63 CHROMATOGRAPHIC SEPARATION OF SUGAR CANE STICK JUICE FOR HIGH-FRUCTOSE SYRUP Yahya Kurniawan dan Hendro Santoso§ ABSTRAK Tulisan ini mengkaji separasi kromatografi terhadap campuran glukosa - fruktosa. Eksperimen dilakukan pada kolom skala laboratorium dengan kapasitas sebanyak 1800 ml resin bentuk kalsium sebagai fasa diam dan aquades sebagai fase gerak. Untuk pemisahan secara kromatografi dipelajari fraksinasi gula dalam nira kental yang sudah mendapat perlakuan inversi, dekolorisasi dan demineralisasi. Kondisi operasi adalah sebagai berikut: volume resin 1800 ml, volume umpan sebanyak 300 ml, temperatur proses 55 ºC dan laju alir eluen sebanyak 10 ml per menit. Fraksi-fraksi ditampung setiap 10 menit. Dilakukan variasi perlakuan berupa ukuran resin yang berbeda yaitu kurang dari 50 mesh untuk perlakuan pertama dan ukuran 50-100 mesh untuk perlakuan kedua. Komposisi kadar fruktosa-glukosa dari fraksi-fraksi terpisah dengan menggunakan metoda polarimeter. Analisis yang lain adalah pengamatan Brix menggunakan Hand refraktometer dan pengamatan pH menggunakan pH meter. Hasil percobaan menunjukkan bahwa separasi kromatografi fruktosa glukosa dari nira kental belum sempurna terjadi pada perlakuan pertama. Pada perlakuan kedua menunjukkan bahwa separasi kromatografi terhadap nira kental menghasilkan pemisahan yang cukup baik dengan produk berupa dua kumpulan fraksi yaitu Fraksi A dan B, masing-masing merupakan kumpulan dari 7 fraksi terpisah. Fraksi A memiliki komposisi glukosa rata-rata sebesar 65,30% briks dan fruktosa diperoleh sebesar 34,66% briks. Pada fraksi B yang merupakan larutan yang kaya dengan fruktosa diperoleh komposisi komponen fruktosa sebesar 57,66% briks dan glukosa sebesar 42,26% briks. Dengan hasil separasi tersebut dapat dibuat dua macam produk tanpa melalui proses isomerisasi yaitu produk I berupa SFT - 55 yang memiliki kadar fruktosa 55% dan produk II berupa SFT - 42 yang memiliki kadar fruktosa 42%. Mutu produk dapat memenuhi standar SNI kecuali kadar abu. Kata kunci: kromatografi, nira kental, sirup fruktosa tinggi. ABSTRACT This paper reports a study of a chromatographic separation process of glucose-fructose mixtures. The experiment was conducted in laboratory scale using a column filled with 1800 ml of resin as stationary phase and aquades as mobile phase or eluent. The chromatographic separation was to study the fractionation of sugar cane thick juice after a preparation step which included decolorization, demineralization and inversion. Experiment conditions included the use of two resins (different in size) in the form of calcium in 1000 ml column, feed volume 300 ml, temperature 55ºC and flow rate 10 ml per minute and fractionatio time of 10 minutes. The first treatment used below 50 mesh resin and the second between 50-100 mesh. The composition of glucose and fructose was determined using polarimetric method. Other analyses were done for brix using hand refractometer and pH using pH meter. Results showed that the glucose-fructose component of the juice was not so high in the first treatment but the separation was quite well in the second treatment. The results of the second treatment showed that chromatographic separation for the treated thick cane juice could produce good separation in both 65,30% brix glucose and 34,66% brix fructose mixture and in a high fructose content mixture composed of 47,26% brix glucose and 57,66% brix fructose. Therefore, it is possible to produce two kinds of products without isomerization step as follows: the first product was HFS 55 wich contain 55% fructose and the second product was HFS 42 wich contain 42% fructose. The analysis of these products showed that the quality could meet SNI standard except the ash content. Keywords: chromatography, thick cane juice, high fructose syrup. 1. PENDAHULUAN Di Jawa terdapat 28 PG (Pabrik Gula) yang berkapasitas giling sekitar 2000 ton tebu perhari atau lebih kecil dari itu dan jumlah tersebut merupakan 56% dari total jumlah PG yang masih beroperasi di Jawa (Susmiadi, 2000). PG-PG tersebut amat menghawatirkan karena memiliki tingkat efisiensi teknis yang relatif rendah dan tidak berpeluang untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari skala usaha mereka (Nahdodin, 2001; Susmiadi, 2000 dan Pundjul, 2001). Hutabarat (2000) mengemukakan sebuah fakta yang menunjukkan bahwa 21 pabrik kecil di Jawa menghasilkan gula sama dengan jumlah produksi sebuah pabrik gula besar di Sumatera. Hal tersebut menggambarkan bahwa pabrik gula dengan kapasitas giling yang kecil memiliki efisiensi pabrik yang relatif rendah dibandingkan dengan pabrik yang berkapasitas besar. Seiring dengan penurunan produktivitas tersebut justru kebutuhan konsumsi gula di Indonesia terus meningkat sampai sekitar 14,3% per tahun (Bakri dan Susmiadi, 1999). Bagi pabrik gula dengan kapasitas kecil yaitu 2000 ton tebu per hari diperkirakan akan lebih menguntungkan memproduksi sirup fruktosa mengingat nira tebu merupakan bahan baku yang potensinya sangat baik karena diperkirakan mampu menghasilkan § Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia, Jl. Pahlawan 25, Pasuruan 67126 E-mail: [email protected] Vol. 16, No. 2, Mei 2005 - Majalah IPTEK 64 sirup fruktosa dengan rendemen 15%. Hal ini berarti dua kali rendemen gula pasir pada saat ini. Di Indonesia terdapat 6 pabrik sirup fruktosa dari ubi kayu yang berlokasi di Jatim, Jabar, Jakarta dan Lampung dengan kapasitas produksi sekitar 200.000 ton per tahun dan untuk saat ini diperkirakan potensi penggunaan sirup fruktosa untuk industri makanan dan minuman sekitar 300.000 ton (Kurniawan, 1998). Potensi bahan baku yang berasal dari pabrik gula seperti tetes dan nira dapat bersaing dengan bahan baku ubi kayu yang selama ini digunakan dalam industri sirup fruktosa. Untuk pabrik gula dengan kapasitas 2000 ton tebu per hari dengan rendemen 7% maka jika diolah menjadi gula pasir akan dihasilkan 140 ton gula pasir senilai Rp 298 juta per hari. Namun jika diolah menjadi sirup fruktosa maka dari 2000 ton tebu diperkirakan akan dihasilkan 15% sirup fruktosa sebesar 300 ton senilai Rp 450 juta per hari. Pemanfaatan tebu untuk sirup fruktosa dapat dilakukan dengan beberapa tahap proses yaitu proses klarifikasi, inversi, separasi kromatografi dan isomerisasi. Proses klarifikasi bahan merupakan perlakuan pendahuluan yang sangat penting terutama untuk bahan gula yang akan digunakan untuk pembuatan sirup fruktosa. Beberapa koloid, suspensi dan mineral yang terdapat dalam bahan harus dikurangi atau dihilangkan. Untuk mengurangi kandungan ion logam tersebut dapat digunakan proses fosfatasi yaitu proses penjernihan bahan dengan menggunakan asam fosfat (Mochtar dan Triantarti, 1993). Dengan berkurangnya kadar mineral tertentu seperti Kalium akan membantu dalam proses separasi gula dengan menggunakan proses kromatografi yang menggunakan resin sebagai fasa diam. Menurut Santoso dan Sunantyo (2002), kandungan kadar KCl sebesar 0,75% (b/b) atau lebih kecil tidak berpengaruh dan cukup aman terhadap terjadinya pengurangan efisiensi pada pemisahan gula secara kromatografi. Proses pemisahan gula yang terkandung dalam nira kental dengan teknik kromatografi dipengaruhi oleh nilai koefisien distribusi yaitu suatu tetapan yang diperoleh dari perbandingan konsentrasi suatu komponen yang terdapat pada fase diam dengan konsentrasi komponen yang terdapat pada fase gerak (Hongisto, 1980; Kantasubrata, 1987). Dalam pemisahan komponen fruktosa- glukosa secara kromatografi digunakan fase diam berupa resin dalam bentuk ion aktif kalsium (Barker dan Thawait,1983; Katz, et.al., 1983, Santoso dan Purnomo, 1999; Welstain dan Sauer,1980). Dengan cara ini fraksi glukosa dan fruktosa dapat dipisahkan satu sama lain. Untuk itu Majalah IPTEK - Vol. 16, No. 2, Mei 2005 diperlukan kajian sejauh mana kondisi optimal pemisahan komponen fruktosa dan glukosa secara kromatografi. Dalam penelitian ini dibahas kajian pemisahan fruktosa – glukosa yang terkandung dalam nira kental untuk pembuatan sirup fruktosa. 2. METODE a. Bahan dan Peralatan Bahan berupa nira kental sulfitasi diperoleh dari pabrik gula di Jawa Timur, bahan kimia berupa resin kation asam kuat bentuk kalsium dengan ukuran partikel dibawah 50 mesh dan 50 – 100 mesh, resin kation kuat IR 120, resin anion lemah IRA 93, bahan kimia lain yaitu asam sulfat, asam fosfat, amonium hidroksida, kalium iodida, kalsium khlorida, natrium hidroksida, natrium arsenat, sistein, tembaga sulfat, tembaga sulfat. sedangkan alat berupa kolom gelas kapasitas 1 liter resin, kolom stainless kapasitas 2 liter erlenmeyer, gelas ukur, beaker glass, ph meter, rafinometer, spektrofotometer, termoregulator, polarimeter dan peristaltic pump. b. Metode Perlakuan Pendahuluan Perlakuan pendahuluan untuk menjernihkan bahan baku berupa nira tebu pada kepekatan 50 brix dilakukan penjernihan dilanjutkan dengan proses demineralisasi dan inversi menggunakan resin kation asam kuat dan resin anion lemah. Bahan baku nira kental yang diperoleh dari Pabrik Gula dilakukan penjernihan dengan metode fosfatasi sehingga diperoleh nira kental jernih (Mochtar dan Triantarti,1993). Nira kental yang telah difosfatasi dilewatkan ke dalam kolom kombinasi resin kation kuat IR 120 dengan volume 200 ml dan resin anion lemah IRA 93 dengan volume 200 ml dan laju alir nira kental pada kedua kolom tersebut sebesar 3 Bed Volume per jam (BV/jam). Untuk regenerasi resin IR 120 menggunakan larutan HCl 5% sebanyak 2 Bed Volume (BV) atau 400 ml dengan kecepatan alir 1 BV/jam. Untuk regenerasi resin IRA 93 menggunakan larutan NaOH 5% sebanyak 2 BV atau 400 ml dengan kecepatan alir 1 BV/jam. Nira kental yang diperoleh dari perlakuan pendahuluan ini digunakan sebagai bahan percobaan. 65 Percobaan A: Fraksinasi Nira Kental dengan Perlakuan Resin A (Ukuran partikel dibawah 50 mesh). Dengan kolom kromatografi dilakukan fraksinasi nira kental menggunakan resin kation asam kuat bentuk kalsium dengan ukuran partikel dibawah 50 mesh. Sebanyak 1800 ml resin digunakan untuk fraksinasi 300 ml nira kental sebagai feed pada suhu 55º C dan laju alir eluen sebanyak 10 ml per menit. Fraksi-fraksi dikumpulkan setiap 10 menit. Percobaan dilakukan dengan dua ulangan. Percobaan B: Fraksinasi Nira Kental dengan Perlakuan Resin B (Ukuran partikel 50 – 100 mesh). Percobaan selanjutnya dilakukan fraksinasi terhadap nira kental dengan menggunakan resin ukuran partikel yang lebih halus (di atas 50 mesh). Kondisi operasi kromatografi seperti pada percobaan A. Percobaan C: Evaluasi Mutu Produk Sirup. Dilakukan pemekatan kumpulan fraksi hasil percobaan sebelumnya (Percobaan B) yaitu Fraksi A yang kaya dengan glukosa dan Fraksi B yang kaya dengan fruktosa. Diamati beberapa parameter yang sesuai dengan kriteria Standard Nasional Indonesia antara lain kadar fruktosa, glukosa, abu, warna, kekeruhan, bahan kering terlarut dan mikroba. Analisa laboratorium dilakukan untuk mengamati kadar fruktosa-glukosa dari fraksifraksi terpisah dengan menggunakan metoda Polarimeter (Ferrer et.al.,1994), pengamatan Brix menggunakan Hand refraktometer dan pengamatan pH menggunakan pH meter (ICUMSA,1994). Diamati juga beberapa parameter yang sesuai dengan kriteria Standard Nasional Indonesia antara lain kadar fruktosa, glukosa, abu, warna, kekeruhan, bahan kering terlarut dan mikroba. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan A: Fraksinasi Nira Kental dengan Perlakuan Resin A (Ukuran partikel dibawah 50 mesh). Hasil percobaan fraksinasi nira kental dengan perlakuan resin A disajikan pada Gambar 1, sedangkan kumpulan fraksi-fraksi terpisah komponen glukosa dan fruktosa disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Gambar 1 menunjukkan bahwa separasi menggunakan perlakuan resin A tidak begitu sempurna. Hal tersebut ditunjukkan bahwa hanya pada nomor fraksi terakhir saja yang memiliki komposisi fruktosa lebih besar dari glukosa. Dengan hasil demikian maka dapat diperkirakan bahwa kumpulan fraksi-fraksi terpisah hanya mampu menghasilkan kumpulan fraksi dengan kadar fruktosa 48,15% yaitu kumpulan fraksi dari nomor 5 – 10 (Tabel 1) dan pada Tabel 2 komposisi fruktosa yang dapat dicapai adalah 48,34% yaitu kumpulan fraksi nomor 7 – 11. Hasil yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa pada perlakuan resin dengan ukuran partikel yang kasar yaitu dibawah 50 mesh tidak memberikan hasil separasi yang baik (lihat Gambar 1). Menurut Kantantasubrata (1993), ukuran partikel fasa diam (resin) sangat berpengaruh terhadap kinerja separasi kromatografi. Salah satu ukuran keberhasilan pemisahan dua komponen adalah faktor selektifitas. Untuk memperbaiki kemampuan selektifitas dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain mengubah ukuran fasa diam dengan ukuran partikel yang lebih luas. Dikatakan pula bahwa partikel dari bahan pengisi kolom juga berpengaruh terhadap efisiensi kolom. Pada fasa diam (resin) yang memiliki ukuran partikel dengan ukuran besar maka rongga-rongga antar partikel menganga lebar sehingga molekul komponen akan dibawa bergerak oleh fasa gerak melalui rongga-rongga yang terdapat antara butir-butir padat fasa diam. Karena ronggarongga tersebut masing-masing berjarak lebar maka kecepatan alir fasa gerak akan melalui rongga-rongga tersebut dengan cepat. Fruktosa adalah suatu Ketoheksosa yang memiliki gugus keton. Pada percobaan ini, atom oksigen karbonil pada gugus keton komponen fruktosa, mudah bereaksi dengan elektrofil (asam Lewis) yang terdapat pada resin kation asam kuat berbentuk kalsium sebagai fase diam, menghasilkan kompleks koordinasi gugus ketonresin dengan ikatan kimia yang sangat lemah sehingga mudah lepas dengan adanya eluent. Oleh sebab itu jika resin memiliki partikel dengan ukuran yang besar, maka akan terdapat rongga-rongga yang menyebabkan jarak jarak yang renggang antara molekul fruktosa dengan permukaan resin sehingga terjadi kemungkinan komponen fruktosa akan ikut terelusi lebih cepat bersama dengan komponen glukosa. Pada perlakuan resin A yang memiliki ukuran partikel yang kasar, waktu yang ditempuh oleh fasa gerak untuk proses fraksinasi nira kental relatif lebih singkat sehingga selektivitas pemisahan kurang sempurna. Dari percobaan ini dapat diketahui bahwa ukuran partikel resin dibawah 50 mesh belum cukup baik pada proses separasi komponen fruktosa dan glukosa dalam nira kental sehingga ukuran partikel resin merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan untuk proses separasi fruktosa-glukosa dalam nira kental. Vol. 16, No. 2, Mei 2005 - Majalah IPTEK 66 Kumpulan Brix Glukosa Fruktosa Fraksi (gram) (g brix) (g brix) Glukosa (%) Fruktosa (%) 1 - 10 2 - 10 3 - 10 4 - 10 5 - 10 6 - 10 7 - 10 8 - 10 9 - 10 137,09 124,43 107,10 88,53 70,16 53,46 38,59 25,52 14,44 73,66 66,27 56,42 46,19 36,35 27,56 19,75 12,91 7,06 63,37 58,10 50,63 42,30 33,78 25,87 18,81 12,59 7,37 53,73 53,25 52,68 52,17 51,81 51,55 51,17 50,58 48,89 46,22 46,69 47,27 47,78 48,15 48,39 48,74 49,33 51,03 Feed 164,50 86,85 77,62 52,80 47,19 Tabel 2. Kumpulan fraksi terpisah hasil separasi kromatografi nira kental dengan perlakuan Resin A (ukuran partikel lebih kecil 50 mesh). Kumpulan Fraksi Brix (gram) 1 - 11 2 - 11 3 - 11 4 - 11 5 - 11 6 - 11 7 - 11 8 - 11 9 - 11 10 - 11 Feed 139,32 129,80 116,54 99,83 82,50 65,99 51,12 37,66 25,60 14,91 161,91 Glukosa Fruktosa Glukosa Fruktosa (g brix) (g brix) (%) (%) 75,25 69,60 62,02 52,65 43,13 34,30 26,38 19,21 12,82 7,22 86,37 57,77 53,90 50,66 43,33 35,52 27,85 24,71 18,42 12,76 7,68 75,51 54,01 53,62 53,21 52,74 52,28 51,98 51,60 51,01 50,08 48,42 53,35 41,46 41,52 43,47 43,40 43,05 42,20 48,34 48,91 49,84 51,51 46,64 Dari kumpulan fraksi-fraksi terpisah dapat dilihat bahwa kumpulan fraksi nomor 9 – 13 dapat menghasilkan sirup fruktosa dengan kadar fruktosa masing-masing 61,03% (Tabel 3); 54,17% (Tabel 4) dan 57,77% (Tabel 5) atau ratarata sebesar 57,65%. Untuk mengetahui kategori dari hasil kumpulan fraksi-fraksi terpisah maka data lengkap hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 6 yang memberikan gambaran bahwa kategori hasil pengumpulan fraksi-fraksi terpisah dibagi menjadi dua fraksi yaitu Fraksi A dan Fraksi B. Fraksi A adalah kumpulan fraksi-fraksi terpisah yang lebih didominasi oleh kandungan glukosa dengan kadar 65,31% dan hanya sekitar 34% rata-rata kadar fruktosa sedangkan fraksi B merupakan sirup dengan kadar fruktosa yang tinggi. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa Fraksi B dibagi menjadi B1; B2 dan B3 dan diantara ketiga kategori tersebut ternyata fraksi B2 merupakan pilihan terbaik karena kadar fruktosa yang dapat dicapai pada fraksi tersebut sebesar rata-rata 57,66% bahan kering dan berarti dapat memenuhi persyaratan untuk kategori HFS 55 menurut Standar Nasional Indonesia (Anonim, 1992). 100 90 80 Komponen (%) Tabel 1. Kumpulan fraksi terpisah hasil separasi kromatografi nira kental dengan perlakuan Resin A (ukuran partikel lebih kecil 50 mesh). 70 60 50 40 Glukosa (%) Fruktosa (%) 30 20 Brix (%) 10 0 70 0 Komponen (%) 60 5 10 15 Nomor Fraksinasi 50 40 Glukosa (%) 30 Fruktosa (%) 20 Brix (%) 10 0 0 5 10 15 Nomor Fraksinasi Gambar 1. Fraksinas Larutan nira kental dengan Gam bar 1. Fraksinas Larutan nira kental dengan perlakuan perlakuan Resin lebih Resin A(ukuran A(ukuran lebih kecil 50 mkecil esh) 50 mesh). Percobaan B: Fraksinasi Nira Kental dengan Perlakuan Resin B (Ukuran partikel 50 – 100 mesh). Perlakuan resin B adalah percobaan fraksinasi menggunakan resin kation asam kuat berbentuk kalsium dengan ukuran partikel yang dapat lolos saringan 50 – 100 mesh. Hasil fraksinasi yang diperoleh dari perlakuan resin B relatif jauh lebih baik dibandingkan perlakuan resin A (lihat Gambar 2). Separasi komponen fruktosa sudah mulai terjadi sejak fraksi nomor 10 (Gambar 2). Majalah IPTEK - Vol. 16, No. 2, Mei 2005 Gambar Fraksinas nira perlakuan kental dengan Gambar2. 2. Fraksinas LarutanLarutan nira kental dengan B (ukuran 50-100 mesh) perlakuan Resin Resin B partikel (ukuran partikel 50-100 mesh). Tabel 3. Kumpulan fraksi terpisah hasil separasi kromatografi nira kental dengan perlakuan resin B (ukuran partikel 50 – 100 mesh). Kumpulan Brix Glukosa Fruktosa Fraksi (gram) (g brix) (g brix) 1 - 13 2 - 13 3 - 13 4 - 13 5 - 13 6 - 13 7 - 13 8 - 13 9 - 13 10 - 13 11 - 13 Feed 157,51 155,21 149,03 139,25 128,23 114,15 97,83 80,16 61,95 43,46 26,33 152,76 85,31 83,36 78,45 71,38 63,92 54,93 44,92 34,53 24,11 14,27 6,45 80,08 72,17 71,82 70,55 67,84 64,28 59,19 52,88 45,60 37,81 29,16 19,86 72,67 Glukosa (%) Fruktosa (%) 54,16 53,71 52,64 51,26 49,85 48,12 45,92 43,07 38,92 32,83 24,49 52,42 45,82 46,27 47,34 48,72 50,13 51,85 54,05 56,89 61,03 67,09 75,43 47,57 67 Tabel 4. Kumpulan fraksi terpisah hasil separasi kromatografi nira kental dengan perlakuan resin B (ukuran partikel 50 – 100 mesh). Kumpulan Fraksi Brix (gram) 1 - 13 2 - 13 3 - 13 4 - 13 5 - 13 6 - 13 7 - 13 8 - 13 9 - 13 10 - 13 Feed 152,15 150,08 143,07 134,14 122,99 108,77 94,70 79,84 63,65 47,63 153,54 Glukosa Fruktosa Glukosa Fruktosa (g brix) (g brix) (%) (%) 84,91 83,20 78,04 71,17 63,72 55,26 46,72 38,13 29,08 19,84 81,12 67,18 66,83 65,59 62,93 58,77 53,41 47,98 41,22 34,48 27,78 72,42 55,80 55,43 54,32 53,05 51,81 50,80 49,33 47,76 45,68 41,65 52,83 44,15 44,53 45,65 46,91 47,78 49,19 50,66 51,62 54,17 58,34 47,17 Tabel 5. Kumpulan fraksi terpisah hasil separasi kromatografi nira kental dengan perlakuan resin B (ukuran partikel 50 – 100 mesh). Kumpulan Fraksi Brix (gram) 1 - 14 2 - 14 3 - 14 4 - 14 5 - 14 6 - 14 7 - 14 8 - 14 9 - 14 10 – 14 11 - 14 12 - 14 Feed 156,44 154,59 148,76 139,84 128,82 116,29 102,99 88,78 73,65 57,86 40,60 24,68 151,97 Glukosa Fruktosa Glukosa Fruktosa (g brix) (g brix) (%) (%) 84,53 83,01 78,30 71,82 64,51 56,65 48,59 40,04 31,07 21,89 12,47 5,37 80,26 71,85 71,53 70,41 67,97 64,26 59,60 54,37 48,71 42,55 35,95 28,12 19,31 71,65 54,03 53,69 52,63 51,36 50,08 48,71 47,18 45,10 42,18 37,83 30,71 21,76 52,81 45,93 46,27 47,33 48,60 49,88 51,25 52,79 54,86 57,77 62,13 69,26 78,24 47,15 Hasil serupa juga ditunjukkan oleh Katz dkk., (1983) dengan menggunakan resin bentuk kalsium berukuran partikel halus (50-100 mesh). Pada percobaan tersebut digunakan kolom dengan diameter 10,16 cm dan tinggi bed resin 152,4 cm. Proses separasi dilakukan pada laju alir 0,96 BV per jam dengan suhu operasi 55º C dan jumlah feed yang digunakan sebesar 0,38 BV. Hasil percobaan menunjukkan bahwa jumlah fraksi yang terkumpul sebanyak 14 fraksi dan kumpulan fraksi nomor 7 – 14 merupakan fraksi dengan kadar fruktosa sebesar 58,4% bahan kering. Fraksi nomor 8 – 14 memiliki kadar fruktosa sebesar 62,7% bahan kering. Kadar fruktosa semakin meningkat di atas nomor fraksi 9 sampai dengan nomor 14. Pada hakekatnya mekanisme separasi kromatografi nira kental ini berdasarkan pada peristiwa adisi nukleofilik yaitu proses yang terjadi disaat elusi berlangsung, molekul-molekul air (eluent) yang memiliki dua pasang elektron bebas pada atom oksigennya dapat berperan sebagai nukleofil yang akan bereaksi dengan karbon kation dari gugus aldehid komponen glukosa yaitu suatu gugus dengan atom karbon bermuatan parsial positif. Hasil dari reaksi ini adalah aldehid hidrasi. Reaksi nukleofilik yang terjadi hanya terhadap gugus aldehid pada senyawa glukosa dan tidak terjadi terhadap gugus keton pada senyawa fruktosa. Hal ini karena atom oksigen karbonil pada gugus keton mudah bereaksi dengan elektrofil (asam Lewis) yang terdapat pada resin, membentuk kompleks kordinasi keton-resin dengan ikatan yang lemah. Akibatnya komponen glukosa akan terelusi lebih dulu karena molekul-molekul glukosa terhidrasi oleh air sebagai fasa gerak (eluent) sedangkan molekul-molekul fruktosa ditahan oleh fasa diam (resin) membentuk ikatan kordinasi yang lemah dengan resin. Perbedaan interaksi diantara kedua komponen terhadap fasa gerak (rir) dan fasa diam (resin) memungkinkan terjadinya suatu mekanisme separasi kromatografi bagi komponen fruktosa dan glukosa (Hongisto, 1980; Welstain and Sauer, 1980). Percobaan C: Evaluasi Mutu Produk Sirup. Kumpulan fraksi-fraksi sesuai dengan kategori yang sudah ditentukan yaitu Fraksi A dan B dilakukan pemekatan dengan menggunakan Rotary vaccum evaporator pada suhu 50ºC sampai mencapai kepekatan sekitar Brix 70. Sirup yang sudah dipekatkan dievaluasi mutunya berdasarkan parameter laboratorium sesuai dengan Standar Nasional Indonesia SNI-012985-1992. Hasil analisis mutu sirup disajikan pada Tabel 7. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa beberapa kriteria untuk HFS 55 sudah dapat dipenuhi oleh produk Sirup Fruktosa I yang dihasilkan dari Fraksi B dalam percobaan ini. Kadar abu dapat diturunkan lagi dalam final treatment. Sedangkan produk II berupa campuran Fraksi A dan hasil pretreatment (feed) sehingga memenuhi HFS 42. Vol. 16, No. 2, Mei 2005 - Majalah IPTEK 68 Tabel 6. Komposisi fruktosa-glukosa dari kumpulan fraksi A dan B. Parameter Feed Fraksi A (No. 1-7) Fraksi B1 (No. 8-13) Fraksi B2 (No. 9-13) Fraksi B3 (No.10-13) 152,76 80,08 72,67 52,43 47,57 77,35 50,78 26,57 65,64 34,53 80,16 34,53 45,60 43,07 56,88 61,95 24,11 37,81 38,92 61,03 43,46 14,27 29,16 32,83 67,09 153,54 81,12 72,42 52,83 47,17 73,31 47,31 25,96 64,53 35,41 78,84 37,60 41,22 47,69 52,28 63,65 29,08 34,48 45,68 54,17 46,60 19,31 27,28 41,44 58,54 151,97 80,26 71,65 52,81 47,15 67,66 44,49 23,14 65,76 34,20 88,78 40,04 48,71 45,10 54,87 73,65 31,07 42,55 42,18 57,77 57,86 21,89 35,95 37,83 62,13 Ulangan 1 Brix (g) Glukosa (g brix) Fruktosa (g brix) Glukosa (%) Fruktosa (%) Ulangan 2 Brix (g) Glukosa (g brix) Fruktosa (g brix) Glukosa (%) Fruktosa (%) Ulangan 3 Brix (g) Glukosa (g brix) Fruktosa (g brix) Glukosa (%) Fruktosa (%) Tabel 7. Hasil analisis mutu sirup fruktosa dibandingkan dengan kriteria Standard Nasional Indonesia (SNI 01-2985-1992). No Parameter Mutu Produk Sirup Fruktosa III SNI-01-2985-1992 HFS-55 HFS-42 1. 2. 3. 4. 5. 6. Warna (RBU) Kekeruhan (Abs) Bahan kering larut (%) Abu (%) Fruktosa (% b.k.) Glukosa (% b.k) Mikroba: Khamir (koloni/g) Kapang (koloni/g) Angka Lempeng Total: Thermophilic (kol./g) Mesophilic (kol./g) 24,11 36,30 0,060 0,113 72,80 69,00 0,068 0,062 57,65 42,17 42,26 57,52 Maks.35 Maks.35 Maks.0,02 Maks.0.,02 76,5-77,5 70,5-71,5 Maks.0,05 Maks.0,05 Min.55 Min.42 39-42 50-53 10,70 52 23,00 35 Maks.50 Maks.50 Maks.50 Maks.50 19,50 128 131,13 122,25 500 500 500 500 7. Keterangan: I = Produk fraksi B (Fraksi 9-13). II= Campuran produk fraksi A dan hasil pretreatment (feed). Majalah IPTEK - Vol. 16, No. 2, Mei 2005 69 4. SIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal yaitu: Pemisahan antara glukosa dan fruktosa belum sempurna terjadi pada perlakuan resin dengan ukuran partikel 50 mesh sedangkan pada perlakuan resin dengan ukuran partikel 50 – 100 mesh hasil pemisahan cukup baik. Hasil perlakuan kedua menunjukkan bahwa separasi kromatografi terhadap nira kental menghasilkan pemisahan yang cukup baik dengan produk berupa dua kumpulan fraksi yaitu fraksi A dan B, masing-masing merupakan kumpulan dari 7 fraksi terpisah. Fraksi A memiliki komposisi glukosa rata-rata sebesar 65,30% bahan kering sedangkan fruktosa diperoleh rata-rata sebesar 34,66% bahan kering. Pada fraksi B yang merupakan larutan yang kaya dengan fruktosa diperoleh komposisi komponen fruktosa ratarata sebesar 57,66% bahan kering dan glukosa rata-rata sebesar 42,26% bahan kering. Dengan hasil separasi tersebut dapat dibuat dua macam produk tanpa melalui proses isomerisasi yaitu produk I berupa SFT - 55 yang memiliki kadar fruktosa 55% dan produk II berupa SFT - 42 yang memiliki kadar fruktosa 42%. Mutu produk dapat memenuhi standar SNI kecuali kadar abu. Hal ini masih harus diturunkan lagi melalui perlakuan akhir yang akan diteliti lebih lanjut. DAFTAR ACUAN Anonim (1992), Standar Nasional Indonesia. SNI–01-2985-1992, Badan Standarisasi Nasional. Deperindag. Bakri, F dan A.Susmiadi (1999), ‘Prospek Pergulaan Nasional di tinjau dari Perspektif Internasional’, Gula Indonesia XXIV 2, pp. 3541. Ikatan Ahli Gula Indonesia. Barker, P.E dan S. Thawait (1983), ‘Separation of Fructose from Carbohydrate mixtures by Semi-continuous Chromatography’, Chemistry and Industry, pp. 81-821. Ferrer, J.A.U., Mambuca, R.R., dan Lopez, J.R. (1994), ‘Colorimetric determination of fructose using acid reaction’, Int. Sugar Jnl, Vol. 115, pp. 189 – 193. Hongisto, H.J. (1980), ‘Process for manufacturing liquid sugar from cane molasses’, Proc. ISSCT., Vol. 3, pp. 20292041. Hutabarat, B.S.M. (2000), ‘Siapkah kita menghadapi pasar global?’, Gula Indonesia XXV (3-4), pp. 24-26, Ikatan Ahli Gula Indonesia. ICUMSA (1994), Report of the Proceeding the 21th session, International Commision for Uniform Methods of Sugar Analysis. Kantasubrata, Y. (1993), ‘Strategi mengubah komposisi eluent pada TLC dan HPLC’, Warta Kimia Analitik Nomor 10,tahun ke VII, pp. 19-21, Puslitbang Kimia Terapan LIPI Bandung. Katz, Edward, Davis, Henry, S., Scallet, dan Barret, L. (1983), ‘High fructose syrup and process for making same’, United States Patents 4, 395,292, pp. 1-21. Kurniawan, Y. (1998), ‘Perspektif sirup fruktosa sebagai pemanis alternatif’, Semiloka IKAGI, 26-28 November 1998, Ujung Pandang. Mochtar, M dan Triantarti (1993), ‘Meningkatkan kualitas produk-produk gula sebagai bahan baku’, Laporan Tahun 1993, Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. Nahdodin (2001), ‘Posisi Industri Gula Nasional di Masa Depan dalam perspektif pasar global’, Gula Indonesia XXV (1), pp. 38-41. Ikatan Ahli Gula Indonesia. Pundjul, K.M. (2001), ‘Kontroversi Daya Saing Industri Gula Nasional’, Gula Indonesia XXVI (1), pp. 32-37, Ikatan Ahli Gula Indonesia. Santoso, H dan Purnomo, E. (1999), ‘Pemisahan komponen gula nira kental produk prosesor antara secara kromatografi’, Berita P3GI Nomor 26, pp. 55-58. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. Santoso, H. dan Sunantyo (2002), ‘Pengaruh ion Kalium terhadap separasi fruktosa dengan resin kation bentuk Calcium’, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses, Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Dipenogoro. Susmiadi, A. (2000), ‘Kondisi Industri Gula Di Jawa’, Gula Indonesia XXV (3-4), pp. 27-34. Ikatan Ahli Gula Indonesia. Welstain, H dan Sauer, C. (1980), Separation of glucose and fructose effect of resin characteristic on separation, Doulite International Inc.California USA. Diterima: 03 September 2004 Disetujui untuk diterbitkan: 15 April 2005 Vol. 16, No. 2, Mei 2005 - Majalah IPTEK