, Mustofa Edwin, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, h.144..
Ibnu Qudamah, al-Mughni, VIII/7.
43
Foreign Debt Division Directorate of International Affair, 2006, Round Table Discussion
on International Islamic Sovereign Bond (Sukuk), ( Jakarta : Bank Indonesia), h. 27.
42
dengan menyerahkan sejumlah uang sewa yang disepakati kepada investor dan
diakhir perjanjian hak milik atas aset kembali lagi kepada penerbit sukuk. 44
Ciri-ciri pokok yang dimiliki oleh sukuk ijarah, antara lain:
a. Dalam kontrak ijarah aset yang disewa beli dan jumlah yang disewa
harus diketehaui dengan jelas oleh pihak-pihak terkait pada saat
kontrak
b. Penyewaan dalam ijarah harus diterapkan dalam bentuk yang jelas
untuk bentuk pertama dari sewa beli, dan untuk bentuk perubahan di
masa yang akan datang, dan dalam penyewaan tersebut terdiri dari dua
bagianm, satu untuk pembayaran kepada pihak yang menyewakan dan
yang lain sebagai pembayaran rekening yang dilakukan penyewa pada
biaya iang berhubungan dengan pemilik aset.
c. Adanya pembentukan SPV sebagai perwaliamanatan yang akan
menjembatani kepentingan emiten dan investor.
d. Pengeluaran-pengeluaran yang berhubungan dengan aset merupakan
tanggung jawab pemilik, sementara pengeluaran untuk pemeliharaan
yang berhubungan dengan operasionalnya ditanggung penyewa. 45
2. Mudharabah (bagi-hasil/ profit and lost sharing)
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak yakni
pihak pertama sebagai shahibulmaal penyedia seluruh modal dan pihak kedua
44
45
Tim Pengkajian Penerbitan SUN Sukuk, hlm. 4.
Nurul Huda, Mustofa Edwin, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, h.145.
sebagai
mudharib/
pengelola
usaha.
Sedangkan
keuntungan
secara
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang tertuang dalam kontrak.46
Sukuk
atau
sertifikat
mudharabah dapat
menjadi
instrumen dalam
meningkatkan partisipasi publik pada kegiatan investasi. Jenis ini merupakan
sertifikat yang mewakili proyek atau kegiatan yang dikelola berdasarkan
prinsip mudharabah.
Secara rinci pokok-pokok Obligasi syariah Mudharabah berdasarkan
fatwa DSN-MUI No. 33 Tahun 2002 Tentang Obligasi Mudharabah, adalah
sebagi berikut:
a. Menggunakan akad Al-mudharabah;
b. Emiten obligasi syariah adalah Mudharib;
c. Pemegang obligasi syariah adalah Shohibul Maal;
d. Jenis usaha emiten tidak boleh bertentangan dengan syariah;
e. Nisbah/ keuntungan ditentukan sesuai kesepakatan Mudharib dan
Shohibul maal sebelum penerbitan;
f. Pembagian pendapatan dapat dilakukan secara periodik;
g. Pengawasan aspek syariah dilakukan oleh DSN-MUI sejak proses
emisi;
h. apabila emiten (Mudharib) lalai dan/atau melanggar perjanjian emiten
wajib mengembalikan dana Mudharabah dan pemegang obligasi dapat
meminta Mudharib membuat surat pernyataan hutang; dan
46
Sofiniyah Ghufron dkk, Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah Cara Mudah
i.
Pengalihan kepemilikan obligasi syariah dapat dilakukan selama
disepakati dalam akad.
3.
Musyarakah (penyertaan modal)
Secara bahasa, al-syirkah berarti ikhtilat (percampuran), yaitu
percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya, sehingga sulit dibedakan.
Sedangkan menurut istilah, syirkah adalah keikutsertaan dua orang atau lebih
dalam suatu usaha tertentu dengan sejumlah modal yang telah ditetapkan. 47
Sukuk Musyarakah adalah sertifikat nilai yang sama yang
diterbitkan
untuk
memobilisasi
dana,
yang
digunakan
berdasarkan
persekutuan atau firma sehingga pemegang-pemegangnya menjadi pemilik
proyek atau aset berdasarkan bagian masing-masing.48
Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek
tertentu dimana kedua belah pihak sama-sama menyediakan modal berupa
dana, dan setelah proyek itu selesai pihak emiten mengembalikan sejumlah
dana tersebut kepada investor bersama dengan bagi hasil dari proyek tersebut.
Obligasi jenis ini akan memberikan return dengan term indicative karena
sifatnya yang floating atau tergantung pada kinerja pendapatan yang
dibagihasilkan.49
4. Murabahah (cost lost sharing)
Memahami Akad-Akad Syariah,( Jakarta: Renaisan, 2005), h.41
47
Sofiniyah Ghufron dkk, Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah Cara Mudah
Memahami Akad-Akad Syariah, h.43.
48
Nurul Huda, Mustofa Edwin, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, h.143.
Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam obligasi syariah dengan akad Murabahah
investor membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya dengan emiten. Dan keuntungan investor diperoleh
dari selisih harga beli dari produsen dengan harga jual kepada emiten. Secara
rinci mekanismenya adalah sebagai berikut:50Investor membeli barang yang
diperlukan oleh emiten dari produsen, atas nama investor sendiri;
a.
Investor menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian
kepada emiten;
b.
Investor kemudian menjual barang tersebut kepada emiten dengan
harga jual senilai harga beli ditambah keuntungannya; dan
c.
Emiten membayar harga barang tersebut pada jangka waktu yang
telah disepakati.
Sebagaimana yang ada pada ketentuan akad-akad syariah lainnya,
dalam akad Murabahah juga terdapat syarat-syarat tertentu. Adapun syaratsyarat akad Murabaha adalah sebagai berikut:51
a. Investor memberi tahu mengenai biaya modal kepada emiten;
b. Kontrak harus sah menurut rukun atau mekanisme yang ditentukan;
c. Kontrak harus bebas dari riba; dan
49
Sofiniyah Ghufron dkk, Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah Cara Mudah
Memahami Akad-Akad Syariah, h.42.
50
Syaiful Bakhri, dkk., Ekonomi Syariah Dalam Sorotan, (Jakarta: Yayasan Amanah, 2003,
h.186.
51
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), h. 102.
d. Investor harus menyampaikan semua hal yang terkait dengan
pembelian maupun kondisi barang tersebut.
Sukuk Murabahah lebih memungkinkan digunakan untuk hal yang
berhubungan dengan pembelian barang untuk sektor publik, misalnya
pemerintah
membutuhkan
barang-barang
dengan
harga
tinggi,
maka
dimungkinkan untuk membelinya melalui penjualan kredit dengan membayar
angsuran.52
5. Istisna
Istishna merupakan kontrak penjualan antara mustashni’ (pembeli
akhir) dan shani’ (supplier), dalam akad ini Shani’ menerima pesanan dari
mustashni’, yang nantinya harga ataupun spesifikasi barang yang di pesan
sesuai dengan kedua belah pihak. 53 Ketentuan mengenai akad Istisna’ terdapat
dalam fatwa DSN-MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000.
Pembiayaan dengan menggunakan prinsip Istisna’ diadopsi untuk
membiayai suatu proyek yang spesifikasinya harus dideskripsikan oleh
pembeli (emiten) seperti spesifikasi pembangunan gedung, pembuatan kapal,
pesawat. Atas penjelasan spesifikasi yang dideskripsikan oleh pembeli,
investor sepakat untuk membiayai proyek dengan perjanjian Istisna’. lalu
investor membeli barang dari produsen sesuai spesifikasi yang disebutkan
oleh pembeli (emiten). Kemudian investor menjual barang tersebut kepada
52
Nurul Huda, Mustofa Edwin, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, h..148.
pembeli (emiten). Hak kepemilikan atas proyek yang dibiayai oleh investor
beralih kepada emiten terhitung sejak penandatanganan perjanjian Istisna’,
dan tidak digantungkan pada perjanjian penjualan barang ataupun penyerahan
barang.54
D.
Perbedaan Konsep Dasar Obligasi Konvensional dan (Sukuk)
Secara umum konsep obligasi pemerintah dengan sukuk
terdapat
beberapa kesamaan, seperti pada harga penawaran, jatuh tempo, dan
pemeringkatan/ rating. Adapun perbedaan-perbedaan antara keduanya antara
lain:
1.
Pendapatan (hasil)
Ketentuan tentang kompensasi, obligasi berbasis syariah
menggunakan pola return bagi hasil (profit loss sharing) dan
menghindari sistem kompensasi berupa bunga, sedangkan dalam UU
No. 24 Tahun 2002 Tentang Surat Utang Negara, obligasi pemerintah
yang resminya disebutkan surat utang negara, pendapatannya (yield)
berupa bunga;
2.
Konsep Halal
Dalam konsep obligasi syariah menghendaki kegiatan ekonomi
yang halal, baik produk yang menjadi objek, cara perolehannya, maupun
cara
53
penggunaannya.
Seperti
contohnya
pembiayaan
hanya
Sofiniyah Ghufron dkk, Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah Cara Mudah
Memahami Akad-Akad Syariah, h.34.
54
Redaksi, Buletin Hukum Perbankan Dan Kebanksentralan; Volume 3 Nomor 3, 2005, h.48.
diperuntukan membiayai suatu proyek pembangunan infrastruktur yang
halal, aset yang dijaminkan harus berasal dari perusahaan yang bergerak
dalam sektor yang memenuhi kriteria syariah dan terbebas dari unsur
ribawi, serta transaksi pembiayaan dilakukan dengan menghindarkan
berbagai praktik spekulasi. Dalam konsep obligasi pemerintah/ surat
utang negara tidak dipersyaratkan penerbitannya didasarkan pada
kegiatan ekonomi yang halal, baik produk yang menjadi objek, cara
perolehannya, maupun cara penggunaannya;55
3. Alokasi Dana
Ketentuan Undang-undang surat utang negara ditujukan untuk
memberi jalan bagi emisi surat utang negara hanya untuk ’menambal’
defisit pembiayaan saja. Sementara sukuk sesuai dengan prinsip bagi
hasilnya di antaranya harus dikaitkan dengan investasi seperti
pembiayaan infrastruktur, namun tetap memungkinkan penggunaan
dana untuk hal-hal lain selain pembiayaan sarana dan prasarana asalkan
dinyatakan sejak awal dalam prospektus;56
4. Jenis
Perbedaan mendasar lainnya antara obligasi syariah dengan
surat utang negara dapat dilihat pada jenis-jenis instrumen dan
mekanisme transaksinya yakni Ijarah, Mudharabah, Musyarakah,
Murabahah, dan Istisna dengan mekanisme dan jenis surat utang negara
55
Foreign Debt Division Directorate of International Affair, h. 53.
yang disebutkan dalam Undang-Undang no. 24 Tahun 2002 yakni surat
perbendaharaan negara dan obligasi pemerintah;
5. Efek
Efek surat utang negara merupakan surat pengakuan hutang,
sedangkan obligasi syariah efeknya merupakan surat berharga sebagai
bukti penyertaan modal atau investasi yang dikaitkan oleh usaha
tertentu;
6. Nilai indeks
Perbedaan nilai indeks obligasi syariah dengan nilai indeks
obligasi pemerintah/ surat utang negara terletak pada kriteria saham
emiten pada obligasi syariah harus memenuhi prinsip-prinsip dasar
syariah, sedangkan pada surat utang negara tidak;
7. Underlying asset/ jaminan aset
Dalam beberapa transaksi obligasi syariah disyaratkan adanya
jaminan berupa aset emiten yang diserahkan pada investor namun
dikelola oleh pihak ketiga sebagai trustee. Aset tersebut harus
memenuhi unsur syariah, yakni bebas dari unsur tidak halal seperti
diterangkan di atas, sedangkan dalam obligasi pemerintah/ surat utang
negara jaminan hanya berupa kepercayaan/ trust; dan Obligasi syariah
mengenal adanya trustee sebagai penerbit obligasi syariah maupun
pengelola aset yang dijadikan underlying aset dan bertindak mewakili
56
Foreign Debt Division Directorate of International Affair, h. 77.
kepentingan investor. Sebagaimana konsep kontrak investasi kolektif
dalam dana reksa. Sedangkan dalam penerbitan obligasi pemerintah/
surat utang negara tidak dikenal adanya trustee yang mengelola jaminan
berupa aset dan bertindak mewakili kepentingan investor.
E. Kebijakan Fiskal dalam Islam
Kebijakan fiskal telah lama dikenal dalam teori ekonomi Islam, yaitu sejak
zaman Rasulullah saw, dan Khulafaur Rasyidin, yang di kemudian hari
dikembangkan oleh para ulama.
Nabi Muhammad saw sebagai Amirul Mukminin sekaligus kepala Negara
yang bertanggungjawab atas stabilitas perekonomian Negara pada saat itu
menerapkan beberapa Kebijakan Fiskal pada masanya. Sehubungan dengan ini ada
empat langkah yang dilakukan Nabi saw :57
1.
Peningkatan pendapatan Nasional dan tingkat partisipasi kerja
Dalam rangka meningkatkan permintaan agregat (agregat demand)
masyarakat
muslim
di
Madinah,
Rasulullah
melekukan
kebijakan
mempersaudarakan kaum Muslimin dengan kaum Muhajirin yang berimplikasi
pada peningkatan perminytaan total di Madinah.
2.
57
Kebijakan Pajak
Euis Amalia, M.Ag, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik Hingga
Kontemporer, ( Jakarta : Pustaka Asatruss, 2005), cet. i, hal. 19-20
Penerapan kebijakan pajak yang dilakukan dilakukan Rasulullah saw,
seperti kharaj, khums, dan zakat, menyebabakan terciptanya kestabilan harga
dalam mengurangi tingkat inflasi.
3.
Anggaran
Pengaturan APBN yang dilakukan Rasulullah saw sangat cermat,
efektif dan efesien, menyebabkan jarang terjadinya deficit anggaran meskipun
saat itu sering terjadi peperangan.
4.
Kebijakan Fiskal Khusus
Rasulullah saw menerapkan beberapa kebijakan fiskal khusus untuk
pengeluaran Negara, yaitu: meminta bantuan kaum muslimuin secara suka rela
untuk memenuhi kebutuhan pasukan muslimin;meminjam peralatan dari kaum
muslimin secara cuma-cuma dengan jaminan pengembalian dang anti rugi bila
terjadi kerusakan meminjam uang dari orang-orang tertentu untuk diberikan
kepada muallaf; serta menerapkan kebijakan insentif untuk menjaga
pengeluaran dan peningkatan partisipasi kerja dan produksi kaum muslimin.
Pemikir ekonomi Islam Ibnu Khaldun (1404) mengajukan solusi atas
resesi dengan cara mengecilkan pajak dan meningkatkan pengeluaran
pemerintah. Pemerintah adalah pasar terbesar, ibu dari semua pasar, dalam hal
besarnya pendapatan dan penerimaannya. Jika pasar pemerintah mengalami
penurunan, wajar bila pasar yang lain pun akan ikut menurun, bahkan dalam
agregat yang lebih besar.
Abu Yusuf (798) merupakan ekonom pertama yang secara rinci
menulis tentang kebijakan ekonomi dalam kitabnya Al Kharaj, yang
menjelaskan tanggung jawab ekonomi pemerintah nuntuk memenuhi kebutuhan
rakyatnya.58
Menurut an-Nahbani dan al-Maliki, dalam pengambilan kebijakan
fiskal yang sesuai dengan ekonomi Islam adalah setiap pengambilan kebijakan
haruslah memberikan jaminan atas pemenuhan seluruh kebutuhan pokok (alhajat al-asasiyah/basic needs) bagi setiap individu dan juga pemenuhan
berbagai kebutuhan sekunder dan luks (al-hajat al-kamaliyah) sesuai kadar
kemampuan individu bersangkutan yang hidup dalam masyarakat tertentu
dengan kekhasan di dalamnya. 59 Dengan demikian titik berat sasaran
pemecahan permasalahan dalam ekonomi Islam terletak pada permasalahan
individu manusia bukan pada tingkat kolektif (negara dan masyarakat).60
Menurut al-Maliki, ada empat perkara yang menjadi asas politik ekonomi
Islam. Secara umum Pertama, setiap orang adalah individu yang memerlukan
pemenuhan kebutuhan. Kedua, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok
dilakukan secara menyeluruh (lengkap). Ketiga, mubah (boleh) hukumnya bagi
58
Kebijakan Fiskal Rasulullah SAW, artikel diakses dari halalguide.info pada tanggal 18 Mei
2009
59
Taqiyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternati, hal. 52. Abdurrahman alMaliki, Politik Ekonomi Islam, hal. 37.
60
Taqiyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, hal. 53.
individu mencari rezki (bekerja) dengan tujuan untuk memperoleh kekayaan
dan meningkatkan kemakmuran hidupnya. Keempat, nilai-nilai luhur (syariat
Islam) harus mendominasi (menjadi aturan yang diterapkan) seluruh interaksi
yang melibatkan individu-individu di dalam masyarakat.61
Penulis mengutip empat asas yang harus diperhatikan dalam setiap
penerbitan SBSN khususnya yang dalam hal ini antara emiten (pemerintah) dan
para investor62, yang telah digariskan dalam Al-Quran :
a.
Asas suka sama suka ( QS: 4 : 29)
"@fCA2
D3
g
L*
i-jgk
?*I3<L4CK
e*I3 CK m! lF+2
-4!
>?*IaR Xo
3 1
nj
2Q@
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
b.
Asas keadilan ( QS: 57: 25)
jgOUqT
La"U>TCK
_p33
i2LarRk
;4!
tu@"
La4
sBCKLC
eL'☺4LC
v2
wxI4
qJJg
&L5
xy{r4!
Artinya: Sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan
membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka Al
Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.
c.
61
Asas saling menguntungkan (QS: 2: 278-279)
Abdurrahman al-Maliki, Politik Ekonomi Islam, (As-Siyasatu al-Iqtishadiyatu al-Mutsla),
alih bahasa Ibnu Sholah, cet. i, (Bangil : Al-Izzah, 2001), hal. 37
62
Prof. Dr. Taufik Abdullah, dkk. Ensklopedia Tematis Dunia Islam Jilid 3, ( Jakarta : PT.
Ichtiar Baru Van Voeve, 2002), h.133
|}~l e☺O_ LC e☺!_3 Artinya : kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
d.
Asas Tolong Menolong ( QS:5: 2)
WO
BLC"3LC
LC IsL4€wLC !dr4
ru4ui
WO
BLC"3
l<LC_p4LC
J! JLC
r‚34 pp⌧
Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Ketika asas-asas tersebut dipegang tegung dalam segala pengambilan
Kebijakan Fiskal, pada gilirannya, perekonomian yang mampu menyediakan
kesempatan kerja dan kehidupan yang layak serta memberikan fondasi yang
kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan dapat direalisasikan63.
Berbicara mengenai kebijakan fiskal isalm kontemporer, saat ini Negeri Jiran
Malaysia dapat dikatakan sebagai salah satu pioneer dalam pengembangan pasar
keuangan syariah sampai saat ini. Tahun 1994 Malaysia mendirikan pasar uang
syariah. Pada tahun 2001 menjadi pionir dalam mengeluarkan obligasi syariah global
(sukuk) pertama kali dengan nilai US$150 juta, dilanjutkan dengan mengeluarkan
sovereign sukuk pada tahun 2002 dengan nilai investasi US$600. 36% perusahaan
investasi syariah di dunia tercatat di pasar modal Malaysia yaitu 86 unit trust fund.
Malaysia berhasil meraih pangsa pasar sukuk terbesar tidak lepas dari usaha
yang dilakukan baik dari sisi suplay (ketersediaan sukuk yang ditawarkan) maupun
dari sisi demand (peningkatan jumlah investor), yaitu:64
1. Dukungan pemerintah dan regulasi yang sesuai kerangka hukum syariah.
Keseriusan pemerintah dalam mendukung pasar modal syariahnya terlihat dari
kesiapan infrastruktur dan penyediakan perangkat hukum yang sesuai dengan
syariah, sehingga memberikan kemudahan bagi pengusaha untuk menerbitkan
sukuk dan dapat memberikan kepastian hukum.
2. Adanya konsisensi dalam penerbitan sukuk termasuk sovereign sukuk.
Dengan tersediannya infrastruktur dan regulasi, menyebabkan banyak
perusahaan yang ingin menerbitkan sukuk di Malaysia. Terbuki banyaknya
unit trust yang menerbitkan sukuknya di Malaysia. Oleh sebab itulah maka
terjadi konsistensi dalam penerbitan sukuk setiap periodenya.
3. Inovasi terhadap penawaran sukuk yang baru seperti khasana exchangeable,
mudarabah plus susharakah, dan lain sebagainya.
4. Sukuk dalam berbagai mata uang yang ditawarkan baik kepada investor lokal
maupun asing.
Dari sisi permintaan (peningkatan jumlah investor) yang dilakukan adalah:65
63
Visi dan Misi Strategi Pembanguan Nasional Pemerintah RI 2004-2009 yang diakses dari
situs resmi Republik Indonesia http://www.indonesia.go.id/id
64
Ida Musdafia Ibrahim, Analisis Obligasi Syariah (sukuk) bagi perkembangan Investasi di
Indonesia yang diakses dari http://www.yai.ac.id/UPI/simposium/ida.doc
1. Pembentukan pasar uang antar bank syariah dengan disertai jumlah institusi
finansial yang cukup banyak
2. Pemberian fasilitas bagi masuknya fund manager asing/ pembebasan pajak
bagi investor asing
3. Pembentukan Fund Syariah /Infrastruktur sektor keuangan.
Dengan usaha-usaha di atas yang disusun secara sistematis dan strategis
berhasil membawa Malaysia menguasai pangsa pasar sukuk dunia seperti saat ini.
65
Indonesia
Ida Musdafia Ibrahim, Analisis Obligasi Syariah (sukuk) bagi perkembangan Investasi di
BAB III
GAMBARAN UMUM PERTUMBUHAN SUKUK
A. Landasan Historis Sukuk
Sukuk sudah dikenal sejak abad 7 Masehi, ketika pemerintahan Umayah
mengeluarkan sukuk al-Badai yang merupakan kupon komoditas yang mirip dengan
cek gudang. Tercatat juga di dalam kitab al Muwatta’ karya Imam Malik,
mengemukakan bahwa sukuk al Badai merupakan bukti pemilikan barang dalam
jumlah tertentu dari bendahara negara, bisa diperdagangkan sebelum sampai batas
waktu yang ditentukan.66
Fakta empiris tersebut membuktikan dan menyimpulkan bahwa sukuk secara
nyata digunakan secara luas oleh masyarakat muslim pada abad pertengahan, dalam
bentuk surat berharga yang mewakili kewajiban pembiayaan yang berasal dari
perdagangan dan kegiatan komersial lainnya. 67
Kata sukuk secara umum digunakan, bersamaan dengan kata hawalah
(menggambarkan transfer/pengiriman uang) dan mudharabah kegiatan bisnis
persekutuan).
Berkaitan dengan perspektif dan kepentingan sejarah, asal mula produk dalam
konteks kontemporer merupakan satu dari keputusan pertama dari Dewan Perundangundangan (IJC) yaitu ”bahwa kombinasi asset tertentu ( atau manfaat dari aset
66
Zudin, “Islamic Bonds (sukuk) Its Introduction and Application” diakses pada 27 Juni 2007
dari http://konsultasimuamalat.wordpress.com/islamic-bonds-sukuk-its-introduction-and-application.
67
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta :
Kencan Prenada Media Group, 2008), cet. 2, h.136
tersebut) dapat diwakili dalam bentuk instumen pembiayaan tertulis yang dapat dijual
pada harga pasar dengan ketentuan bahwa komposisi kelompok aset yang diwakili
oleh sukuk mayoritas terdiri dari aset yang tangible.”
Penetapan aturan oleh IJC ini, walaupun tidak ada hubungannya dengan pihak
tertentu, bagaimanapun dipandang perlu sebagai terobosan syariah demi kepentingan
ummat di dunia.
Dengan dukungan dari JIC, dan diikuti dengan pembangunan teori dan model
maka pada tahun 2001 adalah pertama kalinya program sukuk diluncurkan di pasar.
Inisiatif oleh Agen Moneter Bahrain (Bahrain Monetary Agency/BMA) berkaitan
dengan sukuk salam jangka pendek (91 hari) senilai US $ 25 juta diluncurkan pada
bulan Juli 2001 dan telah diterima baik dipasaran. 68
B. Penerbitan Dan Perkembangan Sukuk Di Beberapa Negara
1. Pertumbuhan Sukuk di Beberapa Negara
Dalam perkembangannya sukuk dapat diterbitkan dengan 14 struktur model
melalui rekomendasi The Accounting and Auditing Organisation Of Islamic
Financial Institutions (AAOIFI), namun dalam prakteknya model sukuk yang
diterbitkan hanya 7 model saja, yaitu struktur ijarah, musharakah, salam,
murabahah, istisna, mudharabah, dan hybrid, yaitu percampuran beberapa akad, dan
struktur penerbitan yang paling sering digunakan adalah ijarah.
68
137
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, , h. 136-
Total penerbitan sukuk yang menggunakan struktur ijarah hampir 50% lebih
dari total penerbitan di dunia, karena pada prakteknya ijarah lebih mudah dalam
aplikasinya.69
Dari jumlah total penerbitan sukuk di pasar keuangan internasional meningkat pesat,
dari USD4,89 miliar pada tahun 2002 menjadi USD84,1 Miliar pada tahun 2008.
Beberapa sukuk yang diterbitkan di negara non-muslim:
a. Jerman: Sachsen-Anhalt €100m [2004].
b. USA: East Cameron USD165m [2006].
c. Jepang: JBIC USD300-500m [2006].
d. China: Chinese Power USD250m [2006].
e. UK: Aston Martin £225m [2007].
Dan beberapa sovereign sukuk telah diterbitkan secara regular oleh Malaysia,
Bahrain, Brunei, Qatar,dan UAE. Pemerintah Inggris, Jepang,
Thailand dan
Hongkong SR akan menerbitkan sukuk. Untuk lebih jelas dapat kita lihat data
tabulasi di bawah ini:
Gambar 2.1 : Tabulasi Penerbitan Sukuk Global (berdasarkan mata uang)70
69
Nazwar U. Nawawi, “Mengenal Sukuk,” Pontianak Post, Selasa 2 September 2008.
Khairul Aulad, Staff Direktoarat Pembaiayaan Syariah Depkeu RI, Surat Berharga Syariah
Negara / Sukuk Negara Sebagai Sumber Pembiayaan Fiskal Dan Instrumen Investasi, Data
yang disampaikan Pada Seminar Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Perbankan Syariah Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 8 April 2009, hal.16
70
( US$ bn)
30
25
20
15
10
5
2004
2005
MYR
2006
USD
2007
2008YTD
Others
Dapat diketahui setelah mencermati data tabulasi di atas bahwa Malaysia
dengan mata uang Ringgit masih memimipin peredaran sukuk dunia berdasarkan
volume mata uang yang beredar pada pasar keuangan syaruiah dunia.
Gambar 2.2 : Tabulasi Penerbitan Sukuk Global
(berdasarkan jumlah
penerbitan)
300
250
200
150
100
50
2004
2005
MYR
2006
USD
2007
2008YTD
Others
Berdasarkan data di atas, jumlah transaksi sukuk yang diterbitkan di
Malaysia masih leading dari Negara-negara lain yang turut meramaikan pasar
keuangan syariah di Dunia.
2. Sukuk Korporasi71
Pertumbuhan sukuk korporasi telah lebih dahulu meramaikan pasar keuangan
syariah dunia, dibandingkan sukuk yang dimotori oleh otoritas negara.
Berikut deskripsi perkembangan sukuk yang dimotori oleh beberapa perusahaaan
manufactur.
Gambar 3.1: Tabulasi Perkembangan Outstanding Sukuk Korporasi
Jumlah Emiten
25
20
15
10
5
0
2002
2003
2004
Total Nilai Emisi
2005
2006
2007
Jumlah issuers dan nilai nominal Sukuk korporasi
ƒ
2002: 1 issuers dan Rp175 miliar.
ƒ
2008: 21 issuers dan Rp4,284 triliun (outstanding);
71
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
0
T riliu n
Perkembangan Outstanding Sukuk Korporasi
2008
Khairul Aulad, Staff Direktorat Pembaiayaan Syariah Depkeu RI, Surat Berharga Syariah
Negara / Sukuk Negara Sebagai Sumber Pembiayaan Fiskal Dan Instrumen Investasi, hal. 17
ƒ
Jumlah seluruh penerbitan Sukuk korporasi : 27 issuer dan Rp4,924
triliun
ƒ
Ada 6 Sukuk Korporasi yang telah jatuh tempo dengan nominal Rp
640 miliar
Market share sukuk korporasi pada tahun 2008 mencapai 5,8%
Dari berbagai Jenis Sukuk, ada beberapa jenis yang cukup populer di
kalangan Investor Sukuk, yaitu :
:
Sukuk Ijarah, kemiripan strukturnya dengan Obligasi Konvensional,
yang ‘cenderung’ memberikan keuntungan tetap, karena transaksi yang bersifat
sewa
:
Sukuk Mudharabah, memiliki potensi keuntungan yang jauh lebih
besar daripada obligasi konvensional karena sifat bagi hasilnya, namun tetap
memiliki derajat pengembalian pokok yang cukup tinggi
Eksplorasi pada jenis-jenis instrumen di atas dapat dilakukan, dengan
membangun struktur-struktur instrumen yang bervariasi dan menarik. Selama
tetap berada pada jalur yang bersifat syar’i dan tetap menunjukkan perbedaan
konsep dan penerapan dari investasi syariah.72
Gambar 4.1: Diagram Bentuk Penerbitan Sukuk73
Diagram diatas menunjukan yang paling banyak menerbitkan sukuk
adalah perusahaan multinasional sebesar 86,4%, dimana perusahaan tersebut
menggunakan instrumen sukuk sebagai alternatif untuk menambah modal
perusahaan tertentu, kemudian seiring berjalannya waktu negara pun
menggunakan sukuk sebagai instrumen keuangan guna mengembangkan
infrastruktur negara dan juga sebagai alternatif untuk membiayai defisit
anggaran negara, pada tahun 2008 ini negara-negara yang menerbitkan sukuk
sebesar 7,5% dari total sukuk yang diterbitkan di pasar dunia, dan pada
kenyataannya hampir di beberapa bagian dunia menggunakan instrumen ini,
72
Khairul Aulad, Staff Direktorat Pembaiayaan Syariah Depkeu RI, Surat Berharga Syariah
Negara/Sukuk Negara Sebagai Sumber Pembiayaan Fiskal Dan Instrumen Investasi, hal. 18
dan kebanyakan yang mendominasi adalah Eropa dan Asia, selain itu institusi
keuangan menerbitkan sukuk sebagai sumber pendanaan bagi institusi tersebut,
dan dalam penerbitan sukuk yang diterbitkan oleh institusi keuangan sebesar
6,1% dari total penerbitan sukuk di dunia.74
3. Sukuk Ritel
Pemerintah Indonesia juga terus melakukan inovasi untuk pertumbuhan
sukuk. Dan sukuk ritel yang dipasarkan pada pasar perdana adalah salah satu bentuk
inovasi tersebut.
Sebagian pengamat ekonom melontarkan pendapatnuya bahwa dikatakan
penerbitan sukuk dinilai terlambat, namun Dahlan Siamat75 menampiknya. Kalau
dikatakan terlambat, tidak juga, kita hitung setelah UU SBSN disahkan. Jika setelah
setahun UU disahkan sukuk tidak diterbitkan juga, itu baru terlambat, ujar Dahlan.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Negara Departemen Keuangan
membeberkan sukuk ritel adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan
prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset Surat Berharga
Syariah Negara, yang dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara
Indonesia melalui agen penjual, dengan volume minimum yang telah ditentukan.76
Pemerintah sejak 6 Februari 2009 melego sukuk ritel ke pasar dalam negeri.
Respons investor luar biasa. Hingga hari ke-12, penjualan sudah mencapai Rp 3,446
73
Mohamed Damak, Sukuk Market Continues To Grow Despite Gloomy Global Market,
Standard & Poors, Data Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Departemen Keuangan.
74
Mohamed Damak, Sukuk Market Continues To Grow Despite Gloomy Global Market.
75
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Negara Departemen Keuangan Republik Indonesia
triliun atau melampauai target indikatif Rp 3,4 triliun. Investor yang berminat masih
punya waktu hingga 20 Februari 2009.
Berikut salah satu contoh sukuk ritel yakni Sukuk Ritel Seri SR-001 yang
diterbitkan pada tanggal 25 Februari 2009:
Table 5.1 : Deskripsi Penjualan Sukuk Ritel
Akad
Ijarah sale and lease back
Nominal per-unit
Rp1 juta
Harga Per-unit
At Par (100%)
Satuan Pembelian
:
Rp 5 juta dan kelipatannya
:
Tidak ada batas maksimum
pembelian
:
Fixed Coupon 12% per tahun
:
Tenor
Pembayaran dilakukan secara
bulanan
3 Tahun
Tanggal Penerbitan
25 Februari 2009
Tanggal Jatuh Tempo
25 Februari 2012
Imbalan
Nominal pelunasan
:
:
At par (100%)
Bullet Payment
Tradability
Tradable
Target Investor
Individu WNI (Pasar Perdana)
76
UU Surat Berharga Syariah Negara, artikel yang diakses dari vivanews.com pada tanggal
18 Maei 2009
a. Distribusi Penjualan SR-001 Berdasarkan Wilayah77
Jumlah investor terbanyak (51,65%) berada di wilayah Indonesia bagian
barat selain Jakarta. Seperti diagram di bawah ini;
1) Volume Pemesanan
Gambar 6.1 : Diagram Volume Pemesanan Sukuk Ritel
Namun, volume pemesanan terbesar (53,54%) di DKI Jakarta. Sebagaimana
yang tergambar pada diagram di bawah ini:
2) Jumlah Investor
Gambar 6.2 : Diagram Jumlah Investor Sukuk Ritel
77
Khairul Aulad, Staff Direktorat Pembaiayaan Syariah Depkeu RI, Surat Berharga
Syariah Negara / Sukuk Negara Sebagai Sumber Pembiayaan Fiskal Dan Instrumen Investasi, , hal.
21
Kemudian, apabila kita ingin mengetahui jumlah investor terbanyak
pada Sukuk Ritel ini adalah sebagai berikut; jumlah investor terbanyak adalah
dari PNS (24,61%). Dan Sementara jumlah pemesanan pembelian terbesar
berasal dari pegawai swasta (21,54%)
1) Jumlah investor
Gambar 7.1: Diagram Penggolongan Profesi Investor Sukuk Ritel
2) Jumlah pemesanan pembelian
Gambar 7.2: Diagram jumlah Pemesanan Pembelian
Mengenai penerbitan sukuk ritel ini, Direktur Pembiayaan Syariah,
Departemen Keuangan, Dahlan Siamat menerangkan, kupon sukuk ritel akan lebih
tinggi daripada suku bunga deposito rata-rata di bank BUMN, seperti Bank Mandiri,
BTN, BNI, dan BRI. Pembelian yang tak terbatas membuat sukuk ritel lebih menarik
dibandingkan dengan deposito.
Pada deposito, pemerintah hanya menanggung dana masyarakat maksimal Rp
2 miliar pernasabah. Di sukuk ritel, berapapun dana investasi masyarakat, pemerintah
melindunginya.
Menyimpan uang di sukuk ritel lebih menguntungkan dibanding memelihara
sapi. Jadi jual sapinya, simpan uangnya di sukuk ritel; ujar Dahlan di hadapan calon
investor sukuk ritel dalam sosialisasi di Makassar, Sulawesi Selatan.
Ketua Arbitrase Syariah Nasional Alfin Hamid mengaku sulit mengaitkan
teori bisnis syariah dengan sukuk ritel yang akan diterbitkan pemerintah.
Tidak ada investasi yang benar-benar aman, pasti ada risikonya. Investasi
yang dikatakan tanpa risiko justru bertentangan dengan teori bisnis syariah, yang
tetap memperhitungkan untung rugi. Apalagi, Departemen Keuangan mematok kupon
hingga 8 persen. Padahal imbalan tidak bisa dipatok ujarnya. Pernyataan ini ada
benarnya. Sukuk ritel memang tidak 100 persen bebas risiko. Sukuk ritel memang
aman bagi investor yang menyimpan investasinya hingga
jatuh tempo dan tidak
menjualbelikan surat berharganya di pasar sekunder.
Namun, jika investor menjualbelikan sukuk ritelnya di pasar sekunder, ada
risiko risiko pasar dan pergerakan harga yang harus dihadapinya.
Risiko pasar muncul ketika terjadi perubahan asumsi makro perekonomian,
seperti perubahan laju inflasi dan suku bunga. Jika laju inflasi meningkat, biasanya
suku bunga perbankan meningkat. Di saat suku bunga simpanan di perbankan
meningkat, harga obligasi tertekan.78
4. Sukuk Global
Pemerintah mulai melakukan penawaran sukuk global di pasar internasional
pada hari Rabu, 15 April 2008, maksimal senilai underlying asset pemerintah senilai
Rp7 triliun. Sesuai dengan penuturan Direktur Jenderal Pengelolaan Utang
Departemen
Keuangan
Rahmat
Waluyanto
di
Kantor
Menkeu.
Pemerintah mengumumkan penerbitan sukuk global untuk mengetahui reaksi
pasar. Pengumuman akan diterbitkannya sukuk global ini, murni untuk melihat
bagaimana reaksi pasar terhadap sukuk global, baik pasar internasional maupun
nasional.
Targetnya
maksimal
sebanyak
underlying
asset
Rp7
triliun.
Seperti diketahui, jumlah indikatif penerbitan sukuk global sekitar US$500 juta dan
tidak lebih dari US$700 juta. Jumlah tersebut disesuaikan dengan jumlah underlying
asset yang tersedia sekitar Rp7,2 triliun berupa Barang Milik Negara (BMN) milik
Departemen Keuangan.
Pelaksanaan penerbitan sukuk global diundur dari rencana awal pada akhir
2008. Penerbitan sukuk global merupakan bagian dari penerbitan Surat Utang Negara
(SUN) dalam rangka kebutuhan pemerintah untuk menutup defisit APBN dan
refinancing utang jatuh tempo, baik utang SUN maupun utang luar negeri. 79
Dan untuk penerbitaan Sukuk Global ini Pemerintah telah menunjuk 3 joint
lead manager untuk penerbitan sukuk global yaitu Standard Chartered Bank, HSBC,
dan Barclays. Dari peningkatan nilai penerbitan sukuk sampai 2006 menunjukkan
potensi sukuk di pasar dunia cukup besar. 80
Setelah kenaikan harga BBM Oktober 2008 kemarin, Departemen keuangan
dikabarkan mulai menjajaki sumber pinjaman baru yang ditawarkan pemerintah
Jepang dalam bentuk skema Shibosai untuk menyerap utang sebesar Rp 6,51 Triliun.
Shibosai adalah akad utang obligasi ala Jepang dengan suku bunga relatif
rendah dan berbasis proyek. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Depkeu Rahmat
Waluyanto kepada media di, 21 Mei 2008 mengatakan bahwa jumlah pinjaman yang
78
Investasi: Menyelami Seluk-beluk Sukuk Ritel, diakses dari http://www.sebi.ac.id pada
tanggal 18 Mei 2008
79
Dwi Tupani, Sukuk Global, artikel diakses dari MediaIndonesia.com pada tanggal 15 April
2009
80
AJP-Arab News, ”Rekomendasi Terbaru dari AAOIFI Tentang Penerbitan dan Struktur
Sukuk”, Diakses pada tanggal 5 Agustus 2008 dari www.islamOnline.com.
bisa diperoleh biasanya berkisar USD 500 Juta hingga USD 700 Juta (Rp 4,65 Triliun
hingga Rp 6,51 Triliun jika nilai tukar Rp 9.300 per USD).
Karena berbasis proyek, Pemerintah Indonesia harus menentukan terlebih
dahulu proyek-proyek yang akan dibiayai dana dari penerbitan surat utang ini.
Penerbitan Shibosai yang dilakukan Pemerintah Indonesia akan dijamin Bank
Jepang untuk Kerja Sama Internasional (Japan Bank for International Cooperation/
JBIC). Artinya, JBIC akan menjamin pembayaran kewajiban jika pemerintah gagal
bayar. Sebagai gantinya, pemerintah akan membayar ongkos penjaminan kepada
JBIC.Sementara, sebagai investor utama dalam ADB (Asian Development Bank)
Jepang akan mengabulkan pinjaman dengan kisaran USD 800 Juta hingga USD 900
Juta sebelum akhir tahun ini untuk pinjaman program yang diajukan oleh pemerintah
RI.81
Setiap tahun, sekitar 40% APBN dihabiskan untuk pembayaran cicilan pokok
dan bunga utang luar negeri. Per Mei 2008, Koalisi Anti Utang (KAU) Indonesia
memaparkan jumlah utang bangsa ini sebesar USD155,29 Miliar. Jumlah itu terdiri
atas pinjaman yang diperoleh dengan perjanjian utang senilai USD64,34 Miliar dan
penerbitan obligasi
negara sebesar US$90,95 Miliar.
APBN 2008 mengalokasikan pembiayaan luar negeri netto sebesar negatif
Rp13,11 Triliun, terdiri dari pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sebesar
Rp61,26 Triliun dan penarikan pinjaman luar negeri Rp48,14 triliun. Pinjaman luar
81
Pemerintah Terbitkan Sukuk Valas artikel yang diakse dari http://www.waspada.co.id pada
tanggal 22 Mei 2008
negeri ini terdiri dari pinjaman program Rp26,39 Triliun dan pinjaman proyek
Rp21,75 Triliun.
Sementara alokasi subsidi APBN 2008 sebesar Rp234,41 Triliun. Rincinya,
subsidi BBM Rp126,82 Triliun, listrik Rp60,29 Triliun, pangan Rp8,59 Triliun,
pupuk Rp7,81 Triliun, dan benih Rp1,02 Triliun.
Juga, dana untuk public service obligation (PSO) Rp1,73 triliun, subsidi
bunga kredit program Rp2,15 Triliun, subsidi migor melalui operasi pasar Rp500
Miliar, subsidi kedelai Rp500 Miliar, dan subsidi pajak Rp25 Triliun.
Depkeu memproyeksi defisit anggaran pada 2008 mencapai 1,8% dari PDB
atau Rp82,3 Triliun, meski dalam APBN P 2008 ditargetkan 2,1% dari PDB atau
Rp94,5 Triliun. Sedangkan penarikan pinjaman program pada 2008 mencapai
USD2,9 Miliar atau sekitar Rp26,39 Triliun.
Pada tahun 2008 Malaysia menguasai sekitar 66 % dari seluruh penerbitan
sukuk di dunia, seperti gambar di bawah ini.
Tabel.3.1: Pangsa Pasar Pasar sukuk Global (20 Sovereign Terbesar)82
Issuer
Nakheel Sukuk
PCFC Sukuk
Al Dar
Properties
Dubai Civil
Aviation
SABIC Sukuk
82
Country
UAE
UAE
UAE
US$
m
3,520
3,500
2,350
Issue
Date
Nov 2006
Jan 2006
Jan 2007
Tenor
3 years
2 years
5 years
UAE
1,000
Nov 2004
5 years
Saudi
800
Jul 2006
5 years
Ida Musdafia Ibrahim Analisis Obligasi Syariah (sukuk) bagi perkembangan Investasi di
Indonesia yang diakses dari http://www.yai.ac.id/UPI/simposium/ida.doc pada tanggal 28 April 2009
ADIB Sukuk
Qatar Global
Sukuk
Malaysian
Global Sukuk
Pakistan
International
Sukuk
DAAR
International
Sukuk
Emirates Airline
Sukuk
IDB Trust
Services
Islamic
Development
Bank
Aabar Sukuk
Solidarity Trust
Services
Sharjah
Electricity &
Water Auth.
Sarawak Corp
Sukuk
Malayan
Banking – MBB
Sukuk
Qatar Real
Estate
Investment
BMA
International
Sukuk
Arabia
UAE
Qatar
800
700
Dec 2006
Oct 2003
5 years
7 years
Malaysia
600
Jul 2002
5 years
Pakistan
600
Jan 2005
5 years
Saudi
Arabia
600
Jan 2007
3 years
UAE
550
Jun 2005
7 years
Internation
al
Internation
al
500
Aug 2003
5 years
500
Jun 2005
5 years
UAE
Region
Wide
UAE
460
400
Jun 2006
Aug 2003
4 years
5 years
350
Jan 2007
9 years
Malaysia
350
Dec 2004
5 years
Malaysia
300
Apr 2007
10 years
Qatar
270
Aug 2006
10 years
K. Of
Bahrain
250
Jun 2004
10 years
BAB IV
ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL ISLAM TERHADAP KEBIJAKAN
PENERBITAN SERTIFIFIKAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SBSN)
SEBAGAI INSTRUMENT PEMBIAYAAN DEFISIT APBN
A.
Kebijakan Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara sebagai
Instrument Fiskal dalam Pembiayaan Defisit APBN
Pembeli dan penjual raksasa dalam ekonomi makro adalah pemerintah. Dan
kemampuan dan perilaku pemerintah membelanjakan dan menabung uangnya dalam
jumlah yang sangat besar adalah salah satu kajian ekonomi fiskal. 83
Dalam bahasa ekonomi yang termasuk sebagai kebijakan publik (public
policy) salah satunya berupa kebijakan fiskal. Fiskal adalah salah satu bagian atau
instrument dari ekonomi publik. Pembahasan mengenai kebijakan ekonomi publik
biasanya begitu rumit karena masuknya faktor-faktor non-ekonomi ke dalamnya.
Aspek sosial, politik dan strategis dalam kebijakan ekonomi publik tidak dapat
dipisahkan, karena kehidupan adalah suatu kesatuan.84
Kebijakan fiskal adalah komponen penting kebijakan publik. Kebijakan fiskal
meliputi kebijakan-kebijakan pemerintah dalam penerimaan, pengeluaran dan utang.
Peranan kebijakan fiskal dalam suatu ekonomi ditentukan oleh keterlibatan
83
Ir. Adi Warman A. Karim, SE, MBA, MAEP, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2007), ed.ke-2, h. 1
84
Drs. Muhammad, M.Ag, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Islam, (Jakarta : PT.
Salemba Emapat Patria, 2002), ed. i, h. 179
pemerintah dalam aktivitas ekonomi, yang khususnya itu kembali ditentukan oleh
tujuan sosio-ekonominya, komitmen ideologi, dan hakikat system ekonomi.
Dalam konteks kebijakan fiskal dimana Negara yang memilki otoritas dalam
dan menempuh dan membentuk kebijakan tersebut, penulis menyandarkan atas 2
teori yakni: 85
Sosio economics approach: yang melihat pada bagaimana kebijakan
a.
publik merupakan hasil dari faktor-faktor ekonomi dan social
Intitutionalist approaches: yang membahas peran Negara dan institusi-
b.
institusi sosial dalam mendefinisikan dan membentuk kebijakan publik,
Kedua teori diatas akan penulis uraikan dengan konteks pengambilan kebijakan
publik khususnya penerbitan Surat Berharga Syariah Negara sebagai Instrument
kebijakan fiskal di Indonesia sebagai berikut;
a.
Sosio economics approach
Berkaca pada Sasaran Kebijakan dan Program Akselerasi Bank Indonesia
yang memuat political will yang kuat untuk mempercepat laju pertumbuhan
ekonomi Indonesia, dan menciptakan stabilitas ekonomi dan social.
Kebijakan tentang penerbitan SBSN sebagai instrument fiskal telah
tersirat dan direpresentasikan sebelumnya pada point-point Sasaran Kebijakan
85
Wayne Parson, Public Policy, Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan, (Jakarta :
Kencana, 2006) cet.1, h. 30-31
da Program Akselerasi Bank Indoneisia sebagai Bank Sentral di Indonesia,
dan point-pointnya adalah:
b. mendorong pertumbuhan dari sisi supply dan demand secara seimbang.
c. memperkuat permodalan, manajemen dan SDM bank syariah.
d. mengoptimalkan peranan pemerintah (otoritas fiskal) dan BI (otoritas
Perbankan & moneter) sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi.
e. melibatkan seluruh stakeholder perbankan syariah untuk berpartisipasi aktif
dalam program akselerasi sesuai dengan kompetensinya masing-masing. 86
Sebagaimana tertera dalam point c, peranan pemerintah sebagai penggerak laju
pertumbuhan ekonomi sangat dituntut lebih bergerak proaktif dalam mengambil
kebijakan-kebijakan strategis, terlebih Dunia sedang mengalami resesi ekonomi
global dan Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang belum kuasa
menghindar dari dampak krisis seutuhnya. Pemerintah sebagai pengelola pemasukan
Negara agar lebih efektif dan sistematis dalam penagihan dan pengelolannya.
Tak dapat dipungkiri bahwa Indonesia masih lemah dalam pengelolaan
pendapatan Negara dan kesadaran publik umtuk melunasi pajak juga masih rendah,
padahal jika pendapatan Negara dari pajak betul-betul dioptimalkan, defisit APBN
dapat kita pastikan tidak sebanyak sekarang.
Perlu diketahui bahwa setiap tahun, sekitar 40% APBN dihabiskan untuk
pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri. Koran Jakarta memaparkan
jumlah utang bangsa ini sebesar USD149,67 Miliar, per Desember 2008.87
APBN 2008 mengalokasikan pembiayaan luar negeri netto sebesar negatif Rp.
13,11 Triliun, terdiri dari pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sebesar Rp.
61,26 Triliun dan penarikan pinjaman luar negeri Rp. 48,14 triliun. Pinjaman luar
negeri ini terdiri dari pinjaman program Rp. 26,39 Triliun dan pinjaman proyek Rp.
21,75 Triliun.
Sementara alokasi subsidi APBN 2008 sebesar Rp. 234,41 Triliun. Rincinya,
subsidi BBM Rp. 126,82 Triliun, listrik Rp. 60,29 Triliun, pangan Rp. 8,59 Triliun,
pupuk Rp. 7,81 Triliun, dan benih Rp. 1,02 Triliun.
Dana untuk public service obligation (PSO) Rp. 1,73 triliun, subsidi bunga
kredit program Rp. 2,15 Triliun, subsidi migor melalui operasi pasar Rp. 500 Miliar,
subsidi kedelai Rp. 500 Miliar, dan subsidi pajak Rp. 25 Triliun.
Depkeu memproyeksi defisit anggaran pada 2008 mencapai 1,8% dari PDB
atau Rp. 82,3 Triliun, meski dalam APBN P 2008 ditargetkan 2,1% dari PDB atau
Rp. 94,5 Triliun. Sedangkan penarikan pinjaman program pada 2008 mencapai
USD2,9 Miliar atau sekitar Rp. 26,39 Triliun. 88
Dahlan Siamat sebagai Direktur Pengelolaan Utang Negara dan Pembiayaan
Keuangan Syariah Departemen Keuangan Republik Indonesia mengaku optimis
sukuk negara akan banyak membantu pembiayaan Negara asalkan tepat sesuai target
86
Direktorat Perbankan Syariah-Bank Indonesia, Kebijakan Akselerasi Pengembangan
Perbankan Syariah 2007-2008, diakses dari [email protected] pada tanggal 28 Apri 2009l
87
Rezim Utang Bakal Berlanjut, Koran Jakarta, Senin 18 Mei 2008, edisi 338. Th.II, h. 1
88
pada
Sukuk, Defisit, dan Utang Negara, artikel yang diakses dari http://ajisaka.dagdigdug.com
tanggal 12 Juni 2008
penerbitan. Dan jadwal penerbitan Sukuk Global harus mempertimbangkan kondisi
pasar global.
Pertimbangan lain yang perlu diperhitungkan pada setiap penerbitan SBSN
adalah denominasinya89. Dahlan Siamat juga tetap berhati-hati sesuai dengan prinsip
syariah dan tak
undersubscribed
ingin terlalu optimis yang nantinyamenyebabkan terjadi
(kurang
permintaan).
Jika
permintaannya
lebih
banyak
(oversubscribed) bukan tidak mungkin, denominasi tersebut ditambah sesuai nilai
aset yang telah teridentifikasi.
Sebagian pengamat ekonom melontarkan pendapatnya bahwa penerbitan sukuk
dinilai terlambat, namun Dahlan Siamat menampiknya beliau mengungkapkan:
“Kalau dikatakan terlambat, tidak juga, kita hitung setelah UU SBSN disahkan. Jika
setelah setahun UU disahkan sukuk tidak diterbitkan juga, itu baru terlambat.90
Tapi penerbitan Surat Berharga Syariah Negara adalah salah satu langkah –
yang menurut penulis- yang memang harus ditempuh Pemerintah dalam Pembiyaan
Defisit APBN untuk menggerakkan kembali perekonomian Indonesia ke arah yang
lebih baik dan karena pendapatan Negara dari Pajak khususnya belum dapat
diandalkan untuk menambal deficit APBN, disamping itu potensi keuangan syariah di
Indonesia yang begitu prospektif dan iklimnya begitu mendukung untuk laju
pertumbuhan keuangan syariah.
89
Denominasi adalah jumlah nilai nominal minimum dan mata uang dimana saham, obligasi,
sukuk atau komiditi diperdagangkan.lih. Drs. Ahmad Antoni K. Muda, Kamus Lengkap Ekonomi,
(Jakarta : Gitamedia, 2003), cet. iii, h. 107
90
Pemerintah Terbitkan Sukuk Valas, artikel diakses dari waspada online.com pada tanggal
22 May 2008
b. Intitutionalist approaches
Dalam pengambilan kebijakan ini juga bukan tanpa pertimbangan yang
jelas, setidaknya ada beberapa pertimbangan yang ditinjau dan digodok dengan
matang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai badan legislasi dan
representasi rakyat. Sebelum melegislasi kebijakan ini yang pada akhirnya pada
29 April 2008 mengesahkan Rancangan Undang-undang Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN) menjadi Undang-undang dan menjadi payung hukum
yang meyakinkan bagi para investor domestik maupun asing. Beberapa
pertimbangan-pertimbangan itu antara lain:91
1. bahwa strategi dan kebijakan pembangunan untuk memulihkan sektor
ekonomi perlu disertai dengan upaya pengelolaan keuangan negara secara
optimal melalui peningkatan efisiensi dalam pengelolaan aset-aset negara
maupun sumber-sumber pembiayaan anggaran negara;
2. bahwa dalam rangka pengelolaan keuangan negara untuk meningkatkan daya
dukung APBN guna menggerakkan pembangunan sektor ekonomi secara
berkesinambungan,
diperlukan
pengembangan
berbagai
instrument
pembiayaan yang mampu memobilisasi dana publik secara luas dengan
memperhatikan nilai-nilai sosial budaya yang berkembang dalam masyarakat;
91
RUU Nomor 19 Tentang Surat Berharga Syariah Negara yang diakses dari
www.legalitas.org pada tanggal 15 Februari 2009
3. bahwa peluang sumber pembiayaan pembangunan berbasis syariah, yang
memiliki potensi besar, belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena tidak
tersedianya perangkat hukum yang mendukung;
4. bahwa pengembangan instrumen keuangan berbasis syariah perlu segera
dilaksanakan selain untuk mendukung pemanfaatan aset negara secara efisien
dan untuk mendorong terciptanya sistem keuangan yang berbasis syariah di
dalam negeri, sekaligus untuk memperkuat basis pembiayaan anggaran
Negara baik bersumber dari dalam negeri maupun dari luar negeri;
5. bahwa penggunaan instrumen keuangan berbasis syariah mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan instrumen keuangan konvensional,
sehingga perlu pengaturan secara khusus, baik yang menyangkut instrumen
maupun perangkat yang diperlukan.
B.
Analisa Kebijakan Fiskal Islam Terhadap Kebijakan Penerbitan
Sertifikat Berharga Syariah Negara (SBSN)
1. Politik Ekonomi Kebijakan Fiskal Islam
Menurut an-Nabhani, realitas menunjukkan kebutuhan-kebutuhan manusia
yang harus dipenuhi adalah kebutuhan setiap individunya (misalnya si Ahmad dan
Feri), bukan kebutuhan manusia secara kolektif (seperti kebutuhan bangsa
Indonesia)92. Logikanya, untuk siapakah hasil-hasil pertanian seperti beras, juga
92
Taqiyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi, hal, hal. 20.
kebutuhan atas rumah, pelayanan pendidikan dan kesehatan, selain untuk memenuhi
kebutuhan Ahmad, Feri, dan setiap warga negara Indonesia lainnya. Jadi pertanyaan
mendasar atas permasalahan ekonomi manusia adalah apakah kebutuhan setiap
individu manusia terpenuhi atau tidak? Berdasarkan realitas tersebut, an-Nabhani
menyatakan kunci permasalahan ekonomi terletak pada distribusi kekayaan kepada
setiap warga Negara.
Berpijak pada pemikiran ini, sasaran pemecahan permasalahan ekonomi
seperti kemiskinan adalah kemiskinan yang menimpa individu bukan kemiskinan
yang menimpa negara atau bangsa. Dengan terpecahkannya permasalahan
kemiskinan yang menimpa indvidu dan terdistribusikannya kekayaan nasional secara
adil dan merata, maka hal itu akan mendorong mobilitas kerja warga negara sehingga
dengan
sendirinya
akan
meningkatkan
kekayaan
nasional.
Sebaliknya,
terpecahkannya kemiskinan negara yang ditandai dengan besarnya kekayaan nasional
(GNP/GDP) dan tingginya pendapatan perkapita tidak akan memecahkan kemiskinan
yang menimpa individu warga negara. Misalnya, Amerika Serikat dikenal sebagai
negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia memiliki PDB sebesar US$
10,506 trilyun pada kuartal III 2002.93 Akan tetapi kekuatan ekonomi sebesar itu
tidak mampu menuntaskan kemiskinan di AS sendiri. Data statistik Badan Sensus AS
yang dikutip Kate Randall memaparkan tingkat kemiskinan di AS pada tahun 2001
93
Council of Economic Advisers USA, Economic Report of the Presiden February 2003,
http://w3.access.gpo.gov/usbudget/fy2004/sheets/b1.xls
mencapai 11,7% atau sekitar 32,9 juta jiwa. Sementara itu estimasi Randall
menyatakan 30% atau sekitar 84,4 juta penduduk AS miskin.94 Menurut Capra,
adalah sebuah paradoks di negara-negara paling kaya dan paling kuat ekonominya di
dunia tetapi jutaan penduduknya berkutat dalam kemiskinan dan terjebak di
pemukiman-pemukiman yang buruk dan semakin buruk.95
Ketika kunci permasalahan ekonomi terletak pada distribusi kekayaan yang
adil, maka yang harus dijelaskan adalah bagaimanakah metode untuk menciptakan
distribusi kekayaan yang adil melalui kebijakan fiskal, sebagaimana yang dikatakan
Allah dalam Qs. al-Hasyr [59]: 7 yang artinya "… Supaya harta itu jangan hanya
beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu …".
Dalam Islam, kebijakan fiskal hanyalah salah satu mekanisme untuk
menciptakan distribusi ekonomi yang adil. Karenanya kebijakan fiskal tidak akan
berfungsi dengan baik bila tidak didukung oleh mekanisme-mekanisme lainnya yang
diatur
melalui syariat
Islam,
seperti mekanisme
kepemilikan,
mekanisme
pemanfaatan dan pengembangan kepemilikan, dan mekanisme kebijakan ekonomi
Negara. Dengan kata lain, syariat Islam harus diterapkan secara menyeluruh (kaffah)
tanpa dipilah-pilah (parsial) agar syari'ah mechanism dapat dengan sempurna
mengatur distribusi ekonomi yang adil. Adapun peranan kebijakan fiskal sebagai
salah satu bentuk intervensi pemerintah dalam perekonomian merupakan konsekuensi
94
Kate Randall, US Poverty Rose Sharply in 2001, 27 September 2002, http://www.wsws.org
95
M. Umar Capra, Islam dan Tantangan Ekonomi, hal. 132.
logis dari kewajiban syariat sebagai jawaban atas salah satu realitas yang
menunjukkan bahwa tidak semua warga negara memiliki kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya yang dalam ekonomi konvensional dikenal sebagai
masalah "eksternalitas" dan kegagalan pasar (market failure).
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, politik ekonomi yang mendasari
kebijakan fiskal Islam adalah menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu
secara menyeluruh dan mendorong mereka memenuhi berbagai kebutuhan sekunder
dan tersiernya sesuai dengan kadar kemampuannya. Menurut al-Maliki kebutuhan
pokok yang disyariatkan oleh Islam terbagi dua. Pertama, kebutuhan-kebutuhan
primer bagi setiap individu secara menyeluruh. Kebutuhan ini meliputi pangan
(makanan), sandang (pakaian) dan papan (tempat tinggal). 96 Kedua, kebutuhankebutuhan pokok bagi rakyat secara keseluruhan. Kebutuhan-kebutuhan katagori ini
adalah keamanan, kesehatan dan pendidikan.97
Dari politik ekonomi ini dapat dijabarkan arah kebijakan fiskal Islam sebagai
berikut:
96
Dalil syara'nya antara lain QS. al-Baqarah: 184 dan 233, an-Nisa: 5, al-Hajj: 28, ath-Thalaq:
6, at-Taubah: 24.
97
Abdurrahman al-Maliki, Politik Ekonomi Islam, hal. 168 dan 186.
a. negara Islam melihat permasalahan kemiskinan yang harus dipecahkan adalah
kemiskinan yang menimpa individu bukan kemiskinan yang menimpa
Negara.98
b. negara Islam menempatkan masalah kemiskinan sebagai masalah ekonomi
yang krusial dan mendesak untuk dipecahkan.
c. kebijakan untuk memecahkan masalah kemiskinan secara langsung diarahkan
kepada individu, yakni setiap warga negara yang masuk katagori miskin. 99
d. kebijakan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok ditujukan kepada seluruh
warga negara tanpa memandang agama, warna kulit, suku bangsa, dan status
sosial. Hanya saja intervensi negara melalui kebijakan fiskal berupa jaminan
pemenuhan akan pangan, sandang dan papan khusus ditujukan kepada warga
negara miskin yang kepala keluarga dan ahli warisnya tidak mampu lagi
memberikan nafkah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan pokok
keluarganya. Sedangkan warga negara yang berasal dari keluarga mampu
98
Pandangan ini bukan pandangan yang mengedepankan individu (individualistik), tapi
realitanya memang yang ditimpa kemiskinan itu adalah si individunya, yakni si A, si B, si C, dan lainlainnya.
99
Negara Islam langsung mengarahkan kebijakan fiskalnya kepada warga masyarakat yang
ditimpa kemiskinan. Arah ini berbeda 180 derajat sengan kebijakan fiskal konvensional yang untuk
memecahkan kemiskinan harus menggemukkan golongan kaya dulu baru kemudian kekayaan yang
dipupuk secara nasional dialirkan dari golongan kaya tersebut ke golongan miskin (trickle down effect)
melalui mekanisme pasar.
tidak mendapatkan subsidi negara. Selanjutnya intervensi negara dalam
pengadaan jaminan dan pelayanan keamanan, kesehatan dan pendidikan
(public utilities) secara cuma-cuma ditujukan kepada seluruh warga negara
tanpa memandang apakah warga tersebut dari golongan kaya atau tidak.
Artinya dalam katagori ini subsidi diberikan kepada seluruh rakyat.
e. negara memahami bahwa setiap warga masyarakat berhak untuk mendapatkan
kekayaan dan meningkatkan kekayaan yang dimilikinya asalkan diperoleh
dengan jalan yang dibenarkan syara'. Karena itu, negara Islam melakukan
intervensi dengan tujuan mendorong warga masyarakat memperoleh kekayaan
yang dapat mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan
tersiernya secara ma'ruf.100 Sesuai dengan kemampuan warga itu sendiri.
Bentuk-bentuk intervensi ini disesuaikan dengan tingkat kebutuhan, sumber
daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi warga
masyarakat setempat. Maksudnya pola kebijakan yang diterapkan tidak pukul
rata dan tidak sentralistik, tetapi bersifat bottom up sesuai kondisi dan harapan
warga masyarakat setempat. Intinya pola kebijakan yang diterapkan ditujukan
untuk mencapai kemaslahatan warga masyarakat
f. intervensi pemerintah dalam bentuk kebijakan fiskal adalah kebijakan makro
ekonomi. Kebijakan pada level makro ini harus diturunkan (dijabarkan) ke
100
Secara baik di mana perkembangan kebutuhan sekunder dan tersier mengikuti
perkembangan sarana kehidupan dan teknologi, serta kebiasaan masyarakat setempat (lokal).
dalam level mikro yang bersentuhan langsung dengan aktivitas riil ekonomi
masyarakat. Karena itu agar efek fiskal berdampak positif bagi peningkatan
taraf hidup masyarakat secara luas dan menyeluruh, pemerintah harus
mengembangkan pola-pola kebijakan (skema) mikro yang bottom up dengan
menyesuaikannya dengan potensi, kondisi, dan aspirasi warga masyarakat.
Dari sisi permodalan negara dapat mengembangkan pola pinjaman tanpa
bunga, subsidi, atau pola patnership seperti mudharabah dan musyarakah. Di
sisi lain negara juga harus menyediakan infrastruktur, sarana dan pra sarana
yang menunjang kegiatan produksi, jasa dan perdagangan masyarakat, seperti
listrik, sarana komunikasi, jalan umum dan sarana transportasi, serta
bangunan pasar. Juga negara harus memberikan kemudahan akses bahan
baku,
menyediakan
informasi
dan
membantu
pemasaran,
termasuk
memperkerjakan tenaga ahli dan konsultan untuk melatih dan membentuk
jiwa wira usaha (interprenurship) ataupun keahlian teknis bagi para pekerja.
g. negara harus mampu menjalankan politik pertanian dan politik industri yang
sesuai tuntutan syara' untuk mencapai kemandirian ekonomi. Sebab
penguasaan dua pilar perekonomian ini sangat menentukan kekuatan ekonomi
nasional dari segi kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan pangan
nasional, dan pasokan alat-alat pertanian untuk meningkatkan produktivitas
pertanian, dan pasokan mesin-mesin pabrik dan industri.
h. negara Islam wajib mengadakan fasilitas umum dan pelayanan publik yang
sangat dibutuhkan oleh warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga berbagai kepentingan dan urusan masyarakat terpenuhi dengan
lancar.
i.
agar pejabat dan aparatur negara (termasuk tenaga ahli yang dikontrak
pemerintah) dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat, dan
juga supaya kewenangan yang mereka miliki tidak disimpangkan untuk
kepentingan pribadi dan kelompok, maka negara wajib memberikan santunan
dan gaji yang layak kepada mereka.
j.
sebagaimana yang dipaparkan Zallum bahwa kebijakan fiskal tidak hanya
berfungsi dalam tataran ekonomi, tetapi juga untuk pertahanan dan keamanan,
serta penyebaran agama Islam ke seluruh penjuru dunia. Karena itu kebijakan
fiskal Islam juga difokuskan untuk mendukung dan menjaga kesinambungan
(sustainability) jihad fi sabilillah dan dakwah Islamiyah.
2. Sukuk sebagai pengganti utang
Tambun Nan Gemuk, serta tak mampu bergerak secara lincah. Inilah
gambaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang kini berjumlah 139
perusahan. Dan terlihat amat jomplang dengan kegesitan sejumlah BUMN milik
Negara jiran semisal Temasek dari Singapura yang getol mencaplok perusahan
dalam negeri, atau Khasanah Berhad dari Malaysia, yang rajin mencari entitas
usaha yang siap diakuisisi.101
101
Majalah Investor, Business & Capital Markets edisi November 2008, h. 74
Inilah salah satu factor yang membuat perekonomian makro di Indonesia
tidak mampu bersaing secara global dan tidak memiliki peforma yang prima
untuk menghasilkan profit yang maksimal yang imbasnya perusahan-perusahan
pelat merah milik Pemerintah tersebut tidak dapat berbuat banyak untuk menutupi
deficit APBN.
Belum lagi kondisi restrukturisasi dan konsolidasi di intern BUMN yang
masih menyisakan banyak masalah untuk menghadapi persaingan global.
Menurut
penulis,
perusahan-perusahaan BUMN,
setidaknya-dalam
konteks penerbitan SBSN- dapat dijadikan underlying asset yang nyata untuk
menjaring dana para investor besar mengivestasikan modalnya agar tujuan
kebijakan fiskal tersebut dapat membantu mencapai tingkat pertumbuhan
ekonomi nasional yang lebih tinggi dan pembangunan menuju tercapainya
kesahteraan masyarakat dengan memenuhi kebutuhan dasarnya.
Di mata Peneliti Senior Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia
(BPBS-BI) Ascarya, sukuk bisa menggantikan utang dalam negeri maupun luar
negeri Indonesia. Sehingga, pemerintah Indonesia tidak perlu lagi berutang,
Beban APBN pun bisa dikurangi. Uang negara bisa benar-benar digunakan untuk
kemakmuran rakyatnya sebagaimana ditegaskan pada pemaparan di atas,
misalnya memberi subsidi lebih banyak ketika harus menaikkan harga bahan
bakar minyak (BBM) akibat melonjaknya harga minyak dunia.
Dengan demikian defisit mungkin harus dikurangi hingga ke titik dimana
defisit dapat dibiayai dengan cara-cara non-inflationer serta tidak terjadi crowding
out yang berarti pada investasi swasta.102 Seperti kebijakan menerbikan Sukuk
Negara tersebut.
Sukuk memang memiliki peran yang kurang lebih sama dengan Surat
Utang Negara (SUN) yang sudah diterbitkan sebelumnya. Kebijakan Penerbitan
SBSN ditempuh karena Instrumen SUN dianggap kurang menarik bagi para
investor, khususnya investor dari Timur Tengah.
Menurut penulis, setelah mencermati dan membandingkan konsep
penerbitan SUN dan SBSN, penerbitan SUN ini masih belum mampu
menangkap peluang dana dari investor Timur Tengah (muslim) dan
masyarakat muslim didalam negeri yang memiliki komitmen tinggi
terhadap penerapan-penerapan syariah islam. SUN dengan basis yield
(kupon bunga) dianggap masih tudak sesuai dengan syariah islam. Hal
bertkaitan dengan masyarakat investor baik dalam maupun dari luar negeri
secaramoral masih menjungjung kepatuhan terhadap sharia complience,
dimana dalam syariah islam pemakaian instrumen bunga (interest) jelas
dianggap riba, sehingga penggunaan yield (kupon bunga) dalam SUN juga
102
Dr. M. Umer Chapra, The Future of Economic An islam8ic Perspektive, Landscape Baru
Perekonomian Masa Depan, ( Jakarta : Shari’ah Economics and Banking institute, 2001), h.343
dianggap bentuk riba. Untuk itu diperlukan sebuah instrumen yang sesuai
syariah islam untuk dapat menangkap peluang ini.
Sukuk juga bisa digunakan untuk pendanaan proyek, artinya akan ada
produktifitas darinya. Berbeda dengan utang yang selama ini diambil
pemerintah untuk menutupi defisit APBN. Baik utang dari lembaga
internasional seperti IMF dan Bank Dunia, maupun penerbitan Surat Utang
Negara (SUN) yang telah disinggung di atas.
3. Sukuk dalam Kebijakan Fiskal Islam
Pertanyaan yang kemudian timbul adalah bagaimana pemerintah akan
membiayai defisit anggarannya, yang mungkin muncul meski telah dilakukan
usaha untuk memperbesar pendapatan pajak dan mengurangi pemborosan
pengeluaran?
Mencari pinjaman meskipun diperbolehkan secara prinsip oleh
syariah, namun harus dihindarkan. Beberapa ulama klasik terkemuka
menentang keras pemerintah berhutang karena adanya salah urus dari
pembiayaan publik yang lazim terjadi pada masa mereka. Para ulama klasik
menetapkan suatu kondisi dimana Pemerintah tidak boleh meminjam kecuali
ada ekspektasi mengenai pendapatan yang akan menjamin pembayaran
utangnya kembali.
Penulis
dalam
pembahasan
konsep
penerbitan
SBSN
mengkategorikannya sebagai instrumen kebijakan fiskal khusus, yakni
konsep pengelolaan keuangan negara, dimaksudkan untuk mendapatkan
sejumlah dana dari para investor untuk Pembiayaan APBN dengan
menyertakan underlying asset, artinya pemerintah berutang dengan
menyediakan sejumlah aset negara yang bernilai jual tinggi untuk dijadikan
sebagai jaminan yang meyakinkan para investor untuk menggelontorkan
dananya.
Senada dengan hal ini Rasulullah saw. sebagai kepala negara pada
masa pemerintahannya juga pernah menerapkan kebijakan fiskal khusus
untuk pengeluaran negara, demi kemaslahtan ummat saat itu.103
Sesuai denagan Hadits Nabi yang diriwayatkan Tirmidzi dan Ibnu
Majah dari ‘Amr bin ‘Auf:104
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian
yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum
muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
Dan hal ini juga ditegaskan dalam kaidah fiqh : 105
103
Lih. Euis Amalia, M.Ag, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik Hingga
Kontempore, (Jakarta : Pustaka Assatrus, 2005)
104
Fatwa Dewan Syari’ah Nasionalno: 69/DSN-MUI/VI/2008 Tentang Surat Berharga
Syariah Negara
105
Al-Suyuthi, Al-Asybah wa al-Nazha’ir, tahqiq: Muhammad al-Mu’tashim bi Allah alBaghdadi, (Beirut:Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1987), h.233
“Tindakan Imam (pemegang otoritas) terhadap rakyat harus mengikuti
mashlahat.”
Perlu ditegaskan, kebijakan pemerintah dalam menerbitkan SBSN
untuk menjaring dana segar dari para investor domestik dan luar negeri,
harus memiliki asumsi budgeting APBN yang diestimasikan dengan rijit
dan benar. Dengan tetap berkomitmen akan lebih terdahulu mengandalkan
dan mengoptimalkan pendapatan Negara dari BUMN, Pajak dan Eksport,
juga
mengurangi
agresivitas
pemerintah
dalam
berutang,
serta
mendisiplinkan pasar agar tidak dikuasai oleh asing sepenuhnya.106
Berkenaan dengan kebijakan pemerintah menebitkan Surat Berharga
Syariah Negara atau sukuk Negara sebagi Instrument Fiskal yang ditujukan
untuk pembiayaan defisit Anggaran Pembiayaan Belanja Negara, Ibn Nujaim
memberikan pendapat menegenai kebijakan pemerintah terhadap kekayaan
Negara, dalam kitab al-Asybah wa al-Nazha’ir:
ِ'ََِْ ‫ِ ا‬BِDَ‫ْ ه‬,ِ‫َ َ?ُ>ْ وَﻡ‬Pَ3َ(َْْ ‫ِ ا‬Eْ-ِM ‫َْ ََى‬-ِM ِPَْ‫و‬R ‫ِ<ْ أَﻡَالِ ا‬M َ‫ُْزُ ِ[ِْﻡَمِ أَن َََف‬Uَ
ْ>ِ?ِ3ََِ‫َقِ =َ(َ< ﻡ‬Vْ‫ِ ِ[ِﻥ‬Pَ-ِMَْ ‫َﻡَْالِ ا‬Lْ‫ِْ ا‬-ِM َِْ َ,ْ-ِِ(ْ/ُْ ‫ْ^ ﻡَلِ ا‬-َ‫َكِ ﺏ‬6ْ‫ْ]ِ أَﻡ‬Oَِ ُEُOْ-َ‫ﺏ‬
ْ>َ ِP‫َﻡ‬O ‫ُﻡُْرِ ا‬Lِ‫ُ ﺏ‬c(َOََ َْ-ِM ِPَ3َ(َْ ‫ =َ(َ< ا‬b-ِGَْ‫َ اِﻡَمِ إِذَا آَنَ ﻡ‬8ْOِM ‫َِن‬L. ِP‫َﻡ‬Oْ ‫َﺕِ?ِ>ِ ا‬+َ‫وَﺡ‬
107
106
.ْDُVْGَ ْ>َ َ?َVََd ْ‫َِن‬M, َ?ََM‫ إِذَا وَا‬0ِ‫َْ=ً إ‬A ْDُVْGَ
Koran Jakarta, Rezim Utang Bakal Berlanjut, Ed. 388 Senin, 18 Mei 2009
Ibn Nujaim, al-Asybah wa al-Nazha’ir, Tahqiq: Abd al-Aziz Muhammad al-Wakil (Kairo :
Mu’assasah al-Halabi, 1968), h.124
107
Artinya : Imam (kepala negara, pemegang otoritas tertinggi dalam suatu
Negara boleh melakukan kebijakan terhadap kekayaan negara untuk hal-hal
yang dipandangnya mengandung maslahat bagi mereka (warga negara); di
antara kemaslahatan tersebut adalah menjual sebagian kekayaan baitul mal
(perbendaharaan negara) guna menghimpun dana yang cukup untuk
membiayai kemaslahatan dan kebutuhan umum mereka. Hal itu mengingat
bahwa kebijakan imam, apabila didasarkan pada maslahat yang berhubungan
dengan urusan umum dipandang tidak sah menurut hukum syariah kecuali
sesauai dengan maslahah jika tidak sesuai dengan maslahah maka kebijakan
tersebut tidak sah.
Pejelasan Ibn Nujaim di atas menyatakan dengan cukup jelas bahwa
penggunaan kekayaan negara untuk hal-hal yang mengandung maslahah bagi
warga negaranya dibolehkan menjual sebagian kekayaan yang dimiliki oleh
negara, asalkan kepentingannya untuk merealisasikan kemaslahatan bagi
rakyatnya. Hal ini merupakan kondisi yang sama dialami oleh Indonesia,
dimana dalam penerbitan SBSN pemerintah harus menyiapkan underlying asset
yang nyata (tangible) guna dijadikan sebagi objek akad atau dijual hak
kepemilikannya kepada investor, yang mana underlying asset adalah kekayaan
yang dimiliki oleh negara seperti tanah, gedung dan barang milik negara yang
bernilai dan bermanfaat.
Penulis bependapat, meskipun BUMN, tanah , bangunan dan segala
kekayaan Negara yang bernilai dijadikan sebagai underlying asset
untuk
menarik dana segar investor, tapi dengan satu catatan, pemerintah berkewajiban
membeli kembali (buy Back) asset tersebut. Kebijakan penerbitan SBSN ini menurut
penulis-
tidaklah
mengekor
pada
kebijakan
kebijakan
Konvensional,dan bukanlah bentuk dari islamisasi kebiksanaan konvensional,
karena sukuk telah dilakukan oleh Negara-negara muslim mulai sejak abad
pertengahan ke 17.
Kaitan
SBSN
sendiri
dengan
kepentingan
pemerintah
dalam
pembiayaan defisit, harus mengerti betul-betul segala konsekuensi dari
kebijakan yang diambil dan tidak mengabaikan prinsip-prinsip kehati-hatian
dan keadilan dari semua kontrak yang dilakukan dan harus saling
menguntungkan antara emiten (Pemerintah) dan investor-investor yang ingin
membantu pemerintah Indonesia dalam Pembiyaan APBN.
Hanya saja untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi
pemerintah harus realistis. Ketua Panitia Anggaran DPR, Abdullah Zainie
berpendapat angka pertumbuhan yang realistis untuk tahun 2005 adalah 5,4%.
Menurutnya angka pertumbuhan lebih dari itu, seperti 6% adalah tidak realistis
mengingat keterbatasan dana pemerintah sementara partisipasi dana swasta
belum terlalu dapat diharapkan karena masih rendahnya tingkat investasi. 108
Jadi logika kebijakan makro ekonomi yang diterapkan di Indonesia adalah
"kemiskinan dan pengangguran akan terpecahkan dengan sendirinya jika
pertumbuhan ekonomi tinggi".109
108
Kompas edisi online, Pemerintah tidak Berani Menargetkan Pertumbuhan Ekonomi 6
Persen 2005, 17 Mei 2004, http://www.kompas.com
109
Lihat Mubyarto, Kemiskinan, Pengangguran…, Republika Online, Mubyarto: Ekonomi
Indonesia Keliru, 10 Desember 2003, http://www.republika.co.id, Gatra Online, Djatun: Empat
Langkah, Kurangi Kemiskinan, M. Khatib Basri, Kembali ke Dasar Prinsip Ekonomi.
Betapa urgennya masalah pertumbuhan ekonomi dalam paradigma
ekonomi konvensional diungkapkan oleh Thurow. Sebagaimana dikutip Umar
Capra, Thurow menyatakan "Jika negara memiliki pertumbuhan yang lebih
cepat, maka ia akan memiliki lapangan kerja yang lebih banyak dan
pendapatan yang lebih tinggi bagi siapa saja, dan ia tidak perlu risau
mengenai distribusi lapangan kerja atau pendapatan. … Dalam keadaan apa
pun, distribusi sumber-sumber daya ekonomi secara otomatis akan menjadi
lebih merata seiring dengan proses pertumbuhan ekonomi.110
Agar pertumbuhan ekonomi yang tinggi tercapai maka kebijakankebijakan makro ekonomi dan fiskal diarahkan untuk menggenjot tingkat
produksi nasional.111 Melalui peningkatan investasi, konsumsi masyarakat, dan
ekspor.112
Lantas bagaimanakah caranya agar hal tersebut dapat dicapai?
Logikanya, untuk meningkatkan ekspor, kapasitas terpasang industri dalam
negeri harus ditingkatkan, tapi hal ini sangat tergantung pada daya saing dan
permintaan pasar dunia terhadap komoditas-komoditas yang diproduksi di
110
Leter Thurow, The Illusion of Economy Necessity, dalam Solo and Anderson (1981), hal.
250, dalam M. Umar Capra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Islam and Economic Challenge), alih
bahasa Ikhwan Abidin Basri, cet i, (Jakata: Gema Insani Press, 2000), hal. 52.
111
Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan tingkat output suatu negara secara
keseluruhan. (Lihat Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, Makroekonomi: Ed. xiv,
(Macroeconomics), alih bahasa Haris Munandar dkk, cet. iv, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1997), hal.
55
112
Boediono, Keterangan Menteri Keuangan.
Indonesia. Dan dana yang didapatkan daeri penerbitan sukuk ritel dan global
yang notabene diterbitkan oleh pemerintah seyogyanya diprioritaskan untuk
pengembangan usaha kecil menegah, pembenahan BUMN agar dapat
menghasilkan profit yang nyata yang pada gilirannya dapat dialihkan untuk
pembangungan infrastruktur dan fasilitas umum yang dapat dirasakan oleh
masyarakat seutuhnya. Dan bukan sebaliknya, dana yang didapatkan dari
penerbitan SBSN bukan untuk dana reguler yang tidak ada profit return, seperti
Bantuan Langsung Tunai. Begitu pula untuk meningkatkan konsumsi
masyarakat, tingkat pendapatan masyarakat harus didorong, antara lain melalui
penyerapan tenaga kerja baru dan pengangguran. Artinya untuk menyerap
tenaga kerja sebanyak mungkin, investasi dan kapasitas terpasang industri di
Indonesia harus ditingkatkan. Sebaliknya agar investasi meningkat, pasar dalam
negeri harus memilki daya tarik bagi para investor, antara lain berupa tingginya
pemintaan (konsumsi) masyarakat. Jadi dalam logika ini, kunci peningkatan
output Indonesia (baik PDB dan PNB) adalah peningkatan investasi, dengan
kata lain tingkat investasi yang tinggi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan
ekonomi yang tinggi.113
113
Di masa Orde Baru kepercayaan akan kemampuan pertumbuhan ekonomi dalam
menuntaskan kemiskinan (trickle down effect) – meskipun kemudian dibungkus trilogi pembangunan –
telah menyeret Indonesia pada jebakan utang (debt trap). Pemerintah saat itu meyakini utang luar
negeri merupakan sumber investasi pembangunan yang sangat penting untuk menggerakkan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimanakah menarik investasi dari
dalam (PMDN)114 dan luar negeri (PMA)115 ke Indonesia? Menjawab
permasalahan rendahnya investasi di Indonesia paska tahun 1997 Kepala
Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Andre Steer, sebagaimana dikutip
Republika mengatakan "Indonesia harus menciptakan lingkungan atau situasi
kondusif (iklim investasi – tambahan penulis) di mana orang-orang mau
berinvestasi di sini."116 Untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif
setidaknya pemerintah harus melakukan kebijakan-kebijakan ekonomi dan
deregulasi yang pro pasar, menciptakan stabilitas keamanan dan sosial,
kepastian hukum dan menghilangkan ekonomi biaya tinggi (seperti pungli dan
korupsi). Intinya adalah bagaimana membentuk persepsi positif tentang
Indonesia di mata para investor dengan meminimalisir country risk.
Dari sisi peranan pemerintah, tidak mengherankan jika pemerintah
berusaha mengarahkan kebijakan fiskal pro pasar (market oriented) meskipun
untuk itu pemerintah harus melakukan kebijakan yang mengesampingkan hakhak masyarakat. Terlebih dalam situasi krisis seperti sekarang, dengan beban
utang yang sangat besar, memaksa pemerintah mengandalkan peranan modal
114
Penanaman Modal Dalam Negeri
115
Penanaman Modal Asing.
116
Republika Online, CGI Prihatinkan Iklim Investasi di Indonesia, 4 Juni 2004,
http://www.republika.co.id
swasta dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi, dan Penerbitan SBSN
adalah salah satu kebijakan yang berbasis syariah yang diambil pemerintah.117
Besarnya harapan pemerintah terhadap modal swasta dapat dilihat dari
jumlah investasi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5,4%.
Menurut Abdullah Zainie, dana yang dibutuhkan agar target pertumbuhan
terpenuhi adalah Rp 440 trilyun. Sementara peranan langsung fiskal pemerintah
(APBN) yang dapat disalurkan adalah Rp 56 trilyun, sedangkan sisanya ditutupi
oleh APBD sebesar Rp 40 trilyun, BUMN dan BUMD sebesar Rp 135 trilyun,
dan investasi swasta (PMDN dan PMA) Rp 205 trilyun)118. Atas dasar
kebutuhan investasi swasta inilah, pemerintah mengambil kebijakan apapun
yang dipandang dapat memulihkan kepercayaan para investor baik lokal
maupun asing.
Dalam pandangan an-Nabhani, politik ekonomi pertumbuhan yang berbau
developmentalis adalah keliru dan tidak sesuai dengan realitas, serta tidak akan
117
Dari sisi tren ekonomi global memang terjadi penurunan (pergeseran) peranan pemerintah
dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi dibandingkan peranan swasta. Hal ditandai dengan
berkurangnya peranan pinjaman luar negeri dibandingkan peranan penanaman modal swasta dalam
investasi. Menurut laporan Bank Dunia dalam Global Development Finance, selama periode 19901996 peranan pinjaman luar negeri menurun dan cenderung stagnan, sedangkan arus modal swasta
meningkat tanpa fluktuasi. Pada tahun 1996, jumlah pinjaman luar negeri yang diserap negara-negara
berkembang sebesar US$ 60 miliar, sementara arus modal swasta yang masuk ke negara-negara
berkembang mencapai US$ 244 miliar. (Republika, Ketika Arus Dana Swasta ke Negara Berkembang
Melonjak, 26 Maret 1997.)
118
Kompas edisi online, Pemerintah tidak Berani.
menyebabkan meningkatnya taraf hidup dan kemakmuran bagi setiap individu
secara menyeluruh. Dan penerbitan SBSN dengan prinsip syariah dan
underlaying asset yang tangible diharapkan mampu membawa kesejahteraan
bagi masayarakat luas.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari Analisis Kebijakan Fiskal Islam terhadap kebijakan Pemerintah dalam
penerbitan Surat Berharga Syariah Negara, dapat ditarik kesimpulan;
1. Kebijakan Pemerintah menerbtikan SBSN untuk pembiayaan Defisit
Anggaran Pembelanjaan Belanja Negara dalam kebijakan Fiskal Islam
dapat ditempuh ketika pendapatan Negara dari pengelolaan Badan Usaha
Milik Negara, pendapatan dari pajak, zakat, infaq dan derma sudah tidak
dapat memutupi deficit APBN. Artinya penerbitan SBSN adalah kebijakan
fiscal khusus yang boleh dilakukan hanya dalam keadaan dharurat
(emergency chase). Setiap kebijakan fiskal yang diambil dalam hal ini
ssperti penerbitan SBSN, distribusi dana wajib diprioritaskan untuk
mengadakan infrastruktur dan sarana umum yang diharapkan berimplikasi
menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu secara menyeluruh
dan mendorong masyarakat memenuhi berbagai kebutuhan sekunder dan
tersiernya sesuai dengan kadar kemampuannya. Kebutuhan-kebutuhan
katagori ini adalah pengadaan infrastruktur seperti jalan raya yang
menunjang kelancaran transaksi perekonomian antar wilayah misalnya.
Fasilitas umum lainnya seperti rumah sakit, yang diharapkan untuk
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Dan juga yang harus
diprioritaskan adalah untuk pendidikan, karena pendidikan yang baik dan
yang sistematis akan menciptakan Sumber Daya Manusia yang unggul
yang diharapkan mampu bersaing dan mewujudkan kesejahteraan bagi
dirinya, keluarganya dan bangsanya.
2. Kebijakan yang dikeluarkan harus menjamin pemenuhan kebutuhan
pokok ditujukan kepada seluruh warga negara tanpa memandang agama,
warna kulit, suku bangsa, dan status sosial. Hanya saja intervensi negara
melalui kebijakan fiskal berupa jaminan pemenuhan akan pangan, sandang
dan papan khusus ditujukan kepada warga negara miskin yang kepala
keluarga dan ahli warisnya tidak mampu lagi memberikan nafkah yang
memadai untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Sedangkan
warga negara yang berasal dari keluarga mampu tidak mendapatkan
subsidi negara. Selanjutnya intervensi negara dalam pengadaan jaminan
dan pelayanan keamanan, kesehatan dan pendidikan (public utilities)
secara cuma-cuma ditujukan kepada seluruh warga Negara. Pola kebijakan
yang diterapkan tidak pukul rata dan tidak sentralistik, tetapi bersifat
bottom up sesuai kondisi dan harapan warga masyarakat setempat. Intinya
pola kebijakan yang diterapkan ditujukan untuk mencapai kemaslahatan
warga masyarakat. Intervensi pemerintah dalam bentuk kebijakan fiskal
adalah dalam konteks kebijakan makro ekonomi. Kebijakan pada level
makro ini harus diturunkan (dijabarkan) ke dalam level mikro yang
bersentuhan langsung dengan aktivitas riil ekonomi masyarakat. Karena
itu agar efek fiskal berdampak positif bagi peningkatan taraf hidup
masyarakat
secara
luas
dan
menyeluruh,
pemerintah
harus
mengembangkan pola-pola kebijakan (skema) mikro yang bottom up
dengan menyesuaikannya dengan potensi, kondisi, dan aspirasi warga
masyarakat. Dari sisi permodalan negara dapat mengembangkan pola
pinjaman tanpa bunga, subsidi, atau pola patnership seperti mudharabah
dan musyarakah. Di sisi lain negara juga harus menyediakan infrastruktur,
sarana dan pra sarana yang menunjang kegiatan produksi, jasa dan
perdagangan masyarakat, seperti listrik, sarana komunikasi, jalan umum
dan sarana transportasi, serta bangunan pasar. Juga negara harus
memberikan kemudahan akses bahan baku, menyediakan informasi dan
membantu pemasaran, termasuk memperkerjakan tenaga ahli dan
konsultan
untuk
melatih
dan
membentuk
jiwa
wira
usaha
(interprenurship) ataupun keahlian teknis bagi para pekerja. Negara harus
mampu menjalankan politik pertanian dan politik industri yang sesuai
tuntutan syara' untuk mencapai kemandirian ekonomi. Sebab penguasaan
dua pilar perekonomian ini sangat menentukan kekuatan ekonomi nasional
dari segi kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional,
dan pasokan alat-alat pertanian untuk meningkatkan produktivitas
pertanian, dan pasokan mesin-mesin pabrik dan industri. Negara wajib
mengadakan fasilitas umum dan pelayanan publik yang sangat dibutuhkan
oleh warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, sehingga berbagai
kepentingan dan urusan masyarakat terpenuhi dengan lancar.
B.
Saran
1. SBSN / Sukuk Negara adalah salah satu konsep yang menjadi
instrument kebijakan fiscal. Pemerintah dalam setiap melakukan
kontrak sukuk harus jelas menetukan tenor pengembalian emisi yang
digunakan. Melakukan evaluasi yang berhati-hati mengenai return
yang akan diperoleh dan biaya semua proyek baru, dan lebih
mengoptimalkan BUMN, dengan cara merestrukturisasi pada internal
BUMN yang dinilai terlalu gemuk dan tidak efektif. Dan melakukan
kebijakan holding, merger atau konsolidasi untuk BUMN dan
perusahan-perusahan
public
yang
terlalu
banyak
memakan
operational budgeting tanpa disertai certain return yang yang
memberikan balance income untuk APBN.
2. Pemerintah harus punya strategi pengelolaan utang domestik yang
baik, baik penerbitan, pelunasan, pengaturan jatuh tempo, refinancing,
buy back, maupun peminimuman biaya dan risiko utang sehingga
potensi bom waktu utang tak terjadi. Dalam kasus sukuk Project
Financing, pemerintah harus smart dalam Economic Diplomation dan
smart dalam Contract Negotiation.
3. Setelah menjaring dan dari Penerbitan SBSN, pemerintah sangat tidak
diharapakan menaruh cadangan devisa Negara (idle fund) di pasar
uang yang derivasinya berasal dari pasar uang yang tidak sesuai
dengan syariah.
4. APBN diprioritaskan untuk pro-growth, pro-job dan pro-poor. Dengan
memperkuat ketahanan pangan diharapkan akan menciptakan
kemandirian disektor riil yang tidak mudah terpengaruh kondisi
eksternal. Sistem perekonomian yang berpihak kepada rakyat saat ini
diharapkan yang diterapkan di Indonesia. Pengaruh resesi ekonomi
global diharapkan dapat ter-reduksi dengan menciptakan ekonomi
yang berpihak kepada rakyat sehingga tercipta kondisi dimana sektor
riil dapat bertahan dalam kondisi apapun
5. Selain konsep ekonomi yang berpihak kepada rakyat, proses
pelaksanaan APBN perlu mendapat diperhatikan dimana uang yang
telah dialokasikan tersebut memang betul-betul digunakan untuk
kepentingan rakyat seperti peningkatan fasilitas umum, infrastruktur
umum, dana Pendidikan Nasional, membangun kemandirian UMKM,
dan penciptaan ketahanan pangan. Khusus UMKM Pemerintah harus
lebih melirik dan memperhatikan sector ini
dengan melakukan
proteksi atas keberlangsungan unit UMKM tersebut, bukan berarti
kita menganut paham ekonomic protectionist, tapi itu ditempuh
terlebih untuk upaya untuk mewujudkan ekonomi rakyat yang
mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim
Al Munjid, Fil-lughoh wal-A’lam,, Beirut: Darul Masyriq Al-Maktabah aSyarkiyyah, 2002, cet. 39
An-Nabhani, Taqyudin., An-Nidzam al-Iqtishody fil Islam, Penerjemah:
Munawwar Ismail
Membangun Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, Surabaya :
Risalah Gusti, cet. i, 2000
Al-Suyuthi, Al-Asybah wa al-Nazha’ir, tahqiq: Muhammad al-Mu’tashim bi
Allah al-Baghdadi, Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1987
Al-Kahlani, Muhammad Ibn Ismail, Subulussalam, Bandung Dahlan, tth, Jilid
iii
Al-Baaqi, Muhammad Fuad Abduh., Sunan Ibn Majah, Mesir, Darul Fiqr,
TT, Jilid ii, h.784
Al-Syaukani, Irsyad al-Fuhul Ila Tahqiq, Ilm Al-Ushul, Makkah, Maktabah
Al-Tijariyah 1993, Cet. i
Abdullah, Taufik .,dkk. Ensklopedia Tematis Dunia Islam Jilid 3, Jakarta : PT.
Ichtiar Baru Van Voeve, 2002
Antonio, Muhammad Syafi’i., Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Jakarta:
Gema Insani Press, 2001
Amalia, Euis., Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik Hingga
Kontemporer, Jakarta:Pustaka Asatruss, 2005, cet. i
Aulad, Khairul., Surat Berharga Syariah Negara / Sukuk Negara Sebagai
Sumber Pembiayaan Fiskal Dan Instrumen Investasi, Direktorat Pembiayaan Syariah
Depkeu RI, disampaikan Pada Seminar Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan
Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
AJP-Arab News, ”Rekomendasi Terbaru dari AAOIFI Tentang Penerbitan
dan
Struktur
Sukuk”,
diakses
pada
tanggal
5
Agustus
2008
dari
www.islamOnline.com.
Bakar. Muhammad Daud., Round-table Discussion on Internasional Islamic
Sovereign Bond (sukuk), Foreign Debt Division Directorate of Internasional Affair
Bank Indonesia 2006
Bungin, Burhan., Metodologi Penelitian Kualitatif, aktualisasike Arah Ragam
Varian Kontemporer, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2006
Basri, M Khatib, Kembali ke Dasar Prinsip Ekonomi, diakses dari
http://www.republika.co.id, Gatra Online, , 10 Desember 2003,
Chapra, M. Umer., The Future of Economic An Islamic Perspektive,
Landscape Baru Perekonomian Masa Depan, Jakarta: Shari’ah Economics and
Banking institute, 2001
Chapra, M Umer, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Islam and Economic
Challenge), alih bahasa Ikhwan Abidin Basri, cet i, Gema Insani Press, Jakata 2000
Council of Economic Advisers USA, Economic Report of the Presiden
February 2003, http://w3.access.gpo.gov/usbudget/fy2004/sheets/b1.xls
Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan
Utang, Tanya Jawab Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk Negara) Instrumen
Keuangan Bebasis Syariah, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta,
cetakan. i
Departemen Keuangan, Sosialisasi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008
Tentang Surat Berharga Syariah Negara, Pusat Riset Informasi dan Data Ekonomi
Syariah, Jakarta, 2008
Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah, Mengenal Sukuk Instrumen
Keuangan Berbasis Syariah, Brosur Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Direktorat
Perbankan
Syariah-Bank
Indonesia,
Kebijakan
Akselerasi
Pengembangan Perbankan Syariah 2007-2008, diakses dari [email protected] pada
tanggal 28 Apri 2009l
Esposito, John L., Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic Word,
penerjemah: Eva YN, Femy S, dkk, Ensiklopedi Oxfor Dunia Islam Modern,
Bandung: Mizan, cet. i, 2001
Endy Dwi Tjahjono, dkk., Outlook Ekonomi Indonesia Krisis Finansial
Global dan Dampaknya terhadap Perekonomian Indonesia 2009-2014, Biro Riset
Ekonomi Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia diakses
dari http://www.bi.go.id pada tanggal 20 Februari 2009
Foreign Debt Division Directorate of International Affair, 2006, Round Table
Discussion on International Islamic Sovereign Bond (Sukuk), Jakarta :Bank Indonesia
Huda, Nurul., dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal
Syariah, Jakarta : Kencana, 2007
Haroen, Nasrun., Perdagangan Saham di Bursa Efek - Tinjauan Hukum Islam,
Ciputat, Yayasan Al-Hikmah ,cet I, 2000
Hakim, Cecep Maskanul “Obligasi Syariah Kendala dan Prospek” Peneliti
Bank Yunior Biro Perbankan Syariah-Bank Indonesia, Jakarta, 2007
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Ekonisia, Yogyakarta
2003
Ida Musdafia Ibrahim Analisis Obligasi Syariah (sukuk) bagi perkembangan
Investasi di Indonesia yang diakses dari http://www.yai.ac.id/UPI/simposium/ida.doc
Investasi: Menyelami Seluk-beluk Sukuk Ritel, diakses dari
http://www.sebi.ac.id pada tanggal 18 Mei 2008
Ibn Nujaim, al-Asybah wa al-Nazha’ir, Tahqiq: Abd al-Aziz Muhammad alWakil, Mu’assasah al-Halabi, Kairo, 1968
Karim, Adi Warman A, Ekonomi Makro Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007, ed. ii
Kebijakan Fiskal Rasulullah SAW, artikel diakses dari halalguide.info pada
tanggal 18 Mei 2009
Kate
Randall,
US
Poverty Rose
Sharply
http://www.wsws.org, pada tanggal 27 September 2002
in
2001,
diakses
dari
Kompas edisi online, Pemerintah tidak Berani Menargetkan Pertumbuhan
Ekonomi 6 Persen 2005, diakses dari http://www.kompas.com pada tanggal 17 Mei
2004,
Lewis, & Latifa M., Algaoud, Perbankan Syariah: Prinsip, Praktik dan
Prospek, Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007, cet.I
Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Islam, Jakarta:
PT.Salemba Emapat Patria, 2002, ed.I
Mubyarto: Ekonomi Indonesia Keliru. Republika Online, , 10 Desember 2003,
http://www.republika.co.id,
Mustafa Kamal Rokan ”Konsep Dasar Keuangan Islam” Diakses pada
tanggal 28 Juli 2008 http://www.waspada.co.id Menggunakan Joomla!.
Majalah Investor, Business & Capital Markets edisi November 2008
Majalah Gatra, Booming Bisnis Syariah, edisi khusus Lebaran, No.48,
Oktober 2007
Muda, Ahmad Antoni K., Kamus Lengkap Ekonomi, Jakarta: Gitamedia,
2003, cet. III
Muhajir Noeng., Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : Rake Sarasin,
1990
Munawwir,
AW.,
Kamus
Al-Munawwir
Arab-Indonesia
Surabaya: Pustaka Progressif ,2002, Cet ke-25, , hal. 787
Terlengkap,
Nazwar U. Nawawi, “Mengenal Sukuk,” Pontianak Post, Selasa 2 September
2008
Parson, Wayne,. Public Policy, Pengantar Teori dan Praktik Analisis
Kebijakan, Jakarta: Kencana, 2006) cet.1
Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, Makroekonomi: Ed. xiv,
(Macroeconomics), alih bahasa Haris Munandar dkk, cet. iv, (Jakarta: Penerbit
Erlangga, 1997), hal. 55
Republika Online, CGI Prihatinkan Iklim Investasi di Indonesia, 4 Juni 2004,
http://www.republika.co.id
Pemerintah Terbitkan Sukuk Valas artikel yang diakse dari
http://www.waspada.co.id pada tanggal 22 Mei 2008
RUU Nomor 19 Tentang Surat Berharga Syariah Negara yang diakses dari
www.legalitas.org pada tanggal 15 Februari 2009
Redaksi, Buletin Hukum Perbankan Dan Kebanksentralan; Volume 3 Nomor
3, 2005
Rahardjo, M Dawam., Menegakkan Syariah Islam di Bidang Ekonomi,
disampaikan pada Acara Orasi Ilmiah Program Pasca Sarjana Universiatas
Muhammadiyah
Jakarta,
pada
mata
kuliah
Kontemporer” di Jakarta tanggal 18 Januari 2003
“Islam
dan
masalah-masalah
Saeed, Abdullah., Menyoal Bank Syariah : Kritik atas Interpretasi Bunga
Bank Kaum Neo-Revivalis, Jakarta : Paramadina, 2006, cet. Iii
Sukuk,
Defisit,
dan
Utang
http://ajisaka.dagdigdug.com pada
Negara,
artikel
yang
diakses
dari
tanggal 12 Juni 2008
Sharing, Majalah Ekonomi dan Bisnis Syariah, Berkah Duo UU untuk
Ekonomi Indonesia, ed. xx, Thn ii, Agustus 2008.
Schemidt, Helmut., The Structure of The WorldProduct, Germany: Foreign
Affair, 1974.
Sudarsono, Heri., Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta:
Ekonisia, 2003
Surat Pernyataan Kesesuaian Syariah, Tim Ahli Syariah untuk Penerbitan
SBSN DSN-MUI, 2008.
Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan,
Bandung : Alumni, 2004
Tim Studi Standar Akuntansi Syariah di Pasar Modal, Studi Standar
Akuntansi Syariah Di Pasar Modal Indonesia, Jakarta : BAPEPAM, 2007
UU Surat Berharga Syariah Negara, artikel yang diakses dari vivanews.com
pada tanggal 18 Maei 2009
Visi dan Misi Strategi Pembanguan Nasional Pemerintah RI 2004-2009 yang
diakses dari situs resmi Republik Indonesia http://www.indonesia.go.id/id
Waluyanto, Rahmat.,
“Potensi Sukuk Negara (Surat Berharga Syariah
Negara) Sebagai Sumber Pembiayaan
APBN dan Investasi” Presentasi dalam
Seminar Indonesia Syariah Expo Jakarata pada tanggal 27 Oktober Tahun 2007
Zudin, “Islamic Bonds (sukuk) Its Introduction and Application” diakses pada
27 Juni 2007 dari http://konsultasimuamalat.wordpress.com/islamic-bonds-sukuk-itsintroduction-and-application.
Download