Tinjauan Kebijakan Moneter Oktober 2014 (2

advertisement
TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER
1
STATEMENT KEBIJAKAN MONETER
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 7 Oktober 2014 memutuskan
untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending
Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan
5,75%. Kebijakan tersebut konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke
sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4±1% pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi
berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Meskipun stabilitas makroekonomi dan sistem
keuangan tetap terjaga, Bank Indonesia mewaspadai sejumlah risiko yang berasal dari
domestik dan eskternal, seperti dampak rambatan dari normalisasi kebijakan the Fed dan
kemungkinan kebijakan administered prices pemerintah. Sejalan dengan itu, Bank
Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial untuk
memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan untuk
mendukung kesinambungan perekonomian. Bank Indonesia juga akan meningkatkan
koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi
berjalan agar proses penyesuaian ekonomi dapat berjalan baik sehingga kesinambungan
pertumbuhan ekonomi tetap terjaga.
Di sisi global, pemulihan ekonomi dunia terus berlanjut meskipun masih berjalan
tidak seimbang. Perekonomian AS terus tumbuh didukung oleh peningkatan kegiatan
produksi manufaktur, penjualan eceran, tingkat keyakinan konsumen, serta membaiknya
indikator tenaga kerja. Sejalan dengan hal tersebut, normalisasi kebijakan moneter the Fed
diperkirakan akan berlangsung lebih awal yaitu pada triwulan II 2015 dengan kemungkinan
kenaikan Fed Fund Rate yang lebih tinggi dari perkiraan semula. Perkembangan ini telah
mendorong penguatan dolar AS dan tekanan pada pasar keuangan di emerging markets.
Di sisi lain, perekonomian Eropa dan Jepang menunjukkan arah perlambatan sehingga
mendorong masih berlanjutnya kebijakan moneter akomodatif oleh bank-bank sentralnya.
Pertumbuhan ekonomi di negara berkembang diprakirakan juga masih relatif terbatas.
Aktivitas ekonomi Tiongkok cenderung melambat, terindikasi dari indikator penjualan
eceran, mobil, dan perumahan. Melambatnya permintaan dari negara berkembang ini
mendorong berlanjutnya penurunan harga komoditas.
Di sisi domestik, pertumbuhan ekonomi masih mengalami moderasi. Meski masih
tumbuh cukup tinggi, konsumsi swasta cenderung melambat pascapelaksanaan Pemilu
2014, tercermin pada indikator penjualan eceran yang tumbuh terbatas. Konsumsi
pemerintah juga belum meningkat tinggi sesuai pola musimannya terkait dengan
penghematan anggaran untuk pengendalian defisit fiskal. Sementara itu, di tengah
membaiknya pertumbuhan investasi bangunan pada akhir tahun, kinerja investasi
nonbangunan sedikit melemah seiring dengan masih menurunnya impor barang modal.
Meski membaik, peningkatan ekspor belum setinggi perkiraan sebelumnya seiring masih
menurunnya harga komoditas dunia dan melemahnya volume perdagangan negara
emerging markets. Sejalan dengan itu, impor masih mencatat penurunan. Secara
keseluruhan tahun 2014, pertumbuhan diperkirakan akan cenderung menuju batas bawah
kisaran prakiraan sebelumnya yaitu 5,1-5,5%.
| 1
Surplus neraca perdagangan nonmigas pada Agustus 2014 terus berlanjut, meski
menyusut dibandingkan surplus pada bulan sebelumnya. Berkurangnya surplus
nonmigas tersebut dipengaruhi oleh kenaikan impor nonmigas yang melampaui kenaikan
ekspor nonmigas. Sementara itu, kinerja neraca perdagangan migas Agustus 2014
mengalami perbaikan, disebabkan oleh kenaikan ekspor migas, terutama ekspor minyak
mentah. Secara keseluruhan, neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2014 tercatat
defisit 0,31 miliar dolar AS setelah pada bulan sebelumnya mengalami surplus sebesar 0,05
miliar dolar AS. Bank Indonesia memandang perkembangan neraca perdagangan Agustus
2014 ini masih sesuai dengan prakiraan kinerja transaksi berjalan triwulan III 2014.
Sementara itu, dari neraca finansial, aliran masuk modal asing masih cukup besar didorong
oleh persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik. Secara akumulatif hingga
September 2014, aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan Indonesia telah
mencapai 14,6 miliar dolar AS. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa
Indonesia pada akhir September 2014 menjadi 111,2 miliar dolar AS, setara 6,5 bulan
impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di
atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Rupiah mengalami pelemahan pada bulan September 2014 seiring dengan
penguatan dolar AS yang memberikan tekanan pada hampir seluruh mata uang
dunia. Rupiah secara rata-rata melemah 1,57% (mtm) dari bulan sebelumnya menjadi
Rp11.898 per dolar AS. Secara point to point (ptp), rupiah terdepresiasi sebesar 4% dan
ditutup pada level Rp12.185 per dolar AS. Pergerakan rupiah tersebut sejalan dengan
pergerakan mata uang lain di kawasan. Pelemahan rupiah dipengaruhi oleh faktor
sentimen, baik yang bersumber dari eksternal maupun domestik. Faktor eskternal terkait
dengan normalisasi kebijakan Fed, indikasi perlambatan ekonomi Tiongkok dan dinamika
geopolitik global. Sementara itu, faktor domestik terkait dengan perilaku investor yang
menunggu pembentukan kabinet pemerintahan baru dan program kerja pemerintah ke
depan, termasuk kebijakan penyesuaian BBM bersubsidi. Ke depan, Bank Indonesia akan
terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya.
Inflasi pada September 2014 menurun dibandingkan bulan sebelumnya dan
berada di bawah perkiraan. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan September
mencatat inflasi sebesar 0,27% (mtm), lebih rendah dari 0,47% (mtm) pada bulan
sebelumnya. Selain berada di bawah perkiraan Bank Indonesia, inflasi September tersebut
lebih rendah dari rata-rata historis selama 5 tahun terakhir. Penurunan tersebut didukung
oleh rendahnya tekanan inflasi volatile food dan terkendalinya inflasi inti. Inflasi inti masih
terkendali, sejalan dengan menurunnya tekanan eksternal, moderatnya permintaan
domestik serta masih terjaganya ekspektasi inflasi. Namun, tekanan inflasi administered
prices meningkat terkait penyesuaian harga beberapa komoditas energi, seperti tarif tenaga
listrik (TTL) dan LPG 12 kg. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati berbagai
risiko inflasi, terutama terkait dengan kemungkinan penyesuaian harga BBM bersubsidi,
dan memperkuat koordinasi pengendalian inflasi dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat
maupun daerah. Hal ini dilakukan guna meminimalkan dampak lanjutan yang ditimbulkan
dan mengarahkan inflasi pada sasaran inflasi yang ditetapkan.
Stabilitas sistem keuangan masih solid ditopang oleh ketahanan sistem perbankan
dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. Ketahanan industri perbankan tetap
kuat dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dukungan modal
yang kuat. Pada Agustus 2014, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR)
masih tinggi sebesar 19,23%, jauh di atas ketentuan minimum 8%, sedangkan rasio kredit
bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan stabil di kisaran 2,00%.
| 2
Sementara itu, pertumbuhan kredit kepada sektor swasta melambat menjadi 13,4% (yoy)
dari bulan sebelumnya sebesar 15,0% (yoy), sejalan dengan proses penyesuaian dalam
perekonomian. Di sisi lain, kondisi likuiditas perbankan membaik seiring dengan operasi
keuangan pemerintah yang mulai ekspansif. Hal itu tercermin pada pertumbuhan M2 dan
Dana Pihak Ketiga (DPK), yang masing-masing mencapai 11,0 % (yoy) dan 11,6% (yoy)
pada Agustus 2014. Beberapa bank mulai menurunkan suku bunga simpanan. Sementara
itu, kinerja pasar modal pada September 2014 masih relatif baik di tengah tekanan pasar
keuangan global. Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati risiko yang dapat
mengganggu stabilitas sistem keuangan, termasuk peningkatan utang luar negeri
korporasi.
| 3
2
PERKEMBANGAN EKONOMI DAN
KEBIJAKAN MONETER
Perkembangan Ekonomi Global
Pemulihan ekonomi
dunia terus
berlanjut. Ekonomi
AS terus tumbuh,
sementara Eropa
dan Jepang
melambat
Pemulihan ekonomi dunia terus berlanjut meskipun masih berjalan tidak
seimbang. Pemulihan ekonomi global masih ditopang peningkatan aktivitas ekonomi AS,
didukung oleh kegiatan pada sektor manufaktur dan jasa. Perkembangan permintaan
domestik juga menunjukkan perbaikan aktivitas ekonomi AS seiring dengan penjualan ritel
dan tingkat keyakinan konsumen yang meningkat. Membaiknya perekonomian AS juga
ditunjukkan oleh membaiknya indikator tenaga kerja seperti meningkatnya pertumbuhan
upah riil dan tetap stabilnya pertumbuhan job opening. Di sisi lain, pemulihan ekonomi
Eropa menunjukkan perlambatan yang tercermin dari hasil survei kegiatan bisnis dan
ekspor-impor yang menurun serta melemahnya sentimen ekonomi Eropa akibat tensi
geopolitik yang terjadi. Tingkat inflasi Eropa masih berada dalam tren menurun, bahkan
tingkat inflasi negara Italia telah memasuki zona negatif. Ke depan, potensi deflasi
diprakirakan akan semakin memperlambat perekonomian Eropa. Sementara itu,
perekonomian Jepang juga menghadapi tekanan akibat melambatnya kegiatan produksi
dan ekspor serta masih tumbuh negatifnya konsumsi domestik sejalan dengan kenaikan
pajak konsumsi. Perekonomian Eropa dan Jepang yang menunjukkan ke arah perlambatan
telah mendorong berlanjutnya kebijakan moneter akomodatif oleh bank-bank sentralnya.
Kebijakan stimulus moneter tersebut diharapkan dapat memperbaiki perekonomian Eropa
dan Jepang.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi negara berkembang diprakirakan masih relatif
terbatas. Perekonomian Tiongkok cenderung melambat, terindikasi dari menurunnya
penjualan ritel terutama pada penjualan mobil dan perumahan. Di sisi produksi,
perlambatan ekonomi Tiongkok tercermin dari menurunnya indeks produksi disebabkan
oleh melemahnya kinerja sektor properti dan listrik. Selain itu, indeks manufaktur juga
menurun seiring dengan menurunnya harga input dan jumlah pesanan baru dari domestik.
Dari sisi neraca perdagangan, perlambatan ekonomi sejalan dengan menurunnya
pertumbuhan ekspor dan impor. Kinerja sektor perumahan juga menurun sejalan dengan
penurunan investasi aset tetap dan beberapa permasalahan struktural lainnya di sektor
properti. Untuk meningkatkan perekonomian Tiongkok, Bank Sentral telah melakukan
kebijakan targeted easing untuk meningkatkan penyaluran kredit, beberapa di antaranya
meliputi penurunan giro wajib minimum (GWM), pemberian suku bunga rendah untuk
penyaluran kredit ke sektor tertentu, dan pelonggaran rasio loan to value (LTV). Namun,
sejauh ini keberhasilan dari implementasi kebijakan tersebut masih terbatas. Di sisi lain,
pertumbuhan ekonomi India menunjukkan realisasi yang lebih tinggi dari prakiraan
sebelumnya seiring dengan ekspansi sektor manufaktur dan meningkat tingginya
permintaan dari dalam negeri. Hal ini terindikasi, antara lain, dari meningkatnya
pertumbuhan penjualan mobil. Industri mobil di India diprakirakan akan terus meningkat
seiring dengan pemulihan ekonomi, kembali dimulainya aktivitas pertambangan, dan
meningkatnya pengeluaran infrastruktur.
Sementara itu, volume perdagangan dunia tumbuh lebih rendah dari prakiraan
sebelumnya dengan harga komoditas ekspor dan minyak bias ke bawah. Sejalan
dengan melambatnya perbaikan ekonomi global, pertumbuhan volume perdagangan dunia
| 4
diprakirakan tidak setinggi yang diharapkan, meskipun meningkat dibandingkan tahun
2013. Di sisi lain, harga minyak mentah cenderung menurun seiring dengan meningkatnya
pasokan dari Libya dan AS serta menurunnya permintaan dari Asia Pasifik. Harga komoditas
nonmigas juga masih melanjutkan penurunannya dan bahkan lebih rendah dari prakiraan
sebelumnya, terutama disebabkan tekanan harga batubara dan nikel, akibat melambatnya
permintaan dari negara berkembang. Harga batubara menurun sejalan dengan
melemahnya permintaan terutama dari Tiongkok, meskipun ada potensi kenaikan
permintaan dari India. Sementara itu, harga nikel mengalami pertumbuhan yang menurun
seiring melimpahnya pasokan akibat perilaku profit booking investor beberapa periode lalu
dan melemahnya permintaan sejalan dengan perlambatan ekonomi Tiongkok. Ke depan,
harga nikel diprakirakan masih berpotensi naik seiring rencana kebijakan pelarangan ekspor
mineral yang akan diberlakukan di Filipina.
Ke depan, sejumlah risiko global terutama dari negara maju perlu terus
diwaspadai. Risiko ketidakpastian mengenai normalisasi kebijakan moneter the Fed telah
menimbulkan ekspektasi kenaikan Fed Fund Rate akan terjadi lebih cepat dari prakiraan
sebelumnya dengan intensitas yang lebih tinggi pada triwulan II 2015. Sementara itu,
pelemahan ekonomi Tiongkok dan Jepang serta kemungkinan stagnasi di Eropa dapat
mendorong berlanjutnya penurunan harga komoditas di pasar internasional.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan
ekonomi triwulan III
2014 diprakirakan
masih mengalami
moderasi dan
cenderung menuju
batas bawah
Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2014 diprakirakan masih mengalami moderasi,
sejalan dengan prakiraan Bank Indonesia sebelumnya. Meski masih tumbuh cukup
tinggi, konsumsi swasta cenderung melambat pascapelaksanaan Pemilu 2014, tercermin
pada indikator penjualan eceran yang tumbuh terbatas. Konsumsi pemerintah juga belum
meningkat tinggi sesuai pola musimannya terkait dengan penghematan anggaran untuk
pengendalian defisit fiskal. Sementara itu, di tengah membaiknya pertumbuhan investasi
bangunan pada akhir tahun, kinerja investasi nonbangunan sedikit melemah seiring
dengan masih menurunnya impor barang modal. Meski membaik, peningkatan ekspor
belum setinggi perkiraan sebelumnya seiring masih menurunnya harga komoditas dunia
dan melemahnya volume perdagangan negara emerging markets. Sejalan dengan itu,
impor masih mencatat penurunan. Secara keseluruhan tahun 2014, pertumbuhan
diperkirakan akan cenderung menuju batas bawah kisaran prakiraan sebelumnya yaitu 5,15,5%.
Konsumsi RT triwulan
III 2014 diprakirakan
tumbuh melambat,
sementara konsumsi
pemerintah
meningkat terbatas
Meskipun masih tumbuh cukup tinggi, konsumsi rumah tangga pada triwulan III
2014 diprakirakan tumbuh melambat. Perlambatan tersebut terjadi seiring berakhirnya
aktivitas Pemilu legislatif dan presiden yang telah memberikan sumbangan besar terhadap
pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada semester I 2014. Perlambatan konsumsi rumah
tangga juga didorong oleh ekspektasi pendapatan konsumen yang menurun hingga
triwulan IV 2014 (Grafik 2.1). Perlambatan konsumsi rumah tangga, antara lain, tercermin
pada indikator penjualan eceran yang masih tumbuh terbatas (Grafik 2.2) dan penjualan
kendaraan bermotor yang menurun. Meskipun melambat, konsumsi ruang tangga masih
tumbuh cukup tinggi didorong oleh keyakinan konsumen yang masih kuat (Grafik 2.3) dan
resiliensi daya beli masyarakat.
| 5
Grafik 2.1. Indeks Ekspektasi
Pendapatan
Grafik 2.2. Penjualan Eceran dan
Kendaraan Bermotor
Grafik 2.3. Indeks Keyakinan Konsumen
Konsumsi pemerintah juga belum meningkat tinggi sesuai pola musimannya
terkait dengan penghematan anggaran untuk pengendalian defisit fiskal. Sesuai
dengan pola serapan anggaran tahunan, konsumsi pemerintah diprakirakan meningkat
pada triwulan III 2014. Namun realisasi konsumsi pemerintah cenderung lebih rendah
terkait dengan penghematan anggaran. Belanja pegawai dan belanja barang diprakirakan
tumbuh positif pada Agustus 2014.
Investasi
diprakirakan
tumbuh sedikit
melemah seiring
masih lemahnya
investasi
nonbangunan
Kinerja investasi diprakirakan tumbuh sedikit melemah seiring masih lemahnya
investasi nonbangunan. Investasi nonbangunan diprakirakan lebih rendah sejalan
dengan kinerja ekspor yang tidak sekuat proyeksi sebelumnya. Kondisi ini terkait dengan
respons pemulihan ekspor non-SDA yang tidak secepat perkiraan. Melambatnya investasi
nonbangunan tercermin dari menurunnya impor barang modal pada triwulan III 2014
(Grafik 2.4). Komoditas impor barang modal yang menurun antara lain mesin industri,
mobil penumpang, dan alat angkut untuk industri. Sementara itu, penjualan alat berat
masih tumbuh terbatas (Grafik 2.4), didorong mulai pulihnya penjualan sektor
pertambangan seiring mulai terealisasinya ekspor mineral.
| 6
Grafik 2.4. Indikator Investasi Nonbangunan
Investasi bangunan diprakirakan tumbuh sedikit melambat pada triwulan III 2014
dan menguat pada akhir tahun. Masih kuatnya investasi bangunan didukung oleh
optimisme sektor konstruksi yang meningkat. BCI Asia memprediksi peningkatan nilai
konstruksi 2014 dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya dipicu oleh bertumbuhnya
minat investasi serta banyaknya proyek yang telah dilelang. Sesuai dengan pola historis
paska pilpres, investor yang sebelumnya wait-and-see mulai merealisasikan investasinya.
Selain itu, sesuai dengan pola tahunan, realisasi proyek khususnya pemerintah akan
meningkat pada triwulan IV 2014.
Ekspor membaik
meski belum
setinggi perkiraan
sebelumnya,
sedangkan impor
diprakirakan masih
menurun
Meski membaik, peningkatan ekspor belum setinggi perkiraan sebelumnya seiring
masih menurunnya harga komoditas dunia dan melemahnya volume perdagangan
negara emerging markets. Prakiraan ekspor yang lebih rendah tersebut dilatarbelakangi
oleh pelemahan volume perdagangan negara emerging markets (EM) (Grafik 2.5). Volume
perdagangan EM pada triwulan III 2014 (Juli 2014) menurun dan diprakirakan berlanjut
seiring dengan asumsi pertumbuhan ekonomi negara EM yang lebih rendah. Pelemahan
volume perdagangan negara EM mengakibatkan prakiraan perbaikan kinerja ekspor sektor
industri menjadi terbatas (Grafik 2.6). Perbaikan kinerja ekspor sektor industri ke negara
maju tetap terjadi, namun secara keseluruhan tertahan oleh pelemahan ekspor ke negara
EM. Di sisi lain, ekspor pertambangan menunjukkan arah perbaikan seiring mulai
terealisasinya ekspor PT. Freeport pada Agustus 2014 senilai 299,2 juta dolar AS. PT.
Newmont juga telah memperoleh izin ekspor konsentrat mineral sehingga berpotensi
meningkatkan kinerja ekspor mineral ke depan.
Grafik 2.5. Volume Perdagangan Dunia
Grafik 2.6. Pertumbuhan Ekspor
Nonmigas Riil
Sejalan dengan perkembangan investasi nonbangunan dan ekspor yang
melambat, impor diprakirakan masih mencatat penurunan. Penurunan impor riil
nonmigas terjadi pada semua kelompok barang pada triwulan III 2014 (Grafik 2.7). Impor
bahan baku turun sebagai respons dari aktivitas produksi domestik yang berkurang. Jenis
| 7
impor bahan baku yang turun antara lain dalam bentuk makanan olahan untuk industri,
bahan baku untuk industri serta suku cadang kendaraan bermotor dan mesin. Komoditas
impor barang modal yang turun antara lain mesin industri, mobil penumpang, dan alat
angkut untuk industri. Dari sisi impor barang konsumsi, penurunan disumbang oleh
berkurangnya impor makanan, durable goods, dan kendaraan bermotor.
Grafik 2.7. Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil
Sejalan dengan masih termoderasinya ekonomi pada triwulan III 2014, kinerja
hampir semua sektor ekonomi diprakirakan tumbuh melambat. Pelemahan yang
pada ekspor dan impor membuat pertumbuhan sektor manufaktur dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran (PHR) lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Selain itu,
tumbuh terbatasnya konsumsi pemerintah terkait program penghematan anggaran
berdampak pada pertumbuhan sektor jasa-jasa terutama jasa pemerintahan. Aktivitas
perekonomian yang melambat juga menyebabkan lebih rendahnya kinerja sektor listrik,
gas, dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor keuangan,
persewaan, dan jasa dibandingkan proyeksi semula. Sementara itu, sektor pertanian dan
sektor pertambangan masih tumbuh sesuai proyeksi sebelumnya. Sektor pertanian tumbuh
melambat sejalan dengan berakhirnya panen tabama, melambatnya produksi TBS, dan
faktor cuaca. Di sisi lain, sektor pertambangan tumbuh meningkat, terutama seiring
dengan mulai terealisasinya ekspor mineral.
Neraca Pembayaran Indonesia
Surplus neraca
nonmigas terus
berlanjut meski
secara keseluruhan
neraca
perdagangan
mencatat defisit
Surplus neraca perdagangan nonmigas pada Agustus 2014 terus berlanjut, meski
menyusut dibandingkan dengan surplus pada bulan sebelumnya. Surplus neraca
perdagangan nonmigas pada Agustus 2014 tercatat sebesar 0,49 miliar dolar AS,
menyusut dibandingkan dengan surplus pada Juli 2014 sebesar 1,72 miliar dolar AS (Grafik
2.8). Berkurangnya surplus nonmigas tersebut dipengaruhi oleh kenaikan impor nonmigas
sebesar 1,49 miliar dolar AS, atau 14,99% (mtm) menjadi 11,39 miliar dolar AS, yang
melampaui kenaikan ekspor nonmigas sebesar 0,25 miliar dolar AS atau 2,14% (mtm)
menjadi 11,88 miliar dolar AS. Peningkatan ekspor nonmigas didukung oleh kenaikan
ekspor manufaktur terutama mesin/peralatan listrik, karet dan barang dari karet,
mesin/pesawat mekanik, kendaraan dan bagiannya, dan berbagai produk kimia. Di sektor
primer, kenaikan ekspor nonmigas didorong oleh ekspor tembaga (termasuk konsentrat
tembaga) sejalan dengan adanya ijin ekspor konsentrat tembaga yang diperoleh PT.
Freeport Indonesia. Sejalan dengan positifnya kinerja ekspor manufaktur, impor non migas,
khususnya impor bahan baku, mencatat peningkatan. Kenaikan impor nonmigas terjadi
pada 6 dari 10 golongan barang utama, yaitu mesin dan peralatan mekanik, mesin dan
| 8
peralatan listrik, plastik dan barang dari plastik, bahan kimia organik, kendaraan bermotor
dan bagiannya, dan kapas.
Kinerja neraca perdagangan migas pada Agustus 2014 mengalami perbaikan dari
bulan sebelumnya ditopang oleh kenaikan ekspor migas. Defisit neraca perdagangan
migas pada Agustus 2014 menurun menjadi 0,80 miliar dolar AS dari defisit 1,67 miliar
dolar AS pada bulan Juli 2014. Penyempitan defisit neraca perdagangan migas tersebut
disebabkan oleh kenaikan ekspor migas sebesar 0,10 miliar dolar AS atau 4,08% (mtm),
terutama ekspor minyak mentah, di saat impor migas terkontraksi sebesar 0,8 miliar dolar
AS atau 18,54% (mtm). Hal tersebut sejalan dengan adanya peningkatan lifting minyak
dan produksi domestik.
Secara keseluruhan, neraca perdagangan pada Agustus 2014 mencatat defisit 0,31
miliar dolar AS setelah mengalami surplus 0,05 miliar dolar AS pada Juli 2014.
Kinerja neraca perdagangan kembali mencatat defisit terutama karena surplus neraca
perdagangan nonmigas yang lebih rendah dibandingkan defisit neraca perdagangan migas.
Meskipun demikian, perkembangan neraca perdagangan Agustus 2014 ini masih sesuai
dengan prakiraan kinerja transaksi berjalan triwulan III 2014. Ke depan, perbaikan kinerja
neraca perdagangan akan didukung oleh peningkatan aktivitas ekspor seiring dengan
perbaikan ekonomi global dan mulai kembalinya ekspor mineral, meskipun defisit neraca
migas diperkirakan masih berlanjut.
Dari sisi neraca finansial, aliran masuk modal asing tercatat masih berlanjut
meskipun dengan intensitas yang menurun. Sejak awal tahun hingga September 2014,
aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan Indonesia telah mencapai 14,6 miliar dolar
AS. Pada bulan laporan, investor asing mencatat total net beli pada SBI, SUN, dan saham
sebesar 0,22 miliar dolar AS melanjutkan net beli 1,17 miliar dolar AS pada Agustus 2014.
Pembelian tersebut terutama dilakukan investor asing pada instrumen SUN dengan net beli
sebesar 1,15 miliar dolar AS (Grafik 2.9). Sementara itu, kepemilikan asing di bursa saham
dan SBI masing-masing terkoreksi sebesar 0,62 miliar dolar AS dan 0,29 miliar dolar AS.
Grafik 2.8. Neraca Perdagangan
Indonesia
Grafik 2.9. Aliran Dana Nonresiden
Pada Aset Rupiah
Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir September
2014 tercatat sebesar USD111,2 miliar atau relatif stabil dari posisi akhir bulan
sebelumnya. Posisi cadangan devisa tersebut juga dipengaruhi oleh kenaikan kebutuhan
devisa, antara lain untuk pembayaran utang luar negeri Pemerintah dan intervensi valuta
asing dalam rangka stabilisasi nilai tukar rupiah. Di sisi lain, penerimaan devisa juga
meningkat terutama berasal dari penerbitan sukuk global dan hasil ekspor migas
Pemerintah serta kenaikan simpanan deposito valuta asing bank-bank di Bank Indonesia.
| 9
Dengan posisi tersebut, cadangan devisa dapat membiayai 6,5 bulan impor atau
6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Posisi cadangan
devisa tersebut juga berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3-4 bulan impor
barang dan jasa. Terjaganya kecukupan level cadangan devisa tersebut mampu
mempertahankan persepsi positif investor global terhadap kemampuan pembiayaan
eksternal Indonesia dan meningkatnya buffer perekonomian terhadap resiko capital
reversal serta menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.
Nilai Tukar Rupiah
Rupiah melemah
dipengaruhi oleh
perkembangan ekonomi
global dan faktor
domestik
Rupiah mengalami pelemahan pada bulan September 2014. Rupiah secara rata-rata
melemah 1,57% (mtm) dari bulan sebelumnya menjadi Rp11.898 per dolar AS. Secara
point to point (ptp), rupiah terdepresiasi sebesar 4% dan ditutup pada level Rp12.185 per
dolar AS (Grafik 2.10). Pergerakan rupiah tersebut sejalan dengan pergerakan mata uang
negara lain di kawasan (Grafik 2.11). Namun, pelemahan rupiah masih lebih terbatas
dibandingkan dengan mata uang Turki, Brasil dan Afrika Selatan.
Grafik 2.10. Pergerakan Nilai Tukar
Rupiah
Grafik 2.11. Perbandingan Nilai Tukar
Kawasan
Pergerakan Rupiah dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global dan faktor
domestik. Normalisasi kebijakan moneter the Fed yang diperkirakan akan berlangsung
lebih awal, dengan kemungkinan kenaikan Fed Fund Rate yang lebih tinggi dari perkiraan
semula, telah mendorong penguatan dolar AS terhadap hampir seluruh mata uang dunia.
Selain itu, perlambatan ekonomi Tiongkok dan kawasan Eropa serta dinamika konflik
geopolitik global turut menjadi faktor yang menimbulkan risk-on risk-off di pasar keuangan
global. Tekanan eksternal ini tampak pada meningkatnya the Chicago Board Options
Exchange Market Volatility Index (VIX) (Grafik 2.12) dan menguatnya Indeks Dolar ke level
tertinggi dalam empat tahun terakhir. Sementara itu, faktor domestik terkait dengan
perilaku investor yang menunggu pembentukan kabinet pemerintahan baru dan program
kerja pemerintah ke depan, termasuk kebijakan penyesuaian BBM bersubsidi.
Namun, tekanan terhadap rupiah sedikit tertahan oleh beberapa perkembangan
positif. Dari sisi eksternal, kebijakan akomodatif lanjutan European Central Bank (ECB)
dan People’s Bank of China (PboC) menahan pelemahan rupiah. Selain itu, rilis data
ekonomi domestik yang membaik di awal bulan, antara lain angka inflasi pada September
2014 yang lebih rendah dari perkiraan, juga turut menahan tekanan terhadap Rupiah.
| 10
Grafik 2.12. Indeks CDS Indo 5Y dan VIX
Ke depan, Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai
dengan nilai fundamentalnya. Sejumlah faktor sentimen dari perkembangan ekonomi
global dan domestik perlu untuk terus dicermati. Dari eksternal, tekanan terutama masih
akan berasal dari kemungkinan normalisasi kebijakan The Fed yang lebih cepat dengan
kenaikan suku bunga yang lebih besar. Setelah pengumuman The Fed untuk
mempertahankan policy rate pada 17 September 2014 lalu, pelaku pasar memprakirakan
timing kenaikan FFR sedikit mengalami pergeseran ke triwulan II 2015. Sebagian besar
anggota FOMC memprediksi kenaikan FFR yang lebih tinggi dari prediksi sebelumnya,
dengan median dari 1,125% menjadi 1,375% di 2015 dan dari 2,50% menjadi 2,875% di
2016. Sementara dari internal, pembentukan kabinet baru dan kebijakan Pemerintah
terkait harga BBM bersubsidi masih merupakan faktor domestik yang diprakirakan dapat
memengaruhi pergerakan Rupiah. Di sisi lain, upside risk akan berasal dari optimisme
terhadap reformasi kebijakan fiskal yang akan dilakukan pemerintahan baru dan
berlanjutnya kebijakan akomodatif Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank Sentral Jepang.
Inflasi
Inflasi pada
September 2014
menurun
dibandingkan bulan
sebelumnya dan
berada di bawah
perkiraan
Inflasi pada September 2014 melambat dari bulan sebelumnya didukung oleh
rendahnya tekanan inflasi volatile food dan terkendalinya inflasi inti. Inflasi IHK
bulan September 2014 tercatat sebesar 0,27% (mtm), melambat dari bulan sebelumnya
yang sebesar 0,47% (mtm). Inflasi September 2014 tersebut berada di bawah perkiraan
Bank Indonesia dan rata-rata historis selama lima tahun terakhir. Namun, tekanan inflasi
administered prices meningkat terkait penyesuaian harga beberapa komoditas energi.
Secara tahunan, inflasi IHK mencapai 4,53% (yoy) (Grafik 2.13).
Grafik 2.13. Perkembangan Inflasi
| 11
Koreksi harga bahan
makanan mendorong
turunnya inflasi
volatile food, meski
tertahan oleh
kenaikan harga
beberapa komoditas
lainnya
Kelompok volatile food mengalami deflasi, didorong melimpahnya pasokan dan
penurunan harga pangan global. Inflasi volatile food menurun dari 0,33% (mtm) atau
1,06% (yoy) menjadi deflasi sebesar -0,22% (mtm) atau 4,21% (yoy) (Grafik 2.14). Pasokan
yang cukup tinggi tercatat pada komoditas bawang merah dan ikan segar sehingga
mendorong penurunan harga komoditas tersebut (Tabel 2.1). Selain itu, harga global CPO
turut mendorong penurunan harga minyak goreng. Koreksi harga yang terjadi pada
komoditas bawang merah didorong oleh melimpahnya pasokan seiring dengan musim
panen yang berlangsung di beberapa sentra produksi seperti Brebes, Probolinggo,
Situbondo. Sejalan dengan itu, peningkatan pasokan juga terjadi pada komoditas ikan
segar, khususnya di Kawasan Timur Indonesia, sehingga mendorong koreksi harga
komoditas tersebut.
Namun demikian, deflasi yang lebih dalam pada kelompok volatile food tertahan
oleh pasokan yang relatif terbatas untuk beberapa komoditas pangan. Pasokan
yang berkurang terutama pada komoditas cabai merah dan daging ayam ras. Musim
kemarau yang berakibat pada kekeringan di beberapa wilayah Indonesia, yaitu Jawa,
Sumatera, Bali, dan Nusa Tenggara berimplikasi pada penurunan hasil panen cabai.
Sementara itu, harga daging ayam ras mengalami peningkatan sejalan dengan pembatasan
produksi Days Old Chick (DOC) dari pemerintah yang masih berlaku hingga Agustus 2014.
Di sisi lain, kenaikan harga beras masih relatif terkendali dibanding rata-rata historisnya.
Kondisi ini ditengarai terkait pasokan beras di akhir musim gadu yang diperkirakan masih
mencukupi.
Tabel 2.1. Penyumbang Inflasi/Deflasi
Kelompok Volatile Food
Grafik 2.14. Pola Inflasi/Deflasi
Volatile Food
Kebijakan
pemerintah pada
beberapa komoditas
energi mendorong
tingginya tekanan
administered prices
Sementara itu, inflasi administered prices meningkat terkait kebijakan pemerintah
pada beberapa komoditas energi. Inflasi kelompok ini meningkat menjadi 6,53% (yoy)
dari 5,49% (yoy) pada bulan sebelumnya (Grafik 2.15). Tekanan inflasi ini terutama berasal
dari peningkatan bertahap Tarif Tenaga Listrik (TTL) kelompok Rumah Tangga (RT) tahap
ke-2 sejak 1 September 2014 dan peningkatan harga LPG 12 kg yang efektif berlaku mulai
tanggal 10 September 2014 (Tabel 2.2). Di samping itu, terdapat kenaikan tarif kapal
penyeberangan (ASDP) sebesar 7-10%, meskipun dampaknya kepada inflasi minimal.
Tingginya tekanan inflasi administered prices diminimalkan oleh koreksi tarif angkutan
pascalebaran yang masih berlanjut terutama angkutan udara dan angkutan antarkota.
Selain itu, BBM nonsubsidi juga mengalami penurunan harga pada bulan ini.
| 12
Tabel 2.2. Penyumbang Inflasi
Kelompok Administered Prices
Grafik 2.15. Inflasi Administered Prices
Inflasi inti tetap
terkendali sejalan
dengan menurunnya
tekanan eksternal
dan domestik, serta
tetap terjaganya
ekspektasi inflasi
Di sisi lain, inflasi inti masih terkendali sejalan dengan menurunnya tekanan
eksternal terkait penurunan harga komoditas global, moderatnya permintaan
domestik serta masih terjaganya ekspektasi inflasi. Inflasi inti tercatat melambat
menjadi 0,29% (mtm) atau 4,04% (yoy) dari 0,46% (mtm) atau 4,47% (yoy) pada bulan
sebelumnya. Dari eksternal, koreksi harga global, baik pangan maupun nonpangan,
mampu memitigasi tekanan eksternal dari nilai tukar (Grafik 2.16). Pergerakan harga yang
terus turun terutama ditunjukkan oleh komoditas pangan seperti jagung, kedelai, dan
gandum seiring dengan hasil panen global yang membaik. Koreksi harga juga terlihat pada
kelompok nonpangan, yaitu emas. Tekanan eksternal yang minimal tersebut tercermin
pada inflasi inti traded yang melambat dari bulan sebelumnya.
Sementara itu, tekanan dari permintaan domestik terindikasi menurun. Hal itu
tercermin pada inflasi inti nontraded, baik food maupun nonfood, yang menurun (Grafik
2.17). Tekanan harga pada nontraded food melambat seiring dengan kembali normalnya
permintaan pascalebaran. Sementara itu, tekanan harga dari kelompok nontraded nonfood
yang utamanya dari sektor jasa juga cenderung menurun (Grafik 2.18). Selain dari inflasi
jasa pendidikan, inflasi jasa perumahan juga cukup moderat dibanding historisnya sejalan
dengan petumbuhan harga properti yang melambat. Secara umum, masih moderatnya
permintaan terindikasi dari pertumbuhan penjualan riil serta konsumsi Rumah Tangga yang
cenderung melambat serta besaran moneter seperti kredit konsumsi yang juga dalam tren
menurun.
Grafik 2.16. Inflasi Inti Traded dan
Faktor Eksternal
Grafik 2.17. Inflasi Inti Nontraded
| 13
Di sisi lain, ekspektasi inflasi tetap terjaga sehingga mendukung terkendalinya
inflasi inti. Ekspektasi inflasi pada tahun 2014 masih terkendali sebagaimana tercermin
dari Consensus Forecast (CF) bulan September 2014 yang menunjukkan ekspektasi inflasi
akhir tahun 2014 menurun menjadi 5,2% (yoy) dari survei sebelumnya pada bulan Juni
2014 sebesar 5,6% (yoy) (Grafik 2.19). Di pasar barang, ekspektasi inflasi di tingkat
konsumen maupun pedagang dalam jangka pendek (3 bulan) relatif terkendali, meskipun
terdapat tekanan akibat faktor musiman menjelang Natal dan Tahun Baru 2015. Namun,
untuk tahun 2015, ekspektasi inflasi terlihat mulai meningkat yang tercermin dari kenaikan
ekspektasi untuk 6 bulan yang akan datang di level konsumen seiring dengan
kekhawatiran terhadap penurunan subsidi Pemerintah terkait BBM.
Grafik 2.18. Inflasi Sektor Jasa
Grafik 2.19. Consensus Forecast
Secara spasial, rendahnya inflasi nasional terutama dikontribusi oleh
perkembangan inflasi di berbagai daerah yang cukup rendah. Sejumlah daerah di
Kawasan Timur Indonesia (KTI) mengalami deflasi yaitu Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara
Timur, Maluku, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Utara. Tekanan inflasi juga cukup rendah
di beberapa daerah, antara lain, Jakarta, Jawa Bagian Barat, Sumatera Bagian Utara dan
Sumatera Bagian Tengah. Meredanya tekanan inflasi di berbagai daerah tersebut didukung
oleh koreksi harga pada sejumlah komoditas bahan makanan seperti bawang merah dan
ikan segar, khususnya di KTI. Hal sebaliknya terjadi di sebagian daerah di Sumatera Bagian
Selatan, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat, yang tekanan inflasinya
cenderung lebih tinggi disebabkan oleh perkembangan harga beberapa komoditas bahan
makanan yang masih meningkat (Gambar 2.1).
Gambar 2.1 Peta Sebaran Inflasi IHK (%, mtm)
| 14
Dengan perkembangan tersebut, realisasi inflasi September yang cukup rendah
masih mendukung pencapaian target inflasi untuk keseluruhan tahun 2014.
Prakiraan itu juga didukung oleh mundurnya El Nino dengan intensitas moderat ke triwulan
IV 2014, sehingga dampaknya akan tersebar pada 2014 dan 2015. Selain itu, pembatasan
BBM bersubsidi oleh BPH migas hanya memberikan dampak yang minimal terhadap inflasi.
Ke depan, terdapat sejumlah risiko yang dapat meningkatkan tekanan terhadap inflasi.
Risiko tersebut berasal dari rencana penyesuaian harga BBM bersubsidi pada triwulan IV
2014 dan kenaikan tarif batas atas angkutan udara, serta peningkatan harga pangan
terkait ketersediaan pasokan di akhir tahun. Risiko tersebut, khususnya kemungkinan
penyesuaian harga BBM bersubsidi, berpotensi untuk meningkatkan inflasi di atas
sasarannya. Namun, hal tersebut diprakirakan hanya akan bersifat temporer. Dalam
mengantisipasi risiko tersebut, Bank Indonesia akan memperkuat langkah-langkah
penguatan koordinasi pengendalian inflasi, khususnya melalui forum TPI dan TPID, guna
meminimalkan dampak lanjutan yang ditimbulkan dan mengarahkan inflasi pada sasaran
inflasi yang ditetapkan.
Perkembangan Moneter
Perkembangan suku bunga dan besaran moneter masih sejalan dengan kebijakan
stabilisasi yang ditempuh oleh Bank Indonesia. Selama Agustus 2014, suku bunga
perbankan terus mengalami peningkatan meskipun terdapat indikasi awal berkurangnya
tekanan persaingan antar bank melalui suku bunga simpanan. Di sisi lain, kredit yang
merupakan bagian dari M2 juga mencatat pertumbuhan yang terus melambat sejalan
dengan berlanjutnya moderasi pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian, suku bunga
PUAB cenderung stabil dan likuiditas perbankan tetap terjaga.
Suku bunga PUAB
sepanjang
September 2014
sedikit menurun
sementara volume
PUAB meningkat
Suku bunga PUAB sepanjang September 2014 sedikit menurun dan tetap berada
pada koridor bawah suku bunga. Rata-rata tertimbang (RRT) suku bunga PUAB O/N
pada bulan September 2014 tercatat sebesar 5,84%, sedikit menurun dibandingkan
dengan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,85%. Hal ini menyebabkan spread suku
bunga PUAB O/N terhadap DF O/N menjadi 9 bps, sedikit menyempit dibandingkan bulan
sebelumnya yang tercatat 10 bps. Di sisi lain, spread suku bunga PUAB O/N terhadap BI
Rate sedikit melebar menjadi 166 bps dari 165 bps (Grafik 2.20).
Sementara itu, rata-rata total volume PUAB bulan September 2014 meningkat
menjadi Rp10,9 triliun dari Rp9,9 triliun pada bulan sebelumnya. Kenaikan volume
PUAB ini diikuti pula oleh frekuensi yang meningkat menjadi 2.946 dari 2.704. Sebaliknya,
rata-rata volume DF O/N turun menjadi Rp126,7 triliun dari Rp129,1 triliun pada bulan
sebelumnya (Grafik 2.21).
Likuiditas di pasar uang antar bank (PUAB) relatif terjaga sementara likuiditas
perbankan membaik. Likuiditas di PUAB terjaga seperti tercermin dari spread max-min
yang cenderung stabil dan rendah. Sementara itu, likuiditas perbankan pada bulan
September membaik ditopang oleh meningkatnya suplai dari operasi keuangan pemerintah
(NCG) dan menurunnya permintaan likuiditas dari base money.
| 15
Grafik 2.20. Suku Bunga PUAB O/N
Suku bunga perbankan masih menunjukkan tren yang terus meningkat. Pada
Agustus 2014, rata-rata tertimbang suku bunga kredit meningkat 3 bps menjadi 12,85%
dari 12,82%. Sementara itu, suku bunga deposito 1 bulan naik lebih tinggi sebesar 8 bps
ke level 8,49% dari 8,41%. Namun demikian, sejumlah bank mulai menurunkan suku
bunga depositonya yang merupakan indikasi berkurangnya tekanan persaingan suku
bunga simpanan antar bank. Berdasarkan jenis penggunaannya, peningkatan suku bunga
kredit terutama didorong oleh suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK) yang naik sebesar 6
bps menjadi 12,76%. Sementara itu, Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK) masingmasing naik sebesar 2 bps dan 1 bps menjadi 12,34% dan 13,33% (Grafik 2.22). Dengan
perkembangan ini, maka spread suku bunga kredit dan deposito 1 bulan menyempit
menjadi 436 bps dari 441 bps (Grafik 2.23).
17
%
%
16
12.85
8
13.33
13
12.85
12
12.76
12.34
Jan‐08
Mar‐08
Mei‐08
Jul‐08
Sep‐08
Nop‐08
Jan‐09
Mar‐09
Mei‐09
Jul‐09
Sep‐09
Nop‐09
Jan‐10
Mar‐10
Mei‐10
Jul‐10
Sep‐10
Nop‐10
Jan‐11
Mar‐11
Mei‐11
Jul‐11
Sep‐11
Nop‐11
Jan‐12
Mar‐12
Mei‐12
Jul‐12
Sep‐12
Nop‐12
Jan‐13
Mar‐13
Mei‐13
Jul‐13
Sep‐13
Nop‐13
Jan‐14
Mar‐14
Mei‐14
Jul‐14
Data Per Agustus 2014
Sb. Kredit
Sb. Kredit Modal Kerja
Sb. Kredit Investasi
Sb. Kredit Konsumsi
Grafik 2.22. Suku Bunga
KMK, KI dan KK
6
5
11
14
Likuiditas
perekonomian (M2)
tumbuh relatif stabil
namun termoderasi
oleh penurunan
pertumbuhan surat
berharga selain saham
9
7
13
15
11
%
15
9
Selisih rKredit ‐ rDepo1: 436 bps
4
8.49
2
3
7
1
5
0
Jan‐05
Apr‐05
Jul‐05
Okt‐05
Jan‐06
Apr‐06
Jul‐06
Okt‐06
Jan‐07
Apr‐07
Jul‐07
Okt‐07
Jan‐08
Apr‐08
Jul‐08
Okt‐08
Jan‐09
Apr‐09
Jul‐09
Okt‐09
Jan‐10
Apr‐10
Jul‐10
Okt‐10
Jan‐11
Apr‐11
Jul‐11
Okt‐11
Jan‐12
Apr‐12
Jul‐12
Okt‐12
Jan‐13
Apr‐13
Jul‐13
Okt‐13
Jan‐14
Apr‐14
Jul‐14
Suku bunga
perbankan masih
meningkat dengan
kenaikan suku bunga
deposito lebih tinggi
dari suku bunga kredit
Grafik 2.21. Suku Bunga PUAB O/N &
Vol DF O/N
Spread‐rhs
Sb Kredit
Sb Dep 1 bln
BI rate
Sb LPS
Grafik 2.23. Selisih Suku Bunga
Perbankan
Likuiditas perekonomian dalam arti luas (M2) tumbuh relatif stabil dibandingkan
periode sebelumnya. Pada Agustus 2014, Posisi M2 tercatat sebesar Rp3.889,3 triliun,
tumbuh 11,0% (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan Juli 2014 yang juga sebesar
11,0% (yoy). Berdasarkan komponennya, perkembangan M2 tersebut bersumber dari
pertumbuhan M1 (Uang Kartal dan Simpanan Giro Rupiah), Uang Kuasi (Dana Pihak Ketiga
yang terdiri dari simpanan berjangka dan tabungan baik rupiah maupun valas serta
simpanan giro valas), dan surat berharga selain saham. Pertumbuhan komponen M1 dan
Uang Kuasi masing-masing tercatat sebesar 4,7% (yoy) dan 13,4% (yoy), meningkat
dibandingkan pertumbuhan Juli 2014 yang masing-masing sebesar 4,4% (yoy) dan 13,3%
(yoy) (Grafik 2.24). Namun demikian, peningkatan pertumbuhan kedua komponen M2
tersebut termoderasi oleh penurunan pertumbuhan surat berharga selain saham yang
tercatat sebesar -18,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan penurunan pertumbuhan Juli
2014 yang sebesar -4,0% (yoy). Pertumbuhan M1 sendiri utamanya didorong oleh
| 16
peningkatan giro Rupiah Pemda sejalan dengan ekspansi operasi keuangan Pemerintah
berupa transfer ke daerah (Grafik 2.25).
25
40
%, yoy
%, yoy
M1
35
20
Kartal (COB)
30
Giro Rp
25
15
20
15
10
10
5
5
M2
0
Jan‐11
M1
Kuasi
0
‐5
Jul‐11
Jan‐12
Jul‐12
Jan‐13
Jul‐13
Jan‐14
Jul‐14
Jan‐12 Apr‐12 Jul‐12 Okt‐12 Jan‐13 Apr‐13 Jul‐13 Okt‐13 Jan‐14 Apr‐14 Jul‐14
‐10
Grafik 2.24. Pertumbuhan M2 dan
Komponennya
Grafik 2.25. Pertumbuhan M1 dan
Komponennya
Berdasarkan faktor yang mempengaruhinya, pertumbuhan M2 yang stabil
terutama dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan kredit perbankan dan
ekspansi operasi keuangan pemerintah. Kredit perbankan pada Agustus 2014 tercatat
sebesar Rp3.518,9 triliun, tumbuh 13,4% (yoy), namun melambat dibandingkan Juli 2014
yang sebesar 15,0% (yoy). Namun demikian, perlambatan kredit tersebut diimbangi oleh
ekspansi operasi keuangan pemerintah sehingga pertumbuhan M2 secara total relatif stabil
(Grafik 2.26).
25
%yoy
20
15
10
5
0
Jul‐14
Jan‐14
Apr‐14
Jul‐13
Okt‐13
Jan‐13
M2
Apr‐13
Jul‐12
NDA
Okt‐12
Jan‐12
Jul‐11
Okt‐11
Jan‐11
Apr‐11
Apr‐12
NFA
‐5
Grafik 2.26. Pertumbuhan M2 dan
Faktor-faktor yang Memengaruhinya
Industri Perbankan
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga ditopang oleh industri perbankan yang
solid sehingga mendukung proses moderasi pertumbuhan ekonomi. Risiko kredit,
risiko likuiditas dan risiko pasar pada industri perbankan relatif stabil dan terkendali. Selain
itu, kondisi permodalan juga masih kuat untuk memelihara industri perbankan secara
keseluruhan.
Kredit pada Agustus Pertumbuhan kredit pada Agustus 2014 masih dalam tren melambat, sejalan
2014 tumbuh dengan moderasi permintaan domestik. Pada Agustus 2014, kredit1 tumbuh 13,43%
13,43%
1
Perhitungan pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 13,43% (yoy) pada Agustus 2014
menggunakan konsep moneter, yaitu pinjaman rupiah dan valas yang diberikan oleh Bank Umum
dan BPR (tidak termasuk kantor cabang bank yang beroperasi di luar wilayah Indonesia) kepada
| 17
(yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan Juli 2014 yang sebesar 15,01% (yoy).
Perlambatan kredit utamanya didorong oleh laju Kredit Modal Kerja (KMK), dengan pangsa
48% dari total kredit, yang menurun menjadi 13,6% (yoy) dibandingkan dengan bulan
sebelumnya sebesar 16,0%. Pertumbuhan Kredit Investasi (KI), dengan pangsa 24% dari
total kredit, juga tercatat menurun menjadi 16,98% (yoy) dari bulan sebelumnya sebesar
18,43% (yoy). Demikian pula pertumbuhan Kredit Konsumsi, dengan pangsa 28% dari
total kredit, yang menurun menjadi 10,30% (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya sebesar
10,73% (Grafik 2.27).
Secara sektoral, perlambatan kredit terjadi di hampir semua sektor termasuk
sektor-sektor utama seperti perdagangan, hotel, restoran (PHR) dan industri
pengolahan. Pertumbuhan kredit di sektor PHR dan industri pengolahan melambat
menjadi masing-masing 14,9% (yoy) dan 16,5% (yoy) dari 15,8% (yoy) dan 21,3% (yoy)
pada bulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit sektor jasa-jasa bahkan tercatat negatif 15,5% (yoy), menurun dari -15,3% (yoy) pada bulan sebelumnya. Hanya dua sektor yang
mengalami kenaikan pertumbuhan kredit, yaitu sektor pertanian menjadi 24,2% (yoy) dan
sektor listrik, gas dan air bersih menjadi 29,7% (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya yang
masing-masing sebesar 24,1% (yoy) dan 19,4% (yoy) (Grafik 2.28).
45%
Total
KI
KMK
Jul‐14
KK
Agt 2014
40%
Jasa‐jasa
35%
Angkut dan Komunikasi
25%
Konstruksi
10%
Listrik, Gas dan Air Bersih
5%
Industri Pengolahan
0%
Pertambangan dan Penggalian
2009
2010
Okt
Jan
Apr
Jul
Okt
Jan
Apr
Jul
Okt
Jan
Apr
Jul
Okt
Jan
Apr
Jul
PHR
15%
Jan
Apr
Jul
Okt
Jan
Apr
Jul
20%
‐5%
20.2%
15.8%
20.5%
16.6%
15.8%
14.9%
19.6%
16.8%
19.4%
Keuangan, Real Estat dan Jasa
30%
2011
2012
2013
2014
Grafik 2.27. Pertumbuhan Kredit
Menurut Penggunaan
29.7%
21.3%
16.5%
16.9%
14.0%
24.1%
24.2%
Pertanian
‐20%
‐10%
0%
10%
20%
30%
40%
Grafik 2.28. Pertumbuhan Kredit
Menurut Sektor Ekonomi
Sementara itu, pada Agustus 2014, pertumbuhan DPK meningkat dipicu oleh
peningkatan giro. DPK2 tumbuh 11,63% (yoy) pada Agustus 2014, lebih tinggi
dibandingkan Juli 2014 yang sebesar 10,36% (yoy). Peningkatan pertumbuhan DPK ini
terutama dikontribusi oleh giro yang tercatat tumbuh 2,38% (yoy) dari -1,28% (yoy) pada
bulan sebelumnya. Pertumbuhan deposito juga mengalami peningkatan menjadi 18,67%
(yoy) dari 16,74% (yoy) sementara pertumbuhan tabungan turun menjadi 8,65% (yoy) dari
9,86% (yoy) pada bulan sebelumnya (Grafik 2.29).
penduduk (tidak termasuk Pemerintah Pusat). Sementara itu, pertumbuhan kredit menggunakan
konsep perbankan pada Agustus 2014 tercatat sebesar 14,0% (yoy). Kredit menurut konsep
perbankan adalah pinjaman rupiah dan valas yang diberikan oleh Bank Umum (termasuk kantor
cabang yang beroperasi di luar wilayah Indonesia) kepada penduduk (termasuk Pemerintah Pusat)
dan bukan penduduk.
2
Perhitungan pertumbuhan DPK sebesar 11,63% (yoy) pada Agustus 2014 menggunakan konsep
moneter yaitu simpanan milik pihak ketiga, baik dalam rupiah maupun valas pada Bank Umum dan
BPR (tidak termasuk kantor cabang bank yang beroperasi di luar wilayah Indonesia) dalam bentuk
tabungan, giro, dan simpanan berjangka. DPK menurut konsep moneter tidak termasuk simpanan
milik Pemerintah Pusat dan simpanan milik bukan penduduk. Sementara itu, DPK menurut konsep
perbankan pada Agustus 2014 mencatat pertumbuhan sebesar 12,1% (yoy). DPK menurut konsep
perbankan adalah simpanan milik pihak ketiga, baik dalam rupiah maupun valas pada Bank Umum
(termasuk kantor cabang bank yang beroperasi di laur wilayah Indonesia) dalam bentuk tabungan,
giro dan simpanan berjangka.DPK menurut konsep perbankan meliputi pula simpanan milik
Pemerintah Pusat dan simpanan milik bukan penduduk.
| 18
35%
DPK (RHS)
Giro
Tab
25%
Depo
30%
20%
25%
20%
15%
15%
10%
10%
5%
5%
2010
2012
Jul
Jan
Apr
Jul
2013
Oct
Jan
Apr
Jul
Oct
Jan
2011
Apr
Jul
Oct
Jan
Apr
Jul
Oct
Jan
‐5%
Apr
0%
0%
2014
Grafik 2.29. Pertumbuhan DPK
Daya tahan Di tengah tren moderasi permintaan domestik, ketahanan perbankan yang
perbankan tetap tercermin dari unsur permodalan bank tetap terjaga, diiringi risiko kredit yang
terjaga. relatif terkendali. Pada Agustus 2014, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy
CAR = 19,23% Ratio/CAR) masih tinggi, yaitu sebesar 19,23%, jauh di atas ketentuan minimum 8%.
Angka ini sedikit meningkat dibandingkan dengan CAR pada akhir bulan sebelumnya yang
sebesar 19,18%. Kondisi ini mencerminkan daya tahan perbankan yang masih kuat untuk
mengatasi tekanan dan gejolak termasuk berlanjutnya tren kenaikan suku bunga
perbankan. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah
dan stabil di kisaran 2,00% (Tabel 2.3).
Tabel 2.3. Kondisi Umum Perbankan
Indikator
Utama
Total Aset (T Rp)
DPK
(T Rp)
Kredit*
(T Rp)
LDR*
(%)
NPLs Bruto* (%)
CAR
(%)
NIM
(%)
ROA
(%)
* tanpa channeling
Ags 4,581.1
3,440.2
3,067.4
89.16
1.99
17.89
5.46
2.99
Sep
4,737.3
3,526.2
3,147.2
89.25
1.86
18.00
5.48
3.01
2013
Okt
4,717.0
3,520.9
3,159.5
89.74
1.91
18.36
5.50
3.03
Nov
4,817.8
3,563.4
3,214.4
90.21
1.88
18.60
5.51
3.04
Des
4,954.5
3,664.0
3,292.9
89.70
1.77
18.36
4.89
3.08
Jan
4,880.5
3,594.7
3,258.4
90.65
1.90
19.63
4.11
2.85
Feb
4,888.8
3,603.6
3,267.8
90.68
1.99
19.78
4.12
2.74
Mar
4,933.0
3,618.1
3,306.9
91.40
2.00
19.83
4.28
2.94
2014
Apr
Mei
5,008.1
5,097.5
3,694.8
3,763.5
3,361.3
3,403.1
90.98 90.43
2.05
2.18
19.35 19.51
4.26
4.22
2.86
2.91
Jun
5,198.0
3,834.5
3,468.2
90.45
2.16
19.40
4.22
2.95
Jul
5,121.1
3,778.4
3,486.1
92.27
2.24
19.18
4.20
2.81
Ags 5,218.9
3,855.9
3,498.4
90.73
2.31
19.23
4.21
2.81
Pasar Saham dan Pasar Surat Berharga Negara
Pasar saham domestik
menguat tipis dengan
harga saham yang
melemah pada
sebagian besar sektor
ekonomi
Pasar saham domestik selama September 2014 menunjukkan sedikit penguatan di
tengah sejumlah sentimen negatif global maupun domestik. IHSG pada akhir
September 2014 tercatat pada level 5.137,58 atau naik tipis 0,01% (yoy) dibandingkan
akhir Agustus 2014 yang sebesar 5.136,86 (Grafik 2.30). Kinerja IHSG selama September
2014 sempat mencapai level tertinggi sepanjang 2014 yaitu pada level 5.246,48 (8
September 2014) seiring dengan tingginya optimisme pelaku pasar terhadap perekonomian
domestik dan positifnya kondisi global. Namun, indeks kemudian terkoreksi oleh aksi profit
taking dan sikap antisipasi pelaku pasar terhadap kemungkinan the Fed untuk menaikkan
suku bunga lebih cepat daripada yang diharapkan investor. Di akhir bulan, indeks bergerak
melemah terkait kekhawatiran investor terhadap perubahan sistem pemilihan kepala
daerah dan sentimen negatif eksternal berupa perlambatan ekonomi global dan
meningkatnya kembali ketegangan di kawasan Timur Tengah.
| 19
Selama September 2014, harga saham pada sebagian besar sektor ekonomi
mengalami pelemahan dibandingkan Agustus 2014. Hanya tiga sektor yang
mengalami penguatan yaitu Sektor Infrastruktur sebesar 3,97%, Sektor Konsumsi sebesar
3,28%, dan Sektor Keuangan sebesar 2,32% (Grafik 2.31).
Grafik 2.30. IHSG dan Indeks Bursa
Global
Grafik 2.31. Indeks Sektoral September
2014
Selama September 2014, investor domestik tetap optimis terhadap kondisi
ekonomi sehingga membukukan net beli, sementara investor nonresiden
membukukan net jual. Investor domestik terus melakukan pembelian di tengah aksi jual
oleh investor nonresiden yang membukukan net jual hingga Rp7,40 triliun, lebih tinggi
dibandingkan bulan Agustus 2014 yang mencatat net jual Rp1,32 triliun. Aksi jual ini dipicu
oleh sikap wait and see investor terhadap kabinet pemerintahan yang baru serta faktor
ketidakpastian global. Dengan perkembangan tersebut, pada akhir September 2014 posisi
kepemilikan saham oleh investor non residen tercatat sebesar 64,5% dan investor lokal
sebesar 35,5% (Grafik 2.32).
Kinerja pasar SBN
sedikit menurun
dengan
peningkatan yield
di seluruh tenor
Sementara itu, kinerja pasar SBN sedikit menurun dipicu pelemahan rupiah terkait
perilaku investor yang menunggu pembentukan kabinet pemerintahan baru dan
faktor eksternal terkait normalisasi kebijakan the Fed. Selama September 2014, yield
SBN meningkat 29,01 bps menjadi 8,37% dibandingkan Agustus 2014 yang sebesar
8,08%. Peningkatan yield terjadi di seluruh tenor. Yield jangka pendek, menengah, dan
panjang meningkat masing-masing sebesar 21,25 bps, 32,68 bps dan 32,00 bps menjadi
sebesar 7,76%, 8,42% dan 9,06% (Grafik 2.33).
Grafik 2.32. Kinerja IHSG dan Net
Beli/Jual Asing
Grafik 2.33. Perubahan Yield
Bulanan (mtm)
Pelemahan harga SBN dimanfaatkan oleh pelaku non residen untuk terus
menambah kepemilikannya pada pasar SBN. Selama September 2014, investor non
residen membukukan net beli sebesar Rp13,17 triliun, sedikit lebih rendah dibandingkan
| 20
dengan kondisi Agustus 2014 yang membukukan net beli sebesar Rp15,95 triliun.
Dibandingkan posisi Agustus 2014, kepemilikan SBN oleh dana pensiun, investor non
residen, dan bank mengalami peningkatan, sedangkan kepemilikan SBN oleh perusahaan
asuransi dan Bank Indonesia menurun. Dengan perkembangan tersebut, porsi kepemilikan
asing di SBN meningkat menjadi 36,17% dibandingkan posisi Agustus 2014 yang sebesar
35,85% (Grafik 2.34).
Grafik 2.34. Yield SBN dan Jual/Beli Asing Neto Bulanan
Pembiayaan Nonbank
Pembiayaan ekonomi
nonbank meningkat,
terutama didominasi
penerbitan obligasi
korporasi
Pembiayaan ekonomi non bank tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. Selama September 2014, total pembiayaan melalui penerbitan
saham perdana, right issue, obligasi korporasi, medium term notes (MTN), promissory
notes, negotiable certificate of deposits (NCD) dan instrumen keuangan lainnya mencapai
Rp3,1 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan September 2013 yang hanya sebesar Rp2,0
triliun. Adapun total pembiayaan non bank hingga September 2014 mencapai Rp73,2
triliun. Berdasarkan komponennya, pembiayaan nonbank pada September 2014 didominasi
oleh penerbitan obligasi korporasi (Tabel 2.4).
Tabel 2.4. Pembiayaan Nonbank
Rp, Triliun
2009 2010
2013
2014
Total Total Juli Agust Sept TW I TW I TW III TW IV Total Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sept TW I TW I TW III Total
Non Bank
Saham
47,5 123,5 1,5 0,1 2,0 16,3 58,3 3,6 34,7 112,9 3,4 4,9 14,9 3,5 10,1 27,5 5,1 0,8 3,1 23,2 41,1 9,0 73,2
12,4 78,0 0,9 0,0 1,9 2,8 29,3 2,8 22,7 57,5 2,7 0,0 6,0 1,0 1,0 19,2 0,9 0,0 0,0 8,8 21,3 0,9 30,9
o/w Emiten Sektor Keuangan
6,6
Obligasi
25,8 34,7 0,3 0,0 0,0 12,7 27,7 0,3 9,9 50,5 0,0 4,8 8,0 1,9 7,1 7,0 4,0 0,0 2,7 12,8 16,0 6,7 35,4
o/w Emiten Sektor Keuangan
17,5 27,0 0,0
MTN dan Promissory Notes + NCD
3,9 10,8 0,4 0,1 0,1 0,8 1,3 0,6 2,2 4,9 0,6 0,1 0,9 0,5 2,0 1,3 0,2 0,8 0,4 1,6 3,8 1,4 6,8
o/w Emiten Sektor Keuangan
20,6 0,7
3,2
0,0
0,0
0,0
0,1
0,5
0,0
0,0
0,3 6,0
1,2
9,9 13,5 0,0
0,7 1,3
0,1
9,1
7,5
1,1
16,6 0,4 0,0 2,8 0,0 0,5 3,8 0,1
30,8 0,0 3,2 3,2 0,4 5,8 2,0 1,8
3,2
0,6 0,0 0,6 0,3 1,8 1,1 0,2
0,0
0,0
0,8
0,0
0,5
0,2
3,1 4,3
6,4 8,2
1,2 3,2
0,1
2,3
1,2
7,6
16,9
5,6
Sumber: OJK, BEI, diolah
| 21
3
RESPONS KEBIJAKAN MONETER
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 7 Oktober 2014 memutuskan
untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending
Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan
5,75%. Kebijakan tersebut konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke
sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4±1% pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi
berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Meskipun stabilitas makroekonomi dan sistem
keuangan tetap terjaga, Bank Indonesia mewaspadai sejumlah risiko yang berasal dari
domestik dan eskternal, seperti dampak rambatan dari normalisasi kebijakan the Fed dan
kemungkinan kebijakan administered prices pemerintah. Sejalan dengan itu, Bank
Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial untuk
memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan untuk
mendukung kesinambungan perekonomian. Bank Indonesia juga akan meningkatkan
koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi
berjalan agar proses penyesuaian ekonomi dapat berjalan baik sehingga kesinambungan
pertumbuhan ekonomi tetap terjaga.
| 22
INDIKATOR TERKINI
SEKTOR KEUANGAN
SUKU BUNGA & SAHAM
Suku bunga SBI 9 bln 1)
Suku bunga deposito 1 bln
Suku bunga deposito 3 bln
JIBOR satu minggu 2)
IHSG Indeks 3)
2013
Mar
Juni
Sep
Des
Jan
4.87
5.51
5.64
4.28
4,941
5.28
5.60
5.72
4.46
4,819
6.96
6.73
6.58
5.89
4,316
7.22
7.92
7.64
6.99
4,274
7.23
7.89
7.95
6.44
4,419
BESARAN MONETER (miliar Rp)
Uang Primer
M1(C+D)
Uang Kartal (C)
Uang giral (D)
Uang Beredar Luas (M2 = C+D+T+S)
Uang kuasi (T)
Uang kuasi (Rupiah)
Deposito
Tabungan Total
Deposito (Valas)
Simpanan Giro Valuta Asing
Surat Berharga Selain Saham (S)
664,935
810,112
331,226
478,886
3,322,586
2,500,342
2,127,118
1,125,587
1,001,530
182,383
190,841
12,132
691,678
858,557
347,204
511,353
3,413,437
2,543,285
2,139,112
1,116,098
1,023,014
198,689
205,484
11,594
715,662
867,721
360,085
507,636
3,584,017
2,691,903
2,218,323
1,148,970
1,069,352
232,808
240,772
24,394
821,679
887,064
399,589
487,475
3,727,696
2,817,826
2,338,485
1,186,783
1,151,702
236,925
242,416
22,805
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Uang Beredar
Aktiva Luar Negeri Bersih
Aktiva Dalam Negeri Bersih
Tagihan Bersih kepada Pemerintah Pusat
Tagihan Kepada Sektor Lainnya
3,322,586
947,362
2,375,225
366,902
2,973,874
3,413,437
833,821
2,579,616
330,871
3,180,790
3,584,017
972,110
2,611,907
342,434
3,382,424
PERTUMBUHAN BESARAN MONETER (%,YOY)
Uang Primer
M1(C+D)
Uang Kartal (C)
Uang giral (D)
Uang Beredar Luas (M2 = C+D+T+S)
Uang kuasi (T)
Uang kuasi (Rupiah)
Deposito
Tabungan Total
Deposito (Valas)
Simpanan Giro Valuta Asing
Surat Berharga Selain Saham (S)
13.46
13.42
15.39
12.10
14.10
14.54
13.43
10.13
17.38
22.69
20.04
-17.86
10.25
10.15
10.34
10.03
11.87
12.77
11.61
9.85
13.61
20.59
18.13
-30.20
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Uang Beredar
Aktiva Luar Negeri Bersih
Aktiva Dalam Negeri Bersih
Tagihan Bersih kepada Pemerintah Pusat
Tagihan Kepada Sektor Lainnya
14.01
2.29
19.47
23.49
20.61
2)
2)
Feb
7.17
7.98
8.03
6.51
4,620
Mar
Apr
2014
Mei
Juni
Juli
Ags
Sep
7.13
7.99
8.28
6.55
4,768
7.14
8.10
8.34
6.56
4,840
7.15
8.16
8.90
6.56
4,894
7.14
8.32
8.34
6.55
4,879
7.09
8.41
9.19
6.46
5,089
6.97
8.48
9.45
6.42
5,137
6.88
5,138
781,500
842,669
380,061
462,608
3,649,270
2,784,379
2,325,640
1,207,618
1,118,022
222,396
236,344
22,223
755,167
771,365
834,526
853,494
367,645 377,429
466,881 476,065
3,639,494 3,656,440
2,783,476 2,781,019
2,332,776 2,347,505
1,222,600 1,251,956
1,110,176 1,095,549
213,893 213,875
236,806 219,639
21,492 21,928
778,580
880,464
372,335
508,129
3,732,093
2,824,253
2,387,641
1,283,873
1,103,768
213,269
223,343
21,220
788,723
906,746
380,493
526,253
3,784,518
2,855,355
2,384,784
1,290,519
1,094,265
229,066
241,505
22,417
794,794
945,784
381,704
564,080
3,861,659
2,899,117
2,432,932
1,327,909
1,105,023
238,735
227,451
16,758
892,146
918,530
452,752
465,778
3,885,137
2,955,221
2,504,468
1,361,158
1,143,310
233,105
217,648
17,684
823,341
895,898
399,341
496,557
3,885,137
2,976,544
2,522,960
1,392,365
1,130,595
232,564
221,020
16,873
-
3,727,696
1,011,361
2,716,334
406,612
3,525,435
3,649,270
1,035,758
2,613,512
345,714
3,490,575
3,639,494 3,656,440
1,013,467 987,705
2,626,027 2,668,735
318,741 308,681
3,503,344 3,544,990
3,732,093
1,015,014
2,717,079
314,193
3,605,194
3,784,518
1,061,751
2,722,767
290,864
3,644,823
3,861,659
1,077,147
2,784,513
325,346
3,709,913
3,891,434
1,056,409
2,835,025
293,751
3,739,381
3,889,315
1,068,956
2,820,359
306,326
3,748,438
-
12.02
9.08
10.60
8.02
14.63
16.05
12.66
11.46
13.98
29.07
41.53
112.91
16.58
5.39
10.39
1.61
12.76
14.84
11.69
11.28
12.12
33.47
32.95
118.85
17.69
6.95
16.27
0.34
11.64
12.72
10.83
11.70
9.91
28.10
19.32
105.22
15.21
6.09
14.34
0.39
10.94
12.10
10.62
11.14
10.04
26.00
15.89
97.89
16.01
5.35
13.95
-0.59
10.05
11.23
10.36
11.23
9.39
17.27
15.09
80.74
16.71
5.79
14.78
0.05
11.04
12.26
11.22
13.29
8.90
19.56
17.14
64.47
15.73
10.19
13.89
7.65
10.45
10.33
9.62
11.56
7.41
16.93
11.45
46.19
14.91
10.16
9.94
10.31
13.13
13.99
13.74
18.98
8.02
20.15
10.69
44.53
18.88
4.38
17.93
-6.10
10.80
13.31
14.53
19.91
8.72
10.82
3.13
-3.96
15.40
4.69
11.11
0.04
10.93
13.35
15.46
23.01
7.35
5.14
0.66
-18.45
-
11.81
-9.91
21.26
16.37
20.03
14.57
-0.36
21.34
14.57
22.79
12.70
4.76
15.98
4.31
20.84
11.64
7.87
13.21
-8.63
20.60
10.94
8.08
12.09
-11.79
19.78
10.05
4.26
12.36
-15.87
19.20
11.04
7.96
12.24
-7.94
19.06
10.45
13.48
9.31
-9.90
17.22
13.13
29.18
7.94
-1.67
16.63
10.98
24.33
6.71
-22.10
15.57
11.05
21.55
7.53
-9.99
14.08
-
0.63
5.90
1.03
5.90
-0.35
8.40
0.55
8.38
1.07
8.22
0.26
7.75
0.08
7.32
-0.02
7.25
0.16
7.32
0.43
6.70
0.93
4.53
0.47
3.99
0.27
4.53
9,718
12,727
10,971
9,925
11,970
12,029
11,580
12,248
11,811
12,170
13,672
11,313
12,210
11,971
11,366
11,609
11,905
10,334
11,360
12,551
10,529
11,562
11,641
12,562
11,675
12,448
11,064
11,855
12,624
12,304
11,578
11,628
9,909
11,698
11,877
11,394
12,185
-
HARGA
Inflasi bulanan (%, mtm)
Inflasi tahunan (%, yoy)
SEKTOR EKSTERNAL
Rp/USD (akhir periode, nilai tengah)
Ekspor Barang Non migas (f.o.b, juta USD) 4)
Impor Barang Non migas (c & f, juta USD) 4)
INDIKATOR KUARTALAN
Pertumbuhan PDB (%, yoy)
Konsumsi
Investasi (PMTDB)
Perubahan Stok
Ekspor
Impor
1) minggu terakhir
Tw.I
6.00
4.77
5.54
16.50
3.58
-0.03
Tw.II
2013
Tw.III
5.80
4.78
4.47
4.04
4.82
0.69
5.62
5.89
4.54
-8.01
5.25
5.09
Tw.IV
5.70
5.44
4.37
-8.63
7.40
-0.60
Tw I
2014
Tw II
5.22
5.41
6.45
15.98
-0.44
-0.73
5.12
4.84
2.73
-8.93
-1.04
-5.02
2) rata-rata tertimbang
3) penutupan pada akhir periode
4) closed file
Sumber : Bank Indonesia, kecuali IHK, ekspor/impor dan PDB dari BPS
Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan
Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Maret, April, Juni, Juli, September, Oktober dan Desember. Laporan ini
dimaksudkan sebagai media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan kepada
masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian Indonesia
serta respons kebijakan moneter Bank Indonesia yang dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM)
secara triwulanan pada setiap bulan Februari, Mei, Agustus, dan November. Secara rinci, TKM menyampaikan
hasil evaluasi atas perkembangan terkini mengenai inflasi, nilai tukar, dan kondisi moneter selama bulan laporan,
serta keputusan respons kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Divisi Pengaturan dan Komunikasi Kebijakan
Grup Kebijakan Moneter
Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter
Telp: +62 21 2981 8334/6902
Fax: +62 21 345 2489
Email: [email protected]
Website: http//www.bi.go.id
Dewan Gubernur
Agus D.W. Martowardojo – Gubernur
Mirza Adityaswara – Deputi Gubernur Senior
Halim Alamsyah – Deputi Gubernur
Ronald Waas – Deputi Gubernur
Perry Warjiyo – Deputi Gubernur
Hendar – Deputi Gubernur
| 23
Download