(EVA) dan Market Value Added (MVA)

advertisement
Gulo, Ermawati – Analisis Economic Value Added | 123
Analisis Economic Value Added (EVA) dan
Market Value Added (MVA) sebagai Alat Pengukur Kinerja
Keuangan PT SA
Wilmar Amonio Gulo
Alumni Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Wita Juwita Ermawati
Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
ABSTRACT
The company should demonstrate good financial performance to attract investors by
financial performance based on value-added and market value. The objectives of this
study at PT SA limited were: (1) To analyze the financial performance by Economic
Value Added (EVA) method, (2) To analyze the financial performance by Market Value
Added (MVA) method. The results showed the company was not able to add economic
value to the company, which proved by EVA in 2008 was higher than in 2009. It is
concluded that the company can not afford to pay obligations to investors as expected.
However, different result showed by MVA, which indicates the company succes to
managed the investor confidence over a given capital by increasing the value of capital
invested. MVA showed results in 2008, the value of MVA was positive, and in 2009, the
company's MVA achieved a significant increase in the amount of 379.42% from the
previous year. The share price continued to increase making the MVA values continue to
rise.
Key words: Economic Value Added, Market Value Added, financial performance
I. Pendahuluan
PT SA merupakan perusahaan terbuka yang bergerak di bidang perkebunan dan
pengolahan kelapa sawit, dan telah melakukan penjualan saham kepada masyarakat
(investor). Hal ini bertujuan untuk menambah modal kerja perusahaan, perluasan
usaha dan diversifikasi produk. Untuk menarik investor, perusahaan harus mampu
menunjukkan kinerja keuangan yang baik. Karena investor hanya akan berinvestasi atau
membeli saham pada perusahaan dengan kinerja keuangan yang baik. Investor terlebih
dahulu melakukan analisis dan mempertimbangkan apakah kinerja keuangan
perusahaan tertentu baik atau tidak, sehingga modal yang diinvestasikan cukup aman
dan mendapatkan tingkat pengembalian (rate of return) yang menguntungkan.
Metode yang telah banyak digunakan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan
adalah dengan menggunakan rasio keuangan. Perhitungan rasio keuangan ini dapat
dengan mudah dilakukan, namun kelemahan metode ini adalah tidak dapat mengukur
kinerja perusahaan dari sisi nilai perusahaan. Rasio keuangan hanya mengukur tingkat
Jurnal Manajemen dan Organisasi
Vol II, No. 2, Agustus 2011
124 | Gulo, Ermawati – Analisis Economic Value Added
profitabilitas, likuiditas dan solvabilitas perusahaan (Sugiono, 2009). Konsep Economic
Value Added atau EVA dapat melengkapi analisis rasio keuangan karena dapat
mengukur kinerja secara tepat dengan memperhatikan sepenuhnya kepentingan dan
harapan penyedia dana (kreditur dan pemegang saham). Dengan konsep ini dapat
diketahui berapa sebenarnya biaya yang harus dikeluarkan sehubungan dengan
penggunaan modal usaha perusahaan.
Penerapan konsep EVA dalam suatu perusahaan akan membuat perusahan lebih
memfokuskan perhatian pada penciptaan nilai perusahaan. Hal ini merupakan
keunggulan EVA dibandingkan dengan metode perhitungan yang lain. Selain itu
keunggulan EVA yang lain adalah EVA dapat dipergunakan tanpa memerlukan data
pembanding sebagaimana halnya rasio keuangan. Penggunaan EVA dapat dijadikan
acuan mengingat EVA memberikan informasi dalam hal biaya modal sebagai
kompensasi atas dana yang digunakan untuk membiayai investasi tersebut.
Selain konsep EVA, penilaian kinerja perusahaan juga dapat dilakukan dengan
konsep MVA. Menurut Sartono (2001), tujuan utama perusahaan adalah
memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Selain memberi manfaat bagi
pemegang saham, tujuan ini juga menjamin sumber daya perusahaan yang langka
dialokasikan secara efisien dan memberi manfaat ekonomi. Kemakmuran pemegang
saham dimaksimalkan dengan memaksimalkan kenaikan nilai pasar dari modal
perusahaan di atas nilai modal yang disetor pemegang saham. Kenaikan ini disebut
Market Value Added (MVA). MVA merupakan hasil kumulatif dari kinerja perusahaan
yang dihasilkan oleh berbagai investasi yang telah dilakukan maupun yang akan
dilakukan. Dengan demikian, peningkatan MVA merupakan keberhasilan perusahaan
dalam memaksimalkan kekayaan pemegang saham dengan alokasi sumber-sumber
yang tepat. Dengan demikian MVA merupakan ukuran kinerja eksternal perusahaan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah adalah PT SA dalam
menilai kinerja keuangannya belum menghitung nilai EVA dan MVA. Padahal dengan
menghitung nilai EVA dan MVA, perusahaan dan investor dapat mengetahui kinerja
perusahaan tidak hanya dari aspek profitabilitas, likuiditas dan solvabilitas perusahaan,
tetapi juga dari aspek nilai perusahaan baik secara internal (EVA) maupun eksternal
(MVA). Dengan mengetahui nilai EVA dan MVA diharapkan perusahaan dan investor
dapat mengevaluasi kinerja perusahaan secara lebih baik. Oleh karena itu penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui bagaimana kinerja keuangan PT SA jika memperhatikan
nilai tambah ekonomis dan nilai pasar perusahaan.
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis kinerja keuangan PT SA dengan metode EVA.
2. Menganalisis kinerja keuangan PT SA dengan metode MVA.
II. Metode Penelitian
Perusahaan-perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), secara periodik
wajib menyampaikan laporan keuangannya. Laporan keuangan tersebut dapat
dijadikan acuan secara fundamental bagaimana kinerja perusahaan dan bagaimana
perusahaan dapat menciptakan nilai bagi pemegang sahamnya. Perusahaan yang
diteliti adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang telah terdaftar sebagai
emiten BEI yaitu PT SA. PT SA sebagai perusahaan yang sedang berkembang
Jurnal Manajemen dan Organisasi
Vol II, No. 2, Agustus 2011
Gulo, Ermawati – Analisis Economic Value Added | 125
membutuhkan dana yang berasal dari modal sendiri (ekuitas) maupun hutang
(kewajiban) dalam melaksanakan aktifitas operasionalnya dan membangun bisnisnya.
Dana tersebut dapat berupa pendanaan dari dalam perusahaan (internal financing)
dan dari luar perusahaan (external financing). Struktur pendanaan perusahaan dapat
mempengaruhi risiko dari hasil yang akan diperoleh perusahaan serta nilai perusahaan
tersebut. Oleh karena itu perusahaan perlu mengetahui struktur pendanaan yang
optimal yang dapat membawa perusahaan untuk dapat terus berlangsung hidup dan
mencapai tujuannya, yaitu memaksimalkan kesejahteraan para pemiliknya.
Untuk mendapatkan berbagai alternatif pendanaan tersebut, berbagai penilaian
maupun analisis yang digunakan untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan
sangat dibutuhkan. Dalam menarik investor, perusahaan harus mampu menunjukkan
kinerja keuangannya. Sebelum investor melakukan investasi, maka investor terlebih
dahulu melakukan analisis kinerja keuangan perusahaan sehingga dapat memperoleh
gambaran mengenai keadaan perusahaan. Konsep yang dapat mengukur seberapa
besar kesejahteraan maupun kekayaan yang berhasil diciptakan perusahaan adalah
EVA. EVA menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah
ekonomis. Selain itu perlu diketahui juga bagaimana nilai perusahaan berdasarkan
pasar. Market Value Added merupakan hasil kumulatif kinerja perusahaan yang
dihasilkan oleh berbagai investasi yang telah dilakukan maupun yang akan dilakukan
untuk kemakmuran pemegang saham, dengan memaksimalkan kenaikan nilai pasar
dari modal perusahaan di atas nilai modal yang disetor pemegang saham. Secara
ringkas, kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1
berikut ini.
Batasan Penelitian
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Jurnal Manajemen dan Organisasi
Vol II, No. 2, Agustus 2011
126 | Gulo, Ermawati – Analisis Economic Value Added
Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni hingga Agustus 2010 dengan menggunakan
data-data yang diperoleh dari website instansi publik yaitu: Bursa Efek Indonesia, Pusat
Referensi Pasar Modal Bursa Efek Indonesia (PRPM BEI), dan Bank Indonesia. Penelitian
ini menggunakan data sekunder yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data
sekunder yang digunakan antara lain: laporan keuangan PT SA yang tercatat di Bursa
Efek Indonesia periode 2008-2009 beserta gambaran umum perusahaan, dividen dan
harga saham perusahaan beserta tingkat suku bunga bulanan Sertifikat Bank Indonesia
periode 2008-2009. Laporan keuangan yang digunakan adalah laporan laba rugi dan
neraca tahunan perusahaan.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan kajian literatur yang
menunjang untuk digunakan dalam penelitian ini. Data-data tersebut diperoleh dari
buku, jurnal, laporan penelitian dan media elektronik. Data dan informasi yang telah
dikumpulkan, kemudian diolah untuk dianalisis secara kuantitatif. Hasil analisis
kuantitatif ini kemudian diinterpretasikan secara deskriptif. Adapun analisis kinerja
keuangan PT SA tersebut menggunakan metode EVA dan MVA.
Ada beberapa tahapan dalam menghitung EVA. EVA dihitung setelah semua
komponen pembentuknya diketahui. Selanjutnya dimasukkan ke dalam rumus
perhitungan EVA. Ringkasan perhitungan EVA dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Langkah-langkah Perhitungan EVA
Tahapan
Perhitungan
1. NOPAT
NOPAT = Laba Bersih + Biaya Bunga
2. (Kd*)
Kd = Biaya bunga
hutang
Kd* = Kd (1-T)
1. (Ke)
Ke = Rf + β (Rm – Rf)
2. Struktur Modal
Wd = Hutang
Aset
We = Ekuitas
Aset
3. WACC
WACC = [(Kd* Wd) + (Ke x We) ]
4. IC
IC = Asset – Non Interest Liabilities
5. COC
COC = WACC × IC
6. EVA
EVA = NOPAT – COC
Sumber: Utama, 1997
Adapun langkah-langkah dalam menghitung Biaya Ekuitas (Ke) menggunakan model
CAPM sebagai berikut:
1. Rit = Pit – Pit-1 + Dt ……………….. (1)
Pit-1
Dimana Rit = tingkat pengembalian saham perusahaan tahun ke-t
Pit
= harga saham per lembar tahun t
Pit-I
= harga saham per lembar tahun sebelumnya
Dt
= dividen pada tahun t
2. Rmt = IHSGt – IHSGt-1 ……………….. (2)
IHSGt-1
E (Rm) = ∑Rmt ……………….. (3)
Jurnal Manajemen dan Organisasi
Vol II, No. 2, Agustus 2011
Gulo, Ermawati – Analisis Economic Value Added | 127
N
Di mana
Rmt
N
E (Rm )
3. βi
= tingkat pengembalian pasar pada tahun ke-t
= jumlah data
= tingkat pengembalian pasar yang diharapkan
= σim ……………….. (4)
σ2m
Dimana
βi
= Beta saham i
σ im
= kovarian tingkat pengembalian saham i dengan tingkat
pengembalian pasar
σ2m
= varian tingkat pengembalian pasar
4. Rf
= Tingkat pengembalian bebas risiko menggunakan tingkat suku
bunga Sertifikat Bank Indonesia
5. Ke
= Rf + βi E(Rm – Rf) ……………….. (5)
Rumus yang digunakan adalah penjumlahan antara tingkat risiko yang didapat dari
(SBI) dengan koefisien beta dari saham yang didapat dari pengembalian saham biasa
relatif terhadap pasar secara keseluruhan dan beta tersebut dikalikan dengan premi
risiko pasar (Keown, et al, 2004).
Menurut Young dan O’Byrne (2001), nilai MVA dapat dihitung dengan rumus :
MVA = nilai pasar ekuitas – modal ekuitas yang diinvestasikan investor ……………….. (6)
Nilai pasar ekuitas merupakan perkalian antara harga pasar saham perusahaan dengan
jumlah saham yang beredar (shares outstanding). Harga pasar yang digunakan adalah
harga pasar tahunan yang didapat dari harga pasar saham yang tercantum pada akhir
periode tahun tersebut. Sedangkan jumlah saham yang beredar merupakan jumlah
saham perusahaan yang dipegang oleh investor selama periode tahunan.
III. Hasil Penelitian
Besarnya perbedaan antara harga rata-rata Crude Palm Oil (CPO) di tahun 2009
dibanding tahun 2008 membuat hampir tidak mungkin bagi PT SA untuk menjadikan
pencapaian di tahun 2008 sebagai acuan kinerja operasional untuk tahun 2009. Total
pendapatan konsolidasi dari penjualan kecambah (benih sawit), CPO dan produk lain di
tahun 2009 mencapai Rp1.815,6 miliar, turun 21% dari Rp2.288,1 miliar di tahun 2008.
Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh terjadinya penurunan secara signifikan
pada harga jual rata-rata CPO karena melambatnya ekonomi global, dan juga karena
menurunnya volume penjualan CPO. Pada tahun 2008 harga rata-rata CPO yang
diperdagangkan di MDEX (Malaysian Derivatives Exchange/Bursa Derivatif Malaysia),
menyentuh rekor tertinggi mencapai MYR 2.864 per ton (Ringgit Malaysia). Pada tahun
2009 harga rata-rata CPO mencapai MYR2.261 per ton (dalam Ringgit Malaysia).
Produksi minyak sawit pada tahun 2009 sedikit menurun sebesar 0,5% menjadi
264.162 ton dibandingkan 265.468 ton pada tahun 2008. Penjualan produk Perseroan
mengalami penurunan sebesar 21% dari Rp 2.288,1 miliar di tahun 2008 menjadi
Rp1.815,6 miliar di tahun 2009. Ringkasan laporan laba rugi perseroan pada tahun
2008-2009 dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Jurnal Manajemen dan Organisasi
Vol II, No. 2, Agustus 2011
128 | Gulo, Ermawati – Analisis Economic Value Added
Tabel 2. Ringkasan Laporan Laba Rugi Konsolidasi PT SA Tahun 2008-2009 (Dalam Ribuan Rupiah)
Komponen
2008
2009
Penjualan
2.888.143.121
1.815.557.167
Beban pokok penjualan
1.512.477.229
1.216.130.626
Laba kotor
775.665.892
99.426.541
Beban usaha
164.209.981
139.389.407
Laba usaha
611.455.911
460.037.134
Penghasilan (beban) lain-lain
20.305.894
(50.678.760)
Laba sebelum beban pajak penghasilan badan
631.761.805
409.358.374
Jumlah beban pajak penghasilan badan
(185.793.379)
(123.134.555)
Laba sebelum hak minoritas atas laba bersih
445.968.426
286.223.819
anak perusahaan
Laba bersih
439.516.256
281.766.208
Laba bersih per saham dasar
236
151
Sumber : Laporan keuangan PT SA
Laba perseroan di tahun 2009 juga lebih rendah daripada tahun 2008, terutama
disebabkan oleh menurunnya pendapatan konsolidasi yang menyebabkan penurunan
marjin. PT SA mendapatkan laba bersih sebesar Rp 281,8 miliar di tahun 2009,
sedangkan di tahun 2008 sebesar Rp 439,5 miliar. Hal ini mencerminkan laba per
saham sebesar Rp 151 di tahun 2009 sedangkan di tahun 2008 sebesar Rp 236. Laba
bersih terhadap jumlah aset mencapai 12,5% di tahun 2009, sedangkan di tahun 2008
sebesar 20,4%. Pada tahun 2009, laba bersih terhadap jumlah ekuitas mencapai 16,0%.
Adapun di tahun 2008 sebesar 28,3%. Ringkasan neraca konsolidasi PT SA tahun 20082009 dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Ringkasan Neraca Konsolidasi PT SA Tahun 2008-2009 (Dalam Ribuan Rupiah)
Komponen
2008
2009
Aset lancar
803.628.697
615.541.739
Aset tidak lancar
1.352.535.319
1.646.256.500
Jumlah Aset
2.156.164.013
2.261.798.239
Kewajiban lancar
354.044.207
235.648.479
Kewajiban tidak lancar
223.944.244
239.318.606
Jumlah kewajiban
577.988.451
474.967.085
Jumlah ekuitas bersih
1.552.963.652
1.765.580.591
Jumlah kewajiban dan ekuitas
2.156.164.013
2.261.798.239
Sumber : Laporan keuangan PT SA
(EVA) merupakan suatu metode pengukuran kinerja perusahaan yang menghitung
laba ekonomis sebenarnya yang telah berhasil diciptakan oleh suatu perusahaan.
Dengan menghitung nilai EVA, perusahaan dapat melihat suatu gambaran mengenai
peningkatan atau penurunan nilai laba ekonomis yang sebenarnya tercipta dari
kinerjanya, sehingga diketahui posisi perusahaan menurut sudut pandang investor,
apakah perusahaan telah menjadi wealth creator atau wealth destroyer.
Nilai EVA PT. SA pada tahun 2008 lebih tinggi dibandingkan tahun 2009. Penurunan
ini disebabkan oleh perubahan-perubahan nilai komponen-komponen EVA. Komponenkomponen EVA terdiri dari Net Operating After Tax (NOPAT) dan Cost of Capital (COC).
Yang dimaksud dengan NOPAT yaitu laba operasi bersih sesudah pajak, sedangkan COC
adalah semua biaya yang secara riil dikeluarkan oleh perusahaan dalam rangka
Jurnal Manajemen dan Organisasi
Vol II, No. 2, Agustus 2011
Gulo, Ermawati – Analisis Economic Value Added | 129
mendapatkan sumber dana baik yang berasal dari hutang, saham preferen, saham
biasa, maupun laba ditahan untuk membiayai investasi perusahaan. Nilai EVA pada
tahun 2008 sebesar Rp 1.024.496.611.000 sedangkan pada tahun 2009 mengalami
penurunan yang signifikan menjadi minus Rp 40.707.153.000. Ringkasan perhitungan
nilai EVA yang telah dicapai perusahaan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Ringkasan perhitungan
ribuan rupiah)
Laba bersih
Periode
(Rp)
2008
439.516.256
2009
281.766.208
Selisih
157.750.048
35,89%
nilai Economic Value Added (EVA) PT SA periode 2008-2009 (dalam
Biaya bunga
(Rp)
24.465.833
27.899.266
3.433.433
14%
NOPAT (Rp)
COC (Rp)
EVA (Rp)
463.983.089
309.665.434
154.316.655
33%
-560.154.522
350.372.587,02
910.887.109.41
104%
1.024.496.611
-40.707.153
1.065.203.764
163%
Sumber: Laporan Keuangan dan Harga Saham PT SA (diolah)
Hasil perhitungan NOPAT pada tahun 2009 mengalami penurunan dibandingkan
pada tahun 2008. Biaya bunga mengalami peningkatan tetapi tidak diimbangi dengan
kenaikan laba bersih perusahaan. Biaya bunga tahun 2009 meningkat dari tahun
sebelumnya sebesar Rp 3.433.433.000 sedangkan laba bersih mengalami penurunan
sebesar Rp157.750.048.000. Oleh karena biaya bunga yang dibayarkan oleh
perusahaan meningkat, maka berakibat pada penurunan nilai NOPAT.
Biaya hutang (Kd*) perusahaan mengalami peningkatan dari 0,079 menjadi 0,082.
Peningkatan ini disebabkan oleh kenaikan proporsi hutang dari Rp 217.000.000.000
menjadi Rp244.000.000.000. Biaya ekuitas (Ke) perusahaan juga meningkat dari minus
44,089% menjadi 20,632%. Pada tanggal 31 Desember 2009, jumlah ekuitas sebesar
Rp1.766 miliar, mengalami kenaikan sebesar 14% dibandingkan dengan ekuitas pada
tanggal 31 Desember 2008 sebesar Rp1.553 miliar.
Berdasarkan data bulanan harga saham tahun 2008 dan 2009, PT SA memiliki
koefisien beta yang positif yaitu 7,980 dan 3,260. Hal ini menunjukkan bahwa saham PT
SA lebih agresif dari pasar. Pada suatu kesempatan harganya dapat naik sedemikian
cepat melebihi kenaikan pasar atau Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Namun
pada saat pasar sedang turun, harganya akan turun lebih cepat dari pada pasar.
Artinya, jika pasar sedang naik, saham tersebut akan mengalami kenaikan yang lebih
tinggi daripada harga pasar (Sugiono, 2009).
Kondisi kenaikan biaya hutang dan biaya ekuitas perusahaan mengakibatkan biaya
modal rata-rata tertimbang (WACC) mengalami peningkatan sebesar 47,954% karena
WACC diperoleh dari penjumlahan proporsi biaya hutang dengan proporsi biaya
ekuitas. Nilai WACC pada tahun 2008 sebesar -30,961% menjadi 16,994% pada tahun
2009. Selain itu, kondisi ini juga dikarenakan proporsi ekuitas dalam struktur
permodalan mengalami kenaikan dari 72,024% tahun 2008 menjadi 78,061% tahun
2009.
Nilai Invested Capital (IC) perusahaan mengalami peningkatan dari tahun yang
sebelumnya sebesar Rp251.369.864.000. Pada tahun 2008, nilai IC perusahaan sebesar
Rp1.810.415.739.000 dan pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp2.061.785.603.000.
Peningkatan ini disebabkan oleh penurunan jumlah hutang beban dan peningkatan
Jurnal Manajemen dan Organisasi
Vol II, No. 2, Agustus 2011
130 | Gulo, Ermawati – Analisis Economic Value Added
jumlah aset perusahaan. Hutang beban yang merupakan bagian dari non interest
bearing liabilities sebagai pengurang total aset perusahaan untuk mendapatkan nilai IC.
Nilai hutang beban pada tahun 2008 lebih besar daripada tahun 2009.
Nilai rata-rata COC pada tahun 2009 lebih besar daripada tahun sebelumnya. Nilai
COC pada tahun 2009 sebesar Rp350.372.587.000, sedangkan pada tahun 2008
sebesar minus Rp560.154.522.000. Naiknya biaya modal perusahaan ini
mengakibatkan nilai EVA pada tahun 2009 mengalami penurunan dibandingkan tahun
sebelumnya. Nilai EVA tahun 2008 sebesar Rp 1.024.496.611.000, sedangkan pada
tahun 2009 sebesar minus Rp40.707.153.000.
IV.1. EVA sebagai Pengukur Kinerja Keuangan
Nilai EVA pada tahun 2008 menghasilkan angka yang positif karena nilai NOPAT
lebih besar daripada nilai biaya modal perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan sudah dapat menambahkan nilai ekonomis ke dalam perusahaan atau
dengan kata lain perusahaan mampu menghasilkan nilai tambah ekonomi melalui
kegiatan-kegiatan operasionalnya sehingga mampu membayar seluruh kewajibannya
kepada penyedia dana (investor) dan pemerintah (pajak) tetapi juga mampu
menghasilkan laba yang lebih tinggi bagi perusahaan.
Pada tahun 2009, nilai EVA menghasilkan angka yang negatif, dimana terjadi
penurunan sebesar Rp1.065.203.764.000. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi
proses nilai tambah atau dengan kata lain perusahaan tidak mampu membayarkan
kewajiban kepada para penyandang dana atau kreditur sebagaimana yang diharapkan.
Penurunan nilai EVA ini antara lain disebabkan oleh:
1. Penjualan
Penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan pada volume penjualan produk
kelapa sawit dan kecambah kelapa sawit, serta harga penjualan rata-rata produk
kelapa sawit yang lebih rendah. Penjualan produk kelapa sawit menurun 19%
menjadi Rp1.762 miliar di tahun 2009 dibandingkan Rp2.186 miliar pada tahun 2008
yang disebabkan oleh penurunan volume penjualan minyak sawit sebesar 8,3%
menjadi 263.458 ton di tahun 2009 dibandingkan 287.152 ton pada tahun 2008.
Harga jual rata-rata minyak sawit juga menurun 9,2% dibandingkan dengan tahun
2008. Penjualan kecambah kelapa sawit menurun 59% dari Rp 95,5 miliar di tahun
2008 menjadi Rp 39,5 miliar di tahun 2009, terutama disebabkan oleh penurunan
volume penjualan kecambah dari 18,4 juta di tahun 2008 menjadi 5,9 juta di tahun
2008, namun sebagian dikompensasi dengan peningkatan harga jual kecambah
sebesar 29%. Volume penjualan ini menurun seiring dengan menurunnya
permintaan pasar atas kecambah. Beban pokok penjualan perseroan pada tahun
2009 terdiri dari beban pemeliharaan kebun, panen, pembelian buah plasma,
alokasi beban tidak langsung, pengolahan, penyusutan dan amortisasi, dan
pergerakan persediaan. Beban pokok penjualan menurun sebesar 20% dari Rp 1.512
miliar di tahun 2008 menjadi Rp1,216 miliar di tahun 2009, sejalan dengan
penurunan penjualan. Penjualan merupakan unsur dari NOPAT. Penurunan
penjualan ini akan menurunkan NOPAT yang pada akhirnya mengurangi nilai EVA.
Jurnal Manajemen dan Organisasi
Vol II, No. 2, Agustus 2011
Gulo, Ermawati – Analisis Economic Value Added | 131
2. Ekuitas
Ekuitas atau modal sendiri perusahaan merupakan komponen dari Invested Capital
(IC) dalam menghitung biaya modal perusahaan. Ekuitas pada tahun 2009
mengalami peningkatan sebesar 13,69%. Pada tahun 2008, ekuitas perusahaan
sebesar Rp1.552.963.652.000, sedangkan pada tahun 2009 naik menjadi
Rp1.765.580.591.000. Kenaikan ini disebabkan oleh penjualan modal saham yang
dibeli kembali dari laba bersih di tahun 2009 dimana sebagian terkompensasi
dengan adanya pembagian dividen dari saldo laba tahun 2008 sebesar Rp 170,1
miliar. Kenaikan ekuitas ini berakibat pada kenaikan proporsi struktur modal ekuitas
perusahaan, sehingga biaya ekuitas perusahaan lebih besar daripada biaya hutang
perusahaan. Hal tersebut mengakibatkan nilai WACC pun meningkat sehingga nilai
EVA mengalami penurunan.
IV.2. Market Value Added (MVA)
Market Value Added (MVA) menunjukkan kinerja pasar dari suatu perusahaan.
Metode pengukuran ini dapat menggambarkan seberapa besar kemampuan
perusahaan atas modal yang dimiliki investor karena melibatkan harga saham sebagai
komponen utamanya. Harga saham mencerminkan kekuatan interaksi antara pembeli
dan penjual. Selain itu, munculnya informasi baru mengenai perusahaan akan
membuat permintaan dan penawaran berubah sehingga menghasilkan nilai pasar yang
berubah juga. Informasi tersebut salah satunya adalah mengenai kinerja yang berkaitan
dengan perusahaan. Pengaruh kinerja ini terkait dengan kegiatan atau aktivitas
perusahaan dalam menghasilkan keuntungan atau laba. Semakin tinggi laba, harga
saham pun akan bereaksi positif. Semakin positif nilai MVA, menunjukkan bahwa
perusahaan memiliki kinerja yang baik, karena telah berhasil melakukan penambahan
nilai atas modal yang dipercayakan investor kepada perusahaan (wealth creator).
Ringkasan perhitungan nilai MVA yang telah dicapai perusahaan dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Ringkasan perhitungan nilai Market Value Added (MVA) PT SA periode 2008-2009 (dalam ribuan
rupiah)
Jumlah
Harga saham
Nilai pasar
saham
Periode
per lembar
ekuitas
Ekuitas (Rp)
MVA (Rp)
beredar
(Rp/lembar)
(Rp)
(lembar)
2008
1.19
1.890.000
2.249.100.000
1.552.963.652
696.136.348
2009
2.700
1.890.000
5.103.000.000
1.765.580.591
3.337.419.409
Selisih
1.51
2.853.900.000
212.616.939
2.641.283.061
127%
127%
13,69%
379,42%
Sumber : Laporan Keuangan dan Harga Saham PT SA (diolah)
Pada tahun 2008, nilai MVA yang dihasilkan positif. Hal ini menandakan perusahaan
telah berhasil memelihara kepercayaan investor atas modal yang diberikan dengan
meningkatkan nilai modal yang ditanamkan kepada investornya. Memasuki tahun
2009, nilai MVA yang dicapai perusahaan meningkat signifikan. MVA PT SA mengalami
peningkatan sebesar 379,42% dari tahun sebelumnya. Harga saham yang terus
mengalami peningkatan membuat nilai MVA terus meningkat. Walaupun pada tahun
Jurnal Manajemen dan Organisasi
Vol II, No. 2, Agustus 2011
132 | Gulo, Ermawati – Analisis Economic Value Added
2009 nilai ekuitasnya meningkat sebesar Rp 212.616.939.000 dibandingkan tahun
2008, namun peningkatan nilai pasar ekuitas masih lebih besar dari ekuitasnya
sehingga nilai MVA positif. Sementara itu, peningkatan harga saham dari tahun 2008
hingga tahun 2009 sebesar Rp 1.510 mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan
aktivitas interaksi antara permintaan dan penawaran saham PT SA sehingga
membentuk harga ekuilibrium baru yang lebih tinggi.
IV.3. MVA sebagai Pengukur Kinerja Keuangan
Menurut Steward dalam Ruky (1999), dengan meningkatnya EVA dari tahun ke
tahun, berarti suatu perusahaan telah meningkatkan MVA dan sebaliknya. Jika sebuah
perusahaan memiliki nilai-nilai EVA yang negatif, maka nilai MVA kemungkinan juga
akan negatif. Jika terdapat nilai-nilai EVA yang positif, maka nilai MVA positif. Oleh
karena itu Steward berkeyakinan bahwa EVA adalah kunci untuk menciptakan nilai
perusahaan dan memaksimalkan MVA.
Namun ketika harga saham yang merupakan unsur utama dari perhitungan MVA
lebih bergantung kepada ekspektasi kinerja di masa yang akan datang daripada kinerja
historis, maka sebuah perusahaan dengan nilai EVA yang negatif dapat saja memiliki
nilai MVA yang positif asalkan para investornya mengharapkan dan berkeyakinan
terjadinya perubahan kinerja keuangan yang lebih baik di masa yang akan datang. Hal
ini dapat dipengaruhi oleh informasi yang diperoleh investor dan pencitraan
perusahaan. Ada perusahaan yang sahamnya banyak dicari investor sehingga harga
saham naik meskipun perusahaan tersebut memiliki EVA yang tidak baik. Sugiarsono
(2002) menyatakan bahwa harga saham bersifat forward looking yang artinya harga
saham mencerminkan harapan investor terhadap kemampuan perusahaan
menghasilkan arus kas sekarang dan dimasa datang. Adapun EVA lebih bersifat
backward looking, yakni melihat hasil yang telah dilakukan manajemen dalam satu
periode sehingga tidak mengherankan bila saham dari beberapa perusahaan yang
memiliki nilai EVA kurang baik tetap memiliki harga saham tinggi karena dicari banyak
investor. Berhasil atau tidaknya perusahaan meningkatkan nilai MVA tergantung pada
tingkat pengembaliannya. Semakin besar MVA, menunjukkan indikasi MVA semakin
baik. Dari paparan tersebut dapat dikatakan bahwa nilai MVA positif menunjukkan
perusahaan telah berhasil meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan.
III. Kesimpulan
Berdasarkan analisis kinerja keuangan dengan menggunakan metode EVA, PT SA
pada tahun 2008 memiliki nilai EVA yang positif sebesar Rp 1.024.496.61.000 yang
berarti perusahaan telah mampu menciptakan nilai tambah ekonomi kepada
investornya. Namun pada tahun 2009, perusahaan memiliki nilai EVA negatif sebesar
minus Rp40.707.153.000 dan mengalami penurunan yang signifikan sebesar Rp
1.065.203.764.000 dari tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi proses
nilai tambah ekonomi kepada investor.
Nilai MVA yang dicapai PT SA pada tahun 2008 sebesar Rp696.136.348.000
sedangkan pada tahun 2009 sebesar Rp3.337.419.409.000. Keduanya bernilai positif
yang membuktikan bahwa perusahaan telah berhasil menciptakan kekayaan kepada
pemegang sahamnya.
Jurnal Manajemen dan Organisasi
Vol II, No. 2, Agustus 2011
Gulo, Ermawati – Analisis Economic Value Added | 133
Daftar Pustaka
Brigham, E. F dan J. F. Houstoun. 2006. Manajemen Keuangan (Terjemahan). Erlangga,
Jakarta.
Fardiansyah, T. 2003. Betulkah EVA Mengukur Penciptaan Nilai?. Dalam
Swasembada.http://swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&id=1490.
Husnan, S dan E. Pudjiastuti. 2004. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Unit Penerbit
dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, Yogyakarta.
Keown, J. et al. 2004. Manajemen Keuangan : Prinsip dan Aplikasi Jilid I. PT Indeks
Kelompok Gramedia, Jakarta.
Poeradisastra, T. 2001. Menelanjangi Kinerja Manajemen. SWA 20/XVII/4-7, Jakarta.
Rodoni, A dan H. Ali. 2010. Manajemen Keuangan. Mitra Wacana Media, Jakarta.
Ruky, S M. 1999. Menilai Penyertaan dalam Perusahaan. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Sartono, A. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. BPPE, Yogyakarta.
Sugiono, A. 2009. Manajemen Keuangan untuk Praktisi Keuangan. Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Taufik. 2001. Penerapan EVA Mancanegara. Markplusnco http://www.markplusnco.com/
download/penerapan_EVA_mancanegara.pdf
Turangan, J.A. 2003. Economic Value Added dan Market Value Added : Model
Peramalan Kesejahteraan Pemegang Saham. Jurnal Akuntansi Vol VIII.
Utama, S. 1997. Economic Value Added : Pengukuran Penciptaan Nilai Perusahaan.
Majalah Usahawan No. 04 TH XXVI April 1997. Hal 10-13.
Young, S. D and S. E. O’byrne. 2001. EVA dan Manajemen Berdasarkan Nilai: Panduan
Praktis untuk Implementasi. Salemba Empat, Jakarta.
Jurnal Manajemen dan Organisasi
Vol II, No. 2, Agustus 2011
Download