BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Tentang Anak Tunagrahita Ringan a. Pengertian Anak Tunagrahita Ringan Terdapat banyak istilah yang digunakan tentang anak tunagrahita dalam Bahasa Inggris yaitu mental retardation, mental disoder, menttaly retarded, mental deficiency, feeblemindedness, mental defective, dan sebagainya, sedangkan dalam Bahasa Indonesia yaitu anak lemah ingatan, anak terbelakangan mental, anak lemah pikir, anak lemah otak, dan sebagainya. Namun berdasarkan (PP No. 72/1991) istilah yang digunakan pada saat ini untuk anak yang memiliki tingkat kecerdasan rendah yaitu tunagrahita. Tunagrahita menurut Soemantri (1996: 83) adalah “istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata”. Pengertian mengenai tunagrahita juga diungkapkan oleh Yusuf (2009: 6) mengungkapkan bahwa “tunagrahita (retardation mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental-intelektual di bawah rata-rata, sehingga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Menurut American Asosiation on Mental Deficiency (AAMD) dan PP No.72 tahun 1991 tentang anak berkebutuhan khusus dalam Amin (1995: 22) menjelaskan bahwa ”Anak tunagrahita ringan adalah mereka yang mengalami hambatan dalam kecerdasan dan adaptasi sosialnya, namun mereka mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik, penyesuaian sosial, dan kemampuan bekerja”. Anak tunagrahita ringan menurut Amin dalam Wantah (2007: 10) adalah “anak tunagrahita ringan memiliki kemampuan untuk berbicara, tetapi pembendaharaan katakatanya sangat kurang”. Hourcade & Martin dalam Wantah (2007: 10) juga mengemukakan bahwa “berdasarkan data menunjukan bahwa kira-kira 85% dari anak 9 10 retardasi mental tergolong retardasi mental ringan, memiliki IQ adalah 50-75, dan mereka dapat mempelajari ketrampilan, dan akademik mereka sampai kelas 6 Sekolah Dasar”. Kemis dan Rosnawati (2013: 12) menjelaskan bahwa “anak pada kelompok educable ini masih mempunyai kemampuan dalam akademik setara dengan anak reguler pada kelas 5 Sekolah Dasar”. Berdasarkan berbagai pengertian tersebut dapat disimpulkan anak tunagrahita ringan adalah anak yang memiliki kemampuan intelektual dibawah normal sekitar 50-75, serta memiliki kemampuan yang hampir sama dengan anak normal pada umumnya tetapi memiliki hambatan dalam kecerdasan dan kekurangan dalam interaksi sosial. Tetapi masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan dalam bidang akademis dan keterampilan yang sederhana setara dengan jenjang SD kelas 5 atau 6 anak reguler. b. Penyebab Anak Tunagrahita Ringan Menurut Kemis dan Roswati (2013: 15), tunagrahita disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: 1) Genetik yang disebabkan kerusakan/kelainan Biokimiawi, Abnormalitas Kromosomal 2) Sebelum lahir (pre-natal) 3) Kelahiran (peri-natal) yang disebabkan oleh kejadian yang terjadi pada saat kelahiran 4) Setelah lahir (post-natal) akibat infeksi misalnya: maningitis (peradangan pada selaput otak) dan problema nutrisi yaitu kekurangan gizi seperti kekurangan protein. 5) Faktor sosio-kultural atau sosial budaya lingkungan 6) Gangguan metabolism/nutrisi Dari sisi pertumbuhan dan perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut Davenport dalam Efendi (2008: 91) dirinci sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) Kelainan atau ketunaan yang timbul pada benih plasma Kelainan atau ketunaan yang dihasilkan selama penyuburan telur Kelainan atau ketunaan yang dikaitan dengan implantasi Kelainan atau ketunaan yang timbul dalam embrio Kelainan atau ketunaan yang timbul dari luka saat kelahiran Kelainan atau ketunaan yang timbul dalam janin, dan Kelainan atau ketunaan yang timbul pada masa bayi dan kanakkanak. 11 Turner dkk dan McDonnell dkk dalam Slavin (2009: 215) mengemukakan “penyebab keterbelakangan mental yaitu terdapatnya warisan genetik; kelainan kromosom, seperti sindrom Down; penyakit yang ditularkan antara ibu dan janin dalam rahim, seperti rubella (campak Jerman) dan sifilis; sindrom kebergantungan kimia janin yang disebabkan oleh penyalahgunaan Alkohol atau kekurangan kokain oleh ibu selama kehamilan; kecelakaan kelahiran yang mengakibatkan kekurangan oksigen; dan kontaminasi racun dari lingkungan, seperti keracunan timbal”. Menurut beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab anak tunagrahita ringan adalah: 1) Disebabkan karena faktor keturunan 2) Disebabkan karena faktor saat di dalam kandungan 3) Disebabkan karena faktor saat kelahiran 4) Disebabkan karena faktor setelah kelahiran c. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan Menurut Amin (1995: 37) mengemukakan bahwa: “anak tunagrahita ringan banyak yang lancar bicara tetapi kurang perbendaharaan kata-katanya. Mereka mengalami kesukaran berpikir abstrak, tetapi mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik dengan baik disekolah umum maupun sekolah khusus. Pada umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak umur 12 tahun, tetapi itu pun hanya sebagian dari mereka. Sebagaimana tertulis dalam The New American Webster dalam Amin (1995: 37) bahwa: “Moron (debile) is a person whose mentality does not develop beyond the 12 years old level”. Maksudnya, kecerdasan berpikir seseorang tunagrahita ringan paling tinggi sama dengan kecerdasan anak normal usia 12 tahun”. Karakteristik anak tunagrahita ringan menurut Efendi (2008: 90) bahwa anak tunagrahita ringan atau anak tunagrahita mampu didik (debil) memiliki IQ 50-75, anak dalam kategori tersebut tidak mampu mengikuti program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal. 12 Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik antara lain: 1) Membaca, menulis, mengeja dan berhitung. 2) Menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain. 3) Keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari. The American Association on Mental Retardasi (AAMR) dalam Leano (2015: 2) mengatakan: “further cited that children with mild mental retardation are approximately 85% of mentally retarded population is in mildly retarded category with IQ score ranges from 50-75. They can acquire academics skills up to 6th grade level; can become fairly self-sufficient; in some cases live independently, with community and social support”. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa karakteristik anak-anak keterbelakangan mental ringan adalah sekitar 85% dari populasi dalam kategori agak terbelakang mental yaitu dengan rentang skor IQ 50-75. Mereka dapat memperoleh keterampilan akademisi hingga tingkat kelas 6; dapat menjadi cukup mandiri; dalam beberapa kasus hidup secara bebas, dengan masyarakat dan dukungan sosial. Hourcade dalam Wantah (2007: 16) berpendapat bahwa ciri-ciri anak tunagrahita ringan atau anak mampu didik adalah: 1) Memerlukan dukungan yang terbatas (kadang-kadang) 2) Biasanya tidak berbeda dengan anak normal yang memiliki usia yang sama 3) Seringkali mereka hanya mengalalami sedikit hambatan dalam perkembangannya yang merupakan kekurangan utamanya, kecuali pada bidang akademik 4) Anak tersebut dapat teridentifikasi setelah bersekolah dimana ketidakmampuan mereka mulai nampak 5) Anak yang termasuk dalam kategori ini dapat bersekolah di sekolah reguler 6) Mereka dapat mencapai kemampuan akademik kelas tiga sampai kelas enam 7) Setelah dewasa, mereka dapat memperoleh pekerjaan sendiri, dan 8) Kebanyakan anak tersebut akan kawin, dan memperoleh anak dan dapat berbaur dengan masyarakat dengan baik tanpa perbedaan. 13 Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita ringan mempunyai karakteristik perkembangan yang berbeda dibawah anak normal baik dari fisik, mental, bahasa, dan kecerdasannya, akan tetapi anak tunagrahita ringan juga dapat bersosialisasi dengan cukup baik dan cukup mandiri. Kecerdasan anak tunagrahita ringan mengalami keterbatasan dalam aspek kehidupannya sebab kemampuan berpikir anak tunagrahita ringan paling tinggi sekitar umur 12 tahun anak normal atau setara kelas VI Sekolah Dasar umum. Setelah dewasa anak tunagrahita ringan dapat bekerja dan menikah seperti orang normal pada umumnya. d. Masalah - Masalah yang Dihadapi Anak Tunagrahita Ringan Menurut Efendi (2008: 98) menjelaskan beberapa hambatan yang tampak pada anak tunagrahita dari segi kognitif yaitu sebagai berikut: 1) Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret dan sukar berpikir 2) Mengalami kesulitan dalam konsentrasi 3) Kemampuan sosialisasinya terbatas 4) Tidak mampu menyimpan intruksi yang sulit 5) Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi 6) Pada anak tunagrahita mampu didik, prestasi tertinggi bidang baca, tulis, hitung tidak lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV Sekolah Dasar. Amin (1995: 41-50) juga mengemukakan kemungkinan-kemungkinan masalah yang dihadapi anak tunagrahita dalam konteks pendidikan, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Masalah dalam kesulitan sehari-hari. 2) Masalah-masalah yang sering ditemukan diantaranya adalah: cara makan, mengosok gigi, memakai baju, memasang sepatu, dan lain-lain. 3) Masalah kesulitan belajar Masalah-masalah yang sering dirasakan dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar diantaranya: kesulitan menangkap pelajaran, kesulitan dalam belajar yang baik, mencari metode yang tepat, kemampuan berpikir abstrak yang terbatas, daya ingat yang lemah, dan sebagainya. 14 4) Masalah penyesuaian diri Masalah ini berkaitan dengan masalah-masalah atau kesulitan dalam hubungannya dengan kelompok maupun individu disekitarnya. karena tingkat kecerdasan anak tunagrahita yang rendah maka anak tunagrahita mengalami gangguan dalam penyesuaian diri. 5) Masalah penyaluran ke tempat kerja Kehidupan anak tunagrahita cenderung banyak yang masih menggantungkan diri kepada orang lain terutama kepada keluarga (orangtua) dan masih sedikit sedikit sekali yang sudah dapat hidup mandiri. Sehingga mereka sulit untuk mencari pekerjaan atau menyalurkan mereka ke tempat kerja. 6) Masalah gangguan kepribadian dan emosi Nampak jelas anak tunagrahita kurang memiliki kemampuan berpikir, keseimbangan pribadinya kurang konstan/labil, kadang-kadang stabil dan kadang-kadang kacau. Kodisi tersebut bisa dilihat pada penampilan tingkah laku sehari-hari. Seperti: berdiam diri berjam-jam lamanya, hiperaktif, mudah marah dan mudah tersinggung, suka mengganggu orang lain disekitarnya (bahkan tindakan merusak/destruktif). 7) Masalah pemanfaatan waktu luang. Ketidakmampuan anak untuk memanfaatkan waktu luang mengakibatkan anak berpotensi mengganggu ketenangan lingkungannya apalagi untuk mereka yang hiperaktif. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masalahmasalah yang dialami anak tunagrahita ringan sangat bermacam-macam. Tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Masalah-masalah tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan dalam hal intelegensi. Masalah-masalah tersebut diantaranya dalam kognitif, kepribadian, sosial, dan perilaku. 15 2. Tinjauan Tentang Pemahaman Bangun Datar Anak Tunagrahita Ringan a. Pengertian Pemahaman Konsep Pemahaman merupakan hal yang penting dalam mempelajari suatu pengetahuan baru dalam ranah kognitif. Pengetahuan dalam ranah kognitif merupakan salah satu hasil pembelajaran yang paling penting berupa keterampilan dalam mengatur proses internal dalam penghampiran, pemahaman, mengingat, dan berpikir” (Surya, 2015: 1). Bloom dalam Degeng (2013: 202) menjelaskan bahwa pemahaman adalah salah satu aspek dari tujuan pendidikan. Secara hirarkis, aspek-aspek itu jika diurutkan dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks adalah: pengetahuan (knowledge), pemahaman/persepsi (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan penilaian (evaluation). Menurut Bloom dalam Sahusilawane (2015: 5) bahwa pemahaman (comperhension) megacu pada kemampuan memahami atau mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu menghubungkannya dengan isi pelajaran lainnya Menurut Rosser dalam Handani, D., Kurniati, E., Sakti, I. (2012: 82) konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Konsep merupakan penyajian-penyajian internal dari stimulus. Menurut Amin (1995: 219) mengungkapkan bahwa mempelajari konsep dapat dilakukan melalui tiga tahap belajar konsep, yaitu: 1) Tahap konkrit. Murid mengenal objek dan membuat tahapan mengenai objek tersebut. 2) Tahap identitas. Murid mengenal objek tersebut yang muncul pada waktu dan tempat lain 3) Tahap klarifikasi. Murid menemukan persamaan antara dua hal yang sama kategorinya, akan tetapi belum menyebutkan ciri-ciri yang sama antara kedua hal tersebut. Taba dalam Degeng (2013: 111) berpendapat pengorganisasian pembelajaran untuk keperluan pembentukan konsep terdiri dari tiga langkah: 1) Mengidentifikasi contoh-contoh yang relevan dengan konsep yang akan dibentuk. 16 2) Mengelompokkan contoh-contoh berdasarkan karakteristik serupa (atau kriteria tertentu) yang dimilikinya. 3) Mengembangkan kategori atau nama untuk kelompok-kelompok itu. Menurut Bruner dalam Degeng (2013: 115) model pemahaman konsep secara berulang-ulang digunakan istilah-istilah, seperti : contoh, kriteria, dan atribut atau karakteristik untuk melukiskan kegiatan-kegiatan mengkategorikan pemahaman konsep. Istilah-istilah ini memiliki arti dan fungsi khusus dalam semua bentuk dalam hal belajar konsep, khususnya belajar konsep. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman merupakan ranah kognitif. Dimana untuk memahami konsep kita harus mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek yang akan dipelajari. Dalam pemahaman konsep merupakan proses menentukan kategori dan fungsi dari objek. Membuat kategori berarti mengidentifikasi objek dan menempatkan contoh-contoh berdasarkan kriteria dari objek tertentu. b. Pengertian Bangun Datar “Bangun datar ialah bangun yang digambar atau dilukis pada bidang datar” (Suharyanto & C.Jacob, 2009: 102). Pendapat lain disampaikan Untoro (2007: 151) yang menjelaskan bahwa bangun datar adalah “suatu bangun geometri yang berbentuk datar (rata)”. Al Ayuby dalam Rokhim (2015) berpendapat bahwa bangun datar adalah bagian dari bidang datar yang dibatasi oleh garis-garis lurus atau lengkung. Hambali dkk dalam Nalole (2014: 8) mendefinisikan, “bangun datar sebagai bangun yang rata yang mempunyai dua demensi yaitu panjang dan lebar, tetapi tidak mempunyai tinggi atau tebal”. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bangun datar adalah bangun geometri dua dimensi yang permukaannya rata atau datar yang dibatasi oleh garis-garis lurus dan lengkung serta mempunyai panjang dan lebar tetapi tidak mempunyai tinggi dan tebal. Bangun-bangun tersebut juga bisa digambar dan dilukis pada bidang yang datar. 17 c. Macam-macam Bangun Datar Untoro (2007: 151) menjelaskan bahwa bangun datar dibagi menjadi dua yaitu : 1) Bangun datar bersisi lengkung misalnya: a) Lingkaran b) Elips c) Busur setengah lingkaran 2) Bangun datar bersisi lurus misalnya: a) Bujur sangkar b) Persegi panjang c) Jajargenjang d) Belah ketupat e) Trapesium f) Segitiga g) Persegi h) Dan sebagainya. Pendapat lain menurut Pardiyono (2010: 38-43) mengemukakan macam-macam bangun datar antara lain adalah: 1) Persegi sama sisi Bangun persegi sama sisi adalah bentuk bangun yang memiliki 4 sisi yang sama ukuran panjangnya Contoh : Ciri atau sifat: a) Setiap bangun memiliki 4 sisi, yang sama panjangnya. b) Setiap bangun memiliki 4 sudut. c) Panjang keliling = 4 x panjang sisi. d) Luas bangun = 2 x panjang sisi. 18 2) Persegi Panjang Bangun persegi panjang adalah bentuk bangun yang memiliki 4 sisi yang meliputi 2 sisi pendek menunjukan ukuran lebar dan 2 sisi panjang menunjukan ukuran panjang. Contoh: Ciri atau sifat: a) Setiap bangun memiliki 4 sisi, yang terdiri atas dua sisi pendek (sisi lebar) dan dua sisi panjang (sisi panjang). b) Setiap bangun memiliki empat sudut. c) Panjang keliling = 2 x sisi pendek + 2 x sisi panjang. d) Luas bangun = sisi pendek x sisi panjang. 3) Segitiga Bangun segitiga adalah bentuk bangun yang memiliki 3 sisi yang dapat memiliki ukuran sama ataupun berbeda. Bangun segitiga dasarnya adalah bangun persegi yang dibelah menjadi dua. Contoh: 19 Ciri atau sifat: a) Setiap bangun memiliki 3 sisi: 2 sisi sama panjang = sama kaki, 3 sisi sama panjangnya = sama sisi, Semua sisi berbeda panjangnya. b) Setiap bangun memiliki 3 sudut. c) Panjang keliling= jumlah panjang ketiga sisi. d) Panjang sisi miring = akar dari kuadrat sisi tegak e) Luas bangun= ½ (lebar x tinggi) 4) Trapesium Bangun trapesium adalah bangun yang merupakan gabungan antara bangun segi empat (persegi sama sisi atau persegi panjang)dengan bangun segitiga. Contoh: Ciri atau sifat: a) Setiap bangun memiliki 4 sisi 2 sisi sejajar dengan panjang berbeda, 2 sisi tinggi yang bisa sama panjang atau berbeda panjang. 20 b) Setiap bangun memiliki 4 sudut. c) Panjang keliling = jumlah panjang ke empat sisi. d) Luas bangun = 2 x luas bangun segitiga + luas bangun persegi 5) Layang-layang Bangun layang-layang adalah bentu bangun yang merupakan gabungan 4 buah bangun segitiga atau gabungan belahan-belahan bangun segiempat. Ciri atau sifat: a) Setiap bangun memiliki 4 sisi yaitu 2 pasang sisi yang sama panjang. b) Setiap bangun memiliki 4 sudut. c) Panjang keliling = jumlah panjang ke empat sisi. d) Luas bangun = ½ (tinggi x lebar). 6) Jajaran Genjang Bangun jajaran genjang adalah bentuk bangun yang merupakan gabungan antara bangun segiempat dengan dua bangun segitiga. Ciri atau sifat: a) Setiap bangun memiliki 4 sisi yaitu 2 pasang sisi yang sejajar dan sama panjang. b) Setiap bangun memiliki 4 sudut. c) Panjang keliling = jumlah panjang ke empat sisi. d) Luas bangun = panjang x tinggi. 21 7) Belah Ketupat Bangun belah ketupat adalah bentuk bangun yang merupakan gabungan 4 buah bangun segitiga atau gabungan dari belahan-belahan bangun segiempat. Belah ketupat hampir sama dengan layang-layang akan tetapi memiliki panjang sisi luar yang sama. Ciri atau sifat: a) Setiap bangun memiliki 4 sisi yang sejajar dan sama panjang. b) Setiap bangun memiliki 4 sudut. c) Panjang keliling = jumlah panjangke empat sisi. d) Luas bangun = ½ (panjang x tinggi). 8) Lingkaran Lingkaran adalah bentuk bangun berbentuk bulat yang tidak bersegi dan tidak bersudut. Sisi bangun lingkaran dinyatakan dengan garis tengah (diameter) dan jari-jari. Ciri atau sifat: a) Setiap bangun memiliki titik pusat (perpotongan antara dua garis tengah). b) Jari-jari adalah garis antara titik pusat dengan sisi keliling bangun. Jarijari dinyatakan dengan r. c) Panjang keliling = 2 (π x r). 22 Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa jenisjenis bangun datar banyak macamnya. Setiap bangun datar juga memiliki ciri dan sifatnya masing-masing. Dalam penelitian peneliti hanya menggunakan 4 macam bangun datar antara lain : persegi, persegi panjang, segitiga dan lingkaran. 3. Tinjauan Tentang Media Geoboard a. Pengertian Media Pembelajaran Media berasal dari bahasa latin medius yang berarti “tengah”, “perantara”, “pengantar”. Suryani & Agung (2012: 136) mengemukakan bahwa “Media pembelajaran adalah media yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa)”. Pengertian lain dikemukan oleh Aqib (2014: 50) berpendapat bahwa “media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk penyaluran pesan dan merangsang terjadinya proses belajar pada si pembelajar (siswa)”. Hamalik dalam Meimulyani & Caryoto (2013: 34) menjelaskan bahwa “Media pembelajaran adalah metode dan teknik yang digunakan untuk mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran” Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat bantu apa saja yang dapat digunakan dalam proses pendidikan dan pengajaran di kelas. Alat bantu tersebut bertujuan untuk penyaluran pesan sehingga dapat mengefektifkan komunikasi dan interaksi guru dan siswa serta merangsang belajar siswa. Dengan penggunaan media pembelajaran, siswa dapat dengan mudah memahami materi pelajaran serta tujuan dari pembelajaran juga akan tersampaikan secara maksimal. Media pembelajaran bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) khususnya anak tunagrahita sangatlah penting untuk dipakai dalam proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan anak tunagrahita memiliki daya berpikir yang berbeda dengan anak normal sehingga butuh proses dalam penyampaian 23 materi yang lebih. Selain untuk membantu dan mempermudah penyampaian materi pelajaran kepada peserta didik, media pembelajaran yang menarik juga sangat dibutuhkan agar dapat menambah minat anak dalam pembelajaran. b. Macam-Macam Media Pembelajaran Sutikno (2013: 108) mengklasifikasikan media pembelajaran sebagai berikut: 1) Dilihat dari jenisnya, media dibagi ke dalam: a) Media audio adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, cassete recorder, piringan hitam. b) Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indera penglihatan. Media visual ada yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film strip (rangkaian film), foto, gambar atau lukisan, cetakan. Ada pula media visual yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu dan film kartun. c) Media audio visual merupakan media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Media audio visal terdiri atas audio visual diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara (sound slides), film rangkaian suara. Audio visual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti film suara dan video cassette. 2) Dilihat dari daya liputnya, media dibagi menjadi: a) Media dengan daya liputnya yang luas dan serentak Penggunaan media ini tidak terbatas oleh tempat dan ruang serta dapat menjangkau jumlah siswa yang banyak dalam waktu yang sama. b) Media dengan daya liputnya yang terbatas oleh ruang dan tempat Media ini dalam penggunaanya membutuhkan ruang dan tempat yang khusus seperti film, sound slide, film rangkai, yang harus menggunakan tempat tertutup dan gelap. 3) Dilihat dari bahan pembuatannya media dibagi atas : a) Media sederhana, yakni media yang bahan dasarnya mudah diperoleh dengan harga yang murah, cara pembuatannya mudah, dan penggunasnya tidak sulit. b) Media kompleks, yakni media dengan bahan yang sulit didapat, alat tidak mudah dibuat dan harga relatif mahal. 24 Sutjipto dan Kustandi (2011: 33-35) mengemukakan bahwa berdasarkan perkembangan teknologi, maka media pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok yaitu: 1) Media hasil teknologi cetak 2) Media hasil teknologi audio visual 3) Media hasil teknologi komputer 4) Media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer Menurut Suryani dan Agung (2012: 143) berpendapat bahwa penggolongan media jika dilihat dari berbagai sudut pandang adalah sebagai berikut: 1) Dilihat dari jenisnya media dapat digolongkan menjadi media audi, media visual dan media audio visual. 2) Dilihat dari daya liputnya media dapat digolongkan menjadi media dengan daya liput luas dan serentak, media dengan daya liput terbatas dengan ruang dan tempat dan media pangajaran individual. 3) Dilihat dari bahan pembuatannya media dapat digolongkan menjadi sederhana (murah dan mudah memperolehnya) dan media kompleks. 4) Dilihat dari bentuknya media dapat digolongkan menjadi media grafis (dua dimensi), media tiga dimensi, dan media elektronik. Berdasarkan berbagai pendapat di atas, mengenai macam-macam media pembelajaran dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran yang dapat menunjang dalam proses pembelajaran banyak macamnya diantaranya media audio, media visual, media audio visual, dan lain-lain. Tergantung sudut pandang kita melihat media tersebut. c. Fungsi Media Pembelajaran Menurut Sutikno (2013: 106) berpendapat bahwa dalam proses pembelajaran, hadirnya media sangat diperlukan, sebab media mempunyai peranan besar yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Ada beberapa fungsi penggunaan media dalam proses pembelajaran, di antaranya: 1) Membantu untuk pembelajaran; mempercepat pemahaman dalam proses 25 2) Memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan); 3) Mengatasi keterbatasan ruang; 4) Pembelajaran lebih komunikatif dan produktif; 5) Waktu pembelajaran bisa dikondisikan; 6) Menghilangkan kebosanan siswa dalam belajar; 7) Meningkatkan motivasi siswa dalam mempelajari sesuatu; 8) Melayani gaya belajar siswa yang beraneka ragam, serta; 9) Meningkatkan kadar keaktifan/keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sadiman dkk dalam Suryani dan Agung (2012: 146) menyampaikan fungsi media (media pendidikan) secara umum adalah sebagi berikut: 1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat visual. 2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indra, misal objek yang terlalu besar untuk dibawa ke kelas dapat diganti dengan gambar, slide, dsb., peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat film, video, foto, atau film bingkai. 3) Meningkatkan kegairahan belajar, memungkinkan siswa belajar sendiriberdasarkan minat dan kemampuannya, dan mengatasi sikap pasif siswa. 4) Memberikan rangsangan yang sama, dapat menyamakan pengalaman dan persepsi siswa terhadap isi pelajaran. Pendapat lain mengenai manfaat media pembelajaran dari Sudjana dan Rivai dalam Sundayana (2015: 9) menyebutkan ada enam fungsi pokok media pembelajaran dalam proses pembelajaran antara lain: 1) Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif. 2) Media pengajaran merupakan bagian yang integral dari keseluruhan situasi mengajar. Ini merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan oleh seorang guru. 3) Dalam pemakaian media pengajaran harus melihat tujuan dan bahan ajar. 4) Media pengajaran bukan sebagai alat hiburan, akan tetapi alat ini dijadikan untuk melengkapi proses belajar mengajar supaya lebih menarik perhatian peserta didik. 5) Diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar serta dapat membantu siswa dalam menangkap pengertian yang disampaikan oleh guru. 6) Penggunaan alat ini diutamakan untuk meningkatkan mutu belajar mengajar. 26 Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran dalam proses pembelajaran mempunyai peranan yang sangat besar yaitu sebagai alat bantu yang dapat digunakan untuk membantu peserta didik memahami suatu materi pembelajaran yang diberikan oleh guru, media pembelajaran juga membantu meningkatkan minat, perhatian dan kegairahan belajar. Sebab dengan media pembelajaran peserta didik tidak hanya mendengarkan penjelasan dari guru tetapi juga berperan aktif dalam proses pembelajaran, seperti: mengamati, mencoba, dan mendemontrasikan. Sehingga dalam proses belajar mengajar tujuan dari pembelajaran dapat dicapai secara maksimal. d. Geoboard 1) Pengertian Geoboard Media geoboard merupakan modifikasi dari media papan baca dengan sedikit merubah tampilan pada sisi-sisi papan baca dengan menambahkan beberapa paku secara permanen yang bertujuan untuk tempat mengkaitkan tali. Tali tersebut digunakan untuk membuat bentukbentuk bangun datar, sesuai dengan sub bahasannya yakni dengan mengaitkan ujung-ujung tali pada paku yang tersedia pada geoboard sehingga membentuk bangun datar yang diinginkan (Yatiningsih dan Maryadi, 2010). Menurut Muhsetyo dalam Rahayu (2015) mengemukakan media manipulatif papan berpaku adalah media yang terbuat dari triplek dan paku, peragaannya menggunakan karet gelang. Jannah (2014: 3) berpendapat, “Media papan berpaku adalah media yang terbuat dari papan atau tripleks, paku dan dilengkapi dengan karet gelang. Fungsinya adalah untuk menanamkan konsep bangun datar pada anak, terutama anak SD”. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa geoboard atau papan berpaku merupakan media pembelajaran matematika yang terbuat dari papan atau triplek, paku dan dilengkapi karet gelang atau tali. Karet gelang atau tali digunakan untuk membentuk bangun datar yang 27 diinginkan. Geoboard tersebut dapat digunakan untuk menanamkan pemahaman konsep kepada anak tentang materi geometri pokok bahasan bangun datar. Geoboard yang digunakan dalam penelitian dibuat menarik dan menggunakan karet gelang berbagai warna. 2) Kelebihan dan Kekurangan Geoboard Winasis geoboard/papan dalam Prasdita berpaku (2013: memiliki 3) berpendapat kelebihan-kelebihan media yaitu: a) bentuknya sederhana sehingga mudah pembuatannya; b) lebih ekonomis karena biayanya murah dan dapat dipakai berkali-kali; c) bahan dan alat produksinya mudah diperoleh; d) terdapat unsur bermain dalam penggunaannya karena dapat digunakan untuk membentuk macam-macam bangun datar dengan permainan karet gelang. Berdasarkan penelitian yang diakukan oleh Rahayu (2015) media media manipulasi meningkatkan papan kemampuan berpaku guru mempunyai kelebihan merencanakan, dapat melaksanakan pembelajaran hasil belajar siswa. Penelitian yang lain dilakukan oleh Jannah (2014) menunjukkan bahwa kelebihan penggunaan media papan berpaku yaitu mampu meningkatkan hasil belajar siswa materi bangun datar. Selain itu hasil penelitian yang dilakukan oleh Yatiningsih dan Maryadi (2010) menjelaskan kelebihan dari media geoboard yaitu dapat meningkatkan prestasi belajar matematika pada siswa tunanetra kelas D-2 di SLB-A YAAT Klaten. Selain ada kelebihan juga ada kekurangan dari geoboard itu sendiri, kekurangan geoboard menurut Santoso (2014: 22) antara lain: a) Mengajar dengan menggunakan alat peraga papan berpaku lebih banyak menuntut guru. b) Papan berpaku sangat berbahaya bagi anak karena terdapat paku yang tajam jadi perlu hati-hati saat mengajar c) Banyak waktu yang terbuang untuk membuat alat peraga papan berpaku d) Perlu kesediaan berkorban secara materiil 28 Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media geoboard atau sering disebut media papan berpaku mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan dari berbagai segi antara lain yaitu dari segi pembuatannya, penggunaanya dan pemanfaatannya. B. Kerangka Berpikir Anak tunagrahita ringan pada awalnya kurang memiliki pemahaman konsep bangun datar. Dalam pembelajaran di kelas VI SDLB C Setya Darma anak tunagrahita ringan masih kesulitan berpikir abstrak dan simbolis tentang konsep geometri pokok bahasan bangun datar. Konsep bangun datar pada kurikulum SDLB kelas VI termasuk dalam mata pelajaran matematika. Pemahaman konsep bangun datar termasuk lingkup pengembangan kognitif. Pengembangan kognitif bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir anak untuk memperoleh belajarnya. Agar anak tunagrahita ringan mampu menerima pelajaran dengan maksimal, diperlukan media yang mampu membangkitkan semangat belajar anak dan mampu membantu anak dalam memahami pelajaran yang disampaikan guru. Terlebih lagi mereka mempunyai daya abstraksi yang kurang, sehingga dengan media pembelajaran anak dapat mudah memahami pelajaran yang bersifat abstrak menjadi lebih konkrit. Pemahaman konsep tentang geometri pada anak kelas VI SDLB C dapat dilakukan dengan media geoboard. Media tersebut merupakan cara yang cocok untuk meningkatkan pemahaman geometri pokok bahasan bangun datar. Dikarenakan penggunaan geoboard di dalamnya melalui praktik langsung. Praktik langsung melibatkan anak secara aktif dalam pembelajarannya. Media geoboard dalam pembelajarannya juga melibatkan interaksi aktif dan dinamis antara guru dan anak. Pemahaman bangun datar dengan media geoboard diharapkan dapat meningkatkan pemahaman geometri khususnya pokok bahasan bangun datar anak tunagrahita ringan kelas VI SDLB C Setya Darma Surakarta. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan media geoboard dalam pembelajaran pemahaman bangun datar anak tunagrahita ringan kelas VI SDLB C Setya Darma Surakarta. Skema kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1. 29 Pembelajaran Matematika materi geometri pokok bahasan bangun datar kelas VI SDLB C Setya Darma Surakarta Pembelajaran belum menggunakan media geoboard Kemampuan pemahaman bangun datar anak tunagrahita ringan kelas VI SDLB C Setya Darma Surakarta rendah Pembelajaran menggunakan media geoboard Kemampuan pemahaman bangun datar anak tunagrahita ringan kelas VI SDLB C Setya Darma Surakarta meningkat Gambar 2.1. Skema Kerangka Berpikir C. Hipotesis Hipotesis penelitian menurut Arikunto (2010: 110), hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Menurut Sugiono (2013: 159) hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian adalah suatu jawaban sementara terhadap permasalahan dalam penelitian. Dalam penelitian ini peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: “penggunaan geoboard berpengaruh dalam meningkatkan pemahaman bangun datar anak tunagrahita ringan kelas VI SDLB C Setya Darma Surakarta tahun ajaran 2015/2016”