fakultas hukum universitas sebelas maret surakarta 2010

advertisement
IMPLEMENTASI PASAL 203 KUHAP MENGENAI WEWENANG
HAKIM DALAM PEMERIKSAAN ACARA SINGKAT (THE
SHORT SESSION OF THE COURT) DAN IMPLIKASINYA
BAGI TERWUJUDNYA ASAS PEMERIKSAAN PERKARA
YANG CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN
(Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum
pada Fakultas HukumUniversitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
RATNA DEWI ANITA .I.
E.0005040
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
IMPLEMENTASI PASAL 203 KUHAP MENGENAI WEWENANG
HAKIM DALAM PEMERIKSAAN ACARA SINGKAT (THE
SHORT SESSION OF THE COURT) DAN IMPLIKASINYA
BAGI TERWUJUDNYA ASAS PEMERIKSAAN PERKARA
YANG CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN
(Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta
Disusun oleh :
RATNA DEWI ANITA .I.
NIM : E0005040
Disetujui untuk Dipertahankan
Dosen Pembimbing
KRISTIYADI, S.H.,M.Hum
NIP.1958 1225 1986 01 1001
ii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
IMPLEMENTASI PASAL 203 KUHAP MENGENAI WEWENANG HAKIM
DALAM PEMERIKSAAN ACARA SINGKAT (THE SHORT SESSION OF THE
COURT) DAN IMPLIKASINYA BAGI TERWUJUDNYA ASAS PEMERIKSAAN
PERKARA YANG CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN
(Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)
Disusun oleh :
RATNA DEWI ANITA .I.
E0005040
Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum ( Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari
:
Tanggal :
TIM PENGUJI
1. Edy Herdyanto, S.H.,M.H
Ketua
: ……………………………
2.Bambang Santoso, S.H.,M.Hum
Sekretaris
: ……………………………
3.Kristiyadi,S.H.,M,Hum
Anggota
: ..........................................
MENGETAHUI
Dekan,
Mohammad Jamin, S.H.,M.Hum
NIP.19610930 198601 1 001
iii
Motto
Karena Sesungguhnya Sesudah Kesulitan Itu Ada Kemudahan
(Q.S. Alam Nasyrah : 5)
Jangan Tanyakan Apa Yang Negara Berikan Kepadamu. Tetapi Tanyakanlah
Apa Yang Telah Kauberikan Kepada Negara
(John Fitzgerald Kennedy)
iv
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan Skripsi ini kepada :
Ibundaku tercinta (ALM) Wiwik Dwi Hastuti dan Ayahku yang aku
hormati Hartono SE yang senantiasa mendoakan kebaikan untukku,
mengasihi dan selalu menyayangiku, semoga Allah S.W.T menyayangi
beliau.
Adikku tercinta Elly Herowanto semoga kita bertiga menjadi kebanggaan
kedua orang tua kita
Untuk Kakek (ALM) dan Nenekku, yang selalu memberikan kasih sayang
kepadaku
Teman-temanku
Mahasiswa Fakultas Hukum UNS
Almamater UNS tercinta
Bangsa dan negara Indonesia
v
ABSTRAKSI
Ratna Dewi Anita .I., E0005040. IMPLEMENTASI PASAL 203
KUHAP MENGENAI WEWENANG HAKIM DALAM PEMERIKSAAN
ACARA SINGKAT (THE SHORT SESSION OF THE COURT) DAN
IMPLIKASINYA BAGI TERWUJUDNYA ASAS PEMERIKSAAN
PERKARA YANG CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN (Studi
Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta). Fakultas Hukum. Universitas Sebelas
Maret. Penulisan Hukum (Skripsi). 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui pelaksanaan hakim
dalam dalam pemeriksaan acara singkat (the short session of the court) dan untuk
mengetahui implikasinya bagi terwujudnya asas pemeriksaan perkara yang cepat,
sederhana dan biaya ringan apakah telah sesuai atau bertentangan.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif empiris
dengan menggunakan studi kasus. Lokasi yang dipakai penelitian adalah
Pengadilan Negeri Surakarta. Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan
sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan observasi, wawancara,
dan penelitian kepustakaan baik berupa buku-buku, peraturan perundangundangan, dokumen-dokumen dan sebagainya. Dari data-data primer dan
sekunder tersebut, kemudian dianalisis secara kualitatif sehingga diperoleh suatu
gambaran yang akurat mengenai hasil penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasinya asas cepat,
sederhana, dan biaya ringan dapat diterapkan di segala perkara. Apabila
diterapkan dalam acara singkat, perkara tersebut harus didakwa dengan dakwaan
tunggal, bukan dakwaan subsidair. Adapun biaya murah tercermin dalam dalam
pemanggilan saksi yang hanya dipanggil sekali saja dalam waktu yang sama, baik
saksi meringankan dan memberatkan serta saksi ahli dan apabila terdakwa tidak
mampu membayar penasihat hukum disediakan secara cuma-cuma oleh Negara
melalui pengadilan negeri.
vi
ABSTRACT
Ratna Dewi Anita. I., E0005040. THE IMPLEMENTATION OF
ARTICLE 203 OF CIVIL CODE (KUHAP) ABOUT THE JUDGE’S
AUTHORITY IN EXAMINING THE SHORT SESSION OF THE COURT
AND THE IMPLICATION FOR THE REALIZATION OF THE QUICK,
SIMPLE AND LOW-COST CASE EXAMINATION PRINCIPLE (A CASE
STUDY IN THE SURAKARTA FIRST INSTANCE COURT). Law Faculty.
Surakarta Sebelas Maret University. Thesis. 2010.
This research aims to find out the implementation of judge’s authority in
examining the short session of the court and to find out its implication for the
realization of the quick, simple and low-cost case examination principle, whether
it has been consistent or contradictory.
This study belongs to a descriptive empirical research using case study.
The location of research was Surakarta First Instance Court. The data type
employed was primary and secondary data. Techniques of collecting data
employed were observation, interview and literary research either from books,
legislations, documents and etc. Those primary and secondary data were then
analyzed qualitatively so that an accurate description about the result of research
was obtained.
The result of research shows that the implementation of quick, simple and
low-cost principle can be applied in all cases. If it is applied in the short session of
the court, such case should be accused with single accusation, rather than
subsidiary accusation. The low cost is reflected in the witness convening in which
the witness is only called once at the same time, the one both alleviating and
incriminating as well as the expert witness and if the accused cannot pay the
lawyer, it is provide for free by the State through the first instance court. The chief
of session should consider precisely and thoroughly the note of all oral accusation
notification presented by the public prosecutor in the short session in order that
the indictment is not cancelled for the sake of law.
vii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT atas rahmat dan petunjuk-Nya
memberikan kemudahan, semangat dan kelancaran kepada penulis dalam
menyelesaikan penulisan hukum ini dengan judul “ IMPLEMENTASI PASAL
203 KUHAP MENGENAI WEWENANG HAKIM DALAM PEMERIKSAAN
ACARA SINGKAT (THE SHORT SESSION OF THE COURT) DAN
IMPLIKASINYA BAGI TERWUJUDNYA ASAS PEMERIKSAAN PERKARA
YANG CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN (Studi Kasus di
Pengadilan Negeri Surakarta)”. Penulisan hukum ini merupakan syarat untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Penulis menyadari dalam penulisan Hukum ini tidaklah mungkin selesai
tanpa bimbingan, bantuan, saran serta kebersamaan orang-orang di sekitar penulis.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1.
Moh. Jamin, S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta
2.
Bapak Prasetyo Hadi P., S.H.,M.S. selaku Pembantu dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.
Bapak Suraji, S.H.,M.Hum. selaku pembantu Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
4.
Bapak Suranto, S.H.,M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5.
Ibu Subekti S.H.,M.H., selaku Pembimbing Akademik penulis selama
menuntut ilmu di Fakultas hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6.
Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku ketua bagian Hukum Acara
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7.
Bapak Kristiyadi, S.H., M.Hum. selaku pembimbing penulisan hukum yang
telah sangat membantu, membimbing, dan mengarahkan dengan penuh
viii
kesabara kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. Terima
kasih atas bimbingannya selama penulisan skripsi hingga selesai.
8.
Bapak Bambang Santoso S.H.,M.Hum yang telah membantu dalam
membimbing dan mendukung penulis dalam skripsi selama ini.
9.
Bapak Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga kepada penulis selama
menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
10.
Bapak Ibu karyawan serta staf Tata Usaha, bagian Akademik, bagian
Kemahasiswan, bagian Transit, bagian Keamanan dan bagian Perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
11.
Ayah Ibuku tercinta yang telah memberikan kasih sayang yang berlimpah
kepada penulis. Luv u For ever...
12.
Adikku Elly yang sangat aku sayangi, muaah...
13.
Kakek (alm) dan Nenekku tercinta yang senantiasa
memberikan kasih
sayang dan bantuan kepada penulis.
14.
Keluarga Besar Madollah, terima kasih semuanya.
15.
Keluarga Besar Panikem, terimakasih dorongannya untuk saya.
16.
Sahabat-sahabatku, Ijup ijup yang sangat narsis hahaha, Nila, Tazmania
alias Nila Amania, terima kasih atas dukungan dan hari-hari terindahnya
selama di Solo, teman suka maupun duka yang senantiasa selalu memberi
semangat penulis untuk menyelesaikan skripsi. JANGAN LUPAIN AKU
YAA...
17.
Teman-Teman Salitaaaaa T.T hiks hiks…., khususnya Nila (alumni salita yg
sll terkenang), Teot (alumni jg), Mew-mew, Vany Iting dan, kalian sahabatsahabat yang selalu menemaniku setiap hari, ngerti perasaanku lagi seneng
ketawa ketiwi bareng, maen bareng, narsis narsisan bareng,, dan juga kalian
temen yang hibur Q saat nangiiis,, walo kadaang kaliaN jUga sering bikin
jengkel aku. Buat Adek-adek Kozku Nita dudul yang sll nemenin tidurku
setelah Nila haha,, yg sering aku utangin pulsanya yang sering aku jahiliin,
tp sebel juga kalo pas tidur kamu gangguin huft… Buat Liess (alumni jg),
Wahyu, Mila, Mb Butet yang sering nyanyi-nyanyi bareng triak-triak
ix
bareng, Yuni yang suka Q godain ikan cupangnya, Tina, Siska Si Monster
Mata, Inna Si Crewet, Tissa, Raras, Lusi, Barbara, Yolanda, Puput, Pak kos
Salitan mas Joko, Mba Wati….mmm banyak pokkoknya semua penghuni
Salita. Makasie yah semuanya… I will miss u all muuaah..
18.
Teman-temanku, Desy, Rosita, Denox, NoVis, Arief ‘tahu’, Fahmi, Intan ,
Mila, Neri, Kucluk, mas Arya jgj, man Ayip, Mantan-mantanQ (hihi..) dan
semua muanya yang gak bisa diketik satu per satu terima kasih atas
kebersamaannya selama iniiii.
19.
Angkatan 2005 yang sangat kompak
20.
Segala pihak yang telah membantu yang tak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
Surakarta,
Pebruari 2010
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN.........................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................
iii
HALAMAN MOTTO ......................................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................
v
ABSTRAKSI ...................................................................................................
vi
ABSTRACT.....................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
viii
DAFTAR ISI....................................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
xiii
BAB
I PENDAHULUAN.........................................................................
1
A. Latar Belakang .........................................................................
1
B. Pembatasan Masalah ................................................................
5
C. Perumusan Masalah .................................................................
5
D. Tujuan Penelitian .....................................................................
5
E. Manfaat Penelitian ...................................................................
6
F. Metode Penelitian ....................................................................
7
G. Sistematika Penulisan Hukum .................................................
15
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................
17
A. Kerangka Teori ........................................................................
17
1. Tinjauan Umum tentang Kekuasaan Kehakiman ................
17
a. Pengertian Kekuasaan Kehakiman ..................................
17
b. Pengertian Hakim ............................................................
19
c. Tugas dan Kewajiban Hakim...........................................
20
d. Wewenang Hakim ...........................................................
22
BAB II
2. Tinjauan Umum tentang Acara Pemeriksaan di Persidangan 23
a. Acara Pemeriksaan Biasa.................................................
23
b. Acara Pemeriksaan Singkat .............................................
25
xi
c. Acara Pemeriksaan Cepat ................................................
34
3. Tinjauan Umum tentang Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan
Biaya Ringan ......................................................................
35
B. Kerangka Pemikiran ................................................................
36
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................
39
A. Implementasi Pasal 203 KUHAP dalam Pemeriksaan Acara
Singkat di Pengadilan Negeri Surakarta ..................................
39
B. Implikasi Pelaksanaan Acara Pemeriksaan Singkat Berkesesuaian
BAB
dengan Asas Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan ..................
53
IV PENUTUP ....................................................................................
53
A. Simpulan ..................................................................................
57
B. Saran.........................................................................................
58
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Surat Keterangan Permohonan Ijin Penelitian Nomor:
3185/H27.1.11/PP/2009.
Lampiran II. Surat Keterangan Mengadakan Penelitian Nomor:
W12.U2/04/HK.04.01/1/2010/PN.Ska.
Lampiran III. Putusan Nomor: 01/Pid.S/2009/PN.Ska
xiii
PERNYATAAN
Nama : Ratna Dewi Anita .I
NIM
: E0005040
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi)
berjudul
:
IMPLEMENTASI
PASAL
203
KUHAP
MENGENAI
WEWENANG HAKIM DALAM PEMERIKSAAN ACARA SINGKAT
(THE SHORT SESSION OF THE COURT) DAN IMPLIKASINYA BAGI
TERWUJUDNYA ASAS PEMERIKSAAN PERKARA YANG CEPAT,
SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri
Surakarta) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya
dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan
dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya
tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa
pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari
penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta,
Pebruari 2010
yang membuat pernyataan
Ratna Dewi Anita .I.
E.0005040
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia
berdasarkan atas hukum dan bukan berdasarkan atas kekuasaan. Penegakan
hukum harus sesuai dengan peraturan yang berlaku dan juga berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi
manusia serta yang menjamin kedudukan yang sama bagi warga Negara di
dalam hukum dan pemerintahan. Setiap pelanggar peraturan hukum yang ada
akan dikenakan sanksi yang berupa hukuman sebagai reaksi terhadap
perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukannya. Untuk menjaga agar
peraturan itu dapat berlangsung terus dan diterima seluruh anggota
masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak
boleh bertentangan dengan asas-asas keadilan dari masyarakat tersebut.
Dengan demikian, hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum
dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu
asas-asas keadilan dari masyarakat.
Kekuasaan untuk mempertahankan peraturan perundangan atau
kekuasaan peradilan (kekuasaan yudikatif) berada di tangan Badan Peradilan
yang terlepas dan bebas dari campur tangan kekuasaan legeslatif dan
eksekutif. Untuk menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, badan
peradilan memerlukan peraturan-peraturan hukum yang mengatur cara-cara
bagaimana dan apakah yang akan terjadi jika norma-norma hukum yang telah
diadakan itu tidak ditaati oleh masyarakat. Hukum yang demikian adalah
hukum acara atau hukum formal. Hukum acara yang mengatur dan
melaksanakan soal-soal di Pengadilan terdiri dari Hukum Acara Perdata
xv
1
(Hukum Perdata Formal) dan Hukum Acara Pidana (Hukum Pidana Formal).
Hukum Acara Pidana adalah rangkaian peraturan hukum menentukan
bagaimana cara-cara mengajukan kedepan pengadilan, perkara-perkara
kepidanaan dan bagaimana menjatuhkan hukuman oleh hakim, jika ada orang
yang disangka melanggar hukum pidana yang telah ditetapkan sebelum
perbuatan melanggar hukum itu terjadi (C.S.T. Kansil, 1989 : 329).
Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) merupakan Peraturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan dari
Hukum Acara Pidana dalam lingkungan peradilan umum. Sebelum UndangUndang ini berlaku yang menjadi dasar bagi pelaksanaan hukum acara pidana
dalam lingkungan peradilan umum adalah “ reglemen Indonesia yang
dibaharui atau yang terkenal dengan nama “ het Herziene Inlandsch
reglement” atau H.I.R. (Statblad Tahun 1941 Nomor 44), yang berdasarkan
Pasal ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 itu dimaksudkan
untuk mengadakan unifikasi hukum acara pidana. Meskipun Undang-Undang
Nomor 1 Drt. Tahun 1951 telah menetapkan bahwa hanya ada satu hukum
acara pidana yang berlaku untuk seluruh Indonesia, yaitu R.I.B, namun di
dalannya ternyata belum memberikan jaminan dan lindungan terhadap hak
asasi manusia, perlindungan terhadap harkat martabat manusia sebagaimana
wajarnya dimiliki oleh suatu Negara hukum.
Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan
mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil,
yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana
dengan menerapkan ketentuan Hukum Acara Pidana secara jujur dan
tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat
didakwakan melakukan pelanggaran hukum dan selanjutnya meminta
pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah
terbukti bersalah atau tidak ( Faisal Salam, 2000 : 1).
Apa yang diatur dalam Hukum Acara Pidana adalah cara-cara yang
harus ditempuh dalam menegakkan ketertiban hukum dalam masyarakat,
namun juga sekaligus juga bertujuan melindungi hak-hak asasi tiap-tiap
xvi
individu baik yang menjadi korban maupun si pelanggar hukum ( Faisal
Salam, 2001 : 1-3).
Pemeriksaan dalam sidang Pengadilan bertujuan untuk meneliti dan
menyaring apakah suatu tindak pidana itu benar atau tidak, apakah pasal dan
Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana yang dilanggar itu sesuai perumusannya dengan tindakan
pidana yang telah terjadi. Pemeriksaan di muka persidangan bersifat akusator
yaitu terdakwa mempunyai kedudukan sebagai pihak sederajad menghadapi
pihak lawannya, yaitu Penuntut Umum dan hakimlah yang akan memutus
persengketaan. Pemeriksaan di muka umum harus dilakukan secara terbuka
untuk umum kecuali kalau peraturan menentukan lain.
KUHAP membedakan tiga macam pemeriksaan sidang pengadilan
yaitu acara pemeriksaan biasa, acara pemeriksaan singkat dan acara
pemeriksaan cepat. Dalam acara pemeriksaan singkat tidak memerlukan
waktu yang lama kerena mudah penerapan hukumnya dan dapat diputus pada
hari itu juga. Pengaturan acara pemeriksaan singkat terdapat dalam Pasal 203
ayat (1) KUHAP, yaitu : Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat
ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal
205 dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan
hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.
Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya murah atau lebih dikenal
dengan asas Contante Justitie. Asas tersebut dianut dalam KUHAP
sebenarnya penjabaran Undang-Undang Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman. Peradilan cepat (terutama untuk menghindari penahanan
yang lama sebelum ada keputusan Hakim), merupakan bagian hak-hak
asasi manusia. Begitu pula peradilan bebas dan tidak memihak yang
ditonjolkan dalam Undang-Undang tersebut (Andi Hamzah, 2006 :
11).
Untuk memperoleh pemerataan keadilan yang cepat, sederhana dan
biaya ringan, maka pejabat-pejabat pada semua tingkat pemeriksaan wajib
menunjuk penasihat hukum bagi tersangka dan terdakwa yang melakukan
xvii
tindak pidana dengan ancaman pidana mati atau ancaman pidana lima belas
tahun atau lebih bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan tindak
pidana lima tahun atau yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri.
Asas ini dimaksudkan untuk melindungi tindakan sewenang-wenang
dari aparat penegak hukum, baik pada pemeriksaan permulaan, penuntutan
maupun dipersidangan pengadilan. Untuk itu diperlukan petugas-petugas
yang handal, jujur dan berdisiplin tinggi dan tidak cepat tergoda oleh janjijanji yang menggiurkan. Kalau hal-hal tersebut diabaikan oleh petugas, maka
terjadilah penyimpangan-penyimpangan, kolusi dan manipulasi hukum.
(Faisal Salam, 2001 : 23).
Tujuan utama pembentukan undang-undang bukan lagi menciptakan
kodifikasi bagi norma-norma dan nilai-nilai kehidupan yang sudah
mengendap dalam masyarakat, melainkan menciptakan modofikasi
atau perubahan dalam kehidupan masyarakat. Dengan adanya
pengutamaan pada pembentukan undang-undang melalui cara
modifikasi, maka diharapkan bahwa suatu undang-undang itu tidak
lagi berada di belakang dan kadang-kadang terasa ketinggalan, tetapi
dapat berada didepan dan tetap berlaku sesuai dengan perkembangan
masyarakat (Maria Farida Indrati Soeprapto, 1993 : 1).
Berdasarkan uraian di atas penulis ingin mengetahui bagaimana
pelaksanaan hakim dalam acara singkat (the short session of the court),
mengetahui implikasinya bagi terwujudnya asas pemeriksaan perkara yang
cepat, sederhana dan biaya ringan, yang dihadapi sesuai dengan Pasal 203
KUHAP, maka dalam penyusunan skripsi ini penulis mengambil judul
IMPLEMENTASI PASAL 203 KUHAP MENGENAI WEWENANG
HAKIM DALAM PEMERIKSAAN ACARA SINGKAT (THE SHORT
SESSION OF THE COURT) DAN IMPLIKASINYA BAGI
TERWUJUDNYA ASAS PEMERIKSAAN PERKARA YANG CEPAT,
SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN.
xviii
B. Pembatasan Masalah
Suatu penelitian harus mengarah pada permasalahan dan tidak
menyimpang dari pokok pembahasan yang diteliti, sehingga perlu adanya
pembatasan permasalahan. Pembatasan permasalahan bertujuan untuk
menghindari terjadinya perluasan dan kekaburan masalah yang diteliti
sebagai akibat dari luasnya ruang lingkup penelitian, maka penulis hanya
membatasi dan hanya mengkaji tentang implementasi Pasal 203 KUHAP
mengenai wewenang hakim dalam pemeriksaan acara singkat (the short
session of the court) dan implikasinya bagi terwujudnya asas pemeriksaan
perkara yang cepat, sederhana dan biaya ringan di Pengadilan Negeri
Surakarta.
C. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu
penelitian yaitu untuk mempermudah penulis dalam membatasi masalah yang
akan diteliti sehingga tujuan dan hasil dari penelitian tersebut dapat tepat pada
sasaran serta sesuai dengan yang diharapkan.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah implementasi Pasal 203 KUHAP dalam pemeriksaan acara
singkat di Pengadilan Negeri Surakarta?
2. Apakah implikasi pelaksanaan pemeriksaan acara singkat berkesesuaian
atau bertentangan dengan asas pemeriksaan perkara yang cepat, sederhana
dan biaya ringan?
D. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian harus memiliki tujuan penelitian yang merupakan
jawaban terhadap pemecahan permasalahan yang dihadapi. Berdasarkan
permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
xix
1.
Tujuan Obyektif
a.
Untuk mengetahui pelaksanaan hakim dalam dalam pemeriksaan
acara singkat (the short session of the court).
b.
Untuk mengetahui implikasinya bagi terwujudnya asas pemeriksaan
perkara yang cepat, sederhana dan biaya ringan apakah telah sesuai
atau bertentangan.
2.
Tujuan Subyektif
a.
Untuk memberikan tambahan pengetahuan bagi penulis dalam
bidang hukum, khususnya mengenai pelaksanaan hakim dalam
pemeriksaan acara singkat (the short session of the court) dan
implikasinya bagi terwujudnya asas pemeriksaan perkara yang cepat,
sederhana dan biaya ringan di Pengadilan Negeri Surakarta.
b.
Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar
kesarjanaan dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
c.
Untuk menerapkan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh
untuk diterapkan agar bermanfaat khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi masyarakat luas.
E. Manfaat Penelitian
Dalam suatu penelitian tentu sangat diharapkan adanya manfaat dan
kegunaan yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang
diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Manfaat Teoritis
a.
Memberikan kontribusi akademis bagi pengembangan ilmu hukum,
khususnya dalam pelaksanaan hakim dalam pemeriksaan acara
singkat (the short session of the court).
xx
b.
Dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
dibidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum acara pidana pada
khususnya.
c.
Memperkaya referensi dan literatur kepustakaan hukum acara pidana
tentang analisis sistem pemeriksaan singkat.
2. Manfaat Praktis
a.
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan
tambahan ilmu bagi pengembangan kemampuan penulis sebagai
bekal untuk terjun secara langsung di masyarakat.
b.
Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan
pemecahan atas permasalahan yang diteliti yang kemudian dapat
memberikan masukan bagi pihak-pihak terkait yang membutuhkan
penelitian ini.
c.
Berdasarkan hasil penelitian hukum ini diharapkan memberikan
jawaban praktis mengenai pelaksanaan hakim dalam pemeriksaan
acara singkat (the short session of the court) dan implikasinya bagi
terwujudnya asas pemeriksaan perkara yang cepat, sederhana dan
biaya ringan di Pengadilan Negeri Surakarta.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian mengemukakan secara teknik tentang metodemetode yang digunakan dalam penelitiannya. Adapun metode penelitian yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1.
Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian hukum empiris, yaitu suatu
penelitian yang berusaha mengidentifikasi hukum yang terdapat dalam
mesyarakat dengan maksud untuk mengetahui gejala-gejala lainnya
(Soerjono Soekanto, 1986 : 10). Dalam penelitian ini, penulis
mendeskripsikan secara lengkap dan obyektif mngenai suatu masalah
guna memberikan gambaran yang jelas mengenai pelaksanaan hakim
xxi
dalam memerintahkan pemeriksaan tambahan dalam acara singkat (the
short session of the court) dan implikasinya bagi terwujudnya asas
pemeriksaan perkara yang cepat, sederhana dan biaya ringan program di
Pengadilan Negeri Surakarta.
2.
Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu suatu penelitian yang
berusaha mendapatkan data-data untuk memperoleh gambaran secara
lengkap dan kemudian menganalisis untuk menjawab permasalahan yang
ada. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian ini dimaksudkan untuk
memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau
gejala-gejala lainnya (Soerjono Soekanto, 1986:10). Dalam penelitian ini,
penulis ingin menemukan dan memahami gejala-gejala yang diteliti
dengan cara penggambaran yang seteliti-telitinya untuk mengetahui
gambaran mengenai pelaksanaan hakim dalam acara singkat (the short
session of the court) dan implikasinya bagi terwujudnya asas
pemeriksaan perkara yang cepat, sederhana dan biaya ringan di
Pengadilan Negeri Surakarta.
3.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Surakarta yang
beralamat di Jl. Brig. Jend. Slamet Riyadi No. 209, Surakarta. Pemilihan
lokasi ini dengan pertimbangan bahwa sumber data yang diperlukan
memungkinkan untuk dilakukan penelitian. Penelitian ini dimaksudkan
untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan hakim dalam acara
singkat (the short session of the court) dan implikasinya bagi
terwujudnya asas pemeriksaan perkara yang cepat, sederhana dan biaya
ringan.
4.
Pendekatan Penelitian
xxii
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum
ini bersifat kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan oleh peneliti
dengan mendasarkan pada informasi dan data-data yang dinyatakan oleh
responden atau narasumber secara lisan atau tertulis, dan juga perilaku
nyata, diteliti, dipelajari sebagai suatu yang utuh. Penulis memperoleh
data dari hasil wawancara langsung dengan narasumber. Kemudian datadata tersebut digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada dalam
penelitian. Data yang digunakan adalah data yang sesuai dengan
kenyataan yang ada di tempat penelitian. Selain itu diperoleh juga data
tertulis, dalam hal ini dari Pengadilan Negeri Surakarta.
5.
Jenis Data
Dalam suatu penelitian, suatu data dibedakan menjadi dua, yaitu
data yang diperoleh langsung dari narasumber dan dari bahan pustaka.
Data yang pertama disebut sebagai data primer atau data dasar (primary
data atau basic data), dan data yang kedua dinamakan data sekunder
(secondary data). Data primer diperoleh dari sumber pertama, yaitu
keterangan/informasi dari narasumber yang diperoleh melalui wawancara
dalam penelitian. Data sekunder, antara lain mencakup Undang-undang
yang relevan, dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian
yang berwujud laporan, buku-buku harian, dan seterusnya (Soerjono
Soekanto, 1986:12). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a.
Data Primer
Data primer adalah keterangan, informasi atau fakta yang
diperoleh secara langsung dari lapangan melalui wawancara dengan
informan kunci. Keterangan mengenai data-data primer ini diperoleh
dari narasumber yaitu hakim yang mengadili kasus tersebut di
Pengadilan Negeri.
b.
Data Sekunder
xxiii
Data Sekunder adalah informasi atau keterangan-keterangan
yang secara tidak langsung diperoleh melalui studi kepustakaan,
bahan-bahan dokumenter, tulisan ilmiah, sumber-sumber tertulis,
laporan, arsip, literatur, peraturan perundang-undangan dan lain
sebagainya yang berhubungan dengan obyek penelitian.
6.
Sumber Data
Berdasarkan jenis data, maka dapat ditentukan sumber data yang
digunakan untuk penelitian, sehingga dapat digunakan untuk
memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan arah penelitian
ini. Sumber data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut :
a.
Sumber Data Primer
Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh secara
langsung dari lapangan yang meliputi keterangan atau data yang
diberikan oleh pejabat yang berwenang di Pengadilan Negeri
Surakarta serta keterangan yang diperoleh dari masyarakat umum.
b.
Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu, sumber data yang secara tidak
langsung memberi keterangan yang bersifat mendukung sumber data
primer, yang terdiri dari:
1) Bahan Hukum Primer :
Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan.
Dalam penelitian ini terutama adalah Undang-undang RI No. 8
Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP), Putusan Nomor: 01/Pid.S/2009/PN.Ska.
2) Bahan Hukum Sekunder :
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat
hubungannya dengan bahan hukum primer yang dapat
xxiv
membantu analisis data dan membantu pemahaman terhadap
bahan hukum primer.
3) Bahan Hukum Tersier :
Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan
informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder. Dalam penelitian ini yang termasuk bahan hukum
tersier adalah ensiklopedia dan kamus.
7.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang dipergunakan
untuk mengumpulkan data yang ada di tempat penelitian sehingga
memperoleh data yang diperlukan.
Seperti telah disebutkan di atas, terdapat beberapa macam data
yang berasal dari beberapa sumber data. Masing-masing sumber data
tersebut menuntut cara atau teknik pengumpulan data yang sesuai, guna
mendapatkan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan (HB.
Sutopo, 2002:58). Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
a.
Teknik Wawancara
Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk
memperoleh keterangan secara lisan yang bertujuan untuk
mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia serta
pendapat-pendapat mereka. Dalam suatu wawancara terdapat dua
pihak yang mempunyai kedudukan berbeda, yaitu pengejar informasi
yang biasa disebut pewawancara atau interviewer dan pemberi
informasi yang disebut informan atau responden. Dapat disimpulkan
bahwa wawancara merupakan situasi peran antar pribadi bertatap
xxv
muka (face to face), ketika seseorang yakni pewawancara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk
memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah
penelitian kepada seorang responden, yaitu pihak-pihak yang
berkaitan langsung dengan permasalahan yang diteliti. Wawancara
dilakukan terhadap narasumber di Pengadilan Negeri, aparat
penegak hukum lainnya yang berkompeten dalam pelaksanaan
pelaksanaan pemeriksaan tambahan dalam acara singkat serta
masyarakat di Kota Surakarta.
b.
Kepustakaan
Kepustakaan merupakan suatu teknik pengumpulan data
yang dilakukan melalui buku-buku literatur, peraturan perundangundangan, arsip-arsip dan bahan lainnya yang berbentuk tertulis
yang berhubungan dengan permasalahan dalam penulisan hukum ini.
Sehingga penelitian hanya diperoleh dari bahan-bahan yang tertulis
saja, tanpa melakukan penelitian langsung di lapangan untuk
mengetahui gejala sosial yang terjadi di masyarakat.
8.
Teknik Analisis Data
Setelah diperoleh data yang diperlukan, maka perlu suatu teknik
analisis data yang tepat. Analisis data merupakan proses
pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian
dasar sehingga akan ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis
kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J. Moleong, 2002:103).
Data yang telah terkumpul tersebut diolah dan dianalisa guna
memecahkan masalah-masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
tahap analisis ini merupakan faktor yang penting karena dapat
mempengaruhi mutu hasil penelitian.
xxvi
Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian adalah model
analisis interaktif (interactive model of analysis), yaitu model analisis
dalam penelitian kualitatif yang terdiri dari tiga komponen analisis yang
dilakukan dengan cara interaksi, baik antar komponennya, maupun
dengan proses pengumpulan data, dalam proses berbentuk siklus.
PENGUMPULAN
DATA
REDUKSI
PENYAJIAN
DATA
DATA
`
KESIMPULAN-KESIMPULAN :
PENARIKAN/VERIFIKASI
Gb. Komponen-komponen Analisis Data : Model Interaktif
Dalam teknik analisis ini, penulis tetap bergerak diantara tiga
komponen analisis dan pengumpulan data selama pengumpulan data dan
selama pengumpulan data berlangsung. Setelah pengumpulan data
selesai, maka peneliti bergerak diantara ketiga komponen analisis
tersebut hingga waktu yang tersisa bagi penelitian berakhir. Adapun
ketiga komponen tersebut adalah :
a.
Reduksi Data
Reduksi data adalah bagian analisis, berbentuk
mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal
xxvii
yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga
kesimpulan akhir dapat dilakukan. Menurut HB. Soetopo (1992:12),
reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan
dan abstraksi data dari field not. Proses ini berlangsung sejak awal
penelitian dan pada saat pengumpulan data. Reduksi data ini
dilakukan dengan membuat singkatan, coding, memusatkan tema,
menulis memo dan menentukan batas-batas permasalahan. Proses
seleksi, pemfokusan dan penyederhanaan dan abstraksi data dan
transformasi data kasar yang muncul dari catatan tulis di lapangan.
Reduksi data langsung terus-menerus sepanjang pelaksanaan riset
sampai laporan akhir lengkap tersusun.
b.
Penyajian Data
Suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk
narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan.
Selain itu, penyajian data sebagai kumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian-penyajian yang lebih merupakan
suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid (Mattew B.
Miles dan A. Michael Huberman dalam Tjejep Rohendi Rohidi,
1992:17).
Sajian data sebaik-baiknya berbentuk table, gambar,
matriks, jaringan kerja dan kaitan kegiatan, sehingga memudahkan
peneliti untuk mengambil kesimpulan. Peneliti diharapkan dari awal
dapat memahami arti berbagai hal yang ditemui sejak awal
penelitian. Dengan demikian dapat menarik kesimpulan yang terus
dikaji dan diperiksa seiring dengan perkembangan penelitian yang
dilakukan. Proses analisis dengan 3 (tiga) komponen di atas
dilakukan secara bersamaan merupakan model analisis mengalir
(flow model of analysis). Metode analisis inilah yang digunakan
xxviii
dalam penelitian ini. Reduksi data dilakukan sejak proses sebelum
pengumpulan data yang belum dilakukan, diteruskan pada waktu
pengumpulan data dan bersamaan dengan dua komponen yang lain.
Tiga komponen tersebut masih mengalir dan tetap saling menjalin
pada waktu kegiatan pengumpulan data sudah berakhir sampai
dengan proses penulisan penelitian selesai.
c.
Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan merupakan sebagian dari satu kegiatan
konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan diverifikasi selama
penelitian berlangsung (Mathew B. Miles dan A. Bichael Huberman
dalam Tjejep Rohendi, 1992:19). Dengan penggunaan data kualitatif
ini maka akan didapat gambaran yang lengkap dan menyeluruh
terhadap keadaan yang nyata sesuai dengan penelitian yang diteliti.
Teknik analisis yang meliputi reduksi data, penyajian data
serta penarikan kesimpulan seperti yang telah diuraikan di atas,
dalam penelitian ini oleh peneliti telah diusahakan untuk dapat
dilaksanakan sesuai dengan data-data dan informasi yang diperoleh
dari hasil penelitian.
G. Sistematika Penelitian
Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai
substansi penulisan, penulis mensistematisasikan dalam bagian-bagian
yang akan dibahas menjadi beberapa bab yang diusahakan dapat saling
berkaitan sesuai dengan apa yang dimaksud pada judul penulisan hukum.
Sistematika Penulisan Hukum ini sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang Latar Belakang
Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
xxix
Penelitian, Metodologi Penelitian dan kemudian diakhiri
dengan Sistematika Penulisan Hukum.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini diuraikan tentang kerangka teori dan
kerangka pemikiran. Kerangka teori meliputi Kekuasaan
Kehakiman, Pengertian Hakin dengan Tugas dan
Kewajiban Hakim, Jenis Pemeriksaan di Persidangan, Tata
Cara Pemeriksaan Acara Singkat, serta Asas Peradilan
Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan.
BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan pokok-pokok permasalahan akan
diungkapkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
penulis terhadap implementasi Pasal 203 KUHAP
mengenai wewenang hakim dalam pemeriksaan acara
singkat
dan
implikasinya
berkesesuaian
atau
dalam
bertentangan
acara
singkat
dengan
asas
permeriksaan perkara yang cepat, sederhana dan biaya
ringan.
BAB IV
: PENUTUP
Adapun simpulan-simpulan dan saran yang terkait dengan
permasalahan yang diteliti, dipaparkan dalam Bab IV
tentang Penutup. Yaitu diuraikannya tentang pokok-pokok
yang menjadi simpulan dari penelitian ini, yang tentu saja
berpedoman pada hasil penelitian. Selain itu penulis juga
memberikan saran-saran berdasarkan permasalahan yang
ada.
DAFTAR PUSTAKA
xxx
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka teori
1. Tinjauan Umum tentang Kekuasaan Kehakiman
a. Pengertian Kekuasaan Kehakiman
Pasal 1 Undang-undang No. 4 Tahun 2004 yaitu : “Kekuasaan
Kehakiman adalah Kekuasaan Negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan, guna menegakkan hukum dan keadilan,
berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia”. Dari bunyi ketentuan tersebut juga termaktub di dalam
Pasal 2 Undang-undang tentang Mahkamah Agung yang berbunyi
“Makamah Agung adalah Pengadilan Negara tertinggi dari semua
lingkungan peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari
pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain”.
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka
dalam pengertian di dalam keuasaan kehakiman bebas dari campur
tangan pihak kekuasaan negara lainnya, dan kebebasan dari paksaan.
Kebebasan dalam pelaksanaan wewenang judicial tidaklah mutlak
sifatnya, karena tugas daripada hakim adalah untuk menegakkan hukum
dan keadilan berdasarkan Pancasil dengan jalan menafsirkan hukum
dan mencari dasar-dasar serta asas-asas yang jadi landasannya, melalui
perkara-perkara yang dihadapinya sehingga keputusannya
mencerminkan persaan keadilan bangsa dan rakyat Indonesia.
xxxi
Dalam usaha memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang
merdeka, sesuai dengan tuntutan reformasi dibidang hukum telah
dilakukan perubahan terhadap Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dengan
17 1999 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 35 Tahun
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Penyelenggaraan Kekuasaan kehakiman diserahkan kepada
badan-badan Peradilan yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
Dalam hal ini kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Pengadilan dalam
lingkungan :
1) Peradilan Umum
2) Peradilan Agama
3) Peradilan Militer
4) Peradilan Tata Usaha Negara
Melalui perubahan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970
tersebut telah diletakkan kebijakan bahwa segala urusan mengenai
peradilan baik yang menyangkut teknis yudisial maupun urusan
organisasi, administrasi, dan finansial berada di bawah satu atap di
bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Dengan berlakunya Undangundang Nomor 4 Tahun 2004, pembinaan badan peradilan umum,
badan peradilan agama, badan peradilan militer, dan badan peradilan
tata usaha negara berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.
Mengingat perubahan mendasar yang dilakukan dalam Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya
mengenai penyelengaraan kekuasaan kehakiman, maka Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
xxxii
Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
35 Tahun 1999 perlu dilakukan perubahan secara komprehensif. Dalam
Undang-undang ini diatur mengenai badan-badan peradilan
penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelengaraan
kekuasaan kehakiman, jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama
bagi setiap orang dalam hukum dan dalam mencari keadilain.
Selain itu dalam Undang-undang ini diatur pula ketentuan yang
menegaskan kedudukan hakim sebagai pejabat yang melakukan
kekuasaan kehakiman serta panitera, panitera pengganti, dan juru sita
sebagai pejabat peradilan, pelaksanaan putusan pengadilan, bantuan
hukum, dan badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan
kekuasaan kehakiman. Untuk memberikan kepastian dalam proses
pcngalihan organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di
bawah Mahkamah Agung dalam Undang-Undang ini diatur pula
ketentuan peralihan (Bambang Waluyo, 1992: 137).
b. Pengertian Hakim
Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman
yang diatur dalam undang-undang, pengertian ini sesuai dengan pasal
31 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasan Kehakiman
dimana syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhetian dan
pelaksanaan tugasnya ditentukan oleh undang-undang. Namun hakim
dalam pengertian lain juga dapat diartikan sebagai pegawai negeri sipil
yang mempunyai jabatan fungsional. Tugas hakim adalah
mengkonstatir, mengkwalifisir dan kemudian mengkonstituir. Apa yang
harus dikonstatirnya adalah peristiwa dan kemudian peristiwa ini harus
dikwalifisir, Pasal 5 ayat (1) UU. 14 Tahun 1970 mewajibkan hakim
mengadili menurut hukum. Maka oleh karena itu hakim harus mengenal
hukum di samping peristiwanya
(http://fadliyanur.blogspot.com/2008/01/kode-etik-hakim.html).
xxxiii
Seorang hakim haruslah independen, tidak memihak kepada
siapapun juga walaupun itu keluarganya, kalau sudah dalam sidang
semuanya diperlakukan sama. Hakim sebagai penegak hukum dan
keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum
yang hidup dalam masyarakat. Menurut Pasal 27 ayat (2) UU No. 14
Tahun 1970 Apabila seorang Hakim masih terikat hubungan keluarga
sedarah sampai derajat ketiga atau semenda dengan Ketua, salah
seorang hakim Anggota, Jaksa, Penasehat Hukum atau Panitera dalam
suatu perkara tertentu, ia wajib mengundurkan diri dari pemeriksaan itu.
Hakim harus dapat membedakan antar sikap kedinasan sebagai
jabatannya sebagai pejabat negara yang bertugas menegakkan keadilan
dengan sikap hidup sehari-hari sebagai bagian dari keluarga dan
masyarakat.
c. Tugas dan Kewajiban Hakim
Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan mempunyai tugas
dan kewajiban sesuai Pasal 28 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu :
1) Menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di
masyarakat.
Dalam masyarakat yang masih mengenal hukum tidak
tertulis, serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan. Hakim
merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup
dikalangan rakyat. Untuk itu ia harus terjun ke tangah-tengah
masyarakat untuk mengenal, merasakan, dan mampu menyelami
perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Dengan demikian hakim dapat memberikan keputusan yang sesuai
dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
xxxiv
2) Hakim wajib memperhatikan sifat-sifat baik dan buruk dari tertuduh
dalam menentukan dan mempertimbangkan berat ringannya pidana.
Sifat-sifat yang jahat maupun yang baik dari tertuduh wajib
diperhatikan Hakim dalam mempertimbangkan pidana yang akan
dijatuhkan. Keadaan-keadaan pribadi seseorang perlu diperhitungkan
untuk memberikan pidana yang setimpal dan seadil-adilnya.
Keadaan pribadi tersebut dapat diperoleh dari keterangan orangorang dari lingkungannya, rukun tetangganya, dokter ahli jiwa dan
sebagainya.
Dalam melaksanakan tugas sebagai hakim, maka hakim
mengadili seseorang menurut hukum yang berlaku dengan
tidak membeda - bedakan orang. Hakim dilarang untuk
mempertimbangkan nilai isi hukum yang berlaku atau
keadilan hukum itu. ia harus memakai hukum itu juga
walaupun menurut pendapatnya hukum itu salah atau tidak
adil (Faisal Salam, 2001 : 268).
http://fadliyanur.blogspot.com/2008/01/kode-etik-hakim.html _ftn2
Dalam menjalankan tugas sebagai hakim, maka seorang
hakim tidak diperbolehkan untuk memihak dalam memeriksa
perkara itu. Untuk itu Undang-undang menentukan antara lain bahwa
sidang dinyatakan terbuka untuk umum, kemudian dalam pemberian
putusan harus disertai dengan alasan-alasan hukum (Faisal Salam,
2001 : 269).
Tugas hakim yang lainnya yaitu:
a. Membantu pimpinan pengadilan dalam membuat program kerja
jangka pendek dan jangka panjang, pelaksanaannya serta
pengorganisasiannya.
b. Melakukan pengawasan yang ditugaskan Ketua untuk mengamati
apakah pelaksanaan tugas, umpamanya mengenai penyelenggaraan
administrasi perkara perdata dan pidana serta pelaksanaan
xxxv
eksekusi, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
melaporkannya kepada Pimpinan Pengadilan.
c. Melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap pelaksanaan
putusan pidana di Lembaga Pemasyarakatan dan melaporkannya
kepada Mahkamah Agung.
d. Wewenang Hakim
1) Wewenang Hakim
a) Wewenang seorang hakim adalah menerima, memeriksa, dan
memutus suatu perkara.
b)
Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum
dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan kewenangan hakim
tersebut.
c) Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh
undang-undang.
d) Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.
e) Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah
Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha Negara.
f)Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah
agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana.
g) Mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau
keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kerena
keterlibatannya dalam suatu perkara sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2) Tanggung Jawab Hakim Kepada Penguasa
a) Tanggung jawab hakim kepada penguasa (negara) artinya telah
melaksanakan peradilan dengan baik, menghasilkan keputusan
bermutu, dan berdampak positif bagi bangsa dan negara.
b) Melaksanakan peradilan dengan baik, Peradilan dilaksanakan
sesuai dengan undang-undang, nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masayarakat, dan kepatutan (equity).
xxxvi
c) Keputusan bermutu. Keadilan yang ditetapkan oleh hakim
merupakan
perwujudan
nilai-nilai
undang-undang,
hasil
penghayatan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, etika moral
masyarakat, dan tidak melanggar hak orang lain.
d) Berdampak positif bagi masyarakat dan negara. Keputusan hakim
memberi manfaat kepada masyarakat sebagai keputusan yang
dapat dijadikan panutan dan yurisprudensi serta masukan bagi
pengembangan hukum nasional.
3) Tanggung Jawab Kepada Tuhan
Tanggung jawab hakim kepada Tuhan Yang Maha Esa
artinya telah melaksanakan peradilan sesuai dengan amanat Tuhan
yang diberikan kepada manusia, menurut hukum kodrat manusia
yang telah ditetapkan oleh Tuhan melalui suara hati nuraninya.
2. Tinjauan Umum Tentang Acara Pemeriksaan di Persidangan
KUHAP membedakan tiga macam pemeriksaan sidang pengadilan,
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam KUHAP, perkara yang diajukan
ke pengadilan terdiri dari tiga jenis pemeriksaan yaitu:
a. Acara Pemeriksaan Biasa
Dari segi pengaturan dan kepentingan acara pemeriksaan biasa
yang paling utama dan paling luas pengaturannya. Hal ini didasarkan
pada kenyataan bahwa dalam acara pemeriksaan biasa inilah dilakukan
pemeriksaan perkara-perkara tindak pidana kejahatan berat, sehingga
fokus pengaturan acara pemeriksaan pada umumnya terletak pada
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal acara pemeriksaan
biasa. Hampir semua kejahatan dan pelanggaran berat dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana dilakukan dengan pemeriksaan dengan
acara pemeriksaan biasa. Pembuktiannya memerlukan ketelitian karena
xxxvii
itu acara pemeriksaan biasa, biasanya memerlukan waktu yang lama
dalam pemeriksaan sampai putusan pengadilan.
Acara pemeriksaan biasa adalah perkara yang diselesaikan
menurut prosedur biasa diatur dalam Pasal 152-202 KUHAP. 'I'ata cara
atau prosedur yang digunakan pengadilan dalam memeriksa perkara
adalah dengan prosedur sebagai berikut:
1) Pembukaan sidang dan pernyataan sidang dibuka untuk umum.
2) Terdakwa dipanggil masuk dan menghadap di muka sidang dalam
keadaan bebas. Bebas artinya tidak diikat atau diborgol atau hal lain
yang membuat terdakwa merasa tidak bebas.
3) Pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
4) Eksepsi (kalau ada) yakni sifat eksepsi tergantung pada terdakwa
atau penasehat hukumnya dalam menanggapi atau melakukan
bantahan akan dakwaan yang dibacakan JPU.
5) Pemeriksaan saksi-saksi.
Saksi-saksi yang diperiksa dalam pemeriksaan antara lain:
a) Saksi korban adalah pemeriksan saksi korban dilakukan pertama
kali karena untuk menguatkan alasan bagi hakim dalam suatu
pemeriksaan perkara.
b) Saksi decarge adalah saksi-saksi yang diajukan jaksa untuk
membuktikan kesalahan terdakwa.
c) Saksi
adecarge
adalah
saksi-saksi
yang
keterangannya
menguntungkan terdakwa yang diajukan oleh terdakwa atau
penasehat hukumnya.
6) Pemeriksaan terdakwa
7) Pembacaan surat tuntutan
8) Pembelaan terdakwa / Penasehat hukum (pleidoi)
Yang disampaikan terdakwa merupakan hak terdakwa, maka
hakim harus menghormati pleidoi terdakwa. Secara yuridis
requisitoir /pleidoi mempengaruhi hakim untuk sejalan / sependapat
xxxviii
terhadap yang yang diungkapkan tersebut atau hal yang diungkapkan
para pihak.
9) Diberi kesempatan bagi masing-masing pihak untuk menanggapi :
a) Replik adalah tanggapan Penuntut Umum atas pembelaan
terdakwa atau penasehat hukum.
b) Duplik adalah tanggapan
terdakwa atau penasehat hukum
terhadap replik Penuntut Umum.
Posisi terakhir dalam pemberian tanggapan adalah terdakwa
atau Penasehat hukumnya, jika dalam persidangan hakim
memberikan kesempata lagi untuk memberikan tanggapan maka
terdakwa/penasehat hukum harus memberikan tanggapan yang
terakhir setelah Penuntut Umum.
10) Putusan
a) Putusan
yang
berupa
pemidanaan
yaitu
apabila
yang
didakwakan terbukti secara sah dan meyakinkan, sehingga
terdakwa dijatuhi pidana.
b) Pembebasan yaitu apabila
apa
yang
didakwakan
tidak
terbukti maka hakim memberikan putusan pembebasan.
c) Pelepasan dari segala tuntutan hukum yaitu apabila perbuatan
yang didakwakan terbukti tetapi perkara itu bukan kejahatan
atau pelanggaran
b. Acara Pemeriksaan Singkat
1) Pengertian Pemeriksaan Singkat
Dalam pemeriksaan perkara singkat tidak memerlukan waklu
yang lama karena penerapan hukumnya mudah dan pembuktiannya
sederhana sehingga acara perkara singkat dapat diputus pada hari
itu juga. Perkara yang diperiksa dengan acara perkara singkat
adalah perkara singkat atau perkara sumir, yaitu perkara yang
ancaman hukummannya maksimal 3 tahun. Pengertian dan ciri
xxxix
acara pemeriksaan singkat yang cara pemeriksaannya dilakukan
dengan prosedur acara singkat, dijumpai pada Pasal 203 KUHAP.
Pada hahikatnya apa yang diatur dalam KUHAP mengenai, hampir
sama yang diatur dalam HIR. Pada masa HIR perkara singkat
disebut dengan perkara sumir. Jadi pengertian perkara singkat yang
prosedur pemeriksaannya disidang pengadilan dilakukan dengan
acara singkat, hampir identik dengan perkara sumir, sehingga boleh
dikatakan tidak ada perbedaan yang pokok antara perkara acara
pemeriksaan singkat yang diatur dalam KUHAP dengan perkara
acara pemeriksaan sumir yang diatur dalam H1R. Untuk mencari
ciri perkara singkat, mari kita lihat dengan ketentuan Pasal 203.
a) Pembuktian dan Penerapan Hukumnya Mudah dan Sifatnya
Sederhana
Seandainya penuntut umum menilai dan berpendapat
suatu perkara sifatnya:
(1) Sederhana
Pemeriksaan perkara tidak memerlukan persidangan
yang memakan waktu lama, dan kemungkinan besar dapat
diputus pada hari itu juga atau mungkin dapat diputus dengan
satu atau dua persidangan saja, hal yang seperti inilah yang
diartikan dengan “sifat perkara sederhana”.
(2) Pembuktian serta Penerapan Hukumannya Mudah
Yang dimaksud dengan sifat pembuktian dan penerapan
hukumnya mudah, terdakwa sendiri pada waktu pemeriksaan
penyidikan telah “mengakui” sepenuhnya perbuatan tindak
pidana yang dilakukan. Di samping pengakuan itu, didukung
dengan alat bukti lain yang cukup membuktikan kesalahan
terdakwa secara sah menurut undang-undang. Demikian juga
sifat tindak pidana yang didakwakan sederhana dan mudah
untuk diperiksa.
xl
b) Ancaman Maupun Hukuman yang akan Dijatuhkan Tidak Berat
Biasanya dalam praktek pengadilan, hukuman pidana
yang dijatuhkan pada terdakwa dalam perkara singkat tidak
melampaui 3 tahun penjara. Kalau penuntut umum menilai dan
berpendapat, pidana yang akan dijatuhkan pengadilan, tidak
melampaui 3 tahun penjara, dapat menggolongkan perkara itu
pada jenis perkara singkat.
2) Tata Cara Pemeriksaan Acara Singkat
a) Pengaturan Pemeriksaan Acara Singkat Sepenuhnya adalah
Sebagai Berikut.
Ketentuan Pasal 203 ayat (3), yang menegaskan bahwa
terhadap acara pemeriksaan singkat berlaku ketentuan yang
termuat dalam :
(1) Bagian kesatu Bab XVI
Bagian kesatu Bab XIV mengatur tentang tata cara
pemanggilan terdakwa dan saksi maupun ahli, seperti yang
dibaca dalam Pasal 146 ayat (2) KUHAP. Ketentuan
pemanggilan terhadap saksi hanya diatur dalam satu ayat saja
yang berbunyi: “penuntut umum menyampaikan surat
panggilan kepada saksi yang memuat tanggal, hari, serta jam
sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil yang harus
diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya tiga
hari sebelum sidang dimulai”.
(2) Bagian Kedua Bab XVI
Bagian kedua Bab XVI juga berlaku dalam acara
pemeriksaan perkara singkat. Bagian kedua mengatur tentang
sengketa wewenang mengadili. Dengan berlakunya Bagian
Kedua Bab XVI dalam pemeriksaan perkara acara singkat,
xli
setiap Pengadilan Negeri menerima pelimpahan perkara
singkat, lebih dulu meneliti tentang kewenangan mengadili
perkara tersebut. patokan yang akan dipergunakan hakim atau
pengadilan menentukan berwenang atau tidaknya mengadili
perkara yang dilimpahkan kepadanya, ketentuan yang diatur
dalam bagian Kedua Bab XVI sebagamiana yang ditentukan
dalam Pasal 84, 85, dan Pasal 86. Asas yang pertama dan
utama dalam menentukan kewenangan mengadili perkara
menurut Pasal 84 ayat (1) ialah asas ”tempat tindak pidana
dilakukan”. Suatu tindak pidana yang dilakukan pada suatu
daerah hukum Pengadilan Negeri maka Pengadilan Negeri
yang bersangkutan yang berwenang untuk mengadili. Inilah
salah satu asas yang menentukan kewenangan mengadili
suatu perkara. Memang ada beberapa asas yang diatur dalam
Pasal 84 dan Pasal 85, yang menjadi landasan menentukan
kewenangan mengadili suatu perkara.
(3) Bagian Ketiga Bab XVI
Bagian Ketiga Bab XVI juga berlaku dalam pemeriksaan
perkara acara singkat. Ini segala ketentuan yang bersangkutan
dengan tata cara pemeriksaan perkara biasa berlaku juga pada
proses pemeriksaan perkara singkat. Dengan kata lain, pada
dasarnya proses maupun tata cara pemeriksaaan acara perkara
singkat sama dan ”berpedoman” kepada ketentuan yang
diatur dalam tata cara pemeriksaan perkara dengan acara
biasa. Semua aturan yang berlaku dalam acara pemeriksaan
biasa berlaku dalam pemeriksaan acara singkat, baik yang
berupa:
(a) Tata cara pemeriksaan saksi atau ahli yang diatur dalam
Pasal 159 sampai dengan Pasal 181
xlii
(b) Tata cara pemeriksaan terdakwa sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 153, 154, 155, 156, 157, 158, 181,
182, dan sebagainya. Jadi, dalam perkara acara singkat
berlaku hak dan tata cara mengajukan eksepsi atas
dakwaan. Jika terdakwa berdiri dari beberapa orang,
pemeriksaan dapat dilakukan terhadap terdakwa yang
hadir dan sebagainya.
(4) Juga berlaku Pembuktian Acara Biasa
(a) Ketentuan alat bukti yang sah seperti yang diatur dalam
Pasal 184
(b) Tata cara pembuktian yang diatur dalam Pasal 185
sampai dengan Pasal 189
(c) Demikian juga mengenai ketentuan Pasal 183 yang
mengatur tentang sistem pembuktian menurut undangundang secara negatif dan asas batas minimum.
(d) Juga berlaku ketentuan Pasal 190 sampai dengan Pasal
202.
Yang membedakan tata cara pemeriksaan perkara biasa
dengan acara singkat, hanya terdapat pada beberapa hal
seperti yang dirumuskan dalam Pasal 203 ayat (3) huruf
a sampai dengan huruf f. Dalam ketentuan inilah
terdapat perbedaan tata cara antara perkara biasa
dengan perkara singkat (M. Yahya Harahap, 2000: 395398).
b) Perkara Dilimpahkan pada Hari Sidang yang Telah Ditentukan
Pengadilan
Pelimpahan langsung di sidang pengadilan tanpa surat
pelimpahan perkara lebih dulu. Dalam hal ini Pengadilan Negeri
memeriksa dan menyidangkan perkara singkat sebelum perkara
sendiri diregister di kepaniteraan.
xliii
c) Pelimpahan Acara Singkat Tanpa Surat Dakwaan
Secara yuridis, formalitas pelimpahan berkas perkara
singkat tanpa disertai surat dakwaan. Tanpa disertai surat
dakwaan, pelimpahan berkas sudah dibenarkan oleh undangundang. Tapi jika penuntut umum menyertakan surat dakwaan
dalam pelimpahan. undang-undang tidak melarang, supaya lebih
mudah mengutarakan apa isi dakwaan yang diajukan kepada
terdakwa.
d) Memberitahukan Secara Lisan Tindak Pidana yang Didakwakan
Penuntut umum membuat catatan tentang tindak pidana
yang akan didakwakan kepada terdakwa. Oleh karena secara
formal pelimpahan tanpa disertai surat dakwaan maka secara
formal pula tidak ada pembacaan surat dakwaan pada
pemeriksaan perkara singkat.
e) Ketua Sidang Memeriksa dan Menanyakan Identitas Terdakwa
Setelah hakim ketua menyatakan sidang terbuka untuk
umum maka dalam acara pemeriksaan singkat pernyataan
pembukaan sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan identitas
terdakwa. Kemudian dilanjutkan mengingatkan terdakwa supaya
memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di
sidang.
f) Penuntut Umum Memberitahu dengan Lisan Tindak Pidana yang
Didakwakan
Berpedoman kepada ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b.
Hal ini sejalan dengan jiwa yang terkandung dalam Pasal 203
ayat (3) huruf a angka 1. Dengan demikian dakwaan secara lisan
harus dengan jelas menerangkan tentang:
xliv
(1) unsur tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa
sesuai dengan yang dimuat dalam rumusan tindak pidana
yang didakwakan. Penguraian unsur-unsur dilakukan dengan
cermat, jelas, dan lengkap;
(2) menyebutkan tempat dan waktu tindak pidana dilakukan;
(3) juga menjelaskan keadaan yang menyangkut perbuatan tindak
pidana.
g) Pemberitahuan Dakwaan Dicatat dalam Berita Acara
Fungsi pencatatan pemberitahuan dakwaan dengan lisan
dalam berita acara pemeriksaan sidang adalah merupakan
pengganti surat dakwaan. Ketua sidang perlu memperhatikan
catatan tersebut dan memperingatkan panitera untuk mencatat
secara cermat dan saksama segala pemberitahuan dakwaan lisan
yang diutarakan penuntut umum. Jangan sampai dakwaan batal
demi hukum karena catatan dari panitera yang tidak cermat
mencatatnya.
h) Pengembalian Berkas Perkara kepada Penuntut Umum
Pengembalian tergantung dari keadaan proses pemeriksaan
yang sudah berlangsung. Bertitik dari hal tersebut, ada cara yang
dapat dijadikan pengadilan sebagai alasan pengembalian berkas
perkara singkat kepada kejaksaan yang melimpahkannya.
i) Pengembalian Berkas Perkara atas Alasan Formal
Alasan formal apabila perkara singkat yang diajukan jaksa
ke sidang pengadilan belum memenuhi ketentuan formal yang
menyangkut pemeriksaan perkara, tidak mungkin memeriksa
dan memutusnya pada hari itu juga.
xlv
j) Pengembalian Berkas Karena Tidak Lengkap
Hal ini ditegaskan dalam angka 13 huruf b Lampiran
Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-PW.07.03 Tahun
1983 tanggal 10 Desember 1983. Dalam lampiran dimaksud
dijelaskan, apabila perkara-perkara yang diperiksa dengan acara
pemeriksaan singkat yang pada waktu akan disidangkan ternyata
tidak lengkap maka perkara tersebut tanpa diregistrasi
dikembalikan ke kejaksaan. Yang dimaksud tidak lengkap
dalam Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman itu, misalnya
terdakwa atau saksi tidak hadir karena bertentangan dengan asas
in absentia.
k) Pengembalian Berkas Hanya dapat Dilakukan Sebelum Perkara
Diregister
Pengembalian harus dilakukan sesaat sesudah hakim
mengetahui kekuranglengkapan, dan berkasnya sendiri belum
diberi nomor dan belum diregister di kepaniteraan.
l) Cara Pengembalian Dilakukan di Bawah Tangan
Cara pengembalian berkas ke Kejaksaan dilakukan
dengan:
(1) secara langsung pada saat itu juga di sidang pengadilan
tanpa dibarengi prosedur administrasi;
(2) pengembalian disidang cukup dilakukan di bawah tangan
oleh hakim kepada jaksa yang bertindak sebagai penuntut
umum dalam perkara yang bersangkutan.
m) Penuntut Umum Menghadapkan Orang yang Berkepentingan
pada Hari Itu Juga
xlvi
Dikaitkan Pasal 203 ayat (1) dan ayat (2), undang-undang
membebankan dua kewajiban pokok kepada penuntut umum
dalam pelimpahan perkara singkat:
(1) Kewajiban untuk benar-benar selektif menentukan apakah
perkara itu tergolong jenis perkara singkat atau tidak.
Dalam menunaikan kewajiban selektif, penuntut umum
berpedoman pada ciri yang dirumuskan Pasal 203 ayat (1)
yakni:
(i)pembuktian dan penerapan hukumnya mudah, dan
(ii)sifat perkaranya sederhana.
(2) Kewajiban Penuntut Umum Menghadapkan Terdakwa,
Saksi, Ahli, Juru Bahasa,
dan Barang Bukti yang
Diperlukan pada hari itu juga.
Jika penuntut umum mengetahui dari hasil pengecekan
terdakwa tidak dapat dihadirkan pada hari itu lebih baik ditunda
pada hari berikutnya, setelah penuntut umum benar-benar dapat
menghadapkan semua pihak yang diperlukan dalam
pemeriksaan. Sesuai Pasal 203 ayat (2). Setiap perkara dengan
acara singkat yang dilimpahkan penuntut umum ke sidang
pengadilan, perkara yang lengkap harus dapat menghadirkan
pihak-pihak dan barang bukti yang diperlukan pada hari itu juga.
Kalau perkaranya tidak lengkap, lebih baik tidak usah
dilimpahkan.
n) Penggantian Hakim yang Berhalangan
Penggantian hakim yang berhalangan dalam acara singkat,
selain dipedomani ketentuan Pasal 198 ayat (1), telah dipertegas
lagi oleh angka 13 huruf c Lampiran Keputusan Menteri
Kehakiman No. M.14-PW.07.03/1983. Bahwa ketentuan Pasal
198 dapat diterapkan dalam acara pemeriksaan singkat.
xlvii
Penerapan Pasal 198 dalam acara pemeriksaan singkat, bukan
hanya terhadap penggantian hakim saja, tetapi juga terhadap
penasihat hukum yang berhalangan. Jika penasihat hukum
berhalangan, dapat menunjuk penggantinya. Apabila tidak
menunjuk penggantinya atau jika pengganti yang ditunjuk
berhalangan, pemeriksaan sidang berjalan terus, sesuai dengan
ketentuan Pasal 198 ayat (2).
c. Acara Pemeriksaan Cepat
Acara pemeriksaan cepat terdiri dari dua jenis yaitu:
1)
Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan
Ancaman pidana yang menjadi ukuran dalam pemeriksaan
tindak pidana ringan, diatur dalam Pasal 205 ayat (1). Ancaman
pidananya 3 bulan penjara atau kurungan atau denda sebanyakbanyaknya Rp. 7.500,00 dan yang dirumuskan dalam Pasal 315
KUHAP. Dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan
pelimpahan dan pemeriksaan tidak melalui jaksa /penuntut umum
tapi perkara tindak pidana ringan langsung dilimpahkan penyidik
ke Pengadilan hal yang demikian diatur dalam Pasal 205 ayat (2)
KUHAP (M. Yahya Harahap, 2000: 423).
2)
Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan
Perkara yang diperiksa dalam pelanggaran lalu lintas jalan
inlah perkara tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu
lintas jalan. Kalau dalam pemeriksaan perkara dengan acara ringan,
penyidik membuat berita acara sekalipun berupa berita acara
ringkas dalam pelanggaran lalu lintas jalan penyidik tidak perlu
membuat berita acara pemeriksaan.
3. Tinjauan Umum Tentang Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya
Ringan
xlviii
Asas hukum adalah ”aturan dasar dan prinsip-prinsip hukum yang
abstrak dan pada umumnya melatarbelakangi peraturan konkret dan
pelaksanaan hukum”. Peraturan konkret tersebut (seperti undang-undang)
tidak boleh bertentangan dengan asas hukum, demikian pula dalam putusan
hakim, pelaksanaan hukum, dan sistem hukum.
Sebagaimana diketahui bahwa ketentuan tentang asas peradilan
cepat, sederhana dan biaya ringan terdapat dalam beberapa peraturan
perundang-undangan, khususnya di lembaga pengadilan. Adapun beberapa
ketentuan tersebut secara berurutan adalah seperti berikut:
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 Tentang
Kekuasaan Kehakiman.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004
Tentang Kekuasaan Kehakiman, asas peradilan cepat, sederhana dan
biaya ringan dirumuskan dalam Pasal 4 ayat (2) yaitu : ”Peradilan
dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. ”
b. Pengertian Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan.
Penjelasan tentang asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan
terdapat pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004
Tentang Kekuasaan Kehakiman. Hal ini ditegaskan dalam penjelasan
Pasal 4 Ayat (2), yang bunyi perumusannya : Yang dimaksud
”sederhana” adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan
dengan acara yang efisien dan efektif, yaitu dengan menggunakan waktu
yang singkat dapat diusahakan tercapainya penyelesaian perkara dengan
tuntas. Yang dimaksud dengan ”biaya ringan/biaya murah” adalah biaya
perkara dapat terpikul oleh rakyat. Dalam penjelasan Undang-undang
tersebut tidak dirumuskan tentang pengertian ”cepat”. Namun menurut
Kamus Bahasa Indonesia, ”cepat” diartikan kencang, segera, keras, dapat
menempuh darak dalam waktu singkat, cekatan, tangkas. Dari pengertian
menurut Kamus Bahasa Indonesia tersebut, maka kata ”peradilan cepat”
dapat diartikan dengan peradilan yang dilakukan dengan segera.
xlix
B. Kerangka Pemikiran
Sistem Pemeriksaan Dalam
Persidangan
UU No. 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan
Kehakiman
Pasal 203 ayat 3
KUHAP
Pemeriksaan Perkara dengan
Pemeriksaan Acara Singkat
Asas pemeriksaan cepat,
sederhana dan biaya murah
HAKIM
Bagan kerangka pemikiran
Dalam rangka memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang
merdeka, sesuai dengan tuntutan reformasi di bidang hukum teah dilakukan
perubahan terhadap Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dengan Undang-undang
Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14
Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan
kemudian dengan adanya perubahan UUD 1945 telah membawa perubahan
penting dalam kehidupan ketatanegaraan sehingga untuk memenuhi
l
dibentuklah UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Menurut
Pasal 31 Undang-Undang No. 35 Tahun 2005, hakim adalah pejabat yang
melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam UU. Dan menurut Pasal 1
butir (8) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, hakim adalah pejabat
negara peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
mengadili. Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima,
memeriksa, memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak
memihak di sidang pengadilan dalam hal dan tata cara yang diatur dalam
undang-undang. Pengadilan sebagai benteng terakhir bagi pencari keadilan
harus memberikan putusan yang mampu memenuhi rasa keadilan bagi
masyarakat.
Pemeriksaan perkara dipersidangan ada tiga cara, salah satunya dengan
pemeriksaan perkara dengan acara perkara singkat, berdasarkan Undangundang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana, pada Bagian Kelima mengatur tentang Acara Pemeriksaan Singkat
yang terdiri dari dua pasal yaitu Pasal 203 dan 204. UU No. 4 tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman, menunjukkan bahwa Hakim sebagai salah
satu aparat penegak hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam
penegakkan hukum terhadap penanganan tindak pidana. Dalam penanganan
suatu kasus hakim memiliki kewenangan untuk memeriksa, mengadili serta
memutus perkara. Dengan kewenangan yang dimiliki hakim tersebut maka
hakim menjadi tonggak penentu keadilan bagi kasus-kasus yang diajukan
kepadanya. Dalam memutuskan suatu perkara, pertirnbangan-pertimbangan
yang dikemukakan oleh hakim harus berdasarkan pertimbangan yang dapat
ditinjau dan dapat dipertanggungjawabkan dari dari faktor yuridis maupun non
yuridis.
Pemeriksaan perkara dengan acara perkara singkat harus dapat
memberikan rasa keadilan bagi individu/terdakwa atau masyarakat,
pelaksanaan pemeriksaan meski memakan waktu yang singkat harus dapat
li
memberikan keadilan yang sebenar-benarnya. Pemeriksaan perkara dengan
acara perkara singkat meski proses pemeriksaan dengan waktu singkat dalam
pembuktian dan pemeriksaan perkara melalui proses persidangan harus
berdasar peraturan atau ketentuan yang berlaku. Dan untuk menyempurnakan
pemeriksaan tersebut, dalam pemeriksaan perkara harus sesuai dengan asas
pemeriksaan perkara yang cepat, sederhana dan biaya ringan. Asas ini
berfungsi untuk menjaga ketaatan asas atau konsistensi, untuk memyelesaikan
konflik dalan sistem hukum. Asas ini juga digunakan untuk melindungi
tindakan sewenang-wenang dari aparat hukum. Jadi dalam hal ini petugas
yang jujur, dan berdisiplin tinggi sangatlah diperlukan, kalau tidak akan terjadi
penyimpangan-penyimpangan hukum.
Dengan adanya peraturan-peraturan maupun ketentuan-ketentuan
dalam Perundang-undangan maka kita dapat mengetahui bagaimana
perwujudan kewenangan hakim dalam melaksanakan pemeriksaan tambahan
dalam acara singkat sesuai dengan asas pemeriksaan perkara secara cepat,
sederhana dan biaya ringan wujud dari implementasi dari Pasal 203 KUHAP.
Diharapkan agar dapat menyelesaikan suatunperkara pidana dengan tidak
berbelit-belit.
lii
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Implementasi Pasal 203 KUHAP dalam Pemeriksaan Acara Singkat di
Pengadilan Negeri Surakarta
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, maka dapat
dikemukakan sebagai berikut.
1. Identitas Terdakwa
Nama
: ARIA BIMA BIN SUKARSO
Tempat lahir
: Semarang
Umur/Tgl. lahir
: 43 tahun/29 Mei 1965
Jenis kelamin
: laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Agama
: Katholik
Pekerjaan
: Anggota DPR RI
Alamat
: 1. Komplek Mega Mas Blok E. 1 No. 12, Perdatam
Jakarta Selatan
2. Jl. Cemara Green Lippo Cikarang Jakarta
3. Jl. Dr. Supomo No. 7 Surakarta
2. Posisi Kasus
Pada hari Selasa tanggal 24 Pebruari 2009 sekitar jam 15.00 WIB
pihak Panwaslu Kota Surakarta telah menerima laporan dari salah satu
pengurus parpol Partai PAN (Parrtai Amanat Nasional) Kota Surakarta
yaitu Sdr. Mochammad Muslic ST yang melaporkan adanya pemasangan
baliho yang berada di Jl. A. Yani (perempatan jalan utara Terminal
liii
39
Tertonadi) Kota Surakarta kalau gambar baliho tersebut memuat gambar
calon legeslatif ARIA BIMA yang berlatar belakang gambar partai-partai
lainnya selain PDIP.
Pada hari Rabu tanggal 25 Pebruari 2009 jam 10.00 WIB saksi sri
Sumanta, SH selaku Ketua Panwaslu Kota Surakarta dan Sdr. Suharno
Anggota Panwaslu, bersama-sama dengan Anggota KPU Sdr. Didik
Wahyudiono dan Sdr. Untung (selaku anggota KPU) dan pihak Satpol
Pamong Praja yaitu Sdr. Arief mendatangi TKP, melakukan penelitian
baliho sebagai obyek yang dilaporkan tersebut, sehingga kemudian
menurunkan baliho tersebut bersama-sama.
Yang memasang baliho tersebuta adalah Yohanes Raswiyono atas
perintah terdakwa Aria Bima Bin Sukarso selaku calon anggota legeslatif
tingkat DPR RI dari partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dari
Dapil Tawa Tengah V tahun 2009. Pemasangan baliho dilakukan sebelum
tanggal 16 Maret 2009 sebagai jadwal waktu kampanye secara terbuka
berlaku.
Bentuk dan isi baliho yang dipasang bergambar foto dari caleg Aria
Bima dengan latar belakang 18 orang menggunakan rompi bergambar
parpol lain, yaitu: 1. Partai Patriot, 2. Partai Golkar, 3. Partai Bulan
Bintang (PBB), 4. Partai Bintang Reformasi (PBR), 5. Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDIP), 6. Partai Demokrasi Pembaharuan (PDP), 7.
Partai Hanura, 8. Partai Gerindra, 9. Partai Demokrat, 10. Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB), 11. Partai Persatuan Pembangunan (PPP), 12.
Partai Amanat Nasional (PAN), 13. Partai Keadilan dan Persatuan (PKP),
14. Partai Keadilan Sejahtera (PKS), 15. Partai Demokrasi Kebangsaan
(PDK), 16. Partai Matahari Bangsa, 17. Partai Karya Peduli Bangsa, 18.
Partai Damai Sejahtera (PDS) dan bertuliskan:
- baris pertama
: kita boleh beda partai, beda pilihan
- baris kedua
: kepentingan rakyat harus diutamakan
liv
- baris ketiga
: dalam kolom angka 3 dicontreng dan nama ARIA
BIMA
- baris keempat
: caleg DPR RI PDI Perjuangan
- baris kelima
: No. urut 3 Dapil Jateng V (Solo, Sukoharjo,
Boyolali, dan Klaten)
- baris keenam
: HP 08111990179
Maka dari itu perbuatan yang telah dilakaukan terdakwa dengan
memasang alat peraga berupa baliho dengan menggunakan gambar dan
atribut partai lain adalah melanggar ketentuan peraturan yang ada dan
berlaku.
3. Tuntutan
Tuntutan pidana dari penuntut umum yang pada pokoknya:
a. Menyatakan terdakwa Aria Bima bin Sukarso bersalah melakukan
tindak pidana dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan
kampanye pemilu, yaitu menggunakan tanda gambar dan/atau atribut
lain selain dari tanda gambar dan/atau atribut lain peserta pemilu
yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam Pasal 270 UU Nomor
10 Tahun 2008 jo Pasal 84 Ayat (1) huruf i UU Nomor 10 Tahun
2008 tentang Pemilu.
b. Menjatuhkan
pidana terhadap terdakwa dengan pidana
penjara
selama 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp. 6.000.000,- (enam juta
rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan.
c. Menyatakan barang bukti berupa:
1) 1 (satu) lembar baliho dirampas untuk dimusnahkan.
2) Daftar calon tetap anggota DPR dalam Pemilu 2009 Provinsi
Jateng Dapil Jateng V (foto copy), 3 lembar foto copy kliping
koran hari Sabtu tanggal 28 Februari 2009 tetap terlampir
dalam bekas perkara.
d. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.
2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).
lv
4. Pleidoi/pembelaan terdakwa
Telah mendengar pembelaan/pleidoi terdakwa dan tim penasihat
hukum yang pada pokoknya sebagai berikut.
Bahwa tindakan terdakwa hanyalah merupakan pelanggaran
administrasi pemilu dan bukan merupakan pelanggaran pidana pemilu,
sehingga demi hukum terdakwa harus dibebaskan dari segala tuntutan.
5. Pertimbangan Hakim
Menimbang, bahwa terdakwa didakwa dengan dakwaan melakukan
tindak pidana melanggar Pasal 270 UU Nomor 10 Tahun 2008 jo Pasal 84
Ayat (1) huruf i UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu.
Menimbang, bahwa Pasal 270 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Pemilu unsur-unsurnya sebagai berikut.
a. Setiap orang
Menimbang, bahwa yang dimaksud setiap orang adalah siapa saja
yang dapat menjadi subjek hukum yang didakwa melakukan suatu
tindak pidana dan perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum.
Menimbang, bahwa benar terdakwa Aria Bima bin Sukarso
adalah sebagai orang yang didakwa melakukan perbuatan melanggar
larangan kampanye pelaksanaan pemilu dan identitas terdakwa telah
cocok dan sesuai dengan identitas terdakwa dalam surat dakwaan Jaksa
Penuntut Umum dan perbuatan terdakwa dapat dipertanggungjawabkan
secara hukum. Oleh karenanya, dengan pertimbangan tersebut, maka
Majelis berpendapat bahwa unusr setiap orang telah terpenuhi dan
terbukti sah dan meyakinkan menurut hukum.
b. Dengan sengaja
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan sengaja adalah bahwa
terdakwa sadar akan kehendak dan sadar maksud perbuatannya. Bahwa
lvi
dalam perkara ini Terdakwa mengakui bahwa benar barang bukti
balihho milik terdakwa yang memuat gambar foto dari caleg Aria Bima
dengan latar belakang 18 orang memakai rompi bergambar parpol lain,
yaitu: 1. Partai Patriot, 2. Partai Golkar, 3. Partai Bulan Bintang (PBB),
4. Partai Bintang Reformasi (PBR), 5. Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP), 6. Partai Demokrasi Pembaharuan (PDP), 7. Partai
Hanura, 8. Partai Gerindra, 9. Partai Demokrat, 10. Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB), 11. Partai Persatuan Pembangunan (PPP), 12. Partai
Amanat Nasional (PAN), 13. Partai Keadilan dan Persatuan (PKP), 14.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), 15. Partai Demokrasi Kebangsaan
(PDK), 16. Partai Matahari Bangsa, 17. Partai Karya Peduli Bangsa, 18.
Partai Damai Sejahtera (PDS) dan bertuliskan:
- baris pertama
: kita boleh beda partai, beda pilihan
- baris kedua
: kepentingan rakyat harus diutamakan
- baris ketiga
: dalam kolom angka 3 dicontreng dan nama
ARIA BIMA
- baris keempat
: caleg DPR RI PDI Perjuangan
- baris kelima
: No. urut 3 Dapil Jateng V (Solo, Sukoharjo,
Boyolali, dan Klaten)
- baris keenam
: HP 08111990179
Baliho tersebut adalah dibuat oleh tukang pembuatnya di Pasar
Senen Jakarta atas permintaan terdakwa dan ide gambar-gambar yang
ada di dalamnya juga atas ide dari terdakwa sendiri. Kemudian,
terdakwa bawa ke Solo dan dipasang di Jl. A. Yani (perempatan jalan
utara terminal Tirtonadi) Kota Surakarta.
Menimbang, bahwa dengan uraian pertimbangan tersebut, maka
majelis berpendapat bahwa terdakwa telah sadar akan kehendaknya dan
sadar, mengetahui atas perbuatannya membuat dan memasang baliho
tersebut, sehingga dengan pertimbangan tersebut maka unsur dengan
sengaja telah terpenuhi dan terbukti secara sah dan meyakinkan.
lvii
c. Melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf i, yaitu pelaksana, peserta, dan
petugas kampanye dilarang: membawa atau menggunakan tanda
gambar dan/atau atribut lain selain dari tanda gambar dan/atau atribut
peserta Pemilu yang bersangkutan.
Menimbang, bahwa berdasarkan pengakuan terdakwa sendiri
serta keterangan saksi-saksi dan berdasarkan Surat Keterangan dari
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) tanggal 14 Februari 2009 dan
lampirannya terbukti benar bahwa terdakwa yang saat ini masih sebagai
anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP) juga sebagai bakal calon anggota DPR No. urut 3 di Daerah
Pemilihan Jawa Tengah V dan telah tercantum dalam daftar Calon
Tetap Anggota DPR RI daerah pemilihan Jawa Tengah V No.urut 3 dari
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Menimbang, bahwa oleh terdakwa adalah calon tetap anggota
DPR maka berdasarkan Pasal 78 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2008
tentang Pemilu, terdakwa adalah juga sebagai pelaksana kampanye
pemilu.
Menimbang, bahwa kampanye pemilu haruslah dilakukan dengan
prinsip bertanggung jawab dan merupakan bagian dari pendidikan
politik masyarakat.
Menimbang, bahwa kampanye pemilu tersebut berdasarkan Pasal
81 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu dapat dilakukan dengan
beberapa metode antara lain:
a.
pertemuan terbatas;
b.
pertemuan tatap muka;
lviii
c.
media massa cetak dan media massa elektronik;
d.
penyebaran bahan kampanye kepada umum;
e.
rapat umum;
f.
kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan
peraturan perundang-undangan.
Menimbang, bahwa agar pelaksanaan kampanye dijalankan
dengan tertib dan prinsip bertanggung jawab, maka pelaksanaan
kampanye tersebut harus berpedoman pada aturan-aturan yang sudah
ditetapkan.
Menimbang, bahwa mengenai pedoman pelaksanaan kampanye
ini telah diatur di dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu,
diatur dalam Pasal 83 Ayat (1), (2), (3), dan (4), yang di dalam Ayat (1)
berbunyi: ketentuan mengenai pedoman pelaksanaan kampanye pemilu
secara nasional diatur dengan Peraturan KPU (Komisi Pemilihan
Umum).
Menimbang, bahwa oleh karena UU Nomor 10 Tahun 2008
tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD adalah merupakan
aturan umum, maka untuk melaksanakan Undang-Undang tersebut
harus dilaksanakan oleh peraturan pelaksanaan, yaitu Peraturan Komisi
Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2008 yang isinya sama persis
dengan Pasal 83 UU Nomor 10 Tahun 2008 yang sama-sama mengatur
tentang metode kampanye seperti yang telah diuraikan dalam
pertimbangan di atas.
Menimbang, tentang kampanye pemilu cara-caranya telah diatur
secara limitatif di dalam Pasal 13 Peraturan Komisi Pemilihan Umum
Nomor 19 Tahun 2008 yang memuat hal-hal yang dibenarkan dan tidak
dibenarkan.
lix
Menimbang, bahwa tentang pemasangan alat peraga adalah
merupakan salah satu metode kampanye yang dilakukan oleh pelaksana
kampanye dengan cara memasang alat peraga dan mengenai hal ini
telah diatur secara khusus di dalam Pasal 101 Ayat 1 s/d Ayat (5) UU
Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Menimbang, bahwa Pasal 101 Ayat (2) menyebutkan
“Pemasangan alat peraga kampanye Pemilu oleh pelaksana
dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan dan
keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Bahwa selanjutnya di dalam Ayat (5) disebutkan:
ketentuan lebih lanjut mengenai pemasangan dan pembersihan alat
peraga kampanye diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum
(KPU).
Menimbang, bahwa tentang metode pelaksanaan kampanye baik
dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 maupun dalam Pasal 13 Peraturan
Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2008 huruf a sampai
dengan g telah diatur untuk pelaksanaan secara jelas di dalam Pasal 13
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2008 yang mana
Peraturan KPU tersebut mengatur hal-hal yang dibenarkan dan yang
tidak dibenarkan.
Menimbang, bahwa khususnya alat peraga telah diatur di dalam
Pasal 13 Ayat (5) huruf a sampai dengan Peraturan Komisi Pemilihan
Umum Nomor 19 Tahun 2008 pada huruf b disebutkan bahwa: alat
peraga tidak ditempatkan pada tempat ibadah seperti masjid, gereja,
vihara, pura, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, gedung
milik pemerintah, lembaga pendidikan (gedung dan sekolah), jalanjalan protokol, dan jalan bebas hambatan. Bahwa selanjutnya pada
lx
huruf d disebutkan bahwa pemasangan alat peraga oleh pelaksana
kampanye harus mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan dan
keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan peraturan daerah
setempat.
Menimbang, bahwa alat peraga milik terdakwa berupa baliho
dengan latar belakang menampilkan 18 orang dengan memakai rompi
berlogo parpol lain dengan kata-kata “Kita boleh beda partai, beda
pilihan” dan kepentingan rakyat harus diutamakan” sebagaimana telah
diuraikan di atas dan di pasang di Jln. A. Yani (perempatan jalan utara
terminal Tirtonadi) Kota Surakarta adalah merupakan alat peraga yang
di dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 dan Peraturan KPU Nomor 19
Tahun 2008 telah diatur secara jelas seperti diuraikan tersebut di atas
ternyata tidak ada larangan tentang penampilan dan penulisan kata
tersebut.
Menimbang, bahwa berdasarkan pendapat saksi ahli Doktor Jamal
Wiwoho, SH, M.Hum bahwa baliho tersebut bukan tindak pidana
pemilu, tetpi justru merupakan pendidikan politik yang sangat baik bagi
masyarakat.
Menimbang, bahwa berdasarkan pendapat saksi ahli Ahmad
Hendroyono, SH, MH. Bahwa baliho tersebut merupakan tindak pidana
pemilu karena menampilkan latar belakang 18 orang yang memakai
rompi dengan logo selain parpol terdakwa.
Menimbang, bahwa tentang adanya perbedaan pendapat kedua
saksi ahli tersebut majelis akan menilai dan mempertimbangkan sendiri.
Menimbang, bahwa berdasarkan Peraturan KPU Nomor 19
Tahun 2008 Pasal 13 Ayat (6) disebutkan: kampanye pemilu
lxi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf f diatur sebagai berikut:
huurf d disebutkan: dilarang membawa atau menggunakan tanda
gambar, symbol-simbol, panji-panji, pataka dan atu bendera yang bukan
tanda gambar atau atribut lain dari pesera pemilihan umum yang
bersangkutan.
Menimbang, bahwa Pasal 12 huruf f Peraturan KPU Nomor 19
Tahun 2008 adalah tentang metode kampanye dengan cara melakukan
rapat umum.
Menimbang, bahwa berdasarkan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun
2008 ini ternyata yang dilarang membawa atau menggunakan tanda
gambar dan/atau atribut lain selain dari tanda gambar dan/atau atribut
peserta pemilu yang bersangkutan hanyalah diberlakukan pada
metode kampanye dengan cara rapat umum saja dan tidak berlaku
pada metode kampanye lainnya dan juga tidak berlaku bagi kampanye
dengan metode memasang alat peraga.
Menimbang, bahwa yang dilakukan terdakwa adalah kampanye
dengan menggunakan metode memasang alat peraga di tempat umum
sebagaimana telah diuraikan di atas.
Menimbang, bahwa Pasal 12 huruf f Peraturan KPU Nomor 19
Tahun 2008 adalah merupakan peraturan pelaksanaan dari Pasal 84
Ayat (1) huruf i UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu yang berisi
tentang larangan kampanye dalam Pasal 84 Ayat (1) huruf i
sebagaimana yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum kepada
terdakwa hanya bisa dilaksanakan dan diterapkn bagi pelaksanaan
kampanye yang melanggar metode kampanye dengan cara rapat umum,
bukan metode kampanye dengan pemasangan alat peraga di tempat
umum.
lxii
Menimbang, bahwa yang dilakukan terdakwa adalah benar
terdakwa telah melakukan kampanye dengan menggunakan metode
memasan alat peraga di tempat umum berupa baliho milik terdakwa
dengan latar belakang 18 orang memakai rompi berlogo parpol lain
selain parpol terdakwa sendiri dengan tulisan kita boleh beda partai –
beda pilihan – kepentingan rakyata harus diutamakan, sebagaimana
yang telah diuraikan di atas, maka majelis berpendapat bahwa
perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa tersebut tidak dapat
dikatakan sebagai melakukan tindak pidana pemilu sebagaimana yang
diatur dalam larangan kampanye Pasal 84 Ayat (1) huruf i UU Nomor
10 tahun 2008 jo Pasal 270 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu
DPR, DPD, dan DPRD disebabkan karena berdasarkan Pasal 84 Ayat
(1) huruf i tersebut telah dijabarkan secara jelas di dalam peraturan
pelaksanaan dari undang-undang tersebut, yaitu Peraturan KPU Nomor
19 Tahun 2008 dan di dalam Pasal 13 Ayat (6) huruf d Peraturan KPU
Nomor 19 Tahun 2008 tersebut sanksi bagi pelaksanaan kampanye
yang melakukan tindak pidana pemilu melanggar Psal 84 huruf i hanya
dapat diberlakukan dan diterapkan pada pelaksanaan kampanye dengan
metode rapat umum saja. Sedangkan yang dilakukan oleh terdakwa
adalah melaksanakan pemasangan alat peraga di tempat umum
sebagaimana diuraikan di atas.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
hukum tersebut, maka Majelis berpendapat bahwa benar terdakwa
melakukan kampanye dengan menggunakan metode memasan alat
peraga di tempat umum berupa baliho milik terdakwa dengan latar
belakang 18 orang memakai rompi berlogo parpol lain selain parpol
terdakwa sendiri dengan tulisan kita boleh beda partai – beda pilihan –
kepentingan rakyata harus diutamakan. Tetapi perbuatan terdakwa
tersebut bukan merupakan tindak pidana Pemilu.
lxiii
Menimbang, bahwa oleh karena perbuatan terdakwa bukan tindak
pidana pemilu maka unsur-unsur dalam Pasal 210 jo Pasal 84 Ayat (1)
huruf i UU Nomor 10 tahun 2008 juga tidak terpenuhi dan terdakwa
haruslah dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum
6. Putusan
a. Menyatakan terdakwa ARIA BIMA BIN SUKARSO terbukti
melakukan perbuatan sebagaimana dalam surat dakwaan, namun
perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak pidana pemilihan umum.
b. Melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onslag van alle
recht vervolging).
c. Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat
dan martabatnya.
d. Memerintahkan barang bukti berupa:
1) 1 (satu) baliho dikembalikan kepada Sri Sumanta, SH (Ketua
Panwaslu Kota Surakarta).
2) 3 (tiga) lembar fotocopy berita koran hari Sabtu tanggal 28 Maret
2009 dan fotocopy daftar calon anggota DPR dapil V Provinsi
Jawa Tengah tetap terlampir dalam berkas perkara.
e. Membebankan biaya perkara kepada Negara
7. Pembahasan
Permintaan jaksa penuntut umum untuk melakukan acara
pemeriksaan singkat sudah tepat, karena:
a. Pembuktian dan penerapannya hukumnya mudah dan sifatnya
sederhana
Pemeriksaan perkara dikatakan sederhana apabila tidak
memerlukan persidangan yang memakan waktu lama, dan kemungkinan
lxiv
dapat diputus pada hari itu juga atau mungkin dapat diputus dengan satu
atau dua persidangan saja. Persidangan dengan terdakwa Aria Bima Bin
Sukarso ini diputus dalam dua kali persidangan dengan hadirnya
terdakwa. Adapun pembuktian dan penerapan hukumnya mudah adalah
terdakwa sendiri pada waktu pemeriksaan penyidikan telah mengakui
sepenuhnya perbuatan tindak pidana yang dilakukan. Di samping
pengakuan itu, didukung dengan alat bukti lain yang cukup
membuktikan kesalahan terdakwa secara sah menurut undang-undang.
Demikian juga sifat tindak pidana yang didakwakan sederhana dan
mudah untuk diperiksa.
Pengakuan ini terdapat pada bahwa benar barang bukti baliho
milik terdakwa yang memuat gambar foto dari caleg Aria Bima dengan
latar belakang 18 orang memakai rompi bergambar parpol lain, yaitu: 1.
Partai Patriot, 2. Partai Golkar, 3. Partai Bulan Bintang (PBB), 4. Partai
Bintang Reformasi (PBR), 5. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP), 6. Partai Demokrasi Pembaharuan (PDP), 7. Partai Hanura, 8.
Partai Gerindra, 9. Partai Demokrat, 10. Partai Kebangkitan Bangsa
(PKB), 11. Partai Persatuan Pembangunan (PPP), 12. Partai Amanat
Nasional (PAN), 13. Partai Keadilan dan Persatuan (PKP), 14. Partai
Keadilan Sejahtera (PKS), 15. Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK),
16. Partai Matahari Bangsa, 17. Partai Karya Peduli Bangsa, 18. Partai
Damai Sejahtera (PDS) dan bertuliskan:
- baris pertama
: kita boleh beda partai, beda pilihan
- baris kedua
: kepentingan rakyat harus diutamakan
- baris ketiga
: dalam kolom angka 3 dicontreng dan nama ARIA
BIMA
- baris keempat
: caleg DPR RI PDI Perjuangan
- baris kelima
: No. urut 3 Dapil Jateng V (Solo, Sukoharjo,
Boyolali, dan Klaten)
- baris keenam
: HP 08111990179
lxv
Baliho tersebut adalah dibuat oleh tukang pembuatnya di Pasar
Senen Jakarta atas permintaan terdakwa dan ide gambar-gambar yang
ada di dalamnya juga atas ide dari terdakwa sendiri. Kemudian,
terdakwa bawa ke Solo dan dipasang di Jl. A. Yani (perempatan jalan
utara terminal Tirtonadi) Kota Surakarta.
b. Ancaman maupun hukuman yang akan dijatuhkan tidak berat
Biasanya dalam praktik pengadilan, hukuman pidana yang
dijatuhkan pada terdakwa dalam perkara singkat tidak melampaui 3
tahun penjara. Kalau penuntut menilai dan berpendapat, pidana yang
akan dijatuhkan pengadilan tidak melampaui 3 tahun penjara dapat
digolongkan perkara jenis perkara yang singkat.
Dalam tuntutannya, jaksa penuntut umum menuntut terdakwa
dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp.
6.000.000,- (enam juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan.
Berdasarkan penjelasan di atas, asas peradilan cepat sudah terpenuhi
karena dalam kasus Aria Bima, putusan sudah dapat diambil pada
sidang kedua dengan hadirnya terdakwa.
Penerapan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan
dalam pemeriksaan acara singkat dengan terdakwa Aria Bima sudah
terpenuhi. Dikarenakan acara singkat, pada sidang pertama setelah
hakim membuka sidang terbuka untuk umum, maka jaksa penuntut
umum dapat langsung membacakan catatan pidananya. Dalam
hubungan antara penyidik dan jaksa penuntut umum, penyidik setelah
selesai melakukan penyidikan segera menyerahkan berkas perkara
kepada penuntut umum. Seterusnya penuntut umum mempelajari berkas
perkara penyidikan dari kepolisian untuk diteliti dengan saksama materi
dan berita acara penyidikan. Proses penyerahan berkas acara penyidikan
lxvi
dari kepolisian ke kejaksaan di dalam KUHAP ditentukan batas waktu
14 hari. Apabila dalam waktu tersebut penuntut umum tidak
mengembalikan berkas dari penyidik, maka penyidikan dianggap telah
selesai. Dalam acara singkat, karena pembuktian dan penerapan hukum
yang mudah, maka jarang sekali berkas penyidikan itu bolak-balik dari
penuntut umum ke penyidik atau sebaliknya. Setelah dianggap lengkap,
maka penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri
dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai
dengan surat dakwaan. Dalam undang-undang pemilu diatur juga
bahwa penuntut umum harus segera menyerahkan berkas perkara ke
pengadilan paling lama lima 5 hari setelah berkas perkara diterima.
Adapun asas sederhana dan biaya ringan. Sederhana terlihat dari
alat bukti yang diajukan hanya 1 (satu) lembar baliho, daftar calon tetap
anggota DPR dalam Pemilu 2009 Provinsi Jawa Tengah Dapil V
(fotocopy), dan 3 lembar fotocopy kliping Koran hari Sabtu tanggal 28
Februari 2009 tetap terlampir dalam berkas perkara. Sangat berbeda
dengan kasus korupsi yang alat buktinya bisa puluhan alat bukti. Dalam
pembuktian unsur-unsur pidananya, hakim hanya membuktikan apakah
terdakwa melanggar Pasal 270 UU Nomor 10 Tahun 2008 jo Pasal 84
Ayat (1) huruf i UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Artinya,
dalam catatan pidana itu, hanya ada dugaan tindak pidana dengan
dakwaan tunggal, bukan dakwaan alternatif yang biasanya dalam
pembuktian memakan waktu lama. Biaya ringan ini ada dalam aktu
persidangan yang hanya dua kali sidang saja, tentunya lebih berbiaya
lebih ringan dibandingkan dengan sidang dalam pemeriksaan biasa
yang bisa lebih dari dua kali. Selain itu, ada juga ketentuan dalam
undang-undang pemilu yang mengatur bahwa pengadilan negeri harus
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara paling lama tujuh hari
sejak berkas perkara diterima oleh pengadilan negeri.
lxvii
B. Implikasi Pelaksanaan Acara Pemeriksaan Singkat Berkesesuaian
dengan Asas Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan
Berdasarkan wawancara antara peneliti dan hakim yang menangani
perkara, pada pokoknya antara acara pemeriksaan singkat dan acara
pemeriksaan biasa tidak ada perbedaan yang signifikan. Pemeriksaan acara
singkat pada dasarnya prosedur pemeriksaannya juga mengikuti acara
pemeriksaan biasa, dikatakan singkat karena penuntut umum mempunyai
penilaian dan pendapat bahwa perkara tersebut mempunyai syarat
pembuktian dan penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana dan
pembuktian serta penerapan hukumnya mudah. Dalam praktik, proses
pemeriksaan acara singkat berlangsung sebagai berikut.
1. Perkara dilimpahkan pada hari sidang yang telah ditentukan pengadilan.
2. Pembukaan sidang oleh Hakim Ketua Sidang.
3. Pemeriksaan identitas terdakwa.
4. Memberitahukan secara lisan tindak pidana yang didakwakan, berupa
catatan tindak pidana terdakwa oleh jaksa penuntut umum.
5. Pembuktian.
6. Pembacaan requisitoir atau tuntutan pidana.
7. Putusan.
8. Petikan putusan pidana.
Berdasarkan uraian di atas, tidak mengesampingkan hak terdakwa
untuk mengajukan eksepsi atas dakwaan. Hal ini untuk menepis anggapan
bahwa dalam praktik pemeriksaan acara singkat tidak perlu menguraikan
unsur dan keadaan yang menyertai tindak pidana. Pendapat yang demikian
tidak tepat karena tidak sesuai dengan Pasal 51 KUHAP, di mana terdakwa
berhak untuk diberi tahu dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya
tentang apa yang didakwakan kepadanya pada saat pemeriksaan di sidang
pengadilan dimulai. Apabila pemberitahuan dakwaan secara lisan tidak
lxviii
memenuhi ketentuan Pasal 143 Ayat (2) huruf b, mengakibatkan dakwaan
batal demi hukum.
1. Asas Cepat
Acara pemeriksaan singkat tidak berlangsung dalam sidang yang
panjang dan bertele-tele, sifat ini sangat kondisional. Bisa terjadi karena
perintah undang-undang, seperti yang terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu yang menyatakan bahwa tindak
pidana pemilu harus diterima, diperiksa, diadili, dan diputus dalam waktu
tujuh hari. Bisa terjadi karena menurut penilaian jaksa penuntut umum
bahwa kasus ini dapat diselesaikan dengan acara singkat atau bisa terjadi
karena dalam pemeriksaan sidang, terdakwa tidak didampingi oleh
penasihat hukum atau pengacara. Jadi, terdakwa tidak mengajukan eksepsi
atas dakwaan jaksa dan pledoi/pembelaan atas tuntutan jaksa. Kondisi ini
bisa berlangsung karena terdakwa sudah mengerti tentang tindak pidana
yang didakwakan dan diancamkan kepadanya.
Bagi hakim, pelaksanaan acara pemeriksaan singkat sangat
mencerminkan asas cepat. Hal ini dilandasi pendapat hakim, yaitu
a. Biasanya terjadi pada perkara yang ancaman hukumannya tidak
melebihi 3 tahun penjara. Yang melakukan penilaian terhadap
ancaman hukuman ini terletak pada jaksa penuntut umum;
b. Dalam acara pemeriksaan singkat, harus satu kali sidang langsung
diputus. Sebab dakwaan yang berbentuk catatan pidana, bisa disatukan
dengan tuntutan dan putusan;
c. Dalam acara pemeriksaan singkat dimungkinkan pemanggilan dan
pemeriksaan saksi-saksi, baik yang meringankan dan memberatkan
dihadirkan dan periksa pada hari itu juga. Jadi, dalam satu hari dapat
menyelesaikan agenda acara pemeriksaan saksi;
lxix
d. Karena terdakwa pada umumnya sudah mengakui tindak pidana yang
didakwakan dan diancamkan padanya, maka pembuatan requisitoir
dan putusan dapat dilakukan dengan segera. Kata segera dapat berarti
tuntutan dan putusan dapat dibacakan dalam hari yang sama, karena
dalam putusan acara pemeriksaan cepat tidak dibuat secara khusus,
melainkan hanya dicatat dalam berita acara sidang. Akan tetapi, isi
surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan
pengadilan dalam acara biasa.
Apabila dibandingkan dengan acara pemeriksaan singkat, acara
pemeriksaan biasa lebih panjang prosedur sidangnya. Adapun dalam acara
pemeriksaan biasa, menggunakan surat dakwaan, dalam pemeriksaan saksi
dan terdakwa diperiksa sendiri-sendiri, tidak bersama-sama. Menurut
hakim, dalam pelaksanaan acara pemeriksaan biasa, hakim sendiri sudah
mendorong agar para pihak untuk memerhatikan asas peradilan cepat,
sederhana, dan biaya murah, walau ini tidak dapat diterapkan dalam semua
kasus. Akan tetapi, untuk kasus-kasus yang mendapat perhatian publik,
hakim akan segera mendahulukan kasus tersebut, misalnya korupsi dan
kasus tindak pidana yang ancaman hukumannya di atas lima tahun.
2. Asas Sederhana
Yang dimaksud dengan sederhana di sini, bahwa pembuktian
perkaranya mudah. Dikatakan mudah karena sudah ada “pengakuan” dari
terdakwa sewaktu penyidikan dan dalam dakwaan yang berbentuk catatan
pidana, terdakwa harus didakwa secara tunggal, tidak boleh subsider atau
alternatif. Adapun dalam acara pemeriksaan biasa, segala bentuk dakwaan
dimungkinkan, karena dalam acara pemeriksaan biasa tidak dibatasi akan
sidang berapa kali. Jika dalam acara pemeriksaan biasa, disyaratkan satu
kali sidang harus sudah putus. Apabila dakwaannya selain berbentuk
tunggal, akan menyulitkan dalam proses pembuktiannya.
3. Asas Biaya Ringan
lxx
Asas biaya ringan ini, dilihat dari biaya yang dikeluarkan oleh
terdakwa setiap kali sidang. Baik acara biasa maupun acara singkat, biaya
untuk menghadirkan saksi untuk sekali sidang Rp. 25.000,00 (dua puluh
lima ribu rupiah). Apabila terdakwa tidak didampingi penasihat hukum,
karena tidak ada biaya, maka Negara menyediakan biaya sebesar Rp. 500.
000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk membayar penasihat hukum.
Bahwa dalam pemeriksaan acara singkat yang biasanya
penyelesaiannya dapat diputus pada hari itu juga, semisal dalam suatu
sidang membutuhkan (dua) saksi dan 1 penasehat hukum 1 (satu), berarti
biaya untuk saksi 2 orang sebesar Rp. 25.000,00 x 2 orang saksi = Rp.
50.000,00 dan biaya 1 orang Penasehat hukum yaitu Rp. 500.000,00.
Jumlah totalnya adalah Rp. 550.00,00. Sedangkan untuk biaya
pemeriksaan acara biasa seumpama terjadi persidangan 10 kali, saksi
terdiri 2 orang, dan 1 Penasehat hukum. Berarti perinciannya adalah untuk
2 saksi Rp 25.000,00 x 2 saksi x 10 kali sidang = Rp. 500.000,00 ditambah
biaya Penasehat hukum 1 yaitu Rp.500.000,00, total seluruhnya adalah Rp.
1.000.000,00. Jelas terbukti dalam pemeriksaan acara singkat lebih ringan
dan berkesesuaian dengan asas perkara peradilan dengan biaya ringan.
Berdasarkan penelitian dan uraian di atas, peneliti berpendapat telah
ada kesesuaian penerapan asas cepat, sederhana, dan berbiaya ringan pada
acara pemeriksaan singkat.
lxxi
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian analisis data yang telah dijelaskan pada bab hasil
penelitian dan pembahasan, dapat ditarik simpulan sebagai berikut.
1. Implementasi dari ketentuan Pasal 203 KUHAP dalam acara pemeriksaan
singkat (the short session of the court) dilihat dari penilaian dan pendapat
jaksa penuntut umum, yaitu pembuktian dan penerapan hukumnya
sederhana dan ancaman hukumannya rendah atau tidak melampaui tiga
tahun. Adapun pembuktian dan penerapan hukumnya mudah adalah
terdakwa sendiri pada waktu pemeriksaan penyidikan telah mengakui
sepenuhnya perbuatan tindak pidana yang dilakukan. Ancaman hukumannya
rendah adalah jaksa penuntut umum menuntut terdakwa dengan pidana
penjara selama 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp. 6.000.000,- (enam
juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan.
2. Bahwa implikasi penerapan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya murah
dalam acara singkat telah berkesesuaian dengan asas tersebut dan telah
sesuai dengan peraturan yang berlaku, antara lain adalah:
a. Asas peradilan cepat. Bahwa dalam acara pemeriksaan acara singkat
dapat diselesaikan dalam satu kali sidang pada hari itu juga. Dalam acara
pemeriksaan singkat dimungkinkan pemanggilan dan pemeriksaan saksisaksi, baik yang meringankan dan memberatkan dihadirkan dan periksa
pada hari itu juga. Jadi, dalam satu hari dapat menyelesaikan agenda
acara pemeriksaan saksi. Sedangkan dalam acara biasa prmeriksaanya
bisa sampai 6-8 kali sidang, jadi lebih memakan waktu yang lama.
b. Asas peradilan sederhana. Bahwa dalam acara pemeriksaan singkat
pembuktiannya sangat mudah karena sudah ada pengakuan dan
dakwaanya berupa dakwaan tunggal. Sedangkan dalam acara biasa,
lxxii
58
karena di dalamnya tidak ada batasan berapa kali sidang maka segala
macam dakwaan dimungkinkan bukan lagi dakwaan tunggal.
c. Asas peradilan dengan biaya murah. Bahwa hal ini dilihat dari berapa
kali sidang dilaksanakan.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, penulis hendak
memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Dalam suatu pemeriksaan, hakim sebelum menyelenggarakan persidangan
harus lebih teliti dalam hal pemanggilan saksi atau terdakwa, agar selama
persidangan khususnya dalam pemeriksaan singkat keterlambatan akan
hadirnya pihak terdakwa ataupun saksi-saksi tidak terjadi. Karena seperti
kita tahu dalam persidangan singkat haruslah bisa diputus saat itu juga
dalam persidangan. Apabila terjadi kealpaan akan ketidakhadiran terdakwa
bisa berakibat batal demi hukum.
2. Berkaitan dengan asas pemeriksaan perkara yang cepat, sederhana dan
biaya ringan dalam acara singkat diharapkan penerapannya sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku dan benar-benar memperhatikan hak
terdakwa. Dan saat proses pemeriksaan berlangsung hak terdakwa untuk
mengajukan eksepsi atas dakwaan tidak dikesampingkan.
DAFTAR PUSTAKA
A. Ridwan Halim, 1987. Pokok-Pokok Peradilan Umum di Indonesia, Jakarta :
Praditya Paramita
Andi Hamzah, 2006. Hukum Acara Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.
lxxiii
Bambang Waluyo, 1992. Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik
Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika
Bisman Siregar, 1983. Hukum acara Pidana, Jakarta : Bina Cipta
C.S.T Kansil. 1989. Pengantar Ilmu hokum dan Tata Hukum Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Faisal Salam. 2001. Hukum Pidana dalam Teori dan Praktek. Bandung :
Mandar Maju.
H.B. Soetopo. 2002. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Lexy J. Moleong. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Maria Farida Indrati Soeprapto. I998. Ilmu Perundang-undangan. Yogyakarta:
Kanisius.
Maria S. W. Sooemardjono. 1997. Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian
Sebuah Panduan Dasar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Mattew B. Miles dan A Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif.
Jakarta: UI Press.
M. Yahya Harahap. 2000. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan
KUHAP, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika
Soerjono Soekanto, 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Pradilan Umum
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Internet
Hakim dan Jaksa Diperiksa Karena Persidangan 'Kilat' Kasus Narkotika
[25/4/09]. http://pemeriksaan.singkat.hukumonline.com
http://fadliyanur.blogspot.com/2008/01/kode-etik-hakim.html
PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DENGAN ACARA SINGKAT
http://hukumonline.pemeriksaandalampersidangan.com
lxxiv
Download