Tinjauan Hukum Terhadap Rekam Medis sebagai Alat Bukti

advertisement
BAB II
KERANGKA TEORI, TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN
TINJAUAN YURIDIS REKAM MEDIK SEBAGAI ALAT
BUKTI
A. Kerangka Teori
A.1. Teori Tujuan Hukum
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata „‟tujuan‟‟ dapat diartikan
sebagai „‟arah atau sasaran‟‟ yang hendak dicapai. Secara umum tujuan hokum
dapat kita lihat melalui aliran konvensional antara lain yaitu : 1
1. Aliran Etis, yang mengatakan bahwa tujuan hukum adalah semata-mata untuk
mencapai keadilan yang ditentukan oleh keyakinan yang etis tentang adil dan yang tidak
adil. Hukum bertujuan untuk merealisir atau mewujudkan keadilan.
2. Aliran Utilistis, tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kemanfaatan
atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi manusia dan warga masyarakat dalam
jumlah yang sebanyak-banyaknya (ajaran moral praktis).
3. Aliran Yuridis Dokmatig, tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan
kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum, fungsi hukum dapat berjalan
dan mampu mempertahankan ketertiban. Kepastian hukum adalah syarat mutlak setiap
1
https://bolmerhutasoit.wordpress.com/tag/asas-prioritas-gustav-radbruch di unduh pada
11/04/2014 pukul 09:06
1
aturan, persoalan keadilan dan kemanfaatan hukum bukan alasan pokok dari tujuan
hukum tetapi yang penting adalah kepastian hukum.
Berbagai pakar di bidang hukum maupun bidang ilmu sosial lainnya,
mengemukakan pandangannya masing-masing tentang tujuan hukum, sesuai
dengan titik tolak serta sudut pandang mereka, diantaranya :2
1. Wirjono Prodjodikoro, dalam bukunya “Perbuatan Melanggar Hukum”
mengemukakan bahwa tujuan hukum adalah mengadakan keselamatan,
kebahagiaan dan tata tertib dalam masyarakat.
2. Subekti, dalam bukunya “Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan” mengemukakan
bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang intinya ialah mendatangkan
kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya, dengan cara menyelenggarakan
“keadilan” dan “ketertiban”.
3. Apeldoorn. dalam bukunya “Inleiden tot de studie van het Nederlandse recht”
menyatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat
secara damai dan adil.
4. Aristoteles, dalam bukunya “Rhetorica”, mencetuskan teorinya bahwa, tujuan
hukum menghendaki semata-mata dan isi dari pada hukum ditentukan oleh
kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang tidak adil.
5. Jeremy Bentham, dalam bukunya “Introduction to the moral and legislation”
mengatakan bahwa hukum bertujuan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang.
6. Van Kan. berpendapat bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap
manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu.
2
http://www.blogster.com/stainmanado/analisis-tentang-tujuan diunduh pada 11/04/2014 pada
pukul 09:27
2
Berbicara mengenai tujuan hukum pada umumnya menurut Gustav
Radbruch memakai asas prioritas. Asas prioritas tersebut dijadikan sebagai
sebagai tiga nilai dasar tujuan hukum yaitu : keadilan, kemanfaatan dan kepastian
hukum. Setiap hukum yang diterapkan memiliki tujuan spesifik. Misalnya, hukum
pidana memiliki tujuan spesifik dibandingkan dengan hukum perdata, hukum
formal mempunyai tujuan spesifik jika dibandingkan dengan hukum materil.
Tujuan hukum adalah sekaligus keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum
maka faktanya hal tersebut akan menimbulkan masalah. Tidak jarang antara
kepastian hukum berbenturan dengan kemanfaatan, antara keadilan dengan
kepastian hukum, dan antara keadilan terjadi benturan dengan kemanfaatan.
Hukum memiliki fungsi tidak hanya menegakkan keadilan tetapi juga
menegakkan kepastian dan kemanfaatan. Berkaitan dengan hal tersebut asas
prioritas yang telah ditelurkan Gustav Radbruch menjadi titik terang dalam
masalah ini. Prioritas keadilan dari segala aspek lain adalah hal penting.
Kemanfaatan dan kepastian hukum menduduki strata dibawah keadilan. Faktanya
sampai saat ini diterapkannya asas prioritas ini membuat proses penegakan dan
pemberlakuan hukum positif di Indonesia masih dapat berjalan. 3
A.2. Teori Pembuktian Pidana Dan Perdata
Subekti menyatakan bahwa membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang
kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. 4
a. Teori –teori dalam hukum acara pidana yaitu :5
3
4
ibid
Subekti , Hukum Acara Perdata, Bandung: Binacipta, 1977, hal. 78.
3
1. System atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim semata
conviction in time. Yaitu sistim ini menganut ajaran bahwa bersalah
tidaknya terdakwa terhadap perbuatan yang didakwakan, sepenuhnya
tergantung pada penilaian atas keyakinan hakim semata. Sehingga
bersalah atau tidaknya terdakwa tergantung pada keyakinan hakim.
2. Teori pembuktian berdasarkan berdasarkan keyakinan hakim ataas alas
an yang logis Conviction In Raisone. Pada teori ini keyakinan hakim
tetap memagang peran penting dalam pengambilan keputusan. Akan
tetapi pada teori ini keyakinan hakim di batasi. Keyakinan hakim harus
didukung oleh alas an-alasan yang jelas. Hakim harus mendasarkan
putusannya terhadap seorang terdakwa berdasarkan alasan dan dapat
diterima oleh akal. Hakim wajib menguraikan dan menjelaskan alas
an-alasan apa yang mendasari keyakinan atas kesalahan terdakwa.
3. Teori pembuktian menurut undang-undang secara positif. Menurut
teori ini Sistem ini berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alatalat bukti yang ditentukan undang-undang, yakni untuk membuktikan
salah atau tidaknya terdakwa semata-mata “digantungkan kepada alatalat bukti yang sah”. Terpenuhinya syarat dan ketentuan pembuktian
menurut
undang-undang,
sudah
cukup
menentukan
kesalahan
terdakwa tanpa mempersoalkan keyakinan hakim, yakni apakah hakim
yakin atau tidak tentang kesalahan terdakwa, bukan menjadi masalah.
4. Teori pembuktian menurut undang-undang secara negative ( negatief
wettelijke stelsel). Sistem pembuktian menurut undang-undang secara
5
http://www.psychologymania.com/2013/01/teori-pembuktian-dalam-hukum-acara.html
diunduh pada tanggal 4/4/2014 12:30
4
negatif merupakan teori antara sistem pembuktian menurut undangundang secara positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan
atau conviction-in time. Sistem ini memadukan unsur “objektif” dan
“subjektif” dalam menentukan salah atau tidaknya terdakwa, tidak ada
yang paling dominan diantara kedua unsur tersebut.Terdakwa dapat
dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang didakwakan kepadanya
dapat dibuktikan dengan cara dan dengan alat-alat bukti yang sah
menurut undang-undang serta sekaligus keterbuktian kesalahan itu
“dibarengi” dengan keyakinan hakim.
Berdasarkan sistem pembuktian undang-undang secara negatif, terdapat dua
komponen untuk menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa, yaitu:
a. Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat
bukti yang sah menurut undang-undang
b. Keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan
dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.
Menurut undang-undang alat bukti dapat di bedakan menjadi alat bukti
perdata dan alat bukti pidana antara lain:
Alat bukti acara pidana pasal 184
Alat bukti acara perdata pasal 164
KUHAP
HIR, 1866 BW
Keterangan saksi
Tulisan/ surat
Keterangan ahli
Saksi-saksi
Surat
Persangkaan
Petunjuk
Pengakuan
Keterangan terdakwa
Sumpah
Tabel 2. Pembeda Alat Bukti
5
Adapun penjelasan alat bukti menurut Hukum Acara Pidana dan Acara Perdata
adalah sebagai beriut:
1. Keterangan saksi
Menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP, keterangan saksi adalah salah satu alat
bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai
suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami
sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
2. Keterangan ahli
Menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP, keterangan ahli adalah keterangan yang
diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undangundang.
3. Surat
Menurut Pasal 187 KUHAP, Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184
ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan
sumpah, adalah:

berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat
umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat
keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau
yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas
tentang keterangannya itu;
6

surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam
tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan
bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan.

surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta
secara resmi dan padanya;

surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi
dari alat pembuktian yang lain.
4. Petunjuk
Menurut Pasal 188 KUHAP ayat (1), Petunjuk adalah perbuatan, kejadian
atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan
yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa
telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
5. Keterangan terdakwa
Menurut Pasal 189 ayat (1) KUHAP, Keterangan terdakwa adalah apa
yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang dilakukan atau
yang ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri.
c. Pembuktian menurut Hukum Acara Perdata adalah sebagai berikut :
1. Alat bukti tulis/surat
Pembuktian dengan tulisan atau surat dilakukan dengan tulisan otentik
atau dengan tulisan dibawah tangan pasal 1867 KUH Perdata.
7
Akta autentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan
undang-undang oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu
ditempat akta dibuat‟ (ps. 1868 KUH Perdata). Sedangkan akta dibawah
tangan ialah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak
tanpa bantuan dari seorang pejabat. Jadi semata-mata dibuat antara para
pihak yang berkepentingan. Akta dibawah tangan dirumuskan dalam Pasal
1874 KUH Perdata, yang mana menurut pasal diatas, akata dibawah
tangan ialah :
a)
Tulisan atau akta yang ditandatangani dibawah tangan,
b)
Tidak dibuat atau ditandatangani pihak yang berwenang.
c)
Secara khusus ada akta dibawah tangan yang bersifat partai yang
dibuat oleh paling sedikit dua pihak.
2. Alat Bukti Saksi
Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim dipersidangan
tentang peristiwa yang dipersengketakan dengan jalan pemberitahuan
secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam
perkara, yang dipanggil dalam persidangan. 6
Syarat-syarat alat bukti saksi adalah sebagai berikut:7
a)
Orang yang Cakap
Orang yang cakap adalah orang yang tidak dilarang menjadi saksi menurut
Pasal 145 HIR, Pasal 172 RBG dan Pasal 1909 KUH Perdata antara lain,
6
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta:
Liberty Yogyakarta) Ed. 7, 2006, h 166
7
http://rahmatyudistiawan.wordpress.com/2013/01/23/perang-salib-dan-invasimongol-oleh-rahmat-yudistiawan di unduh pada 05/04/2014 pukul 07:55
8
pertama keluarga sedarah dan semenda dari salah satu pihak menurut garis
lurus, kedua suami atau istri dari salah satu pihak meskipun sudah bercerai
(Vide Putusan MA No.140 K/Sip/1974. Akan tetapi mereka dalam perkara
tertentu dapat menjadi saksi dalam perkara sebagaimana diatur dalam
Pasal 145 ayat (2) HIR dan Pasal 1910 ayat (2) KUH Perdata. Ketiga anakanak yang belum cukup berumur 15 (lima belas) tahun (Vide Pasal 145 ke3 HIR dan Pasal 1912 KUH Perdata), keempat orang gila meskipun
terkadang terang ingatannya (Vide Pasal 1912 KUH Perdata), kelima
orang yang selama proses perkara sidang berlangsung dimasukkan dalam
tahanan atas perintah hakim (Vide Pasal 1912 KUH Perdata).
b)
Keterangan Disampaikan di Sidang Pengadilan
Alat bukti saksi disampaikan dan diberikan di depan sidang pengadilan,
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 144 HIR, Pasal 171 RBG dan Pasal
1905 KUH Perdata. Menurut ketentuan tersebut keterangan yang sah
sebagai alat bukti adalah keterangan yang disampaikan di depan
persidangan.
c)
Diperiksa Satu Persatu
Syarat ini diatur dalam Pasal 144 ayat (1) HIR dan Pasal 171 ayat (1)
RBG. Menurut ketentuan ini, terdapat beberapa prinsip yang harus
dipenuhi agar keterangan saksi yang diberikan sah sebagai alat bukti. Hal
ini dilakukan dengan cara,
pertama
menghadirkan saksi dalam
persidangan satu per satu, kedua memeriksa identitas saksi (Vide Pasal
9
144 ayat (2) HIR), ketiga menanyakan hubungan saksi dengan para pihak
yang berperkara.
d)
Mengucapkan Sumpah
Syarat formil yang dianggap sangat penting ialah mengucapkan sumpah di
depan persidangan, yang berisi pernyataan bahwa akan menerangkan apa
yang sebenarnya atau voir dire, yakni berkata benar. Pengucapan sumpah
oleh saksi dalam persidangan, diatur dalam Pasal 147 HIR, Pasal 175
RBG, dan Pasal 1911 KUH Perdata, yang merupakan kewajiban saksi
untuk bersumpah/berjanji menurut agamanya untuk menerangkan yang
sebenarnya, dan diberikan sebelum memberikan keterangan yang disebut
dengan ”Sistim Promisoris”.
e)
Keterangan Saksi Tidak Sah Sebagai Alat Bukti
Menurut Pasal 169 HIR dan Pasal 1905 KUH Perdata, keterangan seorang
saksi saja tidak dapat dipercaya, sehingga minimal dua orang saksi (unus
testis nullus testis) harus dipenuhi atau ditambah alat bukti lain.
f)
Keterangan Berdasarkan Alasan dan Sumber Pengetahuan
Keterangan berdasarkan alasan dan sumber pengetahuan diatur dalam
Pasal 171 ayat (1) HIR dan Pasal 1907 ayat (1) KUH Perdata. Menurut
ketentuan ini keterangan yang diberikan saksi harus memiliki landasan
pengetahuan dan alasan serta saksi juga harus melihat, mendengar dan
mengalami sendiri.
10
g)
Saling Persesuaian
Saling persesuaian diatur dalam Pasal 170 HIR dan Pasal 1908 KUH
Perdata. Dalam ketentuan ini ditegaskan bahwa, keterangan saksi yang
bernilai sebagai alat bukti, hanya terbatas pada keterangan yang saling
bersesuain atau mutual confirmity antara yang satu dengan yang lain.
Artinya antara keterangan saksi yang satu dengan yang lain atau antara
keterangan saksi dengan alat bukti yang lain, terdapat kecocokan, sehingga
mampu memberi dan membentuk suatu kesimpulan yang utuh tentang
persitiwa atau fakta yang disengketakan.
2. Bukti Prasangka
persangkaan adalah suatu kesimpulan yang diambil dari suatu peristiwa
yang sudah terang dan nyata. 8 Hal ini sejalan dengan pengertian yang
termaktub dalam pasal 1915 KUH Perdata “Persangkaan adalah
kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik dari satu
peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak
diketahui umum”. Persangkaan dapat dibagi menjadi dua macam
sebagaimana berikut:9
1). Persangkaan Undang-undang (wattelijk vermoeden)
Persangkaan undang-undang adalah suatu peristiwa yang oleh undangundang disimpulkan terbuktinya peristiwa lain. Misalnya dalam hal
8
9
Subekti, S.H., Op. cit, h. 181
Opcit http://rahmatyudistiawan.wordpress.com 05/04/2014 08:33
11
pembayaran sewa maka dengan adanya bukti pembayaran selama tiga kali
berturut-turut membuktikan bahwa angsuran sebelumnya telah dibayar.
2). Persangkaan Hakim (rechtelijk vermoeden)
Yaitu suatu peristiwa yang oleh hakim disimpulkan membuktikan
peristiwa lain. Misalnya perkara perceraian yang diajukan dengan alasan
perselisihan yang terus menerus. Alasan ini dibantah tergugat dan
penggugat tidak dapat membuktikannya. Penggugat hanya mengajukan
saksi yang menerangkan bahwa antara penggugat dan tergugat telah
berpisah tempat tinggal dan hidup sendiri-sendiri selama bertahun-tahun.
Dari keterangan saksi hakim menyimpulkan bahwa telah terjadi
perselisihan terus menerus karena tidak mungkin keduanya dalam keadaan
rukun hidup berpisah dan hidup sendiri-sendiri selama bertahun-tahun.
3. Bukti Pengakuan
Pengakuan (bekentenis, confession) adalah alat bukti yang berupa
pernyataan atau keterangan yang dikemukakan salah satu pihak kepada
pihak lain dalam proses pemeriksaan, yang dilakukan di muka hakim atau
dalam sidang pengadilan. Pengakuan tersebut berisi keterangan bahwa apa
yang didalilkan pihak lawan benar sebagian atau seluruhnya (Vide Pasal
1923 KUH Perdata dan Pasal 174 HIR). Secara umum hal-hal yang dapat
diakui oleh para pihak yang bersengketa adalah segala hal yang berkenaan
dengan pokok perkara yang disengketakan. Tergugat dapat mengakui
semua dalil gugatan yang dikemukakan penggugat atau sebaliknya
12
penggugat dapat mengakui segala hal dalil bantahan yang diajukan
tergugat. Pengakuan tersebut dapat berupa, pertama pengakuan yang
berkenaan dengan hak, kedua pengakuan mengenai fakta atau peristiwa
hukum. Lalu yang berwenang memberi pengakuan menurut Pasal 1925
KUH Perdata yang berwenang memberi pengakuan adalah sebagai
berikut:
a)
dilakukan principal (pelaku) sendiri yakni penggugat atau tergugat
(Vide Pasal 174 HIR);
b)
kuasa hukum penggugat atau tergugat.
Kemudian bentuk pengakuannya, berdasarkan pendekatan analog dengan
ketentuan Pasal 1972 KUH Perdata, bentuk pengakuan dapat berupa
tertulis dan lisan di depan persidangan dengan cara tegas (expressis
verbis), diam-diam dengan tidak mengajukan bantahan atau sangkalan dan
mengajukan bantahan tanpa alasan dan dasar hokum. 10
4. Bukti Sumpah
Sumpah sebagai alat bukti ialah suatu keterangan atau pernyataan yang
dikuatkan atas nama Tuhan, dengan tujuan agar orang yang memberi
keterangan tersebut takut akan murka Tuhan bilamana ia berbohong.
Sumpah tersebut diikrarkan dengan lisan diucapkan di muka hakim dalam
persidangan dilaksanakan di hadapan pihak lawan dikarenakan tidak
adanya alat bukti lain. Sedangkan Soedikno berpendapat bahwa “Sumpah
10
Opcit http://rahmatyudistiawan.wordpress.com 05/04/2014 08:39
13
pada umumnya adalah suatu pernyataan yang hikmat yang diberikan atau
diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat
akan sifat maha kuasa dari pada Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang
memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum olehNya”11
A.3. Teori Perlindungan Hukum
Dalam tiap Negara sudah pasti memiliki hukum untuk mengatur warga
negaranya. Adanya hubungan yang terjalin antara warga Negara dan Negara ini
melahirkan hak dan kewajiban, baik itu Negara maupun warga negaranya. Negara
wajib memberukan perlundungan hukum yang pasti bagi warga negaranya.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat 3 yang berbunyi : Indonesia
adalah negara hukum. Ini berarti bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan
atas hukum. Dengan sendirinya perlindungan hukum menjadi unsur esensial serta
menjadi konsekuensi dalam negara hukum. Negara wajib menjamin hak-hak
hukum warga negaranya.
Perlindungan hukum merupakan pengakuan terhadap harkat dan martabat
warga negaranya sebagai manusia. Karena Teori Perlindungan Hukum ini menjadi
sangat penting. Ada beberapa pengertian tentang perlindungan hukum menurut
para ahli yaitu : 12
1. Perlindungan Hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi
manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan
11
Ibid
http://fitrihidayat-ub.blogspot.com/2013/07/perlindungan-hukum-unsur-esensial-dalam.html
diunduh pada 11/04/2014 pukul 8:48.
12
14
kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang
diberikan oleh hukum.
2. Perlindungan Hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta
pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek
hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan.
3. Perlindungan Hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan
oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara
pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak
manapun.
4. Perlindungan Hukum adalah Sebagai kumpulan peraturan atau kaidah
yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan
konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak
pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak
tersebut.
5. Perlindungan Hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam
hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan
oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini
yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya
dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum
manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan
hukum.
Menurut Fitzgerald, dia menjelaskan teori pelindungn hukum Salmond
bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai
kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan,
15
perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara
membatasi berbagai kepentingan di lain pihak. 13 Kepentingan hukum adalah
mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas
tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan
dilindungi. 14
Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir
dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh
masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut
untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara
perseoranan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingak masyarakat.
Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman
terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan
itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang
diberikan oleh hukum. 15
B. Temuan Data dan Pembahasan
B.1.Definisi Rekam Medis dan Isi Rekam Medis
Ada bayak penafsiran tentang definisi dari rekam medis itu sendiri. Rekam
medeis mempunyai peran yang sangat penting dalam menyelenggarakan
pelayanan kesehatan. Pengisian data tentang rekam medis dilakukan oleh dokter
atau tenaga ahli dibidang kesehatan. Membuat rekam medis adalah salah satu
13
Satijipto Raharjo, “Ilmu Hukum’, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal.53.
Ibied.hal 69.
15
Ibied.hal 54.
14
16
kewajiban dari dokter yang dapat dilihat pada pasal 46 ayat(1) sampai dengan ayat
(3) serta Pasal 47 ayat (1) sampai dengan ayat (3)UU praktik Kedokteran.
Menurut Amir menyatakan bahwa peranan rekam medis sangat penting dan
melekat erat dengan kegiatan pelayanan kedokteran maupun pelayana kesehatan.
Bahkan ada yang mengungkapkan bahwa rekam medis di anggap sebagai orang
ketiga yang hadir pada saat dokter menerima pasiennya. 16Dalam PERMENKES
No.269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis dalam Pasal 1 ayat (1)
berbunyi: “ Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien”. Dan dalam UU No.29 Tahun 2004 Tentang Praktek
Kedokteran Pasal 46 ayat (1) “Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan
praktik kedokteran wajib membuat rekam medis”, ayat (2)” Rekam medis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien
selesai menerima pelayanan kesehatan, ayat (3)” Setiap catatan rekam medis harus
dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan
atau tindakan”. Sedangkan dalam Penjelasan Pasal 46 ayat (1) berbunyi:” Rekam
Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan,dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien”.
Pengaertian rekam medis menurut beberapa ahli : 17
a. Menurut Edna K Huffman: Rekam Medis adalab berkas yang
menyatakan siapa, apa, mengapa, dimana, kapan dan bagaimana
16
Anny Isfandyarie.buku 1.2006.Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi
Dokter.Jakarta:Persentasi Pustaka hal 165
17
http://medicalrecord.webs.com/definisirekammedis.htm 19 november 2013
17
pelayanan yang diperoleb seorang pasien selama dirawat atau
menjalani pengobatan.
b.
Menurut Gemala Hatta Rekam Medis merupakan kumpulan fakta
tentang kehidupan seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk
keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis oleb
para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien.
c. Waters dan Murphy Kompendium (ikhtisar) yang berisi informasi
tentang keadaan pasien selama perawatan atau selama pemeliharaan
kesehatan”.
d. IDI :Sebagai rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktivitas
pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan medik/kesehatan
kepada seorang pasien.
Devinisi Rekam Medis yang lain :
a. Menurut Undang- Undang Praktik Kedokteran No.29 Tahun 2004
penjelasan pada Pasal 46 ayat 1 adalah berkas yang berisikan catatan
dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan dan pelayanan lain yang telah di berikan kepada pasien.
b. Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor749a/Menkes/Per/XII/1989, Rekam Medis merupakan berkas
yang
berisi
catatan
dan
dokumen
tentang
identitas
pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang diberikan
pada pasien oleh sarana pelayanan kesehatan.
18
c. Menurut Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 5 tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis ,rekam medis adalah
berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien
pemeriksaaan, pengobata, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien
pada fasilitas pelayanan kesehatan.
Secara umum isi Rekam Medis dapat dibagi dalam dua kelompok data yaitu: 18
a. Data medis atau data klinis:
Yang termasuk data medis adalah segala data tentang riwayat penyakit,
hasil pemeriksaan fisik, diagnosis, pengobatan serta basilnya, laporan
dokter, perawat, hasil pemeriksaan laboratorium, ronsen dsb. Data ini
merupakan data yang bersifat rabasia (confidential) sebingga tidak
dapat dibuka kepada pibak ketiga tanpa izin dari pasien yang
bersangkutan kecuali jika ada alasan lain berdasarkan peraturan atau
perundang-undangan yang memaksa dibukanya informasi tersebut.
b. Data sosiologis atau data non-medis:
Yang termasuk data ini adalah segala data lain yang tidak berkaitan
langsung dengan data medis, seperti data identitas, data sosial
ekonomi, alamat dsb. Data ini oleh sebagian orang dianggap bukan
rahasia, tetapi menurut sebagian lainnya merupakan data yang juga
bersifat rahasia (confidensial).
18
Ibid
19
B.2. Hubungan Hukum Antara Dokter Dengan Pasien
Hubungan hukum yang terjadi antara dokter dan pasien merupakan bentuk
hubungan antara subjek hukum dengan subjek hukum. Dokter sebagai subjek
hukum dan pasien sebagai subjek hukum secara sukarela dan tanpa paksaan saling
mengikatkan diri dalam sebuah perjanjian atau kontrak yang disebut kontrak
terapeutik. Dalam hubungan hukum ini maka segala sesuatu yang dilaukan oleh
dokter terhadap pasiennya dalam upaya peyembuhan penyakit pasien adalah
merupakan perbuatan hukum yang kepadanya dapat dimintai pertanggug jawaban
hukum. Mungkin masih banyak teman sejawat dokter yang melaksanakan tugas
profesionalnya, memberikan pelayanan medik kepada pasien tidak menyadari
bahwa perbuatannya adalah sebuah perbuatan hukum. Dalam benak para teman
sejawat tiada lain hanyalah melakukan tindakan profesional kedokteran sesuai
dengan kode etik profesional dan sumpah jabatan dokter, yaitu melakukan
tindakan medis, pengobatatan penyakit dan
perawatan
kesehatan untuk
meningkatkan derajat kesehan masyarakat yang setinggi-tingginya. 19
Beberapa ahli yang telah melakukan penelitian tentang hubungan antara
dokter dan pasien, baik di bidang medis, sosiologis maupun antropologi
menyatakan sebagai berikut :
a. Russel,menyatakan bahwa hubungan antara dokter dan
pasien lebih merupakan hubungan kekuasaan, yaitu
hubungan antara pihak yang memiliki wewenang
(dokter) sebagai pihak yang aktif, dengan pasien yang
menjalankan peran kebergantungan sebagai pihak yang
pasif dan lemah;
19
http://drampera.blogspot.com/2011/04/hubungan-hukum-dokter-pasien, di unduh16
november 2013
20
b. Freidson, Freeborn dan Darsky, menyebutkan bahwa
hubungan antara dokter dan pasien merupakan
pelaksanaan kekuasaan medis oleh dokter terhadap
pasien;
c. Schwarz dan Kart, mengungkapkan adanya pengaruh
jenis praktik dokter terhadap perimbangan kekuasaan
antara pasien dengan dokter dalam hubungan pelayanan
kesehatan. Dalam praktik dokter umum, kendali ada
pada pasien karena kedatangannya sangat diharapkan
oleh dokter tersebut, sedangkan pada praktik dokter
spesialis, kendali ada pada dokter umum sebagai pihak
yang merujuk pasiennya untuk berkonsultasi pada dokter
spesialis yang dipilihnya. Hal ini berarti bahwa
hubungan pasien dengan dokter umum lebih seimbang
daripada hubungan pasien dengan dokter spesialis.
d. Kisch dan Reeder, meneliti seberapa jauh pasien dapat
memegang kendali hubungan dan menilai penampilan
kerja suatu mutu pelayanan medis yang diberikan dokter
kepada pasiennya. Dalam penelitian ini ditemukan
adanya beberapa faktor yang dapat mempengaruhi peran
pasien dalam hubungan pelayanan medis, antara lain
jenis praktik dokter (praktik individual atau praktik
bersama), atau sebagai dokter dalam suatu lembaga
kedokteran.
Masing-masing
kedudukan tersebut
merupakan variabel yang diperlukan yang dapat
memberikan dampak terhadap mutu pelayanan medis
yang diterimanya;
e. Szasz dan Hollender, mengemukakan tiga jenis prototip
hubungan antara dokter dan pasiennya, yaitu hubungan
antara orang tua dan anak, antara orang tua dan remaja,
dan prototip hubungan antara orang dewasa. 20
Menurut Hermein Hadiati Koeswadji hubungan antara dokter dan pasien
terdapat 2 (dua) pola hubungan, yakni : pola hubungan vertikal yang paternalistik
dan pola hubungan horizontal yang kontraktual. Dalam hubungan vertikal,
kedudukan antara dokter sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan tidak sederajat
dengan pasien sebagai pengguna/ penerima jasa pelayanan kesehatan, sedangkan
dalam pola hubungan horizontal yang kontraktual, kedudukan antara penerima
20
Anny Isfandyarie.buku 1.2006.Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi
Dokter.Jakarta:Persentasi Pustaka,hal 91-92
21
jasa layanan kesehatan dan pemberi jasa pelayanan kesehatan mempunyai
kedudukan yang sederajat.21
Dalam hubungannya dengan hal di atas Soejono Soekanto mengemukakan
pendapatnya yang mengatakan bahwa :
“Hubungan antara dokter dan pasien pada dasarnya
merupakan hubungan hukum keperdataan, di mana pasien
datang kepada dokter untuk disembuhkan penyakitnya dan
dokter berjanji akan berusaha mengobati atau menyembuhkan
penyakit pasien tersebut. Hubungan keperdataan merupakan
hubungan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak yang
berada dalam kedudukan yang sederajat”22
Thiroux membagi hubungan yang seharusnya antara dokter dan pasien
dalam 3 (tiga) sudut pandang, yakni : 23
a. Pandangan Paternalisme, menghendaki dokter untuk berperan
sebagai orang tua terhadap pasien atau keluarganya. Menurut
pandangan ini, segala keputusan tentang pengobatan dan perawatan
berada dalam tangan dokter sebagai pihak yang mempunyai
pengetahuan tentang pengobatan, sementara pasien dianggap tidak
mempunyai pengetahuan di bidang pengobatan. Informasi yang
dapat diberikan kepada pasien seluruhnya merupakan kewenangan
dokter dan asisten profesionalnya, dan pasien tidak boleh ikut
campur di dalam pengobatan yang dianjurkan.
b. Pandangan Individualisme, beranggapan bahwa pasien mempunyai
hak mutlak atas tubuh dan nyawanya sendiri. Oleh karena itu,
21
http://indraachmadi.blogspot.com/2012/04/hubungan-hukum-dokter-dan-pasiendalam, di unduh 17 november 2013
22
loc cit
23
Ibid hal 93-93
22
semua keputusan tentang pengobatan dan perawatan sepenuhnya
berada di tangan pasien yang mempunyai hak atas dirinya sendiri.
c. Pandangan Resiprocal dan Collegial, yang mengelompokkan
pasien dan keluarganya sebagai inti, dalam kelompok, sedangkan
dokter, perawat dan para profesional kesehatan lainnya harus
bekerja sama untuk melakukan yang terbaik bagi pasien dan
keluarganya. Hak pasien atas tubuh dan nyawanya tidak dipandang
sebagai hal yang mutlak menjadi kewenangan pasien, tatapi dokter
dan staf medis lainnya harus memandang tubuh dan nyawa pasien
sebagai prioritas utama yang menjadi tujuan pelayanan kesehatan
yang dilakukan. Keputusan yang diambil dalam perawatan dan
pengobatan harus bersifat resiprokal yang artinya bersifat memberi
dan menerima, dan collegial yang berarti pendekatan yang
dilakukan
merupakan
pendekatan
kelompok
yang
setiap
anggotanya mempunyai masukan dan tujuan yang sama.
Hubungan hukum yang timbul antara pasien dan rumah sakit dapat
dibedakan pada dua macam perjanjian yaitu :24
a. Perjanjian perawatan dimana terdapat kesepakatan antara rumah sakit dan
pasien bahwa pihak rumah sakit menyediakan kamar perawatan dan
dimana tenaga perawatan melakukan tindakan perawatan.
b. Perjanjian pelayanan medis dimana terdapat kesepakatan antara rumah
sakit dan pasien bahwa tenaga medis pada rumah sakit akan berupaya
24
Shita Febriana dan Titik Triwulan Tutik.2010. Perlindungan Hukum Bagi Pasien.
Persentasi Pustaka,hal 24
23
secara maksiumaluntuk menyembuhkan pasien melalui tindakan medis
(inspanings verbentenis).
Berdasarkan ketentuan tersebut hubungan hukum yang terjadi antara dokter
dan pasien, ini pada dasarnya sering di sebut dengan perjanjian terapeutik. Dapat
dikatakan demikian, karena adanya kesanggupan dari dokter untuk mengupayakan
kesehatan atau dokter berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan
penyembuhan si pasien dari penderitaan sakitnya. Dengan demikian antara dokter
dan pasien diharuskan bersama-sama memenuhi syarat sebgaimana sahnya suatu
perjanjian. Syarat sahnya suatu perjanjian dapat di lihat pada pasal 1320 KUH
Perdata yang dimana terdapat unsur-unsur meliputi :
a. Adanya kata sepakat
b. Adanya kecakapan antar para pihak
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
Perjanjian yang terjadi antara dokter, pasien dan rumah sakit ini berlaku
secara sah dan mengikat bagi para pihak yag terlibat dalam pembuatannya.
Perjanjian itu harus berdasarkan itikad baik dari pasien dan dokkter serta rumah
sakit dan diwajibkan para pihak mengerti akan posisi serta hak dan kewajiban
masing-masing.
Perjanjian antara dokter dan pasien ini sering disebut perjanjian terapiutik
atau transaksi terapiutik sendiri adalah perjanjian antara dokter dengan pasien
yang memberikan kewenangan kepada dokter untuk melakukan kegiatan
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien berdasarkan keahlian dan
24
ketrampilan yang dimiliki oleh dokter tersebut. 25 Dari hubungan hukum yang
demikian maka akan terlahir hak serta kewajiban dari masing-masing pihak, yang
mana pasien mempunnyai hak dan kewajibannya sebagai seorang pasien begitu
juga sebaliknya seorang dokter.
Beberapa pengertian menurut para ahli mengenai perjanjian terapiutik : 26
1. Menurut
Hermien Hadiati
Koeswadji,
dalam
makalah
“Beberapa Permasalahan Mengenai Kode Etik Kedokteran”
yang disampaikan dalam dalam Forum Diskusi oleh IDI Jawa
Timur:
“Transaksi teraupetik adalah transaksi (perjanjian/verbintenis)
untuk mencari/menentukan terapi yang paling tepat bagi
pasien oleh dokter.”
2. Menurut
Veronica
Komalawati,
dalam
buku “Peranan
Informed Consent dalam Transaksi Teraupetik”:
“Transaksi teraupetik adalah hubungan hukum antara dokter
dan pasien dalam pelayanan medik secara professional,
didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan
keterampilan tertentu di bidang kedokteran.”
Timbulnya hubungan hukum antara dokter dan pasien, dalam praktik seharihari dapat disebabkan dalam berbagai hal. Hubungan itu terjadi antara lain
disebabkan pasien yang mendatangi dokter untuk meminta pertolongan agar
menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Keadaan ini terjadi adanya persetujuan
25
Anny Isfandyarie.buku 1.2006.Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi
Dokter.Jakarta:Persentasi Pustaka,hal 57
26
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl13/perlindungan-hukum-bagi-pasien 16
novermber 2013
25
kehendak diantara kedua belah pihak. Hubungan hukum ini bersumber pada
kepercayaan si pasien kepada dokter, sehingga si pasien bersedia memberikan
persetujuan kepada dokter untuk melakukan tindakan medis ( Informed Consent ).
Secara yuridis, Informed Consent dalam pelayanan kesehatan telah memperoleh
pembenaran melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
585/Menkes/1989. Di sisi lain, alasan lain yang menyebabkan timbulnya
hubungan antara dokter dengan pasien adalah karena keadaan mendesak untuk
segera mendapatkan pertolongan dari dokter. Misalnya, dalam keadaan terjadinya
kecelakaan lalu lintas ataupun karena adanya situasi lain yang menyebabkan
keadaan pasien sudah gawat (emergency) dimana dokter langsung dapat
melakukan tindakan. Keadaan seperti ini yang disebut dengan Zaakwaarneming
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1354 KUH Perdata. Dengan demikian,
selain hubungan hukum antara dokter dan pasien terbentuk karena transaksi
terapuetik (Ius Contracto), maka hubungan hukum antara dokter dan pasien juga
bisa terbentuk didasarkan pada zaakwaarneming dan atau disebabkan karena
undang-undang ( Ius delicto ). hubungan hukum antara dokter dan pasien yang
seperti ini merupakan salah satu ciri dari transaksi terapeutik yang membedakan
dengan perjanjian (transaksi) pada umumnya sebagaimana yang diatur dalam
KUH Perdata.27
Hubungan dokter dan pasien yang didasarkan pada transaksi terapeutik,
pada prinsipnya harus tetap memperhatikan objek sahnya suatu perjanjian
27
http://feriantonisurbakti.blogspot.com/2013/08/hubungan-hukum-antara-dokter-danpasien,di unduh 18november 2013.
26
sebagaimana yang dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, yang
unsur-unsurnya sebagai berikut: 28
a. Adanya kesepakatan dari mereka yang saling mengikatkan dirinya
(Toesteming van degene die zich verbiden) ;
b. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan ( de
bekwaamheid om eene verbitenis aan te gaan ) ;
c.
Mengenai sesuatu hal tertentu ( een bepaald onderwerp )
d.
Suatu
sebab
yang
halal
atau
diperbolehkan(eene
geoorloofdeoorzaak)
Hubungan antara dokter dan pasien atau lazim disebut dengan perjanjian
(transaksi) terapeutik dikatagorikan pada perjanjian Inspaningverbitenis (suatu
perikatan upaya). Seorang dokter berkewajiban di dalam memberikan pelayanan
kesehatan harus dengan penuh kesungguhan, dengan mengerahkan seluruh
kemampuannya sesuai dengan standar ilmu pengetahuan kedokteran yang baik.
Sehingga yang dituntut dari dokter adalah upaya maksimal dalam melakukan
terapi yang tepat guna kesembuhan pasien. Penyimpangan yang dilakukan oleh
seorang dokter dari prosedur medis, maka bisa saja dokter telah melakukan cidera
janji (wanprestasi) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1329 KUHPerdata dan
apabila tindakan dokter tersebut berakibat merugikan pasien dan merupakan
perbuatan yang melawan hukum, sehingga ketentuan Pasal 1365 dan Pasal 1366
KUHPerdata sebagai dasar untuk mengajukan tuntutan.29
28
29
Ibid
Ibid
27
B.3. Rekam Medis Sebagai Alat Bukti
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran No 29
tahun 2004 Pasal 46-47 yang mengatakan bahwa rekam medis adalah berkas yang
berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindak dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Lebih lanjut pada
Permenkes no. 269/MENKES/PER/III/2008 pada Pasal 13 ayat (1) yang
mengatakan bahwa rekam medis dapat dimanfaatkan/digunakan sebagai alat bukti
dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran oleh MKDKI, penegakan
etika kedokteran dan kedokteran gigi bagi profesi kedokteran. Pada sisi lain dalam
Pasal 2 ayat (1) Permenkes tersebut ditegaskan bahwa rekam medis harus dibuat
secara tertulis, lengkap, dan jelas atau secara elektronik dalam penjelasan Pasal 46
ayat (3) bahwa penggunaan teknologi informasi elektronik dimungkinkan dalam
pencatatan rekam medis. Apa yang ditegaskan pada Pasal 2 ayat (1)
Permenkes/PER/III/2008 yang memungkinkan dipilihnya dua cara, yaitu rekam
medis ditulis secara lengkap “atau” dengan menggunakan elektronik. Artinya
bahwa rekam medis dapat saja memilih salah satu cara tersebut tertulis atau
elektronik.30
Bila diamati apa yang diatur dalam kitab Undang-Undang Acara Pidana dan
Hukum Acara Perdata (HIR) tidak ada satu ketegasan mengatur bahwa catatan
elektronik ditempatkan sebagai alat bukti utama. HIR pasal 164 menegaskan
bahwa alat-alat bukti terdiri dari, bukti dengan surat, bukti dengan saksi,
30
http://excellent-lawyer.blogspot.com/2010/04/rekam-medis-sebagai-alat-buktihukum.19 november 2013
28
persangkaan-persangkaan, pengakuan dan sumpah. Begitu pula dalam Hukum
Acara Pidana pasal 184 menegaskan bahwa alat bukti yang sah ialah keterangan
saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Berdasarkan
kedua ketentuan atau peraturan tersebut di atas, tidak satupun yang menempatkan
alat bukti elektronik sebagai alat bukti utama. Akan tetapi Dalam Undang-Undang
No.11 tahun 2008 Pasal 5 ayat 1) mengatakan bahwa informasi elektronik dan
atau dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum
yang sah. Sehingga rekam medis yang dalam bentuk elektronik dapat dijadikan
alat bukti utama karena dalam pasal ini ada pengembagan tentang alat bukti yang
berasal dari KUHP dan KUHA Perdata.
Pembuktian merupakan sebuah proses dalam persidangan.
M. Yahya
Harahap (1985:793) menjelaskan bahwa:“Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan
yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undangundang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian
juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undangundang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang
didakwakan”.
B.4. Perlindungan Hukum Bagi Pasien
Undang- Undang Kesehatan:
Pada Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 Pasal 56 mengatakan bahwa :
1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh
tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah
29
menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut
secara lengkap.
2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku pada:
a) penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat
menular ke dalam masyarakat yang lebih luas;
b) keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri;
c) gangguan mental berat.
3) Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuaidengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 57 :
1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatanpribadinya yang
telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.
2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal:
a) perintah undang-undang;
b) perintah pengadilan;
c) izin yang bersangkutan;
d) kepentingan masyarakat;
e) kepentingan orang tersebut.
Pasal 58 :
1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang,
tenaga
kesehatan,
dan/atau
30
penyelenggara
kesehatan
yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya.
2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku
bagi tenaga
kesehatan
yang
melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat.
3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Pada undang-undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen
menyebutkan bahwa :
Pasal 45
1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha
melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara
konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di
lingkungan peradilan umum.
2) Penyelesaian
sengketa
konsumen
dapat
ditempuh
melalui
pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela
para pihak yang bersengketa.
31
3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana
sebagaimana diatur dalam Undangundang.
4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di
luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh
apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu
pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
Pasal 46
1) Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:
a) seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang
bersangkutan;
b) kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang
sama;
c) embaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang
memenuhi syarat,yaitu berbentuk badan hukum atau
yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan
dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut
adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah
melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;
d) pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau
jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan
kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak
sedikit.
32
2) Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c,atau huruf d
diajukan kepada peradilan umum.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar
dan/atau korban yang tidak sedikit sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sengketa konsumen adalah sengketa yang berkenaan dengan pelanggaran
hak-hak konsumen. Ruang lingkup pencakupannya semua segi hokum, baik itu
hokum perdata , pidana, maupun tata usaha Negara. Menurut UUPK pihak yang
bersengketa dapat menyelesaikan sengetanya melalui beberapa lingkungan
peradilan ataupun bisa memilih menyelesaikan sengketa diluar pengadilan.
Dalam kasus perdata di pengadilan negeri,pihak konsumen yang diberi hak
mengajukan gugatan menurut pasal 46 ayat 1 (a)sampai (d) KUHPerdata.Pada
ayat 1(a) seorang konsumen atau ahli warisnya dapat melayangkan gugatan
terhadap Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) jika merasa dirugikan. Maka
dapat menggugat ganti rugi kepada pihak dokter/tenaga kesehatan dan rumah sakit
karena telah melakukan perbuatan melawan hukum. 31
31
Shita Febriana dan Titik Triwulan Tutik.2010. Perlindungan Hukum Bagi Pasien.
Persentasi Pustaka,hal 67
33
Gugatan dapat dilakukan oleh sekelompok konsumen yang mempunyai
kepentingan yang sama penjelasan pasal 46 ayat 1(b) Undang-Undang No 8
Tahun 1999 Perlindungan Konsumen: 32
“undang-undang ini mengakui gugatan kelompok atau class
action. Gugatan kelompok harus di ajukan oleh konsumen yang
benar-benar merasa dirugikan dan dapat dibuktikan secara
hokum, salah satu diantaranya adalah bukti transaksi.”
Dengan demikian seorang pasien mengetahui ketentuan-ketentuna dalam
memperoleh layanan kesehatan. Mengetahui hubungan yang seharusnya yang
menimbulkan hak dan kewajiban yang beertimbal balik antara penyedia jasa
kesehatan dan pasien. Apabila terjadi sengketa antara para penyedia jasa
kesehatan dan pasien dapat ditempuh dua jalur penyelesaian sengketa yaitu jalur
peradilan (litigasi) dan jalur di luar pengadilan (nonlitigasi). Prosesnya dapat
dilakukan dengan keinginan para pihak masing-masing.
Mengingat tentang pelanggaran yang terjadi di Indonesia dengan
mengkaitkan kasus dari Prita Mulyasari yang meminta haknya untuk mengetahui
informasi yang ada dalam rekam medisnya tidak dapat di penuhi oleh pihak
Rumah
Sakit
Ommi
Internasional.
Pihak
rumah
sakit
seakan-akan
menyembunyikan tentang riwayan Prita yang mana pada waktu itu sebagai pasien
di rumah sakit Ommi. Sebagaimana kita ketahui bahwa pada dasarnya pasien
mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang segala penyakit yang
dideritanya. Dalam pasal 52 Undang-Undang No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran, yang menyebutkan bahwa :
32
Ibid hal 68
34
„’pasien dalam menerima pelayanan kedokteran,mempnyai hak
dalam mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan
medis’’.
Pada dasarnya rekam medis memiliki peran dan fungsi sangat penting
dalam bidang kesehatan termasuk upaya penegakan hukum terutama di dalam
rangka pembuktian dugaan malpraktek medis. Rekam medis di dalam hukum
acara pidana mempunyai kedudukan sebagai alat bukti surat karena pembuatan
rekam medis telah memenuhi ketentuan sebagaimana yang terdapat di dalam
Pasal 187 KUHAP. Hal ini juga sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) huruf c Peraturan
Menteri Kesehatan No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis yang
menyatakan:
“Pemanfaatan Rekam medis dapat dipakai sebagai alat bukti
dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan
kedokteran gigi dan penegakan etika kedokteran dan
kedokteran gigi.”33
Sebagai mana kita ketahui dalam Pasal 184 Kitab UndangUndang Hukum
Acara Pidana mengatakan alat bukti yang sah adalah :
1. Keterangansaksi
Menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP, keterangan saksi adalah
salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa
keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan
menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
2. Keterangan ahli
33
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4dc198540e66c/bagaimana-kekuatanrekam-medis-sebagai-alat-bukti diunduh pada 23 maret 2014
35
Menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP, keterangan ahli adalah
keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang
suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan dalam hal
serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
3. Surat
Menurut Pasal 187 KUHAP, Surat sebagaimana tersebut pada
Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau
dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat
oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di
hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau
keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri,
disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang
keterangannya itu;
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundangundangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal
yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung
jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu
hal atau sesuatu keadaan.
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu
keadaan yang diminta secara resmi dan padanya;
36
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
4. Petunjuk
Dalam KUHAP, alat bukti petunjuk dapat dilihat dalam
Pasal 188, yang berbunyi sebagai berikut:
1. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan,
yang karena persesuaiaan, baik antara satu dengan yang
lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri,
menandakan bahwa telah terjadi sesuatu tindak pidana
dan siapa pelakunya.
2.
Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hanya dapat diperoleh dari:
a. Ketrangan saksi;
b. Surat;
c. Keterangan terdakwa.
3.
Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu
petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh
hakim denga arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan
pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksian
berdasarkan hati nuraninya.
5. Keterangan Terdakwa
Mengenai keterangan terdakwa diatur dalam KUHAP pada
Pasal 189 yang berbunyi sebagai berikut:
37
(1) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdkwa nyatakan
di sidang tentang perbuatan yang ia ketahui sendiri atau
alami sendiri.
(2) Keteranga terdakwa yang diberikan diluar sidang dapat
digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang,
asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang
sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya.
(3) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadaap
dirinya sendiri.
(4)
Keterangan terdakwa
saja
tidak
cukup
untuk
membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang
didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan
alat bukti yang lain.
Fungsi legal dari rekam medis sendiri ialah karena rekam medis dapat
berfungsi sebagai alat bukti bila terjadi silih pendapat / tuntutan dari pasien dan
dilain pihak sebagai perlindungan hukum bagi dokter. Yang penting ialah bahwa
rekam medis yang merupakan catatan mengenai dilakukannya tindakan medis
tertentu itu secara implisit juga mengandung Persetujuan Tindakan Medik, karena
tindakan medis tertentu itu tidak akan dilakukan bila tidak ada persetujuan dari
pasien. Apabila rekam medis yang mempunyai multifungsi tersebut dikaitkan
dengan pasal 184 KUHAP, maka rekam medis selain berfungsi sebagai alat bukti
38
surat juga berfungsi sebagai alat bukti keterangan ahli yang dituangkan dan
merupakan isi rekam medis. 34
Yang perlu di ketahui ialah rekam medis ini merupakan data tentang riwayat
penyakit milik pasien dan sebagai mana pada Pasal 12 ayat (2) yaitu isi rekam
medis merupakan melik pasien. Dalam hal rekam medis diperlukan untuk alat
bukti dalam prose pengadilan maka sesuai ketentuan pada pasal 10 ayat 2
Permenkes Nomor 269 /2008 informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat
penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal
antara lain untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur
penegak hokum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan,
permintaan dan persetujuan pasien sendiri, permintaan institusi/ lembaga
berdasarkan
ketentuan
perundang-undangan
dan
untuk
kepentingan
pendidikan,penelitian dan audit medis sepanjang tidak menyebutkan identitas
pasien. Segingga diluar ketentuan pada Pasal 10 ayat 2) ini rekam medis bersifat
rahasia.
B.5. Manfaat Rekam Medis
Rekam medis merupakan catatan-catatan dari identitas, pemeriksaan,
diagnosis, pengobatan, perawatan dan tindakan medis yang diberikan pada pasien
34
http://khoirulanam31.blogspot.de/2009/06/rekam-medis-sebagai-alat-bukti.html
diunduh pada 23 maret 2014
39
untuk mengatasi penyakit yang dideritanya. Rekam medis memiliki beberapa
menfaat baik bagi dokter, pasien maupun rumah sakit antara lain: 35
1. Dapat digunakan sebagai acuan dokter dan tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan kesehatan baik dalam menentukan diagnosis,
memberikan pengobatan, tindakan medis dan pelayanan selanjutnya
bagi pasien.
2. Rekam medis yang baik, benar, lengkap dan jelas dapat meningkatkan
pelayanan kesehatan bagi pasien.
3. Rekam medis yang baik, benar, lengkap dapat memberikan kemudahan
bagi Dokter dan tenaga kesehatan dalam menangani suatu penyakit.
4. Rekam medis yang baik, benar, lengkap dapat memberikan perlindungan
bagi Dokter dan tenaga kesehatan dalam ketika terjadi kasus-kasus
tertentu (hukum).
5. Rekam medis dapat menjadi informasi tentang perkembangan penyakit,
pengobatan, tindakan medis terutama untuk perkembangan ilmu
pengetahuan dalam pengajaran dan penelitian.
6. Rekam medis juga dapat digunakan untuk menentukan jumlah biaya yang
harus dibayar oleh pasien dalam pelayanan kesehatan.
35
http://ef-ka-em.blogspot.com/2010/03/teori-rekam-medis.html diunduh pada 06/04/2014
06:43
40
7. Dengan rekam medis dapat ditentukan angka statistik kasus penyakit,
angka kematian, angka kelahiran dan hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan.
8. Rekam medis juga dapat digunakan dalam pembuktian masalah hukum
atau merupakan alat bukti untuk menyelesaikan kasus hukum misalnya
malpraktek, atau pelanggaran lainnya.
Sebagian fungsi rekam medis telah disampaikan. Karena begitu pentingnya
rekam medis maka diharapkan dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan dapat
melakukan peraturan-peraturan dalam pembuatan rekam medis dalam pelayanan
kesehatan.
41
Download