Visio-Cover Kodifikasi Laporan bulanan(1).vsd

advertisement
Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia
Likuiditas Rupiah
Fasilitas Likuiditas Intrahari, Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek, Fasilitas Pembiayaan Darurat
Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia
Likuiditas Rupiah
Fasilitas Likuiditas Intrahari,
Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek, Fasilitas Pembiayaan
Darurat
Tim Penyusun
Ramlan Ginting
Chandra Murniadi
Gantiah Wuryandani
Siti Astiyah
Wahyu Yuwana Hidayat
Komala Dewi
Wirza Ayu Novriana
Riska Rosdiana
Tresna Kholilah
Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral (PRES)
Bank Indonesia
Telp: 021-29817321
Fax: 021-2311580
email: [email protected]
Hak Cipta © 2013, Bank Indonesia
2013
Likuiditas Rupiah
Fasilitas Likuiditas
DAFTAR ISI
Paragraf
Daftar Isi
Rekam Jejak Regulasi Fasilitas Likuiditas Intrahari
Rekam Jejak Regulasi Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Rekam Jejak Regulasi Fasilitas Pembiayaan Darurat
Dasar Hukum
Regulasi Terkait
Regulasi Bank Indonesia
Halaman
Hal. i – iv
Hal. v
Hal. vi
Hal. vii
Hal. viii
Hal. viii
Hal. viii – ix
Fasilitas Likuiditas Intrahari bagi Bank Umum
Ketentuan Umum
Par. 1 – 15
Hal. 1 – 10
Par. 16
Par. 17 – 21
Par. 22 – 26
Par. 27 – 28
Par. 29
Hal. 10 – 11
Hal. 11 – 13
Hal. 13 – 16
Hal. 16 – 18
Hal. 18
Par. 30
Par. 31 – 42
Par. 43 – 46
Par. 47
Par. 48
Par. 49
Par. 50 – 51
Par. 52 – 53
Hal. 18 – 20
Hal. 20 – 33
Hal. 33 – 35
Hal. 35 – 36
Hal. 36 – 39
Hal. 39
Hal. 39
Hal. 40
Par. 54
Par. 55 – 71
Par. 72
Par. 73
Par. 74 – 75
Par. 76
Par. 77 – 78
Hal. 40 – 41
Hal. 41 – 62
Hal. 62 – 66
Hal. 67
Hal. 67
Hal. 67 – 68
Hal. 68 – 69
Par. 79
Par. 80 – 91
Hal. 69
Hal. 69 – 79
Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah
Ketentuan Umum
Persyaratan dan Tata Cara Permohonan
Penggunaan
Penyelesaian
Ketentuan Lain-Lain
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Ketentuan Umum
Persyaratan Dan Tata Cara Permohonan FPJP
Persetujuan dan Pencairan FPJP
Perhitungan Bunga
Pelunasan dan Eksekusi Agunan
Biaya Pemberian FPJP
Pengawasan
Sanksi
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah bagi Bank Umum
Syariah
Ketentuan Umum
Persyaratan dan Tata Cara Permohonan FPJPS
Perhitungan Imbalan
Perlunasan dan Eksekusi Agunan
Pengawasan
Biaya Pemberian FPJPS
Sanksi
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat
Ketentuan Umum
Persyaratan dan Tata Cara Permohonan FPJP
i
Likuiditas Rupiah
Perhitungan dan Pembayaran Bunga
Perlunasan dan Eksekusi Agunan
Pengawasan
Biaya Pemberian FPJP
Sanksi
Fasilitas Likuiditas
Par. 92
Par. 93
Par. 94 – 95
Par. 96
Par. 97 – 98
Hal. 79
Hal. 80 – 81
Hal. 81 – 82
Hal. 82
Hal. 82
Par. 99
Par. 100 – 112
Par. 113
Par. 114
Par. 115 – 116
Par. 117
Par. 118 – 119
Hal. 82 – 83
Hal. 83 – 99
Hal. 99 – 101
Hal. 101 – 104
Hal. 104 – 106
Hal. 106
Hal. 106
Par. 120
Par. 121
Par. 122
Par. 123 – 130
Par. 123 – 125
Par. 126 – 127
Par. 128 – 130
Par. 131 – 134
Hal. 106 – 107
Hal. 107
Hal. 107 – 108
Hal. 108 – 111
Hal. 108 – 109
Hal. 109 – 110
Hal. 110 – 111
Hal. 111 – 113
Par. 135 – 139
Par. 135 – 138
Par. 139
Par. 140
Par. 141 – 144
Par. 145 – 148
Par. 149
Par. 150 – 151
Hal. 113 –114
Hal. 113 – 114
Hal. 114
Hal. 114
Hal. 114 – 115
Hal. 115 – 116
Hal. 117
Hal. 117
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah
Ketentuan Umum
Persyaratan dan Tata Cara Permohonan FPJPS
Perhitungan dan Pembayaran Imbalan
Perlunasan dan Eksekusi Agunan
Pengawasan
Biaya Pemberian FPJPS
Sanksi
Fasilitas Pembiayaan Darurat
Ketentuan Umum
Tujuan dan Ruang Lingkup
Sumber Pendanaan Fasilitas Pembiayaan Darurat
Pemberian Fasilitas Pembiayaan Darurat
Persyaratan Pengajuan Fasilitas Pembiayaan Darurat
Permohonan Pengajuan Fasilitas Pembiayaan Darurat
Mekanisme Pengambilan Keputusan
Kriteria Umum Agunan FPD
Perjanjian Fasilitas Pembiayaan Darurat dan Realisasi Pemberian
Fasilitas Pembiayaan Darurat
Pencegahan Krisis
Penanganan Krisis
Biaya-Biaya Pemberian Fasilitas Pembiayaan Darurat
Pelunasan Fasilitas Pembiayaan Darurat
Pengawasan
Laporan kepada DPR
Sanksi
Lampiran
Lampiran 1 : Contoh Perjanjian Penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari bagi Bank
Umum
Lampiran 2 : Contoh Perhitungan Biaya atas Penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari
bagi Bank Umum
Lampiran 3 : Contoh Perjanjian Penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari berdasarkan
Prinsip Syariah
Lampiran 4 : Contoh Perhitungan Biaya atas Penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari
berdasarkan Prinsip Syariah
Lampiran 5 : Contoh Daftar Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank
Indonesia untuk Agunan Obligasi Korporasi
Lampiran 6 : Contoh Surat Permohonan/Perpanjangan FPJP
Hal. 118 – 381
Hal. 118 – 125
Hal. 126 – 127
Hal. 128 – 134
Hal. 135 – 136
Hal. 137
Hal. 138 – 139
ii
Likuiditas Rupiah
Lampiran 7 : Contoh Surat Pernyataan kesulitan Likuiditas Dalam Rangka
Permohonan/Perpanjangan/Penambahan FPJP
Lampiran 8 : Surat Pernyataan Agunan FPJP
Lampiran 9 : Contoh Surat Kesanggupan Membayar dalam Rangka
Permohonan/Perpanjangan/Penambahan Plafon FPJP
Lampiran 10 : Surat Pernyataan Kebenaran
Lampiran 11 : Proyeksi Arus Kas
Lampiran 12 : Agunan Berupa Surat Berharga
Lampiran 13 : Daftar Aset Kredit Lancar Selama 12 Bulan Terakhir yang Diagunkan Bank
Lampiran 14 : Perubahan Daftar Aset Kredit Lancar Bank
Lampiran 15 : Contoh Surat Pernyataan Agunan berupa Aset Kredit
Lampiran 16 : Contoh Surat Permohonan Penambahan Plafon FPJP
Lampiran 17 : Contoh Perhitungan Nilai Agunan FPJP
Lampiran 18 : Perjanjian Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Lampiran 19 : Addendum Perjanjian Pemberian FPJP (Perpanjangan/Perpanjangan
dengan Perubahan Plafon)
Lampiran 20 : Addendum Perjanjian Pemberian FPJP (Penambahan Plafon)
Lampiran 21 : Akta Gadai
Lampiran 22 : Tambahan Objek Gadai Bank
Lampiran 23 : Penggantian Obyek Gadai Bank
Lampiran 24 : Akta Jaminan Fidusia
Lampiran 25 : Laporan Harian Hasil Penilaian Agunan FPJP-SBI, SBIS, SBN dan Obligasi
Korporasi Bank
Lampiran 26 : Laporan Harian Hasil Penilaian Agunan FPJP – Aset Kredit
Lampiran 27 : Lampiran Daftar Aset Kredit Lancar
Lampiran 28 : Contoh Surat Permohonan/Penambahan/Perpanjangan FPJP
Lampiran 29 : Contoh Surat Pernyataan Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek
Lampiran 30 : Contoh Surat Pernyataan Agunan FPJP
Lampiran 31 : Contoh Surat Kesanggupan Membayar
Lampiran 32 : Contoh Surat Pernyataan Kebenaran Data
Lampiran 33 : Contoh Surat Kuasa Pendebetan Rekening BPR
Lampiran 34 : Rasio Kebutuhan Kas BPR
Lampiran 35 : Daftar Sertifikat Bank Indonesia (SBI) BPR
Lampiran 36 : Perjanjian Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi BPR
Lampiran 37 : Akta Gadai BPR
Lampiran 38 : Akta Jaminan Fidusia
Lampiran 39 : Addendum Perjanjian Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Lampiran 40 : Laporan Perhitungan Rasio Kebutuhan Kas Harian
Lampiran 41 : Laporan Kolektibilitas Harian Aset Kredit Agunan FPJP
Lampiran 42 : Contoh Surat Permohonan FPJPS
Lampiran 43 : Contoh Surat Pernyataan Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek
Lampiran 44 : Contoh Surat Pernyataan Agunan FPJPS
Lampiran 45 : Contoh Surat Kesanggupan Membayar
Lampiran 46 : Contoh Surat Pernyataan Kebenaran Data
Lampiran 47 : Contoh Surat Kuasa Pendebetan Rekening BPRS
Lampiran 48 : Laporan Perhitungan Rasio Kebutuhan Kas Harian BPRS
Lampiran 49 : Daftar Aset Pembiayaan Lancar BPRS
Fasilitas Likuiditas
Hal. 140 – 141
Hal. 142
Hal. 143
Hal. 144
Hal. 145 – 151
Hal. 152
Hal. 153
Hal. 154
Hal. 155 – 156
Hal. 157 – 158
Hal. 159 – 162
Hal. 163– 172
Hal. 173 – 175
Hal. 176 – 178
Hal. 179 – 188
Hal. 189 – 190
Hal. 191 – 192
Hal. 193 – 203
Hal. 204
Hal. 205
Hal. 206
Hal. 207 – 208
Hal. 209 – 215
Hal. 216
Hal. 217
Hal. 218
Hal. 219
Hal. 220
Hal. 221 – 222
Hal. 223 – 230
Hal. 231 – 241
Hal. 242 – 252
Hal. 253 – 254
Hal. 255 – 256
Hal. 257
Hal. 258 – 263
Hal. 264 – 270
Hal. 271
Hal. 272
Hal. 273
Hal. 274
Hal. 275
Hal. 276 – 277
iii
Likuiditas Rupiah
Lampiran 50 : Perjanjian Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS)
Lampiran 51 : Akta Gadai BPRS
Lampiran 52 : Akta Jaminan Fidusia BPRS
Lampiran 53 : Laporan Perhitungan Rasio Kebutuhan Kas Harian BPRS
Lampiran 54 : Laporan Kolektibilitas Harian Aset Pembiayaan Agunan FPJPS
Lampiran 55 : Laporan Penggunaan FPJPS Harian BPRS
Lampiran 56 : Contoh Surat Pemberitahuan Rekening Penerimaan FPJPS
Lampiran 57 : Contoh Surat Kuasa Pemegang Saham kepada BPRS
Lampiran 58 : Contoh Adendum Perjanjian Penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari
bagi Bank Umum Nomor ………………. Tanggal ……………..
Lampiran 59 : Contoh Perjanjian Penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari bagi Bank
Umum
Lampiran 60 : Daftar Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia
untuk Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi)
Lampiran 61.a : Contoh Surat Permohonan/ Perpanjangan FPJPS
Lampiran 61.b : Surat Pernyataan Kesulitan Likuiditas dalam Rangka
Permohonan/Perpanjangan/ Penambahan FPJPS (Contoh) Surat
Pernyataan Kesulitan Likuiditas dalam Rangka
Permohonan/Perpanjangan/ Penambahan FPJPS (Contoh)
Lampiran 61.c : Surat Pernyataan Agunan FPJPS (Contoh)
Lampiran 61.d : Surat Kesanggupan Membayar Dalam Rangka
Permohonan/Perpanjangan/Penambahan Plafon FPJPS (Contoh)
Lampiran 61.e : Surat Pernyataan Kebenaran (Contoh)
Lampiran 62 : Proyeksi Arus Kas
Lampiran 63.a : Agunan Berupa Surat Berharga
Lampiran 63.b : Daftar Aset Pembiayaan Lancar Selama 12 Bulan Terakhir
Lampiran 63.c : Perubahan Daftar Aset Pembiayaan Lancar
Lampiran 64 : Surat Pernyataan Agunan Berupa Aset Pembiayaan (Contoh)
Lampiran 65 : Contoh Surat Permohonan Penambahan Plafon FPJS
Lampiran 66 : Contoh Perhitungan Nilai Agunan FPJPS
Lampiran 67.a : Akta Perjanjian Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Lampiran 67.b : Adendum Perjanjian Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek –
Perpanjangan/ Perpanjangan dengan Perubahan Plafon
Lampiran 67.c : Adendum Perjanjian Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka PendekPenambahan Plafon
Lampiran 68.a : Akta Gadai
Lampiran 68.b : Tambahan Obyek Gadai Bank
Lampiran 68.c : Penggantian Obyek Gadai Bank
Lampiran 69 : Akta Jaminan Fidusia
Lampiran 70.a : Laporan Harian Penilaian Agunan FPJPS-SBIS, SBSN, dan Obligasi
Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi)
Lampiran 70.b : Laporan Harian Penilaian Agunan FPJPS - Aset Pembiayaan
Lampiran 71 : Laporan Daftar Aset Pembiayaan Lancar Bank
Fasilitas Likuiditas
Hal. 278 – 285
Hal. 286 – 293
Hal. 294 – 301
Hal. 302 – 303
Hal. 304
Hal. 305
Hal. 306
Hal. 307
Hal. 308 – 313
Hal. 314 – 321
Hal. 322
Hal. 323 – 324
Hal. 325
Hal. 326
Hal. 327
Hal. 328
Hal. 329 – 334
Hal. 335
Hal. 336
Hal. 337
Hal. 338
Hal. 339 – 340
Hal. 341 – 343
Hal. 344 – 352
Hal. 353 – 355
Hal. 356 – 357
Hal. 358 – 365
Hal. 366 – 367
Hal. 368 – 369
Hal. 370 – 377
Hal. 378
Hal. 379
Hal. 380 – 381
iv
Likuiditas Rupiah
Fasilitas Likuiditas
Rekam Jejak Fasilitas Likuiditas Intrahari
SE 15/34/DPSP 2013
12/13/PBI/2010
Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank
Umum
SE 12/4/DASP 2010
Butir 12.a, Butir 2.a Bab II, Butir 3A, 3B, 3C,
Butir 4 Bab II, Bab III, Butir 1.a Bab IV, Bab VII
Pasal 1, 2 dan 5
SE 12/29/DASP 2010
SE 12/3/DASP 2010
- 12/12/PBI/2010 Perubahan atas
PBI Nomor 10/2/PBI/2008
tentang BI-Scripless Securities
Settlement System
- 12/5/PBI/2010 Perubahan atas
PBI Nomor 7/18/PBI/2005
tentang Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia
- 10/6/PBI/2008 Sistem BI-RTGS
SE 11/17/DPM 2009
11/30/PBI/2009
Fasilitas Likuiditas Intrahari
Berdasarkan Prinsip Syariah
SE 10/38/DPM 2008
10/29/PBI/2008
Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank
Umum
SE 7/46/DPM 2005
SE 7/34/DPM 2005
7/22/PBI/2005
Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank
Umum
SE 7/36/DPM 2005
7/24/PBI/2005
Fasilitas Likuiditas Intrahari
Berdasarkan Prinsip Syariah
SE 6/8/DPM 2004
6/6/PBI/2004
Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank
Umum
Keterangan :
Diubah
Dicabut
Terkait
SE 3/21/DPM 2001
SE 2/27/DPM 2000
2/26/PBI/2000
Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank
Umum
PBI/ KEP DIR Masih Berlaku
PBI/ KEP DIR Tidak Berlaku
SE Masih Berlaku
SE Tidak Berlaku
Regulasi Terkait
v
Likuiditas Rupiah
Fasilitas Likuiditas
Rekam Jejak Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
15/44/DPbS 2013
SE 15/11/DPNP 2013
Fasilitas Pedanaan Jangka Pendek
Syariah bagi Bank Umum Syariah
14/16/PBI/2012
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Bagi Bank Umum
14/20/PBI/2012
Perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia 11/24/PBI/2009
12/39/DPbS 2010
11/29/PBI/2009
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Syariah Bagi Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah
Pasal 2,5,6(1)d,7(4)(5) & (7),7A,7B,10 dihapus,
13, 14, 14A, 14B, 14C,17,19 dihapus, 21
11/24/PBI/2009
Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek Syariah Bagi Bank
Syariah
10/45/DKBU 2008
Pasal 2, 4, 17A
SE 10/39/DPM 2008
10/30/PBI/2008
Perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia 10/26/PBI/2008
10/35/PBI/2008
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Bagi Bank Perkreditan Rakyat
- 12/12/PBI/2010 Perubahan atas PBI
Nomor 10/2/PBI/2008 BI-Scripless
Securities Settlement System
- Buku II KUH Perdata Bab 20 Pasal 1150 –
1160: Gadai
- UU No 42 tahun 1999: Fidusia
- 8/13/PBI/2006 Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Umum
10/26/PBI/2008
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Bagi Bank Umum
SE 10/25/DPM 2008
SE 9/21/DPM 2007
SE 7/35/DPM 2005
Perubahan SE 6/9/DPM 2004
7/23/PBI/2005
Perubahan atas Peraturan
Bank Indonesia 5/3/PBI/2003
SE 7/33/DPM 2005
7/21/PBI/2005
Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia 5/15/PBI/2003
Ketentuan butir I
Pasal 4 dihapus,
5 (2)b diubah
SE 6/9/DPM 2004
5/3/PBI/2003
Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek Bagi Bank Syariah
Pasal 3, 13 (2) dan (3)
SE 6/7/DPM 2004
SE 5/20/DPM 2003
5/15/PBI/2003
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
bagi Bank Umum
SE 2/21/DPM 2000
Keterangan :
Diubah
Dicabut
2/20/PBI/2000
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
bagi Bank Umum
Terkait
PBI/ KEP DIR Masih Berlaku
SE Masih Berlaku
1/1/PBI/1999
Fasilitas Pendanaan dalam Rangka
Mengatasi Kesulitan Pendanaan
Jangka Pendek
SE Tidak Berlaku
Fasdis, Giro Negatif
PBI/ KEP DIR Tidak Berlaku
Regulasi Terkait
31/55/KEP/DIR 1998
Fasilitas Diskonto, Pelanggaran GWM
vi
Likuiditas Rupiah
Fasilitas Likuiditas
Rekam Jejak Fasilitas Pembiayaan Darurat
10/31/PBI/2008
Fasilitas Pembiayaan Darurat Bagi
Bank Umum
- 13/3/PBI/2011 Penetapan Status & Tindak
Lanjut Pengawasan Bank
- Nota kesepakatan antara Menteri
Keuangan dan Gubernur BI pada 17 Maret
2004 mengenai ketentuan dan tata cara
pengembalian keputusan kesulitan keuangan
bank yang berdampak sistemik, pemberian
fasilitas pembiayaan darurat, dan sumber
pendanaan yang berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
-Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/
PMK.05/2005 Tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Fasilitas Pembiayaan Darurat
-Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan
8/1/PBI/2006
Fasilitas Pembiayaan Darurat Bagi
Bank Umum
Keterangan :
Dicabut
Terkait
PBI/ KEP DIR Masih Berlaku
PBI/ KEP DIR Tidak Berlaku
Regulasi Terkait
vii
Likuiditas Rupiah
Fasilitas Likuiditas
Dasar Hukum :
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem
Keuangan
Regulasi Terkait :
- Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
- Buku II KUH Perdata Bab 20 Pasal 1150-1160 tentang Gadai
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/12/PBI/2010 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/02/PBI/2008 Tentang Bank Indonesia- Scripless Securities Settlement System
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/5/PBI/2010 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/18/PBI/2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia.
- Peraturan Perbankan Indonesia Nomor 10/6/PBI/2008 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/3/PBI/2005 Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/19/DASP 2012 Perubahan atas Surat Edaran Nomor 11/15/DASP
2009 perihal Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia oleh Penyelenggara Kliring Lokal
Selain Bank Indonesia
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/1/DASP 2010 perihal Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/14/DPNP 2005 perihal Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank
Umum
Regulasi Bank Indonesia :
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/20/PBI/2012 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/24/PBI/2009 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/16/PBI/2012 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank
Umum
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/13/PBI/2010 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/29/PBI/2008 tentang Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/30/PBI/2009 tentang Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip
Syariah
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/29/PBI/2009 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank
Perkreditan Rakyat Syariah
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/24/PBI/2009 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank
Syariah
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/35/PBI/2008 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank
Perkreditan Rakyat
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/31/PBI/2009 tentang Fasilitas Pembiayaan Darurat bagi Bank Umum
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/29/PBI/2008 tentang Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/44/DPbS 2013 perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah
bagi Bank Umum Syariah
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/34/DPSP 2013 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
viii
Likuiditas Rupiah
-
Fasilitas Likuiditas
12/29/DASP 2010 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/11/DPNP 2013 perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi
Bank Umum
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/39/DPbS 2010 perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank
Perkreditan Rakyat Syariah
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/29/DPM 2010 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas
Intrahari Bagi Bank Umum
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/4/DASP 2010 Perubahan atas Surat Edaran Nomor 11/17/DPM
2009 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/17/DPM 2009 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas
Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/45/DKBU 2008 perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi
Bank Perkreditan Rakyat
ix
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
BAB I
1
Pasal 1
12/13/PBI/2010
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Moneter
Moneter Likuiditas Rupiah
Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum
Ketentuan Umum
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional.
2. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut
dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement.
3. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk
penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Bank
Indonesia - Scripless Securities Settlement System.
4. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SKNBI adalah
sistem kliring yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai sistem
kliring nasional Bank Indonesia.
5. Kliring Debet adalah kegiatan dalam SKNBI untuk transfer debet sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai sistem
kliring nasional Bank Indonesia.
6. Fasilitas Likuiditas Intrahari yang selanjutnya disebut FLI adalah penyediaan
pendanaan oleh Bank Indonesia kepada Bank dalam kedudukan Bank sebagai
peserta Sistem BI-RTGS dan peserta SKNBI, yang dilakukan dengan cara
repurchase agreement (repo) surat berharga yang harus diselesaikan pada
hari yang sama dengan hari penggunaan.
7. FLI dalam rangka RTGS yang selanjutnya disebut FLI-RTGS adalah FLI untuk
mengatasi kesulitan pendanaan Bank yang terjadi selama jam operasional
Sistem BI-RTGS.
8. FLI dalam rangka Kliring yang selanjutnya disebut FLI-Kliring adalah FLI untuk
mengatasi kesulitan pendanaan Bank yang terjadi pada saat penyelesaian
akhir atas hasil Kliring Debet.
9. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI, adalah surat berharga
dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai
pengakuan utang berjangka waktu pendek.
10. Surat Utang Negara, yang selanjutnya disebut SUN, adalah surat berharga
yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta
asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik
Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang yang berlaku.
11. Surat Berharga Syariah Negara, yang selanjutnya disebut SBSN, atau dapat
disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan
berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset
SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku.
1
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 12/29/DASP
2010
Romawi I
No. 13
Ketentuan
12. Surat Berharga Negara, yang selanjutnya disebut SBN, adalah SUN dan SBSN.
13. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SDBI adalah surat
berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat
diperdagangkan hanya antar Bank.
14. Repurchase agreement yang selanjutnya disebut Repo adalah transaksi
penjualan surat berharga oleh Bank kepada Bank Indonesia, dengan
kewajiban pembelian kembali oleh Bank sesuai dengan harga dan jangka
waktu yang disepakati.
Pasal 2
12/13/PBI/2010
Ayat (1)
(1) Bank dapat memperoleh FLI, baik dalam bentuk FLI-RTGS maupun FLI-Kliring,
setelah menandatangani Perjanjian Penggunaan FLI dan menyampaikan
dokumen pendukung yang dipersyaratkan kepada Bank Indonesia.
SE 15/34/DASP
2013
No. 12.a
2
Fasilitas Likuiditas
Dokumen pendukung yang disertakan antara lain meliputi fotokopi Anggaran
Dasar Bank atau kuasa (power of attorney) dari kantor cabang Bank yang
kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri yang telah dinyatakan sesuai
dengan aslinya oleh Bank.
Pasal 2
12/13/PBI/2010
Ayat (2) dan
SE 15/34/DPSP
2013
No. 2
(2) Bank dapat menggunakan FLI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki surat berharga yang dapat direpokan kepada Bank Indonesia
berupa SBI, SDBI, SBN dan/atau surat berharga lainnya yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia;
b. tidak sedang dikenakan sanksi penangguhan sebagai Bank peserta BIRTGS dan/atau penghentian sebagai Bank peserta kliring; dan
Kriteria pengenaan sanksi penangguhan (suspend) tunduk pada Peraturan
Bank Indonesia tentang Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement
yang berlaku dan/atau Peraturan Bank Indonesia tentang Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia.
c. berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS.
Yang dimaksud dengan kriteria aktif adalah sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Bank Indonesia – Scripless
Securities Settlement System.
SE 12/29/DASP
2010
Romawi II No. 3
1. Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan akan menggunakan FLI harus menyampaikan dokumen
sebagai berikut:
a. Perjanjian Penggunaan FLI sebagaimana contoh dalam Lampiran1 (Lampiran 1 dalam kodifikasi ini) sebagai dasar bagi Bank untuk
menggunakan FLI sebanyak 2 (dua) eksemplar sebagai berikut:
1) Satu eksemplar dibubuhi meterai cukup dan ditandatangani
oleh Direksi atau pejabat Bank yang berwenang sesuai
dengan Anggaran Dasar Bank; dan
2) Satu eksemplar dibubuhi meterai cukup untuk
ditandatangani oleh Bank Indonesia.
2
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 15/34/DASP
2013
No. 3A
SE 15/34/DASP
2013
No. 3B
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
b. Bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia :
1) fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir yang
dilegalisir Bank, yang memuat kewenangan direksi untuk
mewakili Bank jika penandatangan perjanjian dilakukan
oleh direksi;
2) fotokopi anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada butir
1 dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang
menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian
tidak dilakukan oleh direksi;
3) fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan hukum
perusahaan daerah yang memuat kewenangan direksi
untuk mewakili Bank jika penandatanganan perjanjian
dilakukan oleh direksi; atau
4) fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada
butir 3 dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang
menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian
tidak dilakukan oleh direksi.
c. Bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri :
1) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor
pusatnya yang memuat kewenangan pejabat untuk
mewakili Bank jika penandatangan perjanjian dilakukan oleh
Chief Executive Officer (CEO); atau
2) fotokopi surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka
1) dan surat kuasa dari CEO kepada pejabat yang diberikan
wewenang untuk menandatangani perjanjian jika
penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh CEO;
3) dalam hal penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh
CEO, maka surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusat
sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus memuat hak
CEO untuk mengalihkan kewenangannya (hak substitusi).
4) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu
Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat Bank yang
berwenang untuk menandatangani perjanjian sebagaimana
dimaksud pada butir b dan butir c.
2. Untuk Bank yang telah menandatangani Perjanjian Penggunaan FLI
sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 Huruf c.1.a (Paragraf 2 huruf
c.1.a dalam kodifikasi ini), harus menandatangani Adendum
Perjanjian Penggunaan FLI sebagaimana contoh dalam Lampiran III
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini (Lampiran 58 dalam kodifikasi ini).
3. Untuk Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada Pasal 2 ayat (2) (Paragraf 2 ayat (2) dalam kodifikasi ini) dan
akan menggunakan FLI namun belum menandatangani Perjanjian
Penggunaan FLI sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 huruf c.1.a
(Paragraf 2 huruf c.1.a dalam kodifikasi ini), harus menandatangani
Perjanjian Penggunaan FLI sebagaimana contoh dalam Lampiran IV
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini (Lampiran 59 dalam kodifikasi ini).
3
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 15/34/DASP
2013
No. 3C
SE 15/34/DASP
2013
Bab II Butir 4
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
4. Penyampaian Adendum Perjanjian Penggunaan FLI sebagaimana
dimaksud pada Pasal 2 huruf c.2 (Paragraf 2 huruf c.2 dalam
kodifikasi ini) dan Perjanjian Penggunaan FLI sebagaimana
dimaksud pada butir Pasal 2 huruf c.3 (Paragraf 2 huruf c.3 dalam
kodifikasi ini) dibuat sebanyak 2 (dua) eksemplar sebagaimana
dimaksud pada Pasal 2 huruf c.1.a.1) dan Pasal 2 huruf c.1.a.2)
(Paragraf 2 huruf c.1.a.1) dan Paragraf 2 huruf c.1.a.2) dalam
kodifikasi ini) serta dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud pada Pasal 2 huruf c.1.b atau Pasal 2 huruf c.1.c
(Paragraf 2 huruf c.1.b atau Paragraf 2 huruf c.1.c dalam kodifikasi
ini).
5. Dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) butir 1
(Paragraf 2 ayat (2) butir 1 dalam kodifikasi ini) disampaikan
dengan surat pengantar kepada:
Bank Indonesia
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran (DPSP)
Divisi Penyelenggaraan Setelmen Dana dan Surat Berharga
Komplek Perkantoran Bank Indonesia
Gedung D Lantai 3
Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350
Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan
komunikasi, akan diberitahukan melalui surat dan/atau media
lainnya.
3
Pasal 3
10/29/PBI/2008
Bank Indonesia berwenang untuk menolak atau menghentikan penggunaan FLI
dalam hal Bank tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c (Paragraf 2 ayat (2) huruf a, huruf b,
dan huruf c dalam kodifikasi ini).
4
Pasal 4
10/29/PBI/2008
(1) Pelaksanaan repo atas surat berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) huruf a (Paragraf 2 ayat (2) huruf a dalam kodifikasi ini) dalam rangka
penggunaan FLI-RTGS dan/atau FLI-Kliring dilakukan melalui BI-SSSS yang
diatur sebagai berikut:
a. Untuk FLI-RTGS, Bank harus memindahkan surat berharga ke rekening FLIRTGS di BI-SSSS selama jam operasional Sistem BI-RTGS pada saat Bank
menilai adanya kebutuhan FLI (self asessment) untuk kelancaran transaksi
di Sistem BI-RTGS; dan
b. Untuk FLI-Kliring, Bank harus memindahkan surat berharga ke rekening
FLI-Kliring di BI-SSSS dalam rangka penyediaan pendanaan awal (prefund)
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai sistem kliring nasional Bank Indonesia.
Yang dimaksud dengan pendanaan awal (prefund) adalah penyediaan
dana dan/atau surat berharga oleh Bank peserta SKNBI pada awal hari
sebelum kegiatan kliring debet dimulai. Dalam ketentuan ini, penyediaan
pendanaan awal yang diatur adalah dalam bentuk surat berharga.
4
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
Ketentuan
(2) Surat berharga yang telah dipindahkan ke rekening FLI-Kliring sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dapat digunakan untuk FLI-RTGS.
5
Pasal 5
12/13/PBI/2010
(1) Perhitungan nilai SBI, SBN dan/atau surat berharga lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) (Paragraf 2 ayat (2) dalam kodifikasi ini) yang
digunakan Bank dalam rangka FLI ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(2) Nilai maksimum FLI yang dapat digunakan Bank adalah sebesar nilai surat
berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah dipindahkan Bank
ke rekening FLI-RTGS dan FLI-Kliring di BI-SSSS.
6
Pasal 6
10/29/PBI/2008
(1) Penggunaan FLI-RTGS dilakukan secara otomatis pada saat saldo rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk melakukan transaksi
keluar (outgoing transaction).
Penggunaan FLI-RTGS secara otomatis dimaksudkan bahwa nilai atas surat
berharga yang direpokan yang dilakukan Bank langsung digunakan untuk
menutup ketidakcukupan saldo rekening giro Rupiah di Bank Indonesia.
(2) Penggunaan FLI-Kliring dilakukan secara otomatis pada saat saldo rekening
giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk memenuhi
kewajiban Bank atas penyelesaian akhir Kliring Debet.
(3) Penggunaan FLI-RTGS dan FLI-Kliring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dilakukan masing-masing berdasarkan kecukupan nilai surat berharga
untuk FLI yang tersedia di rekening FLI-RTGS dan FLI-Kliring.
(4) Dalam hal nilai surat berharga untuk FLI-Kliring tidak cukup untuk menutup
kewajiban penyelesaian akhir Kliring Debet sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) maka nilai surat berharga untuk FLI-RTGS yang tersedia di
rekening FLI-RTGS secara otomatis digunakan untuk menutup kewajiban
penyelesaian akhir Kliring Debet.
SE 15/34/DASP
2013
Bab III
1. Dalam rangka menggunakan FLI, Bank melakukan transaksi repo dengan
menggunakan surat berharga berupa SBI, SDBI dan/atau SBN milik Bank
yang bersangkutan yang tercatat dalam rekening perdagangan di BISSSS.
2. Surat berharga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. untuk SBI, memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja
pada saat FLI jatuh waktu; dan
b. untuk SDBI, memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari
kerja pada saat FLI jatuh waktu; atau
c. untuk SBN, memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja
pada saat FLI jatuh waktu.
3. Kriteria, harga, haircut dan perhitungan nilai setelmen untuk surat
berharga tunduk pada ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan
persyaratan surat berharga, peserta dan lembaga perantara dalam
operasi moneter.
4. Pelaksanaan transaksi repo dengan menggunakan SBI, SDBI dan/atau SBN
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Transaksi repo dalam rangka FLI-RTGS
1) Bank harus memindahkan SBI, SDBI dan/atau SBN dari rekening
perdagangan ke rekening FLI-RTGS pada BI-SSSS.
5
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 15/34/DASP
2013
Bab IV Butir 1.a
SE 12/29/DASP
2010
Romawi IV
7
Pasal 7
10/29/PBI/2008
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
2) Pemindahan SBI, SDBI dan/atau SBN dilakukan pada saat Bank
membutuhkan FLI-RTGS (self assessment) selama jam operasional
BI-RTGS sampai dengan cut off warning sistem BI-RTGS.
3) SBI, SDBI dan/atau SBN tidak dapat dipindahkan ke rekening
perdagangan selama Bank menggunakan FLI-RTGS.
4) Bank dapat memindahkan kembali SBI, SDBI dan/atau SBN ke
rekening perdagangan setelah Bank menyelesaikan FLI-RTGS.
b. Transaksi repo dalam rangka FLI-Kliring
1) Bank harus memindahkan SBI, SDBI dan/atau SBN dari rekening
perdagangan ke rekening FLI-Kliring dalam rangka peme-nuhan
kewajiban penyediaan pendanaan awal (prefund).
2) Pemindahan SBI, SDBI dan/atau SBN dilakukan pada awal hari
sebelum Kliring Debet dimulai sesuai ketentuan Bank Indonesia
mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).
3) Nilai nominal SBI, SDBI dan/atau SBN yang dipindahkan sesuai
dengan kebutuhan untuk memenuhi kewajiban penyediaan
pendanaan awal (prefund).
4) Bank dapat memindahkan kembali SBI, SDBI dan/atau SBN ke
rekening perdagangan sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai
SKNBI.
5. Pelaksanaan transaksi repo dengan menggunakan SBI, SDBI dan/atau SBN
dalam rangka FLI dilakukan dengan tata cara sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai BI-SSSS.
1) Penggunaan FLI-RTGS
a. Bank dapat menggunakan FLI-RTGS sejak Sistem BI-RTGS dibuka
sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sepanjang Bank
telah memindahkan SBI, SDBI dan/atau SBN ke rekening FLI-RTGS
sebagaimana dimaksud pada butir III.4.a (Paragraf 6 ayat (4)
angka 4.a dalam kodifikasi ini).
b. Penggunaan FLI-RTGS dilakukan secara otomatis pada saat saldo
rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi
untuk:
1) penyelesaian transaksi keluar (outgoing transaction) sistem
BI-RTGS; dan
2) penyelesaian akhir Kliring Debet, sesuai dengan ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai SKNBI.
2) Penggunaan FLI-Kliring
Penggunaan FLI-Kliring dilakukan secara otomatis pada saat saldo
rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk
memenuhi kewajiban Bank dalam penyelesaian akhir Kliring Debet
sepanjang Bank telah memindahkan surat berharga ke rekening FLIKliring sebagaimana dimaksud pada butir III.4.b (ayat (4) huruf b
dalam kodifikasi ini).
3) Mekanisme penggunaan FLI melalui BI-SSSS dilakukan sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS.
Bank Indonesia dapat membatasi jenis-jenis transaksi yang diperkenankan untuk
menggunakan FLI.
6
Likuiditas Rupiah
Paragraf Sumber Regulasi
8
Pasal 8
10/29/PBI/2008
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Bank Indonesia dapat mengenakan biaya atas penggunaan FLI dan/atau biaya
lainnya yang terkait dengan penggunaan FLI kepada Bank.
Besarnya biaya penggunaan FLI dan biaya lainnya yang terkait penggunaan FLI
ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
SE 12/29/DASP
2010
Romawi VI
No. 1 – 4
Bank Indonesia mengenakan biaya atas penggunaan FLI yang dihitung sebagai
berikut :
Nominal Penggunaan FLI x [t / (10,5 jam x 60 menit)] x i x [1/360] Keterangan:
t
= waktu penggunaan FLI
i
= suku bunga rata-rata tertimbang Pasar Uang Antar Bank
(PUAB) Rupiah overnight pagi yang terjadi pada hari
penggunaan FLI (T+0) sebagaimana tercatat dalam Laporan
Harian Bank Umum (LHBU).
10,5 jam = jangka waktu dari mulai dibukanya jam operasional Sistem BI-RTGS
(06.30 WIB) sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS (17.00
WIB).
Biaya atas penggunaan FLI dihitung dengan cara sebagai berikut:
a. Untuk penggunaan FLI dalam 1 (satu) jam pertama, biaya atas penggunaan FLI
dihitung berdasarkan akumulasi nilai nominal FLI yang digunakan Bank dengan
waktu penggunaan dibulatkan menjadi 1 (satu) jam.
b. Untuk penggunaan FLI setelah 1 (satu) jam pertama sebagaimana dimaksud
pada huruf a, biaya atas penggunaan FLI dihitung sesuai dengan posisi
(outstanding) nominal FLI yang digunakan dengan waktu penggunaan
dibulatkan ke atas dalam hitungan menit terdekat.
Contoh perhitungan biaya atas penggunaan FLI dapat dilihat dalam Lampiran 2
(Lampiran 2 dalam kodifikasi ini).
Pembebanan biaya atas penggunaan FLI dilakukan pada 1 (satu) hari kerja
setelah penggunaan FLI.
9
Pasal 9
10/29/PBI/2008
(1) Penyelesaian FLI dilakukan secara otomatis oleh Sistem BI-RTGS setiap
terdapat transaksi masuk (incoming transaction) yang mengkredit rekening
giro rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia sampai dengan
batas waktu penyelesaian FLI.
Sepanjang Bank masih menggunakan FLI maka Sistem BI-RTGS secara
otomatis menggunakan dana yang berasal dari transaksi masuk (incoming
transaction) untuk terlebih dahulu menyelesaikan FLI tersebut.
Proses penggunaan dan penyelesaian FLI berlangsung terus sampai dengan
batas akhir waktu penyelesaian FLI.
(2) Bank wajib menyelesaikan FLI sampai dengan batas waktu yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
(3) Dalam hal Bank tidak dapat menyelesaikan penggunaan FLI sampai dengan
batas waktu yang ditetapkan maka terhadap nilai FLI yang tidak dapat
diselesaikan diberlakukan sebagai transaksi repo dengan Bank Indonesia
dengan jangka waktu 1 (satu) hari.
7
Likuiditas Rupiah
Fasilitas Likuiditas
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 12/29/DASP
2010
Romawi V
Ketentuan
Bank wajib menyelesaikan FLI pada hari penggunaan FLI (T+0) paling lambat
sampai dengan pre cut-off time Sistem BI-RTGS.
Mekanisme penyelesaian FLI melalui BI-SSSS dilakukan sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia mengenai BI-SSSS.
10
Pasal 10
10/29/PBI/2008
(1) Bank dapat memindahkan kembali surat berharga dari rekening FLI-RTGS dan
FLI-Kliring ke rekening perdagangan di BI-SSSS dalam hal :
a. FLI telah diselesaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
(Paragraf 9 ayat (1) dalam kodifikasi ini);
b. surat berharga yang telah dipindahkan ke rekening FLI-RTGS tidak sedang
digunakan untuk FLI.
(2) Pemindahan kembali surat berharga dari rekening FLI-Kliring ke rekening
perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kepentingan FLIKliring tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
sistem kliring nasional Bank Indonesia.
11
Pasal 11
10/29/PBI/2008
Dalam hal FLI diberlakukan sebagai transaksi repo dengan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) (Paragraf 9 ayat (3) dalam
kodifikasi ini) maka Bank tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku
mengenai transaksi repo dengan Bank Indonesia di pasar sekunder.
12
Pasal 12
10/29/PBI/2008
Dalam hal Bank tidak dapat menyelesaikan FLI karena kegagalan Sistem BI-RTGS
dan/atau BI-SSSS maka penyelesaian FLI dilakukan secara otomatis jika terdapat
transaksi masuk (incoming transaction) segera setelah sistem BI-RTGS dan/atau
BI-SSSS berfungsi kembali.
Yang dimaksud dengan kegagalan Sistem BI-RTGS adalah kegagalan RTGS Central
Computer (RCC) sehingga seluruh Bank Peserta BI-RTGS dan/atau Bank Indonesia
tidak dapat mengirimkan transaksi dari terminal RTGS (RT) ke RCC.
Gangguan pada salah satu atau beberapa RT dan/atau gangguan pada jaringan
RTGS yang mengakibatkan satu atau beberapa Bank Peserta BI-RTGS tidak dapat
mengirimkan transaksi ke RCC, tidak dianggap sebagai kegagalan Sistem BI-RTGS.
Yang dimaksud dengan kegagalan Sistem BI-SSSS adalah kegagalan System
Central Computer (SCC) pada sarana BI-SSSS sehingga seluruh Bank dan/atau
Bank Indonesia tidak dapat mengirimkan transaksi dari terminal (System
Terminal/ST) ke SCC.
SE 15/34/DASP
2013
Bab VII
Dalam hal Bank tidak menyelesaikan penggunaan FLI sampai dengan batas waktu
pre-cut off Sistem BI–RTGS maka terhadap nilai FLI yang tidak diselesaikan
diberlakukan sebagai transaksi Repo (first leg) dengan jangka waktu 1 (satu) hari
kerja (overnight) sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai koridor suku bunga (standing facilities).
Atas transaksi Repo, Bank dikenakan biaya Repo dengan perhitungan sebagai
berikut:
8
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Biaya Repo = i x (t/360) x n
Keterangan :
i = suku bunga lending facility
t = jumlah hari kalender Repo SBI, SDBI, dan/atau/SBN
n = nominal Repo (FLI yang tidak diselesaikan)
Bank Indonesia mengumumkan suku bunga lending facility melalui BI-SSSS,
Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Pada tanggal jatuh waktu Repo (second leg) BI-SSSS secara otomatis melakukan
setelmen dengan penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai
berikut :
a. melakukan setelmen dana dengan cara mendebet rekening giro Bank sebesar
nilai setelmen first leg ditambah bunga Repo; dan
b. melakukan setelmen surat berharga dengan cara mengkredit rekening surat
berharga Bank sebesar nilai nominal SBI, SDBI, dan/atau SBN yang di-Repokan.
Dalam hal terdapat pembayaran kupon/imbalan SBN maka perlakuan
kupon/imbalan tersebut mengikuti ketentuan Bank Indonesia mengenai koridor
suku bunga (standing facilities).
Dalam hal Bank tidak memiliki saldo rekening giro yang mencukupi untuk
setelmen pelunasan Repo SBI. Repo SDBI, dan/atau Repo SBN sampai dengan cut
off warning sistem BI-RTGS, BI-SSSS secara otomatis membatalkan setelmen
second leg.
Dalam hal terjadi pembatalan setelmen second leg sebagaimana, Bank Indonesia
melakukan pendebetan rekening giro Bank untuk penyelesaian bunga Repo yang
harus dibayar dan:
a. melakukan pelunasan sebelum jatuh waktu (early redemption) atas seri SBI
dan SDBI yang di-Repo; atau
b. memperlakukan jenis, seri, dan nominal SBN yang gagal dibeli kembali oleh
Bank sebagai transaksi jual putus (outright selling) secara otomatis melalui BISSSS.
n13
Pasal 13
10/29/PBI/2008
Bank yang pada saat berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini telah
menandatangani Perjanjian Penggunaan dan Pengagunan FLI harus mengganti
dengan Perjanjian Penggunaan FLI.
14
Pasal 14
10/29/PBI/2008
Bank peserta kliring yang berada di wilayah Kliring yang belum menerapkan SKNBI
dapat menggunakan FLI-RTGS untuk penyelesaian akhir kliring yang terjadi
sebelum cut-off warning Sistem BI-RTGS.
15
Pasal 15
10/29/PBI/2008
Ketentuan lebih lanjut mengenai FLI diatur dengan Surat Edaran Bank Indonesia.
Pokok-pokok ketentuan yang akan diatur dalam SE BI meliputi antara lain:
1. Tata cara penyampaian Perjanjian Penggunaan FLI;
2. Batas akhir waktu penggunaan dan penyelesaian FLI;
3. Tata cara pemindahan surat berharga dari rekening perdagangan ke rekening
9
Likuiditas Rupiah
Paragraf
16
Sumber Regulasi
BAB I
Pasal 1
11/30/PBI/2009
SE 11/17/DPM
2009
Romawi I
No.13 – 15
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
FLI-RTGS dan FLI-Kliring dan sebaliknya;
4. Tata cara perhitungan dan pembebanan biaya penggunaan FLI dan/atau
biaya lainnya terkait penggunaan FLI.
Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah
Ketentuan Umum
1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2. Bank Umum Syariah adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
3. Unit Usaha Syariah adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
4. Sistem Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut
dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem
Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement.
5. Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk
penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System.
6. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SKNBI adalah
suatu sistem kliring yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia.
7. Kliring Debet adalah kegiatan dalam SKNBI untuk transfer debet sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia.
8. Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya
disebut FLIS adalah fasilitas pendanaan yang disediakan Bank Indonesia
kepada Bank dalam kedudukan sebagai peserta Sistem BI-RTGS dan SKNBI,
yang dilakukan dengan cara repurchase agreement (repo) surat berharga yang
harus diselesaikan pada hari yang sama dengan hari penggunaan.
9. FLIS dalam rangka RTGS yang selanjutnya disebut FLIS-RTGS adalah FLIS untuk
mengatasi kesulitan pendanaan Bank yang terjadi selama jam operasional
Sistem BI-RTGS.
10. FLIS dalam rangka Kliring yang selanjutnya disebut FLIS-Kliring adalah FLIS
untuk mengatasi kesulitan pendanaan Bank yang terjadi pada saat
penyelesaian akhir atas hasil Kliring Debet.
11. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disebut SBIS adalah surat
berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata
uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
12. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut SBSN adalah surat
berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti
atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang rupiah.
13. Repo SBIS dalam rangka penggunaan FLIS, yang selanjutnya disebut Repo SBIS
adalah repo intraday dengan agunan SBIS (collateralized borrowing) dalam
rangka penggunaan FLIS-RTGS dan/atau FLIS-Kliring.
14. Repo SBSN dalam rangka penggunaan FLIS, yang selanjutnya disebut Repo
SBSN adalah repo intraday melalui transaksi penjualan SBSN oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan janji pembelian kembali sesuai dengan harga
10
Likuiditas Rupiah
Paragraf
17
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
Ketentuan
dan jangka waktu yang disepakati dalam rangka penggunaan FLIS-RTGS
dan/atau FLIS-Kliring.
15. Pasar Uang Antar Bank berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya disebut
PUAS adalah pasar uang antar bank sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai Pasar Uang Antar Bank berdasarkan
Prinsip Syariah.
BAB II
Persyaratan dan Tata Cara Permohonan
Pasal 2
11/30/PBI/2009
Bank dapat menggunakan FLIS baik dalam bentuk FLIS-RTGS maupun FLIS-Kliring
jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. memiliki surat berharga yang dapat direpokan kepada Bank Indonesia berupa
SBIS, SBSN dan/atau surat berharga syariah lainnya yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia;
Surat berharga yang dapat direpokan adalah yang dimiliki oleh Bank
pengguna FLIS dan tercatat dalam sarana BI-SSSS.
Surat berharga syariah lainnya yang
dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
dapat
direpokan
ditetapkan
b. berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS; dan
Yang dimaksud dengan berstatus aktif adalah sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Bank Indonesia tentang Bank Indonesia - Scripless Securities
Settlement System
c. berstatus aktif sebagai peserta BI-RTGS dan/atau tidak sedang dikenakan
sanksi penghentian sebagai peserta SKNBI.
Yang dimaksud dengan berstatus aktif adalah sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Bank Indonesia tentang Bank Indonesia - Real Time Gross
Settlement.
Kriteria pengenaan sanksi penghentian sebagai peserta SKNBI tunduk pada
Peraturan Bank Indonesia tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia.
SE 11/17/DPM
2009
Romawi II
No. 3 – 4
Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 2 (huruf a
dalam kodifikasi ini) dan akan menggunakan FLIS harus mengajukan permohonan
secara tertulis kepada Bank Indonesia dan dilengkapi dengan dokumen
persyaratan sebagai berikut:
a. Perjanjian Penggunaan FLIS sebagaimana contoh dalam Lampiran-1
(Lampiran-3 dalam kodifikasi ini) sebanyak 2 (dua) eksemplar yang masingmasing dibubuhi meterai cukup dan telah ditandatangani oleh direksi atau
pejabat Bank yang berwenang, dengan peruntukan:
1) 1 (satu) eksemplar untuk Bank Indonesia.
2) 1 (satu) eksemplar untuk Bank.
b. bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia :
1) fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir yang dilegalisir
Bank, yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika
penandatangan perjanjian dilakukan oleh direksi;
11
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
Ketentuan
2) fotokopi anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan
surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang diberikan wewenang untuk
menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian tidak
dilakukan oleh direksi.
3) fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan hukum perusahaan
daerah yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika
penandatanganan perjanjian dilakukan oleh direksi; atau
4) fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada angka 3) dan
surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang diberikan wewenang untuk
menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian tidak
dilakukan oleh direksi.
Dalam hal UUS, yang dimaksud dengan anggaran dasar dan peraturan
daerah adalah anggaran dasar bank umum konvensional dari UUS yang
bersangkutan atau peraturan daerah yang menjadi dasar pendirian bank
pembangunan daerah dari UUS yang bersangkutan.
c. bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri :
1) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusatnya yang
memuat kewenangan pejabat untuk mewakili Bank jika penandatangan
perjanjian dilakukan oleh Chief Executive Officer (CEO); atau
2) fotokopi surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan surat
kuasa dari CEO kepada pejabat yang diberikan wewenang untuk
menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian tidak
dilakukan oleh CEO.
Selain dokumen persyaratan, Bank juga melampirkan dokumen pendukung
lainnya berupa fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda
Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat Bank yang berwenang untuk
menandatangani perjanjian serta Perjanjian Pengagunan SBIS Dalam Rangka Repo
SBIS dan Janji (Wa’ad) Untuk Membeli Kembali SBSN Dalam Rangka Repo SBSN.
SE 12/4/DASP
2010
Romawi II No. 5
Dokumen disampaikan dengan surat pengantar kepada:
Bank Indonesia
Bagian Penyelenggaraan Setelmen
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Gedung D, Lantai 3
Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350.
SE 11/17/DPM
2009
Romawi II
No. 6 – 7
Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis mengenai persetujuan atau
penolakan permohonan FLIS kepada Bank paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah
dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 3 (Paragraf 17 ayat (2) dalam
kodifikasi ini) diterima oleh Bank Indonesia secara lengkap dan benar.
Dalam hal permohonan FLIS disetujui, Bank Indonesia membuka akses bagi Bank
untuk menggunakan FLIS melalui BI-SSSS.
Dalam hal Bank telah memiliki akses FLIS dan di kemudian hari Bank yang
bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan FLIS maka Bank Indonesia
menghentikan akses penggunaan FLIS melalui BI-SSSS.
18
Pasal 3
11/30/PBI/2009
(1) Surat berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a (Paragraf 17
huruf a dalam kodifikasi ini), harus bebas dari sitaan, tidak sedang digadaikan,
atau dipertanggungkan secara apapun juga baik kepada orang atau pihak lain
12
Likuiditas Rupiah
Paragraf
19
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
Ketentuan
maupun kepada Bank Indonesia, serta tidak tersangkut dalam suatu perkara
atau sengketa.
(2) Surat berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a (Paragraf 17
huruf a dalam kodifikasi ini), tidak dapat diperjualbelikan dan/atau dijaminkan
kembali oleh Bank.
Pasal 4
11/30/PBI/2009
(1) Bank yang memerlukan FLIS harus mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Bank Indonesia.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan
dokumen-dokumen sebagai berikut :
a. perjanjian penggunaan FLIS;
b. fotokopi anggaran dasar Bank atau kuasa (power of attorney) dari kantor
pusat Bank bagi cabang Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar
negeri yang telah dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Bank; dan
Dalam hal UUS, yang dimaksud dengan anggaran dasar adalah anggaran
dasar bank umum konvensional dari UUS yang bersangkutan.
Dalam hal Bank berbadan hukum perusahaan daerah, Bank melampirkan
peraturan daerah sebagai dasar pendirian bank.
c. dokumen pendukung lainnya.
Yang dimaksud dengan dokumen pendukung lainnya antara lain adalah
fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk
(KTP) atau paspor.
20
Pasal 5
11/30/PBI/2009
Bank dapat memperoleh FLIS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (Paragraf 17
dalam kodifikasi ini) setelah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia dan
menandatangani Perjanjian Penggunaan FLIS.
21
Pasal 6
11/30/PBI/2009
(1) Bank Indonesia berwenang untuk menolak permohonan FLIS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 (Paragraf 19 dalam kodifikasi ini) yang tidak sesuai
dengan ketentuan, persyaratan dan tatacara yang diatur dalam Peraturan
Bank Indoneai.
(2) Bank Indonesia berwenang untuk menghentikan penggunaan FLIS dalam hal
Bank tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
Pasal 2 dan Pasal 3 (Paragraf 17 dan Paragraf 18 dalam kodifikasi ini).
BAB III
Penggunaan
22
Pasal 7
11/30/PBI/2009
(1) Perhitungan nilai SBIS, SBSN dan/atau surat berharga syariah lainnya yang
dapat direpokan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a (Paragraf 17
huruf a dalam kodifikasi ini) ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(2) Nilai FLIS yang dapat digunakan Bank paling banyak sebesar nilai surat
berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
23
Pasal 8
11/30/PBI/2009
(1) Pelaksanaan repo atas surat berharga dalam rangka penggunaan FLIS-RTGS
dan/atau FLIS-Kliring dilakukan melalui sarana BI-SSSS dengan cara sebagai
berikut :
a. Untuk FLIS-RTGS, Bank harus memindahkan surat berharga ke rekening
13
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 11/17/DPM
2009
Romawi III
No. 1 – 3
SE 12/4/DASP
2010
Romawi III
No. 4 – 5
SE 11/17/DPM
2009
Romawi III
No. 6 – 8
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
FLIS-RTGS pada sarana BI-SSSS selama jam operasional Sistem BI-RTGS
pada saat Bank menilai adanya kebutuhan FLIS untuk kelancaran transaksi
di Sistem BI-RTGS (self assessment); dan
b. Untuk FLIS-Kliring, Bank harus memindahkan surat berharga ke rekening
FLIS-Kliring pada sarana BI-SSSS dalam rangka penyediaan pendanaan
awal (prefund) sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia.
(2) Surat berharga yang telah direpokan dalam rangka FLIS-Kliring sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan untuk FLIS-RTGS.
Transaksi Repo Dalam Rangka Penggunaan FLIS adalah sebagai berikut:
1. Dalam rangka memperoleh FLIS, Bank merepokan SBIS dan/atau SBSN
milik Bank yang bersangkutan yang tercatat dalam BI-SSSS.
2. Repo SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan
menggunakan akad qard (pinjaman) dan rahn (gadai).
3. Repo SBSN dilakukan dengan menggunakan akad al bai’ (jual beli) yang
disertai dengan al wa’ad (janji) oleh Bank kepada Bank Indonesia untuk
membeli kembali SBSN dalam jangka waktu dan harga tertentu yang
disepakati.
4. SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada
saat FLIS jatuh waktu; dan
b. tidak sedang diagunkan kepada Bank Indonesia.
5. SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 10 (sepuluh) hari kerja
pada saat FLIS jatuh waktu;dan
b. tidak sedang diagunkan.
6. Bank Indonesia menetapkan dan mengumumkan harga SBSN yang dapat
direpokan dalam rangka penggunaan FLIS melalui BI-SSSS, Sistem LHBU
dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
7. Harga SBSN yang digunakan dalam perhitungan penjualan SBSN sama
dengan harga SBSN yang digunakan dalam perhitungan pembelian
kembali.
8. Repo SBIS dan/atau Repo SBSN dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. repo dalam rangka FLIS-RTGS
1) Bank harus memindahkan SBIS dan/atau SBSN ke rekening FLISRTGS pada BI-SSSS.
2) pemindahan SBIS dan/atau SBSN sebagaimana dimaksud pada
angka 1) dilakukan pada saat Bank membutuhkan FLIS-RTGS (self
assessment) selama jam operasional BI-RTGS sampai dengan cutoff warning sistem BI-RTGS.
3) SBIS dan/atau SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1) tidak
dapat dipindahkan dari rekening FLIS-RTGS selama Bank
menggunakan FLIS-RTGS.
4) Bank dapat memindahkan kembali SBIS dan/atau SBSN
sebagaimana dimaksud pada angka 1) dari rekening FLIS-RTGS
setelah Bank menyelesaikan FLIS-RTGS.
14
Likuiditas Rupiah
Paragraf
24
Sumber Regulasi
Pasal 9
11/30/PBI/2009
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
b. repo dalam rangka FLIS-Kliring
1) Bank harus memindahkan SBIS dan/atau SBSN ke rekening FLISKliring dalam rangka pemenuhan kewajiban penyediaan
pendanaan awal (prefund).
2) pemindahan SBIS dan/atau SBSN sebagaimana dimaksud pada
angka 1) dilakukan pada awal hari sebelum Kliring Debet dimulai
sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia.
3) Bank dapat memindahkan kembali SBIS dan/atau SBSN
sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan dari rekening
FLIS-Kliring sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia.
(1) Penggunaan FLIS-RTGS dilakukan secara otomatis pada saat saldo rekening
giro rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk melakukan
transaksi keluar (outgoing transaction).
Yang dimaksud dengan penggunaan FLIS-RTGS dilakukan secara otomatis
adalah FLIS-RTGS langsung diberikan kepada Bank pada saat terdapat
ketidakcukupan saldo rekening giro rupiah Bank di Bank Indonesia untuk
melakukan transaksi keluar (outgoing transaction).
SE 11/17/DPM
2009
Romawi IV.1.b
Pasal 9
11/30/PBI/2009
ayat (2) – (4)
SE 11/17/DPM
2009
Romawi IV.1.a
dan No. 3
Penggunaan FLIS-RTGS dilakukan secara otomatis pada saat saldo rekening
giro rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk:
1) penyelesaian transaksi keluar (outgoing transaction) sistem BI-RTGS; dan
2) penyelesaian akhir Kliring Debet apabila surat berharga yang direpokan
untuk FLIS-Kliring tidak mencukupi, sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia.
(2) Penggunaan FLIS-Kliring dilakukan secara otomatis pada saat saldo rekening
giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk memenuhi
kewajiban Bank dalam penyelesaian akhir Kliring Debet sepanjang Bank telah
memindahkan surat berharga ke rekening FLIS-Kliring.
(3) Penggunaan FLIS-RTGS dan FLIS-Kliring sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)dan ayat (2) dilakukan masing-masing berdasarkan kecukupan nilai surat
berharga untuk FLIS-RTGS dan FLIS-Kliring.
(4) Dalam hal nilai surat berharga untuk FLIS-Kliring tidak cukup untuk menutup
kewajiban penyelesaian akhir Kliring Debet sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) maka nilai surat berharga untuk FLIS-RTGS yang tersedia secara otomatis
digunakan untuk menutup kewajiban penyelesaian akhir Kliring Debet.
Bank dapat menggunakan FLIS-RTGS sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai
dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sepanjang Bank telah memindahkan
SBIS dan/atau SBSN ke rekening FLIS-RTGS.
Mekanisme penggunaan FLIS melalui BI-SSSS dilakukan sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bank Indonesia- Scripless
Securities Settlement System.
15
Likuiditas Rupiah
Paragraf Sumber Regulasi
25
Pasal 10
11/30/PBI/2009
26
Pasal 11
11/30/PBI/2009
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Bank Indonesia dapat membatasi jenis-jenis transaksi yang diperkenankan untuk
menggunakan FLIS.
Bank Indonesia dapat mengenakan biaya atas penggunaan FLIS dan/atau
mengenakan biaya lainnya yang terkait dengan penggunaan FLIS kepada Bank.
Besarnya biaya atas penggunaan FLIS dan biaya lainnya yang terkait penggunaan
FLIS ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
27
SE 11/17/DPM
2009
Romawi VI
Bank Indonesia mengenakan biaya atas penggunaan FLIS yang dihitung sebagai
berikut :
Biaya Penggunaan FLIS = Nominal Penggunaan FLIS x [t /(10,5 jam x 60 menit)] x R
x [1/360]
Keterangan:
t
= Waktu penggunaan FLIS (dalam hitungan menit).
R
= Rata-rata tertimbang PUAS overnight terakhir sebelum hari
penggunaan FLIS.
10,5 jam = Jangka waktu dari mulai dibukanya jam operasional Sistem
BI-RTGS (06.30 WIB) sampai dengan cut off warning
Sistem BI-RTGS (17.00 WIB).
Biaya atas penggunaan FLIS dihitung dengan cara sebagai berikut:
a. untuk penggunaan FLIS dalam 1 (satu) jam pertama, biaya atas penggunaan
FLIS dihitung berdasarkan akumulasi nilai nominal FLIS yang digunakan Bank
(extend) dengan waktu penggunaan dibulatkan menjadi 1 (satu) jam dalam
hitungan menit.
b. untuk penggunaan FLIS setelah 1 (satu) jam pertama sebagaimana dimaksud
pada huruf a, biaya atas penggunaan FLIS dihitung sesuai dengan saldo
penggunaan FLIS dengan waktu penggunaan dibulatkan ke atas dalam
hitungan menit terdekat.
Perhitungan biaya atas penggunaan FLIS adalah sebagaimana contoh dalam
Lampiran-2 (Lampiran-4 dalam kodifikasi ini).
Pembebanan biaya atas penggunaan FLIS dilakukan pada 1 (satu) hari kerja
setelah penggunaan FLIS.
BAB IV
Penyelesaian
Pasal 12
11/30/PBI/2009
(1) Penyelesaian FLIS dilakukan secara otomatis oleh Sistem BI-RTGS setiap
terdapat transaksi masuk (incoming transaction) yang mengkredit rekening
giro rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia sampai dengan batas
waktu penyelesaian FLIS.
Dalam hal Bank masih menggunakan sebagian atau seluruh FLIS yang
disetujui Bank Indonesia maka Sistem BI-RTGS secara otomatis menggunakan
dana yang berasal dari transaksi masuk (incoming transaction) untuk terlebih
dahulu menyelesaikan FLIS.
Proses penggunaan dan penyelesaian FLIS berlangsung terus sampai dengan
batas akhir waktu penyelesaian FLIS.
(2) Bank harus menyelesaikan FLIS sampai batas waktu penyelesaian FLIS yang
ditetapkan Bank Indonesia.
16
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
Ketentuan
(3) Dalam hal Bank tidak menyelesaikan nilai FLIS sampai dengan batas waktu
penyelesaian FLIS yang ditetapkan maka terhadap nilai FLIS yang tidak dapat
diselesaikan tersebut diberlakukan sebagai transaksi repo dengan Bank
Indonesia dengan jangka waktu 1 (satu) hari.
SE 11/17/DPM
2009
Romawi V
Penyelesaian FLIS :
1. Bank harus menyelesaikan FLIS pada hari penggunaan FLIS (T+0) paling
lambat sampai dengan pre cut-off time Sistem BI-RTGS.
2. Mekanisme penyelesaian FLIS melalui BI-SSSS dilakukan sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bank IndonesiaScripless Securities Settlement System.
SE 11/17/DPM
2009
Romawi VII
Perlakuan FLIS Yang Tidak Diselesaikan :
1. Dalam hal Bank tidak menyelesaikan FLIS sampai dengan batas waktu maka
terhadap nilai FLIS yang tidak diselesaikan secara otomatis diperlakukan
sebagai transaksi repo dengan Bank Indonesia dengan jangka waktu 1 (satu)
hari kerja.
2. Atas masing-masing jenis dan seri surat berharga yang direpokan
sebagaimana dimaksud pada butir III.1 (Paragraf 23 ayat (2) dalam kodifikasi
ini) dikenakan haircut yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia dan
diumumkan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
3. Atas transaksi repo sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank dikenakan
biaya repo dengan perhitungan sebagai berikut:
Biaya Repo = (Repo Rate) x (t / 360) x Nominal Penggunaan Repo
Repo Rate = BI Rate + Marjin tertentu
t = jumlah hari kalender repo SBIS/SBSN
4. Bank Indonesia dapat mengubah repo rate sebagaimana dimaksud pada
angka 3 yang dan mengumumkannya melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau
sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
5. Pada tanggal repo SBIS atau repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1
jatuh waktu, BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg dengan
penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut :
a. melakukan setelmen dana dengan cara mendebet rekening giro Bank
sebesar nilai setelmen first leg ditambah biaya repo SBIS atau biaya repo
SBSN.
Dalam hal selama periode repo SBSN terdapat pembayaran imbalan SBSN
maka pembayaran imbalan tersebut akan mengurangi nilai setelmen
dana.
b. melakukan setelmen surat berharga dengan ketentuan sebagai berikut :
1) dalam hal SBIS, dilakukan dengan cara memindahkan kembali
pencatatan seri SBIS yang diagunkan dari sub rekening hold SBIS ke
sub rekening aktif sebesar nilai nominal Repo SBIS yang jatuh waktu.
2) dalam hal SBSN, dilakukan dengan cara mengkredit rekening surat
berharga Bank sebesar nilai nominal SBSN yang direpokan.
6. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo rekening giro yang mencukupi untuk
setelmen pelunasan repo SBIS atau repo SBSN sampai dengan cut off
warning sistem BI-RTGS, BI-SSSS secara otomatis membatalkan setelmen
second leg.
7. Dalam rangka pemenuhan kewajiban Bank untuk pelunasan repo SBIS atau
17
Likuiditas Rupiah
Paragraf
28
29
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
Ketentuan
repo SBSN jatuh waktu yang diakibatkan karena kegagalan setelmen second
leg, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. mendebet rekening giro Bank untuk penyelesaian biaya repo SBIS atau
biaya repo SBSN yang harus dibayar; dan
b. Pelunasan seri SBIS yang direpokan sebelum jatuh waktu (early
redemption) atau memperlakukan jenis, seri dan nominal SBSN yang
gagal dibeli kembali oleh Bank sebagai transaksi jual putus (outright
selling) secara otomatis melalui BI-SSSS.
Pasal 13
11/30/PBI/2009
(1) Bank dapat memindahkan kembali surat berharga yang dipergunakan untuk
memperoleh FLIS dari rekening FLIS ke rekening surat berharga Bank dalam
hal :
a. FLIS telah diselesaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 (Paragraf
27 dalam kodifikasi ini); dan
b. surat berharga yang telah dipergunakan untuk FLIS-RTGS tidak sedang
digunakan untuk FLIS-Kliring.
(2) Pemindahan kembali surat berharga yang dipergunakan untuk memperoleh
FLIS-Kliring dari rekening FLIS-Kliring ke rekening surat berharga Bank tunduk
pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia.
BAB V
Pasal 14
11/30/PBI/2009
Ketentuan Lain-Lain
Dalam hal terjadi kegagalan Sistem BI-RTGS dan/atau BI-SSSS yang
mengakibatkan Bank tidak dapat menyelesaikan FLIS maka penyelesaian FLIS
dilakukan secara otomatis jika terdapat transaksi masuk (incoming transaction)
oleh Sistem BI-RTGS segera setelah sistem BI-RTGS dan atau BI-SSSS berfungsi
kembali.
Yang dimaksud dengan kegagalan Sistem BI-RTGS adalah kegagalan RTGS Central
Computer (RCC) sehingga seluruh Bank Peserta BI-RTGS dan/atau Bank Indonesia
tidak dapat mengirimkan transaksi dari terminal RTGS (RT) ke RCC.
Gangguan pada salah satu atau beberapa RT dan/atau gangguan pada jaringan
RTGS yang mengakibatkan satu atau beberapa Bank Peserta BI-RTGS tidak dapat
mengirimkan transaksi ke RCC, tidak dianggap sebagai kegagalan Sistem BI-RTGS.
Yang dimaksud dengan kegagalan Sistem BI-SSSS adalah kegagalan SSSS Central
Computer (SCC) pada sarana BI-SSSS sehingga seluruh Bank dan/atau Bank
Indonesia tidak dapat mengirimkan transaksi dari SSSS System Terminal (ST) ke
SCC.
BAB I
30
Pasal 1
14/16/PBI/2012
Angka 1 – 11
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bank Umum
Ketentuan Umum
1.
2.
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Bank Indonesia.
Bank adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998, tidak termasuk kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri.
18
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi I No. 10
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi I
No. 12 – 17
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Ketentuan
Giro Wajib Minimum yang selanjutnya disingkat GWM adalah GWM Primer
dalam rupiah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai giro wajib minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam
rupiah dan valuta asing.
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek, yang selanjutnya disingkat FPJP, adalah
fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada Bank untuk mengatasi
Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek yang dialami oleh Bank.
Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah keadaan yang dialami Bank yang
disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan
dengan arus dana keluar (mismatch) dalam rupiah sehingga Bank tidak dapat
memenuhi kewajiban GWM.
Sertifikat Bank Indonesia yang untuk selanjutnya disebut SBI adalah surat
berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang untuk selanjutnya disebut SBIS adalah
surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam
mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah Surat Utang
Negara dan Surat Berharga Syariah Negara.
Surat Utang Negara yang untuk selanjutnya disebut SUN adalah surat
berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah
maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh
Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku.
Surat Berharga Syariah Negara yang untuk selanjutnya disebut SBSN atau
dapat disebut Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan
berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap
aset SBSN, baik dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing.
Aset kredit adalah kredit sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.
Obligasi Korporasi adalah surat utang yang diterbitkan secara konvensional
atau berdasarkan prinsip syariah oleh badan hukum lain dan ditatausahakan
di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut
Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta
dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika
per transaksi secara individual.
Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk
penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan
terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem BI-RTGS.
Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi
penatausahaan surat berharga untuk kepentingan peserta yang memiliki
rekening surat berharga di BI-SSSS.
Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian
yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia melakukan
fungsi penatausahaan surat berharga untuk kepentingan nasabah.
Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing serta
perantara pedagang efek yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan
Republik Indonesia sebagai Dealer Utama.
19
Likuiditas Rupiah
Paragraf
31
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
Ketentuan
18. Repurchase Agreement (repo) rate adalah tingkat suku bunga Lending Facility
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai Operasi Moneter.
BAB II
Persyaratan Dan Tata Cara Permohonan FPJP
Pasal 2
14/16/PBI/2012
(1) Bank yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dapat mengajukan
permohonan untuk memperoleh FPJP apabila memiliki rasio kewajiban
penyediaan modal minimum paling rendah 8% (delapan persen) dan
memenuhi modal sesuai dengan profil risiko bank.
Penetapan besarnya rasio kewajiban penyediaan modal minimum mengacu
kepada pemenuhan modal minimum sesuai profil risiko sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kewajiban penyediaan modal minimum bagi Bank Umum.
Rasio kewajiban penyediaan modal minimum yang digunakan adalah
berdasarkan perhitungan terkini Bank Indonesia.
(2) Bank mengajukan plafon FPJP berdasarkan perkiraan jumlah kebutuhan
likuiditas sampai dengan Bank memenuhi GWM sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Perkiraan Bank atas jumlah kebutuhan likuiditas didasarkan pada proyeksi
arus kas paling lama 14 (empat belas) hari kalender ke depan.
(3) Pencairan FPJP dilakukan sebesar kebutuhan Bank untuk memenuhi
kewajiban GWM.
Yang dimaksud dengan kewajiban GWM adalah kewajiban GWM berdasarkan
perhitungan Bank Indonesia.
Pencairan FPJP dilakukan oleh Bank Indonesia secara harian selama
SE 15/11/DPNP
memenuhi plafon dan jangka waktu FPJP yang disetujui.
2013
Romawi II No. 1.d
(4) Selama periode pemberian FPJP, Bank penerima FPJP tidak dapat
SE 15/11/DPNP
menempatkan dana di Bank Indonesia.
2013
(5)
Jangka waktu FPJP ditetapkan sebagai berikut:
Romawi II
1) Jangka waktu setiap FPJP paling lama 14 (empat belas) hari kalender.
No. 1 e – 1 h
2) Jangka waktu FPJP dapat diperpanjang secara berturut-turut dengan
jangka waktu FPJP keseluruhan paling lama 90 (sembilan puluh) hari
kalender yang dihitung sejak penandatanganan perjanjian pemberian FPJP
awal antara Bank Indonesia dengan Bank.
(6) Bank Indonesia mengenakan biaya bunga atas FPJP yang digunakan Bank
dengan tingkat bunga ditetapkan sebesar tingkat suku bunga Lending Facility
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai operasi moneter, ditambah dengan 100 (seratus) basis poin.
(7) Jumlah FPJP yang dikenakan biaya bunga sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) adalah sebesar realisasi penggunaan FPJP secara harian selama periode
pemberian FPJP.
20
Likuiditas Rupiah
Paragraf Sumber Regulasi
32
Pasal 3
14/16/PBI/2012
33
Pasal 4
14/16/PBI/2012
Ayat (1) – (2)
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi II
No. 2.d.1)
Pasal 4
14/16/PBI/2012
Ayat (2) c
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
FPJP wajib dijamin oleh Bank dengan agunan yang berkualitas tinggi dengan nilai
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
(1) Agunan yang berkualitas tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
(Paragraf 32 dalam kodifikasi ini) berupa:
a. surat berharga; dan/atau
b. Aset Kredit.
(2) Jenis surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa:
a. SBI dan SBIS;
b. SBN; dan/atau
Untuk agunan berupa SBI, SBIS, dan/atau SBN:
a) Persyaratan:
Pada tanggal FPJP jatuh tempo, SBI, SBIS, dan/atau SBN yang
diagunkan memiliki sisa jangka waktu:
(1) paling singkat 3 (tiga) hari kerja untuk SBI dan SBIS.
(2) paling singkat 12 (dua belas) hari kerja untuk SBN.
b) Nilai agunan SBI, SBIS, dan/atau SBN ditetapkan sebagai
berikut:
(1) dalam hal agunan berupa SBI, nilai agunan ditetapkan
sebesar 100% (seratus persen) dari plafon FPJP;
(2) dalam hal agunan berupa SBIS, nilai agunan ditetapkan
sebesar 100% (seratus persen) dari plafon FPJP;
(3) dalam hal agunan berupa SBN, nilai agunan FPJP
ditetapkan paling rendah sebesar 105% (seratus lima
persen) dari plafon FPJP, dengan perhitungan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 (Paragraf 34 dalam
kodifikasi ini).
c) Jangka waktu pengikatan agunan FPJP berupa SBI, SBIS dan SBN
ditetapkan sebagai berikut:
(1) Untuk SBI dan SBIS, yaitu selama jangka waktu FPJP
ditambah 2 (dua) hari kerja.
(2) Untuk SBN, yaitu selama jangka waktu FPJP ditambah 10
(sepuluh) hari kerja.
(3) Dalam hal terjadi pelunasan FPJP, maka pengagunan FPJP
berupa SBI, SBIS, dan SBN dilepas (release) paling lama 1
(satu) hari kerja setelah FPJP dilunasi.
(4) Dalam hal terjadi perpanjangan FPJP dan digunakan
agunan yang sama, maka pengagunan FPJP dilepas
(release) pada saat FPJP jatuh tempo dan pada saat yang
bersamaan diagunkan kembali.
c.
surat berharga yang diterbitkan oleh badan hukum lain yang pada saat
permohonan FPJP memiliki peringkat paling rendah peringkat investasi
(investment grade), aktif diperdagangkan, dan sisa jangka waktu surat
berharga paling singkat 90 (sembilan puluh) hari.
Yang dimaksud dengan “surat berharga yang diterbitkan oleh badan
hukum lain” adalah obligasi korporasi baik yang konvensional maupun
yang syariah.
Yang dimaksud dengan ”peringkat investasi” adalah hasil penilaian
21
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
Ketentuan
lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai lembaga pemeringkat dan
peringkat yang diakui Bank Indonesia.
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi II
No. 2.d.2)
Untuk agunan berupa Obligasi Korporasi:
a) Persyaratan:
(1) pada tanggal FPJP jatuh tempo, Obligasi Korporasi yang
diagunkan memiliki sisa jangka waktu paling singkat 90
(sembilan puluh) hari kalender;
(2) aktif diperdagangkan, yaitu pernah diperdagangkan di
Bursa Efek Indonesia dalam 30 (tiga puluh) hari kalender
terakhir.
Contoh:
Dalam hal Bank mengajukan FPJP pada tanggal 5
Desember 2012, maka perhitungan 30 (tiga puluh) hari
kalender
terakhir
Obligasi
Korporasi
aktif
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia adalah sejak
tanggal 5 November 2012 sampai dengan 4 Desember
2012;
(3) memiliki peringkat paling kurang 3 (tiga) peringkat
(notch) teratas pada 1 (satu) tahun terakhir berdasarkan
hasil penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh
Bank Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia yang
berlaku. Contoh lembaga pemeringkat dan peringkat
yang diakui Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I (Lampiran 5 dalam kodifikasi ini); dan
(4) hasil pemeringkatan terkini Obligasi Korporasi
disampaikan ke Bank Indonesia bersamaan dengan
pengajuan permohonan FPJP, paling kurang dari 1 (satu)
lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia
sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
b) Jangka waktu pengikatan agunan Obligasi Korporasi ditetapkan
selama jangka waktu FPJP ditambah 10 (sepuluh) hari kerja.
c) Dalam hal terjadi pelunasan FPJP, maka pengagunan FPJP berupa
Obligasi Korporasi dilepas (release) paling lama 1 (satu) hari kerja
setelah FPJP dilunasi.
d) Dalam hal terjadi perpanjangan FPJP dan digunakan agunan yang
sama, maka pengagunan FPJP diperpanjang pada saat FPJP jatuh
tempo.
e) Nilai agunan Obligasi Korporasi ditetapkan paling rendah sebesar
120% (seratus dua puluh persen) dari plafon FPJP, dengan
perhitungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 (Paragraf 34
dalam kodifikasi ini).
Pasal 4
14/16/PBI/2012
Ayat (3) – (6)
(3) Surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c hanya dapat
digunakan sebagai agunan FPJP dalam hal:
a. Bank tidak memiliki surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a dan/atau huruf b; atau
b. Bank memiliki surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a dan/atau huruf b namun tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJP.
22
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
(4) Aset Kredit yang dapat dijadikan agunan FPJP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b wajib memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. kualitas tergolong lancar selama 12 (dua belas) bulan terakhir berturutturut;
Kualitas tergolong lancar adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aset Bank Umum.
Informasi mengenai Aset Kredit yang mempunyai kualitas lancar
diperoleh dari laporan kualitas kredit yang disampaikan Bank ke dalam
Sistem Informasi Debitur (SID) dan informasi lain yang dimiliki oleh Bank
Indonesia. Dalam hal terdapat perbedaan penilaian kualitas Aset Kredit
antara yang telah dilaporkan Bank dengan penilaian oleh Bank Indonesia,
maka kualitas Aset Kredit yang digunakan adalah berdasarkan penilaian
kualitas Aset Kredit oleh Bank Indonesia;
b. bukan merupakan kredit konsumsi kecuali kredit pemilikan rumah (KPR);
c. kredit dijamin dengan agunan tanah dan/atau bangunan dengan nilai
paling rendah 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon kredit;
Nilai agunan yang digunakan adalah nilai terendah antara nilai taksasi
dan nilai pasar. Penilaian agunan dilakukan sesuai ketentuan Bank
Indonesia mengenai penilaian kualitas aset Bank Umum, termasuk namun
tidak terbatas pada batasan kredit yang agunannya harus dinilai oleh
penilai independen, kriteria penilai independen, dan waktu dilakukannya
penilaian.
d. bukan merupakan kredit kepada pihak terkait Bank;
Yang dimaksud dengan ”pihak terkait” adalah pihak terkait sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
batas maksimum pemberian kredit Bank Umum.
e. kredit belum pernah direstrukturisasi;
Yang dimaksud dengan ”restrukturisasi” adalah restrukturisasi
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penilaian kualitas aset Bank Umum.
f.
sisa jangka waktu jatuh tempo kredit paling singkat 12 (dua belas) bulan
dari saat persetujuan FPJP;
g. baki debet (outstanding) kredit tidak melebihi batas maksimum
pemberian kredit pada saat diberikan dan tidak melebihi plafon kredit;
dan
Batas maksimum pemberian kredit mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai batas maksimum pemberian kredit
Bank Umum.
23
Likuiditas Rupiah
Paragraf
34
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
Ketentuan
h. memiliki perjanjian kredit dan pengikatan agunan yang mempunyai
kekuatan hukum.
(5) Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat
digunakan sebagai agunan FPJP dalam hal Bank tidak memiliki surat berharga
atau surat berharga yang dimiliki oleh Bank tidak mencukupi untuk menjadi
agunan FPJP.
(6) Dalam hal setelah memperoleh FPJP yang dijamin oleh sebagian atau
seluruhnya dengan Aset Kredit, Bank memiliki surat berharga yang memenuhi
syarat untuk menjadi agunan FPJP, Bank wajib mengganti Aset Kredit yang
diagunkan dengan surat berharga tersebut.
Pasal 5
14/16/PBI/2012
Ayat (1) a – b
(1) Nilai aset yang digunakan sebagai agunan FPJP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 (Paragraf 33 dalam kodifikasi ini) ditetapkan sebagai berikut:
a. nilai agunan sebesar 100% (seratus persen) dari plafon FPJP yang dihitung
berdasarkan nilai jual surat berharga, dalam hal agunan berupa SBI;
b. nilai agunan sebesar 100% (seratus persen) dari plafon FPJP yang dihitung
berdasarkan nilai nominal surat berharga, dalam hal agunan berupa SBIS;
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi IV
No. 1
Perhitungan nilai agunan berupa SBI dan/atau SBIS :
a. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan pada nilai jual SBI dan/atau nilai
nominal SBIS pada saat permohonan awal, permohonan penambahan
dan/atau perpanjangan FPJP disetujui.
b. Nilai jual SBI dan/atau nilai nominal SBIS sebagaimana dimaksud pada
huruf a dihitung berdasarkan nominal dan harga setiap seri SBI
dan/atau nilai nominal SBIS yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang
tercantum dalam BI-SSSS, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter.
c. Harga setiap seri SBI dan/atau SBIS ditetapkan oleh Bank Indonesia
dengan mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto
saat penerbitan dan/atau tingkat imbalan dan sisa jangka waktu
setiap seri SBI dan/atau SBIS, sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter.
Pasal 5
14/16/PBI/2012
Ayat (1) c
c. nilai agunan paling rendah sebesar 105% (seratus lima persen) dari plafon
FPJP yang dihitung berdasarkan nilai pasar surat berharga, dalam hal
agunan berupa SBN;
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi IV No. 2
Perhitungan nilai agunan berupa SBN :
a. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai pasar SBN pada saat
permohonan FPJP disetujui.
b. Nilai pasar SBN dihitung berdasarkan nominal dan harga setiap seri
SBN yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang tercantum dalam BISSSS, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai operasi moneter.
c. Harga setiap seri SBN ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan
mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis dan seri SBN
yang diagunkan, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter.
24
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Pasal 5
14/16/PBI/2012
ayat (1) d
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
d. nilai agunan sesuai dengan jenis surat berharga, paling rendah sebesar
120% (seratus dua puluh persen) dari plafon FPJP yang dihitung
berdasarkan nilai pasar surat berharga, dalam hal agunan berupa surat
berharga yang diterbitkan oleh badan hukum lain; dan
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi IV No. 3
Perhitungan nilai agunan berupa Obligasi Korporasi :
a. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan pada nilai pasar Obligasi
Korporasi pada saat permohonan FPJP disetujui.
b. Besarnya nilai agunan sebagaimana dimaksud pada huruf a
ditetapkan sebesar:
1) 120% (seratus dua puluh persen) dari plafon FPJP yang dijamin
dengan Obligasi Korporasi yang diterbitkan oleh Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) dan/atau dijamin oleh pemerintah pusat,
dengan peringkat teratas berdasarkan penilaian lembaga
pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
2) 135% (seratus tiga puluh lima persen) dari plafon FPJP yang
dijamin dengan Obligasi Korporasi yang diterbitkan oleh
pemerintah daerah, badan hukum lainnya selain BUMN, dengan
peringkat teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat
yang diakui oleh Bank Indonesia.
3) 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon FPJP yang dijamin
dengan Obligasi Korporasi, dengan peringkat ke-2 (dua) teratas
berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh
Bank Indonesia.
4) 145% (seratus empat puluh lima persen) dari plafon FPJP yang
dijamin dengan Obligasi Korporasi, dengan peringkat ke-3 (tiga)
teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui
oleh Bank Indonesia.
c. Nilai pasar Obligasi Korporasi sebagaimana dimaksud pada huruf a
dihitung berdasarkan harga penutupan terkini di Bursa Efek Indonesia
dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir.
d. Perhitungan nilai agunan dalam bentuk SBI, SBIS, SBN, dan/atau
Obligasi Korporasi sebagaimana contoh pada Lampiran VII (Lampiran
17 dalam kodifikasi ini).
Pasal 5
14/16/PBI/2012
Ayat (1) e
e. nilai agunan paling rendah sebesar 200% (dua ratus persen) dari plafon
FPJP yang dihitung berdasarkan baki debet (outstanding) Aset Kredit,
dalam hal agunan berupa Aset Kredit.
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi IV No. 4
Perhitungan nilai agunan berupa Aset Kredit :
a. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai baki debet Aset Kredit 2
(dua) hari kerja sebelum tanggal permohonan FPJP.
b. Besarnya nilai agunan sebagaimana dimaksud pada huruf a
ditetapkan 200% (dua ratus persen) dari plafon FPJP yang dijamin
dengan Aset Kredit.
c. Apabila terdapat kredit dalam valuta asing, maka konversi ke dalam
mata uang Rupiah dilakukan dengan kurs tengah Bank Indonesia 2
(dua) hari kerja sebelum tanggal permohonan awal, penambahan
dan/atau perpanjangan FPJP.
25
Likuiditas Rupiah
Fasilitas Likuiditas
Paragraf
Sumber Regulasi
Pasal 5
14/16/PBI/2012
Ayat (2)
Ketentuan
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai nilai jual dan nilai pasar sebagaimana
tersebut pada ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf d diatur dalam Surat Edaran
Bank Indonesia.
35
Pasal 6
14/16/PBI/2012
Ayat (1) – (5)
(1) Agunan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) (Paragraf 33 ayat
(1) dalam kodifikasi ini) harus bebas dari segala bentuk perikatan, sengketa,
dan tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain dan/atau Bank Indonesia, yang
dinyatakan dalam surat pernyataan Bank kepada Bank Indonesia.
(2) Bank yang telah memperoleh FPJP dilarang untuk memperjualbelikan
dan/atau menjaminkan kembali surat berharga yang masih dalam status
sebagai agunan FPJP.
(3) Bank wajib mengganti dan/atau menambah agunan FPJP apabila tidak
memenuhi kondisi-kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Bank wajib melakukan penilaian terhadap agunan FPJP secara berkala dalam
periode tertentu.
(5) Bank wajib menambah dan/atau mengganti agunan FPJP, apabila:
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi II
No. 2.e.4).b) dan
e)
Pasal 6
14/16/PBI/2012
Ayat (6) – (7)
36
Pasal 7
14/16/PBI/2012
Penggantian atau penambahan agunan FPJP dimaksudkan agar nilai aset
agunan FPJP sesuai dengan ketentuan Pasal 5 (Paragraf 34 dalam kodifikasi
ini).
a. terjadi penurunan nilai surat berharga berupa SBN dan surat berharga
yang diterbitkan oleh badan hukum lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1) huruf c dan huruf d (Paragraf 34 ayat (1) huruf c dan
huruf d dalam kodifikasi ini); dan/atau
b. Aset Kredit yang diagunkan tidak memenuhi kriteria sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) (Paragraf 33 ayat (4) dalam kodifikasi
ini) dan/atau terjadi penurunan nilai Aset Kredit sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e (Paragraf 34 ayat (1) huruf e dalam
kodifikasi ini).
c. terjadi perbedaan penilaian agunan antara Bank dengan Bank Indonesia;
d. setelah memperoleh FPJP yang dijamin dengan sebagian atau seluruhnya
dengan Aset Kredit, Bank memiliki surat berharga yang memenuhi syarat
untuk menjadi agunan FPJP.
(6) Untuk keperluan perpanjangan FPJP, Bank dapat menjaminkan kembali aset
yang sedang menjadi agunan FPJP.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai periode penilaian agunan FPJP diatur dalam
Surat Edaran Bank Indonesia.
(1) Bank Indonesia dapat menetapkan:
a. penambahan persentase tertentu dari nilai agunan surat berharga
berupa SBN dan surat berharga yang diterbitkan oleh badan hukum lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dan huruf d
(Paragraf 34 ayat (1) huruf c dan huruf d dalam kodifikasi ini); dan/atau
b. batas persentase penurunan nilai agunan surat berharga berupa SBN dan
surat berharga yang diterbitkan oleh badan hukum lain yang lebih tinggi
dari persentase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c
dan huruf d (Paragraf 34 ayat (1) huruf c dan huruf d dalam kodifikasi
ini).
26
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Penambahan persentase tertentu dan batas persentase penurunan nilai
agunan surat berharga dilakukan untuk mengantisipasi fluktuasi nilai
pasar surat berharga.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penambahan persentase tertentu dan batas
persentase penurunan nilai agunan surat berharga sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
37
Pasal 8
14/16/PBI/2012
Ayat (1) – (4)
(1) Bank wajib memelihara dan menatausahakan daftar Aset Kredit yang
memenuhi persyaratan untuk menjadi agunan FPJP.
Pemeliharaan dan penatausahaan daftar Aset Kredit dilakukan terhadap Aset
Kredit yang akan dialokasikan oleh Bank sebagai agunan dalam rangka
mengantisipasi kebutuhan FPJP dengan agunan berupa Aset Kredit.
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi II
No. 2.d.3).d)
(3)-(5)
Pasal 8
14/16/PBI/2012
Ayat (8)
38
Pasal 9
14/16/PBI/2012
Ayat (1) – (2)
(2) Bank wajib menyampaikan laporan daftar Aset Kredit sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada Bank Indonesia setiap 6 (enam) bulan sekali, yaitu untuk
posisi akhir bulan Juni dan akhir bulan Desember, paling lambat tanggal 15
(lima belas) setelah posisi akhir bulan bersangkutan.
(3) Untuk pertama kali, laporan daftar Aset Kredit disampaikan untuk posisi
bulan Juni 2013.
(4) Bank dapat menyampaikan laporan nihil apabila tidak memiliki aset kredit
yang memenuhi persyaratan sebagai agunan FPJP atau tidak mengalokasikan
aset kredit sebagai agunan untuk mengantisipasi kebutuhan FPJP.
(5) Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia cq. Departemen Pengawasan Bank
terkait atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat dapat
meminta Bank untuk menyampaikan dokumen pendukung antara lain
fotokopi perjanjian kredit, fotokopi bukti pengikatan agunan Aset Kredit
dan/atau fotokopi bukti kepemilikan atas aset yang menjadi agunan kredit
Bank;
(6) Dalam hal menurut Bank Indonesia cq. Departemen Pengawasan Bank terkait
atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, Aset Kredit
yang tercantum dalam daftar Aset Kredit yang diajukan oleh Bank
sebelumnya tidak memenuhi persyaratan agunan FPJP, Bank Indonesia akan
mengembalikan dokumen pendukung Aset Kredit yang tidak memenuhi
persyaratan FPJP yang telah disampaikan Bank;
(7) Bank Indonesia meminta Bank untuk menyampaikan tambahan dokumen
Aset Kredit lainnya dalam rangka mengantisipasi penurunan nilai,
penggantian agunan, dan/atau penambahan plafon FPJP, yang akan dijadikan
agunan dalam rangka FPJP.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian daftar Aset Kredit
dan dokumen pendukungnya diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
(1) Pengikatan agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) (Paragraf
33 ayat (1) dalam kodifikasi ini) dilakukan sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku antara
lain adalah peraturan yang mengatur gadai atau fidusia.
27
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
(2) Dokumen-dokumen atas aset yang menjadi agunan FPJP ditatausahakan oleh
Bank Indonesia.
Yang dimaksud dengan ”dokumen-dokumen atas aset yang menjadi agunan
FPJP” antara lain perjanjian kredit antara Bank dengan nasabah, bukti
pengikatan agunan, dan bukti kepemilikan atas aset yang menjadi agunan
kredit Bank.
39
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi II
No. 2.d.3).c dan g
Pasal 9
14/16/PBI/2012
Ayat (3)
(3) Pengikatan agunan berupa Aset Kredit dilakukan dengan fidusia yang
mencakup hak tagih Bank yang timbul dari perjanjian kredit antara Bank
dengan debitur.
(4) Pengikatan agunan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk pengikatan agunan diatur dalam
Surat Edaran Bank Indonesia.
Pasal 10
14/16/PBI/2012
Ayat (1)
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi III
No. 1a – c
(1) Permohonan FPJP wajib diajukan oleh Bank secara tertulis kepada Bank
Indonesia.
Bank dapat mengajukan permohonan FPJP paling cepat 7 (tujuh) hari kerja
sebelum rencana kebutuhan FPJP pada setiap hari kerja pukul 08.30 WIB
sampai dengan 12.00 WIB.
Bank Indonesia akan memproses permohonan FPJP setelah dokumen
permohonan FPJP diterima secara lengkap.
Permohonan FPJP disampaikan kepada Bank Indonesia melalui surat yang
ditandatangani oleh Direksi Bank dan diketahui oleh Dewan Komisaris
Pasal 10
14/16/PBI/2012
Ayat (2) a
(2) Permohonan FPJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan
dokumen-dokumen sebagai berikut:
a. surat pernyataan Bank yang menyatakan bahwa Bank mengalami
Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek;
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi III
No.1.c.1).a
disertai dengan penjelasan mengenai penyebab dialaminya kesulitan
likuiditas dan upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi kesulitan
likuiditas, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.b (Lampiran 7 dalam
kodifikasi ini);
Pasal 10
14/16/PBI/2012
Ayat (1) b
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi III
No.1.c.4)
b. dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan untuk mengatasi Kesulitan
Pendanaan Jangka Pendek;
Pasal 10
14/16/PBI/2012
Ayat (1) c
c. daftar aset yang menjadi agunan beserta dokumen pendukung;
paling kurang berupa proyeksi arus kas paling lama 14 (empat belas) hari
ke depan dengan contoh format proyeksi arus kas sebagaimana contoh
pada Lampiran III (Lampiran 11 dalam kodifikasi ini) dan dokumen lain
sesuai permintaan Bank Indonesia;
28
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
Ketentuan
Dokumen pendukung antara lain berupa perjanjian kredit antara Bank
dengan nasabah dan perjanjian pengikatan agunan atas kredit tersebut
dan dokumen lain yang dapat membuktikan terpenuhinya persyaratan
agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (Paragraf 33 dalam
kodifikasi ini).
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi III
No.1.c.5)
Daftar aset yang menjadi agunan FPJP sebagaimana contoh pada:
a) Lampiran IV.a (Lampiran 12 dalam kodifikasi ini), untuk agunan FPJP
berupa SBI, SBIS, SBN dan/atau Obligasi Korporasi; dan
b) Lampiran IV.b (Lampiran 13 dalam kodifikasi ini), untuk agunan FPJP
berupa Aset Kredit
Pasal 10
14/16/PBI/2012
Ayat (1) d
d. surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJP tidak
sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak dibawah sitaan, tidak
tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, dan memenuhi seluruh
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (Paragraf 33 dalam
kodifikasi ini);
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi III
No.1. c.1).b
Pasal 10
14/16/PBI/2012
Ayat (1) e
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang
FPJP bagi Bank Umum, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.c
(Lampiran 8 dalam kodifikasi ini);
e. surat kesanggupan Bank untuk membayar segala kewajiban terkait FPJP
pada saat jatuh tempo.
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi III No.
1.c.1).c dan
Romawi III No.
1.f
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.d (Lampiran 9 dalam kodifikasi
ini);
Pasal 10
14/16/PBI/2012
Ayat (3)
(3) Bank wajib meyakini kebenaran data dan dokumen yang disampaikan
termasuk namun tidak terbatas pada kualitas kredit dan agunan yang
menyertainya,
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi III
No.1.c.1).d
Pasal 10
14/16/PBI/2012
Ayat (4)
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.e (Lampiran 10 dalam kodifikasi
ini);
Surat permohonan FPJP yang dilengkapi dengan dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud pada butir a sampai dengan butir e, disampaikan
kepada Gubernur Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350,
dengan tembusan kepada Departemen Pengawasan Bank terkait; atau
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri dalam hal Bank yang
mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Dalam Negeri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan FPJP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
29
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi III
No.1.c.2), 3), 6)
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi III
No. 1.d
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi III
No.1.c.7)-8)
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
(5) Surat persetujuan dari Dewan Komisaris atau dari Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS), mengenai penggunaan seluruh aset bank sebagai agunan FPJP
sesuai dengan Anggaran Dasar Bank dan perundang-undangan yang berlaku;
(6) Dokumen pendukung perhitungan atas rasio KPMM;
(7) Dalam hal agunan FPJP berupa SBI dan/atau SBN, dilengkapi dengan bukti
bahwa SBI dan/atau SBN telah diagunkan kepada Bank Indonesia, yaitu
berupa print-out hasil pengagunan di BI-SSSS;
Mekanisme pelaksanaan dilakukan sesuai mekanisme setelmen transaksi
agunan pada ketentuan BI-SSSS.
(8) Dalam hal agunan FPJP berupa Obligasi Korporasi, dilengkapi dengan:
a) bukti bahwa Obligasi Korporasi telah diagunkan kepada Bank Indonesia
yang berasal dari otoritas penatausahaan surat berharga dimaksud; dan
b) hasil pemeringkatan dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank
Indonesia.
(9) Dalam hal agunan FPJP berupa Aset Kredit, dilengkapi dengan:
a) Surat Pernyataan Agunan berupa Aset Kredit, yang telah ditandatangani
oleh Direksi atau Pejabat Bank yang berwenang sesuai dengan Anggaran
Dasar Bank yang memuat pernyataan:
(1) bahwa Aset Kredit yang diajukan bukan kredit konsumsi kecuali KPR;
(2) bahwa Aset Kredit dijamin dengan agunan tanah dan/atau bangunan
yang memiliki nilai paling rendah 140% (seratus empat puluh persen)
dari plafon kredit. Aset Kredit tersebut sudah dinilai oleh penilai
independen dengan mekanisme sesuai ketentuan mengenai penilaian
kualitas aset bank umum;
(3) bahwa sisa jangka waktu jatuh tempo kredit paling singkat 12 (dua
belas) bulan sejak penandatanganan FPJP;
(4) bahwa baki debet (outstanding) kredit tidak melebihi plafon kredit
dan BMPK pada saat FPJP diberikan;
(5) bahwa Aset Kredit yang diagunkan memiliki perjanjian kredit dan
pengikatan agunan yang mempunyai kekuatan hukum;
(6) bahwa Aset Kredit yang diagunkan bukan merupakan kredit kepada
pihak terkait Bank;
(7) bahwa kualitas Aset Kredit yang diajukan untuk menjadi agunan FPJP
adalah benar tergolong kualitas lancar paling singkat 12 (dua belas)
bulan terakhir berturut-turut;
(8) bahwa Aset Kredit belum pernah direstrukturisasi; dan
(9) bahwa pernyataan sebagaimana dimaksud pada angka (1) sampai
dengan angka (8) berlaku pula dalam hal terjadi penambahan
dan/atau penggantian agunan FPJP.
b) dokumen asli perjanjian kredit antara Bank dan debitur beserta seluruh
perubahannya;
c) dokumen asli pengikatan agunan atas perjanjian kredit antara Bank dan
debitur beserta seluruh perubahannya;
d) dokumen asli bukti kepemilikan agunan yang menjadi jaminan kredit Bank;
e) dokumen asli hasil penilaian agunan oleh lembaga penilai independen
paling lama 6 (enam) bulan terakhir dari tanggal pengajuan permohonan
FPJP; dan
30
Likuiditas Rupiah
Paragraf
40
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
Ketentuan
f) dokumen asli polis asuransi agunan Aset Kredit, jika ada.
g) Dalam hal agunan FPJP berupa SBIS, Bank menyampaikan surat
pernyataan yang menyatakan bahwa SBIS yang menjadi agunan FPJP tidak
akan digunakan untuk kepentingan lain selain FPJP, yang ditandatangani
oleh Direktur yang membawahi Unit Usaha Syariah.
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi III No.1.g
Dokumen Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (9) disampaikan
kepada :
1) Departemen Pengawasan Bank terkait; atau
2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal
Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
Pasal 11
14/16/PBI/2012
(1) Jangka waktu setiap FPJP paling lama 14 (empat belas) hari kalender.
Apabila saat jatuh tempo FPJP bertepatan pada hari Sabtu, Minggu atau hari
libur, maka saat jatuh tempo FPJP adalah pada hari kerja berikutnya.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang
secara berturut-turut dengan jangka waktu FPJP keseluruhan paling lama 90
(sembilan puluh) hari kalender.
41
Pasal 12
14/16/PBI/2012
(1) Bank dapat mengajukan permohonan perpanjangan FPJP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) (Paragraf 40 ayat (2) dalam kodifikasi ini),
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. bunga atas FPJP yang jatuh tempo dilunasi terlebih dahulu;
b. Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus
kas selama 14 (empat belas) hari ke depan;
c. agunan masih mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam dalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 (Paragraf 33, Paragraf
34, dan Paragraf 35 dalam kodifikasi ini).
Dalam rangka pelaksanaan perpanjangan FPJP, agunan yang telah
diagunkan Bank untuk menjamin FPJP yang diterima Bank sebelumnya
akan dinilai kembali, sehingga Bank perlu menyesuaikan jumlah agunan
yang diserahkan untuk menjamin perpanjangan FPJP.
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi III No.2.a
(2) Apabila pada saat FPJP jatuh tempo Bank belum dapat melunasi pokok FPJP,
Bank dapat memperpanjang FPJP dengan perubahan jangka waktu dan/atau
plafon FPJP sesuai kebutuhan.
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi III
No.2.c - No. 2.i
(3) Besarnya jumlah plafon perpanjangan diperhitungkan dengan nilai pokok
FPJP jatuh tempo dengan tetap memenuhi persyaratan FPJP sebagaimana
dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini.
(4) Pengajuan permohonan perpanjangan FPJP:
1) Bank dapat mengajukan permohonan perpanjangan FPJP pada setiap
hari kerja pukul 08.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB.
2) Bank menyampaikan surat permohonan perpanjangan FPJP paling
lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo FPJP.
3) Permohonan perpanjangan FPJP disampaikan melalui Surat Permohonan
31
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi III No.3
42
Pasal 13
14/16/PBI/2012
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Perpanjangan FPJP, dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud
pada Pasal 10 (Paragraf 39 dalam kodifikasi ini).
(5) Dalam rangka perpanjangan FPJP, Bank dapat menggunakan agunan yang
telah diagunkan sebelumnya, sepanjang agunan dimaksud masih memenuhi
persyaratan FPJP dan nilainya mencukupi.
(6) Pelaksanaan pengagunan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) untuk agunan berupa SBI dan/atau SBN, dilakukan sesuai dengan
mekanisme setelmen transaksi agunan pada ketentuan BI-SSSS dan
dilaksanakan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan
perpanjangan FPJP.
2) untuk agunan berupa SBIS, Bank menyampaikan surat pernyataan yang
menyatakan bahwa SBIS yang menjadi agunan FPJP tidak akan
digunakan untuk kepentingan lain selain FPJP, yang ditandatangani
oleh Direktur yang membawahi Unit Usaha Syariah.
(7) Pemenuhan dokumen Aset Kredit yang telah diagunkan hanya dilakukan
dalam hal terdapat perubahan agunan berupa Aset Kredit.
(8) Bank menyampaikan daftar Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP dengan
ketentuan, yaitu:
1) dalam hal tidak terdapat perubahan agunan Aset Kredit, Bank cukup
menyampaikan daftar Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP dengan
format sebagaimana Lampiran IV.b (Lampiran 13 dalam kodifikasi ini);
atau
2) dalam hal terdapat perubahan agunan Aset Kredit, Bank cukup
menyampaikan daftar Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP dengan
format sebagaimana Lampiran IV.c (Lampiran 14 dalam kodifikasi ini).
(9) Surat permohonan perpanjangan FPJP yang dilengkapi dengan dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud pada huruf d disampaikan kepada
Gubernur Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan
tembusan kepada Departemen Pengawasan Bank terkait; atau Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri dalam hal Bank yang mengajukan
FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Dalam Negeri.
(10)Dokumen Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disampaikan
kepada:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal
Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
(1) Bank dapat mengajukan tambahan nilai FPJP yang dibutuhkan dalam hal Bank
masih memiliki Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek sepanjang:
a. agunan masih mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 (Paragraf 33, Paragraf 34
dan Paragraf 35 dalam kodifikasi ini); dan
b. penggunaan FPJP belum melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender
berturut-turut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) (Paragraf
40 ayat (2) dalam kodifikasi ini).
32
Likuiditas Rupiah
Paragraf
43
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Tambahan nilai FPJP yang diajukan akan diakumulasikan terhadap nilai FPJP
yang belum dilunasi.
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi III No.4
(2) Apabila diperlukan, selama masa periode FPJP Bank dapat mengajukan
penambahan plafon FPJP sesuai kebutuhan.
(3) Penambahan plafon FPJP dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus
kas selama periode FPJP;
2) Bank memiliki agunan yang nilainya mencukupi dan memenuhi
persyaratan sebagaimana Surat Edaran Bank Indonesia ini; dan
3) Bank memiliki rasio KPMM paling rendah 8% (delapan persen) dan
memenuhi modal sesuai dengan profil risiko Bank berdasarkan
perhitungan Bank Indonesia.
(4) Pengajuan permohonan:
1) Bank dapat mengajukan permohonan penambahan plafon FPJP pada
setiap hari kerja pukul 08.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB selama
periode FPJP.
2) Bank menyampaikan surat permohonan penambahan FPJP paling lambat
3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo FPJP.
3) Surat Permohonan Penambahan FPJP, yang dilengkapi dengan dokumen
pendukung disampaikan kepada Gubernur Bank Indonesia, Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Departemen
Pengawasan Bank terkait; atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam
Negeri dalam hal Bank yang mengajukan permohonan penambahan FPJP
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Dalam Negeri.
4) Dalam hal penambahan plafon FPJP dijamin dengan agunan berupa Aset
Kredit, dokumen Aset Kredit disampaikan kepada:
a) Departemen Pengawasan Bank terkait; atau
b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal
Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
BAB III
Persetujuan Dan Pencairan FPJP
Pasal 14
14/16/PBI/2012
Ayat (1)
(1) Persetujuan Bank Indonesia atas permohonan FPJP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (1) (Paragraf 39 ayat (1) dalam kodifikasi ini),
perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 (Paragraf 41 dalam
kodifikasi ini), dan/atau penambahan FPJP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 (Paragraf 42 dalam kodifikasi ini) dilakukan apabila:
a. Bank memenuhi persyaratan permohonan FPJP;
b. Bank memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen permohonan FPJP;
dan
c. berdasarkan analisis Bank Indonesia diperkirakan bahwa Bank tidak dapat
memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus kas paling lama
14 (empat belas) hari kalender ke depan.
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi V
No.1 – 2
Bank Indonesia dalam memberikan persetujuan atau penolakan FPJP
melakukan verifikasi dan analisis atas dokumen persyaratan pengajuan
permohonan FPJP serta informasi lain yang dimiliki Bank Indonesia.
33
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
Ketentuan
Bank Indonesia dapat meminta informasi lain kepada Bank dalam rangka
melakukan verifikasi dan analisis atas dokumen persyaratan pengajuan
permohonan FPJP.
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi V
No. 4 – 5
Dalam hal permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP
disetujui oleh Bank Indonesia:
1. Bank meminta notaris untuk mempersiapkan Akta Perjanjian Pemberian
FPJP, Akta Gadai, dan/atau Akta Jaminan Fidusia sebagaimana contoh
pada Lampiran VIII, Lampiran IX, dan Lampiran X (Lampiran 18-20,
Lampiran 15-17, dan Lampiran 24 dalam kodifikasi ini);
2. Bank harus membuka rekening penampungan (escrow account) di Bank
yang bersangkutan untuk menampung angsuran pokok dan segala
pendapatan yang diperoleh dari surat berharga dan hak tagih Bank atas
Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP, antara lain namun tidak terbatas
pada penerimaan kupon, pendapatan bunga, klaim asuransi kredit; dan
3. Bank membuat surat kuasa pencairan rekening penampungan (escrow
account) kepada Bank Indonesia sebagai bagian dari Akta Perjanjian
Pemberian FPJP sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Akta sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditandatangani oleh Direksi Bank
yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank bersangkutan dan
Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia yang membawahi pengawasan
Bank.
44
Pasal 14
14/16/PBI/2012
Ayat (2) – (5)
(2) Persetujuan pemberian FPJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan
dalam perjanjian pemberian FPJP antara Bank Indonesia dengan Bank
penerima FPJP.
(3) Perjanjian pemberian FPJP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri
dengan perjanjian pengikatan agunan FPJP.
(4) Realisasi pemberian FPJP oleh Bank Indonesia dilakukan melalui rekening giro
rupiah Bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian pemberian FPJP diatur dalam
Surat Edaran Bank Indonesia.
Pasal 15
14/16/PBI/2012
(1) Bank Indonesia menolak permohonan FPJP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 (Paragraf 39 dalam kodifikasi ini) dalam hal Bank yang mengajukan
permohonan FPJP tidak memenuhi ketentuan, tata cara dan persyaratan yang
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
(2) Bank Indonesia memberitahukan persetujuan atau penolakan atas
permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP kepada Bank
melalui surat.
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi V No. 7
45
Pasal 16
14/16/PBI/2012
Bank Indonesia menolak permohonan perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 (Paragraf 41 dalam kodifikasi ini) dan/atau permohonan
penambahan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 (Paragraf 42 dalam
kodifikasi ini), apabila:
a. permohonan perpanjangan FPJP dan/atau permohonan penambahan FPJP
tidak sesuai dengan ketentuan, tata cara dan persyaratan yang diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia ini; dan/atau
b. Bank penerima FPJP mengalami perkembangan yang memburuk,
34
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
permasalahan likuiditas mendasar, dan/atau mengalami perubahan status
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penetapan status dan tindak lanjut pengawasan Bank.
Yang dimaksud dengan ”mengalami perkembangan yang memburuk”
adalah apabila arah rasio GWM Bank semakin menurun.
Yang dimaksud dengan ”permasalahan likuiditas mendasar” antara lain
adalah posisi arus kas yang semakin memburuk sebagai akibat maturity
mismatch yang besar terutama pada skala waktu jangka pendek.
46
Pasal 17
14/16/PBI/2012
Ayat (1)
(1) Bank Indonesia menghentikan pencairan FPJP dan/atau mengakhiri perjanjian
FPJP sebelum jatuh waktu dalam hal terjadi pelanggaran persyaratan FPJP
oleh Bank.
Yang dimaksud dengan pelanggaran persyaratan FPJP adalah pelanggaran
atas persyaratan Bank penerima FPJP dan persyaratan agunan FPJP.
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi VI
No. 4.d. 1)
Pasal 17
14/16/PBI/2012
Ayat (2)
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi VI
No. 4.d. 2) – 4)
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi VI
No. 4.e
47
Bank Indonesia akan menghentikan pencairan FPJP dalam hal:
a) hasil perhitungan rasio KPMM bank di bawah 8% (delapan persen);
b) terjadi penurunan nilai agunan FPJP dengan kondisi sebagai berikut:
1. Bank tidak dapat menyerahkan agunan untuk menambah dan/atau
mengganti agunan FPJP setelah jangka waktu berakhir; dan
2. Bank masih memiliki sisa plafon yang belum digunakan lebih besar
daripada penurunan nilai agunannya.
(2) Penghentian pencairan FPJP dan/atau pengakhiran perjanjian FPJP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disebabkan karena pelanggaran
persyaratan agunan FPJP, dilakukan setelah tindakan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (5) (Paragraf 35 ayat (5) dalam kodifikasi ini) ditempuh.
1. Penghentian pencairan FPJP dilakukan pada hari yang sama dengan
penerimaan laporan perhitungan rasio KPMM.
2. Penghentian pencairan FPJP dilakukan pada hari kerja yang sama dengan
hasil laporan penilaian agunan.
3. Penghentian pencairan FPJP dilakukan sampai dengan FPJP jatuh tempo.
(3) Pengakhiran FPJP
Bank Indonesia akan mengakhiri perjanjian FPJP dalam hal:
1. terjadi penurunan nilai agunan pada saat periode penghentian pencairan
FPJP sebagaimana dimaksud pada huruf d sehingga nilai sisa plafon lebih
kecil dibandingkan dengan nilai penurunan agunan;
2. terjadi penurunan nilai agunan FPJP dengan kondisi sebagai berikut:
a) Bank tidak dapat menyerahkan agunan untuk menambah dan/atau
mengganti agunan FPJP setelah jangka waktu; dan
b) Bank masih memiliki sisa plafon yang belum digunakan lebih kecil
daripada penurunan nilai agunannya atau Bank sudah menggunakan
seluruh plafon FPJP.
BAB IV
Perhitungan Bunga
Pasal 18
14/16/PBI/2012
(1) Bank Indonesia mengenakan biaya bunga kepada Bank atas realisasi
penggunaan FPJP.
35
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
(2) Tingkat suku bunga FPJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar
repurchase agreement (repo) rate ditambah dengan 100 (seratus) basis poin.
Yang dimaksud dengan “repurchase agreement (repo) rate” adalah tingkat
suku bunga Lending Facility sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter.
48
BAB V
Pelunasan dan Eksekusi Agunan
Pasal 19
14/16/PBI/2012
Ayat (1) a
(1) Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank penerima FPJP di Bank
Indonesia dalam hal:
a. sebelum FPJP jatuh tempo dan saldo rekening giro Bank di Bank Indonesia
melebihi kewajiban GWM, paling tinggi sebesar nilai pokok FPJP yang telah
diterima Bank;
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi VII No. 1
Pasal 19
14/16/PBI/2012
Ayat (1) b
Bank Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar
kelebihan GWM tersebut sebagai pelunasan keseluruhan atau sebagian
nilai pokok FPJP.
b. FPJP jatuh tempo, sebesar nilai pokok dan bunga FPJP;
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi VII
No. 2 – 3
dengan mendahulukan pembayaran biaya bunga FPJP kemudian
pelunasan pokok FPJP.
Pasal 19
14/16/PBI/2012
Ayat (1) c
Pasal 19
14/16/PBI/2012
Ayat (2)
c. FPJP diakhiri sebelum perjanjian jatuh tempo, sebesar nilai pokok dan
bunga FPJP.
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi VII
No. 5 – 6
Pendebetan dilakukan oleh Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar
biaya bunga FPJP jatuh tempo yang dilakukan pada awal hari dan
pendebetan sebesar pokok FPJP jatuh tempo yang dilakukan paling cepat
pada pukul 16.00 WIB.
(2) Dalam hal saldo giro Rupiah Bank penerima FPJP di Bank Indonesia tidak
mencukupi untuk membayar pokok dan bunga FPJP maka Bank Indonesia
melakukan eksekusi agunan FPJP.
(3) Untuk memenuhi kekurangan pelunasan FPJP, Bank Indonesia melakukan
eksekusi agunan dan mencairkan rekening penampungan surat kuasa yang
diberikan Bank kepada Bank Indonesia.
(4) Sepanjang eksekusi agunan belum dilaksanakan atau belum selesai
dilaksanakan dan kemudian terdapat dana dalam Rekening Giro Rupiah Bank,
maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank tersebut untuk
melunasi FPJP.
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi VIII
No. 1 – 3
(5) Bank Indonesia melakukan eksekusi agunan FPJP dalam hal:
a. FPJP jatuh tempo dan tidak terdapat perpanjangan FPJP, atau perjanjian
FPJP diakhiri; dan
b. saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi
36
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
untuk melunasi biaya bunga dan/atau nilai pokok FPJP.
(6) Eksekusi agunan FPJP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Eksekusi agunan berupa SBI dan/atau SBIS dilakukan dengan cara
mencairkan SBI dan/atau SBIS sebelum jatuh tempo (early redemption).
b. Eksekusi agunan berupa SBN dan/atau Obligasi Korporasi dilakukan
melalui penjualan agunan oleh Pialang, dengan pengaturan sebagai
berikut:
1) Calon pembeli agunan dapat merupakan Bank, perorangan, atau
pihak lain.
2) Window time penjualan SBN dan/atau Obligasi Korporasi dapat
dilakukan antara jam 08.00 WIB sampai dengan jam 16.00 WIB.
3) Bank Indonesia cq. Grup Operasi Moneter-Departemen Pengelolaan
Moneter akan mengumumkan rencana penjualan SBN dan/atau
Obligasi Korporasi kepada Pialang paling lambat sebelum window
time melalui sarana BI-SSSS atau sarana lainnya.
4) Transaksi dilakukan melalui sarana Reuters Monitoring Dealing
System (RMDS) atau sarana lainnya.
5) Bank Indonesia cq. Grup Operasi Moneter-Departemen Pengelolaan
Moneter akan mengumumkan kepada Pialang mengenai calon
pembeli agunan yang penawarannya diterima melalui sarana BISSSS atau sarana lainnya.
6) Pialang menginformasikan kepada Bank Indonesia cq. Grup Operasi
Moneter-Departemen Pengelolaan Moneter antara lain hal-hal
sebagai berikut:
a) Sub-Registry bagi calon pembeli agunan selain bank yang
penawarannya diterima untuk pelaksanaan setelmen SBN;
b) Lembaga kustodian untuk calon pembeli agunan yang
penawarannya diterima untuk pelaksanaan setelmen Obligasi
Korporasi;
c) Bank Pembayar bagi calon pembeli agunan selain bank yang
penawarannya diterima untuk pelaksanaan setelmen dana.
7) Calon pembeli yang penawarannya diterima yang merupakan Bank
dan Bank Pembayar yang ditunjuk wajib menyediakan dana di
Rekening Giro di Bank Indonesia.
8) Bank Indonesia melakukan setelmen paling lambat pada 5 (lima)
hari kerja (T+5) setelah pengumuman dengan mendebet rekening
giro Bank atau Bank Pembayar yang ditunjuk bagi calon pembeli
agunan selain Bank.
9) Dalam hal agunan berupa SBN dan/atau Obligasi Korporasi tidak
terjual dan saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak
mencukupi sampai dengan berakhirnya jangka waktu pengikatan
agunan Obligasi Korporasi (jangka waktu FPJP ditambah 10
(sepuluh) hari kerja), Bank Indonesia meminta Bank untuk
memperpanjang jangka waktu pengikatan pengagunan Obligasi
Korporasi sampai dengan Bank dapat melunasi pokok FPJP ditambah
biaya bunga FPJP dan biaya lain terkait dengan pemberian FPJP.
c. Eksekusi agunan berupa Aset Kredit, dilakukan dengan mekanisme
sebagai berikut:
1) Eksekusi agunan dapat dilakukan dengan cara:
a) menjual hak tagih atas dasar Sertifikat Jaminan Fidusia;
37
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Pasal 19
14/16/PBI/2012
Ayat (3)
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi VIII
No. 4 – 5
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
b) menjual hak tagih atas kekuasaan penerima fidusia sendiri
melalui pelelangan umum; atau
c) menjual di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan
kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara
demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan
para pihak.
2) Pelaksanaan eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada angka 1)
berpedoman pada ketentuan perundang-undangan yang mengatur
mengenai jaminan fidusia.
3) Dalam hal eksekusi penjualan dibawah tangan dilakukan oleh Bank,
maka Bank harus menyampaikan rencana pelaksanaan eksekusi
agunan berupa hak tagih atas Aset Kredit tersebut serta melaporkan
realisasi eksekusi agunan dimaksud kepada Bank Indonesia cq.
Departemen Kredit, BPR dan UMKM atau Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Dalam Negeri dengan tembusan kepada Bank Indonesia
cq. Departemen Pengawasan Bank terkait dan Departemen
Pengelolaan Moneter.
4) Dalam hal dilakukan eksekusi agunan Aset Kredit, Bank wajib
menginformasikan pengalihan tagihan kredit kepada masing-masing
debitur, berdasarkan surat pemberitahuan dari Bank Indonesia.
5) Hasil eksekusi agunan FPJP disetorkan ke rekening hasil eksekusi
agunan FPJP di Bank Indonesia.
(7) Bank Indonesia tetap mengenakan biaya bunga sampai dengan eksekusi
agunan selesai dilaksanakan.
Selama agunan belum dapat dieksekusi, Bank tetap dikenakan biaya bunga
FPJP yang besarnya dihitung berdasarkan saldo FPJP yang belum dilunasi dan
tingkat bunga FPJP terakhir.
Hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJP yang terdiri dari
nilai pokok FPJP ditambah dengan akumulasi biaya bunga FPJP, biaya eksekusi
agunan, dan biaya lain yang timbul dalam pemberian FPJP.
Pasal 19
14/16/PBI/2012
Ayat (4)
(8) Apabila nilai hasil eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lebih
kecil dibandingkan dengan jumlah pokok dan bunga FPJP yang harus dilunasi
oleh Bank maka Bank wajib membayar kekurangannya kepada Bank
Indonesia.
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi VIII
No. 8
Pasal 19
14/16/PBI/2012
Ayat (5)
Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank tidak mencukupi untuk
pendebetan, Bank wajib menyetor tambahan dana untuk menutup
kekurangan dimaksud kepada Bank Indonesia.
(9) Apabila nilai hasil eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lebih
besar dibandingkan dengan jumlah pokok dan bunga FPJP yang harus dilunasi
oleh Bank maka Bank Indonesia mengembalikan kelebihan tersebut kepada
Bank.
38
Likuiditas Rupiah
Paragraf
49
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi VIII
No. 9
Ketentuan
(10) Selama berlangsungnya eksekusi agunan, Bank Indonesia tetap
mengupayakan pelunasan FPJP dengan cara mendebet Rekening Giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar nilai pokok FPJP ditambah biaya
bunga FPJP yang belum dilunasi dan biaya lain terkait dengan pelaksanaan
eksekusi agunan atau sampai dengan nilai saldo giro Bank nihil.
BAB VI
Biaya Pemberian FPJP
Pasal 20
14/16/PBI/2012
Biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pengikatan perjanjian, pengikatan
dan eksekusi agunan serta biaya lainnya yang mungkin timbul dalam rangka
pemberian FPJP menjadi beban Bank.
Biaya antara lain berupa biaya notaris untuk pengikatan perjanjian dan
pengikatan agunan dalam rangka pemberian FPJP, biaya jasa penilai agunan
serta biaya-biaya lainnya yang timbul karena eksekusi agunan FPJP.
50
51
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi IX
Biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian FPJP menjadi beban Bank
penerima FPJP, antara lain berupa:
1. biaya bunga FPJP sampai dengan FPJP dilunasi;
2. biaya pembuatan akta perjanjian FPJP dan pengikatan agunan FPJP;
3. biaya proses eksekusi agunan;
4. biaya transaksi, biaya kustodian dan biaya lainnya yang timbul atas
pengagunan Obligasi Korporasi di otoritas penatausahaan surat berharga
dimaksud; dan
5. biaya lainnya terkait pemberian FPJP.
BAB VII
Pengawasan
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi X No.1
Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk melakukan tindakan tertentu guna
penyelesaian kesulitan likuiditas Bank atau tidak melakukan tindakan tertentu
yang dapat menambah kesulitan likuiditas Bank.
Pasal 21
14/16/PBI/2012
Dalam rangka pengawasan terhadap penggunaan FPJP, Bank wajib :
a. menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia mengenai penggunaan FPJP,
kondisi likuiditas Bank, pemantauan pemenuhan persyaratan FPJP dan
persyaratan agunan FPJP pada setiap akhir hari kerja.
b. menyampaikan rencana tindak perbaikan (remedial action plan) untuk
mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek paling lama 5 (lima) hari kerja
setelah pencairan FPJP.
Pasal 22
14/16/PBI/2012
Bank Indonesia melakukan pemeriksaan atas penggunaan FPJP yang diberikan
kepada Bank.
Pemeriksaan terhadap Bank yang menerima FPJP dapat dilakukan pada periode
diterimanya atau setelah jatuh tempo FPJP.
SE 15/11/DPNP
2013
Romawi X No.1
Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk melakukan tindakan tertentu guna
penyelesaian kesulitan likuiditas Bank atau tidak melakukan tindakan tertentu
yang dapat menambah kesulitan likuiditas Bank.
39
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
Ketentuan
BAB VIII
Sanksi
52
Pasal 23
14/16/PBI/2012
Dalam hal Bank tidak melunasi FPJP dan/atau melakukan pelanggaran atas
ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini, Bank dikenakan sanksi berupa:
a. tidak dapat menerima FPJP dalam jangka waktu tertentu; dan/atau
b. sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2) UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 antara lain berupa teguran
tertulis, larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring, pembekuan
kegiatan usaha tertentu dan/atau pemberhentian Pengurus Bank.
53
Pasal 24
14/16/PBI/2012
Pengurus Bank, Pemegang Saham Pengendali dan pejabat eksekutif Bank yang
dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk
memastikan ketaatan Bank terhadap ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia
ini dan/atau memberikan keterangan atau dokumen yang diwajibkan dalam
Peraturan Bank Indonesia ini secara tidak benar, selain dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b (Paragraf 52 huruf b dalam
kodifikasi ini) juga dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dan
Pasal 50 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
BAB I
54
Pasal 1
11/24/PBI/2009
Angka 1 – 7
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah bagi Bank Umum
Syariah
Ketentuan Umum
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bank Indonesia adalah Bank sentral Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2009;
Bank Umum Syariah, yang selanjutnya disebut Bank adalah bank syariah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran;
Giro Wajib Minimum yang selanjutnya disebut GWM adalah simpanan
minimum yang harus dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo rekening giro
pada Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai GWM bagi Bank;
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah, yang untuk selanjutnya disebut
FPJPS adalah fasilitas pendanaan berdasarkan prinsip syariah dari Bank
Indonesia kepada Bank yang hanya dapat digunakan untuk mengatasi
kesulitan pendanaan jangka pendek;
Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah suatu kondisi yang dialami Bank
yaitu arus dana masuk lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar yang
dapat menimbulkan tidak terpenuhinya kewajiban GWM dalam mata uang
rupiah pada Bank;
Sertifikat Bank Indonesia Syariah, yang untuk selanjutnya disebut SBIS adalah
surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam
mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia;
Surat Berharga Syariah Negara, yang selanjutnya disebut SBSN adalah surat
berharga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara;
40
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi I No. 7
Pasal 1
11/24/PBI/2009
Angka 9 – 10
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi I
No. 10 – 14
Fasilitas Likuiditas
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
55
Ketentuan
Obligasi Syariah Korporasi yang selanjutnya disebut Sukuk Korporasi adalah
surat utang yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah oleh korporasi dan
ditatausahakan di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
Pembiayaan adalah pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah;
Mudharabah adalah perjanjian antara pemilik dana dengan pengelola dana
untuk memelihara likuiditas Bank.
Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut
Sistem BI-RTGS adalah Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai sistem BI-RTGS.
Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disingkat BI-SSSS adalah BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS.
Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi
penatausahaan surat berharga untuk kepentingan peserta yang memiliki
rekening surat berharga di BI-SSSS.
Sub-Registry adalah bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian
yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia melakukan
fungsi penatausahaan surat berharga untuk kepentingan nasabah.
Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing serta
perantara pedagang efek yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan
Republik Indonesia sebagai dealer utama.
BAB II
Persyaratan dan Tata Cara Permohonan FPJPS
Pasal 2
14/20/PBI/2012
Ayat (1)
(1) Bank yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dapat
mengajukan permohonan untuk memperoleh FPJPS apabila memiliki rasio
kewajiban penyediaan modal minimum (capital adequacy ratio) paling
rendah 8% (delapan persen) dan memenuhi modal sesuai profil risiko Bank.
Apabila terdapat unit usaha syariah yang mengalami Kesulitan Pendanaan
Jangka Pendek, maka unit usaha syariah wajib meminta tambahan dana
dari bank umum konvensional yang menjadi induknya.
Penetapan besarnya rasio kewajiban penyediaan modal minimum mengacu
kepada pemenuhan modal minimum sesuai profil risiko sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kewajiban penyediaan modal minimum bagi Bank.
Rasio kewajiban penyediaan modal minimum yang digunakan adalah
berdasarkan perhitungan terkini Bank Indonesia.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi II.A
No. 1 – 2
Bank yang dapat mengajukan permohonan awal, permohonan penambahan
plafon, dan/atau permohonan perpanjangan FPJPS adalah Bank yang
mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dan memiliki agunan yang
berkualitas tinggi dengan nilai agunan yang mencukupi.
Bank harus memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
paling rendah 8% (delapan persen) dan memenuhi modal sesuai dengan
profil risiko Bank, berdasarkan perhitungan Bank Indonesia.
41
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Pasal 2
14/20/PBI/2012
Ayat (2)
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
(2) Bank mengajukan plafon FPJPS berdasarkan perkiraan jumlah kebutuhan
likuiditas sampai dengan Bank memenuhi GWM dalam mata uang rupiah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Perkiraan Bank atas jumlah kebutuhan likuiditas didasarkan pada proyeksi
arus kas paling lama 14 hari kalender ke depan.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi II.A
No. 3
Pasal 2
14/20/PBI/2012
Ayat (3)
yang disampaikan oleh Bank.
(3) Pencairan FPJPS dilakukan sebesar kebutuhan Bank untuk memenuhi
kewajiban GWM dalam mata uang rupiah.
Kewajiban GWM didasarkan pada perhitungan Bank Indonesia.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi VI.C
Dalam hal permohonan FPJPS disetujui, Bank Indonesia akan mencairkan
pemberian FPJPS sebesar kekurangan GWM yang dihitung berdasarkan
posisi harian saldo giro Bank pada saat pre cut off Sistem BI-RTGS dengan
mengkredit Rekening Giro Rupiah Bank yang bersangkutan di Bank
Indonesia.
Pencairan pemberian FPJPS sebagaimana dimaksud pada angka 1 (ayat (3)
dalam kodifikasi ini) dilakukan setelah pre cut off Sistem BI-RTGS.
Pencairan pemberian FPJPS sebagaimana dimaksud pada angka 1 ayat (3)
dalam kodifikasi ini) dilakukan paling banyak sebesar plafon FPJPS yang
disetujui.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi II.A
No. 4 – 5
Dilakukan oleh Bank Indonesia secara harian sebesar kebutuhan Bank untuk
memenuhi kewajiban GWM, selama memenuhi plafon dan jangka waktu
FPJPS yang telah disetujui oleh Bank Indonesia.
(4)
Selama periode pemberian FPJPS, Bank penerima FPJPS tidak dapat
menempatkan dana di Bank Indonesia.
56
Pasal 3
11/24/PBI/2009
FPJPS yang diterima oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
(Paragraf 55 ayat (1) dalam kodifikasi ini) berdasarkan akad Mudharabah.
57
Pasal 4
11/24/PBI/2009
FPJPS wajib dijamin oleh Bank dengan agunan yang berkualitas tinggi yang
nilainya memadai sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi II.B
No. 1 – 3
1. Bank menjamin FPJPS dengan agunan milik Bank berupa SBIS, SBSN, Sukuk
Korporasi, dan/atau aset Pembiayaan.
2. Sukuk Korporasi hanya dapat dijadikan agunan FPJPS dalam hal:
a. Bank memiliki SBIS dan/atau SBSN, namun tidak mencukupi untuk
menjadi agunan FPJPS; atau
b. Bank tidak memiliki SBIS dan/atau SBSN.
42
Likuiditas Rupiah
Paragraf
58
Sumber Regulasi
Pasal 5
14/20/PBI/2012
Ayat (1) – (2) a
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi II.B
No. 4 a
Pasal 5
14/20/PBI/2012
Ayat (2) b
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
3. Aset Pembiayaan hanya dapat dijadikan agunan FPJPS dalam hal:
a. Bank memiliki SBIS, SBSN, dan/atau Sukuk Korporasi, namun tidak
mencukupi untuk menjadi agunan FPJPS; atau
b. Bank tidak memiliki SBIS, SBSN, dan/atau Sukuk Korporasi.
(1) Agunan yang berkualitas tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
(Paragraf 57 dalam kodifikasi ini) berupa:
a. surat berharga;
b. aset Pembiayaan.
(2) Jenis surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a:
a. surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia
dan/atau Bank Indonesia yang meliputi SBSN dan SBIS;
Untuk agunan berupa SBIS dan/atau SBSN:
A. Persyaratan:
Pada tanggal FPJPS jatuh tempo SBIS dan/atau SBSN yang diagunkan
memiliki sisa jangka waktu:
a) paling singkat 3 (tiga) hari kerja untuk SBIS; atau
b) paling singkat 12 (dua belas) hari kerja untuk SBSN.
B. Nilai agunan SBIS dan/atau SBSN ditetapkan sebagai berikut:
a) dalam hal agunan berupa SBIS, nilai agunan ditetapkan sebesar
100% (seratus persen) dari plafon FPJPS yang dijamin dengan
SBIS; atau
b) dalam hal agunan berupa SBSN, nilai agunan FPJPS ditetapkan
paling rendah sebesar 105% (seratus lima persen) dari plafon
FPJPS yang dijamin dengan SBSN,
dengan perhitungan sebagaimana dimaksud pada butir IV.A
(Paragraf 59 ayat (2) dalam kodifikasi ini) dan butir IV.B (Paragraf 59
ayat (2) dalam kodifikasi ini).
C. Jangka waktu pengikatan agunan FPJPS berupa SBIS dan SBSN
ditetapkan sebagai berikut:
a) untuk SBIS, yaitu selama jangka waktu FPJPS ditambah 2 (dua)
hari kerja;
b) untuk SBSN, yaitu selama jangka waktu FPJPS ditambah 10
(sepuluh) hari kerja;
c) dalam hal terjadi pelunasan FPJPS, maka pengagunan FPJPS
berupa SBIS dan SBSN dilepas (release) paling lama 1 (satu) hari
kerja setelah FPJPS dilunasi;
d) dalam hal terjadi perpanjangan FPJPS dan digunakan agunan yang
sama, maka pengagunan FPJPS dilepas (release) pada saat FPJPS
jatuh tempo dan pada saat yang bersamaan diagunkan kembali.
b. surat berharga syariah yang diterbitkan oleh badan hukum lainnya yang
pada saat permohonan FPJPS memiliki peringkat paling kurang peringkat
investasi (investment grade), aktif diperdagangkan, dan sisa jangka
waktu surat berharga paling kurang 90 (sembilan puluh) hari.
Yang dimaksud dengan “surat berharga syariah yang diterbitkan oleh
badan hukum lainnya” adalah obligasi syariah korporasi (sukuk
korporasi).
43
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Peringkat tersebut berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat
yang diakui Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui
Bank Indonesia.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi II.B
No. 4 b
Pasal 5
14/20/PBI/2012
Ayat (3) a
Untuk agunan berupa Sukuk Korporasi:
1) Persyaratan:
a) pada tanggal FPJPS jatuh tempo, Sukuk Korporasi yang diagunkan
memiliki sisa jangka waktu paling singkat 90 (sembilan puluh)
hari kalender;
b) aktif diperdagangkan, yaitu pernah diperdagangkan di Bursa Efek
Indonesia dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir.
Contoh:
Dalam hal Bank mengajukan FPJPS pada tanggal 5 Desember
2013, maka perhitungan 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir
Sukuk Korporasi aktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia
adalah sejak tanggal 5 November 2013 sampai dengan 4
Desember 2013;
c) memiliki peringkat paling kurang 3 (tiga) peringkat (notch)
teratas pada 1 (satu) tahun terakhir berdasarkan hasil penilaian
lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia sesuai
ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
Contoh lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I (Lampiran
60 dalam kodifikasi ini); dan
d) hasil pemeringkatan terkini Sukuk Korporasi disampaikan ke
Bank Indonesia bersamaan dengan pengajuan permohonan
FPJPS, paling kurang dari 1 (satu) lembaga pemeringkat yang
diakui oleh Bank Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia
yang berlaku.
2) Nilai agunan Sukuk Korporasi ditetapkan paling rendah sebesar 120%
(seratus dua puluh persen) dari plafon FPJPS yang dijamin dengan
Sukuk Korporasi, dengan perhitungan sebagaimana dimaksud pada
butir IV.C. (Paragraf 59 ayat (2) dalam kodifikasi ini).
3) Jangka waktu pengikatan agunan Sukuk Korporasi ditetapkan sebagai
berikut:
a) selama jangka waktu FPJPS ditambah 10 (sepuluh) hari kerja;
b) dalam hal terjadi pelunasan FPJPS, maka pengagunan FPJPS
dilepas (release) paling lama 1 (satu) hari kerja setelah FPJPS
dilunasi;
c) dalam hal terjadi perpanjangan FPJPS dan digunakan agunan yang
sama, maka pengagunan FPJPS diperpanjang pada saat FPJPS
jatuh tempo.
(3) Aset Pembiayaan yang dapat dijadikan agunan FPJPS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b wajib memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. kualitas tergolong lancar selama 12 (dua belas) bulan terakhir;
44
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi II.B
No. 4 c 1)
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
berturut-turut;
Informasi mengenai aset Pembiayaan yang mempunyai kualitas lancar
diperoleh dari laporan kualitas Pembiayaan yang disampaikan Bank ke
dalam Sistem Informasi Debitur (SID) dan informasi lain yang dimiliki oleh
Bank Indonesia. Dalam hal terdapat perbedaan penilaian kualitas aset
Pembiayaan antara yang telah dilaporkan Bank dengan penilaian oleh
Bank Indonesia, maka kualitas asset Pembiayaan yang digunakan adalah
berdasarkan penilaian kualitas asset Pembiayaan oleh Bank Indonesia;
Penjelasan
Pasal 5
14/20/PBI/2012
Ayat (3) a
Kriteria kualitas tergolong lancar mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penilaian kualitas aktiva bagi Bank.
Pasal 5
14/20/PBI/2012
Ayat (3) b – d
b. bukan merupakan Pembiayaan konsumsi kecuali Pembiayaan
kepemilikan rumah;
c. Pembiayaan dijamin dengan agunan tanah dan/atau bangunan yang
memiliki nilai paling kurang 140% (seratus empat puluh persen) dari
plafon Pembiayaan;
Nilai agunan yang digunakan adalah nilai terendah dari nilai taksasi dan
nilai pasar.
Penilaian agunan dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penilaian kualitas aktiva bagi Bank, antara lain
mengenai batasan pembiayaan yang agunannya harus dinilai oleh
penilai independen, kriteria penilai independen, dan waktu dilakukannya
penilaian.
d. bukan merupakan Pembiayaan kepada pihak terkait Bank;
Yang dimaksud dengan “pihak terkait” adalah pihak terkait sebagaimana
diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai batas
maksimum penyaluran dana yang berlaku bagi Bank.
Sementara ketentuan mengenai batas maksimum penyaluran dana bagi
Bank belum diatur, maka batas maksimum penyaluran dana bagi Bank
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
batas maksimum pemberian kredit Bank Umum.
SE 15/44/DPbs
2013
Romawi II.B
No. 4.c.1) d)
Pasal 5
14/20/PBI/2012
Ayat (3) e – h
Sesuai dengan kriteria sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai Batas Maksimum Penyaluran Dana
(BMPD) Bank pada saat diberikan.
e. Pembiayaan belum pernah direstrukturisasi;
Yang dimaksud dengan “Pembiayaan belum pernah direstrukturisasi”
adalah Pembiayaan yang belum pernah dilakukan restrukturisasi
45
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai restrukturisasi pembiayaan bagi Bank.
f. sisa jangka waktu sampai dengan jatuh tempo Pembiayaan paling singkat
12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal persetujuan FPJPS;
g. saldo pokok Pembiayaan tidak melebihi batas maksimum penyaluran
dana pada saat diberikan dan tidak melebihi plafon Pembiayaan; dan
Batas maksimum penyaluran dana mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai batas maksimum penyaluran dana
yang berlaku bagi Bank.
Sementara ketentuan mengenai batas maksimum penyaluran dana bagi
Bank belum diatur maka batas maksimum penyaluran dana bagi Bank
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
batas maksimum pemberian kredit Bank Umum.
h. memiliki akad Pembiayaan dan pengikatan agunan yang memiliki
kekuatan hukum.
SE 15/44/DPbs
2013
Romawi II.B
No. 4.c.1) h)
Pasal 5
14/20/PBI/2012
Ayat (4) – (5)
Sesuai ketentuan yang berlaku.
(4) Surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b hanya dapat
digunakan sebagai agunan FPJPS dalam hal:
a. Bank tidak memiliki surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a; atau
b. Bank memiliki surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a namun tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJPS.
(5) Aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat
digunakan sebagai agunan FPJPS dalam hal Bank tidak memiliki surat
berharga atau surat berharga yang dimiliki oleh Bank tidak mencukupi untuk
menjadi agunan FPJPS.
Apabila Bank memiliki surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
namun nilainya tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJPS maka Bank
dapat menggunakan aset Pembiayaan untuk menambah kekurangan nilai
agunan.
(6) Dalam hal setelah memperoleh FPJPS yang dijamin oleh sebagian atau
seluruhnya dnegan aset Pembiayaan, Bank memiliki surat berharga yang
memenuhi syarat untuk menjadi agunan FPJPS, Bank wajib mengganti aset
Pembiayaan yang diagunakan dengan surat berharga tersebut.
59
Pasal 6
14/20/PBI/2012
Ayat (1)
(1) Nilai aset yang digunakan sebagai agunan FPJPS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 (Paragraf 58 dalam kodifikasi ini) ditetapkan sebagai berikut:
a. dalam hal agunan berupa SBIS, nilai agunan ditetapkan paling kurang
sebesar 100% (seratus persen) dari plafon FPJPS yang dihitung
46
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
berdasarkan nilai nominal surat berharga tersebut;
b. dalam hal agunan berupa SBSN, nilai agunan ditetapkan paling kurang
sebesar 105% (seratus lima persen) dari plafon FPJPS yang dihitung
berdasarkan nilai pasar surat berharga tersebut;
c. dalam hal agunan berupa surat berharga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2) huruf b (Paragraf 58 (2) huruf b dalam kodifikasi ini), nilai
agunan ditetapkan sesuai dengan jenis surat berharga paling kurang
sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari plafon FPJPS, yang dihitung
berdasarkan nilai pasar surat berharga;
d. dalam hal agunan berupa aset Pembiayaan, nilai agunan tersebut
ditetapkan paling kurang sebesar 200% (dua ratus persen) dari plafon
FPJPS, yang dihitung berdasarkan saldo pokok aset Pembiayaan.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi II.B No.
4 C 2)
Nilai agunan aset Pembiayaan ditetapkan paling rendah sebesar 200%
(dua ratus persen) dari plafon FPJPS yang dijamin dengan aset
Pembiayaan, yang dihitung berdasarkan saldo pokok aset Pembiayaan,
dengan perhitungan sebagaimana dimaksud pada butir IV.D (ayat (2)
dalam kodifikasi ini).
Pasal 6
14/20/PBI/2012
Ayat (2)
(2) Ketentuan mengenai nilai nominal dan nilai pasar sebagaimana tersebut
pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c akan diatur lebih lanjut dalam
Surat Edaran Bank Indonesia.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi IV
Perhitungan nilai Agunan FPJPS dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
A. Agunan berupa SBIS
1. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan pada nilai nominal SBIS pada
saat permohonan awal, permohonan penambahan dan/atau
perpanjangan FPJPS disetujui.
2. Nilai nominal SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 1 dihitung
berdasarkan nilai nominal SBIS yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
yang tercantum dalam BI-SSSS, sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi
moneter syariah.
B. Agunan berupa SBSN
1. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai pasar SBSN pada saat
permohonan
awal,
permohonan
penambahan
dan/atau
perpanjangan FPJPS disetujui.
2. Nilai pasar SBSN dihitung berdasarkan nominal dan harga setiap seri
SBSN yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang tercantum dalam
BI-SSSS, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai operasi moneter syariah.
3. Harga setiap seri SBSN ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan
mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis dan seri SBSN
yang diagunkan, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter syariah.
C. Agunan berupa Sukuk Korporasi
1. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan pada nilai pasar Sukuk
Korporasi pada saat permohonan awal, permohonan penambahan
dan/atau perpanjangan FPJPS disetujui.
2. Besarnya nilai agunan sebagaimana dimaksud pada angka 1
47
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
ditetapkan sebesar:
a. 120% (seratus dua puluh persen) dari plafon FPJPS yang dijamin
dengan Sukuk Korporasi yang diterbitkan oleh Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) dan/atau dijamin oleh pemerintah pusat,
dengan peringkat teratas berdasarkan penilaian lembaga
pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
b. 135% (seratus tiga puluh lima persen) dari plafon FPJPS yang
dijamin dengan Sukuk Korporasi yang diterbitkan oleh
pemerintah daerah, badan hukum lainnya selain BUMN, dengan
peringkat teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat
yang diakui oleh Bank Indonesia.
c. 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon FPJPS yang
dijamin dengan Sukuk Korporasi, dengan peringkat ke-2 (dua)
teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui
oleh Bank Indonesia.
d. 145% (seratus empat puluh lima persen) dari plafon FPJPS yang
dijamin dengan Sukuk Korporasi, dengan peringkat ke-3 (tiga)
teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui
oleh Bank Indonesia.
3. Nilai pasar Sukuk Korporasi sebagaimana dimaksud pada angka 1
dihitung berdasarkan harga penutupan terkini di Bursa Efek
Indonesia dari Sukuk Korporasi yang aktif diperdagangkan dalam 30
(tiga puluh) hari kalender terakhir sampai dengan permohonan awal,
permohonan penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS disetujui.
D. Agunan berupa aset Pembiayaan
1. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan saldo pokok asset Pembiayaan
2 (dua) hari kerja sebelum tanggal permohonan awal, permohonan
penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS.
2. Besarnya nilai agunan sebagaimana dimaksud pada angka 1
ditetapkan 200% (dua ratus persen) dari plafon FPJPS yang dijamin
dengan aset Pembiayaan.
3. Apabila terdapat Pembiayaan dalam valuta asing, maka konversi ke
dalam mata uang Rupiah dilakukan dengan kurs tengah Bank
Indonesia 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal permohonan awal,
penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS.
Perhitungan nilai agunan dalam bentuk SBIS, SBSN, Sukuk Korporasi,
dan/atau aset Pembiayaan sebagaimana contoh pada Lampiran VII
(Lampiran 66 dalam kodifikasi ini).
60
Pasal 7
14/20/PBI/2012
Ayat (1) – (4)
(1) Agunan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) (Paragraf 58
ayat (1) dalam kodifikasi ini) harus bebas dari segala bentuk perikatan,
sengketa, dan tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain dan/atau Bank
Indonesia, yang dinyatakan dalam surat pernyataan Direksi Bank kepada
Bank Indonesia.
(2) Bank yang telah memperoleh FPJPS dilarang untuk memperjualbelikan
dan/atau menjaminkan kembali agunan surat berharga yang masih dalam
status sebagai agunan FPJPS.
(3) Bank wajib mengganti dan/atau menambahkan agunan FPJPS apabila tidak
memenuhi kondisi-kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Bank wajib melakukan penilaian terhadap agunan FPJPS secara berkala
48
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
Ketentuan
dalam periode tertentu
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi II.B
No. 6
Pasal 7
14/20/PBI/2012
Ayat (5)
setiap hari.
(5) Bank wajib menambah dan/atau mengganti agunan FPJPS, apabila:
a. terjadi penurunan nilai surat berharga berupa SBSN dan surat berharga
syariah yang diterbitkan oleh badan hukum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dan huruf c (Paragraf 59 ayat (1) huruf b
dan huruf c dalam kodifikasi ini); dan/atau
b. aset Pembiayaan yang diagunkan tidak lagi memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) (Paragraf 58 ayat (3)
dalam kodifikasi ini) dan/atau terjadi penurunan nilai aset Pembiayaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf d (Paragraf 59 ayat
(1) huruf d dalam kodifikasi ini).
Penggantian atau penambahan agunan FPJPS dimaksudkan agar nilai aset
agunan FPJPS sesuai dengan ketentuan Pasal 6 (Paragraf 59 dalam
kodifikasi ini).
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi II.B
No. 4 c. 7.b
Pasal 7
14/20/PBI/2012
Ayat (6)
c. terjadi perbedaan penilaian agunan antara Bank dengan Bank Indonesia;
(6) Untuk keperluan perpanjangan FPJPS, Bank dapat menjaminkan kembali aset
yang sedang menjadi agunan FPJPS.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi II.B
No. 4 c. 8 dan 10
(7) Dalam hal setelah memperoleh FPJPS yang dijamin oleh sebagian atau
seluruhnya dengan aset Pembiayaan, Bank memiliki surat berharga yang
memenuhi syarat untuk menjadi agunan FPJPS, Bank wajib mengganti asset
Pembiayaan yang diagunkan dengan surat berharga tersebut.
(8) Pengikatan agunan dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
Pasal 7
14/20/PBI/2012
Ayat (7)
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai periode penilaian agunan FPJPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi VI.D
No. 3
a. Bank melakukan penilaian dan pemantauan pemenuhan persyaratan
agunan terhadap seluruh agunan FPJPS secara harian.
b. Bank menyampaikan hasil penilaian agunan FPJPS berupa SBIS, SBSN,
Sukuk Korporasi dan/atau asset Pembiayaan kepada Bank Indonesia
setiap hari kerja.
c. Penyampaian hasil penilaian agunan sebagaimana dimaksud pada huruf b
disertai dengan laporan posisi SBIS, SBSN, dan/atau Sukuk Korporasi yang
dimiliki oleh Bank pada akhir hari kerja sebelumnya, termasuk
penyampaian laporan posisi saldo rekening penampungan (escrow
49
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
account).
d. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada huruf c disampaikan
paling lambat pukul 12.00 WIB, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Hasil penilaian SBIS, SBSN dan/atau Sukuk Korporasi disampaikan
dalam bentuk hardcopy yang didahului dengan faksimili dengan
format laporan sebagaimana contoh pada Lampiran XI.a (Lampiran
70.a dalam kodifikasi ini) kepada:
a) Departemen Pengelolaan Moneter, dengan tembusan kepada
Departemen Perbankan Syariah; atau
b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat dengan
tembusan kepada Departemen Pengelolaan Moneter dan
Departemen Perbankan Syariah, dalam hal Bank yang mengajukan
FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Dalam Negeri.
2) Hasil penilaian aset Pembiayaan disampaikan dalam bentuk hardcopy
yang didahului dengan faksimili dan softcopy dalam format Microsoft
Excel dengan format laporan sebagaimana contoh pada Lampiran
XI.b (Lampiran 70.b dalam kodifikasi ini) kepada:
a) Departemen Perbankan Syariah dan Departemen Pengelolaan
Moneter; atau
b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat dengan
tembusan kepada Departemen Perbankan Syariah, dalam hal
Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
e. Dalam hal terdapat perbedaan perhitungan nilai agunan FPJPS oleh Bank
dibandingkan dengan hasil penilaian oleh Bank Indonesia maka yang
digunakan adalah hasil penilaian oleh Bank Indonesia.
f. Dalam hal berdasarkan penilaian dan pemantauan agunan FPJPS
sebagaimana dimaksud pada huruf a, agunan yang disampaikan oleh
Bank tidak memenuhi persyaratan, dan/atau Bank memiliki surat
berharga yang memenuhi persyaratan setelah Bank memperoleh FPJPS,
Bank harus menambah dan/atau mengganti agunan FPJPS sehingga nilai
agunan FPJPS sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
g. Dalam hal Bank melakukan penambahan dan/atau penggantian agunan
FPJPS, Bank wajib melengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud
pada butir III.A.3.e, butir III.A.3.f, butir III.A.3.g dan butir III.A.3.h.2)
sampai dengan butir III.A.3.h.6) (Paragraf 64 ayat (4) A.3.e, Paragraf 64
ayat (4) A.3.f, Paragraf 64 ayat (4) A.3.g dan Paragraf 64 ayat (4) A.3.h.2)
sampai dengan Paragraf 64 ayat (4) A.3.h.6 dalam kodifikasi ini).
h. Bank meminta notaris untuk mempersiapkan perubahan akta pengikatan
yang ditandatangani oleh Direksi Bank yang berwenang sesuai dengan
anggaran dasar Bank bersangkutan dan Anggota Dewan Gubernur Bank
Indonesia yang membawahi pengawasan Bank.
i. Dalam hal penambahan dan/atau penggantian agunan disebabkan oleh
perbedaan nilai agunan sebagaimana dimaksud pada huruf e dan/atau
atas permintaan Bank Indonesia, maka Bank:
1) melengkapi dokumen penambahan dan/atau penggantian agunan
paling lambat pukul 15.00 WIB pada hari kerja yang sama; dan
2) melakukan perubahan Akta Perjanjian Pemberian FPJPS secara
50
Likuiditas Rupiah
Paragraf
61
Sumber Regulasi
Pasal 7A
14/20/PBI/2012
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
notariil pada hari kerja yang sama.
j. Dokumen penambahan dan/atau penggantian agunan berupa SBIS,
SBSN, dan/atau Sukuk Korporasi disampaikan kepada:
1) Departemen Pengelolaan Moneter dengan tembusan kepada
Departemen Perbankan Syariah; atau
2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat dengan
tembusan kepada Departemen Pengelolaan Moneter dan
Departemen Perbankan Syariah, dalam hal Bank yang mengajukan
FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Dalam Negeri.
k. Dokumen penambahan dan/atau penggantian agunan berupa aset
Pembiayaan disampaikan kepada:
1) Departemen Perbankan Syariah; atau
2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal
Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
(1) Bank Indonesia dapat menetapkan:
a. penambahan persentase tertentu dari nilai agunan surat berharga berupa
SBSN dan surat berharga syariah yang diterbitkan oleh badan hukum lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dan huruf c
(Paragraf 59 ayat (1) huruf b dan huruf c dalam kodifikasi ini); dan/atau
b. batas persentase penurunan nilai agunan surat berharga berupa SBSN
dan surat berharga syariah yang diterbitkan oleh badan hukum lain yang
lebih tinggi dari persentase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf b dan huruf c (Paragraf 59 ayat (1) huruf b dan huruf c dalam
kodifikasi ini).
Penambahan persentase tertentu dan batas persentase penurunan nilai
agunan surat berharga dilakukan untuk mengantisipasi fluktuasi nilai
pasar surat berharga.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penambahan persentase tertentu dan
batas persentase penurunan nilai agunan
berharga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi VI.D
No. 5
Bank Indonesia akan mengakhiri perjanjian FPJPS dalam hal:
a. terjadi penurunan nilai agunan pada saat periode penghentian
pencairan FPJPS sebagaimana dimaksud pada angka 4 (Paragraf 71 ayat
(2) dalam kodifikasi ini) sehingga nilai sisa plafon lebih kecil
dibandingkan dengan nilai penurunan agunan; atau
b. terjadi penurunan nilai agunan FPJPS dengan kondisi sebagai berikut:
1) Bank tidak dapat menyerahkan agunan untuk menambah dan/atau
mengganti agunan FPJPS setelah jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada butir 3.i (Paragraf 60 ayat (9) huruf i dalam kodifikasi
ini) berakhir; dan
2) Bank masih memiliki sisa plafon yang belum digunakan lebih kecil
daripada penurunan nilai agunannya atau Bank sudah menggunakan
seluruh plafon FPJPS.
51
Likuiditas Rupiah
Paragraf Sumber Regulasi
62
Pasal 7B
14/20/PBI/2012
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
(1) Bank wajib memelihara dan menatausahakan daftar aset Pembiayaan yang
memenuhi persyaratan untuk menjadi agunan FPJPS.
Pemeliharaan dan penatausahaan daftar aset Pembiayaan dilakukan
terhadap aset Pembiayaan yang akan dialokasikan oleh Bank sebagai
agunan dalam rangka mengantisipasi kebutuhan FPJPS dengan agunan
berupa aset Pembiayaan.
(2) Bank wajib menyampaikan laporan daftar aset Pembiayaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada Bank Indonesia setiap 6 (enam) bulan sekali,
yaitu untuk posisi akhir bulan Juni dan akhir bulan Desember, paling lambat
tanggal 15 (lima belas) setelah posisi akhir bulan bersangkutan.
(3) Untuk pertama kali, laporan daftar aset Pembiayaan disampaikan untuk
posisi bulan Juni 2013.
(4) Bank dapat menyampaikan laporan nihil apabila tidak memiliki aset
Pembiayaan yang memenuhi persyaratan sebagai agunan FPJPS atau tidak
mengalokasikan aset Pembiayaan sebagai agunan untuk mengantisipasi
kebutuhan FPJPS.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian daftar aset
Pembiayaan dan dokumen pendukungnya diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia.
63
Pasal 8
11/24/PBI/2009
Ayat (1)
(1) Pengikatan agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
(Paragraf 58 ayat (1) dalam kodifikasi ini) dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan yang berlaku”
adalah antara lain peraturan yang mengatur gadai atau fidusia.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi II.B
No. 4 c 3)
Pasal 8
11/24/PBI/2009
Ayat (2)
Pengikatan agunan berupa aset Pembiayaan dilakukan dengan fidusia yang
mencakup hak tagih Bank yang timbul dari akad Pembiayaan antara Bank
dengan debitur.
(2) Dokumen-dokumen atas aset yang menjadi agunan FPJPS ditatausahakan
oleh Bank Indonesia atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.
Yang dimaksud dengan “dokumen-dokumen atas aset yang menjadi agunan
FPJPS” adalah antara lain akad Pembiayaan antara Bank dengan nasabah,
bukti pengikatan agunan dan kepemilikan atas aset yang menjadi agunan
Pembiayaan Bank.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi II.B
No. 4 c 6)
Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk menyampaikan tambahan
dokumen asset Pembiayaan lainnya dalam rangka mengantisipasi penurunan
nilai, penggantian agunan, dan/atau penambahan plafon FPJPS, yang akan
dijadikan agunan dalam rangka FPJPS.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi VI.B
No. 2 – 3
Dalam rangka penatausahaan dokumen oleh Bank Indonesia, Bank Indonesia
dapat menugaskan pihak lain untuk melakukan penatausahaan dokumen
aset Pembiayaan atas beban biaya Bank.
52
Likuiditas Rupiah
Paragraf
64
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Dalam hal dokumen disimpan oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Bank
Indonesia, maka pihak lain tersebut harus memelihara kelengkapan dan
keamanan dokumen.
Pasal 8
11/24/PBI/2009
Ayat (3)
(3) Ketentuan mengenai bentuk pengikatan agunan dalam diatur lebih lanjut
dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Pasal 9
11/24/PBI/2009
Ayat (1) – (2)
a–c
(1) Bank yang memerlukan FPJPS wajib mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Bank Indonesia.
(2) Permohonan FPJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan
dokumen-dokumen sebagai berikut:
a. surat pernyataan Direksi Bank yang menyatakan bahwa Bank mengalami
kesulitan likuiditas;
b. dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan likuiditas;
c. daftar aset yang menjadi agunan beserta dokumen pendukung;
Yang dimaksud dengan “dokumen pendukung” adalah antara lain akad
Pembiayaan antara Bank dengan nasabah dan perjanjian pengikatan
agunan atas Pembiayaan tersebut dan dokumen lain yang dapat
membuktikan terpenuhinya persyaratan agunan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 (Paragraf 58 dalam kodifikasi ini).
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi II.B
No. 4 c 4) – 5)
Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk
menyampaikan dokumen pendukung antara lain fotokopi perjanjian
Pembiayaan, fotokopi bukti pengikatan agunan asset Pembiayaan
dan/atau fotokopi bukti kepemilikan atas aset yang menjadi agunan
Pembiayaan Bank;
Dalam hal menurut Bank Indonesia asset Pembiayaan yang tercantum
dalam daftar aset Pembiayaan yang diajukan oleh Bank sebelumnya tidak
memenuhi persyaratan agunan FPJPS, Bank Indonesia akan
mengembalikan dokumen pendukung aset Pembiayaan yang tidak
memenuhi persyaratan FPJPS yang telah disampaikan Bank;
Pasal 9
11/24/PBI/2009
Ayat (2) d – e
d. surat pernyataan bahwa seluruh aset yang akan menjadi agunan FPJPS
tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak di bawah sitaan, tidak
tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, dan memenuhi seluruh
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 (Paragraf 58 dalam
kodifikasi ini);
e. surat kesanggupan Direksi Bank untuk membayar segala kewajiban terkait
FPJPS pada saat jatuh tempo.
Pasal 9
11/24/PBI/2009
Ayat (3) – (4)
(3) Bank wajib meyakini kebenaran data dan dokumen yang disampaikan
termasuk namun tidak terbatas pada kualitas pembiayaan dan agunan yang
menyertainya.
(4) Tatacara permohonan FPJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
53
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi III.A
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
A. Permohonan Awal FPJPS
1. Bank dapat mengajukan permohonan FPJPS kepada Bank Indonesia
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum rencana kebutuhan FPJPS
pada setiap hari kerja mulai pukul 08.30 WIB sampai dengan 12.00
WIB.
Contoh:
Bank A memproyeksikan kebutuhan FPJPS pada tanggal 29 Oktober
2013. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank A dapat mengajukan
permohonan FPJPS sebelum atau paling lambat tanggal 18 Oktober
2013.
2. Bank Indonesia akan memproses permohonan FPJPS setelah
dokumen permohonan FPJPS diterima secara lengkap.
3. Permohonan FPJPS disampaikan kepada Bank Indonesia melalui
surat yang ditandatangani oleh Direksi Bank dan diketahui oleh
Dewan Komisaris, sebagaimana contoh pada Lampiran II.a
(Lampiran 61.a dalam kodifikasi ini), dilengkapi dengan dokumen:
a. Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh Direksi Bank, yang
terdiri atas:
1) surat pernyataan bahwa Bank mengalami kesulitan
likuiditas disertai dengan penjelasan mengenai penyebab
dialaminya kesulitan likuiditas dan upaya yang telah
dilakukan untuk mengatasi kesulitan likuiditas, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.b (Lampiran 61.b dalam
kodifikasi ini);
2) surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan
FPJPS tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak di
bawah sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau
sengketa dan memenuhi seluruh persyaratan agunan FPJPS
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.c (Lampiran 61.c
dalam kodifikasi ini);
3) surat pernyataan kesanggupan Bank untuk membayar
segala kewajiban terkait FPJPS pada saat jatuh tempo,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.d (Lampiran 61.d
dalam kodifikasi ini); dan
4) surat pernyataan Bank mengenai kebenaran, kelengkapan
data dan dokumen yang disampaikan termasuk namun tidak
terbatas pada kualitas Pembiayaan dan agunan yang
menyertainya, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.e
(Lampiran 61.e dalam kodifikasi ini);
b. Surat persetujuan dari Dewan Komisaris atau dari Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), mengenai penggunaan seluruh aset
Bank sebagai agunan FPJPS sesuai dengan anggaran dasar Bank
dan perundang-undangan yang berlaku;
c. Dokumen pendukung perhitungan atas rasio KPMM;
d. Dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan likuiditas, paling
kurang berupa proyeksi arus kas paling lama 14 (empat belas)
hari ke depan dengan contoh format proyeksi arus kas
sebagaimana contoh pada Lampiran III (Lampiran 62 dalam
kodifikasi ini) dan dokumen lain sesuai permintaan Bank
Indonesia;
54
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
e.
f.
g.
h.
Ketentuan
Daftar aset yang menjadi agunan FPJPS sebagaimana contoh
pada:
1) Lampiran IV.a (Lampiran 63.a dalam kodifikasi ini), untuk
agunan FPJPS berupa SBIS, SBSN dan/atau Sukuk Korporasi ;
dan
2) Lampiran IV.b (Lampiran 63.b dalam kodifikasi ini), untuk
agunan FPJPS berupa asset Pembiayaan;
Dalam hal agunan FPJPS berupa SBIS dan/atau SBSN, dilengkapi
dengan bukti bahwa SBIS dan/atau SBSN telah diagunkan kepada
Bank Indonesia, yaitu berupa print-out hasil pengagunan di BISSSS;
Dalam hal agunan FPJPS berupa Sukuk Korporasi, dilengkapi
dengan:
1) bukti bahwa Sukuk Korporasi telah diagunkan kepada Bank
Indonesia yang berasal dari KSEI; dan
2) hasil pemeringkatan dari lembaga pemeringkat yang diakui
oleh Bank Indonesia.
Dalam hal agunan FPJPS berupa aset Pembiayaan, dilengkapi
dengan:
1) Surat Pernyataan Agunan berupa aset Pembiayaan,
sebagaimana contoh pada Lampiran V (Lampiran 64 dalam
kodifikasi ini), yang telah ditandatangani oleh Direksi atau
Pejabat Bank yang berwenang sesuai dengan anggaran dasar
Bank yang memuat pernyataan:
a) bahwa aset Pembiayaan yang diajukan bukan Pembiayaan
konsumsi kecuali Pembiayaan Kepemilikan Rumah;
b) bahwa aset Pembiayaan dijamin dengan agunan tanah
dan/atau bangunan yang memiliki nilai paling rendah
140% (seratus empat puluh persen) dari plafon
Pembiayaan. Aset Pembiayaan tersebut sudah dinilai oleh
penilai independen dengan mekanisme sesuai ketentuan
mengenai penilaian kualitas aktiva Bank;
c) bahwa sisa jangka waktu jatuh tempo Pembiayaan paling
singkat 12 (dua belas) bulan sejak tanggal persetujuan
FPJPS;
d) bahwa saldo pokok Pembiayaan tidak melebihi plafon
Pembiayaan dan tidak melebihi BMPD selama periode
FPJPS diberikan;
e) bahwa aset Pembiayaan yang diagunkan memiliki akad
Pembiayaan dan pengikatan agunan yang mempunyai
kekuatan hukum;
f) bahwa aset Pembiayaan yang diagunkan bukan
merupakan Pembiayaan kepada pihak terkait Bank;
g) bahwa kualitas aset Pembiayaan yang diajukan untuk
menjadi agunan FPJPS adalah benar tergolong kualitas
lancar paling singkat 12 (dua belas) bulan terakhir
berturut-turut; dan
h) bahwa aset Pembiayaan belum pernah direstrukturisasi.
Pernyataan sebagaimana dimaksud pada huruf a) sampai
dengan huruf h) berlaku pula dalam hal terjadi penambahan
55
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
65
Pasal 11
11/24/PBI/2009
66
Pasal 12
11/24/PBI/2009
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
dan/atau penggantian agunan FPJPS.
2) dokumen asli akad Pembiayaan antara Bank dan debitur
beserta seluruh perubahannya;
3) dokumen asli pengikatan agunan atas akad Pembiayaan
antara Bank dan debitur beserta seluruh perubahannya;
4) dokumen asli bukti kepemilikan agunan yang menjadi
jaminan Pembiayaan Bank;
5) dokumen asli hasil penilaian agunan oleh lembaga penilai
independen paling lama 6 (enam) bulan terakhir dari tanggal
pengajuan permohonan FPJPS; dan
6) dokumen asli polis asuransi agunan asset Pembiayaan, jika
ada.
4. Mekanisme pelaksanaan pengagunan sebagaimana dimaksud pada
butir 3.f dilakukan sesuai mekanisme setelmen transaksi agunan
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai BI-SSSS.
5. Surat permohonan FPJPS yang dilengkapi dengan dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud pada butir 3.a sampai dengan
butir 3.h.1), disampaikan kepada Gubernur Bank Indonesia, Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan tembusan kepada:
a. Departemen Perbankan Syariah; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat,
dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
6. Dokumen aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada butir 3.h.2)
sampai dengan butir 3.h.6) disampaikan kepada:
a. Departemen Perbankan Syariah; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat,
dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
Bank Indonesia dapat menolak permohonan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 (Paragraf 64 dalam kodifikasi ini) yang tidak sesuai dengan ketentuan,
persyaratan dan tatacara yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
(1) Jangka waktu setiap FPJPS paling lama adalah 14 (empat belas) hari.
Yang dimaksud dengan ”hari pada ayat ini” adalah hari kalender. Apabila
saat jatuh tempo FPJPS bertepatan pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur,
maka pendebetan saldo rekening giro Bank pada Bank Indonesia dilakukan
pada hari kerja berikutnya.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang
secara berturut-turut dengan jangka waktu FPJPS keseluruhan paling lama 90
(sembilan puluh) hari.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi II.A
No. 6
kalender yang dihitung sejak penandatanganan perjanjian pemberian FPJPS
awal antara Bank Indonesia dengan Bank.
56
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi III.B
No. 1
67
Pasal 13
14/20/PBI/2012
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Apabila pada saat FPJPS jatuh tempo Bank belum dapat melunasi pokok
FPJPS, Bank dapat memperpanjang FPJPS dengan perubahan jangka waktu
dan/atau plafon FPJPS sesuai kebutuhan.
(1) Bank dapat mengajukan permohonan perpanjangan FPJPS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) (Paragraf 66 ayat (2) dalam kodifikasi ini)
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. imbalan atas FPJPS yang jatuh tempo telah dilunasi;
b. Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM rupiah berdasarkan
perkiraan arus kas selama 14 (empat belas) hari ke depan; dan
Yang dimaksud dengan ”hari” pada ayat ini adalah hari kalender.
c.
agunan mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7 (Paragraf 58, Paragraf 59 dan Paragraf
60 dalam kodifikasi ini).
Dalam rangka pelaksanaan perpanjangan FPJPS, agunan yang telah
diagunkan Bank untuk menjamin FPJPS yang diterima Bank sebelumnya
akan dinilai kembali, sehingga Bank perlu menyesuaikan jumlah agunan
yang diserahkan untuk menjamin perpanjangan FPJPS.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi III.B
No. 2 d – e –
No. 10
d. Bank memiliki rasio KPMM paling rendah 8% (delapan persen) dan
memenuhi modal sesuai dengan profil risiko Bank berdasarkan
perhitungan Bank Indonesia; dan
e. Bank belum menggunakan FPJPS selama 90 (Sembilan puluh) hari
berturut-turut.
(2) Besarnya jumlah plafon perpanjangan diperhitungkan dengan nilai pokok
FPJPS jatuh tempo dengan tetap memenuhi persyaratan FPJPS sebagaimana
dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini.
(3) Pengajuan permohonan perpanjangan FPJPS:
a. Bank dapat mengajukan permohonan perpanjangan FPJPS pada setiap
hari kerja mulai pukul 08.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB.
b. Surat permohonan perpanjangan FPJPS disampaikan oleh Bank kepada
Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal jatuh
tempo FPJPS.
Contoh:
Bank A memperoleh FPJPS yang akan jatuh tempo pada tanggal 11
November 2013. Apabila pada saat FPJPS jatuh tempo Bank A
memperkirakan belum dapat melunasi pokok FPJPS, maka Bank A dapat
mengajukan permohonan perpanjangan FPJPS sebelum atau paling
lambat tanggal 6 November 2013.
c. Permohonan perpanjangan FPJPS sebagaimana dimaksud pada huruf a
disampaikan melalui Surat Permohonan Perpanjangan FPJPS
sebagaimana contoh pada Lampiran II.a (Lampiran 61.a dalam kodifikasi
ini), dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir A.3
(Paragraf 64 dalam kodifikasi ini).
57
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
68
Pasal 14
14/20/PBI/2012
Ketentuan
Dalam rangka perpanjangan FPJPS, Bank dapat menggunakan agunan yang
telah diagunkan sebelumnya, sepanjang agunan dimaksud masih memenuhi
persyaratan FPJPS dan nilainya mencukupi.
Pelaksanaan pengagunan kembali sebagaimana dimaksud pada angka 5
(ayat (4) dalam kodifikasi ini) untuk agunan berupa SBIS dan/atau SBSN
dilakukan sesuai dengan mekanisme setelmen transaksi agunan
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai BI-SSSS dan dilaksanakan paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum pengajuan perpanjangan FPJPS.
Pemenuhan dokumen aset Pembiayaan yang telah diagunkan sebagaimana
dimaksud pada butir A.3.h.2) (Paragraf 64 ayat (4) A.3.g.2) dalam kodifikasi
ini), sampai dengan butir A.3.h.6) (Paragraf 64 ayat (4) A.3.h.6) dalam
kodifikasi ini) hanya dilakukan dalam hal terdapat perubahan agunan
berupa aset Pembiayaan.
Bank menyampaikan daftar aset Pembiayaan yang menjadi agunan FPJPS
dengan ketentuan, yaitu:
a. dalam hal tidak terdapat perubahan agunan asset Pembiayaan, Bank
cukup menyampaikan daftar asset Pembiayaan yang menjadi agunan
FPJPS dengan format sebagaimana Lampiran IV.b (Lampiran 63.b dalam
kodifikasi ini); atau
b. dalam hal terdapat perubahan agunan aset Pembiayaan, Bank cukup
menyampaikan daftar aset Pembiayaan yang menjadi agunan FPJPS
dengan format sebagaimana Lampiran IV.c (Lampiran 63.c dalam
kodifikasi ini).
Surat permohonan perpanjangan FPJPS sebagaimana dimaksud pada butir
4.b (ayat (3) dalam kodifikasi ini) yang dilengkapi dengan dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud pada butir A.3.h.1) (Paragraf 64 ayat (4)
A.3.h.1) dalam kodifikasi ini) disampaikan kepada Gubernur Bank Indonesia,
Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan tembusan kepada:
a. Departemen Perbankan Syariah; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal
Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
Dokumen aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada butir B.7 dan B.8
(ayat (6) dan (7) dalam kodifikasi ini) disampaikan kepada:
a. Departemen Perbankan Syariah; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal
Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
(1) Bank dapat mengajukan tambahan nilai FPJPS yang dibutuhkan
sepanjang:
a. agunan mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 (Paragraf 61, Paragraf 62 dan Paragraf
63 dalam kodifikasi ini); dan
b. penggunaan FPJPS belum melampaui 90 (sembilan puluh) hari berturutturut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) (Paragraf 66 ayat
(2) dalam kodifikasi ini).
58
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi III.C
No. 2 – 3
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Tambahan nilai FPJPS diakumulasikan dengan nilai FPJPS yang belum
dilunasi.
(2) Penambahan plafon FPJPS dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus
kas selama periode FPJPS;
b. Bank memiliki agunan yang nilainya mencukupi dan memenuhi
persyaratan sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; dan
c. Bank memiliki rasio KPMM paling rendah 8% (delapan persen) dan
memenuhi modal sesuai dengan profil risiko Bank berdasarkan
perhitungan Bank Indonesia.
(3) Pengajuan permohonan:
a. Bank dapat mengajukan permohonan penambahan plafon FPJPS pada
setiap hari kerja mulai pukul 08.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB selama
periode FPJPS.
b. Bank dapat mengajukan permohonan penambahan FPJPS kepada Bank
Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum kebutuhan
penambahan plafon dan tanggal jatuh tempo FPJPS.
Contoh:
Bank A memperoleh FPJPS dengan periode jangka waktu tanggal 1 sampai
dengan 14 November 2013 dengan plafon Rp200.000.000.000,00 (dua
ratus miliar rupiah). Bank A memperkirakan adanya kebutuhan
penambahan plafon pada tanggal 13 November 2013 sebesar
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). Dalam hal Bank A
memenuhi persyaratan penambahan plafon, maka Bank A dapat
mengajukan permohonan penambahan plafon FPJPS sebelum atau paling
lambat tanggal 8 November 2013.
c. Surat Permohonan Penambahan FPJPS sebagaimana contoh pada
Lampiran VI (Lampiran 65 dalam kodifikasi ini), yang dilengkapi dengan
dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam butir A.3.a Paragraf
64 ayat (4) A.3.a dalam kodiifkasi ini) sampai dengan butir A.3.h1)
(Paragraf 64 ayat (4) A.3.h1 dalam kodiifkasi ini), disampaikan kepada
Gubernur Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan
tembusan kepada:
1) Departemen Perbankan Syariah; atau
2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal
Bank yang mengajukan permohonan penambahan FPJPS berkantor
pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam
Negeri.
d. Dalam hal penambahan plafon FPJPS dijamin dengan agunan berupa aset
Pembiayaan, dokumen asset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada
butir B.7 dan B.8 (Paragraf 67 ayat (6) dan (7) dalam kodifikasi ini)
disampaikan kepada:
1) Departemen Perbankan Syariah; atau
2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal
Bank yang mengajukan permohonan penambahan FPJPS berkantor
pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam
Negeri.
59
Likuiditas Rupiah
Paragraf Sumber Regulasi
69
Pasal 14A
14/20/PBI/2012
Fasilitas Likuiditas
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi V
No. 1 – 5
Ketentuan
Persetujuan Bank Indonesia atas permohonan FPJPS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) (Paragraf 64 ayat (1) dalam kodifikasi ini),
perpanjangan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 (Paragraf 67
dalam kodifikasi ini), dan/atau penambahan FPJPS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 (Paragraf 68 dalam kodifikasi ini) dilakukan apabila:
a. Bank memenuhi persyaratan permohonan FPJPS;
b. Bank memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen permohonan
FPJPS; dan
c. Berdasarkan analisis Bank Indonesia diperkirakan bahwa Bank tidak
dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus kas
selama 14 (empat belas) hari ke depan.
Persetujuan pemberian FPJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam perjanjian pemberian FPJPS antara Bank Indonesia
dengan Bank penerima FPJPS.
Perjanjian pemberian FPJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri
dengan perjanjian pengikatan agunan FPJPS.
Realisasi pemberian FPJPS oleh Bank Indonesia dilakukan melalui rekening
giro rupiah Bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian pemberian FPJPS diatur dalam
Surat Edaran Bank Indonesia.
1. Bank Indonesia dalam memberikan persetujuan atau penolakan FPJPS
melakukan verifikasi dan analisis atas dokumen persyaratan pengajuan
permohonan awal, permohonan penambahan dan/atau perpanjangan
FPJPS sebagaimana dimaksud dalam angka III (Paragraf 64, 67 dan 68
dalam kodifikasi ini) serta informasi tambahan yang dimiliki Bank
Indonesia.
2. Bank Indonesia dapat meminta informasi tambahan kepada Bank dalam
rangka melakukan verifikasi dan analisis atas dokumen persyaratan
pengajuan permohonan awal, permohonan penambahan dan/atau
perpanjangan FPJPS.
3. Bank Indonesia menyetujui permohonan awal, penambahan dan/atau
perpanjangan FPJPS dalam hal:
a. Bank telah memenuhi persyaratan dan kelengkapan dokumen
permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS
sebagaimana diatur dalam ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia
ini;
b. Berdasarkan analisis Bank Indonesia, diperkirakan bahwa Bank tidak
dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus kas
yang disampaikan oleh Bank.
4. Dalam hal permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan
FPJPS disetujui oleh Bank Indonesia:
a. Bank meminta notaris untuk mempersiapkan Akta Perjanjian
Pemberian FPJPS, Akta Gadai, dan/atau Akta Jaminan Fidusia
sebagaimana contoh pada Lampiran VIII.a, Lampiran VIII.b, Lampiran
VIII.c, Lampiran IX.a, Lampiran IX.b, Lampiran IX.c, dan/atau
Lampiran X (Lampiran 67.a, Lampiran 67.b, Lampiran 67.c, Lampiran
68.a, Lampiran 68.b, Lampiran 68.c, dan/atau Lampiran 69 dalam
kodifikasi ini);
60
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi VI.A
70
Pasal 14B
14/20/PBI/2012
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
b. Bank membuka rekening penampungan (escrow account) di Bank
yang bersangkutan untuk menampung angsuran pokok dan segala
pendapatan yang diperoleh dari surat berharga dan hak tagih Bank
atas aset Pembiayaan yang menjadi agunan FPJPS, antara lain
namun tidak terbatas pada penerimaan kupon, pendapatan
margin/bagi hasil, klaim asuransi Pembiayaan; dan
c. Bank membuat surat kuasa pencairan rekening penampungan
(escrow account) kepada Bank Indonesia sebagai bagian dari Akta
Perjanjian Pemberian FPJPS sebagaimana dimaksud pada huruf a.
5. Akta sebagaimana dimaksud pada butir 4.a ditandatangani oleh Direksi
Bank yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank
bersangkutan dan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia yang
membawahi pengawasan Bank.
Pengikatan dan Penandatanganan FPJPS
1. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan awal FPJPS, Bank
Indonesia dan Bank menandatangani:
a. akta perjanjian pemberian FPJPS; dan
b. akta gadai dan/atau akta jaminan fidusia.
2. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan penambahan
dan/atau perpanjangan FPJPS, Bank Indonesia dan Bank
menandatangani:
a. adendum akta perjanjian pemberian FPJPS; dan
b. perubahan akta pengikatan agunan, dalam hal terdapat penyerahan
atau perubahan agunan FPJPS.
3. Penandatanganan akta gadai dan/atau akta jaminan fidusia sebagaimana
dimaksud pada butir 1.b dan butir 2.b dilakukan bersamaan dengan
penandatanganan akta perjanjian pemberian FPJPS atau adendum akta
perjanjian FPJPS sebagaimana dimaksud pada butir 1.a dan butir 2.a.
4. Akta jaminan fidusia didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia di
tempat kedudukan Bank pemberi fidusia oleh notaris yang ditunjuk oleh
Bank.
Bank Indonesia menolak permohonan perpanjangan FPJPS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 (Paragraf 67
dalam kodifikasi ini) dan/atau
permohonan penambahan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 (Paragraf
68 dalam kodifikasi ini) dalam hal:
a. permohonan perpanjangan FPJPS dan/atau permohonan penambahan
FPJPS tidak sesuai dengan ketentuan, tata cara, dan persyaratan yang
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini; dan/atau
b. Bank penerima FPJPS mengalami perkembangan yang memburuk,
permasalahan likuiditas mendasar, dan/atau mengalami perubahan
status sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penetapan status dan tindak lanjut pengawasan
Bank.
Yang dimaksud dengan ”mengalami perkembangan yang memburuk”
adalah apabila arah rasio GWM Bank semakin menurun.
61
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi V
No. 6 – 7
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Yang dimaksud dengan ”permasalahan likuiditas mendasar” antara lain
adalah posisi arus kas yang semakin memburuk sebagai akibat maturity
mismatch yang besar terutama pada skala waktu jangka pendek.
Bank Indonesia menolak permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan
FPJPS yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 3
(Paragraf 69 ayat (4) Angka 5 dalam kodifikasi ini).
Bank Indonesia memberitahukan persetujuan atau penolakan atas permohonan
awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS kepada Bank melalui surat.
71
Pasal 14C
14/20/PBI/2012
(1) Bank Indonesia menghentikan pencairan FPJPS dan/atau mengakhiri
perjanjian FPJPS sebelum jatuh waktu dalam hal terjadi pelanggaran
persyaratan FPJPS oleh Bank.
Yang dimaksud dengan pelanggaran persyaratan FPJPS adalah pelanggaran
atas persyaratan Bank penerima FPJPS dan persyaratan agunan FPJPS.
(2) Penghentian pencairan FPJPS dan/atau pengakhiran perjanjian FPJPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disebabkan karena pelanggaran
persyaratan agunan FPJPS, dilakukan setelah tindakan sebagaimana
dimaksud dalam Paragrat 60 ayat (5) ditempuh.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi VI.D
No. 4
BAB III
72
Pasal 15
11/24/PBI/2009
Ayat (1)
a. Bank Indonesia akan menghentikan pencairan FPJPS dalam hal:
1) hasil perhitungan rasio KPMM Bank di bawah 8% (delapan persen);
2) terjadi penurunan nilai agunan FPJPS dengan kondisi sebagai
berikut:
a) Bank tidak dapat menyerahkan agunan untuk menambah
dan/atau mengganti agunan FPJPS setelah jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada butir 3.i.1) (Paragraf 60 ayat
(9).i.1) dalam kodifikasi ini) berakhir; dan
b) Bank masih memiliki sisa plafon yang belum digunakan lebih
besar daripada penurunan nilai agunan.
b. Penghentian pencairan FPJPS sebagaimana dimaksud pada butir a.1)
dilakukan pada hari yang sama dengan penerimaan laporan perhitungan
rasio KPMM.
c. Penghentian pencairan FPJPS sebagaimana dimaksud pada butir a.2)
dilakukan pada hari kerja yang sama dengan hasil laporan penilaian
agunan.
d. Penghentian pencairan FPJPS sebagaimana dimaksud pada huruf a
dilakukan sampai dengan FPJPS jatuh tempo.
Perhitungan Imbalan
(1) Bank Indonesia memperoleh imbalan atas setiap FPJPS yang diterima oleh
Bank.
(2) Besarnya imbalan FPJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung
berdasarkan jumlah pokok FPJPS, tingkat realisasi imbalan, nisbah bagi hasil
bagi Bank Indonesia dan jumlah hari kalender penggunaan FPJPS.
Rumus perhitungan besarnya imbalan FPJPS adalah sebagai berikut:
62
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
X = P x R x k x t/360
Dimana :
X : Besarnya imbalan yang diterima Bank Indonesia
P : Jumlah pokok FPJPS
R : Realisasi tingkat imbalan sebelum distribusi pada Bank penerima FPJPS
k : Nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia
t : Jumlah hari kalender penggunaan FPJPS
(3) Besarnya nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), ditetapkan sebesar 90% (sembilan puluh persen).
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi II.A
No. 7 – 8
dari tingkat realisasi imbalan sebelum distribusi pada Bank penerima FPJPS.
Tingkat realisasi imbalan sebelum distribusi pada Bank penerima FPJPS
adalah tingkat realisasi imbalan sebelum didistribusikan pada bulan terakhir
atas deposito mudharabah 3 (tiga) bulan atau deposito mudharabah 1 (satu)
bulan dari Bank penerima FPJPS dalam hal deposito mudharabah 3 (tiga)
bulan tidak tersedia.
Jumlah FPJPS yang dikenakan imbalan adalah sebesar realisasi penggunaan
FPJPS secara harian selama periode pemberian FPJPS.
Contoh:
Pada tanggal 1 Oktober 2013 Bank A mendapatkan FPJPS dari Bank Indonesia
dengan plafon sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah) dengan
jangka waktu 10 (sepuluh) hari. Tingkat realisasi imbalan sebelum distribusi
deposito mudharabah 3 (tiga) bulan pada Bank A bulan September 2013
adalah sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen). Pada hari pertama
dilakukan pencairan FPJPS sebesar Rp40.000.000.000,00 (empat puluh milyar
rupiah) dan pada hari keenam dilakukan pencairan FPJPS kedua sebesar
Rp60.000.000.000,00 (enam puluh milyar rupiah).
Perhitungan nilai imbalan FPJPS Bank A adalah sebagai berikut:
(Jumlah FPJPS) x (Tingkat realisasi imbalan sebelum distribusi pada
Bank penerima FPJPS) x (Nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia) x
(Jumlah hari kalender penggunaan FPJPS)
360
Nilai imbalan untuk pencairan pertama ..........................(I):
= (Rp40.000.000.000,00 x 12,5% x 90% x 10)
360
= Rp125.000.000,00
Nilai imbalan untuk pencairan kedua .............................(II):
= (Rp60.000.000.000,00 x 12,5% x 90% x 5)
360
= Rp93.750.000,00
Total imbalan FPJPS (I+II) menjadi sebesar Rp218.750.000,00 (dua ratus
delapan belas juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
73
BAB IV
Pasal 16
14/20/PBI/2012
Ayat (1) a – c
Pelunasan dan Eksekusi Agunan
(1) Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank penerima FPJPS di
Bank Indonesia dalam hal:
a. sebelum FPJPS jatuh tempo dan saldo rekening giro Bank di Bank
63
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi VII
No. 2 – 3
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Indonesia melebihi kewajiban GWM, paling tinggi sebesar nilai pokok
FPJPS yang telah diterima Bank;
b. FPJPS jatuh tempo, sebesar nilai pokok dan imbalan FPJPS; dan/atau
c. FPJPS diakhiri sebelum perjanjian jatuh tempo, sebesar nilai pokok dan
imbalan FPJPS.
Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia
dengan mendahulukan pembayaran imbalan FPJPS kemudian pelunasan
pokok FPJPS.
Pendebetan dilakukan oleh Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar
imbalan dan pokok FPJPS jatuh tempo yang dilakukan pada awal hari.
Pasal 16
14/20/PBI/2012
Ayat (2)
(2) Dalam hal saldo giro Rupiah Bank penerima FPJPS di Bank Indonesia tidak
mencukupi untuk membayar pokok dan imbalan FPJPS, maka Bank Indonesia
melakukan eksekusi agunan FPJPS.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi VII
No. 4
Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak
mencukupi untuk melunasi imbalan FPJPS dan/atau pokok FPJPS yang jatuh
tempo sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS, maka Bank Indonesia
mendebet Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sampai dengan
Rekening Giro Rupiah Bank bersaldo nihil.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi VIII
No. 1
Bank Indonesia melakukan eksekusi agunan FPJPS dalam hal:
a. FPJPS jatuh tempo dan tidak terdapat perpanjangan FPJPS, atau
perjanjian FPJPS diakhiri; dan
b. saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi
untuk melunasi imbalan FPJPS dan/atau nilai pokok FPJPS.
Pasal 16
14/20/PBI/2012
Ayat (3) – (6)
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi VIII
No. 2 – 9
(3) Bank Indonesia tetap mengenakan imbalan sampai dengan eksekusi agunan
selesai dilaksanakan.
(4) Apabila nilai hasil eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lebih
kecil dibandingkan dengan jumlah pokok dan imbalan FPJPS yang harus
dilunasi oleh Bank, maka Bank wajib membayar kekurangannya kepada Bank
Indonesia.
(5) Apabila nilai hasil eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lebih
besar dibandingkan dengan jumlah pokok dan imbalan FPJPS yang harus
dilunasi oleh Bank, maka Bank Indonesia mengembalikan kelebihan tersebut
kepada Bank.
(6) Eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1. Eksekusi agunan FPJPS dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Eksekusi agunan berupa SBIS dilakukan dengan cara mencairkan SBIS
sebelum jatuh tempo (early redemption).
b. Eksekusi agunan berupa SBSN dan/atau Sukuk Korporasi dilakukan
melalui penjualan agunan oleh Pialang, dengan pengaturan sebagai
berikut:
1) Calon pembeli agunan dapat merupakan Bank, perorangan, atau
pihak lain.
64
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
2) Window time penjualan SBSN dan/atau Sukuk Korporasi dapat
dilakukan antara jam 08.00 WIB sampai dengan jam 16.00 WIB.
3) Bank Indonesia-Departemen Pengelolaan Moneter akan
mengumumkan rencana penjualan SBSN dan/atau Sukuk
Korporasi kepada Pialang paling lambat sebelum window time
melalui sarana BI-SSSS atau sarana lainnya.
4) Transaksi penjualan SBSN dan/atau Sukuk Korporasi dilakukan
melalui sarana Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) atau
sarana lainnya.
5) Bank Indonesia-Departemen Pengelolaan Moneter akan
mengumumkan kepada Pialang mengenai calon pembeli SBSN
dan/atau Sukuk Korporasi yang penawarannya diterima melalui
sarana BI-SSSS atau sarana lainnya.
6) Pialang yang penawarannya diterima menginformasikan kepada
Bank Indonesia-Departemen Pengelolaan Moneter antara lain
hal-hal sebagai berikut:
a) Sub-Registry bagi calon pembeli agunan selain bank yang
penawarannya diterima untuk pelaksanaan setelmen SBSN;
b) Lembaga kustodian untuk calon pembeli agunan yang
penawarannya diterima untuk pelaksanaan setelmen Sukuk
Korporasi;
c) Bank Pembayar bagi calon pembeli agunan selain bank yang
penawarannya diterima untuk pelaksanaan setelmen dana.
7) Calon pembeli yang penawarannya diterima yang merupakan
Bank dan Bank Pembayar yang ditunjuk wajib menyediakan dana
di Rekening Giro di Bank Indonesia.
8) Bank Indonesia melakukan setelmen paling lambat pada 5 (lima)
hari kerja (T+5) setelah pengumuman dengan mendebet
rekening giro Bank atau Bank Pembayar yang ditunjuk bagi calon
pembeli agunan selain Bank.
9) Dalam hal agunan berupa SBSN dan/atau Sukuk Korporasi tidak
terjual dan saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia
tidak mencukupi sampai dengan berakhirnya jangka waktu
pengikatan agunan SBSN dan/atau Sukuk Korporasi (jangka
waktu FPJPS ditambah 10 (sepuluh) hari kerja), Bank Indonesia
meminta Bank untuk memperpanjang jangka waktu pengikatan
pengagunan SBSN dan/atau Sukuk Korporasi sampai dengan
Bank dapat melunasi pokok FPJPS ditambah bagi hasil FPJPS dan
biaya lain terkait dengan pemberian FPJPS.
c. Eksekusi agunan berupa aset Pembiayaan, dilakukan dengan
mekanisme sebagai berikut:
1) Eksekusi agunan dapat dilakukan dengan cara:
a) menjual hak tagih atas dasar Sertifikat Jaminan Fidusia;
b) menjual hak tagih atas kekuasaan penerima fidusia sendiri
melalui pelelangan umum; atau menjual di bawah tangan
yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan
penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh
harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
2) Pelaksanaan eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada huruf
a) berpedoman pada ketentuan perundangundangan yang
65
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi VII
No. 5 – 6
Ketentuan
mengatur mengenai jaminan fidusia.
3) Dalam hal eksekusi penjualan dibawah tangan dilakukan oleh
Bank, maka Bank harus menyampaikan rencana pelaksanaan
eksekusi agunan berupa hak tagih atas aset Pembiayaan tersebut
serta melaporkan realisasi eksekusi agunan dimaksud kepada
Bank Indonesia c.q. Departemen Penyelesaian Aset dengan
tembusan:
a) Departemen Perbankan Syariah; atau
b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat,
dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam
Negeri.
4) Dalam hal dilakukan eksekusi agunan asset Pembiayaan, Bank
wajib menginformasikan pengalihan tagihan Pembiayaan kepada
masing-masing debitur, berdasarkan surat pemberitahuan dari
Bank Indonesia.
Hasil eksekusi agunan FPJPS disetorkan ke rekening hasil eksekusi
agunan FPJPS di Bank Indonesia.
Selama eksekusi agunan belum selesai dilaksanakan, Bank tetap
dikenakan imbalan FPJPS yang besarnya dihitung berdasarkan saldo
FPJPS yang belum dilunasi dan tingkat imbalan FPJPS terakhir.
Hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJPS yang
terdiri dari nilai pokok FPJPS ditambah dengan akumulasi imbalan FPJPS,
biaya eksekusi agunan, dan biaya lain yang timbul dalam pemberian
FPJPS.
Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih besar dari nilai pelunasan FPJPS
maka Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah Bank di Bank
Indonesia sebesar kelebihan nilai dimaksud.
Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari nilai pelunasan FPJPS
maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank di Bank
Indonesia sebesar kekurangan nilai dimaksud.
Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank tidak mencukupi untuk
pendebetan sebagaimana dimaksud pada angka 7 (angka 6 dalam
kodifikasi ini), Bank wajib menyetor tambahan dana untuk menutup
kekurangan dimaksud kepada Bank Indonesia.
Selama berlangsungnya eksekusi agunan, Bank Indonesia tetap
mengupayakan pelunasan FPJPS dengan cara mendebet Rekening Giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar nilai pokok FPJPS ditambah
imbalan FPJPS yang belum dilunasi dan biaya lain terkait dengan
pelaksanaan eksekusi agunan atau sampai dengan nilai saldo giro Bank
nihil.
(7) Untuk memenuhi kekurangan pelunasan FPJPS sebagaimana dimaksud pada
angka 4 (ayat (2) dalam kodifikasi ini), Bank Indonesia mencairkan rekening
penampungan (escrow account) sebagaimana dimaksud pada butir V.4.b
(Paragraf 69 ayat (5) Angka 4.b dalam kodifikasi ini) berdasarkan surat kuasa
yang diberikan Bank kepada Bank Indonesia dan melakukan eksekusi agunan.
(8) Sepanjang eksekusi agunan belum dilaksanakan atau belum selesai
dilaksanakan dan kemudian terdapat dana dalam Rekening Giro Rupiah Bank
maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank tersebut untuk
melunasi FPJPS.
66
Likuiditas Rupiah
Paragraf
74
75
Sumber Regulasi
BAB V
Pasal 17
14/20/PBI/2012
Huruf a
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Pengawasan
Dalam rangka pengawasan terhadap penggunaan FPJPS, Bank wajib:
a. menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia mengenai penggunaan FPJPS,
kondisi likuiditas Bank, pemantauan pemenuhan persyaratan FPJPS dan
persyaratan agunan FPJPS pada setiap akhir hari kerja; dan
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi VI.D
No. 1
Bank menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia c.q.:
a) Departemen Perbankan Syariah; atau
b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal
Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri,
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi VI.D
No. 2
Pemantauan FPJPS :
Rasio KPMM
a. Bank melakukan perhitungan rasio KPMM secara harian selama periode
pemberian FPJPS.
b. Bank menyampaikan hasil perhitungan rasio tersebut kepada Bank
Indonesia setiap hari untuk posisi data 2 (dua) hari kerja sebelumnya (T2).
c. Penyampaian hasil perhitungan tersebut disertai dengan dokumen
pendukung perhitungan.
d. Hasil perhitungan dan dokumen pendukung rasio KPMM disampaikan
kepada Bank Indonesia c.q.:
1) Departemen Perbankan Syariah; atau
2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam
hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri,
setiap hari kerja paling lambat pada pukul 12.00 WIB.
Pasal 17
14/20/PBI/2012
Huruf b
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi X No. 2
b. menyampaikan rencana tindak perbaikan (action plan) untuk mengatasi
kesulitan likuiditas paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pencairan FPJPS.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi X No. 1
c. Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk melakukan tindakan tertentu
guna penyelesaian kesulitan likuiditas Bank atau tidak melakukan tindakan
tertentu yang dapat menambah kesulitan likuiditas Bank.
Pasal 18
11/24/PBI/2009
Bank Indonesia melakukan pemeriksaan khusus atas penggunaan FPJPS terhadap
Bank penerima FPJPS.
c.q. Departemen Perbankan Syariah atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Dalam Negeri setempat dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor
pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri,
paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pencairan FPJPS.
Pemeriksaan terhadap Bank yang menerima FPJPS dapat dilakukan pada periode
diterimanya atau setelah jatuh tempo FPJPS.
76
BAB VI
Biaya Pemberian FPJPS
Pasal 20
11/24/PBI/2009
Biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pengikatan perjanjian, pengikatan
dan eksekusi agunan serta biaya lainnya yang mungkin timbul dalam rangka
pemberian FPJPS menjadi beban Bank.
67
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
Ketentuan
Yang dimaksud biaya dalam pasal ini antara lain adalah biaya notaris untuk
pengikatan perjanjian dan pengikatan agunan dalam rangka pemberian FPJPS
serta biaya-biaya lainnya yang timbul karena eksekusi agunan FPJPS.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi IX
Biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian FPJPS menjadi beban Bank
penerima FPJPS, antara lain berupa:
1. imbalan FPJPS sampai dengan FPJPS dilunasi;
2. biaya pembuatan akta perjanjian FPJPS dan pengikatan agunan FPJPS;
3. biaya proses eksekusi agunan;
4. biaya transaksi, biaya kustodian dan biaya lainnya yang timbul atas
pengagunan Sukuk Korporasi di otoritas penatausahaan surat berharga
dimaksud; dan
5. biaya lainnya terkait pemberian FPJPS.
BAB VII
Sanksi
77
Pasal 21
14/20/PBI/2012
Dalam hal Bank tidak melunasi FPJPS dan/atau melakukan pelanggaran atas
ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini, Bank dikenakan sanksi berupa:
a. tidak dapat menerima FPJPS dalam jangka waktu tertentu; dan/atau
b. sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 58 ayat (1) UndangUndang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah antara lain berupa
teguran tertulis, larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring,
pembekuan kegiatan usaha tertentu dan/atau pemberhentian pengurus
Bank.
78
Pasal 22
11/24/PBI/2009
Apabila pengurus Bank, pemegang saham pengendali dan pejabat eksekutif Bank
dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk
memastikan ketaatan Bank terhadap ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia
ini dan/atau memberikan keterangan atau dokumen yang diwajibkan dalam
Peraturan Bank Indonesia ini secara tidak benar, selain dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 (Paragraf 77 dalam kodifikasi ini)
dikenakan juga sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 63 Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
SE 15/44/DPbS
2013
Romawi XI
Lain-Lain :
1. Bank wajib memelihara dan menatausahakan daftar asset Pembiayaan
beserta dokumen-dokumen pendukungnya yang sewaktu-waktu dapat
digunakan sebagai agunan FPJPS.
2. Bank wajib menyampaikan laporan daftar aset Pembiayaan sebagaimana
dimaksud pada angka 1 setiap 6 (enam) bulan sekali yaitu untuk posisi akhir
bulan Juni dan akhir bulan Desember sebagaimana contoh pada Lampiran XII
(Lampiran 71 dalam kodifikasi ini).
3. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan paling lambat
tanggal 15 setelah posisi akhir bulan yang bersangkutan dalam bentuk
hardcopy dan softcopy dengan menggunakan format excel.
4. Untuk pertama kali laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan
untuk posisi Juni 2013.
5. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 4 disampaikan paling lambat
tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah berlakunya Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
6. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 4 disampaikan
68
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
kepada Bank Indonesia c.q.:
a. Departemen Perbankan Syariah; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal
Bank berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Dalam Negeri.
7. Lampiran I sampai dengan Lampiran XII (Lampiran 60 sampai dengan
Lampiran 71 dalam kodifikasi ini) merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
BAB I
79
Pasal 1
10/35/PBI/2008
Angka 1 dan 2
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi I No. 3
Pasal 1
10/35/PBI/2008
Angka 4 – 7
80
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat
Ketentuan Umum
1. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008.
2. Bank Perkreditan Rakyat, yang selanjutnya disebut BPR adalah Bank
Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional, tidak termasuk Badan Kredit Desa (BKD).
3. Rasio Kebutuhan Kas adalah perhitungan kebutuhan kas BPR yang didasarkan
pada Cash Ratio dengan menambahkan komponen Sertifikat Bank Indonesia
serta aset antarbank dan kewajiban antarbank. Rasio Kebutuhan Kas
merupakan perbandingan aset lancar terhadap kewajiban lancar. Aset lancar
terdiri dari saldo kas, SBI yang tidak menjadi agunan, penempatan pada
antarbank aktiva yang tidak menjadi agunan di bank umum atau BPR lain
meliputi giro pada bank umum, serta tabungan dan deposito jatuh tempo
pada bank umum atau BPR lain. Kewajiban lancar terdiri dari pos kewajiban
segera, simpanan dana nasabah tidak terkait meliputi tabungan dan deposito
jatuh tempo, serta kewajiban antarbank pasiva tidak terkait yang meliputi
tabungan dan deposito yang jatuh tempo.
4. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek, yang selanjutnya disebut FPJP adalah
fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada BPR untuk mengatasi
Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek yang dialami oleh BPR.
5. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah keadaan yang dialami BPR yang
disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan
dengan arus dana keluar (mismatch).
6. Sertifikat Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga
dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai
pengakuan utang berjangka waktu pendek.
7. Aset Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara BPR dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
BAB II
Persyaratan Dan Tata Cara Permohonan FPJP
Pasal 2
10/35/PBI/2008
Ayat (1)
(1) BPR yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dapat mengajukan
permohonan FPJP dengan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia ini.
69
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi II No.1
Pasal 2
10/35/PBI/2008
Ayat (2) – (3)
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
BPR yang dapat mengajukan permohonan atau perpanjangan FPJP adalah BPR
yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dan memiliki agunan
yang berkualitas tinggi dengan nilai agunan yang memadai.
(2) BPR dapat mengajukan permohonan FPJP sepanjang memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. Memiliki penilaian Tingkat Kesehatan selama 6 (enam) bulan terakhir
paling kurang Cukup Sehat;
Penilaian Tingkat Kesehatan didasarkan pada data posisi akhir bulan
sesuai dengan Laporan Bulanan BPR selama 6 (enam) periode pelaporan
sebelum tanggal pengajuan permohonan.
b. Memiliki Cash Ratio selama 6 (enam) bulan terakhir rata-rata paling
kurang sebesar 4,05% (empat koma nol lima persen);
Perhitungan Cash Ratio didasarkan pada data posisi akhir bulan sesuai
dengan Laporan Bulanan BPR selama 6 (enam) periode pelaporan
sebelum tanggal pengajuan permohonan.
c. Memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum (Capital Adequacy
Ratio) paling kurang sebesar 8% (delapan persen); dan
Rasio kewajiban penyediaan modal minimum (CAR) yang digunakan
berdasarkan perhitungan Bank Indonesia sesuai dengan data posisi akhir
bulan pada Laporan Bulanan BPR sebelum tanggal pengajuan
permohonan.
d. Memiliki arus kas harian negatif selama 14 (empat belas) hari kalender
terakhir.
(3) Plafon FPJP diberikan paling banyak sebesar kebutuhan pendanaan jangka
pendek BPR untuk mencapai Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10% (sepuluh
persen).
Kebutuhan pendanaan jangka pendek BPR dihitung berdasarkan posisi Rasio
Kebutuhan Kas pada tanggal pengajuan permohonan FPJP.
81
Pasal 3
10/35/PBI/2008
FPJP wajib dijamin oleh BPR dengan agunan yang berkualitas tinggi yang nilainya
memadai sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
82
Pasal 4
10/35/PBI/2008
Ayat (1)
(1) Agunan yang berkualitas tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
(Paragraf 81 dalam kodifikasi ini) berupa:
a. SBI; dan/atau
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi II
No. 4.a
BPR menjamin FPJP dengan agunan milik BPR berupa SBI dan/atau Aset
Kredit dengan ketentuan:
a. Dalam hal agunan berupa SBI, maka SBI dimaksud harus memiliki sisa
jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat FPJP jatuh
tempo.
70
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Pasal 4
10/35/PBI/2008
Ayat (2) a – b
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Perhitungan nilai jual SBI yang diagunkan ditetapkan berdasarkan
perhitungan sebagaimana ketentuan butir V.1.a (Paragraf 83 huruf a
dalam kodifikasi ini).
b. Aset Kredit.
(2) Aset Kredit yang dapat dijadikan agunan FPJP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b wajib memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Memiliki perjanjian kredit yang masih berlaku selama jangka waktu FPJP;
b. Memiliki kolektibilitas Lancar selama paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir;
Kolektibilitas Lancar adalah Kualitas Lancar sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai Penilaian Kualitas Aktiva Produktif
BPR untuk posisi akhir bulan sesuai dengan Laporan Bulanan BPR selama
3 (tiga) periode pelaporan sebelum tanggal pengajuan permohonan.
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi II
No. 4.b 2)
Pasal 4
10/35/PBI/2008
Ayat (2) c
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi II
No.4.b 3)
Pasal 4
10/35/PBI/2008
Ayat (2) d
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi II
No.4.b 4)
Pasal 4
10/35/PBI/2008
Ayat (2) e
Kualitas kredit yang disampaikan dalam Laporan Bulanan BPR dimaksud
harus telah menyesuaikan dengan hasil pemeriksaan Bank Indonesia
dalam hal terdapat perbedaan kualitas Aset Kredit yang disampaikan oleh
BPR dengan hasil pemeriksaan Bank Indonesia.
c. Memiliki agunan;
Adanya agunan dimaksudkan untuk memberi tambahan keyakinan
mengenai kualitas Aset Kredit yang dijadikan agunan FPJP.
Aset Kredit yang dijaminkan harus memiliki agunan berupa:
a. Aktiva tetap antara lain berupa tanah dan bangunan.
b. Aktiva tidak tetap antara lain berupa kendaraan bermotor, surat
keputusan pengangkatan/pensiun pegawai.
d. Bukan merupakan kredit kepada pihak terkait BPR; dan
Yang dimaksud dengan “pihak terkait” adalah pihak terkait sebagaimana
diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPK) BPR.
Kriteria pihak terkait sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Bank
Perkreditan Rakyat.
e. Memiliki baki debet (outstanding) kredit tidak melebihi plafon kredit dan
Batas Maksimum Pemberian Kredit.
Batas Maksimum Pemberian Kredit mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia yang berlaku mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit
(BMPK) BPR.
71
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi IV
No. 1 – 4
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Dalam hal agunan berupa SBI, maka BPR harus menyampaikan dokumen
berupa bukti bahwa SBI telah diagunkan (pledge) di BI-SSSS berupa printout hasil pengagunan.
Mekanisme pengagunan SBI dilakukan sesuai mekanisme setelmen
transaksi agunan (pledge) pada ketentuan BI-SSSS dengan counterparty
Bank Indonesia (INDOIDJA930).
Jangka waktu pengikatan agunan FPJP berupa SBI sebagai berikut:
a. Jatuh tempo pengikatan agunan FPJP berupa SBI adalah 10 (sepuluh)
hari kerja setelah FPJP jatuh tempo.
b. Dalam hal terjadi pelunasan FPJP pada saat jatuh tempo maka
pengikatan agunan FPJP berupa SBI dapat dilepas (release) pada 1
(satu) hari kerja setelah FPJP dilunasi.
Dalam hal BPR yang mengajukan FPJP tidak memiliki SBI atau SBI yang
dimiliki tidak mencukupi sebagai agunan FPJP sehingga perlu
menggunakan Aset Kredit maka BPR harus menyampaikan daftar Aset
Kredit sebagaimana contoh pada Lampiran 8 (Lampiran 35 dalam
kodifikasi ini).
83
Pasal 4
10/35/PBI/2008
Ayat (3)
(3) Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat digunakan
sebagai agunan FPJP dalam hal BPR tidak memiliki SBI atau SBI yang dimiliki
tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJP.
Pasal 5
10/35/PBI/2008
Ayat (1) a
Nilai aset yang digunakan sebagai agunan FPJP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 (Paragraf 82 dalam kodifikasi ini) ditetapkan sebagai berikut:
a. Dalam hal agunan berupa SBI, nilai agunan ditetapkan paling kurang sebesar
100% (seratus persen) dari plafon FPJP, yang dihitung berdasarkan nilai jual
SBI yang diagunkan.
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi V
No.1. A. 3) - 4)
nilai jual SBI dihitung berdasarkan nominal atau harga setiap seri SBI yang
tercantum dalam BI-SSSS. Contoh perhitungan nilai jual SBI sebagaimana
pada Lampiran 8 (Lampiran 35 dalam kodifikasi ini);
Pasal 5
10/35/PBI 2008
Ayat (1) b
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi V
No.2 – 3
harga setiap seri SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan
mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan
dan sisa jangka waktu setiap seri SBI.
b. Dalam hal agunan berupa Aset Kredit, nilai agunan ditetapkan paling kurang
150% (seratus lima puluh persen) dari plafon FPJP, yang dihitung
berdasarkan baki debet (outstanding) Aset Kredit yang diagunkan.
Dalam hal berdasarkan penilaian Bank Indonesia, Aset Kredit tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir II.4.b (Paragraf 82
ayat (2) dalam kodifikasi ini) BPR wajib menambah dan/atau mengganti
agunan FPJP sehingga nilai Aset Kredit paling kurang sebesar 150% (seratus
lima puluh persen) dari plafon FPJP yang disetujui.
Penggantian dan/atau penambahan agunan FPJP berupa Aset Kredit
dilakukan oleh BPR dengan menyampaikan dokumen pendukung
sebagaimana ketentuan butir IV.4 (Paragraf 82 ayat (2) huruf e dalam
72
Likuiditas Rupiah
Paragraf
84
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
kodifikasi ini) kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan
butir X (Paragraf 86 huruf h dalam kodifikasi ini).
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi V No. 4
Dalam rangka perpanjangan FPJP, BPR dapat menggunakan agunan yang telah
diagunkan pada FPJP sebelumnya, sepanjang agunan dimaksud masih mencukupi
dan memenuhi persyaratan.
Pasal 6
10/35/PBI/2008
(1) Agunan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) (Paragraf 82 ayat
(1) dalam kodifikasi ini) harus bebas dari segala bentuk perikatan, sengketa,
dan tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain dan/atau Bank Indonesia,
yang dinyatakan dalam surat pernyataan BPR kepada Bank Indonesia.
(2) BPR wajib mengganti dan/atau menambah agunan FPJP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) (Paragraf 82 ayat (1) dalam kodifikasi ini)
apabila:
a. Agunan FPJP tidak memenuhi kondisi-kondisi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1); dan/atau
b. Agunan FPJP berupa Aset Kredit mengalami penurunan kolektibilitas.
Penggantian dan/atau penambahan agunan FPJP dimaksudkan agar nilai aset
agunan FPJP sesuai dengan ketentuan Pasal 5 (Paragraf 83 dalam kodifikasi
ini).
85
Pasal 7
10/35/PBI/2008
(1) Pengikatan agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) (Paragraf 82
ayat (1) dalam kodifikasi ini) dilakukan sesuai dengan peraturan perundanganundangan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan yang berlaku”
antara lain peraturan perundang-undangan yang mengatur gadai atau
fidusia.
(2) Dokumen-dokumen atas aset yang menjadi agunan FPJP ditatausahakan oleh
Bank Indonesia.
Yang dimaksud dengan “dokumen-dokumen atas aset yang menjadi agunan
FPJP” antara lain perjanjian kredit antara BPR dengan nasabah, bukti
pengikatan agunan dan bukti kepemilikan atas aset yang menjadi agunan
kredit BPR.
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi IV No. 6
Dalam rangka keperluan pengikatan agunan FPJP, BPR menyampaikan:
a. Dokumen asli perjanjian kredit antara BPR dan debitur;
b. Dokumen asli pengikatan agunan atas perjanjian kredit antara BPR dan
debitur secara notariil atau di bawah tangan; dan
c. Bukti kepemilikan agunan yang menjadi jaminan kredit BPR.
Dokumen sebagaimana ketentuan butir 4 (Paragraf 82 ayat (2) huruf e dalam
kodifikasi ini) disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana
ketentuan butir X (Paragraf 86 huruf h dalam kodifikasi ini).
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi IV
No. 7 – 10
Dalam hal sesuai perhitungan Bank Indonesia, Aset Kredit yang diajukan oleh
BPR tidak mencukupi dan/atau tidak memenuhi criteria agunan FPJP, BPR
harus mengajukan Aset Kredit baru untuk memenuhi kecukupan
agunan FPJP.
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi IV No. 5
73
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Obyek jaminan fidusia yang diagunkan BPR kepada Bank Indonesia mencakup:
a. Hak tagih BPR yang timbul dari perjanjian kredit antara BPR dengan
debitur; dan
b. Segala pendapatan yang diperoleh dari hak tagih BPR antara lain namun
tidak terbatas pada pendapatan bunga dan klaim asuransi kredit.
Pengikatan agunan dalam bentuk fidusia didaftarkan pada Kantor
Pendaftaran Fidusia.
Penatausahaan dokumen Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP dilakukan
oleh Bank Indonesia cq. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU) atau Bank
Indonesia cq. Kantor Bank Indonesia (KBI) sesuai dengan tempat kedudukan
kantor pusat BPR.
86
Pasal 8
10/35/PBI/2008
Ayat (1)
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi III
No. 1 – 2
(1) BPR yang memerlukan FPJP mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Bank Indonesia.
Pasal 8
10/35/PBI/2008
Ayat (2) a
(2) Permohonan FPJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi
dengan dokumen-dokumen sebagai berikut:
a. Surat pernyataan bahwa BPR mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka
Pendek;
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi III
No. 3.a. 1)
disertai dengan penjelasan penyebab dan upaya yang telah dilakukan,
yang ditandatangani oleh direksi dan komisaris BPR sesuai Anggaran
Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran 2 (Lampiran
29 dalam kodifikasi ini);
Pasal 8
10/35/PBI/2008
Ayat (2) b
b. Surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJP tidak
sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak dibawah sitaan, tidak
tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, dan memenuhi seluruh
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (Paragraf 82 dalam
kodifikasi ini);
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi III
No. 3.a. 2)
yang ditandatangani oleh direksi dan komisaris BPR sesuai Anggaran
Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran 3
(Lampiran 30 dalam kodifikasi ini);
Pasal 8
10/35/PBI/2008
Ayat (2) c
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi III
No. 3.a. 3)
c. Surat pernyataan kesanggupan BPR untuk membayar segala kewajiban
terkait FPJP pada saat jatuh tempo;
Pengajuan permohonan, penambahan atau perpanjangan FPJP oleh BPR
kepada Bank Indonesia disampaikan pada setiap hari kerja.
Surat perpanjangan FPJP diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 5 (lima)
hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo FPJP.
yang ditandatangani oleh direksi, komisaris dan Pemegang Saham
Pengendali BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku sebagaimana
contoh pada Lampiran 4 (Lampiran 31 dalam kodifikasi ini);
74
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
Pasal 8
10/35/PBI/2008
Ayat (2) d
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi III
No. 3.a. 4)
Ketentuan
d. Surat pernyataan mengenai kebenaran dan kelengkapan data dan
dokumen yang disampaikan kepada Bank Indonesia;
Pasal 8
10/35/PBI/2008
Ayat (2) e
e. Surat Kuasa dari BPR kepada Bank Indonesia untuk melakukan
pendebetan seluruh rekening BPR pada bank umum dalam rangka
pembayaran segala kewajiban BPR terkait FPJP;
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi III
No. 3.b.
yang ditandatangani oleh direksi BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang
berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran 6 (Lampiran 33 dalam
kodifikasi ini);
Pasal 8
10/35/PBI/2008
Ayat (2) f
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi III
No. 3.c.
Pasal 8
10/35/PBI/2008
Ayat (2) g
namun tidak terbatas pada kualitas kredit dan agunan yang
menyertainya, yang ditandatangani oleh direksi BPR sesuai Anggaran
Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran 5 (Lampiran
32 dalam kodifikasi ini);
f.
Dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan pendanaan jangka pendek;
Yang dimaksud dengan “dokumen-dokumen atas aset yang menjadi
agunan FPJP” antara lain perjanjian kredit antara BPR dengan nasabah,
bukti pengikatan agunan dan bukti kepemilikan atas aset yang menjadi
agunan kredit BPR.
paling kurang berupa perhitungan Rasio Kebutuhan Kas, yang
ditandatangani oleh direksi BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku
sebagaimana contoh pada Lampiran 7 (Lampiran 34 dalam kodifikasi ini);
g. Daftar SBI dan/atau Aset Kredit yang menjadi agunan beserta dokumen
pendukung; dan
Yang dimaksud dengan “dokumen pendukung” antara lai n perjanjian
kredit antara BPR dengan nasabah, pengikatan agunan atas kredit
tersebut baik secara notariil maupun dibawah tangan, bukti kepemilikan
agunan dari aset kredit, antara lain bukti kepemilikan kendaraan
bermotor, sertifikat tanah, surat keputusan pengangkatan pegawai dan
dokumen lain yang dapat membuktikan terpenuhinya persyaratan
agunan.
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi III
No. 3.d
Pasal 8
10/35/PBI/2008
Ayat (2) h
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi III
No. 3.e
yang ditandatangani oleh direksi dan komisaris BPR sesuai Anggaran
Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran 8 (Lampiran
35 dalam kodifikasi ini);
h. Akta pengikatan agunan FPJP.
Konsep akta yang akan ditandatangani oleh direksi BPR sesuai dengan
Anggaran Dasar BPR bersangkutan dan pejabat Bank Indonesia di
hadapan Notaris yang terdiri dari:
1) Konsep Akta Perjanjian Pemberian FPJP, sebagaimana contoh pada
75
Likuiditas Rupiah
Paragraf
87
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Lampiran 9 (Lampiran 36 dalam kodifikasi ini);
2) Konsep Akta Gadai, dalam hal agunan berupa SBI,
sebagaimana contoh pada Lampiran 10 (Lampiran 37 dalam
kodifikasi ini);
3) Konsep Akta Jaminan Fidusia, dalam hal agunan berupa Aset Kredit,
sebagaimana contoh pada Lampiran 11 (Lampiran 38 dalam
kodifikasi ini);
4) Konsep Addendum Perjanjian Pemberian FPJP, dalam hal BPR
mengajukan perpanjangan dan/atau penambahan, sebagaimana
contoh pada Lampiran 12 (Lampiran 39 dalam kodifikasi ini).
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi III
No. 4 dan
Romawi X
Surat permohonan, penambahan, perpanjangan FPJP yang dilengkapi dengan
persyaratan dokumen sebagaimana ketentuan ayat (2) dan daftar
kelengkapan dokumen permohonan, disampaikan kepada Bank Indonesia
dengan alamat:
1. Bank Indonesia up. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU), Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BPR yang berkantor pusat di wilayah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Kabupaten/Kota Bogor, Depok,
Bekasi, Karawang dan Provinsi Banten; atau
2. Bank Indonesia up. Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, bagi BPR yang
berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana ketentuan butir 1, dengan
tembusan kepada Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU).
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi III
No. 5 – 7
BPR harus segera melengkapi dokumen pendukung sebagaimana ketentuan
ayat (2) apabila belum lengkap dan/atau belum sesuai dengan daftar Aset
Kredit.
Pengikatan agunan secara gadai dan/atau secara fidusia sebagaimana ketentuan
ayat (2) butir h dilakukan bersamaan dengan Perjanjian Pemberian FPJP.
Biaya yang timbul sehubungan dengan proses permohonan, penambahan,
dan/atau perpanjangan FPJP termasuk pengikatan agunan, penambahan
dan/atau penggantian agunan menjadi beban BPR penerima FPJP.
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi II No. 6
Permohonan perpanjangan FPJP yang jatuh tempo dapat diajukan dengan
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. BPR telah membayar seluruh bunga terhutang atas FPJP yang jatuh tempo;
b. BPR tidak dapat memenuhi Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10% (sepuluh
persen); dan
c. BPR memiliki agunan yang masih mencukupi dan memenuhi persyaratan
sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini.
Pasal 9
10/35/PBI/2008
Ayat (1)
(1) Persetujuan Bank Indonesia atas permohonan FPJP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1) (Paragraf 86 ayat (1) dalam kodifikasi ini) dilakukan
apabila:
a. BPR memenuhi kriteria permohonan FPJP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) (Paragraf 80 ayat (2) dalam kodifikasi ini);
b. BPR memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen permohonan FPJP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) (Paragraf 86 ayat (2) dalam
kodifikasi ini); dan
c. BPR diperkirakan dapat memenuhi kewajiban pendanaan jangka pendek
berdasarkan penilaian Bank Indonesia.
76
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi VI
No. 2 – 5
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
(2) Persetujuan pemberian FPJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan
dalam perjanjian pemberian FPJP antara Bank Indonesia dengan BPR
penerima FPJP secara notariil.
Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan, penambahan dan/atau
perpanjangan FPJP, Bank Indonesia dan BPR menandatangani perjanjian
pemberian FPJP atau addendumnya, Akta Gadai dan/atau Akta Jaminan
Fidusia.
Bank Indonesia mencairkan FPJP dengan mengkredit rekening BPR penerima
FPJP di bank umum.
Bank Indonesia dapat menolak permohonan, penambahan dan/atau
perpanjangan FPJP yang tidak memenuhi persyaratan yang diatur dalam
Surat Edaran ini.
Bank Indonesia memberitahukan penolakan atas permohonan, penambahan
dan/atau perpanjangan FPJP kepada BPR melalui surat.
Pasal 9
10/35/PBI/2008
Ayat (3) – (4)
(3) Perjanjian pemberian FPJP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diikuti
dengan perjanjian pengikatan agunan FPJP secara gadai dan/atau fidusia.
Penandatanganan perjanjian pemberian FPJP dan perjanjian pengikatan
agunan dilakukan pada waktu bersamaan.
(4) Realisasi pemberian FPJP oleh Bank Indonesia dilakukan dengan mengkredit
rekening BPR yang bersangkutan pada bank umum, setelah perjanjian
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditandatangani.
88
Pasal 10
10/35/PBI/2008
Bank Indonesia dapat menolak permohonan FPJP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 (Paragraf 86 dalam kodifikasi ini), apabila permohonan dimaksud tidak
sesuai dengan ketentuan, tata cara dan/atau persyaratan yang diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia ini.
89
Pasal 11
10/35/PBI/2008
(1) Jangka waktu setiap FPJP adalah 30 (tiga puluh) hari kalender.
Apabila saat jatuh tempo FPJP bertepatan pada hari Sabtu, Minggu atau hari
libur nasional, maka saat jatuh tempo FPJP adalah pada hari kerja berikutnya.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang secara
berturut-turut dengan jangka waktu keseluruhan paling lama 90 (sembilan
puluh) hari kalender.
Jangka waktu perpanjangan FPJP sama dengan jangka waktu pemberian FPJP
yaitu 30 (tiga puluh) hari kalender.
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi II No. 5
Jangka waktu FPJP ditetapkan sebagai berikut:
a. Jangka waktu setiap FPJP adalah 30 (tiga puluh) hari kalender. Dalam hal
FPJP memiliki tanggal jatuh tempo yang bertepatan dengan
hari
Sabtu, Minggu atau hari libur nasional maka penyelesaian
77
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
b.
90
Pasal 12
10/35/PBI/2008
Ketentuan
FPJP jatuh tempo adalah pada hari kerja berikutnya.
Jangka waktu FPJP dapat diperpanjang secara berturut-turut dengan
jangka waktu sama dengan jangka waktu FPJP yaitu 30 (tiga puluh) hari
kalender dengan jangka waktu keseluruhan paling lama 90 (sembilan
puluh) hari kalender yang dihitung sejak pertama kali BPR menerima
FPJP.
Contoh:
Perjanjian pemberian FPJP ditandatangani pada tanggal 1 Desember
2008 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sehingga jatuh
tempo FPJP adalah tanggal 30 Desember 2008. Apabila BPR
mengajukan perpanjangan FPJP dan atas perpanjangan FPJP tersebut
disetujui maka perpanjangan FPJP akan diberikan dengan jangka waktu
30 (tiga puluh) hari kalender yaitu sejak tanggal 31 Desember 2008
sampai dengan jatuh tempo 29 Januari 2009. Selanjutnya apabila BPR
mengajukan perpanjangan FPJP yang kedua dan atas perpanjangan
FPJP tersebut disetujui maka perpanjangan FPJP tersebut akan disetujui
dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender yaitu sejak tanggal
30 Januari 2009 sampai dengan jatuh tempo 28 Februari 2009.
Mengingat 28 Februari 2009 jatuh pada hari Sabtu maka penyelesaian
FPJP dilakukan paling lambat tanggal 2 Maret 2009 (hari kerja
berikutnya).
Perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) (Paragraf 89
ayat (2) dalam kodifikasi ini) hanya dapat dilakukan apabila:
a. BPR telah membayar seluruh bunga terhutang atas FPJP yang jatuh tempo;
b. BPR tidak dapat memenuhi Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10% (sepuluh
persen); dan
c. Agunan masih mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 (Paragraf 82, Paragraf 83 dan Paragraf 84
dalam kodifikasi ini).
Dalam rangka pelaksanaan perpanjangan FPJP, agunan yang telah diagunkan
BPR untuk menjamin FPJP yang diterima BPR sebelumnya akan dinilai
kembali, sehingga BPR perlu menyesuaikan jumlah agunan yang diserahkan
untuk menjamin perpanjangan FPJP.
91
Pasal 13
10/35/PBI/2008
Ayat (1)
(1) BPR dapat mengajukan tambahan plafon FPJP yang dibutuhkan untuk
menutupi kewajiban yang tidak dapat diselesaikan BPR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) (Paragraf 80 ayat (1) dalam kodifikasi ini)
sepanjang:
a. Agunan masih mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 (Paragraf 82, Paragraf 83 dan
Paragraf 84 dalam kodifikasi ini); dan
b. Penggunaan FPJP belum melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) (Paragraf 89 ayat (2)
dalam kodifikasi ini).
Tambahan plafon FPJP yang diajukan akan diakumulasikan terhadap jumlah
FPJP yang belum dilunasi.
78
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
Pasal 13
10/35/PBI/2008
Ayat (2)
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi II No. 7
Ketentuan
(2) Penambahan plafon FPJP dapat dilakukan sepanjang Rasio Kebutuhan Kas BPR
kurang dari 10% (sepuluh persen).
Pasal 13
10/35/PBI/2008
Ayat (3)
(3) Jangka waktu setiap tambahan plafon FPJP adalah sampai dengan jatuh
tempo FPJP.
BPR dapat mengajukan penambahan plafon FPJP yang dibutuhkan untuk
memenuhi kewajiban yang tidak dapat diselesaikan BPR, dengan memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. Rasio Kebutuhan Kas pada saat pengajuan penambahan FPJP kurang dari
10% (sepuluh persen);
b. BPR memiliki agunan yang masih mencukupi dan memenuhi persyaratan
sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; dan
c. Jangka waktu penggunaan FPJP termasuk perpanjangannya belum
melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender.
Sebagai contoh:
FPJP diberikan pada tanggal 1 Desember 2008 dengan jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari kalender sehingga jatuh tempo FPJP adalah tanggal 30 Desember
2008. Tambahan FPJP diberikan kepada BPR pada tanggal 15 Desember 2008,
maka jatuh tempo tambahan plafon FPJP adalah tetap pada tanggal 30
Desember 2008.
92
BAB III
Perhitungan Dan Pembayaran Bunga
Pasal 14
10/35/PBI/2008
Ayat (1)
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi II No. 10
(1) Bank Indonesia mengenakan biaya bunga kepada BPR atas realisasi
pemberian FPJP.
Bank Indonesia mengenakan biaya bunga atas realisasi pemberian FPJP
kepada BPR dengan tingkat bunga ditetapkan sebesar bunga penjaminan
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terhadap simpanan nasabah BPR yang
berlaku pada saat perjanjian atau addendum pemberian FPJP ditandatangani.
Biaya bunga FPJP dihitung secara harian dan dikenakan pada saat jatuh tempo
FPJP. Dalam hal BPR mengajukan perpanjangan FPJP maka Bank Indonesia
akan mengenakan seluruh biaya bunga FPJP sampai dengan jatuh tempo. BPR
harus menyediakan dana untuk pembayaran seluruh biaya bunga FPJP
terhutang paling lambat pada saat pengajuan perpanjangan FPJP.
Pasal 14
10/35/PBI/2008
Ayat (2) – (3)
(2) Biaya bunga FPJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar
suku bunga penjaminan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) yang berlaku
terhadap simpanan nasabah BPR pada saat perjanjian pemberian FPJP atau
addendum perjanjian FPJP ditandatangani.
Yang dimaksud dengan “suku bunga penjaminan LPS yang berlaku” adalah
suku bunga penjaminan yang ditetapkan oleh LPS bagi simpanan nasabah
BPR pada saat perjanjian pemberian FPJP atau addendumnya ditandatangani.
(3) Biaya bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan pada saat jatuh
tempo FPJP yang dihitung secara harian berdasarkan baki debet FPJP.
79
Likuiditas Rupiah
Paragraf
93
Sumber Regulasi
BAB IV
Pasal 15
10/35/PBI/2008
Ayat (1) – (2)
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Pelunasan Dan Eksekusi Agunan
(1) Pada saat FPJP jatuh tempo, Bank Indonesia mendebet rekening BPR di bank
umum sebesar baki debet ditambah bunga FPJP.
Yang dimaksud dengan “jatuh tempo” adalah berakhirnya jangka waktu FPJP.
(2) Dalam hal FPJP jatuh tempo dan saldo rekening BPR di bank umum tidak
mencukupi untuk membayar pokok dan bunga FPJP dan/atau BPR tidak lagi
memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJP maka Bank
Indonesia melakukan eksekusi agunan FPJP.
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi VII
No. 1 – 3
Dalam rangka pelunasan FPJP, BPR harus menyediakan dana dalam jumlah
yang cukup pada rekening BPR di bank umum yang ditunjuk paling lambat 1
(satu) hari kerja sebelum jatuh tempo.
Pada tanggal FPJP jatuh tempo, Bank Indonesia mendebet rekening BPR
penerima FPJP di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya dengan
mendahulukan pembayaran biaya bunga FPJP kemudian pelunasan nominal
FPJP.
Dalam hal setelah dilakukan pendebetan, saldo rekening BPR di bank umum
tidak mencukupi untuk membayar seluruh biaya bunga dan/atau nominal FPJP
dan BPR tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan
FPJP maka Bank Indonesia akan melakukan eksekusi agunan.
Pasal 15
10/35/PBI/2008
Ayat (3) – (5)
(3) Bank Indonesia tetap mengenakan biaya bunga sampai dengan eksekusi
agunan selesai dilaksanakan.
(4) Apabila nilai hasil eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lebih
kecil dibandingkan dengan jumlah pokok dan bunga FPJP yang harus dilunasi
oleh BPR maka BPR wajib membayar kekurangannya kepada Bank Indonesia.
(5) Apabila nilai hasil eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lebih
besar dibandingkan dengan jumlah pokok dan bunga FPJP yang harus dilunasi
oleh BPR maka Bank Indonesia mengembalikan kelebihan tersebut kepada
BPR.
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi VIII
No. 1 – 9
Bank Indonesia berwenang untuk mengeksekusi agunan FPJP dalam hal FPJP
jatuh tempo dan saldo rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank
umum lainnya tidak mencukupi untuk membayar biaya bunga dan nominal
FPJP serta BPR tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh
perpanjangan FPJP.
Dalam hal agunan berupa SBI, Bank Indonesia melakukan proses eksekusi
dengan cara pelunasan SBI sebelum jatuh tempo (early redemption) pada 1
(satu) hari kerja setelah terjadinya kondisi.
Dalam hal agunan berupa Aset Kredit, eksekusi agunan dilakukan oleh Bank
Indonesia dengan cara sebagai berikut:
a. Menjual hak tagih secara langsung atau melalui lembaga lelang; atau
b. Memberi kuasa kepada BPR untuk melaksanakan penjualan hak tagih.
80
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJP.
Biaya yang timbul sehubungan dengan proses eksekusi agunan menjadi
beban BPR penerima FPJP dan Bank Indonesia akan melakukan pendebetan
rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya.
Selama pelaksanaan eksekusi belum selesai dan/atau FPJP belum dilunasi,
BPR tetap dikenakan biaya bunga FPJP yang besarnya dihitung berdasarkan
baki debet FPJP yang belum dilunasi dengan tingkat bunga FPJP terakhir.
Dalam hal nilai eksekusi agunan lebih besar dari baki debet FPJP ditambah
dengan akumulasi biaya bunga FPJP dan biaya eksekusi agunan, Bank
Indonesia mengkredit rekening BPR di bank umum sebesar kelebihan nilai
dimaksud.
Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari baki debet FPJP ditambah
dengan akumulasi biaya bunga dan biaya eksekusi agunan FPJP, Bank
Indonesia mendebet rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank
umum lainnya sebesar kekurangan nilai dimaksud.
Dalam hal saldo rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank umum
lainnya tidak mencukupi untuk pendebetan, BPR wajib menyetor tambahan
dana ke rekening tersebut untuk menutup kekurangan nilai dimaksud.
94
BAB V
Pengawasan
Pasal 16
10/35/PBI/2008
(1) BPR wajib menyampaikan rencana tindak perbaikan (remedial action plan)
untuk mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek paling lambat 10
(sepuluh) hari kerja setelah perjanjian pemberian FPJP atau addendumnya
ditandatangani.
(2) BPR wajib menyampaikan laporan secara mingguan kepada Bank Indonesia,
berupa:
a. Perhitungan Rasio Kebutuhan Kas harian;
b. Kolektibilitas harian Aset Kredit yang dijaminkan; dan
c. Penggunaan FPJP harian.
Laporan wajib disampaikan pada hari kerja pertama minggu berikutnya.
SE 10/45/DKBU
2008
Romawi IX
1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap BPR atas kebenaran
dokumen dan data/informasi yang disampaikan BPR serta penggunaan FPJP,
termasuk pemeriksaan atas agunan FPJP yang disampaikan oleh BPR.
2. Bank Indonesia dapat meminta BPR untuk melakukan tindakan tertentu guna
penyelesaian kesulitan pendanaan jangka pendek BPR atau tidak melakukan
tindakan tertentu yang dapat menambah kesulitan pendanaan jangka
pendek BPR.
3. BPR wajib menyampaikan laporan secara mingguan kepada Bank Indonesia
dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X (Paragraf 86 dalam kodifikasi
ini), berupa hardcopy dan softcopy yang terdiri dari:
a. Perhitungan Rasio Kebutuhan Kas harian, sebagaimana contoh pada
Lampiran 13 (Lampiran 40 dalam kodifikasi ini);
b. Kolektibilitas harian Aset Kredit yang dijaminkan, sebagaimana contoh
pada Lampiran 14 (Lampiran 41 dalam kodifikasi ini); dan
c. Penggunaan FPJP harian.
81
Likuiditas Rupiah
Paragraf Sumber Regulasi
95
Pasal 17
10/35/PBI/2008
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Dalam rangka pengawasan atas penggunaan FPJP, Bank Indonesia dapat
melakukan pemeriksaan terhadap BPR yang bersangkutan.
Pemeriksaan terhadap BPR yang menerima FPJP dapat dilakukan selama jangka
waktu FPJP atau setelah jatuh tempo FPJP.
96
BAB VI
Biaya Pemberian FPJP
Pasal 18
10/35/PBI/2008
Biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian FPJP menjadi beban BPR.
Yang dimaksud dengan “biaya” antara lain biaya nota ris untuk pengikatan
perjanjian FPJP, pengikatan agunan dengan gadai dan/atau fidusia, biaya
eksekusi agunan serta biaya lainnya yang mungkin timbul dalam rangka
pemberian FPJP.
BAB VII
Sanksi
97
Pasal 19
10/35/PBI/2008
Dalam hal BPR tidak melunasi FPJP, melakukan pelanggaran atas ketentuan
dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan/atau berdasarkan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud Pasal 17 (Paragraf 95 dalam kodifikasi ini) diketahui
adanya penyimpangan penggunaan FPJP, maka BPR dikenakan sanksi berupa:
a. Tidak dapat menerima FPJP dalam jangka waktu tertentu; dan
b. Sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2) UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 antara lain berupa teguran
tertulis, penurunan tingkat kesehatan, pembekuan kegiatan usaha tertentu
dan/atau pemberhentian Pengurus BPR.
98
Pasal 20
10/35/PBI/2008
(1) Apabila Pengurus dan/atau pegawai BPR dengan sengaja memberikan
keterangan atau dokumen yang diwajibkan dalam Peraturan Bank Indonesia
ini secara tidak benar, dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
(2) Apabila Pengurus, Pemegang Saham Pengendali dan/atau pegawai BPR tidak
melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan
BPR terhadap ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini, dikenakan
sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998.
BAB I
99
Pasal 1
11/29/PBI/2009
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah
Ketentuan Umum
1. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2009;
2. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, yang selanjutnya disebut BPRS adalah Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah;
3. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah, yang selanjutnya disebut FPJPS
82
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
4.
5.
6.
7.
SE 12/39/DPbS
2010
Romawi I
No. 6 – 10
8.
9.
10.
11.
12.
BAB II
100
Pasal 2
11/29/PBI/2009
Ayat (1) – (2)
Ketentuan
adalah fasilitas pendanaan berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia
kepada BPRS untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek yang
dialami oleh BPRS;
Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah keadaan yang dialami BPRS yang
disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan
dengan arus dana keluar (mismatch);
Rasio Kebutuhan Kas adalah perhitungan kebutuhan kas BPRS yang
didasarkan pada perbandingan antara alat likuid berupa kas, dan antarbank
aktiva yang tidak diblokir yaitu giro, tabungan dan deposito jatuh tempo
dengan kewajiban likuid berupa kewajiban segera, simpanan dana nasabah
tidak terkait yaitu tabungan dan deposito jatuh tempo serta antarbank
pasiva tidak terkait yaitu tabungan dan deposito jatuh tempo;
Pembiayaan adalah pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah;
Mudharabah adalah perjanjian antara pemilik dana dengan pengelola dana
untuk memelihara likuiditas BPRS.
Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga
dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai
pengakuan hutang berjangka waktu pendek;
Surat Utang Negara, yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga
yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah yang dijamin
pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai
dengan masa berlakunya;
Surat Berharga Syariah Negara, yang selanjutnya disebut SBSN, atau dapat
disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan
berdasarkan Prinsip Syariah, dalam mata uang Rupiah, sebagai bukti atas
bagian penyertaan terhadap aset SBSN;
Obligasi Syariah Korporasi atau dapat disebut Sukuk Korporasi adalah surat
berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh badan usaha
milik negara atau badan usaha swasta dan ditatausahakan di Kustodian
Sentral Efek Indonesia (KSEI);
Pembiayaan adalah pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Persyaratan Dan Tata Cara Permohonan FPJPS
(1) BPRS yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dapat
mengajukan permohonan FPJPS dengan memenuhi persyaratan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
(2) BPRS dapat mengajukan permohonan FPJPS sepanjang memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. memiliki penilaian tingkat kesehatan paling kurang peringkat komposit
3 (PK-3) selama 2 (dua) periode terakhir;
Penilaian tingkat kesehatan didasarkan pada ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan BPRS.
b.
memiliki penilaian faktor manajemen paling kurang peringkat C selama
2 (dua) periode terakhir; dan
83
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
Ketentuan
Penilaian faktor manajemen didasarkan pada ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan BPRS.
c.
memiliki arus kas harian negatif selama 14 (empat belas) hari kalender
terakhir.
SE 12/39/DPbS
2010
Romawi II No. 3
BPRS memiliki arus kas harian negatif selama 14 (empat belas) hari
kalender terakhir, apabila jumlah seluruh penerimaan kas lebih kecil
dibandingkan dengan jumlah seluruh pengeluaran kas pada hari yang
sama, selama 14 (empat belas) hari kalender terakhir sebelum tanggal
permohonan FPJPS. Perhitungan kas harian negatif tidak termasuk
untuk hari Sabtu, Minggu dan hari libur nasional.
Pasal 2
11/29/PBI/2009
Ayat (3)
(3) Plafon FPJPS diberikan paling banyak sebesar kebutuhan pendanaan jangka
pendek BPRS untuk mencapai Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10% (sepuluh
persen).
Kebutuhan pendanaan jangka pendek BPRS dihitung berdasarkan posisi
Rasio Kebutuhan Kas pada tanggal pengajuan permohonan FPJPS.
SE 12/39/DPbS
2010
Romawi III No. 1
Contoh:
Pada tanggal 20 Januari 2010, BPRS mengajukan permohonan FPJPS sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah). Rasio Kebutuhan Kas BPRS pada
tanggal 20 Januari 2010 adalah sebesar 3% (tiga persen), dengan
perhitungan sebagai berikut:
Pos-pos Tertentu
A. ASET LANCAR
1. Kas
2. Antarbank Aktiva (yang tidak diblokir)
a. Giro
b. Tabungan
c. Deposito jatuh tempo
JUMLAH ASET LANCAR
B. KEWAJIBAN LANCAR
1. Kewajiban Segera
2. Simpanan dana nasabah (tidak terkait)
a. Deposito jatuh tempo
b. Tabungan
3. Antarbank Pasiva (tidak terkait)
a. Deposito jatuh tempo
b. Tabungan
JUMLAH KEWAJIBAN LANCAR
Rasio Kebutuhan Kas ( A : B) x 100%
Nominal (dalam ribuan Rp)
10,000
400
15,300
1,000
26,700
15,000
75,000
550,000
75,000
175,000
890,000
3.00%
Jumlah plafon FPJPS yang dapat diberikan kepada BPRS adalah sebesar (10%3%) x Rp890.000.000,00 = Rp62.300.000,00 (enam puluh dua juta tiga ratus
ribu rupiah). Dengan adanya FPJPS tersebut, maka jumlah aset lancar BPRS
menjadi sebesar Rp89.000.000,00 (delapan puluh sembilan juta rupiah) dan
Rasio Kebutuhan Kas mencapai 10% (sepuluh persen).
84
Likuiditas Rupiah
Paragraf Sumber Regulasi
101
Pasal 3
11/29/PBI/2009
102
Pasal 4
11/29/PBI/2009
103
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
FPJPS yang diterima oleh BPRS menggunakan akad Mudharabah.
FPJPS wajib dijamin oleh BPRS dengan agunan yang berkualitas tinggi yang
nilainya memadai sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
Pasal 5
11/29/PBI/2009
Ayat (1)
(1) Agunan yang berkualitas tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
(Paragraf 102 dalam kodifikasi ini) adalah berupa :
a. aset Pembiayaan;
b. surat berharga yang dimiliki pemegang saham.
SE 12/39/DPbS
2010
Romawi II No. 4
Jenis agunan dalam permohonan FPJPS berupa aset Pembiayaan milik BPRS
atau surat berharga yang dimiliki oleh pemegang saham BPRS. Aset
Pembiayaan milik BPRS atau surat berharga yang dimiliki oleh pemegang
saham BPRS, yang akan dipergunakan sebagai agunan FPJPS harus bebas dari
segala bentuk perikatan, sengketa, dan tidak sedang dijaminkan kepada pihak
lain. Surat berharga milik pemegang saham BPRS hanya dapat digunakan
sebagai agunan FPJPS apabila aset Pembiayaan yang dimiliki BPRS tidak
mencukupi untuk menjadi agunan FPJPS.
Pasal 5
11/29/PBI/2009
Ayat (2) a
(2) Aset Pembiayaan yang dapat dijadikan agunan FPJPS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. memiliki akad Pembiayaan yang masih berlaku selama jangka waktu
FPJPS;
SE 12/39/DPbS
2010
Romawi III
No. 3.a.5) dan 6)
Penentuan besarnya saldo pokok aset Pembiayaan dalam perhitungan
agunan FPJPS disesuaikan dengan jenis akad Pembiayaan antara BPRS
dengan nasabah, sebagai berikut:
a) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Murabahah adalah sebesar
saldo piutang dikurangi dengan saldo margin yang ditangguhkan,
yang dilaporkan BPRS dalam laporan Bulanan BPRS Form-04 (Daftar
Rincian Piutang Murabahah);
b) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Salam adalah sebesar saldo
piutang yang dilaporkan BPRS dalam laporan Bulanan BPRS Form-05
(Daftar Rincian Piutang Salam);
c) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Istishna’ adalah sebesar
saldo piutang dikurangi dengan saldo margin yang ditangguhkan
yang dilaporkan BPRS dalam laporan Bulanan BPRS Form-06 (Daftar
Rincian Piutang Istishna’);
d) Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah atau Musyarakah
adalah sebesar saldo pembiayaan yang dilaporkan BPRS dalam
laporan Bulanan BPRS Form-07 (Daftar Rincian Pembiayaan);
e) Transaksi sewa menyewa dalam bentuk Ijarah atau sewa beli dalam
bentuk Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah sebesar harga perolehan
aktiva Ijarah dikurangi akumulasi penyusutan/amortisasi, yang
dilaporkan BPRS dalam laporan Bulanan BPRS Form-08 (Daftar
Rincian Ijarah);
f) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh adalah
sebesar saldo piutang yang dilaporkan BPRS dalam laporan Bulanan
BPRS Form-09 (Daftar Rincian Pembiayaan);
g) Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk Ijarah untuk transaksi
85
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
multijasa adalah sebesar saldo piutang dikurangi dengan
pendapatan multijasa yang ditangguhkan, yang dilaporkan BPRS
dalam laporan Bulanan BPRS Form-20 (Daftar Rincian Piutang
Transaksi Multijasa).
Format laporan Bulanan BPRS sebagaimana dimaksud dalam huruf a)
sampai dengan huruf g) merujuk pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai laporan bulanan BPRS.
Contoh perhitungan nilai aset Pembiayaan sebagai agunan FPJPS:
BPRS
mengajukan
permohonan
pemberian
FPJPS
sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Jumlah saldo pokok Pembiayaan
yang diserahkan sebagai agunan FPJPS adalah piutang Murabahah
dengan saldo pokok sebesar Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta
rupiah), pembiayaan Musyarakah dengan saldo pokok sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan Ijarah dengan saldo pokok
sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah), (komposisi jenis
akad Pembiayaan dapat berubah-ubah).
BPRS wajib menambah dan/atau mengganti agunan FPJPS, dalam hal
terjadi penurunan kolektibilitas aset Pembiayaan dan/atau penurunan
nilai agunan FPJPS).
Pasal 5
11/29/PBI/2009
Ayat (2) b
SE 12/39/DPbS
2010
Romawi III
No. 3.a. 3)
Pasal 5
11/29/PBI/2009
Ayat (2) c
SE 12/39/DPbS
2010
Romawi III
No. 3.a. 4)
Pasal 5
11/29/PBI/2009
Ayat (2) d – e
b. memiliki kolektibilitas lancar selama paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir;
Yang dimaksud dengan “kolektibilitas lancar” adalah kualitas lancar
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
penilaian kualitas aktiva BPRS.
Kolektibilitas Pembiayaan pada ayat (2) huruf b didasarkan pada laporan
bulanan yang disampaikan BPRS kepada Bank Indonesia. Kualitas
Pembiayaan yang dilaporkan dalam laporan bulanan BPRS harus telah
menyesuaikan dengan hasil pemeriksaan Bank Indonesia.
c. memiliki agunan;
Adanya agunan dimaksudkan untuk memberi tambahan keyakinan
mengenai kualitas aset Pembiayaan yang dijadikan agunan FPJPS.
Agunan atas Pembiayaan, berupa:
a) aktiva tetap antara lain berupa tanah dan/atau bangunan; atau
b) aktiva tidak tetap antara lain berupa kendaraan bermotor, surat
keputusan pengangkatan/pensiun pegawai.
d. bukan merupakan Pembiayaan kepada pihak terkait BPRS; dan
Yang dimaksud dengan “pihak terkait” adalah pihak terkait sebagaimana
diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum
Penyaluran Dana (BMPD) yang berlaku bagi Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah.
86
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
e. memiliki saldo pokok tidak melebihi plafon Pembiayaan dan batas
maksimum penyaluran dana.
Batas maksimum penyaluran dana mengacu pada ketentuan
Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD)
yang berlaku bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Pasal 5
11/29/PBI/2009
Ayat (3) – (4)
(3) Surat berharga yang dimiliki pemegang saham sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b berupa :
a. surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia
dan/atau Bank Indonesia yang meliputi Surat Utang Negara (SUN), Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN) dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
b. surat berharga yang diterbitkan oleh badan hukum lainnya yang pada
saat permohonan FPJPS memiliki peringkat paling kurang peringkat
investasi (investment grade), aktif diperdagangkan, dan sisa jangka
waktu surat berharga paling kurang 90 (sembilan puluh) hari.
Yang dimaksud dengan “surat berharga syariah yang d iterbitkan oleh
badan hukum lainnya” adalah obligasi syariah korporasi (sukuk
korporasi).
Peringkat tersebut berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat
yang diakui Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui
Bank Indonesia.
(4) Surat berharga yang dimiliki pemegang saham sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b hanya dapat digunakan sebagai agunan FPJPS dalam hal aset
Pembiayaan yang dimiliki oleh BPRS tidak mencukupi untuk menjadi agunan
FPJPS.
Apabila BPRS memiliki aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) namun nilainya tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJPS maka BPRS
dapat menggunakan surat berharga milik pemegang saham untuk
menambah kekurangan nilai agunan.
104
SE 12/39/DPbS
2010
Romawi II No. 5
BPRS wajib mengganti dan/atau menambah agunan FPJPS apabila objek yang
dijadikan sebagai agunan FPJPS ternyata diketahui tidak memenuhi persyaratan
sebagai agunan FPJPS.
Pasal 6
11/29/PBI/2009
(1) Nilai agunan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 (Paragraf 103
dalam kodifikasi ini) ditetapkan sebagai berikut :
a. Dalam hal agunan berupa asset Pembiayaan, nilai agunan tersebut
ditetapkan paling kurang sebesar 150% (seratus lima puluh persen)
dari plafon FPJPS, yang dihitung berdasarkan saldo pokok aset
Pembiayaan yang diagunkan.
b. Dalam hal agunan berupa SBI, nilai agunan ditetapkan paling kurang
sebesar 100% (seratus persen) dari plafon FPJPS yang dihitung
berdasarkan nilai jual SBI yang diagunkan;
87
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 12/39/DPbS
2010
Romawi III
No. 3.b
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
c. Dalam hal agunan berupa SUN atau SBSN, nilai agunan ditetapkan paling
kurang sebesar 105% (seratus lima persen) dari plafon FPJPS yang
dihitung berdasarkan nilai pasar surat berharga tersebut.
d. Dalam hal agunan berupa surat berharga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (3) huruf b (Paragraf 100 ayat (3) huruf b dalam kodifikasi
ini), nilai agunan ditetapkan sesuai dengan jenis surat berharga paling
kurang sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari plafon FPJPS, yang
dihitung berdasarkan nilai pasar surat berharga.
(2) Ketentuan mengenai nilai jual dan nilai pasar sebagaimana tersebut pada
ayat (1) huruf b, huruf c dan huruf d akan diatur lebih lanjut sebagai berikut:
Surat berharga milik pemegang saham BPRS yang dapat dijadikan sebagai
agunan FPJPS adalah SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi Syariah Korporasi
(Sukuk Korporasi).
1) Agunan berupa SBI
a) Nilai agunan didasarkan pada nilai jual SBI pada saat permohonan
FPJPS.
b) Nilai agunan pada butir a) ditetapkan paling kurang sebesar 100%
(seratus persen) dari plafon FPJPS.
c) Nilai jual SBI dihitung berdasarkan nominal dan harga setiap seri
SBI sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS.
d) Harga setiap seri SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan
mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat
penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI.
e) Sisa jangka waktu SBI pada saat FPJPS jatuh tempo adalah paling
singkat 2 (dua) hari kerja
Contoh perhitungan nilai agunan SBI:
SBI 3 bulan dengan seri IDBIxxxxxxxxx dengan karakteristik: nilai nominal
Rp50.000.000,00, rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan
7,83333%, sisa jangka waktu 58 hari, dengan harga 98,75369
(sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS).
Perhitungan Nilai Jual SBI dihitung berdasarkan harga setiap seri SBI:
Nilai Jual SBI = Rp50.000.000,0 x 98,75369% = Rp49.376.845,00.
Dengan demikian, plafon FPJPS adalah paling banyak sebesar
Rp49.376.845,00.
2) Agunan berupa SBSN atau SUN
a) Nilai agunan didasarkan pada nilai pasar SBSN atau SUN pada saat
permohonan.
b) Nilai agunan pada butir a) ditetapkan paling kurang sebesar 105%
(seratus lima persen) dari plafon FPJPS saat permohonan FPJPS.
c) Nilai pasar dihitung berdasarkan nominal dan harga setiap seri
SBSN atau SUN sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS.
d) Harga setiap seri SBSN atau SUN ditetapkan oleh Bank Indonesia
dengan mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis dan
seri SBSN atau SUN yang diagunkan.
e) Sisa jangka waktu SBSN atau SUN pada saat FPJPS jatuh tempo
adalah paling singkat 10 (sepuluh) hari kerja.
Contoh perhitungan nilai agunan SBSN:
88
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
SBSN seri IFRxxxx dengan karakteristik : 100 unit (nilai nominal 100 juta),
sisa jangka waktu 1500 hari, dengan harga 92,01250% (sebagaimana
tercantum dalam BI-SSSS).
Nilai Pasar SBSN yang dimiliki dihitung sebagai berikut:
= Rp100.000.000,00 x 92,01250% = Rp92.012.500,00
Nilai agunan (cash value) ditetapkan sebesar 105% dari Nilai Pasar SBSN,
yaitu : Rp92.012.500,00 x 100/105 = Rp87.630.952,38.
Dengan demikian, plafon FPJPS adalah paling banyak sebesar
Rp87.630.952,38.
Contoh perhitungan nilai agunan SUN:
(1) Obligasi Negara (ON) seri FRxxxx dengan karakteristik: 50 unit (nilai
nominal Rp50 juta), sisa jangka waktu 3.686 hari, dengan harga
108,05988% (sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS).
(2) ON seri ZCxxxx (zero coupon bond) dengan karakteristik: 50 unit
(nilai nominal Rp50 juta), sisa jangka waktu 527 hari, dengan harga
89,19250% (sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS).
(3) SPN seri SPNxxxxxxxxxx dengan karakteristik: 50 unit (nilai nominal
Rp50 juta), sisa jangka waktu 351 hari, dengan harga 93,99088%
(sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS).
Nilai Pasar SUN dihitung sebagai berikut:
(1) Nilai Pasar ON = Rp50.000.000,00 x 108,05988% = Rp54.029.940,00
(2) Nilai Pasar Onzc = Rp50.000.000,00 x 89,19250% =Rp44.596.250,00
(3) Nilai Pasar SPN = Rp50.000.000,00 x 93,99088% = Rp46.995.440,00
Jumlah Nilai Pasar SUN (a+b+c) = Rp145.621.630,00
Nilai agunan (cash value) ditetapkan sebesar 105% dari Nilai Pasar SUN,
yaitu:
= {( Rp54.029.940,00 + Rp44.596.250,00 + Rp46.995.440,00 ) x 100/105}
= Rp138.687.266,67.
Dengan demikian, plafon FPJPS adalah paling banyak sebesar
Rp138.687.266,67.
3) Agunan berupa Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi)
a) Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) yang dapat
dijadikan sebagai agunan FPJPS harus memenuhi kriteria
sebagai berikut:
i. memiliki sisa jangka waktu paling kurang 90 (sembilan
puluh) hari pada saat permohonan FPJPS;
ii. aktif diperdagangkan, yaitu pernah diperdagangkan di
Bursa Efek Indonesia dalam 30 (tiga puluh) hari kalender
terakhir; dan
iii. memiliki peringkat paling kurang 3 (tiga) peringkat (notch)
teratas pada 1 (satu) tahun terakhir berdasarkan hasil
penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank
Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
89
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
b) Nilai agunan didasarkan pada nilai pasar Obligasi Syariah
Korporasi (Sukuk Korporasi) pada saat permohonan FPJPS.
c) Nilai agunan ditetapkan paling kurang sebesar:
i. 135% (seratus tiga puluh lima persen) dari plafon FPJPS
pada saat permohonan FPJPS untuk Obligasi Syariah
Korporasi (Sukuk Korporasi) dengan peringkat teratas;
ii. 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon FPJPS pada
saat permohonan FPJPS untuk Obligasi Syariah Korporasi
(Sukuk Korporasi) dengan peringkat kedua teratas; dan
iii. 145% (seratus empat puluh lima persen) dari plafon FPJPS
pada saat permohonan FPJPS untuk Obligasi Syariah
Korporasi (Sukuk Korporasi) dengan peringkat ketiga
teratas.
d) Nilai pasar Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) dihitung
berdasarkan harga transaksi terkini di Bursa Efek Indonesia
dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir.
Contoh perhitungan nilai agunan Obligasi Syariah Korporasi
(Sukuk Korporasi):
(1) Obligasi Syariah Korporasi PT. ABC tahun 2006 seri xx
dengan karakteristik : nilai nominal Rp100 juta, sisa jangka
waktu 3.686 hari, dengan harga 100,930%, rating peringkat
teratas (misal idAAA).
(2) Obligasi Syariah Korporasi PT. XYZ tahun 2005 seri xx
dengan karakteristik : nilai nominal Rp100 juta, sisa jangka
waktu 527 hari, dengan harga 93,303%, rating peringkat
kedua teratas (misal idAA+).
(3) Obligasi Syariah Korporasi PT. JKL tahun 2005 seri xx
dengan karakteristik : nilai nominal Rp100 juta, sisa jangka
waktu 351 hari, dengan harga 90,500%, rating peringkat
ketiga teratas (misal idAA).
Nilai Pasar Obligasi Syariah Korporasi dihitung sebagai berikut:
(1) Nilai Pasar Obligasi Syariah Korporasi PT. ABC tahun 2006
seri xx
= Rp100.000.000,00 x 100,930% = Rp100.930.000,00
(2) Nilai Pasar Obligasi Syariah Korporasi PT. XYZ tahun 2005
seri xx
= Rp100.000.000,00 x 93,303% = Rp93.303.000,00
(3) Nilai Pasar Obligasi Syariah Korporasi PT. JKL tahun 2005
seri xx
=Rp100.000.000,00 x 90,500% = Rp90.500.000,00
Nilai agunan (cash value) ditetapkan sebesar : =
{(Rp100.930.000,00 x 100/135) + (Rp93.303.000,00 x 100/140)
+ (Rp90.500.000,00 x 100/145)} = Rp203.821.756,07
Total nilai agunan sebesar Rp203.821.756,07
Dengan demikian, plafon FPJPS adalah paling banyak sebesar
Rp203.821.756,07
90
Likuiditas Rupiah
Paragraf Sumber Regulasi
105
Pasal 7
11/29/PBI/2009
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
(1) Agunan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) (Paragraf 103
ayat (1) dalam kodifikasi ini) harus bebas dari segala bentuk perikatan,
sengketa, dan tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain.
(2) BPRS wajib mengganti dan/atau menambah agunan FPJPS apabila tidak
memenuhi kondisi-kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal terjadi penurunan kolektibilitas aset Pembiayaan yang diagunkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) (Paragraf 103 ayat (2) dalam
kodifikasi ini), BPRS wajib menambah dan/atau mengganti agunan FPJPS.
Penggantian atau penambahan agunan FPJPS dimaksudkan agar nilai
agunan FPJPS sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 (Paragraf 101 dalam kodifikasi ini).
(4) Untuk keperluan perpanjangan FPJPS, BPRS dapat menjaminkan kembali aset
Pembiayaan yang sedang menjadi agunan FPJPS.
106
Pasal 8
11/29/PBI/2009
(1) Pengikatan agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
(Paragraf 103 ayat (1) dalam kodifikasi ini) dilakukan sesuai dengan
peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan yang berlaku”
antara lain peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai gadai
atau fidusia.
(2) Dokumen-dokumen agunan FPJPS ditatausahakan oleh Bank Indonesia.
Yang dimaksud dengan “dokumen-dokumen agunan FPJPS” antara lain akad
Pembiayaan antara BPRS dengan nasabah, bukti pengikatan agunan dan
bukti kepemilikan atas aset yang menjadi agunan Pembiayaan BPRS.
107
Pasal 9
11/29/PBI/2009
(1) BPRS yang memerlukan FPJPS mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Bank Indonesia.
(2) Permohonan FPJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi
dengan dokumen-dokumen sebagai berikut:
a. perhitungan jumlah kebutuhan pendanaan jangka pendek yang
didukung dengan data-data keuangan terkait;
Yang dimaksud dengan “perhitungan jumlah kebutuhan pendanaan
jangka pendek” adalah perhitungan Rasio Kebutuhan Kas.
b.
c.
d.
e.
surat pernyataan BPRS mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka
Pendek;
surat pernyataan BPRS bahwa seluruh agunan FPJPS tidak sedang
dijaminkan kepada pihak lain, tidak dibawah sitaan, tidak tersangkut
dalam suatu perkara atau sengketa, dan memenuhi seluruh
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 (Paragraf 103 dalam
kodifikasi ini);
surat pernyataan kesanggupan BPRS untuk membayar segala
kewajiban terkait FPJPS pada saat jatuh tempo;
surat pernyataan BPRS mengenai kebenaran dan kelengkapan data
dan dokumen yang disampaikan kepada Bank Indonesia;
91
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
f.
g.
Ketentuan
surat kuasa dari BPRS kepada Bank Indonesia untuk melakukan
pendebetan seluruh rekening BPRS pada bank umum dalam rangka
pembayaran segala kewajiban BPRS terkait FPJPS;
daftar aset Pembiayaan dan surat berharga yang dimiliki pemegang
saham yang menjadi agunan FPJPS beserta dokumen pendukung; dan
Yang dimaksud dengan dokumen pendukung antara lain akad
Pembiayaan antara BPRS dengan nasabah, pengikatan agunan atas
Pembiayaan tersebut baik secara notariil maupun dibawah tangan,
bukti kepemilikan agunan dari aset Pembiayaan antara lain bukti
kepemilikan kendaraan bermotor, sertifikat tanah, surat keputusan
pengangkatan pegawai dan dokumen lain yang dapat membuktikan
terpenuhinya persyaratan agunan.
h.
akta pengikatan agunan FPJPS.
(3) Tata cara permohonan FPJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
SE 12/39/DPbS
2010
Romawi IV
1. BPRS mengajukan permohonan FPJPS kepada Bank Indonesia pada setiap
hari kerja dengan surat sebagaimana contoh pada Lampiran I (Lampiran 42
dalam kodifikasi ini), disertai dengan dokumen:
a. surat pernyataan bahwa BPRS mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka
Pendek disertai dengan:
1) penjelasan penyebab dan upaya yang telah dilakukan, sebagaimana
contoh pada Lampiran-2 dan Lampiran-2a (Lampiran-43 dalam
kodifikasi ini) (surat pernyataan dan laporan arus kas ditandatangani
oleh komisaris dan direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang
berlaku); dan
2) fotokopi laporan kas harian yang ditandatangani pejabat berwenang
dan neraca harian selama 14 (empat belas) hari;
b. surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJPS tidak
sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak di bawah sitaan, tidak
tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, dan memenuhi seluruh
persyaratan agunan FPJPS sesuai butir II.4 (Paragraf 100 ayat (2) huruf
c dalam kodifikasi ini), sebagaimana contoh pada Lampiran-3
(Lampiran-44 dalam kodifikasi ini) (surat pernyataan ditandatangani
oleh komisaris dan direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku);
c. surat pernyataan mengenai kesanggupan membayar segala kewajiban
terkait FPJPS pada saat jatuh tempo, sebagaimana contoh pada
Lampiran-4 (Lampiran-45 dalam kodifikasi ini) (surat pernyataan
ditandatangani oleh Pemegang Saham Pengendali (PSP), komisaris dan
direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku);
d. surat pernyataan mengenai kebenaran dan kelengkapan data dan
dokumen yang disampaikan namun tidak terbatas pada kualitas
pembiayaan dan agunan yang menyertainya, sebagaimana contoh
pada Lampiran-5 (Lampiran-46 dalam kodifikasi ini) (surat pernyataan
ditandatangani oleh direksi BPRS sesuai anggaran dasar BPRS yang
berlaku);
e. surat kuasa dari BPRS kepada Bank Indonesia untuk melakukan
92
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
f.
g.
h.
i.
Ketentuan
pendebetan seluruh rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha
Syariah dan/atau bank umum lainnya dalam rangka pembayaran segala
kewajiban BPRS terkait FPJPS, sebagaimana contoh pada Lampiran-6
(Lampiran-47 dalam kodifikasi ini) (surat kuasa ditandatangani oleh
direksi BPRS sesuai anggaran dasar BPRS yang berlaku);
Apabila terjadi perubahan rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit
Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya, maka surat kuasa yang
telah disampaikan wajib diperbaharui.
perhitungan Rasio Kebutuhan Kas pada tanggal permohonan
pemberian FPJPS dan proyeksi Rasio Kebutuhan Kas setelah tanggal
permohonan sampai dengan berakhirnya jangka waktu permohonan
FPJPS, sebagaimana contoh pada Lampiran-7 (Lampiran-48 dalam
kodifikasi ini) (perhitungan Rasio Kebutuhan Kas ditandatangani
oleh direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku);
daftar agunan FPJPS sesuai dengan jenisnya, yaitu:
1) aset Pembiayaan sebagaimana contoh pada Lampiran-8 (Lampiran49 dalam kodifikasi ini) (juga digunakan sebagai lampiran dari Akta
Jaminan Fidusia); dan/atau
2) surat berharga milik pemegang saham BPRS sebagaimana contoh
pada Lampiran 8-a (Lampiran-49 dalam kodifikasi ini) (juga
digunakan sebagai lampiran dari Akta Gadai).(dokumen daftar
agunan FPJPS ditandatangani oleh komisaris dan direksi BPRS sesuai
anggaran dasar yang berlaku);
dokumen agunan sesuai dengan jenis agunan FPJPS yang diserahkan
BPRS, yaitu:
1) untuk agunan dalam bentuk aset Pembiayaan:
a) asli akad Pembiayaan antara BPRS dan nasabah;
b) asli pengikatan agunan atas akad Pembiayaan antara BPRS dan
nasabah secara notariil atau di bawah tangan; dan
c) bukti kepemilikan agunan yang menjadi jaminan atas
Pembiayaan BPRS.
2) untuk agunan dalam bentuk surat berharga yang dimiliki pemegang
saham BPRS:
a) bukti bahwa SBI, SUN, dan/atau SBSN telah diagunkan (pledge)
oleh Sub Registry di BI-SSSS berupa bukti print-out yang disertai
dengan informasi Account Identifier Database (AID) dari
pemegang saham BPRS dan nama Sub Registry-nya; dan/atau
b) bukti konfirmasi pemblokiran agunan dari KSEI dan hasil
pemeringkatan dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank
Indonesia, dalam hal surat berharga berbentuk Obligasi
Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi).
konsep akta perjanjian dan pengikatan agunan FPJPS yang akan
ditandatangani oleh direksi BPRS sesuai dengan anggaran dasar BPRS
bersangkutan dan pejabat Bank Indonesia di hadapan Notaris, yaitu:
1) Akta Perjanjian Pemberian FPJPS, sebagaimana contoh pada
Lampiran-9 (Lampiran-50 dalam kodifikasi ini);
2) Akta Jaminan Fidusia, dalam hal agunan berupa aset Pembiayaan,
sebagaimana contoh pada Lampiran-11 (Lampiran-52 dalam
kodifikasi ini);
3) Akta Gadai, dalam hal agunan berupa surat berharga yang dimiliki
93
Likuiditas Rupiah
Paragraf
108
Sumber Regulasi
Pasal 10
11/29/PBI/2009
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
pemegang saham BPRS berupa SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi
Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) sebagaimana contoh pada
Lampiran-10 (Lampiran-51 dalam kodifikasi ini).
j. nama dan nomor rekening BPRS di Bank Umum Syariah atau Unit
Usaha Syariah yang akan digunakan sebagai alat pengkreditan BPRS
terkait dengan penerimaan FPJPS sebagaimana contoh pada Lampiran15 (Lampiran-56 dalam kodifikasi ini); dan
k. surat kuasa dari pemegang saham BPRS kepada BPRS mengenai
penyerahan surat berharga sebagai agunan FPJPS dalam hal FPJPS
menggunakan agunan surat berharga milik pemegang saham BPRS
sebagaimana contoh pada Lampiran-16 (Lampiran-57 dalam kodifikasi
ini).
2. Mekanisme pengagunan SBI, SUN dan/atau SBSN, dilakukan sesuai dengan
mekanisme setelmen transaksi agunan (pledge) pada ketentuan BI-SSSS
dengan counterparty Bank Indonesia (INDOIDJA930).
(1) Persetujuan Bank Indonesia atas permohonan FPJPS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) (Paragraf 107 ayat (1) dalam kodifikasi ini) dilakukan
apabila:
a. BPRS memenuhi persyaratan permohonan FPJPS;
b. BPRS memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen permohonan FPJPS;
dan
c. berdasarkan analisis Bank Indonesia diperkirakan bahwa BPRS tidak
dapat memenuhi kewajiban pendanaan jangka pendek.
(2) Persetujuan pemberian FPJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam perjanjian pemberian FPJPS secara notariil antara Bank
Indonesia dengan BPRS penerima FPJPS.
(3) Perjanjian pemberian FPJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diikuti
dengan perjanjian pengikatan agunan FPJPS secara gadai dan/atau fidusia.
Penandatanganan perjanjian pemberian FPJPS dan perjanjian pengikatan
agunan dilakukan pada waktu bersamaan.
(4) Realisasi pemberian FPJPS oleh Bank Indonesia dilakukan dengan mengkredit
rekening BPRS yang bersangkutan pada bank umum, setelah perjanjian
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditandatangani.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian pemberian FPJPS diatur dalam
Surat Edaran Bank Indonesia.
SE 12/39/DPbS
2010
Romawi V
Perjanjian Pemberian Dan Pengikatan Agunan FPJPS
1. Bank Indonesia melakukan penelitian terhadap pemenuhan seluruh
persyaratan FPJPS yang diajukan BPRS dan analisis kondisi likuiditas
BPRS.
2. Dalam hal pengajuan FPJPS disetujui Bank Indonesia, maka:
a. Bank Indonesia dan BPRS menandatangani perjanjian pemberian
FPJPS, Akta Gadai dan/atau Akta Jaminan Fidusia.
b. Bank Indonesia mencairkan FPJPS dengan mengkreditkan rekening
BPRS di Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah yang telah
ditunjuk BPRS.
c. Bank Indonesia membebankan seluruh biaya dalam rangka
94
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Ketentuan
pembuatan perjanjian pemberian dan pengikatan agunan FPJPS
dengan mendebet rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha
Syariah dan/atau bank umum lainnya.
Obyek jaminan fidusia yang diagunkan BPRS kepada Bank Indonesia
mencakup:
a. hak tagih BPRS yang timbul dari akad Pembiayaan antara BPRS
dengan nasabah; dan
b. segala pendapatan yang diperoleh dari hak tagih BPRS antara lain
namun tidak terbatas pada pendapatan margin, sewa (ujrah), atau
bagi hasil dan klaim asuransi Pembiayaan.
Pengikatan agunan dalam bentuk fidusia didaftarkan pada Kantor
Pendaftaran Fidusia.
Pengikatan agunan secara gadai dan/atau secara fidusia dilakukan
bersamaan dengan penandatangan perjanjian pemberian FPJPS.
Penetapan jangka waktu pengikatan agunan FPJPS berupa surat
berharga yang dimiliki pemegang saham BPRS adalah SBI, SUN, SBSN,
dan/atau Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) sebagai berikut:
a. jatuh tempo pengikatan agunan FPJPS untuk SBI, SUN, SBSN
dan/atau Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) adalah 10
(sepuluh) hari kerja setelah FPJPS jatuh tempo.
b. dalam hal terjadi pelunasan FPJPS pada saat jatuh tempo maka
pengikatan agunan FPJPS berupa SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi
Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi), dapat dilepas (release) pada 1
(satu) hari kerja setelah FPJPS dilunasi.
Biaya yang timbul sehubungan dengan proses perjanjian pemberian dan
pengikatan agunan FPJPS menjadi beban BPRS penerima FPJPS.
Dalam hal pengajuan FPJPS tidak disetujui Bank Indonesia, maka Bank
Indonesia akan memberitahukan secara tertulis penolakan pemberian
FPJPS kepada BPRS.
109
Pasal 11
11/29/PBI/2009
Bank Indonesia dapat menolak permohonan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 (Paragraf 107 dalam kodifikasi ini), apabila permohonan dimaksud tidak
sesuai dengan ketentuan, tata cara dan/atau persyaratan yang diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia ini.
110
Pasal 12
11/29/PBI/2009
(1) Jangka waktu setiap FPJPS paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender.
Apabila saat jatuh tempo FPJPS bertepatan pada hari Sabtu, Minggu atau
hari libur nasional, maka pendebetan saldo rekening BPRS di bank umum
syariah, unit usaha syariah dan/atau bank umum konvensional dilakukan
pada hari kerja berikutnya.
SE 12/39/DPbS
2010
Romawi III No. 2
Jangka waktu FPJPS
a. Jangka waktu setiap FPJPS adalah paling lama 30 (tiga puluh) hari
kalender. Dalam hal tanggal jatuh tempo FPJPS jatuh pada hari Sabtu,
Minggu atau hari libur nasional, maka penyelesaian FPJPS dilakukan pada
hari kerja berikutnya.
b. Jangka waktu FPJPS dapat diperpanjang secara berturut-turut dengan
jangka waktu masing-masing paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender,
sehingga jangka waktu keseluruhan FPJPS paling lama adalah 90
95
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
(sembilan puluh) hari kalender yang dihitung sejak pertama kali BPRS
menerima FPJPS.
Contoh:
Perjanjian pemberian FPJPS ditandatangani pada tanggal 1 Desember 2009
dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sehingga jatuh tempo
FPJPS adalah pada tanggal 30 Desember 2009.
Apabila BPRS mengajukan permohonan perpanjangan FPJPS untuk jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari kalender dan atas permohonan perpanjangan
FPJPS tersebut disetujui oleh Bank Indonesia, maka tanggal jatuh tempo
FPJPS adalah pada tanggal 29 Januari 2010.
Apabila BPRS mengajukan permohonan perpanjangan FPJPS kedua untuk
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender dan atas permohonan
perpanjangan FPJPS tersebut disetujui oleh Bank Indonesia, maka tanggal
jatuh tempo FPJPS adalah pada tanggal 28 Februari 2010.
Mengingat tanggal 28 Februari 2010 jatuh pada hari Minggu, maka
penyelesaian FPJPS dilakukan pada hari Senin tanggal 1 Maret 2010.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang
secara berturut-turut dengan jangka waktu keseluruhan paling lama 90
(sembilan puluh) hari kalender.
Jangka waktu perpanjangan FPJPS sama dengan jangka waktu pemberian
FPJPS yaitu 30 (tiga puluh) hari kalender.
111
Pasal 13
11/29/PBI/2009
Perpanjangan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) (Paragraf 110
ayat (2) dalam kodifikasi ini) hanya dapat dilakukan apabila:
a. imbalan atas FPJPS yang jatuh tempo dilunasi terlebih dahulu;
b. BPRS tidak dapat memenuhi Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10% (sepuluh
persen); dan
c. agunan masih mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7 (Paragraf 103, Paragraf 104 dan
Paragraf 105 dalam kodifikasi ini).
Dalam rangka pelaksanaan perpanjangan FPJPS, agunan yang telah
diagunkan BPRS untuk menjamin FPJPS yang diterima BPRS sebelumnya akan
dinilai kembali, sehingga BPRS perlu menyesuaikan jumlah agunan yang
diserahkan untuk menjamin perpanjangan FPJPS.
112
Pasal 14
11/29/PBI/2009
(1) BPRS dapat mengajukan tambahan plafon FPJPS yang dibutuhkan untuk
menutupi kewajiban yang tidak dapat diselesaikan BPRS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) (Paragraf 100 ayat (1) dalam kodifikasi ini)
sepanjang:
a. BPRS menambah agunan dan memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 (Paragraf 103, Paragraf 104
dan Paragraf 105 dalam kodifikasi ini); dan
b. penggunaan FPJPS belum melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender
96
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) (Paragraf 110 ayat (2)
dalam kodifikasi ini).
Tambahan plafon FPJPS yang diajukan akan diakumulasikan terhadap
jumlah FPJPS yang belum dilunasi.
(2) Penambahan plafon FPJPS dapat dilakukan sepanjang Rasio Kebutuhan Kas
kurang dari 10% (sepuluh persen).
(3) Jangka waktu setiap tambahan plafon FPJPS adalah sampai dengan jatuh
tempo FPJPS.
Sebagai contoh:
FPJPS diberikan pada tanggal 1 Desember 2008 dengan jangka waktu 30 hari
kalender sehingga jatuh tempo FPJPS adalah tanggal 30 Desember 2008.
Tambahan FPJPS diberikan kepada BPRS pada tanggal 15 Desember 2008,
maka jatuh tempo tambahan plafon FPJPS adalah tetap pada tanggal 30
Desember 2008.
SE 12/39/DPbS
2010
Romawi VI
Tata Cara Pengajuan Tambahan Plafon FPJPS
1. BPRS penerima FPJPS dapat mengajukan tambahan plafon FPJPS untuk
memenuhi kewajiban yang tidak dapat diselesaikan BPRS, dengan
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Rasio Kebutuhan Kas pada saat pengajuan tambahan plafon FPJPS
kurang dari 10% (sepuluh persen);
b. memiliki agunan yang mencukupi dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan; dan
c. jangka waktu penggunaan FPJPS termasuk perpanjangannya belum
melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender.
2. Jangka waktu setiap penambahan plafon FPJPS adalah sampai dengan
jatuh tempo FPJPS.
Contoh:
FPJPS diberikan pada tanggal 1 Desember 2008 dengan jangka waktu 30
(tiga puluh) hari kalender sehingga jatuh tempo FPJPS adalah tanggal 30
Desember 2008. Tambahan plafon FPJPS diberikan kepada BPRS pada
tanggal 15 Desember 2008, maka jatuh tempo tambahan
plafon FPJPS adalah tetap pada tanggal 30 Desember 2008.
3. Permohonan tambahan plafon FPJPS kepada Bank Indonesia pada setiap
hari kerja dengan surat sebagaimana contoh pada Lampiran-1a
(Lampiran-42 dalam kodifikasi ini), disertai dengan dokumen sebagai
berikut:
a. laporan arus kas selama 14 hari kalender terakhir sebelum tanggal
permohonan tambahan plafon FPJPS, sebagaimana contoh pada
Lampiran-2a (Lampiran-42 dalam kodifikasi ini) (laporan arus kas
ditandatangani oleh komisaris dan direksi BPRS sesuai anggaran dasar
yang berlaku);
b. perhitungan Rasio Kebutuhan Kas pada tanggal permohonan
97
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Ketentuan
tambahan plafon FPJPS dan proyeksi Rasio Kebutuhan Kas setelah
tanggal permohonan tambahan plafon sampai dengan berakhirnya
jangka waktu FPJPS yang sedang dimintakan tambahan plafon,
sebagaimana contoh pada Lampiran-7 (Lampiran-48 dalam kodifikasi
ini) (perhitungan Rasio Kebutuhan Kas ditandatangani oleh direksi
BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku);
surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJPS
tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak di bawah sitaan,
tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, sebagaimana
butir IV.1.b. (Paragraf 107 ayat (3) angka 1.b dalam kodifikasi ini)
(dalam hal terjadi perubahan agunan FPJPS);
surat pernyataan mengenai kesanggupan membayar segala kewajiban
terkait FPJPS pada saat jatuh tempo sebagaimana butir IV.1.c
(Paragraf 107 ayat (3) angka 1.c dalam kodifikasi ini);
surat pernyataan mengenai kebenaran dan kelengkapan data dan
dokumen yang disampaikan namun tidak terbatas pada kualitas
pembiayaan dan agunan yang menyertainya, sebagaimana butir IV.1.d
(Paragraf 107 ayat (3) angka 1.d dalam kodifikasi ini);
daftar agunan FPJPS sebagaimana butir IV.1.g (Paragraf 107 ayat (3)
angka 1.g dalam kodifikasi ini) sesuai dengan jenis agunan FPJPS yang
diserahkan BPRS (dalam hal terjadi perubahan agunan FPJPS);
dokumen agunan sebagaimana butir IV.1.h (Paragraf 107 ayat (3)
angka 1.h dalam kodifikasi ini), sesuai dengan jenis agunan FPJPS yang
diserahkan BPRS (dalam hal terjadi perubahan agunan FPJPS);
surat kuasa dari pemegang saham BPRS kepada BPRS mengenai
penyerahan surat berharga sebagai agunan FPJPS sebagaimana butir
IV.1.k (Paragraf 107 ayat (3) angka 1.k dalam kodifikasi ini) (dalam hal
terjadi perubahan agunan FPJPS dalam bentuk surat berharga milik
pemegang saham BPRS); dan
konsep akta addendum perjanjian pemberian FPJPS sebagaimana
contoh pada Lampiran-9a (Lampiran-50 dalam kodifikasi ini).
4. Dalam rangka pengajuan tambahan plafon FPJPS, BPRS dapat
menggunakan agunan yang telah diagunkan atas FPJPS sebelumnya,
sepanjang agunan dimaksud masih mencukupi dan memenuhi
persyaratan.
5. Dalam hal pengajuan tambahan plafon FPJPS diikuti dengan perubahan
agunan, maka ketentuan agunan FPJPS sebagaimana dimaksud pada butir
II.5 (Paragraf 103 dalam kodifikasi ini), butir III.3 (Paragraf 103 ayat (2)
dalam kodifikasi ini) dan pengikatan agunan harus dipenuhi BPRS.
6. Tambahan plafon FPJPS akan diakumulasikan dengan jumlah FPJPS yang
belum dilunasi BPRS. Tambahan plafon FPJPS yang dapat diberikan paling
banyak sebesar kebutuhan dana untuk mencapai Rasio Kebutuhan Kas
sebesar 10% (sepuluh persen).
7. Bank Indonesia melakukan penelitian terhadap pemenuhan seluruh
persyaratan pengajuan tambahan plafon FPJPS yang diajukan BPRS dan
analisis kondisi likuiditas BPRS.
8. Dalam hal pengajuan tambahan plafon FPJPS disetujui Bank Indonesia,
maka:
a. Bank Indonesia dan BPRS menandatangani:
98
Likuiditas Rupiah
Paragraf
113
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
1) addendum perjanjian pemberian FPJPS;
2) Akta Gadai dan/atau Akta Jaminan Fidusia, dalam hal terjadi
perubahan agunan FPJPS;
b. Bank Indonesia mencairkan tambahan FPJPS dengan mengkreditkan
rekening BPRS di Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah yang
telah ditunjuk BPRS.
c. Bank Indonesia membebankan seluruh biaya dalam rangka
pembuatan addendum perjanjian dan pengikatan agunan FPJPS
dengan mendebet rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha
Syariah dan/atau bank umum lainnya.
9. Dalam hal pengajuan tambahan plafon FPJPS tidak disetujui Bank
Indonesia, maka Bank Indonesia akan memberitahukan secara tertulis
penolakan atas pengajuan penambahan plafon FPJPS kepada BPRS.
BAB III
Perhitungan Dan Pembayaran Imbalan
Pasal 15
11/29/PBI/2009
(1) Bank Indonesia memperoleh imbalan atas setiap FPJPS yang diterima oleh
BPRS.
(2) Besarnya imbalan FPJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung
berdasarkan jumlah pokok FPJPS, tingkat realisasi imbalan, nisbah bagi hasil
bagi Bank Indonesia dan jumlah hari kalender penggunaan FPJPS.
Rumus perhitungan besarnya imbalan FPJPS adalah sebagai berikut: X = P x R
x k x t/360
dimana :
X : Besarnya imbalan yang diterima Bank Indonesia;
P : Jumlah pokok FPJPS;
R : Realisasi tingkat imbalan sebelum distribusi pada BPRS penerima FPJPS;
k : Nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia; dan
t : Jumlah hari kalender penggunaan FPJPS.
(3) Besarnya nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), ditetapkan sebesar 90% (sembilan puluh persen).
SE 12/39/DPbS
2010
Romawi III No. 4
Bank Indonesia mengenakan imbalan atas FPJPS yang diterima oleh BPRS yang
dihitung berdasarkan jumlah pokok FPJPS, tingkat realisasi imbalan, nisbah bagi
hasil bagi Bank Indonesia dan jumlah hari penggunaan FPJPS. Rumus perhitungan
besarnya imbalan FPJPS adalah sebagai berikut:
X = P x R x k x t/360 dimana:
X : Besarnya imbalan yang diterima Bank Indonesia;
P : Jumlah pokok FPJPS;
R : Realisasi tingkat imbalan sebelum didistribusikan periode terakhir pada BPRS
penerima FPJPS. Realisasi tingkat imbalan didasarkan pada laporan keuangan
publikasi terakhir yang disampaikan BPRS kepada Bank Indonesia setiap
triwulan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
transparansi kondisi keuangan BPRS.
K : Nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia, yang ditetapkan sebesar 90% (sembilan
puluh persen); dan
t : Jumlah hari penggunaan FPJPS. Perhitungan jumlah hari penggunaan FPJPS
dihitung berdasarkan hari kalender tidak termasuk perpanjangan masa
99
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
Ketentuan
penyelesaian FPJPS karena jatuh tempo FPJPS tersebut bertepatan dengan
hari Sabtu, Minggu dan/atau hari libur nasional.
Contoh 1:
Pada tanggal 1 Januari 2010 BPRS mendapatkan FPJPS dari Bank Indonesia
sebesar Rp100.000.000,00 dengan jangka waktu 10 (sepuluh) hari atau jatuh
tempo pada tanggal 10 Januari 2010. Dengan demikian sesuai dengan ketentuan
Bank Indonesia mengenai transparansi kondisi keuangan BPRS, laporan
keuangan publikasi triwulanan posisi terakhir yang diterima oleh Bank
Indonesia, adalah posisi bulan September 2009 sebagai berikut:
Tabel Distribusi Bagi Hasil
(dalam ribuan Rp)
Jenis Penghimpunan
a.
Giro Wadiah
D.
Tabungan Mudharabah
E.
Deposito Mudharabah
Saldo Rata-Rata
Pendapatan
yang harus
dibagi hasil
0
0
1.000.000
10.000
-
1 bulan
2.000.000
16.000
-
3 bulan
3.000.000
25.000
-
6 bulan
2.500.000
18.000
-
12 bulan
1.500.000
14.333
10.000.000
83.333
TOTAL
Realisasi
tingkat
imbala sebelu
n
m
= 83.333 / 10.000.000 x 12 x 100%
didistribusikan (R)
= 10%
Perhitungan nilai imbalan FPJPS adalah sebagai berikut
P
= Rp100.000.000,00
R
= 10%
k
= 90%
t
= 10
Jumlah imbalan FPJPS:
= Rp100.000.000,00 x 10% x 90% x 10/360
= Rp250.000,00
Contoh 2:
Pada tanggal 19 Maret 2010 BPRS (yang laporan keuangannya tidak wajib diaudit
oleh Akuntan Publik) mendapatkan FPJPS dari Bank Indonesia sebesar
Rp100.000.000,00 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender atau jatuh
tempo pada tanggal 17 April 2010 (hari Sabtu). Penyelesaian FPJPS dilakukan
pada hari kerja berikutnya, yaitu pada hari Senin tanggal 19 April 2010.
100
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Dengan demikian sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai
transparansi kondisi keuangan BPRS, laporan keuangan publikasi triwulanan
posisi terakhir yang diterima oleh Bank Indonesia adalah posisi bulan Desember
2009 sebagai berikut:
Tabel Distribusi Bagi Hasil
(dalam ribuan Rp)
Pendapatan
Jenis Penghimpunan
A. Giro Wadiah
B. Tabungan Mudharabah
Saldo Rata-Rata
yang harus
dibagi hasil
0
0
1.000.000
10.000
C. Deposito Mudharabah
-
1 bulan
2.000.000
16.000
-
3 bulan
3.000.000
25.000
-
6 bulan
2.500.000
18.000
-
12 bulan
1.500.000
14.333
10.000.000
83.333
TOTAL
Realisasi tingkat imbalan
didistribusikan (R)
sebelum
= 83.333 / 10.000.000 x 12 x 100%
= 10%
Perhitungan jumlah hari penggunaan FPJPS:
Jumlah hari penggunaan dihitung dari tanggal 19 Maret 2010 sampai dengan 17
April 2010 atau sebanyak 30 (tiga puluh) hari. Karena tanggal 17 April 2010
adalah hari Sabtu, maka penyelesaian FPJPS dilakukan pada hari kerja
berikutnya, yaitu pada hari Senin tanggal 19 April 2010, dengan jumlah hari
penggunaan tetap sebanyak 30 (tiga puluh) hari, dan bukan 32 (tiga puluh dua)
hari.
Perhitungan nilai imbalan FPJPS adalah sebagai berikut: P = Rp100.000.000,00
R = 10% k = 90%
t = 30 (bukan 32) Jumlah imbalan FPJPS:
=Rp100.000.000,00 x 10% x 90% x 30/360
=Rp750.000,00
BAB IV
114
Pasal 16
11/29/PBI/2009
Pelunasan Dan Eksekusi Agunan
(1) Pada saat FPJPS jatuh tempo, Bank Indonesia mendebet rekening BPRS di
bank umum syariah, unit usaha syariah dan/atau bank umum konvensional
sebesar pokok FPJPS ditambah imbalan FPJPS.
Yang dimaksud dengan “jatuh tempo” adalah berakhirnya jangka waktu
FPJPS.
101
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 12/39/DPbS
2010
Romawi IX
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
(2) Dalam hal FPJPS jatuh tempo dan saldo rekening BPRS yang bersangkutan di
bank umum syariah, unit usaha syariah dan/atau bank umum konvensional
tidak mencukupi untuk membayar pokok dan imbalan FPJPS dan/atau BPRS
tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJPS,
maka dilakukan eksekusi agunan FPJPS.
BPRS harus menyediakan dana dalam jumlah yang cukup pada rekening BPRS
di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya
paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum jatuh tempo FPJPS.
Pada tanggal FPJPS jatuh tempo, Bank Indonesia mendebet rekening BPRS
penerima FPJPS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank
umum lainnya dengan mendahulukan pembayaran beban imbalan FPJPS
kemudian pelunasan pokok FPJPS.
Dalam hal saldo rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah
dan/atau bank umum lainnya tidak mencukupi untuk pembayaran seluruh
beban imbalan dan/atau pokok FPJPS dan BPRS tidak lagi memenuhi
persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJPS, maka Bank Indonesia
akan melakukan eksekusi agunan.
Dalam hal BPRS melakukan pelunasan FPJPS lebih cepat dari jangka waktu
yang ditetapkan dalam perjanjian pemberian FPJPS, maka:
a. BPRS menyampaikan surat permohonan kepada Bank Indonesia paling
lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pelunasan FPJPS dipercepat,
yang ditandatangani oleh direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang
berlaku;
b. Bank Indonesia mendebet rekening BPRS penerima FPJPS di Bank Umum
Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya sebesar pokok
dan beban imbalan FPJPS sampai dengan tanggal pelunasan FPJPS.
Contoh:
Pada tanggal 28 Januari 2010 BPRS mendapatkan FPJPS dari Bank
Indonesia sebesar Rp100.000.000,00 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari kalender yaitu jatuh tempo pada tanggal 26 Februari 2010.
BPRS akan melakukan pelunasan FPJPS lebih cepat yaitu pada tanggal 8
Februari 2010 dan BPRS telah mengajukan surat permohonan pelunasan
FPJPS pada tanggal 7 Februari 2010.
Laporan keuangan publikasi triwulanan posisi terakhir yang diterima oleh
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai transparansi kondisi keuangan BPRS, adalah posisi bulan
September 2009 dan diketahui realisasi tingkat imbalan BPRS sebelum
didistribusikan adalah sebesar 10%.
Perhitungan nilai imbalan FPJPS adalah sebagai berikut:
P = Rp100.000.000,00
R = 10% k = 90%
t = 12 (28 Januari s.d 8 Februari 2010) Jumlah imbalan FPJPS:
102
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
= Rp100.000.000,00 x 10% x 90% x 12/360
= Rp300.000,00
Jumlah pelunasan FPJPS:
= nominal pokok + imbalan FPJPS
= Rp100.000.000,00 + Rp300.000,00
= Rp100.300.000,00
(3) Bank Indonesia tetap mengenakan beban imbalan sampai dengan eksekusi
agunan selesai dilaksanakan.
(4) Apabila nilai hasil eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
lebih kecil dibandingkan dengan jumlah pokok dan imbalan FPJPS yang harus
dilunasi oleh BPRS, maka BPRS wajib membayar kekurangannya kepada Bank
Indonesia.
(5) Apabila nilai hasil eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
lebih besar dibandingkan dengan jumlah pokok dan imbalan FPJPS yang
harus dilunasi oleh BPRS, maka Bank Indonesia mengembalikan kelebihan
tersebut kepada BPRS.
(6) Eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
SE 12/39/DPbS
2010
Romawi X
Bank Indonesia berwenang untuk mengeksekusi agunan FPJPS dalam hal
FPJPS jatuh tempo dan saldo rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit
Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya tidak mencukupi untuk
membayar beban imbalan dan/atau pokok FPJPS serta BPRS tidak lagi
memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJPS.
Dalam hal agunan berupa aset Pembiayaan, eksekusi agunan dilakukan oleh
Bank Indonesia dengan cara sebagai berikut:
a. menjual hak tagih secara langsung atau melalui lembaga lelang; atau
b. memberi kuasa kepada BPRS untuk melaksanakan penjualan hak tagih.
Dalam hal agunan berupa SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi Syariah
Korporasi (Sukuk Korporasi), eksekusi agunan dilakukan oleh Bank Indonesia
pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya kondisi dengan cara sebagai
berikut:
a. Agunan berupa SBI
Eksekusi agunan dilakukan dengan cara pelunasan SBI sebelum jatuh
tempo (early redemption).
b. Agunan berupa SUN, SBSN dan/atau Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk
Korporasi)
1) eksekusi agunan dilakukan dengan cara penjualan agunan melalui
pialang berdasarkan harga penawaran yang terbaik;
2) setelmen penjualan agunan sebagaimana dimaksud pada butir
1) dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah penjualan
agunan (T+2);
3) dalam hal pialang tidak berhasil melakukan penjualan sampai
dengan 5 (lima) hari kerja setelah FPJPS jatuh tempo, maka agunan
BPRS yang tidak terjual akan tetap menjadi agunan FPJPS sampai
dengan BPRS dapat melunasi nilai pokok FPJPS ditambah beban
imbalan FPJPS dan biaya lain yang terkait dengan pemberian FPJPS.
103
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Eksekusi agunan SBSN dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. calon pembeli agunan dapat merupakan bank atau perorangan yang
telah memiliki rekening penatausahaan surat berharga di Sub Registry.
b. pada hari pelaksanaan eksekusi agunan, pialang memberikan laporan
kepada Bank Indonesia c.q. BOpM-DPM yang meliputi nama calon
pembeli, kuantitas dan harga penawaran yang diajukan calon pembeli
paling lambat sampai dengan pukul 16.00 WIB melalui BI-SSSS dan/atau
faksimili.
c. bank Indonesia akan mengumumkan calon pembeli agunan yang
penawarannya diterima melalui pialang.
d. bank pembeli agunan atau perorangan yang bertindak sebagai pembeli
agunan melalui Sub Registry melakukan setelmen pada 1 (satu) hari
kerja setelah diumumkan sebagai pembeli agunan oleh Bank Indonesia.
Hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJPS.
Biaya yang timbul sehubungan dengan proses eksekusi agunan menjadi
beban BPRS penerima FPJPS dan Bank Indonesia akan melakukan
pendebetan rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah
dan/atau bank umum lainnya.
Selama pelaksanaan eksekusi belum selesai dan/atau FPJPS belum dilunasi,
BPRS tetap dikenakan beban imbalan FPJPS yang besarnya dihitung
berdasarkan pokok FPJPS yang belum dilunasi dengan tingkat imbalan FPJPS
terakhir.
Dalam hal nilai eksekusi agunan lebih besar dari jumlah pokok FPJPS
ditambah dengan akumulasi beban imbalan FPJPS dan biaya eksekusi
agunan, Bank Indonesia mengkredit rekening BPRS di Bank Umum Syariah
atau Unit Usaha Syariah sebesar kelebihan nilai dimaksud.
Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari jumlah pokok FPJPS
ditambah dengan akumulasi beban imbalan dan biaya eksekusi agunan
FPJPS, Bank Indonesia mendebet rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit
Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya sebesar kekurangan nilai
dimaksud.
Dalam hal saldo rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah
dan/atau bank umum lainnya tidak mencukupi untuk pendebetan, BPRS
wajib menyetor tambahan dana ke rekening tersebut untuk menutup
kekurangan nilai dimaksud.
BAB V
115
Pasal 17
11/29/PBI/2009
Pengawasan
(1) BPRS wajib menyampaikan rencana tindak perbaikan (action plan) untuk
mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek paling lambat 10 (sepuluh)
hari kerja setelah perjanjian pemberian FPJPS atau addendumnya
ditandatangani.
(2) BPRS wajib menyampaikan laporan secara mingguan kepada Bank Indonesia,
berupa:
a. perhitungan Rasio Kebutuhan Kas harian; sebagaimana contoh pada
104
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Lampiran 1 (Lampiran 53 dalam kodifikasi ini);
b. kolektibilitas harian aset Pembiayaan yang diagunkan; sebagaimana
contoh pada Lampiran 2 (Lampiran 54 dalam kodifikasi ini); dan
c. penggunaan FPJPS harian; sebagaimana contoh pada Lampiran 3 (
Lampiran 55 dalam kodifikasi ini).
Laporan wajib disampaikan pada hari kerja pertama pada minggu
berikutnya.
SE 12/39/DPbS
2011
Romawi XI
Laporan FPJPS mingguan disampaikan pada hari ke-8, hari ke-15 , hari ke-22,
hari ke-29, dan/atau hari ke-31 setelah tanggal pencairan FPJPS, sesuai
dengan jangka waktu FPJPS.
Laporan terakhir FPJPS disampaikan pada hari ke-31 atau 1 (satu) hari
setelah tanggal jatuh tempo FPJPS sesuai dengan jangka waktu FPJPS.
Laporan terakhir FPJPS yang disampaikan BPRS kepada Bank Indonesia
berupa laporan Rasio Kebutuhan Kas dan laporan penggunaan FPJPS harian
dan
Apabila tanggal laporan jatuh pada hari Sabtu, hari Minggu atau hari libur
nasional, maka laporan disampaikan pada hari kerja berikutnya.
Contoh 1:
BPRS menerima pencairan FPJPS pada hari Jum’at, tanggal 15 Januari 2010
dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender. Laporan mingguan yang
disampaikan adalah sebagai berikut:
a) Laporan FPJPS pertama (hari ke-8) disampaikan pada hari Jum’at,
tanggal 22 Januari 2010 untuk periode tanggal 15 s.d 21 Januari 2010.
b) Laporan FPJPS kedua (hari ke-15) disampaikan pada hari Jum’at, tanggal
29 Januari 2010 untuk periode tanggal 22 s.d 28 Januari 2010.
c) Laporan FPJPS ketiga (hari ke-22) disampaikan pada hari Jum’at, tanggal
5 Februari 2010 untuk periode tanggal 29 Januari s.d 4 Februari 2010.
d) Laporan FPJPS keempat (hari ke-29) disampaikan pada hari Jum’at,
tanggal 12 Februari 2010 untuk periode tanggal 5 s.d 11 Februari 2010.
e) Laporan FPJPS kelima (hari ke-31) disampaikan pada hari Senin,
tanggal 15 Februari 2010 untuk periode tanggal 12 s.d 13 Februari 2010
(hari ke-31 jatuh pada hari Minggu, sehingga laporan disampaikan pada
hari Senin berikutnya).
Contoh 2:
BPRS menerima pencairan FPJPS pada tanggal 15 Januari 2010 dengan
jangka waktu 15 (lima belas) hari kalender. Laporan mingguan yang
disampaikan adalah sebagai berikut:
a) Laporan FPJPS pertama (hari ke-8) disampaikan pada hari Jum’at,
tanggal 22 Januari 2010 untuk periode tanggal 15 s.d 21 Januari 2010.
b) Laporan FPJPS kedua (hari ke-15) disampaikan pada hari Jum’at, tanggal
29 Januari 2010 untuk periode tanggal 22 s.d 28 Januari 2010.
c) Laporan FPJPS ketiga (hari ke-16) disampaikan pada hari Senin, tanggal
1 Februari 2010 untuk tanggal 29 Januari 2010 (hari ke-15 jatuh pada
hari Sabtu, sehingga laporan disampaikan pada hari Senin berikutnya).
105
Likuiditas Rupiah
Fasilitas Likuiditas
Paragraf
Sumber Regulasi
SE 12/39/DPbS
2011
Romawi XII
Ketentuan
1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap BPRS atas
kebenaran dokumen dan data/informasi yang disampaikan BPRS serta
penggunaan FPJPS, termasuk pemeriksaan atas agunan FPJPS yang
disampaikan oleh BPRS.
2. Bank Indonesia dapat meminta BPRS untuk melakukan tindakan tertentu
guna penyelesaian kesulitan pendanaan jangka pendek BPRS atau tidak
melakukan tindakan tertentu yang dapat menambah kesulitan pendanaan
jangka pendek BPRS.
116
Pasal 18
11/29/PBI/2009
Bank Indonesia melakukan pemeriksaan khusus penggunaan FPJPS terhadap BPRS
penerima FPJPS.
Pemeriksaan terhadap BPRS yang menerima FPJPS dapat dilakukan selama
jangka waktu FPJPS atau setelah jatuh tempo FPJPS.
117
BAB VI
Biaya Pemberian FPJPS
Pasal 19
11/29/PBI/2009
Biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian FPJPS menjadi beban
BPRS.
Yang dimaksud dengan “biaya” antara lain biaya nota ris untuk pengikatan
perjanjian FPJPS, pengikatan jaminan gadai atau fidusia, biaya eksekusi agunan
serta biaya lainnya yang mungkin timbul dalam rangka pemberian FPJPS.
BAB VII
Sanksi
118
Pasal 20
11/29/PBI/2009
Dalam hal BPRS tidak melunasi FPJPS, melakukan pelanggaran atas ketentuan
dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan/atau berdasarkan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 (Paragraf 116 dalam kodifikasi ini)
diketahui adanya penyimpangan penggunaan FPJPS, maka BPRS dikenakan sanksi
administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah antara lain berupa teguran tertulis,
penurunan tingkat kesehatan, pembekuan kegiatan usaha tertentu dan/atau
pemberhentian pengurus BPRS.
119
Pasal 21
11/29/PBI/2009
Apabila anggota dewan komisaris, direksi, pemegang saham pengendali dan/atau
pegawai BPRS tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk
memastikan ketaatan BPRS terhadap ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia
ini dan/atau dengan sengaja memberikan keterangan atau dokumen yang
diwajibkan dalam Peraturan Bank Indonesia ini secara tidak benar, dikenakan
sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah.
BAB I
120
Pasal 1
10/31/PBI/2008
Fasilitas Pembiayaan Darurat
Ketentuan Umum
1.
2.
Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Bank Umum Syariah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah.
Bank Bermasalah adalah Bank yang mengalami kesulitan keuangan dalam
106
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
121
122
Ketentuan
bentuk kesulitan likuiditas dan/atau kesulitan solvabilitas yang
membahayakan kelangsungan usahanya.
Bank Gagal adalah Bank yang mengalami kesulitan keuangan dan
membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi
disehatkan oleh Bank Indonesia.
Rekening Giro Rupiah adalah Rekening Giro dalam mata uang rupiah
sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai
Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern
Kesulitan Likuiditas adalah kesulitan pendanaan jangka pendek yang dialami
Bank yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil
dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch) yang diperkirakan dapat
mengakibatkan terjadinya saldo giro negatif.
Permasalahan Solvabilitas adalah kesulitan permodalan yang dialami Bank
sehingga tidak memenuhi Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Krisis adalah suatu kondisi sistem keuangan yang sudah gagal secara efektif
menjalankan fungsi dan perannya dalam perekonomian nasional.
Dampak Sistemik adalah potensi penyebaran masalah (contagion effect) dari
satu Bank Bermasalah ke bank lainnya baik secara langsung maupun tidak
langsung sehingga mengakibatkan kesulitan likuiditas Bank-Bank lain dan
berpotensi menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap sistem perbankan
dan mengancam stabilitas sistem keuangan.
Fasilitas Pembiayaan Darurat, yang selanjutnya disebut FPD, adalah fasilitas
pembiayaan dari Bank Indonesia yang diputuskan oleh Komite Stabilitas
Sistem Keuangan (KSSK), yang dijamin oleh Pemerintah kepada Bank yang
mengalami kesulitan likuiditas yang Memiliki Dampak Sistemik dan
berpotensi Krisis namun masih memenuhi tingkat solvabilitas.
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) adalah komite yang terdiri dari
Menteri Keuangan sebagai Ketua merangkap Anggota dan Gubernur Bank
Indonesia sebagai Anggota yang berfungsi sebagai sarana pengambilan
keputusan pemberian FPD.
Surat Berharga Negara, yang selanjutnya disebut SBN, adalah surat utang
negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Surat Utang
Negara dan surat berharga syariah negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara.
Pasar Uang Antar Bank yang untuk selanjutnya disingkat PUAB adalah
kegiatan pinjam-meminjam dana antara satu Bank dengan Bank lainnya.
Pencegahan Krisis adalah tindakan untuk mencegah terjadinya Krisis.
Penanganan Krisis adalah tindakan untuk mengatasi dan menyelesaikan Krisis
agar sistem keuangan kembali berfungsi secara normal.
BAB II
Tujuan Dan Ruang Lingkup
Pasal 2
10/31/PBI/2008
FPD diberikan untuk mengatasi Kesulitan Likuiditas Bank yang memiliki Dampak
Sistemik baik dalam rangka Pencegahan Krisis maupun Penanganan Krisis;
BAB III
Sumber Pendanaan FPD
Pasal 3
10/31/PBI/2008
(1) Sumber pendanaan FPD dalam rangka Pencegahan Krisis berasal dari Bank
Indonesia yang dijamin oleh Pemerintah.
107
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Terkait dengan fungsi Bank Indonesia sebagai Lender of The Last Resort
maka pendanaan FPD terkait dengan kebijakan moneter Bank Indonesia.
Namun demikian apabila bank dinyatakan sebagai Bank Gagal, maka
Pemerintah mengganti dana yang sudah dikeluarkan Bank Indonesia
melalui penerbitan SBN atau tunai.
(2) Sumber pendanaan FPD dalam rangka Penanganan Krisis berasal dari
Pemerintah.
Untuk pendanaan dalam rangka penanganan Krisis bersumber dari APBN.
BAB IV
Bagian Kesatu
123
Pasal 4
10/31/PBI/2009
Pemberian FPD
Persyaratan Pengajuan FPD
(1) Bank wajib melaksanakan kegiatan usahanya dengan berpedoman pada
prinsip kehati-hatian yang berlaku, termasuk dalam menjaga kecukupan
likuiditasnya.
(2) Dalam hal mengalami Kesulitan Likuiditas, Bank wajib mencari sumber dana
lain untuk mengatasi Kesulitan Likuiditas dimaksud.
Yang dimaksud dengan sumber dana lain antara lain Pinjaman Antar Bank,
Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI), Repo SBI dan/atau SBN, dan Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
124
Pasal 5
10/31/PBI/2008
(1) Dalam hal Bank tidak dapat memperoleh dana untuk mengatasi Kesulitan
Likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) (Paragraf 123 ayat
(2) dalam kodifikasi ini), Bank dapat mengajukan permohonan untuk
memperoleh FPD dari Bank Indonesia dengan memenuhi persyaratan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
(2) Persyaratan pemberian FPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Bank mengalami Kesulitan Likuiditas yang memiliki Dampak Sistemik;
Dampak sistemik dapat dinilai dari beberapa aspek pokok antara lain
ancaman penurunan kepercayaan masyarakat terhadap sistem
perbankan, penyebaran masalah (contagion) dan kerugian ekonomis
(degree of loss) yang ditimbulkan. Faktor-faktor yang dipertimbangkan
dalam penetapan dampak sistemik adalah:
a. Faktor internal yakni kesulitan likuiditas yang dihadapi satu atau
lebih bank yang berdampak sistemik; dan/atau
b. Faktor eksternal antara lain namun tidak terbatas pada gangguan
pada sistem pembayaran, krisis keuangan global, krisis mata uang
(currency crisis), gangguan operasional akibat kegagalan teknologi
dan sistem informasi, dan/atau bencana alam yang mengganggu
stabilitas sistem keuangan.
b. Bank memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM)
positif; dan
Yang dimaksud dengan rasio KPMM adalah rasio KPMM posisi terakhir
pada saat permohonan FPD diajukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
108
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
c. Bank memiliki aset yang dapat dijadikan agunan.
Pemberian FPD tidak harus didasarkan pada nilai taksasi agunan yang
diajukan oleh bank, mengingat FPD diberikan untuk mengatasi dampak
sistemik sehingga tidak dapat diperlakukan sebagai normal lending.
Namun demikian Bank wajib memberikan agunan sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
125
Pasal 6
10/31/PBI/2008
FPD hanya diberikan kepada Bank yang berbadan hukum Indonesia.
Bagian Kedua
Permohonan Pengajuan FPD
126
Pasal 7
10/31/PBI/2008
(1) Permohonan FPD ditujukan kepada Gubernur Bank Indonesia dengan
alamat Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta Pusat dengan tembusan kepada
Menteri Keuangan RI dengan alamat Jalan Lapangan Banteng No. 2-4
Jakarta Pusat dan:
a. Direktorat Pengelolaan Moneter dengan alamat Jalan M.H. Thamrin
No. 2 Jakarta Pusat;
b. Direktorat Pengawasan Bank dengan alamat Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta Pusat untuk Bank yang berkantor pusat di Jakarta;
c. Direktorat Perbankan Syariah dengan alamat Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta Pusat untuk Bank Umum Syariah yang berkantor pusat di
Jakarta; atau
d. Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank umum konvensional dan
Bank Umum Syariah yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia.
(2) Bank penerima FPD wajib menyampaikan action plan, realisasi action plan
dan laporan likuiditas harian sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia ini kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d.
127
Pasal 8
10/31/PBI/2008
Permohonan FPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) (Paragraf 124
ayat (1) dalam kodifikasi ini) harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang
dipersyaratkan, yaitu:
a. Surat Pernyataan dari Pengurus Bank bahwa Bank telah mencari sumber
dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) (Paragraf 123 ayat (2)
dalam kodifikasi ini) sebelum mengajukan FPD;
Surat pernyataan dimaksud ditandatangani oleh Pengurus Bank yang
bertindak untuk dan atas nama Bank yang dibubuhi meterai sesuai
ketentuan yang berlaku.
b. Dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan FPD;
Dokumen yang diperlukan untuk mendukung jumlah kebutuhan FPD antara
lain perkiraan kebutuhan pagu FPD, proyeksi arus dana (cash flow), laporan
keuangan terakhir berupa neraca dan laboran laba rugi, laporan maturity
profile 1 (satu) bulan terakhir.
c. Daftar aset yang akan dijadikan agunan beserta nilai taksiran sementara dan
dokumen asli bukti kepemilikan, yang akan diikuti dengan pemasangan Hak
Tanggungan, gadai, atau jaminan fidusia;
109
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Daftar aset Bank Pemohon FPD yang akan dijadikan agunan FPD disertai
dengan harga taksiran sementara.Harga taksiran sementara tersebut
antara lain dapat diperoleh dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP)untuk aset
berupa tanah, nilai pasar terkini untuk aset berupa surat berharga.
d. Surat Pernyataan Kesanggupan Pemegang Saham Pengendali dan atau
Pengurus Bank untuk menyerahkan tambahan aset yang akan diagunkan
kepada Pemerintah dalam hal Bank tidak dapat melunasi FPD yang dibuat
dihadapan notaris;
e. Surat Pernyataan Kesanggupan dari Pemegang Saham Pengendali untuk
menyerahkan kewenangan RUPS;
f. Surat Pernyataan Kesanggupan Pemegang Saham Pengendali dan Pengurus
Bank untuk membayar kembali FPD yang dibuat di hadapan notaris;
g. Surat Kesanggupan untuk menerbitkan Personal Guarantee dan/atau
Corporate Guarantee dari Pemegang Saham Pengendali yang dibuat di
hadapan notaris, dan dilampiri daftar aset; dan
h. Surat Pernyataan kesediaan Pemegang Saham Pengendali dan Pengurus
Bank Bermasalah untuk melakukan tindakan yang diperintahkan oleh BI
yang dibuat di hadapan notaris.
Bagian Ketiga
Mekanisme Pengambilan Keputusan
128
Pasal 9
10/31/PBI/2008
(1) Dalam hal Bank Indonesia mengindikasikan bahwa Bank yang mengajukan
permohonan FPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) (Paragraf
124 ayat (1) dalam kodifikasi ini) memiliki Dampak Sistemik, Gubernur Bank
Indonesia segera meminta kepada Menteri Keuangan untuk
menyelenggarakan rapat KSSK guna membahas permasalahan Bank dan
menetapkan langkah-langkah penyelesaian.
(2) Indikasi mengenai adanya Bank yang memiliki Dampak Sistemik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan antara lain pada analisis
kondisi keuangan Bank dan dampaknya terhadap sistem perbankan.
129
Pasal 10
10/31/PBI/2008
(1) Rapat KSSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (Paragraf 128 dalam
kodifikasi ini), memutuskan kondisi Bank tersebut memiliki Dampak
Sistemik atau tidak memiliki Dampak Sistemik.
(2) Dalam hal Bank diputuskan Memiliki Dampak Sistemik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), KSSK memutuskan :
a. pemberian FPD;
b. penetapan pagu FPD;
c. jangka waktu;
d. suku bunga atau imbalan; dan
e. kriteria umum agunan FPD.
(3) Pemberian FPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat diberikan
kepada Bank yang mengajukan permohonan FPD dan memenuhi kriteria
solvabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b (Paragraf
124 ayat (2) huruf b dalam kodifikasi ini).
(4) Dalam hal rapat KSSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (Paragraf 128
dalam kodifikasi ini) memutuskan Bank memiliki Dampak Sistemik namun
tidak mengajukan permohonan FPD, atau mengajukan permohonan FPD
namun diputuskan bahwa Bank tidak Memiliki Dampak Sistemik, Bank
Indonesia menetapkan Bank dimaksud sebagai Bank Gagal.
110
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
(5) Tindak lanjut penanganan terhadap Bank Gagal sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
antara lain Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008, dan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008
tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan.
130
Pasal 11
10/31/PBI/2008
(1) Penetapan pagu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b
(Paragraf 129 ayat (2) huruf b dalam kodifikasi ini) dengan
mempertimbangkan perkiraan kebutuhan likuiditas yang diajukan oleh Bank.
Bank Indonesia memberikan masukan kepada KSSK setelah melakukan
analisis terhadap kebutuhan likuiditas Bank berdasarkan data-data yang
disampaikan oleh Bank dan data yang dimiliki oleh Bank Indonesia.
(2) Jangka waktu FPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf c
(Paragraf 129 ayat (2) huruf c dalam kodifikasi ini) paling lama adalah 90
(sembilan puluh) hari kalender yang dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk
jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender.
131
BAB V
Kriteria Umum Agunan FPD
Pasal 12
10/31/PBI/2008
(1) Bank yang mengajukan permohonan FPD wajib menyerahkan agunan pokok
dan agunan tambahan.
(2) Agunan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa aset Bank yang
tersedia dengan prioritas dari aset yang paling likuid dan berkualitas.
Yang dimaksud dengan agunan pokok adalah aset Bank yang tersedia
dengan prioritas dari aset yang paling likuid dan berkualitas paling kurang
namun tidak terbatas yaitu :
a. Surat berharga yaitu surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah
Republik Indonesia atau Bank Indonesia yang meliputi SBN, SBI dan SBI
Syariah;
b. Surat berharga yang diterbitkan oleh badan hukum lainnya dengan
prioritas yang berkualitas baik dan aktif diperdagangkan. Surat berharga
yang diagunkan tidak boleh berasal dari surat berharga yang diterbitkan
oleh pihak terkait dengan Bank atau pihak-pihak yang mengendalikan dari
Bank yang mengajukan permohonan FPD;
c. Aset Kredit dan Aktiva produktif lainnya yang berkolektibilitas Lancar;
d. Aktiva tetap Bank; dan/atau
e. Seluruh tagihan bank kepada pihak ketiga lainnya.
(3) Agunan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa aset
pemegang saham pengendali.
Pengikatan aset Pemegang Saham Pengendali menjadi agunan FPD
dilakukan dengan penerbitan Personal Guarantee dan/atau Corporate
Guarantee yang dibuat di hadapan notaris disertai dengan lampiran daftar
aset.
111
Likuiditas Rupiah
Paragraf
132
Sumber Regulasi
Pasal 13
10/31/PBI/2008
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
(4) Bank menyampaikan nilai taksasi agunan pokok sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang penilaiannya terakhir kali dilakukan oleh penilai
independen.
(1) Aset yang dijadikan agunan oleh Bank Penerima FPD harus bebas dari sitaan,
tidak sedang digadaikan, atau dipertanggungkan secara apapun juga kepada
pihak lain, serta tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa.
Penyerahan aset yang akan dijadikan agunan FPD harus disertai dengan
keterangan dari Bank Bermasalah atau Pemegang Saham Pengendali
mengenai kondisi dan status dari setiap aset yang akan diagunkan tersebut.
(2) Aset yang dijadikan agunan oleh Bank penerima FPD tidak dapat dialihkan,
diperjualbelikan atau dijaminkan kembali oleh Bank penerima FPD.
(3) Bank penerima FPD wajib mengganti agunan FPD apabila tidak memenuhi
kondisi-kondisi sebagaimana diatur pada ayat (1) dan ayat (2).
133
Pasal 14
10/31/PBI/2008
(1) Agunan dinilai oleh Penilai Independen yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
berdasarkan daftar nominasi penilai independen yang disampaikan Bank
penerima FPD.
Yang dimaksud dengan Penilai Independen adalah perusahaan penilai yang:
a. tidak mempunyai keterkaitan dalam kepemilikan, kepengurusan dan
keuangan dengan Bank Bermasalah;
b. melakukan kegiatan penilaian berdasarkan Kode Etik Penilai Indonesia
dan ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan oleh Dewan Penilai
Indonesia; dan
c. memiliki izin usaha dari instansi berwenang untuk beroperasi sebagai
perusahaan penilai.
(2) Seluruh biaya yang timbul dalam rangka penilaian agunan menjadi beban
Bank penerima FPD.
134
Pasal 15
10/31/PBI/2008
(1) Pengikatan agunan dilaksanakan oleh Bank Indonesia setelah dokumen
agunan lengkap.
Pengikatan agunan dilakukan dengan pemasangan Hak Tanggungan, gadai,
atau jaminan fidusia sesuai dengan jenis agunannya.
Penelitian atas kelengkapan dokumen aset yang akan menjadi agunan dapat
dilakukan oleh pihak ketiga atas biaya bank.
(2) Pengikatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengacu
pada nilai yang ditetapkan oleh penilai independen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (1) (Paragraf 130 ayat (1) dalam kodifikasi ini).
(3) Penatausahaan bukti kepemilikan agunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh Bank Indonesia.
(4) Bank dan/atau Pemegang Saham Pengendali Bank wajib memelihara fisik
agunan yang diserahkan dalam rangka FPD.
112
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Bank dan/atau Pemegang Saham Pengendali Bank Penerima FPD
memelihara agunan yang secara fisik tidak diserahkan kepada Bank
Indonesia, seperti tanah, bangunan dan inventaris kantor.
BAB VI
Bagian Kesatu
Perjanjian FPD Dan Realisasi Pemberian FPD
Pencegahan Krisis
135
Pasal 16
10/31/PBI/2008
Perjanjian pemberian FPD dilakukan secara notariil dan ditandatangani oleh
pengurus Bank penerima FPD dengan Bank Indonesia.
136
Pasal 17
10/31/PBI/2008
(1) Pemberian FPD dilakukan setelah ditandatanganinya perjanjian FPD.
(2) Realisasi pemberian FPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan mendebet rekening khusus FPD di Bank Indonesia dan mengkredit
Rekening Giro Rupiah Bank penerima FPD di Bank Indonesia.
(3) Realisasi pemberian FPD dilakukan sebesar kebutuhan Bank untuk memenuhi
kebutuhan Giro Wajib Minimum (GWM) yang berlaku.
137
Pasal 18
10/31/PBI/2008
(1) FPD yang telah digunakan oleh Bank penerima FPD dikenakan bunga atau
imbalan sesuai suku bunga atau imbalan yang besarnya ditetapkan oleh
KSSK.
(2) Suku bunga atau imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) nilainya
sebesar BI Rate ditambah dengan marjin tertentu.
(3) Bank Indonesia melakukan perhitungan bunga atau imbalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berdasarkan saldo akhir hari FPD.
(4) Pembebanan bunga atau imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan pada saat FPD jatuh tempo yang dibebankan ke Rekening Giro
Rupiah Bank penerima FPD di Bank Indonesia.
138
Pasal 19
10/31/PBI/2008
(1) Bank Indonesia memperoleh jaminan secara tertulis dari Menteri Keuangan
atas nama Pemerintah atas FPD yang diberikan kepada Bank.
(2) Jaminan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
penggantian dana FPD yang belum dilunasi oleh Bank kepada Bank Indonesia
dalam hal:
a. Bank tidak melunasi FPD dalam jangka waktu yang ditetapkan KSSK; atau
Penggantian dana FPD oleh pemerintah terdiri dari pokok dan bunga FPD
serta seluruh biaya yang timbul terkait FPD.
b. Bank dinyatakan sebagai Bank Gagal sebelum berakhirnya jangka waktu
FPD.
Penyerahan piutang dan agunan dari Bank Indonesia dilakukan segera
setelah Bank dinyatakan Bank Gagal dan disertai dengan penerbitan SBN
atau pendebetan rekening Pemerintah apabila dilakukan secara tunai.
(3) Dalam hal Bank penerima FPD tidak melunasi FPD dan/atau dinyatakan
sebagai Bank Gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka:
a. Pemerintah mengganti dana FPD yang belum dilunasi oleh Bank penerima
FPD kepada Bank Indonesia baik dalam bentuk tunai dan atau penerbitan
SBN;
b. Bank Indonesia menyerahkan piutang FPD dan agunannya kepada Menteri
Keuangan melalui Perjanjian Pengalihan Hak Atas Piutang beserta seluruh
113
Likuiditas Rupiah
Paragraf
139
Sumber Regulasi
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
dokumen yang telah dicek kelengkapannya oleh Bank Indonesia;
c. Dengan adanya pengalihan piutang sebagaimana dimaksud huruf b, maka
utang Bank Penerima FPD beralih dari utang kepada Bank Indonesia
menjadi utang kepada Pemerintah.
Bagian Kedua
Penanganan Krisis
Pasal 20
10/31/PBI/2008
(1) Pemberian FPD dalam kondisi Krisis kepada Bank yang mengalami Kesulitan
Likuiditas dilakukan oleh Bank Indonesia yang pembiayaannya dari
Pemerintah.
Pemberian FPD dalam rangka penanganan Krisis merupakan utang Bank
kepada Pemerintah.
(2) Pemberian FPD dalam kondisi Krisis dituangkan dalam perjanjian antara Bank
dan Bank Indonesia yang bertindak untuk dan atas nama Pemerintah, yang
dilengkapi dengan:
a. daftar aset Bank dengan nilai transaksi sementara yang menjadi agunan
FPD; dan
Pengikatan aset Bank dilakukan oleh Bank Indonesia yang bertindak
untuk dan atas nama Pemerintah setelah dokumen agunan lengkap.
b. rencana kerja Bank dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Rencana kerja Bank harus disampaikan paling lambat 14 (empat belas)
hari kerja setelah pemberian FPD.
(3) Perjanjian pemberian FPD dilakukan secara notariil dan ditandatangani oleh
pengurus Bank penerima FPD dengan Bank Indonesia yang bertindak untuk
dan atas nama Pemerintah.
(4) Pencairan FPD dalam rangka penanganan Krisis dilakukan setelah Pemerintah
melakukan penerbitan SBN dan/atau dengan mendebet rekening Pemerintah
di Bank Indonesia.
140
141
BAB VII
Biaya-Biaya Pemberian FPD
Pasal 21
10/31/PBI/2008
Biaya-biaya yang timbul berkaitan dengan:
a. penilaian atas agunan yang dilakukan oleh Perusahaan Penilai Independen;
b. biaya pembuatan Perjanjian FPD berikut Pengikatan Agunan yang dilakukan
oleh Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT); dan
c. biaya-biaya lain yang terkait dengan pemberian FPD;
menjadi beban Bank penerima FPD.
BAB VIII
Pelunasan FPD
Pasal 22
10/31/PBI/2008
(1) Bank dapat melakukan pelunasan dan atau pengurangan baki debet FPD
selama jangka waktu pemberian FPD.
(2) Pelunasan dan atau pengurangan baki debet sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Bank
penerima FPD di Bank Indonesia apabila saldo Rekening Giro Rupiah Bank
penerima FPD di Bank Indonesia telah melebihi ketentuan GWM.
114
Likuiditas Rupiah
Paragraf Sumber Regulasi
142
Pasal 23
10/31/PBI/2008
Fasilitas Likuiditas
(1)
(2)
(3)
(4)
Ketentuan
Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank penerima FPD yang
bersangkutan dan mengkredit rekening khusus FPD Bank Indonesia pada saat
FPD jatuh tempo sebagai pelunasan FPD.
Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank penerima FPD yang
bersangkutan di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk pelunasan FPD pada
saat FPD jatuh tempo, Gubernur Bank Indonesia meminta rapat KSSK
membahas permasalahan Bank antara lain mengenai kondisi dan prospek
keuangan Bank, serta memutuskan langkah-langkah yang diperlukan untuk
mengatasinya.
Langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan Bank sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) adalah untuk memutuskan :
a. FPD tersebut dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling
lama 90 (sembilan puluh) hari kalender, apabila rasio KPMM Bank masih
positif; atau
b. FPD tidak diperpanjang apabila rasio KPMM bank negatif.
Perpanjangan dan perubahan perjanjian FPD sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a didasarkan pada permohonan yang diajukan oleh Bank
Penerima FPD.
143
Pasal 24
10/31/PBI/2008
(1) Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3)
huruf b (Paragraf 142 ayat (3) huruf b dalam kodifikasi ini), atau Bank
Penerima FPD tidak mampu melunasi FPD pada saat jatuh tempo setelah
adanya perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) huruf a
(Paragraf 142 ayat (3) huruf a dalam kodifikasi ini) maka Bank Indonesia
menyatakan sebagai Bank Gagal.
(2) Gubernur Bank Indonesia meminta Rapat KSSK untuk memutuskan langkahlangkah penanganan Bank Gagal sebagaimana yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
144
Pasal 25
10/31/PBI/2008
(1) Dalam hal Bank penerima FPD tidak mampu membayar FPD (default) dan
FPD dialihkan kepada Pemerintah, maka Pemerintah selaku kreditur dapat
melakukan eksekusi atas agunan.
(2) Apabila hasil eksekusi agunan lebih kecil dari nilai FPD dan kewajiban bunga
yang harus dilunasi oleh Bank Penerima FPD, maka kekurangan pelunasan
FPD merupakan utang Bank dan/atau Pemegang Saham Pengendali Bank
kepada Pemerintah.
BAB IX
Pengawasan
Pasal 26
10/31/PBI/2008
Dengan diberikannya FPD kepada Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
dan Pasal 20 (Paragraf 136 dan Paragraf 139 dalam kodifikasi ini), Bank Indonesia
berwenang:
a. mengambil alih hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
untuk mengganti sebagian atau seluruh direksi dan komisaris Bank;
145
Pengambilalihan hak dan wewenang RUPS bersifat sementara sampai
dengan FPD dilunasi.
b.
menempatkan pihak yang mewakili Bank Indonesia sebagai direksi dan/atau
komisaris Bank sampai dengan FPD dilunasi.
115
Likuiditas Rupiah
Paragraf
Fasilitas Likuiditas
Sumber Regulasi
Ketentuan
Penempatan pihak yang mewakili Bank Indonesia dapat berasal dari Bank
Indonesia dan atau pihak lainnya yang ditunjuk oleh Bank Indonesia yang
memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang keuangan, ekonomi,
hukum, dan industri.
c.
146
Pasal 27
10/31/PBI/2008
melaksanakan kewenangan lainnya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
(1) Bank penerima FPD ditempatkan dalam status Bank Dalam Pengawasan
Khusus.
Bank Indonesia melakukan Cease and Desist Order (CDO) kepada Bank,
termasuk melakukan pemeriksaan dan/atau menempatkan tenaga
pengawas terhadap Bank penerima FPD, dalam rangka pengawasan
terhadap operasional bank secara umum.
(2) Status Bank Dalam Pengawasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berakhir apabila Bank penerima FPD telah menyelesaikan kewajiban
pelunasan FPD dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia yang berlaku.
Yang dimaksud dengan Peraturan Bank Indonesia yang berlaku, antara lain
Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Tindak Lanjut
Pengawasan dan Penetapan Status Bank.
147
Pasal 28
10/31/PBI/2008
(1) Bank Penerima FPD wajib menyampaikan action plan kepada Bank Indonesia
dengan tembusan kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia paling
lambat 5 (lima) hari kerja setelah realisasi FPD untuk menyelesaikan masalah
likuiditas serta menyusun rencana pengembalian FPD yang diterima.
Action plan paling kurang memuat langkah-langkah Bank penerima FPD
untuk menyelesaikan permasalahan likuiditas dan rencana pengembalian
FPD.
(2) Bank wajib menyampaikan laporan pelaksanaan action plan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) secara mingguan kepada Bank Indonesia dengan
tembusan kepada Menteri Keuangan.
(3) Bank penerima FPD wajib melaporkan kondisi likuiditasnya kepada Bank
Indonesia secara harian.
(4) Bank dianggap terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) apabila Bank belum menyampaikan laporan
sampai dengan batas waktu penyampaian laporan.
(5) Bank dianggap tidak menyampaikan laporan apabila Bank tidak
menyampaikan laporan sampai dengan periode laporan berikutnya.
148
Pasal 29
10/31/PBI/2008
(1) Bank penerima FPD dilarang mencairkan rekening simpanan pihak terkait
kecuali ditetapkan lain oleh KSSK.
(2) Bank penerima FPD dilarang membagikan dividen dalam bentuk apapun
selama kewajiban Bank atas FPD belum lunas.
(3) Pemegang Saham Pengendali Bank Penerima FPD dilarang mengalihkan
kepemilikan sahamnya kepada pihak lain tanpa seijin Bank Indonesia.
116
Likuiditas Rupiah
Paragraf
149
150
151
Sumber Regulasi
BAB X
Fasilitas Likuiditas
Ketentuan
Laporan Kepada DPR
Pasal 30
10/31/PBI/2008
Gubernur Bank Indonesia bersama-sama Menteri Keuangan menyampaikan dan
menjelaskan keputusan KSSK kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat 30
(tiga puluh) hari kalender sejak Keputusan pemberian FPD.
BAB XI
Pasal 31
10/31/PBI/2008
Sanksi
Pasal 32
10/31/PBI/2008
Apabila Pengurus Bank, Pemegang Saham Pengendali dan pejabat eksekutif Bank
dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk
memastikan ketaatan Bank terhadap ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia
ini, dan/atau memberikan keterangan atau dokumen yang diwajibkan dalam
Peraturan Bank Indonesia ini secara tidak benar, selain dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dikenakan juga sanksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1998.
Dalam hal Bank tidak melunasi FPD dan/atau melakukan pelanggaran atas
ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan/atau berdasarkan
pemeriksaan Bank Indonesia diketahui adanya penyimpangan penggunaan FPD,
maka Bank dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52
ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, antara lain berupa
teguran tertulis, larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring, pembekuan
kegiatan usaha tertentu, dan/atau pemberhentian pengurus Bank.
117
Download