“KEBIJAKAN PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMENT PEMBIAYAAN DEFISIT APBN” (Analisis Kebijakan Fiskal Islam) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) Oleh: Fadlyka Himmah Syahputera Harahap NIM. 104046101582 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH (EKONOMI ISLAM) PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H./2009 M. KEBIJAKAN PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSRUMENT PEMBIAYAAN DEFISIT APBN (Analisis Kebijakan Fiskal Islam) NAMA : Fadlka Himmah Syahputera Harahap NIM : 104046101582 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH JURUSAN MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430/2009 “KEBIJAKAN PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMENT PEMBIAYAAN DEFISIT APBN” (Analisis Kebijakan Fiskal Islam) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) Oleh: Fadlyka Himmah Syahputera Harahap NIM: 1040 4610 1582 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH (EKONOMI ISLAM) PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H./2009 M. LEMBAR PENGESAHAN Skripsi berjudul Kebijakan Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Sebagai Instrumen Pembiayaan Defisit APBN (Analisis Kebijakan Fiskal Islam) telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 10 Juni 2009. Skripsi telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (SE.I) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam). LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Ciputat, 22 Juni 2009 M 29 Jumadis Tsani 1430 H Fadlyka Himmah Syahputera Harahap KATA PENGANTAR ا ا ا Tiada kata yang pantas diucapkan dan tiada kalimat yang pantas dilafazkan kecuali segala puja-puji kehadirat Tuhan yang senantiasa konsisten mencurahkan segala rahmat dan kekuatan-Nya untuk bergerak, berfikir, dan berkarya menggapai rido-Nya. Shalawat dan Salam kejunjungan Nabi Muhammad Saw, yang telah menyebarkan risalah Islam bukan sebagai pegangan dan jalan dalam segala dimensi kehidupan. Dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan segala bentuk bantuan dan dukungan hingga penelitian ini selesai, terkhusus kepada: 1. Drs. Lokot Harahap dan Bunda Netty Helena, BA., ayahanda dan ibunda yang senantiasa memberikan segala sentuhan kasih sayangnya yang tak ternilai, penulis tidak yakin penelitian ini akan rampung tanpa segala bentuk dukungan dan motivasi yang dicurahkan yang begitu tulus. 2. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai pemimpin yang tetap menjaga kampus ini tidak hilang daya kritis para mahasiswanya. 3. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai pendidik, dosen sekaligus bapak yang pantas digugu dan ditiru. 4. Dr. Euis Amalia, M.Ag, Ketua Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah dan Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, Sekretaris Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah, atas semua perhatian, teguran serta arahan yang sangat membangun dan bermakna. 5. Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, MA, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing, memberikan pemikiran-pemikiran, arahan, koreksi,serta saran hingga penulisan skripsi ini dapat selesai. 6. Dr. Muhammad. Taufiki, M.Ag, sebagai dosen pembimbing akademik penulis, yang sering diusik penulis untuk diluangkan watu dan diberikan pemikiran serta teguran dan bimbingannya. 7. Dr. Yayan Sopyan, Kanda M Fahmi Ahmadi, M.Si, Dr.Jenal Aripin, Kanda Ade Syukron Hanas, SH.I, Ihdi Karim Makin Ara, SH.I, Abdul Rasyid M, SS, M. Isnur, SH.I, Irsad Maulana, SH.I, kanda-kandaku yang senantiasa memberikan dedikasinya, pemikiraan dan waktunya untuk pengembanagan intelektual penulis. 8. Selurun Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang memberikan tauladan dan ilmu dan pandangan dan pemikirannya selama penulis berinteraksi dan menimba ilmu at this beloved campus. 9. Seluruh Staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta yang telah banyak membantu dalam mendapatkan bukubuku atau referensi lainnya yang berkaitan dengan skripsi ini. 10. Kakak Fathma Sylvana Dewi Harahap, S.T & Bang Firmanto beserta Bre Farhat Fadlurrahman Tyas, Bre Fathin Zafira Queena, Kakak Fithry Zulaikha Harahap, SE.Ak & Bang Sofyan Abdi Siregar, S.Sc beserta Bereku Hafiz Zakir Abdillah Siregar, Adinda Fakhruddin Ali Mansur Harahap, dan Adinda nan Imoet Fadhilah Khoirinnisa Harahap, do’a, dukungan, dan sapa mereka kapan lulus yang menjadi cambuk penyemangat bagi penulis. 11. Reva Arbano, SE.I, yang memberikan masukan dan meluangkan waktunya untuk sekedar berdiskusi bertukar fikiran tentang penelitian ini. 12. Anggoro, Staff Direktorat Pembiayaan Syariah Departemen Keuangan RI, yang telah bersedia memberikan data-data otenktik untuk penelitian ini. 13. Rekan-rekan seperjuangan di Perbankan Syariah khususnya PS A 2004 yang selalu menghadirkan kehangatan kebersaman dalam berfikir dan berbuat. 14. Arif Nur Prabowo, S.Psi, Ahmad Hafizullah Amin, SH.I, Faishal, S.Hum, M. Towil Akhiruddin, Mukhtar Effendi, Aep Saefullah, SH.I,Yudi Jenggot, Sofyan Hadi, Usep Romdhoni, Iwan Taunuzi, M Yan, dan seluruh Kawan-kawan Red Generation C21 dan kawan-kawan ITTC Darussalam, lanjutkan bisnis jumbo kita, till we can master the world. 15. Ahmad Rifai Fauzi, Agussalim, Ervin Nazar Lee, Cece, Faishal dan Bim-bim, kawan-kawan Majestic Generation MR. 22 IETC Arrisalah, yang selalu menegur penuh kebersamaan dan cita. 16. Sahabat-sahabat sehimpun serasa Himpunan Mahasiswa Islam, Bang Fakhruddin Muktar, Ahmad Muttaqin, Muhamamad Ali Fernandes, SH.I, Muhammad Hafiz, , Bang M Said Lubis, Asep Jubaeidillah,Fathul Arif, Raden Mas Zamroni, Sidiq, Dinur Darista, Teuku Mahdar Ardiansyah, Fauzul Azim, Hamdan Raziana, Bayu Purwananda, Asep Syamsuri, Irawati, Gita Prima Lestari, Nurisma Latri, Sarah Safira, Adi Putro, Rahmat Hamdani, Jhoni, Dwima, Aji, Asep Solahuddin, Febrina Naory Qisthy, Fithri Ristiani, and especially for Niken Febria Larasati, thanks very much atas doanya, serta seluruh Kanda, Yunda, Dinda, Pengurus dan Kader di Lingkungan HMI (LKBHMI, LEMI, LAPENMI) Cabang Ciputat yang telah mewarnai kehidupan, paradigma berfikir, menumbuhkan dedikasi penulis, menghadirkan canda tawa dan rasa kebersamaan yang tidak mudah dilupakan. 17. Dongan-dongan Armando Medan, Ridho Akmal Nasution, Andre Sinaga, Raidong Habibi Rambe, Irsyad Harahap, Slamet Lahir Bathin, Audi, marhahorasan hamu, ulang hamu lupa tu damang dainang dah! 18. Dan semua pihak yang telah memberi dukungan, spiritual, motivasi, moril dan materi hingga selesainya penelitian ini, yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Ciputat, 22 Juni 2009 M 28 Jumadis Tsani 1430 H Penulis DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR .................................................................................................. iv DAFTAR ISI ................................................................................................................ viii DAFTAR TABEL .................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xiii BAB BAB I II PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................... 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 6 D. Kajian Kepustakaan (Studi Review Terdahulu) .................................. 7 E. Kerangka Teori .................................................................................. 9 F. Kerangka Konseptual.......................................................................... 10 G. Metode Penelitian ............................................................................... 11 H. Sistematika Penulisan.......................................................................... 14 KONSEP SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA NEGARA MENURUT HUKUM ISLAM A. Tinjauan Umum tentang Negara.................................................. 16 1. Pengertian Sukuk Negara ..................................................... 16 2. Karakteristik Sukuk Negara ................................................. 19 3. Tujuan Penerbitan Sukuk Negara ......................................... 25 4. Pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan Sukuk ............... 26 B. Dasar Hukum Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara ........... 27 C. Jenis-jenis SBSN (Sukuk) ........................................................... 31 BAB III D. Perbedaan Konsep Dasar Obliagasi Konvensional dan Sukuk.............. 38 E. 41 Kebijakan Fiskal dalam Islam ............................................................. GAMBARAN UMUM PERTUMBUHAN SUKUK A. Landasan Historis Sukuk............................................................. 48 B. Penerbitan dan Perkembangan Sukuk di Beberapa Negara .......... 49 BAB IV 1. Pertumbuhan Sukuk di Beberapa Negara.............................. 49 2. Sukuk Korporasi .................................................................. 52 3. Sukuk Ritel .......................................................................... 55 4. Sukuk Global ....................................................................... 60 ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL ISLAM TERHADAP KEBIJAKAN PENERBITAN SERTIFIKAT BERHARGA SYARIAH NEGARA A. Kebijakan Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara sebagai Instrument Fiskal dalam Pembiayaan Defisit APBN ........................ 65 B. Analisa Kebijakan Fiskal Islam Terhadap Kebijakan Penerbitan Sertifikat Berharga Syariah Negara (SBSN) ................................. 71 1. Politik Ekonomi Kebijakan Fiskal Islam .................................. 71 2. Sukuk sebagai pengganti utang ......................................................78 3. Sukuk dalam Kebijakan Fiskal Islam............................................ 80 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan................................................................................. 89 B. Saran .......................................................................................... 92 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 1.1 : Perbandingan Sukuk dengan Obligasi ...................................................... 26 Tabel 2.1 : Deskripsi Penerbitan Sukuk Ritel ............................................................. 56 Tabel 3.1 : Pangsa Pasar Sukuk Global (20 Sovereign Terbesar) ............................... 63 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 : Tabulasi Penerbitan Sukuk Global (Berdasarkan Mata Uang) ............. Gambar 2.2 : Tabulasi Penerbitan Sukuk Global (Berdasarkan Jumlah 51 Penerbitan) ................................................................................. 51 Gambar 3.1 : Tabulasi Perkembangan Outstanding Sukuk Korporasi .............. 52 Gambar 4.1 : Diagram Bentuk Penerbitan Sukuk.............................................. 54 Gambar 5.1 : Diagram Volume Pemesanan Sukuk Ritel.................................... 57 Gambar 5.2 : Diagram Jumlah Investor Sukuk.................................................. 57 Gambar 6.1 : Diagram Penggolongan Profesi Investor Sukuk Ritel.................. 58 Gambar 6.2 : Diagram Jumlah Pemesanan Pembelian........................................ 58 DAFTAR LAMPIRAN 1. Lampiran 1 UU No.19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara 2. Lampiran 2 Fatwa DSN No: 69/DSN-MUI/VI/2008 3. Lampiran 3 Fatwa DSN No: 72/DSN-MUI/VI/2008 4. Lampiran 4 Pencatatan Sukuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi dalam kaca mata islam memiliki kode etik yang bisa memelihara kejernihan aturan Tuhan, sehingga membuat kegiatan atau transaksi tersebut sebagai mediator dalam membentuk masyarakat yang saling mengutungkan dan bermanfaat satu sama lain. Untuk membuat sistem ekonomi yang kuat dan kokoh dibutuhkan prinsip-prinsip hukum yang dapat menyulut tegaknya sistem ekonomi tersebut. Taqiyuddin An-Nabhani mengemukakan bahwa ekonomi Islam berdiri atas tiga kaidah: kepemilikan (property), pengelolaan (tasarruf), serta distribusi kekayaan.1 Dan ada tiga karakter yang lekat pada ekonomi Islam; Pertama, diilhami dan bersumber dari al-Qur'an dan Sunnah. Kedua, memandang bahwa peradaban Islam sebagai sumber prespektif dan wawasan ekonomi yang tidak ada dalam tradisi filosofis sekuler. Ketiga, bertujuan menemukan dan menghidupkan kembali nilai ekonomi, prioritas,dan adat-istiadat umat muslim.2 Dewasa ini perkembangan keuangan syariah di Indonesia, sebagai gerakan kemasyarakatan mulai menapak keberhasilan. Namun perkembangan selanjutnya 1 Taqyudin an-Nabhani,An-Nidzam al-Iqtishody fil Islam, Munawwar Ismail (terj), Membangun Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (Surabaya:Risalah Gusti, 2000) cet.i, hal. 30 2 John L. Esposito, Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic Word, terj. Eva.Y.N, Femy. S, dkk., Ensiklopedi Oxfor Dunia Islam Modern, (Bandung:Mizan, 2001), cet. i, hlm. 1. sehingga lembaga keuangan bisa berperan penting dan signifikan yang ditunjukkan oleh indikator nilai asset dan pangsa pasar, membutuhkan langkah-langkah terobosan, antara lain berwujud Undang-undang Perbankan Syariah. Legislasi ini membutuhkan perjuangan politik. Dan perjuangan politik ini membutuhkan dukungan empiris, yaitu bukti kinerja lembaga keuangan syariah bukan saja bisa bekeja (workable), tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat luas sesuai dengan prinsip rahmatan lilialamin. Pada dasarnya ada tiga prosedur yang perlu ditempuh dalam pelaksanaan syariat islam, khususnya di bidang ekonomi. Pertama, adalah prosedur ilmiah, melalui proses rasionalisasi dan objektivitas. Kedua, kontekstualisasi budaya dan masyarakat. Dan ketiga, harus diperjuangkan secara demokratis. Dalam perjuangan tersebut, diperlukan perjuangan politik, termasuk dalam legislasi syariah menjadi hukum positif.3 Dalam struktur hukum Indonesia, Undang-undang menempati posisi kedua setelah Undang-undang Dasar 1945. Artinya Undang-undang menjadi peraturan baku yang menjadi sumber hukum dari aktivitas atau kegiatan di berbagai ranah kehidupan di sebuah Negara. Berkenaan dengan ekonomi dan keuangan syariah, Alquran dan Hadis menjadi dasar aturan normatif, sedangkan Undang-undang menjadi panduan hukum praktis. Menilik tujuan dari perekonomian Islam, Umer Chapra dalam bukunya The Economic Challenge menegaskan, ekonomi Islam bertujuan 3 M Dawam Rahardjo, Menegakkan Syariah Islam di Bidang Ekonomi,disampaikan pada Acara Orasi Ilmiah Program Pasca Sarjana Universiatas Muhammadiyah Jakarta, pada mata kuliah “ Islam dan masalah-masalah Kontemporer” di Jakarta tanggal 18 Januari 2003. menciptakan kefalahan. Falah artinya sejahtera di dunia dan akhirat.4 Maka peranan pemerintah Indonesia dan para legislator dituntut untuk membentuk Undang-undang untuk mendorong stimulus fiskal yang berdasarkan keuangan syariah sangat diperlukan ditengah resesi ekonomi dunia yang tengah melanda saat ini demi menghadirkan kefalahan di tengah masyarakat. Berkaca pada pemerintah di beberapa negara juga telah menyatakan kesiapannya untuk mengeluarkan paket stimulus fiskal yang cukup substansial yang ditujukan untuk mendorong permintaan masyarakat, peningkatan pengeluaran infrastruktur, dan pemotongan sementara pajak yang terkait dengan investasi swasta. Terutama di beberapa negara di kawasan Asia seperti China, India telah mengeluarkan paket stimulus ekonomi dalam bentuk peningkatan pengeluaran infrastruktur dan pengurangan pajak. 5 Keuangan syariah dunia yang digagas oleh para pakar ekonomi syariah yang diharapkan mampu menjadi prinsip alternatif untuk menyelamatkan dunia dari krisisi ekonomi global. Bila ditinjau dari perspektif pasar global, dengan jumlah populasi penduduk muslim di seluruh dunia yang mencapai 1,5 miliar yang merupakan 29% dari keseluruhan penduduk dunia yang berjumlah 6,3 miliar pada akhir tahun 2006, maka selayaknya potensi ekonomi Islam dalam pasar global juga sebesar 24 % dengan perkiraan nilai kapitalisasi sebesar US$ 9,36 miliar. Tetapi pada 4 Sharing, Majalah Ekonomi dan Bisnis Syariah, Berkah Duo UU untuk Ekonomi Indonesia, edisi 20 Thn II, Agustus 2008, hal.3 5 Endy Dwi Tjahjono, dkk., Outlook Ekonomi Indonesia Krisis Finansial Global dan Dampaknya terhadap Perekonomian Indonesia 2009-2014, Biro Riset Ekonomi Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia diakses dari http://www.bi.go.id kenyataannya untuk akhir tahun 2006 penetrasi pasar modal yang berbasis Islam hanya mampu meraih US$ 400 miliar saja, dengan dana yang dimiliki oleh umat Islam yang berinvestasi di pasar global yang mencapai US$ 1,3 triliun. Dari urain diatas tampak terdapat perbedaan yang besar dengan pasar modal global yang diestimasikan berada pada kisaran US$ 39 triliun dengan komposisi 39% dikuasai oleh pasar modal Amerika dengan kemampuan menyerap dana sebanyak US$ 15,2 triliun. Oleh sebab itu perbedaan yang mencolok ini diharapkan dapat dikejar oleh sistem ekonomi Islam dengan potensi perkembangan pasar modalnya yang bertumbuh sekitar 15- 20% per tahun (ICM, 2004). Indonesia sebagai Negara yang memiliki populasi muslim terbesar di dunia memilik potensi untuk menyerap dana investor timur tengah dan lainnya, dan juga mempunyai prospek yang menjanjikan untuk mengejar ketinggalan pasar keuangan syariah. Untuk itu diharapkan peranan pemerintah Indonesia untuk mendorong keuangan syariah, saat ini ada kemajuan dalam political will yang kongkrit dari pemerintah Indonesia untuk lebih mengembangkan keuangan syariah dengan disahkannya UU No. 19 tentang Sertifikat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan dikeluarkannya empat draft Fatwa Dewan Syaraih Nasional-Majelis Ulama Indonesia untuk mendukung legislasi penerbitan SBSN tersebut sesuai dengan sharia proceed dan UU No. 21 tentang Perbankan Syariah. Ekspektasi pada konsep penerbitan SBSN dapat dijadikan sebagai Instrumen fiskal yang dapat mengurangi defisit Anggaran Pembiayaan dan Belanja Negara, dan menjadi instrument yang diandalkan yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi khususnya di bidang pengembangan infrastruktur serta fasilitas umum. Infrastruktur merupakan aset pemerintah yang dibangun dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat, seperti jalan raya, jembatan, pertamanan, gedung kantor, rumah sakit, dan sebagainya.6 Berbagai harapan dari kebijakan pemerintah menerbitan Surat Berharga Syariah Negara sebagai salah satu instrument kebijakan fiskal adalah untuk mewujudkan kefalahan salah satunya seperti pengembangan infrastruktur dan berbagai fasilitas umum sebagaimana tersebut dia atas yang dapat dirasakan masyarakat luas. Bertumpu pada uraian yang penulis paparkan di atas, penulis memandang perlu mengadakan penelitian untuk melakukan suatu pembahasan yang komprehensif tentang kebijakan pemerintah untuk mendapatkan dana (red.berutang) dari investor luar negeri dan investor domestik, serta prioritas distribusi pembiayaan dari dana yang didapatkan dari penerbitan Surat Berharga Syariah Negara sebagai salah satu instrument pembiayaan deficit APBN dalam sebuah kajian kebijakan fiskal islam. Pembahasan ini dituangkan dalam sebuah skripsi berjudul: “KEBIJAKAN PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SBSN) SEBAGAI 6 Purwoko, Analisis Peluang Penerbitan Obligasi Daerah Sebagai Alternatif Pembiayaan Infrastruktur Daerah, Kajian Ekonomi dan Keuangan, (Jakarta : Pusat Pengkajian Ekonomi dan Keuangan BAPEKKI Depkeu RI, 2005), Edisi Khusus November, h.29 INSTRUMENT PEMBIAYAAN DEFISIT APBN" (Analisis Kebijakan Fiskal Islam) B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Berkaitan dengan apa yang telah diutarakan di atas agar tulisan ini terarah dan mencapai tujuan yang diharapkan, maka penulis membatasi penulisan skripsi ini fokus pada arah implikasi hukum otoritas suatu negara dalam meminjam dana (berutang) kepada pihak asing dalam perspektif kebijakan fiskal islam. Dan ke arah mana seharusnya pembiayaan diprioritaskan dana asing yang didapatkan melalui kebijakan Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara. Rumusan masalah yang dikemukakan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Bagaimana kedudukan SBSN sebagai instrumen pembiayaan defisit APBN dalam Kebijakan Fiskal Islam ? 2. Bagaimana seharusnya prioritas pembiayaan dari dana asing yang didapatkan melalui kebijakan Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana implikasi hukum otoritas suatu negara berutang dari pihak asing untuk mengurangi degisit APBN? 2. Untuk memperoleh analisa penjelasan yang komprehensif tentang arah pendanaan/pembiayaan dari kebijakan Pemerintah Indonesia menerbitkan SBSN Manfaat dari Penelitian ini: 1. Masyarakat Memberikan informasi yang komprehensif tentang analisa kebijakan Pemerintah Indonesia menerbitkan SBSN dalam kajian Kebijakan Fiskal Islam dan arah distribusi yang tepat dari dana yang didapatkan dari pihak asing. 2. Akademik Memberikan sumbangsih hasil pemikiran tentang pasar modal khususnya sukuk Negara dan analisa kebijakan kebijakan fiskal islam tentang penerbitan SBSN, dan juga menambah literature kepustakaan khususnya mengenai sukuk Negara. 3. Penulis Menambah wawasan mengenai kebijakan Negara dalam skala makro untuk mendukung iklim investasi khususnya pada keuangan syariah. D. Kajian Kepustakaan ( Studi Review Terdahulu) Penelitian ini pada dasarnya mengangkat tema yang tergolong bukan hal yang baru, namun penulis mencoba menyajikan permasalah yang berbeda dengan penelitian yang lain. Penulis akan menjelaskan kedudukan penelitian yang penulis ketengahkan. Sejauh manakah penelitian ini otentik dan orisinil. Berikut, penulis sajikan beberapa anotasi dari beberapa hasil penelitian sebelumnya yang punya kedekatan tema dan mungkin berkaitan dengan skripsi ini. Penelitian pertama yang dilakukan ole Amelia Febriani dari Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ( Juni 2005) berjudul “Obligasi Syariah” ; Studi Analisis Fatwa DSN MUI , yang dilakukan pada tahun 2005 ini fokus pada penjelasan aplikasi dan perbedaan Obligasi Obligasi Konvensional dan Obligasi Syariah dan Analisis Fatwa DSN-MUI tentang obligasi Syariah serta aplikasinya. Dari sisi metode penelitian, penelitian yang dilikukan oleh Amelia Febriani menggunakan pendekatan normatif empiris. Kemudian instrument pengumpulan data yang digunakan adalah melalui studi pustaka, Alquaran dan Hadis, buku-buku, surat kabar dan juga dengan menggunakan wawancara, dengan mewawancarai nara sumber terkai seperti anggota DSN-MUI dengan metode kualitatif. Penelitian yang ditulis oleh Amelia Febriani, jelas berbeda dengan yang penulis bahas. Perbedaannya terletak pada objek penelitian, objek penelitian yang penulis angkat disini adalah sukuk Negara/surat berharga syariah Negara. Penelitian kedua yang dilakukan oleh Siti Anugrah Hasanah dari Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial dilaksanakan pada tahun 2006 berjudul Analisis Comparative Profitabilitas, Solvabilitas, dan Return Saham terhadap penerbitan Obligasi Syariah ini berkonsentrasi pada uji kinerjaa perusahaan yang digambarkan oleh rasio Profitabilitas, Solvabilitas, dan Return saham. Sebuah studi empiris pada perusahan Penerbit Obligasi Syariah tahun 2002 sampai dengan 2004. Dari segi penelitian, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang diukur menggunakan abnormal return disekitar obligasi syariah dan pembahasan dampak Obligasi Syariah terhadap pasar saham. Penelitian yang diteliti oleh Siti Anugrah Hasanah jelas berbeda dengan penelitian yang penulis sajikan. Objek penelitian yang penulis sajikan adalah Surat Berharga Syariah Negara/sukuk Negara dan analisa pengesahan undangundang yang menaunginya dan potensi sukuk Negara bagi perkembangan ekonomi makro, sedangkan Siti Anugarah Hasanah terfokus pengaruh obligasi syariah dalam pasar modal dengan instrument data yang diproleh dengan studi empirik dari perusahaan penerbit obligasi syariah. E. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual 1. Kerangka Teori Teori merupakan pengarah atau petunjuk dalam menentukan tujuan dan arah penelitian. Teori menurut Robert K Yin, sebagaimana disarikan oleh Dr. H. Tan Kamelo, SH.,MS., menyatakan sebagai berikut: “Theory means the design of research steps according to some relationship to the literature, policy issues or orther substance source”7. Teori adalah serangkaian atau keterangan yang saling berhubungan dan tersusun dalam sistem deduksi, yang mengemukakan penjelasan atas suatu gejala. Sukuk adalah suatu catatan pengakuan atas suatu property dan jenis lainnya8, dan Pengertian SBSN menurut UU Nomor19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara adalah: "surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip 7 Dr. H. Tan Kamelo, SH, MS, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung : Alumni, 2004) hal. 2 syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. 9 Fungsi teori dalam suatu penelitian adalah untuk memberikan pengarahan pada penelitian yang dilakukan. Dengan kata lain dengan adanya teori, penelitian yang dilakukan agar terarah dan terfokus dari teori yang dimunculkan. Penelitian kali ini terfokus pada pembahasan Surat Berharga Syariah Negara yang diterbitkan pemerintah sebagai instrumen pembiayaan defisit APBN. Dan bagaimana sebenarnya perspektif kebijakan fiskal islam menerangkan dibolehkan atau tidaknya sebuah negara berutang dalam rangka mengurangi defisit APBN. 3. Kerangka Konseptual Kemaslahatan manusia, baik bersifat individu maupun yang terkait dengan kelompok (masyarakat), sangat ditentukan oleh perkembangan lingkungan dimasa kapan mereka hidup. Masyarakat senantiasa berubah, karena tidak ada satu masyarakat yang berhenti pada satu titik tertentu dalam membentuk peradabannya sepanjang zaman. Contoh paling kongkrit telah terjadi perubahan dalam bentuk transaksi dari bentuk: 1. Barter, 8 Al Munjid, Fil-lughoh wal-A’lam, (Beirut : Darul Masyriq Al-Maktabah a-Syarkiyyah, 2002), cet. 39 hal- 430-431 2. Jual beli barang, 3. Jual beli Jasa 4. Jual beli Saham (Sekuritas) 5. Jual beli Obligasi Begitu juga dengan tempat dimana transaksi jual beli itu dilakukan, telah banyak mengalami inovasi sesuai dengan kebutuhan seseorang atau suatu komponen masyarakat bahkan suatu Negara untuk tujuan menyelenggarkan kesejahteraan, bermula dari: 1. Pasar Traditional 2. Mini Market, Fanchise Shop, Plaza, Mall 3. Bank 4. Investasi, saham, reksadana, obligasi dan sukuk Dan perlu digarisbawahi,perubahan masyarakat tersebut dapat mengenai nilainilai sosial, pola-pola keprilakuan, organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyrakatan, kekeuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya. Perubahan tersebut dapat membawa nilai-nilai positif terhadap masyarakat dan dapat pula membawa kepada nilai-nilai negative.10 Mengaca pada kondisi perekonomian global saat ini, mengingatkan kita pada tulisan Helmut Schmidth, bahwa “ ekonomi dunia tengah memasuki fase yang sangat tidak stabil dan masa mendatang sama 9 Pasal 1 UU No 19 Tahun 2008 tentang Sertifikat Berharga Syariah Negara Departemen Keuangan Repubik Indonesia sekali tidak menentu”.11 Sehingga upaya pemulihannya harus tetap diupayakan. Pasca krisis moneter tahun 1997-1998 yang melanda sistem moneter dan perbankan Indonesia, rupiah terpuruk ditelan dolar yang melumpuhkan ekonomi Indonesia dan sampai saat ini Indonesia belum bisa dikatakan telah pulih betul dari dampak krisis tersebut. F. Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Secara keseluruhan jenis penelitian yang dilakukan pada penulisan skripsi ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan perhitungan matematis, statistik dan sebagainya, melainkan menggunakan penekanan ilmiah12 atau temuan-temuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi. Bilamana terdapat ilustrasi yang menunjukkan data-data berupa angka-angka dan tabulasi, hal tersebut dimaksudkan untuk lebih mempertajam analisa dan menguatkan argumentasi penelitian. Dan pendekatan penelitian pada skripsi ini adalah analisis deskriptif. 2. Metodologi 10 11 Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta : Rake Sarasin, 1990), hal. 46 Helmut Schemidt, The Structure of The World Product, (Germany : Foreign Affair,1974). hal. 437 12 Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ed: revisi (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1997), cet ke-8, h. 6 Metodologi penelitian adalah cara untuk menjawab dan memecahkan masalah yang timbul dalam perumusan masalah. Penulisan ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan. a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Yaitu suatu penelitian yang bertujuan mendapatkan data sekunder dengan cara melakukan penelaahan terhadap beberapa buku literature Fiqh, Undang-undang, Jurnal, tulisan ilmiah yang berkaitan dengan bahanbahan tertulis yang berkaitan dengan penelitian. b. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian kepustakaan ini adalah data sekunder, dan bahan-bahan penelitian yang digunakan adalah: 1) Bahan Primer a. Undang-undang Republik Indonesia No. 19 tentang Surat Berharga Syariah Negara b. Undang-undang Republik Indonesia No. 21 tentang Surat Berharga Syariah Negara tentang Perbankan Syariah c. Fatwa Nomor: 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal d. Fatwa Nomor: 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara e. Fatwa Nomor: 70/DSN-MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara f. Fatwa Nomor: 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back g. Fatwa Nomor: 72/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara Ijarah Sale and Lease Back h. Data-data resmi dari Direktorat Pengelolaan Utang Negara dan Pembiayaan Syariah Departemen Keuangan Republik Indonesia 2) Bahan Sekunder a. buku-buku mengenai instrument pasar modal syariah, khususnya mengenai Sukuk Negara b. artikel, majalah, jurnal perbankan, karya ilmiah, dan bahan-bahan penelitian yang relevan terhadap penulisan skripsi ini. 3). Bahan Tertier a. Kamus Ekonomi b. Data-data elektronis (dari Internet). 3. Teknik penulisan Teknik penulisan dalam penelitian ini penulis menggunakan buku Pedoman Penulisan skripsi tahun 2007 yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah & Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. G. SISTEMATIKA PENULISAN Dalam sistematika penulisan akan kami paparkan dibawah ini; BAB I: Pada bab ini diawali dengan Latar belakang masalah, Pembatasan dan perumusan masalah, Tujuan dan manfaat penelitian, Kajian kepustaan (studi review terdahulu), Kerangka konseptual, Metode penelitian, dan Sistematika penulisan. BAB II: Dalam bab ini akan dibahas Konsep sukuk Negara menurut hokum islam yang dimulai dari tinjauan Umum tentang sukuk negara, yang meliputi Pengertian sukuk negara, Karakeristik sukuk negara, Tujuan penerbitan sukuk Negara, dan Pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan sukuk, dilanjutkan dengan pembahasan Dasar hukum penerbitan SBSN, Jenis-jenis SBSN, Perbedaan konsep dasar obligasi konvensional dan sukuk , Kebijakan Fiskal Islam. BAB III: Dalam bab ini dibahas Gambaran umum pertumbuhan sukuk, dilanjutkan Penebitan dan Perkembangan sukuk di beberapa Negara, yang diuraikan dengan penjelasan pertumbuhan sukuk di beberapa Negara, pertumbuhan sukuk korporasi, sukuk ritel, dan sukuk global. Bab IV: Bab ini adalah inti dari pembahasan pada skripsi ini yang menerangkan kebijakan perbitan SBSN sebagai instrument fiskal dalam pembiayaan defisit APBN dan dilanjutkan dengan analisis Kebijakan Fiskal Islam terhadap kebijakan penerbitan SBSN. BAB V: Pada bab terakhir dari rangkaian skripsi ini akan berisi kesimpulan dan saran, untuk menerangkan dan menjawab pertanyaan dari masalah yang dirumuskan. BAB II KONSEP SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA MENURUT HUKUM ISLAM A. Tinjauan Umum tentang Sukuk 1. Pengertian Sukuk Kata sukuk berasal dari bahasa Arab dari fi’il َُ - َ( ﺹshokka – yashukku) dan bentuk masdarnya adalah َّ( ﺹshokkun), dan bentuk jamaknya adalah ٌﺹُُْك (shukûk) yang artinya dokumen, piagam, akte13. Dalam Kamus Bahasa Arab AlMunjid disebutkan; sukuk berasal dari bentuk mufrod ; َ( ﺹshokkun), dan bentuk jamaknya ; ُ( أَﺹashukkun) –ٌ( ﺹُُْكshukûk) – ٌ ﺹَِكshikâk yang definisinya adalah kitabul iqraar bil-maali aw ghoiru dzalik, artinya : suatu catatan pengakuan atas suatu property dan jenis lainnya14, dan dalam istilah lain disebutkan juga sukûk istitsmâr (َِِْْرl ٌ ) ﺹُُْكyang artinya secara etimologi adalah sertifikat investasi. Akan tetapi sejumlah penulis barat tentang sejarah perdagangan Arab abad pertengehan memberikan kesimpulan bahwa kata shakk merupakan kata dari suara Latin ”Cheque” yang biasa digunakan pada perbankan kontemporer.15 Secara terminologi sukuk memiliki berbagai definisi, yang didefinisikan oleh beberapa instansi atau lembaga yang concern dan berwenang, sebagai 13 berikut : AW. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya : Pustaka Progressif ,2002), Cet ke-25, , hal. 787 a. Accounting and Auditing Organisaton for Islamic Financial Institution (AAOIFI) 16 Sesuai dengan Sharia Standard No.17 tentang Investment menyatakan definisi sukuk adalah: “Investment sukuk are certificates of equal value representing undivided shares in ownership of tangible assets, usufruct and services or (in the ownership of) the assets or particular projects or special investment activity, however, this is true after receipt of the value of the sukuk, the closing of subcription and the employment of funds received for the purpose for which the sukuk were issued.” Artinya Sukuk adalah sertifikat dengan nilai yang sama dengan bagian atau seluruhnya dari kepemilikan harta berwujud nyatauntuk mendapatkan hasil dan jasa di dalam kepemilikan asset dari proyek tertentu atauaktivitas investasi khusus, sertifikat ini berlaku setelah menerima nilai sukuk, di saat jatuh tempo dengan menerima dana seutuhnya sesuai dengan tujuan sukuk. b. Bapepam-LK17 Dalam Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah, Sukuk didefinisikan sebagai efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan 14 Al Munjid, Fil-lughoh wal-A’lam,, (Beirut : Darul Masyriq Al-Maktabah a-Syarkiyyah, 2002), cet. 39 hal- 430-431 15 Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, h.136 16 Mohd Daud Bakar. Round-table Discussion on Internasional Islamic Sovereign Bond (Sukuk), Foreign Debt Division Directorate of Internasional Affair Bank Indonesia 2006, h.129. 17 Tim Studi Standar Akuntansi Syariah di Pasar Modal, Studi Standar Akuntansi Syariah Di Pasar Modal Indonesia, BAPEPAM 2007. h.10. atau tidak erbagi atas: kepemilikan asset berwujud tertentu, nilai manfaat dan jasa atas asset proyek tertentu. c. DSN-MUI18 Definisi Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dapat kita temukan juga dalam Fatwa Dewan MUI/VI/2008 disebutkan Syariah Nasional (DSN) No. 69/DSN- pengertian (SBSN) adalah: “Surat Berharga Syariah Negara atau dapat disebut sukuk negara adalah Surat Berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian kepemilikan aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.” e. Direktorat Pembiayaan Syariah Departemen Keuangan19 Sukuk adalah sertifikat yang bernilai sama yang mewakili kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu asset berwujud, nilai manfaat (usufruct), atau kepemilikan atas asset dari proyek tertentu atau kegiatan investasi tertentu, dan sukuk tidak memberikan bunga melainkan imbalan, margin, atau bagi hasil dan penerbitannya sukuk memerlukan underlying asset sehingga benar-benar aman dari riba. f. Undang-undang Nomor19 Tahun 2008 20 18 Fatwa DSN No:69/DSN-MUI/VI/2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara. Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah, Mengenal Sukuk Instrumen Keuangan Berbasis Syariah, Brosur Departemen Keuangan. 20 Pasal 1 UU No 19 Tahun 2008 tentang Sertifikat Berharga Syariah Negara Departemen Keuangan Repubik Indonesia 19 Pengertian SBSN menurut UU Nomor19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara adalah: "surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Yang mana aset SBSN adalah Barang Milik Negara (BMN)". Dan untuk memberikan yang pengertian yang komprehensif, penulis menyajikan terminologi umum tentang sukuk sebagai berikut: 1. SBSN atau Sukuk Negara adalah surat berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap asset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. 2. Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi hasil atau margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai dengan akad penerbitan SBSN; yang diberikan kepada pemegang SBSN sampai dengan berakhirnya periode SBSN. 3. Asset SBSN adalah obyek pembiayaan SBSN dan / atau Barang Milik Negara yang memeiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/ atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN. 4. Wali Amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang SBSN sesuai dengan yang diperjanjikan. 5. Perusahaan penerbit SBSN adalah Badan Hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN. 2. Karakteristik sukuk Pada dasarnya Instrument Obligasi dan Sukuk mempunyai banyak persamaan namun dalam berbagai hal terdapat juga perbedaan-perbedaan mendasar yang menjadi ciri khusus kedua instrumen keuangan tersebut, yakni: Sukuk merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud (tangible) atau hak manfaat (beneficial title) dari suatu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk, sedangkan bila dibandingkan dengan obligasi, dapat disimpulkan bahwa obligasi merupakan instrumen utang.21 Dan sudah jelas dinyatakan dalam terminologinya; Sukuk tidak mewakili sebuah hutang yang diserahkan kepada emiten oleh pemegang sertifikat. Sukuk diterbitkan berdasarkan sebuah kontrak yang dirujuk sesuai dengan peraturan syariah yang mengatur penerbitan dan perdagangannya. Perdagangan sukuk tergantung kepada syarat-syarat yang mengatur perdagangan hak yang mewakilinya. 22 21 Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Tanya Jawab Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk Negara) Instrumen Keuangan Bebasis Syariah, (Jakarta : Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta ), cet I, hal. 11 22 Cecep Maskanul Hakim Obligasi Syariah Kendala dan Prospek, Peneliti Bank Yunior Biro Perbankan Syariah, Brosur Bank Indonesia. Pengunaan dana hasil penjualan Sukuk juga tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Berbeda dengan proceed obligasi dapat digunakan secara bebas tanpa memperhatikan ketentuan syariah.23 Penerbitan sukuk memerlukan adanya underlaying transaction sebagai dasar penebitan, sedangkan obligasi tidak memerlukan underlaying tansaction tersebut. Penghasilan yang diberikan sukuk bukan berupa bunga melainkan berupa imbalan/sewa, bagi hasil atau margin, sedangkan penghasilan oblogasi berupa bunga yang merupakan harga dari uang. Penerbitan sukuk pada umumnya memerlukan SPV24 sebagai penerbit, sedangkan obligasi diterbitkan secara langsung oleh obligor. Dan perlu dipahami, bahwa sukuk merupakan instrumen penyertaan sementara obligasi adalah adalah instument utang.25 Seperti yang diketahui penerbitan SBSN ditujukan untuk membiayai defisit APBN, dalam hal ini berarti SBSN memiliki fungsi yang sama dengan SUN atau obligasi konvensional yang diterbitkan pemerintah, yaitu sama-sama menjadi instument yang membiayai defisit APBN. Namun yang terjadi pada SUN disini tidak semua komponen yang diterbitkan menghasilkan pendapatan, hal inilah yang membedakan dengan SBSN. Dalam hal ini SBSN haruslah memiliki alur pendapatan, 23 24 Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, hal. 12 Special Purpose Vechicle: Badan hukum yang didirikan khusus untuk kepentingan penerbitan sukuk yang memiliki fungsi sebagai; penerbit sukuk, counterpart pemerintah dalam transaksi pengalihan asset, bertindak sebagai wali amanat (trustee) yang mewakili kepentingan investor. yaitu jika ada uang atau harta yang dikeluarkan maka ada pendapatan yang dihasilkan dalam konteks penerbitan SBSN, artinya dana yang dihimpun dari SBSN sebaiknya di alokasikan untuk membiayai proyek negara yang jelas, seperti pembangunan infrastruktur negara.26 SBSN dalam penerbitannya di Indonesia sekarang banyak menggunakan skim jual dan sewa balik (buy and lease back), artinya pemerintah menjual asetnya dan menyewa kembali, ini merupakan bentuk ijarah mumtahia bit-tamliik yang dalam aplikasinya terdapat tambahan akad, yaitu akad ba’i dan adanya perjanjian untuk tidak menjual kembali aset yang telah dibeli (wa’ad) sesuai dengan proses penerbitan SBSN yang ada sekarang, Dalam penerbitannya SBSN bersandar pada Konsep Keuangan Islam (Islamic finance) dimana didalamnya terdapat prinsip moralitas dan keadilan, oleh karena itu sesuai dengan dasar operasionalnya yakni syariah Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits serta Ijma’ (hasil kesepakatan para ahli), instrumen pembiayaan syariah harus selaras dan memenuhi prinsip-prinsip syariah,27 yaitu antara lain transaksi yang dilakukan oleh para pihak harus bersifat adil, halal, dan maslahat. Begitu juga Penerbitan SBSN haruslah sesuai dengan syariah dan terbebas dari unsurunsur berikut: 25 Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, hal. 11 Arlyana dkk, Round-table Discussion on Internasional Islamic Sukuk, Foreign Debt Division Directorate of Internasional Affair Bank Indonesia, 2005, h.154-155. 27 Mustafa Kamal Rokan ”Konsep Dasar Keuangan Islam” Diakses pada tanggal 28 Juli 2008 http://www.waspada.co.id Menggunakan Joomla!. 26 a. Riba, yaitu suatu keuntungan moneter yang tanpa ada nilai imbangan yang ditetapkan untuk salah satu dari dua pihak yang mengadakan kontrak dalam pertukaran dua nilai moneter.28 Dalam definisi lain disebutkan yakni, tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang yang diperhitungkan dari pokok pinjaman Para fuqoha membagi riba menjadi riba dua yakni riba al-nasiah dan riba al-fadl. Secara garis besar dari pandangan empat mazhab utama sunni, Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali berpendapat: 1. Riba al-fadl terjadi ketika, dalam transaksi kontan (tangan ke tangan ), ada tambahan pada salah satu dari nilai-nilai imbangan yang tergolong sejenis dan kedua nilai imbangan itu: (i) dapat ditakar (Hanafi); (ii) dapat berupa mata uang atau makanan yang dapat sisimpan untuk manusia (Maliki); (iii) dapat berupa mata uang atu bahan makanan (Syafi’i); dan (iv) dapat berupa mata uang atau barang yang dapat ditimbang dan ditakar (Hanbali). 2. Riba nasi’ah terjadi bila penyerahan salah satu jual beli yang melibatkan nilainilai imbangan yang ditangguhkan dalam suatu transaksi jual beli yang melibatkan nilai-nilai imbangan yang rentan terkena riba. Nilai-nilai imbangan yang dimaksud berupa: (i) barng-barang dari satu jenis atau keduanya dapat ditimbang dan ditakar (Hanafi); (ii) makanan yang bisa disimpan untuk manusia, atu keduanya bisa berupa uang (Maliki); (iii) keduanya adalah bahan makanan, atu keduanya adalah mata uang (Syafi’i); atau (iv) keduanya dapat ditakar, atau ditimbang, atau berupa mata uang 28 Mervyn K. Lewis & Latifa M. Algaoud, Perbankan Syariah: Prinsip, Praktik dan Prospek, (Hanbali).29 Dan dapat diringkas dengan definisi lain yakni, riba yang timbul akibat hutang-piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko dan hasil usaha muncul besama biaya. Riba ini muncul akibat perbedaan, perubahan, atau tambahan antara barang yang diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan kemudian. b. Maysir, yaitu unsur spekulasi, judi, dan sikap untung-untungan; dan c. Gharar, yaitu unsur ketidakpastian yang antara lain terkait dengan penyerahan, kualitas, kuantitas dan sebagainya. Dan perlu diketahui bahwa akad yang yang paling sering digunakan pada penerbitan SBSN di Indonesia adalah skim ijarah, dan karakteristik pada SBSN dengan skim ijarah adalah sebagi berikut: 1. Terlengkapinya rukun-rukunnya sebagaimana berikut: a. pemberi sewa / pemberi jasa (mu’jir) b. penyewa / pengguna jasa (musta’jir) untuk memperoleh manfaat atas Objek yang disewakan. c. obyek yang disewakan (ma’jur) yang dikuasai oleh mu’ajir dimana musta’jir membayar harga Sewa (ujrah) kepada mu’ajir untuk jangka waktu tertentu. (Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), cet.i, h.51 29 Abdullah Saeed, PhD, Menyoal Bank Syariah : Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis, (Jakarta : Paramadina, 2006), cet. iii, h. 47 Dalam hal ini rukun tergantung dengan akad yang dipakai, karena pada saat ini Indonesia menggunakan ijarah, maka rukunnya yang digunakan adalah seperti diatas. 2. Syarat, meliputi hal-hal sebagai berikut: a. barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah; b. harga barang dan jasa harus jelas; c. tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi; d. barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan karena tidak boleh menjual barang yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short selling dalam pasar modal. 30 Disini penulis menyimpulkan, Karakteristik sukuk negara atau SBSN sebagai instrumen keuangan berbasis syariah secara umum diterbitkan dengan berlandaskan beberapa prinsip di bawah ini: a. Sukuk adalah sertifikat bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat (beneficial title), dan sukuk tidak mewakili utang dari orang yang diberi utang oleh penerbit kepada pemegang sukuk, tetapi merupakan pemegang sertifikat yang berbagi return.31 b. Imbal hasil sukuk berupa sewa, margin, atau bagi hasil. 30 h.223. Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta : Ekonisia, 2003), c. Bebas dari unsur, gharar, maysir, yaitu dokumen prospektus yang menawarkan sukuk harus menggambarkan keterbukaan secara menyeluruh agar terhindar dari kekeliruan (jahalah). d. Memerlukan SPV (Special Purpose Vehicle). e. Menggunakan underlying asset.32 f. Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip syariah 3. Tujuan Penerbitan Sukuk Negara (SBSN) Penerbitan sukuk bagi pemerintah sesuai dengan Undang-undang No 19 Tahun 2008, ditujukan untuk membiayai APBN termasuk membiayai proyek-proyek negara yang telah disetujui oleh negara. Di bawah ini merupakan tujuan diterbitkannya SBSN atau sukuk negara: a. Memperluas basis sumber pembiayaan anggaran negara b. Mendorong pertumbuhan dan pengembangan pasar keuangan syariah di dalam negeri c. Menciptakan benchmark di pasar keuangan syariah baik dalam negeri maupun luar negeri d. Memperluas dan mendiversifikasi basis investor e. Mengembangkan alternatif instrumen investasi f. Mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara 31 Nurul Huda, Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Padar Modal Syariah, (Jakarta : Kencana, 2007), h.162. 32 Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah, Mengenal Sukuk Instrumen Keuangan Berbasis Syariah, Brosur Departemen Keuangan Republik Indonesia. g. Memanfaatkan dana-dana masyarakat yang belum terjaring oleh sistem perbankan konvensional,33 4. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Penerbitan SBSN/Sukuk Dalam transaksi sukuk ada beberapa pihak yang terlibat lansung penerbitannya yakni; a. Emiten, adalah pihak yang bertanggung jawab atas pembayaran pokok serta imbal hasil sukuk yang diterbitkan, dalam hal ini yang berwenang adalah pemerintah yaitu departemen keuangan. b. Special Purpose Vehicle (SPV), badan hukum yang didirikan khusus untuk kepentingan penerbitan sukuk yang memiliki fungsi sebagai; penerbit sukuk, counterpart pemerintah dalam transaksi pengalihan asset, bertindak sebagai wali amanat (trustee) yang mewakili kepentingan investor. c. Investor adalah pihak pemegang sertifikat sukuk yang memiliki hak kepemilikan atas underlying asset, akan tetapi hanya memiliki hak atas manfaat saja dan bersifat sementara sampai jatuh tempo, oleh karena itu investor berhak mendapat imbal hasil berupa sewa, margin, atau bagi hasil. 34 Di bawah ini akan memperjelas kembali perbandingan antara sukuk dan obligasi secara rinci, menurut Departemen Keuangan selaku pemegang kebijakan keuangan di Indonesia. 33 Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Mengenal Sukuk Instrument Pembiayaan & Investasi berbasis Syariah, Brosur Departemen Keuangan Repupblik Indonesia 34 Direktorat Pembiayaan Syariah, Mengenal Sukuk Instrumen Keuangan Berbasis Syariah, Brosur Departemen Keuangan Tabel 1.1: Perbandingan Sukuk dengan Obligasi35 35 Deskripsi Sukuk Obligasi Dasar Hukum - Undang-Undang UndangUndang Penerbit - Pemerintah - Korporasi - Pemerintah - Korporasi Metode Penerbitan - Lelang - Bookbuilding - Private Placement - Lelang Bookbuilding - Private Placement Ketentuan Perdagangan Tradable36 Tradable Sifat Instrument Sertifikat kepemilikan/ penyertaan atas aset Pengakuan utang Tipe Investor - Konvensional - Syariah Kovensional Penghasilan bagi Investor Imbalan, bagi hasil, Margin Bunga/kupon, Capital Gain Dokumen yang diperlukan - Dokumen Pasar Modal - Dokumen Syariah Dokumen Pasar Modal Underlying Asset Perlu Tidak Perlu Penggunaan hasil penjualan (proceed) Harus sesuai syariah Bebas Lembaga terkait SPV, Trustee, Custodian, Agen Trustee, Custodian, Dr. Rahmat Waluyanto “Potensi Sukuk Negara (Surat Berharga Syariah Negara) Sebagai Sumber Pembiayaan APBN dan Investasi” Presentasi dalam Seminar Indonesia Syariah Expo Jakarata pada tanggal 27 oktober Tahun 2007. 36 Yang dimaksud tradable disini adalah dapat diperdagangkan, namun tergantung pada akadnya. Syariah Endorsement B. Pembayar Agen Pembayar Perlu Tidak perlu Dasar Hukum Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara Dengan telah disahkannya undang-undang penerbitan SBSN, maka DSN-MUI pun mengeluarkan syariah opinion dan fatwa mengenai hal-hal yang menyangkut penerbitan SBSN, yaitu ada 4 fatwa yang dikeluarkan yakni: Fatwa No:69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Fatwa DSN No:70/DSN-MUI/VI/2008 tentang metode penerbitan SBSN, Fatwa DSN No:71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back, Fatwa DSN No:72/DSN-MUI/VI/2008 tentang SBSN Ijarah Sale and Lease Back. Menurut syariah opinion yang dikeluarkan oleh Tim Ahli Syariah untuk penerbitan SBSN, bahwa penerbitan SBSN tidak bertentangan dengan syariah sebagaimana diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI tentang SBSN, dan memutuskan bahwa akad yang digunakan dalam penerbitan surat berharga syariah negara adalah akad ba'i dan ijarah.37 37 Surat Pernyataan Kesesuaian Syariah, Tim Ahli Syariah untuk Penerbitan SBSN DSNMUI, 2008. Sebagaimana fatwa yang telah dikeluarkan DSN-MUI No: 69 mengenai SBSN, di bawah ini kami sertakan beberapa nash yang menjadi dasar hukum penerbitan SBSN. 1. Al-Quran Firman Allah SWT, QS. Al-Baqarah [2]: 275: & "☺⌧% ! 123+4567 )*+,-". / ' >?@ABC! ";<3= 9:"☺4 81 FH E45 ;4 "☺AB! D*3 M JF")CKLC I &:")LC "E45 ;4 1R PQ3> NOL*"1 1"☺3 NK33 T"@ /B3 S)!O:T Y WOX! VNO4CKLC "O"U +2"3_`CK ";]A23C^3 "[ Z LC eC!2"8 Qcd >?b TJa ( 275: )ا ة Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Dalam ayat ini menjelaskan bahwa riba adalah haram dan dilarang dalam aktivitas perdagangan atau jual beli, begitu juga dengan SBSN yang dalam pengambilan imbal hasil diharamkan menggunakan bunga, akan tetapi profit yang didapatkan dari pembayaran hak manfaat, sewa, upah ataupun bagi hasil, karena di dalam akad SBSN terdapat akad jual beli dan sewa maka penggunaan instrumen ini jelas harus berdasarkan prinsip syariah. 2. Hadis Penerbitan SBSN juga diperkuat oleh hadist Nabi riwayat Imam alTirmidzi dari Amr bin Auf al-Muzani, Nabi SAW bersabda: ً@ْ9َA 0ُِوْ@ِ?ِ>ْ إ9ُA <9َ(َ= َْ(ُِْن/9ُ ً وَا9 ﺡََاﻡ89ًَ أَوْ اَﺡ0َ6ًَ ﺡَ مَ ﺡ3ْ(ُ ﺹ0َِ إ,ْ-ِِ(ْ/ُ َ ا,ْ-ََءِزٌ ﺏ+ ُ'ْ(ٌُ ا 38 (E33ى وﺹD ا ﻡB)روا ً ﺡََاﻡ8َ أَوْ اَﺡ0َ6َﺡَمَ ﺡ Artinya : Perdamaian boleh dilakukan antara kaum muslim kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan kaum muslim terkait dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Hadits ini menegaskan bahwa segala perjanjian yang dilakukan oleh umat Islam adalah boleh selama tidak keluar dari koridor syariah, seperti SBSN misalnya investor yang membeli instrumen ini bukan hanya umat Islam, melainkan non muslim pun dapat berinvestasi disini, dan juga model dari penerbitan SBSN serupa dengan obligasi konvensional, akan tetapi selama 38 Muhammad Ibn Ismail al-Kahlani, Subulussalam, (Bandung : Dahlan TT), Jilid 3, h.59. instrumen syariah ini masih sesuai dengan prinsip syariah maka dibolehkan. Kemudian hadits riwayat Ibnu Majah dikatakan: 39 ( > ه-J< وGHI ارD واE+ ﻡ, اﺏBَِار )رواF َ0َََرَ وF َ0 Artinya : Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri maupun orang lain (HR Ibnu Majah ) Hadits ini menegaskan bahwa dalam transaksi atau perjanjian tidak diperbolehkan untuk merugikan negara atau pihak lain, seperti penerbitan SBSN saat ini, bahwa hasil penjualan SBSN harus digunakan dengan hati-hati agar terhindar dari kerugian dari kedua belah pihak. 3. Kaidah Fiqih Kemudian kaidah fiqih yang mendasari di bolehkannya penerbitan SBSN adalah: 40 َ?ِْ ِْ3ًَ =َ(َ< ﺕ6ْ-َُِل دRَ ْ أَن0ُ إPَتِ أِْﺏَﺡ6ََﻡOُْ ِ< اM ُ8َْﺹLا Artinya : " Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya ". Kaidah fiqih diatas menunjukan bahwa asal dari segala bentuk mumalah adalah boleh sampai terdapat dalil yang mengindikasin pengharaman transaksi 39 Muhammad Fuad Abduh al-Baaqi, Sunan Ibn Majah, (Mesir : Darul Fiqr TT), Jilid 2, h.784 tersebut, begitu juga dengan SBSN karena penerbitannya menggunakan akad ijarah. Sebagaimana telah kita telaah dan telah diketahui akad tersebut sesuai dengan syariah. C. Jenis-jenis SBSN (Sukuk) serta Tinjauan Fiqh Mengenai Akad dan Penerbitannya Jenis obligasi syariah sebagai bentuk pendanaan (financing) dan sekaligus investasi (Investment) terbagi dalam 7 akad yang telah diaplikasikan di dunia. Di bawah ini akan dijelaskan jenis-jenis sukuk, antara lain: 1. Ijarah (sale and lease back) Al-Ijarah berasal dari bahasa arab al-ajru yang berarti al-iwadhu (ganti). Sukuk Ijarah adalah sekuritas yang mewakili kepemilikam aset yang keberadaannya jelas dan diketahui. 41 Berdasarkan Fatwa DSN-MUI No.72/DSN-MUI/VI Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara Ijarah Sale And Lease Back, SBSN ijarah sale and lease back adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian kepemilikan aset SBSN yang diterbitkan dengan menggunakan akad ijarah dengan mekanisme seale and lease back. Mekanisme sale and lease back adalah jual beli suatu aset yang kemudian pembeli menyewakan kembali aset tersebut kepada penjual. 40 Al-Syaukani, Irsyad al-Fuhul Ila Tahqiq, Ilm Al-Ushul, (Makkah : Maktabah Al-Tijariyah, 1993), Cet. i, h.104. Kemudian pendapat ulama mengenai akad ijarah dalam kitab alMuhadzadzab juz I kitab al-Ijarah: ِWْ-َ ُ اRَْ= ََز+ ٌَ>َ(َM َِن-ْ=َLِ إَِ< اPَ+َ3ْ َِ آW ِMَGَْ َ إَِ< اPَ+َ3ْ َنٌَ اLَِ وPَِ ا َُْﺡW ِMَGَْ َرَةِ =َ(َ< ا+ُِ اRْVَ= ُُ ْزUَ 42 ِWِMَGَْ َرَةِ =ََدى ا+ِ0ُ اRَْ= َُْزUَ َْ أَنYَ+َو, َِن-ْ=َL=َ(َ< ا Artinya: “Boleh melakukan akad ijarah (sewa menyewa) atas manfaat yang dibolehkan karena keperluan terhadap manfaat sama dengan keperluan terhadap benda. Oleh karena akad jual beli atas benda dibolehkan, maka seharusnya boleh pula akad ijarah atas manfaat.” Kemudian pendapat Ibnu Qudamah, dalam kitab al-Mughni, menyatakan bahwa ijarah adalah jual beli manfaat, dan manfaat berkedudukan sama dengan benda. Dalam hal ini terdapat persamaan antara jual beli benda dan jual beli manfaat, karena keduanya sama-sama bermanfaat, seperti halnya barang dijual atau dibeli karena manfaatnya, sehingga antara barang dan manfaaat memiliki kedudukan yang sama. Dalam mekanismenya Ijarah seperti sale lease contract atau hire contract karena dalam akad Ijarah hanya ada perpindahan manfaat dari aset bukan kepemilikan bentuk fisik aset seperti pada leasing.43 Setelah penerbit sukuk memberikan status kepemilikan manfaat kepada investor terhadap suatu aset lalu disewakan kembali ke penerbit sukuk 41 Nurul Huda, Mustofa Edwin, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, h.144.. Ibnu Qudamah, al-Mughni, VIII/7. 43 Foreign Debt Division Directorate of International Affair, 2006, Round Table Discussion on International Islamic Sovereign Bond (Sukuk), ( Jakarta : Bank Indonesia), h. 27. 42 dengan menyerahkan sejumlah uang sewa yang disepakati kepada investor dan diakhir perjanjian hak milik atas aset kembali lagi kepada penerbit sukuk. 44 Ciri-ciri pokok yang dimiliki oleh sukuk ijarah, antara lain: a. Dalam kontrak ijarah aset yang disewa beli dan jumlah yang disewa harus diketehaui dengan jelas oleh pihak-pihak terkait pada saat kontrak b. Penyewaan dalam ijarah harus diterapkan dalam bentuk yang jelas untuk bentuk pertama dari sewa beli, dan untuk bentuk perubahan di masa yang akan datang, dan dalam penyewaan tersebut terdiri dari dua bagianm, satu untuk pembayaran kepada pihak yang menyewakan dan yang lain sebagai pembayaran rekening yang dilakukan penyewa pada biaya iang berhubungan dengan pemilik aset. c. Adanya pembentukan SPV sebagai perwaliamanatan yang akan menjembatani kepentingan emiten dan investor. d. Pengeluaran-pengeluaran yang berhubungan dengan aset merupakan tanggung jawab pemilik, sementara pengeluaran untuk pemeliharaan yang berhubungan dengan operasionalnya ditanggung penyewa. 45 2. Mudharabah (bagi-hasil/ profit and lost sharing) Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak yakni pihak pertama sebagai shahibulmaal penyedia seluruh modal dan pihak kedua 44 45 Tim Pengkajian Penerbitan SUN Sukuk, hlm. 4. Nurul Huda, Mustofa Edwin, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, h.145. sebagai mudharib/ pengelola usaha. Sedangkan keuntungan secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang tertuang dalam kontrak.46 Sukuk atau sertifikat mudharabah dapat menjadi instrumen dalam meningkatkan partisipasi publik pada kegiatan investasi. Jenis ini merupakan sertifikat yang mewakili proyek atau kegiatan yang dikelola berdasarkan prinsip mudharabah. Secara rinci pokok-pokok Obligasi syariah Mudharabah berdasarkan fatwa DSN-MUI No. 33 Tahun 2002 Tentang Obligasi Mudharabah, adalah sebagi berikut: a. Menggunakan akad Al-mudharabah; b. Emiten obligasi syariah adalah Mudharib; c. Pemegang obligasi syariah adalah Shohibul Maal; d. Jenis usaha emiten tidak boleh bertentangan dengan syariah; e. Nisbah/ keuntungan ditentukan sesuai kesepakatan Mudharib dan Shohibul maal sebelum penerbitan; f. Pembagian pendapatan dapat dilakukan secara periodik; g. Pengawasan aspek syariah dilakukan oleh DSN-MUI sejak proses emisi; h. apabila emiten (Mudharib) lalai dan/atau melanggar perjanjian emiten wajib mengembalikan dana Mudharabah dan pemegang obligasi dapat meminta Mudharib membuat surat pernyataan hutang; dan 46 Sofiniyah Ghufron dkk, Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah Cara Mudah i. Pengalihan kepemilikan obligasi syariah dapat dilakukan selama disepakati dalam akad. 3. Musyarakah (penyertaan modal) Secara bahasa, al-syirkah berarti ikhtilat (percampuran), yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya, sehingga sulit dibedakan. Sedangkan menurut istilah, syirkah adalah keikutsertaan dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu dengan sejumlah modal yang telah ditetapkan. 47 Sukuk Musyarakah adalah sertifikat nilai yang sama yang diterbitkan untuk memobilisasi dana, yang digunakan berdasarkan persekutuan atau firma sehingga pemegang-pemegangnya menjadi pemilik proyek atau aset berdasarkan bagian masing-masing.48 Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek tertentu dimana kedua belah pihak sama-sama menyediakan modal berupa dana, dan setelah proyek itu selesai pihak emiten mengembalikan sejumlah dana tersebut kepada investor bersama dengan bagi hasil dari proyek tersebut. Obligasi jenis ini akan memberikan return dengan term indicative karena sifatnya yang floating atau tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan.49 4. Murabahah (cost lost sharing) Memahami Akad-Akad Syariah,( Jakarta: Renaisan, 2005), h.41 47 Sofiniyah Ghufron dkk, Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, h.43. 48 Nurul Huda, Mustofa Edwin, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, h.143. Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam obligasi syariah dengan akad Murabahah investor membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya dengan emiten. Dan keuntungan investor diperoleh dari selisih harga beli dari produsen dengan harga jual kepada emiten. Secara rinci mekanismenya adalah sebagai berikut:50Investor membeli barang yang diperlukan oleh emiten dari produsen, atas nama investor sendiri; a. Investor menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian kepada emiten; b. Investor kemudian menjual barang tersebut kepada emiten dengan harga jual senilai harga beli ditambah keuntungannya; dan c. Emiten membayar harga barang tersebut pada jangka waktu yang telah disepakati. Sebagaimana yang ada pada ketentuan akad-akad syariah lainnya, dalam akad Murabahah juga terdapat syarat-syarat tertentu. Adapun syaratsyarat akad Murabaha adalah sebagai berikut:51 a. Investor memberi tahu mengenai biaya modal kepada emiten; b. Kontrak harus sah menurut rukun atau mekanisme yang ditentukan; c. Kontrak harus bebas dari riba; dan 49 Sofiniyah Ghufron dkk, Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, h.42. 50 Syaiful Bakhri, dkk., Ekonomi Syariah Dalam Sorotan, (Jakarta: Yayasan Amanah, 2003, h.186. 51 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 102. d. Investor harus menyampaikan semua hal yang terkait dengan pembelian maupun kondisi barang tersebut. Sukuk Murabahah lebih memungkinkan digunakan untuk hal yang berhubungan dengan pembelian barang untuk sektor publik, misalnya pemerintah membutuhkan barang-barang dengan harga tinggi, maka dimungkinkan untuk membelinya melalui penjualan kredit dengan membayar angsuran.52 5. Istisna Istishna merupakan kontrak penjualan antara mustashni’ (pembeli akhir) dan shani’ (supplier), dalam akad ini Shani’ menerima pesanan dari mustashni’, yang nantinya harga ataupun spesifikasi barang yang di pesan sesuai dengan kedua belah pihak. 53 Ketentuan mengenai akad Istisna’ terdapat dalam fatwa DSN-MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000. Pembiayaan dengan menggunakan prinsip Istisna’ diadopsi untuk membiayai suatu proyek yang spesifikasinya harus dideskripsikan oleh pembeli (emiten) seperti spesifikasi pembangunan gedung, pembuatan kapal, pesawat. Atas penjelasan spesifikasi yang dideskripsikan oleh pembeli, investor sepakat untuk membiayai proyek dengan perjanjian Istisna’. lalu investor membeli barang dari produsen sesuai spesifikasi yang disebutkan oleh pembeli (emiten). Kemudian investor menjual barang tersebut kepada 52 Nurul Huda, Mustofa Edwin, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, h..148. pembeli (emiten). Hak kepemilikan atas proyek yang dibiayai oleh investor beralih kepada emiten terhitung sejak penandatanganan perjanjian Istisna’, dan tidak digantungkan pada perjanjian penjualan barang ataupun penyerahan barang.54 D. Perbedaan Konsep Dasar Obligasi Konvensional dan (Sukuk) Secara umum konsep obligasi pemerintah dengan sukuk terdapat beberapa kesamaan, seperti pada harga penawaran, jatuh tempo, dan pemeringkatan/ rating. Adapun perbedaan-perbedaan antara keduanya antara lain: 1. Pendapatan (hasil) Ketentuan tentang kompensasi, obligasi berbasis syariah menggunakan pola return bagi hasil (profit loss sharing) dan menghindari sistem kompensasi berupa bunga, sedangkan dalam UU No. 24 Tahun 2002 Tentang Surat Utang Negara, obligasi pemerintah yang resminya disebutkan surat utang negara, pendapatannya (yield) berupa bunga; 2. Konsep Halal Dalam konsep obligasi syariah menghendaki kegiatan ekonomi yang halal, baik produk yang menjadi objek, cara perolehannya, maupun cara 53 penggunaannya. Seperti contohnya pembiayaan hanya Sofiniyah Ghufron dkk, Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, h.34. 54 Redaksi, Buletin Hukum Perbankan Dan Kebanksentralan; Volume 3 Nomor 3, 2005, h.48. diperuntukan membiayai suatu proyek pembangunan infrastruktur yang halal, aset yang dijaminkan harus berasal dari perusahaan yang bergerak dalam sektor yang memenuhi kriteria syariah dan terbebas dari unsur ribawi, serta transaksi pembiayaan dilakukan dengan menghindarkan berbagai praktik spekulasi. Dalam konsep obligasi pemerintah/ surat utang negara tidak dipersyaratkan penerbitannya didasarkan pada kegiatan ekonomi yang halal, baik produk yang menjadi objek, cara perolehannya, maupun cara penggunaannya;55 3. Alokasi Dana Ketentuan Undang-undang surat utang negara ditujukan untuk memberi jalan bagi emisi surat utang negara hanya untuk ’menambal’ defisit pembiayaan saja. Sementara sukuk sesuai dengan prinsip bagi hasilnya di antaranya harus dikaitkan dengan investasi seperti pembiayaan infrastruktur, namun tetap memungkinkan penggunaan dana untuk hal-hal lain selain pembiayaan sarana dan prasarana asalkan dinyatakan sejak awal dalam prospektus;56 4. Jenis Perbedaan mendasar lainnya antara obligasi syariah dengan surat utang negara dapat dilihat pada jenis-jenis instrumen dan mekanisme transaksinya yakni Ijarah, Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, dan Istisna dengan mekanisme dan jenis surat utang negara 55 Foreign Debt Division Directorate of International Affair, h. 53. yang disebutkan dalam Undang-Undang no. 24 Tahun 2002 yakni surat perbendaharaan negara dan obligasi pemerintah; 5. Efek Efek surat utang negara merupakan surat pengakuan hutang, sedangkan obligasi syariah efeknya merupakan surat berharga sebagai bukti penyertaan modal atau investasi yang dikaitkan oleh usaha tertentu; 6. Nilai indeks Perbedaan nilai indeks obligasi syariah dengan nilai indeks obligasi pemerintah/ surat utang negara terletak pada kriteria saham emiten pada obligasi syariah harus memenuhi prinsip-prinsip dasar syariah, sedangkan pada surat utang negara tidak; 7. Underlying asset/ jaminan aset Dalam beberapa transaksi obligasi syariah disyaratkan adanya jaminan berupa aset emiten yang diserahkan pada investor namun dikelola oleh pihak ketiga sebagai trustee. Aset tersebut harus memenuhi unsur syariah, yakni bebas dari unsur tidak halal seperti diterangkan di atas, sedangkan dalam obligasi pemerintah/ surat utang negara jaminan hanya berupa kepercayaan/ trust; dan Obligasi syariah mengenal adanya trustee sebagai penerbit obligasi syariah maupun pengelola aset yang dijadikan underlying aset dan bertindak mewakili 56 Foreign Debt Division Directorate of International Affair, h. 77. kepentingan investor. Sebagaimana konsep kontrak investasi kolektif dalam dana reksa. Sedangkan dalam penerbitan obligasi pemerintah/ surat utang negara tidak dikenal adanya trustee yang mengelola jaminan berupa aset dan bertindak mewakili kepentingan investor. E. Kebijakan Fiskal dalam Islam Kebijakan fiskal telah lama dikenal dalam teori ekonomi Islam, yaitu sejak zaman Rasulullah saw, dan Khulafaur Rasyidin, yang di kemudian hari dikembangkan oleh para ulama. Nabi Muhammad saw sebagai Amirul Mukminin sekaligus kepala Negara yang bertanggungjawab atas stabilitas perekonomian Negara pada saat itu menerapkan beberapa Kebijakan Fiskal pada masanya. Sehubungan dengan ini ada empat langkah yang dilakukan Nabi saw :57 1. Peningkatan pendapatan Nasional dan tingkat partisipasi kerja Dalam rangka meningkatkan permintaan agregat (agregat demand) masyarakat muslim di Madinah, Rasulullah melekukan kebijakan mempersaudarakan kaum Muslimin dengan kaum Muhajirin yang berimplikasi pada peningkatan perminytaan total di Madinah. 2. 57 Kebijakan Pajak Euis Amalia, M.Ag, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, ( Jakarta : Pustaka Asatruss, 2005), cet. i, hal. 19-20 Penerapan kebijakan pajak yang dilakukan dilakukan Rasulullah saw, seperti kharaj, khums, dan zakat, menyebabakan terciptanya kestabilan harga dalam mengurangi tingkat inflasi. 3. Anggaran Pengaturan APBN yang dilakukan Rasulullah saw sangat cermat, efektif dan efesien, menyebabkan jarang terjadinya deficit anggaran meskipun saat itu sering terjadi peperangan. 4. Kebijakan Fiskal Khusus Rasulullah saw menerapkan beberapa kebijakan fiskal khusus untuk pengeluaran Negara, yaitu: meminta bantuan kaum muslimuin secara suka rela untuk memenuhi kebutuhan pasukan muslimin;meminjam peralatan dari kaum muslimin secara cuma-cuma dengan jaminan pengembalian dang anti rugi bila terjadi kerusakan meminjam uang dari orang-orang tertentu untuk diberikan kepada muallaf; serta menerapkan kebijakan insentif untuk menjaga pengeluaran dan peningkatan partisipasi kerja dan produksi kaum muslimin. Pemikir ekonomi Islam Ibnu Khaldun (1404) mengajukan solusi atas resesi dengan cara mengecilkan pajak dan meningkatkan pengeluaran pemerintah. Pemerintah adalah pasar terbesar, ibu dari semua pasar, dalam hal besarnya pendapatan dan penerimaannya. Jika pasar pemerintah mengalami penurunan, wajar bila pasar yang lain pun akan ikut menurun, bahkan dalam agregat yang lebih besar. Abu Yusuf (798) merupakan ekonom pertama yang secara rinci menulis tentang kebijakan ekonomi dalam kitabnya Al Kharaj, yang menjelaskan tanggung jawab ekonomi pemerintah nuntuk memenuhi kebutuhan rakyatnya.58 Menurut an-Nahbani dan al-Maliki, dalam pengambilan kebijakan fiskal yang sesuai dengan ekonomi Islam adalah setiap pengambilan kebijakan haruslah memberikan jaminan atas pemenuhan seluruh kebutuhan pokok (alhajat al-asasiyah/basic needs) bagi setiap individu dan juga pemenuhan berbagai kebutuhan sekunder dan luks (al-hajat al-kamaliyah) sesuai kadar kemampuan individu bersangkutan yang hidup dalam masyarakat tertentu dengan kekhasan di dalamnya. 59 Dengan demikian titik berat sasaran pemecahan permasalahan dalam ekonomi Islam terletak pada permasalahan individu manusia bukan pada tingkat kolektif (negara dan masyarakat).60 Menurut al-Maliki, ada empat perkara yang menjadi asas politik ekonomi Islam. Secara umum Pertama, setiap orang adalah individu yang memerlukan pemenuhan kebutuhan. Kedua, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok dilakukan secara menyeluruh (lengkap). Ketiga, mubah (boleh) hukumnya bagi 58 Kebijakan Fiskal Rasulullah SAW, artikel diakses dari halalguide.info pada tanggal 18 Mei 2009 59 Taqiyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternati, hal. 52. Abdurrahman alMaliki, Politik Ekonomi Islam, hal. 37. 60 Taqiyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, hal. 53. individu mencari rezki (bekerja) dengan tujuan untuk memperoleh kekayaan dan meningkatkan kemakmuran hidupnya. Keempat, nilai-nilai luhur (syariat Islam) harus mendominasi (menjadi aturan yang diterapkan) seluruh interaksi yang melibatkan individu-individu di dalam masyarakat.61 Penulis mengutip empat asas yang harus diperhatikan dalam setiap penerbitan SBSN khususnya yang dalam hal ini antara emiten (pemerintah) dan para investor62, yang telah digariskan dalam Al-Quran : a. Asas suka sama suka ( QS: 4 : 29) "@fCA2 D3 g L* i-jgk ?*I3<L4CK e*I3 CK m! lF+2 -4! >?*IaR Xo 3 1 nj 2Q@ Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. b. Asas keadilan ( QS: 57: 25) jgOUqT La"U>TCK _p33 i2LarRk ;4! tu@" La4 sBCKLC eL'☺4LC v2 wxI4 qJJg &L5 xy{r4! Artinya: Sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. c. 61 Asas saling menguntungkan (QS: 2: 278-279) Abdurrahman al-Maliki, Politik Ekonomi Islam, (As-Siyasatu al-Iqtishadiyatu al-Mutsla), alih bahasa Ibnu Sholah, cet. i, (Bangil : Al-Izzah, 2001), hal. 37 62 Prof. Dr. Taufik Abdullah, dkk. Ensklopedia Tematis Dunia Islam Jilid 3, ( Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Voeve, 2002), h.133 |}~l e☺O_ LC e☺!_3 Artinya : kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. d. Asas Tolong Menolong ( QS:5: 2) WO BLC"3LC LC IsL4wLC !dr4 ru4ui WO BLC"3 l<LC_p4LC J! JLC r34 pp⌧ Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. Ketika asas-asas tersebut dipegang tegung dalam segala pengambilan Kebijakan Fiskal, pada gilirannya, perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan kehidupan yang layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan dapat direalisasikan63. Berbicara mengenai kebijakan fiskal isalm kontemporer, saat ini Negeri Jiran Malaysia dapat dikatakan sebagai salah satu pioneer dalam pengembangan pasar keuangan syariah sampai saat ini. Tahun 1994 Malaysia mendirikan pasar uang syariah. Pada tahun 2001 menjadi pionir dalam mengeluarkan obligasi syariah global (sukuk) pertama kali dengan nilai US$150 juta, dilanjutkan dengan mengeluarkan sovereign sukuk pada tahun 2002 dengan nilai investasi US$600. 36% perusahaan investasi syariah di dunia tercatat di pasar modal Malaysia yaitu 86 unit trust fund. Malaysia berhasil meraih pangsa pasar sukuk terbesar tidak lepas dari usaha yang dilakukan baik dari sisi suplay (ketersediaan sukuk yang ditawarkan) maupun dari sisi demand (peningkatan jumlah investor), yaitu:64 1. Dukungan pemerintah dan regulasi yang sesuai kerangka hukum syariah. Keseriusan pemerintah dalam mendukung pasar modal syariahnya terlihat dari kesiapan infrastruktur dan penyediakan perangkat hukum yang sesuai dengan syariah, sehingga memberikan kemudahan bagi pengusaha untuk menerbitkan sukuk dan dapat memberikan kepastian hukum. 2. Adanya konsisensi dalam penerbitan sukuk termasuk sovereign sukuk. Dengan tersediannya infrastruktur dan regulasi, menyebabkan banyak perusahaan yang ingin menerbitkan sukuk di Malaysia. Terbuki banyaknya unit trust yang menerbitkan sukuknya di Malaysia. Oleh sebab itulah maka terjadi konsistensi dalam penerbitan sukuk setiap periodenya. 3. Inovasi terhadap penawaran sukuk yang baru seperti khasana exchangeable, mudarabah plus susharakah, dan lain sebagainya. 4. Sukuk dalam berbagai mata uang yang ditawarkan baik kepada investor lokal maupun asing. Dari sisi permintaan (peningkatan jumlah investor) yang dilakukan adalah:65 63 Visi dan Misi Strategi Pembanguan Nasional Pemerintah RI 2004-2009 yang diakses dari situs resmi Republik Indonesia http://www.indonesia.go.id/id 64 Ida Musdafia Ibrahim, Analisis Obligasi Syariah (sukuk) bagi perkembangan Investasi di Indonesia yang diakses dari http://www.yai.ac.id/UPI/simposium/ida.doc 1. Pembentukan pasar uang antar bank syariah dengan disertai jumlah institusi finansial yang cukup banyak 2. Pemberian fasilitas bagi masuknya fund manager asing/ pembebasan pajak bagi investor asing 3. Pembentukan Fund Syariah /Infrastruktur sektor keuangan. Dengan usaha-usaha di atas yang disusun secara sistematis dan strategis berhasil membawa Malaysia menguasai pangsa pasar sukuk dunia seperti saat ini. 65 Indonesia Ida Musdafia Ibrahim, Analisis Obligasi Syariah (sukuk) bagi perkembangan Investasi di BAB III GAMBARAN UMUM PERTUMBUHAN SUKUK A. Landasan Historis Sukuk Sukuk sudah dikenal sejak abad 7 Masehi, ketika pemerintahan Umayah mengeluarkan sukuk al-Badai yang merupakan kupon komoditas yang mirip dengan cek gudang. Tercatat juga di dalam kitab al Muwatta’ karya Imam Malik, mengemukakan bahwa sukuk al Badai merupakan bukti pemilikan barang dalam jumlah tertentu dari bendahara negara, bisa diperdagangkan sebelum sampai batas waktu yang ditentukan.66 Fakta empiris tersebut membuktikan dan menyimpulkan bahwa sukuk secara nyata digunakan secara luas oleh masyarakat muslim pada abad pertengahan, dalam bentuk surat berharga yang mewakili kewajiban pembiayaan yang berasal dari perdagangan dan kegiatan komersial lainnya. 67 Kata sukuk secara umum digunakan, bersamaan dengan kata hawalah (menggambarkan transfer/pengiriman uang) dan mudharabah kegiatan bisnis persekutuan). Berkaitan dengan perspektif dan kepentingan sejarah, asal mula produk dalam konteks kontemporer merupakan satu dari keputusan pertama dari Dewan Perundangundangan (IJC) yaitu ”bahwa kombinasi asset tertentu ( atau manfaat dari aset 66 Zudin, “Islamic Bonds (sukuk) Its Introduction and Application” diakses pada 27 Juni 2007 dari http://konsultasimuamalat.wordpress.com/islamic-bonds-sukuk-its-introduction-and-application. 67 Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta : Kencan Prenada Media Group, 2008), cet. 2, h.136 tersebut) dapat diwakili dalam bentuk instumen pembiayaan tertulis yang dapat dijual pada harga pasar dengan ketentuan bahwa komposisi kelompok aset yang diwakili oleh sukuk mayoritas terdiri dari aset yang tangible.” Penetapan aturan oleh IJC ini, walaupun tidak ada hubungannya dengan pihak tertentu, bagaimanapun dipandang perlu sebagai terobosan syariah demi kepentingan ummat di dunia. Dengan dukungan dari JIC, dan diikuti dengan pembangunan teori dan model maka pada tahun 2001 adalah pertama kalinya program sukuk diluncurkan di pasar. Inisiatif oleh Agen Moneter Bahrain (Bahrain Monetary Agency/BMA) berkaitan dengan sukuk salam jangka pendek (91 hari) senilai US $ 25 juta diluncurkan pada bulan Juli 2001 dan telah diterima baik dipasaran. 68 B. Penerbitan Dan Perkembangan Sukuk Di Beberapa Negara 1. Pertumbuhan Sukuk di Beberapa Negara Dalam perkembangannya sukuk dapat diterbitkan dengan 14 struktur model melalui rekomendasi The Accounting and Auditing Organisation Of Islamic Financial Institutions (AAOIFI), namun dalam prakteknya model sukuk yang diterbitkan hanya 7 model saja, yaitu struktur ijarah, musharakah, salam, murabahah, istisna, mudharabah, dan hybrid, yaitu percampuran beberapa akad, dan struktur penerbitan yang paling sering digunakan adalah ijarah. 68 137 Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, , h. 136- Total penerbitan sukuk yang menggunakan struktur ijarah hampir 50% lebih dari total penerbitan di dunia, karena pada prakteknya ijarah lebih mudah dalam aplikasinya.69 Dari jumlah total penerbitan sukuk di pasar keuangan internasional meningkat pesat, dari USD4,89 miliar pada tahun 2002 menjadi USD84,1 Miliar pada tahun 2008. Beberapa sukuk yang diterbitkan di negara non-muslim: a. Jerman: Sachsen-Anhalt €100m [2004]. b. USA: East Cameron USD165m [2006]. c. Jepang: JBIC USD300-500m [2006]. d. China: Chinese Power USD250m [2006]. e. UK: Aston Martin £225m [2007]. Dan beberapa sovereign sukuk telah diterbitkan secara regular oleh Malaysia, Bahrain, Brunei, Qatar,dan UAE. Pemerintah Inggris, Jepang, Thailand dan Hongkong SR akan menerbitkan sukuk. Untuk lebih jelas dapat kita lihat data tabulasi di bawah ini: Gambar 2.1 : Tabulasi Penerbitan Sukuk Global (berdasarkan mata uang)70 69 Nazwar U. Nawawi, “Mengenal Sukuk,” Pontianak Post, Selasa 2 September 2008. Khairul Aulad, Staff Direktoarat Pembaiayaan Syariah Depkeu RI, Surat Berharga Syariah Negara / Sukuk Negara Sebagai Sumber Pembiayaan Fiskal Dan Instrumen Investasi, Data yang disampaikan Pada Seminar Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 8 April 2009, hal.16 70 ( US$ bn) 30 25 20 15 10 5 2004 2005 MYR 2006 USD 2007 2008YTD Others Dapat diketahui setelah mencermati data tabulasi di atas bahwa Malaysia dengan mata uang Ringgit masih memimipin peredaran sukuk dunia berdasarkan volume mata uang yang beredar pada pasar keuangan syaruiah dunia. Gambar 2.2 : Tabulasi Penerbitan Sukuk Global (berdasarkan jumlah penerbitan) 300 250 200 150 100 50 2004 2005 MYR 2006 USD 2007 2008YTD Others Berdasarkan data di atas, jumlah transaksi sukuk yang diterbitkan di Malaysia masih leading dari Negara-negara lain yang turut meramaikan pasar keuangan syariah di Dunia. 2. Sukuk Korporasi71 Pertumbuhan sukuk korporasi telah lebih dahulu meramaikan pasar keuangan syariah dunia, dibandingkan sukuk yang dimotori oleh otoritas negara. Berikut deskripsi perkembangan sukuk yang dimotori oleh beberapa perusahaaan manufactur. Gambar 3.1: Tabulasi Perkembangan Outstanding Sukuk Korporasi Jumlah Emiten 25 20 15 10 5 0 2002 2003 2004 Total Nilai Emisi 2005 2006 2007 Jumlah issuers dan nilai nominal Sukuk korporasi 2002: 1 issuers dan Rp175 miliar. 2008: 21 issuers dan Rp4,284 triliun (outstanding); 71 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 T riliu n Perkembangan Outstanding Sukuk Korporasi 2008 Khairul Aulad, Staff Direktorat Pembaiayaan Syariah Depkeu RI, Surat Berharga Syariah Negara / Sukuk Negara Sebagai Sumber Pembiayaan Fiskal Dan Instrumen Investasi, hal. 17 Jumlah seluruh penerbitan Sukuk korporasi : 27 issuer dan Rp4,924 triliun Ada 6 Sukuk Korporasi yang telah jatuh tempo dengan nominal Rp 640 miliar Market share sukuk korporasi pada tahun 2008 mencapai 5,8% Dari berbagai Jenis Sukuk, ada beberapa jenis yang cukup populer di kalangan Investor Sukuk, yaitu : : Sukuk Ijarah, kemiripan strukturnya dengan Obligasi Konvensional, yang ‘cenderung’ memberikan keuntungan tetap, karena transaksi yang bersifat sewa : Sukuk Mudharabah, memiliki potensi keuntungan yang jauh lebih besar daripada obligasi konvensional karena sifat bagi hasilnya, namun tetap memiliki derajat pengembalian pokok yang cukup tinggi Eksplorasi pada jenis-jenis instrumen di atas dapat dilakukan, dengan membangun struktur-struktur instrumen yang bervariasi dan menarik. Selama tetap berada pada jalur yang bersifat syar’i dan tetap menunjukkan perbedaan konsep dan penerapan dari investasi syariah.72 Gambar 4.1: Diagram Bentuk Penerbitan Sukuk73 Diagram diatas menunjukan yang paling banyak menerbitkan sukuk adalah perusahaan multinasional sebesar 86,4%, dimana perusahaan tersebut menggunakan instrumen sukuk sebagai alternatif untuk menambah modal perusahaan tertentu, kemudian seiring berjalannya waktu negara pun menggunakan sukuk sebagai instrumen keuangan guna mengembangkan infrastruktur negara dan juga sebagai alternatif untuk membiayai defisit anggaran negara, pada tahun 2008 ini negara-negara yang menerbitkan sukuk sebesar 7,5% dari total sukuk yang diterbitkan di pasar dunia, dan pada kenyataannya hampir di beberapa bagian dunia menggunakan instrumen ini, 72 Khairul Aulad, Staff Direktorat Pembaiayaan Syariah Depkeu RI, Surat Berharga Syariah Negara/Sukuk Negara Sebagai Sumber Pembiayaan Fiskal Dan Instrumen Investasi, hal. 18 dan kebanyakan yang mendominasi adalah Eropa dan Asia, selain itu institusi keuangan menerbitkan sukuk sebagai sumber pendanaan bagi institusi tersebut, dan dalam penerbitan sukuk yang diterbitkan oleh institusi keuangan sebesar 6,1% dari total penerbitan sukuk di dunia.74 3. Sukuk Ritel Pemerintah Indonesia juga terus melakukan inovasi untuk pertumbuhan sukuk. Dan sukuk ritel yang dipasarkan pada pasar perdana adalah salah satu bentuk inovasi tersebut. Sebagian pengamat ekonom melontarkan pendapatnuya bahwa dikatakan penerbitan sukuk dinilai terlambat, namun Dahlan Siamat75 menampiknya. Kalau dikatakan terlambat, tidak juga, kita hitung setelah UU SBSN disahkan. Jika setelah setahun UU disahkan sukuk tidak diterbitkan juga, itu baru terlambat, ujar Dahlan. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Negara Departemen Keuangan membeberkan sukuk ritel adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset Surat Berharga Syariah Negara, yang dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia melalui agen penjual, dengan volume minimum yang telah ditentukan.76 Pemerintah sejak 6 Februari 2009 melego sukuk ritel ke pasar dalam negeri. Respons investor luar biasa. Hingga hari ke-12, penjualan sudah mencapai Rp 3,446 73 Mohamed Damak, Sukuk Market Continues To Grow Despite Gloomy Global Market, Standard & Poors, Data Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Departemen Keuangan. 74 Mohamed Damak, Sukuk Market Continues To Grow Despite Gloomy Global Market. 75 Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Negara Departemen Keuangan Republik Indonesia triliun atau melampauai target indikatif Rp 3,4 triliun. Investor yang berminat masih punya waktu hingga 20 Februari 2009. Berikut salah satu contoh sukuk ritel yakni Sukuk Ritel Seri SR-001 yang diterbitkan pada tanggal 25 Februari 2009: Table 5.1 : Deskripsi Penjualan Sukuk Ritel Akad Ijarah sale and lease back Nominal per-unit Rp1 juta Harga Per-unit At Par (100%) Satuan Pembelian : Rp 5 juta dan kelipatannya : Tidak ada batas maksimum pembelian : Fixed Coupon 12% per tahun : Tenor Pembayaran dilakukan secara bulanan 3 Tahun Tanggal Penerbitan 25 Februari 2009 Tanggal Jatuh Tempo 25 Februari 2012 Imbalan Nominal pelunasan : : At par (100%) Bullet Payment Tradability Tradable Target Investor Individu WNI (Pasar Perdana) 76 UU Surat Berharga Syariah Negara, artikel yang diakses dari vivanews.com pada tanggal 18 Maei 2009 a. Distribusi Penjualan SR-001 Berdasarkan Wilayah77 Jumlah investor terbanyak (51,65%) berada di wilayah Indonesia bagian barat selain Jakarta. Seperti diagram di bawah ini; 1) Volume Pemesanan Gambar 6.1 : Diagram Volume Pemesanan Sukuk Ritel Namun, volume pemesanan terbesar (53,54%) di DKI Jakarta. Sebagaimana yang tergambar pada diagram di bawah ini: 2) Jumlah Investor Gambar 6.2 : Diagram Jumlah Investor Sukuk Ritel 77 Khairul Aulad, Staff Direktorat Pembaiayaan Syariah Depkeu RI, Surat Berharga Syariah Negara / Sukuk Negara Sebagai Sumber Pembiayaan Fiskal Dan Instrumen Investasi, , hal. 21 Kemudian, apabila kita ingin mengetahui jumlah investor terbanyak pada Sukuk Ritel ini adalah sebagai berikut; jumlah investor terbanyak adalah dari PNS (24,61%). Dan Sementara jumlah pemesanan pembelian terbesar berasal dari pegawai swasta (21,54%) 1) Jumlah investor Gambar 7.1: Diagram Penggolongan Profesi Investor Sukuk Ritel 2) Jumlah pemesanan pembelian Gambar 7.2: Diagram jumlah Pemesanan Pembelian Mengenai penerbitan sukuk ritel ini, Direktur Pembiayaan Syariah, Departemen Keuangan, Dahlan Siamat menerangkan, kupon sukuk ritel akan lebih tinggi daripada suku bunga deposito rata-rata di bank BUMN, seperti Bank Mandiri, BTN, BNI, dan BRI. Pembelian yang tak terbatas membuat sukuk ritel lebih menarik dibandingkan dengan deposito. Pada deposito, pemerintah hanya menanggung dana masyarakat maksimal Rp 2 miliar pernasabah. Di sukuk ritel, berapapun dana investasi masyarakat, pemerintah melindunginya. Menyimpan uang di sukuk ritel lebih menguntungkan dibanding memelihara sapi. Jadi jual sapinya, simpan uangnya di sukuk ritel; ujar Dahlan di hadapan calon investor sukuk ritel dalam sosialisasi di Makassar, Sulawesi Selatan. Ketua Arbitrase Syariah Nasional Alfin Hamid mengaku sulit mengaitkan teori bisnis syariah dengan sukuk ritel yang akan diterbitkan pemerintah. Tidak ada investasi yang benar-benar aman, pasti ada risikonya. Investasi yang dikatakan tanpa risiko justru bertentangan dengan teori bisnis syariah, yang tetap memperhitungkan untung rugi. Apalagi, Departemen Keuangan mematok kupon hingga 8 persen. Padahal imbalan tidak bisa dipatok ujarnya. Pernyataan ini ada benarnya. Sukuk ritel memang tidak 100 persen bebas risiko. Sukuk ritel memang aman bagi investor yang menyimpan investasinya hingga jatuh tempo dan tidak menjualbelikan surat berharganya di pasar sekunder. Namun, jika investor menjualbelikan sukuk ritelnya di pasar sekunder, ada risiko risiko pasar dan pergerakan harga yang harus dihadapinya. Risiko pasar muncul ketika terjadi perubahan asumsi makro perekonomian, seperti perubahan laju inflasi dan suku bunga. Jika laju inflasi meningkat, biasanya suku bunga perbankan meningkat. Di saat suku bunga simpanan di perbankan meningkat, harga obligasi tertekan.78 4. Sukuk Global Pemerintah mulai melakukan penawaran sukuk global di pasar internasional pada hari Rabu, 15 April 2008, maksimal senilai underlying asset pemerintah senilai Rp7 triliun. Sesuai dengan penuturan Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rahmat Waluyanto di Kantor Menkeu. Pemerintah mengumumkan penerbitan sukuk global untuk mengetahui reaksi pasar. Pengumuman akan diterbitkannya sukuk global ini, murni untuk melihat bagaimana reaksi pasar terhadap sukuk global, baik pasar internasional maupun nasional. Targetnya maksimal sebanyak underlying asset Rp7 triliun. Seperti diketahui, jumlah indikatif penerbitan sukuk global sekitar US$500 juta dan tidak lebih dari US$700 juta. Jumlah tersebut disesuaikan dengan jumlah underlying asset yang tersedia sekitar Rp7,2 triliun berupa Barang Milik Negara (BMN) milik Departemen Keuangan. Pelaksanaan penerbitan sukuk global diundur dari rencana awal pada akhir 2008. Penerbitan sukuk global merupakan bagian dari penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dalam rangka kebutuhan pemerintah untuk menutup defisit APBN dan refinancing utang jatuh tempo, baik utang SUN maupun utang luar negeri. 79 Dan untuk penerbitaan Sukuk Global ini Pemerintah telah menunjuk 3 joint lead manager untuk penerbitan sukuk global yaitu Standard Chartered Bank, HSBC, dan Barclays. Dari peningkatan nilai penerbitan sukuk sampai 2006 menunjukkan potensi sukuk di pasar dunia cukup besar. 80 Setelah kenaikan harga BBM Oktober 2008 kemarin, Departemen keuangan dikabarkan mulai menjajaki sumber pinjaman baru yang ditawarkan pemerintah Jepang dalam bentuk skema Shibosai untuk menyerap utang sebesar Rp 6,51 Triliun. Shibosai adalah akad utang obligasi ala Jepang dengan suku bunga relatif rendah dan berbasis proyek. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Depkeu Rahmat Waluyanto kepada media di, 21 Mei 2008 mengatakan bahwa jumlah pinjaman yang 78 Investasi: Menyelami Seluk-beluk Sukuk Ritel, diakses dari http://www.sebi.ac.id pada tanggal 18 Mei 2008 79 Dwi Tupani, Sukuk Global, artikel diakses dari MediaIndonesia.com pada tanggal 15 April 2009 80 AJP-Arab News, ”Rekomendasi Terbaru dari AAOIFI Tentang Penerbitan dan Struktur Sukuk”, Diakses pada tanggal 5 Agustus 2008 dari www.islamOnline.com. bisa diperoleh biasanya berkisar USD 500 Juta hingga USD 700 Juta (Rp 4,65 Triliun hingga Rp 6,51 Triliun jika nilai tukar Rp 9.300 per USD). Karena berbasis proyek, Pemerintah Indonesia harus menentukan terlebih dahulu proyek-proyek yang akan dibiayai dana dari penerbitan surat utang ini. Penerbitan Shibosai yang dilakukan Pemerintah Indonesia akan dijamin Bank Jepang untuk Kerja Sama Internasional (Japan Bank for International Cooperation/ JBIC). Artinya, JBIC akan menjamin pembayaran kewajiban jika pemerintah gagal bayar. Sebagai gantinya, pemerintah akan membayar ongkos penjaminan kepada JBIC.Sementara, sebagai investor utama dalam ADB (Asian Development Bank) Jepang akan mengabulkan pinjaman dengan kisaran USD 800 Juta hingga USD 900 Juta sebelum akhir tahun ini untuk pinjaman program yang diajukan oleh pemerintah RI.81 Setiap tahun, sekitar 40% APBN dihabiskan untuk pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri. Per Mei 2008, Koalisi Anti Utang (KAU) Indonesia memaparkan jumlah utang bangsa ini sebesar USD155,29 Miliar. Jumlah itu terdiri atas pinjaman yang diperoleh dengan perjanjian utang senilai USD64,34 Miliar dan penerbitan obligasi negara sebesar US$90,95 Miliar. APBN 2008 mengalokasikan pembiayaan luar negeri netto sebesar negatif Rp13,11 Triliun, terdiri dari pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sebesar Rp61,26 Triliun dan penarikan pinjaman luar negeri Rp48,14 triliun. Pinjaman luar 81 Pemerintah Terbitkan Sukuk Valas artikel yang diakse dari http://www.waspada.co.id pada tanggal 22 Mei 2008 negeri ini terdiri dari pinjaman program Rp26,39 Triliun dan pinjaman proyek Rp21,75 Triliun. Sementara alokasi subsidi APBN 2008 sebesar Rp234,41 Triliun. Rincinya, subsidi BBM Rp126,82 Triliun, listrik Rp60,29 Triliun, pangan Rp8,59 Triliun, pupuk Rp7,81 Triliun, dan benih Rp1,02 Triliun. Juga, dana untuk public service obligation (PSO) Rp1,73 triliun, subsidi bunga kredit program Rp2,15 Triliun, subsidi migor melalui operasi pasar Rp500 Miliar, subsidi kedelai Rp500 Miliar, dan subsidi pajak Rp25 Triliun. Depkeu memproyeksi defisit anggaran pada 2008 mencapai 1,8% dari PDB atau Rp82,3 Triliun, meski dalam APBN P 2008 ditargetkan 2,1% dari PDB atau Rp94,5 Triliun. Sedangkan penarikan pinjaman program pada 2008 mencapai USD2,9 Miliar atau sekitar Rp26,39 Triliun. Pada tahun 2008 Malaysia menguasai sekitar 66 % dari seluruh penerbitan sukuk di dunia, seperti gambar di bawah ini. Tabel.3.1: Pangsa Pasar Pasar sukuk Global (20 Sovereign Terbesar)82 Issuer Nakheel Sukuk PCFC Sukuk Al Dar Properties Dubai Civil Aviation SABIC Sukuk 82 Country UAE UAE UAE US$ m 3,520 3,500 2,350 Issue Date Nov 2006 Jan 2006 Jan 2007 Tenor 3 years 2 years 5 years UAE 1,000 Nov 2004 5 years Saudi 800 Jul 2006 5 years Ida Musdafia Ibrahim Analisis Obligasi Syariah (sukuk) bagi perkembangan Investasi di Indonesia yang diakses dari http://www.yai.ac.id/UPI/simposium/ida.doc pada tanggal 28 April 2009 ADIB Sukuk Qatar Global Sukuk Malaysian Global Sukuk Pakistan International Sukuk DAAR International Sukuk Emirates Airline Sukuk IDB Trust Services Islamic Development Bank Aabar Sukuk Solidarity Trust Services Sharjah Electricity & Water Auth. Sarawak Corp Sukuk Malayan Banking – MBB Sukuk Qatar Real Estate Investment BMA International Sukuk Arabia UAE Qatar 800 700 Dec 2006 Oct 2003 5 years 7 years Malaysia 600 Jul 2002 5 years Pakistan 600 Jan 2005 5 years Saudi Arabia 600 Jan 2007 3 years UAE 550 Jun 2005 7 years Internation al Internation al 500 Aug 2003 5 years 500 Jun 2005 5 years UAE Region Wide UAE 460 400 Jun 2006 Aug 2003 4 years 5 years 350 Jan 2007 9 years Malaysia 350 Dec 2004 5 years Malaysia 300 Apr 2007 10 years Qatar 270 Aug 2006 10 years K. Of Bahrain 250 Jun 2004 10 years BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL ISLAM TERHADAP KEBIJAKAN PENERBITAN SERTIFIFIKAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SBSN) SEBAGAI INSTRUMENT PEMBIAYAAN DEFISIT APBN A. Kebijakan Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara sebagai Instrument Fiskal dalam Pembiayaan Defisit APBN Pembeli dan penjual raksasa dalam ekonomi makro adalah pemerintah. Dan kemampuan dan perilaku pemerintah membelanjakan dan menabung uangnya dalam jumlah yang sangat besar adalah salah satu kajian ekonomi fiskal. 83 Dalam bahasa ekonomi yang termasuk sebagai kebijakan publik (public policy) salah satunya berupa kebijakan fiskal. Fiskal adalah salah satu bagian atau instrument dari ekonomi publik. Pembahasan mengenai kebijakan ekonomi publik biasanya begitu rumit karena masuknya faktor-faktor non-ekonomi ke dalamnya. Aspek sosial, politik dan strategis dalam kebijakan ekonomi publik tidak dapat dipisahkan, karena kehidupan adalah suatu kesatuan.84 Kebijakan fiskal adalah komponen penting kebijakan publik. Kebijakan fiskal meliputi kebijakan-kebijakan pemerintah dalam penerimaan, pengeluaran dan utang. Peranan kebijakan fiskal dalam suatu ekonomi ditentukan oleh keterlibatan 83 Ir. Adi Warman A. Karim, SE, MBA, MAEP, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), ed.ke-2, h. 1 84 Drs. Muhammad, M.Ag, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Islam, (Jakarta : PT. Salemba Emapat Patria, 2002), ed. i, h. 179 pemerintah dalam aktivitas ekonomi, yang khususnya itu kembali ditentukan oleh tujuan sosio-ekonominya, komitmen ideologi, dan hakikat system ekonomi. Dalam konteks kebijakan fiskal dimana Negara yang memilki otoritas dalam dan menempuh dan membentuk kebijakan tersebut, penulis menyandarkan atas 2 teori yakni: 85 Sosio economics approach: yang melihat pada bagaimana kebijakan a. publik merupakan hasil dari faktor-faktor ekonomi dan social Intitutionalist approaches: yang membahas peran Negara dan institusi- b. institusi sosial dalam mendefinisikan dan membentuk kebijakan publik, Kedua teori diatas akan penulis uraikan dengan konteks pengambilan kebijakan publik khususnya penerbitan Surat Berharga Syariah Negara sebagai Instrument kebijakan fiskal di Indonesia sebagai berikut; a. Sosio economics approach Berkaca pada Sasaran Kebijakan dan Program Akselerasi Bank Indonesia yang memuat political will yang kuat untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, dan menciptakan stabilitas ekonomi dan social. Kebijakan tentang penerbitan SBSN sebagai instrument fiskal telah tersirat dan direpresentasikan sebelumnya pada point-point Sasaran Kebijakan 85 Wayne Parson, Public Policy, Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan, (Jakarta : Kencana, 2006) cet.1, h. 30-31 da Program Akselerasi Bank Indoneisia sebagai Bank Sentral di Indonesia, dan point-pointnya adalah: b. mendorong pertumbuhan dari sisi supply dan demand secara seimbang. c. memperkuat permodalan, manajemen dan SDM bank syariah. d. mengoptimalkan peranan pemerintah (otoritas fiskal) dan BI (otoritas Perbankan & moneter) sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. e. melibatkan seluruh stakeholder perbankan syariah untuk berpartisipasi aktif dalam program akselerasi sesuai dengan kompetensinya masing-masing. 86 Sebagaimana tertera dalam point c, peranan pemerintah sebagai penggerak laju pertumbuhan ekonomi sangat dituntut lebih bergerak proaktif dalam mengambil kebijakan-kebijakan strategis, terlebih Dunia sedang mengalami resesi ekonomi global dan Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang belum kuasa menghindar dari dampak krisis seutuhnya. Pemerintah sebagai pengelola pemasukan Negara agar lebih efektif dan sistematis dalam penagihan dan pengelolannya. Tak dapat dipungkiri bahwa Indonesia masih lemah dalam pengelolaan pendapatan Negara dan kesadaran publik umtuk melunasi pajak juga masih rendah, padahal jika pendapatan Negara dari pajak betul-betul dioptimalkan, defisit APBN dapat kita pastikan tidak sebanyak sekarang. Perlu diketahui bahwa setiap tahun, sekitar 40% APBN dihabiskan untuk pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri. Koran Jakarta memaparkan jumlah utang bangsa ini sebesar USD149,67 Miliar, per Desember 2008.87 APBN 2008 mengalokasikan pembiayaan luar negeri netto sebesar negatif Rp. 13,11 Triliun, terdiri dari pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sebesar Rp. 61,26 Triliun dan penarikan pinjaman luar negeri Rp. 48,14 triliun. Pinjaman luar negeri ini terdiri dari pinjaman program Rp. 26,39 Triliun dan pinjaman proyek Rp. 21,75 Triliun. Sementara alokasi subsidi APBN 2008 sebesar Rp. 234,41 Triliun. Rincinya, subsidi BBM Rp. 126,82 Triliun, listrik Rp. 60,29 Triliun, pangan Rp. 8,59 Triliun, pupuk Rp. 7,81 Triliun, dan benih Rp. 1,02 Triliun. Dana untuk public service obligation (PSO) Rp. 1,73 triliun, subsidi bunga kredit program Rp. 2,15 Triliun, subsidi migor melalui operasi pasar Rp. 500 Miliar, subsidi kedelai Rp. 500 Miliar, dan subsidi pajak Rp. 25 Triliun. Depkeu memproyeksi defisit anggaran pada 2008 mencapai 1,8% dari PDB atau Rp. 82,3 Triliun, meski dalam APBN P 2008 ditargetkan 2,1% dari PDB atau Rp. 94,5 Triliun. Sedangkan penarikan pinjaman program pada 2008 mencapai USD2,9 Miliar atau sekitar Rp. 26,39 Triliun. 88 Dahlan Siamat sebagai Direktur Pengelolaan Utang Negara dan Pembiayaan Keuangan Syariah Departemen Keuangan Republik Indonesia mengaku optimis sukuk negara akan banyak membantu pembiayaan Negara asalkan tepat sesuai target 86 Direktorat Perbankan Syariah-Bank Indonesia, Kebijakan Akselerasi Pengembangan Perbankan Syariah 2007-2008, diakses dari [email protected] pada tanggal 28 Apri 2009l 87 Rezim Utang Bakal Berlanjut, Koran Jakarta, Senin 18 Mei 2008, edisi 338. Th.II, h. 1 88 pada Sukuk, Defisit, dan Utang Negara, artikel yang diakses dari http://ajisaka.dagdigdug.com tanggal 12 Juni 2008 penerbitan. Dan jadwal penerbitan Sukuk Global harus mempertimbangkan kondisi pasar global. Pertimbangan lain yang perlu diperhitungkan pada setiap penerbitan SBSN adalah denominasinya89. Dahlan Siamat juga tetap berhati-hati sesuai dengan prinsip syariah dan tak undersubscribed ingin terlalu optimis yang nantinyamenyebabkan terjadi (kurang permintaan). Jika permintaannya lebih banyak (oversubscribed) bukan tidak mungkin, denominasi tersebut ditambah sesuai nilai aset yang telah teridentifikasi. Sebagian pengamat ekonom melontarkan pendapatnya bahwa penerbitan sukuk dinilai terlambat, namun Dahlan Siamat menampiknya beliau mengungkapkan: “Kalau dikatakan terlambat, tidak juga, kita hitung setelah UU SBSN disahkan. Jika setelah setahun UU disahkan sukuk tidak diterbitkan juga, itu baru terlambat.90 Tapi penerbitan Surat Berharga Syariah Negara adalah salah satu langkah – yang menurut penulis- yang memang harus ditempuh Pemerintah dalam Pembiyaan Defisit APBN untuk menggerakkan kembali perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik dan karena pendapatan Negara dari Pajak khususnya belum dapat diandalkan untuk menambal deficit APBN, disamping itu potensi keuangan syariah di Indonesia yang begitu prospektif dan iklimnya begitu mendukung untuk laju pertumbuhan keuangan syariah. 89 Denominasi adalah jumlah nilai nominal minimum dan mata uang dimana saham, obligasi, sukuk atau komiditi diperdagangkan.lih. Drs. Ahmad Antoni K. Muda, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta : Gitamedia, 2003), cet. iii, h. 107 90 Pemerintah Terbitkan Sukuk Valas, artikel diakses dari waspada online.com pada tanggal 22 May 2008 b. Intitutionalist approaches Dalam pengambilan kebijakan ini juga bukan tanpa pertimbangan yang jelas, setidaknya ada beberapa pertimbangan yang ditinjau dan digodok dengan matang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai badan legislasi dan representasi rakyat. Sebelum melegislasi kebijakan ini yang pada akhirnya pada 29 April 2008 mengesahkan Rancangan Undang-undang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) menjadi Undang-undang dan menjadi payung hukum yang meyakinkan bagi para investor domestik maupun asing. Beberapa pertimbangan-pertimbangan itu antara lain:91 1. bahwa strategi dan kebijakan pembangunan untuk memulihkan sektor ekonomi perlu disertai dengan upaya pengelolaan keuangan negara secara optimal melalui peningkatan efisiensi dalam pengelolaan aset-aset negara maupun sumber-sumber pembiayaan anggaran negara; 2. bahwa dalam rangka pengelolaan keuangan negara untuk meningkatkan daya dukung APBN guna menggerakkan pembangunan sektor ekonomi secara berkesinambungan, diperlukan pengembangan berbagai instrument pembiayaan yang mampu memobilisasi dana publik secara luas dengan memperhatikan nilai-nilai sosial budaya yang berkembang dalam masyarakat; 91 RUU Nomor 19 Tentang Surat Berharga Syariah Negara yang diakses dari www.legalitas.org pada tanggal 15 Februari 2009 3. bahwa peluang sumber pembiayaan pembangunan berbasis syariah, yang memiliki potensi besar, belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena tidak tersedianya perangkat hukum yang mendukung; 4. bahwa pengembangan instrumen keuangan berbasis syariah perlu segera dilaksanakan selain untuk mendukung pemanfaatan aset negara secara efisien dan untuk mendorong terciptanya sistem keuangan yang berbasis syariah di dalam negeri, sekaligus untuk memperkuat basis pembiayaan anggaran Negara baik bersumber dari dalam negeri maupun dari luar negeri; 5. bahwa penggunaan instrumen keuangan berbasis syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan instrumen keuangan konvensional, sehingga perlu pengaturan secara khusus, baik yang menyangkut instrumen maupun perangkat yang diperlukan. B. Analisa Kebijakan Fiskal Islam Terhadap Kebijakan Penerbitan Sertifikat Berharga Syariah Negara (SBSN) 1. Politik Ekonomi Kebijakan Fiskal Islam Menurut an-Nabhani, realitas menunjukkan kebutuhan-kebutuhan manusia yang harus dipenuhi adalah kebutuhan setiap individunya (misalnya si Ahmad dan Feri), bukan kebutuhan manusia secara kolektif (seperti kebutuhan bangsa Indonesia)92. Logikanya, untuk siapakah hasil-hasil pertanian seperti beras, juga 92 Taqiyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi, hal, hal. 20. kebutuhan atas rumah, pelayanan pendidikan dan kesehatan, selain untuk memenuhi kebutuhan Ahmad, Feri, dan setiap warga negara Indonesia lainnya. Jadi pertanyaan mendasar atas permasalahan ekonomi manusia adalah apakah kebutuhan setiap individu manusia terpenuhi atau tidak? Berdasarkan realitas tersebut, an-Nabhani menyatakan kunci permasalahan ekonomi terletak pada distribusi kekayaan kepada setiap warga Negara. Berpijak pada pemikiran ini, sasaran pemecahan permasalahan ekonomi seperti kemiskinan adalah kemiskinan yang menimpa individu bukan kemiskinan yang menimpa negara atau bangsa. Dengan terpecahkannya permasalahan kemiskinan yang menimpa indvidu dan terdistribusikannya kekayaan nasional secara adil dan merata, maka hal itu akan mendorong mobilitas kerja warga negara sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan kekayaan nasional. Sebaliknya, terpecahkannya kemiskinan negara yang ditandai dengan besarnya kekayaan nasional (GNP/GDP) dan tingginya pendapatan perkapita tidak akan memecahkan kemiskinan yang menimpa individu warga negara. Misalnya, Amerika Serikat dikenal sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia memiliki PDB sebesar US$ 10,506 trilyun pada kuartal III 2002.93 Akan tetapi kekuatan ekonomi sebesar itu tidak mampu menuntaskan kemiskinan di AS sendiri. Data statistik Badan Sensus AS yang dikutip Kate Randall memaparkan tingkat kemiskinan di AS pada tahun 2001 93 Council of Economic Advisers USA, Economic Report of the Presiden February 2003, http://w3.access.gpo.gov/usbudget/fy2004/sheets/b1.xls mencapai 11,7% atau sekitar 32,9 juta jiwa. Sementara itu estimasi Randall menyatakan 30% atau sekitar 84,4 juta penduduk AS miskin.94 Menurut Capra, adalah sebuah paradoks di negara-negara paling kaya dan paling kuat ekonominya di dunia tetapi jutaan penduduknya berkutat dalam kemiskinan dan terjebak di pemukiman-pemukiman yang buruk dan semakin buruk.95 Ketika kunci permasalahan ekonomi terletak pada distribusi kekayaan yang adil, maka yang harus dijelaskan adalah bagaimanakah metode untuk menciptakan distribusi kekayaan yang adil melalui kebijakan fiskal, sebagaimana yang dikatakan Allah dalam Qs. al-Hasyr [59]: 7 yang artinya "… Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu …". Dalam Islam, kebijakan fiskal hanyalah salah satu mekanisme untuk menciptakan distribusi ekonomi yang adil. Karenanya kebijakan fiskal tidak akan berfungsi dengan baik bila tidak didukung oleh mekanisme-mekanisme lainnya yang diatur melalui syariat Islam, seperti mekanisme kepemilikan, mekanisme pemanfaatan dan pengembangan kepemilikan, dan mekanisme kebijakan ekonomi Negara. Dengan kata lain, syariat Islam harus diterapkan secara menyeluruh (kaffah) tanpa dipilah-pilah (parsial) agar syari'ah mechanism dapat dengan sempurna mengatur distribusi ekonomi yang adil. Adapun peranan kebijakan fiskal sebagai salah satu bentuk intervensi pemerintah dalam perekonomian merupakan konsekuensi 94 Kate Randall, US Poverty Rose Sharply in 2001, 27 September 2002, http://www.wsws.org 95 M. Umar Capra, Islam dan Tantangan Ekonomi, hal. 132. logis dari kewajiban syariat sebagai jawaban atas salah satu realitas yang menunjukkan bahwa tidak semua warga negara memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang dalam ekonomi konvensional dikenal sebagai masalah "eksternalitas" dan kegagalan pasar (market failure). Sebagaimana disebutkan sebelumnya, politik ekonomi yang mendasari kebijakan fiskal Islam adalah menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu secara menyeluruh dan mendorong mereka memenuhi berbagai kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar kemampuannya. Menurut al-Maliki kebutuhan pokok yang disyariatkan oleh Islam terbagi dua. Pertama, kebutuhan-kebutuhan primer bagi setiap individu secara menyeluruh. Kebutuhan ini meliputi pangan (makanan), sandang (pakaian) dan papan (tempat tinggal). 96 Kedua, kebutuhankebutuhan pokok bagi rakyat secara keseluruhan. Kebutuhan-kebutuhan katagori ini adalah keamanan, kesehatan dan pendidikan.97 Dari politik ekonomi ini dapat dijabarkan arah kebijakan fiskal Islam sebagai berikut: 96 Dalil syara'nya antara lain QS. al-Baqarah: 184 dan 233, an-Nisa: 5, al-Hajj: 28, ath-Thalaq: 6, at-Taubah: 24. 97 Abdurrahman al-Maliki, Politik Ekonomi Islam, hal. 168 dan 186. a. negara Islam melihat permasalahan kemiskinan yang harus dipecahkan adalah kemiskinan yang menimpa individu bukan kemiskinan yang menimpa Negara.98 b. negara Islam menempatkan masalah kemiskinan sebagai masalah ekonomi yang krusial dan mendesak untuk dipecahkan. c. kebijakan untuk memecahkan masalah kemiskinan secara langsung diarahkan kepada individu, yakni setiap warga negara yang masuk katagori miskin. 99 d. kebijakan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok ditujukan kepada seluruh warga negara tanpa memandang agama, warna kulit, suku bangsa, dan status sosial. Hanya saja intervensi negara melalui kebijakan fiskal berupa jaminan pemenuhan akan pangan, sandang dan papan khusus ditujukan kepada warga negara miskin yang kepala keluarga dan ahli warisnya tidak mampu lagi memberikan nafkah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Sedangkan warga negara yang berasal dari keluarga mampu 98 Pandangan ini bukan pandangan yang mengedepankan individu (individualistik), tapi realitanya memang yang ditimpa kemiskinan itu adalah si individunya, yakni si A, si B, si C, dan lainlainnya. 99 Negara Islam langsung mengarahkan kebijakan fiskalnya kepada warga masyarakat yang ditimpa kemiskinan. Arah ini berbeda 180 derajat sengan kebijakan fiskal konvensional yang untuk memecahkan kemiskinan harus menggemukkan golongan kaya dulu baru kemudian kekayaan yang dipupuk secara nasional dialirkan dari golongan kaya tersebut ke golongan miskin (trickle down effect) melalui mekanisme pasar. tidak mendapatkan subsidi negara. Selanjutnya intervensi negara dalam pengadaan jaminan dan pelayanan keamanan, kesehatan dan pendidikan (public utilities) secara cuma-cuma ditujukan kepada seluruh warga negara tanpa memandang apakah warga tersebut dari golongan kaya atau tidak. Artinya dalam katagori ini subsidi diberikan kepada seluruh rakyat. e. negara memahami bahwa setiap warga masyarakat berhak untuk mendapatkan kekayaan dan meningkatkan kekayaan yang dimilikinya asalkan diperoleh dengan jalan yang dibenarkan syara'. Karena itu, negara Islam melakukan intervensi dengan tujuan mendorong warga masyarakat memperoleh kekayaan yang dapat mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya secara ma'ruf.100 Sesuai dengan kemampuan warga itu sendiri. Bentuk-bentuk intervensi ini disesuaikan dengan tingkat kebutuhan, sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi warga masyarakat setempat. Maksudnya pola kebijakan yang diterapkan tidak pukul rata dan tidak sentralistik, tetapi bersifat bottom up sesuai kondisi dan harapan warga masyarakat setempat. Intinya pola kebijakan yang diterapkan ditujukan untuk mencapai kemaslahatan warga masyarakat f. intervensi pemerintah dalam bentuk kebijakan fiskal adalah kebijakan makro ekonomi. Kebijakan pada level makro ini harus diturunkan (dijabarkan) ke 100 Secara baik di mana perkembangan kebutuhan sekunder dan tersier mengikuti perkembangan sarana kehidupan dan teknologi, serta kebiasaan masyarakat setempat (lokal). dalam level mikro yang bersentuhan langsung dengan aktivitas riil ekonomi masyarakat. Karena itu agar efek fiskal berdampak positif bagi peningkatan taraf hidup masyarakat secara luas dan menyeluruh, pemerintah harus mengembangkan pola-pola kebijakan (skema) mikro yang bottom up dengan menyesuaikannya dengan potensi, kondisi, dan aspirasi warga masyarakat. Dari sisi permodalan negara dapat mengembangkan pola pinjaman tanpa bunga, subsidi, atau pola patnership seperti mudharabah dan musyarakah. Di sisi lain negara juga harus menyediakan infrastruktur, sarana dan pra sarana yang menunjang kegiatan produksi, jasa dan perdagangan masyarakat, seperti listrik, sarana komunikasi, jalan umum dan sarana transportasi, serta bangunan pasar. Juga negara harus memberikan kemudahan akses bahan baku, menyediakan informasi dan membantu pemasaran, termasuk memperkerjakan tenaga ahli dan konsultan untuk melatih dan membentuk jiwa wira usaha (interprenurship) ataupun keahlian teknis bagi para pekerja. g. negara harus mampu menjalankan politik pertanian dan politik industri yang sesuai tuntutan syara' untuk mencapai kemandirian ekonomi. Sebab penguasaan dua pilar perekonomian ini sangat menentukan kekuatan ekonomi nasional dari segi kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, dan pasokan alat-alat pertanian untuk meningkatkan produktivitas pertanian, dan pasokan mesin-mesin pabrik dan industri. h. negara Islam wajib mengadakan fasilitas umum dan pelayanan publik yang sangat dibutuhkan oleh warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, sehingga berbagai kepentingan dan urusan masyarakat terpenuhi dengan lancar. i. agar pejabat dan aparatur negara (termasuk tenaga ahli yang dikontrak pemerintah) dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat, dan juga supaya kewenangan yang mereka miliki tidak disimpangkan untuk kepentingan pribadi dan kelompok, maka negara wajib memberikan santunan dan gaji yang layak kepada mereka. j. sebagaimana yang dipaparkan Zallum bahwa kebijakan fiskal tidak hanya berfungsi dalam tataran ekonomi, tetapi juga untuk pertahanan dan keamanan, serta penyebaran agama Islam ke seluruh penjuru dunia. Karena itu kebijakan fiskal Islam juga difokuskan untuk mendukung dan menjaga kesinambungan (sustainability) jihad fi sabilillah dan dakwah Islamiyah. 2. Sukuk sebagai pengganti utang Tambun Nan Gemuk, serta tak mampu bergerak secara lincah. Inilah gambaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang kini berjumlah 139 perusahan. Dan terlihat amat jomplang dengan kegesitan sejumlah BUMN milik Negara jiran semisal Temasek dari Singapura yang getol mencaplok perusahan dalam negeri, atau Khasanah Berhad dari Malaysia, yang rajin mencari entitas usaha yang siap diakuisisi.101 101 Majalah Investor, Business & Capital Markets edisi November 2008, h. 74 Inilah salah satu factor yang membuat perekonomian makro di Indonesia tidak mampu bersaing secara global dan tidak memiliki peforma yang prima untuk menghasilkan profit yang maksimal yang imbasnya perusahan-perusahan pelat merah milik Pemerintah tersebut tidak dapat berbuat banyak untuk menutupi deficit APBN. Belum lagi kondisi restrukturisasi dan konsolidasi di intern BUMN yang masih menyisakan banyak masalah untuk menghadapi persaingan global. Menurut penulis, perusahan-perusahaan BUMN, setidaknya-dalam konteks penerbitan SBSN- dapat dijadikan underlying asset yang nyata untuk menjaring dana para investor besar mengivestasikan modalnya agar tujuan kebijakan fiskal tersebut dapat membantu mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih tinggi dan pembangunan menuju tercapainya kesahteraan masyarakat dengan memenuhi kebutuhan dasarnya. Di mata Peneliti Senior Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (BPBS-BI) Ascarya, sukuk bisa menggantikan utang dalam negeri maupun luar negeri Indonesia. Sehingga, pemerintah Indonesia tidak perlu lagi berutang, Beban APBN pun bisa dikurangi. Uang negara bisa benar-benar digunakan untuk kemakmuran rakyatnya sebagaimana ditegaskan pada pemaparan di atas, misalnya memberi subsidi lebih banyak ketika harus menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) akibat melonjaknya harga minyak dunia. Dengan demikian defisit mungkin harus dikurangi hingga ke titik dimana defisit dapat dibiayai dengan cara-cara non-inflationer serta tidak terjadi crowding out yang berarti pada investasi swasta.102 Seperti kebijakan menerbikan Sukuk Negara tersebut. Sukuk memang memiliki peran yang kurang lebih sama dengan Surat Utang Negara (SUN) yang sudah diterbitkan sebelumnya. Kebijakan Penerbitan SBSN ditempuh karena Instrumen SUN dianggap kurang menarik bagi para investor, khususnya investor dari Timur Tengah. Menurut penulis, setelah mencermati dan membandingkan konsep penerbitan SUN dan SBSN, penerbitan SUN ini masih belum mampu menangkap peluang dana dari investor Timur Tengah (muslim) dan masyarakat muslim didalam negeri yang memiliki komitmen tinggi terhadap penerapan-penerapan syariah islam. SUN dengan basis yield (kupon bunga) dianggap masih tudak sesuai dengan syariah islam. Hal bertkaitan dengan masyarakat investor baik dalam maupun dari luar negeri secaramoral masih menjungjung kepatuhan terhadap sharia complience, dimana dalam syariah islam pemakaian instrumen bunga (interest) jelas dianggap riba, sehingga penggunaan yield (kupon bunga) dalam SUN juga 102 Dr. M. Umer Chapra, The Future of Economic An islam8ic Perspektive, Landscape Baru Perekonomian Masa Depan, ( Jakarta : Shari’ah Economics and Banking institute, 2001), h.343 dianggap bentuk riba. Untuk itu diperlukan sebuah instrumen yang sesuai syariah islam untuk dapat menangkap peluang ini. Sukuk juga bisa digunakan untuk pendanaan proyek, artinya akan ada produktifitas darinya. Berbeda dengan utang yang selama ini diambil pemerintah untuk menutupi defisit APBN. Baik utang dari lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia, maupun penerbitan Surat Utang Negara (SUN) yang telah disinggung di atas. 3. Sukuk dalam Kebijakan Fiskal Islam Pertanyaan yang kemudian timbul adalah bagaimana pemerintah akan membiayai defisit anggarannya, yang mungkin muncul meski telah dilakukan usaha untuk memperbesar pendapatan pajak dan mengurangi pemborosan pengeluaran? Mencari pinjaman meskipun diperbolehkan secara prinsip oleh syariah, namun harus dihindarkan. Beberapa ulama klasik terkemuka menentang keras pemerintah berhutang karena adanya salah urus dari pembiayaan publik yang lazim terjadi pada masa mereka. Para ulama klasik menetapkan suatu kondisi dimana Pemerintah tidak boleh meminjam kecuali ada ekspektasi mengenai pendapatan yang akan menjamin pembayaran utangnya kembali. Penulis dalam pembahasan konsep penerbitan SBSN mengkategorikannya sebagai instrumen kebijakan fiskal khusus, yakni konsep pengelolaan keuangan negara, dimaksudkan untuk mendapatkan sejumlah dana dari para investor untuk Pembiayaan APBN dengan menyertakan underlying asset, artinya pemerintah berutang dengan menyediakan sejumlah aset negara yang bernilai jual tinggi untuk dijadikan sebagai jaminan yang meyakinkan para investor untuk menggelontorkan dananya. Senada dengan hal ini Rasulullah saw. sebagai kepala negara pada masa pemerintahannya juga pernah menerapkan kebijakan fiskal khusus untuk pengeluaran negara, demi kemaslahtan ummat saat itu.103 Sesuai denagan Hadits Nabi yang diriwayatkan Tirmidzi dan Ibnu Majah dari ‘Amr bin ‘Auf:104 “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” Dan hal ini juga ditegaskan dalam kaidah fiqh : 105 103 Lih. Euis Amalia, M.Ag, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik Hingga Kontempore, (Jakarta : Pustaka Assatrus, 2005) 104 Fatwa Dewan Syari’ah Nasionalno: 69/DSN-MUI/VI/2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara 105 Al-Suyuthi, Al-Asybah wa al-Nazha’ir, tahqiq: Muhammad al-Mu’tashim bi Allah alBaghdadi, (Beirut:Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1987), h.233 “Tindakan Imam (pemegang otoritas) terhadap rakyat harus mengikuti mashlahat.” Perlu ditegaskan, kebijakan pemerintah dalam menerbitkan SBSN untuk menjaring dana segar dari para investor domestik dan luar negeri, harus memiliki asumsi budgeting APBN yang diestimasikan dengan rijit dan benar. Dengan tetap berkomitmen akan lebih terdahulu mengandalkan dan mengoptimalkan pendapatan Negara dari BUMN, Pajak dan Eksport, juga mengurangi agresivitas pemerintah dalam berutang, serta mendisiplinkan pasar agar tidak dikuasai oleh asing sepenuhnya.106 Berkenaan dengan kebijakan pemerintah menebitkan Surat Berharga Syariah Negara atau sukuk Negara sebagi Instrument Fiskal yang ditujukan untuk pembiayaan defisit Anggaran Pembiayaan Belanja Negara, Ibn Nujaim memberikan pendapat menegenai kebijakan pemerintah terhadap kekayaan Negara, dalam kitab al-Asybah wa al-Nazha’ir: ِ'ََِْ ِ اBِDَْ ه,َِ َ?ُ>ْ وَﻡPَ3َ(َْْ ِ اEْ-ِM َْ ََى-ِM ِPَْوR ِ<ْ أَﻡَالِ اM َُْزُ ِ[ِْﻡَمِ أَن َََفUَ ْ>ِ?ِ3َََِقِ =َ(َ< ﻡVِْ ِ[ِﻥPَ-ِMَْ َﻡَْالِ اLِْْ ا-ِM َِْ َ,ْ-ِِ(ْ/ُْ ْ^ ﻡَلِ ا-ََكِ ﺏ6ْْ]ِ أَﻡOَِ ُEُOْ-َﺏ ْ>َ ِPَﻡO ُﻡُْرِ اLُِ ﺏc(َOََ َْ-ِM ِPَ3َ(َْ =َ(َ< اb-ِGََْ اِﻡَمِ إِذَا آَنَ ﻡ8ْOِM َِنL. ِPَﻡOْ َﺕِ?ِ>ِ ا+َوَﺡ 107 106 .ْDُVْGَ ْ>َ َ?َVََd َِْنM, َ?ََM إِذَا وَا0َِْ=ً إA ْDُVْGَ Koran Jakarta, Rezim Utang Bakal Berlanjut, Ed. 388 Senin, 18 Mei 2009 Ibn Nujaim, al-Asybah wa al-Nazha’ir, Tahqiq: Abd al-Aziz Muhammad al-Wakil (Kairo : Mu’assasah al-Halabi, 1968), h.124 107 Artinya : Imam (kepala negara, pemegang otoritas tertinggi dalam suatu Negara boleh melakukan kebijakan terhadap kekayaan negara untuk hal-hal yang dipandangnya mengandung maslahat bagi mereka (warga negara); di antara kemaslahatan tersebut adalah menjual sebagian kekayaan baitul mal (perbendaharaan negara) guna menghimpun dana yang cukup untuk membiayai kemaslahatan dan kebutuhan umum mereka. Hal itu mengingat bahwa kebijakan imam, apabila didasarkan pada maslahat yang berhubungan dengan urusan umum dipandang tidak sah menurut hukum syariah kecuali sesauai dengan maslahah jika tidak sesuai dengan maslahah maka kebijakan tersebut tidak sah. Pejelasan Ibn Nujaim di atas menyatakan dengan cukup jelas bahwa penggunaan kekayaan negara untuk hal-hal yang mengandung maslahah bagi warga negaranya dibolehkan menjual sebagian kekayaan yang dimiliki oleh negara, asalkan kepentingannya untuk merealisasikan kemaslahatan bagi rakyatnya. Hal ini merupakan kondisi yang sama dialami oleh Indonesia, dimana dalam penerbitan SBSN pemerintah harus menyiapkan underlying asset yang nyata (tangible) guna dijadikan sebagi objek akad atau dijual hak kepemilikannya kepada investor, yang mana underlying asset adalah kekayaan yang dimiliki oleh negara seperti tanah, gedung dan barang milik negara yang bernilai dan bermanfaat. Penulis bependapat, meskipun BUMN, tanah , bangunan dan segala kekayaan Negara yang bernilai dijadikan sebagai underlying asset untuk menarik dana segar investor, tapi dengan satu catatan, pemerintah berkewajiban membeli kembali (buy Back) asset tersebut. Kebijakan penerbitan SBSN ini menurut penulis- tidaklah mengekor pada kebijakan kebijakan Konvensional,dan bukanlah bentuk dari islamisasi kebiksanaan konvensional, karena sukuk telah dilakukan oleh Negara-negara muslim mulai sejak abad pertengahan ke 17. Kaitan SBSN sendiri dengan kepentingan pemerintah dalam pembiayaan defisit, harus mengerti betul-betul segala konsekuensi dari kebijakan yang diambil dan tidak mengabaikan prinsip-prinsip kehati-hatian dan keadilan dari semua kontrak yang dilakukan dan harus saling menguntungkan antara emiten (Pemerintah) dan investor-investor yang ingin membantu pemerintah Indonesia dalam Pembiyaan APBN. Hanya saja untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi pemerintah harus realistis. Ketua Panitia Anggaran DPR, Abdullah Zainie berpendapat angka pertumbuhan yang realistis untuk tahun 2005 adalah 5,4%. Menurutnya angka pertumbuhan lebih dari itu, seperti 6% adalah tidak realistis mengingat keterbatasan dana pemerintah sementara partisipasi dana swasta belum terlalu dapat diharapkan karena masih rendahnya tingkat investasi. 108 Jadi logika kebijakan makro ekonomi yang diterapkan di Indonesia adalah "kemiskinan dan pengangguran akan terpecahkan dengan sendirinya jika pertumbuhan ekonomi tinggi".109 108 Kompas edisi online, Pemerintah tidak Berani Menargetkan Pertumbuhan Ekonomi 6 Persen 2005, 17 Mei 2004, http://www.kompas.com 109 Lihat Mubyarto, Kemiskinan, Pengangguran…, Republika Online, Mubyarto: Ekonomi Indonesia Keliru, 10 Desember 2003, http://www.republika.co.id, Gatra Online, Djatun: Empat Langkah, Kurangi Kemiskinan, M. Khatib Basri, Kembali ke Dasar Prinsip Ekonomi. Betapa urgennya masalah pertumbuhan ekonomi dalam paradigma ekonomi konvensional diungkapkan oleh Thurow. Sebagaimana dikutip Umar Capra, Thurow menyatakan "Jika negara memiliki pertumbuhan yang lebih cepat, maka ia akan memiliki lapangan kerja yang lebih banyak dan pendapatan yang lebih tinggi bagi siapa saja, dan ia tidak perlu risau mengenai distribusi lapangan kerja atau pendapatan. … Dalam keadaan apa pun, distribusi sumber-sumber daya ekonomi secara otomatis akan menjadi lebih merata seiring dengan proses pertumbuhan ekonomi.110 Agar pertumbuhan ekonomi yang tinggi tercapai maka kebijakankebijakan makro ekonomi dan fiskal diarahkan untuk menggenjot tingkat produksi nasional.111 Melalui peningkatan investasi, konsumsi masyarakat, dan ekspor.112 Lantas bagaimanakah caranya agar hal tersebut dapat dicapai? Logikanya, untuk meningkatkan ekspor, kapasitas terpasang industri dalam negeri harus ditingkatkan, tapi hal ini sangat tergantung pada daya saing dan permintaan pasar dunia terhadap komoditas-komoditas yang diproduksi di 110 Leter Thurow, The Illusion of Economy Necessity, dalam Solo and Anderson (1981), hal. 250, dalam M. Umar Capra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Islam and Economic Challenge), alih bahasa Ikhwan Abidin Basri, cet i, (Jakata: Gema Insani Press, 2000), hal. 52. 111 Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan tingkat output suatu negara secara keseluruhan. (Lihat Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, Makroekonomi: Ed. xiv, (Macroeconomics), alih bahasa Haris Munandar dkk, cet. iv, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1997), hal. 55 112 Boediono, Keterangan Menteri Keuangan. Indonesia. Dan dana yang didapatkan daeri penerbitan sukuk ritel dan global yang notabene diterbitkan oleh pemerintah seyogyanya diprioritaskan untuk pengembangan usaha kecil menegah, pembenahan BUMN agar dapat menghasilkan profit yang nyata yang pada gilirannya dapat dialihkan untuk pembangungan infrastruktur dan fasilitas umum yang dapat dirasakan oleh masyarakat seutuhnya. Dan bukan sebaliknya, dana yang didapatkan dari penerbitan SBSN bukan untuk dana reguler yang tidak ada profit return, seperti Bantuan Langsung Tunai. Begitu pula untuk meningkatkan konsumsi masyarakat, tingkat pendapatan masyarakat harus didorong, antara lain melalui penyerapan tenaga kerja baru dan pengangguran. Artinya untuk menyerap tenaga kerja sebanyak mungkin, investasi dan kapasitas terpasang industri di Indonesia harus ditingkatkan. Sebaliknya agar investasi meningkat, pasar dalam negeri harus memilki daya tarik bagi para investor, antara lain berupa tingginya pemintaan (konsumsi) masyarakat. Jadi dalam logika ini, kunci peningkatan output Indonesia (baik PDB dan PNB) adalah peningkatan investasi, dengan kata lain tingkat investasi yang tinggi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang tinggi.113 113 Di masa Orde Baru kepercayaan akan kemampuan pertumbuhan ekonomi dalam menuntaskan kemiskinan (trickle down effect) – meskipun kemudian dibungkus trilogi pembangunan – telah menyeret Indonesia pada jebakan utang (debt trap). Pemerintah saat itu meyakini utang luar negeri merupakan sumber investasi pembangunan yang sangat penting untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimanakah menarik investasi dari dalam (PMDN)114 dan luar negeri (PMA)115 ke Indonesia? Menjawab permasalahan rendahnya investasi di Indonesia paska tahun 1997 Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Andre Steer, sebagaimana dikutip Republika mengatakan "Indonesia harus menciptakan lingkungan atau situasi kondusif (iklim investasi – tambahan penulis) di mana orang-orang mau berinvestasi di sini."116 Untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif setidaknya pemerintah harus melakukan kebijakan-kebijakan ekonomi dan deregulasi yang pro pasar, menciptakan stabilitas keamanan dan sosial, kepastian hukum dan menghilangkan ekonomi biaya tinggi (seperti pungli dan korupsi). Intinya adalah bagaimana membentuk persepsi positif tentang Indonesia di mata para investor dengan meminimalisir country risk. Dari sisi peranan pemerintah, tidak mengherankan jika pemerintah berusaha mengarahkan kebijakan fiskal pro pasar (market oriented) meskipun untuk itu pemerintah harus melakukan kebijakan yang mengesampingkan hakhak masyarakat. Terlebih dalam situasi krisis seperti sekarang, dengan beban utang yang sangat besar, memaksa pemerintah mengandalkan peranan modal 114 Penanaman Modal Dalam Negeri 115 Penanaman Modal Asing. 116 Republika Online, CGI Prihatinkan Iklim Investasi di Indonesia, 4 Juni 2004, http://www.republika.co.id swasta dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi, dan Penerbitan SBSN adalah salah satu kebijakan yang berbasis syariah yang diambil pemerintah.117 Besarnya harapan pemerintah terhadap modal swasta dapat dilihat dari jumlah investasi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5,4%. Menurut Abdullah Zainie, dana yang dibutuhkan agar target pertumbuhan terpenuhi adalah Rp 440 trilyun. Sementara peranan langsung fiskal pemerintah (APBN) yang dapat disalurkan adalah Rp 56 trilyun, sedangkan sisanya ditutupi oleh APBD sebesar Rp 40 trilyun, BUMN dan BUMD sebesar Rp 135 trilyun, dan investasi swasta (PMDN dan PMA) Rp 205 trilyun)118. Atas dasar kebutuhan investasi swasta inilah, pemerintah mengambil kebijakan apapun yang dipandang dapat memulihkan kepercayaan para investor baik lokal maupun asing. Dalam pandangan an-Nabhani, politik ekonomi pertumbuhan yang berbau developmentalis adalah keliru dan tidak sesuai dengan realitas, serta tidak akan 117 Dari sisi tren ekonomi global memang terjadi penurunan (pergeseran) peranan pemerintah dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi dibandingkan peranan swasta. Hal ditandai dengan berkurangnya peranan pinjaman luar negeri dibandingkan peranan penanaman modal swasta dalam investasi. Menurut laporan Bank Dunia dalam Global Development Finance, selama periode 19901996 peranan pinjaman luar negeri menurun dan cenderung stagnan, sedangkan arus modal swasta meningkat tanpa fluktuasi. Pada tahun 1996, jumlah pinjaman luar negeri yang diserap negara-negara berkembang sebesar US$ 60 miliar, sementara arus modal swasta yang masuk ke negara-negara berkembang mencapai US$ 244 miliar. (Republika, Ketika Arus Dana Swasta ke Negara Berkembang Melonjak, 26 Maret 1997.) 118 Kompas edisi online, Pemerintah tidak Berani. menyebabkan meningkatnya taraf hidup dan kemakmuran bagi setiap individu secara menyeluruh. Dan penerbitan SBSN dengan prinsip syariah dan underlaying asset yang tangible diharapkan mampu membawa kesejahteraan bagi masayarakat luas. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari Analisis Kebijakan Fiskal Islam terhadap kebijakan Pemerintah dalam penerbitan Surat Berharga Syariah Negara, dapat ditarik kesimpulan; 1. Kebijakan Pemerintah menerbtikan SBSN untuk pembiayaan Defisit Anggaran Pembelanjaan Belanja Negara dalam kebijakan Fiskal Islam dapat ditempuh ketika pendapatan Negara dari pengelolaan Badan Usaha Milik Negara, pendapatan dari pajak, zakat, infaq dan derma sudah tidak dapat memutupi deficit APBN. Artinya penerbitan SBSN adalah kebijakan fiscal khusus yang boleh dilakukan hanya dalam keadaan dharurat (emergency chase). Setiap kebijakan fiskal yang diambil dalam hal ini ssperti penerbitan SBSN, distribusi dana wajib diprioritaskan untuk mengadakan infrastruktur dan sarana umum yang diharapkan berimplikasi menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu secara menyeluruh dan mendorong masyarakat memenuhi berbagai kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar kemampuannya. Kebutuhan-kebutuhan katagori ini adalah pengadaan infrastruktur seperti jalan raya yang menunjang kelancaran transaksi perekonomian antar wilayah misalnya. Fasilitas umum lainnya seperti rumah sakit, yang diharapkan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Dan juga yang harus diprioritaskan adalah untuk pendidikan, karena pendidikan yang baik dan yang sistematis akan menciptakan Sumber Daya Manusia yang unggul yang diharapkan mampu bersaing dan mewujudkan kesejahteraan bagi dirinya, keluarganya dan bangsanya. 2. Kebijakan yang dikeluarkan harus menjamin pemenuhan kebutuhan pokok ditujukan kepada seluruh warga negara tanpa memandang agama, warna kulit, suku bangsa, dan status sosial. Hanya saja intervensi negara melalui kebijakan fiskal berupa jaminan pemenuhan akan pangan, sandang dan papan khusus ditujukan kepada warga negara miskin yang kepala keluarga dan ahli warisnya tidak mampu lagi memberikan nafkah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Sedangkan warga negara yang berasal dari keluarga mampu tidak mendapatkan subsidi negara. Selanjutnya intervensi negara dalam pengadaan jaminan dan pelayanan keamanan, kesehatan dan pendidikan (public utilities) secara cuma-cuma ditujukan kepada seluruh warga Negara. Pola kebijakan yang diterapkan tidak pukul rata dan tidak sentralistik, tetapi bersifat bottom up sesuai kondisi dan harapan warga masyarakat setempat. Intinya pola kebijakan yang diterapkan ditujukan untuk mencapai kemaslahatan warga masyarakat. Intervensi pemerintah dalam bentuk kebijakan fiskal adalah dalam konteks kebijakan makro ekonomi. Kebijakan pada level makro ini harus diturunkan (dijabarkan) ke dalam level mikro yang bersentuhan langsung dengan aktivitas riil ekonomi masyarakat. Karena itu agar efek fiskal berdampak positif bagi peningkatan taraf hidup masyarakat secara luas dan menyeluruh, pemerintah harus mengembangkan pola-pola kebijakan (skema) mikro yang bottom up dengan menyesuaikannya dengan potensi, kondisi, dan aspirasi warga masyarakat. Dari sisi permodalan negara dapat mengembangkan pola pinjaman tanpa bunga, subsidi, atau pola patnership seperti mudharabah dan musyarakah. Di sisi lain negara juga harus menyediakan infrastruktur, sarana dan pra sarana yang menunjang kegiatan produksi, jasa dan perdagangan masyarakat, seperti listrik, sarana komunikasi, jalan umum dan sarana transportasi, serta bangunan pasar. Juga negara harus memberikan kemudahan akses bahan baku, menyediakan informasi dan membantu pemasaran, termasuk memperkerjakan tenaga ahli dan konsultan untuk melatih dan membentuk jiwa wira usaha (interprenurship) ataupun keahlian teknis bagi para pekerja. Negara harus mampu menjalankan politik pertanian dan politik industri yang sesuai tuntutan syara' untuk mencapai kemandirian ekonomi. Sebab penguasaan dua pilar perekonomian ini sangat menentukan kekuatan ekonomi nasional dari segi kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, dan pasokan alat-alat pertanian untuk meningkatkan produktivitas pertanian, dan pasokan mesin-mesin pabrik dan industri. Negara wajib mengadakan fasilitas umum dan pelayanan publik yang sangat dibutuhkan oleh warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, sehingga berbagai kepentingan dan urusan masyarakat terpenuhi dengan lancar. B. Saran 1. SBSN / Sukuk Negara adalah salah satu konsep yang menjadi instrument kebijakan fiscal. Pemerintah dalam setiap melakukan kontrak sukuk harus jelas menetukan tenor pengembalian emisi yang digunakan. Melakukan evaluasi yang berhati-hati mengenai return yang akan diperoleh dan biaya semua proyek baru, dan lebih mengoptimalkan BUMN, dengan cara merestrukturisasi pada internal BUMN yang dinilai terlalu gemuk dan tidak efektif. Dan melakukan kebijakan holding, merger atau konsolidasi untuk BUMN dan perusahan-perusahan public yang terlalu banyak memakan operational budgeting tanpa disertai certain return yang yang memberikan balance income untuk APBN. 2. Pemerintah harus punya strategi pengelolaan utang domestik yang baik, baik penerbitan, pelunasan, pengaturan jatuh tempo, refinancing, buy back, maupun peminimuman biaya dan risiko utang sehingga potensi bom waktu utang tak terjadi. Dalam kasus sukuk Project Financing, pemerintah harus smart dalam Economic Diplomation dan smart dalam Contract Negotiation. 3. Setelah menjaring dan dari Penerbitan SBSN, pemerintah sangat tidak diharapakan menaruh cadangan devisa Negara (idle fund) di pasar uang yang derivasinya berasal dari pasar uang yang tidak sesuai dengan syariah. 4. APBN diprioritaskan untuk pro-growth, pro-job dan pro-poor. Dengan memperkuat ketahanan pangan diharapkan akan menciptakan kemandirian disektor riil yang tidak mudah terpengaruh kondisi eksternal. Sistem perekonomian yang berpihak kepada rakyat saat ini diharapkan yang diterapkan di Indonesia. Pengaruh resesi ekonomi global diharapkan dapat ter-reduksi dengan menciptakan ekonomi yang berpihak kepada rakyat sehingga tercipta kondisi dimana sektor riil dapat bertahan dalam kondisi apapun 5. Selain konsep ekonomi yang berpihak kepada rakyat, proses pelaksanaan APBN perlu mendapat diperhatikan dimana uang yang telah dialokasikan tersebut memang betul-betul digunakan untuk kepentingan rakyat seperti peningkatan fasilitas umum, infrastruktur umum, dana Pendidikan Nasional, membangun kemandirian UMKM, dan penciptaan ketahanan pangan. Khusus UMKM Pemerintah harus lebih melirik dan memperhatikan sector ini dengan melakukan proteksi atas keberlangsungan unit UMKM tersebut, bukan berarti kita menganut paham ekonomic protectionist, tapi itu ditempuh terlebih untuk upaya untuk mewujudkan ekonomi rakyat yang mandiri. DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an al-Karim Al Munjid, Fil-lughoh wal-A’lam,, Beirut: Darul Masyriq Al-Maktabah aSyarkiyyah, 2002, cet. 39 An-Nabhani, Taqyudin., An-Nidzam al-Iqtishody fil Islam, Penerjemah: Munawwar Ismail Membangun Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, Surabaya : Risalah Gusti, cet. i, 2000 Al-Suyuthi, Al-Asybah wa al-Nazha’ir, tahqiq: Muhammad al-Mu’tashim bi Allah al-Baghdadi, Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1987 Al-Kahlani, Muhammad Ibn Ismail, Subulussalam, Bandung Dahlan, tth, Jilid iii Al-Baaqi, Muhammad Fuad Abduh., Sunan Ibn Majah, Mesir, Darul Fiqr, TT, Jilid ii, h.784 Al-Syaukani, Irsyad al-Fuhul Ila Tahqiq, Ilm Al-Ushul, Makkah, Maktabah Al-Tijariyah 1993, Cet. i Abdullah, Taufik .,dkk. Ensklopedia Tematis Dunia Islam Jilid 3, Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Voeve, 2002 Antonio, Muhammad Syafi’i., Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001 Amalia, Euis., Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, Jakarta:Pustaka Asatruss, 2005, cet. i Aulad, Khairul., Surat Berharga Syariah Negara / Sukuk Negara Sebagai Sumber Pembiayaan Fiskal Dan Instrumen Investasi, Direktorat Pembiayaan Syariah Depkeu RI, disampaikan Pada Seminar Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. AJP-Arab News, ”Rekomendasi Terbaru dari AAOIFI Tentang Penerbitan dan Struktur Sukuk”, diakses pada tanggal 5 Agustus 2008 dari www.islamOnline.com. Bakar. Muhammad Daud., Round-table Discussion on Internasional Islamic Sovereign Bond (sukuk), Foreign Debt Division Directorate of Internasional Affair Bank Indonesia 2006 Bungin, Burhan., Metodologi Penelitian Kualitatif, aktualisasike Arah Ragam Varian Kontemporer, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2006 Basri, M Khatib, Kembali ke Dasar Prinsip Ekonomi, diakses dari http://www.republika.co.id, Gatra Online, , 10 Desember 2003, Chapra, M. Umer., The Future of Economic An Islamic Perspektive, Landscape Baru Perekonomian Masa Depan, Jakarta: Shari’ah Economics and Banking institute, 2001 Chapra, M Umer, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Islam and Economic Challenge), alih bahasa Ikhwan Abidin Basri, cet i, Gema Insani Press, Jakata 2000 Council of Economic Advisers USA, Economic Report of the Presiden February 2003, http://w3.access.gpo.gov/usbudget/fy2004/sheets/b1.xls Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Tanya Jawab Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk Negara) Instrumen Keuangan Bebasis Syariah, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta, cetakan. i Departemen Keuangan, Sosialisasi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara, Pusat Riset Informasi dan Data Ekonomi Syariah, Jakarta, 2008 Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah, Mengenal Sukuk Instrumen Keuangan Berbasis Syariah, Brosur Departemen Keuangan Republik Indonesia. Direktorat Perbankan Syariah-Bank Indonesia, Kebijakan Akselerasi Pengembangan Perbankan Syariah 2007-2008, diakses dari [email protected] pada tanggal 28 Apri 2009l Esposito, John L., Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic Word, penerjemah: Eva YN, Femy S, dkk, Ensiklopedi Oxfor Dunia Islam Modern, Bandung: Mizan, cet. i, 2001 Endy Dwi Tjahjono, dkk., Outlook Ekonomi Indonesia Krisis Finansial Global dan Dampaknya terhadap Perekonomian Indonesia 2009-2014, Biro Riset Ekonomi Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia diakses dari http://www.bi.go.id pada tanggal 20 Februari 2009 Foreign Debt Division Directorate of International Affair, 2006, Round Table Discussion on International Islamic Sovereign Bond (Sukuk), Jakarta :Bank Indonesia Huda, Nurul., dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, Jakarta : Kencana, 2007 Haroen, Nasrun., Perdagangan Saham di Bursa Efek - Tinjauan Hukum Islam, Ciputat, Yayasan Al-Hikmah ,cet I, 2000 Hakim, Cecep Maskanul “Obligasi Syariah Kendala dan Prospek” Peneliti Bank Yunior Biro Perbankan Syariah-Bank Indonesia, Jakarta, 2007 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Ekonisia, Yogyakarta 2003 Ida Musdafia Ibrahim Analisis Obligasi Syariah (sukuk) bagi perkembangan Investasi di Indonesia yang diakses dari http://www.yai.ac.id/UPI/simposium/ida.doc Investasi: Menyelami Seluk-beluk Sukuk Ritel, diakses dari http://www.sebi.ac.id pada tanggal 18 Mei 2008 Ibn Nujaim, al-Asybah wa al-Nazha’ir, Tahqiq: Abd al-Aziz Muhammad alWakil, Mu’assasah al-Halabi, Kairo, 1968 Karim, Adi Warman A, Ekonomi Makro Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, ed. ii Kebijakan Fiskal Rasulullah SAW, artikel diakses dari halalguide.info pada tanggal 18 Mei 2009 Kate Randall, US Poverty Rose Sharply http://www.wsws.org, pada tanggal 27 September 2002 in 2001, diakses dari Kompas edisi online, Pemerintah tidak Berani Menargetkan Pertumbuhan Ekonomi 6 Persen 2005, diakses dari http://www.kompas.com pada tanggal 17 Mei 2004, Lewis, & Latifa M., Algaoud, Perbankan Syariah: Prinsip, Praktik dan Prospek, Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007, cet.I Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Islam, Jakarta: PT.Salemba Emapat Patria, 2002, ed.I Mubyarto: Ekonomi Indonesia Keliru. Republika Online, , 10 Desember 2003, http://www.republika.co.id, Mustafa Kamal Rokan ”Konsep Dasar Keuangan Islam” Diakses pada tanggal 28 Juli 2008 http://www.waspada.co.id Menggunakan Joomla!. Majalah Investor, Business & Capital Markets edisi November 2008 Majalah Gatra, Booming Bisnis Syariah, edisi khusus Lebaran, No.48, Oktober 2007 Muda, Ahmad Antoni K., Kamus Lengkap Ekonomi, Jakarta: Gitamedia, 2003, cet. III Muhajir Noeng., Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : Rake Sarasin, 1990 Munawwir, AW., Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Surabaya: Pustaka Progressif ,2002, Cet ke-25, , hal. 787 Terlengkap, Nazwar U. Nawawi, “Mengenal Sukuk,” Pontianak Post, Selasa 2 September 2008 Parson, Wayne,. Public Policy, Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan, Jakarta: Kencana, 2006) cet.1 Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, Makroekonomi: Ed. xiv, (Macroeconomics), alih bahasa Haris Munandar dkk, cet. iv, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1997), hal. 55 Republika Online, CGI Prihatinkan Iklim Investasi di Indonesia, 4 Juni 2004, http://www.republika.co.id Pemerintah Terbitkan Sukuk Valas artikel yang diakse dari http://www.waspada.co.id pada tanggal 22 Mei 2008 RUU Nomor 19 Tentang Surat Berharga Syariah Negara yang diakses dari www.legalitas.org pada tanggal 15 Februari 2009 Redaksi, Buletin Hukum Perbankan Dan Kebanksentralan; Volume 3 Nomor 3, 2005 Rahardjo, M Dawam., Menegakkan Syariah Islam di Bidang Ekonomi, disampaikan pada Acara Orasi Ilmiah Program Pasca Sarjana Universiatas Muhammadiyah Jakarta, pada mata kuliah Kontemporer” di Jakarta tanggal 18 Januari 2003 “Islam dan masalah-masalah Saeed, Abdullah., Menyoal Bank Syariah : Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis, Jakarta : Paramadina, 2006, cet. Iii Sukuk, Defisit, dan Utang http://ajisaka.dagdigdug.com pada Negara, artikel yang diakses dari tanggal 12 Juni 2008 Sharing, Majalah Ekonomi dan Bisnis Syariah, Berkah Duo UU untuk Ekonomi Indonesia, ed. xx, Thn ii, Agustus 2008. Schemidt, Helmut., The Structure of The WorldProduct, Germany: Foreign Affair, 1974. Sudarsono, Heri., Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2003 Surat Pernyataan Kesesuaian Syariah, Tim Ahli Syariah untuk Penerbitan SBSN DSN-MUI, 2008. Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung : Alumni, 2004 Tim Studi Standar Akuntansi Syariah di Pasar Modal, Studi Standar Akuntansi Syariah Di Pasar Modal Indonesia, Jakarta : BAPEPAM, 2007 UU Surat Berharga Syariah Negara, artikel yang diakses dari vivanews.com pada tanggal 18 Maei 2009 Visi dan Misi Strategi Pembanguan Nasional Pemerintah RI 2004-2009 yang diakses dari situs resmi Republik Indonesia http://www.indonesia.go.id/id Waluyanto, Rahmat., “Potensi Sukuk Negara (Surat Berharga Syariah Negara) Sebagai Sumber Pembiayaan APBN dan Investasi” Presentasi dalam Seminar Indonesia Syariah Expo Jakarata pada tanggal 27 Oktober Tahun 2007 Zudin, “Islamic Bonds (sukuk) Its Introduction and Application” diakses pada 27 Juni 2007 dari http://konsultasimuamalat.wordpress.com/islamic-bonds-sukuk-itsintroduction-and-application.