IMPLEMENTASI PASAL 203 KUHAP MENGENAI WEWENANG HAKIM DALAM PEMERIKSAAN ACARA SINGKAT (THE SHORT SESSION OF THE COURT) DAN IMPLIKASINYA BAGI TERWUJUDNYA ASAS PEMERIKSAAN PERKARA YANG CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas HukumUniversitas Sebelas Maret Surakarta Oleh: RATNA DEWI ANITA .I. E.0005040 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 PERSETUJUAN PEMBIMBING Penulisan Hukum (Skripsi) IMPLEMENTASI PASAL 203 KUHAP MENGENAI WEWENANG HAKIM DALAM PEMERIKSAAN ACARA SINGKAT (THE SHORT SESSION OF THE COURT) DAN IMPLIKASINYA BAGI TERWUJUDNYA ASAS PEMERIKSAAN PERKARA YANG CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta Disusun oleh : RATNA DEWI ANITA .I. NIM : E0005040 Disetujui untuk Dipertahankan Dosen Pembimbing KRISTIYADI, S.H.,M.Hum NIP.1958 1225 1986 01 1001 ii PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi) IMPLEMENTASI PASAL 203 KUHAP MENGENAI WEWENANG HAKIM DALAM PEMERIKSAAN ACARA SINGKAT (THE SHORT SESSION OF THE COURT) DAN IMPLIKASINYA BAGI TERWUJUDNYA ASAS PEMERIKSAAN PERKARA YANG CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) Disusun oleh : RATNA DEWI ANITA .I. E0005040 Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum ( Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada : Hari : Tanggal : TIM PENGUJI 1. Edy Herdyanto, S.H.,M.H Ketua : …………………………… 2.Bambang Santoso, S.H.,M.Hum Sekretaris : …………………………… 3.Kristiyadi,S.H.,M,Hum Anggota : .......................................... MENGETAHUI Dekan, Mohammad Jamin, S.H.,M.Hum NIP.19610930 198601 1 001 iii Motto Karena Sesungguhnya Sesudah Kesulitan Itu Ada Kemudahan (Q.S. Alam Nasyrah : 5) Jangan Tanyakan Apa Yang Negara Berikan Kepadamu. Tetapi Tanyakanlah Apa Yang Telah Kauberikan Kepada Negara (John Fitzgerald Kennedy) iv PERSEMBAHAN Kupersembahkan Skripsi ini kepada : Ibundaku tercinta (ALM) Wiwik Dwi Hastuti dan Ayahku yang aku hormati Hartono SE yang senantiasa mendoakan kebaikan untukku, mengasihi dan selalu menyayangiku, semoga Allah S.W.T menyayangi beliau. Adikku tercinta Elly Herowanto semoga kita bertiga menjadi kebanggaan kedua orang tua kita Untuk Kakek (ALM) dan Nenekku, yang selalu memberikan kasih sayang kepadaku Teman-temanku Mahasiswa Fakultas Hukum UNS Almamater UNS tercinta Bangsa dan negara Indonesia v ABSTRAKSI Ratna Dewi Anita .I., E0005040. IMPLEMENTASI PASAL 203 KUHAP MENGENAI WEWENANG HAKIM DALAM PEMERIKSAAN ACARA SINGKAT (THE SHORT SESSION OF THE COURT) DAN IMPLIKASINYA BAGI TERWUJUDNYA ASAS PEMERIKSAAN PERKARA YANG CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta). Fakultas Hukum. Universitas Sebelas Maret. Penulisan Hukum (Skripsi). 2010. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui pelaksanaan hakim dalam dalam pemeriksaan acara singkat (the short session of the court) dan untuk mengetahui implikasinya bagi terwujudnya asas pemeriksaan perkara yang cepat, sederhana dan biaya ringan apakah telah sesuai atau bertentangan. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif empiris dengan menggunakan studi kasus. Lokasi yang dipakai penelitian adalah Pengadilan Negeri Surakarta. Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan observasi, wawancara, dan penelitian kepustakaan baik berupa buku-buku, peraturan perundangundangan, dokumen-dokumen dan sebagainya. Dari data-data primer dan sekunder tersebut, kemudian dianalisis secara kualitatif sehingga diperoleh suatu gambaran yang akurat mengenai hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasinya asas cepat, sederhana, dan biaya ringan dapat diterapkan di segala perkara. Apabila diterapkan dalam acara singkat, perkara tersebut harus didakwa dengan dakwaan tunggal, bukan dakwaan subsidair. Adapun biaya murah tercermin dalam dalam pemanggilan saksi yang hanya dipanggil sekali saja dalam waktu yang sama, baik saksi meringankan dan memberatkan serta saksi ahli dan apabila terdakwa tidak mampu membayar penasihat hukum disediakan secara cuma-cuma oleh Negara melalui pengadilan negeri. vi ABSTRACT Ratna Dewi Anita. I., E0005040. THE IMPLEMENTATION OF ARTICLE 203 OF CIVIL CODE (KUHAP) ABOUT THE JUDGE’S AUTHORITY IN EXAMINING THE SHORT SESSION OF THE COURT AND THE IMPLICATION FOR THE REALIZATION OF THE QUICK, SIMPLE AND LOW-COST CASE EXAMINATION PRINCIPLE (A CASE STUDY IN THE SURAKARTA FIRST INSTANCE COURT). Law Faculty. Surakarta Sebelas Maret University. Thesis. 2010. This research aims to find out the implementation of judge’s authority in examining the short session of the court and to find out its implication for the realization of the quick, simple and low-cost case examination principle, whether it has been consistent or contradictory. This study belongs to a descriptive empirical research using case study. The location of research was Surakarta First Instance Court. The data type employed was primary and secondary data. Techniques of collecting data employed were observation, interview and literary research either from books, legislations, documents and etc. Those primary and secondary data were then analyzed qualitatively so that an accurate description about the result of research was obtained. The result of research shows that the implementation of quick, simple and low-cost principle can be applied in all cases. If it is applied in the short session of the court, such case should be accused with single accusation, rather than subsidiary accusation. The low cost is reflected in the witness convening in which the witness is only called once at the same time, the one both alleviating and incriminating as well as the expert witness and if the accused cannot pay the lawyer, it is provide for free by the State through the first instance court. The chief of session should consider precisely and thoroughly the note of all oral accusation notification presented by the public prosecutor in the short session in order that the indictment is not cancelled for the sake of law. vii KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT atas rahmat dan petunjuk-Nya memberikan kemudahan, semangat dan kelancaran kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini dengan judul “ IMPLEMENTASI PASAL 203 KUHAP MENGENAI WEWENANG HAKIM DALAM PEMERIKSAAN ACARA SINGKAT (THE SHORT SESSION OF THE COURT) DAN IMPLIKASINYA BAGI TERWUJUDNYA ASAS PEMERIKSAAN PERKARA YANG CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)”. Penulisan hukum ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari dalam penulisan Hukum ini tidaklah mungkin selesai tanpa bimbingan, bantuan, saran serta kebersamaan orang-orang di sekitar penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Moh. Jamin, S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta 2. Bapak Prasetyo Hadi P., S.H.,M.S. selaku Pembantu dekan I Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bapak Suraji, S.H.,M.Hum. selaku pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta 4. Bapak Suranto, S.H.,M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Ibu Subekti S.H.,M.H., selaku Pembimbing Akademik penulis selama menuntut ilmu di Fakultas hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 6. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku ketua bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 7. Bapak Kristiyadi, S.H., M.Hum. selaku pembimbing penulisan hukum yang telah sangat membantu, membimbing, dan mengarahkan dengan penuh viii kesabara kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. Terima kasih atas bimbingannya selama penulisan skripsi hingga selesai. 8. Bapak Bambang Santoso S.H.,M.Hum yang telah membantu dalam membimbing dan mendukung penulis dalam skripsi selama ini. 9. Bapak Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga kepada penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 10. Bapak Ibu karyawan serta staf Tata Usaha, bagian Akademik, bagian Kemahasiswan, bagian Transit, bagian Keamanan dan bagian Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 11. Ayah Ibuku tercinta yang telah memberikan kasih sayang yang berlimpah kepada penulis. Luv u For ever... 12. Adikku Elly yang sangat aku sayangi, muaah... 13. Kakek (alm) dan Nenekku tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayang dan bantuan kepada penulis. 14. Keluarga Besar Madollah, terima kasih semuanya. 15. Keluarga Besar Panikem, terimakasih dorongannya untuk saya. 16. Sahabat-sahabatku, Ijup ijup yang sangat narsis hahaha, Nila, Tazmania alias Nila Amania, terima kasih atas dukungan dan hari-hari terindahnya selama di Solo, teman suka maupun duka yang senantiasa selalu memberi semangat penulis untuk menyelesaikan skripsi. JANGAN LUPAIN AKU YAA... 17. Teman-Teman Salitaaaaa T.T hiks hiks…., khususnya Nila (alumni salita yg sll terkenang), Teot (alumni jg), Mew-mew, Vany Iting dan, kalian sahabatsahabat yang selalu menemaniku setiap hari, ngerti perasaanku lagi seneng ketawa ketiwi bareng, maen bareng, narsis narsisan bareng,, dan juga kalian temen yang hibur Q saat nangiiis,, walo kadaang kaliaN jUga sering bikin jengkel aku. Buat Adek-adek Kozku Nita dudul yang sll nemenin tidurku setelah Nila haha,, yg sering aku utangin pulsanya yang sering aku jahiliin, tp sebel juga kalo pas tidur kamu gangguin huft… Buat Liess (alumni jg), Wahyu, Mila, Mb Butet yang sering nyanyi-nyanyi bareng triak-triak ix bareng, Yuni yang suka Q godain ikan cupangnya, Tina, Siska Si Monster Mata, Inna Si Crewet, Tissa, Raras, Lusi, Barbara, Yolanda, Puput, Pak kos Salitan mas Joko, Mba Wati….mmm banyak pokkoknya semua penghuni Salita. Makasie yah semuanya… I will miss u all muuaah.. 18. Teman-temanku, Desy, Rosita, Denox, NoVis, Arief ‘tahu’, Fahmi, Intan , Mila, Neri, Kucluk, mas Arya jgj, man Ayip, Mantan-mantanQ (hihi..) dan semua muanya yang gak bisa diketik satu per satu terima kasih atas kebersamaannya selama iniiii. 19. Angkatan 2005 yang sangat kompak 20. Segala pihak yang telah membantu yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu. Surakarta, Pebruari 2010 Penulis x DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii HALAMAN MOTTO ...................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v ABSTRAKSI ................................................................................................... vi ABSTRACT..................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii DAFTAR ISI.................................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1 A. Latar Belakang ......................................................................... 1 B. Pembatasan Masalah ................................................................ 5 C. Perumusan Masalah ................................................................. 5 D. Tujuan Penelitian ..................................................................... 5 E. Manfaat Penelitian ................................................................... 6 F. Metode Penelitian .................................................................... 7 G. Sistematika Penulisan Hukum ................................................. 15 TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 17 A. Kerangka Teori ........................................................................ 17 1. Tinjauan Umum tentang Kekuasaan Kehakiman ................ 17 a. Pengertian Kekuasaan Kehakiman .................................. 17 b. Pengertian Hakim ............................................................ 19 c. Tugas dan Kewajiban Hakim........................................... 20 d. Wewenang Hakim ........................................................... 22 BAB II 2. Tinjauan Umum tentang Acara Pemeriksaan di Persidangan 23 a. Acara Pemeriksaan Biasa................................................. 23 b. Acara Pemeriksaan Singkat ............................................. 25 xi c. Acara Pemeriksaan Cepat ................................................ 34 3. Tinjauan Umum tentang Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan ...................................................................... 35 B. Kerangka Pemikiran ................................................................ 36 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 39 A. Implementasi Pasal 203 KUHAP dalam Pemeriksaan Acara Singkat di Pengadilan Negeri Surakarta .................................. 39 B. Implikasi Pelaksanaan Acara Pemeriksaan Singkat Berkesesuaian BAB dengan Asas Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan .................. 53 IV PENUTUP .................................................................................... 53 A. Simpulan .................................................................................. 57 B. Saran......................................................................................... 58 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I. Surat Keterangan Permohonan Ijin Penelitian Nomor: 3185/H27.1.11/PP/2009. Lampiran II. Surat Keterangan Mengadakan Penelitian Nomor: W12.U2/04/HK.04.01/1/2010/PN.Ska. Lampiran III. Putusan Nomor: 01/Pid.S/2009/PN.Ska xiii PERNYATAAN Nama : Ratna Dewi Anita .I NIM : E0005040 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : IMPLEMENTASI PASAL 203 KUHAP MENGENAI WEWENANG HAKIM DALAM PEMERIKSAAN ACARA SINGKAT (THE SHORT SESSION OF THE COURT) DAN IMPLIKASINYA BAGI TERWUJUDNYA ASAS PEMERIKSAAN PERKARA YANG CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini. Surakarta, Pebruari 2010 yang membuat pernyataan Ratna Dewi Anita .I. E.0005040 xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum dan bukan berdasarkan atas kekuasaan. Penegakan hukum harus sesuai dengan peraturan yang berlaku dan juga berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin kedudukan yang sama bagi warga Negara di dalam hukum dan pemerintahan. Setiap pelanggar peraturan hukum yang ada akan dikenakan sanksi yang berupa hukuman sebagai reaksi terhadap perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukannya. Untuk menjaga agar peraturan itu dapat berlangsung terus dan diterima seluruh anggota masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas-asas keadilan dari masyarakat tersebut. Dengan demikian, hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat. Kekuasaan untuk mempertahankan peraturan perundangan atau kekuasaan peradilan (kekuasaan yudikatif) berada di tangan Badan Peradilan yang terlepas dan bebas dari campur tangan kekuasaan legeslatif dan eksekutif. Untuk menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, badan peradilan memerlukan peraturan-peraturan hukum yang mengatur cara-cara bagaimana dan apakah yang akan terjadi jika norma-norma hukum yang telah diadakan itu tidak ditaati oleh masyarakat. Hukum yang demikian adalah hukum acara atau hukum formal. Hukum acara yang mengatur dan melaksanakan soal-soal di Pengadilan terdiri dari Hukum Acara Perdata xv 1 (Hukum Perdata Formal) dan Hukum Acara Pidana (Hukum Pidana Formal). Hukum Acara Pidana adalah rangkaian peraturan hukum menentukan bagaimana cara-cara mengajukan kedepan pengadilan, perkara-perkara kepidanaan dan bagaimana menjatuhkan hukuman oleh hakim, jika ada orang yang disangka melanggar hukum pidana yang telah ditetapkan sebelum perbuatan melanggar hukum itu terjadi (C.S.T. Kansil, 1989 : 329). Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan Peraturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan dari Hukum Acara Pidana dalam lingkungan peradilan umum. Sebelum UndangUndang ini berlaku yang menjadi dasar bagi pelaksanaan hukum acara pidana dalam lingkungan peradilan umum adalah “ reglemen Indonesia yang dibaharui atau yang terkenal dengan nama “ het Herziene Inlandsch reglement” atau H.I.R. (Statblad Tahun 1941 Nomor 44), yang berdasarkan Pasal ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 itu dimaksudkan untuk mengadakan unifikasi hukum acara pidana. Meskipun Undang-Undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 telah menetapkan bahwa hanya ada satu hukum acara pidana yang berlaku untuk seluruh Indonesia, yaitu R.I.B, namun di dalannya ternyata belum memberikan jaminan dan lindungan terhadap hak asasi manusia, perlindungan terhadap harkat martabat manusia sebagaimana wajarnya dimiliki oleh suatu Negara hukum. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan Hukum Acara Pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan pelanggaran hukum dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti bersalah atau tidak ( Faisal Salam, 2000 : 1). Apa yang diatur dalam Hukum Acara Pidana adalah cara-cara yang harus ditempuh dalam menegakkan ketertiban hukum dalam masyarakat, namun juga sekaligus juga bertujuan melindungi hak-hak asasi tiap-tiap xvi individu baik yang menjadi korban maupun si pelanggar hukum ( Faisal Salam, 2001 : 1-3). Pemeriksaan dalam sidang Pengadilan bertujuan untuk meneliti dan menyaring apakah suatu tindak pidana itu benar atau tidak, apakah pasal dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang dilanggar itu sesuai perumusannya dengan tindakan pidana yang telah terjadi. Pemeriksaan di muka persidangan bersifat akusator yaitu terdakwa mempunyai kedudukan sebagai pihak sederajad menghadapi pihak lawannya, yaitu Penuntut Umum dan hakimlah yang akan memutus persengketaan. Pemeriksaan di muka umum harus dilakukan secara terbuka untuk umum kecuali kalau peraturan menentukan lain. KUHAP membedakan tiga macam pemeriksaan sidang pengadilan yaitu acara pemeriksaan biasa, acara pemeriksaan singkat dan acara pemeriksaan cepat. Dalam acara pemeriksaan singkat tidak memerlukan waktu yang lama kerena mudah penerapan hukumnya dan dapat diputus pada hari itu juga. Pengaturan acara pemeriksaan singkat terdapat dalam Pasal 203 ayat (1) KUHAP, yaitu : Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205 dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana. Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya murah atau lebih dikenal dengan asas Contante Justitie. Asas tersebut dianut dalam KUHAP sebenarnya penjabaran Undang-Undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Peradilan cepat (terutama untuk menghindari penahanan yang lama sebelum ada keputusan Hakim), merupakan bagian hak-hak asasi manusia. Begitu pula peradilan bebas dan tidak memihak yang ditonjolkan dalam Undang-Undang tersebut (Andi Hamzah, 2006 : 11). Untuk memperoleh pemerataan keadilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan, maka pejabat-pejabat pada semua tingkat pemeriksaan wajib menunjuk penasihat hukum bagi tersangka dan terdakwa yang melakukan xvii tindak pidana dengan ancaman pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan tindak pidana lima tahun atau yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri. Asas ini dimaksudkan untuk melindungi tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum, baik pada pemeriksaan permulaan, penuntutan maupun dipersidangan pengadilan. Untuk itu diperlukan petugas-petugas yang handal, jujur dan berdisiplin tinggi dan tidak cepat tergoda oleh janjijanji yang menggiurkan. Kalau hal-hal tersebut diabaikan oleh petugas, maka terjadilah penyimpangan-penyimpangan, kolusi dan manipulasi hukum. (Faisal Salam, 2001 : 23). Tujuan utama pembentukan undang-undang bukan lagi menciptakan kodifikasi bagi norma-norma dan nilai-nilai kehidupan yang sudah mengendap dalam masyarakat, melainkan menciptakan modofikasi atau perubahan dalam kehidupan masyarakat. Dengan adanya pengutamaan pada pembentukan undang-undang melalui cara modifikasi, maka diharapkan bahwa suatu undang-undang itu tidak lagi berada di belakang dan kadang-kadang terasa ketinggalan, tetapi dapat berada didepan dan tetap berlaku sesuai dengan perkembangan masyarakat (Maria Farida Indrati Soeprapto, 1993 : 1). Berdasarkan uraian di atas penulis ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan hakim dalam acara singkat (the short session of the court), mengetahui implikasinya bagi terwujudnya asas pemeriksaan perkara yang cepat, sederhana dan biaya ringan, yang dihadapi sesuai dengan Pasal 203 KUHAP, maka dalam penyusunan skripsi ini penulis mengambil judul IMPLEMENTASI PASAL 203 KUHAP MENGENAI WEWENANG HAKIM DALAM PEMERIKSAAN ACARA SINGKAT (THE SHORT SESSION OF THE COURT) DAN IMPLIKASINYA BAGI TERWUJUDNYA ASAS PEMERIKSAAN PERKARA YANG CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN. xviii B. Pembatasan Masalah Suatu penelitian harus mengarah pada permasalahan dan tidak menyimpang dari pokok pembahasan yang diteliti, sehingga perlu adanya pembatasan permasalahan. Pembatasan permasalahan bertujuan untuk menghindari terjadinya perluasan dan kekaburan masalah yang diteliti sebagai akibat dari luasnya ruang lingkup penelitian, maka penulis hanya membatasi dan hanya mengkaji tentang implementasi Pasal 203 KUHAP mengenai wewenang hakim dalam pemeriksaan acara singkat (the short session of the court) dan implikasinya bagi terwujudnya asas pemeriksaan perkara yang cepat, sederhana dan biaya ringan di Pengadilan Negeri Surakarta. C. Perumusan Masalah Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian yaitu untuk mempermudah penulis dalam membatasi masalah yang akan diteliti sehingga tujuan dan hasil dari penelitian tersebut dapat tepat pada sasaran serta sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah implementasi Pasal 203 KUHAP dalam pemeriksaan acara singkat di Pengadilan Negeri Surakarta? 2. Apakah implikasi pelaksanaan pemeriksaan acara singkat berkesesuaian atau bertentangan dengan asas pemeriksaan perkara yang cepat, sederhana dan biaya ringan? D. Tujuan Penelitian Setiap penelitian harus memiliki tujuan penelitian yang merupakan jawaban terhadap pemecahan permasalahan yang dihadapi. Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : xix 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui pelaksanaan hakim dalam dalam pemeriksaan acara singkat (the short session of the court). b. Untuk mengetahui implikasinya bagi terwujudnya asas pemeriksaan perkara yang cepat, sederhana dan biaya ringan apakah telah sesuai atau bertentangan. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk memberikan tambahan pengetahuan bagi penulis dalam bidang hukum, khususnya mengenai pelaksanaan hakim dalam pemeriksaan acara singkat (the short session of the court) dan implikasinya bagi terwujudnya asas pemeriksaan perkara yang cepat, sederhana dan biaya ringan di Pengadilan Negeri Surakarta. b. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. c. Untuk menerapkan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh untuk diterapkan agar bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi masyarakat luas. E. Manfaat Penelitian Dalam suatu penelitian tentu sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan kontribusi akademis bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya dalam pelaksanaan hakim dalam pemeriksaan acara singkat (the short session of the court). xx b. Dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dibidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum acara pidana pada khususnya. c. Memperkaya referensi dan literatur kepustakaan hukum acara pidana tentang analisis sistem pemeriksaan singkat. 2. Manfaat Praktis a. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan tambahan ilmu bagi pengembangan kemampuan penulis sebagai bekal untuk terjun secara langsung di masyarakat. b. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan pemecahan atas permasalahan yang diteliti yang kemudian dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak terkait yang membutuhkan penelitian ini. c. Berdasarkan hasil penelitian hukum ini diharapkan memberikan jawaban praktis mengenai pelaksanaan hakim dalam pemeriksaan acara singkat (the short session of the court) dan implikasinya bagi terwujudnya asas pemeriksaan perkara yang cepat, sederhana dan biaya ringan di Pengadilan Negeri Surakarta. F. Metode Penelitian Metode penelitian mengemukakan secara teknik tentang metodemetode yang digunakan dalam penelitiannya. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian hukum empiris, yaitu suatu penelitian yang berusaha mengidentifikasi hukum yang terdapat dalam mesyarakat dengan maksud untuk mengetahui gejala-gejala lainnya (Soerjono Soekanto, 1986 : 10). Dalam penelitian ini, penulis mendeskripsikan secara lengkap dan obyektif mngenai suatu masalah guna memberikan gambaran yang jelas mengenai pelaksanaan hakim xxi dalam memerintahkan pemeriksaan tambahan dalam acara singkat (the short session of the court) dan implikasinya bagi terwujudnya asas pemeriksaan perkara yang cepat, sederhana dan biaya ringan program di Pengadilan Negeri Surakarta. 2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu suatu penelitian yang berusaha mendapatkan data-data untuk memperoleh gambaran secara lengkap dan kemudian menganalisis untuk menjawab permasalahan yang ada. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya (Soerjono Soekanto, 1986:10). Dalam penelitian ini, penulis ingin menemukan dan memahami gejala-gejala yang diteliti dengan cara penggambaran yang seteliti-telitinya untuk mengetahui gambaran mengenai pelaksanaan hakim dalam acara singkat (the short session of the court) dan implikasinya bagi terwujudnya asas pemeriksaan perkara yang cepat, sederhana dan biaya ringan di Pengadilan Negeri Surakarta. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Surakarta yang beralamat di Jl. Brig. Jend. Slamet Riyadi No. 209, Surakarta. Pemilihan lokasi ini dengan pertimbangan bahwa sumber data yang diperlukan memungkinkan untuk dilakukan penelitian. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan hakim dalam acara singkat (the short session of the court) dan implikasinya bagi terwujudnya asas pemeriksaan perkara yang cepat, sederhana dan biaya ringan. 4. Pendekatan Penelitian xxii Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini bersifat kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan mendasarkan pada informasi dan data-data yang dinyatakan oleh responden atau narasumber secara lisan atau tertulis, dan juga perilaku nyata, diteliti, dipelajari sebagai suatu yang utuh. Penulis memperoleh data dari hasil wawancara langsung dengan narasumber. Kemudian datadata tersebut digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian. Data yang digunakan adalah data yang sesuai dengan kenyataan yang ada di tempat penelitian. Selain itu diperoleh juga data tertulis, dalam hal ini dari Pengadilan Negeri Surakarta. 5. Jenis Data Dalam suatu penelitian, suatu data dibedakan menjadi dua, yaitu data yang diperoleh langsung dari narasumber dan dari bahan pustaka. Data yang pertama disebut sebagai data primer atau data dasar (primary data atau basic data), dan data yang kedua dinamakan data sekunder (secondary data). Data primer diperoleh dari sumber pertama, yaitu keterangan/informasi dari narasumber yang diperoleh melalui wawancara dalam penelitian. Data sekunder, antara lain mencakup Undang-undang yang relevan, dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku-buku harian, dan seterusnya (Soerjono Soekanto, 1986:12). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Data Primer Data primer adalah keterangan, informasi atau fakta yang diperoleh secara langsung dari lapangan melalui wawancara dengan informan kunci. Keterangan mengenai data-data primer ini diperoleh dari narasumber yaitu hakim yang mengadili kasus tersebut di Pengadilan Negeri. b. Data Sekunder xxiii Data Sekunder adalah informasi atau keterangan-keterangan yang secara tidak langsung diperoleh melalui studi kepustakaan, bahan-bahan dokumenter, tulisan ilmiah, sumber-sumber tertulis, laporan, arsip, literatur, peraturan perundang-undangan dan lain sebagainya yang berhubungan dengan obyek penelitian. 6. Sumber Data Berdasarkan jenis data, maka dapat ditentukan sumber data yang digunakan untuk penelitian, sehingga dapat digunakan untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan arah penelitian ini. Sumber data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut : a. Sumber Data Primer Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari lapangan yang meliputi keterangan atau data yang diberikan oleh pejabat yang berwenang di Pengadilan Negeri Surakarta serta keterangan yang diperoleh dari masyarakat umum. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder yaitu, sumber data yang secara tidak langsung memberi keterangan yang bersifat mendukung sumber data primer, yang terdiri dari: 1) Bahan Hukum Primer : Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini terutama adalah Undang-undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Putusan Nomor: 01/Pid.S/2009/PN.Ska. 2) Bahan Hukum Sekunder : Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer yang dapat xxiv membantu analisis data dan membantu pemahaman terhadap bahan hukum primer. 3) Bahan Hukum Tersier : Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dalam penelitian ini yang termasuk bahan hukum tersier adalah ensiklopedia dan kamus. 7. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mengumpulkan data yang ada di tempat penelitian sehingga memperoleh data yang diperlukan. Seperti telah disebutkan di atas, terdapat beberapa macam data yang berasal dari beberapa sumber data. Masing-masing sumber data tersebut menuntut cara atau teknik pengumpulan data yang sesuai, guna mendapatkan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan (HB. Sutopo, 2002:58). Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Teknik Wawancara Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan yang bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia serta pendapat-pendapat mereka. Dalam suatu wawancara terdapat dua pihak yang mempunyai kedudukan berbeda, yaitu pengejar informasi yang biasa disebut pewawancara atau interviewer dan pemberi informasi yang disebut informan atau responden. Dapat disimpulkan bahwa wawancara merupakan situasi peran antar pribadi bertatap xxv muka (face to face), ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada seorang responden, yaitu pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang diteliti. Wawancara dilakukan terhadap narasumber di Pengadilan Negeri, aparat penegak hukum lainnya yang berkompeten dalam pelaksanaan pelaksanaan pemeriksaan tambahan dalam acara singkat serta masyarakat di Kota Surakarta. b. Kepustakaan Kepustakaan merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui buku-buku literatur, peraturan perundangundangan, arsip-arsip dan bahan lainnya yang berbentuk tertulis yang berhubungan dengan permasalahan dalam penulisan hukum ini. Sehingga penelitian hanya diperoleh dari bahan-bahan yang tertulis saja, tanpa melakukan penelitian langsung di lapangan untuk mengetahui gejala sosial yang terjadi di masyarakat. 8. Teknik Analisis Data Setelah diperoleh data yang diperlukan, maka perlu suatu teknik analisis data yang tepat. Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga akan ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J. Moleong, 2002:103). Data yang telah terkumpul tersebut diolah dan dianalisa guna memecahkan masalah-masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tahap analisis ini merupakan faktor yang penting karena dapat mempengaruhi mutu hasil penelitian. xxvi Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian adalah model analisis interaktif (interactive model of analysis), yaitu model analisis dalam penelitian kualitatif yang terdiri dari tiga komponen analisis yang dilakukan dengan cara interaksi, baik antar komponennya, maupun dengan proses pengumpulan data, dalam proses berbentuk siklus. PENGUMPULAN DATA REDUKSI PENYAJIAN DATA DATA ` KESIMPULAN-KESIMPULAN : PENARIKAN/VERIFIKASI Gb. Komponen-komponen Analisis Data : Model Interaktif Dalam teknik analisis ini, penulis tetap bergerak diantara tiga komponen analisis dan pengumpulan data selama pengumpulan data dan selama pengumpulan data berlangsung. Setelah pengumpulan data selesai, maka peneliti bergerak diantara ketiga komponen analisis tersebut hingga waktu yang tersisa bagi penelitian berakhir. Adapun ketiga komponen tersebut adalah : a. Reduksi Data Reduksi data adalah bagian analisis, berbentuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal xxvii yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan. Menurut HB. Soetopo (1992:12), reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data dari field not. Proses ini berlangsung sejak awal penelitian dan pada saat pengumpulan data. Reduksi data ini dilakukan dengan membuat singkatan, coding, memusatkan tema, menulis memo dan menentukan batas-batas permasalahan. Proses seleksi, pemfokusan dan penyederhanaan dan abstraksi data dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tulis di lapangan. Reduksi data langsung terus-menerus sepanjang pelaksanaan riset sampai laporan akhir lengkap tersusun. b. Penyajian Data Suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Selain itu, penyajian data sebagai kumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian-penyajian yang lebih merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid (Mattew B. Miles dan A. Michael Huberman dalam Tjejep Rohendi Rohidi, 1992:17). Sajian data sebaik-baiknya berbentuk table, gambar, matriks, jaringan kerja dan kaitan kegiatan, sehingga memudahkan peneliti untuk mengambil kesimpulan. Peneliti diharapkan dari awal dapat memahami arti berbagai hal yang ditemui sejak awal penelitian. Dengan demikian dapat menarik kesimpulan yang terus dikaji dan diperiksa seiring dengan perkembangan penelitian yang dilakukan. Proses analisis dengan 3 (tiga) komponen di atas dilakukan secara bersamaan merupakan model analisis mengalir (flow model of analysis). Metode analisis inilah yang digunakan xxviii dalam penelitian ini. Reduksi data dilakukan sejak proses sebelum pengumpulan data yang belum dilakukan, diteruskan pada waktu pengumpulan data dan bersamaan dengan dua komponen yang lain. Tiga komponen tersebut masih mengalir dan tetap saling menjalin pada waktu kegiatan pengumpulan data sudah berakhir sampai dengan proses penulisan penelitian selesai. c. Penarikan Kesimpulan Kesimpulan merupakan sebagian dari satu kegiatan konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung (Mathew B. Miles dan A. Bichael Huberman dalam Tjejep Rohendi, 1992:19). Dengan penggunaan data kualitatif ini maka akan didapat gambaran yang lengkap dan menyeluruh terhadap keadaan yang nyata sesuai dengan penelitian yang diteliti. Teknik analisis yang meliputi reduksi data, penyajian data serta penarikan kesimpulan seperti yang telah diuraikan di atas, dalam penelitian ini oleh peneliti telah diusahakan untuk dapat dilaksanakan sesuai dengan data-data dan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian. G. Sistematika Penelitian Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai substansi penulisan, penulis mensistematisasikan dalam bagian-bagian yang akan dibahas menjadi beberapa bab yang diusahakan dapat saling berkaitan sesuai dengan apa yang dimaksud pada judul penulisan hukum. Sistematika Penulisan Hukum ini sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat xxix Penelitian, Metodologi Penelitian dan kemudian diakhiri dengan Sistematika Penulisan Hukum. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori meliputi Kekuasaan Kehakiman, Pengertian Hakin dengan Tugas dan Kewajiban Hakim, Jenis Pemeriksaan di Persidangan, Tata Cara Pemeriksaan Acara Singkat, serta Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini diuraikan pokok-pokok permasalahan akan diungkapkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis terhadap implementasi Pasal 203 KUHAP mengenai wewenang hakim dalam pemeriksaan acara singkat dan implikasinya berkesesuaian atau dalam bertentangan acara singkat dengan asas permeriksaan perkara yang cepat, sederhana dan biaya ringan. BAB IV : PENUTUP Adapun simpulan-simpulan dan saran yang terkait dengan permasalahan yang diteliti, dipaparkan dalam Bab IV tentang Penutup. Yaitu diuraikannya tentang pokok-pokok yang menjadi simpulan dari penelitian ini, yang tentu saja berpedoman pada hasil penelitian. Selain itu penulis juga memberikan saran-saran berdasarkan permasalahan yang ada. DAFTAR PUSTAKA xxx LAMPIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka teori 1. Tinjauan Umum tentang Kekuasaan Kehakiman a. Pengertian Kekuasaan Kehakiman Pasal 1 Undang-undang No. 4 Tahun 2004 yaitu : “Kekuasaan Kehakiman adalah Kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan, guna menegakkan hukum dan keadilan, berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”. Dari bunyi ketentuan tersebut juga termaktub di dalam Pasal 2 Undang-undang tentang Mahkamah Agung yang berbunyi “Makamah Agung adalah Pengadilan Negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain”. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka dalam pengertian di dalam keuasaan kehakiman bebas dari campur tangan pihak kekuasaan negara lainnya, dan kebebasan dari paksaan. Kebebasan dalam pelaksanaan wewenang judicial tidaklah mutlak sifatnya, karena tugas daripada hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasil dengan jalan menafsirkan hukum dan mencari dasar-dasar serta asas-asas yang jadi landasannya, melalui perkara-perkara yang dihadapinya sehingga keputusannya mencerminkan persaan keadilan bangsa dan rakyat Indonesia. xxxi Dalam usaha memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka, sesuai dengan tuntutan reformasi dibidang hukum telah dilakukan perubahan terhadap Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dengan 17 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 35 Tahun Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Penyelenggaraan Kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan-badan Peradilan yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Dalam hal ini kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan : 1) Peradilan Umum 2) Peradilan Agama 3) Peradilan Militer 4) Peradilan Tata Usaha Negara Melalui perubahan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tersebut telah diletakkan kebijakan bahwa segala urusan mengenai peradilan baik yang menyangkut teknis yudisial maupun urusan organisasi, administrasi, dan finansial berada di bawah satu atap di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Dengan berlakunya Undangundang Nomor 4 Tahun 2004, pembinaan badan peradilan umum, badan peradilan agama, badan peradilan militer, dan badan peradilan tata usaha negara berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Mengingat perubahan mendasar yang dilakukan dalam Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya mengenai penyelengaraan kekuasaan kehakiman, maka Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan xxxii Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 perlu dilakukan perubahan secara komprehensif. Dalam Undang-undang ini diatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelengaraan kekuasaan kehakiman, jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama bagi setiap orang dalam hukum dan dalam mencari keadilain. Selain itu dalam Undang-undang ini diatur pula ketentuan yang menegaskan kedudukan hakim sebagai pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman serta panitera, panitera pengganti, dan juru sita sebagai pejabat peradilan, pelaksanaan putusan pengadilan, bantuan hukum, dan badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Untuk memberikan kepastian dalam proses pcngalihan organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di bawah Mahkamah Agung dalam Undang-Undang ini diatur pula ketentuan peralihan (Bambang Waluyo, 1992: 137). b. Pengertian Hakim Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang, pengertian ini sesuai dengan pasal 31 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasan Kehakiman dimana syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhetian dan pelaksanaan tugasnya ditentukan oleh undang-undang. Namun hakim dalam pengertian lain juga dapat diartikan sebagai pegawai negeri sipil yang mempunyai jabatan fungsional. Tugas hakim adalah mengkonstatir, mengkwalifisir dan kemudian mengkonstituir. Apa yang harus dikonstatirnya adalah peristiwa dan kemudian peristiwa ini harus dikwalifisir, Pasal 5 ayat (1) UU. 14 Tahun 1970 mewajibkan hakim mengadili menurut hukum. Maka oleh karena itu hakim harus mengenal hukum di samping peristiwanya (http://fadliyanur.blogspot.com/2008/01/kode-etik-hakim.html). xxxiii Seorang hakim haruslah independen, tidak memihak kepada siapapun juga walaupun itu keluarganya, kalau sudah dalam sidang semuanya diperlakukan sama. Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Menurut Pasal 27 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1970 Apabila seorang Hakim masih terikat hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau semenda dengan Ketua, salah seorang hakim Anggota, Jaksa, Penasehat Hukum atau Panitera dalam suatu perkara tertentu, ia wajib mengundurkan diri dari pemeriksaan itu. Hakim harus dapat membedakan antar sikap kedinasan sebagai jabatannya sebagai pejabat negara yang bertugas menegakkan keadilan dengan sikap hidup sehari-hari sebagai bagian dari keluarga dan masyarakat. c. Tugas dan Kewajiban Hakim Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan mempunyai tugas dan kewajiban sesuai Pasal 28 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu : 1) Menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat. Dalam masyarakat yang masih mengenal hukum tidak tertulis, serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan. Hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup dikalangan rakyat. Untuk itu ia harus terjun ke tangah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan, dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian hakim dapat memberikan keputusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. xxxiv 2) Hakim wajib memperhatikan sifat-sifat baik dan buruk dari tertuduh dalam menentukan dan mempertimbangkan berat ringannya pidana. Sifat-sifat yang jahat maupun yang baik dari tertuduh wajib diperhatikan Hakim dalam mempertimbangkan pidana yang akan dijatuhkan. Keadaan-keadaan pribadi seseorang perlu diperhitungkan untuk memberikan pidana yang setimpal dan seadil-adilnya. Keadaan pribadi tersebut dapat diperoleh dari keterangan orangorang dari lingkungannya, rukun tetangganya, dokter ahli jiwa dan sebagainya. Dalam melaksanakan tugas sebagai hakim, maka hakim mengadili seseorang menurut hukum yang berlaku dengan tidak membeda - bedakan orang. Hakim dilarang untuk mempertimbangkan nilai isi hukum yang berlaku atau keadilan hukum itu. ia harus memakai hukum itu juga walaupun menurut pendapatnya hukum itu salah atau tidak adil (Faisal Salam, 2001 : 268). http://fadliyanur.blogspot.com/2008/01/kode-etik-hakim.html _ftn2 Dalam menjalankan tugas sebagai hakim, maka seorang hakim tidak diperbolehkan untuk memihak dalam memeriksa perkara itu. Untuk itu Undang-undang menentukan antara lain bahwa sidang dinyatakan terbuka untuk umum, kemudian dalam pemberian putusan harus disertai dengan alasan-alasan hukum (Faisal Salam, 2001 : 269). Tugas hakim yang lainnya yaitu: a. Membantu pimpinan pengadilan dalam membuat program kerja jangka pendek dan jangka panjang, pelaksanaannya serta pengorganisasiannya. b. Melakukan pengawasan yang ditugaskan Ketua untuk mengamati apakah pelaksanaan tugas, umpamanya mengenai penyelenggaraan administrasi perkara perdata dan pidana serta pelaksanaan xxxv eksekusi, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan melaporkannya kepada Pimpinan Pengadilan. c. Melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap pelaksanaan putusan pidana di Lembaga Pemasyarakatan dan melaporkannya kepada Mahkamah Agung. d. Wewenang Hakim 1) Wewenang Hakim a) Wewenang seorang hakim adalah menerima, memeriksa, dan memutus suatu perkara. b) Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan kewenangan hakim tersebut. c) Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang. d) Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. e) Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha Negara. f)Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana. g) Mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kerena keterlibatannya dalam suatu perkara sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2) Tanggung Jawab Hakim Kepada Penguasa a) Tanggung jawab hakim kepada penguasa (negara) artinya telah melaksanakan peradilan dengan baik, menghasilkan keputusan bermutu, dan berdampak positif bagi bangsa dan negara. b) Melaksanakan peradilan dengan baik, Peradilan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang, nilai-nilai hukum yang hidup dalam masayarakat, dan kepatutan (equity). xxxvi c) Keputusan bermutu. Keadilan yang ditetapkan oleh hakim merupakan perwujudan nilai-nilai undang-undang, hasil penghayatan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, etika moral masyarakat, dan tidak melanggar hak orang lain. d) Berdampak positif bagi masyarakat dan negara. Keputusan hakim memberi manfaat kepada masyarakat sebagai keputusan yang dapat dijadikan panutan dan yurisprudensi serta masukan bagi pengembangan hukum nasional. 3) Tanggung Jawab Kepada Tuhan Tanggung jawab hakim kepada Tuhan Yang Maha Esa artinya telah melaksanakan peradilan sesuai dengan amanat Tuhan yang diberikan kepada manusia, menurut hukum kodrat manusia yang telah ditetapkan oleh Tuhan melalui suara hati nuraninya. 2. Tinjauan Umum Tentang Acara Pemeriksaan di Persidangan KUHAP membedakan tiga macam pemeriksaan sidang pengadilan, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam KUHAP, perkara yang diajukan ke pengadilan terdiri dari tiga jenis pemeriksaan yaitu: a. Acara Pemeriksaan Biasa Dari segi pengaturan dan kepentingan acara pemeriksaan biasa yang paling utama dan paling luas pengaturannya. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa dalam acara pemeriksaan biasa inilah dilakukan pemeriksaan perkara-perkara tindak pidana kejahatan berat, sehingga fokus pengaturan acara pemeriksaan pada umumnya terletak pada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal acara pemeriksaan biasa. Hampir semua kejahatan dan pelanggaran berat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dilakukan dengan pemeriksaan dengan acara pemeriksaan biasa. Pembuktiannya memerlukan ketelitian karena xxxvii itu acara pemeriksaan biasa, biasanya memerlukan waktu yang lama dalam pemeriksaan sampai putusan pengadilan. Acara pemeriksaan biasa adalah perkara yang diselesaikan menurut prosedur biasa diatur dalam Pasal 152-202 KUHAP. 'I'ata cara atau prosedur yang digunakan pengadilan dalam memeriksa perkara adalah dengan prosedur sebagai berikut: 1) Pembukaan sidang dan pernyataan sidang dibuka untuk umum. 2) Terdakwa dipanggil masuk dan menghadap di muka sidang dalam keadaan bebas. Bebas artinya tidak diikat atau diborgol atau hal lain yang membuat terdakwa merasa tidak bebas. 3) Pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). 4) Eksepsi (kalau ada) yakni sifat eksepsi tergantung pada terdakwa atau penasehat hukumnya dalam menanggapi atau melakukan bantahan akan dakwaan yang dibacakan JPU. 5) Pemeriksaan saksi-saksi. Saksi-saksi yang diperiksa dalam pemeriksaan antara lain: a) Saksi korban adalah pemeriksan saksi korban dilakukan pertama kali karena untuk menguatkan alasan bagi hakim dalam suatu pemeriksaan perkara. b) Saksi decarge adalah saksi-saksi yang diajukan jaksa untuk membuktikan kesalahan terdakwa. c) Saksi adecarge adalah saksi-saksi yang keterangannya menguntungkan terdakwa yang diajukan oleh terdakwa atau penasehat hukumnya. 6) Pemeriksaan terdakwa 7) Pembacaan surat tuntutan 8) Pembelaan terdakwa / Penasehat hukum (pleidoi) Yang disampaikan terdakwa merupakan hak terdakwa, maka hakim harus menghormati pleidoi terdakwa. Secara yuridis requisitoir /pleidoi mempengaruhi hakim untuk sejalan / sependapat xxxviii terhadap yang yang diungkapkan tersebut atau hal yang diungkapkan para pihak. 9) Diberi kesempatan bagi masing-masing pihak untuk menanggapi : a) Replik adalah tanggapan Penuntut Umum atas pembelaan terdakwa atau penasehat hukum. b) Duplik adalah tanggapan terdakwa atau penasehat hukum terhadap replik Penuntut Umum. Posisi terakhir dalam pemberian tanggapan adalah terdakwa atau Penasehat hukumnya, jika dalam persidangan hakim memberikan kesempata lagi untuk memberikan tanggapan maka terdakwa/penasehat hukum harus memberikan tanggapan yang terakhir setelah Penuntut Umum. 10) Putusan a) Putusan yang berupa pemidanaan yaitu apabila yang didakwakan terbukti secara sah dan meyakinkan, sehingga terdakwa dijatuhi pidana. b) Pembebasan yaitu apabila apa yang didakwakan tidak terbukti maka hakim memberikan putusan pembebasan. c) Pelepasan dari segala tuntutan hukum yaitu apabila perbuatan yang didakwakan terbukti tetapi perkara itu bukan kejahatan atau pelanggaran b. Acara Pemeriksaan Singkat 1) Pengertian Pemeriksaan Singkat Dalam pemeriksaan perkara singkat tidak memerlukan waklu yang lama karena penerapan hukumnya mudah dan pembuktiannya sederhana sehingga acara perkara singkat dapat diputus pada hari itu juga. Perkara yang diperiksa dengan acara perkara singkat adalah perkara singkat atau perkara sumir, yaitu perkara yang ancaman hukummannya maksimal 3 tahun. Pengertian dan ciri xxxix acara pemeriksaan singkat yang cara pemeriksaannya dilakukan dengan prosedur acara singkat, dijumpai pada Pasal 203 KUHAP. Pada hahikatnya apa yang diatur dalam KUHAP mengenai, hampir sama yang diatur dalam HIR. Pada masa HIR perkara singkat disebut dengan perkara sumir. Jadi pengertian perkara singkat yang prosedur pemeriksaannya disidang pengadilan dilakukan dengan acara singkat, hampir identik dengan perkara sumir, sehingga boleh dikatakan tidak ada perbedaan yang pokok antara perkara acara pemeriksaan singkat yang diatur dalam KUHAP dengan perkara acara pemeriksaan sumir yang diatur dalam H1R. Untuk mencari ciri perkara singkat, mari kita lihat dengan ketentuan Pasal 203. a) Pembuktian dan Penerapan Hukumnya Mudah dan Sifatnya Sederhana Seandainya penuntut umum menilai dan berpendapat suatu perkara sifatnya: (1) Sederhana Pemeriksaan perkara tidak memerlukan persidangan yang memakan waktu lama, dan kemungkinan besar dapat diputus pada hari itu juga atau mungkin dapat diputus dengan satu atau dua persidangan saja, hal yang seperti inilah yang diartikan dengan “sifat perkara sederhana”. (2) Pembuktian serta Penerapan Hukumannya Mudah Yang dimaksud dengan sifat pembuktian dan penerapan hukumnya mudah, terdakwa sendiri pada waktu pemeriksaan penyidikan telah “mengakui” sepenuhnya perbuatan tindak pidana yang dilakukan. Di samping pengakuan itu, didukung dengan alat bukti lain yang cukup membuktikan kesalahan terdakwa secara sah menurut undang-undang. Demikian juga sifat tindak pidana yang didakwakan sederhana dan mudah untuk diperiksa. xl b) Ancaman Maupun Hukuman yang akan Dijatuhkan Tidak Berat Biasanya dalam praktek pengadilan, hukuman pidana yang dijatuhkan pada terdakwa dalam perkara singkat tidak melampaui 3 tahun penjara. Kalau penuntut umum menilai dan berpendapat, pidana yang akan dijatuhkan pengadilan, tidak melampaui 3 tahun penjara, dapat menggolongkan perkara itu pada jenis perkara singkat. 2) Tata Cara Pemeriksaan Acara Singkat a) Pengaturan Pemeriksaan Acara Singkat Sepenuhnya adalah Sebagai Berikut. Ketentuan Pasal 203 ayat (3), yang menegaskan bahwa terhadap acara pemeriksaan singkat berlaku ketentuan yang termuat dalam : (1) Bagian kesatu Bab XVI Bagian kesatu Bab XIV mengatur tentang tata cara pemanggilan terdakwa dan saksi maupun ahli, seperti yang dibaca dalam Pasal 146 ayat (2) KUHAP. Ketentuan pemanggilan terhadap saksi hanya diatur dalam satu ayat saja yang berbunyi: “penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada saksi yang memuat tanggal, hari, serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil yang harus diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai”. (2) Bagian Kedua Bab XVI Bagian kedua Bab XVI juga berlaku dalam acara pemeriksaan perkara singkat. Bagian kedua mengatur tentang sengketa wewenang mengadili. Dengan berlakunya Bagian Kedua Bab XVI dalam pemeriksaan perkara acara singkat, xli setiap Pengadilan Negeri menerima pelimpahan perkara singkat, lebih dulu meneliti tentang kewenangan mengadili perkara tersebut. patokan yang akan dipergunakan hakim atau pengadilan menentukan berwenang atau tidaknya mengadili perkara yang dilimpahkan kepadanya, ketentuan yang diatur dalam bagian Kedua Bab XVI sebagamiana yang ditentukan dalam Pasal 84, 85, dan Pasal 86. Asas yang pertama dan utama dalam menentukan kewenangan mengadili perkara menurut Pasal 84 ayat (1) ialah asas ”tempat tindak pidana dilakukan”. Suatu tindak pidana yang dilakukan pada suatu daerah hukum Pengadilan Negeri maka Pengadilan Negeri yang bersangkutan yang berwenang untuk mengadili. Inilah salah satu asas yang menentukan kewenangan mengadili suatu perkara. Memang ada beberapa asas yang diatur dalam Pasal 84 dan Pasal 85, yang menjadi landasan menentukan kewenangan mengadili suatu perkara. (3) Bagian Ketiga Bab XVI Bagian Ketiga Bab XVI juga berlaku dalam pemeriksaan perkara acara singkat. Ini segala ketentuan yang bersangkutan dengan tata cara pemeriksaan perkara biasa berlaku juga pada proses pemeriksaan perkara singkat. Dengan kata lain, pada dasarnya proses maupun tata cara pemeriksaaan acara perkara singkat sama dan ”berpedoman” kepada ketentuan yang diatur dalam tata cara pemeriksaan perkara dengan acara biasa. Semua aturan yang berlaku dalam acara pemeriksaan biasa berlaku dalam pemeriksaan acara singkat, baik yang berupa: (a) Tata cara pemeriksaan saksi atau ahli yang diatur dalam Pasal 159 sampai dengan Pasal 181 xlii (b) Tata cara pemeriksaan terdakwa sebagaimana yang diatur dalam Pasal 153, 154, 155, 156, 157, 158, 181, 182, dan sebagainya. Jadi, dalam perkara acara singkat berlaku hak dan tata cara mengajukan eksepsi atas dakwaan. Jika terdakwa berdiri dari beberapa orang, pemeriksaan dapat dilakukan terhadap terdakwa yang hadir dan sebagainya. (4) Juga berlaku Pembuktian Acara Biasa (a) Ketentuan alat bukti yang sah seperti yang diatur dalam Pasal 184 (b) Tata cara pembuktian yang diatur dalam Pasal 185 sampai dengan Pasal 189 (c) Demikian juga mengenai ketentuan Pasal 183 yang mengatur tentang sistem pembuktian menurut undangundang secara negatif dan asas batas minimum. (d) Juga berlaku ketentuan Pasal 190 sampai dengan Pasal 202. Yang membedakan tata cara pemeriksaan perkara biasa dengan acara singkat, hanya terdapat pada beberapa hal seperti yang dirumuskan dalam Pasal 203 ayat (3) huruf a sampai dengan huruf f. Dalam ketentuan inilah terdapat perbedaan tata cara antara perkara biasa dengan perkara singkat (M. Yahya Harahap, 2000: 395398). b) Perkara Dilimpahkan pada Hari Sidang yang Telah Ditentukan Pengadilan Pelimpahan langsung di sidang pengadilan tanpa surat pelimpahan perkara lebih dulu. Dalam hal ini Pengadilan Negeri memeriksa dan menyidangkan perkara singkat sebelum perkara sendiri diregister di kepaniteraan. xliii c) Pelimpahan Acara Singkat Tanpa Surat Dakwaan Secara yuridis, formalitas pelimpahan berkas perkara singkat tanpa disertai surat dakwaan. Tanpa disertai surat dakwaan, pelimpahan berkas sudah dibenarkan oleh undangundang. Tapi jika penuntut umum menyertakan surat dakwaan dalam pelimpahan. undang-undang tidak melarang, supaya lebih mudah mengutarakan apa isi dakwaan yang diajukan kepada terdakwa. d) Memberitahukan Secara Lisan Tindak Pidana yang Didakwakan Penuntut umum membuat catatan tentang tindak pidana yang akan didakwakan kepada terdakwa. Oleh karena secara formal pelimpahan tanpa disertai surat dakwaan maka secara formal pula tidak ada pembacaan surat dakwaan pada pemeriksaan perkara singkat. e) Ketua Sidang Memeriksa dan Menanyakan Identitas Terdakwa Setelah hakim ketua menyatakan sidang terbuka untuk umum maka dalam acara pemeriksaan singkat pernyataan pembukaan sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan identitas terdakwa. Kemudian dilanjutkan mengingatkan terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di sidang. f) Penuntut Umum Memberitahu dengan Lisan Tindak Pidana yang Didakwakan Berpedoman kepada ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b. Hal ini sejalan dengan jiwa yang terkandung dalam Pasal 203 ayat (3) huruf a angka 1. Dengan demikian dakwaan secara lisan harus dengan jelas menerangkan tentang: xliv (1) unsur tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa sesuai dengan yang dimuat dalam rumusan tindak pidana yang didakwakan. Penguraian unsur-unsur dilakukan dengan cermat, jelas, dan lengkap; (2) menyebutkan tempat dan waktu tindak pidana dilakukan; (3) juga menjelaskan keadaan yang menyangkut perbuatan tindak pidana. g) Pemberitahuan Dakwaan Dicatat dalam Berita Acara Fungsi pencatatan pemberitahuan dakwaan dengan lisan dalam berita acara pemeriksaan sidang adalah merupakan pengganti surat dakwaan. Ketua sidang perlu memperhatikan catatan tersebut dan memperingatkan panitera untuk mencatat secara cermat dan saksama segala pemberitahuan dakwaan lisan yang diutarakan penuntut umum. Jangan sampai dakwaan batal demi hukum karena catatan dari panitera yang tidak cermat mencatatnya. h) Pengembalian Berkas Perkara kepada Penuntut Umum Pengembalian tergantung dari keadaan proses pemeriksaan yang sudah berlangsung. Bertitik dari hal tersebut, ada cara yang dapat dijadikan pengadilan sebagai alasan pengembalian berkas perkara singkat kepada kejaksaan yang melimpahkannya. i) Pengembalian Berkas Perkara atas Alasan Formal Alasan formal apabila perkara singkat yang diajukan jaksa ke sidang pengadilan belum memenuhi ketentuan formal yang menyangkut pemeriksaan perkara, tidak mungkin memeriksa dan memutusnya pada hari itu juga. xlv j) Pengembalian Berkas Karena Tidak Lengkap Hal ini ditegaskan dalam angka 13 huruf b Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-PW.07.03 Tahun 1983 tanggal 10 Desember 1983. Dalam lampiran dimaksud dijelaskan, apabila perkara-perkara yang diperiksa dengan acara pemeriksaan singkat yang pada waktu akan disidangkan ternyata tidak lengkap maka perkara tersebut tanpa diregistrasi dikembalikan ke kejaksaan. Yang dimaksud tidak lengkap dalam Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman itu, misalnya terdakwa atau saksi tidak hadir karena bertentangan dengan asas in absentia. k) Pengembalian Berkas Hanya dapat Dilakukan Sebelum Perkara Diregister Pengembalian harus dilakukan sesaat sesudah hakim mengetahui kekuranglengkapan, dan berkasnya sendiri belum diberi nomor dan belum diregister di kepaniteraan. l) Cara Pengembalian Dilakukan di Bawah Tangan Cara pengembalian berkas ke Kejaksaan dilakukan dengan: (1) secara langsung pada saat itu juga di sidang pengadilan tanpa dibarengi prosedur administrasi; (2) pengembalian disidang cukup dilakukan di bawah tangan oleh hakim kepada jaksa yang bertindak sebagai penuntut umum dalam perkara yang bersangkutan. m) Penuntut Umum Menghadapkan Orang yang Berkepentingan pada Hari Itu Juga xlvi Dikaitkan Pasal 203 ayat (1) dan ayat (2), undang-undang membebankan dua kewajiban pokok kepada penuntut umum dalam pelimpahan perkara singkat: (1) Kewajiban untuk benar-benar selektif menentukan apakah perkara itu tergolong jenis perkara singkat atau tidak. Dalam menunaikan kewajiban selektif, penuntut umum berpedoman pada ciri yang dirumuskan Pasal 203 ayat (1) yakni: (i)pembuktian dan penerapan hukumnya mudah, dan (ii)sifat perkaranya sederhana. (2) Kewajiban Penuntut Umum Menghadapkan Terdakwa, Saksi, Ahli, Juru Bahasa, dan Barang Bukti yang Diperlukan pada hari itu juga. Jika penuntut umum mengetahui dari hasil pengecekan terdakwa tidak dapat dihadirkan pada hari itu lebih baik ditunda pada hari berikutnya, setelah penuntut umum benar-benar dapat menghadapkan semua pihak yang diperlukan dalam pemeriksaan. Sesuai Pasal 203 ayat (2). Setiap perkara dengan acara singkat yang dilimpahkan penuntut umum ke sidang pengadilan, perkara yang lengkap harus dapat menghadirkan pihak-pihak dan barang bukti yang diperlukan pada hari itu juga. Kalau perkaranya tidak lengkap, lebih baik tidak usah dilimpahkan. n) Penggantian Hakim yang Berhalangan Penggantian hakim yang berhalangan dalam acara singkat, selain dipedomani ketentuan Pasal 198 ayat (1), telah dipertegas lagi oleh angka 13 huruf c Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M.14-PW.07.03/1983. Bahwa ketentuan Pasal 198 dapat diterapkan dalam acara pemeriksaan singkat. xlvii Penerapan Pasal 198 dalam acara pemeriksaan singkat, bukan hanya terhadap penggantian hakim saja, tetapi juga terhadap penasihat hukum yang berhalangan. Jika penasihat hukum berhalangan, dapat menunjuk penggantinya. Apabila tidak menunjuk penggantinya atau jika pengganti yang ditunjuk berhalangan, pemeriksaan sidang berjalan terus, sesuai dengan ketentuan Pasal 198 ayat (2). c. Acara Pemeriksaan Cepat Acara pemeriksaan cepat terdiri dari dua jenis yaitu: 1) Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan Ancaman pidana yang menjadi ukuran dalam pemeriksaan tindak pidana ringan, diatur dalam Pasal 205 ayat (1). Ancaman pidananya 3 bulan penjara atau kurungan atau denda sebanyakbanyaknya Rp. 7.500,00 dan yang dirumuskan dalam Pasal 315 KUHAP. Dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan pelimpahan dan pemeriksaan tidak melalui jaksa /penuntut umum tapi perkara tindak pidana ringan langsung dilimpahkan penyidik ke Pengadilan hal yang demikian diatur dalam Pasal 205 ayat (2) KUHAP (M. Yahya Harahap, 2000: 423). 2) Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan Perkara yang diperiksa dalam pelanggaran lalu lintas jalan inlah perkara tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan. Kalau dalam pemeriksaan perkara dengan acara ringan, penyidik membuat berita acara sekalipun berupa berita acara ringkas dalam pelanggaran lalu lintas jalan penyidik tidak perlu membuat berita acara pemeriksaan. 3. Tinjauan Umum Tentang Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan xlviii Asas hukum adalah ”aturan dasar dan prinsip-prinsip hukum yang abstrak dan pada umumnya melatarbelakangi peraturan konkret dan pelaksanaan hukum”. Peraturan konkret tersebut (seperti undang-undang) tidak boleh bertentangan dengan asas hukum, demikian pula dalam putusan hakim, pelaksanaan hukum, dan sistem hukum. Sebagaimana diketahui bahwa ketentuan tentang asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan, khususnya di lembaga pengadilan. Adapun beberapa ketentuan tersebut secara berurutan adalah seperti berikut: a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan dirumuskan dalam Pasal 4 ayat (2) yaitu : ”Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. ” b. Pengertian Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan. Penjelasan tentang asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan terdapat pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Hal ini ditegaskan dalam penjelasan Pasal 4 Ayat (2), yang bunyi perumusannya : Yang dimaksud ”sederhana” adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan acara yang efisien dan efektif, yaitu dengan menggunakan waktu yang singkat dapat diusahakan tercapainya penyelesaian perkara dengan tuntas. Yang dimaksud dengan ”biaya ringan/biaya murah” adalah biaya perkara dapat terpikul oleh rakyat. Dalam penjelasan Undang-undang tersebut tidak dirumuskan tentang pengertian ”cepat”. Namun menurut Kamus Bahasa Indonesia, ”cepat” diartikan kencang, segera, keras, dapat menempuh darak dalam waktu singkat, cekatan, tangkas. Dari pengertian menurut Kamus Bahasa Indonesia tersebut, maka kata ”peradilan cepat” dapat diartikan dengan peradilan yang dilakukan dengan segera. xlix B. Kerangka Pemikiran Sistem Pemeriksaan Dalam Persidangan UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 203 ayat 3 KUHAP Pemeriksaan Perkara dengan Pemeriksaan Acara Singkat Asas pemeriksaan cepat, sederhana dan biaya murah HAKIM Bagan kerangka pemikiran Dalam rangka memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka, sesuai dengan tuntutan reformasi di bidang hukum teah dilakukan perubahan terhadap Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan kemudian dengan adanya perubahan UUD 1945 telah membawa perubahan penting dalam kehidupan ketatanegaraan sehingga untuk memenuhi l dibentuklah UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Menurut Pasal 31 Undang-Undang No. 35 Tahun 2005, hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam UU. Dan menurut Pasal 1 butir (8) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, hakim adalah pejabat negara peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan tata cara yang diatur dalam undang-undang. Pengadilan sebagai benteng terakhir bagi pencari keadilan harus memberikan putusan yang mampu memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat. Pemeriksaan perkara dipersidangan ada tiga cara, salah satunya dengan pemeriksaan perkara dengan acara perkara singkat, berdasarkan Undangundang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, pada Bagian Kelima mengatur tentang Acara Pemeriksaan Singkat yang terdiri dari dua pasal yaitu Pasal 203 dan 204. UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, menunjukkan bahwa Hakim sebagai salah satu aparat penegak hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam penegakkan hukum terhadap penanganan tindak pidana. Dalam penanganan suatu kasus hakim memiliki kewenangan untuk memeriksa, mengadili serta memutus perkara. Dengan kewenangan yang dimiliki hakim tersebut maka hakim menjadi tonggak penentu keadilan bagi kasus-kasus yang diajukan kepadanya. Dalam memutuskan suatu perkara, pertirnbangan-pertimbangan yang dikemukakan oleh hakim harus berdasarkan pertimbangan yang dapat ditinjau dan dapat dipertanggungjawabkan dari dari faktor yuridis maupun non yuridis. Pemeriksaan perkara dengan acara perkara singkat harus dapat memberikan rasa keadilan bagi individu/terdakwa atau masyarakat, pelaksanaan pemeriksaan meski memakan waktu yang singkat harus dapat li memberikan keadilan yang sebenar-benarnya. Pemeriksaan perkara dengan acara perkara singkat meski proses pemeriksaan dengan waktu singkat dalam pembuktian dan pemeriksaan perkara melalui proses persidangan harus berdasar peraturan atau ketentuan yang berlaku. Dan untuk menyempurnakan pemeriksaan tersebut, dalam pemeriksaan perkara harus sesuai dengan asas pemeriksaan perkara yang cepat, sederhana dan biaya ringan. Asas ini berfungsi untuk menjaga ketaatan asas atau konsistensi, untuk memyelesaikan konflik dalan sistem hukum. Asas ini juga digunakan untuk melindungi tindakan sewenang-wenang dari aparat hukum. Jadi dalam hal ini petugas yang jujur, dan berdisiplin tinggi sangatlah diperlukan, kalau tidak akan terjadi penyimpangan-penyimpangan hukum. Dengan adanya peraturan-peraturan maupun ketentuan-ketentuan dalam Perundang-undangan maka kita dapat mengetahui bagaimana perwujudan kewenangan hakim dalam melaksanakan pemeriksaan tambahan dalam acara singkat sesuai dengan asas pemeriksaan perkara secara cepat, sederhana dan biaya ringan wujud dari implementasi dari Pasal 203 KUHAP. Diharapkan agar dapat menyelesaikan suatunperkara pidana dengan tidak berbelit-belit. lii BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Pasal 203 KUHAP dalam Pemeriksaan Acara Singkat di Pengadilan Negeri Surakarta Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, maka dapat dikemukakan sebagai berikut. 1. Identitas Terdakwa Nama : ARIA BIMA BIN SUKARSO Tempat lahir : Semarang Umur/Tgl. lahir : 43 tahun/29 Mei 1965 Jenis kelamin : laki-laki Kebangsaan : Indonesia Agama : Katholik Pekerjaan : Anggota DPR RI Alamat : 1. Komplek Mega Mas Blok E. 1 No. 12, Perdatam Jakarta Selatan 2. Jl. Cemara Green Lippo Cikarang Jakarta 3. Jl. Dr. Supomo No. 7 Surakarta 2. Posisi Kasus Pada hari Selasa tanggal 24 Pebruari 2009 sekitar jam 15.00 WIB pihak Panwaslu Kota Surakarta telah menerima laporan dari salah satu pengurus parpol Partai PAN (Parrtai Amanat Nasional) Kota Surakarta yaitu Sdr. Mochammad Muslic ST yang melaporkan adanya pemasangan baliho yang berada di Jl. A. Yani (perempatan jalan utara Terminal liii 39 Tertonadi) Kota Surakarta kalau gambar baliho tersebut memuat gambar calon legeslatif ARIA BIMA yang berlatar belakang gambar partai-partai lainnya selain PDIP. Pada hari Rabu tanggal 25 Pebruari 2009 jam 10.00 WIB saksi sri Sumanta, SH selaku Ketua Panwaslu Kota Surakarta dan Sdr. Suharno Anggota Panwaslu, bersama-sama dengan Anggota KPU Sdr. Didik Wahyudiono dan Sdr. Untung (selaku anggota KPU) dan pihak Satpol Pamong Praja yaitu Sdr. Arief mendatangi TKP, melakukan penelitian baliho sebagai obyek yang dilaporkan tersebut, sehingga kemudian menurunkan baliho tersebut bersama-sama. Yang memasang baliho tersebuta adalah Yohanes Raswiyono atas perintah terdakwa Aria Bima Bin Sukarso selaku calon anggota legeslatif tingkat DPR RI dari partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dari Dapil Tawa Tengah V tahun 2009. Pemasangan baliho dilakukan sebelum tanggal 16 Maret 2009 sebagai jadwal waktu kampanye secara terbuka berlaku. Bentuk dan isi baliho yang dipasang bergambar foto dari caleg Aria Bima dengan latar belakang 18 orang menggunakan rompi bergambar parpol lain, yaitu: 1. Partai Patriot, 2. Partai Golkar, 3. Partai Bulan Bintang (PBB), 4. Partai Bintang Reformasi (PBR), 5. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), 6. Partai Demokrasi Pembaharuan (PDP), 7. Partai Hanura, 8. Partai Gerindra, 9. Partai Demokrat, 10. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), 11. Partai Persatuan Pembangunan (PPP), 12. Partai Amanat Nasional (PAN), 13. Partai Keadilan dan Persatuan (PKP), 14. Partai Keadilan Sejahtera (PKS), 15. Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK), 16. Partai Matahari Bangsa, 17. Partai Karya Peduli Bangsa, 18. Partai Damai Sejahtera (PDS) dan bertuliskan: - baris pertama : kita boleh beda partai, beda pilihan - baris kedua : kepentingan rakyat harus diutamakan liv - baris ketiga : dalam kolom angka 3 dicontreng dan nama ARIA BIMA - baris keempat : caleg DPR RI PDI Perjuangan - baris kelima : No. urut 3 Dapil Jateng V (Solo, Sukoharjo, Boyolali, dan Klaten) - baris keenam : HP 08111990179 Maka dari itu perbuatan yang telah dilakaukan terdakwa dengan memasang alat peraga berupa baliho dengan menggunakan gambar dan atribut partai lain adalah melanggar ketentuan peraturan yang ada dan berlaku. 3. Tuntutan Tuntutan pidana dari penuntut umum yang pada pokoknya: a. Menyatakan terdakwa Aria Bima bin Sukarso bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye pemilu, yaitu menggunakan tanda gambar dan/atau atribut lain selain dari tanda gambar dan/atau atribut lain peserta pemilu yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam Pasal 270 UU Nomor 10 Tahun 2008 jo Pasal 84 Ayat (1) huruf i UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan. c. Menyatakan barang bukti berupa: 1) 1 (satu) lembar baliho dirampas untuk dimusnahkan. 2) Daftar calon tetap anggota DPR dalam Pemilu 2009 Provinsi Jateng Dapil Jateng V (foto copy), 3 lembar foto copy kliping koran hari Sabtu tanggal 28 Februari 2009 tetap terlampir dalam bekas perkara. d. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah). lv 4. Pleidoi/pembelaan terdakwa Telah mendengar pembelaan/pleidoi terdakwa dan tim penasihat hukum yang pada pokoknya sebagai berikut. Bahwa tindakan terdakwa hanyalah merupakan pelanggaran administrasi pemilu dan bukan merupakan pelanggaran pidana pemilu, sehingga demi hukum terdakwa harus dibebaskan dari segala tuntutan. 5. Pertimbangan Hakim Menimbang, bahwa terdakwa didakwa dengan dakwaan melakukan tindak pidana melanggar Pasal 270 UU Nomor 10 Tahun 2008 jo Pasal 84 Ayat (1) huruf i UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Menimbang, bahwa Pasal 270 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu unsur-unsurnya sebagai berikut. a. Setiap orang Menimbang, bahwa yang dimaksud setiap orang adalah siapa saja yang dapat menjadi subjek hukum yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dan perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Menimbang, bahwa benar terdakwa Aria Bima bin Sukarso adalah sebagai orang yang didakwa melakukan perbuatan melanggar larangan kampanye pelaksanaan pemilu dan identitas terdakwa telah cocok dan sesuai dengan identitas terdakwa dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan perbuatan terdakwa dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Oleh karenanya, dengan pertimbangan tersebut, maka Majelis berpendapat bahwa unusr setiap orang telah terpenuhi dan terbukti sah dan meyakinkan menurut hukum. b. Dengan sengaja Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan sengaja adalah bahwa terdakwa sadar akan kehendak dan sadar maksud perbuatannya. Bahwa lvi dalam perkara ini Terdakwa mengakui bahwa benar barang bukti balihho milik terdakwa yang memuat gambar foto dari caleg Aria Bima dengan latar belakang 18 orang memakai rompi bergambar parpol lain, yaitu: 1. Partai Patriot, 2. Partai Golkar, 3. Partai Bulan Bintang (PBB), 4. Partai Bintang Reformasi (PBR), 5. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), 6. Partai Demokrasi Pembaharuan (PDP), 7. Partai Hanura, 8. Partai Gerindra, 9. Partai Demokrat, 10. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), 11. Partai Persatuan Pembangunan (PPP), 12. Partai Amanat Nasional (PAN), 13. Partai Keadilan dan Persatuan (PKP), 14. Partai Keadilan Sejahtera (PKS), 15. Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK), 16. Partai Matahari Bangsa, 17. Partai Karya Peduli Bangsa, 18. Partai Damai Sejahtera (PDS) dan bertuliskan: - baris pertama : kita boleh beda partai, beda pilihan - baris kedua : kepentingan rakyat harus diutamakan - baris ketiga : dalam kolom angka 3 dicontreng dan nama ARIA BIMA - baris keempat : caleg DPR RI PDI Perjuangan - baris kelima : No. urut 3 Dapil Jateng V (Solo, Sukoharjo, Boyolali, dan Klaten) - baris keenam : HP 08111990179 Baliho tersebut adalah dibuat oleh tukang pembuatnya di Pasar Senen Jakarta atas permintaan terdakwa dan ide gambar-gambar yang ada di dalamnya juga atas ide dari terdakwa sendiri. Kemudian, terdakwa bawa ke Solo dan dipasang di Jl. A. Yani (perempatan jalan utara terminal Tirtonadi) Kota Surakarta. Menimbang, bahwa dengan uraian pertimbangan tersebut, maka majelis berpendapat bahwa terdakwa telah sadar akan kehendaknya dan sadar, mengetahui atas perbuatannya membuat dan memasang baliho tersebut, sehingga dengan pertimbangan tersebut maka unsur dengan sengaja telah terpenuhi dan terbukti secara sah dan meyakinkan. lvii c. Melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf i, yaitu pelaksana, peserta, dan petugas kampanye dilarang: membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut lain selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta Pemilu yang bersangkutan. Menimbang, bahwa berdasarkan pengakuan terdakwa sendiri serta keterangan saksi-saksi dan berdasarkan Surat Keterangan dari Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) tanggal 14 Februari 2009 dan lampirannya terbukti benar bahwa terdakwa yang saat ini masih sebagai anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) juga sebagai bakal calon anggota DPR No. urut 3 di Daerah Pemilihan Jawa Tengah V dan telah tercantum dalam daftar Calon Tetap Anggota DPR RI daerah pemilihan Jawa Tengah V No.urut 3 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Menimbang, bahwa oleh terdakwa adalah calon tetap anggota DPR maka berdasarkan Pasal 78 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, terdakwa adalah juga sebagai pelaksana kampanye pemilu. Menimbang, bahwa kampanye pemilu haruslah dilakukan dengan prinsip bertanggung jawab dan merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat. Menimbang, bahwa kampanye pemilu tersebut berdasarkan Pasal 81 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain: a. pertemuan terbatas; b. pertemuan tatap muka; lviii c. media massa cetak dan media massa elektronik; d. penyebaran bahan kampanye kepada umum; e. rapat umum; f. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan peraturan perundang-undangan. Menimbang, bahwa agar pelaksanaan kampanye dijalankan dengan tertib dan prinsip bertanggung jawab, maka pelaksanaan kampanye tersebut harus berpedoman pada aturan-aturan yang sudah ditetapkan. Menimbang, bahwa mengenai pedoman pelaksanaan kampanye ini telah diatur di dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, diatur dalam Pasal 83 Ayat (1), (2), (3), dan (4), yang di dalam Ayat (1) berbunyi: ketentuan mengenai pedoman pelaksanaan kampanye pemilu secara nasional diatur dengan Peraturan KPU (Komisi Pemilihan Umum). Menimbang, bahwa oleh karena UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD adalah merupakan aturan umum, maka untuk melaksanakan Undang-Undang tersebut harus dilaksanakan oleh peraturan pelaksanaan, yaitu Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2008 yang isinya sama persis dengan Pasal 83 UU Nomor 10 Tahun 2008 yang sama-sama mengatur tentang metode kampanye seperti yang telah diuraikan dalam pertimbangan di atas. Menimbang, tentang kampanye pemilu cara-caranya telah diatur secara limitatif di dalam Pasal 13 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2008 yang memuat hal-hal yang dibenarkan dan tidak dibenarkan. lix Menimbang, bahwa tentang pemasangan alat peraga adalah merupakan salah satu metode kampanye yang dilakukan oleh pelaksana kampanye dengan cara memasang alat peraga dan mengenai hal ini telah diatur secara khusus di dalam Pasal 101 Ayat 1 s/d Ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD. Menimbang, bahwa Pasal 101 Ayat (2) menyebutkan “Pemasangan alat peraga kampanye Pemilu oleh pelaksana dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bahwa selanjutnya di dalam Ayat (5) disebutkan: ketentuan lebih lanjut mengenai pemasangan dan pembersihan alat peraga kampanye diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menimbang, bahwa tentang metode pelaksanaan kampanye baik dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 maupun dalam Pasal 13 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2008 huruf a sampai dengan g telah diatur untuk pelaksanaan secara jelas di dalam Pasal 13 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2008 yang mana Peraturan KPU tersebut mengatur hal-hal yang dibenarkan dan yang tidak dibenarkan. Menimbang, bahwa khususnya alat peraga telah diatur di dalam Pasal 13 Ayat (5) huruf a sampai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2008 pada huruf b disebutkan bahwa: alat peraga tidak ditempatkan pada tempat ibadah seperti masjid, gereja, vihara, pura, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, lembaga pendidikan (gedung dan sekolah), jalanjalan protokol, dan jalan bebas hambatan. Bahwa selanjutnya pada lx huruf d disebutkan bahwa pemasangan alat peraga oleh pelaksana kampanye harus mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan peraturan daerah setempat. Menimbang, bahwa alat peraga milik terdakwa berupa baliho dengan latar belakang menampilkan 18 orang dengan memakai rompi berlogo parpol lain dengan kata-kata “Kita boleh beda partai, beda pilihan” dan kepentingan rakyat harus diutamakan” sebagaimana telah diuraikan di atas dan di pasang di Jln. A. Yani (perempatan jalan utara terminal Tirtonadi) Kota Surakarta adalah merupakan alat peraga yang di dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 dan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2008 telah diatur secara jelas seperti diuraikan tersebut di atas ternyata tidak ada larangan tentang penampilan dan penulisan kata tersebut. Menimbang, bahwa berdasarkan pendapat saksi ahli Doktor Jamal Wiwoho, SH, M.Hum bahwa baliho tersebut bukan tindak pidana pemilu, tetpi justru merupakan pendidikan politik yang sangat baik bagi masyarakat. Menimbang, bahwa berdasarkan pendapat saksi ahli Ahmad Hendroyono, SH, MH. Bahwa baliho tersebut merupakan tindak pidana pemilu karena menampilkan latar belakang 18 orang yang memakai rompi dengan logo selain parpol terdakwa. Menimbang, bahwa tentang adanya perbedaan pendapat kedua saksi ahli tersebut majelis akan menilai dan mempertimbangkan sendiri. Menimbang, bahwa berdasarkan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2008 Pasal 13 Ayat (6) disebutkan: kampanye pemilu lxi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf f diatur sebagai berikut: huurf d disebutkan: dilarang membawa atau menggunakan tanda gambar, symbol-simbol, panji-panji, pataka dan atu bendera yang bukan tanda gambar atau atribut lain dari pesera pemilihan umum yang bersangkutan. Menimbang, bahwa Pasal 12 huruf f Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2008 adalah tentang metode kampanye dengan cara melakukan rapat umum. Menimbang, bahwa berdasarkan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2008 ini ternyata yang dilarang membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut lain selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta pemilu yang bersangkutan hanyalah diberlakukan pada metode kampanye dengan cara rapat umum saja dan tidak berlaku pada metode kampanye lainnya dan juga tidak berlaku bagi kampanye dengan metode memasang alat peraga. Menimbang, bahwa yang dilakukan terdakwa adalah kampanye dengan menggunakan metode memasang alat peraga di tempat umum sebagaimana telah diuraikan di atas. Menimbang, bahwa Pasal 12 huruf f Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2008 adalah merupakan peraturan pelaksanaan dari Pasal 84 Ayat (1) huruf i UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu yang berisi tentang larangan kampanye dalam Pasal 84 Ayat (1) huruf i sebagaimana yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum kepada terdakwa hanya bisa dilaksanakan dan diterapkn bagi pelaksanaan kampanye yang melanggar metode kampanye dengan cara rapat umum, bukan metode kampanye dengan pemasangan alat peraga di tempat umum. lxii Menimbang, bahwa yang dilakukan terdakwa adalah benar terdakwa telah melakukan kampanye dengan menggunakan metode memasan alat peraga di tempat umum berupa baliho milik terdakwa dengan latar belakang 18 orang memakai rompi berlogo parpol lain selain parpol terdakwa sendiri dengan tulisan kita boleh beda partai – beda pilihan – kepentingan rakyata harus diutamakan, sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka majelis berpendapat bahwa perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa tersebut tidak dapat dikatakan sebagai melakukan tindak pidana pemilu sebagaimana yang diatur dalam larangan kampanye Pasal 84 Ayat (1) huruf i UU Nomor 10 tahun 2008 jo Pasal 270 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD disebabkan karena berdasarkan Pasal 84 Ayat (1) huruf i tersebut telah dijabarkan secara jelas di dalam peraturan pelaksanaan dari undang-undang tersebut, yaitu Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2008 dan di dalam Pasal 13 Ayat (6) huruf d Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2008 tersebut sanksi bagi pelaksanaan kampanye yang melakukan tindak pidana pemilu melanggar Psal 84 huruf i hanya dapat diberlakukan dan diterapkan pada pelaksanaan kampanye dengan metode rapat umum saja. Sedangkan yang dilakukan oleh terdakwa adalah melaksanakan pemasangan alat peraga di tempat umum sebagaimana diuraikan di atas. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum tersebut, maka Majelis berpendapat bahwa benar terdakwa melakukan kampanye dengan menggunakan metode memasan alat peraga di tempat umum berupa baliho milik terdakwa dengan latar belakang 18 orang memakai rompi berlogo parpol lain selain parpol terdakwa sendiri dengan tulisan kita boleh beda partai – beda pilihan – kepentingan rakyata harus diutamakan. Tetapi perbuatan terdakwa tersebut bukan merupakan tindak pidana Pemilu. lxiii Menimbang, bahwa oleh karena perbuatan terdakwa bukan tindak pidana pemilu maka unsur-unsur dalam Pasal 210 jo Pasal 84 Ayat (1) huruf i UU Nomor 10 tahun 2008 juga tidak terpenuhi dan terdakwa haruslah dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum 6. Putusan a. Menyatakan terdakwa ARIA BIMA BIN SUKARSO terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dalam surat dakwaan, namun perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak pidana pemilihan umum. b. Melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onslag van alle recht vervolging). c. Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya. d. Memerintahkan barang bukti berupa: 1) 1 (satu) baliho dikembalikan kepada Sri Sumanta, SH (Ketua Panwaslu Kota Surakarta). 2) 3 (tiga) lembar fotocopy berita koran hari Sabtu tanggal 28 Maret 2009 dan fotocopy daftar calon anggota DPR dapil V Provinsi Jawa Tengah tetap terlampir dalam berkas perkara. e. Membebankan biaya perkara kepada Negara 7. Pembahasan Permintaan jaksa penuntut umum untuk melakukan acara pemeriksaan singkat sudah tepat, karena: a. Pembuktian dan penerapannya hukumnya mudah dan sifatnya sederhana Pemeriksaan perkara dikatakan sederhana apabila tidak memerlukan persidangan yang memakan waktu lama, dan kemungkinan lxiv dapat diputus pada hari itu juga atau mungkin dapat diputus dengan satu atau dua persidangan saja. Persidangan dengan terdakwa Aria Bima Bin Sukarso ini diputus dalam dua kali persidangan dengan hadirnya terdakwa. Adapun pembuktian dan penerapan hukumnya mudah adalah terdakwa sendiri pada waktu pemeriksaan penyidikan telah mengakui sepenuhnya perbuatan tindak pidana yang dilakukan. Di samping pengakuan itu, didukung dengan alat bukti lain yang cukup membuktikan kesalahan terdakwa secara sah menurut undang-undang. Demikian juga sifat tindak pidana yang didakwakan sederhana dan mudah untuk diperiksa. Pengakuan ini terdapat pada bahwa benar barang bukti baliho milik terdakwa yang memuat gambar foto dari caleg Aria Bima dengan latar belakang 18 orang memakai rompi bergambar parpol lain, yaitu: 1. Partai Patriot, 2. Partai Golkar, 3. Partai Bulan Bintang (PBB), 4. Partai Bintang Reformasi (PBR), 5. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), 6. Partai Demokrasi Pembaharuan (PDP), 7. Partai Hanura, 8. Partai Gerindra, 9. Partai Demokrat, 10. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), 11. Partai Persatuan Pembangunan (PPP), 12. Partai Amanat Nasional (PAN), 13. Partai Keadilan dan Persatuan (PKP), 14. Partai Keadilan Sejahtera (PKS), 15. Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK), 16. Partai Matahari Bangsa, 17. Partai Karya Peduli Bangsa, 18. Partai Damai Sejahtera (PDS) dan bertuliskan: - baris pertama : kita boleh beda partai, beda pilihan - baris kedua : kepentingan rakyat harus diutamakan - baris ketiga : dalam kolom angka 3 dicontreng dan nama ARIA BIMA - baris keempat : caleg DPR RI PDI Perjuangan - baris kelima : No. urut 3 Dapil Jateng V (Solo, Sukoharjo, Boyolali, dan Klaten) - baris keenam : HP 08111990179 lxv Baliho tersebut adalah dibuat oleh tukang pembuatnya di Pasar Senen Jakarta atas permintaan terdakwa dan ide gambar-gambar yang ada di dalamnya juga atas ide dari terdakwa sendiri. Kemudian, terdakwa bawa ke Solo dan dipasang di Jl. A. Yani (perempatan jalan utara terminal Tirtonadi) Kota Surakarta. b. Ancaman maupun hukuman yang akan dijatuhkan tidak berat Biasanya dalam praktik pengadilan, hukuman pidana yang dijatuhkan pada terdakwa dalam perkara singkat tidak melampaui 3 tahun penjara. Kalau penuntut menilai dan berpendapat, pidana yang akan dijatuhkan pengadilan tidak melampaui 3 tahun penjara dapat digolongkan perkara jenis perkara yang singkat. Dalam tuntutannya, jaksa penuntut umum menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan. Berdasarkan penjelasan di atas, asas peradilan cepat sudah terpenuhi karena dalam kasus Aria Bima, putusan sudah dapat diambil pada sidang kedua dengan hadirnya terdakwa. Penerapan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan dalam pemeriksaan acara singkat dengan terdakwa Aria Bima sudah terpenuhi. Dikarenakan acara singkat, pada sidang pertama setelah hakim membuka sidang terbuka untuk umum, maka jaksa penuntut umum dapat langsung membacakan catatan pidananya. Dalam hubungan antara penyidik dan jaksa penuntut umum, penyidik setelah selesai melakukan penyidikan segera menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. Seterusnya penuntut umum mempelajari berkas perkara penyidikan dari kepolisian untuk diteliti dengan saksama materi dan berita acara penyidikan. Proses penyerahan berkas acara penyidikan lxvi dari kepolisian ke kejaksaan di dalam KUHAP ditentukan batas waktu 14 hari. Apabila dalam waktu tersebut penuntut umum tidak mengembalikan berkas dari penyidik, maka penyidikan dianggap telah selesai. Dalam acara singkat, karena pembuktian dan penerapan hukum yang mudah, maka jarang sekali berkas penyidikan itu bolak-balik dari penuntut umum ke penyidik atau sebaliknya. Setelah dianggap lengkap, maka penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan. Dalam undang-undang pemilu diatur juga bahwa penuntut umum harus segera menyerahkan berkas perkara ke pengadilan paling lama lima 5 hari setelah berkas perkara diterima. Adapun asas sederhana dan biaya ringan. Sederhana terlihat dari alat bukti yang diajukan hanya 1 (satu) lembar baliho, daftar calon tetap anggota DPR dalam Pemilu 2009 Provinsi Jawa Tengah Dapil V (fotocopy), dan 3 lembar fotocopy kliping Koran hari Sabtu tanggal 28 Februari 2009 tetap terlampir dalam berkas perkara. Sangat berbeda dengan kasus korupsi yang alat buktinya bisa puluhan alat bukti. Dalam pembuktian unsur-unsur pidananya, hakim hanya membuktikan apakah terdakwa melanggar Pasal 270 UU Nomor 10 Tahun 2008 jo Pasal 84 Ayat (1) huruf i UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Artinya, dalam catatan pidana itu, hanya ada dugaan tindak pidana dengan dakwaan tunggal, bukan dakwaan alternatif yang biasanya dalam pembuktian memakan waktu lama. Biaya ringan ini ada dalam aktu persidangan yang hanya dua kali sidang saja, tentunya lebih berbiaya lebih ringan dibandingkan dengan sidang dalam pemeriksaan biasa yang bisa lebih dari dua kali. Selain itu, ada juga ketentuan dalam undang-undang pemilu yang mengatur bahwa pengadilan negeri harus memeriksa, mengadili, dan memutus perkara paling lama tujuh hari sejak berkas perkara diterima oleh pengadilan negeri. lxvii B. Implikasi Pelaksanaan Acara Pemeriksaan Singkat Berkesesuaian dengan Asas Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Berdasarkan wawancara antara peneliti dan hakim yang menangani perkara, pada pokoknya antara acara pemeriksaan singkat dan acara pemeriksaan biasa tidak ada perbedaan yang signifikan. Pemeriksaan acara singkat pada dasarnya prosedur pemeriksaannya juga mengikuti acara pemeriksaan biasa, dikatakan singkat karena penuntut umum mempunyai penilaian dan pendapat bahwa perkara tersebut mempunyai syarat pembuktian dan penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana dan pembuktian serta penerapan hukumnya mudah. Dalam praktik, proses pemeriksaan acara singkat berlangsung sebagai berikut. 1. Perkara dilimpahkan pada hari sidang yang telah ditentukan pengadilan. 2. Pembukaan sidang oleh Hakim Ketua Sidang. 3. Pemeriksaan identitas terdakwa. 4. Memberitahukan secara lisan tindak pidana yang didakwakan, berupa catatan tindak pidana terdakwa oleh jaksa penuntut umum. 5. Pembuktian. 6. Pembacaan requisitoir atau tuntutan pidana. 7. Putusan. 8. Petikan putusan pidana. Berdasarkan uraian di atas, tidak mengesampingkan hak terdakwa untuk mengajukan eksepsi atas dakwaan. Hal ini untuk menepis anggapan bahwa dalam praktik pemeriksaan acara singkat tidak perlu menguraikan unsur dan keadaan yang menyertai tindak pidana. Pendapat yang demikian tidak tepat karena tidak sesuai dengan Pasal 51 KUHAP, di mana terdakwa berhak untuk diberi tahu dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan dimulai. Apabila pemberitahuan dakwaan secara lisan tidak lxviii memenuhi ketentuan Pasal 143 Ayat (2) huruf b, mengakibatkan dakwaan batal demi hukum. 1. Asas Cepat Acara pemeriksaan singkat tidak berlangsung dalam sidang yang panjang dan bertele-tele, sifat ini sangat kondisional. Bisa terjadi karena perintah undang-undang, seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu yang menyatakan bahwa tindak pidana pemilu harus diterima, diperiksa, diadili, dan diputus dalam waktu tujuh hari. Bisa terjadi karena menurut penilaian jaksa penuntut umum bahwa kasus ini dapat diselesaikan dengan acara singkat atau bisa terjadi karena dalam pemeriksaan sidang, terdakwa tidak didampingi oleh penasihat hukum atau pengacara. Jadi, terdakwa tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa dan pledoi/pembelaan atas tuntutan jaksa. Kondisi ini bisa berlangsung karena terdakwa sudah mengerti tentang tindak pidana yang didakwakan dan diancamkan kepadanya. Bagi hakim, pelaksanaan acara pemeriksaan singkat sangat mencerminkan asas cepat. Hal ini dilandasi pendapat hakim, yaitu a. Biasanya terjadi pada perkara yang ancaman hukumannya tidak melebihi 3 tahun penjara. Yang melakukan penilaian terhadap ancaman hukuman ini terletak pada jaksa penuntut umum; b. Dalam acara pemeriksaan singkat, harus satu kali sidang langsung diputus. Sebab dakwaan yang berbentuk catatan pidana, bisa disatukan dengan tuntutan dan putusan; c. Dalam acara pemeriksaan singkat dimungkinkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi, baik yang meringankan dan memberatkan dihadirkan dan periksa pada hari itu juga. Jadi, dalam satu hari dapat menyelesaikan agenda acara pemeriksaan saksi; lxix d. Karena terdakwa pada umumnya sudah mengakui tindak pidana yang didakwakan dan diancamkan padanya, maka pembuatan requisitoir dan putusan dapat dilakukan dengan segera. Kata segera dapat berarti tuntutan dan putusan dapat dibacakan dalam hari yang sama, karena dalam putusan acara pemeriksaan cepat tidak dibuat secara khusus, melainkan hanya dicatat dalam berita acara sidang. Akan tetapi, isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan dalam acara biasa. Apabila dibandingkan dengan acara pemeriksaan singkat, acara pemeriksaan biasa lebih panjang prosedur sidangnya. Adapun dalam acara pemeriksaan biasa, menggunakan surat dakwaan, dalam pemeriksaan saksi dan terdakwa diperiksa sendiri-sendiri, tidak bersama-sama. Menurut hakim, dalam pelaksanaan acara pemeriksaan biasa, hakim sendiri sudah mendorong agar para pihak untuk memerhatikan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya murah, walau ini tidak dapat diterapkan dalam semua kasus. Akan tetapi, untuk kasus-kasus yang mendapat perhatian publik, hakim akan segera mendahulukan kasus tersebut, misalnya korupsi dan kasus tindak pidana yang ancaman hukumannya di atas lima tahun. 2. Asas Sederhana Yang dimaksud dengan sederhana di sini, bahwa pembuktian perkaranya mudah. Dikatakan mudah karena sudah ada “pengakuan” dari terdakwa sewaktu penyidikan dan dalam dakwaan yang berbentuk catatan pidana, terdakwa harus didakwa secara tunggal, tidak boleh subsider atau alternatif. Adapun dalam acara pemeriksaan biasa, segala bentuk dakwaan dimungkinkan, karena dalam acara pemeriksaan biasa tidak dibatasi akan sidang berapa kali. Jika dalam acara pemeriksaan biasa, disyaratkan satu kali sidang harus sudah putus. Apabila dakwaannya selain berbentuk tunggal, akan menyulitkan dalam proses pembuktiannya. 3. Asas Biaya Ringan lxx Asas biaya ringan ini, dilihat dari biaya yang dikeluarkan oleh terdakwa setiap kali sidang. Baik acara biasa maupun acara singkat, biaya untuk menghadirkan saksi untuk sekali sidang Rp. 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah). Apabila terdakwa tidak didampingi penasihat hukum, karena tidak ada biaya, maka Negara menyediakan biaya sebesar Rp. 500. 000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk membayar penasihat hukum. Bahwa dalam pemeriksaan acara singkat yang biasanya penyelesaiannya dapat diputus pada hari itu juga, semisal dalam suatu sidang membutuhkan (dua) saksi dan 1 penasehat hukum 1 (satu), berarti biaya untuk saksi 2 orang sebesar Rp. 25.000,00 x 2 orang saksi = Rp. 50.000,00 dan biaya 1 orang Penasehat hukum yaitu Rp. 500.000,00. Jumlah totalnya adalah Rp. 550.00,00. Sedangkan untuk biaya pemeriksaan acara biasa seumpama terjadi persidangan 10 kali, saksi terdiri 2 orang, dan 1 Penasehat hukum. Berarti perinciannya adalah untuk 2 saksi Rp 25.000,00 x 2 saksi x 10 kali sidang = Rp. 500.000,00 ditambah biaya Penasehat hukum 1 yaitu Rp.500.000,00, total seluruhnya adalah Rp. 1.000.000,00. Jelas terbukti dalam pemeriksaan acara singkat lebih ringan dan berkesesuaian dengan asas perkara peradilan dengan biaya ringan. Berdasarkan penelitian dan uraian di atas, peneliti berpendapat telah ada kesesuaian penerapan asas cepat, sederhana, dan berbiaya ringan pada acara pemeriksaan singkat. lxxi BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan uraian analisis data yang telah dijelaskan pada bab hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik simpulan sebagai berikut. 1. Implementasi dari ketentuan Pasal 203 KUHAP dalam acara pemeriksaan singkat (the short session of the court) dilihat dari penilaian dan pendapat jaksa penuntut umum, yaitu pembuktian dan penerapan hukumnya sederhana dan ancaman hukumannya rendah atau tidak melampaui tiga tahun. Adapun pembuktian dan penerapan hukumnya mudah adalah terdakwa sendiri pada waktu pemeriksaan penyidikan telah mengakui sepenuhnya perbuatan tindak pidana yang dilakukan. Ancaman hukumannya rendah adalah jaksa penuntut umum menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan. 2. Bahwa implikasi penerapan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya murah dalam acara singkat telah berkesesuaian dengan asas tersebut dan telah sesuai dengan peraturan yang berlaku, antara lain adalah: a. Asas peradilan cepat. Bahwa dalam acara pemeriksaan acara singkat dapat diselesaikan dalam satu kali sidang pada hari itu juga. Dalam acara pemeriksaan singkat dimungkinkan pemanggilan dan pemeriksaan saksisaksi, baik yang meringankan dan memberatkan dihadirkan dan periksa pada hari itu juga. Jadi, dalam satu hari dapat menyelesaikan agenda acara pemeriksaan saksi. Sedangkan dalam acara biasa prmeriksaanya bisa sampai 6-8 kali sidang, jadi lebih memakan waktu yang lama. b. Asas peradilan sederhana. Bahwa dalam acara pemeriksaan singkat pembuktiannya sangat mudah karena sudah ada pengakuan dan dakwaanya berupa dakwaan tunggal. Sedangkan dalam acara biasa, lxxii 58 karena di dalamnya tidak ada batasan berapa kali sidang maka segala macam dakwaan dimungkinkan bukan lagi dakwaan tunggal. c. Asas peradilan dengan biaya murah. Bahwa hal ini dilihat dari berapa kali sidang dilaksanakan. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, penulis hendak memberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Dalam suatu pemeriksaan, hakim sebelum menyelenggarakan persidangan harus lebih teliti dalam hal pemanggilan saksi atau terdakwa, agar selama persidangan khususnya dalam pemeriksaan singkat keterlambatan akan hadirnya pihak terdakwa ataupun saksi-saksi tidak terjadi. Karena seperti kita tahu dalam persidangan singkat haruslah bisa diputus saat itu juga dalam persidangan. Apabila terjadi kealpaan akan ketidakhadiran terdakwa bisa berakibat batal demi hukum. 2. Berkaitan dengan asas pemeriksaan perkara yang cepat, sederhana dan biaya ringan dalam acara singkat diharapkan penerapannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan benar-benar memperhatikan hak terdakwa. Dan saat proses pemeriksaan berlangsung hak terdakwa untuk mengajukan eksepsi atas dakwaan tidak dikesampingkan. DAFTAR PUSTAKA A. Ridwan Halim, 1987. Pokok-Pokok Peradilan Umum di Indonesia, Jakarta : Praditya Paramita Andi Hamzah, 2006. Hukum Acara Pidana. Jakarta: Sinar Grafika. lxxiii Bambang Waluyo, 1992. Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika Bisman Siregar, 1983. Hukum acara Pidana, Jakarta : Bina Cipta C.S.T Kansil. 1989. Pengantar Ilmu hokum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Faisal Salam. 2001. Hukum Pidana dalam Teori dan Praktek. Bandung : Mandar Maju. H.B. Soetopo. 2002. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Lexy J. Moleong. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Maria Farida Indrati Soeprapto. I998. Ilmu Perundang-undangan. Yogyakarta: Kanisius. Maria S. W. Sooemardjono. 1997. Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Sebuah Panduan Dasar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Mattew B. Miles dan A Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press. M. Yahya Harahap. 2000. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika Soerjono Soekanto, 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Pradilan Umum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman Internet Hakim dan Jaksa Diperiksa Karena Persidangan 'Kilat' Kasus Narkotika [25/4/09]. http://pemeriksaan.singkat.hukumonline.com http://fadliyanur.blogspot.com/2008/01/kode-etik-hakim.html PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DENGAN ACARA SINGKAT http://hukumonline.pemeriksaandalampersidangan.com lxxiv