BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan umum 2.1.1 Tanah Dalam

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan umum
2.1.1 Tanah
Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan mineral, bahan
organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas
batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan
oleh karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap di antar partikelpartikel. Ruang kosong antar partikel-partikel dapat berisi air, udara, ataupun
keduanya. Proses pelapukan batuan atau proses geologi lainnya yang terjadi di
dekat permukaan bumi membentuk tanah. Pembentukan tanah dari batuan
induknya, dapat berupa proses fisik maupun kimia (Hardiyatmo,1992).
(a)
(b)
Gambar 2.1 (a) Elemen tanah dalam keadaan asli; (b) Tiga fase elemen
tanah (Lambe and Whitman, 1969)
Universitas Sumatera Utara
Tanah terdiri dari tiga fase berbeda, yaitu: butiran padat (solid), udara dan
air. Fase-fase tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 memperlihatkan persamaan hubungan antara
volume-berat
dari tanah berikut :
𝑉 = 𝑉𝑠 + 𝑉𝑣
(2.1)
𝑉 = 𝑉𝑠 + 𝑉𝑀 + π‘‰π‘Ž
(2.2)
Dimana :
𝑉𝑠 : volume butiran padat (cm3)
𝑉𝑣 : volume pori (cm3)
𝑉𝑀 : volume air di dalam pori (cm3)
π‘‰π‘Ž : volume udara di dalam pori (cm3)
Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari
contoh tanah dapat dinyatakan dengan :
π‘Š = π‘Šπ‘  + π‘Šπ‘€
(2.3)
Dimana:
π‘Šπ‘  : berat butiran padat (gr)
π‘Šπ‘€ : berat air (gr)
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Sifat-Sifat Fisik Tanah
2.1.2.1 Angka Pori (Void Ratio)
Angka pori atau void ratio (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara
volume pori (𝑉𝑣 ) dan volume butiran padat (𝑉𝑠 ). Berikut adalah rumus dari angka
pori:
𝑒 =
𝑉𝑣
(2.4)
𝑉𝑠
Dimana:
𝑒
: angka pori
𝑉𝑣 : volume rongga(cm3)
𝑉𝑠
: volume butiran(cm3)
2.1.2.2 Porositas (Porosity)
Porositas atau porosity (n) didefenisikan sebagai perbandingan antara
volume pori dan volume tanah total, atau :
𝑛=
𝑉𝑣
𝑉
π‘₯ 100
(2.5)
Dimana:
𝑛
: porositas
𝑉𝑣 : volume rongga(cm3)
𝑉
: volume total(cm3)
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.3 Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation)
Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) didefinisikan sebagai
perbandingan antara volume air (𝑉𝑀 ) dengan volume total rongga pori tanah (𝑉𝑣 ).
Bila tanah dalam keadaan kering, maka S=0 dan sebaliknya bila tanah dalam
keadaan jenuh, maka 𝑆 = 100% atau 1. Derajat kejenuhan suatu tanah (𝑆)
dinyatakan dalam persamaan:
𝑆 (%) =
𝑉𝑀
𝑉𝑣
π‘₯ 100
(2.6)
Dimana:
𝑆
: derajat kejenuhan
𝑉𝑀 : berat volume air (cm3)
𝑉𝑣
:volume total rongga pori tanah (cm3)
Batas-batas nilai dari derajat kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Derajat kejenuhan dan kondisi tanah (Hardiyatmo,1992)
Keadaan Tanah
Derajat Kejenuhan
Tanah kering
0
Tanah agak lembab
> 0 - 0,25
Tanah lembab
0,26 - 0,50
Tanah sangat lembab
0,51 - 0,75
Tanah basah
0,76 - 0,99
Tanah jenuh
1
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.4 Kadar Air (Moisture Water Content)
Kadar air atau water content (w) didefenisikan sebagai perbandingan
antara berat air (π‘Šπ‘€ ) dengan berat butiran padat (π‘Šπ‘  ) dari volume tanah, atau :
𝑀(%) =
π‘Šπ‘€
π‘Šπ‘ 
π‘₯ 100
(2.7)
Dimana:
𝑀 ∢ kadar air
π‘Šπ‘€ ∢ berat air (gr)
π‘Šπ‘  ∢ berat butiran (gr)
2.1.2.5 Berat Volume (Unit weight)
Berat volume (γ) adalah berat tanah per satuan volume.
γ=
π‘Š
(2.8)
𝑉
Dimana:
𝛾
: berat volume basah (gr/cm3)
π‘Š : berat butiran tanah (gr)
𝑉
: volume total tanah (cm3)
2.1.2.6 Berat Volume Kering (Dry Unit Weight)
Berat volume kering (𝛾𝑑 ) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat
butiran tanah (π‘Šπ‘  ) dengan volume total tanah (𝑉). Berat volume tanah (𝛾𝑏 ) dapat
dinyatakan dalam persamaan :
𝛾𝑑 =
π‘Šπ‘ 
𝑉
(2.9)
Universitas Sumatera Utara
Dimana:
𝛾𝑑 : berat volume kering (gr/cm3)
π‘Šπ‘  : berat butiran tanah (gr)
𝑉
: volume total tanah (cm3)
2.1.2.7 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)
Berat volume butiran padat (𝛾𝑠 ) adalah perbandingan antara berat butiran
tanah (π‘Šπ‘  ) dengan volume butiran tanah padat (𝑉𝑠 ). Berat volume butiran padat
(𝛾𝑠 ) dapat dinyatakan dalam persamaan :
𝛾𝑠 =
π‘Šπ‘ 
𝑉𝑠
(2.10)
Dimana:
𝛾𝑠
: berat volume padat (gr/cm3)
π‘Šπ‘  : berat butiran tanah (gr)
𝑉𝑠
: volume total padat (cm3)
2.1.2.8 Berat Spesifik (Specific Gravity)
Berat jenis tanah atau specific gravity (Gs) didefinisikan sebagai
perbandingan antara berat volume butiran tanah (𝛾𝑠 ) dengan berat volume air (𝛾𝑀 )
dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Berat jenis tanah (𝐺𝑠 ) dapat
dinyatakan dalam persamaan:
𝐺𝑠 =
𝛾𝑠
𝛾𝑀
(2.11)
Dimana:
𝛾𝑠
: berat volume padat (gr/cm3)
𝛾𝑀 : berat volume air(gr/cm3)
Universitas Sumatera Utara
𝐺𝑠
: berat jenis tanah
Batas-batas besaran berat jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Berat jenis tanah (Hardiyatmo,1992)
Macam Tanah
Kerikil
Berat Jenis
2,65 - 2,68
Pasir
2,65 - 2,68
Lanau tak organik
2,62 - 2,68
Lempung organik
2,58 - 2,65
Lempung tak organik
2,68 - 2,75
Humus
1,37
Gambut
1,25 - 1,80
2.1.3 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)
Suatu hal yang penting pada tanah berbutir halus adalah sifat
palstisitasnya. Plastisitas disebabkan oleh adanya partikel mineral lempung dalam
tanah.
Atterberg (1911), memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas
konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar
airnya. Batas-batas Atterberg terbagi dalam tiga atas berdasarkan kadar airnya
yaitu batas cair, batas plastis, dan batas susut. Kedudukan batas konsistensi dari
tanah disajikan dalam Gambar 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg (Soedarmo, 1997)
2.1.3.1 Batas Cair (Liquid Limit)
Batas cair (liquid limit), didefenisikan sebagai kadar air tanah pada batas
antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis.
Batas cair biasanya ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948). Contoh
tanah diletakan dalam cawan, dengan tinggi contoh tanah kira-kira 8 mm. Alat
pembuat alur (grooving tool) dikerukkan tepat di tengah-tengah cawan hingga
menyentuh dasarnya sehingga contoh tanah terbelah. Kemudian, dilakukan
pemukulan pada cawan dan lakukan juga perhitungan ketukan sampai contoh
tanah yang dibelah tadi berhimpit. Gambar dari alat pengukur batas cair dapat
dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Cawan Cassagrande dan grooving tool (Hardiyatmo, 1992)
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.2 Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas plastis (plastic limit), didefinisikan sebagai kadar air pada
kedudukan antara daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air di
mana contoh tanah dengan diameter silinder 3,2 mm mulai retak retak ketika
digulung di atas kaca datar.
Batas plastis memiliki batas nilai antara 0 – 100, akan tetapi kebanyakan tanah
memiliki nilai batas cair kurang dari 40 (Holtz dan Kovacs, 1981).
2.1.3.3 Batas Susut (Plastic Limit)
Batas susut (shrinkage limit), didefenisikan sebagai kadar air tanah pada
kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana
pengurangan kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume
tanahnya. Percobaan batas susut dilakukan dalam laboratorium dengan cawan
porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi
oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna dan kemudian dikeringkan
dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkan contoh tanah dalam air
raksa. Batas susut dapat dinyatakan dalam persamaan :
𝑆𝐿 = {
(π‘š1 −π‘š2 )
π‘š2
−
(𝑣1 −𝑣2 )𝛾𝑀
π‘š2
} π‘₯ 100 %
(2.12)
dengan :
π‘š1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)
π‘š2 = berat tanah kering oven (gr)
𝑣1 = volume tanah basah dalam cawan (π‘π‘š3 )
𝑣2 = volume tanah kering oven (π‘π‘š3 )
𝛾𝑀 = berat jenis air
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.4 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks plastisitas adalah selisih batas cair dan batas plastis., atau dengan
kata lain kadar air dimana tanah masih bersifat plastis. Indeks plastisitas dapat
menunjukkan sifat keplastisitasan tanah tersebut. Jika tanah memiliki interval
kadar air daerah plastis yang kecil, maka tanah tersebut disebut tanah kurus, dan
apabila suatu tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang besar disebut
tanah gemuk. Nilai indeks plastisitas dapat dihitung dengan Persamaan 2.12.
IP = LL – PL
(2.12)
Dimana:
PI : indeks plastisitas
LL : batas cair
PL : batas plastis
Klasifikasi jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Indeks plastisitas tanah (Hardiyatmo,2002)
PI
0
Sifat
Non – Plastis
Macam tanah
Pasir
Kohesi
Non – Kohesif
<7
Plastisitas Rendah
Lanau
Kohesif Sebagian
7 - 17
Plastisitas Sedang
Lempung berlanau
Kohesif
> 17
Plastisitas Tinggi
Lempung
Kohesif
2.1.4 Klasifikasi Tanah
Tanah dapat diklasifikasikan secara umum sebagai tanah tidak kohesif dan
tanah kohesif, atau sebagai tanah berbutir kasar atau berbutir halus. Istilah ini
terlalu umum, sehingga memungkinkan terjadinya identifikasi yang sama untuk
tanah-tanah yang hampir sama sifatnya. Disamping itu, klasifikasi di atas tidak
Universitas Sumatera Utara
cukup lengkap untuk menentukan apakah tanah itu sesuai untuk suatu bahan
konstruksi atau tidak.
Karna alasan itu, sampel tanah akan diuji di laboratorium dengan
serangkaian uji laboratorium yang dapat menghasilkan hasil klasifikasi tanah yang
lebih objektif. Metode percobaan tanah untuk klasifikasi dalam perspektif yang
wajar antara lain; Batas Atterberg, Analisis Saringan dan Analisis Hidrometer.
Saat
ini,
sejumlah
sistem
klasifikasi
telah
dikembangkan
dan
pengklasifikasian tersebut terbagi menjadi dua sistem klasifikasi yaitu :
1. Klasifikasi tanah sistem USCS
2. Klasifikasi tanah sistem AASHTO
2.1.4.1 Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS)
Sistem klasifikasi ini mulanya diajukan oleh Cassagrande (1942),
kemudian direvisi oleh kelompok teknisi dari USBR (United State Bureau of
Reclamation). Dalam bentuk yang sekarang, sistem ini banyak digunakan oleh
berbagai organisasi konsultan geoteknik (Hardiyatmo, 1992).
Sistem ini mengelompokkan tanah ke dalam dua kelompok besar (Das,
1991), yaitu:
1. Tanah butir kasar (coarse-grained-soil), yaitu : tanah kerikil dan pasir di
mana kurang dari 50%
berat total contoh tanah lolos ayakan No.200
(0,075). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G
adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah untuk pasir
(sand) atau tanah berpasir.
2. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil), yaitu ; tanah di mana lebih dari 50
% berat total contoh tanah lolos ayakan no.200 (0,075 mm). Simbol dari
Universitas Sumatera Utara
kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C
untuk lempung (clay) anorganik, dan O untuk lanau-organik dan lempungorganik. Simbol PT digunakan untuk tanah gambut (peat), dan tanah-tanah
lain dengan kadar organik yang tinggi.
Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini:
1. Persentase butiran yang lolos ayakan no.200 (fraksi halus).
2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan no.40.
3. Koefisien keseragaman (Uniformity coefficient, Cu) dan koefisien gradasi
(gradation coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0-12% lolos ayakan no.200.
4. Batas cair (LL) dan Indeks Plastisitas (PI) bagian tanah yang lolos ayakan
no.40 (untuk tanah dimana 5% atau lebih lolos ayakan no.200).
Tabel 2.4 Simbol klasifikasi tanah sistem USCS
Simbol
Nama Klasifikasi Tanah
G
Kerikil (gravel)
S
Pasir (sand)
C
Lempung (clay)
M
Lanau (silt)
O
Lanau atau lempung organik (organic silt or clay)
Pt
Tanah gambut dan tanah organik tinggi (peat and highly organic clay)
L
Plastisitas rendah (low plasticity), (LL < 50)
H
Plastisitas tinggi (high plasticity), ( LL > 50)
W
Bergradasi baik (well graded)
P
Bergradasi buruk (poor graded)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 Sistem klasifikasi tanah UNIFIED (Das,1991)
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.3 Sistem Klasifikasi AASHTO
Klasifikasi tanah sistem AASHTO (American Association of State
Highway Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public
Road Administration Classification System. Kemudian sistem ini mengalami
beberapa perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh
Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road
of the Highway Research Board pada tahun 1945. Sistem ini mengklasifikasikan
tanah kedalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang
diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir yang 35% atau
kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no. 200. Sedangkan tanah
A-4 sampai A-7 adalah tanah yang lebih dari 35% butirannya lolos ayakan no.
200.
Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke
kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data
pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan
data-data sebagai berikut :
1. Analisis ukuran butiran.
2. Batas cair dan batas plastis dan IP yang dihitung.
3. Batas susut.
Khusus
untuk
diidentifikasikan
tanah-tanah
lebih
lanjut
yang
mengandung
dengan
indeks
bahan
butir
kelompoknya.
halus
Bagan
pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada Tabel 2.6.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.6 Klasifikasi tanah menurut AASHTO (Das,1991)
Klasifikasi tanah menurut AASHTO (lanjutan)
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Sifat-Sifat Mekanis Tanah
2.1.5.1 Pemadatan Tanah (Compaction)
Pemadatan adalah usaha untuk mempertinggi kerapatan tanah. Pemadatan
berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tanah dan memperbaiki daya dukungnya,
serta mengurangi sifat mudah mampat (compressibilitas) dan permeabilitas tanah.
Derajat kepadatan yang dapat dicapai tergantung tiga faktor yang saling
berhubungan, yaitu kadar air selama pemadatan, volume dan jenis tanah dan jenis
beban pemadat yang digunakan (Krebs dan Walker, dalam Budi Satrio 1998).
Beberapa keuntungan yang didapatkan dengan adanya pemadatan adalah
berkurangnya penurunan permukaan tanah (subsidence), yaitu gerakan vertikal di
dalam massa tanah itu sendiri) akibat berkurangnya angka pori, bertambahnya
kekuatan tanah, dan berkurangnya penyusutan-berkurangnya volume akibat
berkurangnya kadar air dari nilai patokan pada saat pengeringan (Bowles, 1993).
Pada tanah yang mengalami pengujian pemadatan akan terbentuk grafik
hubungan berat volume kering dengan kadar air. Kemudian dari grafik hubungan
antara kadar air dan berat volume kering ditentukan kepadatan maksimum dan
kadar air optimum yang dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Grafik hubungan antara kadar air dan berat volume kering
Universitas Sumatera Utara
2.1.5.2 Uji Tekan Bebas
Pengujian uji tekan bebas (Unconfined Compression Test) ini adalah
bentuk khusus dari uji UU yang umum dilakukan terhadap sampel tanah lempung
untuk mengetahui sensitifitas tanah. Pada uji ini, tegangan penyekap σ3 adalah
nol. Tegangan aksial dilakukan terhadap benda uji secara relatif cepat mencapai
keruntuhan. Pada titik keruntuhan, harga tegangan total utama kecil (total minor
principal stress) adalah nol dan tegangan utama besar adalah σ1 seperti terlihat
pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Skema uji tekan bebas (Hardiyatmo, 1992)
Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur
ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya,
karena σ3 = 0, maka:
πœπ‘“ =
𝜎1
2
=
π‘žπ‘’
2
= 𝑐𝑒
(2.14)
Dimana:
πœπ‘“
: kuat geser(kg/cm2)
Universitas Sumatera Utara
𝜎1
: tegangan utama(kg/cm2)
π‘žπ‘’
: kuat tekan bebas tanah (kg/cm2)
𝑐𝑒
: kohesi (kg/cm2)
Pada Gambar 2.6 menunjukkan lingkaran Mohr untuk pengujian
Unconfined Compresion Test (UCT).
Gambar 2.6 Keruntuhan geser kondisi air termampatkan qu di atas sebagai
kekuatan tanah kondisi tak tersekap (Das, 2008)
Hubungan konsistensi dengan kuat tekan bebas tanah lempung diperlihatkan
dalam Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Hubungan kuat tekan bebas lempung dengan konsistensinya
(Hardiyatmo, 1992)
Konsistensi
𝒒𝒖 (kN/m2)
Lempung keras
>400
Lempung sangat kaku
200 – 400
Lempung kaku
100 – 200
Lempung sedang
50 – 100
Lempung lunak
25 – 50
Lempung sangat lunak
< 25
* Faktor konversi : 1 lb/in2 = 6,894.8 N/m2
Universitas Sumatera Utara
2.2 Bahan-bahan Penelitian
2.2.1 Tanah Lempung
Tanah lempung merupakan partikel mineral berkerangka dasar silikat yang
berdiameter kurang dari 4 mikrometer. Partikel-partikel ini merupakan sumber
utama dari kohesi di dalam tanah yang kohesif (Bowles, 1991).
Tanah lempung merupakan tanah yang berukuran mikroskopis sampai
dengan sub mikroskopis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi
penyusun batuan, tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat
plastis pada kadar air sedang. Pada kadar air lebih tinggi lempung bersifat lengket
(kohesif) dan sangat lunak (Das, 1995). Menurut Chen (1975) mineral lempung
terdiri dari 3 komponen utama yaitu montmorillonite, illite, dan kaolinite.
a.
Kaolinite
Istilah “kaolinite” dikembangkan dari kata “ Kauling” yang berasal dari
nama sebuah bukit yang tinggi di Jauchau Fu, China, dimana lempung kaolinite
putih mula-mula diperoleh beberapa abad yang lalu (Bowles, 1984). Kaolinite
merupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat pada
temperatur sedang dan umumnya berwarna putih, putih kelabu, kekuningkuningan atau kecoklat-coklatan.
Struktur unit kaolinite terdiri dari lembaran-lembaran silika tetrahedral
yang digabung dengan lembaran alumina oktahedran (gibbsite). Lembaran silika
dan gibbsite ini sering disebut sebagai mineral lempung 1 : 1 dengan tebal kirakira 7,2 Å (1 Å=10-10 m). Mineral kaolinite berwujud seperti lempenganlempengan tipis dengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari
Universitas Sumatera Utara
100Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2/gr yang
memiliki rumus kimia:
Al2 O3 :SiO2 : H2O = 1:2:2, atau 2SiO2 . Al2 O3 .2H2 O per unit sel.
Gambar dari struktur kaolinite dapat dilihat dalam Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Struktur Kaolinite (Das, 2008)
b.
Illite
Illite memiliki formasi struktur satuan kristal yang hampir sama dengan
montmorrilonite. Satu satuan kristal illite memiliki tebal dan komposisi yang
sama dengan montmorrilonite. Perbedaannya adalah:
ο‚·
Terdapat kurang lebih dua puluh persen pergantian silicon (Si) oleh
aluminum (Al) pada lempeng tetrahedral.
ο‚·
Antar satuan kristal terdapat kalium (K) yang berfungsi sebagai penyeimbang
muatan dan pengikat antar satuan kristal.
ο‚·
Struktur mineralnya tidak mengenbang sebagaimana montmorrilonite.
Illite merupakan kelompok Mica-like, termasuk illites dan vermiculites,
bisa berperilaku ekspansif tetapi umumnya tidak menimbulkan persoalan yang
berarti. Illite terdiri dari sebuah lembaran oktahedra yang terikat dua lembaran
silika tetrahedra. Dalam
lembaran oktahedra, terdapat substitusi parsial
Universitas Sumatera Utara
aluminium oleh magnesium dan besi serta di dalam lembaran tetrahedra terdapat
pula substitusi silikon oleh aluminium yang menghasilkan muatan negatif. Muatan
negatif ini mengikat ion kalium yang terdapat diantara lapisan-lapisan illite.
Ikatan-ikatan tersebut lebih lemah dari pada ikatan hidrogen pada kristal kaolinite,
tetapi lebih kuat dari ikatan ionik yang membentuk kristal montmorillonite.
Rumus kimianya adalah :
H2 KAl3 O12
Al2 O3 4SiO3 H2O + xH2 O
Gambar 2.8 Struktur Illite (Das, 2008)
c.
Montmorillonite
Montmorillonite merupakan tanah yang sangat ekspansif karena ikatan
antar lapisannya disebabkan oleh gaya Vander Wall yang lebih lemah dari ikatan
hidrogen atau ikatan ion lainnya. Montmorillonite mempunyai struktur yang sama
dengan illite, yaitu terdiri dari dua lembaran silika dan satu lembaran aluminium
atau gibbsite (Gambar 2.9). Pada montmorillonite terjadi substitusi isomorfis
antara atom-atom magnesium dan besi menggantikan sebagian atom-atom ion
kalium seperti pada illite, dan sejumlah besar molekul tertarik pada ruangan antara
lapisan-lapisan tersebut. Kristal montmorillonite sangat kecil tetapi mempunyai
gaya tarik yang cukup terhadap air. Tanah yang mengandung mineral ini sangat
Universitas Sumatera Utara
mudah mengembang oleh tambahan kadar air. Rumus kimia montmorrilonite
sebagai berikut: Al2 O3 .4SiO2 . H2 O+x H2 O
Dimana: xH2O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral
montmorillonite juga disebut mineral dua banding satu (2:1) karena satuan
susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedral mengapit
satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya.
Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng
SiO2. Inilah yang menyebabkan montmorillonite dapat mengembang dan
mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation lebih
tinggi. Tebal satuan unit adalah 9,6 Å (0,96 μm), seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.8. Gaya Van Der Walls mengikat satuan unit sangat lemah diantara
ujung-ujung atas dari lembaran silika, oleh karena itu lapisan air (x.H2O) dengan
kation dapat dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan
susunan kristal. Sehingga menyebabkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit massa
montmorillonite sangat besar dan dapat menyerap air dengan sangat kuat sehingga
mudah mengalami proses pengembangan.Gambar dari struktur kaolinite dapat
dilihat di dalam Gambar 2.9.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Struktur Montmorillonite (Das, 2008)
2.2.1.1 Sifat-Sifat Tanah Lempung
Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (clay) adalah sebagai berikut
(Hardiyatmo, 1992) :
a.
Ukuran butir halus, kurang dari 0,002
b.
Permeabilitas rendah
c.
Kenaikan air kapiler tinggi
d.
Bersifat sangat kohesif
e.
Kadar kembang susut yang tinggi
f.
Proses konsolidasi lambat
Mineral lempung memiliki karakteristik yang sama. Bowles (1984)
menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung antara lain :
1. Hidrasi.
Partikel mineral selalu mengalami hidrasi, hal ini dikarenakan lempung
biasanya bermuatan negatif, yaitu partikel dikelilingi oleh
lapisan-lapisan
Universitas Sumatera Utara
molekul air yang disebut sebagai air terabsorbsi. Lapisan ini umumnya
memiliki tebal dua molekul. Oleh karena itu disebut sebagai lapisan difusi
ganda atau lapisan ganda.
2. Aktivitas.
Aktivitas tanah lempung adalah perbandingan antara Indeks Plastisitas
(IP) dengan persentase butiran lempung, dan dapat disederhanakan dalam
persamaan:
𝐴=
𝑃𝐼
π‘“π‘Ÿπ‘Žπ‘˜π‘ π‘– π‘‘π‘Žπ‘›π‘Žβ„Ž π‘™π‘’π‘šπ‘π‘’π‘›π‘”
Dimana :
persentase lempung diambil sebagai fraksi tanah yang < 2 µm untuknilaiA
(Aktivitas),
A >1,25
: Tanah digolongkan aktif dan bersifat ekspansif
1,25<A<0,75 : Tanah digolongkan normal
A<0,75
: tanah digolongkan tidak aktif.
Nilai- nilai khas dari aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Aktivitas tanah lempung (Bowles,1994)
3.
Minerologi Tanah Lempung
Nilai Aktivitas
Kaolinite
0,4–0,5
Illite
0,5–1,0
Montmorillonite
1,0–7,0
Flokulasi dan disperse
Mineral lempung hampir selalu menghasilkan larutan tanah – air yang
bersifat alkalin (Ph > 7) sebagai akibat dari muatan negatif netto pada satuan
Universitas Sumatera Utara
mineral. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan
yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali
akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat
ditambahkan zat asam.
Lempung yang baru saja terflokulasi dapat dengan mudah didispersikan
kembali ke dalam larutan dengan menggoncangnya, menandakan bahwa tarikan
antar partikel jauh lebih kecil dari gaya goncangan. Apabila lempung tersebut
telah didiamkan beberapa waktu dispersi tidak dapat tercapai dengan mudah, yang
menunjukkan adanya gejala tiksotropik, dimana kekuatan didapatkan dari
lamanya waktu. Sebagai contoh, tiang pancang yang dipancang ke dalam lempung
lunak yang jenuh akan membentuk kembali struktur tanah di dalam suatu zona di
sekitar tiang tersebut. Kapasitas beban awal biasanya sangat rendah, tetapi
sesudah 30 hari atau lebih, beban desain akan dapat terbentuk akibat adanya
adhesi antara lempung dan tiang (R.F.Craig, Mekanika Tanah).
4.
Pengaruh Zat Cair
Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung. Molekul air
berperilaku seperti batang-batang kecil yang mempunyai muatan positif disatu
sisi dan muatan
negatif
disisi lainnya hal ini dikarenakan molekul air
merupakan molekul dipolar. Sifat dipolarair terlihat pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Sifat dipolar molekul air (Das,2008)
Universitas Sumatera Utara
Molekul bersifat dipolar, yang berarti memiliki muatan positif dan
negatif pada ujung yang berlawanan, sehingga dapat tertarik oleh lempung
secara elektrik dalam 3 kasus,hal ini disebut dengan hydrogen bonding,
yaitu:
1.
Tarikan antar permukaan negatif dan partikel lempung dengan ujung
positif dipolar.
2.
Tarikan antara kation-kation dalam lapisan ganda dengan muatan
negative dari ujung dipolar. Kation-kation ini
tertarik oleh permukaan
partikel lempung yang bermuatan negatif.
3.
Andil atom-atom hidrogen dalam molekul air,yaitu ikatan hidrogen
antara atom oksigen dalam molekul-molekulair.
Gambar 2.11 Molekul air dipolar dalam lapisan ganda (Hardiyatmo,2002)
Air yang tertarik secara elektrik, yang berada di sekitar partikel lempung,
disebut air lapisan ganda (double-layer water). Sifat plastis tanah lempung adalah
akibat eksistensi dari air lapisan ganda. Ketebalan air lapisan ganda untuk kristal
kaolinite dan montmorillonitediperlihatkan dalam Gambar 2.12.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 Air partikel lempung (a) Kaolinite (b) Montmorillonite (T.W.
Lambe, 1960)
.
Air lapisan ganda pada bagian paling dalam, yang sangat kuat melekat pada
partikel disebut air serapan (adsorbed water). Pertalian hubungan mineral-mineral
dengan air serapannya, memberikan bentuk dasar dari susunan tanahnya. Tiap-tiap
partikel saling terikat satu sama lain, lewat lapisan air serapannya. Maka, adanya
ion-ion yang berbeda, material organik, beda konsentrasi, dan lain-lainnya akan
berpengaruh besar pada sifat tanahnya. Partikel lempung dapat tolak-menolak
antara satu dengan yang lain secara elektrik, tapi prosesnya bergantung pada
konsentrasi ion, jarak antara partikel, dan faktor-faktor lainnya. Secara sama,
dapat juga terjadi hubungan tarik-menarik antara partikelnya akibat pengaruh
ikatan hidrogen, gaya van der Waals, macam ikatan kimia dan organiknya. Gaya
antara partikel berkurang dengan bertambahnya jarak dari permukaan mineral
seperti terlihat pada Gambar 2.13. Bentuk kurva potensial sebenarnya akan
tergantung pada valensi dan konsentrasi ion, larutan ion dan pada sifat dari gayagaya ikatannya.
Universitas Sumatera Utara
Ikatan antara partikel tanah yang disusun oleh mineral lempung akan sangat
besar dipengaruhi oleh besarnya jaringan muatan negatif pada mineral, tipe,
konsentrasi, dan distribusi kation-kation yang berfungsi untuk mengimbangkan
muatannya. Schofield dan Samson (1954) dalam penyelidikan pada kaolinite,
Olphen (1951) dalam penyelidikan pada montmorillonite, menemukan bahwa
jumlah dan distribusi muatan residu jaringan mineral, bergantung pada pH airnya.
Dalam lingkungan dengan pH yang rendah, ujung partikel kaolinite dapat menjadi
bermuatan positif dan selanjutnya dapat menghasilkan gaya tarik ujung ke
permukaan antara partikel yang berdekatan. Gaya tarik ini menimbulkan sifat
kohesifnya.
Gambar 2.13 Hubungan potensial elektrostatis, kimia, dan sebagainya, dengan
jarak permukaan lempung
2.2.2 Semen
Semen adalah material yang mempunyai sifat-sifat adhesif dan kohesif
sebagai perekat yang mengikat fragmen-fragmen mineral menjadi suatu kesatuan
yang kompak. Semen dikelompokan ke dalam 2 (dua) jenis yaitu semen hidrolis
dan semen non-hidrolis.
Semen hidrolis adalah suatu bahan pengikat yang mengeras jika bereaksi
dengan air serta menghasilkan produk yang tahan air. Contohnya seperti semen
Universitas Sumatera Utara
portland, semen putih dan sebagainya, sedangkan semen non-hidrolis adalah
semen yang tidak dapat stabil dalam air.
Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara
mencampurkan batu kapur yang mengandung kapur (CaO) dan lempung yang
mengandung silika (SiO2 ), oksida alumina (Al2 O3 ) dan oksida besi (Fe2 O3 ) dalam
oven dengan suhu kira-kira 145°C sampai menjadi
klinker. Klinker ini
dipindahkan, digiling sampai halus disertai penambahan 3-5% gips untuk
mengendalikan waktu pengikat semen agar tidak berlangsung terlalu cepat (Aman
Subakti,1994). Dalam semen Portland ini terdapat susunan senyawa semen yang
berfungsi sebagai berikut :
1. C3 S = 3 CaO.SiO2 (Trikalsium Silikat) mempunyai andil yang besar terhadap
fungsi sebagai perekat dan dapat mengeras jika bereaksi dengan air sehingga
dapat meningkatkan kekuatan tekan
2. C2 S = 2 CaO.SiO2 (Dikalsium Silikat) berfungsi sama dengan C3 S
3. C3 A = 3 CaO. Al2 O3 (Trikalsium Aluminat) dalam semen portland tidak
berfungsi sebagai perekat. Senyawa ini hanya berfungsi sebagai bahan
pelebur (fluks) sewaktu masih ada dalam tungku pembakaran, sehingga akan
mudah terbentuk senyawa C3 S dan C2 S
4. C4 AF = 4 CaO. Al2 O3 . Fe2 O3 (Tetra Alumineferrit) berfungsi sama seperti
C3 A serta andil terhadap warna semen.
5. Gips = CaSO4 .2H2 O berfungsi sebagai retarder atau memperlambat waktu
pengerasan tepung semen portland bila bercampur dengan air.
6. Selain itu terdapat komposisi kimia lain seperti : C =CaO, Na2 O, K 2 O dalam
jumlah yang kecil.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.9 Susunan unsur semen portland (Tjokrodimuljo, 2007)
Unsur
Komposisi (%)
Kapur (CaO)
60-65
Silika (SiO2)
17-25
Alumina (Al2O3)
3,0-8,0
Besi (Fe2O3)
0,5-6,0
Magnesia (MgO)
0,5-4,0
Sulfur (SO3)
1,0-2,0
Soda/potash (Na2O+K2O)
0,5-1,0
2.2.3 Serbuk Kaca
Kaca adalah salah satu produk industri kimia yang paling akrab dengan
kehidupan kita sehari-hari. Dipandang dari segi fisika kaca merupakan zat cair
yang sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel
penyusunnya yang saling berjauhan seperti dalam zat cair, namun kaca sendiri
berwujud padat. Ini terjadi akibat proses pendinginan (cooling) yang sangat cepat,
sehingga partikel-partikel silika tidak “sempat” menyusun diri secara teratur. Dari
segi kimia, kaca adalah gabungan dari berbagai oksida an-organik yang tidak
mudah menguap, yang dihasilkan dari dekomposisi dan peleburan senyawa alkali
dan alkali tanah, pasir serta berbagai penyusun lainnya (Dian, 2011). Kaca
memiliki sifat-sifat yang khas dibanding dengan golongan keramik lainnya.
Kekhasan sifat-sifat kaca ini terutama dipengaruhi oleh keunikan silika (SiO2)
dan proses pembentukannya. Reaksi yang terjadi dalam pembuatan kaca secara
ringkas (Dian, 2011) dibawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Na2 CO3 + a.SiO3
Na2 O.aSiO2 + CO2
Ca CO3 + b.SiO2
CaO.bSiO2 + CO2
Na2 SO4 + c.SiO2 + C
Na2 O.cSiO2 + SO2 + SO2 + CO
Ada beberapa kandungan kaca berdasarkan jenis-jenis kaca, yaitu: clear
glass, amber glass, green glass, pyrex glass, dan fused silica (Setiawan, 2006).
Kandungan bahan kimia dalam berbagai jenis kaca seperti dijelaskan pada Tabel
2.10 serta kandungan kimia di dalam bubuk kaca yaitu seperti SiO2 , Al2 O3 , Fe2 O3
dan CaO seperti Tabel 2.11 di bawah ini.
Jenis Kaca
Tabel 2.10 Kandungan kaca (Setiawan, 2006)
Green
Clear Glass Amber Glass
Pyrex Glass
Glass
Fused
Silica
SiO2
73,2 – 73,5
71,0 – 72,4
71,27
81
99,87
Al2 O3
1,7 – 1,9
1,7 – 1,8
2,22
2
-
Na2 O+K 2 O
13,6 – 14,1
13,8 – 14,4
13,06
4
-
CaO+MgO
10,7 – 10,8
11,6
12,17
-
-
SO3
0,2 – 0,24
0,12 – 0,14
0,052
-
-
Fe2 O3
0,04 – 0,05
0,3
0,599
3,72
-
Cr2 O3
-
0,01
0,43
12,0 – 13,0
-
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.11 Kandungan serbuk kaca (Hanafiah, 2011)
2.3
Unsur
Persen
SiO2
61,72%
Al2 O3
3,45%
Fe2 O3
0,18 %
CaO
2,50%
Stabilitas Tanah
Bila benda yang diuji merupakan tanah lempung yang memiliki kuat
dukung tanah yang rendah dan kadar air yang tinggi, sehingga tidak
dimungkinkannya suatu struktur berada diatas tanah lempung, maka tanah harus
distabilisasi.
Bowles (1984) mengemukakan bahwa ketika tanah di lapangan bersifat
sangat lepas atau sangat mudah tertekan atau pun memiliki indeks konsistensi
yang tidak stabil, permeabilitas yang cukup tinggi, atau memiliki sifat-sifat lain
yang tidak diinginkan yang membuatnya tidak sesuai untuk digunakan di dalam
suatu proyek konstruksi, maka tanah tersebut perlu dilakukan usaha stabilisasi
tanah.
Stabilisasi dapat dikelompokkan berdasarkan empat jenis klasifikasi utama,
yaitu :
1. Fisiomekanikal, contohnya dengan melakukan pemadatan.
2. Granulometrik, contohnya dengan pencampuran tanah berkualitas buruk
dan tanah dengan kualitas yang lebih baik.
3. Fisiokimia, contohnya pencampuran tanah dengan semen, kapur, atau
Universitas Sumatera Utara
aspal.
4. Elektrokimia, contohnya dengan menggunakan bahan kimia sebagai zat
additive.
Beberapa tindakan
yang dilakukan
untuk
menstabilisasikan tanah
adalah sebagai berikut :
1. Menambah bahan yang menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi atau fisis
pada tanah.
2. Mengganti tanah yang buruk
3. Meningkatkan kerapatan tanah.
4. Menurunkan muka air tanah.
5. Menambah material yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi dan
kekuatan geser yang timbul.
Proses stabilisasi ada 3 (tiga) yaitu: mekanis, fisis dan kimiawi atau
penambahan campuran (admixture), seperti cara dengan menggunakan lapisan
tambah pada tanah (misalnya geogrid atau geotekstil), melakukan pemadatan dan
pemampatan dilapangan serta dapat juga dengan melakukan memompakan air
tanah sehingga air tanah mengalami penurunan. Stabilisator yang sering
digunakan yakni semen, kapur, abu sekam padi, abucangkang sawit, abu ampas
tebu, fly ash, bitumen dan bahan-bahan lainnya.
Salah satu cara menstabilisasikan tanah lempung adalah dengan
pencampuran bahan adiktif dengan persentase tertentu sehingga menghasilkan
kuat dukung tanah maksimum. Tujuan pencampuran bahan adiktif secara umum
adalah sebagai berikut :
1. Mengurangi permeabilitas.
Universitas Sumatera Utara
2. Menaikkan kekuatan gesernya.
3. Stabilitas volume.
4. Mengurangi deformability.
2.3.1 Stabilisasi Tanah dengan Semen
Semen merupakan bahan stabilisasi yang baik karena kemampuan
mengeras dan mengikat partikel sangat bermanfaat bagi usaha mendapatkan
suatu masa tanah yang kokoh dan tahan terhadap deformasi. Campuran tanahsemen akan mengakibatkan kenaikan kekuatan dengan periode waktu kekuatan
perawatan yang relatif singkat sehingga untuk melanjutkan konstruksi tidak
harus menunggu lama. Semen tidak hanya mengisi pori-pori tanah, tetapi juga
menempel pada bidang-bidang kontak antara butir-butir tanah dan berfungsi
sebagai bahan pengikat yang kuat (Kezdi, 1979).
Tipe semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tipe I dengan unsur
pembentuknya : C3S=50%, C2S=25 %, C3A=12 %, C4AF=8%, CSH2= 5% (Pretty
Prescilia Takaendengan, Fakultas Teknik, Jurusan Sipil, Universitas Sam
Ratulangi, 2013).
2.3.2 Stabilisasi Tanah dengan Serbuk Kaca
Pemanfaatan serbuk kaca sebagai bahan untuk stabilisasi tanah dengan
tujuan untuk meningkatkan daya dukung tanah asli. Stabilisasi tanah dengan
serbuk kaca dilakukan dengan cara mencampurkan tanah dengan serbuk kaca dan
air yang kemudian dipadatkan dan menghasilkan suatu material yang baru. Proses
stabilisasi tanah dengan limbah karbit hampir sama dengan proses stabilisasi tanah
Universitas Sumatera Utara
dengan kapur. Hanya saja kandungan kimiawi di antara kedua bahan stabilisasi ini
berbeda.
Butiran lempung mempunyai kandungan yang berbentuk halus dan
bermuatan negative. Ion positif seperti ion hydrogen (H + ), ion sodium (Na+ ), dan
ion kalium (K + ), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan
butiran lempung. Jika unsur kimia seperti Fe2 O3 , CaO dan MgO yang dimiliki
serbuk kaca ditambahkan pada tanah dengan kondisi seperti diatas, maka
pertukaran ion segera terjadi dan ion yang berasal dari larutan Fe2 O3 , CaO dan
MgO diserap oleh permukaan butiran lempung. Jadi, permukaan butiran lempung
tadi kehilangan kekuatan tolaknya (repulsion force), dan terjadilah kohesi pada
butiran itu sehingga kekuatan konsistensi tanah tersebut akan bertambah.
Universitas Sumatera Utara
Download