HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh

advertisement
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering
Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai
yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi surya diukur dengan
menggunakan pyranometer. Percobaan dilakukan pada kondisi iklim berada
dalam musim kemarau dengan cuaca terik normal. Selain itu bahan penutup
transparan yang menggunakan bahan polycarbonate yang memiliki nilai
koefisien tembus cahaya cukup baik yaitu 0.81 (Mustafid, 2003) dan koefisian
penyerap panas plat yang terbuat dari besi cor memiliki nilai absorptivitas
sebesar 0.94 (Holman.1986). Secara umum rata-rata radiasi surya yang
diperoleh selama percobaan mendekati jumlah penerimaan rata-rata iradiasi
surya di Indonesia yang besarnya 562 W/m2.
Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1
Pada percobaan 1 pengukuran Iradiasi dimulai dari pukul 08:00 WIB
sampai 15:30 WIB dengan nilai iradiasi tertinggi pada pukul 12:00 yaitu
sebesar 602.86 W/m2 dan iradiasi minimum sebesar 61.43 W/m2 (Gambar 2).
Dengan rata-rata iradiasi sebesar 475.18 W/m2 mampu menaikkan suhu
lingkungan 33.95
o
C menjadi suhu ruang pengering sebesar 52.63
o
C.
Sehingga bisa dikatakan bahwa pada percobaan 1 penggunaan kolektor
mampu menaikkan suhu sebesar 18.68 oC atau sekitar 55%.
23
Gambar 3. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 2
Pada percobaan 2 pengukuran Iradiasi dimulai dari pukul 15:00 WIB
sampai 17:30 WIB dengan nilai iradiasi tertinggi pada pukul 15:00 yaitu
sebesar 470.00 W/m2 dan iradiasi minimum sebesar 121.42 W/m2 (Gambar 3).
Rata-rata radiasi pada percobaan ini adalah 286.75 W/m2 dan mampu
menaikkan suhu lingkungan dari 31.88 oC menjadi suhu ruang pengering
sebesar 40.39 oC. Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan kolektor surya
pada percobaan 2 mampu menaikkan suhu sebesar 8.51 oC atau sekitar 27%.
Gambar 4. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 3
24
Pada percobaan 3 pengukuran Iradiasi dimulai dari pukul 07:30 WIB
sampai 14:00 WIB dengan nilai iradiasi tertinggi pada pukul 13:00 yaitu
sebesar 971.43 W/m2 dan iradiasi minimum sebesar 334.29 W/m2 (Gambar 4).
Dengan nilai rata-rata radiasi sebesar 729.49 W/m2 dan mampu menaikkan
suhu lingkungan dari 36.81 oC menjadi suhu ruang pengering sebesar 49.35
o
C. Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan kolektor surya pada
percobaan 3 mampu menaikkan suhu sebesar 12.54 oC atau sekitar 34%.
Dari Gambar 2, 3, dan 4 diatas dapat dilihat bahwa perlakuan yang
berbeda-beda pada percobaan 1, 2, dan 3 berpengaruh begitu nyata terhadap
sebaran suhu dalam ruang pengering. Suhu ruang pengering dalam setiap
percobaan selalu lebih tinggi dari pada suhu lingkungan. Semakin siang suhu
ruang pengering cenderung mengalami kenaikan atau semakin besar radiasi
surya maka semakin tinggi suhu absorber, dan semakin besar pula suhu ruang
pengering. Pada percobaan 1 dapat dilihat bahwa suhu ruang pengering lebih
besar dari suhu absorber. Sedangkan pada percobaan 3 suhu absorber lebih
tinggi dari suhu ruang pengering. Hal ini disebabkan karena pengaruh
banyaknya bahan yang dikeringkan. Adapun kenaikkan suhu pada percobaan
1,2, dan 3 berturut-turut adalah 55%, 27%, dan 34%. Sehingga sebaiknya
pengeringan dilakukan dari pagi sampai sore hari ( percobaan 1).
B. Pengaruh Tungku Sebagai Pemanas Tambahan Terhadap Suhu Ruang
Pengering
Pemanas tambahan pada percobaan ini berasal dari penggunaan
biomasa batok kelapa yang dibakar didalam tungku dan kemudian udara
panasnya dialirkan melalui pipa-pipa penyalur kedalam ruang pengering.
Suhu ruang pengering dengan pemanas tambahan nilainya berfluktuasi
bergantung pada suhu ruang bakar. Profil suhu ruang pengering dan ruang
bakar pada percobaan 2, 3, dan 4 dapat dilihat pada Gambar 5, 6, dan 7.
25
Gambar 5. Profil suhu pada percobaan 2
Pada percobaan 2 penggunaan pemanas tambahan dimulai dari pukul
17:45 WIB. Hal ini dilakukan karena pada pada jam tersebut nilai radiasi
surya sudah semakin kecil. Pengaruh penggunaan kolektor kemudian
diabaikan karena nilainya sangat kecil yaitu 4.89% atau kurang dari 5%. Pada
percobaan ini suhu rata-rata ruang pengering mencapai 36.82 oC pada kondisi
lingkungan dengan suhu 27.86
o
C. Sehingga dapat dikatakan bahwa
penggunaan batok kelapa sebagai pemanas tambahan pada percobaan 2
mampu menaikkan suhu sebesar 8.96 oC atau sekitar 32%.
Gambar 6. Profil suhu pada percobaan 3
26
Pada percobaan 3 penggunaan pemanas tambahan dimulai dari pukul
03:00 WIB sampai 08:00 WIB. Pada percobaan ini suhu rata-rata ruang
pengering mencapai 38.12 oC pada kondisi lingkungan dengan suhu 27.85 oC.
Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan batok kelapa sebagai pemanas
tambahan pada percobaan 3 mampu menaikkan suhu sebesar 10.27 oC atau
sekitar 37%.
.
Gambar 7. Profil suhu pada percobaan 4
Pada percobaan 4 penggunaan pemanas tambahan dimulai dari pukul
18:45 WIB sampai 04:15 WIB. Pada percobaan ini suhu rata-rata ruang
pengering mencapai 37.84 oC pada kondisi lingkungan dengan suhu 27.79 oC.
Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan batok kelapa sebagai pemanas
tambahan pada percobaan 3 mampu menaikkan suhu sebesar 10.05 oC atau
sekitar 36%.
Dari Gambar 5, 6, dan 7 diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi
suhu pada ruang bakar maka semakin tinggi pula suhu pada ruang pengering.
Sehingga faktor yang paling penting adalah bagaimana menjaga kekontinuan
jumlah panas yang diberikan dari pembakaran batok kelapa yang terjadi
dalam tungku. Dalam percobaan ini selang waktu dalam pengisian bahan
bakar adalah setiap 15 menit sekali sebanyak 2-3 kg. Oleh karena itu
disarankan untuk operasi sebaiknya jumlah bahan bakar dikurangi (<2kg)
dengan frekuensi pemasukan yang lebih besar (<15menit).
27
C. Efisiensi Kolektor
Nilai efisiensi kolektor digunakan untuk mengetahui seberapa besar
energi panas matahari yang berguna selama proses pengeringan. Nilai efisiensi
kolektor dipengaruhi oleh jenis bahan yang digunakan dan iradasi surya.
Pemilihan bahan yang tepat akan menaikkan efisiensi, karena dapat
menghindari kehilangan energi akibat adanya proses pindah panas pada bagian
plat dan tutup transparan.
Dalam perhitungan efisiensi kolektor, data yang digunakan adalah
suhu plat absorber, suhu lingkungan, dan iradiasi surya. Percobaan dilakukan
pada kondisi iklim berada dalam musim kemarau. Selain itu bahan penutup
transparan yang menggunakan bahan polycarbonate dan bahan isolasi plat
absorber yang terbuat dari bahan berupa glas wool memiliki nilai
konduktivitas termal cukup rendah yaitu 0.0703 W/m2 oC dan 0.038 W/m2 oC
(Holman,1986), mampu menahan besarnya laju perpindahan panas yang
hilang secara konveksi ke lingkungan.
Gambar 8. Nilai efisiensi kolektor dan laju radiasi pada percobaan 1
28
Pada Gambar 8 terlihat bahwa efisiensi kolektor dan laju radiasi terus
naik ketika menuju siang hari, tetapi ketika pukul 11:00 WIB mengalami
penurunan dan terus berfluktuasi hingga pukul 12:30 WIB. Hal ini disebabkan
karena pada saat itu cuaca terus berubah sehingga menyebabkan pancaran
sinar matahari yang diterima kolektor terus berfluktuasi. Efisiensi maksimum
terjadi pada pukul 15:30 WIB yaitu sebesar 71.27% dan efisiensi minimum
sebesar 46.68% terjadi pada pukul 08:30 WIB. Sedangkan nilai radiasi
tertinggi terjadi pada pukul 12:00 yaitu sebesar 602.86 W/m2 dan radiasi
minimum sebesar 214.28 W/m2 pada pukul 08:30 WIB. Adanya perbedaan
waktu nilai maksimum antara nilai efisiensi dan laju radiasi yang terjadi pada
percobaan 1 disebabkan karena kolektor surya mampu menyimpan energi
panas yang diterima dari matahari. Sehingga nilai efisiensinya terus naik
ketika pancaran sinar matahari sudah mulai meredup. Pada Gambar 8 terlihat
bahwa ada kesesuaian antara peningkatan nilai efisiensi kolektor dengan laju
radiasi. Semakin besar laju radiasi maka semakin besar pula nilai efisiensi dari
kolektor tersebut. Pada Gambar 9 nilai efisiensi kolektor mengikuti pola
penerimaan radiasi, tetapi ketika pukul 16:30 WIB nilai efisiensi meningkat
padahal disaat yang sama nilai radiasi terus mengalami penurunan. Hal ini
terjadi karena sifat dari absorber tersebut yang dapat menyimpan panas,
sehingga energi panas tidak cepat hilang.
Gambar 9. Nilai efisiensi kolektor dan laju radiasi pada percobaan 2
Gambar 9. Nilai efisiensi kolektor dan laju radiasi pada percobaan 2
29
Gambar 10. Nilai efisiensi kolektor dan laju radiasi pada percobaan 3
Dari percobaan 1, 2, dan 3 dapat dilihat bahwa semakin tinggi radiasi
maka akan semakin tinggi nilai efisiensi kolektor. Pada saat menjelang sore
ketika laju radiasi mulai menurun, nilaI efisiensi kolektor masih stabil bahkan
masih naik seperti pada Gambar 8 dan 10. Hal ini disebabkan karena sifat
absorber yang mampu menahan panas, sehingga panas yang diterima bisa
disimpan dalam beberapa waktu.
Tabel 3. Nilai rata-rata efisiensi kolektor pada masing-masing percobaan
Efisiensi kolektor
Percobaan Kehilangan panas Kehilangan panas
pada bahan isolasi
pada
glas wool
polycarbonate
( W/m2 oC )
( W/m2 oC )
1.25
3.04
3
1.15
1.29
2.53
2.88
64.30
Rataan
1.23
2.82
63.56
1
2
(%)
62.23
64.17
Dari tabel 3 diatas terlihat bahwa efisiensi kolektor cukup bagus
dengan rata-rata dari ketiga percobaan adalah 63.56% dengan nilai efisiensi
30
terbesar pada percobaan 2 dengan nilai 64.30% dan efisiensi terkecil pada
percobaan 1 dengan nilai efisiensi 62.23%.
Efisiensi kolektor antara 62.23–64.30% masih lebih besar bila
dibandingkan dengan hasil penelitian Ignasius (2003) sebesar 24.3% yang
menggunakan fiberglass sebagai penutup transparan dan seng sebagai plat
absorbernya. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan polycarbonate cukup
baik.
D. Efisiensi Sistem Tungku
Efisiensi sistem tungku merupakan perbandingan antara jumlah energi
yang digunakan untuk meningkatkan suhu ruangan dengan energi yang
diberikan oleh tungku pemanas. Disain tungku dan jenis bahan bakar yang
digunakan sangat menentukan dalam perhitungan efisiensi ini.
Suhu ruang pengering dengan pemanas tambahan nilainya berfluktuasi
bergantung pada suhu ruang bakar. Semakin banyak bahan bakar yang dibakar
akan semakin tinggi suhu pada ruang bakar dan semakin tinggi pula suhu pada
ruang pengering. Adapun besarnya laju pembakaran pada tipa-tiap percobaan
dapat dilihat pada tabel 4 berikut.
Tabel 4. Laju pembakaran pada tiap-tiap percobaan
Percobaan
Jumlah
Lama
Laju
Suhu ruang
bahan bakar
pembakaran
pembakaran
pengering
( kg )
( Jam )
( kg/Jam)
( oC )
2
16
2.25
7.11
36.82
3
44
5
8.8
38.12
4
80
10
8
37.84
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa laju pembakaran untuk proses
pengeringan pada percobaan 2 adalah 7.11 kg/jam. Pada kondisi ini pemanas
tambahan tersebut mampu menaikkan suhu lingkungan sebesar 27.86 oC
menjadi suhu ruang pengering sebesar 36.82 oC atau mampu menaikkan suhu
sebesar 8.98 oC (32%). Pada percobaan 3 dengan laju pembakaran 8.8 kg/jam
mampu menaikkan suhu lingkungan sebesar 27.85 oC menjadi suhu ruang
31
pengering sebesar 38.12 oC atau mampu menaikkan suhu sebesar 10.27 oC
(37%). Pada percobaan 5 dengan laju pembakaran 8 kg/jam mampu
menaikkan suhu dari 27.79 oC pada suhu lingkungan menjadi 37.84 oC pada
suhu ruang pengering atau mampu menaikkan suhu sebesar 10.05 oC atau
sekitar 36%. Sehingga agar menghasilkan kenaikkan suhu ruangan yang tinggi
maka
sebaiknya
pengeringan
dilakukan
dengan
menggunakan
laju
pembakaran yang lebih besar pula.
Tabel 5. Nilai efisiensi sistem tungku pada masing-masing percobaan
Percobaan
Panas untuk
Panas hasil
Efisiensi sistem
memanaskan udara
pembakaran
tungku
( kJ )
( kJ )
(%)
2
41 709.42
272 000
15.33
3
104 142.73
748 000
13.92
4
207 463.36
1 360 000
15.25
Rataan
215 006.60
793 333.33
14.83
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa rata-rata nilai efisiensi sistem
tungku adalah 14.83% masih lebih besar bila dibandingkan dengan hasil
penelitian Darmawan (2003) yang menggunakan bahan bakar berupa kayu
bakar dengan nilai efisiensi mencapai 10.17%. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan batok kelapa sebagai pemanas tambahan cukup baik.
E. Efektifitas Penukar Panas
Keefektifan penukar panas (heat exchanger) merupakan perbandingan
laju perpindahan panas yang sebenarnya dalam penukar panas terhadap laju
pertukaran panas maksimum yang mungkin terjadi (Kreith, 1973). Laju
perpindahan panas yang sebenarnya sangat tergantung pada jenis bahan dan
dimensi bahan yang digunakan. Semakin efektif suatu penukar panas, maka
semakin banyak energi panas yang dapat dipindahkan dari tungku ke sistem
pengering.
32
Gambar 11. Nilai efektifitas HE dan perpindahan panas pada percobaan 2
Gambar 12. Nilai efektifitas HE dan perpindahan panas pada percobaan 3
Gambar 13. Nilai efektifitas HE dan perpindahan panas pada percobaan 4
33
Pada percobaan 2, 3, dan 4 terlihat bahwa nilai efektifitas penukar
panas dan
laju perpindahan panas berbanding lurus. Semakin tinggi nilai
efektifitas penukar panas (HE) maka semakin besar pula laju perpindahan
panas yang terjadi. Sebaliknya ketika nilai efektifitas menurun, maka laju
perpindahan panas yang terjadi semakin kecil. Hal ini bisa terjadi karena nilai
beda suhu logaritmik pada waktu ini cenderung naik, sementara nilai jumlah
satuan perpindahan panas (NTU) semakin kecil.
Tabel 6. Nilai efektifitas rata-rata HE pada masing-masing percobaan
NTU
Efektifitas Perpindahan kalor
Percobaan ∆T Log
C
C = min
C maks penukar
( W/m2 oC )
( oC)
panas
2
175.15
3.51
0.0321
0.95
3158.18
3
177.41
3.81
0.0301
0.96
3450.28
4
133.03
3.41
0.0297
0.95
2253.24
Dari tabel 6 diatas telihat bahwa beda suhu rata-rata logaritmik
berdasarkan perhitungan berkisar antara 133.03-177.41 oC . Beda suhu ratarata logaritmik yang rendah menunjukkan suhu aliran fluida dalam ruang
penukar panas cukup konstan. Perpindahan panas berkisar antara 2 253.24–
3450.28 W/m2 oC .
Dari ketiga percobaan tersebut dapat dilihat bahwa perbandingan
(rasio) laju kapasitas panas yang berasal dari pembakaran bahan bakar
terhadap laju kapasitas panas yang berasal dari saluran udara masuk akan
mempengaruhi nilai satuan perpindahan panas (NTU). Semakin besar nilai
NTU dan semakin kecil rasio laju kapasitas panas maka nilai efektifitas
penukar panas akan semakin besar. Dengan semakin besarnya efektifitas maka
jumlah panas yang dihantarkan ke ruang pengering akan semakin besar.
Efektifitas penukar panas antara 0.95-0.96 jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Ai Rukmini (2003) sebesar 0.28-0.36
yang menggunakan penukar panas berupa tabung dengan diameter dalam 50.8
mm dan panjang 600 mm.
34
Download