01 COVER fanyx - Repository UNISBA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tinjauan Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah referensi yang berkaitan dengan penelitian.
Penelitain terdahulu yang dijadikan sebagai acuan adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Matriks Penelitian Terdahulu
Penulis
Sena
Senjani
Judul
Penlitian
Dramaturgi
Kehidupan
Seorang Model
Asal Bandung
di Deal Model
Agency
Tahun
2013
Metode
Penelitian
Kualitatif
dengan
pendekatan
dramaturgi
Siti
Hairun
Nisa
Presentasi Diri
Presenter
Olahraga
Wanita Global
TV
2008
Kualitatif
dengan
pendekatan
dramaturgi
Anisa
Hidayat
Impression
Management
Dosen Dalam
Perspektif
Dramaturgi
2005
Kualitatif
dengan
pendekatan
Daramturgi
Hasil Kajian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan pendekatan dramaturgi dari
Goffman yang membahas mengenai kehidupan
seorang wanita yang berprofesi sebagai model.
Peran yang dilakukan oleh objek ketika berada
di panggung depan dan panggung belakang
sangat bertolak belakang, semuanya ia lakukan
karena tuntutan profesi dan kebutuhan finansial.
Penelitian di sini mengenai dramaturgi seorang
presenter olahraga wanita Global TV yang
bernama Pia. Ada pengelolaan kesan yang ia
lakukan ketika di wilayah depan yaitu ketika ia
sedang On-Air atau siaran, ada simbol-simbol
yang ia gunakan, mulai dari bahasa yang ia
gunakan, make up, pakaian ia kenakan dll.
Semuanya telah ada skenario, dan ia sudah
mempersiapkan terlebih dahulu dengan sengaja
agar mendapatkan kesan yang ia inginkan
tumbuh pada penonton. Wilayah belakangnya
yaitu ketika ia mempersiapkan diri sebelum
siaran dan ketia ia di lingkungan kantor atau
lingkungan kesehariannya.
Penelitian ini membahas mengenai hubungan
antara dosen dan mahasiswa yang besar
kemungkinan adanya kesalahan persepsi pada
kedua belah pihak. Tindakan dalam pengelolaan
kesan yang dilakukan oleh dosen karena adanya
tujuan tertentu untuk membuat kelancaran
proses dan terciptanya suasana belajar yang
kondusif, akan tetapi tidak dapat diterima
dengan mudah mengingat adanya kerangka
prilaku yang terbentuk di masyarakat (social
framework). Tidak mudah merubah suatu image
yang berbeda dengan image yang sudah ada
karena adanya social framework yang sudah
terbentuk lama.
18
repository.unisba.ac.id
19
Peneliti mengambil referensi penelitian terdahulu yang sama-sama
menggunakan metode penelitian Kualitatif dengan perspektif pendekatan
Dramaturgi. Namun perbedaan penelitian terdahulu yang peneliti ambil dengan
penelitian yang peneliti teliti yaitu dari subjek penelitian terkait mengenai
fenomena yang sedang menjadi trend di Indonesia khususnya kota Bandung yaitu
selebriti di media sosial instragram.
2.2
Tinjauan Teoritis
2.2.1 Komunikasi
Hal yang paling mendasar dalam kehidupan adalah kodrat kita sebagai
manusia yang memiliki keharusan untuk berkomunikasi. Komunikasi merupakan
konsekuensi dari hubungan sosial (social relations) (Effendy, 2000: 3), seseorang
dapat melakukan hubungan sosial apabila terdapat dua orang yang saling
berhubungan sehingga nantinya akan menghasilkan interaksi sosial (social
interaction).
Secara umum komunikasi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan
manusia mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali, namun secara etimologis
komunikasi berasal dari bahasa Latin communicatio, yang memiliki kata dasar
communis, yang berarti sama makna (Effendy, 2000: 4). Yang dimaksud dengan
hal tersebut adalah, seseorang dapat dikatakan melakukan komunikasi apabila
terdapat kesamaan makna di dalam suatu penyampaian pesan atau hal yang
dikomunikasikan.
repository.unisba.ac.id
20
Komunikasi secara terminologis berarti sebuah kegiatan penyampaian
pesan dari seorang komunikator kepada komunikan, sehingga sudah jelas
diketahui bahwa komunikasi akan melibatkan sejumlah orang, dalam hal ini gaya
berkomunikasi tersebut disebut dengan human communication (komunikasi
manusia). Komunikasi manusia juga dikenal dengan komunikasi kemasyarakatan,
hal ini terjadi karena hanya di masyarakatlah komunikasi dapat terjadi.
Masyarakat terbentuk setidaknya dua orang yang saling melakukan komunikasi
satu dengan yang lainnya (Effendy, 2000 : 4).
Menutut Everett M. Rogers mendefinisikan bahwa komunikasi adalah
proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu peneriman atau lebih,
dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Cangara, 1998 : 18). Lebih
jauh komunikasi didefinisikan oleh Deddy Mulyana sebagai proses berbagi makna
melalui perilaku verbal dan nonverbal. Segala perilaku dapat disebut komunikasi
jika melibatkan dua orang atau lebih (komunikasi interpersonal) (Mulyana,
2008 :3).
Komunikasi selain menjadi kodrat dari manusia, juga dikatakan sebagai
kegiatan yang harus dilakukan oleh seseorang agar orang tersebut mampu
mencapai tujuan yang diinginkannya. Ada banyak perspektif yang mampu dilihat
dalam menjawab pertanyaan “Apa fungsi dari komunikasi?” Salah satunya yaitu
perspektif kultural, individu akan mengetahui cara ia makan dan minum dengan
baik, berbicara sopan kepada orang yang lebih tua, setelah ia diwarisi pengetahuan
cara melakukan hal tersebut dari pendahulunya atau pihak intern dalam hal ini
adalah keluarga.
repository.unisba.ac.id
21
Alferd Korzybski menyatakan bahwa kemampuan manusia berkomunikasi
menjadikan mereka sebagai “pengikat waktu” (time-binder) Maksud dari pengikat
waktu adalah kemampuan manusia dalam mewarisi pengetahuan dari generasi ke
generasi dan dari budaya ke budaya (Mulyana 2014: 7). Sehingga nantinya
individu akan mampu memprediksi sesuatu yang akan terjadi di masa depan
dengan mempelajari sejarah atau warisan budaya yang telah diberikan oleh orangorang terdahulu melalui sebuah kebudayaan. Meski ramalan-ramalan tersebut
tidak sepenuhnya akan terjadi atau terbukti secara akurat, namun setidaknya
dengan budaya yang diwarisi kita mampu menyesuaikan atau sediktinya
mengetahui bagaimana lawan bicaramelakukan komunikasi sesuai dengan latar
belakang yang dimilikinya.
Jelas di sini peneliti memasukan teori komunikasi sebagai dasar penelitian
karena seperti yang diungkapkan oleh Paul Watzlawick “We Cannot not
communicatte” tentu saja objek penelitian yang peneliti teliti melakukan
komunikasi di dalam akun Instagramnya baik Bahasa verbal maupun bahasa
nonverbal.
2.2.2 Pesan
Peneliti memasukkan teori pesan karena pesan merupakan hal yang paling
utama dalam sebuah kegiatan komunikasi. Objek dalam penelitian yang peneliti
teliti memalukan sebuh komunikasi agar tercapainya maksud dan tujuan yang
diinginkan. Karena pesan merupakan komponen utama dalam komunikasi,
sehingga komunikasi tersebut memiliki sebuah tujuan, dan individu dapat
berkomunikasi untuk memenuhi kebutuhannya. Burke memiliki sebuah teori yang
repository.unisba.ac.id
22
ia namakan teori identifikasi. Isi dari teori identifikasi ini adalah, seseorang
(komunikator) akan memberikan pesan kepada orang lain (komunikan) sesuai
dengan minat yang dimilikinya melalui bahasa, baik itu bahasa verbal maupun
bahasa nonverbal.
Melalui teori identifikasinya, Burke membagi manusia kedalam dua
konsep, yaitu tindakan (action) dan gerak (motion), Menurutnya, tindakan
merupakan perilaku yang sukarela (voluntary) dan memiliki tujuan
(purposeful), sedangkan gerak tidak bertujuam dan tidak bermakna, benda
dan binatang memiliki gerak, namun hanya manusialah yang memiliki
tindakan (Morrisan 2013, 112).
Burke juga memandang bahwa manusia adalah pencipta dan pengguna
simbol, sehingga kita pada sampai hari ini, simbol-simbol tersebut mampu
membantu kita dalam berkomunikasi. Lebih jauh simbol tersebut meliputi
bahasa verbal dan bahasa nonverbal. Menurutnya, bahasa berfungsi
sebagai kendaraan untuk tindakan dan karena adanya kebutuhan sosial
atau perbuatan (Morrisan 2013, 113).
Dengan
demikian,
dapat
disimpulkan
bahwa
manusia
dapat
mempersatukan dengan manusia lain apabila adanya kesamaan penegertian
simbol di antara mereka, begitu pun sebaliknya.
Teori identifikasi milik Burke membagi tiga sumber identifikasi yang
saling tumpang tindih di antara manusia yaitu (Morrisan 2013, 114) :
1. Identifikasi material, merupakan identifikasi yang bersumber dari barang,
kepemilikan dari benda, atau selera yang sama antara individu satu dengan
yang lainnya.
2. Identifikasi idealistik, merupakan identifikasi yang berasal dari
gagasan/ide, sikap, perasaan, dan nilai yang sama. Sebagai contoh
beberapa orang menjadi anggota kelompok partai politik.
3. Identifikasi formal, merupakan identifikasi yang berasal dari peraturanperaturan yang bersumber dari suatu organisasi atau suatu peristiwa di
mana sejumlah orang turut serta di dalamnya.
repository.unisba.ac.id
23
Tentu saja dari setiap kegiatan komunikasi yang terjadi akan ada proses
penyampaian pesan yang dilakukan oleh komunikator kepada komunikan. Seperti
yang dilakukan oleh Selebgram pada penelitian ini, setiap apa yang ia lakukan
memiliki pesan yang ingin disampaikan kepada khalayak atau pengguna akun
Instagram lainya.
2.2.3 Komunikasi Verbal dan Nonverbal
2.2.3.1 Komunikasi Verbal
Melalui pengertian komunikasi yang baru saja kita bahas, disinggung
bahwa terdapat komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Kedua jenis
komunikasi ini tidak sesederhana yang kita kira, begitu banyak makna yang
berbeda dari setiap kata-kata atau simbol yang diucapkan atau ditunjukkan
seseorang saat kegiatan komunikasi berlangsung.
Hal ini diakrenakan ragam budaya yang ada di kehidupan manusia.
Contoh sederhana, arti kata “Enya” dalam bahasa Sunda adalah ada iya (setuju)
sedangkan dalam bahasa betawi berarti ibu. Contoh lain, mengacungkan jari
tengah dan telunjuk secara bersamaan secara umum bersifat peace (damai), namun
di Inggris sana arti dari simbol tersebut adalah sebuah penghinaan.
Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang dilakukan seseorang
melalui tutur bahasa dan tulisan. Bahasa verbal merupakan sarana utama untuk
menyatakan pikiran, perasaan dan maksud kita (Mulyana, 2014: 261). Untuk itu
diperlukan kata-kata agar seluruh komponen tersebut dapat berjalan sebagaimana
mestinya. Namun yang perlu ditekankan perlu adanya kesamaan makna atas
repository.unisba.ac.id
24
setiap bahasa yang digunkan agar tidak terjadi kesalahpahaman anatara
komunikator dan komunikan.
Dalam akun Instagram terdapat kolom caption yang dapat diisi oleh setiap
penggunanya yang di mana ini adalah suatu bentuk komunikasi verbal yang
nantinya akan diisi setiap kali pengguna Instagram akan mengupload foto sembari
menuahkan beberapa kata pendukung yang dapat mendeskripsikan secara jelas
penguploadan foto yang dilakukan.
2.2.3.2 Komunikasi Nonverbal
Berbeda dengan komunikasi nonverbal yang lebih mengarah kepada
simbol-simbol, sehingga komunikasi nonverbal merupakan komunikasi yang
bukan kata-kata. Komunikasi nonverbal lebih mengacu kepada bagaimana
seseorang mengatakan sesuatu. Untuk mengetahui bagaimana seseorang
mengatakan sesuatu, tentu kita dapat melihatnya dengan membaca setiap gerakgerik dari segala hal yang sedang disampaikan.
Sebagaimana fungsinya komunikasi nonverbal untuk menekankan sebuah
makna yang coba disampaikan oleh bahasa verbal, selain itu juga komunikasi
nonverbal mampu mengulangi perilaku verbal tanpa harus disampaikan melalui
kata-kata, dan juga komunikasi nonverbal mampu memperkenalkan status sosial
diri seseorang tanpa harus mengucapkan kepada lawan bicaranya.
Hal tersebut menggambarkan kategorisasi komunikasi nonverbal yang
dilakukan oleh selebgram yang terdiri dari pakaian yang dikenakan, pose atau
repository.unisba.ac.id
25
Bahasa tubuh yang dilakukan seperti gesture saat berdiri, posisi kaki, isyarat
tangan, ekspresi wajah, serta tatapan mata.
2.2.4 Komunikasi Interpersonal
Bentuk komunikasi interpersonal (komunikasi antarpribadi) bukanlah hal
yang asing untuk semua orang, setiap harinya kita akan melakukan bentuk
komunikasi yang satu ini. Apabila dilihat secara etimologis, komunikasi
interpersonal memiliki kata turunan inter yang berarti antara dan person yang
berarti orang. “Komunikasi interpersonal secara umum terjadi di antara dua orang.
Seluruh proses komunikasi terjadi di antara beberapa orang di dalamnya secara
akrab” (Wood, 2013: 22).
Kategorisasi komunikasi interpersonal bukanlah suatu percakapan yang
hanya bersifat basa-basi saja, melainkan ada tujuan atau maksud dalam isi sebuah
pesan yang akan disampaikan. Di mana interaksi tersebut dibedakan melalui tiga
tingkatan menurut Martin Buber (dalam Wood, 2013: 22),
Tingkatan pertama yaitu komunikasi I-It, di mana interaksi yang terjadi
dalam konteks ini adalah kita menganggap orang lain sebagai objek dalam
memenuhi kebutuhan kita. Contoh, pelayan restauran, office boy, dan lainlain. Tingkatan kedua adalah komunikasi I-you, di mana jenis ini
merupakan komunikasi yang sangat sering atau lumrah terjadi pada
kehidupan kita sehari-hari. Komunikasi ini pun terjadi dengan begitu
sangat personal apabila dibandingkan dengan tingkatan pertama. Interaksi
tersebut serupa dengan komunikasi di dunia maya dan forum internet,
ketika orang-orang bertemu karena memiliki kesamaan hobi dan gagasan.
Tingkatan yang ketiga adalah komunikasi I-Thou, di mana komunikasi ini
jarang tejadi dalam interaksi sosial scoop besar, dikarenakan komunikator
dan komunikan sama-sama menerima keutuhan dan kepribadian dari
masing-masing. Artinya hubungan komunikasi jenis ini cenderung lebih
personal dibandingkan kedua jenis sebelumnya.
repository.unisba.ac.id
26
Keakraban antara komunikator dan komunikan merupakan salah satu ciri
dari bentuk komunikasi ini. Ciri lain dari komunikasi interpersonal adalah
sistemis artinya komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh sistem, situasi, waktu,
masyarakat, budaya, latar belakang personal, dan sebagainya (Wood, 2013: 24).
Ciri berikutnya yatiu pengetahuan personal, melalui komunikasi interpersonal kita
mampu mengetahui informasi mengenai lawan bicara kita. Ciri yang paling
penting dalam komunikasi interpersonal adalah terciptanya makna, inti dari
komunikasi interpersonal adalah berbagi makna (Wood, 2013: 27). Melalui
percakapan yang intens akan menghasilkan sebuah pemaknaan dalam suatu
pembicaraan.
Pemaknaan ini memiliki dua tingkatan yang pertama adalah pemaknaan isi
(content meaning) yang berarti pada isi pesan sebenarnya, contoh “Kerjakan PR
nya!”, “Ambilkan minum di lemari es!”, sedangkan tingkatan kedua adalah
pemaknaan hubungan. Tingkatan pemaknaan hubungan berkaitan dengan
keakraban seorang komunikator dan komunikan.
Masing-masing dari mereka tidak perlu lagi memberi penjelasan secara
detil tentang hal-hal yang sudah biasa dilakukan, sebagai contoh dua orang
sahabat yang sudah lama berteman hendak bertemu di suatu tempat dengan
menyampaikan pesan “Saya tunggu di tempat biasa jam 4!” tentu sahabat yang
meneriman pesan tersebut sudah mengetahui tempatnya di mana, dan hal apa saja
yang akan dilakukan dalam pertemuan sore hari tersebut.
Komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh objek penelitian disini
yaitu ketika Selebgram melakukan komunikasi dalam kehidupan sehari-harinya,
repository.unisba.ac.id
27
baik dengan orang tua, teman, atau lingkungan sekitarnya di luar akun media
sosialn Instagram yang mereka miliki.
2.2.5 Konsep Diri
Konsep diri muncul dalam komunikasi dan ia merupakan proses
multidimensi dari internalisasi dan tindakan menurut perspektif sosial (Wood,
2013: 44). Secara sederhana, konsep diri diartikan sebagai pandangan orang
sekitar terhadap individu, sehingga individu tersebut mampu mengenal dan
memahami dirinya sendiri. Konsep diri akan terjadi apabila seseorang
berkomunikasi dengan individu lainnya.
Terdapat beberapa penilaian dari dua kelompok orang yang nantinya akan
membentuk konsep diri seseorang, Goerge Herbert Mead (Wood, 2013: 45)
menyebutkan pada akhirnya akan hanya mengambil dua perspektif dari orang
terdekat dan dari orang lain pada umumnya. Orang terdekat meliputi keluarga inti
individu yaitu ayah, ibu, adik, kakak, dan sebagainya. Sedangkan orang lain pada
umumnya adalah mereka yang berkomunikasi dengan kita dan yang juga
memberikan opini mengenai diri kita melalui respon yang diberikan.
Konsep diri menyebutkan bahwa komunikator akan mampu memahami
dirinya sendiri sebagai individu dengan berbagai perbedaan yang ada, dan
bagaimana perbedaan itu dikonstruksikan atau dibentuk secara sosial, bukan
ditentukan oleh mekanisme biologi dan psikologi yang dialami individu
(Morissan, 2013: 74). Artinya, pengalaman yang dimiliki individu terhadap suatu
repository.unisba.ac.id
28
situasi akan mampu mengubah ide dan cara pandang orang tersebut sehingga pada
akhirnya akan membentuk rasa diri (sense of self) yang fleksibel.
Konsep diri seorang selebgram yang peneliti teliti ialah bagaimana ia akan
hanya membagi antara orang terdekat seperti ayah, ibu, adik, kakak, dan
sebagainya, dengan orang lain pada umumnya adalah mereka yang melalukan
komunikasi denganya yang juga memberikan opini mengenai diri melalui respon
yang diberikan.
2.3
Impression Management (pengelolaan kesan)
Dalam penelitian ini, yang menjadi tema utama adalah mengenai
impression management (pengelolaan kesan). Seperti yang kita ketahui bahwa
dalam berkehidupan sosial baik dilingkungan kerja, pergaulan bahkan dalam
lingkungan rumah sekalipun kita akan melakukan suatu pengelolaan kesan
terhadap lawan bicara untuk menghasilkan rerspons sesuai dengan yang
diinginkan. Dalam bab ini penulis menbahas mengenai impression management
yang dilakukan oleh Selebgram di media sosial instagram.
Goffman mengasumsikan bahwa ketika orang-orang berinteraksi, mereka
ingin menyajikan suatu gambaran diri yang diterima orang lain. Ia menyebut
upaya itu sebagai “pengelolaan kesan” (impression management), yakni teknikteknik yang digunakan aktor untuk memupuk kesa-kesan tertentu dalam situasi
tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Persentasi diri seperti yang ditunjukkan
oleh Goffman, bertujuan memproduksi definisi situasi dan identitas sosial bagi
para aktor dan definisi situasi tersebut mempengaruhi ragam interaksi yang layak
repository.unisba.ac.id
29
dan tidak layak bagi para aktor dalam situasi yang ada (Mulyana, 2002: 112).
Dalam kaitan ini Goffman mengemukakan:
...informasi mengenai individu membantu untuk mendefinisikan situasi,
memungkinkan orang-orang baru itu untuk mengetahui terlebih dahulu
apa yang ia harapkan dari mereka dan apa yang mereka harapkan
darinya. Berdasarkan pengetahuan ini, orang-orang tersebut akan
mengetahui bagaimana cara terbaik bertindak untuk menghasilkan
rerspons yang diinginkan darinya.... bila tidak mengenal individu,
pengamat dapat memperhatikan gelagat dari perilaku dan penampilannya
yang memungkinkan mereja menerapkan pengalaman mereka terdahulu
dengan individu yang mirip dengan yang ada dihadapannya, atau lebih
penting menerapkan stereotipe yang belum teruji terhadapnya...
Marilah sekarang kita beralih dari orang-orang itu ke pandangan individu
yang menampilkan dirinya dihadapan mereka, ia mungkin mengharapkan
mereka untuk menghormatinya, atau untuk berpikir bahwa ia
menghormati mereka, dan untuk mempersepsi bagaimana sebenarnya
perasaannya terhadap mereka, atau untuk menjamin harmoni yang
memadai sehingga interaksi dapat dijaga, atau untuk menipu, membuang,
membingungkan, menyesatkan, menentang atau menghina mereka....
Pengendalian ini diperoleh terutama dengan mempengaruhi definisi
situasi yang dirumuskan orang lain, dan ia dapat mempengaruhi definisi
ini dengan mengekspresikan dirinya sedemikian rupa sehingga memberi
mereka kesan tertentu yang mendorong mereka bertindak secara sukarela
sesuai dengan rencananya sendiri. Jadi, ketika individu tampil dihadapkan
orang lain, biasanya akan terdapat suatu alasan baginya untuk
memobilisasikan aktivitasnya sehingga hal itu memberikan suatu kesan
kepada orang lain sesuai dengan kepentingan individu tersebut. (Mulyana,
2002: 111).
Menurut Goffman kita “mengelola” informasi yang kita berikan kepada
orang lain. Kita mengendalikan pengaruh yang akan ditimbulkan busana kita,
penampilan kita, dan kebiasaan kita terhadap orang lain supaya orang lain
memandang kita sebagai orang yang ingin kita tunjukan. Kita sadar bahwa orang
lainpun berbuat hal yang sama terhadap diri kita, dan kita memperlakukannya
sesuai dengan citra dirinya yang kita bayangkan dalam benak kita. Jadi, kita
bukan hanya sebagai pelaku, tetapi juga sekaligus sebagai khalayak. Goffman
repository.unisba.ac.id
30
menyebut pelaku dan khalayak mencapai “konsensus kerja” mengenai definisi
atas satu sama lain dan situasi yang kemudian memandu interaksi mereka. Seperti
aktor panggung, aktor sosial membawakan peran, mengasumsikan karakter, dan
bermain melalui adegan-adegan ketika terlibat dalam interaksi dengan orang lain.
Goffman menunjukkan bahwa:
Drama kehidupan sosial sehari-hari dan produksi teater menggunakan
teknik yang sama, aktor sosial, seperti aktor teater, bergantuk pada busana,
make-up, pembawaan diri, pernak-pernik, dan alat dramatik lainnya untuk
memproduksi pengalaman dan pemahaman realitas yang sama (dalam
Mulyana, 2002: 112-113).
Aktivitas
untuk
mempengaruhi
orang
lain
itu
disebut
sebagai
“pertunjukan” (performance), kita berusaha untuk menampilkan diri sebaik
mungkin agar tercipta suatu kesan yang terbaik seperti yang kita ingin tunjukkan,
walaupun terkadang terdapat hal-hal yang meleset dari perhitungan kita atau tidak
kita perhitungkan sebelumnya dan lebih mudah kita lakukan karena pertunjukan
itu tampak alami, apa pun itu pada dasarnya kita ingin meyakinkan orang lain
dengan apa yang kita pertunjukan, sehingga orang lain dapat menganggap kita
seperti yang kita tunjukkan.
Bila dalam interaksi dengan orang yang sudah lama kita kenal, harus
memastikan identitas sosial yang ingin mereka sampaikan, suasana hati
mereka, kesan mereka terhadap kita, terlebih lagi dalam interaksi dengan
orang yang baru kita kenal. Oleh karena itu, kita membutuhkan banyak
informasi mengenai orang yang baru kita kenal agar dapat memperlakukan
mereka dengan baik dan nyaman. Meskipun demikian kita jarang saling
bertanya untuk memperoleh informasi tersebut, melainkan bergantung
pada penampilan, tatakrama, dan setting tempat kita bertemu untuk
mendefinisikan situasi (Mulyana, 2002: 113).
repository.unisba.ac.id
31
2.3.1 Komponen Impression Management (Pengelolaan Kesan)
Dalam mengelola kesan kebanyakan atribut, milik dan aktifitas manusia
digunakan untuk presentasi diri. Menurut Goffman kehidupan sosial dalam
mengelola kesan dibagi menjadi front region (wilayah depan) dan back region
(wilayah belakang). Goffman membagi wilayah depan ini menjadi personal front
(front pribadi) dan setting (panggung). Personal front dibagi menjadi dua yaitu
appearance (penampilan) dan manner (tingkah laku).
A.
Appeareance (penampilan)
1.
Busana
Penampilan
merupakan
salah
satu
bentuk
komunikasi
dengan
menyampaikan informasi atau pesan melalui apa yang individu tersebut kenakan,
kemeja yng dikenakan, tatanan rambut, sepatu, riasan wajh dan hal-hal lain yang
dapat melengkapi penampilannya. Penampilan juga merupakan salah satu dari
bentuk komunikasi nonverbal. Nilai-nilai agama, lingkungan, cuaca, rasa nyaman,
dan tujuan pencitraan, semuanya mempengaruhi cara individu berdandan.
Sebagian orang berpandangan bahwa pilihan seseorang atas pakaian
mencerminkan kepribadiannya, apakah ia orng yang konservatif, religius, modern,
atau berjiwa muda. Tidak dapat pula dibantah bahwa pakaian, seperti juga rumah,
kendaraan, dan perhiasan digunakan untuk memproyeksikan cirea tertentu yang
diinginkan pemakainya. Pemakai busana itu mengharapkan bahwa kita
mempunyai citr terhadapnya sebagaimana yang diinginkannya. Mungkin ada juga
kebenaraan dalam bahasa latin uestis uirium reddit yang berarti “pakaian
menjadikan orang”. Sebagaimana disarankan William Thourlby yang dalam
repository.unisba.ac.id
32
bukunya You Are What You Wear: The Key to Business Success menekankan
pentingnya pakaian demi keberhasilan bisnis (Mulyana, 2002: 347).
2.
Warna
Menurut Deddy Mulyana dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu
Pengantar, selain dari pada busana yang kita kenakan warna juga dapat
menunjukkan suasana emosional, cita rasa, afiliasi politik, dan bahkan mungkin
keyakinan agama kita. Di Indonesia, warna merah muda adalah warna feminin
(konon juga romantis yang disukai orang yang jatuh cinta), sedangkan warna biru
adalah warna maskulin. Tidak sedikit wanita yang baru melahirkan membelikan
barang-barang berwarna merah muda untuk anak perempuan dan warna biru
untuk anak laki-laki. Warna hijau diasosiasikan dengan Islam dan muslim, bukan
karena warna hijau itu menyejukan mata, namun juga warna ini dipercayai
sebagai warna surga, seperti disebutkan Qur’an surat Ar-Rahman ayat 64: “Kedua
surga itu hijau tua warnanya”. Mungkin pula itu sebabnya mengapa banyak
mesjid berdinding dan berkarpet hijau (Mulyana, 2002: 376)
Tabel 2.2
Indikasi warna
SUASANA HATI
Menggairahkan, merangsang
Aman, nyaman
Tertekan, terganggu, bingung
Lembut, menenangkan
Melindungi, mempertahankan
Sangat sedih, patah hati, tidak bahagia, murung
Kalem, damai, tentram
Berwibawa, agung
Menyenangkan, riang, gembira
Menantang, melawan, memusuhi
Berkuasa, kuat, bagus sekali
WARNA
Merah
Biru
Oranye
Biru
Merah, cokelat, biru, ungu, hitam
Hitam, cokelat
Biru, hijau
Ungu
Kuning
Merah, oranye, hitam
Hitam
(Diolah dari: Buku Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, 2002: 377)
repository.unisba.ac.id
33
Daftar wana di atas dan suasana hati yang diasosiasikannya versi Amerika,
tidak berlaku universal meskipun mirip dengan versi yang berlaku dalam budaya
lain. Di Cina, merah digunakan dalam acara gembira dan perayaan, sedangkan di
Jepang menandakan kemarahan dan bahaya. Biru untuk orang Indian Cherokee
menandakan kekalahan, sedangkan bagi orang Mesir menandakan kebajikan dan
kebenaran (Mulyana, 2002: 377).
Hingga derajat tertentu tampaknya ada hubungan antara wana yang
digunakan dengan kondisi fisiologis dan psikologis manusia, meskipun kita
memerlukan lebih banyak penelitian untuk membuktikan dugaan ini. Misalnya
bukti ilmiah menunjukkan bahwa gerakan pernapasan akan meningkat oleh
cahaya merah dan berkurang ketika dihadapkan pada cahaya biru yang lebih
menyejukan dan warna merah yang lebih aktif (Mulyana, 2002: 379).
3.
Gaya Artifaktual (Artefak)
Artefak dalah benda apa saja yang dihasilkan kecerdasan manusia. Aspek
ini merupakan perluasan lebih jauh dari pakaian dan penampilan. Benda-benda
dan penampilan yang telah kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia dan dalam interaksi manusia, sering mengandung makna-makna tertentu.
Bidang studi mengenai hal ini disebut objektika (objectics). Rumah, mobil,
perabot rumah dan modelnya, patung, lukisan, kaligrafi, foto, buku yang dipajang,
dan benda-benda lainnya dalam lingkungan kita adalah pesan-pesan bersifat
nonverbal, sejauh dapat diberi makna.
repository.unisba.ac.id
34
B
Manner (Tingkah Laku)
1.
Bahasa tubuh
Bidang yang menelaah bahasa tubuh adalah kinesika, suatu istilah yang
diciptakan seorang perintis studi bahasa nonverbal, Ray L. Birdwhistell. Setiap
anggota tubuh seperti wajah (termasuk senyuman dan pendangan mata), tangan,
kepala, kaki, dan bahkan tubuh secara keseluruhan dapat digunakan sebagai
isyarat simbolik.
Kita sering menyertai ucapan kita dengan isyarat tangan. Isyarat tangan
atau “berbicara dengan tangan” termasuk yang disebut emblem, yang dipelajari
yang punya makna dalam suatu budaya atau subkultur. Meskipun isyarat tangan
yang digunakan sama, maknanya boleh jadi berbeda atau isyarat fisiknya berbeda,
namun maknanya sama. Dalam suatu studi yang melibatkan 40 budaya, Desmond
Morris dan rekan-rekannya mengumpulkan 20 isyarat tangan yang sama yang
mempunyai makna yang berbeda dalam setiap budaya, sementara seorang
spesialis Arab pernah mendaftar setidaknya 247 isyarat yang berlainan yang
digunakan orang Arab untuk melengkapi suatu pembicaraan (Mulyana, 2002:
318).
Dalam buku Komunikasi Antar Manusia, Joseph A. Devito, gerakan
isyarat tangan perilaku nonverbal yang secara langsung menerjemahkan kata atau
ungkapan. Emblim meliputi, misalnya isyarat untuk “oke”, “jangan ribut”,
“kemarilah” dan “saya ingin menumpang”. Emblim adalah pengganti untuk katakata atau ungkapan tertentu yang kita pelajari dengan cara yang sama pada
repository.unisba.ac.id
35
dasarnya dengan kita mempelajari kata-kata, tanpa sadar dan sebagian besar
melalui proses peniruan (Devito, 1997: 187).
Tabel 2.3
Nama dan Fungsi Bahasa Nonverbal
Nama dan Fungsi
Emblim menerjemahkan langsung kata
atau ungkapan
Ilustrator menyertai dan secara harfiah
“mengilustrasikan” pesan verbal
Regulator memantau, memelihara, dan
mengendalikan pembicaraan orang lain
Adaptor memuaskan kebutuhan
Contoh
Isyarat “oke”, lambaikan tangan
“kemarilah”, isyarat menumpang
Gerakan tangan berputar bila
menggambarkan lingkaran, kedua tangan
bergerak menjauh ketika membicarakan
sesuatu yang besar
Ekspresi wajah dan gerakan tangan yang
menunjukkan “teruskanlah”, “agak lambat
sedikit”, atau “kemudiian apalagi?”
Menggaruk-garuk kepala
(Diolah dari: Buku Komunikasi Antar Manusia Devito, 1997: 181)
Untuk menunjuk diri sendiri “saya!” atau “saya?”, orang Indonesia
menunjuk dadanya dengan telapak tangannya atau telunjuknya, sedangkan orang
Jepang menunjuk hidungnya dengan telunjuk. Banyak orang dari berbagai bangsa
menggunakan tanda “V” (telunjuk jari tengah berdiri dan jari lainnya ditekuk)
sebagai tanda kemenangan atau perdamaian, termasuk di Indonesia. Isyarat “V”
tersebut mulai digunakan oleh Winston Churchill sebagai tanda kemenangan
(victory) pada masa Perang Dunia II, juga sebagai lawan dari tanda salut ala Naxi
Hitler, tetapi kini juga melambangkan perjuangan demi kedamaian. Penggunaan
isyarat tangan dan maknanya jelas berlainan dari budaya ke budaya (Mulyana,
2002: 318).
2.
Postur Tubuh dan Posisi Kaki
Postur tubuh adalah yang secara tidak disadari oleh manusia selalu
menjadi perhatian utama dalam menilai seseorang. Manusia bagai diperbudak
oleh bentuk tubuh yang ideal. Kaum perempuan berlomba-lomba melakukan diet
repository.unisba.ac.id
36
yang tidak sehat demi mendapatkan tubuh layaknya Jenifer Lopez (penyanyi luar
negri yang memiliki tubuh indah), dan bahkan sampai rela menjalani bedah
plastik.
Postur tubuh memang mempengaruhi citra diri. Beberapa penelitian
dilakukan untuk mengetahui hubungan antara fisik dan karakter atau tempramen.
Klasifikasi bentuk tubuh yang dilakukan William Sheldon misalnya menunjukkan
hubungan antara bentuk tubuh dan tempramen (Mulyana, 2002: 324). Dalam tabel
di bawah ini:
Tabel 2.4
Hubungan Bentuk Tubuh dan Tempramen
BENTUK TUBUH
SIFAT ATAU TEMPRAMEN
Gemuk
Malas dan tenang
Atletis
Asertif dan percaya diri
Kurus
Introvert, menyenangi aktifitas mental dari pada fisik
(Diolah dari: Mulyana, 2002: 324)
Penghargaan terhadap tubuh yang dianggap “baik” itu terutama lebih
menonjol di kalangan wanita. Banyak wanita melakukan apa saja untuk memiliki
tubuh yang ramping, apah keadaan seperti itu dikatakan sebagai salah satu untuk
menunjukkan identitas diri, tetapi identitas apa, atau hanya untuk menyenangkan
kaum lelaki, atau apakah kaum wanita sudah merasa dirinya adalah makhluk
terjelek. Seperti yang diungkapkan oleh Ayu Utami dalam bukunya Si Parasit
Lajang, ”...Perempuan adalah makhluk terjelek di dunia, sebab ia selalu
membubuhkan topeng, pupur, dan gincu...” (Utami, 2004: 74).
Cara berdiri atau duduk juga sering dimaknai secara berbeda di tiap negara.
Seperti halnya orang di Asia, Afrika, Timur Tengah dan Amerika Latin yang
terbiasa duduk di atas lantai cenderung meliput salah satu atau kedua kaki mereka
repository.unisba.ac.id
37
ketika duduk di kursi, perilaku yang dianggap kurang sopan oleh orang barat yang
terbiasa duduk di kursi. Sebaliknya orang barat yang terbiasa duduk di kursi akan
merasa “tersiksa” ketika harus duduk di atas karpet seperti yang dilakukan oleh
orang Arab.
Dalam situasi formal sering khalayak membentuk kesan mengenai orang
yang diajak berkomunikasi dari cara ia berdiri atau duduk. Posturnya memberi
isyarat halus mengenai kepribadiannya, namun isyarat ini dapat juga menyesatkan.
Banyak orang berpikir bahwa mereka mampu menilai orang lain dari
ketulusannya, keramahannya, rasa hormatnya pada khalayak, dan antusiasmenya
berdasarkan cara ia berdiri, duduk atau berjalan (Mulyana, 2002: 323).
Kaum pria dianggap lebih tinggi posisinya dari pada wanita, tidak
mengherankan pula bahwa pria lebih leluasa mengatur postur tubuhnya dari pada
wanita. Pria duduk bebas di ruang kantornya, misalnya dengan menyandarkan
badan sepenuhnya ke sandaran kursi, bersilang kaki, atau meletakkan kedua
kakinya di atas meja, dan sekaligus menaruh kedua tangannya di belakang kepala,
maka wanita yang berperilaku demikian akan tampak seperti wanita yang maco
(Mulyana, 2002: 329-330).
3.
Ekspresi Wajah dan Tatapan Mata
Masuk akal bila banyak orang menganggap perilaku nonverbal yang
paling banyak “berbicara” dalah ekspresi wajah. Menurut Albert ehrabian, andil
wajah bagi pengaruh pesan adalah 55%, sementara vokal 30%, dan verbal hanya
7.67%. menurut Birdwhistell, perubahan sangat sedikit saja dapat menciptakan
perbedaan yang besar. Ia menemukan misalnya, bahwa terdapat 23 cara berbeda
repository.unisba.ac.id
38
dalam mengangkat alis yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda
(Mulyana, 2002: 330).
Kontak mata punya dua fungsi dalam komunikasi antarpribadi:
1. Fungsi pengatur, untuk memberi tahu orang lain apakah anda akan
melakukan hubungan dengan orang itu atau menghindarinya.
2. Fungsi ekspresif, memberi tahu orang lain bagaimana perasaan anda
terhadapnya.
Ekspresi
wajah
merupakan
perilaku
nonverbal
utama
yang
mengekspresikan keadaan emosional seseorang. Sebagian pakar mengakui,
terdapat beberapa keadaan emosional yang di komunikasikan oleh ekspresi wajah
yang tampaknya dipahami secara universal: kebahagiaan, kesedihan, ketakutan,
keterkejutan, kemarahan, kejijian, dan niat. Ekspresi-ekspresi wajah tersebut
dianggap “murni” sedangkan keadaan emosional lainnya (misalnya malu, rasa
berdosa, bingung, puas) dianggap campuran yang umumnya lebih bergantung
pada interpretasi (Mulyana, 2002: 335).
Secara umum dapat dikatakan bahwa makna ekspresi wajah dan
pandangan mata tidaklah universal, melainkan sangat dipengaruhi oleh budaya.
Ekspresi wajah boleh sama, namun maknanya mungkin berbeda. Bahkan seperti
pesan verbal, dalam budaya yang samapun ekspresi wajah yang sama dapat
berbeda makna dalam konteks komunikasi yang berbeda.
4.
Parabahasa
Parabahasa atau vokalika (vocalics), merujuk pada aspek-aspek suara
selain ucapan yang dapat dipahami, misalnya kecepatan berbicara, nada (tinggi
repository.unisba.ac.id
39
atau rendah), intensitas (volume) suara, intonasi, dialek, suara terputus-putus,
suara yang gemetar, suitan, siulan, tawa, erangan, tangis, gerutuan, gumaman,
desahan dan sebagainya.
Setiap karakteristik suara ini mengkomunikasikan emosi dan pikiran kita.
Suara terengah-engah menandakan kelemahan, sedangkan ucapan yang terlalu
cepat menandakan ketegangan, kemarahan dan ketakutan. Terkadang kita bosan
mendengarkan pembicaraan orang, bukan karena isi pembicaraannya, melainkan
karena cara penyampaiannya yang lamban dan monoton.
Mehrabian dan Ferris menyebutkan bahwa parabahasa adalah terpenting
setelah ekspresi wajah dalam menyapaikan perasaan atau emosi. Menurut formula
mereka, parabahasa mempunyai andil 38% dari keseluruhan impact pesan. Oleh
karena itu ekspresi wajah punya andil 55% dari keseluruhan impact pesan, lebih
dari 90% isi emosionalnya ditentukan secara nonverbal. Bahkan mehrabian dan
Ferris mengakui bahwa impact kata-kata terucap terhadap komponen pesan hanya
sekitar 7% (Mulyana, 2002: 342).
Penjelasan komponen impression management di atas mencangkup semua
yang dilakukan oleh seorang Selebgram karena selebgram yang ingin terlihat
selalu cantik, gaya hidup yang mewah dan juga selara yang high class
mempersiapkan komponen-komponen yang akan menunjang visi dan misinya di
dalam akun Instagramnya seperti ia memperhatikan busana yang dikenakan, pose
yang dilakukan dan juga latar belakang pengambilan foto yang menambah nilai
citra di depan khalayak.
repository.unisba.ac.id
40
2.4.
Kesadaran-Diri
Komunikasi sudah lumrah dilakukan setiap manusia yang hidup di muka
bumi ini, segala bentuk komunikasi dilakukan setiap individu dalam rangka
memenuhi kebutuhannya, terlebih individu melakukan hal tersebut untuk dapat
mempertahankan kehidupannya. Namun, dari segala bentuk komunikasi yang ada,
kesadaran-diri merupakan hal terpenting yang harus dimiliki setiap individu agar
suatu komunikasi berjalan dengan lancar dan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Kita semua ingin mengenal diri sendiri secara lebih baik, karena kita
mengendalikan pikiran dan perilaku kita sebagian besar sampai batas kita
memahami diri sendiri sebatas kita menyadari siapa kita (Devito, 1997: 57).
Untuk mengetahui kesadaran diri sendiri Jendela Johari (Johari Window) telah
menggambarkan beberapa bagian dari diri menjadi empat bagian.
Mengenal diri
Diketahui
orang lain
Tidak mengenal diri
Daerah Terbuka
Daerah Buta
Daerah Tertutup
Daerah Gelap
Tak diketahui
Orang lain
Sumber: Joseph Luft. Group Process: And Introduction to Group Dynamic (Palo
Alto, Calif.: Mayfield, 1970), hal.11 / Devito hal. 56.
Gambar 2.1
Jendela Johari (Johari Window)
repository.unisba.ac.id
41
Daerah terbuka (open self) merupakan daerah yang dapat diketahui oleh
diri sendiri dan juga orang lain. Informasi mengenai nama, warna kulit, agama,
makanan kesukaan, film yang paling disukai, serta hal-hal lainnya dapat diketahui
dengan mudah oleh diri kita dan juga orang lain. Namun, semakin baik
komunikasi yang dilakukan, maka akan semakin banyak informasi yang akan
didapatkan dari individu satu (komunikator) kepada individu lainnya (komunikan),
begitu pun sebaliknya.
Sebagian orang cenderung mengungkapkan keinginan dan perasaan
mereka yang paling dalam. Lainnya lebih suka terdiam diri baik dalam hal yang
penting maupun tak penting. Tetapi, kebanyakan di antara kita, membuka diri
kepada orang-orang tertentu tentang hal-hal tertentu pada waktu tertentu (Devito,
1997: 57). Sehingga dominasi mengenai empat hal yang ada pada jendela johari
akan berbeda-beda dari satu individu dengan individu lainnya.
Daerah Buta (blind self) merupakan bagian tentang diri seseorang yang
diketahui oleh orang lain, namun tidak diketahui oleh diri individu tersebut.
Kebiasaan-kebiasaan kecil yang dilakukan secara tidak sadar merupakan salah
satu informasi yang termasuk pada bagian ini. Kita sering melakukan pertahanan
diri (self-defence) apabila kita meminta seseorang menilai diri kita, seolah-olah
apa yang dikatakan orang tersebut itu salah.
Komunikasi menuntut keterbukaan pihak-pihak yang terlibat. Bila ada
daerah buta, komunikasi akan menjadi sulit. Tetapi, daerah seperti ini akan
selalu ada pada diri kita masing-masing. Walaupun kita mungkin dapat
menciutkan daerah ini, menghilangkannya sama sekali tidaklah mungkin
(Devito, 1997: 58).
repository.unisba.ac.id
42
Daerah Gelap (Unknown Self) merupakan bagian di mana informasi sama
sekali tidak diketahui baik oleh individu itu sendiri atau orang lain yang ada di
sekitarnya. Cara untuk mendapatkan informasinya harus individu harus
melakukan ekspolorasi diri secara khusus, contohnya dengan cara dihipnotis,
melalui mimpi, atau cara yang paling dianggap mudah yaitu dengan cara
mengungkapkan rasa jujur kepada orang lain, orang tua, sahabat, anak-anak,
kekasih, dan orang terdekat lainnya.
Daerah Tertutup (Hidden Self) merupakan bagian di mana informasi
yang diketahui hanya untuk diri sendiri, tidak untuk orang lain. Rahasia yang
disimpan seseorang tentu sangat bersifat pribadi dan beberapa orang cenderung
diam akan hal tersebut, bisa jadi tentang masalah keluarga, seksualitas, dan halhal pribadi lainnya, yang tidak mungkin diceritakan kepada semua orang.
Namun, ada juga yang secara terbuka (overdisclosers) menceritakan segala
bentuk rahasia yang umumnya orang simpan untuk dirinya sendiri, sehingga
tipikal orang ini tidak lagi memiliki rahasia yang ia simpan. Akan tetapi, apabila
kita cermati setiap orang sebenarnya membutuhkan teman berbagi akan rahasia
yang mungkin tadinya ia hanya akan simpan untuk dirinya sendiri. Karena pada
dasarnya, kita adalah orang-orang terbuka yang selektif (Devito, 1997: 59).
2.5
Pencitraan Diri
Citra adalah sesuatu yang tampak oleh indera, akan tetapi tidak memiliki
eksistensi substansial (Pilliang, 2004). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia citra diartikan sebagai gambaran, kesan yang dimiliki seseorang
repository.unisba.ac.id
43
terhadap pribadi. Dalam kaitannya secara lebih spesifik citra tidak bisa dilepaskan
dari keberadaan objek atau benda. Dalam pengertian keberadaan citra sangat
tergantung pada keberadaan objek atau benda (Pilliang, 2004 : 83). Blumer
mendefinisikan diri dalam pengertian yang sangat sederhana “apa saja yang
diketahui orang lain. Itu berarti hanya manusia yang dapat menjadikan
tindakannya sendiri sebagai objek. Ia bertindak terhadap dirinya dalam
tindakannya terhadap orang lain atas dasar pemikiran dia menjadi objek
bagidirinya sendiri “ (Ritzer dan Goodman, 2004:295).
Citraan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai cara atau
proses membentuk citra mental pribadi atau gambaran pribadi. A.B Susanto
mengartikan citra diri (self image) sebagai bagaimana seseorang memandang
dirinya sendiri. Atau sebagai bagaimana persepsi orang lain terhadap seseorang
atau diri kita. Dari situ akan terbentuk suatu cara atau perilaku tertentu , terutama
berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image atau kesan di mata orang lain
(Susanto, 2001:5).
Sebuah citra diri terbentuk melalui suatu proses komunikasi, salah satu
bentuknya adalah simbol-simbol. Seperti apa yang dikatakan oleh A.B Susanto
bahwa kepemilikan simbol diharapkan menimbulkan respek orang lain untuk
mendukung citra diri yang ingin ditampilkan. Tujuan dari pemakaian
simbolsimbol adalah memproyeksikan citra diri seseorang. Dan simbol-simbol
tersebut merupakan pernak-pernik dari pembentukan citra (Susanto, 2001:10).
repository.unisba.ac.id
44
Pada dasarnya seseorang membangun sebuah citra dirinya dimaksudkan
untuk mendapatkan perhatian ataupun penghargaan dari orang lain untuk itu
seseorang memperbanyak simbol-simbol pada dirinya. Jadi pencitraan diri
merupakan cara seseorang membentuk kesan dan gambaran mengenai dirinya dari
orang lain berdasarkan objek atau benda yang ia gunakan.
2.6
Dramaturgi
Menurut Erving Goffman seperti yang dikutip dalam Mulyana
“Dramaturgi adalah suatu pandangan atas kehidupan sosial sebagai serangkaian
pertunjukan drama yang mirip dengan pertunjukan drama panggung” (Mulyana,
2008: 106).
Pengertian dramaturgi Goffman khususnya berintikan pandangan bahwa
ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin mengelola kesan yang ia
harapkan tumbuh pada orang lain. Dalam pengantar bukunya, The Presentation of
Self in Everyday Life, Goffman menyatakan seperti yang dikutip dalam Mulyana
berikut:
Perspektif yang digunakan dalam laporan ini adalah perspektif pertunjukan
teater; prinsip-prinsipnya bersifat dramaturgis. Saya akan membahas cara
individu menampilkan dirinya sendiri dan aktivitasnya kepada orang lain,
cara ia memandu dan mengendalikan kesan yang dibentuk orang lain
terhadapnya dan segala hal yang mungkin atau tidak mungkin ia lakukan
untuk menopang pertunjukannya di hadapan orang lain (Mulyana, 2008:
107).
Pandangan dramaturgi tentang kehidupan sosial, makna bukanlah warisan
budaya, sosialisasi atau perwujudan dari potensi psikologis dan biologis,
repository.unisba.ac.id
45
melainkan pencapaian problematik interaksi manusia dan penuh dengan
perubahan, kebaruan, dan kebingungan. Maka atas suatu simbol, penampilan atau
perilaku sepenuhnya bersifat serba mungkin, sementara dan situasional.
Maka fokus pendekatan dramaturgi adalah bukan apa yang orang lakukan,
apa yang ingin mereka lakukan atau mengapa mereka lakukan, melainkan
bagaimana mereka melakukannya. Berdasarkan pandangan Kenneth Burke bahwa
dramaturgi menekankan dimensi ekspresif aktivitas manusia, yakni bahwa makna
kegiatan manusia terdapat dalam cara mereka mengekspresikan diri dalam
interaksi dengan orang lain yang juga ekspresif. Oleh karena perilaku manusia
bersifat ekspresif inilah perilaku manusia bersifat dramatik (Mulyana, 2008: 107).
Seseorang biasanya tidak selalu memunculkan karakter dirinya yang
sebenarnya. Karena yang ia inginkan adalah orang lain menilai dirinya sesuai
dengan karakter yang ia tonjolkan, maka ia akan memainkan peran yang
diinginkannya. Karena begitu banyaknya peran yang dimainkan oleh seseorang,
tidak semua peran itu mereka lakukan dengan intensitas yang sama. Hal ini
disebut sebagai jarak peran.
Menurut Goffman, “Jarak peran yang merujuk kepada sejauh mana aktor
memisahkan diri mereka dari peran yang mereka pegang” (Mulyana, 2001: 118).
Jadi seseorang harus bisa memisahkan perannya antara peran yang satu dengan
peran yang lain.
Dramaturgi Selebgram tentu saja ada, dilihat dengan adanya persiapan
kompenen impression management yang merupakan jembatan untuk berada di
panggung depan. Sedangkan panggung belakang yang di miliki adalah kenyataan
repository.unisba.ac.id
46
sesuai dengan siapa ia sebenarnya. Namun dalam menampilkan diri di hadapan
khalayak tidak selalu berjalan mulus seperti apa yang diinginkan, melainkan
selalu saja akan adanya gangguan. Untuk itulah pendekatan dramaturgi juga
berkaitan dengan bagaimana cara mengatasi gangguan-gangguan tersebut.
Meskipun begitu, kesalahan-kesalahan dalam menampilkan citra diri mereka
dapat di antisipasi dengan baik.
2.6.1 Panggung (setting) Dramaturgi
Dalam perspektif dramaturgis, kehidupan ini dilihat berdasarkan sebuah
pertunjukan teater yang dipertunjukan di atas sebuah panggung yang dimainkan
oleh aktor dengan berbagai peran-peran dengan menggunakan bahasa verbal
ataupun menggunakan atribut-atribut tertentu. Menurut Goffman, kehidupan
sosial itu dapat dibagi menjadi “wilayah depan” (front region) dan “wilayah
belakang” (back region).
Wilayah depan merujuk kepada peristiwa sosial yang memungkinkan
individu bergaya atau menampilkan peran formalnya. Mereka seperti
sedang memainkan suatu peran di atas panggung sandiwara di hadapan
khalayak penonton. Sebaliknya, wilayah belakang merujuk kepada tempat
dan peristiwa yang memungkinkan mempersiapkan perannya di wilayah
depan (Mulyana, 2002: 114).
A.
Panggung Depan
Goffman membagi panggung depan ini menjadi dua bagian: front pribadi
(personal front), dan setting, yaitu situasi fisik yang harus ada ketika aktor harus
melakukan pertunjukan. Tanpa setting, aktor biasanya tidak dapat melakukan
pertunjukan. Misalnya seorang dosen memerlukan kelas sebagai setting tempat ia
repository.unisba.ac.id
47
mempertunjukkan perannya sebagai dosen. Front pribadi terdiri dari alat-alat yang
dianggap khalayak sebagai perlengkapan yang dibawa ke dalam setting. Misalnya,
seorang dosen diharapkan membawa buku-buku teks yang tebal ketika mengajar
di kelas dan membawa peralatan pada saat mengajar seperti laptop dan
proyektornya sebagai alat untuk presentasi. Personal front ini mencakup juga
bahasa verbal dan bahasa tubuh sang aktor, misalnya berbicara sopan, pengucapan
istilah asing, intonasi, postur tubuh, ekspresi wajah, pakaian, penampakan usia,
ciri-ciri fisik, dan sebagainya (Mulyana, 2002: 114-115).
Tabel 2.5
Personal Front dan Setting dalam Panggung Depan
PERSONAL FRONT
SETTING
Appeareance (penampilan): pakaian, Tempat
orang
mempertunjukan
gaya rambut, riasan wajah, asesoris dll perannya. Contoh: seorang dokter
mempertunjukan perannya di rumah sakit
Manner (tingkah laku): cara berbicara,
cara berjalan, cara duduk, cara makan
dll
(Diolah dari: Mulyana, 2002: 114-115)
B.
Panggung belakang
Kontras dengan panggung depan, panggung belakang memungkinkan
pembicaraan dengan menggunakan kata-kata kasar atau tidak senonoh,
bersendawa, kentut, bersenandung, dan bersiul. Panggung belakang biasanya
berbatasan dengan panggung depan dan bersembunyi dari pandangan khalayak.
Hal ini dimaksudkan untuk melindungi rahasia pertunjukan, dan oleh karena itu,
khalayak biasanya tidak diizinkan memasuki panggung belakang, kecuali dalam
keadaan darurat. Suatu pertunjukan akan sulit dilakukan apabila aktor
membolehkan khalayak berada di panggung belakang (Mulyana, 2002: 115).
repository.unisba.ac.id
48
Goffman mengaui bahwa panggung depan cenderung mengandung anasir
struktural dalam arti bahwa panggung depan cenderung terlembagakan alias
mewakili
kepentingan
kelompok
atau
organisasi.
Sering
ketika
aktor
melaksanakan perannya, peran tersebut telah ditetapkan lembaga tempat ia
bernaung. Goffman juga berpendapat bahwa dalam menyajikan diri mereka yang
diidealisasikan dalam pertunjukan mereka di panggung depan, mereka merasa
harus menyembunyikan hal-hal tertentu pertunjukannya.
1. Aktor mungkin ingin menyembunyikan kesenangan-kesenangan
tersembunyi.
2. Aktor mungkin ingin menyembunyikan kesalahan yang dibuat saat
persiapan pertunjukan, juga langkah-langkah yang diambil untuk
memperbaiki kesalahan terebut.
3. Aktor mungkin merasa perlu menunjukkan produk akhir dan
menyembunyikan fakta bahwa ia mulai salah arah.
4. Aktor mungkin perlu menyembunyikan “kerja kotor” yang dilakukan
untuk membuat produk akhir itu dari khalayak. Kerja kotor itu mungkin
meliputi tugas-tugas yang secara fisik kotor, semi legal, kejam dan
menghinakan.
5. Dalam melakukan pertunjukan tertentu, aktor mungkin harus mengabaikan
standar lain, akhir aktor mungkin perlu menyembunyikan hinaan,
pelecehan, atau perundingan yang dibuat sehingga pertunjukan dapat
berlangsung (Mulyana, 2002: 116).
Aspek lain dalam dramaturgi di panggung depan adalah bahwa aktor
sering berusaha menyampaikan kesan bahwa mereka punya hubungan khusus atau
jarak sosial lebih dekat dengan khalayak daripada jarak sosial yang sebenarnya.
Goffman menyatakan bahwa orang tidak selamanya ingin menunjukkan peran
formalnya dalam panggung depan.
Orang mungkin memainkan suatu peran, meskipun ia enggan akan peran
tersebur, atau menunjukkan keengganannya untuk memainkannya padahal ia
senang bukan kepalang akan peran tersebut. seorang dosen berpakaian jeans
repository.unisba.ac.id
49
duduk di antara mahasiswa, dengan tutur bahasa seperti layaknya anak muda,
meskipun mungkin saja ada mahasiswa yang tidak menyukai penampilnya
tersebut. Menurut Goffman ketika orang melakukan hal semacam itu mereka tidak
bermaksud membebaskan diri sama sekali dari peran sosial atau identitas mereka
yang formal itu, namun karena peran sosial, dan identitas lain yang
menguntungkan mereka (dalam Mulyana, 2002: 117-118).
Setiap budaya mengkonsepsikan pola komunikasi diadik (dua orang) yang
berlainan. Secara garis besar orang barat senang berbicara berhadapan, sedangkan
orang Timur senang berbicara berdampingan atau membentuk siku-siku. Bagi
orang Timur, orang Cina khususnya, berbicara berhadapan mengesankan tidak
nyaman dan konfrontatif. Dalam banyak budaya Timur, pengaturan tempat duduk
mencerminkan perbedaan status dan peran. Di jepang orang yang paling dihormati
duduk di salah satu kepala meja berbentuk empat persegi panjang, pejabat
berikutnya di kanan dan kiri posisi senior ini, dan posisi terendah duduk dekat
pintu dan ujung meja yang berlawanan dengan tempat duduk orang paling
berkuasa (Mulyana, 2002: 361).
2.7
Media sosial
2.7.1 Pengertian Media Sosial
Media sosial adalah fase perubahan di mana bagaimana orang menemukan,
membaca dan membagi-bagikan berita, informasi dan konten kepada orang lain.
Media sosial adalah perpaduan sosiologi dan teknologi yang mengubah monolog
(one to many) menjadi dialog (many to many) dan demokrasi informasi yang
repository.unisba.ac.id
50
mengubah orang-orang dari pembaca konten menjadi penerbit konten. Media
sosial telah menjadi sangat populer karena memberikan kesempatan orang-orang
untuk terhubung dunia online dalam bentuk hubungan personal, politik dan
kegiatan bisnis.
Severin dan Tankard (2005), dalam bukunya tentang Teori Komunikasi,
menjelaskan tentang teori komunikasi dunia maya, di mana yang dimaksud oleh
Severin dan Tankard sebagai dunia maya adalah cybercommunity itu. Walaupun
unsur-unsur dunia maya tidak dijelaskan secara detail oleh keduanya dalam buku
tersebut, sebagaimana konsep teori cybercommunity dalam buku ini, namun
keduanya mengajukan beberapa bagian penting dalam teori komunikasi dunia
maya, yaitu:
1. Konsep dasar komunikasi digital, seperti dunia maya (cyberspace), virtual
reality (VR) komuniaksi maya (virtual communities), chat rooms, multiusher domain (MUD), interaktivitas, hypertext, dan multimedia.
2. Ruang dan wilayah teori komunikasi dunia maya, seperti penentuan
agenda (agenda-setting), manfaat dan gratifikasi, pembauran inovasi,
kesenjangan pengetahuan, kredibilitas media, dan gagasan McLuhan
tentang media baru (new media).
3. Riset-riset baru pada komunikasi cyber, yaitu mediamorfosis, riset tentang
hypertext, riset multimedia, riset desain antarmuka (komunikasi dua-arah),
riset eros digital atau cinta online, riset tentang kecanduan internet, serta
riset tentang pemakaian internet dan depresi.
Larry D. Rosen juga mengatakan bahwa penelitian baru menemukan
pengaruh positif terkait dengan jejaring sosial, termasuk di dalamnya adalah:
1. Remaja yang menghabiskan banyak waktu di Facebook dapat
menunjukkan rasa "empati virtual" yang lebih baik kepada teman-teman
online mereka.
2. Remaja dewasa introvert melalui media jejaring sosial online terbantu
untuk belajar bagaimana bersosialisasi di balik lindungan berbagai macam
layar monitor, mulai dari smartphone layar dua inci hingga laptop berlayar
17-inchi.
repository.unisba.ac.id
51
3. Jejaring sosial dapat menjadi alat untuk mengajar dan cara yang menarik
yang dapat melibatkan para siswa-siswa muda.
2.7.2 Media Baru
Berkaca pada beberapa tahun yang lalu, media yang kita tahu atau bahkan
yang kita gunakan hanyalah media yang bersifat satu arah, seperti televisi, radio,
dan lainnya. Seperti yang sudah disinggung dalam pembahasan sebelumnya,
karakteristik media tersebut masuk kedalam kategori yang sudah kuno. Untuk itu,
hadirlah sebuah media telematik yang mecakup atau melibatkan beberapa unit
yang pada bagian tengahnya terdapat unit layar gambar yang dihubungkan dengan
jaringan komputer (McQuail, 2001: 16).
Fitur yang membedakan dengan media lama yaitu, media baru mampu
menggabungkan beberapa sistem teknologi melalui kabel atau satelit, sistem
penyimpanan dan pencarian informasi dan gambar. Yang juga memiliki ciri
bahwa media baru tidak lagi memerlukan gatekeeper untuk mencari dan memilih
informasi, sehingga informasi yang akan didapat bersifat bebas.
Efek yang akan dihasilkan dari penggunaan media baru ini tentu sedikit
banyaknya akan merubah cara seseorang melakukan bentuk komunikasi
interpersonal (komunikasi antarpribadi), dengan penggunaan media baru
seseorang bisa jadi hanya berdiam di rumah saja untuk dapat melakukan segala
hal tanpa harus berpergian ke sana kemari—dan hal tersebut telah terbukti di era
masa kini. Namun, penerapan kemajuan teknologi dapat pula mengintensifkan
selektivitas khalayak komunikasi massa (Tubbs & Moss: 228).
repository.unisba.ac.id
52
Selain terdapatnya perubahan dalam cara melakukan komunikasi
antarpribadi, kemunculan teknologi baru yang kini dapat menjadi opsi bagi
khalayak komunikasi massa, media baru menuntut agar penggunanya mampu
melek teknologi, sehingga nantinya akan dengan mudah menggunakan media
tersebut. Meski, akan terdapat jurang pemisah antara generasi baru dan generasi
lama dalam menggunakan media yang satu ini, perlulah diingat bahwa
sesungguhnya seiring dengan perkembangan zaman akan membawa kita kepada
sebuah perubahan yang telah diramalkan sebelumnya.
2.7.3 Cyber Community
Teknologi telah membawa sekaligus mengubah cara berkomunikasi
manusia pada tingkatan yang jauh berbeda dari zaman sebelumnya, kalau dahulu
kita hanya bisa mengirim surat kepada kerabat yang jauh di sana lalu menunggu
kabarnya minimal satu minggu setelah kita mengirim surat, kini kita dengan
begitu singkat mengetahui kabar saudara kita dengan hanya menunggu beberapa
detik sembari duduk di depan komputer, atau berbaring di kasur sambil
memegang telepon genggam yang kita miliki.
Perubahan-perubahan tersebutlah yang telah dirasakan oleh kebanyakan
manusia masa kini, di mana ada internet disitu kita mampu berkomunikasi dengan
orang terjauh yang pernah kita kenal. Yang membedakan cara berkomunikasi
masyarakat nyata dengan masyarakat maya (cyber community) sebenarnya hanya
terletak pada banyak dan sedikitnya usaha yang diberikan dalam sebuah interaksi.
Masyarakat nyata harus bersusah payah untuk berpenampilan baik sebelum
repository.unisba.ac.id
53
akhirnya mereka berinteraksi dengan orang lain, sedangkan masyarakat maya
hanya cukup duduk lalu berinteraksi melalui ponsel pintar atau komputer yang
terhubung internet.
Tidak pernah ada yang membayangkan sebelumnya kalau cara
berkomunikasi manusia bisa secangging masa sekarang, dipastikan bahwa
konstruksi masyarakat pada umumnya berkembang dari sistem intra dan antar
jaringan yang berkembang menggunakan sistem sarang laba-laba sehingga
membentuk sebuah jaringan masyarakat yang besar (Bungin, 2013: 165). Seperti
yang dijelaskan sebelumnya bahwa netter (pengguna internet) pun sebenarnya
membangun sebuah relasi agar bisa berkomunikasi dengan netter lainnya di dunia
maya.
Burhan Bungin dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Komuniaksi
mengatakan bahwa sebenarnya masyarakat nyata dan masyarakat maya tidak
memiliki perbedaan yang begitu jauh, masing-masing dari mereka dibentuk
karena interaksi yang lama sudah dibangun sampai akhirnya memiliki simbolsimbol tertentu, bahasa-bahasa tertentu, hingga akhirnya memiliki aturan-aturan
normatif yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Contoh sederhana
yang dapat dengan mudah ditemukan salah satunya adalah website yang memiliki
forum pembicaraan suatu topik tertentu.
Tidak hanya itu, tujuan komunikasinya pun ada yang bersifat asosiati dan
disasosiatif. Komunikasi asosiatif yang terjadi dalam masyarakat maya biasanya
berupa kerjasama yang dilakukan antara seorang netter dengan netter lainnya
dalam rangka membuat suatu proyek bersama yang saling menguntungkan, lebih
repository.unisba.ac.id
54
jauh kerjasama ini akan menghasilkan sebuah akomodasi informasi dan
pertukaran kebudayaan dalam skala global yang akan memengaruhi perilaku dan
interaksi mereka masing-masing.
Berbeda halnya dengan komunikasi disasoiatif yang biasanya “berperang”
untuk mendapatkan sesuatu, misalnya sponsorship untuk kepentingan website dari
netter. Sehingga mengharuskan dirinya berkompetisi dengan netter lainnya yang
juga menginginkan hal tersebut. Sebagaimana kehidupan di masyarakat nyata,
masyarakat maya pun memiliki orang-orang atau kelompok yang memiliki
perbedaan mengenai visi dan misi, serta kebutuhan, yang membuat masyarakat
maya harus berkompetisi untuk memenuhi kebutuhannya.
2.7.4 Media Sosial Instagram
Instagram merupakan salah satu media sosial yang sedang digandrungi
oleh hampir semua orang, tak terkecuali masyarakat Indonesia. Seperti yang
sudah penulis bahas di bab sebelumnya, menurut kompas.com jumlah pengguna
Instagram semakin banyak meskipun usianya belum sampai lima tahun, tapi
media sosial berbagi foto itu sudah memiliki 400 juta orang pengguna aktif. Para
anggota baru Instagram sebagian besar berasal dari Eropa dan Asia. Lebih spesifik
lagi kebanyakan anggota barunya berasal dari Indonesia, Jepang serta Brazil. Hal
ini tentu menjadi tolak ukur bagaimana antusiasime masyarakat Indonesia
terhadap media sosial Instagram. Angka itupun cukup menjelaskan bahwa warga
Indonesia ternyata juga aktif dalam jejaring media sosial Instagram
repository.unisba.ac.id
55
Instagram adalah sebuah aplikasi berbagi foto (photo-sharing) berbasis
iPhone dan Android, yang memungkinkan penggunanya mengambil foto,
menerapkan filter digital, dan membagikannya ke berbagai layanan jejaring sosial.
Lebih jauh Kaan Akkanat (2015) menuliskan
Instagram is defined as a fun and quirky way to share your life with
friends through a series of pictures in its official website. In its essence,
the application allows its users to filter ( for further beautification) the
photos taken with a mobile phone and provides a quick sharing experience
by smoothly connecting the user with other social media platforms like
Twitter and Facebook….. It is a unique medium where the image becomes
a communicative act as a part of the whole social networking experience.
Interestingly, this hybrid act occurs with the simplicity in communication
(chiefly nonverbal) and action (its smooth sharing features) (Akkanat,
2015).
Instagram didefinisikan sebagai suatu cara yang menyenangkan dan unik
untuk membagi kehidupan anda kepada teman-teman melalusi gambar-gambar
berseri di situs resminya. Secara garis besar, apliaksi ini megizinkan para
penggunanya untuk memberikan filter (efek foto untuk keindahan) gambargambar yang diambil dengan menggunakan telepon genggam dan Instagram pula
menyediakan pengalaman membagujan yang cepat dengan menghubungkan para
penggunanya dengan platform media sosial lainnya seperti Twitter dan Facebook.
Instagram merupakan media yang unik, di mana gambar-gambar yang ada
menjadi suatu aksi yang komunikatif sebagai suatu bagian dari
pengalaman jejaring media sosial. Menariknya, tindakan kombinasi ini
menjadikan adanya kesederhanaan dalam berkomunikasi (terutama
komunikasi nonverbal) dan tindakan (dengan fitur berbagi yang terkesan
mudah) (Akkanat, 2015).
repository.unisba.ac.id
56
2.7.5 Komunikasi dalam Instagram
Kemunculan
Instagram
telah
mengubah
cara
seseorang
untuk
berkomunikasi tatap muka, setelah kehadiran yang cukup fenomenal dari e-mail,
facebook, twitter, kini Instagram bisa jadi merajai tingkat penggunaan media
sosial, sebagai media sosial yang digemari oleh setiap cyber-community. Aspek
yang lebih menekankan kepada visualisasi, serta kemudahannya untuk membagi
gambar kepada khalayak, menjadi daya tarik sendiri dari media sosial satu ini.
Berbeda
dengan
media
sosial
lainnya,
Instagram
mengizinkan
penggunanya untuk membagi fotonya secara pribadi (privately sharing) kepada
publik atau bisa juga dibagikan kepada followers. This functional anonymity is an
important feature of Instagram and it customizes the scopes for interaction
(Akkanat, 2015). Fungsi anonimitas ini menjadi fitur penting dalam Instagram dan
fitur tersebut memodifikasi kesempatan untuk berinteraksi. Artinya, membagikan
foto secara pribadi (seperti layankanya direct message) menjadikan fitur
Instagram terkesan lebih intim dari satu pengguna ke pengguna lainnya.
Selain itu, Instagram menitikberatkan segala sesuatunya pada konten yang
ada pada akun pemilik Instagram, Nick DeNardis mengatakan The Instagram
community re-enforced our existing notion that content is king. The photos we
posted with a deeper meaning got more of a reaction (Akkanat, 2015). Komunitas
Instagram menitikberatkan kepercayaan eksistensi bahwa konten adalah segalanya.
Foto yang kita posting dengan makna yang lebih dalam mendapatkan rekasi yang
lebih.
repository.unisba.ac.id
57
Sehingga kini tak sedikit orang-orang yang menjadi Selebgram karena
konten fotonya yang rapih dan digemari oleh orang kebanyakan. Selain itu, tak
jarang pula Selebrgram ini mendapatkan endorsement dari beberapa merek atau
brand terkenal dikarenkan makna foto yang dibagikan kepada followersnya
mendapatkan reaksi yang yang lebih menjadikan foto tersebut banyak disukai
sehingga menjadi trending topic.
2.7.6 Endorsement
Seleberiti, atlit, bahkan legendaris yang kini sudah tiada mampu menjadi
pendukung (endorser) dari sebuah brand (merek). Hal ini dikarenakan konsumen
mudah mengidentikasi diri dengan para bintang tersebut, seringkali dengan
memandang mereka sebagai pahlawan atas prestasi, kepribadian, dan daya tarik
fisik mereka.
Para pengiklan dan biro-biro periklanan bersedia membayar harga yang
tinggi kepada kaum selebriti yang disukai dan dihormati oleh khalayak
yang menjadi sasaran yang diharapkan akan mempengaruhi sikap dan
perilaku konsumen yang baik terhadap produk yang didukung (Shimp,
2003: 460).
Istilah endorsement bukanlah istilah asing dalam dunia periklanan,
endorsement yang berarti dukungan merupakan hal yang bisa didapatkan oleh
mereka yang berpengaruh dalam suatu media promosi. Instagram misalnya, yang
kini dijadikan sebuah sarana media promosi dengan tujuan untuk menaikkan suatu
brand. Dengan memberikan produk serta tarif tertentu agar dapat beriklan dalam
akun seseorang, lalu kemudian diunggah oleh pemilik akun Instagram (endors) di
situlah proses endorsement berlangsung.
repository.unisba.ac.id
58
Hal utama yang harus diperhatikan dalam proses kegiatan endorsement
adalah pentingnya kecocokan selebriti dengan produk yang hendak didukung. Hal
ini dikarenakan seorang endorser adalah brand image (citra merek) dari produk
yang akan diiklankan, apabila salah memilih selebriti, bisa jadi pesan produk yang
akan dijual tidak akan sampai kepada khalayak.
2.7.7 Ilustrator dan Ilustrasi
Ilustrator merupakan seniman yang berprofesi khusus di bidang seni rupa
yakni umumnya sebagai pencipta atau penyedia gambar ilustrasi demi
memperjelas maksud suatu tulisan tertentu atau demi membuat terlihat menarik
tampilannya. Termasuk di dalamnya buku, novel majalah, koran, iklan, juga pula
poster. Tiap ilustrator terkadang memiliki gaya berbeda dari sudut pandang
penggambaran yang dihasilkan dalam karyanya, juga berbeda beda pula dari alat
yang dipakainya, mulai dari dengan pensil, pulpen, spidol, sampai perangkat
komputer, atau bisa pula dengan mengkombinasikan sebagian alat itu bahkan juga
semuanya.
Ilustrasi adalah hasil visualisasi dari suatu tulisan dengan teknik drawing,
lukisan, fotografi, atau teknik seni rupa lainnya yang lebih menekankan hubungan
subjek dengan tulisan yang dimaksud daripada bentuk. Tujuan ilustrasi adalah
untuk menerangkan atau menghiasi suatu cerita, tulisan, puisi, atau informasi
tertulis lainnya. Diharapkan dengan bantuan visual, tulisan tersebut lebih mudah
dicerna.
repository.unisba.ac.id
Download