TANTANGAN DAN PELUANG KOMUNIKASI ISLAM PADA ERA GLOBALISASI INFORMASI Mohd. Rafiq Abstrak Komunikasi ala Barat dibangun dengan kerangka empirikal, mengabaikan aspek normatif dan historikal yang menghasilkan premature universalism dan naive empirism. Sementara komunikasi Islam dibangun melalui Islamic world-view, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan berdasarkan kaedah komunikasi dalam Alquran dan Hadis. Dengan begitu akan lahir Islamic Triangular Relationship, yakni hubungan segitiga antara “Allah, manusia dan masyarakat”. Tujuannya untuk mewujudkan persamaan makna secara universal, menuju perubahan masyarakat Muslim, demi kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Namun, tantangan dominasi informasi sepihak oleh Barat dapat menyebabkan terjadinya subordinasi dan stereotype Islam dan umat Islam di belantara global sebagai akibat dari rendahnya modal dan sumber daya umat Islam. Konsepsi tau¥³d, ‘ilm, ¥ikmah, ‘adl, ijma’, sy−ra, isti¡la¥ dan ummah dapat dijadikan sebagai aset berharga dan peluang bagi pengembangan komunikasi Islam di masa depan. Kata-kata Kunci: Komunikasi Islam, globalisasi informasi Pendahuluan Secara leksikal komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.1 Komunikasi mempengaruhi perubahan perilaku, cara hidup kemasyarakatan, serta nilai-nilai yang ada. Perubahan-perubahan di atas tampaknya berbanding lurus dengan perkembangan teknologi komunikasi. Efektivitas komunikasi menyangkut kontak sosial manusia dalam masyarakat. Ini berarti, kontak dilakukan dengan cara yang berbeda-beda. Kontak yang paling menonjol dikaitkan dengan perilaku. Selain itu, masalah yang menonjol dalam proses komunikasi adalah perbandingan antara pesan yang disampaikan 150 Analytica Islamica, Vol. 5, No. 2, 2003: 149-168 dengan pesan yang diterima. Informasi yang disampaikan tidak hanya tergantung kepada jumlah (besar atau kecil), tetapi sangat tergantung kepada sejauhmana informasi itu dapat dimengerti atau tidak. Tujuannya adalah bagaimana mewujudkan komunikasi yang efektif dan efisien. Dalam perspektif Islam, komunikasi di samping untuk mewujudkan hubungan secara vertikal kepada Allah, juga untuk menegakkan komunikasi secara horizontal terhadap sesama manusia. Komunikasi dengan Allah tercermin melalui ibadahibadah fardu (salat, puasa, zakat dan haji) yang bertujuan untuk membentuk takwa. Sedangkan komunikasi dengan sesama manusia terwujud melalui penekanan hubungan sosial yang disebut muamalah, yang tercermin dalam semua aspek kehidupan manusia seperti sosial, budaya, politik, ekonomi, seni dan sebagainya.2 Tulisan ini selanjutnya akan mendiskusikan apa dan bagaimana komunikasi Islam itu, serta tantangan dan peluangnya pada era globalisasi informasi. Teori Komunikasi Islam Komunikasi Islam merupakan bentuk frasa dan pemikiran yang baru muncul dalam penelitian akademik sekitar tiga dekade belakangan ini. Munculnya pemikiran dan aktivisme komunikasi Islam didasarkan pada kegagalan falsafah, paradigma dan pelaksanaan komunikasi Barat yang lebih mengoptimalkan nilainilai pragmatis, materialistis serta penggunaan media secara kapitalis. Kegagalan tersebut menimbulkan implikasi negatif terutama terhadap komunitas Muslim di seluruh penjuru dunia akibat perbedaan agama, budaya dan gaya hidup dari negaranegara (Barat) yang menjadi produsen ilmu tersebut. Ilmu komunikasi Islam yang hangat diperbincangkan akhir-akhir ini terutama menyangkut teori dan prinsip-prinsip komunikasi Islam, serta pendekatan Islam tentang komunikasi. Titik penting munculnya aktivisme dan pemikiran mengenai komunikasi Islam ditandai dengan terbitnya jurnal “Media, Culture and Society” pada bulan Januari 1993 di London. Ini semakin menunjukkan jati diri komunikasi Islam yang tengah mendapat perhatian dan sorotan masyarakat tidak saja di belahan negara berpenduduk Muslim tetapi juga di negara-negara Barat. Isu-isu yang dikembangkan dalam jurnal tersebut menyangkut Islam dan komunikasi yang meliputi perspektif Islam terhadap media, Tantangan dan Peluang Komunikasi Islam (Mohd. Rafiq) 151 pemanfaatan media massa pada era pascamodern, kedudukan dan perjalanan media massa di negara Muslim serta perspektif politik terhadap Islam dan komunikasi. Komunikasi Islam berfokus pada teori-teori komunikasi yang dikembangkan oleh para pemikir Muslim. Tujuan akhirnya adalah menjadikan komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatif, terutama dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang bersesuaian dengan fitrah penciptaan manusia. Kesesuaian nilainilai komunikasi dengan dimensi penciptaan fitrah kemanusiaan itu memberi manfaat terhadap kesejahteraan manusia sejagat. Sehingga dalam perspektif ini, komunikasi Islam merupakan proses penyampaian atau tukar menukar informasi yang menggunakan prinsip dan kaedah komunikasi dalam Alquran.3 Komunikasi Islam dengan demikian dapat didefenisikan sebagai proses penyampaian nilai-nilai Islam dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi yang sesuai dengan Alquran dan Hadis. Teori-teori komunikasi yang dikembangkan oleh Barat lebih menekankan aspek empirikal serta mengabaikan aspek normatif dan historikal. Adapun teori yang dihasilkan melalui pendekatan seperti ini sangat bersifat premature universalism dan naive empirism. Dalam konteks demikian Majid Tehranian,4 menguraikan bahwa pendekatan ini tidak sama implikasinya dalam konteks kehidupan komunitas lain yang memiliki latar belakang yang berbeda. Sehingga dalam perspektif Islam, komunikasi haruslah dikembangkan melalui Islamic world-view yang selanjutnya menjadi azas pembentukan teori komunikasi Islam seperti aspek kekuasaan mutlak hanya milik Allah, serta peranan institusi ulama dan masjid sebagai penyambung komunikasi dan aspek pengawasan syariah yang menjadi penunjang kehidupan Muslim.5 Dalam aspek perubahan sosial dan pembangunan masyarakat, komunikasi Barat cenderung bersifat positivistik dan fungsional yang berorientasi kepada individu, bukan kepada keselurusan sistem sosial dan fungsi sosiobudaya yang sangat penting untuk merangsang terjadinya perubahan sosial. Kualitas komunikasi menyangkut nilai-nilai kebenaran, kesederhanaan, kebaikan, kejujuran, integritas, keadilan, kesahihan pesan dan sumber, menjadi aspek penting dalam komunikasi Islam. Oleh karenanya dalam perspektif ini, komunikasi Islam ditegakkan atas sendi hubungan segitiga (Islamic Triangular Relationship), antara “Allah, 152 Analytica Islamica, Vol. 5, No. 2, 2003: 149-168 manusia dan masyarakat”.6 Dalam Islam prinsip informasi bukan merupakan hak eksklusif dan bahan komoditi yang bersifat value-free, tetapi ia memiliki norma-norma, etika dan moral imperatif yang bertujuan sebagai service membangun kualitas manusia secara paripurna. Jadi Islam meletakkan inspirasi tauhid sebagai parameter pengembangan teori komunikasi dan informasi. Alquran menyediakan seperangkat aturan dalam prinsip dan tata berkomunikasi. Di samping menjelaskan prinsip dan tata berkomunikasi, Alquran juga mengetengahkan etika berkomunikasi. Dari sejumlah aspek moral dan etika komunikasi, paling tidak terdapat empat prinsip etika komunikasi dalam Alquran yang meliputi fairness (kejujuran), accuracy (ketepatan/ketelitian), tanggungjawab dan kritik konstruktif.7 Dalam surah al-N−r ayat 19 dikatakan: “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita), perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui”.8 Sehubungan dengan etika kejujuran dalam komunikasi, ayatayat Alquran memberi banyak landasan. Hal ini diungkapkan dengan adanya larangan berdusta dalam surah an-Na¥ ayat 116: “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebutsebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung”.9 Dalam masalah ketelitian menerima informasi, Alquran misalnya memerintahkan untuk melakukan check and recheck terhadap informasi yang diterima. Dalam surah al-¦ujur±t ayat 6 dikatakan: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.10 Menyangkut masalah tanggungjawab dalam surah al-Isr±’ ayat 36 dijelaskan: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawab-nya”.11 Alquran juga menyediakan ruangan yang cukup banyak dalam menjelaskan etika kritik konstruktif Tantangan dan Peluang Komunikasi Islam (Mohd. Rafiq) 153 dalam berkomunikasi. Salah satunya tercantum dalam surah Ali Imr±n/3 ayat 104: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”.12 Begitu juga menyangkut isi pesan komunikasi harus berorientasi pada kesejahteraan di dunia dan akhirat, sebagaimana dijelaskan dalam sural al-Baqarah ayat 201: “Dan di antara mereka ada orang yang mendo’a: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”.13 Selain itu, prinsip komunikasi Islam menekankan keadilan (‘adl) sebagaimana tertera dalam surah an-Na¥l ayat 90, berbuat baik (i¥s±n) dalam surah Y−nus ayat 26, melarang perkataan bohong dalam surah al-¦ajj ayat 30, bersikap pertengahan (qan±’ah) seperti tidak tamak, sabar sebagaimana dijelaskan pada surah alBaqarah ayat 153, tawa«u’ dalam surah al-Furq±n ayat 63, menunaikan janji dalam surah al-Isr±’ ayat 34 dan seterusnya. Membangun paradigma komunikasi Islam, sesungguhnya tidak harus dimulai dari nol. Dasaran sintesisnya dapat menggunakan teori-teori komunikasi konvensional (Barat), namun yang menjadi homework bagi para intelektual Muslim adalah membuat sintesis baru melalui aspek methatheory yang meliputi epistemologi, ontologi dan perspektif. Pembenahan pada aspek dimensi nilai dan etika harus dapat berkolaborasi dengan ketauhidan dan tanggungjawab ukhrawi. Fungsi komunikasi Islam adalah untuk mewujudkan persamaan makna, dengan demikian akan terjadi perubahan sikap atau tingkah laku pada masyarakat Muslim. Sedangkan ultimate goal dari komunikasi Islam adalah kebahagiaan hidup dunia dan akhirat yang titik tekannya pada aspek komunikan bukan pada komunikator.14 Ciri-Ciri Era Globalisasi Informasi Perkawinan antara teknologi transmisi mutakhir dengan komputer melahirkan sebuah era baru, yaitu era informasi. Era dimana akan lahir global village (desa global). Sehingga tidak berlebihan bila kata globalisasi dikatakan sebagai word of the year. Globalisasi berasal dari kata global yang artinya secara umum atau keseluruhan. Era global adalah proses masuknya sebuah negara ke ruang lingkup dunia, sehingga sekat-sekat atau tapal batas antar 154 Analytica Islamica, Vol. 5, No. 2, 2003: 149-168 negara akan semakin kabur. Globalisasi ini ditandai dengan semakin majunya teknologi komunikasi, inilah yang disebut dengan era informasi. Collin Cherry mengungkapkan perkembangan teknologi komunikasi yang cepat dewasa ini dengan istilah explosion. Hal ini disebabkan karena, Pertama, secara potensial teknologi komunikasi dapat menjangkau seluruh permukaan bumi hanya dalam tempo sekejap. Kedua, jumlah pesan dan arus lalu lintas informasi telah berlipat ganda secara geometrik. Untuk dua dekade belakangan ini saja, jumlah kontak komunikasi global yang ada diperkirakan sama banyak dengan komunikasi serupa selama beberapa abad lalu. Ketiga, kompleksitas teknologinya sendiri semakin canggih (sophisticated), baik piranti lunak maupun piranti kerasnya.15 Era globalisasi memiliki potensi untuk ikut mengubah hampir seluruh sistem kehidupan masyarakat, politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Dialog antar budaya progresif Barat dan budaya ekspresif Timur berlangsung dalam skala besar-besaran tanpa disadari. Fenomena baru dalam era globalisasi ini hanya dalam hal tempo edar informasi yang kian pendek dan cakupannya yang kian luas. Berikut ini akan disarikan beberapa ciri-ciri dari era globalisasi informasi. Ciri pertama dari masyarakat global adalah semakin tingginya peradaban yang ditopang oleh keberadaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat modern sebagaimana dihasilkan oleh industrialisasi dan teknologisasi merupakan masyarakat dengan struktur kehidupan yang dinamis, kreatif untuk melahirkan gagasan-gagasan demi kepentingan manusia dalam berbagai sektor kehidupan. Daya berpikir dan daya cipta semakin berkembang sedemikian rupa sehingga mampu memformulasikan makna kehidupan dalam konteks yang nyata, seterusnya akan berakibat pada bergesernya nilai-nilai budaya yang setiap saat dapat berlangsung walaupun lamban namun pasti.16 Tidak satupun peradaban yang dapat disebut maju tanpa diikuti oleh pesatnya pertumbuhan ilmu dan teknologi. Munculnya industrialisasi adalah dampak dari kemajuan pola pikir dan daya kreasi manusia sehingga mampu memformulasikan makna kehidupan dalam bentuk sarana yang tersedia di alam raya. Industrialisasi dengan demikian menyangkut proses perubahan sosial, yaitu perubahan susunan kemasyarakatan dari suatu sistem Tantangan dan Peluang Komunikasi Islam (Mohd. Rafiq) 155 sosial, perubahan dari keadaan negara kurang maju (less developed country) menuju kepada negara maju (more developed country). Karena itu, penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan prasyarat untuk memenuhi kebutuhan hidup modern yang sudah memasuki seluruh wilayah kehidupan manusia dan masyarakat bangsa. Ciri kedua dari globalisasi informasi adalah penyerbuan komunikasi dan informasi yang menembus batas-batas budaya. Seluruh kemajuan yang diperoleh oleh manusia tidak bisa dilepaskan dari peranan komunikasi. sehingga sebagian orang menyebut komunikasi sebagai “perekat” hidup bersama. Hal ini dipahami karena istilah komunikasi itu sendiri mengandung makna bersama-sama (common, commoness: Inggris) berasal dari bahasa Latin – communicatio yang berarti pemberitahuan, pemberian bagian (dalam sesuatu), pertukaran, di mana si pembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari pendengarnya; ikut mengambil bagian.17 Di samping sebagai lem perekat hidup bersama, komunikasi juga sering dipandang seolah-olah memiliki kekuatan gaib. Menurut B. Aubrey Fisher, tidak ada persoalan sosial yang tidak melibatkan komunikasi. Oleh sebab itu setiap saat manusia selalu dihadapkan dengan masalah sosial, yang penyelesaiannya menyangkut komunikasi yang lebih banyak atau lebih baik.18 Setidak-tidaknya semua kesalahfahaman yang kemudian menimbulkan konflik antara manusia dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya dinyatakan sebagai akibat kesalahan komunikasi. Memang komunikasi sering dimunculkan sebagai kambing hitam, jika terjadi keruwetan dan ketidakharmonisan dalam hubungan antar manusia dan antara bangsa. Komunikasi memang menyentuh semua aspek kehidupan bermasyarakat, atau sebaliknya semua aspek kehidupan masyarakat menyentuh komunikasi. Justru itu orang selalu melukiskan komunikasi sebagai ubiquitous atau serba hadir. Artinya komunikasi berada di manapun dan kapanpun. Komunikasi merupakan sesuatu yang memang serba ada. Sifat komunikasi yang serba hadir ini, selain memberikan keuntungan juga sekaligus menimbulkan banyak kesulitan karena fenomena komunikasi itu menjadi luas, ganda dan multi makna. Ciri ketiga adalah tingginya laju transformasi sosial. Kemajuan 156 Analytica Islamica, Vol. 5, No. 2, 2003: 149-168 teknologi komunikasi yang dialami umat manusia dewasa ini memberikan kemudahan dan kecepatan dalam berhubungan antara satu dengan lainnya. Jarak tidak lagi menjadi kendala untuk dapat berkomunikasi. Informasi dan peristiwa yang terjadi di belahan dunia secara cepat dapat diakses oleh manusia di benua lain. Di samping jarak yang semakin dekat, masyarakat juga semakin banyak mendapatkan pilihan sarana untuk menyerap informasi. Dengan semakin cepatnya arus informasi dan beragamnya media komunikasi mengantarkan umat manusia kepada transformasi. Dengan munculnya masyarakat informasi, muncul pula ekonomi informasi. Industri pabrik berubah menjadi industri informasi. John Naisbitt mengidentifikasi beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai perubahan masyarakat industri ke masyarakat informasi – sekaligus yang mencirikan masyarakat informasi – adalah: Pertama, masyarakat informasi merupakan suatu realitas ekonomi. Kedua, inovasi di bidang komunikasi dan teknologi komputer akan menambah langkah perubahan dalam penyebaran informasi dan percepatan arus informasi. Ketiga, teknologi informasi yang baru pertama kali diterapkan dalam tugas industri yang lama, kemudian secara perlahan akan melahirkan aktivitas dalam proses produksi yang baru. Keempat, di dalam masyarakat informasi, individu yang menginginkan kemampuan menulis dan kemampuan dasar membaca lebih bagus daripada masa yang lalu, bisa mendapatkan pada sistem pendidikan yang tidak begitu terinci. Kelima, keberhasilan atau kegagalan teknologi komunikasi ditentukan oleh prinsip teknologi tinggi dan sentuhan yang tinggi pula.19 Alfin Toffler menggambarkan “karena tumbuhnya karakter global dari teknologi, masalah-masalah lingkungan, keuangan, telekomunikasi dan media, maka umpan balik kultural yang baru mulai beroperasi, sehingga kebijakan sebuah negara menjadi perhatian bagi negara lain”.20 Selanjutnya ia menjelaskan, implikasi dari kebijakan ini ialah tidak ada negara yang dengan sendirinya memiliki hak untuk menyimpan fakta dan bahwa etika informasi yang tidak terucapkan mengatasi kepentingan nasional. Pesatnya pertumbuhan informasi saat ini bukan lagi hanya menyangkut jumlah, tetapi juga jenis, kualitas, dan kompleksitas informasi yang berkembang di segala bidang, termasuk yang tidak atau belum tentu berguna, di samping banyaknya limbah Tantangan dan Peluang Komunikasi Islam (Mohd. Rafiq) 157 informasi. Begitu rupa perkembangannya, sehingga mulai menimbulkan gejala (penyakit) kecemasan informasi. Munculnya penyakit kecemasan informasi pada sebagian masyarakat belakangan ini, dikarenakan laju pertumbuhan dan akumulasi pengetahuan serta informasi mengalami peningkatan yang sangat cepat secara eksponensial. Gejala penyakit tersebut terlihat karena orang mengumpulkan informasi sebanyak mungkin, walaupun belum tentu mampu mengelola dengan baik agar informasi yang tepat dalam bentuk yang sesuai. Arus informasi yang tersedia bagi berbagai lapisan masyarakat sangat banyak dan sukar dikendalikan atau diawasi. Dari satu segi, arus yang besar ini berguna untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) sekaligus memperkuat ketahanan nasional. Tetapi pada segi yang lain, arus informasi yang membanjir akan menenggelamkan SDM yang jumlahnya relatif masih sedikit. Arus informasi sukar untuk dibendung, ia hanya dapat dikendalikan, sehingga dengan pengendalian arus informasi tersebut peradaban umat Islam akan dapat terus eksis. Ciri keempat adalah terjadinya perubahan gaya hidup (lifestyle). Teknologi komunikasi yang semakin canggih memberi kemudahan dan kebebasan kepada masyarakat untuk mengakses informasi apa saja yang ada. Implikasinya terjadilah perubahan sistem nilai karena perbenturan sistem nilai yang diadopsi oleh suatu masyarakat belum tentu atau tidak sesuai dengan latar belakang budaya, agama pada masyarakat sebelumnya. Bahkan ada pameo yang mengatakan kebingungan manusia modern bukan disebabkan oleh kurangnya informasi yang diterima, namun karena terlalu banyaknya informasi yang sampai melalui berbagai media komunikasi (flood of information). Terpaan media cukup penetratif dan persuasif, daya pengaruhnya sudah mampu menembus filterisasi kebudayaan tradisional yang sudah semakin jauh ditinggalkan oleh para generasi muda di sebuah negara. Mereka pada umumnya sudah tercerabut dari akar-akar kebudayaan nasional, sementara kita belum lagi menemukan bentuk idel kebudayaan baru yang nota bene diimpor dari luar. Pada saat itu peranan informasi sangat dominan dalam mempengaruhi sekaligus mengubah watak dan kepribadian seseorang. Di sinilah fungsi krusial informasi benarbenar berlaku sebagai sebuah kekuasaan (information is power). Informasi memainkan peranan yang vital dalam sebuah 158 Analytica Islamica, Vol. 5, No. 2, 2003: 149-168 masyarakat, dan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan sebuah komunitas. Sebaliknya, jika informasi dibatasi dan dikekang, ia bisa menjadi alat depostisme dan ketidakadilan sosial. Menurut Ziauddin Sardar informasi merupakan kekuasaan, tanpa informasi seseorang tidak memiliki kekuasaan. Jika informasi dibolehkan mengalir secara bebas dalam masyarakat, maka ia akan memberikan jalan ke arah kekuasaan kepada masyarakat yang terbelakang, serta akan mencegah konsentrasi kekuasaan pada segelintir orang.21 Ciri kelima dari era globalisasi dan informasi adalah semakin tajamnya gap antara negara industri dengan negara berkembang, dengan kata lain terjadinya dominasi informasi oleh negara-negara maju terhadap negara-negara terbelakang. Alat dominasi yang paling efektif adalah pengetahuan, sedangkan pengetahuan itu tidak lain berbasis informasi. Menurut F. Rachmadi, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi pada satu sisi telah berhasil mengatasi dimensi ruang dan waktu, namun di sisi lain ternyata juga mempertajam ketidakseimbangan informasi antara negaranegara maju dengan negara-negara berkembang. Secara kuantitatif arus informasi dunia dikuasai oleh negara-negara maju. Arus informasi dunia memperlihatkan ketidakseimbangan yang serius, bahkan sebagian besar negara-negara dunia ketiga tidak memiliki alat-alat dan struktur yang memadai bagi pemancaran dan penerimaan informasi.22 Ketidakseimbangan ini mengakibatkan kepincangan dan ketergantungan negara-negara berkembang terhadap negara-negara maju. Negara-negara maju memiliki pengaruh dan dominasi yang kuat terhadap negara yang belum memiliki teknologi maju. Umat Islam yang pada umumnya masih dikategori sebagai negara sedang berkembang, akan terus menjadi objek ketidakadilan informasi dunia, jika kita sendiri tidak pernah memberikan perhatian yang cukup dan kerja yang keras di bidang informasi. Kita harus dapat memahami manfaat dan mudarat informasi serta secara sadar memanfaatkannya untuk mencapai tujuan-tujuan kita, bukan tujuan-tujuan Barat. Penyaluran informasi yang dikembangkan oleh Barat pada era ini bertendensi sinisme dan antipati terhadap Islam sehingga seringkali tidak berdasarkan objektivitas, akurasi dan keseimbangan sumber.23 Arus deras penyebaran berita dengan kedangkalan interpretasi Dunia Barat terhadap masalah hak azasi dalam Islam, seringkali Tantangan dan Peluang Komunikasi Islam (Mohd. Rafiq) 159 merupakan akibat dari kurangnya informasi dan karena pengaruh kekuasaan yang emosional. Mereka menggambarkan situasi ke dalam kaca yang pecah. Ahmad Naufal mengatakan bahwa strategi yang dilakukan Barat adalah memecah belah dan menimbulkan kecemasan (keresahan) di hati umat Islam, dengan taktik memanfaatkan perbedaan pendapat di kalangan umat. Rekayasa informasi merupakan bagian integral dari rekayasa sosial.24 Tantangan Komunikasi Islam pada Era Globalisasi Informasi Menurut Ziauddin Sardar revolusi informasi kini sedang dijajakan sebagai suatu rahmat bagi umat manusia. Penjajaannya di televisi, suratkabar, dan majalah yang mewah begitu agresif dan menarik.25 Namun Sardar mempertanyakan apakah semua perkembangan informasi ini sungguh-sungguh bisa melahirkan sebuah masyarakat yang lebih baik? Apakah melimpah ruahnya teknologi informasi mengandung makna bahwa kita lebih mampu mengendalikan masa depan? Secara paradoks, abad informasi adalah upaya untuk meningkatkan pengendalian manusia atas kehidupan, tapi kenyataannya justru menghasilkan efek terbalik. Bagi dunia Muslim, revolusi informasi menghadirkan tantangan-tantangan khusus yang harus diatasi demi kelangsungan hidup fisik maupun budaya umat. Menghadapi teknologi-teknologi informasi yang baru itu ibarat melintasi sebuah padang ranjau. Kemajuan teknologi di bidang komunikasi telah mengantarkan alat komunikasi massa dapat menjalankan fungsinya secara baik. Tetapi di balik itu dalam menjalankan fungsi tersebut sering terjadi pelanggaran terhadap nilai-nilai yang ada. Beberapa tantangan yang dapat diidentifikasi pada era globalisasi dan informasi bagi perkembangan dan pembangunan Komunikasi Islam di masa depan adalah sebagai berikut: Pertama, keberadaan publikasi informasi merupakan sarana efektif dalam penyebaran isu. Kekuatiran terhadap terjadinya streotype dan subordinasi komunitas tertentu menjadi masalah utama dalam era globalisasi informasi ini. Hal ini disebabkan pada era ini terjadi intercultural dan international communication (komunikasi internasional dan antarbudaya). Komunikasi antar budaya diartikan sebagai komunikasi antara manusia yang 160 Analytica Islamica, Vol. 5, No. 2, 2003: 149-168 berbeda budayanya, sedang komunikasi internasional merupakan proses komunikasi antar bangsa yang secara fisik dipisahkan oleh batas-batas teritorial negara.26 Masalah yang dihadapi dalam proses komunikasi seperti ini adalah timbulnya sikap curiga terhadap ras, budaya dan negara lain. Setiap etnis atau suku bangsa memiliki latar belakang, perspektif, pandangan hidup, cita-cita dan bahasa yang berbeda, namun proses komunikasi informasi pada era ini berpretensi menyeragamkan berbagai latar belakang di atas, sehingga berpotensi menimbulkan ekses chaos dalam dinamika masyarakat. Komunikasi Islam dihadapkan pada pertarungan ideologi dan pemikiran untuk seterusnya mempengaruhi sekaligus membentuk public opinion tentang Islam dan Umat Islam, dalam rangka mengcounter isu-isu negatif informasi Barat tentang dunia Islam. Kedua, dalam banyak aspek keperkasaan Barat dalam dominasi dan imperialisme informasi pada era ini menimbulkan sekularisme, kapitalisme, pragmatisme dan sebagainya. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi konsep bangunan komunikasi Islam di masa depan untuk mengeleminir seluruh nilai-nilai komunikasi informasi yang bertentangan dengan nilai luhur Islam. Ketiga, dari sisi pelaksanaan komunikasi informasi, ekspose persoalan-persoalan seksualitas, peperangan dan tindakan kriminal lainnya mendatangkan efek yang berbanding terbalik dengan tujuan komunikasi dan informasi itu sendiri. Masyarakat dihadapkan pada berbagai informasi yang bertendensi patologis sehingga perilaku masyarakat juga cenderung sebagaimana dilihat, didengar dan disaksikannya. Amat disayangkan gencarnya terpaan media massa dalam proses komunikasi memberi banyak masalah dalam kehidupan Muslim. Di tambah lagi, tayangan-tayangan tertentu media massa oleh sebagian ulama masih diperdebatkan soal halal dan haramnya. Tantangan komunikasi Islam dalam konteks ini bagaimana menghadirkan isi pesan komunikasi yang sekuen dengan fungsi komunikasi itu sendiri, yakni to inform, to educate, dan to entertain. Kesemuan fungsi ini adalah untuk mewujudkan kesamaan makna sehingga mendorong terciptanya perubahan sikap atau tingkah laku masyarakat Muslim untuk kepentingan mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Keempat, lemah sumber daya modal maupun kualitas negaranegara Muslim memaksa masyarakat Muslim mengimport teknologi komunikasi informasi dari dunia Barat. Bersamaan dengan itu Tantangan dan Peluang Komunikasi Islam (Mohd. Rafiq) 161 adopsi nilai tidak bisa dihindarkan. Hampir semua negara-negara Muslim menggantungkan diri dari software maupun hardware dari negara-negara Barat. Dalam sistem Barat menurut Hamid Mowlana dalam Jurnal Media, Culture & Society, komunikasi informasi dipandang sebagai komoditi, bukan moral atau etika. Ini mengakibatkan Barat mengekspor ideologi sekuler yang menjadi inti terwujudnya the information society dalam era the new global order.27 Tantangan komunikasi Islam pada era ini adalah mewujudkan komunikasi yang berbasis moral dan etika untuk kesejahteraan umat manusia, bukan hanya sebagai komoditi kekuasaan an sich. Peluang Pengembangan Komunikasi Islam di Masa Depan Ziauddin Sardar mengatakan, informasi bukanlah sesuatu yang baik atau buruk. Adalah pemakainya yang membuat benar atau salahnya penggunaan informasi tersebut. Sains tidaklah membawa mudarat, mudaratnya berasal dari orang yang menggunakannya.28 Lebih lanjut Sardar menjelaskan bahwa semua tipe informasi saling berkaitan dan saling bergantung, terutama dari matriks ilmu pengetahuan tentang masyarakat, yang bertindak sebagai pemandu dan yang memberikan peta kehidupan dan lingkungan manusia. Ilmu pengetahuan tentang masyarakat dipengaruhi oleh empat jenis sistem penginformasian yang membentuk sifat dan karakternya. Pertama, weltanschauung (pandangan dunia), merupakan sistem penginformasian yang terluas, mengaitkan kosmologi dengan etika, dan bisa berorientasi teistik maupun nonteistik. Kedua, pengetahuan tentang masyarakat (nasionalisme). Ketiga, lembaga-lembaga sosial. Keempat, filsafat pribadi. Keempat sistem penginformasian ini membentuk ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Dengan demikian, informasi tidak akan pernah menjadi netral, ia diciptakan dalam batas-batas tertentu untuk melayani kebutuhan-kebutuhan nasional, internasional, ataupun pribadi tertentu. Ketika berurusan dengan informasi, kita harus menyadari hakikatnya yang sejati. Kita harus menyadari sistem-sistem penginformasian yang terlibat dalam kemunculannya. Informasi itu sendiri adalah suatu proposisi atau proposisi-proposisi yang multidimensional dengan komponenkomponen yang absolut, dan objektif, sebagai juga subjektif dan kultural, yang disaring, baik secara deduktif maupun induktif, dari 162 Analytica Islamica, Vol. 5, No. 2, 2003: 149-168 data mentah yang dihimpun, diseleksi, dan diorganisasikan, berdasarkan suatu pandangan dunia, kebutuhan nasional, tuntutan-tuntutan kelembagaan, dan filsafat pribadi, untuk memperbesar kemanfaatannya dalam pengambilan keputusan, Jadi peluang perencanaan, dan pencapaian tujuan.29 pengembangan komunikasi Islam pada masa depan adalah sebagai berikut: Pertama, dalam perspektif Islam, perlulah disadari bahwa informasi akan mempunyai arti hanya bila ia berada dalam kerangka pengetahuan tentang masyarakat, hanya bila komponen sasarannya selaras dengan aspek-aspek mutlak, substitusional, kultural dan subjektif suatu masyarakat, barulah informasi akan dapat memberikan sumbangan positif kepada masyarakat itu sendiri. Keselarasan semacam ini akan dapat terjadi bilamana negera-negara Muslim menghasilkan informasi mereka sendiri dengan perlengkapan relevan yang dapat memenuhi kebutuhankebutuhan para pembuat keputusan dan komunitas-komunitas mereka. Strategi informasi bagi dunia Muslim harus didasarkan pada kesadaran ini.30 Kedua, adanya perubahan dari era industri menuju era informasi menyangkut orientasi masyarakat yang menjurus kepada masalah ekonomi, dalam bidang informasi dan komunikasi ini akan mendatangkan kesempatan kerja (job opportunity) bagi masyarakat Muslim. Banyaknya profesi yang harus diisi dalam bidang informasi baik di sektor jasa (misalnya programmer, reporter radio dan televisi, juru kamera, illustrator, penyunting gambar dan berita, tenaga di bidang periklanan, kehumasan, pengolahan dan pemprosesan data dan sebagainya), maupun dalam sektor industri dan menangani pekerjaan di bidang informasi, menghabiskan waktu untuk merencanakan, memproses dan mendistribuskan informasi.31 Ketiga, pada masa depan komunikasi Islam itu dapat dikembangkan dengan memperhatikan tujuh konsep pokok Islam yang mempunyai kaitan langsung dengan penciptaan dan penyebaran informasi, yakni tau¥³d (keesaan), ‘ilm (ilmu pengetahuan), ¥ikmah (kebijakan), ‘adl (keadilan), ijm±’ (konsensus), sy−ra (musyawarah), isti¡l±¥ (kepentingan umum), dan ummah (komunitas Muslim sejagad).32 Seluruh konsep informasi ini dimaksudkan sebagai katalisator bagi pembangunan dan perantara perubahan sosial. Ia diharapkan Tantangan dan Peluang Komunikasi Islam (Mohd. Rafiq) 163 akan dapat memajukan kemandirian dan partisipasi masyarakat, serta membawa suatu masyarakat ke arah keadilan sosial dan keotentikan kultural. Sebagai katalis sosial, agen-agen dan jasa-jasa informasi tidak memainkan peranan yang tidak memihak pada tujuan, pekerjaan mereka adalah untuk menggerakkan perubahan yang diinginkan dan membantu masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. Keempat, peluang eksistensi komunikasi Islam pada masa depan tentu saja berangkat dari historis empirikal. Selama abad pertama Islam, tradisi lisan merupakan sarana utama dalam menyebarkan informasi. Namun segera diketahui bahwa ingatan tidak dapat diandalkan sepenuhnya, sehingga catatan tertulispun mulai berlaku di antara para penuntut ilmu pengetahuan. Pada masa-masa selanjutnya, buku sebagai suatu catatan terpadu atas pikiran, mulai muncul dan berkembang. Dalam periode ini buku sudah menjadi sarana yang umum dan banyak digunakan untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan informasi. Tepat seratus tahun setelah datangnya Islam, industri buku maju pesat sedemikian rupa. Buku diperlukan dalam semua upaya menuntut ilmu pengetahuan. Analisis singkat terhadap sejarah perbukuan periode klasik Islam menunjukkan bahwa buku merupakan inftrastruktur penyebaran informasi dalam rangka menegakkan peradaban Muslim. Peluang ke depan, tentu saja karena umat Islam telah memiliki pengalaman dan akar budaya masa lalu, menjadi sarana potensial untuk menguptodatekannya dan mengupgradenya dalam konteks kekinian. Penutup Akserelasi teknologi komunikasi informasi telah menyebebkan perubahan dalam cara hidup dan cara berpikir umat Islam. Oleh sebab itu sikap proaktif untuk mengambil peran dalam merumuskan konsep komunikasi Islami dalam revolusi teknologi komunikasi informasi menjadi sangat penting. Dalam perspektif Islam, penyampaian informasi lebih mementingkan pesan yang disampaikan kepada komunikan dalam framework keselamatan di dunia dan akhirat. Secara jujur diakui bahwa bangunan falsafah, teori komunikasi Islam belum semapan teori-teori komunikasi Barat. Namun, kita tidak harus bekerja dari nol. Dasaran sintesisnya dapat mengambil teori-teori yang telah ada, dengan membenahi kerangka ontologis, epistemolgois dan perspektif 164 Analytica Islamica, Vol. 5, No. 2, 2003: 149-168 Alquran dan Hadis, masa depan komunikasi Islam optimis tercerahkan. Tentu saja dengan menciptakan sintesis baru melalui kerja keras semua pihak untuk mendukung tata pelaksanaan komunikasi Islam di tengah masyarakat. Kecendrungan untuk menjadikan komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatif dirasakan sangat mendesak, mengingat perspektif komunikasi Barat ternyata banyak menimbulkan masalah dalam era globalisasi informasi, terutama karena paradigmanya lebih mengoptimalkan tujuan komunikator dengan mengenyampingkan aspek komunikan. Tantangan dan Peluang Komunikasi Islam (Mohd. Rafiq) 165 Catatan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hal. 517. 2 Zulkiple Abd. Ghani, Islam, Komunikasi dan Teknologi Maklumat, 1 (Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn. Bhd., 2001), hal. 4. 3 Mohd. Yusof Hussain, et.al., Dua Puluh Lima Soal Jawab Mengenai Komunikasi Islam, (Jabatan Komunikasi Pembangunan, Pusat Pengembangan dan Pendidikan Lanjutan, University Pertanian Malaysia, 1990), hal. 1. 4 Majid Tehranian, “Communication Theory and Islamic Perspective”, dalam Wimal Dissanayake (ed.), Communication Theory: The Asian Perspective, (Singapore: Mass Communication Research and Information Centre, 1988). 5 Zulkiple Abd. Ghani, op.cit., hal. 6. 6 Ibid., hal. 34. 7 Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), hal. 13. 8 Departemen Agama RI., Alquran dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hal. 546. 9 Ibid., hal. 419. 10 Ibid., hal. 846. 11 Ibid., hal. 429. 12 Ibid., hal. 93. 13 Ibid., hal. 47. 14 Bandingan dengan konsep Barat dalam proses komunikasi cenderung lebih menguntungkan aspek komunikator daripada komunikan. 15 Marwah Daud Ibrahim, Teknologi Emansipasi dan Transendensi (Wacana Peradaban dengan Visi Islam), (Bandung: Mizan, 1994), hal. 72. 16 AM. Saefuddin, Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi, (Bandung: Mizan, 1990), hal. 157. 17 Anwar Arifin, Ilmu Komuinkasi: Sebuah Pengantar Ringkas, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), hal. 19. 18 B. Aubrey Fisher, Teori-teori Komunikasi, (Bandung: Remadja Karya, 1986), hal. 7. 19 John Naisbitt, Megatrends, Ten New Directions Transforming our 166 Analytica Islamica, Vol. 5, No. 2, 2003: 149-168 Lives, (Warner Books: A Warner Communications Company, 1984). 20 Alvin Toffler, Pergeseran Kekuasaan, Bagian II, (Jakarta: Panca Simpati, 1992), hal. 101. 21 Ziauddin Sardar, Tantangan Dunia Islam Abad 21, diterjemahkan dari judul aslinya “Information and the Muslim Wold: A Strategy for the Twenty-first Century”, oleh A.E. Priyono dan Ilyas Hasan (Bandung: Mizan, 1989), hal. 132. 22 F. Rachmadi, Informasi dan Komunikasi dalam Percaturan Internasional, (Bandung: Alumni, 1988), hal. 26. 23 Ainur Rofiq Sophiaan, Tantangan Media Informasi Islam, Antara Profesionalisme dan Dominasi Zionis, (Surabaya: Risalah Gusti, 1993), hal. 74. 24 Ibid., hal. 70. 25 Ziauddin Sardar, op.cit., 13. 26 Gerhard Maletzke, “International and Intercultural Communication”, dalam Heinz Dietrich Fischer and John C. Merill, International and Intercultural Communication, (New York: Communication Arts Books, Hastings House Publishers, 1978), hal. 409. 27 Hamid Mowlana, “The New Global Order and Cultural Ecology”, dalam Media Culture & Society, Volume 15 No. 1 (January 1993), hal. 10-11. 28 Ziauddin Sardar, op.cit., hal. 22. 29 Ibid., hal. 26. 30 Ibid., hal. 32. 31 F. Rachmadi, op.cit., hal. 22. 32 Ziauddin Sardar, op.cit., hal. 36. Tantangan dan Peluang Komunikasi Islam (Mohd. Rafiq) 167 Bibliografi Amir, Mafri. Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam. Jakarta: Logos, 1999. Arifin, Anwar. Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995. Departemen Agama RI. Alquran dan Terjemahnya. Semarang: Toha Putra, 1989. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1995. Fisher, B. Aubrey. Teori-teori Komunikasi. Bandung: Remadja Karya, 1986. Ghani, Zulkiple Abd. Islam, Komunikasi dan Teknologi Maklumat. Kuala Lumpur: Utusan Publications & Dist Hussain, Mohd. Yusof, et.al. Dua Puluh Lima Soal Jawab Jabatan Komunikasi Mengenai Komunikasi Islam. Pembangunan, Pusat Pengembangan dan Pendidikan Lanjutan, University Pertanian Malaysia, 1990. Ibrahim, Marwah Daud. Teknologi Emansipasi dan Transendensi (Wacana Peradaban dengan Visi Islam). Bandung: Mizan, 1994. Maletzke, Gerhard. “International and Intercultural Communication”, dalam Heinz Dietrich Fischer and John C. Merill, International and Intercultural Communication. New York: Communication Arts Books, Hastings House Publishers, 1978. Mowlana, Hamid. “The New Global Order and Cultural Ecology”, dalam Media Culture & Society, Volume 15 No. 1 January 1993. Naisbitt, John. Megatrends, Ten New Directions Transforming our Lives. Warner Books: A Warner Communications Company, 1984. Rachmadi, F. Informasi dan Komunikasi dalam Percaturan Internasional. Bandung: Alumni, 1988. Saefuddin, AM. Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi. Bandung: Mizan, 1990. 168 Analytica Islamica, Vol. 5, No. 2, 2003: 149-168 Sardar, Ziauddin. Tantangan Dunia Islam Abad 21, diterjemahkan dari judul aslinya “Information and the Muslim Wold: A Strategy for the Twenty-first Century”, oleh A.E. Priyono dan Ilyas Hasan. Bandung: Mizan, 1989. Sophiaan, Ainur Rofiq. Tantangan Media Informasi Islam, Antara Profesionalisme dan Dominasi Zionis. Surabaya: Risalah Gusti, 1993. Tehranian, Majid. “Communication Theory and Islamic Perspective”, dalam Wimal Dissanayake (ed.), Communication Theory: The Asian Perspective. Singapore: Mass Communication Research and Information Centre, 1988. Toffler, Alvin. Pergeseran Kekuasaan, Bagian II. Jakarta: Panca Simpati, 1992. _____________ Mohd. Rafiq adalah mahasiswa Program Pascasarjana (S2) IAIN Sumatera Utara Program Studi Kominikasi Islam.